AUDIT PROSES PRODUKSI ROTI MANIS ISI DI PT NIPPON INDOSARI CORPINDO TBK. CIKARANG, BEKASI
SKRIPSI
ARUM NURHANDAYANI F24070119
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
AUDIT OF SWEET BREAD PRODUCTION PROCESS AT NIPPON INDOSARI CORPINDO CO. LTD. CIKARANG, BEKASI Arum Nurhandayani, Tjahja Muhandri, and Arief Ahmad Risandi Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone: 62 857 11609906, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Nippon Indosari Corpindo Co. Ltd. is a company engaged in the manufacturing industry produced bread "Sari Roti". To maintain the quality of bakery products in order to remain in accordance with quality standards set by the company, needed a quality system process of production that work well. The purpose of this study are to identify the factors that caused deviations of quality sweet bread products by conducting an audit approach and advise the company in product quality improvement through the improvement of production processes. Data collection and processing acquired by using the seven tools quality control, including: check sheet, stratification, Pareto diagram, and cause and effect diagram. As results of observations, there are seven types of defects found in the sweet bread production process, such as dents (37%), bubbles (7%), burning (2%), leaking (5%), shape (13%), attached (15%), and others (20%). Quality improvement priorities is carried out on the kind of dent quality deviations on sweet bread. Dents on the sweet bread caused by the equipment used still manually and limited, side of conveyor pressing the edges of bread; operators who are less skilled, uncareful, and fatigue when putting bread into the conveyor; depanning methods are not effective and work instructions/SOP is less to explain about the procedure of putting the bread properly. Trial improvements designed to improve the system of production processes currently running. As a result, the trial was able to reduce the amount of dents on the sweet bread of 69.79%. Keywords: sweet bread, quality product, audit, defect product
ARUM NURHANDAYANI. F24070119. Audit Proses Produksi Roti Manis Isi di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. Cikarang, Bekasi. Di bawah bimbingan Tjahja Muhandri dan Arief Ahmad Risandi. 2011
RINGKASAN
Persaingan yang terjadi di antara masing-masing industri saat ini khususnya industri bakeri semakin ketat. Masing-masing produsen saling berlomba untuk dapat menjadi pemimpin pasar (market leader). PT Nippon Indosari Corpindo Tbk merupakan produsen roti (Sari Roti dan Sari Cake) terbesar di Indonesia yang saat ini tengah melebarkan sayapnya untuk menjangkau pemasaran hingga seluruh wilayah Indonesia. Hingga saat ini, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk memproduksi dua jenis roti, roti tawar dan roti manis (roti manis isi, roti sobek, sandroll, roti kasur, chiffon, roti plain roll, dan roti burger). Dalam menjaga mutu produknya perusahaan senantiasa berkomitmen untuk selalu menghasilkan roti yang halal, healthy, dan higienis. PT Nippon Indosari Corpindo Tbk berupaya menjaga mutu produk roti agar tetap sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan dengan menerapkan sistem manajemen mutu. Tahapan-tahapan proses produksi diupayakan dilaksanakan dengan benar sesuai standar pengolahan perusahaan agar dapat dihasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu produk roti. Namun pada kenyataannya, produk roti yang dihasilkan tidak semuanya dapat memenuhi standar. Roti yang mengalami penyimpangan mutu (defect) tersebut sangat merugikan perusahaan dan merupakan suatu pemborosan biaya produksi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dilakukanlah sebuah penelitian magang yang bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan mutu roti roti manis isi serta untuk memberikan masukan pada perusahaan dalam peningkatan mutu produk melalui usulan perbaikan proses produksi roti manis isi. Pemecahan masalah kerusakan pada produk roti manis isi di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk dapat dilakukan dengan baik jika faktor penyebab masalah telah diketahui. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya cacat (kerusakan) pada produk roti manis isi selama proses produksi adalah dengan melakukan pendekatan audit. Audit yang dilakukan merupakan kajian atas setiap tahapan proses produksi roti manis isi maupun pelaksanaan prosedur operasi standar yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan produk roti manis isi. Melalui audit yang dilakukan ini dapat diperoleh suatu evaluasi maupun masukan perbaikan terhadap sistem mutu proses produksi roti manis isi yang berjalan di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk dengan harapan jumlah cacat pada roti dapat dikurangi. Dari hasil pengumpulan data yang dilakuakan, pada bulan Maret 2011 terdapat tujuh jenis penyimpangan mutu (kerusakan) roti manis isi yang dialami perusahaan, antara lain roti yang penyok (37%), adanya gelembung pada permukaan roti (7%), roti yang saling berdempetan (15%), filler yang bocor (5%), gosong (2%), bentuk roti yang tidak sesuai standar (13%), dan lain-lain (20%). Dari hasil pengumpulan data tersebut selanjutnya dilakukan analisis dengan Diagram Pareto. Hasil analisis dengan menggunakan Diagram Pareto menunjukkan bahwa penyok pada roti manis isi merupakan jenis penyimpangan mutu (kerusakan) terbesar dari semua jenis kerusakaan yang terjadi. Jenis penyimpangan mutu produk yang menjadi prioritas perbaikan sistem mutu adalah penyok. Kesepakatan prioritas ini diperoleh dari hasil diskusi dengan perusahaan berdasarkan pertimbangan hasil analisis Diagram Pareto dan pengaruh kerusakan penyok terhadap persepsi konsumen. Selanjutnya, digunakan Diagram Ishikawa untuk melihat dugaan faktor apa saja yang menyebabkan roti manis isi menjadi penyok. Hasilnya, penyok pada roti diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni: (a) Manusia, berupa operator yang kelelahan, kurang terampil, dan tidak hatihati. (b) Metode, yaitu instruksi kerja yang kurang terinci dan proses depanning yang tidak teratur. (c) Alat, di mana terjadi kondisi sisi konveyor yang menghimpit roti, alat yang digunakan terbatas dan masih dioperasikan secara manual. Audit mutu dilakukan untuk melihat fakta dari dugaan penyebab yang berpengaruh terhadap kerusakan penyok pada roti. Hasilnya, penyok pada roti manis isi disebabkan karena alat yang digunakan masih manual dan terbatas serta sisi konveyor yang menekan bagian tepi roti; operator
yang kurang terampil, tidak hati-hati, dan kelelahan saat meletakkan roti ke konveyor; metode depanning yang tidak efektif dan instruksi kerja/SOP yang kurang menjelaskan mengenai tata cara peletakan roti yang benar. Untuk mengatasi masalah tersebut disusunlah suatu rancangan usulan perbaikan sistem proses produksi berupa penggunaan depanner otomatis pada proses depanning, modifikasi sistem konveyor berjalan untuk mengangkat roti dari loyang, letak exhaust berada tepat di tempat operator depanning bekerja dan beroperasi dengan baik, penambahan operator pada proses depanning, penyempurnaan SOP dengan menyeragamkan tata cara peletakan roti. Selanjutnya, uji coba perbaikan dilakukan untuk melihat pengaruh dari usulan yang dirancang. Uji coba yang dilaksanakan dipilih dari rancangan usulan perbaikan yang tidak memerlukan penambahan biaya bagi perusahaan, yakni berupa penambahan operator pada proses depanning dan penyempurnaan SOP dengan menyeragamkan tata cara peletakan roti ke konveyor. Hasilnya, uji coba ini mampu mengurangi jumlah kerusakan penyok pada roti manis isi sebesar 69.79%. Agar jumlah roti manis isi yang mengalami penyimpangan mutu penyok dapat jauh berkurang, suatu rekomendasi diberikan kepada perusahaan. Rekomendasi yang dapat diberikan bagi PT Nippon Indosari Corpindo Tbk pada sistem proses produksi roti manis isi adalah sistem peletakan roti dari loyang ke konveyor sebaiknya menggunakan sistem konveyor yang telah dimodifikasi atau dengan menggunakan vacuum depanner. Pemodifikasian sistem depanning tentunya membutuhkan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan penggunaan vacuum depanner. Kedua sistem baru ini samasama akan bekerja secara otomatis mengangkat roti dari atas loyang ke konveyor, sehingga operator hanya perlu untuk mengawasi jalannya proses saja dan jumlah roti yang mengalami kerusakan penyok dapat dikurangi jumlahnya. Dengan begitu diharapkan kerugian yang dialami perusahaan juga akan berkurang serta produktivitas roti manis isi semakin meningkat.
AUDIT PROSES PRODUKSI ROTI MANIS ISI DI PT NIPPON INDOSARI CORPINDO TBK. CIKARANG, BEKASI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh ARUM NURHANDAYANI F24070119
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi
:
Nama NIM
: :
Audit Proses Produksi Roti Manis Isi di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. Cikarang, Bekasi Arum Nurhandayani F24070119
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Lapang,
(Tjahja Muhandri, STP, MT.) NIP 197205151997021001
(Arief Ahmad Risandi, STP.)
Mengetahui: Plt. Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si.) NIP 19610802.198703.2.002
Tanggal lulus: Agustus 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Audit Proses Produksi Roti Manis Isi di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. Cikarang, Bekasi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan
Arum Nurhandayani F 24070119
iii
© Hak cipta milik Arum Nurhandayani, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
iv
BIODATA PENULIS
Penulis bernama lengkap Arum Nurhandayani. Lahir di Bogor pada tanggal 9 Maret 1989 dari ayah Yuwono dan ibu Yuliah, sebagai putri kedua dari dua bersudara. Penulis menamatkan jenjang pendidikan tingkat dasar tahun 2001 di SD Negeri Semplak 2 Bogor. Pada tahun 2004 penulis menamatkan jenjang pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 4 Bogor dan melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Bogor yang tamat pada tahun 2007. Penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dengan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Sejak di bangku sekolah menengah pertama, penulis telah aktif mengikuti organisasi sebagai Ketua Osis sekaligus Ketua Pramuka SMP Negeri 4 Bogor. Selain mengikuti kegiatan organisasi di sekolah dan dalam kampus penulis juga aktif mengikuti organisasi luar kampus, yakni Marching Band Gita Swara Pakuan Bogor. Semasa perkuliahan penulis aktif dalam beberapa kegiatan kepanitiaan dengan menjadi anggota divisi public relation and sponsorship dalam acara Indonesian Food Expo 2009, koordinator lapangan pada Peringatan Hari Pangan Sedunia tahun 2010, dan menjadi anggota divisi acara pada kegiatan Orde dan Malam Keakraban Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan IPB tahun 2010. Penulis juga aktif mengikuti organisasi di dalam kampus dengan menjadi sekretaris klub tari Fateta tahun 2009-2010 dan menjadi tim penyuluh Keamanan Pangan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan IPB untuk SD Cangkrang Desa Cikarawang 2009-2010. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan praktik magang di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk yang berlokasi di Cikarang, Bekasi dengan judul skripsi “Audit Proses Produksi Roti Manis Isi di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. Cikarang, Bekasi”.
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia dan rahmatNya sehingga penyusunan tugas akhir penelitian magang ini berhasil diselesaikan. Penelitian magang dengan judul Audit Proses Produksi Roti Manis Isi di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk Cikarang, Bekasi dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Juni 2011. Tersusunnya tugas akhir penelitian magang ini tak luput dari dukungan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Keluarga tercinta papa, mama, dan kakak yang senantiasa menemani, memberikan dukungan dan kasih sayang serta kekuatan kepada penulis. 2. Bapak Tjahja Muhandri, STP, MT. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, masukan, dan bimbingannya selama masa perkuliahan, magang, hingga penyusunan tugas akhir. 3. Bapak Arief Ahmad Risandi, STP. selaku pembimbing lapang dan Manajer Product Development and Quality Assurance (PDQA) PT Nippon Indosari Corpindo Tbk yang telah memberikan kesempatan, arahan, dan bimbingannya selama kegitan magang berlangsung. 4. Ir. H. Darwin Kadarisman, M.Si. Selaku dosen penguji atas kesediaan waktu dan masukan yang membangun pada saat persidangan. 5. Para Guru dan Dosen yang telah memberikan ilmunya yang sangat berharga. 6. Seluruh staf karyawan PDQA PT Nippon Indosari Corpindo Tbk, Pak Eki, Pak Bambang, Pak Jamal Ibu Safra, Mba Prita, Mba Sisi, Mba Indri, Mba Nira, Mba Eli, Mas Moko, Mas Yono, Mas Yanto, Mas Budi, Mas Yudi, Mas Saiful, Mas Ade, Mas Aris, Mas Satiri, Mas Aryo atas segala pengalaman yang telah diberikan kepada penulis selama magang. 7. Sahabat terbaik sejak kecil, Tifani, Anisa, Audi dan Ana atas segala kebahagiaan, suka duka, dan kesetiaan menjadi orang terdekat sejak di bangku SD hingga saat ini. 8. Sahabat terbaik semasa kuliah, Vendryana, Widita, dan Paramita atas segala kebahagiaan, keceriaan, dukungan, semangat, masukan, dan waktu berharga yang dihabiskan bersama selama tiga tahun. 9. Dedi dan Ocom yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan inspirasi bagi penulis. 10. Rekan seperjuangan selama magang, Cherish atas segala saran, tukar pikiran, dan kekompakan selama kegiatan magang berlangsung. 11. Rekan terdekat semasa kuliah, Iman, Dinda, Arief, Anisa R, Punjung, Amelinda, Marisa, Adi, Vita, Reggy, Leo, Argya, Marvin, Daniel, Andri, Dimas, Elisabeth, Trancy, atas dukungan, semangat, rasa kekeluargaan, dan kebersamaan selama tiga tahun yang sangat berkesan. 12. Rekan-rekan ITP 44 atas kebersamaan dan kekompakan selama kuliah, Belinda, Tami, Ajeng, Eliana, Maqfury, Chandra, Nadiah, Irsyad, Munyatul, Amelia, Elvita, Chintia F, Chintya D, Septiana, Erlinda, Indri, Kenny, Rozak, Fieki, Sindhu, Ibu Elmi, Eddy, Tiara, Bertha, Ronald, Okkytania, Vanya, Kevin, Malik, Jordan, Uswah, Melia, Andrew, Reza, Ashari, Murdiati, Atika, Nurina, Lailya, Khafid, Ulfa, Riffi, Yolanda, Puji, Suriah, Mba Mus, Mba Tika, dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi pangan.
Bogor, Agustus 2011 Arum Nurhandayani
vi
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ...........................................................................................................................vi DAFTAR TABEL ................................................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................................xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................................ xii I.
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
II.
PROFIL PERUSAHAAN ............................................................................................................... 3 A.
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN ....................................................... 3
B.
RUANG LINGKUP USAHA ................................................................................................ 4
C.
VISI, MISI, DAN KEBIJAKAN MUTU PERUSAHAAN ................................................... 5
D.
LOKASI DAN LETAK PERUSAHAAN .............................................................................. 6
E.
STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN ...................................................................... 6
F.
KETENAGAKERJAAN ...................................................................................................... 10
G.
PRODUK ............................................................................................................................. 11
H.
PEMASARAN ..................................................................................................................... 13
I.
PROSES PRODUKSI .......................................................................................................... 13
III. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................... 19 A.
DEFINISI MUTU ................................................................................................................ 19 1. Alasan Memproduksi Barang Bermutu .......................................................................... 21 2. Fungsi Mutu Produk ........................................................................................................ 21 3. Mempertahankan Mutu Produk ...................................................................................... 22
B.
SISTEM MUTU ................................................................................................................... 23 1. Kebijakan Mutu .............................................................................................................. 23 2. Manajemen Mutu ............................................................................................................ 23 3. Kendali Mutu .................................................................................................................. 24 4. Jaminan Mutu ................................................................................................................. 25
vii
C.
AUDIT ................................................................................................................................. 26 1. Audit Mutu ..................................................................................................................... 28 2. Survei Mutu .................................................................................................................... 29 3. Audit Produk................................................................................................................... 29
D.
PROSES DAN PERBAIKAN PROSES .............................................................................. 29
E.
ALAT BANTU (TOOLS) PENINGKATAN MUTU........................................................... 31 1. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet) ............................................................................... 31 2. Stratifikasi ....................................................................................................................... 32 3. Diagram Pareto ............................................................................................................... 32 4. Diagram Ishikawa (Sebab-Akibat) ................................................................................. 33
IV. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................................... 35 A.
WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ............................................................................ 35
B.
METODE PENELITIAN ..................................................................................................... 35 1. Identifikasi Penyimpangan Mutu Roti Manis Isi ............................................................ 36 2. Pengumpulan Data .......................................................................................................... 36 3. Analisis Jenis dan Jumlah Penyimpangan Mutu Roti Manis Isi ..................................... 37 4. Penetapan Jenis dan Jumlah Penyimpangan Mutu yang akan Dikaji Lebih Lanjut ........ 37 5. Analisis Faktor yang Diduga Menyebabkan Penyimpangan Mutu ................................. 37 6. Audit Proses Produksi..................................................................................................... 38 7. Analisis Data Hasil Audit ............................................................................................... 38 8. Diskusi Dengan Pihak Industri ....................................................................................... 38 9. Penyusunan Hipotesa ...................................................................................................... 38 10. Penyusunan Usulan Perbaikan dan Uji Coba di Lapangan ............................................. 39 11. Analisis Hasil Usulan Perbaikan ..................................................................................... 39
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................................... 40 A.
PENGUMPULAN DATA .................................................................................................... 40
B.
ANALISIS JENIS DAN JUMLAH PENYIMPANGAN MUTU ROTI MANIS ISI .......... 41
C.
PENETAPAN PRIORITAS JENIS PENYIMPANGAN MUTU ROTI MANIS ISI .......... 44
D.
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENYIMPANGAN MUTU PENYOK PADA ROTI MANIS ISI ........................................................................................................................... 44
viii
E.
AUDIT MUTU..................................................................................................................... 45
F.
USULAN PERBAIKAN ...................................................................................................... 47 1. Penggunaan Depanner Otomatis pada Proses Depanning .............................................. 47 2. Modifikasi Sistem Konveyor Berjalan untuk Mengangkat Roti dari Loyang ................. 48 3. Letak Exhaust Berada Tepat di Tempat Operator Depanning Bekerja dan Beroperasi dengan Baik .................................................................................................................... 49 4. Penambahan Operator pada Proses Depanning .............................................................. 49 5. Penyempurnaan SOP dengan Menyeragamkan Tata Cara Peletakan Roti ..................... 50
G.
UJI COBA USULAN PERBAIKAN ................................................................................... 51
VI. SIMPULAN .................................................................................................................................. 53 VII. REKOMENDASI ......................................................................................................................... 54 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 55 LAMPIRAN .......................................................................................................................................... 57
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Produk-produk yang dihasilkan oleh PT Nippon Indosari Corpindo Tbk...............................12 Tabel 2. Perbedaan jenis metode pencampuran.....................................................................................15 Tabel 3. Stratifikasi penyimpangan mutu roti manis isi bulan Maret 2011...........................................42 Tabel 4. Persen penyimpangan mutu roti manis isi bulan Maret 2011..................................................43 Tabel 5. Persentase perbandingan penyok sebelum dan pada saat dilakukan uji coba..........................51
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar1.
Pemahaman mengenai mutu (Feigenbaum, 1996) ............................................................. 20
Gambar 2. Konsep mutu (Manik, 2004).............................................................................................. 20 Gambar 3. Keselarasan pekerjaan kendali mutu dengan proses produksi (Feigenbaum, 1996) .......... 25 Gambar 4. Bentuk Diagram Ishikawa ................................................................................................. 34 Gambar 5. Diagram alir metode penelitian ......................................................................................... 36 Gambar 6. Diagram Pareto penyimpangan mutu roti manis isi selama bulan Maret 2011 ................. 43 Gambar 7. Diagram sebab-akibat roti manis isi penyok ..................................................................... 45 Gambar 8. Perbaikan mutu berkesinambungan dalam manajemen mutu (BAPSI, 2010) ................... 47 Gambar 9. Vacuum depanner .............................................................................................................. 48 Gambar 10. Sistem konveyor saat ini .................................................................................................... 48 Gambar 11. Modifikasi konveyor ......................................................................................................... 49 Gambar 12. Cara memegang loyang yang benar (kiri) dan cara memegang loyang yang salah (kanan) ............................................................................................................................... 50
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Struktur organisasi perusahaan..........................................................................................58 Lampiran 2. Diagram alir pembuatan roti manis isi...............................................................................59 Lampiran 3. Standar mutu fisik roti manis isi........................................................................................61 Lampiran 4. Lempar periksa pengumpulan data....................................................................................62 Lampiran 5. Data kerusakan (penyimpangan mutu) roti manis isi selama bulan Maret 2011...............63 Lampiran 6. Audit proses produksi........................................................................................................67
xii
I.
PENDAHULUAN
Roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu, air, dan ragi yang pembuatannya melalui tahap pengulenan, fermentasi (pengembangan), dan proses pemanggangan dalam oven (Yahyono, 1999). Roti telah lama dikenal dalam peradaban manusia, sejarahwan memperkirakan roti mulai dikonsumsi sejak kebudayaan Mesopotamia atau Mesir. Di Indonesia sendiri, roti mulai diperkenalkan oleh Bangsa-Bangsa Eropa yang datang ke Indonesia (Joko, 2010). Kini roti semakin banyak diminati dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mulai menjamurnya merek-merek roti yang beredar di pasaran baik yang diproduksi oleh perusahaan berskala industri rumah tangga hingga industri besar. Belum lagi ditambah dengan trend menjamurnya butik-butik roti dan kue yang menjual berbagai macam jenis produk bakeri. Perkembangan yang terjadi pada industri bakeri beberapa tahun terakhir ini menunjukkan semakin meningkatnya minat para konsumen untuk mengkonsumsi roti. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), yang diolah kembali, menunjukkan konsumsi roti manis pada tahun 2005 diperkirakan sekitar 4.2 miliar potong, kemudian meningkat sebesar 53% pada tahun 2008 sehingga menjadi sekitar 6.4 miliar potong. Dapat diprediksi, seiring dengan perkembangan dan perubahan gaya hidup moderen di masa mendatang, konsumsi roti nasional akan terus meningkat dari tahun ke tahun (Joko, 2010). Berdasarkan data tersebut, dapat ditarik sebuah kesimpulan nyata bahwa kedepannya pasar industri bakeri merupakan pasar yang berpeluang besar untuk dikembangkan. Perkembangan pasar yang terjadi telah mampu mendorong terciptanya persaingan yang ketat di antara industri-industri. Hal ini membuka kesempatan dan tantangan tersendiri bagi setiap industri pangan, khususnya bakeri, untuk memenangkan dan menjadi pemimpin dari persaingan pasar yang terjadi. Untuk dapat bertahan dalam persaingan tersebut setiap industri harus mulai memfokuskan usahanya pada perbaikan mutu yang berkesinambungan (quality improvement). Setiap industri harus mampu melakukan setiap pekerjaan dengan lebih baik dalam suatu sistem manajemen mutu dalam rangka menghasilkan produk pangan, dalam hal ini roti, yang bermutu tinggi. Menurut Feigenbaum (1989) di dalam Tenner (1992), manajemen mutu merupakan perpaduan upaya-upaya pengembangan, pemeliharaan, dan perbaikan mutu dari berbagai kelompok dalam perusahaan, sehingga produk dan jasa mencapai tingkat yang ekonomis dan memuaskan pelanggan. Di dalam suatu sistem manajemen mutu terkandung bagian-bagian berupa perencanaan mutu, pengendalian mutu, perbaikan mutu, dan jaminan mutu yang saling berkaitan satu sama lain. Choi dan Eboch (1997) menjelaskan bahwa penerapan manajemen mutu terpadu akan mengurangi jumlah kerusakan produk akhir serta down time produksi. PT Nippon Indosari Corpindo Tbk produsen Sari Roti dan Sari Cake berupaya menjaga mutu produk roti agar tetap sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan dengan menerapkan sistem manajemen mutu. Tahapan-tahapan proses produksi diupayakan dilaksanakan dengan benar sesuai standar pengolahan perusahaan agar dapat dihasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu produk roti. Namun pada kenyataannya, produk roti yang dihasilkan tidak semuanya dapat memenuhi standar. Roti yang mengalami penyimpangan mutu (defect) tersebut dapat mengakibatkan kelancaran produksi roti menjadi terganggu, pemakaian bahan baku pembuatan roti tidak optimal, pemborosan biaya produksi, dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan konsumen semakin rendah. Pemecahan masalah kerusakan pada produk roti manis isi di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk dapat dilakukan dengan baik jika faktor penyebab masalah telah diketahui. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya cacat (kerusakan)
1
pada produk roti manis isi selama proses produksi adalah dengan melakukan pendekatan audit. Audit yang dilakukan merupakan kajian atas setiap tahapan proses produksi roti manis isi maupun pelaksanaan prosedur operasi standar yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan produk roti manis isi. Melalui audit yang dilakukan ini dapat diperoleh suatu evaluasi maupun masukan perbaikan terhadap sistem mutu proses produksi roti manis isi yang berjalan di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk dengan harapan jumlah cacat pada roti dapat dikurangi. Berdasarkan data proses produksi roti manis isi bulan Maret 2011, ditemukan bahwa terdapat tujuh jenis penyimpangan mutu (kerusakan) yang terjadi pada roti manis isi, antara lain roti yang penyok (37%), adanya gelembung pada permukaan roti (7%), roti yang saling berdempetan (15%), filler yang bocor (5%), gosong (2%), bentuk roti yang tidak sesuai standar (13%), dan lain-lain (20%). Dari data tersebut, penyok yang terjadi pada roti merupakan jenis kerusakan terbesar penyebab roti mengalami reject (penolakan). Perusahaan belum melakukan kajian khusus mengenai penyebab roti menjadi penyok sehingga perusahaan belum memiliki data yang cukup valid. Hal ini tentu saja dapat merugikan perusahaan. Oleh karena itu, perlu dianalisis fakta-fakta yang menyebabkan roti manis isi mengalami kerusakan penyok. Penelitian magang ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan mutu roti roti manis isi dan dapat memberikan masukan pada perusahaan dalam peningkatan mutu produk melalui usulan perbaikan proses produksi roti manis isi.
2
II.
A.
PROFIL PERUSAHAAN
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN
Perusahaan berdiri berdasarkan akta nomor 24 tanggal 26 Mei 1994, dibuat dihadapan Notaris Liliana Arif Gondoutomo, SH dan telah mendapat persetujuan Menteri Kehakiman Republik Indonesia nomor C2.11.525.NT.01.01.Th.94 pada tanggal 2 Agustus 1994. Perusahaa ini merupakan perusahaan patungan Indonesia-Jepang, yaitu antara PT Sari Indoroti dengan Nissho Iwai Corporation dan Shikishima Baking Co. Ltd. di mana penanaman modal ini telah mendapat Surat Persetujuan Presiden atas Penanaman Modal Asing nomor B-91/Pres/02/1995 tanggal 16 Februari 1995 yang tertuang dalam Lampiran Surat Pemberitahuan tentang Persetujuan Presiden nomor 126/I/PMA/1995 tanggal 27 Februari 1995 yang dikeluarkan oleh Menteri Negara Penggerak Dana Investasi, Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal. Kemudian pada tanggal 8 Maret 1995 dengan akta nomor 11 didirikanlah perseroan terbatas dengan nama PT Nippon Indosari Corporation di hadapan notaris Beny Kristianto, SH yang berkedudukan di Jakarta dan diperbaiki dengan akta nomor 274 tanggal 29 April 1995 yang dibuat di hadapan notaris yang sama. Akta pendirian perseroan terbatas ini telah mendapat persetujuan tentang akta pendirian perseroan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia melalui Surat Keputusan nomor 02-6209.NT.01.01.Th.95 pada tanggal 18 Mei 1995. Perseroan ini bergerak dalam bidang industri makanan, khususnya produk bakeri. Perusahaan didirikan di atas lahan seluas 10,227 m2 di Cikarang Industrial Estate, Bekasi, Jawa Barat. Perseroan ini memiliki kapasitas produksi awal sebesar 3,138 ton/tahun. Setelah proses konstruksi dan instalasi pabrik yang selesai pada bulan September 1996, perseroan memulai kegiatan produksinya dengan terlebih dahulu melakukan tes pasar pada bulan Oktober 1996 di mana saat itu diperkenalkan satu jenis roti tawar serta tiga jenis roti manis, dalam kemasan yang masih sederhana. Setelah tiga bulan melakaukan riset pasar, maka pada bulan Januari 1997 diluncurkan kemasan perdana Sari Roti dengan desain yang diharapkan dapat lebih menarik perhatian konsumen. Pada tanggal 10 Maret 1997, dilakukan peresmian kegiatan operasional PT Nippon Indosari Corporation oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia (pada saat itu) Prof. Dr. Sujudi. Dengan sasaran utama wanita karir dan ibu rumah tangga, perubahan skala industri bakeri diharapkan dapat lebih meningkatkan mutu produk bakeri yang dihasilkan. Dari industri tradisional yang terkadang kurang higienis, pengemasan yang kurang menarik, serta tidak adanya jaminan pangan halal, dan menggunakan teknologi tradisional, menjadi produk berteknologi tinggi dengan kemasan yang menarik dan terjamin kehalalan serta higienitas produknya. Untuk lebih meningkatkan pemasaran dan nilai jual produk, maka dikembangkan pula beberapa variasi produk yang tetap mengacu pada mutu interasional, namun dengan tidak meninggalkan cita rasa lokal. Pada bulan Januari 2001, diluncurkan pula merek dagang Boti dengan berbagai variasinya, dengan tujuan untuk memperluas pasar dan mencapai konsumen pada tingkat menengah ke bawah. Saat ini produk yang dipasarkan terdiri dari sekitar 8 jenis produk roti tawar dan lebih dari 15 jenis roti manis. Dengan misi untuk mejadi produsen produk bakeri terbesar di Indonesia, perseroan ini telah mengalami kemajuan pesat dari segi penjualan. Hal tersebut didukung pula oleh peningkatan jumlah outlet pemasaran produk serta armada distribusi yang diharapkan dapat memperluas jangkauan distribusi produk. Peningkatan produk ini harus diimbangi pula dengan tetap terjaganya mutu produk yang sampai di konsumen. Untuk itu diperlukan pula adanya pengawasan yang ketat terhadap
3
kualiatas bahan baku produk serta tetap terjaga kehalalan, kesehatan, dan higienitas dari produk yang dihasilkan, karena merupakan jaminan terhadap kepuasan pelanggan. Sebagai kepedulian terhadap konsumen dan jaminan atas mutu produk yang dihasilkan, produk-produk yang dipasarkan telah terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, serta telah mendapat sertifikat halal dari Lembaga Pengkajian Pengawasan Obat dan Makanan, Majelis Ulama Indonesia, nomor 00200009241298 untuk produk Sari Roti dan nomor 0010001560062001 untuk produk Boti. Namun produk roti merek Boti telah dihentikan poduksinya per Desember 2010. Saat ini pemasaran produk Sari Roti dilakukan melalui outlet reguler supermarket dan mini market, melalui agen-agen, serta melalui hotel dan restoran. Dengan jangkauan pemasaran yang luas serta promosi yang berkelanjutan, hasil survei pada tahun 2002 menunjukkan bahwa perseroan ni telah menjadi pemimpin bidang industri makanan produk bakeri. Dan saat ini jangkauan distribusi PT Nippon Indosari Corpindo Tbk telah mencangkup hampir seluruh wilayah di Pulau Jawa serta sebagian pulau Bali dengan mulai beroperasinya pabrik baru di PIER-Pasuruan, Jawa Timur sejak bulan September 2005 (soft opening) dan peresmian dilaksanakan pada tanggal 24 November 2005. Dengan semakin berkembangnya pasar dan permintaan dari konsumen yang cukup besar, maka sejak tanggal 15 Desember 2008 PT Nippon Indosari Coprindo Tbk mengoperasikan pabrik baru di Kawasan Industri Jababeka Blok U. Pabrik ini telah dilengkapi dengan peralatan produksi yang terbaru, dilengkapi dengan fasilitas auditorium factory visit. Ruangan ini digunakan untuk menerima konsumen dari berbagai segmen dan golongan yang hendak melihat proses produksi roti secara langsung, dan untuk lebih mendekatkan PT Nippon Indosari Corpindo Tbk dengan konsumennya.
B.
RUANG LINGKUP USAHA
Nama Perusahaan Alamat Perusahaan
Alamat Pabrik
Produk Merek Produk
: PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. : Kawasan Industri Jababeka Blok W No. 40-41 Cikarang, Bekasi 17530. Telepon : 021 - 893 5088 Fax : 021 – 893 5286 : 1. Kawasan Industri Jababeka Blok W No. 40-41 Cikarang, Bekasi 17530. Telepon : 021 - 893 5088 Fax : 021 – 893 5286 2. Kawasan Industri Jababeka Blok U No. 33 Cikarang, Bekasi 17530. Telepon : 021 – 8984 0348 3. Kawasan Industri PIER Jl. Rembang Industri Raya No. 29 Pasuruan, Jawa Timur. Telepon : 0343 – 740 388 Fax : 0343 – 740 387 4. Kawasan Industri Wijayakusuma Jl. Tugu Wijaya III No. 1 Semarang, Jawa Tengah 50152. : Roti Tawar, Roti Manis, Chiffon Cake. : SARI ROTI, SARI CAKE.
4
Daerah pemasaran
Jumlah Karyawan
Lini Produksi
Kapasitas Produksi
C.
: 1. Cikarang Plant 2. Pasuruan Plant 3. Semarang Plant : 1. Cikarang Plant 1 2. Cikarang Plant 2 3. Pasuruan Plant 4. Semarang Plant : 1. Cikarang Plant 1 2. Cikarang Plant 2 3. Pasuruan Plant 4. Semarang Plant : 1. Cikarang Plant 1 2. Cikarang Plant 2 3. Pasuruan Plant 4. Semarang Plant
: Jabotabek, Lampung, Banten, Jawa Barat, dan sebagian Jawa Tengah : Jawa Timur dan Bali : Jawa Tengan dan D.I. Yogyakarta : ± 250 orang : ± 350 orang : ± 250 orang : ± 100 orang : 4 line produksi : 2 line produksi : 3 line produksi : 2 line produksi : 425,000 pack/hari : 425,000 pack/hari : 315,000 pack/hari : 250,000 pack/hari
VISI, MISI, DAN KEBIJAKAN MUTU PERUSAHAAN
Visi PT Nippon Indosari Corpindo Tbk adalah “Menjadi perusahaan terbesar di Indonesia dalam bidang bakeri products dengan menghasilkan dan mendistribusikan produk-produk bermutu tinggi dengan harga yang terjangkau bagi rakyat Indonesia”. Untuk mencapai visi tersebut, perusahaan memiliki misi, yaitu : membantu meningkatkan mutu hidup bangsa Indonesia dengan memproduksi dan mendistribusikan makanan yang bermutu tinggi, sehat, halal, dan aman bagi pelanggan. PT Nippon Indosari Corpindo Tbk mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan suatu kebijakan mutu yang menjadi kebijakan perusahaan. Perusahaan mengikrarkan bersama untuk dapat dipahami, diterapkan, dan dipelihara oleh seluruh karyawan, yang merupakan suatu gagasan untuk menghasilkan produk yang bermutu sesuai dengan harapan serta kebutuhan pelanggan. Perusahaan senantiasa menghasilkan produk yang bermutu tinggi, sehat, halal, dan aman untuk dikonsumsi dalam rangka pencapaian visi dan misi perusahaan melalui penerapan Good Manufacturing Practices (GMP), Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP), Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), dan Sistem Jaminan Halal (SJH) sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan. Menggalang partisipasi aktif dan positif seluruh karyawan dalam rangka memelihara, mengembangkan, dan meningkatkan mutu kerja secara berkelanjutan. Di dalam melaksanakan GMP, SSOP, dan HACCP, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk mengacu pada beberapa pedoman atau regulasi teknis yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Pedoman-pedoman yang menjadi acuan adalah: 1. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, nomor 23/Men.Kes/SK/I/1978, tanggal 24 Januari 1978 tentang Pedoman Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) atau Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) untuk menjamin persyaratan higienis dan sanitasi produk dan pengolahan 2. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-4852-1998 tentang Sistem Analisis dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and Critical Control Point – HACCP) serta Pedoman Penerapannya 3. Pedoman BSN nomor 1004 – 2002 tentang Panduan Penyusunan Rencana Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) 4. Codex Alimentarius Commission (CAC) RCP 1, Rev. 4 Tahun 2003
5
D.
LOKASI DAN LETAK PERUSAHAAN
Lokasi pabrik PT Nippon Indosari Corpindo Tbk terletak di Jl. Jababeka XVII B Blok U nomor 33 Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Perusahaan ini memiliki lokasi yang cukup strategis karena akses transportasi untuk menjangkaunya mudah, berdekatan dengan berbagai supplier bahan baku, serta ketersediaan berbagai sarana pendukung lainnya (listrik, air, tenaga kerja, penanganan limbah) yang baik. PT Nippon Indosari Corpindo Tbk dibangun dengan dua lantai. Lantai pertama digunakan untuk proses produksi seperti ruang penerimaan bahan baku (raw material), gudang penyimpanan bahan, ruang scalling (penimbangan), ruang produksi, ruang pengemasan, kantin, dan gudang produk (finished goods). Ada pun lantai kedua digunakan untuk ruang manajer PDQA, ruang PDQA (Product Development and Quality Assurance), ruang office GA (General Affair), musholla, dan auditorium factory visit.
E.
STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN
Menurut pengertiannya struktur organisasi merupakan suatu hubungan dan susunan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi ataupun perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan tertentu. Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Semua perusahaan memiliki hirarki yang jelas mengenai pembagian tugas dan tanggung jawab dalam menjalankan perusahaan. Struktur organisasi di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk dipimpin oleh seorang presiden direktur, direktur, direktur operasional yang membawahi berbagai divisi yang dipimpin oleh seorang manager yang dibantu oleh supervisor. Divisi-divisi tersebut yaitu divisi Product Development and Quality Assurance (PDQA), divisi Human Resourches and Development (HRD), divisi Finance and Accounting, divisi Plant, divisi Sales and Marketing, dan divisi Supply Chain Management (SCM). Struktur organisasi PT Nippon Indosari Corpindo Tbk dapat dilihat pada Lampiran 1. Berikut ini merupakan penjelasan singkat mengenai struktur organisasi PT Nippon Indosari Corpindo Tbk beserta tugas dan tanggung jawab masing-masing divisi.
1.
Presiden Direktur Presiden direktur, dalam hal ini adalah pimpinan tertinggi PT Nippon Indosari Corpindo Tbk memiliki wewenang penuh terhadap perusahaan. Dalam pelaksanaannya, presiden direktur dibantu oleh seorang direktur.
2.
Direktur Direktur bersama-sama dengan direktur operasional membantu presiden direktur dan bertanggung jawab penuh atas jalannya kegiatan operasional perusahaan.
3.
Direktur Operasional Direktur operasional bertanggung jawab atas berlangsungnya kegiatan perusahaan sehingga tujuan dari perusahaan tercapai, yakni mencapai prestasi yang tinggi dalam menghasilkan produk-produk yang bermutu.
6
4.
Business Development Executive Business development executive bertanggung jawab penuh apabila terdapat perluasan pabrik dan penambahan lini-lini di dalam pabrik untuk meningkatkan kapasitas produksi seiring dengan peningkatan pangsa pasar. Selain itu, bertanggung jawab apabila terdapat penambahan mesin-mesin produksi. Business development executive bertanggung jawab langsung kepada direktur operasional.
5.
General Manager (GM) Finance and Accounting General manager finance and accounting bertanggung jawab atas aliran keuangan yang dilakukan oleh PT Nippon Indosari Corpindo Tbk termasuk pembukuannya. Departemen ini terbagi menjadi beberapa sub bagian, yaitu : a. Finance and Accounting Manager (FAM) Cikarang Finance and Accounting Manager Cikarang bertanggung jawab untuk mengawasi keuangan hasil penjualan dan juga bertugas dalam menghitung stock opname terhadap bahan baku, biaya pajak, biaya produk-produk yang ditolak atau dikembalikan, maupun biaya operasional umum. FAM Cikarang membawahi accounting yang bertanggung jawab terhadap tagihan-tagihan para supplier, outlet, agen, dan yang lainnya. Sub bagian ini harus membuat pembukuan tentang lembar tagihan sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada GM finance and accounting. b. Internal Audit (IA) and System Procedur Manager Internal audit memiliki tugas melakukan pemeriksaan terhadap keuangan perusahaan dan pemeriksaan terhadap sistem perusahaan. Internal audit bertanggung jawab kepada direktur operasional dan keputusan diserahkan kepadanya. Sedangkan sistem prosedur memiliki tugas membuat sistem atau prosedur pembayaran, penagihan, dan halhal yang berhubungan dengan bagian accounting serta audit yang akan dibakukan oleh perusahaan. Bagian ini juga bertaggung jawab melakukan audit internal semua kegiatan yang berlangsung dalam PT Nippon Indosari Corpindo Tbk serta mengawasi prosedur SOP yang berlaku di perusahaan. c. Purchasing Manager Purchasing bertanggung jawab penuh terhadap pengadaan barang-barang untuk perusahaan, baik itu untuk keperluan produksi seperti bahan baku, bahan penunjang, mesin, peralatan maupun untuk keperluan perusahaan lainnya. d. Information Technology Manager Information technology bertanggung jawab terhadap sistem jaringan informasi dalam PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. Information technology bertugas pula dalam hal komputerisasi di perusahaan.
6.
Product Development and Quality Assurance (PDQA) Manager Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer PDQA. Departemen PDQA bertanggung jawab terhadap pengembangan produk, menciptakan produk baru, pengawasan bahan baku, pengawasan saat proses produksi, dan pengawasan mutu produk. PDQA terbagi atas dua bagian, yaitu:
7
a. Product Development (PD) Product development bertugas untuk melakukan pengembangan produk baru, pengembangan produk yang sudah ada dengan beberapa alternatif, yaitu dengan pemakaian bahan baku yang berbeda, alternatif parameter proses, dan perubahan total dari konsep yang telah ada. Pembuatan konsep produk (diversifikasi produk) dalam rangka pengembangan maupun perbaikan produk untuk jangka panjang dilakukan oleh bagian spesialisasi dari PD. b. Quality Assurance (QA) Quality assurance bertanggung jawab atas kualitas mutu dan jaminan mutu produk yang dihasilkan, perbaikan, dan pengontrolan (pengawasan) mutu produk dengan rangkaian sistem pendukung seperti GMP (Good Manufacturing Practices), SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures), HACCP (Hazard Analysis and Critical Point), dan Sistem Jaminan Halal (SJH). Pengontrolan dilakukan dari dalam yaitu dari area produksi langsung dan berdasarkan kontak keluhan konsumen. QA terbagi dalam empat bagian Quality Control (QC), yaitu: x QC raw material, bertugas untuk memeriksa kondisi bahan baku saat diterima, apakah bahan baku yang telah datang sesuai dengan ketentuan mutu yang telah ditetapkan, serta memeriksa kondisi penyimpanan bahan baku. x QC field, memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengawasi proses produksi mulai dari tahap pencampuran hingga produk jadi, menangani masalah yang muncul saat dilapangan produksi, menanalisa produk yang ditolak dan hilang (lost product) serta evaluasinya. QC field membawahi QC checker, yang bertugas mengawasi proses produksi saat pengemasan produk serta menolak produk yang tidak sesuai dengan standar produk jadi. x QC system, yang lebih mengacu pada pembuatan dan perevisian sistem dan prosedur operasi standar produk jadi yang dilakukan untuk memenuhi syarat mutu atau mutu yang diinginkan, yaitu HACCP dan Sistem Jaminan Halal. x Lab analysis, memiliki tugas dan tanggung jawab yaitu analisis mikrobiologi, analisis kimia, organoleptik, dan analisis lainnya.
7.
National Sales Manager Departemen ini bertanggung jawab terhadap penjualan produk, biasanya dilakukan penetapan target jumlah penjualan yang harus dicapai. Bagian ini terbagi menjadi beberapa sub bagian yaitu : a. Branch Sales Jabotabek Bertanggung jawab terhadap pengaturan penjualan produk pada agen-agen di daerah Jabotabek hingga Purwakarta dan Banten. b. Branch Sales Jawa Barat Bertanggung jawab terhadapa pengaturan penjualan produk pada agen-agen di daerah Bandung dan Cirebon. c. Key Account Bertanggung jawab untuk menganalisa pasar, produk-produk yang ada di pasaran, menganalisa produk pada RO (Reguler Outlet) yaitu untuk estimasi banyaknya produk yang akan dijual, menangani display produk yang ada di pasaran serta bertanggung jawab terhadap pembukaan outlet-outlet baru.
8
8.
Marketing Manager Bertanggung jawab dalam hal pemasaran produk, melakukan survei pasar dengan melakukan penilaian terhadap kompetitor, menampung keluhan konsumen yang masuk, membuat konsep awal produk-produk pengembangan yang telah diperkirakan akan segera diluncurkan bersama dengan bagian produk spesialis PD, dan melakukan perhitungan biaya keseluruhan. Sehingga dalam hal ini bekerja sama dengan bagian purchasing dan PDQA.
9.
Supply Chain Management (SCM) Departemen ini bertugas dalam hal inventori bahan baku, pendistribusian produk jadi. Depertemen ini terbagi menjadi beberapa sub bagian, yaitu : a. Production Planning and Inventory Control (PPIC) Production planning and inventory control secara umum bertanggung jawab mengatur atau merencanakan banyaknya produk yang akan diproduksi, menerima, dan mengeluarkan bahan baku. Tangung jawab dilakukan oleh kedua bagian yaitu bagian inventory control yang bertugas mengatur pemesanan, penerimaan, penyimpanan bahan baku serta pengunaannya dalam produksi agar tidak terjadi penumpukan bahan baku di gudang. Sedangkan product planning bertugas mengumpulkan data tentang estimasi penjualan produk dalam rangka penentuan permintaan barang OTF (Order To Factory). b. Finished Goods (FG) and Distribution Finished goods bertanggung jawab terhadap barang (produk jadi) yang akan dikirim. Antara lain adalah pengaturan penempatan barang, jumlah barang berdasarkan OTF, waktu penerimaan dan pengiriman maksimal barang ke outlet-outlet, mengatur barang retur serta mengatur dan mengawasi pengaturan keluar-masuk krat-krat yang digunakan dalam pendistribusian barang. Sedangkan distribution bertanggung jawab mengatur pengiriman barang yang telah dikemas ke RO, distribution channel dan agen berdasarkan jumlah barang, agen atau outlet, serta area pemasaran.
10.
General Manager Plant Departemen ini bertanggung jawab terhadap kegiatan operasional produksi roti. Departemen ini terbagi menjadi dua sub bagian, yaitu : a. Production Assistant Manager Production assistant manager bertanggung jawab terhadap semua hal yang terkait produksi dari tahap pencampuran hingga pengemasan, yaitu serah terima bahan baku dari gudang bahan baku hingga pengemasan barang jadi serta pengawasan serah terima barang jadi kepada bagian finished goods. b. Technician Assistant Manager Technician assistant manager bagian ini bertanggung jawab terhadap pengaturan, pengawasan dan perbaikan mesin dan peralatan yang digunakan oleh PT Nippon Indosari Corpindo Tbk.
11.
Human Resources and Development-General Affair (HRD-GA) Manager Departemen ini bertanggung jawab terhadap hal yang berhubungan dengan hak dan kewajiban sumber daya manusia dalam PT Nippon Indosari Corpindo Tbk serta kegiatan operasional perusahaan secara umum. Departemen ini terbagi menjadi dua sub bagian, yaitu :
9
a. HRD Head HRD head bertugas mengatur prihal penerimaan karyawan dan pemenuhan kebutuhan jumlah karyawan PT Nippon Indosari Corpindo Tbk, mengatur hak dan kewajiban karyawan, fasilitas karyawan dalam bentuk uang serta bertugas untuk menjalankan fungsi sosial perusahaan seperti acara kunjungan pihak luar (masyarakat umum) dan penerimaan praktek lapang atau magang. b. General Affair (GA) General affair bertanggung jawab terhadap operasional perusahaan non produksi secara umum seperti pembayaran listrik, telepon, air, taman, kebersihan serta fasilitas karyawan seperti baju kerja, loker, kantin, dan lain-lain.
F.
KETENAGAKERJAAN
PT Nippon Indosari Corpindo Tbk memiliki karyawan pria dan wanita dari berbagai tingkat pendidikan mulai dari sekolah menengah atas sampai dengan tingkat sarjana. Karyawan terdiri dari karyawan tetap, yaitu tenaga kerja yang bekerja secara tetap tanpa jangka waktu kontrak dan karyawan tidak tetap, yaitu tenaga kerja yang bekerja dalam jangka waktu tertentu, baik secara langsung dikontrak oleh perusahaan maupun melalui yayasan. Total tenaga kerja di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk berjumlah 1200 orang. Pembagian jam kerja untuk karyawan PT Nippon Indosari Corpindo Tbk adalah sebagai berikut:
1.
Jam Kerja Karyawan Karyawan PT Nippon Indosari Corpindo Tbk terbagi menjadi dua bagian, yaitu karyawan staf dan karyawan non staf. Untuk karyawan staf waktu kerja dalam seminggu adalah lima hari kerja dari Senin hingga Jumat. Karyawan tersebut mulai bekerja pukul 08.0017.00 WIB, dengan waktu istirahat selama satu jam mulai pukul 12.00-13.00 WIB. Sedangkan untuk karyawan non staf yang ditempatkan pada bagian produksi dan raw material. Waktu kerja selama enam hari dalam seminggu dengan jumlah jam kerja tujuh jam sehari dan waktu istirahat selama satu jam, dengan pembagian waktu tiga shift, yaitu shift satu mulai pukul 07.00 -15.00 WIB, shift dua mulai pukul 15.00-23.00 WIB, dan shift tiga mulai pukul 23.00-07.00 WIB dengan waktu istirahat selama 1 (satu) jam.
2.
Sistem Penggajian Di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk, gaji pokok yang diberikan ditetapkan atas dasar nilai jabatan, golongan jabatan, pendidikan, keahlian, prestasi, dan pengalaman kerja. Selain gaji pokok, semua karyawan mendapatkan beberapa macam tunjangan. Tunjangan yang diberikan adalah tunjangan kesehatan, tunjangan premi hadir, dan tunjangan transportasi. Sistem penggajian dan upah lembur yang berlaku untuk karyawan bagian produksi berdasarkan pada Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku, dalam hal ini Upah Minimum Regional Kabupaten Bekasi.
3.
Kesejahteraan Pegawai Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan karyawan, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk menyediakan fasilitas-fasilitas sebagai berikut :
10
a. Makan Penyediaan makan siang gratis bagi seluruh karyawan, serta makan sore dan malam khusus untuk karyawan shift kedua dan ketiga. Penyediaan koperasi dalam bentuk simpan pinjam dan penjualan dengan harga murah yang bertujuan untuk mensejahterakan dan memudahkan karyawan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. b. Poliklinik Fasilitas kesehatan berupa poliklinik di pabrik dan penggantian biaya pengobatan jika berobat di luar. Pemberian jaminan sebesar 100% dari total biaya perawatan rumah sakit yang diberikan kepada karyawan yang bersangkutan atau kepada istri dan dua orang anak yang sah terdaftar di perusahaan. Perusahaan memberikan bantuan untuk kelahiran bagi karyawan wanita atau istri karyawan yang akan melahirkan. Selain itu juga terdapat jaminan kesehatan (Jamsostek) bagi seluruh karyawan yang meliputi jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan hari tua. c. Cuti Pemberian cuti tahunan kepada karyawan selama 12 hari kerja dengan upah penuh kepada karyawan yang telah bekerja selama 12 bulan berturut-turut. Khusus bagi karyawan wanita mendapatkan cuti hamil tiga bulan dan cuti nikah selama dua hari. d. Pakaian Pemberian pakaian seragam untuk karyawan bagian produksi dan staf sebanyak tiga stel setiap tahunnya. Untuk karyawan bagian produksi dan PDQA diberikan berupa baju berwarna putih, celana putih panjang, hairnet, masker, sarung tangan, dan sepatu karet putih. e. Training Pembinaan dan pengembangan karyawan seperti pengadaan training kepada setiap karyawan. f. Transportasi Fasilitas transportasi berupa bus antar jemput khusus bagi karyawan yang tinggal di luar daerah Cikarang, yakni Bekasi dan Jakarta. g. Tempat ibadah Fasilitas ibadah yang disediakan berupa musholla di dalam lingkungan perusahaan.
G.
PRODUK
Produk adalah segala sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar dan dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Kepuasan konsumen tidak hanya mengacu pada bentuk fisik produk, melainkan satu paket kepuasan yang didapat dari pembelian produk. Kepuasan tersebut merupakan akumulasi kepuasan fisik, psikis, simbolis, dan pelayanan yang diberikan oleh produsen. Dalam manajemen produk, identifikasi dari produk adalah barang dan jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Produk digunakan untuk tujuan mempermudah pengujian pasar dan daya serap pasar, yang akan sangat berguna bagi tenaga pemasaran, manajer, dan bagian pengendalian mutu. Berikut merupakan daftar produk-produk yang dihasilkan oleh PT Nippon Indosari Corpindo Tbk.
11
Tabel 1. Produk-produk yang dihasilkan oleh PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. Nama Kode Tipe Proses Produk Produk Dagang Produk Nama
Sari Roti Roti Tawar
Roti Tawar Disney Sandwich
Roti Manis Isi
Roti Sobek
Sari Roti
Sari Roti
Roti Manis
Sari Roti Sandroll
Disney Roti Kasur
Chiffon
Roti Plain Roll dan Roti Burger
Sari Roti
Sari Cake
Roti Tawar Spesial
RTS
Roti Gandum (Whole Wheat)
RTG
Roti Choco chip
RCC
Roti Tawar Kupas
RKU
Roti Tawar Susu
RTSD
Sandwich Isi Kacang
SAP
Sandwich Isi Coklat
SCK
Roti Isi Sarikaya
ISK
Roti Isi Strawberry
IST
Roti Isi Keju
IKJ
Roti Isi Coklat
ICK
Roti Isi Kelapa
IKL
Roti Isi Coklat Keju
ICC
Roti Isi Beef Barbeque
IBQ
Roti Isi Chicken Teriyaki
ICT
Roti Sobek Coklat dan Sarikaya
TCS
Roti Sobek Isi Coklat dan Keju
TCC
Roti Sobek Isi Coklat
TOC
Roti Sobek Isi Coklat dan Strawberry
TST
Roti Sobek Isi Coklat dan Blueberry
TCB
Roti Sobek Isi Coklat dan Nanas
TCN
Roti Isi Krim Mocca
SRM
Roti Isi Krim Coklat
SRC
Roti Isi Krim Coklat Vanilla
SCV
Roti Isi Krim Keju
SCC
Roti Isi Krim Keju
SRCD
Roti Isi Krim Coklat
SCCD
Roti Kasur Keju
RKJ
Chiffon Coklat
CCC
Chiffon Pandan
CCP
Chiffon Strawberry
CCS
Roti Plain Roll
PLR
Roti Burger (Burger Bun)
BUR
12
H.
PEMASARAN
Di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk, produk jadi yang telah diterima dari bagian pengemasan selanjutnya dilihat kesesuaian jumlah dan jenis yang tertera pada surat serah terima produk. Kemudian produk diatur proses distribusinya berdasarkan surat permintaan yang telah ada. Produk roti yang akan didistribusikan diletakkan dalam krat-krat distribusi, dus, detail (agen dan RO), serta global (cabang dan distributor). Setiap picking diberikan label yang berisi keterangan tentang jumlah, jenis produk serta tempat tujuan distribusi. Setelah itu dilakukan loading produk sesuai dengan tujuan daerah masing-masing. Pendistribusian dilakukan menggunakan alat transportasi mobil dengan menggunakan jasa transporter. Selain itu, dikerahkan armada menggunakan three cycle (gerobak sepeda) dan sepeda motor untuk menjangkau daerah-daerah tertentu. Adapun tempat tujuan pendistribusian produk antara lain :
1.
DC (Distribusi Channel) Distribusi dilakukan di minimarket, seperti Alfamart, Indomart, dan lainnya. Daerah jangkauannya yaitu Jabotabek dan Bandung, Purwakarta, Cirebon. Distribusi ke distribusi center Cirebon mulai pukul 08.00-09.00 WIB. Distribusi center Jabotabek pagi dimulai pukul 03.00-06.00 WIB. Sedangkan distribusi center Jabotabek siang dimulai pukul 11.00-13.00 WIB.
2.
RO (Reguler Outlet) Distribusi dilakukan di berbagai supermarket. Waktu pendistribusian sekitar pukul 04.00-07.00 WIB.
3.
Agen Merupakan distribusi cabang pada daerah-daerah Jabotabek, Banten, dan Serang dengan menggunakan gerobak-gerobak sepeda. Waktu pendistribusian dimulai pada pukul 17.00-21.00 WIB.
4.
Distributor Biasanya pendistribusian dilakukan menggunakan sepeda motor dengan tujuan langsung pada konsumen dan toko-toko kecil. Waktu pendistribusian dimulai pada pukul 20.00-22.00 WIB.
5.
Institusi Biasanya pendistribusian institusi ini dilakukan sesuai dengan jumlah pemesanan sebelumnya dan diberikan berbarengan setelah kunjungan industri ke perusahaan yang dilakukan oleh institusi tersebut.
I.
PROSES PRODUKSI
Proses produksi adalah cara atau metode untuk menciptakan atau menambah guna suatu barang atau jasa dengan memanfaatkan sumber yang ada. Tahap ini merupakan proses utama pada suatu
13
pabrik dalam menghasilkan produk. Setelah perancangan berbagai jenis produk, spesifikasispesifikasinya harus diterjemahkan ke dalam berbagai sistem pemrosesan yang menciptakan produk tersebut. Tahapan proses produksi roti manis isi di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk adalah penerimaan bahan baku, penyimpanan bahan baku, penimbangan (scalling), tahap pencampuran dan pengadukan I (sponge mixing), tahap fermentasi awal, tahap pencampuran dan pengadukan II (dough mixing), floor time, tahap pembagian adonan (dividing), tahap pembulatan adonan (rounding), tahap pengistirahatan adonan (intermediate proofing), tahap pemipihan adonan (pressing/sheeting), tahap pengisian filler (filling), tahap pembentukan adonan (make-up), tahap peletakan adonan ke dalam loyang (panning), tahap fermentasi akhir (final fermentation), tahap pemanggangan (baking), tahap pengeluaran roti (depanning), tahap pendinginan (cooling),dan pengemasan (packaging). Diagram alir proses produksi roti manis isi dapat dilihat pada Lampiran 2. Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing tahapan:
1.
Penerimaan Bahan Baku Pada tahap ini, dilakukan penerimaan bahan baku dari supplier, lalu dilakukan pengecekan mutu setiap bahan baku oleh QC Raw Material. Setelah itu dilakukan penyimpanan bahan baku sebelum bahan tersebut mengalami proses penimbangan.
2.
Penimbangan Bahan Baku (Scalling) Ruang penimbangan merupakan kunci utama dalam proses produksi di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. Setelah semua bahan yang bermutu baik dipilih, bahan untuk membuat roti tersebut kemudian ditimbang. Bahan baku ditimbang sesuai dengan komposisi yang telah ditetapkan dan jumlahnya disesuaikan dengan yang akan diproduksi. Penimbangan dan pengukuran yang dilakukan oleh operator menggunakan alat ukur standar, yaitu timbangan digital atau analog. Kemudian bahan baku yang telah ditimbang disimpan dalam kantong plastik, disusun di dalam rak, dan diberi identifikasi sesuai dengan batch yang digunakan untuk schedule tertentu yang selanjutnya akan diserahterimakan ke bagian produksi. Sebagian besar bahan baku yang ditimbang dilakukan secara manual oleh operator menggunakan timbangan dengan berbagai kapasitas sesuai dengan penjelasan sebelumnya. Khusus tepung terigu dan air, pengukuran dilakukan secara otomatis, untuk tepung terigu menggunakan silo yang berhubungan langsung dengan mixer, begitu pun air yang digunakan dihubungkan oleh pipa dan dialirkan menuju mixer. Ketepatan timbangan sangat mempengaruhi hasil roti. Apabila proses penimbangan dilakukan dengan benar sesuai dengan SOP yang telah ada maka hasil roti pun akan maksimal.
3.
Pencampuran dan Pengadukan I (Sponge Mixing) Fungsi pengadukan di dalam pengolahan roti adalah menciptakan adonan yang homogen, membentuk dan melunakan gluten sehingga memungkinkan adonan menahan gas ketika proses pengembangan/fermentasi. Di dalam industri pengolahan roti dikenal ada tiga jenis metode. Pertama, metode sponge and dough, metode ini dibuat dengan dua tahap, pertama dengan membuat adonan biang, dari adonan biang kemudian ditambahkan bahanbahan lain, diaduk sampai kalis baru difermentasikan. Kedua, metode straight dough, yaitu metode di mana semua bahan dicampur bersama kemudian diolah hingga diperoleh adonan
14
yang kalis dan difermentasikan. Terakhir adalah metode no time dough, proses pembuatannya sama seperti metode straight dough namun proses fermentasinya dipersingkat bahkan terkadang tidak difermentasikan. Kekurangan metode ini, volume roti tidak akan maksimal, aroma khas roti tidak terbentuk dan memerlukan bread improver lebih banyak sebagai bahan pengembangnya.
Metode Pencampuran
Tabel 2. Perbedaan jenis metode pencampuran. Sponge and Dough Straight Dough No Time Dough
Penimbangan
v
v
v
Sponge Mixing
v
v
v
Fermentasi I
v
v
-
Dough Mixing
v
-
-
Floor Time
v
-
-
Pemotongan Adonan
v
v
v
Pembulatan Adonan
v
v
v
Intermediate Proofing
v
v
v
Pressing
v
v
v
Filling
v
v
v
Pembentukan Adonan
v
v
v
Panning
v
v
v
Final Proofing
v
v
v
Pemanggangan
v
v
v
Depanning
v
v
v
Pendinginan
v
v
v
Pengemasan
v
v
v
Keterangan: – (tidak dilakukan) V (dilakukan)
PT Nippon Indosari Corpindo Tbk menggunakan metode yang pertama, yaitu spongedough untuk proses produksinya. Pada proses ini, pencampuran dan pengadukan dilakukan dalam dua tahapan, yaitu sponge mixing dan dough mixing. Pada proses sponge mixing dilakukan proses pencampuran bahan pertama yaitu sebagian bahan baku dicampurkan terlebih dahulu seperti tepung, air dingin, bread improver, emulsifier, ragi, dan telur. Setelah tercampur merata, adonan disimpan ke dalam dough box dan dimasukkan ke dalam ruang fermentasi (proses fermentasi I) selama 3 jam 15 menit. Suhu adonan sponge yang normal adalah sebesar 23±0.50C.
4.
Fermentasi Awal Pada tahap fermentasi gas yang terbentuk saat proses fermentasi akan tertahan oleh jaringan gluten, hasilnya adonan roti akan mengembang besar dan empuk teksturnya. Roti tidak akan mengembang tanpa menambahkan yeast atau ragi ke dalam adonan. Jenis ragi yang digunakan adalah golongan khamir jenis Saccaromyces cerevisiae. Mikroorganisme bersel satu
15
inilah yang berkerja selama proses fermentasi. Selama proses fermentasi yeast merubah karbohidrat dan gula menjadi gas karbondioksida (CO2) dan alkohol. Hasil konversi proses fermentasi inilah (gas karbondioksida (CO2) dan alkohol) yang menjadikan adonan mengembang, terbentuk serat-serat pada adonan, dan aroma harum khas roti. Kondisi lingkungan harus disesuaikan agar fermentasi berjalan sempurna. Untuk idealnya (suhu dan kelembaban) untuk berkembangnya ragi roti, adonan difermentasi pada suhu 27 °C dengan kelembaban 75 % selama ± 3 jam 15 menit.
5.
Pencampuran dan Pengadukan II (Dough Mixing) Setelah waktu fermentasi terpenuhi selama kurang lebih tiga jam, adonan sponge dimasukkan kembali ke dalam mixer dan dilanjutkan dengan proses dough mixing. Pada proses ini sisa bahan baku, yaitu susu, garam, gula, tepung, ragi, dan air dingin yang ditambahkan ke dalam adonan hingga adonan menjadi kalis. Adonan roti yang kalis ditandai dengan adonan yang elastis, halus, mengkilat dan tidak lengket di tangan. Cara mudah untuk mengetahui adonan yang sudah kalis atau belum adalah dengan merenggangkan sepotong adonan roti, bila adonan membentuk lapisan tipis yang tidak mudah robek atau berlubang artinya adonan sudah kalis. Setelah kalis, adonan dikeluarkan dari mixer dan dimasukkan kembali ke dalam dough box untuk diistirahatkan dahulu selama ± 15 menit (proses floor time). Suhu adonan dough yang normal adalah sebesar 26±0.50C. Waktu pengadukan adonan harus tepat, karena jika terlalu lama diaduk (over mixing) adonan akan menjadi rusak, pecah, lengket dan roti akan melebar serta membuat kontrol fermentasi akan susah atau tidak merata.
6.
Floor Time Floor time merupakan waktu pengistirahatan adonan. Adonan yang telah kalis di istirahatkan selama ±15 menit. Tujuan dari proses ini adalah untuk memaksimalkan fermentasi yang terjadi pada adonan, sehingga adonan akan mengembang sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
7.
Dividing Adonan yang telah diistirahatkan setelah dough mixing, diletakkan ke dough box elevator dan masuk ke dough hopper. Kemudian dimasukkan ke dalam mesin divider untuk dilakukan proses pemotongan adonan oleh stone piston sesuai dengan standar berat yang telah ditetapkan. Dengan menggunakan mesin, potongan adonan dapat lebih homogen dan diperoleh berat yang seragam. Standar stroke adonan adalah 24 stroke per menit, sedangkan proses pemotongan memiliki 6 stone piston, sehingga per menitnya dapat dihasilkan adonan roti sebanyak 144 pieces.
8.
Rounding Setelah melewati tahap dividing, adonan berjalan melalui belt conveyor lalu dibulatkan membentuk bulatan yang halus dengan kulit yang relatif tebal dengan menggunakan rounder datar. Pada tahap ini dilakukan penimbangan dengan timbangan digital secara acak, untuk menyesuaikan berat aktual adonan dengan standar yang berlaku. Dalam hal ini roti manis isi “Sari Roti” memiliki standar berat (dough weight) sebesar 60 gram per pieces. Pada prinsipnya, rounding bertujuan untuk menahan gas karbondioksida yang terbentuk selama fermentasi serta
16
memudahkan adonan menyerap udara luar sehingga adonan dapat mencapai volume yang optimum. Gas CO2 yang terbentuk dapat tertahan karena pada proses ini struktur permukaan adonan tertutup.
9.
Intermediate Proofing Setelah proses pembulatan, adonan ditaburi tepung secara otomatis dengan menggunakan duster. Kemudian adonan tersebut masuk ke over head proving untuk proses Intermediate proofing, yang merupakan pengistirahatan adonan setelah proses pembulatan agar adonan lebih mudah ditangani pada proses selanjutnya. Pada tahap ini adonan akan melanjutkan proses fermentasi sehingga adonan kembali elastis setelah kehilangan gas, teregang, dan terkoyak selama dividing dan rounding. Waktu intermediate proofing pada roti manis berkisar antara 15 menit.
10.
Pressing/Sheeting Adonan yang keluar dari ruang intermediate proofing selanjutnya dipipihkan dahulu (proses pressing) dengan pressing roll. Proses pemipihan ini bertujuan agar gas yang terdapat pada adonan merata ke seluruh bagian adonan sehingga diperoleh roti dengan pori-pori yang halus dan seragam. Pada proses pemipihan dilakukan pula pembubuhan tepung (dusting flour) agar adonan tidak lengket.
11.
Filling dan Make up Pada roti manis isi proses filling atau pengisian bahan pengisi (filler) dilakukan secara manual dengan menggunakan paping bag yang berisi filler. Jenis filler yang digunakan berbeda-beda tergantung pada macam roti yang akan diisi. Adonan yang telah diisi dengan filler selanjutnya dibentuk sesuai dengan bentuk yang diinginkan pada roti, untuk roti manis isi pembentukan adonan (make-up) berbentuk bulat. Proses pembentukan adonan sangat penting karena akan menentukan bentuk akhir dari roti. Pada tahap ini filler tertutup rapat oleh adonan dan sambungan adonan berada pada bagian bawah. Pembentukan adonan dilakukan dengan cara menarik kedua sisi samping adonan ke bagian bawah adonan.
12.
Panning Peloyangan atau panning adalah proses penempatan adonan yang telah dibentuk dan diisi ke dalam loyang. Adonan yang telah dibentuk, diletakkan di atas loyang yang telah di olesi minyak dengan posisi sambungan adonan di bawah. Untuk roti manis isi, standar penempatan pada loyang yaitu dalam satu loyang berisi delapan adonan dengan filler yang sama. Loyang yang berisi adonan selanjutnya diletakkan pada rak fermentasi sesuai dengan adonan yang terlebih dahulu telah dibentuk dan diisi.
13.
Final Fermentation Pada final fermentation, adonan roti manis isi yang telah dibentuk dan telah diletakkan di atas loyang (panning) diletakkan di dalam rak dan difermentasikan kembali di dalam ruang final proofing yang merupakan proses fermentasi akhir selama satu jam dengan suhu 380C dan
17
RH 82%. Pembuatan roti sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara, terutama pada saat fermentasi berlangsung.
14.
Pemanggangan (Baking) Setelah adonan diletakkan di ruang fermentasi akhir selama satu jam, adonan akan mengembang sempurna sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Proses selanjutnya adalah memasukkan adonan yang telah cukup mengembang ke dalam oven untuk pematangan adonan. Pemanggangan merupakan proses pematangan adonan menjadi roti yang dapat dicerna oleh tubuh dan menimbulkan aroma yang khas. Suhu pemanggangan roti manis isi, meliputi zone top (depan=1700C, tengah=1950C, belakang=2050C), sedangkan zone bottom (depan=2100C, tengah=2000C, belakang=2300C). Waktu untuk pemanggangan (baking time) juga harus disesuaikan, yaitu selama 8 menit 30 detik.
15.
Depanning Setelah proses pemanggangan selesai, roti yang telah matang dikeluarkan dari loyang (depanning). Depanning merupakan proses pelepasan/pengeluaran roti dari loyang setelah roti mengalami proses pemanggangan sampai matang untuk didinginkan. Setelah matang roti harus segera dikeluarkan dari oven dan dilepaskan dari loyang. Jika dibiarkan pada loyang yang masih panas, kemungkinan permukaan bawah roti yang kontak dengan loyang akan menjadi gosong. Setelah dikeluarkan dari loyang, roti tersebut diletakan di cooling conveyor untuk selanjutnya melewati proses pendinginan, namun sebelumnya roti tersebut diberi olesan minyak nabati di permukaan roti.
16.
Pendinginan (Cooling) Pada proses pendinginan roti, roti tersebut diletakkan pada modular conveyor belt yang terbuat dari plastik dan strukturnya berlubang-lubang supaya uap panas keluar dan tidak mengembun pada permukaan roti. Pendinginan di tempat lembab bisa menyebabkan pengembunan pada permukaan dan kulit roti akan keriput. Proses pendinginan pada roti manis berlangsung selama 30 menit sampai pada ruang pengemasaan.
17.
Pengemasan (Packaging) Pengemasan umumnya dilakukan setelah produk roti yang dihasilkan tidak panas lagi, karena pengemasan dalam keadaan panas akan menurunkan mutu pada roti, yakni roti menjadi lebih cepat berjamur. Sedangkan roti yang telah dingin berarti telah berada dalam keseimbangan dengan lingkungan, sehingga tidak terjadi lagi pengeringan maupun penyerapan air. Di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk, setelah roti didinginkan (cooling) selanjutnya roti tersebut dialirkan ke mesin packaging. Di mesin ini terdapat mesin pencetak harga, tanggal kadaluarsa, dan tanggal produksi. Setelah itu, roti yang telah dibungkus plastik tersebut masuk pada tahapan terakhir yakni sealing. Suhu sealer berkisar antara 160-1700C. Setelah roti di seal, roti yang telah selesai dikemas dilewatkan di konveyor berjalan menuju metal detector. Kegunaan alat ini adalah apabila ada roti yang mengandung metal/logam, alarm akan berbunyi dan secara otomatis roti akan tertiup keluar dari konveyor. Setelah melewati tahap ini roti disusun pada krat dan selanjutnya diserahterimakan ke bagian gudang finished goods.
18
III.
A.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI MUTU
Dunia manufaktur telah mengalami perubahan dramatis dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Tantangan bagi perusahaan untuk menjadi dan tetap kompetitif belum pernah sekeras sekarang. Landasan persaingan bukan berpusat pada biaya saja, tetapi pada sejumlah faktor kesuksesan lain seperti mutu, pelayanan, dan inovasi. Perusahaan dengan mutu bagus dapat mengendalikan harga yang lebih tinggi dan akan selalu diingat konsumen. Mutu merupakan istilah yang mempunyai makna berbeda bagi setiap orang. Memahami dimensi mutu produk perusahaan merupakan langkah awal dalam mengembangkan dan memelihara keunggulan produk dalam persaingan bisnis. Disukai atau tidak, konsumen merupakan pihak yang paling berkepentingan dalam menilai mutu produk yang dikonsumsinya. Nasution (2005) mengatakan ada hubungan yang erat antara mutu produk (barang dan jasa), kepuasan pelanggan, dan laba perusahaan. Semakin tinggi mutu, semakin tinggi kepuasan pelanggan dan pada waktu yang bersamaan mendukung harga jual yang tinggi dan seringkali biaya produksi menjadi rendah. Oleh karena itu program perbaikan mutu umumnya meningkatkan laba. Dalam pemilihan setiap produk yang akan dikonsumsi, konsumen seringkali mempertimbangkan mutu dari produk tersebut. Sama halnya dengan perusahaan dalam memproduksi dan menyalurkan suatu produk selalu mengaitkan dengan mutu produk tersebut. Jelas dapat kita lihat bahwa mutu memegang peranan yang penting baik bagi pihak konsumen maupun produsen. Beberapa pakar mutu mendefinisikan mutu dalam pengertian yang berbeda. Berikut merupakan definisi mutu yang dikemukakan oleh para ahli: -
Joseph M. Juran Juran berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian dengan penggunaan (fitness for use). Juran menjelaskan arti fitness for use sebagai: (1) quality of design (mutu rancangan) atau sering disebut sebagai mutu absolut artinya mutu yang dirancang dan direncanakan dan (2) quality of conformance (mutu kesesuaian), yaitu tingkat kesesuaian produk atau jasa terhadap rancangan yang sudah dibuat. Produk dan jasa dapat mempunyai rancangan yang baik tetapi dalam pembuatannya memiliki kemungkinan terjadinya ketidaksesuaian (kekurangan). Hal ini dapat mengakibatkan scrap (waste), pekerjaan ulang, penurunan mutu, dan jika lolos ke pasar tidak laku atau malah akan menimbulkan citra negatif (Muhandri dan Kadarisman, 2008).
-
Philips B. Crosby Didefinisikan bahwa mutu sebagai conformace to requirement. Dengan definisi ini Crosby menitikberatkan kegiatan mutu perusahaan untuk mencoba mengerti harapan-harapan konsumen, memenuhi harapan-harapan konsumen tersebut, sehingga perlu pandangan eksternal mengenai mutu agar penyusunan sasaran mutu lebih realistis dan sesuai dengan permintaan dan keinginan (Tenner, 1992).
-
Feigenbaum Feigenbaum mengemukakan bahwa mutu sebagai total composite product and service characteristics of marketing, engineering, manufacture, and maintenance through which the
19
product and service in use will meet the expectation of the customer. Memiliki pengertian bahwa mutu merupakan keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembikinan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan-harapan pelanggan (Feigenbaum, 1996). -
ISO 9000 ISO 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan (Suardi, 2001).
Muhandri dan Kadarisman (2008) menyimpulkan bahwa mutu adalah kesesuaian serangkaian produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan perusahaan berdasarkan syarat, kebutuhan dan keinginan konsumen. Pemahaman mengenai mutu dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pemahaman mengenai mutu (Feigenbaum, 1996).
Dari berbagai definisi mutu yang ada Manik (2004) juga menjelaskan bahwa semuanya mengacu pada suatu konsep mutu, yakni total customer satisfaction yang dijelaskan pada Gambar 2.
Permintaan konsumen terus berkembang Ð Persyaratan mutu juga berkembang Ð Diperlukan pengembangan metode atau pendekatan (tools) untuk menghasilkan mutu yang baik Ð Karena mutu memiliki berbagai karakteristik maka perlu didefinisikan dengan tepat Ð Tanpa definisi yang jelas maka mutu sulit untuk dibangun, diukur, dikendalikan, dan dikembangkan Gambar 2. Konsep mutu (Manik, 2004).
Menurut Hubeis (1999), konsep mutu pada bidang pangan erat kaitannya dengan era mutu, dimulai dengan inspeksi atau pengawasan pada tahun 1920-an yang menekankan pada pengukuran.
20
Pada tahun 1960 mengarah ke pengendalian mutu dengan pendekatan teknik statistika berupa grafik, histogram, tabel, diagram pencar, dan perancangan percobaan. Sedangkan tahun 1980-an berorientasi pada jaminan mutu (quality assurance) dan tahun 1990-an terfokus pada manajemen mutu total (Total Quality Management atau TQM) Penerapan kosep mutu di bidang pangan dalam arti luas menggunakan penafsiran yang beragam. Kramer dan Twigg (1983) menyatakan bahwa mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa, dan bau). Hal ini digunakan konsumen untuk memilih produk secara total. Gatchallan (1989) dalam Hubeis dan Kadarisman (2007) berpendapat bahwa mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya. Kramer dan Twigg (1983) mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu : Pertama, karakteristik fisik/tampak, meliputu: penampilan (warna, ukuran, bentuk, cacat fisik); kinestika (tekstur, kekentalan, dan konsistensi); flavor (sensasi dari kombinasi bau dan cicip). Kedua, karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan oleh ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan pada keripik. Namun, ciri organoleptik lainnya seperti bau, aroma, rasa, dan warna juga ikut menentukan. Pada produk pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang bersangkutan dilakukan menurut standar estetika (warna, rasa, bau, dan kejernihan); kimiawi (mineral, logam–logam berat dan bahan kimia yang ada dalam bahan pangan); dan mikrobiologi (tidak mengandung bakteri Eschericia coli dan patogen).
1.
Alasan Memproduksi Barang Bermutu Produk bermutu prima memang akan lebih atraktif bagi konsumen, bahkan akhirnya dapat meningkatkan volume penjualan. Tetapi, produk bermutu mempunyai aspek penting lain, yakni (Prawirosentono, 2004): Pertama, konsumen yang membeli produk berdasarkan mutu, umumnya dia mempunyai loyalitas produk yang besar dibandingkan dengan konsumen yang membeli berdasarkan orientasi harga. Kedua, Bersifat kontradiktif dengan cara pikir bisnis tradisional. Ternyata memproduksi barang bermutu tidak secara otomatis lebih mahal dibandingkan dengan memproduksi produk bermutu rendah. Ketiga, menjual barang tidak bermutu, kemungkinan akan banyak menerima keluhan dan pengambilan barang dari konsumen. Atau biaya untuk memperbaikinya (after sales services) menjadi sangat besar, selain memperoleh citra tidak baik. Belum lagi kecelakaan yang diderita konsumen akibat pemakaian produk yang bermutu rendah. Konsumen tersebut mungkin akan menuntut ganti rugi melalui pengadilan. Jadi, berdasarkan ketiga hal atau alasan di atas, memproduksi produk bermutu tinggi lebih banyak akan memberi keuntungan bagi produsen, bila dibandingkan dengan produsen yang menghasilkan produk bermutu rendah (Prawirosentono, 2004).
2.
Fungsi Mutu Produk Menurut Shigeru Mizuno (1994), pada dasarnya terdapat tiga fungsi utama mutu suatu produk, yaitu:
21
a. Pemeriksaan mutu (Quality inspection) Dengan adanya mutu suatu produk maka dapat dilakukan pemeriksaan mutu, yaitu tindakan untuk mengetahui produk sesuai dengan yang dimaksud atau tidak. b. Pengendalian mutu (Quality control) Bila suatu produk telah melalui tahap pemeriksaan mutu, ternyata diketahui bahwa produk tersebut tidak sesuai dengan persyaratan, maka dilakukan tindakan pengendalian terhadap kondisi tadi, dengan membawa produk tersebut kedalam kondisi sesuai dengan yang dimaksud. c. Pemastian mutu (Quality assurance) Mutu tidak dijamin melalui pemeriksaan saja. Mutu memerlukan desain yang rasional, pelaksanaan operasi, dan prosedur pengendalian mutu yang benar. Mutu dapat dipastikan sedemikian rupa sehingga konsumen yang membeli bebas dari rasa cemas, dalam jangka panjang tanpa kesulitan.
3.
Mempertahankan Mutu Produk Menurut Suardi (2001), untuk mempertahankan mutu produk pangan sesuai dengan yang diharapkan konsumen dan mampu bersaing secara global dapat ditempuh upaya-upaya berikut, khususnya yang menyangkut hubungan antar penjamin mutu, yaitu: a. Pengadaan bahan baku Baik bahan utama maupun bahan tambahan industri harus direncanakan dan dikendalikan dengan baik. Baik atau buruknya bahan baku yang digunakan akan berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan sehingga dapat menjadi evaluasi untuk quality control. Walaupun demikian hasil yang didapatkan harus menjadi perhatian untuk quality assurance yang bertugas menjamin mutu ditingkat yang lebih luas. b. Pengendalian produksi Pengendalian produksi dilakukan secara terus. Pengendalian produksi menjadi tanggung jawab dibagian quality control untuk menjamin proses produksi berjalan dengan baik. Proses yang baik akan menghasilkan produk yang baik yang sesuai standar perusahaan. c. Pengemasan Pengemasan dilakukan dengan benar dan memenuhi persyaratan teknis untuk kepentingan distribusi dan promosi. Dalam industri pangan, pengemasan merupakan tahap terakhir produksi sebelum didistribusikan. d. Penyimpanan dan penanganan produk jadi Penyimpanan dan penanganan produk jadi bertujuan untuk mencegah kerusakan akibat vibrasi, shok, abrasi, korosi, pengaruh suhu, Rh, sinar, dan sebagainya selama penanganan, pengangkutan, dan penyimpanan. e. Pemeriksaan dan pengujian selama proses dan produk akhir Tujuan utama adalah untuk mengetahui apakah item atau lot yang dihasilkan memenuhi persyarakatan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Quality control memegang peran pada tahap ini, karena pengujian produk akhir akan menjadi penentu keputusan produk jadi. f. Keamananan dan tanggung jawab produk Karakteristik mutu keamanan dalam industri pangan semakin hari semakin penting karena banyak kasus yang terjadi baik di dalam maupun di luar negeri. Oleh karena itu perlu dikembangkan metode atau peraturan tentang praktek pengolahan pangan yang baik.
22
Produk yang dihasilkan bukan hanya menjadi tanggung jawab bagian produksi, namun juga semua pihak yang terkait produksi. Kadarisman (1996) berpendapat bahwa mutu harus dirancang dan dibentuk ke dalam produk. Kesadaran mutu harus dimulai pada tahap sangat awal, yaitu gagasan konsep produk, setelah persyaratan–persyaratan konsumen diidentifikasi. Kesadaran upaya membangun mutu ini harus dilanjutkan melalui berbagai tahap pengembangan dan produksi, bahkan setelah pengiriman produk kepada konsumen untuk memperoleh umpan balik. Hal ini karena upaya– upaya perusahaan terhadap peningkatan mutu produk lebih sering mengarah kepada kegiatan– kegiatan inspeksi serta memperbaiki cacat dan kegagalan selama proses produksi.
B.
SISTEM MUTU
Feigenbaum (1996) mendefinisikan suatu sistem adalah sesuatu yang disetujui bersama, struktur kerja operasi keseluruhan perusahaan dan pabrik terdokumentasi dalam prosedur-prosedur manajerial dan teknik terpadu yang efektif, untuk membimbing tindakan-tindakan terkoordinasi dari orang, mesin, dan informasi di perusahaan dan pabrik tersebut melalui cara yang baik dan paling paktis untuk menjamin kepuasan pelanggan akan mutu dan biaya mutu yang ekonomis. Sistem mutu yang tangguh menyediakan suatu landasan manajemen dan kerekayasaan untuk kendali yang beroriensati pada pencegahan efektif yang menangani secara ekonomis dan serasi tingkat kerumitan masa kini dari manusia, mesin, dan informasi yang merupakan karakteristik operasi pabrik dan perusahaan masa kini. Sedangkan sistem mutu menurut ISO 9000 dalam Kadarisman (1994) mencakup mutu (karakteristik menyeluruh produk atau jasa), kebijakan mutu (keseluruhan maksud dan tujuan organisasi), manajemen mutu (seluruh aspek fungsi manajemen yang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mutu), pengendalian mutu (teknik dan kegiatan operasional untuk memenuhi persyaratan mutu), dan jaminan mutu (perencanaan dan kegiatan sistematis yang diperlukan untuk memberikan keyakinan). Sistem mutu dimaksudkan untuk mengidentifikasi seluruh tugas yang berkaitan dengan mutu, mengalokasikan tanggung jawab dan membangun hubungan kerjasama dalam perusahaan. Sistem mutu juga dimaksudkan untuk membangun mekanisme dalam rangka memadukan semua fungsi menjadi suatu sistem yang menyeluruh.
1.
Kebijakan Mutu ISO 9001 menyatakan kebijakan mutu merupakan dokumen yang dibuat oleh lembaga/institusi yang berisi tentang ikrar top manajemen yang memastikan bahwa kebijakan mutu harus sesuai dengan tujuan organisasi, mencakup ikrar pelibatan untuk memenuhi persyaratan dan terus menerus memperbaiki sistem manajemen mutu, sebagai kerangka kerja untuk menetapkan dan meninjau sasaran mutu, dikokunikasikan dan dipahami dalam organisasi dan harus ditinjau secara terus menerus kesesuaiannya (Age, 2011).
2.
Manajemen Mutu Menurut Kadarisman (1994) manajemen mutu adalah seluruh tingkatan manajemen dalam perusahaan yang dalam kegiatannya berorientasi pada penciptaan mutu produk yang tinggi sebagai upaya penerapan sistem jaminan mutu. Sistem manajemen pada suatu perusahaan merujuk pada perencanaan dan rekayasa mutu yang baik serta pengendalian mutu
23
pangan. Sedangkan menurut ISO 9000:2000 manajemen mutu adalah kegiatan-kegiatan terorganisir untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan (Suandi, 2003). Manajemen mutu adalah aspek dari seluruh fungsi manajemen yang menetapkan dan melaksanakan kebijakan mutu. Pencapaian mutu yang diinginkan memerlukan kesepakatan dan partisipasi seluruh anggota organisasi, sedangkan tanggung jawab manajemen mutu ada pada pimpinan puncak. Untuk melaksanakan manajemen mutu dengan baik dan menuju keberhasilan, diperlukan prinsip-prinsip dasar yang kuat. Prinsip dasar manajemen mutu terdiri dari delapan butir, sebagai berikut (Nasution, 2005): a. Setiap orang memiliki pelanggan b. Setiap orang bekerja dalam sebuah sistem c. Semua sistem menunjukkan variasi d. Mutu bukan pengeluaran biaya tetapi investasi e. Peningkatan mutu harus dilakukan sesuai perencanaan f. Peningkatan mutu harus menjadi pandangan hidup g. Manajemen berdasarkan fakta dan data h. Fokus pengendalian (control) pada proses, bukan hanya pada hasil out put.
3.
Kendali Mutu Kendali dalam istilah industri dapat didefinisikan sebagai suatu proses untuk mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang untuk kegiatan-kegiatan manajemen sambil tetap menggunakan cara-cara untuk menjamin hasil yang memuaskan. Pada umumnya ada empat langkah dalam kendali mutu, yakni (Feigenbaum, 1996): a. Menetapkan standar. Menentukan standar mutu-biaya, menentukan standar mutu-prestasi kerja, standar mutu-keamanan, dan standar mutu-keterandalan yang diperlukan untuk produk tersebut. b. Menilai kesesuaian. Membandingkan kesesuaian dari produk yang dibikin, atau jasa yang ditawarkan terhadap standar-standar ini. c. Bertindak bila perlu. Mengoreksi masalah dan penyebab melalui faktor-faktor yang mencakup pemasaran, perancangan, rekayasa, produksi, dan pemeliharaan yang mempengaruhi kepuasan pemakai. d. Merencanakan perbaikan. Mengembangkan suatu upaya yang kontinyu untuk memperbaiki standar-standar biaya, prestasi, keamanan, dan keterandalan. Pekerjaan kendali mutu bersesuaian langsung dengan proses produksi yang berlangsung. Ada empat klasifikasi pekerjaan kendali mutu yang dilakukan pada suatu perusahaan, yakni (Feigenbaum, 1996): a. Pengendalian rancangan-baru. Rancangaan-rancangan produk dan proses ditinjau untuk menghapus kemungkinan munculnya sumber gangguan mutu sebelum dimulainya produksi sebenarnya guna meningkatkan kemudahan pemeliharaan dan meniadakan ancaman bagi keterandalan mutu. b. Mengendalikan bahan yang masuk. Termasuk di sini adalah prosedur-prosedur untuk penerimaan aktual bahan, suku cadang, dan komponen yang dibeli dari perusahaanperusahaan lain atau, barangkali, dari unit-unit operasi lain dari perusahaan yang sama. c. Pengendalian produk. Pengendalian produk menyertakan pengendalian atas produkproduk pada sumber produksi sehingga penyimpanan dari spesifikasi mutu dapat dikoreksi
24
sebelum produk yang cacat dan tak sesuai dibuat. Pengendalian mutu juga dilakukan pada proses yang berkontribusi terhadap karakteristik mutu selama operasi pembikinan. d. Kajian proses khusus. Kegiatan yang berkenaan dengan penyelidikan dan pengujian untuk mencari penyebab produk yang cacat dan yang tak sesuai dan melakukan tindakan korektif yang permanen. Kerja proses khusus ini diselaraskan menuju perbaikan produk dan proses, bukan hanya untuk memperbaiki karakteristik mutu tetapi juga untuk menurunkan biaya.
Gambar 3. Keselarasan pekerjaan kendali mutu dengan proses produksi (Feigenbaum, 1996).
Pengendalian mutu produk pangan menurut Hubeis (1999), erat kaitannya dengan sistem pengolahan yang melibatkan bahan baku, proses pengolahan, penyimpangan yang terjadi dan hasil akhir. Sebagai ilustrasi, secara internal (citra mutu pangan) dapat dinilai atas ciri fisik, yakni: penampilan (warna, ukuran, bentuk, dan cacat); kinestika (tekstur, kekentalan dan konsistensi); citarasa (sensasi, kombinasi bau, dan cicip); dan atribut tersembunyi (nilai gizi dan keamanan mikroba). Sedangkan secara eksternal (citra perusahaan) ditunjukkan oleh kemampuan untuk mencapai kekonsistenan mutu (syarat dan standar) yang ditentukan oleh pembeli, baik di dalam maupun di luar negeri. Pengendalian mutu pangan juga bisa memberikan makna upaya pengembangan mutu produk pangan yang dihasilkan oleh perusahaan atau produsen untuk memenuhi kesesuaian mutu yang dibutuhkan konsumen. Untuk ilustrasi sederhana, suatu kegiatan pengendalian mutu yang dilakukan suatu pasar swalayan, yaitu melakukan sortasi berulang-ulang terhadap sayur dan buah-buahan yang diperoleh dari pemasok sebelum siap dijual. Misalnya penerimaan sayur diidentifikasikan oleh kondisi daun hijau segar dan tidak kekuningan atau coklat, daun tidak berlubang, batang/tangkai daun tidak lecet/luka atau patah, tidak berbau yang tidak enak, warna cerah dan mengkilap, tidak layu dan tidak berserangga/berulat. Sedangkan untuk buahbuahan dicirikan oleh tingkat kematangan optimum, ukuran dan bentuk relatif seragam, tidak berlubang, tidak cacat fisik, dan permukaan menarik (Hubeis, 1999).
4.
Jaminan Mutu Pengawasan mutu mencakup pengertian yang sangat luas, meliputi aspek kebijaksanaan, standardisasi, pengendalian, jaminan mutu, pembinaan mutu, dan perundangundangan (Soekarto, 1990). Juran menyatakan bahwa jaminan mutu merupakan kegiatan yang terus-menerus dilakukan agar fungsi mutu dapat dilakukan dengan baik untuk membangun kepercayaan konsumen. Sedangkan Ishikawa berpendapat bahwa jaminan mutu merupakan
25
suatu jaminan bahwa produk akan dibeli konsumen dengan penuh kepercayaan dan digunakan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama dengan penuh keyakinan dan kepuasan (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Menurut Hubeis (1994), jaminan mutu merupakan sikap pencegahan terhadap terjadinya kesalahan dengan bertindak tepat sedini mungkin oleh setiap orang yang berada di dalam maupun di luar bidang produksi. Jaminan mutu didasarkan pada aspek tangibles (hal-hal yang dapat dirasakan dan diukur), reliability (keandalan), responsiveness (tanggap), assurancy (rasa aman dan percaya diri), dan empathy (keramahtamahan). Dalam konteks pangan, jaminan mutu merupakan suatu kegiatan menyeluruh yang meliputi semua aspek mengenai produk dan kondisi penanganan, pengolahan, pengemasan, distribusi, dan penyimpanan produk untuk menghasilkan produk dengan mutu terbaik dan menjamin produksi makanan secara aman dengan produksi yang baik. Sehingga jaminan mutu secara keseluruhan mencakup perencanaan sampai diperoleh produk akhir. Pada sistem standar, jaminan mutu mempersyaratkan manajemen secara formal, mendokumentasikan kebijakan mutunya, memastikan kebijakan tersebut dimengerti oleh semua jajaran, dan melakukan langkah-langkah tepat untuk memperlihatkan kebijakan tersebut dilaksanakan secara penuh. Manajemen yang baik dan teratur dalam membuat kebijakan, yaitu dengan memperhatikan dan mempertimbangkan peran disetiap bagian diharapkan dihasilkan kebijakan dan peraturan sehingga dapat memastikan sistem mutu yang diterapkan. Sistem tersebut terutama dilakukan pada bagian yang bertanggung jawab penuh terhadap jaminan mutu, yaitu quality control, quality assurance, quality manajement (Tjiptono dan Diana, 1995). ISO-9000 versi 1994 menyebutkan bahwa jaminan mutu merupakan seluruh perencanaan dan kegiatan sistematis yang diperlukan untuk memberikan keyakinan bahwa suatu produk atau jasa akan memenuhi persyaratan mutu. Contoh perencanaan dan kegiatan sistematis (Muhandri dan Kadarisman, 2008): x Perancangan spesifikasi bahan mentah, proses, dan produk. x Penyusunan pedoman mutu. x Pengendalian proses. x Pelaksanaan audit.
C.
AUDIT
Menurut Juran (1988) di dalam Muhandri dan Kadarisman (2008), sesuai dengan definisi mutu yaitu kegiatan dalam rangka memberikan bukti diperlukan untuk membangun keyakinan bahwa penyelenggaraan fungsi mutu efektif, jaminan mutu tidak akan terwujud jika pelaksanaan berbagai fungsi mutu dalam perusahaan tidak berjalan dengan baik. Bukti bahwa fungsi mutu telah berjalan dengan baik dapat diketahui dengan melaksanakan audit. Pengauditan dan penilaian prosedur sistem mutu akan mengidentifikasi penyimpangan keefektifan sistem sebelum penyimpangan-penyimpangan ini dapat berkembang menjadi masalah mutu yang besar. Data tersebut akan menentukan apakah rencana mutu yang cukup terus dikembangkan dan mutakhir; apakah tanggung jawab mutu dan prosedur yang dibuat berdasarkan rencana mutu terpenuhi secara memuaskan; dan menunjukkan bidang-bidang sasaran yang memerlukan perbaikan (Feigenbaum, 1996). Pada umumnya, tindak lanjut dari audit adalah review manajemen yang hasilnya digunakan sebagai masukan untuk perbaikan mutu. Adanya kegiatan audit dan review manajemen yang
26
dilakukan secara teratur inilah yang menjamin terjadinya proses perbaikan mutu berkesinambungan (continual improvement). Prioritas audit yang dilakukan hendaklah dititikberatkan pada kegiatankegiatan yang memberi dampak terhadap kelayakan penggunaan (fitness for use) produk dan kegiatankegiatan yang mempengaruhi biaya mutu (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Pengertian mengenai audit mutu itu sendiri dapat dijumpai dalam Panduan Audit Sistem Manajemen Mutu SNI. Dalam panduan tersebut, audit mutu didefinisikan sebagai proses sistematik, independen, dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti audit dan mengevaluasi secara objektif untuk menentukan sampai sejauh mana kinerja audit dipenuhi (BSN, 2002). Menurut pendapat para ahli mutu, seperti Ishikawa (1992), audit mutu berarti mempelajari mutu suatu produk tertentu dengan dengan mengambil contohnya sekali-sekali, dari dalam perusahaan atau dari pasar. Audit mutu memeriksa mutu produk untuk mengetahui apakah tuntutan konsumen dipenuhi. Ia memperbaiki cacat jika ada yang ditemukan, dan meningkatkan mutu produk (nilai jual) yang menarik perhatian. Sedangkan Hadiwiarjo dan Wibisono (1996) mendifinisikan audit mutu sebagai suatu kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis dan dilakukan oleh bagian yang independen (bukan dari bagian yang diaudit), untuk mengetahui apakah semua kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan apakah peraturannya diterapkan secara benar dan mampu mencapai tujuan yang telah diterapkan. Untuk memastikan sistem manajemen mutu yang dipakai telah diterapkan dengan efektif, penilaian secara objektif dan berkala perlu dilakukan. Audit yang objektif akan memberikan jaminan bahwa sistem manajemen mutu yang diterapkan dan dipelihara sesuai dengan kebijakan, sasaran, dan rencana yang ditetapkan. Hasil audit ini akan dijadikan sebagai alat atau bahan dalam melakukan tindakan koreksi atau tindakan pencegahan yang mengarah pada peningkatan. Oleh karena itu, standar internasional menekankan pentingnya audit sebagai alat bantu pemantau dan verifikasi. Audit juga berperan sebagai aktivitas yang esensial, seperti sertifikasi eksternal dan evaluasi pemasok (Suardi, 2003). Dari berbagai pengertian audit mutu yang diuraikan di atas, bahwa tujuan audit mutu adalah untuk mendapatkan data dan informasi faktual dan signifikan sebagai dasar pengambilan keputusan, pengendalian manajemen, perbaikan dan/atau perubahan. Hasil temuan auditor tersebut akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, pengendalian manajemen, perbaikan dan/atau perubahan. Di dalam ISO 10011 dikemukakan bahwa tujuan audit mutu adalah: 1. Menentukan ketidaksesuaian. 2. Menentukan efektivitas sistem mutu. 3. Memberikan peluang untuk perbaikan sistem. 4. Memenuhi persyaratan peraturan. 5. Memudahkan registrasi / pendaftaran atas sistem mutu. 6. Menilai pemasok dan memverifikasi sistem mutu pemasok. 7. Menilai dan memverifikasi sistem mutu perusahaan sendiri. Jenis-jenis pembagian audit mutu berdasarkan pihak yang melaksanakan adalah: audit pihak pertama, audit pihak kedua, dan audit pihak ketiga. Adapun teknik audit dapat dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu: mengidentifikasi proses, mengaudit sistem manajemen mutu, mengumpulkan dan memverifikasi informasi, temuan audit, pertemuan tim audit, rapat penutupan, pelaporan audit, mendokumentasikan ketidaksesuaian dan tindakan perbaikan (Suardi, 2003). Muhandri dan Kadarisman (2008) menjelaskan bahwa ada tiga bentuk audit yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka melaksanakan program jaminan mutu, yaitu: audit mutu (quality audit), survei mutu (quality survey), dan audit produk (product audit).
27
1.
Audit Mutu Audit mutu merupakan suatu tinjauan independen untuk membandingkan beberapa aspek kinerja mutu dengan suatu standar mutu. Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008) audit mutu biasanya berguna untuk memberikan jaminan: x Mutu akan menjadi kenyataan jika rencana-rencana mutu dilaksanakan. x Produk yang dihasilkan layak digunakan dan aman bagi konsumen. x Undang-undang atau peraturan telah diikuti. x Prosedur-prosedur telah memadai dan dilaksanakan. x Adanya kesesuaian dengan spesifikasi. x Sistem data telah memberikan informasi yang cukup dan akurat bagi masalah-masalah mutu. x Kekurangan produk telah diidentifikasi dan tindakan koreksi telah diambil. x Kemungkinan perbaikan telah diidentifikasi dan karyawan yang tepat diberdayakan secara optimal. Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008) secara garis besar audit mutu dapat dikelompokkan menjadi: a. Audit terhadap kebijakan dan sasaran-sasaran Audit terhadap kebijakan mencakup audit kebijakan manajemen, kebijakan mutu, dan kebijakan pengendalian mutu. Metode yang digunakan untu menentukan kebijakan juga perlu diaudit karena metode yang tidak tepat dapat menghasilkan kebijakan dan sasaran-sasaran yang tidak tepat pula. Suatu hal yang penting untuk diaudit adalah sejauh mana seluruh karyawan telah memperoleh informasi mengenai sasaran-sasaran perusahaan dan sejauh mana dapat menyerap informasi tersebut. Kadang-kadang sasaran mutu perusahaan tidak layak (misalnya terlalu tinggi) atau kadang sasaran yang satu dengan sasaran yang lain tidak konsisten. Kondisi seperti ini harus segera diketahui untuk kemudian diperbaiki kembali. b. Audit terhadap rencana, sistem dan prosedur Tinjauan terhadap rencana, sistem dan prosedur bertujuan untuk mengetahui kecukupannya dalam mengikuti kebijakan dan sasaran-sasaran perusahaan. Ruang lingkup audit dalam butir ini adalah semua fungsi yang mempengaruhi mutu. Fungsi tersebut dapat berupa suatu fungsi tunggal seperti pengembangan produk, dapat juga berdimendsi luas seperti cara penanganan pengaduan konsumen, atau kegiatan sederhana seperti kalibrasi alat ukur. c. Audit pelaksanaan Audit pelaksanaan dilakukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program mutu telah sesuai dengan rencana, sistem dan prosedur yang dibuat. Audit ini sering disebut juga “audit sistem mutu” untuk membedakan dengan istilah “audit produk”. Audit pelaksanaan akan mengungkapkan berbagai kegiatan yang kurang baik dalam pelaksanaannya, meliputi: Ketidakcukupan umpan balik data pemeriksaan kepada karyawan-karyawan lini produksi. Dokumen yang sudah usang (tidak terpakai) digunakan selama proses produksi. Persyaratan-persyaratan mutu yang tidak sesuai tercantum dalam spesifikasi pemasok. Peralatan ukur yang telah habis masa kalibrasinya masih digunakan. Pedoman proses atau pedoman pemeriksaa secara rinci belum memadai atau bahkan tidak ada sama sekali.
28
Karyawan yang menangani proses operasi penting tidak mempunyai sertifikat untuk jenis operasi tersebut. Dan sebagainya. Feigenbaum (1996) mengemukakan audit sistem mutu menilai keefektifan implementasi sistem mutu dan menentukan derajat pencapaian tujuan sistem. Audit ini berorientasi pada sistem bukan berorientasi pada produk. Audit sistem mutu biasanya dilakukan untuk menentukan tingkat kesesuaian aktivitas perusahaan terhadap sistem manajemen mutu yang telah ditentukan serta efektifitas pada penerapan tersebut.
2.
Survei Mutu Audit yang dibahas di atas tidak cukup memberikan jaminan penuh kepada manajer madya bahwa semua hal yang berkaitan dengan mutu telah berjalan dengan baik, karena umumnya audit di atas tidak memeperhatikan hal berikut: x Pengertian konsumen terhadap mutu. x Analisis kondisi konsumen berkaitan dengan harga dan kepuasan. x Tantangan terhadap pengembangan produk dan rekayasa proses. x Persepsi karyawan terhadap mutu. Untuk melengkapi unsur-unsur yang tidak tercakup dalam perusahaan, dibutuhkan tinjauan yang lebih luas daripada sekedar audit struktur. Tinjauan ini sering disebut “survei mutu” atau “company wide audit” (Muhandri dan Kadarisman, 2008).
3.
Audit Produk Audit produk adalah evaluasi yang independen terhadap mutu produk untuk menentukan kelayakan penggunaan dan kesesuaian dengan spesifikasi. Audit produk dilakukan setelah proses pemeriksaan selesai. Manfaat dari audit mencakup: x Perkiraan tingkat mutu yang akan dijual ke konsumen. x Penilaian terhadap efektivitas keputusan pemeriksaan untuk menentukan kesesuaian dengan spesifikasi. x Memberikan masukan informasi yang berguna untuk memperbaiki tingkat mutu produk dan efektivitas pemeriksaan. x Memberikan jaminan tambahan di luar kegiatan-kegiatan pemeriksaan mutu rutin. Audit produk yang ideal dilakukan di tingkat konsumen karena dengan audit yang seperti ini akan mampu membandingkan antara pelayanan produk rill dengan pelayanan yang dibutuhkan oleh konsumen. Namun audit di tingkat konsumen memerlukan biaya yang cukup mahal, dan pelaksanaannya yang cukup rumit (Muhandri dan Kadarisman, 2008).
D.
PROSES DAN PERBAIKAN PROSES
Suatu proses didefinisikan sebagai integrasi sekuensial (berurutan) dari orang, material, metode, dan mesin atau peralatan dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output untuk pelanggan. Suatu proses mengkonversi input terukur ke dalam output terukur melalui sejumlah langkah sekuensial yang terorganisir (Nasution, 2005).
29
Konsep manajemen proses berkaitan dengan perbaikan mutu. Pall (1987) dalam Gasperz (1997) mendefinisikan enam komponen yang penting untuk manajemen proses, yaitu: 1. Kepemilikan, menugaskan tanggung jawab untuk desain, operasi, dan perbaikan proses. 2. Perencanaan, menetapkan suatu pendekatan terstruktur dan disiplin untuk mengerti, mendefinisikan, dan mendokumentasi semua komponen utama dalam proses dan hubungan antar komponen utama. 3. Pengendalian dan menjamin efektivitas, di mana semua output dapat diperkirakan dan konsistensi dengan harapan pelanggan. 4. Pengukuran, menetapkan performansi atribut terhadap kebutuhan pelanggan dan menetapan kriteria untuk akurasi, presisi, dan frekuensi perolehan data. 5. Perbaikan atau peningkatan, meningkatkan efektivitas dari proses melalui perbaikan-perbaikan yang diidentifikasi secara tetap. Proses produksi yang berjalan kemungkinan dapat memberikan variasi terhadap hasil produk. Deming, seorang pakar mutu berkebangsaan Amerika Serikat menyatakan bahwa semua variasi adalah penyebab dan bahwa penyebab dapat diklasifikasikan ke dalam penyebab umum dan penyebab khusus. Pada dasarnya, variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem sehingga menimbulkan perbedaan dalam mutu pada produk yang sama. Terdapat dua sumber atau penyebab timbulnya variasi, yaitu sebagai berikut (Nasution, 2005): 1. Penyebab utama dalah faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses operasi yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum menimbulkan variasi acak dalam batas-batas yang dapat diperkirakan dan disebut juga sebagai penyebab acak atau penyebab sistem. 2. Penyebab khusus adalah kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor, seperti manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dan lain-lain. Penyebab khusus ini dapat ditentukan/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses, tetapi memiliki pengaruh yang lebih pada proses sehingga menimbulkan variasi. Variasi yang terjadi pada produk dalam suatu sistem proses produksi dapat dikurangi atau dihindari dengan melakukan perencanaan perbaikan terhadap sistem proses produksi tersebut. Perencanaan perbaikan mutu melalui suatu sistem mutu adalah seperti merencanakan pemeliharaan dan perbaikan sistem kelistrikan sebuah kota dengan pola jaringan distribusi yang lengkap sesuai dengan situasi yang ada; perbaikan tanpa adanya kerangka kerja adalah seperti mencoba melaksanakan perencanaan sistem kelistrikan tersebut tanpa adanya diagram jaringan yang dapat disetujui oleh setiap orang (Feigenbaum, 1996). Gasperz (1997) mengembangkan model perbaikan mutu berdasarkan proses yang memiliki sembilan langkah model manajemen terstruktur, yaitu sebagai berikut: 1. Identifikasi proses. Koordinator mengatur pertemuan dengan sponsor, yang merupakan stakeholder utama dan pemilik proses untuk membahas topik permasalahan. 2. Pemilihan tim. Setelah pelaksanaan proses perbaikan mendapat persetujuan, selanjutnya dipilih peserta dan pertemuan-pertemuan dijadwalkan. Dalam langkah ini koordinator melakukan diskusi dengan pemilik proses, dengan tujuan untuk mempelajari proses yang ada agar menjadi akrab dengan pemilik proses yang akan bertanggung jawab atas prosesnya. 3. Penentuan ruang lingkup dan tujuan. Pada suatu pertemuan, dilakukan peninjauan ulang dan penetapan ruang lingkup yang diajukan pada tahap satu, termasuk batas-batas proses beserta tujuan dan hasil yang diinginkan.
30
4.
5.
6.
7. 8.
9.
E.
Identifikasi kelemahan proses. Tim, pemilik proses, dan koordinator bertemu untuk meninjau ulang aliran proses agar menjadi benar dan menjamin bahwa telah terciptanya pemahaman yang lengkap tentang proses tersebut serta dilakukan diskusi mengenai kelemahan-kelemahan dari proses. Pengembangan rekomendasi untuk perbaikan proses. Seluruh peserta tim mengembangkan rekomendasi dengan memperhatikan biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang akan diperoleh. Berbagai alat untuk terus-menerus dapat digunakan, misalnya Diagram Pareto untuk memprioritaskan tugas-tugas yang akan dilakukan, analisis sebab-akibat untuk menentukan akar penyebab suatu masalah. Memperoleh persetujuan. Diselenggarakan pertemuan dengan seluruh peserta perbaikan proses untuk mendiskusikan rekomendasi dan memperoleh persetujuan untuk mengimplementasikannya. Pengembangan rencana mutu. Pada langkah ini, tim mengembangkan rencana-rencana tindakan untuk melaksanakan rekomendasi yang telah disetujui bersama. Presentasi rencana mutu. Rencana mutu dipresentasikan kepada semua peserta agar diketahui bersama. Langkah ini merupakan akhir dari keterlibatan tim secara formal, karena langkah selanjutnya adalah implementasi semua rencana mutu yang telah disepakati bersama itu. Implementasi dan pemantauan kemajuan perbaikan proses. Rencana mutu diimplementasikan dan dibuat laporan terhadap kemajuan perbaikan proses secara teratur. Laporan tersebut dapat dijadikan umpan balik untuk perbaikan proses selanjutnya.
ALAT BANTU (TOOLS) PENINGKATAN MUTU
Menurut Hubeis dan Kadarisman (2007), teknik-teknik peningkatan mutu erat kaitannya dengan upaya mencapai tingkat kerusakan nol (zero defect), mengurangi keragaman, dan merangsang inovasi di tingkat produsen. Program pengendalian dan peningkatan mutu di perusahaan tidak dapat dilaksanakan dengan baik jika tidak didasarkan pada data kondisi kineja nyata perusahaan tersebut. Untuk memperoleh data yang akurat dan sekaligus untuk analisis yang valid, terdapat tujuh alat bantu yang dikenal dengan istilah seven tools, yakni: lembar pemeriksaan (check sheet), stratifikasi, grafik dan bagan kendali, Diagram Pareto, Diagram Ishikawa (sebab-akibat), diagram pencar, dan histogram. Pemilihan jenis tools yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi tim perbaikan mutu dan permasalahan yang akan dipecahkan (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Maka dari itu pada penelitian ini hanya digunakan empat dari tujuh tools yang ada, yakni: lembar pemeriksaan (check sheet), stratifikasi, Diagram Pareto, dan Diagram Ishikawa (sebab-akibat).
1.
Lembar Pemeriksaan (Check Sheet) Check sheet adalah alat bantu manajemen mutu sederhana yang bentuknya menyerupai tabel dan digunakan untuk mengoleksi data. Check sheet dalam pengertian yang sebenarnya tak lain adalah tempat menuliskan catatan tentang jumlah sesuatu, di mana jumlah tersebut diisikan satu demi satu, sehingga pada akhirnya dapat dijumlahkan nilai totalnya. Lembar pemeriksaan memiliki banyak tujuan, tetapi yang utama adalah untuk memudahkan pengumpulan data dalam bentuk yang dapat dengan mudah digunakan, dan dianalisis secara otomatis. Lembar pemeriksaan yang biasanya digunakan pada suatu pabrik mempunyai fungsi pemeriksaan distribusi proses produksi, pemeriksaan item cacat, pemeriksaan lokasi cacat, pemeriksaan penyebab cacat, pemeriksaan konfirmasi pemeriksaan, dan lain-lain. Salah satu fungsi yang disebutkan adalah pemeriksaan item cacat, untuk mengurangi jumlah cacat yang terjadi dalam
31
suatu proses perlu diketahui macam kerusakan dan persentasenya. Karena setiap kerusakan mempunyai penyebab yang berlainan, maka tidak tepat kalau hanya mencatat jumlah total kerusakan (Ishikawa, 1989). Check sheet dapat dibuat kapan saja dibutuhkan adanya pencatatan data, meski demikian dalam penerapannya untuk tujuan manajemen mutu, perlu dilakukan analisa terlebih dahulu terhadap jenis kategorinya. Oleh karena itu dalam penyusunan check sheet perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini (Alli, 2004): a. Tentukan tujuan pengumpulan data. b. Lakukan terlebih dahulu brainstorming untuk menentukan jenis-jenis kategori yang perlu diamati. c. Defenisikan tiap-tiap kategori dengan baik agar pengumpulan data dilakukan dengan konsisten. d. Tentukan keadaan atau keterangan lain mengenai darimana data tersebut akan diperoleh, misalnya pada hari apa, shift berapa, dan di mesin yang mana. e. Tentukan siapa yang bertanggung jawab terhadap pengumpulan data. f. Buatlah petunjuk singkat tentang tata cara pengumpulan data dan sampaikan kepada penanggung jawab pengumpulan data beserta anggotanya yang terlibat. g. Buatlah tabel check sheet berdasarkan jenis kategori yang telah ditentukan. h. Lakukan uji coba pengumpulan data untuk memastikan bahwa semua data telah dimasukkan ke kategori yang sesuai.
2.
Stratifikasi Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008), stratifikasi merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mengurai/mengklasifikasikan data dan masalah menjadi kelompok/golongan sejenis yang lebih kecil atau menjadi unsur-unsur tunggal dari data/masalah sehingga menjadi lebih jelas. Misalnya mengurai menurut: a. Jenis kesalahan/kerusakan. b. Penyebab dari kesalahan/kerusakan. c. Lokasi kesalahan/kerusakan. d. Material, hari pembuat, unit kerja, orang yang mengerjakan, penyalur, waktu, lot, dan lain-lain. Data hasil pengumpulan menggunakan lembar pemeriksaan sulit untuk dianalisa jika bentuk tabulasinya hanya berdasarkan jenis cacat saja. Dengan teknik stratifikasi, data menjadi tersebar secara lebih rinci dan lebih mudah untuk dipahami serta dianalisa (Muhandri dan Kadarisman, 2008).
3.
Diagram Pareto Nama Diagram Pareto diambil dari nama seorang ahli eknonomi berkebangsaan Italia, Vilfredo Pareto, yang hidup disekitar awal abad ke-20. Diagram Pareto didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar dari masalah yang timbul berakar pada sebagian kecil masalah utama. Diagram ini pada awalnya menampilkan distribusi frekuensi tentang kesejahteraan beberapa negara, yang kemudian ternyata sesuai untuk diterapkan pada manajemen mutu. Diagram Pareto menunjukkan bahwa sekitar 80 % dari kekayaan atau kesejahteraan negara-negara dikuasai oleh sekelompok kecil negara. Jika diterapkan pada manajemen mutu, Diagram Pareto
32
umumnya mengatakan bahwa 80% dari problem dapat diselesaikan jika penyebab utamanya, yang umumnya ditimbulkan oleh sekelompok kecil penyebab utama (20%), dapat diselesaikan (Hoyle, 1994). Diagram Pareto merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan grafik baris yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap keseluruhan (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Sebuah Diagram Pareto seperti ini, menunjukkan masalah apa yang pertama harus kita pecahkan untuk menghilangkan kerusakan dan memperbaiki operasi. Walaupun ini terlihat sangat sederhana, grafik balok ini sangat berguna dalam pengendalian mutu pabrik (Ishikawa, 1989). Secara rinci, Diagram Pareto berguna untuk hal-hal berikut (Muhandri dan Kadarisman, 2008): a. Menunjukkan masalah utama. b. Menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap keseluruhan. c. Menunjukkan tingkat perbandingan setelah dilakukan tindakan pada masalah terpilih. d. Menunjukkan perbandingan masing-masing masalah sebelum dan sesudah perbaikan.
b. c. d.
e.
f.
4.
Langkah-langkah pembuatan Diagram Pareto (Muhandri dan Kadarisman, 2008): Stratifikasi masalah dan nyatakan dengan angka. Tentukan jangka waktu pengumpulan data. Atur masing-masing penyebab (dari hasil stratifikasi dibuat berurutan sesuai dengan besarnya nilai dan gambarkan grafik kolom (balok). Penyebab terbesar ada di sebelah paling kiri. Gambar grafik baris yang menunjukkan jumlah persentase pada bagian atas grafik kolom, dimulai dari yang terbesar. Di bagian bawah masing- masing kolom ditulis nama atau keterangan kolom. Pada bagian atas atau sampingdiberikan keterangan atau nama diagram dan jumlah unit seluruhnya.
Diagram Ishikawa (Sebab-Akibat) Diagram tulang ikan (fish bond diagram) atau Diagram Ishikawa pertama kali diperkenalkan oleh ahli management berkebangsaan Jepang yang bekerja di perusahaan Kawasaki bernama Kaoru Ishikawa pada sekitar awal tahun 1960. Oleh karena diagram ini berbentuk seperti tulang ikan, maka sering disebut juga Diagram Tulang Ikan. Selain itu, karena penggunaannya untuk mengungkapkan semua kemungkinan faktor yang menjadi menyebab suatu masalah, maka dinamakan diagram sebab-akibat. Diagram ini dapat dikategorikan atas jenis klasifikasi proses, dengan identifikasi proses dibuat terpisah atas dua bagian, dan jenis analisis keragaman yang didasarkan pada faktor sebab utama dan lainnya (faktor pendukung) atau hubungan sekuensial (Hubeis dan Kadarisman, 2007). Penyusunan Diagram Ishikawa bertujuan untuk mencari dan menemukan beberapa sumber masalah yang menjadi kunci penyebab suatu masalah. Sumber-sumber masalah yang teridentifikasi kemudian dijadikan target perbaikan. Diagram ini juga mengungkapkan hubungan hirarki antar faktor penyebab masalah menuju akibat yang ditimbulkannya. Mutu yang ingin kita perbaiki dan kendalikan secara jelas disajikan dengan angka-angka yang menunjukkan panjang, kekerasan, persentase cacat, dan sebagainya. Mereka disebut dengan “karakteristik mutu”. Komposisi kimia, ukuran, dan seterusnya yang dapat menyebabkan penyebaran, disebut faktor. Untuk mengilustrasikan pada sebuah diagram hubungan antara
33
sebab dan akibat, kita ingin mengetahui sebab dan akibat dalam bentuk yang nyat. Oleh karenanya, akibat adalah karakteristik mutu dan sebab adalah faktor (Ishikawa, 1989). Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008), secara umum terdapat lima faktor utama yang berpengaruh terhadap suatu masalah, yaitu: lingkungan, manusia, metode, bahan, dan mesin peralatan. Faktor penyebab akan digolongkan ke dalam beberapa faktor utama tersebut yang diyakini sebagai sumber penyebab dari masalah. Penyebab turunannya kemudian disusun berdasarkan hirarki kepentingannya atau menurut detilnya, sehingga mampu mengungkap dan menggambarkan hubungan sebab-akibat yang terjadi antar golongan penyebab itu. Dengan demikian, diagram ini akan sangat bermanfaat untuk menelusuri akar permasalahan, mengidentifikasi daerah-daerah di mana dapat timbul masalah serius serta berguna dalam membandingkan kepentingan relatif berbagai penyebab masalah tersebut. Bentuk umum Diagram Ishikawa adalah bentuk tulang ikan yang disertai berbagai tulang-tulang cabang dan ranting tergambarkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Bentuk Diagram Ishikawa.
Perlu diingat bahwa diagram diatas hanya merupakan alat untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpeluang menjadi penyebab masalah, bukan mengidentifikasi penyebab masalah. langkah selanjutnya adalah melakukan verifikasi di industri untuk menjawab pertanyaan “apakah setiap faktor sudah sesuai dengan SOP atau aturan baku?”. Dari kegiatan verifikasi ini akan diperoleh faktor-faktor yang diduga kuat menjadi penyebab masalah, perbaikan mutu dapat difokuskan pada faktor-faktor ini (Muhandri dan Kadarisman, 2008).
34
IV.
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah suatu proses berfikir dari menemukan masalah, mengumpulkan data, baik melalui tinjauan pustaka maupun melalui studi lapangan, melakukan pengolahan data, sampai akhirnya dapat memberi suatu kesimpulan dari masalah yang diteliti.
A.
WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian magang ini dilakukan di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk, yang berlokasi di Kawasan Industri Jababeka Blok U nomor 33 Cikarang, Bekasi. Penelitian magang dilakukan pada divisi product development and quality assurance dan berlangsung selama empat bulan, dimulai pada tanggal 7 Februari 2011 dan berakhir pada tanggal 7 Juni 2011. Kegiatan penelitian magang dilakukan setiap hari, dimulai dari hari Senin sampai Jumat, selama sembilan jam kerja per hari mulai pukul 08.00-17.00 WIB dengan waktu istirahat selama satu jam.
B.
METODE PENELITIAN Garis besar metode penelitian magang yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 5.
Identifikasi penyimpangan mutu roti manis isi
Pengumpulan data: x Data primer x Data sekunder
Analisis jenis dan jumlah penyimpangan mutu roti manis isi
Diskusi dengan pihak industri
Penetapan jenis dan jumlah penyimpangan mutu yang akan dikaji lebih lanjut
x x x
Audit proses produksi: Instruksi kerja/SOP Kinerka aktual Gap kondisi
@
35
@
Analisis data hasil audit
Diskusi dengan pihak industri
Penyusunan hipotesis: faktor penyebab penyimpangan mutu pada roti manis isi
Penyusunan usulan perbaikan dan uji coba di lapangan
Analisis hasil usulan perbaikan Gambar 5. Diagram alir metode penelitian.
1.
Identifikasi Penyimpangan Mutu Roti Manis Isi Identifikasi masalah merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian. Masalah itu sendiri memiliki pengertian celah (gap) antara apa yang diharapkan dan fakta yang ditemukan di lapangan, di mana pernyataan atau pertanyaan yang menjadi fokus seorang peneliti untuk bekerja dalam sebuah penelitian. Masalah yang dibahas dalam penelitian magang ini adalah penyimpangan mutu roti manis isi yang terjadi di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. Penelitian diawali dengan mengidentifikasi data-data apa saja yang akan dibutuhkan pada penelitian magang di perusahaan.
2.
Pengumpulan Data Ishikawa (1988) mengungkapkan bahwa proses pengumpulan data untuk pengendalian mutu memiliki tujuan yang bermacam-macam, di antarnya: Pertama, data untuk memahami situasi sebenarnya. Data ini dikumpulkan untuk memeriksa besarnya dispersi ukuran komponen yang datang dari suatu proses pemesinan atau untuk menguji persentase komponen rusak/cacat yang terdapat dalam lot yang diterima. Kedua, data untuk analisis. Data ini digunakan untuk menguji hubungan antara sebuah cacat dan penyebabnya. Ketiga, data untuk pengendalian proses. Selain untuk menyelidiki mutu produk, data macam ini dapat digunakan untuk menentukan apakah proses manufakturing berjalan normal atau tidak. Keempat, data pengaturan. Kelima, data penerimaan atau data penolakan. Bentuk data ini digunakan untuk menyetujui atau menolak komponen dan produk setelah pemeriksaan. Pengumpulan data yang dilakuakan pada penelitian magang ini dilakukan dengan mengumpulkan dua jenis data, yakni data primer dan data sekunder. Menurut Umar (2005), data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik individu maupun perorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuisioner, data ini merupakan data yang diperoleh secara langsung dari jawaban narasumber maupun responden. Sedangkan data
36
sekunder merupakan data yang sudah tersedia sehingga data tersebut dapat diperoleh cukup dengan mencarinya dan mengumpulkannya saja. Data primer yang digunakan pada penelitian ini dikumpulkan melalui pengamatan langsung di pabrik, audit proses produksi di lapangan, dan wawancara. Wawancara langsung dilakukan kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan permasalahan. Data sekunder diperoleh dari hasil catatan perusahaan, yakni berupa data reject roti manis isi bulan Maret 2011, dokumen instruksi kerja atau prosedur operasi standar, serta dokumen mengenai profil perusahaan. Pengumpulan data roti yang mengalami kerusakan mutu fisik diperoleh dengan menggunakan alat bantu lembar periksa (check sheet). Lembar periksa adalah suatu piranti yang paling mudah untuk menghitung seberapa sering sesuatu terjadi. Dengan demikian, kertas periksa adalah piranti yang sederhana, tetapi teratur untuk pengumpulan dan pencatatan data untuk mengetahui masalah utama (Hunt, 1993).
3.
Analisis Jenis dan Jumlah Penyimpangan Mutu Roti Manis Isi Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis mengenai jenis penyimpangan yang sering terjadi pada roti manis isi beresta jumlahnya. Analisis dilakukan dengan menggunakan alat bantu peningkatan mutu atau yang biasa dikenal dengan seven tools, yakni: a. Stratifikasi Stratifikasi merupakan pengelompokan data ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai karakteristik yang sama sehingga lebih jelas dan lebih mudah untuk dianalisis. Stratifikasi yang dilakukan adalah pengelompokan kerusakan-kerusakan produk roti manis isi ke dalam tujuh jenis penyimpangan mutu. b. Diagram Pareto Diagram Pareto merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan garis yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap keseluruhan berdasarkan ukurannya, dari yang paling besar (sebelah kiri) ke yang kecil (sebelah kanan). Diagram Pareto digunakan untuk mengetahui jenis penyimpangan mutu roti (kerusakan) mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. Pengolahan data untuk stratifikasi maupun Diagram Pareto dibantu dengan menggunakan software SPSS 17.
4.
Penetapan Jenis dan Jumlah Penyimpangan Mutu yang akan Dikaji Lebih Lanjut Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Diagram Pareto akan terlihat jenis penyimpangan mutu apa yang akan menjadi prioritas perbaikan. Jenis penyimpangan mutu terbesar akan terlihat berada pada sisi paling kiri dan yang terbesar persentasenya dari Diagram Pareto. Hasil inilah yang akan didiskusikan dengan pihak industri sehingga diperoleh suatu kesimpulan jenis penyimpangan mutu mana yang akan dikaji lebih lanjut. Proses diskusi ini dilakukan untuk melihat beberapa pertimbangan dan kepentingan bagi perusahaan mengenai jenis penyimpangan mutu yang akan difokuskan perbaikannya.
5.
Analisis Faktor yang Diduga Menyebabkan Penyimpangan Mutu Seletah prioritas jenis penyimpangan mutu ditetapkan, selanjutnya akan dianalisis faktor-faktor apa sajakah yang dapat menyebabkan penyimpangan mutu tersebut dapat terjadi selama proses produksi berlangsung. Tahapan ini meliputi pengamatan berbagai macam faktor
37
eksternal dan internal sehingga dapat ditentukan faktor yang berkontribusi pada masalah, mengkaji kembali faktor-faktor tersebut sehingga dapat ditentukan penyebab dari permasalahan, dan mengintegrasikan faktor penyebab masalah tersebut (Hellriegel et al., 2002). Untuk menganalisisnya digunakan alat bantu kendali mutu (seven tools) selanjutnya, yakni diagram sebab-akibat. Diagram sebab-akibat (cause-effect diagram) merupakan visualisasi grafik sederhana yang dapat mengidentifikasi masalah secara praktis menurut sebab-sebab tetap (hubungan di antara ciri-ciri dan faktor yang berpengaruh) dan potensial (cacat yang mudah dideteksi dan diukur) oleh pemakainya (Hubeis dan Kadarisman, 2007). Proses analisis dilakukan dengan melihat faktor-faktor utama yang biasanya menyebabkan suatu kejadian dapat terjadi. Faktor-faktor tersebut umumnya ada lima, yakni manusia, mesin/alat, metode, lingkungan, dan bahan. Dengan melihat faktor-faktor utama tersebut selanjutnya akan dianalisi satu per satu faktor-faktor khusus dari faktor umum tersebut yang dapat menimbulkan penyimpangan mutu pada roti sehingga roti tidak lolos inspeksi.
6.
Audit Proses Produksi Faktor-faktor penduga penyebab kerusakan produk roti manis isi telah tersusun. Tahap selanjutnya adalah melakukan audit terhadap sistem mutu proses produksi yang berjalan di perusahaan. Audit yang dilakukan tetap bertali pusat kepada hasil analisis faktor-faktor yang diduga menyebabkan penyimpangan mutu pada roti manis isi. Namun, proses audit ini juga tidak menutup peluang munculnya faktor-faktor temuan baru yang sebelumnya tidak ada pada diagram sebab-akibat. Proses audit yang dilakukan mencangkup audit terhadap dokumen intruksi kerja/SOP proses produksi, penerapan instruksi kerja/SOP di lapangan, dan mengidentifikasi apakah ada perbedaan antara dokumen instruksi kerja/SOP dengan penerapannya di lapangan.
7.
Analisis Data Hasil Audit Dari hasil audit yang telah didapatkan selanjutnya akan dilakukan suatu analisis. Analisis dilakukan untuk menelaah dan menyusun hasil temuan aktivitas audit. Hasil dari analisis ini merupakan suatu kesimpulan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpangan mutu pada roti manis isi.
8.
Diskusi Dengan Pihak Industri Tahap selanjutnya adalah diskusi. Diskusi dilakukan dengan pihak industri yang terkait mengenai persoalan yang dibahas. Diskusi ini dilakukan untuk memperoleh masukan dan informasi tambahan mengenai hasil audit maupun faktor-faktor yang sebenarnya mempengaruhi penyimpangan mutu pada roti manis isi.
9.
Penyusunan Hipotesa Hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya (Vardiansyah, 2008). Hipotesa disusun mengenai faktor penyebab penyimpangan mutu (kerusakan) pada roti manis isi. Dari hasil keseluruhan audit dan diskusi yang dilakukan dengan pihak perusahaan, akhirnya diperoleh faktor-faktor
38
yang secara nyata mempengaruhi penyimpangan mutu pada roti manis isi di perusahaan. Karena ini masih merupakan jawaban sementara maka selanjutnya akan dibuat suatu usulan perbaiakan untuk melihat pengaruh perbaikan faktor penyebab kerusakan roti manis isi.
10.
Penyusunan Usulan Perbaikan dan Uji Coba di Lapangan Setelah diketahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan mutu roti manis isi, selanjutnya disusun sebuah rancangan usulan perbaikan sistem mutu proses produksi. Usulan yang dibuat merupakan perbaikan dari sistem yang telah ada maupun juga masukan baru bagi sistem yang sedang berjalan. Setelah rancangan usulan perbaikan disusun, maka dilakukan diskusi dengan pihak industri mengenai usulan mana saja yang akan diaplikasikan. Diskusi ini dilakukan untuk melihat beberapa pertimbangan pemilihan usulan perbaikan yang akan dijalankan. Setelah usulan perbaikan yang akan diterapkan telah tersusun maka selanjutnya dilakukan uji coba dari usulan perbaikan tersebut.
11.
Analisis Hasil Usulan Perbaikan Data hasil pelaksanaan usulan perbaikan yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis. Analisis dilakukan dengan membandingkan antara sistem lama sebelum dilakukan usulan perbaikan dengan sistem yang telah diubah sesuai dengan rancangan usulan perbaikan. Dari hasil analisis ini dapat dilihat seberapa efektif perubahan sistem yang dilakukan berdasarkan usulan perbaikan yang dilaksanakan serta dapat memberikan rekomendasi bagi perusahaan dalam hal peningkatan mutu proses produksi.
39
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsep berpikir industri di bidang pangan, yang masih berprinsip bahwa mutu dapat diatur dan adanya tanggung jawab di setiap produk yang dipasarkan, menjadi semakin terdesak. Hal ini dibuktikan dengan kesadaran para konsumen saa ini yang semakin rasional, di mana transaksi jual beli hanya akan terjadi setelah mereka yakin akan mutu produk yang dibeli dan sistem mutu yang diterapkan oleh perusahaan memenuhi standar. PT Nippon Indosari Corpindo Tbk merupakan produsen roti terbesar di Indonesia, yang memasarkan produknya dengan dua merek dagang, yakni Sari Roti dan Sari Cake. Salah satu jenis roti yang diproduksi oleh perusahaan adalah roti manis yang diisi dengan berbagai jenis filler. Seperti yang telah disinggung pada paragraf sebelumnya, mutu produk roti manis isi yang dijual kepada konsumen juga menjadi hal yang krusial di dalam proses produksinya. Untuk menjamin mutu produk yang sampai ke tangan konsumen adalah produk roti manis isi bermutu prima, perusahaan melakukan suatu tindakan pengendalian mutu dengan cara pengecekan para proses akhir produksi sebelum roti dikemas. Proses pengecekan ini dilakukan oleh seorang QC line. QC line bertugas untuk memeriksa setiap produk roti manis isi yang tidak sesuai dengan standar. Standar mutu roti yang ditetapkan oleh perusahaan terdiri dari standar mutu fisik, kimia, dan mikrobiologi. QC line hanya melakukan pemeriksaan terhadap standar mutu fisik produk saja. Produk roti yang tidak sesuai dengan standar akan mengalami pe-reject-an (penolakan) sehingga produk tersebut tidak dapat dikemas dan tidak lolos untuk dipasarkan ke konsumen. Standar fisik produk jadi roti manis isi dinilai berdasarkan bentuk dan penampakan, antara lain ialah bentu roti bulat dan simetris, volume dan ukuran roti standar, warna permukaan roti coklat keemasan, permukaan roti halus, glazing merata, tidak keriput, tidak penyok, isi tidak bocor keluar, tidak kotor, tidak ada gelembung, tidak tampak sisa ‘dusting flour’, dan warna roti seragam (tidak belang). Standar produk roti manis isi di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Produk yang ditolak tersebut bukan semata-mata sesuatu yang biasa terjadi di dalam proses produksi, namun termasuk ke dalam pemborosan biaya proses produksi dan merupakan suatu kerugian bagi perusahaan. Produk yang tidak lolos standar memang tidak dapat dihindari dalam suatu proses produksi karena tidak mungkin terjadi “zero defect”, tetapi jumlahnya dapat dikurangi sekecil mungkin dengan langkah melakukan perbaikan secara terus-menerus (continual improvement). Penekanan jumlah roti reject (rusak) seminimal mungkin secara tidak langsung juga mengurangi kerugian yang dialami perusahaan. Tahapan awal untuk mengurangi jumlah produk rusak adalah dengan melakukan pengumpulan data-data (record) produk yang rusak dalam kurun waktu tertentu.
A.
PENGUMPULAN DATA
Menurut Webster’s New World Dictionary di dalam Nasution (2005), data adalah “things known or assumed” yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap diketahui, artinya sesuatu yang sudah terjadi merupakan fakta (bukti). Data digunakan untuk mengetahui atau memperoleh gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan dan membuat keputusan atau memecahkan persoalan. Data yang digunakan pada penelitian magang ini didapatkan dengan melaksanakan penelitian langsung ke perusahaan. Data yang dibutukan dibagi menjadi dua, primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan pengukuran secara langsung di lapangan, yaitu
40
dengan melihat permasalahan yang terjadi di lokasi produksi serta faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada roti manis isi. Data ini dikumpulkan dengan beberapa teknik, antara lain adalah melalui pengamatan langsung di pabrik, audit proses produksi di pabrik, wawancara dan diskusi langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan perusahaan seperti data tentang sejarah perusahaan, data reject (penolakan) roti manis isi, dokumen pengendalian dan pengawasan mutu proses produksi, dan instruksi kerja/SOP. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya produk roti manis isi yang tidak sesuai dengan standar merupakan produk cacat/rusak yang tidak dapat dipasarkan kepada konsumen. Roti reject (rusak) ini akan dipisahkan dari roti yang lolos standar mutu produk sebelum melewati tahap pengemasan dan selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah roti yang mengalami kerusakan. Data kerusakan produk yang digunakan dalam penelitian ini adalah data reject produk roti manis isi yang terjadi pada bulan Maret 2011. Roti manis isi yang dimaksud adalah roti manis berbentuk bulat yang di dalamnya terdapat isi filler berupa pasta (coklat dan keju), selai (sarikaya, strawberry, kelapa), dan coklat keju. Data yang diambil hanya roti manis isi yang dihasilkan dari ruang produksi U1 pada lini produksi 1 dan produk yang dihasilkan pada semua shift. Untuk memperoleh data yang akurat dan sekaligus untuk analisis yang valid, terdapat tujuh alat bantu yang dikenal dengan istilah seven tools. Ketujuh alat bantu ini adalah lembar pengumpulan data (check sheet), stratifikasi, grafik dan bagan pengendali, Diagram Pareto, diagram sebab-akibat (causeeffect diagram), diagram pencar (scatter diagram), dan histogram. Pemilihan jenis tools yang akan digunakan harus disesuaikan dengan kondisi tim perbaikan mutu dan permasalahan yang akan dipecahkan (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Lembar periksa (check sheet) merupakan dokumen sederhana yang digunakan untuk mengumpulkan data secara real time di lokasi tempat pengumpulan data. Dokumen ini didesain agar dapat mengumpulkan informasi yang diinginkan secara mudah (Palimirma, 2010). Data yang dikumpulkan pada check sheet ini berupa jumlah penyimpangan mutu (kerusakan) pada setiap item roti manis isi yang terjadi setiap harinya. Lembar periksa yang digunakan untuk mengambil data terlampir pada Lampiran 4. Lembar periksa ini memuat beberapa keterangan pendukung selain data roti manis isi yang mengalami kerusakan/penyimpangan mutu, seperti: hari dan tanggal jumlah roti rusak yang teridentifikasi, pada shift dan plant berapa data tersebut diambil, dan lain-lain. Roti-roti manis isi yang teridentifikasi mengalami kerusakan sesuai dengan standar muti fisik produk jadi (Lampiran 3) dihitung jumlahnya setiap hari dan dicatat pada lembar periksa. Pada akhir lembar periksa terdapat paraf QC checker sebagai pelapor dan pengambil data, QC field sebagai bagian yang memeriksa laporan lembar periksa kerusakan produk, dan terakhir diparaf oleh QC Supervisor sebagai persetujuan bahwa lembar periksa tersebut valid datanya untuk dijadikan dokumentasi perusahaan. Selanjutnya lembar periksa ini disimpan dan dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
B.
ANALISIS JENIS DAN JUMLAH PENYIMPANGAN MUTU ROTI MANIS ISI
Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan stratifikasi atau pengelompokan jenis penyimpangan (kerusakan) yang terjadi pada roti manis isi. Stratifikasi membantu untuk melihat bagaimana perbandingan masing-masing jenis kerusakan produk yang terjadi. Data hasil pengumpulan dengan lembar periksa selama sebulan (Maret 2011) dikumpulkan dan direkapitulasi jumlah kerusakan tiap harinya seperti yang terlampir pada Lampiran 5. Selanjutnya, dilakukan stratifikasi berdasarkan jenis kerusakan pada roti manis isi yang terjadi. Dari hasil stratifikasi yang
41
dilakukan terdapat tujuh jenis penyimpangan mutu (kerusakan) yang terjadi pada roti manis isi, yakni penyok pada sisi roti, gelembung pada permukaan roti, gosong, bentuk yang tidak bulat dan simetris, isi filler yang keluar (bocor), saling menempelnya roti-roti (dempet), dan lain-lain. Stratifikasi penyimpangan mutu roti manis isi pada bulan Maret 2011 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Stratifikasi penyimpangan mutu roti manis isi bulan Maret 2011. Jenis penyimpangan mutu (buah) Tanggal penyok
gelembung
gosong
bentuk
bocor
dempet
lainlain
Total sampel (buah)
Total penyimpangan (buah)
1
459
40
26
151
158
97
178
140228
1109
2
778
57
30
185
250
321
937
146778
2558
3
597
33
0
159
40
297
216
153451
1342
4
595
38
3
119
57
271
285
147820
1368
5
478
7
19
165
26
133
228
123152
1056
6
626
148
8
411
94
273
331
146235
1891
7
508
86
36
190
127
194
357
142313
1498
8
591
184
17
239
81
308
364
142225
1784
9
352
17
15
113
28
54
251
150768
830
10
638
53
0
147
115
320
311
148682
1584
11
721
15
0
78
53
295
327
155579
1489
12
334
3
20
136
18
305
167
114390
983
13
461
6
9
230
85
229
400
153027
1420
14
595
20
0
86
10
94
160
124081
965
15
597
10
18
128
39
210
352
132044
1354
16
455
9
43
101
38
178
99
131396
923
17
659
75
127
187
25
199
140
131531
1412
18
574
88
74
206
37
167
197
139331
1343
19
349
35
11
152
15
115
75
110855
752
20
273
44
0
226
21
152
94
139959
810
21
423
33
39
41
19
90
86
130506
731
22
353
117
10
83
40
129
88
137498
820
23
247
92
8
91
24
85
148
137329
695
24
381
191
5
160
30
286
156
137937
1209
25
370
91
62
75
47
126
110
151881
881
26
220
91
52
193
74
104
122
112814
856
27
423
109
64
340
185
280
239
147792
1640
28
409
81
85
283
104
145
283
140000
1390
29
398
121
11
169
28
107
511
136041
1345
30
386
503
116
139
45
159
404
137807
1752
31
289
187
65
223
111
86
260
137778
1221
14539
2584
973
5206
2024
5809
7876
4281228
39011
Total
42
Hasil stratifikasi yang tersaji belum dapat menerangkan secara jelas tentang perbandingan dari masing-masing jenis kerusakan yang terjadi pada roti manis isi. Agar dapat dilihat perbandingannya dengan sangat jelas, maka digunakan Diagram Pareto sebagai alat bantu analisis yang biasanya digunakan setelah analisis stratifikasi dilakukan. Diagram Pareto pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli ekonomi dari Italia bernama Vilvredo Pareto pada tahun 1897 lalu. Diagram ini digunakan oleh Dr. M. Juran dalam bidang pengendalian dan peningkatan mutu. Dengan alat ini dapat diketahui prioritas jenis penyimpangan mutu dari seluruh cacat produk yang terjadi. Prioritas tersebut teridentifikasi pada jenis penyimpangan mutu yang memiliki persentase terbesar, terletak paling kiri pada grafik, dan merupakan bagan tertinggi pada grafik. Tabel 4 menyajikan persentase dari masing-masing jenis penyimpangan (kerusakan) mutu yang terjadi terhadap seluruh kerusakan yang terjadi pada roti manis isi selama bulan Maret 2011. Dari kolom persen kesalahan yang disajikan, terlihat perbandingan porsi kerusakan dari masingmasing jenis penyimpangan.
Tabel 4. Persen penyimpangan mutu roti manis isi bulan Maret 2011. Jenis Jumlah Persen Persen kesalahan penyimpangan
kumulatif
penyimpangan
kesalahan
Penyok
14539
37%
37%
Dempet
5809
15%
52%
Bentuk
5266
13%
66%
Gelembung
2584
7%
72%
Bocor
2024
5%
77%
Gosong
973
2%
80%
Lain-lain
7876
20%
100%
39071
100%
100%
Total
Gambar 6. Diagram Pareto penyimpangan mutu roti manis isi selama bulan Maret 2011.
43
Setelah semua jenis penyimpangan mutu disusun dari jenis penyimpangan terbesar hingga terkecil, selanjutnya dibuatlah grafik Diagram Pareto (Gambar 6). Berdasarkan Diagram Pareto yang tersaji, dapat dilihat urutan persentase jenis penyimpangan mutu produk roti manis isi dari yang terbesar hingga terkecil adalah penyok sebesar 37% dari total kesalahan yang terjadi, diikuti dengan penyimpangan lainnya pada urutan kedua (20%) lalu secara berurutan dempet (15%), bentuk (13%), gelembung (7%), bocor (5%), dan gosong (2%). Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa penyok pada roti manis isi merukapan jenis penyimpangan (kerusakan) mutu fisik terbesar dibandingkan dengan jenis penyimpangan mutu lainnya.
C.
PENETAPAN PRIORITAS JENIS PENYIMPANGAN MUTU ROTI MANIS ISI
Setelah dilakukan analisis produk reject menggunakan seven tools, dilakukan diskusi dengan pihak industri untuk menentukan prioritas perbaikan sistem mutu pada jenis kerusakan produk yang terjadi. Diskusi ini dilakukan dengan manajer product development and quality assurance selaku bagian yang bertanggung jawab atas mutu dan jaminan mutu yang dihasilkan serta perbaikan dan pengontrolan (pengendalian) mutu produk. Dari diskusi yang telah dilakukan dengan pihak industri, akhirnya diperoleh kesepakatan bahwa prioritas perbaikan mutu yang akan dilakukan adalah pada jenis penyimpangan mutu penyok. Pertimbangan pemilihan prioritas ini karena hasil analisis dengan menggunakan Diagram Pareto menunjukkan bahwa jenis penyimpangan mutu penyok merupakan jenis penyimpangan dengan persentase kesalahan terbesar dibandingkan dengan jenis penyimpangan lainnya. Selain itu penyok merupakan jenis kerusakan yang sangat nampak terlihat penyimpangannya oleh konsumen (persepsi konsumen), hal ini sangat mempengaruhi kepercayaan konsumen terhadap produk. Ries dan Trout (1987) mengatakan bahwa pemasaran adalah peperangan antar produsen untuk merebutkan persepsi konsumen. Demikian pentingnya persepsi di benak konsumen, sehingga hal ini dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Bentuk roti yang penyok akan menimbulkan persepsi yang lebih negatif dibandingkan dengan jenis kerusakan lainnya. Sebagai contoh produk roti yang gosong hanya menimbulkan anggapan bahwa roti tersebut terlalu lama berada di dalam oven. Namun, apabila roti yang penyok sampai ke tangan konsumen, anggapan yang muncul adalah roti tersebut mungkin saja terjatuh ke lantai, terinjak, atau penanganan lainnya yang menyebabkan perubahan bentuk terhadap roti.
D.
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PENYIMPANGAN MUTU PENYOK PADA ROTI MANIS ISI
Analisis ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu peningkatan mutu lainnya, yakni diagram sebab-akibat. Diagram sebab-akibat ditemukan pertama kali oleh orang Jepang bernama Ishikawa, sehingga sering disebut dengan Diagram Ishikawa (Dahlgaard et al, 1998). Dan karena bentuknya yang seperti tulang ikan, maka sering juga disebut diagram tulang ikan (fish bone). Tujuan penggunaan diagram sebab-akibat adalah untuk menganalisa seluruh potensi sebab atau input, yang dapat menghasilkan dampak tertentu atau output. Diagram ini dapat menjadi perangkat untuk menelusuri faktor penyebab terjadinya variasi dalam suatu proses. Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008), secara umum terdapat lima faktor yang berpengaruh dalam penyusunan diagram sebab-akibat, yaitu: lingkungan, manusia, metode, bahan, dan mesin/peralatan. Gambar 7 menunjukkan digram Ishikawa dari semua penyebab yang dapat membuat roti manis isi menjadi penyok. Penyok pada roti merupakan kerusakan yang terjadi setelah proses pemanggangan
44
dan sebelum pengemasan. Sehingga proses identifikasi penyebab penyok difokuskan selama proses peletakan roti dari loyang ke konveyor (depanning) dan pendinginan (cooling). Diduga terdapat tiga faktor utama yang menjadi penyebab penyok pada roti manis isi. Pertama, faktor alat. Faktor utama ini disebabkan oleh faktor khusus yakni: proses peletakan roti masih berjalan secara manual oleh operator, alat yang digunakan pada proses peletakan roti ke konveyor masih terbatas, dan sisi konveyor yang menekan roti manis (berhimpitan). Kedua, faktor manusia. Faktor manusia yang dimaksud adalah operator yang melakukan proses peletakan roti. Faktor khusus yang mempengaruhinya adalah operator tidak hati-hati meletakkan roti dari loyang ke konveyor, operator tidak memahami intruksi kerja yang ada, operator kurang terampil dan kelelahan dalam bekerja. Ketiga, faktor metode. Metode yang dimaksud adalah metode saat proses peletakan roti dari loyang ke atas konveyor (depanning). Faktor-faktor khusus yang mempengaruhinya adalah tidak ada training (pelatihan) kepada karyawan baik sebelum dan selama karyawan operator depanning bekerja, tidak ada intruksi kerja mengenai teknik peletakan roti yang benar dari loyang ke konveyor; mengingat bahwa proses ini masih dilakukan secara manual oleh operator maka perlu adanya standar mengenai tata cara yang benar guna menyeragamkan teknik peletakan pada semua operator depanning, metode yang ada mengenai tata cara peletakan roti ternyata kurang efektif sehingga roti manis isi masih banyak yang mengalami kerusakan penyok.
Manusia
Metode
Tidak hati-hati
Tidak ada IK Tidak memahami IK
Tidak ada training karyawan Metode tidak efektif
Kurang terampil
Kelelahan Roti manis isi penyok Manual
Tertekan sisi konveyor Terbatas
Alat Gambar 7. Diagram sebab-akibat roti manis isi penyok.
E.
AUDIT MUTU
Dalam sistem manajemen mutu PT Nippon Indosari Coprindo, bagian Quality Assurance (QA) bertangung jawab atas kualitas mutu dan jaminan mutu yang dihasilkan serta perbaikan dan pengontrolan (pengawasan) mutu produk. Bagian QA berada di bawah departemen Product Development and Quality Assurance (PDQA) yang dikepalai oleh seorang manajer dan dibagi ke dalam empat bagian, yaitu QC raw material, QC field, QC system, dan QC lab. Masing-masing bagian memiliki tugas dan tanggung jawabnya tersendiri untuk mengontrol mutu produk. Untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi, sehat, higienis, dan halal sesuai dengan komitmen produk Sari Roti, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk menetapkan beberapa kebijakan mutu berupa GMP (Good Manufacturing Practices), SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures), HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point), dan Sistem Jaminan Halal (SJH). Manajemen mutu
45
yang diterapkan oleh PT Nippon Indosari Corpindo Tbk pada proses produksi diimplementasikan mulai dari tahap penerimaan bahan baku hingga produk akhir. Audit mutu adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis dan dilakukan oleh bagian yang independen (bukan dari bagian yang diaudit), untuk mengetahui apakah semua kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan apakah peraturannya diterapkan secara benar dan mampu mencapai tujuan yang telah diterapkan (Bambang dan Sulisjartiningsih, 1996). Audit yang dilakukan pada penelitian ini adalah untuk memverifikasi hasil analisis faktor penyebab terjadinya penyok pada roti manis isi berdasarkan diagram sebab-akibat, apakah faktor yang diduga tersebut benar terjadi pada pelaksanaan proses produksi. Proses audit dilaksanakan terhadap seluruh tahapan yang ada pada proses pembuatan roti manis isi (dapat dilihat pada Lampiran 6). Namun, dikhususkan lebih mendalam hanya pada proses peletakan roti ke konveyor (depanning) dan proses pendinginan karena kedua proses inilah yang menyebabkan penyok pada roti. Metode kerja merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab penyoknya roti manis isi. Penyebab khusus yang diduga adalah tidak ada instruksi kerja pada proses peletakan roti ke konveyor (depanning), metode depanning yang dilakukan tidak efektif dalam proses peletakan roti, dan tidak ada training kepada operator sebelum dan selama operator tersebut bekerja. Dari hasil audit yang telah dilakukan, instruksi kerja mengenai proses depanning ada dan terdokumentasi dengan baik. Hanya saja dari intruksi kerja tersebut memang tidak dijelaskan secara rinci dan jelas mengenai metode peletakan roti ke konveyor yang benar sehingga operator tersebut melakukannya secara tidak teratur. Pengerjaan proses depanning yang tidak teratut tersebut akhirnya membuat roti manis isi seringkali tertekan oleh loyang dan banyak roti yang jatuh terbalik ketika diletakkan di konveyor. Training karyawan sesungguhnya telah dilakukan sebelum dan selama karyawan tersebut bekerja sebagai operator depanning. Namun dengan tidak adanya metode baku yang dijelaskan pada instruksi kerja membuat operator berinisiatif sendiri dengan cara masing-masing untuk meletakkan roti manis isi dari loyang ke konveyor. Faktor lainnya yang menyebabkan penyimpangan mutu penyok pada roti adalah manusia, yakni operator pada proses depanning. Penyebab khusus yang dapat menyebabkan penyok pada roti manis isi, antara lain operator tidak memahami instruksi kerja, operator kurang terampil dan tidak berhati-hati dalam meletakkan roti, dan operator kelelahan dalam melakukan proses depanning. Berdasarkan hasil audit dan wawancara yang dilakukan, sesungguhnya operator telah memahami dengan baik intruksi kerja yang telah diberikan dan melaksanakan instruksi kerja tersebut selama proses depanning dijalankan. Penyebab lainnya adalah operator melakukan aktivitas peletakan roti selama kurang lebih 45-60 menit dalam posisi berdiri dan hanya seorang diri. Hal ini membuat operator sering kali merasa kelelahan dalam melakukan aktivitas peletakan roti tersebut, terlebih lagi aktivitas ini dilakukan secara berulang. Lingkungan kerja yang panas membuat operator mudah kehilangan konsentrasi. Kurangnya konsentrasi selama bekerja ini membuat operator kurang berhatihati dalam melakukan aktivitas peletakan roti. Keterampilan operator dalam meletakkan roti juga berpengaruh pada aktivitas peletakan roti mengingat loyang yang harus diangkat cukup berat dan jumlahnya pun banyak. Keterampilan operator yang kurang membuat proses peletakan roti menjadi berantakan dan pada akhirnya roti tertekan oleh loyang. Faktor terakhir yang menjadi penyebab penyoknya roti adalah alat. Alat yang digunakan pada proses depanning sangat terbatas, yakni hanya berupa sarung tangan yang digunakan oleh operator untuk mengangkat loyang yang panas. Tidak ada alat bantu lain yang dapat digunakan oleh operator untuk memudahkan peletakan dari loyang ke konveyor. Proses depanning yang dilakukan juga masih dilakukan secara manual oleh operator, belum ada mesin yang secara khusus dapat memindahkan roti dari loyang ke konveyor secara otomatis. Selain itu, untuk roti yang berada di sisi samping dari
46
konveyor sering kali berhimpit dengan sisi konveyor selama proses pendinginan berjalan. Hal ini semakin menambah jumlah roti manis isi yang mengalami penyimpangan mutu penyok.
F.
USULAN PERBAIKAN
Pada umumnya, tindak lanjut dari audit, baik internal maupun eksternal, adalah review manajemen yang hasilnya digunakan sebagai masukan untuk perbaikan mutu. Adanya kegiatan audit dan review manajemen yang dilakukan secara teratur inilah yang menjamin terjadinya proses perbaikan mutu berkesinambungan (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Perbaikan mutu berkesinambungan merupakan salah satu dari empat pilar dalam manajemen mutu. Penerapan perbaikan mutu yang berkesinambungan merupakan upaya yang dilakukan untuk mendukung sistem jaminan mutu pangan terhadap kepuasan konsumen (Gambar 8).
Gambar 8. Perbaikan mutu berkesinambungan dalam manajemen mutu (BAPSI, 2010).
Dari hasil audit mutu yang telah dilaksanakan, terlihat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyok pada roti manis isi. Usulan perbaikan yang disusun bertujuan untuk memperbaiki sistem mutu produksi roti manis isi yang saat ini berjalan di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk sehingga jumlah penyok roti dapat dikurangi. Usulan tersebut dibuat berdasarkan hasil analisis audit mutu yang dilakukan terhadap faktor-faktor penyebab roti penyok. Berikut merupakan beberapa usulan mengenai perbaikan sistem mutu proses produksi roti manis isi.
1.
Penggunaan Depanner Otomatis pada Proses Depanning Depanning merupakan proses peletakan roti dari loyang ke atas konveyor berjalan setelah roti keluar dari oven. Proses depanning yang dilakukan di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk masih dijalankan secara manual dengan menggunakan operator. Menurut Olailani (2009), kelemahan penggunaan manusia dibandingkan dengan mesin untuk menjalankan suatu proses produksi adalah manusia tidak memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas yang sama secara berulang-ulang dalam kurun waktu yang lama. Hal ini terjadi karena manusia memiliki rasa bosan, tidak konsisten, dan karakteristik psikologis, seperti stress, moody, dan sejenisnya. Hal yang senada juga dikemukakan oleh Sanders dan
47
McCormick (1993), “it is easier to bend metal than twist arms” yang bisa diartikan merancang produk ataupun alat untuk mencegah terjadinya kesalahan (human error) akan jauh lebih mudah bila dibandingkan mengharapkan orang (operator) jangan sampai melakukan kesalahan pada saat bekerja. Penggunaan depanner merupakan salah satu solusi untuk menyelesaikan permasalahan penyok roti manis isi pada proses peletakan roti (depanning). Depanner akan mengangkat roti yang sudah dipanggang dari loyang yang keluar dari oven. Jadi, depanner akan membantu operator untuk memindahkan roti yang panas dari loyang ke konveyor yang berjalan. Efisiensi depanner jauh lebih tinggi daripada depanning yang dioperasikan manual. Sistem depanning yang disarankan adalah menggunakan depanner yang bekerja dengan sistem vakum. Penggunaan depanner otomatis ini akan melepaskan roti dari loyang dengan cepat dan meminimalisir terjadinya kerusakan fisik pada produk. Vakum yang terdapat di dalam belt cups akan menghisap dan menarik roti keluar dari loyang. Berikut merupakan gambar dari vacuum depanner yang biasa digunakan untuk memindahkan roti bulat dari loyang.
Belt cups Gambar 9. Vacuum depanner.
2.
Modifikasi Sistem Konveyor Berjalan untuk Mengangkat Roti dari Loyang Modifikasi ini dilakukan dengan menambahkan sistem konveyor untuk mengangkat roti dari loyang. Loyang yang masih berisi roti akan berjalan menuju bagian bawah konveyor pendingin roti setelah loyang keluar dari oven. Konveyor pendingin roti ini akan berjalan diatas konveyor pengangkut loyang. Di bagian ujung konveyor pendingin terdapat bagian yang akan mengangkat roti dari loyang sehingga roti-roti akan berjalan di atas konveyor pendingin sedangkan loyang-loyang tetap berjalan pada bagian konveyor bawah. Perbaikan sistem dengan modifikasi konveyor ini tentunya memerlukan biaya yang jauh lebih ringan dibandingkan apabila digunakan depanner otomatis dengan sistem vakum. Berikut adalah gambar sistem konveyor yang berjalan saat ini (Gambar 10) dengan sistem modifikasi konveyor yang dapat dilakukan (Gambar 11).
Gambar 10. Sistem konveyor saat ini.
48
Arah gerak konveyor Arah gerak konveyor
Konveyor
Konveyor pendingin Gambar 11. Modifikasi konveyor.
3.
Letak Exhaust Berada Tepat di Tempat Operator Depanning Bekerja dan Beroperasi dengan Baik Menurut Nitisemito (1996) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan dapat mempengaruhi mereka dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Sedangkan Handoko (1992) mengatakan bahwa lingkungan kerja yang baik, yang dapat memenuhi kebutuhan karyawan, dengan sendirinya karyawan akan menyadari tentang tanggung jawabnya terhadap perusahaan. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja ternyata dapat mempengaruhi pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan. Lingkungan kerja merupakan faktor yang sangat penting dari sebuah perusahaan. Lingkungan kerja yang baik akan mendukung terbentuknya tingkat produktivitas kerja yang tinggi, sehingga akan dapat meningkatkan produktivitas dari perusahaan yang bersangkutan. Lingkungan kerja yang menyenangkan bagi karyawan dapat menimbulkan rasa semangat dalam bekerja sehingga terhindar dari rasa bosan dan lelah. Jika lingkungan kerja tidak dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan karyawan, maka dapat menimbulkan kebosanan dan kelelahan sehingga akan menurunkan semangat kerja karyawan yang pada akhirnya karyawan tidak melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Proses depanning dilakukan oleh operator dekat dengan ujung oven keluarnya roti yang telah selesai proses pemanggangan. Lokasi tempat bekerja yang dekat dengan oven membuat lingkungan bekerja menjadi sangat panas. Kondisi udara yang panas sangat mempengaruhi kinerja operator saat bekerja. Untuk mengatasi lingkungan yang panas ini, perusahaan telah mengatasinya dengan menyediakan Air Conditioner (AC) yang berada di atas operator depanning. Keberadaan AC ini sebaiknya ditambah dengan exhaust yang menghembuskan udara agar lingkungan tempat operator bekerja tidak pengap. Selain itu, perlu dilakukan pengontrolan suhu agar pada siang hari operator yang bekerja tidak merasa panas karena AC tidak terasa dingin atau sebaliknya pada malam hari AC terlalu dingin.
4.
Penambahan Operator pada Proses Depanning Penambahan operator dilakukan pada proses depanning dengan tujuan untuk memungkinkan terjadinya pergantian operator yang melakukan proses pelatakan roti selama kurang lebih 15 menit sekali agar operator tidak terlalu kelelahan. Operator tambahan ini juga berfungsi untuk membantu operator depanning agar roti tidak melebihi batas sisi konveyor.
49
Sebelumnya proses depanning ini memang hanya dilakukan oleh seorang operator, namun proses ini dilakukan secara bergantian dengan operator oven selama sekitar 45 sampai 60 menit sekali. Kurun waktu pergantian tersebut terlalu lama dan dapat membuat operator menjadi jenuh, kehilangan konsentrasi, dan kelelahan saat meletakkan roti. Sehingga sebuah usulan perbaikan dilakukan dengan menambahkan jumlah operator pada proses depanning.
5.
Penyempurnaan SOP dengan Menyeragamkan Tata Cara Peletakan Roti SOP yang ada di perusahaan telah tersusun dengan baik. Hanya saja perlu penyempurnaan di dalam SOP tersebut dengan mencantumkan keterangan mengenai tata cara memegang loyang yang benar saat akan meletakkan roti di konveyor. Hal ini penting untuk dilakukan agar peroses depanning dilakukan secara terstandarisasi mulai dari cara memegang loyang hingga roti tersebut berada di konveyor dan para operator memperoleh pemahaman yang baik mengenai tata cara peletakan roti yang benar. Posisi tangan saat memegang loyang berperan cukup penting terhadap besarnya penyimpangan penyok pada roti manis isi. Posisi pemegangan yang salah akan membuat peluang terjadinya penyok lebih besar. Selama ini operator melakukan peletakan roti dengan caranya masing-masing tanpa ada standarisasi mengenai tata cara peletakan yang benar. Untuk menyeragamkan hal tersebut maka dibuat suatu usulan perbaikan untuk mencantumkan tata cara peletakan roti yang benar di dalam SOP. Berikut adalah gambar dari ilustrasi cara pemegangan loyang yang diusulkan.
Gambar 12. Cara memegang loyang yang benar (kiri) dan cara memegang loyang yang salah (kanan).
Kelebihan memegang loyang pada gambar sebelah kiri dibandingkan dengan yang kanan adalah posisi sebelah kiri mampu mempertahankan loyang pada posisi datar tidak condong miring ke bawah seperti posisi sebelah kanan. Sehingga roti-roti tidak bergeser ke ujung loyang sebelum roti tersebut “dilempar” ke konveyor. Pada posisi sebelah kanan, loyang yang condong miring ke bawah membuat roti-roti bergeser ke sisi loyang yang turun dan akhirnya roti-roti saling berhimpitan. Roti yang saling berhimpitan tersebut akan saling menekan satu sama lain dan akhirnya akan membuat roti menjadi penyok sebelum roti tersebut “dilempar” ke atas konveyor.
50
G.
UJI COBA USULAN PERBAIKAN Setelah disusun beberapa usulan perbaikan untuk mengurangi jumlah kerusakan penyok pada roti manis isi, selanjutnya dipilih usulan perbaikan yang langsung dapat diaplikasikan. Usulan perbaikan yang dipilih adalah usulan yang tidak memerlukan tambahan biaya pada pelaksanaannya. Jadi, usulan tersebut merupakan penyempurnaan dari sistem yang telah ada. Berdasarkan alasan tersebut maka dipilih usulan pada sub-sub bab butir 4 dan 5, yakni penambahan operator pada proses depanning dan penyempurnaan SOP dengan melakukan penyeragaman tata cara peletakan roti dari loyang ke konveyor. Dari uji coba usulan tersebut akan terlihat apakah penerapan perbaikan yang diusulkan dapat mengurangi jumlah penyok pada roti manis isi. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan data sebelum uji coba usulan perbaikan dengan data setelah uji coba tersebut dilaksanakan. Pengambilan data sebelum uji coba perbaikan dilakukan pada tanggal 14, 15, 16, dan 17 Mei 2011. Sedangkan uji coba perbaikan dilaksanakan pada tanggal 12, 13, 18, dan 19 Mei 2011. Hasil pengamatan dari dua penerapan sistem yang berbeda tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Terlihat dengan jelas persentase penyok roti manis isi sebelum diterapkan usulan perbaikan sekitar 0.96% namun setelah usulan perbaikan diterapkan jumlah penyok menurun menjadi 0.67%.
Tabel 5. Persentase perbandingan penyok sebelum dan pada saat dilakukan uji coba. Sebelum Uji Coba Tanggal
Penyok
Jumlah roti
Pada Saat Uji Coba Pesentase
Tanggal
Penyok
Jumlah roti
Pesentase
14/05/2011
51
5078
1.00%
12/05/2011
137
19523
0.70%
15/05/2011
269
26531
1.01%
13/05/2011
52
6877
0.76%
16/05/2011
109
11862
0.92%
18/05/2011
29
4099
0.71%
17/05/2011
19
3230
0.59%
19/05/2011
107
17925
0.60%
448
46701
0.96%
Total
325
48424
0.67%
Total
Selisih persentase penyok sebelun dengan setelah uji coba
:
0.29%
Penurunan jumlah penyok roti
:
69.79%
Asumsi total produksi roti selama 1 bulan
:
4,000,000
Asumsi harga modal satu bungkus roti
:
Rp 1,000
Kerugian karena penyok sebelum uji coba
:
(0.96% x 4,000,000) x Rp 1,000 Rp 38,371,769
Kerugian karena penyok setelah uji coba
:
Selisih kerugian sebelum dan setelah uji coba perbaikan
:
(0.67% x 4,000,000) x Rp 1,000 Rp 26,846,192 (0.29% x 4,000,000) x Rp 1,000 Rp 11,525,577
Di dalam satu pabrik terdapat 2 line@3 shift
:
8 operator
Upah minimun karyawan di daerah Bekasi
:
Rp 1,200,000
51
Biaya yang keluar bila menambah operator
:
Rp 9,600,000
Penghematan biaya
:
Rp 1,925,577
Dari perhitungan yang dilakukan terlihat bahwa penurunan persentase penyok roti manis isi yang terjadi sekitar 69.79%. Selisih kerugian biaya yang terjadi sebelum dengan setelah dilakukan uji coba perbaikan sebesar Rp11,500,000,-. Penerapan usulan perbaikan tersebut akan membutuhkan tambahan karyawan bagi perusahaan. Sistem proses produksi roti manis isi di perusahaan berjalan menggunakan 2 line dan beroperasi selama 24 jam dengan 3 shift pada masing-masing line. Jadi, dibutuhkan tambahan 6 karyawan dan 2 tambahan karyawan sebagai pengganti karyawan yang akan istirahat. Sehingga perusahaan setidaknya harus mengeluarkan biaya sebesar Rp9,600,000,- untuk mengganti tambahan karyawan yang akan bekerja sebagai operator depanning. Dari perhitungan tersebut nampak bahwa penghematan biaya yang dapat dilakuakn oleh perusahaan selama satu bulan apabila kedua usulan tersebut diterapkan adalah sekitar Rp1,900,000,-. Penghematan biaya yang diperoleh memang belum signifikan. Namun, apabila usulan perbaikan dengan memodifikasi sistem konveyor depanner ataupun penggunaan depanner otomatis diterapkan, kemungkinan penghematan biaya yang dapat dicapai oleh perusahaan akan lebih besar karena jumlah roti manis isi yang penyok akan jauh berkurang.
52
VI.
SIMPULAN
Kesimpulan dari kegiatan penelitian magang di PT Nippon Indosari Corpindo Tbk adalah sistem mutu proses produksi diterapkan pada seluruh tahapan produksi mulai dari penerimaan bahan baku hingga produk akhir. Ada tujuh jenis penyimpangan roti manis isi yang terjadi, antara lain penyok (37%), roti yang saling berdempetan (15%), bentuk roti yang tidak sesuai standar (13%), adanya gelembung pada permukaan roti (7%), filler yang bocor (5%), gosong (2%), dan penyimpangan mutu lainnya (20%). Jenis penyimpangan mutu produk yang menjadi prioritas perbaikan sistem mutu adalah penyok. Penyoknya roti tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni: (a) Manusia, berupa operator yang kelelahan, kurang terampil, dan tidak hati-hati; (b) Metode, yaitu instruksi kerja yang kurang terinci dan proses depanning yang tidak teratur; (c) Alat, di mana terjadi kondisi sisi konveyor yang menghimpit roti, alat yang digunakan terbatas dan masih dioperasikan secara manual. Audit mutu dilakukan untuk melihat fakta dari dugaan penyebab yang berpengaruh terhadap kerusakan penyok pada roti. Hasilnya, penyok pada roti manis isi disebabkan karena alat yang digunakan masih manual dan terbatas serta sisi konveyor yang menekan bagian tepi roti; operator yang kurang terampil, tidak hati-hati, dan kelelahan saat meletakkan roti ke konveyor; metode depanning yang tidak efektif dan instruksi kerja/SOP yang kurang menjelaskan mengenai tata cara peletakan roti yang benar. Untuk itu diperlukan suatu perbaikan mutu untuk mengurangi jumlah penyok produk roti manis isi. Uji coba usulan perbaikan dilaksanakan berupa penambahan operator pada proses depanning dan penyempurnaan SOP dengan menyeragamkan tata cara meletakkan roti ke konveyor. Uji coba ini mampu mengurangi jumlah kerusakan penyok pada roti manis isi sebesar 69.79%.
53
VII. REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian dan uji coba perbaikan yang telah dilakukan, rekomendasi yang dapat diberikan bagi PT Nippon Indosari Corpindo Tbk pada sistem proses produksi untuk mengurangi jumlah kerusakan penyok pada produk roti manis isi adalah dengan menambah satu orang operator pada tahap depanning di masing-masing lini produksi. Selain itu, dilakukan penyempurnaan SOP/intruksi kerja yang telah ada dengan menyertakan tata cara peletakan roti yang benar sehingga proses depanning dilakukan secara seragam oleh masing-masing operator. Sebagai pertimbangan dapat dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap usulan perbaikan lainnya yang telah disusun, yakni dengan menggunakan sistem konveyor yang telah dimodifikasi atau dengan menggunakan vacuum depanner. Pemodifikasian sistem depanning tentunya membutuhkan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan penggunaan vacuum depanner. Kedua sistem baru ini sama-sama akan bekerja secara otomatis mengangkat roti dari atas loyang ke konveyor, sehingga operator hanya perlu untuk mengawasi jalannya proses depanning saja.
54
DAFTAR PUSTAKA
Age. 2011. Pengertian sistem manajemen mutu. http://www.wploan.com/2011/04/ pengertian-sistemmanajemen-mutu.html. [2 Juli 2011]. Alli I. 2004. Food Quality Assurance: Principle and Practices. New York: CRC Press. [BAPSI] Biro Administrasi Perencanaan dan Sistem Informasi. 2010. Sistem manajemen mutu 9001:2008. http://www.bapsi.its.ac.id/iso-9001-2000.php?arsip=0. [20 Juli 2011]. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. SNI 19-19011-2002. Panduan Audit Sistem Manajemen Mutu. Choi TY, Eboch K. 1998. The TQM Paradox: Relation Among TQM Prastices, Plan Perfomance, and Customor Statisfaction. Journal of Operational Management. 17 (1): 59-63. Dahlgaard JJ, Karistensen K, dan Kanji GK. 1998. Fundamentals of Total Quality Management. London: Chapman and Hall. Feigenbaum AV.1996. Kendali Mutu Terpadu Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Gasper V. 1997. Manajemen Kualitas. Jakarta: PT Gramedia. Hadiwiardjo BH, Wibisono SS. 1996. ISO 9000: Sistem Manajemen Mutu. Jakarta: Ghalia Indonesia. Handoko TH. 1992. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi Edisi 1. Yogyakarta: BPFE. Hellriegel D, Jackson SE, Slocum JW. 2002. Management: A Competency Based Approach. Canada: South Western Thomson Learning. Hoyle D. 1994. Quality System Handbook. Oxford: Butterworth-Heinmann Ltd. Hubeis M. 1994. Pemasyarakatan ISO 9000 untuk industri pangan di Indonesia. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol. V (3). Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Bogor. Hubeis M. 1999. Sistem Jaminan Mutu Pangan. Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Bagi Staf Penganjar. Kerjasama Pusat Studi Pangan Pangan & Gizi – IPB dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor. Hubeis M, Kadarisman D. 2007. Pengendalian Mutu pada Industri Pangan. Jakarta: Universitas Terbuka. Hunt DV. 1993. Managing for Quality. Illinois: Businessone Irwin. Ishikawa K. 1989. Teknik Penuntun Pengendalian Mutu. Jakarta: PT Melton Putra. Ishikawa K. 1992. Pengendalian Mutu Terpadu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Kadarisman D. 1994. Sistem Jaminan Mutu Pangan. Pelatihan Singkat Dalam Bidang Teknologi Pangan, Angkatan II. Kerjasama FATETA IPB – PAU Pangan & GIZI IPB dengan Kantor Menteri Negara Urusan Pangan/BULOG Sistem Jaminan Mutu Pangan. Bogor. Kramer A, Twigg B. 1983. Quality Control in The Food Industry (3rd editition). USA: AVI Publishing Co.
55
Manik B. 2004. Analisis Peningkatan Kinerja Mutu pada Lini Produksi [skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia. Mizuno S, Akao Y. 1994. QFD The Customer Driven Approach to Quality Planning and Deployment. Asian Production Organization. Muhandri T, Kadarisman D. 2008. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor: IPB Press. Nasution MN. 2005. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Bogor: Ghalia Indonesia. Nitisemito AS. 1996. Manajemen Personalia. Jakarta : Graha Indonesia. Olailani. 2009. Sinergi mesin dan manusia dalam sistem kerja yang produktif. http://id.shvoong.com/ social-sciences/1899529-sinergi-mesin-dan-manusia-dalam.html. [18 Mei 2010]. Palimirma. 2010. Manfaat 7 quality control tools dalam management system. http://vibizmanagement. com /journal/index/category/quality_management/102.html. [12 April 2011]. Prawirosentono S. 2004. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu “Total Quality Management” Abad 21 Studi Kasus dan Contoh. Jakarta: PT Bumi Aksara. Ries A, Trout J. 1987. Positioning. Paris: McGrawn-Hill. Sanders MS, McCormick EJ. 1993. Human Factor in Engineering and Design. New York: McGrawHill. Soekarto ST. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Bogor: IPB Press. Suardi R. 2003. Sistem Manajemen Mutu ISO 9000:2000. Jakarta : PPM. Tenner AR, Detoro IJ. 1992. Total Quality Management: Three Steps to Continous Improvement. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company. Tjiptono, Diana. 1995. Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset. Umar H. 2005. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. [USWA] United States Wheat Association. 1981. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Jakarta: Djambatan. Vardiansyah D. 2008. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta: Indeks. Yahyono SS. 1999. Kreasi Roti Seri Home Industry. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
56
LAMPIRAN
IT
Sysdur Purchasing IT Manager Manager Manager
Accounting Sysdur
FAM Cikarang
GM Finance & Accounting
Blok W
GM Sales
Wakil Direktur Operasional
Sales Area
Key account
Blok U
Blok U
FG Warehouse
Blok W
Distribution
FG & Distribution Asst. Manager
SCM Manager
Business Development Executive
Production Planning & Inventory Control
Blok W
Marketing Support
Marketing Manager
Direktur Operasional
Branch Sales Branch Sales Key Account Jabotabek Jawa Barat Manager Manager Manager
Blok U
Product Quality Development Assurance
PDQA Manager
Internal Audit
Direktur
Presiden direktur
Blok W
Blok U
Teknik
Technician Asst. Manager
GM Plant
Blok U
Produksi
Blok W
Project
Production Asst. Manager
Legal
Lampiran 1. Struktur organisasi perusahaan
58
HR
GA
HRD-GA Manager
Lampiran 2. Diagram alir pembuatan roti manis isi
Bahan Baku Ð Scaling (Penimbangan) Telur, air, tepung, ragi, pengembang roti, pengemulsi nabati
Ð Sponge Mixing (24±0.50C) Ð Fermentasi I (T ±280C, RH 75%, t ±3,5jam)
Susu, garam, gula, fats, tepung, air, ragi
Ð Dough Mixing (26±0.50C) Ð Floor Time (Pengistirahatan Adonan) t ±15 menit Ð Dividing (Pemotongan Adonan) Ð Rounding (Pembulatan Adonan) Ð Intermediate Proofing (T ±300C, RH 80%, t ±15 menit) Ð Pressing (Pemipihan Adonan) Ð Filler (Pasta/ Selai )
Filling and Make-Up (Pengisian Selai dan Pembentukan Adonan) Ð Panning Ð Final Proofing (T 380C, RH 82%) Ð Baking (Pemanggangan) T±2000C, t ±13 menit, 3 detik
air
Ð @
59
@ Ð Depanning
Glazing dengan minyak nabati
Ð Cooling (Pendinginan), t 30 menit Ð Packaging (Pengemasan) T±260C, RH 80% Ð Roti manis Isi
60
Lampiran 4. Lempar periksa pengumpulan data
62
Lampiran 5. Data kerusakan (penyimpangan mutu) roti manis isi selama bulan Maret 2011
Penyimpangan mutu (pcs) Tanggal
Shift 1
234
Gelem -bung 40
0
Bentuk 14
2
0
0
0
0
0
0
0
0
3
225
0
26
137
9
72
161
630
Total
459
40
26
151
158
97
178
1.109
1
137
13
0
68
28
81
114
441
2
126
28
0
20
214
32
79
499
3
515
16
30
97
8
208
744
1.618
Total
778
57
30
185
250
321
937
2.558
1
99
23
0
16
5
95
40
278
2
195
0
0
13
0
56
62
326
3
303
10
0
130
35
146
114
738
Total
597
33
0
159
40
297
216
1.342
1
85
12
0
17
11
123
40
288
2
183
2
0
11
7
24
22
249
3
327
24
3
91
39
124
223
831
Total
595
38
3
119
57
271
285
1.368
1
45
4
0
2
2
10
19
82
2
0
0
0
0
0
0
0
0
3
433
3
19
163
24
123
209
974
Total
478
7
19
165
26
133
228
1.056
1
208
49
8
242
12
52
114
685
2
51
0
0
65
16
19
45
196
3
367
99
0
104
66
202
172
1.010
Total
626
148
8
411
94
273
331
1.891
1
58
10
0
55
9
20
69
221
2
138
2
0
64
52
39
169
464
3
312
74
36
71
66
135
119
813
Total
508
86
36
190
127
194
357
1.498
1
349
115
13
147
42
146
217
1.029
2
7
0
0
0
0
0
0
7
3
235
69
4
92
39
162
147
748
Total
591
184
17
239
81
308
364
1.784
1
219
4
0
84
7
46
210
570
2
133
13
15
29
21
8
41
260
3
0
0
0
0
0
0
0
0
352
17
15
113
28
54
251
830
Penyok
01/03/2011
02/03/2011
03/03/2011
04/03/2011
05/03/2011
06/03/2011
07/03/2011
08/03/2011
09/03/2011
Total
Gosong
Bocor
Dempet
149
25
Lain -lain 17
Total penyimpangan (pcs)
Total produksi (pcs)
479 140.228
146.778
153.451
147.820
123.152
146.235
142.313
142.225
150.768
63
10/03/2011
11/03/2011
12/03/2011
13/03/2011
14/03/2011
15/03/2011
16/03/2011
17/03/2011
18/03/2011
1
273
21
0
94
107
130
157
782
2
117
21
0
15
0
45
19
217
3
248
11
0
38
8
145
135
585
Total
638
53
0
147
115
320
311
1.584
1
426
6
0
33
16
46
177
704
2
36
1
0
6
3
2
27
75
3
259
8
0
39
34
247
123
710
Total
721
15
0
78
53
295
327
1.489
1
86
0
0
55
0
60
18
219
2
0
0
0
0
0
0
0
0
3
248
3
20
81
18
245
149
764
Total
334
3
20
136
18
305
167
983
1
218
3
0
153
23
88
107
592
2
0
0
0
0
0
0
0
0
3
243
3
9
77
62
141
293
828
Total
461
6
9
230
85
229
400
1.420
1
166
14
0
24
0
24
16
244
2
0
0
0
0
0
0
0
0
3
429
6
0
62
10
70
144
721
Total
595
20
0
86
10
94
160
965
1
203
7
0
44
24
59
60
397
2
394
3
18
84
15
151
292
957
3
0
0
0
0
0
0
0
0
Total
597
10
18
128
39
210
352
1.354
1
117
8
0
28
21
71
19
264
2
45
0
43
8
0
16
10
122
3
293
1
0
65
17
91
70
537
Total
455
9
43
101
38
178
99
923
1
263
60
0
112
9
129
28
601
2
56
8
0
0
0
0
14
78
3
340
7
127
75
16
70
98
733
Total
659
75
127
187
25
199
140
1.412
1
161
13
29
72
21
66
87
449
2
18
0
0
5
3
9
13
48
3
395
75
45
129
13
92
97
846
Total
574
88
74
206
37
167
197
1.343
0
0
0
0
0
0
0
0
1 19/03/2011
20/03/2011
2
25
0
11
9
0
2
14
61
3
324
35
0
143
15
113
61
691
Total
349
35
11
152
15
115
75
752
1
32
6
0
3
2
21
14
78
148.682
155.579
114.390
153.027
124.081
132.044
131.396
131.531
139.331
110.855
139.959
64
21/03/2011
22/03/2011
23/03/2011
24/03/2011
25/03/2011
26/03/2011
27/03/2011
28/03/2011
29/03/2011
30/03/2011
2
55
18
0
131
8
65
59
336
3
186
20
0
92
11
66
21
396
Total
273
44
0
226
21
152
94
810
1
231
14
39
18
7
58
40
407
2
19
0
0
0
0
2
0
21
3
173
19
0
23
12
30
46
303
Total
423
33
39
41
19
90
86
731
1
135
48
10
27
23
37
30
310
2
30
19
0
11
0
2
2
64
3
188
50
0
45
17
90
56
446
Total
353
117
10
83
40
129
88
820
1
73
39
8
65
9
41
15
250
2
14
7
0
0
0
2
67
90
3
160
46
0
26
15
42
66
355
Total
247
92
8
91
24
85
148
695
1
112
52
0
102
10
163
73
512
2
11
15
0
3
0
0
4
33
3
258
124
5
55
20
123
79
664
Total
381
191
5
160
30
286
156
1.209
1
101
34
0
34
20
34
11
234
2
69
4
0
5
7
34
46
165
3
200
53
62
36
20
58
53
482
Total
370
91
62
75
47
126
110
881
1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
40
2
0
13
0
4
59
118
3
180
89
52
180
74
100
63
738
Total
220
91
52
193
74
104
122
856
1
57
55
0
67
16
64
48
307
2
107
22
0
79
67
36
54
365
3
259
32
64
194
102
180
137
968
Total
423
109
64
340
185
280
239
1.640
1
141
45
10
201
110
90
111
708
2
26
3
19
18
0
0
10
76
3
242
33
56
64
33
55
162
645
Total
409
81
85
283
104
145
283
1.390
1
89
56
0
32
6
61
88
332
2
68
11
0
52
0
13
214
358
3
241
54
11
85
22
33
209
655
Total
398
121
11
169
28
107
511
1.345
1
130
128
0
18
6
44
118
444
2
34
34
0
16
0
0
2
86
130.506
137.498
137.329
137.937
151.881
112.814
147.792
140.000
136.041
137.807
65
31/03/2011
TOTAL
3
222
341
116
105
39
115
284
1.222
Total
386
503
116
139
45
159
404
1.752
1
77
102
0
36
3
36
30
284
2
30
47
28
37
0
15
45
202
3
182
38
37
150
108
35
185
735
Total
289
187
65
223
111
86
260
1.221
14.539
2.584
973
5.206
2.024
5.809
7.876
39.011
137.778
4.281.228
66
2
1
No.
(Penimbangan)
Scalling
Baku
Penerimaan Bahan
Proses Produksi
Audit
dan penyaringan
yang ditimbang juga sesuai dengan schedule penimbangan bahan baku. Untuk bahan baku berupa
67
terdapat dalam SOP
penyaringan tidak
Intruksi
-
Temuan
secara manual. Proses penimbangan dijalankan dengan baik sesuai dengan instruksi kerja dan jumlah
penimbangan tepung terigu dan air dilakukan secara otomatis sedangkan bahan lainnya ditimbang
Scalling merupakan tahap penimbangan bahan baku sebelum digunakan dalam proses produksi. Proses
penyimpanan
karakteristik masing-masing bahan untuk menjaga mutu bahan baku agar tetap baik selama
penyimpanan bahan baku. Penyimpanan pada suhu yang berbeda ini dilakukan sesuai dengan
oleh Operator RM dan disimpan di dalam ruang dengan suhu yang berbeda-beda sesuai dengan standar
jika mutu penyimpangannya masih bisa ditolelir. Setelah bahan selesai diperiksa, bahan akan diterima
keputusan apakah bahan baku tersebut akan ditolak dan dikembalikan kepada supplier atau diloloskan
penyimpangan pada bahan baku tersebut. Kemudian dari hasil laporan tersebut akan diambil suatu
memenuhi standar perusahaan, QC RM akan memberikan status tidak diterima dan membuat laporan
pengecekan kode produksi, suhu bahan baku, dan pengujian organoleptik. Apabila bahan baku tidak
material maupun operator raw material. Bagian quality control raw maretial akan melakukan
dan mudah dipahami. Pelaksanaannya pun telah dijalankan dengan baik oleh bagian quality control raw
akan digunakan pada proses produksi. Intruksi kerja penerimaan bahan baku telah tersusun dengan jelas
supplier harus dilaksanakan dengan baik agar hanya bahan baku yang sesuai dengan standarlah yang
mendapatkan produk roti yang sesuai dengan standar mutu produk. Proses penerimaan bahan baku dari
Dalam proses pembuatan roti, mutu bahan baku yang digunakan merupakan unsur penting untuk
Lampiran 6. Audit proses produksi
Pencampuran Sponge
Fermentasi
Pencampuran Dough
3
4
5
bahan tambahan lain. Proses pencampuran dilakukan sesuai dengan instruksi kerja yang ditetapkan.
adonan dough dilakukan dengan mencampur adonan sponge yang telah difermentasi dengan bahan-
Setelah proses fermentasi selesai, tahap berikutnya adalah pengadukan adonan dough. Pengadukan
kelembaban ruang fermentasi
yang telah dibuat. Tindakan pengendalian mutu yang dilakukan berupa pengecekan suhu dan
kelembaban (RH) 75% selama 3 jam 15 menit. Proses fermentasi ini berjalan mengikuti instruksi kerja
Setelah melalui tahap sponge mixing, adonan tersebut difermentasikan pada suhu sekitar 27oC dengan
temperatur yang cocok untuk peragian (US. Wheat Association, 1981)
suhu adanon bertujuan untuk menentukan waktu fermentasi, mengatur aktivitas enzim, dan memberi
dilakukan pengaturan suhu pada jacket pendingin pada mixer. Proses pengecekan dan pengontrolan
air yang digunakan berkisar antara 5 – 6 C dan apabila terjadi peningkatan suhu adonan maka
o
normal adalah sebesar 24±0.50C. Selain itu juga dilakukan pengecekan suhu air yang digunakan. Suhu
dilakukan pengecekan suhu adonan dengan menggunakan termometer. Suhu adonan sponge yang
waktu mixing dilakuakan sesuai dengan standar proses perusahaan. Pada tahap sponge mixing,
pencampuran dijalankan dengan baik sesuai dengan instruksi kerja yang ditetapkan dan penyetingan
Setelah tahap penimbangan, proses selanjutnya adalah tahap pencampuran (mixing). Proses
instruksi kerja sehingga belum ada ketetapan baku mengenai tata cara penyaringan bahan baku
masih ditemukan kontaminan pada garam. Aktivitas penyaringan ini ternyata tidak tercantum dalam
-
-
-
secra bertingkat
dahulu. Tindakan pengendalian mutu ini dilakukan karena sering ditemukan kontaminan pada bahan baku tersebut. Proses penyaringan yang belum dilakukan secara bertingkat menyebabkan terkadang
belum dilakukan
tepung terigu dan garam, sebelum ditimbang bahan tersebut mengalami proses penyaringan terlebih
68
9
8
7
6
Tahap selanjutnya adalah make up yang merupakan gabungan dari beberapa proses, yakni pengisian filler (filling), pembentukan adonan kembali (moulding), dan penempatan adonan dalam loyang
(Pembentukan
dilaksanakan dengan baik. Penyetingan alat juga dilakukan sesuai dengan standar proses
mutu roti menjadi turun bahkan di-reject. Instruksi kerja dari kedua proses ini sangat jelas dan
Tahap ini bertujuan untuk menghilangkan gelembung pada adonan. Gelembung ini akan menyebabkan
proses selanjutnya. Setelah 15 menit mengalami pengistirahatan, adonan masuk ke tahap pressing.
merupakan pengistirahatan adonan setelah proses pembulatan agar adonan lebih mudah ditangani pada
Adonan akan masuk ke over head proofing dan mengalami proses intermediate proofing. Proses ini
ditetapkan
atau kurang, segera dilakukan setting ulang terhadap mesin divider sampai diperoleh berat standar yang
Penimbangan ini dilakukan untuk mengetahui ketepatan pembagian dan apabila berat adonan berlebih
dengan cara menimbang berat adonan sebanyak beberapa sampel yang diambil secara acak (random).
divider disesuaikan dengan standar. Pengendalian mutu saat dividing hingga rounding dilakukan
Proses ini berjalan baik sesuai dengan instruksi kerja yang jelas. Settingan berat dan speed mesin
Tahap selanjutnya adonan akan dipotong dengan berat tertentu dan langsung mengalami pembulatan.
operator hanya memperhatikan lama waktu floor time saja
kalis diistirahatkan selama ± 15 menit. Proses ini berjalan tanpa ada instruksi kerja yang jelas sehingga
Tahap selanjutnya adalah floor time yang merupakan waktu pengistirahatan adonan. Adonan yang telah
Make Up
(Pemipihan Adonan)
dan Pressing
Intermediate Proofing
(Pembulatan Adonan)
Rounding
Adonan) dan
Dividing (Pemotongan
Adonan (Floor Time)
Pengistirahatan
khusus, hanya mengandalkan pengalaman operator dalam menentukan elastisitas adonan
adonan sampai terbentuk lembaran tipis yang elastis. Pengecekan ini dilakukan tanpa menggunakan alat
Setelah mesin berhenti, operator akan mengukur kekalisan adonan dough dengan cara meregangkan
-
-
-
ada secara kusus
69
Intruksi kerja belum
12
11
10
Depanning
(Pemanggangan)
Baking
Final Proofing
Adonan)
0
0
0
roti dari loyang ke konveyor. Hal ini menyebabkan peletakan roti di konveyor terjadi tidak beraturan
manual oleh operator. Instruksi kerja dari proses ini tidak memaparkan mengenai tata cara pemindahan
pengeluaran roti dari dalam loyang. Proses pengeluaran roti dari dalam loyang ini dilakukan secara
Setelah roti dipanggang, dilanjutkan ke proses depanning. Proses depanning merupakan tahap
untuk pemanggangan (baking time) juga harus disesuaikan sesuai standar, yaitu selama 8 menit 30 detik
belakang=220 C), sedangkan buttom zone (depan=215 C; tengah=215 C; belakang=235 C). Waktu
0
pemanggangan roti manis isi berdasarkan standar meliputi top zone (depan=1900C; tengah=2100C;
dengan instruksi kerja agar pengovenan roti matang dan warna roti sesuai dengan standar. Suhu
Setelah mengembang sempurna, adonan masuk ke oven. Proses pemanggangan dilakukan sesuai
akan menghasilkan roti yang lembek dan kurang mengembang (under proofing)
terbuka lebih mudah menyerap panas dan roti akan cepat matang, sedangkan fermentasi yang kurang
berlebihan menghasilkan produk roti yang bantat (over proofing), roti mengerut karena butiran yang
kelembaban sekitar 75-80% selama 60 menit. Menurut US. Wheat Associates (1981), fermentasi yang
dengan instruksi kerja yang telah ditetapkan. Fermentasi akhir ini dilakukan pada suhu 38-42oC dengan
Final proofing merupakan tahap fermentasi akhir dari adonan. Proses fermentasi dilaksanakan sesuai
tersebut dijalankan sesuai dengan instruksi kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan
adonan yang telah dibentuk sesuai standar penataan adonan ke dalam loyang. Semua tahapan produksi
berat produk dapat memenuhi standar. Tahap selanjutnya adalah panning, yakni proses peletakan
sebagian masih dilakukan secara manual, maka dilakukan pengendalian terhadap berat adonan agar
sesuai dengan standar yang berlaku pada roti manis isi Sari Roti. Karena proses pengisian filler
(panning). Adonan diisi dengan filler lalu dibentuk kembali secara manual oleh operator produksi
intruksi kerja
peletakan roti pada
Tidak ada tata cara
-
-
70
13
Metal Detecting
Pengemasan, dan
Pendinginan,
ke gudang finished goods untuk didistribusikan
instruksi kerja yang telah dibuat. Setelah melewati tahap ini roti disusun pada krat dan diserahterimakan
agar tidak lolos pada tahap selanjutnya. Penyetingan alat metal detector dilakukan sesuai dengan
roti yang mengandung logam, alarm akan berbunyi dan roti tersebut akan tertiup keluar dari konveyor
Tahap akhir dari proses pengemasan ini adalah pengecekan dengan metal detector. Apabila ditemukan
disusun.
sajalah yang dapat dikemas. Proses pengemasan berjalan sesuai dengan instruksi kerja yang telah
tidak ada timbangan. Memasuki tahap pengemasan, hanya roti yang sesuai dengan standar produk
dan berat dari sampel produk roti isi tersebut. Pengecekan berat di line 1 tidak dapat dilakukan karena
Setelah proses cooling selesai dan sebelum masuk ke tahap pengemasan, dilakukan pengecekan suhu
menyebabkan timbulnya uap air pada plastik kemasan sehingga roti mudah berjamur.
setelah pemanggangan penting dilakukan sebelum pengemasan karena roti yang masih panas dapat
konveyor yang berjalan memutari menara pendingin selama waktu tertentu. Proses pendinginan roti
Tahapan selanjutnya adalah tahap pendinginan (cooling). Proses pendinginan dilakukan di atas
line 1
produk akhir pada
mengecek berat
timbangan untuk
Tidak ada
71