KONSEP DAN EKSISTENSI KAFA’AH NASAB DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT KETURUNAN ARAB ( Studi Tentang Masyarakat Keturunan Arab Di Kecamatan Condet Jakarta Timur )
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
M.ALI ASOBUNI NIM: 1111044100059
PROGAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL SYAKHSHIYYAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2015 M
ABSTRAK M.Ali Asobuni. NIM 1111044100059.KONSEP DAN EKSISTENSI KAFA’AH NASAB DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT KETURUNAN ARAB. (Studi Tentang Masyarakat Keturunan Arab di Kecamatan Condet Jakarta Timur).Program Studi Hukum Keluarga Islam, Konsentrasi Ahwal Syakhsiyyah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437/2015. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan konsep Kafa’ah Nasab dan Eksistensinya pada zaman sekarang ini terlebih di Wilayah Condet JakartaTimur . Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Sumber data primer berupa wawancara dengan beberapa masyarakat keturunan arab yang berada di condet . Menggunakan metode analisis data kualitatif. Konsep kafa’ah dalam perkawinan masyarakat keturunan arab di wilayah condet itu masih memprioritaskan nasab atau sesama keturunan dzurriyah Rasulullah,Tujuannya adalah untuk meneruskan garis keturunan Rasulullah agar tidak putus oleh karenannya pantangan bagi mereka menikah dengan orang yang bukan sekufu terhadap mereka. Itulah yang di anut dalam keluarga Sayyid. Namun ada keluarga Masayikh yang tidak memprioritaskan hal nasab atau garis keturunan disebabkan karena manusia di mata Allah sama kecuali hanya takwanya. Menurut data Rabithah Alawiyah Eksistensi masyarakat keturunan Arab yang masih memprioritaskan nasab itu sejumlah 13.717 Sejabodetabek namun di wilayah Jakarta Timur mencapai jumlah 4.787 maka dapat disimpulakan bahwa Eksistensi masyarakat Arab yang melaksanakan konsep kafa’ah dalam hal nasab masih kuat hingga zaman sekarang ini. Kata kunci:konsep , kafa’ah nasab dan eksistensi dalam masyarakat keturunan Arab Pembimbing Daftar puskata
: Drs. H. Ahmad Yani, Mag : Tahun 2000s.d. Tahun2014
v
KATA PENGANTAR ﺑﺴﻢ ﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, pembawa Syari’ahnya yang universal bagi semua umat manusia dalam setiap waktu dan tempat hingga akhir zaman. Skripsi ini penulis persembahkan kepada orangtua H.Nana Nurulyana dan Hj. Hatijah serta keluarga besar Almarhum H.Daeni Bin Mansur, Hj. Murna terlebih kepada kakak saya Ai Nurfalah S.Sos,I .Yang selalu memberikan dorongan, bimbingan, kasih sayang, dan doa tanpa kenal lelah dan bosan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka. Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temukan, namun syukur alhamdulillah berkat rahmat dan rida-Nya, kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhir skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada bapak : 1.
Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Dr.H.Abdul Halim,M.AgDan Bapak Arip Furqan, M.A.,selaku Ketua Prodi dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Drs.H.Ahmad Yani,M.Ag dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis. vi
4.
Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Prodi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.
5.
Pimpinan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah beserta para staf yang telah banyak memberikan pelayanan yang baik dan kemudahan bagi penulis dalammemenuhi bahan-bahan referensi selama penulis berada di Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6.
Keluarga keturunan arab yang kepada bapak. Taufik Bin Abdul Qadir Mahdami,Hadai Ahmad Dan Faizal Yamani, Umi Fathimah Bin Muhammad Bin Ahmad Al-Idrus dan Abdul Qadir Bin Ali Bin Alwi Bin Salim Bin Abu Bakar AlKaff. Penulis berikan rasa hormat dan ta’zim rasa terimakasih yang dengan keterbukaan menerima penulis. Dengan kesabaran serta rela meluangkan waktu di tengah aktivitasnya yang sangat sibuk serta memberikan informasi dan data yang diperlukan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7.
Rekan-rekan seperjuangan peradilan A dan B angkatan 2011, terimakasih atas bantuan dan kebersamaan yang indah semasa kuliah hingga skripsi ini dapat di selesaikan.mari kita raih cita-cita dan masa depan yang selama ini di impikan. Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. Sungguh, hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka dengan kebaikan yang berlipat ganda pula.
8.
Teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) AMNESIA(amanah masyarakat indonesia) 2014.semoga kekompakan ini akan terus terjaga dengan humor yang tinggi serta saling menghibur disaat kesedihan melanda dan tukar pengalaman dalam wawasan ilmu pengetahuan. Merupakan cirri khas kita.terimakasih atas vii
keceriaan dan kebersamaannya dalam berbagai situasi dan kondisi, banyak pengalaman dan pelajaran yang telah di berikan kepada penulis tentang arti kehidupan dan kedewasaan dalam berfikir.semoga kebersamaan kita tidak berakhir sampai disini. 9.
Sahabat-sahabatku yang selalu menyemangatkan (Fahri Alvian, Fadli Khoirizadi, Ahmad Robian, Hira Hidayat, Hatoli, Andi Asyraf, Rijaluddin, Jumili, Zaenal Muttaqin) . Penulis menemukan arti sebuah persahabatan yang sesungguhnya, pengertian, kesabaran, motivasi dan kebersamaan yang kalian ciptakan telah memberikan kepercayaan tersendiri dalam hidup penulis.
Ciputat, 20 Oktober 2015
Muhammad Ali As-Shobuni
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.....................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING...............................................................
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI............................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN..........................................................................
iv
ABSTRAK.....................................................................................................
v
KATA PENGANTAR...................................................................................
vi
DAFTAR ISI..................................................................................................
ix
Bab I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................................8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................................9 D. Review Studi Terdahulu .....................................................................10 E. Metode Penelitian ...............................................................................12 F. Sistematika Penulisan .........................................................................14
BAB II
KAFA’AH DALAM PERKAWINAN A. Pengertian perkawinan ........................................................................15 B. Tujuan Perkawinan .............................................................................19 C. Rukun dan Syarat Perkawinan ...........................................................22 D. Pengertian dan Ukuran Kafa’ah ..........................................................28 E. Pendapat Ulama tentang Kafa’ah ........................................................33
BAB III GAMBARAN KECAMATAN KERAMAT JATI JAKARTA TIMUR A. Gambaran Umum Daerah Kramat Jati ................................................39 B. Urusan Desentralisasi di Bidang Ekonomi, Sosial dan Pendidikan.....41 C. Sejarah Masyarakat Arab di Wilayah Condet......................................45
ix
BAB IV PELAKSANAAN KONSEP KAFA’AH NASAB A. Konsep Kafa’ah Nasab dalam Perkawinan Masyarakat Arab di Wilayah Condet ..................................................................................47 B. Eksistensi Konsep Kafa’ah Dalam Masyarakat Arab .........................56 C. Konsep Kafa’ah Nasab dan Eksistensi dalam Perkawinan Masyarakat Keturunan Arab Di Wilayah Condet ...............................65 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ..........................................................................................69 B. Saran-saran...........................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................72 DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pandangan Islam perkawinan itu bukanlah hanya urusan perdata saja, bukan pula sekedar urusan keluarga dan masalah budaya, tetapi masalah yang menyangkut dalam keyakinan dan peristiwa agama. Oleh karena itu perkawinan itu dilakukan untuk menaati sunah rasullullah dan perintah Allah dan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah dan petunjuk Rasullullah Saw. serta mentaati prosedur yang diatur dalam peraturan negara. Di samping itu, perkawinan juga bukan untuk mendapatkan ketenangan hidup sesaat, tetapi untuk hidup selamanya. Oleh karena itu seseorang harus bisa memilih pasangannya secara hati-hati dan dilihat dari berbagai segi. Ada beberapa motivasi yang mendorong seorang laki-laki memilih seorang perempuan untuk pasangan hidupnya dalam perkawinan dan demikian pula dengan seorang perempuan waktu memilih laki-laki menjadi pasangan hidupnya. Yang pokok diantaranya adalah karena kecantikan seorang wanita atau
kegagahannya
mengharapkan
seorang
anak
pria
atau
keturunan,
kesuburan
karena
keduanya
kekayaanya,
dalam karena
kebangsawanannya dan karena agamanya.1 Diantara alasan yang banyak itu maka yang paling utama dijadikan motivasi adalah karena agamanya seperti halnya yang di sabdakan oleh Rasullullah “Perempuan itu dikawini dengan empat motivasi yaitu karena 1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), h.
48.
1
2
hartanya, karena kedudukannya atau kebangsaannya, karena kecantikannya dan karena agamannya. Pilihlah perempuan karena agamanya, kamu akan mendapatkan keberuntungan.” Oleh karenanya yang dimaksud dengan agamanya disini adalah komitmen keagamaannya atau kesungguhan dalam menjalankan ajaran agamannya. Ini dijadikan pilihan utama karena itulah yang akan memberikan keharmonisan dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah. Kekayaan suatu ketika dapat lenyap dan kecantikan suatu ketika dapat pudar demikian pula suatu kedudukan suatu saat akan hilang. 2 Namun zaman sekarang yang serba berubah membuat seseorang akan lebih memilih sesuai dengan apa yang dikehendakinya bahkan ada pula yang masih berada pada pengawasan dan pilihan orang tuanya atau dalam kata lain dijodohkan sesuai dengan pilihan orang tuanya sehingga bila mana ini terjadi maka akan ada ketidak suka kepada anak tersebut. Perkawinan menurut hukum Islam sebagaimana ditegaskan dalam kompilasi hukum Islam sama artinya dengan perkawinan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqon ghalizan untuk menaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya sebagai ibadah.3 Nikah menurut ulama fiqh adalah adat yang di atur oleh agama untuk memberikan kepada pria hak memiliki penggunaan farjin (kemaluan) wanita
2 3
h.29.
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h.49. Arso Sostroatmodjo, Hukum Perkawinan di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),
3
dan seluruh tubuhnya untuk penikmatan sebagai tujuan primer.4 Dari berbagai macam pendapat yang sudah dijelaskan mengenai arti sebuah pernikahan tersebut memberikan kesimpulan bahwa pernikahan itu merupakan sebuah perjanjian yang mengikat antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk menjalani sebuah kehidupan bersama dalam berumah tangga sehingga dapat meneruskan keturunannya serta menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. Adapun tujuan dari pada perkawinan itu adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah sesuai dengan pasal 3 kompilasi hukum Islam.5 Dan didalam Al-qur’an Allah berfirman :
وَرَ ۡ َﲪ ًۚﺔ
ۡﻠ ََﻖ ﻟ َُﲂ ّﻣِﻦ (٢١ :)اﻟﺮّ وم
ِٓﺘ ِﻪۦ ٖﺖ ِﻟ ّﻘَﻮۡ ٖم
ۡوَ ﻣِﻦ
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda (kebesaran-Nya) ialah dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendir, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang orang yang berfikir” (Q.S. ar-Rum (30): 21). Pada ayat tersebut telah menetapkan sendi-sendi untuk membina sebuah kehidupan yang tentram. Istri adalah kebahagiaan terindah yang di dapatkan suami selepas mencari nafkah seharian. Penat dan lelah akan menguap oleh kebahagiaan yang selalu menanti di depan pintu rumahnya. Seorang istri dengan senyum manis, derai tawa, dan wajah berseri-seri akan
4
Ibrahim Husain, Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan Jilid Satu, (Jakarta : Pustaka Firdaus 2003), h.115. 5 Abdurrohman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta : CV Akademika Pressido, 2010), h.114.
4
menjadi simponi indah yang menyejukkan hati. Segala permasalahan kehidupan terlupakan, hidu sungguh akan terasa indah. Pada diri pasangannya, suami dan istri bisa menyalurkan hasrat biologisnya dengan landasan cinta, kasih sayang, dan kesucian. Laki-laki dan wanita akan terjaga dari upaya untuk melakukan hal-hal terlarang dan kemungkinan akan terjatuh dalam perbuatan-perbuatan nista.6 Sebelumnya terjadinya pernikahan terdapat sebuah konsep yang dinamakan kafa’ah, kafa’ah berasal dari bahasa arab, dari kata kafi’a yang berarti sama atau setara. Kata ini merupakan kata yang terpakai dalam bahasa arab dan terdapat dalam Al-Qur’an dengan arti sama atau setara. Contoh dalam Al-Qur’an adalah dalam surat al-Ikhlas ayat 4: (٤ : (١١٢) اﻹﺧﻼص
) َوَﱂْ ﻳَ ُﻜ ْﻦ ﻟَﻪُ ُﻛ ُﻔﻮًا أَ َﺣ ٌﺪ
Artinya; “Tidak suatupun yang sama dengan-Nya”. Kata kufu atau kafa’ah dalam perkawinan mengandung arti bahwa perempuan harus sama atau setara dengan laki-laki sifat kafa’ah mengandung arti sifat yang terdapat pada perempuan yang dalam perkawinan sifat tersebut diperhitungkan harus ada pada laki-laki yang mengawininya. Kafa’ah itu disyaratkan atau di atur dalam perkawinan Islam, namun karena dalil yang mengaturnya tidak ada yang jelas dan spesifik baik dalam Al-Quran maupun dalam hadis Nabi, maka kafa’ah menjadi pembicaraan dikalangan ulama, baik mengenai kedudukannya dalam perkawinan maupun kriteria apa yang digunakan dalam penentuan kafa’ah itu. 6
Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Fiqh Wanita, (Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006),
h.74-76 .
5
Penentuan kafa’ah itu merupakan hak perempuan yang akan kawin sehingga bila dia akan dikawinkan oleh walinya dengan orang yang tidak sekufu dengannya dia dapat menolak atau tidak memberikan izin untuk dikawinkan oleh walinya. Sebaliknya dapat pula dikatakan sebagai hak wali yang akan menikahkan sehingga bila si anak perempuan kawin dengan lakilaki yang tidak se-kufu, wali dapat mengintervensinya yang untuk selanjutnya menuntut pencegahan berlangsungnya pernikahan itu. Dalam hal ini yang dijadikan standar dalam penentuan kafa’ah itu adalah status sosial pihak perempuan karena dialah yang akan dipinang oleh laki-laki untuk dikawini. Laki-laki yang akan mengawininya paling tidak sama dengan perempuan, seandainya lebih tidak menjadi halangan. Dan jika pihak istri dapat menerima kekurangan laki-laki maka tidak jadi masalah. Masalah akan timbul jika laki-laki yang kurang status sosialnya sehingga dikatakan si laki-laki tidak se-kufu dengan istri. Dalam hal kedudukannya dalam perkawinan terdapat beda pendapat di kalangan ulama. 7 Jumhur ulama termasuk Malikiyah, Syafi’iyah dan Ahlu ra’yi (Hanafiyah) dan satu riwayat Imam Ahmad berpendapat bahwa kafa’ah itu tidak termasuk syarat dalam pernikahan dalam arti kafa’ah itu hanya semata keutamaan dan sah pernikahan antara orang yang tidak se-kufu (Ibnu Qudamah: 33) alasan yang mereka gunakan ialah firman Allah surat al-Hujraat : 13
س إِﻧﱠﺎ َﺧﻠَ ْﻘﻨَﺎ ُﻛ ْﻢ ِﻣ ْﻦ ذَ َﻛ ٍﺮ َوأُﻧْـﺜَﻰ َو َﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ُﻛ ْﻢ ُﺷﻌُﻮﺑًﺎ َوﻗَـﺒَﺎﺋِ َﻞ ﻟِﺘَـﻌَﺎ َرﻓُﻮا إِ ﱠن أَ ْﻛَﺮَﻣ ُﻜ ْﻢ ِﻋْﻨ َﺪ ُ ﻳَﺎ أَﻳـﱡﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺎ (١٣ :[٤٩] ﺧﺒِﲑٌ) اﻟﺤﺠﺮات َ اﻟﻠﱠ ِﻪ أَﺗْـﻘَﺎ ُﻛ ْﻢ إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ َﻋﻠِﻴ ٌﻢ 7
Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Fiqh Wanita, h.140-141.
6
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (Q.S. al-Hujuraat (49) : 13). Sebagai ulama termasuk satu riwayat dari Ahmad mengatakan bahwa kafa’ah itu termasuk syarat sahnya perkawinan artinya tidak sah perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang tidak se-kufu. Dalil yang digunakan oleh kelompok ulama ini adalah sepotong hadis nabi yang diriwayatkan oleh al-Dar Quthniy yang dianggap lemah oleh kebanyakan ulama yang berbunyi : “janganlah kamu mengawinkan perempuan kecuali dari yang se-kufu dan jangan mereka dikawinkan kecuali dari walinya”. Ukuran kafa’ah yang perlu diperhatikan dan menjadi ukuran adalah sikap hidup yang lurus dan sopan, bukan karena keturunan, pekerjaan, kekayaan dan sebagainya. Seorang lelaki yang sholeh walaupun dari keturunan rendah berhak menikah dengan perempuan yang berderajat tinggi. Laki-laki yang memiliki kebesaran apapun berhak menikah dengan perempuan yang memiiki derajat dan kemasyhuran yang tinggi. Begitu pula laki-laki yang fakir sekalipun, ia berhak dan boleh menikah dengan perempuan yang kaya raya, asalkan laki-laki muslim dan dapat menjauhkan diri dari meminta-minta serta tidak seorang pun dari pihak walinya menghalangi atau menuntut pembatalan. Selain itu, ada kerelaan dari walinya yang mengakadkan dari pihak perempuannya. Akan tetapi jika laki-lakinya bukan dari golongan yang berbudi luhur dan jujur berarti tidak se-kufu dengan perempuan yang shalihah.
7
Bagi perempuan shalihah jika dikawinkan oleh bapaknya dengan lelaki fasik kalau perempuannya masih gadis dan dipaksa oleh orang tuanya, maka ia boleh menuntut pembatalan. 8 Sekilas mengenai adat perkawinan dan bentuk resepsi di sebagian besar Negri Arab. Pada umumnya adat yang berlaku disini bahwa yang wanita bekerja sama dengan suaminya dalam mengusahakan tempat tinggal dan segala macamnya menurut kemampuannya dari kedua belah pihak. Selain dari itu negri arab juga dikenal dengan mahalnya maskawin dan mewahnya dalam mengadakan resepsi perkawinan. Di ceritakan bahwa di dalam sebuah resepsi orang Arab cenderung menginginkan kemewahan sehingga masyarakat arab memilih untuk menikah dengan seorang yang sudah mapan dan sudah ada tanggung jawab untuk masa depannya yang di ceritakan oleh Syeikh Abdul Aziz Bin Abdurrohman Al-Musna Kholid Bin Ali Al-Anbari.9 Namun pada kenyataannya, yang kemudian akan menjadi penelitian penulis, tentang adanya konsep pernikahan Alawiyin
yang memiliki
kecenderungan yang berbeda, cenderung berlainan dari teori kafa’ah yang telah dipaparkan, karena mereka hanya mau menikahi sesama keturunan Alawiyin yang disebut juga dengan ahl al-bait. Akan tetapi melarang mereka untuk menikah dengan orang biasa, mengapa terjadi ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan dalam hal menikah dengan orang yang di pilihnya walaupun dari kalangan orang biasa atau bukan dari suku arab.
8
Abdulrahman Ghozali, Fiqih Munakahat: Kafa’ah Dalam Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 96-97. 9 Syeikh Abdul Aziz Bin Abdurrohman Al-Musna Kholid Bin Ali Al-Anbari, Perkawinan dan Masalahnya, (Jakarta: Pusaka al-kautsar, t.t) , h. 71.
8
Namun dikatakan dalam kompilasi hukum Islam pada pasal 61 dikatakan “tidak se-kufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak se-kufu karena perbedaan agama atau ikhtilaafu al dien”.10 Maka dari itu, berdasarkan uraian diatas, selanjutnya penulis akan meneliti dan menjelaskan secara signifikan dan terperinci mengenai hal tersebut, disamping untuk membuka cakrawala pengetahuan baru bagi kami dalam menemukan titik temu dari persoalan tersebut. Penulis akan mencari suatu korelasi atau hubungan teori kafa’ah (kesetaraan), dengan data empiris kehidupan suatu golongan masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu penulis akan meneliti lebih dalam dan mengangkat permasalahan tersebut dalam penelitian yang akan penulis lakukan, sehingga pertanyaan-pertanyaan telah dilontarkan tersebut akan dicari jawabannya dalam rangka menemukan benang merah, titik temu antara konsep Kafa’ah Nasab dan Eksistensi dalam perkawinan masyarakat keturunan Arab, serta apakah teori kafa’ah masih digunakan atau masih menjadi prioritas dalam perkawinan yang bertempat tinggal di daerah Condet, Jakarta Timur. B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan, maka permasalahan dalam penelitian ini hanya dibatasi pada : a.
Konsep kafa’ah nasab dalam masyarakat keturunan arab di wilayah Condet Jakarta Timur.
10
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta:
h.127.
CV.Akademika Pressido, 2010),
9
b. Banyaknya jumlah masyarakat keturunan arab diwilayah Condet. c. Sejarah keberadaan masyarakat masyarakat keturunan arab di wilayah condet. d. Pengaruh sosial kafa’ah nasab dalam masyarakat keturunan arab di wilayah condet. 2. Perumusan Masalah Agar pembahasan pada skripsi ini tidak melebar luas dan panjang, maka pembahasannya akan dibatasi pada seputar pemahaman mengenai konsep kafa’ah nasab dan Eksistensi dalam perkawinan masyarakat keturunan Arab di daerah Condet Jakarta Timur. Adapun rumusan masalah pada skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana konsep kafa’ah nasab dalam perkawinan masyarakat Arab diwilayah Condet ? b. Bagaimana eksistensi kafa’ah nasab dalam masyarakat Arab di wilayah Condet ?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya suatu hal yang diperbolehkan setelah penelitian selesai. Dengan demikian pada dasarnya tujuan penelitian memberikan informasi mengenai apa yang akan diperoleh setelah selesai penelitian.11
11
M.Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya, (Bogor: Indonesia, 202), h.44.
Ghalia
10
Tujuan dari penulisan adalah untuk mengetahui : 1. Untuk mengetahui konsep kafa’ah didalam perkawinan masyarakat arab 2. Untuk mengetahui eksistensi kafa’ah dalam perkawinan masyarakat arab Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penulisan ini adalah : 1. Manfaat akademis Memberikan pemahaman terbaru mengenai hal-hal yang terkait masalah konsep kafa’ah dalam masyarakat suku arab 2. Manfaat praktis Hasil studi ini diharapkan menjadi sebuah referensi baru didalam perpustakaan sebagai bahan rujukan dalam bidang akademis.
D. Review Study Terdahulu Dalam penelusuran pustaka yang dilakukan pada perpustakaan fakultas syariah dan hukum UIN Syarif hidayatullah Jakarta, terdapat 6 buah judul skripsi yang membahas tentang kafa’ah nasab. Berikut beberapa judul skripsi yang bertemakan kafa’ah yang diajukan sebagai perbandingan. No Nama 1. Zakia Turifa
Judul Kafa’ah pernikahan dalam tradisi keluarga arab
2.
Kritis tentang konsep kafa’ah
Ilyas
Perbandingaan a. Skripsi ini membahas tentang prinsip kafa’ah dalam perkawinan pada keluarga al-atas b. Perbedaan dengan judul skripsi ini yaitu tidak membahas mengenai konsep dan eksistensi dalam perkawinan masyarakat keturunan arab di wilayah condet a. Skripsi ini hanya membahas tentang persepsi mahasiswa
11
dalam prespektif liberalisme hukum
3.
Muhasor
Peran kafaah dalam pembentukan keluarga harmonis
b.
a.
b.
4.
Ema lasmawati
Wali adhal karena faktor kafa’ah
a.
b.
5.
Aulia
Kafa’ah dalam perkawinan menurut kelurahan sirna rasa kecamatan tanjung
a.
b.
6.
Sutikno
Persepsi masyarakat
a.
jabodetabek tentang kesamaan agama dalam perkawinan. sedangkan penulis menjelaskan masalah konsep kafa’ah dan eksistensi dalam perkawinan masyarakat arab Skripsi ini hanya menjelaskan kafa’ah sebagai salah satu faktor menjadikan keluarga harmonis. Sedangkan penulis membahas masalah kafa’ah dan eksistensi dalam masyarakat arab Skripsi ini membahas tentang hukum adolnya wali tentang kafa’ah tapi tidak membahas masalah eksistensi kafa’ah dan konsep kafa’ah dalam masyarakat suku arab. Perbedaannya yaitu pembahasan kafa’ah disini lebih fokus pada konsep kafa’ah dan eksistensi dalam perkawinan masyarakat arab Skripsi ini membahas tentang persepsi masyarakat kelurahan sirna rasa kecamatan tanjung sari terhadap kafa’ah dalam pernikahan Perbedaannya yaitu skripsi ini membahas tentang konsep kafa’ah dan eksistensi pada perkawinan masyarakat arab Skripsi ini membahas tentang pendapat
12
lebaksiu-tegal terhadap kafa’ah dalam perkawinan
masyarakat lebaksiu tegal tentang kafa’ah dalam pernikahan b. Perbedaannya yaitu, skripsi ini membahas tentang konsep kafa’ah dan eksistensinya dalam perkawinan masyarakat keturunan Arab
E. Metodelogi Penelitian Dalam membahas masalah-masalah dalam penelitian ini, diperlukan suatu penelitian dalam pendekatan antropologi untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dan gambaran dari masalah tersebut secara jelas, tepat dan akurat. Ada beberapa metode yang akan penulis gunakan antara lain : 1. Jenis penelitian Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan ini adalah yang sumber datanya terutama diambil dari obyek penelitian (masyarakat atau komunitas sosial) secara langsung di daerahpenelitian.12 2. Sifat penelitian Penelitian ini bersifat analitik merupakan kelanjutan dari penelitian deskriptif yang bertujuan bukan hanya sekedar memaparkan karakteristik tertentu, tetapi juga menganalisisa dan menjelaskan mengapa atau bagaimana hal itu terjadi.
12
Yayan Sopyan, Buku Ajar: Pengantar Metodologi Penelitian, (t.t, 2010), h.32.
13
3. Sumber data a. Penelitian primer yaitu data yang di dapat dari hasil wawancara langsung dengan masyarakat dan dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara secara mendalam dengan menggunakan pokokpokok permasalahan sebagian pedoman wawancara. Pokok-pokok tersebut guna menghindari terjadinya penyimpangan dari pokok masa (waktu) penelitian selama wawancara.13 b. Penelitian sekunder dalam penelitian ini data yang digunakan penulis adalah data yang dikumpulkan oleh orang lain, pada waktu penelitian dimulai data telah tersedia.14 4. Teknik pengumpulan data a. Menggunakan metode observasi, yaitu dengan cara mengadakan analisa, pengamatan dan pencatatan secara terperinci serta sistematis tentang pelaksanaan kafa’ah menurut adat istiadat habaib di daerah kecamatan Condet Jakarta Timur. b. Interview (wawancara) adalah cara pengumpulan data yang dilakukan dengan bertanya dan mendengarkan jawaban langsung dari sumber utama data.15 c. Daftar pustaka
13
Skripsi Ratih Inggar Febrian, h.10. Tomi Hendra Purwaka, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Atmajaya, 2007), h.29. 15 Ronny Kountur, Metode Penelitian Hukum Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, h.186. 14
14
F. Sistematika Penulisan Agar penulisan skripsi ini menjadi sistematis, maka penulis membagi skripsi ini kedalam lima bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Pembahasan mengenai Latar Belakang Masalah, pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Studi Review Metodelogi Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan.
BAB II
kafa’ah dalam perkawinan : pengertian perkawinan, tujuan perkawinan, rukun dan syarat perkawinan, pengertian kafa’ah, ukuran kafa’ah pendapat ulama tentang kafa’ah
BAB III
Gambaran Kecamatan Kramat Jati
Jakarta Timur : Gambaran
umum daerah Jakarta Timur, urusan desentralisasi dibidang ekonomi, sosisal dan pendidikan, sejarah masyarakat Arab di wilayah Condet BAB IV
Pelaksanaan Konsep Kafa’ah Nasab : konsep kafa’ah nasab dalam masyarakat Arab di wilayah Condet, eksistensi kafa’ah nasab masyarakat keturunan Arab dizaman sekarang analisis penulis .
BAB V
Kesimpulan dan Saran
BAB II KAFA’AH DALAM PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan Perkawinan atau pernikahan dalam literature fiqih berbahasa Arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah ( )ﻧﻜﺎحdan zawaj ()زواج. Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang arab dan banyak terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi. Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam AlQur’an dengan arti kawin, seperti dalam QS.an-Nisa (4) : 3
(٣ : (٤) ) Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap anak yatim, maka kawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat orang, dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil, cukup satu orang.1 (Q.S. an-Nisa (4) : 3) Demikian pula banyak terdapat kata za-wa-ja dalam Al-Qur’an dalam arti kawin, seperti pada QS. al-Ahzab (33) : 37 :
1
Al-Quran dan Terjemahnya Kementrian Agama RI 2011, h. l 99.
15
16
)
(٣٧ : (٣٣) ْاﻷﺣﺰاب Maka tatkala zaid telah mengakhiri keperluan (menceraikan) istrinya kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) mantan istri-istri anak angkat mereka… (Q.S. al-Ahzab (33) : 37) Secara arti kata nikah berarti berarti “ bergabung ” ()ﺿﻢ, “hubungan kelamin” ( )وطءdan juga berarti “akad” ( )ﻋﻘﺪadanya dua kemungkinan arti ini karena kata nikah yang terdapat dalam Al-Qur’an memang mengandung dua arti tersebut. Kata nakah yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 230:
(٢٣٠ : (٢) ) اﻟﺒﻘﺮة
َُِﲢ ﱠﻞ ﻟﻪُ ِﻣ ْﻦ ﺑـَ ْﻌ ُﺪ ﺣَﱵ ﺗَـْﻨ ِﻜ ُﺢ زَْوﺟَﺎ َﻏ َﲑﻩ
Maka jika kami menalaknya (sesudah talak dua kali), maka perempuan itu tidak boleh lagi dinikahinya hingga perempuan itu kawin dengan laki-laki lain. (Q.S al-Baqarah (2) : 230) Mengandung arti hubungan kelamin dan bukan hanya sekedar akad nikah karena ada petunjuk dari hadis Nabi bahwa setelah akad nikah dengan laki-laki kedua perempuan itu belum boleh dinikahi oleh mantan suaminya kecuali suami yang kedua telah merasakan nikmatnya hubungan kelamin dengan perempuan tersebut. Tetapi dalam Al-Quran terdapat pula kata nikah dengan arti akad, seperti tersebut dalam firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 22:
17
: (٤ ) )
(٢٢
Dan janganlah kamu menikahi perempuan yang telah pernah dinikahi oleh ayahmu kecuali apa yang sudah berlalu. (Q.S. an-Nisa (4) : 22) Ayat tersebut mengandung arti bahwa perempuan yang dinikahi oleh ayahnya haram dinikahi dengan semata ayah telah melangsungkan akad nikah dengan perempuan tersebut meskipun diantara keduanya belum berlangsung hubungan kelamin.2 Lafaz nikah mengandung tiga macam arti : Pertama arti menurut bahasa, kedua menurut ahli ushul, ketiga arti menurut ulama fiqh. 1. Arti nikah menurut bahasa : berkumpul atau menindas. 2. Arti nikah menurut ahli ushul terdapat tiga macam pendapat : a. Nikah menurut arti aslinya adalah setubuh dan menurut arti madjazi ialah aqad yang dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita, dengan demikian menurut ahli ushul golongan Hanafi. b. Nikah menurut arti aslinya adalah aqad yang dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita, sedangkan menurut arti madjazi ialah setubuh, dengan demikian menurut ahli ushul golongan syafiiyah. c. Nikah bersyerikat artinya antara aqad dan setubuh, dengan demikian menurut abdul qasim azzadjjad, imam yahya, ibnu hazm dan sebagian 2
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Arti Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2011) h.35-36.
18
ahli ushul dari sahabat Abu Hanifah.3 Menurut istilah hukum Islam, terdapat beberapa definisi diantaranya adalah :
َﺣ ﱠﻞ ِ ُﻞ ﺑِﺎﻟْﻤ َْﺮاَةِ و ِ َﺎع اﻟﱠﺮﺟ ِ ْﻚ ا ْﺳﺘِ ْﻤﺘ َ ﺿ َﻌﻪُ اﻟﺸﱠﺎ ِرعُ ﻟِﻴُِﻔْﻴ َﺪ ِﻣﻠ َ اﻟﺰﱠوَا ُج ﺷ َْﺮﻋًﺎ ُﻫ َﻮ َﻋ ْﻘ ٌﺪ َو ُﻞ ِ َﺎع اﻟْﻤ َْﺮاَةِ ﺑِﺎﻟْﱠﺮﺟ ِ ا ْﺳﺘِ ْﻤﺘ Perkawinan menurut syara yaitu akad yang ditetapkan syara untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki. Abu yahya zakariya Al-Anshary mendefinisikan :
َِﺎح ا َْو َْﳓ ِﻮﻩ ٍ ْﻆ اِﻧْﻜ ِ ﻀ ﱠﻤ ُﻦ اِﺑَﺎ َﺣﺔَ َوﻃْ ِﺊ ﺑِﻠَﻔ َ َاﻟﻨﱢﻜَﺎ ُح ﺷ َْﺮ ًﻋﺎ ُﻫ َﻮ َﻋ ْﻘ ٌﺪ ﻳـَﺘ Nikah menurut istilah syara ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya. 4 Dalam kompilasi hukum Islam, pengertian perkawinan dan tujuan perkawinan dinyatakan pada pasal 2 dan 3 sebagai berikut : Pasal 2 Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Pasal 3 Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang 3
Ibrahim Husein, Fiqih Perbandingan Dalam Masalah Nikah-Thalaq-Rudjuk Dan Hukum Kewarisan, Definisi Nikah (Jakarta: Balai Penerbitan Dan Perpustakaan Islam, 1971), h. 65. 4 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, Dasar-Dasar Umum Perkawinan (Jakata: Kencana, 2010), h .8.
19
sakinah, mawaddah dan warahmah. 5 Menurut Sulaiman Rasjid nikah adalah salah satu asas pokok kehidupan yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan antara satu denganyang lainnya.6 Sayyid Sabiq lebih lanjut mengomentari perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.7 Dari bebarapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah sebuah peristiwa yang luar biasa dalam kehidupan masing-masing individu untuk membina sebuah rumah tangga dengan mengenal satu sama lain dan berharap menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah.
B. Tujuan Perkawinan Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera
5
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2010), h.144. 6 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Kitab Nikah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005), h.374. 7 Sayid Sabiq, Fiqih Al-Sunah, (Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam, 1985), h. 55-58.
20
dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir batin disebabkan terpenuhnya keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antara anggota keluarga. Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang perlu mendapat pemenuhan. Dalam pada itu manusia diciptakan Allah SWT untuk mengabdikan dirinya kepada kholiq penciptanya dengan segala aktivitas hidupnya. Pemenuhan naluri manusiawi manusia yang antara lain keperluan biologisnya termasuk aktivitas hidup, agar manusia menuruti tujuan kediamannya, Allah SWT mengatur hidup manusia dengan aturan perkawinan. Jadi aturan perkawinan menurut Islam merupakan tuntunan agama yang perlu mendapat perhatian, sehingga tujuan melangsungkan perkawinan pun hendaknya ditunjukkan untuk memenuhi petunjuk agama. Sehingga kalau di ringkas ada dua tujuan orang melangsungkan perkawinan ialah memenuhi nalurinya dan memenuhi petunjuk agama. Mengenai naluri manusia seperti tersebut pada ayat 14 surat Ali Imran :
(١٤ : (٣) ) Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak ….. (Q.S. Ali Imran (3) 14)
21
Dari ayat ini jelas bahwa manusia mempunyai kecenderungan terhadap cinta wanita, cinta anak keturunan dan cinta harta kekayaan. Dalam pada itu manusia mempunyai fitrah menganal kepada tuhan sebagaimana tersebut pada surat ar-Ruum ayat 30 :
(٣٠ : (٣٠) )اﻟﺮّ وم Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) tetaplah pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. ( itulah ) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. Ar-Ruum (30) : 30) Melihat tujuan di atas, dan memperhatikan uraian Imam AL-Ghazali dalam Ihyanya tentang faedah melangsungkan perkawinan, maka tujuan perkawinan itu dapat dikembangkan menjadi lima yaitu : 1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan. 2. Memenuhi
hajat
manusia
untuk
menyalurkan
syahwatnya
dan
menumpahkan kasih sayangnya. 3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan. 4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal. 5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.8 8
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, Tujuan Perkawinan (Jakata: Kencana, 2010),h. 24.
22
Adapun tujuan dari pernikahan menurut syariat Islam adalah untuk mencapai ketentraman hidup, bukan saja ketentraman antara suami dan istri tapi juga hubungan anak dan orang tua. Apabila pernikahan seorang anak telah direstui oleh orang tuannya, ketentraman bathin akan muncul dari ketua pasangan suami istri tersebut, sebaliknya jika awal perbentukan rumah tangga melalui perkawinan tidak di setujui oleh orang tua dan keluarga lainnya, suasana ketentraman dan keterangan tidak didapatkan dalam kehidupan rumah tangganya.9
C. Rukun dan Syarat Perkawinan Sah dan tidaknya suatu perkawinan ditentukan oleh terpenuhinya atau tidak semua rukun dan syarat perkawinan. Syarat dan rukun dalam sebuah hukum fikih merupakan hasil ijtihad ulama yang diformulasikan dari dalildalil nash serta kondisi objektif masyarakat setempat. Oleh karenanya itu mengapa para ulama dalam madzhab yang berbeda dalam banyak kasus tidak sama dalam merumuskan syarat dan rukun itu. Jadi, menambah atau mengurangi syarat dan rukun merupakan sesuatu yang niscaya. Para ulama berbeda pandangan tentang penentuan rukun dan syarat nikah. Menurut hanafiyah, rukun nikah hanya terdiri dari ijab dan Kabul saja. Bagi syafi’iyah, rukun perkawinan terdiri dari calon suami isteri, wali, dua orang saksi dan shighat [ijab-kabul]. Sedangkan menurut malikiyah berpendapat bahwa yang termasuk rukun nikah adalah wali, mahar calon suami-isteri dan shighat. 9
Idrus Alwi Almasyhur, Sekitar Kafa’ah Syarifah Dan Dasar Hukum Syari’ahnya, h. 14.
23
Sementara yang dipakai oleh penduduk Indonesia yang mayoritas bermadzhab syafi’i. yang menjadi rukun perkawinan bagi imam Syafi’i, menurut dan Peunoh Daly [1988] dan Ahmad Rafiq [1995] ada lima yakni : 1. Calon suami dengan syarat : beragama Islam, laki-laki, jelas orangnya, dapat memberikan persetujuan dan tidak terdapat halangan perkawinan. 2. Calon isteri dengan syarat : Bergama meskipun yahudi atau nasrani, perempuan, jelas orangnya, dapat diminta persetujuannya dan tidak terdapat halangan perkawinan. 3. Wali dengan syarat : laki-laki, dewasa, mempunyai hak perwalian dan tidak terdapat halangan perwaliannya. 4. Dua orang saksi dengan syarat : minimal dua orang laki-laki, hadir dalam ijab qabul, dapat mengerti maksud akad, Islam dan dewasa. 5. Lafadz Ijab dan Qabul yang merupakan ikrar yang menyaratkan kerelaan dan keinginan dari masing-masing pasangan calon suami isteri untuk mengikatkan dari masing-masing dalam ikatan rumah tangga. Syaratsyarat ijab-qabul : a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali, b. Adanya pernyataan penerimaan dari calon suami, c. Memakai kata-kata nikah, tazwij, atau terjemahan dari dua kata tersebut d. Antara Ijab dan Qabul bersambung e. Antara Ijab dan Qabul jelas maksudnya f. Orang yang berkaitan dengan Ijab dan Qabul tidak sedang dalam Ihram,Haji,Umrah
24
g. Majelis ijab dan Kabul itu harus dihadiri minimal 4 orang calon suami atau wakilnya, wali, dan dua orang saksi. Lafadz aqad menurut jumhur ulama, tambah Peunoh Daly [1988] harus mengandung kata nikah, tazwij atau maknanya, tidak boleh dari kata kiasan seperti kata halal, milik atau hibah. Ketika melakukan ijab-kabul, boleh dibalik, apakah ijab yang terlebih dahulu baru kemudian Kabul, atau sebaliknya. Suami disyaratkan tidak sedang melakukan ihram haji atau umrah, atas kemauannya sendiri, seorang laki-laki yang sudah tentu orangnya dan tahu bahwa calon isterinya itu halal baginya. Demikian juga syarat seorang isteri adalah tidak sedang berihram haji maupun umrah, seorang perempuan yang sudah tentu orangnya, tidak sedang dinikahi oleh laki-laki lain, tidak pula sedang ber-iddah. Wahbah az-Zuhaili sangat menekankan perlunya pemeriksaan kesehatan dokter atau ahli kesehatan untuk meyakinkan keduanya kesehatan calon untuk melangsungkan perkawinan.10 Dewasa ini hal ini sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi berbagai penyakit menular atau penyakit yang bisa mengganggu keharmonisan rumah tangga. Umpamanya penyakit kelamin atau penyakit yang lebih parah lagi, yakni terserang oleh virus yang menurunkan kekebalan tubuh seperti HIV atau AIDS yang mematikan.11 Keberadaan wali dalam perkawinan menurut hadis rasulullah mutlak 10
Yaswirman, Hukum Keluarga, Beberapa Syarat Perkawinan (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h.189. 11 HIV (Human Immunodefisiency Virus) Sebagai Penyebab Seseorang Menderita Penyakit Aids. Aids (Acquired Immunodefisiency Syndrome)
25
diperlukan. Salahsatu hadis rasulullah berbunyi : “ ﻻَ ﻧﻜﺎ َح اِﻻﱠ ﺑِﺎاﻟْﻮاﻟﻲtidak sah nikah tanpa adanya wali” (HR.Ahmad ). Menurut mazhab asy-syafi’I , izin wali termasuk rukun perkawinan, demikian juga mazhab maliki dan hambali. Imam malik mengecualikannya bagi yang bermartabat rendah seperti pezina boleh mengawinkan dirinya sendiri, dan bagi perempuan yang baik-baik harus ada izin walinya.12 Didalam Surah Al-Baqarah ayat 232, Allah berfirman :
) (٢٣٢ : (٢) اﻟﺒﻘﺮة “Dan jika kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin dengan orang yang akan menjadi suaminya.” (Q.S. al-Baqarah (2) : 232) Syarat dua orang saksi masih menurut Peunoh Daly [1988] adalah harus laki-laki, adil, muslim, merdeka, sehat akalnya dan baligh [dewasa]. Dan syarat wali adalah tidak sedang mengerjakan ihram, laki-laki, sudah dewasa, merdeka dan atas ikhtiar dan kemauanya sendiri. Semua syarat dan rukun perkawinan diatas haruslah terpenuhi. Dan apabila tidak terpenuhi maka 12
Abd al-Rahman al-Jaziri, Fiqh Al Mazahib al- Arba’ah, Mesir, Mathba’ah Tijariyah alKubra, h. 51.
26
perkawianan yang dilangsungkan tidak sah. Ada satu lagi yang penting dibicarakan dalam syarat perkawinan yaitu maskawin [mahar]. Walaupun memasukkannya sebagai syarat, tetapi mahar merupakan bagian yang integral dalam kontrak perkawinan. Tidak mungkin ada perkawinan tanpa adanya mahar. Mahar menjadi hak eksekutif mempelai perempuan setelah menikah dan ia bebas untuk mempergunakan sesuai keinginannya. Ada dua bentuk mahar, pertama mahar musammah, mahar yang disebutkan. Sebagaimana diimplikasikan oleh namnya, jumlah dan jenis mahar yang disetuju sebelum perkawinan disebutkan dalam kontrak perkawinan. Kedua mahar mitsil, mahar yang disamakan. Jumlahnya tidak disebutkan, dan ditetapkan kemudian berdasarkan kualitas pribadi mempelai perempuan, posisi keluarganya dan jumlah mahar yang diterima. 13 Syarat perkawinan ialah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun perkawinan, yaitu syarat-syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab Kabul 1. Syarat mempelai laki-laki/suami a. Bukan mahram dari calon istri b. Tidak terpaksa atau kemauan sendiri c. Orangnya tertentu jelas orangnya d. Tidak sedang ihram 2. Syarat mempelai perempuan
13
Yayan sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasional, (Jakarta: Graham Pena), h. 125.
27
a. Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak dalam masa iddah b. Merdeka, atas kemauan sendiri c. Jelas orangnya d. Tidak sedang berihram 3. Syarat wali a. Laki-laki b. Balig c. Waras akalnya d. Tidak di paksa e. Adil f. Tidak sedang ihram 4. Syarat saksi a. Laki-laki b. Balig c. Waras akalnya d. Adil e. Dapat mendengar dan melihat f. Bebas, tidak dipaksa g. Tidak sedang mengerjakan ihram 5. Syarat shigat Shigat akad nikah ialah perkataan yang di ucapkan oleh pihak calon suami dan pihak calon istri di waktu dilakukan akad nikah. Shigat akad
28
nikah terdiri atas “ijab ” dan “Kabul”. Ijab ialah pernyataan atau jawaban pihak calon suami bahwa ia siap dinikahkan dengan calon suaminya. “Kabul” ialah pernyataan atau jawaban pihak calon suami bahwa ia menerima kesediaan calon istrinya untuk menjadi istrinya.14 Shigat atau bentuk akad hendaknya dilakukan dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh orang yang melakukan akad, dan saksi, shigat hendaknya mempergunakan ucapan yang menunjukkan waktu akad dan saksi shigat hendaknya mempergunakan ucapan yang menunjukkan waktu akad dan saksi. Shigat hendaknya mempergunakan ucapan yang menunjukkan waktu lampau, atau salah seorang mempergunakan kalimat yang menunjukkan waktu lampau sedang lainnya dengan kalimat yang menunjukkan waktu yang akan datang. Mempelai laki-laki dapat meminta kepada wali pengantin perempuan : kawinkanlah saya dengan anak perempuan bapak “kemudian dijawab” : saya kawinkan dia (anak perempuannya denganmu”). Permintaan dan jawaban itu sudah berarti perkawinan. Shigat itu hendaknya terikat dengan bahasa tertentu supaya akad itu dapat berlaku.15
D. Pengertian Dan Ukuran Kafa’ah Kafa’ah yang berasal dari bahasa Arab dari kata ka-fa-a, berarti sama atau setara. Kata ini merupakan kata yang terpakai dalam bahasa arab dan 14
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974 ), h.74. 15 Slamet Abiding Dan Aminudin, Fiqih Munakahat, (Bandung : Pustaka Setia, 1999) h.68.
29
terdapat dalam al-quran dengan arti “sama” atau setara. Kata kufu atau kafa’ah dalam perkawinan mengandung arti bahwa perempuan harus sama atau setara dengan laki-laki. Sifat kafa’ah mengandung arti sifat yang terdapat pada perempuan yang dalam perkawinan sifat tersebut diperhitungkan harus ada pada laki-laki yang mengawininya. penentuan hak kafa’ah itu ditentukan oleh perempuan yang akan kawin sehingga bila dia akan dikawinkan oleh walinya dengan orang yang tidak seku-fu dengannya, dia dapat menolak atau tidak memberikan izin untuk dikawinkan oleh walinya. Sebaliknya dapat dikatakan sebagai hak wali yang akan menikahkan sehingga bila si anak perempuan kawin dengan laki-laki yang tidak se-kufu, wali dapat mengintervensinya
yang
untuk
selanjutnya
menuntut
pencegahan
berlangsungnya perkawinan itu.16 segolongan ulama termasuk imam Abu Hanifah An-Nu’man mengatakan bahwa seorang wanita manakala sudah pintar, dia berhak memilih calon suaminya sebagaimana laki-laki berhak memilih calon istrinya. Namun disisi lain sebagian ulama mengatakan bahwa seorang wali berhak memaksa anak gadisnya buat dikawinkan dengan lakilaki yang menjadi pilihan sang wali. Pertimbangannya karena mengingat perempuan yang masih berstatus gadis biasanya belum bisa membedakan lakilaki yang bagaimana yang patut menjadi suaminya. Jadi menurut pendapat pertama, seorang perempuan yang akan dikawinkan dalam keadaan belum baligh berhak menuntut pembatalan perkawinannya itu jika ternyata dia menganggap si calon suami tidak pantas baginya. Kendati dari satu sisi wanita 16
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia: Kafaah (Kesetaraan)Dalam Perkawinan, (Jakarta: Pustaka Grafika, 2011), h. 140.
30
diberi kebebasan memilih, namun dari sisi lain dia bisa saja dikawinkan meskipun belum baligh. Dengan kata lain, kebebasan memilih yang diberikan itu tidaklah sepenuhnya, melainkan setengah-setengah. Mestinya, seorang perempuan yang akan dikawinkan harus ditunggu dahulu masa balighnya dengan demikian, hal ini memberikan kesempatan kepadanya untuk menggunakan haknya pada saat yang tepat, saat ketika dia sudah siap mental dan jasmaninya.17 Pada asasnya tidak ada perbedaan diantara manusia, semua manusia adalah sama. Manusia dalam beribadat kepada Allah dan menyembah-Nya ada yang melaksanakan dengan sempurna ada yang dengan sederhana saja dan adapula yang tidak melaksanakannya dan sebagainya. Karena itu terjadilah perbedaan tingkat manusia disisi Allah, yang paling mulia disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa, berdasarkan firman Allah (Q.S al-Hujraat :13)
(١٣ : (٤٩) )اﻟﺤﺠﺮات Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.S. al Hujuraat (49) : 13). Demikian pula halnya dalam berusaha. Ada yang pemalas dan lalai 17
Al-Thahir Al-Hadad, Wanita Dalam Syariat Dan Masyarakat: Kebebasan Memilih, (Jakarta: Pustaka Firdaus), h. 61-62.
31
dalam bekerja dan ada pula yang rajin. Orang yang malas dan lalai selalu dalam keadaan merugi, mereka adalah orang-orang miskin. Sebaliknya orang rajin adalah orang yang berhasil dalam usahannya dan mereka adalah orangorang yang berada karena itu terlihat dalam masyarakat orang-orang yang miskin dan orang yang kaya. Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada hakikatnya manusia itu adalah sama tingkatannya disisi Allah s.w.t.18 Untuk menjamin langgengnya kerukunan antara suami dan istri, pergaulan yang harmonis, tetapnya saling pengertian dan terbinanya hubungan rumah tangga yang mesra, maka syariat Islam menginginkan dengan sangat, hendaknya suami itu yang sesuai (se-kufu) dengan istrinya dalam segala hal yang dinilai sebagai kemualiaan hidup manusia, khususnya yang ada kaitannya dengan status ekonomi dan sosial. Oleh karenanya kufu’ adalah faktor penting bagi langsungnya kehidupan berumah tangga. Bila disorot dari kedudukan suami sebagai pemimpin. Karena bila status ekonomi dan sosial suami lebih rendah dari istrinya, maka kedudukannya sebagai kepala keluarga pun menjadi lemah, dan kepemimpinannya bisa gagal, hingga bisa-bisa menjadi sebab retaknya hubungan mereka berdua kelak.19 Ada tiga sistem perkawinan yang terdapat di Indonesia, yakni system endogami, eksogami dan eleutherogami.20
18
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan: Sejodoh (Kafa-Ah), (Jakarta: Kramat Kwitang), h. 68-70. 19 Nabil Muhammad Taufik As-Samaluthi, Pengaruh Agama Terhadap Struktur Keluarga : kekesuaian (kufu), (Surabaya : Bina Ilmu 1987), h. 246. 20 Soerojo Wignjodipoero, Penghantar Dan Azas-Azas Hukum Adat, (Jakarta: Masagung, 1982), h.32.
32
1. Sistem endogami, yang mengharuskan seseorang mencari jodoh dilingkungan sosial, kerabat, kelas sosial atau lingkungan pemukiman. Sistem ini jarang terjadi di Indonesia. Pada masa lalu hanya ditemukan di tanah toraja. Tetapi dalam waktu dekat, demikian soerjo tanpa menjelaskan hubungan dengan daerah lain menjadi terbuka, lagi pula ia tidak sesuai dengan kekerabatan parental setempat. 2. Sistem eksogami, yang mengharuskan seseorang mencari jodoh diluar lingkungan sosial, kerabat, golongan sosial atau lingkungan pemukiman, seperti di daerah Gayo, Alas, Tapanuli, Minagkabau, Sumatera Selatan, Boru dan Seram. Dalam perkembangannya, sistem ini pun terlihat semakin lunak, sehingga larangan kawin se-suku diperlakukan pada lingkungan keluarga terbatas saja. 3. Sistem eleutherogami, yang pihak mengenal larangan-larangan seperti dua sistem di atas. Larangan terjadi jika ada ikatan keluarga senasab dan hubungan (mushaharah) seperti yang terdapat dalam Islam. System ini lebih merata terdapat di berbagai daerah hukum adat di Indonesia seperti Aceh, Sumatera Timur, Bangka Belitung, Kalimantan, Minahasa, Sulawesi, Ternate, Iran, Timor, Bali, Lombok dan seluruh Jawa dan Madura. Ukuran kafa’ah yang perlu diperhatikan dan menjadi ukuran adalah sikap hidup yang lurus dan sopan, bukan karena keturunan, pekerjaan, kekayaan dan sebagainya. Seorang lelaki yang sholeh walaupun dari keturunan rendah berhak menikah dengan perempuan yang berderajat tinggi. Laki-laki yang memiliki kebesaran apapun berhak menikah dengan perempuan yang memiliki derajat dan kemasyhuran yang tinggi. Begitu pula
33
laki-laki yang fakir sekalipun, ia berhak dan boleh menikah dengan perempuan yang kaya raya, asalkan laki-laki muslim dan dapat menjauhkan diri dari meminta-minta serta tidak seorang pun dari pihak walinya menghalangi atau menuntut pembatalan. Selain itu, ada kerelaan dari walinya yang mengakadkan dari pihak perempuannya.Akan tetapi jika laki-lakinya bukan dari golongan yang berbudi luhur dan jujur berarti tidak se-kufu dengan perempuan yang shalihah. Bagi perempuan shalihah jika dikawinkan oleh bapaknya dengan lelaki fasik kalau perempuannya masih gadis dan dipaksa oleh orang tuanya, maka ia boleh menuntut pembatalan.21 Hal lain yang dapat dijadikan ukuran dalam sejodoh ialah sebagaimana yang tersebut dalam hadits, yaitu harta, kebangsawanan dan kecantikan serta kegagahan. Yang dimaksud dengan harta ialah tingkat kekayaan dari seorang calon mempelai dan tingkat-tingkat kemampuan dalam mencari harta. Sekalipun tingkat kekayaan antara calon mempelai tetapi kadang-kadang besar juga pengaruhnya. Hal ini mungkin disebabkan keadaan yang melatar belakangi kehidupan calon-calon suami dan calon-calon isteri sebelum dilangsungkan perkawinan. Yang dimaksud dengan kebangsawan ialah tingkat-tingkat kedudukan seseorang didalam masyarakat. Tingkat kedudukan ini mungkin diperoleh karena jasa nenek moyangnya, jasa sendiri dalam masyarakat, atau karena ilmu pengetahuan yang dimiliki dan sebagainya. E. Pendapat Para Ulama Tentang Kafa’ah Dalam hal kedudukannya dalam perkawinan terdapat perbedaan
21
Abdulrahman Ghozali, Fiqih Munakahat: Kafa’ah Dalam Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 96-97.
34
pendapat di kalangan ulama. Jumhur ulama termasuk malikiyah, syafi’iyah dan Ahlu Ra’yi (Hanafiyah) dan satu riwayat dari Imam Ahmad berpendapat bahwa kafaah itu tidak termasuk syarat dalam pernikahan dalam arti kafa’ah itu hanya semata keutamaan dan sah pernikahan antara orang yang tidak sekufu. Alasan yang mereka gunakan ialah firman Allah surat Al-Hujuraat ayat 13:
س إِﻧﱠﺎ َﺧﻠَ ْﻘﻨَﺎ ُﻛ ْﻢ ِﻣ ْﻦ ذَ َﻛ ٍﺮ َوأُﻧْـﺜَﻰ َو َﺟ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ُﻛ ْﻢ ُﺷﻌُﻮﺑًﺎ َوﻗَـﺒَﺎﺋِ َﻞ ﻟِﺘَـﻌَﺎ َرﻓُﻮا إِ ﱠن ُ ﻳَﺎ أَﻳـﱡﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺎ (١٣ : (٤٩) ﺧﺒِﲑٌ )اﻟﺤﺠﺮات َ أَ ْﻛَﺮَﻣ ُﻜ ْﻢ ِﻋْﻨ َﺪ اﻟﻠﱠ ِﻪ أَﺗْـﻘَﺎ ُﻛ ْﻢ إِ ﱠن اﻟﻠﱠﻪَ َﻋﻠِﻴ ٌﻢ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. al-Hujuraat (49):13)
Sebagian ulama termasuk satu riwayat dari ahmad mengatakan bahwa kafa’ah itu termasuk syarat sahnya perkawinan, artinya tidak sah perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang tidak se-kufu. Dalil yang digunakan oleh kelompok ulama ini adalah sepotong hadis Nabi yang diriwayatkan oleh AlDar Quthniy yang dianggap lemah oleh kebanyakan ulama yang berbunyi :
ﻜﺤُﻮْا اﻟﻨﱢﺴَﺎء اِﻻﱠ ِﻣ َﻦ اﻻَ ْﻛﻔَﺎء َوﻻَ ﺗـُﺰﱢَوﺟ ُْﻮ ُﻫ ﱠﻦ اِﻻّ ِﻣ َﻦ ْاﻻ َْوﻟِﻴَﺎ ِء ِ َﻻ ﺗَـْﻨ Janganlah kamu mengawinkan perempuan kecuali yang se-kufu dan jangan mereka dikawinkan kecuali dari walinya. Dalam kriteria yang digunakan untuk menentukan kafa’ah, ulama berbeda pendapat yang secara lengkap diuraikan oleh al-Jaziriy sebagai berikut:22 22
Abdul Al-Rahman, Al-jaziriy, Fiqh Al Mazahib Al- Arba’ah, Mesir, Mathba’ah Tijariyah Al-Kubra, h. 54-61.
35
1. Menurut ulama hanafiyah yang menjadi dasar kafa’ah adalah : a. Nasab yaitu keturunan atau kebangsaan. b. Islam, yaitu dalam silsilah kekerabatnya banyak beragama Islam. c. Hirfah, yaitu profesi dalam kehidupan. d. Diyanah atau tingkat kualitas keberagamaannya dalam Islam. e. Kemerdekaan dirinya f. Kekayaan 2. Menurut ulama Malikiyah yang menjadi kriteria kafa’ah hanyalah diniyah atau kualitas keberagamaan dan bebas dari cacat fisik. 3. Menurut ulama Syafi’iyah yang menjadi kriteria kafa’ah itu adalah : a. Kebangsaan atau nasab b. Kualitas keberagamaan c. Kemerdekaan d. Usaha atau profesi 4. Menurut ulama Hanabilah yang menjadi kriteria kafa’ah itu adalah : a. Kualitas agama b. Usaha atau profesi c. Kekayaan d. Kemerdekaan diri e. Kebangsaan Sepakat ulama menempatkan dien atau diyanah yang berarti tingkat ketaatan beragama sebagai kriteria kafa’ah bahkan menurut ulama Malikiyah
36
hanya inilah satu-satunya yang dapat dijadikan kriteria kafa’ah itu.23 Kesepakatan tersebut didasarkan kepada firman Allah yang disebutkan diatas juga dengan fiman Allah dalam surat as-sajdah 18 :
)اﻟﺴّﺠﺪة (١٨ : (٣٢)
Orang-orang yang beriman tidaklah seperti orang-orang fasik mereka tidaklah sama. (Q.S al-Sadjah (32) : 18) Diantara ulama yang sepakat ini kebanyakan tidak menempatkan sebagai syarat. Kafa’ah dalam hal ini hanyalah keutamaan bila dibandingkan dengan yang lain. Dalam mengambil menantu umpamanya bila di kompetisi antara yang taat dengan yang biasa-biasa saja maka harus didahulukan yang taat. Dalam menempatkan nasab atau kebangsaan sebagai kriteria kafa’ah ulama berbeda pendapat. Jumhur Ulama menempatkan kafa’ah atau kebangsaan sebagai kriteria dalam kafa’ah. Dalam pandangan ini orang yang bukan arab tidak setara dengan orang arab. Ketinggian nasab orang arab itu menurut mereka karena nabi sendiri adalah orang arab. Bahkan diantara sesama orang arab, Kabilah Quraeisy lebih utama dibandingkan dengan bukan qureisy. Alasannya seperti tadi yaitu nabi sendiri adalah dari kabilah Qureisy. Imam Syafi’i berkata : boleh bagi bapak menikahkan perawan apabila pernikahan itu menguntungkannya atau tidak merugikan dirinya, namun tidak diperbolehkan apabila pernikahan itu merugikan dirinya atau berdampak negatif baginya. Apabila seorang bapak menikahkan anak perempuannya
23
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Kafa’ah Dalam Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 141-142.
37
dengan budak miliknya atau milik orang lain, maka pernikahan ini tidak diperbolehkan, sebab budak tidak sekufu (tidak sepadan) dengannya dan hal ini menimbulkan kerugian bagi wanita yang dinikahkan. Begitu pula hukumnya apabila bapak menikahkan anak perempuannya dengan laki-laki yang tidak sekufu, karena hal ini juga membawa kerugian pada diri si anak. Jika bapak mengawinkan anak perempuannya dengan laki-laki sekufu (sepadan) namun dia menderita kusta, belang, gila, atau kemaluannnya telah di kebiri, maka pernikahan inipun tidak diperbolehkan. Karena apabila anak perempuan tadi telah balig, maka ia memiliki hak untuk memilih antara menerima pernikahan atau menolaknya disaat ia mengetahui si laki-laki menderita salah satu diantara penyakit terebut.24 Sebagian ulama tidak menempatkan kebangsan itu sebagai kriteria yang mentukan dalam kafa’ah. Disamping mereka berdalil dengan ayat yang disebutkan diatas mereka juga berpedoman kepada kenyataan banyaknya terjadi perkawinan antar bangsa di eaktu nabi masih hidup dan nabi tidak mempesoalkannya. Diantaranya adalah hadist yang Muttafaq Alaih bunyinya :
ُﺲ اَ ْن ﺗَـْﻨ ِﻜ َﺢ اُ َﺳﺎ َﻣﺔَ ﺑِ ْﻦ َزﻳْ ٍﺪ َﻣ ْﻮَﻻﻩ َ ﺖ ﻗَـْﻴ ُ ْل اﷲِ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ ِﻢ ﻓَﺎ ِﻃ َﻤﺔُ ﺑِْﻨ ُ َرﺳُﻮ ﻓَـﻨَ َﻜ َﺤ َﻬﺎ ﺑﺎﻣﺮﻩ Nabi Muhammad saw. Menyuruh Fatimah binti qeis untuk kawin dengan usamah bin zaid, hambasahaya nabi, maka usmah mengawini perempuan itu dengan suruhan nabi tersebut.25 (HR.Muttafaq Alaih) Demikian pula ulama berbeda pendapat dalam kekayaan sebagai 24
Imam Syafi’i Abdullah Muhammad bin Idris, Ringkasan Al Umm, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2004), h. 362. 25 Ibnu Hajar, Al-Asqalani, Bulughul Maram, Kafa’ah Dan Khiyar, (Jakarta: Akbar Media,2010), h.272.
38
kriteria kafa’ah. Sebagian ulama diantara imam ahmad dalam salah satu riwayatnya berpendapat bahwa kekayaan itu merupakan salah satu syarat kafa’ah. Hal ini berarti laki-laki yang akan mengawini seorang perempuan hendaknya kekayaan yang dimilikinya tidak kurang dari kekayaan pihak perempuan. Yang dijadikan dalil oleh kelompok ini adalah hadis nabi dari samrah yang di keluarkan oleh Ahmad yang berbunyi :
ﰲ َﻫ ِﺬﻩِ اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ َﻫ َﺬا اﻟْ َﻤ ِﺎل ْ ِ ﺎس ﺑـَْﻴـﻨَـ ُﻬ ْﻢ ِ ﺐ اﻟﻨﱠ َ ﺎل اِ ﱠن اَ ْﺣ َﺴ َ َﺎل َو ﻗ ُ ﺐ اﻟْ َﻤ ُ اﳊَْ ْﺴ Derajat seseorang terletak pada harta. Yang paling berharga manusia diantara mereka di dunia ini adalah harta ini. (HR.Ahmad) Dari riwayat kedua yang didukung sebagian ulama berpendapat bahwa kekayaan dan harta itu tidak dapat dijadikan syarat kafa’ah. Karena kurang harta itu kadang-kadang menyebabkan tinggi kualitas keberagamaan seseorang. Dalil yang di pegang golongan ulama ini adalah doa nabi berasal dari anas menurut riwayat Al-Tirmiziy yang berbunyi :
ﲔ ً ْ ِﲏ ِﻣ ْﺴ ِﻜْﻴـﻨًﺎ َو ا ُﻣْﺘ ِﲏ ِﻣ ْﺴ ِﻜ ِْ اﻟﻠﱠ ُﻬ ﱠﻢ اَ ْﺣﻴ Ya Allah hidupkan saya dalam keadaan miskin dan dan matikan saya dalam keadaan miskin. (HR.Tirmiziy) Kedudukan usaha atau profesi sebagai syarat kafa’ah juga menjadi perbincangan di kalangan ulama. Ulama yang menjadikannya sebagai kriteria berdalil dengan hadis yang kebanyakan ulama tidak menilainya sebagai hadis sahih yang bunyinya (Ibnu Qudamah:38 ):
ﺾ اَ ْﻛ َﻔﺎءٌ اِﱠﻻ َﺣﺎﺋِﻜًﺎ اَْو َﺣﺠﱠﺎ ًﻣﺎ ٍ ﻀ ُﻬ ْﻢ ﻟِﺒَـ ْﻌ ُ ب ﺑـَ ْﻌ ُ اﻟْ َﻌَﺮ
39
Orang arab itu sekufu sesamanya kecuali tukang jahit dan tukang bekam.26 (HR.al-Hakim) Kafa’ah yang menjadi perbincangan hampir di semua kitab fiqih sama sekali tidak di singgung oleh undang-undang perkawinan dan disinggung sekilas dalam KHI, yaitu pada pasal 61 dalam membicarakan pencegahan perkawinan dan yang diakui sebagai kriteria kafa’ah itu adalah apa yang telah menjadi kesepakatan ulama, yaitu kualitas keberagamaan.27 Pasal 61 Tidak se-kufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak se-kufu karena perbedaan agama atau ikhtilafu al-dien.28 Oleh karenannya konsep kafa’ah yang masih memprioritaskan nasab bertentangan dengan peraturan yang terdapat didalam kompilasi hukum Islam yang hanya bersandar pada agama yang artinya bahwa, tidak ada pencegahan perkawinan atas dasar tidak se-kufu kecuali memiliki perbedaan agama.
26
Ibnu Hajar, Al-Asqalani, Bulughul Maram, Kafa’ah Dan Khiyar, (Jakarta: Akbar Media, 2010), h.272. 27 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Kafa’ah Dalam Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 143-144. 28 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2010), h.127.
BAB III GAMBARAN LOKASI KECAMATAN KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR A. Gambaran Umum Daerah Kramat Jati1 1. Batas-batas wilayah Berdasarkan surat keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor D.I7805/a/30/75 yang kemudian diperbaharui dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1227 tahun 1989, batas-batas wilayah kramat jati adalah sebagai berikut : Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Jatinegara kota administrasi Jakarta Timur Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Makasar kota adaministrasi Jakarta Timur Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Ciracas dan Pasar Rebo kota Administrasi Jakarta Timur Barat : berbatasan dengan Kecamatan Pasar Minggu kota administrasi Jakarta Timur 2. Luas wilayah Sesuai dengan surat keputusan gubernur kepala daerah propinsi DKI Jakarta Nomor 561 tahun 1079 tentang pemecahan dan pengembangan wilayah dan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 1251 tahun 1985 tentang perubahan batas-batas wilayah kelurahan SK Gubernur Nomor 891 tahun 1987 mengenai pembentukan perwakilan 1
Laporan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Laporan Bulan Februari Tahun 2015 Kec.Kramat Jati Kota Administrasi Jakarta Timur h.6-33.
39
40
Kecamatan di DKI Jakarta sebagai realisasi dari UU Nomor 60 tahun 1990 tentang pembentukan 13 (tiga belas) Kecamatan Perwakilan di DKI Jakarta menjadi Kecamatan definitif, diantaranya Wilayah Kecamatan Kramat Jati. Kecamatan Kramat Jati terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 1227 tahun 1989 tertinggal 18 Juni 1989, luas wilayah seluruhnya menjadi 1.333,46 Ha, yang terbagi menjadi 7 kelurahan sebagai berikut : No
Kelurahan
Luas wilayah
Rt
Rw
1
CAWANG
179,04
121
12
2
CILILITAN
179,75
130
16
3
KRAMAT JATI
151,58
108
10
4
BATU AMPAR
255,03
86
6
5
BALEKAMBANG
167,45
53
5
6
TENGAH
202,52
89
10
7
DUKUH
198,09
66
6
Jumlah
1333,46
653
65
Dari tujuh kelurahan, wilayah kecamatan Kramat Jati terdiri dari 653 Rukun Tetangga (RT) dan 65 Rukun Warga (RW). Dengan penduduk pada bulan januari 2015 sebanyak 287.257 jiwa, yang terdiri dari : a. Warga Negara Indonesia (WNI) : 287.245 jiwa. b. Warga Negara Asing (WNA) Dengan perincian jenis kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan
: 146.410 jiwa : 140.476 jiwa
:
12 jiwa.
41
B. Urusan Desentralisasi (Pendidikan, Sosial Dan Ekonomi ) 1. Bidang Pendidikan a. Sarana Pendidikan Sebagai
sarana
pendukung
peningkatan
pembelajaran
dan
pengetahuan pada anak-anak usia sekolah, di kecamatan kramat jati terdapat sarana pendidikan sekolah dari TK sampai dengan perguruan tinggi. Jumlah masing-masing jenis sekolah menurut kelurahan adalah sebagai berikut : No.
Kelurahan
Jenis Sekolah TK RA SD MI SLTP MTS SLTA MA PT
JML
1 Cawang
3
1
9
0
4
0
3
0
2
22
2 Cililitan
3
1
7
0
4
0
4
0
0
19
3 Kramat jati
4
1
14
2
4
0
3
1
1
30
4 Batu ampar
3
1
9
1
3
1
2
1
0
21
5 Balekambang
4
1
8
0
3
1
4
0
0
21
6 Tengah
2
1
6
2
2
0
4
0
0
17
7 Dukuh
2
1
6
0
4
0
2
0
0
15
21
7
59
5
24
2
22
2
3
145
JUMLAH
b. Usaha kesehatan sekolah (UKS) Pembinaan pendidikan diwilayah ramat jati salah satunya adalah dengan pembinaan usaha-usaha kesehatan sekolah (UKS). UKS adalah salah satu wahana untuk meningkatkan hidup sehat dengan membentuk prilaku hidup sehat anak usia sekolah. Salah satu pembinaan UKS di tingkat kecamatan Kramat Jati adalah melalui lomba sekolah sehat bekerja sama dengan sektor terkait. Yang tergabung dalam suatu tim
42
Pembina usaha kesehatan sekolah (TP-UKS) Tingkat Kramat Jati. No.
Kegiatan
Hasil
Keterangan
1
Penataan dokter cilik
Terselenggara dengan baik bekerja sama dengan puskesmas
2
Imunisasi anak sekolah
Terselenggara dengan baik bekerja sama dengan puskesmas
3
Penataan KKR
Terselenggara dengan baik
4
Pemeriksaan HB darah
Terselenggara dengan baik
2. Bidang Sosial Data populasi penyadang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di wilayah kecamatan Kramat Jati sampai dengan bulan Februari 2015 sebagai berikut : No.
Jenis PMKS
1 2 3 4
Anak terlantar Anak jalanan Anak nakal Bekas korban penyalah gunaan narkoba Bekas narapidana Gelandangan Pengemis WTS Lanjut usia terlantar Penyandang cacat - cacat tubuh (tuna daksa) - cacat mental restardasi (Tuna Graha) - cacat netra - cacat tuli bisu (tuna rungu wicara ) - bekas penyakit kusta - mental retardasi - bekas pendeta gangguan jiwa Waria Data miskin Jumlah
5 6 7 8 9 10
11 12
Jumlah (jiwa) 0 40 25 0 9 5 2 10 5 2 4.214 4.312
Keterangan
43
No. 1 2 3 4 5 6
Kondisi Gedung karang taruna Panti pijat tuna netra dan non tuna netra Rumah singgah Pusat santunan dalam keluarga (PUSAKA) Panti tresna werdha (panti lanjut usia) Panti loka bina karya Jumlah
Jumlah 5 6 1 2 9 2 25
Kegiatan sosial ekonomi, kesehatan dan keterlampilan yang dilaksanakan diwilayah kecamatan kramat jati melalui seksi sosial antara lain meliputi : a. Pelaksanaan kegiatan safari kegiatan banjir ke kelurahan cawing dan kelurahan cililitan b. Pembinaan dan monitoring karang taruna kecamatan kramat jati di tiap kelurahan c. Pembinaan danmonitoring pekerja sosial masyarakat kecamatan kramat jati tiap-tiap yayasan yang terbentuk 3. Bidang ekonomi a. Perikanan dan Perternakan Data kelompok-kelompok tani ternak sapi perah yang terdapat di wilayah kecamatan kramat jati adalah sebagai berikut : No. 1
Nama peternak Asmat
2
Ahoda
3
Mat Edi
4
Sahroni
Alamat Jl.B.ampar RT.06/06 kel.Batu Ampar RT.08/06 kel.B.Ampar RT.04/05 kel.Cililitan RT. 02/02 .kel.Balekambang
Populasi ekor Produksi/ltr/hr jantan betina 6 12 45
7
8
27
7
7
25
4
3
12
44
5
Salim Reza
6
H.Samin
7
Suyatno
8
Salim Reza
9
Abdul Rosyid
RT. 11/02 kel.Balekambang RT.04/05 kel. Balekambang RT.04/05 kel.Balekambang RT.11/02 kel. Balekambang RT.15/05, kel.Cililitan
5
12
28
4
4
18
4
5
20
21
120
38
2
5
3
Data usaha kambing dan domba potong yang terdapat di wilayah kecamatan kramat jati adalah sebagai berikut : No. 1
Nama peternak Abd.Rosyid
2
H.Sarbini
3
Yunus
4
Sumadi
5
Tohar
6
Ahyat
7
Nur hasan
8
H.sayadi
9
Marta
10
Maman
Alamat RT.15/05, kel.cililitan RT.08/06 kel.B.ampar RT.06/08 kel. Batuampar RT. 16/05 .kel. Batuampar RT. 06/05 kel. Batuampar RT.11/02 kel. Bale kambang RT.02/05 kel.balekambang RT.07/04 kel.balekambang RT.06/02, kel.dukuh RT. 07/08 kel.tengah
Populasi ekor Keterangan jantan betina 25 10 37
16
-
10
3
-
12
5
-
8
2
-
12
-
-
-
6
-
12
3
-
8
-
-
7
-
-
Dikecamatan kramat jati terdapat tepat pemotongan hewan (TPH) milik H. Abdul Rosyid yang terletak di jalan olahraga 1RT 06 RW. 15 kelurahan cililitan. TPH ini sudah berizin dari dinas kelautan dan pertanian DKI Jakarta dan setiap bulan memberikan PAD ke kas daerah.
45
b. Pariwisata Tempat hiburan dan rekreasi wilayah kecamatan kramat jati sampai saat ini belum memadai. Data jumlah tempat hiburan berdasarkan jenisnya yang ada saat ini adalah sebagai berikut :
No. Jenis tempat hiburan
Jumlah
Keterangan
1
Bioskop
1
-
2
Hotel
3
-
3
Losmen
0
-
4
Taman hiburan
0
-
5
Billiard
4
-
6
Panti pijat tradisional
7
-
7
Diskotik
0
-
8
Bar
0
-
9
Pusat perbelanjaan
3
-
Jumlah
18
-
C. Sejarah Singkat Masyarakat Arab di Wilayah Condet Dari keterangan seorang keturunan Sayyid yang bernama Abdul Qadir Al-Kaff beliau mengatakan bahwa sejarahnya dulu kakek beliau adalah seorang tokoh ulama di Condet ini yang bernama Muhammad Al-Hadad beliau mendirikan yayasan anak yatim yang bernama al-hawi yang sekarang ini di pimpin oleh Habib Ismail Abdul Qadir bin Ahmad bin Muhammad Al-Hadad beliau lah yang mendirikan sebuah yayasan yatim piatu yang bernama Al-Hawi dan dahulu di Kramat Jati ada seorang tokoh ulama dari kalangan Sayyib yang baernama habib muhsin bin Muhammad Al-Athas jadi zaman dahulu memang
46
mereka berdakwah dan juga berdagang dengan menyebarkan syariat Islam sehingga banyak keturunan Sayyid yang tinggal di daerah Condet. Oleh karenanya dizaman sekarang ini banyak masyarakat keturunan arab yang tinggal di wilayah Condet untuk berdagang dan berdakwah. 2
2
Wawancara dengan Bapk Abdul Qadir Al-kaff, 25 Mei 2015, Pukul 07.41.
BAB IV PELAKSANAAN KONSEP KAFA’AH NASAB
A. Konsep Kafa’ah Nasab
Dalam Perkawinan Masyarakat Arab Di
Wilayah Condet. 1. Konsep Kafa’ah Nasab Menurut Keluarga Alawiyin Semua Imam madzhab dalam ahlu sunnah wal jamaah sepakat akan adanya
kafa’ah
walaupun
mereka
berbeda
pandangan
dalam
menerapkannya. Salah satu yang menjadi perbedaan tersebut adalah dalam masalah keturunan atau (nasab).1 Dalam hal ini secara lebih jelas ibnu Al-Arabi sebagaimana dikutip oleh Al-Qurthubi menjelaskan bahwa nasab adalah sebuah istilah yang menggambarkan proses bercampurannya sperma laki-laki dan ovum seorang wanita atas dasar ketentuan syariat, jika melakukan dengan cara maksiat, hal itu tidak lebih dari sekedar reproduksi biasa, bukan merupakan nasab yang benar, sehingga
tidak bisa masuk dalam ayat
tahrim, maksudnya tidak ada pengaruh dalam masalah hubungan haram dan tidak haram untuk menikah, juga tidak berakibat adanya kewajiban iddah, sehingga seorang wanita yang hamil bukan karena nikah, melainkan dalam kasus married by accident, maka untuk menikah tidak perlu menunggu lahir anaknya. Demikian juga dalam masalah haramnya menikahi anak tiri yang ibunya telah dinikahi oleh seorang dan telah 1
Idrus Alwi Almasyhur, Sekitar Kafa’ah Syarifah Dan Dasar Hukum Syari’ahnya, h.18.
47
48
digauli, anak itu telah menjadi haram untuk dinikahi oleh lelaki yang menikahi ibu kandungnya dan telah menggaulinya. Hal ini jika menggauli atau hubungan badannya diawali dengan nikah. Lain halnya jika hubungan badan dengan seorang janda beranak satu perempuan itu tanpa akad nikah, maka tidak berpengaruh pada keharaman menikahi anak perempuannya. Demikian maksudnya dari ayat tahrim dimaksud. dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kata nasab secara bahasa berarti keturuan atau kerabat.bahkan secara tegas Su’di Abu Habib mengatakan bahwa arti kata nasab sama dengan kerabat.2 Kata nasab juga disebutkan juga dalam Surah Al-furqan ayat 54 sebagai berikut:
(٥٤ : (٢٥) )اﻟﻔﺮﻗﺎن Dan dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan musharah (hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan) dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.3(Q.S. al-Furqon (25) : 54) Dalam keturunan orang arab adalah kata kufu’ antara satu dengan yang lainnya. Begitu pula halnya orang Quraisy dengan Quraisy yang lainnya. Karena itu laki-laki yang bukan Arab (Ajam) tidak sekufu’ dengan wanita-wanita Arab. Laki-laki Arab tetapi bukan dari golongan Quraisy tidak sekufu dengan wanita Quraisy. Hal tersebut berdasarkan
2
Nurul Irfan, Nasab Dan Status Anak Dalam Hukum Islam, Hubungan Nasab Dalam Hukum Islam, (Jakarta: Amzah 2012), h. 28-29. 3 Al-Quran dan Terjemahnya, Kementerian Agama RI 2011.
49
hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, bahwa Rasullallah SAW bersabda :
ٌﻀﻪُ اَﻛِﻔﱠﺎء ُ َاﱄ ﺑـَ ْﻌ ْ ُِﻞ وَاﻟْ ُﻤﻮ ٍ ْﺾ ﻗَﻠﺒِﻠَﺔٌ ﺑَِﻘﺒِﻠَ ٍﺔ َوَر ُﺟ ٌﻞ ﺑَِﺮﺟ ٍ ﻀ ُﻬ ْﻢ اَﻛِﻔﱠﺎءٌ ﻟِﺒَـﻌ َ َب ﺑـَ ْﻌ ُ اﻟْ َﻌﺮ ِﻚ ا َْو ِﺣﺠَﺎ ٌم ٌ ُﻞ اِﻻﱠ ﺣَﺎﺋ ٍ ْﺾ ﻗَﻠﺒِﻠَﺔٌ ﺑَِﻘﺒِﻠَ ٍﺔ َوَر ُﺟ ٌﻞ ﺑَِﺮﺟ ٍ ﻟِﺒَـﻌ Orang arab adalah setara sebagian mereka dengan sebagian yang lain, kabilah dengan kabilah, laki-laki dengan laki-laki para budak setara dengan sebagian mereka, kabilah dengan kabilah, laki-laki dengan lakilaki, kecuali penipu api ataupun tukang bekam.4 (HR. al-Hakim) Oleh karena itu keluarga keturunan Arab dari golongan alawiyin yang bernama Abdul Qadir Al-Kaff berpendapat konsep kafa’ah nasab di dalam keluarga Alawiyin itu memerlukan dan memprioritaskan nasabnya sebab sifatnya berdakwah membaur untuk berdakwah dan tujuan dilakukannya kafa’ah tersebut adalah menjaga keturunan dan memelihara garis keturunan yang sudah di amanahkan oleh Rasulullah. Untuk itu cara mereka meneruskan garis keturunan Rasullullah adalah dengan cara menikahkan seorang sayyid dengan syarifah. seorang sayyid adalah seseorang yang termasuk keluarga alawiyin yang tercatat dalam sebuah lembaga di daerah simatupang yang bernama Rabithah Alawiyah dan terdapat pendataan nasab di masing-masing sayyid sehingga memiliki legalitas dan bukan sembarangan. Oleh karenanya sulit bagi kita untuk
4
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam, Kesetaraan Dalam Pernikahan ,(Jakarta: Gema Insani, 2011), h.216.
50
mengemban amanah tersebut yang merupakan kenikmatan Allah swt. 5 Dan di kalangan syarifah pun jika berbicara masalah konsep kafa’ah yang terdapat di keluarganya masih memprioritaskan keturunan atau nasab yang harus sama dengan dzurriyah karena itu adalah kewajibannya untuk menjaga garis keturunan Rasulullah alasannya adalah seperti yang rasul sabdakan “sesungguhnya telah aku tinggalkan untukmu sesuatu yang kalian ambil, kalian tidak akan tersesat sepeninggalku, yaitu astaqalain. Salah satunya lebih besar dari pada yang lain. Pertama kitab Allah sebagai tali yang terbentang di antara langit dan bumi kedua keluargaku Ahlul Baitku. Hadist tersebutlah yang diajarkan di dalam keluarganya. Oleh karenanya pelaksanaan kafa’ah dengan memprioritaskan nasab tersebut masih digenggamnya dan diajarkannya kepada ahli warisnya atau anakanaknya sehingga mereka mengerti dan mengetahui siapa dirinya serta silsilahnya karena, dizaman sekarang sudah banyak seorang anak habaib yang tidak tau silsilah nasabnya kepada Rasulullah dikarenakan pergaulannya dan kurang perhatian dan bimbingan dari orang tuanya.6 2. Kriteria Kafa’ah di dalam Keluarga Sayyid Sufyan tsauri dan Ahmad berpendapat bahwa wanita arab tidak boleh kawin dengan lelaki mantan hamba sahaya. Abu Hanifah dan para pengikutnya berpendapat bahwa wanita quraisy tidak boleh kawin kecuali dengan lelaki quraisy, wanita arab tidak boleh 5
Wawancara dengan Abdul Qadir Al-Kaff Seorang Sayyid, Tanggal 25 Mei 2015 Pukul
07.41. 6
Wawancara Dengan Umi Fathimah Bin Muhammad Al-Idrus, Tanggal 23 Mei 2015 Pukul 13.34.
51
kawin kecuali dengan lelaki arab pula. Pendapat ini disebabkan berbeda pemahaman dalam sabda Nabi Saw:
ْﺗُ ْﻨﻜِﺢُ اﻟ Artinya : wanita itu di kawin karena agamanya, kecantikannya, harta, dan keturunannya. Maka carilah wanita yang taat kepada agama, niscaya akan beruntung tangan kananmu.7(HR. Bukhari dan Abu Dawud). Dalam kriteria yang digunakan untuk menentukan kafa’ah, ulama berbeda pendapat yang secara lengkap diuraikan oleh al-Jaziriy sebagai berikut:8 a. Menurut ulama hanafiyah yang menjadi dasar kafa’ah adalah : 1. Nasab yaitu keturunan atau kebangsaan. 2. Islam, yaitu dalam silsilah kekerabatnya banyak beragama Islam. 3. Hirfah, yaitu profesi dalam kehidupan. 4. Diyanah atau tingkat kualitas keberagamaannya dalam Islam. 5. Kemerdekaan dirinya 6. Kekayaan b. Menurut ulama malikiyah yang menjadi kriteria kafa’ah hanyalah diniyah atau kualitas keberagamaan dan bebas dari cacat fisik. c. Menurut ulama syafi’iyah yang menjadi kriteria kafa’ah itu adalah : 1. Kebangsaan atau nasab 2. Kualitas keberagamaan 3. Kemerdekaan 7
h.427.
8
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pengertian Ka’ah (Jakarta, Pustaka Amani, 2007),
Abdul Al-Rahman,Al-Jaziriy, Fiqh Al Mazahib Al- Arba’ah, Mesir, Mathba’ah Tijariyah Al-Kubra,h. 54-61.
52
4. Usaha dan profesi d. Menurut ulama hanabilah yang menjadi kriteria kafa’ah itu adalah : 1. Kualitas agama 2. Usaha atau profesi 3. Kekayaan 4. Kemerdekaan diri 5. Kebangsaan Sepakat ulama menempatkan dien atau diyanah yang berarti tingkat ketaatan beragama sebagai kriteria kafa’ah bahkan menurut ulama malikiyah hanya inilah satu-satunya yang dapat dijadikan kriteria kafa’ah itu. Sedangkan kriteria kafa’ah di dalam keluarga sayyid adalah : a. Kualitas agama b. Nasab Jadi pertama yang menjadi kriteria kualitas agama yang harus di utamakan karena Rasullullah bersabda :
Artinya : wanita itu di kawin karena agamanya, kecantikannya, harta, dan keturunannya. Maka carilah wanita yang taat kepada agama, niscaya akan beruntung tangan kananmu.9 (HR. Bukhari dan Abu Dawud). Oleh karenanya agama adalah hal yang sangat utama untuk membina rumah tangga. Dan yang kedua adalah nasab (keturunan) karena seperti sabda nabi : Hadist Rasullullah yang memberikan dasar pelaksanaan 9
h. 427.
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Pengertian Kafa’ah, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007),
53
kafa’ah syarifah adalah hadis tentang peristiwa pernikahan Siti Fathimah dengan Ali Bin Abi Thalib, sebagaimana kita telah ketahui bahwa mereka berdua adalah manusia yang suci yang telah dinikahkan Rasullullah saw berdasarkan wahyu Allah swt. Hadist tersebut berbunyi : “Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku fathimah. Sesungguhnya perkawinan fathimah adalah perintah yang diturunkan dari langit (telah di tentukan oleh Allah swt). Kemudian rasullullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far dan beliau berkata : “Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami ” Menurut hadist di atas dapat kita ketahui bahwa : anak-anak perempuan (syarifah) menikah dengan ank-anak laki kami (sayid/syarif), begitu pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan anak-anak perempuan kami (syarifah). Berdasarkan hadist ini jelaslah dasar pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para keluarga alawiyin yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw dalam menikahi anak puterinya fathimah dengan Ali Bin Abi Thalib. 10 3. Konsep kafa’ah menurut keluarga Masyayikh Bagi sebagian orang menolak kehadiran teori kafa’ah menyebutkan, Islam adalah agama yang sangat menekankan kesetaraan dan persamaan diantara sesama manusia, tanpa membedakan etnis, suku, bangsa dan kekayaan.11 Kafa’ah itu diperhitungkan sebagai syarat sah nikah manakala si
10
Idrus Alwi Almasyhur, Sekitar Kafa’ah Syarifah Dan Dasar Hukum Syari’ahnya, h.26. Khoiruddin, Nasution Isu-Isu Kontemporer Hukum Islam, (Yogyakarta: Suka Press, 2007), h. 153. 11
54
wanita tidak ridha, kalau dia ridha kafa’ah tidak menjadi persyaratan sah atau tidaknya nikah. Kalau laki-laki lebih tinggi kedudukannya, derajatnya, agamanya dan kejujurannya dari wanita bukan masalah.12 Menurut Syeikh Muhammad Yusuf Qardhawi bahwa tidak ada keistimewaan khusus karena warna kulitnya melebihi orang lain, karena golongannya melebihi orang lain, karena daerahnya melebihi daerah lain. Dan tidak halal pula seorang muslim membela golongannya karena ta’asshub baik dalam kebenaran, kebatilan, keadilan dan kecongkakan.13 Pendapat ulama mengenai hal ini seperti ats-Tsauri,hasan al-basri dan al-kurkhi dari mazhab hanafi menilai bahwa kafa’aah sebenarnya bukannya syarat sahnya perkawinan,juga bukan syarat kelaziman. Maka perkawinan sah dan lazim, tanpa memerlukan apakah si suami setara dengan si istri maupun tidak. Mereka berdalil berikut ini :
ﻀ ُﻞ ﺑِﺎﻟﺘﱠـ ْﻘﻮَئ ْ َﰊ َﻋﻠَﻲ َﻋ َﺠ ِﻤ ٍﻲ اِﳕﱠَﺎ اﻟْ َﻔ ﻀ َﻞ ﻟِ َﻌﺮِ ﱟ ْ َْﻂ ﻻَ ﻓ ِ َاﺳﻴَﺔٌ َﻛﺎَ ْﺳﻨَﺎ ِن اﻟْ ُﻤﺸ ِ س َﺳﻮ ُ اﻟﻨﱠﺎ Semua manusia sama bagaikan gigi sisir, maka orang Arab tidak lebih utama dibandingkan orang asing. Sesungguhnya keutamaan adalah dengan takwaan.14 (HR. Bukhari) Oleh karenanya konsep kafa’ah dalam keluarga Taufiq Abdul Qadir Mahdami sebagai keluarga masyayikh berpendapat bahwa konsep kesetaraan yang dipakai itu dilihat dari akhlak, agama dan keturunan yang baik namun mengenai kekayaan itu merupakan bonus serta tidak 12
Nur Djaman, Fiqih Munakahat, (Semarang: Dina Utama Toha Putra, 1993), h.79. Yusuf Qardawi, Halal Dan Haram Dalam Islam, (Surabaya: Bina Ilmu, 1980), h. 341. 14 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam, Kesetaraan Dalam Pernikahan,(Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 214. 13
55
mengkhusukan untuk menikahkan dengan orang arab saja tapi dengan semua kalangan. Namun jika konsep kafa’ah yang memprioritaskan nasab terebut itu masih ada menurutnya konsep itu adalah konsep di zaman dahulu kala bukan lagi konsep zaman sekarang yang sudah berbeda dengan berbagai macam pengaruh budaya. Jadi perbedaan antara sayyid dengan masyayikh adalah keluarga Alawiyin adalah keluarga yang mau belajar agama dan berdakwah sedangkan keluarga masyayikh keluarga yang bukan termasuk golongan alawiyin namun memiliki kedudukan sebagai guru atau ulama saja di kalangan masyarakat arab khususnya dan ada pula dari kalangan gabair mereka itu adalah ahli perang militer. Kita semua dari yaman tapi konsep kita berbeda.15 Ada pula dari kalangan masyayikh yang lain mengatakan bahwa kosep kafa’ah (kesetaraan) didalam keluarganya harus secara Islam dan tidak ada campur aduk dengan adat atau pun kebudayaan karena islam mengajarkan ketika memilih calon pendamping hidup itu harus di cari agamanya, keturunannya, hartanya dan kecantikannya. Oleh karenannya agama yang sangat penting dalam keluarga ini dan terpenting adalah keridhoan orang tuanya karena keridhoan Allah ada di dalam keridhoan orang tua dan murkanya Allah terdapat di dalam murkanya orang tua. Dan dalam keluarga masayikh tidak diprioritaskan atau dipaksa harus senasab karena hal tersebut merupakan kebudayaan jawa dan kebudayaan dahulu
15
Wawancara, Dengan Taufiq Abdul Qadir Mahdami, Seorang Keluarga Dikalangan Masyayikh, Tanggal 24 Mei 2015, Pukul 10.42.
56
kala.16 B. Eksistensi Kafa’ah Dalam Perkawinan Masyarakat Arab 1. Profile Rabitha Alawiyah.17
Di Indonesia, siapa pun yang berurusan dengan nasab keturunan Rasulullah saw tentu kenal Rabithah Alawiyah. Lembaga ini berdiri tahun 1928. Salah satu tugas yang diembannya adalah mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan nasab keturunan Nabi Muhammad SAW. Mengingat begitu pentingnya masalah nasab, dibentuklah lembaga khusus bernama Maktab Daimi. Dalam artikel 4, tujuan dan cita-cita Rabithah Alawiyah, di antaranya disebutkan, Rabithah Alawiyah berusaha untuk mengadakan satu badan yang bertugas mencatat kaum sayid yang tersebar di berbagai penjuru Nusantara. Maktab Daimi adalah lembaga nasab resmi badan otonom Rabithah Alawiyah yang bertugas memelihara sejarah dan sensus Alawiyin. Pendirian lembaga ini telah memperoleh kesepakatan bulat dan mendapatkan ridha serta izin para tokoh, sesepuh, dan ulama Alawiyin. Di antaranya, Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad (mufti Johor), Habib Ahmad bin Abdullah Assegaf (pengarang kitab silsilah Chidmah al-Asyirah), Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang). Untuk menjalankan tugas ini, ditunjuklah Sayid Ali bin Ja’far Assegaf, yang saat itu duduk di Dewan Pengawas Rabithah Alawiyah 16
Wawancara, Dengan Hadai Ahmad Dan Faizal Yamani, Rabu, 20 Mei 2015, Pukul
19.01. 17
Rhabithah Alawiyah dari https: //benmashoor.wordpress.com/.../kantor-pemeliharanasab-alawiyin-...sabtu 06-06-2015 14.30
57
cabang Betawi. Dengan biaya dari Rabithah Alawiyah dan didukung pula oleh seorang dermawan bernama Sayid Syech bin Ahmad bin Syahab, beliau mencatat keluarga sayid yang tersebar di Indonesia, hingga sampai saat ini bukan saja dari Indonesia, dari luar negeri pun banyak sayid yang datang untuk memeriksakan kebenaran nasabnya. Sayid Ali bin Ja’far Assegaf banyak menerima data sensus para sayid dari Rabithah cabang, yang berada di beberapa daerah di Indonesia. Beliau tidak seorang diri dalam menjalankan tugasnya. Dalam pencatatan nasab di daerah, sayid Ali bin Ja’far Assegaf banyak dibantu oleh tim yang dibentuk oleh Rabithah Alawiyah cabang. Di Palembang misalnya, beliau dibantu oleh tim pencatatan nasab yang terdiri dari Syechan bin Alwi bin Syahab sebagai ketua tim dan dibantu oleh anggota-anggotanya seperti Abu Bakar bin Ali Al-Musawa, Ali bin Hamid bin Syech Abubakar, Ahmad bin Umar bin Syahab, Muhammad bin Zen Al-Hadi, Ibrahim bin Usman Al-Fakhar, Muhammad bin Syech Alkaf, Abdurrahman bin Abdullah Al-Haddad, Salim bin Abdullah Alkaf dan Syahabuddin bin Umar syahab. Total keluarga Alawiyin yang tercatat pada tahun 1930-an di Indonesia sekitar 17.000 orang. Ketika
kepengurusan
meng-update
data
melalui
program
komputerisasi, mulai tahun 1937 sampai 2002, terdapat 100.000-an sayid yang namanya telah terdaftar di buku besar nasab (15 jilid). Di samping mengikuti prosedur yang telah ditentukan dalam Anggaran Rumah Tangga Rabithah Alawiyah, lembaga ini juga menempatkan kesaksian lingkungan
58
sebagai salah satu syarat yang sangat penting untuk menguatkan kebenaran nasab seseorang, di samping data-data yang terdapat pada buku rujukan nasab yang dimilikinya. Pedoman tersebut berdasarkan pendapat Imam Abu Hanifah, “Dengan tersiar luas, nasab, kematian, dan pernikahan dapat ditetapkan.” Juga, pernyataan Ibnu Qudamah Al-Hanbali, “Telah sepakat ulama atas sahnya kesaksian mengenai nasab dan kelahiran seseorang, karena nasab atau kelahirannya dikenal atau tersiar luas di kalangan masyarakat.” Adapun kitab rujukan yang digunakan oleh Maktab Daimi seperti kitab Syamsu al-Dzahirah, karya Habib Abdurrahman bin Muhammad AlMasyhur, tulisan tangan asli dari Salman bin Said bin Awad Baghouts berjumlah tujuh jilid, kitab tulisan tangan Habib Ali bin Ja’far Assegaf berjumlah tiga jilid, buku hasil sensus Alawiyin di Indonesia, buku besar nasab yang merupakan pengembangan buku tulisan Habib Ali bin Ja’far Asseggaf yang ditulis oleh Habib Abdullah bin Isa bin Hud Al-Habsyi berjumlah 15 jilid – semuanya adalah yang asli, dan hanya dimiliki oleh Maktab Daimi. Maktab Daimi menyadari sepenuhnya makna hadits yang diriwayatkan Abu Dzar Al-Ghifari. Rasulullah SAW bersabda, “Seseorang yang mengaku bernasab kepada lelaki yang bukan ayahnya, sedangkan ia mengetahuinya, adalah kafir. Dan barang siapa mengaku bernasab kepada suatu kaum yang bukan kaumnya, bersiaplah untuk mengambil tempatnya
59
di neraka.” Oleh karena itulah, lembaga ini berkewajiban mengingatkan sesama muslim agar tidak terjerumus ke dalam kekafiran. Sebaliknya, Maktab Daimi berusaha menjaga amanah yang suci untuk menjaga kesahihan nasab Alawiyin. Dan dalam konteks ini, patut kita renungkan kata-kata bijak Syaikh Al-Qassar, “Hendaklah setiap keluarga Nabi Muhammad saw, bahkan sekalian kaum muslimin, berkasih sayang dan menjaga keturunan yang mulia itu dengan mencatat keluarga dan keturunannya secara teliti, agar tidak seorang pun bisa mengaku dirinya termasuk keturunan Rasulullah saw melainkan dengan alasan yang kuat, yaitu menurut apa-apa yang telah dilakukan oleh umat Islam yang lebih dulu. Karena hal itu merupakan kehormatan dan kebesaran baginya.” a. Program pendataan Alawiyin Sejabodetabek (PPASJ) 2014.18 Alhamdulillahirobbil alamiin program pendataan alawiyyin sejabodetabek atau PPASJ tahun 2014 telah berhasil mengumpulkan data individu lebih dari 13.000 individu yang berdomisili diwilayah DKI Jakarta, kodya Bogor, kodya Bekasi, kodya Tanggerang, dan kodya Depok. Secara umum kegiatan tersebut berjalan dengan lancar walau tentu saja berbagai terjadi disana sini. Wilayah-wilayah dengan konsentrasi komunitas alawiyin yang padat seperti Condet, Rawang Belong Palmerah, Jatinegara, Kebon Nanas, Empang Bogor dan lainnya telah hampir seluruhnya terdata berdasarkan catatan yang masuk. Kesulitan masih dihadapi untuk
18
Rabithah Peduli, Busyra, Edisi No. 011/Desember-012 /April 2015.
60
menjangkau keluarga alawiyin yang tinggal menyebar hampir merata di wilayah Jabodetabek. Untuk itu, setelah berakhirnya pendataan tahap 1 pada bulan Mei 2014 lalu, maka dilaksanakan pendataan tahap 2 lebih terkonsentrasi pada keluarga alawiyin yang tersebar tersebut. Pada edisi busyra kali ini tim pendataan menyajikan tabulasi data yang telah dimasukkan ke dalam system database alawiyin. Data domisili individu berdasarkan wilayah ditampilkan pada grafik dibawah dengan jumlah 13.717 individu yang berasal dari 3.969 keluarga. Data sementara tersebut sudah proporsional jumlahnya terhadap distribusi wilayah dan telah divalidasi keabsahannya oleh tim pendataan pusat. Disajikan juga dibawah data terkait jumlah laki-laki dan perempuan. Selanjutnya data status pernikahan, besar pendapatan pertahun dan golongan darah. Menarik untuk diceritakan bahwa yang merahasiakan pendapatan pertahun dari kalangan alawiyin relative sangat tinggi. Apakah hal tersebut menunjukkan bahwa komunitas ini masih memiliki tingkat kepercayaan yang rendah merupakan hal yang layak untuk di telusuri lebih lanjut. Dipihak lain, data yang mengenai golongan darah menunjukkan bahwa yang belum mengetahuinya relative cukup tinggi, sehingga kedepan perlu kiranya untuk melakukan sosialisasi pentingnya informasi mengenai golongan darah. Dua hal ini adalah contoh karakteristik keluarga besar alawiyin yang dapat digali dari
61
pendataan dekat ini.
b. Data-data Alawiyin berdasarkan wilayah, qabilah, kisaran pendapatan, golongan darah, dan status pernikahan 1) Data Alawiyin Berdasarkan Wilayah No.
Wilayah
Jumlah
1. Jakarta Timur
4787
2. Jakarta Selatan
2465
3. Depok
1333
4. Jakarta Barat
1193
5. Kodya Tangerang
1018
6. Kodya Bogor
988
7. Jakarta Pusat
901
8. Kodya Bekasi
684
9. Jakarta Utara
348
Total
13717
2) Data Alawiyin Berdasarkan Qabilah No.
Qabilah
Jumlah
1. Al Attas
2471
2. Al Haddad
1583
3. Al Assegaf
1538
4. Al Alaydrus
1389
5. Al Habsyi
1115
6. Bin Shahab
690
7. Al Kaff
517
8. Al Jufri
447
9. Bin Yahya
375
62
10. Syeikh Abubakar Bin Salim (bsa)
324
11. Al Aided
301
12. Al Hamid
270
13. Al Bahar
147
14. Al Hasni
144
15. Al Haddar
121
16. Al Masyhur
115
17. Al Munawwar
109
18. Al Chirid
106
19. Al Asyatiri
103
20. Al Muhdar
99
21. Al Baraqbah
98
22. Al Ba’bud
90
23. Al Qadri
89
24. Al Bin Jindan
85
25. Al Albar
82
26. Bin Smeith
80
27. Al Baaqil
78
28. Al Bafaqih
76
29. Al Hadi
76
30. Al Maulakhailah
68
31. Al Muttahar
60
32. Al Bahsein
58
33. Barak w an
55
34. Al Basya aiban
53
35. Al bin Aqil
51
36. Al Hinduan
48
37. Al Fad’aq
47
38. Al Ba’mar
46
39. Al Musawa
45
63
40. Al Banahsan
42
41. Al Jamalullail
33
42. Bin Sahil
33
43. Al Baharun
32
44. Al bin Tohir
31
45. Al Mahdali
31
46. Al Basurah
25
47. Al Madihij
23
48. Al Juneid
21
49. Al Khaneyman
21
50. Al Bilfaqih
20
51. Al Hiyed
18
52. Al Baghaits
16
53. Al Anggawi
15
54. Al Siri
15
55. Al Bafaraj
14
56. Al Mauladawilah
12
57. Al Kazhimi
9
58. Al Syatiri
7
59. Al Zahir
6
60. Al Bufteim
6
61. Al bin Syuaib
5
62. Al Adani
4
63. Al Musawa
4
64. Ar Rafa’i
4
65. Al Muqeibel
3
66. Al Bahasyim
2
67. Al Bayti
2
68. Al Baidl
1
64
3) Data Alawiyin berdasarkan qabilah (10 besar) No. Qabilah
Jumlah
1.
Al Attas
2471
2.
Al Hadad
1583
3.
Al Assegaf
1538
4.
Al Alaydrus
1389
5.
Al Habsyi
1115
6.
Bin Shahab
690
7.
Al Kaff
517
8.
Al Jufri
447
9.
Bin Yahya
375
10.
Syeikh Abu Bakar bin Salim (bsa)
324
Total
10449
4) Data Alawiyin berdasarkan kisaran pendapat No. Pendapatan
Jumlah
1.
< 12 juta
1489
2.
12 juta s/d 60 juta
2163
3.
60 juta s/d 120 juta
402
4.
> 120 juta
215
5.
N.A
9448
Total
13717
5) Data Alawiyin berdasarkan golongan darah No. Gol. Darah
Jumlah
1.
Tidak diketahui
7679
2.
A
1158
3.
B
1266
4.
O
3099
65
5.
AB
515
Total
13717
6) Data Alawiyin berdasarkan status pernikahan No.
Status pernikahan
Jumlah
1.
Belum nikah
7288
2.
Menikah
5460
3.
Janda
793
4.
Duda
176
Total
13717
C. Konsep Kafaah Nasab Dan Eksistensi Dalam Perkawinan Masyarakat Keturunan Arab Di Wilayah Condet Jadi analisis penulis dalam konsep kafaa’ah menurut keluarga keturunan arab itu memiliki perbedaan diantaranya : 1. Konsep kafa’ah nasab di dalam keluarga sayyid masih mengutamakan dua hal yaitu agama dan juga nasab terlebih sebuah nasab yang menjadi ukuran kesetaraan dalam memilih calon pendamping hidup. Alasan mereka diantaranya mengenai sebuah hadist yang di sabdakan oleh Rasulullah “ sesungguhnya telah aku tinggalkan untukmu sesuatu yang jika kalian ambil, kalian tidak akan tersesat sepeninggalku, yaitu astsaqalain. Salah satunya lebih besar daripada yang lain. Pertama kitab Allah sebagai tali yang terbentang diantara langit dan bumi. Kedua keluargaku ahlul baitku ”dan alasan mereka memilih konsep kafa’ah terebut adalah sebagai rasa syukur ke pada Allah SWT oleh karenanya jika diantara mereka tidak
66
melaksanakan konsep kafa’ah tersebut maka akan dijauhi oleh keluarganya jika prinsip tersebut sangat kuat. Namun, pada saat zaman sekarang yang terpengaruhi oleh kondisi zaman mereka tidak akan menjauhi keluarga yang meninggalkan prinsip tersebut namun merekalah yang mengasingkan diri dikarnakan garis keturunan mereka terputus dengan ketidak se-kufuannya. Oleh karenanya menurut mereka untuk mencegah hal tersebut terjadi di dalam keluarganya maka diharuskan sebagai orang tua mengajarkan prinsip dalam keluarga khusunya keturunan sayyid yang masih menghususkan kedalam nasabnya. Dikarnakan dizaman sekarang ini penuh dengan pergaulan yang sangat bebas sehingga kebanyakan keturunan sayyid pun tidak mengetahui nasab atau silsilahnya. 2. Konsep kafa’ah di dalam keluarga masyayikh yaitu lebih utamakan kualitas agamanya tidak memprioritaskan nasabnya sebab manusia dimata Allah sama saja yang terpenting adalah ketaqwaannya. Kemudian mereka berprinsip bahwa tidak ada perbedaan diantara manusia terkecuali takwanya kepada Allah SWT oleh karenanya dalam memilih seorang istri ataupun suami tidak ada keharusan sesama nasab namun lebih kepada kualitas agamanya dan juga keturunan yang baik serta kekayaan sebagai bonus untuk mereka. 3. Namun berdasarkan prinsip undang-undang yang tertera didalam kompilasi hukum Islam (KHI) : yaitu pada pasal 61 dalam membicarakan pencegahan perkawinan dan yang diakui sebagai kriteria kafa’ah itu adalah
67
apa yang telah menjadi kesepakatan ulama, yaitu kualitas keberagamaan.19 Oleh karenanya dari keterangan di atas, ada 2 hal yang berbeda dalam prinsip kafa’ah yang dilaksanakan oleh masyarakat keturunan arab yang mengutamakan senasab dengan prinsip undang-undang yang mengatakan bahwa tidak se-kufu tidak menjadi alasan untuk mencegah perkawinan kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilafu al-dien Pasal 61 Tidak se-kufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak se-kufu karena perbedaan agama atau ikhtilafu al-dien20. 4. Eksistensi kafa’ah dalam perkawinan masyarakat keturunan arab. a. Data alawiyin berdasarkan qabilah (10 besar)
19
No. Qabilah
Jumlah
1.
Al Attas
2471
2.
Al Hadad
1583
3.
Al Assegaf
1538
4.
Al Alaydrus
1389
5.
Al Habsyi
1115
6.
Bin Shahab
690
7.
Al Kaff
517
8.
Al Jufri
447
9.
Bin Yahya
375
10.
Syeikh Abu Bakar bin Salim (bsa)
324
Total
10.449
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Kafa’ah Dalam Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2011), h.140-14. 20 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2010), h.127.
68
Dari data di atas dapat penulis analisa bahwa memang keberadaan masyarakat keturunan Arab khususnya Sayyid masih banyak berkembang di Wilayah Jakarta Timur mencapai 4.787 orang dan dari kabilah terbesar mencapai jumlah 10.449 (Sepuluh Ribu Empat Ratus Empat Puluh Sembilan). Sehingga dapat di ambil garis besarnya bahwa sampai saat ini masyarakat keturunan Dzurriyah Rasullullah masih tetap ada dan konsep kafa’ah
nasab
Jabodetabek.
tersebut masih dilaksanakan di dalam Wilayah
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan A. Berdasarkan hasil penelitian penulis di dalam wilayah condet konsep kafa’ah dalam perkawinan keturunan Arab di wilayah condet masih mempertahankan konsep kafa’ah nasab. Oleh karenanya keturunan sayyid atau sayyidah menggunakan konsep kafa’ah nasab dalam memilih pendamping hidupnya dengan tujuan menjaga garis keturunan Rasullullah dan akan diajarkan kepada keturunannya namun diantara mereka tidak ada yang mengetahui banyak masalah teori atau dalil apa yang dilaksanakan hanya saja mereka mematuhi apa yang sudah di haruskan dalam konsep kafa’ah tersebut. Dalam wilayah Condet tersebut ternyata ada juga yang tidak memakai konsep tersebut yang itu dari keluarga Masyayikh yang hanya mengutamakan kualitas agamanya dan tidak ada kehususan dalam segi nasab karena itu merupakan prinsip zaman dahulu yang telah berubah di zaman sekarang. Perbedaan antara Sayyid dengan Masyayikh adalah keluarga Alawiyin adalah keluarga yang mau belajar agama dan berdakwah sedangkan keluarga Masyayikh keluarga yang bukan termasuk golongan alawiyin namun memiliki kedudukan sebagai guru atau ulama di kalangan masyarakat arab khususnya Oleh karenanya di dalam Wilayah Condet banyak masyarakat arab yang tinggal disana namun memiliki prespektif
69
70
yang berbeda mengenai kafa’ah nasab didalam keluarga Sayyid dan keluarga Masyayikh. Hal se-kufu tidaklah menjadi keutamaan bagi mereka sehingga banyak diantara keluarga mereka yang menikah dengan orang biasa. B. Berdasarkan hasil penelitian dan pendataan lembaga Rabithah Alawiyah mengemukakan bahwa Eksistensi masyarakat keturunan Arab yang masih memprioritaskan nasab itu sejumlah 13.717 Sejabodetabek. Namun di Wilayah Jakarta Timur mencapai jumlah 4.787 maka dapat disimpulakan bahwa Eksistensi masyarakat Arab yang melaksanakan konsep kafa’ah dalam hal nasab masih kuat hingga zaman sekarang ini.
B. Saran-Saran Secara garis besarnya faktor nasab merupakan salah satu persyaratan dalam perkawinan. hal tersebut bukanlah seuatu adat atau pun kebudayaan. Dan ilmu nasab merupakan ilmu yang sangat di kuasai oleh bangsa Arab. Banyak diantara keturunan Arab terutama yang di daerah Condet tidak mengetahui asalusul teori dalam konsep kafa’ah nasab tersebut mereka hanya melaksanakan apaapa yang mereka liat di dalam keluarganya dan hanya sedikit saja yang faham mengenai teori kafa’ah tersebut oleh karenanya hendaknya di keluarga masyarakat arab dari keturunan Sayyid hendaknya mempelajari silsilah dan asalusul teori yang diajarkan oleh nenek moyangnya sehingga tidak hanya melaksanakan konsep kafa’ah nasab saja namun mengerti mengenai dalil-dalil mengenai kafa’ah.
71
Dizaman modern ini banyak pemahaman yang mampu mempengaruhi prinsip kafa’ah masyarakat arab khususnya sayyid terlebih pada pergaulan anak muda di zaman sekarang yang bebas memilih, oleh karenanya konsep kafa’ah tersebut harus di ajarkan kepada anak keturunannya supaya mereka mengerti dan faham serta mampu melaksanakan kafa’ah yang telah di ajarkan oleh orang tua mereka sehingga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah.
72
DAFTAR PUSTAKA
Al- Quran dan Terjemahnya Abdullah Muhammad, Imam Syafi’I bin Idris, Ringkasan Al Umm, Jakarta: Pustaka Azzam, 2004. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 2010. Abiding, Slamet dan Aminudin, Fiqih Munakahat, Bandung : Pustaka Setia, 1999. Aziz, Syeikh Abdul Bin Abdurrohman Al-Musna Kholid Bin Ali Al-Anbari, perkawinan dan masalahnya,Pusaka al-Kautsar. Djaman, Nur, Fiqih Munakahat, Semarang: dina utama toha putra, 1993. Ghazali, Abdulrahman, Fiqih Munakahat: Kafa’ah Dalam Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2010. Ghozali, AbdulRahman, Fiqih Munakahat, Dasar-Dasar Umum Perkawinan jakata: kencana, 2010. Hadad, al-Thahir, Wanita Dalam Syariat Dan Masyarakat: Kebebasan Memilih, Jakarta: Pustaka Firdaus. Hasan, M.Iqbal, Pokok-Pokok Materi Penelitian Dan Aplikasinya, Bogor : Ghalia Indonesia,2002. HIV (Human Immunodefisiency Virus) Sebagai Penyebab Seseorang Menderita Penyakit Aids. Aids (Acquired Immunodefisiency Syndrome) https:
//benmashoor.wordpress.com/.../kantor-pemelihara-nasab-alawiyin-...sabtu 06-06-2015 14.30.
Husain, Ibrahim, Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan Jilid Satu, Jakarta : Pustaka Firdaus,2003.
73
Husein , Ibrahim, Fiqih Perbandingan Dalam Masalah Nikah-Thalaq-Rudjuk Dan Hukum Kewarisan, definisi nikah Jakarta: balai penerbitan dan perpustakaan islam, 1971. Irfan, Nurul, Nasab Dan Status Anak Dalam Hukum Islam, Hubungan Nasab Dalam Hukum Islam, Jakarta: Amzah 2012. Jaziriy, Abdul al-Rahman, Fiqh Al Mazahib al- arba’ah, Mesir, Mathba’ah Tijariyah Al-Kubra. Kountur , Ronny, Metode Penelitian Hukum Untuk Penulisan Skripsi Dan Tesis. Laporan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Laporan Bulan Februari Tahun 2015 Kec.Kramat Jati Kota Administrasi Jakarta Timur. Masyhur, Idrus Alwi, Sekitar Kafa’ah Syarifah Dan Dasar Hukum Syari’ahnya. Muchtar, Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bintang, 1974.
Bulan
Muhammad, Nabil Taufik As-Samaluthi, Pengaruh Agama Terhadap Struktur Keluarga : kekesuaian (kufu), Surabaya : Bina Ilmu 1987. Nasution, Khoiruddin, Isu-Isu Kontemporer Hukum Islam, Yogyakarta: Suka Press, 2007. Purwaka, Tomi Hendra, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Atmajaya, 2007. Qardawi, Yusuf, Halal Dan Haram Dalam Islam, Surabaya: Bina Ilmu, 1980. Rabithah peduli, busyra, edisi no. 011/desember-012 /april 2015. Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, Kitab Nikah, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005. Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid, Pengertian Kafa’ah, Jakarta: Pustaka Amani, 2007. Sabiq, Sayid, Fiqih Al-Sunah, Jakarta: Dirjen Bimbaga Islam, 1985. Sopyan,
Yayan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasional, Jakarta: graham pena 2012.
Sostroatmodjo, Arso, Hukum Perkawinan di Indonesia Jakarta: Bulan Bintanng, 1975.
74
Sunggono, Bambang, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2007. Syarifuddin, Amin Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Kafa’ah Dalam Perkawinan, Jakarta: Putra Grafika, 2009. Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia: Larangan Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2011. Sumber Wawancara : Wawancara dengan Abdul Qadir Al-Kaff seorang Sayyid Tanggal 25 Mei 2015 Pukul 07.41. Wawancara dengan Hadai Ahmad Dan Faizal Yamani Rabu, 20 Mei 2015 Pukul 19.01. Wawancara dengan Taufiq Abdul Qadir Mahdami seorang Keluarga dikalangan Masyayikh Tanggal 24 Mei 2015 Pukul 10.42. Wawancara dengan Umi Fathimah Bin Muhammad Al-Idrus Tanggal 23 Mei 2015 Pukul 13.34. Wignjodipoero, Soerojo, Penghantar Dan Azas-Azas Hukum Adat, Jakarta: Masagung, 1982. Yaswirman, Hukum Keluarga, Beberapa Syarat Perkawinan, Jakarta: Rajawali Pers, 2013. Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Panduan wawancara 1. Bagaimana konsep kafaah dalam keluarga keturunan arab khususnya abi dan umi ? 2. Apakah tujuan dari kafaah tersebut ? 3. Bagaimana pandangan terhadap konsep kafaah habaib yang harus menikahi dengan senasab ? 4. Bagai mana pandangannya jika ada kekhususan dengan keturunan arab khususnya si perempuan ? 5. Dari mana asal usul keluarga abi dan umi ? 6. Bagaimana silsilah abi faizal yamani ? 7. Bagaimana sejarahnya orang arab banyak hadir di condet ? 8. Apakah akibatnya jiga keluarga habaib itu sendiri memutuskan garis keturunan khususnya seorang syarifah ? 9. Apakah konsep kafa’ah ini di perkenalkan kepada anak ? 10. Bagaimana sejarah berkumpulnya masyarakat arab di daerah condet ini ?
Wawancara Dengan Keluarga Keturunan Arab di Condet
1. Nama : Haidai Ahmad Dan Faizal Yamani Alamat : Batu Ampar 3 Jalan Masjid Al-Khairat No 23 Rt 04/08 Tanggal : Rabu,20 Mei 2015 Pukul : 19.01 a. Bagaimana konsep kafaah dalam keluarga keturunan arab khususnya abi dan umi ? b. Konsep kafaah dalam keluarga saya ini secara islam dan tidak ada campur aduk dengan adat atau kebudayaan karena seperti halnya orang islamyang lain ketika menikah pasti meminta persetujuan dari orang tua khususnya keridhoan ibu dan menanyakan kepada kerabat terdekat lalu menanyakan kepada masing-masing calonnya mau atau tidak Ya klo dia mau ya lanjutkan klo tidak yang tinggalkan dan jalan lainnya dengan sholat istikharoh setelah itu mungkin di kawih jawaban oleh Allah dengan mimpinya biasanya kaya gtu. Dan bukan dipaksa harus senasab klo kaya gtu biasanya kebudayaan jawa gtu bukan islam klo orang islam ga ada klo pacaran juga itu semua kebudayaan barat. Dan yang terpenting adalah satu agama ga harus dia orang arab atau bukan klo sudah jodoh kita serahkan sama Allah tapi tergantung prinsipnya masing-masing secara pemikiran orang lainya ga mengharuskan orang arab. a. Apakah tujuan dari kafaah tersebut ? b. Menjaga keturunan kita namun tidak ada penghususkan untuk menikahkan sesama orang arab, untuk menciptakan keluarga yang damai, sejahtera,dan harmonis terlebih mengikuti sunnah rasullullah a. Bagaimana pandangan terhadap konsep kafaah habaib yang harus menikahi dengan senasab ? b. Mereka memiliki prinsip tersebut untk memudahkan mencari jejak keluarganya klo ga sama berarti jejaknya ilang misalnya seorang perempuan kawinsama orang Indonesia yaudah ilang deh keturunannya dan bisa menentukan baik atu tidaknya itu keturunan a. Bagai mana pandangannya jika ada kekhususan dengan keturunan arab khususnya si perempuan ?
b. Klo misalnya adat dari orang tuannya masih kearas memaksakan maka bisa ancur tuuh rumah tangga karena kebanyakan orang gtu pikirannya picik a. Dari mana asal usul keluarga abi dan umi ? b. Saya berasal dari yaman dan sebutannya adalah syeikh bukan dari arab Saudi tapi masalah nasab memang keturunan habaib masih memegang hal yang seperti itu ada yang masih megang nasab ada juga yang tidak ada juga habaib menikah dengan orang melayu. Ada pula tata caranya orang arab nikah dia nikah sebelum ijab dan Kabul pengantin perempuan itu harus di dalam dan setelah ijab dan Kabul baru di keluarkan dan ijab dan kabulnya memakai bahasa arab. Jadi kalo kami sendiri melaksanakan kafa’ah dengan hanya memilih seagama dan tidak memprioritaskan sesama orang arab. a. Klo boleh tau silsilah abi faizal yamani ? b. Klo saya faizal bin ridwan binsholeh awab bin ali azahiri ayamani a. Klo silsilah umi ? b. Saya binti Salim,Ali, Sholeh dan Abdul Qadir a. Bagaimana sejarahnya orang arab banyak hadir di condet ? b. Sejarahnya dulu memang ada ulama besar dari kalangan habaib yang singgah di sini tepatnya di alhawi jadi orang arabberbaur disana oleh karenannya sekarang banyak masyarakat arab yang tinggal disini gunanya ada yang berdakwah ada yang berdagang dan lain-lain.
Yang terhormat
Haidai Ahmad Dan Faizal Yamani
Wawancara dengan syarifah Nama : Umi Fathimah Bin Muhammad Bin Ahmad Al-Idrus Tanggal : 23 mei 2015 pk.13.34 a. Bagaimana konsep kafa’ah di keluarga umi khususnya ? b. Klo berbicara masalah konsep kafa’ah yang ada di keluarga saya masih memprioritaskan keturunan atau nasab yang harus sama dengan dzurriyah karena itu adalah kewajiban saya untuk menjaga garis keturunan rasullullah alasannya adalah seperti yang rasul sabdakan “sesungguhnya telah aku tinggalkan untukmu sesuatu yang jika kalian ambil, kalian tidak akan tersesat sepeninggalku, yaitu astsaqalain. Salah satunya lebih besar dari pada yang lain. Pertama kitab Allah sebagai tali yang terbentang diantara langit dan bumi. Kedua keluargaku Ahlul Baitku. ” a. Apakah akibatnya jiga keluarga habaib itu sendiri memutuskan garis keturunan khususnya seorang syarifah ? b. Yaaa klo akibatnya sii tergantung prinsipnya klo prinsipnya masih keras kaya dulu nah itu mungkin di jauhi ga boleh masuk keluarga lagi klo jaman sekarang sig a terlalu memaksakan juga si jadi mereka punya alasan masing-masing klo soal itu. a. Apakah konsep kafa’ah ini di perkenalkan kepada anak ? b. Iyaa harus dan pasti di perkenalkan karena dia bisa mengikuti silsilahnya makanya di zaman sekarang ini sudah banyak seorang anak di kalangan habaib sudah banyak yang tidak tau silsilah nasabnya kepada rasulullah dai itu di karenakan pergaulannya dan kurangnya perhartian orang tua mengenai hal ini. a. Bagaimana sejarah berkumpulnya masyarakat arab di daerah condet ini ? b. Jadi yang saya tau itu orang arab dating kesini Cuma untuk menyebarkan agama dan berdagang jadi mereka membangun rumah tangga dengan orang sini sehingga banyak orang arab yang tinggal disini.
Yang terhormat
Umi Fathimah Bin Muhammad Bin Ahmad Al-Idrus
Wawancara dengan masyayikh Nama : Taufiq Abdul Qadir Mahdami Alamat : Jalan Eteran Rt 001/01 Kelurahan Balekambang Tanggal/pukul : 24 mei 2015 pk.10.42 a. Bagaimana konsep kafa’ah di dalam keluarga abi? b. Jadi klo keluarga kita hanya mengharuskan seagama dan keturunan yang baik jika kekayan mah itu bonus dan kami tidak mengkhusukan untuk menikahkan dengan orang arab saja tapi semua. a. Bagaimana komentar abi mengenai keluarga habaib yang mengharuskan konsep nasab ? b. Jadi klo konsep seperti itu adalah konsep zaman dulu ortodok bukan zaman sekarang sudah beda jadi keluarga habaib itu adalah keluarga yang mau belajar agama dan berdakwa sedangkan kita itu dari golongan masyayikh yang hanya berdagang dan adapula dari kalangan gabair mereka itu adalah ahli perang. Kita semua sama dari yaman tapi konsep kafa’ah kita yang berbeda. a. Apakah tujuannya ? b. Jadi bagi saya harus wajib satu kufu sama kita dan itu menjaga keturunan kita sendiri namun tidak dikhusukan harus dengan orang arab walaupun itu anak si perempuan pokonya tidak mementingkan nasabnya harus dari golongan inilah, yang penting akhlaknya baik keturunannya dari orang baik. Jadi klo ada yang menggap dari keturunan rasullullah saya keturunan adam jadi klo di kalangan habaib itu mementingkan nasabnya itu merupakan egois dan nantinya akan menimbulkan dosa. a. Apakah hal ini di ajarkan kepada anak abi ? b. Yaa saya akan perkenalkan kepada anak saya supaya tidak tersesat seperti pesan ibu saya apa yang kamu tau laksanaken. Supaya dia mengenal famnya dia siapa, fam itu adalah marga a. Apakah ada perbedaan diantara marga-margayang lain ? b. Jadi tidak ada perbedaan diantara marga yang satu dengan yang lainnya karena itu semua untuk mengenal golongan masing-masing.
a. Apakah saya boleh tau asal usul silsilahnya abi ? b.
Klo saya asal dari yaman klo silsilah saya Cuma hafal 4 saja saya taufiq abdul qadir bin usman bin ali mahdami itu saja yang saya tau.
a. Bagaimana sejarahnya masyarakat arab bisa berkembah di condet ini ? b. Yaa setau saya sii yaa di condet ini pertama kalinya di alhawi yaa kemungkinan mereka menikah dengan orang pribumi maka berkembang sampai saat ini.
Yang terhormat
Bpk.Taufiq Abdul Qadir Mahdami
Wawancara dengan keluarga habaib Nama : Abdul Qadir Al-Kaff Alamat : jalan. H. thaiman rt 03 rw 01 no. 9 kampung gedong kelurahan batu ampar Tanggal : 25 mei 2015 pk. 07.41 a. Bagaimana konsep kafa’ah di keluarga abi dalam keturunan habaib ? b. Yaa untuk keluarga habaib itu memerlukan dan memprioritaskan nasabnya kenapa? Karena sifatnya dakwah membaur untuk berdakwah tujuan utamanya dalah berdagang dan dakwah. a. Klo seorang syarifah kan di haruskan menikah dari kalangan habaib itu mengapa ? b. Jadi memang di haruskan seorang syarifah menikah dengan seorang sayyid itu tujuannya adalah untuk menjaga keturunan dan memelihara garis keturunan yang sudah di amanahkan oleh Rasullullah a. Apa si perbedaannya sayyid dan bukan sayyid ? b. Yang namanya sayyid itu habib yang tercatat dalam sebuah lembaga di daerah simatupang namnya Rabihah Alawiyah dan ada buku nasabnya di masing-masing sayyid jadi ga sembarangan orang. Jadi seseorang yang telah di beri kenikmatan seperti ini harus di jaga. a. Apakah ada toleransi dalam syarifah untuk menikah dengan orang biasa (ajam)? b. Jadi Allah memberikan nikmat kemuliaan kepada keturunan Rasullullah maka harus di jaga jika tidak di jaga maka dia telah kufur dari nikmat Allah maka jika klo sudah kufur terhadap nikmat Allah maka azab yang akan datang terhadap dirinya. Jadi biasanya keturunan dzuriiyah itu selalu menjaga garis keturunannya karena itu sangan berat menjaganya. a. Apakah abi mengajarkan kepada keturunan abi ? b. Yaa itu pasti saya ajarkan dan semua itu untuk berdakwah a. Apakah ada unsur kebudayaan ? b. Ooh tidak ada unsure kebudayaan klo ada unsure kebudayaan itu pasti saya akan tinggalkan.
a. Apakah akibatnya jika seorang syarifah menikah dengan orang biasa ? b. Jadi klo untuk soal itu menurut saya dia sudah ingkar nikmat dan itu merupakan pelanggaran klo dulu memang dijauhi dari keluarga tapi sekarang sudah beda jadi tidak ada penghukuman terhadapnya namun biasanya mereka minder terhadap keluarganya yang terus menjaga garis keturunannya dan biasanya mereka yang melanggar sendiri menjauh dari keluarga yang lain bukan di jauhi. a. Apakah abi tau maslah sejarahnya masyarakat arab bisa berkembang di wilayah condet ini ? b. Jadi sejarahnya dulu kake ane namanya muhammad Al-Hadad atau yang sekarang habib ismail abdul qadir bin ahmad bin Muhammad Al-Hadad beliau lah yang mendirikan sebuah yayasan yatim piatu yang bernama Al-Hawi dan kalo di keramat jati dulu habib muhsin bin Muhammad Al-Athas jadi dulu memang mereka berdakwah sehingga bnyak keturunan habaib yang tinggal di daerah condet. a. Apakah setiap marga habaib itu sama atau beda ? b. Jadi tidak ada perbedaan dalam sebuah marga semua sama saja a. Kalo boleh tau silsilah abi ? b. Saya Abul Qadir Bin Ali Al-kaff
Yang Terhormat
Ttd. Bapk.Abdul Qadir Al-Kaff
Hasil foto saat wawancara keluarga keturunan arab di wilayah condet Jakarta timur
a. Bukti buku nasab yang dimiliki oleh keluarga sayyid
b. Wawancara dengan keluarga habaib Nama : abdulqadir al-kaff Alamat : jalan. H. thaiman rt 03 rw 01 no. 9 kampung gedong kelurahan batu ampar Tanggal : 25 mei 2015 pk. 07.41
c. Wawancara dengan masyayikh Nama : Taufiq Abdul Qadir Mahdami Alamat : Jalan Eteran Rt 001/01 Kelurahan Balekambang Tanggal/pukul : 24 mei 2015 pk.10.42
Wawancara dengan syarifah Nama : umi fathimah bin Muhammad bin ahmad al-idrus Tanggal : 23 mei 2015 pk.13.34
d. Nama : Haidai Ahmad Dan Faizal Yamani Alamat : Batu Ampar 3 Jalan Masjid Al-Khairat No 23 Rt 04/08 Tanggal : Rabu,20 Mei 2015 Pukul : 19.01