PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN BAGI ANAK-ANAK YATIM DI PONDOK PESANTREN YATIM AL-AKHYAR KELURAHAN BEJI-KOTA DEPOK
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam ( S.Sos.I )
Oleh Sofhal Jamil NIM: 104052001998
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H / 2009 M
PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN BAGI ANAK-ANAK YATIM DI PONDOK PESANTREN YATIM AL-AKHYAR KELURAHAN BEJI-KOTA DEPOK
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam ( S.Sos.I )
Oleh Sofhal Jamil NIM: 104052001998 Di Bawah Bimbingan,
Nurul Hidayati S.Ag. M.Pd. NIP: 150 277 649
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H / 2009 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain,maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, 1 November 2009
Sofhal Jamil
ABSTRAK Sofhal Jamil PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN BAGI ANAK-ANAK YATIM DI PONDOK PESANTREN YATIM AL-AKHYAR KELURAHAN BEJI-KOTA DEPOK Akselarasi modernisasi yang begitu cepat bagi kota-kota Negara berkembang telah menyisakan berbagai problema sosial. Arus modernisasi telah melahirkan kantong-kantong kemiskinan ( enclave ) di sudut-sudut kota. Akibatnya persingan yang ketat dalam memperoleh pendapatan serta minimnya lapangan kerja pada gilirannya melihkan profesi-profesi yang kurang terhormat, di samping menyertakan pula berbagai patologis sosial lainnya,seperti perampokan, pelacuran dan lain sebagainya. Dari akar sosial inilah munculnya latar sosial,seperti anak-anak kurang mampu yang pada umumnya meliputi kelompok anak-anak yatim,fakir miskin,dan anak-anak terlantar. Islam mengajarkan agar anak-anak kurang mampu diasuh sebaikbaiknya.baik yang menyangkut perkembangan kejiwaannya maupun yang menyangkut kebutuhan jasmananya. Apabila pengalaman hidup semasa kecil itu banyak mengandung nilainilai agama dimasa kecilnya,maka dalam kepribadiannya akan tertanam sifat-sifat yang baik.Sebaliknya jika bertolak belakang dengan agama maka jiwanya akan mudah labil,serta terbawa arus pergaulan yang tanpa batas. Pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci,maka orang tualah yang bertanggung jawab untuk membina,membimbing,dan mendidiknya sebagaimana Hadist Rosulullah SAW.”Setiap anak manusia yang baru lahir,adalah dalam keadaan suci,bersih, hingga lisannya dapat mengungkapkan kehendaknya, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan Yahudi,Nasrani,atau Majusi.” (HR: Muslim).
KATA PENGHANTAR
Al-Hamdulillah Puji syukur ke-hadirat Allah SWT. Ilaahi Robbi. Karena atas segala limpahan Rahmat dan Ridho-Nya serta nikmat dan bambina-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi inin yang berjudul “ Peranan Pembimbing Agama Dalam Mewujudkan Kemandirian Bagi AnakAnak Yatim DI Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji-Kota Depok ” sesuai dengan harapan dan jadwal yang ditentukan. Dalam penyusunan skripsi ini kami menyadari bahwa tidak akan terselesaikan dengan sendirinya melainkan berkat bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu saya ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, baik moril maupun materil. Ucapan terima kasih yang tak akan sanggup terbilang ini khususnya kepada: 1. Bapak DR. Arif Subhan, M.A., selaku Dekan Fakultas akwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Drs. M. Luthfi, M.A., dan ibu Dra. Nasichah, M.A., selaku ketua dan sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, yang telah memberikan perhatiannya demi peningkatan kualitas penulis sebagai mahasiswa BPI. 3. Ibu Nurul Hidayati S.Ag M.Pd. Selaku pembimbing, mengarahkan dan menunjukan serta membantu dalam penyusunan skripsi ini. 4. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah mengamalkan segala pengalaman dan ilmunya kepada penulis.
5. Pimpinan dan karyawan perpustakaan UIN Syrif Hidayatullah Jakarta dan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan fasilitas untuk mendapatkan referensi dalam penulisan skripsi ini. 6. Ayah (Al-Marhum wal Magfur lahu) dan Umi tercinta yang telah melahirkan, dan tiada henti-hentinya merawat,membesarkan,membiayai dan mendidik serta memenuhi kebutuhan kami sejak kecil sampai saat ini. 7. Bapak Ust. Abdul Wahab SM. Selaku pimpinan Yayasan Islam Al-Akhyar beserta seluruh pihak yayasan yang telah membantu dan memberikan izin untuk mendapatkan data yang kongkrit dan aktual sehhingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan lancar. 8. KH.Muhammad Nurul Haq bin H. Diman Hasyim beserta istri dan buah hatinya Muhammad Aqil Kamil ( Mataa’anallahu bituli hayatihim) yang tiada henti memberikan do’a dan motivasi bagi penulis serta memberikan sesuatu yang indah sehingga skripsi ini berjalan dengan lurus dan lancar. 9. KH. Muhammad Supriadi AM SE ( Pimpinan Pon-Pes Riyadlul jannah ) dan seluruh Alumni PPRJ,yang telah mendidik penulis sehingga mampu untuk menyusun skripsi ini 10. Rekan-rekan
jurusan
BPI
,(Habibi,asep,samsul,kafid,kohari,syujai,abdulloh,kasyifah
seperjuangan )
serta
semuanya yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini,baik tenaga,pikiran maupun waktunya. Sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.
11. Rekan Remaja Islam Jami Al-Makmur ( RISMA ) khususnya bang punadi BA.,Nasruli,deni,arif,salman,soleh,lutfi,obet,daus,aang,apan,hadi,eer,pulo h, pipih,serta
Remaja
Islam
Al-Kahfi
(
KELARAS
),
Komeng,obung,bonang,ijal,tami,abdilah,ages,mbim,sahrondi
khususnya dan
bang
wahid dan tidak lupa “ Fahrijal rifa’i “ yang banyak memberikan kontribusi kepada penulis,sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan cepat dn lancar.
Akhirnya kepada-Nya lah memohon Ridho dan pertolongan. Penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua dan menambah khazanah pengetahuan walaupun belum maksimal.
Ciputat, November 2007
Penulis
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………………iii ABSTRAK………………………………………………………………………… …iv KATA PENGHANTAR……………………………………………………………..v DARTAR ISI………………………………………………………………………..viii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar
Belakang
Masalah................................................................. B. Pembatasan
dan
Perumusan
Masalah............................................ C. Tujuan
dan
Manfaat
Penelitian...................................................... D. Metodologi Penelitian................................................................... E. Sistematika Penulisan...................................................................
BAB II
LANDASAN TEORITIS A. Bimbingan Agama……………………………………………… B. Kemandirian................................................................................ 1. Pengertian Kemandirian........................................................ 2. Ciri-Ciri
Orang
Yang
Mandiri................................................. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian................. C. Anak Yatim.................................................................................. 1. Pengertian
Anak
Yatim........................................................... 2. Batas
Usia
Baligh
Anak
Yatim................................................. 3. Pandangan
Islam
Terhadap
Anak
Yatim.................................. BAB III
TINJAUAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Profil
Yayasan
Pon-Pes
Yatim
Al-
Akhyar.................................... B. Tujuan
dan
Fungsi
Yayasan.......................................................... C. Bidang Kegiatan............................................................................ D. Fasilitas
dan
Prasarana......................................................
Sarana
BAB IV
ANALISA
PERAN
MEWUJUDKAN
PEMBIMBING
KEMANDIRIAN
AGAMA BAGI
DALAM
ANAK-ANAK
YATIM DI PON-PES YATIM AL-AKHYAR KELURAHAN BEJI KOTA DEPOK A. Perananan Pembimbing Agama Bagi Kemandirian Anak Yatim… B. Bimbingan
Yang
Digunakan……………………………………… C. Pendekatan
Yang
Digunakan……………………………………..
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………… …. B. Saran…………………………………………………………… …
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….. LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Akselarasi modernisasi yang begitu cepat bagi kota-kota Negara berkembang telah menyisakan berbagai problema sosial. Arus modernisasi telah melahirkan kantong-kantong kemiskinan ( enclave ) di sudut-sudut kota. Akibatnya persingan yang ketat dalam memperoleh pendapatan serta minimnya lapangan kerja pada gilirannya melihkan profesi-profesi yang kurang terhormat, di samping menyertakan pula berbagai patologis sosial lainnya, seperti perampokan, pelacuran dan lain sebagainya. Dari akar sosial inilah munculnya latar sosial, seperti anak-anak kurang mampu yang pada umumnya meliputi kelompok anak-anak yatim, fakir miskin dan anak-anak terlantar. Islam mengajarkan agar anak-anak kurang
mampu diasuh sebaik-
baiknya.baik yang menyangkut perkembangan kejiwaannya maupun yang menyangkut kebutuhan jasmananya. Apabila pengalaman hidup semasa kecil itu banyak mengandung nilainilai agama dimasa kecilnya, maka dalam kepribadiannya akan tertanam sifatsifat yang baik. Sebaliknya jika bertolak belakang dengan agama maka jiwanya akan mudah labil, serta terbawa arus pergaulan yang tanpa batas. Pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci, maka orang tualah yang bertanggung jawab untuk membina, membimbing dan
mendidiknya sebagaimana Hadist Rosulullah SAW.”Setiap anak manusia yang baru lahir, adalah dalam keadaan suci, bersih, hingga lisannya dapat mengungkapkan kehendaknya, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan Yahudi,Nasrani, atau Majusi.” (HR: Muslim).1 Kita semua tahu bahwa seorang anak memerlukan seorang ayah dan ibu.Namun apabila salah satu dari kedua orang tua telah tiada, mereka akan kehilangan seorang tokoh panutan yang sekarang ini menjadi panutan dan tempat pengaduan. Pada umumnya pengalaman hidup yang dijalankan ketika dewasa sangat di tentukan oleh keadaannya diwaktu kecil bersama orangtuanya. Sebagaimana Danny I Yatim menyatakan: ”Orang tua adalah figur yang bertanggung jawab dalam proses pembentukan kepribadian remaja,sehingga diharapkan dapat memberikan arah memantau, mengawasi dan membimbing perkembangan remaja ke arah memadai”.2 Rosulullah SAW. Di masa lahir tidak sempat merasakan bimbingan dari ayahnya, di usia anak-anak, beliau telah di tinggal oleh ibunya, masa kecil beliau adalah sebagai anak yatim piatu, namun beliau sangat sayang dan perhatian terhadap anak-anak yatim, beliau senantiasa memerintahkan orangorang mukmin agar menyayangi dan mengasihi mereka.
1
Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Sejarah Mukhtaarul Alhadits, Hadits-hadits pilihan (Berikut Penjelasannya), (Bandung : Sinar Baru,1993), Cet. 1, h. 670. Pny. Danny I Yatim & Irwanto, Kepribadian Keluarga dan Narkotika, Tinjauan Sosial Psikologis, (Jakarta : Arcan, 1993), Cet. 4 h. 81. 2
Nabi Muhammad SAW bersabda; ”Rumah yang paling dicintai adalah rumah yang didalamnya seorang anak yatim hidup terhormat”.3 Menngasuh anak-anak yatim sebaiknya di dalam rumah tangga agar perkembangan jiwanya lebih baik, tidak tersaing dari kehidupan anak-anak pada umumnya. Jika keadaan tidak memungkinkan, tidak ada halangannya di asuh dipanti asuhan sebagaimana dapat kita saksikan di banyak tempat.Bila anak-anak kurang mampu diasuh di panti asuhan, yang harus menjadi perhatian ialah bagaimana mengatasi kejiwaan anak-anak kurang mampu jangan sampai merasakan kekurangannya hingga merasa rendah diri terhadap anak-anak yang lain yang lebih mampu. Dengan demikian di panti asuhan tersebut harus di tumbuhkan kemandiriaannya, rasa harga dirinya, di timbbulkan kepercayaannya terhadap kemampuannya untuk hidup wajar sebagai manusia yang terhormat, tidak beda dengan anak-anak lainnya yang lebih mampu. Dari uraian dan fenomena yang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menelitinya yang nantinya di harapkan akan menjadikan pelajaran yang berharga bagi penulis dan bermanfaat bagi masyarakat. Hal ini tertuang dan tertulis dalam skripsi yang berjudul ” Peranan pembimbing Agama Dalam Mewujudkan Kemandirian Bagi Anak-Anak Yatim ” Di Pondok Pesantren Yatim
Al-Akhyar Kelurahan Beji – Kota
Depok.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Tim Akhlak, Etika Islam, Dari kesalehan individual menuju kesalehan Sosial, (Jakarta : Al-Huda, 2003), Cet. 1, h. 140. 3
1. Pembatasan Masalah Untuk membatasi pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis perlu memberikan batasan-batasan yang di tentukan sebelumnya. Untuk itu penulis hanya akan membatasi pada peran bimbingan agama dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak-anak yatim, yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji-Kota Depok. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini yaitu : a.
Bagaimana
peranan
pembimbing
agama
dalam
mewujudkan
kemandirian bagi anak-anak yatim di Pondok Pesantren Yatim AlAkhyar Kelurahan Beji, Kota Depok ? b. Bagaimana peranan pembimbing agama yang seharusnya,sesuai dengan keinginan masyarakat yang ada ? c. Apakah sesuai peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim yang ada di Pondok Pesantren Yatim Al-akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok, dengan keinginan masyarakat ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Secara
umum
tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
menggambarkan peranan pambimbing agama di Pondok Pesantren Yatim Al-akhyar Kelurahan Beji-Kota Depok, dalam mewujudkan kemandirian
terhadap anak-anak yatim. Selanjutnya akan dijabarkan tujuan secara khusus yaitu : a. Untuk mengetahui peranan pambimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim, di Pondok Pesantren Yatim AlAkhyar Kelurahan Beji, Kota Depok. b. Untuk mengetahui peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim menurut keinginan masyarakat. c. Untuk mengetahui kesesuaian peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim, yang ada di Pondok Pesantren Yatim Al-akyar Keurahan Beji, Kota Depok, dengan yang diinginkan oleh masyarakat. 2. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan diatas, maka manfaat dari penelitian ini adalah : a. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan informasi atau masukan bagi penulis khususnya, dan instansi terkait atau masyarakat yang berkepentingan dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak-anak yatim dengan bimbingan agama. b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pihak Pondok Pesantren Yatim Al-akhyar yang bersangkutan dalam aktifitasnya
untuk
lebih
kemandirian anak-anak yatim.
D. Metodologi Penelitian
memberdayakan
dan
mewujudkan
Dalam hal ini, penelitian yang penulis lakukan pada metododogi penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini berlokasi di Pondok Pesantren Yatim AlAkhyar Kelurahan Beji Kecamatan Beji Kota Depok.Adapun waktu pelaksanaan dalam penelitian yaitu pada bulan Agustus 2009, sampai dengan Oktober 2009. 2. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian Subjek pada penelitian ini adalah satu orang Pimpinan Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar dan dua orang staf dewan guru dan dua orang masyarakat. b. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah peranan pembimbing agama di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar. 3. Jenis Penelitian Jenis yang digunakan penulis pada penelitian yang berjudul ”Peranan Pembimbingan Agama Dalam Mewujudkan Kemandirian Bagi Anak-Anak Yatim” Di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok. Yaitu menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Yang dimaksud dengan deskriptif yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata,gambar dan bukan angka-angka. 4 4. Teknik Pengumpulan Data Lexi J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, ( Bandung: Rosda Karya, 1998), cet.ke-1, h. 11. 4
Adapun teknik dalam pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini meliputi : a. Dokumentasi, yaitu penulis mencari keterangan dan bacaan yang di butuhkan mengenai masalah terkait melelui sumber-sumber yang ada,juga menelaah dokumen dan arsip yang dimiliki yayasan. b. Observasi atau pengamatan langsung di Pondok Pesantren Yatim AlAkhyar Kelurahan Beji, Kota Depok,
guna menyelami dan
memperoleh gambaran yang jelas tentang peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim (di utamakan yatim yang bermukim), penulis ikut terjun langsung dalam proses tersebut bersama staf dewan guru, dan masyarakat . c. Wawancara langsung secara mendalam terhadap pihak yayasan tersebut dan masyarakat yang terkait di dalamnya jajaran staf dewan guru untuk mendapatkan data yang di butuhkan. 5. Teknik Analisis Data Yang dimaksud analisa adalah satu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar. Dalam teknis analisis data yang penulis gunakan adalah analisis deskriptif, dimana semua data yang penulis peroleh dari hasil pengamatan dan wawancara, lebih dulu penulis kelompokkan sesuai dengan persoalan yang telah ditetapkan, lalu menganalisanya secara sistematis. Penulis juga menggunakan teori untuk dapat membahas masalah penelitian. 6. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu pada
Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta cetakan kedua tahun 2007 .Sedangkan penerjemahan ayat-ayat Al-Qur’an menggunakan sumber Al-Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI.
E. Tinjauan Pustaka Dalam penyusunan skripsi ini sebelum penulis melakukan penelitian lebih lanjut kemudian menyusunnya menjadi suatu karya ilmiah, maka langkah awal yang penulis lakukan adalah menelaah terlebih dahulu skripsi dan penelitian sebelumya yang mempunyai judul atau objek dan subjek penelitian yang sama atau hampir sama dengan yang akan penulis teliti. Tinjauan pustaka ini adalah agar dapat diketahui bahwa apa yang penulis teliti sekarang tidak sama dengan penelitian dari skripsi terdahulu. Setelah penulis mengadakan suatu tinjauan kepustakaan penulis menemukan skripsi yang memiliki judul hampir sama dengan yang akan penulis teliti, judul skripsi tersebut adalah ” Upaya Bimbingan dan Konseling Dalam Menumbuhkan Kemandirian Anak Tuna Grahita di SLB Negeri Kapten Halim Purwakarta ”. Skripsi ini merupakan karya ilmiah Maemanah Sa’diah. Dalam hasil karya ilmiahnya peneliti meneliti tentang : bentuk keorganisasian bimbingan dan konseling Tuna Grahita SLB Negeri Kapten Halim Purwakarta, metode bimbingan dan konseling dalam menumbuhkan kemandirian anak tuna grahita,sehingga penulis menemukan bahwa hasil
karya ilmiah Maemanah Sa’diah menekankan pada metode bimbingan dan konseling dalam menumbuhkan kemandirian anak tuna grahita. Sedangkan, penelitian
yang penulis lakukan tantang peranan
pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim di pon-pes yatim Al-Akhyar, bagaimana peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim. Demikianlah perbedaan pokok bahasan pemateri antara yang penulis teliti dengan peneliti sebelumnya.
F. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis akan memberikan penjelasan dan gambaran ke dalam beberapa bab, yaitu : Bab I Pendahuluan : Dalam bab ini penulis menggambarkan beberapa hal yang meliputi tentang latar belakang yang menjadi awal pemikiran dalam mengambil judul skripsi ini, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian tinjauan pustaka, serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Teoritis : Dalam bab ini penulis memaparkan teoriteori tentang peranan, bimbingan agama, kemandirian yang didalamnya menerangkan pengertian kemandirian, ciri-ciri orang yang mandiri, dan faktor-faktor yang mepengaruhi kemandirian. Dan yang terakhir membahas tentang pengertian anak yatim. Bab III Gambaran Umum Pondok Pesanren Yatim Al-Akhyar : Pada bab ini penulis akan memaparkan gambaran umum Pondok Pesantren
Al-Akhyar ke dalam beberapa aspek yang terdiri dari sejarah berdirinya, visi dan misi, bidang cakupan kegiatan fasilitas dan sarana penunjang bagi anakanak yatim yang bermukim. Bab IV Temuan dan analisa data : Pada bab ini terdiri dari deskripsi dan analisis data peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim di Pon-Pes Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok, kemudian peranan pembimbing agama yang diinginkan masyarakat, serta kesesuaian peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim yang ada di Pondok Pesantren Yatim Al-akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok, dengan keinginan masyarakat. Bab V Penutup : Pada bab ini yaitu bab terakhir yang meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Peranan Pembimbing Agama 1. Pengertian Peranan Peranan kata dasarnya adalah “peran” yang berarti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.5 Dalam kamus modern, peran diartikan sesuatu yang menjadi kegiatan atau memegang pemimpin yang utama.6 Sedangkan dalam kamus ilmiah populer, peran mempunyai arti orang dianggap sangat berpengaruh dalam kelompok masyarakat dan menyumbangkan pemikiran maupun tenaga demi suatu tujuan.7 Kata peran dapat berakhiran “an” menjadi peranan yang mempunyai arti tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu peristiwa.8 David Berry mendefinisikan “peranan” sebagai seperangkat harapanharapan yang dikenalkan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.9 Harapan-harapan tersebut, merupakan imbangan dari norma-norma sosial, oleh karena itu dapat dikatakan peranan-peranan tersebut ditentukan 5
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2,
6
Wjs. Poerwadarminta, Kamus Modern, (Jakarta: Jembatan, 1976), Cet. Ke-2, h. 473
7
Media Center, Kamus Ilmiah Populer, (Jakarta: Mitra Press, 2002), Cet. Ke-1, h. 251
8
Depdiknas, op. cit., h. 854
9
David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
h. 854
1995), Cet. Ke-3, h. 99
oleh norma-norma di dalam masyarakat, artinya seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaannya. Dalam persepektif ilmu psikologi sosial “peranan didefinisikan dengan suatu perilaku atau tindakan yang diharapkan oleh orang lain dari seorang yang memiliki suatu status di dalam kelompok tertentu”.10 Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa peranan adalah bagian yang dimiliki seseorang dalam suatu kegiatan atau peristiwa di masyarakat baik dengan menyumbangkan pikiran maupun tenaga demi suatu tujuan. 2. Pengertian Pembimbing Agama Menurut kamus bahasa Indonesia pembiming adalah orang yang membimbing atau menuntun.11 Bimbingan merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris “guidance” yang berasal dari kata kerja “to guide” yang berarti “menunjukan” A.M. Romly berpendapat bimbingan adalah “bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau kelompok dalam mengatasi kesulitankesulitan di dalam kehidupannya agar supaya individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya”.12 Dewa Ketut Sukardi berpendapat bimbingan adalah sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan sacara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup
10
W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. Eresco, 1988), h. 135
11
Depdiknas, op. cit., h. 152
12
A. M. Romly, Penyuluhan Agama Menghadapi Tantangan Baru, (Jakarta: PT Bina
Rena Pariwara), Cet. Ke-1 h. 11
mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntunan dan keadaan lingkunan sekolah, keluarga, dan masyarakat. 13 Dari pendapat-pendapat di atas dapat dipahami bahwa pembimbing adalah seseorang yang memberikan bantuan atau pertolongan kepada orang lain baik itu individu maupun kelompok yang dilakukan secara berkesinambungan agar individu tersebut dapat mengembangkan dirinya secara maksimal sesuai dengan potensi atau kemampuannya. Sedangkan agama menurut Harun Nasution berasal dari kata “ad-din”, religi (relegere, religare) dan agama. Dalam bahasa arab berarti menguasai, menundukan, patuh, balasan, dan kebiasaan. Sedangkan dari religi (latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Adapun kata agama terdiri dari dua suku kata “a” berarti “tidak” dan “gam” berarti “pergi” artinya “tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun”.14 Berdasarkan dari pengertian kata-kata tersebut, menurut Harun Nasution inti sari dari agama adalah ikatan-ikatan yang harus dipatuhi atau harus dipegang manusia, yang merupakan kekuatan yang lebih tinggi dari kekuatan manusia sebagai kekuatan ghaib yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera. Namun mempunyai pengaruh yang sangat besar sekali terhadap kehidupan manusia sahari-hari.15
13
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksana Program Bimbingan dan Konseling,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-1, h. 18 14
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universita Indonesia
Press, 1985), Cet. Ke-5, h. 9-10 15
Ibid., h.10
Quraish Shihab berpendapat bahwa agama adalah hubungan antara makhluk dan khalik. Hubungan ini mewujudkan dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin dalam sikap kesehariannya.16 Glock dan Stork (1996) sebagaimana yang dikutip Djamaludin Ancok mengemukakan bahwa agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihadapinya sebagai yang paling dimaknai.17 Sedangkan Hendro Puspito mendefinisikan agama sebagai suatu sistem kepercayaan dan praktek dengan nama suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir di dunia ini.18 Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas penulis mencoba memahami bahwa agama adalah sebuah sistem kepercayaan yang diyakini sebagai kekuatan yang lebih tinggi dari kekuatan menusia dimana manusia berserah diri kepada-Nya, dan hanya kepada-Nya manusia menjalani ritual keagamaan tersebut yang tercermin dalam perilakunya sehari-hari. Sehingga dari pengertian pembimbing dan agama di atas maka dapat dijelaskan bahwa pembimbing agama adalah seseorang yang memberikan bimbingan berupa agama Islam kepada klien dengan bantuan secara mental spiritual yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga klien dapat 16
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992), Cet. Ke-2, h. 210 17
Djamaludin Ancok dan Fuad Nasori Soroso, Psikologi Islam atas Problem-Problem
Psikolog, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), Cet. Ke-2, h. 76 18
h. 35
Hendro Puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), Cet. Ke-2,
memahami dirinya sendiri dan mampu mengatasi segala permasalahan yang dihadapinya dengan tetap berserah diri kepada Allah, sehingga dapat membantu klien mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial. 3. Tujuan dan Fungsi Pembimbing Agama Pembimbing agama seperti yang dikemukakan di atas adalah seseporang yang memberikan bimbingan berupa agama Islam. Adapun tujuan bimbingan agama Islam sendiri menurut Aunur Rahim Faqih bahwa dengan membagi secara umum dan khusus yang dirumuskan sebagai berikut : a. Tujuan Umum Membatu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagian di dunia dan di akherat b. Tujuan Khusus 1) Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. 2) Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.19 Sedangkan fungsi dari bimbingan agama Islam menurut Ahmad Mubarok, dapat dibagi menjadi empat tingkatan. 1. Fungsi pencegahan atau preventif, yaitu membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi klien, fungsi ini ditujukan
19
Aunur Rohim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta UI Press, 2001),
Cet. Ke-2, h. 31
kepada orang-orang yang selalu disibukan oleh duniawi dan materi atau orang yang menghadapi keruwetan hidup. 2. Fungsi kuratif atau korektif yaitu memberi bantuan kepada klien dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya atau dialaminya. 3. Fungsi pemeliharaan atau preservatif, yaitu membantu klien yang sudah sembuh agar tetap sehat, tidak mengalami problem yang pernah dihadapi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan membentuk semacam klub yang anggotanya para klien atau eks-klien dengan menawarkan program-program yang terjadwal misalnya ceramah keagamaan atau keilmuan, dll. 4. Fungsi pengembangan atau developmental, yaitu pembimbing atau konselor dalam fungsi ini adalah membantu klien yang sudah sembuh agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya pada kegiatan yang lebih baik.20
Sedangkan menurut M. Arifin, agar tugas sebagai pembimbing agama dapat dilaksanakan dengan baik, maka bimbingan dan penyuluhan harus dilakukan fungsi sebagai berikut : 1. Mengusahakan agar anak bimbing dapat terhindar dari segala gangguan dan hambatan yang mengancam kelancaran proses perkembangan
dan
pertumbuhan
yaitu
gangguan
mental/spiritual, dan hambatan yang berupa jasmaniah (fisik)
20
Ahmad Mobarok, op. cit., h. 91-93
berupa
2. Membantu memecahkan kesulitan yang dialami oleh tiap anak bimbing 3. Melakukan pengarahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak bimbing sesuai dengan kenyataan bakat, minat, dan kemampuan yang dimiliki sampai kepada titik optimal yang mungkin dicapai.
Fungsi khusus bimbingan dan penyuluhan adalah : 1. Fungsi menyesuaikan pribadi anak bimbing dengan kemajuan dalam perkembangannya secara optimal. 2. Fungsi mengadaptasikan program pelajaran agar sesuai dengan bakat, minat, kemampuan serta kebutuhan anak bimbing.21
B. Kemandirian Dalam rangka memahami apa yang dimaksud dengan kemandirian, maka ada baiknya diketahui dahulu pengertian kemandirian. Definisi kemandirian telah banyak diungkap oleh para ahli meskipun dalam memberikan pengertiannya merka menggunakan istilah yang berbeda-beda. 1. Pengertian Kemandirian Para ahli psikologi telah membuat rumusan tentang pengertian kemandirian. Dalam Kamus Psikologi, yang ditulis oleh A. Budiardjo et. al, Independensi atau kemandirian adalah suatu kecenderungan tidak bergantung pada orang lain dalam membuat keputusan. 21
M. Arifin, op. cit., h. 14-16
Bhatia memberikan pengertian kemandirian dengan menggunakan istilah independency yaitu “kemandirian merupakan perilaku yang aktivitasnya diarahkan kepada diri sendiri, tanpa mengharapkan pengarahan dari orang lain dan berusaha untuk mencoba menyelesaikan permasalaahnya sendiri tanpa meminta bantuan kepada orang lain”. Seifert dan Hoffnung menyebut kemandirian dengan menggunakan istilah autonomi yaitu, kemampuan untuk menentukan dan mengatur baik pikiran, perasaan maupun tindakannya sendiri secara bebas dan bertanggungjawab yang ditunjukan dengan kemampuan untuk membuat pilihan sendiri. Sedangkan menurut Seto Mulyadi, pengertian kemandirian bukan hanya sekedar berkaitan dengan hal-hal yang bersifat psikologis seperti kemampuan untuk menentukan pilihan atau keputusannya sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri baik fisik maupun psikis tanpa bantuan dari orang lain, yang meningkat seiring dengan tingkat kematangannya, dimana di dalamnya mengandung kebebasan, inisiatif, kepercayaan diri yang kuat, ketegasan diri dan bertanggungjawab. Namun demikian, dalam konteks anak jalanan atau anak-anak secara umum pengaruh lingkungan sekitarnya sangat berpengaruh dalam membentuk pola kehidupan mereka. Artinya bahwa kemandirian yang ada pada diri anak jangan dibiarkan berkembang tanpa adanya arahan dan bimbingan. Arahan dan bimbibngan tetap harus memperhatikan perkembangan anak.
2. Ciri-ciri Orang yang Mandiri Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting dimiliki setiap individu, sebab selain dapat mempengaruhi performance seseorang, kemandirian juga dapat membantu seseorang mencapai tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan serta memperoleh penghargaan. Sebagai salah satu aspek kepribadian, kemandirian meliputi aspek fisik maupun psikis seseorang. Setiap aspek kepribadian itu meliputi sistem-sistem psikofisik yang mencakup aspek interpersonal (antara seseorang dengan orang lain). Kemandirian merupakan suatu kemampuan untuk mengatur tingkah laku, orang lain atau tergantung pada orang lain. Untuk memperoleh gambaran bagaimana yang disebut dengan orang yang mandiri, maka perlu diketahui ciri-ciri orang mandiri. Diantaranya: a. Memiliki kebebasan untuk bertingkah laku, membuat keputusan dan tidak merasa cemas, takut dan malu jika keputusan yang diambil tidak sesuai dengan keyakinan dan pilihan orang lain. b. Mempunyai kemampuan untuk menemukan akar masalah, mencari alternatif pemecahan masalah, mengatasi masalah dan berbagai tantangan serta kesulitan lainnya, tanpa bimbingan dari orang lain dan dapat mandiri dalam membuat keputusan dan melaksanakan keputusan yang diambil. c. Mampu mengontrol dirinya dan perasaannya agar tidak memiliki rasa takut, ragu, cemas, tergantung dan marah yang berlebihan dalam berhubungan dengan orang lain.
d. Mengandalkan diri sendiri untuk menjadi penilai mengenai apa yang terbaik bagi dirinya, serta berani mengambil risiko atas perbedaan kebutuhan
dan nilai-nilai yang diyakini serta perselisihan dengan
orang lain. e. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain, yang diwujukan dalam kemampuannya membedakan kehidupan dirinya dengan kehidupan orang lain, namun tetap menunjukan loyalitas. f. Mempunyai inisiatif yang baik melalui ide-idenya dan sekaligus mewujudkannya dengan disertai kemauan untuk mencoba hal yang baru. g. Memiliki kepercayaan diri yang kuat dengan menunjukan keyakinan atas segala tingkah laku yang dilakukannya dan menunjukan sikap tidak takut menghadapi suatu kegagalan. Dari beberapa ciri yang disebutkan di atas, maka anak jalanan mempunyai ciri-ciri tersebut. Persoalannya adalah kemandirian yang dimiliki oleh anakanak jalanan yang hidupnya luntang-lantung tanpa adanya bimbingan dan arahan tidak menutup
kemungkinan mereka
emnjadi preman
yang
perbuatannya sering merugikan orang lain. Dan ini telah menyimpang dari arti kemandirian sebenarnya. Kalangan psikolog mengakui bahwa anak-anak jalanan, yang tak tertangani dengan baik , pada akhirnya bisa menjadi sumber benih kriminalitas. Kisah hidup orang-orang yang menjadi penjahat keji, sebagian besar mempunyai riwayat sebagai anak jalanan. Salah satu di antaranya adalah Toni Buntung, gembong penculik anak.
Pemikiran yang melandasi lahirnya Konvensi Hak Anak adalah “anak adalah asset masa depan. Kegagalan dalam memahami kebutuhan anak akan berujung pada kegagalan membantu anak untuk menjadi manusia mandiri, yang dapat menentukan masa depannya sendiri, berarti gagal menyambung sebuah generasi. Sudah semestinya, anak diberi ruang untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan masa pertumbuhannya menuju kematangan dan kemandirian”. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian. Kemandirian tidak bisa terjadi begitu saja, karena dalam membentuk perilaku mandiri harus memperhatikan beberapa faktor penting yang mempengaruhi kemandirian. Secara garis besar terdapat dua faktor yang mempengaruhi
kemandirian,
yaitu
faktor
internal
(mencakup
faktor
perkembangan dan kematangan anak; serta faktor jenis kelamin) dan faktor eksternal (mencakup faktor sosial dan budaya; faktor pola asuh; faktor ukuran keluarga dan urutan kelahiran; dan faktor aktivitas orang tua terutama ibu). a. Faktor Internal Faktor internal yaitu yang berasal dari dalam diri individu yang mencakup antara lain: 1) Faktor Perkembangan dan Kematangan anak Seiring dengan pertumbuhan usia dan tingkat kematangannya, manusia memasuki tahap-tahap perkembangan dan tugas perkembangan yang berbedabeda. Secara psikologis, sehubungan dengan tugas perkembangan tersebut, manusia yang dewasa dan matang harus menjadi pribadi yang mandiri. Semakin seseorang berkembang menuju kearah kedewasaan, maka sifat
menggantungkan diri semakin berkurang dan seseorang yang mempunyai sifat tergantung mempunyai pribadi yang tidak matang. Dalam model perkembangannya, Erikson menunjukan adanya krisis psikososial yang dialami oleh seseorang pada setiap tahap perkembangannya, dimana krisis psikososial tersebut tampil dalam keadaan berlawanan yang menunjukan atau menyelasaikan tekanan dan tuntutan lingkungan pada setiap tahap perkembangan. Pada tahap muscular-anal, anak mengalami krisis antara autonomy versus shame and doubt yaitu mandiri sebagai konsekuensi positif dengan malu dan ragu sebagai konsekuensi negatif. Keadaan mandiri dapat tercapai jika seseorang berhasil memecahkan masalah yang dihadapinya dalam upaya perkembangan dirinya, mencapai kebebasan dan mampu melakukan banyak hal sendiri. Sedangkan bila seseorang gagal mengatasi tekanan-tekanan dan masalah yang dihadapi dalam upaya yang memperoleh kebebasan dan mandiri, maka dia akan merasa malu dan ragu akan kemampuannya sendiri. Maccoby dalam Monks memjelaskan bahwa sebelum anak berusia kurang lebih 8 sampai 12 tahun, orang tua lebih mendominasi. Selanjutnya terjadi koregulasi (penentuan bersama). Pada tahap ini orang tua semakin memberikan kebebasan menentukan sendiri pada anak dalam situasi self regulation. Sedangkan Monks mengatakan bahwa keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya sendiri merupakan kecenderungan yang ada pada setiap remaja. Kecenderungan ini akan benar-benar terwujud dalam sikap mandiri
ketika seseorang telah mencapai usia dewasa yang penting dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadinya. Dengan demikian kemandirian anak sangat perlu dirangsang pada saat anak berada pada tahap muscular-anal, dimana anak mulai memiliki rasa ingin bebas walaupun belum dapat mandiri secara sempurna. Pada usia inilah langkah yang tepat bagi prang tua untuk memulai pemberian latihan kemandirian
pada
anak,
sambil
tetap
menyesuaikan denga
tingkat
perkembangan dan kematangan anak. Dengan memberikan latihan kemandirian yang cukup pada masa kecil maka anak akan dapat diharapkan tumbuh menjadi manusia mandiri pada saar dewasa, dimana pada masa ini terjadi transisi yaitu dari anak menuju dunia dewasa yang dihadapkan pada berbagai tuntutan, untuk mandiri sehingga dengan kemandirian tersebut akan terbentuklah identitas diri. Untuk dapat membentuk identitas dirinya, seseorang harus dapat mengintegrasikan seluruh identitas yang diperoleh sejak kecil menjadi identitas yang menyeluruh. Kegagalan dalam mengintegrasikan identitas sebelumnya menyebabkan kebingungan akan peran yang harus dijalani. 2) Faktor Jenis Kelamin Pemberian perlakuan dan sikap yang berbeda terhadap anak laki-laki dan anak perempuan disebabkan oleh anggapan bahwa mereks mempunyai peranan yang berbeda di masyarakat. Pada laki-laki lebih diberi peran di area publik yaitu di luar rumah, sedangkan perempuan mendapatkan peran lebih pada wilayah intern atau domestik yaitu di dalam rumah. Hal ini menyebabkan penentuan jenis-jenis pekerjaan yang sesuai dengan jenis kelaminnya. Para
perempuan diserahi pekerjaan yang membutuhkan penampilan fisik, sedangkan laki-laki diserahi pekerjaan yang membutuhkan penampilan otak yang berkaitan dengan pengambilan keputusan. Akibatnya laki-laki diharapkan lebih kuat, mandiri, agresif, dan mampu memanipulasi
lingkungannya,
berprestasi
serta
membuat
keputusan.
Sedangkan perempuan diharapkan lebih tergantung, sensitif dan keibuan. Menurut Kagan dan Moss – sebagaimana dalam Watson dan Lindgren –, laki-laki lebih aktif dalam upaya mencapai kemandirian karena masyarakat cenderung lebih menurut adanya tingkah laku mandiri pada laki-laki daripada perempuan. Masyarakat cenderung tidak dapat menerima apabila seorang lakilaki menunjukan tingkah laku tergantung karena dianggap tidak pantas. Apabila seorang laki-laki menunjukan tingkah laku yang tergantung maka akan mendapat hukuman, sedangkan pada perempuan adanya tingkah laku yang tergantung tidak diberi hukuman. Jadi perempuan lebih dapat diterima bila bersikap tergantung. Dengan demikian perbedaan sifat-sifat yang demikian lebih disebabkan oleh perbedaan perlakuan yang diberikan kepada mereka. Anak laki-laki lebih banyak diberi kesempatan untuk bersikap mandiri, berdiri sendiri dan menanggung risiko, serta banyak dituntut untuk menunjukan inisiatif dan originalitasnya daripada anak perempuan. Sehingga laki-laki cenderung lebih aktif daripada perempuan dalam upaya memperoleh kemandirian dari orang tua, tetapi perempuan dinilai lebih mandiri daripada laki-laki dalam masalah emosi. b. Faktor Eksternal
Adapaun faktor-faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar yang mempengaruhi kemandirian seseorang meliputi antara lain: 1) Faktor Sosial dan Budaya Manusia adalah makhluk sosial yang hidupnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan orang lain. Lingkungan yang ada di sekitar manusia itu merupakan bagian penting yang dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kepribadiannya. Lingkungan seseorang seperti lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah ataupun tempat individu tersebut tinggal akan dapat membentuk pola perilaku dan kebiasaan-kebiasaan seseorang termasuk kemandiriannya. Anak yang hidup di desa akan lebih cepat matang daripada anak yang hidup di kota. Anak yang berasal dari keluarga kurang mampu lebih cepat matang ketimbang anak yang berasal dari keluarga yang berkecukupan. Demikian juga anak yang hidup di jalanan lebih cepat matang ketimbang anak yang tinggal dengan keluarganya. Dalam upaya pembentukan kemandirian ini perlu melihat konteks lingkungan sosial dan nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat sekitarnya. Hal ini karena konteks lingkungan sosial dan nilai-nilai budaya masyarakat, sangat mempengaruhi penerimaan masyarakat akan arti pentingnya kemandirian, yang juga sangat berpengaruh pada cepat dan lambatnya pencapaian kemandirian seseorang. Adanya perbedaan sosial dan budaya dapat pula mempengaruhi cara orang tua mengasuh anak mereka. Terkadang ada orang tua yang kurang memberikan dorongan kepada anak untuk mencapai kemandirian dan menunjukan harapannya kepada anak agar menjadi mandiri. Namun ada pula
beberapa budaya yang biasanya melakukan upacara adat bila anaknya mulai memasuki usia remaja. Adanya upacara ini memberikan tanda pada anak bahwa mereka sudah bukan anak-anak lagi, sehingga mereka diharapkan mulai dapat memenuhi sendiri kebutuhannya dan tidak tergantung pada orang lain. 2) Faktor Pola Asuh Faktor lain yang juga berpengaruh besar terhadap proses pembentukan kemandirian ini adalah faktor pola asuh orang tua. Bahkan mungkin faktor inilah yang paling besar terhadap perkembangan kemandirian seseorang. Untuk membentuk kemandirian dalam diri remaja, diperlukan teknik pengasuhan yang tepat, yang sifatnya dapat membentuk hubungan yang positif antara anak dan orang tua. Ada tiga teknik pengasuhan yang biasanya diterapkan orang tua pada anaknya, yaitu pola asuh autoritarian, orang tua cenderung mendikte dan menahan perolehan kebebasan anak, yang akibatnya dapat membuat anak cenderung menjadi tergantung, kurang percaya diri dan pasif. Remaja yang mendapat
pengasuhan
authoritarian.
Tidak
akan
mampu
mencapai
kematangan dalam berhubungan dengan lawan jenis, tidak mampu membentuk identitas dan mengembangkan image positif tentang dirinya sebagai individu yang unik dan mandiri sehingga akan tumbuh menjadi remaja yang terisolasi dari lingkungan pergaulan dan berdampak negatif pada kehidupan sosialnya. Sementara itu pola asuh permisif, dapat menghasilkan anak-anak yang sering mengalami kesuliatan mengatasi tuntutan untuk mandiri dan percaya diri menjelang usia remaja, dan mungkin akan mengalami frustasi bila terjadi kegagalan dalam menghadapi lingkungan yang tidak mau menurut apa yang
diinginkannya. Anak yang demikian ini besar kemungkinan untuk gagal dalam bertahan di kehidupan sosial yang menyenangkan karena orang tua cenderung terlalu memberi kebebasan pada anak untuk memutuskan dan melakukan apa yang diinginkannya. Sedangkan pola asuh autoritatif, secara tidak langsung orang tua mendorong kemandirian dan tingkah laku disiplin pada anak. Hal ini karena orang tua yang menerapkan pengasuhan demokratis, tidak melakukan dominasi terhadap anak dalam membuat keputusan, dan dalam membuat peraturan pun mereka akan senantiasa memberikan penjelasan-penjelasan. Remaja yang diasuh dengan pola autoritatif akan menjadi remaja yang kompeten secara sosial, artinya remaja akan mandiri, dewasa, mempunyai kontrol diri yang kuat, percaya diri, bersemangat atau aktif, eksporatif, ramah, bersahabat dengan teman-temannya, mampu mengatasi stress. Mereka juga mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi, dapat bekerja sama dengan orang dewasa, perilakunya bertujuan, mempunyai minat dan rasa ingin tahu terhadap hal yang baru. Pola asuh autoritatif memberikan standar yang jelas dan kontrol yang bijaksana terhadap anak-anak, sehingga mereka tumbuh menjadi pribadi yang matang. 3) Faktor Ukuran Keluarga dan Urutan Kelahiran Dalam setiap keluarga dijumpai ukuran keluarga yang berbeda-beda. Ada keluarga besar dengan jumlah anak enam orang, tujuh orang dan seterusnya, ada keluarga sedang dengan jumlah anak empat sampai lima orang, dan keluarga kecil dengan jumlah anak satu sampai tiga orang.
Adanya perbedaan ukuran keluarga dapat memberikan dampak positif maupun negatif pada hubungan anak dengan orang tua maupun saudaranya. Biasanya dampak negatif paling banyak dirasakan pada keluarga yang mempunyai ukuran keluarga yang besar, karena dengan keluarga yang besar, berarti orang tua harus berbagi perhatiannya pada anak dengan adil, yang terkadang malah justru sering terabaikan. Dalam keluarga besar anak juga cenderung sering bersaing dalam mendapatkan perhatian orang tua yang terkadang akibatnya menimbulkan permusuhan di antara mereka. Di samping itu, pada keluarga besar orang tua cenderung menjadi lebih otoriter dalam mengasuh anaknya. Bagi orang tua yang otoriter pada anaknya akan sulit menghasilkan anak-anak yang mandiri. Sedangkan pada keluarga kecil, hal itu terlalu menjadi masalah mengingat jumlah anak yang hanya sedikit. Sementara itu, faktor urutan kelahiran merupakan faktor lain yang biasanya sering luput dari perhatian, meskipun juga merupakan faktor penting. Maksud dari urutan kelahiran (birth order) adalah urutan kelahiran anak dalam keluarga. Posisi anak sebagai anak sulung, anak tengah, anak bungsu, ataupun anak tunggal sedikit banyak dapat memberikan dampak pada pembentukan kepribadiannya, karena urutan kelahiran berhubungan dengan suatu kategori, tipe atau jenis yang biasanya digunakan dalam membedakan karakter anak dalam urutan kelahiran. Lebih lanjut Alder (dalam Calvin S. Hall & Gardner Lindzey) mengemukakan bahwa kepribadian anak-anak yang menempati posisi kelahiran yang berlainan pula. Ia mengaitkan perbedaan ini dengan pengalaman-pengalaman khusus yang dimiliki setiap anak sebagai anggota
suatu kelompok sosial. Anak pertama atau
anak sulung memiliki
kecenderungan untuk menaruh perhatian pada masa lampau ketika mereka menjadi pusat perhatian sebelum lahir anak kedua. Anak kedua atau tengah cenderung ambisius, iri hati, berusaha melebihi kakaknya, dan cenderung berotak. Anak tengah umumnya menyesuaikan diri dengan lebih baik dibandingkan kakak atau adiknya. Sedangkan anak bungsu atau terakhir biasanya dimanja oleh orang tua. Pada anak bungsu sama halnya dengan anak sulung kemungkinan besar dia menjadi anak yang tak mampu menyesuaikan diri. Orang tua yang menghadapi situasi dan kondisi ini secara bijaksana harus dapat mempersiapkan anak sulungnya menghadapi munculnya seorang saingan, sehingga besar kemungkinan anak sulung dapat berkembang menjadi seorang yang memiliki kepribadian mandiri, mantap, bertanggung jawab dan bersifat melindungi serta mampu berperan sebagai pengambil keputusan. 4) Faktor Aktivitas Orang Tua (Ibu) Ibu, sebagai orang yang melahirkan, mengasuh dan anggota keluarga yang memiliki ikatan emosional yang kuat dengan anak, memiliki peran yang utama sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Ibu memberikan kasih, kehangatan, dan perlindungan, juga memberikan pelajaran penting dan masukan-masukan sosial untuk anaknya, bahkan dalam keadaan bermainpun biasanya ibu selalu berusaha untuk mengajarkan sesuatu pada anaknya. Hubungan kasih sayang yang kuat antara anak dan ibu dapat memudahkan tumbuhnya kemandirian pada anak. Dengan demikian dalam pembentukan
sikap mandiri pada remaja, peran ibu merupakan faktor penting yang sangat perlu diperhatikan. Secara umum terdapat dua jenis aktivitas ibu disamping aktivitas lainnya, yaitu sebagai ibu rumah tangga yang tidak bekerja di luar rumah dan ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah. Ibu-ibu yang tidak bekerja sebagian waktunya berada di dalam rumah, sedangkan ibu-ibu yang bekerja, pada jangka waktu tertentu harus bekerja di luar rumah. Hal ini mengakibatkan ibu tidak selalu ada di sisi anak pada saat-saat penting di mana ia dibutuhkan. Ibu juga tidak dapat mengawasi langsung seluruh kegiatan anak, tidak dapat selalu membantu, melatih atau mencontohkan kebiasaan-kebiasaan tertentu pada anak. Akibatnya terkadang anak dapat merasa kehilangan dan cemas karena harus berpisah dari ibunya sehingga dapat berdampak negatif pada diri anak. Namun di lain pihak, dengan bekerjanya ibu di luar rumah juga member dampak positif bagi anak, yaitu sifat yang mandiri. Adanya latihan kemandirian yang diberikan oleh ibu yang bekerja di luar rumah dapat mendorong anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri sehingga anak dapat diharapkan untuk mengatasi segala kesulitan-kesulitan sendiri bila ibu tidak berada di rumah. Anak-anak yang memiliki ketergantungan berlebihan terhadap orang lain biasanya akan memiliki rasa percaya diri yang rendah. Dia tidak dapat mengembangakan kemampuannya untuk mengambil keputusan, menjadi tidak berdaya akan memiliki rasa percaya diri yang rendah. Dia tidak dapat mengembakan kemampuannya untuk mengambil keputusan, menjadi tidak
berdaya dan semua perilakunya cenerung dipengaruhi oleh orang lain yang menjadi tempat ia bergantung. Keadaan
ini
secara
tidak
langsung
akan
sangat
merugikan
perkembangan mereka pada usia menjelang remaja atau dewasa. Karena saat mereka harus tampil sebagai individu yang berdiri sendiri, mereka menjadi sulit untuk dipisahkan.
C. Anak Yatim dan Pembinaannya ☺ 0%&
,-./
')*+
'29: /%<5=
!⌧#$%&
'12345678 >? @A☺
Artinya:“Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu
bergaul
dengan
mereka,
Maka
mereka
adalah
saudaramu”.(QS. Al-Baqarah:220) Dari ayat tersebut diatas mengisyaratkan kepada para orang tua agar memberi perhatian terhadap anak yatim,hendaknya mereka diperlukan seperti anak kandung juga.Karena nantinya kelak akan bertindak sebagai orang tua pengganti atau orang tua asuh. Musibah keyatiman adalah satu faktor yang menyebabkan kelainan dan menyimpang pada anak-anak.Diharapkan agar setiap individu mengetahui bahwa kebijaksanaan Islam dengan dasar-dasarnya yang lurus dan abadi ini telah meletakan pondasi dan metode secara bijak memelihara anak dari penyimpangan dan menjaga masyarakat dari kepenuhan moral karena pada
saat ini perlu perhatian lebih besar sebab pada faktor ini si anak mengalami gejolak dan goncangan,baik jiwa dan emosional.maka dalam hal ini sudah jelas bahwa agama melarang kepada setiap insan untuk berlaku sewenangwenang terhadap anak-anak yatim.sebagai firman Allah dalam kisah QS.Adldluha : 9 yang berbunyi : .F&5 !⌧5= /D4E B8C5= Artinya:“Adapun
terhadap
anak
yatim,janganlah
kamu
berlaku
sewenang-wenang”. Para ahli berpendapat bahwa orang tua yang telah tiada terutama seorang ayah yang telah wafat dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak,yang selanjutnya anak mempunyai resiko tinggi untuk menjadi anak-anak nakal dengan tindakan-tindakan anti sosial ( delinquent/anti social behavior ) juga anak mengalami “ deprivasi emosional” sebagai akibat ““ deprivasi parental “ apalagi mereka yang berada di berbagai macam panti tempat mereka tinggal.22 Anak yatim akan selalu berusaha untuk mendapatkan segala apa yang belum mereka peroleh. Dari sini dapat diharapkan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk memperhatikan mereka agar terhindar dari segala bentuk penyimpangan.
1. Pengertian Anak Yatim Ada beberapa ungkapan yang mendefinisikan tentang arti anak yatim, di antaranya:
22
Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran jiwa dan Kesehatan jiwa, (Yogyakarta:
PT Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), Edisi 3, h. 748-752.
a. Menurut Luis Al-Ma’luf dalam kitabnya Al-munjid Fillughoti Wal a’lam, ia mengatakan:
3*HJ KL 2 M *NO PQ⌫ 5S T UVUJ Artinya: “Yatim adalah seorang yang sudah kehilangan/ditinggal ayahnya meninggal, sedang ia belum mencapai usia layaknya usia orang dewasa”.23 b. Menurut Peter Salim dan Yenny Salim dalam kamus bahasa Indonesia kontemporer mengatakan bahwa tidak beribu atau tidak berbapak, atau tidak mempunyai ibu dan bapak, tetapi sebagian menyebutkan sebutan untuk anak yatim ialah untuk anak yang bapaknya meninggal.24 c. Menurut Hasan Shadaly di dalam Ensiklopedi Indonesia. Beliau menegaskan bahwa yatim adalah anak yang belum dewasa dan yang tidak berbapak lagi.25 Dari beberapa pengertian yang dikemukakan menurut para ahli tersebut di atas, bahwa anak yatim adalah anak yang ditinggal wafat ayahnya, sedang ia belum berada pada usia dewasa, atau belum mencapai usia baligh dan belum dapat mengurusi dirinya dengan baik. Dalam ajaran Islam, baligh merupakan batasan usia dari masa kanak-kanak beralih kepada masa dewasa.
23
Luis Al-Ma’luf, Al-Munjid F illughoti Wak A’lam, (Beirut-Libanon: Daar El-Masyrik,
1986) cet. Ke-28, h. 923 24
Peter Salim & Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern
English, 1991), h. 1727. 25
7, h. 3977
Hasan Shadaly, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ikhtisar Baru Van Hoeve, 1984), Jilid
2. Batasan usia baligh anak yatim Untuk mengetahui tanda-tanda baligh dan batas umur seorang anak masuk ke dalam kategori anak yatim, penulis akan mengemukakan tanda-tanda tersebut sesuai dengan yang tertera dalam kitab Matan Safinatun Naja Fi Ushuludin Wal FiqhiI sebagai berikut:26 a. Genap usianya mencapai usia 15 tahun. b. Telah mengalami mimpi basah (keluar air mani) bagi lelaki. c. Telah haid bagi anak perempuan pada usia 9 tahun. Sedangkan menurut ilmu psikologi, diungkapkan bahwa siklus kehidupan manusia khususnya pada tingkatan masa kanak-kanak menuju masa yang dapat dikatakan dewasa itu di antaranya sudah melewati masa kanak-kanak dan masa remaja. Adapun masa kanak-kanak dan remaja adalah terdiri dari masa kanak-kanak awal, pertengahan dan akhir, lalu remaja awal, madya dan remaja akhir. Dan berikut ini adalah batasan usia masa kanak-kanak dan masa remaja, yakni: a. Anak-anak awal (0-3 tahyn), anak-anak madya (3-7 tahun), dan anak-anak akhir (7-12). b. Remaja dini (12-15 tahun), remaja madya (15-17 tahun), dan remaja akhir (17/18-21 tahun).27 3. Pandangan Islam Terhadap Anak Yatim 26
Syeikh Salim bin Al Hadromi & Abdullah, Safinatun Naja Fi Ushuludin Wal Fiqhi,
(Jakarta: PT Sa’diyah Putra), h. 3. 27
Singgih D. Gunarsa & Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja, (Jakarta: Gunung Mulia, 1989), cet. Ke-5, h. 88-90, 203.
Anak yatim adalah anak yang patut diperhatikan dan dikasihani serta disayangi terutama mereka yang keluarganya kurang mampu. Sebab mereka telah kehilangan kasih saying dan perhatiannya dari seorang ayah yang telah wafat, sedangkan mereka sangat butuh bimbingan dan perhatian serta pengawasan untuk kemajuan hidupnya di masa mendatang. Agama Islam sebagai agama pembawa rahmat, membimbing manusia dengan cara menjabarkan ajaran rahmatnya itu di segala aspek kehidupan. Di antaranya adalah ajaran yang menyangkut anak yatim. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maa’uun: 1-2 yang berbunyi: 3^_Q`596 i4\]
[4\]
WX6 2 YZ
gh4:⌧`5= ef _ab4c]%d kf /D4E YjA>6
Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim.” Dalam ayat tersebut memberikan ancaman kepada seluruh umat manusia bahwa setiap orang yang tidak memperhatikan bahkan menghardik anak yatim, maka ia termasuk kategori orang yang mendustakan agama. Menurut As Sayyid Ahmad mengungkapkan dalam kitabnya Tarjamatu Mukhtaril Ahadist bahwa Nabi Saw pernah bersabda dari Anas ra. ia berkata:
mUV 2O UV nJ 5S 5Uo *p ☺J n⌫ T 2 *AO p Artinya: “Orang yang paling baik kepada anak yatim laki-laki atau perempuan, maka saya dengan orang itu di kemudian hari di dalam
surge seperti begini (jari tengah dan telunjuk)”. (HR. Hakim dari Anas).28 Menurut
Imam
Abullaits
Assamarqondi
dalam
kitabnya
beliau
mengatakan: “Aku bersama orang yang mengurus anak yatim di surge seperti begini, lalu beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah”.29 Masalah ekonomi adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan bagi anak-anak yatim dalam memenuhi kebutuhan hidupnya disamping faktor-faktor yang lain. Dalam hal ini pemerintah pun mempunyai peranan dalam mengasuh dan memelihara mereka. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 34 UUD 1945 yang berbunyi: “Fakir miskin dan anakanak terlantar dipelihara oleh Negara”. 4. Pembinaan Yatim Menurut Ajaran Islam ☺V `=4 @5
8r&5 8
qZ
?S _&%d
t4u%d 0⌧s \] B0%<5= -./ #48 ekwf v☺% Artinya: “Dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahuinya”.
28
As
Sayyid
Ahmad
Al-Hasyimi,
Tarjamatu
Mukhtaril
Ahadist,
Hikamil
Muhammadiyah, (Bandung: Al-Ma’arif, 1996), cet. ke-6, h. 734 29
Abullaits Assamarqondi, H. Salim Bahreis, Tanbihul Ghofilin, (Jakarta: Sa’diyah Putra,
1984), Jilid 2, h. 548
Berbagai macam cara untuk dapat mengurus anak-anak yatim, dalam hal ini sebagaimana yang disesuaikan dengan ayat tersebut diatas ternyata salah satu sarana penunjang dalam mengurus anak yatim adalah dengan santunan. Santunan anak yatim/piatu yang dilakukan dipanti memang baik daripada mereka terlantar. Beberapa hal yang pokok dalam pembinaan anak-anak yatim yang penulis dapat kemukakan di antaranya: a. Menjamin Makan dan Minumnya (Kebutuhan Pangan) Kaitannya dengan hal ini penulis akan mengemukakan salah satu hadist Nabi saw yang diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitab Tarjamah Mukhtaril Ahadist karangan As Sayyid Ahmad Al-Hasyimi sebagai berikut:
m%0O 2 x O y XzSJ2 UVUJ : yJ {uVH *: | yPo2 uLK, 5UK rJ }~oJ uVH*: | y Po2 uLK, 5K uS *%0 5S Artinya: “Apakah engkau menyukai supaya lunak hatimu dan engkau meraih keinginanmu? Kalau begitu kasihinilah anak-anak yatim, usaplah kepalanya dan beri makanlah dia daripada makananmu niscaya hatimu akan lunak dank au raih keinginanmu”. (HR. Thabrani dari Abu Darda).30 Sebenarnya masyarakat dapat berbuat banyak untuk anak-anak yatim, baik yang bersifat materi maupun non materi. Bantuan tersebut adalah
30
As Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Op.Cit, h. 52.
membantu meningkatkan pelayanan/penyantunan khususnya di pantipanti, antara lain: 1) Bantuan dana untuk sandang, pangan dan papan yang layak. 2) Penambahan personil pengasuh dan lain sebagainya.31 b. Memelihara Hartanya Pasal 34 UUD 1945 ini sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama Islam. Agama Islam telah memberikan ajaran yang sangat bagus dalam hal memelihara harta anak yatim. Seseorang tidak boleh mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang baik. Jika seseorang yang mengurus anak yatim dan memelihara hartanya itu dalam keadaan fakir dan miskin maka ia diperbolehkan memakan harta anak yatim dengan cara yang baik (seperlunya dan alakadarnya) bukan semaunya, tapi jika yang megurus anak yatim itu kaya maka berhatihatilah jangan sampai memakan harta mereka, sebab itu adalah perbuatan dzolim dan sangat dilarang oleh agama. Sebagaimana Firman Allah dalam An-Nisa ayat 10 yang berbunyi: : 8Z ☺J%&
Y
0r=C6
b4\]
H☺=rA '%F423d
B0%&
☺ %
0r=C6
-.4 gqK ` Artinya: “ Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh
31
Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran jiwa dan Kesehatan jiwa, (Yogyakarta:
PT Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), Edisi 3, h. 753
perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyalanyala (neraka)”.
Selanjutnya dalam firman Allah pada QS. Bani Israil : 34
8 Y41
d.&5
!
_~\%d %& _D4E
K{>2\Z ⌧6
~u AW #uZ
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa Dari kedua ayat firman Allah yang tersebut di atas memberikan penjelasan kepada seenap insane terutama umat Islam bahwa memelihara harta anak-anak yatim merupakan sebuah perintah dan peringatan agar senantiasa berhati-hati terhadap harta mereka. c. Memberi Kasih Sayang Dalam hal ini agama menjelaskan dan memberkan cara dalam bertindak dan berbuat kepada anak-anak yatim agar jangan sampai berbuat sewenang-wenang bahkan menghardik dan menyakiti mereka. Tapi yang menjadi kewajiban setiap insan adalah memperhatikan dan memberikan kasih sayang kepada mereka anak-anak yatim. d. Memberikan Pendidikan dan Pengajaran (Ilmu dan Adab) Setiap anak akan menjadi penerus keturunan bagi orang tuanya dan yang diharapkan oleh orang tua adalah agar anaknya menjadi anak yang shalih dan memiliki budi pekerti yang luhur dan mulia. Akan tetapi
kenyataan yang dihadapi mereka anak-anak yatim sangat nakal dan susah diatur. Oleh karena itu, manusia agar senantiasa memberikan segala kebutuhan anak-anak yatim terutama di dalam memberikan pendidikan dan pengajaran. Sebab di samping anak-anak yatim adalah bukanlah hanya anak yang kehilangan/ditinggal wafat oleh sang ayah, tetapi ada yang lebih yatim lagi daripada mereka yaitu orang yang tiada berilmu dan beradab mulia. Sebagaimana salah satu ungkapan menyatakan:
tjJ 2 K% UV UVUJ N MPJ 2 *S P, J UVUJ U Artinya: “Bukanlah yatim itu orang yang ayahnya sudah tiada, akan tetapi yatim adalah orang yang yatim ilmu dan adab”.32
32
M. Zuhri, Butir-Butir Untaian Mahfudzot, (Sukabumi: TMI Assalaam, 1998).
BAB III GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN YATIM AL-AKHYAR
A. Sejarah Berdirinya Di antara sekian banyaknya kegiatan dakwah Islamiyah yang ditunjang dengan segala usaha dan upaya yaitu salah satunya dengan media dakwah yang berada di setiap instansi/lembaga-lembaga keagamaan yang bersifat sosial guna memberikan kontribusi dakwah terhadap seluruh lapisan masyarakat, terutama dengan adanya Yayasan Islam Al-Akhyar di Kelurahan Beji Kecamatan Beji Kota Depok. Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar adalah bagian dari cakupan bidang kegiatan dari Yayasan Islam Al-Akhyar, sebab Yayasan Islam AlAkhyar mencakup ke dalam tiga aspek bidang kegiatan, yaitu bidang pendidikan, sosial, panti asuhan/pondok pesantren. Yayasan Islam Al-Akhyar didirikan oleh tiga orang (Tri Murti) mereka itu adalah: Ust. Abdul Wahab SM, M. Tahari dan Mamih Syahidah Emus. Yayasan in berdiri pada tahun 1984 yang awal mulanya hanya sebatas pengajian biasa yang ada dirumahnya dengan jumlah murid sebanyak 20 orang.33 Lalu pada tahun 1987 barulah diresmikan majelis taklim dan santunan yatim/piatu, dari semenjak itulah yayasan tersebut berkembang. Setelah
33
Wawancara pribadi dengan Ust.Abdul Wahab SM., Pimpinan Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Senin, 19 Oktober 2009.
selang beberapa tahun pada tanggal 5 Juni tahun 1991 Yayasan Islam AlAkhyar diresmikan oleh bapak H. Badrul Kamal (sekarang mantan walikota Depok) dengan akte notaries Ny. Sri Hastuti Tjahyadi, SH. Nomor 17 tahun 1991. Dan pada tahun 1994-1998 baru dibangun aula/asrama dan kantor sekretariat. Yayasan Islam Al-Akhyar yang berada di Kelurahan Beji Kecamatan Beji Kota Depok ini adalah pusatnya dan dikhususkan untuk santri pondok pesantren putri dengan jumlah santri sekarang 82 orang dan 18 orang dari mereka adalah yang bermukim di yayasan tersebut. Pada tanggal 20 Juni 2004 dibangun cabang pertama di Kelurahan Pitara Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok yang dikhususkan untuk santri putra, sehingga jumlah total santri sekarang baik yang mukim maupun yang tidak mukim berjumlah 165 orang. Antara Yayasan Islam Al-Akhyar pusat dan cabang pertama ini hanya bergerak pada bidang sosial dan pendidikan non-formal (santunan, pengajian dan ke pondok pesantrenan).34 Dan pada tahun 2007 dibangun dan diresmikan cabang kedua bidang pendidikan formal berupa SDI Al-Akhyar, tepatnya pada tanggal 17 Juni 2007 di daerah Kampung Rawa Kaso Desa Jati Sari Kecamatan Cileungsi. Kabupaten Bogor yang akan diresmikan oleh bupati bogor. Dan siswa baru yang mendaftar di SDI Al-Akhyar sampai saat ini berjumlah 20 orang, sedangkan untuk TPA berjumlah 60 orang. 35
34
Wawancara pribadi dengan Ust.Abdul Wahab SM., Pimpinan Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Senin, 19 Oktober 2009. 35
Wawancara pribadi dengan Ustadzah Siti Khumairoh S.Ag., Guru Pengajian Umum Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Selasa, 20 Oktober 2009.
B. Tujuan dan Fungsi 1. Tujuan pendidikan Yayasan Islam Al-Akhyar Di antara tujuan dari pendidikan Islam Al-Akhyar adalah sabagai berikut: a. Memberikan bekal kemampuan dasar kepada warga dan anak-anak yatim belajar untuk mengembangkan kehidupannya sebagai: 1) Pribadi muslim yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. 2) Warga Negara Indonesia yang berkepribadian, percaya kepada diri sendiri serta sehat jasmani dan rohani. 3) Untuk turut ikut serta membantu program pemerintah dalam bidang pendidikan dan sosial. b. Membina warga belajar dan anak-anak yatim agar memiliki pengalaman, pengetahuan, keterampilan beribadah dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan pribadinya. c. Mempersiapkan warga belajar dan anak-anak yatim untuk dapat mengikuti pendidikan formal dan kepondokpesantrenan. 2. Fungsi Pendidikan Yayasan Islam Al-Akhyar Adapun fungsi pendidikan Yayasan Islam Al-Akhyar di bidang ke pondok pesantrenan adalah: a. Sebagai media dakwah dan syiar agama Islam. b. Menyelenggarakan dan menanamkan kemampuan dasar pendidikan agama Islam yang meliputi al-Qur’an Hadist, Aqidah Akhlak, Ibadah, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab dan Ilmu pengetahuan dari kitab-kitab lainnya.
c. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama Islam bagi warga belajar dan anak-anak yatim. d. Meningkatkan derajat anak-anak yatim dan mengembangkan dua buah potensi pendidikan dan pengajaran, baik pendidikan umum maupun pendidikan agama. 36
C. Bidang Kegiatan Dalam hal bidang kegiatan ini Yayasan Islam Al-Akhyar bergerak pada beberapa cakupan, antara lain pada bidang: 1. Sosial dan kemasyarakatan, berupa pembinaan dan santunan. 2. Pendidikan, baik formal (sekolah) maupun non formal (taklim dan pondok pesantren). 3. Panti asuhan/pondok pesantren yatim.37 Di samping kegiatan-kegiatan tersebut di atas yang menjadi pokok bagi yayasan, ada pula beberapa kegiatan lainnya/ekstra dan kegiatan ini dikhususkan untuk santri, di antaranya: 1. Kursus computer, bahasa dan menjahit. 2. Qiroat, rebana dan nasyid. 3. Latihan pidato/muhadhoroh.
36
Wawancara pribadi dengan Ustadzah Siti Khumairoh S.Ag., Guru Pengajian Umum Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Selasa, 20 Oktober 2009. 37
Wawancara pribadi dengan Ust.Abdul Wahab SM., Pimpinan Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Senin, 19 Oktober 2009.
D. Fasilitas, Sarana dan Prasarana Yayasan Islam Al-Akhyar juga memberikan beberapa fasilitas, serana dan prasarana khusus untuk anak-anak yatim yang bermukim di pondok pesantren (lebih diutamakan) dan anak-anak yatim yang tidak mungkin dalam menunjang kebutuhan mereka, diantaranya: 1. Aula dan asrama. 2. Ruang belajar dan perpustakaan. 3. Tunjangan-tunjangan lainnya, seperti: a. Pendidikan sekolah sampai perguruan tinggi gratis (mereka bebas memilih dan menentukannya dengan syarat selama masih berada di lingkungan kota Depok). b. Mendapat ongkos dan uang saku setia hari. c. Mendapatkan fasilitas belajar seperti buku, alat tulis dan sebagainya. d. Kebutuhan penginapan, baik tempat tinggal maupun makan (khusus santri yang bermukim)38
38
Wawancara pribadi dengan Ustadzah Siti Khumairoh S.Ag., Guru Pengajian Umum Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Selasa, 20 Oktober 2009.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS
A. Peranan Pembimbing Agama Bagi Kemandirian Anak Yatim di Pondok Pesantren Yatim Al-akhyar Peranan pembimbing agama yang di terapkan di pondok pesantren yatim Al-Akhyar dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak-anak yatim tidak terlepas dari para pembimbing yang memiliki kompetensi di bidang agama dan bidang umum,tidak terlalu berbada dengan pondok-pondok yang lain,namun di pondok pesantren yatim ini seorang pembimbing harus benarbenar mengetahui akan keadaan emosional seorang anak yatim yang komplek dengan kehidupannya karena di tinggal oleh seorang sosok yang di dambakannya yatiu orang tua,dan juga kerap berada dalam kondisi ekonomi di bawah rata-rata.39 Setelah meneliti berbagai macam peran pembimbing,serta bimbingan dan pendekatan yang digunakan di pondok pesantren yatim AlAkhyar,peneliti mendapatkan hasil penelitian tentang peran seorang pembimbing dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak-anak yatim di antaranya : 1. Sebagai pengganti orang tua asuh. Dalam peran ini adalah tugas yang bisa dibilang paling mulia di sisi Allah SWT. Sebab jika dikaji ulang tentang peran orang tua di rumah benar-banar sangat berat selain memberikan tanggung 39
Wawancara pribadi dengan Ust.Abdul Wahab SM., Pimpinan Pondok Pesantren Yatim AlAkhyar, Depok, Senin, 19 Oktober 2009.
jawab secara lahir orang tua juga harus bertanggung jawab dalam memberikan nafkah batin terhadap anaknya dalam bentuk kasih sayang,begitulah peran seorang pembimbing di pon-pes yatim ini sangat berat dan beragam namun dibalik semuanya itu memang sangat mulia di sisi Allah SWT. Berdasarkan hasil dialog/tanya jawab terhadap pihak pesantren dalam hal ini memang seorang pembimbing harus memiliki sosok keibuan bagi wanita dan sosok kebapaan bagi prianya.dan tidak terlepas juga dari rasa kasih sayang dan santun yang mereka miliki,sebagaimana orang tua kandung terhadap anaknya terhadap anaknya,menurutnya juga seorang pembimbing haruslah memiliki
“ Akhlaaqul
kariimah “ artinya bahwa pembimbing harus juga memiliki akhlak yang mulia,sebagaiman tugas awal Nabi Muhammad di utus ke dunia ini semata-mata hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia,jika itu semua dimiliki oleh seorang pembbimbing Insya Allah seorang anak yatim akan pula memiliki akhlak yang mulia dan menjadi anak yang diharapkan oleh orang tuanya yang tiada,yaitu menjadi anak yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi masyarakatnya kelak.40
40
Wawancara pribadi dengan Ust.Abdul Wahab SM., Pimpinan Pondok Pesantren Yatim AlAkhyar, Depok, Senin, 19 Oktober 2009.
2. Sebagai pendidik. Dalam hal ini mungkin menjadi tugas yang lebih sempit di banding dengan peran pembimbing yang pertama yaitu pengganti orang tua asuh yang tugasnya lebih luas,berdasarkan wawancara peneliti dengan guru pengajian umum beliau memamarkan bahwa tugas seorang pendidik tidak sama dengan seorang pengajar sebab seorang pendidik terlebih lagi pendidik di pon-pes dia bertugas selain mengajar dia juga memantau dan mengayomi pelajar atau santri
terhadap
seluruh
kehidupannya
di
pesantren
guna
menjadikan manusia yang bermanfaat dan berguna bagi dirinya dan masyarakat sekitarnya. Pendidik juga memiliki tugas dan peran dalam keberhasilan dan kemampuan seorang anak yatim dalam suatu yayasan.dan perannya yang paling utama adalah pertama mengajari anak yatim menjadi seorang anak yang berakhlak dan berkepribadin yang kaafah ( sempurna ),yang kedua : menjadikan anak-anak yatim agar dia menjadi manusia yang mandiri,yang ketiga : menjadikan anak-anak yatim yang kreatif,aktif dan inovatif.41 3. Sebagai motivator.. Yaitu pemberi motivasi dan semangat dalam belajar dan berjuang dalam menghadapi hidup,dalam peran ini seorang pembimbing
anak-anak
yatim
harus
benar-benar
memiliki
keilmuan terlebih dalam mengetahui psikologis anak,dalam 41
Wawancara pribadi dengan Ustadzah Siti Khumairoh S.Ag., Guru Pengajian Umum Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Selasa, 20 Oktober 2009.
wawancara kami dengan pengajar Al-qur’an beliau mengatakan bahwasanya seorang motivator terlebih dahulu harus mengetahui akan pengertian dari motivasi itu sendiri,yaitu kekuetan penggerak yang
membangkitkan
aktifitas
pada
makhluk
hidup,dan
menimbulkan tingkah laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu,jadi seorang motivator adalah pemberi semangat dan penggerak terhadap santri agar mereka bisa mendapatkan tujuan hidup mereka dan dapat mnggapai apa yang mereka citacitakan,namun dibalik itu semua memang peran pribadi santri juga tidak terlepas dari semua itu santri juga harus memiliki motivasi yang kuat dalam dirinya agar keduanya bisa saling melengkapi guna tercipta cita-cita yang mereka harapkan.42
B. Peranan Pembimbing Agama Dalam Mewujudkan Kemandirian Menurut Keinginan Masyarakat Selain mewawancarai para pembimbing di pon-pes Al-Akhyar peneliti juga berdialog dengan para santri dan masyarakat sekitarnya yang tinggal dekat dengan area pondok pesantren Al-Akhyar,beberapa santri mengatakan mereka menginginkan sosok seorang pembimbing yang benar-benar bisa menggantikan posisi orang tuanya walaupun tidak akan seratus persen mereka merasakannya seperti kasih sayang orang tuanya yang telah meninggalkan mereka,mereka ingin dikasihi,disayangi dan diajarkan ilmuilmu agama maupun umum yang bermanfaat bagi dirinya untuk bekal 42
Wawancara pribadi dengan Ust.Ali Abdurrahman S.Ag., Guru Al-Qur’an ( guru mengaji ) Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Rabu, 21 Oktober 2009.
mereka nantinya setelah tidak lagi tinggal di pondok pesantren Al-Akhyar ini.43 Mereka juga mengharapkan pembimbing bisa menjdi pendidik mereka yang masih jauh dari pengetahuan agama,serta memberikan mereka keterampilan atau skill individu yang nantinya bisa menghasilkan materi bagi dirinya setelah keluar dari pon-pes ini.44 Masyarakat
disekitar
pondok
pesantren
juga
menjadi
target
penelitian,mereka juga mengharapkan seorang pembimbing agama agar para santri menjadi mandiri sangatlah penting,mungkin dalam
hal ini
pembimbing harus berparan menjadi pendidik dan pengajar dalam pendidikan formalnya dan dalam kehidupan kesehariannya,dimana mereka harus memperhatikan anak-anak yatim dalam bersekolah,masyarakat tidak ingin seorang anak yatim putus sekolah karena faktor ekonomi yang mereka landa,disini memang bukan hanya pembimbing dan pihak pondok-pesantren yang berperan tapi dukungan masyarakat secara materi juga dituntut terhadap mereka,agar tercipta hubungan yang baik antara pihak pondok pesantren dengan masyarakat yang ada,juga bisa menjadikan anak yatim seorang yang berpendidikan seperti anak-anak yang lain pada umumnya.45
43 Wawancara pribadi dengan Isnaini Rochwati., Santri Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Kamis, 22 Oktober 2009. 44
Wawancara pribadi dengan Fatimah., Santri Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar, Depok, Kamis, 22 Oktober 2009. 45 Wawancara pribadi dengan Ayub Al-Ghofar, Masyarakat Sekitar Pondok Pesantren Yatim AlAkhyar, Depok, Jum’at, 23 Oktober 2009.
C. Kesesuaian
Peranan
Pembimbing
Agama
Dalam
Mewujudkan
Kemandirian Bagi Anak-Anak Yatim Yang Ada di Pondok Pesantren Yatim Al-akhyar Dengan Keinginan Masyarakat. Setelah mendapatkan data hasil penelitian dari wawancara kepada pihak Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar dan masyarakat sekitarnya, peneliti dapat mengambil kesesuaian antara pendapat kedua pihak tersebut, Menurut para pembimbing di pon-pes yatim Al-Akhyar peranan mereka sebagai pembimbing adalah : sebagai penganti orang tua asuh,dimana Dalam peran ini mereka harus benar-benar menguasai sosok orang tua. Kemudian sebagai pendidik dimana pembimbing selain mengajar mereka juga harus bisa mendidik, dalam hal ini terlebih pada kehidupan keseharian anak-anak yatim tersebut. Kemudian sebagai motivator dimana seorang pembimbing harus benar-benar menjadi penyemangat anak-anak yatim tersebut dalam menghadapi kehidupan mereka sebagai anak yatim. Menurut beberapa masyarakat yang ada di sekitar pon-pes AlAkhyar mereka berpendapat bahwa peran seorang pembimbing guna menjadikan anak yatim yang mandiri adalah : menjadi pengganti orang tua mereka dalam kesehariannya,kemudian sebagai pendidik baik pendidikan formal maupun pendidikan agamanya,dan mereka juga mengatakan bahwa bukan hanya pembimbing agama yang menjadi penanggungjawab atas kemandirian anak yatim tapi seluruh lapisan masyarakat khususnya masyarakat yang mampu dalam segi hal materi juga harus memilki tanggung jawab atas kehidupan mereka guna menjadikan anak yatim yang mandiri.
Dari pembahasan di atas dapat di ambil benang merah bahwa peranan pembimbing agama menurut masyarakat dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak-anak yatim sesuai dengan peranan pembimbing agama yang ada di pondok pesantren yatim Al-akhyar.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Alhamdulillah berdasarkan penelitian yang di lakukan penulis selama berada di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar terhadap Peranan Pembimbing Agama Dalam Mewujudkan Kemandirian Terhadap AnakAnak Yatim,penulis berusaha mengambil kesimpulan atau benang merah yaitu mengenai peranan pembimbing,metode bimbingan serta pendekatan yang digunakan di pon-pes yatim Al-Akhyar mampu menjadikan para yatim menjadi mandiri dalam kehidupannya,kesimpulan yang dapat penulis ambil antara lain : 1. Peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian anakanak yatim di pondok pesantren yatim Al-Akhyar adalah: Sebagai pengganti orang tua asuh, sebagai pendidik, dan sebagai motivator. 2. Peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian menurut masyarakat adalah: Sebagai pengganti orang tua dalam sisi kehidupannya, dan sebagai pendidik baik pendidikan formal ataupun non formal. 3. Peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim yang ada di Pondok Pesantren Yatim Al-akhyar Kelurahan Beji, Kota Depok, sesuai dengan keinginan masyarakat.
B. Saran Berdarkan kesimpulan yang telah penulis gambarkan mengenai Peranan Pembimbing Agama Dalam Mewujudkan Kemandirian Bagi Anak-Anak Yatim oleh pihak Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahn Beji,Kecamatan Beji,Kota Depok di atas ternyata memang masih jauh dari kesempurnaan dan perlu banyak perhatian dan saran yang membangun guna dapt dijadikan evaluasi dalam meningkatkan mutu dan kualitas serta tujuan utama dari penulisan ini yaitu menjadikan anak-anak yatim yang mandiri sebagai tolak ukur dari hasil seorang pembimbing melaksanakan bimbingannya. Maka dari itu yang perlu diprhatikan untuk menjadi bahan evaluasi di antaranya adalah :
1. Diharapkan terhadap pihak pondok pesantren agar menambahkan tenaga pengajar yang handal dan mumpuni dalam bidang agama khususnya dan dalam bidang formal pada umumnya,serta tenaga pengajar yang memiliki kredibil keilmuan yang profesionalserta memiliki kapasitas,integritas,loyalitas yang tinggi agar para santri lebih cepat dalam mendapatkan ilmunya. 2. Perlu
ditambahnya
beberapa
bimbingan
yang
terfokus
pada
keterampilan para santri yang nantinya bisa mereka gunakan setelah keluar dari pon-pes ini.
3. Ditambahnya para donatur tetap yang pada akhirnya bisa membantu anak-anak yatim dalam menunjang kehidupannya dan dapt membantu infrastuktural di pon-pes Al-akhyar ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta : PT.Golden Trayos Press, 1998,Cet. Ke-6 Kartono, Kartini, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), Bandung : CV. Mandar maju,1990,Cet. Ke-3 J. Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatuf, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2004, Cet. Ke-1 Margono, S, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : PT. Rieneka Cipta, 1997 Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofyan, Mtodologi Penelitian Survey, Jakarta : LP3ES, 1995 M. Amirin, Tatang, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta : Rajawali Press, 1990, Cet. Ke-2 Koencaraningrat, Metodologi Penelitian Ilmiah, Jakarta : Gramedia, 1997 Tim Penyusun,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka,1986, Cet. Ke-9 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2002, Cet. Ke-3 Burhan, Arif, Penghantar Metode Kualitatif,Surabaya : Usaha Nasional, 1992 Munir, M, Metode Dakwah,Jakarta : Kencana, 2006, Cet. Ke-2 A, Hallen, Bimbingan dan Konseling, Jakartam : Ciputat Press, 2002, Cet.Ke-1 Winkel, dan Hastuti, Sri,
BImbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan,
Yogyakarta : Media Abadi,2004, Cet. Ke-3 Sukardi,Dewa Ketut, BImbingan dan Konseling, Jakarta : PT. Bina Aksara, 1998 Djumhur, I., dan Surya, Moh., BImbingan dan Penyuluhan di Sekolah “Cevidance And Counseling”, Bandung : CV. Ilmu, 1985 Prayitno, dan Amti, Erman, Dasar-dasar BImbingan dan konseling, Jakarta : Rienaka Cipta, 2004, Cet. Ke-2
Faqih, Aunur Rahim, BInbingan dan Konseling dalam Islam, Yogyakarta : UII Press, 2001 Arifin, H, M, Pokok-pokok Tentang bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta :Bulan Bintang , 1976 Mujib, Abdul, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Rosada, 2002,Cet. Ke-2 Rifa’i, Moh., Aqidah Akhlaq Semarang : CV. Wicaksana, 1994, Cet. Ke-2 Abdul Halim Mahmud,Ali, Akkhlaq Mulia, Jakarta : Gema Insani, 2004 Tim Penyusun Kamus Pemnbinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1999,cet. Ke10 Maksum Ali, K.H. Zainuddin, Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak.Depok : Buletin Jum’at-Suara Ukhuwa, 2007 Rakhmat, Jalaluddin dan Gandaatmaja, Muchtar, Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, Bandung : Remaja Rosda Karya,1993 Zeni, Shahminan, Mengapa Manusia Harus Beragama, Jakarta : Kalam Mulia,1986, Cet. Ke-1 Zuhri,Muhammad, Butir-butir Untaian Mahfudzot, Sukabumi : TMI Assalaam, 1998
HASIL WAWANCARA Hari/tanggal
: Jum’at, 23 oktober 2009
Waktu
: 16.30 – 17.45 WIB
Tempat
: Aula Pon-Pes Al-Akhyar
Yang di wawancarai : Ayub Al-Gofar Berita acara
: Harapan masyarakat tarhadap peran pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim
Interviewer
: (?)
Interviewee
: (+)
(?)
: Apa peran pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian anakanak yatim?
(+)
: yaa… kalo menurut saya mah selaku orang awam dan orang biasa yang gak tau apa-apa tentang agama, kehadiran pembimbing agama tuch bagi anak- anak yatim sangat berperan banget dah, soalnya sih yang saya bisa tilai terhadap keadaan mereka yang gak punya, kurang, bahkan mungkin jarang mendapat perhatian terutama dari orang tua mereka yang udah gak ada (alias mati), mereka anak-anak yatim jadi kebangkalai, gak ada yang bimbing, gak ada yang ngarahin, pendidikan dan kebutuhan ekonomi mereka yang kurang (mungkin dari keluarganya), terus kalo diantepin gitu aja… gimana ke depannya? baik pengetahuan agama dan umum mereka, wawasan, skill atau apa aja dah yang sekiranya tuch bocah-bocah yatim bisa mandiri kita kan gak bakal tau, tapi seenggaknya inilah tugas para pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian mereka yang juga seluruh pihak dari seluruh masyarakat mempunyai tanggung jawab bersama terhadap mereka.
(?)
: Bimbingan apakah yang seharusnya dilakukan pembimbing agama terhadap anak yatim?
(+)
: Saya cuma bisa berharap kepada para pembimbing agama agar bisa untuk membimbing, mengajarkan mereka terutama pengetahuan agama buat bekal mereka biar terarah dan imtaknya biar mantep dah…, terus kalo buat bekal mereka biar bisa kerja dan nyari duit sendiri, mereka juga perlu diajarkan serta diarahkan akan bakat, skill (biar dikembangin) biar jadi mandiri dalam segala halnya,,, kalo gak salah, ka nada doanya yang sering dibaca tiap abis sholat (Robbana atina fiddunya hasanah wafil akhiroti hasanah waqina adzaban naar), adek juga tau kan artinya? He3x!
(?)
: Kapan dan di mana bimbingan agama yang pantas dilaksanakan?
(+)
: Masalah bimbingan agama mah mumpung mereka masih pada bocahbocah pokoknya terus cekokin aja tentang agama, yang pantes mah, yaa di sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga yang islami, contohnya kayak di podok-pondok pesantren atau apa lah…(yang kira-kira cocok), kalo di sini alhamdulillah banget udah ada yayasan dan pondok pesantren AlAkhyar.
(?)
: Siapakah yang pantas menjadi pembimbing agama?
(+)
: Yang jelas…, orang yang tau, ngerti, faham dan ahli agama (kayak para ulama, ustadz-ustadz, kyai, habaib)
(?)
: Pendekatan apa saja yang digunakan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak yatim?
(+)
: yaa dengan cara ngajarin mereka keterampilan-keterampilan dan kesenian
dah…, baik itu melalui kursus-kursus atau apa aja yang bisa bikin mereka terampil dan mempunyai bakat dan kebisaan yang bisa mereka andelin entar ke depannya… contohnya kalo zaman sekarang tuch yang lagi ngetrend mah kayak bahasa inggris, computer dan serta lainnya dah, kalo buat bocah cewenya kayak masak (tata boga), jahit dan seni tarik suara islami (nasyid, shalawat, rebana dan qiro’at).
(?)
: Kenapa pendekatan tersebut digunakan?
(+)
: karma dengan mengikuti kursus-kursus atau pelatihan-pelatihan yang kayak gitu yang pas buat mereka, biar terarah dan cocok buat mereka entar ke depannya ketika masuk dunia lapangan kerja,,, he3x! pokonya UUD (ujung-ujungnya dapat duit) biar kagak blangsak aja
(?)
: Kapan sebaiknya pendekatan tersebut digunakan?
(+)
: kalo mereka lagi pere sekola, waktu kosong dan gak ada gawean, daripada gak ngapa-ngapain, mending diajarin keterampilan dah.
(?)
: Apakah efektif bimbingan dan pendekatan tersebut dalam mewujudkan kemandirian anak-anak yatim?
(+)
: Insya Allah…., yang penting antara pengajar dan bocah-bocahnya kudu istiqomah, rajin dan berusaha terus.
HASIL WAWANCARA
Hari/tanggal
: Sabtu, 24 oktober 2009
Waktu
: 16.30 – 17.45 WIB
Tempat
: Aula Pon-Pes Al-Akhyar
Yang di wawancarai : Iwan Maulana Berita acara
: Harapan masyarakat tarhadap peran pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian bagi anak-anak yatim
Interviewer
: (?)
Interviewee
: (+)
(?)
: Apa peran pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian anakanak yatim?
(+)
: Namanya juga pembimbing agama…, tentunya sudah jelas dan pastinya harus membimbing, mengarahkan mendidik, dan mengajarkan anakanak yatim akan pengetahuan agama (untuk bekal yang lebih terarah dihiasi dengan akhlak mereka yang mulia), ditambah lagi dengan diajarkannya kepada mereka akan keterampilan-keterampilan sebagai bekal untuk ke depannya dalam upaya menjadikan mereka (anak-anak yatim) orang yang yang berguna dan dapat mandiri dalam segala aspek kehidupan terutama untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka
(?)
: Bimbingan apakah yang seharusnya dilakukan pembimbing agama terhadap anak yatim?
(+)
: Bimbingan apa saja yang sekiranya pantas, layak dan sesuai untuk mereka, baik dari segi pengetahuan agama maupun hal-hal lainnya yang dapat
menopang dan membantu mereka untuk menghadapi tantangan zaman, globalisasi, modernisasi dan persaingan yang ketat dalam persaingan hidup untuk memenuhi kebutuhannya. (?)
: Kapan dan di mana bimbingan agama yang pantas dilaksanakan?
(+)
: Sebenarnya setiap manusia terutama bagi anak-anak yatim dalam hal bimbingan agama harus lah rutin, bukannya belajar itu wajib bagi setiap muslim? Dan mengajarkan ilmu itu juga wajib bagi mereka yang dudah ahli dan memahami pengetahuan
agama
kepada orang-orang
awam?untuk tempatnya, bisa dilaksanakan di mana saja yang penting itu dapat sesuai dengan nuansa Islami, seperti sekolah-sekolah MI, MTS, MA dan pondokpondok pesantren, baik salafi maupun modern. (?) (+)
: Siapakah yang pantas menjadi pembimbing agama? Para Ulama, Fuqoha, Asatidz, kyai maupun habaib. Karena mereka itulah sebagai pewaris Nabi yang sekiranya pantas untuk membimbing dan mengajarkan agama kepada seluruh umat terlebih lagi kepada anakanak yatim
(?)
: Pendekatan apa saja yang digunakan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak yatim?
(+)
: Bisa melalui pelatihan-pelatihan keterampilan, kursus-kursus, mengembangkan dan menyalurkan bakat dan potensi yang dimiliki oleh anak-anak yatim dan lain sebagainya, sebagai upaya menjadikan mereka anak-anak yang berguna, berdikari serta mandiri
(?)
: Kenapa pendekatan tersebut digunakan?
(+)
: karena dengan itu semua di usia mereka yang masih kanak-kanak akan mudah cepat ditangkap dan dicerna, terlebih lagi mereka pada masamasa kanak-kanak ini lebih cenderung untuk mengikuti dan meniru apa yang mereka lihat (terutama action/praktek lapangan) serta sangat membantu dalam mewujudkan kemandirian mereka.
(?)
: Kapan sebaiknya pendekatan tersebut digunakan?
(+)
: Pada saat waktu mereka senggang, hari libur ataupun kapan saja ketika mereka semua tidak ada kegiatan
(?)
: Apakah efektif bimbingan dan pendekatan tersebut dalam mewujudkan kemandirian anak-anak yatim?
(+)
: Insya Allah…, karena belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas
batu dan pengalaman itu bagi mereka adalah guru yang terbaik yang tak kan pernah dapat dilupakan, yang penting kedua pihak harus seimbang dalam mewujudukan kemandirian.
HASIL WAWANCARA
Hari?tanggal
: Senin, 19 oktober 2009
Waktu
: Aula Pon-Pes Al-Akhyar
Tempat
: 16.30 – 17.45 WIB
Yang di wawancarai : Ust. A. Wahab SM ( Pimpinan Pon-Pes ) Berita acara
:
Tugas
dan
mewujudkan
program
pembimbing
agama
dalam
kemandirian terhadap anak-anak yatim di
Pon-Pes yatim Al-akhyar
Interviewer
: (?)
Interviewee
: (+)
(?) Pa ustadz,sebagai seorang pimpinan dan pembimbing di pon-pes yatim ini,pasti sudah segudang pengalaman yang ustadz dapatkan selama ini,terus klo menuut ustadz apa sich peranan pembibing agama agar anak-anak yatim bisa mandiri dalam hidupnya dan mandiri pula setelah selesai atau keluar dari pon-pes ini ? (+) Ya… ko menurut saya sich dari awal saya mendirikan pon-pes ini mungin bisa dikatakan sudah banyak memakan asam garamnya perjuangan membimbing anakanak yatim,dari yang sangat bengal/nakal sampai yang nurut atau taat terhadap peraturan pon-pes ini,kemudian mengenai peranan pembimbing agama yang saya tahu ada dua hal,yang pertama “ pengajar “ yaitu seperti guru di sekolah,atau dosen
diperguruan tinggi,pengajar
hanya
mengajarkan materi
pelajaran
saja,setelah selesai mengajar atau melaksanakan tugasnya sebagai guru dan dosen,yang kedua “ pendidik “ seorang pendidik terlebih lagi pendidik di pon-pes dia bertugas selain mengajar dia juga memantau dan mengayomi pelajar terhadap seluruh kehidupannya di pesantren guna menjadikan manusia yang bermanfaat dan berguna bagi dirinya dan masyarakat sekitarnya. (?) Kemudian ustadz kalo dalam pelakanaan bimbingan agama yang antum terrapin dalam menangani anak-anak yatim agar mereka mandiri apa aja ?
(+) Hmm… kalo masalah bimbingan agama yang diterapin di pon-pes ini biar satri mandiri ya.. tidak jauh berbeda dengan pon-pes yatim yang lainnya,mungkin kami menerapkan dua bagian secara umum,yang pertama kegiatan belajar “ formal “ baik umum maupun pelajaran pondoknya seperti : pengkajian kitabkitab kuning,dan kitab-kitab yang sudah modern. Yang kedua kegiatan belajar “ non formal “ mungkin disini bisa diterapin nih biar para santri yatim bisa mandiri di pondok ama di rumahnya...,karna kegiannya seperti :
Ziarah dan
wisata,menjahit,memasak,dan di ajarkan pula berternak ayam,ikan dan lain lain dahh..,juga ada kegiatan santunan dari para donator tetap dan tidak tatap . (?) Owhh… jadi begitu
ya ustadz,trus biasanya bimbingannya kapan
dilaksanakannya,dan dimana tempat bimbingan yang efektif menurut ustadz ? (+) Kalo jadwal sie udah pasti ditentukan ya..,dari kegian yang saya sebutin tadi kalo kegiatan pengajian itu biasanya dilaksanakaan pada hari senin sampai sabtu doing,klo paginya tip abis solat subuh ampe jam sembilanlah paling lama mah… terus kalo sorenya dr abis solat magrib ampe jam setengah Sembilan dahh,trus abis itu pada ke kamar masing-masing dah tidur istirahat…! Dan minggunya pere tuh baruu.. buat istirahat ama nyuci sepatu,jemur kasur ama yang laennya dahh.Dan kalo kegiatan Ziarah wisata itu diadain setahun sekali dan tempatnya ke makamnya para Ulama,Habaib,dan para Waliyyullah lainnya seperti ke Banten,Pamijahan dan tempat-tempat lainnyadan setelah itu wisata di tempat daerah dan sekitarnya.Kemudian klo mengenai santunan biasanya disini lasngsung,tapi terkadang juga diluar pon-pes.Terus kalo masalah tempat belajar mah ya di kelas lah,kadang di aula pon-pes . (?) trus nih ustadz,kalo masih pada baru kenal atau baru masuk pesantren biasanya pendekatan yang digunakan apa aj tuh? (+) Ya kalo buat pendekatannya si.. itu bisa dengan usaha memahami keadaan jiwa si anak yatim tersebut,ya… pokonya mah kita tuh kudu tau dan ngerti dulu masalah kondisi anak-anak yatim tersebut yang lagi ngerasain gejolak jiwa,emosionalnya.Terus
dengan
pendekatan
yangberupa
hubungan
dan
komunikaasi secara terus menerus jangan ampe putus khususnya kepada pihak ibu,orang tua dan teman-temannya. Ditambah lagi ama disuruh-suruh ntu anak
yatim but belajar,ngaaji,ngapalin bagian-bagian dari surat Al-qur’an,hadist dan kitab-kitab kuning . (?) kenapa bimbingan dan pendekatan tersebut tadz yang digunain ? (+) Yah…. Karena saya anggap dengan kegiatan ini dan pendekatan tersebut lebih ampuh menurut saya,buat ank yatim,sebab kalo ga ada kgiatan itu semua mana bisa anak-anak pada nurut dan ga bandel,kalo dengan pengajian kitab kuning,mereka pertama baca terus saya suruh ngapalin.dan juga kegiatan yang lainnya,tentunya diharapakan agar anak yatim lebih faham dan mendalami keilmuannya tentang Isalm dan dengan kegiatan ini buat bekal mereka apa lagi dizaman sekarang kaya gini yang sudah semakin parah .kegiatan pemberian santunan ini menurut saya termasuk senjata yang paling ampuh,kan klo kegiatan ini diterapin kemungkinan merek bakal nurut,apa lagi namanya bocah,di imingin duit nurut dahh..., (?) Nah..,terus dari kegiatan dan pendekatan yang di paparkan tadi,kira-kira siapa aja tuh tadz yang melakukannya ? (+) kalo pelaku kegiatan tergantung pada kegiatannya masing-masing yah,klo kegiatan beljar mengajar ya guru ama santrinya,klo ziarah wisata,guru,santri ama warga setempat yang sekiranya mau ikut dalam kegiatan tersebut kemudian klo kegiatan mengabdi di ponpes di khususkam kepada para alumni pon-pes ini.
HASIL WAWANCARA
Hari?tanggal
: Selasa, 20 oktober 2009
Waktu
: Aula Pon-Pes Al-Akhyar
Tempat
: 16.30 – 17.45 WIB
Yang di wawancarai : Ustadzah Siti khumairoh S.Ag ( guru pengajian umum ) Berita acara
:
Tugas
dan
mewujudkan
program
pembimbing
agama
dalam
kemandirian terhadap anak-anak yatim di
Pon-Pes yatim Al-akhyar
Interviewer
: (?)
Interviewee
: (+)
(?) Bu ustadzah,menurut ibu kira-kira apa peranan seorang pembimbing agama agar anak-anak yatim di pon-pes ini menjadi pribadi yang mandiri bagi dirinya nanti setelah dia keluar dadri pon-pes ini ? (+) Trima kasih sebelumnya sudah percaya ibu untuk diwawancarai,begini kalo menurut ibu peran pembimbing dalam suatu pesantren sangat-sangat penting dan erat kaitannya jikalau suatu lembaga tidak ada yang membimbingnya maka itu dikatakan kurang sempurna /cacat maka disinilah peran pembimbing sangat perperan dalam keberhasilan dan kemampuan seorang anak yatim dalam suatu yayasan.dan perannya yang paling utama adalah pertama : Mendidik anak yatim menjadi seorang anak yang berakhlak dan berkepribadin yang kaafah ( sempurna ),yang kedua : menjadikan anak-anak yatim agar dia menjadi manusia yang mandiri,yang ketiga : menjadikan anak-anak yatim yang kreatif,aktif dan inovatif. (?) hmm begitu ya bu,kemudian bu klo bimbingannya, bimbingan apa saja yang diterapkan di pon-pes ini ? (+) Sudah tentu suatu pon-pes akan selalu berjaln dengan adanya suatu kurikulum/pembelajaran yang selalu kita ajarkan kepada anak yatim pon-pes ini menitikberatkan kepada keagamaan.agama itu yang selaludi nomor satukan .kita sebagai pembimbing anak-anak yatim selalu memberikan yang terbaik untuk
anak-anak.yang selalu kita ajarkan tentang akhlak lil banin ( akhlak untuk anakanak ) yang umum anak-anak selalu kita beri kebebasan untuk mengelola menu / makanan
sehari-hari
misalnya
:
dengan
masak
sendiri,itu
dari
segi
umumnya,kursus menjahit dan kursus bahasa Inggris. Itu selalu kita rutinkan satu minggu sekali. (?) wah luar biasa ya penjabaran ibu,kemudian bu kapan dan dimana bimbingan tersebut dilaksanakan ? (+) Yah klo bimbingan tersebut sih,dilaksanakan sesuai waktu yang ditentukan ya,ada jadwal yang sudah di buat oleh pon-pes sesuai derngan kegiatannya,seperti ta’lim dan kegiantan belajar di kelas dan di majlista’lim,kegiatan santunan di aula pesantren,kemudian seluruh kegiatan belajar mengajar dan kegiatan non formal yang lainnya berlangsung di area pon-pes yatim Al-akhyar,seperti di kelas,aula,masjid,majlis dan yang lainnya,kecuali program santunan yang di undang oleh para donator ke rumahnya,dan kegiatan ziarah wisata yaitu ke daerah yang bersangkutan,yaa… namanya juga wisata ya jalan jalan lah….. hmm.. (?) owh..jadi begiu ya bu,lalu bu sebelum memberikan kegitan tersebut karakter.yatim itu kan berbeda-bada ya bu,untuk mengayomi mereka biasanya ibu menggunakan pendekatan seperti apa bu ? (+) Begini… memang yatim itu berbeda karakternya dengan anak-anak yang masih lengkap kedua oarng tuanya,karena memang mereka tidak merasakan kasih saying penuh sebelum mereka dewasa,oleh karena itu kami memilki beberapa pendekatan terhadap yatim tersebut,mungkin yang paling berkena di hati mereka yaitu pendekatan secara persuasif atau pendekatan psikolosis dimana kita melakukan pendekatan tersebut dengan memberikan motivasi pemahaman yang berdasarkan sentuhan hati agar mereka tegar menghadapi semua kenyataan ini,alhamdulillah pendekatan tersebut ampuh dan mereka benar-benar menyadari dan mau menerima itu dengan hati yang lapang. (?) Subhanallah… cukup sulit ya tugas ibu sebagai pembimbing dipon-pes yati,m ini,kemudian bu kenapa pendekatan tersebut yang digunakan ? (+) iy iu karena tadi yang sudah ibu paparkan,karena pendekatan tersebut sudah terbukti dan teruji bisa membuat para yatim tersebut menerima semuakejadian
yang dia hadapi,selain pendekatan psikologis,kita juga memberikan pendekatan agamis dan sosiologis,sudah barang tentu mereka hidup tidak lepas dari agama .
HASIL WAWANCARA
Hari?tanggal
: Rabu, 21 oktober 2009
Waktu
: Aula Pon-Pes Al-Akhyar
Tempat
: 16.30 – 17.45 WIB
Yang di wawancarai : Ust.Ali abdurahman S.Ag.( guru Al-qur’an/guru mengaji) Berita acara
:
Tugas
dan
mewujudkan
program
pembimbing
agama
dalam
kemandirian terhadap anak-anak yatim di
Pon-Pes yatim Al-akhyar
Interviewer
: (?)
Interviewee
: (+)
(?) Pak ustadz,antum pasti sudah melanglang buana menangani dan mengajarkan ngaji terhadap
anak-anak
yatim dipon-pes ini,menurut antum peranan
pembimbing agama biar santri pada mandiri apa ustadz ? (+) Wahh ane kurang ngarti ni sebenernya pertanyaannya,tapi saya coba jawab dech….,menurut saya peranan pembimbing dipon-pes yatim Al-akhyar ini,untuk mewujudkan
kemandirian
anak-anak
yatim,sebagai
pembimbing
selalu
mengayomi mereka dari segala hal yang anak lakukan dan kegiatan sehari-hari yang berjalan disini,sebagai pembimbing juga berkewajiban untuk mengurus dan mengawasi seta memberikan nasihat kepada santri-santrinya supaya mereka mematuhi peraturan yang ada,di ponpes,agar santri disiplin dan mandiri . (?) Terus tadz,bimbingannya apa aj yang antum terapin ke anak-anak yatim ? (+) wah.. klo saya sich memang spesialis ngajar qur’an aja atau ngajar ngaji,kalo kegiatan yang lain yah mungkin tidak jauh berbeda ama yang ente wawancarain ama pimpinan ponpes kemarin,yaa bimbingannya ada pengajian alqur’an,kitab kuning,kitab modern yang udah di cetak ulang dan ada artinya,kegiatan sekolah formal,dan kegiatan-kegiatan non formal,seperti di latih memasak,menjahit,kursus bahasa inggris dan arab,dan ternak ayam dan ikan,ya.. itu semua berguna agar mreka bisa mandiri sekarang dan natinya .
(?)Lalu ustadz kegiatannya kapan dan diman tuh ? (+) Yaa disini semua lah,sekolah di kelas,mengaji qur”an dan kitab kuning di majlis,pokonya semua kegiatan dilakukan di pondok pesanteren ini,klo waktunya sesuai jadwal yang ada. (?) Kalo menurut antum nih,pendekatan yang bagus buat anak yatim apa aj ? (+) Kalo Mengenai pendekatan yang di gunakan di ponpes yatim Al_akhyar ini harus di tinjau dari beberapa aspek dulu misalnya dari segi aspek psikologis anak yatim yang sedang mengalami gejolak kejiwaan dan emosional atau mengalami sock karena di tinggal wafat ayahnya,bagi mereka yang masih anak-anak dan remaja awal,kemudian juga di lihat dari sisi sosiologisnya,terlebih dari aspek budaya dan agamanya . (?) Kira-kira ustadz pada saat situasi dan kondisi yang bagaimana sich pendekatan tersebut di gunakan ? (+) Kalo masalah pendekatan dari segi aspek psikologis digunakan pada saat dimana itu semua mencoba mencoba mendekati si anak dalam rangka memahami kepribadian dan kejiwaan serta gejolak jiwa anak-anak yatim.sesuai dengan masa pertumbuhan san perkembangan.dan kalau dengan pendekatan dari segi aspek sosiologis,yakni berusaha mendorong terwujudnya hukuman hubungan antara pribadinya,dengan
lingkungan
masyarakatnya
sehingga
mereka
mampu
beradaptasi.terkadang dari segi sosiologis ini,pada saat anak-anak yatim ini mengalami segala gejolak kejiwaan emosional secara psikologis,mereka itu kurang mampu dan kurang fleksibel dalam pergaulannya,entah pergaulan pada lingkungan keluarganya,dengan teman-temannya atau bahkan dengan lingkungan masyarakat sekitarnya.pendekatan dari segi aspek kultural ini,yakni dimana seorang yatim tersebut berada pada budaya dan daerah mana mereka tinggal,dan yang terakhir dengan pendekatan agama ini,di berikan penjelasan dan pemahaman yaitu melalui pendidikan dan pengajaran ilmu agama bahwa agamapun sangat memberikan keistimewaan tersendiri khusus anak-anak yatim,sehingga dengan begitu,si anak yatim tersebut tidak menjadi putus asa,dan patah semangat untuk menerima keadaannya tersebut.
HASIL WAWANCARA
Hari?tanggal
: kamis, 22 oktober 2009
Waktu
: Aula Pon-Pes Al-Akhyar
Tempat
: 16.30 – 17.45 WIB
Yang di wawancarai : Isnaini rochwati ( santri ) Umur
: 17 th.
Berita acara
:
Tugas
dan
mewujudkan
program
pembimbing
agama
dalam
kemandirian terhadap anak-anak yatim di
Pon-Pes yatim Al-akhyar
Interviewer
: (?)
Interviewee
: (+)
(+) menurut is,peranan pembimbing biar para santri disini mandiri,is pengennya mereka seperti orang tua is,sebagaimana ayah is yang udah ga ada,yaitu menjadi orang tua pengganti is,dan kedua menjadi guru dan pembimbing agama yang baik untuk kehidupan is di sini dan setelah keluar dari sini . (?) Hmm.. mudah-mudahan terwujud is,terus bimbingan yang is dapet apa aja dipon-pes ini ? (+) Sudah banyak sihh… yang pasti kita tetep sekolah seperti anak-anak yang lainnya,trus di ajarin ngaji,belajar kitab kuning,dan ziarah wisata k tempat maqom para Ulama . (?) Kalo pendekatan yang digunakan pembimbing apa?maksudnya cara pembimbing
memberikan
pengajarannya
ke
iis
?
(+) Banyak si caranya ada yang langsung ngajarinnya,trus ada yang lewat ceramah,pokonya mereka membuat kita pintar dechh… (?) Trus nih,klo yang memberikan bimbingan dipon-pes ini siapa aja ? (+)
owhh,,,
kalo
yang
memberikan
bimbingan
disini
ya..
guru-guru
pendidiknya,trus pimpinan pon-pes juga langsung terjun langsung ke lapangan buat ngajarin kita,
(?) Efektif ga is,bimbingan yang mereka berikan kepada iis ? (+) Alhamdulillah yah… semenjak iis di sini banyak berubah baik dari sisi pola hidup,juga dalam sisi agama,sebab kita selalu diajarkan mengaji mengenal Allah dan di ajarkan banyak keterampilan seperti menjahit,memasak,beternak,guna menjadikan kami manusia yang bermanfaat bagi diri kami dan orang laim setelah kkita keluar dari pondok ini aminn…
HASIL WAWANCARA
Hari?tanggal
: kamis, 22 oktober 2009
Waktu
: Aula Pon-Pes Al-Akhyar
Tempat
: 16.30 – 17.45 WIB
Yang di wawancarai : Fatimah ( santri ) Umur
: 16 th.
Berita acara
:
Tugas
dan
mewujudkan
program
pembimbing
agama
dalam
kemandirian terhadap anak-anak yatim di
Pon-Pes yatim Al-akhyar
Interviewer
: (?)
Interviewee
: (+)
(?) Fatimah kan santri ya di pon-pes ini… menurut kamu,kamu pengen para pembimbing
yang
bagaimana
biar
kamu
bisa
menjadi
anak
yang
mandiri,maksunya peranan pembimbing apa sich biar kamu dan para santri yang ada disini jadi mandiri ? (+)
Saya
rasa
peran
pembimbing
dalam
mewudkan
kemandirian
santri,pembingmbing harus berperan sebagai orang tua,karena oaring tua saya kan udah ga ada..,trus dia juga harus ngajarin saya tentang bagaimana menjadi seorang muslimah yang baik,dan mendidik kami agar kami memiliki keterampilan agar kami bisa menyambung hidup setelah keluar dari sini,alhamduliillah mereka telah berperan seperti itu (?) kemudian fatimah klo untuk menunjang itu semua bimbingan yang di ajarkan di pondok ini apa aja ? (+) klo bimibingan di pondok ini banyak juga yahh,pertama mungkin yang didahulukan sekolah formalnya,kemudian juga ada kegiatan pesantrennya seperi : pengajian kitab kuning,pengajian Al-qur’an,belajar ceramah,kadang juga ziarah wisata ke makam-makam para Ulama di Indonesia..
(?) Fatimah kalo pendekatan guru ke santri gimana?ketika dia baru masuk ke pondok ini ? (+) owh.. klo itu sich,,, pertama mereka pengenalan trus biasa ditanya-tanyain tentang kehidupan kita dirumah,trus setelah itu yahh berjalan dengan sendirinya. (?) Siapa aja Fatimah yang memberikan bimbingan dan pendekatan tersebut ?/ (+) yah.. yang pasti guru-gurunya y… pimpinan pondok juga biasanya ikut turun langsung ke jamaah santri,biar lebih familyar gituh… hhee (?) bisa aja ni fatimah,trus bimbingannya efektif ga ? (+) Alhamdulillah yahh.. setelah kurang lebih 4 th. Disini saya banyak mengetahui tentang agama,khususnya dalam mengaji al-qur’an,kitab kuning,juga berbagai keterampilan seperti memasak,menjahit,dan masih banyak lagi yang lainnya yahh..
PEDOMAN WAWANCARA
Yang diwawancarai
:Pihak pondok pesantern yatim Al-akhyar.
Berita acara
:Peranan
pembimbing
agama
dalam
mewujudkan
kemandirian terhadap anak yatim di pon-pes yatim Al-akhyar dan pendekatan yang digunakan . Intervewer
: (?)
Intervewee
: (?)
Tugas dan program pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak-anak yatim dipon-pes ini (?) Apa peranan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian anak-anak yatim dipon-pes ini ? (?) Bimbingan apa yang digunakan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian? (?) Kapan dan dimana bimbingan tersebut dilakukan ? (?) Siapa yang melakukan bimbingan tersebut ? (?) Mengapa bimbingan tersebut dilakukan ? (?) Pendekatan apa saja yang digunakan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian anak yatim di pon-pes ini ? (?) Kenapa pendekatan tersebut digunakan ? (?) Kapan dan dimana pendekatan tersebut dilakukan ? (?) Siapakah yang menggunakan pendekatan tersebut ? (?) Apakah efektif bimbingan dan pendekatan tersebut dalam mejudkan kemandirian anak-anak yatim dipon-pes ini ?
PEDOMAN WAWANCARA
Yang diwawancarai
:Masyarakat
Berita acara
:Peranan
pembimbing
agama
dalam
mewujudkan
kemandirian terhadap anak yatim
Intervewer
: (?)
Intervewee
: (?)
Harapan
masyarakat
terhadap
peran
pembimbing
agama
dalam
mewujudkan kemandirian terhadap anak yatim (?) Apa peran pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian anak-anak yatim ? (?) Bimbingan apakah yang seharusnya dillakukan pembibing agama terhadap anak yaitm ? (?) Kapan dan dimana bimbingan agama yang pantas dilaksanakan ? (?) Mengapa bimbingan tersebut digunakan ? (?) Siapakah yang pantas menjadi pembimbing agama ? (?) Pendekatan apa saja yang digunakan pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian terhadap anak yatim? (?) Kenapa pendekatan tersebut digunakan ? (?) Kapan sebaiknya pendekatan tersebut di gunakan
(?)Apakah efektif bimbingan dan pendekatan tersebut dalam mejudkan kemandirian anak-anak yatim ? (?)Bagaimana
harapan anda
terhadap peran
pembimbing agama
mewujudkan kemandirian terhadap anak yatim di pondok pesanren.?
dalm
SURAT KETERANGAN
Nomor : 18/YIA/VIIII/2009
Yang bertanda tangan dibawah ini Pimpinan Yayasan Islam Al-Akhyar Kelurahan Beji,Kecamatan Beji,Kota Depok Menerangkan Bahwa :
Nama
: Sofhal Jamil
Tempat/Tanggal lahir : Bogor, 04 Desmber 1986 NIM
: 104052001998
Alamat
: Jl. Akses UI,Rt 02/09 No. 26 .Kel. Tugu,Kec. Cimanggis,Kota Depok
Jur/Fak
:Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Benar-benar telah melaksanakan kegiatan penelitian di yayasan ini untuk bahan penelitian skripsi yang berjudul “PERANAN PEMBIMBING AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN BAGI ANAK-ANAK YATIM “ dengan sebaik-baiknya terhitung sejak Agustus s/d Oktober 2009. Demikian surat ini kami buat,semoga dapat dipergunakan dengan sebaikbaiknya . Beji, 15 Oktober 2009 Pimpinan Yayasan Islam Al-Akyar
Ust.Abdul Wahab SM