JERAPAN KROMIUM LIMBAH PENYAMAKAN KULIT OLEH ZEOLIT CIKEMBAR DENGAN METODE LAPIK TETAP
TYAS KUSUMAWATI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ABSTRAK TYAS KUSUMAWATI. Jerapan Kromium Limbah Penyamakan Kulit oleh Zeolit Cikembar dengan Metode Lapik Tetap. Dibimbing oleh ETI ROHAETI AZIS dan BETTY MARITA SOEBRATA. Limbah penyamakan kulit mengandung kromium dalam konsentrasi tinggi. Pengolahan limbah untuk mengurangi kromium terbuang dilakukan melalui pengendapan dalam kondisi basa. Akan tetapi, proses ini masih menyisakan konsentrasi kromium di atas baku mutu sehingga limbah perlu diproses lebih lanjut melalui jerapan dengan metode lapik tetap menggunakan zeolit alam. Zeolit diketahui berongga, luas permukaan besar, kapasitas tukar kation tinggi, dan bernilai ekonomis sehingga banyak digunakan sebagai penjerap. Pada penelitian ini dipelajari pengaruh ukuran butir zeolit (+20–32, +32–40, dan +40–60 mesh), laju alir (5, 8, dan 11 mL/menit), dan tinggi lapik zeolit (3.7, 6.5, dan 10 cm) terhadap kapasitas jerapan dan efisiensi kolom, pengaruh pH dan waktu pemeraman pada proses pengendapan limbah, serta jerapan filtrat hasil pengendapan limbah dalam kolom zeolit. Hasil penelitian menunjukkan kapasitas jerapan dan efisiensi kolom tertinggi didapat pada ukuran butir +40–60 mesh, laju alir 5 mL/menit, dan tinggi lapik zeolit 10 cm. Pengendapan limbah penyamakan kulit dengan penambahan NaOH dilakukan pada pH 9 dan waktu pemeraman 4 jam. Filtrat hasil pengendapan limbah dijerap dalam kolom yang berisi 60 gram zeolit berukuran +20–32 mesh, tinggi lapik 30 cm, dan laju alir 5 mL/menit yang menghasilkan kapasitas jerapan saat C/Co 0.5 adalah 0.05 mg kromium/g zeolit.
ABSTRACT TYAS KUSUMAWATI. Chromium Adsorption of Tannery Wastewater by Cikembar Zeolite Using Fixed Bed Method. Supervised by ETI ROHAETI AZIS and BETTY MARITA SOEBRATA. Tannery wastewater contains chromium in high concentration. The wastewater process for chromium removal is carried out by chemical precipitation in alkaline condition. However, this technique still gives chromium concentration higher than the wastewater standard limit. Therefore, this wastewater needs further process by adsorption fixed bed method using natural zeolite. Zeolite is known a highly porous substance with large surface area, high cation exchange capacity, and low cost so that zeolite could be utilized as an adsorbent. This research studied the effect of zeolite particle sizes (+20–32, +32–40, and +40–60 mesh), flow rates (5, 8, and 11 mL/minute), and bed height (3.7, 6.5, and 10 cm) on adsorption capacity and column efficiency, the effect of pH and aging time in precipitation process of the wastewater, and the filtrate adsorption of precipitation process in zeolite column. The results showed that the highest adsorption capacity and column efficiency were accomplished in zeolite with the particle size of +40–60 mesh, flow rate of 5 mL/minute, and bed height of 10 cm. The chemical precipitation of tannery with NaOH addition was carried out at pH 9 and 4 hours of aging time. The filtrate from wastewater precipitation was adsorbed in column filled with 60 gram of +20–32 mesh zeolite, bed height of 30 cm, and flow rate of 5 mL/minute, which gave the adsorption capacity when C/Co 0.5 was 0.05 mg chromium/g zeolite.
JERAPAN KROMIUM LIMBAH PENYAMAKAN KULIT OLEH ZEOLIT CIKEMBAR DENGAN METODE LAPIK TETAP
TYAS KUSUMAWATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim… Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat dan karunia–Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini berjudul Jerapan Kromium Limbah Penyamakan Kulit oleh Zeolit Cikembar dengan Metode Lapik Tetap, yang merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2005 sampai Januari 2006 di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia IPB, Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Eti Rohaeti Azis, MS dan Ibu Betty Marita Soebrata, S.Si., M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan masukan dan pengarahan kepada penulis. Ungkapan terima kasih dihaturkan kepada Bapak, Ibu, Mas Bayu, Mbak Maria, Menik, Dini, dan Dito atas doa, dorongan semangat, dan kasih sayangnya kepada penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Om Eman, Iecka, Ayam, Ega, Etta, Tri, Antie, Santi, Ayu, Aning, Kak Harry, dan rekan-rekan kimia 38 atas dukungan, kenangan, dan kebersamaannya selama ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Mei 2006
Tyas Kusumawati
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 19 Agustus 1983 sebagai anak dari pasangan Ngasbi Atmosuyoso dan Sri Yatni. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Tangerang. Pada tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) IPB dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar TPB tahun ajaran 2004/2005, Kimia Fisik tahun ajaran 2004/2005, Kimia Organik tahun ajaran 2005/2006, dan Kimia Analitik tahun ajaran 2004/2005. Penulis pernah mengikuti praktik lapangan di PT Nippres Tbk, Bogor selama periode Juni sampai Agustus 2004.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................
ix
PENDAHULUAN .....................................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Zeolit ................................................................................................................ Jerapan ............................................................................................................ Penyamakan Kulit ............................................................................................ Kromium .......................................................................................................... Analisis Kromium ............................................................................................
1 2 3 4 4
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ................................................................................................ Metode .............................................................................................................
4 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Pencirian Zeolit Cikembar ............................................................................... Pengaruh Ukuran Butir terhadap Jerapan Kromium pada Metode Lapik Tetap ......................................................................................... Pengaruh Laju Alir terhadap Jerapan Kromium pada Metode Lapik Tetap .... Pengaruh Tinggi Lapik terhadap Jerapan Kromium pada Metode Lapik Tetap.......................................................................................... Jerapan Kromium pada Metode Tumpak ........................................................ Pengaruh Waktu Pemeraman dan pH pada Pengendapan Limbah .................. Jerapan Filtrat Hasil Pengendapan Limbah dalam Kolom Zeolit ....................
8 9 9 10
SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................
11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
11
LAMPIRAN ...............................................................................................................
13
6 6 7
DAFTAR TABEL Halaman 1
Zeolit alam dan rumus kimia unit sel ..................................................................
2
2
Komposisi kimia dan mineral zeolit Cikembar ...................................................
6
3
Kapasitas jerapan dan efisiensi ragam ukuran butir pada metode lapik tetap .....
7
4
Kapasitas jerapan dan efisiensi ragam laju alir pada metode lapik tetap .............
8
5
Kapasitas jerapan dan efisiensi ragam tinggi lapik pada metode lapik tetap .......
8
6
Kapasitas jerapan pada metode tumpak dan lapik tetap ......................................
9
7
Konsentrasi kromium pada ragam waktu pemeraman ........................................
9
8
Konsentrasi kromium dan bobot NaOH pengendapan limbah pH 8 dan 9 .........
10
9
Kapasitas jerapan kromium filtrat hasil pengendapan limbah pH 8 dan 9 ..........
10
10 Perbandingan kapasitas jerapan kromium larutan CrCl3.6H2O dan filtrat hasil pengendapan limbah....................................................................
10
DAFTAR GAMBAR Halaman
1
Bentuk unit pembangun struktur zeolit ...............................................................
2
2
Kurva terobosan hubungan volume larutan dengan C/Co ...................................
3
3
Reaksi antara DPC dan kromium heksavalen .....................................................
4
4
Pengaruh ukuran butir zeolit terhadap kurva terobosan ......................................
7
5
Pengaruh laju alir terhadap kurva terobosan .......................................................
7
6
Pengaruh tinggi lapik terhadap kurva terobosan . ................................................
8
7
Pengaruh ukuran butir zeolit terhadap kapasitas jerapan pada metode tumpak ..
9
8
Kurva terobosan filtrat hasil pengendapan limbah pH 8 dan 9 ..........................
10
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Bagan alir penelitian.............................................................................................
14
2
Hasil analisis zeolit Cikembar dengan XRD .......................................................
14
3
Jerapan CrCl3.6H2O pada 20 gram zeolit 20–32 mesh dengan laju alir 5 mL/menit ............................................................................................
15
Jerapan CrCl3.6H2O pada 20 gram zeolit 32–40 mesh dengan laju alir 5 mL/menit ............................................................................................
15
Jerapan CrCl3.6H2O pada 20 gram zeolit 40–60 mesh dengan laju alir 5 mL/menit ............................................................................................
16
6
Kapasitas jerapan ragam ukuran butir pada metode lapik tetap ...........................
16
7
Efisiensi kolom ragam ukuran butir pada metode lapik tetap ..............................
17
8
Jerapan CrCl3.6H2O pada 20 gram zeolit 20–32 mesh dengan laju alir 8 mL/menit ............................................................................................
18
Jerapan CrCl3.6H2O pada 20 gram zeolit 20–32 mesh dengan laju alir 11 mL/menit ..........................................................................................
18
10 Kapasitas jerapan ragam laju alir pada metode lapik tetap ..................................
19
11 Efisiensi kolom ragam laju alir pada metode lapik tetap .....................................
19
12 Jerapan CrCl3.6H2O pada 10 gram zeolit 20–32 mesh dengan laju alir 8 mL/menit ............................................................................................
19
13 Jerapan CrCl3.6H2O pada 30 gram zeolit 20–32 mesh dengan laju alir 8 mL/menit ............................................................................................
20
14 Kapasitas jerapan ragam tinggi lapik pada metode lapik tetap.............................
20
15 Efisiensi kolom ragam tinggi lapik pada metode lapik tetap................................
20
16 Kapasitas jerapan ragam ukuran butir pada metode tumpak ...............................
21
17 Konsentrasi kromium awal limbah penyamakan kulit ........................................
21
18 Konsentrasi kromium filtrat hasil pengendapan limbah pada ragam waktu pemeraman................................................................................................
21
19 Konsentrasi kromium filtrat hasil pengendapan limbah dan bobot NaOH pada ragam pH pengendapan ...............................................................................
21
20 Jerapan filtrat hasil pengendapan limbah pH 8 pada 60 g zeolit 20–32 mesh dengan laju alir 5 mL/menit ................................................................................
22
21 Jerapan filtrat hasil pengendapan limbah pH 9 pada 60 g zeolit 20–32 mesh dengan laju alir 5 mL/menit ...............................................................................
22
22 Kapasitas jerapan filtrat hasil pengendapan limbah pH 8 dan 9 pada metode lapik tetap ..............................................................................................
23
23 Analisis AAS ion-ion dalam filtrat hasil pengendapan limbah ...........................
23
4 5
9
1
PENDAHULUAN Peningkatan kegiatan pada sektor industri di Indonesia merupakan sarana untuk memperbaiki taraf hidup rakyat. Akan tetapi, di lain pihak muncul masalah pencemaran lingkungan akibat limbah industri yang dihasilkan dari serangkaian proses industri. Pencemaran lingkungan ini dapat merusak ekosistem, keseimbangan sumber daya alam, dan berkembangnya ragam bibit penyakit yang merugikan kehidupan manusia. Pencemaran lingkungan salah satunya disebabkan oleh adanya logam berat dalam jumlah di atas ambang batas. Hal ini tentu saja menjadi salah satu pusat perhatian masyarakat luas, khususnya ilmuwan. Kromium adalah salah satu logam berat yang banyak digunakan berbagai industri termasuk industri penyamakan kulit. Industri penyamakan kulit merupakan agroindustri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi dengan kromium sebagai bahan penyamak. Limbah yang dihasilkan terdiri atas limbah padat dan cair. Limbah padat berupa sisa kulit, daging, dan bulu dapat dimanfaatkan sebagai pupuk palawija dan pakan ternak, sedangkan limbah cair mengandung kromium dalam konsentrasi tinggi (Potter et al. 1994). Baku mutu limbah kromium total yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Kep51/MENLH/10/1995) adalah 0.6 ppm. Pengurangan konsentrasi kromium dapat dilakukan melalui pengendapan oleh NaOH (Esmaeili et al. 2005). Menurut Barros et al. (2002), pengendapan limbah efektif dilakukan pada pH 8 dengan konsentrasi akhir kromium adalah 18 ppm, sedangkan menurut Sunaryo et al. (1994) efektif pada pH 9. Akan tetapi, proses tersebut masih menyisakan konsentrasi kromium di atas baku mutu sehingga limbah perlu diolah lebih lanjut dan salah satunya melalui jerapan menggunakan zeolit alam (Zhao et al. 1988). Di Indonesia, zeolit alam ditemukan melimpah dan tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa dan Sumatra. Zeolit memiliki luas permukaan besar dan ruang kosong yang ditempati oleh kation, air, atau molekul lain sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan penjerap. Kation-kation pada kerangka zeolit berguna untuk memelihara kenetralan listrik dan dapat bergerak bebas sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran ion (Ming dan Mumpton 1989).
Metode jerapan yang diterapkan dalam pengolahan limbah industri adalah lapik tetap, yaitu metode jerapan dengan cara mengalirkan limbah ke dalam kolom yang berisi bahan penjerap. Kapasitas jerapan dan efisiensi kolom pada metode lapik tetap dipengaruhi oleh ukuran butir zeolit, tinggi lapik, dan laju alir. Ukuran butir lebih kecil, maka luas permukaan dan kapasitas jerapan lebih besar. Tinggi lapik menunjukkan panjangnya daerah jerapan dalam kolom, sedangkan kenaikan laju alir memengaruhi waktu kontak antara molekul dalam larutan dan bahan penjerap (McCabe et al. 2001). Pada penelitian ini digunakan zeolit alam yang berasal dari Cikembar, Sukabumi sebagai bahan penjerap. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh ukuran butir zeolit, laju alir, dan tinggi lapik zeolit terhadap kapasitas jerapan dan efisiensi kolom, menentukan waktu pemeraman dan pH pada proses pengendapan limbah penyamakan kulit, serta menentukan kapasitas jerapan kromium filtrat hasil pengendapan limbah dalam kolom zeolit.
TINJAUAN PUSTAKA Zeolit Mineral zeolit pertama kali ditemukan pada tahun 1756 oleh Baron Cronsted, seorang ahli mineral berkebangsaan Swedia. Kata zeolit berasal dari kata zein artinya mendidih dan lithos yang berarti batuan. Zeolit didefinisikan sebagai suatu aluminosilikat dengan kerangka struktur berongga yang ditempati oleh molekulmolekul air dan kation. Kation pada rongga zeolit dapat bergerak bebas sehingga memungkinkan pertukaran ion tanpa merusak struktur zeolit (Ming dan Mumpton 1989). Berdasarkan asalnya zeolit dibedakan menjadi dua, yaitu zeolit alam dan zeolit sintetik. Zeolit alam terbentuk selama ribuan tahun dalam bentuk sedimen yang terjadi karena pencampuran debu-debu vulkanis dengan air hujan, air tanah, atau air laut, sedangkan zeolit sintetik adalah zeolit yang dibuat di laboratorium. Berbagai jenis zeolit alam telah ditemukan dan dianalisis rumus kimia unit selnya (Tabel 1).
2
Tabel 1 Zeolit alam dan rumus kimia unit sel Nama Mineral
Rumus Kimia Unit Sel
Analsim
Na16(Al16Si16O96).16H2O
Kabasit
(Na2Ca)6(Al12Si24O72).4H2O
Klinoptilolit
(Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O
Erionit
(Na,Ca5K)9(Al9Si27O72).27H2O
Faujasit
Na58(Al58Si134O384).18H2O
Ferrierit
(Na2Mg2)(Al6Si30O72).18H2O
Hulandit
Ca4(Al8Si28O72).24H2O
Laumonit
Ca(Al8Si16O48).16H2O
Mordenit
Na8(Al8Si40O96).24H2O
Fillipsit
(Na,K)10(Al10Si22O64).20H2O
Epistilbit
(Ca,Na2)3(Al6Si18O48).16H2O
Gismondin
(Ca,Na2K2)4(Al6Si18O48).16H2O
Connardit
(Na2Ca)(Al4Si6O20).5H2O
Harmotom
(Ba,Na2)2(Al4Si12O32).12H2O
Natrolit
Na4(Al4Si6O20).6H2O
Scolecit
Ca2(Al4Si6O20).6H2O
Stilbit
(Ca,Na2)4(Al8Si28O72).28H2O
Thomsonit
(Na,Ca2)(Al5Si5O20).6H2O
Wairakit
Ca(Al2Si4O12).2H2O
Yugawaralit Sumber: Sheppard (1973).
sehingga nilai KTK makin besar (Ming dan Mumpton 1989). Unit pembangun struktur zeolit (Gambar 1) terdiri atas tiga bagian utama, yaitu unit bangun primer adalah tetrahedral dari empat ion oksigen dengan ion pusat tetrahedral Si4+ atau Al3+ (a), unit bangun sekunder adalah susunan dari beberapa tetrahedral yang membentuk cincin, seperti cincin tunggal jenis lingkar empat, enam, delapan, bentuk kubus, cincin ganda lingkar empat, prisma heksagonal atau gabungan dari dua cincin lingkar lima, dan dua cincin lingkar empat (b), dan polihedral adalah gabungan dari sejumlah tetrahedron yang lebih kompleks (c). Struktur zeolit, yaitu susunan dari unit bangun sekunder dan polihedral (Gottardi dan Galli 1985). (a)
Ca(Al2Si4O12).6H2O
(b) Zeolit dapat digunakan sebagai bahan penjerap karena zeolit merupakan kristal unik dengan volume kosong berkisar 20–50% dan luas permukaan internalnya mencapai ratusan ribu m2 per kg (Ming dan Mumpton 1989). Kristal zeolit mempunyai struktur berongga dan banyak saluran yang teratur serta saling berhubungan. Molekul-molekul air dan molekul-molekul lain yang berukuran lebih kecil dari rongga zeolit dapat terperangkap masuk ke dalam rongga zeolit. Zeolit didehidrasi melalui pemanasan untuk menghilangkan molekul air (Teruo 2003). Ion-ion pada rongga zeolit, seperti Na+, 2+ Ca , K+, Mg2+, dan Sr2+ berguna untuk memelihara kenetralan listrik dan dapat bergerak bebas sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran ion. Kemampuan pertukaran ion pada zeolit merupakan salah satu parameter untuk menentukan mutu zeolit. Kapasitas tukar kation (KTK) adalah jumlah miligram ekuivalen (me) ion yang dapat dipertukarkan maksimum oleh 100 gram bahan penukar ion (zeolit) dalam keadaan kesetimbangan. Nilai KTK ditentukan oleh derajat substitusi Al3+ atau Fe3+ terhadap Si4+ yang menghasilkan muatan negatif pada kerangka zeolit. Semakin besar derajat substitusi menunjukkan makin banyak kation alkali atau alkali tanah yang diperlukan untuk menetralkan muatan negatif pada kerangka
(c)
Gambar 1 Bentuk unit pembangun struktur zeolit: (a) primer, (b) sekunder, dan (c) polihedron. Jerapan Akumulasi partikel pada permukaan zat padat disebut jerapan (Atkins 1990). Jerapan terdiri atas dua metode, yaitu metode tumpak (batch adsorption) dan lapik tetap (fixed bed adsorption). Pada metode tumpak, larutan contoh dicampur dan dikocok bersamaan dengan bahan penjerap sampai tercapai kesetimbangan lalu diukur konsentrasi sisa larutan, sedangkan metode lapik tetap dilakukan dengan mengalirkan larutan contoh (influen) ke dalam kolom yang berisi bahan penjerap dan efluen diukur konsentrasi larutan
3
tersisa (Benefield et al. 1990). Metode lapik tetap cocok digunakan untuk pengolahan limbah dalam jumlah besar. Jerapan pada metode lapik tetap dianalisis melalui kurva terobosan (breakthrough curve). Kurva terobosan (Gambar 2) adalah kurva yang menghubungkan antara volume efluen dan nisbah konsentrasi zat efluen dengan konsentrasi zat influen (C/Co). Kurva terobosan menggambarkan proses jerapan yang terjadi mulai awal aliran influen sampai bahan penjerap mengalami kejenuhan. Mulamula zat dalam larutan influen terjerap baik ke dalam penjerap yang ditunjukkan nilai C/Co sama dengan nol. Selanjutnya seiring dengan penambahan volume influen, maka proses jerapan yang terjadi makin banyak yang mengakibatkan pori-pori pada permukaan penjerap terisi oleh zat-zat. Oleh karena itu, zat dalam larutan influen mulai tidak terjerap baik dan nilai C/Co mulai mengalami kenaikan sampai akhirnya semua permukaan penjerap terisi penuh dan kolom mengalami kejenuhan yang ditandai dengan nilai C/Co adalah 1 (Schroedi 1977).
C/Co Volume (mL)
Gambar
2
Kurva terobosan hubungan volume larutan dengan C/Co.
Kapasitas jerapan ditentukan saat C/Co 0.05, 0.5, dan 0.95, yaitu volume efluen saat nisbah konsentrasi efluen dengan konsentrasi influen berturut-turut mencapai 0.05, 0.5, dan 0.95. Titik C/Co 0.05 dikenal sebagai titik patah (break point), yaitu saat mulai terjadi kenaikan nilai C/Co, titik C/Co 0.5 adalah titik tengah dari proses jerapan, sedangkan titik C/Co 0.95 adalah titik kejenuhan bahan penjerap (Schroedi 1977). Analisis batas penggunaan bahan penjerap pada pengolahan limbah dilakukan saat C/Co 0.5, yaitu saat konsentrasi zat terjerap sama dengan konsentrasi zat tak terjerap. Perangkat lunak curve expert digunakan untuk menentukan luas daerah jerapan pada kurva terobosan yang
menunjukkan jumlah zat terjerap dalam kolom. Kapasitas jerapan adalah jumlah zat terjerap tiap gram zeolit, sedangkan efisiensi kolom menunjukkan nisbah antara kapasitas jerapan saat titik patah (C/Co 0.05) dan kapasitas jerapan saat kejenuhan (C/Co 0.95) (McCabe et al. 2001). Penyamakan Kulit Industri penyamakan kulit merupakan agroindustri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi melalui serangkaian pengerjaan sehingga kulit yang semula labil terhadap pengaruh kimiawi, fisik, dan hayati menjadi stabil dan tahan lama (Fahidin dan Muslich 1999). Bahan baku utama adalah kulit mentah dan bahan penyamak yang umum digunakan adalah kromium sulfat Kromium dipilih karena (Cr2(SO4)3). memberikan keuntungan lebih banyak, yaitu harga murah, proses penyamakan cepat, dan kulit yang dihasilkan bermutu tinggi. Bahanbahan tambahan lain yang digunakan dalam proses penyamakan kulit adalah Ca(OH)2, MgO, asam sulfat, asam format, Na2S, Na2CO3, dan Na2SO4 (Potter et al. 1994). Proses penyamakan kulit meliputi tiga tahap, yaitu prapenyamakan, penyamakan kulit, dan penyelesaian. Tahap prapenyamakan kulit bertujuan memisahkan lapisan kolagen dari kulit. Tahap ini meliputi proses perendaman, pengapuran, pembuangan bulu dan berkas daging, penghilangan kapur, dan pencucian. Limbah proses ini berupa sisa kulit, daging, dan bulu yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk palawija dan pakan ternak. Selanjutnya tahap penyamakan kulit adalah proses antara kromium(III) sulfat (Cr2(SO4)3) dan lapisan kolagen kulit sampai dihasilkan produk kulit. Limbah utama tahap ini adalah limbah cair yang mengandung kromium berkonsentrasi tinggi (wet blue). Tahap akhir adalah penyelesaian yang meliputi proses pencucian, pengeringan, pewarnaan, dan pemotongan sampai kulit siap jual (Wahyuadi 2004). Pengolahan limbah kromium dilakukan untuk mengurangi konsentrasi kromium buangan dan memperoleh kromium sehingga kromium dapat digunakan kembali dalam proses penyamakan kulit (Benefield et al. 1990). Limbah cair yang mengandung kromium tinggi (wet blue) diolah dengan cara diendapkan menggunakan NaOH (Esmaeili et al. 2005). Hasil penelitian Barros et al. (2002) menunjukkan bahwa pengendapan limbah penyamakan kulit dengan penambahan NaOH
4
pada pH 8 menyisakan konsentrasi kromium 18 ppm, sedangkan menurut Sunaryo et al. (1994) pengendapan limbah lebih baik dilakukan pada pH 9.
kromium heksavalen lebih besar, yaitu 100.01% (Wijayanti 2005), sedangkan KMnO4 91.00% (Martha 2004).
Kromium
H
H
N
Kromium merupakan salah satu logam berat unsur transisi golongan VIB, mempunyai nomor atom 24, massa atom 51.996 sma, massa jenis 7.9 g/cm3, titik didih 2658 °C, dan titik leleh 1875 °C (Cotton dan Wilkinson 1989). Kromium dapat membentuk tiga macam senyawa yang berasal dari proses oksidasi kromium oksida (CrO), yaitu kromium divalen (+2), kromium trivalen (+3), dan kromium heksavalen (+6). Kromium divalen bersifat kurang stabil, sedangkan kromium trivalen dan heksavalen stabil. Bentuk kromium heksavalen adalah CrO42dan Cr2O72-, sedangkan bentuk kromium trivalen adalah Cr3+, [Cr(OH)]2+, [Cr(OH)2]+, dan [Cr(OH)4]- (Sugiyarto 2003). Kromium trivalen termasuk logam esensial yang dalam dosis 20–50 µg per 100 gram bobot badan berperan dalam proses metabolisme karbohidrat, lipid, asam nukleat, pengaturan kadar glukosa, dan sintesis protein (Mertz 1987). Sebaliknya kromium heksavalen bersifat sangat toksik yang dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal, pendarahan dalam tubuh, dermatis, saluran pernafasan, dan kanker paru-paru (Manahan 1990). Analisis Kromium Metode umum yang digunakan untuk pengukuran kadar kromium total dan heksavalen adalah spektrofotometri sinar tampak. Metode ini didasarkan pada pengukuran serapan larutan berwarna ungu kemerahan yang menunjukkan terbentuknya kompleks antara 1,5-difenilkarbazida (C6H5NHNH)2CO (DPC) dan kromium heksavalen (Gambar 3). Reaksi kromium dengan DPC sangat sensitif pada panjang gelombang 540 nm dengan nilai absortivitas molar 40.000 mol-1cm-1 (Clesceri et al. 1989). Pengukuran kromium trivalen atau kromium tingkat valensi lebih rendah perlu dilakukan oksidasi terlebih dahulu. Jenis oksidator yang biasa digunakan adalah KMnO4, tetapi Noroozifar dan Khorasani (2003) melaporkan bahwa serium juga efektif untuk mengoksidasi kromium trivalen menjadi kromium heksavalen. Kemampuan serium mengkonversi kromium trivalen menjadi
N
HN
N
C
2
H
+ Cr6+
O
HN
N H
N
N
O
Cr
O
N
NH
C C
N H
N H
Gambar 3 Reaksi antara DPC dan kromium heksavalen.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah limbah penyamakan kulit dari PT Gunung Putri Bogor, tritisol chromium standard solution dari Merck, 1.5-difenilkarbazida (DPC), Ce(NH4)2(SO4)3, CrCl3.6H2O, H2SO4 (1:1), NaOH 1.5 N , HNO3 0.5 M, air bebas ion, NaCl 0.5 M, aseton, akuades, dan zeolit alam asal Cikembar, Sukabumi. Alat-alat yang digunakan adalah perangkat spektrofotometer UV-Vis Spektronik 20D+, perangkat lunak curve expert, pH meter, neraca analitik, kolom gelas (diameter 2 cm dan panjang 50 cm), ayakan ragam ukuran, alat kocok, vorteks, dan peralatan kaca lainnya. Metode Penelitian Penelitian ini mencakup lima tahap utama, yaitu penyiapan zeolit, pencirian zeolit, jerapan dengan metode lapik tetap, jerapan dengan metode tumpak, dan pengolahan limbah penyamakan kulit (Lampiran 1). Pengolahan limbah meliputi proses pengendapan limbah dan jerapan dalam kolom zeolit. Penyiapan zeolit meliputi proses penggerusan, pengayakan, pencucian dengan akuades, dan pemanasan dalam oven bersuhu 200 °C selama 4 jam. Selanjutnya zeolit siap pakai dengan ragam ukuran butir, yaitu +20– 32, +32–40, +40–60, dan +60–100 mesh disimpan terpisah dalam wadah tertutup.
5
Pencirian zeolit meliputi analisis jenis zeolit, komposisi kimia dan mineral, KTK, dan luas permukaan. Analisis jenis, komposisi kimia, dan mineral zeolit dilakukan dengan metode uji SNI 15–0449–1989 dan alat difraksi sinar-X (XRD) di Balai Besar Keramik, Bandung. Analisis KTK dilakukan di Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung, dan analisis luas permukaan zeolit dilakukan di Laboratorium Mekanika Reservoir Teknik Perminyakan ITB, Bandung. Jerapan dilakukan dengan dua metode, yaitu lapik tetap dan tumpak. Jerapan dengan metode lapik tetap dilakukan untuk mengetahui pengaruh ukuran butir zeolit, laju alir, dan tinggi lapik penjerap terhadap kapasitas jerapan dan efisiensi kolom. Jerapan dengan metode tumpak dilakukan untuk mengetahui pengaruh ukuran butir zeolit terhadap kapasitas jerapan. Pengolahan limbah penyamakan kulit meliputi penentuan konsentrasi kromium limbah awal, pengendapan limbah pada ragam waktu pemeraman (4, 6, dan 24 jam) dan pH (8 dan 9), analisis ion-ion dalam filtrat hasil pengendapan limbah dengan AAS dilakukan di Laboratorium Terpadu IPB, Bogor, serta jerapan filtrat hasil pengendapan limbah ke dalam kolom zeolit. Selanjutnya dari proses jerapan tersebut ditentukan kapasitas jerapan. Analisis Kromium dan Kurva Standar Analisis kromium diawali dengan menambahkan 1 mL larutan serium 0.4% ke dalam 10 mL larutan contoh, lalu dikocok menggunakan alat kocok selama 5 menit. Selanjutnya ke dalam larutan tersebut ditambahkan 7 tetes H2SO4 (1:1) dan dikocok, lalu ditambahkan 0.2 mL DPC, dikocok dengan vorteks serta didiamkan selama 10 menit supaya warna yang dihasilkan stabil. Larutan diukur serapannya pada panjang gelombang 540 nm. Pembuatan kurva standar diawali dengan menyiapkan larutan standar kromium trivalen berbagai konsentrasi, yaitu 0.30, 0.50, 1.00, 1.50, 2.00, dan 2.50 ppm dipipet 10 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Blangko dibuat dengan menggantikan larutan standar oleh air bebas ion dalam jumlah sama. Selanjutnya larutanlarutan ini dianalisis konsentrasi kromiumnya dan dibuat kurva standar hubungan antara konsentrasi kromium dan serapan.
Jerapan Kromium dengan Metode Lapik Tetap Jerapan kromium dari larutan CrCl3.6H2O dilakukan pada ragam ukuran butir zeolit (+20–32, +32–40, +40–60, dan +60–100 mesh) menggunakan 20 gram zeolit dan laju alir 5 mL/menit, ragam laju alir (5, 8, dan 11 mL/menit) menggunakan 20 gram zeolit berukuran 20–32 mesh, dan ragam tinggi lapik (3.7, 6.5, dan 10 cm) dengan laju alir 8 mL/menit dan zeolit berukuran 20–32 mesh. Tinggi lapik 3.7, 6.5, dan 10 cm diperoleh dengan menggunakan zeolit berturut-turut adalah 10, 20, dan 30 gram. Selanjutnya dari masing-masing proses tersebut ditentukan kapasitas jerapan dan efisiensi kolom. Sebanyak 20 gram zeolit ditimbang dan dicuci dengan air bebas ion. Zeolit dimasukkan ke dalam kolom yang telah disiapkan dan diberi glass woll pada bagian ujung bawah kolom, lalu dialiri air bebas ion dan cerat bawah kolom diatur sampai diperoleh laju alir sesuai yang diharapkan. Aliran air bebas ion dihentikan setelah efluen jernih. Selanjutnya ke dalam kolom zeolit dialirkan larutan CrCl3.6H2O terus menerus. Efluen ditampung tiap 20 mL dan dianalisis konsentrasi kromiumnya. Proses jerapan dalam kolom zeolit digambarkan oleh bentuk kurva terobosan yang menghubungkan antara volume efluen dan nisbah konsentrasi efluen dengan konsentrasi influen (C/Co). Perangkat lunak curve expert digunakan untuk menentukan volume dan luas daerah di bawah kurva saat C/Co 0.05, 0.5, dan 0.95. Kapasitas jerapan ditentukan saat C/Co 0.05, 0.50, dan 0.95 dengan cara (McCabe 2001): W=
Fa x tJ mz
Keterangan: W = kapasitas jerapan (mg kromium/g zeolit) Fa = laju alir masukan zat terlarut dalam kolom (mg kromium/menit cm2) tJ = jerapan dalam satuan waktu (menit) mz = massa zeolit per unit area lapik zeolit (g zeolit/cm2) Efisiensi kolom adalah nisbah antara kapasitas jerapan saat C/Co 0.05 dan kapasitas jerapan saat C/Co 0.95. Tinggi lapik efektif terpakai ditentukan dengan mengalikan efisiensi kolom dengan tinggi lapik zeolit (McCabe et al. 2001).
6
Jerapan Kromium dengan Metode Tumpak Sebanyak satu gram zeolit berbagai ukuran ditimbang, lalu ditambahkan 50 mL larutan 35 ppm dan dikocok CrCl3.6H2O menggunakan alat kocok selama 48 jam dengan kecepatan pengocokan 350 rpm. Setelah 48 jam, larutan ini disentrifus dan filtrat diukur konsentrasi kromium sisa. Konsentrasi kromium yang terjerap adalah konsentrasi kromium awal dikurangi konsentrasi kromium sisa. Kapasitas jerapan dihitung dengan cara: Kapasitas jerapan =
[Cr ] terjerap × Volume Bobot Zeolit
Pengolahan Limbah Penyamakan Kulit Mula-mula ditentukan konsentrasi kromium awal limbah penyamakan kulit. Selanjutnya 150 mL limbah dimasukkan ke dalam gelas piala dan diukur pH awalnya. Larutan ini diaduk dengan kecepatan tetap, lalu ditambahkan sejumlah NaOH 1.5 M dengan kecepatan penambahan NaOH 1.5 M 3 mL/menit sampai didapat pH 8, lalu larutan ini didiamkan pada ragam waktu pemeraman, yaitu 4, 6, dan 24 jam, kemudian disaring dengan kertas saring Whatman dan filtrat ditentukan konsentrasi kromium sisa. Sebanyak 100 mL limbah dimasukkan ke dalam dua buah gelas piala, diaduk dan ditambahkan sejumlah NaOH 1.5 M sampai diperoleh nilai pH yang berbeda yaitu 8 dan 9. Selanjutnya larutan diendapkan pada waktu pemeraman terbaik, lalu disaring dengan kertas saring Whatman dan filtrat ditentukan konsentrasi kromium sisa. Filtrat hasil pengendapan limbah sebagian dianalisis kandungan ion-ion kalium, magnesium, kalsium, natrium, dan kromium menggunakan AAS dan sisanya dialirkan ke dalam kolom berisi zeolit. Kondisi terbaik pada jerapan larutan CrCl3.6H2O digunakan untuk proses jerapan filtrat hasil pengendapan limbah. Tiap 20 mL efluen ditampung dan diukur konsentrasi kromiumnya, lalu dibuat kurva terobosan hubungan antara volume efluen dan nisbah konsentrasi efluen dengan konsentrasi influen (C/Co). Selanjutnya menggunakan perangkat lunak curve expert ditentukan volume dan luas daerah di bawah kurva terobosan saat konsentrasi kromium 0.6 ppm dan C/Co 0.5, lalu dilakukan perhitungan kapasitas jerapan seperti halnya pada jerapan kromium dari larutan CrCl3.6H2O.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pencirian Zeolit Cikembar Zeolit alam asal Cikembar, Sukabumi memiliki ciri-ciri, yaitu berwarna hijau dan bersifat keras, termasuk jenis zeolit mordenit, KTK 79.70 me/100 gram zeolit, dan luas permukaan 12.7565 m2/g. Hasil analisis XRD tertera pada Lampiran 2. Hasil analisis komposisi kimia dan mineral zeolit Cikembar (Tabel 2) menunjukkan bahwa nisbah silikon dengan alumunium (Si/Al) adalah 4.7 sehingga zeolit Cikembar tergolong dalam jenis zeolit berkadar silikon sedang (Sutarti dan Rachmawati 1994). Tabel 2 Komposisi kimia dan mineral zeolit Cikembar Jenis Senyawa Kimia
Mineral
Komposisi
Kadar % berat
SiO2
68.75
Al2O3
12.91
Fe2O3
1.43
TiO2
0.08
CaO
5.23
MgO
0.53
Na2O
1.94
K2 O
1.94
Hilang pijar
7.18
Cr2O3
0.01
Mordenit
83.84
Feldspar
12.91
Alpha Quartz
3.25
Kadar maksimum alumunium dalam zeolit dicapai bila nisbah Si/Al mendekati nilai satu dan keadaan ini menyebabkan kapasitas pertukaran ion dalam zeolit maksimum (Sutarti dan Rachmawati 1994). Zeolit jenis mordenit mengandung molekul-molekul air dalam jumlah besar pada rongga-rongga zeolit sehingga aktivasi zeolit berupa pemanasan dapat menguapkan molekul-molekul air dan luas permukaan bertambah besar. Pengaruh Ukuran Butir terhadap Jerapan Kromium pada Metode Lapik Tetap Bentuk kurva terobosan (Gambar 4) dipengaruhi oleh ukuran butir zeolit (Lampiran 3, 4, dan 5). Bentuk kurva terobosan ketiga ukuran butir relatif sama dan terlihat terjadi pergeseran kurva, yaitu dengan makin kecil ukuran butir zeolit, maka bentuk kurva terobosan makin panjang dan volume saat titik patah makin besar. Pada ukuran butir
7
zeolit terbesar (+20–32 mesh) didapat bentuk kurva terobosan lebih pendek dengan kenaikan C/Co cukup tajam yang menunjukkan kejenuhan kolom zeolit terjadi pada volume efluen yang lebih kecil. Sebaliknya pada ukuran butir zeolit terkecil (+40–60 mesh) dihasilkan bentuk kurva terobosan lebih panjang yang menunjukkan kejenuhan kolom zeolit tercapai lebih lama pada volume efluen yang lebih besar. Titik patah ukuran butir zeolit +20–32 mesh terjadi pada volume 116.85 mL, sedangkan ukuran butir +32–40 dan +20–32 mesh masingmasing mencapai titik patah pada volume 248.58 dan 473.83 mL. 1 0,8
Ukuran butir zeolit lebih kecil dapat memperbesar kemungkinan terjadinya penyumbatan dalam kolom zeolit. Penyumbatan dalam kolom ini dapat memperlambat laju alir atau bahkan menyebabkan larutan tidak dapat mengalir keluar dari kolom. Hal ini terbukti pada penggunaan ukuran butir zeolit +60–100 mesh didapat larutan dalam kolom zeolit tidak dapat mengalir keluar sehingga ukuran zeolit ini tidak digunakan dalam penelitian selanjutnya. Selain itu, Astiana dan Wiradinata (1989) melaporkan bahwa ukuran butir 60 mesh menghasilkan nilai KTK tertinggi, tetapi selanjutnya semakin halus ukuran butir, maka nilai KTK menurun karena sebagian struktur mikrokristalin mengalami kerusakan atau rongga saluran tertutup akibat penggerusan.
0,6
C/Co
Pengaruh Laju Alir terhadap Jerapan Kromium pada Metode Lapik Tetap
0,4 0,2 0 0
500
1000
1500
2000
2500
3000
volume efluen (ml) 20-32
32-40
40-60
Gambar 4 Pengaruh ukuran butir zeolit terhadap kurva terobosan. Ukuran butir zeolit memengaruhi kapasitas jerapan dan efisiensi kolom. Ukuran butir zeolit lebih kecil menghasilkan luas permukaan yang lebih besar sehingga memungkinkan jerapan terjadi lebih banyak dan untuk mencapai kejenuhan dibutuhkan volume efluen lebih besar. Volume efluen yang dibutuhkan oleh zeolit berukuran +40– 60 mesh untuk mencapai keadaan C/Co 0.5 adalah 892.03 mL, lebih besar dibandingkan dengan zeolit berukuran +32–40 dan +20–32 mesh, yaitu 619.85 dan 476.36 mL (Lampiran 6). Semakin besar volume efluen, semakin besar kapasitas jerapan. Ukuran butir +40–60 mesh menunjukkan kapasitas jerapan terbesar, yaitu 0.73 mg kromium/g zeolit (Tabel 3). Selain itu, ukuran ini menghasilkan efisiensi kolom dan tinggi lapik efektif terbesar, yaitu 46.77% dan 2.81 cm (Lampiran 7).
Bentuk kurva terobosan dipengaruhi oleh laju alir (Gambar 5). Semakin tinggi laju alir, semakin curam bentuk kurva terobosan dan pendek (Lampiran 8 dan 9). Kenaikan laju alir juga menyebabkan penurunan volume titik patah. Pada laju alir tertinggi, yaitu 11 mL/menit dihasilkan bentuk kurva terobosan lebih pendek yang menunjukkan kejenuhan kolom zeolit terjadi pada volume efluen yang lebih kecil, sedangkan pada laju alir terendah, yaitu 5 mL/menit dihasilkan bentuk kurva terobosan lebih panjang yang menunjukkan kejenuhan kolom zeolit tercapai pada volume efluen yang lebih besar. Titik patah laju alir 5, 8, dan 11 mL/menit berturut-turut terjadi pada volume 116.85, 77.70, dan 70.35 mL. 1 0,8 0,6
C/Co 0,4 0,2 0 0
Ukuran butir
W* (mg Cr/g zeolit)
Efisiensi (%)
Tinggi lapik efektif (cm)
+20–32
0.36
23.79
1.55
+32–40
0.54
34.08
2.11
+40–60 0.73 46.77 * kapasitas jerapan saat C/Co 0.5
2.81
600
900
1200
1500
1800
volume efluen (ml) 5 ml/menit
Tabel 3 Kapasitas jerapan dan efisiensi ragam ukuran butir pada metode lapik tetap
300
8 ml/menit
11 ml/menit
Gambar 5 Pengaruh laju alir terhadap kurva terobosan. Peningkatan laju alir 5, 8, dan 11 mL/menit menyebabkan penurunan kapasitas jerapan dan efisiensi kolom (Tabel 4). Hal ini terjadi karena laju alir yang tinggi mengakibatkan waktu kontak antara ion
8
kromium dalam larutan dan zeolit relatif singkat sehingga ion kromium belum terjerap ke dalam rongga zeolit, larutan harus sudah keluar kolom karena terdorong oleh larutan yang baru masuk ke kolom. Hal ini mengakibatkan jumlah kromium yang terjerap dalam zeolit lebih sedikit. Sebaliknya laju alir yang rendah menyebabkan waktu kontak antara ion kromium dalam larutan dan zeolit lebih lama sehingga memungkinkan ion kromium yang terjerap ke dalam rongga zeolit lebih banyak. Oleh karena itu, semakin rendah laju alir, semakin besar volume efluen saat C/Co 0.5 dan nilai kapasitas jerapan. Kapasitas jerapan terbesar dihasilkan pada laju alir 5 mL/menit, yaitu 0.36 mg kromium/g zeolit. Nilai efisiensi kolom dan tinggi lapik efektif terbesar juga dihasilkan pada laju alir 5 mL/menit berturut-turut, yaitu 23.79% dan 1.55 cm (Lampiran 11). Babu dan Gupta (2004) melaporkan bahwa laju alir yang tinggi menyebabkan waktu larutan dalam kolom tidak cukup lama untuk tercapainya kesetimbangan jerapan karena zat dalam larutan telah keluar dari kolom sebelum tercapainya kesetimbangan. Tabel 4 Kapasitas jerapan dan efisiensi ragam laju alir pada metode lapik tetap Laju alir (mL/menit)
W*(mg Cr/g zeolit)
Efisiensi (%)
Tinggi lapik efektif (cm)
5
0.36
23.79
1.55
8
0.23
18.77
1.22
11 0.27 17.85 * kapasitas jerapan saat C/Co 0.5
1.16
Pengaruh Tinggi Lapik terhadap Jerapan Kromium pada Metode Lapik Tetap Tinggi lapik zeolit 3.7 cm menghasilkan bentuk kurva terobosan pendek dengan kenaikan nilai C/Co sangat cepat. Bentuk kurva ini menunjukkan bahwa kolom zeolit sangat cepat mengalami kejenuhan, sedangkan tinggi lapik zeolit 6.5 dan 10 cm menghasilkan bentuk kurva terobosan lebih panjang dengan kenaikan C/Co lambat sehingga kejenuhan terjadi pada volume efluen yang lebih besar (Gambar 6). Tinggi lapik zeolit 10 cm menghasilkan bentuk kurva terobosan panjang yang menunjukkan bahwa jerapan yang terjadi banyak dan volume larutan yang dibutuhkan untuk mencapai kejenuhan lebih besar (Lampiran 12 dan 13). Semakin pendek bentuk kurva terobosan, semakin cepat kejenuhan dan tercapai titik patah. Titik patah
pada tinggi lapik zeolit 3.7, 6.5, dan 10 cm berturut-turut terjadi pada volume 16.42, 77.70, dan 217.90 mL. 1 0,8 C/Co 0,4 0,2 0 0 3,7 cm
300
600 900 volume efluen (ml) 6,5 cm
1200
1500
10 cm
Gambar 6 Pengaruh tinggi lapik terhadap kurva terobosan. Tinggi lapik zeolit menunjukkan panjangnya daerah jerapan dalam kolom. Tinggi lapik zeolit sebanding dengan jumlah zeolit yang digunakan dalam kolom. Semakin tinggi lapik zeolit, semakin besar volume larutan yang dibutuhkan untuk mencapai C/Co 0.5. Pada tinggi lapik zeolit 3.7 cm diperlukan 103.29 mL untuk mencapai keadaan C/Co 0.5, sedangkan tinggi lapik zeolit 6.5 dan 10 cm masing-masing memerlukan 344.33 dan 652.74 mL (Lampiran 14). Hal ini dikarenakan oleh semakin tinggi lapik penjerap, maka makin besar luas permukaan penjerap yang tersedia sehingga jerapan yang terjadi makin banyak dan volume larutan yang dibutuhkan untuk mencapai C/Co 0.5 lebih besar. Tinggi lapik zeolit memengaruhi kapasitas jerapan dan efisiensi kolom (Tabel 5). Semakin tinggi lapik zeolit, maka kapasitas jerapan makin besar. Tinggi lapik zeolit 10 cm menunjukkan nilai kapasitas jerapan terbesar, yaitu 0.34 mg kromium/g zeolit. Selain itu, tinggi lapik ini menghasilkan efisiensi kolom dan tinggi lapik efektif terbesar berturut-turut, yaitu 29.71% dan 2.97 cm (Lampiran 15). Tabel 5 Kapasitas jerapan dan efisiensi ragam tinggi lapik pada metode lapik tetap Tinggi lapik (cm)
W*(mg Cr/g zeolit)
Efisiensi (%)
Tinggi lapik efektif (cm)
3.7
0.17
14.75
0.55
6.5
0.23
18.77
1.22
10 0.34 29.71 * kapasitas jerapan saat C/Co 0.5
2.97
9
Jerapan Kromium pada Metode Tumpak Ukuran butir zeolit memengaruhi kapasitas jerapan. Pada Gambar 7 terlihat bahwa ukuran butir zeolit makin kecil, maka kapasitas jerapan makin besar dan nilai kapasitas jerapan terbesar diperoleh pada ukuran butir zeolit +40–60 mesh. Hal ini dikarenakan oleh ukuran butir zeolit yang lebih kecil akan menghasilkan luas permukaan yang lebih besar sehingga memungkinkan jerapan terjadi lebih banyak. Urutan kapasitas jerapan mulai yang terbesar adalah ukuran +40–60, +32–40, dan +20–32 mesh dengan nilai kapasitas jerapan berturut-turut, yaitu 1.5793, 1.1701, dan 0.9437 mg kromium/g zeolit (Lampiran 16). Kapasitas 1,8 jerapan (mg 1,6 kromium/g 1,4 1,2 zeolit) 1
1,5793 1,1701 0,9437
0,8 0,6 0,4 0,2 0 20-32
32-40
40-60
Ukuran butir zeolit (mesh)
Gambar 7 Pengaruh ukuran butir zeolit terhadap kapasitas jerapan pada metode tumpak. Penggunaan metode jerapan yang berbeda menghasilkan kapasitas jerapan yang berbeda pula (Tabel 6). Pada ukuran butir zeolit yang sama, ternyata metode tumpak menghasilkan nilai kapasitas jerapan yang lebih besar dibandingkan dengan metode lapik tetap. Hal ini disebabkan oleh metode tumpak diberikan dorongan gaya mekanik berupa pengocokan yang mengakibatkan ion-ion kromium cepat terdorong masuk dan terjerap pada permukaan zeolit sampai ke rongga bagian dalam kerangka zeolit. Selain itu, lamanya waktu kontak larutan dengan zeolit menyebabkan proses jerapan dan pertukaran ion dapat berlangsung maksimum sampai tercapai kesetimbangan. Adanya aliran larutan ke dalam kolom zeolit pada metode lapik tetap menyebabkan waktu kontak larutan dengan zeolit relatif singkat sehingga jumlah kromium yang terjerap dan ion yang dipertukaran lebih sedikit. Hal ini menyebabkan kecilnya kapasitas jerapan metode lapik tetap. Selain itu, kapasitas jerapan pada metode lapik tetap ditentukan pada batas kejenuhan kolom, yaitu C/Co 0.95 yang menunjukkan konsentrasi kromium efluen masih sedikit lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi kromium
influen yang menunjukkan masih terjadinya jerapan dalam kolom zeolit sehingga proses jerapan dan pertukaran ion belum mencapai kesetimbangan. Tabel 6 Kapasitas jerapan pada metode tumpak dan lapik tetap Kapasitas jerapan (mg Cr/ g zeolit) Tumpak Lapik Tetap*
Ukuran butir zeolit (mesh) 20-32
0.92
0.49
32-40
1.17
0.69
40-60 1.57 * kapasitas jerapan saat C/Co 0.95
0.95
Pengaruh Waktu Pemeraman dan pH pada Pengendapan Limbah Limbah penyamakan kulit yang berasal dari PT Gunung Putri Bogor berwarna birukehijauan (wet blue) dan mengandung kromium 2600.97 ppm (Lampiran 17). Konsentrasi kromium tersebut sangat tinggi sehingga perlu dilakukan pengendapan limbah menggunakan NaOH untuk mengurangi konsentrasi kromium buangan. Faktor-faktor yang memengaruhi pengendapan adalah pH, waktu pemeraman, dan laju penambahan NaOH (Esmaeili et al. 2005). Laju penambahan NaOH digunakan tetap, yaitu 3 mL/menit. Waktu pemeraman memengaruhi kesempurnaan pengendapan dan efisiensi waktu dalam pengolahan limbah. Pada Tabel 7 ditunjukkan bahwa konsentrasi kromium filtrat hasil pengendapan limbah menurun dengan semakin lamanya waktu pemeraman, yaitu 4, 6, dan 24 jam (Lampiran 18). Akan tetapi, penurunan konsentrasi kromium tersebut tidak terlalu besar. Proses pengolahan limbah harus dilakukan secara efisien, yaitu dalam waktu relatif singkat dapat mengolah limbah sebanyak mungkin. Waktu pemeraman 4 jam dipilih untuk mengendapkan limbah karena dalam kurun waktu tersebut dihasilkan konsentrasi kromium yang masih terlarut adalah 34.77 ppm. Nilai tersebut sedikit lebih besar dibandingkan dengan waktu pemeraman 6 jam yang menyisakan konsentrasi kromium 28.77 ppm. Tabel 7
Konsentrasi kromium pada ragam waktu pemeraman
Waktu pemeraman (jam)
[Cr] ppm
4
34.77
6
28.97
24
25.80
10
Pengendapan limbah pH 8 menghasilkan konsentrasi kromium sisa sebesar 25.03 ppm, sedangkan pH 9 sebesar 10.77 ppm (Tabel 8). Hal ini dikarenakan oleh jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk mencapai pH 9 lebih banyak sehingga pengendapan kromium membentuk kromium(III) hidroksida yang terjadi lebih banyak. Benefield et al. (1990) menyatakan bahwa pengendapan kromium trivalen baik dilakukan pada kisaran kelarutan kromium trivalen minimum, yaitu pada pH 8.5–9 untuk meminimumkan jumlah kromium yang terlarut (Lampiran 19).
Kapasitas jerapan kromium filtrat hasil pengendapan limbah pH 9 saat C/Co 0.5 sama dengan pH 8 (Tabel 9). Akan tetapi, jumlah volume efluen yang dibutuhkan oleh pH 9 untuk mencapai C/Co 0.5 lebih besar, yaitu 280.70 mL, sedangkan pada pH 8 dibutuhkan 140.23 mL (Lampiran 22). Hal ini terjadi karena konsentrasi kromium filtrat pH 9 lebih kecil dibandingkan dengan pH 8. Pada jerapan filtrat hasil pengendapan limbah pH 9 dihasilkan volume efluen yang memenuhi baku mutu limbah kromium sebesar 106.30 mL sehingga dapat dibuang ke lingkungan.
Tabel 8
Tabel 9
Konsentrasi kromium dan bobot NaOH pengendapan limbah pH 8 dan 9
Kapasitas jerapan kromium filtrat hasil pengendapan limbah pH 8 dan 9
pH
[Cr] (ppm)
Bobot NaOH* (g)
pH
8
25.03
0.35
8
Kapasitas jerapan saat C/Co 0.5 (mg Cr/g zeolit) 0.05
9
0.05
9 10.77 0.46 * untuk 100 mL limbah penyamakan kulit
Jerapan Filtrat Hasil Pengendapan Limbah dalam Kolom Zeolit Filtrat hasil pengendapan limbah pada pH 8 dan 9 dijerap dalam kolom yang berisi 60 gram zeolit berukuran +20–32 mesh dengan laju alir 5 mL/menit (Lampiran 20 dan 21). Proses jerapan yang terjadi digambarkan pada kurva terobosan (Gambar 8), yaitu kurva terobosan pH 9 lebih panjang dibandingkan dengan pH 8. Hal ini menunjukkan bahwa proses jerapan filtrat pH 9 berlangsung lebih lama dan kejenuhan kolom dicapai pada volume yang lebih besar. Kurva filtrat pH 8 menunjukan jerapan kromium tidak berlangsung lama dan terlihat nilai C/Co meningkat cukup tajam sehingga kejenuhan dicapai lebih cepat. Titik patah jerapan filtrat pengendapan limbah pH 9 terjadi pada volume 109.71 mL. 1
0,8
C/Co
0,4
Proses jerapan kromium filtrat hasil pengendapan limbah penyamakan kulit berbeda dengan jerapan kromium dari larutan CrCl3.6H2O. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kapasitas jerapan kromium dari larutan CrCl3.6H2O lebih besar dibandingkan dengan jerapan kromium dari filtrat hasil pengendapan limbah (Tabel 10). Hal ini dikarenakan oleh filtrat hasil pengendapan limbah penyamakan kulit mengandung ionion logam selain kromium dalam jumlah yang jauh lebih besar. Ion-ion logam tersebut antara lain kalium, kalsium, magnesium, dan natrium (Lampiran 23). Keberadaan ion-ion tersebut dikarenakan oleh proses penyamakan kulit yang menggunakan bahan-bahan kimia lain, seperti Ca(OH)2, MgO, Na2S, Na2CO3, dan Na2SO4 (Potter et al. 1994). Tabel 10 Nisbah kapasitas jerapan kromium larutan CrCl3.6H2O dan filtrat hasil pengendapan limbah Larutan
pH
CrCl3.6H2O Filtrat limbah
-
W* (mg Cr/g zeolit) 0.36
8
0.05
Filtrat limbah 9 * kapasitas jerapan pada C/Co 0.5
0,2
0 0
100
200
300
400
500
600
volume efluen (ml) pH 8
pH 9
Gambar 8 Kurva terobosan filtrat hasil pengendapan limbah pH 8 dan 9
0.05
Keberadaan ion-ion logam selain kromium pada filtrat hasil pengendapan limbah penyamakan kulit menyebabkan terjadinya kompetisi ion-ion untuk terjerap ke dalam permukaan pori zeolit. Barros et al. (2003) melaporkan bahwa adanya ion-ion Na+, K+, Mg2+, dan Ca2+ mengakibatkan penurunan kapasitas jerapan zeolit terhadap ion Cr3+.
11
Ukuran jari-jari ion Cr3+ 0.62 Å lebih kecil dibandingkan dengan ion-ion lain, seperti Na+ 1.02 Å, K+ 1.38 Å, Mg2+ 0.72 Å, dan Ca2+ 1.00 Å (Patnaik 2003), sedangkan diameter rongga zeolit jenis mordenit adalah 2.9–7.0 Å (Mumpton 1978) sehingga ion-ion tersebut dapat terjerap masuk ke dalam rongga zeolit. Akan tetapi, telah diketahui bahwa nisbah Si/Al pada zeolit Cikembar adalah 4.7 yang menunjukkan bahwa muatan negatif pada kerangka zeolit Cikembar rendah sehingga pertukaran ion yang terjadi lebih selektif terhadap ion-ion monovalen dibandingkan dengan ion-ion divalen atau trivalen (Ming dan Mumpton 1989). Oleh karena itu, ion-ion logam monovalen, seperti kalium dan natrium akan lebih mudah melakukan pertukaran ion dibandingkan dengan ion-ion magnesium, kalsium, dan kromium. Akibatnya hanya sedikit ion kromium yang terjerap dalam rongga zeolit sehingga kapasitas jerapan kromium filtrat hasil pengendapan limbah lebih kecil.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kapasitas jerapan dan efisiensi kolom terbaik pada metode lapik tetap didapat pada ukuran butir zeolit +40–60 mesh, laju alir 5 mL/menit, dan tinggi lapik penjerap 10 cm. Hasil pengendapan limbah penyamakan kulit terbaik dilakukan pada pH 9 dengan waktu pemeraman 4 jam. Kapasitas jerapan kromium filtrat hasil pengendapan limbah pH 9 pada keadaan C/Co 0.5 adalah 0.05 mg kromium/g zeolit. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan proses jerapan kromium filtrat hasil pengendapan limbah penyamakan dengan metode lapik tetap menggunakan ukuran kolom lebih besar, tinggi lapik lebih besar, dan jumlah zeolit lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA Astiana, Wiradinata OW. 1989. Peranan zeolit dalam peningkatan produksi pertanian [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Atkins PW. 1990. Kimia Fisik. Irma IK, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry. Babu BV, Suresh G. 2004. Modelling and simulation of fixed-bed adsorption column: effect of velocity variation. http://discovery.bits.pilani.ac.in/dicipline/c hemical/Bub/index. html [10 Des 2005]. Barros MASD, Arroyo PA, Sousa AEF, Tavares CRG, Zola AS. 2002. Equilibrium and Dinamics Ion Exchange Studies of Cr3+ on Zeolites NaA and NaX. Maringa 24:1619-1625. Barros MASD, Arroyo PA, Sousa AEF, Tavares CRG, Zola AS. 2003. Binary ion excange of metal ions in Y and X zeolites. Braz J Chem Eng 20:1-14. Benefield LD, Borro LW, Joseph FJ. 1990. Process Chemistry for Water and Wastewater Treatment. New Jersey: Prentice Hall. Clesceri IS, Arnold EG, Andrew DE. 1989. Standar Methods for The Examination of Water and Wastewater. Ed ke-20. Washington DC: Apha Awwa Wes. Cotton FA, Wilkinson G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Sahati Suharto, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Basic of Inorganic Chemistry. Esmaeili A, Meshdaghi NA, Vajrinejad R. 2005. Chromium (III) removal and recovery from tannery leather wastewater by precipitation process. Am J Appl Sci 2:1471-1473. Fahidin, Muslich. 1999. Ilmu dan Teknologi Kulit. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Gottardi G, Galli E. 1985. Natural Zeolites. Berlin: Springer Verlag. Henmi T. 2003. A Story of Novel Recycling Resource. Matsuyama: Universitas Ehime. Manahan SE. 1990. Hazardous Waste Chemistry, Toxicology, and Treatment. Michigan: Lewis. Martha F. 2004. Penetapan limit deteksi dan limit respon linear serta pengaruh oksidasi terhadap pengukuran kromium dengan spektrofotometri sinar tampak [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
12
McCabe WL et al. 2001. Unit Operation of Chemical Engineering. Ed ke-6. New York: McGraw Hill. Mertz W. 1987. Trace Element in Human and Animal Nutrition. Ed ke-5. San Diego: Academic Pr. Ming W, Mumpton FA. 1989. Zeolites in Soils. Ed ke-2. Wisconsin: Soil Science Society of America. Mumpton FA. 1978. Natural Zeolites: A New Industrial Mineral Commodity. New York: Pergamon. Noroozifar M, Khorasani MM. 2003. Specific extraction of chromium as tetrabutylamonium-chromate and spectrophotometric determination by diphenylcarbazide: speciation of chromium in effluents streams. Anal Sci 19:705-708. Patnaik P. 2003. Handbook of Inorganic Chemistry. New York: McGraw Hill. Potter C, Soeparwadi M, Gani A. 1994. Limbah Ragam Industri di Indonesia, Sumber, Pengendalian, dan Baku Mutu. Jakarta: EMDI-Bapedal. Schroedi ED. 1977. Water and Waste water Treatment. California: McGraw Hill. Sheppard RA. 1973. Zeolites and Assosiated Authogenic Silicate Minerals in Tuffaceous Rocks. Washington: US Pr. Sugiyarto HK. 2003. Dasar-dasar Kimia Anorganik Logam. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Sunaryo, Karyadi D, Sulietyah W, Hasyimi S. 1994. Kemungkinan Penerapan Cleaner Production di Industri Penyamakan Kulit. Di dalam: Prosiding Workshop Industri penyamakan Kulit; Yogyakarta 13 Desember 1994. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Barang Kulit Karet dan Plastik. Sutarti M, Rachmawati M. 1994. Zeolit Tinjauan literatur. Jakarta: Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah. Wahyuadi SJ. 2004. Pengolahan dan pemanfaatan limbah industri penyamakan kulit. http://www.KimPraswil.go.id/balitba ng/Puskim/Protek_kim/ttg_kim_limbah kulit. html [17 Jul 2005]. Wijayanti E. 2005. Ekstraksi kromium heksavalen sebagai tetrabutil amoniumkromat dan pengukuran secara spektrofotometri sinar tampak [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Zhao G, Li X, Li G, Zhang Q. 1988. Removal of copper from electroplating (potch water) using clinoptilolite. Di dalam: Sherry D, editor. Occurence, Properties, and Utilization of Natural Zeolit. Beijing: Institute of Environmental Science.
13
LAMPIRAN
14
Lampiran 1 Bagan alir penelitian Penyiapan zeolit
Zeolit siap pakai Limbah penyamakan kulit Pencirian
Jerapan metode tumpak
Jerapan metode lapik tetap Pengendapan oleh NaOH
Jenis zeolit Komposisi kimia Luas permukaan KTK
Ragam ukuran butir
Ragam ukuran butir Ragam laju alir Ragam tinggi lapik
Ragam waktu pemeraman dan pH
Kapasitas jerapan Kapasitas jerapan dan efisiensi
Kondisi terbaik
Filtrat
endapan
Jerapan filtrat limbah AAS
Lampiran 2 Hasil analisis zeolit Cikembar dengan XRD
15
Lampiran 3 Jerapan CrCl3.6H2O pada 20 gram zeolit 20–32 mesh dengan laju alir 5 mL/menit No
Fraksi
Volume (mL)
T
A
fp
[Cr] ppm
C/Co
1
F2
40
95.0
0.0223
1
0.0000
0.0000
2
F4
80
83.4
0.0788
1
0.1992
0.0097
3
F6
120
61.6
0.2104
1
0.6791
0.0330
4
F8
160
38.8
0.4112
1
1.4113
0.0686
5
F10
200
22.0
0.6576
1
2.3099
0.1123
6
F15
300
41.0
0.3866
5
6.9957
0.3294
7
F20
400
29.2
0.5333
5
9.6705
0.4701
8
F24
480
26.4
0.5785
5
10.4935
0.5098
9
F26
520
21.4
0.6696
5
11.7685
0.5720
10
F30
600
35.8
0.4461
10
15.3872
0.7478
11
F34
680
31.4
0.5031
10
17.4643
0.8488
12
F46
920
29.6
0.5287
10
18.3993
0.8942
13
F50
1000
29.0
0.5376
10
18.7236
0.9100
14
F58
1160
29.6
0.5277
10
19.1352
0.9302
15
F69
1380
27.4
0.5622
10
19.6225
0.9537
16
F78
1560
25.8
0.5884
10
20.5755
1.0000
17
F0
-
25.8
0.5884
10
20.5755
-
S = 0.04024105 r = 0.99566029 1.00 0.90 0.80
C/Co
0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
0.0
300.0
600.0
900.0
1200.0
1500.0
volume efluen (ml)
Lampiran 4 Jerapan CrCl3.6H2O pada 20 gram zeolit 32–40 mesh dengan laju alir 5 mL/menit No
Fraksi
Volume (mL)
T
A
fp
[Cr]
C/Co
1
F1
20
94.6
0.0135
1
0.0000
0.0000
2
F3
60
95.8
0.0080
1
0.0000
0.0000
3
F5
100
94.0
0.0163
1
0.0097
0.0005
4
F7
140
93.8
0.0172
1
0.0131
0.0007
5
F10
200
86.8
0.0509
1
0.1360
0.0070
6
F15
300
56.0
0.2412
1
0.8301
0.0431
7
F20
400
65.6
0.1725
5
2.8974
0.1503
8
F25
500
40.8
0.3787
5
6.6583
0.3454
9
F30
600
33.0
0.4709
5
8.3385
0.4325
860
42.2
0.3641
10
12.7822
0.6630
10
F43
11
F45
900
37.0
0.4212
10
14.4784
0.7510
12
F50
1000
36.6
0.4259
10
15.0372
0.7800
13
F60
1200
31.8
0.4870
10
17.2638
0.8954
14
F70
1400
30.2
0.5094
10
18.0814
0.9379
15
F78
1560
29.0
0.5270
10
18.7236
0.9712
16
F80
1600
29.6
0.5181
10
18.3993
0.9543
17
F90
1800
28.8
0.5300
10
18.8332
0.9769
18
F100
2000
28.0
0.5422
10
19.2794
1.0000
19
F0
-
28.0
0.5422
10
19.2794
-
16
S = 0.02547728 r = 0. 99849455 00 1. 90 0. 80 0.
C /C o
70 0. 60 0. 50 0. 40 0. 30 0. 20 0. 10 0. 00 0. 0.0
400.0
800.0
1200.0
1600.0
2000.0
volume efluen (ml)
Lampiran 5 Jerapan CrCl3.6H2O pada 20 gram zeolit 40–60 mesh dengan laju alir 5 mL/menit No
Fraksi
Volume (mL)
T
A
[Cr] ppm
fp
C/Co
1
F1
20
98.0
0.0088
0.0002
1
0.0000
2
F5
100
96.2
0.0168
0.0010
1
0.0000
3
F10
200
97.2
0.0123
0.0000
1
0.0000
4
F15
300
98.0
0.0088
0.0003
1
0.0000
5
F21
420
83.6
0.0778
0.1955
1
0.0104
6
F30
600
76.8
0.146
1.6491
5
0.0876
7
F34
680
54.8
0.2612
4.7075
5
0.2486
8
F35
700
46.2
0.3354
5.6739
5
0.3013
9
F42
840
27.6
0.5591
9.7537
5
0.5179
10
F45
900
23.8
0.6234
10.9268
5
0.5802
11
F50
1000
43.2
0.3645
12.4112
10
0.6590
12
F55
1100
40.8
0.3893
13.3166
10
0.7071
13
F62
1240
40.6
0.3902
14.1225
10
0.7500
14
F65
1300
36.4
0.4389
15.1239
10
0.8030
15
F84
1680
34.8
0.4574
16.5704
10
0.8802
16
F90
1800
34.0
0.4677
16.9470
10
0.9013
17
F105
2100
33.2
0.4780
17.3236
10
0.9200
18
F126
2520
32.0
0.4935
17.8885
10
0.9495
19
F130
2600
30.0
0.5229
18.1867
10
0.9657
20
F147
2940
28.8
0.5406
18.8332
10
1
21
F0
-
28.8
0.5406
18.8332
10
-
S = 0.03381941 r = 0.99680807
C /C o
00 1. 90 0. 80 0. 70 0. 60 0. 50 0. 40 0. 30 0. 20 0. 10 0. 00 0. 0.0
500.0
1000.0
1500.0
2000.0
2500.0
3000.0
volume efluen (ml)
Lampiran 6 Kapasitas jerapan ragam ukuran butir pada metode lapik tetap Ukuran butir (mesh)
[Cr]o
T
µo
Fa
ρb
mz V
tV
L
tL
W
20–32
20.58
6.50
1.59
0.03
0.98
6.37
435.44
87.09
81.89
16.38
0.36
32–40
19.28
6.20
1.59
0.03
1.03
6.38
667.07
133.41
108.00
21.60
0.54
40–60 18.83 6.00 *kondisi saat C/Co 0.5
1.59
0.03
1.06
6.37
883.13
176.63
106.46
21.29
0.73
0.5*
17
Keterangan: [Cr]o = konsentrasi kromium influen (mg/L) T = tinggi lapik zeolit dalam kolom (cm) = laju alir influen pada penampang kolom (mL/menit cm2) µo Fa = laju alir masukan zat terlarut dalam kolom (mg kromium/menit cm2) ρb = densitas lapik zeolit (g/cm3) mz = massa zeolit per unit area lapik zeolit (g zeolit/cm2) V = volume saat C/Co 0.5 (mL) tV = waktu saat C/Co 0.5 (menit) L = luas daerah di bawah kurva saat C/Co 0.5 dalam satuan volume (mL) tL = luas daerah di bawah kurva saat C/Co 0.5 dalam satuan waktu (menit) tJ = jerapan saat C/Co 0.5 dalam satuan waktu (menit) W = kapasitas jerapan saat C/Co 0.5 (mg kromium/g zeolit) Dari kurva terobosan dan program curve expert dapat dicari volume dan luas daerah di bawah kurva (luas daerah tak terjerap) saat C/Co 0.5. Contoh perhitungan:
5mL / menit laju alir = = 1.59 mL/menit cm2 luas penampang 3.14 x12 cm 2
µo =
Fa = µo x [Cr]o = 1.59 mL/menit cm2 x 20.58 mg/L x 10-3 mL/L = 0.03 mg kromium/menit cm2 ρb =
20.01g massa zeolit = = 0.98 g/cm3 2 3 volume unggun zeolit 3.14 x1 x6.5cm
mz = T x ρb = 6.5 cm x 0.98 g/cm3 = 6.37 g/cm2
435.44mL volume = = 87.09 menit laju alir 5mL/menit volume luas daerah 81.89ml = = 16.38 menit tL = laju alir 5mL / menit tV =
tJ = tV – tL = 87.09 – 16.38 = 70.71 menit W=
2 Fa x tJ 0.03mg/menitcm x70.71menit = = 0.36 mg kromium/g zeolit mz 6.37 g zeolit/cm 2
Lampiran 7 Efisiensi kolom ragam ukuran butir pada metode lapik tetap Ukuran butir (mesh)
T (cm)
0,05
0,95
V
tV
L
tL
W
V
tV
L
tL
W
% Ef
Hu 1,55
20-32
6.5
116,85
23,37
2,72
0,54
0,12
1100,50
220,10
620,75
124,15
0,49
23,79
32-40
6.2
248,58
49,72
3,82
0,76
0,24
1467,66
293,53
749,40
149,88
0,69
34,08
2,11
40-60 6.0 473,83 94,77 3,71 0,74 0,44 2373,71 474,74 1368,47 273,69 0,95 46,77 Ef: efisiensi kolom (%), Hu: tinggi lapik zeolit efektif (cm), V:volume (mL), tV: waktu (menit), L: luas daerah di bawah kurva dalam satuan volume (mL), tL: luas daerah di bawah kurva dalam satuan waktu (menit), tJ: waktu jerapan (menit), W: kapasitas jerapan (mg kromium/g zeolit)
2,81
Contoh perhitungan : Ef =
W0.05 0.12 mg krom/g zeolit = x 100 % = 23.79 % W0.95 0.49 mg krom/g zeolit
Hu = T x Ef = 6.5 cm x 23.79% = 1.55 cm
18
Lampiran 8 Jerapan CrCl3.6H2O pada 20 gram zeolit 20–32 mesh dengan laju alir 8 mL/menit No
Tabung
Volume (mL)
T
A
fp
[Cr] ppm
C/Co
1
F1
20
92.0
0.0362
1
0.0438
0.0022
2
F2
40
80.0
0.0863
1
0.0727
0.0130
3
F4
80
53.4
0.2725
1
0.9054
0.0445
4
F6
120
30.2
0.5200
1
1.8081
0.0889
5
F8
160
29.6
0.5287
2
3.6799
0.1810
6
F11
220
23.4
0.6308
2
4.4244
0.2176
7
F12
240
35.4
0.4510
5
7.7826
0.3828
8
F16
320
27.8
0.5560
5
9.6965
0.4769
9
F21
420
22.0
0.6576
5
11.5495
0.5681
10
F24
480
35.6
0.4486
10
15.4759
0.7621
11
F26
520
34.2
0.4660
10
16.1114
0.7924
12
F31
620
32.2
0.4921
10
17.0658
0.8394
13
F39
780
30.2
0.5200
10
18.0814
0.8893
14
F40
800
29.4
0.5317
10
18.5067
0.9102
15
F44
880
28.0
0.5528
10
19.2794
0.9482
16
F46
920
27.4
0.5622
10
19.6255
0.9651
17
F52
1040
27.0
0.5686
10
19.8554
0.9766
22
F0
-
26.2
0.5817
10
20.3318
-
S = 0.04069217 r = 0.99532512 1.00 0.90
C/Co
0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
0.0
200.0
400.0
600.0
800.0
1000.0
volume efluen (ml)
Lampiran 9 Jerapan CrCl3.6H2O pada 20 gram zeolit 20–32 mesh dengan laju alir 11 mL/menit No
Fraksi
Volume (mL)
fp
T
A
[Cr]
C/Co
1
F0
-
10
27.8
0.5453
19.393
-
2
F2
40
1
85.8
0.0559
0.1543
0.0079
3
F4
80
1
49.8
0.2922
1.0159
0.0524
4
F6
120
1
32.0
0.4842
1.7164
0.0885
5
F8
160
2
37.8
0.4119
2.9052
0.1498
6
F10
200
2
30.0
0.5123
3.6373
0.1876
7
F12
240
2
25.6
0.5918
4.4912
0.2353
8
F14
280
5
37.0
0.4318
7.9846
0.4184
9
F16
320
5
29.0
0.5376
10.1298
0.5308
10
F20
400
10
47.6
0.3220
11.634
0.6042
11
F24
480
10
43.2
0.3645
13.2407
0.6938
12
F26
520
10
41.8
0.3788
13.8209
0.7242
13
F28
560
10
39.8
0.4017
14.5425
0.7520
14
F30
600
10
36.2
0.4390
15.8998
0.8192
15
F38
760
10
33.4
0.4763
17.7718
0.9365
16
F42
880
10
31.8
0.4976
18.6364
0.9765
17
F50
1000
10
31.2
0.5058
18.9718
0.9941
19
S = 0.03972818 r = 0.99496342 1.00 0.90 0.80
C/Co
0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
0.0
200.0
400.0
600.0
800.0
volume efluen (ml)
Lampiran 10 Kapasitas jerapan ragam laju alir pada metode lapik tetap Laju alir (mL/menit)
[Cr]o
T
µo
Fa
ρb
mz
5
20.58
6.5
1.59
0.03
0.98
8
18.83
6.5
2.55
0.05
11 19.39 *kondisi saat C/Co 0.5
6.5
3.50
0.07
0.5* V
tV
L
tL
W
6.37
435.44
87.09
81.89
16.38
0.36
0.98
6.37
344.33
43.04
69.99
8.75
0.23
0.98
6.38
344.61
31.33
68.84
6.26
0.27
Lampiran 11 Efisiensi kolom ragam laju alir pada metode lapik tetap Laju alir (mL/menit)
T (cm)
0,05
0,95
V
tV
L
tL
W
V
tV
L
tL
W
% Ef
Hu 1,55
5
6.5
116,85
23,37
2,72
0,54
0,12
1100,50
220,10
620,75
124,15
0,49
23,79
8
6.5
77.70
9.71
2.05
0.26
0.08
935.00
116.88
532.02
66.50
0.41
18.77
1.22
11 6.5 70.35 6.40 2.09 0.19 0.07 907.66 82.51 525.16 47.74 0.37 17.85 Ef: efisiensi kolom (%), Hu: tinggi lapik zeolit efektif (cm), V:volume (mL), tV: waktu (menit), L: luas daerah di bawah kurva dalam satuan volume (mL), tL: luas daerah di bawah kurva dalam satuan waktu (menit), tJ: waktu jerapan (menit), W: kapasitas jerapan (mg kromium/g zeolit).
1.16
Lampiran 12 Jerapan CrCl3.6H2O pada 10 gram zeolit 20–32 mesh dengan laju alir 8 mL/menit No
Fraksi
Volume (mL)
fp
T
A
[Cr]
1
F0
2
F1
20
3
F2
4
10
26.2
0.05711
20.3318
1
51.2
0.2801
0.9720
0.0478
40
1
20.6
0.6755
2.4140
0.1187
F3
60
2
18.0
0.7341
5.2555
0.2610
5
F4
80
2
16.2
0.7799
5.5892
0.2776
6
F5
100
5
25.4
0.5846
10.4115
0.5171
7
F6
120
5
22.0
0.647
11.5495
0.5736
8
F9
180
10
31.6
0.5015
18.2926
0.8997
9
F11
220
10
29.6
0.5270
19.1102
0.9408
S = 0.03993467 r = 0.99623163 1.00 0.90
C/Co
0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
0.0
50.0
100.0
volume efluen (ml)
150.0
200.0
250.0
C/Co
20
Lampiran 13 Jerapan CrCl3.6H2O pada 30 gram zeolit 20–32 mesh dengan laju alir 8 mL/menit No
Fraksi
Volume (mL)
fp
1
F0
10
2
F2
40
1
3
F4
80
1
4
F6
120
5
F10
6
F14
7
T
A
[Cr]
C/Co
28.8
0.53
18.8332
94.4
0.0144
0.0302
0.0016
92.4
0.0237
0.0369
0.0020
1
82.4
0.0735
0.2183
0.0116
200
1
55.6
0.2443
0.8414
0.0447
280
1
40.4
0.383
1.3473
0.0715
F18
360
2
40.8
0.3787
2.6633
0.1414
8
F21
420
2
26.4
0.5678
4.0423
0.2146
9
F30
600
5
29.4
0.524
9.3074
0.4942
10
F34
680
5
27.6
0.5485
9.7537
0.5178
11
F40
800
10
47.0
0.3283
11.8629
0.6302
12 13 14 15
F46 F50 F58 F62
920 1000 1160 1240
10 10 10 10
39.6 35.2 36.0 34.8
0.3917 0.4429 0.4418 0.4574
13.7894 15.6549 16.0055 16.5704
0.7322 0.8312 0.8500 0.8795
16
F70
1400
10
33.8
0.4708
17.0618
0.9061
17
F75
1500
10
32.0
0.4935
17.8885
0.9511
18
F78
1560
10
31.6
0.5038
18.2651
0.9700
C /C o
S = 0.024 20 032 r = 0.99839 35 4 00 1. 90 0. 80 0. 70 0. 60 0. 50 0. 40 0. 30 0. 20 0. 10 0. 00 0. 0.0
500.0
1000.0
1500 .0
volume eflue n (ml)
Lampiran 14 Kapasitas jerapan ragam tinggi lapik zeolit pada metode lapik tetap 0.5*
T (cm)
[Cr]o
v
µo
Fa
ρb
mz
3.7
20.33
8
2.55
0.05
0.86
3.19
6.5
20.33
8
2.55
0.05
0.98
6.37
344.33
43.04
69.99
8.75
0.23
10.0 18.83 8 *kondisi saat C/Co 0.5
2.55
0.05
0.96
9.56
652.74
81.59
111.97
14.00
0.34
V
tV
L
tL
W
103.29
12.91
21.25
2.66
0.17
Lampiran 15 Efisiensi kolom ragam tinggi lapik zeolit pada metode lapik tetap T (cm)
v (mL/ menit)
0,05 V
tV
L
0,95 tL
W
V
tV
L
% Ef tL
Hu
W
3.7
8
16.42
2.05
0.58
0.07
0.03
218.18
27.27
110.80
13.85
0.22
14.75
0.55
6.5
8
77.70
9.71
2.05
0.26
0.08
935.00
116.88
532.02
66.50
0.41
18.77
1.22
10.0 8 217.91 27.24 3.99 0.50 0.13 1644.22 205.53 924.15 115.52 0.45 29.71 Ef: efisiensi kolom (%), Hu: tinggi lapik zeolit efektif (cm), V:volume (mL), tV: waktu (menit), L: luas daerah di bawah kurva dalam satuan volume (mL), tL: luas daerah di bawah kurva dalam satuan waktu (menit), tJ: waktu jerapan (menit), W: kapasitas jerapan (mg kromium/g zeolit).
2.97
21
Lampiran 16 Kapasitas jerapan ragam ukuran butir pada metode tumpak Ukuran (mesh)
ulangan
Bobot zeolit (g)
[Cr] awal (ppm)
T
A
[Cr] sisa (ppm)
[Cr] terjerap (ppm)
W* (mg Cr/g zeolit)
20–32
1
1.0008
34.7274
33.6
0.4631
16.3917
18.3357
0.9161
2
1.0005
34.7274
34.0
0.4579
16.2043
18.5231
0.9257
1
1.0012
34.7274
46.0
0.3266
11.4166
23.3108
1.1641
2
1.0023
34.7274
46.3
0.3238
11.3136
23.4138
1.1680
1
1.0058
34.7274
77.4
0.1007
3.1750
31.5524
1.5685
2
1.0024
34.7274
74.4
0.1178
3.8011
30.9263
1.5426
Rerata
0.9209
32–40
Rerata
1.1661
40–60
Rerata * Kapasitas jerapan
1.5556
Contoh perhitungan: [Cr] terjerap = [Cr] awal – [Cr] sisa = 34.7274 – 16.3917 = 18.3357 ppm W=
[Cr]terjerap × volume
=
18.3357 mg/L × 50 mL × 10
−3
L/mL
1.0008 g
Bobot Zeolit
= 0.9161 mg Cr/g zeolit
Lampiran 17 Konsentrasi kromium awal limbah penyamakan kulit Ulangan
T
A
[Cr] ppm
1
53.0
0.2757
2647.87
2
51.2
0.2907
2554.07
Rerata
2600,97
Lampiran 18 Konsentrasi kromium filtrat hasil pengendapan limbah pada ragam waktu pemeraman Waktu pemeraman (jam) 4
Ulangan
Volume NaOH (mL)
Bobot NaOH (g)
[Cr] sisa ppm
1
9.30
0.56
36.37
2
9.40
0.56
33.17
Rerata
34.77
6
1
9.60
0.58
28.72
2
9.30
0.56
29.22
1
9.30
0.56
25.43
2
9.20
0.55
26.17
Rerata
28.97
24 Rerata
25.80
Lampiran 19 Konsentrasi kromium filtrat hasil pengendapan limbah dan bobot NaOH pada ragam pH pengendapan pH 8
Ulangan
V NaOH (mL)
Bobot NaOH* (g)
1
5.90
0.35
24.78
2
5.80
0.35
24.54
1
7.80
0.47
9.57
2
7.65
0.46
11.98
Rerata 9
[Cr] ppm
24.66
Rerata
* untuk 100 mL limbah penyamakan kulit
10.77
22
Lampiran 20 Jerapan filtrat hasil pengendapan limbah pH 8 pada 60 g zeolit 20–32 mesh dengan laju alir 5 mL/menit No
Fraksi
V (mL)
T
A
fp
Cr
C/Co
1
F1
20
71.0
0.1487
2
0.9084
0.0311
2
F2
40
20.4
0.6904
2
4.8590
0.1663
3
F3
60
11.2
0.9508
2
6.7584
0.2313
4
F4
80
20.4
0.6904
5
12.1475
0.4157
5
F5
100
17.2
0.7645
5
13.4988
0.4620
6
F8
160
28.6
0.5436
10
18.9436
0.6483
7
F10
200
27.0
0.5686
10
19.8554
0.6795
8
F12
240
26.8
0.5719
10
19.9732
0.6835
9
F13
260
37.6
0.4248
20
29.2204
1.0000
10
F0
37.6
0.4248
20
29.2204
S = 0.07949633 r = 0.98263694
C /C o
10 1. 00 1. 90 0. 80 0. 70 0. 60 0. 50 0. 40 0. 30 0. 20 0. 10 0. 00 0. 0.0
60.0
120.0
180.0
240.0
300.0
volume (ml)
Lampiran 21 Jerapan filtrat hasil pengendapan limbah pH 9 pada 60 g zeolit 20–32 mesh dengan laju alir 5 mL/menit No
Fraksi
1
F0
2
F1
3
F2
4
F3
V (mL)
T
A
fp
[Cr] ppm
47.6
0.3118
10
10.8750
C/Co
20
78.6
0.0940
1
0.2931
0.0270
40
78.4
0.0951
1
0.2972
0.0273
60
73.6
0.1225
1
0.3972
0.0365
5
F4
80
71.0
0.1381
1
0.4542
0.0418
6
F5
100
72.6
0.1285
1
0.4189
0.0385
7
F6
120
72.0
0.1321
2
0.8641
0.0795
8
F7
140
67.6
0.1595
2
1.0638
0.0978
9
F8
160
62.4
0.1942
2
1.3174
0.1211
10
F9
180
54.2
0.2554
2
1.7637
0.1622
11
F11
220
52.0
0.2734
5
4.7374
0.4356
12
F12
240
51.4
0.2784
5
4.8293
0.4441
13
F14
280
50.0
0.2904
5
5.0480
0.4642
14
F16
320
44.8
0.3381
5
5.9176
0.5441
15
F18
360
43.0
0.3559
5
6.2424
0.5740
16
F22
440
58.4
0.2230
10
7.6363
0.7022
17
F24
480
57.0
0.2335
10
8.0206
0.7375
18
F26
520
58.0
0.2260
10
7.7451
0.7122
19
F28
560
57.4
0.2305
10
7.9099
0.7273
23
C /C o
S = 0.04 24 018 0 r = 0.99 085 20 4 0 1.0 0 0.9 0 0.8 0 0.7 0 0.6 0 0.5 0 0.4 0 0.3 0 0.2 0 0.1 00 0. 0.0
10 0.0
20 0.0
30 0.0
40 0.0
50 0.0
60 0.0
volume (ml)
Lampiran 22 Kapasitas jerapan filtrat hasil pengendapan limbah pH 8 dan 9 pada metode lapik tetap pH
[Cr]o
T (cm)
µo
Fa
ρb
mz
8
28.72
30
1.59
0.05
0.95
9 10.88 30 *kondisi saat C/Co 0.5
1.59
0.02
0.95
0.5* V
tV
L
tL
tJ
W
19.11
140.23
28.05
39.25
7.85
20.20
0.05
19.11
280.70
56.54
48.23
9.65
46.89
0.05
Lampiran 23 Analisis AAS ion-ion dalam filtrat hasil pengendapan limbah pH 8 Ion Kalium Magnesium Kalsium Natrium Kromium
Jumlah (ppm) 32.28 2400 1300 10200 19.53