SKRIPSI
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG MENGALAMI KECELAKAAN KERJA YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM PROGRAM BPJS (STUDI KASUS PADA HOTEL MERCURE RESORT SANUR)
OLEH : INDRIANA NODWITA SARI NIM. 1303005101
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2017
SKRIPSI
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG MENGALAMI KECELAKAAN KERJA YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM PROGRAM BPJS (STUDI KASUS PADA HOTEL MERCURE RESORT SANUR)
OLEH : INDRIANA NODWITA SARI NIM. 1303005101
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2017 ii
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KERJA YANG MENGALAMI KECELAKAAN KERJA YANG BELUM TERDAFTAR DALAM PROGRAM BPJS (STUDI KASUS PADA HOTEL MERCURE RESORT SANUR)
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
INDRIANA NODWITA SARI NIM. 1303005101
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2017
iii
Lembar Persetujuan Pembimbing SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 19 DESEMBER 2016
Pembimbing I
Dr. I Made Sarjana, S.H., M.H NIP. 196112311986011001
Pembimbing II
I Made Dedy Priyanto, S.H., M.Kn NIP. 198404112008121003
iv
Lembar Pengesahan Panitia Penguji Skripsi SKRIPSI INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL : 10 JANUARI 2017
Panitia Penguji Skripsi Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Nomor: 03/UN14.1.11/PP.05.02/2017
Pembimbing I
: Dr. I Made Sarjana, S.H., M.H
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
NIP. 196112311986011001 Pembimbing II
: I Made Dedy Priyanto, S.H., M.Kn NIP. 198404112008121003
Anggota
: 1. Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH NIP.195503061984031003 2. A.A. Ketut Sukranatha, SH., MH NIP. 195706051986011002 3. A.A. Gde Oka Parwata, SH, M.Si NIP.195712311986011003
v
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Yang Mengalami Kecelakaan Kerja Yang Tidak Terdaftar Dalam Program BPJS (Studi Kasus Pada Hotel Mercure Resort Sanur)” tepat pada waktunya. Adapun skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana. Adapun keberhasilan dalam penyusunan penulisan ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya pada: 1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH., M.Hum Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana. 2. Bapak Gde Made Swardhana, SH., MH Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana. 3. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH., MH Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana. 4. Bapak Dr. I Gede Yusa, SH., MH Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana.
vi
5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana. 6. Bapak Dr. I Made Udiana, SH., MH Pembimbing Akademik yang membimbing dan menuntun penulis sejak awal kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana. 7. Bapak Dr. I Made Sarjana, SH., MH Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dukungan, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Bapak I Made Dedy Priyanto, SH., M.Kn Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dukungan, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Dewan penguji skripsi yang telah meluangkan waktunya menguji skripsi ini. 10. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah menuntun dan memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. 11. Bapak dan Ibu Pegawai Laboratorium, perpustakaan, dan tata usaha yang telah memberikan bantuan dalam hal administrasi selama mengikuti perkuliahan dan penyusunan skripsi ini. 12. Orang Tua penulis Trisno Wibowo dan Endang Indrawati Wijaya, kakak penulis Wienda Permata Sari dan adik penulis Bayu Trihartady, Prisna Meiga Sari, Mira vii
Pebriana Sari beserta seluruh keluarga besar penulis yang penuh kesabaran, pengorbanan, dukungan, perhatian, dan terus menemani serta memberikan semangat selama penyusunan skripsi ini. 13. Orang-orang terdekat penulis Komang Agus Giri Amerta dan Ida Ayu Widhiantini yang tidak pernah bosan memberikan dukungan, bantuan, perhatian dan terus menemani serta memberikan semangat selama menjalankan studi dan penyusunan skripsi ini. 14. Teman-teman yang memberikan bantuan, Kak Daniel, Anissa Aulia, Finna Wulandari, Diah Rumika, Reninda, Atik, Prami Yunita, Dessy Nila, Nungsy, Komang Pasek, Kadek Suardika, Artini, Rasmini, serta teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan penulis satu persatu, yang telah banyak mendukung penulis baik secara materi, moril, dan doa, sehingga kelancaran selalu menyertai penulis dalam mengerjakan skripsi ini hinggal selesai. Menyadari kelemahan-kelemahan dan keterbatasan penulis, tentu banyak kekurangan dalam penulisan karya tulis ini. Karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat baik semua pihak pada umumnya. Denpasar, Januari 2017
Penulis viii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN Dengan
ini
penulis
menyatakan
bahwa
Karya
Ilmiah/Penulisan
Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku. Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa adanya paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.
Denpasar, 19 Desember 2016 Yang Menyatakan
(Indriana Nodwita Sari) NIM. 1303005101 ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ................................................................ ii PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ................................................................... iii PENGESAHAN PANITIA PENGUJI .......................................................................... iv KATA PENGANTAR .................................................................................................... v SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ viii DAFTAR ISI ................................................................................................................. ix ABSTRAK.................................................................................................................... xiii ABSTRACT................................................................................................................... xiv BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 7 1.3 Ruang Lingkup Masalah ........................................................................... 7 1.4 Orisinalitas ............................................................................................... 8 1.5 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 9 1.5.1 Tujuan umum .................................................................................... 9 1.5.2 Tujuan khusus ................................................................................. 9 1.6 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 9 1.6.1 Manfaat Teoritis ................................................................................ 9 1.6.2. Manfaat Praktis ................................................................................. 9 x
1.7 Landasan Teoritis ..................................................................................... 10 1.8 Metode Penelitian .................................................................................... 13 1.8.1. Jenis penelitian ................................................................................ 13 1.8.2. Jenis pendekatan .............................................................................. 13 1.8.3. Sifat penelitian ................................................................................. 14 1.8.4. Data dan sumber data ....................................................................... 14 1.8.5. Teknik pengumpulan data ................................................................ 15 1.8.6. Teknik penentuan sampel penelitian ................................................. 16 1.8.7. Pengolahan dan analisis data ............................................................ 16
BAB II
TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM, TENAGA KERJA, KECELAKAAN KERJA DAN BPJS 2.1 Pelindungan Hukum ................................................................................ 18 2.1.1 Pengertian perlindungan hukum ............................................................ 18 2.1.2 Dasar hukum perlindungan hukum ........................................................ 21 2.2 Tenaga Kerja ........................................................................................... 22 2.2.1 Pengertian tenaga kerja ......................................................................... 22 2.2.2 Hak dan kewajiban tenaga kerja ............................................................ 24 2.2.3 Perlindungan tenaga kerja ..................................................................... 27 2.3 Kecelakaan Kerja ..................................................................................... 31 2.3.1 Pengertian kecelakaan kerja .................................................................. 31 xi
2.3.2 Landasan yang mengatur jaminan kecelakaan kerja ............................... 37 2.4 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ....................................................... 38 2.4.1 Pengertian BPJS .................................................................................... 38 2.4.2 Tugas dan wewenang BPJS ................................................................... 41
BAB III
PERLINDUNGAN MENGALAMI TERDAFTAR
TERHADAP KECELAKAAN
DALAM
TENAGA KERJA
PROGRAM
KERJA
YANG
YANG
TIDAK
OLEH
HOTEL
BPJS
MERCURE RESORT SANUR 3.1 Bentuk Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja oleh Hotel Mercure Resort Sanur .......................................................................................... 43 3.2 Tanggung Jawab Hotel Mercure Resort Sanur terhadap Tenaga Kerja yang Mengalami Kecelakaan Kerja yang Belum Terdaftar Dalam Program BPJS ....................................................................................... 48
BAB IV
FAKTOR TERHADAP
PENGHAMBAT TENAGA
PEMENUHAN
KERJA
YANG
KEWAJIBAN MENGALAMI
KCELAKAAN KERJA YANG BELUM TERDAFTAR DALAM BPJS OLEH HOTEL MERCURE RESORT SANUR 4.1 Faktor Penghambat Pemenuhan Kewajiban dalam Pendaftaran Program BPJS oleh Hotel Mercure Resort Sanur .................................... 57 xii
4.2 Upaya Menangani Hambatan Pemenuhan Kewajiban Dalam Pendaftaran Program BPJS Oleh Hotel Mercure Resort Sanur.................................................................. 60
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 64 5.2 Saran .................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 67 LAMPIRAN RINGKASAN SKRIPSI
xiii
ABSTRAK Perlindungan bagi tenaga kerja sangat penting, terutama saat menghadapi resiko-resiko yang mungkin terjadi seperti kecelakaan kerja. Untuk melindungi keselamatan tenaga kerja diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja, upaya tersebut dengan adanya program jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS, meski program jaminan sosial telah dirancang sejak tahun 1992, ternyata masih ada pekerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS salah satunya terdapat pada Hotel Mercure Resort Sanur. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimanakah bentuk perlindungan yang diberikan terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja yang belum terdaftar dalam program BPJS oleh Hotel Mercure Resort Sanur dan apakah faktor-faktor penghambat pemenuhan kewajiban terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja yang belum terdaftar dalam program BPJS oleh Hotel Mercure Resort Sanur? Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis empiris dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan fakta. Hasil dari penelitian ini adalah bentuk perlindungan yang diberikan terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja yang belum terdaftar dalam program BPJS yaitu adanya upaya perlindungan preventif dengan menyediakan klinik untuk berobat dan upaya perlindungan represif yaitu dengan memberikan santunan pengobatan bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja yang belum terdaftar dalam BPJS. Faktor penghambat pemenuhan kewajiban oleh pihak hotel yaitu pekerja yang belum mengurus kembali KTP yang hilang, pekerja daily worker yang hanya dikontrak kerja tiga bulan saja dan belum tentu diperpanjang, pekerja yang tidak mau mendaftar pada program BPJS karena masa kontrak yang singkat, pekerja yang tidak mengetahui tentang BPJS. Saran yang dapat diberikan yaitu pihak hotel seharusnya lebih mengoptimalkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja terhadap pekerja dan sebaiknya pekerja sudah didaftarkan pada hari pertama bekerja. Pemerintah juga harus mempertegas sanksi bagi perusahaan yang belum mendaftarkan pekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Serta memberikan sosialisasi pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, juga sosialisasi mengenai adanya program jaminan sosial Pemerintah yaitu BPJS. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Tenaga Kerja, Kecelakaan Kerja, BPJS
xiv
ABSTRACT The protection for workers is very important, especially when they faced some risks that may be occur such as work accidents. To protect the safety of workers, the government organized the efforts of occupational safety and health. These program organized by BPJS, although the social security program has been designed since 1992, there are some workers who have not enrolled in the BPJS program for example in Mercure Resort Sanur. Issues that is raised in this study is how the form of protection afforded to workers injured at work who have not enrolled in the BPJS program by Mercure Resort Sanur and whether factors inhibiting the fulfillment of obligations towards workers injured at work who have not enrolled in the BPJS program by Mercure Resort Sanur? The methods which are used in this study are the method of empirical juridical approach to law and fact approach. The results of this research is a form of protection afforded to workers injured at work who have not enrolled in the BPJS program that their efforts preventive protection by providing a clinic for treatment and protection efforts repressive namely by providing donations of treatment for workers injured at work who have not registered in BPJS. Factors inhibiting the fulfillment of obligations by the hotel that the workers who have yet to return ID card is lost, workers daily worker who only contracted work three months alone and not necessarily extended, workers who do not wish to enroll in the program BPJS for the contract period is short, workers who did not know about BPJS. Advice can be given that the hotel should be more effort to optimize the safety and health of workers and the workers should have been registered on the first day of work. The government should also reinforce sanctions for companies that do not register workers in accordance with applicable regulations. As well as providing socialization of the importance of health and safety and the socialization of their social security program the Government is BPJS. Keywords: Legal Protection, Worker, Work Accidents, BPJS
xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tenaga kerja adalah salah satu langkah pembangunan ekonomi, yang mempunyai peranan signifikan dalam segala aktivitas nasional, khususnya perekonomian nasional dalam hal peningkatan produktivitas dan kesejahteraan. Tenaga kerja yang melimpah sebagai penggerak tata kehidupan ekonomi serta merupakan sumber daya yang jumlahnya melimpah.1 Oleh sebab itu dibutuhkannya lapangan pekerjaan yang dapat menampung seluruh tenaga kerja, tetapi tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan kemampuannya, sehingga tenaga kerja
yang dibutuhkan dapat
meningkatkan produktifitas
perusahaan.2 Tenaga kerja yang terampil banyak dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan, dimana untuk menjamin kesehatan dan keselamatan tenaga kerja maka perlu dibentuk perlindungan tenaga kerja, karena banyak resiko yang dapat dialami oleh pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Apabila sewaktu ketika tenaga kerja mengalami
1
Lalu Husni, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Ed-Revisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.47 2 Zainal Asikin, dkk, 2002, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cet 4, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.76
1
2
sakit akibat pekerjaannya, kecelakaan kerja maupun hari tua, sudah ada penggantian yang sesuai atas apa yang telah di kerjakannya. 3 Perlindungan Tenaga Kerja bagi pekerja sangatlah penting, sesuai dengan pelaksanaan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (yang selanjutnya disebut UUD 1945), khususnya Pasal 27 (2) tentang hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Mengingat betapa pentingnya peran ketenagakerjaan bagi lembaga/badan usaha milik negara maupun milik swasta dalam upaya membantu tenaga kerja untuk memperoleh hak-hak nya maka dirumuskanlah Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (yang selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan) Peran tenaga kerja sebagai modal usaha dalam melaksanakan pembangunan harus didukung juga dengan jaminan hak setiap pekerja. 4 Setiap tenaga kerja diberikan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya serta diberikan penghasilan yang layak sehingga dapat menjamin kesejahteraan dirinya beserta keluarga yang menjadi tanggungannya. Dalam Pasal 86 ayat (1) UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: 1) keselamatan dan kesehatan kerja; 2) moral dan kesusilaan; dan
3
Ibid, h.77 Asri Wijayanti, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, h. 6. 4
3
3) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Untuk melindungi keselamatan tenaga kerja guna mewujudkan produktifitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5 Perlindungan tenaga kerja timbul karena adanya perjanjian yang disepakati oleh pihak pengusaha dengan pekerja/buruh, sehingga menimbulkan apa yang disebut dengan hubungan kerja. Dalam lapangan perburuhan, kebijakankebijakan yang dijalankan oleh pemerintah sesuai dengan kebijakan ketenagakerjaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja/buruh dengan berbagai upaya diantaranya perbaikan upah, jaminan sosial, perbaikan kondisi kerja, dalam hal ini untuk meningkatkan kedudukan harkat dan martabat tenaga kerja. Hak atas Jaminan Sosial muncul karena memang sudah kodratnya bahwa manusia memiliki kehidupan yang tidaklah abadi. Seringkali manusia itu tertimpa ketidak beruntungan. Kehidupan manusia dapat diibaratkan seperti magnet yang memiliki dua kutub yaitu kutub utara dan selatan. Dimana hal tersebut sesuai dengan keadaan manusia yang berada dalam ketidak pastian. 6 Kemajuan pembangunan telah meningkatkan kapasitas produksi yang berarti memperluas
5
lapangan
kerja
atau
memberikan
tingkat
penghasilan,
Lalu Husni, op.cit, h.133 Zaeni Asyhadie, Aspek-aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Cet.1, PT.Rajawali, Jakarta, 2008, h.2 (selanjutnya disebut Zani Ashyhadie I) 6
4
sehingga
taraf hidup pekerja
dapat
bertambah.
Namun, keadaan
ini
tidak
berlangsung secara permanen, karena penghasilan dapat berhenti sementara atau selamanya sehingga menimbulkan kerugian bagi individu yang bersangkutan. Terhentinya penghasilan biasanya ditimbulkan karena terjadinya peristiwaperistiwa
kehidupan
mencari
nafkah
yang
menyebabkan ketidakmampuan seseorang
untuk
dan bekerja, misalnya karena kecelakaan kerja ataupun hari tua,
maka penanggulangannya harus dilakukan secara sistematis, terencana dan teratur. Adanya perlindungan tenaga kerja adalah untuk memberikan perlindungan keselamatan bagi pekerja/buruh pada saat bekerja, sehingga apabila di kemudian hari terjadi kecelakaan kerja pekerja/buruh tidak perlu khawatir karena sudah ada peraturan yang mengatur keselamatan bekerja dan tata cara penggantian ganti rugi dari kecelakaan kerja tersebut. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Kecelakaan kerja merupakan resiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. 7 Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya resiko-resiko sosial seperti sakit atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung 7
Tim Visi Yustisia, 2014, Memperoleh Jaminan Sosial Dari BPJS, cet.1, Transmedia Pustaka, Jakarta, h.8
5
jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% s/d 1,74% sesuai kelompok jenis usaha. 8 Menurut UU Ketenagakerjaan pada Pasal 99 Ayat (1) dikatakan bahwa setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Kemudian, Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (yang selanjutnya disebut UU BPJS), menyebutkan “Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada badan penyelenggara jaminan sosial sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti”. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (yang selanjutnya disebut BPJS) merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. BPJS merupakan transformasi dari Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang berdiri pada tahun 1992. BPJS sebagaimana dimaksud yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Ketenagakerjaan suatu program jaminan sosial bagi tenaga kerja bersifat wajib yang menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kematian
8
Ibid.
6
(JKM)9. Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerja terhadap resiko sosial-ekonomi yang menimpa tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan baik berupa kecelakaan kerja, sakit, hari tua maupun meninggal dunia, dengan demikian diharapkan ketenangan bagi pekerja akan terwujud, sehingga produktivitas akan semakin meningkat. Dalam prakteknya meski program jaminan sosial telah di rancang sejak tahun 1992, tenyata masih ada pekerja/buruh yang belum terdaftar sebagai peserta program ini sesuai ketentuan yang berlaku yang salah satunya terdapat pada Hotel Mercure Resort Sanur. Dalam meningkatkan produktifitasnya, Hotel Mercure Resort Sanur memiliki banyak tenaga kerja yang berkualitas dalam berbagai bidangnya. Jenis-jenis tenaga kerja yang ada pada Hotel Mercure Resort Sanur antara lain pekerja tetap, daily worker/pekerja harian lepas, kontrak dan outsourching. Pada tahun 2015, salah seorang daily worker/pekerja harian lepas yang bernama I Wayan Sukasada berumur 31 Tahun yang bekerja dibidang gardener mengalami kecelakaan kerja, ia mengalami luka dibagian tangan saat sedang memotong rumput, saat itu I Wayan Sukasada belum terdaftar dalam program BPJS dikarenakan ada hambatan dalam mendaftarkan pekerja daily worker/pekerja harian lepas yang dihadapi pihak hotel sehingga tidak mendapatkan jaminan sosial. Atas dasar latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengusulkan penelitian guna menyusun skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Yang Mengalami Kecelakaan Kerja Yang Tidak
9
Ibid. h.5
7
Terdaftar Dalam Program Bpjs (Studi Kasus Pada Hotel Mercure Resort Sanur)”
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, adalah: 1. Bagaimanakah bentuk perlindungan yang diberikan terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS oleh Hotel Mercure Resort Sanur? 2. Apakah faktor-faktor penghambat pemenuhan kewajiban terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS oleh Hotel Mercure Resort Sanur?
1.3 Ruang Lingkup Masalah Ruang
lingkup
penelitian
merupakan
bingkai
penelitian,
yang
menggambarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan membatasi areal penelitian. Untuk mencegah agar isi dan uraian tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka perlu diberikan batasan-batasan mengenai ruang lingkup masalah yang akan dibahas. 10 Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini hanya membatasi untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang
10
Bambang Sunggono, 2007, Metodelogi Penelitian Hukum, Cet.7, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 111.
8
mengalami kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS serta apa faktor-faktor penghambat pemenuhan kewajiban terhadap tenaga kerja suatu perusahaan yang mengakibatkan tenaga kerja belum terdaftar dalam program BPJS.
1.4 Orisinalitas Dalam rangka menghindari plagiat dalam penulisan ini, maka penulis mencantumkan beberapa karya ilmiah terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja yang Mengalami Kecelakaan Kerja yang Tidak Terdaftar dalam Program BPJS. Tabel 1.1 Daftar Penelitian Sejenis No
Judul Skripsi
Penulis
Metode Pendekatan
1
Pelaksanaan Program Jaminan Kecelakaan Kerja Di PT Wijaya Karya
Binugrah Adi Wiguna (mahasiswa fakultas hukum universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2010)
1. Bagaimana tanggung jawab PT Wijaya Karya terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan kerja? 2. Bagaimana Prosedur Pemberian jaminan kecelakaan kerja oleh PT JAMSOSTEK terhadap pekerja di PT Wijaya Karya?
Tabel 1.2 Daftar Penelitian Sejenis
9
No
Judul Skripsi
Penulis
2
Perlindungan Hukum Tenaga Kerja dalam Program JAMSOSTEK serta fungsi dan peran JAMSOSTEK sebagai Penjamin Keselamatan Tenaga Kerja di Kota Jambi.
Hari Anggara (mahasiswa fakultas hukum universitas Islam Indonesia) Tahun 2010
Rumusan Masalah 1. Bagaimana Pelaksanaan Program JAMSOSTEK dalam perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di Kota Jambi? 2. Apa saja kendala yang dihadapi PT. JAMSOSTEK dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di Kota Jambi?
1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan umum Untuk mengetahui dan memahami bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap pekerja/buruh yang mengalami kecelakaan kerja tanpa adanya jaminan kecelakaan kerja. 1.5.2 Tujuan khusus Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang menghambat perusahaan tidak mendaftarkan program BPJS berdasarkan ketentuan Pasal 15 UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. 1.6 Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
10
Sebagai bahan atau data informasi di bidang ilmu hukum bagi mahasiswa, akademisi ataupun masyarakat umum, dan sebagai upaya untuk menambah pengetahuan mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh yang mengalami kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS. Serta memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum dan Hukum Ketenagakerjaan pada khususnya. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan solusi yang tepat bagi Pemerintah, Pekerja dan Pihak Hotel terhadap perlindungan hukum pekerja/buruh yang mengalami kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS. 1.7 Landasan Teoritis Pada hakekatnya, setiap negara pasti memberikan suatu perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya. Di dalam UUD 1945 alenia ke-4 disebutkan bahwa "Pemerintah negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum…." Ini menunjukan bahwa pemerintah memberikan perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk para pekerja dan buruh. Perlindungan tenaga kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
11
barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.11 Ada dua macam perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.
12
1. Perlindungan hukum preventif Perlindungan hukum preventif artinya rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang defmitive. Dalam hal ini artinya perlindungan hukum yang preventif ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan. Menurut Philipus M.Hadjon preventif merupakan keputusan keputusan dari aparat pemerintah yang lebih rendah yang dilakukan sebelumnya.Tindakan preventif adalah tindakan pencegahan.13 2.
Perlindungan hukum represif
11
Hardijan Rusli, 2003, Hukum Ketenagakerjaan. Ghalian Indonesia , Jakarta, h. 12. Philipus M.Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu Surabaya, h.1 13 Hadjon , dkk, 2002, Pengantar Administrasi Negara, Gajah Mada University, Yogyakarta, h. 3. 12
12
Perlindungan hukum represif, yaitu perlindungan hukum yang diberikan setelah adanya sengketa. Perlindungan hukum represif ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Menurut Imam Soepomo, perlindungan tenaga kerja menjadi 3 (tiga) macam yaitu : a. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja mengenyam dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga. Perlindungan sosial ini disebut juga dengan kesehatan kerja. b. Perlindungan teknis, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja terhindar dari bahaya kecelakaan saat bekerja. Perlindungan ini disebut sebagai keselamatan kerja. c. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ketiga perlindungan jenis ini disebut jaminan sosial. 14 Dalam hukum ketenagakerjaan bentuk perlindungan hukum yang diberikan berupa perlindungan hukum dibidang keamanan kerja dimana baik dalam waktu yang relatif singkat atau lama akan aman dan ada jaminan keselamatan bagi pekerja. Dengan adanya perlindungan hukum terhadap pekerja, negara mewajibkan kepada pengusaha untuk menyediakan alat keamanan kerja bagi pekerja. Dalam hal pertanggungjawaban terhadap pekerja apabila terjadi kecelakaan kerja ketika melaksanakan kewajibannya dalam pekerjaan, maka pengusaha akan menanggung
14
Zaeni Asyhadie, 2008, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), edisi revisi 2, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 20. (selanjutnya disebut Zani Ashyhadie II)
13
beban yang timbul secara materiil dengan memberikan penggantian dari biaya yang timbul akibat kecelakaan kerja. 15 Perlindungan pekerja dapat dilakukan, baik dengan jalan memberikan tuntunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja itu. Dengan demikian maka perlindungan kerja ini akan mencangkup : 1. Norma keselamatan kerja yang meliputi keselamatan kerja, keadaan tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan. 2. Norma kesehatan kerja dan heigiene kesehatan perusahaan yang meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, perawatan tenaga kerja yang sakit. 3. Norma kerja yang meliputi perlindungan terhadap tenaga kerja yang berkaitan dengan waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti. 4. Kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan. 16 1.8 Metode Penelitian 1.8.1 Jenis penelitian
15
Soedarjadi, 2008, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,
h. 53. 16
Zainal Asikin, op.cit, h. 96.
14
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian Yuridis-Empiris. Jenis penelitian ini merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kebenaran, yaitu dengan membandingkan aturan yang ada dengan pelaksanaannya atau kenyataan dalam masyarakat (dasollen dan dassein).17 Pertimbangan dalam penggunaan jenis penelitian ini dikarenakan obyek kajian yang akan diteliti terdapat kesenjangan antara peraturan yang ada dengan pelaksanaanya di masyarakat, berkenaan dengan bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan yang tidak terdaftar dalam program BPJS. 1.8.2. Jenis pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan fakta (The Fact Approach) dan pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach). Pendekatan fakta (The Fact Approach) dilakukan dengan melihat keadaan nyata di wilayah penelitian. Pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach) dilakukan dengan kajian terhadap undang-undang
yang dikaitkan dengan
permasalahan yang ada di lapangan.18 Pendekatan fakta ini, merupakan data primer yang diperoleh dalam penelitian di lapangan, sedangkan data penelitian sekunder diperoleh melalui pendekatan perundang-undangan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutpaut dengan isu hukum yang sedang ditangani, dalam penelitian ini terkait
17 18
Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 36. Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, h. 97.
15
dengan bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan yang tidak terdaftar dalam program BPJS. 1.8.3. Sifat penelitian Sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang bersifat menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Sehingga dalam penelitian ini akan difokuskan pada penggambaran / pemaparan khususnya mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan yang tidak terdaftar dalam program BPJS. 1.8.4 Data dan sumber data Pada penulisan dan penelitian ini, adapun data yang digunakan adalah bersumber dari: 1. Data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari sumber utama di lapangan, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari responden maupun informan, dimana data tersebut berasal dari observasi atau pengamatan secara langsung ke tempat kejadian dan melalui wawancara. Informan bisa di artikan sebagai seseorang atau lebih yang memberikan informasi kepada tentang segala hal yang berkaitan dengan subjek penelitian. 19 Responden adalah seseorang atau lebih yang dapat memberikan tanggapan atas pertanyaan
19
Jakarta, h.81.
Ade Saptomo, 2009, Pokok pokok metodologi Penelitian Hukum Empiris Murni, Trisakti,
16
yang di ajukan peneliti kepadanya lewat daftar pertanyaan. 20 Dalam hal ini pihakpihak yang mengetahui atau sebagai responden terkait mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan yang tidak terdaftar dalam program BPJS, adalah Hotel Mercure Resort Sanur. 2. Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dari penelitian kepustakaan (library research), yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dalam bentuk bahan-bahan hukum. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat menjelaskan bahan hukum primer yang meliputi buku-buku atau literatur dan bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang dapat menjelaskan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang meliputi kamus hukum dan ensiklopedi. 1.8.5 Teknik pengumpulan data Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis pengumpul data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, wawancara atau interview.21 Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah teknik wawancara (interview) dan teknik wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya kepada seseorang melainkan juga dibarengi dengan pertanyaan-pertanyaan yang diperuntukkan kepada
narasumber atau informan,
pertanyaan itu dirancang untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang relevan dengan 20
Ibid, h. 82. Soerjono Soekanto, 1990, Ringkasan Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Cet. Ke-1, IND-HILL-CO, Jakarta, h. 114. 21
17
masalah penelitian ini, hal tersebut dilakukan agar hasil wawancara nantinya memiliki nilai validitas. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada narasumber yang bekerja di Hotel Mercure Resort Sanur. Penelitian akan dilakukan di Hotel Mercure Resort Sanur Resort Sanur. 1.8.6. Teknik penetuan sampel penelitian Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non-probability sampling dengan bentuk purposive sampling. Berdasarkan teknik purposive sampling, sampel pertama yang diteliti ditentukan sendiri oleh si peneliti yaitu dengan, yang mana penunjukkan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya, yaitu dapat memahami dan mampu untuk mendeskripsikan permasalahan yang diteliti. Teknik non probability sampling dengan bentuk purposive sampling ini digunakan karena penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dan data tentang populasi belum dapat ditentukan secara pasti jumlahnya. 1.8.7. Pengolahan dan analisis data Setelah data ini dikumpulkan dan dicari kebenarannya dalam hubungannya dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, kemudian data ini dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Dijelasakan pada Buku Pedoman Fakultas Hukum Universitas Udayana bahwa penelitian dengan teknik analisis kualitatif atau analisis deskriptif, keseluruhan data yang terkumpul dari data primer maupun
18
sekunder akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan ke dalam pola dan tema, dikategorikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu dengan yang lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data dan proses analisis tersebut dilakukan terus menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis, kemudian dilakukan analisis secara kualitatif, kemudian data akan disajikan secara deskriptif, kualitatif dan sistematis.
BAB II TINJAUAN UMUM PELINDUNGAN HUKUM, TENAGA KERJA, KECELAKAAN KERJA DAN BPJS 2.1. Perlindungan Hukum 2.1.1. Pengertian perlindungan hukum Perlindungan hukum diartikan sebagai suatu bentuk tindakan atau perbuatan hukum pemerintah yang diberikan kepada subjek hukum sesuai dengan hak dan kewajibannya yang dilaksanakan berdasarkan hukum positif di Indonesia. Perlindungan hukum timbul karena adanya suatu hubungan hukum. Hubungan hukum adalah interaksi antara subjek hukum yang memiliki relevansi hukum atau mempunyai akibat hukum (timbulnya hak dan kewajiban). 22 Perlindungan Hukum juga dapat diartikan sebagai segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada. 23 Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum pria maupun wanita, sistem pemerintahan negara sebagaimana yang telah dicantumkan dalam penjelasan UUD 1945 diantaranya
22
Soeroso, 2006, Pengahantar Ilmu Hukum, Cetakan Kedelapan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, h. 49. 23 Yulies Tiena Masriani, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.7
19
20
menyatakan prinsip "Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaaf) dan pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar)", elemen pokok negara hukum adalah pengakuan dan perlindungan terhadap "fundamental rights". Hubungan hukum tersebut dilakukan antara subyek hukum, baik manusia (naiurlijke person), badan hukum (Recht Persoon) maupun jabatan (ambt) merupakan bentuk dari perbuatan hukum, yang mana masing-masing subyek hukum merupakan pemikul hak dan kewajiban dalam melakukan tindakan hukum berdasarkan atas kemampuan dan kewenangan. Hubungan hukum yang terjadi akibat interaksi antar subyek hukum tersebut secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan adanya relevansi serta adanya akibat-akibat hukum24. Sehingga nantinya agar suatu hubungan hukum tersebut dapat berjalan dengan seimbang serta adil dalam arti setiap subyek hukum mendapatkan apa yang menjadi haknya serta dapat menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya, maka hukum tampil sebagai aturan main yang mengatur, melindungi serta menjaga hubungan tersebut. Menurut Philipus M. Hadjon, dimana dikemukakan bahwa perlindungan hukum di dalam kepustakaan hukum bahasa Belanda dikenal dengan sebutan "rechtbescheming van de burgers". 25 Jadi pendapat tersebut menunjukan kata perlindungan
24 25
hukum
merupakan
Ibid. h. 51 Philipus M.Hadjon , op.cit, h. 1.
terjemahan
dari
bahasa
Belanda
yakni
21
"rechtbescherming". Maka perlindungan hukum diartikan suatu usaha untuk memberikan hak-hak pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan. Ada dua macam perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. 26 1. Perlindungan hukum preventif. Preventif artinya rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive. Dalam hal ini artinya perlindungan hukum yang preventif ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati hati dalam mengambil keputusan. Menurut Philipus M. Hadjon Preventif merupakan keputusan keputusan dari aparat pemerintah yang lebih rendah yang dilakukan sebelumnya. Tindakan preventif adalah tindakan pencegahan. 27 Jika dibandingkan dengan teori perlindungan hukum yang represif, teori perlindungan hukum yang preventif dalam perkembangannya agak ketinggalan, namun akhir-akhir ini disadari pentingnya teori perlindungan hukum preventif 26 27
Philipus M.Hadjon, loc.it. Hadjon, dkk, loc.it.
22
terutama dikaitkan dengan asas freies ermesen (discretionaire bevoegdheid). Asas freies ermesen, yaitu kebebasan bertindak untuk memecahkan masalah yang aturannya belum ada, sedangkan masalah itu harus diatasi dengan segera. 28 2. Perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum represif, yaitu perlindungan hukum yang diberikan setelah adanya sengketa. Perlindungan hukum represif ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. 2.1.2 Dasar hukum perlindungan hukum Dalam merumuskan prinsip perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia, landasan berpijaknya adalah Pancasila sebagai dasar ideologi dan dasar falsafah negara. Pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dikatakan bersumber pada Pancasila, karena pengakuan dan perlindungan terhadapnya secara intrinsik melekat pada Pancasila. Selain bersumber pada Pancasila prinsip perlindungan hukum juga bersumber pada prinsip negara hukum.
29
Perlindungan Hukum berdasar pada: 1. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
28
Hadjon, dkk. op.cit, h.3. Fitri Hidayat, 2013, “Perlindungan Hukum Unsur Esensial Dalam Suatu Negara Hukum”, URL:http://fitrihidayat-ub.blogspot.co.id/2013/07/perlindungan-hukum-unsur-esensial-dalam.html (diakses pada 30 Oktober 2016) 29
23
2. Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” 3. Pasal 28 ayat (5) UUD 1945 yang berbunyi “Untuk menegakkan dan melindungi Hak Asasi Manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan Hak Asasi Manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.” 4. Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.” 5. Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan 2.2 Tenaga Kerja 2.2.1 Pengertian tenaga kerja Dalam Pasal 1 angka 2 UU Ketenagakerjan menyatakan bahwa “tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”. Pengertian tenaga kerja dalam UU Ketenagkerjaan tersebut menempurnakan pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan yang memberikan pengertian tenaga kerja adalah “setiap orang yang mampu melalukan pekerjaan dengan baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”30
30
Lalu Husni, op.cit, h. 28.
24
Payaman Simanjuntak menyatakan tenaga kerja
(manpower) adalah
“penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga31. Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurutnya ditentukan oleh umur/usia”. Batas umur minimum tenaga kerja di Indonesia yaitu antara 13 tahun sampai dengan 15 tahun untuk melakukan pekerjaan yang ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial. Hal ini tercantum dalam ketentuan Pasal 69 UU Ketenagakerjaan. Dengan demikian, tenaga kerja di Indonesia adalah setiap penduduk yang berumur 13 tahun atau lebih, sedangkan penduduk yang berumur dibawah 13 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja atau dengan kata lain, tenaga kerja adalah bagian dari penduduk, yaitu penduduk dalam usia kerja. Tenaga kerja (manpower) terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labour force terdiri dari : a. golongan yang bekerja, dan b. golongan yang menganggur atau yang sedang mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari : a. mereka yang dalam studi b. mereka yang mengurus rumah tangga
31
Sendjun H. Manulang, 2001, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Bhineka Cipta, Jakarta, h. 3
25
c. golongan penerima pendapatan yakni mereka yang tidak melakukan aktivitas ekonomi tapi memperoleh pendapatan misalnya pensiunan, penerima bunga deposito dan sejenisnya. 32 Pengertian pekerja menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan adalah “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Pengertian setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat dapat meliputi setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain atau orang yang bekerja sendiri dengan tidak menerima upah/imbalan. Adapun macam-macam tenaga kerja meliputi : a. pegawai negeri b. pekerja formal c. pekerja informal d. orang yang belum bekerja atau pengangguran. 2.2.2 Hak dan kewajiban tenaga kerja 1) Hak tenaga kerja Dalam pembangunan nasional peran tenaga kerja sangat penting, sehingga perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa 32
Lalu Husni, op.cit, h. 29.
26
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh. 33 Berbicara mengenai hak pekerja/buruh berarti membicarakan hak-hak asasi, maupun hak bukan asasi. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diri pekerja/buruh itu sendiri yang dibawa sejak lahir dan jika hak tersebut terlepas dari diri pekerja itu akan turun derajat dan harkatnya sebagai manusia. Sedangkan hak yang bukan asasi berupa hak pekerja/buruh yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang sifatnya non asasi.34 Hak tenaga kerja adalah sebai berikut: 1. Imbalan kerja (gaji, upah dan sebagainya) sebagaimana telah diperjanjikan bila ia telah melaksanakan kewajiban 2. Fasilitas dan berbagai tunjangan/dana bantuan yang menurut perjajian akan diberikan oleh pihak majikan/perusahaan kepadanya 3. Perlakuan yang baik atas dirinya melalui penghargaan dan penghormatan yang layak, selaras dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia 4. Perlakuan yang adil dan seimbang antara dirinya dan kawan-kawannya, dalam tudas dan penghasilannya masing-masing dalam angka perbandingan yang sehat 5. Jaminan kehidupan yang wajar dan layak dari pihak majikan/perusahaan 6. Jaminan perlindungan dan keselamatan diri dan kepentingan selama hubungan kerja berlangsung 7. Penjelasan dan kejelasan status, waktu dan cara kerjanya pada majikan/perusahaan.35 8. Menyatakan keberatan melakukan pekerjaan bila syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat perlindungan diri yang diwajibkan tidak dipenuhi, kecuali dalam toleransi khusus yang ditetapkan lain oleh pegawai pengawas.
33
Adrian Sutedi, 2011, Hukum Perburuhan, Ed-1. Cet.2,Sinar Grafika, Jakarta, h. 14. Ibid, h. 15 35 A. Ridwan Halim, 1990, Hukum Perburuhan Dalam Tanyak Jawab, Balai Akasara, Jakarta,
34
h. 45.
27
Adapun hak-hak tenaga kerja yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut: 1. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dankemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap penyandang cacat. 2. Setiap tenaga kerja berhak memperoleh, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat serta kemampuannya melalui pelatihan kerja. 3. Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja. 4. Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi. 5. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. 6. Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan waktu istirahat dan cuti, dan berhak mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya. 7. Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. 8. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat sebelum dan sesudah melahirkan, bagi pekerja yang mengalami keguguran kandungan sesuai dengan surat keterangan dokter atau bidan kandungan. 9. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
28
a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. moral dan kesusilaan; dan c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai- nilai agama. 10. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, artinya pendapatan atau penerimaan pekerja/buruh dari hasil pekerjaanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua. 11. Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya. 12. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. 13. Pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh berhak melakukan mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib dan damai apabila tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian hubungan industrial yang disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan atau perundingan mengalami jalan buntu. 36
2)
Kewajiban tenaga kerja Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh
berdasarkan perjanjian kerja. Dalam hubungan kerja pasti muncul kewajibankewajiban para pihak. Adapun kewajiban-kewajiban pekerja/buruh adalah sebagai berikut : 1. Wajib melakukan pekerjaan sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak. Dalam melaksanakan isi perjanjian, pekerja 36
Abdul Khakim, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 103.
29
melakukan sendiri apa yang menjadi pekerjaannya. Akan tetapi, dengan seizin pengusaha/majikan pekerjaan tersebut dapat digantikan oleh orang lain. 2. Wajib menaati aturan dan petunjuk dari pengusaha/majikan. Aturanaturan yang wajib ditaati tersebut antara lain dituangkan dalam tata tertib perusahaan dan peraturan perusahaan. Perintah-perintah yang diberikan oleh majikan wajib ditaati pekerja sepanjang diatur dalam perjanjian kerja, undang-undang dan kebiasaan setempat. 3. Kewajiban untuk membayar ganti rugi dan denda apabila pekerja dalam melakukan pekerjaannya akibat kesengajaan atau karena kelalaiannya sehingga menimbulkan kerugian, kerusakan, kehilangan atau lain kejadian yang sifatnya tidak menguntungkan atau merugikan majikan, maka atas perbuatan tersebut pekerja wajib menanggung resiko yang timbul. 37 4. Kewajiban untuk bertindak sebagai pekerja yang baik. Pekerja wajib melaksanakan kewajibannya dengan baik seperti yang tercantum dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, maupun dalam perjanjian kerja bersama. Selain itu, pekerja juga wajib melaksanakan apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan menurut peraturan perundang-undangan, kepatutan, maupun kebiasaan. 38 2.2.3 Perlindungan tenaga kerja Dalam melaksanakan perlindungan terhadap tenaga kerja harus diusahakan adanya perlindungan dan perawatan yang layak bagi semua tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari, terutama dalam bidang keselamatan kerja serta menyangkut norma-norma perlindungan tenaga kerja.39 Tujuan perlindungan tenaga kerja adalah untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah,
37
Lalu Husni, op. cit, h. 69. F.X. Djumialdji, 2008, Perjanjian Kerja (Edisi Revisi). Sinar Grafika, Jakarta, h. 43. 39 Wiwiho Soedjono, 2000, Hukum Perjanjian Kerja, Bina Aksara, Jakarta, h. 42. 38
30
pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tenaga kerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 40 Perlindungan tenaga kerja sangat mendapat perhatian dalam Hukum Ketenagakerjaan. Beberapa Pasal dalam UU Ketenagakerjaan yang mengatur hal itu, diantaranya: 1. Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan (Pasal 4 huruf c). 2. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan (Pasal 5) 3. Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha (Pasal 6) 4. Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja (Pasal 11) 5. Setiap pekerja atau buruh memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya (Pasal 12 ayat (3)) 6. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri (Pasal 31) 7. Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral, dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat martabat manusia serta nilai-nilai agama (Pasal 86 ayat (1)) 8. Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemausiaan (Pasal 88 ayat (1)) 9. Setiap pekerja atau buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja (Pasal 99 ayat (1)) 10. Setiap pekerja atau buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja atau buruh (Pasal 104 ayat (1))41 40
Abdul Khakim, 2007, Pengangar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 103. 41 Eko Wahyudi, 2016, Hukum Ketenagakerjaan, Sinar Graika, Jakarta, h.31-32
31
Secara yuridis, Pasal 5 memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dengan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat. Adapun Pasal 6 mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan hak dan kewajiban pekerja atau buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama warna kulit, dan aliran politik. Lingkup
perlindungan
terhadap
pekerja
atau
buruh
menurut
UU
Ketenagakerjaan: 1. perlindungan atas hak-hak dasar pekerja atau buruh untuk berunding dengan perusahaan; 2. perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja; 3. perlindungan khusus bagi pekerja atau buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat; 4. perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga kerja.42 Perlindungan tenaga kerja bertujuan untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Untuk ini pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut
42
Ibid, h.32
32
Soepomo dalam Asikin perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut: 1. perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya. 2. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi. 3. Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja. 43 Ketiga jenis perlindungan di atas mutlak harus dipahami dan dilaksanakan sebaik-baiknya oleh pengusaha sebagai pemberi jasa. Jika pengusaha melalukan pelanggaran, maka dikenakan sanksi. Dasar hukum perlindungan tenaga kerja antara lain : a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39) b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1) c. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 131)
43
Ibid. h. 33
33
d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6) e. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1954 tentang Istirahat Tahunan bagi Buruh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 7) f. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116) 2.3 Kecelakaan Kerja 2.3.1 Pengertian kecelakaan kerja Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Kecelakan kerja diartikan sebagai suatu kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja termasuk sakit akibat hubungan kerja, demikian pula terhadap kecelakaan kerja yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang kembali dari melalui jalan yang biasa atau jalan yang wajar dilalui. Namun, tidak semua kecelakaan kerja dapat dikategorikan dalam kecelakaan kerja. Ada beberapa jenis kecelakaan yang pada awalnya tidak dapat dikategorikan dalam kecelakaan kerja, namun karena perkembangan teknologi jenis kecelakaan dimasukkan sebagai kecelakaan kerja. Dengan perkembangan yang demikian, maka tidak hanya meliputi kecelakaan di perusahaan saja yang termasuk kecelakaan kerja, tetapi tetapi juga meliputi kecelakaan lalu lintas yang timbul pada saat pergi dan pulang dari tempat
34
kerja. Demikian juga kecelakaan kerja kadangkala diperluas dengan meliputi penyakit akibat kerja. Ada 3 (tiga) jenis kecelakaan kerja, yaitu : a. Golongan pertama, yang mengartikan kecelakaan kerja secara sempit yaitu golongan yang hanya meliputi kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan saja. b. Golongan kedua, yang mengartikan kecelakaan yang bukan hanya terjadi di perusahaan saja, tetapi juga penyakit yang timbul akibat hubungan kerja di perusahaan tempat bekerja. c. Golongan ketiga, yang mengartikan kecelakaan kerja secara luas, yaitu jenis kecelakaan yang meliputi golongan pertama dan golongan kedua ditambah kecelakaan (lalu lintas) yang terjadi pada saat pulang dan pergike tempat kerja, dengan melalui rute yang biasa dilalui. 44 Sedangkan menurut Manulang kecelakaan kerja meliputi: a. Kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja atau lingkungan tempat kerja. b. Kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dan pulang dari tempat kerja, sepanjang melalui perjalanan yang wajar dan biasa dilewati setiap hari. c. Kecelakaan terjadi di tempat lain dalam rangka tugas atau secara langsung bersangkut paut dengan penugasan dan tidak ada unsur kepentingan pribadi. d. Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja. 45 Dalam kaitanya dengan kecelakaan kerja, ada suatu jenis kecelakaan yang tidak dapat di kategorikan sebagai kecelakaan kerja. Jenis-jenis kecelakaan tersebut adalah: a. Kecelakaan yang terjadi pada waktu cuti, yaitu yang bersangkutan sedang bebas dari urusan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Jika yang bersangkutan mendapat panggilan atau tugas dari perusahaan, dalam perjalanan memenuhi panggilan tersebut, yang bersangkutan sudah dijamin oleh jaminan kecelakaan kerja.
44 45
Zaeni Asyhadie I, op.cit., h. 131 Sendjun H. Manulang, op.cit, Jakarta, h. 115
35
b. Kecelakaan yang terjadi di mes/perkemahan yang tidak berada di lokasi tempat kerja. c. Kecelakaan yang terjadi dalam rangka melakukan kegiatan yang bukan merupakan tugas dari atasan, untuk kepentingan perusahaan. d. Kecelakaan yang terjadi pada waktu yang bersangkutan meninggalkan tempat kerja untuk kepentingan pribadi. 46 Kecelakaan didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tak terduga, semula tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik bagi manusia dan atau harta benda, sedangkan kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan dan tidak terencana yang mengakibatkan luka, sakit, kerugian baik pada manusia, barang maupun lingkungan. 47 Kerugian-kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan dapat berupa banyak hal yang mana telah dikelompokkan menjadi 5, yaitu : a. Kerusakan; b. Kekacauan organisasi; c. Keluhan, kesakitan dan kesedihan; d. Kelainan dan cacat; e. Kematian. Pada dasarnya terjadinya kecelakaan kerja dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu: 1. Unsafe Condition
46
Zaeni Asyhadie I, op.cit, h. 137 Anonim, 2015, “Definisi dan Pengertian Kecelakaan Kerja Serta Latar Belakang Faktor Terjadinya Kecelakaan Kerja” URL: http://www.definisi-pengertian.com/2015/07/definisi-pengertianfaktor-kecelakaan-kerja.html (diakses tanggal 28 Oktober 2016) 47
36
Dimana kecelakaan terjadi karena kondisi kerja yang tidak aman, sebagai akibat dari : a. Mesin, Peralatan, Bahan, dsb b. Lingkungan Kerja c. Proses Kerja d. Sifat Pekerjaan e. Cara Kerja 2. Unsafe Action Dimana kecelakaan terjadi karena perbuatan/tindakan yang tidak aman, sebagai akibat dari : a. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan b. Karakteristik fisik c. Karakteristik mental psikologis d. Sikap dan tingkah laku yang tidak aman48 Selain itu ada beberapa faktor penyebab kecelakaan kerja yang dikategorikan menjadi 3 (tiga) faktor yaitu faktor teknis, faktor non-teknis dan faktor alam. 1. Faktor Teknis a. Tempat kerja
48
Ibid.
37
Tempat kerja harus memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja, seperti ukuran ruangan tempat kerja, penerangan, ventilasi udara, suhu tempat kerja, lantai dan kebersihan luangan, kelistrikan ruang, pewarnaan, gudang dan lain sebagainya. Jika tempat kerja tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, maka kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi. b. Kondisi peralatan Mesin-mesin dan peralatan kerja pada dasarnya mengandung bahaya dan menjadi sumber terjadinya kecelakaan kerja. Misalnya karena mesin atau peralatan yang berputar, bergerak, bergesekan, bergerak bolak-balik, belt atau sabuk yang berjalan, roda gigi yang bergerak, transmisi serta peralatan lainnya. Oleh karena itu, mesin dan peralatan yang potensial menyebabkan kecelakaan kerja harus diberi pelindung agar tidak membahayakan operator atau manusia. c. Bahan-bahan dan peralatan yang bergerak Pemindahan barang-barang yang berat atau yang berbahaya (mudah meledak, pelumas, dan lainnya) dari satu tempat ke tempat yang lain sangat memungkinkan terjadi kecelakaan kerja. Untuk menghindari kecelakaan kerja tersebut, perlu dilakukan pemikiran dan perhitungan yang matang, baik metode memindahkannya, alat yang digunakan, jalur yang akan di lalui, siapa yang bisa memindahkan dan lain sebagainya. Untuk bahan dan peralatan yang berat diperlukan alat bantu seperti forklift. Orang yang akan mengoperasikan alat bantu ini harus mengerti benar cara menggunakan forklift, karena jika
38
tidak, kemungkinan akan timbul kesalahan dan mengancam keselamatan lingkungan maupun tenaga kerja lainnya. d. Transportasi Kecelakaan kerja yang diakibatkan dari penggunaan alat transportasi juga cukup banyak. Dari penggunaan alat yang tidak tepat (asal-asalan), beban yang berlebihan (overloading), jalan yang tidak baik (turunan, gelombang, licin, sempit), kecepatan kendaraan yang berlebihan, penempatan beban yang tidak baik, semuanya bisa berpotensi untuk terjadinya kecelakaan kerja. Upaya untuk mengatasi hal tersebut di atas, diantaranya adalah memastikan jenis transportasi yang tepat dan aman, melaksanakan operasi sesuai dengan Standart Operational Procedure (SOP), jalan yang cukup, penambahan tandatanda keselamatan, pembatasan kecepatan, jalur khusus untuk transportasi (misal dengan warna cat) dan lain sebagainya. e. Tools (Alat) Kondisi suatu peralatan baik itu umur maupun kualitas sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Alat-alat yang sudah tua kemungkinan rusak itu ada. Apabila alat itu sudah rusak, tentu saja dapat mengakibatkan kecelakaan. Melakukan peremajaan pada alat-alat yang sudah tua dan melakukan kualitas kontrol pada alat-alat yang ada di tempat kerja.49
49
Ibid.
39
2. Faktor non-teknis a. Ketidaktahuan; b. Kemampuan yang kurang; c. Ketrampilan yang kurang; d. Bermain-main; e. Bekerja tanpa peralatan keselamatan. 3. Faktor alam a. Gempa bumi; b. Banjir; c. Tsunami; d. Tornado/Puting Beliung. 2.3.2 Landasan yang mengatur jaminan kecelakaan kerja BPJS Ketenagakerjaan merupakan penyelenggara jaminan sosial yang berfungsi menyelenggarakan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), program Jaminan Kematian (JK), program Jaminan Pensiun (JP) dan Program Jaminan Kematian (JKM). Kecelakan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja termasuk sakit akibat hubungan kerja, demikian pula terhadap kecelakaan kerja yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang kembali dari melalui jalan yang biasa atau jalan yang wajar dilalui. Iuran jaminan kecelakaan kerja ini sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha yang besarnya antara
40
0,24-1,74% dari upah kerja sebulan. Besarnya iuran tergantung dari tingkat resiko kecelakaan yang mungkin terjadi dari suatu jenis usaha tertentu, semakin besar tingkat resiko tersebut, semakin besar iuran kecelakaan kerja yang harus dibayar dan sebaliknya, semakin kecil tingkat resiko semakin kecil pula iuran yang harus dibayar.50 Pembayaran iuran yang dilakukan oleh pengusaha kepada badan penyelenggara, dilakukan setiap bulan dan disetor secara lunas paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran dikenakan denda. Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas jaminan kecelakaan kerja berupa penggantian biaya berupa: a. Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja kerumah sakit dan atau/ kerumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan b. Biaya pemeriksaan dan/atau perawatan selama dirumah sakit, termasuk rawat jalan. c. Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthose) dan/ atau alat ganti (prothose) bagi tenaga kerja yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja. 51 Sistem Jaminan Sosial Nasional (yang selanjutnya disebut SJSN) pada dasarnya
merupakan
program
Negara
yang
bertujuan
memberi
kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program BPJS, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau 50 51
Lalu Husni, opcit, h. 153 Lalu Husni, loc.it.
41
berkurangnya pendapatan, karena mengalami Kecelakaan Kerja. Jaminan Kecelakaan Kerja diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (yang selanjutnya disebut PP Nomor 44 Tahun 2015). 2.4 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 2.4.1 Transformasi BPJS Pengertian BPJS dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat (1) UU BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara dalam memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat demi terciptanya kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain diamanatkan dalam pancasila, mengenai kewajiban Negara menyelenggarakan program jaminan sosial juga tersurat dalam Pasal 28 H dan Pasal 34 UUD 945 yang menyatakan Negara wajib memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial terhadap seluruh rakyat Indonesia. Jaminan sosial merupakan bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat sesuai dengan kemampuan negara demi memberikan keringanan bagi masyarakat dari segi ekonomi serta tepat guna melalui badan atau organisasi. Sejalan dengan hal ini, maka pemerintah memandang perlu adanya alat yang berbentuk organisasi atau badan khusus yang menangani jaminan sosial.
42
Sebelum tahun 2014 terdapat empat BUMN yang berperan sebagai penyelenggara program jaminan sosial, yaitu PT. Jamsostek, PT. Taspen, PT. Asabri dan PT Askes. 52 Namun kemudian dalam Ketetapan MPR NomorX/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Lembaga Tinggi Negara pada sidang tahunan MPR RI Tahun 2001 menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu. Sehingga pada awal tahun 2014, untuk menindaklanjuti ketentuan Pasal 5 ayat 1 Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang menyebutkan bahwa badan penyelenggara jaminan sosial harus dibentuk dengan Undang – Undang maka dibentuklah UU BPJS demi memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 53 UU BPJS kemudian memerintahkan transformasi terhadap keempat Perseroan Terbatas yang selama ini bergerak dibidang jaminan sosial menjadi dua BPJS. PT. Askes bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan Pasal 60 ayat (3) huruf a UU BPJS dan PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan Pasal 62 ayat (1) UU BPJS. Kedua perusahaan ini yang sebelumnya merupakan
52
Jamsos Indonesia, 2016, “Transformasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial” URL: http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/387 (diakses pada tanggal 30 Oktober 2016) 53 Tim Visi Yustisia, op.cit, h.1
43
perusahaan Persero atau bergerak dibidang privat berubah menjadi badan publik yang mengutamakan kepentingan peserta atau nirlaba. 54 Untuk mendapatkan jaminan kesehatan dan jaminan sosial, pekerja/buruh harus melakukan pendaftaran dan membayar iuran sebagai peserta BPJS yang mana karena kebijakan subsidi silang seorang pekerja/buruh secara otomatis termasuk dalam katagori Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri, Pegawai Swasta, pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. 55 Hak – hak pekerja/buruh yang dulunya didapatkan dari PT. Askes yang berupa jaminan kesehatan dan yang diperoleh selama menjadi peserta Jamsostek seperti santunan berupa uang dan pelayanan kesehatan 56 , tidak hilang karena BPJS Kesehatan
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
6
ayat
(1)
UU
BPJS
menyelenggarakan program jaminan kesehatan sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mengatur tentang jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU BPJS. 2.4.2 Tugas dan wewenang BPJS
54
Eko Wahyudi, op.cit, Jakarta, h.55 Jamsos Indonesia, loc.cit. 56 Lalu Husni, op.cit, h.152. 55
44
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan merupakan suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. 57 Dalam ketentuan Pasal 10 UU BPJS disebutkan tugas BPJS yaitu: a. b. c. d. e. f.
melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta; memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja; menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah; mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta; mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial; membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan g. memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berwenang untuk: a. menagih pembayaran Iuran; b. menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendekdan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai; c. melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional; d. membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah; e. membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan; 57
Lalu Hunsi, op.cit, h.151
45
f. mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak memenuhi kewajibannya; g. melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;dan h. melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
BAB III PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA KERJA YANG MENGALAMI KECELAKAAN KERJA YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM PROGRAM BPJS OLEH HOTEL MERCURE RESORT SANUR
3.3 Bentuk Perlindungan terhadap Tenaga Kerja oleh Hotel Mercure Resort Sanur Perlindungan terhadap hak pekerja bersumber pada Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, yaitu Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selain itu jaminan perlindungan atas pekerjaan dituangkan pula dalam dalam ketentuan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945, yaitu Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pasal 28 ayat (2), yaitu setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Ketentuan tersebut menunjukan bahwa di Indonesia hak untuk bekerja telah memperoleh tempat penting dan dilindungi oleh UUD 1945. Ada dua macam perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. 58 1. Perlindungan hukum preventif
58
Philipus M.Hadjon, loc.it.
46
47
Perlindungan hukum preventif artinya rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang defmitive. Dalam hal ini artinya perlindungan hukum yang preventif ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. 2. Perlindungan hukum represif Perlindungan hukum represif, yaitu perlindungan hukum yang diberikan setelah adanya sengketa. Perlindungan hukum represif ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Peran tenaga kerja sebagai modal usaha dalam melaksanakan pembangunan harus didukung juga dengan jaminan hak setiap pekerja. 59 Setiap tenaga kerja diberikan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya serta diberikan penghasilan yang layak sehingga dapat menjamin kesejahteraan dirinya beserta keluarga yang menjadi tanggungannya. Dalam Pasal 86 ayat 1 UU Ketenagakerjaan disebutkan juga bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. keselamatan dan kesehatan kerja b. moral dan kesusilaan dan c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. 59
Asri Wijayanti, op.cit, h. 6.
48
Keselamatan kerja pada dasarnya bersumber pada 2 (dua) hal penting, yaitu keamanan dan ketertiban kerja. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan untuk mewujudkan perlindungan keselamatan kerja, maka pemerintah telah melakukan upaya pembinaan norma dibidang ketenagakerjaan. Dengan demikian maka perlindungan terhadap pekerja/buruh ini akan mencangkup : a. norma keselamatan kerja yang meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja bahan serta proses pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan b. norma kesehatan kerja dan heigiene kesehatan perusahaan yang meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, perawatan tenaga kerja yang sakit c. norma kerja yang meliputi perlindungan terhadap tenaga kerja yang berkaitan dengan waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja wanita, anak, kesusilaan ibadah menurut agama keyakinan masing-masing yang diakui oleh pemerintah dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral d. kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan dan atau penyakit akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak mendapat ganti kerugian. 60 Berkaitan dengan hal tersebut, Imam Soepomo membagi perlindungan pekerja ini dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu : 60
Kartasapoetra, G. dan Rience Indraningsih, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Armico, Bandung, h.43-44.
49
a. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. b. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja mengenyam dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga. Perlindungan sosial ini disebut juga dengan kesehatan kerja c. Perlindungan teknis, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja terhindar dari bahaya kecelakaan saat bekerja. Perlindungan ini disebut sebagai keselamatan kerja. 61 Perlindungan tenaga kerja sangat mendapat perhatian dalam hukum ketenagakerjaan dimana pada Pasal 4 dalam UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan. Berdasarkan wawancara tanggal 15 november 2016 dengan HRD Hotel Mercure Resort Sanur Bapak I Nyoman Adhi Wistawan, jenis-jenis tenaga kerja di Hotel Mercure Resort Sanur antara lain pekerja tetap, daily worker/pekerja harian lepas, kontrak dan outsourching. Perlindungan yang diberikan Hotel Mercure Resort Sanur bagi tenaga kerja tersebut mengikuti Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku yaitu UU Ketenagakerjaan dan sesuai dengan perjanjian kerja antara Pihak Hotel dan Pekerja, dimana Pihak Hotel memberikan perlindungan sesuai dengan hakhak pekerja. Pihak Hotel telah mendaftarkan seluruh pekerja tetap dan kontrak dalam program pemerintah baik BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Apabila ada ketentuan antara pihak hotel dengan pekerja diluar perundang-undangan seperti masih adanya tenaga kerja yang belum terdaftar dalam program BPJS maka 61
Zaeni Asyhadie II, op. cit, h. 20.
50
sebelumnya sudah ada perjanjian kerja antara pihak hotel dengan pekerja, pihak hotel tetap akan memberikan perlindungan serta hak-hak pekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam menanggulangi resiko kecelakaan kerja bagi tenaga kerja baru yang sedang menyesuaikan lingkungan kerja maka pihak hotel menyediakan klinik yang dapat digunakan apabila terjadi resiko kecelakaan kerja dan menyediakan kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di setiap department bidang Berdasarkan keterangan Bapak I Wayan Mani tanggal 24 november 2016 sebagai pekerja tetap di Hotel Mercure Resort Sanur di bidang gardener perlindungan ekonomis atau upah yang diberikan oleh pihak hotel sesuai dengan Upah Minimun Kabupaten/Kota (UMK). Sebagai pegawai tetap Bapak I Wayan Mani juga di daftarkan dalam program BPJS, baik BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dimana program yang diikuti dalam BPJS Ketenagakerjaan seluruhnya, sebagai pegawai tetap menurut Bapak I Wayan Mani juga mendapatkan jaminan pensiun. Perlindungan teknis yang diberikan pihak hotel yaitu mengadakan pelatihan untuk menanggulangi terjadinya bencana alam seperti tsunami karena lokasi Hotel Mercure Resort Sanur berdekatan dengan pantai, selain itu juga pekerja diberikan waktu penyesuaian lingkungan kerja dengan alat-alat yang dipergunakan di hotel yang belum biasa digunakan. Berkaitan dengan perlindungan tenaga kerja pada Hotel Mercure Resort Sanur, ada 3 (tiga) macam perlindungan tenaga kerja menurut Imam Soepomo yang diterapkan di Hotel Mercure Resort Sanur yaitu:
51
1. Perlindungan ekonomis dengan memberikan pekerja upah pekerja sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK). 2. Perlindungan sosial dengan mendaftarkan pekerja tetap maupun kontrak dalam program BPJS, baik BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan. 3. Perlindungan Teknis dengan memberikan pelatihan kerja untuk menyesuaikan lingkungan kerja, dan pelatihan untuk memanggulangi terjadinya bencana alam. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, juga telah adan upaya perlindungan preventif dalam rangka perlindungan bagi tenaga kerja yang belum terdaftar dalam program BPJS yang bekerja di Hotel Mercure Resort Sanur sebelum terjadinya kecelakaan kerja yaitu dengan disediakannya klinik yang dapat digunakan untuk berobat dan disediakan kotak P3K di setiap department bidang serta adanya pelatihan teknis bagi setiap pekerja baru untuk menyesuaikan lingkungan kerja demi menanggulangi adanya resiko kecelakaan kerja, selain itu juga pekerja diberikan waktu penyesuaian lingkungan kerja dengan alat-alat yang dipergunakan di hotel yang belum biasa digunakan. 3.2 Tanggung Jawab Hotel Mercure Resort Sanur Resort Sanur terhadap Tenaga Kerja yang Mengalami Kecelakaan Kerja yang Belum Terdaftar Dalam Program BPJS Metode dengan tanggung
jawab pengusaha
ini maksudnya adalah
membebankan tanggung jawab untuk menanggung buruh yang terkena resiko kerja, sepenuhnya pada pengusaha (employers liability). Metode ini didasarkan pada prinsip, bahwa siapa yang mempekerjakan buruh tentu harus bertanggung jawab atas
52
buruh itu. Metode ini pernah dipergunakan hingga masa kemerdekaan akan tetapi karena dirasa mempunyai kelemahan maka metode ini pun ditinggalkan. 62 Yang dipakai sebagai dasar untuk memberikan ganti kerugian bagi pekerja yang terkena kecelakaan kerja adalah persentase upah yang diterima setiap harinya, jika upah itu dibayar secara mingguan maka upah seharinya adalah upah yang dibayar satu minggu dibagi tujuh hari dan jika upah itu dibayar bulanan maka upah seharinya adalah upah yang dibayar satu bulan dibagi tiga puluh. 63 Pembentukan UU BPJS untuk melaksanakan program Jaminan Sosial di seluruh
Indonesia.
Dengan
Undang-Undang
ini
dibentuk
Badan
BPJS
Ketenagakerjaan yang menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Ketentuan Pasal 15 Ayat (1) UU BPJS, menyebutkan “Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada badan penyelenggara jaminan sosial sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti”. Seperti diketahui bahwa menurut Undang-Undang Keselamatan Kerja, pengusaha diwajibkan untuk : 1. Memberikan kesehatan badan, kondisi mental dan tenaga fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya, maupun pekerja yang sudah ada secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan yang disetujui oleh petugas pengawas; 2. Menunjuk dan menjelaskan kepada tenaga kerja yang baru tentang : a. kondisi dan bahaya yang dapat timbul dalam tempat kerjanya 62 63
Zainal Asikin, op.cit, h. 103. Zainal Asikin, op.cit, h. 113.
53
b. semua pengamanan dan alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya c. alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan d. cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaan. 3. Secara tertulis menempatkan di tempat kerja yang dipimpinnya semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan; 4. Memasang di tempat kerja yang dipimpinnya semua gambar keselamatan kerja yang dipimpinnya dan semua bahan pembinaan lainnya pada tempat yang mudah terlihat kepada pekerja; 5. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan kepada pekerja. 64 Selain kewajiban menurut Undang-Undang Keselamatan Kerja diatas, menurut peraturan keamanan kerja (veilighedregelement), pengusaha juga diwajibkan untuk : 1. Memberikan keterangan yang diperlukan oleh pegawai pengawas; 2. Bagi perusahaan yang baru satu bulan mulai berjalan pengusahanya diwajibkan untuk melapor kepada Bupati keterangan tentang : a. macam perusahaan yang diselenggarakan b. macam dan daya penggerak dan jumlah mesin yang digunakan c. jumlah orang yang bekerja atau yang biasanya di tempat itu d. siapa yang memberi izin didirikannya perusahaan. 65 Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan risiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risikorisiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha 64 65
Zainal Asikin, op.cit, h. 171. Zainal Asikin, op. cit, h. 172.
54
memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok jenis usaha. Dalam PP Nomor 44 Tahun 2015 dikelompokan persentase jenis usaha berdasakan tingkat resiko lingkungan kerja dimana jenis usaha hotel, penginapan dan ruang sewa masuk dalam kategori tingkat resiko rendah yaitu 0,54%. Maka dari itu perusahaan wajib membayar 0,54% untuk jaminan kecelakaan kerja berdasarkan upah yang diberikan kepada pekerja. Jaminan Kecelakaan Kerja memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja 66. Iuran untuk program Jaminan Kecelakaan Kerja ini sepenuhnya dibayarkan oleh perusahaan. Perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha sebagaimana tercantum pada iuran. Adapun manfaat dari Jaminan Kecelakaan Kerja adalah sebagai berikut: 1. Biaya Transport (Maksimum) a. Darat/sungai/danau Rp 750.000,b. Laut Rp 1.000.000,c. Udara Rp 2.000.000,2. Sementara tidak mampu bekerja a. Empat (4) bulan pertama, 100% x upah sebulan
66
Tim Visi Yustisia, op.cit, h.8
55
b. Empat (4) bulan kedua, 75% x upah sebulan c. Seterusnya 50% x upah sebulan 3. Biaya Pengobatan/Perawatan Rp. 20.000.000 (maksimum) 4. Penggantian gigi tiruan Rp. 2.000.000 (maksimum) 5. Santunan Cacat a. Sebagian – tetap
: % table x 80 upah sebulan
b. Total – tetap
: 1. Sekaligus: 70% table x 80 bulan upah : 2. Berkala (24 bulan) Rp. 200.000 per bulan
c. Kurang fungsi
: % kurang fungsi x % table x 80 bulan upah
6. Santunan Kematian a. Sekaligus 60% x 80 bulan upah b. Berkala (24 bulan) Rp. 200.000,- per bulan c. Biaya pemakaman Rp 2.000.000,7. Biaya Rehabilitasi a. biaya rehabilitasi medik maksimum sebesar Rp 2.000.000,b. penggantian pemberian alat bantu (orthese) maksimal 40% dari patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi RSU pemerintah. 8. Penyakit akibat kerja, besarnya santunan dan biaya pengobatan/biaya perawatan sama dengan poin ke-2 dan ke-3.67 Adapun ketentuan Pasal 8 ayat (3) PP Nomor 44 Tahun 2015 yaitu, “Dalam hal Pemberi Kerja belum melaporkan dan membayar Iuran maka bila terjadi risiko 67
Tim Visi Yustisia, op.cit, h. 8-9
56
terhadap Pekerjanya, Pemberi Kerja wajib memberikan hak-hak Pekerja sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini” Sangat jelas apabila terjadi kecelakaan kerja dalam lingkungan kerja maka perusahaan harus bertanggungjawab atas itu. Dalam hal ini program Jaminan Kecelakaan Kerja merupakan salah satu program yang harus diikuti setiap pemberi kerja dan pekerja, adapun manfaatmanfaat dalam program tersebut diatas memberikan ketenangan bagi kedua belah pihak dalam menanggulangi resiko-resiko yang mungkin saja terjadi dalam lingkungan kerja. Demi adanya perlindungan bagi tenaga kerja maka ada perjanjian kerja antara kedua belah pihak yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang setelah itu disebut dengan hubungan kerja. Adapun salah satu status perjanjian kerja di Hotel Mercure Resort Sanur yaitu perjanjian kerja tidak tetap yang meliputi perjanjian kerja harian lepas. Ketentuan mengenai perjanjian kerja harian lepas terdapat dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Pengertian pernjanjian kerja harian lepas menurut Eko Wahyudi adalah perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam suatu pekerjaan tertentu yang berubah-ubah menurut waktu maupun kontinuitasnya, pembayaran upah berdasarkan
57
kehadiran pekerja secara harian. 68 Adapun salah satu prinsip mengenai perjanjian kerja harian lepas menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-100/MEN/VI/2004 yaitu pengusaha wajib membuat dan memelihara daftar pekerja harian lepas yang dipekerjakan dan menyampaikannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten atau kota dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari semenjak memperkerjakan pekerja harian lepas. Berdasarkan keterangan tanggal 24 november 2016 oleh Bapak Daniel Mardika HRD Hotel Mercure Resort Sanur yang terdahulu, pada tahun 2015 salah seorang pekerja daily worker/ pekerja harian lepas Bapak I Wayan Sukasada berumur 31 Tahun belum terdaftar dalam program BPJS, pekerja tersebut bekerja dibidang gardener, saat melalukan aktifitas kerjanya ia mengalami kecelakaan kerja saat memotong rumput dan mengakibatkan luka dibagian tangannya. Bentuk pertanggung jawaban oleh Hotel Mercure Resort Sanur resort sanur berupa: 1. Uang Perawatan sebesar Rp. 300.000 (maksimum), apabila pekerja berobat ke Rumah Sakit atau opname, pihak Hotel menanggung sebesar Rp. 300.000 (maksimum). 2. Adanya In House Clinic, yaitu ruang perawatan untuk pekerja yang mengalami kecelakaan kerja di lingkungan kerja, perawatan bersifat gratis sampai pekerja yang mengalami kecelakaan kerja sembuh total. 68
Eko Wahyudi, op.cit, h. 15
58
Tanggung jawab ini merupakan bentuk upaya perlindungan represif bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan yang tidak terdaftar dalam program BPJS yaitu Bapak I Wayan Sukasada yang mengalami kecelakaan kerja di lingkungan kerja yang mengakibatkan ia luka di bagian tangan dan tidak bisa bekerja sementara dan saat itu Bapak I Wayan Sukasada tidak terdaftar dalam program BPJS yang mengakibatkan ia harus menanggung biaya perawatannya sendiri, maka tanggung jawab pihak hotel dengan memberikan perawatan gratis di in house clinic bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja yang belum terdaftar dalam program BPJS serta memberikan uang santuan Rp. 300.000 (maksimum) untuk berobat diluar klinik tersebut. Dalam ketentuan Pasal 86 ayat (2) UU Ketenegakerjaan yang menyatakan “Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja” Bentuk tanggung jawab pihak hotel kepada bapak I Wayan Sukasada berupa biaya pengobatan/perawatan maksimum sebesar Rp. 300.000, santunan tersebut diberikan apabila bapak I Wayan Sukasada berobat diluar ataupun opname, jika ia berobat di in house clinic semua pengobatan dan obat diberikan secara gratis. Apabila bapak I Wayan Sukasada terdaftar dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja ia mendapatkan santunan pengobatan/perawatan Rp. 20.000.000 (maksimum), maka tanggung jawab pihak hotel sebesar 1,5% dari jaminan kecelakaan kerja. Santunan sementara tidak mampu bekerja yang diberikan pihak hotel kepada Bapak I Wayan Sukasada yaitu
59
saat ia berobat atau tidak mampu bekerja pada jam kerja yang seharusnya, maka pihak hotel tidak akan memotong gaji dari Bapak I Wayan Sukasada dan tetap memberikan gaji dengan hitungan bekerja penuh pada hari itu. Dalam Pasal 87 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang menyatakan “Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan”. Upaya yang diterapkan pihak Hotel Mercure Resort Sanur dalam ketentuan ini yaitu dengan menyediakan in house clinic yaitu dengan adanya dokter dan obat-obatan. In house clinic ini ada di setiap bidang pekerjaan di dalam hotel, selain in house clinic di setiap bidang departement juga disiapkan kotak pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K). Seluruh pekerja di Hotel Mercure Resort Sanur yaitu pekerja tetap, kontrak, daily worker/pekerja harian lepas, dan outsourcing sama – sama memperoleh perlindungan tenaga kerja baik perlindungan ekonomis, sosial dan teknis. Serta adanya upaya perlindungan preventif dan represif bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS. Dengan demikian Hotel Mercure Resort Sanur telah memenuhi ketentuan UUD 1945 mengenai perlindungan terhadap hak pekerja yang bersumber pada ketentuan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945, yaitu Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Pasal 28 ayat (2), yaitu setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Ketentuan tersebut menunjukan bahwa di
60
Indonesia hak untuk bekerja telah memperoleh tempat penting dan dilindungi oleh UUD 1945. Serta mengikuti dan ketentuan yang ada dalam UU Ketenagakerjaan yaitu mengenai hak pekerja. Namun, masih terdapat kekurangan yaitu masih adanya tenaga kerja yang belum terdaftar dalam program BPJS, dimana telah ada ketentuan mengenai jaminan sosial tenaga kerja yaitu Ketentuan Pasal 15 Ayat (1) UU BPJS, menyebutkan “Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada badan penyelenggara jaminan sosial sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti”. Dikarenakan masih adanya hambatan yang dihadapi pihak hotel.
BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT PEMENUHAN KEWAJIBAN TERHADAP TENAGA KERJA YANG MENGALAMI KECELAKAAN KERJA YANG BELUM TERDAFTAR DALAM BPJS OLEH HOTEL MERCURE RESORT SANUR
4.1
Faktor Penghambat Pemenuhan Kewajiban dalam Pendaftaran Program BPJS oleh Hotel Mercure Resort Sanur Untuk melindungi keselamatan tenaga kerja guna mewujudkan produktifitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 69 Dalam lapangan perburuhan, kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh
pemerintah
sesuai
dengan
kebijakan
ketenagakerjaan
adalah
untuk
meningkatkan kesejahteraan para pekerja/buruh dengan berbagai upaya diantaranya perbaikan upah, jaminan sosial, perbaikan kondisi kerja, dalam hal ini untuk meningkatkan kedudukan harkat dan martabat tenaga kerja. Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara dalam memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat demi terciptanya kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain diamanatkan dalam pancasila, mengenai kewajiban Negara menyelenggarakan program jaminan sosial juga tersurat dalam 69
Lalu Husni, op.cit, h.133
61
62
Pasal 28 H dan Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan Negara wajib memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial terhadap seluruh rakyat Indonesia. Jaminan sosial merupakan bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat sesuai dengan kemampuan negara demi memberikan keringanan bagi masyarakat dari segi ekonomi serta tepat guna melalui badan atau organisasi. Sejalan dengan hal ini, maka pemerintah memandang perlu adanya alat yang berbentuk organisasi atau badan khusus yang menangani jaminan sosial. Pembentukan UU BPJS untuk melaksanakan program Jaminan Sosial di seluruh Indonesia. Dengan Undang-Undang ini dibentuk BPJS Ketenagakerjaan yang menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Pasal 15 Ayat (1) UU BPJS, menyebutkan “Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada badan penyelenggara jaminan sosial sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti”. Kemudian ketentuan Pasal 12 ayat (3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yaitu “Daftar pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak memperjakan pekerja/buruh” dalam hal ini adalah ketentuan mengenai perjanjian kerja harian atau lepas.
63
Meski telah dikeluarkan ketentuan mengenai kewajiban pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta jaminan sosial, masih ada hambatan yang dihadapi Hotel Mercure Resort Sanur dalam hal mendaftarkan pekerja daily worker/pekerja harian lepas pada tahun 2015, yang pada saat itu terjadi kecelakaan kerja yang dialami bapak I Wayan Sukasada seorang gardener yang mengakibatkan luka dibagian tangan saat memotong rumput, Bapak I Wayan Sukasada belum terdaftar dalam program BPJS. Salah satu pekerja daily worker/pekerja harian lepas yang bekerja di bagian kitchen I Wayan Ardika, sebagai pekerja daily worker/pekerja harian lepas ia juga tidak terdaftar dalam program jaminan sosial yang diberikan hotel baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan bahkan ia tidak mengetahui mengenai adanya jaminan sosial tersebut. Menurutnya, ia belum didaftarkan karena masa kontrak kerja yang hanya 3 (tiga) bulan saja. Namun, ia diberikan pelatihan teknis oleh senior dibagian kitchen saat menyesuaikan lingkungan kerja, selain itu di department kitchen menyediakan kotak P3K dan in house clinic apabila terjadi kecelakaan kerja. Apabila terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan ia tidak dapat bekerja maka perusahaan memberi kebijakan dengan tidak memotong gaji pada hari itu. Selain itu sebagai pekerja daily worker, I Wayan Ardika juga mendapatkan bonus diluar gaji yang ia terima (wawancara tanggal 24 November 2016). Berdasarkan keterangan tersebut pihak hotel belum mengoptimalkan perlindungan hukum dalam hal jaminan sosial bagi pekerja sejak tahun 2015 hingga
64
saat ini terhadap pekerja daily worker/pekerja harian lepas, dikarenakan masih ada pekerja yang belum terdaftar dalam program BPJS tersebut dengan masalah yang sama yaitu karena dikontrak selama 3 bulan saja, dan belum tentu diperlukan lagi oleh pihak hotel. Bahkan menurut I Wayan Ardika dia tidak mengetahui mengenai adanya jaminan sosial. Adapaun faktor-faktor penghambat pemenuhan kewajiban pihak hotel terhadap tenaga kerja dalam pendaftaran program BPJS sejak tahun 2015 sampai saat ini antara lain: 1. Faktor administrasi, yaitu belum mengurus kembali Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang hilang, yang merupakan salah satu syarat pendaftaran sebagai peserta program BPJS. 2. Faktor pekerja daily worker/pekerja harian lepas yang hanya dikontrak bekerja 3 bulan saja, dan belum tentu masa kontrak tersebut diperpanjang dikarenakan pada saat itu sudah banyak pekerja tetap dibagian gardener. 3. Faktor pekerja yang tidak mau mendaftarkan dirinya dalam program BPJS, karena masa kontrak yang hanya 3 bulan saja. 4. Faktor kurangnya pengetahuan pekerja mengenai BPJS. 4.2
Upaya Menangani Hambatan Pemenuhan Kewajiban Dalam Pendaftaran Program BPJS Oleh Hotel Mercure Resort Sanur Dalam melaksanakan perlindungan terhadap tenaga kerja harus diusahakan
adanya perlindungan dan perawatan yang layak bagi semua tenaga kerja dalam
65
melakukan pekerjaannya sehari-hari, terutama dalam bidang keselamatan kerja serta menyangkut norma-norma perlindungan tenaga kerja.70 Tujuan perlindungan tenaga kerja adalah untuk menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah, pengusaha wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tenaga kerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 71 Dalam PP Nomor 44 Tahun 2015 ditegaskan, setiap Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta dalam program JKK dan JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Setiap orang yang bekerja wajib mendaftarkan dirinya sebagai Peserta dalam program JKK dan JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ketentuan Pasal 4 ayat (2) PP tersebut. Dalam PP Nomor 44 Tahun 2015 ini, peserta program JKK dan JKM terdiri dari: 1) Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara Negara, meliputi: a. Pekerja pada perusahaan; b. Pekerja pada orang perseorangan; dan c. Orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. 2) Peserta bukan penerima upah, meliputi: a. Pemberi Kerja; b. Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan c. Pekerja yang tidak termasuk huruf b yang bukan menerima upah.
70 71
Wiwiho Soedjono, op.cit, h. 42. Abdul Khakim, op.cit, h. 103.
66
Bagi peserta yang pindah tempat kerja, menurut Ketentuan Pasal 8 PP Nomor 44 Tahun 2015 ini, wajib memberitahukan kepesertaannya kepada Pemberi Kerja tempat kerja baru dengan menunjukkan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan yang dimilikinya. Selanjutnya, Pemberi Kerja tempat kerja baru wajib meneruskan kepesertaan Pekerja dengan melaporkan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan dan membayar iuran kepada BPJS Ketenagakerjaan sejak Pekerja bekerja pada Pemberi Kerja tempat kerja baru. Ketentuan Pasal 8 Ayat (3) bunyi Pasal 8 Ayat (3) “Dalam hal Pemberi Kerja belum melaporkan dan membayar Iuran maka bila terjadi risiko terhadap Pekerjanya, Pemberi Kerja wajib memberikan hak-hak Pekerja sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini”. Dalam hal Pemberi Kerja nyata-nyata lain tidak mendaftarkan Pekerjanya, menurut PP Nomor 44 Tahun 2015 ini, Pekerja berhak mendaftarkan dirinya sendiri dalam program jaminan sosial kepada BPJS Ketengakerjaan sesuai program yang diwajibkan dalam penahapan kepesertaan. Sebagaimana ketentuan diatas maka sudah ada tahapan-tahapan bagi setiap pemberi kerja dan pekerja mendaftarkan diri dalam program BPJS. Pemberi Kerja maupun pekerja wajib mendaftarkan dirinya dalam program BPJS
yang
diselenggarakan Pemerintah. Selain mendapatkan manfaat proteksi sosial bagi Pemberi Kerja dan Pekerja, mendaftarkan diri kedalam BPJS merupakan tugas sebagai warga Negara. Adapun upaya dalam menghadapi hambatan pendaftaran pekerja dalam program BPJS yaitu:
67
1. Mengutamakan pekerja yang memiliki data administrasi atau KTP yang lengkap dan masih berlaku, karena KTP merupakan salah satu syarat dalam pendaftaran BPJS. Maka setiap pekerja harus membawa KTP yang masih berlaku terlebih dahulu sebelum bekerja pada perusahaan. 2. Adanya perjanjian, yaitu ketentuan mengenai 3 bulan masa kontrak kerja tersebut. Perjanjian dibuat dengan jelas mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak,
dalam perjanjian tersebut
tentunya juga
mengutamakan bentuk
perlindungan bagi tenaga kerja daily worker. 3. Memberikan sosialisasi kepada seluruh pekerja mengenai resiko kecelakaan kerja dan kewajiban mendaftar pada program BPJS meskipun kontrak kerja yang hanya 3 (tiga) bulan. 4. Memberikan sosialisasi bagi pekerja yang baru bekerja pada perusahaan tentang bentuk jaminan sosial yang diselenggarakan Pemerintah yaitu BPJS. Adapun upaya yang diberikan hotel sampai saat ini bagi tenaga kerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS yaitu dengan adanya penyesuaian lingkungan kerja terlebih dahulu, kemudian dengan adanya klinik di setiap department dan memberikan kebijakan kepada pekerja daily worker apabila sakit saat jam kerja maka pihak hotel tidak akan memotong gaji pekerja tersebut. Upaya lain yaitu dengan adanya santunan yang sebesar Rp. 300.000 (maksimum) yang diberikan pihak hotel apabila pekerja mengalami kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS.
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan Berdasarkan dari uraian bab-bab sebelumnya maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut: 1. Bentuk perlindungan yang diberikan terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja yang tidak terdaftar dalam program BPJS oleh Hotel Mercure Resort Sanur adalah dengan upaya perlindungan preventif dengan menyediakan klinik yang dapat digunakan untuk berobat apabila terjadi kecelakaan kerja dan upaya perlindungan represif yaitu memberikan santunan yang besaran nominalnya 1,5 % dari yang seharusnya yaitu sebesar Rp. 300.000 (maksimum) untuk berobat diluar klinik yang disediakan pihak hotel serta tidak memotong jam kerja pekerja yang ijin berobat pada saat jam kerja. 2. Adapun faktor-faktor penghambat pemenuhan kewajiban yang dialami pihak hotel, pertama faktor administrasi, yaitu pekerja belum mengurus kembali Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang hilang, yang merupakan salah satu syarat pendaftaran sebagai peserta program BPJS. Kedua faktor pekerja daily worker/pekerja harian lepas yang hanya dikontrak bekerja 3 bulan saja dan belum tentu masa kontrak tersebut diperpanjang dikarenakan pada saat itu sudah banyak pekerja tetap. Ketiga, faktor pekerja yang tidak mau mendaftarkan dirinya dalam
68
69
program BPJS, karena masa kontrak yang hanya 3 bulan saja. Keempat, faktor pekerja yang belum mengetahui mengenai program BPJS. 5.2. Saran 1. Untuk menanggulangi resiko seperti kecelakaan kerja, pihak hotel seharusnya lebih mengoptimalkan upaya kesehatan dan keselamatan kerja terhadap pekerjanya, dan sebaiknya pihak hotel langsung mendaftarkan pekerjanya pada hari pertama ia bekerja kedalam program BPJS. Sebaiknya Pemerintah juga lebih memperhatikan atau lebih tegas memberi sanksi terhadap pemberi kerja atau pengusaha agar memenuhi ketentuan yang berlaku. 2. Sebaiknya pihak hotel atau pemberi kerja memberikan sosialisasi pentingnya keselamatan kerja serta sosialiasi mengenai adanya program jaminan sosial Pemerintah yaitu BPJS. Selain itu pekerja daily worker/ pekerja harian lepas yang hanya dikontrak 3 (tiga) bulan harus diberikan sosialisasi bahwa kartu pendaftaran jaminan sosial BPJS tetap dapat digunakan meskipun bekerja ditempat yang baru.
70
DAFTAR PUSTAKA Buku : Abdul Khakim, 2007, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Ade Saptomo, 2009, Pokok pokok metodologi Penelitian Hukum Empiris Murni, Jakarta Trisakti, Jakarta. Adrian Sutedi, 2011, Hukum Perburuhan, Ed-1. Cet.2,Sinar Grafika, Jakarta Asri Wijayanti, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta. Bambang Sunggono, 2007, Metodelogi Penelitian Hukum, Cet.7, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Eko Wahyudi, 2016, Hukum Ketenagakerjaan, Sinar Graika, Jakarta Hadjon, dkk, 2002, Pengantar Administrasi Negara, Gajah Mada University, Yogyakarta. Hardijan Rusli, 2003, Hukum Ketenagakerjaan. Ghalian Indonesia , Jakarta. Johan Nasution, Bahder, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung. Kartasapoetra, G. dan Rience Indraningsih, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Armico, Bandung Lalu Husni, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ed.Revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta. Philipus M.Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu Surabaya.
71
Ridwan Halim, 1990, Hukum Perburuhan Dalam Tanyak Jawab, Balai Akasara, Jakarta Sendjun H. Manulang, 2001, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta Soedarjadi, 2008, Yogyakarta.
Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Pustaka Yustisia,
Soerjono Soekanto, 1990, Ringkasan Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Cet. Ke1, IND-HILL-CO, Jakarta Soeroso, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Kedelapan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta. Tim Visi Yustisia, 2014, Memperoleh Jaminan Sosial Dari BPJS, cet.1, Transmedia Pustaka, Jakarta Wiwiho Soedjono, 2000, Hukum Perjanjian Kerja, Bina Aksara, Jakarta. Yulies Tiena Masriani, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta Zaeni Asyhadie, 2008, Aspek-aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Cet.1, PT.Rajawali, Jakarta. , 2008, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), edisi revisi 2, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. Zainal Asikin, dkk, 2002, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cet 4, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Peraturan Perundang – Undangan : Indonesia, Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Indonesia, Undang-Undang tentang Keselamatan Kerja, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran negara Nomor 291
72
Indonesia, Undang-Undang tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989 Indonesia, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279 Indonesia, Undang-Undang tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3989 Indonesia, Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, UndangUndang Nomor 24 Tahun 2011, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 525 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Istirahat Tahunan bagi Buruh, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1954, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 542 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5714
Internet : Anonim, 2015, “Definisi dan Pengertian Kecelakaan Kerja Serta Latar Belakang Faktor Terjadinya Kecelakaan Kerja” URL: http://www.definisipengertian.com/2015/07/definisi-pengertian-faktor-kecelakaan-kerja.html
73
Fitri Hidayat, 2013, “Perlindungan Hukum Unsur Esensial Dalam Suatu Negara Hukum”, URL: http://fitrihidayat-ub.blogspot.co.id/2013/07/perlindunganhukum-unsur-esensial-dalam.html Jamsos Indonesia, 2016, “Transformasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial” URL: http://www.jamsosindonesia.com/cetak/printout/387