OPTIMALISASI JERAPAN KROMIUM TRIVALEN OLEH ZEOLIT LAMPUNG DENGAN METODE LAPIK TETAP DAN PERLAKUAN KROMIUM LIMBAH PENYAMAKAN KULIT
SUKMANDIRI ANINGRUM
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ABSTRAK SUKMANDIRI ANINGRUM. Optimalisasi Jerapan Kromium Trivalen oleh Zeolit Lampung dengan Metode Lapik Tetap dan Perlakuan Kromium Limbah Penyamakan Kulit. Dibimbing oleh ETI ROHAETI AZIS dan BETTY MARITA SOEBRATA. Keberadaan kromium pada limbah cair penyamakan kulit memerlukan pengolahan agar tidak mencemari lingkungan. Metode pengendapan dengan alkali lebih efektif pada konsentrasi kromium yang tinggi dibandingkan konsentrasi rendah. Konsentrasi kromium hasil pengendapan tersebut masih di atas ambang batas, yaitu 0.6 ppm. Oleh karena itu, kromium pada limbah cair penyamakan kulit diolah dengan menggabungkan metode pengendapan dan penjerapan. Zeolit NaA dan NaY telah dipercaya dapat menjerap kromium dan menurunkan konsentrasinya. Zeolit alam menarik untuk diteliti karena merupakan sumber mineral yang melimpah di Indonesia. Penelitian ini bertujuan menentukan kondisi optimum penjerapan zeolit Lampung terhadap kromium trivalen dan menentukan kapasitas jerapan kromium limbah peyamakan kulit pada kondisi optimum. Tahapan penelitian meliputi preparasi zeolit, pencirian zeolit (analisis difraksi sinar-x, penentuan kapasitas tukar kation (KTK), dan luas permukaan zeolit), penjerapan dengan metode lapik tetap (ragam laju alir, konsentrasi influen, dan tinggi lapik), metode tumpak, dan perlakuan limbah penyamakan kulit (penetapan waktu pemeraman endapan, pH, dan penjerapan pada lapik zeolit pada kondisi optimum). Zeolit Lampung termasuk jenis klinoptilolit dengan KTK 89.62 me/100 g dan luas permukaan 37.7768 m2/g. Kondisi optimum kolom pada laju alir 7 mL/menit, konsentrasi influen 20 ppm, dan tinggi lapik 11 cm dengan kapasitas jerapan 1.9748 mg Cr/g zeolit dan efisiensi kolom 54.63%. Metode tumpak menghasilkan kapasitas jerapan 3.0171 mg Cr/g zeolit. Waktu pemeraman endapan dan pH yang digunakan dalam pengendapan limbah, yaitu 4 jam dan pH 9 menghasilkan konsentrasi kromium 16.9326 ppm dan kapasitas jerapan lapik zeolit pada kondisi optimum kolom 0.1848 mg Cr/g zeolit.
ABSTRACT SUKMANDIRI ANINGRUM. Optimization of Trivalent Chromium Adsorption by Lampung Zeolite Using Fixed Bed Method and Treatments of Chromium in Tannery Waste. Supervised by ETI ROHAETI AZIS and BETTY MARITA SOEBRATA. The removal of chromium from tannery waste is needed to prevent environment pollution. Precipitation with alkaline method is more effective in high concentration than in low concentration. The chromium concentration after precipitation is still higher than limit tolerance value (0.6 ppm). Therefore, the chromium in tannery waste is carried out by combining the precipitation and adsorption methods. NaA and NaY zeolites are believed to adsorb chromium and decrease its concentration. Natural zeolites are interesting to be investigated because they are abundant mineral sources in Indonesia. This research was carried out to determine the optimum condition of Lampung zeolite for adsorbing Cr3+ and determine adsorption capacity of tannery waste in optimum condition. The study included zeolite preparation, zeolite characterization (X-ray diffraction analysis, cation exchange capacity [CEC] determination, and surface area), fixed bed adsorption method (flow rates, influent concentrations, and zeolite bed heights), batch treatment, and tannery waste treatments (ageing time determination, pH and adsorption capacity of zeolite in optimum condition). The results showed that Lampung zeolite was clinoptilolit with 89.62 me/100 g CEC and 37.7768 m2/g pores surface area. The optimum column conditions were 7 mL/minute of flow rate, 20 ppm of influen concentration, 11 cm of zeolite bed height with 1.9748 mg chromium/g zeolite of adsorption capacity, and 54.16% column efficiency. The batch method gave 3.0171 mg chromium/g zeolite of adsorption capacity. The chromium concentration was 16.9326 ppm after 4 hours precipitation by NaOH at pH 9. The adsorption capacity of chromium tannery waste was 0.1848 mg/g zeolite in optimum conditions.
OPTIMALISASI JERAPAN KROMIUM TRIVALEN OLEH ZEOLIT LAMPUNG DENGAN METODE LAPIK TETAP DAN PERLAKUAN KROMIUM LIMBAH PENYAMAKAN KULIT
SUKMANDIRI ANINGRUM
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PRAKATA Alhamdulillahhirobbilaallamiin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah dengan judul Optimalisasi Jerapan Kromium Trivalen oleh Zeolit Lampung dengan Metode Lapik Tetap dan Perlakuan Kromium Limbah Penyamakan Kulit yang dilaksanakan mulai Juli 2005 sampai Februari 2006, di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Eti Rohaeti, M.S dan Ibu Betty Marita Soebrata S.Si, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan untuk keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan adik-adik tersayang (Mpim, Adit, dan Billa) atas dukungan baik moril maupun materiil, serta doa dan kasih sayangnya. Penulis berterimakasih kepada Om Eman, Ibu Nung, dan seluruh staf serta laboran Kimia Analitik atas fasilitas dan bantuan yang telah diberikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Srie, Nita, Amel, Piet, Re, Wulan, Mba Tini, Tyas, Lia, Sekar, teman-teman seperjuangan Kimia 38, dan Andika atas semangat dan dukungannya. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Februari 2006
Sukmandiri Aningrum
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 21 Februari 1983 dari ayah Darsim Arfandi dan ibu Royanah. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Banjar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar I dan Analitik I tahun ajaran 2004/2005, mata kuliah Kimia Fisik II, Analitik II, Kimia Fisik TPG, Kimia Lingkungan, dan Kimia Analitik I tahun ajaran 2005/2006. Pada Tahun 2004, penulis melaksanakan praktik lapangan di Laboratorium Mikrobiologi, LIPI Bogor.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. vii PENDAHULUAN .........................................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Zeolit .................................................................................................................... Sifat Tukar Kation dari Zeolit .............................................................................. Jerapan .................................................................................................................. Kromium .............................................................................................................. Industri Penyamakan Kulit ...................................................................................
1 2 2 3 4
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ..................................................................................................... Metode Penelitian .................................................................................................
5 5
HASIL DAN PEMBAHASAN Pencirian Zeolit Lampung .................................................................................... 7 Penetapan Laju alir Optimum .............................................................................. 7 Penetapan Konsentrasi Influen Optimum ............................................................ 8 Penetapan Tinggi Lapik Optimum ....................................................................... 9 Penjerapan Cr3+ dengan Metode Tumpak ............................................................ 9 Perlakuan Limbah Penyamakan Kulit .................................................................. 10 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ............................................................................................................... 11 Saran ..................................................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 12 LAMPIRAN ............................................................................................................... ... 14
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Pengaruh laju alir terhadap efisiensi kolom .....................................................
8
2 Pengaruh konsentrasi influen terhadap efisiensi kolom ..............................................
9
3 Pengaruh tinggi lapik terhadap efisiensi kolom ...........................................................
9
4 Pengaruh waktu pemeraman endapan terhadap konsentrasi Cr3+ dalam filtrat............ 10 5 Pengaruh pH terhadap Cr3+ dalam filtrat ..................................................................... 11 6 Analisis ion dalam filtrat pH 8..................................................................................... 11
DAFTAR GAMBAR Halaman 4-
1 Tetrahedral-tetrahedral SiO4 dan SBU sederhana ....................................................
2
2 Pola aliran dan kurva terobosan pada metode lapik tetap ........................................
3
3 Reaksi antara kromium heksavalen dan 1,5-difenilkarbazida ....................................
4
4 Kurva terobosan pada laju alir 7, 9, dan 11 mL/menit...............................................
7
5 Pengaruh laju alir terhadap kapasitas jerapan lapik zeolit pada C/Co 0.5 ..................
8
6 Kurva terobosan pada konsentrasi influen 15, 20, dan 25 ppm ..................................
8
7 Pengaruh konsentrasi influen terhadap kapasitas jerapan lapik zeolit pada C/Co 0.5 ......................................................................................................................
8
8 Kurva terobosan pada tinggi lapik 6, 9, dan 11 cm....................................................
9
9 Pengaruh tinggi lapik terhadap kapasitas jerapan lapik zeolit pada C/Co 0.5 ..........
9
3+
10 Pengaruh konsentrasi Cr terhadap kapasitas jerapan zeolit dengan metode tumpak........................................................................................................... 10 11 Kurva terobosan filtrat pH 9 ...................................................................................... 11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Bagan alir penelitian .................................................................................................. 15 2 Hasil analisis XRD zeolit Lampung ........................................................................... 15 3 Hasil analisis kimia zeolit Lampung .......................................................................... 16 4 Sifat fisika dan kimia zeolit alami .............................................................................. 16 5 Analisis fraksi pada laju alir 7 mL/menit dan konsentrasi 20 ppm ............................ 16 6 Kurva terobosan pada laju alir 7 mL/menit dan konsentrasi 20 ppm ........................ 17 7 Analisis fraksi pada laju alir 9 mL/menit dan konsentrasi 20 ppm ............................ 17 8 Kurva terobosan pada laju alir 9 mL/menit dan konsentrasi 20 ppm ........................ 17 9 Analisis fraksi pada laju alir 11 mL/menit dan konsentrasi 20 ppm .......................... 18 10 Kurva terobosan pada laju alir 11 mL/menit dan konsentrasi 20 ppm ...................... 18 11 Pengaruh laju alir terhadap Wb, W, Wsat, dan efisiensi kolom .................................. 19 12 Analisis fraksi pada konsentrasi influen 15 ppm ...................................................... 21 13 Kurva terobosan pada konsentrasi influen 15 ppm ................................................... 21 14 Analisis fraksi pada konsentrasi influen 25 ppm ...................................................... 21 15 Kurva terobosan pada konsentrasi influen 25 ppm ................................................... 22 16 Pengaruh konsentrasi influen terhadap Wb, W, Wsat, dan efisiensi kolom ................ 23 17 Analisis fraksi pada tinggi lapik 9 cm ....................................................................... 24 18 Kurva terobosan pada tinggi lapik 9 cm .................................................................. 24 19 Analisis fraksi pada tinggi lapik 11 cm ..................................................................... 24 20 Kurva terobosan pada tinggi lapik 11 cm ................................................................. 25 21 Pengaruh tinggi lapik terhadap Wb, W, Wsat, dan efisiensi kolom ............................ 26 22 Penentuan kapasitas jerapan zeolit terhadap Cr3+ dengan metode tumpak ............... 27 23 Penentuan konsentrasi awal kromium limbah penyamakan kulit ............................. 27 24 Penetapan waktu pemeraman endapan pada pH 8 ................................................... 28 25 Penetapan pH pengendapan ...................................................................................... 28 26 Analisis fraksi filtrat pH 9 limbah penyamakan kulit ............................................... 28 27 Kurva terobosan filtrat pH 9 limbah penyamakan kulit ............................................ 29
1
PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong berkembangnya industri. Tumbuh pesatnya industri membawa dampak positif bagi taraf hidup masyarakat, namun di sisi lain limbah buangan industri menjadi masalah karena dapat mencemari lingkungan. Industri penyamakan kulit adalah agroindustri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi. Hampir 90% industri penyamakan kulit menggunakan kromium trivalen dalam proses penyamakan karena efektif, murah, dan tersedia di pasaran. Jenis limbah yang dihasilkan dalam industri penyamakan kulit, yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas. Limbah cair maupun lumpur yang dihasilkan dengan menggunakan bahan penyamak kromium trivalen ditandai dengan warna limbah yang kebiru-biruan. Limbah tersebut dapat membahayakan lingkungan karena kromium trivalen dapat teroksidasi menjadi kromium heksavalen yang merupakan jenis bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dapat membahayakan kesehatan (Wahyuadi 2004). Keberadaan kromium pada limbah cair penyamakan kulit memerlukan pengolahan agar tidak mencemari lingkungan. Metode pengendapan menggunakan alkali seperti NaOH, MgO, dan Ca(OH)2 telah digunakan untuk mengatasi pencemaran kromium trivalen dari limbah penyamakan kulit (Esmaeili et al. 2005). Pengendapan dengan alkali pada pH 8 lebih efektif pada konsentrasi kromium yang tinggi dibandingkan pada konsentrasi kromium rendah (Barros et al. 2003). Konsentrasi kromium setelah pengendapan sebesar ± 20 ppm dan nilai tersebut masih di atas ambang batas yang diperbolehkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Kep51/MENLH/ 10/1995), yaitu 0.6 ppm sehingga diperlukan metode lain. Salah satu metode yang digunakan adalah penjerapan dengan menggunakan zeolit sintetis sebagai adsorben telah dilaporkan Barros et al. (2002). Zeolit sintetis NaA, NaX, dan NaY dapat menjerap kromium trivalen yang berasal dari limbah penyamakan kulit (Barros et al. 2003). Zeolit sintetis mempunyai harga yang lebih mahal dibandingkan dengan zeolit alam. Oleh karena itu, zeolit alam yang berasal dari Lampung dan termasuk sumber mineral melimpah di Indonesia menarik untuk diteliti. Ada dua metode penjerapan, yaitu batch (tumpak) dan fixed bed (lapik tetap). Pada
metode tumpak penjerap dan zat yang akan dijerap melalui pengocokkan dalam waktu tertentu sehingga terjadi kesetimbangan. Metode ini kurang cocok diterapkan pada industri karena membutuhkan energi lebih banyak, yaitu untuk pengocokan dan penyaringan. Hal tersebut kurang ekonomis dilihat dari segi biaya sehingga digunakan, yaitu dengan metode lapik tetap. Metode penjerapan lapik tetap umum digunakan dalam pengolahan limbah industri dalam volume yang besar (Benefield et al. 1982). Zeolit yang telah diaktivasi dengan pemanasan ditempatkan dalam kolom sebagai lapik dan limbah penyamakan sebagai influen. Penelitian bertujuan menentukan kondisi optimum laju alir, konsentrasi influen, dan tinggi lapik terhadap jerapan Cr3+ oleh zeolit Lampung melalui penetapan kapasitas jerapan pada C/Co 0.5 dan efisiensi kolom, menentukan waktu pemeraman endapan dan pH pengendapan limbah penyamakan kulit, serta menentukan kapasitas jerapan zeolit terhadap filtrat hasil pengendapan limbah penyamakan kulit pada kondisi optimum kolom. Hipotesis penelitian adalah kondisi optimum laju alir, konsentrasi influen , dan tinggi lapik dapat digunakan untuk perlakuan limbah penyamakan kulit.
TINJAUAN PUSTAKA Zeolit Mineral zeolit pertama kali ditemukan pada tahun 1756 oleh Baron Cronsted seorang ahli mineral berkebangsaan Swedia. Kata zeolit berasal dari bahasa Yunani, yaitu zein yang berarti mendidih dan lithos yang berarti batuan. Zeolit akan kehilangan air bila dipanaskan, sehingga disebut sebagai batu mendidih (Ming dan Mumpton 1989). Zeolit telah ditemukan dalam bentuk sedimen yang terjadi akibat proses alterasi dari debu-debu vulkanis oleh air danau. Air danau menjadi basa karena debu-debu vulkanis yang terhidroksida. Zeolit biasanya masih tercampur dengan mineral-mineral lainnya seperti kalsit, gipsum, feldspar, dan kuarsa. Zeolit alam merupakan mineral senyawa alumino silikat terhidrasi dari kation logam alkali dan alkali tanah yang mempunyai kerangka struktur berongga. Unit pembangun kerangka zeolit adalah SiO44- dan AlO45-
yang
masing-masing
tetrahedral.
Secara umum rumus kimia untuk zeolit, yaitu
2
(Mx+, My2+)(Al(x + 2y)Sin-(x + 2y)O2n). mH2O
Sifat Tukar Kation dari Zeolit
M+, M2+ adalah logam monovalen dan logam divalen. Kation-kation yang terdapat dalam tanda kurung pertama adalah kation dapat tukar (exchangable cations), sedangkan tanda kurung kedua menyatakan kation struktural (penyusun dasar) karena bersama-sama dengan atom O menyusun kerangka zeolit. m adalah suatu bilangan tertentu yang khas untuk zeolit (Ming dan Mumpton 1989). Kerangka zeolit divisualisasikan sebagai tetrahedral-tetrahedral SiO44- dan AlO45sebagai unit bangun primer (Primary Building Unit) yang bergabung bersama-sama membentuk pola geometri tertentu, yaitu unit bangun sekunder, Secondary Building Unit (SBU). Unit bangun primer adalah tetrahedral dari 4 atom oksigen dengan ion pusat tetrahedral Si4+ dan Al3+, semua atom oksigen mengambil bagian antara 2 tetrahedral. Unit bangun sekunder merupakan susunan tetrahedral-terahedral yang membentuk cincin seperti cincin tunggal dari jenis lingkar empat, enam, delapan, dan prisma heksagonal (Gambar 1).
Kedudukan ion silikon sebagai ion pusat pada bentuk tetrahedral dapat diganti oleh aluminium merupakan suatu proses tanpa mengalami perubahan bentuk. Penggantian suatu ion bervalensi tiga (Al3+) untuk satu ion bervalensi empat (Si4+) menimbulkan muatan negatif pada struktur kerangka zeolit. Muatan ini dinetralisasi oleh kation dari golongan alkali maupun alkali tanah seperti Na+, K+, Ca2+, dan Mg2+ (Ming dan Mumpton 1989). Kation dapat tukar pada zeolit hanya terikat lemah di sekitar pusat tetrahedral Al, jadi dapat dihilangkan atau ditukar secara mudah melalui pencucian zeolit dengan larutan pekat dari kation lain. Kemampuan pertukaran ion zeolit merupakan parameter utama dalam menentukan kualitas zeolit yang digunakan. Kemampuan pertukaran dinyatakan sebagai kapasitas tukar kation (KTK) atau cation exchange capacity (CEC). KTK dapat dinyatakan sebagai jumlah mili ekivalen ion logam yang dapat diserap maksimum oleh 1 g zeolit dalam kondisi kesetimbangan. KTK pada zeolit sebesar 200─500 cmol/Kg terutama ditentukan oleh fungsi derajat substitusi Al3+ atau Fe3+ pada kerangka. Derajat substitusi yang besar berarti diperlukan lebih banyak kation alkali atau alkali tanah untuk menetralkannya, akibatnya KTKnya semakin besar. Zeolit sintetik A dengan nisbah Si/Al 1:1 mempunyai KTK yang lebih besar, yaitu 540 cmol/Kg daripada mordenit dengan nisbah Si/Al 5:1 dengan KTK 220 cmol/Kg (Ming dan Mumpton 1989).
O O
O
Si
O O
O
O
Si
O
O O
O O
4
Si
O
Si
O O
Si
O
O
O
(a) a a
S4R
S6R
S8R
a
4DR (b)
D6R
D8R
Gambar 1 (a) Tetrahedral-tetrahedral SiO44yang dihubungkan satu sama lain dengan atom O (b) SBU sederhana: Single-4-Ring (S4R), S6R, S8R, Double-4-Ring (D4R), D6R, dan D8R. Klasifikasi zeolit dan tektosilikat salah satunya berdasarkan topologi. Dari pengelompokkan tersebut diperoleh 10 grup, yaitu analcime, natrolite, heulandite, philipsite, mordenite, chabazite, faujasite, laumontite, pentasil, dan clatharet. Zeolit alam di Indonesia umumnya dari jenis klinoptilolit dan mordenit. Jenis klinoptilolit mempunyai rumus kimia Na6[(AlO2)6(SiO2)30]24H2O, sedangkan mordenit mempunyai rumus kimia Na8[(AlO2)8(SiO2)40]24H2O (Barrer 1982).
Jerapan Akumulasi partikel pada permukaan zat padat disebut jerapan (Atkins 1990). Zeolit dapat digunakan sebagai zat penjerap karena zeolit merupakan kristal yang unik dengan volume kosong yang berkisar dari 20%─50% dan luas permukaan internalnya mencapai ratusan ribu m2/kg. Penggunaan zeolit sebagai penjerap didehidrasi untuk menghilangkan air dengan cara pemanasan pada suhu 350 oC. Setelah dehidrasi, kation-kation akan kembali pada posisi di permukaan dalam dari saluran, yaitu dekat dengan Al. Sistem saluran mungkin berdimensi satu, dimensi dua, atau dimensi tiga (Ming dan Mumpton 1989). Ada dua metode penjerapan, yaitu metode batch (tumpak) dan metode fixed bed (lapik tetap). Pada metode tumpak, penjerap dan zat yang dijerap kontak dalam waktu tertentu
3
sehingga terjadi kesetimbangan. Jerapan fase padat-cair ini mencapai kesetimbangan saat penjerap telah jenuh oleh zat terjerap. Zat yang tidak terjerap dipisahkan dari penjerap dengan cara penyaringan. Metode lapik tetap merupakan metode penjerapan dengan menempatkan penjerap dalam kolom sebagai lapik dan zat yang akan dijerap dialirkan ke dalam kolom tersebut sebagai influen. Larutan yang keluar dari kolom merupakan sisa zat yang tidak terjerap, disebut efluen (Schroedi 1977). Mekanisme penjerapan pada metode lapik tetap dapat dijelaskan sebagai berikut: awalnya influen akan kontak dengan lapik zeolit bagian atas, lalu influen mengikuti aliran ke bawah kolom (Gambar 2). Panjang daerah lapik merupakan daerah terjadinya proses penjerapan paling besar disebut daerah jerapan. Setelah daerah lapik bagian atas jenuh, daerah jerapan akan berpindah ke bagian bawah. Saat daerah jerapan mencapai tepi lapik bawah kolom, konsentrasi efluen naik dengan cepat setelah mencapai titik break point, B (titik patah). Kurva yang memperlihatkan fenomena tersebut disebut breakthrough curve (kurva terobosan) atau kurva bentuk S.
Gambar 2 Pola aliran dan kurva terobosan pada metode lapik tetap. Kurva terobosan merupakan hubungan antara volume efluen dengan (C/Co). Co merupakan konsentrasi influen, sedangkan C konsentrasi efluen (Benefield et al. 1982). Volume efluen saat titik patah (VB), sedangkan VE adalah volume efluen saat C/Co 0.95. Pada titik-titik tersebut dapat ditentukan kapasitas jerapannya. Selain itu, pada C/Co 0.5 ditentukan juga kapasitas jerapannya karena pada titik tersebut umumnya proses penjerapan dihentikan dan lapik harus sudah diganti. Berdasarkan kapasitas jerapan pada C/Co 0.05 dan 0.95 dapat ditentukan efisiensi kolom. Efisiensi kolom merupakan ukuran suatu lapik dapat bekerja dengan baik atau tidak. Faktor-
faktor yang memengaruhi efisiensi kolom, yaitu laju alir, konsentrasi influen, dan tinggi lapik. Kromium Kromium merupakan salah satu logam berat yang termasuk dalam unsur transisi golongan VI-B periode 4. Kromium mempunyai nomor atom 24 dan nomor massa 51.996 merupakan logam berwarna putih perak dan lunak jika dalam keadaan murni dengan massa jenis 7.9 g/cm3 mempunyai titik leleh 1875 oC dan titik didih 2658 oC (Sugiyarto 2003). Kromium dapat membentuk tiga macam senyawa yang masing-masing berasal dari proses oksidasi CrO (kromium oksida), yaitu +2 disebut kromium divalen, +3 disebut kromium trivalen, dan +6 disebut kromium heksavalen. Kromium divalen kurang stabil dan bersifat pereduksi kuat, kromium trivalen suatu penyusun yang stabil dan bersifat amfoter, sedangkan kromium heksavalen sebagai bahan kimia yang banyak digunakan di bidang industri (Bastarach 2002). Kromium trivalen merupakan bentuk yang paling banyak berada di lingkungan. Kromium trivalen dibutuhkan untuk kesehatan manusia, karena bersama-sama dengan insulin dapat menjaga kadar gula darah. Jumlah kromium rata-rata yang masuk ke dalam tubuh orang dewasa sehari-hari berkisar antara 0.03─0.1 mg, lebih dari 90% berasal dari makanan. Pada konsentrasi yang rendah kromium trivalen berguna untuk metabolisme karbohidrat pada mamalia dan mengaktifkan insulin. Apabila terjadi kekurangan kromium maka akan mengganggu pertumbuhan dan proses metabolisme lemak dan protein. Pada tingkat yang lebih tinggi dapat menimbulkan keracunan secara akut ditandai dengan gejala mual, sakit perut, kejang, dan koma. Keracunan secara kronis dapat mengenai organ-organ tertentu seperti efek pada paruparu, ginjal, dan hati (Kusnoputranto 1996). Kromium heksavalen memiliki sifat yang lebih toksik dibandingkan kromium trivalen. Respon yang umum, yaitu terjadi alergi kulit. Kromium heksavalen dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal, perdarahan, kerusakan saluran pernapasan, dan kanker paru-paru. Pajanan jangka panjang terhadap saluran pernapasan dan kulit dapat menyebabkan peradangan rongga hidung, perdarahan hidung dan jaringan ulkus kulit (Kusnoputranto 1996).
4
Beberapa metode telah digunakan untuk pengukuran kromium total dan kromium heksavalen pada berbagai material seperti tanah dan air. Salah satunya adalah spektrofotometri sinar tampak. Kromium heksavalen bila ditambah 1,5-difenilkarbazida (DPC) dalam larutan asam membentuk kompleks berwarna merah violet yang intensitasnya sebanding dengan banyaknya kromium heksavalen dalam contoh. Reaksi pembentukan kompleks Cr(VI) dengan DPC disajikan pada Gambar 3. Pewarnaan dengan DPC cukup sensitif dengan nilai absorptivitas molar kira-kira 40.000 Lmol-1cm-1 pada 540 nm (Clesceri 1989). Untuk mengukur kromium total dengan metode spektrofotometri diperlukan suatu pengoksidasi sehingga kromium dengan tingkat oksidasi lebih rendah dapat dianalisis dengan metode ini. Menurut Clesceri (1989) oksidator yang dapat digunakan diantaranya KMnO4, K2S2O8, dan HClO4. Selain itu, Noroozifar (2003) melaporkan bahwa serium juga efektif untuk mengoksidasi kromium trivalen menjadi kromium heksavalen. Kemampuan serium (CeIV) dalam mengkonversi kromium trivalen menjadi kromium heksavalen sebesar 100.01% (Wijayanti 2005), nilai ini lebih baik bila dibandingkan dengan KMnO4 yang mampu mengkonversi 91.00% (Martha 2004).
H
H
N
N
HN
N
C
2
H
+ Cr(VI)
O
HN
N H
N
N
O
Cr
O
N
NH
C C
N H
N H
Gambar 3 Reaksi antara kromium heksavalen dan 1,5-difenilkarbazida (Clesceri et al. 1989). Industri Penyamakan Kulit Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah menjadi lembaran-lembaran kulit jadi. Proses ini bertujuan mengubah kulit mentah agar tahan terhadap pengaruh mikroorganisme, kimia, dan fisik (Fahidin 1999). Proses dalam industri penyamakan kulit dapat
dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu proses prapenyamakan, penyamakan, dan pasca penyamakan (Wahyuadi 2004). Proses prapenyamakan (Beam house operations) terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut adalah perendaman (soaking), pengapuran (liming), pembuangan bulu dan daging (unhairing and fleshing) pembuangan kapur (deliming), pelumatan (bating), dan pemikelan (pickling). Tujuan dari proses pra penyamakan, yaitu mempersiapkan kulit untuk dimasuki bahan penyamak, menghilangkan bagian-bagian kulit yang tidak perlu, dan memperbesar pori kolagen sehingga bahan penyamak dapat masuk. Proses penyamakan pada prinsipnya memasukkan zat penyamak ke dalam jaringan serat kulit (kolagen). Jenis bahan penyamak yang dapat digunakan, yaitu bahan penyamak nabati, sintesis, aldehid atau minyak, dan penyamakan mineral. Bahan penyamak mineral yang sering digunakan adalah Cr2(SO4)3. Kulit mengandung jenis protein utama, yaitu kolagen yang akan bereaksi membentuk senyawa kompleks kromiumi yang menyebabkan kulit menjadi liat, lentur, dan tahan terhadap pengaruh bakteri dan suhu (Fahidin 1999). Proses pasca penyamakan mencakup netralisasi, pewarnaan, dan pelemakan. Proses netralisasi hanya dilakukan untuk kulit-kulit yang disamak dengan kromium, sedangkan untuk kulit yang disamak dengan nabati, minyak, maupun samak sintetis tidak perlu dinetralkan. Proses penyamakan tidak mengubah penampilan dari kulit yang disamak. Industri penyamakan kulit secara garis besar menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas. Ketiga limbah tersebut dihasilkan dari berbagai proses yang terjadi dalam pra penyamakan, penyamakan dan pasca penyamakan. Proses penyamakan yang menggunakan bahan penyamak kromium valensi 3 akan menghasilkan limbah yang mengandung kromium. Selain itu juga, terdapat logam-logam lain seperti kalium, kalsium, dan magnesium yang berasal dari proses pengapuran. Limbah yang mengandung kromium trivalen membahayakan lingkungan karena kromium trivalen dapat berubah menjadi kromium heksavalen yang bersifat toksik (Wahyuadi 2004).
5
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah CrCl3.6H2O (Merck), Titrisol standar CrCl3 (Merck), Ce(NH4)2(SO4)3, air bebas ion, 1,5difenilkarbazida, NaOH, H2SO4, HNO3, zeolit alam Lampung (+20─40 mesh), perangkat lunak curve expert, dan limbah penyamakan kulit PT Sinar Gunung Putri. Alat-alat yang digunakan adalah seperangkat spektrofotometer SPECTRONIC 20D+, neraca analitik, pH meter, Vorteks, alat kocok, kolom gelas bercerat (diameter 1cm, panjang 30 cm), corong, gelas piala, tabung reaksi, labu takar, batang pengaduk, kaca arloji, pipet volumetrik, pipet Mohr, pipet tetes, gelas ukur, tabung contoh, dan bulb. Metode Penelitian Penelitian meliputi beberapa tahap, yaitu preparasi zeolit, pencirian zeolit, penjerapan Cr3+ dengan metode lapik tetap dan metode tumpak, dan perlakuan limbah penyamakan kulit (Lampiran 1). Preparasi zeolit meliputi penggilingan, pengayakan, dan aktivasi. Tahap pencirian terdiri atas penentuan jenis zeolit berdasarkan hasil dari Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Balai Besar Keramik, Bandung. KTK berdasarkan hasil dari Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung. Luas permukaan zeolit berdasarkan hasil dari Laboratorium Mekanika Reservoir, Departemen Metode Perminyakan, Bandung. Penjerapan Cr3+ dengan metode lapik tetap dilakukan untuk penentuan kondisi optimum kolom meliputi ragam laju alir, tinggi lapik, dan konsentrasi influen. Ragam laju alir yang digunakan, yaitu 7, 9, 11 mL/menit (Barros et al. 2002), tinggi lapik zeolit yang digunakan 6, 9, 11 cm, dan konsentrasi influen (Co) 15, 20, 25 ppm. Penentuan laju alir, tinggi lapik dan konsentrasi influen optimum menggunakan larutan CrCl3.6H2O sebagai sumber Cr3+. Influen dialirkan dalam kolom, kemudian efluen yang diperoleh ditentukan konsentrasinya dengan menggunakan metode spektrofotometri. Penentuan konsentrasi Cr3+ dalam bentuk teroksidasi, yaitu Cr(VI) dengan pengoksidasi Ce(IV) dan pengompleks 1,5difenilkarbazida. Dari data yang diperoleh menggunakan dibuat kurva terobosan perangkat lunak curve expert sehingga dapat ditentukan kapasitas jerapan pada C/Co 0.05,
0.5, dan 0.95 serta efisiensi kolom. Kondisi optimum laju alir, konsentrasi influen, dan tinggi lapik ditentukan berdasarkan nilai kapasitas jerapan pada C/Co 0.5 dan efisiensi kolom maksimum. Metode tumpak dilakukan untuk penentuan kapasitas jerapan tertinggi pada beberapa konsentrasi Cr3+. Perlakuan terhadap limbah penyamakan kulit adalah sebagai berikut: pengukuran konsentrasi kromium awal, pengukuran pH awal, pengendapan dengan NaOH meliputi penetapan waktu pemeraman endapan dan pH, penjerapan filtrat hasil pengendapan dengan metode lapik tetap dan penimbangan endapan. Preparasi zeolit Zeolit Lampung dihaluskan dan diayak dengan ukuran +20─40 mesh, lalu dipanaskan dalam oven pada suhu 200 oC selama 4 jam. Setelah itu, zeolit hasil pemanasan disimpan dalam wadah yang kedap udara. Penentuan konsentrasi kromium dan kurva standar Agar dapat dianalisis dengan spektrofotometer, maka Cr3+ perlu dioksidasi menjadi Cr6+. Oksidator yang digunakan, yaitu larutan Ce(IV) 0.4%. Larutan Ce(IV) dibuat dengan cara melarutkan 0.4 g Ce(NH4)2(SO4)3 dalam 100 mL HNO3 0.5 M. Sebanyak 10 mL larutan contoh dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambah 1 mL larutan Ce(IV) dan dikocok. Setelah itu ditambah 7 tetes H2SO4 18 N dan 0.2 mL 1,5difenilkarbazida, lalu dikocok dan dibiarkan 10 menit sebelum diukur serapannya pada panjang gelombang 540 nm. Konsentrasi Cr3+ ditentukan dengan kurva standar. Pembuatan kurva standar menggunakan larutan standar Cr3+ dengan konsentrasi Cr3+ 0, 0.3, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, dan 2.5 ppm, prosedur selanjutnya seperti penentuan kromium larutan contoh. Pengukuran dilakukan juga pada larutan blanko. Data yang diperoleh kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi dan absorbans. Penjerapan Cr3+ dengan metode Lapik Tetap Persiapan kolom. Sebanyak 5 g zeolit dimasukkan dalam gelas piala yang berisi air bebas ion, kemudian zeolit dimasukkan ke dalam kolom yang sudah dilapisi glass wool pada bagian bawahnya. Air bebas ion dialirkan ke dalam kolom sampai dengan efluen jernih.
6
Penetapan kondisi optimum kolom. Prosedur awal yang dilakukan seperti persiapan kolom. Selanjutnya larutan Cr3+ dengan konsentrasi 20 ppm dialirkan menggunakan corong pisah. Cerat kolom dan corong pisah diatur sehingga kecepatan penetesannya sama. Laju alir yang digunakan diatur sesuai dengan yang diinginkan. Tiap 20 mL efluen ditampung dalam botol contoh, prosedur selanjutnya seperti pada penentuan kromium. Dari data yang diperoleh dibuat kurva terobosan, yaitu hubungan antara volume efluen dan C/Co. Berdasarkan kurva terobosan ditentukan kapasitas jerapan pada C/Co 0.05, 0.5, 0.95 serta efisiensi kolom. Kapasitas jerapan (Wb) pada C/Co 0.05 dihitung menggunakan persamaan: Wb = FA x (t 0 .05 - La 0 .05 ) mz
Kapasitas jerapan (W) pada C/Co 0.5 dihitung menggunakan persamaan: W = FA x (t 0 .5 - La 0 .5 ) mz
Kapasitas jerapan pada C/Co 0.95 (Wsat) dihitung menggunakan persamaan: Wsat = FA x (t 0 .95 - La 0 .95 ) mz
Efisiensi kolom dapat dihitung menggunakan persamaan: % Efisiensi kolom = Wb x 100% Wsat Keterangan: t0.05 = waktu pada C/Co 0.05 (menit) = waktu pada C/Co 0.5 (menit) t0.5 t0.95 = waktu pada C/Co 0.95 (menit) Wb = kapasitas jerapan pada C/Co 0.05 (mg Cr/g zeolit) W = kapasitas jerapan pada C/Co 0.5 (mg Cr/g zeolit) Wsat = kapasitas jerapan pada C/Co 0.95 (mg Cr/g zeolit) = laju alir zat terlarut per satuan luas FA penampang lapik (mg/menit cm2) La = luas daerah dibawah kurva C/Co 0.05, 0.5, dan 0.95 (menit) mz = massa zeolit per unit area lapik (g/cm2) Prosedur dan perhitungan tersebut dilakukan pada ragam laju alir, konsentrasi influen, dan tinggi lapik. Ragam laju alir yang digunakan 7, 9, 11 mL/menit dan penetapan laju alir optimum pada konsentrasi influen 20 ppm dan tinggi lapik 6 cm. Ragam konsentrasi influen, yaitu 15, 20, 25 ppm dan penetapan konsentrasi influen optimum pada laju alir optimum dan tinggi lapik 6 cm. Ragam tinggi lapik 6, 9, 11 cm dan penetapan
tinggi lapik optimum menggunakan laju alir dan konsentrasi influen optimum. Berdasarkan data yang diperoleh dianalisis pengaruh laju alir, konsentrasi influen, dan tinggi lapik terhadap kurva terobosan, kapasitas jerapan pada C/Co 0.5, dan efisiensi kolom. Penjerapan Cr3+ dengan metode tumpak Sebanyak 1 gram zeolit dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 50 mL larutan 40 ppm. Campuran dikocok Cr3+ menggunakan alat kocok dengan kecepatan 350 rpm selama 48 jam. Sesudah itu, campuran disentrifus untuk memisahkan larutan dari zeolit. Supernatan yang diperoleh ditentukan konsentrasi Cr3+ sebagai Cr3+ yang tidak terjerap sesuai dengan prosedur penentuan kromium. Perlakuan diulangi pada ragam konsentrasi 60, 80, dan 100 ppm. Kapasitas jerapan dihitung menggunakan rumus: Kapasitas jerapan = V(Co-C) m
Keterangan: V = volume larutan (mL) Co = konsentrasi larutan awal (ppm) C = konsentrasi larutan akhir (ppm) m = massa zeolit (g) Perlakuan Limbah Penyamakan Kulit Penetapan konsentrasi awal. Pengukuran konsentrasi kromium awal pada limbah cair penyamakan kulit dilakukan dengan cara mengencerkan sejumlah larutan contoh diencerkan sehingga diperoleh konsentrasi sekitar 0.1─2.5 ppm. Prosedur selanjutnya seperti prosedur penentuan kromium. Penetapan waktu pemeraman endapan. Sebanyak 150 mL limbah cair penyamakan kulit dimasukkan dalam gelas piala. Selanjutnya pH awal limbah diukur menggunakan pHmeter. Setelah itu ditambah NaOH 1.5 M dengan kecepatan penetesan 3 mL/menit. Selama penambahan NaOH, larutan tetap diaduk menggunakan magnetic stirer. Penambahan NaOH dilakukan sampai larutan mencapai pH 8. Setelah itu, larutan dan endapan dibiarkan dengan waktu pemeraman endapan 4, 6, dan 24 jam. Endapan yang diperoleh lalu disaring dengan kertas saring whatman dan dikeringkan dalam oven 105 oC selama 24 jam, kemudian ditimbang bobot endapannya. Filtrat yang diperoleh ditentukan konsentrasinya dengan prosedur seperti prosedur penentuan kromium. Dari data yang diperoleh dapat dihitung konsentrasi kromium pada filtrat sehingga
7
dapat ditentukan waktu pemeraman endapan optimum, yaitu yang menghasilkan pengurangan konsentrasi kromium terbesar pada larutan. Penetapan pH. Sebanyak 100 mL limbah cair penyamakan kulit dimasukkan dalam gelas piala. Prosedur selanjutnya seperti penetapan waktu pemeraman endapan tetapi waktu pemeraman endapan yang digunakan adalah waktu pemeraman endapan optimum. Nilai pH yang digunakan, yaitu pH 8 dan 9. Dari data yang diperoleh dapat dihitung konsentrasi kromium pada filtrat dan bobot NaOH yang digunakan. Berdasarkan konsentrasi kromium yang diperoleh pada filtrat dapat ditentukan pH pengendapan. Bobot NaOH (g) dapat dihitung menggunakan persamaan: Bobot NaOH (g) =VNaOH x CNaOH x BM NaOH Keterangan: = volume NaOH (mL) VNaOH = konsentrasi NaOH (M) CNaOH BM NaOH = bobot molekul NaOH (g/mol) Penjerapan filtrat hasil pengendapan dengan metode lapik tetap. Pengendapan limbah penyamakan kulit menggunakan waktu pemeraman endapan dan pH yang telah diperoleh sebelumnya. Filtrat hasil pengendapan dialirkan dalam kolom yang telah disiapkan sesuai prosedur persiapan kolom. Laju alir dan tinggi lapik yang digunakan merupakan hasil penetapan kondisi optimum kolom. Kapasitas jerapan dihitung menggunakan persamaan-persamaan seperti pada penentuan kondisi optimum kolom.
dilihat pada Lampiran 4. Zeolit Lampung termasuk dalam zeolit dengan kadar Si sedang. Daya pertukaran ion dari zeolit maksimum bila perbandingan Si/Al mendekati 1 (Sutarti & Rachmawati 1994). Perbedaan komposisi kimia maupun mineral zeolit alam disebabkan oleh perubahan struktur lapisan kerak bumi selama proses pembentukan mineral (Ming dan Mumpton 1989). Nilai KTK yang diperoleh sebesar 89.62 me/100 g. Hal ini berarti bahwa 89.62 me ion NH4+ dapat bertukar dengan ion-ion yang terkandung dalam 100 gram zeolit. Dari hasil analisis diperoleh luas permukaan spesifik zeolit Lampung 37.7768 m2/g. Penetapan Laju Alir Optimum Pola penjerapan zeolit terhadap Cr3+ pada beberapa laju alir disajikan dalam kurva terobosan pada Gambar 4. Kurva terobosan tersebut diperoleh berdasarkan hasil analisis fraksi efluen (Lampiran 5-10). Kurva yang diperoleh menunjukkan bahwa pada laju alir tinggi kurva semakin curam dan pendek, sedangkan pada laju alir rendah kurva lebih landai dan lebar. Laju alir 11 mL/menit menghasilkan kurva yang curam sehingga titik patah lebih cepat tercapai dan terjadi pada volume efluen 85.90 mL, sedangkan pada laju alir 7 mL/menit dan 9 mL/menit titik patah dicapai pada volume efluen yang lebih tinggi, yaitu 301.22 mL dan 106.26 mL. Oleh karena itu, kurva pada laju alir rendah lebih landai. Peningkatan laju alir juga menyebabkan volume efluen pada titik jenuh menurun sehingga kurva yang diperoleh akan lebih pendek.
Pencirian Zeolit Lampung Zeolit alam memerlukan pencirian untuk mengetahui sifat-sifat fisik dan kimianya. Penampakan secara visual menunjukkan zeolit Lampung berwarna putih. Pencirian yang dilakukan diantaranya dengan difraksi sinar-X (XRD), analisis kapasitas tukar kation, dan isoterm BET (Brunauer-Emmett-Teller). Analisis mineral dengan XRD menunjukkan bahwa zeolit asal Lampung mengandung klinoptilolit 94.24% dan Alpha Quartz 5.76% (Lampiran 2). Komposisi kimia menunjukkan bahwa nisbah Si/Al zeolit Lampung 5.24 (Lampiran 3). Nilai tersebut masih berada dalam kisaran nisbah Si/Al, yaitu 4.3-5.3 dapat
C/Co
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 0
200
400
600
800
1000 1200
Volume efluen (ml) 7 (ml/menit)
9 (ml/menit)
11 (ml/menit
Gambar 4 Kurva terobosan pada laju alir 7, 9, dan 11 mL/menit. Peningkatan laju alir menghasilkan penurunan kapasitas jerapan pada C/Co 0.5 (Gambar 5). Kapasitas jerapan tertinggi, yaitu 1.8786 mg Cr/g zeolit pada laju alir 7 mL/menit. Hal tersebut disebabkan oleh waktu kontak antara Cr3+ dalam larutan dan zeolit
8
pada laju alir 7 mL/menit lebih lama sehingga memungkinkan jumlah Cr3+ yang terjerap lebih banyak dibandingkan pada laju alir 9 dan 11 mL/menit. Laju alir yang tinggi menyebabkan waktu kontak antara Cr3+ dalam larutan dan zeolit relatif singkat sehingga Cr3+ belum terjerap ke dalam pori zeolit, larutan harus sudah keluar kolom karena terdorong oleh larutan yang baru masuk ke kolom. Kapasitas jerapan (mg Cr/g zeolit)
2
1.8786 1.3988
1.5
1.1194
1 0.5
fraksi efluen (Lampiran 12-15). Pengaruh konsentrasi influen terhadap kurva terobosan menurut Babu dan Gupta (2004), makin rendah konsentrasi influen makin landai dan lebar kurva yang diperoleh. Kecenderungan serupa untuk pengaruh konsentrasi terhadap kurva juga diamati pada hasil penelitian. Berdasarkan kurva terobosan yang diperoleh nampak bahwa peningkatan konsentrasi influen menghasilkan volume efluen pada titik patah menurun. Titik patah untuk konsentrasi influen 15 ppm dicapai pada volume efluen 243.49 mL, sedangkan pada konsentrasi influen 20 ppm dan 25 ppm sebesar 179.16 mL dan 118.6 mL. 1
0 7
9
11
0 .8
Peningkatan laju alir menyebabkan penurunan efisiensi kolom (Tabel 2 dan Lampiran 11). Efisiensi kolom tertinggi dicapai pada laju alir 7 mL/menit, yaitu 29.41%. Nilai Wb dan Wsat pada 7 mL/menit lebih tinggi dibandingkan pada 9 dan 11 mL/menit, hal ini disebabkan oleh waktu kontak antara Cr3+ dalam larutan dengan zeolit lebih lama sehingga jumlah Cr3+ terjerap lebih banyak. Hasil tersebut mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Zhao et al. (1988), bahwa peningkatan laju alir menghasilkan penurunan efisiensi kolom karena pada laju alir tinggi waktu kontak zat terlarut dengan penjerap lebih cepat. Laju alir optimum pada 7 mL/menit karena mempunyai kapasitas jerapan dan efisiensi kolom maksimum. Tabel 1 Pengaruh laju alir terhadap efisiensi kolom Laju alir
Wb
Wsat
(ml/menit) (mg Cr/g zeolit) (mg Cr/g zeolit)
Efisiensi (%)
7
0.7071
2.404
29.41
9
0.2085
1.7713
20.9
11
0.2766
1.7568
18.74
0 .6 0 .4 0 .2 0 0
300
600
900
12 0 0
150 0
Volume efluen (ml) 15 ppm
20 ppm
25 ppm
Gambar 6 Kurva terobosan pada konsentrasi influen 15, 20, dan 25 ppm. Pengaruh konsentrasi influen terhadap kapasitas jerapan pada C/Co 0.5 disajikan pada Gambar 7. Kapasitas jerapan tertinggi diperoleh pada konsentrasi influen 20 ppm, yaitu 2.1849 mg Cr/g zeolit. Pada konsentrasi 25 ppm kapasitas jerapan lebih rendah, hal tersebut dapat disebabkan oleh zeolit yang telah jenuh sehingga tidak bisa menjerap Cr3+ lagi. Selain itu, pada konsentrasi influen tinggi mengandung lebih banyak jumlah Cr3+ sehingga kerapatan Cr3+ tinggi dan terjadi persaingan Cr3+ yang tersedia untuk dijerap zeolit. 2.5
Kapasitas jerapan (mg Cr/g zeolit)
Gambar 5 Pengaruh laju alir terhadap kapasitas jerapan lapik zeolit pada C/Co 0.5.
C/Co
Laju alir (ml/menit)
2
2.1849
2.0463
1.7455
1.5 1 0.5 0 15
20
25
Konsentrasi (ppm)
Penetapan Konsentrasi Influen Optimum Pengujian pengaruh konsentrasi influen dilakukan pada laju alir optimum, yaitu 7 mL/menit dan tinggi lapik 6 cm. Kurva terobosan dengan ragam konsentrasi influen 15, 20, dan 25 ppm disajikan pada Gambar 6 yang diperoleh berdasarkan hasil analisis
Gambar 7 Pengaruh konsentrasi influen terhadap kapasitas jerapan lapik zeolit pada C/Co 0.5. Efisiensi kolom menurun dengan bertambahnya konsentrasi influen (Zhao et al. 1988). Penurunan efisiensi kolom tersebut disebabkan oleh penurunan Wb, sedangkan
9
pada Wsat yang diperoleh meningkat (Tabel 4 dan Lampiran 16). Pada konsentrasi influen 15 ppm diperoleh efisiensi kolom tertinggi, yaitu 33.82%. Berdasarkan nilai kapasitas jerapan yang diperoleh, maka konsentrasi influen optimum pada 20 ppm.
Konsentrasi (ppm)
Wb
influen
Wsat
Efisiensi
(mg Cr/g zeolit) (mg Cr/g zeolit)
(%)
15
0.7138
2.1104
33.82
20
0.8225
2.7962
29.42
25
0.6054
2.9093
20.81
2 .5
Kapasitas jerapan (mg Cr/g zeolit)
Tabel 2 Pengaruh konsentrasi terhadap efisiensi kolom
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas jerapan pada C/Co 0.5 meningkat dengan bertambahnya tinggi lapik. Kapasitas jerapan maksimum dicapai pada tinggi lapik 11 cm, yaitu 1.9748 mg Cr/g zeolit (Gambar 9 dan Lampiran 21). Menurut Babu dan Gupta (2004) bahwa semakin tinggi lapik daerah jerapan semakin panjang sehingga jumlah Cr3+ lebih banyak terjerap pada lapik dan menghasilkan kapasitas jerapan yang tinggi.
Penetapan Tinggi Lapik Optimum Penetapan tinggi lapik optimum pada laju alir optimum 7 mL/menit dan konsentrasi influen optimum 20 ppm. Pengaruh tinggi lapik terhadap kurva terobosan disajikan pada Gambar 8 yang diperoleh berdasarkan hasil analisis fraksi efluen (Lampiran 17-20). Berdasarkan kurva terobosan yang diperoleh nampak bahwa bertambahnya tinggi lapik menghasilkan bentuk kurva yang hampir sama. Semakin tinggi lapik, kurva yang diperoleh semakin landai dan lebar. Menurut Mc Cabe et al. (2001), meskipun bentuk kurva terobosan sama namun terjadi pergeseran titik patah. Kecenderungan serupa diperoleh pada hasil penelitian, yaitu volume efluen pada titik patah mengalami peningkatan dengan bertambahnya tinggi lapik. Hal ini disebabkan oleh daerah jerapan semakin panjang dengan bertambahnya tinggi lapik sehingga semakin tinggi volume influen yang diperlukan untuk mencapai titik patah. Titik patah untuk tinggi lapik 11 cm dicapai pada volume efluen 627.87 mL, sedangkan pada tinggi lapik 6 cm dan 9 cm sebesar 179.63 mL dan 357.68 mL.
2
1.8785
1.8838
1.9748
6
9
11
1.5 1 0 .5 0
T inggi lapik (cm)
Gambar 9 Pengaruh tinggi lapik terhadap kapasitas jerapan lapik zeolit pada C/Co 0.5. Efisiensi kolom meningkat dengan bertambahnya tinggi lapik (Tabel 6). Hal ini disebabkan oleh daerah jerapan yang panjang sehingga Cr3+ yang terjerap semakin banyak. Kapasitas jerapan pada titik patah dan titik jenuh meningkat sehingga lapik zeolit yang bekerja akan semakin besar. Efisiensi tertinggi diperoleh pada tinggi lapik 11 cm yaitu 54.63%. Hal tersebut berarti bahwa 6 cm dari tinggi lapik total dapat bekerja dengan baik. Tabel 3 Pengaruh tinggi lapik terhadap efisiensi kolom T.unggun* (cm)
Wb
Wsat
(mg Cr/g zeolit) (mg Cr/g zeolit)
Efisiensi (%)
6
0.7072
2.4041
29.42
9
0.9935
2.4783
40.16
11
1.0661
2.383
54.63
* Tinggi lapik
1
Penjerapan Cr3+ dengan Metode Tumpak
C/Co
0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
400
800
1200
1600 2000 2400
Volume efluen (ml) 6 (c m )
9 (c m )
11 (c m )
Gambar 8 Kurva terobosan pada tinggi lapik 6, 9, dan 11 cm.
Perlakuan tumpak pada zeolit menunjukkan kapasitas jerapan yang meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi Cr3+ seperti disajikan pada Gambar 10. Kapasitas jerapan tertinggi, yaitu 3.0171 mg Cr/g zeolit pada konsentrasi 100 ppm (Lampiran 22). Pengocokan dengan waktu yang relatif lama pada metode tumpak mampu memaksa Cr3+ terjerap pada pori zeolit sehingga terjadi kesetimbangan dan diperoleh kapasitas jerapan lebih tinggi.
10
Kapasitas jerapan (mg Cr/g zeolit)
4 3 2
2.404
2.7094
3.0171
1.5835
1 0 40 60 80 100 3+ Konsentrasi Cr (ppm)
Gambar 10 Pengaruh konsentrasi Cr3+ terhadap kapasitas jerapan zeolit dengan metode tumpak. Metode tumpak dan lapik tetap menghasilkan nilai kapasitas jerapan yang berbeda. Kapasitas jerapan lapik zeolit pada kondisi optimum dengan metode lapik tetap, yaitu 1.9748 mg Cr/g zeolit, sedangkan pada metode tumpak diperoleh 3.0171 mg Cr/g zeolit. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kapasitas jerapan pada metode tumpak lebih baik dibandingkan dengan metode lapik. Kapasitas jerapan yang rendah pada metode lapik tetap dipengaruhi oleh laju alir, konsentrasi influen, dan tinggi lapik. Pada metode lapik tetap, kerja lapik biasanya dihentikan pada saat C/Co 0.5 dengan pertimbangan konsentrasi efluen sudah mencapai setengah dari influen. Pada kondisi tersebut sebenarnya lapik belum jenuh dan lapik masih bekerja, lapik telah jenuh bila efluen yang keluar mencapai 95% dari konsentrasi influen. Perlakuan Limbah Penyamakan Kulit Limbah cair penyamakan kulit mempunyai konsentrasi Cr3+ awal 2674.13 ppm (Lampiran sangat 23). Konsentrasi Cr3+ tersebut tinggi sehingga dilakukan pengendapan menggunakan NaOH untuk menurunkan konsentrasinya. Endapan yang terbentuk adalah Cr(OH)3 yang berwarna biru. Beberapa faktor yang memengaruhi proses pengendapan dengan NaOH diantaranya pH, waktu pemeraman endapan, dan kecepatan penambahan NaOH (Esmaeli et al. 2005). Penetapan Waktu Pemeraman Endapan Semakin lama waktu pemeraman endapan, konsentrasi kromium dalam filtrat semakin meningkat. Konsentrasi kromium pada filtrat menunjukkan peningkatan 16.80% pada waktu pemeraman endapan 24 jam dibandingkan pada waktu pemeraman endapan 4 jam. Hal ini dapat disebabkan oleh penambahan NaOH yang berlebih sehingga pH yang diperoleh
lebih dari 9. Menurut Esmaeli et al. (2005), pada pH lebih dari 9 endapan Cr(OH)3 dapat larut lagi sehingga konsentrasi kromium pada filtrat akan meningkat. Akan tetapi, pada waktu pemeraman endapan 6 jam tidak menyebabkan konsentrasi kromium dalam filtrat berubah dari konsentrasi pada waktu pemeraman endapan 4 jam (Tabel 7 dan Lampiran 24). Waktu pemeraman endapan yang digunakan selanjutnya adalah 4 jam karena waktu tersebut lebih cepat dan menghasilkan konsentrasi kromium dalam filtrat yang lebih rendah dibandingkan pada waktu pemeraman endapan 6 dan 24 jam. Tabel 4 Pengaruh waktu pemeraman endapan terhadap konsentrasi Cr3+ dalam filtrat Waktu pemeraman endapan
[Cr]filtrat
(jam)
(ppm)
4
65.4299
6
67.2362
24
76.4211
Penetapan pH Penetapan pH untuk kondisi pengendapan menggunakan pH 8 dan 9. Pengendapan kromium terbaik dilakukan pada kisaran pH 8.5─9, yaitu pada keadaan jumlah kromium terlarut minimal (Benefield et al. 1990). Kenaikan pH menghasilkan penurunan konsentrasi kromium dalam filtrat dan peningkatan bobot NaOH yang digunakan (Tabel 5 dan Lampiran 25). Konsentrasi kromium pada filtrat untuk pengendapan pada pH 9 mengalami penurunan sekitar 87.38% terhadap konsentrasi kromium pada pH 8 dalam penelitian ini. Menurut Barros et al. (2003), pengendapan dengan NaOH pada pH 8 akan menghasilkan konsentrasi Cr3+sekitar 18 ppm. Nilai ini sangat berbeda dengan yang diperoleh. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh kandungan limbah dan kondisi pengendapan yang berbeda. Kondisi pengendapan seperti kecepatan penambahan NaOH, kecepatan pengadukan, waktu pemeraman endapan, dan volume limbah yang digunakan memengaruhi konsentrasi filtrat. Bobot NaOH yang perlu ditambahkan untuk mencapai pH 9 dari pH 8, yaitu 0.0081 g. Berdasarkan konsentrasi Cr3+ dalam filtrat, maka pH yang digunakan untuk pengendapan, yaitu pH 9 karena konsentrasi Cr3+ dalam filtrat relatif kecil.
11
Tabel 5 Pengaruh pH terhadap Cr3+ dalam filtrat pH
[Cr]filtrat
Bobot NaOH
(ppm)
(g)
8
77.0900
9
9.7311
0.3000 0.3810
Kandungan ion-ion dalam filtrat pH 8 mempunyai konsentrasi yang beragam. Ion Cr3+, K+, Mg2+, Ca2+, dan Na+ digunakan dalam proses penyamakan. Konsentrasi Cr3+ setelah pengendapan pada pH 8 lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi ion lain. Kandungan ion dalam limbah yang paling tinggi adalah ion natrium. Konsentrasi natrium yang tinggi, selain dari proses penyamakan diperoleh juga dari NaOH yang ditambahkan untuk pengendapan. Tabel 6 Analisis ion dalam filtrat pH 8* ion
Konsentrasi (ppm)
Kromium
19.53
Kalium
32.28
Magnesium
2400
Kalsium
1284.5
Natrium 10200 * Hasil uji AAS Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor
dibandingkan dengan kapasitas jerapan zeolit terhadap larutan tunggal Cr3+ pada kondisi kolom yang sama, yaitu 1.9748 mg Cr/g zeolit. Konsentrasi Cr3+ pada C/Co 0.5 dalam efluen sebesar 8.46 ppm dan nilai tersebut masih berada di atas ambang batas yang ditentukan, yaitu 0.6 ppm. Bila tujuan penjerapan agar diperoleh efluen dengan konsentrasi Cr3+ dibawah ambang batas, maka lapik harus diganti sebelum konsentrasi efluen 0.6 ppm atau kurang dari 20 mL. Menurut Barros et al. (2003), keberadaan ion lain seperti Ca2+, Mg2+, Na+, dan K+ dalam limbah akan berkompetisi dengan Cr3+ sehingga memengaruhi penjerapan zeolit terhadap Cr3+. Hal tersebut berkaitan dengan jari-jari ion Cr3+, Ca2+, Mg2+, Na+, dan K+ masingmasing, yaitu 0.62, 1.00, 0.72, 1.20, dan 1.38 Å (Patnaik 2003) yang memungkinkan dapat terjerap oleh zeolit danberdasarkan analisis filtrat pH 8, kandungan Ca2+, Mg2+, dan Na+ cukup tinggi sehingga dapat berkompetisi dengan Cr3+. Selain itu, berdasarkan nisbah Si/Al yang cukup tinggi (5.24), selektivitas zeolit Lampung lebih tinggi terhadap ion monovalen dibandingkan ion divalen dan trivalen. Selektivitas zeolit yang tinggi terhadap ion trivalen ditemukan pada zeolit dengan nisbah Si/Al zeolit yang lebih rendah (Ming DW & Mumpton 1989).
Penjerapan Filtrat Hasil Pengendapan dengan Metode Lapik Tetap Filtrat hasil pengendapan pada pH 9 digunakan sebagai influen dengan konsentrasi kromium sebesar 16,9326 ppm. Kondisi kolom yang digunakan, yaitu kondisi optimum yang telah diperoleh. Laju alir yang digunakan 7mL/menit dan tinggi lapik 11 cm. Pola penjerapan Cr3+ limbah penyamakan kulit disajikan pada Gambar 11 yang diperoleh berdasarkan hasil analisis fraksi efluen (Lampiran 26─27). 1.0 0 0 .8 0 0 .6 0 0 .4 0 0 .2 0 0 .0 0 0
50 10 0 150 2 0 0 2 50 3 0 0 3 50 Volume e flue n (ml)
Gambar 11 Kurva terobosan filtrat pH 9. Kapasitas jerapan zeolit terhadap Cr3+ limbah penyamakan kulit, yaitu 0.1848 mg Cr/ g zeolit. Nilai tersebut lebih rendah bila
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kondisi kolom optimum pada metode lapik tetap, yaitu pada laju alir 7 mL/menit, konsentrasi influen 20 ppm, dan tinggi lapik 11 cm. Pada kondisi tersebut, diperoleh kapasitas jerapan 1.9748 mg Cr/g zeolit dan efisiensi kolom 54.63%. Pada metode tumpak diperoleh kapasitas jerapan 3.0171 mg/ g zeolit. Konsentrasi kromium awal dalam limbah cair penyamakan kulit, yaitu 2674.13 ppm. Pengendapan limbah penyamakan kulit menggunakan NaOH 1.5 M dengan waktu pemeraman endapan 4 jam dan pH 9 menghasilkan konsentrasi kromium dalam filtrat , yaitu 16.9326 ppm. Perlakuan filtrat dengan metode lapik tetap pada kondisi kolom optimum menghasilkan kapasitas jerapan 0.1848 mg/g zeolit.
12
Saran Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan dimensi kolom (diameter dan panjang kolom) yang lebih besar dan penambahan jumlah zeolit yang digunakan. Selain itu perlu dilakukan pengujian pengaruh ion Ca+, Mg2+, Na+, dan K+ pada penjerapan zeolit Lampung terhadap Cr3+.
DAFTAR PUSTAKA Atkins PW. 1990. Kimia Fisik. Irma IK, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry. Babu BV, Gupta S. 2004. Modeling and Simulation of Fixed Bed Adsorption Column: Effect of Velocity Variation. http://discovery.bitspilani.ac.in/dicipline/ chemical/BVb/index.html [20 Des 2005]. Barrer RM. 1982. Hydrothermal Chemistry of Zeolites. London: Academic Pr. Barros MASD, Arroyo PA, Sousa-Aguiar EF, Tavares CRG, Zola AS. 2002. Equilibrium and Dinamics Ion Exchange Studies of Cr3+ on Zeolites NaA and NaX. Maringa 24:1619-1625. Barros MASD, Arroyo PA, Sousa-Aguiar EF, Tavares CRG, Zola AS. 2003. Binary Ion Excange of Metal Ions in Y and X Zeolites. Braz J Chem Eng 20. Bastarache E. 2002. Chromium and Coumpounds. http://digitale fire.com/ education/toxicity/chromium. html [12 Apr 2003]. Benefield LD, F Joseph, JR Judkins, Weand BL. 1982. Process Chemistry for Water and Wastewater Treatment. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Clesceri IS, Arnold EG, Andrew DE. 1989. Standar Methods for The Examination of Water and wastewater. Ed ke-20. Washington DC: Alpha Awwa wes. Esmaeili A, Meshdaghi nia A, Vazirinejad R. 2005. Chromium (III) Removal and Recovery from Tannery Wastewater by
Precipitation Process. Am J Appl Sci 2 10:1471-1473. Fahidin M. 1999. Ilmu dan Teknologi Kulit. Bogor: IPB Pr. Hendayana, Kadarohman A, Sumarna AA, Supriatna A. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Ed ke-1. Semarang: IKIP Semarang Pr. Kusnoputranto H. 1996. Toksikologi Lingkungan Logam Toksik dan B-3. Jakarta: Fakultas Kesehatan masyarakat dan Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkungan, UI. Martha F. 2004. Penetapan limit deteksi dan limit respon linear serta pengaruh oksidasi terhadap pengukuran kromium dengan spektrofotometri sinar tampak. [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. McCabe WL et al. 2001. Unit Operation of Chemical Engineering. Ed ke-6. New York: McGraw Hill. Ming DW, Mumpton. 1989. Zeolites in Soils. Di dalam: Dixon JB, Weed SB, editor. Mineral in Soil Environments. Ed ke-2. Madison: Soil Science Society of America. Noroozifar M, Khorasani-Motlagh M. 2003. Spesific Extraction of Chromium as Tetrabutylammonium-Chromate and Spectrophotometric Determination by Diphenylcarbazide: Speciaton of Chromium in Efluent Streams. Anal Sci 19:705-708. Patnaik. 2003. Handbook of Inorganic Chemistry. New York: McGraw Hill. Schroedi ED. 1977. Water dan Wastewater Treatment. New York: McGraw-Hill. Sugiyarto HK. 2003. Dasar -dasar Kimia Anorganik Logam. Yogyakarta: UGM Press. Sutarti M, Rachmawati M. 1994. Zeolit Tinjauan Literatur. Jakarta: LIPI. Wahyuadi SJ. 2004. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Industri Penyamakan kulit.http://www.KimPraswil.
13
go.id/balitbang/Puskim/protek_Kim/ttg_Ki m_Limbah kulit. Html [17 Jul 2005]. Wijayanti E. 2005. Ekstraksi kromium heksavalen sebagai tetrabutil amoniumkromat dan pengukuran secara spektrofotometri sinar tampak. [skripsi]. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Zhao G, Li X, Li G, Zhang Q. 1988. Removal Copper from Electroplating Effluents (Potch Water) Using Clinoptilolite. Di dalam: Sherry D. Kallo HS, editor. Occurence, Properties and Utilization of Natural Zeolites. Beijing: Dalian Institut for Environmental Science.
14
LAMPIRAN
15
Lampiran 1 Bagan alir Penelitian Zeolit Preparasi
Karakterisasi
Variasi XRD
KTK
Perlakuan Lapik tetap
Perlakuan tumpak
Luas permukaan
Limbah Penyamakan kulit
Ragam waktu Pemeraman endapan dan pH
Ragam konsentrasi
Ragam tinggi
Ragam
Ragam laju alir
Pengendapan dengan NaOH
Kondisi optimum
Saring
Filtrat
Endapan Oven 105oC
Perlakuan kolom Timbang
Lampiran 2 Hasil analisis XRD zeolit Lampung
16
Lampiran 3 Hasil analisis kimia zeolit Lampung Komponen Kadar (% berat) SiO2 70.55 Al2O3 11.89 Fe2O3 1.85 TiO2 0.08 CaO 4.85 MgO tt Na2O 1.61 K2O 1.81 Hilang pijar 7.36 Cr2O3 tt tt: tidak terdeteksi Berdasarkan pengujian di Balai Besar Keramik 2005, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian R.I
Lampiran 4 Sifat fisika dan kimia zeolit alami * Zeolit Rumus kimia Clinoptilolit (Na3K3){Al6Si30O72}.24H2O Mordenit (Na8){Al8Si40O96}.24H2O
Volume kosong (%) 34 28
Rasio Si/Al 4,3-5,3 4,2-5,0
KTKteori (cmol/Kg) 220 220
*Breck (1974), Meier dan Olson (1978) (Dalam Ming DW & Mumpton 1989) volume kosong ditentukan berdasarkan kandungan air dalam zeolit. Lampiran 5 Analisis fraksi pada laju alir 7 mL/menit konsentrasi 20 ppm. Bobot zeolit [influen] Tinggi lapik
Fraksi Co 1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49
5.0796 g 20.4532 ppm 6 cm Volume (ml) 20 100 180 260 340 420 500 580 660 740 820 900 980
%T 25.8 94.8 89.2 52.8 86.0 77.6 61.2 55.0 45.4 40.2 39.8 39.6 35.0 25.8
A 0.5884 0.0232 0.0496 0.2774 0.0655 0.1101 0.2132 0.2596 0.3429 0.3958 0.4001 0.4023 0.4559 0.5884
Akoreksi 0.5778 0.0126 0.0390 0.2668 0.0549 0.0995 0.2026 0.2490 0.3323 0.3852 0.3895 0.3917 0.4453 0.5778
Konsentrasi (ppm) 20.5755 -0.0037 0.0928 0.9233 1.5063 3.1341 6.8946 8.5863 11.6245 13.5512 13.7096 13.7894 15.7451 20.5755
C/Co 0.00 0.00 0.05 0.07 0.15 0.34 0.42 0.57 0.66 0.67 0.67 0.77 1.01
17
Lampiran 6 Kurva terobosan pada laju alir 7 mL/menit dan konsentrasi 20 ppm S = 0.07908575 r = 0. 97697672 1 1.1 2 0.9
C/Co
4 0.7 6 0.5 7 0.3 9 0.1 1 0.0 0
80
160
240
320
400
480
560
640
720
800
880
960
Volume Effluen (ml)
Lampiran 7 Analisis fraksi pada laju alir 9 mL/menit konsentrasi 20 ppm Bobot zeolit 5.0694 g [influen] 18.1867 ppm Tinggi lapik 6 cm
Fraksi Co 1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45
Volume (ml)
%T 30.4 94.2 56.6 40.4 77.6 68.0 61.4 54.6 42.6 41.8 39.8 34.0 32.2
20 100 180 260 340 420 500 580 660 740 820 900
A 0.5171 0.0259 0.2472 0.3936 0.1101 0.1675 0.2118 0.2628 0.3706 0.3788 0.4001 0.4685 0.4921
Konsentrasi (ppm) 19.9254 0.0380 0.9184 1.5011 3.7301 6.0124 7.7768 9.8053 14.0943 14.4220 15.2693 17.9913 18.9313
Akoreksi 0.5057 0.0145 0.2358 0.3822 0.0987 0.1561 0.2004 0.2514 0.3592 0.3674 0.3887 0.4571 0.4807
C/Co 0.00 0.05 0.08 0.19 0.30 0.39 0.49 0.71 0.72 0.77 0.90 0.95
Lampiran 8 Kurva terobosan pada laju alir 9 mL/menit dan konsentrasi 20 ppm S = 0.03855176 r = 0. 99505654 4 1.0 7 0.8
C/Co
0 0.7 2 0.5 5 0.3 8 0.1 1 0.0 0
80
160
240
320
400
480
560
Volume Effluen (ml)
640
720
800
880
18
Lampiran 9 Analisis fraksi pada laju alir 11mL/menit konsentrasi 20 ppm Bobot zeolit 5.0257 g [influen] 19.7386 ppm Tinggi lapik 6 cm
Fraksi Co 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53
Volume (ml)
%T 27.2 43.0 21.0 57.8 51.8 41.6 41.0 41.4 35.8 36.0 31.4 32.4 39.6 28.0
100 180 260 340 420 500 580 660 740 820 900 980 1060
A 0.5654 0.3665 0.6778 0.2381 0.2857 0.3809 0.3872 0.3830 0.4461 0.4437 0.5031 0.4895 0.4023 0.5528
Akoreksi 0.5548 0.3559 0.6672 0.2275 0.2751 0.3703 0.3766 0.3724 0.4355 0.4331 0.4925 0.4789 0.3917 0.5422
Konsentrasi (ppm) 19.7386 1.2485 2.3836 7.7999 9.5357 13.0090 13.2391 13.0853 15.3872 15.2990 17.4643 16.9677 13.7894 19.2794
C/Co 0.06 0.12 0.38 0.47 0.64 0.65 0.64 0.75 0.75 0.85 0.83 0.67 0.94
Lampiran 10 Kurva terobosan pada laju alir 11mL/menit dan konsentrasi 20 ppm S = 0.07976715 r = 0. 96667330 3 1.0 6 0.8
C/Co
9 0.6 2 0.5 5 0.3 8 0.1 1 0.0 0
80
160
240
320
400
480
560
640
720
Volume Effluen (ml)
800
880
960 1040
19
Lampiran 11 Pengaruh laju alir terhadap Wb, W, Wsat, dan efisiensi kolom Laju alir (ml/menit) 7 9 11
Co (ppm) 20.4532 18.1867 19.7386
ρb B.zeolit μo mz (g) (g/cm2) 5.0796 8.9172 1.0785 6.471 5.0694 11.4649 0.7175 6.458 5.0257 14.0127 0.582 6.402
FA 0.1824 0.2085 0.2766
0.05 25.08 11.47 7.62
t - La (menit) 0.50 66.64 43.32 31.71
Wb W 0.95 0.05 0.5 85.28 0.7071 1.8786 54.86 0.3702 1.3988 40.66 0.3292 1.1194
Perhitungan: C
= konsentrasi efluen (ppm)
Co v μo L.penampang ρb V.lapik T.lapik Wb W Wsat FA La mz
= konsentrasi influen (ppm) = laju alir (ml/menit) = laju alir per luas penampang lapik (cm/menit) = 0.785 cm2 = densitas lapik zeolit (g/cm3) = 4.71 cm3 = 6 cm = kapasitas jerapan pada C/Co 0.05 (mg Cr/g zeolit) = kapasitas jerapan pada C/Co 0.5 (mg Cr/g zeolit) = kapasitas jerapan pada C/Co 0.95 (mg Cr/g zeolit) = laju alir zat terlarut per satuan luas penampang lapik (mg/menit cm2) = luas daerah dibawah kurva C/Co 0.05, 0.5, dan 0.95 (menit) = massa zeolit per unit area lapik (g/cm2) v L. penampang
μo
=
FA
= μo x Co
ρb
= B.zeolit V.lapik
mz
= T.lapik x ρb
Wsat Wb/Wsat Efisiensi 0.95 (%) 2.4040 0.2941 29.41 1.7713 0.2090 20.90 1.6643 0.2033 20.33
20
Wb
= FA x (t 0.05 - La 0.05 )
W
= FA x (t 0.5 - La 0.5 ) mz
Wsat
= FA x (t 0.95 - La 0.95 )
mz
mz
Efisiensi =
Wb x 100% Wsat
Contoh perhitungan untuk laju alir 7 ml/menit μo
= 7 ml/menit
W
0.785 cm 2
= 8.9172 cm/menit FA
= 8.9172
= 1.8786 mg Cr/g zeolit
cm x 20.4532 mg x 10 L L menit cm-3 -3
= 0.1824 mg/menit cm2 ρb
= 5.0796 g 4.71 cm 3
Wb
Wsat
2 = 0.1824 mg/menit cm x 85.28 menit 6.471 g/cm 2
= 2.4040 mg Cr/g zeolit Efisiensi = 0.7071 2.4040
= 1.0785 g/cm3 mz
2 = 0.1824 mg/menit cm x 66.64 menit 6.471 g/cm 2
= 6 cm x 1.0785 g/cm3 = 6.471 g/cm2 2 = 0.1824 mg/menit cm x 25.08 menit
6.471 g/cm 2
= 0.7071 mg Cr/g zeolit
= 29.41%
x 100%
21
Lampiran 12 Analisis fraksi pada konsentrasi influen 15 ppm Bobot zeolit [influen] Tinggi lapik Laju alir Fraksi Co 11 15 19 23 27 31 35 39 43 47 51 55 59 63 67
5.0212 g 13.2391ppm 6.0 cm 7 mL/menit Volume (ml) %T 41.0 220 93.8 300 90.2 380 84.6 460 78.2 540 72.0 620 67.8 700 64.2 780 58.4 860 50.8 940 49.2 1020 45.0 1100 42.2 1180 47.8 1260 42.8 1340 41.2
A 0.3872 0.0278 0.0448 0.0726 0.1068 0.1427 0.1688 0.1925 0.2336 0.2941 0.3080 0.3468 0.3747 0.3206 0.3686 0.3851
Akoreksi 0.3766 0.0172 0.0342 0.0620 0.0962 0.1321 0.1582 0.1819 0.2230 0.2835 0.2974 0.3362 0.3641 0.3100 0.3580 0.3745
Konsentrasi (ppm) 13.2391 0.1312 0.7510 1.7662 3.0122 4.3205 5.2724 6.1366 7.6363 9.8445 10.3514 11.7647 12.7822 10.8086 12.5586 13.1620
C/Co 0.01 0.06 0.13 0.23 0.33 0.40 0.46 0.58 0.74 0.78 0.89 0.97 0.82 0.95 0.99
Lampiran 13 Kurva terobosan pada konsentrasi influen 15 ppm S = 0.05055081 r = 0. 99168515 9 1.0 1 0.9
C/Co
3 0.7 4 0.5 6 0.3 8 0.1 0 0.0 0
80 160 240 320 400 480 560 640 720 800 880 9601040112012001280
Volume Effluen (ml)
Lampiran 14 Analisis fraksi pada konsentrasi influen 25 ppm Bobot zeolit [influen] Tinggi lapik Laju alir Fraksi Co 3 7 11 15 19 23 27 Lanjutan
5.2596 g 21.9872 ppm 6 cm 7 mL/menit Volume (mL) %T 23.6 60 90.6 140 56.4 220 25.0 300 62.6 380 46.0 460 42.6 540 34.4
A 0.6271 0.0429 0.2487 0.6021 0.2034 0.3372 0.3706 0.4634
Akoreksi 0.6165 0.0323 0.2381 0.5915 0.1928 0.3266 0.3600 0.4528
Konsentrasi (ppm) 21.9872 0.0681 0.8188 2.1074 6.5363 11.4166 12.6328 16.0190
C/Co 0.00 0.04 0.10 0.30 0.52 0.57 0.73
22
Volume (mL) 620 700 780 860 940 1020 1100 1180
Fraksi 31 35 39 43 47 51 55 59
%T 34.0 39.8 36.0 38.6 28.2 24.6 29.0 24.2
A 0.4685 0.4001 0.4437 0.4134 0.5498 0.6091 0.5376 0.6162
Konsentrasi (ppm) 16.2043 13.7096 15.2990 14.1945 19.1667 21.3299 18.7236 21.5895
Akoreksi 0.4579 0.3895 0.4331 0.4028 0.5392 0.5985 0.5270 0.6056
Lampiran 15 Kurva terobosan pada konsentrasi influen 25 ppm S = 0.10625890 r = 0.94839179 1.07 0.90 0.72
C/ Co
0.54 0.36 0.18 0.00
0
80
160
240
320
400
480
560
640
Volume Effluen (ml)
720
800
880
960
1040
1120
C/Co 0.74 0.62 0.70 0.65 0.87 0.97 0.85 0.98
23
Lampiran 16 Pengaruh konsentrasi influen terhadap Wb, W, Wsat, dan efisiensi kolom Konsentrasi Co (ppm) (ppm) 15 13.2391 20 20.4532 25 21.9872
ρb
B.zeolit (g) 5.0212 5.0796 5.2596
0.9380 0.9272 0.8955
mz (g/cm2) 5.6281 5.5634 5.3730
FA 0.1181 0.1824 0.1961
0.05 34.02 25.09 16.59
t – La (menit) 0.50 83.18 66.64 56.07
Wb 0.95 0.05 100.57 0.7138 85.29 0.1824 79.71 0.1961
W 0.5 1.7455 2.1849 2.0463
Contoh perhitungan untuk konsentrasi 15 ppm μo
= 7 ml/menit = 8.9172 cm/menit
FA
= 8.9172
0.785 cm
2
-3 cm x 13.2391 mg x 10 L L menit cm-3
Wsat
2 = 0.1181 mg/menit cm x 100.57 menit 5.2681 g/cm2
= 2.1104 mg Cr/g zeolit
= 0.1181 mg/menit cm2 ρb
= 5.0212 g = 0.9380 g/cm3 4.71 cm3
mz
= 6 cm x 0.9380 g/cm3 = 5.2681 g/cm2
Wb
2 = 0.1181 mg/menit cm x 34.02 menit
5.2681 g/cm 2
= 0.7138 mg Cr/g zeolit W
2 = 0.1181 mg/menit cm x 83.18 menit 5.2681 g/cm 2
= 1.7455 mg Cr/g zeolit
Efisiensi = 0.7138 2.1104
x 100% = 33.82 %
Wsat 0.95 2.1104 2.7962 2.9093
Wb/Wsat Efisiensi (%) 0.3382 33.82 0.2942 29.42 0.2081 20.81
24
Lampiran 17 Bobot zeolit [influen] Laju alir
Analisis fraksi pada tinggi lapik 9 cm 7.1027 g 19.9254 ppm 7 mL/menit Volume (mL)
Fraksi Co 11 17 23 29 35 41 47 53 59 65 71 77
%T 30.4 79.2 62.2 49.8 71.6 52.8 55 49 39.8 43 45.4 37.2 33.4
220 340 460 580 700 820 940 1060 1180 1300 1420 1540
A 0.5171 0.1013 0.2062 0.3028 0.1451 0.2774 0.2596 0.3098 0.4001 0.3665 0.3429 0.4295 0.4763
Akoreksi 0.5057 0.0899 0.1948 0.2914 0.1337 0.2660 0.2482 0.2984 0.3887 0.3551 0.3315 0.4181 0.4649
Konsentrasi (ppm) 19.9254 0.3377 0.7553 1.1396 5.1209 10.3846 9.6792 11.6754 15.2693 13.9328 12.9942 16.4368 18.2990
Lampiran 18 Kurva terobosan pada tinggi lapik 9 cm S = 0.08497914 r = 0. 97372181 1 1.0
C /C o
4 0.8 7 0.6 51 0. 4 0.3 7 0.1 0 0.0 0
120
240
360
480
600
720
840
960
Volume Effluen (ml)
1080 1200 1320 1440 1560
C/Co 0.02 0.04 0.06 0.26 0.52 0.49 0.59 0.77 0.70 0.65 0.82 0.92
25
Lampiran 19 Bobot zeolit [influen] Laju alir
Analisis fraksi pada tinggi lapik 11 cm 9.0621 g 18.8859 ppm 7 mL/menit Volume (mL)
Fraksi Co 23 31 39 47 55 63 71 79 87 95 103
%T 29.2 74.2 53.8 81.6 60.8 49.6 42.2 34.6 45.4 39.4 34.4 29.6
460 620 780 940 1100 1260 1420 1580 1740 1900 2060
A 0.5346 0.1296 0.2692 0.0883 0.2161 0.3045 0.3747 0.4609 0.3429 0.4045 0.4634 0.5287
A koreksi 0.5141 0.1091 0.2487 0.0678 0.1956 0.2840 0.3542 0.4404 0.3224 0.3840 0.4429 0.5082
Konsentrasi (ppm) 18.8859 0.4082 0.9186 2.5735 7.2440 10.4758 13.0405 16.1924 11.8803 14.1303 16.2844 18.6699
Lampiran 20 Kurva terobosan pada tinggi lapik 11 cm S = 0.10202087 r = 0. 96875606 9 1.0 1 0.9
C/Co
3 0.7 4 0.5 6 0.3 8 0.1 0 0.0 0
160
320
480
640
800
960 1120 1280 1440 1600 1760 1920 2080
Volume Effluen (ml)
C/Co 0.02 0.05 0.14 0.38 0.55 0.69 0.86 0.63 0.75 0.86 0.99
26
Lampiran 21 Pengaruh tinggi lapik terhadap Wb, W, Wsat, dan efisiensi kolom T.lapik (cm) 6 9 11
Co (ppm) 20.4532 19.9254 18.8859
B.zeolit (g) 5.0796 7.1027 9.0621
ρb 1.0785 1.0053 1.0495
mz (g/cm2) 6.4708 9.0480 11.5411
FA 0.1824 0.1777 0.1684
0.05 25.09 50.59 89.22
t - La (menit) 0.50 66.64 95.92 135.34
0.95 85.29 125.96 163.31
Wb 0.05 0.7072 0.9935 1.3018
W 0.5 1.8785 1.8838 1.9748
Wsat 0.95 2.4041 2.4738 2.3830
Contoh perhitungan untuk tinggi lapik 9 cm μo
= 7 ml/menit = 8.9172 cm/menit
FA
= 8.9172
0.785 cm
2
-3 cm x 19.9254 mg x 10 L L menit cm-3
= 0.1777 mg/menit cm2
Wsat
2 = 0.1777 mg/menit cm x 125.96 menit 9.0480 g/cm 2
= 2.4738 mg Cr/g zeolit Efisiensi = 0.9935 2.4738
ρb
= 7.1027 g = 1.0053 g/cm3 7.065 cm3
mz
= 6 cm x 1.0053 g/cm3 = 9.0480 g/cm2
Wb
2 = 0.1777 mg/menit cm x 50.09 menit
9.0480 g/cm 2
= 0.9935 mg Cr/g zeolit W
2 = 0.1777 mg/menit cm x 95.92 menit 9.0480 g/cm 2
= 1.8838 mg Cr/g zeolit
x 100% = 40.16%
Wb/Wsat 0.2942 0.4016 0.5463
Efisiensi (%) 29.42 40.16 54.63
27
Lampiran 22 Penentuan kapasitas jerapan zeolit terhadap Cr3+ dengan metode tumpak Ulangan
Bobot zeolit (g)
1 2
1.0381 1.0329 1.0318 1.0067
%T
A
Akoreksi
Co (ppm)
Cr sisa (ppm)
Cr terjerap Kapasitas jerapan (ppm) (mg Cr/g zeolit)
63.4 0.1979 68.2 0.1662
0.1892 0.1575
34.1468
1.4798 1.2253
32.6670 32.9215
52.00 0.2840 54.40 0.2644
0.2753 0.2557
59.4548 10.8549 10.0683
48.5999 49.3865
rerata 1 2
1.5835
rerata 1 2
1.031 1.0075
48.20 0.3170 47.60 0.3224
0.3083 0.3137
79.8009 24.3559 24.7927
55.4450 55.0082
1.0155 1.0289
34.60 0.4609 34.40 0.4634
0.4522 0.4547
97.6943 35.9152 36.1173
61.7791 61.5770
3.0418 2.9924 3.0171
Perhitungan: = volume larutan (mL) = konsentrasi larutan awal (ppm) = konsentrasi larutan akhir (ppm) = massa zeolit (g) Kapasitas jerapan = V(Co-Ca) m
Contoh perhitungan pada konsentrasi Cr3+ 80 ppm Kapasitas jerapan = 50 ml (79.8009 - 55.4450) ppm 1.0310 g
= 2.6889 mg Cr/g zeolit
Lampiran 23 Penentuan konsentrasi awal kromium pada limbah penyamakan kulit Ulangan 1 2 rerata
2.6889 2.7299 2.7094
rerata
V Co C m
2.3551 2.4529 2.4040
rerata 1 2
1.5734 1.5936
%T 53.0 52.4
A 0.2757 0.2807
Akoreksi Konsentrasi (ppm) 0.2643 2647.8773 0.2693 2700.3899 2674.1336
28
Lampiran 24 Penetapan waktu pemeraman endapan pada pH 8 Waktu agieng (jam) 4
Ulangan
rerata 6 rerata 24
1 2
V NaOH (ml) 9.3 9.4
Bobot NaOH (g) 0.5580 0.5640
1 2
9.6 9.3
0.5760 0.5580
1 2
9.3 9.2
0.5580 0.5520
rerata
[Cr] filtrat (ppm) 66.4262 64.4338 65.4299 66.8299 67.6426 67.2362 75.2988 77.5433 76.4211
Bobot endapan (g) 3.5361 3.1270 3.3315 2.9794 3.3322 3.1556 2.6845 4.0280 3.3563
Keterangan: = volume NaOH (mL) VNaOH = konsentrasi NaOH (M) CNaOH BM NaOH = bobot molekul NaOH (g/mol) Bobot NaOH
= VNaOH x CNaOH x BM NaOH
Contoh perhitungan untuk waktu ageing 4 jam ulangan 1: Bobot NaOH
= 9.30 ml x 1.5 M x 40 g/mol = 0.558 g
Lampiran 25 Penetapan pH pengendapan
1 2
VolumeNaOH (ml) 5.00 5.00
Bobot NaOH (g) 0.3000 0.3000
1 2
6.40 6.30
0.3840 0.3780
pH
Ulangan
8 rerata 9 rerata
[Cr] filtrat (ppm) 77.0900 77.0900 77.0900 9.7080 9.9753 9.7311
Contoh perhitungan untuk pH 8 ulangan 1: Bobot NaOH = 5.00 ml x 1.5 M x 40 g/mol = 0.300 g
Lampiran 26 Analisis fraksi filtrat pH 9 limbah penyamakan kulit Bobot zeolit Laju alir Tinggi lapik [Filtrat awal]
Fraksi Co 1 2 3
9.0512 g 7 mL/menit 11cm 16.9326 ppm Volume (mL) 20 40 60
%T 36.6 78.6 61.2 43.6
A Akoreksi 0.4365 0.4277 0.1046 0.0958 0.2132 0.2044 0.3605 0.3517
Konsentrasi (ppm) 16.9326 0.6076 1.5174 2.7502
C/Co 0.04 0.09 0.16
29
Lanjutan Fraksi 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Volume (mL) 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320
%T 38.6 43.0 36.2 36.2 38.2 35.8 45.0 45.8 43.8 40.2 42.6 43.4 39.2
A Akoreksi 0.4134 0.4046 0.3665 0.3577 0.4413 0.4325 0.4413 0.4325 0.4179 0.4091 0.4461 0.4373 0.3468 0.3380 0.3391 0.3303 0.3585 0.3497 0.3958 0.3870 0.3706 0.3618 0.3625 0.3537 0.4067 0.3979
Konsentrasi (ppm) 7.9827 7.0015 8.5662 8.5662 8.0774 8.6672 13.1765 12.8562 13.6679 15.2270 14.1729 13.8347 15.6850
C/Co 0.47 0.41 0.51 0.51 0.48 0.51 0.78 0.76 0.81 0.90 0.84 0.82 0.93
Lampiran 27 Kurva terobosan filtrat pH 9 limbah penyamakan kulit S = 0.08839252 r = 0. 96085834 2 1.0 5 0.8
C/Co
8 0.6 1 0.5 4 0.3 7 0.1 0 0.0 0
40
80
120
160
200
240
280
320
Volume Effluen (ml)
Contoh perhitungan: Co T.lapik B.zeolit μo FA ρb mz t0.5 t0.5 – La0.5
= 16.9326 ppm = 11 cm = 9.0512 g = 8.9172 cm/menit = 0.1509 mg/menit cm2 = 1.0482 g/cm3 = 11.5302 g/cm2 = 19.09 menit = 4.97 menit W
= FA x (t 0.5 - La 0.5 ) mz 0.1509 mg/menit cm 2 x 4.97 menit = 11.5302 g/cm 2 = 0.1848 mg Cr/g zeolit