ANALISIS PRODUKSI DAN KONSUMSI SUSU DI INDONESIA (Analysis of Milk Production and Consumption in Indonesia) IRDAM AHMAD dan HERMIYETrI Sekolah Tinggi Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia, Jakarta
ABSTRACT The objective of the study was to evaluate the development of milk production and consumption in Indonesia, along to determine factors that influence the milk consumption . The date was gathered from National Socio-Economic survey in 2005 that hasbeen collected by The Stastictics Center Agency of Indonesia. A case of household sample in East Java was used to analyze the information on milk consumption that consist of : fresh mik, fresh milk from the industry, sweet condensed milk, powdered milk and baby formula milk. Doubled logarithm method was used to analyze the date . The results have shown that household expenditure as proxy to the income, have positive effect to the consumption of powdered milk, baby formula milk and sweet condensed milk significantly . This is not true for milk consumption affected of fresh milk and fresh milk from the industry, although positively . The elasticity of household expenditures on powdered milk consumption was 0 .382, indicated that increases household expenditure of 1% will increase the consumption of powdered milk by 0 .382%. The elasticities of household expenditure on baby formula milk and sweet condensed milk were 0 .421 and 0 .151, respectively. Keywords : Milk, production analysis, consumption analysis ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan produksi dan konsumsi susu di Indonesia serta faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi susu. Data konsumsi susu yang digunakan adalah hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2005 dari Badan Pusat Statistik (BPS), dengan mengambil kasus rumahtangga sampel di Propinsi Jawa Timur. Informasi tentang konsumsi susu yang dikumpulkan meliputi susu murni, susu cair pabrik, susu kental manis, susu bubuk dan susu bubuk bayi . Analisis dengan menggunakan fungsi double logaritma, menunjukkan bahwa pengeluaran rumahtangga, yang merupakan proksi terhadap data pendapatan, mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi susu bubuk, susu bubuk bayi dan susu kental manis . Hal tersebut tidak berlaku bagi konsumsi susu mumi dan susu cair pabrik, meskipun berpengaruh positif. Elastisitas pengeluaran rumahtangga pada konsumsi susu bubuk adalah sebesar 0,382, yang berarti jika pengeluaran rumahtangga meningkat satu persen, maka konsumsi susu bubuk akan bertambah sebesar 0,382 persen . Elastisitas pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi susu bubuk bayi dan susu kental manis, masing-masing adalah 0,421 dan 0,151 . Dari populasi sapi perah, produksi susu yang dihasilkan hanya sekitar 1,2 juta liter per hari, atau hanya sekitar 30 persen dari kebutuhan bahan baku untuk industri pengolahan susu di dalam negeri, selebihnya (sekitar 70 persen) harus diimpor . Kate kunci : Susu, analisis produksi, analisis konsumsi PENDAHULUAN Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat penting bagi tubuh manusia, karena mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap dan seimbang . Susu juga dikenal sebagai sumber kalsium, yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan tulang dan dapat mencegah penyakit perapuhan tulang atau
osteoporosis http ://www .detik t) u blishing .com) . Oleh karena itu, kebiasaan minum susu secara rutin akan memberikan dampak positif bagi kesehatan . Sungguhpun demikian, konsumsi susu penduduk Indonesia hanya sekitar 7,9 liter per kapita per tahun, atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi susu penduduk Malaysia dan Thailand yang sudah mencapai
413
Semiloka Nasional Prospek Indusiri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
25 liter per kapita per tahun (http : //www. detikpublishing.com) . Di Indonesia, upaya peningkatan konsumsi susu sebenarnya sudah sejak lama dilakukan, salah satunya adalah oleh PROF . POORWO SUDARMO, yang mencetuskan semboyan Empat Sehat Lima Sempuma pada tahun 1950an, dimana susu merupakan makanan pelengkap yang kelima. Tetapi rupanya upaya yang sudah dilakukan selama ini untuk meningkatkan konsumsi susu perkapita, tampaknya belum memberikan hasil yang memuaskan. Sebenarnya, kondisi persusuan di Indonesia menghadapi dilema antara upaya peningkatan konsumsi susu dengan produksi susu di dalam negeri. Pada saat ini produksi susu di dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 30 persen dari kebutuhan nasional, sedangkan 70 persen masih harus diimpor ( ariefdaryanto . wordpress .com) . Jika kenaikan konsumsi susu tidak diimbangi oleh peningkatan produksi susu di dalam negeri, maka impor susu akan terus meningkat setiap tahun . Tulisan ini mencoba menganalisis produksi dan konsumsi susu di Indonesia. Aspek produksi akan mengkaji perkembangan populasi ternak sapi perah dan produksi susu, sedangkan dari aspek konsumsi akan dianalisis tingkat dan pola konsumsi susu per kapita di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui perkembangan populasi sapi perah dan produksi susu selama beberapa tahun terakhir, serta pola konsumsi susu per kapita, (2) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi susu di Indonesia, dan ketiga, menghitung besarnya elastisitas pendapatan rumahtangga terhadap konsumsi susu, untuk mengetahui perubahan permintaan terhadap susu akibat perubahan pendapatan. METODE PENELITIAN Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Direktorat Jenderal Peternakan serta dari berbagai publikasi Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk menghitung elastisitas permintaan terhadap susu serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi susu digunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun
414
2005 . Sampel yang digunakan sekitar 7150 rumahtangga di Provinsi Jawa Timur, yang merupakan penghasil susu terbesar di Indonesia. Ada lima macam jenis susu yang ditanyakan pada Susenas, yaitu susu murni (liter), susu cair pabrik (250 ml), susu kental manis (397 gram), susu bubuk (kg) dan susu bubuk bayi (400 gram). Analisis data dilakukan dengan menggunakan tiga metode. Pertama, analisis deskriptif, menggunakan tabel dan grafik, untuk mengetahui perkembangan produksi susu selama beberapa tahun dan pola konsumsi susu per kapita di Indonesia. Kedua, analisis regresi linear menggunakan fungsi double logaritma untuk menghitung elastisitas pendapatan rumahtangga terhadap konsumsi susu. Ketiga, analisis regresi logistik berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan untuk mengkonsumsi susu atau tidak mengkonsumsi susu, dengan menggunakan persamaan regresi logistik berganda sebagai berikut : Ln (P/1-P) = Po + RID, + 32 D2 + 03133 + (I4D4 + D5D5
Dimana: P = I untuk rumahtangga yang mengkonsumsi susu, dan P = 0 untuk rumahtangga yang tidak mengkonsumsi susu D, = ummy variabel pengeluaran rumahtangga (Rupiah), dimana ; D, = I untuk pengeluaran > Rp 872 .853 (rata-rata pengeluaran) D, = 0 untuk pengeluaran _< Rp 872 .853 D2 = Dummy variabel pendidikan kepala rumahtangga, dimana; D2 = 1 untuk yang berpendidikan SLTA keatas D2 = 0 untuk yang berpendidikan SUP kebawah D 3 = Dummy variabel jumlah BALITA, dimana ; D 3 = I untuk rumahtangga yang punya Balita > 1 D3 = 0 untuk rumahtangga yang punya Balita <_ 1 D4 = Dummy variabel banyaknya anggota rumahtangga D4 = I untuk jumlah anggota rumahtangga yang > 4 D4 = 0 untuk jumlah anggota rumahtangga yang _< 4
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
D5 = Dummy variabel daerah tempat tinggal, dimana; D s = 1 untuk rumahtangga yang tinggal di perkotaan D5 = 0 untuk rumahtangga yang tinggal di perdesaan PERKEMBANGAN PRODUKSI SUSU Secara geografis dan dilihat dari aspek iklim dan kesuburan tanah, sebagian besar wilayah Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan usaha peternakan . Tetapi, saat ini populasi sapi perah hanya terkonsentrasi di provinsi-provinsi dalam Pulau Jawa, dimana dari sekitar 382,3
ribu ekor populasi sapi perah yang ada di Indonesia, sekitar 97 persen diantaranya ada di propinsi-propinsi dalam Pulau Jawa (DITJENNAK, 2006). Dilihat dari perkembangannya, populasi sapi perah di Indonesia selama 10 tahun terakhir hanya bertambah sekitar 0,95 persen per tahun, yaitu dari 347,9 ribu ekor tahun 1996 menjadi 382,3 ribu ekor tahun 2006 (Tabel 1) . Populasi sapi perah yang paling banyak terdapat di Jawa Timur, kemudian diikuti oleh Jawa Tengah dan Jawa Barat . Pada tahun 2006, populasi sapi perah di Jawa Barat tampak meningkat dengan cukup banyak, yaitu dari 92,8 ribu ekor tahun 2005 menjadi 109,6 ribu ekor tahun 2006 .
Tabel 1 . Populasi sapi perah di Indonesia, 1996-2006 (000 ekor)
Provinsi DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Lainnya Indonesia
1996 4 .3 119.7 97 .5 2.7 113 .6
10 .1 347.9
1997 4.3 95 .2 102 .8 3 .5 118 .1 10 .5 334 .4
1998 4.4 79.2 102 .1 3 .8 124 .6 7 .9 322
1999 4 .5 80 .7 105 .2 4 .1 129.8 7 .9 332 .2
2000 3 .9 84.8 114 .8 4 .1 139 .1 7 .7 354 .4
2001 4 .1 84 .9 114 .9 4 .5 130.9 7.7 347
2002 3 .8 91 .2 119 4 .9 131 .3 8 .1 358 .3
2003 3 .6 95 .5 127 .7 6.6 131 .8 8.5 373 .7
2004 3 .4 99 112.2 7 .8 132.8 9 364.2
2005 3 .3 92 .8 114 .1 8 .2 134 9 361 .4
2006 3 .2 109 .6 116 .5 8.6 135 .1 9.3 382 .3
Somber : BPS, Statistik Indonesia, Beberapa Edisi
Dari populasi sapi perah sebanyak 382,3 ribu ekor tahun 2006, produksi susu yang dihasilkan pada tahun 2006 adalah 616,47 ribu ton (Tabel 2). Jumlah produksi susu tersebut hanya dapat memenuhi 30 persen dari kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu di dalam negeri, selebihnya (sekitar 70 persen) harus diimpor. Selama bulan JanuariSeptember tahun 2007 misalnya, volume impor susu mencapai 214 ribu ton dengan nilai impor sekitar 596,6 juta US dollar, dimana pada tahun 2006, volume impor susu adalah 252 ribu ton dengan nilai impor sebesar 507,5 juta US dollar. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor susu dari luar negeri, maka produksi susu di dalam negeri harus terus ditingkatkan . Ada dua hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan produksi susu, yakni (a) mendatangkan bibit sapi perah yang berkualitas baik dari luar negeri dalam jumlah besar, dan (b) meningkatkan produktivitas sapi perah yang saat ini
hanya sekitar 10 liter per laktasi per hari, sementara di negara lain telah mencapai 30 liter/laktasi/hari (NURYATI, 2007). Dari Tabel 2 juga dapat diketahui bahwa peningkatan produksi susu yang agak significant hanya terjadi pada tahun 2003 dan 2006 . Pada tahun 2003 misalnya, produksi susu di Indonesia meningkat dari 493,37 ribu ton menjadi 553,75 ribu ton atau bertambah sekitar 12,22 persen, sedangkan tahun 2006 produksi susu meningkat dari 537 .07 ribu ton menjadi 616,47 ribu ton atau bertambah 14,78 persen. Secara keseluruhan, produksi susu di Indonesia selama periode 2000-2007 hanya bertambah sekitar 2,50 persen pertahun . Dengan jumlah penduduk yang saat ini diperkirakan sudah mencapai 230 juta jiwa serta tingkat pendapatan per kapita yang terus bertambah, maka diperkirakan permintaan terhadap susu dan produk susu di Indonesia meningkat sekitar 10 persen per tahun (ANTARA NEWS, 2007) . Peningkatan permintaan susu tersebut merupakan peluang
4 15
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
yang harus dimanfaatkan dengan baik . Sungguhpun demikian, jika dilihat dari pertumbuhan produksi susu yang hanya sekitar 2,5 persen pertahun, berarti setiap tahun terdapat kekurangan produksi sekitar 7,5 persen . Kekurangan produksi ini tampaknya sulit dipenuhi dari dalam negeri jika tidak ada usaha yang serius dalam kebijakan pemerintah tentang persusuan nasional, hal ini akan mengakibatkan peningkatan volume impor susu sebesar 7,5 persen per tahun. Dengan
adanya kenaikan harga berbagai kebutuhan di pasar global saat ini, termasuk susu dan hasilhasilnya, diperkirakan nilai impor susu dan hasil-hasilnya pada tahun 2008 dapat mencapai US $ 1 milyar. Dampak negatif yang terjadi akibat impor susu tersebut antara lain adalah terkurasnya devisa nasional, dan hilangnya kesempatan kerja yang bisa diciptakan jika usaha ternak sapi perah bisa dikembangkan di Indonesia.
Tabel 2 . Produksi susu di Indonesia, 2000-2007 (000 ton)
Provinsi Sumatera Utara DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Lainnya Indonesia
2000 4 .62 5 .09 184.52 78 .93 6 .89 214.58 1 .21 495 .84
2001 4 .62 6.13 184 .83 81 .58 4.41 196 .95 1 .43 479 .95
2002 4 .64 5 .8 198.51 80.06 5 .3 197 .46 1 .6 493 .37
2003 4.66 5 .8 207 .86 82 .91 5 .6 235 .94 10 .98 553 .75
2004
2005
2006
2007
4 .56 5 .15 215 .33 78.26 7 .26 237 .66 1 .83 550 .05
4 .69 5 .06 201 .86 70.69 8 .81 239 .91 6 .05 537.07
8 .78 6.37 211 .89 130 .9 11 .06 244 .3 3 .17 616.47
8 .79 6.56 223 .55 132 .09 11 .17 250 .38 4 .2 636 .74
Sumber: Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian
Saat ini, sekitar 91 persen dari produksi susu segar di Indonesia, dihasilkan oleh usaha peternakan rakyat dengan skala usaha 1-3 ekor sapi perah per peternak (ariefdaryanto . wordpress.com ). Skala usaha ini kurang ekonomis karena keuntungan yang didapatkan dari hasil penjualan susu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan tidak dapat digunakan untuk mengembangkan usaha. Diperkirakan, skala ekonomis dapat dicapai dengan kepemilikan 10-12 ekor sapi per peternak. Oleh karena itu, para peternak kecil tersebut disarankan untuk bergabung sehingga dapat mencapai skala ekonomis . Sebagian besar petemak sapi perah merupakan anggota koperasi susu, yang juga berperan sebagai penghubung antara peternak dengan industri pengolahan susu (IPS) . Karena peranannya yang cukup besar, koperasi susu perlu meningkatkan pelayanannya dengan cara memperkuat jaringan kerjasama dengan IPS . Koperasi susu juga perlu memberikan peternak dalam perlindungan kepada bernegosiasi dengan IPS, karena posisi tawar peternak sangat lemah . Apalagi, IPS juga sering memberlakukan ketentuan kualitas susu yang ketat, yang kadang-kadang sulit dipenuhi oleh peternak .
416
POLA KONSUMSI SUSU Beberapa ahli menyatakan bahwa rata-rata konsumsi susu di Indonesia hanya sekitar 7-8 liter per kapita per tahun (NURYATI, 2007; DARYANTO, 2007), atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand, yang konsumsi susu penduduknya masingmasing sudah mencapai 25 liter per kapita per tahun. Rendahnya konsumsi susu di Indonesia mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah adanya kesalahpahaman pada sebagian masyarakat yang menilai susu merupakan makanan yang mewah dan mahal . Dalam slogan empat sehat lima sempurna, susu juga ditempatkan pada urutan kelima, sebagai makanan pelengkap. .Akibatnya, masyarakat merasa bahwa meminum susu bukanlah prioritas, sehingga boleh diabaikan . Masyarakat lebih memprioritaskan mengkonsumsi makanan yang mengenyangkan dan lebih murah, dan sebagian masyarakat juga bahwa minum susu dapat menilai menyebabkan kegemukan, sehingga harus dihindari . Hal lain yang juga dapat menyebabkan rendahnya konsumsi susu di Indonesia adalah karena sebagian masyarakat, terutatna yang
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
berpenghasilan menengah kebawah, berpendapat bahwa susu hanya perlu diberikan pada anak berusia dibawah lima tahun (Balita) . Padahal susu memiliki kandungan nutrisi lengkap yang sangat dibutuhkan dan dapat diserap oleh tubuh manusia pada segala usia . Nutrisi yang terdapat dalam susu tidak dapat digantikan secara sempurna oleh makanan lain . Menurut Canadean, sebuah lembaga riset intemasional yang berkantor di beberapa negara, profil konsumsi susu di Indonesia menunjukkan bahwa konsumsi susu cair hanya memberikan kontribusi yang kecil dibandingkan dengan susu bubuk (http ://www . keluargasehat.com) . Pola konsumsi susu cair di Indonesia bertolak belakang dengan negara lain seperti di AS, India, Cina, Thailand, dan bahkan Vietnam . Di beberapa negara ini konsumsi susu cair jauh lebih banyak karena pemahaman masyarakat mengenai susu yang
Tabel
3.
lebih baik, khususnya manfaat susu cair bagi kesehatan dan pertumbuhan . Hasil Susenas tahun 2005 menunjukkan bahwa konsumsi susu cair murni di Indonesia memang sangat rendah, yaitu hanya sekitar 0,005 liter per kapita per minggu atau hanya sekitar 0,26 liter per kapita per tahun (Tabel 3) . Konsumsi susu cair pabrik sekitar 2,50 liter per kapita per tahun, jauh lebih besar dari pada konsumsi susu bubuk, termasuk susu bubuk bayi, yang hanya sekitar 1,15 liter per kapita per tahun . Susu yang paling dominan dikonsumsi penduduk Indonesia adalah susu kental manis yang mencapai 9,31 liter per kapita per tahun. Secara keseluruhan, jumlah konsumsi susu di Indonesia pada tahun 2005 adalah 13,22 liter per kapita per tahun, dengan komposisi sebagai berikut : 20,9 persen susu cair (sebagian besar susu cair pabrik), 70,4 persen susu kental manis dan 8,7 persen susu bubuk (termasuk susu bubuk bayi) .
Rata-rata konsumsi susu per kapita per minggu
Jenis susu Sum murni (1) Susu cair pabrik (I) Susu kental manis (1) Susu bubuk (1) Susu bubuk bayi (1) Jumlah
Perkotaan
Perdesaan
Kota dan Desa
0.009 0.068 0.230 0.025 0.014 0.346
0.002 0.032 0.135 0.005 0.004 0.179
0 .005 (0,26) 0 .048 (2,50) 0 .179 (9,31) 0 .013 (0,68) 0 .009 (0,47) 0 .254 (13,22)
Sumber: BPS, Rata-Rata Pengeluaran Rumahtangga, SUSENAS (2005), diolah Catatan : Angka dalam kurung adalah konsumsi per kapita per tahun
Banyaknya konsumsi susu cair pabrik terutama disebabkan karena adanya perkembangan teknologi pengolahan susu cair modem yang disebut Ultra High Temperature (UHT) (http ://www .keluargasehat.com) . Melalui proses UHT, susu cair tidak cepat rusak sehingga dapat tahan lebih lama, dimana nilai dan rasa susu tidak mengalami perubahan . Pengolahan UHT, termasuk pengemasannya menggunakan bahan steril, sehingga susu cair tetap aman dikonsumsi untuk waktu yang cukup lama . Kombinasi pengolahan UHT dan kemasan aseptic membuat susu dapat dikonsumsi kapan saja tanpa memerlukan alat pendingin khusus, dan juga tahan disimpan dalam suhu kamar sampai 10 bulan tanpa bahan pengawet. Tabel 3 menunjukkan bahwa konsumsi susu per kapita yang paling banyak adalah susu
kental manis, yang mencapai sekitar 9,31 liter per kapita per tahun. Dengan kata lain, sekitar 70,42 persen dari seluruh konsumsi susu per kapita di Indonesia adalah dalam bentuk susu kental manis . Tingginya konsumsi susu kental manis ini tampaknya disebabkan karena harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan susu bubuk dan susu cair pabrik, disamping rasanya yang manis dan disukai anak-anak. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI SUSU Hasil analisis dengan menggunakan fungsi double logaritma, menunjukkan bahwa pengeluaran rumahtangga, yang merupakan proksi terhadap data pendapatan, mempunyai
417
Semitoka Nasionat Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
pengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi susu bubuk, susu bubuk bayi dan susu kental manis . Konsumsi susu murni dan susu cair pabrik, walaupun pengaruhnya juga positif tetapi tidak signifikan . Angka elastisitas pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi susu bubuk sebesar 0,382, yang berarti jika pengeluaran rumahtangga meningkat satu persen, maka konsumsi susu bubuk akan bertambah sebesar 0,382 persen . Sementara itu, angka elastisitas pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi susu bubuk bayi dan susu kental manis, masing-masing adalah 0,421 dan 0,151 . Kenyataan bahwa pengeluaran rumahtangga tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap konsumsi susu mumi dan susu cair pabrik memberikan indikasi bahwa susu mumi dan susu cair pabrik tidak merupakan prioritas bagi rumahtangga untuk dikonsumsi . Hal ini menunjukkan bahwa jika peningkatan pengeluaran rumahtangga tidak akan digunakan untuk meningkatkan konsumsi susu murni dan susu cair pabrik . Sebaliknya, hal ini akan digunakan untuk meningkatkan konsumsi susu bubuk bayi, susu bubuk maupun susu kental manis . Hasil analisis regresi logistik berganda (logit) menunjukkan bahwa pengeluaran
dan pendidikan kepala rumahtangga rumahtangga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kecenderungan untuk mengkonsumsi susu kental manis, susu bubuk dan susu bubuk bayi . Sedangkan variabel tempat tinggal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kecenderungan mengkonsumsi susu bubuk dan susu bubuk bayi (Tabel 4). Hasil perhitungan odds ratio (rasio kecenderungan) menunjukkan bahwa untuk susu kental manis nilai odds ratio sebesar 1,562 untuk variabel pendidikan kepala rumahtangga . Hal ini berarti bahwa rumahtangga yang kepala rumahtangganya berpendidikan SLTA keatas mempunyai kecenderungan untuk mengkonsumsi susu kental manis sebesar 1,562 kali lebih besar daripada rumahtangga yang kepala rumahtangganya berpendidikan SUP kebawah . Sedangkan untuk variabel pengeluaran, dengan odds ratio sebesar 3,114 berarti rumahtangga yang mempunyai pengeluaran lebih dari Rp 872 .853 mempunyai kecenderungan sebesar 3,114 kali lebih besar untuk mengkonsumsi susu kental manis daripada rumahtangga yang mempunyai pengeluaran kurang dari Rp 872 .853 .
Tabel 4. Hasil analisis regresi logistik berganda Jenis susu Susu kental manis Susu bubuk
Susu bubuk bayi
Variabel Pendidikan KRT Pengeluaran Pendidikan KRT Tempat Tinggal Pengeluaran Pendidikan KRT Tempat Tinggal Pengeluaran Banyaknya ART
Variabel tempat tinggal yang signifikan untuk konsumsi susu bubuk, mempunyai odds ratio sebesar 2,409, yang berarti rumahtangga yang tinggal di daerah perkotaan mempunyai kecenderungan untuk mengkonsumsi susu bubuk sebesar 2,409 kali lebih besar dari pada rumahtangga yang tinggal di daerah perdesaan . Variabel dengan banyaknya anggota rumahtangga yang untuk konsumsi susu bubuk bayi, dengan nilai odds ratio sebesar 2,143,
41 8
B 0,446 1,136 0,806 0,879 1,433 0,657 0,232 0,859 0,762
Exp (B) Odds Ratio 1,562 3,114 2,238 2,409 4,191 1,929 1,261 2,362 2,143
Sig. 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,047 0,000 0,000
menunjukkan bahwa rumahtangga yang lebih dari 4 orang mempunyai kecenderungan untuk mengkonsumsi susu bubuk bayi sebesar 2,143 kali lebih besar dibandingkan dengan anggota rumahtangga yang mempunyai rumahtangga kurang dari 4 orang.
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020
KESIMPULAN
DAFFAR PUSTAKA
Upaya meningkatkan konsumsi susu bagi penduduk Indonesia dihadapkan dengan dilema rendahnya produksi susu, yang saat ini diperkirakan hanya sanggup memenuhi sekitar 30 persen kebutuhan susu di dalam negeri, sedangkan 70 persen nya lagi harus diimpor. Tanpa melakukan promosi apapun, secara natural konsumsi susu di dalam negeri diperkirakan meningkat sekitar 10 persen pertahun, akibat pertumbuhan penduduk dan kenaikan pendapatan perkapita . Padahal produksi susu selama periode 2000-2007 hanya bertambah sekitar 2,50 persen pertahun, atau dengan kata lain terdapat kekurangan sebesar 7,5 persen pertahun. Oleh karena itu, jika pemerintah tidak melakukan upaya yang serius untuk meningkatkan produksi susu, maka bisa dipastikan impor susu akan meningkat sebesar 7,5 persen per tahun. Pengeluaran rumahtangga, yang merupakan proksi terhadap pendapatan, mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi susu bubuk, susu bubuk bayi dan susu kental manis . Sedangkan untuk konsumsi susu murni dan susu cair pabrik, walaupun pengaruhnya juga positif tetapi tidak significant. Elastisitas pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi susu bubuk sebesar 0,382, yang berarti jika pengeluaran rumahtangga meningkat satu persen, maka konsumsi susu bubuk akan bertambah sebesar 0,382 persen . Elastisitas pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi susu bubuk bayi dan susu kental manis, masing-masing adalah 0,421 dan 0,151 .
ANTARA NEWS . I Juli 2007 . ariefdaryanto . wordpress .com, 23 September 2007 BADAN PUSAT STATISTIK . 2007. Rata-Rata Pengeluaran Rumahtangga Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2005", 2007 .
BADAN PUSAT STATISTIK . "Statistik Indonesia", beberapa edisi . DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2006 Statistik Peternakan 2006. Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. h ttp : //www.detikaublishine .com httu : //www .keluargasehat.com Srri NuRYATI . Sinar Harapan, 24 Oktober 2007 .
419