5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5. 1 Deskripsi Unit Penangkapan Ikan yang Digunakan 1) Jaring insang (gillnet) Jaring insang merupakan alat penangkap ikan berbentuk empat persegi panjang yang ukuran mata jaringnya sama besar, sehingga ikan sasaran terjerat mata jaring atau terpuntal pada bagian badan jaring (Sasmita, 2007).
Jaring
insang yang digunakan nelayan di Kota Dumai adalah jaring insang tetap monofilament dan multifilament. Panjang jaring ±2000 m terdiri dari 60 piece, lebar jaring 6 m dan ukuran mata jaring (mesh size) 2 dan 2,5 inci. Daerah pengoperasian jaring insang rata-rata di daerah Senepis sampai ke perbatasan Malaysia. Sekali operasi dapat dilakukan hingga tiga kali setting, sekali setting kurang lebih memakan waktu tiga jam. Lama operasi penangkapan per trip jaring rata-rata enam hari dan dalam sebulan rata-rata tiga kali trip. Hasil tangkapan yang diperoleh diantaranya tenggiri (Scomberomorus sp), biang (Setipinna sp), lomek (Harpodon nehereus), parang-parang (Chirocentrus sp), senangin (Polynemus sp), gulamah (Scianidae), duri (Tachyurus spp) dan ikanikan lain.
2) Sondong (pukat dorong) Sondong merupakan alat penangkapan ikan yang termasuk pukat dorong yang dioperasikan pada perairan permukaan atau di atas permukaan dasar perairan dengan atau tanpa kapal (Sasmita, 2007). Di daerah Dumai, Riau, sondong yang digunakan merupakan sondong berkapal (Gambar 9). Teknik penangkapan alat tangkap ini cukup sederhana karena alat ini hanya didorong kepermukaan dasar perairan dengan menggunakan kapal dimana selama pengoperasian mesin kapal tetap dinyalakan. Jaring sondong terdiri dari badan dan kantong berbahan plastik nilon. Panjang jaring ±15,3 m dengan lebar ±8,5 m. Untuk membuka mulut jaring sekaligus mendorong jaring digunakan kayu berdiameter 8 inchi dengan panjang ±10,2 m yang disilangkan. Sondong digunakan khusus untuk menangkap udang.
37
Gambar 9 Sketsa alat tangkap sondong (a) kapal; (b) garda/kayu; (c) kantong jaring; (d) batas permukaan laut. Operasional penangkapan dilakukan dengan mengadakan pelayaran hilir mudik di daerah-daerah yang telah ditentukan.
Di Kota Dumai, daerah
pengoperasian sondong dilakukan di wilayah Kecamatan Sungai Sembilan Kelurahan Batu Teritib. Dimulai dari garis Pantai Santa Hulu sampai dengan garis pantai Teluk Dalam. Lama operasi penangkapan per trip sondong rata-rata enam hari dan dalam sebulan rata-rata dilakukan tiga kali trip. Perahu yang digunakan untuk penangkapan berukuran 2-7 GT. Operasi penangkapan sondong biasanya memerlukan 2 orang nelayan/trip.
Hasil tangkapan yang diperoleh
dominan adalah udang meliputi udang putih, udang belang dan udang merah. Adapun hasil tangkapan lain seperti kepiting dan ikan rucah.
3) Belat (perangkap pasang surut) Belat atau perangkap pasang surut (tidal traps) merupakan alat penangkap ikan yang tergolong perangkap. Perangkap adalah alat penangkap ikan yang terbuat
dari
jaring
atau
bahan
lainnya
yang
bertujuan
untuk
memerangkap/menjebak ikan agar masuk kedalam perangkap dan tidak dapat keluar kembali (Sasmita, 2007). Belat terbuat dari jaring dengan ukuran panjang ±1000-2000 meter dan lebar jaring 1 meter. Bahan jaring berupa nilon dengan ukuran mata jaring yang sangat kecil.
38
Pengoperasian belat mengandalkan adanya perbedaan pasang surut yang tinggi. Pada saat pasang, ikan akan terbawa ke arah pantai dan pada saat surut ikan akan terhadang/terperangkap oleh jaring.
Jaring belat dipasang sejajar
menelusuri pantai dan dilakukan pada saat surut terendah. Jaring belat dilengkapi dengan jajaran-jajaran tiang pancang yang berfungsi untuk menancapkan jaring. Jarak antar tiang pancang ±2,5 meter dengan tinggi tiang pancang 1,70 meter. Topografi dasar perairan untuk memasang belat terdiri dari lumpur atau lumpur pasir, tidak keras, memberi kemudahan dalam penanaman tiang-tiang pancang. Pengoperasian belat membutuhkan tenaga anak buah kapal yang cukup banyak yaitu sekitar 6-7 orang anak buah kapal per trip.
Proses pengambilan hasil
tangkapan yang cukup sulit sehingga membutuhkan jumlah tenaga yang tidak sedikit. Kapal yang digunakan untuk mengoperasikan belat 2-4 GT.
Gambar 10 Sketsa alat tangkap belat. Pemasangan alat tangkap belat dilakukan memanjang sepanjang pantai dengan jarak tiang pancang yang rapat 2-3 meter dan tali lajur bawah harus sampai dasar (tidak boleh terbuka) sedangkan tali lajur atas harus kencang. Proses pemasangan agak melengkung seperti Gambar 10. Pemasangan alat tangkap belat pada saat air laut surut, hal ini untuk memudahkan pemasangan dan pengecekan tali lajur bawah sudah benar-benar tidak ada yang terbuka. Selanjutnya belat dibiarkan sampai air mulai surut. Setelah air laut sudah benar-benar surut kirakira tinggal 2 cm dari tali lajur bawah maka dilakukan pengambilan hasil
39
tangkapan. Biasanya hasil tangkapan hanya ikan-ikan yang tertinggal pada saat air mulai surut sebab ketika air pasang biasanya menuju ke tepi pantai. Daerah penangkapan belat yaitu daerah yang mempunyai garis pantai yang panjang dan berlumpur. Biasanya belat dipasang di daerah yang memiliki hutan mangrove yang panjang. Untuk penangkapan menggunakan belat, selain dipasang di pantai dapat juga dipasang di hulu sungai memanjang sepanjang tepi sungai. Khusus di Kota Dumai biasanya dilakukan penangkapan belat di pantai mulai Bulu Hala sampai perbatasan Sinabouy. Jarak dari PPI Kota Dumai ke Bulu Hala ± 25 km dan dari Bulu Hala ke Sinabouy ± 80 km. Untuk penangkapan di daerah sungai dilakukan di Sungai Bulu Hala, Sungai Santa Hulu, Sungai Senepis dan Sungai Teluk Dalam.
Hasil tangkapan biasanya merupakan ikan-ikan yang
tertinggal pada saat air surut dan terhadang jaring seperti udang kelong, ikan sembilang, ikan tawar, ikan selidah, dan lain-lain.
5. 2 Produktivitas Produktivitas unit penangkapan ikan digunakan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi unit penangkapan ikan. Produktivitas unit penangkapan ikan terdiri dari produktivitas unit penangkapan ikan per trip dan produktivitas unit penangkapan ikan per tahun atau produktivitas total. Unit penangkapan ikan yang akan dihitung produktivitasnya dalam penelitian ini adalah unit penangkapan jaring insang (gillnet), sondong (pukat dorong) dan belat (perangkap pasang surut) karena ketiga alat tangkap tersebut yang dominan digunakan oleh nelayan dan mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Kota Dumai. Produktivitas nelayan dihitung untuk melihat hasil tangkapan yang dapat dihasilkan oleh nelayan dari masing-masing unit penangkapan ikan sehingga didapat nilai produktivitas nelayan jaring insang per trip, produktivitas nelayan sondong per trip dan produktivitas nelayan belat per trip.
Sementara untuk
produktivitas nelayan per tahun tidak dihitung menurut masing-masing unit penangkapan ikan melainkan dihitung berdasarkan jumlah nelayan keseluruhan sehingga didapat nilai produktivitas total nelayan per tahun 2005-20008.
40
5. 2. 1 Produktivitas unit penangkapan ikan 1) Produktivitas unit penangkapan ikan per trip Produktivitas unit penangkapan ikan per trip merupakan kemampuan unit penangkapan ikan menghasilkan hasil tangkapan dalam sekali trip.
Nilai
produktivitas unit penangkapan ikan di Kota Dumai per trip berdasarkan statistik perikanan disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Produktivitas unit penangkapan ikan di Kota Dumai per trip tahun 2008 Unit penangkapan ikan
Jaring insang (gillnet) Sondong (pukat dorong) Belat (perangkap pasang surut)
Hasil tangkapan (kg)
Jumlah trip (trip)
Lama hari per trip (hari)
Produktivitas (kg/hari)
169.025
1.067
6
27,6
118.897
659
6
30,1
40.206
91
7
68,0
Pada tahun 2008 unit penangkapan belat memiliki produktivitas per trip paling tinggi (68,0 kg/hari), di urutan kedua unit penangkapan sondong (30,1 kg/hari) dan unit penangkapan jaring insang di urutan ketiga (27,6 kg/hari). Besarnya produktivitas per trip unit penangkapan belat disebabkan karena jumlah upaya penangkapan ikan (trip) yang dilakukan unit penangkapan belat sedikit sehingga produktivitas unit penangkapan ikan per hari menjadi tinggi. Upaya penangkapan ikan (trip) yang terlalu banyak akan menyebabkan berkurangnya ketersediaan ikan.
Jumlah ketersediaan ikan yang sedikit akan
mengakibatkan hasil tangkapan per upaya penangkapan ikan berkurang.
2) Produktivitas unit penangkapan ikan per tahun Produktivitas unit penangkapan ikan per tahun merupakan hasil tangkapan yang mampu dihasilkan oleh masing-masing unit penangkapan ikan per tahun. Produktivitas unit penangkapan ikan per tahun yang dihitung adalah produktivitas unit penangkapan ikan per tahun 2008. Hasil produktivitas unit penangkapan ikan di Kota Dumai per tahun 2008 berdasarkan data statistik perikanan disajikan dalam Tabel 10.
41
Tabel 10 Produktivitas unit penangkapan ikan di Kota Dumai per tahun 2008 Unit penangkapan ikan Jaring insang (gillnet) Sondong (pukat dorong) Belat (perangkap pasang surut)
Hasil tangkapan (kg)
Jumlah unit (unit)
Produktivitas (kg/unit/tahun)
169.025
362
466,9
118.897
98
1.213,2
40.206
5
8.041,2
Sama halnya dengan produktivitas per trip, unit penangkapan belat memiliki produktivitas per tahun paling tinggi (8.041,2 kg/unit/tahun), unit penangkapan sondong di urutan kedua (1.213,2 kg/unit/tahun) dan unit penangkapan jaring insang di urutan ketiga (466,9 kg/unit/tahun). Besarnya produktivitas per tahun unit penangkapan belat disebabkan sedikitnya jumlah unit penangkapan belat sehingga hasil tangkapan per unit menjadi tinggi. Sedikitnya jumlah unit penangkapan ikan yang melakukan kegiatan penangkapan akan memberikan peluang besar bagi unit penangkapan ikan tersebut untuk mendapatkan hasil tangkapan per unit yang besar.
Melihat
ketersediaan sumberdaya ikan di perairan Kota Dumai yang sudah mulai berkurang maka sedikitnya jumlah unit penangkapan ikan yang melakukan kegiatan penangkapan di perairan tersebut akan memperbesar nilai produktivitas unit penangkapan ikan. Sedikitnya jumlah unit penangkapan belat yang beroperasi di perairan Kota Dumai dikarenakan sulitnya pengoperasian unit penangkapan ikan tersebut. Salah satu contoh kesulitan tersebut yaitu pada saat proses pengambilan hasil tangkapan. Daerah penangkapan ikan yang berlumpur dan panjangnya ukuran jaring yang digunakan membuat nelayan belat kesulitan mengumpulkan hasil tangkapan. Nelayan belat harus menyusuri jaring sepanjang ±2 kilometer di atas permukaan pantai yang berlumpur pada malam hari untuk mengambil hasil tangkapan. Tentunya pekerjaan tersebut cukup sulit dan membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak. Hal ini juga yang menyebabkan jumlah anak buah kapal unit penangkapan belat lebih banyak dibandingkan dengan unit penangkapan sondong dan jaring insang.
42
5. 2. 2 Produktivitas nelayan Produktivitas nelayan adalah kemampuan per orang nelayan menghasilkan hasil tangkapan per satuan waktu. Nilai produktivitas nelayan di Kota Dumai per trip berdasarkan data primer hasil wawancara disajikan dalam Tabel 11. Hasil tangkapan per trip merupakan data yang didapat dari hasil kuesioner nelayan, terlampir pada Lampiran 3, maka diambil rata-rata hasil tangkapan per trip dari masing-masing unit penangkapan ikan. Untuk itu terdapat nilai standar deviasi atau simpangan baku. Penggunaan standar deviasi biasa digunakan bersama nilai rata-rata (Anwar, 2008).
Nilai standar deviasi digunakan untuk mengetahui
penyebaran data atau untuk mengetahui nilai ekstrim suatu data. Penyebaran data rata-rata hasil tangkapan per trip dari unit penangkapan jaring insang, unit penangkapan sondong dan unit penangkapan belat disajikan pada Gambar 11. Tabel 11 Produktivitas nelayan di Kota Dumai per trip Unit penangkapan ikan Jaring insang (gillnet) Sondong (pukat dorong) Belat (perangkap pasang surut)
n (orang)
Rata-rata hasil tangkapan/trip (kg)
Rata-rata nelayan/trip (orang)
Lama operasi/trip (hari)
Produktivitas (kg/orang/hari)
15
141±102
2
6
11,8
6
211±70
2
6
17,6
2
550±71
6
7
13,1
Gambar 11 Penyebaran rata-rata hasil tangkapan/trip.
43
Didapat hasil bahwa nelayan yang memiliki produktivitas per trip paling tinggi di PPI Kota Dumai adalah nelayan sondong kemudian nelayan belat dan terakhir nelayan jaring insang.
Produktivitas nelayan sondong per trip (17,6
kg/orang/hari), produktivitas nelayan belat (13,1 kg/orang/hari) dan produktivitas nelayan jaring insang (11,8 kg/orang/hari). Besarnya produktivitas per trip nelayan sondong disebabkan sedikitnya jumlah nelayan per trip unit penangkapan sondong, yaitu 1-2 orang nelayan. Jumlah nelayan per trip yang sedikit mengakibatkan hasil tangkapan per nelayan menjadi besar karena diduga efisiensi dan efektivitas dari proses penangkapan akan dapat cepat tercapai. menyatakan
bahwa
Sesuai dengan Abdurrahmansyah (2009) yang
semakin
banyak
jumlah
nelayan
semakin
kecil
produktivitasnya dan sebaliknya semakin sedikit jumlah nelayan suatu unit penangkapan semakin besar produktivitasnya. Produktivitas nelayan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Nelayan di Kota Dumai memiliki tingkat pendapatan yang kecil sama halnya dengan nelayan di daerah-daerah lain di Indonesia. Tingkat pendapatan nelayan di Kota Dumai dipengaruhi pula oleh sistem bagi hasil antara tauke (pengumpul) dengan pemilik kapal dan anak buah kapal per trip. Sistem bagi hasil masing-masing unit penangkapan berbeda, hal ini bergantung dari banyaknya jumlah anak buah kapal per trip dalam unit penangkapan tersebut. Hasil jual dari hasil tangkapan yang didapat akan dipotong 10% terlebih dahulu sebagai biaya retribusi pelabuhan. perbekalan yang digunakan.
Kemudian dipotong sebesar biaya
Setelah dipotong biaya retribusi dan modal
perbekalan barulah hasil tersebut dibagi kepada nelayan pemilik dan anak buah kapal. Nelayan pemilik mendapat tiga bagian dimana satu bagian untuk kapal penangkapan ikan, satu bagian untuk alat penangkapan ikan dan satu bagian untuk nelayan. Anak buah kapal mendapat bagian sesuai jumlah anak buah kapal per trip. Masing-masing anak buah kapal akan mendapat satu bagian. Hasil produktivitas nelayan per trip yang dihitung dalam penelitian ini merupakan produktivitas nelayan yang dihitung berdasarkan volume produksi. Tentunya akan didapat hasil yang berbeda jika produktivitas nelayan dilihat dari nilai produksi.
44
Produktivitas berdasarkan nilai produksi akan bergantung kepada jenis hasil tangkapan yang didapat.
Apabila hasil tangkapan yang didapat berupa hasil
tangkapan ekonomis penting penting maka nilai produksinya akan tinggi namun sebaliknya jika hasil tangkapan yang didapat berupa hasil tangkapan non ekonomis penting maka nilai produksinya rendah.
Unit penangkapan jaring
insang dan unit penangkapan sondong merupakan unit penangkapan ikan yang menghasilkan jenis tangkapan ekonomis penting sehingga nilai produksi hasil tangkapan kedua unit tersebut dapat dikatakan tinggi. Sedangkan nilai produksi hasil tangkapan dari unit penangkapan belat dapat dikatakan rendah karena hasil tangkapan dari unit penangkapan merupakan hasil tangkapan non ekonomis penting. Produktivitas total nelayan di Kota Dumai periode 2005-2008 paling tinggi terjadi pada tahun 2007.
Nilai produktivitas total nelayan di Kota Dumai
berdasarkan statistik perikanan periode 2005-2008 disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Produktivitas total nelayan di Kota Dumai per tahun Tahun 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
Total hasil tangkapan (kg) 1.711.200 1.783.500 2.051.500 1.779.800 1.831.500
Jumlah nelayan total (orang) 1.827 1.148 1.156 1.156 1.321,75
Produktivitas (kg/orang/tahun) 940 1.550 1.770 1.540 1.450
Produktivitas total nelayan di Kota Dumai tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan nilai 1.770 kg/orang/tahun dan terendah pada tahun 2005 sebesar 940 kg/orang/tahun. Rata-rata produktivitas nelayan Kota Dumai per tahun sebesar 1.450 kg/orang/tahun artinya dalam satu tahun seorang orang nelayan dapat menghasilkan 1.450 kg ikan. Besarnya produktivitas total nelayan Kota Dumai pada tahun 2007 merupakan akibat dari tingginya pertumbuhan total hasil tangkapan dan rendahnya pertumbuhan nelayan di Kota Dumai pada tahun tersebut. Produktivitas per tahun nelayan Kota Dumai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 mengalami peningkatan sedangkan pada tahun 2008 mengalami penurunan. Penurunan ini disebabkan tidak adanya penambahan jumlah nelayan
45
diikuti dengan jumlah hasil tangkapan yang berkurang. Jumlah nelayan di Kota Dumai menurun sejak tahun 2005 hingga tahun 2008. Berkurangnya jumlah nelayan Kota Dumai periode 2005-2008 diduga karena ketersediaan sumberdaya ikan di perairan Kota Dumai sudah mulai berkurang sehingga sulit melakukan kegiatan penangkapan ikan. Berkurangnya ketersediaan sumberdaya ikan di perairan Kota Dumai merupakan akibat pencemaran pabrik-pabrik industri di sekitar perairan.
5. 3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Penangkapan Ikan Produktivitas penangkapan ikan dipengaruhi beberapa faktor salah satunya adalah faktor produksi. Jika penggunaan faktor-faktor produksi belum optimal maka produktivitas pun akan rendah. Menurut pustaka Barus et al. (1991) dalam Mukhlisa (2005) untuk meningkatkan produktivitas maka semua faktor yang berperan dalam peningkatan produksi perlu dioptimalkan pemanfaatannya. Sesuai dengan pustaka tersebut maka dilakukan penghitungan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi produktivitas penangkapan ikan. Penangkapan ikan yang digunakan adalah unit penangkapan jaring insang. Penghitungan tersebut dilakukan menggunakan analisis regresi linear.
Hasil analisis regresi linear
terlampir pada Lampiran 3. Penghitungan regresi linear menghasilkan persamaan sebagai berikut: Y = 39,8–0,58X1-10,92X2 -6,06X3 -3,37X4–8,13X5+87,66X6 keterangan: Y
= hasil tangkapan per trip (kg)
X1 = pengalaman (tahun) X2 = jumlah anak buah kapal (orang/trip) X3 = ukuran kapal (GT) X4 = lama operasi penangkapan ikan per trip (hari) X5 = banyak operasi penangkapan ikan per bulan (trip) X6 = biaya perbekalan operasi penangkapan ikan per trip (Rp) Persamaan tersebut menunjukkan bahwa titik potong garis regresi terdapat pada sumbu Y positif. Hal ini ditunjukkan dengan nilai intersep yang bernilai positif sebesar 39,8. Berdasarkan persamaan itu pula dapat dilihat bahwa faktor
46
produktivitas biaya perbekalan operasi penangkapan ikan per trip memiliki hubungan yang positif atau searah dengan kenaikan hasil tangkapan tangkapan per trip. Selain menghasilkan persamaan,
penghitungan
regresi linear juga
menghasilkan analisis regresi statistik. Hasil regresi statistik faktor produktivitas dan produktivitas unit penangkapan jaring insang disajikan pada Tabel 13. Hasil regresi tersebut digunakan untuk melihat keterwakilan dari faktor produktivitas dalam menjelaskan produktivitas penangkapan ikan secara linear. Tabel 13
Hasil regresi statistik faktor produktivitas dan produktivitas unit penangkapan jaring insang
R R2 Adjusted R2 Standard Error
0,862044136 0,743120092 0,550460161 64,51574076
Observations
15
Hasil regresi menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,74 bernilai positif atau mendekati nilai (+1) yang berarti hubungan linier antara variabel X dengan variabel Y kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara kedua variabel tersebut.
Nila koefisien determinasi (R2) sebesar 0,74 juga dapat
diartikan bahwa 74% faktor produktivitas dapat mewakili dalam menjelaskan produktivitas unit penangkapan jaring insang secara linear. Sementara
untuk
melihat
pengaruh
faktor
produktivitas
dengan
produktivitas unit penangkapan jaring insang diuji menggunakan uji-F dan uji-t. Uji-F digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor produktivitas dengan produktivitas unit penangkapan jaring insang secara bersamaan. Hasil analisis ujiF faktor produktivitas dan produktivitas unit penangkapan jaring insang disajikan pada Tabel 14. Tabel 14
Varian
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) faktor produktivitas dan produktivitas unit penangkapan jaring insang Df
SS
MS
Regression
6
96327,49
16054,58
Residual
8
33298,25
4162,28
14
129625,73
Total
F hitung 3,86
F 0,05 (6,8) 3,58
47
keterangan: df = degree of freedom (derajat bebas) SS = sum of square (jumlah kuadrat) MS = mid of square (kuadrat tengah) α
= 0,05 Nilai Fhitung sebesar 3,86 menunjukkan Fhitung > Ftabel sehingga H0 ditolak
dengan selang kepercayaan 95%. Tolak H0 menyatakan bahwa secara bersamasama pengalaman melaut nelayan (X1), jumlah anak buah kapal per trip (X2), ukuran kapal (X3), lama operasi penangkapan ikan per trip (X4), banyak operasi penangkapan ikan per bulan (X5) dan biaya perbekalan operasi penangkapan ikan per trip (X6) berpengaruh signifikan terhadap produtivitas unit penangkapan jaring insang. Uji-t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor produktivitas dengan produktivitas unit penangkapan jaring insang. Tabel 15 menyajikan hasil uji-t faktor produktivitas dan produktivitas unit penangkapan jaring insang. Tabel 15 Hasil uji-t faktor produktivitas dan produktivitas unit penangkapan jaring insang Faktor produksi
Koefisien regresi
t hitung
t (0.025,14)
X1 X2 X3 X4 X5 X6
-0,58 -10,92 -6,06 -3,37 -8,13 87,66
-0,28 -0,44 -0,36 -0,19 -0,17 3,29
2,145
Keterangan: X1 = pengalaman (tahun) X2 = jumlah anak buah kapal (orang/trip) X3 = ukuran kapal (GT) X4 = lama operasi penangkapan ikan per trip (hari) X5 = banyak operasi penangkapan ikan per bulan (trip) X6 = biaya perbekalan operasi penangkapan ikan per trip (Rp) α
= 0,05
48
Nilai thitung produktivitas pengalaman melaut nelayan (X1), jumlah anak buah kapal per trip (X2), ukuran kapal (X3), lama operasi penangkapan ikan per trip (X4) dan banyak operasi penangkapan ikan per bulan (X5) pada selang kepercayaan 95% lebih kecil dari nilai ttabel. Nilai thitung ≤ t tabel berarti H0 diterima pada selang kepercayaan 95%. Terima H0 menyatakan bahwa pengalaman melaut nelayan, jumlah anak buah kapal per trip, ukuran kapal, lama operasi penangkapan ikan per trip dan banyak operasi penangkapan ikan tidak berpengaruh signifikan terhadap produktivitas unit penangkapan jaring insang.
Nilai thitung biaya operasi
penangkapan per trip (X6) sebesar 3,29 menunjukkan thitung > ttabel berarti H0 ditolak dengan selang kepercayaan 95%.
Tolak H0 menyatakan biaya operasi
penangkapan per trip berpengaruh signifikan terhadap produktivitas unit penangkapan jaring insang. Berdasarkan
uji-F
dapat
dikatakan
perubahan
produktivitas
unit
penangkapan jaring insang (Y) disebabkan oleh faktor-faktor produktivitas diantaranya pengalaman melaut nelayan (X1), jumlah anak buah kapal per trip (X2), ukuran kapal (X3), lama operasi penangkapan ikan per trip (X4), banyak operasi penangkapan ikan per bulan (X5) dan biaya perbekalan operasi penangkapan ikan per trip (X6). Keenam faktor tersebut secara bersama-sama mempengaruhi produktivitas unit penangkapan jaring insang dengan selang kepercayaan 95%.
Dilihat dari koefisien determinasi (R2), faktor-faktor
produktivitas di atas mempengaruhi produktivitas unit penangkapan jaring insang sebesar 74% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diperhitungkan seperti musim penangkapan ikan, kondisi perairan dan keadaan ikan di daerah penangkapan. Berdasarkan uji-t dapat dilihat pengaruh dari masing-masing faktor-faktor produktivitas terhadap produktivitas unit penangkapan jaring insang. Pada tingkat selang kepercayaan 95%, pengalaman melaut nelayan (X1), jumlah anak buah kapal per trip (X2), ukuran kapal (X3), lama operasi penangkapan ikan per trip (X4) dan banyak operasi penangkapan ikan per bulan (X5) tidak berbeda nyata sedangkan biaya perbekalan operasi penangkapan ikan per trip (X6) berpengaruh nyata terhadap produktivitas unit penangkapan jaring insang.
49
Koefisien regresi dari faktor pengalaman melaut nelayan (X1) sebesar 0,58 bernilai negatif artinya mempunyai pengaruh yang berlawanan arah terhadap produktivitas unit penangkapan jaring insang yang dihasilkan (ceteris paribus). Apabila pengalaman melaut nelayan bertambah satu tahun maka akan terjadi penurunan produktivitas unit penangkapan sebesar 0,58 kilogram. Pengalaman melaut nelayan yang melakukan operasi penangkapan tidak memberikan pengaruh yang signifikan (thitung ≤ ttabel) terhadap produktivitas unit penangkapan. Pengalaman melaut lebih berpengaruh terhadap teknis pengoperasian sarana penangkapan ikan. Semakin berpengalaman semakin efektif dan efisien kinerja nelayan sehingga hasil tangkapan dapat bertambah. Pengalaman melaut nelayan di PPI Kota Dumai tidak berpengaruh signifikan diduga bahwa pengalaman yang didapat hanya sebatas pengoperasian alat tangkap tradisional tanpa diimbangi dengan penambahan pengetahuan atau pelatihan teknologi penangkapan ikan yang lebih
canggih
dan
modern
sehingga
bertambahnya
pengalaman
tidak
meningkatkan produktivitas unit penangkapan jaring insang. Koefisien regresi dari faktor jumlah anak buah kapal per trip (X2) sebesar 10,92 bernilai negatif artinya apabila ada penambahan satu orang anak buah kapal akan terjadi penurunan produktivitas unit penangkapan jaring insang sebesar 10,92 kilogram. Anak buah kapal merupakan tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan kegiatan operasi penangkapan ikan. Banyaknya anak buah kapal per trip diharapkan akan mempercepat proses upaya penangkapan ikan karena pemasangan/setting alat tangkap akan lebih cepat sehingga nantinya akan meningkatkan hasil tangkapan. Namun jumlah anak buah kapal yang terlalu banyak tanpa diimbangi ukuran kapal yang sesuai dapat memperlambat proses upaya penangkapan ikan. Untuk itu jumlah anak buah kapal harus disesuaikan dengan ukuran kapal.
Jumlah anak buah kapal per trip tidak memberikan
pengaruh yang signifikan (thitung ≤ ttabel) terhadap produktivitas unit penangkapan jaring insang diduga karena pengoperasian jaring insang yang tidak terlalu sulit dan tidak membutuhkan kecepatan anak buah kapal dalam pemasangan alat penangkapan ikan. Pemasangan jaring dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Koefisien regresi dari faktor ukuran kapal (X3) sebesar 6,06 bernilai negatif artinya mempunyai pengaruh yang berlawanan arah terhadap produktivitas unit
50
penangkapan jaring insang yang dihasilkan. Bertambahnya ukuran kapal sebesar satu GT akan menurunkan produktivitas unit penangkapan jaring insang sebesar 6,06 kilogram. Ukuran kapal (X3) tidak memberikan pengaruh signifikan (thitung ≤ ttabel) terhadap produktivitas unit penangkapan jaring insang. berhubungan
langsung
dengan
jangkauan
daerah
Ukuran kapal
penangkapan
ikan,
bertambahnya ukuran kapal maka akan memperluas jangkauan daerah penangkapan ikan yang berarti menambah jumlah hari atau lama operasi penangkapan ikan.
Bertambah luas jangkauan daerah penangkapan ikan
diharapkan meningkatkan peluang produksi penangkapan ikan. Koefisien regresi dari faktor lama operasi penangkapan ikan (X4) sebesar 3,37 bernilai negatif artinya lama operasi penangkapan ikan mempunyai pengaruh yang berlawanan arah terhadap produktivitas unit penangkapan jaring insang. Apabila ada penambahan lama operasi penangkapan ikan sebanyak satu hari maka akan menurunkan produktivitas unit penangkapan jaring insang sebesar 3,37 kilogram.
Lama operasi penangkapan ikan (X4) tidak memberikan pengaruh
signifikan (thitung ≤ ttabel) terhadap produktivitas unit penangkapan jaring insang. Lama operasi penangkapan ikan berpengaruh langsung terhadap kualitas hasil tangkapan. Bertambahnya lama operasi penangkapan ikan sementara kapasitas es tetap maka akan mengurangi kualitas hasil tangkapan yang didapat karena es sudah banyak yang mencair. Koefisien regresi dari faktor banyak operasi penangkapan ikan per bulan (X5) sebesar 8,13 bernilai negatif artinya apabila terjadi penambahan satu trip per bulan maka akan menurunkan produktivitas unit penangkapan jaring insang sebesar 8,13 kilogram. Banyak operasi penangkapan ikan per bulan (X5) tidak memberikan pengaruh nyata (thitung ≤ ttabel) terhadap produktivitas unit penangkapan jaring insang. Banyaknya operasi penangkapan ikan yang dilakukan diduga akan berpengaruh terhadap ketersediaan sumber daya ikan di perairan. Jika banyak operasi penangkapan ikan per bulan yang dilakukan bertambah maka akan cepat terjadi eksploitasi sumber daya ikan.
Mengacu pada penelitian
Isnaniah (2009), menyebutkan bahwa upaya penangkapan ikan di perairan Kota Dumai telah melebihi batas upaya optimum.
51
Koefisien regresi dari faktor biaya perbekalan operasi penangkapan ikan per trip (X6) sebesar 87,66 bernilai positif artinya apabila terjadi penambahan biaya perbekalan operasional penangkapan ikan per trip sebesar satu rupiah maka akan meningkatkan produktivitas unit penangkapan jaring insang sebesar 87,66 kilogram. Biaya perbekalan operasi penangkapan ikan per trip (X6) berpengaruh nyata (thitung > ttabel) terhadap produktivitas unit penangkapan jaring insang. Biaya perbekalan operasi penangkapan ikan per trip merupakan salah satu modal utama dalam melakukan usaha penangkapan ikan.
Biaya perbekalan operasi
penangkapan ikan yang besar akan memperlancar operasi penangkapan ikan. Besarnya biaya perbekalan operasi penangkapan ikan dapat menambah jumlah kapasitas perbekalan melaut sehingga dapat menghasilkan jumlah tangkapan yang lebih banyak sehingga produktivitas pun akan meningkat. Jumlah bahan bakar yang banyak dapat memperluas jangkauan daerah penangkapan sehingga peluang produksi meningkat.
Jumlah es yang banyak juga dapat menambah hasil
tangkapan karena ketersediaan es masih cukup untuk menjaga kualitas hasil tangkapan agar tidak busuk.
5. 4
Peran Pangkalan Pendaratan Ikan Kota Dumai dalam Mendukung Aktivitas Penangkapan Ikan PPI Kota Dumai menyediakan berbagai fasilitas seperti fasilitas perbekalan,
fasilitas pendaratan dan pendistribusian maupun fasilitas penunjang lainnya dalam menunjang usaha penangkapan ikan.
Peran PPI dalam menunjang kegiatan
perikanan tangkap dapat diketahui dengan melihat keberhasilan pelabuhan perikanan atau PPI dalam menyediakan, memanfaatkan dan mengelola fasilitasfasilitas yang menunjang kegiatan penangkapan ikan antara lain yang berkaitan dengan persiapan operasi penangkapan ikan, penyediaan bahan perbekalan, tempat berlabuh dan mendaratkan ikan hasil tangkapan (Simanjuntak, 2005). Mengacu pada pustaka tersebut maka peran PPI Kota Dumai akan dilihat dari ketersediaan, kecukupan serta pelayanan dari fasilitas perbekalan dan fasilitas pendaratan yang tersedia di PPI Kota Dumai.
52
5. 4. 1 Fasilitas perbekalan Pangkalan Pendaratan Ikan Kota Dumai Fasilitas perbekalan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas unit penangkapan ikan dalam penyediaan biaya perbekalan operasi penangkapan ikan. Penyediaan fasilitas perbekalan di PPI Kota Dumai terdiri dari fasilitas penyediaan bahan bakar, penyediaan es dan penyediaan air bersih. Ketiga fasilitas tersebut disediakan oleh PPI Kota Dumai guna membantu serta memudahkan nelayan dalam memenuhi kebutuhan perbekalan melaut. Penyediaan bahan bakar di PPI Kota Dumai berupa sebuah Solar Packaged Dealer Nelayan (SPDN) yang merupakan hasil kerjasama antara Pertamina dengan Departemen Perikanan dan Kelautan Kota Dumai serta Koperasi Kerapu (Gambar 12). Solar Packaged ini dikhususkan bagi nelayan baik nelayan lokal maupun nelayan pendatang dengan harga retribusi sebesar Rp 4.500,00 per liter. Kapasitas tangki per bulan adalah 100 ton solar tetapi yang terpakai hanya 40-60 ton solar/bulan. Berdasarkan informasi tersebut, kapasitas tangki solar di PPI Kota Dumai belum dimanfaatkan secara optimal namun sudah cukup memenuhi permintaan nelayan untuk perbekalan bahan bakar melaut setiap harinya.
Gambar 12 Fasilitas penyediaan bahan bakar di PPI Kota Dumai. PPI Kota Dumai juga menyediakan buruh angkut untuk membantu nelayan saat melakukan pengisian bahan bakar. Adanya buruh angkut menyebabkan harga bahan bakar per liter ditambahkan dengan upah buruh sebesar Rp 50,00 menjadi
53
Rp 4.550,00/liter. Buruh angkut tersebut merupakan salah satu bentuk pelayanan yang diberikan oleh pihak PPI Kota Dumai dalam proses pengisian bahan bakar. Selain buruh angkut, PPI Kota Dumai juga menyediakan gerobak dorong yang digunakan untuk mengangkut dirigen-dirigen yang telah berisi bahan bakar dari SPDN ke tepi kapal-kapal nelayan. Pelayanan yang diberikan PPI Kota Dumai cukup membantu dan memudahkan nelayan saat mengisi bahan bakar untuk melaut. Keberadaan SPDN di PPI Kota Dumai sangat membantu nelayan dalam mencukupi kebutuhan bahan bakar melaut. Nelayan tidak perlu kesulitan mencari bahan bakar untuk melaut di tempat lain karena telah tersedia di pelabuhan. PPI Kota Dumai mempunyai sebuah pabrik es (Gambar 13) dengan luas bangunan 14x15 m². Pabrik es ini mempunyai dua mesin pembuat es dengan kapasitas 3 ton dan 5 ton per hari sehingga mampu memproduksi 8 ton balok es/hari. Harga balok es yang dihasilkan adalah Rp10.000,00/balok.
Gambar 13 Fasilitas penyediaan es di PPI Kota Dumai.
54
Kapasitas yang dihasilkan oleh pabrik es tersebut ternyata masih sangat minim untuk memenuhi seluruh permintaan nelayan. Sering kali nelayan tidak kebagian es sehingga mereka tidak dapat melaut karena harus menunggu satu hingga dua hari di pelabuhan untuk mendapatkan es. Hal tersebut diresahkan dan dikeluhkan oleh para nelayan karena menghambat kegiatan operasi penangkapan mereka.
Selain kapasitas produksi es yang sangat minim, kualitas es yang
dihasilkan pun buruk. Banyak nelayan mengatakan bahwa es yang dihasilkan tidak matang, lubang pada balok es terlalu besar sehingga mengurangi berat dari balok es tersebut. Sama halnya dengan penyediaan bahan bakar, pihak PPI juga menyediakan gerobak dorong untuk mengangkut balok-balok es dari pabrik es ke kapal nelayan. Pengangkutan tersebut dilakukan oleh buruh angkut yang tersedia di PPI. Adanya pelayanan tersebut cukup membantu nelayan dalam mengisi perbekalan es di PPI Kota Dumai. Penyediaan air bersih juga dilayani oleh pihak PPI Kota Dumai dalam memenuhi kebutuhan perbekalan melaut. PPI Kota Dumai memiliki dua buah sumur bor yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih para nelayan. Tetapi saat ini sumur yang dapat digunakan hanya satu karena sumur yang lain tersumbat. Sumur dengan kedalaman 280 meter dapat dimanfaatkan secara cuma-cuma. Pihak PPI tidak memungut bayaran untuk fasilitas penyediaan air bersih. Namun fasilitas ini jarang dimanfaatkan oleh para nelayan karena kondisi air bersih yang tersedia kurang memadai. Air bersih yang tersedia di PPI Kota Dumai masih bersifat payau sehingga kurang memadai jika digunakan sebagai perbekalan selama melakukan operasi penangkapan ikan. Nelayan lebih memilih untuk membawa keperluan air bersih mereka sendiri dari rumah masingmasing. Proses pengisian perbekalan di PPI Kota Dumai berlangsung setiap hari dari pagi hingga siang hari (Gambar 14). Saat pengisian perbekalan, ada buruh angkut yang membantu nelayan mengisi perbekalan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Buruh tersebut mengantarkan balok-balok es dan dirigen-dirigen minyak ke kapal nelayan. Nelayan hanya menunggu di atas kapal mereka, di pinggir dermaga.
55
Gambar 14 Pengisian perbekalan di PPI Kota Dumai. Para buruh tersebut menggunakan gerobak pengangkut untuk mengangkut balok-balok es dari pabrik ke perahu nelayan.
Begitu juga halnya dalam
pengangkutan dirigen-dirigen minyak. Keberadaan fasiltas perbekalan di PPI Kota Dumai dirasa cukup membantu nelayan dalam memenuhi kebutuhan melaut. Hal ini ditunjukkan dengan hasil kuesioner dari responden (Gambar 15) yang memperlihatkan bahwa 54% nelayan merasa cukup terbantu dengan adanya fasilitas perbekalan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan melaut mereka, 27% nelayan merasa terbantu dan sisanya 19% nelayan merasa kurang terbantu.
Gambar 15 Pendapat nelayan terhadap fasilitas perbekalan di PPI Kota Dumai. Tidak adanya nelayan yang merasakan bahwa keberadaan fasilitas perbekalan di PPI Kota Dumai sangat membantu mereka dalam memenuhi
56
kebutuhan perbekalan dikarenakan belum optimalnya pengelolaan fasilitas perbekalan oleh pihak pelabuhan.
Hal ini mengindikasikan bahwa PPI Kota
Dumai belum cukup berperan dalam mendukung aktivitas penangkapan di Kota Dumai.
Sesuai dengan pustaka Simanjuntak (2005), bahwa peran PPI dapat
dikatakan berperan apabila penyediaan, pemanfataan serta pengelolaan fasilitas telah optimal. Kurang berperannya PPI Kota Dumai dalam mendukung aktivitas penangkapan di Kota Dumai cenderung disebabkan oleh belum optimalnya pihak PPI dalam mengelola dan memanfaatkan kapasitas pelayanan dari fasilitasfasilitas yang ada. Dilihat dari fasilitas penyediaan bahan bakar, kapasitas dari tangki yang ada adalah 100 ton/bulan namun yang termanfaatkan hanya 60%. Kemudian fasilitas penyediaan es, disebutkan bahwa kapasitas yang diproduksi oleh pabrik es masih kurang memenuhi kebutuhan es nelayan dan kualitas es yang diproduksi pun kurang bagus.
Fasilitas penyediaan air bersih pun kurang
dimanfaatkan oleh nelayan sehingga dapat dikatakan bahwa pengelolaan dari pihak PPI Kota Dumai terhadap fasilitas perbekalan kurang optimal.
5. 4. 2 Fasilitas pendaratan Pangkalan Pendaratan Ikan Kota Dumai Fasilitas pendaratan yang disediakan oleh PPI Kota Dumai berupa dermaga, jembatan dan tempat lelang ikan (TPI). Fasilitas tersebut merupakan fasilitas yang disediakan PPI Kota Dumai untuk membantu dan memudahkan nelayan dalam mendaratkan sekaligus mendistribusikan hasil tangkapan agar dapat sampai ke tangan konsumen. Dermaga yang tersedia di PPI Kota Dumai hanya satu buah dermaga dengan bentuk letter T (Gambar 16) dengan ukuran panjang 292 meter dan lebar 57 meter. Kapasitas dermaga di PPI Kota Dumai mampu menampung 15-25 kapal berukuran <7 GT dan 10 kapal berukuran >30 GT. Sampai saat ini belum pernah terjadi masalah atau antrian kapal yang berarti karena tidak dapat merapat di pelabuhan. Dermaga ini digunakan sebagai tempat merapat dan bersandar kapalkapal nelayan yang akan mendaratkan hasil tangkapannya dan mengisi perbekalan di PPI Kota Dumai.
57
57 m 8m
284 m
4-5 m Gambar 16 Dermaga pendaratan di PPI Kota Dumai. Jembatan yang terdapat di PPI Kota Dumai adalah jembatan kecil terbuat dari kayu yang menghubungkan antara kapal dengan tepi dermaga (Gambar 17).
Gambar 17 Jembatan penghubung tepi dermaga dengan kapal di PPI Kota Dumai. Jembatan tersebut berguna untuk memudahkan pengangkutan hasil tangkapan dari kapal ke tepi dermaga pada saat proses pembongkaran hasil tangkapan. Nelayan banyak mengeluh perihal jembatan tersebut karena kondisi dari jembatan-jembatan tersebut banyak yang rusak dan beberapa diantaranya sudah tidak layak. Mereka merasa tidak aman saat akan memindahkan hasil tangkapan dari kapal ke tepi dermaga pada saat pembongkaran. Jika jembatan-
58
jembatan tersebut terus menerus dibiarkan rusak nantinya dapat menghambat proses pembongkaran hasil tangkapan yang kemudian akan merugikan nelayan. Proses pembongkaran di PPI Kota Dumai dilakukan pada dini hari sekitar pukul 03.00 hingga menjelang subuh.
Sama halnya pada saat pengisian
perbekalan, pada saat pembongkaran ada buruh-buruh yang membantu nelayan untuk mengangkut hasil tangkapan.
Hasil tangkapan yang telah dibongkar
diangkut menggunakan blong-blong dan gerobak pengangkut ke TPI/tempat lelang oleh buruh angkut. PPI Kota Dumai memiliki satu buah tempat pelelangan ikan (Gambar 18). Luas bangunan tempat lelang yang terdapat di PPI Kota Dumai adalah 12x27 m². Tempat lelang ini mampu menampung hasil tangkapan dari nelayan ±400 kg/hari.
Gambar 18 Tempat pelelangan ikan di PPI Kota Dumai. Tempat lelang di PPI Kota Dumai digunakan untuk mendaratkan hasil tangkapan baik dari nelayan lokal mupun nelayan pendatang dan sebagai tempat transaksi jual beli hasil tangkapan. Tempat pelelangan di PPI Kota Dumai tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya tujuan dibangun sebuah tempat pelelangan. Di PPI Kota Dumai tidak terdapat aktivitas lelang, yang ada adalah aktivitas jual beli antara agen (pengumpul) dengan pembeli (konsumen).
Sesuai dengan
pustaka Direktorat Bina Prasarana Perikanan (1982) dalam Novianti (2008) bahwa PPI berperan sebagai pusat distribusi yaitu sebagai tempat transaksi jual beli ikan dan mendistribusikan ikan maka dapat dikatakan bahwa PPI Kota Dumai
59
telah berperan sebagai pusat distribusi walaupun tidak terjadi proses lelang. Transaksi jual beli ini berlangsung setiap hari dari pukul empat dini hari hingga menjelang subuh (Gambar 19). Agen/pengumpul mengumpulkan hasil tangkapan dari nelayan kemudian hasil tangkapan tersebut dijual kepada pembeli yang sebagian besar adalah pedagang pengecer ikan pasar-pasar lokal. Nelayan akan mendapat hasil dari jual-beli tersebut setelah terlebih dahulu dipotong biaya retribusi dan modal melaut yang mereka gunakan.
Gambar 19 Kegiatan jual beli di PPI Kota Dumai. Dilihat dari ketersediaannya, fasilitas pendaratan di PPI Kota Dumai tersedia dengan baik dan berguna bagi pendaratan serta pembongkaran hasil tangkapan nelayan. Fasilitas pendaratan yang ada di PPI Kota Dumai cukup untuk menampung semua hasil tangkapan dari kapal-kapal nelayan lokal maupun nelayan pendatang. Untuk memperlancar proses pendaratan, pihak pelabuhan menyediakan jasa buruh angkut yang bertugas membantu nelayan mengangkut hasil tangkapan yang telah didaratkan dan dibongkar dari kapal ke tempat lelang. Selain itu tersedia pula alat bantu pengangkut seperti rolly, gerobak dorong dan drum-drum plastik sebagai tempat penampungan ikan.