DAKWAH PROMKES DAN IMUNISASI Senin, 02 Februari 2015 08:08
DAKWAH PROMKES DAN IMUNISASI
Oleh:
Duski Samad
Ketua MUI Kota Padang
Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit difteri di Kota Padang diduga karena banyak masyarakat yang tidak memahami pentingnya imunisasi. Kurangnya kepedulian orang tua dan sosialisasi dari petugas kesehatan menjadi factor utama munculnya penyakit ini. Ditambah lagi munculnya gerakan anti imunisasi di tengah masyarakat, menjadikan imunisasi tidak berjalan semestintya. (Padek, Sabtu, 31 Januari 2015, h.10).
Keterangan para ahli kesehatan bahwa penyebab utama dari penyakit difteri kerena tidak lengkapnya imunisasi seorang anak adalah menjadi patut dipertanyakan. Bagaimana mungkin masyarakat perkotaan rendah kesadarannya untuk imunisasi anaknya?. Selentingan di beberapa komunitas ada informasi bahwa imunisasi tidak perlu, atau malah ada pihak yang mengacaukan pendapat kesehatan tentang pentingnya imunisasi. Adalah aneh, jika masyarakat memilih percaya pada informasi awam dan mengabaikan informasi pihak kesehatan.
Apapun keadaannya kini realitasnya memang terjadi KLB penyakit difteri yang penyebab utamanya itu karena kurang atau tidak lengkapnya imunisasi anak. Untuk memberikan kesadaran bersama bagi setiap ibu yang memiliki anak balita diperlukan dua hal pokok, pertam a pemb erian informasi yang utuh tentang imunisasi untuk daya tahan tubuh dan manfaat kesehatan masa depan anak. Kedua perlu juga dijelaskan pandangan agama tentang imunisasi dan kehalalan vaksin imunisasi tersebut.
1/8
DAKWAH PROMKES DAN IMUNISASI Senin, 02 Februari 2015 08:08
PROMOSI KESEHATAN
Survey WHO Perwakilan Indonesia tahun 2014 menunjukkan bahwa partisipasi tokoh agama dan mubaligh di Kota Padang terhadap perluasan cakupan imunisasi dan program kesehatan tidak mengembirakan, hanya sekitar 10 % saja. Bersamaan dengan itu keterlibatan masyarakat terhadap layanan kesehatan imunisasi, kesehatan ibu dan anak (KIA) serta program kesehatan lainnya akhir-akhir ini juga tidak mengembirakan.
Indonesia sehat pada tahun 2015 merupakan target dari berbagai program yang terdapat dalam MDG’s, salah satu program tersebut adalah menurunkan angka kematian balita sebesar 2/3 antara 1990 sampai 2015. Untuk memenuhi program ini maka dibentuk dua indikator yaitu angka kematian balita dan cakupan imunisasi campak pada usia satu tahun. Cakupan imunisasi dan campak pada anak usia satu tahun terus meningkat setip tahunnya dalam rangka mencapai target MDG’s sebesar 90 % tahun 2015. (BPS MDGs. Indikator MDGs. 2000).
Cakupan imunisasi campak di Sumatera Barat tahun 2010 hana 66,3% menurun dibandingkan tahun 2007 sebesar 75,4%. Persentase rincian imunisasi pada tahun 2010 yaitu BCB 71,8%, polio 63,5%, DPT-HB 51,0%, dan campak 66,3%. Jika dibandingkan dengan data pada tahun 2007 imunisasi BCG 83,1% menurun sebesar 11,3%, imunisasi polio 69,4% menurun sebesar 5,9%, imunisasi DPT-HB g4,2% menurun sebesar 13,2%, dan imunisasi campak 75,4% menurun sebesar 9,1%. Namun angka ini meningkat pada tahun 2011 sebesar 19% yaitu 85,3% berdasarkan sumber data Diknas Sumbar tahun 2012. Menurut laporan Dinas Kesehatan Kota Padang (DKK) tahun 2012, cakupan imunisasi campak Kota Padang tahun 2011 88,1% angka ini sudah mencapai target yang seharusnya dan dapat dikatakan cukup tinggi. Namun angka ini belum merata pada semua kecamatan yang ada di Kota Padang.
Disamping data di atas perlu juga diperhatikan, bahwa masalah kesehatan masyarakat yang sering terjadi perlu dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain masalah perilaku kesehatan, lingkungan, genetik dan pelayanan kesehatan yang akan meningkat ke masalah kesehatan ibu dan anak, masalah gizi dan beragam penyakit baik menular atau tidak menular. Masalah Kesehatan ini bisa terjadi pada masyarakat umum atau kelompok rawan (bayi, balita dan ibu), kelompok lanjut usia dan para pekerja. Kini justru yang terjadi kejadian luar biasa (KLB) dan informasi lisan telah beberapa kali KLB di Padang. [1]
2/8
DAKWAH PROMKES DAN IMUNISASI Senin, 02 Februari 2015 08:08
Selain masalah di atas, petugas kesehatan dalam mempromosikan pentingnya hidup sehat dan kesehatan itu sendiri, mendapat penolakan oleh sebahagian pemuka agama, mereka beranggapan seperti pemberian vaksin merupakan pemberian bibit penyakit dalam tubuh, dan juga memberikan dugaan bahwa obat-obatan dan vaksin yang diproduksi bersumber dari yang haram seperti lemak babi.
IMUNISASI DALAM ISLAM
Inti ajaran Islam adalah merealisasikan kemaslahatan (jalb al-mashlahah) dan mencegah terjadinya kemadaratan ( daf'u al-madlarrah ). Bahaya di sini adalah yang menimpa manusia baik bahaya yang mengancam fisik maupun psikis. Tujuannya adalah agar manusia dapat menjalankan tugasnya sebagai hamba sekaligus khalifah Allah SWT di muka bumi ini dengan baik. Dengan demikian Islam sangat mendorong umatnya untuk senantiasa menjaga kesehatan. Menjaga kesehatan dapat dilakukan pada dua fase; (i) melakukan upaya preventif agar tidak terkena penyakit; dan (ii) berobat manakala sakit agar diperoleh kesehatan kembali. Salah satu langkah preventif menjaga kesehatan adalah mencegah timbulnya penyakit yang sedang mewabah, salah satunya melalui vaksinasi.
Perintah untuk menjaga kesehatan, dengan sendirinya adalah perintah untuk melakukan seluruh sarana yang mewujudkan kesehatan, dan menghindarkan diri hal yang menyebabkan ketidaksehatan, juga melakukan langkah preventif untuk mencegah terjadinya penyakit. Salah satu teori hukum Islam yang dipakai oleh ulama madzhab dalam penetapan hukum adalah sad d al-dzari'ah, yaitu menutup peluang terjadinya akibat buruk atau tindakan preventif atas dampak yang ditimbulkan. D alam perspektif hukum Islam, pencegahan penyakit hukumnya wajib untuk merealisaikan tujuan yang lebih besar, yakni kemaslahatan dan kesehatan yang paripurna. Pencegahan secara dini terhadap terjangkitnya suatu penyakit, seperti dengan imunisasi polio, campak, dan juga DPT serta BCG, termasuk vaksinasi meningitis adalah cermin perintah untuk menjaga kesehatan secara preventif. [2]
3/8
DAKWAH PROMKES DAN IMUNISASI Senin, 02 Februari 2015 08:08
Pada prinsipnya pengobatan harus dilakukan dengan barang yang halal. Penggunaan barang halal tidak terbatas pada dzat nya, melainkan juga di dalam proses produksinya. Barang yang halal, jika diproduksi dengan melalui proses yang tidak benar secara fikih, misalnya menggunakan bahan baku atau bahan penolong yang haram/najis maka hukumnya tetap haram sepanjang belum dilakukan penyucian secara syar'i. Hal ini berlaku umum, baik bagi makanan, minuman, maupun obat-obatan yang kepentingannya untuk dikonsumsi.
Masalah kemudian muncul ketika diketahui bahwa dalam proses pembuatan vaksin menggunakan barang haram/najis atau berinteraksi dengan barang haram/najis, seperti porcine (khinzir ). Begitu juga halnya dengan makanan, minuman serta obat yang diduga ada proses dan dzatnya yang kena najis. Untuk meyakinkan diri perlu diperhatikan dan diikuti beberapa fatwa MUI Nasional.
Pertama: Fatwa tentang makanan dan minuman yang bercampur dengan barang haram/najis (1 Juni 1980). (1). Setiap makanan dan minuman yang jelas bercampur dengan barang haram/najis hukumnya haram.(2). Setiap makanan dan minuman yang diragukan bercampur dengan barang haram/najis hendaknya ditinggalkan. (3). Adanya makanan dan minuman yang diragukan bercampur dengan barang haram/najis hendaklah Majelis Ulama Indonesia meminta kepada instansi yang bersangkutan memeriksanya di laboratorium untuk dapat ditentukan hukumnya.
Kedua: FATWA TENTANG PENGGUNAAN VAKSIN POLIO KHUSUS (IPV) Tahun 2002. (1) Pada dasarnya, penggunaan obat-obatan, termasuk vaksin, yang berasal dari --atau mengandung-- benda najis ataupun benda terkena najis adalah haram . (2) Pemberian vaksin IPV kepada anak-anak yang menderita immunocompromise , pada saat ini, dibolehkan , sepanjang belum ada IPV jenis lain yang suci dan halal.
Ketiga: FATWA TENTANG PENGGUNAAN VAKSIN POLIO ORAL (OPV) Tahun 2005. (1). Pada dasarnya, penggunaan obat-obatan, termasuk vaksin, yang berasal dari --atau
4/8
DAKWAH PROMKES DAN IMUNISASI Senin, 02 Februari 2015 08:08
mengandung-- benda najis ataupun benda terkena najis adalah haram . (2). Pemberian vaksin O PV kepada kepada seluruh balita , pada saat ini, dibolehkan, sepanjang belum ada OPV jenis lain yang produksinya menggunakan media dan proses yang sesuai dengan syariat Islam. [3]
PENUTUP
Bersamaan dengan fatwa MUI juga merekomendasikan bahwa penyediaan vaksin halal adalah salah satu langkah strategis percepatan program imunisasi . Penggunaan konsumsi halal, termasuk di dalamnya obat adalah tuntutan agama yang merupakan hak warga negara dan dilindungi oleh konstitusi . Ketiadaan vaksin halal menjadi dosa sosial ilmuwan dan tanggung jawab kolektif mewujudkan vaksin halal. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi masyarakat Indonesia untuk melakukan penelitian yang serius agar menemukan vaksin meningitis yang halal. Para ilmuan dan Ulama harus melalukan ijtihad dan jihad keilmuan untuk menemukannya. Untuk memenuhi kebutuhan umat Islam, maka wajib hukumnya bagi para ilmuan untuk melakukan penelitian dan penemuan vaksin halal.
Pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan negara-negara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan yang suci dan halal. Imunisasi dan Vaksinasi dalam sudut pandang Islam pada dasarnya dibolehkan, untuk mencegah terjadinya penyakit. Penggunaan vaksin yang mengandung atau bersinggungan dengan unsur yang diharamkan, maka hukumnya haram.
Dengan demikian, keharamannya bukan pada tindakan vaksinasi, namun karena vaksinasi dengan vaksin yang diharamkan. Dalam hal tidak (atau lebih tepatnya belum) ditemukannya vaksin yang halal, vaksin yang haram dapat digunakan terkait dengan adanya kebutuhan yang mendesak (li al-hajah). Dengan demikian esensinya tetap haram, namun dibolehkan. Kebolehan penggunaan vaksin yang haram tidak merubah esensi keharamannya.
5/8
DAKWAH PROMKES DAN IMUNISASI Senin, 02 Februari 2015 08:08
Pembolehan penggunaan dzat vaksin yang haram bersifat kondisional (pada kondisi mendesak untuk dibutuhkan) dan temporal (hingga ditemukan vaksin yang halal). Di luar dua keadaan tersebut, tidak dibolehkan. Temporalitas pembolehan penggunaan vaksin yang haram, secara implisit mewajibkan bagi umat Islam, khususnya para peneliti di bidang vaksin untuk melakukan penelitian dan menemukan vaksin pengganti yang halal.
Penjelasan ini diharapkan dapat meyakinkan semua pihak tentang anjuran imunisasi sebagai ikhitiar menjaga kesehatan dan sikap menghadapi vaksin yang diragukan atau memang haram/najis dibolehkan selama belum ada yang halal, karena menyangkut hajat dan darurat se suai tujuan syariat (maqasidus syariah ). DS.31012015.
[1] Masalah Kesehatan Masyarakat yang disebabkan Perilaku Kesehatan dipengaruhi tingkat pendidikan, sehingga pengetahuan masyarakat untuk berperilaku sehat sangat kurang. Proses terbentuknya perilaku hidup sehat harus diawali pengetahuan dari pendidikan kesehatan dan hubungannya dengan keyakinan keberagamaan .
Masalah Kesehatan Lingkungan, merupakan keadaan lingkungan yang berpengaruh positif terhadap kesehatan masyarakat secara maksimal. Masalah kesehatan lingkungan ini terdiri dari: Kesehatan lingkungan pemukiman, penyediaan air bersih, pengelolaan limbah dan sampah, pengolahan makanan dan pengelolaan scara umum penunjang kesehatan. Masalah Pelayanan Kesehatan, yang bermutu akan menghasilkan kesehatan yang maksimal untuk masyarakat. Pelayanan Kesehatan yang profesional harus sesuai standar ketersediaan sumber daya (petugas kesehatan, bangunan, sarana pendukung) dan prosedur pelayanan yang baik. Petugas kesehatan yang profesional, meliputi tenaga medis, keperawatan, paramedis non keperawatan dan administrasi medis. Saat ini masyarakat sulit menerima pelayanan kesehatan yang maksimal karena masalah petugas yang profesional masih kurang dan tidak terdistribusi secara merata.
[2] Petunjuk nabi saw ini menegaskan mengenai tindakan preventif secara proaktif, Dari Habib
6/8
DAKWAH PROMKES DAN IMUNISASI Senin, 02 Februari 2015 08:08
bin Abi Tsabit ia berkata: Saya mendengar Ibrahim bin Sa'd berkata: Saya mendengar Usamah bin Zaid berbincang dengan Sa'd tentang apa yang didengar dari nabi saw bahwa beliau bersabda: "Bila kalian mendengar ada wabah penyakit di suatu daerah maka jangan masuk ke daerah wabah tersebut. Dan bila wabah tersebut telah terjadi di suatu daerah sedang kalian berada di situ, maka jangan keluar dari daerah tersebut". (HR. Bukhari). Hadis ini menjelaskan langkah preventif yang defensif; (i) seruan untuk menjauhi daerah yang terkena wabah penyakit untuk mencegah terjadinya penularan; (ii) perihal karantina dan isolasi atas suatu wabah penyakit akan tidak terjadi penularan meluas, keluar dari daerah pandemic. Dari Sa'd bin Abi Waqqash ra ia berkata: Saya mendengar rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun”. (HR. Muslim) Petunjuk nabi saw ini menegaskan mengenai tindakan preventif secara proaktif, dengan jalan memakan tujuh butir kurma Madinah (dapat juga dimaknai dengan sarapan pagi) agar terhindar dari penyakit. Hadis memerintahkan agar berobat jika sakit. “Allah telah menurunkan penyakit dan obat, serta menjadikan obat bagi setiap penyakit; maka, berobatlah dan janganlah berobat dengan benda yang haram.” (HR. Abu Daud dari Abu Darda).” “Rasulullah SAW ditanya tentang tikus yang jatuh ke dalam keju. Beliau SAW menjawab: ”Jika keju itu keras (padat), buanglah tikus itu dan keju sekitarnya, dan makanlah (sisa) keju tersebut; namun jika keju itu cair, maka janganlah kamu memakannya” (HR. Ahmad dari Abu Hurairah). Rasulullah saw melarang berobat dengan obat yang kotor.
[3] Dr. HM. Asrorun Ni'am Sholeh, MA. Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat. IMUNISASI, PENCEGAHAN PENYAKIT, DAN JAMINAN HALAL . Dipresentasikan pada acara Workshop “Perumusan Strategi Akselerasi Penurunan Disparitas Wilayah Cakupan Imunisasi dalam Rangka Mendukung Penurunan Angka Kematian Anak” Jakarta, 16 Juli 2012.
7/8
DAKWAH PROMKES DAN IMUNISASI Senin, 02 Februari 2015 08:08
/* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin-top:0cm; mso-para-margin-right:0cm; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:Arial; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
8/8