KEBUTUHAN CERAMAH RAMADHAN Selasa, 30 Juni 2015 09:47
Ketua MUI Kota Padang
Materi ceramah yang disampaikan para ustad sekarang terasa kering. Tidak bernyawa. Kurang menyentuh ke kalbu yang paling dalam. Tidak tinggal di benak, apalagi meresap ke dalam jiwa….tidak sedikit pula yang memuji kaji para dai, banyak pula yang mengeluhkan pengajian Ramadhan yang katanya lebay…Keluhan selalu berulang setiap bulan puasa. Wajar saja, setiap Ramadhan kita dibanjiri siraman rohani, perangai umat negeri ini kok tidak lebih baik dari waktu ke waktu ( Nashrian Bahzein, Wartawan Padang Ekspres, Dalam Kolom Kopi Minggu, 28 Juni 2015 ).
Materi diskusi yang sama pernah pula terjadi antara seorang ustad dengan akademisi yang mempertanyakan efektifitas dan dampak ceramah Ramadhan bagi pembinaan kualitas karakter dan prilaku umat dari tahun ke tahun. Secara matematis coba dihitung berapa jumlah jam pembelajaran agama melalui ceramah Ramadan di Kota Padang. Misalnya 1000 masjid mushala yang melakukan pengajian subuh dan tarawih 30 menit saja, berarti 1 jam x 1000 = 1000 jamx30 hari=30.000 jam sebulah jumlah yang cukup memadai. Pertanyaannya jumlah waktu ceramah yang sebanyak itu dipakai seberapa efek dan dampaknya bagi perubahan prilaku dan sikap umat?
Mencermati dua pandangan di atas, kiranya ulama, ustad, mubaligh, pengurus masjid dan organisasi keagamaan patut menyampaikan terima kasih atas kritikan, masukan dan sekaligus mengingatkan tentang nilai manfaat yang harus dicapai dalam dakwah. Pada saat yang sama juga harus diakui bahwa ceramah Ramadhan di masjid dan mushalla belum seluruhnya dilakukan oleh dai, dan ustad yang memenuhi kreteria, dan kompetensi yang sesuai kondisi masyarakatnya. Begitu juga halnya dengan pengurus masjid dan mushalla masih banyak sekali yang belum memberikan panduan dakwah, menimal judul ceramah, sehingga seringkali terjadi pengulanggan. Yang pasti ceramah Ramadhan adalah kebutuhan umat yang haus siraman rohani.
KOMPETENSI MUBALIGH
Bersamaan dengan tingginya permintaan terhadap mubaligh pada saat Ramadhan, yang
1/5
KEBUTUHAN CERAMAH RAMADHAN Selasa, 30 Juni 2015 09:47
mengindikasikan bahwa ceramah Ramadhan adalah kebutuhan. Capaian ceramah Ramadhan tentu arus diperhadapkan pula dengan masalah yang terkait dengan dakwah saat ini, yang pasti tidak sesederhana yang dilihat dipermukaan. Kini banyak umat tengah menghadapi apa yang disebut dengan ideological confious/teological shock, kebingungan akidah dan faham hidup, karena perbedaan aspirasi terhadap agama dan kehidupan hedonisti. Berdampingan dengan itu juga tengah terjadi cultur e shock pergeseran norma-norma keluarga dan nilai-nilai dalam masyarakat dan dunia pendidikan. Persoalan anak, atau anak remaja anak kita kadang anak sebagai anak biologis, tetapi tidak anak sebagai spiritual dan budaya Islam.
Lebih memperihatin lagi adalah terjadinya pergesaran figur fungsional dan idola publik. Pergeseran figur pemimpin yang karismatik menuju kepemimpinan yang profesional. Yang terkait dengan figur publik adalah dahulu sebelum tidur orang tua bercerita tentang sahabat nabi Abu Zar al-Ghifari, sekarang yang cerita senetron TV dan sekaligus orangtua pun candu senetron, penelitian tahun 2005 Media wacht, Sumbar menyimpulkan bahwa bangsa kita adalah waching soceity, dan gemar nonton senetron, yang bercerita sekitar, kecemburuan, asmara, dendam, fitnah dan balas dendam. Mengalahkan cerita para ustadz dan orang tua tentang tentang orang-orang saleh. Dari aspek dakwah populer yang dipublikasi media pun terjadi Dakwah yang belum berorientasi pada pemecahan masalah yang di hadapi umat, lebih pada entertaimennya.
Apapun pandangan dan pendapat tentang efek atau dampak ceramah Ramadhan, tentu tidak bisa dilihat dalam satu aspek saja. Perubahan prilaku masyarakat bukanlah disebabkan oleh dakwah saja, dakwah hanya dapat mengubah prilaku namun itu dalam jumlah yang terbatas. Dakwah yang diyakini dapat membawa efek dan dampak positif adalah bila dakwah itu dilakukan oleh dai dan atau mubaligh yang memiliki kompetensi.
Mubaligh adalah subyek dakwah, oleh karena itu tentu ia harus memiliki kemampuan yang memadai. Munir Mulkan (1996) menyebutnya dengan istilah “kompetensi”. Mulkan (1996) menyebutnya ada tiga kompetensi mubaligh, yaitu kompetensi menjadi mubaligh, kompetensi substantif dan komptensi metodologis. Menjadi mubaligh itu tidak mudah, perlu mempersiapkan diri sematang mungkin, persiapan fisik dan mental, persiapan materi dan metodologis, karena permasalahan dakwah yang dihadapi semakin hari semakin komplit pula.
Menurut Dian K. Castle (1989:157), competency is the knowledge, skill, attitude, motive, behavior, self-image, social role, trait, and/or intellectual strategy that underlies effective performance (Kompetensi adalah pengetahuan,
2/5
KEBUTUHAN CERAMAH RAMADHAN Selasa, 30 Juni 2015 09:47
keterampilan, sikap, motif, perilaku, citra-diri, peranan sosial, sifat, dan atau strategi intelektual yang mendasari “performance” yang efektif). Kompetensi adalah karakteristik-karaketristik special seseorang who do the job best ‘yang melakukan pekerjaan dengan sangat baik’. Kompetensi walaupun dapat diidentifikasi dan dapat diukur, namun invisible (tidak kelihatan), kecuali melalui perilaku-perilaku yang merefleksikan kompetensi-kompetensi tersebut. Karena itu, suatu kompetensi hanya dapat diketahui melalui penerapannya.
Diantara kompetensi yang harus ada pada mubaligh adalah komunikasi efektif. Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS. Fushilat, 33). Man dalam Q.s al-Fushilat menunjukkan sistem penjelasan bentuk utama dakwah. Ahsana Qaulan implementasi menjelaskan dan menyuarakan penjelasan hukum Allah dengan bahasa lisan baik langsung atau dengan media. Amila Shaliha adalah implementasi pengamalan hukum Allah berupa amal shaleh dalam upaya mengatasi problem kehidupan individu, kelompok kecil, dan kelompok besar ummat. Innani min al-muslimin adalah implementasi internalisasi hukum Allah pada tingkat individu ( nafsiyah ). Kompetensi komunikasi mubaligh berpengaruh besar terhadap keberhasilan dakwahnya.
Kompetensi subtantif mubaligh adalah berkaitan dengan keilmuannya yang mendalam pada bidang yang luas (tafaquh fiddin). Artinya…Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. ( QS. al-Taubah, 122). Dapat dipastikan mubaligh yang hanya bisa membaca literature populer, seperti media koran, internet, atau didengar saja, dengan basis pendidikan keagamaan seadanya, bukan dakwahnya membawa perubahan mentalitas masyarakat, akan tetapi berpotensi merusak dakwah itu sendiri.
Sisi lain dari kompetensi mubaligh adalah kesiapan dirinya menjadi sosok yang melakukan tugas dalam kepentingan agama Allah semata. Mubaligh sebagai pengajar ajaran Allah SWT dalam batas-batas tertentu adalah sama dengan ulama. Artinya…dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam
3/5
KEBUTUHAN CERAMAH RAMADHAN Selasa, 30 Juni 2015 09:47
warnanya (dan jenisnya). Ses ungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. ( QS.AlFathir / 35 : 28) . Kepribadian mubaligh dituntut sebagaimana ulama, yaitu tunduk, patuh dan taat sepenuh hati kepada ajaran agama itu sendiri.
Sebagai renungan patut dipertimbangkan bahwa akar masalah yang menjadikan dakwah (baca dalam artian sebatas tabligh, ceramah agama dan taushiyah) dikatakan tidak efektif dan kurang berdayaguna adalah ketika pengaruh dakwah bagi kehidupan masyarakat sulit mengukurnya. Riuh rendahnya suara mubaligh dan padatnya kegiatan ceramah agama di rumah ibadah, kantor dan pusat komunitas khususnya di perkotaan, terasa sebatas seremonial, karena maksiat dan pelanggaran moral terus menjadi-jadi. Pertanyaannya, apakah kondisi seperti saat ini hanya dai dan mubaligh yang harus dijadikan sebagai tertuduh?. Bahwa Dakwah gagal atau tidak membawa efek bagi perbaikan moral masyarakat. Tentulah tidak adil rasanya, kalau dai atau mubaligh dijadikan kambing hitam dari segala masalah ini.
Patut dipertimbangkan bahwa sisi paling dasar dari arti penting agama bagi kehidupan manusia adalah berkenaan dengan moral. Moral kehidupan individu, keluarga, sosial dan umat secara keseluruhan. Moralitas paling utama tentu kebenaran agama itu sendiri. Dari kebenaran agama tersebut, lahir moralitas agung lain, seperti keadilan dengan segala turunannya, ketulusan, kesejahteraan, serta kedamaian. Nilai-nilai moralitas tersebut menjadi kembaran kebenaran agama karena merepresentasikan kebaikan perenial (batini) yang merupakan sisi lain lembaran yang sama.
Tugas penting dari dai atau mubaligh adalah mengembalikan agama kepada misi yang genuine yaitu hidup bermoral. Sebab, tanpa itu, agama akan menjadi sekadar pembenar bagi paham, ideologi, fatwa, atau tindakan yang belum tentu memiliki kebenaran sesuai dengan nilai agama serta belum tentu membawa kemaslahatan bersama. Maka takaran ketaatan pada ibadah dan kepedulian sosial umat dapat ditelisik dari perilaku keberagamaannya. Dakwah, ceramah dan taushiyah Ramadhan tetap menjadi kebutuhan, namun perlu ada upaya berkelanjutan untuk meningkat kualitas dakwah dan dainya. Ds.28062015.
4/5
KEBUTUHAN CERAMAH RAMADHAN Selasa, 30 Juni 2015 09:47
5/5