“UJIAN” ASAP DAN ISTISQA Rabu, 04 November 2015 09:53
“UJIAN” ASAP DAN ISTISQA
OLEH:
DUSKI SAMAD
KETUA MUI KOTA PADANG
Sudah lebih dua bulan kabut asap menjadi konsumsi kolektif warga Sumatera, Kalimantan, dan beberapa daerah di Indonesia, malah sudah dirasakan pula oleh negara tetangga Malaysia dan Singapura. Keadaan luar biasa kabut asap yang sudah melewati ambang batas atau sudah sampai tingkat membahayakan membawa dampak luas dalam bagi semua sisi kehidupan. Terganggunya kesehatan berupa penyakit ISPA, radang paru-paru, kambuhnya asma, sesak nafas dan jenis penyakit yang melanda mereka yang rentan, anak-anak dan mereka yang lemah daya tahannya.
Kondisi asap yang belum menunjukkan tanda-tanda berkurang, malah semangkin pekat, harus dihadapi dan disikapi dengan bijak. Memproteksi diri dengan pakai masker, membatasi keluar rumah dan menjaga daya tahan tubuh, serta memperkuat keyakinan keagamaan adalah cara-cara yang bisa dilakukan masyarakat. Umat beriman tidak cukup menjaga diri secara fisik, tetapi juga menjaga iman jangan sampai tercemar oleh gelisahan dan ketakutan yang berlebihan. Al-qur’an mengingatkan bahwa ujian adalah keniscayaan kehidupan.Artinya: Apak ah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. Al-Ankabuut, 2).
Kabut asap yang begitu dahsyat adalah fitnah yang menjadi batu ujian bagi iman dan daya tahan hidu. Fitnah, musibah dan bala pada dasarnya adalah ujian yang tidak berdiri sendiri.
1/5
“UJIAN” ASAP DAN ISTISQA Rabu, 04 November 2015 09:53
Al-Qur’an mengingatkan bahwa musibah itu bukanlah berdiri sendiri, ia ada hubungannya dengan kehendak yang Maha Kuasa, agar manusia tangguh menghadapinya. Artinya: Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira[Yang dimaksud dengan terlalu gembira: ialah gembira yang melampaui batas yang menyebabkan kesombongan, ketakaburan dan lupa kepada Allah.] terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, (QS. al-Hadiid, 22-3).
MENGHADAPI UJIAN DAN SHALAT ISTISQA’.
Secara psikologis manusia dalam bersikap ditentukan oleh kondisi jiwa dan kejiwaannya, sikap dan tingkah lakunya. Untuk membentuk kejiwaan, sikap dan tingkah laku diperlukan bimbingan iman. Iman yang menjadi motif tindakan akan memberikan arahan bagi sikap dan prilaku. Iman memberikan panduan bahwa Allah SWT adalah zat maha pemurah dan pengasih, oleh karena nikmatnya selalu lebih luas dari azabnya. Artinya: Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi. (QS. An-Nisa’, 79).
Pesan penting dari ayat ini adalah bahwa nikmat yang dianugerahi Allah SWT tidak selalu membutuhkan sebab dari makhluknya. Sedangkan keburukan yang menimpa manusia, tidak akan datang tanpa ada sebab yang dilakukan manusia. Memang secara aqidah, semua datang dari Allah, musibah dan nikmat berasal dari-Nya, namun bagaimana keadaan itu datang, disana ada sunnatullah. Sunnatullah adalah sistim yang ditetapkan Allah sesuai dengan proses masing-masing.
Terkait dengan kabut asap patut dipertimbangkan apakah ujian asap ini murni dari Allah SWT saja, atau ini lebih disebabkan ulah dan prilaku manusia yang tidak santun dengan alam. Sebab yang berasal dari manusia jauh lebih besar, disamping faktor alam, el nino, yang menyebabkan sebab dari manusia berakumulasi dengan kemarau panjang. Dalam kondisi seperti di atas, secara individu orang harus segera melakukan proteksi terhadap diri, keluarga dan lingkungannya. Pemerintah diminta melakukan tindakan nyata, cepat dan menyeluruh mengatasi bahaya nasional asap.
2/5
“UJIAN” ASAP DAN ISTISQA Rabu, 04 November 2015 09:53
Sikap jiwa yang malu terhadap Allah SWT, dengan meningkat ketaqwaan dan menyadari (taub atan nasuha ) terhadap prilaku menganiya alam harus dilakukan secara menyeluruh. Mencitai alam dan menjaga lingkungan ( hifzul bi’ah ) adalah salah satu cara untuk tercapainya tujuan syariah ( Maqasidus syari’ah ). Taubat dan muhasabah nasional adalah salah satu bentuk rasa malu kepada Allah SWT.
Untuk menunjukkan bukti harapnya hamba kepada kemahapengsihan Allah SWT, maka melakukan shalat istisqa’ adalah ibadah yang dianjurkan. Shalat meminta hujan adalah bahagian dari anjuran Allah SWT, karena hujan sumber nikmat. Firman Allah SWT dalam surat Nuh (71) ayat 10-12 dimuat: Artinya: Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, 12. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.
Setiap kejadian alam bukanlah berdiri sendiri, ia punya hubungkait dengan ulah prilaku manusia. Begitu juga halnya dengan jarangnya turun hujan dan kerusakan alam lainnya. Musibah adalah juga ulah manusia, karena salah satu sebab terjadinya kekeringan yang berkepanjangan, bencana alam serta musibah-musibah lain secara umum adalah maksiat. Allah Ta’ala berfirman:“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu) ” (QS. Asy Syuraa: 30).
Begitu juga halnya dengan asbul wurud (sebab-sebab awal adanya shalat Istisqa) adalah memiliki hubungan erat dengan kemarau yang mendatangkan musibah bagi penduduk Madinah. Dalam Hadis Riwayat Ibnu Maajah no.3262. Shahih Ibni Maajah dijelaskan bahwa selain merebaknya maksiat secara umum, banyaknya orang yang enggan membayar zakat serta banyak kecurangan dalam jual beli, menjadi penyebab khusus atas terjadinya kekeringan dan masa-masa sulit. Rasulullah bersabda: artinya.. “ Wahai sekalian kaum muhajirin, kalian akan diuji dengan lima perkara dan aku memohon perlindungan Allah agar kalian tidak ditimpa hal-hal tersebut.(1) Ketika perbuatan keji merajalela di tengah-tengah kaum hingga mereka berani terang-terangan melakukan nya, akan menyebar penyakit menular dan kelaparan yang belum pernah mereka alami sebelumnya.(2) Ketika orang-orang gemar mencurangi timbangan, akan ada tahun-tahun yang menjadi masa sulit bagi kaum muslimin dan penguasa berbuat jahat kepada mereka.(3)Ketika orang-orang enggan membayar zakat, air hujan akan ditahan dari langit. Andaikata bukan karena
3/5
“UJIAN” ASAP DAN ISTISQA Rabu, 04 November 2015 09:53
hewan-hewan ternak, niscaya hujan tidak akan pernah turun. (4) Ketika orang-orang mengingkari janji terhadap Allah dan Rasul-Nya, Allah akan menjadikan musuh dari selain mereka berkuasa atas mereka, kemudian mengambil sebagian apa yang ada di tangan mereka, (5) Ketika para penguasa tidak berhukum dengan Kitab Allah dan mereka memilih selain dari apa yang diturunkan oleh Allah, Allah akan menjadikan kehancuran mereka dari diri mereka sendiri ”
Pesan moral yang dibawa hadis ini adalah peringatan bagi umat manusia bahwa musibah itu berasal dari prilaku menyimpang dilakukan pemegang kekuasan (pemerintah), pengusaha (pemegang ekonomi) dan masyarakat banyak (civil society). Perlu disadari bahwa dosa kolektif yang dilakukan oleh sekelompok orang akan berdampak luas secara massif bagi masyarakat, contoh soal kemungkaran pembakaran hutan menjadi musibah nasional. Oleh karena itu, disaat akan melakukan shalat istisqa dianjurkan agar umat taubat dengan sepenuh hati untuk memperbaiki moral, hukum, dan kondisi sosial masyarakat. Doa sulit diijabah (dikabulkan) bila kezaliman, keserakahan, maksiat dan kemungkaran masih tetap menjadi-jadi.
KAIFIAT ISTISQA
Istisqa disebutkan dalam hadits. Arti istisqa adalah permohonan meminta as saqa, yaitu diturunkannya hujan kepada sebuah negeri atau kepada orang-orang” Namun di kalangan ahli fiqih, sudah dipahami jika disebut shalat istisqa , yang dimaksud adalah permohonan diturunkannya hujan kepada Allah, bukan kepada makhluk. Para ulama berbeda pendapat mengenai tata cara shalat istisqa. Ada dua pendapat dalam masalah ini: (1).Tata cara shalat istisqa adalah sebagaimana shalat ‘Id. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’anhu : “ Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam berjalan menuju tempat shalat dengan penuh ketundukan, tawadhu’, dan kerendahan hati hingga tiba di tempat shalat. Lalu beliau berkhutbah tidak sebagaimana biasanya, melainkan beliau tidak henti-hentinya berdoa, merendah, bertakbir dan melaksanakan shalat dua raka’at sebagaimana beliau melakukan shalat ‘Id ” (HR. Tirmidzi no.558). Tata caranya sama dengan shalat ‘Id dalam jumlah rakaat, tempat pelaksanaan, jumlah takbir, jahr dalam bacaan dan bolehnya khutbah setelah shalat. Ini adalah pendapat mayoritas ulama diantaranya Sa’id bin Musayyab, ‘Umar bin Abdil Aziz, Ibnu Hazm, dan Imam Asy Syafi’i.
4/5
“UJIAN” ASAP DAN ISTISQA Rabu, 04 November 2015 09:53
(2)Tata cara shalat istisqa adalah sebagaimana shalat sunnah biasa, yaitu sebanyak dua rakaat tanpa ada tambahan takbir. Hal ini didasari hadits dari Abdullah bin Zaid: “Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam keluar menuju lapangan. Beliau meminta hujan kepada Allah dengan menghadap kiblat, kemudian membalikan posisi selendangnya, lalu shalat 2 rakaat ” (HR. Bukhari no.1024, Muslim no.894). Zhahir hadits ini menunjukkan shalat istisqa sebagaimana shalat sunnah biasa, tidak adanya takbir tambahan. Ini adalah pendapat Imam Malik, Al Auza’i, Abu Tsaur, dan Ishaq bin Rahawaih.
Ibnu Qudamah Al Maqdisi setelah menjelaskan dua tata cara ini beliau mengatakan: “Mengerjakan yang mana saja dari dua cara ini adalah boleh dan baik”. Lebih dari itu ada lagi petunjuk tentang tata cara pelaksanaan Shalat Istisqo, (1) Shalat dua rakaat, sebagaimana shalat ‘Ied, rakaat pertama takbir tujuh kali dan kedua lima kali. Ibnu Abbas berkata:” lakukan pada Istisqo seperti pada waktu ‘Ied”. (2) Rakaat pertama disunnahkan membaca surat Al-A’la dan rakaat kedua surat Al-Ghasiyah.(3) Setelah shalat, diteruskan dengan khutbah dua kali.(4) Berdoa menghadap kiblat dan mengangkat dua tangan. (5) Dianjurkan doa Istisqo dibacakan oleh Ahli Bait dan orang shalih.(5) Bertawasul dengan amal shalih.(6) Khusus untuk kaum lelaki disunnahkan memindahkan dan membalikkan selendang atau sorbannya.(7) Dianjurkan imam keluar bersama masyarakat.(8)Dianjurkan membawa binatang ternak.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa shalat istisqa adalah ibadah sunnah muakadah (sunat yang diutamakan) disat musibah kemarau. Shalat dan berdoa adalah benteng batiniah yang tentunya akan memperkokoh sikap hati dalam menyikapi keadaan yang terjadi. Hal lain penting lainnya yang harus menjadi kesadaran bersama bahwa musibah dan bencana dalam kehidupan adalah bentuk peringatan Allah SWT agar manusia kembali kejalan kebaikan dan kebenaran. Berjihad untuk menegakkan kebenaran, keadialan dan kebenaran adalah misi suci yang tak boleh redup sesaat jua. Semoga semua kita menjadi mujahid terdepan yang dicatat sebagai manusia shalih wa maslih (orang baik dan terus memperbaiki). Amin. Ds. 28102015. (Ed. Efrizal Nurbai)
5/5