38
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahulan bertujuan mempelajari karakter fisik dan kimia bahan baku, dan mencari formula yang menghasilkan ikan teri nasi setengah kering terbaik dengan menggunakan uji hedonik. Hasil yang diperoleh kemudian dilanjutkan dengan analisis pengambilan keputusan menggunakan metode Bayes. 5.1.1 Rendemen Ikan Teri Nasi Setengah Kering Perhitungan rendemen atau hasil akhir produk bertujuan untuk memperkirakan bobot akhir produk (kering) dari jumlah bobot awal. Rendemen juga dapat digunakan sebagai data penyusutan berat produk. Penyusutan bobot ikan teri nasi dapat dilihat pada Gambar 19.
Rendemen (%)
50 45,23
45 40
35,21 34,58
35
36,94
35,44
30 0
1
2
3 4 5 Kosentrasi garam (%)
6
7
Gambar 19 Grafik rendemen ikan teri nasi setengah kering Hasil perhitungan penyusutan secara umum menunjukkan bahwa semakin tinggi kosentrasi garam yang ditambahkan maka bobot produk juga akan semakin bertambah. Hal ini diduga karena adanya penambahan partikel garam. Selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan kosentrasi (Adawyah 2008). Cairan tersebut dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam pun masuk ke dalam tubuh ikan (Adawyah 2008). Penambahan garam 2% menunjukkan hasil yang berbeda. Rendemen produk naik menjadi 45,23 %. Pada kosentrasi garam rendah, jaringan daging membengkak akibat absorpsi air. Terdapat kosentrasi garam kritis, yaitu pada
39
kosentrasi di bawahnya terjadi absorpsi dan pembengkakan, serta pada kosentrasi diatasnya terjadi pelepasan atau kehilangan air serta denaturasi protein mulai terjadi (Irianto 2009). Sehingga pada saat tertentu garam yang bersifat higroskopis akan menarik air dari lingkungan pada saat penjenuhan air. Irianto (2009) menyebutkan bahwa penggaraman terdiri dari penjenuhan air dalam ikan dengan garam. Semua bagian utama dari ikan termasuk tulang, mengandung air yang berperan sebagai medium dari protein untuk pembengkakan atau pelarutan. Pada tahap tertentu berat produk bisa bertambah. Diduga hal ini disebabkan oleh adanya gradien kosentrasi yang berbeda pada otot ikan selama proses perendaman (Nguyen et al. 2011). Kosentrasi garam pada bagian dalam (inner part pada fish muscle) masih rendah pada tahapan salting out. Akan tetapi, otot ikan akan mengembang kembali (swell) sehingga bobot bertambah. Perendaman dalam air juga memberikan beberapa pengaruh yang lebih baik daripada penggaraman kering yaitu waktu yang lebih cepat dan bobot produk menjadi lebih tinggi dan mempercepat proses pengeluaran air dari daging ikan (Nguyen et al. 2011). 5.1.2 Uji Hedonik Ikan teri nasi setengah kering selanjutnya dilakukan uji organoleptik. Dalam penelitian pendahuluan terdapat lima parameter yang diukur yaitu penampakan, bau, rasa, warna dan tekstur. Histogram pada Gambar 20 menunjukkan rataan hasil uji hedonik dari ikan teri nasi setengah kering dengan skala hedonik 1-9. Daya penerimaan panelis terhadap parameter penampakan yang tertinggi adalah pada perlakuan penambahan kosentrasi garam 3% sebesar 6,3. Daya penerimaan panelis terhadap warna dengan rataan skor tertinggi pada perlakuan garam 3% dan komersial sebesar 6,2 dan 6,1. Daya penerimaan panelis terhadap parameter rasa tertinggi adalah pada perlakuan penambahan garam 3% dan 4% sebesar 6,8 dan 6,4. Nilai tekstur tertinggi pada perlakuan penambahan garam 3% sebesar 6,13. Foto-foto produk pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Nilai Rata-rata skor uji hedonik
40
8 7 6 5 4 3 2 1 0 2%
3%
4%
5%
6%
kontrol komersial
kosentrasi garam penampakan
warna
rasa
tesktur
bau
Gambar 20 Histogram nilai organoleptik ikan teri nasi setengah kering 5.1.2.1 Penampakan Penerimaan konsumen terhadap suatu makanan diantaranya dipengaruhi oleh status sosial dan mutu makanan menurut keyakinannya. Penampakan pangan merupakan faktor terpenting yang berpengaruh, karena faktor inilah yang pertama kali dilihat. Faktor-faktor selanjutnya adalah warna, kemudian aroma, rasa dan tekstur makanan tersebut (Muchtadi 2008). Berdasarkan hasil uji kesukaan yang dilakukan panelis terhadap ikan teri nasi setengah kering diketahui bahwa nilai kesukaan terhadap nilai penampakan mempunyai kisaran nilai 4,5 sampai 6,2 (Gambar 21). Penampakan ikan teri nasi setengah kering yang paling disukai panelis yaitu ikan teri nasi dengan penambahan garam 3%, dimana ikan tersebut mempunyai penampakan yang menarik dengan bentuk utuh, bersih, dan seragam. Hasil uji Chi-square (Lampiran 4a) menunjukkan bahwa penggunaan garam sebagai bahan tambahan memberikan pengaruh yang nyata terhadap penampakan ikan teri nasi setengah kering. Hal ini diperkuat dengan uji lanjut Duncan (Lampiran 4b) yang menunjukkan adanya perbedaan nyata antara ikan dengan penambahan garam 2% dibandingkan dengan penambahan garam 3%. Penampakan pada ikan teri nasi setengah kering dipengaruhi oleh kosentrasi garam yang ditambahkan, air laut, dan proses perebusan yang dilakukan. Kosentrasi garam yang tepat akan mempengaruhi penampakan produk. Sinar matahari selama proses penjemuran juga akan mempengaruhi penampakan. Penampakan yang disukai panelis adalah ikan teri nasi setengah kering dengan
41
penampakan utuh, bersih, seragam dan berwarna putih cemerlang. Pada penambahan kosentrasi garam 2%
menghasilkan penampakan yang kurang
disukai panelis yaitu kotor, tidak seragam dan kusam. Proses penggaraman berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi, tetapi proses proses lain termasuk pembusukan juga berjalan lebih cepat. Daya awet ikan yang digarami beragam tergantung jumlah garam yang dipakai. Semakin banyak garam yang dipakai semakin panjang daya awet ikan, akan tetapi pada umumnya orang kurang suka ikan yang sangat asin (Adawyah 2008). Garam yang digunakan berperan sebagi pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan pemanasan mematikan sebagian besar bakteri pada ikan, terutama bakteri pembusuk dan patogen. Selain itu, pemanasan dengan kadar garam tinggi menyebabkan tekstur ikan berubah menjadi lebih kompak. Ikan teri nasi setengah kering menjadi lebih lezat dan lebih awet (Adawyah 2008). Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses pemindahan uap air. Apabila kelembaban udara tinggi, maka perbedaan tekanan uap air di dalam dan di luar bahan menjadi kecil sehingga menghambat pemindahan uap air dari dalam bahan keluar. Kemampuan bahan untuk melepasakan air dari permukaan akan semakin besar dengan meningkatnya suhu udara pengering yang digunakan. Peningkatan suhu juga menyebabkan kecilnya jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air bahan (Adawyah 2008). Proses pengeringan dapat meningkatkan daya awet ikan karena dapat disimpan cukup lama dan dalam keadaan layak sebagai makanan manusia. Penggaraman yang dilakukan pada sebelum atau saat perebusan dimaksudkan untuk menarik air dari permukaan ikan. Selama pengeringan juga terjadi perubahan antara lain warna, tekstur dan aroma. Meskipun perubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan cara memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan dikeringkan. Pada umumnya ikan yang dikeringkan akan berubah warna menjadi coklat. Perubahan warna tersebut dikarenakan reaksi browning. Reaksi browning nonenzimatis pada ikan yang paling sering terjadi adalah reaksi antara asam organik dengan gula pereduksi, serta antara asam asam amino dengan gula pereduksi yang disebut reaksi mailard.
42
Reaksi antara asam-asam amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung di dalamnya (Adawyah 2008).
Nilai rata rata penampakan
7
c
bc
6 5
bc b
bc
5%
6%
a
4 3 2 1 0 2%
3%
4%
kontrol komersial
Kosentrasi garam
Gambar 21 Histogram nilai penampakan ikan teri nasi setengah kering 5.1.2.2 Bau (Aroma) Aroma suatu produk sangat berpengaruh terhadap selera konsumen, yang berkaitan dengan indra penciuman yang menimbulkan keinginan atau hasrat untuk mengkonsumsinya. Aroma yang enak akan menggugah selera, sedangkan aroma yang tidak enak akan menurunkan selera konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut. Berdasarkan hasil uji kesukaan (hedonik) diketahui bahwa nilai aroma ikan teri nasi setengah kering dengan kosentrasi 2-6% berkisar antara 5,3 sampai 6, 3 (Gambar 22). Nilai aroma ikan teri nasi setengah kering tertinggi yaitu pada perlakuan penambahan garam dengan kosentrasi 4% dan nilai terendah pada penambahan kosentrasi 2%. Hasil uji Chi-square (Lampiran 4a) menunjukkan bahwa penambahan garam memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada aroma produk. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4d) menunjukkan bahwa ikan teri nasi setengah kering dengan kosentrasi garam 2% menunjukkan aroma yang berbeda dengan garam 4%. Akan tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan penambahan garam 3%, 5%, 6% dan komersial. Aroma yang tidak disukai panelis adalah ikan teri nasi dengan bau apek dan tengik. Aroma tengik pada ikan teri nasi setengah kering dapat disebabkan karena kandungan lemak dalam daging ikan. Dalam proses penjemuran, lemak dapat teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau (Winarno 1997). Semakin tinggi garam yang ditambahkan, maka semakin baik aromanya. Hal ini diduga karena kecepatan timbulnya
43
ketengikan, dapat dicegah dengan penggunaan gula atau garam yang tinggi pada bahan makanan (Winarno 1997).
Nilai rata-rata aroma
7 6
bc
c abc
ab
a
ab
5 4 3 2 1 2%
3% 4% 5% 6% kosentrasi penambahan garam
kontrol komersial
Gambar 22 Histogram nilai aroma ikan teri nasi setengah kering 5.1.2.3 Rasa Berdasarkan hasil uji kesukaan (hedonik) diketahui bahwa nilai rasa ikan teri nasi setengah kering dengan kosentrasi 2-6% berkisar antara 5,4 sampai 6,8 (Gambar 23). Nilai rasa ikan teri nasi setengah kering yang paling disukai panelis yaitu dengan penggunaan garam 3%, dan nilai terendah pada komersial (produk UKM) sebesar 5,4. Ikan teri nasi setengah kering dengan penggunaan garam 3% menghasilkan ikan dengan rasa yang enak, gurih dan tidak asin. Penggunaan garam lebih dari 3% menimbulkan rasa asin yang berlebihan, amis dan kurang disukai. Hasil uji Chi-square (Lampiran 4a) menunjukkan bahwa ikan dengan penggunaan garam 3% berbeda nyata dengan perlakuan garam 5% dan komersial. Semakin tinggi kosentrasi garam yang digunkan, maka produk akan terasa lebih asin. Menurut Charles dan Mankoo (2005), garam berfungsi sangat penting dalam mengekstraksi protein miofibril yang berbentuk struktur 3 dimensi ketika proses pemasakan dengan panas. Garam digunakan sebagai penyedap rasa. Namun dalam kosentrasi yang tinggi akan memperburuk rasa produk. Garam juga dapat mempengaruhi tekanan uap dari berbagai komponen rasa, dengan memaksa komponen rasa tersebut keluar dari larutan dan akan mempengaruhi profil rasa produk.
44
8 c
Nilai rata- rata rasa
7 6
bc
ab
b
bc a
5 4 3 2 1 0 2%
3% 4% 5% 6% kosentrasi penambahan garam
kontrol komersial
Gambar 23 Histogram nilai rasa ikan teri nasi setengah kering 5.1.2.4 Warna Warna dalam makanan sangat penting karena berpengaruh terhadap penampakan sehingga meningkatkan daya tarik dan memberi informasi yang lebih kepada konsumen tentang karakteristik makanan (Counsell 1991). Berdasarkan uji kesukaan yang dilakukan panelis, ikan teri nasi setengah kering yang diujikan mempunyai kisaran nilai warna
terendah (4,8) pada perlakuaan penambahan
garam 2% dan tertinggi (6,2) pada perlakuan penambahan garam 3% (Gambar 24). Semakin tinggi kosentrasi garam yang ditambahkan maka semakin menurun tingkat kesukaan warnanya. Hasil uji Chi-square (Lampiran 4a) menunjukkan bahwa ikan dengan penggunaan garam 2% berbeda dengan kosentrasi lainnya (3%, 4%, 5%, 6% dan komersial) akan tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini disebabkan garam tidak menjadi faktor penting pembentukan warna pada ikan teri nasi setengah kering. Penanganan yang bersih, cepat dan menggunakan rantai dingin dalam proses pengolahannya merupakan faktor yang sangat penting untuk menjaga kualitas produk. Ikan teri nasi setengah kering dengan penambahan garam 3% mempunyai warna yang putih dan cukup cemerlang. Ikan teri nasi dengan penambahan garam lebih dari 3% mempunyai warna tidak seragam dan kusam. Pada produk komersial (UKM) warna ikan teri nasi setengah kering menjadi lebih putih. Penambahan garam yang tinggi sebagai bahan tambahan makanan dapat mencegah laju raksi oksidasi (Winanro 2008). Pada kosentrasi garam yang tinggi (25-50%) warna ikan teri nasi setengah kering menjadi lebih
45
putih dari kosentrasi garam yang rendah (2-6%). Reaksi oksidasi pada ikan teri nasi setengah kering ditandai dengin berubahnya warna ikan menjadi kekuningan.
7
b
Nilai rata-rata warna
6 5
b
b
b
b
a
4 3 2 1 0 2%
3% 4% 5% 6% Kosentrasi penambahan garam
kontrol komersial
Gambar 24 Histogram nilai warna ikan teri nasi setengah kering 5.1.2.5 Tekstur Teksur adalah suatu sifat karakteristik kelenturan dari produk yang berbentuk padat. Berdasarkan hasil uji kesukaan (hedonik) diketahui bahwa nilai tekstur ikan teri nasi setengah kering dengan kosentrasi 2-6% berkisar antara 5,5 sampai 6,1. Nilai tekstur tertinggi pada perlakuan penambahan garam 3% dan nilai terendah pada penambahan garam 2%. Hasil uji tekstur dapat dilihat pada Gambar 25. Hasil uji Chi-square (Lampiran 4a) menunjukkan bahwa penggunaan garam tidak memberikan pengaruh yang nyata pada tekstur
ikan teri nasi
setengah kering. Hal ini diduga jumlah garam yang digunakan untuk masing masing perlakuan tidak berbeda jauh. Selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan (Adawyah 2008). Partikel tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi tekstur ikan. Ikan teri nasi setengah kering dengan penambahan garam 3% mempunyai tekstur yang padat, cukup liat dan kompak. Semakin tinggi kosentrasi garam yang digunakan maka nilai kesukaan panelis cenderung menurun. Ikan teri nasi dengan penambahan garam lebih dari 3% mempunyai tekstur yang agak rapuh dan kurang kompak.
46
Nilai rata -rata tekstur
7 6
a a
a
a
a
a
5 4 3 2 1 2%
3% 4% 5% 6% komersial kontrol Kosentrasi penambahan garam
Gambar 25 Histogram nilai tekstur ikan teri nasi setengah kering 5.1.3 Penentuan Formula Terbaik dengan Metode Bayes Berdasarkan Hasil Uji Hedonik Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif, dengan tujuan menghasilkan kesimpulan yang optimal. Untuk menghasilkan keputusan yang optimal perlu dipertimbangkan berbagai kriteria (Marimin 2005). Sebelum dilakukan analisis menggunakan metode Bayes, terlebih dulu dilakukan perangkingan terhadap beberapa parameter yang diamati berdasarkan indeks kepentingannya menurut panelis dan pendapat ahli. Parameter yang paling dianggap penting pada ikan teri nasi setengah kering secara berturut turut yaitu rasa, penampakan, warna, bau dan tekstur. Hasil analisis dengan metode Bayes dapat dilihat pada Tabel 4 dan data yang lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode Bayes, diketahui bahwa ikan teri nasi setengah kering dengan penambahan garam 3% adalah yang terbaik (peringkat pertama) dengan nilai 5,88. Ikan teri nasi setengah kering dengan penambahan garam 3% baik berdasarkan hasil uji hedonik yang mempunyai korelasi positif. Hasil uji hedonik terhadap ikan teri nasi setengah kering dengan penambahan garam 3% menunjukkan bahwa rasa dan penampakan mempunyai nilai organoleptik tertinggi. Hasil analisis dengan metode Bayes bahwa nilai tertinggi (5,88) adalah ikan teri nasi setengah kering dengan penambahan garam 3% menghasilkan
47
respon terbaik. Ikan teri nasi setengah kering terbaik berdasarkan hasil uji Bayes digunakan sebagai acuan dalam penelitian utama. Tabel 4 Hasil analisis dengan metode Bayes Parameter Rasa Penampakan Warna Bau Tekstur Total Nilai Rangking
2% 2 1 1 1 1 1,31 6
3% 6 6 6 5 6 5,88 1
Kosentrasi garam 4% 5% 6% 5 3 4 5 2 3 4 2 3 6 4 3 3 2 4 4,83 2,68 3,44 2 5 3
Nilai bobot 0,3 0,24 0,18 0,18 0,11
Komersial 1 4 5 2 5 3,07 4
5.2 Penelitian Utama 5.2.1 Analisis proksimat Ikan teri nasi setengah kering Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui sifat kimia dari jenis ikan teri nasi dengan perlakuan terbaik dan sebagai pembanding yaitu produk komersial (UKM).
Analisis yang lain meliputi TPC
yang digunakan untuk
mengetahui data mikroba yang tumbuh pada Ho dan aw digunakan sebagai data karakteristik bahan baku. Karakteristik kimia ikan teri nasi setengah kering terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan protein. Karakteristik kimia ikan teri nasi setengah kering dengan penambahan kosentrasi garam yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Karakteristik kimia dan mikrobiologi ikan teri nasi setengah kering Karakteristik
Garam 3%
Produk komersial
Syarat mutu
Kadar abu (%)
11,20
16,85
1*
Kadar protein (%)
31,86
30,56
30-40**
Kadar lemak (%)
2,43
2,49
1,00*
Kadar air (%)
50,06
48,67
30-60%*
1,0x102
1,5x102
2x105*
0,868
0,826
TPC aw *SNI-1994 **Astawan 2008
48
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan padat dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan menguapkan energi panas (Winarno dan Fardiaz 1973). Selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan kosentrasi. Cairan tersebut dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel pun masuk ke dalam tubuh ikan. Garam dalam proses penggaraman memiliki dua fungsi yaitu menyerap cairan tubuh ikan dan menyerap cairan tubuh bakteri. Pada fungsi kedua akan mengakibatkan proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri mengalami kekeringan dan mati (Adawyah 2008). Dengan perbedaan kosentrasi garam yang ditambahkan maka akan berbeda pula karakteristik kimia ikan teri nasi setengah kering yang dihasilkan. Hasil analisis kadar abu menunjukkan ikan teri nasi setengah kering komersial (produk UKM) memiliki hasil yang lebih tinggi yaitu 16,85% dari ikan teri nasi setengah kering hasil perlakuan terbaik yaitu 11,20%. Kadar abu ikan teri nasi setengah kering dipengaruhi oleh komponen pada bahan yang ditambahkan dalam proses pembuatannya. Semakin banyak komponen yang ditambahakan, semakin tinggi pula kandungan abu yang ada pada ikan teri nasi setengah kering yang dihasilkan. Tingginya hasil analisis kadar abu yang disebabkan karena jumlah garam yang ditambahkan dalam proses perebusan ikan teri nasi. Bahan makanan sebagian besar yaitu 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno 2008). Pada umumnya protein didalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan itu sendiri (Winarno 2008). Kadar protein ikan teri nasi setengah kering perlakuan terbaik mempunyai protein yang lebih tinggi dari produk UKM. Ikan teri nasi setengah kering perlakuan terbaik mempunyai kadar protein yang lebih tinggi yaitu sebesar 31, 86 % sedangkan kadar protein ikan teri nasi setengah kering produk UKM sebesar 30,56%. Kadar protein yang berbeda ini diduga
49
disebabkan telah terjadi perubahan mutu protein pada hasil produk. Degradasi protein kasar terjadi secara berangsur-angsur menghasilkan asam amino, dengan produk lanjutan berupa komponen volatil seperti total volatile bases (TVB), H2S dan amonia. Perubahan komponen protein dan lemak selama proses penyimpanan adanya pelepasan fraksi protein terlarut dan terjadi hidrolisis beberapa fraksi lemak (Daramola et al. 2007) Hasil analisis proksimat lemak menunjukkan bahwa kadar lemak ikan teri nasi setengah kering komersial relatif sama dengan ikan teri nasi setengah kering dengan perlakuan terbaik dengan nilai sebesar 2,49% dan 2,43%. Akan tetapi kadar lemak produk ini lebih tinggi dari standar yang ditetapkan yaitu 1,00%. Tingginya kadar lemak pada produk diduga karena poses pengeringan yang dilakukan hanya 4-5 jam. Lemak adalah bagian yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu, lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat maupun protein. Lemak pada bahan makanan pada umumnya dipisahkan dari komponen yang terdapat dalam bahan tersebut dengan cara ekstraksi menggunakan suatu pelarut misalkan
petroleum ether,
chloroform atau benzena dan dinamakan sebagai ether soluble fraction atau crude fat. Lemak makanan merupakan bagian terpenting dalam nutrisi yaitu menambah kalori dan asam lemak penting, bertindak sebagai pembawa vitamin dan meningkatkan flavor makanan (Fennema 1985 & Winarno 2008). Hasil pengukuran kadar air menunjukkan bahwa ikan teri nasi setengah kering perlakuan terbaik lebih tinggi daripada produk komersial yaitu sebesar 50,06% dan 48,67%. Nilai tersebut sesuai dengan standar SNI yang menetapkan kadar air ikan teri nasi setengah kering sebesar 30-60% (SNI 1994). Rendahnya nilai
kadar air ikan teri nasi setengah kering perlakuan terbaik disebabkan
perbedaan jumlah garam yang ditambahkan. Semakin besar jumlah garam yang ditambahkan, maka kadar air pada produk akan semakin kecil. Selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan kosentrasi. Cairan tersebut dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel pun
50
masuk ke dalam tubuh ikan (Adawyah
2008). Kadar air merupakan faktor
penting dalam penyimpanan produk pangan, terutama produk olahan karena dapat menentukan daya awet bahan pangan. Hal ini berkaitan dengan sifat air yang dapat mempengaruhi sifat fisik, perubahan secara kimia, mikrobiologi dan enzimatis.
Perubahan-perubahan
tersebut
akan
mempengaruhi
tekstur,
penampakan, aroma dan cita rasa makanan (Buckle et al. 1987) Kandungan total plate count (TPC) dalam produk ikan teri nasi setengah kering merupakan salah satu parameter mikrobiologis untuk mengetahui tingkat kemunduran mutu produk dan kelayakannya untuk dikonsumsi. Hasil uji TPC menunjukkan bahwa ikan teri nasi setengah kering perlakuan terbaik mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk komersial. Pada hari ke-0 produk dengan perlakuan terbaik memiliki nilai TPC 1,0x102 sedangkan produk komersial 1,5x102. Perbedaan nilai TPC ini dikarenakan garam yang digunakan pada produk komersial jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produk dengan perlakuan terbaik. Bakteri yang terdapat pada makanan dapat berasal dari bahan baku yang digunakan, proses produksi, peralatan, maupun dari udara atau lingkungan sekitar. Adawyah (2008) menyebutkan bahwa garam dalam proses penggaraman memiliki dua fungsi yaitu menyerap cairan tubuh ikan dan menyerap cairan tubuh bakteri. Pada fungsi kedua akan mengakibatkan proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri mengalami kekeringan dan mati. Nilai TPC ini digunakan sebagai parameter kemunduran mutu produk. Nilai TPC maksimum ikan teri nasi setengah kering sebesar 2x105 (SNI 1994). Penyimpanan produk pada suhu dingin dapat memperlambat kecepatan reaksi-rekasi metabolisme, yaitu pada umumnya setiap penurunan suhu 8oC kecepatan reaksi akan berkurang kira-kira setengahnya. Oleh sebab itu penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan dapat dihambat. Pendinginan tidak dapat membunuh mikroba tetapi hanya menghambat pertumbuhannnya (Winarno 2008).
51
Nilai aw dalam produk merupakan salah satu parameter mikrobiologis sebagai data awal untuk menentukan titik kritis dalam pendugaan umur simpan. Hasil uji aw menunjukkan bahwa ikan teri nasi setengah kering perlakuan terbaik mempunyai nilai aw yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk komersial yaitu 0,868 dan 0,826. Pada produk komersial nilai aw lebih rendah karena memiliki kadar air yang lebih rendah pula. Christian (1980) menyebutkan bahwa makin tinggi aw pada umumnya makin banyak bakteri yang dapat tumbuh, sementara jamur tidak menyukai aw yang tinggi. Mikroorganisme yang tumbuh pada aw tersebut bakteri dan kamir, sehingga parameter yang digunakan dalam pendugaan umur simpan ikan teri nasi setengah kering adalah TPC. 5.2.2 Pendugaan Umur Simpan dengan Metode Arrhenius Menurut Rahayu dan Arpah (2003) model yang sesuai dengan pendugaan umur simpan dari olahan ikan adalah dengan parameter sensori berdasarkan kemunduran mutu rasa, aroma dan konsistensinya, dan atau metode Arrhenius dengan penghitungan jumlah TPC. Secara kesuluruhan faktor diatas dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin meningkat, karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu bahan pangan selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu diperhatikan (Syarief dan Halid 1993). Metode Arrhenius memiliki dua parameter ordo, pendugaan umur simpan ikan teri nasi setengah kering menggunakan model ordo nol atau ordo satu. Penentuan ordo yang akan dipakai dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (R2) dari kedua ordo tersebut (Rahayu dan Arpah 2003). Berdasarkan hasil perhitungan pendugaan umur simpan ikan teri nasi setengah kering, nilai koefisien (R) pada ordo satu di setiap produk di masing-masing suhu penyimpanan lebih besar dibandingkan dengan derajat determinasi (R2) pada ordo nol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Labuza (1982) bahwa penurunan mutu yang diakibatkan kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo satu meliputi : ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavour (penyimpangan flavor) oleh mikroba pada daging, ikan unggas, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein, dan sebagainya (Labuza 1982).
52
Peningkatan jumlah TPC selama penyimpanan produk pada suhu 10 0C, 20 0C dan 30 0C dengan selang pengambilan sampel pengujian yang berbeda, dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Perubahan jumlah TPC Ikan teri nasi setengah kering selama penyimpanan Suhu 10 0C Suhu 20 0C Suhu 30 0C Hari Jumlah Hari Jumlah Hari Jumlah 1 2 6 3,8 x 10 4 7,0 x 10 2 1,0 x 104 12 1,0 x 102 8 2,7 x 103 4 3,3 x 104 18 2,5 x 103 12 1,5 x 104 6 4,3 x 104 3 4 24 5,4 x 10 16 3,7 x 10 8 1,3 x 105 30 6,4 x 103 20 6,0 x 104 10 1,8 x 105 Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa pada penyimpanan pada suhu 30 0C nilai TPC sudah hampir melewati batas maksimal. Jumlah TPC tersebut diambil dari ikan teri nasi setengah kering pada pengambilan sampel hari ke 10. Maka untuk pengujian suhu 20 0C dan 10 0C juga dihentikan pada pengambilan sampel ke-5, namun pengujian sensori tetap dilakukan hingga pengambilan sampel ke-5. Nilai koefisien korelasi pada perhitungan pendugaan umur simpan produk ikan teri nasi setengah kering dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Nilai koefisien korelasi (R2) pada perhitungan pendugaan umur simpan ikan teri nasi setengah kering Suhu Penyimpanan
1/T (1/K)
R2
k
Ln k
0,00341
Ordo Nol 0,953
Ordo Satu 0,955
Ordo Nol 274
Ordo Satu 0,122
Ordo Nol 5,613
Ordo Satu -2,103
293
0,00336
0,921
0,959
3.822
0,288
1,341
-1,243
303 Keterangan :
0,00330
0,910
0,958
21.850
0,357
3,084
-1,0301
0
C
K
10
283
20 30
K
: Suhu penyimpanan dalam Kelvin
1/T : 1/suhu penyimpanan dalam Kelvin k
: Laju reaksi
R2
: Koefisien korelasi antara 1/T dan ln k pada setiap suhu penyimpanan Berdasarkan data perubahan nilai TPC selama penyimpanan dapat dibuat
grafik dan persamaan eksponensial, karena model yang digunakan adalah ordo
53
satu dimana berdasarkan Tabel 7 di atas terlihat nilai derajat determinasi yang paling baik adalah ordo satu. Grafik laju pertumbuhan TPC pada suhu penyimpanan 10 0C, 20 0C dan 30 0C dapat dilihat pada Gambar 26. 200000
y = 5921,7e0,3576x R² = 0,958
Log TPC (Koloni/g)
175000 150000 125000
y = 287,67e0,288x R² = 0,9596
100000 75000 50000
y = 222,69e0,1222x R² = 0,9558
25000 0 0
10 Suhu 10C
20 Hari Suhu 20C
30
40
Suhu 30C
Gambar 26 Laju peningkatan nilai log TPC pada ikan teri nasi setengah kering. Berdasarkan Gambar 25, diketahui bahwa peningkatan jumlah TPC pada suhu 10 0C lebih lambat dibandingkan suhu 20 0C dan 30 0C. Penurunan suhu secara umum akan menurunkan aktifitas mikrobiologi dalam bahan pangan. Hal ini dapat dilihat pada hari ke-8 ikan teri nasi setengah kering yang disimpan di suhu 30 0C memiliki nilai TPC yang lebih tinggi dibandingkan jumlah TPC ikan teri nasi setengah kering pada hari ke 8 yang disimpan pada suhu 20 0C. Slope kemiringan masing-masing persamaan eksponensial merupakan nilai
k
pada
persamaan
Arrhenius.
Plot
Arrhenius
diperoleh
dengan
menghubungkan nilai ln k dan 1/T dari masing-masing nilai setiap suhu penyimpanan, sehingga diperoleh persamaan laju kinetik yang dapat dilihat pada Gambar 27.
54
1/T 0 0,00325
0,0033
0,00335
0,0034
0,00345
0,0035
0,00355
-0,5
Ln k
-1 -1,5 -2 y = -4.702,59x + 14,59 R² = 0,91
-2,5
Gambar 27 Persamaan laju kinetik pendugaan umur simpan. Gambar 27 merupakan penggabungan linear dari tiga suhu yang digunakan pada penyimpanan ikan teri nasi setengah kering.
Persamaan
y = -4.702,59x+14,59 merupakan model utama yang akan ditransformasikan kedalam model Arrhenius menjadi ln k = 14,59 – 4.702,59 (1/T). Nilai k umumnya tidak dapat diperoleh jika kriteria kadaluwarsa ditentukan yang digunakan berdasarkan perubahan sifat fisik (seperti persamaan Labuza maupun berdasarkan perubahan mutu organoleptik), maka pada metode digunakan hubungan langsung antara umur simpan yang diperoleh dengan temperatur. Sedangkan nilai k yang diperoleh dalam pendugaan ini dihubungkan dengan temperatur menggunakan persamaan Arrhenius: k = ko e-(Ea/RT) atau dalam bentuk logaritmanya ln k = ln ko - ( ) Grafik dari Hubungan (ln k) sebagai ordinat y dengan (1/T) sebagai absis x, akan memberikan persamaan garis lurus seperti y = a + b x . Dimana slope atau b akan sama dengan (-Ea/R) dan intersept atau a akan sama dengan = ln ko. Berdasarkan Gambar 27, diperoleh garis lurus dan koefisien korelasi sebagai berikut : y = -4.702,59x +14,59 ln k = 14,59 – 4.702,59 (1/T)
R² = 0.910
55
Dengan nilai umur simpan pada tiga temperatur yang diperoleh serta dengan bantuan persamaan Arrhenius diatas, maka akan dapat dilakukan transformasi umur simpan tersebut menjadi tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa berdasarkan distribusi yang dikehendaki. Berdasarkan persamaan Arrhenius di atas, dapat ditentukan pula laju peningkatan TPC pada berbagai suhu penyimpanan seperti disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Laju peningkatan TPC ikan teri nasi setengah kering pada suhu penyimpanan yang berbeda Suhu 5 C atau 278 K
Persamaan ln k=14,59-4.702,59 (1/278)
k 0,097706
10 0C atau 283 K
0
ln k=14,59-4.702,59 (1/283)
0,131739
0
ln k=14,59-4.702,59 (1/288)
0,175795
0
20 C atau 293 K
ln k=14,59-4.702,59 (1/293)
0,232284
25 0C atau 298 K
15 C atau 288 K
ln k=14,59-4.702,59 (1/298)
0,304068
0
ln k=14,59-4.702,59 (1/300)
0,337801
0
30 C atau 303 K
ln k=14,59-4.702,59 (1/303)
0,394515
35 0C atau 308 K
ln k=14,59-4.702,59 (1/308)
0,507555
27 C atau 200 K
Setelah mendapatkan laju peningkatan TPC, maka umur simpan ikan teri nasi setengah kering pada suhu penyimpanan yang berbeda dapat dihitung dengan rumus ordo satu sebagai berikut : t= Umur simpan = Laju peningkatan TPC pada berbagai suhu penyimpanan yang digunakan pada ikan teri di masyarakat juga dapat ditentukan. Diketahui data TPC awal ikan teri nasi setengah kering 1,0 x102 (koloni/g). Contoh suhu penyimpanan dan penentuan umur simpannya dapat dilihat pada Tabel 9.
56
Tabel 9 Contoh suhu penyimpanan ikan teri nasi setengah kering dan umur simpannya Suhu penyimpanan 0
5 C atau 278 K
Model ordo satu
Umur simpan (hari)
(ln 200000- ln 100)/0,097706
80
0
(ln 200000- ln 100)/0,131739
58
0
(ln 200000- ln 100)/0,175795
44
0
(ln 200000- ln 100)/0,232284
33
0
25 C atau 298 K
(ln 200000- ln 100)/0,304068
25
27 0C atau 200 K
(ln 200000- ln 100)/0,337801
23
30 0C atau 303 K
(ln 200000- ln 100)/0,394515
20
35 0C atau 308 K
(ln 200000- ln 100)/0,507555
15
10 C atau 283 K 15 C atau 288 K 20 C atau 293 K
Hasil perhitungan pendugaan umur simpan produk ikan teri nasi setengah kering pada beberapa contoh suhu penyimpanan (Tabel 9). Semakin tinggi suhu penyimpanan maka umur simpan ikan teri nasi setengah kering semakin singkat. Masa simpan dari ikan teri nasi setengah kering masih tergolong relatif singkat dikarenakan ikan teri nasi setengah kering ini hanya menggunakan bahan tambahan pangan berupa garam sebesar 3 % (w/w) dengan asumsi jumlah TPC awal adalah 1,0x102. Apabila proses produksi kurang higienis, kemungkinan akan terjadi penurunan umur simpannya. Penentuan produk lain secara komersil, nantinya ikut mempertimbangkan masa distribusi produk sesuai jenis produk dan rantai produk hingga ke konsumen akhir.