BAB X PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI KULIT 10.1. Pendahuluan Kulit jadi adalah kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu dan urat daging di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah yang relatif banyak dan beberapa jenis bahan kimia, sehingga usaha ini akan menghasilkan limbah cair yang mengandung berbagai polutan organik dari bahan baku dan polutan kimia dari bahan pembantu proses. Disamping itu juga dihasilkan limbah padat berupa hasil pembersihan daging, bulu dan gumpalan lemak. Limbah padat juga banyak mengandung kapur, garam dan bahan kimia pembantu dalam proses penyamakan. Sebagian besar industri kulit yang ada di Indonesia merupakan industri rumah tangga dan industri kecil yang berkembang di wilayah-wilayah tertentu, sehingga membentuk sentra-sentra industri. Industri ini mempunyai ciri-ciri yang hampir sama, yaitu berkembang dengan modal usaha kecil, teknik produksi sederhana, belum mengutamakan faktor kelestarian lingkungan, belum mampu mengolah limbah yang dihasilkan sampai baku mutu yang berlaku, keselamatan dan kesehaan kerja kurang mendapatkan perhatian, kegiatan riset dan pengembangan usaha masih minim. Dengan kondisi demikian, maka sebagian besar industri masih sangat memerlukan adanya uluran tangan dari pemerintah untuk pengembangan usaha, peningkatan teknik produksi untuk meningkatkan kualitas produk, penggunaan teknik produksi yang ramah lingkungan dan usaha pengolahan limbah guna melestarikan lingkungan. Salah satu sentra industri kulit yang memerlukan perhatian khusus adalah sentra industri kecil (SIK) penyamakan kulit di Sukaregang, Garut yang berdiri sejak 1920. SIK ini menempati 245
kawasan seluas 80 Ha dengan jumlah pengrajin sebanyak 330. Kegiatan SIK ini sejak tahun 1998 mulai menurun karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia, sehingga para pengrajin mengalami kesulitan untuk melakukan impor bahan baku dan untuk pembelian bahan kimia pembantu proses produksi. Agar SIK ini mampu bertahan dan berkembang diperlukan suatu upaya yang terintregrasi yang bertujuan untuk menjadikan SIK unggulan yang mampu menghasilkan kualitas kulit yang siap ekspor, meningkatkan kesejahteraan pengrajinnya dan meningkatkan kualitas lingkungan kawasan SIK. Berdasarkan hasil survei dan pengambilan sampel yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) pada tanggal 4-6 Juli 2002, air sungai Ciwalen sudah tercemar limbah dan melewati kadar maksimum baku mutu limbah cair menurut Kepmen No. 51/1995, sedangkan tanah dan tanaman kubis di sekitar sungai tersebut mengandung krom yang cukup tinggi. Dikawatirkan kandungan krom tersebut dalam jangka panjang akan membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi air maupun tanaman yang tercemar di daerah tersebut. (KLH, 2002). Meskipun beberapa pengusaha telah membuat IPAL, namun sampai saat ini belum ada perusahaan yang memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang dapat beroperasi dengan baik. IPAL terpadu juga telah dibangun oleh BAPEDAL dan Pemda 3 dengan total kapasitas pengolahan 700 m /hari, tetapi belum ada yang beroperasi dengan benar. Dengan berkembangnya usaha penyamakan kulit di SIK Sukaregang jumlah perusahaan semakin banyak. Sampai saat ini telah tercatat 330 usaha penyamakan kulit di SIK Sukaregang, sehingga limbah yang dihasilkan juga semakin besar. Dari data awal yang diperoleh, jumlah total limbah cair dari SIK Sukaregang sebanyak 6.000 m3/hari, sehingga IPAL yang telah ada tidak mampu lagi untuk mengolah limbah sampai memenuhi baku mutu yang berlaku. Apabila kondisi ini dibiarkan dan dengan mulai diberlakukannya perdagangan bebas dan ekolabeling produk-produk yang dipasarkan, maka para pembeli dari luar negeri akan enggan untuk membeli, bahkan dapat melakukan pemboikotan terhadap produk kulit dari Sukaregang. Apabila hal ini sampai terjadi maka 246
tidak mustahil kegiatan usaha di SIK Sukaregang akan gulung tikar. Untuk menghindari kekawatiran tersebut, maka salah satu jalan terbaik saat ini yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan kegiatan produksi yang ramah lingkungan.
10.2. Proses Penyamakan Kulit Dan Sumber Limbah Proses penyamakan kulit adalah proses pengawetan terhadap kulit binatang dengan menggunakan berbagai bahan kimia pembantu proses. Bahan baku yang digunakan adalah kulit binatang (sapi, kerbau, kambing dll) terutama hasil dari rumah potong hewan (RPH). Secara garis besar proses penyamakan dapat dijelaskan sebagai berikut: (1). Pra-penyamakan (beamhouse) Proses yang ada pada pra-penyamakan adalah sebagai berikut:
Pencelupan kulit dalam air selama satu malam untuk menghilangkan darah, kotoran, larutan garam dan protein. Menghilangkan bulu dengan perendaman dalam kapur dan sodium sulfida, Pengolahan menggunakan larutan kapur kembali (reliming). Pencukuran dan penghilangan mekanis jaringan ekstra dari sisi daging kulit, selanjutnya pemisahan 2 (menggunakan kapur) /3 lapisan atas dari bagian bawah. Penghilangan kapur dengan menggunakan asam lemah (latic acid) dan pemukulan/bating dengan menggunakan bahan kimia pembantu untuk menghilangkan sisa-sisa bulu dan protein yang hancur. Pengawetan menggunakan larutan garam dan asam sulfur untuk pengasaman sampai pH tertentu untuk mencegah pengendapan garam-garam krom pada serat kulit.
247
Gambar 10.1. Pencukuran Dan Penghilangan Mekanis Jaringan Ekstra Dari Sisi Daging Kulit (2). Penyamakan Penyamakan krom dilakukan dengan menggunakan krom sulfat. Proses ini untuk menstabilkan jaringan protein (collagen) dari kulit.
Gambar 10.2. Tanin (Rotary Drum) Sebagai Reaktor Penyamakan
248
(3). Pasca penyamakan Proses yang ada pada pasca penyamakan adalah sebagai berikut:
Pressing (samming) untuk menghilangkan kelembaban kulit segar. Pencukuran, Pewarnaan dan pelembutan kulit yang sudah disamak menggunakan minyak-minyak emulsi (fatliquoring), didahului dengan sekali-sekali penyamakan sekunder menggunakan tanin sintesis (syntans) dan ekstrak penyamakan. Pengeringan dan pencukuran akhir, Pelapisan permukaan dan buffing (finishing)
Gambar 10.3. Pressing (Samming) Untuk Menghilangkan Kelembaban.
249
Gambar 10.4. Pengeringan Kulit Dengan Panas Matahari Proses penyamakan banyak menggunakan air sebagai pelarut maupun sebagai pembersih. Air bekas proses penyamakan akan terbuang sebagai limbah cair. Kandungan pulutan dalam limbah cair tersebut antara lain bahan kimia pembantu proses, lemak, protein dan bahan organik lainnya dari kulit dan daging, dan padatan (kotoran dari lokasi kerja, bulu, serpihan kulit dan daging). Disamping menghasilkan limbah cair, usaha penyamakan juga menghasilkan limbah padat. Limbah padat yang dihasilkan banyak mengandung serpihan kulit dan daging, bulu, garam, kotoran dll. Limbah cair dan padat pada usaha ini dihasilkan dari berbagai sumber (unit proses) dan setiap sumber yang ada akan menghasilkan limbah dengan karakteristik yang berlainnan. Sumber dan jenis polutan yang ada pada setiap unit proses tersebut dapat dilihat seperti pada diagram alir proses penyamakan kulit di bawah ini :
250
INPUT
UNIT
OUTPUT/LIMBAH
Kulit
Penggaram
Bakterisida, Abu
Perendama
Lb cair : garam, kotoran.
Kapur, Na2S, air
Penghilangan bulu, pemrosesan
Lb cair : garam, asam Lb pdt : bulu, serpihan kulit Lb gas : H2S
Pencukuran, penghilangan daging & pemisahan
Lb padat : sisa cukuran daging
Asam laktit, bats, NH4Cl air
Penghilangan kapur & bating
Lb cair : asam, amonium Lb gas : amonia
Garam, asam sulfur, air
Pengawetan
Lb cair : asam, garam
Persediaan yang diawetkan
Lb padat : serpihan, bahan pengawet.
Penyamakan krom
Lb cair : mengandung Cr3+, garam, syntan, bacterisit, Na format
Pressing
Lb cair : mengandung Cr3+, garam, syntan, bacterisit, Na format
Pencukuran
Lb padat: mengandung Cr3+.
Krom sulfat, garam, syntan, sodium format, abu soda, bacterisit
Gambar 10.5. Diagram Alir Skematis Operasi Penyamakan Kulit
251
INPUT
Ekstrak penyamakan, syntan, kalsium format, tepung, lem, titanium dioksida, minyak, air
Pelapisan permukaan
UNIT
Penyamakan sekunder, pewarnaan, fatliquoring
OUTPUT/LIMBAH
Lb cair: mengandung Cr3+, ekstrak penyamakan, syntan, pewarna, gemuk.
Pengeringan, pencukuran & pensortiran
Lb padat: sisa pencukuran mengandung Cr3+.
Finishing
Lb gas: uap larutan.
PRODUK KULIT
Gambar 10.6. Diagram Alir Skematis Operasi Penyamakan Lanjutan
10.3. Teknologi Pengelolaan Lingkungan Industri Kulit 10.3.1. Produksi Bersih Teknologi Produksi Bersih mengupayakan suatu proses produksi nir-limbah. Untuk mencapai teknologi ini dapat dilakukan dengan menggantikan proses yang ada dengan teknik proses produksi baru yang tidak menghasilkan limbah. Jalan lain adalah dengan merecycle limbah yang dihasilkan atau memanfaatkan kembali limbah dalam proses atau untuk bahan baku produk lain sehingga praktis tidak ada limbah yang terbuang.
252
Untuk mencapai proses produksi nir-limbah tidaklah mudah, sehingga diperlukan alternatif lain yang bertujuan untuk meminimalisasikan jumlah limbah yang dihasilkan/dibuang, sehingga dapat mengurangi bahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan serta mahluk hidup lainnya. Sampai saat ini reduksi limbah masih dianggap sebagai solusi yang paling tepat untuk mencegah permasalahan limbah dimasa depan. Dengan menggunakan bahan yang lebih effisien, industri dapat mengurangi limbah yang dihasilkan dan melindungi kesehatan manusia dan lingkungan yang diinginkan. Pada waktu yang bersamaan, biaya pengelolaan limbah dapat diturunkan yang berarti menghemat biaya operasional industri dan dalam jangka panjang resiko dan pasiva dapat diminimalkan. Adanya pengolahan limbah merupakan suatu tambahan proses pada industri, sedangkan minimisasi limbah melibatkan semua aspek pada proses produksi yang rumit. Pendapat yang menyatakan bahwa pengontrolan polusi dan minimisasi limbah merupakan tujuan jangka panjang, tidak dapat dicapai dan tidak sesuai untuk strategi jangka pendek telah mendesak para penghasil limbah untuk mencari berbagai alternatif dalam upaya minimisasi limbah, namun yang menjadi penghambat upaya tersebut adalah resiko terjadinya perubahan kualitas produk akibat pengerjaan minimisasi limbah yang dikerjakan dengan merubah proses industri yang semata-mata hanya untuk menurunkan jumlah limbah yang dihasilkan tanpa didasari oleh keahlian khusus. Usaha minimisasi limbah yang berhasil biasanya merupakan hasil dari peningkatan effisiensi operasional industri tersebut, yang mana sebagian upaya tersebut akan menghasilkan produk samping, tidak hanya difokuskan pada pengubahan proses industri. Banyak industri yang ingin mengurangi jumlah limbahnya, tetapi tidak mengetahui bagaimana memulai dan mengimplementasikan ke dalam permasalahan yang komplek. Untuk mencapai sasaran tersebut perlu dilakukan prioritas dalam pelaksanaannya. Gambar 10.7. merupakan urutan prioritas untuk meminimalisasi limbah yang dihasilkan. Pada kondisi ideal penghilangan limbah secara total adalah merupakan sesuatu yang memungkinkan.
253
Penghilangan dari sumber
Pengurangan sumber Recycle
Reuse dan Recovery
Pengolahan Penimbunan residu
Gambar 10.7. Urutan Prioritas Untuk Meminimalisasi Limbah Model manajemen limbah seperti pada Gambar 10.8. dapat didisain dengan menetapkan sumber dan kuantitas limbah dan proses utama lainnya. Model ini akan menghasilkan neraca masa yang mempunyai bentuk umum dan hubungan sebagai berikut:
Input = produk + bahan yg terrecovery + limbah dikeluarkan + limbah yg dibuang.
Hubungan neraca masa akan dikembangkan untuk setiap langkah proses dalam model menajeman limbah. Dengan menggunakan hubungan proses ini, sistem minimisasi limbah akan menjadi alat yang penting untuk pengumpulan data yang dibutuhkan dalam pengembangan alternatif minimisasi limbah berikutnya yang akan dipilih dan ditetapkan. Pemilihan alternatif ini dapat dilihat seperti pada Gambar 10.9.
254
Bahan
Usaha untuk mendapatkan bahan
Recycle
Penggunaan bahan
Limbah
Reuse
Akumulasi limbah
Penyaluran
Produk
Recovery
Pengelolaan limbah on-site
Pembuangan
Pengelolaan limbah off-site
Penyaluran
Pembuangan
Gambar 10.8. Konsep Disain Model Pengelolaan Limbah Alternatif minimisasi: - Modifikasi proses - Subtitusi bahan - Recycle, reuse, recovery
Evaluasi ekonomi
Kriteria seleksi : - Ekonomi - Konservasi - Regulasi - Hubungan masyarakat
Prioritas alternatif
Pemilihan dan penerapan
Gambar 10.9. Proses Pemilihan Alternatif Minimisasi Limbah 255
Proses produksi bersih yang diajukan untuk SIK industri kulit Sukaregang adalah sebagai berikut : Pemantauan dan pengontrolan
Masalah
Analisis masalah secara detail
Ya
Pemrosesan masalah
Pengembangan metode resolusi Tidak Seleksi solusi
Rencana Implementasi
Implementasi
Dokumentasi, pelaporan, dan komunikasi
Gambar 10.10. Alur Proses Penerapan Konsep Produksi Bersih Scope of work dari Produksi Bersih dalam industri penyamakan kulit disini ditinjau dari dua segi yaitu : minimisasi limbah dan recovery chrome. A. Minimisasi limbah Langkah awal dari pelaksanaan produksi bersih adalah meminimisasi limbah, dapat dimulai dengan pengelolaan lingkungan yang menitinjau dari segi masukan (air, energi, maupun bahan baku dan penolong), proses produksi serta keluaran (produk, produk setengah jadi, maupun limbah). Langkah-langkah minimisasi diantaranya adalah :
256
(1). Membuat neraca bahan : Input, Output dan Proses (2). Sintesa, misalnya mengurangi penggunaan penanganan bahan baku, manajemen organisasi.
air,
(3). Pengambilan solusi dan analisa ekonomi (4). Implementasi. (5). Monitoring. Biasanya industri di Indonesia penggunaan air sangat boros, menurut data awal yang ada penggunaan air per ton kulit 3 sekitar 100 m . Dengan penerapan produksi bersih perton produk diharapkan dapat menghemat ¼ sampai ½ dari penggunaan semula. Disadari bahwa pemborosan air ini berasal dari berbagai sumber, antara lain dari banyaknya slang/kran yang tidak tertutup rapat oleh sebab itu perlu penekanan dengan misalnya dengan menempatkan kran jenis pistol. Dengan jumlah air yang berkurang maka beban pengolahan air limbah juga akan berkurang. Penanganan bahan baku, bahan setengah jadi maupun produk dibuat suatu sistem FIFO (first in first out) agar kualitas barang terjaga, serta dikendalikan ceceran yang terjadi. Dari hal ini diperlukan managemen organisasi yang solid dan fleksible. Penggunaan energi listrik saat ini dirasakan mahal oleh industri, hal ini diperlukan penghematan-penghematan dengan jalan mematikan lampu waktu siang hari maupun penggunaan yang tidak perlu. Pemanfaatan atau ekploitasi cahaya matahari pada siang hari. Hal ini dilakukan dengan menempatkan saklar-saklar yang mudah terjangkau, dan memasang genting kaca di banyak tempat.
257
Banyak air yang tumbah keluar dari reaktor
Gambar 10.11. Penggunaan Peralatan Yang Tidak Bagus Dapat Menambah Jumlah Limbah Dan Pemborosan Air Proses B. Recovery Chrome dari bekas air rendaman Pada proses perendaman menggunakan krom, 60% krom tersebut akan terserap ke dalam kulit, sedangkan 40%-nya akan tersisa di dalam limbah cair. 40% sisa krom dalam limbah tersebut dapat dilakukan proses recovery. Recovery krom dilakukan dengan melakukan tahapan-tahapan sebgai berikut : (1).
Penyaringan. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran padat dengan cairan Cr.
(2).
Cairan Cr yang bebas padatan tersebut diendapkan dengan menambahkan basa sehingga pH naik menjadi 8-8,5.
(3).
Pemisahan cairan dan padatan dilakukan setelah Cr mengendap kurang lebih 1 hari. Cairan dialirkan ke IPAL sementara padatan dipakai untuk penyamakan kembali tetapi sebelumnya dilarutkan dalam larutan asam.
258
Gambar 10.12. Salah Satu Peralatan Recovery Crom.
10.3.2. Teknologi Pengolahan Limbah Ada beberapa cara untuk mencapai proses produksi yang bersih (nir-limbah), namun sampai saat ini belum dapat dilakukan proses produksi nir limbah di semua sektor industri. Jika langkahlangkah menuju proses produksi bersih dan minimalisasi limbah telah ditempuh tetapi limbah masih dihasilkan, maka langkah terakhir adalah harus mengolah limbah (end-of-pipe) sampai memenuhi baku mutu lingkungan. Pengolahan limbah, adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah sehingga menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi. Dengan mengolah limbah, maka limbah yang dibuang tidak akan menimbulkan pollusi dan tidak membahayakan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Limbah yang dihasilkan di SIK Sukaregang berasal dari berbagai sumber dengan karakteristik yang berlainan, dengan demikian langkah modifikasi proses dan teknik pemilahan / pengelompokan dan pencampuran limbah dapat dilakukan untuk memodifikasi sistem pengolahan yang akan diterapkan agar dapat mencapai hasil yang optimal dengan biaya pengolahan yang minimal. Limbah dari berbagai sumber yang mempunyai karakteristik hampir sama dapat dikelompokkan menjadi satu untuk menentukan treatment awal, kemudian limbah dari sumber 259
lainnya dapat digabungkan untuk diolah bersama dalam satu IPAL terpadu. Untuk meminimalisasi jumlah limbah yang diolah dan disain IPAL, pemilahan terhadap limbah yang tidak mengandung polutan sangat diperlukan. Disamping itu perlu juga dihindari terjadinya pengenceran limbah oleh air hujan selama di saluran menuju IPAL. Sistem pengolahan air limbah (IPAL) industri kulit dapat dapat dijelaskan sebagai berikut: (1). Langkah pertama dilakukan pengelompokan limbah dari sumber yang mempunyai karakteristik berdekatan untuk pretreatment terlebih dahulu (terutama limbah yang mengandung krom). Limbah ini disalurkan dalam satu saluran menuju sumur pengumpul limbah. Diujung depan dari saluran limbah harus dipasang screen, yang berfungsi untuk menahan limbah padat. Unit pre-treatment limbah di setiap industri diperlukan, hal ini untuk menjaga agar beban pengolahan di IPAL terpadu tidak trelalu berat. Unit pretreatment di setiap industri pada dasarnya untuk menghilangkan kandungan krom, padatan, lemak/minyak dan untuk netralisasi limbah. Secara detail skema unit pretreatment tersebut seperti gambar 10.13. (2). Dari sumur pengumpul, limbah dipompa menuju pat-pit untuk pemisahan lemak dan minyak yang terkandung di dalam limbah. Minyak yang terpisah dikeluarkan dari sistem. Limbah cair yang mengandung krom dan telah bersih dari minyak ditreatment menggunakan fero sulfat untuk mengendapkan kandungan krom yang ada. Lumpur yang kaya endapan krom ini dipisahkan dengan menggunakan klarifier. Cairan dari klarifier (aliran atas) dimasukkan ke tangki equalisasi untuk dicampur dengan limbah lain yang tidak mengandung krom. Diharapkan setelah pre-treatment, kedua kelompok limbah ini akan mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda, yaitu limbah yang kaya akan bahan organik. Namun karena kondisi keasaman tidak stablil, diperlukan unit netralisasi terlebih dahulu sebelum di salurkan ke IPAL terpadu.
260
Re-use
Crom
Proses I
Proses II
Limbah yang mengandung krom
Limbah yang tdk mengandung krom
Padatan
Screen
Screen
Unit Crom recovery
Pemisah minyak /lemak Tangki Asam/basa
Proses netralisasi
Flow meter
Ke IPAL terpadu
Gambar 10.13. Diagram Alir Sistem Pre-Treatment Limbah Industri Kulit (3). Setiap industri diwajibkan mempunyai flow rate limbah yang akan disalurkan ke IPAL terpadu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah limbah yang dihasilkan yang akan digunakan sebagai dasar pembayaran tarif ke pengelola IPAL terpadu.
261
(4). Limbah dari industri sebelum masuk ke IPAL terpadu dikontrol karakteristiknya terlebih dahulu. Hal ini untuk menjaga agar limbah yang masuk ke IPAL mempunyai karakteristik yang stabil. Jika karakteristik limbah tersebut berfluktuasi terlampau besar akan menjadikan beban kerja IPAL berat, bahkan dapat mematikan mikroba yang bekerja di IPAL tersebut. Secara skematik limbah dari industri ke IPAL terpadu dapat dilihat sebagai berikut:
Flow meter
Pretreatmen
Industri I
Recovery Cr
Flow meter
Pretreatmen
Industri II
Recovery Cr
Quality control
IPAL Terpadu
Flow meter
Industri III
Pretreatmen
Recovery Cr
Flow meter
Industri IV
Pretreatmen
Recovery Cr
Gambar 10.14. Diagram Alir Sistem Pengolahan Limbah Industri Kulit Dari Sumbernya Sampai IPAL Terpadu (5). Setelah dilakukan kontrol karakteristik, limbah masuk ke IPAL terpadu.
262
(6). Tahap pertama IPAL terpadu adalah tangki equalisasi. Tangki ini berfungsi untuk menstabilkan karakteristik limbah yang akan di proses. Disamping itu tangki ini juga berfungsi sebagai penampungan sementara, yang mana limbah dari tangki equalisasi di pompa ke unit-unit berikutnya agar aliran stabil. Hal ini untuk menjaga kestabilan proses kimia, fisika dan biologis dan untuk memudahkan dalam sistem kontrol IPAL. (7). Dari tangki equalisasi limbah diproses kimia (flokulasikoagulasi) untuk pembentukan flok-flok. Setelah pembentukan flok selesai maka flok tersebut diendapkan secara fisika agar padatan dan suspended solid yang ada dalam limbah terpisahkan secara sempurna. Padatan yang terkumpul di bagaian dasar tangki pengendap dipompa untuk dipadatkan dan dikeringkan, sedangkan cairan bagian atasnya dilakukan proses biologis untuk menurunkan kadar COD dan BOD limbah. (8). Proses biologis yang dapat diterapkan adalah dengan proses lumpur aktif yang sudah banyak diterapkan pada sistemsistem pengolahan limbah. Dimana sebagain lumpur yang telah dipisahkan direcycle kembali ke tangki earasi untuk proses pengolahan limbah ini. (9). Setelah proses bioligis lumpur aktif selesai, maka lumpur dipisahkan secara fisika dengan menggunakan tangki pengendapan. Cairan yang telah memenuhi baku mutu lingkungan dapat dibuang ke saluran limbah yang tersedia atau dapat juga ditambahkan satu unit alat filter air untuk meningkatkan kualitasnya yang selanjutnya air tersebut dapat digunakan sebagai air proses produksi lagi. (10). Lumpur aktif yang terpisahkan dapat digunakan sebagai media tanam tumbuhan dengan dilakukan proses pengeringan terlebih dahulu.
263
264 Gambar 10.15. Sistem IPAL Terpadu Industri Penyamakan Kulit
Foto-foto IPAL terpadu yang sudah dibangun untuk sentra industri kulit.
Gambar 10.16. Tangki Equalisasi IPAL Terpadu
Gambar 10.17. Tangki Kimia Untuk Proses Flokulasi- Koagulasi
265
Gambar 10.18. Sistem Pemipaan Pada Tanki Lumpur Aktif IPAL
10.4. Daftar Pustaka (1). Eckenfelder W.W. Jr. (1989), Industrial Water Pollution Control, 2nd Edition, McGraw-Hill Series in Water Resources and Environmental Engineering. (2). Raka, I G., Zen, M.T., Soemarwoto, O., Djajadiningrat, S.T., and Saidi, Z. (1999). Paradigma Produksi Bersih: mendamaikan pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Penerbit Nuansa, Bandung, Indonesia (3). Kementrian Lingkungan Hidup (2002), Revitalisasi Sentra Industri Kecil Penyamakan Kulit Berwawasan Lingkungan di Sukaregang, Garut (4). Said. N. I Cs (2002). Aplikasi Teknologi Biofilter Untuk Pengolahan Air Limbah Industri Kecil Tekstil. Pusat pengkajain dan Penerapan teknologi Lingkungan (P3TL), Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan, Badan Pengkajain dan Penerapan Teknologi (BPPT). 266
(5). Setiyono (2002). Sistem Pengelolaan Limbah B-3 di Indonesia. Kelompok Teknologi Air Bersih dan Limbah Cair, Pusat pengkajain dan Penerapan teknologi Lingkungan (P3TL), Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan, Badan Pengkajain dan Penerapan Teknologi (BPPT). (6). Suffet, I.H. (1977). Fate of Pollutants in the Air and Water Environments. Volume 8, Part 1, “Mechanism of interaction between environments and mathematical modeling and the physical fate of pollutants. Advances in Environmental Science and Technology. John Wiley & Sons, A WileyInterscience Publications, New York, USA. (7). ----------- (1977). Fate of Pollutants in the Air and Water Environments. Volume 8. Part 2, “Chemical and biological fate of pollutants in the environment”. Advances in Environmnetal Science and Technology. John Wiley & Sons, A Wiley-Interscience Publications, New York, USA. (8). Wentz, Charles A. (1989). Hazardous Waste Manajement. Argonne National Laboratory.
267