MODEL PERBAIKAN PENJADWALAN PRODUKSI DI PT. MDS, CIKARANG - BEKASI
SKRIPSI
Oleh : AGUS HIDAYATUL ROHMAN F34080095
2012 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i
AN IMPROVED MODELING FOR PRODUCTION SCHEDULING IN PT. MDS, CIKARANG - BEKASI
Agus Hidayatul Rohman and Taufik Djatna Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone +6285724219164, e-mail :
[email protected]
ABSTRACT Production scheduling is an important aspect to support the success of a manufacturing company in achieving the target of production planning and affects the implementation of the production process over a period of time. The amount of idle time in scheduling are considered less effective in the production line and detailed production scheduling becomes a problem to be solved with rearrangment of the daily activities in PT. MDS. Preliminary research results indicate that production scheduling in PT. MDS influenced by demand of products, stock products, a number of production, downtime of machine cause of change over time, the order of production scheduling, transportation delay between machines, and working time of machine. A Critical ratio method, the next grouping of products, and re-sequencing of production process with Shortest Processing Time method is the right method in response to a scheduling problem in PT. MDS. A Critical ratio method is useful to sort the product type, while the grouping of products and the Shortest Processing Time method useful to maximize the use of equipments as well as reducing of idle time. The results showed a decreased machine utilization of 64% to 60% and downtime of machine decreased to 5%. Keyword : utilization of machine, idle time, production sequence, critical ratio, shortest processing time, productivity
ii
Agus Hidayatul Rohman. F34080095. Model Perbaikan Penjadwalan Produksi di PT. MDS, Cikarang - Bekasi. Dibawah bimbingan Taufik Djatna. 2012
RINGKASAN Penjadwalan produksi sangat menunjang keberhasilan sebuah perusahaan manufacturing dalam mencapai target produksi yang sudah direncanakan. Ketercapaian target produksi akan berdampak pada keberhasilan perusahaan dalam memenuhi keinginan konsumen. Penjadwalan produksi berpengaruh terhadap pelaksanaan proses produksi selama periode waktu tertentu. Tahapan penjadwalan produksi merupakan langkah terakhir dalam hierarki pengambilan keputusan sebelum dilaksanakannya proses produksi. Apabila tahapan penjadwalan produksi tidak dilaksanakan dengan baik dan teliti maka kemungkinan besar perusahaan akan mengalami kerugian seperti tidak dapat memenuhi permintaan tepat waktu, banyak keterlambatan yang terjadi di lantai produksi, overtime, jumlah stasiun kerja menganggur, serta efektifitas dan efisiensi produksi rendah. Hal-hal tersebut mengakibatkan pemborosan perusahaan baik dari pemborosan energi, pemborosan aktifitas, dan biaya produksi yang tinggi. PT MDS merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan daging olahan. Produk yang dihasilkan oleh PT MDS terdiri atas sosis, baso, kornet, smoked beef, dan burger. Banyaknya waktu menganggur di lantai produksi yang disebabkan tidak ada standar waktu baku dan penjadwalan produksi yang terperinci menjadi masalah yang harus diselesaikan dengan cara penyusunan jadwal kegiatan harian. Mekanisme kerja dan daftar rencana aktifitas harus dijabarkan secara terperinci sehingga tercapai nilai rasio penggunaan dan efektifitas kegiatan produksi. Seluruh aktifitas yang berkaitan dengan kegiatan produksi seperti sistem pengaturan dan pengendalian bahan baku, fasilitas perusahaan yang digunakan, mesin-mesin produksi, serta tenaga kerja harus disesuaikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan Model Penjadwalan. Identifikasi ini akan sangat berguna dalam menganalisis metode apa yang tepat digunakan untuk penjadwalan di PT MDS. Selain itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menghasilkan metode penjadwalan yang tepat diterapkan di PT MDS. Alternatif penjadwalan baru ini diharapkan bisa mengurangi downtime mesin dan menghasilkan penjadwalan produksi yang lebih efisien. Selain itu diharapkan alternatif penjadwalan ini juga lebih efektif, sehingga bisa menigkatkan produktifitas perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjadwalan produksi PT MDS dipengaruhi oleh permintaan produk, stok produk, jumlah produksi, downtime mesin terutama untuk kasus change over, urutan penjadwalan produksi, delay saat pengangkutan dari satu mesin ke mesin lainnya, dan waktu kerja mesin itu sendiri. Faktor kritis yang digunakan untuk menentukan pembuatan jadwal induk produksi di PT MDS adalah kapasitas mesin pengemasan vakum. Penentuan faktor kritis ini akan menjadikan kapasitas mesin pengemasan sebagai acuan utama waktu proses produksi dalam penyusunan jadwal produksi. Mesin pengemasan vakum menjadi faktor kritis dalam penjadwalan perusahaan karena kapasitas mesin pengemasan vakum merupakan yang terkecil daripada kapasitas produksi fasilitas yang lainnya. Penelitian tentang penjadwalan produksi ini pada awalnya difokuskan untuk memperoleh waktu baku masing-masing proses produksi. Kemudian menghitung delay antar mesin porduksi.
iii
Hasilnya adalah memperoleh waktu baku proses pengolahan untuk masing-masing jenis produk dan untuk delay antar mesin sendiri didapatkan waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut produk/bahan baku selama proses produksi dari satu mesin ke mesin lainnya. Waktu baku proses produksi ini selanjutnya digunakan untuk acuan penyusunan jadwal produksi pada penelitian ini. Jadwal induk produksi perusahaan dibuat dengan metode pengurutan berdasarkan critical ratio. Produk yang memiliki nilai critical ratio paling kecil akan diproduksi terlebih dahulu. Selanjutnya produk akan dikelompokan berdasarkan jenis produk itu sendiri. Pengelompokan ini berguna untuk mengurangi waktu yang digunakan untuk membersihkan mesin akibat pergantian jenis produk saat produksi berlangsung (change over). Selanjutnya kembali dilakukan pengurutan jadwal produksi berdasarkan metode Shortest Processing Time (SPT). Penyusunan jadwal produksi akan disesuaikan dengan faktor kritis penjadwalan perusahaan yakni mesin pengemasan. Setelah jadwal induk produksi selesai disusun, akan diterjemahkan kembali ke jadwal kegiatan harian yang menampilkan jadwal rincian kegiatan harian. Pembuatan jadwal produksi harian digunakan untuk mengatasi permasalahan antrian penggunaan mesin pengolahan. Hasil penjadwalan yang dilakukan menghasilkan data bahwa secara keseluruhan alternatif penjadwalan yang baru ini menghasilkan jadwal produksi yang lebih baik. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan utilisasi mesin yang menurun dari 64% menjadi 60%. Artinya Perusahaan bisa menambahkan item baru untuk diproduksi pada periode tersebut. Downtime mesin menurun sebesar 5%, artinya perusahaan bisa menghemat Sumber Daya yang digunakan untuk melakukan pembersihan mesin produksi dan menambah jam kerja mesin untuk memproduksi kembali produk. Sisa waktu kerja mesin meningkat sebesar 10% artinya perusahaan bisa menambahkan item baru untuk diproduksi di periode tersebut.
iv
Model Perbaikan Penjadwalan Produksi di PT. MDS, Cikarang Bekasi
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : AGUS HIDAYATUL ROHMAN F34080095
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
v
Judul Skripsi
: Model Perbaikan Penjadwalan Produksi di PT. MDS, Cikarang - Bekasi
Nama
: Agus Hidayatul Rohman
NIM
: F34080095
Menyetujui, Pembimbing, (Dr. Eng. Taufik Djatna, S.TP, M.Si) NIP 19700614 199512 1 001 Mengetahui : Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Hj. Nastiti Siswi Indrasti) NIP 19621009 198903 2 001
Tanggal lulus : 9 Juli 2012
vi
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Model Perbaikan Penjadwalan Produksi di PT. MDS, Cikarang - Bekasi adalah hasil karya saya sendiri dengan Arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian skripsi ini.
Bogor, 9 Juli 2012 Yang membuat pernyataan
Agus Hidayatul Rohman F 34080095
vii
BIODATA PENULIS
Agus Hidayatul Rohman merupakan anak keenam dari enam bersaudara, lahir di Kuningan tanggal 17 Agustus 1989 dari pasangan Muslim dan Murti. MI GUPPI Mekar Mukti merupakan pendidikan awal penulis pada tahun 1996. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke MTsN Sindangsari pada tahun 2002. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikannya ke MAN Cigugur dan mengenyam pendidikan non-formal di Pondok Pesantren Al-Ihya Cigugur. Penulis lulus dari MAN Cigugur pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima masuk perguruan tinggi negeri di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementrian Agama RI dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta). Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga pernah menorehkan beberapa prestasi kepenulisan diantaranya menjadi finalis dalam Lomba Penulisan Ilmiah yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) tahun 2009, Juara tiga dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Al-Qur’an (LKTIA) yang diadakan oleh Panitia FIM Serum-G FMIPA tahun 2010, Juara satu dalam Lomba Penulisan Ilmiah yang diselenggarakan oleh Panitia PKTI-CSS MoRA IPB tahun 2010. Selain itu, penulis juga pernah mendapatkan insentif dalam Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM)-Gagasan Tertulis (GT) dari Dikti tahun 2010, hibah penelitian pada Program Kreatifitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) dari Dikti tahun 2010, dan penghargaan sebagai 50 Proposal Riset Terbaik Student Innovation Award (SINOVA) yang diselenggarakan oleh MITIIndonesia pada tahun 2011. Penulis juga pernah menjadi delegasi IPB dalam Mushabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) Mahasiswa Nasional 2011 cabang Lomba Karya Tulis Ilmiah Al-Qur’an (LKTIA) dan mendapatkan Juara keempat dalam ajang tersebut, dan ajang kepenulisan lainnya. Penulis yang gemar badminton ini juga aktif di beberapa organisasi kampus. Pada tahun 2008-2009 penulis aktif sebagai Ketua Dewan Mushola C1 Asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB dan staf Multimedia Lembaga Da’wah Kampus (LDK) Al-Hurriyyah IPB. Pada tahun 2009-2010 penulis aktif sebagai staf Riset-Edukasi di Unit Kegiatan Kampus (UKM) Forces IPB. Selanjutnya pada tahun 2010-2011 penulis aktif sebagai Kepala Divisi Minat dan Bakat CSS MoRA IPB. Di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (Himalogin) IPB sendiri, penulis aktif sebagai Kepada Divisi Profesi pada tahun 2010-2011. Selain di kegiatan organisasi, penulis juga pernah menjadi pengajar Bimbingan Belajar Mata Kuliah (MK) Kimia TPB, IPB yang diselenggarakan panitia Salam ISC dan pengajar Tahsin Al-Qur’an di Asrama TPB, IPB. Penulis juga pernah menjadi Asisten praktikum MK Pengantar Komputer Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB, asisten responsi MK Analisis Sistem Pengambilan Keputusan, dan asisten responsi MK Pendidikan Agama Islam IPB. Selain itu, penulis juga berperan aktif di beberapa kepanitiaan seperti Agroindustrial Days, Seminar dan Workshop Pendidikan Nasional, ISEE, Forces Fair, Pekan Santri Berprestasi Nasional, Lomba Karya Tulis Nasional CSS MoRA Nasional, dan lain sebagainya. Penulis melakukan Praktik Lapang pada tahun 2011 di PT MDS Jababeka, Bekasi, Jawa Barat dengan mengambil judul “Mempelajari Mekanisme Operasional Supply Chain Management di PT. MDS Bekasi”. Pada tahun 2012 penulis menyelesaikan tugas akhirnya dengan melanjutkan tema dari praktik lapang, mengambil judul “Model Perbaikan Penjadwalan Produksi di PT. MDS, Cikarang - Bekasi”.
viii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan judul Model Perbaikan Penjadwalan Produksi di PT. MDS, Cikarang - Bekasi. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Eng. Taufik Djatna, S.TP, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik atas arahan dan bimbingannya. 2. Direksi PT. MDS. 3. Bapak Kariman, selaku Pembimbing Lapang sekaligus Manager Supply Chain Management PT. MDS, atas bimbingan dan masukannya selama Praktek Lapang. 4. Ibu Widhyastuti sebagai Manajer Produk Development dan Quality Assurance PT. MDS atas dukungannya selama Praktek Lapang. 5. Keluarga Besar PT. MDS atas penerimaan yang baik, masukan, serta dukungannya. 6. Keluarga Besar PT. Pangan Sehat Sejahtera (warehouse PT. MDS) atas penerimaan yang baik, masukan, serta dukungannya. 7. Kedua Orang Tua dan seluruh keluarga atas segala dukungannya. 8. Aryo Diputro dan Destania Ardiyaningtyas yang senantiasa memberikan bantuan dan dukungannya saat pelaksanaan Praktek Lapang. 9. I B Darma Yoga, Dyah Pangestuti, Elfira Febriani, Tanti Meylani, dan Hasti Purnasari atas bantuan dan dukungannya. Semoga Skripsi ini bermanfaat khususnya bagi Civitas Akademika Fakultas Teknologi Pertanian dan Keluarga Besar PT. MDS, serta pembaca pada umumnya. Tentunya dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi perbaikan kedepan.
Bogor, Juli 2012 Agus Hidayatul Rohman
ix
DAFTAR ISI
Halaman COVER................................................................................................................................................... .. i ABSTRACT….......................................................................................................................................... .. ii RINGKASAN ............................................................................................................................ iii HALAMAN JUDUL…. ......................................................................................................................... .. v HALAMAN PENGESAHAN…. ........................................................................................................... . vi HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................................................. vii BIODATA PENULIS ............................................................................................................... viii KATA PENGANTAR................................................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................................................... x DAFTAR TABEL…. ............................................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................................... xiv DAFTAR ISTILAH ................................................................................................................... xv I.
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1 1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................................................... 2 1.3 Ruang Lingkup .............................................................................................................. 2 1.4 Manfaat dan Keluaran .................................................................................................... 2
II. KONDISI UMUM PERUSAHAAN ..................................................................................... 3 2.1 Ruang Lingkup Perusahaan ............................................................................................. 3 2.2 Lokasi dan Tataletak Perusahaan ..................................................................................... 4 2.3 Struktur Organisasi ........................................................................................................ 4 2.4 Ketenagakerjaan ............................................................................................................ 6 2.5 Peralatan Produksi ......................................................................................................... 6 2.6 Penyimpanan ................................................................................................................. 7
x
2.7 Penanganan Limbah ....................................................................................................... 8 III. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................... 9 3.1 Supply Chain Management ............................................................................................. 9 3.2 Penjadwalan Produksi .................................................................................................... 9 3.3 Teknik Penjadwalan ..................................................................................................... 10 3.4 Model ......................................................................................................................... 11 3.5 Teknik Heuristik .......................................................................................................... 11 IV. METODE PENELITIAN ................................................................................................... 12 4.1 Kerangka Pemikiran ..................................................................................................... 12 4.2 Metodologi Penelitian .................................................................................................. 12 4.3 Tata Laksana ............................................................................................................... 15 V. PEMODELAN SISTEM .................................................................................................... 17 5.1 Asumsi Perhitungan Model ........................................................................................... 17 5.2 Perhitungan Pemodelan Sistem ..................................................................................... 17 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................................... 22 6.1 Kondisi Perusahaan ...................................................................................................... 22 6.2 Jaringan Supply Chain PT. MDS ................................................................................... 30 6.3 Perencanaan Produksi di Perusahaan ............................................................................. 35 6.4 Analisis Pendahuluan ................................................................................................... 38 6.5 Pengembangan Jadwal Produksi .................................................................................... 41 VII. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................... 47 7.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 47 7.2 Saran .......................................................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 48 DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................................... 50
xi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Peralatan Produksi Pada PT. MDS ......................................................................................... 7 Tabel 2. Data Permintaan ...................................................................................................................... 37 Tabel 3. Data Waktu Kerja Mesin ......................................................................................................... 39 Tabel 4. Data Waktu Delay Mesin Mixer dan Filler ............................................................................ 40 Tabel 5. Penentuan Waktu Mesin Kritis Produksi ................................................................................ 40 Tabel 6. Penentuan Masukan Metode CR ............................................................................................. 41 Tabel 7. Data Perhitungan Nilai CR ..................................................................................................... 42 Tabel 8. Konversi Satuan (batch).......................................................................................................... 43 Tabel 9. Data SPT Mesin Pengemasan Vakum .................................................................................... 44 Tabel 10. Data Perbandingan Penjadwalan........................................................................................... 45
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Struktur Posisi PT. MDS .................................................................................................... 3 Gambar 2. Diagram Kerangka Pemikiran ............................................................................................ 12 Gambar 3. Flowchart Metodologi Penelitian ...................................................................................... 13 Gambar 4. Flowchart Metodologi Perhitungan Awal ......................................................................... 14 Gambar 5. Flowchart Metodologi Perhitungan Nilai CR ................................................................... 15 Gambar 6. Flowchart Metodologi Penyusunan Alternatif Jadwal Produksi ...................................... 20 Gambar 7. Denah Lokasi Produksi....................................................................................................... 24 Gambar 8. Sistem SCM secara umum (Sumber : PT. MDS) .............................................................. 30 Gambar 9. Tahapan pembuatan SPK (Sumber : PT. MDS) ................................................................ 37
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data Spesifikasi Ruang Produksi .................................................................................... 51 Lampiran 2. Data Permintaan Produk (Juli 2011) ............................................................................... 52 Lampiran 3. Data Permintaan Produk (lanjutan) ................................................................................. 53 Lampiran 4. Data Waktu Delay antar Mesin ....................................................................................... 54 Lampiran 5. Grafik Sebaran data waktu delay antar mesin................................................................. 55 Lampiran 6. Data Waktu Kerja Mesin (menit) .................................................................................... 56 Lampiran 7. Data Waktu Kerja Mesin (menit) (lanjutan) ................................................................... 57 Lampiran 8. Data Waktu Kerja Mesin (menit) (lanjutan) ................................................................... 58 Lampiran 9. Data Perhitungan Nilai CR .............................................................................................. 59 Lampiran 10. Data Perhitungan Nilai CR (lanjutan) ........................................................................... 60 Lampiran 11. Data Perhitungan Nilai CR (lanjutan) ........................................................................... 61 Lampiran 12. Perhitungan Waktu Proses yang dibutuhkan dalam satu periode produksi (alternatif jadwal produksi) .................................................................................................................... 62 Lampiran 9. Perhitungan Waktu Proses yang dibutuhkan dalam satu periode produksi (jadwal produksi perusahaan) ................................................................................................................ 63 Lampiran 14. Penjadwalan Produksi Awal.......................................................................................... 64 Lampiran 15. Penjadwalan Produksi Awal (lanjutan) ......................................................................... 65 Lampiran 16. Alternatif Penjadwalan Produksi................................................................................... 66 Lampiran 17. Alternatif Penjadwalan Produksi (lanjutan) .................................................................. 67 Lampiran 18. Diagram Alir Proses Produksi Baso .............................................................................. 68 Lampiran 19. Diagram Alir Proses Pembuatan Burger ....................................................................... 69 Lampiran 20. Diagram Alir Proses Pembuatan Smoked Beef ............................................................. 70 Lampiran 21. Flowchart Aliran Bahan Baku Menjadi Produk ........................................................... 71 Lampiran 22. Struktur Organisasi ........................................................................................................ 73 Lampiran 23. Diagram Alir Proses Pembuatan Sosis.......................................................................... 74 Lampiran 24. Foto Produk ................................................................................................................... 75
xiv
DAFTAR ISTILAH
CR
= Critical Ratio
SPT
= Shortest Processing Time
SPK
= Surat Perintah Kerja
MPS
= Master Production Scheduling
FG
= Finish Goods
PPIC
= Production Planning and Iiventory Control
Mixer
= Mesin Pencampur
Filler
= Mesin Pengisi bahan ke selongsongan
Cutter
= Mesin Pemotong
SSS
= Sosis Siap Saji
BOM
= Bill of Materials
MOR
= Master Order Release
MTS
= Make to Stock
RF
= Rolling Forecast
RO
= Reverse Order
CP
= Capacity Planning
RCCP
= Rough Cap Capacity Plan
PO
= Purchasing Order
CS
= Confirm Sales
BTP
= Bahan Tambahan Pangan
LPT
= Long Processing Time
RM
= Raw Material
WIP
= Work in Place
xv
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Semakin ketatnya persaingan di dunia industri menuntut perusahaan-perusahaan yang benarbenar ingin bertahan untuk terus melakukan evaluasi dan perbaikan dengan perusahaannya tersebut. Salah satu aspek yang sangat menunjang keberhasilan suatu perusahaan adalah sejauh mana perusahaan tersebut mampu membuat penjadwalan produksi dengan sebaik mungkin. Penjadwalan produksi ini akan sangat menunjang keberhasilan sebuah perusahaan dalam mencapai target produksi yang sudah direncanakan. Ketercapaian target produksi akan berdampak pada keberhasilan perusahaan dalam memenuhi keinginan konsumen. Pinedo (2009) menyatakan bahwa penjadwalan merupakan bentuk pembuatan keputusan yang dijadikan sebagai landasan di banyak industri manufacturing dan industri pelayanan, prinsip utama dari penjadwalan ini adalah upaya pengalokasian sumber daya yang terbatas untuk melakukan kegiatan perusahaan dengan maksimal sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Madura (2007) menambahkan bahwa penjadwalan merupakan suatu kegiatan pengalokasian periode waktu untuk masing-masing pekerjaan dalam proses produksi yang bermanfaat untuk menentukan jumlah produksi agar sesuai dengan rencana produksi yang telah ditetapkan pada suatu periode waktu tertentu. Berdasarkan tinjauan diatas terlihat bahwa ada dua hal penting berkaitan dengan penjadwalan, yaitu sumber daya dan waktu yang terbatas dalam rangka mencapai target produksi tertentu yang sudah direncanakan. Salah satu penjadwalan yang penting dalam perusahaan manufacturing adalah penjadwalan produksi, yaitu pengalokasian bahan produksi untuk diproduksi dengan mesin produksi yang ada dalam periode waktu tertentu. Apabila tidak dibuat penjadwalan dengan sebaik mungkin, besar kemungkinan akan terjadi idle pada salah satu mesin produksi ataupun penggunaan mesin produksi yang kurang maksimal. Hal ini akan berdampak pada penggunaan waktu dan penggunaan sumber daya yang kurang maksimal. Pada akhirnya perusahaan tidak dapat memaksimalkan keuntungan. Aspek penjadwalan ini menjadi suatu hal yang penting untuk diteliti karena aspek penjadwalan akan menentukan susunan pekerjaan yang akan dilakukan secara teratur dan berurutan sehingga akan berhubungan dengan kontinuitas produksi serta kualitas dan kuantitas produk. Penentuan susunan produksi ini akan berkaitan erat dengan efektifitas dan efisiensi produksi dengan berbagai faktor yang ada. Faktor-faktor utama dalam penjadwalan ini adalah target produksi yang ingin dicapai, waktu mulai produksi, dan waktu selesai produksi. Masalah yang sering timbul dalam penyusunan penjadwalan dalam suatu industri manufactur yang memproduksi banyak jenis produk adalah urutan produksi setiap jenis produk, hal ini terkait dengan kapasitas mesin produksi yang ada dan jumlah produk yang harus diproduksi. Urutan produksi yang tepat akan menghasilkan jadwal produksi yang efisien artinya tidak banyak antrian pada setiap lini produksi. Model antrian merupakan strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut, karena model ini dapat menggambarkan tingkat kedatangan (λ) dalam hal ini jumlah produk yang harus diproduksi dan tingkat pelayanan (µ) dalam hal ini kapasitas mesin produksi yang ada. Model ini akan menganalisis setiap lini produksi terkait jumlah produk dan waktu produksi setiap lini produksi. Luaran dari model antrian ini akan diproses lebih lanjut dengan metode tertentu untuk mendapatkan rumusan penjadwalan yang paling efisien.
1
1.2
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan Model Penjadwalan 2. Mengurangi waktu buang mesin (downtime) dan menghasilkan penjadwalan produksi dengan waktu yang lebih efisien 3. Meningkatkan Produktivitas dengan efektifitas Penjadwalan 4. Memberikan Alternatif Jadwal Produksi Harian sesuai dengan kondisi Perusahaan
1.3
Ruang Lingkup Ruang Lingkup Penelitian ini adalah : 1. Jadwal produksi dikembangkan berdasarkan aspek persediaan produk jadi, persediaan material, jumlah permintaan (order management), batas waktu pengiriman (due date), lead time pemesanan bahan material 2. Jadwal produksi dikembangkan berdasarkan aturan prioritas critical ratio untuk menjaga ketersediaan produk di gudang produk,SPT untuk optimalisasi penggunaan mesin produksi dan aturan-aturan lain yang sesuai dengan kondisi di lapangan. 3. Jadwal produksi yang dikembangkan dibatasi pada unit pengolahan.
1.4
Manfaat dan Keluaran
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah masukan kepada perusahaan tentang teknik perencanaan dan penjadwalan produksi dengan suatu metode atau aturan tertentu. Aturan yang digunakan adalah aturan yang sesuai dengan karakteristik perusahaan yakni aturan yang dapat memenuhi permintaan dan target produksi serta meminimalkan waktu mengganggur sehingga penggunaan sumber daya lebih efektif. Keluaran yang dihasilkan dari penelitian ini adalah model penjadwalan produksi terbaik dengan menggunakan suatu aturan tertentu. Aturan yang digunakan adalah aturan yang sesuai dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan perusahaan seperti jumlah permintaan mingguan, jumlah sumber daya yang tersedia, kapasitas produksi, jumlah ketersediaan produk jadi di gudang, dan waktu proses pengolahan bahan baku. Pengolahan bahan baku sampai menjadi produk merupakan kriteria terpenting karena kriteria ini yang mempengaruhi jumlah waktu mengganggur selama proses produksi.
2
II. 2.1
KONDISI UMUM PERUSAHAAN
Ruang Lingkup Perusahaan
PT. MDS merupakan anak perusahaan MF. PT. MDS sendiri didirikan pada tanggal 5 Mei 1994 sebagai perusahaan manufacturing yang bergerak dalam bidang pengolahan daging. Perusahaan ini didirikan di komplek Industri Jababeka, Cikarang Bekasi. Terdapat 3 Merek dagang sebagai produk dari PT. MDS ini yaitu Kimbo, Vigo, dan Fino. Adapun produk olahan daging yang dihasilkan oleh PT. MDS adalah sosis, daging burger, kornet, baso, dan smoked beef. Awalnya perusahaan ini mengelola semua sistem yang ada mulai dari proses sampai distribusi, namun pada tahun 2002 berdiri PT. Pangan Sehat Sejahtera (PSS) yang bergerak dalam bidang pendistribusian produk-produk pangan dan sekitar 80% lebih produk yang didistribusikan adalah produk dari PT. MDS. Tentunya pendistribusian ini berdasarkan target pasar yang telah ditetapkan perusahaan. Target pasar itu terdiri atas tiga bagian utama, yaitu pasar modern, tradisional, dan pasar institusi/horeka. Pasar modern merupakan pasar yang melakukan penjualan produk berdasarkan strategi penjualan modern. Pasar yang termasuk pada pasar modern adalah giant, hypermart, dan supermarket-supermarket lainnya. Adapun pasar tradisional merupakan pasar yang melakukan penjualan barangnya dengan strategi penjualan biasa, yang termasuk pada pasar tradisional ini adalah pasar minggu, pasar bogor, dan lain sebagainya. Sedangkan Pasar institusi/horeka merupakan segmen khusus, horeka sendiri singkatan dari hotel/restaurant/kafe.
PT. MF
PT. MDS
PT. Pangan Sehat Sejahtera
PT. Foodex Inti Ingredient
Gambar 1. Struktur Posisi PT. MDS Saat ini induk perusahaan dari PT. MDS adalah MF yang membawahi tiga perusahaan yaitu PT. MDS, PT. Pangan Sehat Sejahtera, dan PT. Foodex. Prinsip/budaya MF yang dipegang adalah integrity (Jujur dan bertanggung jawab), profesional (bekerja secara profesional dan disiplin dengan keterampilan tinggi), team work (meraih sukses melalui kerjasama tim yang bermutu), innovation (kreatif dan selalu mewujudkan ide baru untuk perbaikan yang berkesinambungan), dan productivity (pola kerja efektif dan efisien tanpa pemborosan). PT. Foodex merupakan perusahaan yang tidak memproduksi produk sendiri namun perusahaan ini memberikan supply beberapa bahan makanan kepada perusahaan lain. Dalam hal ini mereka memberikan supply bumbu untuk produk olahan daging di PT. MDS. Sistem bisnis yang dipegang oleh PT. Foodex adalah B to B (Business to Businees) artinya PT. Foodex tidak membuat ingredient sendiri, akan tetapi ingredient dibuat berdasarkan pesanan customer seperti halnya pesanan dari PT. MDS. PT. MDS sangat mementingkan kepentingan dari para karyawan yang ada. Selain bekerja di perusahaan ini, para karyawan juga diperbolehkan untuk ikut menjadi anggota serikat, yaitu suatu organisasi karyawan yang bergerak di luar perusahaan. Produk olahan daging yang diproduksi oleh PT. MDS sangat mengutamakan jaminan mutu, keamanan, dan kebersihannya serta halal untuk dikonsumsi masyarakat. Hal ini terbukti dengan sertifikat HACCP dari badan standarisasi SGS pada
3
bulan Desember 2001. Bulan Juli 2001, PT. MDS membentuk tim ISO untuk meningkatkan sistem pengendalian mutu produknya dan berhasil memperoleh sertifikat ISO 9001:2000 dari badan standarisasi SGS pada bulan April 2002. Sedangkan untuk jaminan kehalalan produk, semua produk PT. MDS sudah mendapatkan sertifikat Halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
2.2
Lokasi dan Tataletak Perusahaan
PT. MDS berlokasi di Cikarang Industrial Estate, Bekasi. Lokasi ini sangat strategis, terletak di kawasan industri sehingga tidak menggangu masyarakat dan mudah dalam pendistribusian baik bahan baku maupun produk karena dekat akses jalan utama (jalan tol). Perusahaan ini memiliki luas tanah sekitar 3120 m2 dan luas bangunan 2662,5 m2 . Bangunan PT. MDS terdiri atas dua lantai dimana lantai atas terdiri dari ruang kantor, ruang meeting, gudang bahan, gudang kemasan, dan toilet yang letaknya terpisah. Sedangkan lantai dasar meliputi ruang operasi pabrik, ruang administrasi penggudangan, ruang penerima tamu, ruang Chief Operator, laboratorium QA/QC, ruang R&D, ruang spare part, gudang, mushola, dan toilet.
2.3
Struktur Organisasi
PT. MF dipimpin oleh seorang CEO (Chief Excecutive Officer) yang membawahi 3 COO (Chief Operating Officer) termasuk didalamnya COO PT. MDS yang memimpin lansung PT. MDS. Dua bagian lain yang posisinya sejajar dengan COO PT. MDS adalah CFO (Chief Financial Officer) dan CHRD (Chief Human Resouces Departement). 2.3.1 Departemen Product Development (PD) – Quality Assurance (QA) Departemen ini merupakan departemen yang membuat inovasi terhadap produk dan membuat standar-standar kerja berdasarkan penelitian-penelitian. Selain membuat, departemen ini juga sekaligus mengawasi berjalannya pelaksanaan standar kerja tersebut. Inovasi-inovasi produk yang dikeluarkan oleh departemen ini disesuaikan juga dengan waktu dikeluarkannya inovasi tersebut kepada pasar, selain itu departemen ini bertanggung jawab atas inovasi-inovasi selama proses termasuk bahan baku yang dibutuhkan apabila terjadi permasalahan misalkan harga bahan baku naik tinggi. Product Development and Quality Assurance Manager ini membawahi beberapa supervisior dibawahnya. a) Product Development Supervisior merupakan bagian perusahaan yang khusus dalam melakukan pengembangan-pengembangan produk. Pengembangan produk yang dimaksud terdiri atas pengeluaran varietas produk baru. Selain itu pengembangan produk disini bertanggung jawab atas penggunaan proses baru yang lebih efisien daripada proses yang sudah ada. Selain itu pengembangan produk yang dimaksudkan juga dalam upaya pencarian bahan baku baru, apabila ternyata terjadi kenaikan harga bahan baku yang biasa digunakan. b) Quality Assurance Supervisior bagian departemen yang bertanggung jawab dalam pembuatan prosedur kerja secara keseluruhan. Tentunya pembuatan prosedur kerja disini mempertimbangkan berbagai aspek penting seperti aspek kimia, mikroorganisme, dan PO. Oleh sebab itu dalam pelaksanaannya pembuatan prosedur kerja ini dibantu oleh seorang QA Analyst. Adapun QA yang dihasilkan dari bagian ini adalah spesifikasi Bahan Baku yang layak digunakan dan Good Manufacturing Practices (GMP) yang mengatur prosedur kerja semua karyawan atau semua orang yang masuk pada lingkungan perusahaan.
4
Untuk GMP sendiri perusahaan memiliki aturan yang sangat ketat dari mulai penggunaan pakaian sampai hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan orang yang berada di lingkungan perusahaan. Aturan yang ketat ini dibuat mengingat produk yang diolah di perusahaan ini adalah produk yang rentan terhadap berbagai kontaminan. Perusahaan menggolongkan kepada tiga area penting yang setiap area memiliki GMP tersendiri dari mulai perbedaan pakaian yang digunakan sampai aturan-aturan lainnya. Tiga Area tersebut adalah Area Bahan Baku, area proses, dan area packing/finish goods. 2.3.2 Departemen Teknik Produksi Departemen Teknik Produksi merupakan bagian dari PT. MDS yang berperan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan teknik/permesinan di perusahaan. Tugas dari departemen ini adalah mengadakan alat sesuai dengan kebutuhan (untuk menghasilkan produk sesuai dengan rekomendasi dari departemen PD-QA), selain itu departemen ini mengontrol jalannya produksi dan memelihara alat/mesin perusahaan termasuk didalamnya mengawasi kinerja operator alat/mesin tersebut. Manajer Departemen Teknik Produksi ini membawahi beberapa supervisior dan manajer dibawahnya. a) Manajer Produksi Blok C merupakan manajer yang bertugas mengontrol jalannya produksi sosis di pabrik dua PT. MDS yaitu pabrik yang terletak di Blok C Kawasan Industri Jababeka. Manajer produksi ini memiliki wewenang penuh terhadap jalannya produksi di pabrik PT. MDS yang terletak di Blok C tersebut. Manajer Produksi ini bertanggunga jawab langsung kepada Manajer Teknik Produksi PT. MDS. b) Supervisior Produksi merupakan supervisior yang memiliki wewenang dalam menjalankan produksi di PT. MDS. Wewenang tersebut diantaranya mengontrol jalannya produksi, mengevaluasi kinerja operator, dan memberi masukan-masukan kepada operator dan kepada Manajer SCM terkait Surat Perintah Kerja (SPK) yang diturunkan setiap harinya. c) Supervisior Teknik merupakan bagian yang bertanggung jawab pada alat/mesin yang digunakan selama jalannya produksi. Termasuk didalamnya memberikan usulan kepada manajer Produksi terkait penyediaan alat/mesin produksi baru. 2.3.3 Departemen Supply Chain management (SCM) Departemen SCM merupakan departemen yang mengatur aliran barang dari mulai penyediaan bahan baku sampai distribusi produk ke tangan konsumen. Departemen ini tidak memiliki wewenang dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja produksi, departemen SCM hanya menghitung kasar jumlah produksi setiap harinya. Berapa jumlah permintaan yang nantinya ditarik untuk menghitung berapa jumlah bahan baku yang dibutuhkan dan dari mana pemasoknya, termasuk dipertimbangkan pula kapasitas mesin yang dimiliki oleh perusahaan. Departemen ini memiliki keterkaitan penting terhadap departemen produksi yaitu pengeluaran Surat Perintah Kerja (SPK) yang tentunya harus mempertimbangkan laporan dari departemen produksi terkait kapasitas mesin yang ada. Departemen SCM ini membawahi beberapa bagian, yaitu : a) Prolog Manager merupakan manajer yang bertanggung jawab penuh terhadap kondisi gudang perusahaan. Gudang yang dimaksud adalah gudang bahan baku dan gudang sementara produk setelah selesai produksi sebelum didistribusikan ke PSS. b) Supervisior Production Planning and Inventory Control (PPIC) merupakan bagian perusahaan yang bertanggung jawab dalam perencanaan produksi perusahaan yang tentunya mempertimbangkan jumlah permintaan produk, kapasitas mesin, dan bahan baku yang tersedia di gudang. Selain itu bagian PPIC ini bertanggung jawab juga dalam mengontrol kondisi gudang perusahaan dengan maksud dalam mempertimbangkan jumlah bahan baku yang dibeli,
5
ketersediaan produk untuk dijual, dan berkaitan nantinya dengan rencana produksi setiap harinya. c) Supervisior Purchasing merupakan bagian perusahaan yang memiliki tanggung jawab dalam pembelian bahan baku produk. Bagian purchasing ini akan membeli bahan baku berdasarkan pertimbangan dari departemen PPIC. 2.3.4 Departemen Marketing Departemen Marketing merupakan departemen yang bertanggung jawab terhadap penjualan produk ke tangan konsumen, termasuk didalamnya bagaimana membuat brand image produk di mata konsumen. 2.3.5 Departemen Human Resouces (HRD) Departemen HR merupakan departemen yang bertanggung jawab terhadap kondisi semua pekerja di PT. MDS. Cakupan kegiatan departemen ini meliputi perekrutan karyawan, penggajian karyawan, dan mengevaluasi kondisi karyawan. Manajer HRD ini bertanggung jawab langsung kepada bagian CHRD (Chief Human Resouces Departement). 2.3.6 Departemen Finansial Departemen Finansial merupakan departemen yang bertanggung jawab langsung terhadap kondisi keseluruhan keuangan perusahaan. Manajer Departemen Finansial ini bertanggung jawab langsung terhadap CFO (Chief Financial Officer).
2.4
Ketenagakerjaan
Total karyawan di PT. MDS terdiri atas ± 350 Karyawan yang terdiri atas karyawan tetap dan karyawan kontrak. Secara umum jumlah shift di PT. MDS terdiri atas 3 shift yaitu : Shift 1 : Jam 07.00 – 16.00 Shift 2 : Jam 16.00 – 23.00 Shift 3 : Jam 23.00 – 07.00 Akan tetapi setiap bagian memiliki jam yang berbeda satu sama yang lainnya. Untuk karyawan bagian packing 3 shift kerja, sedangkan untuk produksi 2 shift kerja. Sementara untuk bagian office, seperti PPIC/QA/QC/R & D dan lain sebagainya jam kerja dimulai dengan jam 08.30. Sementara perhitungan jam kerja tetap sama yaitu 8 jam kerja ditambah 5 jam kerja di hari sabtu atau 9 jam kerja tanpa hari sabtu. Untuk perijinan/cuti kerja PT. MDS memberikan peluang pada karyawannya sebanyak 12 hari dalam setahun. Yang menjadi panduan cuti adalah kalender, jika kalender berwarna merah artinya libur, maka tidak masuk kerjanya karyawan tidak dihitung kedalam 12 hari cuti tersebut, sedangkan jika kalender berwarna hitam meskipun cuti bersama jika karyawan tidak masuk kerja itu termasuk pada 12 hari cuti. Untuk karyawan baru diberlakukan 3 bulan training, keputusan diterima kerja atau tidaknya setelah melihat penilaian training selama 3 bulan tadi. Untuk pembagian shift terjadwal dengan pola shift 3 – shift 2 – shift 1. Upah karyawan dibayar setiap tanggal 25 di akhir bulan dengan mentransfer ke tabungan karyawan bersangkutan. Tingkat pendidikan para karyawan terdiri atas lulusan sma sederajat dan D3, dan sebagian S1 untuk bagian-bagian tertentu di PT. MDS.
2.5
Peralatan Produksi
Dalam rangka tercapainya target produksi, dibutuhkan beberapa peralatan dan mesin-mesin produksi untuk memproduksi sosis, kornet, baso ataupun smoked beef. PT. MDS memiliki beberapa
6
mesin produksi untuk menunjang proses produksi. Peralatan produksi, dan fungsi peralatan tersebut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Peralatan Produksi Pada PT. MDS No 1
Mesin/Peralatan Timbangan
Fungsi Menimbang berat bahan baku, bumbu, ataupun bahan tambahan lain yang akan digunakan dalam proses produksi
2
Pengangkut lokal
Untuk mengangkut bahan baku ataupun bumbu dari gudang ke ruang produksi ataupun sebaliknya
3
Genset
Sumber arus listrik/energi bagi proses produksi
4
Penggiling daging
Untuk memotong dan menghancurkan daging
5
Container
Untuk menyimpan daging dalam kondisi beku atau bahan lain yang harus disimpan dalam kondisi dingin
6
Mesin Pencampur
Untuk mencampurkan bahan baku daging dengan bumbu dan bahan tambahan lainnya. Selain itu ada juga yang digunakan untuk membuat emulsi
7
Filler
Untuk memasukan bahan hasil pencampuran ke dalam selongsongan
8
Keranjang
Untuk wadah produk sementara ataupun bahan bumbu dan bahan tambahan lainnya
9
Oven
Untuk memasak produk
10
Shower
Mesin yang digunakan untuk menurunkan suhu produk hasil pemasakan
11
Mesin peeler
Untuk memotong sosis ataupun memotong dan mengupas sosis
12
Vacum continous
Untuk mengemas produk secara otomatis
13
Mesin vakum
Untuk mengemas produk yang dikerjakan secara manual
manual 14
Metal detector
Untuk mendeteksi kemasan yang rusak hasil vakum
15
Labeling
Untuk memberika label dan kode produksi pada produk
Sumber: PT. MDS
2.6 Penyimpanan PT. MDS memiliki empat tipe ruang penyimpanan yaitu chiller process, anteroom, chiller finish goods, dan freezer finish goods. Chiller process digunakan untuk menyimpan bahan baku dan WIP (Work In Process) adonan. Anteroom digunakan untuk menyimpan WIP finish goods dan rework untuk repacking (pengemasan ulang). Selain chiller process dan anteroom juga terdapat chiller finish
7
goods dan freezer finish goods. Chiller finish goods dan freezer finish goods digunakan untuk menyimpan produk sosis yang sudah dikemas dan siap didistribusikan. Suhu pada chiller baik proses maupun finish goods maksimal 5oC, sementara suhu freezer sekitar -18oC.
2.7 Penanganan Limbah Sama seperti industri-industri lainnya, limbah yang dikeluarkan di PT. MDS terdiri dari limbah cair, limbah gas, dan limbah padat. Limbah cair yang dihasilkan berupa air yang terbuang selama proses produksi. Limbah cair tersebut akan dialirkan ke pusat limbah di kawasan industri Jababeka. Pemeriksaan tingkat bahaya dari limbah cair yang dihasilkan dilakukan secara rutin. Limbah gas yang keluar akibat proses pemasakan dibuang ke lingkungan melalui cerobong. Limbah gas ini berupa uap yang tidak terlalu berbahaya. Uap berasal dari mesin yang digunakan pada saat pemasakan. Sedangkan limbah padat terdiri dari dua macam yaitu scrap dan sampah. Scrap berupa sisa-sisa emulsi, produk return, serta daging. Penanganan limbah scrap ini terdiri dari dua perlakuan yaitu dibakar dan dijadikan pakan ternak. Sebelum dijual sebagai pakan ternak, scrap didiamkan selama 2 hari kemudian digiling. Maksud dari perlakuan ini adalah untuk memastikan bahwa scrap tersebut tidak akan disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Sedangkan sampah berupa plastik atau karton. Penanganan limbah sampah yaitu dijual pada pihak yang membutuhkan. Penjualan dilakukan setiap hari, sehingga sampah-sampah tersebut tidak akan menumpuk.
8
III.
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Supply Chain Management Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan konsumen akhir (Pujawan, 2005). Supply chain berfungsi sebagai sebuah pendekatan yang digunakan untuk mengefisienkan secara integral antara pemasok, manufaktur, gudang, dan konsumen akhir sehingga barang atau jasa diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah tepat, lokasi tepat, dan pada waktu yang tepat serta bertujuan meminimalkan biaya produksi (Levi, et al, 2000). Karena mencakup semua aspek inilah, maka penerapan konsep Supply Chain Management merupakan salah satu aspek penting penunjang keberhasilan suatu perusahaan. Salah satu rantai dari Supply Chain adalah rantai produksi yaitu bagian yang bertugas memproduksi suatu produk. Kesuksesan dalam memproduksi produk sangat ditunjang oleh perencanaan produksi yang tepat. Luaran dari perencanaan ini adalah sebuah penjadwalan produksi yang merupakan pedoman produksi oleh bagian produksi. Oleh sebab itu, keakuratan dan kelengkapan penjadwalan produksi sangat menentukan keberhasilan suatu sistem produksi. Penjadwalan terdiri dari penjabaran kegiatan-kegiatan yang direncanakan, berisikan waktu dimulainya kegiatan produksi sehingga perencanaan kebutuhan yang telah ditetapkan dapat dipenuhi tepat pada waktunya (Harsono,1984). Schroeder (1992) mengemukakan sistem penjadwalan harus dapat menentukan kapasitas yang diperlukan, waktu dimulainya kegiatan, waktu pengiriman produk dan seberapa besar ketepatan perencanaan dan realisasinya.
3.2 Penjadwalan Produksi Penjadwalan merupakan penjabaran dari kegiatan-kegiatan yang direncanakan untuk dilakukan secara terperinci. Penjadwalan akan mengatur tentang seluruh jenis kegiatan produksi beserta waktunya agar perencanaan kebutuhan dapat dipenuhi (Taylor, 1995). Dengan kata lain penjadwalan merupakan upaya dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki oleh sebuah perusahaan dari waktu ke waktu untuk melakukan kumpulan pekerjaan secara berurutan. Penjadwalan ini merupakan langkah terakhir dalam siklus produksi. Proses produksi itu sendiri menurut Herjanto (2007) dimulai dengan capacity planning (langkah 1), diikuti dengan aggregate planning (langkah 2), dan diakhiri dengan operations scheduling (langkah 3). Fungsi utama dari penjadwalan ini adalah untuk mengembangkan tugas kerja khusus dan untuk mengorganisir pengaturan waktunya. Tujuan dasar dari penjadwalan adalah untuk merancang urutan kerja optimal (yaitu, rencana yang menunjukan tradeoff (pertukaran) terbaik diantara konflik tujuan). Menurut Kusuma (2001) hal yang harus diperhatikan mengenai penjadwalan meliputi : 1. Jumlah dan jenis pekerjaan selama periode waktu tertentu yang harus diselesaikan. Hal ini akan tergantung pada rencana produksi yang disusun serta negosiasi antara perusahaan dengan pelanggan. 2. Perkiraan waktu pelaksanaan suatu pekerjaan (processing time). Perkiraan waktu penyelesaian pekerjaan ini merupakan masukan yang sangat penting dalam penjadwalan pekerjaan. Perkiraan waktu penyelesaian pekerjaan sering kali digunakan untuk menentukan urutan prioritas pekerjaan yang dikerjakan lebih dahulu.
9
3. Batas waktu penyelesaian pekerjaan. Batas waktu pekerjaan digunakan untuk memperkirakan keterlambatan yang mungkin akan terjadi. Besaran ini penting untuk mengantisipasi denda atau penalty yang timbul akibat keterlambatan pengiriman. 4. Situasi pekerjaan yang dihadapi, yakni penentuan jadwal pekerjaan akan dipengaruhi situasi pekerjaan seperti pekerjaan di suatu prosesor pekerjaan
3.3 Teknik Penjadwalan Herjanto (2007) menyebutkan bahwa untuk urutan waktu pekerjaan sering dirumuskan dengan menggunakan aturan keputusan prioritas. Secara spesifik, aturan keputusan prioritas digunakan untuk menentukan pekerjaan yang mana yang akan diproses ketika sejumlah pekerjaan sedang menunggu. Keefektifan dari tiap aturan dapat ditentukan dengan mengamati kinerja dari sistem suatu perusahaan itu sendiri. Dalam menentukan urutan prioritas terdapat beberapa aturan penting yang perlu diperhatikan, yaitu : 1. First-Come, First-Serves (FCFS). Pekerjaan dijadwalkan dalam urutan yang sama seperti urutan kedatangan pada stasiun kerja. 2. Shortest Processing Time (SPT). Pekerjaan dijadwalkan menurut banyaknya waktu yang diperlukan untuk memprosesnya; pekerjaan yang terpendek dijadwalkan pertama, dan pekerjaan yang terpanjang dijadwalkan terakhir. 3. Earlist Due Date (EDD). Pekerjaan dijadwalkan menurut tanggal penyelesaian (due date) – tanggal jatuh tempo); pekerjaan yang pertama kali jatuh-tempo adalah pekerjaan yang pertama kali diproses. 4. Critical Ratio (CR). Rasio kritis dihitung dengan membagi sisa waktu dari due date (tanggal jatuh-tempo) untuk sebuah pekerjaan khusus dengan sisa total shop time. Pekerjaan dijadwalkan menurut rasio; pekerjaan dengan rasio kritis yang terendah dijadwalkan pertama kali. 5. Slack per Remaining Operations (SRO). Slack dihitung sebagai perbedaan antara sisa waktu dari due date (tanggal jatuh-tempo) untuk sebuah pekerjaan khusus dan sisa total shop time. Pekerjaan dengan slack terendah per jumlah sisa operasi dijadwalkan pertama. Pada penjadwalan dengan teknik pengurutan First-Come, First-Serves jenis produk yang datang terlebih dahulu, maka produk itu yang akan diproses terlebih dahulu. Metode ini sangat tepat digunakan untuk proses pelayanan seperti bengkel kendaraan, toko isi ulang air minum, dan proses sejenisnya. Sedangkan Critical Ratio (CR) merupakan waktu sampai batas waktu pekerjaan selesai dimana waktu sekarang dibagi dengan waktu proses sampai menyelesaikan suatu pekerjaan tersebut. Pada CR, urutan pekerjaan yang akan diproduksi berdasarkan nilai CR terendah sampai nilai tertinggi. SPT akan memprioritaskan pekerjaan berdasarkan waktu yang paling pendek. Aturan ini secara umum meningkatkan efisiensi dan mempunyai dampak pada aliran kas perusahaan. Secara matematis dapat dibuktikan bahwa SPT dapat meminimisasi rata-rata waktu penyelesaian pekerjaan (flow time), atau rata-rata waktu yang dihabiskan oleh pekerjaan pada stasiun kerja termasuk waktu menunggu dan waktu pemrosesan. Waktu penyelesaian sangat erat kaitannya dengan tingkat persediaan. Meminimisasi waktu penyelesaian mempunyai dampak yang positif terhadap pencapaian batas waktu pekerjaan selesai (Hanna dan Newman 2001). LPT merupakan lawan dari SPT dimana teknik ini tidak
10
direkomendasikan baik untuk pencapaian yang efisien dan terhadap batas waktu penyerahan. Penggunaan LPT tidak disarankan pada awal penjadwalan, karena stasiun kerja menjadi menganggur. Batas waktu penyerahan sama dengan dateline untuk sebuah tugas yang mempertimbangkan batas waktu penyerahan. Penalty akan terjadi apabila keterlambatan terjadi (Bedworth et al. 1982). Waktu penyelesaian adalah waktu proses ditambah waktu menunggu sebelum proses berjalan. Tardiness yaitu suatu ukuran dari waktu keterlambatan yang positif, jika pekerjaan selesai lebih awal maka tardiness bernilai nol. Tardiness merupakan keterlambatan penyelesaian suatu pekerjaan hingga batas waktu pengiriman (Bedworth, et al 1982).
3.4 Model Menurut Moskowitz and Wright (1979), model adalah representasi ideal dari suatu sistem yang nyata dan berfungsi sebagai alat untuk menganalisis perilaku sistem yang berhubungan dengan peningkatan performansi sistem tersebut. Solusi yang diperoleh dari model tergantung pada validasi model dalam mewakili sistem nyata. Menurut Eriyatno (2003), model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan langsung maupun tidak langsung serta timbal balik dalam istilah sebab akibat. Pemodelan suatu sistem harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya : (1) model harus mempersentasikan sistem yang sebenarnya dan (2) model merupakan penyederhanaan dari kompleksnya sistem, sehingga diperbolehkan adanya penyimpangan pada batas-batas tertentu (Simatupang, 1996).
3.5 Teknik Heuristik Teknik heuristik merupakan suatu cara pendekatan masalah yang kompleks ke dalam komponenkomponen yang lebih sederhana untuk mendapatkan hubungan dalam permasalahan yang dikaji. Teknik heuristik digunakan dengan harapan didapatkan suatu hasil yang baik dan mendekati rata-rata meskipun tidak optimal. Tidak ada metode baku yang digunakan untuk teknik heuristik, sehingga setiap permasalahannya menggunakan teknik heuristik yang spesifik satu sama lain. Teknik heuristik merupakan pengembangan dari proses aritmatika dan matematika logika yang mempunyai ciri sebagai berikut : 1. Adanya operasi aljabar, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. 2. Adanya suatu perhitungan yang bertahap. 3. Mempunyai tahapan yang terbatas sehingga dapat dibuat dengan algoritma komputer (Eriyatno 2003). Menurut Eriyatno (2003), teknik heuristik tidak menjamin penyelesaian yang optimal, tetapi dapat memberikan pemecahan yang memuaskan bagi pengambil keputusan. Pada umumnya pemilihan teknik heuristik disebabkan oleh : 1. Heuristik mempermudah lingkungan pembuat keputusan sehingga memungkinkan membuat keputusan secara cepat tanpa tergantung caranya. 2. Permasalahan yang kompleks dan tidak ada perangkat keras (komputer) yang dapat menyelesaikannya walaupun intisari dari permasalahan dapat dibuat pola matematikanya. 3. Masalah perencanaan dan kebijakan yang harus diatasi oleh seorang manajer sulit untuk dikuantitatifkan dan bersifat tidak terstruktur, sehingga tidak dapat diperoleh faktor-faktor yang diperlukan dalam model matematika. 4. Penggunaan model sering tidak mengerti tahapan sebelum sampai pemodelan walaupun model matematika berhasil dikembangkan.
11
IV.
METODE PENELITIAN
4.1 Kerangka Pemikiran Bentley (2007) menyebutkan bahwa sistem memiliki batasan tertentu dan didalamnya terdiri atas dua komponen model dan basis data yang diintegrasikan oleh perangkat komputer tertentu yang menghasilkan output tertentu. Sistem penjadwalan ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Kerangka Pemodelan Sistem penjadwalan ini terdiri atas model-model kuantitatif penjadwalan dan basis data penjadwalan. Model-model kuantitatif penjadwalan terdiri atas perhitungan nilai CR, aturan buffer stock, perhitungan jumlah produksi, perhitungan utilisasi mesin, perhitungan downtime mesin, perhitungan SPT, dan aturan penetapan mesin kritis. Adapun basis data penjadwalan terdiri atas data permintaan tiap item produk, data faktor konversi, data delay mesin, data waktu produksi mesin, data stok gudang, dan waktu kerja mesin. Model-model kuantitatif penjadwalan dan basis data penjadwalan ini diintegrasikan dalam sistem komputer dalam hal ini perangkat lunak Microsoft Excel 2010 (Microsoft, 2009). Pengintegrasian ini dilakukan untuk menghasilkan alternatif penjadwalan produksi.
4.2 Metodologi Penelitian PT. MDS merupakan perusahaan yang bergerak dalam pengolahan daging. Penjadwalan yang baik akan meningkatkan produktifitas perusahaan. Namun, pengamatan di lapangan menyimpulkan ada beberapa hal yang sebenarnya menjadi penghambat dalam pelaksanaan penjadwalan perusahaan. Penjadwalan itu sendiri merupakan penjabaran dari master schedule (rencana kerja) yang dijabarkan kedalam jadwal kerja harian perusahaan berupa urutan produksi setiap jenis produk. Dalam pelaksanaannya di PT. MDS sering terjadi penumpukan di beberapa lini produksi dan terjadi downtime mesin (penuruan waktu kerja mesin) yang diakibatkan terjadinya change over (pindah item produk), selain itu jadwal produksi secara terperincipun belum bisa dibuat dengan maksimal. Oleh
12
sebab itu dilakukan identifikasi lebih dalam guna lebih melihat permasalahan yang sebenarnya terjadi di lapangan. Setelah identifikasi lebih dalam dilakukan upaya pengurutan produksi berdasarkan kondisi di gudang produk akhir. Metode Critical Ratio (CR) merupakan metode tepat karena akan menjaga gudang tetap terisi penuh. Penggunaan metode ini dikarenakan perusahaan melakukan distribusi produk setiap hari, sehingga gudang finish goods harus senantiasa terjaga. Untuk meningkatkan kinerja sendiri, dilakukan upaya meminimalisir waktu change over. Dilakukan pengelompokan produk dan melakukan produksi dengan metode Short Processing Time (SPT). Adapun flowchart metode penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Flowchart Metodologi Penelitian
13
Flowchart pada Gambar 3. menggambarkan tahapan pelaksanaan penelitian ini, dimulai dengan identifikasi faktor terkait penjadwalan, kemudian pengurutan item untuk diproduksi dengan metode critical ratio (CR) dan dibuat alternatif jadwal harian. Adapun untuk identifikasi faktor terkait penjadwalan terdiri atas identifikasi waktu baku proses produksi setiap mesin, waktu delay untuk pengangkutan selama proses produksi dari satu mesin produksi ke mesin produksi lainnya, dan identifikais penentuan mesin kritis yang selanjutnya akan digunakan pada pembuatan jadwal harian. Adapun flowchart identifikasi terkait penjadwalan produksi dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Flowchart Metodologi Perhitungan Awal Data jam kerja mesin produksi, data delay antar mesin produksi, dan data mesin kritis produksi ini selanjutnya akan menjadi inputan proses berikutnya. Selanjutnya dilakukan pengurutan item produk untuk diproses selama proses produksi, adapun flowchart pengurutan produksi dengan item produk tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. Setelah jenis produk disusun, jenis produk tersebut disusun kembali kedalam jadwal harian.
14
Start
Jumlah Permintaan
Stok Gudang => Permintaan
Ya
Tidak Hitung Jumlah yang Harus diproduksi
Jumlah yang harus Diproduksi
Konver satuan
Produksi (pcs)/(batch)
Menghitung Nilai CR
Urutan Produksi berdasarkan Nilai CR terendah
End
Gambar 5. Flowchart Metodologi Perhitungan Nilai CR
4.3 Tata Laksana 1. Observasi Lapang dan Studi Pustaka Observasi lapang dilakukan dengan mengamati secara langsung kegiatan proses produksi. Studi pustaka dilakukan untuk mempelajari sistem penjadwalan yang diterapkan perusahaan.
15
2. Identifikasi Masalah Pada tahap ini, identifikasi masalah dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan jadwal produksi serta kebijakan-kebijakan yang berlaku di perusahaan. 3. Pengumpulan Data Pengambilan data dilakukan pada departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC), departemen produksi, dan departemen logistik. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi di lapangan secara langsung dan wawancara dengan pihak-pihak terkait dalam proses produksi. Data sekunder diperoleh dari pihak PPIC, departemen produksi, dan departemen logistik. Data yang dikumpulkan berupa sales order (data permintaan), data tiap tahapan produksi, dan data jenis produksi. 4. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik dan model pengurutan yaitu CR dilanjutkan dengan SPT yang merupakan metode paling sesuai diterapkan di perusahaan. Data yang dijadikan masukan dalam model penjadwalan adalah data permintaan atau pesanan, data kapasitas produksi, data jenis produk, data stok produk jadi di gudang, dan data batas waktu pengiriman. 5. Perancangan Model Pada perancangan model, input (masukan) model berupa data permintaan atau pesanan meliputi tanggal pemesanan, jumlah pemesanan, data teknis produk, jumlah stok produk jadi, dan kapasitas produksi. Output (keluaran) dari model berupa penjadwalan produksi dengan menggunakan aturan CR dan SPT. 6. Implementasi dan Verifikasi Microsoft Excel 2010 merupakan perangkat yang digunakan untuk mendukung proses penjadwalan yang telah dibuat. Edraw Max 16 dan Endnote 15 merupakan software pendukung yang digunakan.
16
V.
PEMODELAN PENJADWALAN
5.1 Asumsi Perhitungan Model Dalam perencanaan penjadwalan produksi ini, digunakan beberapa asumsi berkaitan dengan penjadwalan produksi secara keseluruhan. Pembuatan model dibatasi pada perencanaan produksi harian. Sehingga asumsi ini ditetapkan berdasarkan perencanaan produksi mingguan (MPS mingguan). Oleh karena itu asumsi-asumsi yang ditetapkan bisa dipastikan terlaksana dengan baik. Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam pembuatan model penjadwalan ini adalah : 1. Sumber daya manusia selalu tersedia. 2. Selama proses produksi berlangsung, mesin-mesin yang digunakan untuk kegiatan produksi dalam kondisi baik, sehingga peluang terjadinya kerusakan mesin yang menghambat proses produksi sangat kecil dan dapat diabaikan. 3. Selama proses produksi dan penjadwalan produksi, diasumsikan bahwa seluruh bahan baku produksi selalu tersedia dan jumlahnya mencukupi untuk melaksanakan produksi sesuai dengan jadwal produksi yang disusun. Keseluruhan bahan baku yang dimaksud adalah bahan baku produksi, bahan tambahan pangan, bahan kemasan, dan bahan penunjang produksi lainnya. 4. Penyusunan jadwal produksi berdasarkan nilai CR masing-masing produk dan lini produksi yang digunakan untuk memproduksi produk yang bersangkutan. 5. Tidak memproduksi produk yang bertujuan untuk memenuhi pesanan tertentu atau “open tender”, jika ada maka akan dimasukan kedalam sistem sesuai dengan due date produk tersebut.
5.2 Perhitungan Penjadwalan Dalam sistem penjadwalan ini terdapat banyak perhitungan yang digunakan. Perhitunganperhitungan ini digunakan untuk menghasilkan sistem penjadwalan yang lebih baik dari penjadwalan sebelumnya. Herjanto (2007) menyebutkan bahwa urutan penjadwalan merupakan salah satu kunci untuk menghasilkan penjadwalan yang terbaik. Oleh sebab itu dalam sistem penjadwalan ini digunakan dua metode pengurutan yaitu CR dan SPT. Adapun dalam penyusunan jadwal harian sendiri digunakan aturan mesin kritis sebagaiman yang disebutkan oleh Mahfudz (1999), bahwa penjadwalan produksi dapat ditentukan oleh faktor kritis dari proses produksi suatu perusahaan. Dalam sistem penjadwalan ini mesin kritis yang digunakan adalah mesin pengemasan vakum. Pemilihan mesin vakum sebagai mesin kritis didasarkan pada hasil perhitungan yang menunjukan bahwa mesin pengemasan vakum merupakan mesin yang memiliki waktu proses paling lama dibandingkan mesin lainnya dan memiliki aturan yang lebih rumit dibandingkan mesin lainnya. Aturan disini maskudnya adalah aturan penggunaan mesin tersebut, yaitu penggunaan mesin harus benar-benar per-produk tidak seperti mesin lainnya yang memungkinkan digunakan per-item produk, sehingga memungkinkan dilakukan proses secara bersamaan. Adapun perhitungan secara rinci adalah sebagai berikut : 1. Menentukan jumlah waktu kerja mesin selama satu periode produksi (per-minggu) Waktu kerja mesin selama satu periode (per-minggu) yaitu waktu kerja mesin yang tersedia selama satu periode tersebut dikalikan dengan waktu yang tersedia selama satu hari kerja.
17
Adapun hari kerja yang tersedia selama satu periode kerja adalah enam hari kerja yang terdiri atas tiga shift untuk lima hari kerja yaitu senin sampai jum’at dan satu shift untuk satu hari kerja yaitu pada hari sabtu. Shift pertama terdiri atas delapan jam kerja, shift kedua terdiri atas enam jam kerja, dan shift ketiga terdiri atas tujuh jam kerja. Hari minggu tidak digunakan untuk produksi, melainkan untuk membersihkan peralatan produksi. Penetapan jam kerja yang tersedia dapat dilihat dari persamaan berikut : Jam Kerja/periode = (Jumlah hari – 2 hari) 21 jam
15 jam
2. Menentukan mesin kritis produksi Untuk penentuan mesin kritis dilakukan simulasi perhitungan kelompok produk pada waktu tertentu. Simulasi perhitungan disini maksudnya adalah menghitung waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk pada kelompok tersebut. 3. Merekap jumlah stok gudang produk di gudang produk dan jumlah permintaan dari MPS mingguan Jumlah stok produk yang ada di gudang produk adalah jumlah stok produk yang ada saat tanggal pembuatan jadwal produksi. Selanjutnya dihitung jumlah rencana produksi masingmasing produk dengan menambahkan buffer stock produk. 4. Menentukan Nilai CR produk untuk urutan produksi produk CR (critical ratio) merupakan salah satu metode yang bisa digunakan untuk menentukan urutan produksi sebuah produk yang memiliki banyak item produk, pengurutan produksi ini berguna untuk menghasilkan jadwal produksi yang lebih baik. 5. Membuat jadwal produksi harian dalam satu periode Urutan produksi berdasarkan nilai CR kembali diurutkan denagn metode Shortest Processing Time (SPT). Selanjutnya jadwal harian disusun berdasarkan urutan tersebut.
5.3 Tahapan Perhitungan Model Untuk memahami pemodelan ini, berikut tahapan perhitungan model dalam penelitian ini : 1. Konversi satuan permintaan produk Konversi satuan ini berguna untuk memudahkan perhitungan pada tahap selanjutnya. Konversi satuan dilakukan dari satuan pack yang merupakan satuan pada MPS mingguan kedalam karton yang merupakan satuan yang digunakan dalam perhitungan jumlah rencana produksi masing-masing jenis produk. Satu karton terdiri atas beberapa pack produk. Adapun rumus konversi satuan tersebut adalah
Permintaan produk (karton) = produk (pack ) .
satu karton produk (karton) jumlah pack produk (pack )
2. Menentukan jumlah rencana produksi masing-masing produk Jumlah rencana produksi merupakan jumlah produk yang harus diproduksi pada periode tertentu. Jumlah rencana produksi sebelumnya sudah ditetapkan berdasarkan prakiraan produksi atau jadwal induk (MPS) mingguan yang sebelumnya diturunkan dari jadwal induk (MPS)
18
bulanan. Jumlah rencana produksi dari jadwal induk (MPS) mingguan tersebut dikurangi dengan stok gudang kemudian ditmbah buffer stock perusahaan. Buffer stock sendiri sudah ditetapkan oleh perusahaan yang besarnya 15% dari jumlah permintaan atau jumlah rencana produksi (MPS) mingguan. Untuk rencana produksi yang tidak utuh dalam satu batch, maka berlaku pembulatan keatas. Pembulatan ini berlaku untuk menghindari kekurangan produk. Selama proses penentuan jumlah rencana produksi ini digunakan beberapa rumus konversi untuk mempermudah proses pembuatan rencana produksi. Adapun rumus-rumus hitung konversi yang digunakan adalah sebagai berikut : Jumlah produksi (karton) = (jumlah permintaan – jumlah stok produk akhir) + 15% jumlah Permintaan Jumlah produk (pcs) = P . Q . R Keterangan :
P : jumlah produksi (karton) Q : isi per karton (pack/karton) R : isi per pack (pcs/pack)
3. Menghitung nilai critical ratio (CR) Setelah diketahui jumlah produk yang akan diproduksi, selanjutnya dihitung nilai CR. Susunan produksi berdasarkan nilai CR terendah sampai nilai CR tertinggi. Adapun rumus CR adalah sebagai berikut :
CR (%) =
satu produk (karton) jumlah permintaan (pack )
. 100 %
4. Menyusun jadwal harian Tahap berikutnya merupakan penyusunan jadwal harian. Untuk penyusunan jadwal produksi harian, urutan produksi yang telah disusun berdasarkan nilai CR pada perhitungan sebelumnya kembali dikelompokan berdasarkan waktu change over paling minimal. Maksudnya, produk yang sejenis akan dikelompokan dan dibuat susunan produksi baru berdasarkan kelompok tadi. Setelah produk terkelompokan, urutan produksi pada setiap kelompok produk kembali diurutkan dengan metode Shortest Processing Time (SPT). Pengurutan produksi dengan SPT ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu tunggu (idle) ketika proses produksi berlangsung. Pengurutan kembali dengan metode SPT ini dilakukan pada mesin vakum. Hal ini dikarenakan pada perhitungan pendahuluan, mesin vakum merupakan mesin kritis produksi. Urutan produksi yang dihasilkan dari proses pengurutan berdasarkan metode SPT pada mesin vakum ini merupakan urutan produksi terakhir untuk diproduksi. Adapun diagram alir proses pehitungan penyusunan jadwal harian ini dapat dilihat pada Gambar 6.
19
Start
Jumlah yang harus diproduksi (Urutan produksi berdasarkan nilai CR)
Mengelompokan produk berdasarkan waktu change over
Produk Terkelompokan Tidak
Kesesuaian Kelompok
Ya Menyusun urutan produksi dengan metode SPT di mesin vakum
Urutan produksi sebagai jadwal alternatif produksi
End
Gambar 6. Flowchart Metodologi Penyusunan Alternatif Jadwal Produksi Jumlah produksi yang telah diurutkan dengan metode CR pada perhitungan sebelumnya akan dikelompokan berdasarkan waktu change over produk. Waktu change over produk merupakan waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan mesin saat terjadi penggantian jenis produk. Proses ini akan mengelompokan produk yang sejenis dan menggunakan bahan daging yang sama. Pengelompokan terbaik terjadi saat produk benar-benar terkelompokan berdasarkan jenis dan bahan produk tersebut. Oleh sebab itu, setelah dikelompokan akan akan dilihat apakah pengelompokan tersebut merupakan pengelompokan terbaik. Jika pengelompokan dinilai baik,
20
maka proses dilanjutkan dengan penyusunan kembali urutan produksi pada setiap kelompok yang disusun berdasarkan waktu change over produk tadi. Pengurutan dilakukan hanya pada kelompok produk saja, sehingga tidak berpengaruh pada urutan produk secara keseluruhan. Metode pengurutan pada tahap ini menggunakan metode SPT dan dilakukan pada mesin vakum. Proses SPT ini menyusun produk berdasarkan waktu proses terpendek produk tersebut, sehingga produk yang memiliki waktu proses yang lebih cepat akan didahulukan untuk diproduksi. Urutan produksi yang disusun berdasarkan metode SPT ini merupakan urutan produksi yang akan dieksekusi atau sebagai jadwal alternatif produksi harian.
21
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Kondisi Perusahaan 6.1.1
Identitas Produk PT. MDS merupakan perusahaan manufacturing yang menghasilkan produk berupa sosis, baso, kornet, smoked beef, dan burger. Untuk mempermudah pengecekan produk maka setiap produk yang dikeluarkan oleh PT. MDS memiliki identitas masing-masing yang tertera langsung di kemasan produk. Identitas ini berguna juga untuk identifikasi apabila terjadi complain dari customer terhadap produk. Karena PT. MDS menghasilkan produk yang akan dikonsumsi oleh konsumen, maka customer complain merupakan salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan. Perlakuan terhadap customer complain ini berbeda-beda, dari mulai penggantian satu produk yang menjadi complain konsumen sampai rejek semua produk yang merupakan batch produksi yang sama. Oleh sebab itu adanya identitas produk merupakan aspek penting untuk mempermudah mekanisme complain oleh konsumen tadi. Untuk identitas produk sendiri, PT. MDS membedakan identitas produk yang digunakan. Hal ini untuk mempermudah proses identifikasi dan juga mempermudah konsumen dalam membedakan setiap jenis produk yang dihasilkanperusahaan. Perbedaan tersebut meliputi bentuk kemasan, warna kemasan, berat jenis, jumlah isi, dan merek produk tersebut. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa merek untuk produk sosis sendiri terdiri atas tiga merek dagang yaitu kimbo, vigo, dan fino. Perbedaan dari ketiga produk ini terletak pada komposisi dari ketiga merek dagang tersebut. Identitas dari produk PT. MDS terdiri atas : Merek produk Merek produk merupakan bagian yang menggambarkan nama produk tersebut/merek dagang dari produk tersebut, seperti Kimbo, Vigo, Fino, dan lain sebagainya. Keterangan jenis produk Keterangan jenis produk adalah keterangan tambahan yang menyebutkan jenis produk yang ada dalam kemasan, seperti sosis siap saji, baso, smoked beef, dan lain sebagainya. Slogan produk Slogan produk adalah slogan yang diharapkan akan menarik minat konsumen untuk mengonsumsi produk tersebut, seperti I Like it, Enak, dan lainnya. Gambar produk Gambar produk adalah bagian yang diharapkan akan menjadi daya tarik sendiri bagi produk, gambar ini merupakan bagian yang membantu konsumen dalam mencitrakan produk. Seperti bentuk penyajian baso dalam mangkuk, bentuk penyajian sosis, dan lain sebagainya. Netto/jumlah isi Netto/jumlah isi merupakan bagian yang menerangkan berat bersih dari produk, pada sebagian produk disebutkan pula jumlah pcs didalam kemasan tersebut.
22
Logo Halal Logo halal merupakan keterangan yang memberi informasi pada konsumen bahwan produk yang dimaksud telah mendapatkan sertifikasi halal dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (BPOM MUI). Komposisi produk Komposisi produk merupakan bagian yang menjelaskan pada konsumen mengenai komposisi yang digunakan dalam pembuatan produk tersebut. Informasi layanan konsumen Informasi layanan konsumen adalah informasi no. Telp/email yang bisa dihubungi oleh konsumen apabila terdapat masalah terhadap produk atau memberikan saran/kritik pada perusahaan. Identitas perusahaan Identitas perusahaan adalah bagian yang menginformasikan nama perusahaan dan alamat perusahaan. Cara singkat penyajian Cara singkat penyajian merupakan bagian yang membantu konsumen apabila kesulitan dalam penyajian produk Kode produksi Kode produksi adalah bagian yang mencantumkan waktu produksi dan kode tertentu yang menggambarkan kapan dan batch mana yang menghasilkan produk tersebut. Bagian ini akan membantu tim QA dalam identifikasi apabila terdapat customer complain. Keterangan batas waktu penggunaan(expired) Keterangan batas waktu penggunaan merupakan bagian yang menginformasikan kepada konsumen batas waktu penggunaan produk. Ini merupakan upaya mencegah pengkonsumsian produk yang telah rusak. 6.1.2
Denah Lokasi Produksi Ruang produksi PT. MDS terletak di lantai satu pabrik perusahaan, sedangkan untuk penyimpanan produk jadi (gudang finish goods terletak terpisah dari pabrik utama perusahaan). Secara umum komponen yang terlibat saat proses produksi berlangsung dapat dilihat pada Gambar 7 :
23
Gambar 7. Denah Lokasi Produksi Dari gambar diatas terlihat bahwa secara umum komponen yang terlibat saat proses produksi berlangsung adalah enam mesin produksi, yaitu mesin pencampur (mixer), mesin pengisi (filler), mesin pemasakan (oven), mesin pendingin (shower), mesin pemotong (cutter), dan mesin pengemasan vakum. Mixer merupakan mesin yang digunakan untuk mencampurkan bahan baku produksi yang terdiri atas bahan baku utama, bumbu, dan bahan baku tambahan. Terdapat dua mesin pencampur di perusahaan yang memiliki kapasitas produksi yang sama. Setelah dilakukan pencampuran pada mesin pencampur, bahan baku dimasukan ke selongsongan untuk produk sosis, burger, dan smoked beef. Sedangkan untuk produk baso, bahan hasil pencampuran langsung terpisah dari line produksi untuk dilakukan penggorengan dan langsung dikemas pada mesin pengemasan vakum. Di mesin pengisi, bahan akan dimasukan ke selongsongan dan disusun di rak sebanyak lima batch produk untuk disiapkan pada proses pemasakan. Mesin pengisi sendiri terdapat dua buah mesin yang memiliki kapasitas produksi yang sama. Setelah bahan dimasukan kedalam selongsongan pada mesin pengisi, bahan sudah ter-set rapi dalam rak produk yang berkapasitas lima batch per-rak. Bahan langsung dibawa ke mesin pemasakan/oven yang berada di samping ruang pengisian produk. Terdapat lima buah mesin pengemasan di perusahaan yang masing-masing memiliki kapasitas produksi yang sama. Bahan yang sudah dimasukan ke selongsongan, selanjutnya dimasukan ke mesin pemasakan untuk dimatangkan. Setelah proses pematangan selesai, rak produk akan dikeluarkan dan dibawa ke ruang pendingin. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kualitas produk dengan cara menurunkan suhu produk. Di mesin pendingin terdapat shower yang
24
digunakan untuk menurunkan suhu awal produk. Kemudian bahan akan di-aging atau dimatangkan di ruang tertentu selama satu malam, proses ini berguna untuk meningkatkan kualitas produk. Barulah setelah proses aging selesai, produk dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang sudah ditentukan dan dikemas di mesin pengemasan. Pemotongan produk sendiri dilakukan dengan mesin pemotong (cutter). Perusahaan memiliki dua mesin pemotong yang memiliki spesialisasi yang berbeda. Mesin pemotong satu khusus digunakan untuk memotong produk Sosis Siap Saji/Ready to Eat (SSS/RTE), sedangkan mesin kedua digunakan untuk sosis yang tidak siap saji atau sosis yang terlebih dahulu harus dimasak oleh konsumen sebelum memakannya. Untuk mesin pengemasan sendiri, perusahaan memiliki delapan mesin pengemasan yang terdiri dari dua jenis mesin yang bekerja secara otomatis dan lima jenis mesin yang bekerja secara manual (dibutuhkan bantuan manusia dalam mengoperasikannya). 6.1.3
Bahan Baku Produksi Bahan baku produksi yang digunakan untuk proses pembuatan produk terdiri atas :
6.1.3.1 Daging Daging yang digunakan untuk pembuatan sosis sebaiknya daging pre rigor, yaitu daging dengan pH sekitar 6,2-6,8 karena pH tersebut protein daging masih belum terlalu banyak yang terdenaturasi sehingga daya mengikat airnya masih baik (Ardiyaningtyas, 2011). Daging merupakan bahan baku utama dalam pembuatan sosis. Daging yang digunakan dalam pembuatan sosis di PT. MDS adalah daging ayam dan daging sapi. Daging-daging ini diperoleh dari supplier. Daging ayam berasal dari supplier lokal, sementara daging sapi berasal dari impor daging. Daging ayam terdiri atas daging ayam trimming, leher ayam, dan kerongkongan ayam. Daging trimming adalah daging yang didalamnya masih bercampur dengan lemak. Leher ayam dan kerongkongan ayam digiling terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan campuran daging. Sedangkan untuk sosis sapi digunakan daging yang berasal dari bagian bahu serta daging sapi trimming. Semua daging yang diterima dari supplier harus berada dalam kondisi frozen. PT. MDS memiliki standar untuk penerimaan daging. Dari sisi dokumen, dokumen yang perlu dilampirkan oleh supplier adalah COA (Certificate of Analyse), surat atau sertifikat halal dan surat dari Dinas Peternakan yang menyatakan bahwa daging tersebut bebas penyakit. Selain itu PT. MDS juga melakukan pengecekan secara fisik dan mikrobiologi terhadap daging yang diambil dari supplier. 6.1.3.2 Es Penambahan es bertujuan untuk melarutkan garam serta mendistribusikannya secara merata keseluruh bagian massa daging, memudahkan ekstraksi protein daging, membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan dan pembentukan adonan. Es merupakan bahan yang diperlukan pada proses pembuatan sosis. Jumlah air yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan sosis adalah 20%-30% dari berat daging dan umumnya air yang ditambahkan dalam bentuk es (Ardiyaningtyas, 2011). Es yang digunakan pada proses produksi harus berada dalam kondisi frozen dan berbentuk tube. Standar es yang digunakan menganut SNI-3553-2006.
25
6.1.3.3 Garam Garam merupakan bahan tambahan yang paling berperan penting dalam proses pembuatan sosis. Garam juga mempunyai fungsi sebagai pemberi rasa, pengawet dan melarutkan protein myofibril, garam akan menyelimuti lemak dan mengikat air sehingga akan terbentuk emulsi yang stabil. Konsentrasi garam yang digunakan dalam berbagai produk sosis bervariasi tergantung asal pembuatan sosis tersebut, biasanya untuk sosis segar 1,5-2% (Ardiyaningtyas, 2011). Jumlah garam yang ditambahkan tergantung pada jenis sosis terutama kadar lemaknya, biasanya berkisar antara 1,8-2,2%. Kriteria penerimaan garam di PT. MDS harus memenuhi standar kondisi kendaraan pengiriman, kondisi kemasan, dan penyusunan barang. Secara penampakan, garam berbentuk kristal halus, tidak kotor, dan tidak ada benda asing. Kemasan sekunder garam tersebut adalah karung, sedangkan kemasan primernya adalah plastik dalam kondisi utuh dan diseal. Karakteristik penerimaan untuk warna dan bau garam adalah putih bersih serta tidak berbau. Dokumen yang dibutuhkan adalah sertifikat halal yang sudah disetujui untuk dipakai secara rutin sesuai perpanjangan sertifikat. 6.1.3.4 Sodium Nitrit Tujuan penambahan nitrit adalah untuk mengembangkan warna daging menjadi merah muda terang dan stabil, mempercepat proses curing, preservatif mikrobial yang mempunyai pengaruh bakteriostatik dan sebagai agensia yang mampu memperbaiki flavour dan antioksidan. 6.1.3.5 Lemak Lemak atau minyak dalam pembuatan sosis berfungsi untuk memberikan rasa lezat, mempengaruhi keempukan dan juiceness daging dari produk yang dihasilkan (Pearson dan Tauber, 1973). Kriteria penerimaan secara fisik oleh PT. MDS adalah sesuai standar kondisi pengiriman, kondisi kemasan dan penyusunan barang. Selain itu juga dilihat dari dokumen COA tiap tahunnya. 6.1.3.6 Fosfat Penambahan fosfat selama proses produksi adalah untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan. Selain itu juga untuk meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi dan memperlambat oksidasi. 6.1.3.7 Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi Bahan pengikat dan bahan pengisi merupakan fraksi bukan daging. Tujuan penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi adalah untuk memperbaiki stabilitas emulsi, memperbaiki kapasitas mengikat air, merangsang pembentukan cita rasa, mereduksi penyusutan selama pemasakan, memperbaiki sifat irisan, dan mengurangi biaya produksi (Forrest et al, 1975). Bahan pengikat mengandung protein lebih besar dibandingkan dengan bahan pengisi yang banyak mengandung karbohidrat. Bahan pengikat mampu menaikkan daya ikat air dan emulsi lemak. Sedangkan bahan pengisi mampu mengikat air tetapi tidak berperan dalam proses pembentukan emulsi.
26
6.1.3.8 Bumbu Bumbu merupakan senyawa nabati yang dapat dimakan. Penambahan bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukan untuk menambah atau meningkatkan cita rasa (Soeparno, 1994). Menurut Aberle et al. (2001), fungsi bumbu yaitu sebagai pemberi cita rasa, penambah karakteristik warna atau pola tekstur serta sebagai agen antioksidan. Bumbu yang digunakan pada pembuatan sosis baik sosis sapi maupun sosis ayam semuanya didatangkan dari supplier. Bumbu tersebut dinamakan dengan premix. Premix yang digunakan untuk tiap merek sosis bebeda-beda. Untuk sosis kimbo kode bumbu diawali dengan huruf K. Untuk sosis vigo kode bumbu diawali dengan huruf V dan untuk sosis fino kode bumbu diawali dengan huruf F. Selain premix bahan bumbu yang digunakan adalah bawang putih, bawang merah, bawang Bombay, dan paprika. 6.1.3.9 Kalium Sorbat Dalam proses produksi sosis, potasium sorbat berperan sebagai bahan pengawet. Kalium sorbat memiliki kemampuan yang cukup baik dalam menghambat mikroba patogen. Hal ini dikarenakan potasium sorbat mempunyai daya penghambatan yang luas yaitu bakteri, kapang, dan khamir. 6.1.3.10 Casing Selongsong atau casing sosis terdapat dalam dua macam, yaitu selongsong alami dan buatan. Selongsong alami berasal dari saluran pencernaan ternak seperti sapi, domba, dan babi. Selongsong alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme, sehingga perlu dilakukan penggaraman yang diikuti dengan pembilasan (Ardiyaningtyas, 2011). Menurut Kramlich (1971), ada lima macam selongsong yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu: 1) selongsong yang terbuat dari usus hewan, 2) selongsong yang terbuat dari kolagen, 3) selongsong yang terbuat dari selulosa,4) selongsong yang terbuat dari plastik, 5) selongsong yang terbuat dari logam. PT. MDS menggunakan dua jenis casing atau selongsong untuk produk sosisnya. Kedua jenis selongsong tersebut adalah selongsong yang terbuat dari kolagen dan selongsong yang terbuat dari selulosa. 6.1.4
Proses Produksi Perusahaan Terdapat tiga produk utama untuk sosis sapi dan sosis ayam yang diproduksi oleh PT. MDS yaitu Kimbo, Vigo, dan Fino. Pada dasarnya proses produksi sosis tersebut adalah sama. Pembeda dari ketiga jenis sosis dari segi proses adalah komposisi/formula bahan yang digunakan. Adapun tahapan proses pembuatan sosis adalah persiapan bahan, pencampuran, pengisian, pemasakan, pendinginan/aging, gunting/peeling, dan pengemasan. 6.1.4.1 Penerimaan Bahan Baku Sebuah proses produksi tentunya dimulai dengan proses penerimaan bahan baku. Penerimaan bahan baku di PT. MDS dilakukan oleh bagian gudang bahan baku dengan kontrol salah seorang bagian Quality Assurance. Bahan baku yang diterima kemudian disimpan di tempat penyimpanan masing-masing. Daging disimpan di freezer, sementara tepung-tepungan ditempatkan di gudang raw material dan bumbu disimpan di sebuah ruang penyimpanan dengan suhu yang sesuai. Barang-barang yang diterima dari supplier harus disesuaikan dengan standar yang ditetapkan oleh PT. MDS. Biasanya perusahaan
27
menyertakan COA (Certificae of Analysis) terhadap produk yang disuplainya. Hal tersebut memudahkan bagian Quality Control untuk mengawasi setiap bahan baku yang datang. 6.1.4.2 Persiapan Bahan Persiapan bahan meliputi persiapan daging, bumbu, tepung, es, pewarna,dan purin/emulsi dan bahan aditif. Daging yang akan digunakan untuk proses produksi harus diterima dalam keadaan frozen dari supplier. Sebelum digunakan, daging frozen yang disimpan di dalam ruang pendingin (cold storage) dilakukan thawing. Thawing dilakukan dengan cara memindahkan daging beku dari ruang pendingin ke ruang penggilingan daging yang bersuhu 15oC. Dalam hal ini, hanya daging sapi yang diberi perlakuan thawing. Setelah itu, daging sapi digiling dengan menggunakan mesin mincer. Sementara daging ayam, tanpa melalui proses thawing langsung digiling dengan menggunakan mesin mincer. Untuk bagian tertentu pada ayam dilakukan penggilingan di ruang Mechanical Deboning Meat (MDM) kemudian di simpan ke dalam chiller. Bumbu, tepung, dan bahan aditif kimia disiapkan di ruang formulasi. Bumbu premix, bawang putih, bawang bombay, bawang merah, tepung , dan bahan aditif kimia ditimbang sesuai dengan formulasi yang telah ditetapkan. Bumbu dan tepung yang sudah ditimbang disusun dan diberi penandaan kemudian dilakukan pemaketan untuk tiap jenis produk sosis yang akan diproduksi. Selain bumbu yang berbentuk serbuk, pada bagian ini juga dilakukan penimbangan terhadap bawang merah, bawang putih dan bawang bombay yang digunakan. Formulasi menurut Soeparno (1998) adalah untuk menghasilkan daging proses dengan penampakan yang kompak, cita rasa dan sifat fisik yang stabil dan seragam. Penambahan bahan penyedap dan bumbu terutama ditujukan untuk menambah atau meningkatkan flavour. Metode yang digunakan pada saat penimbangan formulasi adalah metode pemaketan. Metode pemaketan ini sudah efektif karena dengan metode tersebut, peluang terjadinya kesalahan formula akan semakin kecil. Penimbangan yang kurang akurat oleh operator bagian formulasi dapat menyebabkan yield di akhir produk. 6.1.4.3 Pencampuran Proses ini merupakan proses pencampuran bahan-bahan yang telah disiapkan pada proses sebelumnya. Proses pencampuran dilakukan dengan menggunakan mesin bowl cutter. Adonan ditampung di dalam bak stainless steel. Bahan yang dimasukkan tahap pertama adalah daging, es, bumbu dan pewarna. Kemudian dilakukan pencampuran yang selanjutnya ditambahkan dengan emulsi dan tepung. Kemudian dicampur kembali selama beberapa menit. Setelah selesai pencampuran, kondisi adonan dicek oleh operator untuk memastikan tingkat kehalusannya. Sementara pH adonan dicek oleh bagian QC. 6.1.4.4 Filling (Pengisian) Filling merupakan proses pengisian adonan ke dalam casing dengan menggunakan mesin filler. Mesin filler yang digunakan oleh PT. MDS terdiri dari dua macam yaitu mesin filler yang dapat diatur ukuran dan berat sosisnya sesuai permintaan dan mesin filler yang ukuran serta berat sosisnya tidak dapat diatur. Mesin filler yang digunakan berjalan secara otomatis. Adonan sosis yang sudah diisikan kedalam selongsong kemudian diatur di stik dan digantungkan di kereta. Adapun penyusunan produk yang disusun di kereta hanya untuk produk yang dimasak dengan standar pemasakan yang sama. Setelah satu kereta
28
terisi dengan sosis, maka diberikan ke bagian pemasakan. Penempatan dan penyusunan kereta yang akan masuk ke smoker disesuaikan dengan urutan First In First Out dari mesin bowl cutter dan filler. 6.1.4.5 Cooking (Pemasakan) Tujuan dari proses pemasakan sosis adalah untuk mematangkan sosis dan membentuk sosis dengan tekstur yang kompak, pembentukan rasa, pembentukan warna, dan pengawetan. Sumber panas yang digunakan dalam pemasakan sosis adalah dengan uap panas. Proses pemasakan ini merupakan proses yang kritis dalam produksi sosis karena akan berpengaruh terhadap warna, aroma, dan tekstur. Waktu pemasakan sosis telah ditentukan oleh operator. Adapun prinsip dalam pemasakan sosis dengan menggunakan mesin smoker adalah driying, smoking, dan cooking. 6.1.4.6 Aging Setelah pemasakan, sosis melalui tahap pendinginan. Dalam pendinginan ini terdapat tiga tahapan yaitu shower, cooling, dan chiller. Tujuan dari proses pendinginan dan penyiraman ini adalah untuk menurunkan suhu sosis, membersihkan permukaan sosis yang masih terdapat kotoran-kotaran hasil proses pemasakan sosis, dan juga mempertahankan kadar air sosis sehingga sosis tidak keriput, menghilangkan bau, asap, dan resin yang ditimbulkan serta memudahkan dalam proses pengupasan sosis pada cassing cellulose. Aging dilakukan didalam ruangan yang disebut anteroom. Tujuan dari proses aging ini adalah mengatur suhu dan warna sosis. Didalam anteroom sosis disusun rapi sesuai dengan nomor urut pemasakan guna mempermudah proses selanjutnya. 6.1.4.7 Pengguntingan dan Pengupasan Sosis Terdapat beberapa produk sosis yang dikupas sebelum dikemas. Pengupasan sosis ini dilakukan di ruang peeler menggunakan mesin peeler. Proses pengguntingan dilakukan di ruang gunting dengan menggunakan mesin dan manual. Pengguntingan dengan menggunakan mesin berlangsung sangat cepat, sedangkan pengguntingan secara manual khusus untuk produk sosis yang dibungkus dengan casing kolagen. 6.1.4.8 Packing Sistem pengemasan PT. MDS dilakukan dengan menggunakan mesin dan manual. Mesin yang digunakan adalah mesin vacum continous, dimana mesin tersebut otomatis sudah langsung melakukan pemvakuman terhadap produk. Sedangkan produk yang dikemas secara manual dilakukan di meja-meja yang terdapat di Ruang Packing. Produk dimasukkan ke dalam kemasan yang telah disiapkan. Jumlah produk tiap kemasan sesuai dengan rencana tipe produk yang diproduksi pada hari tersebut. Setelah dikemas, produk tersebut kemudian divakum dengan menggunakan mesin vakum manual. Setelah itu, produk yang telah dikemas disusun di dalam keranjang dan kemudian diserahkan di bagian gudang finish good untuk disimpan.
29
6.2 Jaringan Supply Chain PT. MDS PT. MDS Jababeka merupakan salah satu lokasi produksi PT. MDS disamping lokasi produksi lainnya yang dimiliki oleh PT. MDS. Teori Dasar Supply Chain Management (SCM) di PT. MDS dapat dilihat pada Gambar 8.
Distribusi
Pembelian
PPIC
Gudang
Produksi Gambar 8. Sistem SCM secara umum (Sumber : PT. MDS) Gambar 9. merupakan teori Supply Chain Management (SCM) yang menggambarkan alur bahan baku masuk sampai produk dipasarkan di PT. MDS. Tetapi secara struktural tidak sepenuhnya bagian mata rantai berada pada Departemen SCM perusahaan. Bagian SCM membawahi 4 mata rantai yaitu pembelian, PPIC, Gudang, dan distribusi. Sedangkan produksi berada dibawah departemen sendiri yaitu departemen produksi. Namun, meskipun demikian tetap bagian produksi akan memproduksi produk berdasarkan SPK (Surat Perintah Kerja) yang dikeluarkan oleh bagian PPIC. Dari gambar 8. terlihat bahwa terdapat keterkaitan erat antara lima bagian dalam rantai Supply Chain Management (SCM). Apabila terdapat masalah di salah satu bagian, maka akan mempengaruhi bagian lainnya. Oleh sebab itu perlu adanya sistem yang tepat agar sistem berjalan dengan tepat. Adapun jaringan yang terlibat atau sering disebut sebagai anggota chain dari Rantai SCM seperti gambar diatas adalah : 6.2.1
Pengadaan Dahulu bagian pengadaan atau pembelian bahan baku ini dianggap bagian kurang strategis, sehingga keberadaanya sering tidak terlalu dijadikan prioritas perusahaan. Beberapa perusahaan sering melakukan marger bagian pengadaan ini dengan bagian lainnya yang sesuai. Anggapan ini didasarkan pemahaman perusahaan yang kurang, perusahaan masih menganggap bagian pengadaan ini kegiatannya hanya mencakup kegiatan-kegiatan administratif saja. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan persaingan perusahaan, kini bagian pengadaaan ini tidak dianggap kurang strategi lagi bahkan sebaliknya bagian pengadaan merupakan bagian penting terkait keberhasilan perusahaan. Hal ini seperti diungkapkan Pujawan (2005) yang menyebutkan bahwa bagian pengadaan ini punya potensi untuk menciptakan daya saing perusahaan ataupun supply chain, bukan hanya dari perannya dalam mendapatkan bahan baku dengan harga murah, tetapi juga dalam upaya meningkatkan time to market (dalam perancangan produk baru), meningkatkan kualitas
30
produk (dengan bekerjasama dengan supplier untuk menjalankan program-program kualitas), dan meningkatkan responsiveness (dengan memilih supplier yang bukan hanya murah, tetapi juga responsif). Persediaan atau pengadaan bisa diklasifikasikan dengan berbagai cara. Berdasarkan bentuknya, persediaan bisa diklasifikasikan menjadi bahan baku (raw materials), barang setengah jadi (WIP), dan produk jadi (finished product). Yang dimaksud pengadaan dalam hal ini adalah pengadaan raw material. Klasifikasi ini biasaya hanya berlaku pada konteks perusahaan manufaktur. Berdasarkan fungsinya, persediaan dapat dibedakan menjadi: a. Pipeline atau transit inventory. Persediaan ini muncul karena lead time pengiriman dari satu tempat ke tempat lain. Barang yang tersimpan di truk sewaktu proses pengiriman adalah salah satu contohnya. Persedaiaan ini akan banyak jika jarak (dan waktu) pengiriman panjang. Jadi, persediaan jenis ini bisa dikurangi dengan mempercepat pengiriman misalnya dengan mengubah alat atau metode transportasi atau dengan mencari pemasok yang lokasinya lebih dekat (tentunya dengan mempertimbangkan konsekuensi lain seperti ongkos kirim, harga dan kualitas). b. Cycle stock. Cycle stock adalah persediaan akibat motif memenuhi skala ekonomi. Persediaan ini punya siklus tertentu. Pada saat pengiriman jumlahnya banyak, kemudian sedikit demi sedikit jumlahnya berkurang akibat dipakai atau dijual sampai akhirnya habis atau hampir habis, kemudian mulai dengan siklus baru lagi. c. Persediaan pengamanan (safety stock). Persediaan pengamanan berfungsi sebagai perlindungan terhadap ketidakpastian permintaan maupun pasokan. Perusahaan biasanya menyimpan lebih banyak dari yang diperkirakan dibutuhkan selama suatu periode tertentu supaya kebutuhan yang lebih banyak dapat dipenuhi tanpa harus menunggu. Menentukan berapa banyaknya persedaiaan pengaman adalah pekerjaan yang sulit. Besar kecilnya persediaan pengaman terkait dengan biaya pengaman dan service level. d. Anticipation stock Anticipation stock adalah persediaan yang dibutuhkan untuk mengantisipasi kenaikan permintaan akibat sifat musiman dari permintaan terhadap suatu produk. Walaupun anticipation stock juga pada hakikatnya adalah mengantisipasi permintaan yang tidak pasti, namun perusahaan bisa memprediksi adanya kenaikan dalam jumlah yang signifikan (bukan sekedar pola acak). Persediaan juga dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat ketergantungan kebutuhan antara satu item dengan item yang lainnya. Item-item yang yang kebutuhannya tergantung pada kebutuhan item lain dinamakan dependent demand item. Sebaliknya, kebutuhan independent demand item tidak tergantung pada kebutuhan item lain. Kalsifikasi ini dilakukan karena pengelolaan kedua jenis item ini biasanya berbeda. Yang termasuk dalam dependent demand item biasanya adalah komponen atau bahan baku yang akan digunakan untuk membuat produk jadi. Kebutuhan baku dan komponen tersebut ditentukan oleh banyaknya jumlah produk jadi yang akan dibuat dengan menggunakan komponen atau bahan baku tersebut. Ketergantungan permintaan ini biasanya diwujudkan dalam bentuk struktur atau komposisi
31
produk atau bill of materials (BOM). Produk jadi basanya tergolong dalam independent demand item karena kebutuhan akan satu produk jadi tidak langsung mempengaruhi kebutuhan produk jadi yang lain. PT. MDS merupakan salah satu perusahaan yang memegang prinsip bahwa bagian pengadaan merupakan salah satu bagian sangat penting dari perusahaan. Beberapa langkah kerjasama telah dilakukan untuk mencapai kesuksesan rantai pasok perusahaan. Kerjasamakerjasama tersebut tidak hanya meliputi pengadaan kualitas bahan baku terbaik, melainkan sudah sampai riset untuk perancangan produk baru yang dilakukan dengan melibatkan bagian R & D perusahaan. Transaksi baik bahan baku ataupun bahan jadi terus berlangsung. Bahan baku berupa daging baik daging sapi ataupun ayam di PT. MDS merupakan daging yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh departemen R & D perusahaan. PT. MDS berusaha mencari supplier bahan baku yang sedekat mungkin dari lokasi produksi perusahaan, hal ini dikarenakan untuk memperkecil biaya distribusi bahan baku itu sendiri. Sejauh ini supplier daging sapi dan ayam terdiri atas supplier lokal dan supplier luar negeri. Untuk daging ayam sejauh ini cukup dipenuhi oleh supplier lokal saja, sedangkan untuk daging sapi terdiri atas supplier lokal dan luar negeri. Supplier lokal untuk daging ayam ataupun sapi diambil dari daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sedangkan untuk supplier luar negeri untuk penyediaan daging sapi terdiri atas beberapa Negara di Asia Tenggara dan Negara Cina. Impor daging sapi terpaksa dilakukan karena supplier lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan PT. MDS untuk penyediaan bahan baku tersebut. Transaksi pembelian bahan baku daging ini biasanya dilakukan secara terus menerus dan berjangka, artinya transaksi hanya dilakukan diawal saja. Selanjutnya supplier akan mengirimkan daging setiap bulannya sesuai dengan kapasitas yang diinginkan oleh perusahaan. Apabila terjadi kekurangan daging (Bahan baku) maka PT. MDS akan meminta suplay tambahan ke supplier pertama, apabila pihak supplier tidak mampu memenuhi permintaan perusahaan, barulah perusahaan mencari supplier lain secara mendadak dan dilakukan transaksi tidak berkala. Transaksi ini hanya dilakukan sekali yaitu hanya untuk memenuhi kekurangan bahan baku pada saat itu saja, tidak ada kesepakatan tambahan seperti dengan supplier transaksi berkala. 6.2.2
Distribusi Setelah selesai di produksi, hal yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah mendistribusikan produk tersebut ke tangan konsumen. Pendistribusian ini merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan perusahaan. Hal ini dikarenakan pendistribusian memiliki peran dalam memelihara produk sampai ke tangan konsumen, apalagi produk yang dihasilkan oleh PT. MDS merupakan produk yang mudah rusak, sehingga membutuhkan startegi yang tepat untuk menjaga kesegaran produk tersebut sampai ke tangan konsumen. Pengirian produk ke pelanggan atau pemakai akhir tentunya melibatkan kegiatan transportasi. Aktivitas pengiriman ini bisa diakukan sendiri oleh perusahaan atau dengan menyerahkannya ke perusahaan jasa transportasi. Dalam cakupan kegiatan distribusi, perusahaan harus bisa merancang jaringan distribusi yang tepat. Keputusan tentang perancangan jaringan distribusi harus mempertimbangkan tradeoff antara aspek biaya, aspek fleksibilitas, dan aspek kecepatan respon terhadap pelanggan (Pujawan, 2005). Pertimbangan-pertimbangan inilah yang juga menjadi pertimbangan utama dalam mensukseskan distribusi produk-produk di PT. MDS.
32
Sejauh ini PT. MDS telah melakukan strategi distribusi yang tepat, yaitu dengan membagi kedalam dua strategi distribusi, yaitu distribusi A dan B. Pendistribusian produk Sosis Siap Saji tentunya harus berbeda dengan pendistriusian produk sosis lainnya, dikarenakan sosis siap saji cenderung tahan lama dibandingkan dengan sosis yang harus dimasak trlebih dahulu. Oleh sebab itu, suhu box mobil distribusi tidak harus besuhu rendah seperti halnya suhu box mobil untuk produk sosis yang dimasak terlebih dahulu. Pembagian pusat distribusi kedalam kedalam tiga daerah utama yaitu Bandung, Surabaya, dan Solo merupakan strategi yang tepat untuk mempercepat alur distribusi produk tersebut. Ini merupakan salah satu strategi pemilihan jalur distribusi yang cepat, disamping pemilihan jalur distribusi secara teknis. a. Distribusi A Distribusi A merupakan pendistribusian produk untuk produk chill. Produk chill merupakan produk yang harus dijaga suhunya sampai ke tangan konsumen, produk ini merupakan produk yang harus dimasak terlebih dahulu oleh konsumen sebelum memakannya. Pendistribusian produk ini dilakukan oleh PT. Pangan Sehat Sejahtera (PSS) yang dikontrol pendistribusiannya oleh office PT. MDS yang terletak di Cikarang. Produk chill ini akan didistribusikan ke tiga titik distribusi produk yaitu Bandung, Surabaya, dan Solo. Bandung akan mendistribusikan produk ke wilayah Tasik dan sekitarnya, Cirebon dan sekitarnya. Sedangkan Surabaya akan mendistribusikan produk ke Bali dan sekitarnya, NTB/NTT dan sekitarnya. Adapun Solo akan mendistribusikan produk ke Semarang dan sekitarnya dan Yogyakarta dan sekitarnya. Pendistribusian produk chill ini menggunakan kendaraan khusus yang diatur suhu box kendarannya. Suhu disesuaikan dengan kondisi suhu untuk mempertahankan kualitas produk daging olahan. b. Distribusi B Distribusi kedua adalah distribusi B. Distribusi B merupakan pendistribusian untuk produk SSS (Sosis Siap Saji). Produk ini disebut juga produk RTE/Ready to Eat. Distribusi produk ini dilakukan langsung ke outlet-outlet Madusri. Selain disekitar Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jakarta), distribusi A ini juga mendistribusikan produk SSS ke luar jawa seperti Makassar, Sumatera, Kalimantan, dan Batam. Model yang sedang dikembangkan PT. MDS saat ini adalah terus memperlebar jaringan distribusi produk dengan harapan produk sosis mampu menjangkau lebih luas lagi ke seluruh pelosok Indonesia. Motivasi lain pelebaran sayap ini adalah terus meningkatnya permintaan produk daging olahan PT. MDS ini dari berbagai wilayah. Selain menyediakan berbagai produk daging olahan untuk dijual ke pasar, PT. MDS kini mencoba mengikuti tender-tender beberapa industri makanan dalam penyediaan produk olahan daging. Penyediaan daging olahan untuk tender-tender seperti ini tidak seperti penyediaan daging olahan untuk produk perusahaan biasanya, karena karakteristik produk daging olahan harus sesuai dengan keinginan perusahaan yang memberikan tender tersebut. Salah satu contoh tender yang dimenangkan oleh PT. MDS tahun 2011 ini adalah tender penyediaan daging olahan untuk KFC. Oleh sebab itu, PT Madusari meningkatkan volume produksi tahun ini demi memenuhi permintaan dari KFC tersebut. Distribusi merupakan salah satu rantai yang berada dalam lingkaran supplay chain management (SCM). Oleh sebab itu kesuksesan distribusi merupakan salah satu kesuksesan SCM itu sendiri. Disamping itu, kesuksesan rantai lain sangat mempengaruhi kesuksesan
33
distribusi itu sendiri. Proses produksi baik, akan tetapi produk tidak dapat didistribusikan dengan baik kepada konsumen, besar kemungkinan terjadi kerusakan pada produk. Apalagi produk PT. MDS merupakan produk olahan daging, amka perlu ada strategi tepat dalam mendistriusikan produk itu sendiri. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, pendistribusian produk PT. MDS digolongkan kepada dua jenis, yaitu distribusi A yang mendistribusikan produk chill (produk yang harus dimasak terlebih dahulu oleh konsumen sebelum dikonsumsi) dan distribusi B (yang mendistribusikan produk Sosis Siap Saji/SSS (produk yang siap makan, tidak harus dimasak terlebih dahulu). Pendistribusian produk chill menggunakan mobil khusus yang diatur suhu ruang box mobil tersebut. Suhu box mobil untuk mendistribusikan produk chill ini adalah sekitar 1015oC. Meskipun demikian, suhu box mobil bisa lebih rendah. Suhu lebih rendah ini disesuaikan dengan permintaan konsumen tentunya. Pendistribusian produk ini dilakukan oleh PT. Pangan Sehat Sejahtera (PSS) yang dikontrol pendistribusiannya oleh office PT. MDS di Cikarang. Jalur yang digunakan tentunya jalur darat, kecuali untuk wilayah luar Jawa dengan menggunakan kapal laut. Produk chill ini akan didistribusikan ke tiga titik distribusi produk yaitu Bandung, Surabaya, dan Solo. Bandung akan mendistribusikan produk ke wilayah Tasik dan sekitarnya, Cirebon dan sekitarnya. Sedangkan Surabaya akan mendistribusikan produk ke Bali dan sekitarnya, NTB/NTT dan sekitarnya. Solo akan mendistribusikan produk ke Semarang dan sekitarnya dan Yogyakarta dan sekitarnya. Selain daerah sekitar Jawa, distribusi A juga akan mendistribusikan produk ke luar jawa juga seperti Makassar, Sumatera, Kalimantan, dan Batam. Pendistribusian produk SSS tidak seperti pendistribusian produk chill, yaitu menggunakan box mobil berpendingin kecuali untuk konsumen ternetu yang meminta didistribusikan dalam keadaan dingin. Produk SSS didistribusikan langsung ke outlet-outlet di beberapa wilayah seperti Jakarta, Jawa barat, Jawa tengah, dan Jawa timur. 6.2.3
Gudang Gudang merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan pula terkait kesuksesan perusahaan. Tidak mungkin semua produk yang dihasilkan langsung didistribusikan pada waktu itu juga, hal ini akan membuat terjadinya beberapa pendistribusian yang kurang efektif. Begitu pula bahan baku, tidak semuanya bahan baku yang datang bisa langsung dipakai saat itu juga, pastinya harus disimpan terlebih dahulu untuk skala besar. Pemakaian langsung bahan baku secara masal mungkin bisa bagi manufaktur yang masih berskala kecil. Penyimpanan yang baik akan sangat mempengaruhi kualitas dari produk/bahan baku tersebut, apalagi PT. MDS mengolah produk yang mudah rusak. Strategi membagi kedalam beberapa gudang merupakan langkah yang tepat untuk meminimalisir kerusakan produk dan mengefisienkan waktu pendistribusian. Gudang bahan baku khusus untuk menyimpan bahan baku, gudang finish goods khusus untuk penyimpanan sementara produk sebelum disimpan di gudang produk, dan gudang produk khusus menyimpan produk akhir sebelum didistribusikan. Terdapat tiga gudang penting yang digunakan sebagai gudang penyimpanan di PT. MDS. Dua gudang penyimpanan terdapat di PT. MDS blok J yaitu gudang bahan baku yang sering disebut gudang bahan baku dan gudang hasil produksi yang disebut finish goods, sedangkan satu gudang di PT. Pangan Sehat Sejahtera yang menyimpan hasil produksi sebelum didistribusikan ke konsumen. Gudang bahan baku terdiri atas dua bagian, yaitu gudang untuk bumbu dan gudang untuk daging. Perbedaan dari kedua gudang ini terletak
34
pada suhu gudang tersebut. Suhu gudang untuk penyimpanan daging jauh lebih rendah dibandingkan dengan gudang penyimpanan bumbu. Perbedaan suhu ini didasarkan pada ketahanan bahan baku tersebut terhadap berbagai faktor kerusakan, seperti kerusakan akibat mikroorganisme. Suhu untuk gudang penyimpanan daging sekitar -15oC sampai -10oC. Sedangkan untuk penyimpanan bumbu suhu gudangnya sekitar 0oC. Untuk penyimpanan finish goods, suhu gudang sama dengan suhu gudang bahan baku daging. Karena suhu yang sama, terkadang penyimpanan untuk hasil produksi dilakukan di gudang penyimpanan bahan baku daging. Setelah disimpan sementara di gudang finish goods, produk didistribusikan ke gudang penyimpanan hasil produksi di PT. Pangan Sehat Sejahtera. Gudang ini terbagi atas 4 bagian ruang, yaitu ruang office yang terletak di lantai 2, ruang loading yang terletak di bagian paling depan gudang, ruang penyimpanan daging, dan ruang penyimpanan daging frozen. Loading merupakan ruang yang digunakan untuk bongkar muat produk, disini terkadang dilakukan pengepakan produk juga. Suhu ruang ini sekitar 5-10oC. Ruang ini tidak digunakan sebagai ruang penyimpanan, akan tetapi dijadikan ruang untuk pengepakan, penerimaan produk, dan persiapan sebelum dimuat ke kendaraan untuk didistribusikan. Ruang yang digunakan untuk penyimpanan produk yaitu ruang penyimpanan daging yang bersuhu sekitar 0 sampai -5oC dan ruang penyimpanan daging frozen yang suhunya hampir mencapai -20oC. Prinsip utama yang dipegang terkait penyimpanan di PT. MDS adalah First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Dua prinsip ini didasarkan pada kapasitas gudang itu sendiri serta kebutuhan pendistribusian produk. Selain dua prinsip untuk penyimpanan, terdapat dua jenis proses produksi yang diturunkan dari kondisi penyimpanan di gudang. Dua prinsip proses produksi yang diturunkan dari kondisi penyimpanan gudang adalah produk MTS (make to stock) dan MTO (Make to Order). Produk MTS yaitu proses produksi yang didasarkan pada data stok gudang, artinya hasil produksi akan disimpan sebagai stok gudang. Adapun Produk MTO yaitu proses produksi yang didasarkan pada data permintaan, artinya hasil produksi akan langsung didistribusikan ke konsumen. Produk MTO ini biasanya digunakan untuk memenuhi konsumen yang melakukan pemesanan produk dengan skala besar. Sedangkan berdasarkan perhitungan kondisi stok gudang terdapat dua jenis stok produk, yaitu stok total dan stok rilis. Stok total stok keseluruhan produk yang ada di gudang, sedangkan stok rilis adalah stok produk yang siap didistribusikan setelah , dilakukan berbagai pengurangan aspek lainnya. Untuk memudahkan kepala gudang dalam pendataan stok total gudang dilakukan pencataan pada setiap produk yang masuk ke gudang, baik ke gudang frozen ataupun ke gudang non-frozen. Data tersebut meliputi tanggal masuk gudang dan total pack produk. Selain pendataan dalam produk tersebut, produk-produk dikelompokan berdasarkan tanggal masuk gudang dan tanggal keluar gudang di rak-rak produk tersebut. Bagian pendataan gudang mencatat tanggal masuk, jumlah pack, dan tanggal keluar gudang di sebuah catatan kecil yang berada disamping pintu masuk gudang. Catatancatatan ini akan dicek secara berkala untuk dimasukan kedalam database pusat kondisi gudang PT. Pangan Sehat Sejahtera.
6.3 Perencanaan Produksi di Perusahaan Production planning merupakan rencana produksi yang dibuat oleh PT. MDS. Rencana produksi ini dibuat oleh Departemen PPIC sendiri. Hasil akhir dari rencana produksi ini berupa Surat Perintah Kerja (SPK) yang berisi volume yang harus diproduksi setiap harinya. SPK ini akan dieksekusi oleh bagian produksi atau sebagai panduan produksi untuk hari tersebut. Inventory
35
control merupakan manajemen pengendalian penyimpanan. Inventory control di PT. MDS mencakup pengendalian persediaan bahan baku produksi dan pengendalian penyimpanan hasil produksi. Baik production planning ataupun inventory control di PT. MDS diatur sepenuhnya oleh departemen PPIC yang berada dibawah tanggung jawab manajer SCM.
RF
CP/RCCP
MPS Bulanan
PO
RO MPS Mingguan
Confirm Sales
SPK
Produksi
Storage
Distribusi
Gambar 9. Tahapan pembuatan SPK (Sumber : PT. MDS) Keterangan : - RF = Rolling Forecast - RO = Reverse Order - CP = Capasity Planning - RCCP = Rough Cap Capacity Plan - MPS = Massa Production Schedulling - PO = Purchasing Order - SPK = Surat Perintah Kerja = Arah Aliran Gambar 9. menggambarkan strategi PPIC di PT. MDS. Production planning merupakan rencana produksi yang dibuat olehperusahaan. Rencana produksi ini dibuat oleh Departemen PPIC sendiri. Hasil akhir dari rencana produksi ini berupa Surat Perintah Kerja (SPK) yang berisi volume yang harus diproduksi setiap harinya. SPK ini akan dieksekusi oleh bagian produksi atau sebagai panduan produksi untuk hari tersebut. Inventory control merupakan manajemen pengendalian penyimpanan. Inventory control di PT. MDS mencakup pengendalian persediaan bahan baku produksi dan pengendalian penyimpanan hasil produksi. Baik production planning ataupun inventory control di PT. MDS diatur sepenuhnya oleh departemen PPIC yang berada dibawah tanggung jawab manajer SCM. Massa Production Schedulling atau MPS merupakan rencana produksi yang akan dilakukan oleh perusahaan. MPS memberikan informasi jumlah produk yang harus diproduksi pada waktu tersebut dan kapan produk tersebut harus selesai diproduksi. Terdapat dua jenis MPS seperti yang
36
telah digambarkan di gambar 9. yaitu MPS bulanan dan MPS mingguan. MPS bulanan merupakan jadwal produksi yang akan dilakukan selama satu bulan, sedangkan MPS mingguan merupakan jadwal produksi yang akan dilakukan perusahaan selama satu minggu. Sebelum dibuat MPS yang nantinya menjadi panduan bagi pembuatan Surat Perintah Kerja (SPK), perusahaan terlebih dahuu membuat data Rolling Forecast (RF). Rolling Forecast (RF) merupakan data permintaan yang menggambarkan rata-rata permintaan perusahaan setiap tahunnya. Selain rata-rata permintaan tahunan, RF juga menyimpan data permintaan rata-rata setiap bulannya. Tabel 2. Data Permintaan Konsumen Juli- 2011 (pcs) Item
W-1
W-2
W-3
W-4
W-5
4-Jul
10-Jul
17-Jul
24-Jul
31-Jul
9-Jul
16-Jul
23-Jul
30-Jul
6-Agust
A1
156
536
527
633
684
2535
A2
384
952
928
1361
1379
5005
A3
915
3368
3339
4116
4465
16203
A4
1412
5352
6079
6533
6817
26192
A5
80
241
258
303
313
1196
Produk
Total
Sumber : PT. MDS Data RF ini merupakan pusat data permintaan perusahaan yang akan menjadi panduan perusahaan dalam membuat rencana produksi kedepannya. Data RF terdiri atas beberapa data seperti nama item produk, bobot gram item, waktu produksi, jumlah permintaan produk dalam satuan pack, kg, dan masak. Selanjutnya data RF ini akan diturunkan atau menjadi panduan dalam pembuatan data reverse order (RO). Data RO merupakan data permintaan produk yang telah dikurangi dengan jumlah stok yang ada, pembatalan pemesanan, dan lain sebagainya. Data RO ini sering disebut dengan data permintaan yang sudah benar-benar siap digunakan. Data RO mirip dengan data RF akantetapi ditambah dengan data stok gudang perusahaan. Data RO merupakan data panduan untuk membuat data Rough Cap Capacity Plan (RCCP) atau rencana produksi kasar. RCCP berbeda dengan RO ataupun RF, karena data ini memuat rencana produksi yang harus dilakukan perusahaan. Rencana produksi ini terkait dengan jumlah produk yang harus dihasilkan dan kapan produk itu selesai dibuat. RCCP terdiri atas nama item produk, bobot gram item, waktu produksi, jumlah produk yang harus diproduksi dalam satuan pack, kg, dan masak. RCCP ini akan menjadi panduan dalam pembuatan MPS perusahaan. MPS bulanan dibuat setiap bulannya yang berisi rencana produksi untuk satu bulan tersebut. Meskipun data ini belum menjadi data fiks yang akan dilakukan perusahaan (masih berbentuk perkiraan), tapi data MPS ini akan menjadi pertimbangan dalam membuat MPS mingguan. MPS mingguan merupakan data rencana produksi yang benar-benar akan dilakukan oleh perusahaan. Selain diambil dari data MPS bulanan, MPS mingguan ini dibuat berdasarkan data confirm sales (CS) yaitu data permintaan yang terjadi pada bulan tersebut. Confirm sales sendiri merupakan data
37
permintaan yang diambil dari data purchasing order (PO). PO dan CS merupakan dua data yang berbeda, PO merupakan data permintaan produk kasar yang langsung dari permintaan konsumen. Adapun CS merupakan data permintaan yang benar-benar harus dipenuhi dengan melakukan produksi terhadap produk yang dimnta atau data permintaan setelah dikurangi dengan data stok perusahaan yang ada. MPS ini dibuat setiap minggu, biasanya kamis-jum’at. MPS minggun ini menjadi data acuan untukpembuatan Surat perintah Kerja (SPK) perusahaan. SPK ini merupakan surat perintah yang menjadi panduan departemen produksi untuk melakukan proses produksi setiap harinya. SPK dibuat perhari dan diberikan kebagian produksi sehari sebelum produksi untuk mempersiapkan bahan yang perlu ada perlakuan awal, seperti purem, emulsi, dan lain sebagainya. Hasil produksi akan disimpan digudang penyimpanan sebelum didistribusikan ke konsumenkonsumen berdasarkan data PO yang ada. Berdasarkan penelitian didapatkan beberapa masalah berupa penumpukan di beberapa lini produksi. Selain itu pengurutan produksi dinilai kurang efektif, hal ini dikarenakan masih banyak terdapat downtime mesin atau waktu mesin yang terbuang untuk membersihkan mesin produksi. Permasalahan ini bisa diatasi dengan penyusunan jadwal produksi yang tepat. Dalam penyusunan jadwal produksi ini harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan yang mengirimkan produk setiap hari artinya gundang finish goods harus selalu terisi untuk memudahkan pendistribusian produk.
6.4 Analisis Pendahuluan Sebelum dilakukannya pengembangan alternatif jadwal produksi, maka penting diadakannya analisis permasalahan yang menyebabkan terjadinya beberapa masalah yang ditemukan. Analisis pendahuluan ini juga berguna untuk menyiapkan bebrapa data yang akan digunakan pada proses pengembangan alternatif jadwal produksi nantinya. Analisis pendahuluan dilakukan dengan melihat langsung kondisi perusahaan dan mengolah data yang didapatkan. Dari analisis pendahuluan didapatkan beberapa penyebab terjadinya masalah-masalah pada penjadwalan harian di perusahaan, yaitu permintaan produk, stok produk, jumlah produksi, downtime mesin, urutan penjadwalan produksi, delay saat pengangkutan selama produksi dari satu mesin ke mesin yang lainnya, waktu kerja mesin, dan kapasitas mesin pengemasan vakum. Permintaan produk sangat berpengaruh pada penjadwalan produksi ini, hal ini dikarenakan permintaan merupakan titik awal penentuan penjadwalan produksi. Rencana produksi dibuat berdasarkan data permintaan yang ada, begitupun pengalokasian sumber daya didasarkan pada data permintaan yang ada. Stok produk merupakan banyaknya produk yang terdapat di gudang produk (finish goods). Stok produk ini mempengaruhi pada penjadwalan produksi karena aktual produksi harian merupakan pengurangan permintaan produk dengan stok produk yang tersedia di gudang bahan baku. Data permintaan dan stok produk ini berpengaruh besar pada penentuan urutan produksi pada pengembangan alternatif jadwal produksi. Downtime mesin merupakan waktu buang mesin atau waktu yang digunakan oleh mesin tidak untuk memproduksi produk. Downtime mesin terdiri atas waktu persiapan dan pembersihan akhir produksi dan waktu yang digunakan untuk membersihkan mesin saat terjadi pengalihan produksi item produk yang berbeda. Kondisi ini sangat berpengaruh pada penjadwalan tentunya dan menjadi alasan utama adanya pengembangan alternatif penjadwalan dengan memperbaiki urutan produksi. Waktu kerja mesin merupakan waktu yang digunakan oleh mesin untuk melakukan proses produksi pada item produk tertentu. Waktu kerja mesin sangat berpengaruh pada proses penjadwalan produk. Tabel 3. merupakan tabel yang menunjukan waktu kerja mesin untuk beberapa item produk.
38
Tabel 3. Data Waktu Kerja Mesin Mixer dan Filler Mixing
Filling
(menit/batch)
(menit/batch)
SSS 25 pcs
3
10
SS A 30 pcs
3
10
SS A 15 pcs
3
10
SS B 15 pcs
3
10
SS C 15 pcs
3
10
SS C 30 pcs
3
10
Sumber : PT. MDS Setiap item produk memiliki waktu kerja mesin berbeda-beda. Perusahaan sendiri belum terlalu memperhitungkan waktu kerja mesin ini, sehingga analisis langsung di lapangan dan wawancara dengan bagian PPIC (Production Planning and Inventory Control) perusahaan merupakan cara yang tepat untuk mendapatkan data waktu kerja mesin ini. Untuk data lengkap waktu kerja mesin dapat dilihat di bagian Lampiran 6. Waktu delay mesin merupakan waktu yang digunakan untuk memindahkan bahan/produk dari satu mesin ke mesin produksi lainnya saat proses produksi berlangsung. Tabel 4. merupakan salah satu data waktu delay mesin berdasarkan data penelitian yang didapatkan. Tabel 4. ini merupakan waktu delay mesin antara mesin mixer dengan mesin filler.
39
Tabel 4. Data Waktu Delay Mesin Mixer dan Filler Urutan
Pengangkutan
Pengankutan
Keterangan
(batch/menit)
(detik)
1
2,3
138
Mean = 89,5 detik
2
2,5
150
Q1 = 44,5 detik
3
2,4
144
Q3 = 44,5 detik
4
2,9
174
JAK = 0,2
5
3,5
210
S2 = 0,05
6
2,3
138
S = 0,2
7
3,2
192
8
3,1
186
9
3,9
234
Sebagaiman waktu kerja mesin pada pembahasan sebelumnya, waktu delay mesinpun kurang diperhatikan oleh pihak perusahaan, sehingga perhitungan langsung ke lapangan dan wawancara dengan beberapa pihak terkait merupakan alternatif terbaik untuk mendapatkan data tersebut. Untuk menilai keakuratan data, maka dihitung ragam dan simpangan baku dari data. Perhitungan ini digunakan untuk melihat seberapa besar penyebaran data, karena yang digunakan adalah ratarata dari perhitungan waktu delay mesin tersebut. Data lengkap waktu delay mesin dapat dilihat dalam Lampiran 4. Tabel 5. Penetapan Mesin Kritis Produksi Mesin/Peralatan
Simulasi Waktu Kerja (menit)
Mixer
174
Filler
580
Oven
744
Aging
744
Cutter
104
Vakum
1292
Selanjutnya adalah penentuan mesin kritis produksi atau mesin yang memiliki waktu proses paling lama. Penentuan mesin kritis produksi ini sangat berguna dalam menyusun alternatif jadwal harian nantinya. Mesin kritis produksi ini menjadi tolak ukur disusunnya jadwal produksi harian, sehingga di mesin inilah penggunaan metode SPT (Shortest Processing Time) berlaku dalam
40
penyusunan jadwal harian. Berdasarkan hasil perhitungan bahwa mesin yang memiliki waktu proses produksi paling lama atau mesin kritis produksi adalah mesin pengemasan vakum.
6.5 Pengembangan Jadwal Produksi Penjadwalan produksi merupakan salah satu faktor penting dalam kesuksesan perusahaan, hal ini dikarenakan terkait pengalokasian sumber daya yang ada dan bagaimana mencapai target produksi yang sudah ditetapkan. Pengembangan jadwal produksi ini dimaksudkan untuk menghasilkan alternatif jadwal produksi yang diharapkan lebih baik dari penjadwalan produksi sebelumnya. Ukuran yang digunakan dalam menghitung kinerja penjadwalan produksi ini adalah produktifitas yang dicapai dari penjadwalan produksi tersebut. Produktifitas tentunya terkait efisiensi yang bisa dicapai dari suatu penjadwalan produksi yang ada. Setelah melakukan analisis pendahuluan untuk mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi penjadwalan dan data-data pendukung penyusunan jadwal alternatif produksi, maka tahapan berikutnya adalah menyusun item produk yang akan diproduksi. Penyusunan item produk ini diharapkan mampu mengasilkan susunan atau penjadwalan produksi alternatif yang lebih baik, tetapi tetap dapat disesuaikan dengan kondisi perusahaan. 6.5.1
Penyusunan item produk dengan metode CR Metode CR (critical ratio) merupakan metode penyusunan jadwal produksi yang digunakan karena metode ini yang paling tepat digunakan perusahaan terkait ketidakpastian permintaan dan pengiriman produk yang setiap hari dilakukan.
Tabel 6. Data Masukan Metode CR Item Produk
Jum. Stok Gudang (Karton)
Jum. Permintaan (pack)
Jum. Permintaan (pcs)
SSS 25 pcs
15
87
2178
SS A 30 pcs
20
1
25
SS A 15 pcs
35
17
250
SS B 15 pcs
15
3
50
SS C 15 pcs
25
17
250
SS C 30 pcs
23
42
1250
Untuk menyusun jadwal harian dengan menggunakan metode CR, terlebih dahulu dimasukan data-data konversi satuan, data stok produk, dan data permintaan produk dari MPS mingguan. Tabel 6. menunjukan data masukan pada penyusunan item produk yang nantinya akan disusun dengan menggunakan metode CR.
41
Tabel 7. Data Perhitungan Nilai CR Jumlah
Jumlah yang
Jumlah yang
Jumlah yang
Nilai CR
Urutan
Permintaan
Harus
Harus
Harus
(%)
Produksi *
(karton)
Diproduksi
Diproduksi
Diproduksi
(karton)
(pack)
(pcs)
6
1
15
375
258
12
0
1
10
300
24000
47
2
1
8
120
1680
36
0
1
9
135
4050
41
1
1
14
210
2100
38
2
1
20
600
1104
33
*Setelah diurutkan dengan metode CR Selanjutnya setiap item akan dihitung nilai CR-nya dengan membandingkan data permintaan dan data stok gudang item tersebut. Tabel 7. menunjukan nilai CR dari sebagian item produk yang akan diproduksi. Untuk perhitungan nilai CR secara lengkap dapat dilihat di Lampiran 9. Setelah diketahui nilai CR masing-masing item produk, item produk tersebut disusun berdasarkan nilai CR tadi. Produk yang memiliki nilai CR terendah akan didahulukan untuk diproduksi, sebaliknya produk yang memiliki nilai CR lebih tinggi akan diakhirkan untuk diproduksi. Produk dengan nilai kecil artinya produk tersebut tersedia sedikit di gudang produk (finish goods), oleh sebab itu produk ini harus diproduksi terlebih dahulu untuk menjaga gudang produk tetap tersedia cukup untuk di distribusikan. 6.5.2
Penyusunan alternatif jadwal produksi harian Setelah urutan produk disusun dengan baik menggunakan metode CR, selanjutnya dibuat alternatif penjadwalan produksi harian dengan menggunakan metode SPT (shortest processing time) dan mesin kritis sebagai acuannya adalah mesin pengemasan vakum. Sebelum dilakukan penyusunan alternatif penjadwalan produksi, terlebih dahulu data produksi yang sudah disusun dengan metode CR tadi dikonversi kedalam bentuk batch sebagaimana terlihat pada Tabel 8.
42
Tabel 8. Konversi Satuan (batch) Item Produk
Urutan Produksi
Jum. Permintaan (pcs)
Bahan Baku (kg)
Proses (batch)
SSG 12 pcs
1
1000
33
7
SS 3 pcs
2
900
21
4
SSG 6 pcs
3
160
5
1
MB 15 pcs
4
600
11
2
MB 10 pcs
5
600
15
3
SS C 10 pcs
6
200
4
1
SSG 24 pcs
7
648
20
4
SSG 27 pcs
8
648
19
4
SS 6 pcs
9
360
10
2
SS 15 pcs
10
600
14
3
SSS 25 pcs
11
50
3
1
SS 24 pcs
12
375
13
3
BS 15 pcs
13
576
16
3
BB 15 pcs
14
1000
41
8
SS 6 pcs
15
450
39
6
Dari Tabel 8. terlihat bahwa item produk telah disusun berdasarkan perhitungan nilai CR dan terdapat data yang telah dikonversi menjadi satuan batch. Data ini berguna untuk memudahkan penyusunan jadwal harian nantinya. Selanjutnya data hasil pengurutan dengan metode CR akan dikelompokan kembali sesuai dengan waktu change over. Waktu change over adalah waktu yang digunakan untuk membersihkan mesin karena akan diproduksi item produk yang berbeda. Change over akan terjadi jika item produk yang akan diproduksi berubah dari item sebelumnya atau item produk yang sama akan tetapi bahan dagingnya berbeda. Penentuan urutan golongan didasarkan pada urutan sebelumnya hasil pengurutan dengan metode CR, artinya kemungkinan besar akan terjadi pengurutan kembali urutan produksi.
43
Tabel 9. Data SPT Mesin Pengemasan Vakum Produk
Jumlah
Item Produk *
Produksi
Item
Proses
Pelayanan
Proses
Produk**
(batch)
(menit/btch)
(menit)
(batch) Gol. B
8
MB 15 pcs
MB 30 pcs
4
4
15
MB 30 pcs
MB 15 pcs
2
5
11
CB 10 pcs
CB 10 pcs
2
5
11
SSG 24 pcs
SSG 24 pcs
3
20
63
SSG 27 pcs
SS 24 pcs
3
20
65
SS 6 pcs
SSG 12 pcs
7
22
147
Total Waktu Proses (menit)
312
Utilisasi Mesin
4%
Downtime Mesin (menit)
120
Total Waktu (menit)
432
*Urutan produk awal sebelum disusun dengan metode SPT **Urutan produk setelah disusun dengan metode SPT Setelah produk digolongkan, selanjutnya produk diurutkan kembali dalam golongannya masing-masing dengan menggunakan metode SPT dan dilakukan pada mesin pengemasan vakum. Pemilihan mesin pengemasan vakum ini dikarenakan pada analisis pendahuluan disimpulkan bahwa mesin pengemasan vakum merupakan mesin kritis produksi atau mesin yang memiliki waktu produksi paling lama dibandingkan dengan mesin produksi lainnya dalam satu rantai produksi. Tabel 9. merupakan tabel yang menunjukan hasil pengurutan salah satu golongan produk pada salah satu mesin pengemasan vakum. Susunan produksi pada mesin pengemasan vakum ini merupakan acuan yang digunakan pada penyusunan alternatif penjadwalan produksi, artinya susunan item produk pada mesin pengemasan vakum ini akan menjadi urutan produksi pada mesin-mesin produksi lainnya dalam satu rantai produksi. 6.5.3
Perbandingan antara penjadwalan lama dengan alternatif penjadwalan produksi Setelah dihasilkan alternatif jadwal produksi, dilakukan perhitungan untuk membandingkan apakah alternatif penjadwalan produksi ini lebih baik dari jadwal sebelumnya. Analisis yang digunakan adalah membandingkan waktu penyelesaian target produksi minggu pertama pada bulan juli 2011 dan urutan yang dihasilkan dari masingmasing jadwal produksi.
44
Tabel 10. Data Perbandingan Penjadwalan Hasil Perhitungan
Data Perusahaan*
Ukuran Menit
Jam
Menit
Jam
Total Waktu
7200
120
7200
120
Aging
1800
30
1800
30
Waktu Efektif
5400
90
5400
90
Waktu Terpakai
2511
42
2003
47
Sisa
2889
48
2597
43
Utilisasi Mesin
60%
64%
Downtime Mesin
6%
11%
Presentase sisa
35%
25%
PT. MDS Tabel 10. menunjukan data perhitunngan perbandingan antara alternatif penjadwalan dengan penjadwalan lama yang digunakan perusahaan. Dari tabel tersebut terlihat bahwa waktu produksi yang digunakan untuk mencapai target pada minggu pertama bulan juli 2011 pada penjadwalan produksi lama adalah 2803 menit, sedangkan untuk alternatif penjadwalan produksi sebesar 2511 menit. Sedangkan downtime mesin menurun sebesar 5%. Hasil ini menunjukan bahwa alternatif penjadwalan produksi menghasilkan jadwal produksi yang lebih efisien dibandingkan jadwal produksi lama. Hasil ini berpengaruh pada penurunan utilisasi mesin sebesar 4% yang artinya bahwa semakin banyak item produk untuk diproduksi pada periode ini. Data perhitungan lengkap bisa dilihat di lampiran 8. Selain itu, hasil ini berpengaruh pula pada waktu penyelesaian pada periode tersebut, lampiran 10. menunjukan bahwa data sebelumnya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu periode pada minggu pertama bulan juli 2011 tersebut adalah kamis, shift 2 menit ke-243. Sedangkan alternatif penjadwalan produksi dapat menghasilkan jadwal produksi yang bisa menyelesaikan periode tersebut pada hari kamis, shift 2 menit ke-51. Hasil ini menunjukan adanya waktu sekitar 192 menit yang bisa digunakan untuk memproduksi item produk lainnya. Selain menghasilkan alternatif jadwal produksi yang lebih efisien, alternatif jadwal produksi ini juga menghasilkan urutan produksi yang lebih baik dibandingkan urutan produksi sebelumnya terkait pendistribusian perusahaan yang dilakukan setiap hari atau stok produk harus selalu tersedia di gudang produk (finish goods). Untuk membandingkan ini digunakan skoring pada masing-masing jadwal produksi dengan aturan skoring sebagai berikut : a. Acuan urutan produksi adalah urutan produksi yang dihasilkan berdasarkan nilai CR, artinya urutan terbaik adalah urutan produksi yang sesuai dengan urutan produksi yang dihasilkan setelah pengurutan produksi dengan nilai CR. b. Dilakukan perbandingan jadwal produksi yang dihasilkan dari alternatif penjadwalan produksi dan jadwal produksi lama.
45
c.
Jadwal produksi yang urutannya lebih baik mendapat nilai 1 dan seterusnya, sedangkan jadwal sebelumnya bernilai 0.
Berdasarkan perhitungan skoring ini menunjukan bahwa alternatif penjadwalan produksi bernilai 243, sedangkan jadwal produksi lama bernilai 106. Hasil ini menunjukan bahwa alternatif penjadwalan produksi menghasilkan urutan produksi yang lebih baik.
46
VII.
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pada penjadwalan ini adalah permintaan produk, stok produk, jumlah produksi, downtime mesin terutama untuk kasus change over, urutan penjadwalan produksi, delay saat pengangkutan dari satu mesin ke mesin lainnya, waktu kerja mesin itu sendiri, dan kapasitas mesin pengemasan. 2. Penjadwalan yang dihasilkan memiliki waktu proses yang lebih efisien, terlihat dari sisa jam kerja mesin yang mengalami peningkatan sebesar 10%. 3. Penjadwalan ini menghasilkan jadwal produksi yang lebih produktif. Hal ini terlihat dari utilisasi mesin menurun dari 64% menjadi 60%. 4. Dihasilkan alternatif jadwal produksi dengan produktivitas yang lebih baik.
7.2 Saran Adapun saran dari penelitian ini adalah : 1. Hendaknya perusahaan lebih memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi penjadwalan produksi. 2. Susunan item produk dalam penjadwalan produksi hendaknya lebih diperhatikan, karena susunan yang baik akan mengurangi downtime mesin. 3. Perusahaan hendaknya mengelompokan item produk sejenis dalam penyusunan jadwal produksi, upaya ini dapat menghasilkan jadwal produksi yang lebih produktif. 4. Perbaikan jadwal produksi, hendaknya terus dikembangkan untuk menghasilkan jadwal produksi yang lebih baik.
47
DAFTAR PUSTAKA
Ardiyaningtyas, Destania. 2011. Mempelajari Aspek Pengawetan dan Penyimpanan Produk Olahan Daging di PT. MDS [Laporan Praktek Lapang]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bentley, Whitten. 2007. Systems Analysis and Design Methods. The McGrew-Hill Comapnies, Inc. New York. Bedworth, D.D. and Bailey, J.E. 1982. Integrated Production Control System Management, Analysis, Design. John Wiley and Son Inc., New York. Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB Press, Bogor. Hanna, D.M. and W.R. Newman. 2001. Integrated Operation Management Adding Value For Customers. Prentice-Hall, Inc., New Jersey. Harsono. 1984. Penjadwalan Produksi. Erlangga. Jakarta. Herjanto, E. 2007. Manajemen Produksi dan Operasi Edisi 2. PT Grasindo, Jakarta. Kusuma, H. 2001. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit ANDI, Yogyakarta. Levi, D.S. Kaminsky, Philip. and Levi, E.S. 2000. Managing the Supply Chain.The MacGraw-Hill Companies., New York. Madura, J. T. 2007. Pengantar Bisnis Edisi 4. Salemba Empat, Jakarta. Machfud. 1999. Diktat Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Departemen Teknologi industri Pertanian Fateta IPB, Bogor. Moskowitz dan Wright. 1979. Operation Research Teqniques Management. Prentice Hall Inc., New Jersey. Pinedo, M. L. 2009. Planning and Scheduling in Manufacturing and Services. New York, Springer. Pujawan, Nyoman. 2005. Supply Chain Management. Guna Widya. Surabaya. Schroeder, R.G. 1992. Operations Management. The MacGraw-Hill Companies., New York. Simatupang. 1996. Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan. UI Press, Jakarta. Taylor 1995. Scheduling. Prentice-Hall, Inc., New Jersey. William L, Berry, Rao L. 1975. Critical ratio scheduling: an experimental analysis. J Management Science 22 (2): 23-34.
48
Zhang X, Yan G, Huang W, Tang G. 2011. Single-machine scheduling problems with time and position dependent processing times. J Management Science. 186 (3): 345-356.
49
LAMPIRAN
50
Lampiran 1. Data Spesifikasi Ruang Produksi
51
Lampiran 2. Data Permintaan Produk (Juli 2011) Juli- 2011 (pcs) W-1
W-2
W-3
W-4
W-5
4-Jul
10-Jul
17-Jul
24-Jul
31-Jul
9-Jul
16-Jul
23-Jul
30-Jul
6-Agust
A1
156
536
527
633
684
2535
A2
384
952
928
1361
1379
5005
A3
915
3368
3339
4116
4465
16203
A4
1412
5352
6079
6533
6817
26192
A5
80
241
258
303
313
1196
A6
-
-
-
-
-
-
A7
268
735
717
922
1015
3657
A8
617
1624
1554
2081
2281
8158
A9
616
1737
1646
2127
2351
8478
A10
-
-
-
-
-
-
A11
315
970
868
1209
1206
4567
A12
-
-
-
-
-
-
A13
-
-
-
-
-
-
A14
4764
15515
15916
19284
20512
75991
A15
-
-
-
-
-
-
A16
296
823
794
1028
1145
4085
A17
-
-
-
-
-
-
A18
-
750
750
750
750
3000
A19
296
823
794
1028
1145
4085
A20
-
-
-
-
-
-
A21
-
-
-
-
-
-
A22
65
194
182
246
271
958
A23
65
194
182
246
271
958
Item Produk
Total
52
Lampiran 3. Data Permintaan Produk (lanjutan) A24
126
350
330
421
462
1690
A25
87
271
267
320
343
1290
A26
-
-
-
-
-
-
A27
213
622
597
741
806
2980
A28
-
-
-
-
-
-
A29
5338
17154
17489
21300
22733
84013
A30
-
-
-
-
-
-
A31
208
595
624
714
973
3115
A32
104
300
287
348
385
1425
A33
30
250
240
230
250
1000
A34
300
1175
1056
1284
1388
5202
A35
-
-
-
-
-
-
A36
232
601
586
751
815
2984
A37
-
-
-
-
-
-
A38
393
1018
932
1256
1358
4957
A39
1391
7292
8604
10252
17762
45301
A40
213
550
556
679
761
2759
A41
341
1062
1029
1174
1269
4874
A42
2682
8856
8685
9117
13723
43063
A43
1027
3420
4153
4350
6194
19143
A44
-
-
-
-
-
-
A45
6921
25120
26752
30154
44877
133823
A46
-
-
-
-
-
-
A47
402
1217
1242
1527
1698
6087
53
Lampiran 4. Data Waktu Delay antar mesin Ulangan
Mixer-Filler
Filler-Oven
(detik/batch)
(menit/batch)
1
2,3
0,6
0,4
2
2,5
0,7
0,3
3
2,4
0,8
0,4
4
2,9
0,5
0,5
5
3,5
0,4
0,3
6
2,3
0,6
0,3
7
3,2
0,8
0,4
8
3,1
0,8
0,2
9
3,9
0,6
0,3
10
2,3
0,5
0,3
11
2,4
0,8
0,4
12
2,5
1
0,2
13
2,6
0,6
0,3
14
2,8
0,9
0,3
15
2,5
0,8
0,4
16
2,5
0,7
0,3
17
2,6
0,6
0,4
18
2,7
0,7
0,2
19
2,5
0,9
0,3
20
2,5
0,8
0,4
Keterangan :
Cutter-Vakum (menit/batch)
Q1 = 2,9 detik
Q1 = 0,45 menit
Q1 = 0,4 menit
Q3 = 2,75 detik
Q3 = 0,85 menit
Q3 = 0,25 menit
Mean = 2,7 detik
Mean = 0,7 menit
Mean = 0,3 menit
S2 = 0,18
S2 = 0,03
S2 = 0,01
S = 0,4
S = 0,2
S = 0,1
54
Lampiran 5. Grafik Sebaran data waktu delay antar mesin
55
Lampiran 6. Data Waktu Kerja Mesin (menit) Mixing
Filling
Pemasakan
Cutting
(menit/batch)
(menit/batch)
(menit/batch)
(menit/batch)
SSS 25 pcs
3
10
90
SS A 30 pcs
3
10
SS A 15 pcs
3
SS B 15 pcs
Item Produk
Vakum 1
Vakum 2
V2-V8
1,67
19,67
18,33
21,17
90
1,67
17,67
17
18,17
10
90
1,67
21
20,17
23,67
3
10
90
1,67
21
20,17
23,67
SS C 15 pcs
3
10
90
1,67
21
20,17
23,67
SS C 30 pcs
3
10
90
1,67
17,67
17
18,17
SSG A 27 pcs
3
10
60
1,67
18,33
18
20
SSG A 16 pcs
3
10
60
1,67
21,67
20
24
SSG 24 pcs
3
10
60
1,67
20
19
22
SSG 6 pcs
3
10
60
1,67
23,17
22
26,33
SSG 12 pcs
3
10
60
1,67
22
21,33
25
SSSG 6 pcs
3
10
60
1,67
23,17
22
26,33
SSSG 12 pcs
3
10
60
1,67
22
21,33
25
SSSG 24 pcs
3
10
60
1,67
20
19
22
SS C 10 pcs
3
10
60
1,67
22,33
22
22,67
56
Lampiran 7. Data Waktu Kerja Mesin (menit) (lanjutan) SS 30 pcs
3
10
60
1,67
17,67
17
18,17
SS F 6 pcs
3
10
60
1,67
23,17
22
26,33
SS 6 pcs
3
10
60
1,67
23,17
22
26,33
SS 3 pcs
3
10
60
1,67
24,67
23,17
27
SS 24 pcs
3
10
60
1,67
20
19
22
SS 30 pcs
3
10
60
1,67
17,67
17
18,17
SS 15 pcs
3
10
60
1,67
21
20,17
23,67
SSG 24 pcs
3
10
60
1,67
20
19
22
SSG 6 pcs
3
10
60
1,67
23,17
22
26,33
SA 24 pcs
3
10
60
1,67
20
19
22
SA 6 pcs
3
10
60
1,67
23,17
22
26,33
SAG 3 pcs
3
10
60
1,67
24,67
23,17
27
MB 15 pcs
2,5
12
60
-
-
5
6
MB 30 pcs
2,5
12
60
-
-
4,17
4,67
CB 10 pcs
2,5
12
60
-
-
5,33
7
BE 15 pcs
2,5
12
60
-
-
5
6
BSS KCL 50 pcs
2,17
25
-
-
6,33
7,17
57
Lampiran 8. Data Waktu Kerja Mesin (menit) (lanjutan) BS 15 pcs
2,67
11
60
-
-
5
6
CS 15 pcs
2,67
11
60
-
-
5
6
SBB 15 pcs
2,67
11
60
-
-
5
6
CCP 50 pcs
2,67
11
60
-
-
3,33
3,67
BB 30 pcs
2,67
11
60
-
-
4,17
4,67
BCC 50 pcs
2,67
11
60
-
-
15
17
CB 15 pcs
2,67
11
60
-
-
5
6
J FR 5 pcs
2,67
11
60
-
-
6,17
6,5
SB 10 pcs
2,67
11
60
-
-
5,67
6
BB 15 pcs
2,67
11
60
-
-
5
6
BB 5 pcs
2,67
11
60
-
-
6,17
6,5
BB 10 pcs
2,67
11
60
-
-
5,33
7
58
Lampiran 9. Data perhitungan Nilai CR Item Produk
Jum. Stok
Jum. Permintaan
Jum. Produksi
Jum. Produksi
Nilai CR
Gudang (karton)
(karton)
(karton)
(pcs)
(%)
SSS 25 pcs
15
6
1
375
258
12
SS A 30 pcs
20
0
1
300
2400
47
SS B 15 pcs
15
2
1
120
1680
36
SS C 15 pcs
25
0
1
210
4050
41
SS C 30 pcs
23
1
1
600
2100
38
SSG A 27 pcs
15
2
2
648
1104
33
SSG A 16 pcs
35
7
1
480
5231
43
SSG 24 pcs
45
1
1
648
826
27
SSG 6 pcs
13
5
2
168
114
3
SSG 12 pcs
15
11
10
1080
71
1
SS SG 6 pcs
16
21
1
138
329
18
SG SG 12 pcs
17
5
1
600
661
25
SS SG 24 pcs
14
3
1
480
437
21
SS C 10 pcs
13
3
2
200
165
6
SSS 3 pcs
16
0
0
0
0
-
Urutan Produksi
59
Lampiran 10. Data Perhitungan nilai CR (lanjutan) SS 24 pcs
45
8
2
576
540
23
SS 30 pcs
25
2
1
270
1089
32
SS F 6 pcs
23
11
2
360
215
9
SS 6 pcs
24
7
2
144
325
17
SS 3 pcs
21
23
6
900
91
2
SS 24 pcs
24
8
2
576
288
13
SS 30 pcs
23
7
2
1800
309
14
SS 15 pcs
21
9
2
600
245
10
SSG 24 pcs
34
16
3
648
208
7
SSG 6 pcs
31
8
2
240
388
19
SA 24 pcs
26
3
1
288
999
31
SA 6 pcs
27
1
1
180
1861
37
SAG 3 pcs
26
3
1
150
749
26
MB 15 pcs
12
10
2
600
124
4
MB 30 pcs
13
1
1
540
2340
39
CB 10 pcs
18
0
1
400
7200
44
60
Lampiran 11. Data Perhitungan nilai CR (lanjutan) BE 15 pcs
21
0
0
0
0
-
BS K 50 pcs
19
1
1
450
2719
40
BS B 50 pcs
23
0
1
450
4738
42
BS 50 pcs
21
0
1
450
6300
43
BSS BSR 50 pcs
20
2
1
450
1191
34
BSS KCL 50 pcs
24
2
1
450
968
30
BS 15 pcs
12
4
1
450
286
15
CS 15 pcs
19
4
1
450
507
22
CCP 50 pcs
19
2
1
900
892
28
BB 30 pcs
24
6
1
540
408
20
BCC 50 pcs
21
0
1
1500
16800
46
CB 15 pcs
22
0
1
900
15840
45
J FR 5 pcs
24
2
1
250
1200
35
SB 10 pcs
15
2
1
100
922
29
BB 15 pcs
17
5
1
225
315
16
BB 5 pcs
19
8
2
50
236
11
BB 10 pcs
14
9
2
600
160
5
61
Lampiran 12. Perhitungan waktu proses yang dibutuhkan dalam satu periode produksi (alternatif jadwal produksi)
LANJUTAN
62
Lampiran 13. Perhitungan waktu proses yang dibutuhkan dalam satu periode produksi (jadwal produksi perusahaan)
LANJUTAN
63
Lampiran 14. Penjadwalan Produksi Awal Jadwal Produksi Awal Jumlah Item Produk
4 – 9 Juli 2011 (Satuan “pcs”)
Produksi (pcs)
Senin
Selasa
SSS 25 pcs
375
375
SS A 30 pcs
300
300
SS B 15 pcs
120
120
SS C 15 pcs
135
135
SS C 30 pcs
210
210
SSG A 27 pcs
600
600
SSG A 16 pcs
648
648
SSG 24 pcs
168
168
SSG 6 pcs
1080
1080
SSG 12 pcs
138
138
SS SG 6 pcs
600
600
SS SG 12 pcs
480
480
SS SG 24 pcs
200
200
SS C 10 pcs
144
144
SSS 3 pcs
576
576
SA 12 pcs
270
270
SS 24 pcs
576
576
SS 30 pcs
1800
1800
SS F 6 pcs
600
600
SS 6 pcs
648
648
SS 3 pcs
168
168
SS 24 pcs
288
288
SS 30 pcs
180
180
SS 15 pcs
150
150
SSG 24 pcs
600
600
Rabu
Kamis
Jum’at
Sabtu
64
Lampiran 15. Penjadwalan Produksi Awal (lanjutan) 540
SSG 6 pcs
540
BE 15 pcs
400
400
BS K 50 pcs
450
450
BS B 50 pcs
450
450
BS 50 pcs
450
450
BSS BSR 50 pcs
450
450
BSS KCL 50 pcs
450
450
BS 15 pcs
450
450
CS 15 pcs
450
450
CCP 50 pcs
900
900
BB 30 pcs
540
540
BCC 50 pcs
1500
1500
CB 15 pcs
900
900
J FR 5 pcs
250
250
SB 10 pcs
100
100
BB 15 pcs
225
225
BB 5 pcs
50
50
BB 10 pcs
600
600
65
Lampiran 16. Alternatif Penjadwalan Produksi Alternatif Penjadwalan Produksi Jumlah Item Produk
4 – 9 Juli 2011 (Satuan “pcs”)
Produksi (pcs)
Senin
Selasa
SS 10 pcs
270
270
SS 30 pcs
1800
1800
SSG A 27 pcs
648
648
SSG 24 pcs
648
648
MB 30 pcs
540
540
MB 15 pcs
600
600
CB 10 pcs
400
400
SS SG 24 pcs
480
480
SSG 12 pcs
576
576
BB 15 pcs
1080
1080
J FR 5 pcs
540
540
BB 5 pcs
450
450
BB 10 pcs
100
100
SS 3 pcs
225
225
CCP 50 pcs
250
250
CS 15 pcs
50
50
CB 15 pcs
600
600
BCC 50 pcs
900
900
SA 24 pcs
288
288
SA 12 pcs
144
144
SA 6 pcs
180
180
SAG 3 pcs
150
150
SS SG 12 pcs
600
600
SS C 10 pcs
200
200
SSG 6 pcs
168
168
Rabu
Kamis
Jum’at
Sabtu
66
Lampiran 17. Alternatif Penjadwalan Produksi (lanjutan) SS A 30 pcs
300
300
SS C 30 pcs
600
600
SSS 25 pcs
375
375
SS A 15 pcs
120
120
SS B 15 pcs
135
135
SS C 15 pcs
210
210
BSS BSR 50 pcs
450
450
BS B 50 pcs
450
450
BS 50 pcs
450
450
BS K 50 pcs
450
450
BSS KCL 50 pcs
450
450
BS SG 6 pcs
138
138
BS F 6 pcs
360
360
BS 6 pcs
144
144
BSG 6 pcs
168
168
BS 24 pcs
576
576
BSG 24 pcs
648
648
BS 15 pcs
600
600
SSG A 16 pcs
480
480
67
Lampiran 18. Diagram Alir Proses Produksi Baso Filler Daging
Persiapan Bahan Baku Bumbu
Air/Es
Additives
Label
Packaging
Mixing (Pelumatan & Pencampuran di mesin Cutter)
Pencetakan
Perendaman & Penampungan
Perebusan
CCP
Penirisan
Persiapan Label
Aging di Anteroom
Packing Manual
Packing DD
Vakum
Pengecekan metal dengan metal detector
CCP
Penyerahan ke Gudang FG
Storage (penyimpanan di Chiller & Freezer)
Loading (Pengiriman ke distributor)
68
Lampiran 19. Diagram Alir Proses Pembuatan Burger
Filler
TP Daging
Additives
Persiapan Bahan Baku Air
Bumbu
Rework
Pewarna
Mixing (Pelumatan & Pencampuran di Cutter)
Thumbling Perendaman TVP dg air : es
Casing HD
Filling (Pengisian di Casing)
Pemasakan (Drying, smoking, CC
cooking dengan steam)
Aging di suhu ruangan Label
Plastik Aging di anteroom Pengupasan Slicing & Packing
Persiapan label & kemasan
Vakum
Pengecekan metal dengan metal detector
Karton
Pengemasan Karton untuk
CC
Pengemasan dengan keranjang
produk tertentu
Penyerahan ke Gudang FG
Storage (Penyimpanan di Chiller & Freezer)
Loading (Pengiriman ke distributor)
69
Lampiran 20. Diagram Alir Proses Pembuatan Smoked Beef Daging
Bumbu
Persiapan bahan baku Trimming daging Air/Es
Additives
Injeksi Aging daging (maks 3 hari) di chiller proses II Filler
Mixing (Pelumatan dan pencampuran di cutter) Thumbling Filling (Pengisian casing)
Casing
Pemasakan (Drying, smoking, cooking) dengan steam)
CCP
Aging di suhu ruang Aging di anteroom Pengupasan casing
Slicing dan packing
Plastik
Label
Persiapan label dan kemasan
Vakum Pengecekan metal dengan metal detector
CCP
Pengemasan dengan keranjang Penyerahan ke gudang FG Storage (Penyimpanan di chiller dan freezer) Loading (Pengiriman ke distributor)
70
Lampiran 21. Flowchart Aliran Bahan Baku Menjadi Produk
Mulai
Bahan Baku Bumbu (Supplier)
Bahan Baku daging (Supplier)
Bahan Baku tambahan (Supplier)
Proses Distribusi Bahan Baku
Proses Distribusi Bahan Baku
Proses Distribusi Bahan Baku
Bahan Baku Bumbu
Bahan Baku daging
Bahan Baku tambahan
Proses Pegembalian
Pemeriksaan
Proses Penyimpanan di Gudang
Bahan Baku di gudang
Keterangan :
: Aliran Masuk
: Aliran Balik (Reject)
Proses Produksi Kornet
Proses Produksi Baso
Pemilihan Produksi
Proses Produksi Sosis
Proses Produksi Smoked Beef
71
Produk Sosis
Produk Smoked Beef
Produk Kornet
Proses Pengemasan
Proses Pengemasan Smoked Beef
Proses Pengemasan Kornet
Proses Pengemasan Baso
Produk Sosis
Produk Smoked Beef
Produk Kornet
Produk Baso
Perlakuan tambahan
Produk Baso
Penyeleksian
Penyimpanan di Gudang FG
Penyimpanan sementara produk di Gudang
Pendistribusian ke Gudang Produk Penyimpanan produk di Gudang
Pendistribusian Produk Produk di konsumen
Selesai 72
Lampiran 22. Struktur Organisasi
73
Lampiran 23. Diagram Alir Proses Pembuatan Sosis
I. Persiapan Daging Cutting
RM Daging
Casing
Filling Pemotongann Pemasakan Penggilingan
Showering/Pendinginan (IUL) Penimbangan Aging Anteroom II. Persiapan Bumbu/Tepung Bawang
Bumbu/ Tepung
Pengupasan Penimbangan III. ES
Gunting
Peeler
Packing
Packing
(Manual)
(Mesin)
Vakum
Pemaketan Es
Penyerahan FG
Penimbangan Banded (10 pcs)
IV. Pewarna Warna
Pengemasan (karton)
Penimbangan Pelarutan V. Purin/Emulsi ISP
Minyak
Penyimpanan
Air Penimbangan
Cutting
Penimbangan
74
Lampiran 24. Foto Produk
75