PENGELOLAAN ZAKAT Senin, 25 Mei 2015 08:00
PENGELOLAAN ZAKAT
OLEH
H. DUSKI SAMAD
A. PENDAHULUAN Zakat adalah satu dari rukun Islam yang lima, artinya zakat merupakan sendi agama. Bentuk zakat adalah memberikan sebagian harta secara reguler kepada orang lain yang berhak, ada yang setahun sekali setiap Idul Fitri (zakat fitrah), ada yang setiap panen (zakat pertanian) ada yang setiap tutup buku (perdagangan) dan ada yang setiap berjumpa obyeknya (zakat barang temuan/harta karun). Bagi (muzakki) pembayar, zakat sebagaimana arti bahasa dari kata zakat mengandung arti suci dan tumbuh, yakni orang yang patuh membayar zakat, hatinya dididik menjadi suci, yakni hatinya sedikit-sedikit dilatih untuk tidak terbelenggu oleh harta karena memberi kepada orang lain merupakan latihan jiwa membuang sifat tamak, menanamkan kesadaran bahwa didalam harta miliknya ada hak orang lain yang harus ditunaikan. Harta pun menjadi suci karena terbebas dari apa yang bukan miliknya. Menurut al Qur'an, di dalam harta si kaya terkandung hak-hak orang lain, yang meminta dan yang tidak berani meminta, wa fi amwalihim haqqun li as saili wa al mahrum. Jadi zakat memang milik mustahiq yang harus dibayarkan, jika tidak dibayarkan maka berarti si kaya menahan hak-hak orang miskin yang berhak, dan perbuatan itu searti dengan korupsi. Zakat juga mengandung arti tumbuh, yakni bahwa harta yang dizakati akan tumbuh berkembang secara sehat seperti pohon yang rindang, indah dipandang mata, bisa untuk berteduh orang banyak dan buahnya bermanfaat. Zakat merupakan rukun Islam yang wajib dilaksanakan. Prinsip dasar syariat Islam adalah memperkecil beban, oleh karena itu zakat bersifat ringan, hanya 2,5 % (zakat niaga/kekayaan), 5 % (zakat produksi pertanian padat modal), 10 % (zakat produksi pertanian tadah hujan dan 20 % (zakat barang temuan atau rejeki nomplok). Zakat dipusatkan pada membayar, bukan
1/9
PENGELOLAAN ZAKAT Senin, 25 Mei 2015 08:00
pada menerima, oleh karena itu zakat lebih merupakan shok terapi bagi pemilik harta agar tidak serakah memonopoli kekayaan.
B. KEWAJIBAN MEMBAYAR ZAKAT
Islam sama sekali tidak menghendaki adanya ketimpangan ekonomi dan ketimpangan sosial di tengah-tengah umatnya. Islam menghendaki umatnya selalu bekerja keras dan berpenghasilan tinggi, dan sejahtera. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, mengajarkan agar sebagian dari penghasilan itu disisihkan bagi kepentingan masyarakat luas, terutama orang-orang lemah yaitu kaum fuqara dan masakin; merekapun harus diberi kesempatan berkembang dan meningkatkan taraf hidupnya.Dalam harta setiap orang yang berpunya ada hak orang lain demikian (Q.S al Dzariyat : 51: 19).
Norma hukum dan moral yang ditetapkan al Qur’an bahwa harta benda yang diperoleh seseorang bukanlah hak milik sepenuhnya, akan tetapi ada hak pihak lain. Ini tentunya melahirkan satu pemahaman bahwa setelah manusia menguasai, memiliki harta benda, Allah SWT memerintahkan untuk mendistribusikan (menafkahkan) harta tersebut melalui cara yang telah ditetapkan-Nya,(Q.S, 57, al Hadid : 7, Q.S, 2, al Baqarah : 177, 267, Q.S, 24, al Nur : 33, Q.S, 51, al Dzariyat : 19) yaitu melalui (1) Zakat, (2) Infaq, Shodaqah (3) Wakaf, (4) Qurban dan (5) Wasiyat. Dari lima institusi jaminan sosial di atas, zakat merupakan salah satu cara pendistribusian harta milik Allah SWT (Pemilik Mutlak) yang diamanatkan kepada manusia yang memiliki harta (pemilik nisbi) sebagai muzakki kepada mereka yang berhak (mustahiq).
Ada tiga aspek yang terkandung dalam kewajiban mengeluarkan zakat yaitu aspek moral, ekonomi dan aspek sosial. Dalam bidang moral zakat membersihkan masyarakat dari sifat tamak, dendam, dengki dan keserakahan, dalam bidang ekonomi zakat mencegah penumpukan kekayaan dari pada sekelompok orang, sedangkan dalam bidang sosial zakat menghapuskan kemiskinan dengan menyadarkan sikaya akan tanggung jawab sosial.
Zakat didistribusikan pada sekompok orang yang disebut dengan mustahiq zakat. Mustahiq zakat adalah orang-orang yang berhak menerima zakat yang dalam al Qur’an dipaparkan dalam surat at-Taubah (9:60) Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dijinakkan hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah maha mengetahui lagi
2/9
PENGELOLAAN ZAKAT Senin, 25 Mei 2015 08:00
maha bijaksana.
Ayat di atas memuat dua hal penting, pertama, prioritas zakat itu didistribusikan kepada empat golongan pertama, kedua, bahwa delapan asnaf yang ditetapkan dalam surat al-Taubah (9:60). Di sisi lain pendistribusian zakat juga tidak hanya yang bersifat konsumtif, melainkan lebih ditekankan kepada hal-hal yang bersifat produktif, sesuai dengan pengertian zakat yaitu an-nama’ (tumbuh, berkembang dan produktif).
C. AZAB BAGI YANG MENINGGALKAN ZAKAT
Karena zakat ini sesuatu yang wajib dan mesti dilaksanakan dalam kehidupan umat, dan merupakan tanggung jawab yang amat penting dalam menentukan kesinambungan hubungan antara insan. Allah swt amat keras dalam hukuman yang akan dikenakan kepada mereka yang enggan membayar zakat. Beberapa ayat al Qur’an menyatakannya;
(1) Allah memerintahkan supaya memerangi orang yang enggan membayar zakat.“kemudian apabila habislah (masa) bulan-bulan yang dihormati itu maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana sahaja kamu menemuinya, dan tawanlah mereka, dan juga kepunglah mereka, serta tunggulah mereka di tiap-tiap tempat mengintipnya. Kemudian jika mereka bertaubat (dari kekufurannya) dan mendirikan sembahyang serta memberi zakat, maka biarkanlah mereka (jangan diganggu). Sesungguhnya Allah maha pengampun, lagi maha mengasihani. [al-Taubah : 5]
(2) Balasan di akhirat amat pedih, gambaran yang dibayangkan oleh Allah SWT seterika yang panas diletakkan ke atas rusuk dan belakang mereka. Artinya:”wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak di antara pendita-pendita dan ahli-ahli ugama (yahudi dan nasrani) memakan harta orang ramai dengan cara yang salah, dan mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah (ugama islam). Dan (ingatlah) orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak membelanjakannya pada jalan Allah, maka khabarkanlah kepada mereka dengan (balasan) azab seksa yang tidak terperi sakitnya. (yaitu) pada hari dibakar emas perak (dan harta benda) itu dalam neraka jahanam, lalu diselar dengannya dahi mereka, dan rusuk mereka, serta belakang mereka (sambil dikatakan kepada mereka): "inilah apa yang telah kamu simpan untuk diri kamu sendiri, oleh itu rasalah (azab dari) apa yang kamu simpan itu. [ al-Taubah : 34 – 35]
3/9
PENGELOLAAN ZAKAT Senin, 25 Mei 2015 08:00
(3) Keengganan membayar zakat adalah nilai yang buruk dan tidak disenangi oleh Allah swt. M aksudnya; dan jangan sekali-kali orang-orang yang bakhil dengan harta benda yang telah dikurniakan Allah kepada mereka dari kemurahannya - menyangka bahawa keadaan bakhilnya itu baik bagi mereka. Bahkan ia adalah buruk bagi mereka. Mereka akan dikalongkan (diseksa) dengan apa yang mereka bakhilkan itu pada hari kiamat kelak. Dan bagi Allah jualah hak milik segala warisan (isi) langit dan bumi. Dan (ingatlah), Allah maha mengetahui dengan mendalam akan segala yang kamu kerjakan. (mukjizat) yang nyata dan dengan (korban) yang katakan, maka membunuh mereka, jika kamu orang-orang yang benar (dalam apa yang kamu dakwakan itu)?" [ Ali Imran : 180]
Dalam bebarapa hadis Rasulullah SAW, telah dijelaskan beberapa ancaman dan celaan terhadap orang yang tak mau berzakat. Harta yang tidak dikeluarkan zakat akan menjadi alat penyiksaan pada hari kiamat. Sabda Rasulullah saw bermaksud; ”Barangsiapa yang dikurniakan oleh Allah kekayaan tetapi tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat nanti ia akan didatangi oleh seekor ular jantan, yang sangat berbisa dan sangat menakutkan dengan dua bintik di atas kedua matanya, lalu melilit dan mematuk lehernya sambil berteriak, saya adalah kekayaanmu, saya adalah kekayaan mu yang kau timbun-timbun dahulu ”.
Bahan yang digunakan untuk menyiksa insan yang tidak mengeluarkan zakat adalah terdiri daripada harta benda yang mereka sayangi. Sabda rasulullah saw bermaksud; Sabda Rasulullah saw bermaksud ” pemilik emas atau perak yang tidak menunaikan kewajipannya, maka emas atau perak itu nanti pada hari kiamat dijadikan seterika, lalu dipanaskan dengan api neraka, kemudian digosokkan ke rusuk, muka dan punggungnya selama lima puluh ribu tahun, sampai selesai perhitungannya dengan orang-orang lain, untuk melihat apakah ia masuk surga atau neraka. Dan pemilik lembu atau kamping yang tidak melaksanakan kewajipannya, maka nanti pada hari kiamat binatang-binatang itu akan menginjak-injaknya dan menanduknya, setelah selesai seekor datang seekor lagi berbuat hal yang sama sampai selesai perhitungan dengan orang-orang lain, selama lima puluh tahun menurut perhitungan tahun kelian, untuk melihat apakah ia masuk syurga atau masuk neraka ”
Allah tidak akan memberikan rahmat kepada mereka yang enggan membayar zakat. Sabda Rasulullah saw bermaksud; ”bila mereka tidak mengeluarkan zakat berarti mereka menghambat hujan turun. Seandainya binatang tidak ada pastilah mereka tidak akan diberi hujan”
4/9
PENGELOLAAN ZAKAT Senin, 25 Mei 2015 08:00
Balasan Allah bukan saja di akhirat bagi mereka yang tidak membayar zakat, tetapi juga di balas oleh Allah swt di dunia. Sabda rasulullah saw bermaksud; ”golongan orang yang tidak mengeluarkan zakat akan ditimpa kelaparan dan kemarau panjang” Apapun yang berlaku di dunia ini ada hubungannya dengan keengganan mereka yang berkemampuan mengeluarkan zakat. Sabda rasulullah saw bermaksud;” kekayaan tidak akan binasa, didarat maupun di laut, kecuali bila zakatnya tidak dikeluarkannya ”. Banyak lagi hadis dan riwayat menyatakan akibat buruk bagi mangkir zakat. Baik kesulitan di dunia begitu juga azab di akhirat.
D. PENGELOLAAN ZAKAT OLEH AMIL
Prof. DR. YUSUF QARDAWI dalam bukunya tentang zakat, menjelaskan bahwa pelaksanaan zakat harus diawasi oleh penguasa, dilakukan oleh petugas yang rapi dan teratur, dipungut dari orang yang wajib mengeluarkan untuk diberikan kepada orang yang berhak menerima. Allah telah menyebutkan orang-orang yang bertugas dalam urusan zakat, baik pengumpul maupun pembagi zakat dengan nama ” AMILINA ALAIHA ” yang berarti petugas zakat. Dalil Qur’an tentang ini dijelaskan dalam surat At Taubah ayat 60 dan 103 serta dalam Sunah Amaliah dari Nabi saw dan Khulafaur – Rasyidin.
Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah SWT yang terdapat dalam QS. At-Taubah [9] ayat 60 dan 103. Dalam surat at-Taubah ayat 60 tersebut dikemukakan, bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq zakat) adalah orang yang bertugas mengurus zakat ('Amiliina 'Alaiha). Sedangkan dalam surat at-Taubah ayat 103 dijelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput) dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahiq). Yang mengambil dan menjemput tersebut para petugas ('Amil).
Imam Qurthubi [1] ketika menafsirkan ayat tersebut (QS. At-Taubah: 60) menyatakan bahwa amil itu adalah orang-orang yang ditugaskan (diutus oleh imam/pemerintah) untuk mengambil, menuliskan, menghitung, dan mencatat zakat yang diambil dari para muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq).
5/9
PENGELOLAAN ZAKAT Senin, 25 Mei 2015 08:00
Karena itu, Rasulullah Saw. pernah mempekerjakan seorang pemuda dari suku Asad, yang bernama Ibnu Lutaibah untuk mengurus urusan zakat Bani Sulaim. Pernah juga mengutus Ali bin Abi Thalib ke Yaman untuk menjadi amil zakat. Muadz bin Jabal pernah diutus Rasulullah Saw. pergi ke Yaman, disamping bertugas sebagai da’i (menjelaskan ajaran Islam secara umum), juga mempunyai tugas khusus menjadi amil zakat. Demikian pula yang dilakukan oleh para khulafaur-rasyidin sesudahnya, mereka selalu mempunyai petugas khusus yang mengatur masalah zakat, baik pengambilan maupun pendistribusiannya. Diambilnya zakat dari muzakki (orang yang memiliki kewajiban berzakat) melalui amil zakat untuk kemudian disalurkan kepada mustahiq, menunjukkan kewajiban zakat itu bukanlah semata-mata bersifat amal karitatif (kedermawanan), tetapi juga suatu kewajiban yang juga bersifat otoritatif ( ijbari ). [2]
Dalam sunan Nasa'i, dikemukakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa memberikannya (zakat) karena berharap mendapatkan pahala, maka baginya pahala. Dan barangsiapa yang enggan mengeluarkannya, kami akan mengambilnya (zakat), dan setengah untanya, sebagai salah satu ‘uzman (kewajiban yang dibebankan kepada para hama) oleh Allah SWT. Tidak sedikit pun dari harta itu yang halal bagi keluarga Muhammad.” (HR. Nasa’i).
Dalam keterangan lain, riwayat Abu Dawud dikemukakan bahwa ketika banyak orang yang mengingkari kewajiban zakat, di zaman Abu Bakar ash-Shiddiq, beliau bersabda: “Demi Allah! Saya akan memerangi orang yang memisahkan kewajiban shalat dengan kewajiban zakat. Sesungguhnya zakat itu hak yang terkait dengan harta. Demi Allah! Jika mereka menolah mengeluarkan zakat unta yang biasa mereka tunaikan kepada Rasulullah Saw., pasti akau akan memerainginya, karena penolakan tersebut.” (HR. Abu Dawud).
Pada masa Rasulullah, sahabat, tabi'in dan tabi'it-tabi'ien, pengelolaan zakat menjadi bagian tugas kenegaraan. Pengelolaan yang sangat terorganisir ini digerakkan secara masal oleh dan untuk kepentingan umat Islam. Praktek zakat yang berlembaga ini terus dilaksanakan sejak masa Rasulullah hingga jatuhnya kekhilafahan umat Islam yang terakhir, yaitu Khilafah Turki Utsmani.
Pengelolaan zakat sepanjang sejarah ini membuktikan bahwa pengelolaan zakat secara terorganisasi adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh kaum muslimin. Jika umat
6/9
PENGELOLAAN ZAKAT Senin, 25 Mei 2015 08:00
Islam hendak mencontoh kehidupan Nabi SAW untuk diterapkan pada saat ini, maka mewujudkan pengelolaan zakat secara kelembagaan adalah sebuah keharusan dan keniscayaan.
E. ZAKAT DAN KESEJAHTERAAN UMAT
Pada dasarnya, ada delapan orang yang berhak menerima zakat dari muzakki (orang yang mengeluarkan zakat). Namun, dari kedelapan golongan tersebut, salah satu yang efektif dalam mengelola dan memberdayakan dana zakat untuk kepentingan kesejahteraan umat adalah amil (lembaga zakat). Melalui peran amil ini, potensi zakat yang sangat besar–jumlahnya diperkirakan mencapai Rp 20 triliun–akan efektif dalam membantu mengatasi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selama ini, dana zakat yang biasanya diserahkan langsung pada mustahik sering kali dana yang mereka terima akan habis dalam waktu singkat demi kebutuhan yang konsumtif. Karena itu, membayar zakat dengan perantaraan lembaga pengelola zakat niscaya akan lebih produktif. Sebab, dana yang telah dihimpun bisa diinvestasikan pada hal-hal yang lebih besar lagi. Misalnya, dibuat untuk membantu permodalan kelompok usaha kecil, mendirikan rumah sakit, dan pemberian beasiswa bagi siswa yang kurang mampu.
Selain itu, dana zakat juga bisa diinvestasikan pada pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan jalan, rumah ibadah, jaringan irigasi dan sebagainya.Sayangnya, potensi yang mencapai triliunan rupiah itu, hingga saat ini, masih sangat kecil yang baru bisa dioptimalkan para lembaga amil zakat. –termasuk di Kabupaten Padangpariaman, yang BAZ-nya belum optimal - Padahal, sumber dana dan potensi zakat itu tidak hanya berasal dari perseorangan, tetapi juga dari badan usaha milik negara (BUMN), BUMD, perbankan, perusahaan, dan sebagainya.
Salah satu cara untuk membantu mengatasi problem kemiskinan yang ada adalah dengan zakat. Indonesia yang berpenduduk lebih dari 230 juta jiwa dan sekitar 85 persen yang beragama Islam memiliki potensi dana zakat yang sangat besar dalam membina dan memberdayakan masyarakat kecil. Apalagi, sejak zaman dahulu kala, zakat–kendati dengan
7/9
PENGELOLAAN ZAKAT Senin, 25 Mei 2015 08:00
menggunakan istilah lain–telah dijalankan dalam rangka membantu masyarakat yang kekurangan. Sebab, jauh sebelum praktik saling menolong dan kepedulian muncul, kehidupan antara si kaya dan si miskin bagaikan langit dan bumi. Yang kaya makin kaya dan yang miskin semakin melarat.
Bahkan, para rasul-rasul Allah terdahulu juga diperintahkan untuk mengeluarkan zakat kendati bentuknya masih sebatas pemberian. Pun demikian halnya ketika awal berkembangnya ajaran Islam, kaum Muslim di Makkah belum diwajibkan untuk membayar zakat. Keterangan dalam Alquran menyebutkan, perintah zakat kepada umat Islam di Makkah ketika itu sifatnya hanya untuk kebaikan. Mereka yang banyak memberi adalah orang yang baik dan yang enggan mengeluarkan zakat atau membantu yang lemah akan dianggap sebagai orang yang kurang memiliki kepedulian.
Karena itu, ketika Rasulullah SAW baru hijrah ke Madinah, tepatnya pada tahun kedua hijriyah, zakat wajib dikeluarkan oleh setiap umat Islam dan ia harus diberikan atau didistribusikan pada delapan golongan yang berhak menerima zakat (mustahik). Kedelapan mustahik itu adalah fakir, miskin, amil, mualaf, orang yang berutang, budak (hamba sahaya), orang yang sedang dalam perjalanan, dan orang yang berjuang di jalan Allah (lihat surah Attaubah ayat 60).
Dengan diwajibkannya perintah mengeluarkan zakat tersebut, umat Islam yang tidak melakukannya akan mendapat sanksi. Pada zaman Khalifah Abu Bakar Siddiq RA, orang yang enggan berzakat akan diperangi.Dalam Alquran atau hadis Nabi SAW, banyak menerangkan manfaat atau hikmah dari perintah berzakat tersebut. Sesuai dengan maknanya, zakat bertujuan untuk membersihkan atau menyucikan diri dan harta pelakunya, menunjukkan akhlak yang baik, taat pada perintah Allah, punya sifat kepedulian sosial, dan harta yang dizakatkan senantiasa akan bertambah.
F. PENUTUP
Demikianlah gambaran umum tentang zakat dengan harapan semua umat yang sudah sampai nisab dapat menunaikan zakatnya. Zakat tidak saja menyelamatkan kehidupan mustahiq, akan tetapi ia juga menolong muzakki dari ketamakan dan azab akhirat nantinya. Berzakat membawa berkat, mankir zakat mengundang laknat. Nauzubillahi min zalik. DS.15052015. (ed.En)
8/9
PENGELOLAAN ZAKAT Senin, 25 Mei 2015 08:00
[1] Al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur'an, Beirut Lebanon: Daar el-Kutub ‘Ilmiyyah, 1423 H/1993, jilid VII-VIII, hlm. 112-113.
[2] Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdhal dan Sosial, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1998, hlm. 85.
9/9