PERCERAIAN SEPIHAK TANPA MELALUI PENGADILAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi Kasus di Desa Kahiyangan, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
TOTO TOHIR NIM. 106044201477
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1432 H/2011 M
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الر حمن الر حيم Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi atas segala rahmat dan hidayat nya, sehingga sekripsi ini dapat terselesaikan. Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Islam. Shalawat serta salam tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan shabatnya. Penulisan sekripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa banyak tangan yang terulur memberikan bantuan. Ucapan rasa hormat yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang setulus-tukusnya atas segala kepedulian mereka yang telah memberi bantuan baik berupa sapaan moril, kritik, masukan, dorongan semangat, dukungan finansial maupun sumbangan pemikirn dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada: 1. Bpk. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM. Selaku dekan Fakultas Syaria’ah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. 2. Bpk. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA. Selaku ketua jurusan Akhwal Syakhshiyyah yang selalu memberikan bimbingan serta dukungan dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan sekripsi ini. 3.
Bpk. Prof. Dr. Yunasril Ali. MA. Selaku dosen pebimbing skripsi, yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, dan merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan tersendiri bagi penulis biasa berada di bawah bimbingan beliau.
i
4. Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syariah Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah, yang telah memberikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi dalam penulisan skripsi. 5. Secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda dan ibunda dan Kaka-kaka ku yang senantiasa membimbing dan memotivasi penulis dengan tulus, serta selalu mendoakan penulis agar penulis selalu sukses dalam segala hal. Semua yang telah mereka berikan tidak akan dapat tergantikan dengan apapun di dunia ini. 6. Untuk linggawan-linggawati Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Kuningan(IPPMK) Andi Suhandi, Tendi Natan, Mohamad Apip Firmansyah, Udin al khaerudin, Aang Hafidudin, Nurhalimah, Lia mulyaningsih, Elis, Endah, Rini setiani dan kepada teman-teman yang lainnya yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu. 7. Untuk Teman-teman AKI angkatan 2006 yang selalu mensuport 8. Tak terlupakan pula terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................................
i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................................
1
B. Perumusan Dan Pembatasan Masalah .................................................
6
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................
7
D. Metode Penelitian .................................................................................
8
E. Reivew Studi Terdahulu ....................................................................... 10 F. Sistematika Penulisan ........................................................................... 13 BAB II
KAJIAN TEORETIS TENTANG PERCERAIAN A. Pengertian Perceraian ........................................................................... 15 B. Dasar Hukum Perceraian ...................................................................... 16 C. Syarat-Syarat Percerian ........................................................................ 20 D. Perceraian Ditinjau Dari Hukum Islam ............................................... 23 E. Perceraian Ditinjau Dari Hukum Positif ............................................... 29
BAB III GAMBARAN UMUM DESA KAHIYANGAN A. Letak Geografis dan Sejarah ................................................................. 32 B. Keaadaan Sosial Budaya ...................................................................... 34 C. Keadaan Sosial Ekonomi ..................................................................... 37 D. Pendidikan ........................................................................................... 39 E. Agama ................................................................................................... 41
iii
BAB IV
HUKUM PERCERAIAN SEPIHAK DALAM MASYARAKAT KAHIYANGAN A. Pandangan Masyarakat Desa Kahiyangan Terhadap Perceraian .......... 43 B. Analisis Tentang Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian Sepihak.................................................................................................. 45 C. Analisis Tentang Pandangan Terhadap
BAB V
Masyarakat Desa Kahiyangan
Perceraian ...................................................................... 53
PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................ 58 B. Saran ................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 62 LAMPIRAN- LAMPIRAN
iv
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah ikatan lahir-batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang kekal berdasarkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”.1 Perkawinan disyari’atkan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan yang mawaddah wa rahmah, menciptakan keluarga yang bahagia, baik di dunia maupun di akhirat di bawah naungan cinta kasih dan ridha Ilahi. Kehidupan perkawinan yang langgeng merupakan suatu cita-cita yang diinginkan oleh semua pasangan suami istri, karena perkawinan ialah untuk selamanya dan seterusnya hingga meninggal dunia, maka suami istri diharapkan dapat menciptakan rumah tangga yang sakinah, mawadah,wa rahmah, seperti yang diinginkan oleh ajaran Islam. Keinginan pasangan suami istri untuk memelihara ikatan perkawinan selamanya untuk menemukan kebahagiaan, tetapi sebaliknya pertengkaran dan percecokan yang menjadi benih perpecahan sering kali mewarnai rumah tangga. Hal ini mungkin dikaitkan oleh adanya perubahan-perubahan tertentu, 1
Departemen Agam RI., Direktorat Jenderal Bimbingan Msyarakat Islam dan Penyelenggara Haji., Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan PP No. 9 Tahun 1975 Serta KHI di Indonesia, (Jakarta: 2004), h. 14.
1
2
sebagaimana layaknya manusia tidak luput dari berbagai pengaruh yang merongrong dan gangguan yang muncul secara alamiah di tengah-tengah kehidupan suami istri. Pada saat keretakan sudah terjadi, hubungan suami istri semakin diliputi oleh berbagai hal yang tidak baik, saling mencaci, membenci dan saling menyakiti, baik dengan tindakan ataupun dengan ucapan-ucapan yang tidak pantas. Syariat Islam tidak memihak kepada laki-laki atau kepada perempuan sesungguhnya syariat bukan produk panitia yang beranggotakan laki-laki sehingga isinya mendiskreditkan perempuan, tetapi syariat itu dibuat oleh Allah SWT. Para ahli memandang bahwa perceraian adalah jalan terakhir untuk mengambil keputusan yang baik, karena dengan perpisahanlah keinginannya masing-masing mungkin dapat terwujud dari apa yang tidak pernah didapatkan dari kehidupan rumah tangga sebelumnya. Dalam rangka menertibkan perkawinan orang-orang yang beragama Islam, Pemerintah RI sudah membuat sedemikian rupa undang-undang perkawinan yang di dalamnya tertuang masalah perceraian, dan perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan agama. Dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 39 ayat 1, dijelaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah
3
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Pengadilan Agama merupakan badan untuk menyelesaikan masalahmasalah keperdataan di antara orang-orang yang beragama Islam, di antaranya masalah talak, dalam hal ini untuk melakukan perceraian harus mengajukan ke Pengadilan Agama.2 Hal ini tentunya berbeda dengan pelaksanaan perceraian yang dilakukan di Indonesia sebelum UU No. 1 Tahun 1974 lahir, yang terlalu menonjolkan kekuasaan sepihak, yaitu laki-laki atau suami. Penentuanya hanya terletak pada tangan suami, tetapi adakalnya, seorang istri melalui pikiranya untuk mengambil inisiatif untuk perceraian itu, hal ini ditujukan untuk dapat menjaga kesewenang-wenangan suami. Dalam hal
perceraian tentunya harus
mempunyai alasan yang kuat, yang dapat dijadikan sebagai dasar keinginan untuk bercerai. Sebagaimana dikemukakan oleh Sudarsono, bahwa untuk melakukan perceraian harus cukup ada alasan, bahwa antara suami istri itu tidak dapat hidup rukun sebagai suami istri, di dalam penjelasan disebut adanya alasanalasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2
Raihan Rosyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada,2000), h. 29.
4
b. Salah satu pihak meninggalkan yang lainnya selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah karena hal ini lain di luar kemauan. c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain. e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit
yang
mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri. f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga3 Yahya Harahap menjelaskan dalam bukunya, apabila suami hendak menceraikan istri, harus melalui jalur hukum yang harus ditempuhnya melalui gugatan permohonan ke Pengadilan Agama, menurut ketentuan Pasal 66 ayat 1. pasal 67 huruf a, dalam perkara cerai talaq bisa dilakukan secara sepihak.4 Dalam masalah perceraian sudah diatur sedemikian oleh aturan yang dijadikan pedoman oleh umat Islam di Negara Indonesia, tetapi ada beberapa masyarakat di Desa Kahiyangan melakukan perceraian sebagai jalan terakhir untuk mengakhiri sebuah pernikahan tanpa melalui proses persidangan di
3
Sudarsono, Hukum Perkawinan Internasional, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1992), h.116-
117. 4
Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1997), h .231.
5
pengadilan. Padahal sudah jelas bahwa perceraian hanya dapat dilakukan melalui proses persidangan di pengadilan dan telah melalui prosedur yang telah ditentukan serta telah melalui usaha untuk perdamaian untuk tidak terjadinya perceraian. Jika semua itu telah dijalankan dan tetap menjadi keinginan antara suami istri tetap bercerai maka perceraianlah yang menjadi jalan terakhir bagi keduanya. Akibat hukum dari perceraian yang dilakukan tanpa melalui proses persidangan di pengadilan pada masyarakat merupakan akibat hukum berdasarkan hukum Islam. Akibat hukum tersebut meliputi akibat terhadap harta benda, sedangkan apabila dipandang dari perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maka perceraian tersebut belum mempunyai akibat hukum yang diakui dan bersifat mengikat secara yuridis. Seperti yang terjadi pada masyarakat Desa Kahiyangan, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan ketika di antara mereka ada yang becerai mereka hanya mendatangkan pihak keluarga, bukan hanya itu saja, ada beberapa masyarakat Desa Kahiyangan yang ingin bercerai hanya cukup mengucapkan kata cerai secara lisan saja. Dengan cara yang mereka lakukan tersebut dianggap perceraian yang sah, tapi jika ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maka perceraian mereka tidaklah sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Menurut Undang-Undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 39 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 22 tahun
6
1946 tentang pencatatan nikah, talaq dan rujuk, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan.5 Namun tidak demikian, dengan banyak kasus perceraian yang terjadi di Desa Kahiyangan, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan. Di sini sang suami menceraikan istrinya tanpa memperdulikan batas-batas dan norma-norma yang wajib dipatuhi, suami mempunyai hak untuk menjatuhkan talak, namun talaq hanya dapat jatuh pada perempuan yang jadi objeknya, jika perempuanya bukan merupakan objeknya, maka tidaklah ia dapat ditalak seperti perceraian secara sepihak tanpa hadirnya istri sebagai objeknya perlu ditegaskan setatus hukumnya. Berdasarkan permaslahan tersebut, maka penulis membuat pembahasan skripsi
dengan
judul
“PERCERIAN
SEPIHAK
TANPA
MELALUI
PENGADILAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi Kasus di Desa Kahiyangan, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan)”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.
Pembatasan Masalah Untuk mempersempit dan mempermudah penelitian dan memperjelas
pokok-pokok masalah yang akan dibahas dan diuraikan dalam skripsi ini, maka penulis membatasi masalah dengan membahas seputar Hukum Percerian Sepihak
5
. Abdurahman, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perkawinan, (Jakarta: Akademik Presindo, 1986), Cet Ke-1, h.144.
7
Tanpa Melalui Pengadilan (Studi Kasus di Desa Kahiyangan Kecamatan Pancalang Kabupaten Kuningan). 2.
Perumusan Masalah Penulis dapat menyimpulkan rumusan masalah dengan uraian sebagai
berikut: “ putusnya perkawinan seperti yang termaktub dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 39 ayat 1, dijelaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”, namun pada kenyataan dilapangan prilaku perceraian yang terjadi tidak sesuai dengan yang disebutkan di atas yakni perceraian dilakukan secara sepihak dan tidak melalui pengadilan. Adapun rumusan masalah ini dapat diperinci kedalam beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1.
Bagaimana Pandangan Masyarakat Desa Kahiyangan Tentang Perceraian.?
2.
Apa Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian Sepihak Yang Dilakuakan Oleh Masyarakat Desa Kahiyangan.?
3.
Apa Hukum Perceraian Yang Dilakuakan Oleh Masyarakat Desa Kahiyangan.?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
8
1). Untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat Desa Kahiyangan tentang perceraian. 2). Untuk mengetahui fakto-faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya perceraian sepihak yang dilakukan oleh masyarakat desa kahiyangan. 3). Untuk mengetahui apa hukum perceraian yang dilakukan oleh masyarakat desa kahiyangan. 2.
Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian tentang permasalahan yang penulis angkat,
maka dalam skripsi ini penulis mengharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat di antaranya sebagai berikut: 1) Bagi Ilmu Pengetahuan (Teoretis Akdemis) Dengan adanya penulisan skripsi ini, penulis mengharapkan dapat memberi sumbangan dan masukan guna mengembangkan hukum-hukum di Indonesia khususnya dalam hukum Islam. 2) Bagi Masyarakat (Praktis Pragmatis) Dengan adanya penulisan skripsi ini penulis mengharapkan semoga hasil dari penelitian yang dibahas dalam skripsi ini dapat memberikan informasi dan masukan bagi masyarakat luas sehingga bisa dipraktikkan sesuai dengan peraturan dan Undang-Undang yang ada. 3) Bagi Diri Sendiri (Penulis) Semoga penelitian ini bisa menambah ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya dalam bidang hukum Islam.
9
D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dilihat dari sudut pandang sifat yang dihimpunnya, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, artinya metode yang menggambarkan dan memberikan analisis terhadap kenyataan di lapangan berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang yang diamati6. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih7. 2. Pendekatan Penelitian Disamping tekhnik yang penulis gunakan, penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan normatif, yaitu cara mendekati masalah yang akan diteliti dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Jenis Data a. Data Primer : Didapat dari wawancara dengan masyarakat Desa Kahiyangan Kecamatan Pancalang Kabupaten Kuningan. Kemudian data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji.
6
Lexy Maelong j, Metode Penelitian Kualitatif,(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002),cet ke-1,h.3 s 7 Soehartono, Metode Penelitian Sosia, Suatu Tekhnik Penelitian Bidang Kesejahteraan Social dan Ilmu Social Lainnya,(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,2000), cet. Ke-4. h. 35
10
b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan atas dokumendokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan.8 Dokumen yang dimaksud adalah Al-Qur’an, buku-buku karangan ilmiah, Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Peradilan Agama No. 3 Tahun 2006 dan Undang–Undang Arbitrase yang digunakan oleh Pengadilan Agama. 4. Teknik Pengumpulan Data Agar dalam penelitian ini penuilis mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang akan diteliti, maka teknik yang digunakan adalah library research dan wawancara. Wawancara merupakan alat pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam interview adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang di wawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama9. Adapun responden yang akan diwawancarai adalah: Kepala Desa, Kepala KUA kecamatan pancalang dan para pelaku perceraian.
8
Ibid, hal 51. Htt://www. Penalaran-unm.orng/index.php/artikel-nalar/penelitian/116-metodepenelitian-kualitaif. pdf 9
11
E. Review Studi Terdahulu Sebelum melakukan penelitian ini penulis melakukan penelitian studi terdahulu melalui beberapa skripsi terdahulu untuk mengetahui apa saja yang sudah diteliti, dan mengetahui kekurangan serta kelebihan yang terdapat dalam skripsi terdahulu. Dari beberapa literatur yang ada di Perpustakaan Syariah penulis mengambilnya untuk menjadikan sebuah perbandingan mengenai kasus-kasus perceraian. Adapun judul-judul skripsi itu adalah : 1. Penyelesaian Perkara Perceraian bersama dengan Gugatan Penguasa Anak (Analisis Putusan No. 816/Pdt.G/2004/PPAJT), tahun 2006. Sekripsi menjelaskan bahwa cerai gugat diatur dalam pasal 86 ayat 1 yaitu: gugatan soal penguasa anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama suami isteri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atupun sesudah perceraian memperoleh kekuatan hokum tetap. 2. Penyelesaian Perkara Cerai Gugat di Pengadilan Agama Karena Penganiayaan (Studi Kasus Pengadilan Agama Jaktim), tahun 2005 oleh Desy Royalya. Membahas dasar Hukum perceraian di Pengadilan Agama Karena Penganiayaan (Studi Kasus PA Jaktim) yaitu al-Qur’an dan hadist. Sekripsi ini membahas tentang bahwa sebab berakhirnya suatu ikatan perkawinan terbagi menjadi:
12
a.
Berakhirnya perkawinan dalam keadaan suami isteri masih hidup dapat terjadi atas kehendak suami dan isteri.
b. Dapat juga terjadi di luar kehendak keduanya 3. Penyelesaian perkara Karena perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan karena suami berselingkuh, tahun 2007 oleh Herdianto. Dalam skripsi tersebut membahas tentang pengertian perceraian, masalah percerain yang diakibatkan oleh perselingkuhan. faktor-faktor utama terjadinya perselingkuhan dan bagaimana majelis Hakim Pengadilan Agama menjelaskan prosedur perceraian karena perselingkuhan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. 10 Dalam putusannya majelis hakim melihat bukti-bukti yang diajukan pemohon yaitu terjadinya pertengkaran terus menerus yang disebabkan, suami berselingkuh. Oleh karena itu Hakim mengabulkan perceraian penggugat dengan cara Verstek karena memang Penggugat tidak pernah hadir walaupun dipangggil secara patut. 4. Muhammad lutfi dengan judul Penyebab Perceraian Pada Pasangan Dini (Studi Kasus Pada Peradilan Agama Jakarta Selatan) Dalam skripsi tersebut membahas tentang pengertian perceraian, macammacam perceraian, faktor-faktor penyebab perceraian, akibat perceraian, pasangan dini, problem pasangan dini, pernikahan ideal menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, pernikahan ideal menurut hukum Islam, gambaran wilayah, penyebab
10
Herdianto. Percerain Karena Perselingkuhan Studi Kasus Pada Peradilan Agama Jakarta Selatan. (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), hal.6
13
perceraian pasangan dini, dan analisis putusan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Terdapat perceraian akibat pernikahan dini melalui cerai talak dan cerai gugat dan pasangan dini yang dimaksud adalah pasangan yang baru menikah kurang lebih selama 3 tahun, tetapi sudah bercerai yang dilakukan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Analisia data perceraian diawali dari perselisihan yang sulit dihadapi dan tidak ada keinginan kuat untuk menuju rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warrohmah. Karena masalah yang timbul disebabkan oleh masalah ekonomi, penganiayaan, cemburu, isteri tidak patuh, isteri keluar tanpa izin, selingkuh, dan murtad.11 Meskipun banyak skripsi yang membahas tentang cerai talak, namun pembahasan skripsi yang penulis buat menitikberatkan pada permasalahan yang jelas berbeda dengan penulisan skripsi-skripsi di atas yakni : 1). Pandangan masyarakat Desa Kahiyangan tentang Perceraian. 2). Faktor-faktor terhadap perceraian sepihak tanpa melalui pengadilan di masyarakat Desa Kahiyangan. 3). Pandangan hukum terhadap perceraian sepihak tanpa melalui pengadilan di masyarakat Desa Kahiyangan.
11
Muhammad Lutfi, Penyebab Perceraian Pada Pasangan Dini; Studi Kasus Pada Peradilan Agama Jakarta Selatan, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007).
14
F. Sistematika Penulisan Untuk lebih mempermudah pembahasan dan penulisan pada skripsi ini, penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam beberapa bab dengan sistemtika sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan Bab ini memuat Latar Belakang Masalah, kemudian
Pembatasan
dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Review Studi Terdahulu, Sistematika Penulisan. Bab II
Kajian Teoretis Tentang Perceraian Berisikan Pengertian Perceraian, Dasar Hukum Perceraian, Syaratsyarat Perceraian, Perceraian Ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Positif.
Bab III
Gambaran Umum Desa Kahiyangan Letak Geografis dan Sejarah, Keadaan Sosial Ekonomi, Sosial Budaya, Agama, Pendidikan.
Bab IV
Penjelasan Kasus Perceraian di Desa Kahiyangan Berisikan Pandangan Masyarakat Desa Kahiyangan Terhadap Perceraian,Analisis Tentang Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian Sepihak, analisis tentang perilaku masyarakat terhadap perc eraian sepihak.
Bab V
Penutup
15
Berisi Kesimpulan dan Saran-Saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang dianggap penting
BAB II KAJIAN TEORETIS TENTANG PERCERAIAN
A. Pengertian Perceraian Perceraian adalah penghapusan perceraian perkawinan dengan putusan Hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.1 Dalam hukum Islam perceraian sering disebut dengan istilah Talak yang menurut bahasa artinya perceraian antara suami dan istri atau lepasnya ikatan perkawinan.2 Sedangkan menurut istilah adalah melepas ikatan perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan (suami istri) dengan mengucapkan secara sukarela ucapan talak kepada istrinya. Dengan kata kata yang jelas dan dengan sendirinya. Kata “talak” dalam bahasa Arab berasal dari kata طالق-يطهك-- طهكyang bermakna melepaskan atau mengurangi tali pengikat, baik tali pengikat itu bersifat konkret seperti tali pengikat kuda maupun bersifat abstrak seperti tali pengikat perkawinan.3 Dalam al-Munawir Kamus Arab Indonesia, cerai adalah terjemahan bahasa Arab “Talak” yang secara bahasa artinya melepaskan ikatan4 Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa kata talak
1
. Subekti, Poko-Poko Hukum Perdata, (jakarta: Inter Masa,1995), cet ke-27.h.42
2
. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007) cet-3, h 1126.
3
. Proyek Pembinaan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta,
Ilmu Fiqih, (Jakrta: Departemen Agama,1985), Cet ke-2, h. 226 4
Ahmad Warsan Munawir, Al-Munawir, Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997 ) Cet ke-14, h. 207
15
16
berarti melepaskan ikatan, meninggalkan, dan memisahkan. Di jaman Jahiliyah istilah talak digunakan untuk memisahkan ikatan suami istri.5 Pada Ensiklopedi Islam Indonesia diartikan sebagai pemutusan ikatan perkawinan yang dilakukan suami terhadap istri secara sepihak dengan menggunakan lafal ”thalaq” atau seumpamanya.6 Dalam Kamus
Besar
Bahasa Indonesia, kata-kata cerai diartikan “Pisah” atau putus hubungan sebagai suami istri.7 Dalam Kamus Istilah Agama, talak adalah melepaskan ikatan dengan kata-kata yang jelas atau sirih, atau dengan kata kata sindiran atau kinayah.8 selanjutnya mazhab syafi’i mendefinisikan talak sebagai pelepasan akad nikah dengan lafal thalaq atau yang semakna dengan lafal itu. Sedangkan madzhab Maliki mendefinisikan talaq sebagai suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.9
B. Dasar Hukum Perceraian Dalam
menegakan
mahligai
rumah
tangga,
bisa
terjadi
kesalahpahaman antara suami istri, yang salah satu di antara mereka atau
5
Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1998) Cet ke-4, h 53.
6. Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam/Proyek Peningkatan Prasarana Dan Sarana Perguruan Tinggi IAIN, 1987), Jilid 3, h. 940. 7 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka. 1998), Cet ke-1, h. 163. 8 Shalahudin Khairi Sadiq, Kamus Istilah Agama, (Jakarta: CV Sient Tarama. 1983), h. 358. 9 Ensiklopedi Islam, “Talak” (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve. 1997). Cet ke-4. h. 53
17
keduanya tidak melaksanakan kewajiban sebagai mestinya. Bahkan, terkadang menimbulkan kebencian, kebengisan, dan pertengkaran yang terus menerus terjadi antara suami istri tersebut, melanjutkan perkawinan yang demikian akan menimbulkan perceraian yang lebih besar dan meluas diantara anggota-anggota keluarga yang telah terbentuk.10 Dalam menjaga hubungan keluarga dan menghindari suatu pertengkaran yang terjadi terus menerus, maka agama membuka celah dengan adanya Syariat
perceraian, dan ini
bukan berarti agama Islam menganjurkan percerain, tetapi memandang perceraian sebagai suatu jalan keluar dari permasalahan.11 Alasan perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu terdapat pada pasal 116 yang berbunyi:” perceraian dapat terjadi karena atau alasanalasan: a. Salah satu berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun tanpa izin pihak lain c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun. d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang dapat membahayakan pihak yang lain. e. Suami melanggar talik-talak
10
Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Aulia.2008), Cet ke-1
11
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, hal. 145
18
Adapun mengenai dasar hukum perceraian di sini penulis hanya mencantumkan beberapa ayat dan hadis yang menjadi dasar hukum perceraian yaitu: 1. Al-Qur’an: a. Q.S. Al-Baqarah ayat 229
) : / ِ(انبمر “ Talak (yang dapat dirujuki) hanya dua kali. Sesudah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang patut atau yang menceraikan (istrinya) dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali jika keduanya merasa khawatir tidak akan dapat menegakan hukum-hukum Allah. Maka jika kamu khawatir bahwa keduanya tidak akan dapat menegkan hukum-hukum Allah.maka tidak ada dosa atas keduanya tentang yang diberikan istrinya untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. ( Q.S. Al-Baqarah: 229)
b. Q.S. al-baqarah :230
) : / ِ ( انبمر
19
“ Maka jika suami mentalaknya (talak tiga), maka tidak halal baginya sesudah itu sehingga dia kawin dengan laki-laki lainnya. Kemudian jika dia menceraikannya, maka tidak ada halangan buat mereka berdua untuk kawin kembali jika keduanya yakin bahwa mereka dapat menegakan hukum-hukum Allah. Demikianlah hukum-hukum Allah dijelaskan-nya bagi kaum yang mau mengetahui (Q.S. Al-Baqarah :230)
2. Hadis
يا رسىل اهلل:اٌ اير اة ثابت بٍ ليس اتت انُبي صهي اهلل عهيّ وسهى فمانت ثابت بٍ ليس يا اعيب عهيّ في خهك وال ديٍ ونكُي اكرِ انكفر في اال اترديٍ عهيّ حد يمتّ؟ فمانت: فمال رسىل اهلل صهي اهلل عهيّ وسهى,سالو 12 البم انحديمت و طهمها تطهمت: فمال رسىل اهلل صهي اهلل عهيّ وسهى,َعى “Istri Tsabit bin Qeis datang kepada Nabi SAW. Dan berkata: “ ya rasul allah Tsabit bin Qeis itu tidak ada kurangnya dari segi kelakuanya dan tidak pula dari segi keberagamaannya. Cuma saya tidak senang akan terjadi kekufuran dalam islam. Rasul Allah SAW. berkata: “ maukah kamu mengembalikan kebunnya?”. Si istri menjawab: ”ya mau”. Nabi berkata kepada Tsabit: “Terimalah kebun dan ceraikanlah dia satu kali cerai”. (HR. Al-Bukhari) a. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud Ibnu Majah, dan Al-Hakim dari Ibnu Umar:
: لال رسىل اهلل صهي ا هلل عهيّ وسهى:عٍ ابٍ عًر رضي اهلل تعال عُهًا لال 13
)ابغض انحال ل اني اهلل انطالق( روِ ابىداود وابٍ ياجّ وانحاكى
Artinya “Dari Ibnu Umar r.a beliau berkata: perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak”.(HR.Abu Daud, Ibnu Majah Dan AlHakimi). Karena hadis tersebut menunjukan bahwa talak atau perceraian merupakan alternatif terakhir yang boleh ditempuh manakala bahtera kehidupan rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan keutuhan dan kesinambungan. 12
Sifatnya
sebagian
alternatif
terakhir
karena
islam
. Abu Bakar Muhammad, Terjemahan Subulus Salam Jilid III,(Surabaya, Al Ikhlas 1995),Cet-1, h 611 13 . Abu Bakar Muhammad, Terjemahan Subulus Salam Jilid III,(Surabaya, Al Ikhlas 1995),Cet-1, h 609
20
menunjukan sebelum terjadinya talak atau perceraian harus ditempuh dulu usaha-usaha perdamaian antara suami istri dengan melalui hakam(arbitrator) dari dua belah pihak.14 C . Syarat Syarat Perceraian 1. Suami: a. Berakal Orang
yang
tertutup
akalnya
karena
minuman
yang
memabukkan, narkoba, ganja, minuman keras, atau karena rusak akalnya, seperti gila, kurang waras; apabila dalam keadaan demikian dia menjatuhkan talak kepada isterinya, maka talak yang di lakukannya tidak sah, atau dengan kata lain talaknya tidak jatuh kepada isterinya, dan keduanya masih terikat tali perkawinan.15 b. Baligh Tidak sah talak yang dijatuhkan oleh orang yang belum dewasa, karena syarat seorang laki-laki yang mau menikah dia harus sudah dewasa. Talak yang dijatuhkan oleh anak kecil atau belum dewasa tidak sah. Ulama Hanabilah menyatakan bahwa talak yang dilakukan oleh anak yang sudah mumayiz, sah hukumnya, berarti talak yang dilakukan oleh anak yang sudah mumayiz hukumnya sah, dan jatuh talaknya.16 c. Atas kemauan sendiri
14
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 1998),
Cet ke-6, h. 269 15
. Jurinal, Fiqih Ibadah , (Jakarta: Sejahtera, 2008) Cet-1, h 257.
16
. Ibid, h. 257
21
Yang dimaksud atas kemauan sendiri di sini ialah adanya kehendak pada diri suami untuk menjatuhkan talak itu dan dijatuhkan atas pilihan sendiri, bukan dipaksa orang lain. Kehendak dan kesukarelaan melakukan perbuatan menjadi dasar taklif dan pertanggungjawaban. Oleh karena itu, orang yang dipaksa melakukan
sesuatu(dalam
hal
ini
menjatuhkan
talak)
tidak
bertanggungjawab atas perbuatanya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasullah SAW: 17
ان اهلل و ضع عن امتي الخطا والنسيان وما استكر هوا عليه
“Sesungguhnya allah melepaskan dari umatku tanggung jawab dosa khilaf, lupa, dan sesuatu yang dipaksakan kepadanya”. 2. Istri Suami hanya berhak mentalak istrinya sendiri, tidak dipandang jatuh talak seorang suami mentalak isteri orang lain. Isteri yang ditalak harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Masih tetap berada pada perlindungan suami, Maksudnyanya masih dalam masa iddah talak raj’i. Apabila isteri masih dalam masa iddah talak raj’i, kemudian suami menjatuhkan talak lagi, maka talak itu sah dan menambah jumlah talak yang telah dijatuhkan sebelumnya, namun mengurangi hak talak yang dimiliki suami.
17
. Abd Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat ( Jakarta, Kencana 2006), Cet-2, h 203
22
Apabila istri dalam masa iddah talak bain, bekas suami tidak berhak lagi mentalak bekas istrinya, karena dengan talak bain bekas isterinya itu tidak lagi dalam perlindungan bekas suami18. b. Kedudukan isteri yang ditalak harus berdasarkan atas perkawinan yang sah. Talak terhadap perkawinan yang bathil, seperti nikah dengan wanita yang dalam masa iddah, nikah dengan dua perempuan yang bersaudara, atau akad nikah dengan anak tirinya, padahal suami telah mencampuri ibu anak tirinya, dan anak tirinya masih dalam pemeliharaannya, maka talaknya tidak sah, dan dianggap tidak ada.19 c. Sighat talak Sighat thalaq atau lapaz thalaq adalah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap isterinya yang menunjukan talak, baik itu sharih (jelas) atau kinayah (sindiran), baik berupa ucapan, tulisan, isyarat (bagi suami tuna wicara), atau dengan suruhan orang. Perbuatan-perbuatan yang tidak termasuk talak antara lain : 1. Suami memarahi isterinya 2. Suami memukul isterinya 3. Suami mengantarkan isterinya ke rumah orang tua isterinya 18
. Jurinal, Fiqih Ibadah , (Jakarta: Sejahtera, 2008) Cet-1, h 258 . Ibid. h 203
19
23
4. Suami
menyerahkan
barang milik
isterinya
kepada
isterinya. Apabila perbuatan tersebut tidak disertai kata-kata thalaq maka tidak terjadi talak, dan hubungan pernikahaan keduanya masih terikat.20 d. Qashd (kesengajaan) Maksudnya bahw ucapan thalaq yang disampaikan kepada isterinya itu memang dimaksudkan untuk menthalaq isterinya, bukan untuk maksud lain. Oleh karena itu, ucapan salah yang mirip kata-kata thalaq, tetapi tidak dimaksudkan untuk menthalaq isterinya tidak berakibat jatuhnya talak bagi isterinya. Misalnya suami memberikan buah salak kepada isterinya dengan mengucapkan “ini thalaq untuk kamu” ucapan itu tidak menjatuhkan thalaq terhadap isterinya, sebab suami tidak bermaksud menthalaq isterinya.21
D. Perceraian Ditinjau Dari Hukum Islam Alasan perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam yang terdapat pada pasal 115 yang berbunyi : perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
20
. Jurinal, Fiqih Ibadah , (Jakarta: Sejahtera, 2008) Cet-1, h 259. . Jurinal, Fiqih Ibadah (Jakarta, CV Sejahtera 2008 ) cet-ke 1, h 257-259
21
24
Dalam pasal 117 Kompilasi Hukum Islam disebutkan pula bahwa talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Alasan perceraian menurut Kompilasi Hukum Islam terdapat pasal 116 yang berbunyi:” perceraian dapat terjadi karena atau alasan-alasan a. Salah satu berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun tanpa izin pihak lain c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun. d. Salah satu pihak
melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat yang dapat membahayakan pihak yang lain. e. Suami melanggar talik-talak f. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga. g. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. h. Salah satu mendapat cacad badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai suami dan isteri. Perceraian mencakup talak dan fasakh. Talak yaitu datang dari suami, sedangkan fasakh yaitu datang dari gugatan isteri.
25
Pengertian kata talak dapat dilihat pada dua segi yaitu dari segi bahasa dan istilah. Secara bahasa talak berasal dari kata ( )االطالقyang artinya melepaskan atau meninggalkan.22 Dalam Al-Munawir kamus Arab Indonesia, thalaq berarti meninggalkan, seperti dalam kalimat “thalaqa zaujatahu” sedangkan secara istilah terdapat beberapa pendapat yang maksud dan tujuannya sama, antara lain: 1. Abu Zakaria Al-Anshari mengartikan thalaq: 23
ِحم عمد ا نُكا ح بهفظ ا نطال ق و َحى
Artinya: “Melepaskan ikatan nikah dengan mengucapkan lapadz thalaq dan semacamnya”.
2. Sayid Sabiq mengartikan thalaq : 24
حم ر ابطت ا نز وا ج و اَتها ءا نعهمت ا نز وجيت
Artinya : “lepasnya ikatan perkawinan dan berakhirnya hubungan suami isteri”.
3. Sayyid Al-Imam Muhammad bin Ismail mengatakan 25
حم عمد ة ا نتز و يج
Artinya : “melepaskan ikatan perkawinan” Dari beberapa definisi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa talak dapat ditekankan pada akibat hukum talak, yaitu hilangnya hubungan suami isteri, dan pada tindakan yang bertujuan melepaskan ikatan
22
. Sayyid Sabiq, Fikih As-Sunnah, ( Bairut, Daar Al-Ihya, 1983), Jilid 2 Cet-4,h 206
23
. Abd Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat ( Jakarta, Kencana 2006), Cet-2, h 192
24
. Ibid, h 192
25
. Ibid, h 192
26
perkawinan
dengan
menggunakan
lafal-lafal
tertentu.
Walaupun
penekanannya berbeda akan tetapi mengandung maksud yang sama yaitu hilang atau putusnya ikatan pernikahaan. Talak memang merupakan hak suami akan tetapi bukan suami yang mempunyai hak memutuskan perkawinan. Islam juga telah memberikan hak kepada kaum wanita sebagai seorang istri untuk memutuskan akad nikah dengan mengajukan gugatan cerai (khulu’), dan isteri memberikan semacam ganti untuk menebus dirinya agar suami bersedia menjatuhkan thalaq kepadanya. Khulu adalah perceraian dengan kehendak isteri. Dalam pasal 113 Kompilasi Hukum Islam, disebutkan pula bahwa putusnya perkawinan dapat disebkan karena kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan. Thalaq merupakan hak cerai suami terhadap isterinya, apabila dihatinya ada kebencian pada isterinya. Sebaiknya gugatan perceraian dapat diajukan oleh isteri kepada suaminya dengan alasan-alasan yang telah diatur dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam. Hukum Menjatuhkan Talak Setabilitas rumah tangga dan kontinuitas kehidupan suami istri adalah tujuan utama adanya perkawinan dan hal ini sangat diperhatikan oleh syari’at Islam. Akad perkawinan dimaksudkan untuk selama hidup, agar dengan demikian suami istri menjadikan rumah tangga sebagai tempat berteduh yang nyaman dan permanen agar dalam perlindungan rumah tangganya itu kedua suami istri dapat menikmati kehidupan serta agar keduanya dapat menciptakan iklim rumah tangga
27
yang memungkinkan terwujudnya dan terpeliharanya anak keturunan dengan sebaik-baiknya.26 Untuk itu maka syari’at Islam menjadikan pertalian suami istri dalam ikatan perkawinan sebagai pertalian yang suci dan kokoh, sebagaimana Al-Qur’an memberi istilah pertalian itu dengan mitsaq ghalizh(janji kukuh). Firman Allah dalam surat An-Nisa Ayat 21 menyatakan:
"Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat"
Oleh karena itu suami istri wajib memelihara terhubungnya tali pengikat perkawinan itu, dan tidak sepantasnya mereka berusaha merusak dan memutuskan tali pengikat tersebut. Meskipun suami oleh hukum Islam diberi menjatuhkan talak, namun tidak dibenarkan suami menggunakan haknya itu dengan gegabah dan sesuka hati, apalagi hanya menurutkan hawa nafsunya. Para fuqaha berbeda pendapat tentang hukum asal menjatuhkan talak oleh suami. Yang paling tepat di antara pendapat itu ialah pendapat yang mengatakan bahwa suami diharamkan menjatuhkan talak kecuali karena
26
. Abd Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat ( Jakarta, Kencana 2006), Cet-2, h 195
28
darurat(terpaksa)27. Pendapat itu dikemukakan oleh ulama Hanafiyah dan Hanabilah. Alasannya ialah hadits yang menyatakan: 28
نعٍ اهلل كم دواق يطالق
“Allah mengutuk suami tukang pencicip lagi suka mentalak istri”. Mereka ini juga beralasan bahwa menjatuhkan talak berarti mengkufuri nikmat Allah, sebab perkawinan itu termasuk nikmat dan anugrah Allah, padahal mengkufuri nikmat Allah itu dilarang. Oleh karena itu, menjatuhkan talak tidak boleh, kecuali karena darurat(terpaksa). Talak menjadi wajib bagi suami atas permintaan istri dalam hal suami tidak mampu menunaikan hak-hak istri serta menunaikan kewajibannya sebagai suami,seperti suami tidak mampu mendatangi istri. Dalam hal ini istri berhak menuntut talak dari suaminya dan suami wajib menuruti tuntutan istri, jangan membiarkan istri terkatung-katung ibarat orang yang digantung, yakni tidak dilepaskan tetapi dijamin hk-haknya.29 Talak itu diharamkan jika dengan talak itu kemudian suami berlaku serong, baik dengan bekas istrinya ataupun dengan wanita lain, suami diharamkan menjatuhkan talak jika hal itu mengakibatkan terjatuhnya suami ke dalam perbuatan haram. Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa talak diharamkan jika tidak ada keperluan untuk itu, karena talak yang demikian menimbulkan madharat,
27
. Jurinal Dkk, Fiqih Ibadah (Jakarta, CV Sejahtera 2008) Cet-1, h 249 . Jurinal Dkk, Fiqih Ibadah (Jakarta, CV Sejahtera 2008) Cet-1, h 249 29 . Abd Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006 ) Cet- 2, h 211-114. 28
29
baik bagi suami maupun diri istri, serta melenyapkan kemaslahatan kedua suami istri itu tanpa alasan. Talak yang demikian ini bertentangan dengan sabda Rasulullah SAW:
ال ضرر وال ضرار
30
“tidak boleh timbul madharat dan tidak boleh saling menimbulkan madharat”.
Dalam riwayat lain diktakan bahwa talak tanpa sebab adalah makruh hukumnya, berdasarkan hadis yang menetapkan bahwa talak merupakan jalan yang halal yang paling dibenci oleh Allah, yakni dibenci jika tidak ada sebab yang dibenarkan, sedangkan Nabi menamakanya halal(tidak haram), juga karena talak itu menghilangkan perkawinan yang di dalamnya
terkandung kemaslahatan-kemaslahatan
yang disunatkan,
sehingga talak itu hukumnya makruh. Talak itu mubah hukumnya (dibolehkan) ketika ada keperluan untuk itu, yakni karena jeleknya perilaku istri, bukannya sikap istri terhadap suami, atau suami menderita madharat lantaran tingkah laku istri, atau suami tidak mencapai tujuan perkawinan dari istri.31 Talak disunatkan jika istri rusak moralnya, berbuat zina, atau melanggar larangan-larangan Agama, atau meninggalkan kewajibankewajiban Agama seperti meninggalkan shalat, puasa, istri tidak menjaga afifah(menjaga diri, berlaku hormat). Dalam hal ini ulama Hanabilah
30
. Jurinal Dkk, Fiqih Ibadah (Jakarta, CV Sejahtera 2008) Cet-1, h 250
31
. Abd Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006 ) Cet- 2, h 214
30
mempunyai dua pendapat, pertama sunat hukumnya, dan yang kedua wajib hukumnya.dinukilkan dari Imam Ahmad bahwa mentalak istri yang demikian ini adalah wajib, terutama jika istri berbuat zina, meninggalkan shalat, atau meninggalkan puasa. Menurut beliau, tidak seyogyanya istri yang demikian dipelihara terus, karena akan menurunkan martabat agama, mengganggu tempat tidur suami, dan tidak terjamin keamanan anak yang dilahirkan.32 E. Perceraian Ditinjau Dari Hukum Positif pada pasal 1 UU No. 1 tahun 1974 dijelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun pada realitanya sering kali perkawinan tersebut kandas di tengah jalan yang mengakibatkan putusnya perkawinan, ada kalanya karena sebab kematian, perceraian, ataupun karena putusan pengadilan berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Pasal 38 UUP menyatakan perkawinan dapat putus karena : a. Kematian b. Perceraian c. Atas keputusan pengadilan 33 Dalam PP No. 9 Tahun 1975 pasal 19 dinyatakan hal-hal yang menyebabkan terjadinya perceraian. Perceraian dapat terjadi karena alasan sebagai berikut: 32
. Abdul Qodir Jaelani, Keluarga Sakinah (Surabaya, Bina Ilmu 1995) Cet-1, h 319
33
. Subekti Dan Tjitrosudibio, Kitab UUD Hukum Perdata,(Jakarta, PT Pradnya Paramita
2007), Cet-38, h 549
31
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alas an yang sah atau karena hal yang lain diluar kemampuan. c. Salah satu pihak
melakukan kekejaman atau penganiayaan
berat yang dapat membahayakan pihak yang lain. d. Suami melanggar talik-talak e. Antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga .34 Selanjutnya pada pasal 39 UUP dinyatakan: 1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan
yang
bersangkutan
berusaha
dan
tidak
berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. 2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami istri tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. 3) Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peeraturan perundangan sendiri.35
34
. Abd Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006 ) Cet- 2, h 249
35
. Ibid, h 549
BAB III GAMBARAN UMUM DESA KAHIYANGAN
A. Letak Geografis dan Sejarah 1. Letak Geografis Desa Kahiyangan dengan luas wilayah seluruhnya 98.915 ha, penggunaan lahan di desa Kahiyangan terdiri dari lahan sawah 65.746 ha dan lahan darat 30.770 ha, lahan darat terbagi pada lahan: 1) Pemukiman penduduk
: 22.353 h
2) Perkebunan
: 3.390 h
3) Pekarangan
: 2.476 h
4) Prasarana lainnya
: 2.551 h1
a. Batas-Batas Desa Kahiyangan sebagai berikut : Sebelah Utara
: Desa Pancalang Kecamatan Pancalang
Sebelah Timur
: Desa Silebu Kecamatan Pancalang
Sebelah Barat
: Desa Randobawailir kecamatan Mandirancan
Sebelah Selatan
: Desa Pakembangan Kecamatan Mandirancan2
b. Sedangkan jarak tempuh ke desa kahiyangan : Jarak dari Kecamatan Pancalang : 0,5 km
1
. Wawancara dengan bapak Dedi Mulyadi. 07 Februari 2011
2
. Wawancara dengan bapak Dedi Mulyadi. 07 Februari 2011
32
33
Jarak dari ibu kota Kabupaten
: 20 km
Jarak dari ibu kota Provinsi
: 180 km
Jarak dari ibu kota Negara
: 360 km3
Kondisi geografis Desa Kahiyangan antara 350-400 meter diatas permukaan air laut, suhu rata-rata 300 C dan luas Desa Kahiyangan 98,915 Ha, dengan luas lahan pertanian produktif 65,746 Ha mencapai 65,03% sisa lahan dipergunakan untuk Perumahan, Kolam, Perkantoran Desa, Lapangan Olah Raga, dan lain-lain. mata pencaharian penduduk hampir 85% adalah petani dan buruh tani sedangkan sisanya adalah Pegawai Negeri Sipil, Pedagang, Tukang Kayu, Tukang Batu, dan lain-lain.
2. Sejarah Desa Kahiyangan Nama “ Kahiyangan “ berasal dari nama sebuah tempat para dewa dalam agama Budha. “Kahiyangan” adalah sebuah tempat yang sering di kunjungi oleh masyarakat setempat. Kemudian Desa Kahiyangan berdiri pada tahun 1800 M. dipimpin pertama kali oleh sesepuh bernama Ki Macan Gentong4. Desa Kahiyangan pernah dipimpin oleh beberapa kepala desa di antaranya: a. Bapak Makrab b. Bapak H Sukabi c. Bapak H Ikhsan 3
. Wawancara dengan bapak Dedi Mulyadi. 07 Februari 2011
4
. Wawancara dengan Kiyai Maksud. 08 Februari 2011
34
d. Bapak Juli e. Bapak H Ahmad f. Bapak Sanhadi g. Bapak Acep Darmawanto5 B. Kondisi Sosial Budaya Secara etimologis kebudayaan berasal dari akar kata budaya (Budaya sansekerta)
“bodhya” yang diartikan pikiran dan akal budi.
Berbudaya berarti mempunyai budaya, mempunyai pikiran dan akal budi untuk memajukan diri. Kebudayaan diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia sebagai hasil pikiran dan akal budinya, ilmu pengetahuan manusia sebagai mahkuk sosial yang dimanfaatkan untuk kehidupannya dan memberikan manfaat kepadanaya.6 Desa kahiyangan mempunyai kebudayaan tersendiri yang mungkin berbeda dari yang lainnya. Seperti dalam bidang pengetahuan : anak-anak di desa ini pendidikannya bisa dihitung, lulusan SD jumlahnya 257 orang, lulusan SLTP jumlahnya 262 orang, lulusan SLTA jumlahnya 120 orang, lulusan D I jumlahnya 3 orang, lulusan D II jumlahnya 4 orang, lulusan D III 6 orang. lulusan SI jumlahnya 15 orang, dan yang tidak sekolah termasuk yang tidak tamat SD jumlahnya 724 orang, kebanyakan orang
5
. Wawancara dengan Kiyai Maksud. 08 Februari 2011
6
. Dadan Anugerah, komunikasi antar budaya konsep dan aplikasinya, (Jakarta: Jala
Permata, 2008), cet-1, h,32.
35
tua disini karena paktor ekonomi terutama dalam masalah biaya untuk menyekolahkan ke jenjang tingkat yang lebih tinggi.7 Untuk masalah kepercayaan, masyarakat Desa Kahiyangan masih percaya kepada Allah SWT, tetapi ada juga yang masih percaya dengan guna-guna, pelet, pokonya hal-hal yang berbau mistis. Kepercayaan seperti itu sudah menjadi kebudayaan bagi masyarakat Desa Kahiyangan. Kesenian di Desa Kahiyangan seperti alat musik yang sering mereka gunakan adalah gendang, genjring yang sering digunakan oleh orang-orang sunda dan sering digunakan jika ada salah seorang masyarakat sedang mengadakan pernikahan atau khitanan maka sering memanggil dangdutan atau tarian-tarian seperti jaipongan dan tarian rudat. Bukan hanya dari segi alat musik saja tapi kesenian yang masih digunakan si desa ini yaitu tarian pancak silat.8 Adat istiadat di desa ini dalam masalah pernikahan, jika ada salah satu dari masyarakat ini ada yang melakukan pernikahan maka sesudah mereka resmi menjadi pasangan suami istri
lalu panitia pernikahan
melaklukan acara saweran yaitu sebuah acara pertanda mereka sudah menjadi pasangan suami istri yang sah dengan menaburkan uang logam dan beras sebagai simbol kesejahteraan dan kemkmuran.9 Selain itu ada juga yang sudah menjadi adat istiadat masyarakat disini, seperti dalam setiap hari-hari besar contohnya maulid Nabi SAW, 7
. Wawancara dengan bapak Dedi Mulyadi. 07 Februari 2011
8
. Wawancara dengan bapak Dedi Mulyadi. 07 Februari 2011
9
. Wawancara dengan bapak Dedi Mulyadi. 07 Februari 2011
36
bulan Rajab, dan bulan Syafar. Di saat bulan-bulan tertentu itu mereka mempunyai kebiasaan melakukan sedekahaan dan melakukan obor keliling.10 Setiap acara maulidan masyarakat mengeluarkan sedekah buat masyarakat sekitar, kemudin dikumpulkan di mesjid lalu makanan tersebut di bagikan langsung kepada warga. Pada setiap bulan Rajab mereka melakukan sedekahan seperti itu. Membawakan atau memberikan makanan kepada masyarakat sekitar, istilahnya mereka saling tukarmenukar makanan. Jika menjelang bulan syafar, sama seperti Maulidan, Rajab, samasama memberikan sedekahan makanannya kepada masyarakat tetapi disini yang bikin bedanya adalah setiap bulan syafar masyarakatnya memberikan sedekah makanannya berupa ketupat dan itu sudah menjadi tradisi. Kalau kita lihat dari setiap acara hari-hari besar seperti yang diatas bahwa menggambarkan di Desa ini masih kuat agamanya tetapi kenapa masih ada yang mempercayai dengan adanya dukun ataupun yang lainnya. Dalam masalah perceraian di Desa Kahiyangan ini pun sudah menjadi tradisi mereka, setiap masyarakat yang melakukan percerian tidak melalui proses persidangan karena ada beberapa faktor penyebab yang menurut
mereka
tidak bisa melakukan perceraiannya
persidangan. Salah satu faktor penyebab yaitu: 1. Faktor ekonomi
10
. Wawancara dengan bapak Dedi Mulyadi. 07 Februari 2011
di
depan
37
2. Faktor perselingkuhan 3. Sudah menjadi kebiasaan 4. Masalah waktu 5. Faktor pendidikan 6. Kurangnya kesadaran hukum11 C. Keadaan Ekonomi Masyarakat Desa Kahiyangan dari dulu hingga sekarang tetap kesulitan dalam hal perekonomian, khususnya sejak terjadi krisis moneter pada tahun 1998, secara umum mata pencaharian masyarakat di desa kahiyangan masih mengandalkan sektor pertanian yang pada umumnya dikarenakan kondisi yang sangat mendukung untuk pertanian, namun demikian ada beberapa sektor lain yang menjadi andalan pendapatan masyarakat, Seperti Buruh Tani, buruh bangunan, Beternak.12 Untuk mengetahui gambaran sumber penghasilan masyarakat Desa Kahiyangan, dapat dilihat dari jenis pekerjaan sebagaimana tabel sebagai berikut: Tabel 1 Jumlah Anggota Keluarga Menurut Pekerjaan No
Jenis Pekerjaan
Laki-laki
Perempuan
1.
Petani
164
164
2
Buruh Tani
140
116
11
. Wawancara dengan bapak Dedi Mulyadi. 07 Februari 2011
12
. Wawancara dengan bapak Dedi Mulyadi. 07 Februari 2011
38
3
Buruh Migran Perempuan
-
-
4
Buruh Migran Laki-laki
-
-
5
Pegawai Negeri Sipil
11
8
6
Pengrajin
-
-
Industri
Rumah
Tangga 7
Pedagang Keliling
3
-
8
Peternak
2
1
9
Montir
5
-
10
Nelayan
-
-
11
Dokter swasta
-
-
12
Bidan Swasta
-
1
13
Perawat Swasta
-
-
14
Pembantu Rumah Tangga
-
4
15
TNI
-
-
16
POLRI
2
-
17
Pensiunan PNS/TNI/POLRI
4
-
18
Pengusaha Kecil dan Menengah
-
-
39
19
Pengacara
-
-
20
Dosen
-
-
21
Karyawan Perusahaan Swasta
45
30
Sumber Data: Data Monografi Desa Kahiyangan 2010
Tabel diatas menunjukan bahwa jenis pekerjaan penduduk Desa Kahiyangan yang dominan adalah petani, yaitu sebanyak 324 keluarga, dan buruh tani sebanyak 256 keluarga, menyusul karyawan swasta sebanyak 75 keluarga serta pegawai negri sipil sebanyak 19 kelurga. Walaupun tidak ada data kualitatif yang secara menyeluruh menjelaskan keadaan masyarakat Desa Kahiyangan, namun dari gambaran seperti diuraikan di atas dapat disimpulkan secara kualitatif bahwa penghasilan masyarakat Desa Kahiyangan relatif masih sangat rendah.
D. Pendidikan Searah dengan kebijakan yang digariskan bahwa sektor pendidikan mengupayakan
perluasan
dan
pemerataan
kesempatan
memeperoleh
pendidikan yang bermutu, memberdayakan lembaga-lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah. Sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana.13 13
. Wawancara dengan bapak Dedi Mulyadi. 07 Februari 2011
40
Sebenarnya sarana pendidikan di desa Kahiyangan sudah cukup, hal itu terbukti dengan berdirinya 1 buah Sekolah Dasar, 3 buah Madrasah Ibtidaiyah, 3 buah Majelis Taklim. Namun sarana-sarana pendidikan tersebut belum menjamin tingginya tingkat pendidikan masyarakat Desa Kahiyangan tersebut, oleh karenanya tingkat ekonomi berupa ketidak mampuan membayar biaya sekolah serta lemahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan, cukup banyak warga yang hanya menamatkan pendidikan Sekolah Dasar bahkan masyarakat yang tidak tamat pendidikan SD menunjukan angka angka yang cukup tinggi14. Tabel di bawah ini merupakan gambaran tentang tingkat pendidikan masyarakat di Desa Kahiyangan Tabel II. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Kahiyangan
1
Usia (tahun) 3-6
2
No
Tingkatan Pendidikan
Laki-laki
Perempuan
Belum masuk TK
13 orang
17 orang
3-6
Sedang TK
36 orang
26 orang
3
7-18
Tidak pernah sekolah
*
*
4
7-18
Sedang sekolah
162 orang
142 orang
5
18-56
Tidak pernah sekolah
192 orang
162 orang
6
18-56
SD tidak tamat
200 orang
173 orang
7
18-56
Tamat SD/ sederajat
128 orang
129 orang
14
. Wawancara dengan bapak Asep Dermawanto. 09 Februari 2011
41
8
12-56
Tidak tamat SLTP
*
*
9
18-56
Tidak tamat SLTA
50 orang
30 orang
10
-
Tamat SMP/ sederjat
112 orang
150 orang
11
-
Tamat SMA/ sederjat
70 orang
55 orang
12
-
Tamat D-1/ sederjat
1 orang
2 orang
13
-
Tamat D-2/ sederjat
2 orang
1 orang
14
-
Tamat D-3/ sederjat
3 orang
3 orang
15
-
Tamat S-1/ sederjat
9 orang
6 orang
16
-
Tamat S-2/ sederjat
Tidak ada
Tidak ada
17
-
Tamat S-3/ sederjat
Tidak ada
Tidak ada
18
-
Tamat SLB A
1 orang
Tidak ada
19
-
Tamat SLB B
Tidak ada
Tidak ada
20
-
Tamat SLB C
Tidak ada
Tidak ada
Tabel diatas menunjukan bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa Kahiyangan yang terbanyak adalah tamatan SD yaitu berjumlah
257 jiwa.
Bahkan ada sebanyak 373 jiwa yang tidak tamat SD dan 354 jiwa tidak pernah sekolah, dari uraian diatas menunjukan bahwa tingkat pendidikan di Desa
42
Kahiyangan masih rendah. Untuk itu perlu adanya bimbingan bagi masyarakat agar mereka dapat memahami pentingnya pendidikan bagi kehidupan.
E. Keagamaan Masyarakat desa kahiyangan didominasi oleh umat Islam, hampir 100% masyarakat menganut agama Islam. Tabel 1 menunjukan kondisi tersebut : Tabel Jumlah penduduk berdasarkan pemeluk agama No
Pemelik Agama
Jumlah
1
Islam
1818 orang
2
Kristen
-
Orang
3
Hindu
-
Orang
4
Budha
-
Orang
5
Penganut kepercayaan
-
orang
Sumber : Monografi Desa Kahiyangan Tahun 2011 Tabel 1 diatas menunjukan bahwa masyarakat desa kahiyangan sangatlah religius, masyarakat setempat dalam pengamalan terhadap agamanya sangat bervariasi, bahkan dapat terbilang unik, hal tersebut karena masih bercampurnya budaya lokal dengan pemahaman agama mereka. Sarana peribadatan bagi masyarakat setempat cukup memadai, mesjid ada 1 buah dan madrasah ada 1 buah, mushola ada 12 buah,
43
penghayatan terhadap agama yang mereka anut, terutama bagi Islam sangatlah minim. Dengan kata lain, mereka hanya mengamalkan ajaran agama dari warisan leluhurnya, bahkan masih dicampur adukan dengan hal-hal yang berbau mistis.15
15
. Wawancara dengan Kiyai Dedi Mulyadi 09 Februari 2011
BAB IV HUKUM PERCERAIAN SEPIHAK DALAM MASYARAKAT DESA KAHIYANGAN A. Pandangan Masyarakat Desa Kahiyangan tentang Perceraian Dari hasil wawancara dengan responden mengenai pemahaman masyarakat yang dilakukan pada warga masyarakat desa Kahiyangan, dapat diketahuai bahwa warga desa Kahiyangan umunya tidak memahami konsep talak yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang. Kebanyakan dari mereka belum pernah mendengar tatacara talak yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang seperti yang disebutkan dalam pasal 115 KHI, sedangkan dalam undang-undang disebutkan dalam pasal 39 Ayat 1 Tahun 1974 mereka hanya memahami thalaq sebatas apa yang mereka pahami dari kitab-kitab fiqih klasik yang pernah mereka pelajari atau dari kebiasaan atau doktrin yang ditanamkan orang tua mereka yang sampai sekarang mereka ikuti. Beberapa dari mereka bahkan bukan hanya tidak paham konsep talak dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang, namun lebih parah tidak sedikit juga yang masih belum mengenal Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang itu sendiri, seperti bapa Madham yang mengaku sama sekali belum pernah tau apa itu Kompilasi Hukum Islam. Jika Kompilai Hukum Islam dan Undang-undang saja tidak tahu, apalagi konsep talak yang ada di dalamnya. Ketidak tahuanya ini, menurutnya, disebabkan sosialisasi yang
44
45
menurutnya belum pernah ada dari pihak pejabat yang berwenang1. Menurut ustad Sanu’i terjadinya perceraian di masyarakat khususnya di desa Kahiyangan ada beberapa hal dalam melakukan thalaq. Ada yang berpendapat jika kita mengucapkan, maka dengan ucapan itu terjadi talaq, dan ada yang berpendapat juga bahwa bila dilakukan di depan sidang pengadilan baru bisa terjadi talaq dengan menghadirkan dua orang saksi. Bahkan ia (bapak Syaf’i) menambahkan jika tidak berhasil mendamaikan maka dikembalikan pada AlQur’an dan Hadis. Sedangkan akibat hukum yang terjadi setelah perceraian setahu bapak Syafi’i ini ada nafkah iddah dan nafkah anak2. Tidak berbeda dengan pendapat bapak kiyai Maksud. Ketika peneliti konfirmasi tentang pemahaman tentang undang-undang pasal 39 ayat 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 115 bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan agama setelah pengadilan agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Beliau sangat setuju bahwa perceraian itu harus dilakukan pengadilan, jangan bercerai dengan salah satu pihak saja3. Lain lagi menurut bapak Dedi Mulyadi yang mengaku belum pernah tahu sama sekali tentang Kompilasi Hukum Islam. Menurutnya,
pantangan
untuk mengucapkan talak walaupun saya tidak
mengerti hukum. Setahu saya kalo udah cekcok terus menerus antara suami istri maka di situlah peran keluarga-keluarga yang lainnya untuk dapat
1
. Wawancara dengan bapak Madham di tempat, 10 Februari 2011
2
. Wawancara dengan bapa Syafi’i di tempat, 14 Februari 2011
3
. Wawancara dengan kiyai Maksud di tempat, 15 Februari 2011
46
mendamaikan, bagaiman caranya agar tidak terjadi perceraian, ini yang kita pegang. B. Analisa Tentang Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian Di Desa Kahiyangan Yang melatar belakangi penyebab terjadinya suami istri melakukan perceraian sepihak disebabkan beberapa hal. Dari hasil penelitian penulis terhadap beberapa responden yang melakukan perceraian sepihak, penulis mendapati beberapa hal yang menjadi alasan pasangan suami istri melakukan perceraian sepihak antara lain: 1. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian sepihak, karena kita tahu faktor ekonomi merupakan faktor yang sangat vital bagi hidup dan kehidupan baik individu maupun golongan, karena setiap manusia membutuhkannya. Dari jumlah populasi yang penulis jadikan sempel dalam penelitian ini. Bahwa dari setiap pasangan terutama dari pihak suami telah memiliki pekerjaan, baik tetap maupun tidak tetep, akan tetapi penghasilan yang dapat itu masih sangat minim sekali jika dibandingkan dengan kebutuhan rata-rata perbulan masyarakat desa kahiyangan. Jadi faktor ekonomi inilah yang paling mendasar dari rata-rata responden yang melakukan perceraian. Biaya persidangan yang begitu besar, memicu terjadinya perceraian di luar pengadilan. Ini bisa dirasakan oleh masyarakat desa kahiyangan yang mayoritas ekonominya lemah, sehingga mereka tidak sanggup membayar
47
Menurut kepala KUA kecamatan pancalang yang berhasil kami wawancara, bahwa salah satu yang memberatkan masyarakat melakukan perceraian sepihak tanpa melalui pengadilan biasanya karena mereka terbebani masalah biaya pengadilan, karena memang biaya pengadilan sangat besar bagi orang-orang yang berekonomi menengah kebawah, padahal pengadilan yang bersangkutan dapat memberikan keringanan biaya jika benar-benar tidak mampu4. Hal ini dialami oleh ibu emay dan jurupah, dia melakukan cerai spihak diluar pengadilan karena merasa terbebani oleh masalah biaya administrasi. Emay mengatakan: ”biaya cerai dipengadilan itu mahal, kalaupun punya uang lebih baik digunakan untuk biaya sekolah anak sekolah dan biaya hidup sehari-hari. Akibat perceraian ialah bahwa suami dan istri hidup sendirisendiri, istri atau suami dapat bebas untuk menikah lagi dengan orang lain, istri berselingkuh awal mulanya perselingkuhan karena adanya alat, berupa hanpone atau suami dikarnakan merantau terlalu jauh sehingga istri melakukan hal-hal yang tidak wajar, perceraian membawa konsekwensi yuridis yang berhubungan dengan status istri, setatus anak dan setatus harta kekayaan, sesudah perceraian bekas istri dapat bebas untuk menikah setelah masa iddah berakhir. Persetubuhan antara mantan suami dan mantan istri dilarang, sebab mereka sudah tidak terikat dalam pernikahan
4
. Wawancara dengan bapak Aman Rahmana, di KUA Pancalang, 21 Februari 2011
48
yang sah lagi, terhadap istri, sebagai akibat terjadinya perceraian, istri dapat menikah kembali setelah masa iddah.
2. Masalah waktu Selain masalah biaya persidangan juga ada faktor penting yang mengakibatkan mereka melakukan perceraian di luar pengadilan yaitu masalah proses persidangan yang begitu lama, sedangkan mereka ingin sekali masalah perceraian itu cepat selesai. Sebagaimana diungkapkan oleh responden yang bernama” Emay, yang peneliti wawancara di kediamanya. Beliau mengatakan: “ Cerai lewat pengadilan itu lama, sampai bulan-bulan sedangkan saya ingin cepat-cepat bercerai karena sudah tidak tahan lagi dengan sikap suami terhadap saya, kalau tidak lewat pengadilan bisa lebih cepat, terkadang pihak suami tidak memperdulikan akan nasib anaknya yang berharap akan biaya kehidupannya sehari-hari5. 3. Sudah menjadi kebiasaan (adat) Sudah menjadi kebiasaan, di mana mereka yang bercerai sebelunya tidak lewat pengadilan jadi mereka yang hendak bercerai mengikuti kebiasaan pihak yang cerai sebelumnya, mengikuti yang bercerai sebelum mereka. Anggapan ini dikatakan oleh responden kami yang bernama Atika:
5
. Wawancara dengan ibu Emay di tempat, 17 Februari 2011
49
“ Kalau di daerah kita semenjak jaman modern ini banyak kejadian perceraian sepihak tanpa melalui pengadilan, bahkan saya juga salah satu pihak yang melakukan perceraian tersebut. Lagi pula yang bercerai sebelum saya juga tidak lewat pengadilan cukup bagi saya cerai di sini saja, mengikuti yang sudah-sudah6. Menurut kepala Kantor Urusan Agama kecamatan Pancalang, Aman Rahmana S.Ag: perceraian yang dilakukan di luar pengadilan sudah merupakan kebiasaan masyarakat khususnya masyarakat kecamatan kami, karena sebelum ditetapkan Undang-undang yang mengatur masalah perceraia, masyarakat sudah sejak dulu melakukan perceraian dengan hanya ucapan “ saya serahkan kamu kepada orang tuamu” bahkan kejadian perceraian sepihak itu kebanyakan dilakukan oleh pihak istri dan sampe sekarang hal tersebut sulit dirubah. 4. Faktor perselingkuhan Dari jumlah responden yang penulis jadikan sampel beberapa pasangan yang melakukan perceraian diakibatkan karena perselingkuhan. Dikarnakan suami bekerja (merantau) begitu jauh dan jarangnya berkomunikasi terhadap istrinya maka dari situ terjadilah perselingkuhan yang terjadi yang dilakukan oleh pihak istri, maka dari itulah hal ini sangat rawan sekali bagi mereka yang sudah mempunyai suami untuk berselingkuh terutama bagi mereka yang tidak memiliki keimanan yang kuat.
6
. Wawancara dengan Atika di tempat, 05 Februari 2011
50
Menurut warga setempat yang melatar belakangi terjadinya perceraian sepihak itu kebanyakan dilakukan oleh pihak istri, dikarnakan pihak suami bekerja jauh.
5. Faktor pendidikan Dari responden yang dijadikan sampel ada yang berpendidikan atau tamatan sekolahnya samapai dibangku SD dan SMP saja, dan hampir semua responden tidak mengetahui tentang tatacara perceraian di Pengadilan Agama, jadi mereka hanya tahu bahwa bercerai itu cukup du depan penghulu atau kiyai atau ustadz saja sebagaimana mereka nikah dulu.7 6. Kurangnya kesadaran hukum Berangkat dari suatu kebiasaan mereka bercerai tanpa prosedur Pengadilan Agama, maka mereka bisa dikatakan orang yang tidak taat hukum, dan kurang sadar terhadap peraturan yang berlaku di Indonesia mengenai masalah perceraian. Hal ini di ungkapkan oleh responden bernama Emay: “sebenarnya saya mengetahui kalau cerai itu harus ke pengadilan, tapi dengan beberapa faktor, terutama masalah biaya jadi saya tidak bisa menjalankan aturan hukum yang berlaku.8 Dan perkataan ini bisa diperkuat oleh pernyataan kepala Kantor Urusan Agama kecamatan pancalang. Bapak Aman Rahmana. S.Ag:
7
. Sumber KUA kec Pancalang . wawancara pribadi, ibu May di tempat, 17 Februari 2011
8
51
“Pada dasarnya masyarakat desa kahiyangan ini sedikit banyak sudah mengetahui tentang peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah perceraian. Pihak Kantor Urusan Agama juga suka memberikan penyuluhan jika mereka hendak melangsungkan pernikahan, yang dikatakan oleh naib di dalam ta’lik talak, jika melakukan perceraian hendaklah dilakukan di Pengadilan Agama setempat9. Di Indonesia dalam hal masalah perceraian telah di atur dalam rangkaian Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam tentang perkawinan. Dan sebagai warga Negara Indonesia sudah sepatutnya kita harus mentaati dan menjalankan peraturan yang ada. Pada pasal 39 ayat 1 menerangkan bahwa “ perceraian hanya dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.” Dalam hal ini terjadinya perceraian haruslah memenuhi beberapa alasan. Sehingga perceraian tersebut dapat terlaksana, hal ini sesuai dengan pasal 39 ayat 2 undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang berbunyi : “untuk melakukan perceraian harus cukup alasan, bahwa antara suami dan istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai seami istri,” Tradisi perceraian masyarakat di desa kahiyangan yang dilakukan diluar persidangan di Pengadilan Agama sudah menjadi adat atau kebiasaan yang dilakukan masyarakat di desa ini dan berlaku hingga
9
. Wawancara dengan Bapak Aman Rahman di KUA Pancalang, 21 Februari 2011
52
sekarang. Perceraian yang terjadi ini terdapat berbagai macam alasan diantaranya yaitu: 1. Suaminya meninggalkan isteri dan tidak kembali lagi 2. Suaminya tidak menafkahi istrinya 3. Karena perselingkuhan dari salah satu pihak (suami atau istri) dan 4. Karena meninggal dunia Berdasarkan alasan-alasan diatas yang banyak terjadi perceraian di desa kahiyangan di karenakan pihak istri berselingkuh dan yang lebih parahnya lagi ketika suami pergi merantau yang pulangnya sampai tahunan, pihak istri berselingkuh yang awal mulanya dari alat elektronik yaitu HP sehingga sampai terjadi persetubuhan diluar nikah. Dengan kurangnya ekonomi bagi masyarakat desa kahiyangan ini suatu hambatan bagi mereka untuk menjalankan peraturan-peraturan hukum yang ada di Indonesia khususnya mengenai perceraian, masyarakat desa kahiyangan merasa tidak mampu untuk membayar pengeluaran untuk mengurusi prosedur perceraian yang dilakukan di pengadilan. Maka mereka memilih untuk bercerai yang tidak sah menurut Negara, yaitu yang dihadiri oleh pihak keluarga dan sesepuh desa, bahkan yang mengurusi perceraianya itu di lakukan oleh pihak istri. Mengenai putusnya perkawinan yang disebabkan perceraian ada beberapa alasan yang melatar belakangi kenapa perceraian dapat terjadi. Hal ini dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 116 dan PP No.9 tahun 1975 pasal 19. Terdapat juga pasal 39 ayat 2 UUP No. 1 tahun 1974. Alasan perceraian menurut hukum islam adalah :
53
1. Tidak ada lagi keserasian dan keseimbangan dalam suasana rumah tangga, tidak ada lagi rasa kasih sayang yang merupakan tujuan dan hikmah dari perkawinan 2. Karena salah satu pihak berpindah agama 3. Salah satu pihak melakukan perbuatan keji 4. Suami tidak memberi apa yang seharusnya menjadi hak istri 5.
Suami melanggar janji yang pernah diucapkan sewaktu akad pernikahan(Talik Talak). Hal-hal yang menjadi sebab putusnya ikatan perkawinan antara
seorang suami dengan seorang istri yang menjadi pihak-pihak terkait dalam perkawinan menurut undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 38 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan ada tiga sebab, yaitu karena kematian, perceraian, dan atas keputusan pengadilan agama. Di dalam PP No. 9 Tahun 1975 pasal 19 dinyatakan hal-hal yang menyebabkan terjadinya perceraian. Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sungkar disembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. c. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
54
d. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewjiban suami/istri. e. Antara suami dan istri terus menerus menjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.10
C. Analisa Tentang Pandangan Masyarakat Desa Kahiyangan terhadap Perceraian Pada dasarnya masalah perceraian ini sudah diatur dalam peraturan pemerintah No 9/1975, dan undang-undang perkawinan No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam yang ditujukan khusus bagi umat islam, mulai dari instansi atau lembaga mana yang berhak mengurus perceraian, siapa yang berhak menceraikan, tata cara perceraian dan lain-lain sampai alasan-alasan yang diperbolehkan terjadinya perceraian. Akan tetapi banyak masyarakat yang tidak tunduk
terhadap peraturan perundang-
undangan, hal ini terbukti dengan tidak dilakukanya perceraian yang tidak sesuai dengan prosedur perundang-undangan dan Kompilasi Hukum Islam, yang umumnya percerain yang terjadi pada masyarakat Pancalang tidak melalui prosedur Pengadilan Agama khusunya pada masyarakat desa Kahiyangan ada beberapa orang yang melakukan percerain sepihk dan tanpa melalui proses pengadilan.
10
. Amirudin. Dkk, hukum perdata islam di Indonesia (Jakarta : kencana 2004) cet. 1, hal
218-219
55
Gambaran perceraian masyarakat desa Kahiyangan berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pelaku perceraian sepihak, ibu May terungkap bahwa perceraian saya dilakukan secara sepihak yang dilakukan dengan keluarga saja atau yang biyasa disebut dengan Rapah (percerain yang dilakukan sepihak) tanpa mempedulikan akibat dari perceraian tersebut, biasanya perceraian tersebut disebabkan karena pihak suami telah mentalak istrinya dengan ucapan “kembalilah kamu kepada keluargamu” dan ucapan saya tidak akan mengurus perceraian.11 Prosedur perceraian yang dilakukan suami istri di Desa Kahiyangan langkah pertama yaitu melalui kelurahan,maupun para para tokoh masyarakat setempat. Masyarakat yang ingin melakukan perceraian biasanya mereka mendatangi pihak-pihak keluarga dan mereka mengemukakan alasan-alasan kenapa mereka ingin bercerai, dalam hal ini dari pihak-pihak keluarga berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang ingin bercerai dengan segala cara, jika pihak keluarga tidak mampu lagi untuk mendamaikan kedua belah pihak untuk hidup rukun, maka menghadirkan bapak RW atau tokoh masyarakat setempat. Tugas RW dan tokoh masyarakat dalam hal ini yaitu bermusyawarah untuk berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang ingin melakukan perceraian, jika RW dan tokoh masyarakat tidak sanggup membujuk kedua belah pihak untuk rukun kembali dan tidak sanggup mendamaikan mereka maka dari pihak RW dan tokoh masyarakat memanggil atau menghadirkan Bapak lurah, RT, juga para saksi dari pihak keluarga masing-masing.
11
. Wawancara dengan Bapak Dedi di tempat, 20 Februari 2011
56
Selain cara kekeluargaan yang melibatkan kedua orang tua dari kedua belah pihak dan tokoh atau ulama setempat, percerain dapat terjadi hanya dengan kesepakatan kedua belah pihak (suami istri). Sebagai bukti bahwa ikatan perkawinan mereka telah berakhir, suami membuat surat yang ditandatangani sebagai alat bukti, walaupun hanya dengan tulisan tangan. Dan ada yang sama sekali tidak memakai surat cerai, cukup si suami mengucapkan ikrar talak secara lisan saja. Tradisi atau kebiasaan perceraian yang dilakukan di Desa Kahiyangan sudah berlaku sejak dahulu kala sehingga sekarangpun tradisi ini tetap berjalan. Bagi masyarakat Kahiyangan proses perceraian yang mereka lakukan sudah sah dan mempunyai kekuatan hukum, sehingga mereka tidak merasa takut akan hal yang datang kemudian hari jika salah satu diantara kedua belah pihak ada menuntut harta gono gini, karena mereka memiliki selembar kertas yang berisi ungkapan cerai yang ditanda tangani di atas materai. Itulah yang dapat dijadikan bukti oleh mereka.12 Adapun perceraian yang dilakukan di luar pengadilan, menurut pendapat kepala KUA Pancalang yang berhasil peneliti wawancara, Aman Rahmana, S.Ag. menyatakan: “Perceraian yang dilakukan di luar pengadilan sudah jelas perceraian tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum dan akan merugikan bagi pihakpihak yang bercerai dan perceraian tersebut harus diajukan ke pengadilan
12
. Wawancara dengan kiyai Maksud di tempat, 15 Februari 2011)
57
untuk memperoleh keputusan perceraian yang mempunyai kekuatan hukum tetap “. Sesuai dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 39 : 1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak dapat mendamaikan kedua belah pihak. 2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami istri tidak akan dapat rukun sebagai suami istri.
Jadi berdasarkan analisa penulis dalam melaksanakan perceraian tanpa melalui proses persidangan yang dilakukan di Desa Kahiyangan sangat bertentangan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dan ajaran Agama Islam karena memiliki perbedaan dalam penafsiran menurut adat di Desa Kahiyangan dan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Sehingga dalam hal ini lebih baik ketentuan-ketentuan tersebut tidak dijadikan patokan utama dalam suatu perceraian dan dapat membuka pola pikir masyarakat di Desa Kahiyangan di Kecamatan Pancalang Kabupaten Kuningan karena Allah SWT melihat manusia bukan dari banyaknya harta dan jabatan. Akan tetapi semua dilihat dan diukur berdasarkan iman dan takwa seseorang. Dan ketehuilah bahwa perceraian itu dibenci oleh Allah SWT. Jadi pada dasarnya, kecocokan merupakan faktor utama dari kelanggengan sebuah rumah tangga, kembali pada analisa hukum perceraian
58
yang dilakukan oleh masyarakat Kahiyangan, telah disinggung diatas bahwasanya
masyarakat
Desa
Kahiyangan
hampir
sebagian
besar
menggunakan hukum Agama, yang mana orang yang dituakan(ulama) dalam masyarakat memegang peranan penting sebagai penentu kebijakan, secara otomatis orang yang dituakan itu yang dianggap sebagai orang yang mengerti hukum perceraian, dan orang-orang hanya cenderung mengikuti tanpa memahami. Maka dari itu semua yang dilakukan oleh masyarakat Kahiyangan ini lebih cenderung mengikuti kebiasaan yang telah lama dijalani, tanpa adanya pemahaman yang lebih dalam dengan kata lain hanya mengikuti adat dan kebiasaan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari seluruh pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, pada akhirnya penulis dapat menarik kesimpulan akhir sebagai berikut: 1. Pada dasarnya masyarakat desa kahiyangan mengetahui tentang hukum atau peraturan yang mengatur mengenai masalah perceraian, tetapi tidak mengetahui dengan pasti diatur dalam KHI dan Undang-undang, pasal dan ayat berapa, hanya saja untuk mematuhi hukum yang telah berlaku masih sangat minim sekali. Karena dalam masyarakat itu sendiri perceraian yang dilakukan di luar pengadilan sudah merupakan suatu adat kebiasaan sehingga masyarakat dapat menerimanya. 2. Bahwasanya masyarakat Desa Kahiyangan hampir sebagian besar menggunakan hukum agama, yang mana orang yang dituakan(ulama) dalam masyarakat memegang peranan penting
sebagai penentu
kebijakan atau orang yang mengerti tentang hukum perceraian. 3. Faktor yang menyebabkan perceraian sepihak di luar pengadilan: a.
Faktor Ekonomi, masyarakat menganggap bahwa
biaya ke
pengadilan sangat besar sehingga mereka enggan melakukan perceraian di pengadilan karena tidak terjangkau dengan keadaan ekonomi.
59
60
b.
Masalah waktu, masyarakat yang melakukan perceraian di luar pengadilan agama menganggap bahwa perceraian yang melalui proses pengadilan akan memakan waktu yang sangat lama.
c.
Masyarakat menggap perkara perceraian merupakan permasalahan keluarga, sehingga penyebab atau alasan perceraian harus ditutupi dan tidak ingin diketahui oleh masyarakat (lingkungan) sekitarnya.
d.
Faktor
perselingkuhan,
diakibatkan
karena
perselingkuhan.
Dikarnakan suami bekerja (merantau) begitu jauh dan jarangnya berkomunikasi
terhadap
istrinya
maka
dari
situ
terjadilah
perselingkuhan yang terjadi yang dilakukan oleh pihak istri. e.
Faktor pendidikan dikarenakan pendidikan yang sangat minim jadi hampir semua responden tidak mengetahui tentang tatacara perceraian di Pengadilan Agama, jadi mereka hanya tahu bahwa bercerai itu cukup du depan penghulu atau kiyai atau ustadz saja.
f.
Kurangnya kesadaran masyarakat Kahiyangan terhadap hukum yang berlaku mengenai masalah perceraian.
B. Saran-saran Berdasarkan kesimpulan diatas penulis mengemukakan beberapa saran yaitu: 1. Diharapkan dalam undang-undang perkawinan ditentukan sanksi yang jelas dan tegas terhadap perceraian sepihak yang dilakukan di luar pengadilan. Walaupun sudah terdapat sanksi pidana dalam hukum perkawinan sebagaimana ketentuan yang berlaku selama ini.
61
2. Rendahnya kesadaran hukum masyarakat Muslim Indonesia khususnya berkenaan dengan masalah-masalah seputar hukum perkawinan, termasuk di dalamnya hukum perceraian, mengakibatkan kurangnya mereka memfungsikan Pengadilan Agamasecara efektif bila sedang berhadapan dengan masalah-masalah tersebut. Oleh karena itu diharapkan kepada lembaga-lembaga terkait dan berwenang (Kantor Urusan Agama) untuk memberikan bimbingan dan pengarahan tentang masalah hukum perkawinan khusunya dalam perceraian kepada masyarakat secara intensif. 3. Bagi para akademisi, supaya mengkaji lebih dalam mengenai hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia, agar tidak hanya praktisi hukum saja yang lebih menghiasi hukum perkawinan di Indonesia dan melakukan simulasi dan pelatihan lainnya lebih ditingkatkan. 4. Penulis menghimbau agar kiranya masyarakat memahami tentang tata cara perceraian yang sesuai dengan pasal 39 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan pasal 115 dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dimana salah satu persyaratan perceraian harus di depan sidang pengadilan di masukan kedalam materi pengajian agar masyarakat menjadi paham dan mengerti tentang tata cara perceraian, dan kepada petugas KUA supaya mengadakan penyuluhan terhadap masyarakat khususnya masyarakat desa Kahiyangan.
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya, Departemen Agama RI Abu Bakar, Al-Imam Taqiyuddin Ibn Muhammad Al-Husaini., Kifayah Al-Akhyar Fi Halli Ghoyah al-Ikhtisar, Bandung: Sirkat al-Mu’araf, tth. Juz II Abdurahman., Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Akademik Presindo, Jakarta, 2004 Al-Barry, Zakaria Ahmad terj. Khadijah Nasution., Hukum Anak-Anak dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1977, cet. Ke-1 Al-Jaziri, Abdurrahman., al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, Bairut: Daar alFikr, 1989 Al-Zuhaili, Wahbah., Al-Fiqh Al-Islam Wa Addillatuhu, Damaskus, Daar al-Fikr, 1989, Jilid VI. cet. Ke-3. Badan Penlitian Dan Pengembangan Departemen Dalam Negri Dan Otonomi Daerah, Metodologi Penelitian Sosial ( Terapan Dan Kebijaksanaan) Departemen Agama RI., Kompilasi Hukum Islam, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Tahun 2001 Departemen Agama RI., Direktorat Jenderal Bimbingan Msyarakat Islam dan Penyelenggara Haji., Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan PP No. 9 Tahun 1975 Serta KHI di Indonesia, Jakarta: 2004 Departemen Agama RI., “Analisa Hukum Islam Tentang Anak Luar Nikah”, Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1999 Dewan Redaksi Ensiklopedia islam” Nikah”, Ensiklopedia Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve 2008
62
63
Djalil, Ahmad Basiq., Peradilan Agama Di Indonesia, Kencana, Jakarta 2006 Djamil, Faturahman., Pengakuan Anak Luar Nikah dan Akibat Hukumnya. Dalam (Huzaimah Tahido Yanggo dan Hafizh Anshory, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kewarganegaraan (LSIK), 1999, Buku 1, Cet III Ghazali, Abdul Rahman., Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana, 2003 Ghofar, Asyhari Abdul., Pandangan Hukum Islam Tentang Zina dan Perkawinan Sesudah Hamil, Jakarta: PT. Citra Harta Prima, 2001, cet. Ke-1 Manan, Abdul., Penerapan Hukum Acara Perdata Dilingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2006 Mahmood, Tahir., Personal Law In Islamic Countries, Academy Of Law and Religion, New Delhi,1987 Nuruddin, H. Amiur dan Azhari Akmal Tarigan., Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 Sampai KHI, Jakarta: Kencana, 2006, cet. Ke-3 Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama IAIN Jakarta., Ilmu Fiqh, Jakarta: tp. 1984/1985, cet. Ke-2, Jilid II Rafik, Ahmad., Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pres, 1995 Soeroso, R., Peraktek Hokum Acara Perdata, Tata Cara Dan Proses Persidangan, Jakarta: Sinar Grapika, 2004 Syarifudin, Amir., Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia : Antara Fiqih Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana 2006 Raihan Rosyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada,2000
64
Sudarsono, Hukum Perkawinan Internasional, Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1992 Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta: Pustaka Kartini, 1997 Abdurahman, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perkawinan, Jakarta: Akademik Presindo, 1986 Soehartono, Metode Penelitian Sosia, Suatu Tekhnik Penelitian Bidang Kesejahteraan Social dan Ilmu Social Lainnya, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,2000 Ahmad Warsan Munawir, Al-Munawir, Kamus Arab Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997 Sayyid Imam Muhammad bin Imail Al-Khailani, Dkk, Subulussalam, Makhtabah Ad-Dahlan Jilid III Jurinal, Fiqih Ibadah, Jakarta, CV Sejahtera 2008 . Sayyid
Sabiq, Fikih As-Sunnah, Bairut, Daar Al-Ihya, 1983
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Persada, 2006. Abdul Qodir Jaelani. Keluarga Sakinah, PT Bina Ilmu, Bandung, 1995 Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat: Kajian Fiqih Lengkap, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2009 Abdul Manan dan Fauzan, Poko-Poko Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama, PT. Raja Grfindo Persada, Jakarta, 2002 Amiur Nurdin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004 Idris Mulyono, Hukum Perkawinan Islam, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2004
HASIL WAWANCARA Nama
: Aman Rahman. S.Ag
Jabatan
: Kepala KUA
Hari/Tanggal : Kamis 10 Februari 2011 1. Bagaimana menurut bapak perceraian yang di lakukan di depan ulama setempat atau aparat setempat, Rt dan PPN? Jawab: Membuat masyarakat mengerti dan sadar hukum itu memang sulit, padahal mereka tahu hukum perceraian. Tetapi karena perceraian yang di lakukan di luar pengadilan sudah menjadi kebiasaan, apalagi bagi masyarakat pedesaan. Mereka menganggap perceraian seperti itu sah. Mereka jangankan melalui surat(tulisan) dengan ucapan saja sudah dianggap sah. 2. Apakah orang yang telah bercerai di luar pengadilan dapat menikah lagi di KUA sini? Apa alasannya? Jawab: Tidak, karena tidak ada surat bukti yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan hukum tetap. 3. Apakah ada kasus perceraian yang di tangani pihak KUA? Jawab: Tidak, karena di sini tidak berhak menangani kasus perceraian seperti itu. 4. Apakah KUA mempunyai kewenangan dalam menindak pihak-pihak yang menceraikan dan menikahkan, padahal mereka tidak berwenang, seperti Ulama, PPN, dab Rt? Jawab: Tidak, KUA sama sekali tidak mempunyai kewenangn. 5. Bagaimana dengan BP4, apakah berfungsi sebagai badan penyuluhan? Jawab: Ya, karena BP4 berfungsi sebagai pemberi nasehat, jika mereka tetap mau mengakhiri rumah tangganya.
6. Apakah suami istri yang bercerai di luar Pengadilan melaporkan kepada kepala KUA? Jawab: Jarang sekali, mungkin mereka takut diperintahkan untuk mengajukan perceraian ke Pengadilan. 7.
Bagaimana jika calon mempelai memalsukan statusnya, mislkan dia sudah janda, tetapi dia mengaku masih perawan, apakah bapak akan menikahkannya? Jawab: Jika memang pihak kami tidak mengetahuinya, ada pemalsuan dari pihak kelurahan, maka tidak ada alasan bagi kami untuk tidak menikahkan mereka.
8.
Mengapa mereka melakukan perceraian di luar pengadilan menurut bapak? Jawab: Faktor ekonomi yang paling mempengaruhi, karena masyarakat kami ini, kelas ekonomi menengah kebawah. Selain itu juga mereka akan kurangnya kesadaran akan hukum yang berlaku, karena mereka kebanyakan mengikuti perceraian orang-orang sebelunnya. Tidak melalui Pengadilan.
HASIL WAWANCARA Nama
: Kiyai Maksud
Jabatan
: Tokoh Masyarakat
Hari/Tanggal : Kamis 15 Februari 2011
1. Apakah bapak sudah lama tinggal dikampung ini ? Jawab : Saya tinggal dikampung ini sejak saya dilahirkan. 2. Apakah bapa tahu perceraian yang dilakukan sepihak tanpa melalui pengadilan Agama ? Jawab : Ya tahu, perceraian sepihak itu dilakukan secara individu, ada beberapa orang di desa ini melakukan perceraian tanpa memberitahu suaminya alasannya yang penting ada saksi atau pemberitahuan dari pihak keluarganya. 3. Apakah perceraian di Desa ini selalu tidak melalui proses persidangan di Pengadilan Agama ? Jawab : Perceraian di Desa ini ada sebagian melakukan perceraian tanpa melalui proses persidangan di Pengadilan Agama dikarenakan beberapa faktor
yang
menyebabkan masyarakat di Desa ini tidak melakukan perceraian malalui proses persidangan di depan Pengadilan Agama. Perceraian tersebut sudah lama sejak orang tua saya tinggal disini jadi menurut masyarakat disini sudah tidak heran lagi dengan perceraian yang tidak melalui proses persidangan di Pengadilan Agama. 4. Bagaimana menurut bapak sendiri tentang adanya perceraian tanpa melalui proses persidngan di Pengadilan Agama ? Jawab : menurut saya sah-sah saja perceraian seperti ini karena perceraian di Desa ini sudah menjadi tradisi atau kebiasaan untuk masyarakat sekitar. Di Desa ini jika
ada yang bercerai pasti minta bantuan saya karena saya disini dihormati oleh masyarakat desa dan saya yang dituakan oleh masyarakat. 5.
Apakah menurut bapak sah dengan adanya perceraian tanpa melalui proses persidangan di Pengadilan Agama dengan adanya perturan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perceraian ? Jawab : Tadi yng sudah dijelaskan bahwa perceraian yang seperti itu sah-sah saja tapi jika kita melihat kepada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, perceraian tersebut tidak sah karena tidak mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan tidak ada surat cerai yang akan memperkuat dalam membentuk masalah apapun, tapi mau gimana lagi kalau perceraian itu sudah menjadi teadisi dan kebiasaan di desa ini dan susah dirubahnya.
6. Apa saja yang menyebabkan masyarakat di desa ini bercerai ? Jawab : Penyebab dari perceraian dalam rumah tangga di desa kami itu rata-rata karena ditinggal suami merantau sehingga istri melakukan perbuatan yang menyimpang dari perbuatan yang tidak diinginkan oleh suami, padahal suami mencari nafkah untuk istrinya, dan rata-rata istri selingkuh dengan laki-laki lain dan kebanyakan yang menginginkan perceraian itu adalah istri ( istri yang meminta untuk bercerai dari suami ).
Kiyai Maksud HASIL WAWANCARA Nama
: H Sanu’i
Jabatan
: Anggota MUI Kecamatan Pancalang
Hari/Tanggal : Kamis 24 Februari 2011
1. Bagaimana tanggapan bapak mengenai perceraian di luar Pengadilan Agama? Jawab: menurut saya pribadi biasa-biasa saja, cuman masalah ini kalau kalau tidak ditanggapi secara serius bisa menyebabkan hal-hal yang tidak diharapkan dari para pihak yang melakukan perceraian, bisa mengakibatkan konflik keluarga, setelah bercerai biasanya mereka bermusuhan, anak-anak mereka menjadi terbengkalai. 2. Bagaimana menurut bapak Hukum perceraian tersebut? Jawab: perceraian tersebut tetap saja sah, sebab perceraian itu tidak harus dilakukan di pengadilan kalau memang si yang bercerai tidak mau bercerai di pengadilan, masalah tersebut hanya administrasi saja, tapi alangkah lebih baik kalau kita ikuti aturan Negara kita karena hal itu setidaknya bisa mengurangi tingkat perceraian.
H Sanu’i HASIL WAWANCARA Nama
: Ibu May
Hari/Tanggal : - 23 Februari 2011 Tempat
: Kediamannya
1. Berapa lama usia pernikahan anda? Jawab: 14 tahun. 2. Apa yang menyebabkan anda bercerai? Jawab: Karena faktor ekonomi, tidak ada lagi kecocokan dalam rumah tangga, dan tekanan jiwa. 3. Dimana anda melakukan perceraian? Jawab: saya bercerai di rumah. 4. Kapan anda bercerai? Jawab: tahun 2007 5. Bagaimana proses perceraian anda? Jawab: saya bercerai dengan kekeluargaan dengan di hadiri oleh saksi-saksi dari saya, dan suami saya. 6. Siapa saja yang hadir waktu proses perceraian anda ? Jawab: orang tua, saksi-saksi dari pihak istri dan suami, serta tokoh masyarakat. 7. Menurut anda, kalau melakukan perceraian itu harus dilakukan di mana? Jawab : di Pengadilan Agama 8. Faktor apa yang menyebabkan anda bercerai di luar pengadilan? Jawab : Karena proses bercerai di pengadilan lama dan yang paling penting ekonomi saya kurang mencukupi untuk biaya ke pengadilan karena keinginan saya berceri. 9. Apakah perceraian yang dilakukan di luar pengadilan adil menurut anda?
Jawab : Tidak, karena saya tidak mendapat apa-apa dari hasil perceraian, walaupun saya yang meminta cerai. 10. Apakah mendapat kesulitan setelah melakukan perceraian di luar pengadilan? Jawab : Ya, karena saya bingung tidak mempunyai surat cerai, kalau mau menikah lagi lewat KUA. 11. Apakah perceraian yang dilakukan oleh anda, dianggap puas? Jawab : tidak, makanya saya menyesali, karena tidak mendapat apa-apa dari suami saya, yang sepantasnya saya dapat, nafkah iddah dan sebagainya. 12. Apakah anda melaporkan ke KUA bahwa anda telah bercerai? Jawab : Tidak, saya malu, karena saya tahu kalau bercerai itu, harus di pengadilan. 13. Setelah bercerai, apakah mantan suami anda memeberikn nafkah, kepada anda, dan anak anda? Jawab : kalau untuk saya tidak sama sekali, karena saya yang meminta cerai katanya, untuk anak saya saja si (Irfan dan Mila). 14. Bagaimana hak asuh anak apa di bicarakan sewaktu anda bercerai? Jawab : Dibicarakan, karena waktu itu anak saya masih kecil, jadi diasuh sama saya, 15. Mengenai harta gonogini
atau harta bawaan di bicarakan dengan mantan suami anda
sewaktu bercerai? Jawab : tidak, karena belum ada harta yang berharga kecuali anak saya.
Ibu May HASIL WAWANCARA
Nama
: Atika
Hari/Tanggal : 05 Februari 2011 Tempat
: Kediamannya
1. Berapa lama usia pernikahan anda ? Jawan : 5 Tahun 2. Apa yang menyebabkan anda bercerai ? Jawab : Tidak ada kecocokan, kalau boleh jujur saya yang menginginkan perceraian tersebut. 3. Di mana anda melakukan perceraian? Jawab : Di rumah orang tua saya, karena saya belum punya rumah sendiri. 4. Siapa saja yang menceraikan anda ? Jawab : Ulama setempat, yang dianggap bisa menceraikan secara baik-baik. 5. Apakah suami anda datang pada waktu percerain ? Jawab : Tidak, karena suami saya pada waktu itu lagi dijakarta, 6. Siapa saja yang hadir waktu proses perceraian anda ? Jawab : Saksi dari saya dan saksi dari suami, serta kedua orang tua saya dan mertua saya. 7. Sepengetahuan anda kalau melakukan perceraian itu harus dilakukan dimana? Jawab : Ya harus di pengadilan. 8. Faktor apa yang menyebabkan anda bercerai di luar pengadilan ? Jawab : Selain faktor ekonomi, saya ingin cepat-cepat bercerai, jadi kalau di pengadilan mungkin prosesnya lama, bisa berbulan-bulan, sedangkan saya ingin cepatcepatcerai. 9. Apakah perceraian yang dilakukan oleh anda, dianggap puas ?
Jawab : Puas, tetapi secara aturan saya melanggar pengadilan. 10. Apakah perceraian yang dilakukan di luar pengadilan adil menurut anda ? Jawab : Kurang adil, karena merugikan, semua beban di tanggung saya. Yang membayar yang menceraikan harus saya. 11. Apakah anda melaporkan ke pihak KUA bahwa anda telah bercerai ? Jawab : Belum pernah. 12. Setelah bercerai apakah mantan suami anda memberikan nafkah, kepada anda, dan anak anda ? Jawab : Tidak, karena saya yang ingin bercerai, untuk anak juga kadang-kadang diberi kadang tidak, paling juga kakek dari bapaknya yang suka member. 13. Bagaimana hak asuh anak apa di bicarakan sewaktu anda bercerai ? Jawab : Tidak, hanya saja saya yang harus bertanggung jawab, sebab anak kami masih kecil. 14. Mengenai harta gonogini atau harta bawaa di bicarakan dengan mntan suami anda sewaktu bercerai ? Jawan : Tidak, paling barang-barang dia yang dibawa dari rumah ibu saya. 15. Apakah anda mendapat Mut’ah selama iddah dari suami anda? Jawab : Tidak
Atika Nama
: Jurupah
Hari/Tanggal : 18 Februari 2011 Tempat
: Kediamannya
1. Berapa lama usia pernikahan anda ? Jawab : 4 Tahun 2. Apakah yang menyebabkan anda bercerai ? Jawab : Pertengkaran. 3. Dimana anda melakukan perceraian ? Jawab : Dirumah 4. Apkah waktu menikah melalui KUA? Jawab : Ya 5. Siapa saja yang menceraikan anda ? Jawab : Pihak-pihak dari keluarga saya dan suami dan tokoh masyarakat. 6. Siapa saja yang hadir waktu proses perceraian anda? Jawab : Orang tua, saksi-saksi dari pihak istri, dan suami, serta tokoh masyarakat. 7. Menurut anda, kalau melakukan percerian itu harus dilakukan dimana ? Jawab : Di Pengadilan Agama 8. Faktor apa yang menyebabkan anda bercerai di rumah ? Jawab : Ingin cepat, cepat selesai, dan damai. 9. Apakah perceraian yang dilakukan di rumah adil menurut anda? Jawab : Adil 10. Apakah anda mendapat kesulitan setelah melakukan perceraian di rumah?
Jawab : Ya, ternyata saya tidak bisa menikah melalui KUA oleh penghulu. Karena saya tidak mempunyai surat cerai resmi dari pengadilan. akhirnya saya menikah dibawah tangan. 11. Apakah perceraian yang dilakukan oleh anda, dianggap puas ? Jawab : Puas, karena saya bisa bercerai. 12. Apakah anda melaporkan ke pihak KUA bahwa anda telah bercerai? Jawab : Tidak, hanya lewat penghulu saja. 13. Setelah bercerai, pakah mantan suami anda memberikan nafkah kepada anda, dan anak anda ? Jawab : Tidak, untuk anak kadang diberi kadang tidak. 14. Mengenai harta gonogini atau harta bawaan di bicarakan dengan mantan suami anda sewaktu bercerai? Jawab : Tidak 15. Apakah anda mendapat mut’ah selama iddah dari suami anda ? Jawab : Tidak, karena saya yang meminta bercerai.
Jurupah
F. Sarana Kesehatan -Posyandu
:
1
-Poskesdes
:
1
-Puskesmas
:
-
Kahiyangan 25 April 2011