Pendekatan Citizen Science untuk Meningkatkan Penelitian dan Konservasi Burung di Indonesia1 Ign. Pramana Yuda Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta & IdOU Email:
[email protected] 1. Pendahuluan Keanekaragaman jenis burung di Indonesia sangat tinggi, 1712 jenis burung tercatat hidup di Indonesia. Jenis burung di Indonesia juga banyak yang unik, 493 jenis merupakan jenis endemik(BirdLife International 2017). BirdLife International telah mengidentifikasi daerah yang penting bagi burung di dunia. Indonesia termasuk yang memiliki banyak daerah dalam klasifikasi tersebut. Berdasarkan kriteria Important Bird Area (IBA) ada 225 IBA (Chan et al. 2004), dan berdasarkan kriteria Endemik Bird Area (EBA) ada 38 EBA di Indonesia (Stattersfield et al. 1998). Namun Indonesia juga memiliki daftar panjang jenis burung yang terancama kepunahan, Berdasarkan pada klasifikasi RedList IUCN, 155 jenis burung tergolong dalam kriteria Threatened, yang tediri dari 28 jenis Kritis (Critically endangered), 41 jenis Terancam (Endangered) dan 86 Rentan (Vulnerable). Selain itu 242 jenis sudah tergolong dalam kleompok Near Threatened (BirdLife International 2017). Upaya konservasi sebenarnya sudah banyak dilaksanakan di Indonesia. Namun nampaknya uapaya tersebut masih belum memberikan hasil yang menggembirakan. Berdasarkan analisis Indeks IUCN Red List, kondisi keterancaman burung di Indonesia semakakin tinggi. Selain tingkat ancaman yang masih tinggi dan masih lemahnya penerapan hukum dan perlindungan di Indonesia, upaya konservasi juga dihadapkan pada kendala keterbatasan data atau informasi ilmiah bio-ekologi jenis burung yang akan dikonservasi. Belum semua jenis burung yang terancam punah di Indonesia termasuk dalam jenis yangdilindungi (Lampiran 1). Analisis yang penulis lakukan pada data yang digunakan BirdLife International dalam analisis Red List menunjukan keterbatasan ketersediaan maupun kualitas data (Lampiran 2). Kondisi ini mengindikasikan terbatasnya penlitian dan peneliti burung di Indonesia. Bagaimanakah kita mengatasi keterbatasan data tersebut? Makalah ini akan memberikaan kerangka awal untuk bahan diskusi lebih lanjut tentang potensi pendekatan citizen science dalam penelitian ilmiah, dan konservasi burung di Indonesia. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah potensi pendekatan ini dalam meningkatkan pemahaman, kesadaran, dan partisipasi warga dalam konservasi burung. Makalah ini juga menjabarkan hasil survei tentang profil pengamat burung dan tingkat partisipasi serta learning out come dari program citizen science di Indonesia. 1 Dipresentasikan pada Konferensi Pemerhati dan Peneliti Burung Indonesia III, Universitas Udayana, Denpasar, 2-4 Februari 2017
1
2. Citizen Science di Indonesia
Minat warga/masyarakat umum terhadap lingkungan alam sudah ada sejak lama (McCaffrey 2005). Banyak kelompok minat yang rajin dan bersemangat untuk mengamati fenomena alam. Misalnya di Jepang peran warga dalam mengamati perkembangan perbungaan pohon Sakura sudah berlaku beratus tahun lalu. Namun memanfaatkan data yang dikumulkan warga untuk kepentingan penelitian ilmiah belumlah lama. Penggunaan peran warga dalam pengambilan data untuk kepentingan ilmiah inilah yang sekarang disebut citizen science. Partisipasi warga tersebut sifatnya sukarela. Dalam perkembangannya partisipasi warga dalam penelitian tidak terbatas pada pengumpulan data saja. Warga bisa terlibat dalam penyusunan perencanaan sampai analisis. Berdasarkan tingkat partisipasi warga dalam program citizen science Bonney dkk. (2009) menggolongkan CS menjadi tiga kelompok yaitu contributory, collaborative dan co-created CS . Ciri-ciri dati tiap golongan CS tersebut diringkas dalam Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi program citizen science Tahapan partisipasi warga Menetapkan pertanyaan/masalah penelitian Mengumpulkan informasi Mengembangkan hipotesis Merancang Metode pengambilan data Mengkoleksi sampel Menganalisis sampel Menganalisis data Menginterpreasi data dan kesimpulan Mendesiminasi hasil/menterjemahkannya dalam aksi Mendikusikan hasil dan menyususun pertanyaan baru
Contributory
Collaborative
Co-created P
P (P) (P)
P (P) (P)
P P P P P P P P
P
(P) P P
Di Indonesia sudah ada beberapa program survey atau pemantauan burung yang melibatkan partisipasi warga, khsusunya para pengamat burung. Programt tersebut adalah Asia Waterbirds Census (AWC), Raptor watch, Indonesia Shorebirds Monitoring (MoBuPi), Pengamatan Burung Hari Batik (Boeharti). Untuk mengetahui program tersebut tergolong dalam kelompok program CS yang mana, telah diadakan survey dengan mengirim kuesitioner ke pengelola program. Hasil questioner kepengelola program kegiatan tersebut diringkas pada Tabel 2. Berdasarkan pada klasifikasi Bonney dkk. tersebut maka dua program (AWC, dan Boeharti) tergolong contributory, dan dua program lainnya (Raptor Watch dan MOBUPI) tergolong program co-created CS (Tabel 2),
2
Tabel 2. Tipe program citizen scince di Indonesia PROGRAM
AWC YA
Perencanaan:
Raptor watch
TIDAK
YA
TIDAK
MoBuPi YA
TIDAK
Atlas Burung Indonesia/Buharti YA TIDAK
Penentuan Masalah/Tujuan program
P
P
P
P
Pengumpulan informasi awal
P
P
P
P
Disain metode pengumpulan data
P
P
P
P
Pelaksanaan & Pelaporan
Koleksi data/sampel
P
P
P
P
Analisis data
P
P
P
P
Interpretasi hasil & Kesimpulan
P
P
P
P
Diseminasi Hasil
P
P
P
P
Diskusi hasil dan menentukan pertanyaan baru
P
P
P
P
Tipe
Contributory
Co-created
Co-created
Contributory
3. Profil Pengamat Burung Pengamat burung merupakan kegiatan mengamati burung liar di alam. Kegiatan ini merupakan hobi yang popular di Eropa dan Amerika serta Negara maju lainnya. Di Indonesia kegiatan ini baru mulai berkembang pada akhir tahun 1980an, dengan mulai terbentuknya beberapa Kelompok Pengamat Burung (a.l. Kutilang Indonesia Birdwatching Club, Himbio Unpad, Hinbio UI). Pada saat ini hampir setiap universitas yang memiliki program studi biologi atau kehutanan memiliki kelompok pengamat burung. Dalam sepuluh terakhir ini mulai muncul juga kelompok pengamat burung di luar kampus, dan bahkan di sekolah menengah. Penelitian pada pengamat burung peserta Lomba Pengamatan Burung di TN Gunung Merapi tahun 2016 (n=173) memberikan gambaran awal tentang profil pengamatan burung Indonesia dan kebutuhan peningkatan kapasitas. Rerata umur pengamat burung 22 tahun (12 – 55 tahun), (42%) perempuan, dan sebagian besar (82%) mahasiswa. Sementara itu hasil yang sedikit berbeda pada profil pengamat burung berdasarkan survei dengan questioner online,
3
dengan jumlah responden 102 orang. Menurut survai ini pengamat burung Indonesia berumur antara 19 - 52 tahun, 35,5% perempuan. Sebagian besar berpendidikan S1 (64,7% %) dan masih sebagai mahasiswa (49%). Selain itu ada juga yang bekerja sebagai dosen, guru, mahasiswa, peneliti, konsultan, wiraswasta. Kepemilikan perlengkapan dasar (binokuler) masih sangat terbatas (20%), namun banyak yang memiliki buku panduan identifikasi (78,6%) khususnya burung di Sunda besar, di mana sebagian besar pengamat burung berdomisili (Gambar 1 dan 2) . Tingkat partisipasi dalam program penelitian burung sebesar 24,9%, 42,8 %, 45,1% masing-masing pada program AWC, Raptor Watch dan MOBUPI.
Gambar 1. Perlengkapan yang dimiliki pengamat burung di Indonesia
Gambar 2. Buku identifikasi burung yang dimiliki pengamat burung di Indonesia
4
4. Peran program CS
Program CS telah berperan dalam perkembangan ornithology. Di Amerika,misalnya, data dinamika populasi dalam kurun waktu yang cukup lama dari suatu spesies dapat terkumpul berkat partisipasi warga dalam program Cristmas Bird Count atau Nest Count. Bagaimanakah peran CS di Indonesia? Survai dengan kuestioner ke pengelola CS di Indonesia mengindikasikan peran CS di Indonesia bagi perkembangakan ilmu dan aplikasinya untuk konservasi masih belum dievaluasi secara sistematis oleh para pengelola (Tabel 3). Disiminasi output program yang berupa pangkalan data, dan laporan masih terbatas pada pertemuan ilmiah. Hanya program AWC yang telah lebih jauh menggunakan hasil kegiatan untuk mendukung kebijakan dan pengelolaan kawasan lahan basah di Indonesia. CS sebenarnya juga memiliki peran penting dalam pendidikan lingkungan, pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran serta merubah warga dalam hal konservasi lingkungan atau keanekaragaman hayati. Belum banyak program CS yang melakukan kajian learning outcome dari keterlibatan warga. Bagaimanakah dampak dari keterlibatan warga bagi perkembangkan warga itu sendiri setelah berpartisipasi dalam program CS? Penulis melakukan survei untuk mengetahui tingkat perubahan warga setelah berpartisipasi dalam program CS, dalam pengetahuan, ketrampilan, minat, motivasi, dan kepercayaan diri dalam berbagai aspek yang terkait dengan obyek penelitian dan kegiatan pelestarian keanekaragaman hayati. Jumlah responden sebanyak 102, dan memberikan hasil yang sangat menarik, sebagian besar (>75%) responden mengalami perubahan dalam sumua parameter yang diukur (Gambar 3-7). Hasil ini memberikan tambahan bukti empiris tentang pentingnya program CS dalam pendidikan lingkungan dan menigkatkan peran warga dalam konsevasi keanekaragaman hayati.
5
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Gambar 3. Perubahan pengetahuan peserta program CS di Indonesia Keterangan: peubahan pengetahuan di bidang a) jenis burung, b) status populasi, c) ekologi, d) perilaku, e) factor ancaman dan e) konservasi 1: tidak ada perubahan - 5: sangat burubah
6
a)
b)
c)
d)
Gambar 4. Perubahan ketrampilan peserta program CS di Indonesia Keterangan: perubahan ketrampilan di bidang a) identifikasi jenis burung, b) teknis sensus, c) metode ekologi, d) identifikasi faktor ancaman 1: tidak ada perubahan - 5: sangat burubah
7
a)
b)
c)
d)
Gambar 5. Perubahan minat peserta program CS di Indonesia Keterangan: perubahan minat dalam hal: a) penelitian dan pengamatan, b) pilihan bidang studi, c) pengembangan karir, dan d) konservasi 1: tidak ada perubahan - 5: sangat burubah
8
a)
b)
c)
d)
Gambar 6. Perubahan motivasi peserta program CS di Indonesia Keterangan: perubahan motivasi dalam hal: a) penelitian dan pengamatan, b) pilihan bidang studi, c) pengembangan karir, dan d) konservasi 1: tidak ada perubahan - 5: sangat burubah
9
a)
b)
c)
d)
Gambar 7. Perubahan kepercayaan diri peserta program CS di Indonesia Keterangan: perubahan kepercayaan diri perserta dalam hal: a) penelitian dan pengamatan, b) pilihan bidang studi, c) pengembangan karir, dan d) konservasi 1: tidak ada perubahan - 5: sangat burubah
10
Referensi BirdLife International. 2017. Country profile: Indonesia. BirdLife International, Cambridge, UK. Bonney, R., H. Ballard, R. Jordan, E. McCallie, T. Phillips, J. Shirk, & C. C. Wilderman. 2009. Public Participation in Scientificc Research: Defining the Field and Assessing Its Potential for Informal Science Education. Center for Advancement of Informal Science Education (CAISE). Washington, D.C. Chan, S., M. J. Crosby, I. M. Z., & A. W. Tordoff. 2004. Important Bird Areas in Asia: Key Sites for Conservation. BirdLife International. McCaffrey, R., E. 2005. Using citizen science in urban bird studies. Urban Habitats 3:70-86. Stattersfield, A. J., M. J. Crosby, A. J. Long, & D. C. E. B. A. o. t. W. P. f. b. c. B. C. S. Wege. 1998. Endemic Bird Areas of the World. Priorities for biodiversity conservation. BirdLife International, Cambridge.
11
Lampiran 1. Jumlah jenis burung yang dilindungi di Indonesia berdasarkan kategori keterancamannya (Red List IUCBN)
100% 7
80%
85
18
44
14
29
60% 40%
9
20%
110
0% CR
EN
VU
NT
Unprotected
Keterangan: CR: Critiacally endangered, EN: Endangered, VU: Vulnerable, NT: Near Threatened Protected – dilindungi, Unprotected – tidak dilindungi berdasarkan Lampiran dari PP No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Lampiran 2. Ketersediaan dan kualitas data tentang burung yang terancama punah di Indonesia
CR
Not available
Poor Medium Good
1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
EN 0.1 0.4
0.1
0.8
0.6
1
1 0.9
0.5
VU
0.8
0.4 0.7
0.7 0.6
0.8
0.5
0.3
0.4
0.4 0.1
0.2
0.1
0.1
Area
No.Indv.
Pop.trend
0.1
0.25 0.06
0.03
0.2 0.03
No.Indv.
Pop.trend
0 Area
0.0
0.0
0.6 0.8
0.6
0.9
0.4
0.5
0.3 0.2
0.0
0.2 0
0.4 0.2
Area
No.Indv.
0.1
Pop.trend
Keterangan: CR: Critiacally endangered, EN: Endangered, VU: Vulnerable, NT: Near Threatened Protected – dilindungi, Unprotected – tidak dilindungi berdasarkan Lampiran dari PP No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa
12