5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Potensi Pengembangan
Pangalengan mempunyai nilai strategis dalam perkembangan pembangunan Kabupaten Bandung Wilayah ini terletak di bagian Selatan Kabupaten Bandung, termasuk ke dalarn kota yang akan mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pangalengan, sektor kegiatan ekonomi yang berpotensi untuk dikembangkan di Wilayah Pangalengan adalah perdagangan dan jasa, industri, terutama industri pertanian, dan pertanian Pengembangan Wilayah Pangalengan diupayakan dengan tetap mempertahankan produksi pertanian, mengembangkan industri dan bersamaan dengan itu perlu didukung fasilitas yang menunjang secara lengkap. Selain itu Pangalengan akan dikembangkan sebagai kota pariwisata Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) Kabupaten
DT I1 Bandung, Pangalengan merupakan salah satu wilayah andalan yang dapat dikembangkan sebagai pusat pengembangan agroindustri sesuai dengan potensi yang dimilikinya
Dari RUTRK Pangalengan 199712007, untuk wilayah
perencanaan meliputi wilayah disekitar pusat kecamatan dan empat wilayah administratif desa, meliputi seluruh wilayah Desa Pangalengan, Desa Sukamanah, Desa Margamulya dan Desa Margamukti Sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah Kabupaten Bandung, strategi pengembangan
sektor
industri
diarahkan
perekonomian yang kokoh dan seimbang.
untuk
menciptakan
struktur
Oleh karena itu dalam upaya
pengembangan industri di Pangalengan, diperlukan upaya peningkatan pemanfaatan sumber daya yang ada melalui pengembangan industri kecil. Memperhatikan ha1 tersebut, maka untuk pengembangan sektor industri perlu dicari jenis industri yang cocok untuk dikembangkan, sesuai dengan kebijaksanaan yang digariskan yaitu mengusahakan peningkatan peranan industri kecil dalam kaitannya terhadap peranan PDRB Kabupaten Bandung, dan memanfaatkan keunggulan potensi wilayah setempat.
Untuk menumbuhkembangkan usaha kecil yang tangguh dan mampu bersaing,
Bappeda
Kabupaten
Bandung
(2000)
membuat
perencanaan
pengembangan agroindustri melalui kegiatan identifikasi agroindustri komoditi unggulan untuk dijadikan bahan perencanaan dalam pelaksanaan pengembangan agroindustri di pedesaan
Salah satu agroindustri komoditi unggulan yang
dikembangkan adalah industri kecil pedesaan berbasis kentang, yang difokuskan di Kecamatan Pangalengen dan Pasir Jambu
Program pengembangan agribisnis
tahun anggaran 199912000 di Kabupaten Bandung lebih diarahkan pada industri yang berdasarkan pada sumberdaya lokal (local resources based iildustiy), baik melalui pengembangan industri baru maupun industri yang sudah ada (Bappeda Kabupaten DT I1 Bandung, 1999) Ketersediaan sumberdaya manusia, berdasarkan Monografi Kecamatan Pangalengan (2000), jumlah penduduk di Kecamatan Pangalengan sebanyak 108914 jiwa dari 28873 kepala keluarga
Menurut jenis kelamin, 55192 jiwa
perempuan (50,7 persen) dan 53722 jiwa laki-laki (49,3 persen) Proporsi jumlah penduduk usia produktif dan semiproduktif di Kecamatan Pangalengan yaitu sekitar setengah penduduk atau 5 1,22 persen d a ~ iseluruh penduduk
Hal ini merupakan potensi dari segi kuantitatif
Struktur penduduk
menurut tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 6 Tabel 6. Komposisi penduduk Kecamatan Pangalengan berasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Persentase (%) Jumlah (orang) 1 Belum sekolah I 15087 1 13.85 Tidak tamat SD 687 0,63 49,79 54225 Tamat SD 25784 SMP 23.67
I
Akademi Perguruan Tinggi Jumlah
1620 1098 108914
Sumber : Monografi Kecamatan Pangalengall (2000)
I ,49 1,Ol 100,OO
I
I
1
Sebagai wilayah agropolitan, lapangan kej a yang paling besar daya tampungnya adalah industri dan pertanian sebagai sektor yang berpotensi saat ini. Komposisi penduduk Kecamatan Pangalerlgan berdasarkan mata pencahariar~ disajikan pada Tabel 7 Tabel 7. Komposisi penduduk Kecamatan Pangalengan berdasarkan mata pencaharian Tenaga Kerja (Orang) Persentase (94) Sektor Petani 43 60 5,9 1 Pemilik tanah 9785 13.26 P e n m a r a ~tanah Penyekap 1 1082 15,02 19768 26,79 Buruh tani 47 0,06 Pengusaha besarlsedang 63 Pengrajinlindustri kecil 0,08 1524 2,06 Buruh industri 949 1,29 Buruh bangunan 27 0,04 Pertambangan 6325 8,57 Perkebunan 1178 1,60 Pedagang 1172 1.59 PNS Pengangkutan 62 5 0,85 0,29 213 ABRl Pensiun 952 1-29 I Peternak 157 18 2 1,30
I
I
1
Sumber : Monografi Kecamatan Pangalengan (2000)
Sarana perekonomian, seperti bank, koperasi dan pasar terdapat di ibukota kecamatan. Bank yang beroperasi di Kecamatan Pangalengan antara lain Bank Rakyat Indonesia, Bank Bukopin, Bank Karya Produksi Desa (BKPD) dan dua Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Sampai dengan tahun 2001 hanya ada dua
koperasi besar di Kecamatan Pangalengan, yaitu Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) dan Koperasi Unit Desa (KUD) Walatra.
Sejak keluarnya
kebijakan pemerintah yang mempermudah pendirian koperasi sebagai penyalur kredit usahatani (KUT), maka jumlah koperasi di kecamatan ini terus bertambah. Pada pertengahan 2000 tercatat 20 koperasi di kecamatan ini.
Pada sektor pertanian tanaman pangan, Wilayah Pangalengan termasuk salah satu sentra produksi sayur-mayur. Luas tanam dan produksi tanaman pangan dan hortikultura di Wilayah Pangalengan berdasarkan laporan data monografi Kecamatan Pangalengan (2000) disajikan pada Tabel 8. Tabel S Luas tanam dan produksi tanaman pangan dan hortikultura di Pangalengan Rata-rata Luas Panen Komoditi Luas Tanam Produksi (ton) (114 (ha) 318 3 18 Padi 20 1 20 1 Jagung 183 20 183 Ketala pohon 207 25 207 Ketelah rambat 30 3 35 Kacang tanah 20 I 24 Kacang kedelai 7326 20 Sayur-mayur 7326 Buah-buahan
Jumlah (ton) 1742 523 3660 5175 90 30 146525
Sumbcr : Monografi Kecainatan Pangalengan (2000)
Perkembangan produktifitas tanaman pangan dan hortikultura mengalami fluktuasi perkembangan yang cukup besar. Rlenurut Dinas Pertanian Kecamatan Pangalengan, salah satu komoditas sayur-mayur yang mengalami perkembangan produksi yang cukup besar adalah kentang. Apalagi kentang merupakan salah satu komoditas yang diprioritaskan pengembangannya, didukung oleh adanya program skim kredit usahatani dan sumber pendanaan lainnya seperti pemanfaatan dana dari laba BUMN.
Perkembangan produksi kentang juga terlihat dari konversi
penggunaan lahan dari areal kehutanan menjadi areal pertanian seluas 5271 hektar dan tegalan menjadi areal pertanian seluas 20 hektar. Pengembangan agroindustri hams memperhatikan potensi komoditas yang ada di wilayah tersebut. Ketersediaan dan pasokan bahan baku secara kontinu merupakan faktor paling penting agar suatu industri dapat terus berproduksi. Potensi sumber daya alam Pangalengan untuk sektor pertanian tanaman pangan terutama kentang cukup besar. Kentang menjadi komoditas unggulan yang banyak diusahakan oleh masyarakat setempat dan karenanya Pangalengan menjadi sentra
produksi terbesar di Jawa Barat, didukung oleh kondisi agroklimat yang sangat mendukung. Dalam
pengembangan
agroindustri
kentang
ini
tidak
hanya
memperhitungkan keuntungan pengolah tapi juga memperhatikan petani sebagai pemasok bahan baku
Penentuan harga beli bahan baku oleh pengolah harus
memperhitungkan biaya usahatani yang dikeluarkan petani. Nilai ekonomis bahan baku dilihat dari nilai jual berdasarkan produksi dan harga jual, serta biaya produksi. Harga jual kentang yang berfluktuasi dapat diredam dengan adanya proses pengolahan.
Sebagian besar petani di Wilayah Pangalengan menanam
kentang sebagai sumber pendapatan. Oleh karenanya pengembangan agroindustri berbasis kentang sangat berkaitan dengan peningkatan pendapatan rakyat setempat. Mengingat besarnya potensi komoditas kentanp di Pangalengan, maka peluang untuk pengembangan agroindustri kentang cukup besar dan dapat dijasikan sebagai bisnis unggulan daerah. Keberadaan industri kecil yang mengolah kentang menjadi produk yang mempunyai nilai tambah, mernbantu petani dan masyarakat sekitarnya untuk rneningkatkan pendapatan. Pengembangan industri di Kecamatan Pangalengan diarahkan pada aneka industri, dan untuk industri kecil diarahkan pada komoditas agroindustri dengan memanfaatkan hasil-hasil pertanian setempat, baik industri kecil pangan maupun kerajinan rakyat
Kebijaksanaan pada rencana pembangunan daerah Kabupaten
Bandung diarahkan untuk meningkatkan kegiatan usaha masyarakat melalui pengembangan industri pedesaan yang mempunyai keunggulan komparatif, perluasan dan penciptaan lapangan pekerjaan serta peluang berusaha di wilayah pedesaan. Pengembangan komoditas kentang menjadi suatu bentuk industri, selain untuk mengatasi melimpahnya bahan baku dan harga komoditas yang berfluktuasi, lebih jauh lagi untuk memperluas lapangan kerja dan meningkatkan perkembangan industri
di
Wilayah
Pangalengan
pertumbuhan ekononli daerah.
sehingga
memberikan
kontribusi
bagi
Dari Monografi Kecamatan Pangalengan 2000, jumlah industri keciVrumah tangga (home ~?ldzjll~t?;~~) sebanyak 42 unit usaha Industri kecil yang sebagian besar kegiatannya bersifat home nidt1.sfi3~ didominasi oleh industri pangan
Menurut
Dinas Perindustrian Kabupaten Bandung ( 1999). industri kecillrumah tangga pangan yang memanfaatkan bahan baku hasil pertanian di Wilayah Pangalengan adalah industri berbasis susu (karamel, dodol. kerupuk), kentang (kerupuk, keripik, dodol, kue), dan singkong (keripik, kerupuk, comring)
Dari industri kecil yany
ada, industri kecil berbasis susu merupakan industri yang telah banyak diusahakan dan dikenal cukup luas sebagai produk olahan khas Pangalengan Salah satu program Dinas Perindustrian Kabupaten Bandung (199912000) dalam program kerja pembinaan dan pengembangan industri kecil pangan adalah mengadakan pembinaan dan pelatihan bagi rnasyarakat di Wilayah Pangalengan dan sekitarnva
Program ini bertujuan untuk membentuk wirausaha baru dan
turnbuhnya usaha produktif berkelanjutan di pedesaan, terutama pemanfaatan produk hasil pertanian unggulan di wilayahnya (pengolahan kentang) secara optimal dan berorientasi pasar dengan teknologi tepat guna dan sasaran sehingga akan memberikan nilai tambah yang cukup tinggi Setiap pemerintah daerah memiliki kriteria tersendiri dalam menentukan komoditas dan bisnis andalannya, yang utama adalah potensi ketersediaan bahan baku dan peluangnya untuk berkembang dengan orientasi pasar, serta potensi untuk menyediakan peluang kerja dan berpenghasilan dengan investasi relatif kecil Agroindustri kentang merupakan salah satu industri andalan Pemda Kabupaten Bandung, Jawa Barat,
sehingga mendapatkan prioritas untuk dikembangkan
Dengan memanfaatkan kekuatan, peluang dan mengatasi kendala yang ada diharapkan pengembangan agroindustri di wilayah pedesaan ini akan berhasil dan menjadikannya sebagai bisnis andalan
5.2. Usaha Lepas Panen Pedesaan Kentang
Usaha lepas panen pedesaan (ULP2) merupakan lembaga yang mengolah hasil pertanian yang berkemampuan memberikan manfaat semaksimal mungkin kepada masyarakat di wilayah pedesaan setempat. Dalam penelitian ini, kegiatan ULP2 kentang digolongkan dalarn dua kelompok yaitu ( 1 ) ULP2 primer, nleliputi kegiatan sortasi dan grading, pencucian atau pembersihan, pengkemasan segar, dan penyimpanan sementara; dan (2) ULP2 sekunder, meliputi kegiatan pengolahan kentang menjadi produk jadi atau setengah jadi.
5.2.1. ULP2 Primer
Sebagian besar petani di Pangalengan mengusahakan kentang untuk dijual ke pasar segar. Untuk petani skala kecil yang belurn bergabung dengan kelompok tani, pemasaran produk nlelalui pedagang pengumpul atau bandar. Untuk petani skala menengah atau besar dan petani yang sudah bergabung dengan kelompok tani, pemasaran dapat dilakukan langsung tanpa perantara pedagang pengumpul atau menjadi pengumpul dan biasanya sudah mempunyai tujuan pasar. Kegiatan ULP2 primer dikerjakan oleh kelompok tani atau pengumpul untuk tujuan pasar luar daerah atau yang sudah bermitra dengan perusahaan pengolahan kentang. Salah satu tantangan bagi usaha kecil untuk tetap eksis di pasar global adalah bagaimana membangun kemampuan untuk dapat memenangkan persaingan yang semakin ketat. Ole11 karena itu usaha kecil dituntut untuk meningkatkan kemampuannya
untuk
dapat
mengelola
usahanya
secara
lebih
efisien,
memanfaatkan potensi lokal secara lebih optimal dan menggunakan teknologi yang sesuai agar produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Faktor penentu keberhasilan dalam pelaksanaan bisnis diantaranya adalah kepuasan konsumen terhadap barang atau jasa yang diperdagangkan.
Secara
umum kepuasan konsumen direfleksikan oleh mutu, harga, ketepatan waktu dan kemudahan memperolehnya. Faktor mutu ditentukan oleh penerapan teknologi
dan pengelolaan usaha.
Untuk menghasilkan produk dengan mutu yang baik,
diperlukan teknologi yang tepat dengan dilengkapi sarana dan prasarana yang memenuhi.
Keberhasilan penerapan teknologi ini ditentukan oleh kemampuan
sumberdaya manusia, seperti pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental. Keterpaduan antara sumberdaya manusia dan teknologi harus dikemas dalam manajemen usaha yang baik agar dapat menghasilkan mutu, harga, dan kesinambungan produksi sesuai dengan yang diharapkan. Teknologi memegang peranan dalam meningkatkan nilai tambah suatu produk.
Efisiensi dan efektifitas dalam batas tertentu dapat dicapai melalui
introduksi teknologi. Sentuhan teknologi, mulai dari budidaya sampai teknologi proses, pasca panen dan pemasaran, akan menjadikan produk mempunyai nilai tambah.
Secara tidak langsung, resiko usaha dapat dikurangi dengan
meningkatkan keniampuan daya saing produk di pasar. Kegiatan ULP2 primer kentang meliputi kegiatan pencucian atau pembersihan, sortasi, grading, pengemasan, dan penyimpanan sementara. Diagram alir kegiatan di ULP2 primer disajikan pada Gambar 5.
Pencucian atau
pembersihan menggunakan air di dalam drum atau bak pencucian, bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada kulit kentang.
Setelah proses
pencucian, kentang ditiriskan dan dikeringanginkan untuk mencegah busuk air atau terkena serangan jamurlcendawan.
Sortasi adalah proses pemilihan kentang,
dengan tujuan untuk memisahkan kentang yang layak jual dan tidak. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses sortasi antara lain umbi yang busuk, berpenyakit, dan umbi yang rusak karena hama atau rusak mekanis terkena alat panen. Grading adalah proses penggolongan kentang berdasarkan suatu ukuran atau nilai tertentu, bertujuan untuk menyeragamkan kentang yang akan dijual. Grading dilakukan secara manual di atas meja atau dihamparkan, berdasarkan ukuran diameter atau berat kentang.
Kelas mutu kentang berdasarkan berat dan diameter yang biasa
digunakan seperti disajikan pada Tabel 2.
0 Mulai
I
Keringangin
I Kentang rusak. busuk
kclas ntutu
Karung. kera~t-iang bambu. peti ka)u
Penge~llasan I
(5 Selesai
Gambar 5. Diagram Alir Kegiatan ULP2 Primer Kentang
Pengemasan kentang menggunakan karung jaring dengan kapasitas 50 - 60 kg atau keranjang bambu dengan kapasitas 20 -30 kg. Karung jaring biasanya digunakan untuk pemasaran ke pasar iokal atau daerah. Untuk pengiriman ke industri pengolahan, kemasan yang dipakai biasanya keranjang bambu untuk memudahkan pengambilan contoh dari tiap-tiap wadah. Penyimpanan kentang yang telah dipanen tidak bisa terlalu lama di gudang, sebab akan mengakibatkan susut bobot dan susut mutu. Sebaiknya untuk pemasaran ke pasar lokalldaerah atau pengiriman ke industri pengolahan, kentang disimpan dalam gudang maksimal satu malam.
Gudang tempat penyimpanan
didesain menggunakan sistem ddffilsed light storage (ruang terang) sehingga distribusi sinar matahari dan kelembaban udara baik, melalui kisi-kisi atau ventilasi udara.
5.2.2. ULP2 Sekunder
Meskipun di Pangalengan sebagian besar penduduknya mengusahakan kentang sebagai tanaman pokok dan merupakan sentra produksi kentang terbesar di Jawa Barat, namun industri pengolahannya tidak banyak dan belum berkembang dengan baik.
Sebagian besar petanilpengusaha kentang lebih senang menjual
langsung ke pasar dalam bentuk segar Wesh market), bermitra dengan eksportir atau industri pengolahan berskala besar. Menurut data di Kecamatan Pangalengan (2000), jumlah industri kecillrumah tangga berbasis kentang hanya bejumlah enam, satu diantaranya tidak aktif atau hanya berproduksi jika ada pesanan. Salah satu industri yang sudah maju adalah industri pengolahan kentang BBC (Babakan Cianjur), berlokasi di Desa Babakan Cianjur. Industri ini mengolah aneka jenis makanan olahan dari kentang. Beberapa pelatihan, pembinaan, dan bantuan telah diperoleh pemiliknya. Produk olahan kentang yang dihasilkan dari industri yang ada pun belum beragam.
Dari keenam industri tersebut semuanya mengolah kentang menjadi
keripik. Dua industri diantaranya mencoba rllenlanfaatkan kentang uffgr.cm'e untuk diolah menjadi kerupuk dan dodo1 kentang Ada beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan dalam implementasi pengembangan agroindustri kentang di pedesaan, yaitu (1) nilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan ULP2 dapat didistribusikan kepada pihak yang terlibat secara proporsional, (2) produk agroindustri kentang yang dikembangkan mengacu pada permintaan pasar dan ketersediaan sumberdaya, (3) penerapan teknologi tepat guna dan tepat sasaran dapat menjamin produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan pembeli, (4) keberadaan ULP2 diharapkan dapat memberikan lapangan dan
kesempatan
kerja
bagi
masyarakat
sekitar,
sekaligus
mendorong
berkembangnya usaha ekonomi lainnya sehingga tenvujud perkembangan ekonomi wilayah Untuk menentukan pengembangan ULP2 sekunder, pengolahan berbasis kentang perlu mempertimbangkan jenis produk yang menjadi prioritas utama untuk dikembangkan
Hal ini bertujuan agar lebih efektif dan meningkatkan gairah
pengusaha kecil dalam berusaha, sebab daya tarik untuk mengembangkan usaha adalah jika usaha yang dilakukannya memiliki prospek yang baik. Pengembangan industri berdaya saing diarahkan pada industri yang memanfaatkan dan mengembangkan potensi sumber daya lokal. Agroindustri kecil yang perlu dikembangkan adalah industri kecil potensial di wilayahnya dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam setempat dan agroindustri kecil yang dapat memberikan nilai tambah, menyerap tenaga kerja dan mampu melakukan inovasi teknologi baik dengan kemampuan sendiri maupun dengan bantuan pihak luar Dalam perencanaan dan pengembangan agroindustri pedesaan berbasis kentang, tidak semua produk olahan kentang dapat dikembangkan secara komersil pada skala industri kecil.
Untuk itu perlu dilakukan pemilihan produk olahan
kentang yang akan diprioritaskan pengembangannya.
Dalam menentukan jenis
produk yang menjadi prioritas pengembangan, dihadapkan pada beberapa alternatif pilihan.
Adanya alternatif pilihan tersebut menyebabkan diperlukannya kriteria
pemilihan yang menjadi pertimbangan agar hasil keputusan tersebut optimal.
Dalam pengembangannya agroindustri berbasis kentang di Pangalengan belum dilakukan secara optimal.
Sebagai bahan makanan sumber karbohidrat,
kentang dapat diolah menjadi beraneka ragam produk pangan. Dari hasil survey lapang, diperoleh enam produk pangan berbasis kentang yang cukup potensial untuk dikembangkan dan dapat diproduksi oleh agroindustri skala kecil pedesaan. Keenam produk tersebut adalah ( 1 ) keripik kentang. ( 2 ) kerupuk kentang, ( 3 ) dodo1 kentang; ( 4 ) pasta kentang. (5) tepung kentang, dan (6) stik kentang
beku. Pada penentuan produk olahan ini ditentukan dahulu bobot masing-masing kriteria pemilihan produk olahan.
Penentuan bobot kriteria dilakukan dengan
Hic~m.cl?): I-'~.oce.~.s(AHP) yaitu dengan menggunakan metode Ar~~~~jlficcrl
membandingkan secara berpasangan setiap kriteria dengan skala nilai 1-9 atau kebaliliannya (119 - 1).
Pemberian pendapat dilakukan secara terpisah melalui
penyebaran kuesioner kepada pengusaha kecil, calon wirausaha baru. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung, Dinas Koperasi dan Pembina Pengusaha Kecil Kabupaten Bandung, dan Bappeda Kabupaten Bandung Analisis prioritas pengembangan keenam produk tersebut didasarkan pada beberapa kriteria.
Pembobotan kriteria dilakukan dengan menetapkan teknik
komparasi berpasangan (pai~wi.sc contpa~.ation). Melalui pengolahan matriks pendapat diperoleh tingkat kepentingan untuk masing-masing kriteria seperti pada Tabel 9. Tabel 9. Tingkat kepentingan kriteria pemilihan produk
A. B. C. D. E. F. G. H. I.
Kriteria Ketersediaan bahan baku Teknologi yang digunakan Penguasaan teknik produksi Kebutuhan modal Prospek pemasaran Penyerapan tenaga kerja Nilai tambah produk Dampak lingkungan Programlkebijakan pemerintah Jumlah
Bobot (%) 18,79 13,62 12,27 9,82 16,71 8,50 1 1,49 5,76 3,04 100,OO
Prioritas 1 3 4 6 2 7 5 8 9
Kondisi Bahan Baku Kondisi bahan baku merupakan kriteria utama (1S,79 persen) yang hams diperhatikan untuk kelangsungan industri yang dikernbangkan.
Kriteria ini
mencakup ketersediaan atau jarninan kontinuitas bahan baku yang dapat memenuhi kebutuhan industri, baik kualitas maupun kuantitas. Meskipun semua alternatif produk olahan yang dikembangkan berbasis kentang, namun bahan baku yang digunakan berbeda.
Tidak semua jenis atau
varietas kentang dapat digunakan untuk produk olahan tersebut.
Begitu juga
dengan mutu kentang, setiap produk olahan akan mempunyai niai tambah lebih jika menggunakan kentany dengan mutu tertentu. Untuk keripik dan stik kentang, bahan baku yang digunakan adalah kentang mutu AL atau mutu AB. Kentang dipilih dengan panjang dan diameter tertentu. Disamping itu juga disyaratkan kentang dengan kadar air rendah agar kering, tidak mudah hangus dan tidak ''lay" setelah digoreng. Sedangkan untuk pengolahan kentang menjadi dodol, kerupuk, pasta atau tepung, ukuran kentang tidak dipersyaratkan. karena dalam pengolahannya kentang akan
dilumatkan
(dihancurkan).
Produk-produk
olahan
tersebut
dapat
menggunakan kentang dengan mutu C (kecil) atau kentang off grade untuk mendapatkan nilai tanlbah yang tinggi dari hasil pengolahan. Dari hasil sunrey lapang, kondisi agroindustri berbasis kentang di Wilayah Pangalengan, terbentur pada masalah fluktuasi harga bahan baku.
Selain itu
kentang yang dihasilkan banyak dijual untuk ~%e.rhmarker ke luar wilayah atau untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan kentang skala besar, karena ada kontrak kerjasama. Pemanfaatan produk off grade menjadi salah satu prioritas dalam pengembangan industri berbasis kentang. Berdasarkan data dari Kepala Cabang Dinas (KCD) Pertanian Kecamatan Pangalengan, apabila terjadi panen raya harga kentang di tingkat petani sangat murah, mencapai Rp 1.600,-/kg dari harga rata-rata R p 2.800,-/kg atau dari harga tertinggi Rp 3.500,-/kg.
Pada saat seperti itu akan sangat terasa perlunya
pengolahan untuk memberikan nilai tambah.
Teknologi Proses
Kriteria teknologi proses yang dipakai nlenjadi pertimbangan dinilai dari tingkat kemudahan proses produksi untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan dapat diterima pasar. Selain itu ditinjau dari ketersediaan teknologi tepat guna dan sasaran yang sesuai untuk diterapkan di industri kecil pedesaan. Kriteria ini menempati prioritas ke-3 dalam pemilihan produk olahan dengan bobot 13,62 persen.
Penguasaan Teknik Produksi
Penguasaan masyarakat terhadap teknik produksi produk olahan kentang yang akan dikembangkan dapat dilihat dari a~roindustri yang telah ada atau pengetahuan masyarakat terhadap pengolahan diversifikasi produk kentang. Bobot penguasaan teknik produksi sebesar 12,27 persen, prioritas ke-4 dalam kriteria pemilihan
produk
olahan kentang.
Penguasaan teknik
produksi dapat
mempercepat sosialisasi program dan mempermudah implementasinya. Semakin menguasainya masyarakat terhadap teknik produksi produk olahan tertentu, bobot skor yang diberikan sernakin besar.
Di Wilayah Pangalengan, usaha kecil
pengolahan kentang yang sudah berkembang adalah keripik kentang dan kerupuk kentang
Masyarakat
menguasai
teknik
produksi
produk olahan yang
dikembangkan baik dari pengalaman, secara turun temurun, informasi maupun bimbinganlpelatihan teknik produksi.
Kebutuhan Modal
Kriteria kebutuhan modal dilihat dari kebutuhan investasi dan modal kerja yang harus dipenuhi untuk menjalankan usahanya. Mengingat keterbatasan modal agroindustri kecil pedesaan, maka semakin rendah modal yang diperlukan akan semakin besar bobot yang diberikan pada kriteria ini. Bobot kebutuhan modal sebesar 9,82 persen, prioritas ke-6 dalam pemilihan produk olahan kentang.
Prospek Pemasaran
Prospek pemasaran ini sangat penting untuk dipertimbangkan, prioritas kedua dengan bobot
16,71 persen, mengingat industri kecil hanya mau
mengembangkan usahanya bila usaha yang ditekuninya cukup prospektif Kriteria ini dinilai dari penerimaan konsumen terhadap produk sejenis yang ada dipasaran, luasnya saluran distribusi dan persaingan dengan produk sejenis atau produk substitusinya Pemasaran tepung kentang dan stik kerltang beku dinilai prospek, sebagai pengganti produk impor, gaya hidup serba praktis dan semakin berkembangnya restoran-restoran siap saji.
Meskipun keripik kentang kalah bersaing dengan
produk sejenis dari industri skala besar dan keripik lainnya, namun dalam yemasarannya dinilai prospek, karena kekhasan produknya
Untuk itu diperlukan
adanya perrbaikan mutu produk, kemasan dan sistem distribusinya
Penyerapan Tenaga Kerja
Kriteria ini dilihat dari rata-rata kebutuhan tenaga kerja untuk satu unit usaha yang mengolah produk tertentu.
Salah satu tujuan pengembangan
agroindustri kecil pedesaan ini adalah untuk memperluas kesempatan kerja, oleh karena itu industri yang padat karya menjadi prioritas pengembangan.
Nilai Tambah Produk
Peningkatan nilai tambah melalui pengolahan berimplikasi pada keuntungan yang diperoleh apabila produk tersebut dikembangkan.
Kriteria ini menjadi
prioritas ke-5 (1 1,49 persen) dalam pemilihan produk olahan kentang. Produk yang dapat memanfaatkan bahan baku yang tidak dapat diterima pasar segar Wesh ninrket) dan menghasilkan produk olahan dengan nilai
kentang, mempunyai nilai tambah yang besar.
tinggi, seperti tepung
Dampak Lingkungan Limbah yang dihasilkan dari proses produksi, keamanan, keselamatan dan kenyamanan lingkungan menjadi pertimbangan dalam pernilihan industri. Kriteria ini menunjukkan apakah agroindustri yang dikembangkan cukup ramah terhadap lingkungan. Limbah industri berbasis kentang cukup ramah terhadap lingkungan. Kulit kentang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak atau digunakan sebagai kompos. Air buangan pada saluran yang baik tidak mengganggu lingkungan.
Kebijakan Pemerintah Kebijakan pemerintah menunjukkan seberapa besar dukungan pemerintah terhadap agroindustri yang dipilih.
Program pemerintah dalam pengembangan
agroindustri memberikan perhatian kepada upaya diversifikasi pemanfaatan komoditi unggulan dan pengembangan produk substitusi impor berorientasi pasar dengan teknologi tepat sasaran yang berdampak pada efisiensi dan produktifitas, sehingga memberikan nilai tambah yang cukup tinggi. Dengan mempertimbangkan kriteria pemilihan produk tersebut di atas terhadap
produk
olahan berbasis
kentang,
dilakukan pembobotan untuk
mendapatkan produk olahan kentang prioritas. Penentuan produk olahan kentang prioritas disajikan pada Tabel 10. Hasil penilaian diformulasikan dengan teknik komparasi berpasangan AHP sehingga didapat set prioritas berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Tabel 10. Penentuan oroduk olahan kentang orioritas Produk Bobot (%) 21,43 1 . Keripi!: kentang 2 Kerupuk kentang 17,28 3. Dodo1 kentang 16,81 1 1,43 4. Pasta kentang 18.46 5. T e ~ u n nkentang 6. Stik kentang beku 14,59 JUMLAH 100,OO
1
1
Priorit as 1 3 4 6 2 5
I
I
Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa usaha pengolahan keripik kentang mendapat prioritas pertama untuk dikembangkan sebagai usaha kecil berbasis kentang di Wilayah Pangalengan.
Prioritas selanjutnya berturut-turut tepung
kentang, kerupuk kentang, dodo1 kentang, stik kentang beku, dan pasta kentang. Pada ULP2 sekunder pengolahan keripik kentang, aspek teknologi yang dianalisis berkaitan dengan teknologi proses dan prosedur yang digunakan. Proses dan prosedur pembuatan keripik kentang yang dilakukan oleh industri kecil di Pangalengan masih menggunakan teknologi dan peralatan yang sederhana. Proses pembuatan seperti disajikan pada Gambar 6, dengan urutan proses sebagai berikut : (1) Kentang dikupas menggunakan pisau yang terbuat dari kaleng yang sisinya
dipertajam sebagai pengganti pisau. Cara demikian mengurangi susut bobot karena bagian yang terbuang lebih tipis dibandingkan dengan pengupasan dengan mesin atau pisau biasa. ( 2 ) Kentang yang telah dikupas dimasukkan ke dalam air untuk mencegah proses pencoklatan (bro~cwiilg). (3) Pengirisan dilakukan di atas bak berisi air kapur sirih, agar hasil irisan langsung
terendam.
Perendaman diiakukan selama 3 jam dengan tujuan agar irisan
kentang tidak mudah patah dan diperoleh wama yang baik dan merata saat penggorengan. Ketebalan irisan kentang diatur dengan mengatur tinggirendahnya pisau pada alat pengiris. (4) Setelah pembilasan atau direndam dalam air, irisan kentang direbus selama 25
menit, kemudian dilanjutkan dengan pencucian dan pembilasan. ( 5 ) Untuk
mencegah
pencoklatan
(brownirlg) saat
digoreng,
dilakukan
perendaman lagi selama 1 sampai 2 malam. (6) Untuk menambah cita rasa, kentang yang telah ditiriskan dicampur bumbu.
(7) Pengeringan dilakukan dengan menjemur di terik matahari atau mesin
pengering sampai benar-benar kering. (8) Penggorengan dilakukan dengan teknik deep frying untuk menghasilkan
keripik yang renyah. (9) Pengemasan
Q Mulai
Pengirisan
Air
Perendaman
Air
Pencuciali I
perendaman
tidak
v Penjeniuran
Penirisan Keripik kentang mental1 Air
Perebusan Millyak
Air
Air
Penggorengan
Pencucian I1 Keripik kentang masak
Perenda~iian
* Plastik
Pengeniasan
Selesai
Gambar 6. Bagan Alir Proses Pengolahan Keripik Kentang
Mesin pengering
Jalur kritis proses pembuatan keripik kentang adalah pada saat pengeringan, karena sangat tergantung panas matahari. Untuk menghindari kerepotan proses pengeringan pada musim hujan, pengusaha keripik kentang di Pangalengan nlenerapkan pengeringan semi mekanis menggunakan tenda plastik. Disamping itu, dengan tenda plastik pengeringan lebih higienis karena selama pengeringan kentang terhindar dari kontaminasi debu dan binatang penggangzu. Alat pengering ini bisa dimodifikasi agar produk yang diperoleh lebih baik mutunya. Penerapan teknologi modern dalam agroindustri pedesaan perlu menjadi perhatian. Pemilihan teknologi harus mempertimbangkan produktifitas usaha dan sumbedaya manusia. Pada studi kasus industri keripik kentang di Pangalengan, pada kelompok industri kecil terdapat alat-alat yang cukup modern untuk pengirisan dari pengeringan produk kentang. hasil sumbangan dari beberapa kegiatan proyek kerjasama dalam pengembangan usaha kecil pedesaan. Namun alat tersebut kurang sesuai dengan karakteristik bahan baku dan kondisi lingkungan pedesaan, baik dari penggunaan sumber tenaga listrik, bahan bakar, maupun kapasitas, sehingga tidak digunakan. Sebagai gambaran, alat pengiris kentang mekanis, menggunakan daya listrik 400 W, dilengkapi dengan pisau berputar sebagai alat pengiris. Secara mekanis pisau ini akan mengiris begitu kentang dimasukkan. Dari hasil irisannya ternyata tidak seragam dan pada akhir proses terdapat sisa kentang yang tidak teriris habis. Demikian halnya dengan alat pengering mekanis, dilengkapi dengan tray dryer, menggunakan unit pemanas Siroco Model ID 2000 dengan bahan bakar minyak tanah dan memerlukan tenaga listrik berdaya 900 W untuk kipas dan burnernya. Dari hasil pengamatan,
derajat pengembangan produk
hasil pengeringan
menggunakan pengering mekanik hanya sekitar 80 persen, sedangkan dengan pengeringan di bawah sinar matahari pengembangan mencapai 100 sampai 150 persen.
Bertolak dari alasan di atas, efisiensi penggunaan alatlmesin mekanis
tersebut dirasakan kurang oleh pengusaha kecil.
Oleh karena itu pemilihan
teknologi yang akan diterapkan pada UKM di pedesaan harus tepat guna dan tepat sasaran.
5.3. Analisis Finansial ULP2
Untuk mengetahui kelayakan ULP2 kentang dilakukan analisis finansial. Asumsi perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut: (1)
Umur proyek selama 10 tahun.
(2)
Perbandingan antara besar modal pinjaman dengan modal sendiri (Debt
Eqrtiy Rntio.'DER)ditentukan sebesar 60 : 40. (3)
Perhitungan dilakukan berdasarkan harga konstan vixedprice).
(4)
Proyek dimulai tahun ke-0 dan berproduksi pada tahun ke-1 dengan masa konstruksi selama 2 bulan.
(5)
Kapasitas produksi tahun pertama ditetapkan sebesar 60 persen dari kapasitas pengolahan, tahun kedua sebesar 80 persen, dan tahun ketiga sampai kesepuluh bekerja pada kapasitas maksimal ( 1 00 persen).
( 6 ) Nilai penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (straight
liile). (7)
Jumlah hari kerja adalah 300 hari kerja setahun atau 25 hari kerja sebulan.
( 8 ) Faktor diskonto ditetapkan berdasarkan tingkat suku bunga bank sebesar 18
persen. (9)
Besar pajak keuntungan yang dibayar sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku, yaitu 10 % untuk keuntungan sampai Rp 25 juta, 15 % untuk keuntungan Rp 25 juta sampai Rp 50 juta, dan 30 % untuk keuntungan lebih dari Rp 50 juta. Pembayaran pajak dihitung secara progresif
(10) Kernitraan perusahaan modal ventura (PMV) dengan perusahaan pasangan
usaha (PPU) didasarkan pada pola bagi hasil. ( 1 1 ) Pembayaran angsuran dimulai tahun ke-1 dengan jumlah angsuran tetap
selama 5 tahun (tanpa grace period). (12) Cicilan dan bagi hasil untuk PMV dibayar pada periode angsuran yang
bersangkutan. Bagi hasil ditetapkan 40 persen untuk PMV dan 60 persen untuk PPU.
Salah satu lembaga pembiayaan usaha yang berpotensi membantu pengembangan usaha kecil adalah perusahaan modal ventura, karena disamping memberikan bantuan modal tanpa jaminan juga memberikan bantuan manajemen dalam pengelolaan usaha.
Oleh sebab itu dalam asumsi perhitungan analisa
finansial, pinjaman diperoleh dari perusahaan modal ventura (PMV) yang bermitra dengan perusahaan pasangan usaha (PPU) didasarkan pada pola bagi hasil. Biaya produksi merupakan semua biaya yang berkaitan dengan kegiatan ULP2 kentang. Biaya produksi dibagi menjadi dua, yaitu (1) biaya investasi dan (2) biaya variabel (~*nriahlecost) yang secara langsung dan proporsional
dipengaruhi oleh volume kegiatan.
Analisis finansial digunakan untuk
mendapatkan gambaran tentang proyeksi rugi-laba dan perhitungan arus uang yang masuk dan keluar (ccr.di.flo~r~). Proveksi rugi-laba merupakan selisih antara hasil penjualan bersih dengan seluruh biaya selama periode waktu tertentu, pendapatan bersih selama umur investasi.
untuk memberikan gambaran
Perhitungan arus uang (cnsli flow)
dilakukan dengan menghitung selisih antara arus uang masuk dan arus uang keluar.
5.3.1. ULP2 Primer
Struktur biaya dan analisis finansial ULP2 primer kentang disajikan pada Lampiran 2. Untuk kapasitas produksi 15000 kg per bulan, harga bahan baku kentang Rp 2.500,-/kg, dengan asumsi bangunan yang digunakan adalah sewa, total biaya investasi yang digunakan untuk kegiatan ULP2 primer kentang adalah Rp 97.521.000,-. Jumlah modal sendiri (eq~tify)sebesar Rp 39.008.400,- (40 persen), dan pinjaman sebesar Rp 58.5 12.600,- (60 persen). Dengan asumsi susut dari proses ULP2 primer kentang sebesar 5 persen, kentang mutu AL (besar) 20 persen, kentang mutu AB (sedang) 60 persen, dan kentang mutu C (kecil) 20 persen, maka penerimaan yang diperoleh dari penjualan kentang sesuai grade-nya adalah sebesar Rp 45.3 15.000,-. Hasil perhitungan kelayakan finansial ULP2 primer kentang (Lampiran 2) diperoleh nilai NPV sebesar Rp 44.916.876,- (positif), IRR 36 persen (lebih besar
dari tingkat bunga), PBP 5,2 tahun (kurang dari umur proyek), dan net B/C 2,15 (lebih besar dari I). Nilai-nilai kriteria tersebut menunjukkan bahwa ULP2 primer kentang layak untuk dilaksanakan. Kapasitas produksi terkecil dari ULP2 primer kentang ini adalah sebesar 97.512 kg kentang per tahun, dengan titik impas Rp 302 287.640,-. Disamping analisis finansial juga dilakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas dilakukan untuk menanggulangi ha1 yang tidak terduga karena adanya berbagai perubahan input maupun hasil produksi. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap kenaikan harga bahan baku, dan penurunan harga jual.
Nilai kriteria
finansial untuk analisis sensitivitas disajikan pada Tabel 11 Tabel 1 1. Nilai kriteria finansial untuk analisis sensitivitas ULP2 primer kentang
I I
Skenario Harga Jual ( B. Baku Tetap Tctap Turun 1 % Turun 5?40
Nalk 5% Naik 6% Tetap Tetap
I
NPV (Rp)
I
4.667.703 -9.716.540 14.479.327 -2.236.226
/ 1
IRR (%I)
1
PBP (111)
1 20 13 26 17
1
BIC
8.9 > 10 7.1 > 10
I
Keterangan
1
I 1.12 0.76 1.37 0.39
1 1
Layak Tidak lavak La! ak Tidak layak
Dari Tabel 11 menunjukkan bahwa kenaikan harga bahan baku sampai dengan 5 persen masih layak, dan kenaikan sebesar 6 persen menyebabkan usaha menjadi tidak layak. Penurunan harga jual kentang sebesar 5 persen menyebabkan usaha menjadi tidak layak.
Berdasarkan analisa sensitivitas di atas, meskipun
kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual kentang sangat berpengaruh terhadap kelayakan usaha secara finansial (< 10 persen), namun resiko bisnis ULP2 primer kentang tidak terrnasuk dalam kategori tinggi. Hal ini disebabkan karena harga beli kentang sebagai bahan baku dan harga jual kentang sebagai produk ULP2 primer berhubungan paralel (kausal), yang berarti jika harga beli kentang mahal, harga jualnya pun akan mahal.
5.3.2. ULP2 Sekunder
Struktur biaya dan analisis finansial ULP2 sekunder keripik kentang disajikan pada Lampiran 3. Total biaya investasi yang digunakan untuk mendirikan industri kentang pedesaan adalah Rp 99.38 1.500,-. Jumlah modal sendiri (eq~rig) sebesar 40 persen yaitu Rp 39.752.600,- dan pinjaman sebesar 60 persen yaitu Rp 59,628,900,-. Kelayakan secara finansial agroindustri kentang di pedesaan dilihat dari nilai-nilai kriteria finansial. Dari hasil perhitungan, dengan asumsi harga bahan baku kentang Rp 3.000,-/kg merupakan harga gudang dari ULP2 primer atau harga harga kentang hasil panen dengan mutu AB, dan harga jual keripik kentang Rp 30.000,-/kg, kebutuhan bahan baku kentang mutu AB 8550 kg per bulan, dengan rendemen produk 18 persen, diperoleh nilai NPV sebesar Rp 84,299,534,(positif), IRR 26,7 persen (lebih besar dari tingkat bunga), PBP selama 3,35 tahun (kurang dari umur investasi), dan net B/C ratio 2,12 (lebih besar dari 1). Nilai-nilai kriteria tersebut menunjukkan bahwa agroindustri keripik kentang layak untuk dilaksanakan. Kapasitas produksi terkecil ULP2 keripik kentang ini sebesar 17722 kg keripik kentang per tahun. Disamping analisis finansial juga dilakukan analisis sensitivitas.
Analisis
sensitivitas dilakukan untuk mengetahui resiko bisnis usaha yang dilaksanakan. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap kenaikan harga bahan baku, bahan penunjang, dan penurunan harga jual.
Nilai kriteria finansial untuk analisis
sensitivitas disajikan pada Tabel 12 Tabel 12. Nilai kriteria finansial untuk analisis sensitivitas anroindustri kentann NPV (RP)
Skenario
1
B. Baku
Tetap Tetap Tetap Tetap Turun 5% Turun 6% (
Naik 8% Naik 9% Naik 10% Naik 1 1% Tetap Tetap
Harga Jual
1
I B. Penunjang Naik 8% Naik 9% Tetap Tetap Tetap 1 Tetap
1
1 1
4.066.068 -5.963.115 1.669.309 -6.593.714 13.604.786 -534.164 (
1
B/C
IRR
1,l 0,83 1,04 0,83 1.34 0,99
19,6 15,6 18,7 15,4 23,3 17,8
1 1
PBP (th)
1
1 1
Ket
Layak 9,2 > 10 Tidak layak Layak 9.7 > 10 Tidak layak 7,8 Layak > 10 ( ~ i d a k l a ~ a k l
1
1
Dari Tabel 12 menunjukkan bahwa kenaikan harga bahan baku dan bahan penunjang sampai dengan 8 persen masih layak. Jika tidak diikuti dengan kenaikan harga bahan penunjang, investasi layak untuk dilaksanakan pada harga kentang maksimum Rp 3300,- per kg atau naik sekitar 10 persen. Penurunan harga jual keripik sangat berpengaruh terhadap kelayakan finansial. Penurunan harga jual keripik kentang sebesar 6 persen menyebabkan investasi menjadi tidak layak. Proyek layak dilaksanakan dengan harga jual keripik minimal Rp 28.500,- per kg (turun 5 persen). Hal tersebut menunjukkan bahwa resiko bisnis usaha pengolahan keripik kentang terrnasuk kategori cukup, usaha masih layak pada perubahan harga sampai dengan 6- 10 persen.
5.3.3. Pembentukan Nilai tambah
Nilai tambah adalah perbedaan komposisi biaya antara nilai akhir dengan nilai awal setelah melalui suatu kegiatan proses.
Nilai Tambah = Nilai Akhir - (Nilai Awal + Biaya Produksi + Administrasi)
UI,P2 Primer Jika dibandingkan penerimaan petani, petani yang langsung menjual hasil produksinya tanpa melalui ULP-2 primer dengan asumsi kapasitas produksi 15 ton per bulan dan harga jual kentang Rp 2.500,- per kg, maka penerimaan petani dari penjualan kentang sebesar Rp 37.500.000,- per bulan. Jika melalui ULP-2 primer dan kentang dijual berdasarkan grade-nya dengan asumsi susut bobot sebesar 5%, kentang mutu AL 20%, mutu AB 60% dan mutu C 2096, maka penerimaan dari penjualan kentang sebesar Rp 45.3 15.000,- per bulan. Nilai tambah yang diperoleh dari ULP2 primer kentang sebesar Rp 4.680.000,- per bulan atau Rp 3 12,- per kg (Lampiran 2).
Dari analisis di atas menunjukkan bahwa pendapatan petani yang nielakukan proses ULP2 primer dan menjual kentangnya sesuai kelas mutu (grade) lebih besar dibandingkan dengan petani yang langsung menjual kentangnya dengan mutu campuran. Kentang mutu AL (besar) dapat dijual ke industri pengolahan pangan, kentang mutu AB untuk ke kota besar atau antar pulau, sedangkan kentang mutu C (kecil) biasanya untuk ke pasar tradisional.
Oleh karena itu
dengan proses pasca panen dalam wadah ULP2 primer kentang akan mampu menciptakan nilai tambah yang lebih besar untuk kesejahteraan bersama.
UIAP2 Sekunder Jika dibandingkan nilai tambah petani yang mengolah langsung dan ULP2 pengolahan yang hanya mengolah saja dalam agroindustri keripik kentang dengan asumsi harga jual keripik kentang Rp 30.000,- per kg. rendemen 18%, biaya produksi dan penyusutan alat Rp 4.438,- per kg bahan baku, maka nilai tambah yang diperoleh pengolah saja sebesar Rp 962,- per kg kentan%. Jika petani yang mengolah langsung, dengan asumsi biaya produksi dan penyusutan per hektar Rp 28.460.000,-, hasil produksi kentang per hektar 15 ton, harga jual kentang Rp 2.500,- per kg, maka nilai tambah dari usahatani Rp 603,per kg. Dengan asumsi yang sama seperti di atas, jika petani yang mengolah langsung menjadi keripik kentang, nilai tambah yang diperoleh menjadi Rp 3.359,per kg kentang. Dari analisis di atas menunjukkan bahwa pendapatan petani yang langsung mengolah lebih besar dibandingkan dengan petani yang hanya mengandalkan usahatani kentang saja; atau ULP2 sekunder saja. Lebih rinci perhitungan nilai tambah pengolahan keripik kentang disajikan pada Lampiran 4.
Tabel 13. Matriks analisa finansial dan nilai tambah usahatani dan ULP2 kentang Ki~pitsitas (kglbulan) Usaliatani
-
Kentang iasil palien
v
Kciitalig bcrsih ULP2 Priliier
ULP2 Seku~ider
1
15000
Umur Proyek
N PV
IRR
BIC
((YO)
PBP (tahun)
Keuntungan (Rplbulan)
Nilai Tambah (Rplkg)
2.260.000
151
3 12
1 musim tanam (90- 1 10 HST)
36.198.402
10 taliiui
44.916.376
36
2,15
5.2
3.069.054
10 tahun
84.299.534
26.7
2.12
3-35
3.761.275
1.46
14250
Kentaiig liasil grading
L : 2850 AB : 8550 C : 2850
~en&laliaii (Kentang iiii~tuAB)
8550
1539
Secara keseluruhan, analisa finansial ULP2 kentang disajikan dalam matrik seperti pada Tabel 1 3. Hasil panen dari usahatani kentang per hektar adalah 15 ton per masim tanarn. Keuntungan yang diperoleh petani per musim tanam sebesar Rp 9.040.000,- per hektar.
Jika panen dilakukan pada bulan keempat, maka
keuntungan per bulan adalah Rp 2.260.000,-. Dengan asumsi susut bobot sebesar 5%, maka kentang hasil pembersihan di ULP2 primer adalah 14250 kg. Kentang hasil grading mutu AL 20%, mutu AB 60% dan mutu C 20%, maka keuntungan bersih dari penjualan kentang sebesar Rp 3.069.054,- per bulan (Lampiran 5). Nilai tambah yang diperoleh dari ULP2 primer kentang sebesar Rp 3 12,- per kg. ULP2 sekunder pengolahan kentans menggunakan kentang mutu AB dari hasil grading di ULP2 primer, sehingga kapasitas produksi sebesar 8550 kg per bulan. Keuntungan bersih yang diperoleh dari pengolahan kentang menjadi keripik adalah Rp 3.761.275 per bulan (Lampiran 5). Nilai tambah yang diperoleh dari ULP2 primer kentang sebesar Rp 962,- per kg.
5.4. Identifikasi Faktor Eksternal dan lnternal Usaha kecil dan menengah berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis. Upaya untuk mengembangkan jenis usaha tertentu tidak banyak berarti apabila tidak mempertimbangkan lingkungan persaingan dan konteks pembangunan ekonomi yang lebih luas.
Hal ini dikarenakan lingkungan yang
membentuk aturan main bagi usaha dan mempengaruhi cara beroperasi perusahaan dan pasar. Keberlanjutan usaha tergantung pada konteks pasar, dalam ha1 input produksi, penjualan, pelanggan (konsumen) dan informasi.
Lingkungan dapat
mempengaruhi pasar secara positif maupun negatif. Keberpihakan prioritas pembangunan masyarakat pedesaan menjadi dasar pada pengembangan ekonomi berbasis di pedesaan.
Salah satu alternatif
pengembangan, sebagai implementasinya adalah pengembangan agroindustri kentang di wilayah Pangalengan, Kabupaten Bandung. Pengembangan agroindustri pedesaan dengan berbagai kendala dan peluang yang bersifat spesifik membutuhkan suatu konsep stretegis. Kajian terhadap faktor eksternal dan internal diperlukan untuk mengidentifikasi kekuatanlkelemahan dan peluangkendala pengembangan.
Hasil identifikasi digunakan sebagai masukan
untuk merumuskan strategi pengembangan agroindustri kentang di wilayah Pangalengan.
5.4.1. Analisis Eksternal
Analisis faktor eksternal mencakup faktor di luar industri yang berpengaruh dalam pengembangan agroindustri berbasis kentang dan pada umumnya mempunyai sifat sukar dikendalikan dengan baik oleh pengusaha. Tingkat daya tarik
dalam pengembangan industri berdasarkan analisis eksternal dapat
diklasifikasikan ke dalam empat paramater, yaitu (1) pasar, (2) persaingan, (3) ekonomi dan pemerintahan, dan (4) sosial dan kelembagaan (Kotler, 1997).
~ n a l i s i sfaktor pasar mencakup ukuran pasar, pertumbuhan pasar, sensitifitas
harga, dan margin keuntungan. Analisis faktor persaingan mencakup intensitas persaingan, ancaman produk substitusi, ancaman pendatang baru, dan peluang memasuki pasar baru. Analisis faktor ekonomi dan pemerintah mencakup tingkat suku bunga pinjaman, dukungan pemerintah, serta regulasi dan birokrasi. Sedangkan analisis faktor sosial dan kelembagaan mencakup isu lingkungan dan organisasilkelembagaan. Urutan kepentingan faktor eksternal berdasarkan hasil pengisian kuesioner dapat dilihat pada Tabel 14 Tabel 14. Tingkat daya tarik pengembangan agroindustri kentang di Pangalengan berdasarkan analisis faktor eksternal Parameter Bobot Skor No Rating I Faktor Pasar 0,08 3 0,16 Daya beli masyarakat 0,07 3 Ukuran pasar yang ada 07:' 0,06 2 0,12 Pertumbuhan pasar
1
1 1
I
l~engaruhfluktuasi harga bahan baku lnformasi pasar I1 Faktor Persaingan Ilntensitas persaingan
1
b c a m a n produk substitusi Peluang memasuki pasar baru I11 Faktor Ekonomi dan Kebijaksanaan Pemerintah l~ingkatsuku bunga pinjaman bukungan pemerintah 1V Faktor Sosial dan Kelembagaan Peran Koperasi Fungsi bankllembaga keuangan Kemit raan Pembinaan dari swasta dan pemerintah JUMLAH
1
I
1
1
(404 0,07 0,07 0,08 0,07
I
1
1 1
1
2 3 3 3 3
I
0,07 0,09 0,06 0,07 0,09 0,08 1,00
2 3
2 2 3 3
1
1 1
i
0,08 0,2 1 0;21 0,24 0.2 1
0.14
0227 0,12 0,14 0,27 0,24 2,70
I
1
I/ 1
1
I
5.4.2. Analisis Internal
Kotler (1997) mengklasifikasikan tingkat kekuatan industri berdasarkan analisis internal ke dalam empat parameter, yaitu (1) produksi, (2) pemasaran, (3) penelitian dan pengembangan, dan (4) manajemen. Urutan kepentingan faktor
internal dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Tingkat kekuatan agroindustri kentang di Pangalengan berdasarkan analisis faktor internal Rating Skor Bobot No Parameter I Produksi 2 0,06 0,12 Proses pengendalian mutu 2 0.12 Kualitas produk olahan 0,06 2 0,08 0,16 Sumber daya manusia di industri 2 0,05 0,lO Kapasitas industri 3 0,06 0,18 Diversifikasi produk 3 0,08 0,24 Kontinuitas pasokan bahan baku 11 Petnasaran 2 0,05 0,lO Jaringan distribusi 2 0,04 0,08 Transportasi dan penyimpanan 0,07 3 0,2 1 Citra produk olahan di pasar 2 0,06 0,12 Sumber daya manusia di pemasaran 1 Efektifitas promosi 0,07 0,07 0,06 3 Kekhasan produk 0,18 I11 Penelitian dan Pengembangan 0,08 1 0,08 &set pasar 2 0,07 0,14 Teknologi pengolahan dan penunjang IV Manajemen Industri 0,07 2 Kemampuan manajemen 0,14 0,04 2 Sistem perencanaan dan pengendalian 0,08 .JUMLAH 1,OO 2,12
Berdasarkan matrik internal-eksternal dengan nilai total skor analisis faktor eksternal 2,70 dan total skor faktor internal 2,12, strategi yang sesuai bagi pengembangan agroindustri kentang di Pangalengan adalah strategi pertumbuhan, konsentrasi melalui intergrasi horizontal atau stabilitas. Strategi integrasi horizontal merupakan salah satu strategi pertumbuhan, yaitu dengan cara memperluas
kegiatan lini produk atau membangun di lokasi lain yang tujuannya adalah untuk meningkatkan jenis produk. Pengembangan ~nelaluiintergrasi horizontal ini dapat memperluas pasar, fasilitas produksi maupun teknologi, melalui pengembangan internal rnaupun eksternal melalui akuisisi atau join venture dengan industri lain yang sama. Artinya, pengembangan didesain untuk mencapai pertumbuhan, baik dalarn penjualan, asset, keuntungan (profit) atau kombinasi ketiganya. Hal ini dapat dicapai dengan cara mengembangkan produk baru, memperbaiki kualitas produk, atau meningkatkan akses ke pasar yang lebih luas. Potensi pengembangan ULP2 sekunder pengolahan kentang sesungguhnya sangat besar.
Namun demikian, dalam upaya pengembangannya, di lapangan
mengalami beberapa kendala dan hambatan.
Secara umum kondisi ULP2
pengolahan kentang dengan menggunakan sistematika analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 16, dengan demikian dapat disusun strategi pengembangannya. Untuk memperkuat dan menumbuhkembangkan usaha pengolahan kentang, terutama pemasaran, kesadaran dan perhatian produsen merupakan syarat mutlak. Pembangunan kesadaran atas mutu merupakan upaya pendidikan yang perlu dilakukan secara berkesinambungan dan terstruktur dalam jangka panjang. Salah satu aspek mutu yang penting adalah berhubungan dengan penguasaan teknologi, praktek good matnrfnctrrri~rgpracticesdan adanya suatu jalinan kepercayaan antar pelaku.
Upaya menumbuhkan kesadaran mutu ini antara lain melalui kegiatan
pelatihan.
Peranan pelatihan menjadi sangat penting lagi mengingat bahwa
pendidikan rata-rata pelaku usaha pengolahan kentang masih rendah. Dukungan pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya mengenai usaha kecil menengah merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan agroindustri di wilayah perdesaan. Adanya dukungan dari pemerintah dan tuntutan dari masyarakat untuk membangun sistem ekonomi lokal yang akan memperkokoh dan memperkuat usaha kecil merupakan peluang untuk menumbuhkembangkan usaha kecil di perdesaan menjadi kekuatan utama dalam sistem dan struktur perekonomian masyarakat .
Persaingan yang semakin ketat antar usaha kecil maupun antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar. baik dalam mutu produk, harga, produk substitusi, modal, kemampuan alih teknologi, dan pemasaran, merupakan ancaman dalam pengembangan agroindustri kecil di pedesaan. Fluktuasi harga bahan baku, tingginya tingkat suku bunga pinjaman dan kurangnya akses usaha kecil terhadap bank atau lembaga keuangan formal karena rumitnya persyarata~dadministrasi merupakan
ancaman lain upaya
pengembangan
agroindustri kentang di
Pangalengan. Oleh karenanya peluang yang ada hams dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kendala dan menjadikan usaha kecil yang tangguh dan mandiri dengan peningkatan
kemampuan
dan
keterampilan
sumberdaya
manusia
melalui
pengalaman dan pembinaan, mampu bermitra dengan instansi terkait atau dengan usaha lainnya
Tabel 16, Analisis Sistem Bisnis dalam Pengembangan Agroindustri Keripik Kentang di Pangalengan berdasarkan SWOT Bahan Baku Kekuatan
- Kentang merupakan komoditi andalan di Wilayah Pangalengan
Kelemahan
- Kualitas lgrade kentang yang digunakan belum seragam
Peluang
- Produksi kentang cukup banyak dan
-
dekat dengan pengolah Adanya program pengembangan komoditas kentang yang akan meningkatkan penyediaan bahan baku
Permodalan Pengolahan - Sarana produksi sederhana Teknologi yang dipergunakan dengan investasi dan biaya sederhana dan tersedia, tidak operasional tidak terlalu tinggi memerlukan tenaga kerja yang berpendidikan tinggi - Sudah mencoba melakukan diversifikasi produk - Keterampilan dan teknologi pengolahan sudah dikuasai - SDM memiliki semangat untuk berkembang - Sudah ada usaha kecil yang mendapatkan pembinaan - Belum mampu menghasilkan kualitas - Kurang akses terhadap bantuan permodalan (kredit) dari produk yang standar - Akses terbatas pada teknologi yang lembaga pembiayaan usaha (formal) tersedia - Terbatasnya modal usaha, - Desain kemasan kurang menarik kurangnya kesempatan alih - Teknik pengeringan tergantung teknologi matahari
-
-
Adanya dukungan teknologi pengolahan (kerjasama dinaslinstansi terkait, badan litbang dll)
- Adanya program pemerintah yang memberikan dukungan dalam bentuk permodalan, teknologi, pembinaanpelatihan, dsb
Pemasaran - Sudah terjalin hubungan dengan pasar lokal - Keripik kentang sudah dikenal masyarakat
- Terbatasnya pemasaran sehingga -
kapasitas produksi belum dapat digunakan penuh Pemasaran terbatas pada pasar lokal, kurang informasi dan akses untuk ekspansi pasar Pemasaran ke luar wilayah masih dalam volume kecil Promosi masih kurang Pasar regional cukup terbuka Pengembangan Pangalengan sebagai kota pariwisata
'abel 16 LI Ancaman
Strategi
--
-
Bahan Baku Terjadi persaingan bahan baku dengan pasar produk segar Fluktuasi harga bahan baku
Pengolahan Kualitas hasil produksi tergantung cuaca
Menjalin kerjasama dengan petani sebagai penyedia bahan baku Melakukan sortasi bahan baku Bantuan modal dan sarana produksi bagi petani kentang
Menghasilkan produk alternatif (diversifikasi produk) Meningkatkan pengetahuan tentang pengolahan pangan Memperbaiki kualitas sesuai dengan permintaan Mendapatkan perizinan yang diperlukan, seperti Depkes, MD, izin usaha Menjalin kerjasama dengan balai penelitian, perguruan tinggi dan dinas terkait Membentuk kelompok usaha untuk mendorong pengembangan usaha Mengusahakan pernilikan peralatan pengolahan secara berkelompok Manfaatkan teknologi pengeringan yang memadai Bantuan dalam pemilihan dan pengadaan peralatan lkut serta dalam pelatihan di bidang keterampilan teknis dan manajerial
Permodalan Pemasaran Pembayaran oleh pembeli partai - Sistem konsinyasi besar sering tertunda - Persaingan dengan usaha besar Tingkat bunga pinjaman tinggi - Persaingan dengan makanan kecil sejenis - Selera konsumen cepat berubah - Pemberlakuan pasar bebas - Mengikuti pameran dan melakukan Menyisihkan sebagian promosi produk ke pasar swalayan keuntungan untuk pembentukan - Menjajagi pasar baru dan jenis modal Pemanfaatan modal yang ada permintannya secara tepat guna - Melakukan kontrak harga dan Usahakan kredibilitas lembaga sistem pembayaran keuangan serta pelajari prosedur - Dukungan promosi dan pemasaran memperoleh pinjaman untuk pasar kelas rnenengah dan Mernperbaiki sistem pembukuan atas dan administrasi - Memberikan kesempatan untuk Menyediakan informasi tentang mengikuti berbagai pameran jenis dukungan pemerintah yang - Melakukan kerjasama dengan ada pengolah sejenis untuk mengurangi biaya pemasaran dan memperkuat posisi tawar - Melaksanakan temu bisnis antara penghasil bahan baku, pengolah, pedaganglswalayan, dinas terkait, penyandang dana agar terbentuk kemitraan
5.5. Analisis Hirarki Pengembangan
Pengembangan sistem agroindustri kentang menghadapi perrnasalahan yang kompleks, dinamis dan probabilistik sehingga diperlukan perumusan kebijakan dari pihak-pihak yang terkait melalui pendekatan sistem dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang terkait (holistic), berorientasi pada tujuan (cybert~etic)dan lebih mengutamakan hasil yang dapat diaplikasikan (effectivet~ess). Pengembangan agroindustri kentang di wilayah pedesaan dengan skala usaha kecil dan menengah ini sejalan dengan program pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan, melalui peningkatan nilai tambah, pemberdayaan pengusaha kecil menengah dan koperasi, penguasaan teknologi, sumberdaya manusia yang terampil, dukungan modal dan informasi. Untuk memecahkan masalah yang komplek dan bersifat spesifik wilayah dalam pengembangan agroindustri pedesaan berbasis kentang di wilayah Pangalengan menggunakan pendekatan sistem dengan memanfaatkan teori hirarki yang dikembangkan oleh Saaty (1993).
Dengan teori hirarki, masalah yang
komplek dipecahkan dalam elemen-elemen pokok, kemudian disusun dalam suatu hirarki dan dianalisa secara berjenjang. Penyusunan hirarki pengembangan agroindustri kentang di wilayah Pangalengan menggunakan elemen-elemen pokok yang disesuaikan dengan keadaan wilayah Pangalengan melalui kajian lapang dan masukan dari berbagai pihak yang terkaitlterlibat dalam pengembangan agroindustri. Pihak terkait dan juga sebagai responden adalah Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Bandung, Dinas Perindustrian Kabupaten Bandung, Dinas Koperasi dan PPK Kabupaten Bandung, juga melibatkan pengusaha kecil dan calon wirausaha baru.
Hirarki pengembangan agroindustri kentang di wilayah Pangalengan dan bobot prioritas masing-masing elemen pada setiap jenjang disajikan pada Gambar 7. Penyusunan hirarki pengembangan agroindustri ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai kriteria yang berkaitan dengan tujuan utama (t4ltimate goal).
Sasaran utama yang ingin dicapai adalah pengembangan agroindustri
kentang di wilayah Pangalengan.
Sasaran utama ini sejalan dengan program
Pemerintah Daerah Jawa Barat dalam pengembangan agroindustri pang terdapat pada Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pernberdayaan PKM TA 199912000 yaitu (i) memperkuat produktifitas pengusaha kecil dibidang industri berbasis pertanian, terutama pengembangan bahan pangan untuk menunjang perekonomian pedesaan dengan memanfaatkan potensi daerah dan (ii) rneningkatkan usaha kecil melalui pendekatan kondisi dan potensi usaha komoditi di daerah setempat. Pengembangan agroindustri kentang terutama skala kecil dan menengah di pedesaan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan nilai tambah dan sekaligus meningkatkan lapangan kerja di pedesaan. Mengingat fiingsinya yang strategis dalam pengembangan ekonomi masyarakat di daerah, maka perlu diwujudkan sistem agroindustri pedesaan yang mengakar pada sumberdaya lokal. Untuk itu diperlukan usaha dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang tersedia dengan menerapkan teknologi tepat guna dan sasaran untuk menghasilkan produk sesuai permintaan konsumen, didukung oleh pihak-pihak yang terkait dalam pembinaan dan penyuluhan agar usaha yang dilakukan kompetitif dan berdaya saing; serta memberikan bantuan modal agar usaha berkembang, pendapatan meningkat dan kualitas kehidupan yang layak, terutama pihak yang terkait dalam kelembagaan usaha lepas panen pedesaan dan usaha pengolahan di pedesaan.
Sasaran Utama
Pcngc~nbnnganAgroindustri Kccil Pcdcsaan
~
i
Faktor
Aktor
+ 1'et:lni
+
Pcng~sall:l Kecil
0.240
0,226
+
-
Kopcr:lsl
I .cnllx~pa Pcnib~n!nan
0.165
0.191
+
Inst:rns~ Pemblna 0,178
1
Tujuan Memperluns
I'cnpwibangan
Pendapatnn
Alternatif
. ~
Pcnycbarl~~:~san I'cluanp dan
C
Pembinaan Melalu~ Pola Kemitraan Usalla
I'cmb~naan Kclompok Ilsahn Rcrsnmn
0.121
0.311
Mcninpk:ttkan 1lnya Sning I'roduk
I'cmhinan~~Scntr,~ Industr~ 0.255
Gambar 7. Hisarki Pengembangan Agroindustri Pedesaan
I
Dalam proses produksi agroindustri, ketersediaan bahan baku merupakan faktor penting. Di wilayah Pangalengan, khusus potensi dari sektor pertanian cenderung mendominasi.
Sebagai salah satu sentra produksi kentang di Jawa
Barat, memberikan peluang bagi Pangalengan sebagai wilayah pengembangan agroindustri kentang.
Hal tersebut sejalan dengan arah kebijaksanaan dalam
pembangunan daerah Kabupaten Bandung dengan mendekatkan industri ke wilayah produksi primer di pedesaan untuk dapat mewujudkan pengembangan masyarakat ekonomi di daerah melalui peningkatan pendapatan dan kesejahteraan, memperluas peluang berusaha dan peningkatan daya saing produk dengan modernisasi usaha agribisnis dan agroindustri. Pengembangan agroindustri kentang hanya dapat dilaksanakan dengan keterlibatan aktif berbagai pihak, antara lain petani, agroindustri, koperasi, lembaga pembiayaan usaha, dan instansi pembina (sektor pertanian,
perindustrian
perdagangan, koperasi dan usaha kecil menengah). Setiap pihak mempunyai peran yang unik dan saling mendukung secara sinergis sehingga keberadaannya sangat menentukan keberhasilan upaya pengembangan agroindustri kecil. Petani sebagai komponen utama dari sistem pengembangan agroindustri hams dapat menghasilkan kentang dengan kualitas sesuai permintaan dalam jumlah dan waktu yang tepat. Agar dapat menjamin keberhasilan yang berkelanjutan, produksi hams dilakukan secara efisien dengan teknologi yang memadai. Seyogyanya petani terhimpun dalam kelompok tani sehingga pembinaan, pengadaan sarana produksi dn penyaluran produksi dapat dilakukan dalam skala yang wajar dan efisien. Sebagai upaya dalam menyeimbangkan posisi petani dengan mitra bisnisnya, kelompok tani dapat bergabung dengan kelompok tani lainnya sehingga mempunyai posisi tawar yang kuat. Beberapa kelompok tani dapat mendirikan suatu kelompok usaha bersama, bias dalam bentuk koperasi, sebagai penvakilan bisnis petani.
Kelompok usaha bersama ini berperan aktif dalam memberikan
informasi dan menyampaikan permasalahan kepada pemerintah atau instani pembina untuk mendapatkan tanggapan.
Instansi yang mempunyai kaitan dengan pengembangan agroindustri perlu berperan aktif, sesuai dengan lingkup tujuan masing-masing, seperti memberikan penyuluhan, bimbingan dan dukungan teknis yang mendorong pengembangan. Layanan ini dapat berupa tanggapan terhadap kebutuhan dan permasalahan yang berkembang di lapangan. Jika memungkinkan, instansi pembina dapat memberikan rekomendasi pembiayaan usaha untuk petanilkelompok tani dan usaha kecil kepada lembaga pembiayaan usaha. Keterbatasan akses usaha kecil terhadap sumberdaya pengembangan (teknologi, permodalan, informasi dan pasar) menjadi faktor penghambat pengembangan usaha. Pengembangan agroindustri dilaksanakan antara lain melaluj pola kemitraan usaha dengan prinsip saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling memperkuat, pembinaan kelompok usaha bersama dan pembinaan sentra industri. Hasil analisis dengan teknik komparasi berpasangan analisis hirarki proses
(AHP)memberikan informasi derajat kepentingan masing-masing elemen. Pada dasarnya setiap elemen yang diidentifikasi mempunyai
peranan, sehingga
pengabaian salah satu elemen akan berpengaruh terhadap kajian sasaran utama (~rltiniategoal). Dari hirarki pengembangan agroindustri pedesaan, seperti yang disajikan pada Gambar 7, menunjukkan bahwa ada tujuh faktor
yang merupakan
sumberdaya yang diperlukan dalam pengembangan agroindustri.
Berdasarkan
bobot atau prioritas faktor tersebut berturut-turut adalah ( I ) potensi bahan baku yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan industri, (2) ketersediaan sumberdaya manusia yang terlibat
dalam pengolahadpengembangan usaha pedesaann,
(3) peluang dan potensi pemasaran produk, (4) akses permodalan yang
diperuntukkan bagi usaha kecil dan menengah di pedesaan, (5) ketersediaan dan penyebaran teknologi, inovasi dan diseminasi, yang mendukung produktifitas usaha dan kesesuaian mutu, (6) sarana dan prasarana yang mendukung bagi pengembangan usaha, termasuk alat dan mesin pertanian dan agroindustri, dan
(7) dukungan kebijakan pemerintah dalam pengembangan usaha kecil dan
menengah, terutama agroindustri di wilayah pedesaan. Aktor yang berperan dalam kegiatan pengembangan agroindustri kentang di pedesaan berdasarkan bobot AHP berturut-turut (1) petani yang berperan dalam penyediaan bahan baku, (2) pengusaha agroindustri kentang di pedesaan, (3) lembaga pembiayaan usaha, (4) instansi pembina, (5) koperasi. Masing-masing aktor mempunyai kebutuhan dan tujuan sesuai dengan peran yang dimilikinya. Secara garis besar tujuan pengembangan agroindustri pedesaan dirumuskan menjadi lima tujuan, dengan persentase bobot AHF secara berurut diharapkan dapat (1) meningkatkan daya saing produk (28,3 persen), (2) meningkatkan pendapatan, terutama pihak yang terlibat dalam usaha pengolahan kentang (25,6 persen), (3) terbukanya kesempatan usaha bagi masyarakat di daerah, dan (4) tenvujudnya pengembangan ekonomi daerah.
Dengan berbagai upaya pemenuhan kebutuhan aktor dan pemanfaatan sumberdaya (faktor), maka alternatif strategi yang dapat dilakukan agar tujuan pengembangan agroindustri kentang di pedesaan dapat tercapai adalah dengan (1) pembinaan melalui kemitraan usaha (42,l persen), (2) pembinaan kelompok usaha bersama (32,4 persen), dan (3) pembinaan sentra industri (25,5 persen).
5.6. Pembinaan
Dari hasil survey, di daerah Pangalengan terdapat salah satu usaha pengolahan kentang yang cukup terkenal.
Di Desa Babakan Cianjur terdapat
sebuah industri kecil bernama BBC (singkatan dari Babakan Cianjur) yang mernproduksi keripik dan dodo1 dengan bahan baku kentang. Walaupun beberapa kali telah mendapatkan bantuan peralatan dan pelatihan produksi, hasil kejasama GTZ dengan Departemen Pertanian dalam Proyek Pengembangan Agroindustri dan
Agribisnis Skala Kecil Di Wilayah Bandung dan Sukabumi, namun pemilik usaha ini masih melakukan proses produksinya secara tradisional.
Seperti telah
diungkapkan sebelumnya, bantuan peralatan yang diterima tidak tepat sasaran,
karena tidak melihat kesesuaian dengan karakteristik bahan baku dan kondisi pedesaan. Di Pangalengan, produk olahan kentang (terutama produksi BBC) c u k ~ p dikenal oleh para wisatawan sehingga sering didatangi oleh rombongan turis lokal untuk membeli oleh-oleh produk khas Pangalengan. Dari sisi pemasaran, produk olahan berbasis kentang ini baru mampu menembus pasar lokal di Pangalengan atau ke daerah Bandung dan Jakarta. Jangkauan pemasaran yang masih terbatas ini disebabkan antara lain karena masih rendahnya mutu produk yang dihasilkan sehingga masih kalah bersaing di pasaran dengan produk sejenis dan kapasitas produksi yang digunakan belum penuh sehingga menyebabkan tingginya biaya distribusi dan pemasaran. Namun demikian, produk olahan kentang ini masih memiliki peluang untuk dikembangkan mengingat ketersediaan bahan baku yang melimpah dan dekat dengan sumber bahan baku. Dari gambaran di atas, usaha pengolahan kentang yang sudah ada di Pangalengan perlu dilakukan pembinaan untuk keberlanjutan usaha dan peningkatan daya saing.
Pembinaan dapat dilakukan dengan
memberikan bimbingan usaha dan mendayagunakan sarana-sarana pembinaan yang ada. Bimbingan usaha dilakukan pada aspek-aspek yang sering menjadi kendala. Adanya keterpaduan dalam sistem pembinaan, seperti permodalan, teknologi, bentuk usaha bersama dan pemasaran, diharapkan tejadi sinergi antara materi pembinaan dengan kebutuhan riil. Peningkatan pembinaan SDM dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta instansi terkait dalam menyampaikan pesan pembangunan pada kegiatan agroindustri. Pihak pelaksana atau penyelenggara pelatihan terdiri dari lembaga pemerintah, lembaga swasta dan LSM. Masing- masing lembaga memperlihatkan dinamikanya sendiri dalam menyelenggarakan pelatihan.
Instansi yang terkait
dengan kegiatan agroindustri kentang adalah Dinas/Depatemen Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dan lembaga keuangan.
Pelatihan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah lebih ditujukan
untuk kepentingan pelaksanaan program departemen itu sendiri daripada secara
sungguh-sungguh mencoba mengartikulasikan kebutuhan setiap kelompok sasaran pelatihan. Selama ini peran instansi pembina dalam memberikan penyuluhan lebih bersifat pemberi informasi dan belum banyak menyentuh substansi yang dibutuhkan.
Sedangkan bagi pengusaha agroindustri kentang mengharapkan
perannya ditingkatkan ke aksi langsung pada pernlasalahan aktual dengan petnecahan masalah yang berpihak pada pengembangan UKM. Lembaga swasta memberikan pelatihan lebih profesional. Jenis pelatihan yang diberikan lebih memperhitungkan permintaan pasar SDM dan mandiri secara finansial. Pelatihan yang diberikan oleh LSM berbentuk paket-paket pelatihan dalam rangka penguatan basis sosial ekonomi kelompok sasaran. Pelatihan ini berpotensi besar mendorong perkembangan kelompok masyarakat , akan tetapi efektivitas dari pelatihannya sendiri sering terganggu oleh kapasitas tenaga pelatih yang tidak memadai dan orientasi kegiatan yang bertujuan majemuk.
Hampir
semua pelatihan yang ditawarkan lembaga (pemerintah, swasta, LSM) seringkali mengalami distorsi dalam pelaksanaannya sehingga efisiensi dan efektivitas pelatihan seringkali tidak tercapai. Agar usaha agroindustri kentang mampu berkembang dan bersaing, maka peran instansi dalam memberikan penyuluhan hams diwujudkan secara nyata dengan melengkapi kelembagaan tersebut dengan SDM
yang terampil,
menyediakan fasilitas percontohan dan memberikan pelatihan agar mempunyai kemampuan untuk memberikan produk yang berdaya saing. Disamping itu, perlu koordinasi instansi terkait secara terpadu sehingga diperoleh hasil dan pemecahan permasalahan yang efektif Peningkatan kualitas $DM melalui pelatihan sudah dikembangkan secara ekstensif. Di sektor pertanian, kegiatan penyuluhan mempunyai dampak cukup luas dan positif
Akan tetapi manfaat dari program-program pelatihan bagi
pengembangan usaha kecil secara keseluruhan masih sangat terbatas.
Pada
umumnya keberhasilan yang ada bersumber pada potensi individual, sementara dampak secara makro belum terasa.
Sarana pembinaan yang disediakan dimaksudkan untuk mendukung upaya pembinaan yang diutamakan untuk mengatasi kelemahan dan kendala-kendala yang sering dihadapi.
Sejalan dengan program pembinaan tersebut, BAPPENAS
bekerjasama dengan GTZ melalui Proyek Pemberdayaan UKM ($ME Promotioi? 1'1.oject) mengajukan sebuah konsep Lembaga Pelayanan Bisnis (B~~sitless I)el~e/opmetrtSenjices /BDS), seperti pada Gambar 8. Pelayanan (senjices) sangat
diperlukan dalam menumbuhkembangkan UKM. Berbagai permasalahan yang dihadapi UKM menyebabkan usaha ini tidak berkembang secara optimal. Dalam kerangka inilah, perlu diupayakan adanya fbngsi pelayanan yang mampu mendorong UKM sehingga dapat tumbuh dan berkembang berdasarkan prinsipprinsip ekonomi dan bisnis. Pasar
73Produk
J a ~ g a peinasok n balun baku, konlponen, j asa Infrastruktur ekonomi
Gambar 8. Konsepsi Model BDS
Sebagai sebuah model, BDS mengemban banyak harapan yang dibangun dari fakta nyata UKM di Indonesia yang mengisyaratkan bahwa hanya sebagian kecil yang mempunyai kemampuan untuk mengelola dan mengembangkan usaha secara mandiri. Selebihnya mempunyai banyak keterbatasan sehingga memerlukan bantuan untuk melaksanakan secara konsisten rencana bisnis, memperkuat jalur
pemasaran, mengembangkan pasar baru, memperbaiki teknologi proses dan mutu produk, serta meningkatkan keterampilan dan daya kerja. Pelayanan yang diberikan meliputi berbagai aspek jasa konsultasi, finansial, teknis, pemasaran serta pendidikan dan latihan. Bantuan layanan ini diarahkan untuk memacu pengembangan usaha skala mikro, kecil dan menengah, dengan memberikan beberapa pelayanan, diantaranya : ( 1 ) Memberikan pelayanan informasi antara lain : pasar, pembiayaan/permodalan,
peluang usaha, jaringan usaha, teknologi, pelatihan, kebijakan pemerintah, dan lain sebagainya. (2) Memberikan pelayanan usaha, antara lain : (a) penyusunan b~csi~ress plan dan
studi kelayakan, (b) membantu promosi dagang, pemasaran, perluasan jaringan pemasaran, temu usaha, perbaikan desain dan kemasan, dan sebagainya, (c) penerapan teknologi tepat guna, (d) pelayanan di bidang perdagangan melalui I.,'-C'on~nterce,(e) pelayanan di bidang perijinan. (3) Pelayanan pendampingan
(4) Pelayanan pendidikan dan pelatihan
Pengembangan ekonomi pedesaan hams sebesar-besamya melibatkan masyarakat. Proses pembangunan pertanian mengikuti arah pendekatan agribisnis dan agroindustri yang berorientasi pada pasar.
Dalam kondisi keterbatasan
sumberdaya (keterampilan, permodalan, teknologi dan informasi) yang dimiliki petani dan pengusaha kecil, penguatan kelembagaan menjadi sangat perlu untuk meningkatkan kapasitas guna mengakses berbagai sumberdaya tersebut. Industrialisasi pedesaan sebagai satu kesatuan dengan upaya pembangunan sektor pertanian dan industri hams dapat diarahkan pada pemberdayaan masyarakat sebagai wujud pengembangan
ekonomi masyarakat pedesaan.
Keberhasilan pengembangan industri pedesaan, sejalan dengan berkembangnya kegiatan sektor pertanian (on farm) dan agroindustri (off farm) melalui proses pengolahan dan kegiatan jasa distribusi dan
pemasaran, perlu didukung oleh
sumberdaya manusia dan kelembagaan ekonomi untuk memberikan manfaat
semaksimal mungkin kepada masyarakat pedesaan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya secara produktif.
5.6.1. Kemitraan
Meskipun peran usaha kecil dan menengah sangat besar, namun daya saing produk yang dihasilkan masih lemah.
Hal ini disebabkan karena dalam
pengembangan usaha kecil selalu dihadapkan pada banyak kendala.
Peran
kemitraan melalui mekanisme kerjasama yang saling menguntungkan (win-win solrrfion)dapat membantu menghadapi permasalahan.
Lembaga
Sumberdaya
Informasi
(LSI)
IPB
bekejasama
dengan
Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah (1995) telah merancang suatu model pola kemitraan agribisnis yang melibatkan banyak lembaga terkait, selanjutnya dikenal dengan kemitraan partisipatif.
Pada garis besarnya ada dua
kelompok yang berperan pada pola kemitraan tersebut, (i) semua pelaku bisnis (petani dengan kelompok organisasinya/kelompok tani, pengolah dan mitra usaha sebagai penghela dan pendorong untuk berkembang sampai akses pasar) dan (ii) lembaga paralel. Lembaga paralel ini dapat terdiri dari pemerintah, LSM, dan Yayasan yang fungsinya sebagai katalisator, dinamisator dan mediator. Jika hngsihngsi ini tidak diperlukan lagi, maka lembaga ini keluar, sehingga jalur agribisnis efisien. Kemitraan partisipatif dapat dipandang sebagai salah satu bentuk kerjasama usahahisnis yang memperhatikan berbagai aspek penting dan mendasar untuk mencapai tujuan para pelakunya. Pola seperti ini diperlukan untuk meningkatkan produktifitas (efisiensi dan efektifitas) dan hubungan bisnis yang didukung oleh akses terhadap pasar, permodalan dan teknologi, serta peningkatan kemampuan sumberdaya manusia untuk menjalankan organisasi dan manajemen. Pola kemitraan partisipatif telah dikembangkan dan diterapkan dalam beberapa kasus kegiatan oleh BIC-Indonesia (Bzrsiness Innovatiotl Center o f
I~iu'onesia). Pangalengan merupakan salah satu lokasi aplikasi pola kemitraan
partisipatif dalam pengembangan agribisnis dan agroindustri kentang. Dalam operasionalisasinya, kejasama ini dituangkan dalam bentuk hak dan kewajiban setiap pelaku yang terkait, yaitu 1) petani yang tergabung dalam kelompok tani untuk pengadaan bahan baku sesuai kesepakatan, 2) mitra usaha, perusahaan pengolahan yang menampung dan mengolah produk dari kelompok tani, 3) lembaga pembiayaan untuk pengembangan usaha, dapat berasal dari pinjaman komersil atau pinjaman berbantuan melalui lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan alternatif, dan 6) lembaga pembina infornlasi dan teknologi, dari berbagai instansi pemerintah, swasta yayasan, dan perguruan tinggi. Masing-masing pelaku dalam kerjasama ini mempunyai hngsi yang berbeda. Petani berkewajiban menanam jenis dan varietas kentang yang disepakati, menjual hasil produksi ke mitra usaha, membayar cicilan pinjaman dikoordinir oleh ketua kelompok. Petani berhak mendapat harga jual harga jual yang wajar, mendapatkan kredit lunak untuk pengadaan sarana produksi, mendapatkan bimbingan teknis dan manajemen usaha. Mitra usaha berkewajiban membeli bahan baku dari kelompok tani binaan dalam jumlah dan kualitas yang disepakati dengan harga wajar, bersedia mengkoordinir pembayaran kembali pinjaman lunak melalui pelnotongan penjualan produk, memnberikan bimbingan teknis dan manajemen usaha. Mitra usaha berhak mendapatkan hasil produksi dengan jumlah dan mutu sesuai kesepakatan. Penyandang dana berkewajiban membina unsur finansial kepada kelompok tani dengan memberikan pinjaman lunak dan berhak mendapatkan pembayaran kembali pinjaman dan memonitor perkembangan kegiatan. Pembina teknologi dan informasi berkewajiban memberikan konsultasi teknis dalam meningkatkan efisiensi produksi dan manajemen. Penetapan mitra usaha dilakukan melalui tahap kontak bisnis.
Selain
mempunyai karakter dan refernsi yang baik dari segi bisnis, mitra usaha yang dipilih adalah yang mempunyai komitmen untuk membangun kelompok tani yang tangguh
dan memiliki keinginan bekerjasama untuk pengembangan agribisnis kentang secara terpadu. Secara skematis peran pelaku yang terkait dalam kemitraan agroindustri kentang di Pangalengan seperti tersebut di atas disajikan pada Gambar 9. Dalam setiap tingkatan kegiatan pengembangan agroindustri kentang ini diharapkan dapat menjadi mitra usaha yang mampu meningkatkan daya saing produk dengan pembagian keuntungan yang proporsional. Kegiatan pembinaan dilakukan dalam bentuk asistensi dan konsultasi teknik dan manajemen bertujuan untuk (1) memecahkan permasalahan atau kendala usaha, baik kendala teknis maupun manajemen, untuk meningkatkan produkstifitas sehingga dapat membantu kelancaran pengembalian bantuan, (2) mengembangkan potensi usaha melalui konsultasi manajemen dan input teknologi atau kegiatan lainnya, seperti promosi melalui pameran dan sejenisnya, sehingga dapat memanfaatkan secara optimal peluang usaha yang ada, dan (3) membantu kelompok binaan untuk dapat mandiri dalam sumberdana usaha setelah pembinaan. Sasaran dari kegiatan pembinaan kepada kelompok usaha agribisnis kentang adalah (1) perubahan sikap dan perilaku dari kebiasaan yang subsisten ke arah sikap wirausaha serta agribisnis yang berorientasi pada margin, (2) terbentuknya kelompok usaha bersama yang kokoh dan sinergis dalam melakukan agribisnis dan agroindustri kentang sehingga mampu bersaing dan dapat memenuhi tuntutan pasar modern, (3) diversifikasi usaha untuk memperkuat usaha yang dilakukan, dan (4) terbentuknya jaringan kemitraan yang lebih profesional dalam agribisnis dan
agroindustri kentang. Dalam
konteks
pengembangan
kelembagaan
kemitraan
agribisnisl
agroindustri kentang di Pangalengan yang bemawasan bisnis seperti disajikan pada Gambar 9, menurut BIC-I (1999) ada lima kelembagaan ekonorni yang perlu direkayasa, dikembangkan atau diberdayakan, yaitu :
Kelmpok tani
Kelembagaan kelompok tani b e h n g s i untuk mengelola penyediaan bahan baku agroindustri berupa produk hasil pertanian sehingga tersedia dalam kuantitas, kualitas dan kontinuitas yang layak secara teknoakonomisKelembagaan ini yang berperan untuk menentukan pola usahatani, jenis varietas dan persyaratan mutu yang hams dilaksanakan oleh anggotanya. Dalam pelaksanaannya kelompok tani dapat diwujudkan dalam bentuk wali usaha atau pra-koperasi.
ULP2 ULP2 merupakan unit produksi yang mencakup kegiatan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian dalam skala kecil di pedesaan. Unit produksi ini dapat dimiliki secara perorangan atau kelompok. Kegiatan ULP2 terutama diarahkan untuk meningkatkan proporsi nilai tambah yang diterima petani dan masyarakat pedesaan setempat serta membuka lapangan kerja. ULP2 yang perlu direkayasa adalah yang memberi peluang sebesar-besarnya bagi petani pemasok bahan baku sebagai pemilik atau tenaga kerja.
Idealnya unit produksi ini memiliki kaitan
kemitraan yang saling menguntungkan dengan kelompok tani atau wali usaha.
Lembaga Mediator
Lembaga mediator berperan sebagai fasilitator pengembangan kelompok tani dan ULP2 serta sebagai pemadu sistem antara kedua kelembagaan ekonomi tersebut dengan sumber permodalan dan teknologi.
Lembaga mediator hams
direkayasa sehingga dapat menjembatani hubungan kemitraan antara kelembagaan ekonomi pedesaan dengan mitra usaha. Lembaga ini juga dituntut untuk mampu sebagai penjamin bagi penyediaan modal usaha kelompok tani dan ULP2. Biaya operasional lembaga mediator diperoleh dari fee layanan yang diberikan, persentase dari nilai penjualan produk. Namun demikian, sesuai dengan kebijakan pemerintah tentang pentingnya pengembangan kelembagaan kemitraan dan kondisi ULP2 yang uniumnya masih lemah, maka dukungan biaya operasional lembaga mediator hams disediakan oleh pemerintah melalui skema dana khusus di luar sistem agribisnis (Eriyatno, 1996). Implementasi lembaga mediator dapat dilakukan dalam bentuk
Lembaga Pelayanan BisnisLPB (Blrsiness Development Sel-vices/BDDJ?yang berhngsi memberikan layanan teknik, manajemen dan informasi serta membantu menyusun studi kelayakan ULP2 untuk diajukan ke lembaga keuangan. Lembaga ini juga berperan merekayasa terselenggaranya temu bisnis antara para pelaku agribisnis dan agroindustri yang potensial untuk mengembangkan kemitraan.
Lem baga permodalan
Lembaga permodalan yang perlu direkayasa adalah yang memiliki skema kredit investasi dan modal kerja dengan persyaratan yang dapat dipenuhi oleh usaha kecil. Lembaga keuangan non bank seperti BMT, Koperasi dan Modal Ventura perlu direkayasa untuk mampu berperan secara lebih aktif dalam mendukung penyediaan modal kerja dan sarana produksi.
Strategi pendanaan
campuran (hleildiilg ,fitmmlcii~g)yang mengkombinasikan antara kredit komersial dengan semi komersial atau hibah perlu diimplementasikan.
Lem baga Arbitrator
Lembaga ini perlu direkayasa untuk mampu merumuskan aturan-aturan kemitraan dan benvewenang untuk menyelesaikan konflik kepentingan yang merugikan salah satu pihak yang bermitra. Sebaiknya lembaga ini adalah suatu badan khusus yang terdiri dari pejabat instansi terkait seperti pemda, Depkop dan UKM, Deperindag, Deptan, Kadin dl]) dan pakar independen yang terkait.
I I I I I I
I I I 1 I
PASAR A
I I I I
I I I I I I I
I
I I I I I
I I
I
I I I I
I I I
I I
I I
I I I I
-
Pemerintah
- Daerah
I
I I
I
BUMN Y a!-asan KKPA KUT I
Lembaga Paralel
I;
I
I
Petani
Petani
I I
Lembaga Paralel
!
JALUR SISTEM AGRIBISNIS
Gambar 9. Pola Kemitraan Partisipatif Agribisnis Kentang di Pangalengan
Tahun 199811999 Departemen Perindustrian dan Perdagangan bekerjasama dengan Fakultas Teknologi Pertanian IPB melakukan kegiatan Penumbuhan Wirausaha Baru Agroindustri (Pengembangan Agroindustri - Agribisnis) dalam bidang agroindustri kecil dan menengah di pedesaan dalam kaitannya dengan percepatan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Tujuan dari kegiatan ini adalah 1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan dengan mengembangkan
wirausaha baru dalam agroindustri pangan berbasis teknologi dan sumber bahan
baku spesifik lokasi yakni kentang, 2) meningkatkan mutu, nilai tambah serta daya saing produk yang saat ini telah ada agar dapat berkompetisi dalam pasokan pasar, baik dengan produk impor maupun produk perusahaan pengolah pangan skala besar, dan 3) mengembangkan jenis produk olahan kentang baru yang memiliki peluang pasar yang besar, sehingga akan tumbuh wirausaha baru dalanl agroindustri kecil menengah dalam bidang pangan berbasis kentang. Hasil dari kegiatan tersebut rnenunjukkan bahwa industri pengolahan yang sudah ada (keripik dan dodo1 kentang) perlu peningkatan mutu dan jumlah produk yang saat ini dilakukan.
Pembinaan dan pelatihan dilakukan terutama untuk
memperbaiki teknologi proses, pengemasan (packaging), manajemen industri dan pemasaran. Diversifikasi bentuk olahan kentang berupa pasta kentang (potato mash) dapat diterima oleh calon wirausaha. Namun kendala dari produk pasta kentang ini adalah segrnen pasar yang menerima masih sangat tel-batas dan pendeknya umur simpan (shelf I@). Oleh karena itu disarankan untuk 1 ) perancangan pengembangan usaha dan perluasan pasar dalam bentuk produk yang memiliki segmen yang lebih luas, 2) konsultasi dan asistensi secara periodik untuk mengetahui perkembangan dan permasalahan yang dihadapi kelompok binaan, serta untuk mengetahui dampak kegiatan ini terhadap pengembangan usaha dan penurnbuhan wirausaha baru
5.6.2. Kelompok Usaha Bersama
Kelompok usaha bersama (KUB) adalah kelompok yang dibentuk oleh beberapa anggota masyarakat untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan. Tujuan dibentuknya KUB adalah meningkatkan kesejahteraan anggota dengan cara antara lain memberikan pelayanan keuangan, bahan baku, pengadaan alat produksi, proses produksi melalui fasilitas bersama, penjualan, serta latihan teknis dan manajemen. Proses pendewasaan para anggota usaha sejenis di dalam KUB merupakan tahapan yang paling penting sebelum memasuki wadah koperasi sebagai wahana
untuk melakukan kegiatan bagi kemajuan dan kesejahteraan anggotanya. Dengan demikian pembinaan usaha melalui KUB mempunyai keterkaitan dengan pembinaan yang diarahkan pada pembentukan koperasi.
5.6.3. Sentra Industri
Sentra industri kecil diartikan sebagai suatu lokasi dari kumpulan industri kecil sejenis, baik yang tumbuh secara alami yang sebagian besar lokasinya di pedesaan, yang berkembang atas prakarsa dan swadaya masyarakat maupun yang direncanakan.
Secara umum pembinaan terhadap industri kecil dilihat dari
lokasinya dapat dibedakan metljadi dua, yaitu pembinaan yang dilakukan melalui pendekatan sentra dan melalui pendekatan nonsentra. Pembinaan yang dilakukan melalui pendekatan sentra yaitu pemberian bimbingan khusus pada industri yang berlokasi di sentra. Sedangkan pembinaan nonsentra dilakukan pada industri yang menyebar.
Menurut pengalatnan Dinas Perindustrian Kabupaten Bandung,
menunjukkan bahwa pembinaan melalui sentra lebih efektif karena unit usaha yang berkelompok lebih mudah dilakukan dalatn pelaksanaatl program pembinaan. Namun demikian, pembinaan melalui sentra industri pengolahan kentang di Pangalengan masih jarang dilakukan.
Pembianaan melalui sentra industri di
Pangalengan umumnya banyak dilakukan pada industri pengolahan susu. Pendirian sentra industri kecil diharapkan dapat memacu pertunlbuhan industri kecil di daerah sekitarnya, meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian, sektor perdagangan dan menciptakan lapangan kerja. Keuntungan lain adanya sentra industri kecil adalah memudahkan layanan oleh pemerintah atau lembaga lainnya, seperti bantuan teknis produksi, pembinaan SDM, bantuan manajemen, pemasaran dan permodalan. Sedangkan bagi pengusaha umumnya menjadi lebih mandiri dan memiliki motivasi yang kuat untuk mengelola dan mengembangkan usahanya.