63
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem berbasis indikator menjadi bermanfaat dalam menunjang sistem pendukung pengelolaan konvensional, serta juga menjanjikan cara pemantauan dan pengelolaan sektor perikanan atau sektor secara keseluruhan, menjamin satu alternatif pendekatan bagi perikanan demi perikanan. Indikator kinerja menjadi hal yang sangat penting bila diketahui dengan jelas batas yuridiksi nasional dan tingkat subnasional (yaitu tingkat sektor perikanan dan tingkat perusahaan). Berbagai cara dapat dilakukan untuk menyajikan komponen perikanan yang saling berkaitan atau sektor perikanan dalam sistem acuan pembangunan berkelanjutan. Komponen kritisnya adalah ekosistem, ekonomi, sosial dan pemerintahan. Ekosistem terdiri dari sumberdaya perikanan yang mendukung perikanan serta aspek lain ekosistem yang mengontrol produktivitas sumberdaya, termasuk asosiasi spesies dan ketergantungannya. Dengan demikian ekonomi menggambarkan hasil dari pemanfaatan ekosistem (yang dinyatakan dalam bentuk keuntungan dan ongkos). Keuntungan dan ongkos dialami oleh konsumer, produser dan masyarakat secara luas. Juga termasuk equity jangka pendek dan panjang. Komponen sistem masyarakat terdiri dari biaya non-moneter dan keuntungan yang merupakan elemen penting kesejahteraan manusia. Pemerintah terdiri dari institusi serta aturan yang membangun sistem. Indikator harus menggambarkan kinerja sistem di tiap komponen-komponen ini. Secara ideal, indikator harus menggambarkan perubahan yang ada; berdasarkan pada ketersediaan informasi sains yang terbaik; mudah dikembangkan dengan biaya yang efektif dan mudah dimengerti oleh pelaku perikanan. Produksi tuna di Sulawesi Utara selang tahun 2004 hingga 2008 menunjukan peningkatan yang cukup baik (Gambar 11). Bila dibandingkan dengan tangkapan tuna nasional di tahun yang sama (Gambar 12), maka kontribusi tangkapan tuna yang didaratkan di Bitung sebesar 82,5% dari seluruh tangkapan nasional. Di sisi lain dari data BPS tahun 2008, ternyata dinamisasi perusahaan perikanan di Bitung yang bergerak di bidang penangkapan menurun sebesar 66,9% dari tahun 2000 sebanyak 143 perusahaan menjadi 33 perusahaan di tahun 2007. Hal ini membuktikan bahwa dibutuhkan suatu formulasi IKK sebagai standar evaluasi pembangunan perikanan tuna terpadu di Sulawesi Utara.
64
5.1
Indikator Kinerja Kunci (IKK) Perikanan Tuna
5.1.1
IKK perikanan tuna di tingkat nasional Longlist yang diberikan kepada stakeholder perikanan tangkap terpadu
yang terdiri dari akademisi, praktisi dan birokrat, diperoleh prioritas dari masingmasing indikator berdasarkan penilaian individu sebelum dilakukan FGD, dimana peserta diberikan longlist bersamaan dengan undangan untuk menghadiri FGD, sehingga penilaian individu benar-benar dilakukan sesuai dengan keinginannya dalam menilai prioritas kinerja. Tabel 14 Longlist indikator perikanan tuna tingkat nasional 1
2
3
4
5
Indikator Tingkat Nasional Ekonomi Laju inflasi tahunan Fluktuasi atau perubahan nilai tukar rupiah Cash ratio Transaksi informal perjanjian bisnis Biaya Ekspor Pendapatan karyawan Sosial Ketersediaan transportasi Ketersediaan listrik Ketersedaiaan infrastruktur jalan Ketersediaan air untuk industri Kelancaran komunikasi Ekologi Potensi sumberdaya Total allowable catch (TAC) Adanya environmental assessment Adanya monitoring lingkungan yang efektif Adanya database lingkungan yang komprehensif Derajat kekuatan aturan lingkungan untuk aktivitas penangkapan Pengelolaan limbah dari proses produksi Pemerintah Komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan Alokasi perizinan Hukum dan hak kepemilikan Stabilitas lembaga politik Keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas kelembagaan Efektifitas penerapan hukum Kebijakan dan Rencana Pemerintah Harmonisasi aturan pungutan/retribusi Pusat-Daerah Finansial Pengembangan Investasi Ketersediaan kredit Tingkat pengarahan kredit Tingkat subsidi target ROI ROE ROA Cash ratio Profit per tenaga kerja Sumber: Hasil kajian pustaka
65
Indikator tingkat nasional adalah indikator yang mungkin muncul sehubungan dengan kebijakan-kebijakan nasional yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dalam pengelolaan perikanan. Indikator tingkat nasional ini memberikan perbandingan makroekonomi dan variabel sektor serta variabel lain yang mempengaruhi kinerja industri dan usaha perikanan melalui hubungan lintas sektor. Analisis indikator acuan yang dipilih memberikan akses makroekonomi dan lingkungan bisnis dalam mengevaluasi hambatan-hambatan pada upayaupaya pengimplementasian usaha perikanan tuna. Indikator ini dapat diterapkan pada semua sektor dan secara teratur harus diperbaharui dan disiapkan oleh ahliahli yang berkompeten. Longlist indikator ekonomi tingkat nasional terdiri dari laju inflasi tahunan, fluktuasi atau perubahan nilai tukar rupiah, cash ratio, transaksi informal perjanjian bisnis, biaya ekspor, dan pendapatan karyawan. Laju inflasi tahunan adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) dalam satu tahun. Inflasi dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun. Perubahan atau fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sangat berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi. Berdasarkan teori mata uang negara disebutkan bahwa asal mula uang karena negara, apabila negara menetapkan apa yang menjadi alat tukar dan alat bayar maka timbullah uang. Perdagangan internasional melibatkan berbagai mata uang nasional yang berbeda yang dihubungkan dengan harga relatif yang disebut kurs valuta asing. Negaranegara mengatur atau meregulasikan perdagangan internasionalnya melalui kebijakan-kebijakan khusus di bidang perdagangan serta pengendalian sistem kurs yang menjadi dasar perhitungan harga berbagai barang dan jasa dari luar negeri. Penurunan harga mata uang yang berlaku di pasar disebut depresiasi, sedangkan kenaikan nilai mata uang disebut apresiasi. Apabila penurunan mata uang tersebut
66
dilakukan oleh pemerintah dengan sengaja, dan diumumkan secara resmi disebut sebagai devaluasi, sedangkan kenaikannya disebut revaluasi. Cash ratio adalah perbandingan antara jumlah kas yang dimiliki oleh perusahaan dan jumlah kewajiban yang segera dapat ditagih. Rasio ini digunakan untuk menilai tingkat likuiditas perusahaan.
Likuiditas adalah kemampuan
perorangan atau perusahaan untuk mengkonversikan aktiva menjadi uang tunai atau ekuivalen tunai tanpa kerugian yang berarti. Selain itu likuiditas dapat juga merupakan kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat. Sebuah perusahaan dikatakan likuid apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya. Transaksi informal bisnis adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban, seperti jual – beli dan sewa – menyewa yang dilakukan secara informal. Operasi penangkapan ikan tuna bersifat hunting, sehingga diperlukan modal yang tidak sedikit, terutama untuk kebutuhan bahan bakar yang harganya meningkat tajam. Untuk itu perlu kerjasama operasional penangkapan agar lebih efektif dan efisien. Dalam pengaturan kerjasama tersebut, dibutuhkan perjanjian dua belah pihak yang diikat dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Biaya ekspor adalah biaya-biaya yang dikenakan pada barang dan jasa yang dijual ke negara lain. Biaya ekspor terdiri dari Cost Insurance Freight (CIF) dan Free on Board (FOB). CIF merupakan bagian dari sebuah kontrak dagang yang mewajibkan eksportir membayar bukan hanya biaya dalam mempersiapkan barang
itu
untuk
diangkut,
tetapi
juga
biaya
pengangkutannya
dan
mengasuransikannya selama dalam perjalanan. Sedangkan untuk FOB atau bebas atas kapal berarti bahwa sang eksportir mengusahakan pengiriman barang itu ke gudang sang pembeli dengan harga tersebut. Pendapatan karyawan adalah upah yang dibayarkan secara berkala, misalnya mingguan, bulanan atau tahunan kepada pekerja. Pendapatan karyawan terdiri dari gaji pokok yang merupakan dasar penghasilan karyawan yang menjadi patokan untuk menghitung komponen lainnya, seperti tunjangan keluarga,
67
tunjangan kemahiran, insentif. Kadang juga ada uang makan, uang overtime (lembur) dan asuransi kecelakaan kerja. Longlist indikator sosial terdiri dari ketersediaan transportasi, listrik, infrastruktur jalan, air untuk industri dan kelancaran komunikasi yang merupakan nilai layanan publik dari pemerintah dimana secara terus-menerus harus berupaya untuk memperkuat nilai kepentingan serta etika yaitu nilai demokrasi dan profesional di masyarakat. Saat ini pasokan listrik yang tidak mencukupi menjadi kendala industri perikanan khususnya pengolahan perikanan. Pembangunan industri perikanan yang mengadopsi sistem mata rantai dingin atau cold chain system terhambat keterbatasan penyediaan listrik. Kondisi ini banyak terjadi di luar jawa. Akibatnya pengusaha terpaksa menggunakan genset. Cold chain system pada intinya merupakan proses pengawetan ikan dengan cara pendinginan, mulai dari penanganan, pengolahan hingga distribusi hasil. Untuk transportasi, infrastruktur jalan dan komunikasi sampai saat ini untuk daerah di luar jawa belum optimal. Indikator ini jadi ukuran bagaimana kesiapan pemerintah pusat dan daerah dalam menyediakan sarana dan prasarana pengembangan industri guna meningkatkan pendapatan nasional. Longlist indikator ekologi terdiri dari potensi sumberdaya, total allowable catch (TAC), adanya environmental assessment, adanya monitoring lingkungan yang efektif, adanya database lingkungan yang komprehensif, derajat kekuatan aturan lingkungan untuk aktivitas penangkapan dan pengelolaan limbah dari proses produksi. mencegah
Indikator ekologi ini bertujuan untuk mengeliminasi dan
overfishing
dan
overcapitalization
dengan
mengakses
status
sumberdaya ikan tuna, memajukan peramalan perikanan, mengelola pertumbuhan ekonomi dalam industri penangkapan dan yakin dan dengan sukarela untuk taat pada aturan-aturan perikanan. Dengan demikian maka pemulihan stok ikan yang telah
over
exploitasi
dapat
mengeliminir
overfishing,
melindungi
dan
memperbaiki habitat dan meningkatkan ekonomi perikanan dengan mengurangi overcapitalization adalah elemen kunci dalam transisi menuju perikanan berkelanjutan. Aktivitas ini akan menghasilkan industri perikanan yang lebih sehat dan kompetitif yang selanjutnya akan menjadi pengembangan ekonomi sosial dalam perikanan yang berbasis masyarakat.
68
Longlist indikator pemerintah terdiri atas komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan, alokasi perizinan, hukum dan hak kepemilikan, stabilitas lembaga politik, keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas kelembagaan, efektifitas penerapan hukum, kebijakan dan rencana pemerintah, harmonisasi aturan pungutan/retribusi Pusat-Daerah. Regulasi pemerintah di perikanan antara lain pembatasan impor kapal guna membatasi pengembangan usaha tuna yang beroperasi di high seas dan cek fisik kapal untuk membebani yang beroperasi di high seas. Alokasi perizinan harus di tata kembali mengingat adanya ketidakseimbangan pemanfaatan sumberdaya ikan antar WPP. Di satu sisi terdapat WPP yang tingkat pemanfaatannya diindikasikan overfishing, di sisi lain terdapat WPP yang belum dimanfaatkan dengan optimal. Kestabilan politik harus dijaga. Negara yang dalam keadaan chaos dan penerapan hukum yang tidak jelas akan menyebabkan para investor dan pengusaha tidak mau berusaha dan menanamkan modalnya. Kepastian hukum dilakukan dengan segera melengkapi peraturan dan perundangan serta penegakan hukum yang merata ke semua lapisan masyarakat. Harus adanya harmonisasi aturan pungutan/retribusi Pusat-Daerah. Hal ini penting karena banyak punggutan dalam industri perikanan menyebabkan iklim investasi di sektor ini kurang kondusif dan menarik, namun di satu sisi realisasi investasi di sektor perikanan masih rendah. Longlist indikator finansial terdiri dari: pengembangan investasi, ketersediaan kredit, tingkat pengarahan kredit, tingkat subsidi target, ROI, ROE, ROA, cash ratio dan profit per tenaga kerja. Investasi adalah proses pengelolaan uang. Investor atau pihak yang melakukan kegiatan investasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu investor individual (individual investors), terdiri dari individu-individu yang melakukan aktivitas investasi dan investor institusional (institutional investors), terdiri dari perusahaan-perusahaan
yang melakukan aktivitas investasi.
Pemerintah
Indonesia menyadari bahwa investasi merupakan faktor yang sangat penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Peranan investasi dalam pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh kualitas kebijakan perekonomian yang mengatur tingkat investasi, tingkat pengembalian sosial dari investasi dan penyerapan tenaga kerja dari sebuah investasi. Apabila investasi dilaksanakan secara efisien
69
dalam meningkatkan output maka investasi memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya apabila dilaksanakan secara tidak efisien berakibat pada stagnasi ekonomi. Ketersediaan kredit adalah ketersediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Namun khusus untuk perikanan terdapat kendala pembiayaan, dimana dana yang disediakan melalui APBN hanya sebesar 2,2 hingga 2,5%. Hal ini dikarenakan usaha perikanan termasuk jenis usaha high risk (karena sangat tergantung pada alam), mekanisme dan struktur pasar yang belum tertata dengan baik, belum ada perusahaan penjamin khusus bidang perikanan dan kendala terakhir ada perbedaan antara Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. Menurut PMK, Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) kredit perikanan hanya untuk modal kerja tapi menurut DKP, KKP-E boleh untuk modal kerja maupun investai (BRI 2009). Tingkat subsidi target adalah bantuan keuangan yang diberikan pemerintah kepada pihak tertentu (nelayan) berdasarkan pertimbangan bahwa pemberian bantuan digunakan untuk kepentingan umum. Return on Equity (ROE) adalah salah satu metrik yang paling penting bagi investor, karena menunjukkan seberapa besar value yang dihasilkan perusahaan untuk para pemegang sahamnya. Return on investment (ROI) adalah jumlah pendapatan dinyatakan dalam persen terhadap modal perusahaan, yaitu modal dibagi pendapatan sebelum pendapatan bunga, pajak dan dividen yang bertujuan untuk menilai alternatif penggunaan modal terbaik atau untuk mengarahkan perhatian manajemen kepada pelaksanaan usaha secara keseluruhan (pengembangan investasi). Return on asset (ROA) adalah laba bersih dibagi total aktiva dan merupakan rasio utama untuk mengukur kemampuan dan efisiensi aktiva dalam menghasilkan laba (profitabilitas). Profit per tenaga kerja adalah laba bersih yang diperoleh perusahaan dibagi dengan total tenaga kerja pada perusahaan tersebut dalam setahun. Penilaian individu setelah FGD dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: seorang moderator membantu kelompok partisipan dalam pembahasan.
70
Moderator mengajukan pertanyaan awal yang bersifat sangat umum kepada kelompok. Pertanyaan diarahkan hanya pada topik utama yang dibahas. Moderator akan menghentikan pembahasan bila diskusi telah menjauh dari topik. Seorang pencatat isu kunci (note-taker records key issues) melakukan pencatatan terhadap respons yang diberikan dari kelompok diskusi dengan mengamati dan mendokumentasikan setiap pesan non-verbal yang dapat muncul. Penilaian terhadap topik yang sedang dibahas dilakukan setelah selesai didiskusikan tentang satu topik tertentu. Prosedur penilaian adalah sebagai berikut: setiap peserta FGD diberikan longlist yang sama dengan longlist sebelum FGD, kemudian dipilih satu topik tertentu dalam longlist untuk di bahas. Pembahasan dipandu oleh seorang moderator dengan cara mengajukan pertanyaan yang sesuai dengan topik yang akan dibahas. Setelah selesai dibahas satu topik dibahas, maka setiap peserta diminta untuk memberikan tanggapannya dengan cara mengisi daftar dalam longlist yang telah diberi kriteria sangat penting (1), penting (2), cukup penting (3), kurang penting (4) dan tidak penting (5). Hasil penilaian dilakukan dengan mengisi nilai sesuai dengan pandangan peserta terhadap topik yang sedang dibahas tersebut (Tabel 15). Indikator ekonomi tingkat nasional sebelum FGD diperoleh urutan prioritas sebagai berikut fluktuasi atau perubahan nilai tukar rupiah, laju inflasi tahunan dan biaya ekspor. Indikator finansial urutannya adalah pengembangan investasi, ketersediaan kredit dan return on asset (ROA). Indikator sosial terdiri dari ketersediaan transportasi, ketersediaan infrastruktur jalan, ketersediaan listrik dan air. Indikator ekologi terdiri dari potensi sumberdaya ikan, adanya monitoring yang efektif, dan pengelolaan limbah dari proses produksi. Indikator pemerintah terdiri dari komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan, efektivitas penerapan hukum serta kebijakan dan rencana pemerintah. Setelah dilakukan FGD, diperoleh indikator ekonomi tingkat nasional sebagai berikut: fluktuasi atau perubahan nilai tukar rupiah, biaya ekspor dan laju inflasi tahunan. Indikator finansial terdiri dari tingkat pengarahan kredit, profit per tenaga kerja, ketersediaan kredit dan tingkat subsudi target. Indikator sosial terdiri dari ketersediaan listrik, ketersediaan air untuk industri dan kelancaran komunikasi. Indikator ekologi terdiri dari total allowable catch (TAC), pengelolaan limbah
71
dari proses produksi dan potensi sumberdaya ikan. Indikator pemerintah terdiri dari komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan, efektivitas penerapan hukum, kebijakan dan rencana pemerintah serta keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas. Pada Tabel 15, urutan prioritas berdasarkan penilaian prioritas kinerja, diketahui bahwa sebelum dilakukan FGD perubahan nilai tukar rupiah berada pada urutan prioritas pertama dengan nilai kinerja sebesar 4,25 atau mempunyai prioritas sebesar 85%, setelah dilakukan FGD meningkat menjadi 4,70 atau prioritasnya sebesar 94% untuk indikator ekonomi. Pada indikator finansial, pengembangan investasi mempunyai prioritas sebesar 87,6%, akan tetapi setelah dilakukan FGD, prioritas indikator tingkat pengarahan kredit mencapai nilai prioritas sebesar 92,2%. Pada indikator ekologi potensi sumberdaya mempunyai nilai prioritas kinerja sebesar 4,53 atau prioritasnya sebesar 90,6%, akan tetapi setelah dilakukan FGD prioritas total allowable catch (TAC) dengan nilai skor kinerja sebesar 5 dengan kata lain seluruh peserta sepakat bahwa elemen inilah yang diperlukan sebagai indikator ekologi ditinjau dari sisi penangkapan tuna. Komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan menjadi indikator kinerja utama untuk kinerja pemerintah, sesuai dengan pilihan stakeholder, baik sebelum (nilai prioritas 4,62) maupun sesudah FGD (nilai prioritas 5,00). Indikator sosial sebelum dilakukan FGD dititik beratkan pada sarana transportasi dengan nilai prioritas sebesar 4,05, akan tetapi setelah dilakukan FGD elemen indikatornya bergeser menjadi ketersediaan listrik dengan skor prioritas sebesar 5 atau menjadi indikator yang paling penting, dengan pemikiran bahwa listrik menjadi sarana utama pendukung keberhasilan usaha industri perikanan terpadu terutama untuk tujuan pengolahan ikan tuna. Uji t (Lampiran 5) menunjukkan bahwa pada indikator ekonomi, ekologi dan finansial tidak terdapat perbedaan pilihan yang diberikan oleh stakeholder, sedangkan indikator sosial (P < 0,05) dan pemerintah (P < 0,01) terdapat perbedaan pilihan disaat sebelum dan sesudah pelaksanaan FGD. Dengan kata lain terjadi perubahan pilihan prioritas yang diberikan oleh stakeholder setelah dilakukan FGD. Perbedaan pilihan ini menunjukkan bahwa prioritas dari elemen indikator sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan FGD.
72
Tabel 15 Indikator kinerja tingkat nasional sebelum dan sesudah FGD Sebelum FGD Indikator Tingkat Nasional
Sesudah FGD
n
SIT
Pk
Urutan
n
SIT
Pk
Laju inflasi tahunan
20
83
4,15
2
19
83
4,37
3
Fluktuasi atau perubahan nilai tukar rupiah
20
85
4,25
1
20
94
4,70
1
Cash ratio
16
55
3,44
5
15
47
3,13
5
Transaksi informal perjanjian bisnis
14
45
3,21
6
9
25
2,78
6
Biaya Ekspor
20
81
4,05
3
19
89
4,68
2
Pendapatan karyawan
21
83
3,95
4
12
47
3,92
4
Pengembangan Investasi
21
92
4,38
1
15
60
4,00
5
Ketersediaan kredit
21
87
4,14
2
16
69
4,31
3
Tingkat pengarahan kredit
20
71
3,55
8
18
83
4,61
1
Tingkat subsidi target
18
65
3,61
7
16
69
4,31
3
ROI
18
68
3,78
5
17
71
4,18
4
ROE
16
62
3,88
4
13
49
3,77
6
ROA
16
63
3,94
3
13
52
4,00
5
Cash ratio
18
68
3,78
5
13
52
4,00
5
Profit per tenaga kerja
19
71
3,74
6
18
83
4,61
2
Ketersediaan transportasi
19
77
4,05
1
21
94
4,48
5
Ketersediaan listrik
19
74
3,89
3
16
80
5,00
1
Ketersedaiaan infrastruktur jalan
18
71
3,94
2
18
83
4,61
4
Ketersediaan air untuk industri
19
74
3,89
3
14
70
5,00
2
19
72
3,79
4
15
75
5,00
3
Potensi sumberdaya
19
86
4,53
1
13
58
4,46
3
Total Allowable Catch (TAC)
20
76
3,80
6
18
90
5,00
1
Adanya environmental assessment
18
70
3,89
5
16
55
3,44
6
Adanya monitoring lingkungan yang efektif
19
80
4,21
2
Adanya database lingkungan yang komprehensif
20
74
3,70
7
17
74
4,35
4
Derajat kekuatan aturan lingkungan utk aktivitas penangkapan
18
73
4,06
4
16
67
4,19
5
Pengelolaan limbah dari proses produksi
16
66
4,13
3
15
75
5,00
2
Komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan
21
97
4,62
1
20
100
5,00
1
Alokasi perizinan
21
85
4,05
4
17
77
4,53
4
Hukum dan hak kepemilikan
20
80
4,00
5
14
61
4,36
5
Stabilitas lembaga politik
16
57
3,56
8
16
68
4,25
6
Keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas kelembagaan
21
81
3,86
6
16
75
4,69
3
Efektifitas penerapan hukum
19
86
4,53
2
17
83
4,88
2
Kebijakan dan rencana pemerintah
21
88
4,19
3
16
75
4,69
3
Harmonisasi aturan pungutan/retribusi Pusat-Daerah
18
67
3,72
7
18
75
4,17
7
Urutan
Indikator Ekonomi
Indikator Finansial
Indikator Sosial
Kelancaran komunikasi Indikator Ekologi
Indikator Pemerintah
Keterangan: n= jumlah responden yang memberikan penilaian; SIT = skor indikator total; PK = prioritas kinerja
73
Untuk mendapatkan hirarki urutan prioritas dari elemen dalam indikator tingkat nasional
perikanan tuna terpadu, maka dilakukan analisis AHP, baik
sebelum maupun setelah FGD. Sebelum dilaksanakan FGD diperoleh 12 prioritas indikator kinerja seperti ditunjukkan dalam Gambar 15.
Potensi sumberdaya Adanya monitoring lingkungan yang ef ektif *) Ketersediaan transportasi Total allowable catch (TAC) Ketersediaan air untuk industri Ketersediaan listrik Cash ratio Kelancaran komunikasi Prof it per tenaga kerja ROI ROA ROE 0
Gambar 15
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
Prioritas indikator tingkat nasional perikanan tuna terpadu. tanda *) menunjukkan indikator yang dihilangkan setelah dilakukan FGD
Setelah dilakukan FGD, diperoleh 10 prioritas indikator kinerja kunci (Gambar 16). Ketersediaan transportasi
Total allowable catch (TAC) Profit per tenaga kerja Ketersediaan listrik
Kelancaran komunikasi ROI Ketersediaan air untuk industri
Potensi sumberdaya ROA Komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan
0
Gambar 16
0,1
0,2
0,3
Indikator kinerja kunci tingkat nasional setelah dilakukan FGD
0,4
74
Elemen yang disepakati untuk dihilangkan setelah dilakukan FGD, karena dianggap bukan menjadi indikator perikanan terpadu adalah adanya monitoring lingkungan yang efektif.
Gambar 17
Diagram layang-layang prioritas indikator kinerja kunci tingkat nasional
Berdasarkan penilaian pakar dan stakeholder, diperoleh tingkatan prioritas dari lima indikator perikanan tuna tingkat nasional. Tingkatan prioritas ini digambarkan dalam bentuk diagram layang-layang seperti pada Gambar 17. Hasil penilaian yang diperoleh menunjukkan bahwa prioritas indikator kinerja kunci perikanan tangkap terpadu tingkat nasional adalah indikator sosial (skor prioritas = 4,82), indikator pemerintah (skor prioritas = 4,57) dan indikator ekologi (skor prioritas 4,41). Dengan skala prioritas tertinggi adalah 5, maka indikator sosial mempunyai prioritas sebesar 96,4% untuk tingkat nasional, indikator pemerintah sebesar 91,4% dan indikator ekologi sebesar 88,2%. Terdapat lima elemen dalam indikator sosial di tingkat nasional, yaitu kelancaran komunikasi, ketersediaan air untuk industri, infrastruktur jalan, listrik dan transportasi. Berdasarkan analisis prioritas, diperoleh hanya tiga elemen yang sangat mendukung indikator sosial yang terdiri dari ketersediaan komunikasi dengan skor prioritas 5, air dan listrik (Gambar 18). Dengan demikian elemen ini adalah bagian yang vital dalam kinerja perikanan tangkap.
75
Gambar 18
Skor prioritas elemen indikator sosial tingkat nasional
Indikator pemerintah diprioritaskan pada komitmen pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan yang ada (skor prioritas 5), efektivitas penerapan hukum (skor prioritas = 4,88), kebijakan dan rencana pemerintah (skor prioritas = 4,68) serta keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas kelembagaan yang ada (skor prioritas = 4,68) (Gambar 19).
Gambar 19
Skor prioritas elemen indikator pemerintah tingkat nasional
Indikator ekologi terdapat tiga elemen utama, yaitu total allowable catch (TAC) dengan skor prioritas sebesar 5, pengelolaan limbah dari proses produksi dengan skor prioritas 5 dan potensi sumberdaya perikanan tuna dengan skor prioritas 4,46 (Gambar 20)..
76
Gambar 20
Skor prioritas elemen indikator ekologi tingkat nasional
Berdasarkan hirarki prioritas, diperoleh tujuh elemen indikator penting dalam penilaian kinerja perikanan tuna terpadu tingkat nasional, yaitu ketersediaan listrik, ketersediaan air dan kelancaran komunikasi, pengelolaan limbah dari proses produksi, total allowable catch (TAC), efektivitas penerapan hukum dan komitmen pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan (Gambar 21).
Gambar 21
Kontribusi elemen indikator yang penting dalam penilaian kinerja tingkat nasional
77
Kontribusi ketersediaan listrik sebesar sebesar 35%, ketersediaan air 27,5% dan kelancaran komunikasi sebesar 35% pada indikator sosial. Efektivitas penerapan hukum memberi kontribusi sebesar 35% dan komitmen pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan sebesar 30% pada indikator pemerintah. Pengelolaan limbah dari proses produksi memberi kontribusi pada indikator ekologi sebesar 35% dan total allowable catch sebesar 30%. Selain tujuh elemen prioritas penting, terdapat lima elemen pendukung dalam penilaian kinerja tingkat nasional, yaitu kebijakan dan rencana pemerintah, keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas kelembagaan, potensi perikanan, dan ketersediaan infrastruktur jalan (Gambar 22) . Elemen pendukung ini berperan sebagai pelengkap dari elemen utama. Indikator pemerintah terdiri dari kebijakan dan rencana pemerintah (35%), keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas kelembagaan (30%) dan alokasi perizinan (30%) yang mempunyai nilai kontribusi total 35% dari kontribusi elemen utama. Indikator sosial didukung dengan ketersediaan infrastruktur jalan (30%) dari 2,5% elemen utama. Indikator ekologi didukung dengan potensi sumberdaya perikanan (30%) dari 35% elemen utama.
Gambar 22
Elemen indikator pendukung dalam penilaian kinerja tingkat nasional
78
Berdasarkan hasil yang diuraikan, maka dapat disusun shortlisted untuk indikator kinerja kunci tingkat nasional dengan kriteria penilaian sebagai berikut: Tabel 16 Shortlisted penilaian indikator tingkat nasional Elemen indikator tingkat nasional
Kelancaran komunikasi Ketersediaan air Ketersediaan listrik Komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan Efektivitas penerapan hukum Kebijakan dan rencana pemerintah Keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas kelembagaan Total allowable catch (TAC) Pengelolaan limbah dari proses produksi Potensi sumberdaya perikanan tuna Ketersediaan infrastruktur jalan *) diadopsi dari FAO (2001)
Skor*)
Kriteria*) Baik
Buruk
0-1 0-1 0-1
1 1 1
0 0 0
1-5 1-3 0-1
5 3 1
1 1 0
0-1 0-3 0-1 1-3 0-1
1 3 1 3 1
0 0 0 1 0
Shortlisted dalam Tabel 16 merupakan urutan prioritas yang dihasilkan dari hasil pilihan stakeholder baik sebelum dilakukan FGD maupun setelah dilakukan FGD, yang mana ke 12 elemen ini adalah dasar umum yang digunakan dalam menilai kinerja tingkat nasional atau kinerja pemerintah pusat maupun lokal. Skor penilaian didasarkan atas kriteria yang berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan kriteria yang ditetapkan. Dalam penilaian indikator kinerja tingkat nasional, didasarkan atas skoring yang ditetapkan, kemudian dinyatakan dalam nilai kisaran untuk penentuan keputusan, apakah kinerja tingkat nasional baik, sedang atau kurang. Skor yang berkisar antara 0 dan 1 dikenakan pada aspek yang membutuhkan jawaban ya dan tidak; sedangkan skoring yang mempunyai kisaran 1 hingga 5 terdiri dari aspek sebagai berikut: buruk (1); kurang (2); cukup (3); baik (4) dan sangat baik (5). Skoring dengan kisaran 0 hingga 3 membutuhkan aspek penilaian yang terdiri dari melampaui (0); sama dengan (1) mendekati (2) dan berada jauh (3), sedangkan penilaian dengan kisaran 1 hingga 3 membutuhkan unsur jawaban tidak (1), cukup (2) dan baik (3).
79
5.1.2
Indikator kinerja kunci perikanan tuna di tingkat sektor perikanan Longlist indikator kinerja kunci perikanan tuna sektor perikanan disajikan
dalam Tabel 17. Indikator kinerja tingkat sektor perikanan menggambarkan aspek kebijakan lingkungan yang kritis untuk pertumbuhan dan pengimplementasian sektor. Tujuannya adalah pada pemberian dasar objektivitas untuk mengevaluasi kualitas kebijakan sektor perikanan, kemungkinan keberhasilan kinerja untuk proyek baru dan kinerja aktual dari usaha yang sedang berjalan. Indikator kinerja tingkat sektor
termasuk aspek sistem insentif (kebijakan dan lingkungan
regulatori, kemampuan institusi) yang mempengaruhi kinerja sektor dan perusahaan atau usaha. Selain itu indikator ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi aspek kebijakan kunci dan lingkungan regulatory yang perlu untuk ditingkatkan sebagai alat meningkatkan kualitas usaha, bermanfaat selama fase supervisi yang dapat dibatasi dengan ketersediaan dan data timelines tingkat sektor. Adapun longlist indikator ekonomi tingkat sektor perikanan terdiri dari trend investasi, trend divestasi, produksi dan nilai produksi, kontribusi terhadap pendapatan nasional bruto, nilai ekspor dan pendapatan. Trend investasi adalah penanaman modal yang biasanya dalam jangka panjang untuk pengadaan harta tetap atau surat-surat berharga (saham) untuk memperoleh profit. Tren investasi di sektor perikanan di tahun 2007 hingga 2009 menagalami tren menurun. Pertumbuhan ekonomi dan perdaganagan global yang memasuki resesi pada tahun 2009 dan akan mengalami pemulihan di tahun 2010. Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang lebih optimis menunjukan bahwa pada tahun 2010 Indonesia akan mencapai pertumbuhan 6 %, dan dalam kisaran 5-7 % negara ASEAN lainnya (BRI 2009). Pertumbuhan ekonomi ini akan memacu naiknya iklim investasi di Indonesia.
80
Tabel 17 Longlist indikator kinerja kunci perikanan tuna di tingkat sektor perikanan Indikator di Tingkat Sektor Perikanan Ekonomi Trend investasi Trend divestasi Produksi dan Nilai produksi Kontribusi terhadap Pendapatan Nasional Bruto Nilai ekspor Pendapatan (gaji)
Finansial Perdagangan antar pulau dan local Komposisi saham nasional Kinerja pengumpulan fee Rasio biaya perawatan (% hasil bersih) Rasio upah perorangan (% hasil bersih/total tenaga kerja) Pendapatan (revenue) ROI ROA Cash flow
Sosial Risiko kecelakaan Jumlah ABK Jumlah karyawan darat Jumlah tenaga kerja lain yang terkait Tingkat pendidikan Budaya bahari Demografi
Ekologi Produktivitas/kapal Komposisi tangkapan Kelimpahan relatif spesies target Laju eksploitasi Pengaruh langsung dan tidak langsung alat terhadap spesies non target Perubahan area dan kualitas habitat
Pemerintah Alokasi anggaran negara (APBN) Waktu untuk penyelesaian status pailit Kemudahan membayar pajak/retribusi Kecepatan proses penyelesaian ijin Kecepatan proses penyelesaian ijin trip Rejim ketaatan Hak kepemilikan
Sumber : Hasil kajian pustaka
81
Trend divestasi adalah penutupan atau penjualan satu atau lebih unit operasi atau seluruh devisi bisnis oleh satu perusahaan dalam jangka waktu yang panjang. Penurunan tren divestasi khususnya dibidang perikanan disebabkan kenaikan harga BBM (Oktober 2005) dari Rp. 2.100,- per liter menjadi Rp. 6.000,- per liter, disubsidi menjadi Rp. 4.300,- per liter, serta semakin jauhnya fishing ground menyebabkan banyaknya perusahaan perikanan yang tutup. Produksi adalah proses menghasilkan produk dalam jumlah besar dan nilai produksi adalah harga dari produk yang dihasilkan. Pasokan bahan baku industri pengolahan hasil perikanan tidak optimal karena terbatasnya armada tangkap berskala industri dan juga turunnya produksi penangkapan pasca kenaikan harga BBM berdampakan pada kurangnya pasokan bahan baku industri pengolahan hasil. Permintaan pasar yang lebih besar dari produksi menyebabkan meningkatnya harga ikan. Nilai ekspor adalah daya tukar sesuatu barang atau jasa ke luar negeri yang diukur secara kuantitatif dengan satuan barang atau uang. Nilai ekspor menunjukan tren penurunan sejalan dengan lesunya lalu lintas perdagangan dunia. Demikian juga ekspor ikan ke negara-negara tujuan utama menunjukan penurunan. Hal ini disebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara penerima. Pendapatan adalah uang yang diterima oleh perorangan atau perusahaan dalam bentuk upah, gaji, sewa, komisi, ongkos maupun laba. Indikator finansial sektor perikanan terdiri dari perdagangan antar pulau dan lokal, komposisi saham nasional, kinerja pengumpulan fee, rasio biaya perawatan (% hasil bersih), rasio upah perorangan (% hasil bersih/total tenaga kerja), pendapatan (revenue), ROI, ROA dan cash flow. Komposisi saham nasional adalah saham atau surat bukti kepemilikan bagian modal perseroaan terbatas yang memberikan pelbagai hak menurut ketentuan anggaran dasar perusahaan, dimana sesuai UU No. 1/1967 (PMA) yang direvisi dengan UU No. 11/1970 dan UU No. 6/1968 (PMDN) bahwa Penanaman modal asing yang dilakukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia dan menanggung segala resiko penanaman modal tersebut secara langsung (Pasal 1), sedangkan modal asing itu sendiri adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak berasal dari kekayaan devisa Indonesia, termasuk alat-alat perusahaan dan penemuan baru
82
milik orang asing yang diimpor. Perusahaan nasional adalah perusahaan yang minimal 51% adalah modal dalam negeri (Pasal 2). Kinerja pengumpulan fee adalah kemampuan sektor untuk mendapatkan imbalan yang dipungut atas jasajasa yang diberikan oleh satu badan usaha atau perorangan. Rasio biaya perawatan adalah rasio dari proses untuk menjaga agar aktiva tetap selalu dalam keadaan baik dari waktu ke waktu, dimana proses tersebut memerlukan pengeluaran yang dibukukan sebagai biaya dan dinyatakan dalam persen dari hasil bersih. Rasio upah perorangan adalah perbandingan pembayaran untuk jasa perorangan yang dinyatakan dalam persen dari perbandingan hasil bersih dengan jumlah tenaga kerja. ROI (return on investment) adalah jumlah pendapatan dinyatakan dalam persen terhadap modal perusahaan yaitu modal dibagi pendapatan sebelum pendapatan bunga, pajak dan dividen. ROA (return on assets) adalah laba bersih dibagi total aktiva yang berarti bahwa ROA mengukur kemampuan dan efisiensi aktiva dalam menghasilkan laba. Cash flow (arus uang tunai) adalah uang tunai perusahaan yang telah dikurangi dengan semua pengeluaran. Indikator sosial terdiri dari risiko kecelakaan, jumlah ABK, jumlah karyawan darat, jumlah tenaga kerja lain yang terkait, tingkat pendidikan, budaya bahari dan demografi. Risiko kecelakaan adalah jumlah insiden yang terjadi dalam setahun sepanjang menghasilkan produksi dan dinyatakan dalam jumlah kejadian/tahun. Jumlah ABK (anak buah kapal), jumlah karyawan darat dan jumlah tenaga kerja lain yang terkait adalah jumlah total tenaga kerja yang menghasilkan satu produk. Tingkat pendidikan adalah tingkatan pendidikan formal dari tenaga kerja yang dipekerjakan. Budaya bahari sebagai apresiasi kebahariaan di kalangan masyarakat harus ditumbuhkan, sehingga timbul motivasi di kalangan masyarakat untuk mengusahakan kelestarian sumberdaya. Tindakan nyata dari masyarakat dalam upaya melindungi/menjaga perairan beserta isinya akan menjamin adanya keberlanjutan, seperti kebiasaan-kebiasaan sekelompok masyarakat dengan aturan-aturan yang berkaitan dengan kehidupan lingkungan hidup mereka. Demografi adalah gambaran tentang keadaan penduduk di satu wilayah, yang mencakup jumlah penduduk, sukubangsa, pendidikan dan lain sebagainya.
83
Indikator ekologi terdiri dari produktivitas/kapal, komposisi tangkapan, kelimpahan relatif spesies target, laju eksploitasi, pengaruh langsung dan tidak langsung alat terhadap spesies non target, perubahan area dan kualitas habitat. Produktivitas/kapal adalah kemampuan menghasilkan tangkapan dalam satu trip untuk setiap kapal. Komposisi tangkapan adalah persen jenis tangkapan dari total jenis ikan yang tertangkap. Kelimpahan relatif tangkapan adalah kelimpahan tangkapan dibagi dengan kelimpahan dugaan satu perairan. Laju eksploitasi adalah kemampuan untuk menghasilkan tangkapan dalam jangka waktu tertentu. Ini berpengaruh terhadap spesies non target baik langsung maupun tidak langsung yang menimbulkan discard. Juga turut mempengaruhi kualitas habitat sehingga terjadi perubahan area penangkapan. Indikator pemerintah terdiri dari alokasi anggaran negara (APBN), waktu untuk penyelesaian status pailit, kemudahan membayar pajak/retribusi, kecepatan proses penyelesaian ijin, kecepatan proses penyelesaian ijin trip, rejim ketaatan dan hak kepemilikan. Alokasi anggaran negara adalah identifikasi biaya-biaya berdasarkan tujuan. Terdapat tiga aspek yang mendasar dalam alokasi biaya, yaitu pemilihan objek yang akan dibiayai, pemilihan dan pengakumulasian biaya yang berkaitan dengan tujuan biaya dan pemilihan metode pengidentifikasian aspek. Waktu untuk penyelesaian status pailit berdasarkan UU NO 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) diberikan waktu selama 214 hari. Dimulai dari pendaftaran permohonan pada panitera PN (Pengadilan Negeri) sampai pengumuman putusan. Indikator kinerja kunci sektor perikanan yang menjadi prioritas sebelum dilaksanakan FGD, yaitu Indikator ekonomi terdiri dari nilai ekspor, pendapatan dan trend investasi serta produksi dan nilai produksi. Indikator finansial terdiri dari pendapatan, perdagangan antar pulau dan rasio upah perorangan (% hasil bersih/total tenaga kerja). Indikator sosial terdiri dari jumlah anak buah kapal (ABK), risiko kecelakaan dan tingkat pendidikan. Indikator ekologi terdiri dari laju eksploitasi, produktivitas per kapal dan kelimpahan relatif spesies target. Indikator pemerintah terdiri dari kecepatan penyelesaian ijin, kecepatan penyelesaian ijin trip dan hak kepemilikan (Tabel 18)
84
Tabel 18 Indikator kinerja di tingkat sektor perikanan sebelum dan sesudah FGD Indikator Kinerja Kunci Tingkat Sektor Perikanan
Sebelum FGD n
SIT
Sesudah FGD
Pk
Urutan Prioritas
SIT
Pk
Urutan Prioritas
15
69
4,60
5
n
Ekonomi Trend investasi
18
73
4,06
2
Trend divestasi**
15
50
3,33
5
Produksi dan Nilai produksi
19
74
3,89
3
14
68
4,86
3
Kontribusi terhadap Pendapatan Nasional Bruto
19
70
3,68
4
15
70
4,67
4
Nilai ekspor
20
84
4,20
1
14
68
4,86
2
Pendapatan
19
77
4,05
2
15
75
5,00
1
Sosial Risiko kecelakaan
17
69
4,06
2
17
85
5,00
1
Jumlah ABK
18
78
4,33
1
13
51
3,92
4
Jumlah karyawan darat
18
68
3,78
5
16
64
4,00
3
Jumlah tenaga kerja lain yang terkait
18
61
3,39
7
13
49
3,77
5
Tingkat pendidikan
19
76
4,00
3
16
80
5,00
2
Budaya bahari
16
55
3,44
6
18
72
4,00
3
Demografi**
15
57
3,80
4
Ekologi Produktivitas/kapal
19
78
4,11
2
17
73
4,29
2
Komposisi tangkapan
20
77
3,85
4
9
40
4,44
1
Kelimpahan relatif spesies target**)
18
71
3,94
3
Laju eksploitasi Pengaruh langsung dan tidak langsung alat terhadap spesies non target **
19
83
4,37
1
11
45
4,09
4
18
67
3,72
6
Perubahan area dan kualitas habitat
19
71
3,74
5
7
29
4,14
3
Pemerintah Alokasi anggaran negara (APBN)
20
75
3,75
6
16
64
4,00
3
Waktu untuk penyelesaian status pailit
23
78
3,39
7
14
50
3,57
6
Kemudahan membayar pajak/retribusi
25
95
3,80
5
15
57
3,80
4
Kecepatan proses penyelesaian ijin
23
95
4,13
1
17
71
4,18
2
Kecepatan proses penyelesaian ijin trip
24
98
4,08
2
17
71
4,18
2
Rejim ketaatan
23
88
3,83
4
12
45
3,75
5
Hak kepemilikan
21
83
3,95
3
12
51
4,25
1
Finansial Perdagangan antar pulau dan lokal
18
70
3,89
2
18
72
4,00
4
Komposisi saham nasional
15
51
3,40
8
17
68
4,00
4
Kinerja pengumpulan fee**
16
50
3,13
9
Rasio biaya perawatan (% hasil bersih) Rasio upah perorangan (% hasil bersih/total tenaga kerja)
19
72
3,79
4
13
52
4,00
4
19
73
3,84
3
14
55
3,93
5
Pendapatan karyawan
18
77
4,28
1
16
71
4,44
3
ROI
18
66
3,67
7
16
71
4,44
2
ROA
17
64
3,76
5
16
71
4,44
1
Cash flow**
16
60
3,75
6
Keterangan : **) setelah didiskusikan, variable ini dihilangkan karena bukan indikator n = jumlah responden yang memberikan penilaian; SIT = skor indikator total; PK = prioritas kinerja
85
Pada Tabel 18, dapat dilihat bahwa indikator kinerja sektor perikanan setelah FGD, yaitu indikator ekonomi terdiri dari pendapatan, nilai ekspor dan produksi dan nilai produksi. Indikator finansial terdiri dari return on asset (ROA), return on investment (ROI) dan pendapatan. Indikator sosial terdiri dari risiko kecelakaan, tingkat pendidikan, jumlah karyawan darat dan budaya bahari. Indikator ekologi terdiri dari komposisi tangkapan, produktivitas per kapal dan perubahan area dan kualitas habitat. Indikator pemerintah terdiri dari hak kepemilikan, kecepatan proses ijin dan ijin trip dan alokasi anggaran negara (APBN). Hasil yang diperoleh pada Tabel 18,
prioritas kinerja nilai ekspor
mempunyai nilai sebesar 4,20 yang berarti bahwa 84% kinerja ekonomi di tingkat sektor perikanan ditunjukkan melalui elemen ini, akan tetapi setelah dilakukan FGD secara mutlak diputuskan bahwa pendapatan yang menjadi elemen indikator ekonomi tingkat sektor perikanan. Indikator sosial sebelum FGD adalah jumlah ABK dengan nilai prioritas sebesar 4,33 (86,6%), akan tetapi setelah dilakukan FGD disepakati bahwa risiko kecelakaan merupakan elemen indikator utama, karena usaha yang bergerak dilaut mempunyai nilai risiko yang tinggi. Indikator ekologi ditunjukkan melalui laju eksploitasi dengan nilai prioritas sebesar 4,37 akan tetapi setelah dilakukan FGD bergesar menjadi komposisi hasil tangkapan dengan nilai prioritas sebesar 4,44. Hal ini berhubungan dengan discard hasil tangkapan yang secara ekologis mempengaruhi keseimbangan lingkungan. Indikator pemerintah ditunjukkan melalui kecepatan proses penyelesaian ijin dengan skor prioritas sebesar 4,13 sebelum FGD dan setelah FGD diputuskan bahwa hak kepemilikan (dengan skor prioritas = 4,25) merupakan elemen indikator utama pada pemerintah. Sebelum FGD indikator finansial ditunjukkan dengan pendapatan (skor prioritas = 4,28) akan tetapi setelah dilakukan FGD berubah dengan ROA (Return on Assets) sebagai indikator finansial dengan skor prioritas sebesar 4,44. Penentuan ROA didasarkan pada kemampuan satu usaha untuk melunasi tunggakan berupa utang. Uji t (Lampiran 8) menunjukkan bahwa pada indikator pemerintah mempunyai perbedaan nyata (P < 0.05) dalam pilihan yang diberikan oleh stakeholder disaat sebelum dan sesudah pelaksanaan FGD. Hal ini berarti terjadi perubahan persepsi terhadap penilaian elemen indikator dalam pemerintah.
86
Dengan kata lain terjadi perubahan prioritas yang disetujui setelah dilakukan FGD (tstat = -2,2). Berdasarkan analisis dengan menggunakan AHP diperoleh 14 prioritas indikator kinerja tingkat sektor perikanan sebelum FGD (Gambar 23).
Nilai ekspor Jumlah ABK Pendapatan Pendapatan Tingkat pendidikan Produksi dan Nilai produksi Produktivitas/kapal Rasio upah perorangan (% hasil bersih/total tenaga) Trend investasi Rasio biaya perawatan (% hasil bersih) Kecepatan proses penyelesaian ijin Kecepatan proses penyelesaian ijin trip Kontribusi terhadap Pendapatan Nasional Bruto
0,16
0,14
0,12
0,1
0,08
0,06
0,04
0,02
0
Perdagangan antar pulau dan lokal
Gambar 23 Prioritas indikator kinerja kunci di tingkat sektor perikanan Setelah dilakukan FGD, hasil analisis AHP untuk indikator kinerja perikanan tuna tingkat sektor perikanan diperoleh sebanyak 9 indikator kinerja kunci (Gambar 24). Beberapa elemen dihilangkan setelah dilakukan FGD, karena dianggap bukan menjadi indikator untuk perikanan tangkap terpadu adalah yang terdiri dari trend divestasi, kinerja pengumpulan fee, cash flow, demografi, kelimpahan relatif spesies target, pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap spesies non target. Dengan hirarki tertinggi adalah pendapatan, produktivitas/ kapal dan perdagangan antar pulau.
87
Pendapatan Produktivitas/kapal Perdagangan antar pulau dan lokal ROA ROI Pendapatan Kecepatan proses penyelesaian ijin trip Kecepatan proses penyelesaian ijin
Gambar 24 Prioritas indikator di tingkat sektor perikanan setelah dilakukan FGD Lima indikator pada tingkat sektor perikanan yang dinilai para pakar dan stakeholder perikanan, berdasarkan analisis SMART diperoleh tingkatan prioritas seperti disajikan pada Gambar 25.
Gambar 25
Diagram layang-layang indikator di tingkat sektor perikanan
Urutan indikator yang menjadi prioritas di tingkat sektor perikanan adalah berturut-turut ekonomi (skor prioritas = 4,82), sosial (skor prioritas = 4,42), ekologi (skor prioritas = 4,42) dan finansial (skor prioritas = 4,35), sedangkan indikator pemerintah tidak menjadi indikator prioritas di tingkat sektor perikanan. Indikator ekonomi mempunyai prioritas sebesar 96,4% pada tingkat sektor
0,152
0,15
0,148
0,146
0,144
0,142
0,14
0,138
0,136
0,134
Kontribusi terhadap Pendapatan Nasional Bruto
88
perikanan, indikator ekologi dan sosial mempunyai prioritas sebesar 88,4% dan indikator finansial sebesar 87%. Hal ini menunjukkan bahwa masalah ekonomi di sektor perikanan merupakan indikator yang di prioritaskan. Pada indikator sektor ekonomi yang menjadi prioritas dalam penentuan keberhasilan kinerja tingkat sektor perikanan yaitu: pendapatan (gaji) dengan nilai prioritas 5, nilai ekspor berskala prioritas 4,86, sama dengan produksi dan nilai produksi (4,86). Indikator ekonomi mempunyai aspek vital dari pendapatan.
Gambar 26
Skor prioritas indikator di tingkat sektor perikanan pada elemen ekonomi
Pada indikator sosial terdapat 2 elemen utama dan dua elemen pendukung, yaitu risiko kecelakaan (skor prioritas = 5) dan tingkat pendidikan (5) serta jumlah karyawan darat (4) dan budaya bahari (4) (Gambar 27).
Gambar 27
Skor prioritas indikator sosial di tingkat sektor perikanan
89
Indikator ekologi didukung dengan tiga elemen prioritas yang urutannya terdiri dari komposisi tangkapan (skor prioritas 4,45), produktivitas tiap kapal (4,28) dan perubahan area dan kualitas habitat (4,14) (Gambar 28).
Gambar 28
Skor prioritas indikator ekologi di tingkat sektor perikanan
Kontribusi elemen indikator kinerja tingkat sektor perikanan didukung dengan elemen indikator penting sebanyak enam elemen yang terdiri dari tingkat pendidikan, pendapatan, produktivitas/kapal, produksi dan nilai produksi, nilai ekspor, trend investasi dan faktor-faktor lainnya (Gambar 29).
Gambar 29
Kontribusi elemen indikator kinerja di tingkat sektor perikanan
90
Tingkat kontribusi masing-masing elemen dalam indikator ekonomi adalah tingkat pendidikan sebesar 10%, pendapatan sebesar 10%, produktivitas per kapal sebesar 8,5%, produksi dan nilai produksi sebesar 8,5%, nilai ekspor 7,5% dan trend investasi sebesar 3,5% serta komponen lainnya yang berkontribusi sebesar 10%. Kontribusi terhadap indikator ekologi adalah tingkat pendidikan sebesar 10%, produktivitas per kapal 7,5%, produksi dan nilai produksi sebesar 2,5%. Faktor-faktor lain yang memberi kontribusi pada kinerja tingkat sektor perikanan adalah jumlah tenaga kerja, risiko kecelakaan, perubahan area dan kualitas habitat, laju eksploitasi dan komposisi tangkapan serta budaya bahari. Shortlisted indikator kinerja kunci tingkat sektor perikanan mempunyai skoring penilaian sebagai berikut: Tabel 19 Shortlisted penilaian indikator di tingkat sektor perikanan. Elemen indikator tingkat nasional Tingkat pendidikan Pendapatan Produktivitas per kapal Produksi Nilai produksi Nilai ekspor Trend investasi Jumlah tenaga kerja Risiko kecelakaan Jarak daerah penangkapan Laju eksploitasi Komposisi tangkapan Budaya bahari *) diadopsi dari FAO (2001)
Skor*) 0-2 0-2 1-2 1-2 1-2 1-2 0-1 1-3 0-2 1-3 0-1 0-2 0-1
Kriteria*) Baik Buruk 2 0 2 0 2 1 2 1 2 1 2 1 1 0 3 1 2 0 3 1 1 0 2 0 1 0
Skor untuk penilaian indikator pada tingkat sektor perikanan, terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut: untuk tingkat pendidikan skornya berkisar antara 0 hingga 2 yang membutuhkan aspek tingkat pendidikan yang berada di bawah rata-rata (0); sama dengan rata-rata (1) dan di atas rata-rata (2). Pendapatan mempunyai rentang skor antara 0 hingga 2 yang membutuhkan unsur pendapatan yang berada di bawah UMR (0); sama dengan UMR (1) dan di atas UMR (2). Produktivitas per kapal, produksi, nilai produksi dan nilai ekspor
91
mempunyai skor antara 1 dan 2, yang menunjukkan apakah unsur yang dinilai rendah (1) dan tinggi (2). Skor trend investasi berkisar antara 0 dan 1 yang berarti bahwa trend yang buruk (0) dan trend yang baik (1). Jumlah tenaga kerja mempunyai rentang skor 1 hingga 3 yang mana skor 1 menunjukkan kurangnya tenaga kerja; 2 cukup tenaga kerja dan 3 kelebihan tenaga kerja. Risiko kecelakaan mempunyai skor antara 0 hingga 2 yang berarti bila tingkat kecelakaan dalam proses produksi mempunyai tingkat kecelakaan yang tinggi (0); sedang (1) dan kurang (3). Skor untuk jarak daerah penangkapan terdiri dari jarak yang jauh (1), tidak berubah (2) dan dekat (3). Laju eksploitasi mempunyai skor 1 untuk laju eksploitasi yang tinggi dan 2 untuk laju eksploitasi yang tinggi. Komposisi tangkapan yang beragam mempunyai skor 0, cukup beragam (1) dan kurang beragam (3). Skor budaya bahari terdiri dari 0 untuk masyarakat yang tidak peduli dan 1 untuk yang peduli.
5.1.3
Indikator kinerja kunci perikanan tuna di tingkat perusahaan Indikator ini digunakan untuk mengakses beberapa aspek yang berperan
dalam implementasi dan kinerja operasional perusahaan. Longlist indikator kinerja kunci perikanan tuna tingkat perusahaan disajikan dalam Tabel 20. Indikator kinerja input tingkat perusahaan terdiri dari rasio likuiditas, rasio leverage, rasio debt service, biaya produksi dan kapasitas pemanfaatan. Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan satu perusahaan untuk melunasi utang jangka pendek yang jatuh tempo dengan uang tunai atau kas yang dikumpulkan. Rasio leverage ukuran utang terhadap kapitalisasi total satu perusahaan. Bila rasio ini semakin tinggi, maka utang yang ada berlebihan dan menandakan kemungkinan perusahaan tidak mampu menghasilkan laba untuk memenuhi kewajiban. Rasio debt service adalah perbandingan antara arus kas yang tersedia dan pembayaran utang pokok serta bunga dalam periode tertentu guna menilai apakah satu perusahaan cukup untuk memenuhi kewajibannya. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan atau dibebankan untuk membuat barang atau produk meliputi bahan baku, upah dan biaya tidak langsung.
92
Tabel 20 Longlist indikator kinerja kunci perikanan tuna di tingkat perusahaan Indikator Kinerja di Tingkat Perusahaan Input: Rasio likuiditas Rasio leverage Rasio debt service Biaya produksi Kapasitas pemanfaatan Output: Total asset turnover Pendapatan karyawan Tingkat kesejahteraan karyawan Nilai penjualan Outcome: Persepsi dan kepuasan terhadap hasil Pengembangan investasi Internal rate of return Process Penggunaan teknologi Pelatihan ABK Penggunaan hasil-hasil penelitian Sistem program appraisal
Sumber : Hasil kajian pustaka Kapasitas pemanfaatan adalah jumlah maksimal kerja yang dapat dihasilkan oleh satuan produksi atau perusahaan. Indikator output terdiri dari total asset turnover, pendapatan karyawan, tingkat kesejahteraan karyawan dan nilai penjualan. Total asset turnover adalah kemampuan asset perusahaan untuk memperoleh pendapatan; makin cepat asset perusahaan berputar, maka makin besar pendapatan perusahaan tersebut. Pendapatan karyawan adalah pembayaran untuk jasa yanbg biasanya dibayar dalam satuan waktu tertentu seperti hari, minggu, dan bulan. Tingkat kesejahteraan karyawan adalah satu aspek manajemen yang memperhatikan kesejahteraan, baik fisik maupun emosi dari para pekerja. Perusahaan beranggapan bahwa dengan memperhatikan kesejahteraan para pekerja, maka mereka akan lebih produktif. Pandangan ini bertitik tolak dari filsafat manajemen partisipatif bahwa pekerja bukan hanya sebagai alat, tapi merupakan asset utama
93
perusahaan. Nilai penjualan adalah jumlah total barang yang terjual oleh perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Indikator outcome terdiri dari persepsi dan kepuasan terhadap hasil, pengembangan investasi dan
internal rate of return. Persepsi dan kepuasan
terhadap hasil adalah daya untuk memahami sesuatu dengan jelas dan cermat akan hasil yang dicapai. Pengembangan investasi adalah penanaman modal yang biasanya dalam jangka panjang untuk peningkatan guna mendapatkan pertambahan hasil yang semakin lama semakin besar. Pengembangan investasi merupakan syarat suatu perusahaan untuk menambah profit. Sektor perikanan secara nasional mempunyai potensi bisnis yang cukup besar, baik bisnis skala kecil maupun skala besar, karenanya perlu diciptakan iklim investasi yang kondusif. Internal rate return adalah tingkat diskonto dimana nilai sekarang dari arus kas satu investasi masa datang sama dengan biaya dari investasi. Angka ini ditemukan dengan proses mencoba dan mencoba lagi; jika nilai bersih sekarang dari arus kas keluar (biaya dari investasi) dan arus kas keluar ( laba atas investasi) sama dengan nol, maka taraf diskonto yang digunakan adalah tingkat hasil pengembalian intern. Apabila hal itu lebih besar dari pengembalian yang di persyaratkan-dinamakan tingkat batas dalam penganggaran modal investasi itu dapat diterima. Dipakai sebagai ukuran untuk memilih beberapa proyek yang diperkirakan akan memberikan tingkat laba tertinggi. Indikator process terdiri dari penggunaan teknologi, pelatihan ABK, penggunaan hasil-hasil penelitian dan sistem program appraisal. Penggunaan teknologi adalah penggunaan ilmu pengetahuan terutama penerapannya untuk menggantikan ketrampilan tenaga kerja dengan mesin. Pelatihan ABK adalah satu proses untuk memperdalam dan meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan para ABK lewat bimbingan yang diberikan instruktur melalui penyelesaian tugas dan latihan. Penggunaan hasil penelitian adalah menggunakan hasil temuan atau penelitian tentang teknologi, pemasaran, operasional dan lainnya yang dapat membantu meningkatkan profit. Perkembangan teknologi dan informasi yang begitu cepat mengharuskan suatu perusahaan untuk mengadopsi hasil penemuan atau teknologi yang lebih baru untuk efisiensi perusahaan. Sistem program
94
appraisal adalah penilaian tentang apakah satu prosedur atau sistem telah atau belum memenuhi standar untuk meningkatkan efisiensi. Sebelum FGD, indikator input yang menjadi prioritas adalah biaya produksi, rasio likuiditas dan rasio debt service. Indikator output terdiri dari pendapatan karyawan, tingkat kesejahteraan karyawan dan nilai penjualan. Indikator outcome terdiri dari pengembangan investasi, internal rate of return serta persepsi dan kepuasan terhadap hasil. Indikator process terdiri dari penggunaan teknologi, pelatihan ABK dan penggunaan hasil-hasil penelitian. Setelah dilakukan FGD, prioritas indikator input terdiri dari rasio leverage, biaya produksi dan rasio likuiditas. Indikator output terdiri dari pendapatan karyawan, tingkat kesejahteraan karyawan dan nilai penjualan. Indikator outcome terdiri dari pengembangan investasi dan internal rate return. Tabel 21 Indikator kinerja di tingkat perusahaan sebelum dan sesudah FGD Sebelum FGD
Indikator Tingkat Perusahaan
n
SIT
Sesudah FGD
Pk
Urutan Prioritas
n
SIT
Pk
Urutan Prioritas
Input Rasio likuiditas Rasio leverage Rasio debt service Biaya produksi Kapasitas pemanfaatan
19
75
3,95
2
16
72
4,50
3
18
68
3,78
5
14
64
4,57
1
18
69
3,83
3
16
64
4,00
5
18
77
4,28
1
15
68
4,53
2
19
72
3,79
4
14
59
4,21
4
Output Total asset turnover Pendapatan karyawan Tingkat kesejahteraan karyawan Nilai penjualan
19
75
3,95
4
16
64
4,00
3
19
84
4,42
1
16
80
5,00
1
19
83
4,37
2
16
80
5,00
1
19
78
4,11
3
15
67
4,47
2
Outcome: Persepsi dan kepuasan terhadap hasil Pengembangan investasi Internal rate of return
20
80
4,00
3
17
72
4,24
2
19
79
4,16
1
18
90
5,00
1
73
4,06
2
18
90
5,00
1
18
Process Penggunaan teknologi Pelatihan ABK Penggunaan hasil-hasil penelitian Sistem program appraisal
19
87
4,58
1
18
90
5,00
1
19
85
4,47
2
18
90
5,00
1
19
77
4,05
3
18
90
5,00
1
19
71
3,74
4
18
90
5,00
1
95
Indikator process terdiri dari penggunaan teknologi, pelatihan ABK, penggunaan hasil-hasil penelitian dan sistem program appraisal. Dari Tabel 21, nampak bahwa indikator input sebelum FGD diperoleh prioritas penilaian terhadap biaya produksi sebesar 4,28 akan tetapi setelah dilakukan diskusi, diperoleh bahwa indikator input ditunjukkan dengan rasio leverage dengan nilai prioritas kinerja sebesar 4,57. Dengan dasar pemikiran bahwa yang menunjukkan perusahaan berada dalam keadaan sehat jika rasio ini kecil, yang artinya bahwa utang perusahaan kecil. Pada indikator output, disepakati bahwa pendapatan karyawan sebagai elemen utamanya dengan nilai prioritas kinerja sebelum (4,42) dan sesudah FGD (5,00). Indikator outcome dengan elemen utama pengembangan investasi dengan nilai prioritas kinerja sebelum FGD sebesar 4,16 dan setelah FGD sebesar 5. Hal ini berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam mengembangkan usahanya.
Indikator proses
sebagai bagian dalam kemajuan perusahaan ditunjukkan dengan nilai prioritas kinerja penggunaan teknologi sebesar 4,16 sebelum FGD dan menjadi 5,00 setelah dilakukan FGD. Elemen ini berkaitan dengan laju memproduksi hasil tangkapan tuna sebagai bahan baku utama dalam produk pasar, baik untuk fresh tuna maupun frozen, bahkan untuk pengolahan ikan kaleng. Uji t (Lampiran 11) menunjukkan bahwa semua indikator terdapat pilihan prioritas yang nyata berbeda (P < 0,05). Dalam arti kata bahwa prioritas elemen indikator sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan FGD, sehingga terjadi perubahan pilihan yang nyata dari semua indikator yang ada. Hasil analisis AHP diperoleh 9 prioritas indikator kinerja kunci tingkat perusahaan sebelum pelaksanaan FGD (Gambar 30).
96
Penggunaan teknologi Pelatihan ABK Pendapatan karyawan Tingkat kesejahteraan karyawan Persepsi dan kepuasan terhadap hasil Pengembangan investasi Nilai penjualan Penggunaan hasil-hasil penelitian Biaya produksi 0,18 0,185
Gambar 30
0,19
0,195
0,2
0,205
0,21
0,215
0,22
Prioritas indikator kinerja kunci di tingkat perusahaan sebelum FGD
Setelah dilakukan FGD diperoleh 8 prioritas indikator kinerja kunci untuk tingkat perusahaan melalui analisis dengan AHP (Gambar 31).
Sistem program appraisal Penggunaan hasil-hasil penelitian Pelatihan ABK Penggunaan teknologi Internal rate of return Pengembangan investasi Tingkat kesejahteraan karyawan Pendapatan karyawan 0,185
Gambar 31
0,19 0,195
0,2
0,205
0,21
0,215
0,22 0,225
0,23
Prioritas indikator kinerja kunci di tingkat perusahaan setelah FGD
Indikator tingkat perusahaan dibentuk melalui empat komponen, yaitu komponen input, output, outcome dan process. Berdasarkan penilaian pakar dan stakeholder perikanan, prioritasnya diitunjukkan pada Gambar 32.
97
Input 5 4
3 2
1 Process
0
Output
Outcome
Gambar 32
Diagram prioritas indikator tingkat perusahaan.
Dalam Gambar 32, nampak bahwa prioritas indikator secara berurut adalah sebagai berikut: indikator process (skor prioritas = 5), indikator outcome (skor prioritas 4,75) dan indikator output (skor prioritas = 4,62), sedangkan indikator input prioritasnya lebih rendah dari ketiga indikator sebelumnya. Skor prioritas indikator process menunjukkan bahwa semua elemen yang ditawarkan adalah penting untuk dijadikan indikator kinerja tingkat perusahaan, yaitu penggunaan teknologi, pelatihan ABK (Anak Buah Kapal), penggunaan hasil-hasil penelitian dan sistem program appraisal (Gambar 33). Kesemua elemen ini sangat berpengaruh terhadap kinerja proses dalam perusahaan.
Gambar 33
Skor prioritas indikator process di tingkat perusahaan
98
Dari tiga prioritas indikator outcome, terdapat dua indikator dalam menentukan outcome tingkat perusahaan, yaitu Internal Rate of Return (IRR) dan pengembangan investasi (Gambar 34). Dalam indikator outcome sangat dipengaruhi oleh elemen IRR dan pengembangan investasi yang nilai skor prioritasnya sebesar 5.
Gambar 34 Skor prioritas indikator outcome di tingkat perusahaan Terdapat empat elemen dalam indikator output, yaitu total asset turnover, pendapatan karyawan, tingkat kesejahteraan karyawan dan nilai penjualan. Dari keempat elemen ini, terdapat dua elemen yang menjadi prioritas dalam penentuan indikator kinerja kunci tingkat perusahaan, yaitu pendapatan karyawan (skor prioritas = 5) dan tingkat kesejahteraan karyawan (skor prioritas = 5) (Gambar 35).
99
Gambar 35
Skor prioritas indikator output di tingkat perusahaan.
Kontribusi masing-masing elemen untuk penentuan indikator kinerja kunci tingkat perusahaan, disajikan pada Gambar 36.
Gambar 36
Kontribusi elemen terhadap indikator kinerja perikanan tangkap tuna terpadu tingkat perusahaan
Elemen yang berkontribusi dalam indikator process adalah sistem program appraisal yang berkontribusi sebesar 10%, penggunaan hasil-hasil penelitian (10%), pelatihan ABK (12%) dan penggunaan teknologi (10%). Indikator output elemennya merupakan elemen lain dari elemen yang ada pada indikator process dan indikator outcome, yaitu pendapatan karyawan dan tingkat kesejahteraan karyawan. Kontribusi elemen pada indikator outcome adalah internal rate of return yang sebesar 10% dan pengembangan investasi sebesar
100
10% serta faktor lain yang berkontribusi sebesar 2,5% yang dalam hal ini terdiri dari persepsi dan kepuasan terhadap hasil produksi (Gambar 36). Elemen-elemen dalam indikator kinerja kunci tingkat perusahaan disajikan dalam shortlisted yang ada dalam Tabel 22, dengan skoring yang dapat dilakukan untuk menentukan tingkat kinerja perusahaan. Tabel 22 Shortlisted penilaian indikator tingkat perusahaan Elemen indikator tingkat nasional Sistem program appraisal Penggunaan hasil-hasil penelitian Pelatihan ABK Penggunaan teknologi Pendapatan karyawan Tingkat kesejahteraan karyawan Internal Rate of Return Pengembangan investasi Persepsi terhadap hasil produksi Kepuasan terhadap hasil produksi *) diadopsi dari FAO (2001)
Skor*) 0-1 0-2 0-2 0-1 0-2 0-2 0-2 0-1 0-2 0-2
Kriteria*) Baik 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2
buruk 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Skor penilaian sistem program appraisal berkisar antara 0 (tidak ada) dan 1 (ada). Penggunaan hasil-hasil penlitian berkisar antara 0 (tidak pernah), 1 (tidak sering) dan 2 (sering digunakan). Pelatihan ABK mempunyai skor 0 (tidak pernah dilakukan, 1 (kadang-kadang) dan sering (2). Skor penggunaan teknologi terdiri dari 0 (tidak menggunakan) dan 1 (menggunakan teknologi). Skor pendapatan karyawan antara 0 (kurang dari 50%), 1 (50 hingga 80%) dan 2 (lebih dari 80%) berasal dari kegiatan perikanan. Tingkat kesejahteraan karyawan mempunyai skor antara 0 (bukan dari kegiatan usaha perikanan), 1 (sebagian dari perikanan) dan 2 (berasal dari kegiatan perikanan). Internal rate of return (IRR) mempunyai skor antara 0 (IRR < 1), 1 (IRR = 1) dan 2 (IRR >1). Pengembangan investasi mempunyai skor penilaian antara 0 (tidak ada pengembangan) dan 1 (terdapat pengembangan). Skor penilaian persepsi terhadap hasil produksi berkisar antara 0 (tidak baik), 1 (baik) dan 2 (sangat baik). Penilaian kepuasan terhadap hasil produksi berkisar antara 0 (tidak puas), 1 (puas), dan 2 (sangat puas).
101
5.2
Penilaian kinerja perikanan tuna terpadu di Sulawesi Utara Shortlisted indikator kinerja kunci disusun untuk mendapatkan kriteria
kinerja perusahaan dengan membuat beberapa penilaian sesuai dengan hasil yang telah diperoleh melalui shortlisting. Pada tingkat nasional, indikator utama adalah indikator sosial dengan komponen yang terdiri atas kelancaran komunikasi, ketersediaan air untuk industri dan ketersediaan listrik, kemudian indikator pemerintah dengan komponen komitmen pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan, efektivitas penerapan hukum, kebijakan dan rencana pemerintah serta keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas kelembagaan. Indikator lain yang diprioritaskan pada tingkat nasional adalah indikator ekologi dengan komponen total allowable catch (TAC), pengelolaan limbah dari proses produksi dan potensi sumberdaya. Pada tingkat nasional, hal yang menjadi indikator utama adalah layanan publik yang tergambar melalui kelancaran komunikasi, ketersediaan air dan listrik. Dengan demikian untuk mempertahankan kelangsungan industri perikanan terpadu khususnya untuk produk tuna diperlukan infrastruktur yang mendukung, yaitu listrik dan air. Pada tingkat sektor perikanan terdapat tiga komponen utama dalam penentuan indikator kinerja kunci perikanan tuna terpadu, yaitu indikator ekonomi, indikator sosial dan indikator ekologi. Komponen dari masing-masing indikator adalah pendapatan, nilai ekspor, produksi dan nilai produksi, risiko kecelakaan dan tingkat pendidikan, dan terakhir adalah komposisi tangkapan, produktivitas tiap kapal dan perubahan area dan kualitas habitat. Pada tingkat perusahaan terdapat indikator process, indikator outcome dan indikator output, dengan komponen penggunaan teknologi, pelatihan ABK, penggunaan hasil-hasil penelitian, sistem program appraisal, Internal Rate of Return (IRR), pengembangan investasi, pendapatan dan tingkat kesejahteraan karyawan. Berdasarkan analisis SMART sensitivitas, diperoleh komponen yang kritis dan sangat penting dalam penilaian indikator kinerja perikanan tangkap tuna (Tabel 23).
102
Tabel 23 Komponen indikator yang kritis dan sangat penting dalam penilaian kinerja perikanan tuna terpadu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Komponen Indikator Pendapatan Komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan Kelancaran komunikasi Ketersediaan listrik Ketersediaan air untuk industri Tingkat pendidikan Risiko kecelakaan Penggunaan teknologi Pelatihan ABK Penggunaan hasil-hasil penelitian Sistem program appraisal Total allowable catch (TAC) Pengelolaan limbah dari proses produksi Pengembangan investasi Internal rate of return Tingkat kesejahteraan karyawan Pendapatan karyawan Produksi dan Nilai produksi Nilai ekspor Efektivitas penerapan hukum Kebijakan dan Rencana Pemerintah Potensi sumberdaya
Tingkat Sensitivitas Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Kritis Sangat penting Sangat penting Sangat penting Sangat penting Sangat penting
Sumber: Hasil analisis SMART sensitivitas
Selain itu terdapat komponen indikator yang penting dalam penilaian kinerja seperti disajikan dalam Tabel 24. Komponen yang kritis menggambarkan bahwa bila salah satu komponen terabaikan dalam penilaian kinerja, maka akan berpengaruh besar terhadap kinerja perikanan tuna terpadu.
103
Tabel 24 Komponen indikator penting dalam penilaian kinerja perikanan tuna terpadu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Komponen indikator Trend investasi Kontribusi terhadap Pendapatan Nasional Bruto Alokasi perizinan Hukum dan hak kepemilikan Keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas kelembagaan Ketersediaan transportasi Ketersedaiaan infrastruktur jalan Jumlah karyawan darat Budaya bahari Komposisi tangkapan Laju eksploitasi Derajat kekuatan aturan lingkungan untuk aktivitas Produktivitas/kapal Adanya database lingkungan yang komprehensif Perubahan area dan kualitas habitat Persepsi dan kepuasan terhadap hasil Nilai penjualan
Tingkat sensitivitas Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting Penting
Sumber: Hasil analisis SMART sensitivitas Dari komponen-komponen yang telah diuraikan di atas, maka dapat diketahui bahwa yang menjadi indikator kinerja kunci untuk perikanan tangkap tuna terpadu di Sulawesi Utara adalah indikator yang kritis, yaitu terdiri dari 17 komponen indikator seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 24. Hal ini berarti bahwa komponen-komponen ini harus tercantum dalam penilaian kinerja perikanan terpadu. Penilaian kinerja dilakukan dengan melakukan skoring dari tiap komponen kritis. Skoring ini didasarkan dari apa yang telah dikemukakan dalam FAO (1999) tentang indikator kinerja perikanan. Penilaian komponen-komponen indikator (Tabel 25) selanjutnya ditawarkan ke perusahaan-perusahaan perikanan yang ada di Sulawesi Utara. Komponen-komponen inilah yang menjadi penentu keberadaan kinerja perusahaan tuna terpadu yang ada di Sulawesi Utara.
104
Tabel 25 Skoring untuk analisis kinerja perusahaan perikanan tuna terpadu No
Komponen indikator
Tingkat sensitivitas
Skoring
Baik
Buruk
Catatan
1
Pendapatan
Kritis
0
2
2
0
<50% (0);50-80% (1); >80% (2) dari pendapatan total keluarga
2
Komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan
Kritis
0
2
2
0
Hampir tidak ada (0); beberapa (1); banyak (2)
3
Kelancaran komunikasi
Kritis
0
2
2
0
4
Ketersediaan listrik
Kritis
0
2
2
0
5
Ketersediaan air untuk industri
Kritis
0
2
2
0
6
Tingkat pendidikan
Kritis
0
2
2
0
7 8 9
Risiko kecelakaan Penggunaan teknologi Pelatihan ABK Penggunaan hasil-hasil penelitian Sistem program appraisal
Kritis Kritis Kritis
0 0 0
1 1 1
1 1 1
0 0 0
Tidak lancar (0); lancar (1); sangat lancar (2) Tidak tersedia (0); sering padam (1);lancar (2) Tidak tersedia (0); kurang lancar (1);lancar (2) di bawah rata-rata (0); sama (1); di atas (2) rendah (1); tinggi (0) ada (1); tidak ada (0) ada (1); tidak ada (0)
Kritis
0
1
1
0
ada (1); tidak ada (0)
Kritis
0
1
1
0
Kritis
0
2
2
0
ada (1); tidak ada (0) (2) di bawah TAC; (1) sama dengan TAC (0) Melampaui TAC
Kritis
0
1
1
0
ada (1); tidak (0)
Kritis
0
1
1
0
ada (1); tidak (0) IRR >1 (2); IRR =1 (1); IRR <1 (0) Terpenuhi (1); tidak terpenuhi (0) > UMR (2); = UMR (1); < UMR (0)
10 11 12
Total allowable catch (TAC)
14
Pengelolaan limbah dari proses produksi Pengembangan investasi
15
Internal rate of return
Kritis
0
2
2
0
16
Tingkat kesejahteraan karyawan
Kritis
0
1
1
0
17
Pendapatan karyawan
Kritis
0
2
2
0
13
Komponen indikator menguraikan unsur-unsur yang menjadi bagian yang akan dinilai dengan menggunakan skoring, sesuai dengan keadaan yang ada. Skoring berada pada rentang baik dan buruk. Tingkat sensitivitas menggambarkan keadaan unsur yang dinilai. Penilaian pada tingkat sensitivitas yang kritis menunjukkan bahwa unsur-unsur tersebut adalah unsur yang sangat menentukan dalam penilaian terhadap perusahaan ataupun usaha yang ada. Skoring yang diperoleh disesuaikan dengan catatan dari masing-masing unsur yang dinilai. Dalam penilaian ini terdapat penilaian langsung maupun tidak langsung. Penilaian langsung adalah penilaian yang berkaitan langsung dengan objek (perusahaan atau usaha) dalam hal ini adalah input terkontrol dan output yang diinginkan, sedangkan penilaian tidak langsung adalah penilaian yang didasarkan pada
105
keadaan yang berada di luar kemampuan perusahaan/usaha atau input tidak terkontrol dan output yang tidak diharapkan. Penilaian ini diuji-cobakan pada beberapa perusahaan perikanan yang berkedudukan di Bitung. Hasil penilaian dari 18 perusahaan perikanan terpadu yang ada di Sulawesi Utara disajikan pada Gambar 37, dengan nama-nama perusahaan disertai dengan komponen penilaian disajikan pada Lampiran 15.
Gambar 37 Hasil skoring indikator kinerja pada perusahaan perikanan yang ada di Sulawesi Utara Dalam Gambar 37, nilai AKPI (Augmented Key Performance Indicators) masing-masing perusahaan menunjukkan bahwa terdapat tiga kriteria kinerja perikanan, yaitu kinerja yang baik, kinerja cukup baik dan kinerja cukup. Kinerja yang baik dengan nilai AKPI lebih besar dari 75 ditemukan pada 2 perusahaan, 14 perusahaan mempunyai nilai AKPI pada rentang antara 60 hingga 75 dan 2 perusahaan mempunyai nilai AKPI yang kurang dari 60. Berdasarkan kriteria kinerja yang dikemukakan oleh Gonzales (2006) diketahui bahwa kinerja di bawah 10% berada sangat di bawah rata-rata, antara 10 hingga kurang dari 30% berada di bawah rata-rata, antara 10 hingga kurang dari 70% dinyatakan sebagai
106
kinerja yang rata-rata, antara 70 hingga kurang dari 90% dinyatakan berada di atas rata-rata dan kinerja 90 hingga 100% dinyatakan secara signifikan di atas rata-rata Dengan demikian, maka hanya dua perusahaan yang kinerjanya berada di atas rata-rata. Perusahaan Pathemang raya bergerak di bidang penangkapan tuna dengan menggunakan alat tangkap purse seine. Hasil tangkapannya dijual ke perusahaan Sinar Pure Food yang kemudian hasil tangkapan tuna tersebut dioleh menjadi produk ikan kaleng yang dijual ke pasar Eropa. Perusahaan Aneka Loka Indo Utama bergerak dalam bidang penangkapan dengan menggunakan alat tangkap longline yang mempunyai jumlah armada sebanyak 43 buah. Perusahaan ini telah lebih dari 20 tahun melakukan aktivitas penangkapan dengan longline di wilayah pengelolaan 716. Hasil tangkapannya dijual ke perusahaan Bitung Mina Utama. Perusahaan Bitung Mina Utama mengolah bahan baku tuna yang dibeli tersebut ke bentuk produk beku dan segar. Kemudian produk ini dijual ke pasar Taiwan, Jepang dan terakhir telah membuka jalur pemasaran ke Amerika Serikat.
5.3
Formulasi Indikator Kinerja Kunci Sebagai Standar Evaluasi Pembangunan Perikanan Tuna Terpadu Kinerja perikanan tuna di Sulawesi Utara adalah titik temu dari tiga pilar
indikator utama, yaitu
indikator pemerintah, indikator ekologi dan indikator
finansial (Gambar 38). Pilar pemerintah dan pilar finansial tergambar melalui tingkat kesejahteraan karyawan dan pendapatan. Pilar ekologi dan pemerintah tergambar melalui tingkat pendidikan dan sistem program appraisal. Pilar ekologi dan finansial tergambar dengan penggunaan teknologi dalam kegiatan perikanan tuna dan risiko kecelakaan. Indikator-indikator ini adalah indikator kritis yang didasarkan pada analisis SMART sensitivitas (Tabel 25).
107
Gambar 38 Pilar indikator kinerja perikanan tuna terpadu di Sulawesi Utara
Melalui pilar-pilar indikator ini dapat disusun formulasi kinerja perikanan tuna di Sulawesi Utara, seperti disajikan dalam Gambar 39. Dalam formulasi ini terdapat input terkontrol dan tidak terkontrol, proses produksi dan output yang diinginkan. Input terkontrol terdiri dari peningkatan pendidikan, pelatihan ABK, penggunaan teknologi/hasil-hasil penelitian dengan pendapatan karyawan yang lebih besar dari upah minimum regional (UMR) yang ditetapkan oleh pemerintah. Input tidak terkontrol adalah potensi tuna di wilayah pengelolaan perikanan 715 dan 716 yang masing-masing sebesar 102.820 ton per tahun dan 227.669 ton per tahun. Melalui proses produksi yang di tunjang dengan infrastruktur yaitu ketersediaan listrik, air dan komunikasi yang memadai serta didukung oleh rencana dan komitmen pemerintah dalam pengimplementasian kebijakan dan juga efektivitas penerapan hukum maka akan diperoleh output sebagai berikut: Pendapatan (US $ 111.631,15), nilai ekspor khusus ikan tuna fresh $ 2,96 per kg dan frozen tuna & 3,96 per kg, produksi di harapkan dapat mencapai 43 ton/bulan dengan nilai produksi Rp. 1.167.488.000,- / bulan, dimana
108
internal rate of return-nya lebih besar 1. Dari segi lingkungan, diharapkan produksi lebih kecil atau sama dengan TAC, yaitu WPP 715 sebesar 82.256 ton/tahun dan WPP 716 sebesar 182.132,2 ton/tahun. Apabila kondisi tersebut dapat tercapai maka tingkat kesejahteraan karyawan dapat tercapai yaitu bila pendapatan karyawan lebih besar dari UMR. Bila dalam proses produksi ini belum memenuhi kriteria maka dilakukan evaluasi hingga hasil yang diinginkan tercapai.
Tidak terkontrol Potensi sumberdaya tuna 3. 102.820 ton/thn (715) 1. (717) 4. 227.669 ton/thn (716) 2. (718)
I N V E S T A S Isedi
Komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan Kebijakan dan rencana pemerintah Efektivitas penerapan hukum
PROSES PRODUKSI
Pendapatan Perusahaan ($ 111.631,15) Nilai ekspor ( fresh $ 2,96 per kg tuna frozen $ 3,96) Produksi (43 ton/bln) Nilai produksi Rp. 1.167.488.000 /bln IRR (> 1)
Produksi ≤ TAC : 1. 82.256 ton/tahun (715) 2. 182,135,2 ton/tahun (716)
Terkontrol Peningkatan pendidikan karyawan Pelatihan ABK Penggunaan teknologi/hasil penelitian Pendapatan karyawan > UMR
Ketersediaan listrik Ketersediaan air Ketersediaan komunikasi
Tingkat kesejahteraan karyawan (tercapai) > UMR
Rp. 845.000
EVALUASI Pelatihan ABK Penggunaan teknologi
Gambar 39 Hasil formulasi indikator dalam penilaian kinerja perusahan perikanan tuna terpadu tahun 2008
110 5.4
Pembahasan Indikator kinerja kunci perikanan tuna di tingkat nasional adalah
penggambaran kinerja yang dilakukan oleh pemerintah, baik tingkat pusat maupun tingkat daerah. Indikator tingkat sektor perikanan memberikan gambaran mengenai kemampuan kinerja dari instansi yang berkaitan langsung dengan kegiatan perikanan secara terpadu, tercakup di dalamnya upaya-upaya yang dilakukan untuk menunjang keberlanjutan kegiatan perikanan di masa yang akan datang. Indikator tingkat perusahaan memberikan gambaran tentang keadaan atau kondisi perusahaan dalam jangka panjang. Hal ini karena di tingkat perusahaan inilah terjadi interaksi langsung antara kebutuhan manusia dengan kebutuhan alam, dimana keduanya saling bertolak belakang. Indikator yang sangat berpengaruh pada kinerja tingkat nasional adalah kinerja pada indikator sosial disertai dengan indikator pemerintah dan ekologi. Indikator sosial terdiri dari kelancaran komunikasi, air dan ketersediaan listrik mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap indikator nasional yang berarti bahwa ketiga aspek ini merupakan hal penting dalam unsur penilaian. Dalam skoring ditetapkan dengan lancar atau tidak sebagai unsur penilaian. Kelancaran ketiga unsur ini akan memberi dampak yang besar dalam perkembangan industri perikanan terpadu. Listrik di Sulawesi Utara dipasok dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan tenaga diesel (PLTD). Kapasitas terpasang sebesar 191,88 MW dengan kemampuan daya sebesar 133,53 MW, dan ketersediaan air yang dipasok oleh PDAM, yaitu kapasitas terpasang 2.855 liter/detik sedangkan produksi air hanya sebesar 1.861 liter/detik. (Direktorat Pengembangan Potensi Daerah Badan Koordinasi Penanaman Modal 2008). Dari apa yang dikemukakan ini, maka indikator yang muncul dari ketidakseimbangan ini (minus 58,35 MW untuk listrik dan minus 994 liter/detik) adalah terjadinya pemadaman bergilir untuk menutupi kekurangan pasokan listrik dan ketersedian air yang kurang memadai menjadi hal yang penting bagi pemerintah dalam menetapkan rencana dan kebijakan pembangunan, khususnya untuk perikanan tuna. Hal ini berkaitan dengan komitmen
111 pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan di masa datang, yang merupakan indikator pemerintah. Komitmen pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan berupa penetapan peraturan perundangan yang ada harus dilaksanakan. Hal ini merupakan satu perwujudan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Bila komitmen ini kurang dilaksanakan maka untuk dapat mewujudkan pembangunan perikanan yang berkelanjutan akan sulit untuk tercapai. Komitmen ini berkaitan erat dengan kebijakan dan rencana pemerintah, efektivitas penerapan hukum dan unsur kelambagaan yang terbuka, transparan dan akuntabel. Dalam penilaian unsur indikator ini, hanya ditekankan apakah peraturan, kebijakan dan rencana dijalankan atau tidak oleh pemerintah . Indikator ekologi terdiri dari potensi sumberdaya, total allowable catch dan pengelolaan limbah dari proses produksi. Potensi tuna di Sulawesi Utara terdiri dari dua wilayah pengelolaan perikanan, yaitu wilayah pengelolaan perikanan 715 (Teluk Tomini dan Laut Maluku) dan 716 (Samudera Pasifik dan Laut Sulawesi) adalah masing-masing sebesar 102.820 ton per tahun dan 227.669 ton per tahun. Dengan demikian tangkapan yang diperbolehkan dalam setahun adalah masingmasing sebesar 82.256 ton per tahun dan 182.159,2 ton per tahun. Produktivitas per kapal perusahaan perikanan tangkap yang beroperasi di wilayah 715 dan 716 memperlihatkan rata-rata produktivitas tiap kapal sebesar 6.427,435 kg/tahun. Pengelolaan limbah dari proses produksi merupakan satu hal yang penting, karena masyarakat sekarang hidup dalam kondisi yang dipenuhi beragam informasi dari berbagai bidang, serta dibekali kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pola seperti ini mendorong terbentuknya cara berpikir, gaya hidup dan tuntutan masyarakat yang lebih tajam. Berbagai wacana sedang dikembangkan saat ini untuk mendukung pelestarian lingkungan dan perlindungan iklim. Salah satu wacana yang sedang didiskusikan banyak pihak adalah kewajiban perusahaan untuk memaparkan kepada publik proses-proses produksi yang berpotensi mencemari lingkungan. Selama ini “keberhasilan” suatu perusahaan, dinilai berdasarkan indikator keuangan perusahaan itu. Kalau likuiditas keuangan suatu perusahaan dinilai baik, maka perusahaan itu dianggap perusahaan yang sehat. Publik sudah
112 menggunakan indikator keuangan seperti itu sejak lama. Sistim pendukung indikator keuangan sudah melembaga dan mapan. Sehingga secara internasional, kinerja keuangan suatu perusahaan dijadikan dasar bagi penilaiannya, bahkan untuk mendapatkan tambahan investasi. Analogi indikator keuangan seperti itulah yang perlu diterapkan dalam bidang lingkungan. Suatu perusahaan yang sehat dinilai tidak hanya berdasarkan indikator keuangan, tetapi juga dengan indikator lingkungan dan perlindungan iklim. Mengapa indikator lingkungan dan perlindungan iklim menjadi penting, karena kerusakan lingkungan dan perubahan iklim sudah menunjukkan tanda-tanda yang sangat parah. Secara sistematis, kondisi lingkungan merosot dalam skala global, iklim juga berubah secara tak terduga. Perubahan secara sistematis itu adalah fakta temuan para ahli. Agar bumi tidak hancur dalam skala yang mengerikan, maka diperlukan upaya bersama. Salah satu mekanisme penanggulangan dan pencegahan adalah dengan menerapkan indikator lingkungan dan perubahan iklim sebagai sebuah ―mandatory regulation―. Ada keharusan untuk menjelaskan kepada publik tentang proses produksi. Dengan laporan kepada publik itu, maka akan terhindar praktek-praktek pencemaran yang selama ini terjadi. Mandatory regulation mengharuskan sebuah perusahaan menyusun ―neraca ekologi” dari perusahaan dimaksud. Melalui program CSR (Corporate Social Responsibility), perusahaan diharuskan menyusun ―mandatory report‖ tentang proses produksi, sehingga publik dapat mengetahui kalau terjadi kemungkinan pencemaran lingkungan. Indikator kinerja kunci perikanan tuna di tingkat sektor perikanan terdiri dari indikator ekonomi, sosial, ekologi dan finansial. Indikator ekonomi terdiri dari pendapatan, nilai ekspor, produksi dan nilai produksi.
Pendapatan di tingkat sektor perikanan menurut persepsi pelaku
perikanan bahwa terjadi peningkatan meskipun tidak terlalu besar. Upah minimum regional untuk wilayah Luar Jawa dan Bali ditetapkan sebesar Rp. 1.166.900, sedangkan berdasarkan data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans 2009) bahwa upah minimum regional yang berlaku di Sulawesi Utara adalah sebesar Rp. 845.000,- Berdasarkan persepsi terhadap pendapatan menyatakan bahwa sebesar 50% pendapatan meningkat dan 27,78% menyatakan
113 bahwa pendapatan tidak berubah, maka hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar perusahaan perikanan di Sulawesi Utara cenderung memberikan upah bagi pekerjanya secara layak, dan hanya sebagian kecil yang memberikan upah yang tidak begitu layak. Hal ini menunjukkan salah satu indikator bahwa adanya trend investasi di bidang perikanan yang tetap berjalan dengan baik. Perkembangan investasi diindikasikan dengan produksi dan nilai produksi tuna. Produksi tuna di wilayah Sulawesi Utara- melingkupi wilayah pengelolaan perikanan 715 dan 716 masing-masing sebesar 38.080 ton/tahun dan 52.681 ton/tahun dengan harga tuna segar US$. 2,96 tiap kilogram atau setara dengan Rp. 28.700,- (kurs US$ 1 = Rp 9700), maka nilai produksi dalam setahun masing-masing sebesar Rp. 1,1 triliun dan Rp. 1,5 triliun. Nilai ekspor produk perikanan khususnya tuna Indonesia ke Timur Tengah dan Eropah Timur meningkat. Menurut Direktur Pemasaran Luar Negeri Departemen Kelautan dan Perikanan bahwa nilai ekspor ke Eropah bagian Timur dan Timur Tengah hingga semester I tahun 2009 mencapai 17 juta dolar AS atau naik 150% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008. Selanjutnya disebutkan bahwa produk tuna Indonesia dikenal bermutu baik dan yang perlu diperbaiki adalah daya saing industrinya dan ketersediaan bahan baku. Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi penangkapan dan riset pasar. Selain itu jaringan pasar antara produsen dan industri pengolahan perlu diperkuat (Kompas 14 November 2009). Indikator sosial utama di tingkat sektor perikanan terdiri dari risiko kecelakaan dan tingkat pendidikan. Sumberdaya manusia diindikasikan dengan tingkat pendidikan. Sebagian besar perusahaan perikanan dan stakeholder menyatakan bahwa tingkat pendidikan berada di atas rata-rata. Rendahnya pendidikan merupakan suatu penghambat terhadap inisiatif yang diambil oleh nelayan dalam mengisi waktu mereka di luar proses produksi. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa waktu kerja nelayan lebih lama dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Risiko kecelakaan di bidang perikanan tangkap telah menjadi satu isu penting dalam pengembangan perikanan pada umumnya. Isu ini telah dikemukakan dalam FAO (2000), bahwa bidang pekerjaan yang paling berisiko adalah usaha yang bekerja di laut. Dengan kata lain pekerjaan di laut merupakan pekerjaan yang
114 penuh dengan tantangan, yaitu dua hal selalu menjadi keputusan bagi individu yang bekerja di laut, pulang dengan selamat atau tidak pulang sama sekali. Indikator ekologi tingkat sektor perikanan terdiri dari komposisi tangkapan dan produktivitas per kapal. Komposisi tangkapan tuna mengacu pada Tabel 5, tergambar bahwa ikan yang dominan tertangkap adalah Cakalang (Katsuwonus pelamis) sebesar 49,77%, Euthynnus affinis sebesar 24,62%, Thunnus albacares sebesar 16,07%, dan sisanya terdiri dari T. obesus, Scomberomorus sp dan T. alalunga. Produktivitas per kapal yang terdata dari hasil tangkapan per trip kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya ke perusahaan ditunjukkan
2004
2005
Ag us tu s Se pt em be r O kt ob er No pe m be r De se m be r
Ju li
Ju ni
ei M
Ap ril
M
Ja nu a
ar et
22500 20000 17500 15000 12500 10000 7500 5000 2500 0
ri Pe br ua ri
kg tangkapan per kapal
pada Gambar 40.
2006
2007
2008
Gambar 40 Produktivitas per kapal yang mendaratkan hasil tangkapan tuna (Sumber: PT. Bitung Mina Utama) Produktivitas per kapal dari hasil laporan Perusahaan Bitung Mina Utama tersebut adalah sebesar 5927,759 + 1225,082 kg per trip, dengan tangkapan maksimum sebesar 8909,525 kg dan tangkapan minimum sebesar 4439,64 kg per trip. Indikator keberhasilan dari perikanan tuna terpadu adalah produktivitas per kapal, yang berarti semakin tinggi produktivitas, semakin besar laju eksploitasi dan akan semakin besar profit yang dihasilkan, akan tetapi dibatasi dengan komposisi tangkapan. Dengan kata lain profit yang diperoleh dari segi ekonomi harus dimbangi dengan profit bagi lingkungan. Karena komposisi tangkapan berkaitan dengan spesies non target, sehingga tangkapan yang bukan target biasanya akan
115 dibuang (discard). Nelayan yang menggunakan alat tangkap handline di wilayah Laut Maluku untuk tujuan penangkapan ikan tuna, hasil tangkapan yang dalam satu trip penangkapan adalah sebanyak 86 ekor dengan kisaran berat tangkapan disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Jumlah dan kisaran tangkapan Tuna di wilayah Laut Maluku Kisaran Berat Tangkapan
Jumlah tangkapan
(kg)
(ekor)
< 10
5
10 < x < 15
26
15 < x < 20
15
20 < x < 25
18
25 < x < 30
5
> 30
17
Sumber: Dalengkade (2008) Hasil ini menunjukkan bahwa produktivitas per kapal dalam satu trip adalah sebesar 1.690 kg. dengan panjang hari dalam satu trip adalah 14 hari. Bila dihitung dalam setahun, maka produktivitas nelayan pancing tuna adalah sebesar 33.800 kg tiap tahun atau sebesar 0,041 persen dari TAC WPP 715. Indikator kinerja perikanan tuna tingkat perusahaan terdiri dari indikator process, indikator outcome dan indikator output. Indikator process terdiri dari sistem program appraisal, penggunaan hasilhasil penelitian, pelatihan ABK dan penggunaan teknologi. Keberhasilan perusahaan dalam mengembangkan usahanya tidak terlepas dari penggunaan teknologi dalam proses menghasilkan produksi. Selain itu pelatihan terhadap ABK dalam penggunaan teknologi juga diperlukan agar peralatan yang ada dapat bertahan dengan baik dalam jangka waktu yang lama. Hal lain yang perlu dilakukan oleh perusahaan perikanan adalah penggunaan hasil-hasil penelitian dalam upaya untuk memaksimalkan usaha yang dilakukan dan juga dalam menentukan kebijakan perusahan dalam mencapai kemajuan yang diinginkan.
116 Indikator outcome terdiri dari Internal rate of return (IRR) dan pengembangan investasi. Pengembangan investasi akan dapat dilakukan jika nilai IRR > 1 yang berarti bahwa perusahaan mempunyai jumlah pendapatan yang lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Umumnya masalah yang dihadapi para pengusaha adalah keterbatasan modal dan keterlibatan sumberdaya dalam melihat prospek usaha yang dikembangkan (pengembangan investasi). Dari segi finansial, pemerintah umumnya menitikberatkan pada penilaian social benefit (profit per tenaga kerja)
dari pada financial benefit dan sebaliknya investor swasta lebih
menekankan pada financial benefit (ROA) dari pada social benefit. Dari pandangan social benefit, manfaatnya lebih luas yaitu terbukanya kesempatan kerja, bertambahnya pendapatan regional, bertambahnya sarana dan prasarana produksi, terbukanya daerah dari keterbelakangan, terjadinya perubahan pendidikan masyarakat, perubahan pola pikir masyarakat, meningkatnya disiplin masyarakat, dan timbulnya industri hilir. Meskipun kurang memberi manfaat dari segi financial benefit tetapi oleh pemerintah usaha tersebut dianggap layak. Sebaliknya jika dilihat dari segi investor swasta (perorangan), kendatipun tujuan utama adalah financial benefit, tetapi bersifat social benefit yang membantu tugas-tugas pemerintah baik dalam penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan, dan perubahan pola kerja/pola pikir masyarakat. Dengan demikian keberhasilan pembangunan perikanan tangkap terpadu tingkat nasional sangat bergantung pada partisipasi stakeholder dalam kegiatan pembangunan. Indikator output terdiri dari pendapatan karyawan dan tingkat kesejahteraan karyawan. Tingkat kesejahteraan karyawan berkaitan erat dengan tingkat pendapatan karyawan.
Hal mendasar dan menjadi perhatian utama dari setiap
pengembangan model sumberdaya alam adalah besaran dampak kesejahteraan yang ditimbulkan dari ekstraksi dan depresiasi sumberdaya alam itu sendiri. Pengukuran kesejahteraan didasarkan dari manfaat sosial yang dihasilkan dari sumberdaya alam. Manfaat sosial berkaitan dengan pandapatan karyawan dan nilai penjualan perusahaan.
117 Produksi adalah proses menghasilkan produk atau pembuatan barang dalam jumlah besar, umumnya dengan menggunakan mesin, baik yang berupa produksi kembali produk lama maupun produk lama yang coraknya telah diberi variasi. Dalam proses produksi ini terdapat biaya produksi yang turut mempengaruhi produk yang dihasilkan. Hasil penilaian yang dilakukan terhadap delapan belas perusahaan perikanan yang berada di Sulawesi Utara dalam hal ini yang berada di Kota Bitung (Gambar 37) menunjukkan bahwa ada dua perusahaan yang berada pada kriteria kinerja yang baik dan 16 perusahaan dikategorikan ke dalam kriteria kinerja cukup. Hal ini berarti bahwa semua perusahaan yang ada di Sulawesi Utara telah mempunyai kinerja yang telah cukup baik. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kinerja dapat menentukan kelangsungan perusahaan dalam berkompetisi di dunia bisnis. Nilai AKPI yang lebih besar 75 menggambarkan bahwa perusahaan telah mancapai tingkat keberhasilan kinerja yang lebih besar dari 75% yang berarti bahwa sebagian besar kinerja perusahaan perikanan telah mengarah pada kepedulian terhadap keberlangsungan sumberdaya (dimensi ekologi) dan kehidupan pekerja (dimensi sosial). Dari 16 perusahaan yang mempunyai nilai cukup, hanya satu perusahaan yang nilai AKPI-nya sebesar 51, yang berarti bahwa masih terdapat kekurangan dalam kinerja perusahaan sehingga bila tidak memperbaiki kinerja perusahaan, maka lambat laun perusahaan ini akan kalah bersaing dan akan mendekati satu kondisi yang mengarah pada penutupan usaha. Komponen indikator kinerja yang kritis dalam Tabel 19, selanjutnya disusun menjadi satu formulasi pembangunan perikanan tuna terpadu di Sulawesi Utara yang terdiri dari input, proses produksi dan output serta pengembangan investasi. Komponen input terdiri dari ketersediaan listrik, air untuk industri, tingkat pendidikan dan penggunaan teknologi sebagai input terkontrol, sedangkan input tidak terkontrol adalah potensi sumberdaya tuna. Dalam proses produksi terlibat dua unsur stakeholder, yaitu unsur pemerintah dan unsur dari perusahaan perikanan tangkap tuna. Unsur pemerintah tercakup dalam komponen komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan, kelancaran komunikasi, kebijakan dan rencana pemerintah dan efektivitas
118 penerapan hukum. Dari unsur perusahaan tercakup proses pengelolaan limbah, risiko kecelakaan, penggunaan hasil-hasil penelitian dan sistem program appraisal. Dalam proses produksi ini telah berkembang wacana yang mengarah pada sertifikasi setiap produk yang dihasilkan. Sertifikasi ini berkaitan dengan perhatian para produsen tentang keberlanjutan lingkungan dengan menggunakan cara-cara pemanfaatan lingkungan yang ramah lingkungan (ecolabelling) dan tidak membahayakan hewan-hewan yang dilindungi (catch documentation scheme). Persaingan pasar akan sangat tergantung pada kemampuan pelaku perikanan tuna mengikuti setiap acuan-acuan global yang ada. Ini dapat tercapai melalui kerjasama antara pemerintah dan pelaku perikanan dalam sistem program appraisal, pelatihan bagi ABK serta pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan keberlanjutan lingkungan. Output terdiri dari unsur perusahaan, karyawan dan sumberdaya. Output bagi perusahaan terdiri dari pendapatan, nilai ekspor, produksi, nilai produksi dan IRR. Unsur karyawan terdiri dari pendapatan karyawan dan tingkat kesejahteraan. Sedangkan unsur output dari alam adalah TAC. Semua output yang diinginkan akan dapat tercapai bila elemen-elemen memenuhi kriteria kinerja yang ada. Bila formulasi ini belum memenuhi kriteria indikator yang diinginkan, maka perlu untuk dilakukan evaluasi lanjut. Tingkat kesejahteraan karyawan secara langsung sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan karyawan. Tingkat pendapatan ditetapkan oleh pemerintah melalui upah minimum regional (UMR) dan juga oleh keuntungan yang diperoleh dari perusahaan. Keberlangsungan ekologi sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir, serta program apparisal yang didukung oleh pemerintah untuk memberikan pengetahuan bagi masyarakat setempat dalam upaya mengelola sumberdaya pesisir. Penggunaan teknologi yang modern akan memperluas jangkauan lokasi penangkapan dengan alat tangkap. Dengan semakin luas wilayah penangkapan, maka akan terjadi benturan kepentingan antara kebutuhan finansial dan kebutuhan ekologi. Oleh sebab itu untuk menyeimbangkan kebutuhan finansial (mendapatkan
119 untung sebesar-besarnya) dengan kebutuhan ekologi (kelangsungan sumberdaya), maka
penggunaan
teknologi
harus
mempertimbangkan
keberlangsungan sumberdaya melalui pengelolaan yang bijaksana.
aspek-aspek