DAMPAK PEMBIASAAN BERJABAT TANGAN DAN MENGUCAPKAN SALAM TERHADAP TERBENTUKNYA SIKAP TAWADHU‟ KEPADA KEDUA ORANG TUA DI SDN CANDIGARON II KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2010 SKRIPSI Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam
NAMA NIM
Oleh: : SITI ISTIROKAH : 11408231
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA TAHUN 2010
ABSTRAK Siti Istirokah. 2010. Dampak Pembiasaan Berjabat Tangan Dan Mengucapkan Salam Terhadap Pembentukan Sikap Tawadhu’ Kepada Kedua Orang Tua Siswa SD Negeri Candigaron II Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang Tahun 2010. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Setia Rini, S.Pd., M.Pd. Upaya membentuk manusia yang sempurna, sebagaimana disebutkan dalam ajaran Agama Islam sebagai insan kamil adalah merupakan cita-cita setiap orang tua siswa, sehingga dikemudian hari akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akherat kelak. Dalam upaya mendidik anak-anaknya para orang tua siswa tidaklah mampu menanganinya sendiri, sehingga menitipkan pendidikan anak-anaknya ke suatu lembaga pendidikan dan salah satunya SD Neger Candigaron II Kecamatan Sumowono yang terletak di Desa Candigaron, di mana wilayah tersebut merupakan wilayah pedesaan yang berada di Kecamatan Sumowono, di mana di daerah tersebut masyarakatnya memeluk berbagai macam agama, baik Islam, Budha maupun Kathotik dan Kristen yang sangat mempengaruhi perkembangan aqidah anak. Pada proses pendidikannya, siswa yang beragama Islam yang berada di SD Negeri Candigaron II dalam pembentukan perilaku tawadhu‟ kepada kedua orang tua dilaksanakan dengan cara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam ketika berada di sekolah. Penelitian ini berusaha untuk mencari solusi terhadap kegiatan pembiasaan di atas, apakah ada pengaruh pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam terhadap aktivitas belajar agama Islam siswa SD Negeri Candigaron II terutama pembentukan sikap tawadhu‟ terhadap kedua orang tua atau lebih luasnya sikap birrul walidaini anak terhadap orang tua. Di samping itu penelitian ini berusaha mengkaji masalah mengenai (1) Bagaimanakah respon siswa terhadap pembiasaan yang dilakukan sekolah tentang berjabat tangan dan mengucapkan salam; (2) Bagaimanakah perubahan sikap tawadhu‟ siswa terhadap kedua orang tuanya,(3) Bagaimanakah pengaruh atau dampak i antara pembaisaan berjabat tangan dan mengucapkan salam terhadap perubahan sikap tawadhu‟ siswa SD Negeri Candigaron II kepada kedua orang tuanya pada Tahun 2010. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kolerasi dengan pendekatan kuantitatif. Populasi yang digunakan adalah sejumlah 183 siswa SD Negeri Candigaron II dan sampel yang digunakan adalah 21 % yaitu sejumlah 40 siswa terdiri dari kelas V dan VI. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi angket, dan dokumentasi. Dalam penelitian ini metode yang penulis gunakan adalah metode kuantitatif, sehingga setelah data terkumpul, penulis mengolah dan menganalisa secara deskriptif dengan teknik prosentase untuk mengetahui frekuensi gejala yang muncul dengan mengubah data tersebut kebentuk angka-angka. Sedangkan untuk mengetahui dampak antara variabel pembiasaan berjabat tangan
dan mengucapkan salam dengan variabel sikap tawadhu‟ kepada kedua orang tua digunakan teknik statistik regresi dan korelasi linier sederhana dengan rumus korelasi product moment, dengan persamaan regresi Ý = a + b X. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam berpengaruh terhadap sikap tawadhu‟ kepada kedua orang tua. Analisis data menunjukkan hasil rxy = 0,4742427, r tabel untuk N= 40 diketahui 0,304. Ternyata r hitung > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan terbentuknya sikap tawadhu‟ kepada kedua orang tua..Kegiatan pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam berpengaruh terhadap terbentuknya sikap tawadhu‟ kepada kedua orang tua siswa SD Negeri Candigaron II sebesar 22,49061 %, dengan persamaan regresi Ý = 64,347 + 0,18 X. Dan kesimpulan dari penelitian bahwa Dampak dari pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam sangatlah berpengaruh terhadap pembentukan perilaku tawadhu‟ kepada kedua orang tua yang telah dapat ditunjukkan oleh siswa muslim di SD Negeri Candigaron II Kecamatan Sumowono kabupaten Semarang Tahun 2010. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, saran yang diberikan kepada guru mata pelajaran pendidikan agama Islam untuk meningkatkan tingkat rutinitas pembiasaan berhabat tangan dan mengucapkan salam terhadap siswa guna terbentuknya sikap tawadhu‟ kepada kedua orang tua sehingga tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam dapat berdampak positif terhadap sikap akhlakul karimah siswa SD Negeri Candigaron II itu sendiri maupun berimbas terhadap sekolahsekolah di sekitarnya. .
KATA PENGANTAR
ﺑﺴﻡﺍﷲﺍﻟﺭﺤﻤﻦﺍﻟﺭﺤﻴﻡ ﺍﻟﺤﻤﺪ ﷲ ﺭﺐﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻢﻋﻠﻰﺍﺸﺭﻑ ﺍﻟﻤﺭﺴﻠﻴﻦ ﻭﻋﻟﻰﺍﻟﻪ ﻭﺍﺻﺤﺎﺑﻪ ﺍﺠﻤﻌﻴﻦ Penulis mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis masih diberi kekuatan untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “Dampak Pembiasaan Berjabat Tangan Dan Mengucapkan Salam Terhadap Pembentukan Sikap Tawadhu’ Kepada Kedua Orang Tua
Siswa SD Negeri Candigaron II Kecamatan Sumowono
Kabupaten Semarang Tahun 2010 Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Sekolahg Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari izin dan dukungan berbagai pihak yang sangat berguna bagi penulis. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Dr. H. Imam Sutomo, M.Ag, selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti proses perkuliahan; 2. Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag. selaku Pembantu Ketua Bidang Akademik Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, yang telah memberikan izin penelitian;
3. Setia Rini, S.Pd., M.Pd selaku Dosen pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan masukan yang sangat berarti sehingga tersusunnya naskah skripsi ini. 4. Segenap handai taulan yang telah banyak membantu tersusunnya skripsi ini.
Tiada daya dan upaya yang dapat membalas amal baiknya kecuali senantiasa memohonkan kepada Allah SWT, semoga bantuan dan amal baik yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal di sisi Allah SWT, amin ya rabbal „alamin.
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO : 1. “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu sedah selesai (dari satu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain)” (QS.Al-Insyirah: 6-8). 2. ”Dimana ada cara dan tujuan yang baik, disana Tuhan hadir” (Mahatma Gandhi). 3. ”Siapa yang berjalan di suatu jalan untuk menuntut ilmu pengetahuan, Allah akan memudahkan jalannya ke surga” (H.R.Muslim)
Persembahan : Skripsi ini saya persembahkan kepada : 1. suami dan anakku tercinta yang selalu mengiringi setiap langkahku dengan do‟a-do‟anya; 2. teman-temanku yang selalu memotivasi agar selalu maju; 3. almamaterku.
DEKLARASI
Yang bertanda tangan di bawah ini; Nama
: Siti Istirokah
NIM
: 11408231
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Fakultas
: Tarbiyah STAIN Salatiga
Menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang tedapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga,
Agustus 2010
Siti Istirokah
DEPARTEMEN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 2 Salatiga 50721, Telp.(0298) 323706,Fax (0298)323433
PERSETUJUAN PEMBIMBING Lampiran : 1 (satu) paskab Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Salatiga, Agustus 2010
Yth. Ketua STAIN Salatiga di Salatiga Assalamu‟alaikum Wr.Wb. Bersama ini saya kirimkan naskah skripsi mahasiswa: Nama : Siti Istirokah NIM : 11408231 Progdi : Pendidikan Agama Islam (PAI) Judul : DAMPAK PEMBIASAAN BERJABAT TANGAN DAN MENGUCAPKAN SALAM TERHADAP TERBENTUKNYA SIKAP TAWADHU‟ KEPADA KEDUA ORANG TUA DI SDN CANDIGARON II KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2010 untuk diajukan dalam Sidang Munaqasyah Skripsi. Demikian untuk menjadikan periksa. Wassalamu‟alaikum Wr.Wb. Pembimbing,
Setia Rini, S.Pd , M.Pd. NIP. 19750518 200312 2 002
PENGESAHAN SKRIPSI Judul
: DAMPAK PEMBIASAAN BERJABAT TANGAN DAN MENGUCAPKAN SALAM TERHADAP TERBENTUKNYA SIKAP TAWADHU‟ KEPADA KEDUA ORANG TUA DI SDN CANDIGARON II KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2010
Nama
:
SITI ISTIROKAN
NIM
:
11408231
Program Studi
:
Pendidikan Agama Islam (PAI)
Salatiga, .................................... DEWAN PENGUJI, Ketua,
Sekretaris,
Dr. Imam Sutomo, M.Ag. NIP 150216814
Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag. NIP 150247014
Penguji I,
Penguji II,
................................................. NIP
.............................................. NIP
Pembimbing,
Setia Rini, S.Pd , M.Pd. NIP. 19750518 200312 2 002
..
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii PENGESAHAN KELULUSAN ....................................................................... iii PERNYATAAN ............................................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... v KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi ABSTRAK ...................................................................................................... viii DAFTAR ISI ...................................................................................................... x DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii DAFTAR DIAGRAM .................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ B. Rumusan Masalah ..................................................................................... C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... D. Manfaat Penelitian ................................................................................. E. Sistematika Skripsi ................................................................................16 BAB II KAJIAN PUSTAKA ..........................................................................18 A.
Pengertian Salam ................................................................................18
B. Tawadhu‟ ............................................................................................23
C. Birrul Walidaini atau Berbakti kepada Kedua Orang Tua ....................31 BAB III METODE PENELITIAN . …………………………………………… 1. Pendekatan Penelitian .............................................................................36 2. Waktu Penelitian .....................................................................................36 5. Populasi dan Sampel Penelitian ..............................................................37 6.
Variabel Penelitian ................................................................................38
7.
Definisi Operasional Variabel ...............................................................40
8.
Metode Pengumpulan Data ...................................................................40
9.
Validitas dan Reliabilitas .......................................................................41
10. Teknik Analisis Data .............................................................................45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................50 1. Gambaran Umum SD Negeri Candigaron II Sumowono 2. Hasil Penelitian 3. Hasil Analisis Data 4. Pembahasan BAB V PENUTUP ..........................................................................................66 1. Simpulan ..............................................................................................66 2. Saran ....................................................................................................67 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................69 LAMPIRAN LAMPIRAN ................................................................................71
DAFTAR LAMPIRAN
1. Angket Uji Coba Penelitian Pembiasaan Berjabat Tangan dan Mengucapkan Salam …………………………………………………………………………... 2. Data Mentah Hasil Angket Pembiasaan Berjabat Tangan dan Salam…………. 3. Angket Uji Coba Penelitian Sikap Tawadhu‟ Kepada Kedua Orang Tua ……. 4. Analisis Reabilitas Angket Pembiasaan Berjabat Tangan dan Salam…………. 5. Analisis validitas instrument Pembiasaan Berjabat Tangan dan Salam……….. 6. Data Siswa SD Negeri Candigaron II Tahun 2010…………………………….. 7. Perhitungan Uji validitas instrument Pembiasaan Berjabat Tangan dan Salam.. 8. Analisis Hubungan antara Pembiasaan Berjabat Tangan dan Salam dengan Sikap Tawadhu‟ kepada Kedua Orang Tua……………………………………………… 9. Daftar Rata-rata Nilai Sikap Tawadhu‟ Siswa Kepada Kedua Orang Tua……….. 10. Tabel Harga dari r Product Moment
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan “suatu system yang teratur dan mengemban misi yang cukup luas yaitu segala sesuatu yang bertalian dengan perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, kemauan, perasaan, social sampai kepada kepercayaan atau keimanan” (Rahim,2001:10). Hal ini menunjukkan bahwa sekolah sebagai lembaga formal mempunyai muatan beban yang cukup berat dalam melaksanakan misi tersebut, lebih-lebih jika dikaitkan dengan pesatnya perubahan zaman dewasa ini yang akan sangat berpengaruh terhadap anak-anak didik dalam berfgikir, bersikap, dan berprilaku, khususnya terhadap mereka yang masih dalam tahap perkembangan transisi yang masih mencari identitas diri. Pendidikan Agama Islam merupakan bagian dari pendidikan yang akan menyiapkan peserta didik yang beragama Islam
dalam meyakini,
memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang hakikatnya merupakan proses untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri yaitu mewujudkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, dirinya sendiri, sesama manusia maupun dengan lingkungan serkitar.
Untuk dapat memahami isi dari ajaran Islam itu sendiri, selaku pemeluk agama Islam sangatlah dipengaruhi oleh suasana lingkungan di mana siswa tinggal, terutama suasana keagamaan keluarga siswa yang merupakan sumber dari segala upaya pembentukan karakteristik dan watak siswa itu sendiri. Sedangkan untuk memahami kedua hal tersebut haruslah
terlebih dahulu dapat
mempelajarinya lewat input siswa mulai dari kelas 1
SDN Candigaron II
setelah melalui pembinaan budi pekerti melalui pembiasaan yang dilakukan oleh sekolah, dan dari situ kita mulai menerapkan cara terbaik untuk memenuhi tuntutan kurikulum pendidikan dasar saat ini menurut Rahim (2001:22) bahwa out put sekolah dasar sudah harus menguasai antara lain : 1. Membaca Al Qur‟an dengan baik dan benar. 2. Mengenal Islam dan berperilaku sesuai dengan ajarannya. 3. Mengenal dan menjalankan hak dan kewajiban diri, beretos kerja, dan peduli terhadap lingkungan. 4. Berbakti kepada orang tua dan berakhlakul karimah. 5. Membiasakan hidup bersih, bugar dan sehat. 6. Memiliki rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan tanah air. 7. Melaksanakan aktivitas keagamaan secara rutin. Untuk
mengetahui
gambaran
secara
umum,
penulis
perlu
mengidentifikasi kebiasaan dan perilaku setiap siswa SDN Candigaron II yang berasal dari keluarganya dan setelah mengikuti proses pengajaran Pendidikan Agama Islam terutama dalam pembiasaan perilaku harian, sehingga untuk
memenuhi harapan tuntutan kompetensi dasar tersebut di atas dapat ditemukan solusi dan langkah-langkah berjenjang dan berkesinambungan serta sistem pendekatan yang baik di samping diperlukan sarana dan prasarana serta dukungan dari berbagai pihak yang antara lain; (1)
tenaga pengajar yang
memadai baik kualitas maupun kuantitas, (2) metode yang menarik sehingga tidak membuat kebosanan
peserta didik, (3) sarana dan prasarana yang
memadai, (4) buku-buku penunjang maupun media lain yang mendukung, (5) dukungan dan dorongan baik orang tua peserta didik maupun lingkungan sekitar di mana peserta didik tinggal, serta pembiasaan yang diterapkan oleh guru di sekolah tersebut. Adapun untuk mengetahui masil maksimal yang dapat digunakan untuk semua jenjang kelas mengucapkan
salam
pembentukan perilaku
dan
karena dampak penerapan pembiasaan
berjabat
tangan
yang
berdampak
terhadap
tawadhu‟ siswa terhadap kedua orang tua, perlu
diadakan penelitian untuk mengetahui hasil maksimal dari penerapan tersebut demi tercapainya standar kompetensi. Dengan demikian sikap tawadhu‟ yang terbangun melalui pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam setidaknya akan mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Untuk mengetahui kebenaran dari hal-hal sebagaimana dimaksud diatas penulis akan mengadakan penelian dengan judul “ DAMPAK PEMBIASAAN BERJABAT TANGAN DAN MENGUCAPKAN
SALAM TERHADAP
TERBENTUKNYA SIKAP TAWADHU‟ KEPADA KEDUA ORANG TUA
DI SDN CANDIGARON II KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2010”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah pembiasaan mengucapkan salam dan berjabat tangan yang diterapkan kepada siswa kelas V SD Negeri Candigaron II ? 2. Bagaimanakah perilaku tawadhu‟ siswa terhadap kedua orang tua setelah diterapkan pembiasaan mengucapkan salam dan berjabat tangan di SD Negeri Candigaron II ? 3. Adakah dampak pembiasaan mengucapkan salam dan berjabat tangan yang diterapkan kepada siswa terdadap perilaku tawadhu‟ kepada kedua orang tua di SD Negeri Candigaron II ?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui
pembiasaan mengucapkan salam dan berjabat tangan yang
diterapkan kepada siswa kelas V SD Negeri Candigaron II. 2. Mengetahui
perilaku tawadhu‟ siswa terhadap kedua orang tua setelah
diterapkan pembiasaan mengucapkan salam dan berjabat tangan di SD Negeri Candigaron II.
3. Mengetahui dampak pembiasaan mengucapkan salam dan berjabat tangan yang diterapkan kepada siswa terdadap perilaku tawadhu‟ kepada kedua orang tua di SD Negeri Candigaron II. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis, diharapkan dapat memperkaya hasanah dunia pendidikan Islam
yang diperoleh dari penelitian lapangan khususnya, dan dapat
memberikan sumbangan bagi pengembangan pendidikan pada umumnya. 2.
Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan berharga bagi pembuat kebijakan dalam merancang kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, dan bagi praktisi pendidikan terutama para guru pendidikan agama Islam dapat mengambil hasil penelitian sebagai bahan bandingan
dalam
menggunakan
waktu
secara efektif serta mengembangkan metode pembelajaran secara variatif dan inovatif bagi tercapainya tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam.
E. Sistematika Skripsi Setiap kegiatan penelitian harus selalu disusun laporan hasil penelitian secara sistematis. Dalam penulisan skripsi terdapat bagian awal dari skripsi, yaitu: judul, sari, halaman pengesahan, halaman pernyataan,
motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar lampiran.
Adapun penulisan skripsi itu sendiri disusun dalam lima bab secara sistematis yaitu: bab satu pendahuluan, bab dua landasan teori, bab tiga metodologi penelitian, bab empat pembahasan dan hasil penelitian, bab lima penutup. Bab I: berisi tentang Pendahuluan. Pada bab ini akan dikemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi. Bab II:
berisi tentang kajian pustaka. Pada bab ini akan dikemukakan
mengenai teori-teori yang digunakan sebagai landasan penelitian yang berisi telaah pustaka yang menjelaskan tentang pengertian berjabat tangan,salam dan tawadhu sebagai kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Bab III:
berisi tentang metodologi penelitian. pada bab ini akan
dikemukakan tentang metode yang digunakan dalam penelitian, yaitu: pendekatan penelitian, waktu penelitian, populasi dan sample penelitian, variabel penelitian, devinisi operasional variabel, metode pengumpilan data, validitas dan reliabilitas, serta teknik analisis data.
Bab IV: berisi tentang pembahasan dan hasil penelitian. Pada bab ini akan dikemukakan tentang pembahasan dan hasil penelitian yang berupa deskripsi data hasil penelitian Bab V: berisi tentang penutup. Pada bab ini akan dikemukakan tentang kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian dan saran-saran yang diajukan sehubungan dengan kesimpulan yang diperoleh akan disimpulkan. Pada bagian akhir skripsi terdapat daftar pustaka dan lampiran. Daftar pustaka berisi tentang daftar buku referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi tersebut. Lampiran berisi tentang lampiran – lampiran yang menguatkan dan mendukung berlangsungnya penelitian .
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Penelitian yang beranjak dari awal jarang ditemui karena biasanya suatu penelitian mengacu pada penelitian lain yang dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam penelitian selanjutnya. Dengan demikian, peninjauan terhadap penelitian lain sangat penting sebab bisa digunakan untuk mengetahui relevansi penelitian yang telah lampau dengan penelitian yang akan dilakukan. Selain itu, peninjauan penelitian sebelumnya digunakan untuk membandingkan seberapa besar keaslian dari penelitian yang akan dilakukan. Upaya mengetahui tingkat kemajuan
siswa dalam meningkatkan
keterampilannya untuk melaksanakan ajaran agama Islam melalui pembiasaan yang yang dilakukan pada kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarganya masih menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Hal ini terbukti dengan banyaknya penelitian tentang hal yang berkaitan dengan perilaku siswa karena pengaruh–pengaruh globalisasi atau pengaruh lingkungan di sekitar siswa tinggal. Penelitian-penelitian tersebut belum semuanya sempurna Oleh karena itu, penelitian tersebut memerlukan penelitian yang detail demi untuk melengkapi dan menyempurnakan penelitian-penelitian yang mungkin telah dilakukan sebelumnya, sehingga dikemudian hari hasil dari temuan penelitian
itu dapat dipergunakan, karena temuan dari penelitian itu merupakan temuan yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Di bawah ini disajikan
berbagai pendapat para ilmuwan tentang
pengertian salam, berjabat tangan, pengertian tawadhu‟,
dampak pengaruh
lingkungan, perkembangan jiwa keagamaan anak, proses perkembangan agama pada anak, sifat-sifat agama serta terbentuknya jiwa sosial dan berbagai prosesnya yang ada pada anak. A. Pengertian Salam .1. Menurut Ibnu Rusyd Menurut Bidayatul Mujtahid dalam Ibnu Rusyd (2007:16) “ as-salam berarti pesanan untuk semua barang yang ditakar atau ditimbang; berdaraskan hadit sahih yang terkenal dari Ibnu Abbas r.a. yang berbunyi:
.
ﻘﺪ ﻡ ﺍﻠﻨﺒﻲ ﺻ ﻠﻰ ﺍﻠﻠﻪﻋﻠﻳﻪ ﻮﺴﻠﻡ ﺍﻠﻤﺪ ﻳﻨﺔ ﻮﻫﻡ ﻤﺴ ﻠﻤﻮﻦ ﻓﻰ ﺍ ﻠﺘﻤﺭ
ﻤﻦﺍﺴﻠﻑ: ﺍﻠﺴﻨﻳﻦ ﻮﺍﻠﺛﻼﺙ ﻓﻘﺎﻞ ﺭﺴﻮﻞﺍﻠﻠﻪ ﺻ ﻠﻰ ﺍﻠﻠﻪ ﻋﻠﻳﻪ ﻮﺴﻠﻡ ﻓﻠﻴﺴﻠﻑ ﻓﻰ ﺜﻤﻦ ﻤﻌﻠﻮﻢ ﻮﻮﺯﻦ ﻤﻌﻠﻮﻢ ﺍﻠﻰ ﺍﺠﻞ ﻤﻌﻠﻮﻢ
Artinya: “ Nabi Saw. datang ke Madinah, dan pada saat itu orang banyak sedang mengadakan salam pada tamar untuk jangka waktu dua dan tiga tahun. Maka Rasulullah Saw. bersabda, ‘Barang siapa mengutangkan, hendaklah ia mengutangkan dalam harga yang diketahui (jelas) dan timbangan yang diketahui (jelas) hingga masa yang diketahui (jelas).’” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Pengertian Salam Menurut Islam Kata salam, huruf sin dan lam diberi harakat fathah, adalah semakna dengan kata salaf. Sedangkan hakikat salam menurut syar‟i adalah jual beli barang secara ijon dengan menentukan jenisnya ketika akad dan harganya dibayar di muka. (Fiqhus Sunnah III: 171). Adapun persyaratan salam sebagaimana dalam Departemen Agama RI (1992:70)
dijelaskan Al Qur,am
Allah swt berfirman : “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu‟amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS alBaqarah: 282). Ibnu Abbas ra berkata, “Saya bersaksi bahwa jual beli secara ijon yang jangka waktunya ditentukan sampai waktu tertentu, benar-benar telah
dihalalkan
Allah
dalam
Kitab-Nya,
dan
padanya
Dia
membolehkannya.” Kemudian ia membaca ayat di atas. (Shahih: Irwa-ul
Ghalil no: 1369, Mustadrak Hakim II: 286 dan Baihaqi VI: 18). Darinya (Ibnu Abbas) ra, ia berkata, “Nabi saw datang di Madinah, sedang mereka biasa membeli kurma secara ijon, dua tahun dan tiga tahun, maka tentukanlah dengan takaran tertentu, timbangan tertentu, buat satu masa tertentu.” (Muttafaqun ‟alaih: Fathul Bari IV: 429 no: 2240).. Dalam jual beli secara ijon tidak dipersyaratkan pihak penjual secara ijon harus sebagai pemilik penuh. Dari Muhammad bin Abi al-Mujahid, ia berkata: Saya pernah diutus oleh Abdullah bin Syaddad dan Abu Burdah untuk menemui Abdullah bin Abi Aufa ra, maka mereka berdua berkata, “Tanyakanlah kepada Abdullah bin Abi Aufa, apakah para sahabat Nabi saw pada masa Beliau saw biasa membeli hinthah secara ijon?” (Setelah ditanya), Abdullah bin Abi Aufa menjawab, “Dahulu kami biasa membeli hinthah, sya‟ir dan minyak kepada petani dari Syam secara ijon dengan takaran tertentu dan sampai waktu tertentu (pula).” Saya bertanya, “Kepada orang yang punya modal pokok?” Jawab Abdullah, “Pada waktu itu, kami tidak menanyakan hal itu kepada mereka.” Kemudian saya diutus oleh Abu Burdah menemui Abdurrahman bin Abza, “Adalah para sahabat Nabi saw biasa membeli barang secara ijon pada masa Beliau saw namun kami tidak pernah bertanya kepada mereka, apakah mereka punya ladang ataukah tidak.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 1370, Fathul Bari IV: 430).
3. Menurut al- Khauli. Menurul al-Khauli (2006:99), “ al salam” adalah termasuk alAsma’
al-Husna
(nama-nama
Allah),
sedangkan
makna
“Assalamu’alaikum” adalah dalam penjagaan Allah, sama makna ketika diucapkan “ Allahu ma’aka….Allahu yasahbuka”.
Atau salam itu
bermakna keselamatan yakni “ Semoga keselamatn dari Allah selalu menyertai kalian”. Dalam pembahasan tentang salam sebagaimana dijelaskan alKhauli dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut: 3.1. Perintah menebarkan salam Syariat Islam yang sempurna mengajarkan kaum muslimin untuk selalu
meningkatkan
kecintaan
terhadap
saudara
semuslim,
merekatkan persaudaraan dan kasih sayang. Dan untuk mewujudkan hubungan persaudaraan dan kasih sayang ini, maka syariat Islam memerintahkan untuk menyebarkan salam. Syiar Islam yang satu ini adalah termasuk syiar Islam yang sangat besar dan penting. Namun begitu, sekarang ini salam sering sekali ditinggalkan dan diganti dengan salam salam yang lain, entah itu
dengan good morning, selamat pagi, selamat siang, salam sejahtera atau sejenisnya. Tentunya seorang muslim tidak akan rela apabila syariat yang penuh berkah lagi manfaat ini kemudian diganti dengan ucapan-ucapan lain. Allah berfirman, “Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?” (Al Baqarah: 61). Dan sungguh apa yang ditetapkan Allah untuk manusia, itulah yang terbaik. Allah berfirman, “Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik.” (Qs. An Nur: 61) Syaikh Nashir As Sa‟di berkata, “Firman-Nya: Salam dari sisi Allah, maksudnya Allah telah mensyari‟atkan salam bagi kalian dan menjadikannya sebagai penghormatan dan keberkahan yang terus berkembang dan bertambah. Adapun firman-Nya: yang diberi berkat lagi baik, maka hal tersebut karena salam termasuk kalimat yang baik dan dicintai Allah. Dengan salam maka jiwa akan menjadi baik serta dapat mendatangkan rasa cinta.” (Tafsir Karimir Rohman) Disamping itu juga diperintahkan oleh Rasulullah Muhammad Saw. dengan haditsnya: Baro‟ bin Azib berkata, “Rasulullah melarang dan memerintahkan kami dalam tujuh perkara: Kami diperintah untuk
mengiringi jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan menolong orang yang dizholimi, memperbagus pembagian, menjawab salam dan mendoakan orang yang bersin…” (HR. Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar Al Asqolani berkata, “Perintah menjawab salam maksudnya yaitu menyebarkan salam di antara manusia agar mereka menghidupkan syariatnya.” (Fathul Bari 11/23) Dari Abu Huroiroh, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman hingga saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan saling mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim). Dari Abdulloh bin Salam, Rasulullah bersabda, “Wahai sekalian manusia, tebarkanlah salam di antara kalian, berilah makan sambunglah tali silaturahmi dan shalatlah ketika manusia tidur malam, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad). 3.2 Etika Salam Imron bin Husain berkata, “Ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi seraya mengucapkan Assalamu „alaikum. Maka nabi menjawabnya dan orang itu kemudian duduk. Nabi berkata, “Dia mendapat sepuluh pahala.” Kemudian datang orang yang lain mengucapkan Assalamu
„alaikum
warahmatullah.
Maka Nabi
menjawabnya dan berkata, “Dua puluh pahala baginya.” Kemudian ada yang datang lagi seraya mengucapkan Assalamu „alaikum warahmatullahi wa barakatuh. Nabi pun menjawabnya dan berkata, “Dia mendapat tiga puluh pahala.” (HR: Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad) Dari hadits tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:memulai salam hukumnya sunnah bagi setiap individu, berdasar pendapat terkuat. Menjawab salam hukumnya wajib, berdasarkan kesepakatan para ulama. Salam yang paling utama yaitu dengan mengucapkan Assalamu‟alaikum Assalamu‟alaikum
warahmatullahi warahmatullah
wa
barakatuh, dan
yang
kemudian terakhir
Assalamu‟alaikum. Menjawab salam hendaknya dengan jawaban yang lebih baik, atau minimal serupa dengan yang mengucapkan. Allah berfirman “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (Qs. An Nisa: 86) Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, “Hendaknya orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan. Yang berjalan kepada yang dduk yang sedikit kepada yang banyak.” (HR.
Bukhari dan Muslim). Dalam lafazh Bukhari, “Hendaklah yang muda kepada yag lebih tua.” Demikianlah pengajaran Rosul tentang salam. Namun orang yang meninggalkan tatacara salam seperti pada hadits ini tidaklah mendapat dosa, hanya saja dia telah meninggalkan sesuatu yang utama. 3.3. Salam kepada orang yang dikenal dan tidak dikenal. Termasuk mulianya syariat ini ialah diperintahkannya kaum muslimin untuk memberi salam baik pada orang yang dikenal maupun
orang
yang
belum
dikenal.
Rasulullah
bersabda,
“Sesungguhnya termasuk tanda-tanda hari kiamat apabila salam hanya ditujukan kepada orang yang telah dikenal.” (HR: Thobroni)
Ahmad dan
Sumber ; http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/tebarkan-
salam.html
Adapun mengucapkan salam menurut Islam sebagimana Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Hasyr Ayat 23: “ Dialah Allah, tidak ada ilaah (sesembahan) yang layak kecuali Dia, Maha Rajadiraja, yang Maha Suci, Maha Sejahtera, Maha Mengaruniai rasa aman, Maha Memelihara, Maha Perkasa, Maha Kuasa, Maha Memiliki segala keagungan. Maha Suci Allah dari segala yang mereka persekutukan. Di dalam ayat ini, As-Salaam (Maha Sejahtera) adalah satu dari Namanama Agung Allah SWT. Kini, kita akan mencoba untuk memahami arti, keutamaan dan penggunaan kata Salam.
Sebelum terbitnya fajar Islam, orang Arab biasa menggunakan ungkapan-ungkapan yang lain, seperti Hayakallah yang artinya semoga
Allah
menjagamu
tetap
hidup,
kemudian
Islam
memperkenalkan ungkapan Assalamu „alaikum. Artinya, semoga kamu terselamatkan dari segala duka, kesulitan dan nestapa. Ibnu AlArabi didalam kitabnya Al-Ahkamul Qur‟an mengatakan bahwa Salam adalah salah satu ciri-ciri Allah SWT dan berarti Semoga Allah menjadi pelindungmu. Ungkapan Islami ini lebih berbobot dibandingkan dengan ungkapan-ungkapan kasih-sayang yang digunakan oleh bangsa-bangsa lain. Hal ini dapat dijelaskan dengan alasan-alasan berikut ini. a. Salam bukan sekedar ungkapan kasih-sayang, tetapi memberikan juga alasan dan logika kasih-sayang yang di wujudkan dalam bentuk doa pengharapan agar anda selamat dari segala macam duka-derita. Tidak seperti kebiasaan orang Arab yang mendoakan untuk tetap hidup, tetapi Salam mendoakan agar hidup dengan penuh kebaikan. b. Salam mengingatkan kita bahwa kita semua bergantung kepada Allah SWT. Tak satupun makhluk yang bisa mencelakai atau memberikan manfaat kepada siapapun juga tanpa perkenan Allah SWT.
c. Perhatikanlah bahwa ketika seseorang mengatakan kepada anda, “Aku berdoa semoga kamu sejahtera.” Maka ia menyatakan dan berjanji bahwa anda aman dari tangan (perlakuan)nya, lidah (lisan)nya, dan ia akan menghormati hak hidup, kehormatan, dan harga-diri anda. Ibnu Al-Arabi didalam Ahkamul Qur‟an mengatakan: Tahukah kamu arti Salam? Orang yang mengucapkan Salam itu memberikan pernyataan bahwa „kamu tidak terancam dan aman sepenuhnya dari diriku.‟ Kesimpulannya, bahwa Salam berarti, (i) Mengingat (zikr) Allah SWT, (ii) Pengingat diri, (iii) Ungkapan kasih sayang antar sesama Muslim, (iv) Doa yang istimewa, dan (v) Pernyataan atau pemberitahuan bahwa „anda aman dari bahaya tangan dan lidahku‟ Hadits Rasulullah Saw. merangkumnya dengan indah: “Muslim sejati adalah bahwa dia tidak membahayakan setiap Muslim yang lain dengan lidahnya dan tangannya”. Jika kita memahami hadits ini saja, sudahlah cukup untuk memperbaiki semua umat Muslim. Karena itu Rasulullah Muhammad SAW sangat menekankan penyebaran pengucapan Salam antar sesama Muslim dan beliau menyebutnya sebagai perbuatan baik yang paling utama diantara perbuatan-perbuatan baik yang anda kerjakan.
3.4 Beberapa Sabda Rasulullah, SAW yang menjelaskan pentingnya ucapan salam antar seluruh Muslim. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Kamu tidak dapat memasuki Surga kecuali bila kamu beriman. Imanmu belumlah lengkap sehingga kamu berkasih-sayang satu sama lain. Maukah kuberitahukan kepadamu sesuatu yang jika kamu kerjakan, kamu akan menanamkan dan memperkuat kasihsayang diantara kamu sekalian? Tebarkanlah ucapan salam satu sama lain, baik kepada yang kamu kenal maupun yang belum kamu kenal.” (HR: Muslim) Abdullah bin Amr RA mengisahkan bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Apakah amalan terbaik dalam Islam?” Rasulullah SAW menjawab: Berilah makan orang-orang dan tebarkanlah ucapan salam satu sama lain, baik kamu saling mengenal ataupun tidak.” (HR: Bukhari- Muslim) Abu Umammah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Orang yang lebih dekat kepada Allah SWT adalah yang lebih dahulu memberi Salam.” (Musnad Ahmad, Abu Dawud, dan At Tirmidzi) Abdullah bin Mas‟ud RA meriwayatkan Bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Salam adalah salah satu Asma Allah SWT yang telah Allah turunkan ke bumi, maka tebarkanlah salam. Ketika seseorang memberi
salam kepada yang lain, derajatnya ditinggikan dihadapan Allah. Jika jama‟ah suatu majlis tidak menjawab ucapan salamnya maka makhluk yang lebih baik dari merekalah (yakni para malaikat) yang menjawab ucapan salam.” (Musnad Al Bazar, Al Mu'jam Al Kabir oleh At Tabrani) Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang kikir yang sebenar-benarnya kikir ialah orang yang kikir dalam menyebarkan Salam.” Allah berfirman didalam Al-Qur‟an Surat An-Nisa Ayat 86: “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan maka balaslah dengan penghormatan yang lebih baik, atau balaslah dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah akan memperhitungkan setiap yang kamu kerjakan”. Demikianlah Allah SWT
memerintahkan agar seseorang
membalas dengan ucapan yang setara atau yang lebih baik. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hathim. Suatu hari ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabatnya, seseorang datang dan mengucapkan, “Assalaamu‟alaikum.” Maka Rasulullah SAW pun membalas dengan ucapan “Wa‟alaikum salaam wa rahmah” Orang kedua
datang
dengan
mengucapkan
“Assalaamu‟alikum
wa
rahmatullah” Maka Rasulullah membalas dengan, “Wa‟alaikum
salaam wa rahmatullah wabarakatuh” . Ketika orang ketiga datang dan mengucapkan “Assalaamu‟alikum wa rahmatullah wabarakatuhu.” Rasulullah SAW menjawab: ”Wa‟alaika”. Orang yang ketiga pun terperanjat dan bertanya, namun tetap dengan
kerendah-hatian,
“Wahai
Rasulullah,
ketika
mereka
mengucapkan Salam yang ringkas kepadamu, Engkau membalas dengan Salam yang lebih baik kalimatnya. Sedangkan aku memberi Salam yang lengkap kepadamu, aku terkejut Engkau membalasku dengan sangat singkat hanya dengan wa‟alaika.” Rasulullah SAW menjawab, “Engkau sama sekali tidak menyisakan ruang bagiku untuk yang lebih baik. Karena itulah aku membalasmu dengan ucapan yang sama sebagaimana yang di jabarkan Allah didalam Al-Qur‟an.” Assalamualaikum (bahasa Arab: al-salāmu 'alaikum; selamat sejahtera ke atas kamu semua) merupakan ucapan salam dalam bahasa Arab, dan digunakan oleh umat Islam. Ucapan ini adalah sunah Nabi Muhammad s.a.w., yang dapat merekatkan ukhuwah Islamiyyah umat Muslim di seluruh dunia. Memberi salam adalah sunat, sedangkan menjawabnya adalah wajib. Salam ini juga digunakan oleh masyarakat Kristiani di Timur Tengah yang mempunyai arti "kedamaian dan kesejahteraan" bagi yang mengucapkan salam dan penerima salam tersebut. Salam ini sama dengan salam shalom aleichem dalam bahasa Ibrani.
Allah s.w.t. berfirman dalam Surah Al-Hasyr Ayat 23: “Dialah Allah, tidak ada ilaah (sesembahan) yang layak kecuali Dia, Maha Rajadiraja, yang Maha Suci, Maha Sejahtera, Maha Mengurniai rasa aman, Maha Memelihara, Maha Perkasa, Maha Kuasa, Maha Memiliki segala keagungan. Maha Suci Allah dari segala yang mereka persekutukan”. Di dalam ayat ini, al-Salam (Maha Sejahtera) adalah satu dari nama-nama agung Allah s.w.t. akan dapat
kita famahami arti,
keutamaan dan penggunaan kata Salam. Apabila kita dihormati dengan suatu penghormatan maka kita wajib membalas pula
dengan
penghormatan yang lebih baik, atau setidaknya denganbalasan yang serupa. Karena sesungguhnya Allah akan memperhitungkan setiap yang kita kerjakan. Demikianlah Allah SWT memerintahkan agar seseorang membalas dengan ucapan yang setara atau yang lebih baik. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hathim. Suatu hari ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabatnya, seseorang datang dan mengucapkan, “Assalaamu‟alaikum.” Maka Rasulullah SAW pun membalas dengan ucapan “Wa‟alaikum salaam wa rahmah” Orang kedua datang dengan mengucapkan “Assalaamu‟alikum wa rahmatullah” Maka Rasulullah membalas dengan,“Wa‟alaikum salaam wa rahmatullah wabarakatuh”.Ketika orang ketiga datang dan
mengucapkan “Assalaamu‟alikum wa rahmatullah wabarakatuhu.” Rasulullah SAW menjawab: ”Wa‟alaika”. Orang yang ketiga pun terperanjat dan bertanya, namun tetap dengan kerendah-hatian, “Wahai Rasulullah, ketika mereka mengucapkan Salam yang ringkas kepadamu, Engkau membalas dengan Salam yang lebih baik kalimatnya. Sedangkan aku memberi Salam yang lengkap kepadamu, aku terkejut Engkau membalasku dengan sangat singkat hanya dengan wa‟alaika.” Rasulullah SAW menjawab, “Engkau sama sekali tidak menyisakan ruang bagiku untuk yang lebih baik. Kerana itulah aku membalasmu dengan ucapan yang sama sebagaimana yang di jabarkan Allah didalam Al-Qur‟an.” Dengan demikian kita bisa mengambil kesimpulan bahwa, membalas Salam dengan tiga frase (anak kalimat) itu hukumnya Sunnah, yaitu cara yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Kebijaksanaan membatasi Salam dengan tiga frasa ini karena Salam dimaksudkan sebagai komunikasi ringkas bukannya pembicaraan panjang. Di dalam ayat ini Allah SWT menggunakan kalimat obyektif tanpa menunjuk subjeknya. Dengan demikian Al-Qur‟an mengajarkan etika membalas penghormatan. Disini secara tidak langsung kita diperintah untuk saling memberi salam. Tidak adanya subyek menunjukkan bahwa hal saling memberi salam adalah kebiasaan normal dan wajar yang selalu dilakukan oleh orang-orang beriman.
Tentu saja yang mengawali mengucapkan salamlah yang lebih dekat kepada Allah SWT sebagaimana sudah dijelaskan diatas. Dalam menanggapi hal tersebut di atas Hasan Basri menyimpulkan bahwa: “Mengawali mengucapkan salam sifatnya adalah sukarela, sedangkan membalasnya adalah kewajiban” Disebutkan didalam Muwattha' Imam Malik, diriwayatkan oleh Tufail bin Ubai bin Ka‟ab bahwa, Abdullah bin Umar RA biasa pergi ke pasar hanya untuk memberi salam kepada orang-orang disana tanpa ada keperluan membeli atau menjual apapun. Ia benar-benar memahami arti penting mengawali mengucapkan salam. Pada bagian kalimat terakhir Surat An-Nisa ayat 86, Allah SWT berfirman: “….Sesungguhnya Allah akan memperhitungkan setiap yang kamu kerjakan”. Hal ini dapat ditarik kesimpulan, mendahului memberi salam dan membalasnya juga termasuk yang diperhitungkan. Maka kita hendaknya menyukai mendahului memberi salam. Sama halnya kita harus membalas salam demi menyenangkan Allah SWT dan menyuburkan kasih-sayang diantara kita semua. Rasulullah SAW selanjutnya memberikan arahan memberi salam bahwa: a. Orang yang berkendaraan harus memberi salam kepada pejalankaki. b. Orang yang berjalan kaki memberi salam kepada yang duduk.
c. Kelompok yang lebih sedikit memberi salam kepada kelompok yang lebih banyak jumlahnya. d.Yang meninggalkan tempat memberi salam kepada yang tinggal. e. Ketika pergi meninggalkan atau pulang ke rumah, ucapkanlah salam meski tak seorangpun ada di rumah (malaikat yang akan menjawab). f.Jika bertemu berulang-ulang maka ucapkan salam setiapkali bertemu. 3.5. Pengecualian kewajiban menjawab salam: a. Ketika sedang sholat. Membalas ucapan salam ketika sholat membatalkan sholatnya. b. Khatib, orang yang sedang membaca Al-Qur‟an, atau seseorang yang sedang mengumandangkan Adzan atau Iqamah, atau sedang mengajarkan kitab-kitab Islam. c. Ketika sedang buang air atau berada di kamar mandi. Selanjutnya, Allah SWT menerangkan keutamaan salam didalam surat Al-An‟aam ayat 54: “Jika orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat
Kami
(Al-Qur‟an)
datang
kepadamu,
ucapkanlah
“Salaamun‟alaikum (selamat-sejahtera bagimu)”, Tuhanmu telah menetapkan bagi diri-Nya kasih-sayang. (Yaitu) Bahwa barangsiapa berbuat kejahatan karena kejahilannya (tidak tahu/bodoh) kemudian ia bertaubat setelah itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Di ayat ini Allah SWT memerintah Nabi Muhammad SAW sehubungan dengan orang-orang beriman yang miskin, yang hampir semuanya menumpang tinggal di tempat para sahabat. Walaupun orang-orang kafir yang kaya meminta agar Rasulullah SAW mengusir para dhuafa‟ itu supaya orang-orang kaya itu bisa bersama Rasulullah, Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menyambut para dhuafa‟ Muslim itu dengan „Assalamu „alaikum‟ pada sa‟at kedatangan mereka. Hal ini mengandung dua arti: Pertama, menyampaikan penghormatan dari Allah SWT kepada mereka. Ini adalah kehormatan dan penghargaan yang tinggi bagi Muslim yang miskin dan tulus hati. Perlakuan ini menguatkan hati dan menambah semangat mereka. Arti ke-dua, menyampaikan sambutan yang baik yang pantas mereka terima, atas ijin Allah SWT, dengan nyaman, damai dan tenang, meskipun jika mereka membuat beberapa kesalahan. 3.6. Manfaat salam Setiap orang menginginkan kenyamanan dan kedamaian penuh rasa kasih sayang dan keramahan di rumah, menginginkan lingkungan tempat tinggalnya dan tempat bekerjanya dapat memberikan rasa nyaman dan damai kepada dirinya. Rasulullah Saw pernah memberikan sebuah tips kepada kita untuk memenuhi keinginan kita akan rasa nyaman dan damai penuh kasih sayang. Diriwayatkan dari
Abu Hurairah ra. Beliau berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan kalian tidak beriman sampai kalian sehingga kalian saling mengasihi dan mencintai, apakah kalian mau aku tunjukkan kepada sebuah amalan yang apabila kalian amalkan, kalian akan saling mengasihi dan mencintai?, terbarkanlah salam diantara kamu“. (HR. Muslim). Sabda Rasulullah Saw di atas menginformasikan kepada kita bahwa untuk masuk surga syaratnya haruslah beriman, dan itu merupakan hal yang pasti dan wajib, karena bagaimana mungkin seseorang akan masuk surga kalau dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir di mana di sana ada surga dan neraka.Namun Rasulullah Saw melanjutkan bahwa salah satu indikator seorang yang beriman adalah ia gemar mengasihi dan mencintai, bahkan terhadap orang yang berbuat
jahat
kepadanya
sekalipun.
Lantas
Rasulullah
Saw
menawarkan tips yang mudah dan simpel namun pengaruhnya luar biasa untuk menciptakan suasana saling mengasihi dan mencintai, apakah itu?, gemarlah menebar salam diantara sesama.Ketika Rasulullah Saw mengatakan afsyussalaama bainakum (tebarkanlah salam diantara kamu), kata salaam dapat dimaknai dalam dua konteks yang berbeda, namun tetap dalam esensinya yang sama. Konteks yang pertama, tebarkanlah salam dalam maknanya saling mengucapkan salam
“Assalamu
„alaikum
warahmatullahi
wabarakatuhu”.
Sebagaimana hadits Rasulullah Saw, ketika ada seseorang yang bertanya kepada Beliau: “Berislam yang bagaimanakah yang baik wahai Rasulullah Saw? “. Rasulullah Saw menjawab, “Berislam yang baik adalah (gemar) memberi makan orang lain (yang kelaparan, apakah karena sebab ia tertimpa musibah dan bencana, atau faktor usia sehingga tidak bisa mencari nafkah, atau orang-orang cacat) dan memberi salam kepada orang yang dikenal maupun yang tidak dikenal. (HR. Bukhari dan Muslim). Salam dalam Islam berbeda dengan ucapan “Selamat pagi”, “Selamat siang”, “Selamat malam”. Salam dalam Islam mengandung makna yang sangat dalam. Salam dalam Islam mengandung do‟a, seorang muslim yang terlebih dahulu mengucapkan salam kepada muslim yang lain, berarti ia mendo‟akannya, “Semoga keselamatan, kesejahteraan, rahmat, berkah dan ampunan dari Allah tetap bagimu”. Demikian sebaliknya muslim yang menjawab pun mendo‟akannya. Karena
dianjurkannya mengucapkan salam dalam Islam untuk
terciptanya suasana damai dan kondusif, setiap salam yang kita disampaikan akan diganjar 10 sampai 40 nilai kebaikan. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Abu Daud dan Turmudzi: Suatu hari seseorang datang ingin menemui Rasulullah Saw, kemudian orang itu mengucapkan “Assalamamu „alaikum” Rasul menjawab salamnya dan
berkata,
“Sepuluh”.
Kemudian
datang
lagi
seseorang
dan
mengucapkan “Assalamu „alaikum warahmatullah. Rasul menjawab salamnya dan berkata “Dua puluh”. Selanjutnya datang lagi seseorang mengucapkan, “Assalamu‟alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu”. Rasul menjawab salamnya dan berkata tiga puluh. Kemudian seseorang mengucapkan “Assalamu „alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu wa maghfiratuhu”. Rasul menjawab salamnya dan berkata empat puluh. Masing-masing mereka ada yang mendapat 10 kebaikan sampai 40, semakin panjang salamnya, semakin banyak pula kebaikan yang didapatnya. Di dalam Islam, menjawab salam hukumnya wajib, dan jika seseorang datang ke suatu majelis dan mengucapkan salam, maka hukum menjawab salamnya adalah fardhu kifayah, jika ada seseorang yang menjawab salam tersebut, maka terlepas semua yang ada di majelis itu dari dosa, tapi, jika tidak ada seorang pun yang menjawab, maka semua yang ada di majelis itu akan berdosa. Konteks yang kedua, tebarkanlah salam dalam maknanya saling menebar rasa damai, nyaman di antara kalian. Dalam konteks ini mari kita simak hadits Rasulullah Saw yang artinya, “Seorang muslim yang paling baik adalah muslim yang mampu membuat orang lain terselamat dari (bahaya) lisan dan tangannya“. (HR. Bukhari dan Muslim).
Kata orang lidah tak bertulang, meski tak bertulang tapi lidah mampu menciptakan kedamaian dan sebaliknya bisa menimbulkan kekacauan dan kekisruhan. Bagaimana lidah seorang muslim yang tidak baik memfitnah orang, menceritakan aib orang, memaki orang sampai kepada merayu dan menggoda orang. Akibat lisan rumah tangga orang bisa berantakan, sebuah organisasi bisa terpecah belah, sebuah negara bisa terjadi perang saudara. Uraian di atas mengingatkan kita bahwa seorang muslim bukan saja pandai dan rajin beribadah, namun dia pun harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai ibadah tersebut untuk melahirkan kenyamanan, ketentraman dan kedamaian.
3. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:866) 1). sejahtera; damai; 2). tabik; pernyataan hormat. sampaikan ....saya kepadanya; 3) ... hormat salam sebagai tanda hormat(menghormati); 4) ... tempel cek salam yang disertai uang (atau amplop berisi uang) dsb yang diserahkan kepada yang disalami; disamping hadiah resmi, ... tempelpun masih diterimanya; bersalam v mengucapkan (memberi) salam; menyalami, memberi salam
bersalaman
1) saling
dengan saling berjabat tangan: mereka ...
sebelum berpisah; 2) berjabat tangan.
B. Tawadhu’ Menurut Alwi (1991:1016), “tawadu‟ (1) rendah hati, (2) patuh, taat, sedangkan menurut al-Khauli (2006:34), “ tawadu‟ atau taat” yang merupakan tanda syukur atau rasa terima kasih kepada kedua orang tua adalah berbakti kepada keduanya yaitu menaati perintah, mencari kemaslahatan, bernafakah atau bertindak, mempergauli dengan baik, bertata karma dan merendah diri serta berdoa untuk keduanya. Tawadhu' berarti sikap merendah tanpa menghinakan diri merupakan sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan seluruh makhluk-Nya. Merendahkan diri (tawadhu‟) adalah sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan juga di hadapan seluruh makhluk-Nya. Setiap orang mencintai sifat ini sebagaimana Allah dan Rasul-Nya mencintainya. Sifat terpuji ini mencakup dan mengandung banyak sifat terpuji lainnya. Tawadhu‟ adalah ketundukan kepada kebenaran dan menerimanya dari siapapun datangnya baik ketika suka atau dalam keadaan marah. Artinya, janganlah kamu memandang dirimu berada di atas semua orang. Atau engkau menganggap semua orang membutuhkan dirimu. Lawan dari sifat tawadhu‟ adalah takabbur (sombong), sifat yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah mendefinisikan sombong dengan
sabdanya:
“Kesombongan
adalah
menolak
kebenaran
dan
menganggap remeh orang lain.” (HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas‟udz) Jika anda mengangkat kepala di hadapan kebenaran baik dalam rangka menolaknya, atau mengingkarinya berarti anda belum tawadhu‟ dan anda memiliki benih sifat sombong. Hal itu ditunjukkan oleh sifat Fir;aun dan Qarun yang tidak mau bertawadhu‟ kepada Allah. Mereka semua dibinasakan Allah SWT karena tidak memiliki sikap tawadhu‟ dan sebaliknya justru menyombongkan dirinya. Menerima dan tunduk di hadapan kebenaran sebagai perwujudan tawadhu‟ adalah sifat terpuji yang akan mengangkat derajat seseorang bahkan mengangkat derajat suatu kaum dan akan menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat. Allah subhanahu wa ta‟ala berfirman: “Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi dan kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashash: 83) Fudhail bin Iyadh t (seorang ulama generasi tabiin) ditanya tentang tawadhu‟, beliau menjawab: “Ketundukan kepada kebenaran dan memasrahkan
diri
kepadanya
serta
menerima
dari
siapapun
yang
mengucapkannya.” (Madarijus Salikin, 2/329). Demikian pula disabdakan oleh Rasulullah Saw.: “Tidak akan berkurang harta yang disadaqahkan dan Allah tidak akan menambah bagi seorang hamba yang pemaaf melainkan kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah melainkan
akan Allah angkat derajatnya.” ( HR. Muslim no. 556 dari shahabat Abu Hurairah). Ibnul Qayyim dalam kitab Madarijus Salikin (2/333) berkata: “Barangsiapa yang angkuh untuk tunduk kepada kebenaran walaupun datang dari anak kecil atau orang yang dimarahinya atau yang dimusuhinya maka kesombongan orang tersebut hanyalah kesombongan kepada Allah karena Allah adalah Al-Haq, ucapannya haq, agamanya haq. Al-Haq datangnya dari Allah dan kepada-Nya akan kembali. Barangsiapa menyombongkan diri untuk menerima kebenaran berarti dia menolak segala yang datang dari Allah dan menyombongkan diri di hadapan-Nya.” Dalam pembahasan masalah akhlak, akan selalu bersandar kepada firman Allah SWT: “Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasul teladan yang baik.” (Al-Ahzab: 21) Dalam hal ini banyak ayat yang memerintahkan kepada beliau untuk tawadhu‟, tentu juga perintah tersebut untuk umatnya dalam rangka meneladani beliau. Selanjutnya difirmankan ula oleh Allah SWT yang berbunyi: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu yaitu orang-orang yang beriman.” (Asy-Syu‟ara: 215). Disamping beberpa firman Allah, Rasulullah Saw. juga bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berbuat zhalim atas yang lain.” (HR Muslim no. 2588).
Demikianlah Rasulullah Saw. mengingatkan kepada kita bahwa tawadhu‟ itu sebagai sebab tersebarnya persatuan dan persamaan derajat, keadilan dan kebaikan di tengah-tengah manusia sebagaimana sifat sombong akan melahirkan keangkuhan yang mengakibatkan memperlakukan orang lain dengan kesombongan. Para ulama telah banyak membahas sifat tawadhu‟ ini dalam karyakarya mereka, baik dalam bentuk penggabungan dengan pembahasan yang lain atau menyendirikan pembahasannya. Di antara mereka ada yang membagi tawadhu‟ menjadi dua: 1. Tawadhu‟ yang terpuji yaitu ke-tawadhu‟-an seseorang kepada Allah dan tidak mengangkat diri di hadapan hamba-hamba Allah. 2. Tawadhu‟ yang dibenci yaitu tawadhu‟-nya seseorang kepada pemilik dunia karena menginginkan dunia yang ada di sisinya. (Bahjatun Nazhirin, 1/657). Pengertian Tawadhu‟ adalah rendah hati, tidak sombong. Pengertian yang lebih dalam adalah kalau kita tidak melihat diri kita memiliki nilai lebih dibandingkan hamba Allah yang lainnya. Orang yang tawadhu‟ adalah orang menyadari bahwa semua kenikmatan yang didapatnya bersumber dari Allah SWT.
Yang dengan pemahamannya tersebut maka tidak pernah terbersit
sedikitpun dalam hatinya kesombongan dan merasa lebih baik dari orang lain, tidak merasa bangga dengan potrensi dan prestasi yang sudah dicapainya. Ia tetap rendah diri dan selalu menjaga hati dan niat segala amal shalehnya dari
segala sesuatu selain Allah. Tetap menjaga keikhlasan amal ibadahnya hanya karena Allah. Tawadhu ialah bersikap tenang, sederhana dan sungguhsungguh menjauhi perbuatan takabbur (sombong), ataupun sum‟ah ingin diketahui orang lain amal kebaikan kita. Tawadhu merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia, jadi sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadhu, karena tawadhu merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat islam. Rasulullah SAW bersabda: yang artinya "Tiada berkurang harta karena sedekah, dan Allah tiada menambah pada seseorang yang memaafkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seseorang yang bertawadhu� kepada Allah, melainkan dimuliakan (mendapat „izzah) oleh Allah. (HR. Muslim). “Iyadh bin Himar ra. berkata: Bersabda Rasulullah SAW:
"Sesungguhnya
Allah
SWT
telah
mewahyukan
kepadaku:
"Bertawadhu‟lah hingga seseorang tidak menyombongkan diri terhadap lainnya dan seseorang tidak menganiaya terhadap lainnya.(HR. Muslim). Rasulullah SAW bersabda,
“Sombong adalah menolak kebenaran dan
meremehkan manusia.” (HR. Muslim) Ibnu Taimiyah, seorang ahli dalam madzhab Hambali menerangkan dalam kitabnya, Madarijus Salikin bahwa tawadhu ialah menunaikan segala yang haq dengan bersungguh-sungguh, taat menghambakan diri kepada Allah sehingga benar-benar hamba Allah, (bukan hamba orang banyak, bukan hamba hawa nafsu dan bukan karena pengaruh siapa pun) dan tanpa menganggap dirinya tinggi.
Tanda orang yang tawadhu‟ adalah disaat seseorang semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula sikap tawadhu‟ dan kasih sayangnya. Dan semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya. Setiap kali bertambah usianya maka semakin berkuranglah ketamakan nafsunya. Setiap kali bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan dan kemauannya untuk membantu sesama. Dan setiap kali bertambah tinggi kedudukan dan posisinya maka semakin dekat pula dia dengan manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan mereka serta bersikap rendah hati kepada mereka.. Ini karena orang yang tawadhu menyadari akan segala nikmat yang didapatnya adalah dari Allah SWT, untuk mengujinya apakah ia bersykur atau kufur. Firman Allah SWT: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia." (QS. An Naml: 40).” Berikut beberapa ayat-ayat Al Quran yang menegaskan perintah Allah SWT untuk senantiasa bersikap tawadhu‟ dan menjauhi sikap sombong, sebagai berikut : ”Dan janganlah kalian berjalan di atas bumi ini dengan menyombongkan diri, karena kalian tidak akan mampu menembus bumi atau menjulang setinggi gunung” (QS al-Isra-37).
Firman Allah SWT lainnya: ”Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orangorang yang tidak menginginkan kesombongan di muka bumi dan kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa (QS al-Qashshash-83.) Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.(QS. Al Furqaan: 63) Tidak diragukan lagi bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. (QS: an-Nahl: 23) Sesungguhnya
orang-orang
yang
mendustakan
ayat-ayat
Kami
dan
menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langitdan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (QS: al-A‟raf: 40) Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya. (QS.Al-Baqarah : 206)
Berikut beberapa contoh Ketawadhu‟an Rasulullah SAW 1. Anas ra jika bertemu dengan anak-anak kecil maka selalu mengucapkan salam pada mereka, ketika ditanya mengapa ia lakukan hal tersebut ia menjawab: Aku melihat kekasihku Nabi SAW senantiasa berbuat demikian. (HR Bukhari, Fathul Bari‟:6247). 2. Dari Anas ra berkata: Nabi SAW memiliki seekor unta yang diberi nama al‟adhba` yang tidak terkalahkan larinya, maka datang seorang „a‟rabiy dengan untanya dan mampu mengalahkan, maka hati kaum muslimin terpukul menyaksikan hal tersebut sampai hal itu diketahui oleh nabi SAW, maka beliau bersabda: Menjadi haq Allah jika ada sesuatu yang meninggikan diri di dunia pasti akan direndahkan-Nya. HR Bukhari (Fathul Bari‟-2872). 3.
Abu Said al-Khudarii ra pernah berkata: Jadilah kalian seperti Nabi SAW, beliau SAW menjahit bajunya yang sobek, memberi makan sendiri untanya, memperbaiki rumahnya, memerah susu kambingnya, membuat sandalnya, makan bersama-sama dengan pembantu-pembantunya, memberi mereka pakaian, membeli sendiri keperluannya di pasar dan memikulnya sendiri ke rumahnya, beliau menemui orang kaya maupun miskin, orang tua maupun anak-anak, mengucapkan salam lebih dulu pada siapa yang berpapasan baik tua maupun anak, kulit hitam, merah, maupun putih, orang merdeka maupun hamba sahaya sepanjang termasuk orang yang suka shalat.
Dan Rasulullah
Saw. adalah orang yang sangat rendah hati, lembut
perangainya, dermawan luar biasa, indah perilakunya, selalu berseri-seri wajahnya, murah senyum pada siapa saja, sangat tawadhu‟ tapi tidak menghinakan diri, dermawan tapi tidak berlebih-lebihan, mudah iba hatinya, sangat penyayang pada semua muslimin. Beliau datang sendiri menjenguk orang sakit, menghadiri penguburan, berkunjung baik mengendarai keledai maupun berjalan kaki, mengabulkan undangan dari para hamba sahaya siapapun dan dimanapun. Bahkan ketika kekuasaannya SAW telah meliputi jazirah Arabia yang besar datang seorang „A‟rabiy menghadap beliau dengan gemetar seluruh tubuhnya, maka Rasulullah Saw. segera menghampiri orang tersebut dan berkata: “tenanglah, tenanglah, saya ini bukan raja, saya hanyalah anak seorang wanita Quraisy yang biasa makan daging kering. (HR Ibnu Majah-3312 dari abu Mas‟ud al-Badariiy) Berbicara lebih jauh tentang tawadhu‟, sebenarnya tawadhu‟ sangat diperlukan bagi siapa saja yang ingin menjaga amal shaleh atau amal kebaikannya, agar tetap tulus ikhlas, murni dari tujuan selain Allah. Karena memang tidak mudah menjaga keikhlasan amal shaleh atau amal kebaikan kita agar tetap murni, bersih dari tujuan selain Allah. Sungguh sulit menjaga agar segala amal shaleh dan amal kebaikan yang kita lakukan tetap bersih dari tujuan selain mengharapkan ridha-Nya. Karena sangat banyak godaan yang datang, yang selalu berusaha mengotori amal kebaikan kita. Apalagi disaat pujian dan ketenaran mulai datang menghampiri kita, maka terasa
semakin sulit bagi kita untuk tetap bisa menjaga kemurnian amal shaleh kita, tanpa terbesit adanya rasa bangga dihati kita. Disinilah sangat diperlukan tawadhu‟ dengan menyadari sepenuhnya, bahwa sesungguhnya segala amal shaleh, amal kebaikan yang mampu kita lakukan, semua itu adalah karena pertolongan dan atas ijin Allah SWT. Tawadhu‟ juga mutlak dimiliki bagi para pendakwah yang sedang berjuang meninggikan Kalimatullah di muka bumi ini, maka sifat tawadhu‟ mutlak diperlukan untuk kesuksesan misi dakwahnya. Karena bila tidak, maka disaat seorang pendakwah mendapatkan pujian, mendapatkan banyak jemaah, dikagumi orang dan ketenaran mulai menghampirinya, tanpa ketawadhu‟an, maka seorang pendakwah pun tidak akan luput dari berbangga diri atas keberhasilannya.
C. Birrul Walidaini atau Berbakti Kepada Orang Tua Menurut Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al Atsari “Al Birr” yaitu kebaikan, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu „Alaihi Wassallam (artinya) : "Al Birr adalah baiknya akhlaq". (HR: Muslim:1794). Al Birr merupakan haq kedua orang tua dan kerabat dekat, lawan dari Al „Uquuq yaitu kejelekan dan menyia-nyiakan haq.. "Al Birr adalah mentaati kedua orang tua didalam semua apa yang mereka perintahkan kepada engkau, selama tidak bermaksiat kepada Allah, dan Al „Uquuq dan
menjauhi mereka dan tidak berbuat baik kepadanya." (Ad Durul Mantsur 5/259) Berkata Urwah bin Zubair mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua tentang firman Allah Subhanahu Wa Ta‟ala (artinya): "Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan." (QS. Al Isra‟ : 24). Yaitu: "Jangan sampai mereka berdua tidak ditaati sedikitpun".(Ad Darul Mantsur 5/259) Berkata Imam Al Qurtubi mudah-mudahan Allah merahmatinya: "Termasuk „Uquuq (durhaka) kepada orang tua adalah menyelisihi/ menentang keinginan-keinginan
mereka
dari
(perkara-perkara)
yang
mubah,
sebagaimana Al Birr (berbakti) kepada keduanya adalah memenuhi apa yang menjadi keinginan mereka. Oleh karena itu, apabila salah satu atau keduanya memerintahkan sesuatu, wajib engkau mentaatinya selama hal itu bukan perkara maksiat, walaupun apa yang mereka perintahkan bukan perkara wajib tapi mubah pada asalnya, demikian pula apabila apa yang mereka perintahkan adalah perkara yang mandub (disukai/ disunnahkan). (Al Jami‟ Li Ahkamil Qur‟an Jil 6 hal 238). Berkata
Syaikhul
Islam
Ibn
Taimiyyah
mudah-mudahan
Allah
merahmatinya: Berkata Abu Bakr di dalam kitab Zaadul Musaafir "Barangsiapa yang menyebabkan kedua orang tuanya marah dan menangis, maka dia harus mengembalikan keduanya agar dia bisa tertawa (senang) kembali". (Ghadzaul Al Baab 1/382).
Dalam membahas tentang birrul walidaini dapat diperjelas hal-hal sebagai berikut 1 . Hukum Birrul Walidaini. Para Ulama‟ Islam sepakat bahwa hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib, hanya saja mereka berselisih tentang ibarat-ibarat (contoh pengamalan) nya. Berkata Ibnu Hazm, mudah-mudahan Allah merahmatinya: "Birul Walidain adalah fardhu (wajib bagi masing-masing individu). Berkat beliau dalam kitab Al Adabul Kubra: Berkata Al Qodli Iyyad: "Birrul walidain adalah wajib pada selain perkara yang haram." (Ghdzaul Al Baab 1/382) Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) yang mereka gunakan banyak sekali , diantaranya: 1.1. Firman Allah Subhanahu Wa Ta‟ala (artinya): "Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua Ibu Bapak". (An Nisa‟ : 36). Dalam ayat ini (berbuat baik kepada Ibu Bapak) merupakan perintah, dan perintah disini menunjukkan kewajiban, khususnya, karena terletak setelah perintah untuk beribadah dan meng-Esa-kan (tidak mempersekutukan) Allah, serta tidak didapatinya perubahan (kalimat dalam ayat tersebut) dari perintah ini. (Al Adaabusy Syar‟iyyah 1/434).
1.2 .Firman Allah Subhanahu Wa Ta‟ala (artinya): "Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan baik".(QS. Al Isra‟: 23). Adapun makna ( qadhoo ) = Berkata Ibnu Katsir : yakni, mewasiatkan. Berkata Al Qurthubiy : yakni, memerintahkan, menetapkan dan mewajibkan. Berkata Asy Syaukaniy: "Allah memerintahkan untuk berbuat baik pada kedua orang tua seiring dengan perintah untuk mentauhidkan dan beribadah kepada-Nya, ini pemberitahuan tentang betapa besar haq mereka berdua, sedangkan membantu urusan-urusan (pekerjaan) mereka, maka ini adalah perkara yang tidak bersembunyi lagi (perintahnya). (Fathul Qodiir 3/218). 1.3. Firman Allah Subhanahu Wa Ta‟ala (artinya): "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang Ibu Bapanya, Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Maka bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang Ibu Bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu." (QS. Luqman : 14). Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua "Tiga ayat dalam Al Qur‟an yang saling berkaitan dimana tidak diterima
salah
satu
tanpa
yang
lainnya,
kemudian
Allah
menyebutkan diantaranya firman Allah SWT yang artinya: "Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang Ibu Bapakmu", Berkata beliau. "Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua Ibu Bapaknya, tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu." (Al Kabaair milik Imam Adz Dzahabi hal 40). Berkaitan dengan ini, Rasulullah Saw. bersabda yang artinya: "Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua"(HR: Tirmidzi dalam Jami‟nya (1/ 346). 1.4.Hadits Al Mughirah bin Syu‟bah - mudah-mudahan Allah meridhainya,
dari
bersabda:"Sesungguhnya
Nabi Allah
Muhammad mengharamkan
Saw. atas
beliau kalian
mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mau memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci atas kalian (mengatakan) katanya si fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti terlebih dahulu), banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan membuang-buang harta". 1757).
(HR. Muslim.
2. Keutamaan Birrul Walidain 2.1. Termasuk amalan yang paling mulia Dari Abdullah bin Mas‟ud mudah-mudahan Allah meridhoinya dia berkata : Saya bertanya kepada Rasulullah Shalallahu „Alaihi Wasallam: Apakah amalan yang paling dicintai oleh Allah?, Bersabda Rasulullah Saw: "Sholat tepat pada waktunya", Saya bertanya : Kemudian apa lagi?, Bersabada Rasulullah Saw. "Berbuat baik kepada kedua orang tua". Saya bertanya lagi : Lalu apa lagi?, Maka Rasulullah Saw. bersabda : "Berjihad di jalan Allah". (HR: Bukhari dan Muslim). 2.2. Merupakan salah satu sebab diampuninya dosa Allah SWT. berfirman:"Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya….", hingga akhir ayat berikutnya : "Mereka itulah orang-orang yang kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan kami ampuni kesalahan-kesalahan
mereka,
bersama
penghuni-penghuni
surga.
Sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka." (QS. Al Ahqaf 15-16) Diriwayatkan oleh ibnu Umar mudah-mudahan Allah meridhoi keduanya bahwasannya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw.dan berkata : “Wahai Rasulullah sesungguhnya telah menimpa kepadaku dosa yang besar, apakah masih ada pintu taubat bagi saya?, Maka bersabda Rasulullah: "Apakah Ibumu masih hidup?", berkata dia :
tidak. Bersabda beliau: "Kalau bibimu masih ada?", dia berkata : "Ya" . Bersabda Rasulullah: "Berbuat baiklah padanya". (HR: Tirmidzi). 2.3. Termasuk sebab masuknya sesorang masuk Surga. Dari Abu Hurairah, mudah-mudahan Allah meridhainya, dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda: "Celakalah dia, celakalah dia", Rasulullah Saw. ditanya : Siapa wahai Rasulullah?, Bersabda Rasulullah Saw: "Orang yang menjumpai salah satu atau kedua orang tuanya dalam usia lanjut kemudian dia tidak masuk surga". (HR: Imam Muslim 1758). Dari Mu‟awiyah bin Jaahimah mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua, Bahwasannya Jaahimah datang kepada Rasulullah Shalallahu „Alaihi Wasallam kemudian berkata : "Wahai Rasulullah, saya ingin (berangkat) untuk berperang, dan saya datang (ke sini) untuk minta nasehat pada anda. Maka Rasulullah Saw. bersabda : "Apakah kamu masih memiliki Ibu?". Berkata dia : "Ya". Bersabda Rasulullah Saw: "Tetaplah dengannya karena sesungguhnya surga itu dibawah telapak kakinya". (HR: Nasa‟i dalam Shahihul Jaami‟ No. 1248) 2.4. Merupakan Sebab keridhaan Allah Sebagaimana hadits yang terdahulu "Keridhaan Allah ada pada keridhaan kedua orang tua dan kemurkaan-Nya ada pada kemurkaan kedua orang tua".
2.5. Merupakan Sebab Bertambahnya Umur Diantarnya hadit yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik mudahmudahan Allah meridhainya, dia berkata, Rasulullah Shalallahu „Alaihi Wasallam bersabda : "Barangsiapa yang suka Allah besarkan rizkinya dan Allah
panjangkan
umurnya,
maka
hendaklah
dia
menyambung
silaturrahim". 2.6 Merupakan Sebab Barakahnya Rizki
3. Menggapai ridha Allah dengan berbakti kepada orang tua. Pendapat Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, mengemukakan bahwa seorang anak, meskipun telah berkeluarga, tetap wajib berbakti kepada kedua orang tuanya. Kewajiban ini tidaklah gugur bila seseorang telah berkeluarga. Namun sangat disayangkan, betapa banyak orang yang sudah berkeluarga lalu mereka meninggalkan kewajiban ini. Mengingat pentingnya masalah berbakti kepada kedua orang tua, maka masalah ini perlu dikaji secara khusus. Jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah „Azza wa Jalla melalui orang tua adalah birrul walidain. Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) merupakan salah satu masalah penting dalam Islam. Di dalam Al-Qur‟an, setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah „Azza wa Jalla memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya.
Seperti tersurat dalam surat al-Israa' ayat 23-24, Allah Ta‟ala berfirman: “Artinya : Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, „Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.‟” [Al-Isra':23-24] Demikian pula perintah birrul walidain juga tercantum dalam surat an-Nisa' ayat 36:“Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil [1], dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” [An-Nisaa' : 36] Dalam surat al-„Ankabuut ayat 8, tercantum larangan mematuhi orang tua yang kafir jika mereka mengajak kepada kekafiran: “Artinya : Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu
tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [Al-„Ankabuut (29): 8] 4. Anjuran berbuat baik kepada kedua orang tua dan larangan berbuat durhaka kepada keduanya. Yang dimaksud ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua, yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila memungkinkan mencegah gangguan kepada keduanya. Menurut Ibnu „Athiyah, kita juga wajib mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan syari‟at), dan harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang (selama tidak melanggar batasan-batasan Allah SWT). Sedangkan 'uququl walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap keduanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan berupa perkataan, yaitu mengucapkan “ah” atau “cis”, berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci maki dan lain-lain. Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar, seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak mempedulikan, tidak bersilaturrahim, atau tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.
5. Keutamaan Berbakti Kepada Orang Tua dan pahalanya. 5.1. Merupakan Amal Yang Paling Utama „Abdullah bin Mas‟ud radhiyallaahu „anhu berkata: “Artinya : Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu „alaihi wa sallam, „Amal apakah yang paling utama?‟ Nabi shallallaahu „alaihi wa sallam menjawab, „Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).‟ Aku bertanya lagi, „Kemudian apa?‟ Nabi menjawab: „Berbakti kepada kedua orang tua.‟ Aku bertanya lagi: „Kemudian apa?‟ Nabi menjawab, „Jihad di jalan Allah‟. 5.2 . Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam, disebutkan: “Artinya : Dari „Abdullah bin „Amr bin „Ash radhiyallaahu „anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu „alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua”. 5.3 Berbakti kepada orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang dialaminya, yaitu dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya adalah hadits riwayat dari Ibnu „Umar r.a. mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya, sebagimana hadits yan berbunyi : “Artinya : ...Pada suatu hari tiga orang dari ummat sebelum kalian sedang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di
kaki sebuah gunung. Ketika mereka berada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi mulut gua. Sebagian mereka berkata kepada yang lain: „Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan.‟ Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu di antara mereka berkata: „Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai isteri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang sudah larut malam dan aku dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena mengharap wajah-Mu, maka
bukakanlah mulut gua ini.‟ Maka batu yang menutupi pintu gua itu pun bergeser sedikit.”. 5.4. Akan diluaskan rizki dan dipanjangkan umur Sesuai sabda Nabi Muhammad Saw. “Artinya : Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyam-bung silaturrahimnya”.
Dalam silaturahmi,
yang
harus
didahulukan adalah silaturahmi kepada orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak di antara saudara-saudara kita yang sering berkunjung kepada teman-temannya, tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang, bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apa pun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua, karena dekat kepada keduanya insya Allah akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umurnya. 5.5. Akan dimasukkan ke Surga oleh Allah SWT. Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang Allah SWT. segerakan azabnya di dunia adalah berbuat zalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya, Allah SWT akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka, dan dengan izin- Nya akan dimasukkan ke Surga.
6. Bentuk-bentuk durhaka kepada kedua orang tua. a. Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan atau pun perbuatan yang mem-buat orang tua sedih atau sakit hati. b.. Berkata “ah” atau “cis” dan tidak memenuhi pang-gilan orang tua. c. Membentak atau menghardik orang tua. d..Bakhil
atau kikir,
tidak
mengurus orang tuanya,
bahkan lebih
mementingkan yang lain daripada mengurus orang tuanya, padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh perhitungan. e.. Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan bodoh, “kolot”, dan lain-lain. f. Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan, pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua dan lemah. Tetapi, jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri, maka tidaklah mengapa, dan karena itu seorang anak harus berterima kasih dan membantu orang tua. g. Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang tua. h. Memasukkan kemungkaran ke dalam rumah, misalnya alat musik, mengisap rokok, dan lain-lain. i. Lebih mentaati isteri daripada kedua orang tua. Bahkan ada sebagian orang yang tega mengusir ibunya demi menuruti kemauan isterinya.
j. Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggal ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam itu adalah sikap yang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista. 7. Bentuk-bentuk berbakti kepada kedua orang tua. a. Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi Muhammad Saw. disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi kegembiraan kepada orang tua kita b. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan adab ber-bicara antara kepada kedua orang tua dengan ke-pada anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua. c. Tawadhu‟ (rendah hati). Tidak boleh kibr (som-bong) apabila sudah meraih sukses atau memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan pakaian oleh orang tua. d. Memberi infaq (sadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya semua harta kita adalah milik orang tua. e. Mendo‟akan kedua orang tua. Di antaranya dengan do‟a berikut: “Wahai Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu kecil.”
Seandainya orang tua masih berbuat syirik serta bid‟ah, kita tetap harus berlaku lemah lembut kepada keduanya, dengan harapan agar keduanya kembali kepada Tauhid dan Sunnah. Bagaimana pun, syirik dan bid‟ah adalah sebesar-besar kemungkaran, maka kita harus mencegahnya semampu kita dengan dasar ilmu, lemah lembut dan kesabaran. Sambil terus berdo‟a siang dan malam agar orang tua kita diberi petunjuk ke jalan yang benar. f. Bentuk Berbakti Apabila Kedua Orang Tua Telah Meninggal Dunia. Hal-hal yang harus kita lakukan adalah: 1]. Meminta ampun kepada Allah SWT dengan taubat nasuha (jujur) bila kita pernah berbuat durhaka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup. 2]. Mensalatkan dan mengantarkan jenazahnya ke kubur. 3]. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya. 4]. Membayarkan hutang-hutangnya. 5]. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari‟at. 6].Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.
BAB III METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian Penelitian yang digunakan adalah penelitian kolerasi dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian korelasi adalah hubungan timbal balik (Hadi,2001:271). Dalam penelitian ini
yang dimaksud timbal balik adalah antara pembiasaan
berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ kepada orang tua yang merupakan korelasi dua variabel yang telah ditentukan. Sedangkan dalam penelitian ini pendekatan yang penulis gunakan adalah kuantitatif, sehingga setelah data terkumpul, penulis mengolah dan menganalisa secara asosiasi dengan mengkorelasikam variabel X pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan variable Y sikap tawadhu’ kepada orang tua .
2. Waktu Penelitian Peneliti melakukan penelitian mengenai hubungan pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ kepada orang tua di SD Negeri Candigaron II Sumowono, dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2010 (Semester Genap Tahun Pelajaran 2009/2010).
3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002: 108). Sedangkan menurut Nawawi (2001:141) populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhtumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian. Adapun yang menjadi populasi adalah 183 siswa SD Negeri Candigaron II Sumowono, Semester Genap Tahun Pelajaran 2009/2010). 3.2 Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002:109). Pengambilan sample harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sample (contoh) yang benar-benar dapar berfungsi sebagai contoh, atau dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Dengan kata lain, sample harus representatif (Arikunto, 2002:111). Sampel diambil dari sebagian besar kolas V dan VI dengan cara undian. Setelah dilakukan undian secara acak, diambil + 21 % dari jumlah populasi (183) siswa penelitian tersebut.
yaitu
sejumlah 40 siswa sebagai sampel dalam
Dalam pengambilan sampel, menurut Arikunto (2002:112) jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari: a. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana. b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data. c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sampel besar, hasilnya akan lebih baik. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah teknik random sampling atau sampel random. Menurut Margono (1996:125) teknik random sampling adalah pengambilan sampling secara random atau tanpa pandang bulu.
4. Variabel Penelitian Istilah “variabel” merupakan istilah yang tidak pernah ketinggalan dalam setiap jenis penelitian, F.N. Kerlinger menyebut variabel sebagai sebuah konsep seperti halnya laki-laki dalam konsep jenis kelamin, insaf dalam konsep kesadaran (Arikunto,2002:94). Menurut Hadi (2001:224) variabel adalah gejalagejala yang menunjukkan variasi, baik dalam jenisnya, maupun dalam tingkatnya. Berdasarkan tujuan dalam penelitian ini maka variabel yang diperlukan adalah:
.4.1 Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang diduga merupakan sebab dari variasi yang muncul pada varabel terikat (pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam). Variabel ini berupa stimulasi atau input, beroprasi dalam individu atau gejala sosial untuk mempengaruhi tingkah laku atau gejala sosial lainnya. Variabel ini merupakan salah satu faktor yang dipilih untuk menentukan hubungan dengan gejala kesenjangan sikap tawadhu’ siswa terhadap orang tuanya.. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam siswa SD Negeri Candigaron II Tahun Pelajaran 2009/2010 (X) 4.2 Variabel Terikat Variabel terikat adalah variabel dimana variasinya dipengaruhi variabel bebas. Variabel terikat merupakan variabel respon atau output, yang diukur untuk mengetahui hubungan dari variabel bebas (pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam), sehingga dapat dikatakan, bahwa variabel terikat merupakan sejumlah faktor gejala yang muncul dan diukur untuk mengetahui hubungan dari adanya variasi atau perubahan yang terjadi pada variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sikap tawadhu siswa terhadap orang tua Tahun Pelajaran 2009/2010(Y)
Hubungan antara dua variasi dapat digambarkan sebagai berikut: Variabel bebas
Variabel terikat
X
Y
Keterangan: X
= Pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam.
Y
= Perilaku tawadhu’ kepada kedua oramg tua.
5. Definisi Operasional Variabel Pada pembahasan tentang penelitian ini, perlu dijelaskan pengertian operasional
hal-hal yang berkaitan dengan variabel penelitian seperti
pembahasan berikut: 5.1
Pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam (Variabel x atau variabel bebas).
.5.2 Sikap tawadhu’ terhadap kedua orang tua ( variabel y atau variabel terikat). Sikap tawadhu’ terhadap kedua orang tua
adalah hasil
pengukuran kuantitatif yang berbentuk nilai dan merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh siswa setelah pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam yang diukur dengan tes yang diadakan oleh guru mata pelajaran pendidikan agama Islam.
6. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut : 6.1. Metode Angket Angket adalah salah satuteknik pengumpulan data yang berbentuk kumpulan pertanyaan (Hadeli,2006:75). Angket disini digunakan sebagai metode untuk memperoleh informasi pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam. Kisi-kisi pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam sebagai berikut:
1.
Berjabat tangan
Butir Pertanyaan (+) (-) 1,2 3,4
2.
Mengucapkan salam
5,6
7,8
3.
Penanaman nilai
9 , 10
11 , 12
4.
Motivasi dan sikap
.13 , 14
15 , 16
No
Indikator
Jumlah pertanyaan
16
6.2 Metode Dokumentasi Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, lengger, agenda, dan sebagainya ( Arikunto, 2002:206). Metode ini penulis gunakan untuk mengumpulkan data mengenai keadaan
sekolah dengan mengambil dokumentasi yang berada di sekolah, baik berupa foto kegiatan maupun data lain yang sangat diperlukan. Metode ini penulis gunakan
untuk memperoleh data penunjang
yang menguraikan secara global sejauh mana pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam serta tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembiasaan.
7. Validitas dan Reliabilitas 7.1.Validitas Menurut Arikunto (2002:144) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Langkah yang digunakan untuk menguji validitas angket adalah dengan validitas internal, dengan mengkorelasikan antara tiap skor dengan skor totalnya yaitu menggunakan rumus korelasi Product Moment dari Person, adapun rumusnya adalah sebagai berikut:
rxy =
√
N∑XY – (∑X) (∑Y) { N∑X ²-(∑X)²}{ N∑Y²-(∑Y) ²}
keterangan:
rxy
= koefisien antara variabel X dan Y, dua variabel yang dikolerasikan
N
= jumlah subyek
∑XY
= jumlah perkalian x dengan y
∑X
= jumlah skor x (pembiasaan berjabat tangan dan salam)
∑Y
= jumlah skor y (sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua)
∑ X²
= jumlah skor x kuadrat
∑ Y²
= jumlah skor y kuadrat
Dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment dari Person di atas, dapat diperoleh nilai validitas instrumen kesenangan bermain musik. Berikut ini adalah tabel hasil uji validitas instrumen berjabat tangan dan mengucapkan salam, yaitu: Tabel 1 Hasil uji validitas instrumen pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dari 40 Responden Nomor Butir 1
∑ x
1 7 1
2
1 7 1
3
1 8 4
4
1 7 2
5
1 7 0
6
1 6 8
7
1 6 8
8
1 8 0
9
1 8 5
∑
10
11
12
13
14
15
16
1 7 0
1 8 3
1 7 3
1 6 7
1 8 0
1 7 7
1 8 0
∑ ²
r ta b el
2 7 9 9
∑ x ² ∑ x y
7 4 5 1 3 1 7 4
7 4 3 1 3 1 8 1
8 5 8 1 4 1 8 0
7 5 4 1 3 2 6 2
7 3 6 1 3 1 0 6
7 2 2 1 2 9 5 9
7 2 2 1 2 9 5 9
8 2 6 1 3 8 7 4
8 6 7 1 4 2 5 6
7 3 6 1 3 1 0 4
8 4 9 1 4 1 0 0
7 6 3 1 3 3 3 8
7 1 3 1 2 8 8 3
8 3 0 1 3 8 8 6
8 0 5 1 3 6 4 7
8 2 8 1 3 8 7 8
1 2 4 9 7 0, 3 0 4
r x y
r x y
0 , 3 8 1
0 , 4 0 2
0 , 3 9 3
0 , 4 2 3
0 , 4 0 6
0 , 4 5 7
0 , 4 2
0 , 3 5 7
0 , 3 8 3
0 , 3 7 8
0 , 3 4 4
0 , 4 0 5
0 , 4 7 8
0 , 4 5 9
0 , 3 4 8
0 , 3 8 6
v a l i d
v a l i d
v a l i d
v a l i d
v a l i d
v a l i d
v a l i d
v a l i d
v a l i d
v a l i d
v a l i d
v a l i d
V a l i d
v a l i d
v a l i d
v a l i d
Pada nilai kepercayaan 5% dengan n = 40 diperoleh r
tabel
0,304.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa butir nomer 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, dan 16 valid karena r
hitung (rxy)
yang diperoleh oleh
masing-masing butir soal > dari r tabel. Hasil perhitungan uji validitas instrumen pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam
di atas, dapat disimpulkan bahwa
instrumen penelitian tersebut adalah valid, karena dapat dilihat bahwa siswa yang mempunyai nilai uji pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam, mempunyai sikap tawadhu’ yang bagus terhadap kedua orang tua. 7.2. Reliabilitas Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliable akan
menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kali pun diambil, tetap akan sama. Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel
artinya
dapat
dipercaya,
jadi
dapat
diandalkan
(Arikunto,2002:154). Untuk mencari reabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus Alpha karena instrumen yang digunakan berbentuk angket, adapun rumusnya adalah sebagai berikut:
r11 =
[
k
] [1-
(k – 1)
∑σ b ² ] σt²
keterangan:
r11
= reliabilitas instrumen
k
= banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑σ b ² = jumlah varians butir soal
σt²
= varians total (Arikunto,2002:171) Dengan menggunakan rumus Alpha di atas, dapat diperoleh hasil
sebagai berikut:
σ t ² = - 4584,0758 ∑σ b ²= 5,170625
r11
= 1,0267979 Pada nilai kepercayaan 5% dengan n = 40 diperoleh r tabel = 0,304.
Karena r11 > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut reliabel.
8.
Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini metode yang penulis gunakan adalah
metode
kantitatif, sehingga setelah data terkumpul, penulis mengolah dan menganalisa secara deskriptip dengan teknik prosentase untuk mengetahui frekuensi gejala yang muncul dengan mengubah data tersebut kebentuk angka-angka. Sedangkan untuk mengetahui hubungan antara variabel pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan variabel sikap tawadhu’ terhadap kedua orang tua digunakan teknik statistik regresi dan korelasi linier sederhana dengan rumus korelasi product moment, dengan persamaan regresi
Ý = a + b X.
Adapun teknik analisis data, penulis menggunakan tahapan-tahapan analisis sebagai berikut: 8.1 Analisis Pendahuluan Pada tahapan ini, data yang diperoleh dari hasil angket yang disebarkan dalam penelitian dimasukkan dalam table yang diberi skor atau bobot nilai pada setiap alternatif jawaban responden dengan menggunakan kreteria:
- SS:
Sangat Sesuai /cocok dengan hati dan keadaan yang dialami responden
- S : Sesuai / cocok dengan hati dan keadaan yang dialami responden. - CS: CukupSesuai/cocok dengan hati dan keadaan yang dialami responden. - KS: Kurang Sesuai / cocok dengan
hati dan keadaan yang dialami
responden -TS:
Tidak Sesuai / cocok dengan hati dan keadaan yang dialami responden.
8.2. Analisis Uji Hipotesis Hipotesis adalah “suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul” (Arikunto,2002:64). Sedangkan menurut Hadi (1981:63), “hipotesis adalah dugaan sementara yang mungkin benar, atau mungkin salah. Dia akan ditolak jika salah atau palsu, dan akan diterima jika fakta-fakta membebarkan”. Hipotesis mempunyai sifat sementara, artinya ia akan diubah dengan hipotesa lain yang lebih tepat, dan hipotesa sebagai rumusan proposisi akan diuji kebenarannya melalui penelitian untuk dapat diterima atau ditolak. Dan hipotesis ini mengarahkan
penelitian akan data yang dibutuhkan dalam
penelitian tentang jawaban terhadap rumusan tujuan penelitian. hipotesis tentang
Adapun
pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam
dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua
tahun pelajaran
2009/2010, penulis menggunakan perhitungan analisa statistik sebagai berikut: 8.2.1. Uji Hipotesis 1. Untuk mengetahui adakah kolerasi antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua, dapat digunakan rumus sebagai berikut:
∑x y
r xy = √ ( ∑x ² )( ∑y ² )
Keterangan:
r xy
: Koefisien korelasi antara X dan Y
x² : Produk dari X dan Y y² : Produck dari X dan Y ∑ : Sigma ( Hadi, 2001:273) Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam terhadap sikap tawadhu’ siswa terhadap kedua orang tua, dapat digunakan rumus sebagai berikut:
R =
r ² xy X 100%
Keterangan: R
: koefisien determinasi
r xy
: koefisien korelasi antara X dan Y
8.2.1 Uji Hipotesis 2. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam terhadap sikap tawadhu’ siswa terhadap kedua orang tua, dapat digunakan analisis regresi dengan rumus sebagai berikut:
Ý = a + b X
Adapun untuk menghitung harga tetap a dan b dapat digunakan rumus sebagai berikut:
( ∑ X) ( ∑X²) - ( ∑X) ( ∑ XY) a = n ∑ X² - ( ∑ X)²
n ∑ XY - ( ∑X) ( ∑ Y) b =
n ∑ X² - ( ∑ X)²
keterangan: X
: nilai variabel pembiasaan berjabat tangan dan salam
Y
: nilai variabel sikap tawadhu’ kepada kedua orang tua ( Yousda, 1993:248-258 )
8.2.3. Analisis Lanjut. Analisis lanjut adalah kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kepercayaan 5 %. Bila nilai r dari koefisien yang diperoleh sama atau lebih besar dari nilai rt ( r yang ada di tabel), maka hasilnya signifikan, tetapi apabila nilai dari koefisien yang diperoleh lebih kecil dari nitai rt ( r yang ada di tabel), maka hasilnya tidak signifikan.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum SD Negeri Candigaron II Sumowono Seecara geografis, SD Negeri Candigaron II berada di wilayah kecamatan Sumowono , berbatasan dengan Desa Lanjan, Kebonagung
dan
Kemitir di
Kecamatan Sumowono serta berada dijalur jalan penghubung antara Kabupaten Semarang dengan Temanggung. Tetapi karena letaknya yang berada jauh dari perkotaan maka dapat dibilang arus peserta didik tidak seperti apa yang ada di perkotaan. Sekolah Dasar Negeri Candigaron II
yang beralamatkan di Desa
Candigaron Kecamatan Sumowono, Kab.Semarang adalah salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sumowono yang berdiri sejak tahun 1973 dengan jumlah peserta didik 183 .orang dengan 9 tenaga pengajar. Adapun jumlah sarana dan prasarana yang dimiliki antara lain 6 ruang kelas, 1 ruang guru. Selain itu disediakan pula ruang perpustakaan, ruang pramuka, ruang UKS. Dari gambaran umum SD Negeri Candigaron II diatas, berikut ini akan penulis uraikan beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa memilih SD Negeri Candigaron II sebagai lokasi penelitian, yaitu: 1.1. Sekolah Dasar Negeri Candigaron II merupakan sekolah sebagai ujicoba penerapan pembiasaan budi pekerti.
1.2. Siswa SD Negeri Candigaron II
mempunyai prestasi di bidang agama
maupun umum meskipun terletak di pedesaan.
2. Hasil Penelitian 2.1. Deskripsi Data 2.1.1 Hasil Belajar Data hasil belajar siswa SD Negeri Candigaron II
diperoleh
melalui nilai harian pada semester II tahun pelajaran 2009/2010 Dalam proses pengambilan data tersebut, peneliti menggunakan metode dokumentasi dengan cara mengambil daftar nilai siswa yang dimiliki oleh guru mata pelajaran. Setelah mendapatkan nilai harian siswa, langkah selanjutnya adalah mengambil nilai sebanyak sampel yang diperlukan. Dimana dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebagian siswa yaitu 21% dari 183 siswa, sejumlah 40 siswa. Selanjutnya, dengan dipandu tabel 2, diperoleh tabel distribusi hasil berikut: Tabel 2 Distribusi Frekuensi Perilaku Tawadhu’ No 1 2 3 4
Interval 51 – 60 61 – 70 71 – 80 81 – 90
Titik Tengah 55,5 65,5 75,5 85,5 Jumlah
Frek. Absolut 0 2 35 3 40
Fy 0 131 2642,5 265,5 3030
Frek. Relatif (%) 0 5 87,5 7,5 100
Atau dapat pula digambarkan kedalam diagram batang distribusi frekuensi hasil seperti dibawah ini:
Diagram 1 Distribusi Frekuensi Perilaku Tawadhu’ 87,5
35
2
5
3
7,5 Kelas Interval
Data Perilaku tawadhu’ yang diperoleh dari nilai harian siswa menunjukkan bahwa kelas interval terbagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama dengan nilai antara 61 – 70 sebanyak 2, dan tingkat frekuensi relatifnya 5%. Interval nilai 71 – 80, sebanyak 35, dengan tingkat frekuensi relatif 87,5 %. Interval 81 – 90 sebanyak 3, dengan tingkat frekuaensi relatif 7,5 %. Hasil frekuensi relatif diperoleh melalui jumlah kemunculan tiap interval (frekuensi absolut) dibagi jumlah responden (40) kali 100%.
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa nilai yang muncul terbanyak pada interval 71 – 80 dengan frekuensi absolut 35 dan frekuensi relatifnya 87,5%. Sedangkan yang paling rendah berada pada interval 61 – 70 dengan frekuensi absolut 2 dan frekuensi relatifnya 5%. Berdasarkan tabel distribusi frekuensi dapat diketahui bahwa: fy = 3030 N = 40 Selanjutnya dapat diketahui mean yang dicapai (y)
perilaku tawadhu’
dengan rumus:
Fy = fy N Fy = 3030 40 Fy = 75,75 Mean ideal (y) untuk perilaku tawadhu’ diperoleh dari jumlah skor maksimal (10) ditambah skor minimal (0) dibagi dua, diperoleh mean ideal: Fy = 100+ 0 2 = 50 Bila dibandingkan antara mean ideal (y) untuk perilaku tawadhu’ dengan hasil 50, sedang mean yang dicapai (y) dengan hasil 75,75. Dapat disimpulkan bahwa mean ideal berada dibawah mean yang dicapai, jadi
hasilnya
baik
yaitu
penerapan
pembiasaan
berjabat
tangan
dan
mengucapkan salam siswa SD Negeri Candigaron II bagus. 2.1.2. Tanggapan positif pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam Data tingkat tanggapan positif mengucapkan salam
pembiasaan berjabat tangan dan
didapat dari nilai angket atau kuesioner. Setelah
dilakukan pengujian instrument terhadap 40 responden, maka dilanjutkan dengan pengumpulan data dan pengambilan nilai hasil angket dari 40 responden yang menjadi sampel dalam penelitian kali ini. Dalam angket ini, disiapkan 16 item pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Penyebaran angket dilakukan oleh penulis sendiri dengan total angket yang disebarkan sebanyak 40 angket. Dari hasil nilai angket pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam di atas, diperoleh distribusi tingkat pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam sebagaimana tertera pada tabel berikut: Tabel 3 Distribusi Frekuensi tingkat pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam. No Interval Titik Frek. Fx Frek. Relatif Tengah Absolut (%) 1 51 – 60 55,5 4 222 10 2
61 – 70
65,5
14
917
35
3
71 – 80
75,5
22
1661
55
40
2800
100
Jumlah
Atau dapat pula digambarkan dalam diagram batang distribusi frekuensi tanggapan positif
pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam
berikut ini: Distribusi Frekuensi tingkat pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam. 55
35
22 14 4
10
Kelas Interval
Data tanggapan positif
pembiasaan berjabat tangan dan
mengucapkan salam yang diperoleh melalui angket menunjukkan bahwa kelas interval terbagi menjadi 3 kelompok. Kelompok interval pertama dengan nilai antara 51-60 sebanyak 4, dengan tingkat frekuensi relatif sebesar 10%. Interval nilai 61-70 sebanyak 14 dan tingkat frekuensi relatifnya 35%. Dan interval nilai 71-80 sebanyak 22, dengan tingkat frekuensi relatif sebesar 55%. Hasil frekuensi relatif diperoleh melalui jumlah kemunculan tiap interval (frekuensi absolute) dibagi jumlah responden (40) kali 100%. Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa nilai yang muncul terbanyak pada interval 71-80 dengan frekuensi absolut 22 dan frekuensi
relatifnya 55%. Nilai yang muncul paling sedikit pada interval 51-60 dengan frekuensi absolut 4 dan frekuensi relatifnya 10%. Sedangkan sisanya nilai muncul pada interval 61-70 dengan frekuensi absolut 14 dan frekuensi relatifnya 35%. Berdasarkan tabel distribusi frekuensi tanggapan positif
pembiasaan
berjabat tangan dan mengucapkan salam, dapat diketahui bahwa: fx = 2800 N = 40 Selanjutnya dapat diketahui mean yang dicapai (x) untuk tanggapan positif pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan rumus:
Fy = fx N Fy = 2800 40 Fy = 70 Mean ideal untuk tanggapan positif
pembiasaan berjabat tangan dan
mengucapkan salam adalah: Skor maksimal
: 16 x 5 = 80
Skor minimal
: 16 x 1 = 16
Angka 16 adalah jumlah soal angket dan yang harus dijawab responden dengan memilih 5 alternatif jawaban dengan rentang nilai minimal 1 dan maksimal 5.
Untuk menentukan mean ideal (x) dipakai rumus: total skor maksimal ditambah total skor minimal digagi 2, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
= 80 + 16 2 = 96 2 = 48 Apabila dibandingkan antara mean ideal (x) untuk pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam yang berada pada angka 48 dengan mean yang dicapai berada pada angka 70 dapat disimpulkan bahwa mean ideal berada dibawah mean yang dicapai, jadi hasilnya baik yaitu tanggapan positif
pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam siswa SD
Negeri Candigaron II baik.
3. Hasil Analisis Data Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian kali ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan pembentukan sikap tawadhu’ kepada kedua orang tua siswa SD Negeri Candigaron II tahun 2010. Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu diadakan suatu proses analisis dari data yang telah diperoleh, baik itu data yang diperoleh dari hasil angket pembiasaan berjabat tangan dan salam maupun data hasil belajar yang diperoleh dari nilai harian semester II tahun 2010,
mata pelajaran pendidikan agama Islam. Pada penelitian kali ini, analisis data yang dilakukan dengan cara uji hipotesis yang meliputi uji hipotesis 1, dan uji hipotesis 2. 3.1. Uji Hipotesis 1 Pada tahap ini peneliti akan meneliti ada atau tidaknya kolerasi antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ kepada kedua orang tua, sebagai berikut: ∑x y
r xy
= √ ( ∑x ² )( ∑y ² )
r xy
=
r xy
=
463,925 √2580,975 x 370,775 463,925
√ r xy
=
r xy
=
956961,01
463,925 978,24383 0,4742427
r hitung = 0,4742427, sedangkan r tabel nilai kepercayaan 5% dengan 40 responden = 0,304. Karena r hitung > r tabel, maka signifikan
(ada
hubungan antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua). Dari hasil di atas berarti bahwa Ho yang menyatakan tidak terdapat korelasi positif dan signifikan antara antara pembiasaan berjabat tangan dan
mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua dalam penelitian ini ditolak, dan Ha yang menyatakan terdapat korelasi positif dan signifikan antara antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat korelasi antara antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua Selanjutnya peneliti akan meneliti seberapa besar antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua, sebagai berikut: R =
r² xy X 100%
R = (0,4742427)² X 100% R = 0,2249061 X 100% R = 22,49061 % Dari hasil diatas, dapat diketahui bahwa kontribusi antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua yaitu sebesar 22,49061 % sedangkan selebihnya adalah kontribusi dari faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar pendidikan agama Islam , yaitu: penanaman nilai
serta lingkungan keluarga sebagai
pembiasaan sikap dan perilaku siswa. 3.2. Uji Hipotesis 2
pembiasaan; sikap ; penerapan dan wahana praktik
Pada tahap ini peneliti akan meneliti ada atau tidaknya pengaruh antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada orang tua dengan model regresi, sebagai berikut: (i) ( ∑ Y) ( ∑X²) - ( ∑X) ( ∑ XY) a = n ∑ X² - ( ∑ X)² (3077 x 198441) - (2799 x 215777 ) a = (40 x 198441) - ( 2799 )²
610602957 - 603959823 a = 7937640 – 7834401 6643134 a = 103239 a = 64,347
( ii ) n ∑ xy - ( ∑x) ( ∑ y) b = n ∑ x² - ( ∑ x)² (40 x215777) – (2799 x 3077) b = (40 x 198441) – (2799)² 8631080 - 8612523 b = 103239 b = ( iii )
0,18
Ý
= a + b X
Ý
= 64,347 + 0,18 X Model tersebut menunjukkan bahwa setiap terjadi kenaikan satu
tingkat antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua diikuti dengan kenaikan antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua sebesar 0,18 pada konstanta 64,347. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini menunjukkan apabila terdapat peningkatan dari antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam maka akan diikuti peningkatan
sikap
tawadhu’ siswa kepada kedua orang tuanya. 4. Pembahasan Tingkat antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam diperoleh dengan menggunakan angket dengan 40 responden dan 16 butir pertanyaan pada setiap angket yang meliputi 4 indikator yaitu: kegemaran, kepuasan hati, kenikmatan, dan motivasi. Dari angket tersebut diperoleh data yang menunjukkan nilai tertinggi yang diperoleh sebesar 80 sebanyak 11 siswa, sedangkan nilai terendah yang diperoleh sebesar 51 sebanyak 1 siswa. Berdasarkan data yang diperoleh melalui angket menunjukkan bahwa antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam terbagi menjadi 3 kelompok kelas interval. Kelompok interval pertama dengan nilai antara 51-60 sebanyak 4, dengan tingkat frekuensi absolut 4 dan tingkat frekuensi relatif
sebesar 10%. Interval nilai 61-70 sebanyak 14 dengan tingkat frekuensi absolut 14 dan tingkat frekuensi relatifnya 35%. Dan interval nilai 71-80 sebanyak 22, dengan tingkat frekuensi absolut 22 dan tingkat frekuensi relatif sebesar 55%. Dari data di atas terlihat bahwa rata-rata antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam sudah melibihi dari nilai ideal yaitu 70 dengan nilai ideal 48. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tanggapan positif pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam SD Negeri Candigaron II tergolong terlaksana dengan baik.. Data hasil belajar siswa diperoleh melalui nilai harian siswa pada semester II tahun pelajaran 2009/2010. Dalam proses pengambilan data tersebut, peneliti menggunakan metode dokumentasi dengan cara mengambil daftar nilai siswa yang dimiliki oleh guru mata pelajaran. Dari data tersebut diperoleh data yang menunjukkan nilai tertinggi yang diperoleh sebesar 85 sebanyak 1 siswa, sedangkan nilai terendah yang diperoleh sebesar 70 sebanyak 2 siswa. Berdasarkan data hasil belajar yang diperoleh dari nilai harian siswa menunjukkan bahwa kelas interval terbagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama dengan nilai antara 61 – 70 sebanyak 2, dan tingkat frekuensi relatifnya 5%. Interval nilai 71 – 80, sebanyak 35, dengan tingkat frekuensi relatif 87,5 %. Interval 81 – 90 sebanyak 3, dengan tingkat frekuaensi relatif 7,5 %. Dari data di atas terlihat bahwa rata-rata hasil antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam siswa mencapai 75,75, sehingga dapat
disimpulkan bahwa sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua siswa SD Negeri Candigaron II bagus. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh simpulan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua pada siswa SD Negeri Candigaron II, hal ini dibuktikan dari uji r diperoleh r hitung = 0,4742427, sedangkan r tabel nilai kepercayaan 5% dengan 40 responden = 0,304. Karena r hitung > r tabel, maka signifikan
(ada hubungan antara antara pembiasaan
berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua). Hasil tersebut menunjukkan Ho yang artinya tidak terdapat korelasi positif dan signifikan antara antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua dalam penelitian ini ditolak, dan Ha yang artinya terdapat korelasi positif dan signifikan antara antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat korelasi antara antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua. Dari Hasil analisis data diperoleh simpulan bahwa hipotesis alternatif penelitian ini diterima, yang berarti ada hubungan yang segnifikan antara antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ kepada kedua orang tua siswa SD Negeri Candigaron II. Hal ini berarti bahwa
semakin tinggi tingkat antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam berbeda antara siswa satu dengan siswa lainnya sangatlah berpengaruh terhadap sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua tersebut. Siswa yang pelaksanaan pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salamnya baik maka
sikap
tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua lebih baik dari pada siswa yang tidak berjabat tangan dan mengucapkan salamnya. Di SD Negeri Candigaron II tingkat berjabat tangan dan mengucapkan salamnya sebesar 22,49061 % dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang mempengaruhi sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tuanya. Faktor lain yang mempengaruhi sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tuanya. adalah minat. Menurut Slameto (2003:180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. Minat sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan belajar. Siswa yang berminat terhadap suatu mata pelajaran akan mempelajarinya dengan sungguhsungguh, karena ada daya tarik baginya. Proses belajarpun akan berjalan lancar jika disertai dengan minat. Begitu juga sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tuanya.
Siswa di SD Negeri Candigaron II, siswa yang mempunyai minat terhadap pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam, akan lebih mudah bersikap tawadhu’ kepada orang tua daripada siswa yang tidak mempunyai minat untuk
mengikuti
pembiasaan
tersebut.
Oleh
karena
itu,
guru
perlu
membangkinkan minat siwa agar pembiasaan yang diterapkan mudah diikuti oleh siswa. Faktor lain yang mempengaruhi minat untuk mengikuti pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam adalah motivasi. Motivasi merupakan komponen penting dalam belajar. Menurut Salvin dalam Anni (2005:111) motivasi merupakan proses internal yang mengaktifkan, memandu, dan memelihara perilaku seseorang secara terus menerus. Motivasi sangatlah berpengaruh terhadap pelaksanaan pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam yang dilaksanakan siswa. Begitu juga dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua di SD Negeri Candigaron II, apabila siswa tidak termotivasi untuk pelaksanaan pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam maka sikap tawadhu’ siswa itu sendiri tidak akan maksimal bahkan dapat dikatakan proses perubahan sikap tawadhu’ tersebut tidak berhasil. Namun lain halnya apabila siswa termotivasi melaksanaan pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam, maka perubahan sikap tawadhu yang ditunjukkan siswapun akan lebih baik daripada siswa yang tidak termotivasi bahkan keberhasilan perubahan sikap tawadhu tidak dapat berhasil. .
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi sikap tawadhu, masih ada faktor lain yang mempengaruhi yaitu lingkungan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak, di lingkungan keluargalah pertama kali anak mendapatkan pengaruh. Oleh karena itu keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua yang tidak mempunyai program yang resmi seperti yang dimiliki oleh lembaga pendidikan formal.
Untuk mencari reabilitas pada penelitian ini menggunakan rumus Alpha karena instrument yang digunakan berbentuk angket, yaitu:
r11 =
[
k
] [1-
(k – 1)
∑σ b ² ] σt²
(∑ Y)² ( i ) σ t ² = ∑ Y² - N N
= 12497 40
= 12497 40
(2799)² 40
7834401 40
= 12497 - 195860,03 40 = - 183363,03 = - 4584,0758 40
(∑ X)² ( ii ) σ b ² = ∑ X² - N N
(171)² σ b1 ² = 745 - 40 = 0,349375 40 (171)² σ b2 ² = 743 - 40 = 0,299375 40 (184)² σ b3 ² = 858 - 40 = 0,29 40 (172)² σ b4 ² = 754 - 40 = 0,36 40 (170)² σ b5 ² = 736 - 40 = 0,3375 40 (168)² σ b6 ² = 722 - 40 40
= 0,41
(168)² σ b7 ² = 722 - 40 = 0,41 40 (180)² σ b8 ² = 826 - 40 = 0,4 40 (185)²
σ b9 ² = 867 - 40 = 0,284375 40
(170)² σ b10² = 736 - 40 = 0,3375 40 (183)² σ b11² = 849 - 40 = 0,294375 40 (173)² σ b12² =763 - 40 = 0,369375 40 (167)² σ b13² = 713 - 40 = 0,394375 40 (180)² σ b14² = 830 - 40 = 0,5 40 (177)² σ b15² = 805 - 40 = 0,544375 40 (180)² σ b16² = 828 - 40 = 0,45 40
σ b ² = σ b1 ² + σ b2 ² + …. + σ b16 ² = 5,170625
( iii )
r11 =
[
k
] [ 1 - ∑σ b ²
σt²
(k – 1) = [
]
5,170625 ] (40 – 1) (- 4584,0758) = [ 40 ] [ 1+ 0,001128 ] 39 40
] [1-
= 1,025641 x 1,001128 = 1,0267979
Pada nilai kepercayaan 5% dengan n = 40 diperoleh r tabel = 0,304. Karena r11 > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut valit.
Dari pembahasan di atas maka dapat diketahui dampak antara variabel pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan variabel sikap tawadhu’ kepada kedua orang tua digunakan teknik statistik regresi dan korelasi linier sederhana dengan rumus korelasi product moment, dengan persamaan regresi: Ý
= a + b X.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam berpengaruh terhadap sikap tawadhu’ kepada kedua orang tua. Analisis data menunjukkan hasil rxy = 0,4742427, r tabel untuk N= 40 diketahui 0,304. Ternyata r hitung > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan terbentuknya sikap tawadhu’ kepada kedua orang tua..Kegiatan
pembiasaan berjabat tangan dan
mengucapkan salam berpengaruh terhadap terbentuknya
sikap tawadhu’ kepada
kedua orang tua siswa SD Negeri Candigaron II sebesar 22,49061 %, dengan persamaan regresi
Ý = 64,347 + 0,18 X.
Berdasarkan hasil penelitian tersebutdapat disimpulkan bahwa pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam sangat berpengaruh terhadap terbentuknya sikap tawadhu’ kepada kedua orang tua siswa SD Negeri Candigaron II tahun 2010.
BAB V PENUTUP 1. Simpulan Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan dapat
diambil
kesimpulan sebagai berikut: 1.1. Terdapat
hubungan
antara
pembiasaan
berjabat
tangan
dan
mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua di SD Negeri Candigaron II, terbukti dari hasil melalui uji r diperoleh r hitung = 0,4742427 > r tabel = 0,304. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Ho yang artinya tidak terdapat korelasi positif dan signifikan antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua dalam penelitian ini ditolak, dan Ha yang artinya terdapat korelasi positif dan signifikan antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini terdapat korelasi antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua. Pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam berpengaruh terhadap hasil sikap tawadhu’ kepada kedua orang tua di SD Negeri Candigaron II sebesar 22,49061 %, sedangkan selebihnya adalah kontribusi dari faktor-faktor lain yang mempengaruhi sikap tawadhu’ siswa kepada kedua orang tua di SD
Negeri Candigaron II, misalnya: minat; motivasi; penanaman nilai serta pengaruh lain di lingkungan keluarga. 1.2. Pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’
kepada kedua orang tua siswa SD Negeri Candigaron II
dengan persamaan regresi Ý
= 64,347 + 0,18 X. Model tersebut
menunjukkan bahwa setiap terjadi kenaikan satu pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam akan diikuti oleh sikap tawadhu’ kepada kedua orang tua siswa SD Negeri Candigaron II sebesar 0,18 pada konstanta 64,347. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini menunjukkan apabila terdapat peningkatan dari pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam maka akan terjadi peningkatan sikap tawadhu’ kepada kedua orang tua di SD Negeri Candigaron II 2. Saran Melihat bahwa ada hubungan yang segnifikan antara pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam dengan sikap tawadhu’ kepada kedua orang tua siswa SD Negeri Candigaron II maka disarankan kepada guru mata pelajaran pendidikan agama Islam untuk meningkatkan tingkat pembiasaan siswa dalam pembiasaan berjabat tangan dan mengucapkan salam maupun dengan cara lain yang dapat membangkitkan minat siswa untuk berperilaku sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana tuntutan kurikulum mata pelajaran pendidikan agama Islam tersebut sehingga proses
belajar mengajar dan penanaman nilai-nilai agama menjadi lebih menyenangkan dan tidak menjadi beban bagi siswa, sehingga siswa akan lebih senang melaksanakan hal-hal positif
dan akan menjadikan mata
pelajaran pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran yang diidolakan. Hal tersebut akan berdampak positif dalam proses pembelajarn pendidikan agama Islam dan juga akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang akan dicapai. Demikian juga kepada setiap lembaga pendidikan diberbagai jenjang pendidikan dapat menempatkan pendidikan agama Islam sejajar dengan mata pelajaran yang lain, sehingga seimbang antara unsur berfikir dan keseimbangan
antara
tercipta pembelajaran yang
relegi yang akhirnya
perkembangan
jasnami
yang
akan terjadi diiringi
oleh
perkembangan rohani pula. Akhirnya, dengan hasil penelitian ini setidaknya akan memberikan sumbang saran yang
mungkin dapat
bermanfaat
khususnya
bagi
pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dasar maupun jenjang pendidikan berikutnya.
Daftar Pustaka
Anni, Catharina Tri dkk. 2005. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UNNES Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Depdikbud. 1991.Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi kedua. Jakarta: BalaiPustaka _________. 2005.Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga. Jakarta: BalaiPustaka
Hadeli, M.A.2006. Metode Penelitian Pendidikan. Ciputat: Quantum Teaching Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Research jilid 1. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan fakultas psikologi. ____________. 2001. Metodelogi Research jilid 3. Yogyakarta: Andi Hamalik, Oemar. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumu Aksara Hoetomo. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Mitra Pelajar Naland, Emilia. 2009. “Mengembangkan Minat dan Bakat Remaja”. http://konseling.dwim.web.id/2009/01/mengembangkan-minat-dan-bakatremaja.html (5 Feb 2009)
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Yousda, Ine I. Amirman dan Zainal Arifin.1993. Penelitian dan Statistik Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terjemahan Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 692 - 694. Sumber : http://imtiazahmad.com/speeches/in_mengucapkan_salam.htm Sumber : http://mimbarjumat.com/archives/184
Buletin Mimbar Jum’at No. 44 Th. XXII - 31 Oktober 2008 Sumber : http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=107 : http://dewiyana.cybermq.com/post/detail/3261/tawadhursquo,rendah-hati
: salafy.or.id versi offline : http://www.almanhaj.or.id/content/2123/slash/0