32
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil Penelitian
5.1.1 Produksi madidihang di PPN Palabuhanratu Hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu memiliki kuantitas yang tergolong cukup banyak dalam hal jenis, diantaranya adalah : ikan tuna, teri, tongkol, lobster, pari, manyung, dan lain-lain. Ikan-ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu berjumlah 30 jenis ikan (PPN Palabuhanratu, 2005-2009). Total produksi madidihang di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 6 yang dihimpun dari tahun 2005 sampai 2009. Tabel 6 Total produksi madidihang yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dari tahun 2005-2009 Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total
2005 131.709 134.554 175.948 183.615 148.770 183.898 171.166 100.702 45.265 60.721 39.211 119.546 1.495.105
Total Produksi (kg) 2006 2007 126.785 82.878 99.223 52.619 88.760 32.598 43.687 24.341 80.005 15.807 75.250 65.514 30.525 59.420 29.455 88.757 39.559 41.711 6.255 34.320 22.988 66.423 35.350 118.883 677.842 683.271
2008 107.797 54.669 34.681 37.649 35.448 111.189 56.053 26.077 25.387 45.834 15.390 40.383 590.557
2009 21.699 16.876 18.859 26.059 44.984 109.464 73.287 57.823 42.458 54.571 40.699 35.805 542.584
Sumber : Data Statistik PPN Palabuhanratu
Berdasarkan Tabel 6, produksi madidihang pada tiap tahunnya mengalami pergerakan yang fluktuatif, hal tersebut menjadi hal yang dikhawatirkan bagi pengusaha kapal long line dan kapal pancing tonda yang mana hasil tangkapan utamanya adalah ikan tuna dimana salah satu jenisnya adalah madidihang. Dapat dilihat dari jumlah tangkapan yang
tidak stabil setiap tahunnya, dan lebih
mengarah pada penurunan produksi. Hasil tangkapan yang sangat banyak pada
33
lima tahun terakhir terjadi pada tahun 2005 yang mencapai total produksi sampai 1.495.105 kg, dan ironisnya terus menurun hingga 2009.
5.1.2 Penanganan madidihang pada kapal long line 1
Penanganan madidihang di kapal long line Penanganan saat di kapal merupakan tahap berikutnya setelah penangkapan,
sebelum melakukan penanganan lebih lanjut, berbagai persiapan harus dipersiapkan terlebih dahulu. Penanganan madidihang dimulai saat ikan diangkat dari air ke dek kapal, pengangkatan madidihang tidak boleh sembarangan, perlu pengalaman dan ketelitian. Mengangkat madidihang dapat menggunakan ganco, yakni dengan cara mengaitkan mata ganco pada tutup insang, namun jika ABK tidak mampu mengangkat madidihang dengan satu ganco, dapat dibantu dengan ganco yang lain dan dikaitkan pada bagian perut, hal tersebut harus dilakukan dengan hati-hati. Madidihang yang diangkat ke dek kapal tidak semua dalam keadaan hidup, beberapa diantaranya telah mati di laut. Penanganan madidihang yang telah mati lebih mudah daripada madidihang yang masih hidup karena harus segera dimatikan, agar madidihang tidak menggelepar dengan hebat yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas daging. Cara mematikan madidihang paling cepat adalah dengan cara menusukkan alat tusuk tajam diantara dua mata madidihang, cara tersebut lebih efektif untuk mematikan madidihang daripada menggunakan martil karena ditakutkan ikan akan menggelepar lagi jika tidak dilakukan dengan sempurna dan juga dapat menimbulkan kerusakan pada bagian kepala ikan. Langkah berikutnya setelah mematikan ikan adalah menghentikan pendarahan, lalu melakukan penyiangan, penyiangan dilakukan agar madidihang tidak terkontaminasi dengan bakteri melalui insang, oleh karena itu insang harus segera dibuang dari tubuh madidihang. Langkah selanjutnya membersihkan bagian insang dengan air kemudian menyikatnya sampai bersih dari bekas darah dan kotoran yang menempel saat penanganan di dek kapal. Mulut madidihang diikat dengan kabel nilon (nylon cable tie), ini bertujuan untuk menutup mulut madidihang sewaktu disimpan di dalam palka agar tidak merobek plastik kemasan
34
jika tidak dilakukan pengikatan, selanjutnya dikemas dengan plastik dan di masukkan ke dalam palka yang berisikan air laut dingin dengan suhu -1,2oC, suhu dicek terus agar tidak terjadi penurunan selama perjalanan menuju pelabuhan. Penggunaan plastik kemasan pada madidihang bertujuan untuk menghindari dari gesekan yang berlebihan dengan madidihang lainnya di dalam palka serta menjaga penampilan fisik madidihang tetap baik, cemerlang dan tidak memiliki goresan yang dapat menurunkan kualitas penampilan madidihang.
2
Penanganan madidihang di PPN Palabuhanratu Jalur penanganan madidihang terbilang panjang, penanganannya tidak
hanya di kapal saja namun akan terus berlanjut sampai penanganan di darat, tepatnya di pelabuhan. Penanganan di pelabuhan tidak kalah sibuknya dengan penanganan di kapal, kesibukan akan terlihat saat ABK mulai melakukan persiapan pembongkaran madidihang sampai pengangkatan madidihang ke dalam mobil boks berpendingin dilakukan. ABK mempunyai job discription masingmasing, agar saat bekerja tidak salah pengertian dan penumpukan dalam satu kegiatan. Kecekatan, ketelitian, dan kehati-hatian merupakan hal yang wajib dimilki oleh setiap diri ABK dalam penanganan madidihang baik di darat maupun di laut. Waktu kedatangan kapal long line dan pembongkaran madidihang terlebih dahulu diberitahukan oleh pengurus kapal long line kepada pihak pelabuhan bagian Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Hal tersebut diperlukan oleh petugas Posyandu untuk mencatat hasil tangkapan saat pembongkaran dilakukan baik dari jenis ikan, ukuran, maupun bobot ikan, data yang diperoleh akan diolah menjadi data statistik yang akan dikeluarkan setiap tahun. 1)
Persiapan pembongkaran Kapal long line yang akan bertambat ke darmaga II di PPN Palabuhanratu
biasanya datang pada pukul 3 sampai pukul 7 pagi. Kapal long line akan bersandar di darmaga tanpa ada kegiatan sementara waktu dan ABK dapat beristirahat sejenak sebelum persiapan pembongkaran dilakukan. Pembongkaran biasanya dilakukan pada siang hari sampai menjelang senja, persiapan pembongkaran dilakukan 30 menit sebelumnya. Banyak hal yang dipersiapkan
35
dari hal kecil, seperti mengasah pisau, menggunakan sepatu boat, sarung tangan sampai hal yang terpenting, seperti mendatangkan mobil boks berpendingin, menyediakan es curah, pemasangan terpal, dan conveyor. Pada tahap awal dalam persiapan penanganan adalah mengurangi debit air di dalam palka dengan menggunakan alat penyedot air, tahapan ini dilakukan untuk
memudahkan
pengangkatan
madidihang
dari
dalam
palka
saat
pembongkaran nantinya. Kemudian mendatangkan mobil boks berpendingin dan mobil pengangkut es, lalu secara bertahap es mulai dihancurkan, jumlah balok es yang digunakan disesuaikan dengan banyaknya madidihang
yang akan
dibongkar. Perbandingan balok es yang digunakan adalah empat balok es untuk satu ekor madidihang. Pemasangan terpal disesuaikan dengan kondisi cuaca saat itu, bila pembongkaran dilakukan pada siang hari dengan kondisi hujan gerimis, pemasangan terpal tetap dilakukan untuk melindungi madidihang dari air hujan dan kenaikan suhu pada ikan, jika pembongkaran dilakukan pada waktu senja, pemasangan terpal tidak terlalu ditekankan, tergantung kondisi cuaca pada waktu itu, proses persiapan penanganan dapat dilihat pada Gambar 6 sampai 9. Debit air di dalam palka dikuras dengan mengunakan alat penyedot air
Mobil boks berpendingin dan mobil pengangkut es disiapkan
Secara bertahap es mulai dihancurkan, jumlah balok es yang digunakan disesuaikan dengan banyaknya madidihang yang akan dibongkar
Es dimasukkan ke dalam boks mobil sebagai lapisan permukaan agar tidak menyentuh secara langsung pada dinding berbahan metal yang dapat menghantarkan kalor
Pemasangan terpal untuk melindungi madidihang dari sinar matahari
Gambar 6 Diagram alir persiapan penanganan pembongkaran madidihang pada kapal long line
36
Gambar 7 Proses pengurangan debit air di dalam palka
Gambar 8 Proses penghancuran es
37
Gambar 9 Pemasangan terpal untuk melindungi madidihang dari sinar matahari
2)
Penanganan saat pembongkaran Penanganan madidihang harus dilakukan dengan cepat, ketika persiapan
telah selesai tepatnya saat es curah sudah dimasukkan ke dalam mobil boks berpendingin sebagai alas madidihang, maka pengurus kapal long line akan menginstruksikan kepada ABK untuk mengangkat madidihang dari palka untuk dilakukan proses pemindahan. Proses pembongkaran madidihang dari dalam palka dilakukan oleh 5-7 orang, tergantung bobot madidihang yang akan dibongkar. Penggunaan ganco tidak boleh sembarangan, saat mengganco harus pada bagian insang dan dibantu dengan beberapa ABK lainnya dengan mengaitkan tali pada ekor madidihang untuk mempercepat proses pemindahan. Perlakukan seperti ini dilakukan pada kapal long line yang tidak memiliki katrol sebagai alat yang berfungsi untuk mengangkat tuna dari dalam palka. Pada saat pembongkaran berlangsung sesekali madidihang terbanting dek kapal, hal tersebut terjadi karena pegangan ABK dengan plastik kemasan telepas sehingga ikan mengenai lantai kapal (dek), hal tersebut dapat berdampak pada berkurangnya kekenyalan daging ikan. Pada Gambar 10 akan disajikan proses pembongkaran madidihang dari dalam palka.
38
Gambar 10 Proses pembongkaran madidihang dari dalam palka Sewaktu madidihang telah diangkat dari dalam palka, alas berbusa telah disiapkan terlebih dahulu dan diletakkan di samping mulut palka. Alas busa digunakan sebagai tempat peletakan madidihang saat berada di dek kapal, lalu kemasan plastik dibuka dengan pisau, membuka plastik menggunakan pisau sebenarnya sangat berisiko akan menggores tubuh madidihang dan dapat merangsang masuknya bakteri. Daging yang tergores akibat pisau pada tubuh ikan akan mempermudah introduksi dan serangan bakteri pembusuk, sehingga laju pembusukan jauh lebih cepat berlangsung dari pada ikan utuh normal (Ilyas, 1983), namun pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ABK kapal long line menyobek plastik kemasan dengan sangat berhati-hati sehingga tidak ada tubuh madidihang yang terkena sayatan pisau. Kemudian dilanjutkan dengan pemotongan kabel nilon (nylon cable tie) yang mengunci mulut madidihang, lalu mengaitkan ganco pada insang untuk menarik madidihang dari dek kapal melalui conveyor ke darat. Adapun proses penarikan madidihang dari dek ke darat menggunakan conveyor dapat dilihat pada Gambar 11.
39
Gambar 11 Proses pemindahan madidihang melalui conveyor Kegiatan berikutnya setelah madidihang di darat adalah memasukkan sejumlah es kedalam insang sehingga memenuhi penutup insang, lalu ikan diangkut ke dalam mobil boks berpendingin. Selanjutnya dilakukan penaburan es pada setiap sisi tubuh madidihang sehingga terlihat seperti diselimuti oleh es. Pada Gambar 12 disajikan proses pengangkatan madidihang ke dalam mobil boks berpendingin.
Gambar 12 Madidihang diangkat ke dalam mobil boks berpendingin
40
3
Penampilan fisik madidihang yang didaratkan kapal long line di PPN Palabuhanratu Penilaian awal tuna terutama madidihang adalah dari penampilan fisik luar.
Tubuh madidihang bebas dari sayatan dan goresan, bau ikan masih segar, daging ikan masih elastis bila ditekan, bobot ikan, dan tampilan ikan segar. Penilaian awal merupakan hal penting yang dilakukan sebelum pengecekan berikutnya pada ruang proses seperti pengecekan kualitas daging, warna daging, kandungan lemak, tekstur dan rasa. Madidihang yang didaratkan di PPN Palabuhanratu khususnya hasil tangkapan dari kapal long line memiliki tampilan luar yang terlihat segar, dan warna tubuh ikan terlihat sangat cemerlang.
4
Kondisi madidihang yang didaratkan kapal long line di PPN Palabuhanratu Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan wawancara dengan beberapa
pihak terkait, seperti pengurus kapal long line dan petugas pelabuhan, terdapat cacat pada sejumlah madidihang yang didaratkan. Madidihang yang didaratkan beberapa diantaranya masih dibawah standar bobot yang diberlakukan yaitu 17 kg, kemudian terdapat kondisi dimana warna daging madidihang berubah kecoklatan agak kemerahan. Selain warna daging yang berubah, daging madidihang kurang kenyal, diikuti dengan warna daging yang memudar, beberapa masalah diatas tersaji pada Tabel 7 berikut. Tabel 7
Proporsi tipe cacat dengan jumlah cacat madidihang yang didaratkan kapal long line di PPN Palabuhanratu Tipe Cacat
Bobot kurang dari 17 Kg Warna daging coklat kemerahan Daging kurang kenyal Warna daging memudar Jumlah
Jumlah cacat (ekor) 50 40 20 17 127
Jumlah Persentase kumulatif cacat (%) 50 90 110 127
39,37 31,50 15,75 13,39
Persentase kumulatif (%) 39,37 70,87 86,61 100
Sumber: Hasil wawancara yang telah diolah kembali
Penanganan ikan dapat diartikan sebagai suatu tahapan yang diberikan pada ikan sejak ditangkap (diangkat) dari perairan, didaratkan, dan diangkut ke tempat pengecekan kualitas, lalu diditribusikan ke negara tujuan ekspor atau beberapa diantaranya dipasarkan lokal. Penanganan yang dilakukan harus berada pada
41
koridor yang baik agar sifat-sifat alami ikan tidak berubah, dengan pengertian lain ikan diusakan segar seperti baru ditangkap. Berdasarkan Tabel 7, didapatkan informasi bahwa sejumlah madidihang mengalami kemunduran mutu, sedangkan penanganannya sudah begitu ketat. Beberapa tipe cacat yang diamati merupakan faktor-faktor kemunduran alami dari tubuh ikan diikuti dengan penanganan yang kurang cermat, dan tanggap. Perubahan kualitas terjadi setelah ikan mati, namun perubahan itu akan menjadi lebih parah ketika penanganan tidak dilakukan dengan baik. Mengingat tidak semua madidihang yang diangkat ke atas kapal dalam kondisi hidup sehingga perubahan secara kimiawi pada tubuh ikan tidak dapat dikontrol, berbeda dengan madidihang yang masih hidup, kualitasnya masih sangat prima dan tergantung penanganan yang dilakukan pada tahapan berikutnya dimulai dari cara mematikan ikan yang baik dan cepat. Pada Gambar 13 disajikan beberapa tipe cacat yang mendominasi dalam proses penanganan madidihang pada kapal long line. 60 Jumlah cacat (ekor)
100
50 40
86.61
40
100.00 80.00
70.87 30
60.00 20
20
39.37
17
40.00
10
20.00
0
0.00
Persentase kumulatif (%)
120.00 50
Bobot kurang Warna daging Daging kurang Warna daging dari 17 Kg coklat kenyal memudar kemerahan
Gambar 13 Diagram pareto madidihang (Thunnus albacares) yang didaratkan kapal long line Berdasarkan Gambar 13, tipe cacat yang mendominasi dalam penanganan madidihang yang didaratkan kapal long line adalah bobot ikan kurang dari 17 kg dengan jumlah 50 ekor serta proporsinya sebesar 39,37 %, dan diikuti dengan warna daging coklat kemerahan dengan jumlah 40 ekor serta proporsinya sebesar 70,87 %.
42
5
Perubahan nilai organoleptik madidihang yang didaratkan kapal long line Kondisi madidihang yang dibongkar di PPN Palabuhanratu oleh kapal long
line memiliki tampilan yang baik dan terlihat segar, sehingga diperlukan pengamatan lebih lanjut dengan membandingkan pengamatan di lapangan dengan parameter yang telah berlaku. Parameter atau kriteria untuk menentukan kesegaran ikan dapat dilakukan salah satunya dengan penentuan nilai organoleptik. Organoleptik adalah cara penilaian dengan menggunakan indera manusia. Pengujian organoleptik pada penelitian ini tertuju pada kondisi mata, dinding perut, konsistensi, dan bau yang terdapat pada tubuh madidihang. Pengamatan di lapangan dan dibantu dengan pengujian organoleptik menunjukkan bahwa penilaian pada mata, dinding perut, konsistensi, dan bau pada kondisi yang baik. Pada organ tubuh seperti mata rata-rata memiliki nilai sebesar 7,6 dengan kisaran penilaian dari 7 sampai 8. Pada bagian tubuh madidihang seperti dinding perut rata-rata memiliki nilai 8,45 dengan kisaran penilaian dari 8 sampai 9. Untuk konsistensi dan kepadatan daging memiliki nilai yang optimal dengan nilai 9, sedangkan bau yang tercium segar dengan nilai 8. Pada Gambar 14 akan disajikan pengamatan pada beberapa bagian tubuh madidihang yang didaratkan kapal long line.
1. Mata (pupil berwarna abu-abu, kornea keruh)
2. Dinding perut ( daging, dinding perut dengan kondisi utuh)
Gambar 14 Tampilan beberapa bagian tubuh madidihang yang didaratkan kapal long line di PPN Palabuhanratu, (1) mata, (2) dinding perut Berdasarkan Gambar 14, terlihat beberapa bagian tubuh madidihang yang terlihat setelah pembongkaran dilakukan. Bagian tubuh madidihang seperti mata terlihat keruh pada bagian kornea, pupil tidak tampak cerah, kondisi ini
43
disebabkan oleh matinya beberapa jaringan mati setelah madidihang mati dan ditambah dengan perendaman yang lama saat penyimpanan di dalam palka yang bersuhu rendah sehingga mengakibatkan penurunan kecerahan pada kornea mata ikan. Untuk dinding perut masih dalam keadaan baik dan daging ikan yang masih utuh. Pengamatan organoleptik pada madidihang yang didaratkan kapal long line dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8
Pengamatan organoleptik pada beberapa bagian tubuh madidihang yang didaratkan kapal long line di PPN Palabuhanratu Pengamatan organoleptik
Jenis ikan
Thunnus albacares (Madidihang)
Sampel ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Rata-rata Kisaran
Mata 8 8 8 8 8 7 8 8 8 7 8 7 8 7 8 7 8 7 7 7 7,6 7-8
Dinding perut 9 9 9 9 8 9 8 9 9 8 9 9 8 8 8 8 8 8 8 8 8,45 8-9
Konsistensi
Bau
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Berdasarkan Tabel 8, menunjukkan bahwa beberapa bagian tubuh madidihang memiliki kisaran nilai pengamatan yang berbeda-beda. Pada bagian mata nilai yang tertinggi adalah 8, sedangkan nilai terendah adalah 7. Pada bagian tubuh seperti dinding perut variasi nilai terlihat sangat baik, nilai yang didapat berkisar antara 8 sampai 9. Pada bagian konsistensi terlihat sangat sempurna, nilai yang diperoleh sangat optimal yaitu 9.
44
6
Analisis fluktuasi mutu madidihang yang didaratkan kapal long line Madidihang segar mempunyai sifat mudah rusak (perishable), sehingga
dalam penanganannya harus maksimal. Permintaan madidihang untuk di ekspor ke luar negeri terutama Jepang masih tergolong baik (Suharno & Santoso, 2008), sehingga untuk memenuhi kebutuhan permintaan ekspor, diperlukan produksi madidihang yang berkesinambungan, terus menerus dan kualitas madidihang yang dijaga dengan baik, walaupun produksi yang dihasilkan dalam jumlah besar, hal ini tidak membuat penanganan menjadi menurun, namun sebaliknya penanganan akan semakin dijaga dengan baik. Untuk mengetahui apakah produksi madidihang berada dalam proses pengendalian atau tidak, diperlukan parameter pengendalian, salah satunya yaitu peta kendali np. Peta kendali np adalah peta kendali yang digunakan untuk memantau jumlah ketidaksesuaian yang dihasilkan dari suatu proses. Untuk menganilisisnya, dilakukan pengamatan langsung pada proses pendaratan tuna, kemudian mencatat jumlah tuna yang tidak layak ekspor, dari pengamatan diperoleh data seperti disajikan pada Tabel 9. Tabel 9
Perbandingan jumlah madidihang yang tidak layak ekspor dengan beberapa batasan pengendalian yang didaratkan kapal long line Jumlah sampel 91 91 91 91 91 91 91 91 91 91 91 91 1092
No ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total p
Jumlah cacat (ekor) 5 7 4 5 3 4 2 5 2 4 5 4 50 4,17
Proporsi 0,05 0,08 0,04 0,05 0,03 0,04 0,02 0,05 0,02 0,04 0,05 0,04
CL 4,17 4,17 4,17 4,17 4,17 4,17 4,17 4,17 4,17 4,17 4,17 4,17
UCL
LCL
10,14 10,14 10,14 10,14 10,14 10,14 10,14 10,14 10,14 10,14 10,14 10,14
-1,8 -1,8 -1,8 -1,8 -1,8 -1,8 -1,8 -1,8 -1,8 -1,8 -1,8 -1,8
0,05
Jumlah sampel yang digunakan pada setiap subgrub sebanyak 91 ekor madidihang, pengamatan dilakukan pada beberapa kapal long line dengan waktu yang berbeda-beda. Pengamatan pada jumlah cacat madidihang di PPN
45
Palabuhanratu berdasarkan bobot madidihang yang kurang dari 17 kg, berdasarkan hasil wawancara dengan petugas pelabuhan menjelaskan bahwa madidihang dengan bobot kurang dari 17 kg merupakan produk yang tidak layak ekspor. Rentang bobot madidihang yang didaratkan kapal long line berkisar 12-70 kg, hal tersebut disebabkan oleh tidak tersedianya ruang pemrosesan tuna sehingga pengamatan cacat hanya tertuju pada bobot yang kurang dari 17 kg saja. Namun penanganan yang diterapkan cukup baik, setiap ABK berusaha menangani ikan dengan cepat dan berhati-hati. Pada Gambar 15 disajikan batasan pengendalian madidihang berdasarkan bobot kurang dari 17 kg yang didaratkan di PPN Palabuhanratu. 12.00
Jumlah cacat
10.00 8.00
CL
6.00
UCL
4.00
LCL
2.00 Peta kendali np madidihang
0.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
No ulangan
Gambar 15 Peta kendali madidihang (Thunnus albacares) yang didaratkan kapal long line Keterangan : CL = Center Limit ( batas tengah) UCL = Upper Control Limit (Batas atas) LCL = Lower Control Limit (batas bawah) Berdasarkan Gambar 15, dapat dilihat bahwa produksi madidihang yang didaratkan kapal long line masih berada dalam proses pengendalian, karena titiktitik pada setiap proses belum melewati batas atas dan batas bawah. Contoh perhitungan peta kendali np madidihang segar, dapat dilihat pada Lampiran 8.
46
7
Stabilitas komponen penanganan madidihang segar yang didaratkan kapal long line Penangkapan ikan yang baik tentunya harus mampu untuk menyelamatkan
hasil tangkapannya sebaik mungkin. Kapal long line sebagai suatu armada penangkapan tidak dapat dilepaskan fokusnya untuk memperoleh hasil yang banyak, dalam hal ini dapat diartikan bahwa seluruh ABK selalu dituntut perhatiannya untuk menangani operasi penangkapan, sedangkan penanganan hasil tangkapan walaupun penting artinya dalam menyelamatkan produksi, tetap dijadikan masalah ke dua setelah operasi penangkapan. Penanganan madidihang segar yang dilakukan dengan baik saat di kapal dan pelabuhan ditentukan oleh beberapa faktor penting, yaitu: nelayan, metode penanganan, lingkungan, material, dan sarana yang digunakan saat penanganan. Faktor-faktor penting yang terdapat dalam penanganan dapat dilihat pada diagram sebab akibat pada halaman Lampiran 10 dan 11. 1
Nelayan Semua hal yang berhubungan dengan penanganan madidihang di kapal dan pelabuhan tidak lepas dari perlakuan nelayan terutama ABK kapal long line. Penangkapan madidihang dalam jumlah besar menuntut kinerja ABK yang cepat dan hati-hati, namun jika kinerja yang baik tidak diimbangi dengan jumlah ABK yang mumpuni maka penanganan yang baik mustahil dilakukan. ABK kapal long line berjumlah 15-16 orang. Kemampuan nelayan dalam penanganan madidihang tidak terlepas dari pengetahuan nelayan akan penanganan yang didapatkan dari pengalaman selama bertahun-tahun melaut di kapal long line.
2
Metode penanganan Penanganan dilakukan sejak madidihang diangkat ke atas kapal. Cara penanganan yang cepat dan tepat akan menentukan mutu ikan yang dihasilkan. Penanganan dimulai saat ikan diangkat dari air, kemudian madidihang yang masih hidup dimatikan terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan pembersihan dengan mencuci madidihang dengan air laut dan menyikat bagian insang sampai bersih, lalu dilakukan penyiangan dan pengeluaran darah, mengikat mulut madidihang dengan kabel nilon
47
(nylon cable tie) selanjutnya dilakukan pengemasan menggunakan kantung plastik khusus, setelah itu madidihang disimpan dalam penyimpanan sementara yaitu di dalam palka berisikan air laut dingin dengan suhu -1,2oC, suhu terus dicek agar tidak ada kenaikan yang signifikan. Dilanjutkan pada penanganan saat didarat, mengurangi debit air dalam palka, menyiapkan es curah, conveyor, terpal, dan mobil boks berpendingin. Setelah persiapan selesai, pembongkaran mulai dilakukan dengan mengangkat madidihang dari dalam palka, kemudian membuka kemasan plastik, setelah itu ditarik ke darat menggunakan ganco dan dibantu dengan conveyor, pengisian es pada bagian insang, lalu dipindahkan ke dalam mobil boks berpendingin. Pada Gambar 16 disajikan penanganan saat di kapal dan saat pembongkaran pada kapal long line. 3
Lingkungan Madidihang yang dibongkar dari palka dan diangkat menuju darat saat dilakukannya pembongkaran di pelabuhan mengalami perubahan suhu ruangan. Palka kapal long line bersuhu -1,2oC merupakan suhu penyimpanan madidihang saat di laut, namun suhu akan berubah saat perpindahan madidihang dari palka menuju darat yang suhunya tidak sama dengan suhu palka, suhu di darat biasanya 25oC (jika diasumsikan dengan suhu ruangan) yang mana suhunya dapat berubah-ubah karena terjadi perubahan musim, seperti musim kemarau dan musim hujan, sehingga saat pendistribusian madidihang dari palka menuju darat harus dilakukan dengan cepat dan harus didinginkan kembali menggunakan es saat dimasukkan ke dalam boks mobil berpendingin.
48
Penanganan di kapal
Madidihang ditarik dari air dengan menggunakan ganco Madidihang yang hidup segera dimatikan dengan menusuk bagian lunak diantara kedua mata Madidihang disiangi, menghentikan aliran darah dengan memutuskan jantung ikan dan dibilas dengan air laut Madidihang dikemas menggunakan kantung plastik khusus
Madidihang disimpan dalam palka berisikan air laut yang telah didinginkan menggunakan refrigerator bersuhu -1,2oC
Penanganan di pelabuhan
Persiapan pembongkaran seperti, pengurangan debit air dari dalam palka, es curah, pemasangan terpal, conveyor, mobil boks berpendingin disiapkan
Madidihang diangkat dari palka Plastik kemasan dibuka dan didistribusikan ke darat menggunakan conveyor Pengisian es pada bagian insang dan diangkat ke dalam mobil boks berpendingin
Gambar 16 Diagram alir penanganan madidihang segar pada kapal long line 4
Material Dalam penanganan madidihang diperlukan bahan-bahan yang mendukung untuk terjaganya kualitas. Bahan-bahan yang diperlukan yaitu : media yang digunakan untuk mendinginkan madidihang seperti air laut yang telah didinginkan menggunakan refrigerator, pisau, nylon cable tie untuk
49
mengunci mulut madidihang, plastik kemasan, sejumlah balok es yang kemudian dihancurkan menjadi es curah, perbandingan es yang digunakan adalah empat es untuk satu ekor madidihang, pemasangan terpal untuk melindungi madidihang dari sinar matahari. 5
Sarana Sarana yang digunakan dalam penanganan madidihang diantaranya adalah palka, palka dilengkapi refrigerator yang digunakan untuk mendinginkan air laut. Volume palka yang besar sangat mendukung dalam penyimpanan ikan dalam jumlah besar, kebersihan palka juga perlu diperhatikan, lalu penggunaan conveyor untuk memindahkan madidihang dari kapal ke darat. Alat penyedot air sangat berguna saat melakukan persiapan pembongkaran karena sejumlah air dalam palka harus dikeluarkan agar memudahkan pembongkaran, lalu mobil boks berpendingin sebagai sarana transportasi didatangkan.
5.1.3 Penanganan madidihang pada kapal pancing tonda 1
Penanganan madidihang di kapal pancing tonda Penanganan madidihang di kapal pancing tonda tidak jauh berbeda dengan
penanganan di kapal long line jika dilihat dari segi konsep yang diterapkan pada masing-masing kapal yaitu penanganan suhu rendah. Namun pada kapal pancing tonda memiliki perbedaan, yaitu dalam penyimpananan hasil tangkapan. Kapal pancing tonda memiliki 2-3 palka dengan dimensi palka 1 x 1,2 x 1,5 m3 (pxlxt) yang dapat menampung madidihang sebanyak 20-70 kg pada tiap palka. Palka kapal pancing tonda tidak menggunakan refrigerator dan air laut sebagai pendingin melainkan menggunakan es curah sebagai media pendingin madidihang. Adapun syarat penggunaan es harus mengikuti Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor: 264/DPT.0/PI.540.S4/I/09, yaitu: terbuat dari air/air laut yang memenuhi persyaratan, ditangani sesuai dengan persyaratan sanitasi, tidak digunakan kembali untuk ikan lain, pasokan es jumlahnya mencukupi untuk ikan.
50
Pada saat penangkapan dilakukan, ABK meletakkan pancing tonda di sisi kiri dan kanan kapal pada kayu yang telah dibuat khusus disebut taber (Lampiran 15), kemudian alat bantu penangkapan seperti layangan diterbangkan dimana umpan telah diikatkan terlebih dahulu pada tali pancingan lalu disambung pada layangan, selama setting dilakukan kecepatan kapal berkisar 1-2 knot. Penanganan mulai dilakukan saat madidihang diangkat dari air, pada saat diangkat dari air perlakuan yang dilakukan untuk mematikan madidihang ada beberapa cara yaitu saat madidihang berada pada lambung kapal maka ABK memukul kepala madidihang dengan balok kayu atau martil sampai mati atau diangkat dari air sampai dek lalu madidihang ditusuk pada bagian kepala tepatnya bagian lunak yang terdapat antara sisi kiri dan kanan mata madidihang. Setelah ikan mati sempurna ABK segera melakukan proses penyiangan dengan membuang insang, isi perut, telur, dan membersihkan ikan dari darah yang mengalir saat penyiangan. Penanganan akan terasa sulit saat pengangkatan madidihang memiliki ukuran yang besar (lebih dari 50 kg) dan dalam jumlah yang banyak (2-3 ekor), mengingat kapal pancing tonda memiliki tempat yang terbatas untuk penanganan madidihang, sehingga terpaparnya madidihang di dek kapal dengan sinar matahari merupakan hal yang tidak dapat dihindari karena kapal pancing tonda tidak memiliki atap yang berfungsi sebagai pelindung dari sinar matahari, hujan, dan cuaca yang tidak menentu, sehingga dapat mempengaruhi kualitas terutama kulit madidihang yang dapat kehilangan kelembaban dan menguapnya air dari daging secara bertahap jika terpapar terlalu lama. Langkah selanjutnya adalah memasukkan es ke dalam tubuh madidihang dan memasukkan madidihang ke dalam palka, perbandingan es yang digunakan saat ikan berada di palka adalah tiga balok es (telah dihancurkan) untuk satu madidihang. Penyusunan es untuk madidihang perlu diperhatikan agar kalor yang mengalir pada tubuh madidihang dapat dikurangi dan menjaga suhu tubuh ikan tetap turun. Penaburan es harus mengelilingi seluruh tubuh madidihang dari kepala sampai ekor dan diikuti dengan penyusunan madidihang lainnya. Sistem pembuangan sisa es yang mencair pada bagian dasar palka harus bekerja dengan
51
baik, agar sisa es dapat terbuang keluar palka dan tidak menggenangi madidihang yang berada di dasar palka. 2
Penanganan madidihang di PPN Palabuhanratu Pendaratan hasil tangkapan pancing tonda seperti madidihang biasanya
dilakukan pada waktu pagi sampai menjelang malam. Tidak banyak hal yang akan dikerjakan ABK kapal pancing tonda, mereka lebih cenderung beristirahat menunggu instruksi pembongkaran. Waktu kedatangan dan pendaratan ikan ke pelabuhan telah diberitahukan sebelumnya pada petugas pelabuhan bagian pencatatan hasil tangkapan untuk memudahkan melakukan pencatatan. Pada saat pembongkaran belum dilakukan, ABK kapal mengecek kembali kondisi madidihang di dalam palka dan es yang digunakan. Pembongkaran yang dilakukan saat pagi hari dan waktu malam hari, terkadang dilakukan dengan seadanya saja, madidihang di pindahkan dari palka ke darat dan diletakkan di atas alas tanpa terpal, mengigat kondisi cuaca palabuhanratu saat itu yang tidak menentu dengan hujan dapat turun kapan saja sehingga dapat mempengaruhi mutu madidihang. Terdapat kerusakan fisik seperti hancurnya kornea mata pada madidihang yang didaratkan di palabuhanratu, dan goresan sehingga mengurangi penilaian terhadap tampilan madidihang. Penanganan saat di darat pada hasil tangkapan pancing tonda tidaklah buruk namun kurang masimal. Adapun prosedur penanganan yang diterapkan kapal pancing tonda saat membongkar hasil tangkapannya adalah: 1)
Menyiapkan es curah sesuai jumlah madidihang yang akan dibongkar, sementara itu mobil boks berpendingin didatangkan;
2)
Madidihang diangkut ke darat, lalu membuang sisa es yang ada di bagian insang hingga bersih;
3)
Membasuh madidihang dengan air bersih dan mengelap tubuh madidihang dari kotoran yang menempel;
4)
Menimbang bobot dan mengukur panjang madidihang;
5)
Memasukkan es ke dalam insang dengan menggunakan bantuan alat;
6)
Memasukkan madidihang ke dalam mobil boks yang sebelumnya telah dimasukkan es curah.
52
Adapun proses penanganan madidihang yang diterapkan kapal pancing tonda disajikan pada Gambar 17 sampai 19.
Gambar 17 Tubuh madidihang dibasuh dengan lap yang telah dibasahi dengan air bersih
Gambar 18 Penimbangan madidihang
53
Gambar 19 Es dimasukkan ke dalam bagian insang
Penanganan yang dilakukan saat pembongkaran disajikan pada Gambar 20 diagram alir penanganan kapal pancing tonda. Es curah disiapkan dan mobil pengangkut
Pembongkaran madidihang, sekaligus dilakukan pembersihan tubuh madidihang dari sisa es yang ada dan menghilangkan kotoran yang menempel
Penimbangan dan pengukuran madidihang
Pengisian es ke dalam insang madidihang agar menjaga kesabilan suhu
Gambar 20
Madidihang dipindahkan ke dalam mobil boks berpendingin dan disusun rapi
Diagram alir penanganan madidihang saat pembongkaran pada kapal pancing tonda
54
3
Penampilan fisik madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu Tampilan luar dari hasil tangkapan non budidaya seperti madidihang
merupakan hal yang penting dalam penilaian awal, diantaranya kesegaran, kelengkapan organ tubuh, adanya goresan atau tidak, dan lain-lain. Hasil tangkapan kapal pancing tonda seperti madidihang memiliki tampilan cukup baik pada mata dan warna kulit, namun kecerahan kulit tidak begitu baik begitu juga goresan pada tubuh madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda masih terlihat begitu jelas. Penggunaan es pada penanganan madidihang di kapal pancing tonda dapat menyebabkan goresan pada tubuh madidihang. Es curah yang melapisi tubuh madidihang dapat berisiko merusak dan menambah tekanan pada tubuh madidihang yang berada di bagian bawah palka jika pelapisan es disusun terlalu tebal, sehingga kecermatan serta kehati-hatian saat menaburi es pada tubuh madidihang di dalam palka diharapkan dapat mengurangi kerusakan pada tubuh madidihang. 4
Kondisi madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan wawancara dengan beberapa
pihak terkait, seperti pengurus kapal pancing tonda dan petugas pelabuhan, terdapat cacat pada sejumlah madidihang yang didaratkan. Sejumlah madidihang yang didaratkan tidak layak produksi karena masih dibawah standar bobot yang diberlakukan yaitu 17 kg. Pada pengamatan lainnya terdapat kondisi dimana daging madidihang menjadi kurang kenyal, diikuti dengan warna daging coklat kemerahan, kemudian warna daging yang memudar, serta terjadi kerusakan fisik yaitu rusaknya mata madidihang. Pada Tabel 10 terdapat beberapa tipe cacat berdasarkan bobot kurang dari 17 kg yang mendominasi dalam penanganan madidihang pada kapal pancing tonda.
55
Tabel 10 Proporsi tipe cacat dengan jumlah cacat madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu Tipe cacat Bobot kurang dari 17 kg Daging kurang kenyal Warna daging coklat kemerahan Warna daging memudar Mata ikan rusak Jumlah
Jumlah Jumlah Persentase cacat kumulatif cacat (%) (ekor) 16 16 51,61 6 22 19,35 4 26 12,90 3 29 9,68 2 31 6,45 31
Persentase kumulatif (%) 51,61 70,97 83,87 93,55 100
Sumber: Hasil wawancara yang telah diolah kembali
Pada Tabel 10 terlihat bahwa mutu hasil tangkapan sudah menurun dan dapat dikatakan mengalami cacat produksi. Produksi hasil tangkapan yang mengalami cacat fisik seperti mata rusak dapat disebabkan dari kesalahan dalam penyusunan ikan didalam palka dan tergerus dengan pecahan es, biasanya terjadi pada ikan yang berada pada posisi paling bawah dari palka. Cacat produksi seperti ini hanya terdapat pada hasil tangkapan pancing tonda, oleh karena itu penyusunan ikan di dalam palka harus diperhatikan lebih cermat. Pada Gambar 21
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
16 93.55
100
120.00 100.00
83.87
80.00
70.97 51.61
60.00 6 4
40.00 3
2
20.00
Persentase kumulatif (%)
Jumlah cacat (ekor)
dapat dilihat diagram pareto madidihang pada kapal pancing tonda.
0.00 Bobot kurang dari 17 kg
Daging kurang kenyal
Warna Warna daging daging memudar coklat kemerahan
Mata ikan rusak
Gambar 21 Diagram pareto madidihang (Thunnus albacares) yang didaratkan kapal pancing tonda Berdasarkan Gambar 21, tipe cacat yang mendominasi dalam penanganan madidihang adalah bobot ikan kurang dari 17 kg dengan jumlah 16 ekor serta
56
proporsinya sebesar 51,61%, dan diikuti dengan tekstur daging kurang kenyal dengan jumlah 6 ekor serta proporsinya sebesar 70,97%.
5
Perubahan nilai organoleptik madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda Kondisi madidihang yang dibongkar di PPN Palabuhanratu oleh kapal
pancing tonda memiliki tampilan yang baik, namun terjadi beberapa kerusakan akibat penanganan yang kurang baik. Salah satu parameter atau kriteria untuk menentukan
kesegaran
ikan
dapat
ditentukan
dengan
penentuan
nilai
organoleptik. Organoleptik adalah cara penilaian secara sensorik dengan pengamatan pada ikan secara langsung dan memberikan nilai berdasarkan ketentuan yang telah ada. Pengamatan di lapangan dapat dibantu dengan pengujian organoleptik yang menunjukkan bahwa penilaian pada mata, dinding perut, konsistensi, dan bau berada pada kondisi yang baik. Pada organ tubuh seperti mata rata-rata memiliki nilai sebesar 7,65 dengan kisaran penilaian dari 7 sampai 9. Pada bagian tubuh madidihang seperti dinding perut rata-rata memiliki nilai 7,65 dengan kisaran penilaian dari 7 sampai 8. Untuk konsistensi dan kepadatan daging memiliki nilai yang baik dengan nilai 8, sedangkan bau yang tercium segar sehingga penilaian yang diberikan yaitu 8. Pada Gambar 22 akan disajikan pengamatan pada beberapa bagian tubuh madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda.
1. Mata cerah (kornea jernih)
2. Dinding perut ( daging, dinding perut dengan kondisi utuh)
Gambar 22 Tampilan beberapa bagian tubuh madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu, (1) mata, (2) dinding perut Berdasarkan Gambar 22, terlihat beberapa bagian tubuh madidihang yang terlihat setelah pembongkaran dilakukan. Bagian tubuh madidihang seperti mata
57
terlihat jernih pada bagian kornea, hal tersebut disebabkan oleh penyimpanan yang tidak begitu lama sekitar 3-4. Untuk dinding perut masih dalam keadaan baik dengan daging ikan yang masih utuh. Pengamatan organoleptik pada madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Pengamatan organoleptik pada beberapa bagian tubuh madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu Pengamatan Organoleptik Jenis ikan
Thunnus albacares (Madidihang)
Sampel ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Rata-rata Kisaran
Mata 8 8 8 8 8 9 8 8 8 7 8 7 8 9 8 9 8 9 7 7 7,65 7-9
Dinding perut 8 8 7 7 8 7 8 7 7 8 7 7 8 8 8 8 8 8 8 8 7,65 7-8
Konsistensi
Bau
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
Pada pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa beberapa hasil tangkapan pancing tonda memiliki tampilan yang sangat baik pada mata. Pada bagian mata madidihang yang didaratkan terlihat jernih pada bagian pupil dan kornea mata, hal tersebut tidak dimilki oleh hasil tangkapan kapal long line karena semua hasil tangkapannya direndam di dalam air bersuhu -1,2oC sampai 1,5oC dan disimpan dalam waktu yang cukup lama sekitar 7-10 hari penyimpanan, sedangkan kapal pancing tonda meyimpan madidihang tidak begitu lama, berkisar 3-4 hari dengan suhu palka 3-4oC. Namun efek penggunaan es dapat merugikan pada sebagian madidihang yang berada pada bagian paling bawah dari palka,
58
penyusunan yang kurang baik akan menambah tekanan sehingga dapat memberikan efek rusak pada bagian lunak pada tubuh madidihang seperti mata. Berdasarkan Tabel 11, terlihat beberapa bagian tubuh serta pencitraan yang baik seperti konstistensi (elastisitas) dan bau yang baik. Pada bagian mata memiliki nilai yang menyebar dari 7 sampai dengan 9, tampilan mata masih terjaga keasliannya pada beberapa madidihang yang didaratkan. Untuk dinding perut masih berada pada kondisi yang baik walaupun sudah dihilangkan bagian dalaman perut seperti, kandung telur, telur, dan isi perut, namun pada bagian ini sisik mudah terlepas dan kulit perut sedikit mudah mengelupas. Konsistensi masih baik, terlihat dari daya ungkit daging ikan saat ditekan akan kembali lagi dan tidak meninggalkan bekas jari. Bau masih segar karena penanganan suhu rendah dapat menetralkan bau serta menurunkan kerja bakteri pembusuk yang menyebabkan bau yang tidak sedap pada ikan.
6
Analisis fluktuasi mutu madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda Produksi madidihang yang diharapkan akan berkesinambungan dan terus
menerus berhubungan dengan mutu yang akan dicapai, yaitu dengan pengendalian penanganan terhadap hasil tangkapan agar produksi dapat terus berjalan. Untuk mengetahui apakah produksi madidihang berada dalam proses pengendalian atau tidak, diperlukan parameter pengendalian, salah satunya yaitu peta kendali np. Peta kendali np adalah peta kendali yang digunakan untuk memantau jumlah ketidaksesuaian yang dihasilkan dari suatu proses. Untuk menganilisisnya, dilakukan pengamatan langsung pada proses pendaratan madidihang, kemudian mencatat jumlah tuna yang tidak layak ekspor. Dari pengamatan diperoleh data seperti disajikan pada Tabel 12.
59
Tabel 12 Perbandingan jumlah madidihang yang tidak layak ekspor dengan beberapa batasan pengedalian yang didaratkan kapal pancing tonda No ulangan Jumlah Sampel Jumlah Cacat Proporsi 1 5 1 0,2 2 5 2 0,4 3 5 1 0,2 4 5 2 0,4 5 5 1 0,2 6 5 1 0,2 7 5 2 0,4 8 5 1 0,2 9 5 2 0,4 10 5 1 0,2 11 5 1 0,2 12 5 1 0,2 Total 60 16 p 1,33 0,27
CL 1,33 1,33 1,33 1,33 1,33 1,33 1,33 1,33 1,33 1,33 1,33 1,33
UCL 4,33 4,33 4,33 4,33 4,33 4,33 4,33 4,33 4,33 4,33 4,33 4,33
LCL -1,63 -1,63 -1,63 -1,63 -1,63 -1,63 -1,63 -1,63 -1,63 -1,63 -1,63 -1,63
pengamatan didasarkan pada bobot madidihang yang kurang dari 17 kg, berdasarkan hasil wawancara dengan petugas pelabuhan menjelaskan bahwa madidihang dengan bobot kurang dari 17 kg merupakan produk yang tidak layak ekspor, sedangkan rentang bobot madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda berkisar 11-68 kg, hal tersebut disebabkan oleh tidak tersedianya ruang pemrosesan tuna sehingga pengamatan cacat hanya tertuju pada bobot yang kurang dari 17 kg saja. Tidak dapat dipungkiri bahwa mutu awal madidihang yang buruk tidak dapat diubah menjadi berkualitas baik walaupun ditangani dengan penanganan yang sangat baik. Penanganan yang baik menjadi hal yang harus dipahami setiap ABK kapal pancing tonda, kecepatan, kebersihan, dan kehatihatian menjadi kunci utama dalam penanganan madidihang. Pada Gambar 23 disajikan peta kendali madidihang berdasarkan bobot kurang dari 17 kg yang didaratkan kapal pancing tonda.
60
5 4.5
Jumlah cacat
4 3.5
LCL
3 2.5
CL
2 1.5
UCL
1 0.5
Peta Kendali np Madidihang
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
No ulangan
Gambar 23 Peta kendali madidihang (Thunnus albacares) yang didaratkan kapal pancing tonda Keterangan : CL = Center Limit (batas tengah) UCL = Upper Control Limit (batas atas) LCL = Lower Control Limit (batas bawah) Berdasarkan Gambar 23, dapat dilihat bahwa produksi madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda masih berada dalam proses pengendalian, karena titik-titik pada setiap proses belum melewati batas atas dan batas bawah. Contoh perhitungan peta kendali np madidihang segar, dapat dilihat pada Lampiran 9.
7
Stabilitas komponen penanganan madidihang segar yang didaratkan kapal pancing tonda Penanganan yang diterapkan kapal pancing tonda termasuk baik, namun
memiliki beberapa kendala yang membuat menurunnya mutu hasil tangkapan. Penurunan mutu bisa terjadi saat penanganan di laut, sewaktu ikan ditangkap dan diangkat ke atas kapal, ikan menggelepar dengan hebat dan tidak segera dimatikan sehingga proses kejang pada ikan (rigormortis) dapat terjadi dengan singkat dan hal ini tidak baik untuk mutu ikan. Penurunan mutu dapat terjadi saat penyusunan es dan ikan, hubungan waktu dengan kegiatan pembongkaran juga dapat memberi pengaruh terhadap mutu madidihang. Untuk mengetahui Penanganan madidihang
61
segar yang dilakukan saat di kapal dan pelabuhan dapat dilihat dari beberapa faktor penting, yaitu: nelayan, metode penanganan, lingkungan, material, dan sarana yang digunakan saat penanganan. Faktor-faktor penting yang terdapat dalam penanganan dapat dilihat pada diagram sebab akibat pada halaman Lampiran 12 dan 13. 1
Nelayan Nelayan pancing tonda di PPN Palabuhanratu beroperasi sekitar rumpon laut dalam yang telah dipasang sebelumnya, nelayan pancing tonda berjumlah 3-6 orang. Satu orang juru masak merangkap pemancing, satu orang juru mudi, dan sisanya sebagai pemancing sekaligus pencari tandatanda keberadaan ikan. Kemampuan nelayan dalam penanganan madidihang di atas kapal tidak terlepas dari pengetahuan nelayan yang didapatkan dari pengalaman selama bertahun-tahun melaut di kapal pancing tonda.
2
Metode penanganan Metode penanganan madidihang di laut merupakan tahapan awal dalam mempertahankan mutu madidihang untuk tahapan berikutnya. Penanganan di laut dimulai saat ikan diangkat dari air, mematikan ikan dengan balok kayu/martil/alat tusuk (spike) pada bagian kepala madidihang, lalu dilanjutkan dengan membuang insang, isi perut, dan mengeluarkan darah, setelah selesai tubuh madidihang dicuci dari bekas darah yang menempel pada tubuh madidihang. Langkah selanjutnya ikan disusun di dalam palka berisikan es curah dan disusun dengan baik. Sesampainya di darat madidihang dapat dibongkar pada waktu pagi sampai menjelang malam. Pembongkaran dapat dilakukan dengan dua orang untuk mengangkat madidihang ke darat, lalu es dikeluarkan dari insang dan dilakukan pembasuhan dengan air bersih pada tubuh madidihang. Langkah selanjutnya madidihang ditimbang dan diukur panjangnya, lalu memindahkan madidihang ke dalam mobil boks berpendingin untuk didistribusikan ke Jakarta. Pada Gambar 24 disajikan diagram alir penanganan madidihang segar pada kapal pancing tonda.
62
Penanganan di kapal
Madidihang ditarik dari air dengan menggunakan ganco Madidihang yang hidup segera dimatikan dengan balok atau menusuk bagian tengah antara kedua mata
Madidihang disiangi dan dibuang isi perut lalu dicuci dengan air laut
Madidihang disimpan dalam penyimpanan sementara (palka) berisikan es yang bersuhu 3-4 oC
Penanganan di pelabuhan
Pembongkaran dipersiapkan seperti, es curah, mobil boks berpendingin, lalu madidihang diangkat dari palka Pembersihan tubuh madidihang dari sisa es
Penimbangan dan pengukuran panjang lalu pengisian es pada bagian insang dan diangkat ke dalam mobil boks berpendingin
Gambar 24 Diagram alir penanganan madidihang segar pada kapal pancing tonda. 3
Lingkungan Palka kapal pancing tonda bersuhu 3-0oC merupakan suhu penyimpanan madidihang saat di laut, namun suhu akan berubah saat perpindahan madidihang dari palka menuju darat yang suhunya tidak sama dengan suhu palka, suhu di darat biasanya 25oC (jika diasumsikan dengan suhu ruangan) yang mana suhunya dapat berubah-ubah karena terjadinya perubahan musim, seperti musim kemarau dan musim hujan, sehingga saat memindahkan madidihang dari palka menuju darat harus dilakukan dengan cepat dan harus didinginkan kembali menggunakan es saat dimasukkan ke dalam boks mobil berpendingin.
63
4
Material Material yang digunakan dalam penanganan madidihang pada kapal pancing tonda adalah es yang diisi secara penuh ke dalam palka sebelum berangkat ke daerah penangkapan, air tawar untuk kebutuhan nelayan, dan saat pencucian menggunakan air laut.
5
Sarana Kapal pancing tonda merupakan kapal yang berukuran sekitar 10 GT, kapal pancing tonda biasanya memiliki 3 palka, dua digunakan untuk madidihang dan satu palka cadangan digunakan untuk ikan berukuran kecil.
5.2
Pembahasan
5.2.1 Trend produksi madidihang di PPN Palabuhanratu Berdasarkan Gambar 25 dapat dilihat bahwa trend produksi madidihang mengalami pergerakan yang fluktuatif pada setiap tahunnya, hal tersebut tidak lepas dari penangkapan madidihang secara besar-besaran di beberapa daerah yang memiliki potensi madidihang seperti barat Sumatra, Bali, Selat Makassar, bagian selatan Jawa Barat, dan lain-lain. Hal tersebut diperparah dengan sering tertangkapnya madidihang yang berukuran 17 kg ke bawah, sehingga dapat berefek negatif terhadap regenerasi dan pertumbuhan madidihang yang layak tangkap kedepannya. Pada Gambar 25 akan disajikan kenaikan dan penurunan produksi
Total Produksi (kg)
madidihang tiap tahunnya selama lima tahun, mulai dari tahun 2005 sampai 2009. 2,000,000 1,500,000
1,495,105
1,000,000
683,271
500,000
677,842
542,584 590,557
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 25
Grafik produksi madidihang dari tahun 2005-2009 di PPN Palabuhanratu.
64
Produksi madidihang pada tahun 2005 mencapai titik tertinggi yaitu sebesar 1.495.105 kg, lalu laju penurunan produksi dimulai pada tahun 2006 yang cenderung menukik tajam dengan total produksi sebesar 677.842 kg. Namun pada tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar 5.729 kg sehingga produksi tahun ini mengalami peningkatan sebesar 683.271 kg. Pada tahun 2008 penurunan kembali terjadi sehingga produksi menjadi 590.557 kg. Pada data produksi tahun 2009 mencatat bahwa jumlah hasil tangkapan yang paling rendah dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya, pada tahun ini produksi madidihang mencapai 542.584 kg.
5.2.2 Penanganan madidihang pada kapal long line dan kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu 1.
Penanganan madidihang di laut Konsep penanganan madidihang tidak jauh berbeda dengan penanganan
ikan segar lainnya. Konsepnya adalah mempertahankan mutu semaksimal mungkin, bermula saat ditangkap sampai ke tangan konsumen untuk dikonsumsi. Namun pada tuna khususnya madidihang, lebih mengarah pada penanganan suhu rendah, dari hulu hingga hilir yang dijaga dengan ketat, sehingga kualitas madidihang tetap terjaga dengan baik. Penanganan madidihang lebih identik dengan penanganan yang eksklusif, karena penanganan yang dilakukan berbeda dengan ikan-ikan lainnya, hal tersebut disebabkan madidihang memiliki nilai jual yang sangat tinggi ketika sampai di pasar internasional, terutama Jepang. Jepang merupakan pasar terbesar dunia untuk komoditi madidihang segar, sedangkan pemasok utama madidihang segar ke Jepang adalah Indonesia (Suharno & Santoso, 2008). Kualitas madidihang yang akan diekspor tidak boleh berbeda jauh dengan madidihang yang baru ditangkap, mengingat standar kualitas madidihang yang diterapkan di pasar Jepang sangat tinggi, membuat pengusaha kapal long line dan kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu sangat memperhatikan penanganan madidihang baik saat ditangkap maupun saat pendistribusian. Penanganan madidihang yang diterapkan kedua kapal saat di kapal tidak jauh berbeda, penanganan dimulai saat ikan diangkat dari air. Pada kapal long line dan kapal pancing tonda penanganan awal yang dilakukan saat ikan berada di dek
65
kapal adalah pelumpuhan (stunning) madidihang dengan alat tusuk. Penggunaan alat tusuk (spike) sangat efektif dalam melumpuhkan madidihang, hanya membutuhkan beberapa detik untuk melumpuhkan madidihang dengan cara menekan mata madidihang lalu menusukkan alat tusuk pada bagian lunak diantara kedua mata dan segera setelah penusukan dilakukan ikan akan mati, namun penggunaan martil dan balok masih digunakan dalam melumpuhkan madidihang pada kapal pancing tonda, sedangkan penggunaan kedua benda tersebut tidak terlalu menguntungkan dari segi kerusakan fisik dan kekhawatiran yang ditimbulkan jika mematikan madidihang tidak dilakukan dengan sempurna. Penanganan berikutnya adalah membuang bagian insang sebagai salah satu sumber bakteri, lalu menghentikan pendarahan madidihang dengan cara memutuskan jantung ikan yang terletak tepat dibelakang hubungan antara ujung insang bagian bawah dengan tubuh ikan, kemudian dilanjutkan dengan menyikatnya, menyiram bagian insang dengan menggunakan air laut. Pada kapal long line mulut madidihang diikat dengan kabel nilon agar gigi madidihang tidak merobek plastik pembungkus . Madidihang pada kapal long line yang telah bersih, telah diikat mulutnya dan bebas dari bekas darah dikemas menggunakan plastik khusus yang berfungsi untuk melindungi madidihang dari gesekan dan benturan secara langsung saat berada di dalam palka, namun penggunaan plastik kemas tidak digunakan pada kapal pancing tonda yang diharapkan dapat melindungi ikan dari gesekan es dan melindungi ikan dari lelehan es jika saluran pembuangan tidak bekerja dengan baik. Langkah selanjutnya adalah memasukkan madidihang ke dalam palka. Sarana penanganan yang dimiliki kapal long line diantaranya adalah wadah penyimpanan (palka) pada kapal long line dapat memuat 400 ekor lebih madidihang dalam sekali pembongkaran, media yang digunakan untuk mendinginkan madidihang di dalam palka adalah air laut yang sebelumnya telah didinginkan menggunakan refrigerator, penggunaan media cair ini dapat menguntungkan dari segi keamanan fisik madidihang dari goresan yang sering terjadi pada kapal pancing tonda dan air laut dapat mendinginkan madidihang secara merata ke seluruh tubuh dan konstan karena dibantu dengan refrigerator, air laut dingin akan menyerap kalor pada tubuh madidihang secara bertahap
66
hingga suhu tubuh madidihang turun mendekati suhu air laut. Pada beberapa kapal long line di PPN Palabuhanratu telah memiliki konstruksi seperti atap pelindung yang dapat melindungi madidihang saat dilakukannya penanganan dari sinar matahari dan hujan, sehingga terpaparnya madidihang terhadap sinar matahari dan air hujan dapat dihindari. Pada kapal pancing tonda memiliki sarana penanganan yang sederhana, seperti: wadah penyimpanan (palka) yang dapat menampung madidihang sekitar 10 ekor dalam satu palka jika bobot dari masing-masing madidihang berkisar dari 20 kg sampai 30 kg, pendinginan di dalam palka menggunakan es curah. Penggunaan es pada kapal pancing tonda sebenarnya lebih menguntungkan dari segi pendinginan yang lebih cepat terjadi, tetapi dilain sisi akan banyak jumlah es yang hilang sehingga lebih banyak es yang digunakan, sehingga sejumlah es yang ada harus digunakan dengan cermat agar pasokan es yang dibawa untuk mendinginkan madidihang di laut dapat dimaksimalkan. Proses pendinginan ikan di dalam palka kapal pancing tonda dimulai saat es bersentuhan dengan tubuh madidihang, proses pemindahan kalor terjadi dari tubuh madidihang yang kemudian diserap oleh es. Proses pemindahan kalor ini akan berhenti saat suhu tubuh madidihang mendekati suhu es. Es yang digunakan untuk mendinginkan madidihang pada kapal pancing tonda didapatkan dari proses penghancuran balok es menjadi es curah dengan menggunakan mesin penghancur es. Mesin yang digunakan untuk menghancurkan balok es menjadi es curah perlu diperhatikan, mesin yang digunakan saat menghancurkan es pada kapal pancing tonda biasanya dalam kondisi yang memprihatinkan, sehingga es yang dihasilkan tidak begitu mulus cenderung masih kasar, sehingga dapat berefek pada tubuh madidihang menjadi cepat tergores di dalam palka. Ukuruan es tidak hanya ditujukan pada keamanan fisik madidihang di dalam palka namun juga ditujukan untuk mempercepat proses pendinginan selama penyimpanan. Faktor penting dalam mempercepat proses pendinginan adalah ukuran es yang telah dihancurkan. Pada Tabel 13 akan disajikan hubungan ukuran es dengan kecepatan pendinginan dalam menit.
67
Tabel 13 Pengaruh ukuran es terhadap kecepatan pendinginan Lama pendinginan Jumlah es yang digunakan 100% dari berat ikan 75% dari berat ikan 50% dari berat ikan
Potongan es besar (10x10x10 cm)
Potongan es sedang (4x4x4 cm)
154 menit 161 menit 192 menit
134 menit 137 menit 164 menit
Potongan es kecil (1x1x1cm) 89 menit 95 menit 120 menit
Sumber: Adawiyah, 2007
Penyusunan es dalam melapisi madidihang di dalam palka harus dilakukan dengan benar agar dapat mengurangi kerusakan pada tampilan madidihang. Menurut Adawiyah (2007), penyusunan ikan di dalam palka dapat dilakukan dengan cara, ikan-ikan ditumpuk di dalam ruangan palka, di dasar palka diberi es setebal ± 15 cm. Jika pada bagian-bagian yang bersinggungan dengan dinding kapal (karena bagian tersebut selalu panas oleh air laut, maka lapisan es harus diberi lebih tebal. Ikan ditumpuk berlapis-lapis dan bergantian dengan lapisan es. Jika ikan disiangi, maka bagian perut ikan menghadap ke bawah agar tidak ada air yang tertampung pada bagian perut ikan. Seluruh tubuh ikan diusahakan tertutupi oleh es dan bagian atas ditutupi dengan lapisan es yang tebal. Tumpukan ikan dan es tidak boleh lebih dari 50 cm, jika lebih maka ikan yang berada pada dibagian bawah akan terlalu banyak menerima tekanan dari ikan-ikan di atasnya sehingga akan rusak dan beratnya berkurang. Ikan yang akan disimpan dalam jumlah besar harus diberi sekat-sekat horizontal, sekat tersebut merupakan sekat hidup yang dapat dibongkar pasang sehingga memudahkan pekerjaan. Sebaiknya diusahakan agar lelehan air tidak mengalir ke bawah karena akan mengkontaminasi ikan yang ada pada lapisan bawah. Penanganan madidihang yang dilakukan saat berada di laut pada kapal pancing tonda terdapat kendala pada media pelindung dari sinar matahari yang terintegrasi dengan konstruksi kapal seperti atap pelindung, atap yang berfungsi sebagai pelindung dari sinar matahari dan hujan sangat membantu saat dilakukannya penanganan madidihang pada siang hari. Mayoritas kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu tidak memiliki atap pelindung pada konstruksinya, sehingga kemungkinan terpaparnya madidihang saat penanganan di laut sangat mungkin terjadi sehingga dapat mempengaruhi kualitas madidihang.
68
Rentang waktu yang digunakan kapal pancing tonda dalam penangkapan dan pendaratan tidak begitu lama, yaitu sekitar 7 hari, dan masa penyimpanan 3-4 hari di dalam palka, sedangkan pada kapal long line rentang waktu yang digunakan dalam penangkapan dan pendaratan dapat mencapai 14 hari dan waktu penyimpanan selama 10 hari. Masalah rentang waktu dan suhu penyimpanan saat di laut menuju pelabuhan lebih identik pada kesegaran, madidihang yang disimpan dalam suhu rendah dengan waktu tertentu dapat berefek pada kualitasnya, sehingga waktu penyimpanan dan suhu yang diterapkan pada masingmasing kapal perlu diperhatikan agar kesegaran dan kualitasnya tetap terjaga. Penanganan yang baik menjadi tuntutan yang harus dilakukan setiap ABK kapal, baik kapal long line maupun kapal pancing tonda. Penanganan saat di kapal merupakan tahap awal yang penting dalam menjaga kualitas ikan agar tetap memiliki mutu yang baik. Tujuan utama dalam penanganan primer di kapal adalah untuk memperlambat penurunan mutu madidihang. Adapun prinsip-prinsip penanganan madidihang yang benar saat di kapal dapat dilakukan pada langkahlangkah berikut : 1)
Persiapan peralatan penanganan untuk menyiangi ikan, seperti alat penusuk
untuk mematikan madidihang (spike), pisau, gunting sirip semuanya harus dalam kondisi siap pakai, bersih dan tajam, plastik kemasan dipersiapkan, nylon cable tie (tali pengait plastik keras untuk dikaitkan pada mulut ikan). Dek harus basah dan didinginkan dengan cara mengaliri dek dengan air dari selang secara terus menerus. Persiapan untuk menaikkan madidihang dengan menyiapkan alas pelindung agar ikan yang diangkat ke dek kapal tidak terbentur papan dek kapal. Waktu penyiangan disiapkan pula bantalan busa yang bersih dan basah, ini dilakukan agar penanganan tetap dalam kondisi higienis dan sanitasi yang baik, agar ikan tidak terkontaminasi dari peralatan dan naiknya suhu tubuh karena temperatur lingkungan (Bahar & Bahar,1991); 2)
Cara pengangkatan madidihang ke dek kapal juga perlu diperhatikan,
mengangkat madidihang dengan cara mengganco bagian insang, lalu melepas pancing yang masih mengait pada mulut madidihang dengan hati-hati (Partosuwiryo, 2008);
69
3)
Melumpuhkan ikan yang masih hidup adalah dengan merusak bagian
modula oblongata, cara yang digunakan adalah dengan menusukan spike ke arah otak ikan. Penusukan dilakukan pada bagian lemah di atas kepala (antara mata kiri dan mata kanan (Endroyono, 1983); 4)
Proses pengeluaran darah ikan dilakukan dengan cara memutuskan jantung
ikan yang terletak tepat dibelakang hubungan antara ujung insang bagian bawah dengan tubuh ikan. Untuk mengeluarkan darah ikan lebih banyak dan lebih cepat, ikan ditusuk pada bagian sirip dada (pectoral fin). Penusukan ini dilakukan tegak lurus terhadap garis linea lateralis dan tidak terlalu dalam (2-3 cm). Penusukan pada bagian tersebut tidak merugikan, sebab sepanjang garis line lateralis mulai dari pectoral fin sampai ke pangkal ekor membentang pembuluh darah yang cukup besar, serta daging sepanjang pembuluh darah tersebut berwarna merah dan mutunya kurang baik (Endroyono, 1983); 5)
Penyiangan dilakukan pada saat madidihang mati sempurna, dilakukan
penyiangan untuk mengeluarkan isi perut dan insang dengan cara membuka tutup insang, kemudian mengunci mulut madidihang dengan tali pengait plastik. Memotong sekat antara jantung dan rongga perut, memotong pangkal insang sampai putus dan membuangnya ke laut. Untuk membuang sisa-sisa darah dan lendir, ikan dicuci dengan air bertekanan tinggi sampai bersih
(Bahar &
Bahar,1991). Menurut Endroyono (1983) tujuan dari penyiangan adalah : a)
Untuk menghindari sumber-sumber penyebab pembusukan pada ikan sepeti mikroorganisme (bakteri) dan enzim pencernaan (proses autolisis) yang terpusat pada insang, pencernaan (perut, dan lendir pada permukaan kulit);
b)
Membuat bentuk penampilan ikan yang sesuai dengan tuntutan konsumen dalam perdagangan.
6)
Langkah berikutnya adalah ikan di packing dengan plastik yang aman. Menurut KEP MEN (2007) bahan kemasan (packing) dan bahan lain yang
kontak langsung dengan hasil perikanan harus memenuhi persyartan higienis, dan khususnya : a) Tidak boleh mempengaruhi karakteristik organoleptik dari hasil perikanan; b) Tidak boleh menularkan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan manusia;
70
c) Harus cukup kuat melindungi hasil perikanan. 7)
Setelah mengemas ikan dengan plastik, ikan dimasukkan ke dalam palka
yang terisi air laut dingin. Penggunaan air laut dingin dapat mengurangi perubahan warna pada daging, oksidasi lemak, dan tanggalnya sisik pada ikan. Prinsip dasar pendinginan ikan adalah untuk menurunkan suhu ikan dari suhu awal (misal 20oC) ke suhu rendah sekitar -1 sampai 0oC (Ilyas, 1983), ini bertujuan agar penyimpanan ikan agar tetap awet. Pada Tabel 14 dapat dilihat mengenai ambang batas waktu kesegaran ikan pada suhu -1 sampai 0oC. Tabel 14 Penyimpanan dalam suhu -1 – 0oC No. Jenis 1. Tuna sirip biru 2. Tuna mata besar 3. Tuna sirip kuning
Suhu ( oC) -1-0 -1-0 -1-0
Kelembaban (%) -
Waktu penyimpanan Segar selama dua minggu
Sumber : OFCF, 1987
Pada saat penyiangan untuk dinding rongga perut tidak dibelah di laut agar tidak terjadi peresapan air garam dan larutnya lemak yang terdapat dalam daging dan pembelahan dinding perut dilakukan pada ruang proses di darat (Bahar & Bahar,1991).
2
Penanganan madidihang di pelabuhan Kunjungan kapal terdiri dari dua jenis yaitu tambat labuh. Tambat adalah
apabila kapal bersandar atau mengikat tali di tempat tertentu untuk melakukan kegiatan membongkar hasil tangkapan, sedangkan kapal dikatakan berlabuh apabila setelah membongkar hasil tangkapan kapal bersandar atau mengikat tali di tempat tertentu yang bukan tempat bongkar, untuk istirahat dan menunggu keberangkatan ke laut atau yang menunggu naik dock atau dalam keadaan floating repair (Yuliastuti, 2010). Kegiatan tampat kapal long line di PPN Palabuhanratu tidak dilakukan pada waktu bersamaan dengan merapatnya kapal ke darmaga, membutuhkan persiapan terlebih dahulu. Biasanya pembongkaran dilakukan pada waktu siang hari sampai menjelang senja. Hal tersebut dilakukan karena hasil tangkapan kapal long line seperti madidihang langsung didistribusikan ke Jakarta untuk dicek kualitasnya dan kegiatan pemrosesan berikutnya, sehingga pembongkaran yang dilakukan pada waktu siang hari sampai menjelang senja menjadi efektif karena
71
pembongkaran membutuhkan waktu yang lama dan biasanya pembongkaran selesai pada malam hari, oleh sebab itu pendistribusian pada malam hari menjadi lebih cepat karena aktifitas kendaran di jalan menjadi lebih berkurang dan memudahkan proses penanganan selanjutnya di perusahaan ekspor madidihang di Jakarta pada waktu pagi hari. Kegiatan tambat kapal pancing tonda tidak jauh berbeda dengan kapal long line dan pendistribusiannya juga dilakukan pada waktu pagi, senja dan menjelang malam hari, namun hasil tangkapan seperti madidihang beberapa diantaranya langsung didistribusikan ke pasar lokal. Pendistribusian pada saat pembongkaran yang dilakukan pada kapal long line dilakukan saat madidihang diangkat dari palka, kemudian dipindahkan ke darat menggunakan alat seluncur (conveyor), lalu dilakukan pengisian es pada bagian insang dan diangkut ke dalam boks mobil, namun pada kapal pancing tonda pendistribusian dilakukan sedikit berbeda, pembongkaran dimulai saat madidihang diangkat dari palka, kemudian dilakukan pembersihan dengan mengeluarkan sisa es dari bagian insang, dilanjutkan dengan membasuh tubuh madidihang dengan air bersih dengan tujuan agar tubuh madidihang bebas dari sisa es yang berasal dari palka dan kotoran yang menempel, lalu ditimbang bobotnya, diukur panjangnya, dan diangkut ke dalam boks mobil. Menurut Ilyas (1983) prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pendistribusian saat pembongkaran ikan adalah sebagai berikut : 1)
Suhu dan kondisi lainnya harus dipertahankan agar suhu pada pusat produk konstan selama pemindahan termasuk penyimpanan, pengangkutan, dan pengeceran. Khusus pada ikan basah, suhu pada pusat produk 0oC;
2)
Produk dingin selama produksi dan distribusi harus dilindungi dari penularan (kontaminasi) oleh bakteri, jamur, senyawa kimia, dan kotoran lainnya yang berasal dari air laut, es, dan lain-lain bahan dari luar yang dapat membahayakan manusia;
3)
Selama ditribusi produk harus ditangani dan diperlakukan dengan cermat, hati-hati dan cepat. Semua sarana harus memenuhi persyaratan sanitasi, demikian juga pemeliharaannya.
72
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor: 264/DPT.0/PI.540.S4/I/09, pembongkaran yang ideal adalah pembongkaran yang dilakukan dengan memenuhi beberapa kriteria berikut: 1)
Pembongkaran ikan dilakukan dengan hati-hati, cepat dan menghindari sinar matahari langsung;
2)
Suhu ikan di dalam palka sesuai dengan persyaratan rantai dingin.
3)
Pada saat pembongkaran, ikan diletakkan pada tempat/wadah yang bersih dan higienis;
4)
Suhu ikan, setelah di bongkar dari kapal dan diletakkan di tempat/wadah penampung masih memenuhi persyaratan rantai dingin;
5)
Tempat/wadah penampungan ikan setelah pembongkaran, melindungi ikan dari kontaminasi dan tidak merusak ikan;
6)
Perlengkapan yang digunakan saat pembongkaran ikan dalam kondisi baik dan tidak mengakibatkan kontaminasi produk ikan;
7)
Peralatan, kendaraan yang digunakan selama proses muat ikan harus dapat mempertahankan suhu sesuai dengan yang dipersyaratkan serta tidak mengkontaminasi produk ikan. Pada saat kapal long line dan kapal pancing tonda berlabuh, ABK kapal
biasanya melakukan persiapan untuk kegiatan melaut berikutnya. ABK kapal membersihkan dek kapal, palka, mengisi BBM, logistik, perlengkapan nelayan, air tawar, umpan, mengecek alat tangkap dan mengisi palka dengan es pada kapal pancing tonda. Kapal long line dan kapal pancing tonda akan kembali melaut kembali setelah semua persiapan telah lengkap.
3
Kondisi madidihang yang didaratkan kapal long line dan kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu Madidihang yang didaratkan di PPN Palabuhanratu memiliki kondisi yang
berbeda-beda, kondisi yang sering terjadi di laut setelah penangkapan dan penanganan dilakukan seperti masalah (cacat) yang sering timbul dari kondisi madidihang yang didaratkan di PPN Palabuhanratu adalah bobot madidihang kurang dari 17 kg, warna daging coklat kemerahan, dan tekstur daging kurang kenyal. Setiap cacat pada hasil tangkapan yang yang didaratkan kapal penangkap madidihang merupakan masalah yang dapat ditimbulkan akibat dari kelalaian/
73
kurang cermatnya ABK dalam penanganan awal saat berada di kapal dan juga dapat berasal dari madidihang sendiri. Madidihang dengan bobot kurang dari 17 kg merupakan kendala yang tidak dapat dihindari dalam penangkapan, namun dapat dicegah. Hal tersebut dapat diketahui dari habitat madidihang yang berukuran kecil yang sering mendiami permukaan perairan jika dibandingkan dengan madidihang dewasa yang sering mendiami lautan dalam sehingga kedalaman pancing yang diturunkan dari masing-masing kapal perlu diperhatikan. Kapal long line di PPN Palabuhanratu biasanya mampu menurunkan pancing sampai kedalaman 50 m dan menggunakan line hauler sebagai alat yang digunakan untuk menarik pancing serta madidihang dari dalam air, penggunaan line hauler sangat memudahkan ABK dalam menarik pancing dan madidihang jika mengingat kedalaman pancing yang diturunkan sampai kedalaman 50 m yang dirasakan sangat berat dengan ditambah tekanan yang diberikan madidihang hidup sehingga penarikan menggunakan tenaga manusia tidak dimungkinkan untuk diterapkan. Pada kapal pancing tonda tidak menurunkan pancing pada kedalaman seperti kapal long line tetapi menurunkan pancing sampai kedalaman 10 m karena pada kapal pancing tonda tidak menggunakan line hauler sebagai alat pembantu penarikan madidihang dari air, namun penarikan hanya menggunakan tenaga manusia. Menurut Schultz (2004), pola hidup madidihang yang berukuran kecil sedikit berbeda dengan madidihang dewasa, madidihang yang berukuran kecil hidup secara bergerombol membentuk schooling ikan yang besar dan mendekati permukaan perairan, sedangkan madidihang dewasa mendiami laut dalam, namun terkadang mereka juga hidup pada permukaan perairan, dan madidihang sering tertangkap dekat dengan permukaan perairan menggunakan pancing. Tertangkapnya madidihang yang berukuran kecil terutama memiliki bobot kurang dari 17 kg tidak lepas dari swimming layer yang dekat dengan permukaan laut, sehingga kemungkinan besar tertangkap oleh nelayan yang menggunakan pancing. Pada Tabel 15 berikut terdapat pola swimming layer beberapa spesies tuna yang mendiami laut lepas.
74
Tabel 15 Swimming layer beberapa jenis tuna No 1 Bluefin 2 Bigeye 3 Madidihang
Jenis Tuna
Swimming Layer (m) 50 – 300 50 – 400 0 – 200
Sumber : Endroyono, 1983
Pada Tabel 15 menjelaskan bahwa kedalaman lautan yang menjadi habitat madidihang berada pada 0 m sampai 200 m yang mana bagian terdalam dari 50 m sampai 200 m menjadi habitat madidihang dewasa dan bagian permukaan menjadi habitat madidihang yang belum dewasa (berukuran kecil). Cacat dominan berikutnya pada kapal long line adalah warna daging coklat kemerahan, hal tersebut merupakan reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh madidihang akibat perubahan pigmen darah. Menurut Endroyono (1983) warna daging tuna yang berkualitas bagus adalah merah cerah, namun pada beberapa tuna yang mengalami kemunduran mutu, warna daginnya menjadi coklat kemerahan. Warna daging tuna dibentuk oleh pigmen yang terdapat di dalam tubuh tuna. Pigmen merah pada daging tuna cenderung beroksidasi dengan udara sehingga warna daging menjadi coklat kemerahan. Pigmen daging tuna adalah myoglobin dan berada di dalam daging sebagai oxymyoglobin dan metmyoglobin. Metmyoglobin inilah yang menghasilkan disklorisasi kecoklatan. Kadar metmyoglobin meningkat sesuai dengan peningkatan waktu sesudah ikan mati. Tuna yang bermutu tinggi memiliki kandungan metmyoglobin tidak boleh lebih dari 30 % dari myoglobin seluruhnya. Reaksi disklorosi berlangsung cepat pada daging ikan tuna yang sedang membeku dan sangat dipengaruhi oleh keasaman (pH). Pada pH yang lebih rendah reaksi disklorisasi akan berlangsung lebih cepat. Pada kapal pancing tonda cacat dominan setelah bobot kurang dari 17 kg adalah tekstur daging kurang kenyal. Proses penguraian protein dan lemak oleh enzim (protase dan lipase) yang terdapat di dalam daging disebut proses autolisis. Hal ini disebabkan di dalam daging ikan mengandung protein, maka proses ini dapat disebut proteolisis. Enzim-enzim ini sebenarnya sudah aktif sejak ikan masih hidup, akan tetapi ketika aktivitasnya dimanfaatkan untuk menghasilkan energi dan pemeliharaan tubuh. Autolisis dimulai bersamaan dengan penurunan pH. Mula-mula protein terpecah menjadi molekul makro, yang menyebabkan peningkatan dehidrasi lalu terpecah menjadi pepton, polipeptida, dan akhirnya
75
menjadi asam amino. Disamping asam amino, autolisis menghasilkan pula sejumlah kecil pirimidin dan purin, basa yang dibebaskan pada pemecahan asam nukleat. Bersamaan dengan itu, hidrolisis lemak menghasilkan asam lemak gliserol. Autolisis akan mengubah struktur daging sehingga kekenyalan menurun (Dwiari et al., diacu dalam Wangsadinata, 2009). Pengamatan terhadap fisik madidihang jika didasari oleh uji organoleptik, maka pengamatan akan terfokus pada beberapa pengujian pada tubuh madidihang, diantaranya adalah mata, dinding perut, konsistensi, dan bau. Pada keempat komponen tersebut dapat menunjukkan kesegaran yang dimiliki madidihang. Parameter mata madidihang yang didaratkan kapal long line memiliki kisaran dari 7 sampai 8, dan kisaran yang dimiliki madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda yaitu 7 sampai 9, mata dari beberapa madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda masih seperti aslinya sehingga diberikan nilai penuh. Pengamatan pada dinding perut madidihang yang didaratkan kapal long line memiliki kisaran yang sangat baik yaitu 8-9, dan kisaran dinding perut madidihang pada kapal pancing tonda yaitu 7-8, hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa perut madidihang yang lembek dan bau isi perut yang netral. Pengujian konsistensi pada tubuh madidihang yang didaratkan kapal long line menunjukkan hasil yang sangat baik, yaitu 9, hal tersebut disebabkan tekstur dagingnya yang sangat padat, pengamatan pada konsistensi pada tubuh madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda agak padat, sehingga nilai yang diberikan yaitu 8. Bau yang tercium pada tubuh dan isi perut madidihang yang didaratkan kedua kapal masih tergolong baik, yaitu 8. Pengujian pada keempat komponen yang digunakan pada uji organoleptik pada kedua kapal memiliki rataan yang tidak jauh berbeda, 8,25 untuk kapal long line sedangkan 7,82 untuk kapal pancing tonda, nilai yang didapatkan dari kedua rataan tersebut menunjukkan bahwa madidihang yang didaratkan masih dalam keadaan segar jika mengacu pada Dewan Standardisasi Nasional tahun 1992. Pengamatan
yang
dilakukan
pada
sejumlah
madidihang
di
PPN
Palabuhanratu yang didaratkan oleh kapal long line memiliki tampilan lebih cemerlang pada bagian tubuh, mulus dan bebas goresan. pada madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda, madidihang yang didaratakan kapal pancing
76
tonda memiliki tubuh kurang cemerlang serta kulit madidihang mudah terkelupas dan goresan yang tampak jelas pada beberapa tempat dibagian tubuh madidihang, namun beberapa diantaranya terdapat pada bagian mendekati ekor, dibawah tutup insang dan dekat sirip dada serta sirip lengan (renang). Penanganan yang baik pada kapal long line dan sarana yang mendukung membuat madidihang memililki tampilan dan kesegaran yang baik, namun bukan berarti madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda memiliki kualitas yang buruk. Beberapa madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda memiliki mata sangat jernih dan pupil masih seperti aslinya, hal tersebut disebabkan oleh penyimpanan di dalam palka yang tidak begitu lama (3-4 hari) jika dibandingkan dengan waktu penyimpanan pada kapal long line (7-10 hari) dan madidihang tidak terendam dalam air seperti madidihang pada kapal long line, sehingga mata tetap jernih dan hal tersebut tidak ditemukan pada madidihang yang didaratkan kapal long line, namun indikator mata sering tidak digunakan dalam penentuan grade madidihang yang akan diekspor, cenderung pada tampilan tubuh dan kualitas daging. Bagian seperti dinding perut, dagingnya masih utuh, bau segar, konsistensi pada hasil tangkapan kedua kapal masih baik. Berdasarkan pengamatan menggunakan peta kendali np, didapatkan bahwa, pergerakan fluktuatif pada diagram peta kendali np berasal dari jumlah cacat madidihang yang didaratkan pada masing-masing kapal. Jumlah cacat pada setiap ulangan mempengaruhi pergerakan garis (fluktuatif) pada diagram peta kendali np, jika jumlah cacat melebihi batas atas maka penanganan tersebut berada diluar batas pengendalian. Diagram peta kendali np menunjukkan bahwa suatu penanganan berada pada pengendalian atau tidak, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah ulangan yang digunakan, jumlah sampel yang diambil dan jumlah cacat madidihang yang didaratkan. Tiga hal tersebut sering digunakan dalam pengujian pengendalian suatu proses penanganan, sehingga dari ketiga hal tersebut jika diolah lebih lanjut berdasarkan perhitungan peta kendali np dapat diketahui bahwa apakah suatu proses penanganan berada dalam pengendalian atau tidak. Pengamatan yang dilakukan pada kapal long line dan kapal pancing tonda menunjukkan pergerakan garis dari jumlah cacat yang tidak seragam, memiliki
77
kecenderungan pergerakan yang berbeda-beda, namun masih berada pada tahapan yang aman dalam pengendalian. Pada kapal long line jumlah cacat madidihang adalah 50 ekor, sampel yang digunakan pada tiap ulangan adalah 91 ekor dengan 12 ulangan dan kapal pancing tonda memiliki madidihang yang cacat berjumlah 16 ekor, sampel yang digunakan pada tiap ulangan adalah 5 ekor dan menggunakan ulangan yang sama yaitu 12. Hasil yang didapatkan pada kapal long line jika mengacu pada rata-rata cacat madidihang berkisar 4,17, rata-rata ini didapatkan dari rasio total cacat dengan jumlah ulangan. Rata-rata cacat berhubungan dengan batas atas pengendalian, semakin tinggi rata-rata cacat (4,17) maka semakin tinggi pula batas atas pengendaliannya (10,14). Hal tersebut dikuatkan dengan rata-rata cacat madidihang pada kapal pancing tonda, nilai rata-rata cacatnya yaitu 1,33 dan batas atas pengendaliannya 4,33. Nilai rata-rata cacat dan batas atas pengendalian) yang didapatkan pada masing-masing kapal masih berada pada batas pengendalian karena jumlah cacat dari masing-masing ulangan dari total 12 ulangan tidak melewati nilai dari batas atas pengendalian. Proporsi cacat pada kapal long line dan kapal pancing tonda dipengaruhi oleh perbandingan (rasio) jumlah cacat yang didapatkan dengan jumlah sampel yang digunakan, kedua hal tersebut saling mempengaruhi secara linear, sehingga didapatkan bahwa nilai proporsi semakin mengecil jika rasio pada jumlah cacatnya lebih kecil daripada jumlah sampel yang digunakan. Proporsi cacat pada pada kapal long line lebih kecil (0,05) jika dibandingkan pada kapal pancing tonda (0.27), hal tersebut disebabkan penggunaan jumlah sampel yang digunakan pada pengujian madidihang di kapal long line lebih besar (91) daripada pengujian madidihang pada kapal pancing tonda (5), hal tersebut tidak terlepas dari hubungan antara total hasil tangkapan yang didaratkan pada masing-masing kapal dengan waktu yang dilaksanakan selama penelitian. Kapal long line dan kapal pancing tonda memiliki perbedaan yang mencolok dalam bobot kapal/Gross Ton (GT), kapal long line dengan 25 GT dapat mengangkut ratusan ekor dalam setiap trip, sedangkan kapal pancing tonda dengan 10 GT dapat mengangkut puluhan ekor dalam setiap trip. Pengumpulan data yang dihimpun selama tujuh hari di kapal long line menghasilkan 1092 ekor
78
dengan bobot sekitar 42.696,8 kg, sedangkan data dari kapal pancing tonda yang diperoleh selama 25 hari menghasilkan 60 ekor dengan bobot sekitar 2.370 kg, sehingga berdasarkan perhitungan matematis pada halaman Lampiran 14 menunjukkan bahwa setiap satu GT pada kapal long line akan menghasilkan 243,98 kg atau mendekati 244 kg setiap harinya, sehingga jika bobot madidihang yang terpancing sekitar 50 kg, maka kapal long line dapat menangkap 4-5 ekor madidihang dalam sehari. Berbeda dengan kapal pancing tonda pada setiap satu GT akan menghasilkan 9,48 kg atau mendekati 9,5 kg atau hanya satu ekor pada setiap harinya yang mana merupakan bobot madidihang yang belum dewasa. Berdasarkan masalah di atas dapat menunjukkan bahwa setiap satu GT kapal dapat menghasilkan sejumlah madidihang pada setiap harinya. Berdasarkan hasil wanwancara dengan pihak terkait, seperti petugas pelabuhan, bobot ikan tuna di PPN Palabuhanratu dapat menentukan harga yang akan di pasarkan. Harga berkisar dari Rp 14.000 sampai Rp 32.000 tergantung bobot dan tampilan tuna yang didaratkan. Bobot tuna diatas 30 kg dan memiliki tampilan yang baik dihargai Rp 30.000 - Rp 32.000, sedangkan bobot tuna di bawah 30 kg walaupun memiliki tampilan yang baik tetap dihargai dari harga Rp 14.000 – Rp 20.000. Harga yang berlaku di PPN Palabuhanratu tidak semahal yang berlaku di negara tujuan ekspor, hal tersebut disebabkan adanya perlakuan yang ketat mengenai pengecekan kualitas daging, tampilan tuna, bobot, tekstur daging, dan lain-lain, sehingga harga yang diterapkan menjadi lebih mahal di negara pengimpor. Menurut Tragistina (2011) harga ikan tuna di pasar Jepang berkisar antara ¥ 800 sampai ¥ 1000 per kilogram, harga tersebut jika dikonversikan ke dalam rupiah dengan asumsi satu yen adalah Rp 100, maka satu kilogram tuna berkisar Rp 80.000 - Rp 100.000. Ikan tuna yang diekspor ke Jepang memiliki permintaan dan harga yang tinggi daripada di dalam negeri, hal tersebut didukung dengan kebiasaan masyarakat Jepang yang makanan sehariharinya tidak terlepas dari tuna, sehingga tuna di pasar Jepang sangat digemari jika dibandingkan dengan Amerika dan Uni Eropa.