VII. PEMBAHASAN
A.
Industri Susu Susu merupakan produk yang berasal dari pemerahan sapi perah atau hewan ternak menyusui lainnya secara kontinyu dengan tidak mengurangi komponen-komponennya dan tidak menambahkan bahan-bahan lain. Susu bernilai gizi tinggi dan dapat digunakan sebagai makanan manusia segala umur, sehingga susu merupakan makanan yang dapat dikatakan sempurna. Namun cukup disayangkan, di negara berkembang seperti Indonesia yang sudah termasuk tingkat rendah dalam pengonsumsian susu di Asia, masih saja mengalami kekurangan susu sehingga harus mengimpor susu dari beberapa negara seperti Australia dan New Zealand. Impor susu ini juga tidak dalam jumlah sedikit, setidaknya sebesar 70% susu yang berada di Indonesia merupakan susu impor, tidak hanya bahan bakunya namun juga susu dalam produk jadi atau siap minum. Tabel 8 di bawah ini menunjukkan produksi, konsumsi, dan ekspor susu di Indonesia dari tahun 2005-2007. Tabel 8. Total produksi, konsumsi, dan impor susu segar Indonesia tahun 2004-2007 Parameter 2004 2005 2006 2007 Produksi
549.900
536.000
6.165.000
567.700
Konsumsi
2.136.700
2.136.700
2.136.700
2.136.700
Impor
1.654.120
1.730.840
1.881.280
1.982.170
(Sumber : Departemen Pertanian, 2008) Dalam tabel tersebut terlihat bahwa konsumsi masyarakat Indonesia terhadap susu jauh lebih tinggi dibandingkan produksi susu tersebut. Oleh sebab itu, tidak heran apabila jumlah impor susu sangat besar. Banyak faktor yang menyebabkan produksi susu di Indonesia rendah. Salah satu utamanya adalah sapi perah yang merupakan ternak utama penghasil susu tidak mendapatkan gizi yang baik sehingga susu yang dihasilkan pun tidak berkualitas baik dan sedikit. Oleh sebab itu, dalam mengembangkan
industri susu, tidak hanya bahan baku yang diperlukan namun juga harus memperhatikan sumber bahan baku tersebut. Pada gambar di bawah, dapat dilihat pergerakan perbandingan antara ekspor dan impor susu di Indonesia.
Gambar 22. Pertumbuhan Ekspor dan Impor Susu di Indonesia
Banyak industri susu di Indonesia tidak memiliki peternakan sapi perah yang bergabung langsung dengan pengolahannya. Pada umumnya, industri-industri tersebut membeli bahan baku berupa susu segar, langung dari peternakan sapi perah. Oleh sebab itu, untuk mengembangkan industri susu lebih lanjut maka ada baiknya sebuah industri susu mempunyai peternakan sendiri sehingga kualitasnya pun dapat terjamin karena tidak melalui distribusi bahan baku dengan jarak yang cukup jauh. Selain susu segar baik dalam kemasan plastik biasa atau prepack, Indonesia juga sudah memproduksi susu bubuk terutama untuk para remaja. Pada kenyataannya susu bubuk lebih digemari oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan pada umumnya masyarakat Indonesia berpenghasilan rendah atau masih di bawah garis kemiskinan, tidak memiliki mesin pendingin atau kulkas untuk menyimpan susu segar sehingga susu segar tersebut akan cepat mengalami kebusukan karena umur simpan yang semakin pendek. Sedangkan susu bubuk memiliki umur simpan yang lebih panjang bahkan tidak perlu dimasukkan ke dalam lemari pendingin karena cukup disimpan pada suhu ruang.
68
Oleh karena itu, Indonesia harus lebih mengembangkan susu bubuk sehingga tidak perlu juga untuk mengimpornya. Sebanyak 70% susu yang diimpor, sekitar 65% merupakan susu bubuk yang digunakan untuk bahan baku pengolahan susu, sehingga untuk menekan hal tersebut, adanya keseimbangan antara produksi susu segar yang merupakan bahan baku utama susu dengan susu bubuk yang merupakan susu dengan tingkat konsumsi tertinggi di Indonesia, yang akan menyebabkan berkurangnya tingkat ketergantungan impor susu Indonesia.
B.
Konfigurasi Sistem Sistem Informasi Eksekutif Untuk Perencanan Pengembangan Agroindustri Susu dirancang sebagai alat bantu yang bermanfaat bagi para pengembang agroindustri di daerah Jawa Barat yang bergerak di bidang agroindustri susu, terutama bagi pemerintahan daerah Jawa Barat sehingga dapat
mengetahui
perubahan
yang
terjadi
terhadap
perkembangan
agroindustri susu serta pengguna paket program dapat mengambil keputusan untuk memenuhi permintaan masyarakat terhadap susu dan turunannya. Paket program sistem informasi eksekutif ini diberi nama Exemil 1.0, terdiri dari lima bagian utama, diantaranya : a. Sistem Pengolahan Terpusat, b. Sistem Manajemen Basis Data Statis, c. Sistem Manajemen Basis Data Dinamis, d. Sistem Manajemen Basis Model, dan e. Sistem Manajemen Dialog. Sistem Pengolahan Terpusat merupakan bagian sistem yang bertujuan mengorganisasikan dan mengendalikan seluruh komponen sistem, serta memungkinkan sistem berinteraksi secara dua arah dengan sistem lainnya. Sistem Pengolahan Terpusat paket program Exemil 1.0 divisualisasikan dalam bentuk Menu Utama yang terdiri dari Basis Data Statis, Basis Data Dinamis, dan Basis Model. Sistem Manajemen Dialog merupakan bagian sistem yang memungkinkan pengguna dengan mudah berinteraksi dengan sistem. Sistem Manajemen Dialog dalam paket program ini menyediakan
69
fasilitas interaktif antara model dengan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Sistem Manajemen Basis Data merupakan bagian yang memberikan fasilitas pengolahan data, yaitu mengendalikan dan memanipulasi data yang tersimpan. Proses tersebut diantaranya input data, ubah data, dan hapus data. Sistem Manajemen Basis Model merupakan bagian yang memberikan fasilitas fasilitas pengelolaan model untuk perhitungan dalam proses pengambilan keputusan. Model-model yang terdapat didalam sistem ini meliputi model prakiraan permintaan, model perencanaan produksi, model kebutuhan bahan baku, dan model kelayakan finansial. Perangkat lunak ini dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi 7.0. Manajemen Basis Data Statis dirancang dengan menggunakan HTML (Hyper Text Markup Language) dan dibuka oleh Internet Explorer yang diintegrasikan pada program utama. Manajemen Basis Data Dinamis dirancang dengan menggunakan Microsoft Access 2007. Sistem Manajemen Basis Model dirancang dengan menggunakan Borland Delphi 7.0 dan Microsoft Excel 2007 untuk model analisis kelayakan finansial dan model analisis teknologi pengolahan. Sistem Manajemen Dialog dirancang dengan menggunakan Corel Draw 12. Pada sistem manajemen dialog ini, Exemil 1.0 memiliki sistem antarmuka grafis atau yang biasa disebut dengan Graphical User Interface.
C.
Penampilan Sistem Exemil1.0
merupakan
paket
program
yang mengintegrasikan
beberapa modul dan submodul yang saling berkaitan untuk menunjang user, dalam hal ini adalah eksekutif, dalam melihat informasi ataupun menentukan keputusan secara cepat dan tepat mengenai perencanaan pengembangan industri susu. Di dalam paket program Exemil 1.0, memiliki pusat pengolahan sistem yang berada pada tampilan utama, yang menghubungkan keterkaitan antara satu modul dengan modul lainnya. Pertama kali paket ini dijalankan, user akan memasuki form login. Form ini bertujuan untuk membedakan
70
fungsi program bagi Eksekutif dan Administrator. Form login ini terdiri dari user ID dan password. Ada dua user yang dibedakan dalam paket program Exemil 1.0 yaitu Eksekutif dan Administrator. Eksekutif merupakan para user yang hanya bisa mengakses program dengan melihat hasil analisis dari penjalanan program tersebut namun mereka tidak dapat mengubah, menambahkan, mengurangi, ataupun menghilangkan data. Seluruh kegiatan tersebut hanya dapat dilakukan oleh Administrator. Berikut tampilan dari form login.
Gambar 23. Tampilan Login
Setelah melewati form login, user akan masuk ke menu pembuka, yang merupakan menu pemisah antara menu pusat data yang berisikan kumpulan data yang terhubung dengan database dan menu utama yang berisikan modul-modul inti dari Exemil 1.0. Bagi user eksekutif, menu pusat data tidak dapat dimasuki. Apabila kategori yang terseleksi dari form login, user adalah Eksekutif maka tombol untuk menuju pusat data akan dinonaktif-kan. Berikut tampilan dari menu pembuka.
71
Gambar 24. Tampilan Menu Pembuka
1. Menu Utama Setelah melalui menu pembuka, apabila user menekan tombol Main Menu maka menu utama akan tertampilkan.
Gambar 25. Tampilan Menu Utama (Main Menu)
Pada menu terdapat 7 speedometer yang menggunakan prinsip graphical user interface (GUI). Ketujuh speedometer ini menunjukkan laju pertumbuhan harga nasional, ekspor, impor, produksi, konsumsi, permintaan, dan populasi ternak di daerah Jawa Barat dalam per
72
tahunnya. Sehingga eksekutif dapat terus memantau perkembangan dalam bentuk persen yang ada. Ketujuh speedometer ini dapat dilihat sesuai dengan komoditi yang dipilih pada sisi kiri. Ada 5 komoditi agroindustri susu yang dapat dipilih, yaitu susu segar, susu bubuk, mentega, keju, dan yoghurt. Selain itu, terdapat combobox berupa tahun, sehingga eksekutif dapat melihat laju pertumbuhan (%) dari setiap komoditi sesuai dengan tahun yang dipilih oleh eksekutif. Rumus laju pertumbuhan yang digunakan adalah
Keterangan : n
= Jumlah data.
P(n)
= Harga/Volume ekspor/Volume impor/Kapasitas produksi/Kapasitas konsumsi/Kapasitas permintaan/Populasi sapi perah pada tahun ke n.
P(n-1) = Harga/Volume ekspor/Volume impor/Kapasitas produksi/Kapasitas konsumsi/Kapasitas permintaan/Populasi sapi perah pada tahun ke n-1 (sebelumnya). Dari seluruh informasi yang disajikan, antara satu informasi laju pertumbuhan dengan informasi laju pertumbuhan yang lainnya tidak berhubungan. Seperti laju pertumbuhan produksi yang naik pada tahun 2008 tidak diimbangi dengan turunnya laju pertumbuhan impor pada tahun yang sama. Hal tersebut juga terulang pada korelasi antara informasi produksi-konsumsi, ekspor-impor, dan permintaan-ekspor. Hal ini dapat dilihat pada hasil yang dikeluarkan oleh Microsoft Excel 2007 untuk memeriksa korelasi yang terjadi pada data-data yang ada, yang bernilai negatif. Perhitungan korelasi menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Korelasi ini dilakukan jika sepasang variabel kontinu, memiliki korelasi. Jumlah pengamatan variabel X dan Y harus sama, atau kedua nilai variabel tersebut berpasangan. Semakin besar nilai koefisien korelasinya maka akan semakin besar pula derajat
73
hubungan antara kedua variabel. Korelasi Pearson biasanya pada hubungan yang berbentuk linier (keduanya meningkat atau keduanya menurun). Hasil dari perhitungan korelasi antar data dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Perhitungan Korelasi Antar Data Data
Nilai
Produksi-Ekspor
-0,238
Produksi-Konsumsi
-0.048
Permintaan-Ekspor
-0,396
Ekspor-Impor
-0,396
Selain berfungsi sebagai pemantauan terhadap perkembangan agroindustri susu di Jawa Barat, menu utama ini juga berfungsi sebagai penghubung terhadap form-form lain. Di bagian atas tampilan menu utama, terdapat pilihan-pilihan tombol untuk membuka form menu lainnya.
2. Menu Mapping Menu mapping atau peta akan terbuka bila eksekutif/user menekan tombol yang bertuliskan “Map” pada menu utama. Tampilan pada menu ini dapat dilihat pada Gambar 26. Seperti terlihat pada gambar, pada menu mapping ini terdapat peta Jawa Barat dengan tombol yang terdapat pada masing-masing kabupaten. Tombol ini selanjutnya akan menghubungkan user/Eksekutif dengan submenu pemantauan marketing dengan wilayah/kabupaten yang dipilih pada peta.
74
Gambar 26. Tampilan Menu Mapping
3. Menu Farming Sesuai
dengan
namanya
menu
farming/peternakan
ini
menampilkan hal-hal yang berhubungan dengan sapi perah dan peternakannya. Menu ini merupakan menu yang penting bagi pengembangan agroindustri susu karena termasuk dalam faktor kritis pengembangan agroindustri susu berdasarkan pustaka dan literatur yang ada. Oleh sebab itu, menu ini merupakan form pemantauan bagi eksekutif. Adanya tabel dan grafik yang menampilkan data sesuai dengan pilihan eksekutif. Terdapat tiga jenis data dalam menu ini yaitu, populasi sapi perah, banyaknya peternakan, dan syarat pendirian peternakan. Jenis data populasi sapi perah dan banyaknya peternakan merupakan form pemantau, yang hasilnya dapat dilihat perkembangannya di setiap kabupaten dan setiap tahunnya oleh eksekutif. Sedangkan jenis data syarat pendirian disajikan dalam web browser yang merupakan data statis sehingga tidak dapat dilakukan pemrogram sistem. Tampilan menu farming dapat dilihat pada Gambar 27.
75
Gambar 27. Tampilan Menu Farming
4. Menu Marketing Menu marketing atau pemasaran merupakan menu bagian dari form kontrol. Seluruh tampilan yang ada pada menu ini merupakan gambaran kondisi dari pemasaran agroindustri susu dari tingkat harga, ekspor, impor hingga permintaan se-Jawa Barat, yang merupakan komponen dari marketing/pemasaran. Eksektutif dapat memantau atau mengontrol perubahan yang terjadi pada ketiga jenis data tersebut. Pemilihan jenis data ekspor didasarkan pada negara tujuan ekspor, jenis produk, dan tahun ekspor. Kedua pemilihan ini akan menyeleksi volume ekspor yang akan ditampilkan. Hal yang sama juga terjadi pada jenis data impor. Pemilihan jenis data ini didasarkan pada negara importir, jenis produk yang diimpor, dan tahun impor. Harga hanya mempertimbangkan tahun harga tersebut naik atau turun. Sama dengan harga, pemilihan jenis data pada permintaan, terdiri dari tahun dan jenis produk. Tampilan menu marketing ini dilengkapi dengan grafik sehingga data dapat dilihat pergerakannya secara visual dan tabel untuk melihat
76
rincian datanya. Eksekutif dapat melihat data secara visual dengan dua tipe grafik, 2 dimensi berupa garis (line) dan 3 dimensi berupa batang (bar). Menu ini juga dilengkapi dengan fasilitas pencetakan data berupa tabel dan grafik, yang akan terhubung dengan form laporan. Laporan ini dalam bentuk pelaporan pengecualian, yang merupakan pelaporan yang disyaratkan dalam sebuah sistem informasi Eksekutif, yaitu laporan yang memilah data sesuai dengan keinginan Eksekutif. Tampilan menu marketing untuk pemantauan ekspor dapat dilihat pada Gambar 28.
Gambar 28. Tampilan Menu Marketing Pemantauan Ekspor
5. Menu Produksi-Konsumsi Tidak jauh berbeda dengan menu marketing, menu produksikonsumsi ini menampilkan laporan pemantauan dalam bidang produksi dan konsumsi agroindustri susu. Hanya saja, data yang digunakan dalam pemantauan adalah data produksi dan konsumsi kabupaten-kabupaten Jawa Barat. Oleh sebab itu, adanya pilihan combobox untuk kabupaten, tahun, serta produk.
77
Tampilan menu produksi-konsumsi ini dilengkapi dengan grafik sehingga data dapat dilihat pergerakannya secara visual dan tabel untuk melihat rincian datanya. Eksekutif dapat melihat data secara visual dengan dua tipe grafik, 2 dimensi berupa garis (line) dan 3 dimensi berupa batang (bar). Menu ini juga dilengkapi dengan fasilitas pencetakan data berupa tabel dan grafik, yang akan terhubung dengan form laporan. Laporan ini dalam bentuk pelaporan pengecualian, yang merupakan pelaporan yang disyaratkan dalam sebuah sistem informasi eksekutif, yaitu laporan yang memilah data sesuai dengan keinginan Eksekutif. Tampilan menu produksi-konsumsi dapat dilihat pada Gambar 29
Gambar 29. Tampilan Menu Produksi-Konsumsi
6. Menu Production Planning Menu Production Planning merupakan bagian dari form ahli. Menu ini menampilkan perhitungan model matematika. Model perhitungannya antara lain prakiraan permintaan, perencanaan produksi, dan perencanaan bahan baku. Menu ini pada umumnya ditujukan bagi industri susu yang menggunakan Exemil 1.0, namun pemerintah daerah
78
Jawa Barat juga dapat melakukan apabila telah mendirikan sebuah industri susu untuk rakyat. Eksekutif tidak dapat melakukan input, sama halnya dengan menu sebelumnya sehingga Eksekutif hanya dapat melihat hasil dari perhitungan setiap komoditi. Berikut tampilan dari menu Production Planning.
Gambar 30. Tampilan Menu Production Planning
Pada menu ini terdapat tiga tampilan yaitu prakiraan permintaan, perencanaan produksi, dan perencanaan kebutuhan bahan baku. Tiga tampilan akan muncul sesuai dengan perhitungannya masing-masing. Pada menu ini, basis data yang digunakan adalah basis data permintaan susu segar, susu pasteurisasi, dan susu bubuk di daerah Jawa Barat. Pemilihan ketiga komoditi tersebut dikarenakan komoditi tersebut merupakan komoditi yang paling banyak dikonsumsi dan paling tinggi permintaannya. Pada
peramalan
permintaan,
terdapat
data
aktual
yang
merupakan data permintaan komoditi se-Jawa Barat. Selanjutnya data tersebut akan diolah untuk diketahui prakiraan permintaannya pada
79
bulan berikutnya. Periode yang digunakan pada perhitungan ini adalah bulan, sehingga Eksekutif dapat mengetahui pada bulan X, berapa jumlah prakiraan permintaan dari masyarakat Jawa Barat. Model matematika yang digunakan dalam perhitungan peramalan permintaan menggunakan metode time series (deret waktu), dengan menggunakan 5 metodenya, yaitu teknik perataan bergerak tunggal (single moving average), teknik perataan bergerak ganda (double moving average), teknik prakiraan pemulusan eksponensial tunggal (single exponential smoothing), teknik linear Brown satu parameter (Brown’s method), dan teknik linear Holt dua parameter (Holt’s method). Hasil yang terlihat pada data ramalan merupakan hasil perhitungan dari kelima metode tersebut yang menghasilkan error terkecil. Setelah
data
ramalan
diketahui,
selanjutnya
dengan
menggunakan perhitungan MPS (Master Production Schedule) maka Eksekutif dapat mengetahui berapa kapasitas produksi yang harus dijalankan. Kapasitas ini mempertimbangkan perhitungan current stock, buffer stock, produksi lembur, produksi efektif, dan ending stock. Oleh sebab itu, menu ini bisa dikatakan bagian dari menu industri karena melibatkan perhitungan industri dan penggudangan. Sehingga paket program Exemil 1.0 ini tidak hanya dapat digunakan oleh pemerintahan daerah Jawa Barat melainkan industri juga dapat menggunakan untuk mengembangkan industrinya dengan memenuhi permintaan yang ada. Sedangkan bagi pemerintahan daerah Jawa Barat, adanya menu ini diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan susu di Jawa Barat sehingga Jawa Barat sebagai sentra usaha susu dapat mempertahankan gelarnya dengan tidak adanya daerah/kabupaten yang kekurangan susu ataupun impor susu. Perencanaan produksi ini akan diolah untuk diketahui jumlah kebutuhan bahan baku untuk memenuhi kapasitas produksi yang ada. Hal ini dilakukan dengan menghitung MRP (Material Requirement Planning). Tidak jauh berbeda dengan MPS, MRP ini juga melibatkan perhitungan current stock, buffer stock, dan ending stock. Rumus
80
masing-masing persentase kebutuhan bahan baku dibutuhkan untuk mengetahui pasti jumlah bahan bakunya. Persentase tersebut dapat diketahui melalui BOM (Bills Of Materials) yang biasa dikenal dengan komposisi. Setiap produk susu akan memiliki komposisi berbeda-beda, oleh sebabi itu perhitungan ini hanya dapat digunakan oleh satu industri dengan satu komoditi, karena perubahan pada perhitungan akan melibatkan pelaku sistem yaitu programer untuk memprogram ulang. Pada tampilan perencanaan produksi, hanya diketahui kapasitas produksi yang harus dijalankan namun Eksekutif dapat melihat hingga data yang lebih detailnya dengan menekan tombol “Details”. Hal yang sama juga berlaku pada perhitugan perencanaan kebutuhan bahan baku.
7. Menu Location Developing Menu Location Developing sama seperti menu Production Planning merupakan bagian dari form ahli. Adanya model matematika untuk perhitungan penentuan nilai lokasi tertinggi sehingga diketahui lokasi manakah yang paling tepat untuk pendirian agroindustri susu. Pada menu ini ditampilkan penilaian sangat tidak baik, tidak baik, cukup baik, baik, dan sangat baik dalam kriteria penentuan lokasi. Penilaian ini didasarkan bobot yang diberikan pada masing-masing kabupaten untuk tiap kriteria. Sedangkan penentuan nilai tertinggi didapatkan dengan menghitung nilai/bobot tiap kabupaten terhadap tiap kriteria dengan nilai/bobot kriteria dari pakar agroindustri susu yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Tampilan menu location developing ini dapat dilihat pada Gambar 31.
81
Gambar 31. Tampilan Menu Location Developing
Setelah melihat baik atau tidaknya suatu kriteria terhadap kabupaten, Eksekutif dapat melihat rincian nilai bobot dengan menekan tombol “Details”.
8. Menu Financial Feasibilty Sesuai dengan nama menunya, menu ini menampilkan kelayakan finansial pendirian suatu industri susu. Perhitungan ini hanya diperuntukkan
untuk
perhitungan
kelayakan
finansial
pendirian
peternakan sapi perah, pendirian industri susu pasteurisasi, dan pendirian industri susu bubuk. Sama seperti menu perencanaan produksi dan pemilihan lokasi, menu ini juga bagian dari form ahli yang melibatkan perhitungan matematika kompleks. Tampilan dari menu ini berisi biaya investasi yang dibutuhkan, biaya tetap, biaya variabel, kapasitas produksi, harga jual produk, serta hasil analisis kelayakan antara lain keuntungan bersih, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Break Even Point (BEP), Return On Investment (ROI), B/C Ratio, dan Pay Back Period (PBP). Tampilan menu finansial dapat dilihat pada Gambar 32.
82
Gambar 32. Tampilan Menu Financial Feasibilty
Selain itu, pada analisis kelayakan finansial terdapat analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat pelaksanaan proyek. Melalui analisis ini dapat diketahui seberapa jauh proyek tetap layak jika terjadi perubahan-perubahan terhadap parameter-parameter tertentu, misalnya kenaikan biaya bahan baku dan bahan penunjang, serta penurunan harga jual (Gray, 1992). Analisis sensitivitas ini menampilkan GUI berupa speedometer dan scrollbar yang memudahkan Eksekutif untuk menggeser perubahan biaya yang ingin diketahui sensitivitasnya. Gambar 33 menampilkan analisis sensitivitas beserta hasil perhitungan kelayakannya.
83
Gambar 33.Tampilan Submenu Analisis Sensitivitas
Menu ini akan terhubung dengan form laporan sehingga hasil dari analisis kelayakan dapat dicetak ke dalam kertas. Selain itu pada menu ini terdapat tombol ”Details”untuk melihat tampilan biaya-biaya secara lengkap seperti asumsi, biaya tetap, biaya variabel, dan investasi.
9. Menu Industry Menu industri merupakan menu data umum, yang bukan merupakan faktor kritis, oleh sebab itu tipe pelaporannya adalah detil. Pada menu ini, terdapat data-data perusahaan, alamat, dan nomor telepon pabrik agroindustri susu yang tersebar di Jawa Barat. Selain itu informasi mengenai standar mutu susu segar, susu bubuk, keju, yoghurt, dan mentega dapat dilihat dalam menu ini. Tidak hanya standar mutu, Eksekutif juga dapat mengetahui informasi mengenai proses produksi dari 5 komoditi tersebut dan pohon industri susu. Tampilan menu ini berupa tab-tab
yang memperingkas
penampilannya sehingga memudahkan eksekutif untuk mengetahui informasi yang ada, dapat dilihat pada Gambar 34.
84
Gambar 34. Tampilan Menu Industry
10. Menu Pusat Data/Center of Data Menu ini merupakan form pusat data, tempat dimana transaksi data berlangsung. Peran Administrator sangat dibutuhkan pada menu ini. Menu ini hanya dapat diakses oleh Administrator karena dia memiliki wewenang dalam hal pengolahan data. Pada menu ini terdapat seluruh data yang akan diolah di paket program Exemil 1.0. Seluruh data yang ada, yang akan digunakan pada menu-menu di menu utama dipilah dengan tampilan tab, yang memudahkan Administrator memahaminya. Setiap tab dilengkapi nama sesuai dengan input data, seperti tab Jawa Barat, yang berarti berisikan data perkembangan agoindustri susu seJawa Barat. Serta ada tab Marketing yang berisikan perkembangan ekspor, impor, permintaan pada setiap kabupaten di Jawa Barat. Berikut tampilan dari menu pusat data.
85
Gambar 35. Tampilan Menu Pusat Data/Center of Data
Pada tiap pemasukan data/input data, terdapat data grid berupa tabel yang memudahkan Administrator untuk melihat apakah data yang ada sudah masuk atau belum. Selain itu ada combobox yang memberikan pilihan kepada Administrator untuk memilih jenis produk, negara importir, atau negara tujuan, yang akan dimasukkan datanya. Adanya tombol navigator pada tiap tab input data memudahkan administrator dalam melakukan pengubahan (update), pemasukan (input), dan penghapusan (erase) data, atau melihat data dari posisi pertama hingga terakhir.
D.
Verifikasi Sistem Verifikasi dimaksudkan untuk menguji program dengan melakukan pengaturan masukan dan melakukan pengecekan untuk melihat kesesuaian dengan keluaran. Pengujian bertujuan untuk mengetahui kemampuan program dalam melakukan simulasi sesuai dengan yang diinginkan. Pengujian tersebut dengan membandingkan hasil perhitungan dari sistem yang telah dibuat dengan hasil perhitungan menggunakan alat bantu lain
86
(software). Exemil 1.0 diuji dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 untuk membandingkan hasilnya dengan keluaran dari Exemil 1.0. Dalam paket program Exemil 1.0, terdapat beberapa perhitungan matematika kompleks, yang dimasukkan ke dalam form ahli. Perhitungan tersebut
antara
lain
prakiraan
permintaan,
perencanaan
produksi,
perencanaan kebutuhan bahan baku, penentuan lokasi terbaik, dan kelayakan finansial. 1.
Prakiraan Permintaan Pada paket program Exemil 1.0, prakiraan permintaan digunakan untuk mencari komoditi susu segar, susu pasteurisasi, dan susu bubuk. Hal ini dikarenakan ketiga komoditi ini paling sering dikonsumsi dan mengalami kendala impor paling tinggi sehingga untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat
akan
susu,
harus
diketahui
prakiraan
permintaannya komoditi ini untuk melakukan perencanaan produksi yang tepat. Model perhitungan yang digunakana adalah model prakiraan permintaan dengan metode deret waktu. Metode ini melakukan pendugaan terhadap masa yang akan datang berdasarkan atas nilai-nilai perubah atau nilai galat (error) pada masa lalu. Metode ini dilakukan dengan melihat nilai error terkecil dari 5 teknik yang digunakan, yaitu teknik perataan bergerak tunggal (single moving average), teknik perataan bergerak ganda (double moving average), teknik prakiraan pemulusan eksponensial tunggal (single exponential smoothing), teknik linear Brown satu parameter (Brown’s method), dan teknik linear Holt dua parameter (Holt’s method). Teknik yang memiliki nilai error terkecil akan dijadikan landasan untuk melaksanakan model prakiraan permintaan. i.
Teknik Perataan Bergerak Tunggal Rumus prakiraan dengan metode rata-rata bergerak tunggal adalah sebagai berikut : t = N +1
Ft +1 =
∑X i =1
N
i
=
X y + X t −1 + ... + X t − N +1 N
87
Keterangan : Xt
= data observasi periode t
N
= panjang serial waktu yang digunakan
F t +1 = nilai prakiraan periode t + 1
ii.
Teknik Perataan Bergerak Ganda Teknik perataan bergerak ganda dirumuskan sebagai berikut : Ft + m = α t + bt (m )
dimana :
α t = 2S t' − St"
(
) (N 2− 1)
bt = St' − S t" x
St' =
X t + X t −1 + ... + X t − N +1 N
St" =
St' + S t'−1 + ... + St'− N +1 N
Keterangan : Xt
= data observasi periode t
m
= banyaknya periode peramalan
N
= panjang serial waktu yang digunakan
St'
= perataan bergerak pertama periode t
St"
= perataan bergerak kedua periode t
F t +m
iii.
= nilai prakiraan periode t + m
Teknik Prakiraan Pemulusan Eksponensial Rumus teknik prakiraan pemulusan eksponensial adalah sebagai berikut : Ft +1 = αX t + (1 − α ) Ft
88
Keterangan : Xt
= data observasi periode t
α
= nilai parameter pemulus
F t +1
iv.
= nilai prakiraan periode t + 1
Teknik Linear Brown Satu Parameter Prakiraan untuk m periode ke depan dirumuskan sebagai berikut : Ft + m = α t + bt (m ) dimana :
α t = 2St' − St"
) (1 −αα )
(
bt = St' − St" x
St' = αX t + (1 − α )St'−1 St" = αSt' + (1 − α )St"−1 dengan nilai inisiasi : S1" = S1' = X 1
α1 = X 1 b1 =
{( X 2 − X 1 ) + ( X 4 − X 3 ) 2
Keterangan : Xt
= data observasi periode t
m
= banyaknya periode peramalan
α
= nilai parameter pemulus
St'
= perataan bergerak pertama periode t
St"
= perataan bergerak kedua periode t
F t +m
= nilai prakiraan periode t + m
89
v.
Teknik Linear Holt Dua Parameter Prakiraan untuk m periode mendatang dirumuskan sebagai berikut : Ft + m = S t + bt (m ) dimana :
(
St = αX t + (1 − α ) S t −1 + bt −1
)
bt = δ (St − St −1 ) + (1 − δ )bt −1 dengan nilai inisiasi : S1 = X 1 b1 =
{( X 2 − X 1 ) + ( X 4 − X 3 ) 2
Keterangan : Xt
= data observasi periode t
m
= banyaknya periode peramalan
α
= nilai parameter pemulus pertama
δ
= nilai parameter pemulus kedua
St'
= perataan bergerak pertama periode t
St"
= perataan bergerak kedua periode t
F t +m
= nilai prakiraan periode t + m
Prakiraan dapat disebut sempurna apabila nilai variabel yang diramalkan sama dengan nilai sebenarnya. Untuk dapat melakukan prakiraan yang selalu tepat sangat sukar bahkan dapat dikatakan tidak mungkin.
Oleh karena itu, prakiraan diharapkan memiliki nilai
kesalahan yang sekecil mungkin. Pengukuran kesalahan yang dilakukan dalam model peramalan permintaan ini adalah dengan menggunakan teknik rata-rata persentase kesalahan absolut. Pengukuran ketelitian dengan cara rata-rata persentase kesalahan absolut (MAPE, Mean Absolute Percentage Error) menunjukkan rata-rata kesalahan absolut
90
prakiraan dalam bentuk persentasenya terhadap data aktual (Herjanto, 2006). Perumusan MAPE adalah sebagai berikut :
MAPE = ∑
ei x100 n
Keterangan : Xi
= data aktual pada periode i
ei
= kesalahan prakiraan (selisih data aktual dan prakiraan)
n
= panjang serial waktu yang digunakan
MAPE
= nilai error
Dari kelima teknik di atas, tidak satu pun teknik yang diperlihatkan hasillnya kepada eksekutif. Hal ini dikarenakan informasi tersebut tidak terlalu bermanfaat, tidak semua eksekutif mengerti tentang kelima teknik perhitungan tersebut. Namun hasil perhitungan prakiraan permintaan
yang
dikeluarkan
oleh
sistem
berdasarkan
kelima
perhitungan tersebut dan secara otomatis, sistem akan mengeluarkan nilai dari teknik yang menghasilkan nilai error terkecil. Periode yang digunakan dalam perhitungan ini adalah bulan. Hasil yang dikeluarkan oleh program tidak hanya satu nilai, bisa 3 hingga 4 nilai, yang berarti nilai tersebut bermakna nilai prakiraan pada 1 bulan ke depan, 2 bulan ke depan, n bulan ke depan. Oleh sebab itu, penghitungan prakiraan permintaan ini sebaiknya dilakukan di awal bulan, untuk mengetahui perencanaan produksi bulan depan, sehingga dapat disimpulkan bahwa leadtime pada perhitungan ini adalah 1 bulan atau 4 minggu (N+1/N+4). Pada Tabel 10 berikut, dapat dibandingkan nilai yang dikeluarkan
Exemil
1.0
dengan
nilai
kelima
teknik
tersebut
menggunakan perhitungan manual atau dengan software Microsoft Excel 2007 dengan data uji data permintaan susu pasteurisasi.
91
Tabel 10. Hasil Verifikasi Prakiraan Permintaan dengan Software Microsoft Excel 2007 Metode
Nilai
SMA
610750 kg
DMA
621687 kg
SES
612281 kg
Browns
613651 kg
Holts
588708 kg
Exemil 1.0
610750 kg
Bila dilihat, nilai yang keluaran dari Exemil 1.0 sama dengan hasil yang dikeluarkan oleh Microsoft Excel 2007. Metode Single Moving Average (SMA) yang memiliki nilai paling dekat dengan
keluaran Exemil 1.0, sehingga kemungkinan besar hasil MAPE-nya pun terkecil.
2.
MPS Setelah melewati prakiraan permintaan, nilai keluaran tersebut akan diolah kembali untuk dihitung perencanaan produksi yang tepat untuk memenuhi prakiraan yang ada. Model matematika yang digunakan dikenal dengan MPS (Master Production Schedule). MPS adalah suatu rencana lebih rinci yang menguraikan rencana agregat sehingga bersifat operasional dalam kegiatan produksi, biasa disebut juga dengan Jadwal Induk Produksi/JIP. Perencanaan produksi melibatkan banyak variabel dalam perhitungan. Perhitungan ini selanjutnya akan tertuang pada MPS (Master Production Schedule). Perhitungan tersebut melibatkan current stock, buffer stock, produksi lembur, produksi efektif, dan ending stock.
Model perhitungan perencanaan produksi adalah sebagai berikut: •
Current Stocks(n) = Ending Stocks(n)
•
Perencanaan Produksi(n) = Prakiraan Permintaan(n) + Buffer Stocks(n) – Current Stocks(n)
92
•
Kekurangan Produksi(n) = Perencanaan Produksi(n) – Produksi Efektif(n)
Jika Perencanaan Produksi(n) > Produksi Efektif (n) •
Kekurangan Produksi(n) = 0
Jika Perencanaan Produksi(n) ≤ Produksi Efektif(n) •
Ending Stocks(n) = Current Stock(n) + Perencanaan
Produksi(n) – Prakiraan Permintaan(n)
Jika Kekurangan Produksi(n) = 0 •
Ending Stocks(n) = Produksi Lembur(n) – Kekurangan
Produksi(n)
Jika Kekurangan Produksi(n) > 0 Keterangan : •
n = bulan ke –
•
Current Stocks = Produk jadi yang tersedia dalam gudang.
•
Buffer Stocks = kapasitas gudang produk jadi (finished goods warehouse), jika Current Stocks > Buffer Stocks
maka
akan
ada
biaya
tambahan
inventory
karena
penyewaan gudang •
Produksi Efektif = kapasitas produksi produk maksimal tiap minggu
•
Produksi Lembur = kapasitas produksi produk pada saat jam lembur
Perhitungan MPS yang dilakukan Exemil 1.0 menggunakan asumsi yang dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai masing-masing komponen yang digunakan dalam perhitungan MPS Parameter
Susu Bubuk
Susu Prepack
440 jam
440 jam
Utilitas Mesin
95%
95%
Standar Output
800 kg
300 kg
5
5
Buffer Stocks
50000
30000
Jam Lembur
28 jam/bulan
28 jam/bulan
Jam kerja/bulan
Lini
93
Tabel 11. Nilai masing-masing komponen yang digunakan dalam perhitungan MPS (lanjutan) Parameter
Susu Bubuk
Susu Prepack
Current Stocks Awal
30000
20000
Isi dalam satu kemasan
200 gr
200 ml
Keseluruhan komponen diatas dapat diubah, sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam industri. Perubahan ini dapat dilakukan oleh administrator di menu pusat data. Komponen perhitungan diatas akan dimasukkan ke dalam rumus MPS, yang selanjutnya akan menghasilkan nilai kapasitas perencaan produksi dalam satuan kilogram. Untuk menu perencaan produksi, Eksekutif hanya ditampilkan nilai dari perencanaan produksi tanpa tampilan keseluruhan komponen perhitungan MPS, seperti buffer stocks, current stocks, ending stocks, dsb, namun keseluruhan komponen dapat
dilihat oleh eksekutif dengan menekan tombol “Details”. Inilah salah satu ciri khas dari sistem informasi eksektutif, adanya fungsi drill down, yang dapat merinci informasi bagi eksekutif. Tabel 12 di bawah ini adalah hasil yang akan ditampilkan oleh Exemil 1.0 pada details MPS produk susu pasteurisasi.
Tabel 12. Perhitungan MPS (Master Production Schedule) Susu Pasteurisasi Komponen Prakiraan Permintaan Current Stock Buffer Stock Perencanaan Produksi Produksi Efektif Kekurangan Produksi Kapasitas Lembur Ending Stock
3.
Bulan ke-37 610750 kg 30000 kg 30000 kg 610750 kg 627000 kg 0 kg 39900 kg 30000 kg
MRP Berdasarkan MPS yang diturunkan dari rencana produksi, suatu sistem MRP mengidentifikasi item/barang apa yang harus dipesan,
94
berapa banyak kuantitas yang harus dipesan dan bilamana waktu memesan item itu. MRP membutuhkan lima sumber informasi utama : •
MPS, merupakan suatu pernyataan definitif tentang produk akhir apa yang kaan direncanakan industri untuk diproduksi, berapa kuantitas yang dibutuhkan, pada waktu kapan dibutuhkan, dan bilamana produk itu akan diproduksi.
•
BOM (Bill of Material), merupakan daftar dari semua material, parts, serta kuanitas dari masing-masing yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit produk.
•
Item Master merupakan suatu file yang berisi suatu
informasi
status
material/bahan
baku,
parts,
subassemblies, dan produk-produk yang menunjukkan
kuantitas on hand, kuantitas yang dialokasikan, waktu tunggu yang direncanakan, stok perngaman, ukuran lot, kriteria lot sizing, dan berbagai informasi tentang suatu item. •
Pesanan-pesanan (Order) akan memberitahukan tentang berapa banyak dari setiap item yang akan diperoleh sehingga akan meningkatkan Stock on-hand di masa mendatang.
•
Kebutuhan-kebutuhan
(requirements)
akan
memberitahukan tentang berapa banyak dari masingmasing item itu dibutuhkan sehingga akan mengurangi Stock on-hand di masa mendatang.
MRP merupakan rencana kebutuhan material dengan cara menghitung item-item apa yang harus dibutuhkan, berapa banyak dan kapan dibutuhkan dengan mempertimbangkan On hand, Order Quantity, dan Safety Stocks. Perhitungan MRP itu sendiri melibatkan komponen yang tidak berbeda dengan komponen MPS, hanya saja istilah perencanaan produksi diganti dengan Usage (penggunaan). Jenis bahan baku yang
95
berbeda memiliki kebutuhan jumlah yang berbeda pula, hal ini sesuai dengan komposisi yang dibutuhkan oleh produk jadi pada masingmasing produk. Hasil perhitungan MRP susu pasteurisasi dapat dilihat pada table 13. Tabel 13. Hasil perhitungan MRP Susu Pasteurisasi jenis bahan baku susu segar (L) Gula (kg) Stabilizer (kg) flavor dan pewarna (kg) kemasan prepack (roll) Karton Bergelombang (pcs) Roll perekat (roll)
Current Buffer Usage Order Ending Stock Stock Stock 33333,33 33333,33 663055,56 663055,56 33333,33 2500,00 2500,00 49729,17 49729,17 2500,00 166,67 166,67 3315,28 3315,28 166,67 31,00
31,00
616,64
616,64
31,00
36,45
36,45
725,09
725,09
36,45
750,00
750,00
14918,75
14918,75
750,00
3,75
3,75
74,59
74,59
3,75
Perhitungan yang terjadi pada tabel tersebut adalah: • Usage merupakan perencanaan produksi • Order = Usage + Buffer Stocks – Current Stocks • Ending Stocks = Current Stocks + Order – Usage Hasil perhitungan pada masing-masing bahan baku berbeda sesuai
dengan
jumlah
komposisinya
yang
digunakan
dalam
memproduksi satu pack susu prepack. Seluruh komposisi tersebut tercatat pada BOM. Tidak jauh berbeda dengan susu pasteurisasi, susu bubuk pun memiliki perhitungan yang sama dengan susu pasteurisasi namun jumlah bahan baku yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan susu pasteurisasi.
4.
Pengembangan Wilayah Penentuan lokasi sangat diperlukan dalam pendirian suatu industri. Dalam perencanaan pengembangan agroindusri susu di wilayah Jawa Barat ini, tidak semua lokasi kabupatennya dapat dikatakan baik untuk mendirikan industri susu terutama bagi peternakan sapi perah. Analisis yang digunakan pada pengembangan wilayah ini adalah MPE
96
(Metode Perbandingan Eksponensial) terhadap pendirian agroindustri susu sehingga diasumsikan pendirian indsutri ini disertakan dengan pendirian peternakan sapi perah sehingga pengolahannya secara langsung dari hulu ke hilir. Menurut
Eriyatno
(1998)
menambahkan
bahwa
Metode
Perbandingan Eksponensial (MPE) digunakan sebagai pembantu bagi individu mengambil keputusan untuk menggunakan rancang bangun yang telah terdefinisi dengan baik tiap tahap proses. MPE digunakan untuk membandingkan beberapa alternatif dengan menggunakan sejumlah kriteria yang ditentukan berdasarkan hasil survei dengan pakar terkait. MPE adalah salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang atau lebih dalam skala tertentu. Metode ini mempunyai keuntungan dalam mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) ini mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata. Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif sebagai berikut:
dengan : Skore i = Nilai skor dari alternatif ke-i Nilai ij = Nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j Krit j
= Tingkat kepentingan kriteria ke-j
i
= 1, 2, 3, ..., n : jumlah alternatif
j
= 1, 2, 3, ..., m : jumlah kriteria
Pada paket program ini, alternatif yang digunakan adalah kabupaten-kabupaten yang ada di Jawa Barat, diantaranya Bogor, Sukabumi,
Cianjur,
Indramayu,
Kuningan,
Subang,
Bandung,
Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Bekasi, Karawang, Ciamis, Cirebon, Purwakarta, dan Majalengka, sebagai lokasi pertimbangan pendirian
97
agroindustri susu. Dengan kriteria yang menjadi pertimbangan pendirian agroindustri susu sebagai berikut : •
Ketersediaan lahan untuk rerumputan. Lahan untuk pendirian agroindustri susu tidak hanya mempertimbangkan lahan kosong untuk bangunan kantor dan pabrik namun juga mempertimbangkan lapangan hijau yang luas untuk mengistirahatkan sapi, dan membiarkan sapi perah yang diternakkan memakan rumput-rumput di sana, tidak selama berada dalam kandang. Kabupaten Bandung memiliki lahan rerumputan terbesar.
•
Aspek lingkungan bagi sapi Sapi sangat sensitif terhadap lingkungannya. Lingkungan yang bising, penuh dengan asap kendaraan bermotor, dan lingkungan yang tidak kondusif dapat membuat sapi perah merasa stress sehingga susu yang dihasilkan berkualitas buruk, dengan kapasitas yang kecil. Untuk itu, sapi perah yang dipelihara harus berada dalam lingkungan yang kondusif, dengan suhu dan keadaan lingkungan yang sesuai untuk meningkatkan mood sapi. Kabupaten Garut dan Bandung merupakan daerah yang memiliki aspek lingkungan yang baik bagi sapi perah.
•
Ketersediaan lahan pendirian Merupakan
kriteria
penting,
dimana
kriteria
ini
menggambarkan kebutuhan dasar dari sebuah pembangunan industri dan menggambarkan seberapa luas lahan kosong yang masih tersedia untuk mendirikan suatu industri. Dari data luas lahan yang tersedia, Kabupaten Sukabumi memiliki luas wilayah terbesar. Nilai luas kabupaten dapat dilihat pada Tabel 14.
98
Tabel 14. Luas Wilayah di Provinsi Jawa Barat Kabupaten
Luas Wilayah (Ha)
Bogor Sukabumi Cianjur Indramayu Kuningan Subang Bandung Sumedang Garut Tasikmalaya Bekasi Karawang Ciamis Cirebon Purwakarta Majalengka
344.07 419.97 350.148 204.011 111.7 205.176 351.3807365 153.124 335.2160015 171.56 163.8544293 235.9128501 255.91 147.3851635 116.5168254 164.3681326
(Sumber : Departemen Pertanian, 2007 ) •
Ketersediaan tenaga kerja Menggambarkan banyak tidaknya tenaga kerja yang tersedia di lokasi tersebut. Kriteria ini juga perlu diperhatikan menyangkut biaya tenaga kerja yang dikeluarkan. Tenaga kerja yang berasal dari lokasi tersebut biasanya akan lebih murah jika berasal dari luar daerah, karena berhubungan pula dengan masalah biaya transportasi. Tabel 15 menunjukkan jumlah penduduk masing-masing kabupaten di provinsi Jawa Barat. Tabel 15. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Barat Kabupaten Bogor Sukabumi Cianjur Indramayu Kuningan Subang Bandung Sumedang
Laki-laki Perempuan Jumlah 2.085.587 2.015.347 4.100.934 1.136.359 1.088.634 2.224.993 1.069.408 1.029.236 2.098.644 898.038 862.248 1.760.286 549.369 547.479 1.096.848 708.731 713.242 1.421.973 2.108.890 2.155.044 4.263.934 534.711 532.650 1.067.361
99
Tabel 15. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Provinsi Jawa Barat (lanjutan) Kabupaten Garut Tasikmalaya Bekasi Karawang Ciamis Cirebon Purwakarta Majalengka
Laki-laki Perempuan 1.182.875 1.138.195 867.460 826.019 992.508 960.872 1.029.477 956.097 781.746 760.915 1.060.299 1.047.619 389.864 380.796 596.024 595.466
Jumlah 2.321.070 1.693.479 1.953.380 1.985.574 1.542.661 2.107.918 770.660 1.191.490
(Sumber : Departemen Pertanian, 2007) •
Sarana transportasi Kriteria ini menggambarkan banyak tidaknya sarana transportasi atau angkutan termasuk kondisi jalan yang dapat mendukung kelancaran dalam pengembangan agroindustri. Kriteria ini merupakan faktor yang sangat penting mengingat sangat berpengaruh terhadap kelancaran pasokan bahan baku maupun pemasaran produk. Ketersediaan sarana transportasi biasanya akan tergantung pada kondisi sosial ekonomi, terutama pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Lokasi yang dekat dengan perkotaan atau pusat pemerintahan umumnya memiliki kondisi sarana transportasi yang baik. Kabupaten Bogor, Bandung, dan Sukabumi memiliki sarana transportasi terbaik.
•
Sarana komunikasi Kriteria ini menggambarkan bagus tidaknya sarana komunikasi
yang
dapat
mendukung
kelancaran
dalam
pengembangan agroindustri. Sarana komunikasi akan semakin baik jika pertumbuhan ekonomi wilayah regionalnya semakin baik. Lokasi yang dekat dengan perkotaan akan semakin besar kemungkinan terjadinya transaksi ekonomi.
100
•
Aspek lingkungan/sosial budaya pendirian IPS Kriteria ini menggambarkan apakah masyarakat di lokasi tersebut mendukung/tidak dalam pengembangan agroindustri susu. Faktor ini juga merupakan kriteria yang penting, karena pengembangan agroindustri di lokasi tersebut jangan sampai bertentangan
dengan
budaya
atau
hukum
yang
dapat
menimbulkan konflik dengan masyarakat. •
Kebijakan pemerintah Kriteria ini pun turut diperhatikan dalam pemilihan lokasi potensial, karena menunjukkan apakah ada kebijaksanaan pemerintah baik pusat maupun kabupaten yang mendukung untuk pengembangan industri kelapa terpadu. Semakin tinggi dukungan kebijakan pemerintah dalam pengembangan suatu industri semakin prospektif lokasi tersebut.
•
Kemudahan akses bahan penunjang Kriteria ini sangat penting, sama halnya dengan kriteria saran transportasi. Kemudahan dalam mendapatkan bahan penunjang akan memeprcepat jalannya produksi produk yang dihasilkan agroindustri susu terutama susu olahan seperti susu bubuk.
•
Harga lahan Kriteria ini tidak begitu penting, karena hal ini lebih ke arah investasi untuk kelayakan finansial namun juga bisa menjadi bahan pertimbangan bila harga lahan yang murah namun kriteria lain tidak mendukung, hal ini tentunya memerlukan pemikiran yang lebih terarah dan terinci lagi.
Dari kriteria dan lokasi yang ada, maka nilai perhitungan MPE (Metode Perbandingan Eksponensial) untuk setiap bobot lokasi terhadap
101
kriteria dan bobot pakar terhadap tingkat kepentingan kriteria (Lampiran 2) dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Hasil MPE Kabupaten Bogor Sukabumi Cianjur Indramayu Kuningan Subang Bandung Sumedang Garut Tasikmalaya Bekasi Karawang Ciamis Cirebon Purwakarta Majalengka
5.
Nilai Total 65.410.745 196.525.755 7.942.779 2.460.297 136.204.397 514.731 417.316.894 134.805.491 406.186.677 2.523.216 17.424.988 6.236.750 7.867.032 1.724.189 1.833.666 112.168
Analisis Finansial Dalam rangka mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan dan pengurutan suatu proyek, telah dikembangkan berbagai cara yang disebut sebagai kriteria investasi (Gray et al, 1992). Dalam paket program Exemil 1.0, analisis finansialnya, kelayakan finansial diperuntukkan bagi pendirian peternakan sapi perah, industri susu prepack/pasteurisasi, dan industri susu bubuk. Perhitungan ini terdiri dari Net Present Value (NPV), B/C Ratio, Pay Back Period (PBP), serta Break Even Point (BEP). (Sutojo, 1993.) i.
Net Present Value (NPV)
Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV tersebut sebagai berikut : n
NPV= ∑
t=0
Bt − Ct (1 + i ) t
102
Keterangan : •
NPV = Net Present Value
•
Bt
= total pendapatan yang diperoleh pada tahun ke-t (Rp)
•
Ct
= total biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rp)
•
i
= tingkat suku bunga yang digunakan (%)
•
t
= umur proyek (tahun)
•
n
= jumlah tahun
Terdapat 3 kemungkinan nilai NPV yang akan dihasilkan yaitu: 1) NPV > 0, hal ini mengartikan bahwa proyek tersebut layak untuk dijalankan 2) NPV = 0, hal ini mengartikan bahwa proyek tersebut tidak untung tetapi juga tidak rugi 3) NPV < 0, hal ini mengartikan bahwa proyek tersebut dianggap tidak layak untuk dijalankan karena tidak menguntungkan
ii.
Benefit Cost Ratio (B/C Rasio) Persamaan yang digunakan untuk menghitung B/C Rasio adalah :
n
∑ Net B/C Ratio =
t=0 n
∑
t=0
Bt − Ct (1 + i ) t Bt − Ct (1 + i ) t
Untuk Bt-Ct > 0 Untuk Bt-Ct < 0
Keterangan : •
Bt
= total pendapatan yang diperoleh pada tahun ke-t (Rp)
•
Ct
= total biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rp)
103
•
i
= tingkat suku bunga yang digunakan (%)
•
t
= umur proyek (tahun)
•
n
= jumlah tahun
Kriteria keputusan yang diambil ialah (Husnan dan Suwarsono,2000) : 1) jika B/C > 1, layak diterima 2) jika B/C < 0, tidak layak 3) jika B/C = 0, tidak dapat dibedakan antara diterima atau tidak
iii.
Return On Investment (ROI) ROI digunakan untuk melihat efisiensi dari proyek yang akan dijalankan. Rumus untuk menghitung ROI adalah : ROI =
iv.
Break Even Point (BEP) Rumus untuk menghitung BEP adalah : BEP (Rupiah) =
BEP (Jumlah produksi) =
_TFC + VC_ Q __TFC__ P-VC
Keterangan : •
TFC = Total Biaya Tetap
•
VC = Biaya Variabel per unit
•
P
= harga produk per unit
•
Q
= jumlah produk yang dihasilkan
104
v.
Pay Back Period (PBP) Rumus untuk menghitung PBP adalah :
PBP = t2 + _NPV2(t2 – t1)_ NPV2 – NPV1 Keterangan : •
NPV1 = Nilai NPV kumulatif negatif
•
NPV2 = Nilai NPV kumulatif positif
•
t1
= tahun umur proyek yang memiliki NPV kumulatif negatif
•
t2
= tahun umur proyek yang memiliki NPV kumulatif positif
Dari keempat tersebut, dilakukan verifikasi dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel 2007 untuk mengecek hasil keluaran dari Exemil 1.0. Tabel 17 berikut menunjukkan nilai yang didapatkan untuk perhitungan kelayakan finansial pendirian peternakan sapi perah Tabel 17. Verifikasi Kelayakan Finansial dengan bantuan Excel 2007 Parameter Penilaian
Microsoft
Excel Exemil 1.0
2007 Laba Bersih (Rp)
4.171.440.000,00
4.171.440.000,00
NPV (Rp)
131.015.836,00
133.143.774,25
IRR (%)
15,81
15,81
BEP (Rp)
5.806.064
4.976.625,92
B/C Ratio
1.05
1,05
PbP (Tahun)
6,12
7,48
Hasil yang dikeluarkan oleh Exemil 1.0 tidak sama dengan Microsoft Excel 2007, namun selisih nilai yang ada masih dapat ditoleransi karena jaraknya yang tidak terlalu jauh.
105