TRANSMIGRASI SEBAGAI OBJEKTIF LANDREFORM INDONESIA AFFAN MUKTI, SH, M.HUM Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara BABI PENDAHULUAN Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki wilayah yang cukup luas yaitu 5.299.318 km2 di mana wilayah lautnya lebih luas dari wilayah daratannya, yaitu 1,7 kali luas daratan. Bila wilayah Indonesia ini mencakup Zone Ekonomii Eksklusif, maka luas Indonesia menjadi 7,9 juta km2. Dengan wilayah daratan dan lautan yang cukup luas ini, maka daratan dan lautan tersebut beserta semua yang terkandung di dalamnya merupakan sumber kekayaan bagi negara.Daratan Indonesia terdiri atas pulau-pulau besar dan kecil yang dipisahkan oleh perairan atau lautan. Pulau-pulau tersebut berjumlah 13.667 buah dengan 5 buah pulau besar.Walaupun dipisahkan oleh lautan, antar pulau yang satu dengan pulau yang lain tidaklah terpecah-pecah. Namun laut tersebut merupakan penghubung sehingga antara pulau yang satu dengan pulau yang lain merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pandangan ini melahirkan suatu konsep yang kita kenaI dengan konsep Wawasan Nusantara. Dengan penduduk Indonesia yang pada tahun 1990, berdasarkan sensus, berjumlah lebih kurang 179.321.641 jiwa, tidak semuanya menghuni pulau-pulau yang berjumlah 13.667 buah itu. Hanya 992 buah pulau yang dihuni oleh penduduk Indonesia. Pada pulau-pulau yang berpenghuni ini, penduduknya itu tersebar secara tidak merata. Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa yaitu sekitar 64% dari jum lah seluruh penduduk Indonesia, sedangkan sisanya terdapat di pulaupulau yang lain. Padahal, pulau Jawa hanya merupaken sebagian kecil darii seluruh luas wilayah Indonesia. Pulau Bali juga merupakan pulau yang sangat padat penduduknya. Terkonsentrasinya penduduk Indonesia di Pulau Jawa disebabkan oleh suburnya tanah di pulau Jawa di mana banyak terdapat gunung berapi den materi letusan gunung berapi itu dapat menyuburkan tanah. Di samping itu, secars historis Jawa merupakan pusat pemerintahan den proses pembangunan berjalan cukup pesat sehingga menimbulkan days tarik untuk menetap di Pulau Jawa. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah berupaya keres untuk mengatasi penyebaran penduduk yang tidak merata ini, baik itu dengan menggiatkan proyek-proyek pembangunan di daerah sehingga penduduk tidak begitu tertarik lagi untuk tinggal di Pulau Jawa, maupun dengan memindahkan sebagian penduduk di Pulau Jawa ke pulau-pulau yang lain yang tidak padat penduduknya seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Pengertian Transmigrasi Dan Landreform Penduduk Indonesia, seperti yang telah diuraikan di atas, tersebar secara tidak merata di seluruh wilayah Indonesia, di mana sebagian besar penduduknye terkonsentrasi atau tinggal di Pulau Jawa dan Bali. Untuk mengatasi hal ini, mereka salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengadakan program transmigrasi.
© 2003 Digitized by USU digital library
1
Adapun yang dimaksud dengan transmigrasi adalah perpindahan penduduk untuk menetap dari suatu daerah ke daerah yang lain dalam wilayah Republik Indonesia. Biasanya perpindahan penduduk tersebut berlangsung dari pulau yang padat penduduknya menuju pulauyang jarang penduduknya. Pulau-pulau yang jarang penduduknya adalah Sumatera, Kalirnantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Tujuan transmigrasi adalah bersifat untuk mengadakan apa yang kita sebut pemerataan penduduk dan untuk membuka ,dan mengembangkan lahan-lahan pertanian yang baru. Hutan-hutan ditebang den dibuka untuk dijadikan tanah-tanah pertanian yang produktif sehingga akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup penduduk. Sesuai dengan Undang-Undang No.3 Tahun 1972, yang menjadi tujuan transmigrasi adalah : a. Peningkatan taraf hidup. b. Pembangunan daerah. c. Keseimbangan penyebaran penduduk. d. Pembangunan yang merata di seluruh Indonesia. e. Kesatuan den persatuan bangsa. f. Pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga kerja. g. Memperkuat hankamnas. Di samping kebijaksanaan dalam transmigrasi, pemerintah juga mempunyai suatu kebijaksanaan yang juga berkaitan dengan peningkatan taraf hidup mayarakat yaitu dengan mengadakan perbaikan hubungan manusia atau penduduk Indonesia dengan tanah. Kebijaksanaan ini biasa disebut dengan istilah “Landreform”. Adapun yang dimaksud dengan landreform adalah suatu usaha untuk memperbaiki hubungan antara manusia dengan tanah atau bumi. Landreform ini sangat diperlukan oleh negara-negara berkembang, seperti Indonesia, untuk maju sebagai perombakan dari hubungan manusia dengan tanah. Tidak semua negara mempergunakan istilah landreform ini. Ada juga negara-negara yang mempergunakan istilah Agrarian reform ( dalam arti sempit ). Bila kita amati dengan teliti, maka istilah landreform ini merupakan bagian dari agrarian reform di mana agrarian reform ini tidak hanya terdiri dari landreform, tetapi juga terdiri atas water reform dan air reform.
© 2003 Digitized by USU digital library
2
BAB II LANDREFORM DALAM UUPA A. Pengertian Landreform Seperti kita ketahui, landreform merupakan usaha untukmemperbaiki hubungan antara manusia dengan tanah. Indonesiasebagai suatu negara berkembang harus mengadakan landreform ini untuk memajukan negara, sebagai perombakan dari hubungan manusia dengan tanah. Sebagai definisi yang praktis dari istilah landreform adalah penataan kembali hubungan manusia dengan tanah. Atau sesuai dengan GBHN adalah penataan kembali,penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah termasuk pengalihan haknya. Ketentuan mengenai landreform ini banyak diatur dalam UUPA yaitu mulai dari konsideran hingga pasal 19 UUPA sehingga dapat dikatakan bahwa UUPA merupakan induk dari landreform Indonesia. Dalam UUPA sendiri, pengertian landreform ini tidak hanya mencakup hubungan manusia dengan tanah, melainkan juga dengan air dan ruang angkasa. Bila kita mendasarkan diri pada pasal 1 dan 2 UUPA, seharusnya kita bukan saja mempunyai landreform, tetapi juga water reform dan air reform. Ketiga hal ini dapat kita satukan sebagai agrarian reform, sehingga agrarian reform ini merupakan pengertian yang luas dan landreform merupakan pengertian yang sempit. Demikian juga halnya dengan water reform dan air reform. Bila kita berbicara tentang landreform make dalam hal ini kita akan membicarakan mengenai tanah. Tanah yang menjadi objek landreform ini adalah tanah-tanah yang dikuasai secara langsung oleh negara. Oleh karena itu, tanahtanah yang dikuasai itu akan dibagi-bagikan kepada rakyat. Dan tanah tanah yang dijadikan objek landreform terhadap tanah-tanah pertanian adalah tanah-tanah kelebihan, tanah absentee, tanah bekas sawpraja den tanah-tanah lain yang dikuasai oleh negara secara langsung. Pelaksanaan landreform memiliki tujuan utama untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat melalui pembagian lebih adil atas sumber penghidupan petani berupa tanah. Melalui landreform juga diharapkan agar dapat meningkatkan gairah kerja para petani penggarap dengan jalan memberikan kepastian hak pemilikan atas tanahnya. Untuk itu akan ditingkatkan usaha pencegahan penguasaan tanah dan pemilikan tanah yang melampaui batas maksimum perta timbulnya tanah-tanah absente baru. Dalam penjelasan umum PP No. 224 Tahun 1961 disebutkan bahwa landreform bertujuan mengadakan pembagian yang adil dan merata atas sumber penghidupan rakyat tani yang berupa tanah, sehingga dengan pembagian tersebut diharapkan akan dapat dicapai pembagian hasil yang adil dan merata. Secara terperinci, yang menjadi tujuan landretorm di Indonesia ialah : a. Untuk mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani yang berupa tanah, dengan maksud agar pembagian hasil yang adil pula, dengan merombak strukturpertanahan. b. Untuk melaksanakan prinsip: tanah untuk tani, agar tidak terjadi lagi tanah sebagai objek spekulasi dan objek pemerasan.
© 2003 Digitized by USU digital library
3
c. Untuk memperkuat den memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita, yang berfungsi sosial. Suatu pengakuan dan perlindungan terhadap privaat bezit, yaitu hak milik sebagai hak yang terkuat, bersifat perseorangan den turun-temurun, tetapi berfungsi sosial. d. Untuk mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan dan penguasaan tanah secara besar-besaran dengan tidak terbatas, dengan menyelenggarakan batas maksimum ,dan batas minimum untuk tiap keluarga. Sebagai kepala keluarga dapat seorang laki-laki ataupun wanita. Dengan demikian mengikis pula sistem liberalisme dan kapitalisme atas tanah dan memberikan perlindungan terhadap golongan ekonomis lemah. e. Untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong terselenggaranya pertanian yang intensif secara gotong royong dalam bentuk koperasi dan bentuk lainnya, untuk mencapai kesejahteraan yang adil dan merata, dibarengi dengan sistem perkreditan yang khusus ditujukan kepada golongan petani. B. Penetapan Batas Maksimum Pemilikan Tanah Sesuai dengan tujuan dari landreform, maka salah satu upaya untuk mewujudkan landreform ini adalah dengan melarang pemilikan tanah yang melampaui batas. Larangan ini disebut dengan larangan latifundia. Untuk membatasi pemilikan tanah yang melampaui batas, maka ditetapkanlah batas maksimum pemilikan tanah. Batas maksimum ini disebut dengan ceiling. UUPA sebagai induk landreform ada mengatur tentang ketentuan larangan latifundia. Dalam pasal 7 UUPA dikatakan : "Untuk tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan". Jelaslah dalam pasal 7 ini telah melarang adanya apa yang kita namakan groot grondbizitter atau dalam landreform dinamakan latifundia atau hacienda di filipina. Larangan latifundia ini dimaksudkan untuk mengakhiri den mencegah tertumpuknya tanah di tangan golongan-golongan dan orang-orang tertentu saja. Pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas merugikan kepentingan umum, karena berhubungan dengan terbatasnya persediaan tanah pertanian, khususnya di daerah-daerah yang padat penduduknya. Hal itu menyebabkan menjadi sempitnya atau hilangnya kemungkinan bagi petani untuk memiliki tanah sendiri. Biasanya orang-orang yang mempunyai tanah banyak, makin lama tanahnya makin bertambah, baik yang dimiliki maupun yang dikuasainya dalam hubungan gadai atau jual tahunan. Tanah-tanah itu berasal dari petani-petani kecil yang hidupnya tambah lama tambah menjadi lebih miskin. Dengan demikian maka pembagian hasil pertanian menjadi sangat tidak merata. Pengalaman di banyak negara, penguasaan tanah secara luas mengakibatkan terciptanya tuan-tuan tanah dan banyak hal yang negatif yang mungkin terjadi, seperti tidak naiknya produksi, petani penggarap akan selalu menyewa dan uang sewa akan selalu meningkat, sehingga pendapatan mereka akan terus berkurang. Kesejahteraan sosial dari masyarakat akan terus merosot dan rakyat yang memerlukan tanah akan terus bertambah serta kemiskinan sudah tidak terelakkan lagi.
© 2003 Digitized by USU digital library
4
Berdasarkan pasal 17 ayat (2) penetepan batas maksimum pemilikan tanah/ceiling dilakukan lebih lanjut dalam peraturan perundangan. Ketentuan ceiling ditetapkan oleh PP No.224/1961 den UU No. 56/1960. Oleh UU No. 56/1960 tentang penetapan luas tanah pertanian dinyatakan dalam pasal 1 UU ini bahwa : 1. Seorang atau orang-orang yang dalam penghidupannya merupakan satu keluarga bersama-sama hanya diperbolehkan menguasai tanah pertanian, baik miliknya sendiri atau kepunyaan orang lain atau miliknya sendiri bersama kepunyaan orang lain, yang jumlah luasnya tidak melebihi batas maksimum sebagaimana yang ditetapkan dalam ayat (2). 2. Dengan memperhatikan jumlah penduduk, luas daerah dan juga faktorfaktor lainnya, maka luas maksimum yang dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut : Daerah
Sawah (hektar)
Tanah kering (hektar)
15
20
a. kurang padat
10
12
b. cukup padat
7,5
9
c. sangat padat
5
6
1.
Tidak padat
2.
Padat
Dalam pasal 2 UU ini juga ditentukan manakala jumlah keluarganya melebihi 7 orang, maka dapat ditambah jumlah tersebut dengan 10% dengan maksimum 50%. Penetapan luas maksimum pemilikan tanah ditentukan oIeh beberapa kriteria tertentu. Adapun kriteria penetapan luas maksimum tersebut adalah sebagai berikut: 1. Daerah padat den daerah tidak padat. 2. Tanah sawah (arable land) den tanah kering (Non arableland). 3. Jumlah keluarga 1 orang dan lebih dari 1 orang. 4. Bagi anggota ABRI/Pegawai Negeri yang sedang bertugas diluar daerah berhak hanya 2/5 dari yang diillungkinkan untuk penduduk biasa. Kriteria-kriteria untuk penetapan luas maksimwn di etas dapat dikombinasikan antara satu dengan yang lainnya. Apabila seseorang memiliki tanah yang melampaui batas maksimum, maka tanah kelebihannya akan diambil oleh pemerintah dengan memberi ganti kerugian kepada bekas pemilik tanah. Tanah kelebihan tersebut kemudian dibagi-bagikan kepada para petani, terutama yang tidak mempunyai lahan pertanian ataupun yang mempunyai lahan yang sempit. Berdasarkan pasal 4 UU No.56/1960, para pemilik lama dilarang menguasai ataupun memindahkan tanah kelebihan kepada pihak lain tanah kelebihan dari maksimum yang diperbolehkan. Hanya negara yang berhak menguasai dan
© 2003 Digitized by USU digital library
5
memindahkan tanah ke1ebihan tersebut kepada orang lain. Pemilik asal tidak berhak untuk menentukan kepada siapa tanah itu harus diberikan. Ia hanya dapat memilih dari tanah yang dimilikinya mana yang ingin tetap dikuasainya dan mana yang akan diserahkan kepada negara. C. Penetapan Batas Minimum Pemilikan Tanah Untuk memperbaiki hubungan manusia dengan tanah, dibuatlah suatu ketentuan tentang larangan memiliki tanah yang melampaui batas. Di samping adanya larangan memiliki tanah secara luas atau melampaui batas dan ditetapkannya batas maksimum, juga ditetapkan agar setiap orang dapat memiliki tanah yaitu dengan menetapkan batas minimum pemilikan tanah. Dalam pasal 17 ayat (4) dikatakan bahwa untuk tercapainya batas minimum tersebut akan ditetapkan dengan peraturan perundangan yang dilaksanakan secara berangsur-angsur. Dengan demikian di sini pemerintah bertekad untuk melaksanakan larangan fragmentasi yaitu pemecahall lahan-lahan pertanian sehingga berada di bawah batas minimum dan tidak lagi ekonomis bagi mereka. Pasal 8 dan 9 UU No. 56/1960 telah memberikan petunjuk bahwa batas luas minimum tanah pertanian adalah 2 ha dan pemindahan hak atas tanaht kecuali pembagian warisan dilarang apalagi pemindahan hak itu mengakibatkan timbulnya atau berlangsungnya pemilikan tanah yang luasnya kurang dari 2 ha. Di luar negeri penetapan batas minimum pemilikan tanah adalah lebih dari 2 ha. Dan dalam hal larangan fragmentasi diIakukan secara ketat di mana dalam hal pewarisan tanah pertanian harus ditetapkan atas nama satu orang saja. Penetapan batas minimum pemilikan tanah merupakan masalah yang penting dalam bidang pertanahan di Indonesia. Hal ini dikarenakan biarpun dalam banyak peraturan diberikannya tanah kepada masyarakat sehingga penetapan batas minimum ini dapat terlaksana namun untuk menghentikan fragmentasi ini yaitu tanah-tanah yang lues dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil den luasnya menjadi kurang dari 2 ha tidak dapat dilaksanakan. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan larangan fragmentasi ini terletak pada peraturan perundangannya di mana belum adanya suatu peraturan perundangan yang mengatur tentang larangan fragmentasi secara khusus. Penetapan batas minimum pemilikan tanah dan larangan fragmentasi dimaksudkan agar pemanfaatan atau penggunaan tanah tidak semakin berkurang bahkan harus dapat ditingkatkan dan tetap dapat menjadi sumber kehidupan yang layak. Tanah-tanah tersebut harus dapat memberikan kesejahteraan bagi diri pemilik dan keluarganya. Dengan meningkatnya kesejahteraan keluarga maka hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Ditetapkannya luas minimum pemilikan tanah tidak berarti bahwa orangorang yang mempunyai tanah kurang dari 2 ha akan diwajibkan untuk melepaskan tanahnya. Dua hektar itu merupakan target yang harus diusahakan tercapai secara berangsur-angsur. D. Pengusahaan Tanah Secara Aktif/Larangan Absenteisme Dalam melakukan reforma hubungan manusia dengan tanah telah diupayakan agar setiap orang mempunyai tanah atau lahan pertanian den melarang adanya pemilikan tanah yang melampaui batas. Namun dalam melakukan reforma tidak cukupnya kedua hal tersebut diupayakan. Karena belum tentu mereka
© 2003 Digitized by USU digital library
6
mengusahakan tanah itu, sehingga tanah tersebut menjadi terlantar begitu saja. Untuk itulah ditetapkan bagi pemilik tanah agar mengerjakan atau mengusahakan tanah tersebut secara aktif. Kewajiban untuk mengusahakan atau mengerjakan tanah tersebut secara aktif disebut juga dengan larangan absenteisme. Larangan absenteisme dalam UUPA diatur dalam pasal 10 yang berbunyi sebagai berikut : 1. Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan/mengusahakannya sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan. 2. Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan. 3. Pengecualian terhadap asas tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan. Pasal 10 UUPA ini mempunyai satu prinsip yaitu pada asasnya orang atau badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian diwajibkan mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. Dengan demikian pasal 10 ini juga telah berkembang menjadi larangan absenteisme. Ketentuan pasal 10 UUPA ini dipertegas oleh PP No. 24 tahun 1961 yaitu dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa pemilik tanah yang bertempat tinggal diluar kecamatan tempat tanah itu terletak, dalam jangka waktu 6 bulan wajib mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain di kecamatan tempat letak tanahnya itu atau pindah ke kecamatan tempat letak tanahnya itu. Dalam ayat (2) pasal 3 ini dinyatakan bahwa jika tanahnya terletak berbatasan dengan kecamatan lain tempat tinggalnya, maka Panitia Landreform Tingkat II yang akan memberi keputusan. Selanjutnya dalam ayat (3) pasal ini dinyatakan bahwa orang yang meninggalkan/berpindah tempat selama 2 tahun berturut-turut harus memindahkan hak atas tanahnya kepada orang lain yang bertempat tinggal di kecamatan tersebut. Larangan absenteisme ini tidak berlaku untuk semua hal atau orang di mana terdapat pengecualian yang diberikan oleh PP No. 41 Tahun 1964. Dalam pasal 3 PP No.41/1964 ini dinyatakan bahwa bagi para pegawai/anggota ABRI, janda dan pensiunan, boleh memiliki tanah di luar kecamatan tempat tinggalnya, yang karena jabatannya berada di luar kecamatan mana tanah itu terdapat. Dan dalam tempo satu tahun setelah berhenti dari jabatannya ia harus mengerjakan sendiri tanahnya. Luas tanah yang diperbolehkan untuk dimiliki adalah 2/5 dari luas maksimum/ceiling yang diperkenankan. Selain adanya pengecualian bagi pegawai/anggota ABRI, janda dan pensiunan, pengecualian larangan absenteisme juga berlaku terhadap mereka yang bertempat tinggal di daerah atau di lokasi yang berbatasan dengan kecamatan yang lain. Bagi mereka diperbolehkan untuk memiliki tanah di luar kecamatannya tersebut sepanjang sesuai dengan luas maksimum pemilikan tanah yang diperkenankan. Larangan absenteisme merupakan jawaban untuk mengarah para petani agar mengerjakan sendiri tanahnya dan harus bertempat tinggal di kecamatan di mana tanah pertanianya terdapat sehingga harus secara aktif mengerjakan sendiri
© 2003 Digitized by USU digital library
7
tanahnya. Konsekuensi dari larangan absenteisme ini adalah untuk menghindari terdapatnya tanah-tanah yang terlantar.
© 2003 Digitized by USU digital library
8
BAB III PELAKSANAAN TRANS TRASMIGRASI MERUPAKAN USAHA PENATAAN KEMBALI PENGGUNAAN DAN PEMILIKAN TANAH A. Penyebaran Penduduk den Tenaga Kerja Transmigrasi merupakan usaha untuk memindahkan penduduk dari daerah yang padat menuju daerah yang jarang penduduknya. Transmigrasi ini dilaksanakan karena penyebaran penduduk yang tidak merata. Sebagian besar penduduk berkonsentrasi di pulau Jawa yang merupakan sebagian kecil wilayah Indonesia. Di samping itu, Bali juga merupakan daerah yang terkena proyek transmigrasi. Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia No.1 Tahun 1973, daerah yang diprioritaskan menjadi daerah asal transmigrasi adalah : 1. Daerah tandus den kering; misalnya daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, dan Wonogiri, Jawa Tengah. 2. Daerah bencana alam atau daerah yang rawan terhadap bencana alam; misalnya banjir, gunung meletus den gempa. 3. Daerah yang padat penduduknya. Dengan banyaknya penduduk di Pulau Jawa dan Bali, maka negara Indonesia mempunyai potensi yang besar akan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja. Sedangkan lapangan kerja untuk tenaga kerja tersebut, khususnya lahan-lahan pertanian sangat minus bahkan tidak ada sama sekali. Banyak petani yang hanya mengandalkan tenaganya sebagai penggarap sawah dimana penghasilan yang diperolehnya sangat sedikit dan tidak dapat memanuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sedangkan pemilik sawah dengan enak menikmati hasil sawah tersebut. Jika si petani mengerjakan sendiri sawahnya den bukan sebagai penggarap make hasilnya akan dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Ada juga petani yang hanya mempunyai lahan sempit, sehingga produksi dari tanah tersebut tidak ekonomis lagi. Gambaran di atas berbeda dengan keadaan diluar pulau Jawa dan Bali, seperti di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian jaya. Penduduknya jarang dan wilayahnya cukup luas. Dengan demikian berarti bahwa tenaga kerja yang ada belum mencukupi untuk mengerjakan tanah yang begitu luas sehingga tanah tersebut belum dapat digunakan secara lebih produktif. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengadakan program transmigrasi. Program transmigrasi merupakan suatu usaha untuk menyerasikan penyebaran potensi alam dan lingkungan hidup, sehingga mutu kehidupan bisa ditingkatkan di seluruh wilayah Indonesia dan sumber daya manusia bisa didayagunakan secara lebih produktif. Untuk itu akan makin diperluas dan di tingkatkan transmigrasi baik transmigrasi umum maupun transmigrasi swakarsa. Dengan adanya program transmigrasi, maka pemilikan tanah dan penggunaan tanah di daerah asal dan daerah tujuan dapat ditata kembali. Penataan ini berkaitan dengan batas minimum pemilikan tanah, di mana mereka yang memiliki tanah sempit dan yang tidak mempunyai tanah akan ikut bertransmigrasi. Didaerah baru mereka akan mendapat lahan pertanian seluas 2 hektar, yang merupakan batas minium pemilikan tanah. Bagi mereka yang memiliki tanah, maka sesuai dengan larangan absenteisme atau memiliki tanah yang berada di luar kecamatan. Mereka yang akan berangkat menuju lokasi transmigrasi harus mengalihkan tanahnya
© 2003 Digitized by USU digital library
9
kepada orang lain. Pengalihan tersebut sebaiknya dilaksanakan terhadap mereka yang telah memiliki tanah namun belum memenuhi batas minimum, sehingga luas tanahnya akan memenuhi ketentuan luas minimum. Dengan demikian di daerah asal tersebut semakin sedikit orang mempunyai tanah di bawah luas minimum, sehingga tanah-tanah atau lahan-lahan tersebut dapat menjadi sumber penghidupan yang layak dan dapat memberikan kesejahteraan bagi dirinya sendiri dan keluarganya serta masyarakat. B. Pembukaan dan Pengembangan Daerah Produksi Baru Transmigrasi dimaksudkan untuk meningkatkan penyebaran penduduk dan tenaga kerja. Namun di samping itu, transmigrasi ditujukan pula untuk pembukaan dan pengembangan daerah baru, terutama daerah pertanian dalam rangka pengembangan daerah khususnya di luar jawa dan Bali, yang dapat menjamin peningkatan taraf hidup para transmigran dan masyarakat di sekitarnya. Daerah tujuan transmigrasi ini meliputi beberapa propinsi antara lain Jambi, Bengkulu, Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi rrengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Riau, Sumatera Barat, DI Aceh, Sumatera Utara,Maluku dan Irian Jaya. GBHN tahun 1987 menyatakan bahwa mengenai transmigrasi dikatakan bahwa dalam pemerataan penyebaran pembangunan diseluruh wilayah Indonesia disebutkan antara lain "Peningkatan transmigrasi, bukan saja sebagai cara untuk pemecahan kepadatan penduduk di satu daerah, tetapi juga untuk menambah daya manusia di daerah lain yang memerlukan. Dalam program transmigrasi, kepada para transmigran diberikan tanah pertanian seluas 2 hektar. Tanah-tanah tersebut sebelumnya adalah merupakan hutan dan untuk keperluan transmigrasi hutan-hutan tersebut dibuka untuk dijadikan lahan-lahan pertanian. Pembukaan tanah pertanian baru berarti menciptakan lapangan kerja baru, bagi para petani yang menjadi transmigran. Dalam kaitannya dengan larangan absenteisme, tanah-tanah pertanian dalam program translnigrasi yang diterima para transmigrasi harus diusahakan sendiri oleh mereka. Pengusahaan secara aktif ini ditunjang dengan begitu banyaknya fasilitas yang diberikan mulai dari pengangkutan, pematangan tanah, perumahan, dan tunjangan hidup satu tahun serta tunjangan lainnya, sehingga mereka dapat berdayaguna secara lebih produktif tanpa memikirkan terlalu banyak tentang resiko yang akan dihadapi di daerah transmigrasi. Biasanya yang menjadi daerah asal program transmigrasi adalah daerahdaerah yang padat penduduknya dan daerah yang tidak produktif seperti daerah tandus. Dan yang menjadi daerah tujuan transmigrasi adalah daerah yang masih jarang penduduknya dan memiliki tanah yang produktif yang belum didayagunakan. Dengan demikian di daerah baru tersebut akan terjadi pengembangan produksi baik itu bagi para transmigran maupun bagi penduduk setempat. Biasanya petani-petani di Jawa dan Bali memiliki pengetahuan yang cukup lumayan dalam hal bercocok tanam sehingga hal tersebut juga akan mempengaruhi penduduk setempat sehingga mereka juga dapat meningkatkan hasil produksinya. Di daerah transmigrasi, pemerintah melalui Departemen Transmigrasi melakukan pengawasan dan pembinaan usaha tani transmigran dan penduduk setempat. Untuk menampung hasil-hasil pertanian, juga telah dilakukan pengembangan usaha industri yang mengelola hasil pertanian serta
© 2003 Digitized by USU digital library
10
mengembangkan usaha perdagangan di daerah transmigrasi. Dalam hal ini yang sesuai untuk dikembangkan adalah kehidupan koperasi yang berasaskan kekeluargaan. Karena dengan terbentuknya koperasi pertanian transmigrasi akan meningkatkan daya beli para-petani transmigran sehingga kemungkinan jatuhnya sebagian besar penghasilan petani kepada para non farmer atau golongan bukan petani dapat dicegah. C. Syarat-syarat sebagai Transmigrasi Transmigrasi telah ada sejak pemerintahan Hindia Belanda, yaitu sejak tahun 1905 di mana pada waktu itu dipakai istilah kolonisasi yang artinya membuat kolonisasi di luar Jawa. Tujuan koloni ini adalah untuk mencukupi kebutuhan tenaga kerja di perkebunan dan pertambangan Belanda di Iuar Jawa. Namun setelah kemerdekaan, istilah ini diganti dengan Transmigrasi dengan tujuan yang berbeda dengan kolonisasi,yang lebih bersifat untuk pemerataan penyebaran penduduk,dan peningkatan kesejahteraan penduduk. Pada mulanya transmigrasi seluruhnya dibiayai dan diprakasai oleh pemerintah dengan harapan dalam perkembangannya selanjutnya rakyat akan melaksanakan dengan inisiatif dan biaya sendiri. Kenyataannya sekarang menunjukkan adanya Transmigrasi spontan. Namun secara keseluruhan transmigrasi spontan masih merupakan bagian kecil saja. Untuk mengikuti program transmigrasi, tidak semua penduduk dapat ikut serta untuk melaksanakannya. Hal ini dikarenakan untuk ikut serta untuk bertransmigrasi harus dipenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut : -
Pesertanya adalah berkewarganegaraan Indonesia. Sudah berumah tangga. Sehat jasmani dan rohani. Berumur antara 18 sampai 45 tahun Anggota yang ikut bertransmigrasi(keluarganya) umurnya tidak boleh kurang dari 6 tahun dan tidak boleh lebih dari 50 tahun. - Memiliki kelakuan yang baik. - Mempunyai kemampuan den keterampilan. - Tunduk dan patuh pada peraturan-peraturan penyelenggara transmigrasi. Dari semua persyaratan di atas, dapatlah dikatakan bahwa semua syarat tersebut di atas merupakan pendukung bagi suksesnya program transmigrasi. Sesuai dengan prinsip dalam UUPA yang mengatakan bahwa hanya warga negara Indonesia yang mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa, maka pelaksanan transmigrasi yang berpedoman pada landreform juga harus mengikuti prinsip ini. Karena yang menjadi tujuan dari trasmigrasi dan landreform adalah menciptskan kesejahteraan bagi manusia Indonesia atau warga negara Indonesia, bukan warga negara lain. Pada bab sebelumnya telah disebutkan adanya transmigrasi umum dan transmigrasi spontan. Dalam hal ini berarti ada dikenal bermacam-macam bentuk transmigrasi. Di samping transmigrasi umum dan transmigrasi swakarsa/spontan, ada juga transmigrasi sektoral, transmigrasi lokal, dan transmigrasi bedol desa.
© 2003 Digitized by USU digital library
11
Adapun pengertian transmigrasi tersebut diatas adalah sebagai berikut :
a. Transmigrasi umum yaitu transmigrasi yang pelaksanaannya dan pernbiayaannya ditanggung pemerintah. Dalam hal ini pemerintah menanggung biaya perjalanan dari daerah asal sampai ke daerah tujuan, biaya hidup dalam penampungan ,dan biaya hidup selama satu tahun di tempat yang baru. b. Transmigrasi spontan/swakarsa yaitu transmigrasi dengan biaya sendiri, akan tetapi dibantu dan ditampung oleh pemerintah. c. Transmigrasi sektoral yaitu transmigrasi yang dilakukan karena hal-hal khusus dan dengan maksud tertentu. Misalnya transmigrasi khusus bagi para tuna wisma. d. Transmigras lokal yaitu transmigras atau perpindahan penduduk dalam satu propinsi. Dalam hal ini pemerintah daerah yang bersangkutan ikut menampung pembiayaan. e. Transmigrasi bedol desa yaitu perpindahan penduduk yang meliputi seluruh warga desa berikut syaratnya yang biayanya ditanggung oleh pemerintah. Walaupun terdapat bermacam-macam bentuk transmigrasi, namun semuanya memiliki tujuan yang sama seperti yang disebut dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1972, yaitu seperti telah diuraikan dalam bab pendahuluan. 1. Penataan Tanah di Daerah Asal Di daerah asal, para transmigran itu ada yang memiliki lahan dan ada yang tidak memiliki tanah. Bagi mereka yang memiki tanah, dikaitkan dengan peranan transmigrasi, maka mereka harus melepaskan hak atas tanah yang ada di daerah asal mereka sebelum mereka berangkat menuju lokasi transmigrasi. Program transmigrasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan landreform Indonesia, sehingga apabila tanah di daerah asal mereka tidak dilepaskan haknya maka tanah tersebut akan menjadi tanah absenteisme. Artinya si pemilik tanah berada di luar kecamatan tempat tanah itu berada. Apabila terjadi demikian maka jelas bertentangan dengan ketentuan yang ada. Biasanya tanah-tanah di daerah asal yang dimiliki oleh para transmigran adalah tanah-tanah yang sempit yang kurang lebih 2 hektar di mana tanah-tanah tersebut merupakan hasil lahan yang luas, baik itu akibat pewarisan ataupun jual beli dan pelepasan hak tersebut seharusnya dilakukan atau dialihkan kepada petani yang sudah memiliki tanah, namun tidak memenuhi syarat luas minimum pemilikan tanah. Dalam hal ini terasa perlu adanya campur tangan pemerintah dalam pengalihan hak atas tanah itu.Tanah-tanah tersebut kemudian seterusnya dalam pengawasan pemerintah untuk tidak memungkinkan diperjualbelikannya tanah-tanah tersebut di masa yang akan datang. Dengan pelepasan hak atas tanah yang seperti ini diharapkan ketentuan luas minimum pemilikan tanah dapat ditingkatkan dengan makin sedikitnya penduduk atau petani yang memiliki tanah dibawah 2 hektar.
© 2003 Digitized by USU digital library
12
Dengan meningkatnya penduduk atau petani yang memiliki tanah yang telah memenuhi syarat luas minimum pemilikan tanah mengakibatkan tanah yang semula tidaK ekonomis, kini lahan tersebut dapat memberikan kesejahteraan bagi diri dan keluarganya serta bagi masyarakat yang mana akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah tersebut. Dengan demikian program transmigrasi sekaligus merupakan usaha penataan penggunaan den pemilikan tanah di daerah asal. 2.Transmigrasi Profesional Pelaksanaan transmigrasi dibiayai den diprakarsai oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah menanggung semua biaya melalui dari biaya perjalanan dari daerah asal sampai ke daerah tujuan, biaya hidup dalam penampungan, sampai biaya hidup selama satu tahun di tempat yang baru. Pemerintah juga menyediakan rumah,peralatan pertanian, bibit, dan tanah pertanian seluas 2 hektar. Hal ini terjadi pada tahap permulaan pelaksanaan transmigrasi. Untuk tahap selanjutnya, transmigrasi yang semula dibiayai dan diprakarsai oleh pemerintah dapat menjadi transmigrasi profesional. mereka yang mempunyai kemampuan dan keterampilan mempunyai inisiatif sendiri untuk melakukan transmigrasi dan juga dengan biaya sendiri. Mereka tidak memiliki tanah dan ada juga yang memiliki tanah namun tidak dapat mencapai kehidupan yang diinginkan. Padahal mereka memiliki kemampuan dan keterampilan. Dalam transmigrasi profesional ini sebaiknya pemerintah tetap memberikan lahan pertanian, sehingga pemerintahlah yang menentukan lokasi bagi para transmigransi itu. Bila hal ini tidak ditentukan, maka sudah tentu hutan-hutan yang dibuka itu kemungkinan dapat menimbulkan kerusakan lingkungan sehingga lingkungan tidak terkendali lagi. Dalam transmigrasi profesional pemerintah tidak mengeluarkan biaya yang banyak seperti transmigrasi biasanya karena pemerintah hanya menyediakan tanah atas lahan pertanian. Sehingga biaya yang seharusnya dipergunaken untuk membiayai transmigrasi dapat dialihkan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang lain, yang memberikan manfaat bagi masyarakat. Dengan demikian para petani dapat meningkatkan taraf hidupnya dan pembangunan dapat berjalan dengan lancar, sehingga akhirnya akan memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Akhirnya kita dapat mencapai tujuan negara Indonesia yaitu mencapai masyarakat yang adil den makmur. 3. Pemberian Hak milik Hak atas tanah yang diberikan kepada para transmigran sebenarnya berasal dari hak pengelolaan di mana hak pengelolaan ini juga timbul dari adanya hak penguasaan. Dengan kata lain, hak pengwasan dikonversi menjadi hak pengelolaan oleh Departemen Transmigrasi dan hak pengelolaan ini diberikan hak milik kepada para transmigran. Pemberian hak milik ini dilakukan dengan penyerahan sertifikat tanah hak milik kepada para transmigran. Dengan adanya sertifikat tanah hak milik di tangan para transmigran tidak berarti mereka dengan seenaknya dapat melakukan pengalihan hak atas tanah tersebut yaitu hak milik, kepada orang lain. Karena apabila dikaitkan dengan peranan transmigrasi, maka sasaran transmigrasi itu tidak akan terpenuhi. Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 12 Tahun 1978, maka untuk masa 10 tahun tanah milik tranmigran itu tidak boleh dialihkan kepada orang lain, kecuali setelah mendapat izin dari Bupati KDH tingkat II setempat. Sekrang diperoleh dari Kantor Pertanahan setempat. Apabila ketentuan ini dilanggar
© 2003 Digitized by USU digital library
13
maka kepada transmigran diancam dengan pencabutan haknya itu. kembali. Oleh Surat Departemen Dalam Negeri tanggal 31 Januari 1978 No. BTU.1 /585/1-78 dijelaskan bahwa alasan larangan tersebut antara lain karena pelaksanaan transmigrasi adalah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia. Di sinilah sebenarnya peranan dari pemegang hak pengelolaan untuk mengawasi dan mengambil tindakan yang tepat terhadap pelaksanaan keputuaan tersebut. Tanah–tanah transmigrasi tersebut diberikan kepada para transmigrasi dengan dana dari pemerintah ataupun suatu pinjaman dari luar negeri atas tanggungan pemerintah. Sehingga jika ada seseorang transmigran yang akan mengundurkan diri maka dia harus menyerahkan kembali hak milik tersebut beserta lahannya kepada pemerintah melalui Depertemen Transmigrasi lahan tersebut diperuntukan bagi transmigran yang baru secara sisipan. Kepada transmigran yang mengundurkan diri itu tidak ada diberikan ganti kerugian karena kesemuanya masih merupakan aset pemerintah.
© 2003 Digitized by USU digital library
14
BAB lV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Transmigrasi bertujuan untuk memindahkan penduduk dari pulau Jawa ke luar pulau Jawa. Demikian juga halnya penduduk pulau Bali. Sehingga penyebaran penduduk dapat terjadi secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Transmigrasi merupakan sarana untuk melaksanakan landreform di Indonesia. Karena di samping dengan pembagian tanah pemindahan penduduk, transmigrasi juga harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UUPA yaitu larangan latifundia, larangan absenteisme, penetapan batas maksimum pemilikan tanah dan batas minimum pemilikan tanah, larangan fragmentasi. Namun dalam kenyataannya tidak semua ketentuan UUPA itu dapat terlaksana. Banyak terjadi tanah-tanah transmigrasi itu diperjualbelikan sebelum lewat waktu 10 tahun, terjadinya tanah - tanah absenteisme di mana pemiliknya sekarang tinggal kota-kota besar dan tanah tersebut digarap oleh orang lain. Juga terjadinya penumpukan hasil produksi di tangan para spekulan. Transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan penyebaran ,penduduk dan tenaga kerja serta pengembangan daerah produk baru, terutama daerah pertanian, dalam rangka pembangunan daerah. Transmigrasi juga sekaligus merupakan usaha penataan kembali penggunaan tanah dan pemilikan tanah di daerah asal dan daerah tujuan transmigrasi. B. Saran Dari uraian dalam kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Pemerintah melalui Departemen Transmigrasi diharapkan terus melakukan pengawasan terhadap tanah-tanah para transmigran sehingga sasaran dari transmigrasi dapat tercapai yaitu untuk meningkatkan penyebaran penduduk, dan sebagainya sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. 2. Perlu dibentuk organisasi petani yang dapat benar- benar berfungsi sehingga dapat meningkatKan daya beli para transmigran untuk menghindari kemungkinan jatuhnya sebagian besar penghasilan petani jatuh kepada para spekulan-spekulan.Dalam hal ini bentuk orgarlisasi yang sesuai untuk dikembangkan adalah koperasi yang berasaskan kekeluargaan DAFTAR PUSTAKA 1. Harsono, Boedi, S.R, Hukum Agraria Indonesia, cetakan keempat, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1975. 2. Parlindungan, A.P, DR., Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung, 1993. 3. Parlindungan, A.P, DR., Aneka Hukum Agraria, Penerbit Alumni, Bandung, 1983. 4. Perangin, Effendi, S.R, Hukum Agraria Di Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi rlukum, Penerbit PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994. 5. Togatorop, K, Drs., Ilmu Geografi SMA, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1993.
© 2003 Digitized by USU digital library
15