ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK DI INDONESIA
OLEH FITRIANI SUCIANTI H14070070
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
FITRIANI SUCIANTI. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia (dibimbing oleh ARIEF DARYANTO). Sektor peternakan merupakan salah satu sektor yang mampu bertahan terhadap krisis global, dimana banyak masyarakat melakukan subtitusi konsumsi daging ruminansia seperti daging sapi ke produk unggas yang harganya relatif lebih murah. Selain itu, diperkuat adanya peningkatan pendapatan, pertambahan penduduk, dan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memenuhi gizi yang seimbang membuat semakin berkembangnya industri peternakan. Perkembangan ini secara langsung mempengaruhi perkembangan industri pendukungnya yaitu, industri pakan ternak. Industri pakan ternak merupakan industri yang berfungsi sebagai penyedia input terbesar dalam usaha ternak selain bibit, dimana penggunaan pakan telah mencapai 60 persen sampai 70 persen dari total biaya produksi terutama untuk produk unggas. Hal ini menunjukkan industri pakan ternak memiliki peluang yang baik sekaligus bisnis yang sangat stategis, sehingga banyak perusahaan baru yang berdiri, menimbulkan semakin ketatnya persaingan industri. Dengan adanya tingkat persaingan yang semakin ketat maka timbul akibat dari persaingan itu sendiri, baik menghasilkan persaingan yang sehat maupun kurang sehat. Hal ini secara langsung akan mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja industri pakan ternak. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur, perilaku, kinerja serta hubungan antara struktur pasar dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri pakan ternak di Indonesia. Metode analisis yang digunakan yaitu metode deskriptif untuk menganalisis perilaku industri pakan ternak di Indonesia, dan metode kuantitatif untuk menganalisis struktur dan kinerja industri pakan ternak dengan pendekatan SCP (Structure-Conduct-Performance), dan untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri pakan ternak di Indonesia digunakan pendekatan OLS (Ordinary Least Square). Data yang digunakan merupakan data time series tahunan dari tahun 1984 sampai tahun 2008. Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri pakan ternak di Indonesia dibatasi oleh variabel-variabel tertentu. Kinerja industri pakan ternak di Indonesia diwakili oleh variabel PCM (Price Cost Margin) dan variabel-variabel yang digunakan dalam mewakili faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), efisiensi internal (X-eff), pertumbuhan nilai output (Growth), hambatan masuk pasar (MES), dan nilai impor bahan baku (IM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur industri pakan ternak bersifat oligopoli longgar dengan rata-rata konsentrasi sebesar 38,33 persen. Perilaku industri dilihat dari strategi harga, produk, promosi, distribusi, dan bisnis. Penetapan harga bergantung pada harga bahan baku pakan, produk dilakukan peningkatan mutu produk sesuai SNI, promosi dilakukan melalui iklan dalam majalah maupun internet, distribusi berdasarkan kesepakatan antara produsen dan konsumen serta strategi bisnis melalui integrasi bisnis dan kemitraan yang dapat meningkatkan efisiensi usaha. Selain itu, kinerja dilihat dari rata-rata PCM (20,43
persen), X-eff (31,96 persen) dan Growth (25,17 persen), masih rendahnya kinerja yang dihasilkan mengartikan bahwa perusahaan belum dikelola dengan baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri pakan ternak yaitu CR4, X-eff, Growth, dan MES pada taraf nyata 10 persen. Sementara, IM tidak mempengaruhi kinerja industri pakan ternak di Indonesia. Hal ini terjadi karena tingginya ketergantungan terhadap barang impor terutama bahan baku pakan, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan biaya produksi yang berdampak pada meningkatnya harga jual produk. Semakin meningkatnya jumlah impor maka akan semakin meningkatkan persaingan industri lokal, sehingga keuntungan yang diperoleh akan semakin menurun. Selain itu, faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu CR4 memiliki pengaruh negatif terhadap PCM sebesar 0,574927. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal, yang diduga terjadi karena harga jual pakan yang semakin meningkat, namun permintaan pakan terus meningkat yang mengakibatkan semakin meningkatknya keuntungan industri pakan ternak, sehingga hal ini akan mengundang perusahaan baru untuk masuk ke dalam pasar untuk memenuhi tingginya permintaan konsumen. Oleh karena itu, pangsa pasar empat perusahaan terbesar direbut oleh perusahaan lain yang mengakibatkan konsentrasi pasar empat perusahaan terbesar semakin menurun akibat bertambahnya jumlah perusahaan yang relatif cukup besar dan diperkuat dengan impor bahan baku yang semakin meningkat, sehingga keuntungan industri pakan ternak mengalami peningkatan yang diperkuat dengan adanya perusahaan-perusahaan yang ada pada industri pakan ternak merupakan perusahaan-perusahaan yang besar sekaligus mempunyai daya saing yang tinggi. Hal ini memperjelas bahwa hubungan PCM dan CR4 negatif, sedangkan X-eff, Growth, dan MES berhubungan positif terhadap PCM sesuai dengan hipotesis awal.
ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK DI INDONESIA
Oleh FITRIANI SUCIANTI H14070070
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia
Nama
: Fitriani Sucianti
NIM
: H14070070
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec. NIP. 19610618 198609 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2011
Fitriani Sucianti H14070070
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Fitriani Sucianti lahir pada tanggal 04 Mei 1989 di Bogor. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Ayub dan Rita. Jenjang pendidikan penulis dimulai di TK Al-Ikhlas Bogor, lalu melanjutkan pendidikan yang dilalui tanpa hambatan dengan menamatkan sekolah dasar pada SDN Loji 01 Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTPN 4 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 5 Bogor dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir yang jauh lebih baik. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi HIPOTESA (CER) dan IMEPI. Selain itu, penulis juga aktif dalam kepanitiaan seperti Hipotex-R 2008, Espresso 2008, Orange FEM 2009, Hipotex-R 2009, Extravaganza 2009 dan BGTC 2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, dengan judul “Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia”. Semakin berkembangnya industri pakan ternak, membuat semakin bertambahnya jumlah perusahaan pakan ternak di Indonesia, sehingga menimbulkan persaingan yang semakin ketat dalam industri. Hal ini secara langsung akan mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja industri pakan ternak di Indonesia. Oleh karena itu, hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk menganalisis struktur, perilaku serta kinerja industri pakan ternak di Indonesia. Disamping itu, penelitian ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain : 1. Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Widyastutik. SE, M.Si yang memberikan banyak informasi mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik. 4. Kedua Orangtua Bapak Ayub dan Ibu Rita, serta Adik Riandi Sopian yang telah memberikan perhatian, semangat, motivasi, dukungan baik moral maupun material serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Ardi Yudha Nugraha atas bantuan, semangat, doa, perhatian dan motivasi yang telah diberikan. 6. Ika, Nhimas, dan Retno K. sebagai teman bimbingan atas dukungan dan kerjasamanya.
7. Retno Nur Cahyani dan teman-teman Ilmu Ekonomi 44 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas bantuan, semangat, dan doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Juni 2011
Fitriani Sucianti H14070070
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI...............................................................................................
i
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vi I.
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah .........................................................................
6
1.3. Tujuan Penelitian ..........................................................................
8
1.4. Manfaat Penelitian.........................................................................
9
1.5. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................
9
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 11 2.1. Teori Ekonomi Industri ................................................................. 11 2.2. Teori Structure-Conduct-Performance (SCP) ................................ 12 2.2.1. Struktur Pasar...................................................................... 14 2.2.2. Perilaku Pasar...................................................................... 17 2.2.3. Kinerja Pasar....................................................................... 18 2.3. Hubungan Struktur dan Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja .......................................................................................... 21 2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu ....................................................... 22 2.5. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 24 2.6. Hipotesis Penelitian ...................................................................... 25 III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 28 3.1. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 28 3.2. Metode Analisis ............................................................................ 28 3.2.1. Analisis Struktur Pasar ........................................................ 28 3.2.2. Analisis Perilaku Pasar ........................................................ 30 3.2.3. Analisis Kinerja Pasar ......................................................... 30
ii
3.2.4. Hubungan Struktur dan Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja ........................................................ 31 3.3. Uji Statistika dan Ekonometrika .................................................... 32 3.3.1. Uji R-squared (R2) .............................................................. 33 3.3.2. Uji F.................................................................................... 34 3.3.3. Uji t..................................................................................... 35 3.3.4. Uji Normalitas..................................................................... 36 3.3.5. Uji Multikolinearitas ........................................................... 37 3.3.6. Uji Autokorelasi.................................................................. 37 3.3.7. Uji Heteroskedastisitas ........................................................ 38 IV. GAMBARAN UMUM ......................................................................... 39 4.1. Perkembangan dan Tinjauan Penerapan Kebijakan Industri Ternak 39 4.2. Sebaran Industri Pakan Ternak di Indonesia .................................. 41 4.3. Profil Industri Pakan Ternak Terbesar di Indonesia........................ 43 4.4. Perkembangan Industri Pakan Ternak di Indonesia........................ 49 4.5. Peraturan Pemerintah Mengenai Pakan Ternak .............................. 53 V.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 55 5.1. Analisis Struktur Industri Pakan Ternak di Indonesia..................... 55 5.1.1. Konsentrasi Pasar ................................................................. 55 5.1.2. Hambatan Masuk Pasar ........................................................ 57 5.2. Analisis Perilaku Industri Pakan Ternak di Indonesia .................... 58 5.2.1. Strategi Harga ...................................................................... 58 5.2.2. Strategi Produk..................................................................... 59 5.2.3. Strategi Promosi................................................................... 59 5.2.4. Strategi Distribusi ................................................................ 60 5.2.5. Strategi Bisnis ...................................................................... 61 5.3. Analisis Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia...................... 62 5.4. Hasil Analisis Hubungan Struktur dan Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja.................................................................. 64 5.4.1. Indikator Kebaikan Model.................................................... 64 5.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia.............................................................. 66
iii
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 70 6.1. Kesimpulan .................................................................................. 70 6.2. Saran ............................................................................................ 71 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 73 LAMPIRAN................................................................................................ 76
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Industri Pakan Ternak Menurut Provinsi ..........................................
3
1.2. Pemain Utama Pakan Ternak di Indonesia .......................................
7
2.1. Contoh Tipe Pasar ...........................................................................
15
2.2. Ciri-ciri dan Tipe Pasar....................................................................
20
4.1. Perkembangan Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Pakan Ternak di Indonesia (2005-2009) ..........................................
42
4.2. Kapasitas Terpasang dan Produksi Keempat Perusahaan Pakan Ternak Terbesar Tahun 2010 (Ton) .................................................
44
4.3. Ekspor-Impor Pakan Ternak Indonesia (2007-2010*) ......................
51
4.4. Perkembangan Impor Bahan Baku Pakan (1000 Ton) ......................
51
4.5. Harga Rata-rata Bahan Baku Pakan Ternak 2007-2011* (US$/Ton)
52
4.6. Harga Pakan Unggas Agustus 2010-Februari 2011 (Rp/Kg).............
53
5.1. CR4 Industri Pakan Ternak Indonesia 1984-2008 .............................
56
5.2. MES Industri Pakan Ternak Indonesia 1984-2008 ...........................
57
5.3. Hasil Regresi Model ........................................................................
64
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Sebaran Pemasaran Industri Pakan Ternak.......................................
2
1.2. Produksi Pakan Ternak 2005-2009 (Juta Ton)..................................
5
2.1. Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja ...............................................
13
2.2. Skema Penelitian Operasional..........................................................
25
4.1. Gambaran Perkembangan Industri Pakan Ternak dan Peternakan ....
41
4.2. Perkembangan Konsumsi Pakan Ternak 2007-2011* (Juta Ton) ......
50
4.3. Pengaruh CR4 terhadap PCM...........................................................
68
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Pergerakan Harga Bahan Baku Pakan (Rp/Kg) ................................... 77
2.
Daftar SNI Pakan Ternak.................................................................... 78
3.
Biaya Input, Nilai Output, Nilai Tambah dan Upah Industri Pakan Ternak Indonesia Tahun 1984-2008 ................................................... 79
4.
Bahan Baku, Impor Bahan Baku dan Barang yang Dihasilkan Industri Pakan Ternak Indonesia Tahun 1984-2008 ............................ 80
5.
PCM, X-eff dan Growth Industri Pakan Ternak Indonesia Tahun 1984-2008 .......................................................................................... 81
6.
Hasil Regresi ...................................................................................... 82
7.
Uji Normalitas.................................................................................... 82
8.
Uji Multikolinearitas .......................................................................... 83
9.
Uji Autokorelasi ................................................................................. 83
10. Uji Heteroskedastisitas ....................................................................... 83
1
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pada tahun 2008, berbagai sektor di Indonesia mengalami tekanan akibat
adanya krisis global yang terjadi. Namun, sektor peternakan merupakan salah satu sektor yang mampu bertahan terhadap krisis global tersebut, dimana ketika itu masyarakat Indonesia melakukan subtitusi konsumsi daging ruminansia terutama daging sapi ke produk unggas. Produk unggas merupakan tambahan sumber protein yang harganya relatif murah sekaligus sebagai salah satu produk peternakan yang mampu bertahan di tengah tekanan krisis. Selain itu, sektor peternakan mampu berkontribusi cukup besar terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 86 trilyun dan melibatkan 4 juta rumah tangga peternak. Oleh karena itu, sektor peternakan terutama peternakan unggas menjadi salah satu potensi penggerak utama sekaligus pertumbuhan baru bagi perekonomian nasional (Destiana, 2010). Sektor peternakan tidak dapat berjalan baik tanpa adanya dukungan dari industri pakan ternak itu sendiri, dimana kehandalan industri peternakan secara langsung mempengaruhi perkembangan industri pendukungnya, yaitu industri pakan ternak. Industri pakan ternak merupakan industri yang berfungsi sebagai penyedia input terbesar dalam usaha ternak selain bibit. Selain itu, dari segi finansial, pakan merupakan faktor yang paling penting dalam hal biaya produksi dibandingkan faktor lainnya. Penggunaan pakan mencapai 60 persen sampai 70 persen dari total biaya produksi terutama untuk produk unggas. Dalam sebaran pemasaran industri pakan ternak, sekitar 83 persen dari seluruh total pakan
2
nasional yang ada digunakan untuk peternakan unggas (Grafik 1.1.). Oleh karena itu, bisnis pakan merupakan bisnis yang sangat strategis dalam memajukan industri peternakan terutama agribisnis perunggasan di masa yang akan datang.
P eter n ak an Bab i 3% R u m in an s ia 6 %
Lain n y a 1 %
Aq u ac u ltu r e 7 %
P eter n ak an u n g g as 8 3 %
Sumber: ICN, 2008
Gambar 1.1. Sebaran Pemasaran Industri Pakan Ternak Berkembangnya industri pakan ternak menyebabkan terjadi peningkatan permintaan terhadap pakan baik karena output pakan maupun input pakan. Selain itu, terjadi peningkatan permintaan terhadap kebutuhan produk-produk peternakan terutama komoditas unggas, seperti daging ayam dan telur akibat adanya pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan, dan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memenuhi gizi yang seimbang, sehingga kebutuhan akan pakan ternak pun semakin meningkat. Oleh karena itu, secara umum industri pakan ternak memiliki peluang yang baik sekaligus sebagai pendukung pembangunan nasional Indonesia, khususnya dalam dunia peternakan. Sampai saat ini, industri pakan ternak di Indonesia masih didominasi oleh investor asing besar, seperti Charoen Pokphand, Japfa Comfeed, Sierad Produce dan Cheil Jedang Feed. Umumnya, produsen berskala besar tersebut terintegrasi dengan industri peternakan dan pengolahan produk ternak yang tersebar di delapan provinsi Indonesia.
3
Tabel 1.1. Industri Pakan Ternak Menurut Provinsi
No.
Provinsi
Jumlah Pabrik
Produksi (Juta Ton)
Share (%)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jawa Timur Banten Jawa Barat Sumatera Utara Jawa Tengah DKI Jakarta Lampung Sulawesi Selatan Total
15 10 4 8 3 4 4 2 50
2,71 2,00 0,94 0,93 0,48 0,27 0,25 0,13 7,70
35,2 25,9 12,2 12,1 6,2 3,4 3,3 1,6 100
Kapasitas Produksi (Juta Ton) 3,64 2,71 1,11 1,33 1,12 0,60 0,66 0,14 11,30
Sumber: ICN, 2008
Berdasarkan data pada Tabel 1.1, terlihat bahwa jumlah pabrik tersebut merupakan jumlah pabrik yang hanya tergabung dalam Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) sampai pada tahun 2007 yaitu, sebanyak 50 pabrik. Selain itu, data tersebut pula mencantumkan bahwa jumlah terbesar industri pakan ternak di Indonesia berada di wilayah Jawa Timur dengan share sebesar 35,2 persen, sedangkan untuk wilayah luar Pulau Jawa banyak terdapat di wilayah Sumatera Utara dengan share produksi sebesar 12,1 persen. Produsen berskala besar ini menjalin kerjasama dengan peternakan rakyat, dimana mereka memberikan dana awal yang menyediakan pakan dengan menggunakan bahan baku (jagung, kedelai, tepung ikan dan meat bone meal), DOC, obat dan vitamin serta sarana produksi peternakan lainnya, sedangkan peternak hanya menjaga kandang agar tetap sehat dan panen tepat waktu. Produksi pakan ternak yang dihasilkan di Indonesia masih belum optimal, yaitu sebesar 7,70 juta ton (Tabel 1.1.). Hal ini dikarenakan peran pakan sebagai input terbesar dalam usaha ternak, khususnya unggas, menuntut ketersediaan bahan baku pakan yang memadai baik jumlah, kualitas, kuantitas, delivery serta
4
kontinuitasnya yang tidak mampu dipenuhi oleh pasokan dalam negeri, sehingga produsen besar tersebut masih banyak mengandalkan bahan baku pakan impor. Bahan baku yang memiliki posisi tertinggi sebagai pakan unggas yaitu bahan baku jagung, sekitar 60 persen sampai 70 persen (Daryanto, 2009). Hal ini pun didukung dengan diketahuinya jumlah industri pakan ternak yang memanfaatkan jagung sebagai bahan baku sebanyak 77 perusahaan sampai pada tahun 2008. Selain itu, diperkirakan penggunaan bahan baku pakan khususnya jagung akan terus meningkat selama 20 tahun ke depan dan sangat mungkin akan berpengaruh kepada peningkatan harga pakan secara nasional. Sehingga, terjadi struktur pasar yang tidak sempurna dalam industri pakan ternak, dimana harga pakan tidak sepenuhnya ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan penawaran pasar, melainkan tergantung dari kecukupan pemenuhan bahan baku. Dalam mendukung bisnis peternakan terhadap tingginya harga pakan dengan perkiraan peningkatan sekitar 30 persen sampai 35 persen selama tahun 2007 sampai tahun 2009 akibat ketergantungan pada bahan baku impor, maka pada tahun 2007 para pemain lokal dan dukungan dari pemerintah telah mengembangkan pabrik pakan ternak kecil "mini feed mill" yang tersebar di 14 lokasi dan tahun 2008 kembali mengembangkan "mini feed mill" yang tersebar di 38 lokasi. Pengolahan pakan pada mini feed mill dikelola oleh gabungan kelompok tani (gapoktan), sedangkan pemenuhan bahan baku diambil dari jagung petani yang belum terserap oleh industri nasional. Sehingga, industri pakan ternak masih dapat berjalan dengan baik. Perkembangan industri pakan ternak selain dihambat oleh ketergantungan bahan baku impor, dihambat pula oleh kasus flu burung di sejumlah provinsi
5
Indonesia pada tahun 2007. Hal ini secara langsung mempengaruhi tingkat produksi industri pakan ternak yang hanya mengalami pertumbuhan sekitar 7 persen pada tahun 2005 sampai agustus 2009, khususnya komoditas unggas. Akibat adanya masalah-masalah yang menghambat perkembangan industri pakan ternak tersebut, total produksi pakan ternak nasional merosot menjadi 7,7 juta ton pada tahun 2007 dibanding tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 9,9 juta ton (Gambar 1.2.). P ro d uk si (Juta To n)
Ju ta T o n
12 10
9
9 ,9
8 6 4
7 ,7
8 ,2
8 ,8
2007
2008
2009
2 0 2005
2006
Sumber: ICN, 2009 *Data hingga Agustus 2009
Gambar 1.2. Produksi Pakan Ternak 2005-2009 (Juta Ton) Saat itu, masyarakat khawatir mengkonsumsi ayam dan produk turunannya, sehingga industri peternakan mengalami kerugian, dimana konsumsi ayam dan produk turunannya merosot hingga 50 persen sampai 60 persen. Industri pakan ternak pun merasakan dampaknya, yaitu permintaan terhadap pakan ternak menurun hingga 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan juga menyebabkan kapasitas industri mengalami penurunan akibat banyaknya perusahaan yang gulung tikar (ICN, 2009). Namun, dengan adanya programprogram pemerintah dalam mengatasi bencana ini, konsumsi daging dan produkproduk turunannya sekaligus permintaan terhadap pakan ternak pun kembali
6
meningkat, dimana kapasitas produksi pakan pada tahun 2008 dan 2009 mulai membaik dengan peningkatan produksi mencapai 8,8 juta ton. Hal ini menunjukkan bahwa industri pakan ternak masih memiliki peluang dan prospek ke depan yang baik, sehingga sejumlah perusahaan industri pakan ternak pun berminat melakukan ekspansi, seperti Malindo Feedmill akan membangun pabrik baru, serta Charoen Pokphand dan perusahaan yang lain akan meningkatkan kapasitasnya.
1.2.
Rumusan Masalah Saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin menguat, dimana
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun 2010 mencapai sekitar 5,5 persen dan bahkan diprediksikan pada tahun 2011 meningkat menjadi 6 persen. Hal ini selain memberikan dampak positif bagi konsumsi domestik, industri pakan ternak juga diperkirakan secara nasional akan berkembang sekitar 7 persen lebih, sehingga dapat menimbulkan ketatnya persaingan dalam industri. Perusahaan pakan asing yang paling awal memasuki industri pakan Indonesia dengan struktur permodalan yang kuat, ditopang oleh grup besarnya di Thailand dengan office area di seluruh dunia, yaitu PT. Charoen Pokphand Indonesia (CPI), sehingga CPI menjadi pemain utama dengan market share sebanyak 31,2 persen dari total industri pakan Indonesia yang terfokus pada bisnis pakan ayam dan ikan (Tabel 1.2.). Namun, market share ini semakin tahun semakin tergerus direbut para pemain lainya seperti Jafpa Comfeed dan Cheil Jedang dengan ekspansi kapasitas produksi yang signifikan dan adanya pembangunan pabrik baru.
7
Tabel 1.2. Pemain Utama Pakan Ternak di Indonesia Nama Perusahaan
Lokasi
Charoen Pokphand Indonesia Jafpa Comfeed Indonesia Cheil Jedang
Mojokerto, Medan, Jakarta Lampung, Cirebon Serang, Jombang, Banten, Jawa Timur Sidoarjo, Tanggerang Cakung, Jawa Timur, Gresik
Sierad Produce Malindo Feedmill Lainnya Total
Kapasitas Produksi (Juta Ton/Tahun) 4,00
Market Share (%) 31,2
1,73
13,5
0,75
7,8
0,54
7
0,44
3,5
5,35 12,81
37 100
Sumber: ICN, 2009
Pemain pakan lokal semakin optimis terhadap prospek industri pakan ternak. Untuk itu banyak produsen pakan ternak yang terus berupaya untuk meningkatkan produksinya secara berkelanjutan sekaligus memperluas usahanya, seperti pada tahun 2009 dan 2010 terdapat tiga pabrik yang berdiri, dua dari tiga pabrik tersebut berasal dari China yaitu PT New Hope yang berdiri di Jawa Timur dan PT East Hope di Karawang, dan satunya dari Malaysia yaitu PT Malindo Feedmill di Banten. Oleh karena itu, dengan ceruk pasar (budidaya) yang sempit dan jumlah produsen pakan ternak yang semakin banyak, memaksa pebisnis pakan ternak melakukan persaingan yang sangat ketat. Dengan adanya tingkat persaingan yang semakin ketat maka semakin nyata adanya akibat dari persaingan itu sendiri, baik menghasilkan persaingan sehat maupun kurang sehat yang sifatnya dapat menjatuhkan dan mengintimidasi perusahaan lain, seperti adanya hambatan masuk pasar dan konsentrasi pasar yang cenderung akan menimbulkan terbentuknya struktur pasar yang mengarah pada
8
monopoli ataupun oligopoli, serta faktor-faktor lainnya. Hal ini secara langsung akan mempengaruhi struktur, perilaku serta kinerja yang dapat dilihat dari tingkat keuntungan industri pakan ternak di Indonesia itu sendiri. Oleh karena itu, walaupun bisnis pakan merupakan usaha yang menjanjikan, namun penuh dengan tantangan. Berdasarkan penjelasan mengenai perkembangan dan kendala bisnis pakan ternak saat ini maka muncul beberapa permasalahan yang akan di analisis, sebagai berikut: 1. Bagaimana struktur pasar industri pakan ternak di Indonesia? 2. Bagaimana perilaku industri pakan ternak di Indonesia? 3. Bagaimana kinerja industri pakan ternak di Indonesia? 4. Bagaimana hubungan antara struktur pasar dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri pakan ternak di Indonesia?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dijelaskan
sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis: 1. Struktur pasar industri pakan ternak di Indonesia. 2. Perilaku industri pakan ternak di Indonesia. 3. Kinerja pasar industri pakan ternak di Indonesia. 4. Hubungan antara struktur pasar dan faktor-faktor lain dengan kinerja industri pakan ternak di Indonesia.
9
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi para pelaku industri pakan, diharapkan dapat menjadi tambahan informasi sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam hal pengambilan keputusan untuk dapat mengembangkan industri pakan ternak selanjutnya yang lebih baik. 2. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi maupun rujukan untuk penelitian selanjutnya. 3. Bagi penulis, penelitian ini untuk menambah wawasan mengenai industri pakan ternak di Indonesia, serta sebagai sarana untuk mengembangkan intelektualitas.
1.5.
Ruang lingkup Penelitian Dalam menganalisis struktur, perilaku dan kinerja industri pakan ternak di
Indonesia, penulis meneliti industri pakan ternak sesuai dengan kode ISIC yaitu 15331 sebagai industri ransum pakan ternak yang sudah mewakili industri pakan ternak di Indonesia secara keseluruhan, baik untuk pakan lengkap maupun pakan konsentrat. Data yang digunakan merupakan data time series tahunan dari tahun 1984 sampai tahun 2008. Selain itu, dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri pakan ternak di Indonesia dibatasi oleh variabelvariabel tertentu. Kinerja industri pakan ternak di Indonesia diwakili oleh variabel Price Cost Margin (PCM) dan variabel-variabel yang digunakan dalam mewakili faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah rasio konsentrasi empat
10
perusahaan terbesar (CR4), efisiensi internal (X-eff), pertumbuhan nilai output (Growth), hambatan masuk pasar (MES), dan nilai impor bahan baku (IM).
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Teori Ekonomi Industri Ekonomi industri merupakan suatu keahlian khusus dalam ilmu ekonomi
yang menjelaskan tentang perlunya pengorganisasian pasar dan bagaimana pengorganisasian pasar ini dapat mempengaruhi cara kerja pasar industri. Ekonomi industri menelaah struktur pasar dan perusahaan yang secara relatif lebih menekankan kepada studi empiris dari faktor-faktor yang mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja pasar (Jaya, 2001). Menurut Hasibuan (1993) pengertian industri sangat luas, dapat dalam lingkup makro dan mikro. Secara mikro, sebagaimana dijelaskan dalam teori ekonomi mikro. Secara mikro, industri adalah kumpulan dari perusahaanperusahaan yang menghasilkan barang yang homogen, atau barang yang mempunyai sifat saling menggantikan secara erat. Namun, dari segi pembentukan pendapatan, yang bersifat makro, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah. Ada beberapa alasan mengapa Ekonomi Industri umumnya, dan Organisasi Industri khususnya menjadi semakin penting untuk dipelajari, baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Pertama, praktek-praktek struktur pasar yang semakin terkonsentrasi dalam kegiatan bisnis telah dikenal sejak lama. Praktek-praktek perilakunya mempunyai daftar kerugian bagi masyarakat konsumen. Kedua, semakin tinggi konsentrasi industri cenderung mengurangi persaingan antarperusahaan yang kemudian membawa perilaku yang kurang efisien. Dalam kenyataannya, sering terjadi bahwa perusahaan-perusahaan
12
besar menggunakan rintangan-rintangan masuk, sehingga persaingan menjadi tidak wajar. Ketiga, konsentrasi industri yang tinggi membawa konsentrasi kekayaan, yang melemahkan usaha-usaha pemerataan, baik dilihat dari pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, maupun kesempatan berusaha. Keempat, kaitan struktur industri dengan penyelesaian masalah-masalah ekonomi membawa lebih jauh intervensi pemerintah. Kelima, kajian-kajian tentang struktur-perilaku dan kinerja industri tidak terlepas dari masalah-masalah apa yang diproduksi, bagaimana, dan untuk siapa suatu barang dan jasa diproduksi (Hasibuan, 1993).
2.2.
Teori Structure-Conduct-Performance (SCP) Menurut Alfarisi (2009) teori SCP pertama kali dicetuskan oleh Mason
(1939) dan Bain (1942). Teori ini mengasumsikan bahwa struktur pasar akan mempengaruhi perilaku atau strategi perusahaan-perusahaan yang ada di pasar, dan pada akhirnya perilaku tersebut akan mempengaruhi kinerja dari pasar tersebut, sehingga kerangka pemikiran dari teori SCP dapat digambarkan dalam kerangka di bawah ini: Structure – Conduct – Performance Menurut Mason (1939) dalam Alfarisi (2009) struktur pasar tidak hanya dapat mempengaruhi tetapi juga dapat dipengaruhi oleh tingkah laku dan kinerja perusahaan dalam industri tersebut. Hubungan tradisional ini bersifat jangka panjang. Struktur pasar merupakan kunci penting dari pola konsep konvesional dalam bidang ekonomi industri. Setiap perusahaan memiliki suatu struktur pada
13
masing-masing keadaan tertentu (Jaya, 2001). Pada Gambar 2.1. terlihat pendekatan antara struktur, perilaku dan kinerja pasar. Struktur (Structure) Jumlah penjual dan pembeli Struktur biaya Diferensiasi produk Integrasi vertikal Hambatan masuk (barrier to entry) Skala Ekonomi Diversifikasi
Perilaku (Conduct) Strategi harga Iklan Strategi produk Riset dan inovasi Tingkat kerjasama (conllusion)
Kinerja (Performance) Efisiensi Full Employment Pertumbuhan Pemerataan Kemajuan Teknologi Sumber: Hasibuan, 1993
Gambar 2.1. Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja Terdapat tiga model pendekatan SCP yaitu SCP School, Chicago School, dan The New Industrial Economics. 1.
SCP School Pandangan ini menekankan bahwa tingkat konsentrasi dan keuntungan
yang tinggi diinterpretasikan sebagai indikator penguasaan dan penyalahgunaan penguasaan pasar. Dengan demikian masyarakat akan merasakan dampak negatifnya dan pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk membatasi perilaku perusahaan (Lubis, 1997). 2.
Chicago School Aliran Chicago School mempunyai argumen bahwa tingkat konsentrasi
dan keuntungan yang tinggi merupakan ukuran keberhasilan perusahaan. Hanya
14
perusahaan yang efisien dan inovatif yang mampu mendapatkan keuntungan dan memperbesar pangsa pasar serta meningkatkan konsentrasi pasar. Sebaliknya, perusahaan yang efisien justru menguntungkan konsumen melalui tingkat harga yang lebih rendah maupun kualitas produk yang lebih baik. Berbeda dengan pandangan klasik, pandangan ini menyatakan arah hubungan yang terbalik, dimana tingkat efisiensi perusahaan merupakan determinan posisi suatu perusahaan dalam pasar dan perilakunya. Aliran ini juga menyatakan bahwa sumber utama terjadinya kekuatan monopoli adalah pemerintah, sehingga agar tercapai kinerja pasar yang diinginkan diserahkan pada mekanisme pasar (Yunianti, 2001). 3.
New Industrial Economics Pandangan ini memberi perhatian lebih pada peran perilaku yaitu apresiasi
terhadap dimensi strategis dari keputusan perusahaan. Perusahaan ini tidak hanya bereaksi dan beradaptasi terhadap kondisi eksternal, tetapi juga berusaha agar lingkungan ekonomi dimana ia berada dapat memberi keuntungan kepadanya dengan pertimbangan bahwa pesaingnya juga akan melakukan hal yang sama (Lubis,1997).
2.2.1. Struktur Pasar Struktur pasar dapat menunjukkan lingkungan persaingan antara penjual dan pembeli melalui proses terbentuknya harga dan jumlah produk yang ditawarkan dalam pasar (Jaya, 2001). Struktur pasar memiliki tiga elemen pokok yaitu pangsa pasar, konsentrasi dan hambatan masuk pasar. Ketiga elemen
15
tersebut akan menggambarkan ukuran perusahaan-perusahaan yang bersaing di suatu pasar. 1.
Pangsa Pasar (Market Share) Pangsa pasar adalah persentase pendapatan perusahaan dari total
pendapatan industri yang dapat diukur dari 0 persen hingga 100 persen (Jaya, 2001). Semakin tinggi pangsa pasar maka akan semakin tinggi pula kekuatan pasar yang dimiliki perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki pangsa pasar yang tinggi akan menciptakan monopoli yang mengejar keuntungan semaksimal mungkin. Apabila setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya rendah maka akan tercipta persaingan yang efektif. Tabel 2.1. menunjukkan beberapa tipe pasar yang tercipta mulai dari monopoli murni sampai dengan persaingan murni. Tabel 2.1. Contoh Tipe Pasar TIPE PASAR Monopoli Murni Perusahaan Dominan Oligopoli Ketat
Oligopoli Longgar
Persaingan Monopolistik Persaingan Murni
Sumber: Jaya, 2001
KONDISI UTAMA Suatu perusahaan menguasai 100 persen dari pangsa pasar. Suatu perusahaan yang menguasai 50-100% dari pangsa pasar dan tanpa pesaing kuat. Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar 60-100%. Kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga relatif mudah. Penggabungan 4 perusahaan terkemuka yang memiliki 40% atau kurang dari pangsa pasar, kesepakatan diantara mereka untuk menetapakan harga sebenarnya tidak mungkin. Banyak pesaing yang efektif, tidak satupun yang memiliki lebih dari 10% pangsa pasar. Lebih dari 50 pesaing yang mana tidak satu pun yang memiliki pangsa pasar yang berarti.
CONTOH PLN, Telkom, PAM Surat kabar lokal/nasional, film kodak, batu baterai Perbankan lokal, siaran TV, bola lampu, sabun, toko buku, rokok kredit dan semen. Kayu, perkakas rumah, mesin-mesin kecil, perangkat keras, majalah, batu baterai, obat-obatan. Pedagang pakaian
eceran,
Sapi dan unggas
16
2.
Konsentrasi (Concentration) Menurut Jaya (2001) konsentrasi adalah kombinasi pangsa pasar dari
perusahaan-perusahaan ”oligopolis” dimana mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kelompok perusahaan ini terdiri dari dua sampai delapan perusahaan. Kombinasi pangsa pasar mereka membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar. Terdapat empat indeks konsentrasi, yaitu: 1) Rasio konsentrasi yang standar memerlukan data mengenai ukuran pasar secara keseluruhan dan ukuran-ukuran perusahaan yang memimpin pasar. 2) Indeks Hirschman-Herfindahl merupakan penjumlahan kuadrat pangsa pasar semua perusahaan dalam suatu industri. 3) Indeks Rosenbluth didasarkan pada peringkat setiap perusahaan dan pangsa pasarnya. 4) Indeks entropy mengukur pangsa pasar semua perusahaan. 3.
Hambatan Untuk Masuk (Barrier To Entry) Menurut Asian Development Bank (2001) barrier to entry dapat
didefinisikan sebagai setiap bentuk karakteristik pasar yang menghambat pendatang (entrant) baru untuk bersaing atas dasar yang sama dengan perusahaan yang sudah ada. Dalam definisi ini, kombinasi biaya yang hilang (sunk cost) dan skala ekonomi dapat menjadi barrier to entry. Menurut Bain (1956) penentu utama kondisi entry adalah skala ekonomi yang besar, diferensiasi produk dan keuntungan biaya absolut antara perusahaan yang ada dengan yang baru. Kondisi sangat menentukan degree of competition baik yang aktual maupun yang potensial sehingga dapat diduga mempengaruhi kinerja dan struktur.
17
Menurut Shepherd (1990) menyatakan bahwa dengan adanya hambatan masuk akan menghalangi pesaing yang potensial untuk memasuki pasar dan menjadi pesaing yang sesungguhnya. Apapun yang mengurangi kemungkinan skala atau kecepatan dari masuknya perusahaan disebut sebagai hambatan masuk. Hambatan masuk dibagi menjadi dua jenis, yaitu hambatan eksogen dan hambatan endogen. Hambatan eksogen merupakan hambatan untuk masuk ke dalam pasar yang sifatnya berada diluar kontrol dari leading firms dan merupakan suatu penyebab fundamental yang tidak dapat diubah, seperti modal, skala ekonomi, diferensiasi produk, diversifikasi, intensitas penelitian dan pengembangan, high durability of firm specific capital dan integrasi vertikal, sedangkan yang termasuk ke dalam hambatan endogen antara lain kebijakan harga dari establish firm, penciptaan kelebihan kapasitas, image dari loyalitas merk suatu produk, strategi penguasaan produk dan strategi bahan baku.
2.2.2. Perilaku Pasar Hasibuan (1993) menyatakan bahwa dalam menilai derajat persaingan suatu pasar perlu diperhatikan perilaku dari perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri yang bersangkutan. Perilaku dalam hal ini adalah pola tanggapan dan penyesuaian suatu industri di dalam pasar untuk mencapai tujuannya. Suatu industri melakukan penyesuaian untuk melakukan peranannya di dalam pasar sehingga tercapai tujuannya. Perilaku ini jelas terlihat pada penentuan harga, promosi, koordinasi kegiatan dalam pasar dan juga kebijaksanaan produk. Dalam pengertian koordinasi terjadi sangat luas seperti kolusi.
18
Pada kondisi pasar oligopoli, perilaku setiap perusahaan akan sulit diperkirakan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh suatu perusahaan. Berbeda dengan kondisi pasar persaingan sempurna dimana perusahaan hanya bersifat sebagai penerima harga. Pada kondisi pasar yang dipimpin oleh suatu perusahaan dominan, umumnya perusahaan yang mendominasi pasar akan berlaku seperti perusahaan monopoli yang akan menaikkan harga untuk memperoleh keuntungan lebih dan menggunakan diskriminasi harga. Sedangkan pada pasar oligopoli, tindakan yang mereka lakukan terkait oleh strategi dimana pilihan tindakannya seringkali tergantung pada kebijakan yang diambil oleh pesaing terdekatnya (Jaya, 2001).
2.2.3. Kinerja Pasar Kinerja pasar atau industri adalah hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri (Hasibuan,1993). Kinerja dalam kaitannya dengan ekonomi memiliki banyak aspek, namun biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok, yaitu efisiensi, kemajuan teknologi, dan keadilan (Jaya, 2001). 1.
Efisiensi Efisiensi adalah menghasilkan suatu nilai output yang maksimum dengan
menggunakan sejumlah input tertentu, baik secara fisik maupun nilai ekonomis (harga). Efisiensi terbagi menjadi dua, yaitu efisiensi internal (X-eff) yang menggambarkan perusahaan dikelola dengan baik, menggambarkan usaha yang maksimal dari para pekerja dan menghindari kejenuhan dalam pelaksanaan jalannya perusahaan. Efisiensi ini diukur dengan perbandingan nilai tambah dan nilai input setiap perusahaan. Sedangkan efisiensi alokasi menggambarkan sumber
19
daya ekonomi yang dialokasikan sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi perbaikan dalam berproduksi yang dapat menaikkan nilai dari output (Jaya, 2001). 2.
Kemajuan Teknologi Kemajuan mengacu pada keefektifan dalam pemeliharaan pasar dari
perubahan hasil yang baru dan lebih baik serta teknik produksi yang lebih baik. Kemajuan teknologi dapat mempengaruhi tingkat keuntungan yang lebih baik bagi perusahaan, dengan adanya perubahan dan perkembangan teknologi dapat mempengaruhi tingkat keuntungan yang lebih baik dan proses produksi menjadi lebih baik (Jaya, 2001). Dalam pengertian sehari-hari variabel ini biasa juga didefinisikan sebagai efisiensi dinamis, karena dalam ilmu ekonomi perubahan teknologi identik dengan perubahan antar waktu (Alfarisi, 2009). 3.
Keadilan Keadilan yaitu keseimbangan dalam distribusi. Keadilan mempunyai tiga
dimensi, yaitu kesejahteraan, pendapatan, dan kesempatan. Keseimbangan mempengaruhi etika dan terdapat kriteria etika yang harus dikombinasikan, yaitu kesamarataan, upaya, dan kontribusi atau produktivitas (Jaya, 2001). Menurut Alfarisi (2009) kinerja pasar menunjukkan bagaimana kepuasan ekonomi terhadap tujuan-tujuan tertentu yang akan dicapai oleh suatu perusahaan. Tujuan-tujuan tersebut, selain tingkat efisiensi dan tingkat progresitifitas (kemajuan tekonologi), ada juga tingkat keuntungan (Profitability). Keuntungan ekonomi diatas tingkat pengembalian yang normal merupakan alasan mengapa perusahaan-perusahaan berusaha untuk memperoleh dan mempertahankan kekuatan pasarnya.
20
Tabel 2.2. Ciri-ciri dan Tipe Pasar Ciri-ciri
Monopoli
Perusahaan Dominan
Oligopoli
Persaingan Monopolistik
Persaingan Murni
Kondisi utama**
Menguasai 100 persen pangsa pasar.
Menguasai 50 sampai 100 persen dari pangsa pasar dan tanpa pesaing kuat.
Gabungan beberapa perusahan terkemuka yang pangsa pasarnya 60 sampai 100 persen.
Banyak pesaing yang efektif, tidak satu pun yang memiliki lebih dari 10 persen pangsa pasar.
Lebih dari 50 pesaing yang tidak satu pun memiliki pangsa pasar yang berarti.
Indeks Hirschma nHerfindahl (HHI)* Jumlah Produsen* Entry/exit barrier* Diferensia si produk* Kekuatan menentuk an* Persainga n selain harga* Informasi * Profit*
HHI=1000 2500
1000
1000
HHI<100
Satu
Banyak
Sedikit
Banyak
Sangat tinggi Relatif
Relatif rendah Relatif
Tinggi
Relatif rendah
Sangat banyak Rendah
Relatif
Relatif
Tidak ada
Sangat besar
Relatif
Relatif
Sedikit
Tidak ada
Tidak ada
Besar
Besar
Besar
Tidak ada
Sangat terbatas Berlebih
Cukup terbuka Berlebih
Terbatas
Cukup terbuka Normal
Terbuka
Efisiensi*
Kurang baik
Kurang baik
Cukup baik
Baik
Agak berlebih Kurang baik
Normal
Sumber: *Hasibuan, 1993 **Jaya, 2001
Variabel yang paling umum digunakan dalam mengukur kinerja suatu industri, yaitu Price-Cost-Margin (PCM). Selain itu, tingkat keuntungan (PCM) merupakan suatu ukuran yang baik dalam menggambarkan kinerja suatu perusahaan, karena asumsi dari tingkat keuntungan perusahaan merupakan
21
motivasi dasar perusahaan (Jaya, 2001). Penggunaan PCM sebagai variabel kinerja suatu industri pertama kali oleh Collins dan Presto (1968-1969). Selain PCM, pengukuran kinerja juga dapat digunakan dengan metode-metode lain, seperti rasio dari kelebihan profit terhadap penjualan, tingkat pengembalian dari asset atau modal dan yang terakhir yaitu dengan mengukur nilai pasar dari suratsurat berharga perusahaan.
2.3.
Hubungan Struktur dan Faktor-faktor lain yang Mempengaruhi Kinerja Keterkaitan antar struktur, perilaku dan kinerja yang saling berinteraksi
mempengaruhi proses alokasi hasil produksi kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja ini bukan hanya sekedar bersifat searah, tetapi juga dapat berhubungan timbal balik. Pertama, struktur mempengaruhi perilaku, semakin rendah konsentrasi maka akan semakin tinggi tingkat persaingan di pasar. Kedua, perilaku mempengaruhi kinerja, semakin tinggi tingkat persaingan maka akan semakin rendah market power atau semakin rendah keuntungan perusahaan. Ketiga, struktur mempengaruhi kinerja, semakin rendah tingkat konsentrasi pasar maka akan semakin tinggi tingkat persaingan, dan market power pun semakin rendah. Hubungan antara struktur pasar dan kinerja industri dapat dijelaskan dengan tiga macam hipotesis. Pertama, traditional hypothesis yang menjelaskan bahwa adanya hubungan yang positif antara konsentrasi industri dengan profitabilitas. Kedua, efficient structure hypothesis yang menyatakan bahwa konsentrasi industri tidak terjadi secara acak, melainkan lebih merupakan hasil dari efisiensi perusahaan. Ketiga, product differentiation yang menyebutkan
22
bahwa besarnya pangsa pasar disebabkan oleh adanya diferensiasi produk (Sunengsih, 2009).
2.4.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Agustina (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Struktur-
Perilaku-Kinerja Industri Pakan Ternak Indonesia” periode 1981 sampai 2005 menyimpulkan bahwa struktur pasar industri pakan ternak di Indonesia merupakan oligopoli longgar yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai rasio konsentrasi pasar sebesar 41,33 persen. Selain itu, nilai rata-rata Minimum Efficiency Scale didapatkan sebesar 16,61 persen, berarti hambatan masuk pasar termasuk tinggi. Kinerja menggunakan ukuran PCM dengan rata-rata sebesar 19,56 persen dan X-Eff sebesar 30,88 persen. Hal ini mencerminkan perusahaan pakan ternak belum dikelola dengan baik. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keuntungan pada industri pakan ternak Indonesia adalah konsentrasi rasio (CR4), hambatan masuk (MES), pertumbuhan produksi (Growth) dan efisiensi (Xeff). Perbedaanya dengan penelitian ini yaitu menggunakan data time series tahunan dari tahun 1984 sampai 2008. Dalam mengukur kinerja digunakan PCM, X-eff, dan Growth. Selain itu, variabel-variabel yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja (PCM) industri pakan ternak di Indonesia selain konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4), pertumbuhan nilai output (Growth), efisiensi (X-eff), dan hambatan masuk (MES), ditambahkan juga variabel nilai impor bahan baku (IM).
23
Sunengsih (2009) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia” tahun 1980 sampai 2005 menyatakan bahwa struktur pasarnya adalah oligopoli sedang dengan nilai rata-rata konsentrasi empat perusahaan terbesar sebesar 44,08 persen. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja (PCM) yang berpengaruh signifikan yaitu X-eff dan usaha, sedangkan variabel nilai CR4 dan Growth tidak berpengaruh signifikan terhadap PCM. Winsih (2007) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Manufaktur Indonesia” menyimpulkan bahwa industri manufaktur Indonesia mempunyai struktur pasar oligopoli yang tingkatannya bervariasi. Metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri manufaktur di Indonesia yaitu dengan pendekatan panel data, hasilnya menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh besar terhadap PCM yaitu produktifitas dan effisiensi-X, sementara CR4, Growth, ekspor dan impor tidak signifikan terhadap peningkatan keuntungan. Widyastuti (2006) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis StructureConduct-Performance
Industri
Komponen
Sepeda
Motor
di
Indonesia”
menyimpulkan bahwa variabel yang berpengaruh positif secara siginifikan terhadap PCM adalah CR4, pertumbuhan nilai produksi yang mewakili kondisi permintaan pasar (GRS), XEFF dan nilai ekspor (LX). Sedangkan nilai produktifitas (PROD) signifikan pada taraf nyata 10 persen namun berpengaruh negatif terhadap PCM diduga karena adanya kenaikan upah tenaga kerja yang mengurangi keuntungan perusahaan. Selain itu, nilai impor (LM) tidak mempengaruhi PCM secara signifikan.
24
2.5.
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini mengacu pada kerangka SCP
(Structure Conduct Performance), dimana suatu industri tidak terlepas dari adanya struktur, perilaku dan kinerja industri itu sendiri. Dalam model analisis SCP dikatakan bahwa struktur suatu pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam pasar tersebut yang secara bersama-sama akan mempengaruhi kinerja sistem pasar secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat struktur, perilaku, kinerja serta faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri pakan ternak di Indonesia. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini dipetakan dalam skema yang terdapat pada Gambar 2.2. Pendekatan penelitian dimulai dengan menganalisis struktur pasar menggunakan pangsa pasar, tingkat konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) dan hambatan masuk pasar. Konsentrasi ini akan menunjukkan bentuk pasar yang dihadapi oleh industri. Struktur pasar akan berdampak pada perilaku industri. Analisis perilaku industri dilakukan secara deskriptif, karena secara umum untuk menganalisis perilaku tidak dapat diukur secara kuantitatif. Analisis perilaku dilihat dari strategi harga, strategi promosi, strategi produk, strategi distribusi dan strategi bisnis. Perilaku pasar akan berdampak pada kinerja industri. Analisis kinerja industri dilihat dari nilai PCM (Price Cost Margin), efisiensi internal (X-eff) dan pertumbuhan output (Growth). Nilai PCM (Price Cost Margi) digunakan sebagai nilai yang mencerminkan tingkat keuntungan dari suatu industri. Sementara itu, konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4), efisiensi internal (X-Eff), pertumbuhan nilai output (Growth), hambatan masuk
25
pasar (MES), dan nilai impor bahan baku (IM) digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri pakan ternak di Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri pakan ternak di Indonesia ini dianalisis dengan menggunakan pendekatan OLS (Ordinary Least Square). Industri Pakan Ternak di Indonesia
Struktur 1. Pangsa pasar 2. CR4 3. Hambatan masuk pasar
1. 2. 3. 4. 5.
Perilaku Strategi Harga Strategi Produk Strategi Promosi Strategi Distribusi Strategi Bisnis
Kinerja 1. PCM 2. X-eff 3. Growth
Hubungan SCP Analisis Regresi dengan Metode OLS Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia
PCM = f(CR4, X-eff, Growth, MES, IM)
Kesimpulan dan Saran Gambar 2.2. Skema Penelitian Operasional
2.6.
Hipotesis Penelitian Penelitian mengenai pengaruh struktur terhadap kinerja suatu industri telah
banyak dilakukan, hubungan variabel-variabel struktur dan kinerja dapat menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Hal ini disebabkan adanya penggunaan proksi yang berbeda oleh para peneliti (Winsih, 2007). Berdasarkan keadaan industri pakan ternak di Indonesia serta melalui pengamatan teori dan penelitian
26
terdahulu yang mendasari penelitian ini, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Tingkat konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin tinggi konsentrasi suatu perusahaan maka semakin besar tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Peningkatan konsentrasi tersebut dapat terjadi karena dua sebab, yaitu (1) berkurangnya jumlah perusahaan dan (2) bertambahnya jumlah perusahaan, namun produk perusahaan-perusahaan baru masih jauh lebih rendah daripada empat perusahaan terbesar. Sementara, tingkat konsentrasi memiliki pengaruh negatif dengan persaingan. Semakin tinggi tingkat konsentrasi maka tingkat persaingan akan menurun dan sebaliknya.
2.
Efisiensi internal (X-eff) memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin efisien suatu perusahaan maka tingkat keuntungan perusahaan akan meningkat. Efisien suatu perusahaan untuk memproduksi sebuah produk dengan sumber daya yang lebih sedikit atau sama karena efisiensi merupakan pengurangan biaya sehingga biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam jangka panjang lebih murah.
3.
Pertumbuhan nilai output (Growth) yang mewakili kondisi permintaan pasar memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin tinggi permintaan pasar dalam pertumbuhan nilai output (Growth) maka tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan juga akan semakin meningkat karena adanya dorongan perusahaan untuk meningkatkan output.
27
4.
Hambatan masuk pasar memiliki pengaruh positif terhadap PCM. Semakin tinggi hambatan masuk suatu perusahaan maka tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan akan semakin meningkat.
5.
Nilai impor bahan baku memiliki pengaruh negatif terhadap PCM. Semakin tinggi nilai impor bahan baku maka tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan akan semakin menurun akibat adanya biaya yang tinggi seperti pajak impor, bea impor, dan lain-lain.
28
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perindustrian, Direktorat Jenderal Peternakan, Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), dan sumber terkait lainnya. Data yang digunakan merupakan data time series tahunan dari tahun 1984 sampai tahun 2008.
3.2.
Metode Analisis Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dan
metode kuantitatif. Metode deskriptif untuk menganalisis perilaku industri pakan ternak di Indonesia, dan metode kuantitatif untuk menganalisis struktur dan kinerja industri pakan ternak dengan pendekatan SCP, dan untuk analisis faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja industri pakan ternak di Indonesia digunakan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) dengan bantuan software Microsoft Excel 2003 dan Eviews 6.
3.2.1. Analisis Stuktur Pasar 1.
Pangsa Pasar Pangsa pasar perusahaan berkisar antara 0 sampai 100 persen dari total
penjualan seluruh pasar. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan mengasumsikan perusahaan tidak melakukan inventory, sehingga nilai
29
output adalah sama besarnya dengan nilai penjualan. Persamaan pangsa pasar yang digunakan adalah: MSi = Si x 100% Stot Dimana: MSi
: pangsa pasar perusahaan i (persen)
Si
: penjualan perusahaan i (juta rupiah)
Stot
: penjualan total seluruh perusahaan (juta rupiah)
2.
Konsentrasi Pasar Rasio konsentrasi yang umum digunakan adalah CR4. Informasi mengenai
empat perusahaan pakan ternak terbesar tersebut dianggap sudah cukup mewakili untuk menjelaskan keadaan pasar. Hal ini menunjukkan untuk pangsa pasar empat perusahaan terbesar dalam industri, dirumuskan sebagai berikut: 4
CR4 = ∑ MSi i=1
Atau: CR4 = MS1 + MS2 + MS3 + MS4 Dimana: CR4
: rasio konsentrasi sebanyak m perusahaan (persen)
MSi
: pangsa pasar perusahaan i (persen)
3.
Hambatan Masuk Pasar Hambatan masuk pasar dapat disebabkan oleh munculnya persaingan
bisnis yang semakin ketat. Hambatan ini dapat dilihat dari mudah atau tidaknya pesaing-pesaing potensial untuk masuk ke pasar. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat hambatan masuk dalam penelitian ini adalah dengan mengukur skala ekonomi yang dilihat melalui output perusahaan yang menguasai pasar.
30
Nilai output tersebut kemudian dibagi dengan output total industri. Data ini disebut sebagai Minimum Efficiency Scale (MES). MES = Output perusahaan terbesar x 100% Output total
3.2.2. Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh informasi mengenai perilaku perusahaan dalam industri itu sendiri. Perilaku industri menganalisis tingkah laku dan penerapan strategi perusahaan dalam suatu industri untuk merebut pangsa pasar dan mengalahkan pesaing. Perilaku industri pakan ternak di Indonesia akan dianalisis dengan melihat strategi harga, produk, promosi, distribusi serta strategi bisnisnya.
3.2.3. Analisis Kinerja Pasar Analisis kinerja industri pakan ternak dilakukan dengan menggunakan analisis Price Cost Margin (PCM), efisiensi internal (X-eff) dan pertumbuhan output (Growth). PCM didefinisikan sebagai indikator kemampuan perusahaan untuk meningkatkan harga di atas biaya produksi dan juga sebagai persentase keuntungan dari kelebihan penerimaan atas biaya langsung. Tingkat PCM yang tinggi pada umumnya dapat tercipta jika terdapat rasio konsentrasi yang tinggi. Jika sesuai dengan penelitian Collin dan Preston (1969) dalam Alfarisi (2009) PCM didefinisikan sebagai rasio dari nilai tambah perusahaan atau industri dikurangi dengan total seluruh pengeluaran upah dari perusahaan atau industri terhadap nilai output industri tersebut. PCM = Nilai tambah – Upah x 100% Nilai output
31
Efisiensi internal (X-eff) menunjukkan kemampuan perusahaan dalam suatu industri untuk menekan biaya produksi. Semakin efisien suatu perusahaan, semakin besar pula keuntungan yang diperoleh perusahaan. Untuk mengukur tingkat efisiensi internal adalah dengan membagi nilai tambah dan nilai input industri tersebut. X-eff = Nilai tambah industri x 100% Nilai input Selain variabel PCM dan X-eff, variabel pertumbuhan output (Growth) juga dapat mempengaruhi kinerja industri karena dapat menunjukkan permintaan pasar. Growth ditentukan dengan cara membagi selisih antar output pada tahun ke-i dan output tahun sebelumnya dengan output tahun sebelumnya. Growth = Nilai outputt – Nilai outputt-1 x 100% Nilai outputt-1
3.2.4. Hubungan Struktur dan Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja Metode analisis regresi linier berganda atau Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk menganalisis hubungan antara struktur pasar dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja. Metode ini digunakan karena dianggap lebih sederhana dibanding metode yang lainnya serta adanya kemudahan dalam penggunaan dan pengdeskripsian hasil regresi. Variabel yang mewakili kinerja sekaligus yang dijadikan sebagai variabel tak bebas (dependent) yaitu, PCM yang mencerminkan keuntungan dari suatu industri. Variabel bebas (independent) yang digunakan dalam model terdiri dari konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4), efisiensi internal (X-Eff),
32
pertumbuhan nilai output (Growth), hambatan masuk pasar (MES) dan nilai impor bahan baku (IM). Berikut adalah model dalam penelitian ini: PCMt = β0 + β1CR4t + β2X-efft + β3Growtht + β4MESt + β5 ln IMt + Ut Dimana: t
: tahun ke-t
PCM
: proksi keuntungan perusahaan (persen)
CR4
: rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar (persen)
X-eff
: efisiensi internal (persen)
Growth
: pertumbuhan nilai output (persen)
MES
: hambatan masuk pasar (persen)
IM
: nilai impor bahan baku (ribu rupiah)
U
: galat
β0
: intersep (β0>0)
β1, β2, β3, β4, β5
: koefisien kemiringan parsial (β1, β2, β3, β4, β5>0)
3.3.
Uji Statistika dan Ekonometrika Uji statistika dilakukan terhadap model penduga melalui uji F dan
pengujian perameter regresi melalui uji t serta untuk melihat berapa persen variabel independen yang dapat dijelaskan oleh variabel dependennya melalui koefisien determinasi (R-Squared). Sementara itu, uji ekonometrika yang dilakukan antara lain uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas. Pengujian-pengujian tersebut dilakukan agar model yang digunakan dapat dikatakan baik.
33
3.3.1. Uji R-Squared (R2) Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur keragaman pada variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variasi pada model regresi. Nilai R2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Nilai ini berkisar antara nol sampai satu (0
R
2
(Yi -Ŷ)2 =1(Yi -Y)2
R2-adjusted adalah nilai R2 yang telah disesuaikan terhadap banyaknya variabel bebas dan banyaknya observasi. Nilai ini merupakan hukuman terhadap setiap penambahan variabel yang tidak memberikan pengaruh, bahkan nilai adj R2 dapat turun jika ditambahkan variabel independen yang tidak perlu. Rumus R2adjusted adalah:
R2-adjusted
= 1-
(Yi -Ŷ)2/ (n-1) (Yi -Y)2/ (n-k)
Dimana, R2- adjusted
= koefisien determinasi yang telah disesuaikan
k
= jumlah variabel bebas
n
= jumlah observasi
34
3.3.2. Uji F Uji F digunakan untuk mengetahui apakah model penduga sudah layak digunakan untuk menduga parameter yang ada dalam model. Selain itu, uji F juga digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara keseluruhan. Pengujian pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dilakukan melalui pengujian besar perubahan dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh perubahan nilai semua variabel independen. Analisis pengujian tersebut adalah sebagai berikut: Hipotesis: H0 : β1 = β2 = … = βk = 0 yang artinya tidak ada variabel bebas (independent) yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (dependent) H1 : Minimal ada satu nilai β ≠ 0 yang artinya ada variabel bebas (independent) yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (dependent) Uji statistik yang digunakan: e2/(k-1) Fhitung = (1- e2)/(n-k) Dimana: e2
= Jumlah kuadrat regresi
(1- e2) = Jumlah kuadrat sisa n
= Jumlah pengamatan
k
= Jumlah parameter
Fhitung > Ftabel,(k-1)(n-k) maka tolak H0
35
Jika tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel bebas (independent) dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (dependent) pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya. Kriteria uji: Probability F-Statistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan simpulkan minimal ada variabel bebas (independent) yang mempengaruhi variabel tidak bebas (dependent). Probability F-Statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan simpulkan tidak ada variabel bebas (independent) yang mempengaruhi variabel tidak bebas (dependent).
3.3.3. Uji t Uji t dilakukan untuk melihat apakah variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Hipotesis: H0 : βk = 0 yang artinya variabel independen-k tidak mempengaruhi variabel dependennya. H1 : β k
≠ 0 atau βk < 0 atau βk > 0 yang artinya variabel independen-k
mempengaruhi variabel dependennya. Uji statistik yang digunakan:
thitung
=
bi S(bi)
ttabel
= tα(n-k)
dimana,
36
S(bi)
= Standar deviasi parameter untuk bi
bi
= Koefisien ke-i yang diduga
n
= Jumlah pengamatan
k
= Jumlah parameter
thitung
> ttabel,(n-k) maka tolak H0 Jika tolak H0 berarti secara variabel independen dalam model berpengaruh
nyata terhadap variabel dependen pada taraf nyata α persen, demikian pula sebaliknya. Kriteria uji: Probability t-Statistic < (α), maka tolak H0 dan simpulkan variabel independen-k bepengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya. Probability t-Statistic > (α), maka terima H0 dan simpulkan variabel independen-k tidak mempengaruhi variabel dependennya secara signifikan.
3.3.4. Uji Normalitas Jika jumlah sampel data yang digunakan kurang dari 30, maka perlu dilakukan uji normalitas, karena jika sampel datanya lebih dari 30 akan error term yang terdistribusi normal. Hipotesis: H0 = error term terdistribusi normal H1 = error term tidak terdistribusi normal Kriteria: Jika nilai probabilitasnya > taraf nyata, maka terima H0 dan kesimpulannya error term terdistribusi normal, begitu juga sebaliknya.
37
3.3.5. Uji Multikolinearitas Asumsi ini menyatakan bahwa adanya korelasi yang kuat pada sesama variabel bebas. Jika ada hubungan linier antara dua atau lebih variabel bebas maka dikatakan terjadi multikolinearitas, dan itu merupakan penyimpangan asumsi. Tingkat multikolinearitas dianalisis menggunakan matriks korelasi dengan melihat
nilai
antar
variabel
independennya.
Jika
nilai
antar
variabel
independennya lebih besar dari │0,8│ maka terjadi masalah multikolinearitas, namun menurut uji Klien jika nilai antar variabel independennya lebih besar dari │0,8│ maka masalah multikolinearitas dapat diabaikan selama nilai korelasi antar variabel bebasnya tidak melebihi nilai Adjusted R-squared. Selain itu, dapat pula dilihat melalui besarnya nilai VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai VIF sangat besar (mendekati sepuluh) maka terjadi hubungan linier antar variabel (multikoliniearitas). Rumus dari VIF yaitu:
VIF
=
1 1- Rj2
j = 1,2,...,k dimana, VIF
= Variance Inflation Factor
Rj2
= Koefisien determinasi dari regresi variabel bebas ke-j
3.3.6. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah adanya korelasi antara serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Uji ini digunakan untuk menguji apakah hasil estimasi model tidak mengandung korelasi serial diantara disturbance term. Untuk
38
mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan uji Durbin Watson (DW) atau melalui hipotesis: H0 : ρ = 0 H1 : ρ ≠ 0 Kriteria uji: Probability Obs*R-Squared < α, maka tolak H0 yang artinya terjadi autokorelasi (positif ataupun negatif) dalam model. Probability Obs*R-Squared > α, maka terima H0 yang artinya tidak ada autokorelasi.
3.3.7. Uji Heteroskedastisitas Jika adanya gejala heteroskedastisitas dalam model, maka model tersebut tidak memenuhi kriteria yang baik. Kriteria model yang baik harus memenuhi kriteria homoskedastisitas atau memenuhi ragam error yang sama (nilai-nilai pada variabel dependen bervariasi dalam satuan yang sama, baik untuk nilai variabel independen
tinggi
heteroskedastisitas
atau dapat
rendah). dilakukan
Untuk uji
mengetahui
White
adanya
Heteroskedastisitas
gejala yang
ditunjukkan oleh Probability Obs*R-Squared. Hipotesis: H0 : μ = 0 H1 : μ ≠ 0 Kriteria uji: Probability Obs*R-Squared > α, maka terima H0 yang artinya tidak ada heteroskedastisitas (homoskedastisitas terpenuhi), begitu juga sebaliknya.
39
IV. GAMBARAN UMUM
Perkembangan dan Tinjauan Penerapan Kebijakan Industri Ternak Pada tahun 1972, budi daya ternak komersil mulai beroperasi. Pada saat itu, budi daya ternak dianggap sebagai awal berdirinya usaha ternak terutama ternak unggas. Budi daya ternak itu sendiri mempengaruhi perkembangan industri pakan ternak, walaupun dalam hal memasarkan hasil produksi pakan pada masa itu masih terbatas. Namun, untuk tahun selanjutnya budi daya ternak ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, karena karakteristik pasar dari industri peternakan bersifat turunan dari kebutuhan pokok masyarakat, sehingga industri pakan ternak memiliki peran yang semakin kuat. Dalam perkembangannya tersebut, industri pakan ternak mengalami hambatan baik secara mikro maupun makro. Diantaranya, ketergantungan bahan baku impor, ketersediaan bahan baku domestik dalam jumlah maupun kontinuitasnya, wabah flu burung, pinjaman modal serta kenaikan harga BBM disetiap tahunnya. Pada
tahun
1967
dikeluarkan
UU
Peternakan
1967
mengenai
kebijaksanaan pemerintah tentang pengembangan industri ternak, dimana pertenakan merupakan usaha rakyat, usaha komersil tidak diperkenankan masuk, tujuannya agar dapat meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan peternak skala kecil. Setelah itu, pada tahun 1970-an pemerintah memberikan izin adanya Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap pengembangan pembibitan ayam ras dari negara Jepang dan Amerika, tetapi hal tersebut justru membuat usaha ternak skala besar semakin berperan. Pada tahun 1980, kebijakan tersebut diikuti dengan
40
adanya kebijakan budi daya yang mengatur pembatasan skala usaha ternak terutama untuk ayam ras dalam Keppres No. 50/1981 tentang larangan operasi usaha ternak ayam layer sebanyak 5 ribu ekor dan pedaging maksimal 750 ekor per minggu yang diperkuat dengan dukungan UU Peternakan No. 67, tujuannya untuk menyediakan lapangan kerja dan membina sekaligus melindungi peternak rakyat. Namun, kenyataannya kebijakan tersebut tidak berjalan sesuai harapan, karena pemerintah dinilai belum mampu melindungi usaha rakyat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan usaha ternak skala besar yang tidak efektif, meskipun didukung oleh Keppres 22 Mei 1990. Isi dari Keppres 22 Mei 1990 yaitu: (1) Usaha ternak ayam ras rakyat yang tidak lebih dari 15 ribu ekor, tidak memerlukan izin kecuali melapor kepada Dinas Peternakan setempat, dan (2) Usaha skala besar diperkenankan dengan syarat harus bermitra dengan usaha rakyat, dimana dalam masa tiga tahun porsi usaha rakyat lebih besar, dan sekurang-kurangnya 65 persen produksi untuk ekspor terutama untuk PMA (Yusdja, et. al., 2004). Namun, pada tahun 2000 pemerintah mencabut Keppres No. 22 tersebut, sehingga tidak ada lagi intervensi pemerintah dalam usaha ternak di pasar domestik.
41
1970
1980
1990
2000
2020
Skala Kecil (100 persen)
Skala Menengah (70 persen)
Skala Besar (60 persen)
Skala Besar (60 persen)
Skala Besar (10 persen)
Skala Menengah (20 persen)
Skala Menengah (20 persen)
Skala Menengah (75 persen)
Skala Kecil (20 persen)
Skala Kecil (20 persen)
Skala kecil (15 persen)
Skala Kecil (30 persen)
Usaha terintegrasi secara vertikal. Mandiri, agribisnis sempurna.
Usaha terintegrasi secara vertikal. Mandiri, agribisnis sempurna.
Bermitra, usaha mandiri dan terintegrasi penuh
Kebijakan Penanaman Modal Asing (PMA)
Terbitnya Keppres No. 50/80
Terbitnya Keppres No. 22/90
Bermitra, Struktur produksi produksi idaman. dikuasai Peternak mandiri. skala besar. Terintegrasi. Terorganisasi.
Krisis Moneter dan Ekonomi
Masa depan
Sumber: Yusdja, et. al., 2000
Gambar 4.1. Gambaran Perkembangan Industri Pakan Ternak dan Peternakan
Sebaran Industri Pakan Ternak di Indonesia Industri pakan ternak Indonesia dikategorikan sebagai industri skala besar dan menengah. Perkembangan jumlah perusahaan pakan ternak di Indonesia tersebut mengalami perubahan disetiap tahunnya.
42
Tabel 4.1. Perkembangan Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Pakan Ternak di Indonesia (2005-2009) Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah Perusahaan 67 88 74 77 82
Jumlah Tenaga Kerja 11240 12757 11490 21260 14159
Sumber: Kementerian Perindustrian, 2009
Berdasarkan data pada Tabel 4.1, pada tahun 2007 banyak perusahaan yang gulung tikar akibat dari dampak isu flu burung (Avian Influenza), sehingga jumlah perusahaan pakan ternak di Indonesia mengalami penurunan menjadi 74 perusahaan dari tahun sebelumnya sebanyak 88 perusahaan. Namun, untuk tahun selanjutnya terjadi peningkatan kembali sebanyak 77 dan 82 perusahaan pada tahun 2008 dan 2009. Hal ini menunjukkan bahwa industri pakan ternak di Indonesia semakin meningkat. Data jumlah perusahaan pada Tabel 4.1. tersebut merupakan data jumlah perusahaan pakan ternak Indonesia secara keseluruhan, dimana pada tahun 2007 dari 74 perusahaan, yang tergabung dalam Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) sebanyak 50 perusahaan (Tabel 1.1.), namun delapan perusahaan lainnya sudah tidak beroperasi, sehingga sampai pada tahun 2008 GPMT menjadi 42 industri pakan ternak. Industri pakan ternak tersebut tersebar di delapan provinsi, diantaranya Jawa Timur, Banten, Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Lampung dan Sulawesi Selatan. Selain itu, kapasitas produksi yang dimiliki saat ini telah mencapai lebih dari 14 juta ton per tahun. Sampai saat ini, wilayah Jawa Timur masih menjadi sentra industri pakan ternak dan peternakan terbesar di Indonesia dibandingkan dengan wilayah lainnnya. Hal ini dikarenakan adanya dukungan dari 15 pabrik pakan ternak, 52
43
industri rumahan pakan ternak, 99 TPA (Tempat Pemotongan Ayam), delapan RPA (Rumah Pemotongan Ayam-Kelas A), 50 KUD koperasi persusuan dan potensi yang sangat prospektif yaitu BBIB (Balai Besar Inseminasi Buatan) di Singosari. Selain itu, keunggulan lain dari Jawa Timur didukung pula oleh melimpahnya produksi jagung sebagai bahan baku industri pakan ternak yang terdapat di Kota Kediri dengan produksi jagung per tahun rata-rata 3,3 juta kuintal. Sebaran industri pakan ternak terbesar kedua di Indonesia terdapat di propinsi Banten dengan share sebesar 25,9 persen yang memiliki sepuluh pabrik besar pakan ternak, dimana produksi pakan yang dihasilkan sebesar 2 juta ton per tahun. Diikuti wilayah Jawa Barat dengan share sebesar 12,2 persen yang memiliki empat pabrik pakan ternak dengan total produksi pakan 0,94 ton per tahun. Selain itu, dengan adanya dukungan jumlah produksi pembibit ayam ras pedaging final stock (ayam siap jual) yang mencapai 429,6 juta ekor pada tahun 2009 membuat Jawa Barat menjadi daerah sentra peternakan. Setelah itu, diikuti pula oleh wilayah Sumatera Utara yang memiliki delapan pabrik, Jawa Tengah tiga pabrik, DKI Jakarta empat pabrik, Lampung empat pabrik dan Sulawesi Selatan dua pabrik.
Profil Industri Pakan Ternak Terbesar di Indonesia Sampai pada tahun 2010, perusahaan pakan ternak di Indonesia masih didominasi oleh empat perusahaan besar. Keempat perusahaan tersebut memiliki kapasitas terpasang yang tinggi di pasar domestik.
44
Tabel 4.2. Kapasitas Terpasang dan Produksi Keempat Perusahaan Pakan Ternak Terbesar Tahun 2010 (Ton) No 1. 2. 3. 4.
Nama Perusahaan Charoen Pokphand Indonesia Japfa Comfeed Indonesia Tbk Cheil Jedang Sierad Produce
Kapasitas Terpasang 2954208 2522000 1000000 908400
Produksi Pakan 1094523 940307 391110 451011
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2010
1.
Charoen Pokphand Indonesia Tbk Charoen Popkhand Indonesia Tbk (CPI) merupakan perusahaan pakan
ternak terbesar pertama di Indonesia yang berdiri pada tahun 1972. Perusahaan ini bergerak dalam bidang industri pakan ternak, peternakan dan pengolahan daging ayam dengan para pemegang sahamnya yang terdiri dari PT. Central Proteinaprima, Royal Bank of Canada (Asia) Ltd., UBS AG Singapura dan publik. Kapasitas produksi yang dihasilkan pada saat itu baru sebesar 20 ribu ton per tahun pada produk makanan ternak dan unggas. Pada tahun 1976 dan 1979, kapasitas produksinya bertambah menjadi sebesar 24 ribu ton per tahun dan 80 ribu ton per tahun berturut-turut dengan memperluas usahanya dan membuat pabrik-pabrik di daerah Surabaya dan Medan. Kemudian, perusahaan ini terus berusaha melakukan pengembangan produksi, sehingga sampai saat ini kapasitas produksi yang dihasilkan dapat mencapai sebesar 4,3 juta ton per tahun dari pabrik-pabriknya di Balaraja, Semarang, Surabaya, Medan dan Makasar. CPI memiliki pabrik pengolahan daging ayam di Cikande, Salatiga, Medan dan Surabaya. Pabrik ini dikelola oleh anak perusahaan CPI yaitu PT. Primafood International yang produknya dipasarkan dengan merk Fiesta. Selain
45
itu, CPI pun memiliki pabrik peralatan peternakan di Balaraja, serta tempat penyimpanan dan pengeringan Jagung di Lampung. Pada tahun 2007 pendapatan perusahaan ini mengalami peningkatan sebesar 31 persen dari tahun 2006, yaitu mencapai Rp 8,3 trilyun dengan laba bersih sebesar Rp 210 milyar. Selain itu, pada tahun 2010 yang lalu, CPI dengan enam pabrik pakannya menghasilkan produksi pakan terbesar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lain, yaitu sebesar 1.094.523 ton. Hal ini menunjukkan bahwa CPI tetap memiliki posisi tertinggi sebagai industri pakan ternak di Indonesia. 2.
Japfa Comfeed (JC) Japfa Comfeed (JC) merupakan perusahaan pakan ternak terbesar kedua
yang berdiri pada tahun 1971 dan bergerak dalam bidang industri pakan ternak. Pemegang saham JC diantaranya Pacific Focus Enterprises, Ltd. sebesar 28,94 persen, JP Morgan Chase Bank sebesar 9,65 persen, Coutts Bank Von Ernst, Ltd. sebesar 9,15 persen, Rangi Management Ltd. sebesar 8,57 persen, BNP Paribas Private Bank Singapore sebesar 6,63 persen dan publik sebesar 37,06 persen. Saat ini JC telah berkembang menjadi perusahaan agrobisnis terintegrasi di Indonesia, yang pabrik pakan ternak dan peternakannya tersebar di wilayah Lampung, Cirebon (Jawa Barat), Sidoarjo (Jawa Timur) dan Tangerang. Sampai pada tahun 2009, JC memiliki total kapasitas produksi sebesar 1,73 juta ton per tahun dan pada tahun 2010 kapasitas terpasang yang dimiliki sebesar 2,52 juta ton. Selain itu, perusahaan ini memiliki enam divisi yang terdiri dari Divisi Perunggasan (Poultry Division), Beef Division, Divisi Budidaya Perairan
46
(Aquaculture),
Divisi
Produk
Konsumsi
(Consumer
Business),
Divisi
International, dan Divisi Bisnis Strategis. Pada Divisi Perunggasan, operasi dilakukan secara vertikal, yaitu dari produksi pakan, DOC sampai dengan pengolahan ayam. Produk daging ayam yang dihasilkan berbentuk sosis dengan merk So Good. Peternakan bibit ayam JC dikelola oleh anak perusahaan yaitu PT Multibreeder Adirama Tbk, sedangkan untuk usaha aquakulturnya dikelola oleh anak perusahaan yaitu PT Suri Tani Pemuka. Pada tahun 2007, JC membangun dua pabrik pakan ternak di Cikupa dan Padang dengan investasi sebesar Rp 50 milyar. Selain itu, pada tahun yang sama total pendapatan Japfa telah mencapai Rp 7,9 trilyun dengan laba bersih sebesar Rp 180,9 milyar, dimana kontribusi dari industri pakan ternaknya sebesar 80 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Japfa memiliki peranan yang cukup signifikan terhadap pasar pakan ternak domestik serta telah mencapai posisi yang kuat dengan adanya sertifikat ISO 9001:2000 untuk ketujuh pabrik pakan ternaknya. 3.
Cheil Jedang Feed Indonesia Cheil Jedang (CJ) Feed Indonesia merupakan anak perusahaan Cheil
Jedang dari Korea Selatan yang bisnisnya dimulai pada tahun 1989. Pada tahun 2010 CJ Feed berada di peringkat ketiga perusahaan pakan terbesar di Indonesia dengan kapasitas terpasang sebesar 1 juta ton. CJ Feed Indonesia memiliki dua perusahaan pakan (feedmill), yaitu:
47
a.
PT. CJ Superfeed CJ Superfeed merupakan perusahaan pakan yang berdiri pada tahun 1996.
Perusahaan ini memproduksi produk pakan ternak dengan menggunakan merk Superfeed. b.
PT. CJ Feed Jombang CJ Feed Jombang merupakan perusahaan pakan yang berdiri pada tahun
2004. Semua perusahaan pakan telah membangun silo untuk menampung jagung sebagai bahan baku utama produksi pakan ternak, salah satunya CJ Feed Jombang ini yang mulai dioperasikan pada bulan September tahun 2007. Hal ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan bahan baku tanpa bergantung pada musim panen jagung dan stok jagung di pasar, sehingga tidak menggangu jalannya proses produksi ternak walaupun terjadi peningkatan produksi. Kedua pabrik pakan ternak tersebut masing-masing berlokasi di Serang, Banten, Jombang dan Jawa Timur. Pakan ternak yang diproduksi CJ Feed yaitu pakan broiler (ayam pedaging), layer (ayam petelur), breeder (ayam pembibitan), konsentrat (ayam petelur), babi, puyuh, serta udang. Pemasaran produkproduknya tersebut dilakukan di wilayah Jawa Barat, Jabodetabek, Sumatera, dan Kalimantan. Pada tahun 1997, CJ Feed Indonesia mendirikan perusahaan baru yang berlokasi di Tutur, Jawa Timur yaitu PT. Super Unggas Jaya yang bergerak dalam bidang industri peternakan. Super Unggas Jaya memproduksi DOC dengan kapasitas 20 juta ekor per tahun yang menggunakan merk Superchicks. Selain itu, Super Unggas Jaya ini melakukan ekspansi dengan membangun kembali sembilan unit peternakan ayam di berbagai daerah termasuk Jawa Barat dan Kalimantan
48
Timur, sehingga total produksi DOCnya meningkat menjadi 54 juta ekor per tahun. 4.
Sierad Produce Tbk Sierad Produce (SP) merupakan perusahaan pakan ternak terbesar keempat
yang berdiri pada tahun 1985 dengan nama PT Betara Darma Ekspor Impor yang merupakan hasil penggabungan dari empat badan usaha yang bergerak di bidang usaha inti dari Sierad Group pada tahun 2001, yaitu PT Anwar Sierad Tbk, PT Sierad Produce Tbk, PT Sierad Feedmill dan PT Sierad Grains. Sierad Produce (SP) tersebar di Tangerang, Bogor, Sukabumi, Lampung dan Sidoarjo yang bergerak dalam bidang industri pakan ternak, industri pengeringan jagung serta industri obat-obatan dan vitamin hewan. Selain itu juga, Sierad Produce bergerak dalam bidang peternakan ayam bibit induk untuk menghasilkan ayam niaga, pemotongan ayam dan pengolahan ayam terpadu dengan cold storage serta kemitraan, rumah potong, peralatan peternakan ayam dan produksi tepung ikan. Perkembangan perusahaan ini berawal dari penjual telur eceran di pasar Jatinegara, Jakarta Timur. Kemudian, terus berkembang dengan membangun Rumah Potong Ayam yang terletak di Jabaon, Jawa Barat, sehingga menjadi rumah potong terbesar di Indonesia, karena memiliki kapasitas produksi yang dihasilkan sekitar 8 ribu ekor per jam. Produk olahan ayam yang dihasilkan tersebut telah tersedia di berbagai supermarket besar di Indonesia dengan merk Delfarm. Selain itu, Sierad Produce dengan anak perusahaan PT. Wendy Citarasa juga memiliki usaha restaurant siap saji yaitu Wendy's & Hartz Chicken Buffet di Indonesia. Sementara pada tahun 2008, SP membangun tiga pabrik baru di Magelang dan Jawa Tengah, dimana dengan adanya tambahan pabrik baru
49
tersebut SP mengalami peningkatan produksi ayam ternak sebesar 420 ribu per minggu menjadi 2 juta per minggu. Sementara, untuk industri pakan ternaknya yang berada di Sidoarjo (Jawa Timur) dan Tangerang (Jawa Barat) sampai pada tahun 2009 memiliki total kapasitas produksi sekitar 540 ribu ton per tahun dengan produk utama yang dihasilkan berupa pakan unggas baik pakan lengkap maupun konsentrat. Namun, pada tahun 2010 kapasitas terpasang yang dimiliki telah mencapai 908.400 ton. Sehingga sampai saat ini SP merupakan salah satu produsen pakan ternak terbesar di Asia Tenggara. Pada tahun 2007, total pendapatan SP sebesar Rp 1,2 trilyun dengan laba bersih Rp 27,5 milyar. Sementara, sampai bulan Agustus tahun 2009, pangsa pasar untuk pakan ternak sebesar 7 persen. Selain itu, perusahaan ini pun telah memperoleh berbagai penghargaan seperti HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point), ISO 9001 serta Sertifikat Halal dari Majelis Ulama Indonesia karena perusahaan melakukan pemotongan hewan sesuai dengan hukum Islam. Kemudian, diperkuat pula dengan adanya komitmen untuk memaksimalkan segala sumber daya yang tersedia agar dapat memberikan produk yang inovatif dan berkualitas dengan harga yang terjangkau, sehingga sampai saat ini perusahaan SP mengalami kemajuan dalam menghasilkan produk yang berkualitas baik bersifat higienis, sehat maupun aman untuk dikonsumsi.
Perkembangan Industri Pakan Ternak di Indonesia Perkembangan industri pakan ternak berawal dari terjadinya peningkatan permintaan produk peternakan, khususnya produk unggas. Pada tahun 2010,
50
produksi unggas nasional telah mencapai lebih dari 1 milyar ekor bibit ayam. Hal ini menyebabkan konsumsi pakan ternak nasional yang lebih didominasi oleh ayam broiler dan ayam layer sebanyak 72 persen mengalami peningkatan yang telah mencapai 9,7 juta ton pada tahun 2009. Selain itu, pada tahun 2011 konsumsi pakan ternak diperkirakan akan terus mengalami peningkatan mencapai 10,3 juta ton (Gambar 4.2.).
Juta T on
K onsumsi (Juta Ton) 12 10 8 6 4 2 0
7,7
8,13
2007
2008
9,7
9,7
10,3
2009
2010*
2011*
Sumber: GPMT, 2010 *Data Perkiraan
Gambar 4.2. Perkembangan Konsumsi Pakan Ternak 2007-2011* (JutaTon) Sementara, peningkatan permintaan pakan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan penawarannya. Meskipun produksi pakan pada tahun 2005 sampai tahun 2009 mengalami peningkatan, namun produksi industri pakan ternak Indonesia pada tahun 2009 tersebut belum mampu memproduksi pakan ternak secara maksimum, yaitu hanya sekitar 8,8 juta ton per tahun, walaupun sebenarnya kapasitas total produksi nasional saat ini telah mencapai 14 juta ton per tahun. Hal ini terjadi karena adanya hambatan seperti wabah flu burung dan kurangnya ketersedian bahan baku domestik, sehingga industri pakan ternak Indonesia masih banyak mengandalkan bahan baku impor. Oleh karena itu,
51
penawaran yang dilakukan industri pakan ternak Indonesia baru sekitar 75 persen dari total kebutuhan pakan nasional. Tabel 4.3. Ekspor-Impor Pakan Ternak Indonesia (2007-2010*) Tahun 2007 2008 2009 2010*
Volume Ekspor (Kg) 561.821.970 429.416.762 386.040.309 346.677.704
Nilai Ekspor (US$) 91.083.810 98.296.472 67.696.300 73.371.152
Volume Impor (Kg) 9.004.424.568 8.796.778.001 9.176.671.723 6.733.081.201
Nilai Impor (US$) 2.787.642.512 4.406.904.217 3.624.167.447 2.653.482.560
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2010 *Data hingga Agustus 2010
Berdasarkan Tabel 4.3. di atas, terlihat bahwa volume dan nilai impor pakan ternak jauh lebih besar dibandingkan dengan volume dan nilai ekspornya. Indonesia mengekspor pakan ternak ke berbagai negara seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia, sedangkan impor dalam jumlah yang banyak tersebut berasal dari negara Amerika, Australia, dan New Zealand. Impor pakan tersebut lebih didominasi oleh impor bahan baku pakan sebesar 70 persen sampai 80 persen. Tabel 4.4. Perkembangan Impor Bahan Baku Pakan (1000 Ton) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis Bahan Pakan Corn Soyabean Meal (SBM) Corn Gluten Meal (CGM) Distillers Dried Grains (DDG) Rapeseed meal Fish Meal Meat Bone Meal (MBM) Poultry Meat Meal (PMM) Feather Meal
2007 476 1881 155 33 78 11 280 100 -
2008 170 1806 137 78 105 7 330 100 60
2009 293 2171 125 141 105 3 340 110 40
2010* 1553 2839 140 212 59 37 288 73 40
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2010 *Data sementara sampai Desember 2010
Berdasarkan Tabel 4.4, dapat kita lihat bahwa tingginya jumlah impor jagung (Corn) dan kedelai (Soyabean Meal) sebagai bahan baku pakan utama
52
unggas yang masing-masing sebesar 51,4 persen dan 18 persen. Impor bahan baku khususnya jagung akan membuat biaya produksi industri pakan ternak nasional terus meningkat, karena harga jagung impor mengikuti harga pasar internasional, sehingga harga bahan baku pakan terutama jagung semakin meningkat (Lampiran 1). Diketahui negara yang lebih mendominasi pasar jagung dunia yaitu Amerika (68 persen), Argentina (15 persen), China (5 persen), Brasil (4 persen), Ukraina (2 persen), Serbia dan Montenegro (1 persen), Romania (1 persen), Afrika Selatan (1 persen) dan lainnya (3 persen). Tabel 4.5. Harga Rata-rata Bahan Baku Pakan Ternak Tahun 2007-2011* (US$/Ton) No. Jenis Bahan Pakan 1. Corn 2. Soyabean Meal (SBM) 3. Corn Gluten Meal (CGM) 4. Distillers Dried Grains (DDG) 5. Rapeseed Meal
2007 217,70 326,65 502,88
2008 271,69 470,46 703,22
2009 204,09 435,05 626,25
2010 243,70 420,69 666,05
2011* 288,00 437,82 671,33
194,37
310,33
249,03
244,33
275,20
172,69
266,96
236,98
277,29
272,81
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2011 *Data hingga 8 Februari 2011
Berdasarkan Tabel 4.5, terlihat bahwa sampai pada tanggal 8 Februari 2011 harga rata-rata jagung (Corn) di pasar internasional telah meningkat sebesar US$ 288,00 per ton dari tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa harga jagung di pasar internasional diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan terjadinya kenaikan harga minyak dunia, karena jagung digunakan juga sebagai salah satu bahan baku biofuel yang merupakan salah satu alternatif bahan bakar terutama untuk negara-negara maju. Selain itu, hal tersebut juga dapat menimbulkan terjadinya persaingan baru antara penggunaan jagung baik
53
untuk food, feed, dan fuel, sehingga pasokan jagung untuk pakan ternak berkurang yang mengakibatkan terjadinya kenaikan harga pakan ternak. Tabel 4.6. Harga Pakan Unggas Agustus 2010-Februari 2011 (Rp/Kg) Bulan dan Tahun Agustus 2010 September 2010 Oktober 2010 November 2010 Desember 2010 Januari 2011 Februari 2011
Komplit Broiler 4500-4700 4600-4800 4600-4800 4800-5000 4800-5000 5000-5200 5200-5400
Konsentrat 4700-5000 4750-5050 4750-5050 4850-5150 4850-5150 5050-5250 5150-5350
Sumber: GPMT, 2011
Berdasarkan Tabel 4.6, terlihat bahwa pada bulan Agustus 2010 sampai bulan Februari 2011 harga pakan ternak khususnya unggas terus mengalami peningkatan. Selain itu, pada akhir tahun 2010 lalu, pemerintah mulai memberlakukan bea masuk impor untuk bahan baku pakan ternak sebesar 5 persen. Bea masuk impor tersebut tidak hanya diberlakukan untuk bahan baku pakan yang dapat di produksi dalam negeri, tetapi diberlakukan juga untuk jenis bahan baku pakan yang di produksi di luar negeri, seperti bungkil kedelai dan Corn Gluten Meal (CGM) atau ampas minyak jagung. Hal ini mengakibatkan harga pakan ternak nasional semakin meningkat. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan produksi bahan baku pakan lokal, khususnya jagung domestik secara signifikan, agar biaya produksi pakan yang dikeluarkan produsen tidak semakin besar.
Peraturan Pemerintah Mengenai Pakan Ternak Peraturan pemerintah dalam Undang-Undang No. 6 tahun 1967 mengenai peternakan dan kesehatan hewan dinyatakan tidak relavan sebagai dasar hukum,
54
karena Undang-Undang ini tidak mengatur industri pakan ternak secara khusus, kesehatan hewan sekaligus aspek keamanan. Kemudian pada tahun 2003, pemerintah
mengeluarkan
Keputusan
Menteri
Pertanian
No.
242/kpts/OT.210/4/2003 menyangkut segala hal pendaftaran dan pelabelan untuk produk pakan dari mekanisme, persyaratan sampai pada prosedur hukum. Selain itu, pemerintah juga telah menetapkan standar mutu untuk setiap produk pakan ternak yang disebut dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) (Lampiran 2). Sementara, pada tahun 2007 dikeluarkannya peraturan pemerintah No. 77 tahun 2007 yang menyatakan tarif impor jagung sebesar 5 persen dianggap telah menjadi beban besar produsen pakan ternak, karena dengan adanya kenaikan harga jagung di pasar internasional saja sudah menaikkan biaya produksi. Oleh karena itu, produsen pakan dan GPMT meminta pemerintah untuk menghapus tarif impor serta menghilangkan monopoli dalam penyediaan bahan baku pakan yang bertujuan untuk menciptakan harga secara adil.
55
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Analisis Struktur Industri Pakan Ternak di Indonesia Analisis struktur industri pakan ternak di Indonesia dapat diketahui dengan
melihat pangsa pasar dari perkembangan penjualan masing-masing perusahaan, konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4) dan besarnya hambatan masuk pasar. Namun, untuk pangsa pasar dari masing-masing perusahaan pakan ternak tidak dapat ditentukan, karena adanya keterbatasan data penjualan. Untuk itu langsung melihat faktor CR4, karena CR4 diasumsikan sebagai langkah penting pertama dalam upaya melakukan analisis persaingan. Ketiga faktor tersebut memperlihatkan bagaimana ukuran persaingan antara perusahaan-perusahaan pakan ternak Indonesia dalam suatu pasar.
5.1.1. Konsentrasi Pasar Pengukuran rasio konsentrasi industri pakan ternak di Indonesia dilakukan pada penjumlahan pangsa pasar empat perusahaan terbesar (CR4). Pengelompokan empat perusahaan tersebut didasarkan pada nilai output yang dihasilkan oleh empat perusahaan terbesar industri pakan ternak. Menurut Jaya (2001) penggabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar 60 sampai 100 persen menghasilkan struktur pasar yang bersifat oligopoli ketat, dimana kesepakatan diantara mereka untuk menetapkan harga relatif mudah. Namun, untuk penggabungan empat perusahaan terbesar yang memiliki pangsa pasar 40 persen atau kurang dari pangsa pasar menghasilkan struktur pasar yang bersifat oligopoli longgar.
56
Tabel 5.1. CR4 Industri pakan Ternak Indonesia 1984-2008 Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992
CR4 (%) 57,18 44,38 35,75 34,92 30,81 36,80 30,54 39,44 34,39
Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
CR4 (%) 44,78 38,73 37,82 33,01 34,20 36,43 38,54 37,10 34,08
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
CR4 (%) 42,09 37,04 42,85 42,70 43,39 35,91 35,35
Rata-rata
38,33
Sumber: BPS, 1984-2008 (diolah)
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.1, terlihat bahwa struktur pasar yang terjadi dalam industri pakan ternak di Indonesia bersifat oligopoli longgar dengan rata-rata konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) dari tahun 1984 sampai 2008 sebesar 38,33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kesepakatan antara perusahaan pakan ternak untuk menetapkan harga sebenarnya tidak mungkin. Selama tahun 2005 sampai 2008, CR4 terbesar yang diperoleh sebesar 43,39 persen pada tahun 2006, dan pada tahun tersebut pula CR4 mengalami peningkatan. Namun, pada Tabel 4.1. diketahui bahwa jumlah perusahaan pakan mengalami peningkatan dari 67 perusahaan pada tahun 2005 menjadi 88 perusahaan pada tahun 2006, sehingga peningkatan CR4 pada tahun tersebut bukan disebabkan adanya penurunan jumlah perusahaan, melainkan karena bertambahnya jumlah perusahaan, namun produk yang dihasilkan perusahaanperusahaan baru pada tahun tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan empat perusahaan terbesar.
57
5.1.2. Hambatan Masuk Pasar Hambatan masuk pasar merupakan suatu kejadian yang muncul akibat dari adanya persaingan yang semakin ketat antar perusahaan. Hambatan ini dapat menghalangi pesaing potensial untuk menjadi pesaing yang sebenarnya yang terjadi di dalam pasar. Menurut Jaya (2001) pesaing potensial adalah perusahaanperusahaan di luar pasar yang mempunyai kemungkinan untuk masuk dan menjadi pesaing yang sebenarnya. Pengukuran hambatan masuk industri pakan ternak diperoleh dari hasil pembagian antara output perusahaan terbesar dengan total ouput industri pakan ternak yang disebut dengan nilai MES. Menurut Comanor dan Wilson (1967) dalam Alistair (2004) MES yang lebih besar dari 10 persen menggambarkan hambatan masuk yang tinggi pada suatu industri. Table 5.2. MES Industri Pakan Ternak Indonesia 1984-2008 Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992
MES (%) 23,72 13,71 11,25 11,26 9,38 13,45 10,51 16,14 12,14
Tahun 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
MES (%) 13,06 12,36 15,22 11,96 16,10 15,82 14,71 12,56 13,20
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
MES (%) 14,58 13,32 14,75 14,87 20,45 18,01 13,25
Rata-rata
14,23
Sumber: BPS, 1984-2008 (diolah)
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.2, terlihat bahwa hambatan masuk industri pakan ternak di Indonesia termasuk tinggi dengan rata-rata nilai MES dari tahun 1984 sampai 2008 sebesar 14,23 persen. Tingginya nilai MES tersebut dapat menjadi penghalang masuknya perusahaan baru ke dalam pasar industri
58
pakan ternak di Indonesia yang dipengaruhi adanya ketentuan standar syarat mutu produk.
5.2.
Analisis Perilaku Industri Pakan Ternak di Indonesia Berdasarkan hasil analisis di atas, telah dijelaskan bahwa struktur pasar
industri pakan ternak di Indonesia bersifat oligopoli longgar. Struktur pasar ini dapat membuat perilaku setiap perusahaan sulit diperkirakan, sehingga oligopoli dikaitkan dengan strategi. Strategi yang dilakukan industri pakan ternak yaitu dari strategi harga, produk, promosi, distribusi sampai pada strategi bisnis.
5.2.1. Strategi Harga Industri pakan ternak di Indonesia telah diketahui memiliki masalah dalam hal penyediaan bahan baku pakan domestik terutama jagung sebagai bahan baku utama pakan unggas. Hal ini mengakibatkan produsen pakan ternak masih banyak yang mengandalkan bahan baku pakan impor. Selain itu, diketahui bahwa harga bahan baku pakan terutama jagung mengikuti harga pasar internasional serta pemerintah telah menetapkan tarif impor sebesar 5 persen, sehingga biaya produksi yang perlu dikeluarkan produsen pakan semakin meningkat yang berdampak pada meningkatnya harga jual pakan. Oleh karena itu, strategi harga yang ditetapkan oleh produsen pakan ternak di Indonesia tidak sepenuhnya berdasarkan keseimbangan permintaan dan penawaran pasar, melainkan berdasarkan harga bahan baku pakan dan biaya-biaya input lainnya, sehingga menghasilkan sejumlah harga pakan yang beragam.
59
5.2.2. Strategi Produk Pada umumnya, suatu industri perlu melakukan strategi dalam hal menghasilkan produk yang berkualitas agar dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk menghadapi persaingan diantara produsen pakan yang semakin ketat. Strategi produk yang dilakukan yaitu dengan menghasilkan produk pakan yang bermutu sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Namun, sampai saat ini perusahaan yang dapat mempertahankan kualitas produknya dengan sejumlah merk yang beragam masih didominasi oleh produsen besar seperti Charoen Pokphand dan Japfa Comfeed, sehingga banyak produsen kecil menutup usahanya yang tidak hanya diakibatkan oleh hasil produk yang kalah bersaing, tetapi juga karena kurangnya modal dan input yang tersedia. Contohnya, menurut Yusdja, et. al. (2004) yaitu peternakan rakyat khususnya yang tidak terintegrasi atau peternak rakyat mandiri, karena mereka membiayai usahanya sendiri tanpa ada bantuan dan kerjasama dengan pihak lain serta lemahnya dalam melaksanakan biosekuriti (agak lamban merespon dan melakukan antisipasi) khususnya masalah flu burung dan kurangnya manajemen peternakan secara baik.
5.2.3. Strategi Promosi Strategi promosi yang dilakukan perusahaan besar pada industri pakan ternak selain bertujuan untuk memberikan informasi kepada para konsumen tentang adanya produk pakan ternak di pasar terutama mengenai keunggulan produknya, tetapi juga untuk dapat meningkatkan jumlah penjualan perusahaan serta untuk merebut pangsa pasar dari produsen lain. Strategi dilakukan melalui
60
iklan di berbagai media, baik media elektronik maupun media cetak. Promosi di media elektronik diantaranya melalui internet dengan situs-situs tertentu mengenai peternakan, sedangkan di media cetak dapat melalui majalah peternakan seperti Poultry Indonesia dan Trobos. Selain itu, strategi promosi dapat dilakukan juga melalui beberapa kegiatan besar yang diikuti perusahaan pakan seperti Indo Livestock Expo dan Forum yang diadakan setiap satu tahun sekali.
5.2.4. Strategi Distribusi Sebagian besar semua pabrik pakan ternak di Indonesia terletak di Pulau Jawa terutama di Propinsi Jawa Timur seperti Japfa Comfeed yang mendominasi pasar di wilayah tersebut dan juga beberapa wilayah di Kalimantan. Produsen di daerah Jawa mensupply pakan untuk Kalimantan, Maluku, Papua dan wilayah lainnya, sedangkan untuk produsen di daerah Sumatera Utara dan Lampung seperti Charoen Pokphand dan Sierad mensupply pakan untuk daerah Sumatera lainnya. Selain itu, produsen di daerah Jawa Barat dan Banten selain menyediakan pakan untuk daerah sendiri, tetapi juga menyediakan pakan untuk daerah Sumatera. Pasar pakan daerah Sulawesi Selatan dan wilayah timur Indonesia dikuasai oleh Cargill Indonesia. Strategi distribusi dilakukan berdasarkan kesepakatan antara produsen dan konsumen, dimana cara untuk mendistribusikan produknya dengan mengantar produk yang dipesan sampai ke tangan pembeli. Namun, menurut Saptana, et. al. (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa sistem pemasaran pabrik pakan dinilai tidak efisien, dimana pabrik pakan dan pelaku tata niaga (agent/distributor dan poultry shop) mengambil porsi keuntungan relatif besar. Hal tersebut diduga terjadi karena adanya sistem komisi
61
yang terjadi di pelaku tata niaga pakan sebesar 15 sampai 20 persen dari harga jual pakan.
5.2.5. Strategi Bisnis Strategi lain yang dilakukan perusahaan besar pakan ternak untuk menghadapi persaingan adalah strategi bisnis. Strategi tersebut dilakukan dengan adanya integrasi bisnis dan kemitraan. Namun, integrasi bisnis hanya dapat dilakukan oleh produsen besar pakan, karena selain memproduksi pakan ternak, produsen besar ini juga melakukan usaha peternakan lainnya, seperti memiliki pabrik pengolahan daging serta memproduksi obat dan vitamin hewan. Adanya integrasi bisnis dalam industri pakan ternak dapat menciptakan efisiensi, menjamin penyediaan bahan baku produksi serta dapat menjadi saluran distribusi yang terpecaya dalam rangka mempertahankan daya saing. Selain itu, kemitraan usaha merupakan sesuatu yang penting untuk dilakukan agar menciptakan kesinambungan dalam berusaha, dimana dalam menjalankan usahanya produsen besar pakan ternak sebagai inti melakukan kerja sama dengan peternak lokal sebagai plasma. Adanya kemitraan usaha dalam kegiatan on farm (contract farming) dapat membangun spesialisasi kerja yang akan meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya transaksi yang akan meningkatkan efisiensi usaha, pembagian risiko (sharing risk), adanya jaminan pemasaran hasil dan mendekatkan akses terhadap program-program pemerintah (Daryanto, 2009). Misalnya, Japfa Comfeed bermitra dengan peternak broiler di Kalimantan Selatan. Selain itu, produsen pakan ternak juga menjalin kerja sama dengan para petani jagung lokal untuk
62
menjamin supply bahan baku pakan, seperti Charoen Pokphand dan Japfa Comfeed melalui anak perusahaannya masing-masing yaitu Tanindo Subur Prima dan PT. mitra sejahtera Japfa. Japfa juga bekerja sama dengan petani jagung di Pelaihari, di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, sedangkan PT CJ Feed Indonesia, PT Cargill Indonesia, PT Sierad Produce, dan PT. Wonokoyo Jayakusuma bekerja sama dengan para petani jagung di Banten. Selain itu, beberapa produsen pakan bekerja sama dengan perusahaan pekerbunan seperti Japfa Mitra Sejahtera dan PT Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII) dalam hal menyediakan benih, pupuk dan insentif bagi petani dan menyediakan lahan untuk menanam jagung.
5.3.
Analisis Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia Kinerja industri mencerminkan bagaimana pengaruh kekuatan pasar
tehadap harga, efisiensi dan inovasi. Pada penelitian ini, kinerja industri pakan ternak Indonesia dilihat dari faktor tingkat keuntungan (PCM), efisiensi internal (X-eff) dan pertumbuhan nilai output (Growth) selama tahun 1984 sampai tahun 2008. Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 5, terlihat bahwa rata-rata PCM yang dihasilkan industri pakan ternak di Indonesia selama tahun 1984 sampai 2008 masih dikatakan rendah, yaitu sebesar 20,43 persen. Rendahnya tingkat keuntungan industri tersebut disebabkan adanya peningkatan biaya input yang digunakan untuk proses produksi terutama bahan baku pakan, sehingga walaupun tingkat produksi mengalami peningkatan, namun penggunaan biaya input yang
63
digunakan jauh lebih besar dari penggunaan output yang dihasilkan, maka tingkat keuntungan yang diperoleh industri pakan ternak mengalami penurunan. Selain itu, terlihat bahwa rata-rata X-eff industri pakan ternak sebesar 31,96 persen. Terlihat bahwa X-eff yang dihasilkan industri pakan ternak di Indonesia selama tahun yang diteliti pun masih rendah. Hal tersebut mencerminkan bahwa kemampuan industri pakan ternak untuk meminimumkan jumlah biaya input yang digunakan untuk produksi belum dapat dikelola dengan baik oleh perusahaan. Hal tersebut terjadi karena menurut Saptana, et. al. (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa produksi riil pabrik pakan ternak sekitar 40 persen sampai 70 persen dari kapasitas terpakainya. Sementara, untuk rata-rata Growth industri pakan ternak di Indonesia sebesar 25,17 persen dan selama tahun yang diteliti tersebut nilai Growth terendah diperoleh pada tahun 1990 sebesar -13,32 persen serta nilai tertinggi diperoleh pada tahun 2008 sebesar 78,63 persen. Nilai pertumbuhan output terendah tersebut
diduga
terjadi
karena
telah
diberlakukannya
Undang-Undang
perindustrian 1990 mengenai pengesahan standar syarat mutu, cara uji bahan baku dan hasil industri, dan standar rekayasa sekaligus penetapannya sebagai standar industri Indonesia. Hal tersebut telah membuat banyak perusahaan pakan menutup operasinya dari 77 perusahaan pada tahun 1989 menjadi 65 perusahaan pada tahun 1990 (BPS, 1989-1990), karena perusahaan tidak dapat memenuhi standar industri yang ditetapkan. Sementara, nilai pertumbuhan output tertinggi tersebut diduga karena meningkatnya jumlah perusahaan dari 74 perusahaan pada tahun 2007 menjadi 77 perusahaan pada tahun 2008 (Tabel 4.1.), sehingga hal tersebut mencerminkan bahwa kondisi permintaan pakan pada tahun tersebut mengalami
64
peningkatan yang menyebabkan banyaknya perusahaan-perusahaan baru yang berdiri untuk memenuhi tingginya permintaan konsumen.
5.4.
Hasil Analisis Hubungan Struktur dan Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Kinerja
5.4.1. Indikator Kebaikan Model Dari hasil regresi model dengan menggunakan metode Kuadrat Terkecil Biasa atau OLS (Ordinary Least Square) diperoleh informasi penting mengenai hubungan struktur dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kinerja industri pakan ternak di Indonesia periode 1984 sampai 2008. Hasil regresi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.3, dimana menurut Gujarati (1995) model ekonometrika yang baik harus memenuhi kriteria ekonometrika dan kriteria statistik. Berdasarkan kriteria ekonometrika, model harus sesuai dengan asumsi klasik yang artinya harus terbebas dari gejala multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Kesesuaian model dengan kriteria statistik dilihat dari hasil uji koefisiensi determinasi (R2), uji F dan uji t. Tabel 5.3. Hasil Regresi Model Variable C CR4 XEFF GROWTH MES LNIM AR(1) R-squared Adjusted R-squared F-statistic Prob(F-statistic) Sumber: Lampiran 6
Coefficient 7,481082 -0,574927 0,529934 0,045963 0,551553 0,401673 0,582676
Prob. 0,7042 0,0039 0,0000 0,0778 0,0949 0,6730 0,0064 0,876301 0,832642 20,07167 0,000001
65
Berdasarkan kriteria statistik, nilai koefisien determinasi (R2) didapat sebesar 0,876301 yang berarti 87,6 persen keragaman PCM sebagai variabel dependen
pada
industri
pakan
ternak
dapat
dijelaskan
oleh
variabel
independennya yang terdiri dari CR4, X-eff, Growth, MES dan IM. Selain itu, sisa dari nilai koefisien determinan sebesar 12,4 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Kriteria statistik lain yang dipakai yaitu uji F, dimana nilai probabilitas Fstatistik yang dihasilkan sebesar 0,000001. Nilai tesebut lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu 0,10 (10 persen), yang berarti ada paling sedikit satu variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap variabel dependen, sehingga model penduga tersebut layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Selain itu, hasil uji t dapat dilihat melalui nilai probabilitas dari masingmasing variabel independennya. Variabel CR4, X-eff, Growth, MES dan AR(1) memiliki nilai probabilitas yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata 10 persen, artinya variabel-variabel independen tersebut berpengaruh nyata terhadap PCM. Sementara, variabel IM memiliki probabilitas sebesar 0,6730 yang nilainya lebih besar dari taraf nyata 10 persen, berarti IM tidak berpengaruh nyata terhadap PCM. Kemudian, dilakukan pengujian normalitas untuk menentukan bahwa error term pada model dapat terdistribusi normal yang dianalisis melalui nilai probabilitas. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai probabilitasnya sebesar 0,041641 yang ternyata lebih kecil dari taraf nyata 10 persen, artinya error term pada model ini tidak terdistribusi normal (Lampiran 7). Namun, hal tersebut dapat
66
diabaikan karena tidak berpengaruh terhadap pendugaan koefisien, dimana koefisien tetap tidak bias dan konsisten. Selain itu, pengujian multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linear antara dua atau lebih variabel bebas (multikolinearitas). Pada penelitian ini, uji multikolinearitas di analisis menggunakan matriks korelasi dengan melihat nilai antar variabel independennya. Ternyata nilai antar variabel independennya lebih kecil dari │0,8│ yang berarti model tidak mengalami masalah multikolinearitas (Lampiran 8). Pengujian autokorelasi pada penelitian ini dilakukan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test, dimana nilai Probability Obs*RSquared yang dihasilkan sebesar 0,1030. Nilai tersebut ternyata lebih besar dari taraf nyata 10 persen, sehingga model yang dirumuskan tidak terjadi gejala autokorelasi (Lampiran 9). Sementara yang terakhir adalah pengujian heteroskedastisitas, pengujian ini dilakukan menggunakan Breusch-Pagan-Godfrey dengan melihat nilai-p. Hasil uji yang dilakukan diketahui bahwa nilai Probability Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata 10 persen yaitu 0,6733. Artinya model yang dirumuskan pada penelitian ini tidak terjadi gejala heteroskedastisitas, melainkan asumsi homoskedastisitas terpenuhi (Lampiran 10). Kesimpulannya bahwa model penelitian ini dapat memenuhi kriteria yang baik.
5.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Pakan Ternak di Indonesia Berdasarkan hasil regresi model pada Tabel 5.3. menunjukkan bahwa variabel X-eff, Growth, MES, IM dan AR(1) berpengaruh positif, sedangkan CR4
67
berpengaruh negatif terhadap tingkat keuntungan (PCM) industri pakan ternak. Namun, telah dijelaskan bahwa variabel IM tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan keuntungan pada industri pakan ternak. Selain itu, adanya variabel AR(1) pada model penelitian ini digunakan untuk mengatasi adanya autokorelasi. Untuk itu, didapatkan model PCM yang dirumuskan ke dalam persamaan regresi sebagai berikut: PCM = 7,481082 – 0,574927CR4 + 0,529934X-eff + 0,045963Growth + 0,551553MES + 0,401673IM + 0,582676AR(1) Variabel CR4 berpengaruh negatif terhadap PCM sebesar 0,574927 yang artinya peningkatan CR4 sebesar 1 persen akan menurunkan PCM industri pakan ternak sebesar 0,574927 persen, dimana variabel lain dianggap tetap (cateris paribus). Hubungan PCM dengan CR4 pada penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis awal. Ketidaksesuaian ini diduga terjadi karena harga jual pakan yang semakin
meningkat,
namun
permintaan
pakan
terus
meningkat
yang
mengakibatkan semakin meningkatknya keuntungan industri pakan ternak, sehingga hal ini akan mengundang perusahaan baru untuk masuk ke dalam pasar untuk memenuhi tingginya permintaan konsumen. Oleh karena itu, pangsa pasar empat perusahaan terbesar direbut oleh perusahaan lain yang mengakibatkan konsentrasi pasar empat
perusahaan terbesar
semakin menurun
akibat
bertambahnya jumlah perusahaan yang relatif cukup besar dan diperkuat dengan impor bahan baku yang semakin meningkat, sehingga keuntungan industri pakan ternak mengalami peningkatan yang diperkuat dengan adanya perusahaanperusahaan yang ada pada industri pakan ternak merupakan perusahaan-
68
perusahaan besar sekaligus mempunyai daya saing yang tinggi. Hal ini memperjelas bahwa hubungan PCM dan CR4 negatif.
CR4
Hipotesis memiliki pengaruh
positif terhadap PCM.
Semakin
rendah
Hasil Analisis CR4 memiliki pengaruh negatif terhadap PCM.
CR4
Semakin rendah CR4 maka semakin
maka semakin kecil PCM.
besar PCM. Akibat dari bertambahnya
Akibat dari bertambahnya
jumlah perusahaan yang relatif cukup
jumlah
perusahaan,
besar sehingga keuntungan disini justru
sehingga keuntungan akan
bertambah karena perusahaan yang ada
berkurang karena semakin
pada industri pakan ternak merupakan
banyak perusahaan yang
perusahaan-perusahaan yang besar dan
ikut menikmati.
mempunyai daya saing yang tinggi.
Gambar 4.3. Pengaruh CR4 terhadap PCM Variabel X-eff berpengaruh positif terhadap PCM sebesar 0,529934 yang berarti peningkatan X-eff sebesar 1 persen akan meningkatkan PCM sebesar 0,529934 persen, dimana variabel lain dianggap tetap (cateris paribus). Hubungan antara PCM dan X-eff dalam penelitian ini sesuai dengan hipotesis awal, dimana efisiensi akan meningkatkan keuntungan industri pakan ternak di Indonesia. Semakin efisien suatu perusahaan maka memungkinkan perusahaan tersebut untuk memproduksi produk dengan sumber daya yang lebih sedikit atau sama, karena efisiensi merupakan pengurangan biaya sehingga biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam jangka panjang akan lebih murah. Variabel Growth mempunyai hubungan positif dengan PCM sebesar 0,045963 yang artinya peningkatan Growth sebesar 1 persen akan turut meningkatkan PCM sebesar 0,045963 persen, dimana variabel lain dianggap tetap
69
(cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal, bahwa peningkatan Growth yang merupakan pertumbuhan nilai output akan meningkatkan keuntungan industri pakan ternak di Indonesia. Variabel MES merupakan variabel yang memiliki pengaruh paling besar terhadap
PCM
dibandingkan
variabel lainnya
yaitu
sebesar 0,551553.
Hubunganya tersebut berpengaruh positif yang berarti peningkatan MES sebesar 1 persen akan turut meningkatkan PCM sebesar 0,551553 persen, dimana variabel lain dianggap tetap (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa peningkatan MES dapat meningkatkan nilai PCM industri pakan ternak di Indonesia. Sementara, variabel nilai impor bahan baku (IM) tidak signifikan atau tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan PCM industri pakan ternak Indonesia. Hal ini terjadi karena tingginya ketergantungan terhadap barang impor terutama bahan baku pakan, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan biaya produksi yang berdampak pada meningkatnya harga jual pakan. Semakin meningkatnya jumlah impor maka akan semakin meningkatkan persaingan industri lokal, sehingga keuntungan yang diperoleh akan semakin menurun.
70
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada industri pakan ternak di
Indonesia dari tahun 1984 sampai tahun 2008 maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1.
Industri pakan ternak di Indonesia mempunyai struktur pasar yang bersifat oligopoli longgar, dimana rata-rata konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4) yang dihasilkan sebesar 38,33 persen. Selain itu, hambatan masuk pasar (MES) yang dihasilkan termasuk tinggi sebesar 14,23 persen.
2.
Perilaku pasar dari industri pakan ternak di Indonesia dilihat dari strategi harga, produk, promosi, distribusi, dan bisnis. Penetapan harga tergantung pada harga bahan baku pakan. Untuk produk dilakukan peningkatan mutu produk sesuai SNI. Strategi promosi dilakukan melalui iklan dalam majalah maupun internet. Selain itu, dilakukan strategi bisnis melalui integrasi bisnis dan kemitraan yang dapat meningkatkan efisiensi usaha.
3.
Kinerja industri pakan ternak di Indonesia dilihat dari faktor tingkat keuntungan (PCM), efisiensi internal (X-eff) dan pertumbuhan nilai output (Growth). Dari hasil penelitian, rata-rata PCM yang dihasilkan masih rendah yaitu sebesar 20,43 persen. Hal tersebut disebabkan adanya peningkatan biaya input yang digunakan untuk proses produksi terutama bahan baku pakan. Selain itu, rata-rata X-eff pun masih rendah yaitu sebesar 31,96 persen, yang artinya kemampuan industri pakan ternak untuk meminimumkan jumlah biaya input untuk produksi belum dapat
71
dikelola dengan baik oleh perusahaan. Sementara untuk Growth, nilai terendah diperoleh pada tahun 1990 sebesar -13,32 persen dan nilai tertinggi diperoleh pada tahun 2008 sebesar 78,63 persen. 4.
Berdasarkan hasil regresi, tingkat keuntungan (PCM) yang mewakili kinerja industri pakan ternak dipengaruhi secara nyata oleh konsentrasi empat perusahaan terbesar (CR4), efisiensi internal (X-eff), pertumbuhan nilai output (Growth), hambatan masuk pasar (MES) pada taraf nyata 0,10 (10 persen). Sementara, nilai impor bahan baku (IM) tidak berpengaruh nyata terhadap PCM.
6.2.
Saran Dari kesimpulan yang diperoleh, maka saran yang dapat direkomendasikan
untuk peningkatan kinerja industri pakan ternak di Indonesia adalah sebagai berikut: 1.
Bagi pemerintah, perlu adanya dukungan dan perhatian lebih terhadap industri pakan ternak di Indonesia agar menciptakan iklim usaha yang kondusif, sehingga dapat menarik investor baik asing maupun swasta, seperti menjamin keamanan, dukungan infrastruktur, mengesahkan Undang-Undang peternakan, kesehatan hewan, meningkatkan produksi jagung dalam negeri melalui perbaikan teknik budi daya tanaman jagung sekaligus memberikan peluang untuk mengembangkan bahan baku pakan ternak selain jagung seperti pemanfaatan limbah sawit, dan menghapus tarif impor pakan ternak. Selain itu, diperlukan regulasi untuk mendorong
72
struktur industri pakan ternak Indonesia menuju persaingan yang sehat melalui pengawasan dari Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU). 2.
Bagi para produsen dalam industri pakan ternak harus dapat meningkatkan efisiensi dengan mengurangi biaya input yang digunakan terutama bahan baku pakan. Peningkatan efisiensi dapat dilakukan dengan menyediakan bahan baku pakan yang berasal dari sumber daya domestik yang memadai, tanpa bergantung pada impor dan dilakukan secara integrasi dalam pengembangan agribisnis peternakan.
73
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, S. E. 2009. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Industri Pakan Ternak Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Alfarisi, D. A. 2009. ”Analisa Struktur dan Kinerja Industri Pulp dan Kertas Indonesia”. Jurnal Persaingan Usaha, 1: 66-68. Alistair, A. 2004. Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja pada Industri Tepung Terigu di Indonesia Pasca Penghapusan Monopoli Bulog. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Asian Development Bank dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2001. Analisis Ekonomi Terhadap Persaingan Usaha. Laporan, Jakarta. Bain, J. S. 1956. Barrier to New Competition. Harvard University Press, Cambridge. Badan Pusat Statistik. 1984-2008. Statistik Industri Besar dan Sedang 1984-2008. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 2011. Cara Uji Makanan dan Minuman [BSN Online]. http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/3279 [25 April 2011] Daryanto, A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. IPB Press, Bogor. Destiana, M. 2010. ”Prospek Industri Pakan Nasional”. Economic Review. 219: 1. Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Ekspor-Impor Pakan Ternak Indonesia. Pusat Data dan Informasi. Kementerian Pertanian, Jakarta. . 2010. Kapasitas Terpasang dan Produksi Pakan Tahun 2010. Bagian Bahan Baku Pakan. Kementerian Pertanian, Jakarta. . 2010. Rekapitulasi Impor Bahan Pakan. Bagian Bahan Baku Pakan. Kementerian Pertanian, Jakarta. . 2011. Harga Rata-rata Bahan Baku Pakan Ternak 2007-2011*. Bagian Bahan Baku Pakan. Kementerian Pertanian, Jakarta.
74
Gabungan Perusahaan Makanan Ternak. 2010. Kebutuhan Pabrik Pakan akan Bahan Pakan (Lokal dan Impor). Rapat Koordinasi Bahan Pakan Lokal [Slide]. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementerian Pertanian, Jakarta. . 2011. Harga Pakan Komplit Broiler dan Konsentrat Tahun 2010-2011. Gabungan Perusahaan Makanan Ternak, Jakarta. . 2011. Pergerakan Harga Bahan Baku Pakan. Gabungan Perusahaan Makanan Ternak, Jakarta. Gujarati, D. 1995. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [Penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Hasibuan, N. 1993. Ekonomi Industri: Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3ES, Jakarta. ICN (Indonesian Commercial Newsletter). 2008. Indonesia’s Animal Feed Industry (Industry Profile) [Artikel]. http://www.highbeam.com/DocPrint.aspx?Docld=1G1:180030035 [22 Februari 2011]. . 2009. Perkembangan Peternakan Unggas di Indonesia. Laporan Market Intelligence. http://www.datacon.co.id/ternak2-2009.html [22 Februari 2011]. Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. BPFE, Yogyakarta. Kementerian Perindustrian. 2009. Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Pakan Ternak di Indonesia. Kementerian Perindustrian, Jakarta. Lubis, A F. 1997. Struktur dan Kekuatan Pasar: Analisis Panel Industri Pengolahan di Indonesia 1985-1994. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok. Saptana, Rosmijati S., dan Khairina M. N. 2002. Industri Perunggasan: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Saptana, dan I Wayan R. 2000. Dampak Krisis Moneter dan Kebijaksanaan Pemerintah Terhadap Daya Saing Agribisnis Ayam Ras Pedaging di Jawa Barat. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Shepherd, W. G. 1990. The Economics of Industrial Organization. Third Edition. Prentice-Hall, New Jersey.
75
Sunengsih. 2009. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Minuman Ringan di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Widyastuti, E. H. 2006. Analisis Structure-Conduct-Performance Industri Komponen Sepeda Motor di Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winsih. 2007. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Manufaktur Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yunianti, S. 2001. Implikasi Kebijakan Tepung Terhadap Industri Tepung Terigu dan Industri Makanan: Studi Kasus Industri Mie Instan. [Tesis]. Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, Depok. Yusdja, Y., Rosmijati S., Muhammad I., dan MSM Tambunan. 2000. Perumusan Kebijaksanaan dan Model Restrukturisasi Industri Ternak Unggas Nasional. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Yusdja, Y., Nyak I., dan Rosmijati S. 2004. Tinjauan Penerapan Kebijakan Industri Ayam Ras: Antara Tujuan dan Hasil. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Yusdja, Y., Edi B., I Wayan R., Mewa A., Suharsono, dan Pantjar S. 2004. Penelitian Dampak Sosial Ekonomi krisis Avian Influenza Terhadap Sistem Produksi Unggas di Indonesia dengan Fokus Utama Peternak Kecil Mandiri. Laporan Akhir. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
LAMPIRAN
77
Lampiran 1. Pergerakan Harga Bahan Baku Pakan (Rp/Kg) Bahan Baku Bulan Jan’09 Feb’09 Mar’09 Apr’09 Mei’09 Jun’09 Jul’09 Agt’09 Sep’09 Okt’09 Nov’09 Des’09 Jan’10 Feb’10 Mar’10 Apr’10 Mei’10 Jun’10 Jul’10 Agt’10 Sep’10 Okt’10 Nov’10 Des’10 Jan’11 Feb’11
Corn
Soyabean Meal (SBM)
Meat Bone Meal (MBM)
2200 2300 2300 2400 2400 2650 2375 2250 2300 2350 2400 2750 2725 2750 2600 2600 2600 2450 2450 2600 2800 3100 2950 3000 3200 3500
5950 6527 4810 4972 6200 5279 5554 4978 4612 5062 5062 4903 4903 4159 4600 4212 3889 3711 3711 4196 4396 4845 4845 4895 4882 5028
6340 7126 6350 6978 7377 7429 6059 5670 5410 5272 5271 5483 6538 6538 5500 4825 5354 4950 4950 4995 4995 4995 4995 5794 4937 5028
Sumber: GPMT, 2011 *Harga belum menggunakan bea masuk 5 persen
Corn Gluten Meal (CGM) 8256 9324 7400 7000 7377 8545 7854 7155 7205 7697 7697 7803 8330 8330 7700 7576 6869 6566 6566 6296 6693 6693 7143 7143 7060 7240
Poultry Meat Meal (PMM) 10023 9058 10100 10100 9057 8500 8864 8937 7703 7908 7645 7645 8594 8594 8455 9590 8687 8687 8687 7495 7495 7495 7495 6893 7159 7542
78
Lampiran 2. Daftar SNI Pakan Ternak No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Nomor SNI SNI 01-3927-2006: SNI 01-3928-2006: SNI 01-3929-2006: SNI 01-3930-2006: SNI 01-3931-2006: SNI 7700.5:2011
7.
RSNI3 7652.3:2010
8.
RSNI3 7652.6:2010
9.
RSNI3 7652.5:2010
10.
RSNI3 7652.1:2010
11.
RSNI3 7700.6:2011
12.
SNI 7652.5:2011
13.
7700.4:2011
14.
7700.2:2011
15.
7700.3:2011
16.
SNI 7652.3:2011
17.
SNI 7652.2:2011
18.
SNI 7652.6:2011
19. 20. 21. 22. 23. 24.
SNI 3148.2:2009 SNI 3148.3:2009 SNI 3148.4:2009 SNI 3148.5:2009 SNI 3148.1:2009 RSNI3 7652.4:2010
25.
RSNI3 7652.2:2010
26.
SNI 7652.4:2011
27.
SNI 7652.1:2011
28.
7700.1:2011
Sumber: BSN, 2011
Judul Indonesia Pakan anak ayam ras petelur Pakan ayam ras petelur dara Pakan ayam ras petelur Pakan anak ayam ras pedaging Pakan ayam ras pedaging Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe petelur Bagian 5: Layer Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe pedaging - Bagian 3: Grower Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe pedaging -Bagian 6: Jantan Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe pedaging - Bagian 5: Layer Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe pedaging - Bagian 1: Starter 1 Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe petelur Bagian 6: Jantan Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe pedaging - Bagian 5: Layer Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe petelur Bagian 4: Pre layer Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe petelur Bagian 2: Grower Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe petelur Bagian 3: Pullet Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe pedaging - Bagian 3: Grower Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe pedaging - Bagian 2: Starter 2 Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe pedaging - Bagian 6: Jantan Pakan konsentrat - Bagian 2: Sapi potong Pakan konsentrat - Bagian 3: Ayam ras petelur Pakan konsentrat - Bagian 4: Ayam ras petelur dara Pakan konsentrat - Bagian 5: Ayam ras pedaging Pakan konsentrat - Bagian 1: Sapi perah Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe pedaging - Bagian 4: Pre layer Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe pedaging - Bagian 2: Starter 2 Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe pedaging - Bagian 4: Pre layer Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe pedaging - Bagian 1: Starter 1 Pakan bibit induk (parent stock) ayam ras tipe petelur Bagian 1: Starter
79
Lampiran 3. Biaya Input, Nilai Output, Nilai Tambah, dan Upah Industri Pakan Ternak Indonesia Tahun 1984-2008 (ribu Rp) Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Biaya Input 169868004 240693528 311137285 493257448 664147689 753741206 625495433 934758256 1147784721 1189900341 1740444400 1980213392 2903673619 3244816000 3296623651 3674639559 5358347035 6129441877 6724908924 8393775372 9700591362 12954022438 10834224154 12942166072 25991548325
Sumber: BPS, 1984-2008
Nilai Output 210165597 301607906 429182595 615827496 789900402 1006450346 872385813 1235850426 1589210006 1643732601 2321520023 2563154221 3424310548 4418935000 4596590341 5569931355 8496998534 8179628803 9410677522 10570249191 11626753191 15191726115 13792325996 17541430093 31334619412
Nilai Tambah 40297593 60914378 118045310 122570048 125752713 252709140 246890380 301092170 441425285 453832260 581075623 582940829 520636929 1174119000 1299966690 1895291796 3138651499 2050186926 2685768598 2176473819 1926161829 2237703677 2958101842 4599264021 5343071087
Upah 6365111 10533597 12373821 16748732 18447119 20973056 24281926 35444801 41542174 250096290 198711066 311689873 77142127 69545921 81699757 100447645 117278141 136382201 239203664 183536449 202304536 264615987 348760762 308683005 296085374
80
Lampiran 4. Bahan Baku, Impor Bahan Baku, dan Barang yang Dihasilkan Industri Pakan Ternak Indonesia Tahun 1984-2008 (ribu Rp) Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Bahan Baku 155143002 211783576 284290533 459383109 612744425 695220291 571567652 858105580 1036973094 1056334589 1555393194 1816027138 2652625516 2983354000 3112867050 3444774390 4827229465 5643186747 6153091785 7901743998 9232356513 12159716009 10096998678 11962677164 24112003593
Sumber: BPS, 1984-2008
Impor Bahan Baku 44868419 25666723 76003354 157666504 177252643 189699275 138689421 199136737 310285644 379672106 684905001 820680338 1220026928 1519801776 1373900816 1769963432 2451018841 2673145252 2650010782 3432797957 3802317336 4471979037 4491489557 5655541275 10178098453
Barang yang Dihasillkan 207536921 297311736 416494352 613593538 787182421 999179569 857412981 1216776928 1470794552 1458824146 2103818490 2495868580 3276430838 3807518000 4052090281 5085528787 7879481500 7895898404 9054570143 10184730288 11259896732 15114562460 13428847881 16259807820 30394077174
81
Lampiran 5. PCM, X-eff, dan Growth Industri Pakan Ternak Indonesia 1984-2008 Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
PCM (%)
X-eff (%)
Growth (%)
16,15
23,72
30,85
16,70 24,62 17,18 13,58 23,03 25,52 21,50 25,16 12,39 16,47 10,58 12,95 24,99 26,50 32,22 35,56 23,40 25,99 18,85 14,83 12,99 18,92 24,46 16,11 20,43
25,31 37,94 24,85 18,93 33,53 39,47 32,21 38,46 38,14 33,39 29,44 17,93 36,18 39,43 51,58 58,57 33,45 39,94 25,93 19,86 17,27 27,30 35,54 20,56 31,96
43,51 42,30 43,49 28,27 27,41 -13,32 41,66 28,59 3,43 41,23 10,41 33,60 29,05 4,02 21,18 52,55 -3,74 15,05 12,32 9,99 30,66 -9,21 27,18 78,63 25,17
Sumber: BPS, 1984-2008 (diolah)
82
Lampiran 6. Hasil Regresi Dependent Variable: PCM Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 06:59 Sample (adjusted): 1985 2008 Included observations: 24 after adjustments Convergence achieved after 12 iterations Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
CR4 XEFF GROWTH MES LNIM C AR(1)
-0.574927 0.529934 0.045963 0.551553 0.401673 7.481082 0.582676
0.172138 0.062392 0.024486 0.311829 0.935426 19.37518 0.187407
-3.339921 8.493619 1.877125 1.768765 0.429401 0.386117 3.109143
0.0039 0.0000 0.0778 0.0949 0.6730 0.7042 0.0064
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.876301 0.832642 2.655887 119.9135 -53.35913 20.07167 0.000001
Inverted AR Roots
.58
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
20.60417 6.492120 5.029928 5.373527 5.121084 2.135973
Lampiran 7. Uji Normalitas 8
Series: Residuals Sample 1985 2008 Observations 24
7 6 5 4 3 2 1 0 -6
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-5.21e-11 0.129596 2.990080 -5.940154 2.283338 -1.090906 4.263735
Jarque-Bera Probability
6.357333 0.041641
83
Lampiran 8. Uji Multikolinearitas Covariance Analysis: Ordinary Date: 04/20/11 Time: 06:57 Sample: 1984 2008 Included observations: 25 Correlation Probability PCM
PCM 1.000000 -----
CR4
XEFF
GROWTH
MES
CR4
-0.254671 0.2192
1.000000 -----
XEFF
0.857241 0.0000
-0.148868 0.4776
1.000000 -----
GROWTH
-0.017605 0.9334
-0.026247 0.9009
-0.110505 0.5990
1.000000 -----
MES
-0.024621 0.9070
0.725891 0.0000
-0.078283 0.7099
-0.159723 0.4457
1.000000 -----
LNIM
0.112681 0.5918
-0.169609 0.4176
0.028365 0.8929
-0.096845 0.6451
0.136332 1.000000 0.5158 -----
Lampiran 9. Uji Autokorelai Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.752649 4.546112
Prob. F(2,15) Prob. Chi-Square(2)
0.2070 0.1030
Lampiran 10. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.693265 3.875456 3.173095
Prob. F(5,18) Prob. Chi-Square(5) Prob. Chi-Square(5)
0.6352 0.5675 0.6733
LNIM