TRADISI MALAMANG DAN MAULUD BADIKIA Senin, 02 Februari 2015 08:11
TRADISI MALAMANG DAN MAULUD BADIKIA [1]
Oleh:
Duski Samad [2]
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. Al Ahzab/33:56).
Islam hadir di nusantara bukan dalam masyarakat hampa budaya. Islam ramah budaya. Islam mengakomodir budaya. Islam tidak mengusur budaya yang hidup dalam masyarakat di mana Islam datang untuk mencerahkan aqidah umat. Islam meluruskan, memberi nilai, makna dan penguatan terhadap budaya yang sudah hidup lama dalam satu masyarakat yang di dakwahinya.
Teori sejarah tentang kedatangan Islam ke nusantara menyebutkan bahwa Islam dengan pemahaman sufistik yang cendrung lebih mengutamakan batini adalah factor penyebabkan Islam dapat dengan mudah diterima masyarakat dan berakulturasi dengan adat, kebiasaan dan budaya setempat. Ajaran Islam yang menekankan pada kebenaran tauhid, kelurusan hidup, kejujuran dan kebersihan jiwa dan penanaman akhlak mulia saling menguatkan dengan budaya asli masyarakat, khusus lagi masyarakat adat.
Pendekatan akomodatif dan persuasive yang digunakan penyebar Islam generasi awal telah
1 / 12
TRADISI MALAMANG DAN MAULUD BADIKIA Senin, 02 Februari 2015 08:11
membuahkan budaya umat Islam yang beragam dan dalam kasus tertentu masih ada adat, kebiasaan, tradisi dan budaya memerlukan penuntasan keislamannya. Bukan tidak sedikit pula jenis tradisi dan budaya yang tidak lagi jelas batas antara Islam sebagai tradisi dengan tradisi Islam sebatas tradisi yang diakomodir dari keyakinan umat pra Islam. Malamang di bulan maulud, sebutan untuk kata maulid, adalah tradisi yang dilakukan penyebar Islam pertama di Pariaman, Syekh Burhanuddin Ulakan. Sikap preventif dan kepastian kesucian makanan yang dibawa masyarakat yang masih belum Islam dilakunnya melalui makanan lamang.
ISLAM, ADAT DAN TRADISI DI MINANGKABAU
Penyebaran Islam fase awal melalui kontak-kontak pribadi dengan mempergunakan jalur perdagangan. Hal ini sejalan dengan sejarah masuknya Islam ke Nusantara melalui perdagangan bangsa Timur dan Asia. Seperti diungkapkan oleh A. H. Johns bahwa Islam masuk ke Indonesia bercorak tarekat, walaupun pandangan dan pendapat seperti itu dewasa ini sering dikesampingkan. Namun yang sangat menentukan dalam kondisi ini adalah saudagar-saudagar Islam sebagai penyebar agama disertai oleh Syekh-Syekh tarekatnya. Selain itu orang Hindu Indonesia telah mempunyai kecenderungan kepada mistik, sehingga mereka sudah punya pengertian tentang Tuhan dan memudahkan penyebaran Islam sangat cepat serta mudah diterima oleh masyarakat.
Selain melalui tarekat, secara tidak langsung Islam berkembang juga melalui perkawinan. Pada umumnya para pedagang Islam telah mempunyai perkampungan dan komunitas sendiri, sehingga mereka cenderung untuk tinggal lebih lama. Sebagian mereka menikah dengan penduduk setempat, terutama putri dari kalangan ningrat, sehingga langkah ini menunjang tersebarnya Islam di Indonesia. Islam semakin berkembang ke daerah pedalaman.
Untuk lebih efektifnya penyebaran Islam ke tengah masyarakat, maka Syekh Burhanuddin memperkenalkan sistem surau pertama di Ulakan Pariaman. Kaum sufi mempergunakan lembaga ini untuk mendalami agama Islam dan para pengikutnya berdatangan dari berbagai kampung untuk belajar dengan Syekh. Kemudian Syekh memberi kepercayaan kepada murid-murid yang dianggapnya pandai dan pintar untuk mengembangkan pula di desa mereka masing-masing, misalnya di Koto Tuo dikenal surau Syathariyah yang berusaha menarik beribu-ribu orang murid untuk belajar agama Islam.
2 / 12
TRADISI MALAMANG DAN MAULUD BADIKIA Senin, 02 Februari 2015 08:11
Penyebaran Islam generasi awal itu di dukung oleh struktur adat dalam masyarakat Minangkabau yang dikenal dengan penghulu, manti, malin, dan dubalang. Penghulu adalah pimpinan adat dalam kaum atau suku yang selalu berusaha dan berbuat untuk kepentigan anak kemenakan dan masyarakatnya. Manti asal katanya dari mantri, yaitu orang-orang yang dipercaya membantu penghulu dalam kaumnya.
Manti adalah orang cerdik pandai yang dipercayai oleh seorang penghulu dan diterima oleh masyarakatnya. Malin adalah sebutan untuk alim ulama, sebelum Islam masuk ke Minangkabau disebut dengan pandito. Malin adalah jabatan fungsional dalam suku yang dipercayai oleh kaum, penghulu dan masyarakatnya. Dubalang atau disebut juga hulubalang adalah jabatan fungsional adat dalam kaum yang dipilih oleh kaum dan penghulu serta bertanggungjawab kepada penghulu.
Dari empat jenis orang-orang di atas dapat ditarik pengertian bahwa Malin sebagai pemegang kunci keagamaan melalui suraunya memiliki fungsi yang strategis sekali di dalam struktur adat Minangkabau. Tidak lengkap suatu suku tanpa adanya Malin sebagai penjaga moral masyarakat. Keempat kelompok ini dalam sistem adat Minangkabau dikenal dengan sebutan urang ampek jinih (orang yang memiliki keputusan di dalam nagari atau suku).
Melalui lembaga surau dengan tokoh kuncinya Malin pengembangan Islam cepat meluas, justru karena relasi Malin sebagai salah satu unsur menentukan dalam adat. Malin bukan saja sebagai tokoh agama, tetapi sekaligus mewakili kaum agama dan kaum adat dalam menjaga agama di masyarakat. Jabatan malin dalam lembaga adat memungkinya untuk mendialogkan dan mencari penyesuain adat, tradisi dan kebisaan masyarakat dengan ajaran agama. Malin dapat dikatakan pionir lahirnya tradisi keislaman yang bernuasa Minangkabau, seperti Malamang.
3 / 12
TRADISI MALAMANG DAN MAULUD BADIKIA Senin, 02 Februari 2015 08:11
MALAMANG DAN MAULUD BADIKIA
Tradisi malamang yang paling menonjol itu ada di kabupaten Padang Pariaman dan daerah sekitar pantai Tiku sampai Pesisir Selatan, dan Muko-muko di Bengkulu, karena memang daerah ini memiliki akar sejarah yang sama dalam hal penyebaran Islam masa awal. ”Malamang” artinya memasak lemang. Lemang adalah penganan yang berasal dari bahan ketan, kemudian dimasukkan kedalam bambu yang sudah berlapis daun pisang muda.
Lemang–lemang yang dibuat untuk kepentingan acara di atas, dihidangkan kepada tamu (atau siapa saja) yang datang pada kegiatan itu. Lamang ini hanya sekedar kudapan atau penganan belaka. Ada yang menghidangkannya pada saat menerima tamu yang berkunjung untuk silaturahmi untuk menyambut datangnya Ramadhan sebagai event yang penting dalam acara saling bermaaf -maafan, termasuk pada saat Hari Raya. Bisa juga dihidangkan ketika sebuah keluarga mengundang warga untuk membaca doa selamat/perhelatan. Tingkat penghidangan lemang sebagi menu kudapan dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu seperti halnya rendang sebagai menu utama dalam ragam menu hidangan.
Wilayah Pariaman dan sekitarnya melaksanakan tradisi ” malamang” pada saat acara Maulud Nabi. Biasanya dilakukan pada hari kedua belas Rabiul Awal, sampai 2 bulan setelah itu. Sementara itu, di sebagian masyarakat Minangkabau seperti di Solok, tradisi malamang juga dilaksanakan pada saat memperingati hari kematian. Utamanya pada peringatan empat belas hari kematian, empat puluh hari kematian atau seratus hari kematian. Tujuannya tidak jauh berbeda dengan yang lain, yaitu untuk menjamu tamu. Tradisi Malamang di Pariaman hampir merata dilakukan ketika ada acara maulud badikia.
DIKIA bermakna sama dan berasal dari kata dikir atau zikir, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Edisi Keempat, 2008) berarti: (1) puji-pujian kepada Allah yang diucapkan berulang-ulang, (2) doa atau puji-pujian berlagu (dilakukan pada perayaan Maulid Nabi), (3) perbuatan mengucapkan zikir. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari sejumlah ahli dikia perbuatan mengucapkan zikir atau berzikir itu dalam dialek setempat lazim disebut badikia, mereka mengutip kitab suci Al-Quran (al-Ahzab: 56). Dalil disuruhnya berdikia yang sebenarnya adalah berdzikir dikemukan hadis: "siapa yang menyalawati Nabi Muhammad satu kali maka Tuhan akan menyalawatinya sebanyak 10 kali." Badikia, pandangan pengamalnya adalah satu pemahaman dan ajaran Islam, berupa permintaan kepada Allah SWT agar senantiasa merahmati dan memuliakan Nabi Muhammad.
4 / 12
TRADISI MALAMANG DAN MAULUD BADIKIA Senin, 02 Februari 2015 08:11
Badikia, adalah tradisi yang dilaksanakan waktu peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW, di banyak surau dan masjid di Kabupaten Padang Pariaman. Badikia memiliki daya tarik tersendiri dalam tradisi masyarakat surau di Pariaman. Masing-masing tukang dikia piawai dalam memainkan suara yang khas. Mereka akan menempati sekeliling bahagian depan surau atau masjid, duduk bersila di atas kasur, kemudian secara bergantian menyampaikan pesan-pesan agama dengan bersahut-sahutan. Suasana religi terbangun dengan baik.
Badikia sudah sulit dipisahkan dalam tradisi peringatan maulud. Generasi tukang dikia masih t erbangun dengan baik, sehingga kecemasan budaya tersebut akan punah dapat di atasi. Walaupun zaman sudah berubah, tentu harus diakui yang meninggalkan tradisinya pasti ada tapi yang akan mempertahankan juga akan tetap ada. Badikia dilakukan sejak tengah malam sampai subuh, dan dilanjutkan dengan acara basyarafal sampai waktu sholat ashar besok (hari ini). Kemudian ditutup dengan makan maulud yakni makan bersama orang senagari di masjid. Makanan diantar dari setiap rumah yang dinamakan jamba.
Tradisi Maulud Badikia, selain memperingati Nabi, meningkatkan nilai-nilai keagamaan dan juga meningkatkan rasa persaudaraan di dalam masyarakat, karena maulud ini dapat terselenggara atas kesepakatan masyarakat senagari, baik karena alasan ritualnya maupun mahalnya biaya yang akan dihabiskan.
Menurut beberapa Tuanku yang menjadi pemimpin di saat acara Maulud Badikia, asal-muasal melagukan Dikia Salawat konon diawali oleh Siti Aqasah, bibi Nabi, yang sering kali menyenandungkan keberuntungan Siti Aminah yang melahirkan seorang bayi bernama Muhammad. Seiring dengan itu Abdul Muthalib, kakek Nabi, di setiap kesempatan tidak lupa pula meninabobokan cucunya dengan segala macam sanjungan dan harapan. Seterusnya, melagukan doa atau pujian atas Muhammad pun selalu diulangi para sahabat, pada upacara memperingati Maulid Nabi, 12 Rabiulawal dan dua bulan sesudahnya.
Kini Dikia Salawat tidak lagi sekadar digelar pada (malam menjelang) hari kelahiran Nabi saja. Pada gilirannya upacara badikia atau pelaksanaan Dikia Salawat terkadang juga disejalankan dengan upacara-upacara keagamaan lainnya seperti perayaan Tahun Baru Hijriah dan Isra Mikraj (27 Rajab). Menurut kebiasaan, upacara Dikia Salawat diselenggarakan sesudah isya. Sambil duduk melingkar di surau ataupun di masjid, para pendikia melakukan pembakaran kemenyan serta sedikit basa-basi tentang siapa yang hendak dijadikan imam yang akan memimpin dikia.
5 / 12
TRADISI MALAMANG DAN MAULUD BADIKIA Senin, 02 Februari 2015 08:11
Setelah itu, secara bersama dibacalah assalamualaika zainal ambiyai (35 kali), asslamualaika attaqa attaqiyai (35 kali) dan salallahualaihiwassalam (3 kali). Dalam irama yang khas, dengan vokal melengking(-lengking) meninggi dan saat turun sampai seolah-olah menggumam, berbarengan dan ada kalanya sambung-menyambung, sahut-menyahuti, mengumandanglah alfashalu alannabi qatimil rasulih qiyamu (seribu salawat buat Nabi Besar Muhammad SAW).
Seterusnya para pendikia pun masuk ke pembacaan rawi atau riwayat hidup Nabi Muhammad yang dipetik dari berbagai sumber sahih, termasuk dari ayat-ayat suci Al-Quran. Di antaranya terdapat inna fatahna laka fatahammubina; alhamdulillahiladzi syarafal anama; wazikruha ala mumma ril ayani wa syukurahu wayutula; dan seterusnya. Disambung dengan kaulu taala inna arsalnaka. .. bersama sejumlah perinciannya; Ruwiya anin nabi salallahualaihiwassalam kala kuntu nura baina ya dalillahi dst.
Tegak berdiri para pendikia serta merta melagukan ya nabi salamualaika/ ya rasul salammualaika/ ya habibi salamualaika/ salawatullahi mualaika.... Sungguh menarik. Ekspresi serta mimik para pendikia tampak cerah ceria dan bersuka cita. Melodi maupun cara melantunkan larik-lariknya juga berbeda dari penampilan terdahulu, seakan-akan sedang mengadakan koor dengan beberapa suara yang secara bergantian mengapung, mencuat mendominasi pendengaran. Masih dalam langgam dan suasana demikian, muncul sejumlah "silsilah" seperti ya nabi salamualaika/ ya rasul salamualaika/ ya abubakar siddiq/ fatimah binti rasuli..., yang disudahi dengan sailillah dimadina mahmud/ sailillah baitul muala/ sailillah baitul mukaddas dan salallahualaihiwassalam. Berdasarkan komando sang imam, para pendikia kembali duduk untuk (ber)istirahat. Namun berselang beberapa lama kemudian sang imam pun memberi aba-aba, dan mulailah mereka memperdengarkan fasal-fasal, yang antara lain adalah asraqalbadru alaina/ fattafat mingkul buduri; alal qurban; sailillah ya syekh ahmadul qadir jailani alal ibadi mahyudin fiqalbibahim maulana; dll.
Akhirnya upacara badikia salawat itu pun ditutup dengan doa allahumma inna kadhadamna iraatan... wassalim ala muhammadin salallahualaihiwassalam muhammadarrasulullah. Setelah itu dilangsungkanlah acara makan bersama: tua-muda, besar-kecil, lelaki-perempuan. Jamuan ditangani sekelompok orang (panitia). Menunya tergantung keadaan. Alakadarnya pun jadi. Pr osesi upacara badikia atau penyelenggaraan Dikia Salawat menyita waktu lama, sejak usai isya berjamaah terkadang sampai pukul 15.00 keesokan harinya.
6 / 12
TRADISI MALAMANG DAN MAULUD BADIKIA Senin, 02 Februari 2015 08:11
Apresiasi terhadap maulud badikia masih cukup kuat dilingkungan masyarakat Padangpariaman, sedangkan kritik terhadap pelaksanaan badika yang sulit ditemukan referensi keagamaannya tidak begitu mangkus. Alasan bahwa badikia sudah menjadi warisan tradisi atau budaya salah factor menyebabkan ia tetap bisa bertahan dari hantaman puritisasi Islam. Kuatnya ikatan silaturahim dan hubungan social yang dibangun oleh tradisi badikia dan malamang menjadi alasan penting tradisi ini masih eksis dan tetap bisa bertahan.
Menegaskan badikia dan malamang sebagai tradisi penghormatan bagi kelahiran nabi Muhammad SAW adalah lumrah dan patut dihargai. Bersamaan dengan itu harus juga diingatkan bahwa badikia adalah tradisi salawat Nabi yang harus dikembali ke asalnya. Jelaskan bacaannya, dakwahkan pesannya dan diikuti prilaku terpuji para pendikia. Malamang sebagai ciri khas dari warisan tradisi Islam adalah kekayaan budaya yang harus dirawat untuk mengembangkan peradaban Islam di tanah air. Semoga generasi muda dapat melanjutkan tradisi dan mengembangkan nilai-nilai positifnya. Bukankankah internalisasi nilai budaya positif adalah bahagian penting dalam pembentukan karakter dan jati diri. Ds.22012015.
7 / 12
TRADISI MALAMANG DAN MAULUD BADIKIA Senin, 02 Februari 2015 08:11
8 / 12
TRADISI MALAMANG DAN MAULUD BADIKIA Senin, 02 Februari 2015 08:11
9 / 12
TRADISI MALAMANG DAN MAULUD BADIKIA Senin, 02 Februari 2015 08:11
10 / 12
TRADISI MALAMANG DAN MAULUD BADIKIA Senin, 02 Februari 2015 08:11
[1] Ceramah di SMA 1 Lubuk Alung, Sabtu 24 Januari 2015, Bersama Wakil Gubernur
11 / 12
TRADISI MALAMANG DAN MAULUD BADIKIA Senin, 02 Februari 2015 08:11
Sumbar.
[2] Dekan/Guru besar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol dan Ketua MUI Kota Padang.
12 / 12