MAAF DAN REKONSILIASI Senin, 25 Juli 2016 08:21
MAAF DAN REKONSILIASI
OLEH:
DUSKI SAMAD
Guru Besar IAIN Imam Bonjol
Idul fitri adalah saatnya saling memaafkan. Kata maaf begitu mudah mengalir dalam komunikasi tulis dan lisan setiap orang saat bertemu atau menyampaikan ucapan selamat hari raya idul firi, mohon maaf lahir dan batin. Memberi maaf adalah kesediaan diri dan kondisi mental yang dapat menerima kesalahan masa lalu dan bersedia melupakannya. Maaf mudah mengucapkannya atau menuliskannya, namun jelas sulit melaksanakannya, khusus pada keadaan yang menyangkut harga diri, nyawa dan kehormatan.
Islam sebagai jalan damai dalam kehidupan dan panduan jalan kebenaran meletakkan landasan ideologis, teologis dan moral dalam mendorong setiap umatnya dapat memberikan maaf sesulit dan sekeras apapun keadaannya. Maaf bagi mereka yang benar-benar ingin menjunjung tinggi ajaran Islam menjadi mudah dan bisa dilakukan. Maaf bukan saja kebutuhan individu, tetapi juga berkaitan dengan keluarga, masyarakat dan bangsa.
Berdamai dengan diri sendiri, bersepakat dengan keluarga dan masyarakat, rekonsiliasi dalam kehidupan berbangsa akan mudah terlaksana, ketika maaf dapat direalisasikan dalam
1/5
MAAF DAN REKONSILIASI Senin, 25 Juli 2016 08:21
kehidupan nyata. Damai yang dilahirkan oleh perbuatan maaf tidak saja bermanfaat untuk menjadikan diri lebih mudah menerima realitas, akan tetapi juga berguna untuk membangun keutuhan keluarga, kesejahteraan masyarakat dan kerukunan antar elemen bangsa.
Rekonsiliasi kehidupan berbangsa yang terus menjadi kebutuhan masa depan negeri ini sulit dapat dilakukan tanpa ada ketulusan untuk saling memaafkan. Membuka pintu maaf antar elemen dan komponen bangsa adalah keniscayaan yang tidak boleh ditunggu, tetapi harus segara diwujudkan. Rekonsiliasi adalah media tepat untuk membentangkan jalan damai dan kebenaran. Tidak mungkin ada rekonsiliasi ataupun merasakan hidup dalam satu nafas yang sama, kecuali ketika maaf menjadi etika dan gaya hidup (life setly) kolektif semua anak bangsa. Untuk itu diperlukan kesamaan persepsi dan arah gerakkan dalam menerjemahkan maaf dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan bernegara,antara lain:
MAAF DALAM KEPUTUSAN POLITIK
Wacana memaafkan dalam politik bukan barang baru. Sejak zaman Rasul Muhammad SAW, Allah SWT sudah memberikan arahan bagaimana menjadikan maaf sejalan dengan sabar. Kekeliruan tindakan politik, khususnya keputusan politik yang berujung pada perang, tidak selalu harus diselesaikan dengan membalasnya dengan perang pula. Melakukan pembalasan setimpal adalah sifat yang ditolerir, namun memberikan maaf justru itulah prilaku terpuji.
Allah SWT menegur Nabi Muhammad SAW, saat ia bersumpah akan membunuh 70 (tujuh puluh) orang kafir yang menyiksa tanpa pri kemanusiaan dengan merobek-robek tubuh dan memakan jantung pamannya Hamzah, saat syahid pada Perang Uhud. Untuk menetralisir pola pikir dan sikap hukum yang akan diambil Nabi, maka turunlah ayat surat an-Nahl,/16:126-8. Artinya: Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan Balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu[Maksudnya pembalasan yang dijatuhkan atas mereka janganlah melebihi dari siksaan yang ditimpakan atas kita.]. akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
Maaf dalam politik Islam menunjukkan tingginya moralitas kemanusiaan. Islam lebih memilih jalan damai dan saling memuliakan. Islam menegaskan bahwa kesabaran adalah cara terbaik
2/5
MAAF DAN REKONSILIASI Senin, 25 Juli 2016 08:21
yang harus dipilih oleh orang-orang bertaqwa dan orang muhsinin. Politik Islam adalah politik berbasis kemanusiaan, tidak politik bumi hangus dan ataupun akan memberikan pembalasan harus yang setimpal. Politik Islam lebih mendahulukan moral universal di atas kepentingan jangka pendek. Maaf, sabar dan lapang dada adalah pintu yang harus selalu dibuka lebar.
MAAF DALAM RELASI SOSIAL
Maaf menjadi kebutuhan dan keuntungan bernilai tinggi bagi pengembangan relasi sosial. Maaf sangat efektif untuk menjadikan hubungan antar individu dalam komunitas menjadi kokoh. Islam menempatkan sikap hidup pemaaf sebagai pilar utama menciptakan kestabilan sosial. Saat anak Abu Bakar RDA, isteri Nabi Muhammad SAW, Siti Aisyah difitnah dan dicemarkan nama baiknya oleh munafik dan beberapa orang yang pembiayaan hidupnya diberi Abu Bakar, kondisi ini disikapinya dengan bersumpah tidak akan memberikan bantuan bagi siapa saja yang terlibat menyebarkan berita bohong dan perusak nama baiknya anaknya.
Sikap Abu Bakar RDA yang lebih mendahulukan kepentingan pribadinya di atas kepentingan sosial, walaupun kasus berita bohong merusak nama baik dirinya, anaknya dan Nabi Muhammad SAW sendiri, moral Islam menegaskan bahwa memberi maaf dan sikap lapang dada jauh lebih mulia. Maaf dalam relasi sosial ini tidak selalu mudah dan dapat dilaksanakan dengan enteng. Ternyata tidak, bila perbuatan orang yang merugikan atau merusak nama baik itu jelaslah akan tidak mudah maafkan. Namun, itu dimengerti, namun sabar tetap lebih utama.
Pola pikir dan rencana aksi yang akan dilakukan Abu Bakar RDA, diingatkan Allah SWT dalam surat Nuur/24:22. Artinya; Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[] Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar r.a. bahwa Dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri 'Aisyah. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu.] .
Maaf dalam relasi sosial artinya memberikan maaf dalam hubungan antar manusia. Ketersinggungan dengan orang lemah atau pembantu sekalipun tidak boleh dikaitkan dengan
3/5
MAAF DAN REKONSILIASI Senin, 25 Juli 2016 08:21
pemberian hak, kewajiban dan tanggung jawab sosial yang harus ditunaikan. Harus ada batas yang jelas antara urusan priadi dengan kepentingan publik.
MAAF DALAM PENDIDIKAN
Maaf juga dibutuhkan dalam mendidik dan membina keluarga. Maaf sangat diperlukan dalam memimpin generasi penerus, khususnya anak-anak yang menjadi harapan orang tua. Mendidik anak tanpa dibingkai maaf akan menjadi sulit suksesnya. Maaf dilingkungan keluarga dimaksudkan untuk pendidikan sepanjang hayat. Maaf yang terbangun dalam memory anak-anak akan berdampak jangka panjang bagi pembentukkan karakter generasi umat.
Contoh pembelajaran yang diungkap al-Qur’an tentang maaf sebagai sarana edukasi dapat ditemukan dalam kisah Nabi Yusuf. Saat bapak Yusuf yang bernama Nabi Ya’kup diciderai amanahnya untuk memelihara Yusuf saat bermain nanti, lalu oleh anak-anaknya yang sudah besar dibohongi orang tuanya dengan baju yang dilumuri darah sebagai tipuan bahwa Yusuf di makan serigala. Artinya; Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya'qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; Maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku[Maksudnya: dalam hal ini Ya'qub memilih kesabaran yang baik, setelah mendengar cerita yang menyedihkan itu.]). dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan." (QS. Yusuf/12: 18).
Pilihan sabar dan mendoakan anaknya yang diambil Nabi Ya’kub dalam menyikapi kekecewaan terhadap prilaku anak-anaknya adalah modal sosial yang kelak menjadikan keluarga utuh dan bahagia di akhir usianya. Maaf dalam keluarga harus dibarengi dengan tidak boleh abaikan anak dan terus beri motivasi mereka.
MAAF DALAM KRITIK
Keutamaan yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Daud as, dalam jabatan kenabian dan kerajaan, membuat ia tidak selalu dapat sadar sepenuhnya, lalu pada satu kesepatan ia tergelincir yaitu melakukan perbuatan tidak menyenangkan bagi seorang warganya. Isterinya seorang umatnya telah membuat ia tergoda, melalui orang kepercayaannya, Daud as, meminta agar sang suami menceraikan isterinya itu dan segera nanti akan dinikahinya.
4/5
MAAF DAN REKONSILIASI Senin, 25 Juli 2016 08:21
Prilaku tidak menyenangkan yang dilakukan orang penting tentu lebih luas dampaknya. Allah mengajari Nabi Daud as, dengan cara mengkritiknya melalui utusan dua orang Malaikat yang minta keadilan. Artinya... Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Maka Dia berkata: "Serahkanlah kambingmu itu kepadaku dan Dia mengalahkan aku dalam perdebatan". Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.Maka Kami ampuni baginya kesalahannya itu. dan Sesungguhnya Dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik. (QS. Shaad/38:23-5).
Pemimpin arif dan negarawan dengan cepat akan segera sadar atas kritik konstruktif. Daud as, segara sadar atas kekeliruan tindakannya, tidak perlu ada pihak yang menigngatkan, akan tetapi segera memperbaiki diri dan mohon ampunan atas kesalahannya. Pemimpin tidak boleh kebal kritik, karena memang kritik adalah pupuk untuk kemajuan. Jabatan dan status kepemimpinan setinggi apapun harus mampu bertindak yang tepat dan tidak menzalimi bawahannya.
Empat contoh hidup dan sumber belajar yang diungkap al-Qur’an di atas dapat dijadikan dasar rujukan untuk merekat kehidupan bangsa. Rekonsiliasi yang bermula dari kesatuan dan kebersamaan semua komponen dan elemen baru bisa didapatkan disaat pintu maaf, lapang dada, menegakkan aturan agar hak-hak yang dirapas dikembali secara adil, kesadaran kolektif pemimpin dapat berjalan secara benar dan lurus.
Rekonsiliasi nasional sebagai kebutuhan dapat diwujudkan dengan memaksimal kan peran politik, sosial, keluarga dan pemimpin forma penentuk kebijakan. Pemimpin bijak akan terus mengembangkan keutuhan bangsa melalui pengunaan konsep Islam rahmatan lil alamin, kultural, berupa kearifan lokal, adat istiadat dan regulasi yang dalam penerapan adil dan tidak berpihak. Akhirnya dapat dikatakan bahwa rekonsiliasi nasional bisa dicapai dengan mensosialisasikan dan mencari bentuk tepat untuk kebaikan semua pihak. Ds. 11072016. ambonI/4 Wisma Indah Siteba Padang,
[email protected] [email protected]. Ed.EN
5/5