5.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pemasaran mebel kayu jati Jepara 5.1.1. Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang dan jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi.
Sebuah saluran pemasaran melaksanakan
tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan (Kotler, 1997). Pada pemasaran mebel kayu jati Jepara terdapat banyak saluran pemasaran dengan lembaga-lembaga pemsaran yang terlibat didalamnya.
Lembaga
pemasaran mebel kayu jati Jepara yang diamati pada penelitian ini dimulai dari tingkat pengrajin sampai lembaga pemasaran akhir. Berikut adalah bagan saluran pemasaran hasil pengamatan di lapangan :
Ekspor
Eksportir + gudang
Konsumen domestik
Showroom di Jepara + finishing
Showroom luar Jepara + finishing
Pengumpul/Broker
Pengrajin
Gambar 9 Bagan Saluran Pemasaran Mebel Kayu Jati di Jepara
Showroom luar Jepara
Broker + finishing
40
Saluran pemasaran mebel kayu jati Jepara sebagaimana yang terlihat pada bagan di atas terdiri atas berbagai saluran, diantaranya yaitu : 1. pengrajin – eksportir+gudang – ekspor 2. pengrajin – showroom di Jepara + finishing – konsumen 3. pengrajin – pengumpul/broker - showroom di Jepara+finishing konsumen 4. pengrajin – pengumpul/broker – showroom di luar Jepara+finishing konsumen 5. pengrajin – broker+finishing – showroom di luar Jepara - konsumen
Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa saluran pemasaran dapat dicirikan dengan memperhatikan banyaknya tingkat saluran.
Saluran
pemasaran satu tingkat, dua tingkat dan tiga tingkat adalah saluran pemasaran dengan satu, dua dan tiga perantara.
Saluran pemasaran 1 Pada saluran pemasaran satu mebel mentah hasil olahan pengrajin dijual kepada eksportir untuk selanjutnya dilakukan finishing dan diekspor. Saluran pemasaran 1 ini merupakan saluran pemasaran satu tingkat dengan perantara adalah eksportir.
Saluran pemasaran 2 Pada saluran pemasaran 2, mebel mentah atau mebel setengah jadi hasil produksi pengrajin dibeli oleh showroom yang terdapat di Jepara. Selanjutnya showroom melakukan finishing terhadap mebel dan dijual ke konsumen. Saluran pemasaran ini merupakan saluran pemasaran satu tingkat dengan showroom sebagai perantara.
Saluran pemasaran 3 Berbeda dengan saluran pemasaran 1 dan 2, pada saluran pemasaran 3 pengrajin menjual mebel mentah kepada pengumpul atau broker. Selanjutnya broker menjual mebel kepada showroom. Sama seperti saluran 2, showroom
41
melakukan finishing mebel dan dijual kepada konsumen. Saluran pemasaran 2 merupakan saluran pemasaran dua tingkat, dengan broker dan showroom sebagai perantara. Perantara pada saluran pemasaran 3 adalah broker dan showroom.
Saluran pemasaran 4 Saluran pemasaran 4 mempunyai persamaan dengan saluran pemasaran 3 yaitu broker membeli mebel dari pengrajin.
Selanjutnya broker menjual
mebel tersebut kepada showroom di luar Jepara. Saluran pemasaran 4 merupakan saluran pemasaran dua tingkat dengan broker dan showroom sebagai perantara.
Saluran pemasaran 5 Pada saluran pemasaran 5, mebel hasil olahan dibeli oleh pengumpul dan difinishing. Kemudian mebel dikirim ke showroom di luar Jepara. Saluran pemasaran
ini
merupakan
saluran
pemasaran
dua
tingkat
dengan
broker+finishing dan showroom di luar Jepara sebagai perantara. Pada saluran-saluran pemasaran di atas, produk mebel yang dihasilkan oleh pengrajin pada umumnya dibeli oleh konsumen rumah tangga dan konsumen industri.
Konsumen rumah tangga membeli mebel hanya
digunakan sebagai kebutuhan untuk perlengkapan rumah tangga. Konsumen industri membeli mebel untuk diproses lebih lanjut dan dijual kembali baik kepada showroom di luar Jepara maupun di ekspor setelah dilakukan finishing. Mebel yang dibeli oleh industri pada umumnya adalah mebel mentah atau mebel setengah jadi. Dari berbagai pola saluran pemasaran mebel kayu tersebut di atas, pola saluran yang banyak terdapat di lapangan adalah saluran pemasaran satu (pengrajin-eksportir+finishing-konsumen dan saluran pemasaran empat (pengrajin-pengumpul/broker-showroom di luar Jepara-konsumen). Saluran pemasaran satu diminati oleh pengrajin disebabkan adanya order yang berkesinambungan dan rasa bangga dari pengrajin karena mebel yang mereka produksi dapat diekspor.
42
Saluran pemasaran dua banyak terjadi di lapangan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu adanya kemudahan dari sisi pengrajin untuk memasarkan mebel hasil produksi pengrajin.
Kemudahan disini adalah
pengrajin tidak akan mengeluarkan biaya untuk memasarkan mebel karena pengumpul akan datang ke tempat pengrajin untuk membeli mebel tersebut. Selain itu pengrajin juga akan merasakan ketenangan dalam memproduksi mebel karena telah ada pembeli (pengumpul) tetap. Faktor lainnya adalah karena tertutupnya akses informasi pasar pembeli mebel.
Pengrajin tidak
pernah mengetahui siapa pembeli mebel yang mereka produksi. Pengumpul atau broker sangat tertutup terhadap informasi pasar ini dan broker dengan sengaja menutup informasi untuk mengurangi persaingan sehingga pengrajin hanya akan menjual mebel kepada pengumpul tersebut.
5.1.2. Analisis Marjin Pemasaran Analisis marjin pemasaran pada penelitian ini dilakukan dimulai dari tingkat pengrajin mebel jati di Jepara sampai kepada konsumen di Bogor (saluran pemasaran empat). Mebel yang dijual oleh pengrajin dan pengumpul pada analisis ini adalah mebel setengah jadi. Kemudian mebel yang dijual oleh pemilik toko adalah mebel yang sudah jadi. Hasil
perhitungan
marjin
pemasaran
rata-rata
pada
Tabel
4
memperlihatkan marjin pemasaran rata-rata untuk rak adalah sebesar Rp 530.000, set meja dan kursi tamu sebesar Rp2.340.000, lemari pajangan sebesar Rp 3.960.000, dan meja makan sebesar Rp 3.960.000.
Besarnya
marjin pemasaran rata-rata ini karena adanya biaya transportasi yang dikeluarkan oleh lembaga perantara dan biaya pengolahan yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran akhir. Jika dilihat dari sebaran nilai marjin pemasaran pada Tabel 5 maka sebaran marjin pemasaran paling tinggi untuk rak, set kursi tamu, lemari pajangan, dan meja makan terdapat pada pemilik toko yaitu sebesar 50%, 60%, 68% dan 63%.
43
Tabel 4 Marjin pemasaran rata-rata untuk rak, set kursi tamu, lemari pajangan dan meja makan Rataan marjin Pengrajin Pengumpul pemilik No. Jenis mebel pemasaran (Rp) (Rp) toko (Rp) (Rp) 1 Rak 230.000 380.000 760.000 530.000 set meja dan kursi 2 tamu 1.160.000 1.900.000 3.500.000 2.340.000 3 lemari pajangan 1.380.000 2.500.000 5.340.000 3.960.000 4 Meja makan 1.200.000 1.560.000 4.220.000 3.020.000
Besarnya marjin pemasaran rata-rata di tingkat pemilik toko karena pemilik toko mengeluarkan biaya untuk transportasi dan proses pengolahan mebel mentah menjadi mebel jadi. Tabel 5 Distribusi sebaran marjin pemasaran rata-rata Jenis mebel2 Rak set meja dan kursi tamu Lemari pajangan Meja makan
100000
13
Pengrajin harga jual Share (%) (Rp) 230.000 17
500000
14
1.160.000
19
1.400.000
7
3.500.000
60
500000 400000
9 9
1.380.000 1.200.000
16 19
1.700.000 1.560.000
6 9
5.340.000 4.220.000
68 63
Harga bahan baku
Share (%)
Pengumpul harga jual Share (Rp) (%) 380.000 20
Pemilik toko Share harga jual (%) (Rp) 760.000 50
Sumber: data primer dan data hasil wawancara dengan pemilik toko mebel 5.1.3. Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Hasil analisis rasio keuntungan terhadap biaya yang dilakukan pada masingmasing lembaga pemasaran diketahui bahwa rasio K/B paling tinggi terdapat pada pengumpul.
Rasio K/B yang tinggi karena biaya yang dikeluarkan oleh
pengumpul lebih sedikit dari biaya dikeluarkan oleh pengrajin dan pemilik toko (Lampiran 7). Pengumpul hanya berperan membeli mebel mentah dari pengrajin dan menjual kembali mebel mentah tersebut kepada lembaga pemasaran berikutnya. Rasio K/B yang diterima oleh pengumpul dan pemilik toko tidak mencerminkan penerimaan yang diperoleh oleh pengumpul tersebut.
Hal ini
disebabkan pengumpul tersebut tidak hanya membeli mebel mentah dari satu pengrajin melainkan juga membeli mebel mentah dari beberapa pengrajin sehingga untuk menghitung penerimaan pengrajin sebaiknya memperhitungkan 2
jenis mebel rak (rak buku akas. rak buku akas besar), set kursi tamu (kursi hongkong piala. kursi eropa), meja makan (meja makan salina piala. meja makan catur kuda) dan lemari pajangan (lemari ukir, lemari pajangan solid)
44
penerimaan dari penjualan mebel lainnya. Untuk menghitung penerimaan pada pemilik toko sebaiknya juga memperhitungkan penerimaan dari hasil penjualan mebel-mebel lainnya.
5.1.4. Struktur Pasar Kabupaten Jepara yang merupakan sentra industri mebel kayu jati mempunyai karakteristik yang berbeda dalam hal pasar yaitu pasar mebel kayu jati yang tersegmentasi berdasarkan harga, kualitas dan lokasi. Struktur pasar mebel kayu Jepara dapat dikelompokkan ke dalam pasar mebel di tingkat pengrajin, dan pasar mebel di tingkat toko. Pengelompokan pengrajin Jepara yang berdasarkan jenis produk mebel menyebabkan pembeli akan langsung menuju lokasi tertentu jika akan membeli mebel. Pembeli yang ingin membeli kursi tamu atau lemari maka akan langsung membeli ke Desa Tahunan Tendok atau Desa Kecapi. Pengrajin mebel yang terdapat di Jepara memiliki jumlah yang relative banyak dengan sifat produk yang tersegmentasi. Nilai indeks Herfindahl untuk pengrajin (sampel 30 pengrajin) adalah 0,05 (mendekati nol) sehingga struktur pasar yang terbentuk adalah pasar persaingan sempurna jika dilihat dari sudut pandang penjual (Lampiran 6), sedangkan jika dilihat pada setiap segmen adalah struktur pasar persaingan monopolistik. Pada tingkat showroom/toko juga terjadi segmentasi produk, yaitu berdasarkan produk, lokasi, dan harga.
Pembeli yang ingin membeli mebel
dengan kualitas bagus maka desa Sukodono adalah tempat yang dituju. Namun jika pembeli hanya menginginkan mebel dengan kualitas biasa dapat membeli mebel di toko-toko sekitar tahunan dan senenan. Segmentasi produk berdasarkan kualitas tersebut menyebabkan terjadi segmentasi dalam harga. Nilai indeks Herfindahl toko adalah 0.15 (Lampiran 7). Nilai indeks ini mendekat nol yang berarti pasar semakin kompetitif. Struktur pasar pada tingkat showroom atau toko ini tergolong ke dalam pasar persaingan sempurna (dilihat dari sudut pandang penjual), sedangkan jika dilihat pada setiap segmen adalah pasar persaingan monopolistik.
45
5.2. Manajemen usaha pengrajin Keberlangsungan usaha pengrajin mebel skala kecil selain dinilai dari tata niaga mebel juga dilihat dari faktor internal pengrajin yaitu faktor yang berada di bawah kendali perusahaan terkait dengan perilaku pengusaha (Wie et al. 2001). Faktor internal yang dikaji pada penelitian ini ditinjau dari aspek kemampuan pengrajin dalam mengelola keuangan dan perencanaan sistem produksi seperti jalinan kerjasama dengan pembeli, penentu harga jual mebel, negosiasi harga, akses terhadap pembeli. Pada studi ini sampel pengrajin yang digunakan masingmasing sebanyak 20 pengrajin untuk pengrajin yang masih berproduksi dan 10 pengrajin yang sudah tidak berproduksi atau bangkrut yang terdapat di Kabupaten Jepara.
5.2.1. Pengelolaan keuangan Faktor pengelolaan keuangan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui cara pengrajin mengelola hasil penjualan mebel.
Alokasi pengunaan hasil
penjualan mebel oleh pengrajin pada penelitian ini dibatasi pada dua aspek yaitu pembelian bahan baku dan tabungan (Gambar 10). 90
80
80
Persentase (%)
70 60
50
50
40
Pengrajin yang tidak berproduksi
40 30 20
Pengrajin yang masih berproduksi
10
10
10
10 0 t
t+bb
bb
Alokasi Penggunaan pendapatan
Keterangan : t = tabungan t + bb = tabungan + bahan baku bb = bahan baku Gambar 10
Perbandingan alokasi penggunaan keuangan pengrajin yang sudah tidak berproduksi dan pengrajin yang masih berproduksi
46
Gambar 10 di atas memperlihatkan bahwa hanya sebagian kecil pengrajin baik yang masih berproduksi dan yang sudah tidak berproduksi mengalokasi hasil penjualan mebel mereka untuk ditabung. Bentuk tabungan yang sering digunakan oleh pengrajin adalah tabungan tradisional yaitu melalui arisan. Banyaknya uang yang disimpan di dalam arisan yaitu berkisar Rp 20.000 – Rp 50.000 setiap minggu per orang. Hanya sedikit pengrajin yang menabungkan uang mereka di bank modern. Hal ini karena lokasi bank yang jauh dari pemukiman pengrajin. . Dari hasil wawancara yang mendalam dengan para pengrajin ini juga diketahui walaupun mereka mengalokasikan hasil penjualan mebel untuk membeli bahan baku namun seringkali hasil penjualan tersebut digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Partomo dan Soejoedono (2004) bahwa unit usaha skala kecil kurang dapat membedakan aset pribadi dari aset perusahaan.
Pencampuran antara kebutuhan rumah tangga dan perusahaan
merupakan salah satu penyebab para pengrajin mengalami kesulitan untuk pengembangan usaha. Para pengrajin menyatakan bahwa walaupun mereka telah menabung namun pada saat tidak ada order, tabungan tersebut terpakai untuk kebutuhan keluarga dan ketika pada saat ada order para pengrajin akan mengalami kesulitan untuk biaya operasional sehingga pengrajin sering meminta pembayaran dimuka dari pembeli. Selain faktor tersebut di atas, kenaikan harga bahan baku yang tidak seimbang dengan harga jual mebel mentah menyebabkan pendapatan yang diperoleh pengrajin menjadi berkurang. Untuk menutupi biaya produksi para pengrajin seringkali meminjam uang kepada pengumpul.
Hutang yang terus
menumpuk menyebabkan pengrajin menutup usaha mebel dan beralih menjadi pekerja pada perusahaan mebel lain. Temuan yang diperoleh di lapangan juga memperlihatkan bahwa faktor gengsi juga mempengaruhi pengeluaran pengrajin.
Hal ini terlihat dari
penggunaan hasil penjualan mebel untuk membeli kendaraan dengan cara kredit seperti kendaraan roda dua.
Pengeluaran ini seringkali pada akhirnya
menyebabkan pengrajin mengalami kesulitan keuangan yang berpengaruh terhadap kesulitan untuk dana usaha..
47
5.2.2.
Manajemen perencanaan sistem produksi Manajemen perencanaan sistem produk pengrajin pada penelitian ini
ditinjau dari bentuk kerjasama dengan pembeli, kemampuan menentukan harga dan negosiasi, dan akses terhadap pembeli.
5.2.2.1. Bentuk kerjasama dengan pembeli Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Gambar 10 diketahui bahwa bentuk kerjasama yang terdapat di pengrajin mebel adalah bentuk kerjasama secara bebas dan langganan. Bebas disini adalah pengrajin yang tidak terikat dengan suatu pembeli tertentu dalam memasarkan produknya sedangkan langganan adalah pengrajin yang menjual mebel mereka kepada pembeli tertentu baik kepada pengumpul, pemilik toko atau pemilik gudang eksportir.
Pada gambar juga
terlihat bahwa dari seluruh pengrajin yang diwawancarai tidak pernah melakukan kontrak dalam penjualan mebel yaitu perjanjian yang tertulis dengan pembeli. 140 120
Persentase (%)
100
50 pengrajin yang masih berproduksi
80
pengrajin yang sudah tidak berproduksi
60 40
50
80
20 20 0 bebas
0 kontrak
langganan
Bentuk kerjasama
Gambar 11 Perbandingan bentuk kerjasama antara pengrajin yang masih berproduksi dengan pengrajin yang sudah tidak berproduksi Pengrajin yang masih berproduksi melakukan penjualan mebel secara bebas sebesar 50% dan penjualan mebel secara berlangganan sebesar 50%. Hal ini karena pengrajin ingin mendapatkan harga jual mebel yang lebih tinggi. Pengrajin yang sudah tidak berproduksi menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman selama masih berproduksi, mereka lebih banyak menjual mebel secara bebas (80%) dari pada menjual mebel secara berlangganan (20%). Para pengrajin ini tidak hanya menjual mebel kepada satu langganan saja tetapi juga menjual mebel kepada pelanggan lainnya atau pembeli pembeli lainnya
48
Para pengrajin yang menjual mebel secara berlangganan menyatakan bahwa pada umumnya mebel yang mereka jual adalah mebel yang telah dipesan oleh pelanggan.
Pelanggan yang selalu membeli mebel dari pengrajin adalah
pengumpul dan pemilik gudang ekspor. Para pengrajin yang masih berproduksi lebih menyukai menjual mebel secara berlangganan karena mereka dapat menjual mebel secara kontinyu sehingga usaha mereka terus berjalan. Selain itu, pengrajin yang telah berlangganan menjual mebel kepada pemilik gudang ekspor akan memperoleh bantuan dari pemilik gudang tersebut seperti bantuan pembuatan tempat pengovenan kayu dan bantuan mengukur kadar air kayu setelah pengovenan. Menurut salah seorang pegawai eksportir, pemberian bantuan ini bertujuan untuk menjaga kualitas mebel yang dihasilkan oleh pengrajin. Manfaat lain yang diperoleh pengrajin yang menjual mebel secara berlangganan adalah dapat menghemat biaya transportasi karena pihak pembeli yang akan mengambil mebel tersebut ke tempat usaha mereka. Hal yang berbeda terjadi pada pengrajin yang sudah tidak berproduksi. Para pengrajin mebel ini lebih banyak menjual mebel mereka secara bebas (80%) dibandingkan menjual kepada langganan (20%). Beberapa pengrajin menyatakan menjual mebel secara bebas akan meningkatkan harga penjualan mebel dibandingkan dijual kepada pembeli tertentu.
Akan tetapi hal ini tidak
berlangsung lama karena tingkat pembelian tersebut tidak kontinyu sehingga para pengrajin kesulitan dalam memasarkan mebel mereka. Hasil ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sarana (2001) dalam Wie et al. (2001) bahwa usaha kecil dan menengah dalam pengembangan usahanya selalu terkendala dalam memasarkan produknya. Kenyataan yang ditemui di lapangan memperlihatkan bahwa pada tingkatan sama, seperti tingkat pengumpul, seringkali untuk satu mebel yang sejenis pada akhirnya dijual dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan mebel tersebut dijual kepada pengumpul yang menjadi langganan mereka. Harga tempat tidur yang dijual secara langganan adalah Rp 900.000 tetapi jika dijual secara bebas maka harga tempat tidur tersebut adalah Rp 800.000. Hal ini disebabkan adanya keraguan dari para pengumpul terhadap kualitas mebel yang bukan dibeli dari langganan mereka. Pada umumnya pengumpul atau pemilik
49
toko untuk menjaga kepercayaan konsumen maka mereka hanya membeli mebel dari langganan mereka. Adapun alasan yang melatarbelakangi kesukaan pembeli kepada pengrajin yang menjadi langganannya yaitu warna putih pada kayu jati yang digunakan hanya sedikit atau tidak terdapat kayu yang berwarna putih, tidak terdapat cacat pada kayu jati, dan pengerjaan ukiran mebel yang rapi. Faktor lainnya yang menyebabkan pengrajin menjadi tidak berproduksi karena adanya persaingan yang tidak sehat di antara sesama pengrajin dalam menjual mebel. Hal ini diperkuat dengan kenyataan yang terlihat di lapangan dimana para pengrajin pada satu lokasi pada umumnya memproduksi mebel yang relatif sama baik model ataupun kualitas mebel. Misalnya para pengrajin yang terdapat di desa Tahunan Tendok yang memproduksi kursi rafles. Keadaan ini menyebabkan para pengrajin seringkali bersaing menjual mebel dengan memberi harga yang lebih murah. Persaingan ini juga terjadi karena jumlah mebel yang diproduksi oleh pengrajin lebih banyak dari jumlah mebel yang dibeli oleh konsumen. Adapun faktor utama yang menyebabkan pengrajin menjual dengan harga yang lebih murah karena desakan kebutuhan rumah tangga dan untuk menutupi biaya operasional usaha. Seringkali para pengrajin hanya memperoleh keuntungan yang sedikit dari hasil penjualan mebel tersebut.
Para pengrajin dalam hal ini lebih mengutamakan
keberlangsungan produksi mereka walaupun keuntungan yang mereka peroleh hanya sedikit.
5.2.2.2. Inisiasi harga mebel dan negosiasi harga Kemampuan pengrajin dalam menginisiasi harga dan melakukan negosiasi harga dengan pembeli akan berpengaruh terhadap kelangsungan usaha pengrajin. Hasil yang terlihat pada Gambar 12 menyatakan bahwa pada umumnya para pengrajin baik yang masih berproduksi maupun yang sudah tidak berproduksi telah berinisiasi menentukan harga dan melakukan negosiasi dengan para pembeli. Walaupun para pengrajin telah berinisiasi dalam menentukan harga jual namun seringkali pada kenyataannya harga jual tersebut lebih ditentukan oleh pembeli.
Ketatnya persaingan di antara sesama pengrajin juga menyebabkan
tingkat negosiasi para pengrajin menjadi rendah karena para pengrajin akan saling menurunkan harga jual mebel.
Keputusan ini diambil seringkali juga karena
50
sekedar untuk mempertahankan kelangsungan usaha dan kelangsungan hidup. Lebih lanjut disampaikan oleh Michica (1998) bahwa terbatasnya kemampuan negosiasi dan kemampuan pemasaran menyebabkan margin usaha pengrajin menjadi kecil. Selain itu, para pengrajin menyatakan bahwa mereka juga akan melakukan negosiasi untuk meningkatkan harga jual terutama jika harga harga bahan baku mengalami kenaikan.
Namun besarnya kenaikan harga jual mebel
juga ditentukan oleh pembeli. 120 100 Persentase (%)
100
100
90
80
pengrajin yang sudah tidak berproduksi
60 60
pengrajin yang masih berproduksi
40 40 20
10 0
0
0 ya
tidak
penjual
Negosiasi harga
pembeli
penentu harga faktor harga
Gambar 12
Perbandingan inisiasi harga jual dan negosiasi harga mebel pada pengrajin yang masih berproduksi dan pengrajin yang sudah tidak berproduksi
Faktor lain yang menyebabkan posisi tawar pengrajin menjadi lemah karena kualitas mebel pengrajin yang masih rendah.
Adapun penyebab
rendahnya kualitas mebel pengrajin dipengaruhi oleh kualitas log dan kualitas pekerja.
Kemampuan keuangan pengrajin yang terbatas menyebabkan
pengrajin hanya mampu membeli log dengan ukuran kecil seperti diameter 16 – 19 cm. Semakin rendah kualitas log yang dibeli pengrajin maka kualitas mebel semakin menurun sehingga harga jual juga menjadi lebih murah. Selain itu karakteristik pekerja yang bersifat borongan dan tidak menetap menyebabkan kualitas mebel menjadi tidak tetap. Kualitas hasil ukiran yang dikerjakan oleh pekerja yang berbeda juga akan menyebabkan harga jual mebel menjadi murah.
51
5.2.2.3. Akses terhadap pembeli Kemampuan pengrajin
skala
kecil mebel jati Jepara
dalam
memasarkan produk masih terbatas kepada pembeli dilingkungan sekitarnya. Walaupun pemasaran dapat melampaui wilayah lokalnya tetapi pemasaran ini dilakukan oleh agen perantara atau pengumpul. Partomo dan Soedjono (2002) juga menyatakan bahwa salah satu kesulitan yang dialami oleh pengusaha skala kecil adalah memasarkan produk. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebanyak 90% pengrajin yang sudah tidak berproduksi dan 70% pengrajin yang masih berproduksi tidak mengenal pembeli yang membeli mebel mereka dari pengumpul (Gambar 13). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ditemukan bahwa ketidakmampuan pengrajin dalam mengakses pembeli salah satunya disebabkan
karena
tertutupnya informasi dari para pengumpul tentang pembeli selanjutnya. Para pengumpul ini sangat tertutup untuk memberitahukan dari siapa mereka membeli mebel. Tertutupnya informasi ini tidak hanya terjadi pada tingkat pengumpul tetapi juga terjadi pada tingkat pemilik toko dan pemilik gudang. Hal ini dilakukan oleh pengumpul, pemilik toko dan pemilik gudang untuk tetap menjaga kelangsungan usaha mereka, terutama untuk menghindari agar pengrajin tidak langsung menjual mebel kepada pembeli selanjutnya atau untuk menghindari terjadinya pengambilan pengrajin oleh lembaga pemasaran lainnya. Selain itu lokasi usaha pengrajin yang terletak jauh dari pasar juga menyebabkan pengrajin mengalami kesulitan mengakses pembeli tingkat selanjutnya. Keadaan ini menyebabkan pengrajin lebih menyukai menjual mebel mentah kepada pengumpul.
Dari hasil wawancara dengan para
pengrajin diperoleh informasi bahwa para pengrajin baik yang sudah bangkrut maupun yang masih eksis untuk kelangsungan usaha mebel telah berupaya untuk mencari pembeli lainnya. Hal ini mereka lakukan untuk memperoleh harga jual mebel yang lebih tinggi.
Usaha yang mereka lakukan adalah
menawarkan mebel kepada para pengumpul atau broker lainnya, menawarkan kepada pemilik gudang mebel besar atau eksportir dan ke toko-toko mebel di
52
Jepara. Pengrajin juga menawarkan mebel kepada pembeli yang datang ke bengkel mereka.
Persentase (%)
100 90
90
80 70
70
60 50 40
pengrajin yang sudah tidak berproduksi pengrajin yang masih berproduksi
30
30 20
10
10 0 ya
tidak
Pengenalan pembeli level selanjutnya
Gambar 13
Perbandingan persentase pengenalan pembeli level selanjutnya pada pengrajin yang masih berproduksi dan pengrajin yang sudah tidak berproduksi
5.3. Preferensi Konsumen Sebelum melakukan penelitian untuk preferensi konsumen terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk kuisioner yang akan disebarkan. Dari 27 butir pertanyaan dalam kuisioner yang diujicobakan pada 30 orang responden menghasilkan satu butir pertanyaan yang tidak valid sehingga pertanyaan tersebut dikeluarkan dari kuisioner yang akan disebarkan (Lampiran 4). Setelah dilakukan uji reliabilitas terhadap 26 pertanyaan diperoleh nilai lebih besar dari 0,6 yang berarti bahwa butir-butir pertanyaan yang akan digunakan dapat memberikan hasil yang konsisten.
Perhitungan rinci dari uji reliabilitas dapat dilihat pada
Lampiran 5. Menurut Kotler (1997) terdapat beberapa tahapan proses yang dilakukan oleh konsumen sebelum melakukan pembelian yaitu tahapan proses pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, proses pembelian dan perilaku pascapembelian.
Sesuai dengan tahapan tersebut, maka pada penelitian ini
dilakukan analisis tahapan proses pembelian mebel jati Jepara oleh konsumen di tiga kategori toko, yaitu showroom yang hanya menjual mebel jati Jepara, toko mebel yang menjual jati Jepara dan mebel lainnya, dan mal yang tidak menjual
53
jati Jepara.
Terhadap toko yang tidak menjual mebel jati Jepara responden
ditanyakan tentang preferensi mereka terhadap mebel jati Jepara.
5.3.1.
Pengenalan kebutuhan Pengenalan kebutuhan merupakan tahap awal didalam proses keputusan
pembelian konsumen. Pengetahuan konsumen terhadap produk mebel yang akan dibelinya akan memudahkan konsumen dalam memutuskan mebel mana yang akan dipilih dan dibeli. Tahapan pengenalan kebutuhan dimulai dengan mengetahui motivasi konsumen membeli mebel dan manfaat yang diinginkan oleh konsumen terhadap produk tersebut.
5.3.1.1. Motivasi pembelian mebel jati Jepara Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 180 responden, diketahui bahwa terdapat beberapa alasan utama yang mendasari alasan pembelian mebel. Alasan-alasan tersebut dibedakan berdasarkan kategori toko. Pada toko mebel jati Jepara motivasi konsumen melakukan pembelian karena konsumen belum mempunyai mebel (53,3%) dan mebel lama telah rusak (46.7%). Pada kategori toko campuran, motivasi konsumen membeli mebel juga karena belum mempunyai mebel (46,7%) dan mebel lama telah rusak (26,7%). Kemudian pada kategori toko non jati, motivasi utama adalah belum mempunyai mebel (66,7%). Berdasarkan alasan yang dikemukakan oleh responden dapat dinyatakan bahwa konsumen akan melakukan pembelian mebel jika mebel yang mereka miliki telah rusak atau belum mempunyai mebel. Sifat mebel yang tahan lama menyebabkan banyak konsumen akan melakukan penggantian mebel jika mebel mereka telah rusak. Alasan karena model mebel telah lama juga hal yang mendasari pembelian mebel, tetapi alasan ini menempati urutan keempat dari motivasi konsumen yang terdapat di seluruh kategori toko. Hanya sebagian kecil konsumen yang suka mengganti mebel mereka disebabkan telah bosan dengan model mebel yang ada. Pada penelitian ini tidak terdapat konsumen yang membeli mebel disebabkan terpengaruh oleh iklan. Hal ini sesuai dengan pengamatan yang dilakukan di lapangan, dimana dari enam tempat penjualan mebel hanya satu toko yang
54
melakukan promosi melalui iklan berupa selebaran ataupun pemberian potongan harga atau discount yaitu toko Cahaya Rumah. Walaupun begitu iklan tersebut tidak begitu besar mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian mebel. Selain alasan-alasan tersebut di atas, terdapat konsumen yang menyatakan bahwa mebel jati akan meningkatkan status sosial pemilik rumah. Hal ini karena mebel jati tersebut identik dengan harga mebel yang mahal. 70.0
66.7
60.0 53.3 50
Persentase (%)
50.0
46.7
46.7
Mebel rus ak Model sdh lama
40.0
Belum punya Pajangan
30.0
26.7 23.3 20.0
Cari des ain beda
26.7 23.3
20.0 16.7
20.0
10.0 6.7
10.0 3.3 0 00
0.0 0.0
Iklan 20 20
16.7
16.7 13.3 10.010.0 6.7 3.3 00
16.7
6.7
Lainnya
10.0 6.7
3.3 0.0
0
0
0.00.0 0.0
0.0 Showroom Anditya Furniture
Showroom "X"
Jati Jepara
Toko Cahaya Rumah
Toko Erbas Art
Campuran
Bogor Trade Mall
Mal "X"
Non Jati Jepara
Kategori Toko
Gambar 14 Perbandingan pembelian mebel oleh responden di tiga kategori tempat pembelian produk mebel 5.3.1.2.Atribut manfaat yang diharapkan dari pembelian mebel Tahapan proses selanjutnya adalah mengetahui manfaat yang diharapkan oleh konsumen terhadap mebel yang dibeli.
Keseluruhan responden yang
diwawancara menyatakan bahwa manfaat utama yang diharapkan oleh konsumen adalah fungsi mebel sesuai kebutuhan (Gambar 15).
Konsumen menyatakan
mereka membeli set meja dan kursi tamu lebih disebabkan kebutuhan mereka akan fungsi dari mebel tersebut. Manfaat kedua adalah keindahan mebel jati Jepara baik dari sisi ukiran ataupun model serta desain mebel. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa dengan memiliki mebel jati dengan ornamenornamen ukiran seperti kursi tamu model garuda yang berukuran besar akan meningkatkan status sosial pemilik rumah disebabkan harga yang mahal. Hasil ini diperkuat oleh hasil penelitian Zulkarnain (2008) yang menyatakan bahwa konsumen yang mencari manfaat status sosial biasanya merupakan konsumen
55
yang membeli mebel dengan bahan baku dan desain yang jarang dimiliki oleh orang lain serta berharga mahal. Manfaat status sosial menempati urutan terakhir yang dipilih oleh responden, yaitu 6,7% oleh responden di showroom Anditya Furniture, 3,3% oleh responden di showroom “X” dan 13,3% oleh responden di toko Cahaya Rumah. Manfaat mebel jati untuk meningkatkan status sosial pada umumnya terdapat pada
P e r se n ta se (% )
responden yang berdomisili di daerah pinggiran kota. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
83.3 70
70
77
70
60 keindahan 36.7 10 6.7
30.0
30.0
16.713.3 3.3
0
showroom showroom Toko Anditya "X" Cahaya Furniture Rumah Jati Jepara
0
status sosial 23.3
fungsi sesuai kebutuhan
0
Toko Bogor Mal "X" Erbas Art Trade Mall
Campuran
Non Jati Jepara
Kategori Toko
Gambar 15
Perbandingan manfaat utama pembelian oleh responden di tiga kategori tempat pembelian produk mebel
5.3.2. Mencari Informasi Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan di dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi dari luar (pencarian eksternal).
Bila
konsumen merasa informasi internal yang dimilikinya masih kurang, konsumen akan mencari informasi tambahan secara eksternal dari berbagai sumber (media massa, interpersonal) yang selalu mengutamakan bukti dengan berbagai cara dan dipercaya (berdasarkan pengalaman).
Sumarwan (2002) menyatakan bahwa
informasi yang dicari oleh konsumen adalah informasi mengenai harga, desain, dan merek. Hasil penelitian yang tertera pada Gambar 16 memperlihatkan bahwa sumber informasi yang banyak digunakan oleh responden adalah melalui saudara/kolega dan melalui pameran atau melihat mebel di toko/showroom.
Persentase (%)
56
90.0 80.0 80.0 73.3 63.3 70.0 60 56.7 53.3 60.0 43.3 50.0 40.0 23.3 23.3 30.0 16.7 16.7 16.7 20 20.0 10 10.0 10 6.7 6.7 10.0 0 0 0.0 0 03.3 0 0 0 00 03.3 0 0 0 03.3 0.0 showroom showroom Toko Toko Erbas Bogor Mal "X" Anditya "X" Cahaya Art Trade Mall Furniture Rumah Showroom mebel kayu jati Jepara
Toko mebel campuran
Keluarga/kolega Televisi/radio Majalah/koran Agen/Sales Penjualan Internet Pameran/toko/showroom
Mal non kayu jati Jepara
Kategori Toko
Gambar 16 Perbandingan cara konsumen mencari informasi model mebel yang diinginkan di tiga kategori tempat pembelian produk mebel Pada toko jati Jepara sumber informasi terbesar responden berasal dari saudara/kolega, masing-masing sebesar 56,7% dan 73,3%.
Informasi yang
menarik minat konsumen yang diperoleh dari saudara/kolega adalah tentang kemudahan pembayaran.
Mebel bisa dicicil oleh konsumen tanpa harus ada
jaminan apapun. Pada kategori toko campuran, sumber informasi paling banyak berasal dari keluarga/kolega (60%) dan melalui pameran atau melihat di toko/showroom (63,3%). Kemudian pada kategori toko non jati sumber informasi berasal dari pameran/toko/showroom sebesar 53,3% dan melalui saudara 80%. Dengan mengacu kepada hasil penelitian diketahui bahwa sumber informasi yang paling banyak digunakan oleh konsumen adalah informasi yang bersumber dari keluarga/kolega. Namun terdapat sejumlah konsumen yang mencari informasi dengan datang langsung ke tempat penjualan mebel baik showroom, toko dan ke tempat pameran mebel. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas mengenai model dan harga mebel. Hanya sebagian kecil konsumen di kedua kota tersebut yang melihat informasi produk mebel dari majalah/koran, dan internet.
57
5.3.3. Evaluasi alternatif Konsumen akan melakukan evaluasi terhadap sejumlah informasi yang telah mereka peroleh. Evaluasi ini seperti pertimbangan dalam memilih produk mebel yang akan dibeli dan pertimbangan memilih tempat membeli mebel.
Pada
penelitian ini juga dilakukan analisis terhadap konsumen jika mebel yang mereka inginkan tidak tersedia. 5.3.3.1. Pertimbangan utama konsumen dalam memilih produk mebel yang akan dibeli Setelah konsumen mencari informasi mengenai mebel yang akan mereka beli, terdapat beberapa pertimbangan utama yang mempengaruhi konsumen dalam memilih produk yang akan dibeli, yaitu harga, merek, desain, bahan baku dan kualitas.
Gambar 17 memperlihatkan hal yang menjadi pertimbangan utama
konsumen di toko jati Jepara dalam memilih mebel yang akan dibeli adalah kualitas mebel jati (56,7% di showroom Anditya Furniture dan 46,7% di showroom “X”). Konsumen menyatakan bahwa harga mebel yang mahal tidak menghalangi keinginan konsumen dalam memutuskan pembelian karena mereka dapat membayar secara kredit. Pada toko mebel campuran, hal yang menjadi pertimbangan utama konsumen di toko Cahaya Rumah adalah harga (86,7%) dan pertimbangan kedua adalah kualitas mebel (13,3%). Pada kategori toko ini, konsumen lebih menyukai membeli mebel lain yang berharga lebih murah.
Pada Toko Erbas Art, faktor
kualitas yang menjadi pertimbangan utama konsumen (56,7%). Untuk mebel yang berkualitas baik maka konsumen akan bersedia membeli mebel tersebut walaupun dengan harga mahal.
Konsumen ini akan membayar secara tunai
ataupun kredit. Konsumen yang terdapat di mal juga memperlihat kecenderungan yang sama yaitu 66,7% konsumen di Bogor Trade Mall lebih mempertimbangkan faktor kualitas. Terdapat 33,3% konsumen di mal “X” yang lebih mengutamakan membeli mebel dengan harga yang terjangkau.
Konsumen di mal “X”
menempatkan merek sebagai pertimbangan kedua (23,3%) dan kemudian desain sebesar 20%. Adapun faktor kualitas hanya sebesar 16,7%.
58
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Mohammed dan Yi (2008) yang menyatakan bahwa pertimbangan utama bagi sebagian besar responden adalah kualitas mebel. Seluruh konsumen ditiga kategori toko menyatakan bahwa mereka tidak mementingkan merek suatu mebel. Bagi konsumen merek bukanlah
Persentase (%)
suatu jaminan bahwa mebel tersebut akan mempunyai kualitas bagus. 100.0 86.7 90.0 80.0 66.7 70.0 56.7 56.7 60.0 46.7 50.0 36.7 33.3 40.0 30 30 23.320 30.0 16.7 16.7 16.7 16.7 13.3 20.0 6.7 6.7 6.7 6.7 3.3 3.3 10.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.0 Showroom Anditya Furniture
Showroom "X"
Toko Cahaya Rumah
Jat i Jepara
T oko Erbas Art
Campuran
Bogor T rade Mall
Harga Merek Desain Bahan baku Kualitas
Mal "X"
Non kayu jat i Jepara
Kategori toko
Gambar 17
5.3.3.2.
Perbandingan pertimbangan utama konsumen didalam memilih mebel di tiga kategori tempat pembelian produk mebel
Tempat membeli mebel
Para konsumen selalu berusaha mencari lokasi toko yang sangat strategis, mudah terlihat dan terjangkau oleh konsumen. Toko yang jauh dari jangkauan konsumen tidak akan diminati untuk dikunjungi (Sumarwan, 2002). Hasil penelitian yang dilakukan di enam lokasi yang berbeda seperti yang terlihat pada Gambar 18 memperlihatkan bahwa konsumen yang terdapat di showroom khusus jati yaitu di showroom Anditya Furniture lebih menyukai membeli atau memesan mebel langsung di showroom mebel (93,3%) dan konsumen di showroom “X” lebih menyukai membeli mebel di toko yang terdapat di sepanjang jalan (60%).
Konsumen yang terdapat di toko campuran lebih
menyukai membeli mebel di toko mebel yang terdapat di sepanjang jalan (93,3% dan 60%).
Sebanyak 30% konsumen menyatakan bahwa mereka memilih
membeli atau memesan mebel langsung ke showroom. Hal ini karena mebel yang dijual di showroom kualitasnya lebih bagus dan konsumen juga bisa membayar
59
dengan mencicil. Hanya sebesar 3,3% konsumen yang memilih membeli mebel di pameran mebel. Hal ini karena lokasi pameran mebel yang jauh dan kurangnya informasi mengenai lokasi pameran mebel tersebut. Konsumen yang berada di kategori toko non Jepara yaitu di Bogor Trade Mall menyatakan sebanyak 30% menyukai membeli langsung ke showroom. Hal ini karena mebel yang dijual oleh pengrajin adalah mebel yang berkualitas bagus.
Kemudian sebanyak 26,7%
membeli di pameran mebel, 23% membeli di toko sepanjang jalan dan 20% membeli di mal. Konsumen di mal “X” lebih menyukai membeli mebel di mal (73.3%) dan tidak terdapat konsumen yang membeli mebel di showroom. Kenyamanan, lokasi yang terjangkau dan ketersediaan banyak pilihan merupakan alasan utama konsumen lebih menyukai berbelanja di mal. 100.0
93.3
93.3
90.0 80.0
73.3
Persentase (%)
70.0
60
Pameran mebel
60 Stand/Galeri di swalayan/mal
60.0 50.0 40.0
30
30
30.0 20.0 10.0
10 3.3 3.3 0
13.313.3
10 3.33.3
0
0
Outlet/Galeri/toko mebel di penjualan di sepanjang jalan
30 26.7 23.3 20
0
Membeli/memesan langsung pada produsen/pengrajin mebel
0
0.0 Showroom Showroom Anditya "X" Furniture Jati Jepara
Toko Cahaya Rumah
Toko Erbas Art
Campuran
Bogor Trade M all
Mal "X"
Non kayu jati Jepara
Kategori Toko
Gambar 18
5.3.3.3.
Perbandingan pemilihan tempat membeli di tiga kategori tempat pembelian produk mebel
Pertimbangan alasan pemilihan tempat membeli mebel
Pada poin di atas telah dijelaskan bahwa konsumen akan membeli mebel setelah mereka mempertimbangkan lokasi yang sesuai bagi konsumen. Adapun berbagai alasan yang melatarbelakangi pemilihan suatu tempat adalah lokasi yang mudah terjangkau, pelayanan memuaskan, ketersediaan berbagai pilihan, kenyamanan dan lainnya. Hasil penelitian yang diperlihatkan pada Gambar 19 menyatakan bahwa pertimbangan utama konsumen dalam memilih tempat membeli mebel di
60
showroom khusus jati Jepara karena ketersediaan banyak pilihan mebel dan faktor ”lainnya”. Faktor ”lain” yang menjadi alasan utama konsumen di showroom Anditya Furniture adalah adanya kemudahan pembayaran mebel secara diangsur. Konsumen menyatakan mereka hanya cukup membayar sebesar 20% dari harga jual sebagai tanda jadi pembelian mebel.
Kemudian pembayaran mebel
selanjutnya dapat diangsur selama 10 bulan yang akan ditagih oleh pihak showroom ke rumah konsumen.
Ketersediaan banyak pilihan bukan pilihan
utama konsumen karena konsumen bisa memesan mebel jika mebel yang mereka inginkan tidak tersedia. Faktor lokasi yang mudah terjangkau menempati urutan ketiga. Walaupun tempat tinggal konsumen jauh dari showroom mebel tetapi karena showroom menyediakan kemudahan pembayaran yang didukung dengan kualitas mebel yang baik maka konsumen akan tetap datang ke showroom tersebut.
Adapun pertimbangan utama konsumen berbelanja di Showroom “X”
karena tersedianya berbagai pilihan produk sehingga konsumen akan mudah menemukan mebel yang ingin mereka beli dan tidak perlu pergi ke tempat lain untuk mencari mebel sejenis. Hal ini didukung dengan luasnya ruangan tempat penjualan mebel. Pada toko mebel campuran, pertimbangan utama konsumen dalam memilih tempat adalah 73,3% faktor lokasi yang mudah terjangkau di toko Cahaya Rumah dan 63,3% karena ketersediaan banyaknya pilihan produk mebel di toko Erbas Art. Untuk konsumen yang memiliki waktu yang terbatas dalam memilih tempat membeli mebel maka konsumen akan lebih menyukai membeli mebel di toko. Toko mebel ini pada umumnya terletak dekat dengan tempat tinggal konsumen dan didukung dengan kemudahan akses transportasi ke toko tersebut. Faktor yang menjadi pertimbangan utama konsumen di kategori toko mebel non jati adalah ketersediaan banyak pilihan, yaitu 46,7% di Bogor Trade Mall dan 53,3 % di mal “X”. Pilihan mebel yang banyak akan memudahkan konsumen dalam memilih model mebel sehingga konsumen tidak harus mencari ke toko mebel yang lain. Selain itu konsumen menyatakan bahwa dengan berbelanja di mal maka mereka merasa nyaman. Kenyamanan disini adalah ruangan tempat penjualan yang diberi pendingin ruangan sehingga terasa sejuk dan tersedianya lahan parkir yang cukup luas. Selain itu, lokasi kedua mal tersebut terletak di
61
persimpangan jalan di salah satu pusat keramaian di Jakarta dan Bogor. Lokasi mal di Jakarta berdekatan dengan Terminal Lebak Bulus, Stadion Lebak Bulus, serta Pasar Jum’at dan lokasi mal di Bogor berdekatan dengan pasar, dan Kebun Raya Bogor. Lokasi mal di Bogor juga terletak di pertemuan angkutan kota dari Ciapus dan kota Bogor. Lokasi yang strategis tersebut menjadikan swalayan ini mudah dijangkau oleh konsumennya.
Selain itu konsumen juga menyatakan
pegawai di mal memberikan pelayanan yang memuaskan seperti penjelasan yang rinci mengenai mebel yang ditanyakan. Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa faktor-faktor yang menjadi pertimbangan utama konsumen adalah kemudahan pembayaran, lokasi yang mudah terjangkau dan ketersediaan banyak pilihan mebel. 80.0
73.3
Persentase (%)
70.0
63.3
60.0
53.3 36.7
40.0 30.0
30
Tersedia banyak pilihan 26.7
3.3
0.0
23.3 23.3
20 16.7
16.7 13.3 6.7
Pelayanan yang memuaskan
36.7 33.3
23.3
20.0 10.0
Lokas i yang mudah terjangkau
46.7
50.0
00
00
Toko Cahaya Rumah
0
Toko Erbas Art
6.7 0
16.7 10
20
Kenyamanan Lainnya
0
0.0 Showroom Showroom Anditya "X" Furniture Jati Jepara
Campuran
Bogor Trade Mall
Mal "X"
Non kayu jati Jepara
Kategori Toko
Gambar 19 Perbandingan pertimbangan pemilihan tempat di tiga kategori tempat pembelian produk mebel 5.3.3.4.
Sikap konsumen jika mebel yang diinginkan tidak tersedia
Gambar 20 memperlihatkan sikap konsumen jika mebel yang diinginkan tidak tersedia. Hasil wawancara menyatakan bahwa sebagian besar konsumen akan mencari mebel di tempat lain jika mebel yang diinginkan tidak tersedia, yaitu 73,3% di showroom “X”, 76,7% di toko Cahaya Rumah, 90% di toko Erbas Art, dan 73,3% di Bogor Trade Mall. Konsumen menyatakan bahwa dengan mencari ke toko lain mereka berharap akan menemukan mebel yang diinginkan. Selain itu toko-toko mebel juga dengan mudah ditemukan di sepanjang jalan baik di Jakarta maupun Bogor.
Namun pada showroom Anditya Furniture, sikap terbesar
konsumen (50%) menyatakan akan memesan mebel di showroom tersebut. Hal ini karena adanya kepercayaan konsumen terhadap kualitas mebel, tersedianya
62
berbagai pilihan mebel, kemudahan pembayaran mebel selama 10 bulan dan pemberian reward sebesar 5% jika membawa konsumen lain berbelanja. Tingginya persentase sikap ini juga memperlihatkan loyalitas konsumen terhadap showroom mebel tersebut. Pada ketiga kategori toko mebel terdapat konsumen yang akan tetap membeli mebel dengan pilihan yang ada jika mebel yang diinginkan tidak tersedia yaitu
terbesar 83,3% terdapat di kategori toko non jati Jepara.
Konsumen
menyatakan mereka tetap akan membeli mebel yang sejenis di toko yang sama karena alasan kepraktisan dan tidak mau menunggu waktu yang lama. Sikap konsumen lainnya adalah tidak jadi membeli mebel. Pada umumnya konsumen tidak jadi membeli mebel karena mebel yang mereka inginkan tidak diperlukan dalam waktu dekat.
Persentase (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
90 76.7
73.3
83.3 73.3 Mencari tempat yang lain
50
Membeli dengan pilihan yang ada
36.7
Tidak jadi membeli
13.3
20
13.3 13.3 0
0
Showroom Showroom Anditya "X" Furniture Jati Jepara
0
0
Toko Cahaya Rumah
3.36.70
16.7 10 0
Toko Erbas Bogor Art Trade M all
Campuran
lainnya
16.7 0 0 M al "X"
Non kayu jati Jepara
Kategori mebel
Gambar 20
Perbandigan persentase sikap konsumen jika mebel yang diinginkan tidak tersedia di tiga kategori tempat pembelian produk mebel
5.3.4. Proses Pembelian Pada tahap evaluasi alternatif, preferenci para konsumen terbentuk atas berbagai atribut-atribut yang terdapat pada berbagai pilihan produk. Konsumen juga memiliki keinginan untuk membeli produk yang paling disukai (Kotler dan Keller, 2007).
Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Sumarwan (2002)
mendefenisikan keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari satu atau lebih pilihan alternatif.
Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan maka
63
konsumen tersebut harus memiliki pilihan alternatif.
Beberapa hal yang
mendasari keputusan konsumen diantaranya adalah rencana pembelian, kapan membeli, dimana membeli, dan harga produk.
5.3.4.1. Cara memutuskan pembeliaan Gambar 21 memperlihatkan keadaan yang menggambarkan cara konsumen dalam memutuskan pembelian mebel. Seluruh konsumen yang terdapat di semua kategori toko menyatakan bahwa mereka akan membeli mebel jika produk mebel yang ada di rumah telah rusak atau telah bosan dengan model mebel yang dimiliki. Sifat mebel yang tahan lama menyebabkan mebel tersebut memiliki usia pakai yang panjang.
Konsumen seringkali mempertahankan kursi tamu yang
mereka miliki bukan karena mereka tidak memiliki uang untuk membeli kursi baru, tetapi karena kursi tersebut memiliki nilai emosional (nilai sejarah) yang tinggi bagi konsumen tersebut. Konsumen yang telah bosan dengan model mebel lama akan melakukan tukar tambah dengan mebel baru atau menjual dan memberikan mebel tersebut kepada orang lain. Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa terdapat konsumen yang telah merencanakan kapan waktu membeli mebel. Konsumen biasanya merencanakan membeli mebel setiap beberapa tahun sekali seperti membeli kursi tamu baru menggantikan kursi tamu yang lama.
Selain pembelian yang terencana dan
pembelian yang disesuaikan dengan situasi, terdapat juga konsumen yang membeli mebel secara mendadak.
Konsumen yang sedang berbelanja untuk
keperluan lain kemudian melihat suatu mebel yang menarik perhatiannya maka konsumen tersebut akan langsung membeli mebel tersebut. Hal yang menarik perhatian konsumen biasanya karena ada pemberian diskon sehingga harga mebel menjadi lebih murah.
64
Persentase (%)
120
100
100
76.7
80
63.3
63.3
73.3
80
60 40 20
23.3 20 13.3 0
0
20 16.7 20 3.3
6.7
16.7 3.3
0 Showroom Showroom Anditya "X" Furniture Jati Jepara
Toko Cahay a Rumah
Toko Erbas Art
Campuran
Bogor Trade Mall
Terencana (sudah direncanakan, biasany a p er beberapa tahun sekali)
M al "X"
Tergantung situasi (hanya jika produk mebel yang ada di rumah telah rusak/bosan) Mendadak (niat membeli ketika melihat ada p roduk yang bagus)
Non kayu jati Jepara
Kategori Tok o
Gambar 21
Perbandingan rencana pembelian konsumen di tiga kategori tempat pembelian produk mebel
5.3.4.2. Waktu Pembelian Gambar 22 memperlihatkan distribusi persentase yang tidak jauh berbeda pada konsumen di semua kategori toko yaitu konsumen akan mengganti mebel hanya saat mebel yang ada telah rusak atau bosan dengan model mebel yang ada, dengan persentase berkisar antara 70% sampai 86.7%. Sifat mebel yang tahan lama menyebabkan konsumen tidak sering berganti-ganti mebel. Terdapat pula konsumen yang menyatakan bahwa mereka akan membeli mebel tidak harus menunggu mebel yang mereka miliki rusak atau bosan. Konsumen ini sewaktu-waktu akan membeli mebel jika mereka melihat ada mebel dengan desain yang bagus. Persentase jumlah konsumen pada tipe ini berada pada urutan kedua yaitu 6,7% - 20%. Dari seluruh konsumen yang terdapat pada seluruh kategori toko, hanya konsumen yang berada di mal “X” yang menyatakan membeli mebel tiap tahun. Pembelian mebel tiap tahun dilakukan oleh konsumen bukan karena untuk melengkapi perabot rumah tangga konsumen tersebut akan tetapi lebih disebabkan oleh peran konsumen tersebut sebagai agen perantara. Konsumen ini dipercaya oleh saudaranya untuk membelikan dan memilih model mebel yang akan mereka beli. Terdapat sejumlah kecil konsumen yang melakukan pembelian mebel pada saat ada pameran (3,3% konsumen di showroom “X” dan 6,7% di mal “X”). Hal ini karena konsumen akan mempunyai banyak pilihan mebel yang disertai dengan
65
model keluaran terbaru. Selain itu harga mebel tersebut lebih murah dari pada harga aslinya.
Hasil yang diperlihatkan pada Gambar 22 secara garis besar
menggambarkan waktu pembelian mebel hanya pada saat mebel yang dimiliki
Persentase (%)
telah rusak/bosan dan pada saat ada desain mebel yang bagus. 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0
83.3
80
86.7
80
73.3
70
Tiap tahun Saat mebel yang ada telah rusak/bosan Saat ada desain yang bagus
20
13.3 0.0
0.0
0
3.3
Showroom Showroom Anditya "X" Furniture Jati Jepara
20 0
16.7 0
Toko Cahaya Rumah
0
0
0
6.7
0
Toko Bogor Erbas Art Trade Mall
Campuran
6.7
13.3 6.7
Saat diadakannya pameran
Mal "X"
Non kayu jati Jepara
Kategori Toko
Gambar 22
Perbandingan persentase waktu konsumen membeli mebel di tiga kategori tempat pembelian produk mebel
5.3.4.3. Jenis mebel yang dibeli konsumen Jenis mebel yang diproduksi oleh pengrajin mebel di Jepara sangat beragam. Untuk mengetahui jenis mebel yang paling sering dibeli oleh konsumen maka penelitian ini mengelompokkan beberapa jenis mebel secara umum, yaitu rak buku, set meja dan kursi tamu, lemari, tempat tidur, meja belajar/kerja dan lainnya. Jenis mebel yang suka dibeli oleh konsumen sebagaimana yang terlihat pada Gambar 23 di bawah pada umumnya hampir sama. Seluruh konsumen yang terdapat di lima toko mebel menyukai membeli set meja dan kursi tamu. Pemilihan set kursi tamu dilakukan karena mebel ini akan ditempatkan ruangan yang selalu dilihat oleh tamu yang berkunjung.
Berdasarkan pengamatan di
lapangan terutama untuk konsumen yang berdomisili di daerah pinggiran kota Bogor, walaupun tidak dinyatakan secara terbuka, pembelian set kursi tamu yang berukuran besar maupun kecil diharapkan dapat meningkatkan status sosial mereka. Seringkali ukuran set kursi tamu yang dibeli tidak sesuai dengan ukuran ruangan yang ada. Namun konsumen yang berdomisili di daerah perkotaan baik
66
di Jakarta dan Bogor, motif pembeliaan set kursi tamu bukan karena alasan meningkatkan status sosial tetapi lebih karena kebutuhan dan sifat dari kursi berbahan baku jati yang tahan lama dan kuat. Konsumen yang berdomisili di daerah perkotaan ini lebih menyukai mebel berdesain minimalis (tidak menggunakan ornamen ukiran). Alasan lain konsumen lebih menyukai membeli set meja dan kursi tamu karena harga set kursi tamu minimalis yang kompetitif. Konsumen menyatakan bahwa mereka dapat memilih set meja kursi tamu yang sesuai dengan kemampuan keuangan karena mebel ini banyak tersedia di berbagai toko dengan harga yang bersaing. Pada toko Erbas Art jenis mebel yang paling disukai oleh konsumen adalah lemari (56,7%) karena di toko Erbas Art terdapat banyak pilihan lemari. Lemari yang dibeli oleh konsumen adalah lemari pajangan. Selain toko Erbas, lemari juga banyak dibeli oleh konsumen di enam toko. Namun pembelian ini tidak sebanyak pembelian set kursi tamu. Lemari yang dibeli oleh konsumen di toko lainnya adalah lemari pakaian dan lemari pajangan. Untuk kategori toko non jati Jepara, selain set kursi tamu mebel jati yang sering dibeli oleh konsumen adalah tempat tidur. Konsumen menyatakan mereka lebih menyukai membeli tempat tidur di mal karena mal menyajikan lebih banyak variasi tempat tidur.
Hasil pengamatan di lapangan memperlihatkan bahwa
konsumen di daerah pinggiran kota menyukai tempat tidur berukir namun konsumen di perkotaan menyukai tempat tidur berdesain minimalis. Terdapat sejumlah kecil konsumen membeli rak (3,3% - 10%) dan meja belajar/kerja (3,3% - 7%).
Rak yang dibeli konsumen adalah rak buku.
Walaupun rak buku dan meja belajar berbahan baku jati lebih kuat namun untuk kedua jenis mebel ini konsumen lebih menyukai membeli rak dan meja belajar merek lain yang berharga lebih murah dan dengan desain yang lebih bervariasi.
Persentase (%)
67
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
80
76.7 56.7
53.3 26.7 16.7
1010 0
0
3.3
0
showroom showroom Anditya "X" Furniture
56.7
16.7 6.7 0 0
20 20 13.3 10 10 6.7 3.3 3.3
Toko Cahaya Rumah
Toko Erbas Bogor Art Trade Mall
Jati Jepara
Campuran
Rak 53.3 26.7 10 6.7 3.3
Set meja dan kursi tamu Lemari Tempat tidur Meja belajar/kerja
Mal "X"
Non Jati Jepara
Kategori Toko
Gambar 23
Perbandingan persentase jenis mebel jati yang sering dibeli oleh konsumen di tiga kategori tempat pembelian produk mebel
5.3.4.4. Besaran pengeluaran konsumen membeli mebel Besaran pengeluaran konsumen untuk membeli mebel dapat dilihat pada Gambar 24.
Sebagian besar konsumen membeli rak buku seharga kurang dari
Rp 1.000.000,-. Namun konsumen yang terdapat di toko Anditya Furniture dan Bogor Trade Mal bersedia mengeluarkan uang lebih dari Rp 1.000.000,- untuk membeli rak buku. Dalam hal ini pertimbangan utama konsumen adalah kualitas rak tersebut. Harga mahal tidak memberatkan konsumen karena di toko Anditya Furniture mereka dapat membayar dengan cara kredit. Selain itu mebel tersebut dapat dipergunakan dalam jangka panjang. Pada seluruh kategori toko, konsumen pada umumnya membeli set meja dan kursi tamu dengan harga lebih dari Rp 2.000.000,-. Hasil yang sama dengan yang dinyatakan oleh Zulkarnain (2008), konsumen lebih menyukai membeli set meja dan kursi tamu karena mebel ini akan selalu dilihat oleh tamu sehingga kenyamanan dan keindahannya menjadi prioritas utama.
Adapun tujuan lain
konsumen adalah agar set meja dan kursi tamu yang mereka beli terlihat mewah dan memberi kesan mahal. Untuk lemari, konsumen di seluruh toko membeli lemari dengan harga lebih dari Rp 2.000.000,-. Pada lokasi penelitian ditemui konsumen yang membeli lemari pajangan seharga Rp 8.000.000,-.
Adapun alasan yang mendasari
pembelian dengan harga tersebut adalah keinginan konsumen akan mebel yang
68
berkualitas, tahan lama dan model yang bagus. Faktor peningkatan status sosial juga mempengaruhi pembelian lemari pajangan. Namun terdapat juga konsumen yang membeli mebel dengan harga berkisar Rp1.000.000,- sampai dengan Rp 2.000.000,-. Bagi segmen konsumen tersebut lemari itu sudah cukup bagus dan bagi mereka yang terpenting adalah lemari yang terbuat dari kayu jati. Selain itu konsumen tersebut juga tidak terlalu mempertimbangkan model lemari. Pada toko Bogor Trade Mall, terdapat konsumen yang membeli lemari dengan harga kurang dari Rp1.000.000. Lemari yang dibeli oleh konsumen adalah lemari pakaian. Konsumen dalam hal ini lebih mengutamakan fungsinya dari pada kualitas dan model. Konsumen juga tidak memperhitungkan aspek status sosial. Persentase harga paling besar untuk pembelian meja makan juga lebih dari Rp 2.000.000,-. Sama halnya dengan set meja dan kursi tamu, konsumen akan melakukan sejumlah pertimbangan ketika akan membeli meja makan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut meliputi kualitas, model dan gengsi. Meja makan jati yang diminati oleh konsumen adalah meja makan model lasina. Meja makan ini terlihat sangat kokoh karena menggunakan kerangka kayu jati berukuran besar sehingga memberi kesan mewah dan mahal. 100%
0 3.3 3.3
0
80%
36.733.333.333.3 46.7
20 46.7
53.3 66.7 73.3 73.3 76.7
60%
96.7
40
66.7 73.3
56.7 56.7 66.7
70
50 66.7 > 2 juta
96.7
96.7
1 - 2 juta
40 40%
< 1 juta
80 50
Jati Jpr
Cmprn
Rak
Non jati Jpr
Cmprn
lemari
Non jati Jpr
Jati Jpr
Cmprn
BTM
Anditya
3.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Erbas
BTM
Mal "X"
Set meja kursi tamu
Jati Jpr
0
Cahaya
Erbas
Non jati Jpr
0
33.3
Anditya
Cahaya
Jati Cmprn Jpr
10 0
Toko "X"
3.3 0 0
BTM
0
50
Mal "X"
0
Erbas
0
43.3 43.3 33.3
30
Cahaya
0
Toko "X"
3.3 0 0 Toko "X"
BTM
Mal "X"
Erbas
Cahaya
Anditya
Toko "X"
6.7
33.3 26.7
Anditya
26.7 0%
53.3
46.7 33.3 26.7 26.7 23.3
20%
Mal "X"
46.763.363.363.3
Non jati Jpr
meja makan
Gambar 24 Perbandingan besaran pengeluaran konsumen untuk membeli mebel
69
5.3.5. Perilaku Pasca pembelian Setelah pembelian,
konsumen mungkin mengalami ketidakpuasan
terhadap produk yang telah mereka beli karena terdapat aspek-aspek yang tidak sesuai dengan harapan konsumen.
Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen
terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Konsumen yang tidak puas mungkin akan mengembalikan produk yang mereka beli. Konsumen yang puas akan kembali membeli produk di tempat sebelumnya karena adanya kepercayaan konsumen terhadap toko tersebut.
5.3.5.1. Kepuasan terhadap produk yang dibeli Berdasarkan pengalaman konsumen dalam membeli mebel jati diketahui bahwa sebagian besar konsumen menyatakan puas terhadap mebel jati yang mereka beli. Tingkat kepuasan konsumen setelah membeli mebel jati Jepara lebih dari 80% pada semua kategori toko.
Hanya sebagian kecil konsumen yang
menyatakan tidak puas terhadap mebel jati yang dibeli. Tingkat ketidakpuasan konsumen tersebut kurang dari 13,3% pada semua kategori toko.
Bahkan
konsumen yang terdapat di toko Cahaya Rumah menyatakan puas 100%. Konsumen menyatakan puas karena mebel yang dibeli sangat unik, mebel sangat sesuai untuk interior ruangan, dan harga mebel tersebut sesuai dengan kualitasnya. Gambaran kepuasan dan ketidakpuasan konsumen ini terlihat pada Gambar 25. Terkait dengan ketidakpuasan konsumen, berdasarkan hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa ketidakpuasan konsumen disebabkan oleh harga mebel yang dibeli tidak sesuai dengan kualitas mebel tersebut. Hal ini diperlihatkan dengan adanya retak-retak pada set kursi tamu dan lemari jati mereka setelah beberapa bulan pembelian. Keluhan lainnya adalah mebel jati saat ini tidak sekuat mebel jati dahulu. Hal ini terlihat dari kursi yang mudah patah.
Campuran, Jati Jepara,
Kategori toko
Non kayu jati Jepara,
70
10
Mal "X" 3.3
BTM
96.7 10
Toko Erbas Art Toko Cahaya Rumah
90
puas
0
100 13.3
Showroom "X"
86.7
3.3
Showroom Anditya Furniture 0.0
tidak puas
90
96.7 20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
Persentase (%)
Gambar 25 Perbandingan kepuasan konsumen di tiga kategori tempat pembelian produk mebel
5.3.5.2. Kemungkinan konsumen membeli di tempat yang sama Gambar 26 memperlihatkan kemungkinan konsumen untuk membeli di tempat yang sama atau membeli di tempat yang lain. Kemungkinan konsumen untuk membeli di tempat yang sama berkaitan dengan kepuasan yang diperoleh skonsumen terhadap mebel yang dibeli di toko tersebut. Pada kategori toko mebel khusus jati yaitu showroom Anditya Furniture dan showroom “X” persentase konsumen yang akan tetap kembali membeli mebel di tempat tersebut sebanyak 96,7% dan 70%. Begitu juga dengan kategori toko campuran dimana sebanyak 96,7% dan 63,3% konsumen akan kembali membeli di toko yang sama. Sebanyak 73,3% konsumen di mal “X” juga menyatakan hal yang sama.
Konsumen-
konsumen ini menyatakan dengan membeli mebel di tempat yang sama maka mereka tidak perlu khawatir dengan kualitas mebel tersebut karena mereka telah berlangganan cukup lama di toko tersebut dan telah kenal dengan pemilik toko. Faktor lainnya disebabkan oleh pelayanan yang diberikan terhadap konsumen baik berupa keramahan pramuniaga, tanggapan terhadap keluhan dan pengantaran mebel yang tepat waktu. Pada kategori toko non Jepara, khususnya di Bogor Trade Mal, memperlihatkan hal yang berbeda. Persentase konsumen yang menyatakan tidak akan kembali membeli mebel di tempat yang sama lebih banyak dari pada konsumen yang ingin membeli di tempat yang sama yaitu sebanyak 63,3%. Hal
71
ini karena mebel yang diinginkan oleh konsumen tidak ditemui di tempat tersebut sehingga konsumen membeli mebel di tempat lain. Jika mebel tersebut ada tetapi harga dan modelnya tidak sesuai dengan keinginan maka konsumen juga tidak akan membeli di toko tersebut.
Selain itu terdapat juga konsumen yang
menyatakan bahwa mereka tidak hanya tergantung pada satu toko untuk membeli mebel, melainkan akan pergi ke toko mebel lain yang lebih banyak pilihan mebelnya. 120.0 Persentase (%)
100.0
96.7
96.7 73.3
70
80.0
63.3
63.3
membeli ditempat yang sama
60.0
20.0
36.7
30
40.0 3.3
tidak membeli ditempat yang sama
36.7 26.7
3.3
0.0 Showroom Showroom Toko Anditya "X" Cahaya Furniture Rumah Jati Jepara,
Toko Erbas Art
Campuran,
BTM
M al "X"
Non kayu jati Jepara,
Kategori toko
Gambar 26 Perbandingan kepuasan konsumen di tiga kategori tempat pembelian produk mebel 5.4. Bauran Pemasaran Konsumen 5.4.1. Indeks kepuasan konsumen terhadap atribut produk Hasil pengamatan preferensi konsumen terhadap atribut produk mebel jati Jepara disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan hasil perhitungan nilai indeks untuk atribut produk diketahui bahwa nilai indeks tertinggi yang terdapat pada kategori toko jati Jepara, toko campuran, toko non jati Jepara adalah ketahanan dan kekuatan mebel jati, artinya motivasi pembelian mebel jati lebih disebabkan image kayu jati yang kuat sehingga dapat digunakan dalam jangka panjang. Temuan ini mendukung pernyataan Susanti (2008) yang menyatakan bahwa atribut tahan lama dinilai penting oleh konsumen karena keawetan suatu mebel merupakan salah satu indikator kualitas dari mebel tersebut. Semakin tahan dan kuat produk mebel maka nilai kualitas produk tersebut semakin tinggi. Pada toko non jati Jepara nilai tertinggi (45,4) juga terdapat pada desain mebel, banyak
72
pilihan produk, dan keindahan mebel. Tingginya nilai indeks untuk atribut ini memperlihatkan bahwa konsumen menyukai perkembangan desain mebel jati yang ada saat ini. Berkembangnya desain mebel jati dari mebel berdesain elegan (berornamen ukiran) menjadi desain minimalis merupakan suatu daya tarik bagi konsumen sehingga konsumen yang tidak menyukai mebel berukir akan membeli mebel berdesain minimalis (tanpa ukiran). Kreatifitas dalam membuat berbagai pilihan mebel juga menjadi daya tarik bagi konsumen.
Tabel 6 Nilai indeks konsumen untuk atribut produk Pertanyaan Jati Jepara Ukuran mebel sesuai keinginan Design mebel Banyak pilihan produk Mebel tahan lama/kuat Mebel meningkatkan status sosial Mebel mempunyai keindahan Tanggap terhadap keluhan setelah pembelian Pengantaran mebel tepat waktu Pemesanan pembuatan mebel tepat waktu Pelayanan dalam penjualan
44.2 48.4 47.6 49.4 44.6 48.6 42.4 45.2 46.0 45.4
Kategori Toko Campuran Non Jati Jepara 45.8 44.6 45.6 49.0 38.4 46.4 44.6 46.2 41.0 47.4
41.2 45.4 45.4 45.4 43.8 45.4 42.8 44.0 44.8 45.0
Sumber : Data primer, 2009
Nilai indeks tertinggi kedua pada toko mebel khusus jati adalah mebel mempunyai keindahan (48,6), artinya konsumen menyukai keindahan yang berupa ukiran atau tanpa ukiran yang melekat pada mebel jati Jepara. Atribut desain berada pada urutan ke-3 (48,4), artinya konsumen merespon cukup baik desain mebel jati yang ada saat ini. Tersedia berbagai macam pilihan desain bagi konsumen seperti desain elegan, minimalis, oriental dan futuristik. Pada kategori toko mebel campuran, urutan kedua nilai indeks terdapat pada atribut pelayanan dalam penjualan (47,4), artinya secara umum konsumen menyukai pelayanan yang terdapat di toko mebel tersebut. Pelayanan tersebut berupa keramahan pegawai toko terhadap pembeli sehingga pembeli merasa nyaman ketika berbelanja. Nilai indeks tertinggi ke-3 adalah atribut keindahan
73
mebel. Arti dari nilai atribut ini sama dengan kepuasan konsumen yang terdapat pada kategori toko khusus jati Jepara. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya pada kategori toko mebel non jati Jepara, nilai indeks tertinggi terdapat pada beberapa atribut yaitu atribut tahan lama, atribut desain mebel, atribut banyaknya pilihan produk, dan atribut keindahan mebel.
Hal ini memperlihatkan bahwa konsumen menyukai ke-4
atribut yang terdapat pada mebel jati. Nilai indeks tertinggi ke-2 terdapat pada atribut pelayanan dalam penjualan, artinya konsumen menyukai pelayanan yang diberikan selama konsumen berbelanja di tempat tersebut. Rangkuti (1997) menyatakan nilai indeks paling rendah mempunyai arti bahwa atribut tersebut harus mendapat perhatian dari produsen. Pada toko mebel khusus jati Jepara, atribut yang paling rendah nilai indeksnya adalah tanggapan terhadap keluhan setelah pembelian (42,4), artinya pemilik toko dinilai konsumen masih kurang cepat dalam menanggapi keluhan konsumen. Untuk meningkatkan nilai indeks ini sebaiknya produsen memberikan garansi terhadap mebel untuk jangka waktu tertentu sehingga jika mebel tersebut mengalami kerusakan yang tidak diakibatkan oleh konsumen maka dapat diberikan perbaikan. Susanti (2008) menyatakan bahwa pelayanan yang memuaskan adalah aspek yang harus diperhatikan oleh suatu perusahaan untuk tetap memiliki pelanggan. Kemudian nilai indeks yang paling rendah pada toko mebel campuran terdapat pada ukuran mebel tidak sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Hal ini berarti bahwa mebel yang dijual oleh produsen masih belum cukup bervariasi terutama di showroom “X”. Pada showroom ini konsumen sering tidak menemukan ukuran mebel yang diinginkannya. Mebel yang tersedia, misal untuk set meja dan kursi tamu, adalah mebel yang berukuran besar tetapi konsumen menginginkan mebel berukuran kecil.
5.4.2. Indeks kepuasan konsumen terhadap atribut harga Tabel 7 memperlihatkan nilai indeks tertinggi pada showroom khusus jati Jepara adalah harga sesuai kualitas (44,8), artinya konsumen menyatakan bahwa harga telah sesuai dengan kualitas mebel yang dibeli. Atribut harga tertinggi ke-2 adalah kemudahan transaksi (44,8). Hal ini mengandung arti bahwa konsumen
74
menyukai kemudahan transaksi yang terdapat di toko tersebut.
Kemudahan
transaksi tersebut seperti pembayaran yang bisa dicicil tanpa harus ada jaminan tertentu. Sebagian konsumen di showroom khusus jati Jepara menyatakan keberatan dengan harga mebel yang mahal dan menginginkan harga mebel murah. Pernyataan ini diduga berasal dari responden yang berpenghasilan dibawah Rp 2.000.000.
Kenyataan yang terdapat di lapangan memperlihatkan bahwa
produsen telah mengakomodir pernyataan konsumen tentang harga mebel yang mahal yaitu dengan menyediakan berbagai kemudahan transaksi berupa pembayaran dengan kartu kredit dan periode pembayaran selama 10 bulan. Indeks tertinggi pada kategori toko campuran adalah atribut harga sesuai kualitas (47,2) dan kemudahan transaksi (47,2). Hasil ini mendukung pernyataan konsumen di showroom khusus mebel jati. Konsumen menyatakan bahwa uang yang telah mereka keluarkan untuk membeli mebel sebanding dengan kualitas mebel yang dibeli. Pada toko campuran ini, konsumen juga menginginkan harga mebel yang murah yang disesuai dengan daya beli konsumen. Nilai atribut tertinggi yang terdapat pada toko non jati Jepara adalah harga mebel telah sesuai kualitas dan harga mebel tersebut terjangkau oleh daya beli konsumen. Namun di sisi lain terdapat konsumen yang menyatakan bahwa harga mebel jati mahal dan menginginkan harga yang murah.
Tabel 7 Nilai indeks konsumen untuk atribut harga Pertanyaan Harga sesuai kualitas Harga terjangkau Harga lebih murah Harga mahal Harga normal Periode pembayaran Kemudahan transaksi Sumber : Data primer, 2009
Jati Jepara 44.8 43.2 40.4 36.0 40.6 40.8 43.4
Kategori Toko Campuran Non Jati Jepara 47.2 43.8 33.0 43.8 35.8 40.4 30.2 39.8 38.0 41.6 44.0 41.4 47.2 42.4
75
5.4.3. Indeks kepuasan konsumen terhadap atribut lokasi penjualan Hasil penelitian untuk atribut lokasi penjualan sebagaimana yang terlihat pada Tabel 8 memperlihatkan bahwa untuk kategori toko khusus jati Jepara nilai indeks tertinggi terdapat pada lokasi yang mudah dijangkau (47,2). Temuan ini didukung oleh hasil penelitian Yusriana (2004) dan Aulawi (2005) yang menyatakan bahwa lokasi penjualan yang mudah dijangkau adalah merupakan atribut tertinggi. Lebih lanjut disampaikan oleh Sumarwan (2002), lokasi toko sangat mempengaruhi keinginan konsumen untuk datang dan berbelanja. Toko yang lokasinya jauh dan kurang strategis tidak akan diminati calon konsumen. Kecenderungan ini tidak sepenuhnya berlaku di semua kondisi. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa walaupun lokasi showroom Anditya Furniture jauh dari tempat tinggal konsumen namun terdapat konsumen yang tetap membeli mebel di showroom tersebut. Hal ini memperlihatkan bahwa terdapat faktor lain yang mempengaruhi keinginan konsumen untuk berbelanja di showroom tersebut. Indeks tertinggi yang terdapat di toko campuran adalah tempat penjualan yang nyaman (49,4), artinya konsumen merasa nyaman berbelanja di toko tersebut.
Kenyamanan konsumen ini terletak dari tata letak mebel, dimana
konsumen dapat dengan mudah menemukan mebel yang mereka cari. Selain itu tata letak juga memudahkan konsumen untuk berlalu lalang sehingga mereka dengan mudah mencari dan menemukan mebel (Sumarwan, 2002). Pada toko non jati Jepara indeks yang tertinggi sama dengan toko khusus jati Jepara yaitu lokasi yang mudah dijangkau (47,6). Hal ini disebabkan lokasi mal yang menjadi tempat penelitian berada di pusat kota sehingga mudah dijangkau oleh konsumen. dengan transportasi umum.
Selain itu lokasi mal tersebut juga mudah diakses Pernyataan ini mendukung hasil penelitian
Mohammed dan Yi (2008) yang menyatakan bahwa lokasi mebel di pusat kota memudahkan konsumen untuk menjangkau toko tersebut. Nilai indeks terendah yang terdapat pada setiap kategori toko tidak sama. Pada toko khusus jati, nilai indeks terendah yaitu atribut jaringan distribusi (44,2). Hal ini menunjukkan perlunya perhatian produsen untuk memperluas jaringan distribusi, misalnya dengan jalan memperbanyak toko-toko mebel mereka di lokasi yang berbeda. Kemudian pada toko campuran, indeks terendahnya adalah
76
ketersediaan produk kontinyu (45,6), artinya konsumen menganggap bahwa mebel yang dijual oleh produsen masih kurang lengkap sehingga mereka tidak bisa membeli mebel yang mereka inginkan. Hal ini perlu mendapat perhatian produsen dengan memperbanyak persediaan mebel dan untuk mebel yang telah terjual sebaiknya cepat diganti kembali dengan mebel yang sejenis. Selanjutnya nilai indeks terendah yang terdapat di toko non jati Jepara adalah atribut kemudahan memperoleh produk (38,8).
Konsumen menyatakan bahwa pada
umumnya mebel yang dipajang di toko-toko mebel sangat kurang bervariasi terutama bagi konsumen yang menginginkan mebel dengan model tertentu.
Tabel 8 Nilai indeks konsumen untuk atribut lokasi penjualan Pertanyaan Tempat penjualan nyaman Lokasi mudah dijangkau/strategis Produk mudah diperoleh Ketersediaan produk kontinyu Jaringan distribusi luas
Jati Jepara 46.4 47.2 44.8 44.6 44.2
Kategori Toko Campuran Non Jati Jepara 49.4 46.8 47.6 47.6 47.6 38.8 45.6 46.4 45.8 45.0
Sumber : Data primer, 2009
5.4.4. Indeks kepuasan konsumen terhadap atribut promosi Dari hasil pengamatan terhadap atribut promosi (Tabel 9) diketahui bahwa nilai indeks tertinggi responden di toko khusus jati Jepara dan non Jati Jepara adalah pengaruh dari keluarga/kolega dengan nilai indeks masing 40,6 dan 41,0. Hal ini memperlihatkan bahwa konsumen yang banyak berbelanja lebih disebabkan oleh strategi permasaran bertingkat (multilevel marketing) yang diterapkan oleh toko-toko mebel tersebut. Indeks tertinggi ke-2 berupa pemberian discount juga mendapat respon yang baik dari konsumen. Hal ini terlihat dari banyaknya konsumen yang berbelanja.
Hasil yang berbeda ditemui di toko
campuran, dimana nilai indeks tertinggi terdapat pada atribut potongan harga/discount (45,4). Hasil ini memperlihatkan bahwa konsumen merasa tertarik berbelanja di toko tersebut lebih disebabkan adanya potongan harga. Nilai indeks terendah yang terdapat di toko mebel khusus jati Jepara adalah atribut iklan (38,0) dan hadiah (39,8). Hal ini menunjukkan perlunya
77
perhatian lebih pemilik showroom dalam membuat iklan yang lebih menarik bagi konsumen yang disertai dengan pemberian hadiah. Strategi promosi yang bisa dilakukan yaitu melalui koran, selebaran, radio atau melalui internet. Tujuan ini adalah menginformasikan kepada konsumen tentang keberadaan toko-toko mebel dan mebel jati yang dijual. Nilai indeks terendah pada toko campuran adalah atribut hadiah. Namun nilai rendah ini bukan menunjukkan bahwa toko campuran tidak memberikan hadiah kepada pembelinya. Namun atribut ini perlu mendapat perhatian lebih dari produsen untuk menarik perhatian konsumen, terutama bagi toko Erbas Art. Toko Cahaya Rumah telah menerapkan pemberian hadiah kepada konsumen seperti hadiah bantal kepada konsumen yang membeli tempat tidur atau memberi souvenir payung. Begitu juga dengan nilai indeks yang rendah pada atribut iklan terutama pada toko Erbas Art. Pengamatan di lapangan memperlihatkan bahwa promosi melalui iklan terus dilakukan oleh toko Cahaya Rumah melalui media radio dan surat kabar lokal. Namun sebagian besar konsumen menyatakan bahwa mereka datang ke toko bukan karena mendengar iklan di radio atau membaca iklan di surat kabar. Hal yang menarik minat mereka karena adanya tulisan pemberian discount yang terdapat di toko tersebut. Hal ini dimungkinkan karena tidak banyak konsumen yang mendengar iklan mebel tersebut di radio dan tidak banyak yang membaca iklan yang dimuat di surat kabar lokal. Dari wawancara diperoleh temuan bahwa konsumen yang datang berbelanja lebih banyak dipengaruhi oleh selebaran-selebaran yang bertuliskan discount. Nilai indeks terendah pada toko non jati Jepara adalah atribut hadiah. Sama halnya dengan toko campuran pada toko non jati Jepara perlu adanya perhatian produsen untuk pemberian hadiah kepada konsumen yang berbelanja. Berbeda dengan toko campuran yang memberi hadiah kepada untuk pembeli di atas lima juta, pihak toko non jati tidak pernah memberikan hadiah kepada konsumen. Hadiah yang diberikan oleh perusahaan dapat berupa reward kepada konsumen yang berperan sebagai agen ataupun hadiah langsung kepada konsumen yang berbelanja. Reward ini disatu sisi akan menambah pengeluaran perusahaan akan tetapi pada akhirnya akan meningkat jumlah konsumen yang berbelanja di
78
toko tersebut karena informasi yang disampai berdasarkan fakta akan lebih dipercayai oleh konsumen.
Tabel 9 Nilai indeks konsumen untuk atribut promosi Pertanyaan Jati Jepara 38.0 40.2 39.8 40.6
Iklan menarik Potongan harga (discount) Berhadiah Pengaruh dari keluarga/kolega
Kategori Toko Campuran Non Jati Jepara 40.2 40.8 45.4 40.8 36.8 40.2 37.2 41.0
Sumber : Data primer, 2009
5.5. Bauran Pemasaran Produsen Strategi bauran pemasaran selain dilakukan terhadap konsumen juga dilakukan terhadap produsen selaku pemilik toko. Bauran pemasaran produsen dilakukan untuk mengetahui bagaimana preferensi produsen terhadap mebel kayu jati Jepara yang didasarkan atas atribut produk, atribut harga, atribut lokasi penjualan dan atribut promosi.
Tujuan dilakukan kegiatan ini adalah untuk
mengetahui apakah strategi pemasaran yang diterapkan oleh produsen telah sesuai dengan apa yang diinginkan oleh konsumen.
5.5.1. Indeks kepuasan produsen terhadap atribut produk Tabel 11 memperlihatkan nilai indeks tertinggi pada toko jati Jepara adalah atribut design mebel, mebel tahan lama/kuat, mebel meningkatkan status sosial, mebel mempunyai keindahan, dan pelayanan dalam penjualan.
Hal ini
memperlihatkan bahwa produsen dalam menjual mebel telah mempertimbangkan keinginan konsumen.
Namun terdapat perbedaan preferensi produsen dan
konsumen untuk atribut tanggapan terhadap keluhan setelah pembelian. Konsumen menyatakan bahwa produsen masih kurang tanggap terhadap keluhan konsumen. Hal ini diperlihatkan dari nilai indeks paling rendah konsumen (Tabel 6) adalah atribut tanggapan terhadap keluhan sedangkan indeks terendah produsen adalah atribut pemesanan pembuatan mebel yang tidak tepat waktu. Untuk lebih menarik minat konsumen maka produsen perlu memberi perhatian yang lebih terhadap keluhan konsumen setelah pembelian seperti retak-retak pada
79
sambungan atau keluarnya cairan pada permukaan mebel.
Selain itu sebaiknya
produsen lebih selektif dalam memilih mebel yang dijual.
Produsen juga
sebaiknya menjual mebel yang kayunya telah dioven sehingga dapat mengatasi kembang susut kayu. Indeks tertinggi produsen untuk kategori toko campuran adalah ukuran mebel sesuai dengan yang diinginkan konsumen (2,0).
Hasil ini tidak sama
dengan preferensi konsumen pada Tabel 6, dimana konsumen menyatakan bahwa ukuran mebel yang dijual oleh produsen masih belum memenuhi keinginan konsumen. Sementara itu, terdapat hal yang bertentangan dalam hal ketahanan mebel jati. Para konsumen masih memberi kepercayaan bahwa mebel jati adalah mebel yang tahan lama. Akan tetapi produsen mengetahui bahwa mebel jati saat ini kualitasnya sangat bervariasi.
Tahan lama atau tidaknya suatu mebel
ditentukan oleh kualitas. Mebel jati berkualitas baik yang berharga mahal pada umumnya akan lebih tahan lama karena mebel tersebut telah mengalami berberapa proses produksi yaitu pengeringan dengan oven dan uji ketahanan mebel. Pada toko non jati Jepara, terdapat beberapa atribut yang sama-sama menjadi fokus utama produsen dan konsumen yaitu banyaknya pilihan produk dan mebel jati yang tahan lama. Hal ini berarti mebel-mebel jati yang dijual oleh produsen sudah banyak pilihan produknya sehingga konsumen dengan mudah menemukan mebel yang mereka inginkan dan mebel jati yang dijual sudah memenuhi keinginan konsumen yang menghendaki mebel jati yang tahan lama. Perbedaan antara preferensi produsen dan konsumen terlihat dari perbedaan nilai indeks terendah yaitu atribut ukuran mebel, atribut tanggapan terhadap keluhan setelah pembelian dan atribut pemesanan mebel yang tepat waktu. Konsumen menyatakan bahwa ukuran mebel yang dijual oleh produsen masih kurang bervariasi namun produsen menyatakan bahwa mebel yang dijual telah cukup bervariasi dalam ukuran.
Demikian pula halnya dengan atribut tanggapan
terhadap keluhan setelah pembelian dan atribut pemesanan mebel yang tepat waktu.
Produsen sebaiknya dengan cepat merespon keluhan konsumen dan
membuat mebel yang dipesan oleh konsumen tepat waktu.
80
Tabel 10 Nilai indeks produsen untuk atribut produk Pertanyaan
Ukuran mebel sesuai yang diinginkan Design mebel Banyak pilihan produk Mebel tahan lama/kuat Mebel meningkatkan status sosial Mebel mempunyai keindahan Tanggap terhadap keluhan setelah pembelian Pengantaran mebel tepat waktu Pemesanan pembuatan mebel tepat waktu Pelayanan dalam penjualan
Jati Jepara 1.6 1.8 1.6 1.8 1.8 1.8
Kategori Toko Campura Non Jati n Jepara 2.0 2.0 1.6 1.6 1.8 2.0 1.4 2.0 1.4 1.6 1.8 1.8
1.6 1.6 1.2 1.8
1.8 1.4 1.2 1.6
2.0 1.8 1.6 2.0
Sumber : Data primer, 2009
5.5.2. Indeks kepuasan produsen terhadap atribut harga Nilai indeks tertinggi produsen yang terdapat pada kategori toko jati Jepara (Tabel 11) sama dengan nilai indeks tertinggi konsumen pada kategori toko tersebut (Tabel 7) yaitu atribut harga sesuai kualitas.
Hal ini berarti bahwa
konsumen memandang harga mebel dijual oleh produsen telah sesuai dengan kualitas dari mebel tersebut. Atribut yang berbeda antara produsen dan konsumen adalah atribut harga mahal.
Bagi konsumen tertentu harga mebel jati yang
terdapat di pasaran adalah mahal karena tidak sesuai dengan daya beli. Namun menurut produsen, harga mebel jati yang ada saat ini tidak wajar tetapi harga ini telah disesuaikan dengan kualitas kayu jati tersebut. Hasil wawancara dengan produsen di toko jati Jepara menunjukkan bahwa harga mebel jati yang mahal tidak mencerminkan kualitas jati yang baik.
Mebel jati yang berkualitas biasa akan
menjadi mahal setelah dilakukan berbagai tindakan finishing pada mebel tersebut. Pada kategori toko campuran, indeks produsen tertinggi terdapat pada atribut harga sesuai kualitas.
Hal ini sama dengan yang dinyatakan oleh konsumen
bahwa harga mebel yang dijual oleh produsen telah sesuai dengan kualitas mebel tersebut. Terdapat ketidaksesuaian pandangan dalam harga antara produsen dan konsumen. Konsumen memandang harga mebel jati yang dijual mahal, namun produsen memandang mebel tersebut tidak mahal. Produsen menyatakan agar konsumen mampu untuk membeli mebel jati maka produsen memberi kemudahan
81
pembayaran melalui kartu kredit atau melalui lembaga pembiayaan lainnya seperti Adira dan FIF. Aulawi (2005) menyatakan bahwa harga produk yang dijual tidak boleh lebih rendah dari biaya rataan per produk. Murahnya harga mebel jati juga tidak merupakan suatu jaminan bahwa konsumen akan membeli produk tersebut terutama bagi segmen konsumen yang lebih mempertimbangkan kualitas mebel jati. Hasil yang terlihat pada Tabel 11 juga memperlihatkan persamaan preferensi produsen dengan preferensi konsumen (Tabel 7) di kategori toko non jati Jepara yaitu atribut harga sesuai dengan kualitas. Sama seperti di kedua kategori toko lainnya, pada kategori toko non jati Jepara juga terdapat perbedaan produsen dan konsumen dalam harga mebel. Untuk memenuhi keinginan konsumen akan mebel jati yang murah maka diperlukan suatu strategi produsen dalam memproduksi mebel, misalnya dengan membuat mebel yang menyerupai mebel jati.
Tabel 11 Nilai indeks produsen untuk atribut harga Pertanyaan Harga sesuai kualitas Harga terjangkau Harga lebih murah Harga mahal Harga normal Periode pembayaran Kemudahan transaksi
Jati Jepara 1.6 1.4 1.0 1.6 1.2 1.4 1.4
Kategori Toko Campuran 2.0 2.0 1.8 1.4 1.4 2.0 1.8
Non Jati Jepara 2.0 1.6 1.2 1.6 1.6 1.6 1.8
Sumber : Data primer, 2009
5.5.3. Indeks kepuasan produsen terhadap atribut lokasi penjualan Tabel 12 memperlihatkan nilai indeks tertinggi produsen untuk atribut lokasi penjualan pada kategori toko jati Jepara adalah tempat penjualan nyaman, lokasi mudah terjangkau, produk mudah diperoleh dan ketersediaan produk kontinyu. Tingginya nilai indeks pada beberapa atribut ini menunjukkan bahwa produsen telah mempersiapkan keempat atribut untuk menarik minat pembeli. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 9, atribut yang mendapat apresiasi dari konsumen adalah lokasi yang mudah dijangkau. Konsumen menyatakan lokasi toko yang berada di jalan utama telah memudahkan konsumen dalam menjangkau toko tersebut baik dengan sarana transportasi umum maupun dengan kendaraan
82
pribadi. Atribut yang dinilai rendah oleh produsen dan konsumen adalah atribut jaringan distribusi, artinya konsumen menginginkan produsen memperluas jaringan distribusi dengan menambah toko mebel. Nilai indeks tertinggi produsen yang terdapat pada kategori toko Campuran sama dengan nilai indeks tertinggi yang terdapat pada kategori toko jati Jepara. Namun terdapat perbedaan pada nilai indeks terendah. Konsumen memandang bahwa mebel yang dijual oleh produsen ketersediaannya kurang kontinyu, akan tetapi produsen menganggap bahwa mebel jati selalu kontinyu dalam produk. Perbedaan pandangan ini sebaiknya
ditanggapi oleh produsen dengan
memperbanyak produk mebel jati mereka. Pada kategori toko campuran, atribut jaringan distribusi yang rendah tidak berpengaruh pada konsumen karena lokasi mebel tersebut dapat dijangkau dengan mudah oleh konsumen. Seluruh atribut lokasi penjualan pada kategori toko non jati Jepara memiliki nilai indeks yang sama, artinya produsen menganggap bahwa mereka telah mempertimbangkan seluruh atribut tersebut untuk menarik minat konsumen berbelanja di toko tersebut.
Namun hasil yang tersaji pada Tabel 8
memperlihatkan bahwa terdapat atribut yang tidak mengakomodir keinginan konsumen
yaitu
atribut
kemudahan
memperoleh
produk.
Konsumen
menginginkan produsen memperbanyak variasi produk baik dari sisi ukuran maupun model.
Tabel 12 Nilai indeks produsen untuk atribut lokasi penjualan Pertanyaan
Kategori Toko Jati Jepara Campuran Non Jati Jepara Tempat penjualan nyaman 1.6 1.6 2.0 Lokasi Mudah dijangkau/strategis 1.6 1.6 2.0 Produk mudah diperoleh 1.6 1.6 2.0 Ketersediaan produk kontinyu 1.6 1.6 2.0 Jaringan distribusi Luas 1.4 1.4 2.0 Sumber : Data primer, 2009
5.5.4. Indeks kepuasan produsen terhadap atribut promosi Dari berbagai atribut yang melekat pada atribut promosi, hanya atribut pengaruh dari keluarga/kolega yang dipandang oleh produsen di kategori toko
83
khusus jati Jepara paling praktis untuk menarik minat konsumen (Tabel 13). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara terhadap konsumen yang menyatakan bahwa informasi mengenai toko mebel jati paling banyak diperoleh dari keluarga/kolega. Tingginya indeks ini diduga karena adanya pemberian komisi sebesar 5% dari harga jual mebel kepada pembeli yang membawa pembeli lain untuk berbelanja di showroom tersebut.
Atribut promosi lainnya seperti iklan, potongan harga
(discount) pada kategori toko jati Jepara masih perlu ditingkatkan guna meningkatkan penjualan mebel jati. Selain itu perlu dipertimbangkan pemberian hadiah bagi pembeli yang telah berbelanja. Hasil yang sama juga terlihat pada kategori toko campuran. Cara yang paling praktis menurut produsen dan konsumen adalah melalui pengaruh dari keluarga/kolega. Seperti halnya toko jati Jepara, hal ini diduga disebabkan adanya pemberian komisi atau reward.
Besaran komisi yang diberikan bervariasi
tergantung dari kesepakatan dengan pihak toko.
Atribut promosi yang perlu
mendapatkan perhatian dari produsen adalah atribut pemberian hadiah karena konsumen menyatakan kurangnya pemberian hadiah oleh produsen kepada konsumen terutama bagi konsumen di toko Erbas Art. Produsen pada kategori toko non jati Jepara juga menyatakan bahwa pemilik toko telah cukup berhasil melakukan promosi dalam menjual mebel jati Jepara. Namun hasil nilai indeks konsumen pada Tabel 9 memperlihatkan bahwa hanya atribut promosi pengaruh dari keluarga/kolega yang memberikan nilai indeks paling tinggi. Nilai indeks konsumen yang tidak begitu berbeda untuk atribut iklan, potongan harga, dan hadiah menyatakan bahwa produsen perlu untuk meningkatkan promosi mereka melalui ketiga atribut tersebut. Tabel 13 Nilai indeks produsen untuk atribut promosi Pertanyaan Iklan menarik Potongan harga (discount) Berhadiah Pengaruh dari keluarga/kolega Sumber : Data primer, 2009
Jati Jepara 1.2 1.2 1.2 1.8
Kategori Toko Campuran Non Jati Jepara 1.6 1.6 1.2 1.6 1.2 1.6 1.8 1.6