UPAYA MENINGKATKAN LIFE SKILLS ANAK JALANAN MELALUI PELATIHAN KETERAMPILAN OTOMOTIF BAGI KLIEN ANAK JALANAN DI SOCIAL DEVELOPMENT CENTER (SDC) BAMBU APUS JAKARTATIMUR Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I)
Oleh : AHMAD HARY DENI NIM : 105054102062
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M
UPAYA MENINGKATKAN LIFE SKILLS ANAK JALANAN MELALUI PELATIHAN KETERAMPILAN OTOMOTIF BAGI KLIEN ANAK JALANAN DI SOCIAL DEVELOPMENT CENTER (SDC) BAMBU APUS JAKARTATIMUR Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sosial Islam ( S. Kom.I )
Disusun Oleh :
AHMAD HARY DENI NIM: 105054102062
Pembimbing:
AHMAD ZAKY, M.Si NIP: 150411158
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi ini yang Berjudul Upaya Meningkatkan Life Skills Anak Jalanan Melalui Program Keterampilan Otomotif Di Social Development Center (SDC) Bambu Apus Jakarta-Timur telah diujikan dalam siding munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal Januari 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) Sarjana Sosial Islam pada Konsentrasi Kesejahteraan Sosial, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam. Jakarta, Januari 2010
Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota,
Sekretaris Merangkap Anggota,
Anggota,
Penguji I,
Penguji II,
Pembimbing
Dr. Murodi, MA Dr. Arief Subhan, M.Ag Drs. Study Rizal LK, MA
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Alamat: Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412, Telepon: (021) 701925, (021) 74703580; Fax: (021) 7402982 Email:
[email protected] ; Dekan: Dr. Arief Subhan, M.Ag Pembantu Dekan Bidang Akademik: Drs. Wahidin Halim, M.Ag Pembantu Dekan Bidang Admimistrasi Umum: Drs. H. Mahmud Jalal, MA Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan: Drs. Study Rizal LK, MA
Kepada Yth Bapak Helmi Rustandi M.A (Selaku Ketua Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial) Di Tempat Assalamualaikum Wr.Wb Sehubungan dengan penyusunan skripsi sebagai syarat kelulusan, maka saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Ahmad Hary Deni
Nim
: 105054102062
Semester
: 10 (Sepuluh)
Jur/Prodi
: Pengembangan Masyarakat Islam (Kessos)
Bermaksud mengajukan proposal skripsi, dengan judul : “ Upaya Meningkatkan Life Skill Anak Jalanan Melalui Program Keterampilan Otomotif Di Social Development Center For Street Children “ Demikianlah kiranya pengajuan judul skripsi ini saya buat, semoga dapat diterima dan ditindaklanjuti dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi. Atas perhatian dan kesedian Bapak/Ibu, saya ucapkan terimakasih
Dosen Pembimbing Akademik
Pemohon
Dra. Mahmudah F. M.Pd NIP : (150282125)
Ahmad Hary Deni (105054102062)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputat, 21 Juni 2010
Ahmad Hary Deni
ABSTRAK Ahmad Hary Deni “Upaya Meningkatkan Life Skills Anak Jalanan Melalui Pelatihan Keterampilan Otomotif Bagi Klien Anak Jalanan Di Social Development Center (SDC) Bambu Apus Jakarta Timur”. Fenomena anak jalanan dilihat dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan, untuk itu diperlukan suatu mekanisme pencegahan serta penangggulangan secara cepat, tepat dan berkelanjutan. Upaya penanganan masalah anak jalanan telah banyak dilakukan oleh Lembaga Pemerintah dan non Pemerintah. Pemerintah khususnya Kementrian Sosial mendirikan sebuah Lembaga Sosial yang khusus menanggulangi masalah anak jalanan yang bernama Panti Social Development Center (SDC) yang memberikan berbagai macam pelayanan sosial terhadap anak jalanan. Yang meliputi pembinaan mental, fisik, dan Pelatihan Keterampilan dan Bimbingan Sosial. Upaya meningkatkan Life Skills anak jalanan melalui keterampilan otomotif dapat merubah dan mengembangkan kemampuan mereka, serta dapat menghasilkan suatu karya yang berguna dan bermanfaat untuk masa depan anak jalanan. Selain itu tujuan didirikannya Panti Sosial ini agar anak jalanan dapat melatih sikap agar bisa mandiri dalam berprilaku, berbahasa, serta mempunyai jiiwa yang kretif dan inovatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya meningkatkan Life Skills anak jalanan melaui program keterampilan otomotif di Social Development Center (SDC). Pengumpulan data diperoleh dari hasil wawancara dan observasi secara langsung kegiatan keterampilan otomotif di Social Development Center. Temuan di lapangan menunjukan bahwa upaya meningkatkan Life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif yang dilakukan di panti bertujuan agar anak dapat mengembangkan potensi dan kemampuan mereka di luar pendidikan sekolah yang bermanfaat untuk dirinya serta merubah pola pikir mereka dengan memanfaatkan sumber daya dan pelayanan sosial yang diberikan oleh panti, dan mendorong anak jalanan dalam meningkatkan kemandirian mereka dengan mempunyai modal keahlian khususnya pada bidang keterampilan otomotif untuk melanjutkan kehidupan mereka setelah keluar dari panti. Dalam prosesnya memang terdapat berbagai macam faktor pendukung dan penghambat, faktor pendukung SDC antara lain memiliki gedung/asrama yang cukup bagus, memiliki jaringan kerja pelayanan, serta tenaga pengajar/instruktur yang ahli dalam bidang otomotif. Namun diantara faktor pendukung di atas ada juga faktor penghambatnya, diantaranya dalam program keterampilan otomotif sangat minimnya peralatan yang ada, kurangnya SDM/ sangat sedikit tenaga ahlinya, dan kurang sadarnya peserta didik. Walaupun ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, namun upaya meningkatkan Life Skills anak jalanan melalui program keterampilan berjalan cukup optimal.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberi nikmat islam, iman dan kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam tidak lupa kita haturkan kepada Baginda Nabi besar Muhamad SAW, keluarga, sahabat dan pengikutnya. Ada beberapa hambatan yang penulis temukan di dalam penyusunan skripsi ini, namun berkat bimbingan, dorongan, doa serta bantuan dari berbagai pihak, alhamdulillah semua ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Dengan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Drs. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Helmi Rustandi M.A selaku Ketua Konsentrasi Kesejahteraan Sosial. 3. Bapak Ismet Firdaus M.Si selaku Sekertaris Konsentrasi Kesejahteraan Sosial 4. Pembimbing Skripsi, Bapak Ahmad Zaky M.Si. Walaupun dalam kesibukan yang sedemikian padatnya namun senantiasa selalu menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan serta masukan yang positif kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu namanya namun tidak mengurangi rasa hormat penulis kepadanya.
6. Kepada Pengelola Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, LIPI. 7. Kepada Ayahanda Tercinta Bapak Sutisna NS dan Ibunda Tersayang Ibu Sarmanah HS, yang telah memberikan curahan kasih sayangnya mulai dari kecil hingga saat ini serta dukungannya baik moril maupun materil hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 8. Untuk adik-adiku Tersayang ”Khususnya kepada My Twins Brother Ahmad Hary Abrian”, Ahmad Rendy Junaidi dan Meidy Ardelia yang selalu memberi semangat dari mulai kuliah sampai dengan selesainya skripsi ini. 9. Untuk calon pendamping hidupku Wediastri Chalida yang selalu menemani saat suka maupun duka dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 10. Untuk Keluarga Bapak H. Mu’tamarullah. SE dan Ibu Nurlaela yang telah banyak sekali membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik. 11. Semua teman-teman di Konsentrasi Kesejahteraan Sosial angkatan 2005 khususnya Rovel Noveli Handi, Doni Ismail, Arief Iskandar, Riza Tulus, Arifin Yahya, Ahmad Nur Syahri, Ahmad Reza.S, Syahlani, Zulfahmi dan teman seperjuangan Ersyad Tonedy dll. 12. Pengurus Panti (SDC) khususnya Bapak Muhamad Tohar S.Pd.I, Bapak Febraldi S.Sos, Bapak Tomy Haryanto S.Sos, Bapak Ahmad Rifky Hidayat S.Psi, Ibu Vivi Marlina.AKS, Mas Pria Atmojo AKS, Bapak Suhada, Bang
Andi dan Mas Triyono. Yang telah banyak sekali membantu dalam penyusunan skripsi ini. Atas segala kekurangannya, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan kepada orang lain pada umumnya.
Jakarta, 21 Juni 2010
Ahmad Hary Deni
DAFTAR ISI PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................ PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................... LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ ABSTRAK .................................................................................................. KATA PENGANTAR ................................................................................ DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................ ........................................................................................ 1 B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ............................... ........................................................................................ 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................... ........................................................................................ 9 D. Metodologi Penelitian ..................................................... ........................................................................................ 10 E. Tinjauan Pustaka.............................................................. ........................................................................................ 15 F. Sistematika Penulisan....................................................... ........................................................................................ 16
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
i ii v
A. Pengertian Upaya ............................................................ ........................................................................................ 18 1. Pendamping Sosial Sebagai Strategi Pemberdayaan ... ................................................................................... 18 B. Pengertian Pekerja Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial .............................................................................. ........................................................................................ 20 1. Metode yang digunakan Pekerja Sosial dalam Meningkatkan Life Skills Anak Jalanan di SDC ......... ........................................................................................ 22 C. Definisi Life Skills ........................................................... ........................................................................................ 25 1. Pengertian Life Skills.................................................. ................................................................................... 25 2. Ciri-ciri Life Skills..................................................... ................................................................................... 28 D. Anak Jalanan ................................................................... ........................................................................................ 29 1. Pengertian Anak Jalanan ........................................... ................................................................................... 29 2. Masalah-masalah Anak Jalanan.................................. ................................................................................... 31
3. Kategori Anak Jalanan .............................................. ................................................................................... 33 4. Ciri-ciriAnak Jalanan ................................................ ................................................................................... 37 5. Penyebab mereka menjadi Anak Jalanan ................... ................................................................................... 38 6. Penanganan Masalah Anak Jalanan ........................... ................................................................................... 40 E. Pengertian Keterampilan ................................................. ........................................................................................ 42 F. Pengertian Otomotif ........................................................ ........................................................................................ 44 BAB III
GAMBARAN UMUM PANTI SOCIAL DEVELOPMENT CENTER A. Sejarah dan Latar Berdirinya Panti ................................... ........................................................................................ 46 B. Letak dan Kedudukan Lembaga ....................................... ........................................................................................ 48 C. Visi dan Misi .................................................................. ........................................................................................ 49 D. Fungsi Social Development Center................................... ........................................................................................ 49
E. Fasilitas, Sarana dan Prasarana ........................................ ........................................................................................ 49 F. Prosedur dan Mekanisme Pelayanan Kesejahteraan Sosial ........................................................................................ 50 1. Sasaran Pelayanan ..................................................... 51 2. Prinsip-Prinsip Pelayanan........................................... 51 3. Tahapan-tahapan Pelayanan ....................................... 52 4. Bentuk dan Jenis Pelayanan........................................ ................................................................................... 52 G. Pelatihan Keterampilan .................................................... ........................................................................................ 53 H. Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas Personil Lembaga, Gambaran Pekerjaan ................ .............................................................................................. 54 I. Sumber Dana .................................................................. ........................................................................................ 58 J. Kedudukan Lembaga dan Lembaga Pelayanan Kessos Lain ........................................................................................ 58 K. Hubungan Lembaga dengan Masyarakat Sekitar .............. ........................................................................................ 59
BAB IV
ANALISIS DAN TEMUAN LAPANGAN
A. Upaya Meningkatkan Life Skills Melalui Program Keterampilan Otomotif ................................................... .............................................................................................. 62 a)
Tahapan-tahapan dalam keterampilan otomotif....... ............................................................................... 62
b)
Proses Pelaksanaan keterampilan otomotif ............. ............................................................................... 65
c)
Hasil/Output dari hasil keterampilan otomotif ........ ............................................................................... 68
B. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Upaya Meningkatkan Life Skills Anak Jalanan Melalui Program Keterampilan Otomotif 1. Faktor Pendukung ..................................................... ................................................................................... 71 2. Faktor Penghambat .................................................... ................................................................................... 73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..................................................................... ........................................................................................ 76 B. Saran ............................................................................... ........................................................................................ 79
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Struktur Organisasi SDC............................................... 57
Tabel 4.1
Data Anak Asuh yang mengikuti Program Pelatihan Keterampilan Otomotif................................................... 69
Tabel 4.2
Jadwal Keterampilan Otomotif Di Social Development Center...................................................... ........................ 70
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Upaya meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dan bersikap positif sehingga seseorang dapat mengatasi tuntutan dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari (life skills) anak jalanan merupakan suatu usaha dimana masyarakat dan semua pihak yang terkait turut membantu dalam mengembangkan minat dan bakat untuk meningkatkan kehidupan mereka. Anak jalanan merupakan anak yang sebagian besar waktunya dihabiskan untuk melakukan kegiatan sehari-harinya di jalanan, baik untuk mancari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat-tempat umum lainnya. Anak adalah tunas, potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, maka anak memiliki peran strategis bagi kelangsungan eksistensi bangsa dan negara dimasa mendatang. Krisis ekonomi yang dialami bangsa Indonesia pada tahun 1997 ternyata berdampak terhadap meningkatnya permasalahan sosial anak di negeri ini, tidak terkecuali juga permasalahan anak jalanan. Ada kecendrungan peningkatan permasalahan anak jalanan baik secara kuantitas maupun kualitas dari tahun ke tahun. Data statistik yang dikeluarkan Departemen Sosial menunjukkan kecendrungan tersebut, pada tahun 2002 jumlah anak jalanan
beserta permasalahannya sebesar 50.000 sedangkan pada tahun 2004 sebesar 98.113.1 Anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar serta memperoleh perawatan, pelayanan, asuhan, pendidikan dan perlindungan yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraannya. Anak juga berhak atas peluang dan dukungan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri dan kemampuannya. Namun tidak semua keluarga dapat memenuhi seluruh hak dan kebutuhan anak, semua itu disebabkan oleh krisis ekonomi, kemiskinan dan kemerosotan moral, maupun spiritual merupakan indikasi keputus asaan dan ketidakberdayaan anak-anak termasuk anak jalanan beserta keluarganya akibat tidak terpenuhinya kebutuhan pokok kehidupan mereka.2 Dalam hal ini, anak-anaklah yang menjadi korban dalam permasalahan rumah tangga. Banyak sekali faktor yang menyebabkan anak yang menjadi korban, diantaranya baik dari sisi ekonomi maupun ketidakpedulian orang tua terhadap hak anak. Padahal anak-anak berusia di bawah 18 tahun yang semestinya masih harus mendapat perhatian ekstra dari kedua orang tuanya ternyata masih banyak yang mengalami penelantaran akibat ketidakpedulian orang tua terhadap hak anak maupun penelantaran akibat faktor ekonomi. Banyak sekali orang tua yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Sementara harga-harga kebutuhan pokok terus meningkat tinggi. Agar dapat mempertahankan kehidupan ekonomi keluarga, sebagian besar orang tua memperbolehkan anak-anak mereka turun ke jalanan untuk mengamen, menyemir 1
Social Development Center “Modul Pelayanan Sosial Berbasis Panti (2006) Triyanti, Maria April Astuti Anny, pemberdayaan anak jalanan di DKI Jakarta (Universitas Indonesia Program Studi Sosiologi, 2002) h.3. 2
sepatu, atau mengemis. Bahkan orang tua mereka memberhentikan anaknya dari sekolah karena ketiadaan biaya. 3 Adapun dampak dari krisis ekonomi terhadap timbulnya permasalahan anak adalah : orang tua mendorong anaknya untuk turun ke jalan guna membantu ekonomi keluarga, kasus kekerasan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orang tua yang semakin meningkat. Anak lari ke jalanan, kehilangan hak atas kelangsungan hidup yang layak, pendidikan, kebebasan berfikir, perlindungan dari perlakuan kejam dan ekploitasi, serta kebebasan berpendapat dan pengambilan keputusan untuk dirinya.4 Anak jalanan adalah anak yang kurang beruntung yang terpaksa bekerja di jalanan atau yang melarikan diri ke jalanan atas kemiskinan yang dialami keluarganya. Anak jalanan adalah anak yang waktunya sebagian besar dihabiskan di jalanan mencari uang, berkeliaran di jalan dan tempat-tempat umum lainnya, usianya berkisar antara 7 hingga 15 tahun5. Anak jalanan dalam kajian ilmu sosial mempunyai definisi yang setara dengan gelandangan. Artinya siapa saja yang tidak mempunyai rumah dan hidup di jalan ke jalan. Padahal fenomena anak jalanan tidak demikian, sebab diantara mereka ada yang benar-benar mempunyai rumah. Ditambahkannya, secara ekonomi anak-anak ini dalam kategori miskin. Mereka tidak mempunyai pekerjaan tetap dan tanpa pendidikan. Sementara secara
3 Departemen Sosial RI Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial dan Direktorat Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Lanjut Usia, Tunjuk Pelaksanaan Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan, 1999,h.1 4 Abu Tandeng K. Maryam. “Pelaksanaan Program Peningkatan Kesejahteraan Anak Jalanan (Universitas Indonesia Program Studi Sosiologi,2002) h.146 5 Utoyo dalam Munawir Yusuf. “Studi Tentang Profil Anak Jalanan dan Alternatif Pembinaannya” (FKIP UNS Surakarta,1997)
fisik lingkungan anak-anak ini kebanyakan kumuh. Anak jalanan merupakan bagian dari kelompok orang yang sering dijuluki dengan sampah masyarakat, bersama dengan pelacur kelas rendah, pencopet, pemulung, pengemis, pedagang asongan, tukang ngamen. Istilah sampah masyarakat mempunyai kaitan erat dengan perasaan umum yang menganggap anak jalanan sebagai maling cilik, gembel, perusuh, pembuat onar, mengotori kota.6 Keberadaan anak jalanan di kota-kota besar bukan tanpa penyebab. Apabila ditelusuri, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya fenomena anak jalanan dalam struktur sosial ekonomi masyarakat. Persaingan ekonomi dalam masyarakat akan melahirkan golongan strata sosial: teratas, terbawah, atau pertengahan. Supaya tetap survive, masyarakat strata sosial terbawah akan menggunakan sumber daya manusia yang ada termasuk anak-anak untuk turut menopang dapur keluarga. Selain berasal dari keluarga yang tersisih secara ekonomi, anak-anak jalanan juga berasal dari keluarga yang mapan ekonominya. Alasannya bisa karena mereka diperlakukan tidak adil oleh kedua orang tuanya atau karena kondisi disharmoni keluarga, misalnya perceraian, broken home, dan lain-lain. Sehingga kondisi seperti itu mendorong anak lari dari rumah dan hidup di jalan. Faktor penyebab yang berasal dari masyarakat juga memberikan kontribusi bagi maraknya fenomena anak jalanan. Perkembangan pesat di kota-kota besar menawarkan berbagai kemudahan hidup sehingga menimbulkan arus urbanisasi yang cenderung tidak terkendali. Orang-orang desa yang masuk ke kota
6
Ibid
membiarkan bahkan menyuruh anak-anaknya mencari nafkah dengan berbagai cara untuk meringankan beban hidup. Selain faktor-faktor di atas, faktor kesempatan dari masyarakat juga turut memberikan kontribusi yang berarti bagi mereka. Anak-anak yang bekerja sebagai penyemir sepatu, penjual koran, pedagang asongan, atau sebagai joki three in one di jalan-jalan tol dijakarta hadir karena masyarakat memang membutuhkan dan memberi kesempatan kepada mereka.7 Keterlibatan anak jalanan dalam kegiatan ekonomi akan berdampak kurang baik bagi perkembangan dan masa depan anak, kondisi seperti ini jelas tidak menguntungkan, bahkan cenderung membutakan terhadap masa depan mereka, mengingat anak merupakan aset masa depan suatu bangsa.8 Secara psikologis, mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum memiliki mental dan emosional yang kokoh. Dimana labilitas emosi dan mental mereka yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh, melahirkan pandangan negatif oleh sebagian besar masyarakat. Masalah yang dihadapi oleh anak-anak jalanan tidak lepas dari masalah ekonomi, sehingga berdampak pada pendidikan dari anak jalanan tersebut, yang mengakibatkan anak jalanan mengalami putus sekolah, kemudian anak jalanan menjalani pola hidup yang tidak disiplin, serta mereka menghadapi masalahmasalah rawan sosial yang ada di jalanan, yaitu adanya kecelakaan lalu lintas dan itu sangat membahayakan bagi diri mereka.
7
Ibid. Artikel Dwi Eko Waluyo. Karakteristik Sosial Ekonomi dan Demografi Anak Jalanan di Kotamadya Malang 8
Fenomena anak jalanan yang terjadi di sekitar kita menuntut perhatian kita untuk lebih peduli kepada mereka, kepekaan kita sebagai masyarakat kepada mereka tidak terlalu tajam. Padahal anak merupakan karunia ilahi dan amanah yang patut kita syukuri karena di dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang harus kita junjung tinggi, hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945, UU No 39 tahun 1999 tentang pengesahan Conventions On The Rights Of The Child (Konvensi tentang hak asasi anak). Berbagai upaya telah ditempuh baik oleh pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi permasalahan anak jalanan seperti yang diamanahkan UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 4 yang berbunyi setiap orang berhak untuk dapat hidup, tumbuh, kembang dan berpresstasi secara wajar sesuai dengan harkat, martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Upaya-upaya tersebut dimaksudkan untuk memberikan atau mengembalikan hak-hak anak jalanan untuk bisa hidup dan berkembang secara wajar bebas dari diskriminasi, ekploitasi, kekerasan, pelecehan serta ancaman dari kondisi lingkungan yang tidak kondusif. Pemerintah maupun masyarakat telah mengupayakan penanganan masalah sosial anak jalanan antara lain melalui : Rumah singgah, mobil sahabat anak, panti persinggahan, rumah perlindungan sosial anak, program menuju Bandung Raya bebas anak jalanan, dan program-program lainnya. Tidak menutup mata terhadap keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai oleh program-program tersebut di atas tetapi dipandang masih perlu suatu lembaga atau institusi yang bisa
memberikan pelayanan yang komprehensif dan berkelanjutan dalam mengatasi permasalahan anak jalanan. Kementrian Sosial sebagai instansi pemerintah yang berkompeten terhadap penanganan permasalahan sosial anak jalanan mengembangkan suatu konsep yang komprehensif dan berkelanjutan bagi anak jalanan. Perwujudan dari konsep tersebut ialah Social Development Center atau disingkat dengan nama SDC yang merupakan suatu lembaga atau instansi pelayanan sosial yang diutamakan bagi anak jalanan yang berperan sebagai ”Boarding House” yang diresmikan oleh ibu Hj. Ani Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 23 November 2006.9 Dengan adanya lembaga pemerintah yang khususnya menangani masalah anak-anak jalanan, kita sangat mengharapkan adanya perubahan yang positif. Oleh karena itu kita sebagai masyarakat harus selalu mendukung berbagai program pemerintah agar mampu melahirkan masyarakat yang lebih maju. Lembaga pemerintah atau panti sosial ini sebagai pusat kegiatan pelayanan sosial yang sangat ditunggu peran aktifnya oleh masyarakat untuk menjawab persoalan yang dianggap dapat meresahkan masyarakat. Program pelayanan yang akan diberikan kepada anak-anak jalanan berupa pelayanan sosial seperti pembinaan mental, sikap dan prilaku, pembinaan keagamaan dan program pelatihan keterampilan, yang meliputi diantaranya seperti pelatihan menjahit, pelatihan merias wajah/salon, pelatihan otomotif dam pelatihan las. Pada penelitian kali ini penulis lebih memfokuskan pada upaya meninngakat life skills anak jalanan melalui bidang pelatihan dan keterampilan otomotif. Dengan maksud 9
Brosur Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak “Social Development Center For Street Children” Cet ke-1 2006.
agar anak-anak jalanan memiliki keterampilan otomotif agar dapat mandiri dan bermanfaat di kemudian hari. Pada kesempatan kali ini penulis tertarik pada upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif di pusat pengembangan pelayanan sosial anak dengan tujuan agar anak dapat mengembangkan kemampuan yang mereka miliki, minat dan bakat mereka akan tersalurkan sehingga dapat menciptakan jiwa yang kreatif, inovatif dan mandiri. Oleh karena itu penulis memberi judul skripsi ini, dengan judul “ UPAYA MENINGKATKAN
LIFE
SKILLS
ANAK
JALANAN
MELALUI
PELATIHAN KETERAMPILAN OTOMOTIF BAGI KLIEN ANAK JALANAN
DI SOCIAL DEVELOPMENT CENTER BAMBU APUS
JAKARTA TIMUR”
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah 1. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka perumusan masalahnnya adalah: a) Bagaimana upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif di Social Development Center (SDC)? b) Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif? 2. Pembatasan Masalah
Agar tulisan ini lebih terarah, maka penulis membuat batasan pada penelitian ini. Penulis hanya membatasi pada masalah yang terkait dengan upaya peningkatan life skills dan penulis memfokuskan kepada suatu bidang yaitu pelatihan keterampilan otomotif pada angkatan ke tiga tahun 2009 yang dilakukan di SDC dan untuk mempermudah dan memperjelas permasalahan yang akan dibahas, maka penulis membatasi penelitian ini pada, “Upaya Meningkatkan Life Skills Anak Jalanan Melalui Pelatihan Keterampilan Otomotif Bagi Klien Anak Jalanan di SDC.”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: a) Untuk mengetahui upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif di SDC. b) Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif di SDC. 2. Manfaaat Penelitian Manfaaat dari penelitian ini adalah: a. Manfaat Teoritis 1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pengembangan penelitian serupa di masa yang akan datang
2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber referensi dan tambahan pengetahuan dalam kerangka pengembangan penelitian selanjutnya. 3. Memberi gambaran deskriptif tentang Social Development Center (SDC). b. Manfaat Praktis 1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas, untuk lebih memperdulikan masalah sosial seperti ini khususnya masalah anakanak jalanan. 2. Memberikan masukan kepada lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang penanganan masalah anak jalanan agar penanganan terhadap anak jalanan dapat lebih optimal. 3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pihak SDC yang bersangkutan dalam aktivitasnya untuk lebih meningkatkan life skills anak jalanan dalam bidang otomotif.
D. Metodologi Penelitian Metode penelitian adalah alat uji dan analisa yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang valid, reliable dan objektif.10 1 Pendekatan Penelitian Pendekatan Penelitian Metode penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif. Menurut Nawawi, pendekatan kualitatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan proses menjaring informasi, dari kondisi sewajarnya dalam
10
Dra. Hj. Ipah Fatimah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta h 34
kehidupan suatu objek dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia. Menurut Lexy J. Moleong pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, prilaku, motivasi, tindakan, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu kontek khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.11 Adapun pendekatan yang diginakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Bodgan dan Taylor mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dari orang atau pelaku yang dapat dialami secara langsung.12 Dalam penelitian kali ini, penulis hanya meneliti tentang upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui pelatihan keterampilan otomotif di SDC Jakarta Timur.
2 Sumber Data 11
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 2004), cet ke-20, edisi revisi, h,224 12 ibid
a. Data primer adalah data yang belum tersedia sehingga untuk menjawab masalah penelitian , data harus diperoleh dari sumber aslinya. 13 data primer, terbagi menjadi 2 sumber data yaitu 1. Data Utama yaitu data yang diperoleh secara langsung dari partisipan atau sasaran penelitian, yaitu Pengurus Panti SDC terdiri dari Kepala Panti Bapak Muhamad Tohar S.pd.I, Ketua Identifikasi dan perawatan Anak Ibu Vivi Marlina.AKS dan Instruktur keterampilan Mas Triyono. 2. Data Umum yaitu data yang diperoleh dari anak yang bertemu langsung di panti SDC. b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari catatan-catatan atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian dari sumber yang terkait. Catatan dan dokumen tersebut berupa internet tentang anak-anak jalanan serta dokumen pribadi panti yang berupa brosur, modul dan buku panduan. 3 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak Jalanan Sosial Development Center For Street Children yang beralamat di Jl. PPA Bambu Apus , Cipayung, Jakarta Timur.
4 Waktu Penelitian
13
Jaenal arifin, tehnik penarikan sampel dan pengumpulan data, disampaikan pada Pelatihan Penelitian Mahasiswa FDI Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sabtu 23 april 2005, h 17.
Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, yaitu mulai dari bulan Desember 2009 sampai dengan bulan Februari 2010. 5 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah: a. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang sistematis dan tatap muka.14 Penelitian ini menggunakan wawancara langsung dengan narasumber kepala panti SDC Bapak Muhamad Tohar S.Pd.I, kepala kordinator pelayanan dan rehabilitasi sosial Bapak Ahmad Rifki S.ps.i serta instruktur keterampilan mas Triyono dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan berdasarkan pedoman pertanyaan dari penulis untuk memperoleh data, dengan demikian dapat memperluas data yang diperlukan dalam penelitian ini. Pertanyaan pokok untuk narasumber adalah bagaimana upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif yang dilakukan di SDC. b. Studi Dokumentasi mencari data yang tertulis, baik berupa buku, jurnal, modul ataupun yang lainnya.15 Teknik ini dilakukan dengan cara mengklasifikasikan dan mempelajari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan penelitian, dan mengambil data atau informasi yang dibutuhkan pada sumber berupa dokumen, buku, majalah, koran dan lain-lain.
6 Teknik Pencatatan Data
14
ibid h. 87. Imam Suprayogo dan Tabroni, Metode Penelitian Sosial Agama. (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2004) h. 172. 15
Pencatatan data dilakukan dengan cara pencatatan lapangan yang berisi hasil wawancara dengan menggunakan bahasa yang objektif. Pengamatan secara cermat dan teliti terhadap kegiatan pelatihan keterampilan otomotif secara langsung di SDC. Alat bantu yang digunakan penulis dalam penelitian ini berupa alat tulis dan tape recorder. Teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan keterangan tentang upaya meningkatkan life skills anak melalui program keterampilan otomotif dalam hal ini, penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah peneliti siapkan untuk responden, lalu dijawab oleh pemberi data dengan bebas dan terbuka. 7 Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul, selanjutnya data disusun secara sistematis dan diklasifikasikan dengan melakukan analisis sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian kemudian menyimpulkannya. Analisis data ialah proses penyusunan data agar bisa ditafsirkan, dan memberi makna pada analisis. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa sasaran penelitian ini adalah kegiatan analisis data meliputi keagiatan reduksi data. Menganalisis sesuatu secara keseluruhan kepada bagian-bagiannya, atau menjelaskan pada akhir dari proses perkembangan sebelumnya yang sederhana.16 Setelah dalam bentuk data mentah sudah terkumpul, selanjutnya data disusun secara sistematis dan diklasifikasikan dengan melakukan analisis sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian.
16
Pius A. Partanto M, Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka, 1994) cet, ke-1, h. 658.
Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2002” yang diterbitkan oleh UIN perss, cetakan ke-2, tahun 2002 8 Keabsahan Data Kredibilitas (derajat kepercayaan) dengan menggunakan tehnik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, hal ini dapat dicapai dengan jalan : a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, misalnya untuk mengetahui perasaan anak jalanan setelah mengikuti program keterampilan di SDC. Dengan cara menanyakan atau sharing dengan anak jalanan guna mengetahui perasaan anak jalanan setelah mengikuti pelatihan keterampilan otomotif di SDC. b. Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan pendapat atau pandangan orang lain, misalnya dalam hal ini peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh instruktur keterampilan dengan jawaban yang diberikan oleh kepala panti SDC. c. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Peneliti memanfaatkan dokumen atau data sebagai suatu bahan perbandingan.
E. Tinjauan Pustaka Sebelum penulis mengkaji tulisan ini, ada beberapa tulisan yang membahas tentang Upaya Peningkatan Life Skills anak Jalanan melalui pelatihan
keterampilan salah satunya yang ditulis oleh Prof. Dr. S.C. Utami Munandar (FPSY. Universitas Indonesia) dengan judul pengembangan life skills anak sekolah strategi dan penerapannya oleh guru dan orang tua. Studi oleh Munawir Yusuf mahasiswa (FKIP UNS Surakarta) dengan judul “Studi Tentang Profil Anak Jalanan dan Alternatif Pembinaanya”. Dalam studi ini fokus pembahasannya mengenai masalah anak jalanan mulai dari faktor pendorong dan penarik anak jalanan serta alternatif pembinaannya, penulis tidak menafik diri bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak data-data yang diambil dari hasil studi tersebut, meskipun hanya sebagai data sekunder yang fungsinya sebagai pelengkap data primer. Skripsi yang penulis angkat ini merupakan kompilasi analisa dari litelaturlitelatur yang ada untuk membahas tentang upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui pelatihan keterampilan otomotif bagi klien anak jalanan di Social Development Center For Street Children, dimana dalam pembahasannya penulis hanya membatasi pada pelatihan keterampilan otomotifnya saja.
F. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab, termasuk pendahuluan, isi dan penutup. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I
Pendahuluan : diawali dengan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian yang digunakan, tinjauan pustaka, serta sistematika penulisan.
BAB II
Tinjauan teoritis terdiri dari : Definisi life skills, masalah anak jalanan yang meliputi : pengertian anak jalanan, kategori anak jalanan, ciri-ciri anak jalanan, penyebab mereka menjadi anak jalanan,
cara
penanganan
dan
pencegahannya,
pengertian
keterampilan dan otomotif. BAB III
Gambaran umum tentang SDC yang meliputi : sejarah dan latar belakang berdirinya SDC, visi dan misi, fungsi, sasaran pelayanan, jenis-jenis pelayanan, fasilitas, sarana, dan prasarana, struktur kepengurusan dan letak kedudukan SDC dengan lembaga kessos lain.
BAB IV
Analisis tentang upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif, yang meliputi : tahapan dalam keterampilan otomotif, metode pelaksanaan program keterampilan otomotif dan hasil dari program keterampilan otomotif. faktor pendukung dan penghambat dalam upaya meningkatkan
life
skills
anak
jalanan
keterampilan otomotif. BAB V
Penutup yang terdiri dari kesimpulan, dan saran
. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
melalui
program
BAB II LANDASAN TEORI
A. Definisi Pemberdayaan Anak merupakan potensi sumber daya insani bagi pembangunan nasional, karena itu pembinaan dan pengembangannya (pemberdayaan) dimulai sedini mungkin agar dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara. Ada beberapa macam pengertian pemberdayaan, diantaranya adalah sebagai berikut : Pemberdayaan merupakan tujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung. 17 Pemberdayaan adalah suatu cara dimana seseorang, masyarakat dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya.18 Menurut Kartasasmita dikutip
oleh Setiawan mendefinisikan bahwa
pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia atau
17
Ife, Jim, “Community Development: Creating Community Alternatives, Vision, Analisis And Practice, Longman”, Australia, hal 56.1995. 18 Rappaport, J., Studies In empowerment: Introduction to the issue, prevention in human issue, usa, 1984
masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan kelatarbelakangan. 19 Menurut Parson dikutip oleh Adi mendefinisikan pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan, atas dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga
yang
mempengaruhi
kehidupannya.
Pemberdayaan
menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan , pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.20 Menurut Hanna dan Robinson dikutip oleh Syarif, Strategi pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga hal, yaitu: (1) apa yang dikerjakan dalam strategi pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat dapat berfungsi; (2) strategi pemberdayaan yang bagaimana yang membuat masyarakat berfungsi; (3) mengapa suatu strategi pemberdayaan masyarakat dapat membuat masyarakat berfungsi. Memperhatikan konsepsi yang dikemukakan oleh Hanna dan Robinson tersebut dapat diterjemahkan bahwa dalam strategi pemberdayaan masyarakat perlu diketahui dan dipahami apa yang akan dilakukan sehingga masyarakat dapat berfungsi, bagaimana melakukannya sehingga masyarakat dapat berfungsi dan
Setiawan, Hary Hariyanto, “Pengembangan Program Anak Jalanan Melalui Pendekatan Community”.2001.h- 67 19
20Isbandi
Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003) h-56
mengapa strategi tersebut dapat membuat masyarakat berfungsi. Hal ini sangat relevan dengan pendapt yang dikemukakan oleh Garna (1996; 55) sebagai berikut. Dalam mencari kaidah-kaidah dalam masyarakat, terdapat tiga masalah sebagai asas penting menurut pendekatan structural fungsional, yaitu: (1) adakah sesuatu itu berfungsi; (2) bagaimana sesuatu itu berfugsi; dan (3) mengapa sesuatuitu berfungsi.
Dengan demikian, dalam melihat pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk memperbaiki kondisi masyarakat , akan dapat diukur dari tiga hal itu, yaitu : apakah sesuatu itu berfungsi, bagaimana sesuatu itu berfungsi, dan mengapa sesuatu itu berfungsi. Hal ini menunjukan bahwa dalam melihat strategi pemberdayaan masyarakat harus dilihat secara jelas apakan strategi ini dapat berfungsi dengan baik, bagaimana supaya pemberdayaan masyarakat dapat berfungsi dengan baik, dan mengapa strategi pemberdayaan masyarakat tersebut dapat berfungsi.21 Berdasarkan definisi di atas, pemberdayaan dapat diartikan sebagai berikut : a. Pemberdayaan adalah mengembangkan diri dari keadaan tidak berdaya menjadi berdaya. b. Pemberdayaan dilakukan melalui proses yang cukup panjang dan dilakukan secara kontinyu untuk menuju ke arah yang lebih baik. c. Pemberdayaan bisa diartikan sebagai perubahan yang lebih meningkat. d. Pemberdayaan bisa diartikan sebagai pengembangan.
Dr. Syarif Makmur. M.Si, “ Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektifitas Organisasi”, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal 48-49, 2008. 21
Jadi pemberdayaan adalah upaya mendorong (encourage), memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. Pemberdayaan dapat diartikan juga sebagai sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu khususnya anak jalanan yang mengalami masalah fungsional. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial: yaitu masyarakat khususnya anak jalanan yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian,
berpartisipasi
dalam
kegiatan
sosial,
dan
mandiri
dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.
1. Pengertian Upaya Kata upaya menurut kamus besar bahasa indonesia adalah suatu usaha untuk mencapai maksud dengan mencapai jalan keluar (proses pemecahan masalah) atas persoalan yang dihadapi.22
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1996) Cet. Ke-7 h.1109 22
Menurut kamus besar bahasa indonesia kata upaya adalah usaha, akal, ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencapai jalan keluar, daya upaya).23 Dari pengertian upaya diatas maka dapat disimpulkan bahwa upaya dalam penelitian ini adalah suatu upaya atau usaha dengan maksud untuk memecahkan suatu masalah, khususnya dalam usaha meningkatkan life skill anak jalanan di SDC melalui program keterampilan.
2. Pendamping Sosial Sebagai Strategi Pemberdayaan Agar para pendamping mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan, maka perlu diketahui berbagai indikator yang dapat menunjukan seseorang itu berdaya atau tidak. Sehingga ketika pendampingan sosial diberikan segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan khususnya anak jalanan yang perlu dioptimalkan. Maka ada beberapa strategi yang harus dilakukan oleh seorang pekerja sosial dalam upaya pemberdayaan anak jalanan. Bagi para peksos di lapangan, kegiatan pemberdayaan di atas dapat dilakukan melalui pendampingan sosial. Terdapat empat strategi penting yang dapat dilakukan dalam melakukan pendampingan sosial 1. Motivasi. Anak jalanan dapat memahami nilai kebersamaan, interaksi sosial dan kekuasaan melalui pemahaman akan haknya sebagai warga
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1998) Cet Ke-1 h.1995. 23
negara dan masyarakat. Anak jalanan perlu didorong untuk membentuk kepribadian yang mandiri tidak bergantung dengan orang lain. Seorang pendamping sosial harus selalu memotivasi apa bakat dari seorang anak jalanan sehingga anak merasa nyaman dengan bakat yang ia miliki. 2. Meningkatkan
kesadaran
dan
pelatihan
kemampuan,
peningkatan
kesadaran anak jalanan dapat dicapai melalui pendidikan dasar sedangkan keterampilan-keterampilan vokasional bisa dikembangkan melalui caracara partisipatif. Pengetahuan lokal yang biasa diperoleh melalui pengalaman dapat dikombinasikan dengan pengetahuan dari luar. Pelatihan semacam ini dapat membantu anak jalanan untuk meningkatkan keahlian mereka agar dapat mandiri dikemudian hari. 3. Manajemen diri, anak jalanan di berikan pelatihan kedisipinan agar anak jalanan dapat mengatur dirinya sendiri sehingga dapat mandiri dan berusaha menghadapi kehidupan. 4. Pembangunan dan pengembangan jaringan, Seorang pendamping sosial atau pekerja sosial harus selalu membangun semangat anak jalanan dan mencari relasi dalam dunia pekerjaan, karena setelah anak jalanan mengikuti pelatihan keterampilan seorang anak jalanan akan memiliki kemampuan. Oleh sebab itu sebagai pekerja sosial harus memiliki banyak relasi dalam dunia pekerjaan sehingga kemampuan yang dimiliki anak jalanan bisa tersalurkan.
Upaya pengembangan dan peningkatan kualitas generasi bangsa (termasuk di dalamnya anak jalanan) tidak dapat dilepaskan dari upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan khususnya anak yang diwarnai dengan upaya pendalaman dibidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, budaya yang mampu meningkatkan kreativitas keimanan, intelektualitas, disiplin, etos kerja dan keterampilan kerja.24
B. Pengertian Pekerja Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial Pekerja sosial merupakan profesi yang baru muncul pada abad ke-20. Berbeda dengan profesi lain, yang muncul lebih dahulu, yang mengembangkan spesialisasi untuk mencapai kematangannya, maka pekerjaan sosial berkembang dan dikembangkan dari berbagai spesialisasi pada berbagai lapangan praktis. Profesi pekerjaan sosial (dikutip dari pertemuan “Federasi Pekerja Sosial Internasional” di Montreal Kanada, Juli 2000) mempromosikan terciptanya perubahan sosial, pemecahan masalah pada relasi manusia, serta pemberdayaan dan pembebasan manusia untuk mencapai derajat kehidupan yang lebih baik. Pekerja sosial mengintervensi ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsipprinsip hak asasi manusia dan keadilan sosial merupakan hal yang fundamental bagi pekerjaan sosial. Dari pengertian di atas, terlihat bahwa pekerjaan sosial sebagai suatu ”ilmu memfokuskan intervensinya pada proses interaksi antara manusia (people) dengan
DR. Armai Arief M.A “Artikel Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan” Anjal.blogdrive.com/archive/11.html 24
lingkungannya, dengan mengutamakan teori-teori perilaku manusia dan sistem sosial, guna meningkatkan taraf hidup (human well-being) masyarakat”.25 Sejarah perkembangan ilmu kesejahteraan sosial sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari disiplin pekerjaan sosial, karena ilmu kesejahteraan sosial merupakan perkembangan pemikiran dari disiplin pekerjaan sosial. Akan tetapi, bila pada disiplin pekerjaan sosial (social work) pembahasannya lebih banyak dipengaruhi oleh disiplin psikologi dan kemudian dilengkapi dengan sedikit disiplin sosiologi. Sedangkan untuk bahasan ilmu kesejahteraan sosial pengaruh dari disiplin sosiologi, yang diikuti dengan prespektif ekonomi dan manajemen, hukum, kesehatan dan politik terasa lebih ‘kental’. Jadi bukan sekedar pengaruh dari disiplin psikologi dan sosiologi saja. Dalam kaitannya dengan pendefinisian secara sederhana tentang apa yang dimaksud dengan ilmu kesejahteraan sosial, berdasarkan definisi Midgley dapat dikatakan ilmu kesejahteraan sosial adalah “ilmu yang berusaha menciptakan suatu kondisi masyarakat di mana permasalahan dapat dikelola dengan baik, berbagai kebutuhan masyarkat dapat dipenuhi, dan berbagai kesempatan sosial (termasuk
didalamnya
kesempatan
bekerja
dan
berpartisipasi
dalam
pembangunan) dapat dimaksimalkan”. Dengan mempertimbangkan apa yang dikemukakan oleh Midgley, maka ilmu kesejahteraan sosial dapat pula dimaknai sebagai “suatu kajian yang melakukan telaah teoritis, metodelogis maupun praktis guna meningkatkan kualitas derajat
Isbandi Rukminto Adi, “Ilmu Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial ” Jakar ta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2003. h 5-6 25
kehidupan masyarakat, antara lain melalui pengelolaan masalah sosial, pemenuhan kebutuhan manusia dan pemaksimalan kesempatan manusia untuk berkembang”. 1. Metode yang digunakan Pekerja Sosial dalam Meningkatkan Life Skills Anak Jalanan di SDC Ada beberapa macam metode yang digunakan dalam meningkatkan life skills anak jalanan di SDC. a.
Metode Casework Metode casework merupakan suatu seni melakukan kegiatan yang berbeda
dengan dan untuk orang-orang yang berbeda melalui kerjasama dengan mereka untuk mencapai kehidupan pribadi dan sosial yang lebih baik. Metode ini banyak digunakan pada level individu, keluarga dan kelompok kecil dikenal juga sebagai metode intervensi sosial pada level mikro. Sedangkan, metode intervensi dalam ilmu kesejahteraan sosial sendiri, pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memperbaiki keberfungsian sosial dari kelompok sasaran perubahan, dalam hal ini individu, keluarga dan kelompok kecil. Metode perubahan sosial terencana di level mikro ini pada dasarnya merupakan upaya mengatasi masalah yang oleh Mendoza (1981:4) yang dikutip oleh Adi dikatakan sebagai masalah disebabkan oleh adanya ketidakmampuan individu atau kadangkala patologi yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk memenuhi tuntutan lingkungannya. Terapi yang digunakan seorang pekerja sosial dilihat dari sudut pandang klien, dapat dikonseptualisasikan menjadi delapan tahap yaitu:
1. Penyadaran akan adanya masalah 2. Penjalinan Relasi lebih mendalam dengan Konselor (Caseworker) 3. Motivasi 4. Pengkonseptualisasian Masalah 5. Eksplorasi Strategi Mengatasi Masalah 6. Pensleksian Strategi Mengatasi Masalah 7. Implementasi (Pelaksanaan) Strategi Mengatasi Masalah 8. Evaluasi Kedelapan tahapan di atas adalah proses yang dilakukan seorang pekerja sosial menggunakan metode Casework.26 b. Metode Groupwork Selain menggunakan metode Casework dalam upaya meningkatkan life skills anak jalanan di SDC, dalam upaya mengembangkan keberfungsian kelompok ataupun anggota kelompok, metode perubahan sosial terencana pada kelompok kecil sering disebut juga dengan nama metode ”Groupwork”. Groupwork adalah istilah yang digunakan oleh berbagai helping professions, seperti psikolog, guru, ahli terapi rekreasional. Akan tetapi tehnik dan metode pada berbagai profesi tersebut sangat beragam sehingga kadangkala profesi yang satu menyatakan bahwa teknik yang dilakukan oleh profesi yang lain adalah teknik yang salah atau mereka tidak menggunakan tehnik yang tepat. Meskipun demikian , Benjamin dan kawan-kawan yang dikutip oleh Adi yakin meskipun terdapat berbagai macam tehnik yang dikembangkan dalam group work, akan tetapi inti dari group work tetap sama. Yaitu agen perubah berupaya 26
Ibid
memfasilitasi anggota kelompok untuk terlibat secara aktif dan berkolaborasi dalam peroses pemecahan masalah melalui kelompok. Sekurang-kurangnya ada tiga perspektif yang berkembang dalam group work, yaitu: 1. Perspektif yang berorientasi penyembuhan (remedial perspective atau remedial orientation ) adalah bentuk group work yang didesain untuk memperbaiki atau menyembuhkan suatu disfungsi sosial. Tujuan dari metode group work dengan perspektif ini adalah membantu seseorang untuk belajar berbuat sesuatu yang dapat digunakan untuk memperbaiki atau mengatasi masalah yang dihadapi. 2. Perspektif resiprokal (reciprocal perspektive atau reciprocal orientation) juga dengan orientasinya yang bersifat transisional yang menjembatani prespektif remedial dan perspektif tujuan sosial (social goal perspective). Disebut transisional karena pada satu sisi perspektif ini terkait dengan upaya mengatasi masalah yang dihadapi individu (seperti mereka yang terlibat dalam upaya penyembuhan masalah kecanduan narkoba), di sisi yang lain pendekatan ini juga mengarah pada upaya perubahan sosial. 3. Perspektif yang berorientasi pada tujuan sosial (Social goal perspective atau Social goal orientation ) merupakan metode group work yang berorientasi politis atau pembangunan yang progresif yang diarahkan pada upaya pembentukan kesadaran sosial masyarakat. Dalam kelompok ini juga seringkali terdapat asumsi bahwa kelompok yang mereka kembangkan mempuyai tanggung jawab sosial untuk melakukan perubahan sosial ke arah kehidupan yang lebih baik.
Pada ketiga perspektif tersebut, perspektif yang ke tiga (social goals) mempunyai keterkaitan yang erat dengan metode intervensi sosial di tingkat komunitas. perspektif ke tiga inilah yang jarang di bahas dalam literatur awal perkembangan metode group work. Karena metode group work ini pada awalnya lebih dipusatkan pada perspektif remedial.
B. Definisi life skills 1. Pengertian Life Skills Istilah kecakapan hidup (life skills) diartikan sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan penghidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya (Dirjen PLSP, Direktorat Tenaga Teknis, 2003).27 Brolin (1989) menjelaskan bahwa, “Life skills constitute a continuum of knowledge and atitude that are necessary for a person to function effectively and to avoid interruptions of employment experience”. Dengan demikian life skills dapat dinyatakan sebagai kecakapan untuk hidup. Istilah hidup, tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu saja (vocational job), namun ia harus memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti : membaca, menulis, menghitung, merumuskan, dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya,
27
skills//.
http://pkbmpls.wordpress.com/2008/02/06/pengertian-pendidikan-kecakapan hidup-life
bekerja dalam tim, terus belajar di tempat kerja, mempergunakan teknologi (Satori, 2002).28 Pendidikan kecakapan hidup (life skills) lebih luas dari sekedar keterampilan bekerja, apalagi sekedar keterampilan manual. Pendidikan kecakapan hidup merupakan konsep pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan warga belajar agar memiliki keberanian dan kemauan menghadapi masalah hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan kemudian secara kreatif menemukan solusi serta mampu mengatasinya. Indikator-indikator yang terkandung dalam life skills tersebut secara konseptual dikelompokkan : (1) kecakapan mengenal diri (self awarness) atau sering juga disebut kemampuan personal (personal skills), (2) kecakapan berfikir rasional (thinking skills) atau kecakapan akademik (akademik skills), (3) kecakapan sosial (social skills), (4) kecakapan vokasional (vocational skills) sering juga disebut dengan keterampilan kejuruan artinya keterampilan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu dan bersifat spesifik (spesifik skills) atau keterampilan teknis (technical skills). Menurut Jecques Delor mengatakan bahwa pada dasarnya program life skills ini berpegang pada empat pilar pembelajaran yaitu sebagai berikut:29 A. Learning to know (belajar untuk memperoleh pengetahuan). B. Learning to do (belajar untuk dapat berbuat atau bekerja). C. Learning to be (belajar untuk menjadi orang yang berguna).
28
ibid
29
Ibid
D. Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain). World Health Organization (WHO) mendefinisikan life skills sebagai kemampuan untuk beradaptasi dan bersikap positif sehingga seseorang dapat mengatasi dengan efektif tuntutan dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan, UNICEF mendefinisikan: life skills as “a behaviour change or behaviour development approach designed to address a balance of three areas: knowledge, attitude and skills” 30. Artinya, UNICEF memaknai life skills sebagai suatu perubahan perilaku atau pendekatan pengembangan perilaku yang dirancang untuk mencapai keseimbangan 3 aspek: pengetahuan, sikap dan keterampilan Life skills atau kecakapan hidup, sedangkan menurut penulis life skill adalah pengetahuan atau keterampilan sebagai modal dasar untuk selamat, sejahtera dan sentosa dalam menjalani kehidupan di masa yang akan datang..
Menurut UNESCO, UNICEF dan WHO, pada dasarnya ada 10 strategi atau teknik yang membentuk life skills: 1. Problem solving (Pemecahan masalah) 2. Critical thinking (Berfikir kritis) 3. Effective communication (Komunikasi efektif) 4. Decision-making (Membuat keputusan) 5. Creative thinking (Berfikir kreatif) 6. Interpersonal relationship skills (Keterampilan hubungan inter-personal) 30
Pendidikan Kecakapan Hidup http://www.unodc.org/pdf/youthnet/action/message/escap_peers_07.pdf
7. Selfawareness (Kesadaran diri) 8. Building skills (Keterapilan membangun diri) 9. Empathy (Empati) 10. Coping with stress and emotion (Mengatasi tekanan dan emosi) Sehingga, apabila mempunyai strategi atau teknik yang baik dari 10 hal di atas diharapkan seseorang mempunyai life skills yang cukup untuk selamat, sejahtera dan sentosa hidup di dunia yang dinamis ini.31 2. Ciri-ciri Life Skils Ada beberapa ciri dari pembelajaran pendidikan kecakapan hidup menurut Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) yaitu sebagai berikut:32 1. Terjadi proses identifikasi kebutuhan belajar. 2. Terjadi proses penyadaran untuk belajar bersama. 3. Terjadi keselarasan kegiatan belajar untuk mengembangkan diri, belajar usaha mandiri dan usaha bersama. 4. Terjadi proses penguasaan kecakapan personal, sosial, vokasional, akademik, manajerial serta kewirausahaan. 5. Terjadi proses pemberian pengalaman dalam melakukan pekerjaan dengan benar, hingga menghasilkan produk bermutu. 6. Terjadi proses interaksi saling belajar dari para ahli. 7. Terjadi proses penilaian kompetensi.
31 32
ibid
http://pkbmpls.wordpress.com/2008/02/06/ciri-pembelajaran-pendidikan-kecakapanhidup-life-skills/ oleh Achmad Zainudin.
8. Terjadi pendampingan teknis untuk bekerja atau membentuk usaha bersama. Apabila dihubungkan dengan pekerjaan tertentu, life skills dalam lingkup pendidikan nonformal ditujukan pada penguasaan vokasional skills yang intinya terletak pada penguasaan keterampilan secara khusus (spesifik). Apabila dipahami dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa life skills dalam konteks kepemilikan keterampilan secara khusus sesungguhnya diperlukan oleh setiap orang. Ini berarti bahwa program life skills dalam pemaknaan program pendidikan nonformal diharapkan dapat menolong mereka untuk memiliki harga diri mencari nafkah dalam konteks peluang yang ada di lingkungannya.
C. Anak Jalanan 1. Pengertian Anak Jalanan Anak-anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan pada setiap manusia yang senantiasa harus kita pelihara dengan baik, karena dalam dirinya terdapat harkat, martabat, serta kedudukan sebagai hak untuk hidup layak seperti anak-anak lainnya.33 Menurut Departemen Sosial dan United National Development Programe (UNDP) telah membatasi anak jalanan sebagai berikut: ”Anak jalanan adalah anak
33 Jurnal Informasi Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial (Jakarta : Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan Sosial Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial Republik Indonesia 2005) Volume 10,h.42.
yang menghabiskan sebagian besar watunya untuk berkeliaran dan mencari nafkah dijalanan dan tempat umum lainnya” 34 Menurut Ferry Johannes, Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya di jalanan, baik untuk bekerja maupun tidak yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarga. Dan anak yang hidup mandiri sejak masa kecil karena kehilangan orang tua atau keluarga. 35 Menurut Rooestin Ilyas anak jalanan adalah anak-anak yang mereka bukan bermain di jalanan tetapi mereka hidup dari situ.36 Adapun UNICEF mendefinisikan anak jalanan sebagai berikut: 1. Anak jalanan adalah mereka yang masih dibawah umur (minors) yang menghabiskan sebagian besar waktu terjaganya untuk bekerja atau menggelandang di jalan-jalanan kota. 2. Anak jalanan adalah mereka yang menjadikan jalanan (dalam arti luas, termasuk bangunan yang tidak berpenghuni) sebagai rumah mereka lebih dari pada rumah keluarga mereka, sehingga merupakan situasi dimana mereka tak memiliki perlindungan, pengawasan atau pengarahan dari orang-orang dewasa yang bertanggung jawab. Menurut pengertian tersebut, UNICEF melihat bahwa anak jalanan merupakan sosok penyandang masalah yang sangat kompleks, dimana di dalamnya melekat
Tata Sudrajat, Hasil Lokakarya Nasional Anak Jalanan, (Jakarta : YKAI, 1995), h. 34 34
Ferry Johanes, “Melonjak Jumlah Anak Jalanan.”, pikiran Rakyat (Bandung), 10 Januari 1999, h 6 35
36
Roostien Ilyas “Anak-anaku di Jalanan”, Jakarta, Pensil – 324, 2004.
berbagai kerawanan sosial seperti mental-spiritual, kesehatan, tindak kekerasan atau seks, ekonomi dan masih banyak yang lainnya. Atas dasar itu, program penangannya perlu segera diupayakan untuk menyelamatkan masa depannya. Dalam pandangan yang tidak jauh berbeda.37 Dari sudut pandang dan parameter yang agak berlainan dengan pengertian di atas, A. Soedijar Z.A. dalam Sanusi (1997) mengemukakan definisi anak jalanan sebagai berikut: ”Anak jalanan adalah anak yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun yang bekerja di jalan raya dan tempat umum lainnya yang dapat mengganggu ketentraman dan keselamatan orang lain serta membahayakan keselamatan dirinya.” Sedangkan pengertian anak jalanan menurut penulis adalah,
anak yang
menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah di jalanan dan menghalalkan berbagai macam cara guna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa anak jalanan adalah anak yang berusia dibawah 18 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, masih berhubungan atau telah putus hubungan dengan orang tua/keluarganya, dan sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mencari nafkah di jalan atau tempat-tempat umum yang dapat mengancam keselamatan dirinya maupun orang lain.38
Abu Tandeng K,. Maryam. “Pelaksanaan Program Peningkatan Kesejahteraan Anak Jalanan (Universitas Indonesia Program Studi Sosiologi,2002).h 22. 37
Abu Tandeng K,. Maryam. “Pelaksanaan Program Peningkatan Kesejahteraan Anak Jalanan (Universitas Indonesia Program Studi Sosiologi,2002).h 23 38
2. Masalah-masalah Anak Jalanan Pilihan hidup menjadi anak jalanan bukanlah kemauan dari diri mereka sendiri, tetapi tentunya ada faktor-faktor yang melatarbelakangi mereka untuk mengandalkan hidupnya di jalanan, karena memutuskan untuk hidup menjadi seorang anak jalanan adalah suatu keputusan yang sulit yang harus mereka ambil, setelah mereka menjadi seorang anak jalanan, mereka akan menghadapi masalahmasalah yang akan terjadi, antara lain: a. Pendidikan, para anak jalanan putus sekolah dikarenakan mereka menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah di jalanan. b. Intimidasi (kekerasan). Kekerasan dari anak jalanan dilakukan oleh anak jalanan yang lebih dewasa, kelompok lain maupun petugas keamanan dan razia. c. Narkoba, para anak jalanan rentan menjadi pengguna narkoba, karena lingkungan tempat anak jalanan tinggal sangat mendukung. d. Kesehatan, rentan dengan penyakit kulit dll. e. Tempat tinggal, mereka tinggal di tempat yang mereka rasa nyaman (di sembarangan tempat, seperti : di bawah jembatan, bantaran kali dan tempat-tempat yang kumuh. f. Resiko kerja, tertabrak, pengaruh sampah dan polusi. g. Hubungan dengan keluarga kurang harmonis h. Makanan, seadanya. Kadang-kadang mengais dari tong sampah jika ada uang lebih mereka membeli.
Memilih menjadi anak jalanan tentunya bukan pilihan yang menyenangkan, mereka dihadapi suatu masalah yang mengharuskan mereka turun ke jalanan untuk mencari nafkah, tentunya ada beberapa faktor yang menyebabkan anak berada di jalanan anatara lain 1. Faktor dari dalam a. Keadaan ekonomi keluarga yang semakin dipersulit oleh besarnya kebutuhan yang ditanggung kepada keluarga, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga, maka anak-anak disuruh ataupun sukarela membantu mengatasi perekonomian keluarganya. b. Ketidakserasian dalam keluarga. Sehingga anak tidak betah tinggal dirumah/anak melarikan diri dari rumah. c. Adanya kekerasan ataaupun perlakuan kasar yang dilakukan oleh orang tua yang menyebabkan anak melarikan diri dari rumah. d. Kesulitan tinggal di kampung (tempat asal) anak melakukan urbanisasi untuk mencari pekerjaan di kota-kota besar. 2. Faktor dari luar a. Kehidupan di jalanan yang menjanjikan bagi mereka, dimana anak dapat mancari uang dengan mudah serta anak dapat bergaul dengan bebas. b. Ajakan dari teman yang mempengaruhi untuk tinggal di jalanan. c. Adanya peluang disektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal dan keahlian. 3. Kategori Anak Jalanan
Sementara itu, menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), anak jalanan dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu : a. Anak-anak yang tidak lagi berhubungan dengan orang tuanya (children of the street). Mereka tinggal 24 jam di jalanan dan menggunakan semua fasilitas di jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarganya sudah putus, kelompok anak ini disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan, penolakan, penyiksaan dan perceraian orang tua, sehingga pada umumnya mereka tidak mau kembali ke rumah, kehidupan jalanan dan solidaritas temannya telah menjadi ikatan mereka. b. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua, mereka adalah anak-anak yang bekerja di jalanan (children on the street). Mereka sering kali diidentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya mereka bekerja dari pagi hingga sore hari hari seperti, menyemir sepatu, pengasong, pengamen, tukang ojek payung dan kuli panggul. Tempat tinggal mereka di lingkungan yang kumuh bersama-sama teman senasibnya. c. Anak yang masih berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka tinggal dengan orang tuanya, beberapa jam di jalanan sebelum atau sesudah sekolah. Motivasi mereka turun ke jalanan karena tebawa teman belajar mandiri, membantu orang tua dan disuruh orang tua aktifitas usaha mereka yang paling mencolok adalah berjualan koran.
d. Anak-anak jalanan yang berusia di bawah 16 tahun. Mereka berada di jalanan untuk mencari kerja, atau masih labil suatu pekerjaan. Pada umumnya mereka telah lulus SD bahkan ada yang SLTP. Mereka biasanya kaum urban yang mengikuti orang dewasa (orang tua atau saudaranya) kota. Pekerjaan mereka biasanya mencuci bus, menyemir sepatu, membawa barang belanjaan (kuli panggul), pengasong, pengemis dan pemulung.39 Berdasarkan hasil kajian Kementrian Sosial Republik Indonesia secara garis besar anak jalanan dibedakan kedalam tiga kelompok, yaitu: a) Children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya. Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu, memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang harus ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya. b) Children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, dari skala sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena satu sebab biasanya kekerasan lari atau pergi dari rumah. Beberapa penelitian menunjukan bahwa anak-anak
Fajar, Jurnal Lembaga Penelitian Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Edisivol 4.No.1 Noember 2002, h. 26 39
mereka pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah (abuse) baik secara sosial, emosional, fisik maupun seksual. c) Children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari anak-anak yang hidup di jalanan. Walaupun anak-anak ini memiliki hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang ambing dari satu tempat ke tempat yang lainnya dengan segala resiko. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah penampakan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi, bahkan sejak dalam kandungan. Di Indonesia, kategori ini dengan mudah diketahui ditemukan di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar di sepanjang rel kereta api dan sebagainya. Himpunan Mahasiswa Pemerhati Masyarakat Marginal Kota (HIMMATA) mengkelompokan anak jalanan menjadi dua kelompopk, yaitu: semi jalanan dan anak jalanan murni. Anak semi jalanan diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan mencari penghidupan di jalanan, tetapi tetap mempunyai hubungan dengan keluarga. Sedangkan anak jalanan murni diistilahkan untuk anak-anak yang menjalani kehidupannya tanpa mempunyai hubungan keluarganya. Menurut Tata Sudrajat anak jalanan dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok berdasarkan hubungan dengan orang tuanya, yaitu : 1) Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah dan tinggal di jalanan (anak yang hidup di jalanan atau children of the street ). 2) Anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah, kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan
atau tiga bulan sekali biasa disebut anak yang bekerja di jalanan ( children on the street ). 3) Anak yang masih tinggal bersama orang tuanya, setiap hari pulang ke rumah, masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok ini masuk kategori anak rentan menjadi anak jalanan ( vulnerable to be street children ). 4. Ciri-ciri Anak Jalanan Ciri-ciri anak jalanan terbagi menjadi dua yaitu: 1. Anak jalanan yang masih terikat a. Mereka
berada di jalanan karena
terdorong oleh keinginan
mendapatkan uang sendiri dan membantu orang tua. b. Mereka masih sering pulang sehingga keterkaitan dengan orang tua maupun lingkungan yang hidup wajar masih kuat. c. Mereka masih memegang norma atau nilai yang dianut komunitasnya. d. Beroperasi di sekitar atau dekat dengan tempat tinggal dan masih terikat waktu dan tempat. 2. Anak jalanan yang bebas a. Banyak berasal dari keluarga atau komunitas jalanan. b. Sudah lama jadi anak jalanan atau sudah masuk dalam komunitas jalanan yang solid. c. Anak yang sudah lepas dari keluarga baik karena adanya konflik maupun ketidakharmonisan keluarga. d. Tidak terikat waktu dan tempat.
e. Cenderung melanggar norma-norma kemasyarakatan dan mudah terjerumus pada hal-hal yang negatif seperti mengambil barang orang lain, seks bebas dan lain-lain. 3. Ciri-ciri fisik dan psikis anak jalanan adalah: a. Penampilan terlihat kusam (kotor) dan pada umumnya tidak rapi. b. Aktivitas di jalanan bergerak cepat. c. Tingkat kemandirian tinggi. d. Memiliki semangat hidup yang tinggi. e. Banyak akal atau kreatif. f. Tidak mudah tersinggung. g. Terbuka dalam menyampaikan pendapat tentang suatu hal. h. Penuh perhatian dan serius dalam mengerjakan suatu hal.40 5. Penyebab mereka menjadi anak jalanan Terkait dengan pembahasan tentang penyebab anak jalanan, Whitemore dan sutini (1996) yang dikutip oleh Abu mengklasifikasikan penyebab anak jalanan antara lain: a. Terkait dengan permasalahan ekonomi sehingga anak terpaksa ikut membantu orang tua dengan bekerja.
Profil Anak Jalanan dan Kemungkinan Penanganannya di DKI Jakarta dan Surabaya, Departemen Sosial Republik Indonesia. Direktorat Jendral Bina Kesejahteraan Sosial, Direktorat Bina Kesejahteraan Anak, Keluarga dsn Usia Lanjut, 1996, h,9. 40
b. Kurang keharmonisan hubungan dengan keluarga yang sering berakhir dengan penganiayaan dan kekerasan fisik orang tua pada anaknya sehingga melarikan diri dari rumah. c. Orang tua (asal dan angkat) mengkaryakan anak sebagai sumber ekonomi keluarga pengganti peran yang seharusnya dilakukan orang dewasa. d. Anak-anak mengisi peluang-peluang ekonomi di jalanan baik secara sendiri-sendiri maupun diaupayakan secara kelompok dan terorganisasi oleh orang-orang yang lebih tua. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya anak jalanan berkaitan erat dengan kondisi kemiskinan, keluarga, masyarakat, dan anak jalanan itu sendiri.41 Hasil penelitian tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat Morch, seperti yang dikutip oleh Sanusi (1997) yang mengatakan ada tiga kelompok yang berbeda diantara anak jalanan. Tiga kelompok berikut ciri-cirinya, yaitu: 1. Anak-anak
yang berada di jalanan merupakan jumlah terbesar
dibandingkan dengan kelompok lainnya, secara esensial terdiri dari anakanak yang terpaksa bekerja dan masih memiliki hubungan kontak secara reguler dengan keluarganya. Anak-anak ini mencari nafkah di jalanan, beberapa orang diantara mereka tetap bersekolah, walaupun tidak beraturan, mereka kembali ke rumah setiap hari setelah seharian bekerja di jalanan. Mereka tetap mempunyai hubungan yang baik dengan masyarakat setempat dimana keluarga mereka bertempat tinggal. 41
Ibid
2. Anak-anak yang tinggal di jalanan ini beranggapan bahwa jalanan merupakan rumah mereka, dan dipandang sebagai sumber utama kehidupan mereka. Di jalanan mereka mencari tempat berteduh, dan mencari makan. Di sini ada suatu rasa senasib dan sepenanggungan diantara anak jalanan. Hubungan dengan keluarga sporadik, namun mereka telah memutuskan untuk hidup secara hidup bebas. 3. Anak-anak yang benar-benar terlantar ini, hidup dan mencari nafkah di jalanan dan ikatan mereka denga keluarga putus sama sekali. Putusnya ikatan dengan keluarga membuat mereka dapat hidup dengan bebas di jalanan. Beberapa
kategori
tersebut
diatas,
mengidentifikasikan
apa
yang
melatarbelakangi dan sekaligus merupakan faktor penyebab terjadinya anak jalanan berbeda pendapat satu dengan yang lain. 42 6. Penanganan Masalah Anak Jalanan Model atau pola penanganan anak jalanan selalu berbeda, disesuaikan dengan kondisi anak jalanan yang beragam. Model-model yang diterapkan untuk anak jalanan tidak lepas dari pengaruh visi dan misi lembaga. Namun secara umum terdapat dua tujuan dalam penanganan anak jalanan, yakni: a. Melepaskan anak jalanan untuk dikembalikan kepada keluarga asli, keluarga pengganti, ataupun panti.
Abu Tandeng K.Maryam. “Pelaksanaan Program Peningkatan Kesejahteraan Anak Jalanan”,h.27. 42
b. Penguatan anak dijalan dengan memberikan alternatif pekerjaan dan keterampilan. Jadi, pembedayaan sebagai strategi penanganan masalah anak jalanan merupakan upaya untuk membangun daya dengan mendorong, memberikan motivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki anak jalanan serta berupaya untuk mengembangkannya. Strategi penanganan masalah anak jalanan. Irwanto, (1999) dikutip oleh Setiawan mengemukakan mengenai asumsi-asumsi dasar intervensi terhadap permasalahan anak jalanan sebagai berikut : ”Pemahaman terhadap situasi anak jalanan saja tidak akan memberikan jalan keluar yang efektif. Agar sebuah intervensi efektif, maka diperlukan pemahaman yang menyeluruh mengenai masyarakat dan keluarga-keluarga anak jalanan. Pemahaman makro (struktural) dan mikro (dinamika keluarga) sangat dibutuhkan.”43 Sementara itu Adidananta (1999) dikutip oleh Setiawan dalam menangani anak jalanan di Yogyakarta mengemukakan pengalamannya sebagai berikut : ”Mengingat kanak-kanak adalah situasi yang sangat bersifat sementara (mereka tidak lagi dikategorikan anak-anak selepas usia 18 tahun) maka sangatlah mendesak untuk menghadirkan substitusi keluarga atau bahkan komunitas ke dalam keseharian anak jalanan. Dengan hadirnya atmosfir
Setiawan, Hari HArianto, Pengembangan Program Anak Jalanan Menlalui Pendekatan Community, h.2 6 43
keluarga dan kemasyarakat maka pemenuhan hak kanak-kanak mereka yang sangat singkat itu lebih dimungkinkan.”44 Dari asumsi tersebut menurut Lusk (1989) di kutip oleh Sudrajat (1997) ada tiga model penanganan anak jalanan yaitu street based, center based, community based. Masing-masing model ini memiliki kelemahan dan kelebihan tertentu. Community based adalah model penanganan yang berpusat di masyarakat dengan menitikberatkan pada fungsi-fungsi keluarga dan potensi seluruh masyarakat. Tujuan akhir adalah anak tidak menjadi anak jalanan atau sekalipun di jalan, mereka tetap berada di lingkungan keluarga. Kegiatannya biasanya pengasuh anak, kesempatan anak untuk memperoleh pendidikan dan kegiatan waktu luang dan lain sebagainya. Street based adalah kegiatan di jalan, tempat dimana anak-anak jalanan beroperasi. Pekerja sosial datang mengunjungi, menciptakan perkawanan, mendampingi dan menjadi sahabat untuk keluh kesah mereka. Anak-anak yang sudah tidak teratur berhubungan dengan keluarga, memperoleh kakak atau orang tua pengganti dengan adanya pekerja sosial. Center based adalah kegiatan panti, untuk anak-anak yang sudah putus dengan keluarga. Panti menjadi lembaga pengganti keluarga untuk anak dan memenuhi kebutuhan anak seperti kesehatan, pendidikan, keterampilan, waktu luang, makan, tempat tinggal, pekerjaan dan lain sebagainya. Open house (rumah singgah/rumah terbuka) mulai berkembang akhir-akhir ini di berbagai negara untuk melengkapi pendekatan yang sudah ada, termasuk 44
Ibid
indonesia. Keunikannya adalah mampu digunakan untuk memperkuat ketiga pendekatan di atas. Jika ditempatkan di wilayah yang dekat banyak anak jalanan, dapat dipandang sebagai street based yang menjadi pusat kegiatan anak jalanan. Jika dipandang suatu wilayah dimana banyak anak warga tersebut menjadi anak jalanan, dapat dipandang sebagai pusat kegiatan pula atau pintu masuk mengenai anak jalanan dengan melibatkan warga masyarakat. Rumah singgah yang umumnya berupa rumah yang dikontrak juga dipandang sebagai panti (center) baik untuk berlindung maupun sebagai pusat kegiatan.45 Sehubungan dengan masalah anak jalanan Lusk dikutip oleh Setiawan juga mengemukakan 4 pendekatan intervensi untuk kasus anak jalanan di Amerika Latin anatara lain : ”(a) the corectional approach (pendekatan koreksional), (b) the rehabilitatif perspective (perspektif rehabilitatif), (c) outreach strategies (strategi penjangkauan), and (d) the preventive outlook (pencegahan)”. Secara lengkap strategi tersebut dijabarkan sebagai berikut46 : 1. Pendekatan rehabilitasi (corectional) Fenomena anak jalanan dalam pandangan ini didominasi oleh pemikiran sebagian besar polisi dan pengadilan anak yang memang banyak berurusan dengan anak-anak jalanan. Pemikiran inilah yang mempengaruhi pandangan masyarakat untuk melihat anak jalanan sebagai perilaku kenakalan. Sebab itu intervensi yang cocok adalah dengan memindahkan
Departemen Sosial RI. Direktorat Jendral Bina Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan, Keluarga dan Lanjut Usia, Tunjuk Pelaksanaan dan Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan, (Jakarta : 2001), h.9-10 45
46
Ibid
anak dari jalanan dan memperbaiki perilaku mereka. Pendekatan ini menempatkan pentingnya ”mendidik kembali” agar sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Kelemahan pendekatan ini adalah adanya kenyataan bahwa petugas dipandang oleh anak sebagai musuh ketimbang mitra, juga adanya kenyataan bahwa kekerasan dan pelecehan seksual tetap berkembang. 2. Pendekatan rehabilitasi (rehabilitatif) Para profesional memperdebatkan bahwa anak jalanan bukanlah perilaku menyimpang karena banyak dari mereka justru merupakan korban penganiayaan dan penelantaran, dampak kemiskinan, dan kondisi rumah yang tidak tetap. Anak jalanan dilihat sebagai anak yang dirugikan oleh lingkungan sehingga mengakibatkan banyak program-program untuk mereka muncul. Pendekatan rehabilitatif memandang anak jalanan sebagai anak yang berada dalam kondisi ketidakmampuan, membutuhkan, ditelantarkan, dirugikan, sehingga intervensi yang dilakukan adalah dengan melindungi dan merehabilitasi. Pada saat ini kegiatan pendekatan rehabilitatif ini lebih dikenal dengan center based program. 3. Pendidikan yang dilakukan di jalan (Street education) Pendekatan ini mengasumsikan bahwa cara terbaik untuk menanggulangi masalah anak jalanan adalah dengan mendidik dan memberdayakan anak. Para pendidik jalanan yakin kesenjangan struktur sosial merupakan penyebab dari masalah ini. Menurut mereka anak merupakan individu normal yang didorong oleh kesenjangan kondisi masyarakat yang hidup di
bawah keadaan yang sulit. Dengan memperlibatkan partisipasi anak, maka dapat dipelajari tentang situasi mereka dan mengikutsertakan dalam aksi bersama dalam menemukan pemecahan dari masalah bersama. Bentuk kegiatan dari pandangan pendidikan anak jalanan pada saat ini lebih dikenal dengan nama program yang berpusat di jalanan atau street based program. 4.
Pencegahan (preventive) Pendekatan ini memandang penyebab dari masalah anak jalanan adalah dorongan dari masyarakat itu sendiri. Strategi pencegahan berusaha memberikan pendidikan dan pembelaan serta mencoba untuk menemukan penyelesaian dari apa yang diperkirakan menjadi penyebab permasalahan yaitu dengan cara berusaha menghentikan kemunculan anak jalanan. Mengatasi masalah anak jalanan, bukan hanya anak jalanan yang dijadikan fokus untuk dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat, mengingat masyarakat
sendiri
terus
mengalami
perubahan
sesuai
dengan
pembangunan yang berlangsung. Bentuk kegiatan dari pandangan preventive dikenal dengan community based program. Pendekatan tersebut dapat diterapkan dalam menangani masalah anak jalanan, tergantung pada kondisi anak. Bila pendekatan program atau strategi di atas dihubungkan dengan tipologi anak jalanan dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 2.1 Tipologi Anak Jalanan Dihubungkan dengan Pendekatan dan Fungsi Intervensi Kategori anak
Pendekatan
Fungsi intervensi
Anak yang mempunyai resiko tinggi (children-athigh-risk) Anak yang bekerja di jalan (children-in-the street) Anak yang hidup di jalan (children-of-the street)
Community Based
Preventive
Street Based
Street Education Rehabilitatif Corectional
Center Based
Sumber : Lusk (1989,h.67-74)
D. Pengertian Keterampilan Keterampilan dasar adalah keterampilan tahap permulaan yang harus dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan47. Keterampilan atau life skill adalah berbagai keterampilan yang atau kemampuan untuk beradaptasi dan berperilaku positif yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntunan dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari secara efektif.48 Keterampilan atau life skills dapat dikelompokkan dalam empat jenis yaitu: 1. Keterampilan personal (personal skills) yang mencakup keterampilan mengenal diri sendiri, keterampilan berpikir rasional dan percaya diri. 2. Keterampilan sosial (social skills) seperti keterampilan melakukan kerjasama, bertenggang rasa dan tanggung jawab sosial. 3. Keterampilan akademik (academic skills) adalah keterampilan yang berkaitan dengan melakukan penelitian, percobaan-percobaan dengan pendekatan ilmiah. 4. Keterampilan vokasional (vocacional skills) adalah keterampilan yang berkaitan dengan suatu bidang kejuruan/keterampilan tertentu seperti Aliminsyah.SE.dan Drs. Patji, MA. ”Kamus Istilah Manajemen”. (CV. Yrama widya, Bandung) 2004, h. 194 47
Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan. (life skill) Pendidikan Luar Sekolah, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah Dan Pemerintah Departemen Pendidikan Nasional, 2003. h.5 48
dibidang perbengkelan, jahit-menjahit, peternakan, pertanian, produksi barang tertentu. Keempat kecakapan tersebut dilandasi oleh kecakapan spiritual yakni, keimanan, ketaqwaan, moral, etika, budi pekerti yang baik sebagai salah satu pengalaman dari sila pertama Pancasila. Dengan demikian pendidikan keterampilan atau life skills diarahkan pada pembentukan manusia berakhlak mulia, cerdas, terampil, sehat dan mandiri. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa hakekat pendidikan keterampilan atau life skills merupakan upaya untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan kemampuan yang memungkinkan warga belajar dapat hidup mandiri dalam menyelenggarakan keterampilan atau life skills berprinsip dari empat pilar pendidikan yaitu learning to know belajar untuk memperoleh pengetahuan), learning to do (belajar untuk dapat berbuat atau melakukan pekerjaan), learning to be (belajar untuk dapat menjadikan dirinya menjadi orang yang berguna) dan learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama orang lain). E. Pengertian Otomotif Otomotif adalah ilmu yang mempelajari tentang alat-alat transportasi darat yang menggunakan mesin, terutama mobil dan sepeda motor. Otomotif mulai berkembang sebagai cabang ilmu seiring dengan diciptakannya mesin mobil. Dalam perkembangannya, mobil semakin menjadi alat transportasi yang kompleks
yang terdiri dari ribuan komponen yang tergolong dalam puluhan sistem dan subsistem.49 Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Di negara maju, mereka biasanya menggunakan kereta bawah tanah (subway) dan taksi. Penduduk disana jarang yang mempunyai kendaraan pribadi karena mereka sebagian besar menggunakan angkutan umum sebagai transportasi mereka. Transportasi sendiri dibagi 3 yaitu, transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan banyak uang untuk memakainya. Selain karena memiliki teknologi yang lebih canggih, transportasi udara merupakan alat transportasi tercepat dibandingkan dengan alat transportasi lainnya.
49
http://irwanputra.wordpress.com/kursus-otomotif/ Irwan Putra ”pengenalan teori otomotif untuk para pemula”
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA SOCIAL DEVELOPMENT CENTER (SDC)
A. Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Lembaga Fenomena permasalahan sosial yang mencolok di kota-kota besar salah satunya adalah munculnya anak jalanan. Menurut hasil survei Pusat data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin Kessos) tahun 2004 jumlah anak jalanan adalah 98.113 orang jumlah tersebut tersebar di 30 provinsi. Survei terakhir lembaga tersebut menyebutkan bahwa pada tahun 2006 jumlah anak jalanan sebesar 114.889 orang. Hal tersbut menunjukan bahwa pada dalam 2 tahun jumlah anak jalanan meningkat secara kuantitas sebesar 16.776 orang anak atau sekitar 17.1%.50 Permasalahan yang dihadapi anak jalanan diantaranya kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan, perlindungan, kasih sayang, kesehatan, makanan, minuman, dan pakaian. Akhir-akhir ini dijumpai masalah yang lebih serius seperti tracfiking, eksploitasi seks komersial dan berbagai tindak kekerasan. Jika ditelusuri secara mendalam, fenomena anak jalanan secara garis besar sebagai akibat dari dua hal mendasar ; problema sosial (sosiologis) karena orang
50
Modul pelayanan sosial anak berbasis panti Th- 2006
tua yang kurang perhatian kepada anak-anaknya sehingga mereka para anak mencari perhatian di luar rumah yakni jalanan sebagai pelarian atau kompensasinya. Kedua ; problema sosial ekonomi yang di dominasi oleh masalah kemiskinan, sehingga banyak orang tua atau keluarga yang tidak mampu menyediakan kebutuhan dasar anak termasuk kebutuhan untuk mendapat pendidikan secara layak, kurang/tidak tersedianya fasilitas bermain bagi anakanak di tempat tinggal yang padat dan kumuh Pemerintah maupun masyarakat telah mengupayakan penanganan masalah sosial anak jalanan antara lain; rumah singgah, mobil sahabat anak, panti persinggahan, rumah perlindungan sosial anak, program menuju bandung raya bebas anak jalanan, dan program-program lainnya, tidak menutup mata terhadap keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai oleh program-program tersebut di atas. Masih dipandang perlu suatu lembaga atau institusi yang bisa memberikan pelayanan yang komperhensif dan berkelanjutan dalam mengatasi permaslahan anak jalanan. Program kegiatan dalam (SDC) dilakukan secara komperhensif dan berkesinambungan yang melibatkan pihak dalam sebuah jaringan kerja, sarana gedung SDC dibangun atas kerjasama Kementrian Sosial dengan United Nation – Wood Programme UN – WFP. Berbagai pihak jaringan terlibat dari proses perekrutan anak, proses pelayanan sosial dalam panti hingga penyaluran anak setelah mendapatkan pelayanan. Kementrian sosial sebagai instansi pemerintah yang berkompeten terhadap penanganan permasalahan sosial anak jalanan mengembangkan suatu konsep
pelayanan yang komperhensif dan berkelanjutan bagi jalanan. Perwujudan dari konsep tersebut adalah Social Development Center for Children atau Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial anak yang diresmikan oleh Ibu Negara Hj. Ani Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 23 November 2006. SDC beralamatkan di Jl. Panti Sosial (PPA) Bambu Apus Jakarta Timur.51 Gedung ini didirikan di atas tanah seluas kurang lebih 4000 M2, berada dalam satu lokasi dengan 3 unit pelayanan sosial lain yang sudah ada. Gedung ini terdiri dari 3 unit bangunan, yaitu bangunan asrama putra yang berjumlah 11 kamar, asrama putri dengan 8 kamar dan bangunan ruang perkantoran, ruang makan, ruang kesehatan dan aula. Gedung Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak ini memiliki kapasitas tampung 150 anak. Gambaran Umum Tentang SDC Social Development Center (SDC) adalah sebuah konsep pelayanan yang berkomprehensif dan berkelanjutan yang dikembangkan oleh Kementrian Sosial RI yang didirikan pada tanggal 23 November 2006. SDC merupakan lembaga atau instansi pelayanan sosial yang diutamakan bagi anak jalanan yang berperan sebagai “Boarding House”. Lembaga atau instansi tersebut melakukan pengembangan pelayanan lanjutan bagi anak-anak jalanan rujukan rumah singgah.
B. Letak dan Kedudukan Lembaga Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak (SDC) terletak di Jl. Panti Sosial (PPA) Bambu Apus Jakarta Timur SDC masih berada di bawah naungan
51
Ibid
Kementrian Sosial RI, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Direktorat Pelayanan Sosial Anak.
C. Visi dan Misi SDC memiliki visi dan misi yaitu : Visi : “Menjadikan anak Indonesia yang normatif dan mandiri”. 52 Misi : “Misi dari Panti Sosial Anak Jalanan adalah sebagai berikut : a) Menyelenggarakan perlindungan untuk anak. b) Menyelenggarakan bimbingan fisik mental, sosial, dan pelatihan keterampilan c) Pembinaan Keluarga, resosialisasi dan penyaluran ( sistem rujukan ). d) Melakukan bimbingan dan pembinaan lanjutan bagi anak yang sudah kembali ke keluarga. D. Fungsi Social Development Center (SDC) a. Melanjutkan proses pelayanan yang diberikan oleh rumah singgah (rujukan rumah singgah) b. Mengembangkan perilaku adaptif anak c. Mengembangkan minat dan bakat anak d. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan keterampilan e. Reintegrasi anak dengan orang tua/keluarganya E. Fasilitas, Saranan, Dan Prasarana
52
Brosur tentang Profil Sosial Development Center
a. Asrama putra-putri dengan daya tampung 150 anak, kantor, ruang konsultasi, ruang interaktif, ruang makan dan dapur, aula, ruang ibadah, gudang, tempat MCK.
b. Poliklinik c. Perpustakaan d. Lapangan olah raga e. Listrik dan air f. Peralatan/perlengkapan, asrama, dapur, kantor, pelatihan keterampilan, bermain, kesenian, ibadah, belajar. g. Personil/staf yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang tinggi; pekerja sosial, psikolog, perawat kesehatan, instruktur ketrampilan, pembimbing agama, pembimbing kesenian, pelatihan olah raga, dll53 F. Prosedur dan Mekanisme Pelayanan Kesejahteraan Sosial Sasaran pelayanan pada dasarnya ditunjukan kepada seluruh anak jalanan. Secara khusus sasaran garapan penerima pelayanan sesuai dengan kapasitas tampung Asrama Pelayanan Sosial Anak Jalanan yang tersedia: a) Anak jalanan b) Anak jalanan yang menjadi pengemis dan pemulung c) Anak jalanan yang diekspoitasi secara ekonomi (anak yang dipekerjakan) d) Sistem-sistem sumber (guru-guru, komunitas dimana anak tersebut tinggal)
53
Pedoman pelayanan sosial anak berbasis panti th 2006
e) Orang tua/keluarga anak serta pihak-pihak lain yang mendukung program pelayanan sosial anak jalanan. Dengan syarat sebagai berikut: a) Laki-laki dan perempuan b) Usia di bawah 18 tahun c) Rujukan daru Rumah singgah, rumah Asuh sementara, LSM, Kepolisian, Pekerja Sosial masyarakat, Keluarga yang berdasarkan assement awal dapat atau layak diterima sebagai klien SDC.54 1. Sasaran Pelayanan 1. Anak jalanan 2. Anak jalanan yang menjadi pengemis, pemulung 3. Anak jalanan yang dieksploitasi secara ekonomi (pekerja anak) 4. Sistem sumber (guru-guru, komunitas dimana anak tinggal) 5. Orang tua/keluarga anak & pihak-pihak yang menunjang Dengan ketentuan : a. Laki-laki dan perempuan usia di bawah 18 tahun. b. Rujukan dari rumah singgah, Rumah Asuhan Semenatar, LSM, Kepolisian,
Pekerja Sosial Masyarakat, keluarga dengan persyaratan
tertentu. c. Menyatakan
kesanggupan
mengikuti
semua
program
yang
diselenggarkan oleh Panti Pelayanan Sosial Anak Jalanan. 2. Prinsip-Prinsip Pelayanan Pelayanan yang diberikan berlandaskan pada prinsip-prinsip konvensi hak anak dan pekerja sosial;
54
ibid
a. Prinsip kepentingan terbaik untuk anak. b. Prinsip non-diskriminasi. c. Prinsip menghormati hak-hak anak yaitu : hak hidup, tumbuh kembang, partisipasi dan perlindungan. d. Prinsip kerahasiaan. 3. Tahap-Tahap Pelayanan a. Pendekatan awal Menyampaikan informasi program pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada masyarakat, LSM, instansi terkait guna mencari dukungan serta data calon klien. b. Penerimaan Penetapan kelayan yang memenuhi persyaratan. c. Asesmen Penggalian dan penetapan kebutuhan anak. d. Bimbingan fisik, mental, sosial, pendidikan dan pelatihan ketrampilan. e. Resosialisasi. f. Reunifikasi dengan keluarga Upaya penyantuan kembali anak dengan keluarga. g. Penyaluran kerja dan bimbingan lanjut h. Terminasi atau pengakhiran pemberian pelayanan.55 4. Bentuk dan Jenis-jenis Pelayanan Bentuk dan jenis pelayanan yang dilakukan oleh SDC dalam menangani permasalahan anak jalanan tersebut adalah sebagai berikut : a. Pelayanan Kebutuhan Dasar :
Hasil konfirmasi dengan Pembina anak jalanan, Bapak Febraldi S.sos pada tanggal 20 januari 2010. 55
Pengasramaan, makan, pemeriksaan kesehatan, dan perlengkapan pendidikan dan pelatihan keterampilan.
b. Pelayanan Rehabilitasi Sosial : Konseling psiko-sosial. Pendampingan oleh tenaga ahli (pekerja sosial, psikologi, agamawan, ahli medis, dsb) olah raga dan rekreasi c. Pelayanan resolisasi : Pembinaan mental dan sikap anak jalanan dengan macam-macam bimbingan seperti, mental, keagamaan dan kesehatan. G. Pelatihan Keterampilan Otomotif Bagi Klien Anak Jalanan di SDC Bambu Apus Jakarta Timur a) Otomotif motor merupakan salah satu keterampilan yang ada di SDC. Kegiatan ini berlangsung selama 6 bulan. Kegiatan ini merupakan keterampilan
yang
sangat
diminati
oleh
anak
jalanan.
Dalam
pelaksanaanya anak jalanan diberi pengetahuan mulai dari yang sangat dasar, yaitu mulai dari mengenal peralatan yang digunakan dalam pelatihan keterampilan otomotif sampai dengan proses magang di luar panti. Pada setiap tahap yang dilakukan, anak jalanan tersebut akan diberikan evaluasi untuk mengetahui seberapa jauh anak jalanan tersebut memahami apa yang telah dipelajari dalam pelatihan keterampilan otomotif ini.
b) Pendingin / AC merupakan salah satu keterampilan yang ada di panti SDC. Namun dalam kegiatannya terlihat bahwa keterampilan ini kurang diminati oleh anak jalanan sehingga hanya sedikit anak jalanan yang mengikuti kegiatan ini. c) Las merupakan keterampilan yang lumayan digemari oleh anak jalanan sehingga dalam pelaksanaannya keterampilan ini diadakan 2 kali dalam 1 minggu. d) Menjahit merupakan keterampilan yang ada di SDC walaupun dalam kegiatannya SDC masih bekerja sama Dengan PSMP Handayani. e) Salon merupakan salah satu keterampilan yang ada di SDC. Dalam keterampilan salon sebagian besar peminatnya adalah anak perempuan. SDC juga mengadakan program sekolah yang meliputi a) SD (selain program keterampilan anak jalanan juga di berikan pendidikan formal). b) SMP (selain program keterampilan anak jalanan juga di berikan pendidikan formal). c) SMA / SMK (selain program keterampilan anak jalanan juga di berikan pendidikan formal). d) Kejar paket ABC (Bagi anak jalanan yang belum pernah mengikuti sekolah sama sekali).
H. Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas Personil Lembaga
Dalam suatu lembaga penting sekali struktur beserta pembagian tugas seusai jabatan yang dipegang orang tersebut, sehingga tidak terjadi pengambilan tugas oleh orang yang memang tidak memegang jabatan tersebut. Dan struktur organisasi SDC sebagai berikut :
Struktur Organisasi Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak (SDC) Berdasarkan SK Dirjen Yanrehsos Nomor : 10 / PRS – 2 / KEP / 2008
Ketua Bpk. Muhamad Tohar S.Pd.I
Tata Usaha Bpk. Tomy Hariyanto. S.sos
Koordinator Program dan Advokasi Sosial (PAS)
Koordinator Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Kelompok Jabatan Fungsional / Pendampingan
Lampiran II
: Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Nomor
: 10 / PRS – 2 / KEP / 2008
Tentang
: Pelaksana Operasional Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak Bambu Apus Cipayung Jakarta Timur.
Tabel 3.1 Struktur Organisasi SDC No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
NAMA Bapak Makmur Sanusi Bpk.Muhamad Tohar S.Pd.I Bpk. Tomy Hariyanto.S.sos Nurhayati Suci Ningrum Sri Haryanti, S.sos Rara Sulistyana Dewi, SE Ahmad Rifky Hidayat, S.Psi Leni Sukowati, S.Sos Diana Aprilizia, S.Sos Vivi Marlina. AKS Rahmasari, S.Sos Nurmahid Susi Nugroho Widyati, S.Psi Suci Utami Rahayu, AMK Sri Widiastuti Nasrudin, S.Ag Syafrudin, S.Ag Lina Astiria Syafrudin, S.Ag Pria Tri Atmojo, AKS Putri Aprilia Salifah Zulha Sarifudin Ahmad Suhada Andi Jamaludin Erwin Ahmad Royani Bambang Supriyanto Dra. F. Sri Sulastri Drs. Abu Thalib Drs. Dany Rudito. S, Msi
JABATAN Penasehat/ Kepala Kementrian Sosial Penanggung Jawab / Ketua Koordinasi Ketata Usahaan Koordinator Keuangan / Bendahara Adm. Kepegawaian Koordinator Kerumah Tanggaan Koordinator Yanrehsos Sie Yanrehsos Sie Yanrehsos Koordinator PAS Sie PAS Sie PAS ( TB. STKS ) Pembimbing Psikologis Paramedis Paramedis Pembimbing Rohani Pendamping Bimbingan Rohani Pendamping Keterampilan Pembimbing Mental Pendamping Kejar Paket A,B,C Juru Masak Pramu Kantor Kebersihan Kebersihan Kebersihan Satpam Satpam Pengemudi Tenaga Ahli ( Peksos ) Pekerja Sosial Pekerja Sosial Ahli
NIP 170027615 170027616 170024026 170008121 170029548 170029540 170029670 170029554 170029552 170029593 170029652 170029639 170029647
170008312
Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 14 Januari 2008
Gambaran Pekerjaan a) Kepala Panti Kepala Panti bertugas dalam melaksanakan tugas-tugas manajerial dan teknis operasional pelayanan dan rehabilitasi sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku b) Kepala Sub Bagian Tata Usaha Dalam tugasnya Kepala Sub Bagian Tata Usaha ini melakukan urusan surat menyurat, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan rumah tangga serta kehumasan.
c) Kepala Seksi Program Dan Advokasi Sosial Tugasnya melakukan penyusunan rencana dan program, pemberian informasi dan advokasi, pengkajian dan penyiapan standar pelayanan serta melakukan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelayanan dan rehabilitasi sosial.56 d) Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial
Konfirmasi dengan Ibu Vivi Marlina Ketua PAS Social Development Center tanggal !9 Januari 2010 56
Melakukan registrasi, observasi, identifikasi, pemeliharaan jasmani dan penetapan diagnosa, perawatan, bimbingan pengetahuan dasar pendidikan, mental, sosial, phisik, keterampilan, resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut.
I. Sumber Dana Sumber pendanaan SDC sebagai berikut: a) APBN (Anggaran Pembelanjaan Negara) b) Kerjasama dengan pihak donor dari dalam maupun luar negeri c) Swadaya dari kegiatan ekonomi produktif lembaga d) Sumber-sumber lain yang tidak mengika J. Kedudukan Lembaga dengan Lembaga Pelayanan Kessos lain Kedudukan SDC dengan lembaga pelayanan kesos lain, yaitu: a) Panti Sosial Bina Remaja Dengan PSBR bekerjasama dalam bidang keterampilan, diantaranya: a. Menjahit b. Salon c. Las d. Otomotif Motor b) Panti Sosial Marshudi Putra HANDAYANI Dengan PSMP HANDAYANI bekerjasama dalam bidang keterampilan. Diantaranya : a. Otomotif Motor b. Pendingin /AC
c. BSI (Bina Sarana Informatika) Hanya keterampilan komputer saja Sekolah SD, SMP, dan SMK baik negeri maupun swasta57
K. Hubungan lembaga dengan masyarakat sekitar Hubungan lembaga dengan masyarakat sekitar terjalin dengan baik, pihak panti selalu memberikan kontribusi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Memang masih ada sebgian masyarakat yang merasa risih dengan keberadaan anak jalanan, maka dari itu pihak panti selalu berusaha mengawasi secara intensif keberadaan anak jalanan. Pihak panti juga menjalin kerja sama dengan masyarakat sekitar yaitu masyarakat di izinkan untuk menanam di lahan panti yang kosong, hal ini bertujuan agar hubungan masyarakat dengan pihak panti selalu terjalin dengan baik.
57
ibid
BAB IV ANALISIS DAN TEMUAN LAPANGAN
Sesuai dengan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti kepada kepala panti, pengurus, instruktur dan anak jalanan yang menjadi sampel, maka dapat dianalisa dari upaya meningkatkan life skill yang dilakukan di Social Development Center (SDC) sebagai wadah dimana bertugas sebagai pengganti orang tua yang menjalankan fungsi keluarga bagi anak-anak jalanan serta berupaya meningkatkan pelayanan sosial yang berupa pembinaan mental, pendidikan, serta pelatihan keterampilan bagi anak-anak jalanan yang kurang mampu agar anak dapat tumbuh kembang secara wajar dan siap mandiri guna memperoleh masa depan yang cerah dan bermanfaat bagi dirinya. Seperti wawancara penulis kepada kepala panti : “Di SDC anak-anak tidak hanya diberi pembinaan mental, sikap dan perilakunya saja akan tetapi mereka semua diberi berbagai macam pelatihan keterampilan seperti: menjahit, salon, otomotif dan las. Pelatihan ini diharapkan akan menjadi modal untuk masa depan anak agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya”. 58 Program peningkatkan Life skill melalui pelatihan keterampilan yang membuat anak-anak dapat mengembangkan kemampuan yang mereka miliki,
58 Bapak Muhamad Tohar (Ketua Sosial Developmen Senter) wawancara pribadi. tanggal 25 januari 2010 di kantor SDC.
bakat dan minat mereka dapat tersalurkan serta dapat menciptakan jiwa yang kreatif dan mandiri untuk anak asuh. Karena keterampilan merupakan berbagai kemampuan untuk beradaptasi dan berperilaku positif yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntunan dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari secara efektif.59 Dalam upaya meningkatkan life skill anak jalanan pihak panti selalu memberikan motivasi dan dorongan untuk anak, agar mereka berkeinginan dalam mengikuti berbagai macam keterampilan yang ada, karena dengan adanya program keterampilan sangat bermanfaat bagi diri anak, seperti penuturan Bapak Muhamad Tohar (Ketua SDC) : ”Jadi pendamping selalu memberikan motivasi kepada anak jalanan, dan untuk memotivasi anak jalanan dengan tidak harus dikumpulkan kemudian diberi motivasi. Kita pakai trik agar mereka tidak merasa terkekang, yaitu dengan cara mengajaknya ngobrol, terkadang pendamping mendatangi ke kamar anak dan memberikan keyakinan kepada anak bahwa dengan mengikuti keterampilan yang ada di SDC, suatu saat akan berguna untuk masa depan anak jalanan”.60 Dengan adanya program keterampilan otomotif di SDC bertujuan agar anak dapat mengembangkan potensi serta mengasah kemampuan yang mereka miliki serta dapat merubah perilaku anak ke arah yang bermanfaat. Selain itu, SDC berharap anak –anak dapat mengikuti dan memanfaatkan keterampilan yang ada di panti. Melalui keterampilan otomotif anak jalanan mampu menyalurkan minat, bakat dan mampu beradaptasi dan berprilaku positif dalam kehidupan sehari-hari
59 Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan (life skill) Pendidikan Luar Sekolah, Direktorat Jendral
60 Bapak Muhamad Tohar (Ketua Social Developmen Center) wawancara pribadi. Tanggal 20 Februari 2010 di kantor PPSA
dengan teman, pendamping dan orang-orang di sekeliling mereka secara efektif dan juga dengan adanya program keterampilan otomotif merupakan suatu daya tarik untuk anak agar tidak turun ke jalan kembali.
A. Upaya Meningkatkan Life Skill Anak Jalanan Melalui Pelatihan Keterampilan Otomotif Bagi Klien Anak Jalanan di SDC Bambu Apus Jakarta Timur Dari hasil observasi penulis, dalam upaya meningkatkan life skill anak jalanan melalui program keterampilan otomotif dilaksanakan oleh seorang instruktur ahli dan berpengalaman dalam bidangnya. Teknik pengajarannya terdiri dari: tahapan, proses pelaksanaan keterampilan otomotif, serta hasil dari program keterampilan otomotif. Upaya yang dilakukan oleh SDC dalam meningkatkan life skill anak jalanan melalui keterampilan otomotif dilakukan dengan beberapa tahapan. Seperti penuturan Bapak Muhamad Tohar (Ketua SDC) yang mengatakan bahwa : ”Ya jadi gini de...kebanyakan kan anak jalanan berasal dari latar belakang keluarga yang memiliki pendidikan rendah, jika anak langsung praktek dilapangan maka hasilnya akan tidak efektif. Maka dari itu SDC melakukan tahapan-tahapan mulai dari yang sangat dasar, setelah anak menguasai tahapan dasar tersebut, maka tahapan berikutnya akan diberikan oleh instruktur kami”.61 Beerikut ini adalah teknik pengajaran yang dilakukan di SDC, diantaranya sebagai berikut: a) Tahapan Dalam Keterampilan Otomotif 61
Ibid
1. Mengenalkan Peralatan/Kunci dan Spare Part dalam dunia otomotif Tahapan yang pertama dalam pelatihan otomotif di SDC anak akan dikenalkan dengan peralatan yang digunakan dalam otomotif, yaitu mengenal kunci-kunci dan bagian dalam motor (Spare Part) dalam otomotif selama satu bulan. Kemudian akan dilakukan ujian kembali dimana anak-anak tersebut akan diuji daya ingatnya terhadap bagian dalam motor (Spare Part) dalam otomotif. Hal ini diharapkan agar anak mampu beradaptasi
dengan
lingkungan
otomotif,
memang
agak
sulit
mengajarkannya karena sebelumnya anak jalanan tidak pernah mengenal peralatan dalam dunia otomotif. Untuk itu pelatihan otomotif diadakan setiap hari terkecuali hari jum’at hal ini agar anak dapat mudah menghapal Spare Part. Hasil wawancara dengan Instruktur Otomotif sebagai berilut : ”Memang agak sulit sekali mengenalkan alat-alat dalam otomotif, ya saya sebagai instruktur memaklumi dan selalu berusaha karena sebelumnya mereka tidak pernah kenal dengan alat-alat otomotif. Belum lagi anak-anak jalanan banyak yang pelupa sehingga harus sabar mengenalkanya.” 2. Memberikan Teori Tentang Otomotif Kepada Anak Jalanan Setelah tahapan pengenalan alat-alat dan Spare Part, tahapan berikutnya ialah anak-anak jalanan diberikan teori dasar tentang otomotif dimana anak akan dilatih untuk menerapkan apa yang telah dipelajari mulai dari yang sangat dasar yaitu anak di tes untuk naik motor satu persatu, anak jalanan diberikan teori yang disertai dengan praktek walaupun prakteknya masih yang sangat dasar selama satu bulan. Hal ini diharapkan dapat membantu anak jalanan dalam peroses praktek di lapangan.
Hasil wawancara dengan Instruktur Otomotif adalah : ”Jadi sebelum memulai praktek dilapangan seperti biasanya anak-anak akan di kasih bekal dahulu tentang dunia otomotif, teori ini akan diterapkan langsung walaupun praktiknya masih sekali-sekali, hal ini diharapkan dapat mempermudah si anak untuk kedepannya dan akan mempermudah jalananya praktek dilapangan.”
3. Memulai Praktek di lapangan Setelah mengenalkan alat dan memberikan teori kepada anak jalanan tentang dunia otomotif, anak-anak jalanan akan memulai praktek di lapangan. Dalam tahapan ini anak-anak pertama kali diajarkan tentang bagaimana
mengetahui
cara
membongkar
dan
memasang
serta
mempelajari kerusakan dan cara penangananya, semua itu dilakukan secara bertahap dan setiap tahap ada ujiannya, dan anak juga diajarkan tentang sistem perapian karena dalam otomotif sumber utama dalam otomotif bermulai dari perapian. Proses ini dilakukan selama empat bulan, dan secara bertahap bagi tiap anak yang belum menguasai tiap tahapnya akan di ulang-ulang hingga menguasai. Hasil wawancara dengan instruktur dan anak jalanan :
”Ya ...praktek di lapangan akan berlangsung selama kurang lebih 4 bulan, anak akan diajarkan secara bertahap mulai dari membongkar, memasang serta mengetahui kerusakan serta bagaimana cara penangananya. Anak akan dilatih sampai bisa karena di setiap tahapannya ada ujiannya jika belum menguasai anak akan diajarkan berulang-ulang...” Hasil wawancara dengan anak jalanan (inisial B) :
”Pada awalnya saya juga buta banget bang tentang otomotif,,,saya harus ngulang-ngulang terus apa yang sudah di ajarkan oleh instruktur...tapi karena emang udah niat jadi saya jalanin aja apa adanya, dan saya akan berusaha sampe saya bisa menguasai semuanya. Kalo belum bisa saya akan terus belajar dan nanya-nanya sama pa instruktur. ” 62
4. Magang/Praktek kerja di luar panti. Setelah anak-anak diajarkan berbagai macam tahapan untuk proses akhirnya anak jalanan akan di berikan tugas untuk kerja di luar atau magang selama satu bulan. Anak-anak disuruh mencari tempat magang sendiri, sebelum melakukan magang anak jalanan sudah diberikan bekal terlebih dahulu mulai dari mental, sikap dan prilaku agar tidak akan memberikan kesan negatif. Karena masih banyak sebagian orang yang mengangap bahwa anak jalanan adalah sampah masyarakat. Untuk membantah hal tersebut oleh karena itu anak-anak sudah di bekali sebelumnya. Dan tidak lupa juga diberikan materi tentang dunia otomotif. Hasil wawancara dengan Instruktur Otomotif (SDC) adalah : ” iya mas...jadi kami ga mau kecolongan lagi sebab ada anak sebelumnya pas waktu magang dia ga bisa naik motor...maka dari itu saya sebagai instruktur melakukan berbagai macam tahap demi tahapan. Selain itu saya juga mencoba membangun mental para anak sebab banyak yang down ketika praktek magang, hal ini yang sampai sekarang masih saya khawatirkan dan saya akan berusaha sebisa saya agar anak jalanan dapat melakukan magang dengan baik.63
62 Boim (nama samaran) (Anak binaan Social Development Center) waawncara pribadi tanggal 10 Februari 2010 di P3SA
63 Mas Triyono ( Instruktur Otomotif Social Development Center) wawancara pribadi tanggal 12 Februari 2010
b) Proses Pelaksanaan Pelatihan Keterampilan Otomotif Setelah mengetahui tahapan-tahapan dalam program keterampilan otomotif maka proses pelaksanaannya, dari hasil observasi dan wawancara penulis program keterampilan otomotif dilakukan oleh anak yang tidak mengikuti program pendidikan sekolah. Seperti penuturan Bapak Ahmad Rifki Hidayat S psi (Ketua Rehsosialisasi SDC) :
”Jadi anak-anak yang tidak mengikuti program pendidikan sekolah mereka harus mengikuti program keterampilan yang ada di SDC, memang kebanyakan anak laki-laki memilih program keterampilan otomotif tetapi tidak menutup kemungkinan juga untuk memilih program keterampilan yang lain”.64 Pelaksanaan keterampilan otomotif dilakukan langsung di ruang praktek hal ini dimaksudkan agar mempermudah anak-anak, jadi setelah mendapatkan teori dapat langsung mempraktekannya. Anak jalanan yang mengikuti keterampilan otomotif sangat menekuni keterampilan ini karena pada dasarnya keterampilan otomotif dapat memberikan pengetahuan dan wawasan di luar pendidikan sekolah. Seperti yang telah dijelaskan dalam tahapan-tahapan dalam keterampilan otomotif proses pelaksanaannya berlangsung secara bertahap dan dibimbing oleh seorang instruktur ahli, berawal dari pengenalan alat dan spare part, pemberian teori dasar, praktek dilapangan sampai dengan proses magang di luar panti. Dalam prosesnya anak-anak akan diberi ujian dalam setiap tahapannya oleh instruktur, hal ini dimaksudkan agar anak jalanan benar-benar dapat menguasai secara keseluruhan. Berikut penuturan Mas Triyono (Instruktur Otomotif di SDC) : 64 Bapak Ahmad Rifki Hidayat S psi (Ketua Pelayanan dan Rehsosialisasi sosial di Social Development Center) wawancara Pribadi Tanggal 22 Februari 2010
”iya mas dalam prosesnya anak-anak kan sudah mengetahui tahap demi tahapannya jadi saya tinggal mengawasi praktek mereka dan memberikan motivasi agar kelak ilmu yang saya ajarkan kepada mereka dapat berguna di masa depan mereka”65
TABEL 4.1 DATA ANAK ASUH YANG MENGIKUTI PROGRAM PELATIHAN KETERAMPILAN OTOMOTIF No. Yayasan No Nama Tempat Registra Sebelumnya 1 Agam dodit.S 0253/2009 Bina anak pertiwi P3SA/SDC 2 M. Saefudin 0261/2009 Kurnia jakarta P3SA/SDC 3 Andi Putra. P 0249/2009 Bina anak pertiwi P3SA/SDC 4 Rudi Antoro 0265/2009 Himmata P3SA/SDC 5 Slamet Murdyono 0268/2009 Himmata P3SA/SDC 6 Iwan Irawan 0257/2009 Himmata P3SA/SDC 7 Wasrohim 0271/2009 Keluarga P3SA/SDC 8 Ryan Hardiyansah 0267/2009 Lentera Harapan P3SA/SDC 9 Arman Hargadikusuma 0249/2009 Lentera Harapan P3SA/SDC 10 Rudiyanto 0266/2009 YKPIM P3SA/SDC 11 Zainal Abdul.S.R 0273/2009 Himmata P3SA/SDC 12 Ezri 0255/2009 Himmata P3SA/SDC 13 Ipan Efendi 0256/2009 IABRI P3SA/SDC Sumber : Dokumentasi SDC 66 Pelatihan
Otomotif
dilaksanakan
setiap
hari senin-kamis,
kegiatan
keterampilan otomotif dibagi menjadi dua bagian yaitu waktu pagi dimulai pukul 09.00 s/d 11.00 dan waktu siang dimulai pada pukul 13.00 s/d 15.00, waktu pagi
65
66
Ibid Dokumentasi SDC (Social Development Center)
diberikan untuk anak asuh yang tidak mengikuti pendidikan sekolah dan waktu siang untuk anak asuh yang paginya bersekolah. Seperti penuturan Bapak Febraldi S.Sos (Staff Fungsional) mengatakan bahwa : ”Ya benar...karena anak-anak asuh di SDC ada yang sekolah dan ada yang tidak, untuk mensiasatinya maka keterampilan otomotif diadakan dua kali yaitu waktu pagi untuk anak yang tidak sekolah dan waktu siang untuk anak yang bersekolah”.
TABEL 4.2 JADWAL KETERAMPILAN OTOMOTIF DI SOCIAL DEVELOPMENT CENTER Hari Waktu Instruktur
No 1
Senin
2
Selasa
3
Rabu
4
Kamis
Jumat s/d minggu 5 Sumber :Dokumentasi SDC 67 c)
Pagi : 09.00-11.00 Siang : 13,00-15,00 Pagi : 09.00-11.00 Siang : 13,00-15,00 Pagi : 09.00-11.00 Siang : 13,00-15,00 Pagi : 09.00-11.00 Siang : 13,00-15,00 Kegiatan lain-lain
Mas Triyono -”-”-”-
Hasil/output dari keterampilan Otomotif Pelaksanaan program keterampilan otomotif akan menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat bagi anak jalanan jika prosesnya berjalan dengan baik, dengan adanya program keterampilan dapat merubah pola pikir anak jalanan yang tadinya liar menjadi anak-anak yang kreatif dan mempunyai modal keilmuan yang bermanfaat 67
Dokumentasi SDC (Social Development Center)
pada bidang keterampilan otomotif. Dan hasilnya ini akan menjadi sebuah jembatan untuk menuju masa depan yang lebih baik dan cerah. Seperti yang di ungkapkan oleh Bapak Muhamad Tohar ketika penulis mewawancarai, mengatakan bahwa : ”Dengan adanya program keterampilan otomotif di SDC merupakan suatu modal yang sangat besar untuk si anak, setelah ia mendapatkan pelatihan akan mendapatkan peluang untuk masa depan yang lebih baik”68. Selain itu masih banyak lagi manfaat yang bisa didapat dengan mengikuti program keterampilan otomotif, ketika ia berada di panti ataupun ketika keluar panti. Ketika ia berada di dalam panti, manfaatnya bisa dirasakan untuk mereka sendiri yaitu ia mempunyai ilmu pengetahuan tentang otomotif yang mungkin tidak di dapat dari pendidikan formal. Menurut penuturan salah satu anak jalanan : ”Banyak banget bang manfaatnya bagi saya, saya yang dulunya liar banget sekarang sudah berubah ke arah yang baikan. Selain itu saya juga mendapatkan ilmu tentang dunia otomotif walaupun ga banyak tetapi lumayan bermanfaat bagi saya. Selain itu ilmu otomotif kan ga didapet kalo belajar di sekolah”69 Sedangkan hasil yang mereka peroleh dalam menekuni program keterampilan otomotif ketika keluar panti, mereka mempunyai keahlian dalam bidang otomotif, dan dapat mengembangkan keahliannya tersebut dengan cara mencoba melamar kerja di bengkel-bengkel besar maupun kecil. Sehingga tidak ada kata percuma ketika di dalam panti mengikuti program keterampilan otomotif, dan agar anak jalanan tidak selalu dipandang sebelah mata oleh masyarakat luas karena masih ada sebagian masyarakat yang menganggap anak jalanan sebagai peresah sosial, 68
Ibid
69 Zay (nama samaran) Anak binaan Social Development center, wawancara pribadi. Pada tanggal 26 Februari 2010 di P3SA/SDC.
sampah masyarakat dan masih banyak lagi pandangan masyarakat yang negatif. Seperti penuturan anak jalanan sebagai berikut : ”iya bang.....dengan adanya program keterampilan ini mudah-mudahan dapat merubah keadaan kita, kita banyak dapet pengetahuan yang bermanfaat selama ikut keterampilan dan masyarakat tidak menganggap kami sebagai sampah ibu kota lagi”70 Upaya meningkatkan life skills melalui program keterampilan otomotif dianggap penting bagi anak-anak jalanan, bekal keterampilan yang dimiliki anak dapat memberikan motivasi dalam menjalani hidup dan memberikan inspirasi bahwa anak jalanan bukanlah menjadi sampah untuk masyarakat melainkan dengan kemampuan dan kecakapan yang sekarang mereka miliki, dapat menumbuhkan semangat ingin maju seperti anak-anak normal lainnya. Dengan adanya bekal keterampilan yang diberikan panti, maka anak dapat mengembangkan potensi dan mempunyai jiwa yang mandiri serta memiliki masa depan yang lebih baik, dan tidak tergantung pada keluarga dan masyarakat. Selain itu juga, dengan adanya program keterampilan otomotif di SDC diharapkan anakanak dapat memanfaatkan ilmu yang telah didapat selama mengikuti program keterampilan tersebut dan mendapatkan pekerjaan sesuai dengan bidang keterampilan otomotif. Berikut hasil wawancara dengan Mas Prio (Staff Fungsional SDC/Pendamping) : ”jadi gini mas...pihak panti hanya memberi bekal kepada anak jalanan, ya semoga bekal yang telah diberikan di panti dapat dimanfaatkan dengan maksimal oleh anak jalanan. bahkan jika memang sungguh-sungguh menekuni nya merupakan suatumodal yang besar untuk mencari pekerjaan”.71 70 Iwank (nama samaran) Anak binaan Social Development center, wawancara pribadi. Pada tanggal 26 Februari 2010 di P3SA/SDC.
Mas Pria Tri Atmojo,Aks (Pendamping Kejar Paket A,B,C ) wawancara pribadi. Pada Tanggal 20 Februari 2010 di kantor P3SA/SDC. 71
B. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Upaya Meningkatkan Life Skills Anak Jalanan Melalui Program Keterampilan Otomotif Dari hasil wawancara, observasi dan data yang penulis lakukan, maka ditemukan beberapa faktor yang menjadi pendukung dan penghambat bagi anakanak jalanan khususnya dalam mengikuti program pelatihan keterampilan otomotif, diantara faktor pendukung dan penghambatnya adalah sebagai berikut :
1. Faktor Pendukung a. Bangunan Untuk bangunan yang dimiliki SDC untuk saat ini mulai dari gedung kantor, gedung serba guna/aula, gedung asrama putra, asrama putri, ruang pelatihan keterampilan serta bangunan pendukung lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Muhamad Tohar S.Pd.I (Ketua Panti SDC) mengatakan bahwa : ”Faktor pendukungnya dari mulai bangunan, kami memiliki gedung kantor, gedung serba guna/aula, yang bisa dipakai anak-anak untuk main musik dan acara lainnya, kemudian asrama putra dan putri, mushola, lapangan olahraga serta ruangan untuk program keterampilan”72 b. Jaringan Kerja Pelayanan
72 Bapak Muhamad Tohar (Ketua Social Developmen Center) wawancara pribadi. Tanggal 20 Februari 2010 di kantor P3SA/SDC.
Menurut hasil wawancara dengan Bapak Muhamad Tohar S.Pd,I (Ketua Panti SDC) mengatakan bahwa : 1. Internal a. Lintas program antar Direktorat Jenderal di lingkungan Kementrian Sosial RI sebagaimana tertera dalam surat edaran Dirjen Pelayanan dan Rehabsos No. 113/PRS/III/2005 b. Jaringan antar unit pelaksanaan teknis di lingkungan Kementrian Sosial RI 2. Eksternal a. Antar Instansi terkait baik pemerintah atau swasta (rumah sakit, kepolisian, Koramil, Depnakernas, LSM, organisasi sosial lainnya) b. Dengan dunia usaha dalam usaha menciptakan lapangan kerja bagi anak setelah mendapatkan pelatihan keterampilan di SDC. c. Pihak luar negeri c
Para Pengajar
Menurut penuturan Bapak Muhamad Tohar S.Pd.I (Ketua Panti SDC) mengatakan bahwa : ” Faktor pendukung bisa juga para pengajarnya ya...soalnya dengan adanya para pengajar dan instruktur ahli bisa memudahkan proses belajar si anak.jadi kita tidak mengajar sendiri kita serahkan pada ahlinya, jadi kita kerjasama dengan instruktur” Para pengajar (Instruktur) dalam pelatihan keterampilan otomotif memiliki keahlian yang baik, merupakan faktor pendukung dalam pelaksanaan program keterampilan tersebut, baik untuk membimbing dan memberi pengawasan yang optimal dalam kegiatan keterampilan ini untuk anak jalanan, serta dapat
menciptakan suasana yang kondusif dan nyaman, sehingga memudahkan anak dalam menekuni keterampilan dan dapat membuat anak bersemangat dalam mengikuti keterampilan tersebut. Seperti penuturan salah satu anak jalanan yang menjadi sampel penelitian saat diwawancarai mengatakan : `”Pelayanan pengajarannya enak banget bang...instrukturnya sangat sabar ngajarinnya, kita di arahkan dan di awasi terus dan kalo kita ga bisa diulang terus menerus sampe bisa, saya aja yang tadinya ga bisa sama sekali sekarang sudah lumayan bang...”73 Dengan proses pengajaran yang baik akan membuahkan hasil yang sempurna, dengan teknik pengajaran yang dilakukan oleh para pengajar/instruktur dapat membuat anak-anak mengetahui dan mengembangkan potensi yang mereka miliki. Sehingga ada hubungan timbal balik dalam menjalankan suatu kegiatan untuk memperoleh hasi yang maksimal, proses ini merupakan salah satu faktor pendukung dalam terlaksananya program keterampilan otomotif. 2. Faktor Penghambat Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif yang dijalankan SDC dan yang menjadi faktor penghambatnya ialah : Seperti penuturan Bapak Ahmad Rifki Hidayat S.Psi (Ketua Pelayanan dan Rehsosialisasi sosial di SDC) : ”Yah...walaupun SDC ini hampir bisa dikatakan sempurna akan tetapi masih ada beberapa faktor penghambatnya...seperti sarana dan prasarana dalam program keterampilan otomotif, sumber daya manusia/minimnya tenaga ahli di Social development Center, dan kurang kesadarannya peserta didik. 73 Iwank (nama samaran) Anak binaan Social Development center, wawancara pribadi. Pada tanggal 27 Februari 2010 di P3SA/SDC.
Maklum mereka biasa hidup tidak ada aturan sehingga membutuhkan suatu proses untuk mengubah sikap mereka”74 Dari ungkapan Bapak Ahmad di atas, maka dapat dipahami bahwa salah satu kendala dalam upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif di SDC adalah: a. Kurangnya sarana dan prasarana dalam program keterampilan otomotif sebab seperti hasil observasi penulis bahwa di SDC sarana keterampilan yang ada hanya salon dan komputer saja sedangkan untuk keterampilan yang lain pihak SDC menjalin kerja sama dengan PSMP
Handayani.
SDC
menjalin
kerjasama
dalam
program
keterampilan Otomotif, las, menjahit dan pendingin seperti ac dan kulkas terlihat bahwa SDC masih perlu menambah sarana untuk program keterampilan khususnya otomotif. b. Minimnya tenaga ahli sehingga tidak sebanding dengan jumlah peserta didik yang menyebabkan banyak anak jalanan yang tidak terkontrol, hal ini jika dibiarkan secara terus menerus akan mengakibatkan proses belajar akan menjadi kurang kondusif dan efisien. Selain itu SDC masih menggunakan open system dalam artian anak dapat keluar masuk begitu saja, memang open system tujuannya baik agar anak tidak merasa
tertekan
akan tetapi
mengakibatkan
kurangnya
pengawasan dan akan berdampak kurang baik.
74 Bapak Ahmad Rifki Hidayat S psi (Ketua Pelayanan dan Rehsosialisasi sosial di Social Development Center) wawancara Pribadi Tanggal 23 Februari 2010
c. Kurangnya kesadaran peserta didik menurut hasil wawancara dengan Ibu Vivi marlina. AKS (Selaku Ketua Program dan Advokasi Sosial) menuturkan bahwa : ”Ya...namanya juga anak jalanan masih banyak yang labil kondisinya, terkadang untuk memanfaatkan waktu luangnya ada sebagian anak yang rajin dan ada juga yang males sekali, padahal semua program keterampilan sudah ada, memang kurangnya kesadaran dalam diri anak jalanan, mereka melihat keterampilan itu tidak penting bagi mereka yang mereka pikirkan adalah mereka bisa main dan segala kebutuhannya bisa terpenuhu. Padahal dengan adanya program keterampilan akan menjadi sebuah asset yang sangat berharga untuk menghadapi masa depan”75 Dari ungkapan Ibu Vivi Marlina di atas, maka dapat dipahami bahwa salah satu kendala yang dihadapi SDC adalah masalah kurangnya kesadaran peserta didik, mereka belum sadar akan pentingnya suatu kegiatan yang membawa hasil yang baik untuk dirinya sehingga kurang berkembangnya keinginan anak untuk menggali potensi mereka.
Dari data-data yang ditemukan di lapangan, maka penulis menganalis faktor pendukung dan penghambat, dan dari hasil analisis tersebut penulis melihat faktor pendukung yang lebih dominan, sehingga menurut penulis Upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui Program keterampilan Otomotif sudah cukup optimal dengan catatan faktor penghamabatny tidak boleh diabaikan. Walaupun sudah dianggap cukup optimal, pihak SDC tidak boleh mengabaikannya karena jika dibiarkan secara lama-kelamaan tidak menutup kemungkinan untuk kedepannya SDC akan mengakibatkan masalah yang lebih
75 Ibu Vivi marlina. AKS (Selaku Ketua Progrm dan Advokasi Sosial) wawancara pribadi. Pada Tanggal 25 Februari 2010,di kantor P3SA/SDC
rumit lagi, inilah kenyataan yang dihadapi di lapangan, namum sepenuhnya akan timbul kesadaran bahwa berbuat sesuatu yang lebih baik pasti penuh tantangan dan pengorbanan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya mengenai upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif di SDC, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Masih banyak sebagian masyarakat yang menganggap bahwa anak jalanan adalah anak yang suka membuat kericuhan, anak yang suka membuat kriminalitas serta anak yang hidupnya penuh dengan perbuatan yang kurang baik. Padahal menjadi seorang anak jalanan bukan pilihan mereka, akan tetapi banyak faktor yang melatarbelakangi mereka turun ke jalanan demi menyambung hidupnya. 2. Oleh karena itu, SDC mengajak mereka untuk mengubah kehidupan mereka dengan upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif. Dimana kegiatan ini bertujuan untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk anak jalanan, agar anak jalanan dapat tumbuh kembang secara wajar dan siap mandiri guna memperoleh masa depan yang cerah. 3. Dengan adanya program keteampilan otomotif, anak-anak dapat menyalurkan minat dan bakat mereka serta mempunyai modal keilmuan di bidang otomotif yang mana dapat berguna untuk mengubah keadaan mereka. Program
keterampilan otomotif ini dilakukan bagi anak jalanan yang tidak mengikuti pendidikan sekolah, pelatihan keterampilan otomotif dilakukan dari hari senin sampai dengan kamis, hal ini bertujuan agar anak jalanan mudah menghafal apa yang telah diajarkan oleh instruktur, karena kebanyakan dari anak jalanan yang sulit untuk menghafal bahkan ada sebagian yang tidak bisa membaca sama sekali. Adapun faktor pendukung dalam upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif adalah : 1. Bangunan Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh panti SDC. Asrama putra-putri dengan daya tampung 150 anak, kantor, ruang konsultasi, ruang interaktif, ruang makan dan dapur, aula, ruang ibadah, gudang, tempat MCK, Poliklinik, Perpustakaan, Lapangan olah raga, Listrik dan air, Peralatan/perlengkapan, asrama, dapur, kantor, pelatihan keterampilan, bermain, kesenian, ibadah, belajar, Personil/staf yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang tinggi; pekerja sosial, psikolog, perawat
kesehatan,
instruktur
ketrampilan,
pembimbing
agama,
pembimbing kesenian, pelatihan olah raga. 2. Jaringan Kerja Pelayanan Maksud dari jaringan kerja dan pelayanan adalah pihak SDC menjalin hubungan dengan Kementrian Sosial RI, memang SDC berada di bawah naungan Kementrian social RI. Selain itu SDC juga menjalin hubungan dengan pihak swasta seperti: LSM lain, kepolisian, rumah sakit serta
menjalin hubungan dengan pihak dunia usaha yang bertujuan agar kelak anak jalanan yang sudah diberikan ketrerampilan dapat tersalurkan minat dan bakatnya. 3. Para Pengajar Selain dari segi bangunan dan jaringan kerja pelayanan pihak SDC juga memiliki tenaga ahli yang berkualitas dalam bidangnya. Para pendamping anak jalanan juga memiliki latar belakang pendidikan yang baik. Sedangkan faktor penghambat dalam Upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif adalah : 1. Sarana yang kurang memadai Walaupun SDC memiliki sarana dan prasarana yang baik akan tetapi menurut hasil observasi yang dilakukan penulis, pihak SDC masih menjalin kerja sama dengan pihak PSMP Handayani dalam bidang keterampilan diantaranya : otomotif, menjahit, las dan pendingin seperti AC dan kulkas, hal ini menunjukan bahwa sarana di SDC masih belum memadai. 2. Minimnya SDM di SDC Menurut hasil observasi penulis selama melakukan penelitian di SDC, pihak SDC memang kekurangan SDM karena ada sebagian para tenaga ahli dan pendamping anak jalanan yang sesekali waktu di panggil ke kantor pusat Kementrian Sosial RI, Sehingga SDM yang ada masih sangat minim.
3. Kuraangnya kesadaran peserta didik. Menurut hasil wawancara penulis, memang tidak mudah merubah karakter anak jalanan menjadi seorang anak yang normal seperti anakanak lainnya. Kebiasaan hidup keras sudah melekat sejak kecil sehingga dalam penanganannya membutuhkan sebuah proses yang cukup lama. B. Saran-saran Dari uraian pembahasan pada bab sebelumnya serta kesimpulan diatas, ada beberapa saran yang akan penulis sampaikan : 1. Sebaiknya jika Upaya meningkatkan life skills anak jalanan lebih ditingkatkan lagi kedisiplinannya. 2. Diharapkan SDC menjalin kerja sama dengan pihak-pihak dunia usaha khususnya
(bengkel-bengkel)
agar
setelah
mengikuti
program
keterampilan otomotif anak jalanan bisa disalurkan untuk bekerja. 3. Sebaiknya pengawasan terhadap anak jalanan lebih ditingkatkan dengan membuat pos satpam di depan gerbang Panti SDC. Hal ini bertujuan agar anak jalanan tidak bisa keluar masuk begitu saja. 4. Menciptakan suasana yang nyaman dalam program keterampilan otomotif, agar anak tidak merasa bosan dan jenuh. 5. Meminimalisir faktor penghambat dalam program keterampilan otomotif Demikianlah kesimpulan dan saran yang penulis bisa sampaikan, semoga apa yang penulis sampaikan dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kemajuan
panti SDC khususnya dalam Upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui program keterampilan otomotif dan bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA A. Sumber Buku Adi, Isbandi Rukminto, “Ilmu Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial ” Jakar ta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2003. h 56 Aliminsyah, dan Patji. ”Kamus Istilah Manajemen”. (CV. Irama Widya, Bandung) 2004. h. 194 Arifin Jaenal, Tehnik Penarikan Sampel Dan Pengumpulan Data, Disampaikan Pada Pelatihan Penelitian Mahasiswa FDI Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu 23 April 2005. h 17. Asyari, Sapari Imam, ”Metode Penelitian Sosial” (Surabaya ; Usaha Nasional, 1981), h. 82 Atmojo, Pria Tri (Pendamping Kejar Paket A,B,C) ”Wawancara Pribadi”, di Kantor P3SA/SDC, Pada Tanggal 20 Februari 2010. Brosur Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak “Social Development Center For The Street Children” Departemen Sosial RI Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial dan Direktorat Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Lanjut Usia, Tunjuk Pelaksanaan Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan, 1999. h.1 Depdikbud, ”Kamus Besar Bahasa Indonesia”, (Jakarta : Balai Pustaka, 1996) Cet. Ke-7 h.1109. Depdikbud, ”Kamus Besar Bahasa Indonesia”, (Jakarta : Balai Pustaka, 1998) Cet Ke-1 h.1995. Dokumentasi SDC (Social Development Center) Fajar, Jurnal Lembaga Penelitian Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Edisivol 4.No.1 Noember 2002. h. 26 Harianto, Setiawan, Pengembangan Program Anak Jalanan Menlalui Pendekatan Community, h.2 6 Ife, Jim, “Community Development: Creating Community Alternatives, Vision, Analisis and Practice, Longman”, Australia, hal 56.1995.
Ilyas Roostien “Anak-anaku di Jalanan”, Jakarta, Pensil – h 324, 2004 Jurnal Informasi Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial (Jakarta : Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan Sosial Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial Republik Indonesia 2005) Volume 10,h.42. Makmur Syarif, “ Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektifitas Organisasi”, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal 48-49, 2008. Maria, Triyanti dan Anny, Astuti, ”Pemberdayaan Anak Jalanan di DKI Jakarta” (Universitas Indonesia program Studi Sosiologi, 2002) h.3. Modul Pelayanan Sosial Anak Berbasis Panti, ”Social Development Center For Street The Children” 2006. Moleong, Lexy J, “Metodologi Penelitian Kualitatif” (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, (2004), cet ke-20, edisi revisi, h,224 Partanto, Pius A dan Al-Barry, M Dahlan, ”Kamus Ilmiah Populer”, (Surabaya: Arkola, 1994) cet, ke-1, h. 658. Pedoman Pelayanan Sosial Anak Berbasis Panti ”Social Development Center For Street The Children”, 2006. cet ke 1 Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan (life skill) Pendidikan Luar Sekolah, Direktorat Jendral RI Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan. (life skill) Pendidikan Luar Sekolah, Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah Dan Pemerintah Departemen Pendidikan Nasional, 2003. h.5 Profil Anak Jalanan dan Kemungkinan Penanganannya di DKI Jakarta dan Surabaya, Departemen Sosial Republik Indonesia. Direktorat Jendral Bina Kesejahteraan Sosial, Direktorat Bina Kesejahteraan Anak, Keluarga dsn Usia Lanjut, 1996. h,9. Sudrajat, Tata, ”Hasil Lokakarya Nasional Anak Jalanan”, (Jakarta : YKAI, 1995), h. 34 Suprayogo, Imam dan Tabroni, ”Metode Penelitian Sosial Agama” (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2004) h. 172. Tandeng, Abu K. Maryam. “Pelaksanaan Program Peningkatan Kesejahteraan Anak Jalanan” (Universitas Indonesia Program Studi Sosiologi,2002) h.146
Yusuf, Munawir, “Studi Tentang Profil Anak Jalanan Dan Alatenatif Pembinaannya” (FKIP UNS Surakarta,1997. Waluyo, Dwi Eko. ”Artikel Tentang Karakteristik Social Economi Dan Demografi Anak Jalanan Di Kotamadya Malang”
B. Sumber Internet
Arief, Armei “Artikel Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan” di akses pada tanggal 20 Februari 2010. Anjal.Blogdrive.Com/Archive/11.Html Irwanputra ”Pengenalan Teori Otomotif Untuk Para Pemula” http://.Wordpress.com/Kursus-Otomotif/ Tn ”Pengertian-Pendidikan-Kecakapan Hidup-Life Skills”//.di akses tanggal 6 Februari 2010. http://pkbmpls.Wordpress.com Tn
Tn
”Artikel tentang Ciri-Pembelajaran-Pendidikan-Kecakapan-Hidup-LifeSkills” di akses pada tanggal 15 januari 2010 http://pkbmpls.Wordpress.com ”Pendidikan Kecakapan Hidup di akses pada tanggal 3 januari 2010 http://www.unodc.org/pdf/youthnet/action/message/escap_peers_07.pdf
C. Sumber Wawancara
Boim Anak Binaan Social Development Center ”Waawncara Pribadi” di Kantor P3SA tanggal 10 Februari 2010. Febraldi, (Staff Fungsional SDC) ”Wawancara Pribadi”, Di Ruang Staff Pas (Program Dan Advokasi Sosial) Pada tanggal 25 Februari 2010. Hidayat, Ahmad Rifki (Ketua Pelayanan dan Rehsosialisasi sosial di Social Development Center) ”wawancara Pribadi” tanggal 22 Februari 2010 Iwank, Anak Binaan Social Development Center, “wawancara pribadi”. Di Kantor P3SA/SDC, Pada tanggal 26 Februari 2010. Marlina, Vivi (Selaku Ketua Program dan Advokasi Sosial) ”Wawancara Pribadi”, Di Kantor P3SA/SDC, Pada tanggal 25 Februari 2010. Tohar, Muhamad (Ketua Social Developmen Center) ”Wawancara Pribadi. di Kantor P3SA/SDC, tanggal 20 Februari 2010. Triyono ( Instruktur Otomotif Social Development Center) ”Wawancara Pribadi” tanggal 12 Februari 2010 Zay, Anak Binaan Social Development Center, ”Wawancara Pribadi”, di Kantor P3SA/SDC, Pada tanggal 26 Februari 2010.
Lampiran 8 JADWALKEGIATAN ANAK JALANAN DI SOCIAL DEVELOPMENT CENTER HARI SENIN S/D SABTU
HARI
JAM
SENIN
04.30
Sampai
JENIS KEGIATAN
Bangun Pagi
04.30-05.00
Sholat Shubuh
05.00-06.00
Bersih-bersih kamar/asrama (piket asrama)
06.00-07.00
Mandi pagi
07.00-07.30
Makan pagi&piket dapur
07.30-08.00
Apel pagi yang di ikuti seluruh siswaSDC
08.00-10.00
Bimbingan sosial
10.00-12.00
Keterampilan
12.00-13.30
Sholat djuhur, makan siang dan istirahat
13.30-15.30
Keterampilan dan Bimsos siang
15.30-16.00
Sholat Ashar
16.00-16.30
Apel Sore
16.30-17.30
Istirahat
17.30-18.00
Mandi sore
18.00-19.30
Sholat maghrib dilanjutkan pengajian sampai
Dengan
KAMIS
sholat isya
19.30-20.00
Makan malam
20.00-21.30
Belajar di Asrama
21.30-22.00
Tidur (Istirahat Malam)
Lampiran 9 JADWAL KEGIATAN ANAK JALANAN DI HARI JUM’AT
HARI
JUM’AT
JAM
04.30
JENIS KEGIATAN
Bangun Pagi
04.30-05.00
Sholat Shubuh
05.00-06.00
Bersih-bersih kamar/asrama (piket asrama)
06.00-07.00
Mandi pagi
07.00-07.30
Makan pagi&piket dapur
07.30-08.00
Apel pagi yang di ikuti seluruh siswaSDC
08.00-09.00
Senam Pagi
09.00-10.00
Bimbingan Sosial (Morning Meeting)
10.00-11.00
JUMSIH (Jum’at Bersih)
11.00-11.30
Bersiap-siap sholat jum’at
11.30-13.00
Sholat Jum’at
13.00-13.30
Makan siang
13.30-15.30
Istirahat (Acara bebas)
15.30-16.00
Sholat Ashar
16.00-16.30
Apel sore dan snack sore
16.30-17.30
Istirahat
17.30-18.00
Sholat Maghrib
18.00-19.30
Sholat maghrib dilanjutkan pengajian sampai
sholat isya 22.00
Istirahat (Tidur Malam)
HARI SABTU DAN MINGGU Jadwal diserahkan kepada Bapak/Ibu Asrama Berkerja sama dengan petugas piket