PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI (FREIGHT FORWARDER) DALAM PROSES PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
DISUSUN OLEH :
DEWI MEIVISA HARAHAP NIM : 040200210
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
2
PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI (FREIGHT FORWARDER) DALAM PROSES PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
DISUSUN OLEH : DEWI MEIVISA HARAHAP NIM : 040200210
DISETUJUI OLEH : DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN KETUA,
Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS NIP. 131 764 556 Dosen Pembimbing I,
Hasnil Basri Siregar, SH NIP. 130 279 505
Dosen Pembimbing II,
Zulkarnain,SH.M.Hum NIP. 131 757 012
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
3
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah mengaruniai kesehatan dan kelapangan berpikir kepada Penulis sehingga akhirnya tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi PERUSAHAAN
ini
berjudul JASA
:
“PERANAN
PENGURUSAN
DAN
TANGGUNG
TRANSPORTASI
JAWAB
(FREIGHT
FORWARDER) DALAM PROSES PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT (Studi Kasus : PT. Kartike Gloria Bahari Medan)”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Keperdataan Dagang. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum. sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2.
Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH,M.Hum sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3.
Bapak Syafruddin, SH.MH,DFM., sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4.
Bapak M. Husni, SH.MH sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
4
5.
Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS sebagai Ketua Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Dagang Fakultas Hukum USU.
6.
Bapak Hasnil Basri Siregar, SH sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan mengarahkan Penulis selama proses penulisan skripsi ini.
7.
Bapak Zulkarnain, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak memberikan masukan serta kritik kepada Penulis selama proses penulisan skripsi ini.
8.
Seluruh staf pengajar di Fakultas Hukum USU yang telah mendidik dan membina Penulis selama masa perkuliahan.
9.
Seluruh staf Departemen Hukum Keperdataan Dagang pada khususnya dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum USU dimana Penulis menimba ilmu selama ini.
10. Papa Indra dan Mama Eviku beserta keluarga besar keduanya. Alhamdulillah ya Allah telah memberikan Penulis kedua orang tua yang sangat mengerti Penulis, dan sembah sujud Ananda haturkan atas curahan dan belaian kasih sayang yang tulus dan dengan susah payah serta dengan segala usaha
telah membesarkan dan mendidik Ananda hingga sampai
sekarang ini. Semoga Mama dan Papa selalu dalam lindungan Allah SWT. 11.
Kedua adikku yang sudah mulai beranjak dewasa, M. Hafiz Sanory Harahap dan M. Yusuf Rizky Harahap. Berkat kehadiran kalian membuat hari-hari kakak terasa lebih berwarna.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
5
12.
Herman Arbieku tersayang yang telah banyak memberikan motivasi dan bantuannya kepada Penulis. Thank’s for everything hon,You’re my soulmate
13
Teman-teman seperjuangan ku yang dari awal masa perkuliahan selalu ada dan selalu menolong Penulis, Dhira M.W.S Nasution, Karina Utari Nasution, Mahalia Nola Pohan, Riska Mareba Meliala. Gonna miss you girls.
14.
Rekan-rekan mahasiswa satmbuk 2004 Fakultas Hukum USU yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Dan juga mahasiswa-mahasiswi stambuk 2003, 2005, 2006 dan 2007, nice to know you all. Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semuanya yang telah memberikan bantuan kepada Penulis, dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah dan memperluas cakrawala berpikir kita semua walaupun penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari berbagai kekurangan. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayahNya bagi kita semua. Amin Ya Robbal Alamin.
Medan, 17 Juni 2008 Penulis,
Dewi Meivisa Harahap
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
6
BAB
I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pengangkutan adalah sangat vital di dalam dunia perdagangan, mengingat sarana ini adalah alat penghubung dari produsen ke konsumen, dari pelabuhan ke gudang, dari tempat pelelangan ikan ke pasar, dari gunung tempat ditanamnya buah-buahan dan sayur ke pasar, dari toko ke bangunan yang sedang didirikan dan lain-lain. Di dalam dunia perdagangan, tidak akan mungkin suatu usaha perniagaan mengabaikan segi pengangkutan ini. Di samping itu, mengenai pengangkutan benda-benda tersebut yang diperlukan di tempat-tempat tertentu, dalam keadan yang lengkap dan utuh serta tepat pada waktunya, tetapi juga mengenai pengangkutan orang-orang yang memberikan perantaraan pada pelaksanaan perusahaan. Misalnya seorang agen perniagaan, komisioner, mereka pada waktu tertentu tidak mungkin memenuhi prestasiprestasinya tanpa alat pengangkutan. Belum lagi terhitung bertambahnya orang
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
7
yang karena sesuatu hal misalnya untuk melakukan peninjauan di dalam atau di luar negeri, mereka tentu memerlukan pengangkutan 1. Di dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, bidang transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda kehidupan
perekonomian,
memperkokoh
persatuan
dan
kesatuan
serta
memengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan Negara. Peranan transportasi dalam banyak segi kehidupan ini tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa angkutan bagi pengangkutan orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah air, bahkan dari dan ke luar negeri. Dengan peningkatan jumlah jasa angkutan yang ada perlu pula diikuti dengan adanya suatu perlindungan terhadap penumpang dan barang yang diangkut. Dalam hal tersebut ditetapkan berdasarkan pada Undang-Undang yang dibuat dan ditetapkan oleh Pemerintah maupun yang berdasarkan pada perjanjian pengangkutan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal pengangkutan, yang terdiri dari pengangkut, pengirim, penumpang, penerima, ekspeditur, pengatur muatan dan pengusaha pergudangan. Di dalam praktik, sering didapati bahwa pengirim tidak melakukan sendiri perjanjian tersebut. Pihak pengirim beranggapan bahwa tidaklah efisien waktu yang digunakan bila pengirim sendiri yang mengurus langsung pengiriman barangnya, sehingga untuk hal ini ia menyerahkan kepada perantara pengangkutan untuk mengurusnya, yaitu orang yang mempunyai keahlian di bidang penyelenggaraan pengangkutan. 1
Hasnil Basri Siregar, Kapita Selekta Hukum Laut Dagang, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1993, hal. 1-2. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
8
Perjanjian pengangkutan antara pihak-pihak yang berkepentingan itu akan melahirkan hubungan kewajiban dan hak yang harus direalisasikan melalui proses penyelenggaraan pengangkutan, sedangkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak yang berkepentingan itu pada dasarnya meliputi tibanya penumpang dan barang dengan selamat dan lunasnya pembayaran biaya pengangkutan. Dalam pengertian tujuannya yang dimaksud disini adalah termasuk juga segi kepentingan masyarakat, yaitu manfaat yang mereka peroleh setelah pengangkutan selesai 2. Perkembangan peradaban manusia, khususnya dalam bidang teknologi telah membawa peradaban manusia ke dalam suatu sistem transportasi yang lebih maju dibandingkan dengan era sebelumnya. Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pengangkutan itu adalah suatu kegiatan memuat barang atau penumpang yang kemudian membawa barang atau penumpang itu ke tempat lain dan menurunkan barang atau penumpang tersebut.3 Mengenai peraturan pengangkutan ini diatur di dalam Kitab UndangUndang Hukum Dagang (KUHD) Buku I Bab V pasal 86-90. Menurut ketentuan Pasal 86 ayat (1) KUHD, menyatakan bahwa : “kreditur adalah orang yang pekerjaannya mencarikan pengangkut barang di darat atau di perairan bagi pengirim. Dilihat dari perjanjiannya dengan pengirim, ekspeditur adalah pihak yang mencarikan pengangkut yang baik bagi pengirim, sedangkan pengirim mengikatkan diri kepada ekspeditur. 4 Menurut HMN. Purwosutjipto, Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat
2
HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan, Djambatan, Jakarta, 1981, h al. 2. 3 Abdul Kadir Muhammad, “Hukum Darat, Laut dan Udara, Peneribit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991,. hal. 20. 4 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 36. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
9
ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. 5 Pengangkut sebagai salah satu pihak dalam proses pengangkutan memiliki tanggung jawab yang sangat berat di dalam menjalankan tugasnya. Dalam Pasal 468 KUHD yang dapat dikatakan sebagai suatu pasal mengenai pertanggungjawaban pengangkut menyatakan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas keselamatan barang-barang yang diangkutnya sejak barang diterima dari si Pengirim sampai barang diserahkan kepada penerima atau mulai barang berada di pelabuhan pemuatan sampai ke pelabuhan pembongkaran. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dirasakan sangat tertarik untuk melihat proses pengangkutan barang khususnya yang dilakukan oleh Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi yang biasa disebut Freight Forwarder. Seperti diketahui, freight forwarder memiliki kompleksitas peran dan fungsi, maka freight forwarder bukan hanya sekedar usaha penunjang angkutan laut. Namun, pada akhirnya freight forwarder menjadi “arsitek pengangkutan” dimana peranannya sangat penting dalam mata rantai gerak arus barang-barang dari satu tempat / negara ke tempat / negara lain. Freight forwarder harus dapat mendisain dengan baik proses pengangkutan barang mulai dari mewakili kepentingan pemilik barang untuk
mengurus semua
kegiatan yang diperlukan bagi
terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara yang sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerima dengan selamat, dengan kata lain proses penyelenggaraan pengangkutan yang 5
HMN. Purwosutjipto, Op. cit, hal. 2.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
10
dilakukan oleh freight forwarder adalah dengan sistem “door to door service”, yaitu mulai dari pintu gudang pemilik barang sampai pintu gudang penerima barang. Oleh karena itu, untuk memperjelas peranan dan tanggung jawab freight forwarder dalam proses pengangkutan barang di laut, maka diadakan penelitian tentang proses pengangkutan barang yang dilaksanakan PT. Kartika Gloria Bahari selaku pengangkut dimulai dengan Perintah Angkutan (Shipping Instruction) yang dikeluarkan oleh PT. Samudra Mandiri Jaya. Shipping Instruction ini berupa perintah melaksanakan pemuatan, pengangkutan dan penurunan 400 ton material bangunan (semen) dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang/Simeuleu untuk Proyek Pembangunan Perumahaan BRR Type 36 di Pulau Simeuleu. Sesuai dengan packing list, kualitas barang dalam keadaan baik. Dengan penelitian kasus ini diharapkan dapat menjelaskan peranan PT. Kartika Gloria Bahari selaku Freight Forwarder dan bagaimana tanggung jawabnya selaku pengangkut untuk melaksanakan pengangkutan barang dengan baik dan selamat sampai ke tujuan.
B. Perumusan Masalah Adapun pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah : 1. Bagaimana peranan Freight Forwarder dalam proses pengangkutan barang? 2. Bagaimana proses pengangkutan material bangunan (semen) yang dilakukan berdasarkan perjanjian antara PT. Samudra Mandiri Jaya dengan PT. Kartika Gloria Bahari dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang-Simeuleu?
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
11
3. Bagaimana pertanggungjawaban proses pengangkutan material bangunan (Semen) yang dilakukan berdasarkan perjanjian antara PT. Samudera Mandiri Jaya dan PT. Kartika Gloria Bahari dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang-Simeuleu?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas, Penulis mengharapkan skripsi ini dapat juga kiranya dapat mencapai tujuan dan manfaat sebagai berikut : 1. Untuk
mengetahui
peranan
dari
Freight
Forwarder
dalam
proses
pengangkutan barang. 2. Untuk mengetahui proses pengangkutan material bangunan (semen) yang dilakukan berdasarkan perjanjian antara PT. Samudra Mandiri Jaya dan PT. Kartika Gloria Bahari dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan SinabangSimeuleu. 3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban proses pengangkutan material bangunan (semen) yang dilakukan berdasarkan perjanjian antara PT. Samudra Mandiri Jaya dengan PT. Kartika Gloria Bahari dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang-Simeuleu. Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk : 1. Manfaat secara teoritis. Diharapkan kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk dapat memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis dengan analisa-analisa yang bersifat objektif., Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
12
khususnya
tentang
hal-hal
yang
pertanggungjawaban perusahaan
berhubungan
dengan
penerapan
jasa pengurusan transportasi (freight
forwarder) selaku pengangkut dalam proses pengangkutan barang di laut.
2. Manfaat secara praktis Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi pengetahuan dan masukan pada berbagai pihak baik itu aparat penegak hukum maupun pihak-pihak yang terkait (praktisi) dalam pengangkutan barang dilaut, khusus nya tentang pelaksanaan dan tanggung jawab dalam proses pengangkutan barang melalui laut oleh freight forwarder. Sebagai arsitek pengangkutan freight forwarder tidak saja merupakan arsitek pengangkutan yang mendisain pelaksanaan pengangkutan sedemikian rupa namun juga bertanggung jawab terhadap keselamatan seluruh barang yang diangkut pada saat barang diterima sampai ke tempat tujuan.
D. Keaslian Penulisan Pembahasan skripsi ini dengan judul: “PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGURUSAN TRANSPORTASI (FREIGHT FORWARDER) DALAM PROSES PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT (Studi Kasus : PT. Kartika Gloria Bahari Medan)”. Permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin-doktrin yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
13
memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Pengangkutan Menurut Abdul Kadir, pengertian “pengangkut” berasal dari kata “angkut” yang berarti angkat dan bawa, muat dan bawa atau kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan membawa atau mengirimkan. Sedangkan “pengangkutan” artinya pengangkatan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan atau pengiriman barang atau orang yang diangkut. Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul pengertian adanya suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pengangkutan itu adalah suatu kegiatan memuat barang atau penumpang yang kemudian membawa barang atau penumpang itu ke tempat lain dan menurunkan barang atau penumpang tersebut 6. Menurut HMN. Purwosutjipto, Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan 7. Kalau diihat dari berbagai pengertian dan definisi pengangkutan di atas, maka dapat diketahui berbagai aspek pengangkutan, sebagai berikut
8
:
1. Pelaku, yaitu orang yang melakukan pengangkutan.
6
Abdul Kadir Muhammad, Op. cit, . hal. 20. HMN Purwosutjipto, Op.cit, , hal. 2. 8 Ibid, 19. 7
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
14
Pelaku ini ada yang berupa badan usaha, seperti perusahaan pengangkutan, dan ada pula yang berupa manusia pribadi, seperti buruh pengangkutan di pelabuhan. 2. Alat pengangkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan. Alat ini digerakkan secara mekanik dan memenuhi syarat Undang-Undang, seperti kendaraan bermotor, kapal laut, kapal udara, derek (crene) dan sebagainya. 3. Barang, yaitu muatan yang diangkut dan penumpang. 4. Perbuatan, yaitu kegiatan yang mengangkut barang atau penumpang sejak pemuatan sampai dengan penurunan di tempat tujuan yang ditentukan. 5. Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatkan kegunaan dan nilai barang atau penumpang (tenaga kerja). 6. Tujuan pengangkutan, yaitu sampai atau tiba di tempat tujuan yang ditentukan dengan selamat, biaya pengangkutan lunas. Pengangkut sebagai salah satu pihak dalam proses pengangkutan memiliki tanggung jawab yang sangat berat di dalam menjalankan tugasnya. Pengangkut bertanggung jawab atas keselamatan barang-barang yang diangkutnya sejak barang diterima dari si pengirim sampai barang diserahkan kepada penerima atau mulai barang berada di pelabuhan pemuatan sampai ke pelabuhan pembongkaran. 2. Pengertian Freight Forwarder Freight Forwarder berasal dari bahasa Inggris yang merupakan gabungan (kata majemuk) dari kata “freight” dan “warder”, lalu keduanya berakumulasi Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
15
dan menjadi satu bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan, akhirnya membentuk suatu makna untuk tujuan tertentu, yang bermakna pengangkutan. 9 Dalam bahasa Indonesia, freight itu diartikan dengan ongkos atau uang tambang dan pengangkutan, mengangkut dan membawa. Lebih jauh dikatakan bahwa angkutan dan pengangkutan itu adalah pembawa barang (orang-orang) dari satu tempat ke tempat lain untuk tujuan tertentu sesuai dengan yang diinginkan pemiliknya. Selanjutnya forwarder berarti agen ekspeditur, kantor ekspedisi, mengirimkan barang-barang dan pengiriman barang-barang.
10
Secara terminologi pengertian freight forwarder dapat dilihat dari Pasal 1 Keputusan Mentri (KM) Perhubungan No. 10 Tahun 1998 freight forwarder merupakan usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara yang mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerima. 11
9
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda-Indonesia-Inggris, Aneka Ilmu, Indonesia, 1977, hal. 129. 10 Hasnil Basri Siregar, op.cit hal. 63. 11 Hal ini sejalan dengan ungkapan M. Noch Idris Ronosentono yang mengatakan bahwa freight forwarder adalah pelaksanaan pengiriman barang lewat penyelesaian dokumen di pelabuhan bongkar/muat, dengan menggunakan alat angkutan dari atau beberapa tempat pengiriman menuju satu atau beberapa tempat tujuan. Sedangkan yang dimaksud dengan forwarder adalah orang atau badan hukum yang melaksanakan pekerjaan forwarding itu. Hal ini Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
16
Secara internasional Freight Forwarder yaitu perusahaan atau Badan Hukum yang menjalankan kegiatan dan usahanya untuk kepentingan umum dan masyarakat atau pemakai jasa, dengan memberikan pelayanan, mempersiapkan serta melaksanakan pengiriman sejumlah barang (milik orang lain), dengan memperoleh imbalan upah (kompensasi), dimana untuk maksud tersebut maka terhadap barang-barang dimaksud akan ditata sedemikian rupa pengapalannya secara teratur dan berkelompok dengan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap operasional dan sisten distribusi atau logistik pengapalan barang secara konsolidasi (grouping system) dan bertanggung jawab terhadap pengangkutan barang tersebut dari tempat penerimaan sampai ke tempat tujuan serta mengatur pengangkutannya sedemikian rupa baik pengapalan. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa freight forwarder itu adalah setiap perusahaan atau badan yang menjalankan kegiatan dan usahanya untuk kepentingan umum dengan memberikan pelayanan, mempersiapkan serta melaksanakan pengiriman sejumah barang milik orang lain dengan memperoleh imbalan. Untuk maksud ini maka dilakukan pengapalan barang secara terencana, teratur dan bertanggung jawab, demikian juga dengan pemberian pelayanan sesuai dengan peraturan distribusi yang berlaku. Dengan hal ini barang-barang dimaksud
juga sejalan dengan redaksi Pasal 1 SK Menhub No. PM/7/M/Phb-74, tentang pengusahaan dan penyelenggaraan ekspedisi muatan kapal laut dan lain-lain, Hasnil Basri Siregar, Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang EMKL dan JPT, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fak. Hukum USU, Medan, 1995, hal. 280, lihat juga M. Noch Idris Ronosentono, Pengetahuan Dasar Tatalaksana Freight Forwarding, CV. Infomedika, Jakarta, 1997, hal. 42. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
17
akan dapat diberangkatkan dari tempat penerimaannya semula dan diantar sampai ke tempat tujuannya. 12 3. Pengertian Tanggung Jawab Pengangkut Ketentuan umum mengenai tanggung jawab pengangkut (Liability of the Carrier) dapat dilihat di dalam Pasal 468 KUHD yang berbunyi : “perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut menjaga keselamatan barang yang diangkut sejak saat penerimaan sampai saat penyerahannya. Pengangkut diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan karena tidak diserahkannya barang seluruhnya atau sebagian atau karena kerusakan barang kecuali bilamana ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan itu adalah suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat dicegah atau dihindarinya akibat dari sifat keadaan atau cacat benda sendiri atau dari kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan dari mereka yang ia pekerjakan dan terhadap benda-benda yang ia pergunakan pada pengangkutan”. Dalam Pasal 468 KUHD yang dapat dikatakan sebagai suatu pasal mengenai pertanggungjawaban pengangkut, pertanggungjawaban ini membawa konsekuensi yang berat bagi pengangkut kalau tidak dapat memenuhi kewajibankewajibannya. Pertanggungjawaban pengangkut ini juga diatur dialam The Hague Rules 1924 dan juga diatur dalam The Hamburg Rules 1978. Menurut The Hague Rules 1924 pertanggungjawaban pengangkut sedemikian itu terdapat di dalam article 1 (2) yang berbunyi : “carriage of the goods covers the period from the time goods are loaded on to the time they are discharge from the ship”. Jadi pertanggungjawaban pengangkut itu menurut The Hague Rules 1924 adalah sejak saat barang itu dimuat sampai barang dibongkar. Ini terlihat
12
CIFFA, Canadian International Freight Forwarder Association, Jld. I, CIFFA Course Contribution, hal. 1. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
18
dalam kata “from the time when the goods are loaded on to the time when they are discharge from the ship”.
Dengan demikian maka pertanggungjawaban
pengangkut itu berakhir sejak barang dibongkar dan diserahkan dekat kapal (delivery of goods alongside the ship). The Hamburg Rules 1978 mengenai pertanggungjawaban pengangkut perumusannya lebih terperinci. Hal ini dapat ditemukan di dalam article 4 (period of responsibility). Article 4 (1) : “ the responsibility of the carrier for the goods under this convention covers the period during which the carrier is in charge of the goods at the port of loading, during the carriage and at the port of discharge” Jadi menurut pasal ini, pertanggungjawaban pengangkut adalah pada saat barang-barang berada di bawah penguasaannya yaitu di pelabuhan pemberangkatan, selama berlangsungnya pengangkutan sampai di pelabuhan pembongkaran.
Dengan
ketentuan demikian
itu
jelaslah,
bahwa
masa
pertanggungjawaban pengangkut (period of responsibility of the carrier) dalam The Hamburg Rules 1978 adalah lebih tegas, nyata, dan memberi tanggung jawab yang besar terhadap pengangkut.13 Pertanggungjawaban yang dipikul oleh pengangkut itu adalah suatu kenyataan, bahwa pengangkut dalam perjanjian pengangkutan ini merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk memberikan sesuatu jasa. Sehubungan dengan Pasal 1 KUHD di dalam ketentuan umum disebutkan : “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku juga bagi hal-hal yang diatur di dalam Kitab Undang13
Hasnil Basri Siregar, Op.cit, hal. 40.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
19
Undang ini, sekedar di dalam Kitab Undang-Undang ini tidak diatur secara khusus menyimpang”. Dengan berdasarkan ketentuan Pasal 1 KUHD itu maka terhadap perjanjian pengangkutan itu, maka Pasal 1235 sampai dengan pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) tentang perikatan–perikatan untuk memberikan sesuatu dan juga pasal 1706 dan pasal 1707 KUHP tentang kewajiban si penerima titipan “bewaarnemer” dapat dianggap sebagai asas pertanggungjawaban
pengangkut
seperti dimaksud
di atas,
dapat
pula
diperlakukan baginya. Dalam hal yang diangkut barang, maka pengangkut diwajibkan untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut serta selanjutnya adalah menjadi tanggung jawabnya apabila barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkan atau menjadi rusak (Pasal 468 KUHD). Pasal 477 KUHD menetapkan pula bahwa pengangkut juga bertanggung
jawab
untuk
kerugian
yang
disebabkan karena
terlambat
diserahkannya barang yang diangkut. Juga di dalam Pasal 477 KUHD itu ditentukan, bahwa pengangkut bebas dari tanggung jawab sebagai demikian itu, apabila dapat dibuktikan oleh pengangkut, bahwa hal-hal itu disebabkan karena bahaya yang tidak mungkin dapat dicegah atau dihindarkannya F.
Metode Penulisan
1. Bentuk Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
20
sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum perdata khususnya terhadap peranan dan tanggung jawab freight forwarder dalam pengangkutan barang di laut.
Selain itu dipergunakan juga
bahan-bahan tulisan lain yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum perdata khususnya yang terkait dengan masalah peranan dan tanggung jawab freight forwarder dalam pengangkutan barang di laut. 2. D a t a Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library Research) dan studi lapangan (Field Research) untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Bahan atau data yang diteliti berupa : 1. Data primer yang terdiri : a) Hasil observasi b) Hasil wawancara 2. Data Sekunder yang terdiri dari : a) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan yang berkekuatan hokum dan mengikat masyarakat, yang terdiri dari berbagai macam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
21
b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer yang terdiri hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah dan jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini, dan situs Internet. c). Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini.
14
3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di PT. Kartika Gloria Bahari selaku Freight Forwarder dengan responden dari bagian umum dan bagian operasional. 4.
Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi,
maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (Library Research) dan studi lapangan (Field Research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
14
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakrta 1998, hal. 195, sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajawali Pers, 1990), hal. 41. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
22
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.
G. Sistematika Penulisan Agar lebih mudah bagi pembaca dalm memahami isi dari tulisan ini, sehingga pembaca dapat mengambil kesimpilan dari apa yang diuraikan, maka tulisan ini dikelompokkan menjadi beberapa bab, dan tiap-tiap bab terdiri dari bagian-bagian Bab I merupakan Pendahuluan yang memuat Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan yang merupakan gambaran isi dari skripsi ini. Bab II pada pokoknya menjelaskan mengenai Tinjauan Pengangkutan Secara Umum, Ketentuan Umum Mengenai
Tanggung Jawab Pengangkut, Prinsip
Tanggung Jawab dalam Perjanjian Pengangkutan, Batas-Batas Ganti Rugi yang Menjadi Tanggung Jawab Pengangkut, Tanda Bukti Tuntutan Ganti Rugi dan Proses Penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi Bab III berisi ulasan mengenai sejarah Freight Forwarder, pengertian Freight Forwarder, Peraturan Perundang-Undangan tentang Freight Forwarder, Tata Cara, Izin Pendirian dan Kewajiban Freight Forwarder . Bab IV ini akan dibahas mengenai proses penunjukan
pengangkutan
bahan bangunan oleh PT. Kartika Gloria Bahari, Perjanjian Pengangkutan antara Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
23
PT.
Samudra
Mandiri
Jaya
dengan
PT.
Kartika
Gloria
Bahari,
Pertanggungjawaban proses pengangkutan PT. Kartika Gloria Bahari dan Proses Tuntutan Ganti Rugi terhadap Freight Forwarder yang
melaksanakan
pengangkutan barang di laut. Bab V ini merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dari pembahasan terhadap pokok permasalahan serta saran-saran bagaimana sebaiknya langkah-langkah yang diambil dalam mengatasi permasalahan yang dikemukakan
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
24
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PENGANGKUT DALAM PENGANGKUTAN LAUT A. Tinjauan Mengenai Pengangkutan Secara Umum Sebelum diuraikan lebih lanjut mengenai tanggung jawab pengangkut, terlebih dahulu perlu dibahas mengenai definisi pengangkutan. Menurut Abdul Kadir, arti kata “pengangkut” berasal dari kata “angkut” yang berarti angkat dan bawa, muat dan bawa atau kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan membawa atau mengirimkan. Sedang “pengangkutan” artinya pengangkatan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan atau pengiriman barang atau orang yang diangkut. Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul pengertian adanya suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pengangkutan itu adalah suatu kegiatan memuat barang atau penumpang yang kemudian membawa barang atau penumpang itu ke tempat lain dan menurunkan barang atau penumpang tersebut 15. Menurut HMN. Purwosutjipto, Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan 16. Kalau kita lihat dari berbagai pengertian dan definisi pengangkutan di atas, maka dapat diketahui berbagai aspek pengangkutan, sebagai berikut 17 : 1. Pelaku, yaitu orang yang melakukan pengangkutan. Pelaku uni ada yang berupa badan usaha, seperti perusahaan pengangkutan, dan ada pula yang berupa manusia pribadi, seperti buruh pengangkutan di pelabuhan. 2. Alat pengangkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan. Alat ini digerakkan secara mekanik dan memenuhi syarat undang-undang, seperti kendaraan bermotor, kapal laut, kapal udara, Derek (crene) dan sebagainya. 3. Barang yaitu muatan yang diangkut, dan penumpang.
15
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Darat, Laut dan Udara, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 20. 16 HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Buku III, Hukum Pengangkutan, Djambatan Jakarta, 1987, hal. 2. 17 Muchtaruddin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 12. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
26
4. Perbuatan, yaitu kegiatan yang mengangkut barang atau penumpang sejak pemuatan sampai dengan penurunan di tempat tujuan yang ditentukan. 5. Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatkan kegunaan dan nilai barang atau penumpang (tenaga kerja). 6. Tujuan pengangkutan, yaitu sampai atau tiba di tempat tujuan yang ditentukan dengan selamat, biaya pengangkutan lunas. Selanjutnya bahwa pengaturan perjanjian pengangkutan pada dasarnya diatur di dalam 2 klasifikasi
peraturan perundang-undangan, yaitu undang-
undang yang bersifat keperdataan dan undang-undang yang bersifat administratif. Undang-Undang yang mengatur pengangkutan ada yang berbentuk kodifikasi, yaitu KUHD dan KUHP serta ada juga yang berbentuk undang-undang biasa, yaitu yang terdapat di luar KUHD dan KUHP. Seperti yang diketahui bahwa terdapat beberapa jenis pengangkutan yang ada di dalam dunia perdagangan dan lalu lintas perniagaan dan jasa, yakni pengangkutan darat, laut, pengangkutan udara, dan pengangkutan perairan darat. Dan setiap jenis pengangkutan di atas diatur secara tersendiri dan khusus. Adapun peraturan-peraturan yang mengatur mengenai perjanjian pengangkutan adalah sebagai berikut
18
:
1. Pengangkutan Darat a. KUHD, Buku I pasal 91-98 tentang Pengangkutan Barang, kemudian pasal 90 mengenai surat angkutan, pengangkut dan juragan perahu melalui sungai-sungai dan perairan darat. b. Peraturan-peraturan mengenai pengangkutan dengan kereta api, yakni Stb. 1927-262, Stb. 1939-556, Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1963 dan Peraturan Pemerintah NO. 61 tahun 1971, c. Peraturan-peraturan mengenai pengangkutan jalan raya, Undang-Undang No. 3 tahun 1965, Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1964 sebagai pengganti Stb. 1936-451 dan sebagainya.
18
Hasnil Basri Siregar, Op.cit, , hal. 10-28.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
27
d. Peraturan-peraturan mengenai pengangkutan pos, Undang-Undang No. 4 tahun 1959, Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1959, Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1959, Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1965, Undang-Undang No. 13 tahun 1969 dan sebagainya. e. Peraturan-peraturan mengenai pengangkutan melalui telekomunikasi, Undang-Undang No. 5 tahun 1964, Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 1965, Peraturan Pemerintah No. 35 tahuin 1965, Undang-Undang No. 4 tahun 1957, Undang-Undang No. 10 tahun 1969 dan sebagainya. 2. Pengangkutan Udara a. Undang-Undang No. 83 tahun 1958 tentang Penerbangan. b. Stb. 1936-425 tentang Lalu Lintas Udara. c. Stb. 1939-42 tentang Pengawasan atas Penerbangan. d. Stb. 1939-149 jo Stb. 1939-150 tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pencegahan disebarluaskannya penyakit menular oleh penumpang pesawat terbang. e. Stb. 1939-100 tentang Ordonansi Pengangkutan udara yang mengatur pengangkutan penumpang, bagasi, dan pengangkatan barang, serta pertanggungjawaban pengangkutan udara. f. Perjanjian Roma tanggal 23 Mei 1933, perjanjian tentang tanggung jawab pengangkut udara mengenai kerusakan/kerugian yang ditimbulkan pada pihak ketiga di muka bumi. g. Di samping itu ada perjanjian internasional khusus yang dihasilkan oleh International Air Tranport Association (IATA) dalam bentuk General Condition of Carriage. 3. Pengangkutan Perairan Darat a. Stb. 1927-289 jo. Stb. 1929-111 tentang pengawasan atas kapal-kapal yang berlayar di sungai dan perairan darat lainnya. b. Stb. 1914-266 yang diubah dengan Stb. 1947-50 tentang tubrukan kapal di sungai dan perairan darat lainnya. c. Surat Keputusan Menteri Perhubungan tanggal 4 Agustus 1964, No. Kab. 4/12/25 pengaturan tentang penyelenggaraan pelayaran sungai, terusan dan danau. d. Surat Keputusan Menteri Perhubungan tanggal 15 April 1970 No. SK/117/M/70 tentang penggunaan perairan pedalaman untuk angkutan umum dan angkutan barang khusus. e. KUHDBuku I, Bab V, Bagian III Pasal 91 s.d. Pasal 98 tentang pengangkutan barang melalui jalan darat dan perairan darat. f. KUHD Buku II, pasal 748 s.d. Pasal 754 mengenai kapal-kapal yang melalui perairan darat. g. KUHD pasal 749, pasal 215 s.d. 319, pasal 714 s.d. 746 dan sebagainya. 4. Pengangkutan Laut Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
28
a. b. c. d.
KUHD Buku II, Bab V tentang Perjanjian Charter Kapal. KUHD Buku II, Bab VA tentang Pengangkutan Barang-Barang. KUHD Buku II, Bab VB tentang Pengangkutan orang. Peraturan khusus lainnya, yaitu Stb. 1936-700 bsd 1948-224, Stb. 1936703 bsd 1937-445, Stb. 1940-62, Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1969, Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1985, PP No. 17 tahun 1988 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut. e. Disamping peraturan-peraturan tersebut terdapat konvensi-konvensi internasional mengenai pengangkutan laut, yaitu : 1) The Charter Act yang dibentuk pada tanggal 13 Februari 1893 yang isi pokoknya melarang adanya syarat (beding) pembebasan pertanggungan jawab terhadap laiknya kapal laut, untuk kemampuan kapal bagi pelayaran yang telah diperjanjikan, untuk penganakbuahan dan perlengkapan yang baik dan sempurna, begitu juga penataan barang-barang muatan yang teliti dan tertib serta perlakuan yang hatihati terhadap muatan. Peraturan yang sejenis dengan The Charter Act ini terdapat di beberapa Negara dengan nama yang berbeda-beda, seperti Australia disebut dengan The Sea-Carriage of Goods Act, 1904. 2) The Hague Rules dibentuk untuk pertama kali oleh International Law Association pada tahun 1921, yang kemudian dirubah pada tahun 1922 dan terakhir dirubah di Brussel pada tanggal 25 Agustus 1924, yang secara resmi disebut International Convention for Unification of Certain Rules of Law Relating to Bill of Lading yang pada pokoknya mengatur tanggung jawab pengangkut terhadap pengiriman barang. Selanjutnya dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam perjanjian pengangkutan, adalah : 19 (a). Surat muatan untuk pengangkutan barang (b). Tiket penumpang untuk pengangkutan penumpang/orang Baik surat muatan maupun tiket penumpang diatur dalam undangundang. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai alat bukti adanya perjanjian pangangkutan antara pengangkutan an pengirim atau penumpang. Surat muatan untuk pengangkutan barang di dalam pengangkutan, adalah : 1). surat muatan (vrachbrief) untuk pengangkutan darat. 2). surat muatan kereta api (spoorvrachbrief) untuk pengangkutan kereta api. 3). surat muatan laut (cognossement) untuk pengangkutan laut. 4). surat muatan udara (luchtvachtbrief) untuk pengangkutan udara. (a) Surat muatan untuk pengangkutan barang 1) Surat muatan (vracbrief) Dalam pasal 90 KUHD dinyatakan bahwa surat muatan merupakan perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dengan pengangkut, ditanda tangani oleh pengirim atau ekspeditur. Memperhatikan ketentuan pasal itu, maka dapat dinyatakan bahwa surat muatan dibuat oleh pengirim atau nama pengirim, dan 19
Ibid.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
29
baru berfungsi sebagai surat perjanjian (bukti ada perjanjian) jika pengangkut menandatangani juga surat muatan tersebut. Berdasarkan kenyataan, dalam pengangkutan darat dengan truk, surat muatan dibuat oleh pengirim atau ekspeditur atas nama pengirim dan ditandatangani. Ketika barang diserahkan kepada pengangkut untuk diangkut, surat muatan diperiksa guna mengetahui kesesuaian isinya dengan barang yang ada. Kemudian surat itu diparaf dan diberi stempel pengangkut. Satu lembar dipegang pengirim. Satu lembar dipegang oleh pengangkut, dan satu lembar lainnya disertakan bersama barang yang diangkut untuk diserahkan kepada penerima, diparaf dan stempel disamakan dengan penandatanganan. 2)Surat muatan kereta api Dalam Pasal 36 ayat (1) BVS dinyatakan bahwa pengirim berkewajiban menyertai tiap barang kirimannya dengan surat muatan yang sudah diisi dan ditandatangani dengan baik. Jika menurut ketentuan pasal ini surat muatan kereta api dibuat dan ditandatangani oleh pengirim, bukan oleh pengangkut. Dengan demikian surat muatan kereta api merupakan surat bukti bagi pengangkut, bukan bagi pengirim. Berdasarkan kenyataannya, surat muatan yang sudah diisi dan ditandatangani oleh pengirim itu diserahkan kepada pengangkut bersama dengan barang muatan. Pengangkut menerima barang dan dicocokkan dengan isi surat muatannya. Setelah itu surat muatan distempel oleh pangangkut dan ditulis tanggal penerimaannya. Surat muatan asli disertakan dengan muatannya, dan surat muatan kopinya diterima oleh pengirim. Dalam hal ini surat muatan berfungsi sebagai alat bukti adanya perjanjian pengangkutan antara kedua belah pihak. 3). Surat muatan laut. Dalam Pasal 506 KUHD dinyatakan bahwa Konosemen adalah surat bertanggal dalam mana pengangkut menerangkan bahwa telah menerima barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tujuan yang ditunjuk dan di sana menyerahkannya kepada orang yang ditunjuk (penerima) disertai dengan janjijanji pada saat penyerahan terjadi. Berdasarkan ketentuan pasal 504 KUHD konosemen diterbitkan oleh pengangkut atas permintaan pengirim, tetapi menurut ketentuan Pasal 506 KUHD, nakhoda diperbolehkan menerbitkan konosemen Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
30
apabila ada barang yang harus diterima untuk diangkut, sedangkan pengangkut atau perwakilannya tidak ada di tempat itu. 4). Surat muatan udara Dalam Pasal 8 Ordonansi Pengangkutan Udara (OPU) dinyatakan bahwa surat muatan asli dibuat oleh pengirim dalam rangkap dan diserahkan bersama dengan barang-barang. Lembar pertama memuat kata-kata “untuk pengangkut” ditandatangani oleh pengirim. Lembar kedua memuat kata-kata “untuk penerima” ditandatangani oleh pengirim dan pengangkut dan dikirim bersama-sama dengan barang. Lembar ketiga ditandatangani oleh pengangkut dan setelah barang diterima, dan diserahkan kepada pengirim. Pengangkut harus menandatangani surat muatan segera setelah barang diterimanya. Tanda tangan pengangkut dapat diganti dengan cap, jika pengangkut membuat surat muatan udara atas permintaan pengirim, maka dianggap bertindak atas tanggungan pengirim, kecuali ada bukti yang dinyatakan sebaliknya. Berdasarkan kenyataan, perusahaan pengangkutan udara telah menyimpan formulir surat muatan udara yang memenuhi ketentuan undang-undang dalam bentuk catatan. Setiap orang yang ingin mengirim barang meminta formulir kepada pengangkut dan mengisi formulir tersebut dalam rangkap tiga, formulir yang sudah diisi tersebut diserahkan bersama barang yang diangkut kepada pengangkut. (b).Tiket penumpang untuk pengangkutan penumpang/orang Dalam pengangkutan penumpang, istilah “tiket penumpang” adalah sebutan yang umum. Tetapi dalam praktek pengangkutan, setiap jenis pengangkutan mempunyai sebutan yang tidak sama, sebutan itu selalu menunjukkan pada jenis alat pengangkutannya, yaitu :20 (a) Dalam pengangkutan darat Dalam pengangkutan darat, tikep penumpang disebut “karcis”, seperti karcis bis kota, karcis taksi antar kota, karcis kereta api. Karcis bis kota diterbitkan atas tunjuk atau blanko karena pelayanan jarak dekat dalam kota untuk penumpang yagn jumlahnya banyak, jadi untuk kepentingan praktis. Tetapi karcis kereta api diterbitkan atas tunjuk, walaupun untuk pelayanan jarak jauh, karena jumlah penumpang yang dilayani sangat banyak, jadi untuk kepentingan praktis juga. Dalam undang-undang tidak ada perubahan rincian isi yang perlu dicantumkan dalam karcis atau tiket penumpang. (b) Dalam pengangkutan laut Dalam pengangkutan laut, tiket penumpang disebut “tiket kapal laut”. Tiket kapal laut dapat diterbitkan “atas nama” atau “atas pengganti” atau “atas tunjuk” atau “blanko”. Tiket yang diterbitkan blanko dianggap diterbitkan atas tunjuk. Tiket yang diterbitkan atas nama maksudnya supaya tidak dapat diperalihkan secara bebas pada pihak lain. Tiket atas pengganti boleh diperalihkan secara bebas pada pihak lain dengan endosemen. Tiket atas tunjuk boleh diperalihkan dengan penyerahan dari tangan ke tangan (pasal 531 KUHD). Tiket atas pengganti dan atas tunjuk hanya dapat diperalihkan 20
Ibid.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
31
c.
kepada pihak lain dengan persetujuan pengangkut bila penumpang yang bersangkutan sudah berada di dalam kapal (Pasal 532 KUHD). Dalam pengangkutan udara. Dalam pengangkutan penumpang udara, tiket penumpang disebut “tiket pesawat udara”. Menurut ketentuan pasal 5 ayat 1 OPU, tiket penumpang diterbitkan “tidak atas nama”, sebab dalam pasal tersebut tidak ada ketentuan mencantumkan nama penumpang. Dalam praktek pengangkutan udara, ternyata nama penumpang justru harus dicantumkan. Jadi tiket penumpang diterbitkan “atas nama”. Pencantuman nama dalam pengangkutan udara. Tiket pesawat diberikan kepada setiap penumpang yang telah melunasi biaya pengangkutan. Dengan demikian, tiket pesawat berfungsi sebagai alat bukti pengangkutan penumpang udara.
B. Ketentuan Umum Mengenai Tanggung Jawab Pengangkut Ketentuan umum mengenai tanggung jawab pengangkut (Liability of the Carrier) dapat dilihat di dalam Pasal 468 KUHD yang berbunyi : “perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut menjaga keselamatan barang yang diangkut sejak saat penerimaan sampai saat penyerahannya. Pengangkut diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan karena tidak diserahkannya barang seluruhnya atau sebagian atau karena kerusakan barang kecuali bilamana ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan itu adalah suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat dicegah atau dihindarinya akibat dari sifat keadaan atau cacat benda sendiri atau dari kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan dari mereka yang ia pekerjakan dan terhadap benda-benda yang ia pergunakan pada pengangkutan”. Dalam Pasal 468 KUHD tersebut dapat dikatakan sebagai suatu pasal mengenai pertanggungjawaban pengangkut. Pertanggungjawaban ini membawa konsekuensi yang berat bagi pengangkut kalau tidak dapat memenuhi kewajibankewajibannya. Pertanggungjawaban pengangkut ini juga diatur dialam The Hague Rules 1924 dan juga diatur dalam The Hamburg Rules 1978. Menurut The Hague Rules 1924 pertanggungjawaban pengangkut sedemikian itu terdapat di dalam artikel ke-1 ayat (2) yang berbunyi : “carriage of the goods covers the period from the time goods are loaded on to the time they are discharge from the ship”.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
32
Jadi pertanggungjawaban pengangkut itu menurut The Hague Rules 1924 adalah sejak saat barang itu dimuat sampai barang dibongkar. Ini terlihat dalam kata “from the time when the goods are loaded on to the time when they are discharge from the ship”.
Dengan demikian maka pertanggungjawaban
pengangkut itu berakhir sejak barang dibongkar dan diserahkan dekat kapal (delivery of goods alongside the ship). 21 The Hamburg Rules 1978 mengenai pertanggungjawaban pengangkut perumusannya secara lebih terperinci. Hal ini dapat ditemukan di dalam artikel ke-4 yang mnatur tentang batas periode tanggung jawab (period of responsibility). Artikel ke-4 ayat (1) : the responsibility of the carrier for the goods under this convention covers the period during which the carrier is in charge of the goods at the port of loading, during the carriage and at the port of discharge”. Jadi menurut pasal ini, pertanggungjawaban pengangkut adalah pada saat barang-barang ada di bawah penguasaannya yaitu di pelabuhan pemberangkatan, selama berlangsungnya pengangkutan sampai di pelabuhan pembongkaran. 22 Selanjutnya artkel ke-4 ayat (2) dari The Hamburg Rules 1978 menetapkan tentang sejak kapan barang berada di dalam penguasaan pengangkut sehubungan dengan article (1) tersebut.23 Artikel ke- 4 ayat (2) mengatakan : “for the purpose of paragraph 1 of this article, the carrier is deemed to be in charge of the goods”. a. from the time he has taken over the goods from : 1. The shipper, or a person acting on his behalf or 21
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan UndangUndang Kepailitan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, hal. 21. 22 Ibid, hal. 22. 23 Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional, Cetakan I, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 34. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
33
2. An authority or orher third party to whom pursuant to law or regulations applicable at the part of loading. The goods must be handed over for shipment. b. until the time he has delivered the good : 1. By handing over the goods to the consignee, or 2. In cases where the consignee doen not receive the goods from the carrier, by placing them at the disposal or the consignee in accordance with the usage of the particular trade, applicable at the part of discharge. 3. By handing over the to an authority or other third party to whom, pursuant to law or regulations applicable at the part of discharge, the goods must be handed over. Menurut artikel ke-4 ayat (2) tersebut dianggap berada dalam penguasaan pengangkut adalah : 24 a. Sejak barang diterimakan atau diserahkan kepadanya oleh : 1. Pengirim atau orang lain yang bertindak atas namanya atau 2. Seseorang yang dikausakan atau pihak ketiga yang terhadapnya hukum atau aturan diperlakukan di pelabuhan mana barang harus diserahkan untuk diangkut. b. Sampai saat barang diserahkan. 1. kepada consignee (penerima). 2. dalam hal di mana consignee tidak menerima barang dari pengangkut, maka sebagai gantinya dalam hubungannya dengan perjanjian atau berdasar atas hukum atau atas dasar kebiasaan dalam dunia perdagangan yang berlaku di tempat pelabuhan barang-barang dibongkar atau 3. penyerahan barang-barang keapda yang dikuasakan atau kepada pihak ketiga berdasarkan hukum atau ketentuan yang berlaku di tempat pelabuhan pembongkaran. Dengan ketentuan demikian itu jelaslah, bahwa masa pertanggungjawaban pengangkut (period of responsibility of the carrier) dalam The Hamburg Rules 1978 adalah lebih tegas,nyata, dan memberi tanggung jawab yang besar terhadap pengangkut. Pertanggungjawaban yang dipikul oleh pengangkut itu adalah suatu kenyataan, bahwa pengangkut dalam perjanjian pengangkutan ini merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk memberikan sesuatu jasa. Sehubungan dengan
24
Ibid, hal. 38.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
34
Pasal 1 KUHD di dalam ketentuan umum disebutkan : “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku juga bagi hal-hal yang diatur di dalam Kitab Undangundang ini, sekedar di dalam Kitab Undang-Undang ini tidak diatur secara khusus menyimpang”. Dengan berdasarkan ketentuan Pasal 1 KUHD itu maka terhadap perjanjian pengangkutan itu, maka Pasal 1235 sampai dengan Pasal 1238 KUHP tentang perikatan–perikatan untuk memberikan sesuatu dan juga Pasal 1706 dan Pasal 1707 KUHP tentang kewajiban si penerima titipan “bewaarnemer” dapat dianggap sebagai asas pertanggungjawaban pengangkut seperti dimaksud di atas, dapat pula diperlakukan baginya. Selain tanggung jawab pengangkut, maka pengangkut masih dibebani beberapa kewajiban, yaitu dalam hal yang diangkut itu : 1) barang dan 2) orang. Dalam hal yang diangkut barang, maka pengangkut diwajibkan untuk menjaga keselamatan barang yang harus ia angkut serta selanjutnya adalah menjadi tanggung jawabnya apabila barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkan atau menjadi rusak (Pasal 468 KUHD). Pasal 477 KUHD menetapkan pula bahwa pengangkut juga bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambat diserahkannya barang yang diangkut. Juga di dalam Pasla 477 KUHD itu ditentukan, bahwa pengangkut bebas dari tanggung jawab sebagai demikian itu, apabila dapat dibuktikan oleh pengangkut, bahwa hal-hal itu disebabkan
karena
bahaya
yang
tidak
mungkin
dapat
dicegah
atau
dihindarkannya.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
35
Khusus terhadap rusaknya barang, dibebaskan dari tanggung jawab apabila pengangkut dapat membuktikan, bahwa rusaknya itu disebabkan karena cacat barang atau karena kesalahan pengirim (Pasal 91 KUHD jo. Pasal 468 KUHP). Mengenai kewajiban-kewajiban dari pengangkut The Hague Rules 1924 juga memuatkannya di dalam artikel ke-3, yaitu pada sebelum dan pada awal pelayaran sebagai berikut : Artikel ke-3 ayat (1) : The carrier shall be bound before and it the beginning of the voyage to exercise due diligence to : a. make the ship sea worthny b. properly man, equip and supply the ship c. make the holds, refrigerating and cool chambers, and all other parts of the ship in which goods are carried, fit and safe for their reception, carriage and preservation. Maka dengan memperhatikan artikel ke-3 dari The Hague Rules tersebut, mengenai kewajiban-kewajiban pengangkut pada sebelum dan pada awal pelayaran ditetapkan bahwa pengangkut diharuskan meneliti secermat-cermatnya tentang : 25 a. Kapal harus layak laut (sea worthy) b. Kapal harus diawaki, diperlengkapi dan diberi persediaan sebagaimana layaknya. c. Membuat palka, kamar-kamar pendingin, dan semua bagian lain dari kapal di mana barang-barang akan diangkut, siap dan aman untuk menerima, mengangkut dan mengawasi barang-barang tersebut. Selanjutnya The Hague Rules tidak mengatur secara rinci mengenai tanggung jawab pengangkut, sebaliknya yang tegas dikemukakan adalah hal-hal dimana pengangkut bebas dari tanggung jawab. Hal ini dapat ditemui dalam artikel ke-4 yang menyatakan bahwa pengangkut dapat dibebasakan dari kewajiban dan tanggung jawab setelah dapat membuktikan bahwa pengangkut
25
Ibid, hal. 22.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
36
telah melakukan usaha-usaha yang sewajarnya untuk menghindari kerusakan dan kehilangan barang. The Hamburg Rules 1978 dalam hubungannya dengan tanggung jawab pengangkut itu menetapkan dengan tegas bahwa pengangkut bertanggung jawab atas akibat daripada hilangnya dan rusaknya barang, bahkan diperluas lagi dengan tanggung jawab atas keterlambatan penyerahan barang-barang, jika hal itu terjadi sepanjang barang-barang itu ada di dalam penguasaan pengangkut (The carrier is liable for loss resulting from loss or damage to the goods, as well as from delay in delivery, if the occurrence which caused the loss, damage of delay took place while the goods were in his charge). Ini berarti bahwa kalau terjadi keterlambatan penyerahan barang misalnya oleh pengangkut, maka pihak pengangkutlah yang harus membuktikan tentang ketidaksalahannya apabila terjadi tuntutan ganti kerugian yang disebabkan oleh karena lambatnya penyerahan barang tersebut. Juga keadaan demikian itu dapat pula terjadi dalam barang itu hilang ataupun barang itu rusak. Sesuai dengan pengertian pengangkut yang oleh The Hamburg Rules 1978 dibedakan antara carrier (pengangkut) dan actual carrier (pengangkut sesungguhnya), maka The Hamburg Rules juga mengatur tentang tanggung jawab untuk masing-masing pengangkut, yaitu carrier dan actual carrier, untuk mana hal ini sama sekali tidak disinggung di dalam The Hague Rules. Kalau kita perhatikan artikel ke-10 ayat (1) dari The Hamburg Rules yang berbunyi : “where the performance of the carriage or part there of has been entrusted to an actual carrier, whether or not in pursuance of a delivery under the Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
37
contract of carriage by sea to do so, the carrier nevertheless remains responsible for the entire carriage according to the provesions of this convention”. Ketentuan yang terdapat di dalam artikel ke-10 ayat (1) The Hamburg Rules tersebut menetapkan suatu prinsip yang tegas, yaitu bahwa meskipun sebagian ataupun seluruh pelaksanaan pengangkutan oleh carrier tetapi dipercayakan kepada actual carrier maka carrier masih tetap bertanggung jawab terhadap seluruh pelaksanaan pengangkutan sesuai dengan ketentuan konvensi ini. Selanjutnya artikel ke-10 memberikan ketentuan yang lebih tegas lagi, yaitu hal ini dapat dilihat dalam kata-kata : “the carrier is responsible, in relation to the carriage performed by the actual carrier, for the acts and commissions of the actual carrier and of his servants and agents acting within the scope of their employment”. Ini berarti bahwa carrier tetap bertanggung jawab atas perbuatanperbuatan dan kealpaan yang dilakukan oleh actual carrier dan buruh-buruh dan agen-agennya selama dalam batas lingkungan pekerjaannya, sehubungan dengan pengangkutan yang dilaksanakan oleh pengangkut yang sesungguhnya. Bagi actual carrier itu berlakulah seluruh ketentuan-ketentuan yang mengatur tanggung jawab carrier terhadap pengangkutan yang dilakukan dari konvensi tersebut. Setelah ditinjau pertanggungjawaban serta kewajiban pengangkut sehubungan dengan pengangkutan barang, maka masalah yang timbul adalah bagaimana pertanggungjawaban dan kewajiban pengangkut, kalau dalam hal ini yang diangkut itu adalah orang. 26 Pertama yang harus diperhatikan adalah ketentuan yang terdapat di dalam Buku II KUHD Bab VB yang mengatur tentang pengangkutan orang. Di dalam Pasal 521 KUHD disebutkan : “pengangkut dalam arti menurut title ini adalah 26
Sution Usman Adji, Djoko Prakoso dan Hari Pramono, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal. 11. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
38
orang yang baik karena penggunaan penyediaan kapal menurut waktu maupun penggunaan penyediaan kapal menurut perjalanan, ataupun karena perjanjian lainnya mengikat diri untuk melaksanakan pengangkutan orang-orang (musafir, penumpang) seluruhnya atau sebagian menyeberang laut”. Sebagai pengangkut dalam pengangkutan orang, maka ia dibebani kewajiban seperti yang terdapat di dalam Pasal 522 KUHD, yaitu : “Perjanjian untuk pengangkut mewajibkan pengangkut untuk mengusahakan keamanan penumpang sejak saat masuk ke kapal dan saat keluar dari kapal”. Apabila dalam pengangkutan itu terdapat penumpang yang terluka karena pengangkutannya, pengangkut wajib memberi ganti rugi dan apabila penumpang tersebut meninggal dunia akibat lukanya, maka pengangkut wajib mengganti kerugian yang diderita karenanya oleh suami atau istri yang ditinggalkannya, anak-anak dan orang tua si penumpang. 27 Di dalam pengangkutan orang ini, maka orang yang diangkut itu merupakan salah satu pihak yang berhadapan langsung dengan pihak pengangkut di pihak lain (wederparty), sehingga orang ini di dalam perjanjian pengangkutan merupakan “medecontractant”, namun demikian dapat juga terjadi seseorang mengadakan perjanjian pengangkutan yang bukan merupakan medecontractant, tapi untuk kepentingan pihak ketiga misalnya seorang pengusaha yang mengirim buruhnya dengan pengangkutan laut.
27
Ibid, hal. 23.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
39
The Hague Rules 1924 dan The Hamburg Rules 1978 tidak mengatur mengenai pengangkutan orang, karena kedua konvensi ini hanya mengatur pengangkutan barang.
C. Prinsip Tanggung Jawab dalam Perjanjian Pengangkutan Prinsip Tanggung Jawab dalam Perjanjian Pengangkutan ada 3 (tiga), yaitu : 28 1. 2. 3. 1).
Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (fault liability) Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga (presumption of liability) Prinsip tanggung jawab mutlak (absolute liability) Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (fault liability) Menurut prinsip ini setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian atas segala kerugian yang timbul akibat dari kesalahannya itu. Pihak yang menderita kerugian harus membuktikan kesalahan pengangkut itu. Beban pembuktian itu ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini adalah yang umum berlaku seperti yang diatur dalam pasal 1365 KUHP tentang perbuatan melawan hukum. 2). Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga (presumption of liability) Menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakan. Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa tidak bersalah, maka dapat dibebaskan dari kewajiban membayar kerugian. Yang dimaksud dengan “tidak bersalah” adalah tidak melakukan kelalaian, telah mengambil tindakan yang perlu untuk menghindarkan kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan oleh pengangkut. 3). Prinsip tanggung jawab mutlak. Menurut prinsip ini pengangkut harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian terhadap setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Pengangkut tidak dimungkinkan untuk membebaskan diri dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian tentang kesalahan. Untuk kesalahan tidak 28
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 65. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
40
relevan 29. Apabila prinsip-prinsip ini dihubungkan dengan undang-undang yang mengatur pengangkutan darat, laut dan udara di Indonesia, ternyata undangundang pengangkutan yang mengatur ketiga jenis pengangkutan tersebut menganut prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga. Hal ini terbukti dari antara lain ketentuan pasal-pasal yang diuraikan berikut ini. 1. Pengangkutan Darat Dalam Pasal 24 UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Jalan Raya ditentukan
bahwa
pengusaha
pengangkutan
kendaraan
bermotor
umum
bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh penumpang dan kerusakan barang yang berada dalam kendaraan tersebut, kecuali bila pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian itu terjadi di luar kesalahannya atau buruhnya. Dalam Pasal 78 BVS ditentukan pertanggungjawaban itu meliputi kehilangan atau kerusakan, baik seluruhnya atau sebagian, ataupun keterlambatan penyerahan barang yang diangkut itu, kecuali jika pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian itu di luar kesalahannya dan buruhnya. 2. Pengangkutan Laut Dalam Pasal 468 ayat (2) KUHD ditentukan bahwa apabila barang yang diangkut itu tidak diserahkan seluruh atau sebahagian, atau rusak, pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian kepada pengirim. Tetapi pengangkut tidak bertanggung jawab mengganti kerugian apabila dapat membuktikan bahwa tidak diserahkan seluruh atau sebahagian atau rusaknya barang itu karena suatu peristiwa yang tidak dapat dicegah atau dihindari terjadinya……dan seterusnya.
29
Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional, Cetakan I, Liberty, Yogyakarta, 1989, hal. 19. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
41
Pada pasal 522 ayat (2) KUHD ditentukan bahwa pengangkut bertanggung jawab
mengganti kerugian
yang disebabkan oleh luka yang dialami oleh
penumpang karena pengangkutan itu, kecuali ia dapat membuktikan bahwa luka itu disebabkan oleh suatu peristiwa yang tidak dapat dicegah atau dihindari terjadinya, atau kesalahan penumpang sendiri. 3. Pengangkutan Udara Dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) OPU ditentukan bahwa pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian, bila dapat dibuktikan bahwa ia dan semua orang yang dipekerjakan olehnya yang berhubungan dengan pengangkutan itu telah mengambil semua tindakan yang perlu untuk menghindarkan kerugian atau bahwa tidak mungkin bagi mereka untuk mengambil tindakan-tindakan tersebut. Pada pengangkutan bagasi dan barang, pengangkut tidak bertanggung jawab apabila dapat dibuktikan bahwa kerugian adalah akibat dari suatu kesalahan pada pengemudi, pada pimpinan penerbangan dan pesawat terbang atau pada navigasi dan bahwa dalam semua hal ini, pengangkut dan semua orang yang dipekerjakannya yang berhubungan dengan pengangkutan itu telah mengambil semua tindakan yang perlu untuk menghindarkan itu atau bahwa mereka tidak mungkin dapat mengambil tindakan-tindakan tersebut. Dengan menerapkan prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga, maka undang-undang pengangkutan di Indonesia mewajibkan pengangkut untuk bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakan terhadap penumpang, pengirim atau penerima tanpa
perlu
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
42
membuktikan adanya pada pihak pengangkut. Tetapi karena berdasarkan praduga, maka pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab apabila dapat membuktikan dirinya tidak bersalah (absence of fault).
D. Batas-Batas Ganti Rugi Yang Menjadi Tanggung Jawab Pengangkut Menurut ketentuan Pasal 468 ayat (2) KUHD, pengangkut terikat untuk mengganti kerugian yang disebabkan karena tidak diserahkannya barang-barang, baik untuk seluruhnya atau untuk sebagian atau karena kerusakan barang, kecuali bilamana dapat dibuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau adanya kerusakan itu adalah akibat dari suatu peristiwa yang sepantasnya yang tidak dapat dicegah atau dihindarinya akibat dari sifat, keadaan atau cacat yang terdapat pada barang-barang itu sendiri. 30 Perumusan undang-undang membawa konsekuensi, bahwa barang siapa menggugat pihak pengangkut pada umumnya cukup mendalihkan dan kalau perlu membuktikan bahwa barang-barang yang diangkut telah diterima oleh pengangkut dalam keadaan baik, namun diserahkannya dalam keadaan tidak lengkap. Dalam keadaan semacam itu, maka pihak pengangkut harus dapat membuktikan bahwa telah terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan cacatnya barang, peristiwa mana sebelumnya tidak dapat dicegahnya. 31 Dalam Pasal 468 ayat (3) KUHD itu disebutkan, bahwa pihak pengangkut bertanggung jawab terhadap perbuatan mereka yang ia pekerjaan dan ia bertanggung jawab pula terhadap alat-alat yang ia gunakan oleh pengangkut 30 31
HMN Purwosutjipto, Op.cit, hal. 78. Ibid, hal. 80.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
43
dalam melaksanakan pengangkutan. Arti dari pasal tersebut ialah bahwa pengangkut adalah bebas dari pertanggungjawaban untuk mengganti kerugian, apabila orang lain yang dikerjakan pengangkut dapat menunjukkan adanya suatu peristiwa yang sepantasnya tidak dapat dicegah atau dihindarinya. Untuk pengiriman barang-barang berharga, maka pihak yang bersangkutan dengan barang-barang berharga tersebut harus diberitahukan kepada pengangkut. Apabila pihak yang bersangkutan dengan barang-barang berharga itu lalai memberitahukan kepada pihak pengangkut, maka ada alasan bagi pengangkut untuk mengadakan pembatasan tentang tanggung jawabnya. Ketentuan ini diatur di dalam pasal 469 KUHD. Jadi dalam hal ini pengangkut hanyalah bertanggung jawab, apabila sifat dan harga dari barang-barang berharga tersebut diberitahukan lebih dulu kepadanya. Sedang terhadap kerugian yang timbul karena sebab-sebab lain dengan tidak adanya pemberitahuan itu tetap menjadi tanggung jawab pengangkut. Meskipun dalam prinsip pengangkutan tidak diperbolehkan untuk membatasi
tanggung
jawab
kerugian
yang
disebabkan
kelalaian
atau
kesalahannya, tetapi Pasal 470 KUHD di dalam ayat (1) dan ayat (2) memperkenankan, apabila hal itu diperjanjikan, maka si pengangkut tidak akan bertanggung jawab apabila barang tersebut sebelum atau pada waktu barang itu diterimanya. Jumlah itu tidak boleh lebih rendah dari Rp. 600,- dan apabila sifat dan harga barang tersebut dengan sengaja diberitahukan secara tidak benar kepadanya, maka pengangkut dibebaskan dari pemberian ganti kerugian (Pasal 470 KUHD). Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
44
Apabila pengangkut itu adalah si pengusaha kapal itu sendiri, maka sesuai dengan Pasal 474 KUHD tanggung jawab pengangkut sebagai demikian itu tentang kerugian yang ditimbulkan kepada barang-barang yang diangkut adalah terbatas sampai jumlah Rp. 50,- per tiap m3 isi bersih kapal tersebut, ditambah sekedar mengenai kapal-kapal yang digerakkan dengan tenaga mesin, dengan apa yang untuk menentukan isi tersebut, harus dikurangkan dari isi kotor ruangan yang diperlukan oleh tenaga penggerak. Apabila kerugian itu disebabkan karena kesengajaan atau kesalahan berat dari pihak pengangkut, maka berdasarkan Pasal 467 KUHD, pengangkut dapat dituntut penggantian kerugian terhadap seluruh kerugian. 32 Karena baik dilihat dari pihak pengangkut maupun dari pihak pengirim barang dalam perjanjian pengangkutan itu dilandasi dengan prinsip ‘itikad baik’ dengan asumsi, baik pihak pengirim barang menghendaki agar barang-barangnya yang dikirim melalui laut itu dapat sampai di tempat tujuan dengan lengkap, aman dan sempurna, sedang di pihak pengangkut menghendaki agar tidak timbul hal-hal yang bertentangan dengan kewajibannya, maka kiranya masalah batasbatas jumlah ganti rugi yang menjadi tanggung jawab pengangkut itu merupakan suatu masalah yang paling serius dalam pengangkutan di laut. Karenanya KUHD menetapkan secara tegas, dalam Pasal 470 ayat (1), suatu jumlah yang pasti yaitu Rp. 600,- yang karena nilai rupiah yang sangat berlainan dengan nilai rupiah pada waktu itu, maka terjadi beberapa masalah yang rumit.
32
Hasnil Basri Siregar, Op.cit, hal. 89.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
45
Untuk itu perlulah kiranya melihat kepada ketentuan yang terdapat di dalam The Hague Rules pada artikel ke-4, yaitu : “Neither the carrier nor the ship shall in even be or become lieable for any loss or damage to or in connection with goods in on amount exceeding 100 poundsterling prepackage or unit or the equivalent of that sum in other currency unless and value of such goods have been declared by shipper before shipment and in serted in the Bill of Ladin”.. Atas ketentuan yang terdapat di dalam The Hague Rules tersebut yang membatasi tangung jawab pengangkut sampai pada jumlah seratus (100) poundsterling untuk setiap bungkus/colli atau unit barang menimbulkan ketidakpuasan. Sehubungan dengan itu, maka pada tahun 1968 di Brussel diadakan suatu protokol untuk menyempurnakan artikel ke -4 atau pasal 4 ayat (5) dari The Hague Rules tersebut. Nama Protocol Brussel 1968 tersebut adalah “Protocol to amend the international convention for the unification of certain rules relating to Bill of Lading, signed at Brussel on 25 August 1924”. Mengenai perubahan terhadap pasal 4 ayat (5) The Hague Rules itu yang kemudian dijadikan pasal 2 dalam The Brussels Protocol 1968 adalah merubah tentang jumlah batasan ganti rugi yang menjadi tanggung jawab pengangkut. The Brussels Protocol menetapkan tentang masalah tersebut terdapat di dalam artikel ke-2, yaitu : “for the nature and value of such goods have been declared by the shipper before shipment and inserted in the Bill of Lading, neither the carrier nor the ship shall in event be or become lieable for any loss or damage to or in connection with the goods in an amount exceeding the equivalent of francs 10.000 perpackage or unit or francs 30 per kilo of gross weight or unit lost damaged, whichever is the higher”. 33 Jadi apabila keadaan dan harga barang yang telah diberitahukan oleh shipper kepada ekspeditur atau pengangkut sebelum pemuatan dan telah 33
Ibid, hal. 92.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
46
disebutkan hal itu dalam Bill of Lading, maka dalam hal terjadi adanya kehilangan atau kerusakan, pengangkut tetap bertanggung jawab terhadap barang dalam batas jumlah dengan 10.000 francs per fax/colli atau 30 francs per kilo per tiap bagian yang hilang atau rusak. Di dalam artikel
ke-2 ayat (2) dari The Brussels Protocol 1968 itu
disebutkan : “Neither the carrier nor the ship shall be responsible in any event for loss or damage to, or in connection with the goods, if the nature or value there of has been know lingly mis-stated by the shipper in the Bill of Lading”. Dalam pengertian ini maka pengangkut tidak akan bertanggung jawab terhadap setiap kejadian mengenai kehilangan dan keruskaan barang, apabila keadaan, sifat atau harga barang ternyata yang disebut dalam Bill of Lading adalah tidak benar, juga apabila kerusakan atau kehilangan itu karena kesengajaan pengangkut, maka “limitation of liability” seperti tersebut terdahulu tidak berlaku bagi pengangkut. Mengenai pembatasan tanggung jawab pengangkut di dalam The Hamburg Rules 1978 itu menetapkan di dalam artikelnya yang ternyata lebih tegas lagi, yaitu di dalam ayat (1) yang dinyatakan bahwa : “for loss or damage is limited amount equivalent to 835 units account per perkilogram of gross weight of the goods lost damaged, whichever is higher”. Selanjutnya di dalam ayat (2) dinyatakan : “for delay in delivery limited to an amount equivalent to two and a half times the freight payable for the goods delayed, but not exceedinging the total freight payable under the contract of carriage of goods by sea”.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
47
E. Tanda Bukti Tuntutan Ganti Kerugian Di dalam perjanjian pengangkutan ada 2 (dua) pihak masing-masing yang mempunyai hak dan kewajiban. Mereka itu adalah pengangkut atau pengirim barang. Dalam hal barang yang dapat disamakan itu akan mengirim barang dengan menggunakan sarana angkutan laut, maka berhak untuk meminta kepada pengangkut agar kepadanya diterbitkan dokumen pengangkutan yang dikenal dengan nama konosemen (Bill of Lading). Seperti yang telah diketahui bahwa Bill of Lading itu ada yang transfarabel yang menjadi objek transaksi, sehingga karenanya Bill of Lading tersebut dapat diperalihkan dengan cara endosemen dan penyerahan suratnya.Bill of Lading ini merupakan dokumen yang sangat penting di dalam pengangkutan di laut apabila yang diangkut itu adalah barang. Hal ini diatur di dalam Pasal 506 KUHD, yang dalam hal ini memberikan pengertian bahwa konosemen adalah bukti bahwa pengangkut telah menerima barang-barang tertentu untuk diangkutnya ke suatu tempat yang ditunjuk dan di sana menyerahkannya kepada orang yang ditunjukknya 34. Di dalam praktik apabila barang-barang yang akan diangkut itu telah dalam keadaan dan kondisi yang baik pada saat diterima, maka di dalam Bill of Lading itu dijelaskan tentang keadaan dan kondisi barang tersebut sebenarnya (received for shipment in apparent good order and condition). Apabila di dalam Bill of Lading tersebut tidak disebutkan keadaan dan kondisi barang, maka Bill of Lading demikian itu disebut Bill of Lading yang bersih (schoon cognessementclean Bill of Lading). 34
Ibid, hal. 154.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
48
Seperti telah diketahui sehubungan dengan masalah Bill of Lading ini, maka keadaan Negara Indonesia dalam penyelenggaraan pengangkutan di laut harus pula menyesuaikan diri sehubungan dengan
meningkatnya frekuensi
pengangkutan dari dan keluar negeri. Negara Indonesia yang ingin menempatkan diri sebagai negara yang mempunyai potensi yang besar dalam dunia perniagaan, mau tidak mau juga harus mengikuti pengangkut di laut dengan segala aspeknya. Sampai saat ini
perusahaan-perusahaan pelayaran di Indonesia hanya
menyelenggarakan pelayaran dalam negeri, antar pelabuhan di dalam negeriantar pulau, di dalam penerbitan Bill of Lading masih lazim menggunakan ketentuan-ketentuan seperti yang terdapat di dalam Buku II KUHD, tetapi dalam hal pengangkutan atau pelayaran lanjutan ke luar negeri maka Bill of Lading yang digunakan adalah Bill of Lading internasional, antara lain mengenai ketentuan ganti rugi atau kehilangan dan kerusakan barang, sedangkan perusahaan pelayaran Indonesia yang menyelenggarakan pelayaran internasional menggunakan Bill of Lading internasional yang pada hakikatnya berisi ketentuan-ketentuan seperti yang tercantum di dalam The Hague Rules mengenai tanda bukti perjanjian pengangkutan Sejalan dengan hal-hal yang telah diperjanjikan di dalam Bill of Lading, setiap Perusahaan Pelayaran berusaha sebaik-baiknya untuk dapat menyerahkan barang (cargo) sesuai dengan jumlah keadaan yang tercantum pada surat pengangkutan (Bill of Lading). Walaupun dalam praktik tidak mungkin barangbarang selalu dapat diterimakan kepada penerima barang tanpa kerusakan atau kekurangan apapun. Kekurangan atau kerusakan dapat saja terjadi di pelabuhan Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
49
muat, di atas kapal, di gudang setelah pembongkaran dari kapal ke pelabuhan tujuan. 35. Terlepas dari persoalan apakah kekurangan atau kerusakan terjadi di pelabuhan muat, di atas kapal, atau di gudang, setiap penerima barang berhak mendapat surat keterangan dari Perusahaan Pelayaran, jika pada waktu penerimaan atau penyerahan dari gudang Perusahaan Pelayaran ternyata terdapat kekurangan atau kerusakan. Surat keterangan yang biasa dikeluarkan oleh Perusahaan Pelayaran biasanya adalah : 1. Bukti kekurangan (Non Delevery Certificate), yang dalam praktek disebut E.B. (Except Bewijs), yaitu bukti kekurangan jumlah koli yang tidak diserahkan. 2. Bukti pemeriksaan (Survey Report), yang dalam praktek disebut CCB (Claim Constatering Bewijs), yaitu untuk kehilangan isi pada sejumlah koli yang rusak. Selanjutnya
penerima
barang
setelah
menerima
EB/CCB
dapat
mengajukan tuntutan ganti rugi kepada perusahan pelayaran atau agennya di pelabuhan tujuan dengan melampirkan dokumen-dokumen tuntutan ganti rugi, yaitu : 36 a. Except Bewijs (EB)/Claim Constatering Bewijs (CCB), sebagai bukti barangnya memang hilang/rusak. b. Copy Bill of Lading, untuk memudahkan Perusahaan Pelayaran memeriksa apakah barangnya dimuat di atas dek atau tidak serta catatan-catatan lain, 35 36
Ibid, hal. 66-67. Ibid,
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
50
karena Bill of Lading merupakan kontrak pengangkutan antara Perusahaan Pelayaran dengan eksportir/importer. c. Faktur (invoice), yaitu untuk memeriksa apakah jumlah tuntutannya sesuai dengan harga faktur tersebut. d. Packing list, yaitu untuk mengetahui lebih mendalam tentang perincian barang, ukuran, isi, harga dan lain-lain yang tidak tercantum di dalam faktur. e. Polis asuransi (insurance policy) sebagai pelengkap atas pembayaran suatu klaim (jika barangnya diasuransikan). Perusahaan pelayaran yang bergerak dalam bidang pengangkutan barang, selama menjalankan kegiatan usahanya juga tidak terlepas dari risiko kesusutan barang, kekurangan barang, kerusakan barang dan keterlambatan sampainya barang yang diangkutnya. Dasar untuk menetapkan jumlah ganti rugi yang harus dibayar oleh perusahaan pelayaran kepada penuntut (claimant), biasanya
didasarkan pada
harga yang tercantum dalam Bill of Lading atau factor (C&F atau CIF). Combined Transport Bill of Lading Maersk-Tabacalera Shipping –Agency (Filipinas) Inc, Pasal 5 berbunyi sebagai berikut : “When the carrier is liable for compensation in respect of loss of or damage to the goods, such compensation shall be calculated by reference to the invoice value of the goods plus freight and insurance if paid”. Penuntut dapat menuntut lebih dari jumlah yang tercantum dalam faktur, apabila perusahaan pelayaran diberitahu tentang barang berharga itu sebelum barang dikapalkan, dan harga barang tersebut harus tercantum dalam Bill of Lading. Tetapi jika sifat dan nilai barang dengan sengaja salah disebutkan oleh pengirim barang dalam Bill of Lading, maka perusahaan pelayaran tidak akan memberi ganti kerugian kepada penuntut (sesuai The Hague Rules 1924, pasal 5).
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
51
Jika pertama penerima barang mengajukan tuntutannya kepada perusahaan asuransi dan kemudian tuntutannya dibayar, maka sesuai hukum yang berlaku dalam dunia perdagangan, perusahaan asuransi berhak mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga (perusahaan pelayaran). Hak itu disebut hak subrogasi dan perusahaan asuransi sendiri, setelah mendapatkan
hak tersebut, disebut
Subrogator. Selain dokumen-dokumen yang telah disebutkan di atas yang pada dasarnya merupakan dokumen-dokumen yang sifatnya sebagai laporan, maka dokumen lain yang erat kaitannya untuk menentukan ganti kerugian, adalah : 37 1. Affidavit Ada kemungkinan suatu kerusakan timbul karena kesalahan atas kelalaian Stevedore, yang dalam hal ini biasanya disebut dengan Perusahaan Bongkar Muat (PBM). Dalam praktek Stevedore seringkali melakukan kesalahan atau kelalaian. Dalam hal ini pihak kapal harus mendapatkan pengakuan secepatnya secara tertulis dari pihak Stevedore mengenai kesalahan dan kelalaian ini. Laporan biasanya dibuat setelah diadakan survei bersama. Laporan pengakuan itu ditandatangani oleh pihak kapal (mualim atau Ship’s Officer) dan Stevedore. Dalam hal ini Stevedorelah yang bertanggung jawab atas kerusakan ini. 2. Log Entry Log Entry dapat diartikan sebagai buku catatan segala kejadian yang dialami oleh kapal baik selama pelayaran maupun ketika berada di pelabuhan. Untuk pertanggungjawaban kehilangan yang diakibatkan oleh pencurian, maka oleh nakhoda kapal dicantumkan dalam Log Book segala kejadian, usaha untuk menghindari pencurian, serta spesifikasi kerusakan atau kehilangan. Log Book kemudian dibawa ke konsulat atau kedutaan yang bersangkutan untuk dilegalisasi sesuai dengan hukum yang berlaku. Lazimnya dalam penyelesaian tuntutan yang disebut Log Entry adalah salinan catatan Log Book yang dibubuhi materai dan turut ditandatangani oleh kedutaan atau konsulat.
37
Ibid.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
52
Biasanya Log Entry dimaksudkan untuk menyatakan suatu pencurian atau kerusakan yang tidak dapat dihindarkan dan pembuat menyatakan tidak dapat bertanggung jawab atas segala kehilangan yang diakibatkan oleh kejadian itu. Namun demikian, kekuatan Log Entry terhadap pertanggungjawaban
itu
bergantung pula kepada redaksi Log Book itu sendiri. 3. Note of Protest Note of Protest yang juga disebut Sea Protest biasanya dibuat setelah sebuah kapal mengalami cuaca buruk dalam pelayaran. Nakhoda kapal yang khawatir akan kerusakan yang diakibatkan oleh cuaca buruk itu menghadap syahbandar pelabuhan pertama setelah mengalami cuasa buruk tadi. Selanjutnya diserahkan Log Book dan diberikan keterangan yang dialaminya serta menyatakan tidak dapat bertanggung jawab atas segala kerusakan yang diakibatkan cuaca buruk tadi. Kemudian syahbandar membuat suatu Statement of Sea Protest yang ditandatangani oleh syahbandar, dimana dokumen ini dibuat setelah mendengar dan membenarkan keterangan nakhoda itu. 4. Letter of Indemnity Dokumen ini dibuat oleh pengirim (shipper) untuk barang-barang yang rusak atau dalam keadaan kurang sempurna packingnya, yang sebelumnya diserahkan kepada perusahaan pelayaran, jika shipper menghendaki Clean Bill of Lading (konosemen bersih, tanpa celaan). Dengan adanya Letter of Indemnity itu maka pengirim tetap bertanggung jawab atas segala kerusakan dan/atau kehilangan yang timbul di kemudian hari. 5. Prauwbrief Loslijst Dalam hal kapal tidak dapat bersandar di dermaga karena penuh dengan kapal atau karena pelabuhan tidak mungkin disandari kapal, maka pembongkaran dilaksanakan melalui tongkang. Pembongkaran muatan melalui perahu dalam bahasa asing disebut prauw lossing. Semua muatan yang dibongkar ke dalam tongkang dicatat dalam daftar yang disebut dengan Prauwbrief Loslijst. Prauwbrief Loslijst ini harus dipegang oleh juragan perahu dan daftar ini merupakan dokumen pelindung dari kapal ke darat. 6. Survey Report (pihak ketiga) Terlepas dari Survey Report biasa, maka perusahaan pelayaran dapat menunjuk surveyor (pihak ketiga) untuk melaksanakan pemeriksaan atas barangbarang yang diangkut dengan kapal perusahaan pelayaran tersebut. Hasil pemeriksaan yang dituangkan dalam Survey Report atau Certificate of Inspection dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan tanggung jawab dalam penyelesaian tuntutan ganti rugi. 7. Berita Acara (Proses Verbal) Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
53
Jika pemuatan yang di gudang mengalami pencurian, pihak gudang hendaknya membuat laporan tentang hal ini. Laporan ini disebut Berita Acara tentang Pencurian. Agar Berita Acara ini mempunyai kekuatan hukum, hendaknya Berita Acara semacam itu diketahui oleh pihak kepolisian setempat. 8. Equipment Interchange Receipt (EIR) EIR dalam praktik lazim disebut Containter Inspection Report (Laporan Pemeriksaan Kontainer). Disebut demikian karena laporan pemeriksaan ini menjelaskan kerusakan kontainer yang diperiksa. Dokumen ini penting untuk menetapkan tanggung jawab terhadap kontainer yang mengandung catatan celaan (defect). Catatan celaan tersebut dapat berupa kontainer itu penyok (dented), berlubang (holed), berminyak (oiled) robek (ripped) dan sebagainya harus ditulis secara jelas berikut letak defect pada tiap kontainer. Selanjutnya EIR harus ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu pihak yang menyerahkan dan pihak yang menerima kontainer. F. Proses Penyelesaian Tuntutan Ganti Kerugian Dalam penyelesaian tuntutan ganti kerugian ada 3 (tiga) jalan yang dapat ditempuh oleh para pihak, yaitu : 38 1. Melalui pengadilan, yang berarti dengan proses hukum sepenuhnya. 2. Melalui Arbitrase, yang berarti dengan kesepakatan bersama para pihak dengan menunjuk seseorang atau beberapa orang atau badan untuk menengahi perkara mereka. 3. Melalui Musyawarah, berarti para pihak berusaha menyelesaikan tuntutan tersebut antara mereka tanpa melibatkan pihak lain. Pada hakikatnya, terhadap 4 (empat) tahapan yang dilalui dalam proses penyelesaian tuntutan ganti kerugian, yang berlaku bagi ketiga jalan di atas. Perbedaannya hanyalah proses di dalam setiap tahapan tersebut. Keempat tahapan tersebut adalah :
1. Tahap Persiapan Dalam tahap ini pihak yang berkepentingan, biasanya pihak yang dirugikan, akan menyiapkan segala bukti seperi dokumen guna mendukung tuntutannya. Apa dan bagaimana akan jelas bila dilihat pada tahap pembuktian, apa yang harus dibuktikannya itulah yang harus dipersiapkan. 2. Tahap Penuntutan
38
Achmad Ichsan, Dunia Usaha Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hal. 38.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
54
Dalam tahap ini, pihak yang dirugikan akan mengajukan tuntutannya sesuai jalan yang ditempuhnya, yaitu : - Melalui Pengadilan, memasukkan tuntutan hukum di Pengadilan Negeri tempat domisilinya. - Melalui Arbitrase, mengajukan permohonan kepada Arbitrase untuk menangani perkara tersebut dan menyerahkan berkas tuntutannya. - Melalui Musyawarah, mengirimkan surat atau Nota Tuntutan kepada pihak yang dituntutnya disertai dokumen-dokumen pendukungnya. 3. Tahap Pembuktian Dalam tahap ini, masing-masing pihak akan membuktikan sesuai kepentingannya masing-masing, dimana bagi si penuntut supaya tuntutannya berhasil, sedangkan bagi tertuntut sebaliknya. Untuk ketiga jalan tersebut di atas, pembuktian ini akan tetap dilakukan hanya kadar, tatacara dan tempatnya yang berbeda.
Pokok pembuktian yang harus ada tersebut, adalah : a. Bagi Penuntut 1). Alas hak atau sumber hukum, dalam hal ini penuntut harus membuktikan bahwa dirinya mempunyai hak untuk menuntut karena dirinya adalah pihak yang dirugikan atau mempunyai kepentingan atas kerugian tersebut dengan menunjuk pada suatu perjanjian atau adanya perbuatan melawan hukum. 2). Tanggung jawab tertuntut, dalam hal ini harus dibuktikan bahwa ada ikatan atau kewajiban hukum bagi si tertuntut untuk bertanggung jawab atas kerugian tersebut, misalnya si tertuntut adalah penanda tangan perjanjian, penanggung asuransi dan sebagainya. 3). Saat terjadinya kerugian, di sini penuntut harus membukt ikan bahwa kerugian tersebut terjadi pada saat barang ada dalam tanggung jawab tertuntut. Jadi harus diketahui terlebih dahulu oleh Penuntut adalah dimana batas periode tanggung jawab dari tertuntut. 4). Adanya kerugian, hal keempat yang harus dibuktikan adalah adanya kerugian yang dideritanya, yang terdiri dari bentuk kerugian (kekurangan, kerusakan, penurunan nilai dan lain-lain), jumlahnya (berapa ton, karung dan sebagainya), serta nilainya. b. Bagi Tertuntut 1). Penyebab kerugian, pertama tertuntut harus membuktikan penyebab kerugian, misalnya apakah barang-barang tersebut terkena air, terbakar, mungkin rusak dengan sendirinya atau terjatuh ke laut dan sebagainya. 2). Usaha yang layak, dengan membuktikan penyebab kerugian, maka terbuka baginya untuk membuktikan bahwa tertuntut telah melakukan usaha yang Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
55
layak, dalam menjaga agar kerugian tidak timbul, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 3). Hal-hal yang membebaskan, setelah kedua hal tersebut di atas berhasil dibuktikannya, maka tertuntut dapat membuktikan bahwa terdapat hal-hal yang menurut hukum dapat membebaskan dirinya dari tanggung jawab kerugian. Misalnya dalam hal ini adanya force major atau peristiwa tersebut di luar kesalahan atau kelalaian tertuntut dan lain-lain. 4. Tahap Penyelesaian Apabila telah tercapai/terdapat siapa yang menang/dimenangkan dalam tahap pembuktian di atas, maka perkara tuntutan ganti rugi tersebut dapat diselesaikan. Artinya kalau pihak tertuntut yang menang, maka ia tidak perlu membayar tuntutan ganti rugi tersebut, sebaliknya kalau penuntut yang menang maka tertuntut harus membayar. Sering kali, terutama dalam penyelesaian melalui arbitrase dan musyawarah, penyelesaian berupa suatu kompromi, dimana masing-masing menanggung sebagian dari kerugian atau dapat tertuntut hanya diwajibkan membayar sebagian dari kerugian yang dituntut. Setelah selesai pembayaran biasanya tertuntut meminta diterbitkan “Bukti Pelepasan Tuntutan Ganti Rugi” (Claim Release) atau kalau dalam Klaim Asuransi disebut “Surat Subrogasi” (Pelimpahan Hak).
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
56
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
BAB III FREIGHT FORWARDER SEBAGAI SALAH SATU USAHA PENUNJANG DALAM PENGANGKUTAN LAUT A. Sejarah Freight Forwarder Setiap suatu usaha itu dalam hal menjalankan kehidupannya akan selalu memiliki suatu sejarah tentang perjalanannya, demikian pula dengan freight forwarder. Perlu kiranya di sini dikemukakan bahwa tidak ada perdagangan tanpa disertai atau hadirnya suatu usaha transportasi, selaku sarana pengiriman barang yang harus diangkut dari satu tempat ke tempat lainnya. Bahkan pada setiap terjadinya suatu transaksi perdagangan pasti akan ada usaha untuk memindahkan barang tersebut, ke tempat Pembeli berasal. 39 Pada zaman purbakala pada setiap terjadinya perdagangan barter, akan selalu ada orang yang akan memindahkan barang hasil barter atau hasil tukar menukar tersebut, dari lokasi asal ke tempat Pemilik baru berasal, yaitu mungkin dengan jalan diusung, digotong atau dipanggul. Tindakan memanggul atau mengusung itu sudah merupakan suatu tindakan atau usaha pengangkutan yang paling sederhana. Kemudian dengan semakin meningkatnya tingkat kecerdasan masyarakat, maka transaksi dagang secara “in natura” tersebut secara bertahap mulai berubah, apalagi ketika masyarakat telah mengenal nilai uang sebagai alat tukar yang sah, terhadap suatu transaksi jualbeli. 40
39
Hasnil Basri Siregar, Multimoda Transport dalam Kerangka Bisnis dan Hukum, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum USU, Medan, 1998, hal. 11. 40 Sukirman, Ekspedisi Muatan, Alumni, Bandung, 1985, hal. 67. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
58
Sejarah perjalanan freight forwarder telah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Pada masa mudanya di abad ke-5 kira-kira tahun 595 Masehi, telah bertindak sebagai forwarder, dengan jalan mengangkut dan mengirimkan komoditi milik para saudagar Arab, dari Mekkah ke negeri Syam dan Syiria. Kemudian Marcopolo yang mengangkut komoditi dagang milik para saudara di Eropa telah mengangkut dan mengirimkannya ke negara-negara di Timur seperti Negeri Cina. Dapat kita sebutkan di sini bahwa merekalah pelopor-pelopor forwarder di masa lalu.
41
Usaha freight forwarder mulai berkembang dengan pesat di Eropa sejak abad ke-10 yang mulai menyebar ke seluruh daratan Eropa, dan selanjutnya di abad modern ini, usaha jasa freight forwarder tersebut telah menyebar ke seluruh dunia. Ilmu pengetahuan dan teknologi angkutan yang berkembang dengan pesat tersebut, telah memberikan peluang kepada para forwarder di abad modern ini (dengan hadirnya berbagai macam sarana angkutan modern baik yang melalui darat, laut dan udara), untuk menciptakan berbagai macam jenis sistem angkutan atau pengiriman barang, yang dapat ditawarkan kepada para Pemakai Jasa. Salah satu sistem dimaksud adalah apa yang dikenal dengan sebutan istilah “angkutan terpadu” atau “Integrated Transportation System” atau sekarang disebut juga “Multimoda Transport Operation”. Disini forwarder akan dapat menawarkan suatu sistem angkutan terpadu, yaitu suatu angkutan atau pengiriman barang yang dalam proses pengirimannya, akan menggunakan lebih dari satu jenis sarana transportasi. Umpamanya untuk 41
H.M. Noch. Idris Ronosentono, Pengetahuan Dasar Tata Forwarding, Infomedika, Jakarta, 1997, hal. 27.
Laksana Freight
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
59
satu partai barang furnitur dari rotan, yang akan dikirim dari seorang Penjual di dalam negeri katakan saja di Cirebon, yang akan menyerahkan partai barang tersebut kepada seorang forwarder dengan tujuan Genewa di Swiss karena Pembelinya berada di kota itu. Di sini seroang forwarder sudah harus dapat memberikan keterangan lengkap kepada Pemilik barang bahwa proses pengiriman barang akan dilaksanakan sebagai berikut :42 a. Furnitur rotan tadi akan diisi kedalam peti kemas, lalu barang tersebut akan diangkut dengan truk menuju Jakarta dimana kemudian di Jakarta peti kemas tersebut akan segera masuk untuk ditumpuk atau disimpan pada Unit Terminal Kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. b. Di sini peti kemas dimaksud, menunggu kapal yang akan mengangkutnya ke Eropa, dengan pelabuhan bongkar Hamburg, begitu kapal dimaksud tiba maka peti kemas dimaksud akan segera dimuat ke atas kapal. c. Seteleh peti kemas berada di atas kapal, maka diangkutlah peti kemas tersebut menuju pelabuhan Hamburg di Eropa. d. Begitu tiba di pelabuhan Hamburg langsung peti kemas tersebut oleh freight forwarder di Hamburg diterima di atas truk dari perusahaan pelayaran bersangkutan untuk selanjutnya diangkut melalu jalan darat (highway) menuju alamat yang dituju di Geneva, Swiss, untuk selanjutnya diserahkan kepada Pembeli barang tersebut.
B. Pengertian dan Ruang Lingkup Freight Forwarder 42
Ibid, hal. 29.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
60
Freight Forwarder berasal dari bahasa Inggris yang merupakan gabungan (kata majemuk) dari kata “freight” dan “warder”, lalu keduanya berakumulasi dan menjadi satu bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan, akhirnya membentuk suatu makna untuk tujuan tertentu, yang bermakna pengangkutan. 43 Dalam bahasa Indonesia, freight itu diartikan dengan ongkos/uang tambang dan pengangkutan, mengangkut dan membawa. Lebih jauh dikatakan bahwa angkutan dan pengangkutan itu adalah pembawa barang (orang-orang) dari satu tempat ke tempat lain untuk tujuan tertentu sesuai dengan yang diinginkan pemiliknya. Selanjutnya forwarder berarti agen, ekspeditur, kantor ekspedisi, mengirimkan barang-barang dan pengiriman barang-barang.
44
Secara terminologi pengertian freight forwarder dapat dilihat dari Pasal 1 Keputusan Mentri Perhubungan No. 10 Tahun 1998 freight forwarder (Jasa Pengurusan Transportasi) merupakan usaha
yang ditujukan untuk mewaikili
kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara yang mencakup kegiatan penerimaan, penyimpan dan, sortasi pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya
43 44
Yan Pramadya Puspa, Op.cit, hal. 129. Hasnil Basri Siregar, Op.cit, hal. 63.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
61
lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerima. 45 Secara internasional Freight Forwarder yaitu perusahaan atau Badan Hukum yang menjalankan kegiatan dan usahanya untuk kepentingan umum dan masyarakat atau pemakai jasa, dengan memberikan pelayanan, mempersiapkan serta melaksanakan pengiriman sejumlah barang (milik orang lain), dengan memperoleh imbalan upah (kompensasi), dimana untuk maksud tersebut maka terhadap barang-barang dimaksud akan ditata sedemikian rupa pengapalannya secara teratur dan berkelompok dengan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap operasional dan sisten distribusi atau logistik pengapalan barang secara konsolidasi (grouping system) dan bertanggung jawab terhadap pengangkutan barang tersebut dari tempat penerimaan sampai ke tempat tujuan serta mengatur pengangkutannya sedemikian rupa baik pengapalan. 46 Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa freight forwarder itu adalah setiap perusahaan atau badan yang menjalankan kegiatan dan usahanya untuk kepentingan umum dengan memberikan pelayanan, mempersiapkan serta melaksanakan pengiriman sejumah barang milik orang lain dengan memperoleh imbalan. Untuk maksud ini maka dilakukan pengapalan barang secara terencana, 45
Hal ini sejalan dengan ungkapan M. Noch Idris Ronosentono yang mengatakan bahwa freight forwarder adalah pelaksanaan pengiriman barang lewat penyelesaian dokumen di pelabuhan bongkar/muat, dengan menggunakan alat angkutan dari atau beberapa tempat pengiriman menuju satu atau beberapa tempat tujuan. Sedangkan yang dimaksud dengan forwarder adalah orang atau badan hukum yang melaksanakan pekerjaan forwarding itu. Hal ini juga sejalan dengan redaksi Pasal 1 SK Menhub No. PM/7/M/Phb-74, tentang pengusahaan dan penyelenggaraan ekspedisi muatan kapal laut dan lain-lain, Hasnil Basri Siregar, Himpunan Peraturan Perundang-undangan tentang EMKL dan JPT, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fak. Hukum USU, Medan, 1995, hal. 280, lihat juga M. Noch Idris Ronosentono, Pengetahuan Dasar Tatalaksana Freight Forwarding, CV. Infomedika, Jakarta, 1997, hal. 42. 46 Suyono R.P., Pengangkutan Intermodal Eksport Import Melalui Laut, Edisi ke-2, Cetakan I, Penerbit PPM, Jakarta, 2003, hal. 51. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
62
teratur dan bertanggung jawab, demikian juga dengan pemberian pelayanan sesuai dengan peraturan distribusi yang berlaku. Dengan hal ini barang-barang dimaksud akan dapat diberangkatkan dari tempat penerimaannya semula dan diantar sampai ke tempat tujuannya. 47 Mengamati akan hal ini terlihat bahwa sistematisasi freight forwarder ini terkait dengan empat komponen, yaitu : 48 1). Pihak pelaku pengangkutan barang, yaitu mereka yang bertugas dan bertanggung jawab untuk melakukan forwarding itu. 2). Pihak pemilik barang, yaitu mereka yang memberikan amanah supaya barangnya diangkut ke tempat tujuan. 3). Properti yaitu barang yang diangkut. 4). Alat pengangkutan, yaitu sarana yang dipergunakan untuk mengangkut barang tersebut, misalnya bus, kereta api, kapal laut, pesawat terbang dan lain-lain. Hal ini pada umumnya dijumpai dalam transaksi jual beli, dimana tempat pembeli dan penjual berjauhan, lalu muncullah pihak tertentu yang menawarkan jasa angkutan/pengiriman. Dengan hal ini dapat dipahami bahwa bila ada orang mengangkut barangnya sendiri maka hal ini tidaklah termasuk dalam freight forwarder, karena tidak terpenuhinya satu unsur, yaitu pihak pelaku pengangkutan yang menawarkan jasa untuk melakukan pengiriman barang. Freight Forwarder adalah perusahaan jasa pengurusan transportasi yang lingkup usahanya lebih luas dari perusahaan ekspedisi muatan kapal laut (EMKL), Kalau EMKL menyelenggarakan cabang usaha yang berkaitan dengan urusan penyelenggaraan dokumen-dokumen pengapalan muatan, sedangkan di pihak lain perusahaan VEEM mengurusi kemasan barang yang akan dikapalkan, maka Freight Forwarder menyelenggarakan seluruh kegiatan tersebut secara terpadu. Ruang lingkup Freight Forwarder adalah meliputi : 49 47
CIFFA, Canadian International Freight Forwarder Association, Jld. I, CIFFA Course Contribution, hal. 1. 48 Manual and Freight Forwarding, 1990, Economic and Social Commission for Asia and the Pacific, United Nations, hal. 30. 49
Hasnil Basri Siregar,
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
63
1. Penerimaan barang 2. Penyimpanan barang 3. Sortasi. 4. Pengepakan barang 5. Pengukuran 6. Penimbangan 7. Pengurusan penyelesaian dokuman 8. Penerbitan dokumen angkutan 9. Penghitungan biaya angkutan 10. Mengurus klaim asuransi atas pengiriman barang 11. Penyelesaian tagihan dan biaya lain yang berkatian dengan pengiriman barang . Freight forwarder harus dapat mendisain dengan baik proses pengangkutan barang mulai dari mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara yang sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerima dengan selamat, dengan kata lain proses penyelenggaraan pengangkutan yang dilakukan oleh freight forwarder adalah dengan sistem “door to door service”, yaitu mulai dari pintu gudang pemilik barang sampai pintu gudang penerima barang. Oleh karena itu pula sebenarnya, kerja-kerja Freight Forwarder ini termasuk dalam kategori pekerjaan yang menghendaki profesionalisme, dengan mengacu pada prinsip-prinsip manajemen modern dan bukan manajemen kekeluargaan yang cenderung mengacu pada prinsip-prinsip manajemen tradisional. 50 C. Peraturan Perundang-Undangan tentang Freight Forwarder Istilah Freight Forwarder tidak dijumpai di dalam KUHP maupun di dalam KUHD. Di dalam KUHD Buku I, Bab V Bagian II pasal 86 sampai dengan pasal 90 hanya mengatur mengenai apa yang disebut dengan “ekspeditur”. Pasal 86 ayat (1) KUHD berbunyi : “ ekspeditur adalah orang, yang pekerjaannya menyuruh orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya melalui daratan atau perairan”. Di sini jelas, bahwa ekspeditur menurut undang-undang hanya merupakan seseorang yang
50
Ibid.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
64
menjadi perantara yang tugasnya mencarikan pengangkut bagi pengirim dan tidak mengangkut sendiri barang-barang yang telah diserahkan kepadanya itu. 51 Perjanjian yang dibuat antara ekspeditur dan pengirim disebut perjanjian ekspedisi, sedangkan perjanjian antara ekspeditur atas nama pengirim dengan pengangkut disebut perjanjian pengangkutan. Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal-balik antara ekspeditur dengan pengirim, dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkuan yang baik bagi si pengirim, sedangkan si pengirim mengikatkan diri untuk membayar ongkos (freight) kepada ekspeditur. 52 Di dalam Pasal 43 PP No. 82 tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan, dinyatakan bahwa usaha Freight Forwarder merupakan salah satu kegiatan usaha penunjang angkutan laut. Di dalam PP No. 82 tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan, Pasal 43 dinyatakan Jenis Kegiatan Usaha Penunjang Angkutan Laut, adalah : a. b. c. e. f.
usaha bongkar muat barang (PBM) usaha jasa pengurusan transportasi (Freight Forwarder) usaha ekspedisi muatan kapal laut (EMKL) usaha angkutan perairan pelabuhan; usaha penyewaan peralatan angkutan laut/peralatan penunjang laut; g. usaha tally; dan h. usaha depo peti kemas. Sedangkan di dalam Pasal 1 Keputusan Mentri
angkutan
Perhubungan No. 10
Tahun 1998 keberadaan freight forwarder dirumuskan dengan sangat kompleks dan elastis sebagai arsitek pengangkutan. Di dalam peraturan tersebut dinyatakan 51 52
Soekardono, R, 1981, Hukum Perkapalan Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, hal. 27. Ibid.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
65
bahwa freight forwarder merupakan usaha
yang ditujukan untuk mewaikili
kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara yang mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerima. Sebelum disahkannya UU Pelayaran Tahun 2008, UU No. 21 Tahun 1992 menempatkan freight forwarder bukan sebagai bagian dari sistem perhubungan nasional, tetapi hanya sebagai usaha ekspedisi
yang bersifat menunjang
perhubungan. Hal tersebut seperti terlihat dalam Pasal 71 ayat (1) yang berbunyi : Untuk menunjang usaha atau kegiatan angkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 53 dan pasal 70 54 dapat diselenggarakan usaha penunjang angkutan laut serta angkutan sungai dan danau.
53
Pasal 69 tersebut berbunyi : (1) Usaha angkutan di perairan diselenggarakan berdasarkan izin pemerintah. (2) Penyelenggaraan usaha angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum Indonesia yang bergerak khusus di bidang usaha angkutan perairan. (3) Usaha angkutan di perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dan Pasal 79 dapat juga diselenggarakan oleh warga negara Indonesia. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 54 Pasal 70 ini berbunyi : (1) Untuk menunjang usaha tertentu dapat dilakukan kegiatan angkutan laut serta angkutan sungai dan danau untuk kepentingan sendiri. (2) Kegiatan angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh badan huum atau wwarga negara Indonesia dengan izin pemerintah. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
66
Ayat (2) :
Usaha
penunjang
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
diselenggarakan oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia dengan izin Pemerintah. Hal di atas memperlihatkan bahwa di samping adanya kegiatan angkutan nasional yang terakumulasi dalam sistem perhubungan nasional, Pemerintah memberi peluang untuk adanya usaha penunjang angkutan nasional tersebut. Lebih jelas usaha usaha penunjang angkutan nasional tersebut dapat dilihat pada Penjelasan pasal tersebut, yang berbunyi :”usaha penunjang angkutan laut adalah usaha yang bersifat menunjang kelancaran proses perpindahan barang dari pengirim ke penerima barang antara lain, ekspedisi muatan kapal laut, bongkar muat, angkutan bandar dan lain sebagainya sesuai perkembangan teknologi”. UU Pelayaran Tahun 2008 mengatur mengenai Freight Forwarder dan tidak mengatur lagi mengenai EMKL. Di dalam Pasal 31 UU Pelayaran Tahun 2008 diatur dalam : Ayat (1) :
Untuk kelancaran kegiatan angkutan di perairan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 7 dapat diselenggarakan usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan. Ayat (2) :
Usaha jasa terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa : a. b. c. d.
bongkar muat barang. jasa pengurusan transportasi. angkutan perairan pelabuhan. penyewaan peralatan angkutan laut/peralatan jasa terkait dengan angkutan laut. e. tally mandiri. f. depo peti kemas. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
67
g. h. i. j. k.
pengelolaan kapal (ship management). perantaraan jual beli dan/atau sewa kapal (ship broker). keagenan awak kapal (ship manning agency). keagenan kapal, dan perawatan dan perbaikan kapal (ship repairing and maintenance). Selanjutnya Pasal 32 UU Pelayaran 2008 ada mengatur mengenai :
Ayat (1) :
Usaha jasa terkait sebagaimana dimaksud Pasal 31 ayat (2)
dilakukan oleh Badan Usaha yang didirikan khusus untuk itu. Ayat (2) :
Selain Badan Usaha yang didirikan khusus untuk itu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kegiatan bongkar muat
dapat dilakukan oleh
perusahaan angkutan laut nasional hanya untuk kegiatan bongkar muat barang tertentu untuk kapal yang dioperasikannya. Ayat (3) :
Selain Badan Usaha yang didirikan khusus untuk itu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kegiatan angkutan perairan pelabuhan dapat dilakukan oleh perusahaan angkutan nasional. Jadi, dalam hal ini UU Pelayaran Tahun 2008 merupakan usaha dibentuk terkait dalam upaya memperlancar angkutan perairan, yang berarti juga bukan merupakan bagian dari sistem angkutan atau perhubungan nasional.
D. Tata Cara, Izin Pendirian dan Kewajiban Freight Forwarder Di dalam PP No. 82 tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan dinyatakan Syarat-Syarat Pendirian Freight Forwarder, adalah : 55 1. Kegiatan Freight Forwarder dilakukan oleh Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah atau Koperasi, yang didirikan khusus untuk usaha itu.
55
Pasal 46 Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
68
2. Untuk dapat melakukan kegiatan Freight Forwarder sebagaimana pada ayat (1), wajib memiliki izin usaha. 3. Izin usaha Freight Forwarder diberikan selama perusahaan yang bersangkutan masih menjalankan kegiatan usahanya. 4. Saham-saham perusahaan seluruhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan atau berbadan hukum Indonesia. Di dalam PP No. 82 tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan Pasal 47
dinyatakan syarat-syarat untuk mendapatkan pendirian Freight
Forwarder, adalah : a. memiliki modal dan peralatan yang cukup sesuai dengan perkembangan teknologi (modal minimal disetor sebesar Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah). b. memiliki tenaga ahli yang sesuai; c. memiliki Akte Pendirian Perusahaan; d. memiliki surat keterangan domisili perusahaan; dan e. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Berdasarkan Pasal 4 Keputusan Menteri Perhubungan No. 10 tahun 1988 mengenai Freight Forwarder dinyatakan bahwa
: “Freight Forwarder dapat
melakukan usahanya di dalam maupun di luar negeri dan Freight Forwarder ini dapat mendirikan cabang baik di dalam maupun di luar negeri”. Izin usaha merupakan persyaratan mutlak yang harus dimiliki oleh Freight Forwarder sebagai perusahaan penunjang angkutan laut, apabila akan memulai usahanya. Izin usaha diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
56
Selanjutnya untuk melaksanakan kegiatan usahanya di pelabuhan, Freight Forwarder juga harus memiliki Izin Operasional dari Administrator Pelabuhan dimana perusahaan tersebut melaksanakan kegiatannya, maka :
56
Pasal 58 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di
Perairan. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
69
a). Secara keperdataan kewajiban Ekpeditur
(dalam hal ini adalah Freight
Forwarder) diatur pasal 86 s.d. Pasal 89 KUHD, yaitu : b). Ekspeditur (dalam hal ini adalah Jasa Pengurusan Transportasi) diwajibkan membuat catatan-catatan dalam sebuah register harian berturut-turut tentang macam dan jumlah barang dagangan dan lainnya yang harus diangkut, seperti tetang harganya dan sebagainya. c). Ia harus menanggung, bahwa pengiriman barng dagangan dan lainnya yang untuk itu diterimanya akan mendapatkan penyelenggaraannya dengan rapi dan dengan selekas-lekasnya pula dengan mengindahkan segala upaya yang sanggup menjamin keselamatan barang-barang yang diangkutnya. d). Iapun
setelah
mengirim
barang-barang
dagangan
dan
lainnya
itu
dikirimkannya harus menanggung segala kerusakan atau hilangnya barangbarang itu, yang mana dapt disebabkan karena kesalahan atau kurang hatihatinya. e). Ia harus menanggung pula segala “ekspeditur – antara” yang dipakainya. Di dalam Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 diatur bahwa permohonan izin usaha angkutan laut diajukan kepada Menteri yang akan diberikan setelah memenuhi semua
persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20. Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin diberikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. Apabila terjadi penolakan permohonan izin, maka penolakan akan diberikan
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
70
secara tertulis disertai alasan penolakan. Permohonan yang ditolak dapat diajukan kembali setelah Pemohon memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
57
E. Kewajiban Freight Forwarder Di dalam Pasal 59 PP No. 82 tahun 1999 dinyatakan bahwa Freight Forwarder memiliki kewajiban : a. memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam izin usahanya; b. melakukan kegiatan operasional secara nyata dan terus–menerus selambatnya 6 (enam) bulan setelah izin usaha diterbitkan; c. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran maupun peraturan perundang-undangan lainnya. d. melaporkan kegiatan usahanya setiap tahun kepada pemberi izin; dan e. melaporkan apabila terjadi perubahan penanggungjawab atau pemilik perusahaan dan domisili perusahaan. Dalam UU No. 21 tahun 1992 tentang Pelayaran, tidak ada mengatur mengenai tanggung jawab dan kewajiban yang harus dipikul oleh sektor-sektor dalam usaha penunjang angkutan laut. Keputusan Menteri Perhubungan RI No. 10 tahun 1988 menegaskan sejumlah kewajiban dan tanggung jawab yang sifatnya berkaitan dengan profesionalisme kerja Freight Forwarder, yaitu : Pasal 13, berbunyi : 1. Freight Forwarder bertanggung jawab atas semua hal yang telah diperjanjikan dengan berbagai pihak dan wajib menyelesaikan segala tuntutan yang sah. 2. Freight Forwarder bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkan dari pengiriman barang yang menggunakan dokumendokumen yang telah diterbitkannya.
57
Pasal 21 ayat (2) dan (3) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di
Perairan. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
71
3. Freight Forwarder bertanggung jawab atas penyerahan barang-barang yang diurusnya sesuai syarat-syarat umum yang berlaku bagi Freight Forwarder dan harus menutup asuransi Freight Forwarder yang memadai. Selanjutnya Keputusan Menteri Perhubungan RI No. 10 tahun 1988 mengatur kewajiban Freight Forwarder adalah : Pasal 14, berbunyi : “Freight Forwarder wajib mengetahui kebenaran identitias pemilik barang dan bertanggung jawab terhadap ketidakbenaran identitas tersebut”. Pasal 15, berbunyi : “Dalam hal yang dianggap perlu, Menteri Perhubungan dapat meminta laporan kepada Perusahaan yang bersangkutan”. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 izin usaha angkutan sungai dan danau, dan izin usaha angkutan penyeberangan dapat dicabut oleh pemberi izin apabila melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 seperti yang disebutkan di atas. Pencabutan izin usaha angkutan dimaksud dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing satu bulan. 58 Pencabutan izin usaha angkutan dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masingmasing satu bulan. Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan setelah peringatan ke tiga tidak diindahkan, dilanjutkan dengan pembekuan izin usaha. Selanjutnya jika dalam waktu 1 (satu) bulan setelah pembekuan izin usaha tidak ada upaya untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan persyaratan, izin usaha dicabut. 59 Izin usaha angkutan laut nasional, dapat dicabut tanpa melalui proses peringatan dan pembekuan izin, dalam hal perusahaan yang bersangkutan :
60
a. Melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara. Dalam Penjelasan Pasal 36 huruf a ini, yang dimaksud dengan perbuatan membahayakan keamanan negara antara lain melakukan kegiatan mata-mata 58
Pasal 35 ayat (1), (2) dan (3) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan. 59 Pasal 35 ayat (4) dan (5) Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan. 60 Pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
72
untuk kepentingan negara lain, menyelundupkan senjata api atau bahan peledak. Pencabutan izin secara langsung dilakukan setelah didapatkan adanya bukti perbuatan. b. Melakukan kegiatan yang membahayakan jiwa manusia dan lingkungan hidup. Dalam Penjelasan Pasal 36 huruf b dinyatakan bahwa pencabutan izin dilakukan apabila terbukti bahwa perusahaan terlibat dalam pelanggaran yang dapat membahayakan jiwa manusia dan lingkungan hidup. c. Memperoleh izin usaha dengan cara tidak sah; atau Yang dimaksud dengan cara tidak sah dalam Penjelasan Pasal 36 huruf c adalah memberikan keterangan yang tidak benar pada waktu mengajukan permohonan izin atau memperoleh izin tanpa melalui prosedur yang ditetapkan. d. Atas permintaan sendiri.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
BAB IV PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN FREIGHT FORWARDER DALAM PENGANGKUTAN BARANG DI LAUT
A. Proses Penunjukan Pengangkutan oleh PT. Samudra Mandiri Jaya PT. Kartika Gloria Bahari selaku Freight Forwarde yang berdomisili di Jl. Surakarta No. 40 Medan merupakan perusahaan yang telah memenuhi syaratsyarat untuk melaksanakan pekerjaan selaku pengangkut barang dan telah berpengalaman di bidang jasa angkutan. SelakU Freight Forwarder PT. Kartika Gloria Bahari telah memiliki modal dan peralatan yang cukup sesuai dengan perkembangan teknologi, memiliki tenaga ahli yang sesuai, seperti memiliki tenaga Pegawai Pengurus Jasa Kepabeanan (PPJK) untuk mengurus berbagai dokumen pengangkutan yang diperlukan di Bea Cukai, memiliki Akte Pendirian Perusahaan yang sah, memiliki surat keterangan domisili perusahaan; dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Tahap awal proses pengangkutan antara PT. Samudra Mandiri Jaya selaku Pengirim Barang dengan PT. Kartika Gloria Bahari selaku pengangkut dimulai dengan Perintah Angkutan (Shipping Instruction) yang dikeluarkan oleh PT. Samudra Mandiri Jaya. Shipping Instruction ini adalah berupa perintah melaksanakan pemuatan, pengangkutan dan penurunan 400 ton material bangunan (semen) dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang-Simeulue untuk Proyek Pembangunan Perumahaan BRR Type 36 di Pulau Simeuleu. Sesuai dengan packing list, kualitas barang dalam keadaan baik. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
74
Pengangkutan barang berupa material bangunan (semen) ini adalah seberat 400 ton netto sesuai dengan Shipping Instruction dengan deskripsi total bags adalah 580 total bags. Di dalam Shipping Instruction ini selanjutnya ditentukan beberapa hal yang harus dilaksanakan oleh Pengangkut, antara lain : 1. Alat angkut yang digunakan adalah MV. Sungai Digul, ETD 12 Agustus 2007, Pelabuhan Belawan. 2. Pelaksanaan angkutan dilakukan sesuai dengan Surat Perjanjian No. 224/KGB-BUL/BRR-S/V/2007 antara PT. Kartika Gloria Bahari dengan PT. Samudra Mandiri Jaya. 3. Menghubungi dan melaporkan rencana dan pelaksanaan angkutan Penerima yaitu PT. Sinar Alam Permai di Pelabuhan Sinabang/Simeulue, Aceh. 4. Menghubungi Perusahaan Pelayaran untuk angkutan laut, DLLAJR untuk angkutan darat dan instansi-instansi lain yang berkepentingan berkenaan dengan pengurusan izin-izin serta dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pelaksanaan angkutan ini. 5. Segala dokumen yang diperlukan untuk pelaksaan angkutan, harus sudah diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari terhitung mulai tanggal dikeluarkannya Shipping Instruction. 6. Khusus untuk angkutan laut, pengangkut diwajibkan untuk mengusahakan sertifikasi kebersihan kapal yang dibuat oleh Surveyor Independent. 7. Seluruh barang seperti tersebut dalam angka 3 (tiga) di atas harus sudah selesai dilaksanakan oleh Pengangkut selambat-lambatnya ,dalam waktu 5 Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
75
(lima) hari kalender tehitung mulai tanggal diterbitkan Shipping Instruction ini. 8. Biaya angkutan akan dibayarkan sesuai ketentuan tarif yang sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat oleh kedua belah pihak. 9. Pengangkut harus bertanggung jawab terhadap kualitas barang yang diangkut.
B. Perjanjian Pengangkutan antara PT. Samudra Mandiri Jaya dan PT. Kartika Gloria Bahari Setelah dibuat Shipping Instruction oleh PT. Samudra Mandiri Jaya, maka untuk tahap selanjutnya dibuatlah Perjanjian Pengangkutan antara antara PT. Kartika Gloria Bahari dengan PT. Samudra Mandiri Jaya. Adapun butir-butir yang diperjanjian di dalam pengangkutan 400 ton material bahan bangunan (semen) ini adalah : 1. Pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian Pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian, dalam hal ini yaitu antara PT. Kartika Gloria Bahari dengan PT. Samudra Mandiri Jaya yang diwakili oleh Direktur Utama yang memberikan pekerjaan untuk menyelenggarakan pemuatan, pengangkutan dan penurunan 400 ton material bangunan (semen) dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang-Semeulue untuk Proyek Pembangunan Perumahaan BRR Type 36 di Pulau Simeuleu untuk selanjutnya diterima oleh Penerima yaitu PT. Sinar Alam Permai. 2. Objek Perjanjian
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
76
Mengenai objek perjanjian ini harus dengan jelas disebutkan di dalam perjanjian pengangkutan. Dalam perjanjian ini objeknya adalah PT. Samudra Mandiri Jaya yang diwakili oleh Direktur Utama yang memberikan pekerjaan untuk menyelenggarakan pemuatan, pengangkutan dan penurunan 400 ton material bangunan (semen) dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan SinabangSemeulue untuk Proyek Pembangunan Perumahaan BRR Type 36 di Pulau Simeuleu untuk selanjutnya diterima oleh Penerima PT. Sinar Alam Permai. 3. Jangka waktu pelaksanaan Kedua belah pihak telah sepakat dan menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan yaitu selambatnya 3 (tiga) hari setelah perjanjian ini, maka PT. Kartika Gloria Bahari harus sudah menyiapkan sarana angkutan yang dipergunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan dan jangka waktu pelaksanaan perjanjian ini adalah 5 (lima)
hari
sejak adanya Shipping
Instruction. 4. Tugas dan tanggung jawab pengangkut Di dalam perjanjian antara PT. Kartika Gloria Bahari dengan PT. Samudra Mandiri Jaya ini dinyatakan bahwa tanggung jawab PT. Kartika Gloria Bahari selaku pengangkut, adalah : a. Pengangkut bertanggung jawab untuk menyelenggarakan angkutan sejak menerima barang untuk pemuatan, pengangkutan sampai penurunan barang dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Simeulue sesuai dengan Shipping Instruction.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
77
b. Pengangkut bertanggung jawab atas keutuhan dan keselamatan barang selama dalam penguasaannya, khusus untuk angkutan melalui sungai pengangkut
berkewajiban
untuk
mengasuransikan
barang
yang
diangkutnya dengan ketentuan biaya asuransi kapal dari Pelabuhan muat Belawan dengan tujuan Pelabuhan bongkar di Sinabang-Simeulue Aceh merupakan tanggung jawab PT. Kartika Gloria Bahari sedangkan biaya asuransi barang dari Pelabuhan muat Belawan dengan tujuan Pelabuhan bongkar di Sinabang-Simeuleu merupakan tanggung jawab PT. Samudra Mandiri Jaya. c. Pengangkut bertanggung jawab untuk menjaga kelancaran dan keamanan pelaksanaan angkutan. d. Pengangkut bertanggung jawab menyediakan biaya, peralatan maupun sarana kerja yang memadai untuk menjamin tanggung jawabnya tersebut. e. Pengangkut berwenang menunjuk atau mempekerjakan Perusahaan Jasa Angkutan untuk menyelenggarakan sebagian dari tanggung jawabnya. g. Pengangkut berwenang untuk menolak untuk mengangkut barang-barang yang menurut bukti-bukti yang sah tidak sesuai dengan jenis dan/atau kualitas barang yang ditugaskan kepadanya untuk diangkut. 4. Biaya Jasa Angkutan Beberapa hal yang yang diperjanjikan berkaitan dengan biaya jasa angkutan, antara lain : a. Dalam perjanjian ini harga pemuatan, pengangkutan dan penurunan barang dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Semeulue adalah sebagai berikut : Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
78
1). Freight kapal dari pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang-Simeuleu adalah
Rp.
349.000.000,2). Biaya muat ke truk di Belawan
Rp.
50.000.000,3). Biaya penurunan ke truck di Sinabang
Rp.
150.000.000,(jumlah
tersebut
adalah
harga
per
ton
yang
akan
ditagihkan/diperhitungkan sesuai dengan berat barang yang tercantum di Packing List). Harga tersebut di atas adalah harga dengan asumsi berat barang 400 (empat ratus) ton, bila berat barang kurang dari 400 (empat ratus) ton, maka kelebihan dari total biaya penurunan ke truk di Sinabang akan diperhitungkan pada sisa pembayaran 50% oleh PT. Kartika Gloria Bahari kepada PT. Samudra Mandiri Jaya, demikian juga sebaliknya bila berat barang lebih dari 400 (empat ratus) ton, maka kekurangan dari total biaya penurunan ke truk di dermaga akan diperhitungkan pada sisa pembayaran 50% oleh PT. Kartika Gloria Bahari kepada PT. Samudra Mandiri Jaya. b. Pembayaran jasa angkutan oleh PT. Samudra Mandiri Jaya kepada PT. Kartika Gloria Bahari dilakukan sebagai berikut : 1). PT. Samudra Mandiri Jaya akan melakukan pembayaran sebesar 20% (dua puluh) persen senilai Rp. 91.800.000,- (sembilan puluh satu juta
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
79
delapan ratus ribu rupiah) setelah kontrak ditandatangani oleh PT. Samudra Mandiri Jaya dan PT. Kartika Gloria Bahari. 2). PT. Samudra Mandiri Jaya akan melakukan pembayaran PT. Kartika Gloria Bahari sebesar 30% (tiga puluh) persen senilai Rp. 137.700.000,- (seratus tiga puluh tujuh juta tujuh ratus ribu rupiah) setelah barang dimuat di atas kapal dan sebelum berangkat dari Pelabuhan Belawan. Setelah seluruh barang di muat di kapal, PT. Samudra Mandiri Jaya kepada PT. Kartika Gloria Bahari apabila PT. Kartika Gloria Bahari harus melampirkan dokumen-dokumen, yaitu : 1. Copy Surat Perjanjian Pengangkutan 2. Asli Shipping Instruction. 3. Asli Berita Acara Penyerahan Barang dari Gudang Pengirim 4. Asli atau duplikat Bill of Lading dan Berita Acara Pemuatan Barang ke kapal. 5. Copy surat perjanjian penggunaan kapal (Charter party/Booking Note) 6. Asli sertifikat kebersihan Palka dari Surveyor. 7. Debet nota dan kuitansi asli 8. Asli Perincian tarif angkutan 9. Copy SK Perusahaan Kena Pajak (PKP) dari Kantor Pajak 10. Faktur Pajak dan SSP
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
80
3). Sisanya 50% (lima puluh persen) setelah seluruh barang yang diangkut tiba di Pelabuhan Sinabang dan diterima oleh PT. Sinar Alam Permai selaku Penerima, dengan mengajukan tagihan ke PT. Samudra Jaya Mandiri dengan yang dilampiri : a) Asli Berita Acara Pembongkaran b) Asli Berita Acara Penerimaan barang di gudang penerima c) Debet Nota dan Kuitansi asli d) Asli perincian tarif dan penetapan tarif angkutan e) Copy SK Perusahaan Kena Pajak (PKP) dari Kantor Pajak f) Faktur Pajak. 3) Pembayaran akan dilaksanakan oleh PT. Samudea Mandiri Jaya kepada PT. Kartika Gloria Bahari dengan cara mentransfer ke rekening PT. Kartika Gloria Bahari pada BNI 46 Cabang Sutomo Medan atas nama PT. Kartika Gloria Bahari AC. No. 0052265989. Pembayaran dianggap sah apabila jumlah uang yang ditransfer oleh PT. Samudra Mandiri Jaya kepada PT. Kartika Gloria Bahari. 4) Biaya asuransi dari kapal dari Pelabuhan muat Belawan dengan tujuan Pelabuhan bongkar di Sinabang-Simeuleu adalah merupakan tanggung jawab PT. Kartika Gloria Bahari. Sedangkan biaya asuransi barang dari Pelabuhan muat Belawan dengan tujuan Pelabuhan bongkar di Sinabang-Simeuleu adalah merupakan tanggung jawab PT. Samudra Mandiri Jaya.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
81
5) Apabila selama selama pelaksanaan angkutan berlangsung terjadi perubahan tarif resmi dari Pemerintah, maka biaya jasa angkutan yang telah ditetapkan akan diubah dan disesuaikan dengan tarif angkutan yang baru atas persetujuan kedua belah pihak. 6) Perubahan atau penyesuaian biaya angkutan hanya berlaku untuk jumlah barang yang belum diangkut. 5. Denda dan Sanksi Mengenai denda dan sanksi ini disepakati bahwa PT. Kartika Gloria Bahari tidak dapat mengirimkan barang sesuai dengan batas waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak seperti yang tertuang pada pasal 4 di atas, maka PT. Kartika Gloria Bahari dikenakan denda keterlambatan oleh PT. Samudra Mandiri Jaya sebesar 1% (satu) persen permil setiap hari keterlambatan dan maksimal 5% (lima) persen dari nilai kontrak. 6. Force Major PT. Kartika Gloria Bahari dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban atas klaim yang dibebankan kepadanya kecuali yang bersangkutan dapat membukt ikan bahwa terjadinya hal-hal yang menimbulkan klaim tersebut karena force major. 1). Yang dimaksud dengan Force Major dalam perjanjian ini adalah suatu keadaan memaksa yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindari oleh kedua belah pihak seperti bencana alam, yaitu banjir, gempa bumi, badai, tsunami, kebakaran, tanah longsor dan letusan gunung berapi. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
82
2). Adanya peperangan, pemberontakan, blokade dan pemogokan buruh. 3). Wabah, epidemik dan penyakit menular. 4). Adanya peraturan pemerintah di bidang ekonomi dan moneter sehingga secara tidak langsung dapat memengaruhi pelaksanaan pekerjaan dari harga borongan. 5). Apabila terjadi keadaan force majeure maka dalam waktu selambatlambatnya 7 x 24 jam, PT. Kartika Gloria Bahari diwajibkan membuat laporan secara tertulis kepada PT. Samudra Mandiri Jaya dan selanjutnya PT. Samudra Mandiri Jaya diwajibkan memberikan jawaban tertulis dalam waktu 7 x 24 jam setelah menerima laporan tertulis dari PT. Kartika Gloria Bahari. Apabila PT.Kartika Gloria Bahari tidak atau lalai melaporkan terjadinya keadaan force major tersebut, maka force major yang dapat menyebabkan keterlambatan pekerjaan dianggap tidak pernah ada. 8. Penyelesaian atas Pembayaran Klaim Penyelesaian pembayaran klaim dilakukan dengan cara memotong biaya jasa angkutan PT. Kartika Gloria Bahari untuk pekerjaan pengangkutan yang bersangkutan. 8. Perselisihan dan lain-lain Kedua belah pihak telah menyatakan kesepakatan, bahwa apabila terjadi perselisihan maka akan diselesaikan dengan jalan musyawarah dan jika dengan cara tersebut tidak tercapai penyelesaian, maka akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
83
C. Pertanggungjawaban proses pengangkutan (PT. Kartika Gloria Bahari) Setelah dilaksanakan perjanjian pengangkutan oleh PT. Samudra Mandiri Jaya dan PT. Kartika Gloria Bahari, maka untuk selanjutnya PT. Kartika Gloria Bahari bertanggung jawab terhadap barang yang dikirim oleh PT. Samudra Mandiri Jaya mulai saat diterimanya barang hingga saat diserahkannya barang di pelabuhan tujuan. Pada dasarnya PT. Kartika Gloria Bahari selaku pengangkut mempunyai tanggung jawab, seperti : 1). Di Gudang Pengirim a. Mempersiapkan dengan layak barang yang oleh PT. Samudra Mandiri Jaya diperintahkan untuk dikirim dan menyerahkannya kepada Pengangkut sesuai dengan ketentuan. b. Bersama Pengangkut mempersiapkan dokumen-dokumen Pengiriman sesuai dengan ketentuan. c. Meneliti sarana angkutan yang akan dipakai (untuk angkutan laut). d. Melaporkan pertanggungjawaban secara periodik kepada PT. Samudra Mandiri Jaya selaku Pengirim. e. Bertanggung jawab atas klaim perbedaan kualitas. 2). Di Gudang Penerima a. Menerima seluruh barang yang diangkut oleh Pengangkut. b. Bersama Pengangkut mempersiapkan dokumen-dokumen penerima barang sesuai dengan ketentuan. c. Melaporkan pertanggungjawaban kepada PT. Samudra Mandiri Jaya Dalam hal ini Pengangkut : Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
84
a. Melaksanakan angkutan sesuai dengan perjanjian. b. Mempersiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. d. Bertanggung jawab sepenuhnya atas keutuhan, keselamatan dan ketepatan waktu dari barang yang diangkutnya. e. Berhak menolak untuk mengangkut barang yang jenis maupun kualitasnya tidak sesuai dengan Shipping Instruction. Jadi setelah masing-masing pihak mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing, maka diadakanlah penyerahan dan penerimaan barang di gudang pengirim. Dalam proses pengangkutan material bangunan (semen) ini hal tersebut dibuktikan dengan adanya Berita Acara Penyerahan dan Penerimaan Barang di Gudang Pengirim, dengan perincian : Dasar Penyerahan
:
Surat
Perintah
Angkutan
(Shipping
Instruction) tanggal 13 Agustus 2007 Jenis/Kualitas Barang
:
Material Bangunan (Semen) kualitas baik
Jumlah
:
400 ton = 400.000 kg netto = 402.000 kg.
Jenis/keadaan Pembungkus
:
Bag ukuran 15 Kg baik.
Tanggal Penyerahan
:
30 s/d 31 Agustus 2007
Tujuan
:
Pelabuhan Sinabang-Simeuleu Aceh
Penerima
:
PT. Sinar Alam Permai
Keterangan lain-lain
:
Dimuat dengan MV. Sungai Digul
Penimbangan
:
Ditimbang seratus persen.
Bruto
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
85
Setelah serah terima di gudang pengirim, maka selanjutnya PT. Kartika Gloria
Bahari
sebagai
Pengangkut
menyediakan
kapal
untuk
proses
pengangkutan. Selanjutnya PT. Kartika Gloria Bahari mengadakan perjanjian pengangkutan laut yaitu penyewaan kapal dengan Pemilik kapal/Operator MV. Sungai Digul dengan kesediaan kapal untuk pemuatan adalah pada tanggal 24 Agustus 2004 atau setelah menunggu kapal tiba. Di dalam perjanjian penyewaan kapal ini juga dimuat klausula mengenai jenis barang yang akan diangkut, yaitu 400 ton = 400.000 kg netto = 402.000 kg. Bruto in bag @ 15 kg dengan pelabuhan muat yaitu Pelabuhan Belawan
dan Pelabuhan Bongkar adalah
Pelabuhan Sinabang-Simeuleu. Setelah proses perjanjian penyewaan kapal, maka selanjutnya PT. Kartika Gloria Bahari mengajukan surat permintaan penutupan asuransi kapal dari Pelabuhan muat Belawan dengan tujuan Pelabuhan bongkar di SinabangSimeuleu adalah merupakan tanggung jawab PT. Kartika Gloria Bahari.sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Sedangkan biaya asuransi barang dari Pelabuhan muat Belawan dengan tujuan Pelabuhan bongkar di SinabangSimeuleu adalah merupakan tanggung jawab PT. Samudra Mandiri Jaya. Dalam hal ini kita tentunya mengetahui mengapa PT. Kartika Gloria Bahari melakukan penutupan asuransi di dalam proses pengangkutan 400 ton material bangunan (semen) ini adalah dalam rangka pengalihan risiko yang berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut. Asuransi sendiri sering timbul dengan pengalihan risiko yang harus ditanggung oleh pihak yang berkepentingan terhadap suatu kejadian yang belum pasti kapan terjadinya. Pengalihan risiko ini Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
86
dimaksudkan untuk mengurangi tanggung jawab dan beban dari risiko yang mungkin akan timbul tersebut. Demikian pula halnya dalam perjanjian pengangkutan laut. Pengangkut (PT. Kartika Gloria Bahari) tidak ingin memikul beban atas risiko yang mungkin akan timbul baik terhadap barang-barang yang akan dibawanya, maupun atas kapal dan seluruh peralatan serta awak kapalnya sendiri. Dalam asuransi pengangkutan barang melalui laut, yang menjadi pokok pertangungjawaban adalah segala sesuatu yang mengakibatkan rusaknya barang sehingga menimbulkan kerugian bagi pemiliknya, karena terjadinya suatu bahaya di laut. Dengan demikian dapat kita lihat bahwa latar belakang utama diadakannya perjanjian asuransi dalam perjanjian pengangkutan laut adalah meminimalisir risiko yang timbul atas barang-barang yang diangkut karena bahaya laut. 61 Untuk memungkinkan penutupan kontrak asuransi atas muatan kapal, supaya dapat ditetapkan jenis-jenis risiko terhadap mana asuransi ditutup, perlu diadakan penggolongan atau pengkategorian bahaya-bahaya laut yang sangat beraneka ragam itu. Secara kategori bahaya-bahaya laut dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan, yaitu : 1. Bahaya laut yang sebenarnya (perils of the sea). 2. Bahaya laut yang terjadi karena tindakan manusia 62. Bahaya laut yang sebenarnya yaitu segala macam bahaya yang timbul di laut disebabkan oleh perbuatan alam, misalnya topan, badai, ombak besar dan
61
62
Radiks Purba, Asuransi Angkutan Laut, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hal. 86. Ibid.hal. 75.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
87
lain-lain. Sedangkan bahaya laut yang terjadi karena tindakan manusia, misalnya perampasan atau penyitaan oleh pemerintah sesuatu negara dimana kapal singgah, dan lain-lain. Penggolongan bahaya-bahaya di laut dalam kedua kategori bahwa tersebut memang sangat penting, karena dari pembatasan tersebut dapat dilakukan pemisahan yang pasti tentang bahaya mana bagi penanggung tidak memikul kewajiban untuk mengganti kerugian. Tegasnya, penanggung dapat menutup asuransi untuk “Perils of the sea” ditambah bahaya lain yang terjadi karena tindakan manusia. Keseluruhan bahaya-bahaya yang mungkin timbul oleh FCD. Sudjatmiko dinamakan dengan istilah “Perils of the sea”. 63 Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam pasal 593 KUHD yang menyatakan bahwa obyek yang harus dijamin keselamatannya dalam pengangkutan laut, adalah 64 : a.
b.
Tubuh kapal (casco) dengan segala peralatan yang diperlukan untuk perjalanan. Kapal dapat diasuransikan menurut beberapa cara, misalnya diasuransikan seluruhnya terhadap segala risiko yang mungkin terjadi di laut dan asuransi dimaksud itu ditutup suatu jangka waktu tertentu. Di waktu yang lalu, kapal masih memakai layar dan pada awal perkembangan kapal bermesin dibedakan antara tubuh kapal dengan mesin dan perlengkapan berlayar dari kapal. Asuransi dapat ditetapkan untuk tubuh (casco) saja, atau mesinya atau “hull and machinery. Pada masa sekarang umumya seluruhnya diasuransikan, dalam arti tidak terdapat lagi pemisahan antara tubuh dan mesin kapal. Muatan kapal (cargo) Asuransi atas muatan kapal merupakan jenis asuansi yang terpenting dalam pengangkutan barang melalui laut. Karena muatanlah kepentingan yang paling besar dalam pelayaran di laut. Muatan kapal oleh pemiliknya dapat diasuransikan untuk risiko kerugian yang terjadi karena Perils of the sea. 63 64
Ibid, hal. 76. .Subekti, SH dan R. Tjiptosudibio, Op. cit, hal. 187.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
88
c.
d.
e.
Satu dan yang lain tergantung kepada kegiatan pemilik muatan itu untuk mendapatkan perlindungan atas kemungkinan kerugian terhadap muatannya. Keuntungan yang dapat diharapkan (calculated atau imaginary profit). Kalau sebuah kapal tenggelam dan dengan itu muatannya ikut tenggelam, pemilik muatan yang bersangkutan tentunya akan kehilangan keuntungan yang sudah diperhitungkannya seandainya barang-barang itu dengan selamat tiba di pelabuhan tujuan (daerah konsumen). Keuntungan yang tidak jadi diterima itu dalam dunia perdagangan sudah dapat dianggap sebagai suatu kerugian, dan karena tujuan asuransi adalah menutup kerugian, keuntungan yang diharapkan itupun dapat dipertanggungkan dalam asuransi laut, untuk bahaya dan risiko seperti yang ditanggung dalam asuransi muatan. Di masa lalu keuntungan yang diharapkan ini dapat dipertanggungkan dalam sebuah polis sebagai suatu pertanggungan yang berdiri sendiri. Tetapi sekarang asuransi seperti itu sudah tidak lazim, risiko kehilangan muatan/keuntungan yang diharapkan yang sudah diperhitungkan diintegrasikan ke dalam asuransi yang ditutup untuk muatan, dimasukkan dalam hitungan besarnya kepentingan risiko. Uang tambang Dahulu pada saat sistem telekomunikasi belum berkembang seperti sekarang ini dan juga cara pengiriman uang melalui bank-bank belum maju, pemilik kapal atau carrier sering merasa perlu mempertanggungkan uang tambang yang akan diterimanya sebagai hasil pengangkutan yang telah dilakukannya. Uang tambang yang akan diasuransikan itu pada umumnya adalah uang tambang yang akan diterimanya setelah Pengangkut menyerahkan muatan di pelabuhan tujuan, dimana uang tambang tidak dapat ditagih atau akan hilang jika kapalnya tenggelam atau tidak sampai di pelabuhan tujuan. Bahaya perbudakan di laut. Penutupan asuransi untuk bahaya perbudakan di laut agaknya sudah tidak dilakukan lagi sekarang, walaupun dalam polis-polis asuransi laut masih dijumpai syarat-syarat tentang penggantian kerugian karena praktik perbudakan atas awak kapal yang kapalnya dirampas oleh bajak laut masih dijumpai. Dalam UU No. 2 tahun 1992 tentang Perusahaan Perasuransian, penutupan
kontrak asuransi ditandai dengan pembayaran premi asuransi oleh Tertanggung. Setelah terjadinya penutupan kontrak asuransi, maka perusahaan asuransi berkewajiban menjamin risiko-risiko, sebagai berikut :65
65
Soedjono, Wiwoho, 1982, Hukum Pertanggungan Laut, Bina Aksara, Jakarta, hal. 98.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
89
1. Pertanggungan tersebut menjamin segala risiko kerugian atau kerusakan pada objek pertanggungan kecuali risiko-risiko yang telah ditetapkan dalam perjanjian asuransi seperti kerugian, kerusakan atau pengeluaran–pengeluaran yang disebabkan oleh karena salah pengurusan yang disengaja oleh tertanggung, kebocoran biasa dalam hal berat atau isi atau keausan biasa karena
pemakaian
obyek
pertanggungan,
kerugian,
kerusakan,
atau
pengeluaran-pengeluaran yang disebabkan oleh tidak cukupunya atau tidak memadainya pembungkusan atau penyiapan obyek pertanggungan tersebut di dalam suatu kontainer, kerugian, kerusakan atau pengeluaran-pengeluaran yang disebabkan oleh kerusakan sendiri atau karena sifat alamiah pada obyek pertanggungan dan sebagainya. 2. Pertanggungan tersebut menjamin general average (awar umum) dan salvage charges (biaya penolongan), dihitung dan ditetapkan berdasarkan kontrak pengangkutan dan/atau menurut kebiasaan dan hukum setempat yang dikeluarkan dalam rangka menghindari kerugian karena suatu penyebab kecuali pengecualian yang telah disebutkan di atas. 3. Pertanggungan ini diperluas untuk menjamin bagian tanggung jawab Tertanggung di bawah klausula “Both of Blame Collision” daripada kontrak pengangkutan seperti yang berhubungan dengan kerugian yang dijamin di bawah pertanggungan tersebut. Dalam hal suatu tuntutan diajukan oleh pemilik kapal Tertanggung
di bawah klausula Both to Blame Collision tersebut, menyetujui
akan
memberitahukan
hal
tersebut
kepada
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
90
Penanggung yang akan mendapat hak, dengan biaya sendiri, untuk membela Tertanggung dari tuntutan tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa latar belakang utama mengapa diadakan perjanjian asuransi atas barang-barang yang diangkut melalui pengangkutan laut adalah untuk mengalihkan risiko yang timbul selama dalam perjanjian atas muatan yang diangkut. Atau tegasnya pengalihan risiko kerusakan atau susutnya barang-barang yang diangkut pada waktu barang-barang berada dalam tanggung jawab pengangkut, yang diakibatkan oleh Perils of the sea.
D. Proses Tuntutan Ganti Kerugian terhadap Freight Forwarder yang Melaksanakan Pengangkutan Barang di Laut Di dalam proses pengangkutan material bahan bangunan (semen) yang dilaksanakan oleh PT. Kartika Gloria Bahari ternyata berlangsung dengan aman dan selamat sampai ketujuan yaitu Pelabuhan Sinabang-Simeuleu dan diterima oleh PT. Sinar Alam Permai sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Jadi PT. Samudra Mandiri Jaya tidak mengalami kerugian apapun, baik itu keterlambatan, kekurangan, kerusakan, kesusutan maupun penurunan kualitas dari sebagian semen yang diangkut. Hal ini ditandai dengan adanya Berita Acara Pembongkaran yang dibuat oleh MV. Sungai Digul.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
91
Dalam praktik pengangkutan, ada beberapa klaim atau tuntutan ganti kerugian dalam proses pengangkutan yang dapat diajukan oleh pemilik barang, antara lain 66 : a. Kekurangan Yang dimaksud dengan kekurangan adalah berkurangnya jumlah koli daripada barang yang diangkut, atau apa yang dahulu disebut sebagai kekurangan koli. Untuk kekurangan ini tidak diberikan batas pembebasan klaim (toleransi), artinya setiap kekruangan akan dikenakan klaim. Dasar tidak diberikannya batas pembebasan klaim ini adalah bahwa berbeda dengan jenis kerugian yang lain (kesusutan dan kerusakan), kekurangan ini tidak merupakan akibat langsung dari sifat barang itu sendiri. Seperti diketahui, karena sifat dari barang, terutama bahan pangan, yang sebagian besar merupakan barang-barang “bulk” dan sebagian besar adalah barang yang masih dalam proses “hidup” secara organis, sehingga pada batas tertentu adanya kesusutan ataupun kerusakan tak mungkin dihindarkan. Sedangkan kekurangan seperti yang dimaksud di atas tidak berhubungan dengan hal-hal tersebut, tetapi lebih merupakan “kehilangan” krena perbuatan manusia yang bersangkutan dengan barang tersebut. b. Kesusutan Dibedakan dari kekurangan di atas, kesusutan adalah berkurangnya berat barang tanpa diikuti berkurangnya jumlah koli. Untuk kesusutan ini diberikan batas pembebasan klaim sesuai dengan jenis barang dan jenis angkutannya c. Kerusakan Termasuk dalam kategori barang rusak diantaranya adalah sweeping, basah, busuk, serta barang turun mutu sebagai akibat kurang sempurnanya pengangan dan pemeliharaan dan seluruh barang (termasuk barang rusak) harus diserahkan kepada Penerima barang. Dasar dari ketentuan ini adalah untuk menjaga kemurnian “status” daripada Pengangkut (agar jangan merangkap “pedagang” bahan pangan) dan agar sesuai dengan prinsip yang kita anut bahwa sejauh mungkin barang rusak harus diselamatkan guna menambah persediaan barang baik. Untuk kerusakan yang melebihi batas pembebasan klaim Pengangkut akan dikenakan klaim sebesar 50% dari harga satuan pembebanan klaim. Yang dimaksud dengan Harga Satuan Pembebanan Klaim untuk kekurangan, kesusutan dan kerusakan di atas adalah Harga yang tertinggi di antara Harga Buku, Harga Eceran Tertinggi (HET) dan Harga Pasar di tempat tujuan pada saat selesainya penyerahan barang. d. Keterlambatan Penyelesaian Angkutan Di dalam Shipping Instruction dicantumkan jangka waktu penyelesaian angkutan. Yang dimaksud dengan “selesai” dalam hal ini adalah telah diserahkannya seluruh barang tersebut dalam Shipping Instruction di gudang 66
Badan Urusan Logistik, Penuntun Klaim di Lingkungan Bulog/Dolog, Biro Hukum dan Klaim, Jakarta, 1985 , hal. 79-80. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
92
penerima. Dalam hal ini, untuk setiap keterlambatan Pengangkut akan dikenakan denda sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak, kecuali ia dapat membukt ikan bahwa keterlambatan tersebut bukan merupakan kesalahan atau kelalaiannya. e. Perbedaan Kualitas Barang Klaim jenis ini timbul apabila terbukti karena kelalaian Pengirim dan Pengangkut, barang yang terangkut tidak sesuai dengan Shipping Instruction dan contoh/sample barang yang dikirim kepada Penerima, sebagai akibat tidak dilaksanakannya kewajiban Pengirim untuk menjamin kualitas barang/pembungkusnya. Selanjutnya Seorang Pengangkut mempunyai hak untuk menolak mengangkut barang tertentu. Apabila berdasarkan penelitiannya barang yang diserahkan kepadanya untuk diangkut tersebut tidak sesuai dengan perincian jenis/ kualitas barang yang tertera dalam Shipping Instruction. Untuk menengahi perselisihan antara pihak Pengirim barang dengan Pengangkut itu diwajibkan bagi Pengangkut untuk menunjuk Surveyor guna melakukan survey kualitas atas barang yang ditolaknya tersebut dengan segala persyaratan sesuai dengan ketentuan. Hasil dari penelitian Surveyor tersebut dituangkan dalam suatu sertifikat, yaitu sertifikat surveyor tentang kualitas barang yang akan dijadikan dasar untuk menentukan dikirim atau tidaknya barang yang bersangkutan. Secara teoritis, tuntutan ganti kerugian timbul akibat dari adanya kekurangan dan/atau kerusakan pada waktu penyerahan barang dari Maskapai Pelayaran kepada si Penerima (Consignee). Maskapai Pelayaran akan berusaha sebaik-baiknya untuk dapat menyerahkan barang dengan jumlah dan keadaan sesuai dengan yang tercantum di dalam surat pengangkutan (Bill of Lading), namun dalam praktik tidak mungkin
barang-barang selalu dapat diterimakan
kepada Penerima barang tanpa kekurangan atau kerusakan apapun. Kekurangan atau kerusakan dapat saja terjadi di Pelabuhan muat, di atas kapal, di gudang setelah pembongkaran dari kapal di pelabuhan tujuan. Lepas dari persoalan apakah kekurangan atau kerusakan itu terjadi di pelabuhan muat, di atas kapal, atau di gudang, setiap penerima barang berhak mendapatkan surat keterangan dari
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
93
Maskapai Pelayaran, jika pada waktu penerimaan ataupun penyerahan dari gudang Maskapai Pelayaran ternyata telah terjadi kekurangan atau kerusakan. Maskapai Pelayaran biasanya mengeluarkan surat-surat keterangan : 1. Bukti kekurangan (Non-Delivery Certificate), yang dalam praktik disebut E.B. (Except Bewijs), yaitu untuk kekurangan jumlah koli yang tidak diserahkan. 2. Bukti Pemeriksaan (Survey Report), yang dalam praktek lazim disebut dengan CCB. (Claim Constatering Bewijs), yaitu untuk kehilangan isi pada sejumah koli yang rusak. Berdasarkan surat-surat keterangan tersebut di atas, maka Penerima barang dapat mengajukan klaim kepada Maskapai Pelayaran. Penerima barang setelah menerima Except Bewijs atau Claim Constatering Bewijs dapat mengajukan klaim, kepada : 1. Maskapai Pelayaran yang mengeluarkan EB/CCB tersebut 2. Perusahaan Asuransi, jika barangnya telah diasuransikan. Penerima barang dapat mengajukan klaim kepada Maskapai Pelayaran atau agennya di pelabuhan tujuan dengan melampirkan dokumen-dokumen tuntutan, antara lain : a. EB/CCB sebagai bukti barangnya memang hilang atau rusak. b. Copy Bill of Lading, untuk memudahkan Maskapai Pelayaran mengecek apakah barangnya dimuat di atas dek atau tidak serta catatan-catatan lain, karena Bill of Lading merupakan kontrak penangkutan antara Maskapai Pelayaran dengan Pengirim.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
94
c. Faktor (Invoice), untuk mengecek apakah jumlah tuntutannya sesuai dengan faktur tersebut. d. Packing list, untuk mengetahui lebih mendalam tentang perincian barang, ukuran, isi, harga dan lain-lain yang tidak tercantum di dalam faktur. e. Polis asuransi (insurance policy), sebagai pelengkap atas pembayaran suatu klaim jika barangnya diasuransikan. Dasar untuk menetapkan jumlah klaim yang harus dibayar oleh Maskapai Pelayaran kepada penuntut biasanya didasarkan pada harga yang tercantum di dalam Bill of Lading atau Faktur (C&F atau CIF). Selanjutnya Berita Acara baik pemuatan maupun pembongkaran merupakan dokumen yang penting dalam proses pengangkutan. Pada prinsipnya, sesuai dengan fungsi daripada Berita Acara sebagai bukti pertanggungjawaban, dibutuhkan Satu Berita Acara Penyerahan maupun Penerimaan untuk seluruh partai barang yang tertera di dalam Shipping Instruction, atau dengan perkataan lain satu Shipping Instruction untuk satu pengangkutan. Berita Acara Penyeraha maupun Penerimaan di gudang Penerima (berlaku pula untuk Berita Acara Penyerahan maupun Penerimaan di gudang Pengirim). Prinsip ini adalah konsekuensi logis daripada prinsip pertanggungjawaban Pengangkut atas barang yang tidak boleh dipisah-pisahkan, artinya pertanggungjawaban tunggal atas seluruh prestasi yang harus dipenuhinya sesuai dengan Shipping Instruction. Dalam proses pengangkutan, sebenarnya masih ada beberapa dokumen lain yang diterbitkan dalam rangka angkutan Dalam Negeri, tetapi dengan mengingat fungsinya, maka dianggap kurang perlu, yaitu antara lain : Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
95
1). jumlah koli dan berat barang yang diterima dalam keadaan kemps atau robek. 2). jumlah koli dan berat barang yang diterima dalam keadaan rusak (basah, busuk dan jumlah sweeping yang berhasil dikumpulkan). Mengenai sweeping ini harus dijelaskan, bahwa apabila karung yang dipakai bukan karung orisinil tidak ikut dijumlah dalam koli yang diterima. Khusus untuk angkutan laut harus dipisahkan antara sweeping kapal dan sweeping truck, atau sweeping yang terjadi pada saat pemuatan ke kapal (ada pada Berita Acara Pemuatan) dan terjadi setelah pembongkaran. a. Dengan membandingan jumlah barang yang diterima Pengangkut dengan yang diserahkannya ke gudang, harus disebutkan kekurangan dan kesusutan yang terjadi. b. Jenis maupun kualitas barang dengan penjelasan apakah jenis maupun kualitas tersebut sesuai atau tidak dengan contoh yang diterima dari Pengirim. Kunci daripada lengkap dan cermatnya pembuatan Berita Acara ini adalah penelitian atas barang selama penerimaan atau pemasukan gudang harian, oleh karena itu penting sekali untuk membuat daftar harian secara teliti dan seksama, karena dari daftar tersebut Berita Acara disusun. Khusus untuk perusahaan asuransi, secara teoritis apabila ada klaim asuransi, maka perusahaan asuransi akan melakukan survey, yang dilakukan oleh Surveyor (claimmeester) dari Maskapai Pelayaran dengan dibantu dan disaksikan oleh pegawai gudang yang bertanggung jawab dan oleh si penerima barang yang biasanya diwakili oleh ekspeditur (forwarding agent). Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
96
Surveyor harus mencatat hal-hal sebagai berikut : 67 1. Merek dan nomor koli rusakyang hendak diperiksa. 2. Keadaan luar barang (external packing condition), yaitu keadaan kerusakan pembungkus itu sendiri, antara lain : - Case in good order atau carton - Kerusakan case atau carton - Plank broken dst, atau - Unpacked, untuk barang-barang yang tidak dibungkus. 3. Keadaan bungkusan dalam (internal packing condition) 4. Keadaan isi, yaitu : a). Berapa jumlah isi yang baik (intact) beserta nomor-nomor ukuran dan lain-lain. b). Berapa jumlah isi yang rusak atau kosong dan seterusnya pada waktu pemeriksaan. Dalam hal “isi yang tidak dapat dihitung”, misalnya minyak, aspal dalam drum, maka barang-barang tersebut ditimbang atau isinya dikira-kira saja, misalnya : contens found 75 % dan seterusnya. Pemeriksa harus mencatat kenyataan pembungkus, isi dan kerusakan barang yang bersangkutan pada waktu survey. Yang penting pula untuk pengeluaran Survey Report, adalah : a. waktu pemeriksaan, tanggal diadakannya survei. b. tempat dimana pemeriksaan diadakan c. kapal yang mengangkut, nama kapal, tanggal kedatangan, nomor konosemen (B/L), nomo D.O. Hasil pemeriksaan ditandatangani oleh gudang penerima dan surveyor. Berdasarkan hasil pemeriksaan inilah dibuat sebuah “Survey Report” yang asli oleh Maskapai Pelayaran cq bagian klaim. Dengan Survey Report ini si Penerima barang dapat mengajukan tuntutan penggantian kerugian (klaim). 67
Survey Klaim Marine Cargo PT. Asuransi Jasa Indonesia.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
97
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang dapat disampaikan adalah : 1. Freight Forwarder adalah
setiap perusahaan atau badan yang
menjalankan kegiatan dan usahanya untuk kepentingan umum dengan memberikan pelayanan, mempersiapkan serta melaksanakan pengiriman sejumah barang milik orang lain dengan memperoleh imbalan. Untuk maksud ini maka dilakukan pengapalan barang secara terencana, teratur dan bertanggung jawab, demikian juga dengan pemberian pelayanan sesuai dengan peraturan distribusi yang berlaku. Dengan hal ini barangbarang dimaksud akan dapat diberangkatkan dari tempat penerimaannya semula dan diantar sampai ke tempat tujuannya. Freight forwarder harus dapat mendisain dengan baik proses pengangkutan barang mulai dari mewaikili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua
kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan
penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara yang sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerima dengan selamat, dengan kata lain proses penyelenggaraan pengangkutan yang dilakukan oleh freight forwarder adalah dengan sistem “door to door service”, yaitu mulai dari pintu gudang pemilik barang sampai pintu gudang penerima barang. Oleh karena itu pula sebenarnya, pekerjaan Freight Forwarder ini termasuk dalam Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
99
kategori pekerjaan yang menghendaki profesionalisme, dengan mengacu pada prinsip-prinsip manajemen modern dan bukan manajemen kekeluargaan yang cenderung mengacu pada prinsip-prinsip manajemen tradisional. 2. Proses Pengangkutan Material Bangunan (semen) yang dilakukan berdasarkan perjanjian antara PT. Samudra Mandiri Jaya denagn PT. Kartika Gloria Bahari dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang-Simeuleu adalah sebagai berikut : Tahap awal proses pengangkutan antara PT. Samudra Mandiri Jaya selaku Pengirim Barang dengan PT. Kartika Gloria Bahari selaku pengangkut dimulai dengan Perintah Angkutan (Shipping Instruction) yang dikeluarkan oleh PT. Samudra Mandiri Jaya dan dilanjutkan dengan pengikatan perjanjian. Shipping Instruction ini adalah berupa perintah melaksanakan pemuatan, pengangkutan dan penurunan 400 ton material bangunan (semen) dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang/Semeulue untuk Proyek Pembangunan Perumahaan BRR Type 36 di Pulau Simeuleu. Sesuai dengan packing list, dan kualitas barang dalam keadaan baik. Pengangkutan barang berupa material bangunan (semen) ini adalah seberat 400 ton netto sesuai dengan Shipping Instruction dengan deskripsi total bags adalah 580 total bags. Setelah Shipping Instruction ini dibuat, selanjutnya ditentukan beberapa hal yang harus dilaksanakan oleh Pengangkut dalam perjanjian pengangkutan, sehingga menimbulkan hak dan kewajiban para pihak yang antara lain adalah sebagai berikut :
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
100
1). Alat angkut yang digunakan adalah MV. Sungai Digul, ETD 12 Agustus 2007, Pelabuhan Belawan. 2). Pelaksanaan angkutan dilakukan sesuai dengan Surat Perjanjian No. 224/KGB-BUL/BRR-S/V/2007 antara PT. Kartika Gloria Bahari dengan PT. Samudra Mandiri Jaya. 3). Menghubungi dan melaporkan rencana dan pelaksanaan angkutan Penerima yaitu PT. Sinar Alam Permai di Pelabuhan Sinabang-Simeulue, Aceh. 4). Menghubungi Perusahaan Pelayaran untuk angkutan laut, DLLAJR untuk angkutan darat dan instansi-instansi lain yang berkepentingan berkenaan dengan pengurusan izin-izin serta dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pelaksanaan angkutan ini. 5). Segala dokumen yang diperlukan untuk pelaksaan angkutan, harus sudah diselesaikan selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari terhitung mulai tanggal dikeluarkannya Shipping Instruction. 6). Khusus untuk angkutan laut, pengangkut diwajibkan untuk mengusahakan sertifikasi kebersihan kapal yang dibuat oleh Surveyor Independent. 7). Seluruh barang seperti tersebut dalam angka 3 (tiga) di atas harus sudah selesai dilaksanakan oleh Pengangkut selambat-lambatnya ,dalam waktu 5 (lima) hari
kalender tehitung mulai tanggal diterbitkan Shipping
Instruction ini. 8). Biaya angkutan akan dibayarkan sesuai ketentuan tarif yang sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat oleh kedua belah pihak. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
101
9). Pengangkut harus bertanggung jawab terhadap kualitas barang yang diangkut.
3. Pertanggungjawaban dalam Proses Pengangkutan Material Bangunan (semen) yang dilakukan berdasarkan perjanjian antara PT. Samudra Mandiri Jaya dengan PT. Kartika Gloria Bahari dari Pelabuhan Belawan ke Pelabuhan Sinabang-Simeuleu adalah sebagai berikut : Setelah dilaksanakan perjanjian pengangkutan oleh PT. Samudra Mandiri Jaya dan PT. Kartika Gloria Bahari, maka untuk selanjutnya PT. Kartika Gloria Bahari bertanggung jawab terhadap barang yang dikirim oleh PT. Samudea Mandiri Jaya mulai saat diterimanya barang hingga saat diserahkannya barang di pelabuhan tujuan. Pada dasarnya PT. Kartika Gloria Bahari selaku pengangkut mempunyai tanggung jawab, seperti : 1. Di Gudang Pengirim a. Mempersiapkan dengan layak barang yang oleh PT. Samudra Mandiri Jaya diperintahkan untuk dikirim dan menyerahkannya kepada Pengangkut sesuai dengan ketentuan. b. Bersama Pengangkut mempersiapkan dokumen-dokumen Pengiriman sesuai dengan ketentuan. c. Meneliti sarana angkutan yang akan dipakai (untuk angkutan laut). d. Melaporkan pertanggungjawaban secara periodik kepada PT. Samudra Mandiri Jaya selaku Pengirim. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
102
e. Bertanggung jawab atas klaim perbedaan kualitas. 2. Di Gudang Penerima a. Menerima seluruh barang yang diangkut oleh Pengangkut. b. Bersama Pengangkut mempersiapkan dokumen-dokumen penerima barang
sesuai dengan ketentuan.
c. Melaporkan pertanggungjawaban kepada PT. Samudrra Mandiri Jaya. 3. Pengangkut dalm hal ini a. Melaksanakan angkutan sesuai dengan perjanjian. b. Mempersiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan dan juga sesuai pada waktunya. d. Bertanggung jawab sepenuhnya atas keutuhan, keselamatan dan ketepatan waktu dari barang yang diangkutnya. e. Berhak menolak untuk mengangkut barang yang jenis maupun kualitasnya tidak sesuai dengan Shipping Instruction. B. S A R A N Adapun saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Pemerintah hendaknya menghilangkan marginalisasi peraturan mengenai peran freight forwarder. Dengan perannya yang sangat luas sebagai arsitek pengangkutan, freight forwarder hendaknya tidak lagi hanya sekedar sebagai penunjang dalam pengangkutan laut atau usaha yang terkait dalam pengangkutan laut, namun merupakan salah satu bagian penting dalam mata rantai perhubungan di Indonesia.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
103
2. Hendaknya para pihak yang terlibat di dalam proses pengangkutan dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perjanjian pengangkutan laut, agar para pihak dapat mengetahui dengan persis apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka sebagai pihak yang terlibat dalam proses perjanjian. 3. Pemerintah
hendaknya lebih meningkatkan lagi peraturan di bidang
tuntutan ganti kerugian, sehingga akan lebih menjamin kepastian hukum di dalam proses pengajuan tuntutan ganti kerugian (klaim), demikian pula yang berkaitan dengan masalah tentang siapa yang paling berhak untuk mengajukan klaim dan siapa pula pihak yang berkewajiban untuk membayar atau mengganti kerugian atas barang-barang yang rusak ataupun kurang dalam perjanjian pengangkutan laut. 4. Pemerintah hendaknya membuat suatu peraturan baku untuk menjadi pedoman mengenai tata cara perhitungan pembayaran ganti kerugian sehingga dalam proses penghitungan
dan pembayaran tuntutan ganti
kerugian para pihak mempunyai pedoman dan petunjuk yang seragam dan baku sehingga
tidak menimbulkan perbedaan
dalam hal jumlah dan
perhitungan ganti kerugian.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
104
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU Adji, Sution Usman, Djoko Prakoso dan Hari Pramono, Hukum Pengangkutan di Indonesia , Rineka Cipta, Jakarta,1991.
CIFFA, Canadian International Freight Forwarder Association, Jld. I, CIFFA Course Contribution. Ichsan, Achmad, Dunia Usaha Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986. Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Darat, Laut dan Udara, Peneribit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991. Purba, Radiks, Asuransi Angkutan Laut, Rineka Cipta, Jakarta, 1998. Purwosutjipto, HMN, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan, Djambatan, Jakarta, 1981. Puspa, Yan, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda-Indonesia-Inggris, Aneka Ilmu, Indonesia, 1977. Ronosentono, M. Noch Idris, Pengetahuan Dasar Tatalaksana Freight Forwarding, CV. Infomedika, Jakarta, 1997. Suyono, R.P, Pengangkutan Intermoda Eksport Import Melalui Laut, Edisi ke-2, Cetakan I, Penerbit PPM, Jakarta, 2003. Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
105
Soekardono, R, Hukum Perkapalan Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta,1982. Siregar, Hasnil Basri, Kapita Selekta Hukum Laut Dagang, Penerbit Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1993. -------------------------, Multimoda Transport dalam Kerangka Bisnis dan Hukum, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum USU, Medan, 1998. Siregar, Muchtaruddin, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1990. Soekanto Soerjono, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat Rajawali Pers, Jakarta,1990. Subekti, R. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1991. Sukirman, Ekspedisi Muatan, Alumni, Bandung, 1985. Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta 1998. Survey Klaim Marine Cargo PT. Asuransi Jasa Indonesia. Wiradipradja, Saefullah, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional, Cetakan I, Liberty, Yogyakarta, 1998. Wiwoho, Soedjono, Hukum Pertanggungan Laut, Bina Aksara, Jakarta, 1982.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran UU Pelayaran Tahun 2008 Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009
106
Keputusan Menteri Perhubungan No. 10 Tahun 1998 tentang Jasa Pengurusan Transportasi.
Dewi Meivisa Harahap : Peranan Dan Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarder) Dalam Proses Pengangkutan Barang Di Laut (Studi Kasus pada PT. Kartika Gloria Bahari Medan), 2008. USU Repository © 2009