RELASI PONDOK PESANTREN DENGAN MASYARAKAT (STUDI TERHADAP PERAN PONDOK PESANTREN AL-HASAN DALAM PEMBINAAN KEBERAGAMAAN REMAJA DUSUN BANYU PUTIH TIMUR, SIDOREJO LOR, SIDOREJO, SALATIGA)
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh :
WAHYU NUGROHO _______________________________________
NIM : 111 09 060
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2014 1
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Fax 323706 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Wahyu Nugroho
NIM
: 111 09 060
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Salatiga, 28 Januari 2014 Penulis
WAHYU NUGROHO NIM: 111 09 060
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl.Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Fax 323706 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
Achmad Maimun, M. Ag DOSEN STAIN SALATIGA NOTA PEMBIMBING Lampiran : 4 eksemplar Hal : Naskah Skripsi Saudara WAHYU NUGROHO Kepada: Yth. Ketua STAIN Salatiga Di Salatiga Assalamu’alaikum warohmatullah wabarokatuh. Setelah meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi Saudara : Nama : WAHYU NUGROHO NIM : 111 09 060 Judul : RELASI PONDOK PESANTREN DENGAN MASYARAKAT( STUDI TERHADAP PROBLEMATIKA YANG DI HADAPI PONDOK PESANTREN AL-HASAN DALAM PEMBINAAN KEBERAGAMAAN REMAJA DUSUN BANYU PUTIH TIMUR, SIDOREJO LOR, SIDOREJO, SALATIGA) Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut diatas segera dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamualaikum warohmatullah wabarokatuh. Salatiga, 28 Januari 2014 Pembimbing
Achmad Maimun, M. Ag NIP. 19700510 199803 1003
SKRIPSI
RELASI PONDOK PESANTREN DENGAN MASYARAKAT (STUDI TERHADAP PERAN PONDOK PESANTREN AL-HASAN DALAM PEMBINAAN KEBERAGAMAAN REMAJA DUSUN BANYU PUTIH TIMUR, SIDOREJO LOR, SIDOREJO, SALATIGA) DISUSUN OLEH: WAHYU NUGROHO NIM: 11109060 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 6 Maret 2014 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam. Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji
: H. Agus Waluyo, M. Ag.
Sekretaris Penguji : Nafis Irkhami, M. Ag., M. A. Penguji I
: Dra. Djami‟atul Islamiyah, M. Ag.
Penguji II
: M. Farid Abdullah, S.Pd.I, M. Hum.
Penguji III
: Achmad Maimun, M. Ag. Salatiga, 17 Maret 2014 Ketua STAIN Salatiga
Dr.Imam Sutomo, M.Ag. NIP. 19580827 198303 1 002
MOTTO
Hanya orang yang memiliki kemauan yang keras, yang bisa bertindak cerdas.
Dalam hidup menjadi juara tidak harus jadi yang nomor satu.
Berbuatlah dengan hati berkreasi dengan rasa.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk: 1. Ayahanda dan Bunda tercinta (Muh. Chambali dan Djarmiyati) atas semua yang telah diberikan selama ini, juga untuk setiap do‟a selama perjalanan hidupku yang diberikan dengan kasih dan tulus, semoga Allah meridhai. 2. Kakak-kakakku (Nur Sudiyanto dan Rahmat Heriono), Mbak Siti dan Mbak Sri yang senantiasa memberikan contoh kebaikan dan motivasi. 3. Keponakan-keponakanku tersayang (Dina dan Dani, Firly, Keyla serta Haikal), yang selalu memberi motivasi. 4. Bapak Ibu Dosen serta karyawan STAIN Salatiga. 5.
Seluruh Mahasiswa STAIN Salatiga terutama PAI kelas B tahun 2009.
6. Teman dekatku Fuji yang selalu menemani dan menyemangati. 7. Serta teman-teman PPL SMP 6 Salatiga dan temen-teman KKN Banyusari semoga tetap terjalin persahabatan diantara kita. 8. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini.
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “RELASI PONDOK PESANTREN DENGAN MASYARAKAT (STUDI TERHADAP PERAN
PONDOK
PESANTREN
AL-HASAN
DALAM
PEMBINAAN
KEBERAGAMAAN REMAJA DUSUN BANYU PUTIH TIMUR, SIDOREJO LOR, SIDOREJO, SALATIGA) ” ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada baginda rasul Muhammad S.A.W yang kita nantikan syafaat dan pertolongannya kelak. Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu Tarbiyah STAIN Salatiga. Dengan terselesaikannya skripsi ini, tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag. selaku Ketua STAIN Salatiga yang telah banyak berjasa dan berkenan memberikan persetujuan/pengesahan terhadap skripsi ini. 2. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M. Si. selaku Ketua Program Studi PAI yang telah memberikan banyak bimbingan serta motivasi dalam pengambilan judul skripsi ini.
3. Bapak Achmad Maimun, M.Ag sebagai dosen pembimbing yang dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta telah berkenan meluangkan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini. 4.
Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan perpustakaan dan bagian administrasi yang telah banyak membimbing dan membantu dalam penyelesaian skripsi.
5. Seluruh keluargaku di rumah yang telah membantu baik materiil maupun spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di STAIN Salatiga dengan lancar. 6. Keluarga besar pondok pesantren Al-Hasan dan remaja Dusun Banyu Putih Timur yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. 7. Rekan-rekan PAI B angkatan tahun 2009 serta seluruh mahasiswa STAIN Salatiga angkatan tahun 2009. Penulis berharap, skripsi ini bermanfaat bagi seluruh mahasiswa STAIN Salatiga pada umumnya sehingga dapat menambah kahasanah keilmuan serta bagi penulis pada khususnya. Segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini. Salatiga, 28 Januari 2014 Penulis
WAHYU NUGROHO 11109060
ABSTRAKSI
Nugroho, Wahyu. 2014. Relasi Pondok Pesantren dengan Masyarakat (Studi Terhadap Peran Pondok Pesantren Al-Hasan dalam Pembinaan Keberagamaan Remaja Dusun Banyu Putih Timur, Sidorejo Lor, Sidorejo, Salatiga). Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing. Achmad Maimun, M.Ag.
Kata kunci: Relasi pondok pesantren dengan masyarakat dan pembinaan keberagamaan Penelitian ini berupaya menggali lebih dalam dalam tentang relasi masyarakat dengan pondok pesantren dan peran pondok pesantren dalam pembinaan keberagamaan remaja. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah bagaimana perilaku keberagamaan remaja?, bagaimana peran pondok pesantren dalam meningkatkan perilaku keberagamaan?, apa problematika pembinaan keberagamaan remaja?. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini dilakukan mulai bulan November 2013 di pondok Al-Hasan. Responden dalam penelitian ini terdiri atas, pengasuh, pengurus dan santri serta remaja sekitar. Teknik pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Setelah melakukan analisis, di peroleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa keberagamaan remaja yang beragam dan agak minim. Peran pondok yang dijalankan sebagai fasilitator, mobilisasi, sumber daya manusia, agent of development dan agen of excellence kurang berjalan maksimal. Pembinaan yang dilakukan kurang berjalan maksimal karena di pengaruhi berbagai faktor salah satunya kurang komunikasi antara remaja dengan pondok pesantren.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..................................................................................................i GAMBAR LOGO STAIN SALATIGA ....................................................................ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING .........................................................................iii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................v MOTTO .....................................................................................................................vi PERSEMBAHAN ......................................................................................................vii KATA PENGANTAR ...............................................................................................viii ABSTRAKSI .............................................................................................................x DAFTAR ISI ..............................................................................................................xi DAFTAR TABEL ......................................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................xvi BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah……………………………………………………..1 B. Fokus Penelitian……………………………………………………………..6
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………….6 D. Kegunaan Penelitian…………………………………………………………7 E. Penegasan Istilah…………………………………………………………….8 F. Metode Penelitian……………………………………………………………9 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian……………………………………..9 2. Kehadiran Peneliti………………………………………………….10 3. Lokasi dan Objek Penelitian……………………………………….10 4. Sumber Penelitian dan Informan…………………………………..11 5. Prosedur Pengumpulan Data………………………………………12 6. Analisis Data………………………………………………………13 7. Pengecekan Keabsahan Data……………………………………...14 8. Tahap-tahap Penelitian…………………………………………….15 G. Sistematika Penelitian……………………………………………………..18 BAB II KAJIAN PUSTAKA……………………………………………………..20 A. Pondok Pesantren Di Indonesia……………………………………………20 1. Pengertian Pondok Pesantren………………………………………20 2. Sejarah Pondok Pesantren………………………………………….21 3. Tipologi Pondok Pesantren………………………………………...23 4. Elemen-elemen Pondok Pesantren…………………………………26 5. Peran Pondok Pesantren dan Permasalahan Umum yang di Hadapi Pondok Pesantren ………………………………………………….32
B. Keberagamaan Remaja……………………………………………………..36 1. Perilaku Keberagamaan…………………………………………….36 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberagamaan Remaja………..43 3. Fungsi Agama Bagi Manusia……………………………………….48 4. Peran Pondok Pesantren dalam Meningkatkan Perilaku Keberagamaan Remaja………………………………………………………………54 5. Problematika pembinaan keberagamaan remaja…………………….57 BAB III RELASI PONDOK PESANTREN DENGAN MASYARAKAT………..63 A. Gambaran Umum Pondok Pesantren………………………………………..63 1. Sejarah Singkat Pondok Pesantren………………………………….63 2. Visi dan Misi………………………………………………………..64 3. Letak Geografis……………………………………………………..65 4. Keadaan Sarana dan Prasarana……………………………………...66 5. Struktur Organisasi………………………………………………….67 6. Keadaan Santri dan ustadz………………………………………….68 B. Program Pendidikan………………………………………………………...75 1. Program Harian……………………………………………………..75 2. Program Mingguan dan Bulanan…………………………………...77 3. Program Tahunan…………………………………………………...78 C. Kondisi Remaja di Sekitar Pondok Pesantren……………………………....78 1. Pendidikan………………………………………………………….78
2. Keberagamaan……………………………………………………...79 3. Organisasi…………………………………………………………..80 D. Pola Hubungan dengan Masyarakat………………………………………..81 1. Hubungan Individu………………………………………………...81 2. Hubungan Kelembagaan…………………………………………...82 3. Hubungan Timbal Balik……………………………………………83 BAB IV PEMBINAAN KEBERAGAMAAN DAN PROBLEMATIKA………..84 A. Program Pembinaan………………………………………………………..84 B. Peran Pondok Pesantren …………………………………………………..88 C. Problematika……………………………………………………………….93 D. Solusi………………………………………………………………………97 BAB V PENUTUP………………………………………………………………...99 A. Kesimpulan…………………………………………………………………99 B. Saran………………………………………………………………………103 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….105
DAFTAR TABEL Tabel 1: Sarana dan Prasarana ......................................................................... 66 Tabel 2: Struktur Organisasi ............................................................................ 67 Tabel 3: Data Santri Putra dan Putri ................................................................ 69 Tabel 4: Keadaan Ustadz ................................................................................. 74 Tabel 5: Sistem Pendidikan Pondok Pesantren ................................................ 75
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejak awal kelahirannya pesantren tumbuh dan berkembang di berbagai daerah di Indonesia yang sangat kental sebagai lembaga keislaman yang memiliki nilai-nilai strategis dalam pengembangan masyarakat Indonesia yang ditunjukkan dengan realitas sebagian penduduknya terdiri dari umat Islam yang prosentasenya mencapai 80%. Pesantren telah hidup sejak ratusan tahun lalu yang menjangkau berbagai lapisan masyarakat muslim, dan telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Pondok pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan yang ada dalam masyarakat mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pendidikan pesantren tidak saja memberikan pengetahuan dan keterampilan teknis tetapi yang jauh lebih penting adalah menanamkan nilai-nilai moral dan agama. Filosofi pendidikan pesantren didasarkan atas hubungan yang bermakna antara manusia, ciptaan atau makhluk, dan Allah SWT. Hubungan tersebut baru bermakna jika bermuatan atau menghasilkan keindahan dan keagungan. Ibadah yang dijalani oleh semua guru dan santri di pondok pesantren diutamakan dalam hal mencari
ilmu, mengelola pelajaran, mengembangkan diri, mengembangkan kegiatan bersama santri dan masyarakat (M. Dian Nafi‟, dkk, 2007: 9). Sama halnya dengan pondok Al-Hasan yang berdiri pada tahun 1960an oleh Bapak Isom yang awalnya seorang pengajar jama‟ah pengajian di Desa Bancaan, Salatiga. Karena beliau ikut berpindah ke tempat istri mudanya yang berada di Dusun Banyu Putih sehingga para jama‟ah yang dulunya belajar mengaji di Desa Bancaan juga mengikuti sang ustadz pindah dan meneruskan kegiatan di sana. Seiring dengan perkembangannya kini Al-Hasan telah menjadi pondok pesantren ternama di daerahnya. Nama Al-Hasan
yang
diambil dari sebuah nama masjid di dekat beliau tinggal dan mengajarkan pengajian hingga sekarang yang telah memasuki generasi ketiga yang diasuh oleh Bapak KH. Ichsanudin, MZ. Santri di Pondok Pesantren Al-Hasan yang dulunya diprakarsai oleh generasi tua, kini para remaja dan anak-anak usia sekolah yang lebih mendominasi. Hal tersebut bukan menjadi suatu hambatan bagi pengasuh pondok Al-Hasan untuk mengembangkan visi misinya. Menurutnya, remaja memiliki peranan yang besar bagi perubahan zaman. Usia remaja merupakan fase perkembangan yang sangat dinamis, masa remaja adalah masa peralihan yang ditempuh seseorang dari anak-anak menuju dewasa, karena pada fase inilah remaja mulai mencari jati dirinya. Remaja-remaja seringkali menarik diri dari masyarakat, acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar, bahkan kadang-kadang mereka tampak
menentang adat kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut masyarakat sekitar, hal ini biasanya karena mereka tidak mendapat tempat kedudukan yang jelas dalam masyarakat, dipandang masih seperti anak-anak, pendapatnya dan keinginannya kurang didengar, karena dipandang kurang matang saja. Sikap atau perlakuan masyarakat yang kurang memberikan kedudukan yang jelas pada remaja sering mempertajam konflik yang sebenarnya telah ada pada diri remaja. Mereka lebih memilih bergabung dan bersenang-senang dengan teman sebayanya ketika menghadapi sebuah masalah dibandingkan dengan melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan religiusitasnya, karena bagi mereka religiusitas menjadi barang mewah dan langka. Sama halnya dengan remaja Dusun Banyu Putih Timur, Sidorejo Lor, Salatiga. Di sana jarang sekali ditemui anak-anak usia remaja yang aktif di kegiatan-kegiatan keagamaan. Hanya beberapa saja dari mereka yang aktif itupun remaja usia sekitar 13-15 tahun atau mereka yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Selebihnya, mereka memiliki berbagai kegiatan di luar dan jarang mengikuti kegiatan yang bersifat keberagamaan. Seharusnya, remaja usia sekolah mendapatkan perhatian yang lebih tentang perilaku keberagamaan atau religiusitasnya. Karena kehidupan di luar rumah yang sangat beragam baik kegiatan positif maupun negatif harus direfleksikan kembali kepada agama. Sedangkan tingkat religiusitas seseorang dalam hal ini remaja usia sekolah dapat dilihat dari perilaku keberagamaannya
sehari-hari. Sikap keberagamaan seseorang dapat dilihat dari berbagai dimensi. Glock dan Stark mengatakan bahwa sikap keberagamaan manusia dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu: ideological, ritual, mistikal, intelektual, dan sosial. Sedangkan menurut Zakiah Daradjat (1996:35) agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan pelatihan-pelatihan yang dilalui semasa kecilnya dulu, seorang yang semasa kecilnya tidak pernah mendapatkan pendidikan agama maka pada saat dewasa nanti, ia kurang merasakan pentingnya akan agama dalam hidupnya, terutama pada anak usia remaja. Seperti halnya dengan sebuah aliran empirisme yang di cetuskan oleh John Locke yang mana aliran ini memandang bahwa perkembang manusia ditentukan oleh pengalaman dari lingkungannya (Lilik Sriyanti,2009:19). Misalkan seseorang yang berada pada lingkungan yang baik akan tumbuh menjadi pribadi yang baik pula. Pondok pesantren Al-Hasan merupakan salah satu solusi bagi orang tua yang memiliki anak usia remaja dan ingin mengenalkan lebih jauh tentang agama kepada anak-anaknya. Hubungan antara warga pesantren di satu pihak dan masyarakat di lain pihak meliputi berbagai aspek kehidupan, salah satunya yang bersifat pendidikan. Pihak warga pesantren terutama para kyai dan mubalig berperan sebagai pemberi informasi (komunikator), baik yang bersifat agama (melalui pesantren), maupun ilmu pengetahuan umum melalui lembaga-lembaga pendidikan
formal yang ada di lingkungan pesantren. Sedangkan warga masyarakat khususnya remaja usia sekolah berperan sebagai penerima informasi ( Sindu Galba, 1995: 65-66). Namun hal ini kurang berlaku bagi sebagian remaja di Dusun Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo Lor, Kota Salatiga, meskipun tinggal di area pondok pesantren yang masyarakatnya identik memiliki sikap keberagamaan yang tinggi, sebagian remaja di daerah tersebut kurang berminat dengan kegiatan keagamaan baik yang dilakukan oleh masyarakat sekitar maupun agenda pondok pesantren tersebut. Mereka memilih kegiatan yang cenderung berimplikasi negatif. Misalnya, mereka memilih menonton konser musik dibanding ikut kegiatan pengajian rutin hari minggu atau touring dengan klub motor yang diikutinya dan sibuk dengan hobinya daripada harus mengikuti jama‟ah sholat di masjid. Hal tersebut mecerminkan merosotnya nilai-nilai kehidupan rohani dan terdegradasinya moral. Berdasarkan alasan tersebut peneliti ingin meneliti tentang relasi pondok pesantren dengan masyarakat (studi terhadap peran yang di hadapi Pondok Pesantren Al-Hasan dalam pembinaan keberagamaan remaja Dusun Banyu Putih Timur, Sidorejo Lor, Sidorejo, Salatiga).
B. Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka fokus penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana perilaku keberagamaan remaja sekitar ponpes Al-Hasan, Dusun Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga? 2. Bagaimana peran pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan remaja Dusun Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga ? 3. Apa problematika pembinaan keberagamaan remaja di lingkungan pondok pesantren Al-Hasan, Dusun Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui perilaku keberagamaan remaja di sekitar pondok pesantren Al-Hasan, Dusun Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. 2. Untuk mengetahui peran pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan remaja Dusun Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga.
3. Untuk mengetahui problematika pembinaan keberagamaan remaja di lingkungan pondok pesantren Al-Hasan, Dusun Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga.
D. Kegunaan Penelitian 1. Secara teori Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan bagi pembaca umumnya dan mahasiswa STAIN Salatiga pada khususnya, serta dapat menambah pengetahuan bagi remaja. 2. Secara praktis a. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan panduan bahwa keberadaan pondok pesantren memiliki peran penting dalam meningkatkan
perilaku
keberagamaan
remaja
di
lingkungan
sekitarnya. b. Penelitian ini juga dapat dijadikan panduan bagi orang tua dalam membimbing remaja agar memiliki religiusitas yang tinggi. c. Bagi remaja, dengan penelitian ini dapat menambah pengetahuan agar dapat meningkatkan perilaku keberagamaannya.
E. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahpahaman mengenai maksud dari judul penelitian ini, maka peneliti merasa perlu memberikan pengertian istilahistilah yang ada pada judul tersebut sebagai berikut: 1.
Relasi pondok pesantren dengan masyarakat Relasi menurut KBBI (2007:934) adalah hubungan, pertalian, atau perhubungan. Sedangkan masyarakat merupakan sejumlah manusia dalam arti yang seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama (KBBI, 2007:721). Sedangkan relasi yang di maksud dalam penelitian ini adalah hubungan pondok pesantren AlHasan dengan masyarakat atau orang-orang di lingkungan pondok pesantren.
2.
Peran Pembinaan keberagamaan remaja di lingkungan pondok pesantren Peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang
yang
berkedudukan
dalam
masyarakat
(KBBI,2007:854).
Pembinaan berasal dari kata bina yang mendapat imbuhan pe-an. Kata bina berarti membangun atau mengusahakan agar mempunyai kemajuan lebih. Keberagamaan menurut Mudzar dapat dilihat dari lima dimensi yaitu: scripture atau naskah-naskah, penganut, ritus-ritus atau ritual, alatalat seperti masjid, gereja, lonceng, dan organisasi keagamaan (Suprayogo,2001:21).
Lingkungan adalah daerah atau kawasan yang terdapat didalamnya (KBBI,2007:675). Sedangkan pondok pesantren adalah tempat berkumpulnya para santri atau asrama tempat mengkaji ilmu agama
Islam
(Nurcholis
Majid,1997:5).
Jadi
peran
pembinaan
keberagamaan remaja dilingkungan pondok pesantren yang penulis maksud dalam penelitian ini ialah upaya yang dilakukan pondok pesantren Al-Hasan dalam mengalami masalah aktivitas keberagamaan remaja terutama ritual keberagamaan remaja yang tinggal di kawasan pondok pesantren dalam
mengkaji ilmu agama Islam dan ilmu
pengetahuan umum.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan lapangan (field research), dimaksudkan untuk mengetahui data responden secara langsung di lapangan, yakni suatu penelitian tentang studi yang mendalam mengenai suatu unit sosial sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisir dengan baik mengenai unit sosial tersebut. Sedangkan penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berusaha
menemukan makna dari sebuah situasi atau kondisi. Metode penelitian ini berlandaskan pada filsafat postpositivisme yang memandang realitas sosial sebagai suatu yang utuh, komplek, dinamis dan penuh makna serta bersifat interaktif dan hasil penelitiannya lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2011:8). Dalam penelitian ini peneliti mencoba mencari tahu bagaimana sikap keberagamaan remaja pada lingkungan pondok pesantren. 2. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian kualitatif menggunakan human instrument yaitu peneliti sebagai intrumen penelitian itu sendiri. Kehadiran peneliti di lapangan untuk melakukan pengamatan, wawancara, serta melakukan berbagai kegiatan secara mendalam untuk mendapat data dan informasi yang digunakan sebagai data penelitian. Dalam hal ini peneliti
akan
terjun
langsung kelapangan
tanpa mewakilkan
kehadirannya kepada orang lain agar data dan informasi yang di dapat lebih akurat. 3. Lokasi dan Objek Penelitian Penelitian ini di lakukan di pondok pesantren Al-Hasan, Dusun Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah pondok pesantren Al-Hasan.
4. Subjek Penelitian dan Informan Pemilihan informan merupakan hal yang sangat berguna untuk kelangsungan proses penelitian. Subyek penelitian adalah orang dari lokasi penelitian yang dianggap paling mengetahui masalah penelitian guna memperoleh data-data penelitian. Informan adalah orang dari lokasi penelitian yang paling mengetahui permasalahan dan bersedia dijadikan sumber informasi, bersedia bekerja sama, mau diajak diskusi membahas hasil penelitian (Kasiram, 2010: 283). Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah pondok pesantren Al-Hasan, Dsn Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga. Fungsi dari subyek penelitian dan informan adalah membantu peneliti dalam waktu yang relatif singkat dapat memperoleh data yang banyak dan yang dibutuhkan selama penelitian berlangsung. Cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari informan yang dapat dipertanggung jawabkan, dapat melalui wawancara. Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan maka peneliti berpedoman pada informasi yang diberikan oleh pengurus pondok pesantren AlHasan, para santri, dan remaja sebagai informan.
5. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam mencari data dan informasi penelitian adalah sebagai berikut: a.
Wawancara wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi
dan
ide
melalui
Tanya
jawab,
sehingga
dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono, 2011:231). Dalam hal ini penulis berpedoman pada informasi yang diberikan oleh pengasuh pondok pesantren, pengurus dan remaja Dusun Banyu Putih, Desa Sidorejo Lor. b.
Observasi Observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung tentang kegiatan, keadaan umum kejadian-kejadian yang ada dalam obyek penelitian dengan secara sistematis. Secara umum, observasi berarti pengamatan, penglihatan. Sedangkan secara khusus, dalam dunia penelitian, observasi adalah mendengar dalam rangka memahami, mencari jawab, mencari bukti terhadap fenomena social keagamaan (perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, benda, dan symbol-simbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang di
observasi, dengan mencatat, merekam, mempotret fenomena tersebut guna penemuan data analisis (Suprayogo dan Tabroni, 2001:167). Metode observasi dalam penelitian ini dimanfaatkan untuk mengamati kondisi remaja Dusun Banyu Putih Timur yang diharapkan dapat membantu untuk melengkapi data yang diperlukan dengan cara mengamati aktivitas kehidupan sehari-hari remaja tersebut. c.
Dokumentasi Dokumen merupakan metode penelitian yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2011:240). Peneliti menggunakan metode ini untuk mendapat data tentang kondisi dan keadaan Dusun Banyu Putih Timur, agamanya, dan sarana prasarana yang dimiliki dalam kegiatan keagamaan.
6. Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, cacatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data penelitian
kualitatif
bersifat
iterative
(berkelanjutan)
dan
dikembangkan sepanjang program. Dengan menganalisis data sambil
mengumpulkan data, maka peneliti dapat mengetahui kekurangan data yang harus dikumpulkan. Tahap analisis data dalam penelitian ini secara umum dimulai sejak pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan
perhatian
pada
penyederhanaan,
pengabstrakan,
transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan (Imam Suprayogo, 2001:192-193). Pada proses ini peneliti dapat melakukan penggolongan, dan membuang yang tidak diperlukan. Setelah datanya terpilih maka dilakukan penyajian data yang didapat melalui informan dan data yang diperoleh dilapangan selama penelitian berlangsung. Penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Sehingga setelah penyajian data dapat ditarik kesimpulan sebagai hasil akhir penelitian. 7. Pengecekan Keabsahan Data Untuk menjamin keabsahan data temuan yang diperoleh di lapangan peneliti melakukan beberapa upaya, di samping menanyakan kepada obyek secara langsung, peneliti juga berusaha mencari jawaban dari sumber lain.
Dalam melakukan pengecekan keabsahan data didasarkan pada beberapa kriteria. Kriteria tersebut terdiri dari credibility (derajat kepercayaan), transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas) dan confirmability (obyektivitas). Masing-masing teknik tersebut menggunakan cara pemeriksaan sendiri-sendiri. Untuk kriteria derajat
kepercayaan
dalam
memeriksa
data
maka
peneliti
memperpanjang keikutsertaannya, ketekunan dalam mengamati segala sesuatu objek di lapangan, triangulasi (teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada), diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif dan membercheck atau pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data (Sugiyono, 2011:270). 8. Tahap-tahap Penelitian Kualitatif Tahap-tahap yang dimaksudkan dalam penelitian kualitatif di bagi ke dalam tiga tahap, yaitu: tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data (Moleong, 2009:127-148) a. Tahap Pra-lapangan Tahap pra-penelitian adalah sebelum berada di lapangan. Sebagaimana yang di kutip Moleong, ada enam kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti. Dalam tahap ini di tambah satu pertimbangan yang perlu dipahami yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan
pertimbangan antara lain: pertama, menyusun rancangan penelitian, kedua, memilih lapangan penelitian, ketiga, mengurus perizinan, keempat, menjajaki dan menilai lapangan, kelima, memilih dan memanfaatkan
informan,
keenam,
menyiapkan
perlengkapan
penelitian. b. Tahap Pekerjaan Lapangan Pada tahap ini merupakan tahap penelitian yang sebenarnya. Tahap ini di bagi atas tiga bagian, yaitu: pertama, memahami latar penelitian dan persiapan diri, kedua, memasuki lapangan, ketiga, berperan serta sambil mengumpulkan data. c. Tahap Analisis Data Analisis data adalah tahap kegiatan sesudah kembali dari lapangan. Pada tahap ini analisis data yang sudah tersedia dari sumber yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi dan sebagainya. Dalam analisis data, terdapat beberapa alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: 1) Pengumpulan Data Adalah kegiatan analisis yang mengantisipasi kegiatan atau dilakukan sebelum penelitian lapangan, ketika penelitian di rancang.
2) Reduksi Data Adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis. Reduksi data merupakan bagian dari analisis. 3) Penyajian Data Adalah kemungkinan
sekumpulan adanya
informasi
penarikan
tersusun
kesimpulan
yang
dan
memberi
pengambilan
tindakan. Dengan melihat data kita akan memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan untuk lebih jauh menganalisis atau mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang di dapat dari penyajian tersebut. 4) Kesimpulan atau Verifikasi Data Kegiatan analisis ketiga adalah menarik kesimpulan atau verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis kualitatif mencari makna, penjelasan, dan sebab akibat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pertahapan dalam penelitian ini adalah bentuk urutan atau berjenjang yakni dimulai dari tahap pra-penelitian, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap pasca penelitian. Namun walau demikian, sifat dari kegiatan yang dilakukan
pada masing-masing tahap tersebut tidaklah bersifat ketat, melainkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan hasil penelitian ini dibagi dalam 5 bab, setiap bab terdiri dari beberapa sub bab, yaitu: BAB I: PENDAHULUAN Dalam pendahuluan ini meliputi: latar belakang masalah, masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika penelitian. BAB II: KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini pokok pembahasan diantaranya pondok pesantren di Indonesia yang meliputi pengertian pondok pesantren, sejarah pondok pesantren, tipologi pondok pesantren, elemen-elemen pondok pesantren, upaya pondok pesantren dan permasalahan umum yang dihadapi pondok pesantren. Keberagamaan remaja yang terdiri dari pengertian perilaku keberagamaan, faktor-faktor yang mempengaruhi keberagamaan remaja, dan fungsi agama bagi manusia dan upaya pondok pesantren dalam meningkatkan perilaku keberagamaan remaja, problematika pembinaan keberagamaan remaja.
BAB III: RELASI PONDOK PESANTREN DENGAN MASYARAKAT Pada bab ini terdiri dari : gambaran umum objek penelitian yang terdiri dari sejarah singkat pesantren, visi dan misi pesantren, letak geografis pesantren, keadaan sarana dan prasarana, struktur organisasi , keadaan santri dan ustad, Program pendidikan meliputi program harian, program mingguan dan bulanan, progam tahunan, kondisi remaja di sekitar meliputi pendidikan, keberagamaan dan organisasi, pola hubungan dengan masyarakat sekitar pondok pesantren meliputi hubungan individu, hubungan kelembagaan dan hubungan timbal balik. BAB IV: PERAN PONDOK DALAM PEMBINAAN KEBERAGAMAAN Dalam bab ini meliputi: Program pembinaan, peran pondok pesantren, problematika dan solusi. BAB V: PENUTUP Penutup merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pondok Pesantren di Indonesia 1. Pengertian Pondok Pesantren Pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe dan akhiran an yang berarti tempat tinggal para santri, Profesor Jhons berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji, sedangkan C.C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tau buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu ( Zamakhsyari Dhofier,1983:18). Sedangkan pondok pesantren menurut Nurcholis Majid (1997:5) adalah tempat berkumpulnya para santri atau asrama tempat mengkaji ilmu agama Islam, di mana santri mempunyai image sebagai seorang yang mengerti lebih jauh mengenai perihal agama di banding masyarakat umum. Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaaan yang mempunyai ciri khasnya sendiri dibanding dengan lembaga pendidikan lainnya. Sebagai lembaga pendidikan yang sudah lama berkembang di Indonesia, pesantren berhasil membina dan mengembangkan kehidupan beragama masyarakat.
Pondok pesantren merupakan sarana untuk menyiapkan para santri sebagai mutafaqqih fi ad-din (mengkaji ilmu agama) yang mampu mencetak kader-kader ulama‟ dan pendakwah menyebarkan agama Islam, serta
pembentukan
akhlak.
Selain
itu,
pondok
pesantren
juga
dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana mengembangkan kepercayaaan Islam, dan khususnya untuk mengembangkan kemampuan menafsirkan inti ajaran Islam.
2. Sejarah Pondok Pesantren Menelusuri
tumbuh
dan
berkembangnya
lembaga-lembaga
pendidikan keagamaan Islam di Indonesia, termasuk awal berdirinya pondok pesantren tidak terlepas dari hubungannya dengan sejarah masuknya Islam di Indonesia. Pendidikan Islam di Indonesia bermula ketika orang-orang yang masuk Islam ingin mengetahui lebih banyak tentang isi ajaran Islam yang baru dipeluknya, baik mengenai cara beribadah, membaca Al-Qur‟an dan pengetahuan Islam yang lebih luas dan mendalam. Mereka biasanya belajar di rumah, masjid, langgar atau surau. Dalam perkembangannya, keinginan untuk lebih memperdalam ilmu-ilmu agama telah mendorong tumbuhnya pesantren yang merupakan tempat untuk melanjutkan belajar agama setelah tamat belajar di surau,
langgar atau masjid. Sejarah pendidikan Indonesia mencatat, bahwa pondok pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia. Lembaga ini telah berkembang khususnya di Jawa selama berabad-abad. Maulana Malik Ibrahim salah satu spiritual father Walisongo yang meninggal tahun 1419 di Gresik dalam masyarakat Jawa biasanya dipandang sebagai gurunya guru tradisi pesantren di tanah Jawa. Dalam catatan sejarah, pondok pesantren dikenal di Indonesia sejak zaman Walisongo. Ketika itu pula Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan di Ampel Surabaya dan menjadikannya pusat pendidikan di Jawa. Para santri yang berasal dari pulau Jawa datang untuk menuntut ilmu agama. Bahkan di antara para santri ada yang berasal dari Gowa dan Talo, Sulawesi. Pesantren Ampel merupakan cikal bakal berdirinya pesantrenpesantren di tanah air. Sebab para santri setelah menyelesaikan studinya merasa berkewajiban mengamalkan ilmunya di daerahnya masingmasing. Maka di dirikanlah pondok-pondok pesantren dengan mengikuti pada apa yang mereka dapatkan di Pesantren Ampel. Mengenai pendirian dan pelembagaan pesantren pertama kali, baru muncul pada pertengahan abad ke-18 M. Dari pesantren-pesantren kuno yang terlacak, pesantren Tegalsari Panaraga yang didirikan tahun 1742 adalah pesantren paling tua. Pada akhir abad 18 M, lembaga pesantren di
Jawa semakin bertambah dan mengalami perkembangan pesat. Hal itu terjadi pada rentang abad ke-19 M. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pesantren muncul pada abad ke-18 M dan melembaga pada abad ke-19 M (Depag RI, 2003: 7-8).
3. Tipologi Pondok Pesantren Pondok pesantren adalah sebuah sistem yang unik, bukan hanya dalam pendekatan pembelajarannya tapi juga pandangan hidup dan tata nilai yang dianut, masing-masing pondok pesantren mempunyai keistimewaan tersendiri, secara garis besar pondok pesantren dapat dikategorikan dalam tiga kategori: a. Pondok Pesantren Salafiyah Salaf artinya lama, dahulu atau tradisional. Pondok pesantren Salafiyah
adalah
pondok
pesantren
yang
menyelenggarakan
pemebelajaran dengan pendekatan tradisional, sebagaimana yang berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam dilakukan secara individual atau kelompok dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik berbahasa Arab, penjenjangan tidak didasarkan pada waktu tetapi berdasarkan tamatnya (khatam) kitab yang di pelajari. Dengan selesai satu kitab tertentu maka santri dapat naik jenjang dengan mempelajari kitab yang tingkat kesulitannya lebih tinggi. Pendekatan ini
sejalan dengan prinsip pendidikan modern yang di kenal dengan sistem belajar tuntas. Dengan cara ini, santri dapat lebih intensif mempelajari suatu cabang ilmu. b. Pondok Pesantren Khalafiyah (A’shriyah) Khalaf artinya kemudian, atau belakang. Sedangkan ashri artinya sekarang atau modern. Pondok pesantren khalafiyah adalah pondok pesantren
yang
menyelenggarakan
kegiatan
pendidikan
dengan
pendekatan modern, melalui satuan pendidikan formal baik madrasah atau sekolah umum, tetapi dengan pendekatan klasikal. Pembelajaran pada
pondok
pesantren
ini,
dilakukan
secara
berjenjang
dan
berkesinambungan, dengan satuan program didasarkan pada satuan waktu, seperti catur wulan, semester, tahun atau kelas dan seterusnya. Pada pondok pesantren tipe ini pondok lebih banyak berfungsi sebagai asrama dan memberikan lingkungan yang kondusif untuk pendidikan agama. c. Pondok Pesantren Campuran/Kombinasi Pondok pesantren salafiyah dan khalafiyah dengan penjelasan di atas adalah salafiyah dan khalafiyah dalam bentuknya yang ekstrim. Barangkali kenyataan di lapangan tidak ada atau sedikit sekali pondok pesantren salafiyah atau khalafiyah dengan pengertian tersebut. Sebagian besar yang ada sekarang adalah pondok pesantren yang berada di antara
rentangan dua pengertian di atas. Sebagian besar pondok pesantren yang mengaku atau menanamkan diri pesantren salafiyah, pada umum menyelenggarakan pendidikan secara klasikal dan berjenjang, walaupun tidak dengan nama madrasah atau sekolah. Demikian juga pesantren khalafiyah pada umumnya juga menyelenggarakan pendidikan dengan pendekatan pengajian kitab klasik sebagai salah satu identitas pondok pesantren. Di samping tipologi pesantren berdasarkan model pendekatan pendidikan yang dilakukan, ada juga tipologi berdasarkan konsentrasi ilmu-ilmu agama yang diajarkan yang di kenal dengan pesantren AlQur‟an yang lebih berkonsentrasi pada pendidikan Al-Qur‟an, mulai qira‟ah sampai tahfizh. Ada pesantren hadits yang lebih berkonsentrasi pada pembelajaran hadits. Ada pesantren fiqh, pesantren ushul fiqh, pesantren tashawwuf (Departemen Agama RI, 2003: 28-31). Ada tipologi lain di buat berdasarkan penyelenggaraan fungsinya sebagai lembaga pengembangan masyarakat melalui program-program pengembangan
usaha,
seperti
pesantren
pertanian,
pesantren
keterampilan, pesantren agribisnis dan sebagainya. Maksudnya pesantren ini
selain
juga
menyelenggarakan
pendidikan
agama
mengembangkan pertanian, keterampilan, dan agribisnis tertentu.
juga
Dilihat dari berbagai tipologi pesantren di atas, menunjukkan bahwa eksistensi pesantren dari masa ke masa semakin berkembang melalui berbagai macam evaluasi. Sehingga pesantren tidak lagi di pandang sebagai lembaga pendidikan Islam yang kuno, dan alumni pondok pesantren hanya bisa menguasai pendidikan Islam saja melainkan mereka mampu bersaing dengan lembaga pendidikan umum yang sarat dengan teknologi modern.
4. Elemen-elemen Pondok Pesantren Sebuah pondok pesantren biasanya mempunyai elemen-elemen yang mendukung eksistensi pondok pesantren tersebut. Elemen-elemen pondok pesantren setidaknya terdiri atas (Dhofier,1983: 44-55) adalah: a. Pondok Sebuah pesantren pada dasarnyaadalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seseorang (atau lebih) guru yang lebih di kenal dengan sebutan ” kyai”. Asrama untuk para santri biasanya berada di lingkungan komplek pesantren di mana kyai bertempat tinggal yang menyediakan sebuah tempat ibadah dan ruang untuk belajar dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain. Komplek pesantren ini biasanya dikelilingi dengan
tembok untuk dapat mengawasi keluar dan masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sistem pondok bukan saja elemen yang paling penting dari tradisi pesantren, tetapi juga penopang utama bagi pesantren untuk dapat terus berkembang. Meskipun keadaan pondok sangat sederhana namun anakanak muda yang pertama meninggalkan desanya untuk melanjutkan pelajaran di suatu wilayah yang baru tidak perlu mengalami kesukaran dalam tempat tinggal atau penyesuaian diri dengan lingkungan sosial yang baru. b. Masjid Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan di anggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik santri, terutama dalam praktek-praktek keberagaamaan misalnya, shalat lima waktu, khotbah, dan pengajaran kitab-kitab klasik. Kedudukan masjid yang sangat penting sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren
yang merukan
manivestasi
universalisme
dari
sistem
pendidikan Islam tradisional. Sejak zaman Nabi, masjid telah menjadi pusat pendidikan Islam dan mereka selalu menggunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat pendidikan, dan sebagainya. Bahkan di zaman sekarang seringkali kita temukan para ulama penuh pengabdian menggunakan masjid sebagai
tempat mengajar murid-muridnya, memberikan nasehat dan apa saja yang berhubungan dengan ilmu pendidikan. Serang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren, biasanya akan mendidrikan masjid di dekat rumahnya. Langkah ini biasanya di ambil atas perintah gurunya yang telah menilai bahwa ia akan sanggup memimpin sebuah pesantren. c. Pengajaran Kitab-kitab Islam Klasik Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik terutama di kalangan-kalangan ulama yang mengandung paham syafi‟iyah merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Pengajaran ini sering diterapkan bagi para santri yang tinggal di pesantren dalam jangka waktu pendek (kurang dari satu tahun) yang bertujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pengalaman perasaan keagamaan. Adapun santri yang ingin mengembangkan keahliannya dalam berbahasa Arab melalui sistem sorogan dalam pengajian sebelum pergi ke pesantren mengikuti sistem bandongan. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di sebuah pesantren biasanya dapat digolongkan menjadi 8 macam meliputi: nahwu dan saraf, fiqh, usul fiqh, hadits, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika, dan cabangcabang lain seperti balaghah dan tarikh. Kesamaan kitab yang diajarkan
dan sistem pengajarannya akan menghasilkan homogenitas pandangan hidup, kultural, dan praktik kaberagamaan di kalangan para santri. Meskipun sekarang kebanyakan pesantren telah memasukkan pengajaran umum sebagai suatu bagian penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik tetap diberikan sebagai tradisi yang merupakan ciri khas dan upaya meneruskan tujuan utama pesantren dalam mendidik santri yang sesuai faham Islam tradisional. d. Santri Sesuai dengan pengertian yang dipakai oleh lingkungan orangorang pesantren, seorang kyai apabila memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren dan mempelajari kitab-kitab Islam klasik, maka dari itu santri merupakan elemen penting dalam lembaga pesantren. Dengan demikian sesuai tradisi pesantren, santri dapat dikelompok menjadi 2 macam; pertama santri mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah jauh dan menetap dalam kelompok pesantren, dan santri yang telah lama bermukim atau tinggal di pesantren biasanya memegang tanggung jawab dan mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari. Kedua santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa sekitar pesantren yang biasanya tidak menetap dalam pesantren dan hanya
mengikuti proses pembelajarannya saja, mereka bolak balik(nglaju) dari rumahnya sendiri. Biasanya perbedaan antara santri mukim dan santri kalong dapat di lihat dari besarnya sebuah pesantren, dengan kata lain apabila semakin besar sebuah pesantren maka santri mukimnya juga akan semakin banyak jumlah pula sedangkan sebuah pesantren yang kecil maka akan terlihat lebih banyak santri kalongnya. e. Kyai Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren, sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren sangat bergantung kepada kemampuan pribadi kyainya. Kebanyakan orang beranggapan bahwa suatu pesantren diibaratkan sebagai suatu kerajaan kecil di mana kyai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan (power and authority) dalam kehidupan lingkungan pesantren. Meskipun kebanyakan kyai berasal dari pedesaan, mereka merupakan bagian dari kelompok elite dalam struktur sosial. Para kyai dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya tentang pengetahuan dalam Islam, seringkali di lihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Tuhan dan rahasia alam sehingga dengan demikian mereka di anggap memiliki kedudukan yang tak terjangkau terutama bagi orang awam, dan ditunjukkan dengan berbagai kekhususan dalam bentuk-
bentuk berpakaian yang merupakan simbol kealiman yang dilengkapi dengan kopiah dan surban. Masyarakat
biasanya
mengharapkan
seorang
kyai
dapat
menyelesaikan persoalan-persoalan keagamaan praktis sesuai dengan kedalaman pengetahuan yang dimilikinya. Semakin tinggi kitab-kitab yang di pelajari dan diajarkan, maka ia akan semakin dikagumi juga dapat diharapkan dapat menunjukkan kepemimpinannnya, kepercayaannya dan kemampuannya karena banyak orang yang datang meminta nasehat serta bimbingan dalam berbagai hal. Ia juga diharapkan untuk rendah hati, menghormati semua orang tanpa memandang tinggi rendahnya kelas sosial, kekayaan dan pendidikannya dan penuh pengabdian kepada Tuhan. Serta tidak berhenti memberikan kepemimpinannya dalam hal keagamaan seperti memimpin sholat lima waktu, memberikan khutbah dan menerima undangan perkawinan, kematian. Dari kelima elemen diatas merupakan faktor yang begitu penting dan berjalan secara berkesinabungan dengan demikian beberapa uraian tentang elemen-elemen umum pesantren, yang pada dasarnya merupakan syarat dan gambaran kelengkapan elemen sebuah pondok pesantren yang terklasifikasi asli meskipun tidak menutup kemungkinan berkembang atau bertambah seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
5. Peran Pondok Pesantren dan Permasalahan Umum yang dihadapi Pondok Pesantren a.
Peran Pondok Pesantren Masyarakat dan pemerintah mengharapkan pondok pesantren memiliki
peranan yang besar terhadap pendidikan Islam di Indonesia, karena pondok pesantren dinilai memiliki peranan penting di dunia pendidikan di antaranya: 1)
Peran Instrumental dan Fasilitator Hadirnya pondok pesantren tidak hanya sebagai lembaga pendidikan
dan
keagamaan,
tetapi
juga
sebagai
lembaga
pemberdayaan
umat
menunjukkan bahwa pondok pesantren menjadi sarana bagi pengembangan potensi dan pemberdayaan umat. 2)
Peran Mobilisasi Pondok pesantren merupakan lembaga
yang berperan dalam
memobilisasi masyarakat dalam perkembangan mereka, artinya lembaga ini dibangun atas dasar kepercayaan masyarakat bahwa pondok pesantren adalah tempat yang tepat untuk menempa akhlak dan budi pekerti yang baik. 3)
Peran Sumber Daya Manusia Dalam system pendidikan yang dikembangkan oleh pondok pesantren
sebagai upaya mengoptimalkan potensi yang dimiliki, pondok pesantren memberikan pelatihan khusus atau tugas magang dibeberapa tempat yang sesuai dengan pengembangan yang akan dilakukan di pondok pesantren.
4)
Sebagai Agent of Development Pondok pesantren dilahirkan untuk memberikan respon terhadap
situasi dan kondisi sosial di masyarakat yang tengah dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral, melalui transformasi nilai yang diharapkan. 5)
Sebagai Center of Excellence Institusi pondok pesantren berkembang sedemikian rupa akibat
persentuhan-persentuhannya dengan kondisi dan situasi zaman yang selalu berubah. Untuk itu pondok pesantren mengembangkan perannya dari sekedar lembaga keagamaan dan pendidikan menjadi lembaga pengembangan masyarakat (Depag RI, 2003: 93-94). b.
Permasalahan Umum yang dihadapi Pondok Pesantren Kesadaran yang mulai tumbuh mengenai sebuah pesantren sering
disertai dengan apresiasi yang secukupnya, misalnya dengan memberikan sebuah penilaian bahwa sistem pesantren merupakan sesuatu yang bersifat asli atau indigenous Indonesia, sehingga dengan sendirinya bernilai positif dan harus dikembangkan. Penilaian tersebut menempatkan dunia pesantren pada pengakuan yang mempunyai peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan pendidikan nasional namun peranan dan sumbangan pesantren pada sistem pendidikan nasional dinilai belum mampu menandingi organisasi-organisasi pendidikan lainnya.
Menurut Nurcholish Madjid(1997: 104-105) pesantren dalam melihat dirinya, sebagai lembaga pendidikan di bagi dalam empat kelompok. Pertama yang merupakan bagian terbesar, yaitu kelompok pesantren yang tidak menyadari dirinya, apakah bernilai baik atau kurang baik, mereka menganggap bahwa apa yang terjadi adalah terjadi begitu saja tanpa ada persoalan serius yang perlu dipikirkan. Kedua fanatik karena dengan kefanatikan tersebut sering membuat penilaian yang kurang obyektif. Ketiga kelompok yang kehinggapan rasa rendah diri, sehingga mereka merasa menganggap identitas pesantrennya tidak perlu lagi dipertahankan. Keempat pesantren-pesantren yang sepenuhnya menyadari dirinya baik dari segi-segi positif maupun negatif, sanggup dengan jernih melihat mana yang harus diteruskan dan mana yang harus ditinggalkan. Kalau kita telusuri secara historis keberadaan pesantren, maka kita akan menemukan kenyataan yang tak terbantah bahwa pesantren lahir pada zaman yang tepat, pada saat itu pesantren sangat fungsional memberi jawaban terhadap tantangan zaman, misalnya dalam menghadapi penetrasi asing kolonial baik di bidang politik maupun sosial budaya. Tetapi peranan pesantren masa kini dan masa mendatang adalah peranan dalam menjawab tantangan yang membuatnya berada pada persimpangan jalan, yang harus menyesuaikan diri dengan keadaan dan keikutsertaan sepenuhnya dalam arus pengembangan ilmu pengetahuan(modern), termasuk di dalamnya bagian yang merupakan ciri
utama kehidupan abad ini, yaitu tekhnologi. Akan sangat janggal jika dikatakan bahwa pesantren tidak sepenuhnya mampu mengemban tugas keilmuan, mungkin persoalan yang dihadapi bisa dikategorikan menjadi dua yaitu: 1)
Primer yaitu persoalan bagaimana menyuguhkan kembali isi pesan moral yang diembannya itu kepada masyarakat abad ini begitu rupa sehingga tetap relevan dan mempunyai daya tarik. Tanpa relevansi dan daya tarik keampuhan atau efektifitasnya tidak dapat diharapkan.
2)
Sekunder yaitu persoalan yang memungkinkan jika pesantren hanya memilih peranan moral moral saja, dengan tidak disertai dengan usaha meningkatkan mutu penyuguhan (ini pun bertolak dari sisi segi isi sudah tidak ada persoalan lagi). Sehingga yang akan terjadi adalah semakin lemahnya hak hidup pesantren di tengah kehidupan abad ini, untuk kemudian tidak diakui sama sekali dan lenyap. Maka dari itu, idealnya yang dapat dilakukan pesantren adalah dengan mengambil posisi sebagai amanat ganda (duo mission), yaitu amanat keagamaan atau moral dan amanat ilmu pengetahuan.
Tuntutan utama pelaksanaan amanat ganda ini adalah efisiensi yang menyangkut; 1)
Penggunaan waktu, dana, dan daya (juga ruang) dengan sebaikbaiknya. Kalau bias faktor-faktor itu harus dipergunakan dua kali lebih efektif daripada yang ada sekarang ini.
2)
Mungkin “streamlining” apa yang diperlukan sebagai pengetahuan. Barangkali hal ini tidak perlu mengenai isi atau materi, tetapi metode atau cara penyampaian dalam pengajaran misalnya. Juga menyangkut pengintesifan segi-segi yang bersifat pembentukan watak dari penciptaan suasana keagamaan.
3)
Mungkin pula pemilihan yang tepat tentang ilmu pengetahuan yang terdekat dalam jangkauan penguasaan. Lebih-lebih desakan keperluan ini relatif mudah dideteksi, yaitu tinggal lebih melihat dan membaca kondisi masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu (Nurcholis Madjid,1997:103-108)
B. Keberagamaan Remaja 1. Pengertian Perilaku Keberagamaan Perilaku menurut KBBI (2007:859) adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Sedangkan keberagamaan adalah fenomena sosial yang diakibatkan oleh agama, fenomena ini bisa
berupa struktur sosial, pranata sosial, dan perilaku sosial. Glock dan R. Stark mengatakan bahwa perilaku keberagamaan seseorang dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu: ideological, ritual, mistikal, intelektual, dan social (Muhammad Fauzi,2007:65). a. Dimensi ideologis (ideological dimension) atau popular dikenal dengan sebagai keyakinan beragama (religious belife). Hal ini berkaitan dengan pengakuan dan penerimaan terhadap sesuatu Zat yang sakral, yang Maha Besar sebagai suatu kebenaran. Keyakainan beragama ini meliputi dua aspek, yaitu religius dan kosmologi. Nilai religius berkaitan dengan konsepsi tentang apa yang dipersepsikan sesuatu yang baik atau buruk, pantas atau tidak pantas, benar atau tidak benar, dan tepat atau tidak tepat dalam sebuah agama. Sedangkan kosmologi berkaitan dengan penerimaan atau pengakuan tentang penjelasan mengenai devinitas, alam ghaib, termasuk kehidupan, kematian, syurga, neraka, dan lain-lainya yang bersifat dogmatik. b. Dimensi
ritual
(ritual
involvement),
setiap
pemeluk
agama
berkewajiban untuk menjalankan sebuah ritual sebagai bentuk ketaatan terhadap agama yang diyakininya, misalnya seorang muslim diharuskan melaksanakan ritual seperti; sholat, puasa, membayar zakat, berdo‟a, mambaca kitab suci, dan pergi ke masjid. Perilaku ini
bersifat aktif dan dapat diamati sebagai indikasi bahwa orang tersebut sebagai orang yang beragama. c. Dimensi mistikal (experimental involvement) atau keterlibatan pengalaman yang meliputi perasaan dan persepsi tentang proses kontaknya dengan apa yang diyakininya sebagai” The Ultimate Reality” yang berisikan pengalaman yang unik dan spektakuler yang datang dari tuhan. d. Dimensi
intelektual
(intellectual
involvement),
dimensi
ini
menunjukkan tingkat pemahaman seseorang terhadap doktrin dan dogma suatu agama yang dipeluknya, artinya orang beragama memiliki
pengetahuan
yang
berkaitan
dangan
agama
yang
dipeluknya. e. Dimensi
sosial
(consequential
involvement)
atau
keterlibatan
konsekuensial. Dimensi ini merupakan manifestasi ajaran agama dan kemudian sikap itu tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Apakah dai menerapkan ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial seperti; apakah dia mengunjungi tetangga yang sedang sakit, bershodaqoh, membantu
fakir
miskin,
menyumbangkan
uangnya
untuk
membangun tempat ibadah. Dimensi-dimensi di atas dapat digunakan untuk mengukur tingkat religiusitas seseorang. Hal ini merupakan konsep yang ideal perilaku
keberagamaan secara integral, apabila salah satu tidak terpenuhi maka dapat mengidentifikasikan masih rendahnya tingkat keberagamaan seseorang. Masing-masing individu memiliki pengalaman keagamaan yang berbeda-beda, perilaku keberagamaan sebagai realitas kehidupan sosial ditandai sedikitnya oleh tiga corak pengungkapan yang universal; pertama, pengungkapan teoretik berwujud system kepercayaan (belief sistem), kedua, pengungkapan praktiknya sebagai system persembahan (belief of workship), ketiga, serta pengungkapan sosiologinya sebagai suatu system hubungan masyarakat (sistem of social relation). Religiusitas sesungguhnya merupakan suatu pandangan hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan setiap orang (Muhammad Fauzi,2007:77). Secara garis besar arti agama bagi anak remaja dewasa ini menjadi kompleks, sebab agama sesuai dengan fungsi dan tujuannya memang multi dimensional. Anak-anak remaja yang merupakan bagian yang harus menerima agama sesuai dengan fitrahnya, yakni merupakan suatu subjek yang memiliki dua kondisi yaitu jasmaniah dan rohaniah. Maka dari itu agama dalam perwujudannya mencangkup dua segi: memperbaiki, meluruskan serta mengharmoniskan sifat tabiat, watak manusia kearah tujuan yang benar, sedangkan sisi lain agama menyinggung segi jasmaniah. Anak remaja yang sehat mental, moral dan spiritualnya dalam
arti sebenar-benarnya, maka jasmaninya akan sehat pula (Sudarsono, 2004:120). Keberagamaan dan juga perilaku beragama tidak hanya menjadi bagian sistem kesadaran, tetapi juga menjadi bagian integral sistem sosial. Cakupan lingkup keberagamaan dalam Islam yang demikian utuh mencakup seluruh segi kehidupan manusia, dan pengaruh lingkungan yang sangat beragam. Perilaku keberagamaan seseorang memerlukan akurasi sosok dimensi yang konkret (Muslim A.Kadir, 2003:278). Istilah
fundamental
untuk
ritual
Islam
adalah
ibadah,
penghambaan dari yang lebih rendah kepada Yang Maha Agung. Semua kewajiban resmi dalam Islam terangkum dalam ibadah: lima rukun menjadi kategori utama ritual Islam. Hari Islam termasuk salah satu makna ritual. Di luar ibadah resmi ada banyak ibadah local dan popular seperti peringatan atas orang suci. Misalnya sholat lima waktu memberikan kesaksian atas dominannya ritual dalam kehidupan seharihari, Idul Fitri berperan sebagai penutup puasa ramadhan, dan sebagainya, dalam sebuah agama tentunya sudah mengenal adanya ritual yang mengharuskan para pemeluknya melaksanakan sebuah ritual tersebut (Richard C.Martin, 2002:94). Seperti halnya dalam Islam nama lain dari ritual ialah ibadah yang tertuang sesuai QS adz-Dzariyat 56 yang berbunyi
dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Yang menjelaskan tentang tugas hidup manusia ialah beribadah, dalam agama islam ibadah mencangkup berbagai macam antara lain; sholat, puasa, zakat dan lain-lain. Di antara ibadat dalam Islam, sholatlah yang membawa manusia dekat kepada Tuhan, karena di dalamnya terdapat dialog antara manusia dengan Tuhannya. Dialog ini wajib dilakukan lima kali sehari guna memohon pensucian roh. Puasa juga merupakan pensucian roh, karena dalam puasa seseorang berusaha menahan hawa nafsu dan amarah, dalam hal ini puasa melatih jasmani dan rohani bersatu dalam usaha mensucikan roh manusia. Zakat juga ikut mengambil bagian sebagai alat pensucian roh, di sini roh dilatih untuk menjauhi dari sifat kerakusan pada harta dan memupuk rasa persaudaraan, rasa kasih dan suka menolong sesame anggota masyarakat yang berada dalam kekurangan (Harun Nasution, 1985:37). Perilaku keberagamaan seseorang dapat di nilai dari berbagai aspek, diantaranya aspek ibadah atau ritual keberagamaannya. Ibadah dalam Islam sangat bermacam-macam bentuknya, maka dari itu islam membagi jenis-jenis pelaksanaan ibadah, seperti ibadah harian yang
meliputi sholat lima waktu yang dalam QS al-Ankabut:45 dinyatakan mempunyai fungsi mencegah perbuatan mungkar (Abu Yasid, 2004:45).
Artinya:
“Sesungguhnya
shalat
itu
mencegah
dari
(perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar”. Dan juga ibadah yang dilakukan mingguan yaitu sholat jum‟at seperti yang terkandung dalam (QS al-Jumu‟ah: 9)
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. Dan ada pula ibadah tahunan seperti puasa ramadhan yang sangat efektif untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, sesuai dengan bunyi (QS al-Baqarah: 183) :
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Perilaku keberagamaan akan melahirkan berbagai kreasi budaya dengan nilai kepercayaan yang dikandungnya, manusia dan agama merupakan dua sisi yang tak dapat dilepaskan bagaikan sebuah koin mata uang logam yang saling berpengaruh. Sebagai unsur yang berpengaruh bagi manusia, agama dapat memberikan layanan psikologi yang dibutuhkannya. Sementara manusia disisi lain juga memberikan kontribusi yang signifikan dalam proses perubahan nilai yang banyak dipengaruhi oleh agama dalam membentuk tatanan dalam masyarakat.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberagamaan Remaja Perkembangan agama seseorang terjadi melalui pengalaman dalam hidupnya yang dialami sejak kecil dalam lingkungan mulai dari kelurga,
masyarakat
dan
lingkungan
sekolah.
Semakin
banyak
pengalaman yang dialami khususnya yang bersifat agama maka setiap tindakan dan perilaku serta cara menghadapi sesuatu dalam hidupnya sehari-hari sesuai dengan ajaran agamanya. Menurut Zakiah Darajat (1996:68-90) faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan agama pada remaja antara lain:
a. Pertumbuhan mental remaja Agama merupakan sebuah faktor penting yang memegang peranan dalam menentukan kehidupan remaja, sebenarnya masa remaja merupakan masa peralihan, yang di tempuh oleh seseorang kanakkanak menuju masa dewasa. Pada dasarnya dasar-dasar dan pokokpokok agama seseorang telah di terima pada masa kecilnya, dan akan berkembang apabila remaja dalam menganut kepercayaan itu tidak mendapat kritikan-kritikan. Pertumbuhan tentang ide-ide agama sejalan dengan pertumbuhan kecerdasannya, remaja-remaja yang mendapat didikan agama dengan cara tidak memberi kesempatan berfikir logis dan mengeritik pendapat-pendapat yang tidak masuk akal disertai pula oleh kehidupan lingkungan dan orang tua yang menganut agama yang sama, maka kebimbangan pada masa remaja itu agak berkurang, remaja-remaja akan merasa gelisah dan kurang aman apabila agama atau keyakinannya berlainan dari kepercayaan orang tuanya. Sebagian besar kebimbangan itu terjadi akibat pertumbuhan keinginan mengembalikan penilaian apa yang telah dipelajari remaja pada waktu kecilnya. Ia melihat dengan mata terbuka disertai dengan keheranan yang sangat, dan kecondongan baru kepada teman-teman dan keluarganya serta kedudukannya dalam masyarakat dan
kepercayaan agamanya. Kebimbangan remaja adalah bukti bahwa dia bersedia untuk memikirkan permasalahan hidunya yang rumit dan penting, terkadang kebimbangan beragama pada banyak remaja menyebabkan keguncangan kejiwaan, remaja yang telah percaya kepada Tuhan akan melihat keindahan alam dan keharmonisan segala sesuatu sehingga bertumbuhlah kekaguman dan rasa keindahan alam yang kemudian diserahkannya pula sifat tersebut kepada Tuhan. Gambaran remaja tentang Tuhan merupakan gambarannya terhadap alam, dan hubungan yang komplek terjalin melalui alam. b. Masalah mati dan kekelan Pada masa remaja dapat dipahami bahwa mati itu adalah sesuatu yang hak dan tidak dapat dihindari bahkan merupakan fenomena yang alami. Kendatipun pengertian mati itu telah meningkat namun remaja
tidak
terputusnya
menghilangkan
hubungan
emosi
kegelisahannya dengan
dalam
keluarga,
orang
bentuk yang
dicintainya dan rasa dosa. Maka takut neraka dan harap akan surga dalam ajaran agama memerankan peran penting dalam mengurangi kegelisahan akan mati. c. Emosi dan pengaruhnya terhadap kepercayaan agama Masa remaja adalah masa bergejolaknya bermacam-macam perasaan yang terkadang bertentangan satu sama lain, emosi
memegang peranan penting dalam sikap dan tindak agama sering kali kita melihat remaja terombang ambing dalam gejolak emosi yang tidak terkuasainya sehingga memunculkan konflik pada remaja dalam kehidupannya. Konflik yang membingungkan dan menggelisahkan remaja ialah jika mereka merasa atau mengetahui adanya pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan. Masa tidak stabilnya emosi tumbuh di mana perasaan sering tidak tentram
dan
keyakinannya
akan
terlihat
maju-mundur,
dan
pandangan terhadap sifat Tuhan akan berubah-ubah sesuai dengan keadaan emosinya pada waktu tertentu, itulah sebabnya agama pada remaja sering dilihat adanya perasaan maju-mundur dalam beriman. d. Perkembangan moral dan perkembangannya dengan agama Pembinaan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan kebiasaan, yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua yang dimulai dengan pembiasaan hidup sesuai dengan nilai-nilai moral, yang ditirunya dari orang tua dan mendapat latihan untuk itu. Dalam pembinaan moral agama mempunyai peranan yang penting, karena nilai-nilai moral datang dari agama tetapi tidak berubah-ubah oleh waktu dan tempat. Jika kita mengambil nilai-nilai moral dari agama maka tidak akan ada perbedaan dari suatu masyarakat. Agama mempunya peranan penting dalam pengendalian moral seseorang,
tetapi harus diingat bahwa pengertian tentang agama tidak otomatis sama dengan bermoral. Betapa banyak orang yang mengerti agama, tetapi moralnya merosot, dan tidak sedikit pula orang yang tidak mengerti agama sama sekali tetapi moralnya cukup baik. Dengan itu dapat ditegaskan bahwa Tuhan bagi remaja adalah keharusan moral. Tuhan lebih menonjol sebagai penolong moral daripada sandaran emosi. e. Kedudukan remaja dalam masyarakat dan pengaruhnya terhadap keyakinannya Dalam menjalankan aktivitas-aktivitas agama, beribadah biasanya remaja sangat dipengaruhi oeh teman-temannya. Remaja yang sering menarik diri dari masyarakat dan acuh tak acuh kepada agama biasanya disebabkan karena perlakuan dan sikap masyarakat yang kurang memberikan kedudukan yang jelas seringkali mempertajam konflik yang ada pada diri remaja. Sehingga timbul kelompokkelompok yang sikap dan tindakannya menentang nilai-nilai yang dianut masyarakat dan tak jarang yang menjadi sasaran adalah agama dan lembaga keagamaan. Jika lembaga keagamaan dapat memberi penghargaan dan menolong menyelesaikan masalah yang dihadapi remaja, maka remaja akan ikut aktif dan bekerja giat di bidang agama.
3. Fungsi Agama bagi Manusia Agama merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan seseorang, hal ini tidak lepas dari peranan sebuah agama yang menentukan orientasi kehidupan manusia, baik individu maupun masyarakat. Agama bagi kehidupan manusia merupakan suatu aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam hidupnya. Seyyid Hossein Nasr mengatakan bahwa agama itu sangat penting bagi manusia, tanpa agama manusia belum menjadi manusia seutuhnya. Hanya turut serta dalam tradisi yang berupa petunjuk Tuhan tentang cara hidup dan berfikir dapat membawa manusia pada kesadaran tentang arti diri dan hidupnya (Muhammad Fauzi,2007:25). Dapat disaksikan betapa besar perbedaan antara orang yang beriman yang hidup dengan menjalankan agamanya dan orang yang acuh tak acuh kepada agamanya. Pada orang yang hidup beragama mereka senantiasa bathinnya merasa tentram dan sikapnya selalu tenang, mereka merasa tidak mudah gelisah atau cemas, kelakuannya dan perbuatannya tidak akan ada yang menyengsarakan orang lain. Beda halnya dengan orang yang hidup terlepas dari ikatan agama, mereka biasanya mudah terganggu oleh perubahan suasana apabila terjadi suasana yang mungkin mengancam maka akan terjadi kepanikan dan kebingungan pada diri seseorang.
Maka dari itu agama memiliki pengaruh yang begitu besar bagi manusia, baik bagi diri sendiri maupun lingkungan keluarga, atau dikalangan masyarakat umum. Karena itu dapat dikatakan bahwa agama mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa agama manusia tidak mungkin merasakan kebahagiaan dan ketenangan hidup, dan mustahil dapat membina suasana aman, tentram dalam masyarakat. Menurut Zakiah Darajat (1994:56-62) agama begitu ampuh dan memiliki arti yang besar dalam kehidupan manusia antara lain: a. Agama memberikan bimbingan dalam hidup. Pengendalian
utama
pada
kehidupan
manusia
adalah
kepribadiannya yang mencangkup segala unsur meliputi pengalaman, pendidikan, dan keyakinan yang di dapat semasa kecil. Apabila dalam pertumbuhan seseorang terbentuk suatu kepribadian harmonis yang dapat menentramkan bathin maka seseorang dalam menghadapi kebutuhannya
yang bersifat
jasmani
maupun rohani
mampu
mengendalikan dirinya tanpa menyusahkan orang lain. Sedangkan sebaliknya apabila pertumbuhan seseorang terbentuk dari situasi kurang baik maka sikap dan tingkah lakunya dapat merugikan orang lain. Agama yang ditanamkan sejak dini kepada anak-anak maka akan terus terbawa sampai remaja atau bahkan sampai tua, seiring dengan
bertambahnya
pengalaman
keberagamaan
seseorang
yang akan
bersifat
semakin
keagamaan
matang
pula
maka dalam
menjalankan aktifitas yang sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Sebagai contoh jika kita menjadi orang tua yang mempunyai keterunan maka akan terdorong untuk membesarkan anakanaknya dengan pendidikan dan asuhan sesuai dengan apa yang di ridhoi oleh Allah, maka tidak akan membiarkan anak-anaknya melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar norma agama. Maka dari itu betapa pentingnya peranan agama yang mampu memberikan bimbingan dalam hidup manusia. Agama mengakui adanya dorongan-dorongan dan keinginan yang perlu dipenuhi oleh tiap individu dalam kebutuhan jasmaninya. Namun dalam memenuhi semua kebutuhan itu ada ketentuan-ketentuan agama yang akan memelihara orang agar jangan sampai mengganggu ketentraman bathinnya. b. Menolong dalam menghadapi kesukaran. Kesukaran yang paling sering dirasakan seseorang adalah kekecewaan, apabila perasaan ini sering dialami maka akan membawa orang dalam perasaan rendah diri, pesimis, dan apatis dalam hidupnya yang akan sangat menggelisahkan bathinnya. Lain halnya dengan orang yang benar-benar menjalankan agamanya, setiap kekecewaan
yang menimpanya tidak akan merasa putus asa dan akan dihadapinya dengan tenang dan sabar. Dengan ketenangan bathin maka ia akan cepat mengingat Allah dan menganalisa penyebab dari kekecewaannya sehingga dapat menghindari gangguan perasaan yang mengakibatkan kekecewaan itu, dan tidak akan mudah putus asa atau pesimis dalam hidupnya. Bagi orang yang beragama, kesukaran atau cobaan sebesar apapun harus dihadapinya dengan sabar karena dia merasa bahwa cobaan itu merupakan bagian dari ujian dalam hidupnya yang diberikan Allah kepada hamba-Nya dan menganggap akan terdapat harapan-harapan di balik cobaan yang menimpanya. c. Menentramkan bathin. Belakangan ini banyak kita lihat suasana rumah tangga yang tegang, mungkin juga kerena persoalan anak-anak yang sedang menginjak usia remaja, dimana orang tua menyangka anaknya sulit di atur, nakal dan tidak mau mendengarkan nasehat orang tua. Begitu juga sebaliknya anak-anaknya kebingungan dan merasa menderita mempunyai orang tua yang kurang memperhatikan perasaan mereka yang sedang bergejolak tumbuh dengan segala persoalan. Ketika kita berbicara tentang agama bagi anak remaja, sebenarnya akan lebih tampak betapa gelisahnya anak-anak remaja yang tidak pernah menerima didikan agama, karena pada usia remaja itu adalah
usia di mana jiwa sedang mengalami gejolak, penuh dengan kegelisahan dan pertentangan batin yang mengakibatkan kegelisahan. Maka dari itu agama bagi anak remaja mempunyai fungsi penentram dan penenang jiwa. Menurut Ishomuddin (2002:54) fungsi agama dalam masyarakat antara lain sebagai berikut: a.
Fungsi Edukatif Para pemeluk agama berpendapat bahwa ajaran agama yang dianut memberikan ajaran–ajaran harus dipatuhi dan secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang.
b.
Fungsi Penyelamat Dimana pun manusia berada selalu menginginkan keselamatan atas dirinya, dalam ajaran agama keselamatan yang diberikan kepada penganutnya meliputi keselamatan dunia dan akhirat.
c.
Fungsi Sebagai Perdamaian Apabila seseorang melakukan perbuatan dosa maka dia melakukan tobat maka rasa berdosa dan bersalah akan hilang. Melalui sebuah agama pula seseorang dapat mencapai kedamaian bathin.
d.
Fungsi Sebagai Kontrol Setiap penganut ajaran agama maka secara otomatis akan terikat oleh agama yang dianutnya, yang dianggap sebagai norma. Sehingga setiap pemeluk suatu agama harus berusaha mentaatinya sebagai pengawasan sosial.
e.
Fungsi Sebagai Pemupuk Rasa Solidaritas Penganut suatu agama yang sama secara psikologi akan merasa memiliki kesamaan dan akan membina rasa solidaritas yang tinggi karena dianggap sebagai satu kesatuan iman dan kepercayaan.
f.
Fungsi Transformatif Agama mampu mengubah kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai ajaran agama yang dianutnya.
g.
Fungsi Kreatif Ajaran agama mendorong dan mengajak para pengikutnya untuk bisa bekerja produktif bagi kepentingan diri sendiri maupun orang lain.
h.
Fungsi Sublimatif Ajaran agama mengkhuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat ukhrowi tetapi juga yang bersifat duniawi. Karena semua usaha manusia yang dilakukan dangan niatan yang tulus merupakan ibadah.
4. Upaya
Pondok
Pesantren
dalam
Meningkatkan
Perilaku
Keberagamaan Remaja. Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang sekaligus berkontribusi
sebagai
lembaga
bimbingan
keagamaan,
keilmuan,
kepelatihan, pengembangan masyarakat, dan simpul budaya. Pesantren merupakan tempat berkumpulnya para santri, dimana santri mempunyai image sebagai seorang yang mengerti lebih jauh mengenai perihal agama di banding masyarakat umum, terutama masalah agama. Keberadaan (eksistensi) pesantren beserta perangkatnya sebagai lembaga pendidikan dan dakwah serta lembaga kemasyarakatan yang telah memberikan warna di daerah-daerah serta tumbuh dan berkembang bersama mayarakatnya sejak berabad-abad. Oleh karena itu tidak hanya secara kultural lembaga ini bisa diterima, bahkan telah ikut serta memberikan corak nilai kehidupan masyarakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Latar belakang pesantren yang paling patut diperhatikan adalah peranannya sebagai alat transformasi kultural yang menyeluruh dalam masyarakat (Zamakahsyari Dhofier, 2000:16). Seiring berkembangnya IPTEK dan maraknya westernisasi yang mengakibatkan
berkurangnya
intensitas
keberagamaan
masyarakat
terutama remaja maka, pesantren hadir guna mengantisipasi merosotnya nilai-nilai moral dan kehidupan rohani, sehingga pesantren diharapkan
mampu mengimbangi atau bahkan bisa membentengi dampak yang ditimbulkan dari bentuk implikasi negatif sebuah perkembangan zaman. Era global kini telah merambah ke segala aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, politik, juga agama. Perkembangan yang ada juga telah dinikmati oleh semua kalangan mulai anak-anak, remaja, bahkan kalangan dewasa. Masalah yang sangat kompleks dirasakan bagi orang tua yang memiliki anak-anak usia remaja, mereka mengeluhkan bahkan bersusah hati karena anak-anak yang menginjak usia remaja mulai sulit diatur dan semaunya sendiri, hal ini tedorong oleh berbagai kesibukan orang tuanya. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sangat pesat mengalahkan segalanya. Kebanyakan anak-anak usia remaja sering banyak menghabiskan waktunya untuk berlama-lama dengan bersosial media yang tak jarang mereka sering mengabaikan praktik keberagamaannya seperti sholat berjamaah, dan mengikuti kegiatan yang dapat meningkatkan spiritualitasnya. Jika sudah demikian, pondok pesantren menjadi salah satu pilihan yang tepat bagi orang tua yang memiliki anak usia remaja. Perilaku anak dapat di lihat salah satunya dengan intensitas keberagamaannya. Di pondok-pondok spiritualitas
pesantren,
yang
keberagamaan anak.
lebih
anak-anak sehingga
akan
dapat
mendapatkan
meningkatkan
bekal perilaku
Profesor Mastuhu menjelaskan bahwa tujuan utama pesantren ialah untuk mencapai hikmah atau wisdom (kebijaksanaan) berdasarkan pada ajaran Islam dan meningkatkan pemahaman tentang arti kehidupan serta realisasi dari peran-peran dan tanggung jawab sosial, dari keterangan ini para alumni pesantren diharapkan mempunyai kompetensi keilmuan yang memadai, integritas yang tinggi, dan mampu mentransfer ilmu yang telah diperoleh kedalam kehidupan masyarakat terutama dibidang keagamaan (M. Dian Nafi‟,2007:49). Pondok pesantren merupakan salah satu solusi dalam menghadapi masalah kontemporer yang dihadapi oleh masyarakat muslim masa kini. Masalah yang tengah berkembang saat ini, terlebih mengenai perilaku keberagamaan remaja sudah dapat dicarikan solusinya bersama-sama dengan cara dikembalikan pada syari‟at hukum yang hakiki yaitu Al Qur‟an dan Hadits. Dalam meningkatkan perilaku keberagamaan remaja, pondok pesantren yang berkembang saat ini memiliki beberapa upaya dan langkah-langkah yang konkret selain menggunakan Al-Qur‟an dan Sunnah sebagai sumber dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada. Berbagai metode dan cara belajar juga telah dikembangkan dari masa ke masa. Bahkan pondok pesantren modern saat ini telah memanfaatkan berbagai macam teknologi yang sedang berkembang di masyarakat
sebagai sarana dakwah dan menarik perhatian pemuda muslim untuk tetap mempelajari ilmu agama. Dengan demikian, tekhnologi tidak dijadikan kambing hitam merosotnya moral keberagamaan remaja manakala terdapat seorang yang mengarahkannya ke hal-hal yang positif. Selain memanfaatkan tekhnologi yang ada, pondok pesantren masa kini lebih banyak memberikan pelajaran yang bersifat empiris. Tujuannnya, setelah mereka keluar dari lingkungan pondok pesantren, dan terjun di lingkungan masyarakat mereka telah memiliki bekal yang cukup.
5. Problematika Pembinaan Keberagamaan Remaja Masalah remaja sebenarnya bukanlah masalah baru, dan bukan pula masalah satu bangsa pula melainkan setiap manusia pernah melalui masa yang disebut remaja. Masalah tersebut menyangkut keseluruhan aspek kehidupan mulai dari aspek jasmani sampai kepada aspek rohani dan sosial. Hanya saja segi yang menonjol pada seseorang atau masyarakat berbeda satu sama lain. Masalah tersebut diantaranya: a. Masalah yang menyangkut jasmani Pada permulaan masa remaja kira-kira umur 13-16 tahun, terjadi pertumbuhan jasmani yang cepat. Remaja mengalami perubahan jasmani dari anak menjadi dewasa, tubuhnya segera menyerupai tubuh orang dewasa dalam masa yang relatif singkat.
Pertumbuhan jasmani yang cepat tersebut membawa kegoncangan bagi remaja terutama ketita perubahan-perubahan yang dialami tidak dapat dipahami sehingga menimbulkan kecemasan, ketidakpuasan dan kebingungan. b. Masalah agama dan akhlak Para remaja menghadapi pula problema yang menyangkut agama dan budi pekerti atau akhlak. Masa remaja adalah masa di mana remaja mulai ragu-ragu terhadap kaidah-kaidah akhlak dan ketentuan agama. Ketegangan-ketegangan emosi, peristiwa-peristiwa yang menyedihkan dan keadaan yang tidak menyenangkan mempunyai pengaruh besar dalam sikap remaja terhadap masalah agama dan akhlak (Zakiah,1978:172). Masa remaja adalah masa keragu-raguan, goncangnya iman remaja terhadap Tuhan merupakan hal yang wajar, di lain pihak remaja
merupakan
Kebimbangan
remaja
masa
bersemangatnya
terhadap
agama
terhadap
bersifat
tidak
agama. tetap.
Kepercayannya terhadap tuhan kadang-kadang ikut terganggu, kadang-kadang ia sangat rajin beribadah, kadang-kadang mogok dan lalai solah-olah ia kurang percaya kepada Tuhan.
c. Masalah sosial Remaja terutama yang telah berada pada bagian akhir masa remaja yaitu umur 17-21 tahun, perhatian terhadap kedudukan dalam masyarakat lingkungannya terutama kalangan remaja sangat besar. Ia ingin di terima oleh kawan-kawannya, ia merasa sedih kalau di pencil dari kelompok teman-temannya. Karena itu ia meniru segala sesuatu yang ada pada kelompoknya. Kadang-kadang remaja di hadapkan pada pilihan yang sangat berat. Apakah ia mematuhi orang tua dan meninggalkan teman-temannya, ataukah hanyut dalam pergaulan teman yang menyenangkan dan meninggalkan orang tua. Tak jarang, pilihannya jatuh kepada kawan, jika hubungan dengan orang tua dengan serasi. Semakin banyak pengalaman remaja, semakin bertambah kesadaran terhadap problem sosial. Mula-mula ia merasakan tanggung jawab terhadap kelompoknya, kemudian meluas pada masalah kecil dan selanjutnya masyarakat yang lebih luas. Kadangkadang remaja merasa bahwa problem orang lain seolah-olah adalah problemnya
sendiri
sehingga
berusaha
untuk
memberikan
pertolongan (Zakiah, 1978:179). Untuk membantu remaja dalam melalui masa yang sangat berat itu dengan selamat, berbagai usaha pembinaan di lakukan antara lain:
a. Meningkatkan pengertian remaja akan dirinya Pertumbuhan jasmani yang cepat, tidak stabil dan kurang serasi, hendaknya di pahami oleh remaja dan orang tuanya. Sehingga remaja tidak cemas dan orang tua tidak melemparkan ucapan-ucapan atau tindakan-tindakan yang menyebabkan kecemasan bertambah. Kalau remaja telah mengerti apa sebenarnya yang telah terjadi pada dirinya maka hal-hal yang di sangkanya kelainan dapat di terima sebagai hal yang wajar. Apabila orang tua dan gurunya dapat meyakinkan bahwa jalan pertumbuhan yang di laluinya seperti itu adalah kehendak Tuhan. b. Menciptakan hubungan baik dengan orang tua Hubungan yang baik antara orang tua dengan anak akan membantu pembinaan remaja. Apabila saling pengertian antara remaja dan orang tua maka ia akan dapat mencurahkan berbagai masalah dengan terbuka. Sikap terbuka itu akan memudahkan bimbingan dan pembinaan bagi remaja, tetapi jika hubungannya dengan orang tua kurang baik maka ia akan mencari jalan penyaluran dari kecemasan dan kegoncangan jiwanya, mungkin mereka akan mencari temanteman senasibnya.
c. Pendidikan agama Pendidikan agama yang di terima oleh remaja sejak kecil, dari orang tua, guru dan lingkungannya akan menimbulkan dalam pribadinya unsur-unsur agama. Hal itu sangat membantu bagi remaja dalam menghadapi berbagai kesukaran, kegoncangan, dan kekecewaan yang di lalui pada usia remaja. Pendidikan agama merupakan alat pembinaan yang sangat ampuh bagi remaja. Agama yang tertanam dan bertumbuh secara wajar dalam jiwa remaja itu, akan dapat di gunakan untuk mengendalikan kinginan-keinginan dan dorongan yang kurang baik serta membantu dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan pada umumnya. Dengan hidup dan matangnya keyakinan agama dalam diri remaja akhlaknya dengan sendirinya akan baik karena kontrol datang dari dalam bukan dari luar. d. Bimbingan ke arah hari depan yang baik Sistem pendidikan banyak sekali memberi pengaruh dalam pembinaan remaja. Pendidikan hendaknya mendorong remaja untuk dapat hidup dan mencari hidup dengan kekuatan sendiri, jangan hendaknya selalu menyangka bahwa ia dapat mencari nafkah dan hidup baik dengan menjadi pegawai, karena remaja terpengaruh oleh
keadaan emosinya ia belum dapat berfikir objektif dan menilai secara rasional. e. Bimbingan hidup bermasyarakat Setiap remaja merasa ingin dirinya berguna dan berharga dalam masyarakat lingkungannya. Untuk itu harus di bantu mengembangkan dan menonjolkan segi-segi keistimewaannya dalam berbagai bidang, baik guru, maupun orang tua bahkan masyarakat hendaknya membantunya. Karena itu hendaknya remaja di ikutkan dalam kegiatan sosial sehingga ia tidak menjadi penonton tapi menjadi pelaku yang aktif dan di terima dalam masyarakat, dalam hal ini mereka dapat digerakkan dalam berbagai aktifitas sosial yang cocokdengan bakat dan kemampuannya (Zakiah,1976:118-120).
BAB III RELASI PONDOK PESANTREN DENGAN MASYARAKAT
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren 1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al-Hasan Keunikan pondok pesantren dibandingkan lembaga formal salah satunya dapat dilihat dari sejarah berdirinya, di mana pada waktu itu datang sejumlah santri untuk menyantri kepada kyai. Dalam proses perkembangannya, santri benar-benar merasa memiliki tali persaudaraan dan adanya ikatan emosional yang kuat antara santri dan kyai. Kita sering menjumpai bagaimana seorang santri alumni yang sering silaturahmi kepada kyainya, sehingga pondok pesantren mempunyai jaringan yang luas di berbagai lapisan masyarakat. Pondok pesantren Al-Hasan berdiri pada tahun 1960-an oleh Bapak Isom seorang pengajar jama‟ah pengajian di Desa Bancaan, Salatiga. Pondok pesantren Al-Hasan mulai berpindah ke Desa Banyu Putih kerena Bapak Isom selaku pengajar berpindah ke desa tersebut. Nama Al-Hasan yang diambil dari sebuah nama masjid di dekat beliau tinggal. Sekitar tahun 1973 jama‟ah pengajian yang Al-Hasan pengasuhan di lanjutkan oleh Bapak KH. Ichsanudin MZ seorang murid jama‟ah pengajian yang didirikan Bapak Isom. Seiring bertambahnya waktu,
jama‟ah pengajian yang menempati sebuah masjid mulai membangun tempat untuk mereka berkumpul. Bukan sekedar berkumpul, mereka juga mengembangkan kajian ilmunya dan merambah mempelajari kitab-kitab dan mendalami Al-Qur‟an. Jama‟ah pengajian yang menempati sebuah gedung baru kini mulai dapat disebut pondok pesantren. Kurikulum mulai di kenalkan dan jumlah santri dari kehari juga semakin bertambah. Tidak hanya dari golongan tua yang merupakan pemrakarsa, tatapi kini anak-anak usia sekolah mulai mendominasi.
2. Visi dan Misi Pesantren Visi dan misi pondok pesantren Al-Hasan adalah sebagai berikut: Visi: a. Kokoh dalam Iman dan Taqwa b. Mumpuni dalam Ilmu Agama (Islam) c. Maju dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Misi:
a.
Menerapkan dan mengamalkan ajaran Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari untuk membentuk mental spiritual dan kepribadian yang kokoh.
b.
Menjadikan ilmu agama Islam sebagai sarana dan prasarana tercapainya tujuan untuk keselamatan dan kemaslahatan dunia dan akhirat.
c.
Melaksanakan pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai iman dan taqwa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Letak Geografis Pesantren Pondok pesantren Al-Hasan beralamat di Jl. Imam Bonjol, Dusun Sidorejo Lor, Desa Sidorejo, Kota Salatiga, 50714. Secara geografis pondok pesantren Al-Hasan terletak di tengah pemukiman padat penduduk. Sebelah utara berbatasan dengan Jl. Gang Buntu, Dusun Sinoman Lor. Sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Cabean, batas sebelah barat berdampingan dengan Dusun Banyu Putih Barat dan sebelah timur berbatasan dengan Dusun Sinoman.
4. Keadaan Sarana dan Prasarana Tabel 1 Sarana dan Prasarana
No.
Sarana Prasarana
Jumlah
1.
Luas tanah
500 m2
2.
Luas bangunan
500 m2
3.
Ruang asrama putrid
15
4.
Ruang asrama putra
11
5.
Ruang mengaji
2
6.
Ruang pengurus
1
7.
Toilet santri putra
3
8.
Toilet santri putrid
6
9.
Koperasi
1
10.
Ruang administrasi
1
11.
Sumber penerangan
PLN
12.
Gedung TPA
1
5. Struktur Organisasi Tabel 2 Struktur Organisasi
PENGASUH BPK. IKHSANUDIN MZ
LURAH
WAKIL LURAH
M. ZAENAL ARIFIN
ZAENAL ARIFIN
SEKRETARIS
BENDAHARA
SYIFA FITRI C
M. KHOIRUL UMAM
SIE. KEGIATAN
SIE. KEBERSIHAN
SIE KEAMANAN
M. ARIS FAISOL
ANDI NAY
SYAMSUL MA‟ARIF
SIE. HUMAS
SIE. PERLENGKAPAN
SIE. MEDIS
YETNA YUONO
TAUFIQ NUR A
M. ARIF
SIE. MADING EZAR
6. Keadaan Santri dan Ustadz a. Keadaan Santri
Hingga tanggal 17 September 2013, terdapat 93 santri yang berstatus santri mukim di pondok pesantren Al-Hasan yang terdiri dari 58 santri putri dan 35 santri putra. Semuanya merupakan remaja usia sekolah mulai SMP hingga perguruan tinggi. Rata-rata santri yang mondok adalah dari keluarga menengah ke bawah, orang tuanya berpenghasilan rata-rata Rp700.000,00 sampai Rp1.500.000,00 per bulan. Oleh karena itu pondok pesantren Al-Hasan tidak memungut biaya apapun bagi santri, mereka hanya membayar living cost sebesar Rp20.000,00 bagi mereka yang tidak menggunakan laptop, dan Rp25.000,00 bagi mereka yang menggunakan fasilitas tambahan berupa laptop per bulannya. (Dokumentasi Pondok Pesantren AlHasan).
Tabel 3 Data Santri Putri dan Putra Pondok Pesantren Al-Hasan
Tahun 2013-2014
NO.
NAMA
TTL
ALAMAT
1.
Arifah Wulandari
Semarang, 16-03-1993
Krajan, Suruh
2.
Miftakhul Nurul
Grobogan, 03-07-1993
Kedungjati, Grobogan
3.
Nurus sa‟adah
Magelang, 03-11-1993
Ngablak, Magelang
4.
Dewi Uswatun
Semarang, 02-04-1994
Rejosari, Semarang
5.
Risalatul Mufidah
Grobogan, 13-11-1991
Kluwan,Grobogan
6.
Umi Khoirotun Nisa‟
Magelang, 03-12-1992
Secang, kab Magelang
7.
Anisa Khomsiyah
Semarang, 08-11-1992
Bulu, dadap ayam Suruh
8.
Inni Nadhiroh
Semarang, 04-01- 1996
Pabelan, Kab. Semarang
9.
Siti Aisyah
Gunungrejo,28-12-1992 Pasawaran, Lampung
10. Aisyah Mirani. W.
Semarang, 09-06-1996
Sumowono, Semarang
11. Vivi Lutfiatul Amalia
Semarang, 27-12-1996
Krajan, Suruh
12. Ima Yunita
Papanrejo, 08-05-1992
Bringin, Semarang
13. Intan Pratiwi
Boyolali, 28-11-1996
Wonosegoro, Boyolali
14. Dewi Inayati
Boyolali, 20-09-1995
Ampel, Boyolali
15. Nurunnisa Innafi‟ah
Purworejo, 30-08-1991
Bener, Purworejo
16. Fitria Widayanti
Semarang, 26-02-1996
Bancak, Semarang
17. Purwati
Semarang, 01-07-1996
Baran, Ambarawa
18. Maudina Agustin S.
Kendal, 26-08-1997
Banyubiru, Semarang
19. Wafiratul Laila
Semarang, 24-06-1997
Bandungan, Semarang
20. Lestika
Semarang, 20-11-1999
Bandungan, Semarang
21. Reggi Novita Sari
Papanrejo, 26-05-1997
Lampung Utara
22. Ani Mantikhotul
Semarang, 26-12-1996
Gondoriyo, Bergas
23. Siti Fatimah
Grobogan, 31-08-1997
Kedung jati, Grobogan
24. Nur Vita Isnaini
Semarang, 27-06-1998
Bandungan, Semarang.
25. Aghnia Mustaghfiroh
Semarang, 06-11-1996
Pringapus, Semarang
26. Nuryana Wahyuni
Semarang, 19-02-1997
Karangjati, Semarang
27. Cholifah Azizah A
Kendal, 25-03-1998
Kendal
28. Qieqy Khalidatul Jazil
Kendal, 18-07-1997
Singaraja, Kendal
29. Khisna Faizatul Muna
Pringapus, 18-11-1996
Pringapus, Semarang
30. Shofie Maulani
Salatiga, 02-10-1997
Gedangan, Semarang
Temanggung,
Wonoboyo, Temanggung
31. Khusna Maulida
28-07-1995
32. Ana Ardiyani
Magelang, 01-08-1995
Mangunsari, Magelang
33. Damara Qonita
Semarang, 23-12-2000
Rembes, Semarang
34. Nur Afifah Nabilah
Boyolali, 02-10-2000
Karanggede, Boyolali
35. Nur Asma Azizah
Boyolali, 27-06-1998
Karanggede, Boyolali
36. Lusi Eka Permatasari
Semarang, 06-06-1995
Bergas, Semarang
37. Ririh Annasa Etikasari Semarang, 11-06-1999
Mendiro, Ungaran Timur
38. Firda Aprilia Ariyanti
Semarang, 28-04-1998
Bergas, Semarang
Gunung rejo,
Pesawaran, Lampung
39. Penti Dahlina
20-11-1998
40. Esa Puspitasari
Magelang, 16-08-1995
Windusari, Magelang
Sari 41. NNur Fatikah NAMA O 42. Nafida Alfi Faeruza
Grobogan, 17-02-1998 TTL Semarang, 16-12-1997
Karangrayung, Grobogan ALAMAT Candi, Bandungan
43. Ayu Permatasari
Jakarta, 16-09-1993
Mranggen, Sukoharjo
44. Indah Nurul Hamidah
Demak, 26-01-1995
Mranggen, Demak
45. Alifah Amri Mirfaqoh
Salatiga, 21-05-1995
Pabelan, Salatiga
46. Istinganatun Nafi‟ah
Magelang, 14-06-1994
Tegalrejo, Magelang
47. Siti Kholisoh
Magelang, 20-06-1994
Ungaran Timur
48. Arihatul Laili
Kendal, 06-05-1994
Bulak Rowosari, Kendal
49. Isnadziya
Sumowono, 18-03-1995 Sumowono, Semarang
50. Septi Arum Melati
Grobogan, 08-09-1999
Kedungjati, Grobogan
51. Nuriya Wafiroh
Magelang, 27-05-1994
Tempuran, Magelang
52. Arina Sa‟diyah
Semarang, 06-08-1997
Gunungpati, Semarang
53. Enggar Ayu Ning tyas
Semarang, 16-09-1993
Spakung, Banyubiru
54. Viva Hedia Jaty K
Semarang, 26-04-1999
Spakung, Banyubiru
55. Lailya N.U
Semarang, 19-03-1998
Palagan, Ambarawa
56. Dian Anugrah S.
Grobogan, 20-11-1994
Kluwan, Purwodadi
57. Rahmat Dewi. H
Magelang, 23-06-1993
Kajoran, Kab, Magelang
58. Cinta Amalia Kasih
Salatiga, 20-05-1997
Kauman Kidul, Salatiga
1
M. Sukron
Boyolali, 23-06-1991
Karanggede, Boyolali
2
M. Fahrurrozi
Magelang, 08-07-1991
Ngablak, Magelang
3
M. Taslim
Boyolali, 10-12-1993
Wonosegoro, Boyolali
4
M. Arisfaisol
Demak, 21-07-1991
Guntur, Demak
5
Taufiq N. A.
Semarang, 15-01-1998
Jambu, Semarang
6
M. Bagus M.
Boyolali, 12-06-1992
Klego, Boyolali
7
M. fikri S.
Demak, 21-09-1996
Bintoro, Demak
8
M. zaenal A.
Magelang, 20-09-1994
Banjarsari, Magelang
9
Andi Nafi Alamul Y
Grobogan, 19-07-1997
Kuwaron, grobogan
10
Raynald Asvan S.
Boyolali, 22-01-1996
Ampel, Boyolali
11
M. Khanafi
Demak, 13-09-1996
Turirejo, Demak
12
Syifa Fitri Choirullah
Grobogan, 31-01-1998
Kedungjati, Grobogan
13
Muhammad Arif
Semarang, 08-09-1996
Banyubiru, Semarang
14
Saifuddin
Semarang, 14-01-1996
Jambu, Semarang
15
Riky Rivaldi Pratama
Boyolali, 10-05-1997
Wonosegoro, Boyolali
16
Aditya M.
Semarang, 01-07-2000
Bandungan, Semarang
17
M. Abdul Ghofur
Semarang,
Banyubiru, Semarang
18
Abi Hidayat
Boyolali, 25-09-1997
Karanggede, Boyolali
19
Firdan Thoriq Faza
Boyolali, 28-05-1998
Karanggede, Boyolali
20
M. Mujiburrohman
Jayapura, 04-04-1995
Karangmulya, Nabire
21
M. Musthafa Ezar
Jayapura, 25-06-1998
Karangmulya, Nabire
22
Ahmad Bahrul
Grobogan, 23-08-1998
Kedungjati, Grobogan
23
Muhammad Rexsa
Boyolali, 08-05-1999
Klego, Boyolali
24
Faris Mahendra Tama
Karanganyar,
Kauman, Salatiga
05-05 1999 25
Alfian Muzadi
Semarang, 05-04-2000
Bancar, Semarang
26
Condro Mukti
Grobogan, 18-09-1996
Kedungjati, Grobogan
27
Khakim Slamet
Temanggung, 19-071996
Kaloran, Temanggung
28
Yitna Yuono
Magelang, 07-03-1991
Candimulyo, Magelang
29
Tri Murdiyanto
Palembang, 04-06-1995
Muba, Palembang
30
Avif Irwansyah
Boyolali, 14-11-1996
Karanggede, Boyolali
31
M.C. Umam
Semarang, 02-09-1995
Pringapus, Semarang
32
Zainal Arifin
Kendal, 14 -01-1994
Merangin, Jambi
33
Elfa Rahmananda S.
Salatiga, 28-09-2000
Suruh, Semarang
34
Samsul Ma‟arif
Demak, 12-03-1992
Guntur, Demak
35
Lia Pundhi Tahwoto
Boyolali, 04-03-1997
Karanggede, Boyolali
b. Keadaan Ustadz Ustadz di pondok pesantren Al-Hasan berjumlah tiga orang. Beliau adalah Bapak Ma‟arif, Bapak Khusnul, dan Ibu Kamalah Isom,
S.E dan empat orang pengajar TPA. Semua pengajarnya menetap di wilayah sekitar pondok. Berikut data ustadz pondok pesantren dan pengajar TPA Al-Hasan: Table 4 Data Ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan No.
Nama
Kedudukan
Pendidikan Terakhir
1.
Ma‟arif
Ustadz
SMA
2.
Khusnul Kirom, S.Ag
Ustadz/ pengajar TPA
S-1
3.
Khamalah Isom, S.E
Ustadzah
S-1
4.
Istiqomah
Pengajar TPA
SMA
5.
Haniatul Anisah, S.Pd.I
Pengajar TPA
S-1
6,
Ambar Dewi M, A.M.d
Pengajar TPA
D-3
7.
Amanatun, S.Ag
Pengajar TPA
S-1
Tabel 5 Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Hasan No.
Program Pendidikan
Metode Pembelajaran
1.
Al-Qur‟an
Sorogan
2.
Fiqih
Bandongan
3.
Pasolatan
Bandongan
4.
Nahwu Sorof
Sorogan dan Bandongan
5.
Qoroibul Qiro‟ah
Bandongan
6.
Subul Iman
Bandongan
7.
Mar‟ah Sholikhah
Bandongan
8.
Yasinan
Bandongan
9.
Dibak
Sorogan (hafalan)
10.
Manakib
Sorogan (hafalan)
B. Program Pendidikan 1.
Program Harian Program harian yang di laksanakan pondok pesantren Al-Hasan adalah sebagai berikut: a. Kajian Al-Qur‟an binnadhor dilaksanakan oleh semua santri putra setiap hari setelah shalat subuh. Sedangkan bagi santri putri, dilaksanakan setiap hari setelah shalat maghrib, sementara santri putra membaca suratul yasin di waktu yang sama. b. Kajian kitab safinah dilaksanakan setiap hari pukul 17.00 oleh semua santri baik putra maupun putri. Metode yang digunakan
dalam kajian ini adalah bandongan, di mana seluruh santri mempelajari kitab sesuai penjelasan ustadz. Kemudian melakukan tanya jawab seputar materi yang di pelajari. c. Pasolatan khusus bagi santri baru yang dilaksanakan sebelum kajian Al-Qur‟an. Metode yang digunakan adalah metode sorogan. Biasanya santri baru di minta untuk setoran surat-surat pendek Al-Qur‟an, bacaan shalat, dan sebagainya. d. Kajian dziba‟ dilakukan bagi santri yang telah menyelesaikan semua studi di pondok pesantren. Kajian ini hanya diwajibkan satu kali selama belajar di pondok. e. Kajian manaqib, kajian ini dilaksanakan bagi santri yang telah menjalankan kajian Dziba‟ dan dinyatakan lulus kajian. Biasanya kegiatan ini dilaksanakan pada pagi hari setelah shalat subuh. Di sini santri harus mengatamkan sebelas kali kajian manaqib sebelum dinyatakan selesai studinya. f. Qoroibul Qira‟ah kajian ini diikuti baik santri putra maupun putri yang dilaksanakan setelah shalat isya khusus bagi santri kelompok ula, sedangkan kelompok wusto belajar kajian nahwu sorof serta subul iman. 2.
Program Mingguan dan Bulanan
Program Mingguan dan Bulanan pondok pesantren Al-Hasan adalah sebagai berikut: a. Kajian fiqh dilaksanakan dua kali seminggu yaitu setiap hari senin dan kamis oleh semua santri putra maupun putri. b. Kajian Mar‟ah Sholihah yang dilaksanakan setiap hari kamis malam. Kajian ini di khususkan bagi santri putri. Selain itu juga dilaksanakan kajian Qiro‟atul Qur‟an c. Qiyamullail dilaksanakan setiap hari Jum‟at bagi santri putra dan putri. d. Pada hari sabtu minggu terakhir setiap bulan dilakasanakan rapat pengurus, membahas evaluasi program kerja. e. Khitobah dilakukan setiap malam Sabtu bagi semua santri. f. Mujahadah dilakukan setiap seminggu sekali pada waktu yang sesuai situasi dan kondisi.
3.
Program Tahunan Program tahunan yang dilaksanakan di pondok pesantren Al-Hasan adalah sebagai berikut:
a. Penerimaan santri baru b. Kegiatan Masa Orientasi Santri c. Ziarah ke makam-makam sunan d. Kemah santri e. Akhirusanah f. Khotmil Qur‟an C. Kondisi Remaja di Sekitar Pondok Pesantren 1. Pendidikan Remaja Dusun Banyu Putih Timur berjumlah 59 orang. Sedangkan remaja di sekitar pondok pesantren dan aktif mengikuti kegiatan berjumlah 24 orang. Latar belakang pendidikan remaja sekitar sangat beragam. Mayoritas masih duduk di bangku SMA dan sebagian dari mereka sedang dalam proses pendidikan di perguruan tinggi. Meskipun demikian ada beberapa dari anggota remaja yang tamat Sekolah Dasar (Dokumentasi Karang Taruna Dusun Banyu Putih Timur).
2. Keberagamaan Remaja di lingkungan pondok pesantren Al-Hasan mayoritas anak usia sekolah, sehingga kegiatan keberagamaan yang ada di dominasi oleh anak usia sekolah.
“…kalau yang ikut kegiatan itu mayoritas anak usia sekolah, kalau remaja yang senior sedikit karena udah pada pergi merantau…”,ujar MZA selaku lurah putra pondok pesantren Al-Hasan. Masyarakat juga mengakui bahwa sebenarnya pondok pesantren Al-Hasan
sudah
menyediakan
tempat
bagi
remaja
yang ingin
mengembangkan pengetahuan agamanya. Mereka juga mengakui keberadaan pondok pesantren Al-Hasan sebagai salah satu tempat yang potensial bagi mempersiapkan generasi penerus yang Islami. Namun, keinginan masyarakat masih terhalang bermacam faktor. Remaja yang aktif di kegiatan pondok adalah mereka yang berusia sekolah saja, biasanya setelah mereka lulus sekolah mereka merasa malu belajar mengaji di pondok dan memilih meninggalkan forum pengajian. Takmir masjid bekerja sama dengan pihak pondok pesantren AlHasan juga telah berupaya membentuk sebuah forum kegiatan yang khusus diperuntukkan bagi remaja Islam masjid sekitar, namun pada pelaksanaannya kurang maksimal karena kesadaran dalam hal keagamaan masih belum sesuai dengan harapan. “… untuk sekarang sulit mencari bibit-bibit baru yang mau ikut bergabung dengan kegiatan pondok. Meskipun sudah di bentuk sebuah kegiatan yang dikhususkan bagi remaja, namun dalam pelaksanaannya
kurang berjalan karena satu dan lain hal” ujar KY selaku ketua takmir masjid. Remaja yang aktif melaksanakan shalat berjama‟ah di masjid juga kebanyakan anak usia sekolah yang ikut mengaji di pondok pesantren. Hingga saat ini, pondok pesantren dan takmir masjid bersama-sama melakukan pembinaan terhadap mereka yang bergabung di organisasi Remaja Islam Masjid (Remas). Remas dijadikan sebagai perantara bagi mereka dalam membina remaja di lingkungan pondok pesantren AlHasan yang mayoritas beragama Islam. 3. Organisasi Organisasi yang ada di lingkungan sekitar pondok pesantren AlHasan adalah remaja masjid dan karang taruna. Agenda remaja salah satunya rapat bulanan guna membahas program kerja yang akan dijalankan. Sedangkan agenda kegiatan yang lain diakui kurang berjalan karena berbagai macam kendala, di antaranya: a. Kurangnya koordinasi antara pengurus dengan anggota. b. Minimnya generasi penerus, sehingga menciptakan jarak antara remaja senior dan junior. c. Tidak ada agenda yang pasti. d. Kesadaran akan berorganisasi remaja kurang.
D. Pola Hubungan dengan Masyarakat 1. Hubungan Individu Secara personal antara pondok pesantren Al-Hasan dengan masyarakat tidak ada masalah yang berarti. Mereka sedapat mungkin menjalin komunikasi yang baik. Meskipun, ada beberapa masyarakat yang merasa kurang puas dengan komunikasi yang terjalin antara santri dengan remaja pada khususnya. Menurutnya remaja dan santri era sekarang terdapat jarak dan kurang komunukasi. Seperti di paparkan RZ seorang remaja sekitar pondok pesantren bahwa: “… kalau remaja dulu sekitar tahun 2008-an sregep-sregep, tapi sekarang remaja sini kurang sosialnya cenderung individual jadi terlihat kaya ada jarak padahal sebenarnya pihak pondok sudah ngasih tempat untuk sosialisasi.” Meskipun demikian, pihak pondok pesantren berupaya untuk dekat dengan remaja sekitar pondok pesantren sebagai suatu bentuk menjalin komunikasi di antara keduanya. Misalkan dengan di agendakan kegiatan pertemuan setiap sebulan sekali merupakan salah satu upaya pondok pesantren membangun komunikasi. Pandangan masyarakat terhadap kyai dan pengasuh pondok pesantren Al-Hasan juga sangat baik. Dibuktikan dengan adanya permintaan masyarakat untuk diadakan kajian atau pencerahan seperti pengajian setiap malam Jum‟at yang dilakukan kyai pondok pesantren AlHasan untuk meningkatkan keimanan. Mereka beralasan pada fitrahnya
manusia membutuhkan agama dan segala sesuatu akan di kembalikan pada tuntunan agama. Kyai dan pengasuh pondok pesantren Al-Hasan dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam masyarakat dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya. 2. Hubungan Kelembagaan Selain hubungan personal antar individu, terjalin juga hubungan kelembagaan antara pondok pesantren Al-Hasan dengan masyarakat terutama remaja sekitar pondok pesantren. Seperti halnya dituturkan oleh KH sebagai berikut: “… selama ini remaja merespon dengan baik kegiatan yang di agendakan pondok pesantren untuk remaja, meskipun hanya pada waktu-waktu tertentu seperti PHBI.” Selain keterangan KH, terdapat juga keterangan dari KD sebagai berikut: “…saling mendukung antara pondok pesantren dan remaja terutama remaja masjid.” Selain itu, remaja juga sering disertakan dalam berbagai kegiatan yang diagendakan pondok pesantren. Hal ini menunjukkan adanya komunikasi yang baik terjalin antara lembaga pondok pesantren Al-Hasan dengan masyarakat sekitar terutama kalangan remaja. 3. Hubungan Timbal Balik Bukan hanya pondok pesantren Al-Hasan saja yang berupaya membangun komunikasi dengan masyarakat, melainkan juga dari pihak masyarakat. Masyarakat di sekitar pondok pesantren mengakui keberadaan
santri pondok dan menganggap mereka merupakan bagian dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan berbagai macam kegiatan kemasyarakatan yang juga disosialisasikan dengan pihak pondok. Misalnya, jika ada acara hajatan di lingkungan sekitar pondok, masyarakat mengikutsertakan remaja bersama santri pondok pesantren Al-Hasan dalam acara tersebut. Bukan hanya itu, masyarakat juga sering mengundang santri pondok untuk menghadiri acara-acara syukuran yang diadakan warga sekitar. Sama halnya dengan masyarakat, pihak pondok pesantren juga mengagendakan acara tahunan berupa santunan kepada anak yatim piatu di sekitar pondok pesantren Al-Hasan sebagai timbal balik.
BAB IV PERAN PONDOK PESANTREN DALAM PEMBINAAN KEBERAGAMAAN
A. Program Pembinaan Dari hasil wawancara peneliti kepada informan tentang program yang dilakukan PPAH dalam meningkatkan keberagamaan remaja sekitar, dikemukakan bahwa tidak ada pembinaan yang khusus dari pondok pesantren untuk remaja. Seperti dipaparkan beberapa informan di antaranya sebagai berikut: “ Pembinaan remaja secara langsung itu tidak ada. Tetapi dalam praktiknya apabila ada remaja yang ikut mengaji atau di undang rapat ketakmiran atau kegiatan lain maka secara tidak langsung masyarakat dan pondok pesantren sudah ikut membina remaja”, ujar KH (5 Desember 2013, 04.45 WIB). Hal tersebut di perkuat juga dengan penuturan T, “kalau pembinaan remaja tidak ada, tetapi setiap mengadakan acara apa saja pasti antara santri pondok dengan remaja saling membantu dalam melaksanakan kegiatan tersebut” (25 Desember 2013, 19.00 WIB).
Dari kedua informan tersebut dapat digambarkan bahwa tidak terdapat program pembinaan yang khusus diadakan bagi remaja sekitar pondok pesantren. Meskipun demikian, pembinaan secara tidak langsung tetap dilaksanakan dan diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan di antaranya sebagai berikut: a. Akhirusanah Sebagian Pondok Pesantren mengadakan akhirusanah menjelang akhir tahun ajaran, di mana kegiatan ini melibatkan masyarakat sekitar pondok pesantren terutama. Begitu pula dengan Pondok Pesantren Al-Hasan yang juga mengadakan kegiatan yang sama. Bapak KH menjelaskan bahwa: “…melalui kegiatan akhirusanah pondok pesantren melibatkan remaja sekitar dengan harapan terjalin komunikasi antara keduanya…” Hal tersebut menandakan bahwa ada upaya kongkrit dari pondok pesantren dalam meningkatkan keberagamaan remaja sekitar. b. Peringatan Hari Besar Islam Peringatan hari besar di Dusun Banyu Putih Timur biasanya di isi dengan tabligh pengajian misalnya pengajian Isro‟ Mi‟roj, halal bi halal, maulid
Nabi
dan
sebagainya.
Pondok
pesantren
Al-Hasan
juga
menyelenggarakan kegiatan yang sama dengan melibatkan masyarakat sekitar khususnya remaja sebagai pelaksana acara. Seperti dijelaskan oleh RO yang menginformasikan bahwa:
“… ketika peringatan hari besar Islam yang acaranya diadakan di masjid maka remaja dengan senang hati ikut membantu jalannya kegiatan…” Dengan diadakannya peringatan hari besar Islam diharapkan intensitas pertemuan antara santri pondok pesantren dengan remaja sekitar semakin bertambah. Sehingga tetap terjalin komunikasi yang baik antara keduanya. Melalui kegiatan-kegiatan yang beragam pula pembinaan keberagamaan remaja Dusun Banyu Putih Timur dapat berjalan secara tidak langsung. c. Hari Raya Qurban Hari Raya Qurban merupakan salah satu sarana menjalin hubungan yang baik antara para santri dengan masyarakat sekitar terutama remaja. Seperti dipaparkan oleh RO sebagai ketua remaja yang mengatakan bahwa: “…saya dan rekan-rekan merasa senang ketika di ikut sertakan dalam sebuah kegiatan seperti ketika hari raya idul Qurban kemarin selain menambah ilmu agama bagi kami juga dapat menjalin tali silaturahmi antara remaja dengan santri di pondok pesantren Al-Hasan…” Hal tersebut di perkuat juga oleh penuturan MAF yang mengatakan bahwa: “…ketika malam Idul Adha itu mengadakan takbir keliling bersama santri dan masyarakat sekitar…” RD juga memaparkan bahwa: “…Paling pas malam Idul Adha itu sama pas menyembelih hewan qurban…” Idul Adha dijadikan sebagai salah satu sarana menjalin relasi yang baik antara pondok pesantren dan remaja sekitar lingkungan pondok
pesantren. Melalui kegiatan ini juga pihak pondok pesantren berkesempatan memberikan pembinaan baik moral maupun spiritual kepada remaja sekitar. d. TPA TPA merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang disediakan pondok pesantren Al-Hasan bagi masyarakat. Mereka yang memiliki anak usia sekolah dapat menitipkan anaknya belajar di TPA Al-Hasan. Berikut penjelasan dari R mengakatan: “…setiap sore kami mengadakan TPA bagi anak-anak usia sekolah dasar. Sebenarnya kami mengharapkan remaja untuk membantu mengajar di TPA…” Penuturan ini ditegaskan oleh pendapat KH yang mengatakan: “… kami bersama pengurus takmir juga memberi kesempatan bagi remaja terutama bagi yang menguasai ilmu agama untuk menyalurkan bakat yang dimiliki untuk membantu mengajar anak-anak TPA agar bisa memanfaatkan ilmu yang dimilikinya...” Hal ini diperkuat juga dengan penuturan KD yang mengatakan: “…Kami pihak takmir menginginkan anak pondok mau membantu kegiatan TPA. Karena menurut kami, santri pondok memiliki bekal keagamaan yang lebih…” Dari beberapa keterangan informan di atas dapat disimpulkan bahwa program pembinaan yang diadakan oleh pondok pesantren Al-Hasan terhadap keberagamaan remaja kurang berjalan maksimal. Hal ini dikarenakan berbagai faktor baik dari internal maupun eksternal. Dari faktor internal menurut keterangan beberapa remaja sekitar, pondok pesantren Al-Hasan kurang variatif dalam mengemas kegiatan, sehingga kaum remaja enggan untuk
mengikuti kegiatan yang diadakan. Selain itu kesadaran masyarakat dalam pembinaan keberagamaan remaja masih rendah hal ini dibuktikan dengan keberadaan organisasi baik remaja masjid maupun karang taruna tidak dapat berkembang sehingga agenda rutin remaja seringkali terbengkelai dengan berbagai alasan, di sisi lain faktor ekonomi keluarga sering di sebut-sebut menjadi faktor utama kurangnya pembinaan keberagamaan remaja. Sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Lingkungan menduduki posisi tertinggi terhadap rendahnya spiritual dan religiusitas remaja. Dari lingkungan di mana mereka bersosialisasi pengaruh apapun dapat masuk ke dalam kepribadian remaja. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin berkembang memicu rendahnya sosialisasi remaja. Dengan demikian, pembinaan berupa apapun sulit untuk disampaikan.
B. Peran Pondok Pesantren Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan di lapangan dan teori yang di paparkan pada bab sebelumnya, maka peran pondok pesantren AlHasan adalah sebagai berikut: 1. Sebagai Fasilitator Keberadaan pondok pesantren Al-Hasan dapat dijadikan sebagai salah satu sarana untuk menambah pengalaman keagamaan masyarakat sekitar.
Dalam hal ini pondok pesantren Al-Hasan sudah berupaya memberikan fasilitas dan pelayanan bagi terpenuhinya kebutuhan keberagamaan masyarakat sekitar. Sebagian remaja sekitar pondok pesantren telah memanfaatkan sarana yang tersedia untuk mengembangkan pengetahuan agamanya. Sehingga program pembinaan yang dijalankan pondok pesantren tidak hanya memprioritaskan penggunaan sarana dan prasarana bagi santrinya, meskipun bersifat insindental dan kurang terjadwal. Kalaupun ada, pembinaan yang dilakukan hanya pada waktu-waktu tertentu, salah satunya peringatan hari besar Islam itupun hanya membantu kelancaran acara. Dengan demikian, pondok pesantren berharap nilai-nilai moral keberagamaan dapat tersampaikan sehingga mempengaruhi berkembangnya perilaku keberagamaan sebagian remaja yang tinggal di sekitar pondok pesantren. 2. Peran Mobilisasi Berbagai kegiatan yang diagendakan pondok pesantren tidak lain bertujuan untuk memberikan pembinaan kepada masyarakat. Pondok pesantren Al-Hasan juga melakukan hal yang sama. Ada beberapa kegiatan yang diperuntukkan bagi masyarakat khususnya remaja sekitar pondok pesantren. Kegiatan tersebut umumnya dilakukan dalam rangka membina akhlaq dan perilaku keberagamaan remaja. Kegiatan yang rutin dilakukan diantaranya TPA dan peringatan hari besar Islam. Dalam
perjalanannya pondok pesantren mengutamakan pembentukan akhlak remaja yang religius dan berbudi pekerti luhur. Misalnya, kegiatan rutin TPA, dikhususkan bagi anak-anak usia sekolah saja. Sehingga pembinaan yang diberikan terbatas kepada anak-anak usia sekolah yang mengikuti kegiatan TPA. Meskipun demikian pondok pesantren membuka peluang bagi remaja yang ingin berpartisipasi sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan agama untuk turut serta membantu pelaksanaan kegiatan TPA di pondok pesantren Al-Hasan. 3. Peran Sumber Daya Manusia Dengan melibatkan masyarakat khususnya remaja di sekitar pondok pesantren dalam bidang pendidikan dan keagamaan, diharapkan mampu menambah pengalaman keberagamaan masyarakat. Sehingga perjalanan keberagamaan masyarakat didasarkan pada ilmu yang telah dikajinya. Namun, hal tersebut kurang berlaku bagi masyarakat yang tinggal di sekitar pondok pesantren Al-Hasan. Sebagian masyarakat khususnya remaja kurang terpengaruh dengan adanya pondok pesantren. Kurangnya komunikasi dan intensitas interaksi menyebabkan minimnya informasi mengenai agama kepada remaja. Sebenarnya pondok pesantren telah menjalankan perannya sebagai pembentuk Sumber Daya Manusia. Namun hal tersebut bukan menjadi masalah utama, kesadaran remaja terhadap pentingnya ilmu agama yang masih minim juga menjadi salah
satu faktor pendukung. Sehingga, pembinaan remaja kurang berjalan maksimal. Hal tersebut berimbas kepada kualitas sumber daya remaja sekitar. Di sana akan jarang di temui remaja yang memiliki religiusitas yang tinggi. Jika ada, mungkin hanya beberapa itupun dari asal usul keluarga yang religius. Mayoritas remaja hanya memiliki tingkat religiusitas yang sedang atau bahkan rendah. 4. Sebagai Agent of Development Keberadaan pondok pesantren Al-Hasan diharapkan dapat dijadikan sebagai kontrol sosial keberagamaan masyarakat. Misalnya masyarakat khususnya remaja sekitar pondok pesantren Al-Hasan akan berperilaku baik ketika berada di dalam lingkungan, meskipun notabene beberapa orang tersebut di pandang sebagai sekelompok remaja yang sering melakukan kegiatan yang menyimpang, atau ada beberapa remaja yang mengaku bahwa kebiasaan pondok pesantren yang melibatkan remaja sekitar dalam beberapa kegiatan peringatan hari besar agama, menciptakan suasana akrab bagi remaja dan santri sehingga sesekali waktu mereka akan saling memberikan informasi yang positif. Bukan hanya itu, meskipun jarang dilakukan, namun masyarakat yang telah menganggap santri pondok pesantren Al-Hasan sebagai bagian dari anggotanya, juga tidak segan memberikan barbagai nasehat ataupun
masukan bagi kegiatan pondok pesantren bahkan bagi kepribadian individu para santri. 5. Sebagai Agent of Excellence Seiring dengan perkembangan zaman, pondok pesantren Al-Hasan bukan hanya berperan sebagai transfer ilmu agama tetapi juga ilmu pengetahuan umum. Sehingga pondok pesantren Al-Hasan berupaya menambahkan berbagai model pendidikan. Pondok pesantren Al-Hasan mengembangkan metode belajar yang sering di sebut dengan kajian diniyah. Kajian ini terdiri dari beberapa kelas di mana masing-masing kelas memiliki tingkatan yang berbeda satu sama lain, dalam hal materi yang di ajarkan. Meskipun demikian, model pembelajaran yang dikembangkan di pondok pesantren ini oleh masyarakat khususnya di nilai kurang variatif, sehingga masyarakat sekitar pondok kurang tertarik dengan pembelajaran pondok pesantren Al-Hasan. Sehingga kebanyakan santri berasal dari luar daerah. Dari pihak pondok pesantren juga mengakui hal tersebut. Menurutnya, pondok pesantren Al-Hasan telah memberikan fasilitas bagi siapapun yang tertarik memperdalam ilmu agama. Meskipun mereka yang tertarik berasal dari kalangan orang tua.
C. Problematika Dimensi praktik agama mencangkup perilaku pemujaan pelaksanaan ritual formal keagamaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan seseorang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Di sini ditemukan bahwa banyak remaja yang kurang memperhatikan ajaran-ajaran agama, khususnya bagi para santri yang sering kurang memperhatikan waktu sholat karena disibukkan dengan berbagai hal sehingga apabila waktu sholat sudah iqomah masih banyak para santri yang belum bersiap-siap ke masjid untuk melaksanakan sholat berjama‟ah bahkan ada yang tidak ikut berjama‟ah. Sama halnya dengan santri pondok pesantren Al-Hasan, keberagamaan remaja di sekitar pondok pesantren terutama dalam kegiatan berjama‟ah kurang intensif. Mereka yang berjamaah di masjid dan aktif berjama‟ah karena jarak rumah yang dekat dengan masjid dan masih memiliki ikatan darah dengan kyai, mereka beralasan jika tidak sholat berjama‟ah di masjid mereka merasa malu. Meskipun hanya sekali dalam lima waktu, mereka tetap berjama‟ah dan biasanya masjid akan dipenuhi jama‟ah remaja ketika shalat maghrib. Remaja sekitar banyak yang tidak tertarik dengan kegiatan masjid karena dipengaruhi berbagai faktor. Orang tua menjadi faktor utama minimnya keberagamaan remaja sekitar. Kehidupan ekonomi masyarakat yang sebagian besar menengah ke bawah juga menjadi pemicu minimnya keberagamaan remaja sekitar. Orang
tua yang sibuk dengan pekerjaannya maka secara tidak langsung berimbas pada anak. Akibatnya sekarang banyak anak remaja yang lebih mementingkan kegiatan perekonomian guna memenuhi kebutuhan jasmaniahnya tanpa mengimbanginya dengan kebutuhan spiritualnya. Kondisi ekonomi masyarakat yang seperti itu, tidak dapat dijadikan alasan untuk saling menyalahkan. Kebutuhan ekonomi merupakan kebutuhan pokok masing-masing individu, sedangkan religiusitas seseorang merupakan hak tiap-tiap individu pula. Tokoh masyarakat setempat tidak dapat menuntut banyak tentang religiusitas remajanya, mereka berprinsip yang terpenting remaja masih bisa dikendalikan dengan kegiatan-kegiatan yang positif karena berdampingan dengan lingkungan pondok pesantren. Dari berbagai ritual keberagamaan yang di alami remaja masih telihat adanya perilaku remaja yang kurang begitu taat dalam mengamalkan ajaran agama, seharusnya remaja mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari agar pemahaman tentang keagamaannya sedikit-sedikit dapat bertambah, atau bahkan bisa melaksanakan sholat wajib tepat pada waktunya dan tidak menunda-nundanya lagi. Pondok pesantren dapat dimanfaatkan untuk memperdalam ilmu keagamaan yang merupakan kebutuhan pokok spiritual masyarakat. Kemudian pengetahuan yang di dapat dari pondok harus bisa diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari agar bermanfaat sehingga orang tersebut dapat merasakan akan pentingnya ajaran agama. Pengalaman keagamaan seseorang akan mampu mendorong dirinya untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan yang diwujudkan dalam perilaku keberagamaannya. Hal tersebut terlihat pada beberapa remaja yang mengalami pengalaman spiritual sehingga menjadikan mereka lebih baik daripada sebelumnya, walaupun masih ada sebagian dari mereka yang acuh tak acuh terhadap pelaksanaan ritual agama. Selain itu ada berbagai problematika yang di alami remaja sekitar pondok pesantren di antaranya: a.
Bagi anak usia sekolah tingkat lanjut kadang merasa malu untuk belajar di pesantren karena merasa sudah besar. Menurut informasi yang diberikan MA (29 September 2013, 20.37 WIB) yang menyatakan bahwa: “… sebenarnya sudah diupayakan tetapi biasanya kalau sudah ikut sekolah tingkat SMP bahkan tingkat lebih tinggi sudah banyak kegiatan di luar jadinya jarang ikut mengaji dengan alasan malu karena sudah besar…”
b.
Remaja merasa minder untuk berkumpul jadi satu dengan anak pondok. Remaja sekitar pondok pesantren sebagian besar tamatan SMA atau sederajatnya. Namun, ada beberapa dari mereka pendidikan terakhirnya SMP. Sedangkan mayoritas santri di pondok pesantren AlHasan adalah mahasiswa yang pengalaman pendidikannya lebih luas.
Seringkali remaja yang hanya berpendidikan dasar akan merasa minder, atau kurang nyaman ketika berkumpul dengan santri pondok pesantren. Sepert pemaparan NA (25 Desember 2013,19.56 WIB) yang menyatakan bahwa: “….mayoritas remaja menarik diri dari santri pondok karena merasa minder jika berkumpul bersama…” c.
Lingkungan yang kurang mendukung Pondok pesantren Al-Hasan yang berlokasi di tengah-tengah lingkungan
masyarakat,
seharusnya
dijadikan
sarana
guna
mengembangkan pengetahuan keagamaan. Namun hal tersebut kurang berlaku bagi sebagian besar remaja di lingkungan sekitar pondok pesantren. Kegiatan yang dilakukan pondok pesantren sebenarnya ditujukan untuk pembinaan keberagamaan remaja, tetapi kebanyakan dari
mereka
menganggap
pondok
pesantren
adalah
tempat
berkumpulnya kaum intelektual muslim. Jadi ketika remaja sekitar sering mengadakan kegiatan, dan di hadiri oleh ustadz pondok pesantren, mereka menjadi enggan untuk berkumpul, bukannya menyambut dengan pikiran yang lapang. Sehingga pembinaan keberagamaaan remaja semakin terhambat.
D.
Solusi Sesuai dengan keterangan yang penulis dapat dilapangan maka sebagai
solusi dari problematika pembinaan remaja ialah: 1.
Mengadakan pertemuan rutin setiap sebulan di minggu pertama atau kedua. Guna menjalin komunikasi baik intern remaja maupun antara remaja
dengan
pondok
pesantren,
pembina
kegiatan
remaja
mengadakan pertemuan rutin setiap bulan di minggu pertama atau ke dua. Pada prinsipnya pertemuan rutin hanya ditujukan untuk mengumpulkan remaja yang jarang bersosialisasi pada hari-hari biasa. Dengan
diadakannya
pertemuan
rutin
tersebut,
pembinaan
keberagamaan remaja sedikit demi sedikit dapat disampaikan. Sehingga religiusitas remaja di sekitar pondok pesantren menjadi meningkat. 2.
Mengikutsertakan remaja dalam berbagai kegiatan pondok pesantren Pondok pesantren sebagai sarana meminimalisir masuknya pengaruh negatif terhadap perilaku keberagamaan remaja, sedapat mungkin mengikutsertakan remaja dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pondok pesantren. Berikut keterangan R (Kamis, 05 Desember 2013, 19.51 WIB) “…kami berharap pengurus pondok pesantren terus meningkatkan dan memperbanyak acara keagamaan agar
masyarakat dapat belajar untuk menambah wawasan ilmu agama dan memperbaiki diri”. Keterangan diatas diperkuat dengan peryataan U (Rabu, 25 Desember 2013, 19.30) “…kalau pondok mau mengadakan sebuah kegiatan pengurus bisa mengajak remaja, kami merasa senang jika diminta bantuannya, terutama kegiatan yang bersifat keagamaan”. Hal tersebut dimaksudkan agar terjalin komunikasi yang harmonis antara remaja sekitar dengan santri pondok pesantren. Jika komunikasi antara keduanya dapat terjalin, maka pembinaan remaja dapat disampaikan melalui sosialisasi tersebut. 3.
Pendekatan dengan orang tua Salah satu upaya yang dilakukan pondok pesantren bersama dengan tokoh masyarakat dalam membina keberagamaan remaja adalah melakukan pendekatan dengan orang tua. Keluarga merupakan faktor utama terbentuknya pribadi anak, terutama perkembangan keberagamaan pada anak. dengan alasan tersebut, pondok pesantren bersama
dengan
tokoh
masyarakat
memberikan
sarana
mengembangkan religiusitas anak, melalui program TPA. Orang tua yang memiliki anak usia sekolah disarankan untuk mengikutkan putra putrinya belajar di TPA, sehingga pembinaan keberagamaan remaja dapat ditanamkan sejak dini.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Keberagamaan remaja sekitar pondok pesantren Kehidupan
ekonomi
masyarakat
yang sebagian besar
menengah ke bawah juga menjadi pemicu minimnya keberagamaan remaja sekitar. Tokoh masyarakat setempat tidak dapat menuntut banyak tentang religiusitas remajanya, mereka berprinsip yang terpenting remaja masih bisa dikendalikan dengan kegiatan-kegiatan yang positif karena berdampingan dengan lingkungan pondok pesantren 2. Peran pondok pesantren dalam meningkatkan perilaku keberagamaan remaja a.
Peran Fasilitator Keberadaan pondok pesantren sedikit banyak memberikan peran bagi masyarakat khususnya para remaja sekitar pondok pesantren Al-Hasan. Sebagian remaja telah memanfaatkan sarana yang disediakan sebagai tempat mengembangkan ilmu agama dan
bertukar informasi kepada santri. Sehingga diharapkan program pembinaan berjalan secara maksimal. b.
Peran Mobilisasi Kegiatan yang diadakan oleh pondok pesantren Al-Hasan belum menyentuh semua lapisan masyarakat. Tetapi pondok pesantren telah berupaya memberikan pembinaan remaja melalui TPA.
c.
Sebagai Sumber Daya Manusia Kurangnya
kesadaran
dan
komunikasi
antara
(khususnya
remaja)
dengan
pondok
pesantren
masyarakat Al-Hasan
menjadikan terputusnya informasi keberagamaan yang akan disampaikan. Hal tersebut berimbas pada kualitas sumber daya manusia remaja sekitar pondok pesantren Al-Hasan. d.
Sebagai Agent of Development Pondok pesantren Al-Hasan secara tidak langsung menjalankan perannya sebagai kontrol sosial. Meskipun kurang berjalan secara maksimal, namun pondok pesantren bersama-sama masyarakat berupaya mengutamakan perkembangan akhlak remaja.
e.
Sebagai Agent of Excellence Masyarakat sekitar pondok pesantren kurang tertarik dengan kegiatan yang dilakukan pondok pesantren Al-Hasan. Mereka beralasan kegiatan yang diadakan kurang variatif.
Meskipun
demikian pondok pesantren Al-Hasan berupaya memberikan sarana dan pelayanan bagi masyarakat yang ingin memperdalam ilmu agamanya. 3. Problematika pembinaan keberagamaan remaja Problematika keberagamaan yang terjadi di remaja sekitar pondok pesantren Al-Hasan a. Bagi anak usia sekolah tingkat lanjut kadang merasa malu untuk belajar di pesantren karena merasa sudah besar. b. Remaja merasa minder untuk berkumpul jadi satu dengan anak pondok. c. Lingkungan yang kurang mendukung. 4. Relasi pondok pesantren Al-Hasan dengan masyarakat sekitar pondok pesantren terjadi dalam tiga hal: 1) Hubungan secara individu Secara personal antara pondok pesantren Al-Hasan dengan masyarakat tidak ada masalah yang berarti. Mereka sedapat mungkin menjalin komunikasi yang baik. 2) Hubungan kelembagaan Remaja
sering disertakan dalam berbagai kegiatan yang
diagendakan pondok pesantren. Hal ini menunjukkan adanya
komunikasi yang baik terjalin antara lembaga pondok pesantren AlHasan dengan masyarakat sekitar terutama kalangan remaja. 3) Hubungan timbal balik Bukan hanya pondok pesantren Al-Hasan saja yang berupaya membangun komunikasi dengan masyarakat, melainkan juga dari pihak masyarakat. Masyarakat di sekitar pondok pesantren mengakui keberadaan santri pondok dan menganggap mereka merupakan bagian dari masyarakat. 5. Pembinaan yang dilakukan pondok pesantren Al-Hasan terhadap problematika keberagamaan remaja Pembinaan secara langsung yang dilakukan oleh pondok pesantren tidak ada, namun ada berbagai program yang diadakan pondok pesantren yang secara tidak langsung memberikan pembinaan terhadap keberagamaan remaja sekitar di antaranya: a. Akhirusannah b. Peringatan hari besar Islam c. Hari raya Qurban d. TPA Dalam menghadapi problematika yang ada, pondok pesantren bersama masyarakat melakukan beberapa upaya di antaranya:
1) Mengadakan pertemuan rutin setiap sebulan di minggu pertama atau kedua. 2) Mengikutsertakan
remaja
dalam
berbagai
kegiatan
pondok
pesantren. 3) Pendekatan dengan orang tua.
B. Saran Dari penelitian yang dilakukan penulis memiliki saran saran sebagai berikut: a. Bagi pondok pesantren Al-Hasan 1) Santri pondok pesantren Al-Hasan hendaknya dapat memberikan contoh mengenai ritual keberagamaan, misalnya disiplin dalam melaksanakan shalat fadhu berjama‟ah. 2) Santri pondok pesantren Al-Hasan hendaknya lebih meningkatkan interaksi dengan masyarakat terutama dengan remaja sekitar agar hubungan antara keduanya semakin akrab. 3) Pondok pesantren Al-Hasan sedapat mungkin memberikan program pembinaan keberagamaan yang khusus bagi remaja sekitar dan menjalankan program pembinaan yang ada dengan rutin.
b. Bagi remaja sekitar pondok pesantren 1) Intensitas remaja dalam berkumpul dan bersosialisasi lebih ditingkatkan agar terjalin komunikasi yang baik antar sesama remaja. 2) Remaja hendaknya mulai akrab dengan kegiatan kerohanian yang diadakan baik oleh takmir masjid atau dari pondok pesantren agar ilmu pengetahuan dan agamanya agar siap terjun ke dalam masyarakat. 3) Remaja masjid dan karang taruna sebaiknya mengagendakan kegiatan rutin yang di ikuti oleh seluruh remaja agar pembinaan remaja sedikit demi sedikit dapat disampaikan.
DAFTAR PUSTAKA Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1996. Darajat, Zakiah, Pembinaan Remaja, PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1976. Darajat, Zakiah, Peran Agama dalam Kesehatan Mental, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1994. Darajat, Zakiah, Problematika Remaja di Indonesia, PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1978. Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya, Depag RI, Jakarta,2003. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2007. Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, LP3ES, Jakarta, 1983. Fauzi, Muhammad, Agama dan Realitas Sosial Renungan dan Jalan Menuju Kebahagiaan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Galba, Sindu, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1995. Ishomuddin, Pengantar Sosiologi Agama, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002. Kadir, Muslim A., Ilmu Islam Terapan Menggagas Paradigma Amali dalam Agama Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003. Kasiram, Moh, Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif, UIN-Maliki Press, Yogyakarta, 2010.
Madjid Nurcholish, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, Paramadina, Jakarta, 1997. Martin, Richard C, Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama, Muhammadiah University Press, Surakarta, 2002. Moleong, M. A, Prof. Dr. Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 2009. Mu‟tasim, Radjasa, Perlawanan Santri
Pinggiran, PT. Bintang Pustaka Abadi,
Yogyakarta, 2010. Nafi‟, Dian, M, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, Instite for Training and Development Amherst MA, Yogyakarta, 2007 Nasution, Harun, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1985. Sudarsono, Kenakalan Remaja, Rineka Cipta, Jakarta, 2004. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2011. Suprayogo, Imam dan Tabroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001. Sriyanti, Lilik, dkk, Teory-Teory Belajar, STAIN Salatiga, Salatiga, 2011. Tim, Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir, STAIN Salatiga, Salatiga, 2009. Yasid, Abu, Islam Akomodatif, LKiS, Yogyakarta, 2004.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran.1: Daftar Riwayat Hidup
WAHYU NUGROHO DATA PRIBADI
Tempat, tanggal lahir
: Temanggung, 12 Mei 1990
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Status
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Digelan II RT 02 RW 06, Desa Soropadan, Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung.
Telepon
: 085640573236
PENDIDIKAN
RA Al-Falah, Soropadan, Kab.Temanggung Lulus Tahun 1997 MI Al-Falah, Soropadan, Kab. Temanggung, Lulus Tahun 2002 MTsN Grabag, Kab. Magelang, Lulus Tahun 2005 MAN 1 Kota Magelang, Magelang Lulus Tahun 2009
Lampiran: 6 PEDOMAN WAWANCARA
A. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hasan. 1. Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Hasan? 2. Apa visi, misi, dan tujuan Pondok Pesantren Al-Hasan? 3. Bagaimana letak geografis Pondok Pesantren Al-Hasan? 4. Bagaimana hubungan Pondok Pesantren Al-Hasan dengan remaja sekitar? 5. Bagaimana remaja menanggapi keberadaan Pondok Pesantren AlHasan?
B. Pengurus dan Ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan. 1. Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang di lakukan oleh pondok pesantren, jika ada apa saja? 2. Bagaimana cara pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan dalam upaya meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja sekitar? 3. Apa saja yang dilakukan pengurus dan ustadz Pondok Pesantren AlHasan untuk meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja sekitar? 4. Bagaimana Remaja merespon kegiatan yang diadakan pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan?
5. Adakah kendala yang dihadapi pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja? 6. Bagaimana usaha pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan untuk menarik minat Remaja dalam mengikuti kegiatan di Pondok Pesantren?
C. Remaja Sekitar Pondok Pesantren Al-Hasan. 1. Bagaimana perilaku keberagamaan remaja sekitar pondok pesantren Al-Hasan? 2. Bagaimana tanggapan masyarakat ketika pengurus pondok pesantren Al-Hasan akan melaksanakan sebuah kegiatan? 3. Apa yang memotivasi remaja mengikuti kegiatan yang dilaksanakan pengurus pondok pesantren Al-Hasan? 4. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap figur kyai pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan remaja sekitar pondok pesantren? 5. Adakah saran yang ingin remaja sampaikan untuk pengurus pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan remaja?
Lampiran: 7 PROFIL INFORMAN
1. MZA merupakan lurah putra pondok pesantren Al-Hasan. MZA juga mahasiswa STAIN Salatiga yang kini baru semester 3 progdi Pendidikan Agama Islam, selain sebagai pengurus pondok ia juga disibukkan dengan kegiatan organisasi ukm di kampus. 2. KD merupakan ketua takmir di masjid Al-Hasan yang berprofesi sebagai penjaga di sebuah pabrik celana di dekat rumah beliau. 3. KH adalah ustadz sekaligus ketua pengurus TPA di lingkungan pesantren dan juga merupakan anak menantu dari pengasuh PPAH, beliau bertempat tinggal tidak jauh dari pesantren. Keseharian KH selain mengajar di pondok beliau juga bekerja di kantor Kemenag Salatiga. 4. R adalah remaja di Dusun Banyu Putih Timur, meskipun masih duduk di
bangku sekolah menengah pertama ia merupakan remaja yang aktif mengikuti kegiatan PPAH. 5. RD merupakan santri dan juga menjabat sebagai lurah santri putri PPAH, ia merupakan Mahasiswa STAIN Salatiga Progdi Pendidikan Agama Islam semester 5.
6. MAF merupakan santri yang berasal dari Demak dia dipercaya sebagai pengurus PPAH,
ia merupakan Mahasiswa STAIN Salatiga Progdi
Pendidikan Agama Islam semester 7. 7. MS merupakan seorang remaja di Dusun Banyu Putih Timur yang sekarang mengemban tugas sebagai ketua karang taruna, kesibukan sehari-hari dia adalah sebagai karyawan sebuah pabrik di salatiga, 8. T yang merupakan mantan lurah PPAH. Ia berasal dari Boyolali dan juga merupakan Mahasiswa STAIN Salatiga Progdi Pendidikan Agama Islam semester 5. 9. U merupakan remaja di sekitar pondok yang sering mengikuti kegiatan mengaji di pondok pesantren Al-Hasan, yang kini masih duduk di bangku SMK Saraswati. 10. NA adalah tokoh masyarakat dan sekaligus menjadi ketua RW di Dusun Banyu Putih Timur, kesibukan sahari-hari beliua sebagai penjual gorengan. 11. Y adalah santri PPAH dan juga merupakan Mahasiswa STAIN Salatiga Progdi Pendidikan Agama Islam semester 7.
Lampiran 9. Foto Bangunan Fisik Pondok Pesantren Al-Hasan
Lampiran 10. Foto Kegiatan Mengaji Pondok Pesantren Al-Hasan
Lampiran 11 Foto Kegiatan Wawancara Dengan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hasan
Lampiran 12 Foto Kegiatan Wawancara Dengan Pengurus Pondok Pesantren Al-Hasan
Lampiran 13 Foto Kegiatan Wawancara Dengan Ketua Takmir Masjid
Lampiran 14 Foto Kegiatan Wawancara Dengan Ketua Remaja
Lampiran 15 Foto Kegiatan Wawancara Dengan Perwakilan Remaja
Lampiran 16 Foto Kegiatan Wawancara Dengan Tokoh Masyarakat
Lampiran 17 Kegiatan Remaja: Kerja Bakti
Lampiran 18 Kegiatan Remaja: Peringatan Maulid Nabi
PONDOK PESANTREN PUTRA-PUTRI
AL - HASAN Sekretaruat: Jl. Imam Bonjol, Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Sadorejo, Salatiga
No
:PPAH/XXVII/XII/2013
Lamp
:-
Hal
: Surat Pernyataan Penelitian
Kepada Yth. Kepala STAIN Salatiga Di Tempat
Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Dengan ini pengasuh pondok pesantren Al-Hasan menyatakan bahwa mahasiswa di bawah ini: Nama
: Wahyu Nugroho
NIM
: 11109060
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Benar-benar telah melakukan penelitian di pondok pesantren Al-Hasan mulai tanggal 27 November sampai 27 Desember 2013 sebagai bahan penyusunan skripsi.
Demikian surat pernyataan ini, agar dipergunakan sebaik-baiknya dan sebagai mana mestinya. Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Mengetahui:
Salatiga,27 Desember 2013
Pengasuh Pondok
KH. Ichsanudin MZ
Ketua Pengurus
M. Zaenal Arifin
Lampiran: 8 TRANSKRIP WAWANCARA Hari/tanggal Pukul Responden Lokasi
: Jum‟at, 29 November 2013 : 20.55 WIB : MZA (Pengurus) : Pesantren P
: Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang di lakukan oleh pondok pesantren, jika ada apa saja?
I
:“Pembinaan yang khusus itu tidak ada mas, paling-paling pas Peringatan Hari Besar Islam itu, masalahnya di sini ketemu,e jarang sih mas karena sudah punya kesibukan sendiri-sendiri paling itu semisal ada acara hajatan dan tasyakuran anak pondok sering untuk di suruh membantu”.
P
: Bagaimana cara pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan dalam upaya meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja sekitar?
I
: “Ya kita sebagai pengurus pelan-pelan berusaha memberi contoh dulu, agar remaja sekitar tergerak dengan sendirinya walaupun masih ada para santri bahkan pengurus kurang memperhatikan untuk sholat berjama‟ah di masjid”.
P
: Apa saja yang dilakukan pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan untuk meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja sekitar?
I
: “Berusaha untuk menjemput bola mas istilahnya, kita berusaha menyrawungi dan menyapa dulu agar lebih akrab, tetapi juga ada sebagian remaja yang memandang remeh anak pondok, tapi juga ada yang terbuka dan mau mengobrol dengan santri”.
P
: Bagaimana Remaja merespon kegiatan yang diadakan pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan?
I
: “Selama ini remaja merespon dengan baik mas, tetapi namanya juga orang banyak sih ada yang merespon dengan baik ada juga yang acuh tak acuh”.
P
: Adakah kendala yang dihadapi pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja?
I
: “Pasti ada ya mas, karena kurangnya komunikasi menjadikan adanya jarak antara santri dan remaja sekitar, sehingga semisal mau duduk berdua untuk sharing merasa sungkan”.
P
: Bagaimana usaha pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan untuk menarik minat Remaja dalam mengikuti kegiatan di Pondok Pesantren?
I
: “Kami mengharapkan saling keterbukaan antara santri dengan remaja biar terjalin komunikasi dan keakraban diantara keduanya”.
Catatan : Pembinaan keberagamaan remaja secara langsung tidak ada Kurang komunikasi antara remaja dengan pondok pesantren Berharap ada saling terbuka dan pengerian antara remaja dan santri
Hari/tanggal Pukul Responden Lokasi
: Kamis, 05 Desember 2013 : 04.45 WIB : KH (Ustadz) : Rumah Ustadz P
: Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang di lakukan oleh pondok pesantren, jika ada apa saja?
I
: “Kalau pembinaan remaja secara langsung dalam arti secara terjadwal itu tidak ada, tetapi dalam praktiknya apabila ada remaja yang ikut mengaji dan ikut acara rapat yang diadakan pengurus ketakmiran, maka secara tidak langsung masyarakat dan pihak pondok sudah ikut membina remaja walaupun cuma itu-itu saja yang hadir”.
P
: Bagaimana cara pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan dalam upaya meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja sekitar?
I
: “Dengan cara yaitu mas, apabila remaja yang ikut mengaji ke pondok maka secara tidak langsung akan dapat pembinaan atau arahan yang dijadikan sebagai kontrol dalam diri remaja dan apabila ada acara sering diikutkan terutama yang pelaksanaannya dilakukan di masjid agar terjalin suatu komunikasi yang baik”.
P
: Apa saja yang dilakukan pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan untuk meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja sekitar?
I
: “Sebagai contoh seperti kegiatan Peringatan Hari Besar Islam dan acara lain yang bersifat keagamaan sebagai bukti kongkritnya seperti pada waktu bulan ramadhan yang mana para santri dan remaja sekitar mengadakan tadarus Al-Qur‟an bersama-sama terutama di awal bulan tanggal 1-15 Ramadhan, dan juga di ikuti sama bapak-bapak dan anakanak tetapi hanya waktunya yang berbeda”.
P
: Bagaimana Remaja merespon kegiatan yang diadakan pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan?
I
: “Selama ini remaja merespon dengan baik, akan tetapi ya itu mas, hanya pada waktu-waktu tertentu saja, seperti pas acara Peringatan Hari Besar Islam”.
P
: Adakah kendala yang dihadapi pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja? : ”Kendala yang dihadapi terdiri dari beberapa faktor mas, ada dari internal dan juga eksternal. Yang agak mencolok itu karena orang tua yang kurang mendukung, tuntutan akademik yang tinggi dan dari pribadinya yang merasa malu karena sudah besar dan faktor lingkungan”.
I
P
: Bagaimana usaha pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan untuk menarik minat Remaja dalam mengikuti kegiatan di Pondok Pesantren?
I : “Kami selalu terbuka dengan masyarakat. Misalnya apabila ada masyarakat sekitar mengadakan musyawarah dengan tokoh masyarakat terutama pihak takmir dan meminta perwakilan dari pengurus pondok untuk datang maka sebisa mungkin pengurus akan mengirim perwakilan untuk menghadirinya. Dan kami juga memberi kesempatan bagi remaja terutama bagi yang menguasai ilmu agama untuk menyalurkan bakat yang dimiliki untuk membantu mengajar anak-anak TPA agar bisa memanfaatkan ilmu yang dimilikinya”. Catatan : Pembinaan remaja dilakukan secara tidak langsung dengan mengikut sertakan remaja dalam berbagai kegiatan pondok pesantren TPA merupakan salah satu upaya pondok pesantren melakukan pembinaan terhadap remaja dan anak-anak
Hari/tanggal Pukul Responden Lokasi
: Jum‟at, 06 Desember 2013 : 19.45 WIB :RD (Pengurus) : Aula Pesantren P
: Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang di lakukan oleh pondok pesantren, jika ada apa saja?
I
: “Tidak ada mas paling pas malam Idul Adha itu sama pas menyembelih hewan qurban”.
P
: Bagaimana cara pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan dalam upaya meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja sekitar?
I
: “Belum terpikirkan mas, meh ngadain acara apa juga bingung sudah sibuk sendiri mas. Paling ketemu pada waktuwaktu tertentu saja seperti pada waktu warga ada yang punya hajatan para santri di suruh membantu”.
P
: Apa saja yang dilakukan pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan untuk meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja sekitar?
I
: “Seperti keterangan saya tadi di atas mas, mungkin nanti pengurus lain ada yang punya masukan mas. kalau menurut saya remajanya kurang greget trus juga terlalu sendiri-sendiri, jadi sini juga kurang bisa berbaur dengan mereka”.
P
: Bagaimana Remaja merespon kegiatan yang diadakan pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan?
I
: “Sebenarnya respon remaja juga baik, tetapi karena hanya sedikit yang sering jadi satu paling cuma pas ngaji saja”.
P
: Adakah kendala yang dihadapi pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja?
I
: “Kurangnya komunikasi dan kurang akrab diantara remaja dan para santri, kebanyakan remaja sini kalau sudah khatam Al-Qur‟an jarang ikut mengaji lagi dan minimnya generasi penerus, banyak remaja yang pergi merantau, hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi”.
P
: Bagaimana usaha pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan untuk menarik minat Remaja dalam mengikuti kegiatan di Pondok Pesantren?
: “Kalau kegiatannya diadakan di masjid kami dari pihak pondok berusaha untuk ikut agar bisa terjalin keakraban dan terjadi komunikasi”. Catatan : Remaja merespon baik kegiatan yang diadakan oleh pondok pesantren Kurang komunikasi antara remaja dengan santri I
Hari/tanggal Pukul Responden Lokasi
: Sabtu, 07 Desember 2013 : 09.36 WIB : MAF (Pengurus) : Pesantren P
: Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang di lakukan oleh pondok pesantren, jika ada apa saja?
I
: “Masalah pembinaan seperti mengaji bagi remaja, agar bisa membaca Al-Qur‟an dalam rangka untuk kepentingan bersama. Karena di sini pondok Al-Qur‟an”.
P
: Bagaimana cara pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan dalam upaya meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja sekitar?
I
: “Masalah tadarus Al-Qur‟an pada bulan Ramadhan yang dilakukan remaja dan santri, memberikan santunan kepada anak yatim, khotmil Qur‟an yang diselenggarakan pengurus takmir dan pengurus santri dan melibatkan banyak pihak”.
P
: Apa saja yang dilakukan pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan untuk meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja sekitar?
I
: “Gini mas, ketika pas malam Idul adha itu kita bersama remaja dan masyarakat sekitar mengadakan takbiran keliling tapi ini acara yang tahunan. Kalau masalah yang rutin semisal seminggu sekali atau sebulan sekali masih dipertimbangkan karena berbagai kendala”.
P
: Bagaimana Remaja merespon kegiatan yang diadakan pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan?
I
: “Selama ini remaja sekitar merespon dengan positif dan saling mendukung, dan juga dapat menambah keakraban”.
P
: Adakah kendala yang dihadapi pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja?
I
: “Selama ini yang jadi kendalanya mas, jarang ketemu karena sudah punya kesibukan sendiri, kurangnya sikap sosial terhadap masyarakat, masih minimnya program dalam rangka untuk mempererat hubungan dengan remaja dan masyarakat terutama dalam hal keagamaan”.
P
: Bagaimana usaha pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan untuk menarik minat Remaja dalam mengikuti kegiatan di Pondok Pesantren?
: “Ketika ada masyarakat sekitar yang sedang punya hajat, santri ikut membantu agar besok ketika pondok punya acara masyarakat juga mau membantu, istilahnya timbal balik gitu mas”. Catatan : Pembinaan yang masih aktif dilakukan adalah TPA Masyarakat mengakui keberadaan pondok pesantren Al-Hasan sebagai sarana pembinaan remaja I
Hari/tanggal Pukul Responden Lokasi
: Rabu, 04 Desember 2013 : 19.47 WIB : KD (Ketua Takmir) : Rumah Informan P
: Bagaimana hubungan pondok pesantren dengan remaja sekitar?
I
: “Saling mendukung ya mas, antara remaja khususnya remas dengan para santri. Kami pihak takmir menginginkan anak pondok mau membantu TPQ.
P
: Bagaimana remaja menanggapi keberadaan pondok pesantren?
I
:”Semisal ada kegiatan pasti diikutkan. Kalau kegiatan formal, remaja tidak seluruhnya di ikutkan, tapi kalau masalah sosial khususnya ketakmiran remaja di ikut sertakan.”
P
: Apa kendala yang dihadapi pondok pesantren dalam pembinaan keberagamaan remaja?
I
:”Karena sudah besar terus malu. Sulit mencari bibit-bibit yang mau ikut bergabung dengan kegiatan yang diadakan pondok.”
P
: Apa saja upaya yang dilakukan masyarakat dalam kegiatan pembinaan remaja?
I
:”Berbagai upaya takmir menggaet remaja biar aktif sudah di bentuk. Tapi pelaksanaannya kurang berjalan karena berbagai kendala.”
P
: Adakah saran yang ingin disampaikan pada remaja atau pondok pesantren?
: “Pokoknya pas ada rapat, pengurus pondok harus tau. Yang penting ada perwakilan yang hadir.” Catatan : Relasi pondok pesantren dengan masyarakat berjalan baik Saling mendukung satu sama lain antara remaja dan santri I
Hari/tanggal Pukul Responden Lokasi
: Kamis, 05 Desember 2013 : 19.51 WIB : R (Remaja) : Rumah Informan P
: Bagaimana perilaku keberagamaan remaja sekitar pondok pesantren Al-Hasan?
I
: “Menurut saya pribadi ya mas, pemuda sekitar di sini itu kurang sosial bahkan cenderung individual karena jarang kumpul-kumpul. Paling kumpul itu kalau ada rapat itu saja satu bulan sekali dikarenakan kebanyakan remaja sini banyak yang merantau jadi jarang ketemunya dan kurang interaksi dan di dukung juga faktor orang tua yang kurang mendukung kayak menyuruh anaknya untuk sholat berjama‟ah di masjid”.
P
: Bagaimana latar pendidikan remaja sekitar pondok pesantren Al-Hasan?
I
: “Beragam sih mas, ada yang sampai perguruan tinggi juga ada yang hanya tamat SD hal ini kan juga tergantung pada latar belakang orang tua, tapi kebanyakan remaja di sini tamatan SMA”.
P
: Bagaimana tanggapan remaja ketika pengurus pondok pesantren Al-Hasan akan melaksanakan sebuah kegiatan?
I
: “Setuju saja mas, untuk diikutsertakan dalam berbagai kegiatan apalagi digerakkan dalam hal yang positif ”.
P
: Apa yang memotivasi remaja mengikuti kegiatan yang dilaksanakan pengurus pondok pesantren Al-Hasan?
I
: “Untuk menambah wawasan dan ilmu karena rasa keingin tahuan yang tinggi, serta menambah pengalaman dan menjalin komunikasi dengan para santri agar terjalin silaturahmi”.
P
: Bagaimana pandangan masyarakat terhadap figur kyai pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan remaja sekitar pondok pesantren?
I
: “Saya pribadi memandang Beliau itu dekat dengan masyarakat mas. Beliau juga dikenal masyarakat sebagai figur yang ramah, serba bisa dan sederhana, cukup membantu dan banyak ngasih manfaat terutama bagi masyarakat sekitar. Tetapi beragam juga antara satu orang dengan yang lain tergantung mau memandang dari sisi mana, tidak sedikit remaja sekarang memandang kurang bervariatif sehingga remaja memandang kurang menarik, tetapi kalau mau di ambil positifnya juga banyak sih”.
P
: Adakah saran yang ingin remaja sampaikan untuk pengurus pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan remaja?
: “Lebih dimaksimalkan lagi, kami berharap pengurus pondok pesantren terus meningkatkan dan memperbanyak acara keagamaan agar masyarakat dapat belajar untuk menambah wawasan ilmu agama dan memperbaiki diri”. Catatan : Mayoritas pendidikan remaja adalah tamatan SMA, namun ada beberapa yang pendidikan terakhirnya SMP Figur kyai sangat berperan dalam pembinaan keberagamaan remaja Remaja berharap pondok pesantren menambah kegiatan yang positif bagi remaja. I
Hari/tanggal Pukul Responden Lokasi
: Rabu, 25 Desember 2013 : 19.30 WIB : U (Remaja) : Rumah Informan P
: Bagaimana perilaku keberagamaan remaja sekitar pondok pesantren Al-Hasan?
I
: “Kurang baik mas, menurut saya remaja sekitar lebih mementingkan kehidupan duniawi, tetapi juga masih ada anak remaja peduli terhadap agamanya. Intinya gini mas, karena orang tua kurang mendukung, kesadaran pribadi dan factor lingkungan”.
P
: Bagaimana tanggapan masyarakat terutama remaja ketika pengurus pondok pesantren Al-Hasan akan melaksanakan sebuah kegiatan?
I
: “ Setuju-setuju saja mas, sebab masyarakat sekitar justru senang bisa membantu soal kegiatan yang diadakan pondok pesantren Al-Hasan, dan masyarakat merasa komunikasinya terus terjalin dengan anak pondok”.
P
: Apa yang menjadikan remaja termotivasi untuk mengikuti kegiatan yang diadakan pondok pesantren AlHasan?
I
: “Saya merasa kegiatan itu bersifat positif, sehingga dapat menambah wawasan saya”.
P
: Bagaimana pandangan masyarakat terhadap figur kyai pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku kebaragamaaan remaja sekitar?
I
: “Baik, tapi kadang membosankan karena kurang menarik, soalnya kurang variatif”.
P
: Adakah saran yang ingin remaja sampaikan untuk pengurus pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan remaja?
: “Mungkin kalau pondok mau mengadakan sebuah kegiatan pengurus bisa mengajak remaja, kami merasa senang jika diminta bantuannya, terutama kegiatan yang bersifat keagamaan”. Catatan: Komunikasi antara remaja dan dengan santri ponok pesantren kurang terjalin baik Kegiatan pembinaan yang diadakan pondok pesantren kurang variatif sehingga remaja kurang tertarik I
Hari/tanggal Pukul Responden Lokasi
: Rabu, 25 Desember 2013 : 19.00 WIB : T (Pengurus) : Pesantren P : Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang dilakukan oleh pondok pesantren, jika ada apa saja? I
: “Kalau pembinaan tidak ada, tapi kalau setiap mengadakan acara apa saja pasti anak pondok dan remaja saling membantu dalam melaksanakannya”.
P
: Bagaimana cara pengurus dan ustadz pondok pesantren Al-Hasan dalam upaya meningkatkan perilaku keberagamaan remaja sekitar?
I
: “Kalau dari pengurus belum ada, tetapi dari pihak ustadz sudah ada seperti belajar mengaji sehabis magrib dan sehabis subuh bagi siapa saja yang mau, dan pengajian rutin setiap malam jum‟at yang dilaksanakan di masjid”.
P
: Apa saja yang dilakukan pengurus dan ustadz pondok pesantren Al-Hasan untuk meningkatkan keberagamaan remaja sekitar?
I
: “Belajar mengaji sehabis magrib dan sehabis subuh bagi siapa saja yang mau, dan pengajian rutin setiap malam jum‟at yang dilaksanakan di masjid yang selama ini dilakukan oleh ustadz pondok pesantren”.
P
: Bagaimana remaja merespon kegiatan yang diadakan pengurus dan ustadz pondok pesantren Al-Hasan?
I
: “Respon yang diberikan remaja pastinya baik, terkadang juga mengalami kendala. Dan yang berangkat cuma itu-itu saja”.
P
: Adakah kendala yang dihadapi pengurus dan ustadz pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan remaja?
I
: “Pastinya ada ya mas, diantaranya kurangnya komunikasi antara remaja dengan para santri, kurang adanya bimbingan dari para sesepuh baik dari pihak santri maupun remaja”.
P
: Bagaimana usaha pengurus dan ustadz pondok pesantren Al-Hasan untuk menarik minat remaja dalam mengikuti kegiatan di pondok pesantren?
: “Dengan mengadakan acara besar seperti, akhirusanah, maulid nabi, peringatan hari besar Islam. Dengan adanya acara tersebut maka diharapkan dapat terjalin komunikasi yang bagus”. Catatan: Pembinaan keberagamaan remaja yang diadakan secara langsung tidak ada Pondok pesantren sudah memberikan sarana untuk mengembangkan keberagamaan remaja I
Hari/tanggal Pukul Responden Lokasi
: Kamis, 26 Desember 2013 : 20.00 WIB : Y (Pengurus) : Pesantren P
: Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang dilakukan oleh pondok pesantren, jika ada apa saja?
I
: “Tidak ada, cuma ada kegiatan mengaji bersama dan pengajian umum yang dilaksanakan di masjid pada hari-hari besar Islam seperti maulid nabi, dll”.
P
: Bagaimana cara pengurus dan ustadz pondok pesantren Al-Hasan dalam upaya meningkatkan perilaku keberagamaan remaja sekitar?
I
: “Kalau dari pengurus tidak ada mas, mungkin kalau dari ustadz sendiri saya kurang tau”.
P
: Apa saja yang dilakukan pengurus dan ustadz pondok pesantren Al-Hasan untuk meningkatkan keberagamaan remaja sekitar?
I
: “Mengaji bersama di masjid kaya pas tadarus itu mas, dan kumpul-kumpul pas acara ketakmiran”.
P
: Bagaimana remaja merespon kegiatan yang diadakan pengurus dan ustadz pondok pesantren Al-Hasan?
I
: “Respect mas, tetapi yang berangkat cuma hanya itu-itu saja paling yang masih punya ikatan kekerabatan dengan keluarga ndalem”.
P
: Adakah kendala yang dihadapi pengurus dan ustadz pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan remaja?
I
: “Tidak ada mas, yak karena tidak adanya kegiatan pembinaan yang diadakan pengurus itu jadi saya mengatakan tidak ada kendala”.
P
: Bagaimana usaha pengurus dan ustadz pondok pesantren Al-Hasan untuk menarik minat remaja dalam mengikuti kegiatan di pondok pesantren?
: “Ya dengan mengadakan kegiatan keagamaan itu mungkin untuk dapat menarik simpati remaja sekitar seprti pengajian”. Catatan: Sebagian remaja merespon kegiatan yang diadakan oleh pondok pesantren Kegiatan yang rutin diadakan dengan remaja adalah peringatan hari besar I
Hari/tanggal Pukul Responden Lokasi
: Kamis, 12 Desember 2013 : 20.18 WIB : MS (Ketua Karang Taruna) : Rumah Warga P
: Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang dilakukan oleh pondok pesantren?
I
: “Kalau sekarang kayaknya belum ada mas, paling sekarang cuma ada beberapa yang ikut mengaji ke pondok itu saja sih yang saya tau, kalau pas jamannya saya banyak mas hampir semua anak sebaya dengan saya ikut mengaji ke pondok, sekarang mungkin karena jamannya sudah berubah jadi anakanak sekarang kurang begitu tertarik untuk mengikuti kegiatan mengaji dan sering berkegiatan di luar”.
P
: Bagaimana hubungan remaja sekitar dengan pondok pesantren Al-Hasan?
I
: “Hubungan dengan pondok antara remaja karang taruna sekarang sudah ada jarak dan adanya mis komunikasi dikarenakan perubahan jaman”.
P
: Bagaimana perilaku keberagamaan remaja?
I
: “Memang saya akui mas, sekarang keagamaan anak remaja sini dapat dikatakan sangat minim, di dorong beberapa faktor yaitu pribadi, orang tua dan lingkungan. Walaupun dilingkungan pondok pesantren sekarang orang memandang itu hanya pondok saja, karena lingkungan kurang mendukung untuk belajar di pondok, karena sudah mempunyai kesibukan masing-masing.”.
P
: Bagaimana latar belakang pendidikan remaja sekitar pondok pesantren? : “Sebenarnya latar belakang pendidikan yang dijalani sudah sangat maju”.
I
P
: Apa saja organisasi yang di ikuti remaja sekitar pondok pesantren?
: “Kalau secara organisasi yang diikuti itu hanya remas dan karang taruna, tetapi dalam pelaksanaanya jarang yang mau berangkat dikarenakan tidak adanya agenda yang pasti”. Catatan: Hubungan remaja dengan santri pondok pesantren semakin renggang karena berbagai faktor Keberadaan pondok pesantren bagi remaja kurang di akui, karena kesibukan masing-masing I
Hari/tanggal Pukul Responden Lokasi
: Rabu, 25 Desember 2013 : 19.56 WIB : NA (Tokoh Masyarakat) : Rumah Warga P
: Bagaimana perilaku keberagamaan remaja?
I
:”Remaja di sini, kehidupan ekonominya mertanggung yang berhasil kebanyakan orang pendatang. Secara tidak langsungberimbas pada anak. untuk pendidikan rata-rata SMP-SMA, namun ada sebagian yang tidak bersekolah karena faktor ekonomi. Untuk keberagamaan sedikit banyak masih bisa dikendalikan kerena berdampingan dengan lingkungan pondok. Misalkan berada jauh dari lingkungan pondok maka beda lagi ceritanya. Kalau dulu maju, karena masih banyak yang di rumah dan mereka senang dengan berbagai kegiatan. Namun seiring perkembangan jaman, kegiatan yang di adakan semakin minim.”
P
: Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang dilakukan oleh pondok pesantren?
I
:”Remaja hanya dikumpulkan ketika akan diadakan acara. Kepingin saya, minimal sebulan sekali antara remaja dengan
santri pondok pesantren dikumpulkan untuk bertukar informasi. Misalnya belajar bersama bagi anak-anak yang belum bisa mengaji. Sebenarnya pondok sudah sering meminta, tapi remaja yang sering menarik diri, malu dan belum ada kesadaran.” P
: Apa problematika yang di hadapi dalam pembinaan remaja?
I
:”Dorongan orang tua terhadap kegiatan yang diadakan pondok pesantren kurang dominan. Saya lebih menekankan pada kesadaran remaja untuk mengikuti kegiatan tersebut.”
P
: Apa program pembinaan yang telah dilakukan pondok pesantren dan masyarakat?
I
:”Sebenarnya sudah saya gerakkan tapi belum berjalan karena berbagai hal. Kalau yang membina itu kharus memiliki pengalaman yang lebih. Kalau sekedar mengajak dan belum memiliki pengalaman ya.. sama saja. Agenda remaja sebenarnya sudah ada, tapi karena kesibukan masing-masing, mereka hanya bisa dikumpulkan pada hari-hari tertentu.
P
: Adakah saran yang ingin disampaikan kepada remaja atau pondok pesantren?
I
:” Demi untuk menunjang pendidikan, rencana saya dari habis maghrib sampai jam 9 tidak boleh menyalakan televisi, namun rencana ini masih menimbulkan pro dan kontra. Karena kondisi pendidikan masyarakat yang mertanggung, maksudnya di bilang pinter banget ya tidak, atau di bilang tidak pinter ya.. tidak. Kecuali kalau masyarakat desa sekalian biasanya patuh dengan atasannya.”
Catatan: Kondisi ekonomi orang tua menengah ke bawah, berimbas pada sosialisasi remaja Masyarakat berharap ada agenda rutin yang dikhususkan bagi remaja agar pembinaan dapat di selipkan.
Lampiran 19. Jadwal Penelitian NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
TANGGAL 17 September 2013 24 September 2013 25 September 2013 29 September 2013 27 November 2013 29 November 2013
8. 9.
04 Desember 2013
10. 11. 12. 13. 14. 15.
05 Desember 2013
16.
25 Desember 2013
17. 18.
26 Desember 2013
06 Desember 2013 07 Desember 2013 12 Desember 2013
KEGIATAN Observasi Mendapatkan izin Wawancara dengan pengurus Wawancara dengan pengasuh Penelitian Wawancara dengan pengasuh Wawancara dengan ketua remas Wawancara dengan lurah pondok Wawancara dengan ketua takmir Wawancara dengan ustadz Wawancara dengan remaja Wawancara dengan pengurus Wawancara dengan pengurus Wawancara dengan remaja Wawancara dengan ketua remaja Wawancara dengan tokoh masyarakat Wawancara dengan pengurus Wawancara dengan remaja
NARASUMBER Pengurus Pengasuh Lurah pondok Pengasuh Pengasuh Ketua remas Lurah pondok Ketua takmir Ustadz Remaja Pengurus Pengurus Remaja Ketua remaja Ketua RW Pengurus Remaja
DAFTAR SKK Nama : Wahyu Nugroho NIM : 111 09 060 No.
Jenis Kegiatan
1.
OPAK 2009 Pelatihan ESIQ Mahasiswa Baru STAIN Salatiga Tahun Akademik 2009 / 2010 User Education UPT Perpustakaan STAIN Salatiga Musabaqoh Tilawatil Qur‟an II JQH Praktikum Baca Tulis Al-Qur‟an (BTA) Praktikum Etika Profesi Keguruan (EPK) Seminar Keperempuanan dengan tema “Menumbuhkan Kembali Jiwa Kartinian dalam Kampus” Praktikum Kepramukaan Jurusan Tarbiyah Praktikum Metodologi Pendidikan Agama Islam (MPAI) Praktikum Telaah Kurikulum Pendidikan Agama Islam Publik Hearing “ Meningkatkan Kepekaan dan Transparansi Lembaga Menuju Kampus yang Amanah” Seminar Nasional “Mewaspadai Gerakan Islam Garis Keras di Perguruan Tinggi”
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10.
11. 12.
Jurusan : Tarbiyah / PAI Dosen PA : Maslikhah S.Ag.,M.Si Tanggal Pelaksanaan 18-20 Agustus 2009
Berperan Sebagai Peserta
21 Agustus 2009
Peserta
3
Peserta
3
Peserta
3
Peserta
2
Peserta
3
17 Mei 2011
Peserta
3
22-27 Juli 2011
Peserta
3
23 Septemeber 2011
Peserta
3
11 Februari 2012
Peserta
3
27 Maret 2012
Peserta
3
23 Juni 2012
Peserta
6
25-29 Agustus 2009 24 Mei 2010 2 November 2010 25 November 2010
Nilai 3
13.
14.
15.
16.
17.
Musabaqoh Lughah „Arobiyah (MLA) dengan tema “Mewujudkan Potensi Berbahasa dengan MLA”. Seminar Nasional dengan tema “HIV/AIDS bukan Kutukan dari Tuhan” Seminar nasional dengan tema “Ahlussunnah Waljamaah dalam Perspektif Islam Indonesia” Seminar Nasional dengan tema “Norma Hukum serta Kebijakan Pemerintah dalam Mengendalikan Harga BBM Bersubsidi” Seminar nasional dengan tema “Mengawal Pengendalian BBM Bersubsidi, Kebijakan BLSM yang tepat sasaran serta Pengendalian inflasi dalam negeri sebagai dampak kenaikan harga BBM bersubsidi” Total
17 Oktober 2012
Peserta
3
13 Maret 2013
Peserta
6
26 Maret 2013
Panitia
6
27 Mei 2013
Peserta
6
8 Juli 2013
Peserta
6
65 Salatiga, 18 September 2013 Mengetahui, Wakil Ketua III Bidang Kemahasiwaan
H. Agus Waluyo, M. Ag. NIP. 19750211 200003 1 001