PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA (Penelitian Tindakan Kelas di SMA Triguna Utama Ciputat) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh UMMI KALSUM NIM. 106016100566
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2010 M
ABSTRAK Kalsum, Ummi. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Guided Inquiry untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa pada Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan pada Tumbuhan. Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing I : Dr. Sujiyo Miranto, M. Pd. Dosen Pembimbing II : Sigit Tri Wibowo, M. Si. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa dengan model pembelajaran guided inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilakukan di SMA Triguna Utama pada kelas XII IPA yang terdiri dari 31 siswa pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, siklus pertama pada subkonsep faktor-faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, sedangkan siklus kedua pada subkonsep faktor-faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembang pada tumbuhan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes uraian Keterampilan Proses Sains (KPS), lembar wawancara, lembar observasi, dan angket respon siswa terhadap proses pembelajaran serta instrumen pembelajaran berupa RPP dan LKS guided inquiry. Teknik analisis data secara kualitatif berdasarkan analisis deskriptif hasil perhitungan rata-rata skor penguasaan KPS dan respon siswa pada siklus pertama dan kedua. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata skor penguasaan KPS siswa pada siklus I sebesar 77,76 sedangkan pada siklus II sebesar 82,26. Ketercapaian aspek KPS mencapai rata-rata 82,26 dan sebagian besar sikap siswa positif terhadap pembelajaran guided inquiry. Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan penguasaan KPS siswa, hal tersebut juga didukung dengan perhitungan statistik menggunakan uji t pada nilai N Gain penguasaan KPS siswa, dan dihasilkan nilai uji t sebesar 4,52 dan t tabel sebesar 2,00, dengan taraf signifikansi 5%. Dengan demikian penerapaan model pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan proses sains siwa. Adapun Aspek keterampilan proses sains yang mengalami peningkatan yaitu, keterampilan observasi, mengajukan pertanyaan, berkomunikasi, menghitung matematika, interpretasi, memprediksi, merencanakan percobaan, menentukan variabel, merumuskan masalah, dan berhipotesis Kata kunci: Keterampilan proses sains, Guided inquiry.
i
ABSTRACT Kalsum, Ummi. 2010. Implementation Guided Inquiry Model of Learning to Improve Students Science Process Skill of XII Level SMA Students at Growth and Development of Plant Concept. Biology Education Study Program, Natural Science Education Departement, Faculty of Education and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. The aim of this study were to improve science process skill of students at growth and development of plant concept by implementation guided inquiry model of learning, and want to know the student coment about applies the guided inquiry model of learning. The study was an action research which was done in SMA Triguna Utama at XII level consist of 31students . This research consist of 4 steps, which were planning, implementing, observating, and reflecting. This action reasearch was devided into 2 cycles, the first cycle at concept the external factor that influence the plant growth, and the second cycle at concept the internal factor that influence the plant growth. The technique data gathering with science process skill essay test, interview sheet, observation sheet, and student responds questionnaire of learning process. The data analysis by qualitative base on descriptive analysis. The results of this study shows: there is increasing of science process skill from cycle to cycle; 77,76% to 82,06%, and the impression of students to implementation of guided inquiry model of learning is positive. Base on t test, shows that the t test score 4,52 and t table 2,00 with significancy 5%. Result of this reasearch showed that application learning model of inquiry can improving student science process skill. There are increased aspects of science process skill, consist of observation skill, questioning, communicating, math account, interpretating, predicting, planning an experiment,formulate the problem, and hypothesis. Keywords: guided inquiry, science process skill
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan
Model
Pembelajaran
Guided
Inquiry
untuk
Meningkatkan
Keterampilan Proses Sains Siswa pada Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan.” Shalawat serta salam semoga selalu tercurah
kepada pahlawan
revolusi Islam, Nabi besar Muhammad Saw. Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Si, Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan
IPA
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 4. Bapak Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Dosen pembimbing I, yang telah membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Sigit Tri Wibowo, M,Si,
Dosen pembimbing II, yang telah
membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Seluruh Dosen yang telah membimbing, mendidik dan mewariskan ilmunya kepada penulis, semoga ilmu yang telah diberikan kepada penulis dapat menjadi ilmu yang berkah dan bermanfaat. 7. Bapak Sajiko, S.Pd, Kepala sekolah SMA Triguna Utama dan bapak Ase Saepul Karim, S.Pd sebagai wakil, yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian skripsi ini pada SMA Triguna Utama.
iii
8. Ibu Titik Puji Lestari, Guru bidang studi biologi yang telah membantu penulis dalam penelitian skripsi ini. 9. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda Yazid Bustami dan Ibunda Nurhikmah yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, do’a yang selalu terucap untuk penulis, serta memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adik-adikku tersayang Maimanah Nur dan Siti Maisyaroh yang telah memberikan dukungan moril serta doanya kepada penulis. 10. Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah yang selalu memberikan semangat dan do’a kepada penulis serta semua teman-temanku di Jurusan IPA Prodi Pendidikan Biologi 2006. 11. Sahabat-sahabat seperjuanganku dari daerah perantauan RIAU (Nuraida, Aminah, Rhohmatillah, Lara Restiyani, Titin Nurhayati, Lilis Marina A, Ana Riyansih, Elida Hayati, Ronaldo Bafit, Halsariki Nasution, Feni Andrian dan Muhammad Zainul Ulum) yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis serta semua adik-adik, abang-abang dan kakakkakak IKAPDH Jakarta. 12. Anak-anak kosan tercinta, beti, reta, rohai, dan mbak idah. Terima kasih atas dukungannya. 13. Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca, Amin. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, Desember 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... i ABSTRACT ................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................. iii DAFTAR ISI ................................................................................................. iv DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
.......................................................................... 1
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ....................................... 6 C. Pembatasan Fokus Penelitian ...................................................... 6 D. Perumusan Masalah Penelitian ................................................... 7 E.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7
BAB II. KAJIAN TEORI A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti
............................... 8
1. Keterampilan Proses Sains ...................................................... 8 a. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains ............................... 9 b. Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya c. Pengukuran Keterampilan Proses Sains
................... 13
........................... 15
2. Model Pembelajaran .................. ............................................. 19 3. Teori Konstruktivisme ............................................................. 22 4. Model Pembelajaran Inquiry .................................................. 24 5. Karakteristik Pembelajaran Inquiry ......................................... 25 6. Prinsip-prinsip Penggunaan Pembelajaran Inquiry
................ 30
7. Kelemahan Pembelajaran Inquiry ............................................. 31 8. Tingkatan Pembelajaran Inquiry ................................................ 32 9. Fase-fase Pembelajaran Inquiry ................................................ 33 B. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan .................................... 37 C. Bahasan dan hasil-hasil Penelitian yang Relevan ................................ 37
v
D. Kerangka Pikir .................................................................................. 40 E. Hipotesis Tindakan
.......................................................................... ... 41
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 42 B. Subjek Penelitian ...................................................................... 42 C. Metode dan Desain Intervensi Tindakan ................................... 42 1. Metode ........................................................................ .......... 42 2. Desain Intervensi Tindakan ................................................ 43 3. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian .................................. 43 4. Prosedur Singkat Tindakan ................................................. 44 D. Tahapan Intervensi Tindakan .................................................... 45 E. Hasil Intervensi yang Diharapkan ............................................. 46 F. Data dan Sumber Data .............................................................. 47 G. Instrumen Pengumpulan Data .................................................. 47 H. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 48 I. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan ........................................ 49 J. Analisis Data dan Interprestasi Hasil Analisis ............................ 53 K. Indikator Keberhasilan .............................................................. 58 BAB IV: HASIL PENELITIAN A. Temuan Hasil Penelitian ........................................................... 59 1. Siklus I ....................................................................................... 59 2. Siklus II ....................................................................................... 67 B. Pengujian Prasyarat Analisis ...................................................... 72 1. Uji Normalitas ......................................................................... 72 2. Uji Homogenitas ...................................................................... 72 3. Analisis Hipotesis Tindakan ..................................................... 73
C. Pembahasan ................................................................................ 74
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 78
vi
B. Saran .......................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ………...…….……………………………………….... 79 LAMPIRAN
.......................................................................................
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Model-model Pembelajaran ........................................................ 20 Tabel 2.2 Model-model Pembelajaran Inquiry ........................................... 33 Tabel 2.3 Tahap Pembelajaran Inquiry ........................................................ 36 Tabel 3.1 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 48 Tabel 3.2 Indeks Reliabilitas ........................................................................ 50 Tabel 3.3 Indeks Kesukaran ........................................................................ 51 Tabel 3.4 Indeks Daya Pembeda ................................................................ 53 Tabel 3.5. Interpretasi Keterampilan Proses Sains ........................................ 56 Tabel 4.1 Hasil Catatan Lapangan .............................................................. 59 Tabel 4.2 Hasil Observasi KPS .................................................................. 60 Tabel 4.3 Data Wawancara ........................................................................ 61 Tabel 4.4 N-gain KPS Pretest dan Postet Siklus I ........................................ 63 Tabel 4.5 Persentase Ketercapaian Aspek KPS ......................................... 63 Tabel 4.6 Tindakan perbaikan siklus I ........................................................ 66 Tabel 4.7 Catatan Lapangan ........................................................................ 67 Tabel 4.8 Hasil Observasi KPS .................................................................. 68 Tabel 4.9 N-Gain KPS Pretest dan Postet Siklus II....................................... 69 Tabel 4.10 Persentase Ketercapaian Aspek KPS ........................................... 69 Tabel 4.11 Data Persentase Sikap Siswa ....................................................... 71 Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas ........................... 72 Tabel 4.13 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ....................... 73 Tabel 4.14 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Hipotesis ............................ 74
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ........................................ 82
Lampiran 2.
Lembar Kerja Siswa................................................................. 96
Lampiran 3.
Kisi-Kisi Soal Keterampilan Proses Sain.................................. 114
Lampiran 4.
Soal Keterampilan Proses Sains ............................................... 118
Lampiran 5.
Perhitungan Uji Validitas Instrumen Tes .................................. 127
Lampiran 6.
Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen Tes .............................. 131
Lampiran 7.
Perhitungan Uji Tingkat Kesukaran Instrumen Tes .................. 135
Lampiran 8.
Perhitungan Uji Daya Pembeda ............................................... 139
Lampiran 9.
Rekapitulasi Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Postest .............................................. 143
Lampiran 10. Format Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran .................... 145 Lampiran 11. Lembar Wawancara Terstruktur Respon Siswa ......................... 147 Lampiran 12. Format Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran ............. 148 Lampiran 13. Lembar Obsevasi Keterampilan Proses Sains Siswa ................ 150 Lampiran 14. Angket Respon Siswa .............................................................. 151 Lampiran 15. Hasil Keterampilan Proses Sains Siklus I ................................. 153 Lampiran 16. Perhitungan N Gain Siklus I..................................................... 155 Lampiran 17. Hasil Keterampilan Proses Sains Siklus II ................................ 156 Lampiran 18. Perhitungan N Gain Siklus II ................................................... 158 Lampiran 19. Persiapan Uji Normalitas dan Homogenitas N Gain Siklus I .... 159 Lampiran 20. Perhitungan Uji Normalitas N Gain Siklus I ............................. 161 Lampiran 21. Persiapan Uji Normalitas dan Homogenitas N Gain Siklus II ... 163 Lampiran 22. Perhitungan Uji Normalitas N Gain Siklus II .......................... 165 Lampiran 23. Perhitungan Uji Homogenitas ................................................. 167 Lampiran 24. Persiapan Perhitungan Uji Hipotesis Siklus I
........................ 168
Lampiran 25. Persiapan Perhitungan Uji Hipotesis Siklus II ........................ 169 Lampiran 26. Perhitungan Pengujian Hipotesis ............................................. 170 Lampiran 27. Perhitungan Lembar Observasi ............................................... 171 Lampiran 28. Perhitungan Lembar Angket
ix
................................................. 173
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran biologi sebagai bagian dari pendidikan di bidang IPA/sains, memiliki peranan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Karena IPA/sains merupakan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diketahui telah membawa pengaruh yang besar dan cepat pada semua aspek kehidupan manusia, dan diyakini juga bahwa melalui IPA/sains dengan pembelajaran keterampilan prosesnya memiliki potensi dan peluang paling besar untuk ikut andil dalam proses pengembangan manusia yang berkualitas terutama aspek intelektualnya.1 Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut termasuk ilmu biologi membawa dampak pemilihan materi, metode dan media pembelajaran serta sistem pembelajaran yang tepat agar dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik sehingga dapat bersaing dalam menanggapi perkembangan sains tersebut dan dapat mencapai tujuan mata pelajaran biologi itu sendiri. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan tersebut, pemerintah menaruh perhatian terhadap mutu proses pembelajaran. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyatakan bahwa: “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.”2 1 Ahmad Sofyan, Konstruktivisme dalam pembelajaran IPA/Sains, Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h. 9. 2 Peraturan Pemerintah RI Bab IV Standar Proses Pasal 19 ayat 1 tentang “Standar Nasional Pendidikan”, tersedia di: www.depdiknas.go.id
2
Upaya pemerintah tersebut harus ditindaklanjuti sehingga mutu pendidikan menjadi kenyataan yang akan berdampak terhadap pembangunan Indonesia di masa mendatang. Pembelajaran IPA/sains di sekolah selalu mengacu pada kurikulum IPA, di dalam kurikulum telah ditegaskan bahwa pembelajaran IPA harus menekankan pada penguasaan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah. Dalam
buku panduan penyusunan kurikulum
tingkat satuan pendidikan, dikatakan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA khususnya biologi menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.3 Namun pada kenyataannya berbeda dari yang diharapkan, berdasarkan hasil kajian penelitian Sardjono dalam Muslim, menunjukkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah masih banyak dilakukan secara konvensional (pembelajaran berpusat pada guru) dan prestasi belajar IPA masih sangat rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.4
Menurut
Clements dan Battista dalam Trianto, yang kita lihat bahwa sebagian pola pembelajaran
masih
bersifat
transmisif,
pengajar
mentransfer
dan
menyampaikan konsep-konsep secara langsung pada peserta didik. Dalam pandangan ini, siswa secara pasif “menyerap” struktur pengetahuan yang diberikan guru atau yang terdapat dalam buku pelajaran. Pembelajaran hanya sekedar penyampaian fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan kepada siswa.5 Hal ini senada dengan hasil observasi
peneliti
pada Praktik Profesi
Keguruan Terpadu selama empat bulan (Februari s/d Mei) di kelas XI IPA
3
BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2006) h. 484 4 Muslim, Effort to Improve Science Process Skill Student’s Learning in Physics Through Inquiry Based Model. (Proceeding The Second International Seminar on Science Education. UPI 2008) h. 285 5 Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2009) h. 18
3
SMA Triguna Utama Tangerang serta wawancara yang dilakukan dengan siswa dan guru bidang studi biologi di sekolah tersebut, diperoleh informasi bahwa pembelajaran biologi yang telah dilaksanakan terdapat hal-hal yang perlu ditingkatkan. Adapun hal-hal yang perlu ditingkatkan tersebut adalah pertama, penggunaan metode pembelajaran, karena selama pembelajaran hanya sedikit sekali peserta yang aktif disebabkan guru masih menggunakan metode konvensional, yaitu dengan ceramah dan berpusat pada guru. Dengan tidak adanya kegiatan praktikum atau kegiatan yang menunjang keterampilan siswa pada metode ceramah yang diterapkan, hal ini dapat menyebabkan keterampilan proses sains (KPS) siswa tidak berkembang dengan maksimal, hal ini terlihat pada saat pembelajaran bahwa pada umumnya siswa belum dapat menyusun hipotesis, melakukan pengamatan dengan benar, membaca grafik dengan benar, menentukan variabel percobaan, menginterpretasi data dan menarik kesimpulan dengan benar. Akibatnya, keterampilan proses sains siswa menjadi rendah. Padahal dengan terlatihnya siswa menggunakan keterampilan proses sains akan memudahkannya dalam menerapkan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari (pemecahan masalah).6 Selain itu, dalam pembelajaran model ceramah siswa ditempatkan pada posisi belajar pasif yaitu mendengar dan mencatat. Kondisi kelas seperti ini dapat membuat siswa bosan dan tidak mendapatkan pengalaman belajarnya sendiri serta semakin enggan untuk belajar biologi. Kedua, sumber informasi masih didominasi oleh guru, sehingga siswa jarang dijadikan sumber informasi alternatif, sehingga tidak muncul interaksi. Hal ini membuat siswa tidak terbiasa bertanya, mengeluarkan pendapat, berdebat dan perilaku aktif lainnya. Sehingga pemahaman belajar yang diperoleh siswa tidak maksimal, karena melalui keaktifan siswa, maka ia akan mampu mengolah kesan pengamatan menjadi pengetahuan. Keaktifan juga mendorong siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan sehingga merupakan pengalaman langsung dengan lingkungan. Pengalaman interaksi ini akan 6
Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) h. 52
4
menimbulkan pengertian tentang lingkungan dan selanjutnya akan menjadi pengetahuan baru. 7 Terkait hal di atas Edgar Dale membuat kesimpulan dari penelitiannya yang dikenal dengan Dale’s Cone Experience, yang menunjukkan bahwa jika mengajar dengan banyak ceramah maka tingkat pemahaman siswa hanya 20%, sedangkan jika siswa diminta untuk melakukan sesuatu sambil melaporkannya tingkat pemahaman siswa dapat mencapai 90%.8 Ketidakaktifan siswa menyebabkan suasana kelas saat proses pembelajaran berlangsung sangat tidak kondusif, beberapa siswa banyak yang sibuk dengan aktifitasnya sendiri yang tidak mendukung kegiatan belajar seperti mengobrol, memainkan telepon genggam, ada yang mengantuk, dan ada yang bercanda. Berdasarkan persoalan yang dipaparkan di atas peneliti bermaksud untuk melakukan suatu tindakan untuk mengatasi beberapa permasalahan tersebut. Dalam tindakan ini keterampilan proses sains dipandang perlu ditingkatkan. Mengingat percepatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi, tidak memungkinkan bagi guru bertindak sebagai satusatunya orang yang menyalurkan semua fakta dan teori-teori. Untuk mengatasi hal ini perlu pengembangan keterampilan memperoleh dan memproses semua fakta, konsep, dan prinsip pada diri siswa. 9 Menurut Rustaman keterampilan proses tersebut dimunculkan sebagai materi yang harus diukur dan berada dalam lingkup pembelajaran “bekerja ilmiah”. 10 Selain itu pentingnya keterampilan proses sains untuk ditingkatkan mengingat standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dilakukan memiliki rumusan tujuan pembelajaran yang menuntut keterampilan proses melalui suatu konsep tertentu. Adapun standar kompetensi yang akan 7
Yudi Munadi dan Farida Hamid, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, (Jakarta: UIN syarif Hidayatullah, 2009) hal. 24 8 Raymond S. Pastore, Principles of Teaching, Blommsburg University, dari: http://teacherwolrd.com/potdale.html 9 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006) h. 137 10 Nuryani Rustaman,dkk. Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2005) h. 161
5
dilaksanakan berdasarkan panduan dari badan standar nasional pendidikan adalah melakukan percobaan pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan. Selain itu aspek-aspek keterampilan proses sains juga menjadi salah satu poin dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Biologi SMA/MA. Dalam pelaksanaan pembelajaran sains, siswa dituntut mengembangkan keterampilan proses sains, berpikir induktif, sikap ilmiah, keterampilan manipulasi alat, keterampilan komunikasi yang semuanya terintegrasi dalam keterampilan dasar kerja ilmiah.11 Sehingga diperlukan pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan tersebut. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa serta dapat memberikan penguatan terhadap kualitas pembelajaran biologi di kelas sebagai sarana penelitian adalah model pembelajaran inquiry. Sebagai salah satu model pembelajaran rujukan konstruktivisme, inquiry ini dirancang untuk mendorong siswa untuk melakukan kegiatan penyelidikan, berpikir kritis, mengembangkan berbagai keterampilan dan melakukan penerapan. Berarti prinsip pembelajaran sains disini adalah proses aktif. Proses aktif memiliki aktivitas mental dan fisik. Artinya hands on activities saja tidak cukup, melainkan juga minds on activities. Implikasi ini difasilitasi oleh model pembelajaran inquiry. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik diperlukan model pembelajaran yang sesuai, dan pembelajaran inquiry merupakan salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan keterampilan tersebut karena model pembelajaran inquiry merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Seperti yang dinyatakan oleh Nur dalam Holil, bahwa dalam pembelajaran IPA, keterampilan-keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan 11
Nuryani Rustaman, Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuiri dalam Pendidikan Sains. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional II HISPPIPAI. (Bandung: FPMIPA UPI, 2005) h. 3
6
yang dipelajari siswa saat mereka melakukan inkuiri ilmiah. 12 Jadi pada penelitian ini peneliti menggunakan
model pembelajaran guided inquiry
sebagai model pembelajaran yang digunakan dalam upaya meningkatkan keterampilan proses sains siswa. B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Proses pembelajaran yang masih monoton dan satu arah. 2. Proses pembelajaran yang kurang melibatkan keaktifan siswa. 3. Suasana kelas yang tidak kondusif selama proses pembelajaran. 4. Keterampilan proses sains siswa pada mata pelajaran biologi masih tergolong rendah. 5. Penggunaan
model pembelajaran
guided inquiry dalam upaya
meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. C. Pembatasan Fokus Penelitian Untuk menghindari kesalahpahaman makna serta upaya untuk lebih efisien dalam pelaksanaan penelitian yang selaras dengan judul penelitian, maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah: 1. Model Pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran guided inquiry.
Model
pembelajarannya diharapkan
pembelajaran melibatkan
dengan
ini
dipilih
keterampilan
menerapkan
model
karena proses
dalam sains
pembelajaran
proses sehingga
ini
dapat
meningkatkan keterampilan proses sains siswa. 2. Penelitian ini akan dilaksanakan pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan ini merupakan konsep konkrit yang tujuan utama dari 12
Anwar holil, Keterampilan Proses, tersedia di http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/hubungan-inkuiri-dan-keterampilan.html, 24 Juni 2010
7
pembelajarannya adalah keterampilan proses sains melalui konsep tersebut. D. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan pembatasan fokus penelitian di atas, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah penerapan model pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas XII IPA SMA Triguna Ciputat Kabupaten Tangerang Tahun Pelajaran 2010/2011?” E. Tujuan dan Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan dan manfaat dari penelitian, yaitu: a. Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui sejauh mana keterampilan proses sains siswa dapat meningkat dengan pembelajaran inkuiri terbimbing. 2. Mengetahui
respon
siswa
terhadap
pembelajaran
yang
telah
dilaksanakan sebagai refleksi pembelajaran. b. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi kepada para pembaca tentang penerapan model pembelajaran guided inquiry untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa. 2. Bagi sekolah dan guru semoga karya tulis ini dapat digunakan sebagai masukan tentang pentingnya meningkatkan keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran. 3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar atau tolak ukur bagi penelitian-penelitian selanjutnya guna memperbaiki dan mengembangkan hasil penelitian yang sudah ada.
8
BAB II KAJIAN TEORI A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti 1.
Keterampilan Proses Sains Belajar sains atau biologi secara bermakna baru akan dialami siswa apabila siswa terlibat aktif secara intelektual, manual, dan sosial. Pengembangan keterampilan proses sains sangat ideal dikembangkan apabila guru memahami hakikat belajar sains, yaitu sains sebagai proses dan produk.
Keterampilan proses perlu
dikembangkan
melalui
pengalaman langsung, sebagai pengalaman belajar, dan disadari ketika kegiatannya
sedang
berlangsung.
Namun
apabila
dia
sekedar
melaksanakan tanpa menyadari apa yang sedang dikerjakannya, maka perolehannya kurang bermakna dan memerlukan waktu lama untuk menguasainya. Kesadaran tentang apa yang sedang dilakukannya, serta keinginan untuk melakukannya dengan tujuan untuk menguasainya adalah hal yang sangat penting. 1 Keterampilan
proses
melibatkan
keterampilan-keterampilan
kognitif atau intelektual, manual dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Dengan keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses. Hal ini senada dengan pendapat Dahar yakni keterampilan proses sains adalah keterampilan yang meliputi intelektual, manual dan sosial, begitu juga dengan Semiawan mendefinisikan keterampilan proses sains sebagai keterampilan-keterampilan fisik dan
1
Nuryani Y Rustaman, dkk. Strategi Belajar dan Mengajar Biologi. Cetakan I (Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. 2005) h. 86
9
mental yang dimiliki, dikuasai, dan diterapkan dalam usaha mencari penemuan-penemuan baru.2 Jadi
menurut
penulis
keterampilan
proses
sains
adalah
keterampilan-keterampilan yang muncul atau diperlukan disetiap langkah dalam upaya memecahkan masalah atau menemukan sesuatu yang baru dalam sains. a.
Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains Jenis-jenis keterampilan proses sains dan karakteristiknya terdiri atas sejumlah keterampilan yang satu sama lain sebenarnya tidak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam masingmasing keterampilan proses tersebut.3 Menurut Harlen keterampilan proses sains terdiri dari tujuh keterampilan
yaitu,
observing,
hypothesizing,
predicting,
investigating, interpreting findings, and drawing conclusions, communicating.4 Sedangkan menurut Rustaman keterampilan proses sains terdiri dari sembilan keterampilan yaitu: 1) Melakukan Pengamatan (observasi). Mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakakn hal terpenting untu mengembangkan keterampilan-keterampilan proses yang lain. Mengamati merupakan tanggapan kita terhadap
berbagai
objek
dan
peristiwa
alam
dengan
menggunakan pancaindra. Menggunakan indera penglihat, pembau, pendengar, pengecap, dan peraba pada waktu mengamati ciri-ciri semut, capung, kupu-kupu, dan hewan lain yang termasuk serangga merupakan kegiatan yang sangat dituntut dalam belajar IPA. Menggunakan fakta yang relevan dan memadai dari hasil pengamatan juga termasuk keterampilan proses mengamati. 2
Cony Semiawan. Pendekatan Keterampilan Proses. (Jakarta: Gramedia 1992), h.17 Nuryani Y Rustaman. Op.cit,. h. 78 4 Wynne Harlen, The Teaching of Science, (London: David Fulton Publishers, 1992) h. 29 3
10
2) Menafsirkan (interpretasi) Mencatat setiap hasil pengamatan tentang fermentasi secara terpisah antara hasil utama dan hasil sampingan termasuk menafsirkan atau interpretasi. Menghubung-hubungkan hasil pengamatan tentang bentuk alat gerak dengan habitatnya menunjukkan bahwa siswa melakukan interpretasi. Begitu pula jika siswa menemukan pola atau keteraturan dari satu seri pengamatan tentang jenis-jenis makanan berbagai
burung,
misalnya
semuanya
bergizi
tinggi,
dan
menyimpulkan bahwa makanan bergizi diperlukan oleh burung. 3) Mengelompokkan (klasifikasi) Penggolongan makhluk hidup dilakukan setelah siswa mengenali ciri-cirinya. Dengan demikian dalam proses pengelompokan tercakup
beberapa
kegiatan
seperti
mencari
perbedaan,
mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan, dan mencari dasar penggolongan. Jadi mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan
sifat-sifat
khususnya,
sehingga
didapatkan
golongan/kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. 4) Meramalkan (prediksi) Keterampilan meramalkan atau prediksi mencakup keterampilan mengajukan
perkiraan
tentang
sesuatu
yang
belum
terjadi
berdasarkan suatu kecendrungan atau pola yang sudah ada. Memperkirakan bahwa besok matahari akan terbit pada jam tertentu di sebelah timur merupakan contoh prediksi. Memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecendrungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan. 5) Berkomunikasi Membaca grafik, tabel, atau diagram dari hasil percobaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan atau pernapasan
11
termasuk berkomunikasi dalam pembelajaran IPA. Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram juga termasuk berkomunikasi. Selain itu termasuk ke dalam berkomunikasi juga adalah menjelaskan hasil percobaan, misalnya mempertelakan atau memerikan tahap-tahap perkembangan daun, termasuk menyusun dan
menyampaikan
laporan
secara
sistematis
dan
jelas.
Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. 6) Berhipotesis Hipotesis menyatakan
hubungan
antara
dua
variabel,
atau
mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dengan berhipotesis diungkapkan cara melakukan pemecahan masalah, karena dalam rumusan hipotesis biasanya terkandung cara untuk mengujinya. Apabila ingin diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan tumbuh, dapat dibuat hipotesis: “Jika diberikan pupuk NPK, maka tumbuhan A akan lebih cepat tumbuh”. Dalam hipotesis tersebut terdapat dua variabel (faktor pupuk dan cepat tumbuh), ada perkiraan penyebabnya (meningkatkan), serta mengandung cara untuk mengujinya (diberi pupuk NPFC). Keterampilan menyusun hipotesis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan “dugaan yang dianggap benar” mengenai adanya suatu faktor yang terdapat dalam suatu situasi, maka akan ada akibat tertentu yang dapat diduga akan timbul. 7) Merencanakan percobaan atau penyelidikan Beberapa kegiatan menggunakan pikiran termasuk ke dalam keterampilan proses merencanakan penyelidikan. Apabila dalam lembar kegiatan siswa tidak dituliskan alat dan bahan secara khusus, tetapi tersirat dalam masalah yang dikemukakan, berarti siswa diminta merencanakan dengan cara menentukan alat dan bahan untuk penyelidikan tersebut. Menentukan variabel atau peubah yang
12
terlibat dalam suatu percobaan tentang pengaruh pupuk terhadap laju pertumbuhan
tanaman
juga
termasuk
kegiatan
merancang
penyelidikan. Selanjutnya menentukan variabel kontrol dan variabel bebas, menentukan apa yang diamati, diukur atau ditulis, serta menentukan cara dan langkah kerja juga termasuk merencanakan penyelidikan. Sebagaimana dalam penyusunan rencana kegiatan penelitian perlu ditentukan cara mengolah data untuk dapat disimpulkan, maka dalam merencanakan penyelidikan pun terlibat kegiatan menentukan cara mengolah data sebagai bahan untuk menarik kesimpulan. 8) Menerapkan konsep atau prinsip Setelah memahami konsep pembakaran zat makanan menghasilkan kalori, barulah seorang siswa dapat menghitung jumlah kalori yang dihasilkan sejumlah gram bahan makanan yang mengandung zat makanan. Apabila seorang siswa mampu menjelaskan peristiwa baru (misal banjir) dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki (erosi dan pengangkutan air), berarti ia menerapkan prinsip yang telah dipelajarinya. Begitu pula apabila siswa menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru. 9) Mengajukan pertanyaan Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan, tentang apa, mengapa, bagaimana, atau menanyakan latar belakang hipotesis. Pertanyaan yang meminta penjelasan tentang pembahasan ekosistem menunjukan bahwa siswa ingin mengetahui dengan jelas tentang hal itu. Pertanyaan tentang mengapa dan bagaimana keseimbangan ekosistem dapat dijaga menunjukkan si penanya berpikir. Pertanyaan tentang latar belakang hipotesis menunjukkan si penanya sudah memiliki gagasan atau perkiraan untuk menguji atau memeriksanya. Dengan demikian jelaslah bahwa bertanya tidak sekedar bertanya tetapi melibatkan pikiran.
13
Selain sembilan keterampilan proses di atas menurut Padilla’s keterampilan proses sains terdiri dari keterampilan dasar
dan
keterampilan terintegrasi. Keterampilan dasar terdiri dari: observasi, menyimpulkan, pengukuran, komunikasi, klasifikasi, dan prediksi. Keterampilan terintegrasi terdiri dari: mengontrol variabel, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, interpretasi data, dan merumuskan model.5 b.
Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya 1) Mengamati/Observasi
Menggunakan sebanyak mungkin indera
Mengumpulkan atau menggunakan fakta yang relevan
2) Mengelompokkan/Klasifikasi
Mencatat setiap pengamatan secara terpisah
Mencari perbedaan, persamaan
Mengontraskan ciri-ciri
Membandingkan
Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan
Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
3) Menafsirkan/Interpretasi
Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan
Menyimpulkan
4) Meramalkan/Prediksi
Menggunakan pola-pola hasil pengamatan
Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati
5) Mengajukan Pertanyaan
5 Chris Keil, Jodi Haney, and Jennifer Zoffel. Improvements in Student Achievement and Science Process Skills Using Environmental Health Science Problem Base Learning Curricula, (Elecronic Journal of Science Education, Volume 13 No. 1, 2009) h. 4, tersedia: http://ejse.southwestern.edu
14
Bertanya apa, bagaimana, dan mengapa
Bertanya untuk meminta penjelasan
Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis
6) Berhipotesis
Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari satu kejadian
Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah
7) Merencanakan Percobaan/Penelitian
Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan
Menentukan variabel/faktor penentu
Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dan dicatat
Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja.
8) Menggunakan Alat/Bahan
Memakai alat/bahan
Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan
Mengetahui bagaimana menggunakan alat/bahan
9) Menerapkan konsep
Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru
Menggunakan
konsep
pada
pengalaman
baru
untuk
menjelaskan apa yang sedang terjadi 10) Berkomunikasi
Mengubah bentuk penyajian
Memerikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram
Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis
Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian
Membaca grafik, tabel, atau diagram
15
Mendiskusikan hasil kegiatan, suatu masalah atau suatu peristiwa
c.
Pengukuran Keterampilan Proses Sains Pengukuran keterampilan proses sains tidak seperti pengukuran pengetahuan konsep pada umumnya, tapi itu dapat dilakukan. Untuk evaluasi keterampilan proses akan dibahas karakteristik butir soal keterampilan proses sains, penyusunan butir soal keterampilan proses sains, dan pemberian skor butir soal keterampilan proses sains. 1) Karakteristik Butir Soal Keterampilan Proses Sains Karakteristik butir soal keterampilan proses sains akan dibahas secara umum dan secara khusus. Secara umum pembahasan butir soal keterampilan proses lebih ditujukan untuk membedakannya dengan butir soal biasa yang mengukur penguasaan
konsep.
Secara
khusus
karakteristik
jenis
keterampilan proses tertentu akan dibahas dan dibandingkan satu sama lain, sehingga jelas perbedaannya. a) Karakteristik Umum Secara umum butir soal keterampilan proses dapat dibedakan dari butir soal penguasaan konsep. Butir-butir soal keterampilan proses memiliki beberapa karakteristik. Pertama, butir soal keterampilan proses tidak boleh dibebani konsep (nonkonsep burdan). Hal ini diupayakan agar butir soal tersebut tidak rancu dengan pengukuran penguasaan konsepnya. Konsep dijadikan konteks, dan konsep yang terlibat harus diyakini oleh penyusun butir soal sudah dipelajari siswa atau tidak asing bagi siswa (dekat dengan keadaan sehari-hari siswa). Kedua, butir soal keterampilan proses mengandung sejumlah informasi yang harus diolah oleh responden atau siswa. Informasi dalam butir soal keterampilan proses dapat berupa gambar, diagram, grafik, data dalam tabel atau uraian, atau objek aslinya. Ketiga, seperti
16
butir soal pada umumnya, aspek yang akan diukur oleh butir soal keterampilan proses harus jelas dan hanya mengandung satu aspek
saja,
misalnya
interpretasi.
Keempat,
sebaiknya
ditampilkan gambar untuk membantu menghadirkan objek. b) Karakteristik khusus Observasi :soal pada keterampilan ini harus dari objek atau peristiwa sesungguhnya. Interpretasi :harus
menyajikan
sejumlah
data
untuk
memperlihatkan pola yang harus diinterpretasikan. Klasifikasi :harus ada kesempatan mencari atau menemukan persamaan dan perbedaan, atau diberikan kriteria tertentu untuk melakukan pengelompokan, atau ditentukan jumlah kelompok yang harus terbentuk. Prediksi
:harus jelas pola atau kecenderungan untuk dapat mengajukan dugaan atau ramalan.
Berkomunikasi: harus ada satu bentuk penyajian tertentu untuk diubah ke bentuk penyajian lainnya, misalnya bentuk uraian ke bentuk bagan atau bentuk tabel ke bentuk grafik. Berhipotesis : siswa dapat merumuskan dugaan atau jawaban sementara, atau menguji pernyataan yang ada serta mengandung hubungan dua variabel atau lebih, biasanya mengandung cara kerja untuk menguji atau membuktikan. Merencakan percobaan atau penyelidikan: harus memberikan kesempatan untuk mengusulkan gagasan berkenaan dengan alat/bahan yang akan digunakan, urutan prosedur yang harus ditempuh, menentukan peubah (variabel), mengendalikan peubah.
17
Menerapkan konsep atau prinsip: harus memuat konsep/ prinsip yang akan diterapkan tanpa menyebutkan nama konsepnya. Mengajukan pertanyaan: harus memunculkan sesuatu yang mengherankan,
mustahil,
tidak
biasa
atau
kontradiktif agar responden atau siswa termotivasi untuk bertanya. 2) Penyusunan Butir Soal Keterampilan Proses Sains Penyusunan butir soal keterampilan proses sains menuntut penguasaan
masing-masing
jenis
keterampilan
prosesnya
termasuk pengembangannya. Pilihlah satu konsep tertentu untuk dijadikan konteks.
Dengan mengingat
karakteristik jenis
keterampilan proses yang akan diukur, sajikan sejumlah informasi yang perlu diolah. Setelah itu siapkan pertanyaan atau suruhan yang dimaksudkan untuk memperoleh respon atau jawaban yang diharapkan. Tentukan pula bagaimana bentuk respon yang diminta: memberi tanda silang pada pilihan huruf a/b/c atau memberi tanda cek dalam kolom yang sesuai, atau menuliskan jawaban singkat tiga buah, atau bentuk lainnya. Umpamanya akan disusun soal keterampilan observasi tentang bagian-bagian bunga. Berikan satu tangkai bunga sesungguhnya untuk diperiksa (informasi). Sebaiknya dipilih bunga yang kontras dan memiliki bau khas. Ajukan pertanyaan mengenai jumlah kelopak, jumlah dan keadaan daun mahkota bunga, bentuk kepala sari, keadaan kepala putik, dan ciri khas bunga tersebut. Respon diminta dalam bentuk jawaban singkat 5 buah berurutan ke bawah dari a sampai e. 3) Pemberian Skor Butir Soal Keterampilan Proses Sains Sebagaimana butir
soal pada umumnya,
butir
soal
keterampilan proses perlu diberi skor dengan cara tertentu. Setiap respon yang benar diberi skor dengan bobot tertentu, umpamanya
18
masing-masing 1 untuk soal observasi di atas yang berarti jumlah skornya 5. Untuk respon yang lebih kompleks, misalnya membuat pertanyaan, dapat diberi skor bervariasi berdasarkan tingkat kesulitannya. Umpamanya pertanyaan berlatar-belakang hipotesis diberi skor 3; pertanyaan apa, mengapa, bagaimana diberi skor 2; pertanyaan yang meminta penjelasan diberi skor 1. d.
Peranan Guru dalam Mengembangkan Keterampilan Proses Sains Secara umum peran guru terutama berkaitan dengan pengalaman mereka membantu siswa mengembangkan keterampilan proses sains. Menurut Harlen sedikitnya terdapat lima aspek yang perlu diperhatikan oleh guru dalam berperan mengembangkan keterampilan proses. Pertama, memberikan kesempatan untuk menggunakan keterampilan proses dalam melakukan eksplorasi materi dan fenomena. Pengalaman langsung tersebut memungkinkan siswa untuk menggunakan alat-alat
inderanya
dan mengumpulkan
informasi atau bukti-bukti untuk kemudian ditindak lanjuti dengan pengajuan pertanyaan, merumuskan hipotesis berdasarkan gagasan yang ada. Kedua, memberi kesempatan untuk berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil dan juga diskusi kelas. Tugas-tugas dirancang agar siswa berbagi gagasan (urun-rembuk), menyimak teman lain, menjelaskan dan mempertahankan gagasan mereka sehingga mereka dituntut untuk berpikir reflektif tentang hal yang sudah dilakukannya, menghubungkan gagasan dengan bukti dan pertimbangan orang lain untuk memperkaya pendekatan yang mereka rencanakan. Berbicara dan menyimak menyiapkan dasar berpikir untuk bertindak. Ketiga, mendengarkan pembicaraan siswa dan mempelajari produk mereka untuk menemukan proses yang diperlukan untuk membentuk gagasan mereka. Dengan kata lain aspek ketiga
19
menekankan: membantu pengembangan keterampilan bergantung pada pengetahuan bagaimana siswa menggunakannya. Keempat, mendorong siswa mengulas (review) secara kritis tentang bagaimana kegiatan mereka telah dilakukan. Mereka juga hendaknya didorong untuk mempertimbangkan cara-cara alternatif untuk meningkatkan kegiatan mereka. Membantu siswa untuk menyadari keterampilan-keterampilan yang mereka perlukan adalah penting sebagai bagian dari proses belajar mereka sendiri. Kelima, memberikan teknik atau strategi untuk meningkatkan keterampilan, khususnya ketepatan dalam observasi dan pengukuran misalnya, atau teknik-teknik yang perlu rinci dikembangkan dalam komunikasi. Begitu pula dalam penggunaan alat, karena mengetahui bagaimana
cara
menggunakan
menggunakannya.
Menggunakan
alat
tidak
teknik secara
sama
dengan
tepat berarti
memerlukan pengetahuan bagaimana cara menggunakannya.6 Model Pembelajaran
2.
Pentingnya keterampilan proses untuk dikembangkan menuntut adanya pemilihan proses pembelajaran yang dapat memberikan kontribusi terhadap keterampilan proses tersebut. Proses pembelajaran tersebut tentunya tidak terlepas dari model yang digunakan. Istilah model pembelajaran dapat diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur kerja yang sistematis atau teratur, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan berikut saran.7 Arends mengemukakan bahwa “ Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran dan pengelolaan kelas”. 8 Sementara menurut Trianto model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
6
Wynne Harlen, The Teaching of Science, h. 83 Dewi Salma Prawiladilaga, Prinsip Disain Pembelajaran; Instructional Designe Principle. (Jakarta: Kencana & UNJ, 2009), h.33 8 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: Prestasi Pustaka. Cet. ke 1. h.4. 7
20
menggambarkan
prosedur
sistematik
dalam
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
mengorganisasikan
9
Ada sejumlah pandangan atau pendapat berkenaan dengan model pembelajaran, yang perlu kita kaji untuk memperluas pemahaman dan wawasan kita sehingga kita dapat semakin fleksibel dalam menentukan salah satu atau beberapa model pembelajaran yang tepat. “Joyce, Weil, dan Calhoun mendeskripsikan empat kategori model mengajar, yaitu kelompok model sosial (social family), kelompok pengolahan informasi (information processing family), kelompok model personal (personal family), dan kelompok model sistem perilaku (behavioral systems family)”.10 Tiap-tiap model tersebut dijabarkan ke dalam beberapa tipe yang lebih terukur. Jika dituangkan dalam bentuk tabel adalah seperti berikut: Tabel 2.1 Model-model Pembelajaran Menurut Joyce, Weil dan Calhoun Kelompok Model
Model Sosial 1. Kelompok Belajar (Positive independence dan inkuiri terstruktur) 2. Investigasi Kelompok 3. Bermain Peran 4. Penelitian Yurisprudensi
1.
2. 3.
4. 5. 6.
Pengolahan Informasi Berpikir Introduktif (classification oriented) Pencapaian Konsep Memorisasi (memory assists) Penelitian Ilmiah Latihan Inkuiri Synectics
Model Personal 1. Pembelaja ran tanpa arahan 2. Meningkat kan rasa percaya diri
Model Sistem Perilaku 1. Belajar Tuntas 2. Pengajaran Langsung 3. Simulasi 4. Pembelajar an Sosial 5. Jadwal Terprogram (tugas penampilan)
Jadi menurut penulis model pembelajaran adalah : cara-cara yang akan digunakan oleh pengajar (guru) untuk memilih kegiatan belajar yang akan digunakan selama proses pembelajaran, dimana pemilihan tersebut dilakukan 9
Trianto,ibid.,h.2. Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta.2009).Cet ke-2. h. 148.
10
21
dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, materi dan sumber belajar, kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Kesesuaian antara tujuan, materi dan metode serta pengalaman belajar jelas menjadi dambaan para pengembang kurikulum maupun guru dalam perencanaan pengajaran. Sangat tidak adil apabila siswa dituntut untuk kreatif melalui pengalaman belajar yang pasif dalam mempelajari konsep tertentu. Berdasarkan uraian di atas penulis memilih model pembelajaran guided inquiry sebagai tindakan yang akan digunakan dalam penelitian sebagai upaya meningkatkan keterampilan proses sains siswa, karena dalam pembelajaran inquiry terdapat keterampilan-keterampilan yang muncul, dan adapun
keterampilan-keterampilan
tersebut
merupakan
keterampilan-
keterampilan proses sains. Seperti pernyataan Kuslan bahwa pengajaran Inquiry merupakan pembelajaran dimana guru dan siswa mempelajari fenomena alam dengan pendekatan dan semangat para ilmuan, serta karakteristik pembelajaran inquiry dengan proses sainsnya seperti observasi, pengukuran, estimasi, prediksi, membandingkan, klasifikasi, percobaan, komunkasi, inferensi, analisis dan membuat kesimpulan.11 Hal ini juga diungkapkan oleh Rustaman bahwa ketiga tingkatan inkuiri (discovery, guided inquiry, and free inquiry) memiliki kesamaan yaitu ketiganya melibatkan keterampilan proses sains dan atau kemampuan dasar bekerja ilmiah.12 Pengajaran dengan inquiry mengajukan kepada siswa konten yang berhubungan dengan permasalahan-permasalahan yang memfokuskan kepada kegiatan penelitian kelas. Dengan adanya permasalahan, siswa dapat merumuskan hipotesis atau jawaban sementara, mengumpulkan data yang relevan dengan hipotesis, dan kemudian mengevaluasi data yang telah
11
Louis I. Kuslan and A. Haris Stone. Teaching Children Science: an Inquiry Approach.. ( California: Wadsworth Publishing Company, 1969) h. 138 12 Nuryani Y Rustaman. Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuri dalam Pendidikan Sains. (Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung, 2005) h. 3
22
terkumpul dan membuat suatu kesimpulan. Pada strategi ini siswa tidak hanya belajar konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga belajar bagaimana pemecahan masalah kedepannya. 13 Pembelajaran dengan menggunakan
model
guided inquiry
merupakan model pembelajaran yang tidak berdiri sendiri karena model ini bersumber dari teori kontruktivisme. Oleh karena itu pada bab ini penulis akan terlebih dahulu membahas tentang teori kontruktivisme dan kemudian model pembelajaran inquiry. 3.
Teori Konstruktivisme Teori belajar konstruktivistik dipelopori oleh J. Piaget dan Vigotsky.
Belajar
menurut
pandangan
konstruktivistik
berarti
membangun, yaitu siswa dapat mengonstruksi sendiri pemahamannya dengan melakukan aktivitas aktif dalam pembelajarannya. Teori konstrukivistik merupakan salah satu teori belajar yang berhubungan dengan cara seseorang memperoleh pengetahuan, yang menekankan pada penemuan
makna
(meaningfullness).
Perolehan
tersebut
melalui
informasi dalam struktur kognitif yang telah ada dari hasil perolehan sebelumnya yang tersimpan dalam memori dan siap dikonstruk untuk mendapatkan pengetahuan baru.14 Konstruktivisme merupakan teori pembelajaran yang berdasarkan pada pengamatan dan studi ilmiah mengenai bagaimana seseorang belajar.15 Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Teori pembelajaran kontruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori kontruktivisme, 13
David Jacobsen,dkk. Methods for Teaching; A Skill Approach. 2nd edition. (Columbus: A Bell & Howell Company. 1985) h. 197 14 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) h. 119 15 Educational Broadcasting Corporation , Contructivism as a Paradigma for Teaching and Learning: What is Contructivism? (2004) tersedia: http://www.thirteen.org (19 Juni 2010]
23
satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa sendiri yang harus membangun pengetahuan didalam benaknya. 16 Konstruktivisme
merupakan
proses
pembelajaran
yang
menjelaskan bagaimana pengetahuan disusun dalam pikiran seseorang. Unsur-unsur
konstruktivisme
telah
lama
dipraktikkan
dalam
pembelajaran disetiap tingkatan sekolah atau satuan pendidikan. Berdasarkan paham konstruktivisme, ilmu pengetahuan tidak dapat dipindahkan (transfer) dari seorang guru kepada siswa dalam bentuk yang serba sempurna, melainkan bertahap sesuai dengan pengalaman masing-masing siswa. 17 Dalam
proses
pembelajaran,
siswa
membangun
sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru. Untuk itu tugas guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan : a.
Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan terhadap siswa,
b.
Memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan
c.
Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.18 Konteks
pelaksanaan
pembelajaran
dengan
menggunakan
kontruktivisme, guru tidak dapat mengindoktrinasi gagasan ilmiah supaya peserta didik mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non ilmiah menjadi gagasan atau pengetahuan ilmiah. Dengan demikian arsitek pengubah gagasan peserta didik adalah peserta didik itu sendiri dan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan penyedia kondisi supaya proses pembelajaran dapat berlangsung. 16
Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan Implementasi pada KTSP, Cet II, (Jakarta : Kencana, 2010) h. 28 17 Ahmad Sofyan, Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA/Sains. Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK( Jakarta: UIN Syahid, 2007) h. 14 18 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007) h. 109
24
4. Model Pembelajaran Inquiry Indrawati dalam Trianto menyatakan, bahwa suatu pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui modelmodel pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Hal ini dikarenakan model-model pemrosesan informasi menekankan pada bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap caracara mengolah informasi. Menurut Downey dalam Trianto menyatakan bahwa inti dari berpikir yang baik adalah kemampuan untuk memecahkan masalah. Dasar dari pemecahan masalah adalah kemampuan untuk belajar dalam situasi proses berpikir. Dengan demikian, hal ini dapat diimplementasikan bahwa kepada siswa hendaknya diajarkan bagaimana belajar yang meliputi apa yang diajarkan, bagaiman hal itu diajarkan, jenis kondisi belajar, dan memperoleh padangan baru. Salah satu yang termasuk dalam model pemrosesan informasi adalah model pembelajaran inkuiry.19 Pembelajaran inkuiry adalah rangkain kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.20 Hal ini senada dengan pendapat Joseph Abruscato yang menyatakan bahwa inquiry adalah metode yang teliti dan sistematik dalam mempertanyakan dan mencari penjelasan. 21 Sund, seperti yang dikutip oleh Suryosubroto, menyatakan bahwa discovery merupakan bagian dari inquiry, atau inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Inquiry yang dalam bahasa inggris inquiry, berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan. Inquiry sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau 19
memahami informasi. Gulo dalam Trianto,
Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan Implementasi pada KTSP. h.165 20 Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Cet ke5 (Jakarta: Kencana. 2005) h. 196 21 Joseph Abruscato and Donald A. Derosa. Teaching Children Science; A Discovery Approach. (Unitate State: Pearson Education, 2010) h. 43
25
menyatakan strategi inquiry sebagai suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan pembelajaran inquiry adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; (3) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan pada proses inquiry.22 Menurut Alberta pembelajaran inquiry adalah sebuah proses dimana siswa mengembangkan belajar mereka, merumuskan pertanyaan, menyelidiki, dan kemudian membangun pengetahuan baru yang berupa pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan itu merupakan pengetahuan baru bagi siswa dan memungkinkan untuk mengajukan suatu pertanyaan, untuk dicari penyelesaiannya. 23 Dalam suatu penelitian didapat bahwa penggunaan pembelajaran inquiry dapat membantu siswa menjadi lebih kreatif, bersungguh-sungguh, dan lebih percaya diri. Jadi pembelajaran inquiry merupakan suatu pembelajaran yang diawali dengan suatu keadaan atau masalah yang menimbulkan suatu pertanyaan sehingga mendorong siswa untuk mencari solusi atau pemecahannya melalui proses ilmiah. 5.
Karakteristik Pembelajaran Inquiry Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama pembelajaran inquiry. Pertama, pembelajaran inquiry menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inquiry menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
22
Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan Implementasi pada KTSP, h. 166 23 Alberta Learning Center. Focus on Inquiry: a teacher’s guide to implementing inquiry based learning. (Canada: 2004) tersedia: http//www. Learning.gov.ab.ca/k_12/curriculum/bysubject/focus on inquiry.pdf (22 juni 2010), h. 1
26
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self esteem). Dengan demikian, strategi pembelajaran inquiry menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Oleh sebab itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inquiry. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inquiry adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inquiry siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya
menguasai
pelajaran
belum
tentu
dapat
mengembangkan
kemampuan berpikir secara optimal; namun sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran. Seperti yang dapat disimak dari proses pembelajaran, tujuan utama pembelajaran melalui strategi inquiry adalah menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka.24 Menurut Hinrichsen dan Jarrett dalam Zulfiani, menyatakan empat karakter inquiry, yaitu: a.
Koneksi Pada tahap ini:
24
Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan . h. 197
27
1) Siswa mampu menghubungkan pengetahuan sains pribadi dengan konsep komunitas sains. 2) Dilakukan dengan diskusi bersama, eksplorasi fenomena. 3) Guru
mendorong
pemahaman
untuk
mereka
mendiskusikan
bagaimana
suatu
dan
menjelaskan
fenomena
bekerja,
menggunakan contoh dari pengalaman pribadi, menemukan hubungan dengan literatur. 4) Proses koneksi melalui: konsiliasi, pertanyaan, dan observasi. b. Desain Pada tahap ini: 1) Proses melalui prosedur-materi. 2) Siswa membuat perencanaan mengumpulkan data yang bermakna yang ditujukan pada pertanyaan. Disini terjadi integrasi konsep sains dengan proses sains. 3) Siswa berperan aktif mendiskusikan prosedur, persiapan materi, menentukan variabel kontrol, dan pengukuran. 4) Guru memantau ketepatan aktivitas siswa. c. Investigasi Pada tahap ini: 1) Proses melalui koleksi dan mempresentasikan data. 2) Siswa dapat membaca data secara akurat, mengorganisasi data dalam cara yang logis dan bermakna, dan memperjelas hasil penyelidikan. d. Membangun Pengetahuan Pada tahap ini: 1) Proses melalui refleksi-konstruksi-prediksi. 2) Konsep yang dilakukan dengan eksperimen akan memberi arti yang lebih bermakna dan mampu berpikir kritis. Ia harus menghubungkan antara interpretasi data dengan interpretasi ilmiah yang diterima.
28
3) Siswa dapat mengaplikasikan pemahamannya pada situasi baru yang mengembangkan inferensi, generalisasi, dan prediksi. 4) Guru melakukan sharing pemahaman siswa.25 Alberta
menyatakan
bahwa
pembelajaran
inquiry
memberikan
kesempatan kepada siswa untuk: a. Mengembangkan keterampilan mereka yang akan dibutuhkan pada seluruh kehidupan mereka. b. Belajar mengatasi bagaimana mengatasi masalah yang mungkin tidak memiliki solusi yang pasti. c. Menghadapi perubahan dan keraguan untuk dapat memahami. d. Membuat suatu penelitian untuk menemukan solusi, sekarang dan yang akan datang. 26 Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inquiry bagi siswa adalah: a. Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi; b. Inquiry berfokus pada hipotesis, dan c. Penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi, fakta) Untuk menciptakan kondisi seperti itu, peranan guru adalah sebagai berikut: a. Motivator, memberikan rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berpikir. b. Fasilitator, menunjukan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan. c. Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat. d. Administrator, bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan kelas. e. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan. f. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas. g. Rewarder, memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa. 25 Zulfiani, Inkuiri dalam Pendidikan IPA, Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran; Matematika dan Sains Dasar, Sebuah Antologi, (Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project, 2007) h. 18 26 Alberta. Focus on Inquiry. h. 3
29
Pembelajaran inkuri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung kedalam proses ilmiah. Strategi pembelajaran inkuri ini akan efektif manakala: a. Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam strategi inquiry penguasaan materi pembelajaran bukan sebagai tujuan utama pembelajaran, akan tetapi yang lebih dipentingkan adalah proses belajar. b. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian. c. Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu. d. Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kemauan dan kemampuan berpikir. Strategi inquiry akan kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemampuan untuk berpikir. e. Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan oleh guru. f. Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa. 27 Selama pelaksanaan pembelajaran inquiry, guru dapat mengajukan suatu pertanyaan atau mendorong siswa mengajukan pertanyaanpertanyaan mereka sendiri, yang dapat bersifat open-ended, memberi peluang siswa untuk mengarahkan penyelidikan mereka sendiri dan menemukan jawaban-jawaban yang mungkin dari mereka sendiri, dan mengantarkan pada lebih banyak pertanyaan lain. Pembelajaran inquiry melibatkan siswa untuk berkomunikasi yang berarti tersedia suatu ruang, peluang, dan tenaga bagi siswa untuk
27
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, h. 198
30
mengajukan pertanyaan dan pandangan yang logis, objektif, dan bermakna, serta untuk melaporkan hasil-hasil kerja mereka. Pembelajaran inquiry memungkinkan guru belajar tentang siapakah siswa mereka, apa yang siswa ketahui, dan bagaimana pikiran siswa bekerja, sehingga guru dapat menjadi fasilitator yang lebih efektif berkat adanya pemahaman guru mengenai siswa mereka. Dalam pembelajaran sains, guru diharapkan memiliki filosofi inquiry, sehingga akan lebih berperilaku sebagai fasilitator pembelajaran, sedangkan siswa ditempatkan sebagai pusat pembelajaran. Oleh karena itu inquiry merupakan filosofi utama dalam proses pembelajaran sains. Namun demikian, dalam pembelajaran sains perlu juga digunakan metode pembelajaran lainnya. 6. Prinsip-prinsip Penggunaan Pembelajaran Inquiry Adapun prinsip-prinsip penggunaan pembelajaran inquiry yaitu:28 a. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual Tujuan utama dari strategi inquiry adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi kepada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran inquiry bukan ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu. b. Prinsip Interaksi Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing) agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka.
28
Wina sanjaya. Ibid,. h. 199
31
c. Prinsip Bertanya Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakakn strategi pembelajaran inquiry adalah guru sebagai penanya. Sebab kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. d. Prinsip Belajar untuk Berpikir Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan; baik otak reptil, otak limbik, maupun otak neokortek. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. e. Prinsip Keterbukaan Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu diberi kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan. 7. Kelemahan Pembelajaran Inquiry Disamping memiliki keunggulan, model pembelajaran inquiry juga mempunyai kelemahan, di antaranya sebagai berikut: a. Guru akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik b. Perencanaan pembelajaran dengan model ini sulit karena terbentur dengan kebiasaan peserta didik dalam belajar. c. Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang, sehingga ditentukan.
guru sulit untuk menyesuaikan dengan waktu yang
32
d. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran, model pembelajaran inquiry akan sulit diimplementasikan oleh guru.29 8. Tingkatan dalam Pembelajaran Inquiry Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran dimana siswa terkait dengan “open-ended, student centered, dan hands-on activities”. Dari definisi ini terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dalam model pembelajaran inkuiri yaitu, structured inquiry, guided inquiry, open inquiry, and learning cycle30. Adapun menurut Bonstetter model inkuiri terdiri dari lima tingkatan model, yaitu: a.
Praktikum (traditional hands-on science experience) adalah tipe inkuiri yang paling sederhana. Dalam praktikum guru menyediakan seluruh keperluan mulai dari topik sampai kesimpulan yang harus ditemukan siswa dalam bentuk buku petunjuk yang lengkap. Pada tingkat ini konponen esensial dari inkuiri yakni pertanyaan atau masalah tidak muncul, oleh karena itu, Martin-Hansen, menyatakan bahwa praktikum tidak termasuk dalam kegiatan inkuiri.
b.
Pengalaman sains terstruktur (structured science experience) yaitu kegiatan inkuiri di mana guru menentukan topik, pertanyaan, bahan dan prosedur sedangkan analisis hasil dan kesimpulan dilakukan oleh siswa.
c.
Inkuiri terbimbing (guided inquiry) yaitu dimana siswa diberikan kesempatan untuk merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan sebagai fasilitator.
29
Wina sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, hal.208 Alan Colburn. An Inquiry Primer. (Science Scope: 2000), tersedia: http://www.exparentiallearning.ucdavis.edu/module2/el2-60-primer.pdf. 30
33
d.
Inkuiri siswa mandiri (student directed inquiry) dapat dikatakan sebagai inkuiri penuh menurut Martin-Hansen menyatakan bahwa pada tingkatan ini siswa bertanggung jawab secara penuh terhadap proses belajarnya, dan guru hanya memberikan bimbingan terbatas pada pemilihan topik dan pengembangan pertanyaan.
e.
Penelitian siswa (student research) inkuiri tipe ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan penentuan atau pemilihan dan pelaksanaan proses dari seluruh komponen diserahkan kepada siswa. 31 Tabel 2.2 Model-model pembelajaran inquiry
Topik Pertanyaan/ Masalah Materi/Baha n Prosedur Hasil/Analis is Kesimpulan
Praktikum
Terstrukt ur
Terbimb ing
Siswa Mandiri
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru / Siswa
Siswa
Guru
Guru
Guru
Siswa
Siswa
Guru
Guru
Guru / Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
Guru Guru
Guru / Siswa Siswa
Penelitia n Siswa Guru / Siswa
9. Fase-fase Pembelajaran Inquiry Dalam Alberta Learning Center dikemukakan enam fase model pembelajaran inquiry, yaitu planning, retrieving, processing, creating, sharing, and evaluating.32 a. Planning 1) Menggali gagasan-gagasan dan pertanyaan-pertanyaan serta mengidentifikasi pokok bahasan untuk inquiry mereka. 2) Mengidentifikasi sumber informasi yang memungkinkan.
31
Ronal J. Bonnstetter, Inquiry: Learning from The Past with an Eye on The Future, (University of Nebraska, Lincoln, 2006) h. 3 32 Alberta Learning Center. Focus on Inquiry, h. 6
34
3) Mempertimbangkan kebutuhan siswa pada saat penciptaan dan penyampaian gagasan. 4) Memahami atau membantu mengembangkan kriteria penilaian proses dan produk. 5) Mengenal
proses
menyadari/mengakui
alamiah
dari
bahwa
kegiatan
langkah
kerja
mengolah
dan
kembali,
memikirkan kembali, dan memfokuskan kembali merupakan pelengkap proses inquiry. b. Retrieving, pada fase ini siswa akan belajar untuk: 1) Menyadari bahwa keberhasilan retrieving bergantung pada perencanaan sebelumnya. 2) Memahami bagaimana informasi diorganisasi di perpustakaan. 3) Memahami bahwa sumber yang berbeda akan memberikan informasi yang berbeda. 4) Mengevaluasi strategi penelitian dan memberikan saran untuk perbaikan masa berikutnya. c. Processing, pada fase ini siswa akan belajar untuk: 1) Mengavaluasi informasi cetak, non cetak, digital dan informasi elektronik menggunakan kriteria yang dibuat. 2) Menginterpretasi grafik, bagan, ilustrasi, gambar, audio, dan video klip, serta animasi. 3) Mencatat informasi menggunakan strategi pencatatan yang tepat. 4) Memfokuskan bahasan, memasukkan gagasan baru dan membuat hubungan. 5) Mengevaluasi strategi proses dan memberikan saran untuk perbaikan masa berikutnya. d. Creating, pada fase ini siswa akan belajar untuk: 1) Memperbaiki untuk membuat hasil karya mereka menjadi jelas, singkat, tetap, dan tepat untuk peserta inquiry.
35
2) Bekerja sama dengan orang lain untuk mempertinggi produk yang kreatif. 3) Mengakui atau menyadari kekuatan dan keterbatasan proses yang kreatif. 4) Menyempurnakan hasil karya terakhir yang menggabungkan informasi dan saran dari orang lain serta menonjolkan pemahaman baru. 5) Mengakui bahwa usaha yang kreatif memerlukan banyak versi sebelum siap untuk disampaikan. 6) Mengakui atau menyadari munculnya pertanyaan, persoalan, dan gagasan baru selama proses penciptaan. 7) Mengevaluasi strategi penciptaan dan memberikan saran untuk perbaikan masa berikutnya. e. Sharing, pada fase ini siswa belajar untuk: 1) Berbagi pengalaman baru dengan peserta lain. 2) Fokus pada fakta-fakta yang dibutuhkan peserta. 3) Berpartisipasi sebagai anggota dan memikirkan apa keikutsertaan mereka mengenai pengalaman penyampaian fakta. 4) Memikirkan keberhasilan dan tantangan dari pengalaman sharing mereka dengan menulis/mengungkapkan mengenai apa yang mereka pelajari. 5) Mengevaluasi strategi sharing dan memberikan saran untuk perbaikan di masa berikutnya. f. Evaluating, pada fase ini siswa akan belajar untuk: 1) Memahami kriteria untuk inkuiri. Mengevaluasi proses inkuiri mereka dengan menggunakan kriteria yang dibuat. 2) Memberikan umpan balik yang berguna bagi teman mereka menggunakan kriteria yang dibuat. 3) Memikirkan persamaan dan perbedaan antara inkuiri yang mereka jalani dengan inkuiri lain di masa lalu.
36
4) Memikirkan
gaya
pembelajaran
dan
bagaimana
mereka
mempengaruhi proses inkuiri. 5) Memikirkan keberhasilan dan tantangan dari pengalaman mereka, dan menulis atau mengungkapkan apa yang mereka pelajari. Model inquiry yang dikemukakan Suchman terdapat lima langkah yaitu, identifikasi masalah, hipotesis
yang memungkinkan untuk
memecahkan masalah, pengumpulan data untuk menguji hipotesis, revisi hipotesis, dan mengulangi langkah tiga dan empat sampai hipotesis yang menghitung seluruh data diperoleh.33 Pada penelitian ini tahapan pembelajaran yang digunakan mengadaptasi dari tahapan pembelajaran inquiry yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak. Adapun tahapan pembelajaran inquiry tersebut sebagai berikut: 34 Tabel 2.3 Tahap Pembelajaran Inquiry Fase 1. Menyajikan pertanyaan masalah 2. Membuat hipotesis
Perilaku Guru Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan atau masalah dituliskan di papan tulis. Guru membagi siswa dalam kelompok. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat
untuk
membentuk
hipotesis.
Guru
membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan. 3. Merancang percobaan
Guru
memberi
menentukan
kesempatan
langkah-langkah
pada yang
siswa sesuai
untuk dengan
hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan. 4. Melakukan
33
Guru
membimbing
siswa
mendapatkan
informasi
Yatim Riyanto, Pengajaran IPA Bermetode Inkuiri Suatu Upaya Peningkatan Keefektifan IBM di SD, (Jakarta: Wahana, 1997) h. 37 34 Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif . h. 172
37
percobaan untuk melalui percobaan memperoleh informasi 5. Mengumpulkan
Guru memberikan kesempatan pada tiap kelompok
dan menganalisis untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang data 6. Membuat
terkumpul. Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.
kesimpulan
B. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan Penelitian ini dilaksanakan pada pembelajaran biologi yang berkaitan dengan upaya meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Keterampilan tersebut dapat dicapai melalui model pembelajaran guided inquiry. Karena dalam pembelajaran ini siswa diajak untuk menggunakan kemampuan ilmiah yang mereka miliki. Dalam penelitian ini model pembelajaran guided inquiry akan diterapkan pada konsep pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan, di kelas XII IPA SMA Triguna Utama semester 1 dengan Standar Kompetensi: “Melakukan percobaan pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan” dan Kompetensi Dasar: “Merencanakan percobaan pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan tumbuhan, melaksanakan percobaan pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhn tumbuhan, mengkomunikasikan hasil percobaan pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan tumbuhan”. C. Bahasan dan Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Berikut ini beberapa hasil penelitian mengenai penggunaan model pembelajaran guided inquiry dan upaya meningkatkan keterampilan proses sains siswa: 1. Agus Suyatna dengan Judul penelitian, “Implementation Experiment Applies Inquiry Model to Improve Science Process Skill of XI Level SMA Study.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model inkuiri terbimbing pada kegiatan eksperimen dalam pembelajaran fisika setelah tiga siklus yang terdiri dari enam macam eksperimen, dapat menumbuhkan
38
dan meningkatkan keterampilan proses sains yang mencakup kemampuan melakukan pengukuran, melakukan pengamatan, melaksanakan prosedur eksperimen, mengolah dan menganalisis data, menginterpretasi data, dan menarik kesimpulan. Sedangkan merumuskan hipotesis, menulis laporan, dan mengkomunikasikan hasil eksperimen masih perlu dilatih lebih lanjut.35 2. Yudi Dirgantara, dkk. dengan judul penelititan “Model Pembelajaran Laboratorium Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa MTs Pada Pokok Bahasan Kalor”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan penguasaan konsep siswa pada pokok bahasan kalor dengan penerapan model pembelajaran laoratorium berbasis inkuiri lebih tinggi dari pada penerapan model pembelajaran kerja laboratorium verifikasi, begitu juga peningkatan keterampilan proses sains siswa pada pokok bahasan kalor dengan penerapan model pembelajaran laboratorium berbasis inkuiri lebih tinggi dari pada penerapan model pembelajaran laboratorium verifikasi. 36 3. Yanu Cari Adi, dengan judul penelitian “Peningkatan Keterampilan Proses Sains Melalui Metode Inkuiri Terpimpin Disertai Penggunaan LCD Proyektor Sebagai Penguatan Konsep dalam Pembelajaran biologi di SMP N 1 Karangrayung Kabupaten Grobogan Tahun pelajaran 2008/2009”. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri dapat terlaksana dengan baik dengan persentase keterlaksanaan yang semakin meningkat selama siklus I dan siklus II yang berarti pendekatan ini dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.37
35
Agus Suyatna, Implementation experiment applies Inquiry Model to Improve Science Process skill of XII Level SMA Students, Poceeding The Second International Seminar on Science Education. ( Lampung: Physic Education Study Program The University of Lampung, 2006) 36 Yudi Dirgantara, Sri Rejeki, dan Agus Setiawan. Model Pembelajaran Laboratorium Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa MTs pada Pokok Bahasan Kalor. (Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Vol.II No. 1, Maret 2008) 37 Yanu Cari Adi, Peningkatan Keterampilan Proses Sains Melalui Metode Inkuiri Terpimpin disertai Penggunaan LCD Proyektor Sebagai Penguatan Konsep dalam Pembelajaran
39
4. Tisngatun Nurochmah dalam skripsinya di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Inkuiri terhadap Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa dalam Proses Pembelajaran IPA biologi pada Materi Pokok Sistem Pencernaan pada Manusia (Studi kasus pada siswa SMP N 2 Temon Kulon Progo Kelas VIII Semester I Tahun Ajaran 2007/2008)” Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.38 5. Fitri Eka Sari, Betty Holiwarni, dan Jimmi Copriady. Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru. Dengan judul “Penerapan Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Siswa pada Pokok Bahasan Laju Reaksi kelas XI IPA SMAN 1 Siak Sri Indrapura”. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. 39 6. Wawan, dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Inkuri Terbimbing untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP pada Pokok Bahasan Kalor”, Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI 2007. Pada penelitian ini dibatasi hanya pada 6 aspek keterampilan proses yang di ukur. Dari hasil yang diperoleh didapat bahwa keterampilan proses sains siswa mengalami kenaikan dan dikategorikan sangat baik.40 7. Muslim, dengan judul “Effort to Improve Science Process Skill Students Learning in Physics Through Inquiry Based Model”. Dari hasil penelitian didapat beberapa kesimpulan, pertama keterampilan proses sains siswa Biologi. (Skripsi tidak diterbitkan: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhamadiyah Surakarta, 2009) 38 Tisngatun Nurochmah, Pengaruh Pendekatan Inkuiri Terhadap Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa Dalam Proses Pembelajaran IPA Biologi pada materi pokok sistem pencernaan pada manusia, (Yogayakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2008) 39 Fitri Eka Sari, dkk. Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Siswa pada Poko Bahasan Laju Reaksi Kelas XI IPA SMAN 1 Siak Sri Indrapura. (Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau, 2009) tulisan tidak diterbitkan 40 Wawan, Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP pada Pokok Bahasan Kalor. (Bandung: Jurusan Pendidikan FisikaFPMIPA UPI, 2007) tidak diterbitkan
40
pada pembelajaran IPA setelah menggunakan model pembelajaran inkuiri menunjukan adanya peningkatan; kedua, penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.41 D. Kerangka Pikir Penguasaan biologi melalui pembelajaran secara teoritis sangat ditentukan oleh kemampuan dan kreatifitas peserta didik dalam menguasai keterampilan proses sains. Oleh karena itu untuk mencapai produk pembelajaran biologi yang optimal peserta didik perlu menguasai keterampilan proses sainsnya. Untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa menjadi lebih baik hendaknya guru dapat menciptakan kegiatan pembelajaran yang lebih menarik dan membuat siswa menjadi lebih aktif dan termotivasi dalam belajar. Salah satu cara yang dapat digunakan yaitu dengan model pembelajaran guided inquiry. Pembelajaran inquiry adalah suatu pembelajaran yang dirancang untuk mengajarkan kepada siswa bagaimana cara meneliti permasalahan atau pertanyaan fakta-fakta. Pembelajaran inquiry memerlukan lingkungan kelas dimana siswa merasa bebas untuk berkarya, berpendapat, membuat kesimpulan dan membuat dugaan. Suasana seperti itu amat penting karena keberhasilan pembelajaran bergantung pada kondisi pemikiran siswa. Inquiry memberikan peluang, ruang, dan dorongan untuk mempelajari berbagai keterampilan-keterampilan menentukan kapan saatnya memberikan suatu sentuhan, menentukan petunjuk-petunjuk apa yang tepat diberikan pada tiap siswa tertentu, menentukan apa yang tidak perlu dikatakan pada siswa, menentukan cara membaca perilaku siswa pada saat mereka bekerja menghadapi tantangan dan cara merancang suatu situasi pembelajaran bermakna dengan memperhitungkan perilaku tersebut, menentukan kapan 41
Muslim, Effort to Improve Science Process Skill Student’s Learning in Physics Through Inquiry Based Model. Proceeding The Second International Seminar on Science Education. UPI 2008/7
41
pengamatan, hipotesis, atau eksperimen adalah bermakna, menentukan cara bagaimana memberikan toleransi terhadap keragu-raguan, menentukan bagaimana menggunakan kesalahan-kesalahan secara konstruktif, dan menentukan bagaimana membimbing siswa sehingga memberikan mereka keleluasaan kontrol atas eksplorasi mereka tanpa guru kehilangan kontrol atas kelas.42 Selain itu pada
model pembelajaran guided inquiry siswa dijadikan
sebagai subjek belajar, sedangkan guru berkedudukan sebagai fasilitator dan motivator. Siswa berperan aktif dalam menemukan konsep-konsep yang sebelumnya direncanakan oleh guru melalui tahapan kegiatan guided inquiry. Dengan aktifnya siswa dalam proses pembelajaran dengan kegiatan penemuan diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. E. Hipotesis Tindakan Penerapan model pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.
42
Anwar holil, Hubungan Inkuiri dan Keterampilan Proses, tersedia, http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/hubungan-inkuiri-dan-keterampilan.html 25 Juni 2010
42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Triguna Utama pada semester I kelas XII IPA, yaitu dari bulan Agustus sampai dengan Oktober tahun ajaran 2009/2010. B. Subjek Penelitian Adapun yang akan menjadi subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas XII IPA yang terdiri dari 31 orang siswa dengan komposisi perempuan 22 orang dan laki-laki 9 orang. Pada penelititan ini peneliti berkolaborasi dengan seorang guru bidang studi biologi dan teman sejawat yang bertindak sebagai observer guna mengamati seluruh proses belajar mengajar yang berlangsung. C. Metode dan Disain Intervensi Tindakan 1. Metode Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR), yang hanya berfokus pada suatu kajian yang berawal dari situasi alamiah kelas. Peneliti berusaha merefleksikan secara kritis dan kolaboratif terhadap suatu kajian yang benar-benar berawal dari situasi alamiah kelas, dengan memberikan intervensi tindakan tanpa merubah kealamiahan situasi sebagai upaya melakukan perbaikan berupa peningkatan kualitas situasi sosial dan kualitas pembelajaran melalui implementasi rencana pembelajaran. Dalam hal ini berarti dengan melakukan PTK guru dapat memperbaiki praktikpraktik pembelajaran sehingga mutu pendidikan dapat meningkat. Untuk mengetahui kondisi riil yang terjadi di SMA Triguna Utama Ciputat Kabupaten Tangerang khususnya kelas XII IPA, maka peneliti melakukan observasi. Berdasarkan hasil observasi pada kelas tersebut pembelajaran biologi yang telah dilaksanakan ditemukan hal-hal yang masih kurang dan perlu ditingkatkan. Hal yang sudah baik tetapi perlu ditingkatkan adalah penggunaan metode pembelajaran yang lebih
43
bervariasi, meskipun media yang digunakan guru sudah bervariasi tetapi selama pembelajaran hanya sebagian peserta didik yang aktif. Sedangkan yang perlu ditingkatkan adalah keterampilan proses sains peserta didik karena dari hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa belum semua aspek keterampilan proses sains yang dilatih oleh guru, dari hasil observasi dan wawancara pada kelas XII IPA keterampilan proses sains peserta didiknya dirasa perlu ditingkatkan. Upaya meningkatkan keterampilan proses sains ini dipandang perlu ditingkatkan mengingat materi yang akan dipelajari mempunyai tujuan utama yang menuntut keterampilan proses siswa melalui suatu konsep. Dari hasil diskusi bersama antara peneliti dan guru bidang studi biologi maka perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik, dalam hal ini model pembelajaran guided inquiry merupakan model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan keterampilan tersebut karena model pembelajaran ini merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. 2.
Desain Intervensi Tindakan Desain intervensi tindakan kelas yang digunakan adalah model spiral Kemmis dan Mc. Taggart. Hopkins seperti yang dikutip oleh Wiriaatmadja menjelaskan tahapan model spiral ini terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. 1
3.
Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian Peran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai guru bidang studi biologi yang berperan langsung pada kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran guided inquiry sedangkan untuk observer akan dilakukan oleh teman sejawat dan guru bidang studi biologi SMA Triguna Utama. 1
Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 66-67.
44
4.
Prosedur Singkat Tindakan
Penelitian pendahuluan
a) b) c) d)
Observasi kegiatan pembelajaran Wawancara dengan siswa Wawancara dengan guru Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar biologi dari hasil observasi awal
Perencanaan Tindakan Menyusun perangkat pembelajaran yang terdiri dari skenario proses pembelajaran, LKS, media pembelajaran serta evaluasi pembelajaran. b) Penyusunan lembar observasi keterampilan proses sains dan soal tertulis, lembar observasi pelaksanaan pembelajaran guided inquiry, lembar catatan lapangan, dan angket respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran. a)
Pelaksanaan Tindakan Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario mengobservasi jalannya pembelajaran.
yang telah dibuat
dan
SIKLUS I Monitoring dan Evaluasi Melaksanakan pretest, mencatat data selama pembelajaran, melaksanakan postes, wawancara dan penilaian LKS.
Refleksi Mengolah data, refleksi untuk siklus II
Perencanaan Tindakan Menyusun perangkat pembelajaran yang terdiri dari skenario proses pembelajaran, LKS, serta media pembelajaran dari hasil refleksi. b) Penyusunan lembar observasi keterampilan proses sains dan soal tertulis, lembar observasi pelaksanaan pembelajaran guded inquiry, lembar catatan lapangan, dan angket respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran. a)
SIKLUS II
Pelaksanaan Tindakan Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah dibuat.
Monitoring dan Evaluasi Melaksanakan pretest, mencatat data selama pembelajaran, melaksanakan postes, wawancara dan penilaian LKS.
Refleksi Mengolah data, refleksi untuk siklus III
SIKLUS III Penyusunan
Gambar 3.1 Bagan prosedur tindakan modifikasi Kurt Lewin
45
D. Tahapan Intervensi Tindakan Berikut adalah gambaran langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini: 1. Persiapan Pra Penelitian, yaitu: a.
Orientasi lapangan melalui observasi dan wawancara terhadap siswa dan guru bidang studi biologi yang mengajar di kelas XII SMA Triguna Utama Ciputat tahun pelajaran 2010/2011 untuk menjaring permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran biologi sebelum penelitian tindakan kelas ini dilakukan.
b.
Menganalisis
hasil
wawancara
dengan
menentukan
fokus
permasalahan yang akan diteliti. c.
Mendiskusikan rancangan penelitian berdasarkan fokus permasalahan yang akan diteliti dengan pembimbing, ahli dan rekan sejawat.
d.
Mengkaji literatur dan hasil-hasil penelitian yang relevan.
2. Siklus 1 a.
Tahapan Perencanaan Tindakan (Planning) 1) Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar mengajar. 2) Merancang strategi dan skenario pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran guided inquiry. 3) Menentukan indikator-indikator ketercapaian keberhasilan dalam pembelajaran. 4) Menyusun instrumen penelitian untuk proses pengumpulan data yang terdiri dari tes uaraian, lembar angket, dan lembar observasi. Untuk instrumen tes berupa soal tes uraian untuk menilai keterampilan proses siswa. 5) Menentukan fokus observasi dan aspek-aspek yang akan diamati sebagai pedoman lembar observasi.
46
b. Tahapan Pelaksanaan Tindakan 1) Guru memberikan penjelasan mengenai tujuan pembelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik. 2) Guru melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran guided inquiry. 3) Memberikan pre-tes sebelum pembelajaran dan pos-tes setelah dilakukan pembelajaran dengan
model pembelajaran guided
inquiry. c.
Pengamatan (observasi) 1) Peneliti dan observer mencatat semua data dan informasi mengenai keterampilan proses sains siswa yang dapat terlihat secara langsung selama pembelajaran sesuai dengan lembar observasi. 2) Observer
mencatat
kegiatan
pembelajaran dengan
guru
dalam
melaksanakan
model pembelajaran guided inquiry
berdasarkan lembar catatan guru. 3) Melakukan diskusi antara peneliti dan observer tentang kegiatan yang sudah berlangsung. d. Refleksi siklus I Melakukan evaluasi tindakan dengan menganalisis seluruh data yang diperoleh pada siklus I. Berdasarkan hasil pengamatan seluruh kegiatan yang sudah dilakukan selanjutnya dilakukan analisis, pemaknaan, penjelasan dan penyimpulan data. Hasil kesimpulan yang didapat berupa tingkat keefektifan rancangan pembelajaran yang dibuat dan daftar permasalahan serta kendala-kendala yang dihadapi di lapangan. Hasil ini kemudian dijadikan dasar untuk melakukan perencanaan pada siklus II. E. Hasil Intervensi yang Diharapkan Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah terciptanya suasana pembelajaran yang aktif, kondusif dan peningkatan keterampilan proses sains siswa melalui penerapan
model pembelajaran guided inquiry dalam
pembelajaran biologi pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
47
F. Data dan Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber yakni: 1. Siswa, untuk mendapatkan data tentang hasil keterampilan proses sains dan aktivitas keterampilan proses sains siswa dalam proses belajar mengajar, serta sikap siswa terhadap pembelajaran guided inquiry. 2. Guru, untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi
model
pembelajaran guided inquiry. 3. Teman sejawat dan kolaborator, dimaksudkan sebagai sumber data untuk melihat implementasi PTK secara komprehensif, dari sisi siswa maupun guru. G. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Lembar Observasi Dalam penelitian ini lembar observasi digunakan untuk mengetahui pemunculan kejadian/aspek keterampilan proses sains
siswa selama
proses pembelajaran. 2. Lembar Catatan Lapangan Catatan lapangan adalah catatan yang dibuat oleh peneliti atau mitra peneliti yang melakukan pengamatan atau observasi terhadap subjek atau objek penelitian tindakan kelas. 2 Catatan lapangan ini memuat kondisi siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung dan tindakan guru dalam melaksanakan pembelajaran. 3. Tes Keterampilan Proses Sains Untuk mengevaluasi keterampilan proses sains digunakan tes tertulis yang berbentuk uraian sesuai dengan karakteristik soal keterampilan proses sains. 4. Wawancara Menurut Hopkins dalam Wiriadmadja, wawancara adalah suatu cara untuk mengetahui situasi tertentu di dalam kelas dilihat dari sudut pandang
2
Rochiati Wiriadmadja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Maret 2008. Cetakan ke-5, hal. 125
48
yang lain.3 Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada guru dan siswa sebelum dan sesudah tindakan dilaksanakan. 5. Lembar Angket Angket adalah pertanyaan tertulis yang diberikan kepada responden untuk mengungkapkan pendapat, keadaan, kesan yang ada pada responden sendiri maupun di luar dirinya. Dalam penelitian ini angket digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran biologi dengan model pembelajaran guided inquiry. Angket yang digunakan pada penelitian ini berbentuk skala likert dimana pada skala ini siswa memberikan respon terhadap pernyataan-pernyataan respon dengan memilih: SS
: jika sangat setuju
S
: jika setuju
TS
: jika tidak setuju
STS
: jika sangat tidak setuju
H. Teknik Pengumpulan Data Table 3.1 Teknik Pengumpulan Data Instrument
Kegiatan Pengumpulan Data
Observasi
Dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Hal yang diamati berupa KPS siswa yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung. Dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Halhal yang diamati yaitu kondisi siswa selama proses pembelajaran dan berita acara proses pembelajaran. Dilaksanakan setelah dilakukan pembelajaran menggunakan metode guided inquiry kepada siswa. Tes untuk mengukur keterampilan proses sains siswa diberikan sebelum dan setelah pembelajaran setiap siklus Diberikan kepada siswa setelah dilaksanakan pembelajaran guided inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan
Catatan lapangan Wawancara Tes Angket
3
Rochiati Wiriadmadja. Metode Penelitian Tindakan Kelas, h. 117
49
I.
Tekhnik Pemeriksaan Keterpercayaan Data diperoleh dengan menggunakan instrumen tes
keterampilan
proses sains berbentuk tes uraian sebanyak 18 butir soal. Sebelum instrumen tersebut digunakan, maka dilakukan uji coba soal untuk
memenuhi
persyaratan yaitu uji validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda. 1. Uji Validitas Vadilitas berasal dari kata validity, dapat diartikan tepat atau sahih, yakni sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurannya. 4 Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan instrumen. Validitas instrumen yang digunakan adalah validitas isi (content validity), yaitu kesanggupan alat penilaian dalam mengukur isi yang seharusnya. Artinya, tes tersebut mampu mengungkapkan isi suatu konsep/variabel yang hendak diukur. Pengujian validitas dilakukan menggunakan rumus Product Moment Pearson.5
rxy
n XY X Y
n X
2
X n Y 2 Y 2
2
Keterangan:
rxy
: koefisien antara variabel x dan variabel y
n
: banyaknya siswa
x
: skor item
y
: skor total
xy
:
hasil kuadrat dari skor item
2
:
hasil kuadrat dari skor total
x y
4
: hasil perkalian skor item dan skor total
2
(∑X)
2 :
hasil kuadrat dari total jumlah skor item
(∑Y)
2 :
hasil kuadrat dari total jumlah skor total
Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, Burhanudin Milama Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Lembaga ian UIN Jakarta, 2006) h. 105 5 M. Subana, H.M. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung Pustaka Setia 2005, h. 130.
50
Uji validitas instrumen dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan di atas dengan rtabel pada taraf signifikansi 5%, dengan ketentuan bahwa jika rxy sama atau lebih besar dari rtabel maka soal tersebut dinyatakan valid. Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas instrumen penelitian (lampiran), dari 18 soal siklus I dan 18 soal siklus II yang diujicobakan diperoleh 16 butir soal yang valid untuk siklus I dan 15 soal yang valid untuk siklus II. Namun peneliti hanya menggunakan 12 soal pada tiap siklus, dengan pertimbangan proporsi soal, keterwakilan masing-masing indikator. Sehingga hanya 24 soal yang dipakai pada penelitian ini. 2. Uji Reliabilitas Reliabilitas
bermakna
ketepercayaan,
keterandalan,
keajegan,
kestabilan atau konsistensi, dapat diartikan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya dan konsisten.6 Suatu alat ukur memiliki reliabilitas yang baik bila alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal. Untuk menentukan reliabilitas soal uraian, penulis menggunakan rumus Alpha7:
X
2
n r11 1 t2 n 1
2 i
2
X
2
n
n
Keterangan:
r11
= reliabilitas yang dicari
i2
= jumlah varians skor tiap-tiap item
t2
= varians total Tabel 3.2 Indeks reliabilitas diklasifikasikan sebagai berikut: r11
< 0,20
6 7
h.109
Keterangan Tidak ada korelasi
Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA., h.105 Suharsimi Arikunto,. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara. 1995)
51
0,20 – 0,40
Korelasi rendah
0,40 – 0,70
Korelasi sedang
0,70 – 0,90
Korelasi tinggi
0,90 – 1,00
Korelasi sangat tinggi
1,00
Korelasi sempurna
Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen penelitian (lampiran) diperoleh hasil 0,82 untuk soal siklus 1 dan 0,41 untuk siklus II , dengan skor reliabilitas demikian maka instrumen penelitian tersebut disimpulkan memiliki korelasi yang tinggi untuk siklus I dan sedang untuk siklus II, sehingga memenuhi persyaratan instrumen yang baik. 3. Uji Taraf Kesukaran Soal Soal yang baik adalah soal yang memuat ketiga kriteria yaitu: sukar, sedang dan mudah. Bilangan yang menunjukkan sukar, sedang dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Untuk mengukur taraf kesukaran soal digunakan rumus:8 P=
B JS
Keterangan: P
= indeks kesukaran
B
= banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS
= jumlah seluruh siswa peserta tes. Tabel 3.3 Indeks kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut: P
Keterangan
0,00 – 0,30
Sukar
0,30 – 0,70
Sedang
0,70 – 1,00
Mudah
Berdasarkan hasil perhitungan uji tingkat kesukaran butir soal instrumen penelitian (lampiran), pada instrumen siklus I diperoleh 8 soal dengan tingkat kesulitan “mudah”, 10 soal dengan tingkat kesulitan 8
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, h.208
52
“sedang”. Pada siklus II diperoleh 2 soal dengan tingkat kesulitan “sukar”, 13 soal dengan tingkat kesulitan “sedang”, dan 3 soal dengan tingkat kesulitan “mudah”. 4. Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).
D
BA BB PA PB JA JB
Keterangan: BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar JA
= banyaknya peserta pada kelompok atas
JB
= banyaknya peserta pada kelompok bawah9 Tabel 3.4 Indeks daya pembeda diklasifikasikan sebagai berikut: D
Keterangan
0,00 – 0,20
Jelek
0,20 – 0,40
Cukup
0,40 – 0,70
Baik
0,70 – 1,00
Baik sekali
Berdasarkan hasil perhitungan uji daya pembeda butir soal instrumen penelitian (lampiran), pada instrument siklus I diperoleh 2 soal dengan daya pembeda “jelek”, 12 soal dengan daya pembeda “cukup”, 4 soal dengan daya pembeda “baik”. Untuk siklus II diperoleh 6 soal dengan daya pembeda “jelek”, 3 soal dengan daya pembeda “cukup”, 9 soal dengan daya pembeda “baik”.
9
Suharsimi, Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, h.211-214
53
J.
Analisis Data dan Interprestasi Hasil Analisis 1. Uji Prasyarat Analisis Analisis terhadap data penelitian dilakukan bertujuan untuk menguji kebenaran hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Akan tetapi, sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis data, dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas data. a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefors sebagai berikut:10
Z
Xi X S
Di mana: Z
: Simpangan baku untuk kurva normal standard.
Xi
: data : rata-rata data tunggal
X
S
: simpangan baku
Kriteria pengujiannya adalah: a) apabila Lhitung < Ltabel, maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. b) apabila Lhitung ≥ Ltabel, maka sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan antara dua keadaan atau populasi. Uji homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher sebagai berikut: F
S1
2
S2
2
Variansbesar Varianskecil
n xi xi 2
2
di mana S
2
nn 1
Kriteria pengujiannya adalah: a) apabila Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima, yang berarti varians kedua 10
Sudjana. Metode Statistik, (Bandung: Tarsito, 1996) h. 466
54
populasi homogen. b) apabilaFhitung ≥
Ftabel, H0 ditolak, yang berarti varians kedua
populasi tidak homogen. 2. Analisis Data Terhadap data hasil tes prestasi belajar siswa, dilakukan analisis dengan menentukan rata-rata nilai tes, peningkatan (gain) dari pretes dan postes pada siklus I dan II, serta jumlah (persentase) siswa yang tuntas belajar pada siklus I dan II. Kemudian membandingkan hasil yang diperoleh pada siklus I dan II. Dalam menganalisis data pada aspek keterampilan proses sains dengan menggunakan Gain skor. Gain adalah selisih antara nilai postes dan pretes, gain menunjukkan peningkatan pemahaman/penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran dilakukan guru. a. Untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran guided inquiry dalam upaya meningkatkan katerampilan proses sains siswa dapat dihitung dengan menggunakan rumus rata-rata gain ternormalisasi sebagai berikut: g
skor postes skor pretes skor ideal skorpretes
Skor gain ternormalisasi ini diinterpretasikan untuk menyatakan kriteria efektivitas pembelajaran dengan kriteria sebagai berikut:11 G tinggi
: nilai (g) > 0,70
G sedang
: 0,70 > (g) >030
G rendah
: nilai (g) 03
b. Terhadap data hasil tes keterampilan proses sains siswa, setiap aspek keterampilan proses sains diukur dengan satu butir soal. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan proses sains, dengan menghitung selisihnya, selisih itu sebagai peningkatan keterampilan proses sains. Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut: 1) Menjumlahkan skor seluruh siswa untuk setiap aspek keterampilan proses sains yang akan dicari. 11
Richard R. Hake, Analyzing Change/Gain Scores, American Educational Research Association’s Division, Measurrement and Research Methodology, 1999, h. 1
55
2) Menentukan persentase tiap aspek keterampilan proses sains. 3) Menentukan
kriteria
keterampilan
proses
sains
dengan
cara
menafsirkan persentase skor yang diperoleh siswa dengan kriteria sebagai berikut: Tabel 3.5. Interpretasi Keterampilan Proses Sains Persentase
Kategori
90-100%
Sangat tinggi
75-89%
Tinggi
55-74%
Sedang
31-54%
Rendah
0-30%
Sangat rendah
Aep Saepudin (2001) dalam Wawan c. Terhadap data hasil observasi pelaksanaan model pembelajaran guided inquiry dilakukan analisis kualitatif, yaitu memfokuskan hal-hal pokok dan penting yang berkaitan dengan pelaksanaan model pembelajaran guided inquiry. Hasil observasi dideskripsikan dalam paparan data secara naratif. Analisis kualitatif ini memperoleh data penelitian yang berupa indikatorindikator perilaku guru dan siswa dalam proses pembelajaran
guided
inquiry yang berperan pada peningkatan keterampilan proses sains siswa. d. Terhadap data hasil angket respon siswa Analisis persentase sikap siswa dapat dihitung dengan menggunakan rumus: P = F/N x 100% Keterangan : P
: angka persentase
F
: frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N
: jumlah individu
Hasil analisis persetase sikap siswa dikategorikan menjadi: 1) Sikap positif jika persentase hasil analisis angket > 50% 2) Sikap negatif jika persentase hasil analisis angket < 50%
56
e. Terhadap data hasil pengamatan keterampilan proses sains, analisis dilakukan dengan mencari persentase skor tiap aspek keterampilan proses sains siswa, Kemudian membandingkan persentase skor tiap aspek keterampilan proses sains yang diamati pada siklus I dan siklus II. Untuk menghitung nilai kemampuan keterampilan proses sains (psikomotor) suatu tes performance dalam pelaksanaan praktikum dengan menggunakan lembar observasi skor keterampilan siswa pada tiap tindakan yang dinilai menjadi skor total siswa. Persentase
=
Skor ideal yang dilakukan
X 100%12
Skor maksimum yang diharapkan Tingkat Penguasaan 86-100 76-85 60-75 55-59 ≤ - 54
Predikat Sangat baik Baik Cukup Kurang Kurang sekali
3. Pengujian Hipotesis Tindakan Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data, maka dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis ini dilakukan, untuk mengetahui apakah nilai rata-rata keterampilan proses siswa pada siklus II lebih tinggi dari rata-rata keterampilan proses siswa pada siklus I setelah diajarkan dengan model pembelajaran guided inquiry. Jika sampel yang diteliti memenuhi uji prasyarat analisis maka untuk menguji hipotesis, digunakan uji t dengan taraf signifikan α = 0,05. Rumus uji t yang digunakan yaitu:13 t
X1 X 2 1 1 S n1 n 2
di mana
S2
n1 1S1 2 n2 1S 2 2 , db = n +n -2 n1 n 2 2
1
2
Keterangan: X 1 : nilai rata-rata hasil belajar siklus II 12
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000) h. 103 13 Sudjana. Metode Statistik. (Bandung: Tarsito, 1996) h. 239
57
X 2 : nilai rata-rata hasil belajar siklus I
n1
: jumlah sampel siklus II
n2
: jumlah sampel siklus I
S1
2
: varians kelompok siklus II
2
: varians kelompok siklus I
S2
Adapun kriteria pengujian untuk uji t ini adalah: Terima H0, apabila thitung < ttabel Tolak H0, apabila thitung ≥ ttabel Namun apabila sampel yang diteliti tidak memenuhi uji normalitas, maka untuk menguji hipotesis digunakan statistik uji nonparametrik, yaitu uji Mann Whitney. Rumus statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:
n1n2 n (n 1) 2 dimana U n1n 2 1 1 R1 2 n1n 2 (n1 n 2 1) 12 U
Z
Keterangan: U
: statistik uji Mann Whitney
n1
: ukuran sampel pada kelompok 1
n2
: ukuran sampel pada kelompok 2
n1 n2 : hasil kali ukuran sampel pada kelompok 1 dan 2 R1
: jumlah ranking yang diberikan pada kelompok yang ukuran sampelnya n1.
Z
: statistik uji Z yang berdistribusi normal N(0,1)
4. Hipotesis Statistik Berdasarkan uji prasyarat analisis di atas, maka kriteria pengujian hipotesis yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut:
1 : nilai rata-rata keterampilan proses sains siswa siklus II 2 : nilai rata-rata keterampilan proses sains siswa siklus I
58
K. Indikator Keberhasilan Penelitian ini dikatakan berhasil atau siswa dinyatakan mengalami peningkatan kemampuan keterampilan proses sains terhadap konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan apabila mencapai indikator sebagai berikut: Siswa mencapai ketuntasan minimal
: 70
Kelas mencapai ketuntasan
: 90%
59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Hasil Penelitian 1. Siklus I a. Hasil Pengamatan 1) Catatan lapangan Berdasarkan pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung diperoleh catatan sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil Catatan Lapangan No 1
Indikator pengamatan Pembelajaran berkelompok
Kondisi siswa per kelompok
2
Mengajukan pertanyaan/jawab an
3
Diskusi dalam kelompok
Berdasarkan
tabel
Mulai terkondisikan. Beberapa masih ada yang bercanda. Beberapa merasa pembagian kelompok tidak rata antara yang pandai dan kurang. Masih ragu-ragu dalam menyampaikan jawaban. Pada umumnya siswa mau menjawab jika ditunjuk oleh guru. Masih banyak siswa yang tidak menyimak temannya yang sedang menyampaikan jawaban. Didominasi siswa yang pandai Beberapa siswa hanya mengandalkan temannya. Masih tampak malu-malu dalam berpendapat. Beberapa yang pasif hanya mengikuti pendapat temannya yang aktif. Mulai mau bertanya dan berdiskusi. diatas
dapat
diketahui
bahwa
pembelajaran dengan berkelompok dapat membuat siswa mulai
60
terkondisikan untuk melaksanakan pembelajaran, namun masih ada beberapa siswa yang masih bercanda, berkumpul dengan kelompok lain, dan ada yang tidak senang dengan pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru. Mereka merasa pembagian kelompok tidak merata karena ada beberapa kelompok yang anggotanya pasif. Pada saat tanya jawab tampak siswa masih ragu-ragu dalam menyampaikan jawabannya. Mereka hanya mau menjawab ketika telah ditunjuk oleh guru. Hal ini menyebabkan masih banyak siswa yang tidak menyimak temannya yang sedang menyampaikan jawabannya karena merasa tidak mendapat tugas untuk menjawab pertanyaan. Hal ini menyebabkan proses tanya jawab belum berjalan dengan baik. Pada saat diskusi pembelajaran, tampak siswa mulai berdiskusi dengan teman kelompoknya. Namun masih didominasi oleh siswa yang pandai. Siswa yang pasif hanya mengikuti pendapat temannya yang dianggap pandai. Mereka masih malumalu untuk mengungkapkan pendapat ataupun jawaban mereka. Beberapa siswa juga masih banyak yang mengandalkan orang lain dalam pengerjaan LKS. 2) Observasi Keterampilan Proses Sains Tabel 4.2 Hasil Observasi Aspek KPS Aspek KPS Mengamati
Persentase Siklus I 87,5%
Manafsirkan pengamatan
56,25%
Berhipotesis Merencanakan percobaan
75% 81,25%
Menerapkan konsep
37,5%
Berkomunikasi
70,83%
Mengajukan pertanyaan
43,75%
61
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui persentase keterampilan proses sains siswa yang muncul pada saat pembelajaran pada siklus 1. Tampak bahwa aspek mengamati dan merencanakan percobaan memiliki skor paling tinggi, sedangkan aspek mengajukan pertanyaan dan menerapkan konsep memiliki skor paling rendah. 3) Wawancara Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.3 Data Wawancara Pertanyaan No 1. Apakah anda mengalami kesulitan selama proses pembelajaran berlangsung 2. Apakah menurut anda proses pembelajaran yang telah dilakukan menarik 3. Apakah menurut anda proses pembelajaran yang telah dilakukan dapat meningkatkan pemahaman konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan 4. Apakah pembelajaran yang telah dilakukan dapat merangsang anda untuk berpikir ilmiah 5. Apakah pembelajaran yang telah dilakukan berjalan dengan efektif 6. Apakah setelah melakukan kegiatan pembelajaran anda memiliki keterampilan untuk melakukan penelitian 7. Apakah anda menyukai pembelajaran biologi dengan model guided inquiry
Tidak 83,33 % 8,33% 25%
Ya 16,67 % 91,67 % 75%
25%
75%
16,67 % 25%
83,33 % 75%
8,33%
91,67 %
Dari hasil wawancara terstruktur dengan siswa dapat diketahui bahwa siswa yang mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran sebesar 16,67% mereka beralasan bahwa mereka belum terbiasa dengan proses pembelajaran yang digunakan. Pada pertanyaan kedua diperoleh 8,33% siswa yang merasa proses pembelajaran kurang
62
menarik, dan 91,67% siswa merasa proses pembelajaran menarik karena pembelajaran sangat interaktif. Pertanyaan ketiga diperoleh 75% siswa yang merasa pemahaman konsepnya meningkat setelah pembelajaran,
mereka
beralasan
mereka
termotivasi
untuk
mempraktikkan sendiri apa yang sedang dipelajari dan berusaha mencari tahu konsep apa yang ada pada praktikum. Sedangkan siswa yang merasa pemahaman konsepnya tidak meningkat beralasan bahwa hanya sedikit konsep yang bisa terserap. Pada pertanyaan keempat diketahui 75% siswa yang terdorong untuk
berpikir
ilmiah
menurut
mereka
pembelajaran
yang
berlangsung membuat mereka bertanya sendiri dan kemudian mempraktikkannya karena ingin tahu. Pertanyaaan ke lima diketahui 83,33% yang setuju bahwa pembelajaran berjalan efektif dan 16,67% yang tidak setuju. Pertanyaan ke enam diketahui bahwa 75% siswa memiliki keterampilan praktikum setelah pembelajaran dan 25% tidak. Pertanyaan terakhir diperoleh 91,67% siswa menyukai pembelajaran guided inquiry dan hanya 8,33% siswa yang tidak menyukai pembelajaran guided inquiry. b. Hasil Tes Keterampilan Proses Sains Tes yang digunakan pada siklus ini berbentuk esai (uraian) berjumlah 12 soal. Setiap soal uraian mengukur satu aspek keterampilan proses sains. Berdasakan hasil pretes dan postes yang diperoleh, maka dapat ditentukan besarnya rata-rata kemampuan awal siswa dan rata-rata kemampuan akhir siswa setelah diberikan perlakuan, serta standar deviasi masing-masing tes. Untuk mengetahui tingkat efektifitas tindakan yang telah dilakukan pada penelitian tindakan kelas siklus I maka data hasil tes keterampilan proses sains siswa dianalisis dengan N-gain terhadap skor rerata tes awal dan tes akhir kemampuan pemahaman siswa. Adapun hasil N-gain tersebut adalah sebagai berikut:
63
Tabel 4.4 N-gain Ketercapain KPS Pretest dan Postet Siklus I Pretest
Postet
N-Gain
Rata-rata siswa
46,24
77,76
0,58
SD
12,02
8,18
0,14
Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai N gain sebesar = 0,58, berdasarkan kategorisasi ini menunjukkan g pada kategori sedang (nilai (0,30
Aspek KPS
Ketercapaian Pretest
Posttest
1
Observasi
52
79
2
Klasifikasi
77
90
3
Membuat Pertanyaan
47
78
4
Mengkomunikasikan
66
88
5
Menghitung Matematika
80
90
6
Membuat Kesimpulan
47
77
7
Menerapkan Konsep
54
79
8
Membuat Prediksi
39
68
9
Merencanakan Percobaan
40
74
64
No
Aspek KPS
Pretes
Postes
10
Menentukan Variabel
25
73
11
Merumuskan Masalah
14
71
12
Membuat Hipotesis
14
67
541
933
45,09
77,76
Jumlah Rata-rata
Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan keterampilan proses sains siswa pada setiap
aspek
keterampilan proses sains dengan peningkatan yang berbeda-beda pada subkonsep pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sebelum dan sesudah dilaksanakan tindakan pada siklus I, namun terdapat dua aspek keterampilan proses sain yang tergolong rendah yaitu pada aspek membuat prediksi diduga disebabkan oleh belum terbiasanya siswa menggunakan pola-pola hasil pengamatan. Pada keterampilan membuat hipotesis, walaupun hasil yang diperoleh masih tergolong rendah namun peningkatan nilai yang
terjadi
termasuk
kategori
sedang.
Rata-rata
persentase
ketercapain aspek KPS meningkat dari 45,09% menjadi 77,76%. Tes akhir yang dilaksanakan pada siklus ini belum memenuhi ketuntasan belajar. Hal ini disebabkan masih terdapat siswa yang mendapatkan nilai di bawah batas ketuntasan minimal dengan penguasaan keterampilan proses sains yaitu 70. Pada siklus ini ketuntasan belajar siswa baru mencapai 83,87%. Hal ini belum memenuhi target yang diharapkan yaitu ketuntasan belajar siswa mencapai 90%. c. Refleksi Proses pembelajaran model guided inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan mampu membuat siswa lebih terkondisikan untuk belajar dan lebih aktif. Dengan adanya
65
kegiatan diskusi siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, dimana setiap siswa memiliki tanggung jawab dalam setiap kelompoknya. Namun dalam pelaksanaan pembelajaran guided inquiry ini masih terdapat kekurangan dalam hal: 1) Pembelajaran berkelompok Dalam pembelajaran berkelompok ini terlihat pembagian kelompok yang kurang merata sehingga kelompok belum maksimal dalam hal bekerja sama, bertukar pikiran dan bantu membantu ketika mengalami kesulitan. Karena keterbatasan waktu pembelajaran sehingga tidak semua kelompok dapat mempresentasikan hasil yang diperoleh. 2) Diskusi dalam kelompok Siswa masih malu-malu dalam menyampaikan pendapat dan mengajukan pertanyaan. Masih ada siswa yang tidak mau menyimak orang lain yang sedang menyampaikan pendapat. Dalam hal ini masih didominasi oleh siswa yang biasa aktif, sehingga beberapa
masih
mengandalkan
teman
dalam
mengerjakan
tugasnya. 3) Tanya jawab Siswa masih malu dan tidak percaya diri dalam menyampaikan pendapat. Masih banyak siswa yang tidak menyimak guru atau siswa lain yang sedang menyampaikan pendapat, kurangnya rasa saling menghargai pada sebagian siswa. Pembahasan hasil diskusi kelompok memakan waktu yang cukup lama.
Pada pelaksanaan siklus I pembelajaran biologi dengan model pembelajaran guided inquiry diperoleh hasil keterampilan proses sains siswa yang masih kurang. Berdasarkan tes keterampilan yang telah dilaksanakan, masih ada beberapa siswa yang belum mencapai batas minimal penguasaan keterampilan proses sains yang telah ditentukan
66
yaitu 70. Hal ini menunjukan belum tercapainya ketuntasan belajar yang telah ditentukan yaitu 90%. Oleh sebab itu hasil belajar harus ditingkatkan melalui perbaikan tindakan yang telah dilaksanakan untuk diterapkan pada siklus ke dua. Adapun perbaikan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: Tabel 4.6 Tindakan perbaikan siklus I No
Tindakan
Perbaikan
1.
Pembelajaran berkelompok
- Pembagian kelompok dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat prestasi belajar, dan keaktifan siswa di kelas secara merata. - Pengaturan posisi tiap kelompok dalam melaksanakan pembelajaran di kelas agar guru mudah mengawasi seluruh kelompok selama proses pembelajaran berlangsung.
2.
3.
Diskusi dalam menyelesaikan masalah yang diajukan Tanya jawab
- Lebih memotivasi siswa untuk turut aktif dalam kegiatan diskusi - Mengawasi secara merata setiap kelompok agar ikut aktif dalam diskusi. - Perbaikan gaya bertanya guru. - Memberikan kesempatan lebih pada siswa yang kurang aktif. - Memotivasi siswa yang kurang percaya diri untuk mengajukan pertanyaan atau mengajukan pendapat.
4
Aspek KPS
- Penekenan pembelajaran pada aspek prediksi dan membuat hipotesis
d. Keputusan Berdasarkan hasil refleksi siklus 1 diperoleh bahwa kemampuan keterampilan proses sains siswa pada sub-konsep pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan belum mencapai kriteria yang diharapkan. Oleh karena itu dilakukan perbaikan tindakan
67
pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I sehingga perlu dilanjutkan ke tindakan pembelajaran pada siklus II. 2.
Siklus II a. Hasil Pengamatan 1) Catatan lapangan Berdasarkan pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung diperoleh catatan sebagai berikut: Tabel 4.7 Catatan Lapangan No
Indikator Pengamatan Kondisi Siswa Per-Kelompok
1
Pembelajaran berkelompok
2
3
Berkelompok dengan baik Berada pada posisi yang telah ditentukan Siap untuk menemukan pengetahuan Mengajukan Aktif dalam tanya jawab Percaya diri ketika pertanyaan/jawaban menyampaikan pendapat dan jawaban kepada kelompok lain Mampu menghargai orang lain dan senantiasa menyimak setiap orang yang sedang menyampaikan pendapat. Diskusi dalam Seluruh siswa aktif dalam mendiskusikan masalah yang kelompok diberikan. Berdasarkan tabel 4.6 pada pembelajaran berkelompok siswa
tampak berkumpul dengan teratur pada kelompoknya masing-masing dengan posisi yang telah ditentukan. Siswa terkondisikan dengan baik, dan bersemangat untuk memulai pembelajaran. Pada saat mengajukan pertanyaan atau jawaban seluruh siswa aktif dan percaya diri dalam menjawab atau mengajukan pertanyaan. Seluruh siswa menyimak dan menghargai kelompok yang sedang mempresentasikan hasil kelompoknya. Pada saat diskusi kelompok semua siswa terlibat aktif dalam jalannya diskusi. Mereka mulai menghargai teman yang memberikan
68
pendapat atau mengajukan pertanyaan, serta saling bertukar pikiran dalam menyelesaikan masalah yang diajukan. 2) Observasi Keterampilan Proses Sains Tabel 4.8 Hasil Observasi KPS Persentase Siklus II 89,58%
Aspek KPS Mengamati Manafsirkan pengamatan Berhipotesis Merencanakan percobaan
56,25% 75% 87,5%
Menerapkan konsep
50%
Berkomunikasi Mengajukan pertanyaan
77,08% 56,25%
Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui persentase keterampilan proses sains siswa yang muncul pada saat pembelajaran pada siklus II. Tampak bahwa tiga aspek keterampilan proses sain masih tergolong rendah yaitu, aspek menafsirkan
pengamatan,
menerapkan
konsep,
dan
aspek
mengajukan pertanyaan. Namun secara keseluruhan persentase aspek keterampilan proses sains pada siklus II sudah mengalami peningkatan dari siklus I. b. Hasil Tes Keterampilan Proses Sains Tes yang digunakan pada siklus ini berbentuk esai (uraian) berjumlah 12 soal. Setiap soal uraian mengukur satu aspek keterampilan proses sains. Berdasakan hasil pretes dan postes pada siklus II, maka dapat ditentukan besarnya rata-rata kemampuan awal siswa dan rata-rata kemampuan akhir siswa setelah diberikan perlakuan, serta standar deviasi masing-masing tes. Untuk mengetahui tingkat efektifitas tindakan yang telah dilakukan pada penelitian tindakan kelas siklus II maka data hasil tes
69
keterampilan proses sains siswa dianalisis dengan N-Gain terhadap skor rerata tes awal dan tes akhir kemampuan pemahaman siswa. Adapun hasil N-Gain tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 4.9 N-Gain KPS Pretest dan Postet Siklus II Pretest
Postet
N-Gain
72,11
82,26
0,39
10,03
9,39
0,19
Rata-rata siswa SD
Berdasarkan kategorisasi diperoleh nilai N Gain sebesar = 0,39, ini menunjukkan g pada kategori rendah (nilai (0,30
Aspek KPS
Persentase Ketercapaian Pretest
Posttest
1
Observasi
62
86
2
Klasifikasi
76
91
3
Membuat Pertanyaan
78
80
4
Mengkomunikasikan
82
89
70
No
Aspek KPS
5
Persentase Ketercapaian Pretest
Posttest
Menghitung Matematika
89
93
6
Membuat Kesimpulan
68
83
7
Menerapkan Konsep
65
77
8
Membuat Prediksi
74
77
9
Merencanakan Percobaan
67
81
10
Menentukan Variabel
80
89
11
Merumuskan Masalah
71
74
12
Membuat Hipotesis
59
75
Jumlah
871
995,16
Rata-rata
72,58
82,16
Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan keterampilan proses sains siswa pada subkonsep pengaruh faktor dalam terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sebelum dan sesudah dilaksanakan tindakan pada siklus II. Dari tabel diketahui bahwa tujuh aspek sudah mencapai KKM sebelum pembelajaran, ini dapat diambil kesimpulan bahwa siswa sudah ada pembiasaan keterampilan proses sains pada siklus sebelumnya. Ratarata persentase ketercapaian aspek KPS meningkat dari 72,58% menjadi 82,06%. Pada pembelajaran siklus II ini diperoleh rata-rata persentase ketercapaian indikator keterampilan proses sains siswa sebesar 82,06%. Jika dibandingkan dengan siklus I terdapat peningkatan ketercapaian indikator keterampilan proses sains siswa. Pada siklus II ini diperoleh ketuntasan belajar siswa mencapai ketuntasan ideal yaitu 90%. c. Respon Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Berdasarkan angket yang disebarkan kepada siswa pada akhir pembelajaran siklus ke II, diperoleh data mengenai sikap siswa terhadap pembelajaran biologi dengan pembelajaran model guided
71
inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan. Pernyataan-pernyataan pada angket tersebut dikategorikan dalam indikator sikap dengan persentasi sebagai berikut: Tabel 4.11 Data Persentase Sikap Siswa Mengenai Pembelajaran Biologi dengan Model Guided Inquiry Persentase Sikap Positif Negatif
No
Indikator
1
Perasaan siswa terhadap pelajaran biologi Perasaan siswa terhadap pelaksanaan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran biologi Perasaan siswa terhadap pembelajan biologi dengan guided inquiry Jumlah Rata-rata
2
3
Berdasarkan tabel
di
91,13%
8,87%
83,87%
16,13%
83,23%
16,77%
258,23 86,07%
41,77 13,93%
atas menunjukkan bahwa
secara
keseluruhan (86,85%) sebagian besar siswa memberikan sikap yang positif terhadap tindakan pembelajaran guided inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang telah dilaksanakan. Menurut siswa permasalahan yang diangkat cukup menantang untuk didiskusikan. Siswa setuju bahwa belajar dengan cara ini menarik, tidak membosankan, dan mengajak untuk berpikir dan berusaha menemukan sendiri jawaban dari permasalahan. Meskipun masih ada sedikit siswa yang menunjukan sikap yang negatif,
hal
ini
disebabkan
karena
mereka
belum
terbiasa
melaksanakan pembelajaran dengan model guided inquiry. d. Refleksi Pada proses pembelajaran siklus II ini, diketahui siswa mampu belajar mandiri, lebih kondusif, dan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Dilihat dari ketercapaian aspek KPS pada siklus II tampak adanya peningkatan nilai rata-rata KPS. Terjadi peningkatan keterampilan proses
72
sains siswa dan ketuntasan belajar siswa telah mencapai 90%. Hal ini sudah sesuai dengan kriteria yang diharapkan dan menunjukan bahwa tindakan yang telah dilakukan telah berhasil. e. Keputusan Berdasarkan hasil refleksi siklus II diperoleh bahwa kemampuan keterampilan proses sains siswa pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan telah mencapai kriteria yang diharapkan yaitu 90% sehingga tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa telah berhasil. B. Pengujian Prasyarat Analisis Berdasarkan persyaratan analisis, maka sebelum dilakukan pengujian hipotesis perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap data hasil penelitian. Uji prasyarat analisis yang perlu dilakukan adalah: 1. Uji Normalitas Uji normalitas yang digunakan adalah uji Lilifors. Dari hasil pengujian untuk data N Gain siklus 1 diperoleh nilai L
hitung
=0,03557.
Dari tabel harga kritis uji Lilifors pada taraf signifikan α = 0,05 dengan n = 31 didapat harga Ltabel = 0,15913. Sedangkan untuk data N gain siklus II nilai Lhitung = 0,03223. Didapat harga Ltabel untuk n = 31 yaitu 0,15913. Karena L
hitung
pada kedua kelompok lebih kecil dari Ltabel, maka dapat
disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelompok
Sampel
L hitung
L tabel
Kesimpulan
Siklus I
31
0,03557
0,15913
Terima H0
Siklus II
31
0,03223
0,15913
Terima H0
2. Uji Homogenitas Uji homogenitas atau uji kesamaan dua varians populasi dilakukan dengan uji fisher. Dari hasil pengujian diperoleh Fhitung = 1,6949 dan Ftabel = 1,84. Pada taraf signifikansi α = 0,05 untuk dk
73
pembilang = 30 dan dk penyebut = 30, karena Fhitung < Ftabel ini artinya H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua data memiliki varians yang homogen. Tabel 4.13 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Kelompok
Sampel
Siklus I
31
Siklus II
31
Fhitung
Ftabel
Kesimpulan
1,6949
1,84
Terima H0
3. Analisis Hipotesis Tindakan Berdasarkan hasil uji prasyarat
menunjukkan bahwa data
berdistribusi normal dan homogen, maka selanjutnya data dianalisis untuk pengujian hipotesis. Perhitungan uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya peningkatan keterampilan proses sains siswa pada model pembelajaran guided inquiry antara siklus I dan siklus II. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji t, dengan menggunakan data yang diperoleh, yaitu rata-rata postes hasil tes siklus I sebesar 77,76. Dengan varians siklus
II
diperoleh
sebesar
sebesar
66,9523,
dan
82,26 dengan varians
pada sebesar
88,22. Setelah itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan uji t, maka diperoleh nilai t
hitung
sebesar 2,01. Untuk mengetahui nilai t
tabel
dengan
derajat kebebasan (dk) = 60 dan taraf signifikansi (α) = 0,05 dilakukan penghitungan, dari hasil penghitungan didapat nilai t membandingkan nilai t
hitung
dan t
tabel
tabel
diperoleh thitung > t
= 2,00. Dengan tabel,
ini berarti
H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan keterampilan proses sains siswa yang signifikan dari siklus I ke siklus II setelah diajar dengan model pembelajaran guided inquiry. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
74
Tabel 4.14 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Kelompok
Sampel
Mean
Postes I
31
77,76
Postes II
31
82,26
thitung
ttabel
Kesimpulan
2,01
2,00
Tolak H0
C. PEMBAHASAN Penerapan pembelajaran biologi dengan menggunakan model guided inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan mampu meningkatkan
keefektifan
pembelajaran.
Sebelum
dilaksanakannya
pembelajaran dengan menggunakan guided inquiry, proses pembelajaran didominasi oleh guru. Siswa tidak turut aktif dalam mengikuti semua kegiatan
pembelajaran.
Setelah
dilaksanakan
kegiatan
pembelajaran
menggunakan pembelajaran guided inquiry siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran, guru tidak mendominasi kelas, siswa juga mampu belajar mandiri. Pada siklus I rata-rata ketercapaian aspek KPS secara keseluruhan setelah dilaksanakan pembelajaran menggunakan model guided inquiry pada sub konsep pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan diperoleh 77,76 dengan ketuntasan belajar mencapai 83,87%. Pada siklus II ketercapaian aspek KPS setelah dilaksanakan pembelajaran dengan model guided inquiry pada sub konsep pengaruh faktor dalam terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan mencapai rata-rata 82,26 dengan ketuntasan belajar mencapai ketuntasan ideal yaitu 90%. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan penguasaan keterampilan proses sains siswa dari siklus I ke siklus II. Tingkat efektifitas tindakan dilihat dari nilai N gain, nilai N gain yang diperoleh diketahui bahwa pada siklus I tingkat efektifitas tindakan tergolong pada kategori sedang, sedangkan pada silus II pada kategori rendah. Pada silus II diketahui bahwa hasil pretesnya diperoleh 58,33% soal yang rerata
75
nilainya termasuk kategori baik (70-80) dan mengalami rerata peningkatan skor yang relative rendah sebesar 12,19%. Hal yang mungkin menyebabkan tingginya nilai pretes pada silus II karena siswa sudah mulai terbiasa atau mampu menggunakan KPS dalam pembelajaran pada silus I. Pembelajaran menggunakan model guided inquiry
merupakan
pengalaman baru bagi siswa karena model pembelajaran ini belum pernah diterapkan sebelumnya pada kelas ini. Selama proses penelitian ada 12 aspek keterampilan proses sains yang diukur peneliti yaitu, keterampilan mengobservasi, membuat pertanyaan, menerapkan konsep, menentukan variable, menghitung matematika, mengkomunikasikan, merencanakan percobaan, membuat kesimpulan, memprediksi, merumuskan masalah, mengklasifikasi, membuat hipotesis. Pada hasil observasi keterampilan proses sains yang dilakukan terdapat tiga aspek keterampilan proses sains yang tergolong masih rendah, ketiga aspek tersebut adalah aspek menafsirkan pengamatan, menerapkan konsep, dan aspek mengajukan pertanyaan. Rendahnya peninkatan keterampilan menafsirkan pengamatan melalui pembelajaran yang diterapkan diduga disebabkan oleh objek pengamatan yang hanya berupa lembar pengamatan dan bukan objek nyata. Rendahnya keterampilan menerapkan konsep pada pembelajaran ini diduga deisebabkan oleh kurangnya penguasaan siswa terhadap konsep tersebut, sedikitnya waktu yang digunakan untuk membahas hasil-hasil percobaan. Padahal justru pada tahap pembahasan hasil percobaan inilah sesungguhnya saat yang tepat untuk menanamkan dan memantapkan konsep.1 Rendahnya keterampilan mengajukan pertanyaan siswa diduga disebabkan oleh kebiasaan siswa pada pembelajaran sebelumnya yang bersifat pasif dan hanya mendengarkan penjelasan dari gurunya, namun keterampilan bertanya siswa telah mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya.
1
Nuryani Y Rustaman, dkk. Strategi Belajar dan Mengajar Biologi. Cetakan I (Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. 2005)
76
Dari deskripsi data keterampilan proses sains yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan proses sains siwa, ini dapat dilihat dari hasil tes keterampilan proses sains siswa siklus II lebih tinggi dari hasil tes keterampilan proses sains siswa siklus I. Perbedaan ini juga diperkuat dengan uji t dengan membandingkan nilai t
hitung
dan t
tabel
diperoleh thitung > t
tabel,
ini berarti H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan keterampilan proses sains siswa yang signifikan dari siklus I ke siklus II setelah diajar dengan model pembelajaran guided inquiry, yaitu yang menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
yang
signifikan antara siklus I dengan siklus II. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa model pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Adapun Aspek keterampilan proses sains yang mengalami peningkatan yaitu, keterampilan observasi, berkomunikasi,
menghitung
matematika,
mengajukan pertanyaan, interpretasi,
memprediksi,
merencanakan percobaan, menentukan variabel, merumuskan masalah, dan berhipotesis. Hal ini juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Muslim pada mata pelajaran fisika, 2 dan oleh Fitri, Betty, dan Jimmi dalam penelitian mereka pada mata pelajaran kimia pokok bahasan laju reaksi, dari hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran IPA setelah menggunakan model pembelajaran inkuiri menunjukkan adanya peningkatan.3 Pembelajaran dengan model guided inquiry merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa, selain itu pembelajaran ini juga dapat meningkatkan keterlibatan
2
siswa
atau
keaktifan
siswa
selama
mengikuti
proses
Muslim, Effort to Improve Science Process Skill Student’s Learning in Physics Through Inquiry Based Model. Proceeding The Second International Seminar on Science Education. UPI 2008/7 3 Fitri Eka Sari, dkk. Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Siswa pada Poko Bahasan Laju Reaksi Kelas XI IPA SMAN 1 Siak Sri Indrapura. (Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau, 2009) tulisan tidak diterbitkan
77
pembelajaran. Sehingga dapat mengubah proses pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pendekatan inkuiri dalam pembelajaran biologi melatih para siswa untuk membangun pengetahuannya melalui kegiatan mengobservasi, mengorganisasi data, fakta, konsep dan prinsip, merencanakan dan melaksanakan percobaan. hal ini tampak melalui peningkatan KPS yang terjaring melalui tes tertulis maupun tes observasi. Meskipun tidak terlalu tinggi tetapi aktivitas siswa dapat menjadi pengalaman yang sangat bermakna. Hal ini sejalan dengan pernyataan Carin (1997) bahwa proses berinkuiri sangat berarti bagi siswa untuk memahami fenomena dan peristiwa, dan pandangan konstruktivistik yang menekankan bahwa setiap individu perlu membangun pemaknaan pengetahuan dan gagasannya melalui interaksi dalam kerja kelompok.4 Selain itu sikap siswa terhadap pembelajaran biologi dengan menerapkan model pembelajaran guided inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sebagian besar positif. Siswa senang dengan kegiatan model pembelajaran guided inquiry. Keberhasilan tindakan kelas sangat dipengaruhi oleh guru dalam mengelola kelas. Selama pelaksanaan tindakan siswa sangat membutuhkan perhatian dan bimbingan guru. Walaupun pembelajaran berpusat pada siswa tetapi peran guru untuk menciptakan suasana belajar masih sangat penting. Guru harus mampu bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Ia harus menyediakan diri sepenuhnya untuk membimbing siswa. Saran-saran perbaikan pengelolaan kelas dari dosen pembimbing dan guru pamong serta hasil diskusi pada tahap refleksi telah memperbaiki kinerja penulis dari siklus ke siklus. Hal ini berdampak juga pada kinerja siswa.
4
Fransisca Sudargo Tapilouw, Pedagogical Competence of Pre-Service Biology Teacher on Conducting Inquiry Approach to Develop Science Process Skill (Study on ‘Profession Practice Program’ at High Schools In Bandung)
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab VI maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan model pembelajaran guided inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dapat memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap keterampilan proses sains siswa. Adapun keterampilan proses sains siswa yang mengalami peningkatan yaitu, keterampilan observasi, mengajukan pertanyaan, berkomunikasi, menghitung matematika,
interpretasi,
memprediksi,
merencanakan
percobaan,
menentukan variabel, merumuskan masalah, dan berhipotesis. Peningkatan keterampilan proses sains berada pada kategori sedang. Diperoleh sikap siswa terhadap penerapan model guided inquiry pada kegiatan pembelajaran positif. Siswa setuju bahwa belajar dengan cara ini menarik, tidak membosankan, dan mengajak untuk berpikir. Mereka menjadi memahami cara kerja ilmiah.
B. Saran Model pembelajaran guided inquiry merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa, oleh karena itu model pembelajaran ini perlu diterapkan. Adapun saran dari peneliti yaitu: 1. Pembelajaran guided inquiry ini dapat dijadikan alternatif model pembelajaran biologi. Model pembelajaran guided inquiry akan lebih baik jika digunakan pada konsep yang bersifat konkrit agar siswa dapat menemukan sendiri konsep yang sedang dipelajari. 2. Hasil penelitian ini diharapakan dapat dipergunakan untuk melakukan penelitian sejenis dalam pembelajaran yang berbeda.
78
77
DAFTAR PUSTAKA
Abruscato.Joseph. 2010. Teaching Children Science; A Discovery Approach. Unitate State: Pearson Education Adi, Yanu Cari, Peningkatan Keterampilan Proses Sains Melalui Metode Inkuiri Terpimpin disertai Penggunaan LCD Proyektor Sebagai Penguatan Konsep dalam Pembelajaran Biologi. (Skripsi tidak diterbitkan: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhamadiyah Surakarta, 2009) Alberta Learning, Focus on Inquiry: A Teacher’s Guide to Implementing Inquiry Based learning, Tersedia: http://www.learning.gov.ab.ca/k_12/curriculum/bysubject/focusoniquiry.pdf .(20 Juni 2010) Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Aunurrahman, 2009. Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta. Cet ke-2. Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas Bonnstetter,Ronal J. (2006) Inquiry: Learning from The Past with an Eye on The Future, University of Nebraska, Lincoln Colburn, Alan (2000). An Inquiry primer. California: Science Scope. tersedia di: http://www.experentiallearning.ucdavis.edu/module 2/el2 Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta Dirgantara, Yudi dkk. Model Pembelajaran Laboratorium Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa MTs pada Pokok Bahasan Kalor. (Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Vol.II No. 1, Maret 2008) Educational Broadcasting Corporation, 2004, Contructivism as a Paradigma for Teaching and Learning: What is Contructivism? tersedia: http://www.thirteen.org/edonline/concept2class/constructivism/index_sub2. html. Hake, Richard R. (1999) Analyzing Change/Gain Scores, American Educational Research Association’s Division, Measurrement and Research Methodology, Harlen, Wynne. 1992. The Teaching of Science. London: David Fulton Publishers Holil, Anwar. 2008. “Jurnal Menjadi Manusia Pembelajar”, dari: (http//www. Google.com/jurnal pendidikan/model pembelajaran, april Holil, Anwar. 2008. Hbungan Inkuiri dan Keterampilan Proses dari : http://anwarholil.blogspot.com//04/hubungan-inkuiri-dan-keterampilan.html
78
Jacobsen, David, dkk. 1985. Methods for Teaching; A Skill Approach. 2nd edition. Columbus: A Bell & Howell Company. Keil, Chris, Jodi Haney, and Jennifer Zoffel. (2009) Improvements in Student Achievement and Science Process Skills Using Environmental Health Science Problem Base Learning Curricula, (Elecronic Journal of Science Education, Volume 13 No. 1, h. 4, tersedia: http://ejse.southwestern.edu Kuslan, Louis I. and A Haris Stone. (1969) Teaching Children Science: an Inquiry Approach.California: Wadsworth Publishing Company Lasley, Thomas J. Dkk. 2002. Instructional Models: strategies for teaching in a diverse society. Unitate State: Wadsworth Group M. Subana, (2005) Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung : Pustaka Setia, Munadi, Yudi dan Farida Hamid, (2009) Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Jakarta: UIN syarif Hidayatullah Muslim, (2008) Effort to Improve Science Process Skill Student’s Learning in Physics Through Inquiry Based Model. Proceeding The Second International Seminar on Science Education. UPI National Research Council. (1999 )National Science Education Standard. (Washington DC: National Academy Press Nurochmah, Tisngatun, Pengaruh Pendekatan Inkuiri Terhadap Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa Dalam Proses Pembelajaran IPA Biologi pada materi pokok sistem pencernaan pada manusia, (Yogayakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2008) Peraturan Pemerintah RI Bab IV Standar Proses Pasal 19 ayat 1 tentang “Standar Nasional Pendidikan”, tersedia di: www.depdiknas.go.id Prawiladilaga,Dewi Salma (2009) Prinsip Disain Pembelajaran; Instructional Designe Principle. Jakarta: Kencana & UNJ Purwanto, Ngalim (2000) Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Riyanto, Yatim, (1997) Pengajaran IPA Bermetode Inkuiri Suatu Upaya Peningkatan Keefektifan IBM di SD, Jakarta: Wahana Rustaman,Nuryani, dkk. (2005) Strategi Belajar Mengajar Biologi, Malang: Universitas Negeri Malang Rustaman. Nuryani Y (2005) Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuri dalam Pendidikan Sains. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung, Sari, Fitri Eka, dkk. Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Siswa pada Poko Bahasan Laju Reaksi Kelas XI IPA SMAN 1 Siak Sri Indrapura. (Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau, 2009) tulisan tidak diterbitkan
79
Semiawan. Cony (1992), Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia Sofyan, Ahmad. dkk. 2006. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Lembaga ian UIN Jakarta,) Sofyan, Ahmad. (2007) Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA/Sains. Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK( Jakarta: UIN Syahid, Sudjana. 2001. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Suyatna, Agus, Implementation experiment applies Inquiry Model to Improve Science Process skill of XII Level SMA Students, Poceeding The Second International Seminar on Science Education. ( Lampung: Physic Education Study Program The University of Lampung, 2006) Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: Prestasi Pustaka. Cet. ke 1. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan Implementasi pada KTSP. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Wawan, Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP pada Pokok Bahasan Kalor. (Bandung: Jurusan Pendidikan FisikaFPMIPA UPI, 2007) tidak diterbitkan Wina Sanjaya. (2005) Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Cet ke-5, Jakarta: Kencana Wiriadmadja, Rochiati. 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas Cetakan ke-5. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Zulfiani, (2007) Inkuiri dalam Pendidikan IPA, Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran; Matematika dan Sains Dasar, Sebuah Antologi, Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini. (2009) Strategi Pembelajaran Sains, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta