ANALISIS SENGKETA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN "X" MELALUI PENGADILAN PAJAK (Studi Kasus di Pengadilan Pajak)
Disusun Oleh: Ika Lisnawati NIM : 104082002760
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
ANALISIS SENGKETA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN “X” MELALUI PENGADILAN PAJAK (Studi Kasus di Pengadilan Pajak)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Ika Lisnawati NIM : 104082002760
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS M.Si NIP : 131 474 891
Afif Sulfa, SE, Ak, NIP :
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
Hari ini Kamis Tanggal 7 Bulan Mei Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Ika Lisnawati NIM : 104082002760 dengan judul Skripsi “ ANALISIS SENGKETA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN “X” MELALUI PENGADILAN PAJAK” (Studi Kasus di Pengadilan Pajak). Memperhatikan penampilan mahasiswi tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 7 Mei 2009
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Yessi Fitri, SE., M.Si SE., MM Ketua
Rahmawati, Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli
Hari ini Kamis Tanggal 26 Bulan November Tahun Dua Ribu Sembilan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Ika Lisnawati NIM : 104082002760 dengan
judul
Skripsi
SENGKETA
“ANALISIS
PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAS KASUS BANDING PERUSAHAAN “X” MELALUI PENGADILAN PAJAK” (Studi Kasus di Pengadilan Pajak). Memperhatikan penampilan mahasiswi tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 26 November 2009
Tim Penguji Ujian Skripsi
Prof.Dr.Ahmad Rodoni.,MM SE.,Ak.,Msi Penguji I
Amilin, SE.,Ak.,Msi Penguji Ahli
Afif Sulfa, Penguji II
Dispute Analysis On Value Added Tax Case Appeal Company "X" Through the Tax Court
ABSTRACT
This study aims to analyze the tax dispute that happened at PT "X". Companies that become the object of research is a company that has a kind of business mapping services that have NPWP 01,893,832.4-014000. The collection of data using the internal secondary data from the Tax Court or the Tax Court decision on appeal cases value added tax dispute. Methods of determining sample Judgment Sampling methods. To analyze the data using qualitative and quantitative analysis. The results of this study are: (a) The main causes of the emergence of value added tax dispute in PT "X" is due to the issuance of VAT SKPLB Goods and Services Tax Period in December 2005 by stating that Fiskus more pay VAT amounting to Rp 248,271,902.00 and the efforts conducted PT "X" is a Taxable Service Business. Meanwhile, the taxpayers, more pay VAT amounting to Rp 440,107,627.00 and Export Services business is not subject to tax. (b) The appeal process is carried out by PT "X" is through the preparation phase of the trial with a letter requesting an appeal to the Tax Court later received Appeal Description Letter and provide feedback in the form of Disclaimer. Once it is finished, a new trial can be held. Because the appeal in the case of PT "X" in this appeal hearing with the Tax Court Regular Session. (c) The length of time required by the PT "X" to obtain the results of the appeal case is for 336 days from the Letter of Appeal filed on May 14, 2008 until the Tax Court decision received by PT "X" on April 14, 2009. (d) Results of the appellate tax disputes by the value of PT "X" through the Tax Court for Tax Period December 2005 through the trial with Ordinary Session only partially granted the appeal only, namely PT "X" are true is a company that moves in the field of digital mapping services to the transaction to the companies / foreign clients who transfer the digital map including the Export Service. The imposition of VAT and is not regulated by the Law and Taxation Regulations. So the difference amount of tax according to the applicant Fiskus Appeal, it was not sustained. Thus there is no amount of value added tax paid by PT "X".
Keywords: Tax Disputes, Appeal, Value Added Tax, the Tax Court.
Analisis Sengketa Pajak Pertambahan Nilai Atas Kasus Banding
Perusahaan “X” Melalui Pengadilan Pajak
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganlisis sengketa pajak yang terjadi pada PT “X”. Perusahaan yang menjadi objek penelitian adalah perusahaan yang memiliki jenis usaha Jasa Pemetaan yang mempunyai NPWP 01.893.832. 4-014.000. Pengumpulan data menggunakan sekunder internal yaitu data dari Pengadilan Pajak atau putusan Pengadilan Pajak mengenai kasus banding sengketa pajak pertambahan nilai. Metode penentuan sample menggunakan metode Judgment Sampling. Untuk menganlisis data menggunakan analisa kualitatif dan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah: (a) Penyebab utama timbulanya sengketa pajak pertambahan nilai pada PT “X” adalah karena diterbitkannya SKPLB PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2005 oleh Fiskus yang menyatakan bahwa PPN lebih bayarnya sebesar Rp 248.271.902,00 dan usaha yang dilakukan PT “X” merupakan Usaha Jasa Kena Pajak. Sedangkan menurut wajib pajak, PPN lebih bayarnya sebesar Rp 440.107.627,00 dan usahanya merupakan Ekspor Jasa yang tidak kena pajak. (b) Proses banding yang dilakukan oleh PT “X” adalah melalui tahap persiapan pesidangan dengan mengajukan permohonan surat banding ke Pengadilan Pajak kemudian menerima Surat Uraian Banding dan memberikan tanggapan berupa Surat Bantahan. Setelah proses tersebut selesai, sidang baru dapat diselenggarakan. Karena dalam kasus banding PT “X” ini persidangan bandingnya di Pengadilan Pajak Dengan Acara Biasa. (c) Lama waktu yang diperlukan oleh PT “X” untuk memperoleh hasil dari kasus bandingnya adalah selama 336 hari terhitung sejak Surat Banding diajukan pada tanggal 14 Mei 2008 sampai putusan Pengadilan Pajak diterima oleh PT “X” pada tanggal 14 April 2009. (d) Hasil dari pengajuan banding sengketa pajak pertambahan nilai yang dilakukan oleh PT “X” melalui Pengadilan Pajak untuk Masa Pajak Desember 2005 yang melalui persidangan dengan Acara Biasa hanya mengabulkan sebagian permohonan bandingnya saja, yaitu PT “X” tersebut benar adanya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang Jasa pembuatan peta digital dengan transaksi kepada perusahan/klien luar negri yang penyerahan peta digital tersebut termasuk sebagai Ekspor Jasa. Dan Pengenaan PPN nya tidak diatur oleh Undang-undang dan Peraturan Perpajakan. Sehingga perbedaan jumlah pajak menurut Terbanding dengan Pemohon Banding, semuanya itu tidak dapat dipertahankan. Dengan demikian tidak ada jumlah pajak pertambahan nilai yang lebih dibayar oleh PT “X”.
Kata Kunci: Sengketa Pajak, Banding, Pajak Pertambahan Nilai, Pengadilan Pajak.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim.. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu.. Dengan nama Allah yang Maha Rahman dan Rahiim-Nya, segala puji dan syukur hanya bagi Allah yang merajai hari akhir, yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi di lingkungan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa cahaya kebenaran, yang diutus sebagai rahmatan lil alamiin, juga kepada keluarga, dan sahabat dan semoga sampai kepada kita selaku umatnya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, walaupun penulis berusaha menempatkan skripsi sebagai sebuah karya ilmiah. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan sebesarbesarnya penulis sampaikan kepada kedua orangtua tercinta yang telah membesarkan, membiayai, memberikan bimbingan, dan dukungan baik moril maupun materil, juga kedua kakakku yang selalu memberikan semangat untuk selalu pantang menyerah. Ungkapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan juga kepada pihak lain yang telah amat berjasa dalam membantu menyelesaikan skripsi ini, yaitu: 1.
Bapak Prof., Dr., Abdul Hamid, MS, selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, yang di tengah kesibukannya telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2.
Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si, selaku Dosen Pembimbing II dan Ketua Jurusan Akuntansi, yang telah membantu memberikan
bimbingan, kritik, dan dukungan moril agar skripsi ini menjadi lebih baik dalam penulisan maupun isi materi skripsi. 3.
Bapak Prof. Dr.Ahmad Rodoni,MM, selaku Pudek Akademik yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
4.
Ibu Yessi Fitri,SE., M.Si, selaku SekJur Akuntansi.
5.
Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial yang telah memberikan ilimu yang bermanfaat bagi penulis.
6.
Seluruh staff akademik FEIS dan Pusat yang telah melancarkan jalan penulis dalam bidang administrasi.
7.
Bapak Heruni Maso, selaku Kepala Bagian Umum Pengadilan Pajak yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan riset skripsi.
8.
Bapak Lambang, selaku Kepala Bagian Administrasi Peninjauan Kembali dan Dokumentasi, yang telah membolehkan dan memberikan data-data yang dibutuhkan penulis untuk penelitian dan penyelesaian skripsi.
9.
Bapak Tambah, selaku wakil Bagian Administrasi Peninjauan Kembali dan Dokumentasi.
10.
Segenap keluarga besarku tersayang yang menjadi motivasi buat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
11.
Sahabat-sahabatku yang tercinta, Lena, Isa, Puput, Riska, tidak lupa teman-temanku akuntansi E angkatan 2004 lainnya, yang selama ini selalu memberikan semangat, dukungan dan bantuan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan juga skripsi ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua pihak yang
namanya tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, semoga Allah berkenan membalas segala perbuatan kalian, Amien. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca sekalian.
Jakarta, November 2009 M Dzulqo’dah 1430 H Ika Lisnawati
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi...............................................................................i Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ........................................................ii Lembar Pengesahan Ujian Skripsi...................................................................iii Daftar Riwayat Hidup ......................................................................................iv Abstract.............................................................................................................. v Abstrak..............................................................................................................vi Kata Pengantar ................................................................................................vii Daftar Isi ...........................................................................................................ix Daftar Tabel .....................................................................................................xii Daftar Gambar ...............................................................................................xiii Daftar Lampiran.............................................................................................xiv
BAB I
PENDAHULUAN ......................................................................1 A. Latar Belakang Penelitian .......................................................1 B. Perumusan Masalah Penelitian ................................................6 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................9 A. Tinjauan Pustaka.....................................................................9 1. Pengadilan Pajak ............................................................9 2. Kekuasaan Pengadilan Pajak ........................................12 3. Kronologi Timbulnya Sengketa Banding ......................13 4. Sengketa Pajak Dalam Proses Banding.........................14 5. Langkah-langkah Pengajuan Banding dan Proses Pelaksanaan Banding....................................................16 6. Kuasa Hukum...............................................................20 7. Persiapan Persidangan ..................................................23
8. Persidangan Banding ....................................................27 9. Pelaksanaan Putusan.....................................................36 10. Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung...........38 11. Putusan Mahkamah Agung...........................................38 12. Menyiapkan Surat Banding ..........................................39 13. Penyusunan Surat Banding ...........................................39 14. Isi Surat Putusan Pengadilan Pajak ...............................40 15. Teknis Penghitungan PPN ............................................41 16. Ketentuan Formal Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar ........................................................42
BAB III
BAB IV
B.
Hasil Penelitian Terdahulu .................................................44
C.
Kerangka Pemikiran...........................................................47
METODOLOGI PENELITIAN...............................................49 A.
Ruang Lingkup Penelitian ..................................................49
B.
Metode Penentuan Sampel .................................................49
C.
Metode Pengumpulan Data ................................................49
D.
Metode Analisis Data .........................................................50
E.
Operasional Variabel Penelitian .........................................51
PENEMUAN DAN PEMBAHASAN.......................................52 A.
Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ........................52
1. Sejarah Singkat Perusahaan ..........................................52 2. Perkembangan Usaha ...................................................52 B.
Penemuan dan Pembahasan................................................53 1. Penyebab timbulnya Sengketa Pajak Pertambahan Nilai pada PT X............................................................53 2. Proses Banding yang dilakukan oleh PT X ..................56 3. Lama Waktu yang diperlukan oleh PT X untuk memperoleh hasil dari kasus Bandingnya............72 4. Hasil Pengajuan Banding Sengketa Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa pada PT X.............73
C.
BAB V
Evaluasi Hasil Penelitian....................................................75
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ..........................................79 A.
Kesimpulan........................................................................79
B.
Implikasi ............................................................................80
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP I.
IDENTITAS DIRI 1. Nama
: Ika Lisnawati
2. Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 23-Juni-1986
3. Agama
: Islam
4. Alamat Sekarang
: Jl. Husein Sastra Negara Kp. Rawa Bokor Rt:002 Rw:010 No:53 Kec. Benda Kel. Benda Tangerang-Banten 15125
5. Kebangsaan
: Indonesia
6. Jenis Kelamin
: Perempuan
7. Telepon
: (021) 97839186/ (021) 99078122
II. PENDIDIKAN FORMAL 1. Tahun 1991-1992
: TK Putri Asri II, Jakarta
2. Tahun 1992-1998
: SDN Pegadungan 01 Pagi, Jakarta
3. Tahun 1998-2001
: SLTP Riyadlul Jannah, Bogor
4. Tahun 2001-2004
: SMA Riyadlul Jannah, Bogor
5. Tahun 2004-2009
: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel
Keterangan Halaman
4.1
Perbedaan Perhitungan PPN terhutang 54 Menurut Pemohon Banding dan Terbanding
4.2
Hasil Perhitungan PPN dalam Keputusan 55 Terbanding
4.3
Perhitungan PPN terhutang menurut Penelaah 63
4.4
Perbandingan Perhitungan PPN menurut Pemohon 65 Banding dan Terbanding dalam Surat Bantahan atas Uraian Banding
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Keterangan
2.1
Ringkasan Proses Pelaksanaan Banding
Halaman 17
dengan Acara Biasa 2.2
Alur sengketa pajak – banding
47
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Halaman 1
Surat Keterangan Riset 84
2
Putusan Pengadilan Pajak 87
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Sumber utama penerimaan negara berupa pajak yang perlu ditingkatkan untuk mendukung pembangunan nasional agar dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasar pada prinsip kemandirian. Selain sebagai sumber penerimaan negara, pajak juga dapat digunakan pemerintah sebagai alat ukur untuk mengatur atau untuk melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi. “Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Soemitro dalam Burton dan Ilyas:2004)”. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Self Assessment System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak (WP) untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terhutang. Hal ini berdasarkan cita-cita pembangunan nasional negara ini yang ingin melaksanakan pembangunannya berdasar
pada prinsip kemandirian. Namun pada hakekatnya, masih ada saja pelaksanaan pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan undangundang perpajakan yang dapat menimbulkan ketidak adilan bagi masyarakat wajib pajak, misal adanya WP yang merasa kurang puas atas suatu
ketetapan
pajak
yang
dikenakan
atau
atas
pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Sehingga dapat mengakibatkan timbulnya sengketa pajak antara wajib pajak dan pejabat yang berwenang. Oleh karena itu, diperlukan lembaga peradilan di bidang perpajakan yang lebih komprehensif yang dibentuk dengan undangundang, yang menjamin Hak dan Kewajiban pembayar pajak sesuai dengan undang-undang perpajakan dan dapat memberikan putusan hokum atas Sengketa Pajak dengan proses yang sederhana, cepat, dan murah (Waluyo, 2006:34). Dengan mengacu pada ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tenteng Pengadilan Pajak. “Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan surat paksa (Wirawan B Ilyas dan Richard Burton, 2004:55)”. Sengketa dimulai sejak keluarnya keputusan pejabat yang berwenang (Ditjen Pajak) dan keputusan tersebut dapat diajukan banding atau gugatan ke Pengadilan Pajak. Dengan demikian sengketa yang timbul sebelum keluarnya keputusan Ditjen Pajak dimaksud,
seperti perselisihan yang sering terjadi dalam pemeriksaan pajak, tidak dapat dianggap sebagai sengketa pajak. Sengketa Pajak tidak harus diselesaikan di Pengadilan Pajak, tetapi sengketa pajak juga bisa diselesaikan di Ditjen Pajak. Sengketa Pajak yang harus diselesaikan melalui Pengadilan Pajak meliputi Banding dan Gugatan. Hal tersebut berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2002 dan Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan Tentang Pengadilan Pajak. Pengadilan Pajak merupakan pengganti dari Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP). Awalnya lembaga peradilan pajak bernama Majelis Pertimbangan Pajak (MPP), kemudian MPP diubah menjadi BPSP dan akhirnya BPSP pun per tanggal 12 April 2002 diubah menjadi Pengadilan Pajak. Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) di Indonesia merupakan instansi peradilan administrasi yang berada di luar peradilan sipil. Penyelesaian perselisihan pasca keberatan yang belum memuaskan Wajib Pajak dapat dilakukan di MPP, tentunya setelah Wajib Pajak yang bersangkutan memnuhi ketentuan formal yang telah ditentukan. Dan kontrol peradilan hanya berada di MPP saja tidak perlu ke Mahkamah Agung. Dengan diundangkannya UU No. 17 Tahun 1997, posisi MPP digantikan dengan BPSP. Pembentukan BPSP sendiri adalah perintah Pasal 27 UU No.6 Tahun 1983 yang telah diubah dengan UU No.17 Tahun 2000 (UU KUP). Dalam Pasal 27 UU KUP itu ditegaskan bahwa Wajib Pajak hanya dapat mengajukan banding kepada Badan Peradilan
Pajak. Dalam penjelasan umum UU No.17 Tahun 1997 tersebut dinyatakan Bahwa BPSP adalah BPP yang mempunyai tugas memeriksa dan memutus sengketa pajak. Sama halnya dengan MPP, keputusan yang diterbitkan oleh BPSP tidak dapat diajukan kasasi maupun peninjauan kembali karena tidak berpuncak pada Mahkamah Agung (Shadani,Anwar,dan Subroto., 2009:33)
Maka dengan banyak pertimbangan, diantaranya: •
Meningkatnya jumlah WP dan pemahaman mereka akan hak dan kewajiban dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga tidak dapat dihindari timbulnya sengketa pajak yang memerlukan penyelesaian yang adil dengan prosedur dan proses yang yang cepat, murah, dan sederhana.
•
BPSP bukan merupakan Badan Peradilan yang berpuncak di Mahkamah Agung.
•
Karena diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan system kekuasaan kehakiman di Indonesia dan mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak.
Per 12 April 2002 posisi BPSP kemudian digantikan oleh Pengadilan Pajak melalui Penerbitan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002. Dalam Pengadilan Pajak tidak dikenal adanya peradilan dua tingkat. Sesuai dengan Pasal 33 ayat (1) UU No.14 Tahun 2002, “Pengadilan
Pajak merupakan Peradilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus Sengketa Pajak”. Kemudian dalam Pasal 77 ayat (1) undang-undang yang sama disebutkan bahwa “putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap”. Apabila pihak-pihak yang bersengketa merasa tidak puas dengan putusan banding, pihak-pihak tersebut dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat (3) UU No.14 Tahun 2002 (Indonesian Tax Review,Vol 6/Edisi 2/2006:4-6). Salah satu permasalahan Sengketa Pajak yang sering terjadi adalah masalah PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Masalah akan timbul ketika terjadi perbedaan perhitungan atas jumlah PPN antara WP dengan Fiskus. Perbedaan tersebut bisa timbul karena adanya perbedan pendapat mengenai dasar hukum yang seharusnya digunakan, beda persepsi atas ketentuan peraturan pajak, perselisihan atas suatu transaksi tertentu, atau bisa juga disebabkan oleh hal-hal lainnya. Wajib Pajak yang merasa tidak puas dapat mengajukan keberatan atas Suatu Surat Ketetapan Pajak yang telah diterbitkan oleh DirJen Pajak. Kemudian WP dapat melakukan banding jika masih tidak puas dengan putusan keberatan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, atau bisa juga melakukan upaya hukum melalui gugatan. Penelitian
ini
merupakan
hasil
replikasi
dari
penelitian
sebelumnya. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Kusuma (2006) yaitu menganalisa Restitusi PPN Lebih Bayar Atas Kasus Banding
Perusahaan “X” Melalui Pengadilan Pajak. Penelitian ini menganalisis Sengketa Pajak Pertambahan Nilai Atas Kasus Banding Perusahaan "X" Melalui Pengadilan Pajak. Kasus yang diteliti adalah Perusahaan “X” yang keberatan dengan Surat Keputusan Pajak Lebih Bayar kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Data Perusahaan “X” tersebut diperoleh langsung dari Pengadilan Pajak dengan cara memilih data yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Perbedaan penelitian dengan penelitian terdahulu yaitu: 1. Penelitian sebelumnya membahas dan menganalisis Banding karena ingin restitusi PPN lebih bayarnya, penelitian ini membahas dan menganalisis Banding sengketa pajak. 2. Objek penelitiannya yaitu pada Perusahaan yang bergerak di bidang Usaha Jasa Pemetaan, sedangkan penelitian sebelumnya pada perusahaan yang bergerak di bidang Usaha Pemrosesan/Penyediaan Listrik dan Uap Panas. 3. Metode analisis data yang digunakan analisis kualitatif dan kuantitatif, sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan analisa kualitatif saja. 4. Hukum yang digunakan pada penelitian ini menggunakan UU dan KUP yang berlaku saat ini yang telah mengalami perubahan pada tahun 2007. B. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi pokok sengketa dalam kasus Banding PT “X”? 2. Bagaimana proses banding yang dilakukan oleh PT “X” terhadap sengketa pajak yang terjadi pada perusahaan “X” tesebut? 3. Berapa lama waktu yang diperlukan oleh PT “X” untuk memperoleh hasil dari kasus banding nya tersebut? 4. Bagaiman hasil pengajuan banding sengketa pajak tersebut pada PT “X”?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan penulis dari penelitian atas kasus sengketa PPN melalui banding di Pengadilan Pajak adalah: 1. Untuk menganalisis pokok sengketa dalam kasus Banding PT “X”. 2. Untuk menganalisis proses banding yang dilakukan oleh PT “X” dalam penyelesaian sengketa pajaknya tersebut . 3. Untuk
mengetahui
lama
waktu
yang
diperlukan
dalam
menyelesaikan kasus sengketa pajaknya yang melalui banding di Pengadilan Pajak. 4. Untuk mengetahui hasil dari pengajuan banding tersebut pada PT “X”.
Sedangkan kegunaan dari penelitian ini atas kasus ini, penulis berharap dapat bermanfaat bagi: 1. Perusahaan, dapat membantu memberikan informasi kepada WP yang mengalami kasus banding sengketa pajak di pengadilan pajak, sehingga dapat mempermudah WP dalam memproses pelaksanaan penyelesaian sengketa pajaknya. 2. Pemerintah, membantu dalam mensosialisasikan proses penyelesaian sengketa pajak melalui banding di pengadilan pajak kepada masyarakat. 3. Pihak lain, dapat memberikan tambahan pengetahuan kepada pihak lain yang belum mengetahui dengan jelas bagaimana proses penyelesaian sengketa pajak melalui banding di pengadilan pajak. Agar pihak lain umumnya lebih paham dan mengerti, bagaimana caranya untuk mencegah terjadinya sengketa pajak 4. Peneliti, Guna memperluas wawasan berfikir dan rekan-rekan mahasiswa jurusan Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan untuk menambah referensi ilmiah mengenai masalah perpajakan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengadilan Pajak Pengadilan Pajak adalah lembaga peradilan yang berada di lingkungan Peradilan Tata
Usaha
Negara,
tetapi merupakan
Pengadilan Khusus. Memang orang mengira bahwa kedudukan Pengadilan Pajak adalah di bawah Depkeu bahkan di bawah Dirjen Pajak, (tetapi sebenarnya-red) tidak. Secara judisial Pengadilan Pajak berada di bawah Mahkamah Agung, seperti yang dikatakan oleh
H.Tb.Eddy Mangkuprawira dalam Indonesian Tax Review (ITR) vol 4/edisi 32 tahun 2005. Awalnya
lembaga
peradilan
pajak
bernama
Majelis
Pertimbangan Pajak. Kemudian Majelis Pertimbangan Pajak diubah menjadi Badan Penyelesaian Sengketa Pajak Dan akhirnya Badan Penyelesaian Sengketa Pajak pun per tanggal 12 April 2002 diubah menjadi Pengadilan Pajak. Lahirnya Pengadilan Pajak dikarenakan eksistensi BPSP yang ternyata tidak lama. Dengan pertimbangan: a. Meningkatnya jumlah Wajib Pajak dan pemahaman mereka akan hak dan kewajiban dalam melaksanakan peraturan perundangundangan perpajakan, sehingga tidak dapat dihindari timbulnya sengketa pajak yang memerlukan penyelesaian yang adil dengan prosedur dan proses yang cepat, murah, dan sederhana; b. Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) belum merupakan badan peradilan yang berpuncak di mahkamah agung; c. Karena diperlukan suatu Pengadilan Pajak yang sesuai dengan system
kekuasaan
kehakiman
di
Indonesia
dan
mampu
menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, Sehingga per 12 April 2002 posisi BPSP kemudian digantikan oleh Pengadilan Pajak melalui penerbitan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002.
Dalam Pengadilan Pajak tidak dikenal peradilan dua tingkat. Semula Pasal 33 ayat (1) UU No 14 Tahun 2002, Pengadilan Pajak merupakan Peradilan tingkat pertama dan terakhir dalm memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Kemudian dalam Pasal 77 ayat (1) undang-undang yang sama disebutkan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila pihak-pihak yang bersengketa tidak puas dengan putusan banding, pihak-pihak tersebut dapat mengajukan Pengajuan Kembali kepada Mahkamah Agung. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat (3) UU No.14 Tahun 2002 (Indonesian Tax Review/Vol 6/Edisi 2/2006:4-6). Perubahan Peradilan Pajak dari MPP menjadi BPSP hingga sekarang menjadi Pengadilan Pajak seperti yang diatur dan dicatat dalam UU KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan) sebagai berikut: “Badan peradilan pajak diatur dengan undang-undang (Psl 27/06, /00)”. Pada tanggal 12 April 2002 telah disahkan dan diundangkan undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak, sebagai pengganti Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Undang-undang ini dinamakan Undang-undang Pengadilan Pajak (UU 14/02). Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak (UU 14/02). Yang
merupakan badan peradilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, dan merupakan Badan Peradilan sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 35 Tahun 1999 (UU 14/02P). Dasar hukum pembentukan pengadilan pajak adalah Undangundang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 14 April 2002 dan dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 27 Tahun 2002 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4189. Undang-undang Pengadilan Pajak (UU PP) mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) sebagaimana dinyatakan dalam pasal 96 Undang-undang Pengadilan Pajak. Namun di lain pihak juga dinyatakan bahwa Pengadilan Pajak adalah
kelanjutan
dari
Badan
Penyelesaian
Sengketa
Pajak
sebagaimana ditegaskan dalam pasal 94 Undang-undang Pengadilan Pajak. 2. Kekuasaan Pengadilan Pajak Pengadilan Pajak (PP) mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak yaitu sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung pajak
dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding kepada Pengadilan Pajak berdasarkan Perundang-undangan Perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Sengketa Pajak yang menjadi obyek pemeriksaan adalah sengketa yang dikemukakan pemohon Banding dalam permohonan keberatan yang seharusnya diperhitungkan dan diputuskan dalam keputusan keberatan. Selain itu Pengadilan Pajak dapat pula memeriksa
dan
memutus
Permohonan
Banding
atas
keputusan/ketetapan yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang sepanjang Peraturan Perundang-undangan yang terkait mengatur demikian. Dengan demikian dalam hal banding Pengadilan Pajak hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Di sisi lain yaitu dalam hal Gugatan, Pengadilan Pajak memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang KUP yang mengatur masalah diajukannya Gugatan antara lain yaitu Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP) atau Pengumuman Lelang, Keputusan Pembetulan yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak
(Pasal 16 Undang-
undang KUP) dan lain sebagainya, dan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan yang berlaku. Tugas dan wewenang Pengadilan Pajak seperti yang telah diuraikan di atas terdapat juga tugas mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang Pengadilan Pajak (Waluyo, 2006:180-181). Hal tersebut diatas mengenai kekuasaan dan wewenang Pengadilan Pajak diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak pada Bab III Pasal 31 dan 32. 3. Kronologi Timbulnya Sengketa Banding Banding diawali dengan adanya sengketa atau ketidaksetujuan Wajib Pajak atas ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Fiskus. Dengan ketidak setujuannya atau ketidakpuasannya atas putusan SKP tersebut Wajib Pajak mengajukan keberatan pada KPP. Apabila Wajib Pajak masih merasa belum puas dengan keputusan keberatan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, maka WP dapat mengajukan Banding ke Pengadilan Pajak.
4. Sengketa Pajak Dalam Proses Banding Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat pajak yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atau pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Sengketa Pajak dalam proses banding atau sering disebut sengketa banding adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak dengan Fiskus, mengenai keputusan keberatan yang tidak disetujui oleh Wajib Pajak, Wajib Pajak lah yang harus mengajukan Banding (Indonesian Tax Review/Vol 6/Edisi 2/2006:8-9). Karena sebelum proses sengketa sampai diajukan banding, sengketa tersebut harus melalui pengajuan keberatan terlebih dahulu (Sadhani dkk., 2009:17). a. Sengketa Formal Sengketa Formal adalah sengketa yang timbul apabila WP atau Fiskus atau keduanya tidak mematuhi prosedur dan tatacara yang telah ditetapkan oleh UU Perpajakan, khususnya UU KUP No. 28 Tahun 2007 dan UU Pengadilan Pajak No. 14 Tahun 2002. Bagi Fiskus UU KUP telah menetapkan prosedur dan tatacara pemeriksaan pajak, penerbitan ketetapan pajak, sampai penerbitan keputusan keberatan. Apabila Fiskus melanggar
ketentuan
tersebut, maka pelanggaran itulah yang menimbulkan sengketa formal dari pihak Fiskus. Di lain pihak, sengketa dari pihak WP bisa terjadi apabila WP tidak melaksanakan prosedur dan tatacara yang ditetapkan dalam UU KUP No. 28 Tahun 2007 dan UU Pengadilan Pajak No. 14 Tahun 2002.
b. Sengketa Material Sengketa Material atau disebut juga Materi Sengketa dapat terjadi apabila terdapat perbedaan jumlah pajak yang terutang atau terdapat perbedaan jumlah ynag lebih dibayar (dalam kasus restitusi) menurut perhitungan Fiskus yang tercantum pada ketetapan pajak, dengan jumlah menurut perhitungan WP. Perbedaan tersebut bisa timbul karena adanya perbedaan pendapat mengenai dasar hukum yang seharusnys digunakan, beda persepsi atas ketentuan peraturan pajak, perselisihan atas suatu transaksi tertentu, atau bisa juga disebabkan oleh hal-hal lainnya. Kesemuanya itu dapat mengakibatkan jumlah pajak yang ditetapkan oleh Fiskus menjadi berbeda dibandingkan dengan jumlah pajak menurut perhitungan WP. Perbedaan jumlah pajak menurut Fiskus dengan WP itulah yang merupakan Sengketa Material (Kusuma, 2006). Sengketa formal dan material ini sangat menentukan hasil akhir putusan banding. Hakim yang bertugas di Pengadilan Pajak akan memeriksa terlebih
dahulu ketentuan formalnya sebelum
materi sengketa. Permohonan banding Wajib Pajak tidak akan diproses lebih lanjut (ditolak) oleh Pengadilan Pajak tanpa pemeriksaan materi sengketa apabila banding Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan formal yang telah ditetapkan. Apabila ketetapan pajak atau keputusan keberatan tidak memenuhi ketentuan material, maka Pengadilan Pajak dapat
menyatakan ketetapan pajak ataupun keputusan keberatan batal demi hukum. Dalam hal ini, permohonan banding Wajib Pajak dapat diterima seluruhnya atau diterima sebagian, tergantung hasil pemeriksaan keseluruhan yang dilakukan oleh hakim Pengadilan Pajak. 5. Langkah-langkah Pengajuan Banding dan Proses Pelaksanaan Banding Dalam Pasal 1 angka 6 UU Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak dinyatakan bahwa: “Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.” Mengacu Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, atau yang kini lebih dikenal dengan sebutan Pengadilan Pajak, ada beberapa tatacara mengajukan banding dan prosedur formal yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak dalam mengajukan banding. Hal ini juga diatur dalam Pasal 27 UU KUP. Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan keberatan yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak dan wajib memenuhi beberapa persyaratan formal sebagai berikut: a. Banding diajukan secara tertulis dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia kepda Pengadilan Pajak;
b. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan; c. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon banding; d. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding; e. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan tanggal diterima surat keputusan yang dibanding; f. Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding; g. Selain dari persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3) serta Pasal 35, dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50% (lima puluh persen); h. Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya; i. Apabila selama proses banding, pemohon meninggal dunia, Banding dapat dilanjutkan kembali oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal pemohon Banding pailit; j. Apabila selama proses Banding, pemohon Banding melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha. Atau
likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usah, atau likuidasi dimaksud. Secara ringkas dapat digambarkan proses pelaksanaan banding dengan acara biasa, sebagai berikut: SKP
WP mengajukan Surat Keberatan
3 bulan
Surat Keputusan Keberatan
12 bulan
3 bulan
PP mengirim fotocopi SUB ke WP
14 hari
Terbanding mengirim SUB ke PP
3 bulan
PP mengirim permintaan SUB ke Terbanding
14 hari
WP mengajukan Surat Banding
6 bulan
30 hari
WP mengirim Surat Bantahan ke PP
14 hari
PP mengirim copy Surat Bantahan ke Terbanding
12 bulan
Persidangan Banding di PP
Sumber: Indonesian Tax Review
Putusan Banding
Gambar.2.1.Ringkasan Proses Pelaksanaan Banding Keterangan:
Gambar diatas hanya menjelaskan proses banding yang memenuhi ketentuan formal
Jangka waktu yang tercantum dalam skema di atas adalah jangka waktu maksimal (paling lambat)
PP = Pengadilan Pajak
WP = Wajib Pajak
Terbanding = Fiskus (pejabat berwenang yang mewakili Dirjen Pajak)
SUB (Surat Uraian Banding).
Dari bagian di atas dapat dijelaskan bahwa proses banding terjadi karena adanya penolakan oleh KPP atas keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. Sesuai dengan ketentuan formal pengajuan banding seperti yang telah disinggung sebelumnya, permohonan banding sudah harus diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya surat penolakan keberatan oleh KPP. Selanjutnya oleh Pengadilan Pajak, surat permohonan banding tersebut salinannya akan diberikan kepada Terbanding. Atas surat banding tersebut Terbanding-dalam hal ini Fiskusdiminta oleh Pengadilan Pajak untuk memberikan tanggapan berupa Surat Uraian Banding (SUB) kepada Pengadilan Pajak yang selanjutnya oleh Pangadilan Pajak diberikan salinannya kepada Wajib Pajak. Kemudian Wajib Pajak sebagai Pemohon Banding bisa memberikan tanggapan malalui surat yang disebut Surat Bantahan. Proses di atas tidak mutlak terjadi, karena dalam prakteknya terdapat kejadian di mana Pemohon Banding hanya memberikan Surat Bandingnya kepada Pengadilan Pajak, atau Fiskus tidak memberikan tanggapan melalui Surat Uraian Bandingnya atas banding yang dilakukan oleh Pemohon Banding. Setelah proses tersebut selesai, barulah persidangan diselenggarakan. Dalam persidangan biasanya Majelis terlebih dahulu melakukan pemeriksaan ketentuan formal
pengajuan banding. Jika ketentuan formal telah terpenuhi, barulah diadakan pemeriksaan atas materi sengketa banding.
6. Kuasa Hukum Kuasa hukum adalah orang yang dapat mendampingi atau mewakili para pihak yang bersengketa di Pengadilan Pajak. Ketentuan mengenai Kuasa hukum ini diatur dalam pasal 34 Undang-undang Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa para pihak yang bersengketa di Pengadilan Pajak baik banding maupun gugatan dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih Kuasa Hukum yang harus ditunjuk dengan Surat Kuasa Khusus. Jadi, dalam hal ini Kuasa Hukum dapat bertindak hanya sebagai pendamping pemohon banding atau gugatan, yang berarti pemohon banding atau penggugat tetap hadir dalam persidangan, atau dalam hal bertindak mewakili, maka Kuasa Hukum hadir di persidangan tanpa kehadiran pemohon banding atau penggugat. Kuasa diberikan sampai dengan diputusnya perkara. Untuk dapat menjadi Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu; a. Warga Negara Indonesia; b. Mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang persoalan perundang-undangan perpajakan;
c. Persyartan lain yang ditetapkan Menteri Keuangan diantaranya mempunyai Surat Penunjukkan sebagai Konsultan Pajak Resmi. Namun apabila Kuasa Hukum tersebut adalah keluarga sedarah atau semenda sampai derajat kedua, pegawai atau pengampu
dari Pemohon Banding atau
Penggugat maka
persyaratan tersebut diatas tidak diperlukan. Selanjutnya
sebagai
peraturan
pelaksanaan
Menteri
Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No.06/PMK.01/2007 mengenai Persyaratan untuk menjadi Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak. Pengaturan mengenai Kuasa Hukum ini dilakukan oleh Menteri Keuangan oleh karena saat ini Sekretariat Pengadilan Pajak yang juga bertugas menangani perizinan Kuasa Hukum, berada dalam lingkup Organisasi Departemen Keuangan. Dalam Peraturan Mneteri Keuangan tersebut mengenai persyaratan untuk menjadi Kuasa Hukum diatur lebih lanjut bahwa yang dapat menjadi Kuasa Hukum adalah Orang Pribadi atau Perseorangan. Selain itu juga harus memenuhi syarat-syarat di bawah ini: a. Warga Negara Indonesia; b. Memiliki
izin
Kuasa
Hukum
yang
ditetapkan
Ketua
Pengadilan; c. Memiliki Surat Kuasa Hukum dari pihak yang bersengketa;
d. Memiliki keahlian di bidang Perpajakan dan Bea Cukai; e. Berijazah Sarjana atau Diploma IV Perguruan Tinggi; f. Berkelakuan Baik bedasarkan Surat Keterangan Berkelakuan Baik (SKKB); g. Mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). (Sadhani dkk., 2009:50)
a. Hak dan Kewajiban Kuasa Hukum Orang perseorangan yang telah memiliki Keputusan Ketua Pengadilan Pajak tentang izin Kuasa Hukum serta memiliki Surat Kuasa Khusus yang asli yang masih berlaku adalah kuasa hukum pada Pengadilan Pajak (PMK 06/06). Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak dan memiliki Kartu Tanda Pengenal kuasa hukum yang masih berlaku berhak mendampingi dan atau mewakili pihak yang bersengketa dalam berperkara di semua Majelis atau Hakim Tunggal Pengadilan Pajak (PMK 06/07). Kuasa Hukum berkewajiban mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan, termasuk Undang-undang Pengadilan Pajak (PMK 06/07). b. Sanksi Bagi Kuasa Hukum Dalam hal kuasa hukum tidak mentaati dan atau melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Undangundang Pengadilan Pajak, Ketua dapat mencabut Keputusan
Pengadilan Pajak tentang Izin Kuasa Hukum yang masih berlakuyang dimiliki oleh kuasa hukum dimaksud (PMK 06/07). Pencabutan Keputusan dilakukan dengan Keputusan Ketua Pengadilan Pajak tentang Pencabutan Izin Kuasa Hukum (PMK 06/07). Dalam hal Keputusan Ketua Pengadilan Pajak tentang Izin Kuasa Hukum dicabut sebelum sampai jangka waktu masa berlakunya habis, maka Kartu Tanda Pengenal kuasa hukum tidak berlaku sejak tanggal penetapan Keputusan Ketua Pengadilan Pajak tentang Pencabutan Izin Kuasa Hukum (PMK 06/07). Peraturan tersebut diatur dan dicatat dalam UU KUP tentang Pengadilan Pajak.
7. Persiapan Pesidangan Menurut KUP persiapan persidangan yang berdasarkan UU Pengadilan Pajak itu ada beberapa tahap, diantaranya: a. Tindak Lanjut Surat Banding Atau Surat Gugatan, dan Surat Bantahan Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding Atau Surat Tanggapan atas Surat Banding atau Surat Gugatan kepada Terbanding atau tergugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Banding atau Surat Gugatan (UU 14/02).
Dalam hal pemohon Banding mengirimkan Surat atau dokumen susulan kepada Pengadilan Pajak (Sesuai Pasal 38), jangka waktu 14 (empat belas ) hari sejak tanggal diterima Surat Banding atau Surat Gugatan dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen susulan dimaksud (UU 14/02).
b. Surat Uraian Banding Atas Surat Tanggapan Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan dalam jangka waktu (UU 14/02): a) 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding: atau b) 1(satu) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Tanggapan. Surat Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas alasan Banding yang diajukan oleh Pemohon Banding(UU 14/02) Surat Tanggapan adalah surat dari tergugat kepada Pengadilan Pajak yang berisi jawaban atas Gugatan yang diajukan oleh penggugat (UU 14/02). Salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan oleh Pengadilan Pajak dikirim kepada pemohon Banding atau penggugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima (UU 14/02). c. Surat Bantahan
Pemohon Banding atau penggugat dapat menyerahkan Surat Bantahan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan (UU 14/02). Surat Bantahan adalah surat dari pemohon Banding atau penggugat kepada Pengadilan Pajak yang berisi bantahan atas surat uraian Banding atau surat Tanggapan (UU 14/02). Salinan Surat Bantahan dikrimkan kepada terbanding atau tergugat, dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima Surat Bantahan (UU 14/02). Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon banding atau penggugat tidak memenuhi persyaratan penyerahan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan, ataupun tidak memenuhi persyaratan penyerahan Surat Bantahan, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding atau Gugatan (UU 14/02). Sedangkan peraturan UU No: 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan yang mengatur Persiapan Persidangan ada dalam Pasal 44 dan 45, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 44 1)
Pengadilan Pajak meminta Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atas Surat Banding atau Surat Gugatan kepada terbanding atau tergugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima Surat Banding atau Surat Gugatan.
2)
Dalam hal pemohon Banding mengirimkan surat atau dokumen susulan kepada Penngadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung sejak tanggal diterima surat atau dokumen susulan dimaksud. Pasal 45
1)
Terbanding atau tergugat menyerahkan Surat Banding atau Surat Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dalam jangka waktu: a.
3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim permintaan Surat Uraian Banding; atau
b.
1 (satu) bulan sejak tangga dikirim permintaan Surat Tanggapan.
2)
Salinan Surat
Uraian Banding atau
Surat Tanggapan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh Pengadilan Pajak dikirim kepada pemohon Banding atau penggugat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterima. 3)
Pemohon Banding atau penggugat dapat menyerahkan Surat Bantahan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima salinan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
4)
Salinan Surat Bantahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dikirimkan kepada terbanding atau tergugat, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterima Surat Bantahan.
5)
Apabila terbanding atau tergugat, atau pemohon banding atau penggugat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (3), Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan Banding atau Gugatan.
8. Persidangan Banding Dalam pelaksanaan persidangan Ketua menunjuk Majelis yang terdiri dari 3 (tiga) orang Hakim atau Hakim Tunggal untuk memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Apabila pemeriksaannya dilakukan oleh Majelis, maka Ketua menunjuk salah seorang Hakim tersebut sebagai Hakim Ketua yang memimpin pemeriksaan Sengketa Pajak. Majelis atau Hakim Tunggal bersidang pada hari yang ditentukan dan memberitahukan hari sidang dimaksud kepada pihak yang bersengketa. Pemohon banding atau penggugat dapat hadir dalam persidangan dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada ketua untuk memberikan keterangan lisan. Pelaksanaan sidang untuk Majelis /Hakim Tunggal sudah mulai bersidang dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Banding. Tetapi dalam hal Gugatan, Majelis/Hakim Tunggal sudah memulai sidang dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Surat Gugatan.
a. Pemeriksaan Dengan Acara Biasa Pemeriksaan Banding dengan Acara Biasa dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari Hakim Ketua, Hakim Anggota, dan Panitera, dan dihadiri oleh Terbanding, dan apabila dipandang perlu, Pemohon Banding atau Kuasa Hukumnya. Pemeriksaan dengan Acara Biasa dilakukan dalam hal Surat Permohonan Banding telah memenuhi persyaratan formal yaitu: 1. Surat Banding diajukan dalam bahasa Indonesia. 2. Surat Banding diajukan masih dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan yang dibanding diterima. 3. Terhadap 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. 4. Pajak Terutang telah dibayar lunas 50% (lima puluh persen) dengan
melampirkan
bukti
pelunasan.
Namun dengan
berlakunya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka ketentuan ini tidk berlaku lagi dimana jumlah yang harus dibayar adalah jumlah pajak terutang menurut perhitungan wajib pajak pada waktu pembahasan akhir (closing conference) pada waktu pemeriksaan pajak. 5. Syarat lainnya yang dimuat pada Pasal 36 dan 37 Undangundang Pengadilan Pajak (Sadhani dkk., 2009:75).
Pemeriksaan dengan Acara Biasa yang menggunakan susunan Hakim Majelis, lebih sering digunakan dalam persidangan banding di Pengadilan Pajak.
Karena memiliki beberapa
keuntungan/kelebihan, diantaranya: 1. Pertimbangan hukumnya setidak-tidaknya menjadi lebih matang mengingat pemeriksaan dilakukan secara bersamasama seluruh anggota; 2. Pengetahuan dan kemampuan Hakim tentu secara umum menjadi lebih memadai dibandingkan Hakim Tunggal; 3. Menjadi relative lebih kuat menghadapi tekanan dari luar; 4. Kemungkinan penyelewengan yang mempengaruhi putusan, secara teoritis akan lebih kecil, mengingat apabila salah satu anggota yang menyeleweng masih akan berhadapan dengan anggota yang lain. (Pudyatmoko Y.Sri, 2005:97). b. Pemeriksaan Dengan Acara Cepat Pemeriksaan dengan acara cepat ini dilakukan oleh Majelis atau Hakim Tunggal. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap: a. Sengketa Pajak tertentu; b. Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Surat Gugatan diterima; c. Tidak memenuhi salah satu ketentuan Pasal 84 ayat (1) Undang-undang Pengadilan Pajak;
d. Sengketa yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak sebagai contoh Gugatan pihak ketiga terhadap pelaksanaan sita berdasarkan pengakuan hak milik atas baranng yang disita. Pemeriksaan dengan acara tepat terhadap Sengketa Pajak di atas dilakukan tanpa Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan dan tanpa Surat Bantahan. Semua ketentuan mengenai pemeriksaan dengan acara biasa berlaku juga untuk pemeriksaan dengan acara cepat yaitu ketentuan mengenai pembukaan sidang, pengunduran diri, dan penggantian Hakim Anggota dan Panitera, ketentuan yang berkaitan dengan saksi, kerahasiaan, dan alih bahasa. c. Sengketa Pajak Tertentu Pengertian Sengketa Pajak Tertentu ini adalah Sengketa Pajak yang Banding atau Gugatannya tidak memenuhi ketentuan yaitu: 1. Persyaratn formal bahwa banding diajukan dengan Surat Banding dalam bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak; 2. Jangka waktu pengajuan Banding bahwa banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan; 3. Terhadap 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding;
4. Banding yang diajukan terhadap jumlah pajak yang terutang, hanya dapat diajukan apabila jumlah pajak yang terutang telah dibayar 50%; 5. Banding dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya; 6. Dalam hal Gugatan, maka Gugatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak; dan atau 7. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan. d. Pembuktian Dalam hal pembuktian, Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Majelis atau Hakim Tunggal sedapat mungkin mengusahakan
bukti
berupa
surat
atau
tulisan
sebelum
menggunakan alat bukti lain. Alat bukti tersebut dapat berupa: 1. Surat atau tulisan yang terdiri dari: a. Akta autentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau di hadapan seorang
pejabat
umum,
yang
menurut
peraturan
perundanng-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hokum yang tercantum didalamnya; b. Akta di bawah tangan yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang yang bersangkutan dengan maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti
tentang peristiwa atau peristiwa hokum yang tercantum di dalamnya; c. Surat keputusan atau surat ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang; d. Surat-surat lain atau tulisan yang tidak termasuk huruf a, huruf b, dan huruf c yang ada kaitannya dengan Banding atau Gugatan. 2. Keterangan ahli Keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya. Atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak karena jabatannya. Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dapat menunjuk seorang atau beberapa orang ahli. Terhadap seorang yang tidak boleh didengar sebagai saksi (Pasal 37 Ayat (1) UU Pengadilan Pajak) tidak diperkenankan untuk memberikan keterangan ahli. Dalam persidangan seorang ahli harus memberi keterangan baik tertulis maupun lisan yang dikuatkan dengan sumpah atau janji mengenai hal sebenarnya menurut pengalaman dan pengetahuannya. 3. Keterangan Para Saksi Keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh saksi.
4. Pengakuan Para Pihak Pengakuan para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Majelis Hakim atau Hakim Tunggal. 5. Pengetahuan Hakim Pengertian pengetahuan Hakim adalah hal yang olehnya diketahui dan diyakini kebenarannya. Untuk keadaan yang diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan sebagai contoh: 1. Derajat akta autentik lebih tinggi tingkatannya dibanding dengan akta di bawah tangan; 2. Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau Paspor merupakan salah satu Identitas diri. Masalah pembuktian ini, Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua)alat bukti di atas. Ketentuan ini sebenarnya upaya menentukan kebenaran materiil, sesuai asas yang dianut dalam Undang-undang Perpajakan. Oleh karena itulah, Hakim berupaya untuk menetukan apa yangn harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak. Dalam persidangan para pihak dapat mengemukakan hal baru.
e. Putusan Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Pengadilan Pajak ini juga dapat mengeluarkan putusan sela atas Gugatan berkenaan dengan permohonan agar tidak lanjut pelaksanaan penagihan pajak ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang berjalan sampai terdapat putusan Pengadilan Pajak (perhatikan Pasal 43 UU Pengadilan Pajak). Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. Putusan Pengadilan Pajak ini diambil bedasarkan hasil penilaian pembuktian dan berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan Hakim. Dalam pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan
Pengadilan
Pajak
tersebut
diambil
berdasarkan
musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak. Apabila Majelis di dalam mengambil keputusan
dengan
cara
musyawarah
tidak
dapat
dicapai
kesepakatan sehingga putusan diambil dengan suara terbanyak, pendapat Hakim Anggota yang tidak sepakat dengan putusan tersebut dinyatakan dalam putusan Pengadilan Pajak. Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa: 1. Menolak;
2. Mengabulkan sebagian atau seluruhnya; 3. Menambah pajak yang harus dibayar; 4. Tidak dapat diterima; 5. Membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung; dan atau 6. Membatalkan. Sebagai putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka putusan Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan Gugatan ke Pengadilan Umum, Peradila Tata Usaha Negara, atau Badan Peradilan Lain, kecuali putuan berupa “Tidak Dapat Diterima” yang menyangkut kewenangan/kompetensi.
Perihal jangka waktu
kapan putusan
pemeriksaan dengan acara biasa diambil apabila terdapat banding atau gugatan atau jangka waktu kapan putusan pemeriksaan dengan acara cepat diambil serta segala akibat yang ditimbulkannya atau sanksi terhadap anggota yang lalai diatur lebih lanjut dalam Undang-undang Pengadilan Pajak.
Putusan pemeriksaan dengan acara biasa diambil: 1. Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Banding diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima. Dalam hal khusus jangka waktu tersebut diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan. 2. Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Gugatan diambil dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Surat Gugatan
diterima.
Dalam
hal
khusus,
jangka
waktu
dimaksud
diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan. 3. Dalam hal Gugatan yang diajukan selain atas keputusan pelaksanaan penagihan pajak, tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. Pengadilan Pajak wajib mengambil putusan melalui pemeriksaan dengan acara cepat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 6 (enam) bulan dimaksud dilampaui. Seperti telah dijelaskan pada sub bab pemeriksaan dengan acara cepat bahwa dilakukannya pemeriksaan dengan acara cepat terhadap Sengketa Pajak tertentu. Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap Sengketa Pajak tertentu ini dinyatakan tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu sebagai berikut: 1. 30 (tiga puluh) hari sejak batas waktu pengajuan Banding atau Gugatan dilampaui; 2. 30 (tiga puluh) hari sejak Banding atau Gugatan diterima, dalam hal diajukan setelah batas waktu pengajuan dilampaui. Sedangkan putusan/penetapan dengan acara cepat lainnya apabila: 1. Putusan/penetapan dengan acara cepat terhadap kekeliruan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Ayat (1) huruf c Undangundang Pengadilan Pajak berupa membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak kekeliruan dimaksud diketahui atau sejak permohonan salah satu pihak diterima.
2. Putuan dengan acara cepat terhadap sengketa yang didasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Ayat 1 (satu) huruf d Undang-undang Pengadilan Pajak berupa tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Banding atau Surat Gugatan diterima. 3. Dalam putusan Pengadilan Pajak diambil terhadap Sengketa Pajak pada butir 2 pemohon Banding atau penggugat dapat mengajukan Gugatan kepada peradilan yang berwenang. 9. Pelaksanaan Putusan Putusan Pengadilan Pajak ini langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali putusan perundanng-undangan mengatur lain. Apabila putusan dimaksud menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sebagai contoh putusan Pengadilan Pajak menyebabkan Pajak Penghasilan atau Pajak Pertambahan Nilai menjadi lebih bayar. Dalam hal demikian kepada Kantor Pelayanan Pajak masih harus menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) yang diperlukan pembayar pajak untuk dapat memperoleh kelebihan pajak. Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai ketentuan perundangundangan perpajakan yang berlaku.
Dalam pelaksanaannya salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak dengan surat oleh sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak diucapkan, atau dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal putusan sela diucapkan. Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima putusan. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Pajak dalam jangka waktu tersebut, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang berlaku (Waluyo, 2006:185-191). Dan berdasarkan KUP dan UU No.14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak. 10. Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung Satu lagi upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak yaitu adanya hukum peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA). Upaya hukum ini merupakan upaya hukum luar biasa setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap atau ada hal lain yang ditentukan undang-undang. Pasal 77 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 menyatakan bahwa “pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan pengadilan pajak kepada Mahkamah Agung” seperti yang dikemukakan oleh Wirawan B Ilyas dan Richard Burton (2004) dalam bukunya Hukum Pajak yang menjelaskan tentang penyelesaian sengketa pajak. 11. Putusan Mahkamah Agung
Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali dengan ketentuan (UU 14/02): a. Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil keputusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan acara biasa; b. Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan peninjauan kembali diterima oleh Mahkamah Agung telah mengambil keputusan, dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan dengan acara cepat. Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (UU 14/02). 12. Menyiapkan Surat Banding Menang atau kalah hasil banding sangat tergantung dari aspek materi yang dipersengketakan. Akan tetapi sebelum dilakukan uji materi atas sengketa pajak, majelis akan melakukan pengujian atas dipenuhi atau tidaknya syarat formal. Apabila aspek formal tidak terpenuhi, maka penelitian materi sengketa tidak akan dilanjutkan. Dengan demikian secara otomatis banding dari pemohon Banding (Wajib Pajak) pasti akan ditolak, kecuali apabila tidak terpenuhinya syarat formal disebabkan adanya kejadian di luar kekuasaan Wajib Pajak. Dengan kata lain, terpenuhinya syarat formal pengajuan permohonan Banding merupakan pintu gerbang bagi proses berikutnya sampai dengan ditetapkannya putusan banding.
13. Penyusunan Surat Banding Agar permohonan Banding dapat diproses lebih lanjut, Wajib Pajak harus memperhatikan ketentuan formal penyampaian Surat Banding. Dalam hal ini, WP harua berhati-hati ketika membuat Surat Banding. Berkaitan dengan bentuk surat banding, tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai bentuk baku. Artinya Wajib Pajak bebas memilih bentuk formal suratnya, sepanjang bahwa surat tersebut ditujukan kepada Pengadilan Pajak dan diajukan terhadap keputusan keberatan yang ditentukan oleh DirJen Pajak. Perlu dicatat bahwa yang dapat diajukan permohonan banding adalah keputusan keberatan atas SKP, dan bukan atas SKP hasil pemeriksaan (Kusuma, 2006). Batas waktu pemasukan surat permohonan banding 3 bulan sesuai dengan Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 1983 dihitung dari tanggal ke tanggal, KeputusanKeberatan
yaitu sehari setelah tanggal surat
diterbitkan
sampai dengan
tanggal
surat
permohonan banding diterima Majelis Pertimbangan Pajak (SE 14/93). Pada prinsipnya jangka waktu pengajuan Banding ditetapkan 3 (tiga) bulan, dimaksudkan agar pemohon Banding mempunyai waktu yang cukup memadai untuk mempersiapkan Banding beserta alasanalasannya. Apabila ternyata jangka waktu dimaksud tidak dipenuhi oleh pemohon Banding karena di luar kekuasaannya (force majeur), jangka waktu dimaksud dapat dipertimbangkan oleh Majelis atau Hakim Tunggal (UU 14/02P).
14. Isi Surat Putusan Pengadilan Pajak Putusan Pengadilan Pajak harus memuat (UU 14/02): a. kepala
putusan
yang
berbunyi
“DEMI
KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”; b. nama, tempat tinggal atau tempat kediaman, dan/atau identitas lainnya dari pemohon Banding atau penggugat; c. nama jabatan dan alamat terbanding atau tergugat; d. hari, tanggal diterimanya Banding atau Gugatan; e. ringkasan Banding atau Gugatan, dan ringkasan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atau Surat Bantahan, yang jelas; f. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa; g. pokok sengketa; h. alasan hukum yang menjadi dasar putusan; i. amar putusan tentang sengketa; dan j. hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, dan keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak. Yang dimaksud dengan identitas lainnya, antara lain Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Kartu Tanda Penduduk, atau Paspor (UU 14/02P). Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan pemuatan hal-hal yang harus dimuat dalam Putusan Pengadilan Pajak menyebabkan putusan dimaksud tidak sah dan Ketua memerintahkan sengketa dimaksud
segera disidangkan kembali dengan acara cepat, kecuali putusan dimaksud telah melampaui jangka waktu 1 (satu) tahun (UU 14/02). 15. Teknis Penghitungan PPN Cara menghitung PPN yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (10 % atau 0 % untuk ekspor Barang Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak. PPN yang terutang = Tarif PPN * Dasar Pengenaan Pajak Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terhutang. PPN yang terhutang ini merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak. Contoh: Pengusaha Kena Pajak “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp. 25.000.000,00. Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang : 10 % * Rp. 25.000.000,00 = Rp.2.500.000,00. Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp.2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran, yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”. 16. Ketentuan Formal Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. Direktorat Jendral Pajak setelah melakukan pemeriksaan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Surat Ketetapan Pajak diterbitkan untuk: a. Pajak Penghasilan, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; b. Pajak Pertambahan Nilai, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, maka yang dimaksud dengan jumlah yang yang terutang adalah jumlah Pajak Keluaran setelah dikurangi pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut. c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar tersebut diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar
yang tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (permohonan restitusi). Apabila Wajib Pajak setelah
menerima
Surat
Ketetapan
Pajak
Lebih Bayar
dan
menghendaki pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi), maka wajib mengajukan permohonan tertulis. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar dari kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan (Diana dan Setiawati, 2009:45).
B. Hasil Penelitian Terdahulu Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh: 1.
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Kusuma (2006) dengan judul “Analisa Restitusi PPN Lebih Bayar Atas Kasus Banding Perusahaan “X” Melalui Pengadilan Pajak”. Dimana penyebab terjadinya lebih bayar PPN pada PT “X” adalah karena PT “X” melakukan penyerahan JKP kepada pengguna jasanya yaitu PT “Y” yang merupakan salah satu yang termasuk sebagai Badan Pemungut PPN, sehingga menyebabkan pajak keluarannya menjadi nihil dan semua pajak masukan yang ada menjadi pajak yang lebih dibayar yang dapat direstitusikan. Dampak pengajuan banding tersebut pada PT “X” yaitu bahwa PT “X” berhasil memenangkan seluruh permohonan banding atas SKPLB PPN tersebut.
2.
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Faluvy (2007) dengan judul “Mekanisme Pemeriksaan Pajak Penghasilan Sampai Proses Banding Pada PT.KC”.
Sebab
timbulnya
sengketa
pajak
penghasilan badan pada PT.KC diawali dari penerbitan SKKB PPh Badan Masa Pajak 2001, dimana atas ketetapan tersebut wajib pajak tidak setuju dan mengajukan keberatan atas jumlah pajak yang masih harus dibayar. Namun keberatan tersebut hanya diterima sebagian oleh KPP Jakarta Tambora, sehingga wajib pajak tetap berkeberatan dan mengajukan banding. Banding diselesaikan melalui pengadilan pajak dengan acara biasa,dengan hasil putusan bahwa pengadilan pajak mengabulkan seluruhnya permohonan banding PT.KC tersebut oleh Majelis I Pengadilan Pajak. 3.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sylvia (2007) dengan judul “Analisa Pemeriksaan PPN Pada PT “X” Berdasarkan Keputusan Akhir Pengadilan Pajak”. Pemeriksaan pajak dilakukan pada PT “X”untuk tahun pajak 2002. Pada pemeriksaan tersebut PT “X” melaporkan kelebihan pembayaran pajak atas PPN Masa Pajak Januari sampai Desember 2002 untuk meminta kembali jumlah lebih bayar PPN tersebut. Sedangkan menurut Fiskus yang seharusnya PT “X” yang masih harus membayar kekurangan pajak tersebut. Dari hasil pemeriksaan tersebut Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB PPN. Merasa tidak puas dengan hasil pemeriksaan, PT “X” mengajukan keberatan. Tetapi keberatan tersebut ditolak,
sehingga PT “X” melanjutkan dengan pengajuan banding ke Pengadilan Pajak. Hasilnya, Pengadilan Pajak menerima semua permohonan bandingnya. Namun atas kesalahan pemeriksaan dari DirjenPajak, PT “X” harus mengalami kerugian waktu dan material. 4.
Penelitian sebelumnya diperoleh dari Indonesian Tax Review Vol.1/Edisi 11/2008, dengan judul “Banding Gara-gara Salah Pncantuman DPP”. Berdasarkan bukti-bukti dan keterangan dalam persidangan, Majelis memperoleh petunjuk bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam banding ini adalah Dasar Pengenaan PPh Pasal 21. Hasil dari penelitian bukti-bukti yang ada, Fiskus mengatakan setuju untuk membatalkan koreksi yang dilakukannya. Pasalnya Fiskus menemukan kalau selisih tersebut terjadi karena adanya kesalahan pencantuman DPP pada SPT Masa PPh Pasal 21 sehingga berbeda dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Dengan begitu Fiskus menyadari bahwa seharusnya tidak ada PPh yang terutang yang masih harus dibayar wajib pajak. Karena selisih DPP tidak PPh terutang. Dan hasil, Majelis mengabulkan seluruh Permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak.
5.
Penelitian sebelumnya yang diperoleh dari Indonesian Tax Review Vol.01/Edisi 2/2009, dengan judul “Lemah Pembuktian,DPP Dikoreksi”.
Berdasarkan hasil pemeriksaan berkas-berkas
pengajuan banding, diketahui bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam perkara banding ini adalah jumlah DPP PPh Pasal 23 Masa
Pajak Januari s.d Desember 2002 yang tidak disetujui oleh WP. Majelis menyimpulkan, sengketa ini disebabkan karena minimnya data WP yang dapat diakses oleh Fiskus. Sehinga hasilnya, Majelis memutuskan untuk mengabulkan sebagian materi banding WP dan menolak materi banding lainnya.
C. Kerangka Pemikiran Dengan sistem pemungutan pajak yang berlaku saat ini ternyata masih saja banyak pelaksanaan pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan UU perpajakan yang dapat menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat wajib pajak. Misal, masih adanya wajib pajak yang merasa kurang puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan atau atas pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga. Sehingga dengan pelaksanaan pajak yang tidak sesuai tersebut, dapat mengakibatkan timbulnya sengketa pajak antara wajib pajak dan pejabat yang berwenang. Oleh karena itu, diperlukan lembaga peradilan di bidang perpajakan yang lebih komprehensif yang dibentuk dengan undangundang, yang menjamin Hak dan Kewajiban pembayar pajak sesuai dengan undang-undang perpajakan dan dapat memberikan putusan hukum atas Sengketa Pajak dengan proses yang sederhana, cepat, dan murah. Seperti Ditjen Pajak atau Pengadilan Pajak. Sengketa Pajak tidak harus diselesaikan di Pengadilan Pajak, tetapi sengketa pajak bisa juga diselesaikan di Ditjen Pajak. Sengketa Pajak
yang harus diselesaikan melalui Pengadilan Pajak meliputi Banding dan Gugatan. Hal tersebut berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2002 dan Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan Tentang Pengadilan Pajak. Seperti halnya dalam penulisan ini yang membahas Sengketa Pajak yang penyalesaiannya melalui Pengadilan Pajak. Karena merupakan Sengketa Banding. Dimana wajib pajak merasa kurang puas atas dikeluarkannya SKP yang dikeluarkan oleh Ditjen Pajak, sehingga melakukan pengajuan Banding ke Pengadilan Pajak.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memilih Pengadilan Pajak sebagai tempat penelitian. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu penelitian terhadap masalah-masalah berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi. Sehingga dalam penelitian ini penulis menjelaskan dan menggambarkan permasalahan banding atas kasus sengketa pajak pada wajib pajak. B. Metode Penentuan Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah suatu Wajib Pajak badan yang memiliki permasalahan sengketa pajak. Pengambilan sampel dengan menggunakan metode judgment sampling, yaitu pengambilan sample secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2002:131). Dengan kriteria responden yaitu perusahaan yang memiliki permasalahan pajak pertambahan nilai
dan mengajukan banding ke Pengadilan
Pajak, dan penyelesaiannya pada tahun 2009. C. Metode Pengumpulan Data Metode yang dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data sebagai bahan masukan dalam penelitian adalah dengan melakukan pengumpulan
data sekunder dan data primer. Data sekunder yang
digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder internal, yaitu data dari Pengadilan Pajak atau putusan pengadilan mengenai kasus banding sengketa pajak.
Data-data tersebut berupa
artikel, peraturan perundang-undangan, atau literatur lain yang memuat mengenai perpajakan khususnya banding kasus sengketa pajak melalui Pengadilan Pajak. Sedangkan data primer dapat dilakukan dengan cara penelitian langsung di lapangan oleh penulis seperti
di Pengadilan
Pajak. D. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah analisa kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini merupakan tipe penelitian deskriptif kualitatif karena menggunakan pendekatan pada pemecahan masalahmasalah berupa
fakta-fakta dalam kehidupan sosial khususnya
dalam bidang perpajakan yaitu permasalahan banding atas kasus sengketa
pajak
melalui
pengadilan
pajak
(Indriantoro
dan
Supomo,2002:31-32). Sedangkan berdasarkan tujuan penelitiannya penelitian ini merupakan penelitian dasar yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan teori. Dan pendekatan yang digunakan dalam pengembangan teori adalah pendekatan induktif, yang tujuannya untuk mengembangkan teori dengan menekankan pada kebenaran dan realitas fakta untuk menghindari adanya teori-teori atau opini-opini yang membingungkan yang dikuatkan dengan penelitian kepustakaan (guna memperoleh data sekunder) dan penelitian langsung (guna memperoleh data primer) sebagai metode pengumpulan data dalam penelitian ini. Beberapa contoh data sekunder yang diperlukan untuk masalah penelitian yaitu UU PPN dan UU Pengadilan Pajak,Putusan Pengadilan
Pajak, SPT Masa, Surat Setoran Pajak (SSP), Faktur Pajak, dan Surat Keberatan. E. Operasional Variabel Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variable yang digunakan berikut dengan operasional. Penjelasan dari variable-variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Sengketa Pajak Sengketa Pajak dapat diartikan suatu masalah yang teradi karena salah persepsi, salah hitung, dan ketidakpuasan dalam perpajakan. Sengketa pajak pertambahan nilai merupakan permasalahan yang terjadi dalam bidang perpajakan-khususnya pajak pertambahan nilai- antara wajib pajak degan fiskus, atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang. Untuk mengetahui sengketa pajak ini merupakan sengketa PPN dapat dilihat dari nomor seri yang terdapat di dalam buku daftar kasus banding di Pengadilan Pajak, atau pada Surat Putusan Pengadilan Pajak, atau pada Surat Ketetapan Pajak yang dipermasalahkan. Banding Banding merupakan akibat atau terusan dari masalah sengketa pajak, jika masih ada ketidakpuasan wajib pajak dalam penyelesaiannya melalui pengajuan keberatan. Dan banding merupakan permasalahan pajak yang harus diselesaikan di Pengadilan Pajak.
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat Perusahaan PT “X” didirikan pada tahun 1954 oleh Hydrographer Ole H.Blom. Sejak berdirinya PT “X” terkemuka telah menyediakan produk dan jasa
di dalam laut dan pemetaan tanah berbasis
industri. Hari ini, PT “X” dibagi menjadi dua bagian; Informasi Geografis (GI) dan Offshore Technologies (OT). PT “X” adalah perusahaan dengan kegiatan pemetaan,baik di rumah
dan pasar internasional. Fokus utama kami adalah
photogrammetric teknis produksi skala besar peta, dan GIS servises DTM. PT “X” merupakan anak perusahaan PT “XY” Kelompok Norwegia yang didirikan pada 1954 dan hari ini adalah sebuah perusahaan terkemuka di Scandinavia
dalam pemetaan,
dan kegiatan charting. PT “X” yang merupakan objek penelitian berlokasi di Jl. Kuningan Barat No.26, Gedung Tifa Lt.2. Jakarta Selatan – 12710 dan mempunyai NPWP 01.893.832.4-014.000 merupakan cabang dari PT “X” di bandung.
2. Perkembangan Usaha Pada tahun 1954 PT “X” didirikan oleh Hydrographer Ole H. Blom kemudian ia terdaftar di Oslo Stock Exchange pada tahun 1988. Di tahun 2000 PT “X” membentuk unit baru produksi peta di Bandung-Indonesia. Dan pada tahun 2002 PT “X" berkonsentrasi photogrammetric semua peta berproduksi di Bandung-Indonesia, dan dua kali lipat kapasitas produksi. Untuk pengumpulan, pengolahan, dan penjualan yang tinggi teknolologi peta data dan pembentukan database, unit produksi didirkan di Rumania dan Indonesia pada tahun 2004. B. Penemuan dan Pembahasan 1. Penyebab timbulnya Sengketa Pajak Pertambahan Nilai pada PT “X” sehingga perusahaan tersebut mengajukan Banding Seperti
yang
telah
dijelaskan
pada
bab
sebelumnya,
Permohonan banding yang diajukan oleh Pemohon Banding (dalam penelitian ini adalah PT “X”) diawali dengan adanya sengketa atau ketidaksetujuan wajib pajak atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan oleh fiskus
yaitu berupa SKPLB PPN Barang
dan Jasa Masa Pajak Desember 2005. Sebagaimana diketahui bersama dalam Ketentuan Umum TataCara Perpajakan (KUP) Tahun 2007 Tentang Pengadilan Pajak bahwa ketetapan pajak terbit atas dasar hasil pemeriksaan fiskus, baik pemeriksaan lapangan atau pemeriksan kantor yang disertai koreksi fiskal
dalam
umumnya menyebabkan jumlah pajak yang terutang menurut fiskus
menjadi lebih besar daripada jumlah yang telah dihitung, disetor, dan dilaporkan oleh wajib pajak. Sengketa yang dialami oleh PT “X” diawali dari penerbitan SKPLB PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2005 dengan Nomor: 00017/407/05/014/07 tanggal 18 April 2007, yang ditebitkan oleh KPP Jakarta Mampang Prapatan berdasarkan Laporan
Pemeriksaan
15/WPJ.04/KP.0707/2007
Pajak tanggal
dengan 18
April
Nomor:LAP2007,
dengan
perhitungan sebagai berikut: Tabel 4.1.Perbedaan Perhitungan PPN terhutang menurut Pemohon Banding dan Terbanding N O 1
2
3
4 5
6 7
URAIAN
JUMLAH RUPIAH MENURUT Pemohon Banding
Dasar Pengenaan Pajak a. Ekspor b. Penyerahan yang PPN nya tidak dipungut/ditunda /ditangguhkan/dibebaskan/ditanggung Pemerintah c. Penyerahan yang PPN nya harus diungut c.1 Tarif Umum c.2 Tarif Efektif c.3 Jumlah (c.1 + c.2) d. Dikurangi : retur penjualan e. Jumlah (a + b + c.3 – d) Pajak Keluaran : a Pajak Keluaran Seluruhnya a.1 Tarif Umum a.2 Tarif Efektif a.3 Jumlah (a.1 + a.2) c Jumlah Pajak Keluaran yang dipungut sendiri (a.3 – b.4) Pajak yang dapatdiperhitungkan : a) Pajak masukan yang dapat dikreditkan b) Dibayar dengan NPWP sendiri c) Pajak masukan yang menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan karena memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilam Neto d Kompensasi bulan lalu e Diperhitungkan (Pokok Kurang Bayar) STP g Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan (a + b + c + d + e)
Terbanding
1.541.779.512,00
0,00
0,00
0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 1.541.779.512,00
1.544.950.362,00 0,00 1.544.950.362,00 0,00 1.544.950.362,00
0,00 0,00 0,00
154.495.036 0,00 154.495.036,00
0,00
154.495.036,00
38.166.559,00 0,00
825.870,00 0,00
0,00 401.941.068,00 0,00
0,00 402.766.938,00 0,00
440.107.627,00
402.766.938,00
PPN yang Lebih dibayar (3.g – 2.c)
440.107.627,00
248.271.902,00
Kelebihan Pajak yang sudah : a. Dikompensasi ke Masa Pajak berikutnya b Dikembalikan sesuai dengan SKPLB c Jumlah PPN yang kurang dibayar (4 -5) PPN lebih bayar khususnya untuk eksportir/penyerahan
0,00 0,00 0,00 440.107.627,00
0,00 0,00 0,00 248.271.902,00
kepada pemungut PPN : a Restitusi % x Dasar Pengenaan Pajak b Kompensasi
0,00 248.271.902,00
Sumber : Putusan Pengadilan Pajak Hal 17736/PP/M.XI/16/2009.
ke 2
dari
30
Nomor:Put
Namun, atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2005 Nomor: 00017/407/05/014/07 tanggal 18 April 2007, Pemohon Banding
yang merasa kurang puas dengan Surat
Ketetapan Pajak tersebut mengajukan keberatan dengan Surat Nomor:Acc/002060607/Ltr
tanggal 6 Juni 2007 dan
dengan Keputusan Terbanding Nomor:
KEP-
336/WPJ.04/2008 tanggal 27 Februari 2008, dengan hasil bahwa keberatan
Pemohon
Banding
tersebut
diterima
sebagian
dengan perhitungan sebagai berikut: Tabel 4.2. Hasil Perhitungan PPN dalam Keputusan Terbanding
URAIAN Semula
1.544.950.362
154.495.036
Pajak yang dapat diperhitungkan (Rp) 402.766.938
0
0
1.544.950.362
154.495.036
Pajak Keluaran (Rp)
DPP PPN (Rp)
248.271.902
Kompensasi ke Masa Berikutnya (Rp) 0
24.743.159
24.743.159
0
24.743.159
427.510.097
273.015.061
0
273.015.061
PPN lebih dibayar (Rp)
PPN Lebih Dibayar (Rp) 248.271.902
Dikurangi/ (ditambah) Menjadi
Sumber : Putusan Pengadilan Pajak Hal ke 2 dari 30 Nomor : Put 17736/PP/M.XI/16/2009.
Dengan hasil tersebut diatas, ternyata Pemohon Banding masih merasa keberatan sehingga akhirnya Pemohon Banding mengajukan Banding melalui Pengadilan Pajak dengan Surat Banding Nomor: ACC/010140508/LTR pada tanggal 14 Mei 2008. Dan yang menjadi pokok sengketa dalam Sengketa Banding ini adalah koreksi positif
Dasar Pengenaan PPN dari Penyerahan yang PPNnya harus dipungut sebesar Rp.1.544.950.362,00 dan juga perbedaan pendapat atas ketentuan peraturan perpajakan tentang jenis usaha, transaksi (penyerahan) yang dilakukan PT “X” atau Pemohon Banding. Selain itu, karena PT “X” merasa dirugikan oleh hasil koreksi positif tersebut hingga akhirnya ia mengajukan banding. 2. Proses Banding yang dilakukan oleh PT “X” a. Pengajuan Surat Banding Atas Keputusan yang telah dikeluarkan oleh Kepala Kanwil Jakarta Selatan Khusus atas nama Dirjen Pajak tersebut yang menerima sebagian permohonan keberatan PT “X”, maka PT “X”
yang masih merasa belum puas dengan keputusan
keberatan tersebut, akhirnya mengajukan Permohonan Banding ke Pengadilan Pajak. PT “X” selaku Pemohon Banding mengajukan Surat Banding tanggal 14 Mei 2008 terhadap Keputusan Terbanding (DirJen Pajak) Nomor:ACC/010140508/LTR, yang diterima oleh Sekretariat Pengadilan Pajak pada hari Senin tanggal 19 Mei 2008 (diantar) dengan uraian/alasan sebagai berikut: 1) Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar PPN Masa Pajak Desember 2005 Nomor: 00017/407/05/014/07 yang telah Melebihi Batas Waktu SPT Masa PPN (Pembetulan) Pemohon Banding untuk Masa Pajak Desember 2005 yang menyatakan lebih bayar
dilaporkan
ke Kantor Pelayanan Pajak Jakarta
Mampang Prapatan
pada tanggal 09 Februari
2006, namun Terbanding SKPLB
PPN
Masa
baru menerbitkan Pajak
Desember
2005
Nomor:
00017/407/05/014/07 tanggal 18 April 2007. Bahkan, hingga akhirnya Pemohon Banding mengajukan Surat Banding SKPLB yang asli belum diterima dari Terbanding. Berdasarkan ketentuan Pasal 17B, Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 tahun 2000, bahwa: Direktorat Jendral Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak selalin permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan Keputusan Direktorat Jendral Pajak. Apabila setelah lewat dari jangka waktu yang telah ditentukan sebgaimana dimaksud dalam ayat (1) Direktorat Jendral Pajak tidak juga memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan
dalam waktu paling lambat 1
(satu) bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
penerbita SKPLB PPN Masa Pajak Desember 2005 Nomor: 00017/407/05/014/07 memang benar adanya telah melewati batas waktu penerbitan. Dengan demikian, SKPLB tersebut diatas merupakan ketetapan pajak yang cacat hukum, dan oleh karena itu harus dibatalkan demi hukum dan keadilan. Ini merupakan alasan formal Pemohon Banding mengajukan Banding.
2) Koreksi Peredaran Usaha Berdasarkan ketentuan UU No. 8 Tahun 1983 tentang “Pajak Pertambahan Nilai barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah” sebagaimana
telah diubah terakhir dengan UU No. 18 Tahun 2000, disebutkan bahwa: (Pasal 1 angka 2) – “Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.” (Pasal 1 ayat 11) – “Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.” (Pasal 4 huruf f) – “Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.” (Pasal 7 ayat 2) – “Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen).”
Seperti yang telah Pemohon Banding jelaskan pada saat proses pemeriksaan dan keberatan, bahwa Pemohon Banding melakukan kegiatan usaha yang menghasilkan produk berupa peta digital. Peta digital yang diproduksi oleh Pemohon Banding hingga saat ini masih berkisar peta wilayah luar negeri sesuai dengan permintaan pasar yang saat ini mampu dilayani oleh Pemohon Banding. Proses pengiriman produk dapat Pemohon Banding lakukan dengan beberapa cara: a) Cara Pertama Dengan menempatkan peta digital kedalam media penyimpanan
berupa
CD
atau
DVD,
kemudian
dikirimkan kepada pembeli di luar negeri melalui jasa kurir. Biasanya untuk peta digital dengan ukuran file yang cukup besar Pemohon Banding mengirimkannya dengan cara ini. b) Cara Kedua Dengan mengirim peta digital langsung melalui koneksi internet kepada pembeli di luar negeri. Cara ini biasanya Pemohon Banding lakukan untuk peta digital dengan ukuran file yang tidak terlalu besar. Dengan ini menurut hemat Pemohon Banding, peta digital yang dihasilkan oleh Pemohon Banding termasuk kedalam pengertian Barang Kena Pajak Tak Bewujud, sehingga
berdasarkan
ketentuan-ketentuan
di
atas,
penyerahan peta digital oleh Pemohon Banding kepada pembeli di luar negeri dapat dikategorikan sebagai Ekspor BKP yang dikenakan PPN nya dengan tariff 0%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa koreksi yang dilakukan oleh Terbanding yang didasarkan pada anggapan bahwa terjadi penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pemohon Bandning adalah tidak
dapat dibenarkan,
karena sebagaimana telah
Pemohon Banding uraikan di atas, seluruh penyerahan produk yang dihasilkan oleh Pemohon Banding adalah kepada Pembeli yang berlokasi di Luar Negeri (ekspor). Berdasarkan keterangan atau alasan-alasan di atas, maka Pemohon Banding mengajukan Permohonan kepada Majelis
Hakim
yang
mengadili
perkara
ini
untuk
mengabulkan banding Pemohon Banding dan membatalkan Surat Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor: KEP336/WPJ.04/2008/LTR tanggal 27 Februari 2008 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar PPN Masa Pajak Desember 2005 Nomor: 00017/407/05/014/07 tanggal 18 April 2007 atas nama PT “X”, NPWP 01.893.832.4-014.000. b. Surat Uraian Banding dari Terbanding
Terbanding dalam Surat Uraian Banding Nomor: S-1893/WPJ.04/BD.06/2008
tanggal
29
Agustus
2008
mengemukakan hal-hal sebagai berikut: 1) Koreksi Peredaran Usaha sebesar Rp.1.544.950.362 Menurut Pemohon Banding usahanya merupakan Ekspor BKP yang dikenakan PPNnya dengan tariff 0%, karena seluruh penyerahan produk yang dihasilkan adalah kepada Pembeli
yang berlokasi di Luar Negeri,
dikuatkan dengan hukum-hukum. Sedangkan menurut Terbanding usaha yang dijalankan oleh Pemohon Banding bukanlah merupakan Ekspor BKP, melainkan usaja Jasa Kena Pajak. Dalam keterangannya, bahwa Pemberi jasa, dalam hal ini Pemohon Banding adalah Pengusaha Kena Pajak, Jasa yang diserahkan, dalam hal ini jasa pembuatan peta digital adalah Jasa Kena Pajak karena tidak termasuk dalam jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN
sebagaimana diatur
dalam
Peraturan
Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000. Saat terutangnya pajak adalah pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya sesuai dengan Pasal 13 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 sebagaimana
telah diubah terakhir
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002.
dengan
Peraturan
Tempat pajak terutang atau tempat penyerahan di dalam Daerah Pabean adalah di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dillakukan, yaitu di tempat Pengusaha dikukuhkan, dalam hal ini tempat dimana Pemohon Banding melakukan usaha, yakni Indonesia. Sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002, sebagai berikut: “Tempat Pajak terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak di Dalam Daerah Pabean adalah di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan, yaitu di tempat Pengusaha dikukuhkan atau seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak” Berdasarkan hal tersebut di atas maka penelaah sependapat dengan pemeriksa bahwa penyerahan yang dilakukan
oleh Pemohon Banding adalah
penyerahan yang terutang PPN karena jasa tersebut dilakukan di dalam daerah Pabean.
2) Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp.37.340.689 Penelaah melakukan penelitian terhadap faktur pajak yang diberikan oleh Pemohon Banding ternyata faktur pajak dari PT “Y” nomor CQXJL-423-12449 dengan nilai PPN sebesar Rp.12.597.530 yang pengisiannya tidak memenuhi ketentuan formal (cacat) yaitu menggunakan alamat yang
berada di Bandung. Sehingga koreksi pemeriksa atas faktur pajak masukan sebesar Rp.12597.530 tetap dipertahankan. Namun sisa dari dari Pajak Masukan yang di koreksi tersebut, bahwa faktur pajak tersebut merupakan bukan sebagai Faktur Pajak yang cacat, sehingga dapat diterima. Setelah melakukan penelitian dengan cara pengujian arus uang, maka penelaah berpendapat bahwa Pemohon Banding telah memenuhi ketentuan yang diisyaratkan dalam Pasal 33 UU KUP sehingga untuk pengkreditan Pajak Masukan tersebut dapat diterima oleh penelaah. Dengan berdasarkan semua data
dan keterangan, maka
penelaah pun berpendapat sama menerima
sebagian
permohonan
untuk keberatan
Pemohon
Banding karena dapat memberikan bukti-bukti pendukung yang cukup seperti berikut ini:
Tabel 4.3.Perhitungan PPN terhutang menurut Penelaah N O 1
2
KETEANGAN Dasar Pengenaan Pajak a Ekspor b Penyerahan yang PPN nya tidak dipungut/ditunda/ditangguhkan/dibebaskan/ditanggung pemerintah c Penyerahan yang PPN nya harus dipungut c.1 Tarif Umum c.2 Tarif Efektif c.3 Jumlah (c.1 –c.2) d Dikurangi : retur penjualan e Jumlah (a + b + c.3 – d) Pajak Keluaran : a Pajak Keluaran Seluruhnya a.1 Tarif Umum
Dalam Rupiah 0,00 0,00 1.544.950.362,00 0,00 1.544.950.362,00 0,00 1.544.950.362,00
154.495.036,00
3
4 5
6
a.2 Tarif Efektif a.3 Jumlah (a.1 + a.2) b.4 Jumlah (b.1 + b.2 + b.3) c Jumlah Pajak Keluaran yang dipungut sendiri (a.3 – b.4) Pajak yang dapat diperhitungkan : a Pajak masukan yang dapat di kreditkan b Dibayar dengan NPWP sendiri c Pajak Masukan yang menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan karena memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto d Kompensasi Bulan Lalu e Diperhitungkan (Pokok Kurang Bayar) STP g Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan (a+b+c+d+e) PPN yang lebih dibayar (3.g – 2.c) Kelebihan Pajak yang sudah : a dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya b dikembalikan sesuai dengan SKPLB c Jumlah PPN yang lebih di bayar (4 -5)
0,00 154.495.036,00 0,00 154.495.036,00 25.569.029,00 0,00
0,00 401.941.068,00 0,00 427.510.097,00 273.015.061,00 0,00 0,00 0,00 0,00 273.015.061,00
Sumber: Putusan Pengadilan Pajak Hal ke 13 dari 30 Nomor: Put 17736/PP/M.XI/16/2009.
3) Tanggapan Atas Permohonan Banding Direktur Jenderal Pajak yang merupakan Terbanding memberi tanggapan bahwa alasan Pemohon Banding pada intinya sama seperti alasan ketika mengajukan permohonan keberatan, sehingga tanggapan atas permohonan banding Pemohon Banding sama dengan alasan keputusan keberatan, yaitu tidak terdapat alasan untuk dapat mempertimbangkan permohonan banding Pemohon Banding atas Keputusan Direktorat Jendral Pajak
Nomor: KEP-
336/WPJ.04/2008 yang diterbitkan
tanggal 27
Februari 2008. Dan diusulkan kepada Pengadilan Pajak agar menolak dan
Permohonan
mempertahankan
Banding
Pemohon
Banding
Keputusan
Keberatan
No.KEP-
336/WPJ.04/2008 tersebut. c. Bantahan Atas Uraian Banding oleh Pemohon Banding
Tanggapan yang diberikan oleh Terbanding atas Uraian Banding dibantah oleh Pemohon Banding dalam Surat Bantahannya Nomor: ACC/016091008/Ltr tanggal 9 Oktober 2008. Karena menurut Pemohon Banding, koreksi yang dilakukan oleh Terbanding
yang didasarkan pada
anggapan bahwa terjadi penyerahan JKP
di dalam
Daerah Pabean itu tidak dapat dibenarkan, sebagaimana telah Pemohon Banding uraikan dalam uraian banding, seluruh penyerahan produk yang dihasilkan oleh Pemohon Banding adalah kepada Pembeli yang berlokasi di Luar Negri (Ekspor). Sehingga dengan demikian, Pemohon Banding mohon kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini untuk mengabulkan banding Pemohon Banding (PT “X”) dan membatalkan
Keputusan
Terbanding
Nomor:
KEP-
336/WPJ.04/2008 tanggal 27 Februari 2008 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Desember 2005 Nomor: 00017/407/05/014/07 tanggal 18 April 2007. Sehingga menghasilkan perhitungan sebagai berikut:
Tabel 4.4. Perbandingan Perhitungan PPN menurut Pemohon Banding dan Terbanding dalam Surat Bantahan atas Uraian Banding Keterangan DPP Pajak Keluaran Pajak Keluaran yang dipungut
Menurut Terbanding (Rp) 1.544.950.362 154.495.036 -
Ditambah/Dikurangi (Rp) (154.495.036) -
Menurut Pemohon Banding (Rp) 1.544.950.362 -
oleh Pemungut PPN Dipungut Sendiri Kredit Pajak: Pajak Maukan Disetor Sendiri Kompensasi Bulan Lalu Retur Pembelian Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan PPN yang lebih dibayar Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya PPN yang lebih dibayar
154.495.036 25.569.029 401.941.068 -
(154.495.036) -
25.569.029 401.941.068 -
427.10.097 (273.015.061)
(154.495.036)
427.510.097 (427.510.097)
(273.015.061)
(154.495.036)
(427.510.097)
Sumber: Putusan Pengadilan Pajak Hal ke 18 dari 30 Nomor: Put 17736/PP/M.XI/16/2009.
d. Persidangan Banding Setelah melakukan 3 hal dalam persiapan persidangan seperti tersebut diatas, barulah persidangan diselenggarakan. Dengan ini proses pelaksanaan banding telah memenuhi ketentuan Pasal 44
dan 45 UU No.14 Tahun 2002
Tentang Pengadilan Pajak. Kuasa Hukum yang mendapat kuasa dari Pemohon Banding, dengan Surat Kuasa Nomor: ACC/018211108/LTR tanggal 21 November 2008, yaitu: Nama : Karsino Izin Kuasa Hukum: KEP-489/PP/IKH/2007 tanggal 29 Oktober 2007 Nama : Imam Subekti Izin Kuasa Hukum: KEP-211/PP/IKH/2008 tanggal 14 Mei 2008 telah
hadir
dalam
beberapa
kali
persidangan
yang
diselenggarakan untuk banding ini, terakhir tanggal 17 Maret 2009 memenuhi Surat Undangan Sidang Nomor: Und. 0045/SP/Pg.21/2009
tanggal 25 Februari 2009,
untuk memberikan keterangan sehubungan dengan permohonan banding Pemohon Banding.
Wakil Terbanding dari Direktorat Keberatan dan Banding dengan Surat Tugas Nomor: ST-1344/PJ.072/2009 tanggal 3 Maret 2009 yaitu: Nama/NIP Nama/NIP Nama/NIP Nama/NIP
: Senny Tussytha/060078527 : M. Saleh Arifin Siregar/060098249 : Dwi Setyobudi/060098270 : Abdul Rozak/0600116201
Dari Kanwil DJP Jakarta Selatan dengan Surat Tugas Nomor: ST-160/WPJ.06/2009 tanggal 11 Maret 2009 yaitu: Nama/NIP telah
: Husnul Karim Dwiyanto/060087708
hadir
dalam
beberapa
kali
persidangan
yang
diselenggarakan untuk banding ini, terakhir pada tanggal 17 Maret 2009 memenuhi Surat Panggilan Sidang Nomor: Pang0017/SP/Pg.21/2008 2009,
guna
memberikan
tanggal 25 Februari keterangan sehubungan dengan
permohonan banding Pemohon Banding. Sebelum memeriksa materi pokok sengketa banding, terlebih
dahulu
dilakukan
pemeriksaan
atas
pemenuhan
ketentuan-ketentuan yang bersifat formal; 1) Pemenuhan Ketentuan Formal Pengajuan Banding Bahwa
pengajuan
Surat
Banding
Nomor:
ACC/010140508/LTR tanggal 14 Mei 2008 didasarkan pada Undang-undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
a) Ditujukan kepada Pengadilan Pajak dan dibuat dalam bahasa Indonesia, sehingga memenuhi ketentual pasal 35 ayat (1); b) Menyatakan tidak setuju terhadap keputusan Terbanding tentang keberatan atas SKPLB PPN Masa Pajak Desember 2005; c) Diterima oleh sekretariat Pengadilan Pajak pada hari senin, tanggal 19 Mei 2008 (diantar), sedangkan Keputusan Terbanding atas keberatan Pemohon Banding diterbitkan sehingga
pada tanggal 27 Februari 2008, pengajuan
banding
memenuhi
ketentuan
mengenai jangka waktu 3 (tiga) bulan pengajuan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (2);
d) Memenuhi persyaratan satu Surat Banding untuk satu Keputusan Terbanding, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1); e) Memuat
alasan-alasan
Banding
yang
jelas
dan
menyebutkan tanggal diterima Surat Keputusan yaitu pada tanggal 10 Maret 2008, sehingga memenuhi ketentuan Pasal 36 ayat (2); f) Dilampiri dengan salinan keputusan yang dibanding, sehingga memenuhi ketenuan Pasal 36 ayat (3);
g) Banding diajukan terhadap Ketetapan Pajak Lebih Bayar sehingga
tidak
dierlukannya
pelunasan
sehingga
pengajuan banding memenuhi ketentuan Paal 36 ayat (4); h) Surat Bnding ditandatangani oleh RR. Arti Utami Supangkat, sebagai Direktur Utama (berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas Nomor: 5 tanggal 3 Maret 1999 yang dibuat
oleh Notaris SP. Henny
Singgih, SH., di Jakarta) sehingga memenuhi ketentuan Pasal 37 ayat (1); Dengan
demikian
Surat
Banding
Nomor:
ACC/010140508/LTR tanggal 14 Mei 2008 memenuhi ketentuan formal pengajuan banding. 2) Pemenuhan Ketentuan Formal Pengajuan Keberatan Pengajuan banding ini telah di dahului dengan Surat Keberatan Nomor: ACC/00206060/Ltr tanggal 6 Juni 2007, yang: a) Ditandatangani oleh RR. Arti Utami Supangkat, sebagai Direktur Utama; b) Ditujukan kepada Terbanding dan dibuat dalam bahasa Indonesi; c) Menyatakan tidak setuju terhadap Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar PPN Masa Pajak Desember 2005 Nomor: 00017/407/0501407 tanggal 18 April 2007;
d) Terdapat penjelasan mengenai jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut menurut perhitungan Pemohon Banding disertai alasan-alasan yang jelas; e) Dibuat hanya untuk 1 (satu) ketetapan pajak; Dengan
demikian
Surat
Keberatan
nomor:
ACC/00206060/Ltr tanggal 6 Juni 2007 telah memenuhi ketentuan formal pengajuan keberatan. 3) Pemenuhan Ketentuan Formal Penerbitan Keputusan Terbanding Keputusan Terbanding Nomor: KEP-336/WPJ.04/2008 tanggal 27 Februari 2008, merupakan: a) Keputusan atau jawaban terhadap Surat Keberatan Pemohon Banding Acc/00206060/Ltr tanggal 6 Juni 2007; b) Keputusan Terbanding atas keberatan Pemohon Banding tersebut memenuhi azas satu keputusan atau satu balasan; c) Keputusan Terbanding diterbitkan tanggal 27 Februari 2008
sedangkan
Surat
Keberatan
diterima
oleh
Terbanding tanggal 27 Juni 2007, sehingga memenuhi ketentuan mengenai kewajiban membalas dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 16 Tahun 1983 tentan
Ketentuan Umum Tatacara Perpajakan
dan telah
diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000; d) Keputusan Terbanding tidak mengandung kesalahan tulis pada subjek, jenis dan tahun yang dituju oleh keputusan; Keputusan Terbanding Nomor: KEP-336/WPJ.04/2008 tanggal 27 Februari 2008 telah memenuhi ketentuan formal. 4) Pemenuhan
Ketentuan
Formal
Penerbitan
Surat
Ketetapan Pajak Surat Keberatan Nomor: Acc/00206060/Ltr tanggal 6 Juni 2007 ditujukan terhadap Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
PPN
Masa
Pajak Desember 2005
Nomor
:
00017/407/05/014/07 tanggal 18 April 2007, dengan keterangan: a) Memenuhi azas 1 (satu) ketetapan untuk 1 (satu) atau lebih masa pajak yang berbeda dalam kesatuan tahun pajak sesuai dengan jenis pajaknya; b) Diterbitkan masih dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak; c) Tidak mengandung kesalahan tulis pada subjek, jenis, dan tahun pajak yang dituju oleh ketetapan; d) bukan termasuk dalam kategori ketetapan dari hasil Pemeriksaan yang sebelum diterbitkan tidak didahului dengan
pemberitahuan
kepada Pemohon Banding.
tertulis
hasil
Pemeriksaan
Dengan demikian Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar PPN
Masa
Pajak
Desember
00017407/05/014/07
2005
Nomor
:
tanggal 18 April 2007
memenuhi ketentuan formal penerbitan Surat Ketetapan Pajak. Berdasarkan penjelasan diatas, pemenuhan ketentuanketentuan yang bersifat formal telah dilakukan, dengan hasil, semuanya
telah memenuhi ketentuan formal. Sehingga
Persidangan untuk memeriksa materi sengketa banding dapat dilanjutkan. Pemeriksaan terhadap materi sengketa banding dilakukan dengan mendahulukan pemeriksaan terhadap materi sengketa mengenai objek pajak dan dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap materi sengketa mengenai kompensasi kerugian, tariff pajak, kredit pajak dan materi sengketa tentang hal lainnya, diakhiri dengan pemeriksan terhadap sengketa tentanng sanksi administrasi. Pemeriksaan terhadap materi sengketa mengenai objek pajak dimulai dengan menganalisa perkembangan sengketa mengenai objek pajak, dilanjutkan menyimpulkan pokok-pokok sengketa mengenai objek, membahas setiap pokok sengketa mengenai objek pajak tersebut, dan diakhiri dengan penilaian Majelis
terhadap
nilai
objek
pajak
menurut
keputusan
Terbanding atas keberatan Pemohon Banding sebelum banding ini terjadi. Hasil yang diperoleh Majelis dalam Persidangan Banding setelah menghimpun data dan menganalisa perkembangan nilai sengketa mengenai besarnya objek pajak, sebagai berikut: a) Sebagai dasar untuk menetapkan dan menerbitkan ketetapan semula,
Terbanding menggunakan
jumlah DPP PPN
Penyerahan yang PPN nya harus dipungut Masa Pajak Desemer 2005 sebesar Rp. 1.544.950.362,00 dan DPP PPN Ekspor sebesar Rp. 0,00
serta Pajak Masukan sebesar
Rp.825.870,00. Sedangkan Pemohon Banding melaporkan dalam SPT jumlah DPP PPN Penyerahan yang PPN nya harus dipungut Masa Pajak Desember 2005 sebesar Rp.0,00 dan DPP PPN Ekspor sebesar Rp. 1.541.779.512,00 serta Pajak Masukan sebesar Rp. 38.166.559,00 sehingga selisih DPP PPN Penyerahan yang PPNnya harus dipungut sebesar Rp.1.544.950.362,00 dan DPP PPN Ekspor sebesar Rp.1.541.779.512,00
serta
Pajak
Masukan
sebesar
Rp.37.340.689,00. b) Sampai pada Surat Uraian Bnading dan Surat Bantahan berpendapat bahwa besarnya Jumlah DPP PPN Penyerahan yang PPNnya harus dipungut Masa Pajak Desember 2005 sebesar Rp.1.544.950.362,00 (dalam SUB Terbanding), Pemohon Banding membuat Bantahan dengan menyebutkan
secara
eksplisit/implicit
besarnya
jumlah
Penyerahan yang PPNnya
DPP
PPN
harus dipungut
Masa Pajak Desember 2005 sebesar Rp.0,00 sehingga nilai selisih sampai dengan Surat Bantahan adalah DPP PPN Penyerahan
yang
PPNnya
harus
dipungut
sebesar
Rp.1.544.950.362,00.
3. Lama Waktu yang diperlukan oleh PT “X” untuk memperoleh hasil dari kasus Bandingnya Berdasarkan proses Banding yang telah dilakukan oleh PT “X” seperti yang telah dijelaskan pada halaman sebelumnya, dapat di ketahui untuk
berapa lama waktu yang diperlukan oleh PT “X” menyelesaikan
kasus
sengketa
bandingnya
yang
penyelesaiannya melalui Pengadilan Pajak. Dengan penghitungan berdasarkan hari,
dihitung sejak
Pemohon Banding mengajukan Surat Banding sampai Hasil Banding itu diputuskan di Pengadilan Pajak, maka lama waktu yang diperlukan oleh PT “X”
untuk memperoleh hasil
bandingnya adalah kurang-lebih selama 336 hari atau 1 tahun. 4. Putusan Majelis Hakim Atas Pengajuan Banding Sengketa Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa pada PT “X” untuk Masa Pajak Desember 2005 Pengajuan Banding yang dilakukan oleh PT “X” selaku Pemohon Banding yang diajukan pada tanggal 14 Mei 2008 dengan
Surat Banding Nomor: 010140508/LTR, menghasilkan Putusan Pengadilan Pajak
yang diputuskan oleh Majelis XI
Pengadilan Pajak di Jakarta pada tanggal 17 Maret 2009 melalui Persidangan dengan Acara Biasa
yaitu
Mengabulkan Sebagian permohonan banding PT “X” tersebut dengan alasan-alasan sebagai berikut: a. Berdasarkan pemeriksaan Majelis atas data yang ada dalam berkas banding serta keterangn kedua belah pihak dalam persidangan diperoleh petunjuk bahwa perusahaan PT “X” adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang Jasa pembuatan peta digital dengan transaksi kepada perusahaan/klien luar negri. Penyerahan peta digital tersebut termasuk sebagai ekspor jasa yang pengenaan PPNnya tidak diatur oleh Undang-undang dan peraturan perpajakan, sehingga tidak ada objek PPNnya maka saat terutangnya pajak sebagaimana diatur
dalam
ketentuan Pasal 13 ayat (4) dan Pasal 14 (1) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002, itu tidak dapat diterapkan. b. Berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap bukti-bukti yang diserahkan PT “X” selaku Pemohon Banding dalam persidangan, Majelis berpendapat Penyerahan Jasa pembuatan peta digital sebesar
Rp.1.544.950.362,00
adalah
diserahkan
dan
dimanfaatkan di luar Daerah Pabean sehingga tidak terutang
PPN. Maka koreksi positif DPP PPN Penyerahan yang PPNnya harus dipungut sebesar Rp.1.544.950.362,00 itu tidak dapat dipertahankan. c. Dalam perkara banding ini, tidapat terdapat sengketa masalah jumlah pajak yang dapat diperhitungkan, namun berdasarkan pemeriksaan dalam persidangan diketahui bahwa penyerahan yang dilakukan
oleh PT “X” adalah Jasa pembuatan peta
digital ke luar Daerah Pabean sebagai ekspor jasa yang tidak terutang PPN
sehingga Pajak Masukannya
tidak dapat
dikreditkan. Maka seluruh jumlah Pajak Masukan sebesar Rp.427.510.097,00 itu tidak dapat diperhitungkan/dikreditkan untuk Masa Pajak Desember 2005. Pengadilan Pajak yang memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding PT X dengan perhitungan kembali menjadi sebagai berikut: Dasar Pengenaan Pajak: - Ekspor Rp 1.541.779.512,00 - Penyerahan PPN harus dipungut Rp 0,00 Jumlah Dasar Pengenaan Pajak 1.541.779.512,00 Jumlah Pajak Keluaran yang dipungut sendiri 0,00 Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan 0,00 PPN yang kurang/lebih dibayar 0,00
Rp Rp Rp Rp
Dengan demikian jumlah Pajak yang lebih dibayar oleh PT “X” adalah NIHIL.
C. Evaluasi Hasil Penelitian Evaluasi hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, guna mengetahui apa saja yang diperlukan dan harus dipersiapkan oleh pihak Wajib Pajak ataupun Fiskus agar tidak terjadi lagi sengketa pajak seperti diatas. Kalaupun ada permasalahan pajak, bagaimana caranya agar permasalahan tersebut tidak sampai ke Pengadilan Pajak?.
Hal-hal
tersebut diantaranya sebagai berikut: 1. Bagi Wajib Pajak (Pemohon Banding) a. Pada saat pemeriksaan pajak Yang diperlukan dan harus dipersiapkan oleh wajib pajak, berupa; perjanjian usaha (kontrak kerja), buku penjualan, notanota penjualan, faktur pajak, surat setoran pajak (SSP), dan SPT Masa. Dan wajib pajak harus memberikan data-data tersebut dengan lengkap, jelas,
dan akurat serta penyampaiannya
harus tepat waktu..
Agar hasil (penetapan
pajak) dari pemeriksaan pajak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh wajib pajak dan permasalahan pajak selesai. b. Pada saat pengajuan keberatan Kalau hasil dari pemeriksaan pajak tersebut tidak memuaskan bagi wajib pajak, maka wajib pajak harus mempersiapkan dan memberikan data-data yang lebih akurat lagi agar keberatannya diterima
seluruhnya.
Selain
data-data
tersebut
diatas,
diantaranya; SKPLB PPN Masa Pajak Desember 2005, data tentang proses pekerjaan disebutkan secara rinci, dokumen
tagihan atau pembayaran dari pembeli
atau pemberi
jasa, Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat DirJen Bea dan Cukai yang berwenang dan dilampiri dengan faktur penjualan, dan
perhitungan
PPN
terhutang
menurut
wajib
pajak
untuk dibandingkan dengan perhitungan menurut Fiskus. c. Pada saat pengajuan banding Jika memang harus sampai ke Pengadilan Pajak, maka wajib pajak harus mempersiapkan seluruh data yang ada pada 1.a dan 1.b,
dan dokumen-dokumen lainnya, diantaranya;
surat keberatan, keputusan keberatan, nota penghitungan kelebihan pembayaran pajak, uraian pemandangan keberatan pajak pertambahan nilai, pemenuhan ketentuan-ketentuan yang bersifat formal, yang dikuatkan
dengan undang-
undang dan peraturan pemerintah tentang pajak pertambahan nilai. Selain mempersiapkan dokumen-dokumen,
wajib
pajak juga harus mengerti dan paham tentang ketetapan dan peraturan perpajakan sehingga tidak salah dalam menghitung jumlah PPN terhutang dan jumlah PPN yang lebih/kurang dibayar
agar banding yang diajukannya dapat
dikabulkan seluruhnya. 2. Bagi Fiskus (Terbanding) a. Pada saat pemeriksaan pajak
Fiskus memerlukan dokumen-dokumen dari pihak wajib pajak seperti
yang disebutkan pada
penyerahan barang
1.a,
guna
merekapitulasi
atau jasa dengan data perjanjian usaha.
Selain itu, guna menentukan DPP PPN dan mengoreksi SSP dari Kantor Perbendaharaan
dan Kas Negara yang
dicocokkan dengan Faktur Pajak milik
wajib pajak.
Namun, hal utama yang harus dimiliki dan dipersiapkan oleh Fiskus
adalah
landasan
dan
pemahaman
peraturan
dan perundang-undangan pajak pertambahan nilai, untuk lebih berhati-hati dan tidak salah dalam menghitung PPN terhutang wajib pajak dan kelebihan pembayaran pajaknya. Agar tidak asal dalam memutuskan ketetapan pajak dan ketetapan pajak tersebut sesuai dan dapat diterima oleh wajib pajak. Sehingga permasalahan pajak selesai sampai disini. b. Pada saat keberatan Jika wajib pajak tidak puas dengan hasil pemeriksaan (atau dalam kasus ini berupa SKPLB PPN) mengajukan keberatan, maka dokumen-dokumen yang lebih diperhatikan oleh Fiskus agar pendapatnya tetap dapat dipertahankan, adalah sebagai berikut; 1) persyaratan formalnya berupa; perjanjian usaha (kontrak), jenis usaha dan proses pekerjaannya, NPWP, kelengkapan pengisian SPT Masa PPN dan Surat Setoran Pajaknya.
Persyaratan formal ini sangat besar pengaruhnya terhadap hak pengkreditan pajak masukan. 2) Faktur pajak, apakah kondisinya telah memenuhi persyaratan formal maupun materiil sesuai dengan ketentuan yang berlaku?. 3) PEB (pemberitahuan ekspor barang) untuk lebih diteliti apakah sudah ada fiat muat dari Bea dan Cukai serta mencocokkan
dengan B/L yang bersangkutan.
c. Pada saat banding Pada saat banding Fiskus (Terbanding) harus mempersiapkan SKPLB PPN Masa Pajak Desember 2005, laporan penelitian keberatan, keputusan keberatan, serta memiliki landasan dan pemahaman
peraturan
dan
perundang-undangan
pajak
pertambahan nilai yang kuat sebagai pendukung argumentasinya di Pengadilan Pajak dapat dipertahankan dan Fiskus menang banding ini.
agar pendapatnya tetap dalam kasus
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A.
Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dari data yang ada tentang sengketa banding pajak pertambahan nilai PT “X”, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Penyebab utama timbulanya sengketa pajak pertambahan nilai pada PT “X” adalah karena diterbitkannya SKPLB PPN Barang dan Jasa Masa Pajak Desember 2005 oleh Fiskus yang menyatakan bahwa PPN lebih bayarnya sebesar Rp 248.271.902,00 dan usaha yang dilakukan
PT “X” merupakan Usaha Jasa Kena Pajak.
Sedangkan menurut wajib pajak, PPN lebih bayarnya sebesar Rp 440.107.627,00 dan usahanya merupakan Ekspor Jasa yang tidak kena pajak. 2. Proses banding yang dilakukan oleh PT “X” adalah melalui tahap persiapan pesidangan dengan mengajukan permohonan surat banding Uraian Banding
ke Pengadilan Pajak kemudian menerima Surat dan memberikan tanggapan berupa
Surat Bantahan. Setelah proses tersebut selesai, sidang baru dapat diselenggarakan. Karena dalam kasus banding PT “X” ini persidangan bandingnya di Pengadilan Pajak Dengan Acara Biasa.
3. Lama waktu yang diperlukan oleh PT “X” untuk memperoleh hasil dari kasus bandingnya adalah kurang-lebih selama 336 hari atau 1tahun terhitung sejak Surat Banding diajukan pada tanggal 14 Mei 2008 sampai putusan Pengadilan Pajak diterima oleh PT “X” pada tanggal
14 April 2009.
4. Hasil dari pengajuan banding sengketa pajak pertambahan nilai yang dilakukan oleh PT “X” melalui Pengadilan Pajak untuk Masa Pajak Desember 2005 yang melalui persidangan dengan Acara Biasa hanya mengabulkan sebagian permohonan banding yaitu PT “X” tersebut benar adanya merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang Jasa pembuatan peta digital dengan transaksi kepada perusahan/klien
luar negri yang penyerahan peta digital
tersebut termasuk sebagai Ekspor Jasa. Dan Pengenaan PPN nya tidak diatur oleh Undang-undang
dan Peraturan
Perpajakan. Sehingga perbedaan jumlah pajak menurut Terbanding dengan
Pemohon
dipertahankan.
Banding,
semuanya
itu
tidak
dapat
Dengan demikian tidak ada jumlah pajak
pertambahan nilai yang lebih dibayar oleh PT “X”. B.
Implikasi Penetapan Pajak berupa SKPLB yang diterbitkan oleh Fiskus, belum tentu diterima dengan puas oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Masih ada kemungkinan ditolak karena beberapa hal dari penetapan pajak tersebut sangat bertentangan dengan pendapat menurut wajib pajak. Misal pada kasus sengketa banding dalam
penelitian ini, adanya perbedaan pendapat dalam menghitung PPN terhutang, PPN yang lebih dibayar
dan penetapan
peredaran usahanya. Dari perbedaan dan ketidakpuasan wajib pajak itulah, hingga akhirnya menimbulkan sengketa pajak sampai tahap Banding ke Pengadilan Pajak. Namun, dalam banding ini kesalahan bukan hanya pada Fiskus tapi juga pada wajib pajak. Kesalahan itu semua terjadi karena Fiskus dan Wajib pajak sama-sama kurang memahami Undang-undang dan ketetapan peraturan pemerintah tentang Pajak Pertambahan Nilai dan peredaran usaha/transaksi yang dilakukan
oleh perusahaan.
DirJen Pajak selaku Fiskus atau Terbanding, hendaknya lebih ditingkatkan
lagi
pemahaman
tentang
PPN
dan
peredaran
usaha/transaksi suatu perusahaan dan lebih mempersiapkan landasan hukum yang kuat sebelum melakukan pemeriksaan pajak pada perusahaan tersebut.
Dan hendaknya memeriksa dengan
lebih profesional (teliti dan berhati-hati) agar hasilnya yang berupa SKP (Surat Ketetapan Pajak) dapat diterima seluruhnya dengan puas oleh wajib pajak. Sedangkan bagi wajib pajak, selain meningkatkan pemahaman Pajak Pertambahan Nilai dan peredaran usahanya serta harus memiliki landasan hukum yang kuat juga harus lebih memperhatikan, mempersiapkan dan memberikan data atau dokumendokumren seperti (kontrak kerja, tagihan pembayaran jasa, surat Pemberitahuan Ekspor, faktur pajak, SSP, SPT Masa) yang lengkap,
jelas serta tepat waktu untuk mendukung kelancaran saat pemeriksaan pajak. Karena bila wajib pajak dan fiskus telah memahami penuh pengertian dan hukumnya tentang PPN dan peredaran usahanya serta adanya data yang memadai dapat mencegah timbulnya sengketa pajak diantara mereka. keberatan atau bahkan banding.
Tidak perlu sampai adanya pengajuan
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. Langkah Pengajuan Banding, Indonesian Tax Review, Vol.4/Edisi 7, 2005. Anonym. Eksistensi Pengadilan Pajak, Indonesia Tax Review, Vol.6/Edisi 2, 2006. Anonym. Banding, Akibat Salah Menghitung PPN, Indonesia Tax Review, Vol.1/Edisi.11, 2008. Anonym. Lemah Pembuktian, DPP Dikoreksi, Indonesian Tax Review, Vol.1/Edisi.2,2009. Burton, Richard. Jurnal Perpajakan Indonesia, Vol.1 No.4, November 2001. Dina, Anastasia dan Setiawati, Lilis. “Perpajakan Indonesia Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis”, Penerbt Andi, Yogyakarta, 2009. Faluvy, Aritha. “Mekanisme Pemeriksaan Pajak Penghasilan Sampai Proses Banding Pada PT.KC”., Trisakti School Of Management, Jakarta, 2007. Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Press, Jakarta, 2007. Ilyas, Wirawan B dan Burton, Richard. “Hukum Pajak”, Salemba Empat, Jakarta, 2004. Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. “Metodologi Penelitian Bisnis”, Edisi Pertama, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta, 2002. Kusuma, Welly. “Analisa Restitusi PPN Lebih Bayar Atas Kasus Banding Perusahaan “X” melalui Pengadilan Pajak”, Trisakti School of Management, Jakarta, 2006. Lubis, Irwansyah. “Hukum Pajak Indonesia Suatu Pengantar”, Cetakan Pertama, Yayaan Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (YP2SDM), Jakarta, 2006. Munawir,S. “Perpajakan”, Liberty, Yogyakarta, 1992.
Pudyatmoko, Y.Sri. “Pengadilan dan Penyelesaian Pajak di Bidang Pajak”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005. Putusan Pengadilan Pajak, Put 17736/PP/M.XI/16/2009, Jakarta, 2009. Rujdi, Muhammad. “KUP Ketentuan Umum dan TataCara Perpajakan”, PT. Indeks, Edisi Keempat, Jakarta, 2007. Shadani, Djazoeli dkk. “Mencari Keadilan Di Pengadilan Pajak”, PT Gemilang Gagasindo Handal, Jakarta, 2008. Susunan Satu Naskah, Kompilasi UU Perpajakan Terlengkap, Edisi Kedua, Salemba Empat, Jakarta, 2006. Sylvia. “Analisa Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT.X Berdasarkan Kepuutusan Akhir Pengadilan Pajak”. Trisakti School Of Managemet, Jakarta, 2007. Waluyo. “Perpajakan Indonesia”, Edisi 6 Buku 2, Salemba Empat, Jakarta, 2006. Waluyo dan Ilyas, Wirawan B. “Perpajakan Indonesia”, Buku 1, Salemba Empat, Jakarta, 2002. http : // www.google.com/PT+Blom+Indonesia & btnG = firefox.