23
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Sekolah Dasar SDN Lawanggintung 01 SDN Lawanggintung 01 terletak di Jalan Lawanggintung No. 22 Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Sekolah dengan status akreditasi A, berada pada tanah seluas ± 1593 m2 dengan luas bangunan 865 m2 dan luas halaman 728 m2. Jumlah guru dan staf Pegawai Negeri Sipil (PNS) 18 orang dan non PNS 13 orang, sedangkan jumlah siswa pada tahun ajaran 2008/2009 yaitu 632 siswa, laki-laki sebanyak 326 orang dan perempuan sebanyak 306 orang. Fasilitas yang tersedia di SDN Lawanggintung 01 terdiri dari 13 ruang kelas, 6 tempat cuci tangan, 9 kamar mandi/WC, air yang digunakan bersumber dari PDAM, listrik 3200 Kwh, tempat sampah, kantin sekolah, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang komputer, ruang perpustakaan, ruang UKS, musholla, koperasi, dan lapangan olahraga. Kegiatan yang dijalankan selain kegiatan belajar mengajar meliputi kegiatan ekstrakurikuler seperti tari, mading, volly dan bulu tangkis. Jam kegiatan belajar mengajar dikelompokkan menjadi dua yaitu jam 07.00-13.00 WIB dan 13.00-17.00 WIB. SDN Cimanggu Kecil SDN Cimanggu Kecil merupakan sekolah di wilayah Kota Bogor dengan status akreditasi B yang terletak di Jalan Cimanggu Kecil No. 35 RT 01/07 Kelurahan Ciwaringin Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. SD ini berdiri diatas lahan dengan luas bangunan 1660 m2. Para tenaga pengajar di SDN Cimanggu kecil terdiri dari 16 guru tetap, 2 guru honorer, 2 orang staf tata usaha, dan 1 penjaga sekolah. Siswa yang mengikuti kegiatan belajar mengajar berjumlah 555 siswa, laki-laki 276 orang dan perempuan 279 orang. Fasilitas yang dimiliki diantaranya 16 ruang kelas, 8 kamar mandi, 4 tempat cuci tangan, air yang digunakan bersumber dari PAM, listrik 1350 Kwh, ruang perpustakaan, musholla, kantin, koperasi sekolah dan lapangan olahraga. Kegiatan belajar mengajar di SDN Cimanggu Kecil pada pukul 07.00-12.00 WIB dan 12.00-17.00 WIB. Kegiatan ekstrakurikuler yang ada di SDN Cimanggu Kecil diantaranya pramuka, seni tari, bela diri, baca Al-Qur’an, voli dan futsal. SDN Pajeleran 01 SDN Pajeleran 01 adalah SD Negeri percontohan dengan akreditasi A yang terletak di Jalan Dadi Kusmayadi RT 01/08 Kelurahan Sukahati, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor 16913. Tanah tempat berdirinya sekolah ini seluas 3697 m2 dengan luas bangunan 2500 m2. Guru yang mengajar di sekolah ini berjumlah 34 orang terdiri dari 22 orang guru PNS dan 12 orang guru non PNS. Jumlah siswa yang berada di SDN Pajeleran 01 sebanyak 1089 siswa terdiri dari siswa laki-laki 585 orang dan siswa perempuan 504 orang dengan rombongan belajar sebanyak 26 rombel. Fasilitas yang ada di SDN Pajeleran 01 terdiri dari ruang kelas (13 ruang), kamar mandi/WC (9 ruang), tempat cuci tangan (5 buah), air PAM, listrik 2200
24 VA, ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang komputer, ruang perpustakaan, ruang Pertemuan Kegiatan Guru (PKG), ruang UKS, ruang pramuka, pendopo, pos satpam, dan musholla. Kegiatan belajar mengajar dikelompokkan menjadi dua yaitu jam 07.00-12.00 WIB kelas 1, 2, 5 dan 6 dan 12.30-17.00 WIB kelas 3 dan 4, sedangkan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di SDN Pajeleran 01 terdiri dari tari, bahasa inggris, drama, mading, sepak bola dan basket. SDN Kotabatu 01 SD Negeri Kotabatu yang berada di wilayah kabupaten dengan akreditasi B berlokasi di Jalan Kapten Yusuf No. 1 Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Jumlah guru yang mengajar sebanyak 16 guru, sedangkan jumlah siswa sebanyak 353 (182 laki-laki dan 171 perempuan). Fasilitas yang tersedia di SDN Kotabatu 01 yaitu 6 ruang kelas, 4 kamar mandi/WC, 4 tempat cuci tangan, air yang digunakan bersumber dari air sumur, listrik 900 Kwh, musholla, ruang perpustakaan, ruang komputer, kantin, dan lapangan olahraga. Kegiatan belajar mengajar dimulai dari pukul 07.30-12.15 WIB dan 13.00-17.00 WIB, sedangkan kegiatan ekstrakurikuler terdiri dari bela diri dan mading.
Karakteristik Sosial Ekonomi Jenis Kelamin Secara umum guru perempuan lebih banyak dibandingkan guru laki-laki yaitu 75% dan 25% (Tabel 3). Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Atmaja (2010) juga menunjukkan bahwa guru perempuan 68.7% lebih banyak dibandingkan guru laki-laki (31.3%), begitu juga dengan penelitian Fitri (2007) pada 160 guru di 12 SD di Kota Bogor. Pekerjaan sebagai guru di Indonesia didominasi oleh perempuan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya bidang pekerjaan yang sesuai dijabat oleh wanita seperti sebagai perawat dan guru. Seluruh dunia mengakui bahwa wanita mempunyai peran utama di bidang pendidikan, walaupun terdapat perbedaan mengenai kepada siapa mereka harus memberi pelajaran, hanya kepada siswa putri atau kepada anak-anak kecil saja (Boserup 1984). Wanita dianggap lebih sesuai sebagai guru SD daripada pria baik bagi siswa putra dan putri, sedangkan guru pria lebih sesuai pada tingkat-tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan sebagai kepala sekolah. Wanita yang telah memiliki keluarga pada umumnya lebih memperhatikan anggota keluarganya terutama masalah gizi dan kesehatan, karena peran gandanya yaitu sebagai ibu rumahtangga dan sebagai pengajar atau pendidik. Guru yang telah memiliki pengetahuan terutama mengenai gizi dan keamanan pangan diharapkan dapat memberikan persepsi yang baik terhadap berbagai media pendidikan gizi yang diberikan di sekolah supaya dapat menyampaikan pada siswa dan dapat diaplikasikan juga dalam kehidupan sehari-hari.
25 Tabel 3 Sebaran guru SD berdasarkan jenis kelamin, wilayah dan akreditasi sekolah Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Total
Wilayah Kabupaten % n % 76.5 25 73.5 23.5 9 26.5 100.0 34 100.0
Akreditasi
Kota n 26 8 34
A n 33 9 42
Total
B
% 78.6 21.4 100.0
n 18 8 26
% 69.2 30.8 100.0
n 51 17 68
% 75.0 25.0 100.0
Umur Sumarwan (2003) mengelompokkan umur seseorang menjadi: (a) Dewasa awal (19-24 tahun), (b) Dewasa lanjut (25-35 tahun), (c) Separuh baya (36-50 tahun), dan (d) Tua (51-65 tahun). Umur guru bagian terbesar pada kelompok separuh baya (61.8%) dan persentase terkecil umur guru adalah pada kelompok dewasa awal (4.4%) (Tabel 4). Rata-rata umur guru baik pria maupun wanita yaitu 42.3 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata umur guru baik pria maupun wanita masih termasuk pada kelompok umur yang produktif. Menurut Badan Pusat Statistik (2010) umur produktif seseorang yaitu pada kisaran 15-64 tahun. Seseorang yang termasuk kategori usia produktif pada umumnya memiliki daya ingat yang masih baik dan hal ini menunjang penelitian dalam menjawab pertanyaan dan pernyataan mengenai pengetahuan, sikap, praktek gizi dan keamanan pangan serta dapat memberikan persepsi mengenai berbagai media pendidikan gizi yang akan digunakan untuk intervensi pendidikan gizi. Guru diharapkan dapat memberikan penjelasan selain menjawab pertanyaan yang diberikan terutama mengenai persepsi pada media pendidikan gizi. Hasil uji beda t-test menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) antara umur guru di kota dan kabupaten. Demikian halnya pada uji beda t-test antara umur guru di sekolah akreditasi A dan B yang juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (p>0.05). Tabel 4 Keragaan statistik dan sebaran guru SD berdasarkan umur, wilayah dan akreditasi sekolah Kelompok Umur (Tahun) Dewasa awal (19-24) Dewasa lanjut (25-35) Separuh baya (36-50) Tua (51-65) Total Rataan ± Simpangan baku Nilai P
Wilayah Kabupaten % n % 2.9 2 5.9 20.6 6 17.6 58.8 22 64.7 17.6 4 11.8 100.0 34 100.0
Akreditasi
Kota n 1 7 20 6 34
43.2 ± 9.2
41.3 ± 9.9
0.612
A n 2 9 25 6 42
Total
B
% 4.8 21.4 59.5 14.3 100.0
40.9 ± 9.6
n 1 4 17 4 26
% 3.8 15.4 65.4 15.4 100.0
44.5 ± 9.1
0.616
n 3 13 42 10 68
% 4.4 19.1 61.8 14.7 100.0
42.3 ± 9.5
26 Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam menunjang kualitas sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan yang tinggi terutama yang berkaitan dengan pengetahuan gizi yang baik tentang informasi gizi dan kesehatan akan mendorong terbentuknya perilaku makan yang baik (Sediaoetama 1991). Tabel 5 menunjukkan tingkat pendidikan guru SD umumnya S1 (47.1%) dan Diploma (47.1%). Menurut pembagian wilayah terlihat bahwa guru yang memiliki pendidikan S1 di wilayah kota lebih besar dari guru di wilayah kabupaten yaitu 50% dan 44.1%. Ditinjau dari akreditasi sekolah terlihat bahwa guru yang memiliki pendidikan S1 di sekolah yang terakreditasi B (53.8%) lebih besar dari sekolah berakreditasi A (42.9%). Hal ini diduga bahwa kesadaran guru yang tinggi dalam memotivasi diri sendiri dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di SD. Apabila anggaran untuk guru tersedia, maka guru dapat dibiayai oleh negara. Tabel 5 Sebaran guru SD berdasarkan tingkat pendidikan, wilayah dan akreditasi sekolah Tingkat Pendidikan SMA/Sederajat Diploma S1 Total
Wilayah Kabupaten % n % 8.8 1 2.9 41.2 18 52.9 50.0 15 44.1 100.0 34 100.0
Akreditasi
Kota n 3 14 17 34
A n 3 21 18 42
% 7.1 50.0 42.9 100.0
Total
B n 1 11 14 26
% 3.8 42.3 53.8 100.0
n 4 32 32 68
% 5.9 47.1 47.1 100.0
Sumarwan (2003) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara pandang, cara berpikir, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Sebaran antara tingkat pendidikan dan umur pada Tabel 6 terlihat bahwa 78.1% guru pada kelompok separuh baya memiliki pendidikan S1. Hal ini belum sesuai dengan ketentuan pengajaran Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa syarat guru di Indonesia minimal S1 bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran. Kualifikasi akademik pendidikan untuk guru SD/MI minimal adalah S1 dengan latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi serta sertifikat profesi guru untuk SD/MI. Namun kondisi pendidikan guru SD di Kota dan Kabupaten Bogor masih belum menunjukkan seperti yang diharapkan. Hardini (2008) menunjukkan persentase jumlah guru SD yang belum mencapai pendidikan S1 di Kota dan Kabupaten Bogor sebanyak 79.3% dan 82.6%. Faktor yang mempengaruhi kebijakan pemerintah di Kota dan Kabupaten Bogor dalam peningkatan pendidikan guru SD yaitu keterbatasan dana. Prioritas pembangunan pendidikan Kota Bogor adalah untuk menuntaskan Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) dan SD gratis, sedangkan Kabupaten Bogor selain menuntaskan Wajar Dikdas, adalah untuk merenovasi gedung sekolah yang rusak serta meningkatkan nilai IPM.
27 Tabel 6 Sebaran guru SD berdasarkan tingkat pendidikan dan umur Tingkat Pendidikan SLTA Diploma S1 n % n % n % 1 25.0 2 6.3 0 0.0 3 75.0 8 25.0 2 6.3 0 0.0 17 53.1 25 78.1 0 0.0 5 15.6 5 15.6 4 100.0 32 100.0 32 100.0
Umur (Tahun) Dewasa awal (19-24) Dewasa lanjut (25-35) Separuh baya (36-50) Tua (51-65) Total
Total n
% 10.4 35.4 43.8 10.4 100.0
3 13 42 10 68
Lama Bekerja Guru yang bekerja di sekolah sebelumnya dan di sekolah saat ini masuk sebagai variabel lama bekerja sebagai guru. Lama bekerja sebagai guru dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu 1-10 tahun, 11-20 tahun, 21-30 tahun, 31-40 tahun, lebih dari 40 tahun. Sebarannya dapat dilihat pada Tabel 7 yang menunjukkan bahwa sebagian besar guru baik di kota dan kabupaten maupun sekolah akreditasi A dan B bekerja antara 21-30 tahun (42.6%) dan 1-10 tahun (29.4%). Hanya sebesar 1.5% guru SD yang bekerja lebih dari 40 tahun berada di wilayah kota dengan status akreditasi sekolah B. Guru yang lama bekerjanya 41 tahun ini masih termasuk ke dalam umur produktif karena usianya adalah 63 tahun. Hasil uji beda t-test menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (p>0.1) antara lama bekerja guru di kota dan kabupaten, sedangkan menurut pembagian mutu sekolah berdasarkan hasil uji beda t-test ada perbedaan antara guru di sekolah akreditasi A dan B (p<0.05). Penelitian yang dilakukan Atmaja (2010) menunjukkan bahwa sebagian besar guru yang memiliki lama bekerja antara 1-10 tahun sebanyak 46.9% dan 21-30 tahun sebanyak 31.2%. Tabel 7 Keragaan statistik dan sebaran guru SD berdasarkan lama bekerja, wilayah dan akreditasi sekolah Lama bekerja (Tahun) 1-10 11-20 21-30 31-40 >40 Total Rataan ± Simpangan baku Nilai P
Kota n 8 6 15 4 1 34
Wilayah Kabupaten % n %
23.5 17.6 44.1 11.8 2.9 100.0
19.9 ± 10.1
12 2 14 6 0 34
35.3 5.9 41.2 17.6 0.0 100.0
19.1 ± 10.3
0.666
Akreditasi A
Total
B
n
%
n
%
n
%
16 3 19 4 0 42
38.1 7.1 45.2 9.5 0.0 100.0
4 5 10 6 1 26
15.4 19.2 38.5 23.1 3.8 100.0
20 8 29 10 1 68
29.4 11.8 42.6 14.7 1.5 100.0
17.6 ± 10.1
22.6 ± 9.7
19.5 ± 10.1
0.049
Lama bekerja guru yang dikaitkan dengan kelompok umur terlihat pada Tabel 8 bahwa sebagian besar guru yang lama bekerja antara 21-30 tahun termasuk dalam kelompok umur separuh baya yaitu 36-50 tahun. Faktor umur dan lama bekerja terkait dengan perilaku dan persepsi guru yang berbeda-beda. Guru yang bekerja lebih lama diduga memiliki pengalaman yang berbeda-beda terutama mengenai gizi dan keamanan pangan yang dapat diperoleh dari mana saja dan
28 berbagai jenis media pendidikan gizi yang pernah mereka baca maupun lihat akan menghasilkan persepsi yang baik apabila perilaku gizi dan keamanan pangan guru hasilnya baik. Tabel 8 Sebaran guru SD berdasarkan lama bekerja dan kelompok umur Lama bekerja (Tahun) 1-10 11-20 21-30 31-40 >40 Total
Dewasa awal (19-24) n % 3 100.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 3 100.0
Kelompok Umur (Tahun) Dewasa lanjut Separuh (25-35) baya (36-50) n % n % 10 76.9 7 16.7 3 23.1 5 11.9 0 0.0 26 61.9 0 0.0 4 9.5 0 0.0 0 0.0 13 100.0 42 100.0
Tua (51-65) n % 0 0.0 0 0.0 3 30.0 6 60.0 1 10.0 10 100.0
Total n 20 8 29 10 1 68
% 29.4 11.8 42.6 14.7 1.5 100.0
Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah guru tersebut dan tercantum dalam Kartu Keluarga (KK). Dilihat dari sebaran pada Tabel 9, sebagian besar (77.9%) guru baik di wilayah kota maupun kabupaten dengan akreditasi A dan B memiliki besar keluarga dengan kategori kecil. Secara keseluruhan, rata-rata besar keluarga guru adalah 4 orang. Proporsi besar keluarga kategori sedang antara guru di kabupaten (29.4%) lebih besar dibandingkan di kota (14.7%). Begitu pula pembagian menurut akreditasi, proporsi kategori keluarga sedang (5-7 orang) pada sekolah akreditasi B (34.6%) lebih besar dari akreditasi A (14.3%). Peran guru yang telah berkeluarga pada umumnya lebih memperhatikan masalah pangan, gizi, kesehatan dan keamanan pangan, seperti guru perempuan yang memiliki dua profesi yaitu mengajar dan sebagai ibu rumahtangga yang menyajikan makanan di rumah untuk keluarga; apabila anaknya sudah mengenal jajanan maka akan diberikan perhatian ekstra supaya tidak terkena penyakit akibat salah memilih jajanan yang menyehatkan. Menurut Suhardjo (2003) bahwa kurang energi dan protein berat akan sedikit dijumpai bila jumlah anggota keluarganya lebih kecil. Hal ini terjadi karena jika besar keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orangtua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sedang tumbuh memerlukan pangan relatif lebih tinggi daripada golongan yang lebih tua.
29 Tabel 9 Keragaan statistik dan sebaran guru SD berdasarkan besar keluarga, wilayah dan akreditasi sekolah Besar keluarga (Orang) Kecil (≤ 4) Sedang (5-7) Total Rataan ± Simpangan baku Nilai P
Wilayah Kabupaten % n nn % 85.3 24 70.6 14.7 10 29.4 100.0 34 100.0
Akreditasi
Kota n 29 5 34
3.4 ± 1.4
A n 36 6 42
4.0 ± 1.2
Total
B
% 85.7 14.3 100.0
n 17 9 26
3.5 ± 1.4
0.148
% 65.4 34.6 100.0
4.0 ± 1.1
n 53 15 68
% 77.9 22.1 100.0
3.7 ± 1.3
0.050
Tingkat Pendapatan Keluarga Pendapatan perkapita perbulan digunakan sebagai gambaran keadaan ekonomi keluarga guru. Batas garis kemiskinan yang telah ditetapkan oleh BPS tahun 2008 kurang dari Rp176 216 perkapita/bulan. Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari (garis kemiskinan Bank Dunia sebesar USD $2 per kapita per hari). Standar Kemiskinan Internasional yang dikeluarkan Bank Dunia menyatakan penduduk miskin adalah yang memiliki pengeluaran per hari sebesar US$2 atau kurang (dengan Kurs Rupiah Rp9 000,- maka Penduduk dikatakan miskin bila berpendapatan kurang dari Rp18 000,-). Hasil penelitian menunjukkan (Tabel 10) bahwa seluruh guru dalam penelitian ini berlatar belakang keluarga mampu atau tidak miskin yang berdasarkan pada rata-rata tingkat pendapatan keluarga yang lebih dari Rp176 216 per kapita/bulan (BPS 2008). Hal ini menunjukkan tingkat kesejahteraan guru sudah cukup baik. Selain itu juga terkait dengan besar keluarga yang sebagian besar guru memiliki besar keluarga kecil (≤4 orang). Besar keluarga akan mempengaruhi pola pengalokasian untuk pemenuhan kebutuhan pangan pada rumah tangga. Semakin besar keluarga, maka alokasi pangan untuk tiap individu akan semakin berkurang. Tabel 10 Sebaran guru SD berdasarkan garis kemiskinan, wilayah dan akreditasi sekolah Tingkat Pendapatan (Rp/Kap/Bln) BPS Miskin <176.216 Tidak miskin ≥176.216 Bank Dunia (Kap/hari) <$1 ≥$1 US $ 2 (Kap/hari) <$2 ≥$2 Gold Standard < 690.000 ≥ 690.000 Total
Kota n
Wilayah Kabupaten % n %
Akreditasi A
Total
B
n
%
n
%
n
%
3 31
8.8 91.2
6 28
17.6 82.4
8 34
19.0 81.0
1 25
3.8 96.2
9 59
13.2 86.8
6 28
17.6 82.4
7 27
20.6 79.4
10 32
23.8 76.2
3 23
11.5 88.5
13 55
19.1 80.9
14 20
41.2 58.8
19 15
55.9 44.1
22 20
52.4 47.6
11 15
42.3 57.7
33 35
48.5 51.5
19 15 34
55.9 44.1 100.0
25 9 34
73.5 26.5 100.0
28 14 42
66.7 33.3 100.0
16 10 26
61.5 38.5 100.0
44 24 68
64.7 35.3 100.0
30 Tabel 11 memperlihatkan bahwa secara umum (52.9%) guru memiliki tingkat pendapatan keluarga pada kisaran Rp500 000 – Rp1 000 000 perkapita/bulan. Pembagian menurut wilayah menunjukkan persentase pendapatan terbesar pada guru di kota yaitu pada kisaran Rp500 000 – Rp1 juta per kapita/bulan (55.9%), sedangkan di kabupaten persentase terbesar yaitu 50.0%. Pada pembagian menurut akreditasi sekolah menunjukkan bahwa persentase terbesar tingkat pendapatan keluarga guru di sekolah akreditasi A yaitu pada kisaran Rp500 000 – Rp1 juta per kapita/bulan sebesar 52.4%, sedangkan persentase terbesar di sekolah akreditasi B (53.8%). Persentase terendah yaitu hanya sebesar 1.5 % di sekolah akreditasi A atau di wilayah kota yang memiliki tingkat pendapatan keluarga pada kisaran Rp1 500 000 – Rp2 000 000 per kapita/bulan. Menurut Riyadi (1996), kemampuan seseorang dalam menerapkan pengetahuan gizi berpengaruh dalam pemilihan pangan. Oleh karena itu, dengan semakin besar pendapatan seseorang tetapi tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang baik, maka orang tersebut akan kesulitan memilih jenis maupun jumlah pangan yang baik untuk dikonsumsi. Tabel 11 Sebaran guru SD berdasarkan tingkat pendapatan keluarga, wilayah dan akreditasi sekolah Wilayah
Akreditasi
Tingkat Pendapatan (Rp1000/Kap/Bln)
n
%
n
%
n
%
< 500
11
32.4
13
38.2
15
35.7
500-1.000
19
55.9
17
50.0
22
11.8
4
0.0 100.0
1 42
1.000-1.500 1.500-2.000 Total
Kota
3 1 34
Kabupaten
8.8 2.9 100.0
4 0 34
A
Total
B n
%
n
%
9
34.6
24
35.3
52.4
14
53.8
36
52.9
9.5
3
11.5
7
10.3
2.4 100.0
0 26
0.0 100.0
1 68
1.5 100.0
Pengetahuan, Sikap, Praktek Gizi dan Keamanan Pangan Perilaku yang merupakan cerminan dari kehidupan sehari-hari akan menggambarkan pengetahuan yang dimiliki, sikap yang ditunjukkan dan prakteknya di lapangan. Guru SD merupakan tenaga pendidik yang dijadikan suri tauladan terbaik bagi peserta didiknya. Menurut Atmaja (2010) mengingat pentingnya arti pendidikan mengenai gizi seimbang pada anak usia sekolah dasar guna pembentukan perilaku makan yang baik dan sehat, maka diperlukan tenaga pendidik yaitu guru yang memiliki wawasan yang luas dalam hal pengetahuan gizi. Hasil penelitiannya menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan gizi guru setelah diberi pelatihan mengenai pemahaman tentang materi gizi seimbang. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa sebanyak 50% guru memiliki pengetahuan gizi dan keamanan pangan sedang (Tabel 12). Dilihat dari mutu sekolah menunjukkan bahwa pengetahuan guru di sekolah yang terakreditasi A lebih baik (kategori sedang 54.76%) dari sekolah yang akreditasi B (kategori kurang 46.15%). Guru di SD yang berakreditasi A mempunyai akses pengetahuan lebih luas dibandingkan guru di SD berakreditasi B. Rata-rata skor pengetahuan gizi dan keamanan pangan guru di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor relatif sama yaitu 58.4±12.2 dan 60.6±11.5. Octaviana (2011) menyatakan pengetahuan gizi yang baik diperoleh dari berbagai sumber informasi.
31 Tabel 12 Keragaan statistik dan sebaran guru SD berdasarkan pengetahuan, sikap, praktek gizi dan keamanan pangan Kategori Pengetahuan Kurang Sedang Baik Rata-rata±SD Sikap Netral Positif Rata-rata±SD Praktek Kurang Cukup Rata-rata±SD Total
Wilayah Kota Kabupaten n % n %
Akreditasi Sekolah A B % n %
n
15 44.1 17 50.0 2 5.9 58.4±12.2
14 41.2 17 50.0 3 8.8 60.6±11.5
17 40.5 23 54.8 2 4.8 59.8±10.0
12 46.2 11 42.3 3 11.5 59.0±14.4
29 42.6 34 50.0 5 7.4 59.4±11.8
16 47.1 18 52.9 78.2±8.2
14 41.2 20 58.8 79.3±6.9
23 54.8 19 45.2 77.7±6.5
7 26.9 19 73.1 80.4±8.82
30 38
0 0.0 34 100.0 71.8±3.4 34 100.0
2 5.9 32 94.1 70.8±6.2 34 100.0
2 4.8 40 95.2 72.4±5.4 42 100.0
0 0.0 26 100.0 69.5±3.72 26 100.0
2 66
Total n
%
44.1 55.9 78.9±7.5
2.9 97.1 71.1±5.0 68 100.0
Sikap positif terkait gizi dan keamanan pangan menunjukkan persentase sebesar 55.9%. sikap netral yang cukup tinggi yaitu 44.1% menyatakan bahwa guru kurang yakin dengan pernyataan tekair gizi dan keamanan pangan, sehingga hal ini dapat dijadikan landasan dalam menentukan materi yang akan diberikan dalam suatu intervensi pendidikan. Sikap gizi merupakan tahapan lebih lanjut dari pengetahuan yang dimiliki seseorang. Seseorang dengan pengetahuan yang baik maka akan memiliki sikap yang baik pula. Dukungan pengetahuan seseorang yang dapat menumbuhkan suatu sikap dan keyakinan atas sesuatu, belum menjamin bahwa seseorang akan bertindak sesuai dengan apa yang diketahui dan dipahaminya (Khomsan 2000). Rata-rata skor sikap gizi dan keamanan pangan guru SD menurut wilayah kota dan kabupaten relatif sama yaitu 78.2±8.2 dan 79.3±6.9. Berdasarkan akreditasi terlihat bahwa SD berakreditasi B (80.4±8.82) memiliki sikap lebih baik dari A (77.7±6.5). Rata-rata skor pengetahuan guru di SD berakreditasi B lebih rendah akan tetapi memiliki sikap lebih positif, hal ini diduga guru memiliki tingkat keyakinan atau pendapat yang berbeda tentang hal informasi yang diperoleh, pengalaman dan perilaku yang tidak hanya bersumber dari pengetahuan saja (Notoatmodjo 2007). Sebanyak 97.1% guru termasuk kategori cukup dalam hal praktek terkait gizi dan keamanan pangan. Walaupun praktek guru pada kategori kurang hanya 2.9% akan tetapi belum ada guru yang menunjukkan praktek gizi dan keamanan pangan yang baik. Secara wilayah rata-rata skor praktek gizi dan keamanan pangan relatif sama baik kota (71.8±3.4) maupun kabupaten (70.8±6.2). Demikian pula akreditasi A (72.4±5.4) dan B (69.5±3.72). Praktek yang baik perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang mencukupi seperti daya beli dan penyediaan makanan jajanan di kantin. Hal ini sesuai dengan pendapat In-Iw et al (2012) dari hasil penelitian di Sekolah Satriwatrakhang, Thailand bahwa makanan yang disediakan di kantin disesuaikan dengan kebutuhan siswa, selain itu guru harus selektif dalam membeli makanan jajanan supaya siswa lebih memilih jajanan yang sehat, bergizi dan aman (Octaviana 2011).
32 Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan Pengetahuan gizi dan keamanan pangan guru SD merupakan salah satu aspek penting untuk menunjang pemberian materi gizi dan keamanan pangan pada siswa. Guru yang memiliki pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang baik maka akan menyampaikan pada siswa dengan baik dan benar. Guru SD sangat berpotensi dalam menyampaikan pesan-pesan gizi praktis kepada siswanya. Pesan yang dikemas dalam satu paket pendidikan gizi yang berorientasi untuk memperkenalkan dan menanamkan kebiasaan makan yang baik dan benar sejak usia muda berdampak positif terhadap perilaku gizi siswa dan keluarga (Hermina et al. 2004). Pada penelitian ini, secara umum dapat dikatakan bahwa pengetahuan guru tentang gizi dan keamanan pangan termasuk pada kategori sedang (50.0%). Materi terkait gizi dan keamanan pangan diukur melalui pengetahuan gizi dan keamanan pangan. Pengetahuan gizi dan keamanan pangan guru diketahui dengan menilai pemahaman guru terhadap 20 pertanyaan dalam bentuk multiple choice tentang gizi dan keamanan pangan yang dibagi ke dalam 10 pertanyaan terkait gizi dan 10 pertanyaan mengenai keamanan pangan. Berdasarkan Tabel 13 pada pertanyaan terkait gizi dapat diketahui bahwa terdapat dua pertanyaan mengenai gizi yang seluruhnya (100%) mampu dijawab oleh guru. Pertanyaan pertama adalah pertanyaan tentang definisi pangan bergizi yang merupakan pangan yang mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menunjang kesehatan. Pertanyaan kedua terdapat pada guru SD di sekolah berakreditasi A yaitu pertanyaan mengenai makanan yang mengandung zat besi. Namun terdapat beberapa pemahaman tentang gizi yang masih rendah pada guru SD diantaranya adalah zat penghasil energi terdiri dari karbohidrat, protein, lemak (20.6%), ciriciri pangan sumber lemak (39.7%), penyakit kekurangan karbohidrat dan protein (13.2%), pentingnya sarapan (55.9%), fungsi vitamin A (36.8%) serta buah yang paling banyak mengandung vitamin C (14.7%). Pengetahuan guru terkait keamanan pangan masih kurang dapat dipahami sepenuhnya oleh sebagian besar guru. Guru yang dapat menjawab dengan benar paling banyak terdapat pada pertanyaan mengenai dampak mengonsumsi makanan yang tercemar mikroba (92.6%) dan contoh makanan yang mengandunng bahan kimia berbahaya (97.6%). Pengetahuan guru terkait keamanan pangan mengenai Bahan Tambahan Pangan (BTP) kurang dimengerti oleh sebagian besar guru. Guru yang dapat menjawab dengan benar pada beberapa pertanyaan terkait BTP masih sangat rendah diantaranya mengenai definisi BTP (55.9%), contoh BTP (13.2%) dan BTP aman dengan dosis yang tepat (17.6%). Hal ini sejalan dengan penelitian Octaviana (2011) yang menyatakan bahwa pertanyaan terkait pengetahuan tentang BTP yang tidak dijawab dengan benar oleh guru terdapat pada pertanyaan mengenai contoh BTP, fungsi formalin, contoh makanan yang mungkin ditambahkan formalin dan fungsi Monosodium Glutamat (MSG).
33 Tabel 13 Persentase guru SD yang menjawab benar pengetahuan gizi dan keamanan pangan berdasarkan wilayah dan akreditasi sekolah Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan
Wilayah Kota Kab
Akreditasi A B %
Total
Pertanyaan Pengetahuan Gizi 1. Definisi pangan yang bergizi
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
2.
Zat gizi penghasil energi
23.5
17.6
16.7
26.9
20.6
3.
Yang bukan ciri-ciri sumber lemak
29.4
50.0
40.5
38.5
39.7
4.
Makanan yang mengandung zat besi
88.2
97.1
100.0
80.8
92.6
5.
Penyakit kekurangan KH dan protein
5.9
20.6
7.1
23.1
13.2
6.
Pentingnya sarapan
58.8
52.9
42.9
76.9
55.9
7.
Fungsi air bagi tubuh
88.2
85.3
83.3
92.3
86.8
8.
Fungsi vitamin A
35.3
38.2
40.5
30.8
36.8
9.
Kandungan gizi fast food
82.4
64.7
73.8
73.1
73.5
10.
Buah yang paling banyak mengandung vitamin C
14.7
14.7
9.5
23.1
14.7
Pengetahuan Keamanan Pangan 11. Definisi pangan yang aman
82.4
88.2
85.7
84.6
85.3
12.
Jenis cemaran pada rambut di kue
79.4
67.6
73.8
73.1
73.5
13.
Akibat konsumsi makanan yang tercemar mikroba
94.1
91.2
90.5
96.2
92.6
14.
Definisi Bahan Tambahan Pangan (BTP) Contoh makanan mengandung bahan kimia berbahaya
61.8
50.0
69.0
34.6
55.9
85.3
82.4
97.6
61.5
83.8
Yang bukan merupakan contoh BTP Pangan yang biasanya menggunakan formalin
0.0
26.5
14.3
11.5
13.2
97.1
82.4
85.7
96.2
89.7
47.1
64.7
57.1
53.8
55.9
82.4
94.1
85.7
92.3
88.2
11.8
23.5
21.4
11.5
17.6
15. 16. 17. 18. 19. 20.
Penggunaan pemanis buatan pada pangan BTP pada sirup warna merah dan agak pahit saat ditelan Yang tidak termasuk BTP aman dengan dosis yang tepat
Contento (2007) mengemukakan bahwa pengetahuan gizi dapat ditingkatkan, antara lain melalui pendidikan gizi dengan cara pemberian edukasi terhadap guru. Tujuan pendidikan gizi terhadap guru adalah untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan guru sehingga dapat memberikan pendidikan gizi yang baik kepada siswanya. Sikap Gizi dan Keamanan Pangan Secara umum sebagian guru SD memiliki sikap positif terkait gizi dan keamanan pangan (55.9%). Sikap gizi dan keamanan pangan guru diukur melalui 20 pernyataan yang terdiri dari 10 pernyataan terkait gizi dan 10 pernyataan terkait keamanan pangan. Pernyataan mengenai gizi yang dapat dijawab dengan benar oleh semua guru SD (100.0%) yaitu pernyataan tentang minum air tidak hanyaa pada saat haus saja terdapat di wilayah kabupaten dan sekolah berakreditasi A, sarapan juga penting walaupun istirahat dapat jajan terdapat di
34 wilayah kota dan pada sekolah akreditasi B (Tabel 14). Pernyataan terkait gizi yang masih rendah terdapat pada pernyataan mengenai porsi nasi sedikit saja agar tidak gemuk (27.9%), makan makanan yang beragam dapat meningkatkan nafsu makan berlebih (38.2%). Persentase pada Tabel 14 menunjukkan terdapat pernyataan mengenai keamanan pangan yang dijawab dengan benar oleh seluruh guru (100.0%) diantaranya makanan yang terbebas dari bakteri belum dikatakan aman berada di wilayah Kabupaten Bogor, perlunya membaca label pada kemasan makanan untuk melihat batas aman berada pada sekolah berakreditasi B, selalu memperhatikan kebersihan makanan maupun tempat berjualan berada pada wilayah kota dan kabupaten serta sekolah berakreditasi B. Pernyataan mengenai harus memberi nasehat walaupun orangtua sudah menasehati perihal keamanan pangan, sangat penting bagi sekolah melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penjual pangan jajanan serta menyiapkan fasilitas mencuci tangan juga dijawab dengan benar oleh seluruh guru baik di wilayah kota dan kabupaten maupun di sekolah akreditasi A dan B. Pada pernyataan mengenai pangan jajanan yang aman sedikit pun tidak boleh menggunakan pemanis buatan dijawab setuju oleh 17.6% guru, hal ini diduga bahwa guru tidak mengetahui batas aman pemanis buatan yang terdapat pada pangan jajanan yang layak untuk dikonsumsi. Octaviana (2011) menyatakan bahwa 40% guru yang memiliki sikap positif mengenai BTP yang digunakan dalam pengolahan jajanan dapat memperbaiki kualitas dan membuat jajanan jadi lebih menarik. Guru menyebutkan apabila makanan tidak menggunakan BTP dapat mempengaruhi selera makan. Tabel 15 menunjukkan bahwa persentase terbesar guru SD mempunyai pengetahuan kurang dan memiliki sikap netral terkait gizi dan keamanan pangan (72.4%). Individu yang berpengetahuan baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya di dalam pemilihan maupun pengolahan pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi kebutuhan bisa lebih terjamin (Suhardjo 2003).
35 Tabel 14 Persentase guru SD yang menjawab positif sikap gizi dan keamanan pangan berdasarkan wilayah dan akreditasi sekolah No
Pernyataan Sikap Gizi dan Keamanan Pangan
Sikap Gizi 1. Makanan sehat tidak perlu bersih, asalkan mengandung zat gizi 2. Jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh sama setiap orang 3. Porsi nasi sedikit saja agar tidak gemuk
Wilayah Kota Kab
Akreditasi A B %
Total
91.2
94.1
90.5
96.2
92.6
82.4
82.4
78.6
88.5
82.4
32.4
23.5
28.6
26.9
27.9
4.
Makanan jajanan mengandung zat gizi
20.6
38.2
28.6
30.8
29.4
5.
Sebaiknya minum air hanya saat haus
97.1
100.0
100.0
96.2
98.5
6.
Sarapan tidak penting karena istirahat dapat jajan Makan makanan yang beragam dapat meningkatkan nafsu makan berlebih
100.0
97.1
97.6
100.0
98.5
41.2
35.3
31.0
50.0
38.2
Memilih jajan dibandingkan membawa bekal Memilih makanan berlemak dibandingkan sayur Memilih konsumsi suplemen vitamin C dibandingkan buah
97.1
82.4
95.2
80.8
89.7
94.1
97.1
95.2
96.2
95.6
91.2
94.1
95.2
88.5
92.6
85.3
52.9
95.2
84.6
91.2
47.1
100.0
38.1
69.2
50.0
97.1
17.6
97.6
100.0
98.5
17.6
94.1
16.7
19.2
17.6
97.1 73.5
82.4 97.1
95.2 73.8
96.2 84.6
95.6 77.9
100.0
100.0
97.6
100.0
98.5
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
7. 8. 9. 10.
Sikap Keamanan Pangan 11. Sangat penting membeli makanan jajanan yang sehat dan aman 12. Makanan yang terbebas dari bakteri sudah dikatakan aman 13. Tidak perlu membaca label pada kemasan makanan karena sudah dijamin aman 14. Pangan jajanan yang aman sedikit pun tidak boleh menggunakan pemanis buatan 15. Sangat penting memeriksa kemasan pangan 16. Plastik adalah kemasan paling bagus dan aman untuk berbagai jenis makanan 17. Selalu memperhatikan kebersihan makanan maupun tempat berjualan 18. Guru tidak perlu memberi nasihat perihal keamanan pangan karena orang tua sudah menasihati 19. Sangat penting bagi sekolah melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penjual pangan jajanan 20. Sangat penting bagi sekolah untuk menyiapkan fasilitas mencuci tangan
36 Tabel 15 Sebaran guru SD berdasarkan pengetahuan dan sikap gizi dan keamanan pangan Sikap Kategori
Netral n
Total
Positif %
n
%
n
%
Pengetahuan Kurang
21
72.4
8
27.6
29
100.0
Sedang
22
61.1
14
38.9
36
100.0
1
33.3
2
66.7
3
100.0
44
64.7
24
35.3
68
100.0
Baik Total
Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dan keamanan pangan guru SD dengan sikap gizi dan keamanan pangan guru SD, p>0.1 (Tabel 16). Pada umumnya pengetahuan yang baik akan menunjukkan sikap yang lebih baik pula, seperti pada penelitian Octaviana (2011) yang menyatakan bahwa siswa yang berpengetahuan gizi baik dapat mencerminkan sikap gizi yang baik pula (62.9%). Akan tetapi pada kenyataannya guru memiliki sikap yang berbeda walaupun pengetahuan yang dimiliki lebih baik dari sikap. Sebaran guru terlihat bahwa guru yang memiliki pengetahuan kurang menunjukkan sikap netral terkait gizi dan keamanan pangan (72.4%). Tabel 16 Korelasi antara pengetahuan dengan sikap gizi dan keamanan pangan Statistik n Koefisien korelasi Peluang
Pengetahuan 68 0.183 0.136
Praktek Gizi dan Keamanan Pangan Penelitian ini mengukur praktek gizi dan keamanan pangan guru SD. Pertanyaan terkait gizi berjumlah 10 pertanyaan dalam bentuk multiple choice, dan pertanyaan mengenai keamanan pangan berjumlah 8 pertanyaan. Hasil analisis pada Tabel 17 menunjukkan bahwa pertanyaan mengenai gizi belum dapat dijawab dengan benar (100.0%) oleh seluruh guru sesuai dengan praktek gizi yang baik. Praktek yang masih rendah terdapat pada pertanyaan mengenai frekuensi minum susu ditunjukkan oleh 40.8% guru yang mempraktekkan minum susu dalam satu bulan terakhir. Praktek gizi terkait BTP juga terlihat bahwa guru SMP di Kota Bogor kadang-kadang juga mengonsumsi jajanan seperti es eirup, minuman kemasan, permen (40.0%), mie dan bakso (100.0%) serta snack dan gorengan (80.0%) (Octavana 2011). Praktek keamanan pangan diterapkan dengan baik diantaranya setiap membeli makanan yang aman 100.0% guru memperhatikan rasa, kebersihan tempat berjualan, kebersihan penjual, tanggal kadaluwarsa pada kemasan dan label. Praktek keamanan yang kurang baik ditunjukkan dengan sebanyak 37.7% guru jarang mencuci tangan menggunakan sabun sehingga kurang terjaga kebersihannya.
37 Tabel 17 Persentase guru SD yang menjawab tepat praktek gizi dan keamanan pangan berdasarkan wilayah dan akreditasi sekolah Pertanyaan Praktek Gizi dan Keamanan Pangan
No
Wilayah Kota
Kab
Akreditasi A
Total
B
% Praktek Gizi 1. Frekuensi makan makanan utama dalam sehari 2. Frekuensi sarapan dalam seminggu
70.6
64.0
68.5
65.4
67.3
70.6
63.2
66.7
67.3
66.9
3.
Frekuensi minum air putih dalam sehari
61.0
62.5
65.5
55.8
61.8
4.
Frekuensi makan makanan selingan (camilan) dalam sehari Frekuensi minum susu dalam satu bulan terakhir Frekuensi membeli makanan fast food dalam satu bulan terakhir Frekuensi membeli makanan jajanan di pinggir jalan dalam satu bulan terakhir Garam yang digunakan di rumah
55.1
60.3
57.1
58.7
57.7
39.7
41.9
42.9
37.5
40.8
73.5
72.1
73.2
72.1
72.8
72.1
73.5
71.4
75.0
72.8
75.0
74.3
74.4
75.0
74.6
Frekuensi melakukan kegiatan fisik atau olahraga Merokok
42.2
47.1
47.6
39.7
44.6
58.8
60.8
61.9
56.4
59.8
66.7
65.7
66.7
65.4
66.2
63.7
60.8
63.5
60.3
62.3
97.1
100.0
100.0
96.2
98.5
Lama (maksimum) menyimpan makanan 79.4 80.1 yang digoreng Setiap membeli makanan yang aman memperhatikan
81.0
77.9
79.8
a. Rasa
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
b. Aroma
97.1
94.1
97.6
92.3
95.6
c. Kebersihan makanan
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
d. Warna
91.2
82.4
90.5
80.8
86.8
e. Kebersihan tempat berjualan
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
f. Kebersihan penjual
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
g. Tidak pernah memperhatikan
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Praktek Keamanan Pangan 11. 12. 13. 14. 15.
16.
Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan Mencuci tangan dengan menggunakan sabun Mencuci tangan dengan air mengalir
Setiap membeli makanan yang dikemas memperhatikan a. Tanggal kadaluarsa
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
b. Komposisi zat gizi
91.2
85.3
90.5
84.6
88.2
c. Informasi produk
91.2
82.4
92.9
76.9
86.8
d. Cara penyajian
100.0
79.4
95.2
80.8
89.7
e. Memeriksa keadaan kemasan
100.0
94.1
97.6
96.2
97.1
f. Tidak pernah membaca label
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
38 Sebaran pada Tabel 18 menunjukkan bahwa guru SD yang memiliki pengetahuan yang baik maka akan menunjukkan praktek yang cukup, sama halnya dengan sikap. Guru SD memiliki penilaian positif menunjukkan praktek gizi dan keamanan pangan yang cukup. Pengetahuan mengenai gizi dan keamanan pangan Tabel 18 Sebaran guru SD berdasarkan pengetahuan, sikap dan praktek gizi dan keamanan pangan Praktek Kategori
Kurang n
Pengetahuan Kurang Sedang Baik Sikap Netral Positif Total
%
Cukup n %
Total n
%
1 2 0
3.4 5.6 0.0
28 34 3
96.6 94.4 100.0
29 36 3
100.0 100.0 100.0
2 1 3
4.5 4.2 4.4
42 23 65
95.5 95.8 95.6
44 24 68
100.0 100.0 100.0
Hasil uji statistik pada Tabel 19 menyatakan bahwa pengetahuan, sikap gizi dan keamanan pangan guru SD tidak berhubungan dengan praktek gizi dan keamanan pangan guru SD (p>0.1). Sesuai dengan teori Notoatmodjo (2003) secara logis, sikap akan ditunjukkan dalam bentuk praktek namun tidak dapat dikatakan bahwa sikap dan praktek mempunyai hubungan yang sistematis. Artinya status pengetahuan atau sikap yang baik belum tentu terwujud dalam praktek yang baik pula (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu praktek, diperlukan suatu faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan seseorang itu dapat menerapkan apa yang mereka ketahui. Hal ini sejalan dengan penelitian Octaviana (2011) yang menyatakan bahwa siswa SMP di Kota Bogor yang memiliki pengetahuan gizi baik belum tentu mencerminkan praktek gizi yang baik pula. Tabel 19 Korelasi antara pengetahuan, sikap dengan praktek gizi dan keamanan pangan Statistik n Koefisien korelasi Peluang
Pengetahuan 68 0.138 0.261
Sikap 68 0.030 0.809
39 Hubungan antara Karakteristik Sosial Ekonomi dengan Perilaku Gizi dan Keamanan Pangan Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa karakteristik sosial ekonomi yang terdiri dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, lama bekerja, besar keluarga dan tingkat pendapatan guru tidak memiliki hubungan positif dengan pengetahuan gizi dan keamanan pangan (p>0.1). Guru SD dengan keluarga kecil berjumlah ≤ 4 orang memiliki sikap netral terhadap gizi dan keamanan pangan sebesar 67.9% (Tabel 20). Anggota keluarga yang memiliki informasi terkait gizi dan keamanan pangan pada umumnya akan saling berbagi informasi tersebut. Informasi yang diperoleh akan ditanggapi dengan berbagai macam sikap dan hal ini sangat tergantung dari penerimaan masing-masing anggota keluarga yang dapat menerima dengan negatif, netral dan positif terkait gizi dan keamanan pangan. Tabel 20 Sebaran guru SD berdasarkan besar keluarga dan sikap gizi dan keamanan pangan Besar Keluarga Kecil (≤ 4 orang) Sedang (5-7 orang) Total
Sikap Gizi dan Keamanan Pangan Netral Positif n % n % 36 67.9 17 32.1 8 53.3 7 46.7 44 64.7 24 35.3
Total n 53 15 68
% 100.0 100.0 100.0
Besar keluarga guru memperlihatkan adanya hubungan positif dengan sikap gizi dan keamanan pangan, p<0.1 (Tabel 21). Semakin banyak jumlah anggota keluarga guru maka semakin positif sikap gizi dan keamanan pangan guru SD. Mayoritas jumlah anggota keluarga guru adalah 4 orang, hal ini diduga karena sikap seseorang yang bisa diterima oleh orang lain biasanya akan diikuti dan semakin banyak anggota keluarga di rumah maka yang menganggap positif mengenai gizi dan keamanan pangan akan semakin banyak pula. Tabel 21 Korelasi antara besar keluarga dengan sikap gizi dan keamanan pangan Statistik n Koefisien korelasi Peluang
Besar keluarga 68 0.214 0.079*
* nyata pada taraf 10.0 %
Karakteristik sosial ekonomi guru SD yang memiliki hubungan dengan praktek gizi dan keamanan pangan yaitu lama bekerja dan umur (Tabel 22). Lama bekerja guru SD menunjukkan bahwa guru yang bekerja lebih dari 30 tahun memiliki praktek gizi dan keamanan pangan yang cukup.
40 Tabel 22 Sebaran guru SD berdasarkan lama bekerja, umur dan praktek gizi dan keamanan pangan Karakteristik Sosial Ekonomi Lama Bekerja (Tahun) 1-10 11-20 21-30 31-40 >40 Umur (Tahun) Dewasa awal (19-24) Dewasa lanjut (25-35) Separuh baya (36-50) Tua (51-65) Total
Praktek Gizi dan Keamanan Pangan Kurang Cukup n % n %
Total n
%
1 0 2 0 0
5.0 0.0 6.9 0.0 0.0
19 8 27 10 1
95.0 100.0 93.1 100.0 100.0
20 8 29 10 1
100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
0 0 3 0 3
0.0 0.0 7.1 0.0 4.4
3 13 39 10 65
100.0 100.0 92.9 100.0 95.6
3 13 42 10 68
100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Hasil analisis korelasi Pearson mengenai beberapa karakteristik sosial ekonomi diantaranya umur dan lama bekerja berhubungan secara nyata dengan praktek gizi dan keamanan pangan (Tabel 23). Semakin lama guru bekerja sebagai tenaga pendidik maka semakin baik praktek gizi dan keamanan pangan guru (p<0.1). Hal ini memperkuat dugaan bahwa guru yang telah lama mengajar mendapatkan pengalaman pengetahuan yang lebih dalam bidang gizi dan keamanan pangan tidak hanya dari lingkungan sekolah tetapi juga di lingkungan tempat tinggal sehingga dapat mempraktekkan hal-hal terkait gizi dan keamanan pangan dalam kehidupan sehari-hari. Umur guru yang semakin dewasa juga menunjukkan bahwa guru dapat memberikan contoh mengenai praktek gizi dan keamanan pangan baik di rumah maupun di sekolah. Tabel 23 Korelasi antara lama bekerja, umur dengan praktek gizi dan keamanan pangan Statistik n Koefisien korelasi Peluang
Lama bekerja 68 -0.291 0.016
Umur 68 -0.330 0.006
Persepsi Guru pada Media Pendidikan Gizi Setelah mengetahui hasil analisis pengetahuan, sikap dan praktek gizi dan keamanan pangan guru SD, diharapkan guru dapat menilai dan memberikan pandangannya terhadap kelima jenis media pendidikan gizi yang akan digunakan pada intervensi pendidikan gizi. Untuk itu dibutuhkan penilaian guru sebelum media tersebut digunakan. Terdapat modul, poster, booklet, leaflet, dan flip chart untuk menunjang penyampaian materi pangan, gizi dan kesehatan.
41 Beberapa penelitian terkait dengan media seperti Ikada (2010) melakukan penelitian dengan membuat media pendidikan gizi dengan jenis media visual diam yaitu berupa buku cerita bergambar dengan tema yang dipilih adalah cara-cara hidup sehat sesuai dengan konsep Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) berjudul “Aku ingin Sehat”. Aspek yang dinilai mengenai tingkat kesukaan siswa SD terhadap buku terdiri dari alur cerita, isi cerita, ukuran tulisan dan gambar. Saloso (2011) memilih media audio berupa lagu anak-anak dan media visual berupa kartu bergambar dengan tema atau materi yang disampaikan adalah pesanpesan gizi dan kesehatan yang tertuang dalam PUGS dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Tingkat kesukaan siswa SD di Kota Bogor dilihat dari penggunaan lagu dan permainan kartu bergambar, lirik lagu dan penggunaan gambar pada kartu, pesan gizi dan kesehatan pada lagu dan kartu, panjang lagu, irama lagu, ukuran gambar, tulisan pada kartu. Pentingnya Materi Pangan, Gizi dan Kesehatan Hasil analisis deskriptif terhadap persepsi guru mengenai pentingnya materi pangan, gizi dan kesehatan menunjukkan rata-rata penilaian yang sangat penting dan penting yaitu 79.2% dan 20.6% (Tabel 24). Pendidikan gizi pada anak usia SD perlu diperhatikan secara serius. Materi seperti pengenalan piramida makanan, konsep Beragam, Bergizi, Berimbang (3B), dan konsep lain terkait gizi dan kesehatan perlu disisipkan dalam pembelajaran di sekolah. Pemilihan media yang tepat sangat diperlukan untuk meningkatkan efektivitas penyampaian informasi. Media pendidikan gizi sebaiknya dibuat dengan konsep yang menyenangkan bagi anak (Ikada 2010). Materi pangan, gizi dan kesehatan sangat penting untuk diperhatikan dan tidak hanya diberikan di ruang kelas pada saat pelajaran yang terkait saja seperti IPA, akan tetapi materi tersebut dapat diterapkan pada semua mata pelajaran sehingga guru dapat menerapkan ilmu yang dimiliki bagi semua peserta didik. Persepsi guru yang menganggap materi pangan, gizi dan kesehatan sangat penting lebih banyak dibandingkan yang menganggap penting dan hasil analisis ini dapat digunakan sebagai acuan bahwa guru sudah lebih peduli terhadap gizi dan kesehatan. PUGS merupakan pesan gizi seimbang yang dikemas menarik oleh Ikada (2010) dalam bentuk buku cerita bergambar menunjukkan tingkat penerimaan yang baik. Secara keseluruhan buku, sebagian besar anak SD tergolong sangat menyukai (82.5%). Tabel 24 Sebaran guru SD berdasarkan pentingnya materi pangan, gizi dan kesehatan Kategori Sangat penting Penting Total
Wilayah Kota Kabupaten n % n % 31 91.2 23 67.6 3 8.8 11 32.4 34 100.0 34 100.0
Akreditasi Sekolah Total A B n % n % n % 35 83.3 19 73.1 54 79.2 7 16.7 7 26.9 14 20.6 42 100.0 26 100.0 68 100.0
42 Penggunaan Media Persepsi guru pada Tabel 25 mengenai penggunaan beberapa media dinilai sangat setuju (96.9%) bahwa kelima jenis media digunakan dalam pembelajaran, karena guru dapat menggunakan media tersebut sebagai bahan referensi saat menyampaikan penjelasan pada siswa supaya siswa lebih mengerti. Guru juga menganggap setuju karena dapat menambah pengetahuan, media dianggap menarik dan sangat berguna untuk memotivasi diri sendiri, siswa dan keluarga. Kurang dari 10% guru yang menyatakan tidak setuju dengan penggunaan beberapa jenis media sebagai berikut: 1) Penggunaan modul, leaflet “Jajanan Sehat dan Bergizi”, dan booklet dengan penjelasan perlu adanya sosialisasi maupun penyuluhan pada guru sehingga guru bisa lebih paham. Apabila guru sudah memahami isi media maka akan dengan mudah disampaikan pada siswa dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti; 2) Poster dan flip chart kurang setuju untuk digunakan oleh guru sebagai media pembelajaran dalam menyampaikan materi, anggapannya bahwa poster cukup ditempel saja di mading maupun di kelas, sedangkan flip chart dapat diletakkan di perpustakaan. penggunaan leaflet “Gizi Seimbang Anak Usia Sekolah” bahwa daya serap siswa SD belum optimal untuk memahami isi dari leaflet tersebut cukup mendengarkan penjelasan guru; 3) Poster ”Sarapan Pagi” yang menyajikan gambar makanan lengkap dan segelas susu terdapat 7,4 % guru tidak setuju karena menganggap bahwa pada kenyataannya tidak harus selalu sama dengan yang ada pada gambar mengingat kondisi atau kemampuan ekonomi orangtua siswa tidak sama. Penggunaan media pendidikan gizi diperlukan untuk meningkatkan efektifitas penyampaian pesan terkait informasi gizi dan kesehatan. Buku cerita bergambar merupakan salah satu alternatif media pendidikan gizi yang dapat digunakan (Ikada 2010). Hanya saja tidak disarankn untuk menggunakan buku cerita bergambar sebagai satu-satunya media pendidikan gizi yang digunakan. Perlu adanya kombinasi berbagai jenis media untuk mengakomodir perbedaan gaya belajar anak. Pemberian buku cerita bergambar sebagai media pendidikan gizi pada anak hanya melengkapi kegiatan learning dan belum sampai ke ranah practice, sehingga perlu diperhatikan media pendidikan gizi lain yang dapat melengkapi ranah tersebut.
43 Tabel 25 Sebaran guru SD berdasarkan persepsi terhadap penggunaan media pendidikan gizi Wilayah Kota Kabupaten n % n % Modul guru “Gizi dan Keamanan Makanan Siswa Sekolah Dasar” Setuju 33 97.1 34 100.0 Tidak setuju 1 2.9 0 0.0 Leaflet “Gizi Seimbang Anak Usia Sekolah” Setuju 31 91.2 34 100.0 Tidak setuju 3 8.8 0 0.0 Leaflet “Jajanan Sehat dan Bergizi” Setuju 33 97.1 34 100.0 Tidak setuju 1 2.9 0 0.0 Poster “Gizi” Setuju 32 94.1 34 100.0 Tidak setuju 2 5.9 0 0.0 Poster “Keamanan Makanan” Setuju 32 94.1 34 100.0 Tidak setuju 2 5.9 0 0.0 Poster “Lima Kunci untuk Kemananan Pangan” Setuju 32 94.1 34 100.0 Tidak setuju 2 5.9 0 0.0 Poster “Sarapan Pagi” Setuju 30 88.2 33 97.1 Tidak setuju 4 11.8 1 2.9 Booklet “Menuju Kantin Sehat di Sekolah” Setuju 33 97.1 34 100.0 Tidak setuju 1 2.9 0 0.0 Flip chart “Aku Sehat Sekolahku Sehat Prestasiku Meningkat” Setuju 32 94.1 34 100.0 Tidak setuju 2 5.9 0 0.0 Total 34 100.0 34 100.0 Media
Akreditasi Sekolah A B n % n %
n
%
42 0
100.0 0.0
25 1
96.2 3.8
67 1
98.5 1.5
40 2
95.2 4.8
25 1
96.2 3.8
65 3
95.6 4.4
41 1
97.6 2.4
26 0
100.0 0.0
67 1
98.5 1.5
41 1
97.6 2.4
25 1
96.2 3.8
66 2
97.1 2.9
41 1
97.6 2.4
25 1
96.2 3.8
66 2
97.1 2.9
41 1
97.6 2.4
25 1
96.2 3.8
66 2
97.1 2.9
40 2
95.2 4.8
23 3
88.5 11.5
63 5
92.6 7.4
42 0
100.0 0.0
25 1
96.2 3.8
67 1
98.5 1.5
41 1 42
97.6 2.4 100.0
25 1 26
96.2 3.8 100.0
66 2 68
97.1 2.9 100.0
Total
Penelitian Prayuni (2011) menggambarkan bahwa alat pendidikan gizi yang digunakan di sekolah tidak hanya berupa poster atau gambar, melainkan juga mading atau kording, buku bacaan, Kartu Menuju Sehat (KMS), Power Point (PPT), brosur dan film. Pendidikan gizi dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media atau alat peraga. Buku bacaan merupakan alat yang paling banyak digunakan sekolah untuk menyampaikan materi gizi, yaitu sebanyak 92.3%. Buku merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki sekolah. Penyajian Materi Materi yang terdapat pada media dinilai oleh guru, dan persepsi yang ditunjukkan sebagian besar guru sangat setuju 66.2% dan setuju 33.7% pada penyajian materi di setiap media pendidikan gizi (Tabel 26). Penilaian tidak setuju (1,5%) yang terdapat pada poster “Lima Kunci untuk Keamanan Pangan”, guru menganggap materi yang terdapat pada poster terlalu umum bagi siswa sehingga kurang dapat dimengerti. Sebaiknya materi disederhanakan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Tulisan sederhana disarankan untuk poster ini sebagai salah satu contoh yaitu mengenai salah satu kunci yaitu “Jagalah pangan pada suhu aman”seperti jangan membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari dua jam. Tulisan ini dapat disederhanakan menjadi “makanlah makanan yang baru matang dan segar!”.
44 Sejalan dengan penelitian Ikada (2010) yang menyatakan bahwa cerita dalam buku cerita bergambar sangat menarik (92.5%), isi cerita buku sangat mudah dipahami (55.5%).Sebagian besar contoh memilih cerita sebagai bagian yang paling disukai dari buku (80.0%). Saloso (2011) mengungkapkan bahwa siswa mudah memahami pesan gizi dan kesehatan dari media audio (lagu anakanak) sebanyak 74.3%, sedangkan pada media kartu bergambar sebanyak 61.1% siswa sangat mudah memahami pesan gizi dan kesehatan yang terdapat pada kartu bergambar dan merupakan bagian yang paling disukai (66.7%). Tabel 26 Sebaran guru SD berdasarkan persepsi terhadap penyajian materi pada media pendidikan gizi Wilayah Akreditasi Sekolah Kabupaten A B n % n % n % n % Modul guru “Gizi dan Keamanan Makanan Siswa Sekolah Dasar” Media
Sangat setuju
27
79.4
Setuju 7 20.6 Leaflet “Gizi Seimbang Anak Usia Sekolah” Sangat setuju
Total
Kota
n
%
20
58.8
27
64.3
20
76.9
47
69.1
14
41.2
15
35.7
6
23.1
21
30.9
25
73.5
18
52.9
27
64.3
16
61.5
43
63.2
9 Leaflet “Jajanan Sehat dan Bergizi”
26.5
16
47.1
15
35.7
10
38.5
25
36.8
30
88.2
16
47.1
29
69
17
65.4
46
67.6
4
11.8
18
52.9
13
31
9
34.6
22
32.4
26
76.5
21
61.8
29
69
18
69.2
47
69.1
8
23.5
13
38.2
13
31
8
30.8
21
30.9
28
82.4
18
52.9
30
71.4
16
61.5
46
67.6
Setuju 6 17.6 16 Poster “Lima Kunci untuk Kemananan Pangan”
47.1
12
28.6
10
38.5
22
32.4
Setuju
Sangat setuju Setuju Poster “Gizi” Sangat setuju Setuju Poster “Keamanan Makanan” Sangat setuju
Sangat setuju
26
76.5
17
50
28
66.7
15
57.7
43
63.2
8
23.5
16
47.1
13
31
11
42.3
24
35.3
0
0
1
2.9
1
2.4
0
0
1
1.5
27
79.4
17
50
31
73.8
13
50
44
64.7
7 20.6 Booklet “Menuju Kantin Sehat di Sekolah”
17
50
11
26.2
13
50
24
35.3
16
47.1
27
64.3
14
53.8
41
60.3
9 26.5 18 52.9 15 Flip chart “Aku Sehat Sekolahku Sehat Prestasiku Meningkat”
35.7
12
46.2
27
39.7
Setuju Tidak setuju Poster “Sarapan Pagi” Sangat setuju Setuju
Sangat setuju
25
73.5
Setuju
Sangat setuju Setuju Total
29
85.3
19
55.9
30
71.4
18
69.2
48
70.6
5 34
14.7 100.0
15 34
44.1 100.0
12 42
28.6 100.0
8 26
30.8 100.0
20 68
29.4 100.0
45 Penyajian Tulisan Secara keseluruhan sebanyak 54.1% dan 45.9% guru menilai sangat setuju dan setuju pada penyajian tulisan media pendidikan gizi dapat dilihat pada Tabel 27. Media modul dinilai sangat setuju oleh 60.3% guru karena persepsi guru menganggap tulisan sudah cukup jelas, mudah dimengerti, sesuai dengan ukuran modul dan dipahami guru. Penjelasan 1 guru mengenai tulisan agak kecil pada modul dilihat dari usia guru yang memasuki usia tua (55 tahun). Hal ini diduga guru sudah berkurang penglihatannya sehingga menganggap tulisan agak kecil. Guru memberikan saran pada media leaflet untuk memperbesar tulisan dan merasa terlalu banyak tulisannya. Media poster “Sarapan Pagi” dinilai kurang lengkap mengenai dampak sarapan pagi. Poster “Keamanan Makanan” dianggap baik diberikan sebagai upaya untuk menyadarkan siswa akan makanan yang aman untuk dikonsumsi. Booklet yang berisi tulisan cukup banyak disarankan oleh responden untuk memperjelas hal-hal yang ingin dicapai dalam penyampaian materi baik dapat menebalkan tulisan maupun memperbesar tulisan tersebut. Pada media flip chart responden memberikan penjelasan mengenai penyajian tulisan yang disertakan gambar dianggap dapat menarik siswa membaca setiap saat dan dapat melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan materi UKS. Tabel 27 Sebaran guru SD berdasarkan persepsi terhadap penyajian tulisan pada media pendidikan gizi Wilayah Akreditasi Sekolah Kabupaten A B n % n % n % n Modul guru “Gizi dan Keamanan Makanan Siswa Sekolah Dasar” Sangat setuju 23 67.7 18 52.9 28 66.7 13 Setuju 11 32.4 16 47.1 14 33.3 13 Leaflet “Gizi Seimbang Anak Usia Sekolah” Sangat setuju 23 67.7 10 29.4 27 64.3 6 Setuju 11 32.4 24 70.6 15 35.7 20 Leaflet “Jajanan Sehat dan Bergizi” Sangat setuju 25 73.5 15 44.1 28 66.7 12 Setuju 9 26.5 19 55.9 14 33.3 14 Poster “Gizi” Sangat setuju 24 70.6 13 38.2 29 69 8 Setuju 10 29.4 21 61.8 13 31 18 Poster “Keamanan Makanan” Sangat setuju 24 70.6 11 32.4 29 69 6 Setuju 10 29.4 23 67.6 13 31 20 Poster “Lima Kunci untuk Kemananan Pangan Sangat setuju 23 67.6 14 41.2 28 66.7 9 Setuju 11 32.4 20 58.8 14 33.3 17 Poster “Sarapan Pagi” Sangat setuju 24 70.6 12 35.3 30 71.4 6 Setuju 10 29.4 22 64.7 12 28.6 20 Booklet “Menuju Kantin Sehat di Sekolah” Sangat setuju 24 70.6 10 29.4 27 64.3 7 Setuju 10 29.4 24 70.6 15 35.7 19 Flip chart “Aku Sehat Sekolahku Sehat Prestasiku Meningkat” Sangat setuju 24 70.6 14 41.2 27 64.3 11 Setuju 10 29.4 20 58.8 15 35.7 15 Total 34 100 34 100 42 100 26 Media
Kota
Total %
n
%
50 50
41 27
60.3 39.7
23.1 76.9
33 35
48.5 51.5
46.2 53.8
40 28
58.8 41.2
30.8 69.2
37 31
54.4 45.6
23.1 76.9
35 33
51.5 48.5
34.6 65.4
37 31
54.4 45.6
23.1 76.9
36 32
52.9 47.1
26.9 73.1
34 34
50 50
42.3 57.7 100
38 30 68
55.9 44.1 100
46 Ikada (2010) menyatakan ukuran tulisan pada buku cerita bergambar sudah cukup terbaca (100.0%). Ilustrasi dibuat secara komputerisasi dan semi-manual, menggunakan teknik brushing di Adobe Photoshop CS3 dan dibantu dengan pentablet Wacom untuk penyatuan ilustrasi, teks dan layout. Jenis dan ukuran font yang digunakan adalah Tw Cen MT 16 pt, dengan jarak antar baris 18 pt. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Saloso (2011) yang menyatakan bahwa sebanyak 97.2% siswa menganggap tulisan yang digunakan dalam media kartu bergambar sudah cukup terbaca. Jenis huruf yang digunakan dalam kartu bergambar adalah Bauhauss dengan ukuran huruf 8-13 pt. Penyajian Gambar Sebagian besar guru memberikan penilaian sangat setuju dan setuju (59.5% dan 40.2%) terdapat pada penyajian gambar (Tabel 28), sedangkan 2.9% guru memberikan persepsi tidak setuju pada media berupa leaflet “Jajanan Sehat dan Bergizi” karena pada leaflet terdapat gambar minuman aneka rasa tidak mewakili minuman bergizi sehingga disarankan seharusnya jangan menggunakan contoh pop ice pada minuman bergizi, minuman yang lebih baik dapat dicantumkan contoh minuman susu, jus buah, es buah. Gambar makanan camilan chiki dan wafer sebaiknya diberitahukan batas aman konsumsi camilan tersebut karena terdapat beberapa kasus apabila konsumsi chiki berlebihan dapat menyebabkan gangguan tenggorokan. Gambar lebih diperbesar supaya dapat terihat dengan jelas. Media modul disarankan untuk memperbanyak gambar agar lebih jelas. Hasil penelitian serupa pada media buku cerita bergambar menunjukkan bahwa gambar dalam buku sudah sangat menggambarkan isi cerita (65.0%). Sebagian besar siswa yaitu sebanyak 80.0% memilih gambar sebagai bagian yang paling disukai dari buku (Ikada 2010). Sedangkan pada penelitian Saloso (2011) dijelaskan sebanyak 94.4% siswa menyatakan bahwa gambar yang digunakan dalam meda kartu bergambar sangat menggambarkan pesan gizi dan kesehatan.
47 Tabel 28 Sebaran guru SD berdasarkan persepsi terhadap penyajian gambar pada media pendidikan gizi Wilayah Akreditasi Sekolah Kabupaten A B Media n % n % n % n Modul guru “Gizi dan Keamanan Makanan Siswa Sekolah Dasar” Sangat setuju 23 67.6 21 61.8 29 69 15 Setuju 11 32.4 13 38.2 13 31 11 Leaflet “Gizi Seimbang Anak Usia Sekolah” Sangat setuju 24 70.6 16 47.1 28 66.7 12 Setuju 10 29.4 18 52.9 14 33.3 14 Leaflet “Jajanan Sehat dan Bergizi” Sangat setuju 25 73.5 16 47.1 30 71.4 11 Setuju 9 26.5 16 47.1 12 28.6 13 Tidak setuju 0 0 2 5.9 0 0 2 Poster “Gizi” Sangat setuju 24 70.6 16 47.1 28 66.7 12 Setuju 10 29.4 18 52.9 14 33.3 14 Poster “Keamanan Makanan” Sangat setuju 25 73.5 16 47.1 30 71.4 11 Setuju 9 26.5 18 52.9 12 28.6 15 Poster “Lima Kunci untuk Kemananan Pangan Sangat setuju 23 67.6 15 44.1 28 66.7 10 Setuju 11 32.4 19 55.9 14 33.3 16 Poster “Sarapan Pagi” Sangat setuju 25 73.5 17 50 30 71.4 12 Setuju 9 26.5 17 50 12 28.6 14 Booklet “Menuju Kantin Sehat di Sekolah” Sangat setuju 22 64.7 14 41.2 28 66.7 8 Setuju 12 35.3 20 58.8 14 33.3 18 Flip chart “Aku Sehat Sekolahku Sehat Prestasiku Meningkat” Sangat setuju 25 73.5 17 50 30 71.4 12 Setuju 9 26.5 17 50 12 28.6 14 Total 34 100 34 100 42 100 26 Kota
Total %
n
%
57.7 42.3
44 24
64.7 35.3
46.2 53.8
40 28
58.8 41.2
42.3 50 7.7
41 25 2
60.3 36.8 2.9
46.2 53.8
40 28
58.8 41.2
42.3 57.7
41 27
60.3 39.7
38.5 61.5
38 30
55.9 44.1
46.2 53.8
42 26
61.8 38.2
30.8 69.2
36 32
52.9 47.1
46.2 53.8 100
42 26 68
61.8 38.2 100
Secara keseluruhan persepsi guru sangat baik pada berbagai jenis media pendidikan gizi dan hal ini dapat dijadikan acuan untuk melaksanakan intervensi pendidikan gizi di SD. Penilaian guru yang kurang setuju dapat dijadikan acuan dalam perbaikan ke lima jenis media pendidikan gizi. Penelitian Mende (1996) mengenai kajian efektifitas proses belajar mengajar pendidikan gizi dalam membantu pembentukan pola makan dan perilaku makan pada murid SD membuktikan adanya peningkatan dalam hal kebiasaan sarapan pagi, frekuensi makan dalam sehari, kebiasaan mengonsumsi terutama sayuran hijau, kebiasaan pola makan dan perilaku makan bersama keluarga, penggunaan uang saku dan pemilihan makanan jajanan. Pendidikan gizi di SD sangat diperlukan. Memberikan materi gizi secara formal yang akan memperbesar peluang untuk pembinaan pola makan dan perilaku makan yang baik bagi anak. Sejalan dengan tingkat kematangan kognitif itu maka terjadi internalisasi berupa peningkatan pola makan dan perilaku makan dalam arti kualitas.
48 Pengaruh Perilaku Gizi dan Keamanan Pangan terhadap Persepsi pada Media Pendidikan Gizi Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour) (Notoatmodjo, 2007), sedangkan sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Perilaku seseorang dapat dinilai oleh orang lain. Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda, oleh sebab itu hal ini sangat terkait karena persepsi merupakan praktek awal terbentuknya perilaku. Persepsi merupakan tingkatan awal dalam mengenal dan memilih media sehubungan dengan praktek atau tindakan yang akan diambil. Praktek dilapang menunjukkan bahwa responden dapat memberikan persepsi terhadap media pendidikan gizi sesuai dengan pengetahuan, sikap dan praktek gizi dan keamanan pangan yang dimiliki. Penelitian Efriza (2009) mengenai efektifitas media promosi berupa poster, komik, leaflet dalam meningkatkan pengetahuan siswa, guru dan pedagang tentang keamanan pangan disimpulkan bahwa media promosi poster lebih memiliki pengaruh yang kuat dalam meningkatkan pengetahuan siswa. Pengetahuan guru tentang keamanan pangan sangat baik dan dengan adanya media promosi akan menambah pengetahuan guru supaya menjadi lebih baik lagi dan selanjutnya pengetahuan tersebut akan diteruskan kepada siswanya di sekolah. Guru dituntut untuk mampu memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh siswanya, salah satunya adalah pengetahuan tentang keamanan pangan, sehingga dengan memiliki pengetahuan tersebut, maka guru akan mampu menjelaskan kepada siswa mengenai manfaat dan bahaya yang disebabkan oleh pangan. Disamping mendidik siswa agar menjadi pintar dan cerdas, guru berkewajiban melindungi siswa dari mengonsumsi jajanan yang tidak aman, untuk itu guru perlu dibekali pengetahuan tentang keamanan pangan agar bisa membimbing dan mengajak siswa supaya terhindar dari makanan yang tidak aman yang dapat mengganggu kesehatan. Hasil uji statistik menunjukkan pengaruh nyata antara praktek terhadap persepsi, p<0.1; r²=0.071 (Tabel 29). Semakin tinggi praktek guru semakin baik persepsi. Praktek sebesar 7.1% dapat dijelaskan oleh persepsi. Artinya 92.9% persepsi dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak terangkum dalam analisis ini. Faktor eksternal dapat mempengaruhi persepsi guru pada media pendidikan gizi. Contoh faktor eksternal dapat berupa lingkungan teman kerja atau sesama guru yang memiliki persepsi yang baik dan mengungkapkan pada guru lain, maka hal ini dapat mempengaruhi persepsi guru dalam menilai media pendidikan gizi. Guru memiliki praktek yang cukup sehingga dapat memberikan persepsi bahwa pemberian materi gizi dan kesehatan anak sekolah sangat berguna bagi siswa. Materi yang diberikan terdiri dari peranan asupan gizi terhadap kesehatan, sumber dan fungsi zat gizi, kebutuhan gizi anak sekolah, perilaku hidup bersih dan sehat. Materi ini sangat baik diberikan supaya siswa bisa lebih memahami gizi yang merupakan modal utama untuk kesehatan. Sejalan dengan penelitian Fitri (2007) terkait persepsi guru dalam memonitor pangan jajanan dan mengingatkan anak didiknya. Guru memonitor langsung keamanan jajanan di kantin sekolah (64.38%) dan selalu mengingatkan anak didik untuk sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat ke sekolah (86.87%).
49 Sedangkan guru juga selalu mengajarkan anak didiknya untuk tidak mengonumsi pangan jajanan sembarangan (68.75%). Hal ini membuktikan bahwa guru sebagai fasilitator, motivator maupun pembimbing dilaksanakan dengan baik oleh guru, namun pada kenyataannya apa yang disampaikan oleh guru belum dilaksanakan dengan baik oleh anak didik dimana masih banyak anak yang mengonsumsi jajanan sembarangan dan mengalami gangguan kesehatan akibat pangan jajanan (Fitri 2007). Dengan demikian diperlukan kerjasama dengan pihk lain seperti orang tua dan pedagang baik yang berjualan di kantin maupun yang di sekitar sekolah agar tercipta keamanan pangan. Tabel 29 Regresi linier berganda antara praktek gizi dan keamanan pangan terhadap persepsi guru SD pada pemberian materi gizi dan kesehatan Peubah Konstanta Praktek
Koefisien 7.321 0.015
Std. Error 0.290 0.007 F hitung R Square
t hitung 25.266 2.246 5.046 0.071
Sig. 0.000 0.028
Hasil analisis pada Tabel 30 menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh pengetahuan (p<0.1; r²=0.139), sedangkan praktek berpengaruh terhadap persepsi (p <0.1; r²=0.139). Semakin tinggi pengetahuan dan praktek semakin baik persepsi. Pengetahuan dan praktek memberikan kontribusi sebesar 13.9% terhadap persepsi. Artinya 86.1% persepsi dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak terangkum dalam analisis ini. Pengetahuan guru yang berbeda-beda dapat mempengaruhi persepsi guru pada media pendidikan gizi. Atmaja (2010) menyatakan bahwa guru yang tidak pernah mengikuti pelatihan atau seminar terkait gizi memiliki pengetahuan gizi kategori sedang (43.8%) yang lebih banyak daripada guru yang pernah mengikuti pelatihan atau seminar terkait gizi (28.1%). Pengetahuan guru mengenai media pendidikan gizi yang pernah dilihat dan dibaca selain media yang digunakan dalam penelitian ini dapat mempengaruhi persepsi guru untuk menggunakan media yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Praktek gizi dan keamanan pangan yang cukup dimiliki oleh sebagian besar guru. Hal ini memberikan pengaruh nyata terhadap persepsi guru yang menganggap setuju bila media pendidikan gizi digunakan sebagai media pembelajaran bagi siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dapat berupa tingkat penerimaan guru terhadap media yang digunakan. Tabel 30 Regresi linier berganda antara pengetahuan, praktek gizi dan keamanan pangan terhadap persepsi guru SD pada penggunaan media dalam penyampaian materi pangan, gizi dan kesehatan Peubah Konstanta Pengetahuan Praktek
Koefisien 0.294 0.055 0.037
Std. Error 0.838 0.024 0.019 F hitung R Square
t hitung 0.351 2.267 1.982 5.256 0.139
Sig. 0.727 0.027 0.052