59
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Karakteristik konsumen di RW 11 Muara Angke Penjelasan tentang karakteristik individu konsumen yang diamati dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, jumlah anggota keluarga, status menikah, pendidikan formal, pekerjaan, pendapatan, frekuensi membeli ikan dan tingkat konsumsi ikan (Tabel 15). Konsumen yang menjadi responden penelitian bertempat tinggal di perumahan Muara Angke.
Konsumen yang sering
melakukan pembelian ikan adalah perempuan sebanyak 70% (21 orang). Sebagian besar konsumen tersebut berusia antara 30 tahun sampai 41 tahun sebanyak 18 orang. Konsumen tersebut hampir seluruhnya sudah menikah maka diperoleh data bahwa konsumen yang banyak melakukan pembelian ikan adalah konsumen yang sudah menikah (28orang). Hal ini memberikan indikasi bahwa konsumen membeli ikan di pasar Muara Angke untuk konsumsi keluarga. Jika ditinjau dari jumlah anggota keluarga yang dimiliki konsumen maka konsumen terbanyak adalah konsumen yang memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 3-4 orang (21orang). Selain jenis kelamin, usia, status pernikahan, karakteristik tingkat pendidikan juga ditanyakan kepada responden.
Responden yang melakukan
pembelian ikan umumnya berpendidikan terakhir SMP sebesar 43,33%. Responden yang bertempat tinggal di Muara Angke pada umumnya sudah berkeluarga dan bermatapencaharian sebagai penjual makanan atau yang lebih dikenal dengan istilah pedagang warteg. Selanjutnya ada yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, pedagang, Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau hanya sebagai ibu rumah tangga (IRT). Jenis pekerjaan konsumen yang terbanyak yaitu penjual makanan (warung tegal) sebanyak 33% dari jumlah responden, selanjutnya pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak 30%.
Pekerjaan yang bervariasi yang dilakukan oleh responden
di Muara Angke memberikan jumlah pendapatan yang berbeda pula yang diperoleh oleh setiap responden. Pendapatan rata-rata tertinggi yang dimiliki oleh
60
konsumen di Muara Angke adalah Rp 1.000.000,00 - Rp 2.000.000,00 sebesar 53,3%. Jumlah konsumen yang membuka usaha rumah makan lebih banyak, sehingga ikan yang dibutuhkan oleh pemilik rumah makan lebih banyak daripada kebutuhan ibu rumah tangga. Ikan yang sering dibeli oleh konsumen ini adalah ikan kembung, selar bentong dan tongkol. Ikan yang dibeli dalam bentuk segar. Pemilik rumah makan membeli ikan tersebut setiap hari di Pasar Muara Angke. Konsumen yang membeli ikan setiap hari di pasar Muara Angke juga konsumen ibu rumah tangga. Frekuensi konsumen membeli ikan di pasar Muara Angke yang paling besar, yaitu setiap hari sebesar 53%. Hal ini juga memperlihatkan bahwa tingkat konsumsi konsumen terhadap ikan tersebut cukup besar, yaitu sebesar 53% tingkat konsumsi konsumen tinggi dan sisanya tingkat konsumsi konsumen sedang. Secara umum, konsumen yang diteliti dapat dikategorikan sebagai kelompok masyarakat bergender wanita dengan usia lebih dari 30 tahun dan telah berkeluarga dengan jumlah keluarga 3-4 orang/keluarga. Pekerjaan konsumen yaitu pemilik usaha rumah makan kecil (warteg) dan ibu rumah tangga yang berpendapatan kurang dari Rp 2.000.000,00. Semua konsumen ibu rumah tangga menyukai ikan kembung dan ikan selar bentong berukuran kecil (immature).
Hal ini berkaitan dengan jumlah
keluarga yang umumnya berjumlah 3-4 orang/keluarga.
Sebagian besar
konsumen yang memiliki usaha rumah makan kecil (warteg) mempertimbangkan ukuran yang kecil dalam hal membeli ikan kembung dan selar bentong. Hal ini dikarenakan ukuran tersebut telah sesuai dengan ukuran porsi makan pelanggan dan harga jual ikan yang telah diolah.
Konsumen ibu rumah tangga dan
konsumen yang memiliki usaha warteg menyukai ikan tongkol berukuran besar. Hal ini berhubungan dengan penanganan dan pengolahan ikan. Selain ukuran ikan, umumnya konsumen memperhatikan juga kesegaran dan harga yang murah dalam melakukan pembelian ikan.
61
Tabel 15 Karakteristik konsumen di RW 11 yang membeli ikan di pasar Muara Angke Keterangan Laki-laki Perempuan 18-23 24-29 30-35 Usia 36-41 42-47 48-53 Menikah Status Pernikahan Belum Menikah < 3 orang Jumlah Anggota 3-4 orang Keluarga > 4 orang SD Pendidikan SMP SMA Usaha rumah makan kecil (warteg) Pedagang Pekerjaan IRT PRT PNS Rp 100.000,00 Rp 500.000,00 Rp 500.000,00 Rp 1.000.000,00 Pendapatan Rp 1.000.000,00 Rp 2.000.000,00 Rp 2.000.000,00 Rp 4.000.000,00 Setiap hari Frekuensi 2 hari sekali Membeli Ikan 3 hari sekali Tinggi Tingkat Konsumsi Ikan Sedang Jenis Kelamin
Jumlah (orang) 9 21 2 5 12 6 3 2 28 2 3 21 6 12 13 5
Proporsi (%) 30 70 7,1 17,9 42,9 21,4 10,7 7,1 93,3 6,7 10 70 20 40 43,3 16,7
10
33,3
3 9 6 2
10 30 20 6,7
2
6,7
9
30
16
53,3
3 16 8 6 16 14
10 53 27 20 53 47
Total (%) 100
100
100
100
100
100
100
100
100
62
5.1.2 Persepsi pedagang dan nelayan Hasil analisis deskriptif tidak hanya mengetahui karakteristik konsumen melainkan juga untuk menganalisis persepsi pedagang dan nelayan mengenai kepedulian terhadap preferensi konsumen. Pedagang yang tidak peduli terhadap preferensi konsumen terhadap hasil tangkapan sebanyak 7 responden (58,3%) dan yang peduli sebanyak 5 responden (41,7%) (Tabel 16).
Tabel 16 Persepsi pedagang terhadap preferensi konsumen Persepsi Terhadap Preferensi Konsumen Peduli Tidak Peduli Jumlah
Jumlah Responden (orang) 5 7 12
Persentase (%) 41,7 58,3 100
Berdasarkan wawancara, kepedulian pedagang biasanya dalam hal harga. Apabila hasil tangkapan yang didaratkan sedikit maka harga jual hasil tangkapan lebih mahal. Dalam hal kesegaran, menurut pengamatan ikan-ikan yang dijual di pasar Muara Angke tidak diberi es dan penempatannya digabung antara ikan yang masih segar dengan yang kurang segar. Sedangkan untuk ukuran ikan, pedagang menjual ikan yang ukurannya tidak ada ketentuannya. Sampel nelayan yang diambil yaitu kapten kapal sebanyak 4 orang dari 4 armada pukat cincin. Nelayan ternyata tidak peduli terhadap preferensi konsumen terhadap hasil tangkapan.
Alasan nelayan tidak peduli adalah nelayan ingin
memperoleh ikan agar dapat menutupi biaya operasi penangkapan dan memperoleh keuntungan.
5.1.3 Preferensi konsumen terhadap ikan tongkol Berdasarkan hasil analisis konjoin (Lampiran 9) diketahui bahwa tingkat kepentingan relatif atribut yang paling dipertimbangkan responden dalam membeli ikan tongkol di pasar Muara Angke secara berturut-turut adalah atribut ukuran 33,86%, kesegaran 42,39% dan harga 23,75% (Tabel 17).
63
Tabel 17 Nilai kegunaan, kepentingan relatif dan korelasi atribut ikan tongkol Atribut Ukuran Kesegaran Harga
Utilities (Kegunaan) Level Utility Estimate Besar (ikan mature) 0,233 Kecil (ikan immature) -0,233 Segar 0,675 Tidak segar -0,675 Mahal -0,708 Murah 0,708 (Constant) 4,5
Importance Ukuran 33,863 Kesegaran 42,387 Harga 23,750 Averaged Importance Score
Std. Error 0,113 0,113 0,113 0,113 0,113 0,113 0,113
Correlationsa Value Sig. Pearson's R 0,976 0 Kendall's tau 0,929 0,001 a. Correlations between observed and estimated preferences
Konsumen lebih menyukai ikan tongkol dari atribut kesegaran, kemudian ukuran dan harga (Tabel 17). Menurut nilai kegunaannya (utilities) konsumen menyukai ikan tongkol yang berukuran besar, segar dan murah.
Hal ini
diperlihatkan dari nilai kegunaan yang bernilai positif. Nilai korelasi Pearson’s dan Kendall’s tau yang dihasilkan sebesar 0,976 dan 0,929. Hal ini berarti bahwa hubungan antara pengamatan preferensi dengan dugaan preferensi adalah sangat erat.
5.1.4 Preferensi konsumen terhadap ikan kembung Ikan kembung merupakan salah satu ikan yang paling banyak dijual di pasar Muara Angke dan diminati oleh konsumen. Berdasarkan hasil analisis konjoin diketahui bahwa tingkat kepentingan relatif atribut yang paling dipertimbangkan responden dalam membeli ikan kembung di pasar Muara Angke secara berturut-turut adalah atribut ukuran 40,13%, kesegaran 41,75%, dan harga 18,13% (Tabel 18).
64
Tabel 18 Nilai kegunaan, kepentingan relatif dan korelasi atribut ikan kembung Atribut Ukuran Kesegaran Harga
Utilities (Kegunaan) Level Utility Estimate -0,733 Besar (ikan mature) 0,733 Kecil(ikan immature) Segar 1,392 Tidak segar -1,392 Mahal -0,592 Murah 0,592 (Constant) 4,5
Importance Values Ukuran 40,128 Kesegaran 41,746 Harga 18,126 Averaged Importance Score
Std. Error 0,067 0,067 0,067 0,067 0,067 0,067 0,067
Correlationsª Value Sig. Pearson's R 0,997 0 Kendall's tau 1 0 a. Correlations between observed and estimated preferences
Konsumen lebih menyukai ikan kembung dari atribut kesegaran, kemudian ukuran dan harga (Tabel 18). Menurut nilai kegunaannya (utilities) konsumen menyukai ikan kembung yang berukuran kecil, segar dan murah. Hal ini diperlihatkan dari nilai kegunaan yang bernilai positif.
Nilai korelasi
Pearson’s dan Kendall’s tau yang dihasilkan sebesar 0,997 dan 1. Hal ini berarti bahwa hubungan antara pengamatan preferensi dengan dugaan preferensi adalah sangat erat.
5.1.5 Preferensi konsumen terhadap ikan selar bentong Berdasarkan hasil analisis konjoin diketahui bahwa tingkat kepentingan relatif atribut yang paling dipertimbangkan responden dalam membeli ikan selar bentrong di pasar Muara Angke secara berturut-turut adalah atribut ukuran 39,61%, kesegaran 41,62%, dan harga 18,77% (Tabel 19).
65
Tabel 19 Nilai kegunaan, kepentingan relatif dan korelasi atribut ikan selar bentong
Atribut Ukuran Kesegaran Harga
Utilities (Kegunaan) Level Utility Estimate Besar (ikan mature) -0,733 Kecil (ikan immature) 0,733 Segar 1,392 Tidak segar -1,392 Mahal -0,617 Murah 0,617 (Constant) 4,5
Importance Values Ukuran 39,615 Kesegaran 41,618 Harga 18,767 Averaged Importance Score
Std. Error 0,073 0,073 0,073 0,073 0,073 0,073 0,073
Correlationsa Value Sig. Pearson's R 0,996 0 Kendall's tau 1 0 a. Correlations between observed and estimated preferences
Konsumen lebih menyukai ikan selar bentong dari atribut kesegaran, kemudian ukuran, dan harga (Tabel 19). Menurut nilai kegunaannya (utilities) konsumen menyukai ikan kembung yang berukuran kecil, segar dan murah. Hal ini diperlihatkan dari nilai kegunaan yang bernilai positif.
Nilai korelasi
Pearson’s dan Kendall’s tau yang dihasilkan sebesar 0,996 dan 1. Hal ini berarti bahwa hubungan antara pengamatan preferensi dengan dugaan preferensi adalah sangat erat.
66
5.2 Pembahasan Konsumen merupakan pihak pengguna produk sektor perikanan. Hasil tangkapan yang didaratkan tujuan utamanya yaitu untuk dipasarkan ke konsumen baik dalam bentuk segar maupun olahan. Ikan pelagis merupakan ikan yang banyak didaratkan di PPI Muara Angke maupun kiriman dari luar daerah. Konsumen di Muara Angke memiliki preferensi terhadap tiga jenis ikan pelagis yang dominan dipasarkan di Muara Angke yaitu ikan tongkol (Auxis sp.), kembung (Rastrelliger sp.), dan selar bentong (Caranx crumenophthalmus) dengan urutan kesegaran, ukuran, dan harga (Tabel 20).
Tabel 20 Rangkuman nilai kepentingan ikan yang dibeli Ikan Tongkol
Kembung
Selar bentong
Nilai Kepentingan 1. Kesegaran (42,39%) 2. Ukuran Besar (ikan mature) (33,86%) 3. Harga (23,75%) 1. Kesegaran (41,75%) 2. Ukuran Kecil (ikan immature) (40,13%) 3. Harga (18,13%) 1. Kesegaran (41,62%) 2. Ukuran Kecil (ikan immature) (39,62%) 3. Harga (18,77%)
Kesegaran adalah atribut yang paling diperhatikan oleh konsumen di Muara Angke dalam membeli ikan.
Preferensi atribut kesegaran ikan dapat
memberikan pengaruh terhadap perilaku nelayan.
Preferensi konsumen terhadap
kesegaran ikan dapat mendorong perbaikan penanganan hasil tangkapan di atas kapal. Kemunduran kualitas (kesegaran) ikan dapat dicegah misalnya dengan menyediakan refrigerator pada palka dan rak-rak untuk menyimpan ikan (Ross, 2008), seperti yang ada di kapal jaring cumi. Kualitas ikan yang akan diekspor biasanya lebih diperhatikan nelayan. Murdaniel (2007) mengatakan bahwa kualitas ikan tuna dipengaruhi saat operasi penangkapan ikan dan saat di pelabuhan. Faktor yang berperan dalam menghasilkan produksi tuna berstandar kualitas ekspor pada saat operasi penangkapan yaitu nelayan (pendidikan, keahlian, pengetahuan), sumberdaya ikan tuna (jenis dan ukuran ikan sesuai permintaan ekspor), metode penanganan
67
(prosedur penanganan yang dilakukan cermat dan teliti, operasi penangkapan, dan faktor sarana dan prasarana (pengontrolan terhadap suhu penyimpanan dan media penyimpanan. Penanganan hasil tangkapan pukat cincin sebaiknya harus memperhatikan faktor-faktor yang diungkapkan oleh Murdaniel (2007) agar kualitas (kesegaran) berstandar kualitas ekspor. Namun nelayan pukat cincin yang terdapat di PPI Muara Angke kurang memperhatikan metode penanganan tersebut dalam melakukan operasi penangkapan ikan. Hal ini menyebabkan ikan yang didaratkan kurang bagus karena jumlah trip yang lama, jumlah es yang tidak cukup dan penanganan hasil tangkapan di atas kapal kurang baik. Hasil tangkapan yang diperoleh saat pengoperasian pukat cincin umumnya langsung dimasukkan ke dalam palka tanpa ada penyortiran jenis dan ukuran terlebih dahulu menurut hasil wawancara dengan kapten kapal (Ekaputra, 2009). Ikan-ikan yang sudah tertangkap sebelumnya akan tertimpa oleh ikan yang baru ditangkap sehingga hasil tangkapan tidak semuanya baik. Penyortiran jenis dan ukuran dilakukan di pelabuhan, yaitu pada saat pembongkaran hasil tangkapan. Selain itu jumlah es yang dibawa tidak mencukupi untuk hasil tangkapan di dalam palka sehingga kualitas (kesegaran) ikan mengalami pengurangan.
Hal ini
terbukti pada waktu pengamatan, palka yang berisi hasil tangkapan bercampur dengan air. Kesegaran tidak akan terpenuhi jika nelayan selalu berasumsi bahwa mendaratkan ikan hasil tangkapan yang masih segar dan utuh maupun yang tidak segar akan memiliki nilai jual yang sama karena hasil tangkapan yang diperoleh akan dijual langsung ke palele (pedagang grosir). Dalam penelitian ini pedagang grosir tidak dijadikan sampel karena peneliti berasumsi bahwa pedagang grosir sama dengan pemilik kapal atau sebagai produsen dari ikan pelagis. Pedagang grosir atau yang lebih dikenal dengan sebutan palele merupakan pedagang yang telah bekerja sama dengan pemilik kapal (Hanafiah & Saefuddin, 2006). Sebagian besar hasil tangkapan yang didaratkan di dermaga PPI Muara Angke akan dijual oleh pemilik kapal ke palele tanpa melalui proses lelang. Hasil tangkapan tersebut akan dijual oleh palele ke pedagang pengecer ikan yang ada di pasar Muara Angke. Hal ini tidak
68
terjadi pada semua tempat, di PPN Pekalongan hasil tangkapan pukat cincin yang didaratkan akan dijual melalui proses lelang (Ekaputra, 2009). Ukuran ikan kembung dan selar bentong yang dijual di pasar Muara Angke umumnya seragam, yaitu rata-rata kecil dan di bawah length at first maturity (Lm). Hal ini menunjukkan bahwa nelayan di PPI Muara Angke lebih banyak menangkap ikan muda atau belum dewasa (ikan immature). Kelayakan ikan yang ditangkap dapat diketahui dengan cara membandingkan ukurannya dengan panjang ikan ketika pertama kali matang gonad (length at first maturity). Ukuran ikan yang sudah matang gonad layak untuk ditangkap karena memberikan kesempatan bagi ikan-ikan kecil untuk tumbuh sehingga sumberdaya ikan dapat berkelanjutan. Kriteria ukuran ikan layak tangkap merupakan kriteria paling kuat untuk menentukan keramahan lingkungan operasi penangkapan ikan (Ramdhan, 2008). Pada waktu pengumpulan data, ukuran ikan yang dijual di pasar Muara Angke berukuran kecil atau ikan muda. Tertangkapnya ikan muda tersebut dapat disebabkan oleh banyak hal, di antaranya adalah ukuran mata jaring. Pukat cincin yang digunakan oleh nelayan di PPI Muara Angke memiliki ukuran meshsize bagian kantong (bunt) 0,5 inci atau dibawah ukuran minimal meshsize yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu minimal 1 inci sesuai dengan Kepmen No. 392 Tahun 1999 tentang jalur-jalur penangkapan ikan. Alat tangkap yang terbuat dari jaring bermata kecil cenderung menangkap ikan-ikan yang berukuran kecil. Hal ini sesuai dengan penelitian Manalu (2003), yaitu ukuran ikan yang tertangkap berhubungan erat dengan ukuran mata jaring, semakin besar ukuran mata jaring maka akan semakin besar pula ukuran ikan yang tertangkap. Preferensi atribut ukuran dapat memberikan dampak terhadap penekanan jumlah sumberdaya ikan. Hal ini terjadi karena ikan yang tertangkap pukat cincin adalah ikan yang bergerombol bersama secara alamiah dan biasanya ikan-ikan tersebut dari satu kohort, yaitu generasi yang dihasilkan dari pemijahan pada periode yang sama sehingga ukuran dari ikan yang spesiesnya sama cenderung sama. Jika ikan yang tertangkap terlalu awal maka ikan-ikan kecil dan muda (ikan immature) yang tertangkap.
Hal ini akan menyebabkan keberlanjutan
perikanan tangkap tidak akan terwujud.
69
Kelestarian sumberdaya ikan dapat diperoleh jika nelayan tidak terus menerus menangkap ikan yang ukurannya masih dibawah ukuran pertama kali matang gonad atau ikan muda. Apabila nelayan di PPI Muara Angke menangkap ikan yang ukurannya lebih besar dari length at fisrt maturity (Lm) maka konsumen dalam pemenuhan kebutuhan ikan akan tetap membeli ikan yang dijual di pasar Muara Angke.
Namun faktanya nelayan kurang peduli terhadap
pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, nelayan tetap menangkap ikan yang masih kecil. Hal ini disebabkan jika nelayan harus selektif dalam menangkap ikan maka nelayan akan memperoleh pendapatan yang lebih sedikit karena harus melepas ikan yang masih muda (ikan immature). Harga juga merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam melakukan keputusan pembelian ikan pelagis. Harga ikan pelagis yang dijual di pasar Muara Angke dipengaruhi oleh musim ikan.
Apabila hasil tangkapan
banyak maka harga ikan pelagis murah sedangkan jika hasil tangkapan sepi maka harga ikan menjadi mahal.
Selain itu harga juga dipengaruhi oleh kualitas
(kesegaran) ikan. Konsumen menyukai harga ikan yang murah karena berkaitan dengan jumlah pendapatan konsumen yang kurang dari Rp 2.000.000,00/bulan. Konsumen menyukai harga ikan yang murah karena disesuaikan dengan daya beli konsumen (Kotler, 1993), hal ini berkaitan dengan pendapatan konsumen. Urutan kepentingan atribut dari ikan pelagis yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli ikan di pasar Muara Angke yaitu kesegaran, ukuran dan harga merupakan urutan atribut yang biasa. Urutan atribut tersebut juga dikemukakan oleh Delita (2008) mengenai analisis perilaku konsumen sayuran segar pada supermarket Foodmart di plaza Ekalokasari Bogor melaporkan hasil evaluasi tingkat atribut dari sayuran segar lokal dan sayuran segar impor yang dilakukan pada responden supermarket Foodmart. Delita (2008) menyimpulkan bahwa kesegaran merupakan atribut yang terpenting dari sayuran segar. Atribut yang dinilai penting oleh konsumen secara berurutan yaitu kesegaran, warna, ketersediaan, jenis, harga dan packaging dalam membeli sayuran segar di supermarket Foodmart. Apabila atribut ukuran lebih diperhatikan daripada kesegaran dan harga terutama untuk ikan-ikan besar (ikan mature) maka konsumen akan memberikan
70
dampak positif terhadap kelestarian ikan pelagis. Dalam situasi ini, nelayan akan berusaha menangkap ikan-ikan besar tersebut. Hal ini adalah contoh dimana konsumen dapat mempengaruhi perilaku produsen (nelayan). Oleh karena itu seyogianya pemerintah memberikan penyuluhan mengenai ukuran ikan yang layak dikonsumsi agar perikanan tangkap dapat berlanjut. Ukuran ikan yang disarankan adalah lebih besar dari length at first maturity (Lm), untuk ikan tongkol ≥ 30 cm (FL), kembung ≥ 19 cm (FL), dan selar bentong ≥ 16,5 cm (FL). Penambahan atribut keamanan pangan dapat diberikan pada ikan pelagis yang dapat menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli ikan. Keamanan pangan dapat dilihat dari penggunaan bahan pengawet seperti formalin atau lokasi dimana ikan ditangkap. Konsumen tidak akan memakan ikan yang diawetkan dengan bahan berbahaya. Hal ini berhubungan dengan keamanan mengonsumsi ikan bagi konsumen. Keamanan pangan atau ikan yang ditangkap oleh nelayan juga sangat dipengaruhi oleh bahan penanganan yang digunakan seperti es atau garam. Jika nelayan sudah menerapkan Good Handling Practice (GHP) maka konsumen akan aman mengonsumsi ikan tersebut (Ilyas, 1993). Namun faktanya nelayan pukat cincin di PPI Muara Angke belum menerapkan GHP, hal ini terlihat dari hasil tangkapan di dalam palka yang sudah tercampur antara air dan darah. Selain itu, tidak ada penyortiran jenis dan ukuran ikan sebelum dimasukkan ke dalam palka sehingga banyak ikan yang rusak fisiknya yang disebabkan penggabungan ikan berukuran besar dengan yang berukuran kecil. Sebaiknya konsumen industri perikanan tangkap juga memberikan perhatian khusus terhadap keamanan mengonsumsi ikan pelagis agar perikanan tangkap dapat berlanjut.