TINJAUAN JURIDIS NASABAH PENYIMPANAN DANA TERHADAP BANK YANG DILIKUIDASI
Hermansyah,SH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 1. PENDAHULUAN. Heboh Masyarakat dengan tejadinya 16 Bank dilikwidasi. Disana sini membicarakan bagaimana nasib kami apakah uang dapat dikembalikan secara utuh, maklum kami selaku nasabah tidak mengerti apa yang akan kami perbuat, demikian kesangsian nasabah. Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang -undang Dasar 1945, kesinambungan dan meningkatkan pelaksanaan Pembangunan Nasional yang berdasarkan kekeluargaan,perlu dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan tersebut maka pelaksanaan pembangunan ekonomi harus lebih memperhatikan keserasian,keselarasan, dan keseimbangan unsur-unsur pemerataan pembangunan, keserasian, keselarasan, dan keseimbangnan unsur -unsur pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas Nasional. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis dalam menyerasikan dan menyeimbangkan masing -masing unsur dari Trilogi Pembangunan adalah Perbankan. Peran yang strategis tersebut terutama disebabkan oleh fungsi utama Bank sebagai suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien, yang dengan berasaskan demokrasi ekonomi mendukung pelaksanaan Pembangunan Nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Memperhatikan peranan lembaga perbankan yang demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan Nasional, maka terhadap lembaga perbangkan perlu senantia terdapat pembinaan dan pengawasan yang efektif, dengan didasari oleh landasan gerak yang kokoh agar lembaga perbankan di Indonesia mampu berfungsi secara efisien, sehat, wajar, dan mampu mengahadapi persaingan yang semakin bersifat. global, mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyararakat kepadanya, serta mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut kebidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan, demikian consederant UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan. Bank adalah Lembaga Kepercayaan dimana kemauan masyarakat untuk meyimpan dananya pada Bank semata -mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktunya dan disertai imbalan berupa bunga. Pengalaman menunjukkan, baik di lndonesia maupun negara-negara lain bahwa ada beberapa Bank yang mengalami kesulitan dan terpaksa habis ditutup sehingga merugikan masyarakat, karena sebagian atau seluruh dananya tidak dapat diperoleh kembali, kenyataan demikian dapat menimbulkan, pertanyaan, bagaimana cara memberikan perlindungan kepada masyarakat penyimpan dana.
©2003 Digitized by USU digital library
1
Bahwa berdasarkan Peraturan Perbankan Indonesia hukum memberikan tempat Nasabab untuk melindungi dirinya dengan cara: 1.Perlindungan secara implisit ( Implicit deposit protection) 2.Perlindungan secara Eksplisit ( Explicit deposit protection ) Bahwa namun apabila kita perhatikan bersama Undang-Undang No.7 tahun tentang Perbangkan perlindungan hukum terhadap Nasabah hanyalah dilakukan secara Implisit akan tetapi demi untuk kelangsungan Bank sebagai suatu lembaga khususnya dan sistim perbangkan secara umumnya perlindungan itu haruslah menjadi satu kesatuan yang utuh. Bank Indonesia mempunyai wewenang pembinaan dan pengawasan dalam rangka menjaga kelangsungan Usaha Bank, demikian juga Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan Bank dengan memperhatikan aspek permodalan (capital), kualitas asset, kualitas manajeme, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas berhubungan dengan usaha bank misalnya dalam satu sisi guna melindungi kepentingan Bank dalam pemberian kredit kepada nasabahnya, pemerintah pada tahun 1997 telah membentuk lembaga pertanggungan untuk kridit yang diberikan oleh bank yang dinamakan PT.Assurani Kredit Indonesia,yang tugas pokoknya semula memberikan pertanggungan bagi kredit-kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya khususnya untuk KIK dan KMKP, dan pada tahun1985 pemberian kredit eksport pertanggungan diberikan oleh PT .Asuransi Ekspor Indonesia, meskipun mempertangkan kredit bukan merupakan suatu keharusan bagi bank,namun pengunaan lembaga pertanggungan kredit tersebut banyak membantu bank melindungi resiko yang dapat timbul dari pemberian kredit tersebut. Bahkan juga dissi lain untuk tindakan preventif dalam melindungi kepentingan atas resiko kridit macet yang mungkin timbul,lajimnya bank secara dini telah melakukan analisa kreidit secara mmyeilDu, melakukan pengikatan jaminan, serta melakukan tindakan hukum dalam menyelesaikan kredit macet. Bahkan tindakan pengamanan lainnya misalnya bank sejak menerima barang jaminan kredit dari nasabah atau dari pihak penjamin telah mewajibkan kepada nasabah penerima kredit atau penjaminan tersebut untuk mengasuransikan barang-barang jaminan kepada perusahaan asuransi kerugian yang dikehendaki oleh Bank. Bank dalam kegiatan dibidang liabilities adalah kegiatan yang berupa penghimpun masyarakat dalam bentuk simpanan giro, Deposito berjangka, Tabungan dan transaksi -transaksi lainnya yang berupa penghimpun dana masyarakat. Transaksi simpanan uang seperti Giro, Deposito berjangka, dan Tabungan apabila dilihat dari kaca mata hukum tunduk pada hukum penitipan yang diatur dalam kitab Hukum Perdata. Dalam rangka membicarakan Penitipan terang saja kepada nasabah selaku pihak yang menitipkaan dapat mengambil kembali uang yang sama ketika ia menitip uang terdahulu, sedangkan bank tidak diwajibkan untuk memberikan bunga, tetapi tentang hal ini dapat dikesampingkan dengan memperjanjikan secara tegas bahwa bank memberikan bungan/ jasa kepada si penitip. Dalam hubungannya dengan perlindungan kepentingan-kepentingan Nasabah dalam kegiatan Bank di bidang rehabilitis ini, kiranya perlu dipikirkan pembentuk suatu lembaga yang dapat menjamin bahwa dana nasabah yang disimpan pada bank terjamin pengambilannya. Misalnya apabila suatu bank dilikuidasi, maka nasabah dari bank yang bersangkutan akan memperoleh penggantian dananya dari lembaga
©2003 Digitized by USU digital library
2
penjamin dimaksud. Mengingat nasabah dalam kegiatan sebagai pelepas uang, dilain pihak jika dibandingkan dengan kegiatan bank dihidang asset kepentingan bank secara yuridis sudah lebilh mantap, kiranya adil dan wajar apabila kepentingan nasabah dan bank secara yuridis maupun finansil mempunyai kualitas yang sama. Disamping itu masalah yang lebih penting adalah perlunya pembinaan kepercayaan masyarakat terhadap perbankkan melalui pemberian jaminan kepastian hukum bagi nasabah, disamping implementasi prudental banking principles. Prinsip kehati-hatian oleh sementara kalangan masih dianggap memandang untuk melindungi kepentingan nasabah, sehingga pembentukan lembaga jaminan simpanan dirasakan belum tepat waktu. Namun berdasarkan kenyataan dalam praktek perbankkan dewasa ini, penerapan prudential banking priciples, yang merupakan andalan bagi upaya pembinaan kepercayaan nasabah dan sekaligus sebagai sarana perlindungan kepada masyarakat penyimpan tampaknya masih perlu ditingkatkan untuk mencapai sasaran yang diharapkan. Disamping itu pertanggung jawaban bank terhadap keuangan nasabah belum menunjukan kepastian pengembalian dana nasabah bila terjadi krisis perbankkan. Telah menjadi aturan hukum, bahwa Bank Indonesia (BI) tidak ada memberikan bantuan dana pada bank yang mengalami kesulitan usaha. Bagaimanakah pertanggungan jawaban bank terhadap uang nasahah jika terjadi suatu hal yang berakihat kegagalan bank (bank failure) yang mengejutkan, misalnya tiba-tiba suatu bank tidak bisa melaksanakan kewajibannya melaksanakan kewajibannya membayar pada nasabah penarik simpanannya. Mengingat masalah ini secara formal juga ditetapkan dalam pasal 30 UU No.13/1968 tentang bank sentral antara lain disebutkan bahwa dalam rangka pembinaan perbangkan, maka jika keadaannya telah memungkinkan untuk lebih menjamin uang nasahah, dapat diadakan asuran si deposito Usulan dan agar diIndonesia diberlakukan bentuk perlindungan bagi nasahah penyimpan dana berupa asuransi deposito seperti harinya di Amerika Serikat itu, tidak pernah berhasil. Demikian banyak yang pro terhadap usul ini tetapi demikian banyak pula kontra. Kasus likuidasi bank Summa yang sampai sekarang belum tuntas penyelesaian pembayaran kepada para nasabah penyimpan, telah mengakibatkan goyahnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan khususya kepercayaan terhadap bank swasta sehingga dialirkan kepada bank pemerintah. Sebelum ada bentuk perlindungan yang pasti bagi para Deposant/penabung kecil seperti yang diberikan oleh deposit. insurance scheme, kiranya bank indonesia dan mentri keuangan dapat mengambil tindakan-tindakan lain selain dalam bentuk pencabutan jzin usaha dan likuidasi bank tersebut. Disamping itu apabila suatu bank di likuidasi dalam kondisi sekarang ini, yang menjadi masalah adalah konsekwensi yang timbul akibat dilikuidasinya suatu bank, terutama yang berhubungan dengan dana nasabah yang disimpan pada bank yang dilikuidasi tidak diatur. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur piutang-piutang yang di istimewakan yaitu antara lain pemegang gadai don hipotik. Apabila dihubungkan dengan hal ini terlihat, bahwa simpanan nasabah tidaklah termasuk piutang yang diistimewakan. Akan tetapi adalah utang piutang biasa yang berarti dalam penyelesaian kewajiban bank akan dibayarkan setelah pamegang gadai dan hipotik.
©2003 Digitized by USU digital library
3
Biasanya suatu yang dinyatakan pailit hartanya tidaklah cukup untuk membayarkan seluruh utang-utangnya sehingga ada kemungkinan seseorang yang mempunyai piutang tidak bisa mendapatkan kembali uangnya. Disamping ita masalah yang lebih penting adalah perlunya pembinaan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan melalui pemberian jaminan kepastian bukum bagi nasabah, disamping implementasi prudential banking principles. Prinsip kehati-hatian oleh sementara kalangan masih dianggap memadai untuk melindungi kepentingan nasabah, sehingga pendirian/pembentukan lembaga jaminan simpanan dirasakan belum waktunya diadakan. Namun berdasarkan kenyataan dalam praktek perbankan dewasa ini penerapan prudential banking principles yang merupakan andalan bagi upaya pembinaan kepercayaan nasabah sekaligus sebagai sarana perlindungan kepada masayarakat penyimpan, tampaknya masih perlu ditingkatkan untuk mencapai sasaran yang diharapkan. Disamping itu pertanggung jawaban bank terhadap keuangan nasabah belum menunjukkan kepastian pengembalian dana nasabah bila terjadi krisis perbankan. 2. PERMASALAHAN Upaya Hukum apakah terhadap Nasabah Penyimpan Dana apabila Bank dilikuidasi. 3. PEMBAHASAN 3.1.HUKUM MENURUT KETENTUAN PERBANKAN. Pengertian nasabah dalam makalah ini, dibatasi hanya nasabah penyimpan dana (kreditur) yaitu sebagai giran, deposan, penabung ataupun pembeli surat berharga yang diterbitkan oleh bank. Bank selaku penerima dana nasabah sebagai simpanan dikelola oleh bank yaitu menggunakannya untuk ditanamkan sebagai aktiva produktif tanpa mengurangi kewajiban untuk menyediakan dana yang sewaktuwaktu atau pada tanggal jatuh temponya penarikan dana oleh nasabah yang bersangkutan. Penyediaan dana tersebut merupakan penanaman dalam alat likuid, yaitu kas, giro pada bank Indonesia ataupun bank lain. Undang-Undang mewajibkan kepada bank selaku pengdola dan masyarakat yang dipercayakan kepadanya untuk memelihara kesehatan banknya yang meliputi aspek permodalan, kwalitas assets, kwalitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas serta aspek lainnya yang berhubungan dengan usaha bank. Dalam melakukan usahanya bank diwajibkan melaksanakan prinsip kehati-hatian. Hal tersebut ditetapkan dalam pasal 29 ayat (2) dan (3) Undang -Undang No.7 tahun 1992. Selanjutnya dalam pasal tersebut ayat ( 4 ) dan ( 5) bank dalam memberikan kredit. dan kegiatan usaha lainnya diwajibkan menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank, serta untuk kepentingan nasabah bank harus menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian transaksi nasabah yang dilakukan melakukan melalui bank. Pengalaman menunjukkan, baik di Indonesia maupun Negara-negara lain, bahwa ada beberapa bank yang mengalami kesulitan dan terpaksa harus ditutup sehingga merugikan masyarakat, karena sebagian atau seluruh dananya tidak dapat diperoleh kembali. Kenyataan demikian menimbulkan pertanyaan, bagaimana cara memberikan perlindungan kepada masyarakat penyimpan dana. Menurut sistem perbankkan Indonesia, perlindungan terhadap Nasabah menyimpan dana, dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yakni :
©2003 Digitized by USU digital library
4
a. Perlindungan secara Implisit (Implicit depsit Protection), yaitu perlindungan yang diperoleh melalui: a.1. Peraturan perundang-undangan dibidang perbankan (UU No.7 taham 1992); a.2. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif yang dilakukan oleh bank lndonesia. a.3. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankkan pada umumnya. a.4. Memelihara tingkat kesehatan bank; a.5. Melakukan Usaha sesuai dengan prinsip kehati hatian; a.6. Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah; a.7. Menyediakan informasi resiko pada nasabah, b. Perlindungan secara Eksplisit (Explicit deposit Protection), yaitu perlindungan diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat. Pengertian perlindungan secara Implisit adalah, perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan teriadinya kebangkrutan bank yang diawasi. Sedangkan yang dimaksud dengan perlindungan secara eksplisit adalah perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang perbankkan, hanya mengatur perlindungan kepada nasabah secara implisit. Dalam UU No.7 tahun 1992 tersebut, pada dasarnya perlindungan kepada nasabah tidak dapat dipisahkan dengan upaya menjaga kelangsungan bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindugan terhadap sistem perbankan pada umumnya. Bank yang tetap dapat menjaga kelangsungan usahanya dan tetap tangguh dalam persaingan dunia perbankan yang semakin ketat dewasa ini, hanyalah bank yang mampu menjaga kesehatannya dengan baik. Suatu bank tangguh dan sehat pada dasarnya akan mampu mengamankan dana yang dipercayakan masyarakat kepadanya, dan bank yang sehat dengan sendirinya mendukung terbentuknya sistem perbankan yang sehat. Dalam upaya untuk menjaga kelangsungan usaha bank, UU No.7. tahun 1992, memberikan wewenang pembinaan dan pengawasan kepada bank Indonesia. Untuk kepengan pembinaan dan pengawasan tersebut, Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan (Capital), kualitas asset, kualitas menejemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas dan aspek lainnya yang terhubung dengan usaha bank. Disamping harus memelihara kesehatannya sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan Bank Indonesia, dalam rangka menjaga kelangsungan usaha bank dan perlindungan terhadap nasabah bank, antara lain diwajibkan untuk : a. menjaga usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian (Prudential banking), antara lain melaksanakan ketentuan batas maksimum pemberian kridit, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
©2003 Digitized by USU digital library
5
b. dalam memberikan kredit dalam melakukan kegiatan usaha lainnya, menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. c. untuk kepentingan nasabah, bank menyediakan informasikan mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian bagi transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. Apabila menurut penilaian Bank Indonesia suatu bank diperkirakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. Bank lndonesia memberitahukan hal tersebut kepada Mentri Keuangan dan bank Indonesia dapat mengambil tindakan agar bank dan atau pihak terafiliasi melakukan tindakantindakan yang dianggap perlu untuk memperbaiki keadaan keuangan, atau Bank Indonesia mengambil tindakan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan apabila menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu Bank membahayakn sistim perbankan, atau tindakan sebagaimana dimaksud tersebut diatas belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank, maka bank Indonesia mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk mencabut izin usaha bank tersebut dan memerintahkan Direksi untuk melikuidasi bank. Sebagai perlindungan lebih lanjut terhadap nasabah, dalam hal direksi tidak melikuidasi banknya, maka Mentri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk melikuidasi bank yang bersangkutan. Ketentuan ini merupakan terakhir untuk melindungi hak nasabah apabila suatu bank meugalami kegagalan (dicabut izinnya). hal ini merupakan suatu peningkatan perlindungau hukum bagi nasabah, karena hal ini sama sekali tidak diatur dalam UU. Perbankan yang lama. Dengan adanya ketentuan ini, dapat dicegah adanya bank yang telah dicabut izinnya tetapi tidak dilikuidasi sehingga mengakibatkan tidak terjaminnya hak nasabah-nasabah yang menyimpan dananya pada bank yang bersangkutan. Disamping perlindungan terhadap nasabah melalui ketentuan-ketentuan dibidang pembinaan dan pengawasan bang dalam UU No.7 tahun 1992 juga terdapat ketentu lain yang mendukung upaya perlindungan terhadap nasabah: a. Dalam memberikan kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Ketentuan ini dimaksudkan agar dalam memberikan kredit, bank selalu memperhatikan azas-azas perkreditan yang sehat, sehingga dapat mengurangi resiko kredit macet. Sebagai mana diketahui bagaimana bank kredit macet yang relatif besar maka akan dapat mempengaruhi kelangsungan usahanya, dimana akibatnya lebih lanjut akan menimpa nasabah yaug mempercayakan dananya pada bank. b. Merger, konsolidasi antar bank, serta akuisisi bank wajib terlebih dahulu mendapat izin Mentri keuaugan setelah medengar pertimbangan bank Indonesia. Dalam kejelasan yang mengatur masalah merger, konsolidasi dan akuisisi tersebut, secara tegas dinyatakan bahwa merger, konsolidasi dan akuisisi yang dilakukan tidak boleh merugikan kepentingan nasabah. c. Dalam ketentuan tentang rahasia bank, sebagaimana juga diatur dalam U-U. perbankan menyatakan, bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia
©2003 Digitized by USU digital library
6
perbankan,kecuali dalam hal untuk kepentingan perpajakan, peradilan dalam perkara pidana, dalam perkara perdata antara bank dan nasabah dan dalam rangka tukar menukar informasi antara bank. Sebagai perlindungan lebih laujut kepada nasabah, dalam hal bank memberikan keterangan untuk kepentingan dimaksud, maka pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank, berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika mendapat kesalahan dalam keterangan dimaksud. d. Ketentuan sanksi pidana dan administratif dalam UU No.7 tahun 1992 jauh lebih berat dan lengkap UU yang lama. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk lebih terbentuknya ketaatan yang tinggi terbadap ketentuan undang-undang ini, mengingat bank adalah lembaga yang menyimpan dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepadanya. 3.2. PERLINDUNGAN HUKUM MENURUT K.U.H.PERDATA. Dalam Bab kesembilanbelas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diatur tentang piutang-piutang yang diistimewakan, pada bagian kesatu diatur tentang piutangpiutang yang diistimewakan pada umumnya. Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Segala kebendaan si berutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan" Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan bahwa : "Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama -sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda benda dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan" Pasal 1134 KHU Perdata menyatakan bahwa : "Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh Undang -Undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi dari pada dari pada orang yang berpiutang lainnya semata mata berdasarkan sifatnya piutang. Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi dari pada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya.” Dalam bagian ketiga tentang hak-hak istimewa atas semua benda-benda bergerak pada umumya pada pasal 1149 KUH Perdata, antara lain ditegaskan bahwa piutangpiutang yang diistimewakan atas semua benda bergerak dan tidak bergerak pada umumnya ialah yang disebutkan dibawah ini piutang-piutang mana dilunasi dari pendapatan penjualan benda-benda itu untuk menurut aturan sebagai berikut: 1. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan karena pelelangan dan penyelesaian suatu warisan, biaya ini didahulukan dari pada gadai dan hipotik; 2. Biaya penguburan, dengan tidak mengurangi kekuasaan hakim untuk mengurangi jika biaya terlampau tinggi; 3. Semua biaya perawatan dan pengobatan dari sakit yang penghabisan; 4. Upah para buruh selama tahun lalu dan upah yang sudah dibayar dalam tahun sedang berjalan, beserta kenaikan upah; 5. Piutang karena penyerahan bahan-bahan makanan yang dilakukan kepada siberutang beserta keluarganya, selama waktu enam bulan terakhir; 6. Piutang-piutang para pengusaha sekolah bersama untuk tahun penghabisan; 7. Piutang anak-anak yang belum dewasa dan orang- orang tertampu terhadap sekalian wali dan pengampu mereka.
©2003 Digitized by USU digital library
7
Bahwa adaikata apabila dikaitkan dengan seluruh ketentuan diatas, kelihatannya bahwa simpanan nasabah tidaklah tennasuk kepada piutang yang di istimewakan, akan tetapi adalah utang-piutang biasa yang berarti dalam penyelesaian kewajiban bank akan dibayarkan setelah pemegang gadai dan hipotik. Namun biasanya suatu bank yang dinyatakan pailit hartanya tidak cukup untuk membayarkan selruh utangutangnya sehingga ada kemungkinan seseorang yang mempunyai piutang tidak bisa mendapatkam kembali uangnya. Bahwa berdasarkan pasal 1365 KUH.Perdata ditentukan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian itu. Apabila pihak bank mengelola usaha bank salah antisipasi sehingga kredit yang diberikan kepada debitur macet yang merugikan deposan karena uangnya diberikan kepada kriditur yang bermasalah, maka pihak bank tentunya harus mengganti uang yang dititipkan deposan kepadanya. 3.3. ASURANSI DEPOSITO (DEPOSIT INSURANCE SCHEME) Bahwa sebagaimana diketahui, tujuan utama dari perbankan Indonesia adalah sebagai penunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertmbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sedangkan fungsi utama perbankan Indonesia masih tetap sebagai intermediary yaitu menghimpun dan menyalur dana masyarakat, dari sektor surplus kesektor defisit. Guna mewujudkan tujuan tersebut tidak ada jalan lain selain meningkatkan pengawasan yang efektif dan bebas dari segala campur tangan dari diluar otoritas moneter, dan secara dini menerapkan tindakan preventif. Disamping itu masalah yang lebih penting adalah perlunya pembinaan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan melalui pemberian jaminan kepastian hukum bagi nasabah, disamping implementasi prudential banking principles. Prinsip kehati-hatian oleh sementara kalangan masih dianggap memadai untuk melindungi kepentingan nasabah, sehingga pembentukan lembaga jaminan simpanan dirasakan belum waktunya. Namun dalam kenyataan praktek sehari-hari dewasa ini, penerapan prudential banking principles, yang merupakan andalan bagi upaya pembinaan kepercayaan nasabah dan Sekaligus sebagau sarana perlindungan kepada masyarakat penyimpan dana nampaknya masih perlu ditingkatkan untuk mencapai sasaran yang diharapkan, Disamping itu pertanggung jawaban bank terhadap keuangan nasabah belum menunjukkan kepastian pengembalian dana nasabah bila terjadi krisis perbankan. Dalam Industri perbankan yang mengalami pragmentasi biasanya mudah mengalami kegoncangan, lalu mengalami rekstrukturisasi melalui merger atau akuisisi. Timbul pertanyaan bagaimanakah pertanggung jawaban bank terhadap uang nasabah jika terjadi sesuatu hal yang berakibat kegagalan bank (bank failure) yang mengejutkan misalnya tiba-tiba suatu bank tidak bisa lagi melaksanakan kewajibannya membayar pada nasabah? Dalam menjawab yang berkaitan dengan hal ini masalah asuransi deposito yang telah diatur dalam PP No.34 tahun 1973 jo Undang-Undang No.2 tahun 1992 tentang asuransi, kembali diperbincangkan. Gagasan ini telah dimulai sejak lebih kurang 32 tahun lalu, namun sampai saat ini belum dapat diwujudkan dengan berbagai alasan dan pertimbangan kebijaksanaan pemerintah, diantaranya telah dijaminnya Tabanas-Taska dan Deposito Inpres oleh Bank Indonesia.
©2003 Digitized by USU digital library
8
Terhadap permasalahan perwujudan lembaga asuransi deposito ini, pada umumnya kalangan perbankan dan nasabah sangat perlu diwujudkan. Hal ini dipandang perlu untuk mengantisipasi keadaan yang tidak diinginkan dan kasus-kasus perbankan lainnya yang pada umumnya menghadapkan nasabah kepada posisi yang sulit. Apabila hal tersebut ditunda, dapat mengakibatkan turunnya tingkat kepercayaan masyakat terhadap perbankan maupun pemerintah yang selanjutnya mengakibatkan berkurangnya sumber pembiayaan pembangunan. Hal ini dapat juga mengakibatkan lesunya pekembangan ekonomi dalam negeri dan terjadinya "CAPITAL FLlGHT". Tujuan pendirian lembaga tersebut adalah untuk mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang mengalami colleps. Bahwa dalam pendirian lembaga tersebut, perlu dihindari bahwa agar lembaga tersebut jangan dijadikan perlindungan bagi bankir yang tidak profesional dalam mengelola bank. Sehubungan dengan hal ini Bank Indonesia sebagal otoritas moneter pembinaan dan pengawasan perbankan mempunyai peranan yang penting dalam menyeleksi calon pimpinan bank, mengenai besarnya premi bagi setiap bank, sebaiknya dikaitkan dengan situasi/kondisi moneter. Apabila kondisi moneter yang stabil, besarnya premi asuransi relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan kondisi moneter yang labil. Juga perlu dilihat dengan modal yang dimiliki, jika pemupukan modal kecil, premi sebaiknya lebih tinggi, hal ini dimaksudkan agar tingkat. solvabilitasnya lebih terjaminnya seandainya pada awal pendiriannya terjadi tuntutan ganti rugi karena bank yang "COLLAPS" dan lembaga tersebut dapat mengganti dana masyarakat. Bahwa jumlah simpanan yang dijamin sebaiknya dikaitkan dengan jumlah pemupukan modal dan lembaga tersebut, artinya apabila jumlah modal semakin lama semakin besar maka jumlah simpanan yang dijamin semakin besar, demikian pula simpanan yang dicover. Bahwa suatu hal yang patut dicatat dalam pendirian asuransi deposit ini adalah bahwa pendirian tersebut tidak mengurangi tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan, terutama pertanggungjawaban bank terhadap nasabah. Peraturan perundang-undangan lain tetap diberlakukan. Hal ini dimaksudkan agar lembaga perbankan dalam melakukan operasionalnya tetap memperhatikan prinsip perbankan yang sehat terpercaya. Bahwa dalam pengalaman baru-baru ini terhadap 16 Bank yang dilikuidasi dan pengalaman lalu dalam pasta Pakto 27 tahun 1988 memberi petunjuk dengan penerapan prinsip kehati-hatian saja ternyata belum cukup mampu memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa bank dengan predikat sehat sekalipun belum dapat memberikan jaminan. Kenyataan menunjukan predikat sehat dapat berubah sewaktu–waktu secara mendadak baik karma faktor internal maupun eksternal tanpa sepengetahuan nasabah. Bentuk perlindungan bagi nasabah penyimpan dana sehubungan dengan dihentikannya kegiatan suatu bank adalah asuransi deposito seperti halnya di negara-negara Eropah dan Amerika. 4. PENUTUP Bertitik tolak dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa : Menurut sistem perbankan Indonesia, perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui dua cara yaitu perlindungan secara implisit (Implicit Deposit protection), yaitu perlindungan yang diperoleh melalui ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perbankan, dan yang kedua perlindungan secara
©2003 Digitized by USU digital library
9
Eksplisit (Exsplicit deposit protection) yaitu perlindungan pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat.
diperoleh
melalui
Undang-Undang No.7 tahun 1991 tentang perbankan, hanya mengatur perlindungan kepada nasabah secara implisit, Dalam UU No.7 tahun 1992 tersebut, pada dasarnya perlindungan kepada nasabah tidak dapat dipisahkan dengan upaya menjaga kelangsungan bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistim perbankkan pada umumnya. Dalam upaya untuk menjaga kelangsungan usa bank, UU No.7 tahun 1992, memberikan wewenang pembinaan pengawasan kepada Bank Indonesia untuk kepentingan pembinaan dan pengawasan tersebut, Bank lndonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank denqan memperhatikan aspek permodalan (Capital) kualitas asset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lainnya yang berhubungan dengan usaha bank. Memperhatikan ketentuan undang-undang saat ini belum ditemukan peraturan tentang kedudukan nasabah penyimpan dana, apabila bank dilikuidasi. Dalam rangka perlindungan kepentingan bank dalam pemberian kridit, telah di bentuk lembaga pertanggungan untuk kridit. P.T Asuransi Kridit Indonesia (ASKRINDO) dan P.T. Asuransi Ekspor Indonesia. Namun disisi lain , perlindungan hukum kepentingan nasabah, belum memperoleh jaminan kepastian bahwa dana yang disimpan terjamin pengembaliannya apabila suatu bank likuidasi. Daftar Pustaka 1. Seri Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia 1985-1992 P.T. Wikrama Waskitha, 1993. 2. Prof. R.Subekti dan R.Tjitrosudibjo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, 1984. 3. Varia Peradilan, Majalah Hukum, Ikatan Hakim Indonesia, Tahun 1997 4. Prof.Dr. Mariam Darus Badrulzaman,S.H , Perjanjian Kridit Bank, P.T. Citra Aditya Bakti, 1991. 5. Prof.Dr.Emmy Pangaribuan,S, Hukum Dagang, Surat-surat Berharga UGM, Yogyakarta,1982. 6. Marulak Pardedef, S.H., Hukum Pidana Bank, P.T. Pustaka Sinar Harapan, 1995.
©2003 Digitized by USU digital library
10