1 TINJAUAN YURIDIS MENGENAI ASURANSI DALAM TRANSAKSI BISNIS MELALUI INTERNET (E-COMMERCE) DALAM PERSFEKTIF HUKUM PERDATA INDONESIA
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
DISUSUN OLEH :
OPPON SIREGAR NIM : 030 – 200 - 278
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
2 TINJAUAN YURIDIS MENGENAI ASURANSI DALAM TRANSAKSI BISNIS MELALUI INTERNET (E-COMMERCE) DALAM PERSFEKTIF HUKUM PERDATA INDONESIA
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
DISUSUN OLEH :
OPPON SIREGAR NIM : 030 – 200 - 278
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
DISETUJUI OLEH : KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS NIP. 131 764 556
Dosen Pembimbing I
Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS NIP.131 764 556
Dosen Pembimbing II
Hermansyah, SH.M.Hum NIP. 131 460 767
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
3
KATA PENGANTAR
Syukur Penulis ucapkan ke Hadirat Allah SWT yang telah mengkaruniai kesehatan dan kelapangan berpikir kepada Penulis sehingga akhirnya tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul :“TINJAUAN YURIDIS MENGENAI ASURANSI DALAM TRANSAKSI BISNIS MELALUI INTERNET
(E-COMMERCE)
DALAM PERSFEKTIF HUKUM PERDATA INDONESIA”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen
Hukum
Keperdataan. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2.
Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.MH selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU.
3.
Bapak Syafruddin, SH.MH selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.
4.
Bapak M. Husni, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.
5.
Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MH selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi ini.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
4 6.
Bapak Hermansyah, SH.M.Hum sebagai Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi ini.
7.
Bapak/Ibu para dosen dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum USU dimana penulis menimba ilmu selama ini.
8.
Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum USU yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu. Semoga persahabatan kita tetap abadi. Demikian Penulis sampaikan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk
menambah dan memperluas cakrawala berpikir kita semua.
Medan, Penulis,
Mei 2008
Oppon Siregar
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
5
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi dan komputer telah mendorong kehidupan manusia pada apa yang disebut dengan interkoneksitas global. Dalam proses interkoneksitas global tersebut
dunia diarahkan pada upaya
maksimalisasi pemanfaatan sarana tekonologi komunikasi dan telekomunikasi seperti komputer, telepon, televisi, perangkat elektronik dan internet, sehingga menjadi kekuatan global. Dalam keadaan seperti ini, jika tidak hati-hati mengaturnya, maka akan menimbulkan kekacauan 1. Ethan Katsh, Guru Besar University of Massachusetts menyebutkan bahwa ada keterkaitan yang erat antara waktu (time), ruang (space) dan hukum (law). Perubahan dan perkembangan yang cepat dari teknologi membawa akibat penggunaan ruang yang semakin mendesak dan dalam hal ini harus dibarengi dengan rules of conduct (aturan hukum) yang memadai. Dunia harus dapat mengantisipasi agar salah satu faktor dari ketiga faktor di atas jangan sampai tertinggal dari yang lainnya, karena akan menimbulkan ketidakseimbangan global 2. Perkembangan penggunaan teknologi informasi, telekomunikasi dan komputer telah mendorong pula berkembangannya berbagai transaksi melalui internet di berbagai aspek seperti E-commerce, E-banking, E-trade, E-busines, E-retailing dan sebagainya. Sebagai contoh, transaksi e-commerce antar perusahaan menurut 1
Amir Syamsuddin, Hukum Siber, Jurnal Keadilan, Vol. 1. No. 3, September 2001, Penerbit Pusat Kajian Hukum dan Keadilan. 2 Ibid. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
6 perkiraan mencapai US $ 145 milyar tahun 1999 dan naik menjai US $ 7, 29 triliun pada tahun 2004 3. Jaringan komputer global (internet) pada awalnya digunakan hanya untuk saling tukar menukar informasi saja, tetapi fungsinya kemudian meningkat dari sekadar media komunikasi tetapi juga telah menjadi sarana untuk melakukan kegiatan-kegiatan komersial seperti informasi, penjualan dan pembelian produk. Sesuai dengan perkembangan bisnis global maka internet dipercaya sebagai suatu sarana yang murah, massal dan cepat untuk melakukan kegiatan-kegiatan bisnis lintas negara. Keberadaannya kemudian menjadi sebuah intangible asset (asset yang sangat besar) sebagaimana layaknya sebuah intellectual property (HAKI). Michael Chissik dan Alistair Kelman mengemukakan bahwa sekarang ini telah menjadi revolusi di dunia cyber khususnya e-commerce sebagaimana dikatakan : “Everybody agrees that electronic commerce is going to revolutionise spending habits and change the way business is conduct. The reasons are many and varied such as globalization and the dismantling of trade barriers, the deployment of smart cards, the internet, and the de facto emergence of English as the global language”. Pernyataan di atas mengandung makna bahwa setiap orang menyetujui bahwa komersialisme melalui elektronik merupakan suatu revolusi yang menghilangkan dan merubah sistem bisnis biasa. Alasannya adalah telah timbulnya
globalisasi dan
perdagangan bebas, perkembangan sistem kartu identitas dan sebagainya, internet adalah satu hal yang sangat penting juga khususnya dalam perkembangan bahasa bisnis global. 4
3 4
Ibid, hal. 5. Ibid, hal. 6.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
7 Pada awalnya “electronic commerce” (e-commerce) bergerak dalam bidang retail seperti perdagangan CD atau buku lewat situs dalam world wide web (www). Tapi saat ini e-commerce sudah melangkah jauh menjangkau aktivitasaktivitas di bidang perbankan dan jasa asuransi yang meliputi antara lain “account inguiries/pembukaan rekening perbankan”, “loan transaction/transaksi kredit” dan sebagainya. Sampai saat ini belum ada
pengertian yang tunggal
mengenai
E-commerce. Hal ini disebabkan karena hampir setiap saat muncul bentuk-bentuk baru dari E-commerce dan tampaknya E-commerce ini merupakan salah satu aktivitas cyberspace yang berkembang sangat pesat dan agresif. Secara singkat
E-commerce
dapat dipahami sebagai jenis transaksi
perdagangan baik barang maupun jasa lewat media elektronik. Dalam usaha bidang operasionalnya E-commerce ini dapat berbentuk B to B (Business to Business/Bisnis untuk Bisnis) atau B to C (Business to Consumers/Bisnis untuk Konsumen). Khusus untuk B to C pada umumnya posisi konsumen tidak sekuat perusahaan sehingga dapat menimbulkan beberapa persoalan. Oleh karena itu para konsumen harus berhati-hati dalam melakukan transaksi lewat internet. Persoalan tersebut antara lain menyangkut masalah mekanisme pembayaran (payment mechanism) dan jaminan keamanan dalam bertransaksi (security risk) 5 Dengan adanya teknologi internet, aktivitas bisnis saat ini mampu terkoneksi dari pelbagai penjuru dunia secara langsung dan memungkinkan dilakukannya transaksi secara real time. Dengan demikian, sistem baru dalam dunia usaha tampak jelas di depan mata. Namun tidak hanya sistem perekonomian baru yang dijumpai, tapi juga suatu bentuk resiko baru yang sebagian besar berkaitan
5
Atif Latifulhayat, Hukum Siber, Urgensi dan Permasalanya, artikel dimuat di dalam Jurnal KEADILAN, Vol. 1 No. 3, September 2001. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
8 dengan masalah keamanan dan privacy. Akibatnya dari perkembangan ini, resiko usaha menjadi semakin kompleks saja. Internet merupakan jaringan terbuka (open network) yang memungkinkan pihak lain baik yang berkepentingan maupun tidak berkepentingan ikut berpartisipasi di dalamnya. Terhubungnya jaringan komputer suatu perusahaan dengan dunia maya melalui internet membuka peluang terjadinya kerusakan, karena pihak luar saat ini sangat potensial untuk melakukan serangan maupun manipulasi database suatu perusahaan yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan. Kejahatan dalam dunia internet atau yang biasa disebut dengan cybercrime, seperti bentuk pencurian kartu kredit, hacking, cracking, penyadapan transmisi data merupakan suatu bentuk kejahatan yang sangat potensial yang mampu menimbulkan kerugian finansial. Namun, bentuk umum serangan yang terjadi dari jaringan internet adalah virus invasion, instrusi hackers, maupun upaya memacetkan website melalui serangkaian upaya membanjiri server dengan sejumlah informasi dalam skala besar. Berbagai bentuk tersebut berimplikasi pada kerugian yang tidak sedikit bagi perusahaan sasaran/obyek. Faktor penunjang lain yang menimbulkan kerugian peusahaan tidak sepenuhnya ditentukan oleh faktor eksternal, namun juga bisa disebabkan faktor internal. Faktor internal ini diartikan dalam kapasitas kemampuan dan pengetahuan seputar dunia komputasi bagi orang dalam (intern perusahaan). Pengetahuan dan kemampuan ini dalam lingkup yang mengerti seluk beluk komputasi (paham tekonologi) maupun yang sama sekali tidak mengerti komputasi. Berbagai bentuk proteksi yang diterapkan perusahaan-perusahaan yang terhubung dengan internet dewasa ini, cukup memberikan perlindungan atas propertinya, yaitu terhadap sistem komputasi dan data elektronik perusahaan. Namun Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
9 sistem keamanan yang diterapkan tersebut tidak selamanya memberi perlindungan total. Seperti yang disebutkan sebelumnya, perusakan sistem keamanan (security breaches) dapat terjadi, antara lain dikarenakan faktor unauthorized access, maupun adanya penggunaan sistem komputasi dan data perusahaan oleh pihak luar atau pihak dalam (insider or outsider). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis merasa sangat tertarik untuk membahas bagaimana proteksi atau perlindungan kegiatan bisnis yang dilakukan melalui internet. Karena bila dinilai secara nominal, kerugian yang diderita perusahaan akibat kerusakan sistem jaringan komputer dan internet sangat tinggi dan kemungkinan mencapai jutaan dollar AS. Resiko-resiko baru sebagaimana digambarkan di atas merupakan alasan-alasan yang cukup kuat sehingga orang perorangan atau perusahaan mengasuransikan transaksi bisnis mereka yang dilakukan melalui internet. Secara teoritis disebutkan atas apapun resiko yang muncul yang mampu menimbulkan kerugian dapat dijadikan obyek asuransi atau dengan kata lain dapat diasuransikan. Adapun yang dimaksud dengan obyek asuransi berdasar pasal 1 butir (2) Undang-undang No. 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, adalah: "benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya" Dari batasan tersebut, resiko-resiko seputar sistem keamanan jaringan komputer dan internet dapat dijadikan sebagai obyek asuransi atau dengan kata lain dapat diasuransikan. Hal ini yang menimbulkan apa yang kita kenal sebagai cyber insurance.
B. Perumusan Permasalahan Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
10 Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah, sebagai berikut : 1. Apakah alasan-alasan dan risiko-risiko perdagangan yang mungkin terjadi sehingga perdagangan melalui internet perlu diasuransikan. 2. Bagaimana prinsip-prinsip asuransi perdagangan melalui internet. 3. Kedudukan Asuransi perdagangan melalui Internet dalam KUHPerdata dan KUHD.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini secara singkat, adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui alasan-alasannya dan resiko-resiko perdagangan yang mungkin terjadi sehingga perdagangan melalui internet perlu diasuransikan. 2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip asuransi perdagangan melalui internet 3. Untuk mengetahui kedudukan Asuransi perdagangan melalui Internet dalam KUHPerdata dan KUHD Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk : 1. Manfaat secara teoretis. Penulis berharap kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk dapat memberikan masukan sekaligus
menambah khasanah ilmu pengetahuan dan
literature dalam dunia akademis, khususnya tentang hal-hal yang berhubungan dengan Asuransi perdagangan melalui Internet. 2. Manfaat secara praktis Secara praktis
penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi
pengetahuan tentang asuransi khususnya untuk perdagangan yang dilakukan Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
11 melalui internet.
Seperti yang diketahui bersama, Banyak kendala dan
permasalahan yang terjadi sehubungan dengan transaksi bisnis melalui internet ini, salah satunya adalah dalam menjaga kerahasiaan transaksi (confidentiality). Kerahasiaan transaksi di dalam internet kurang terjamin, terutama karena Internet merupakan jaringan publik yang dapat diakses oleh setiap orang yang yang terhubung dengannya. Data atau informasi yang lalu-lalang di Internet ibarat kartu pos yang tidak ada amplopnya. Menjaga keutuhan transaksi (integrity) adalah juga permasalahan penting dalam hal ini. Dapat saja setiap orang, dengan ketrampilan yang memadai mengubah data dalam komputer tanpa menghilangkan jejak. Selain dari kedua masalah yang disebutkan di atas, terdapat juga dua masalah keamanan lainnya. Adalah sulit menentukan dan memastikan status subyek hukum, dalam hal ini keautentikan dan kewenangan (authentication and authorization) dari para pihak yang terlibat, baik pihak konsumen maupun produsen. Sekalipun masalah-masalah tersebut dapat diatasi secara teknis, namun demikian perumusan konstruksi perlindungan hukumnya tidak akan sesederhana itu. Kegiatan transaksi bisnis, interaksi antara produsen dengan konsumen, adalah fenomena yang dapat diasumsikan akan terus berlangsung dan langgeng. Inovasi teknologi, dalam hal ini pengamanan jaringan dan informasi akan terus pula berganti-ganti,
sejalan
dengan
semakin
canggihnya
upaya
untuk
menggagalkannya.
D. Keaslian Penelitian Pembahasan skripsi ini dengan judul : “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI ASURANSI
DALAM
(E-COMMERCE)
TRANSAKSI
BISNIS
MELALUI
INTERNET
DALAM PERSFEKTIF HUKUM PERDATA INDONESIA”,
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
12 adalah masalah yang sebenarnya sudah sering kita dengar. Namun yang dibahas dalam skripsi ini adalah khusus mengenai kemungkinan asuransi perdagangan melalui internet dan kemungkinan penerapannya di Indonesia. Pembahasan di dalam skripsi ini difokuskan pada perdagangan yang menggunakan kunci-kunci kriptografis dan menggunakan sistem pembayaran Secure Electronic Transaction (SET). Adapun latar belakang pemilihan SET sebagai contoh kasus transaksi E-commerce barbasis tanda tangan digital adalah karena SET yang merupakan protokol transaksi perdagangan pertama yang diakui sebagai defacto oleh dunia transaksi elektronik. Salah satu sebabnya adalah karena yang mengeluarkan standar protokol SET adalah Visa dan Mastercard yang memiliki pangsa pasar kartu kredit yang sangat besar di dunia. Kecenderungan dalam E-Commerce juga mengarah pada penggunaan SET dikarenakan kelebihannya yang tahan terhadap berbagai serangan. Permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin-doktrin yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.
E. Tinjauan Kepustakaan Istilah cyber space untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh William Gibson, seorang penulis fiksi ilmiah (science fiction) dalam novelnya yang berjudul
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
13 Neuromacer. Istilah yang sama kemudian diulanginya dalam novelnya yang lain yang berjudul Virtual Light.6 Menurut Gibson, cybersace : “….was a consensual hallucination that felt and looked like a physical space but actually was a computer – generated construct representing abstract data”. Pernyataan ini berarti bahwa cyberspace adalah : ……. Sebuah aplikasi halusinasi yang dirasakan dan dilihat sebagai dunia non fisik dan diaktualisasikan dalam konstruksi komputer dan data abstrak.
7
Pada perkembangan selanjutnya seiring dengan meluasnya penggunaan computer, istilah ini kemudian dipergunakan untuk menunjuk sebuah ruang elektronik (electronic space), yaitu sebuah masyarakat virtual yang terbentuk melalui komunikasi yang terjalin dalam sebuah jaringan computer (interconnected networks). Pada saat ini, cyberspace sebagaimana dikemukakan oleh Cavazos dan Morin adalah : “….represent a vast array of computer systems accessible from remote physical locations”, yang berarti bahwa sistem computer merupakan penyesuaian/konkritisasi dari alam yang bersifat fisik 8. Aktivitas yang potensial untuk dilakukan di cyberspace tidak dapat diperkirakan secara pasti mengingat kemajuan teknologi informasi yang sangat cepat dan mungkin sulit diprediksi. Namun, saat ini ada beberapa aktivitas utama yang sudah dilakukan di cyberspace seperti Commercial On-Line Services (pelayanan komersial on-line), Bulletin Board Systems (System Buletin/Laporan), Conferencing Systems (System Konferensi), Internet Relay Chat (Sistem Komunikasi Internet), Usenet (pengguna internet), E-mail List (Pelayanan E-mail, sistem komunikasi
6
Ismamulhadi, Penyelesaian sengketa dalam Perdagangan secara Elektronik, Cyberlaw : Suatu Pengantar, Pusat Studi Cyberlaw, UNPAD, Bandung, 2002, hal. 5. 7 Ibid, hal. 6. 8 Ibid. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
14 melalui internet), dan Entertainment (hiburan). Sejumlah aktivitas tersebut saat ini dengan mudah dapat dipahami oleh masyarakat kebanyakan sebagai aktivitas yang dilakukan lewat Internet. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa apa yang disebut dengan “cyberspace” itu tidak lain adalah internet yang juga sering disebut sebagai “a network of networks ( sebuah jaringan dari jaringan)”. Dengan karakteristik seperti ini kemudian ada juga yang menyebut cyberspace dengan istilah “virtual community” (masyarakat maya) atau “vitual world” (dunia maya). Dunia maya ini telah mengubah kebiasaan banyak orang, yaitu orangorang yang dalam kehidupannya terbiasa menggunakan internet. Berbelanja, mengirim surat, mengirimkan surat lamaran kerja, berkirim photo, mencari informasi, melakukan pembicaraan jarak jauh tidak ubahnya seperti sedang bertelepon, mengambil uang dari Bank, membuat desain bangunan oleh arsitek, berkonsultasi tatap muka (yaitu masing-masing pihak muncul gambarnya pada layar komputer mereka masing-masing karena masing-masing komputer dilengkapi dengan kamera, melihat film, mendengarkan lagu-lagu CD, mendengarkan radio, dan lain-lain. Semua itu dapat mereka lakukan praktis pada saat ini hampir semua kegiatan yang dapat dilakukan di dunia nyata (real world) dapat dilakukan di dunia maya (virtual world). Bahkan di dunia maya orang telah melakukan berbagai tindak kejahatan yang justru tidak dapat dilakukan di dunia nyata.
9
Seseorang yang ingin mengakses ke internet, pertama sekali harus memiliki seperangkat alat dan sarana yang terdiri dari kompuer dengan spesifikasi dan sistem operasi tertentu (biasanya yang lazim dipergunakan adalah WINDOWS
9
Heru Soepraptomo, Kejahatan Komputer dan Siber Serta Antisipasi Pengaturan, Badan Pencegahannya di Indonesia, Makalah dalam Seminar Antisipasi Hukum Cyber terhadap Kejahatan E-Commerce Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Sumatera Utara, Medan, 20 Desember 2002, hal. 3-4. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
15 dengan program Windows Explorer, produksi dan Microsoft Corp), sebuah saluran telepon dan sebuah modem. Modem adalah alat yang biasa menggabungkan fungsi telepon dan komputer sehingga komputer dapat menerima data-data yang ada di dalam saluran telepon. Untuk mengakses internet harus mendaftarkan kepada sebuah perusahaan penyedia jasa internet yaitu Internet Service Provider (ISP). Jasa ISP diantaranya adalah menyediakan akses tersebut kepada para pelanggannya dan setelah orang tersebut mendaftarkan dirinya dengan biaya akses tertentu, maka perusahaan ISP akan memberikan kepadanya suatu kode-kode untuk menginstall sambungan internet ke komputernya. ISP yang tekenal di Indonesia di antaranya
adalah Indonet, CBN, Indosat dan lain-lain. Biasanya ISP adalah
perusahaan yang mandiri terlepas dari perusahaan telekomunikasi, tetapi sekarang Telkom sebagai penyedia jasa telekomunikasi ternyata juga menyediakan jasa akses internet tersebut kepada para pelanggannya melalu jasa Telkomnet Instan. Apabila seseorang telah terdaftar di suatu ISP, biasanya ia akan diberi suatu alamat gratis dengan domain dari ISP tersebut, misalnya jika ia terdaftar di CBN maka alamatnya adalah
[email protected]. Fungsi alamat disini adalah sebagai alat komunikasi ke luar (melalui sebuah “surat” yang dapat dibaca di komputer) antara sesama pengguna internet lain atau dengan ISP itu sendiri (informasi billing / informasi tagihan atau berita) atau juga dengan perusahaan/institusi lain. 10 Dalam hal seseorang (pelaku bisnis) ingin menginformasikan perusahaan dan kegiatan usahanya kepada pengguna internet lainnya maka pelaku bisnis itu akan membuat situs. Situs adalah sebuah tempat atau site di dalam dunia maya (cyber world) atau internet di mana pelaku bisnis menempatkan seluruh informasi yang
10
Ny, Tien Saefullah, Yurisdiksi sebagai Upaya Penegakan Hukum dalam Kegiatan Cyberspace, Cyberlaw : Suatu Pengantar, Pusat Studi Cyber Law, UNPAD, Bandung, 2002, hal. 10. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
16 diinginkan. Untuk dapat dibaca masyarakat informasi ini disediakan dalam bentuk homepage. Pembentukan situs tersebut diadakan antara pelaku bisnis dengan ISP dalam satu bentuk kontrak yang dinamakan websited design and development contract (kontrak disain dan pengembangan suatu situs/website). 11 Tugas seorang web designer adalah selain ia mendesain suatu situs, ia juga akan menempatkan (tidak selalu tugas dari web designer) situs tersebut ke dalam jaringan internet yaitu biasanya terletak di jaringan “www” atau “World Wide Web”. Pendaftarannya sendiri di Indonesia dapat dilakukan oleh beberapa institusi penyedia jasa yang memiliki jatah IP Address yang biasanya adalah ISP. Semakin
konvergennya
perkembangan
Teknologi
Informasi
dan
Telekomunikasi dewasa ini, telah mengakibatkan semakin beragamnya pula aneka jasa-jasa (features) fasilitas telekomunikasi yang ada, serta semakin canggihnya produk-produk teknologi informasi yang mampu mengintegrasikan semua media informasi. Ditengah globalisasi komunikasi yang semakin terpadu (global communication network) dengan semakin populernya Internet seakan telah membuat dunia semakin menciut (shrinking the world) dan semakin memudarkan batas-batas negara berikut kedaulatan dan tatananan masyarakatnya. Ironisnya, dinamika masyarakat Indonesia yang masih baru tumbuh dan berkembang sebagai masyarakat industri dan masyarakat Informasi, seolah masih tampak prematur untuk mengiringi perkembangan teknologi tersebut. Pola dinamika masyarakat Indonesia seakan masih bergerak tak beraturan ditengah keinginan untuk mereformasi semua bidang kehidupannya ketimbang suatu pemikiran yang handal untuk merumuskan suatu kebijakan ataupun pengaturan yang tepat untuk itu. Meskipun masyarakat telah banyak menggunakan produk-produk 11
Ibid, hal. 15.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
17 teknologi informasi dan jasa telekomunikasi dalam kehidupannya, namun bangsa Indonesia secara garis besar masih meraba-raba dalam mencari suatu kebijakan publik dalam membangun suatu
infrastruktur
yang
handal (National Information
Infrastructure) dalam menghadapi infrastruktur informasi global (Global Information Infrastructure). Komputer sebagai alat bantu manusia dengan didukung perkembangan teknologi informasi telah membantu akses ke dalam jaringan jaringan publik (public network) dalam melakukan pemindahan data dan informasi. Dengan kemampuan komputer dan akses yang semakin berkembang maka transaksi perniagaan pun dilakukan di dalam jaringan komunikasi tersebut. Jaringan publik mempunyai keunggulan dibandingkan dengan jaringan privat dengan adanya efisiensi biaya dan waktu. Sesuai dengan sifat jaringan publik yang mudah untuk diakses oleh setiap orang menjadikan hal ini sebagai kelemahan bagi jaringan itu. 12 Electronic Commerce (Perniagaan Elektronik), sebagai bagian dari Electronic Business (bisnis yang dilakukan dengan menggunakan electronic transmission, oleh para
ahli
dan
pelaku bisnis dicoba dirumuskan definisinya dari terminologi
E-Commerce (Perniagaan Elektronik). Secara umum E-commerce dapat didefinisikan sebagai segala bentuk transaksi perdagangan/perniagaan barang atau jasa (trade of goods and service) dengan menggunakan media elektronik. Jelas, selain dari yang telah disebutkan di atas, bahwa kegiatan perniagaan tersebut merupakan bagian dari kegiatan bisnis. Kesimpulan: "E-commerce is a part of e-business”. 13
12
Edmon Makarim, Kerangka Hukum Digital Signature dalam Electronic Commerce, Makalah ini pernah dipresentasikan di hadapan Masyarakat Telekomunikasi Indonesia pada bulan Juni 1999 di Pusat Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, hal. 9. 13 Ibid, hal. 10. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
18 Media elektronik yang dibicarakan di dalam tulisan ini untuk sementara hanya difokuskan dalam hal penggunaan media internet, mengingat penggunaan media internet yang saat ini paling populer digunakan oleh banyak orang, selain merupakan hal yang bisa dikategorikan sebagai hal yang sedang ‘booming’. Perlu digarisbawahi, dengan adanya perkembangan teknologi di masa mendatang, terbuka kemungkinan adanya penggunaan media jaringan lain selain internet dalam E-commerce. Jadi pemikiran kita jangan hanya terpaku pada penggunaan media internet belaka. Penggunaan internet dipilih oleh kebanyakan orang sekarang ini karena kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh jaringan internet, yaitu : 14 1. Internet sebagai jaringan publik yang sangat besar (huge/widespread network), layaknya yang dimiliki suatu jaringan publik elektronik, yaitu murah, cepat dan kemudahan akses. 2. Menggunakan electronic data sebagai media penyampaian pesan/data sehingga dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara mudah dan ringkas, baik dalam bentuk data elektronik analog maupun digital. Dari apa yang telah diuraikan di atas, dengan kata lain; di dalam e-commerce, para pihak yang melakukan kegiatan perdagangan/perniagaan hanya berhubungan melalui suatu jaringan publik (public network) yang dalam perkembangan terakhir menggunakan media internet. Telah dikemukakan di bagian awal tulisan, bahwa koneksi ke dalam jaringan internet sebagai jaringan publik merupakan koneksi yang tidak aman. Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa E-commerce yang dilakukan dengan koneksi ke internet adalah merupakan bentuk transaksi beresiko tinggi yang dilakukan di media yang tidak aman.
14
Ibid, hal. 11.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
19 Kelemahan yang dimiliki oleh internet sebagai jaringan publik yang tidak aman ini telah dapat diminimalisasi dengan adanya penerapan teknologi penyandian informasi (Crypthography). Electronic data transmission dalam E-commerce disekuritisasi dengan melakukan proses enkripsi (dengan rumus algoritma) sehingga menjadi cipher/locked data yang hanya bisa dibaca/dibuka dengan melakukan proses reversal yaitu proses dekripsi sebelumnya telah banyak diterapkan dengan adanya sistem sekur iti seperti SSL, Firewall, dsb. Perlu diperhatikan bahwa, kelemahan hakiki dari open network yang telah dikemukakan tersebut semestinya dapat diantisipasi atau diminimalisasi dengan adanya sistem pengamanan jaringan yang juga menggunakan kriptografi terhadap data dengan menggunakan sistem pengamanan dengan Digital Signature. Digital Signature adalah suatu sistem pengamanan yang menggunakan public key cryptography system, atau secara umum pengertiannya adalah : “A data value generated by public key algorithm based on the contents of a lock data and a private key, yielding so individualized crypto checksum”. 15 Tujuan dari suatu tandatangan dalam suatu dokumen adalah untuk memastikan otentisitas dari dokumen tersebut. Suatu digital signature sebenarnya adalah bukan suatu tanda tangan seperti yang kita kenal selama ini, ia menggunakan cara yang berbeda untuk menandai suatu dokumen sehingga dokumen atau data sehingga ia tidak hanya mengidentifikasi dari pengirim, namuni ia juga memastikan keutuhan dari dokumen tersebut tidak berubah selama proses transmisi. Suatu digital signature didasarkan dari isi dari pesan itu sendiri. 16
15
Sjahdeini, Remy, Sutan, E- Commerce, Tinjauan dari Perspektif Hukum, Makalah yang disampikan pada Seminar “E-Commerce dan Mekanisme Penyelesaian Masalahnya Melalui Arbitrase/Alternatif Penyelesaian Sengketa”, Jakarta, 3 Oktober 2000, hal. 3. 16 Ibid, hal. 5. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
20 Bedasarkan
sejarahnya,
penggunaan
digital
signature
berawal
dari
penggunaan teknik kriptografi yang digunakan untuk mengamankan informasi yang hendak ditransmisikan/disampaikan kepada orang yang lain yang sudah digunakan sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam suatu kriptografi suatu pesan dienkripsi (encrypt) dengan menggunakan suatu kunci (key). Hasil dari enkripsi ini adalah berupa chipertext tersebut kemudian ditransmisikan/diserahkan kepada tujuan yang dikehendakinya. Chipertext tersebut kemudian dibuka/didekripsi (decrypt) dengan suatu kunci untuk mendapatkan informasi yang telah enkripsi tersebut. Terdapat dua macam cara dalam melakukan enkripsi yaitu dengan menggunakan kriptografi simetris (symetric crypthography/secret key crypthography) dan kriptografi simetris (asymetric crypthography) yang kemudian lebih dikenal sebagai public key crypthography.
17
Selanjutnya berbicara mengena asuransi dalam perdagangan melalui internet merupakan suatu hal yang baru sejalan dengan perkembangan teknologi dan hukum dalam perdagangan. Sebagaimana diketahui, Istilah asuransi dalam bahasa Belanda adalah “verzekering” dan “assurantie”. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah “insurance”. Soekardono menterjemahkan verzekering itu dengan “pertanggungan”. 18 Terjemahan ini banyak dikenal dan dipakai dalam literatur hukum dagang. Dalam hukum pertanggungan, orang yang mempertanggungkan disebut Tertanggung sebagai terjemahan dari bahasa aslinya (Belanda) yaitu verzekerde, sedangkan dalam bahasa Inggris dipakai istilah “the insured”. Sedangkan orang yang
17
Ibid, hal. 6. Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Pertanggungan, Cetakan I, Citra Aditya, Bandung, 1994, hal. 5. 18
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
21 menanggung disebut Penanggung sebagai terjemahan dari bahasa aslinya yaitu bahasa Belanda “verzekeraar”, sedangkan dalam bahasa Inggris dipakai “the insurer”. Istilah Pertanggungan dipakai dalam literature ilmu pengetahuan hukum, misalnya pertanggungan kerugian, pertanggungan jiwa, benda pertanggungan, jumlah pertanggungan. R. Subekti umumnya juga menggunakan istilah pertanggungan dalam terjemahan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan. Supaya ada keseragaman istilah dalam ilmu hukum, sebaiknya digunakan istilah pertanggungan sebagai terjemahan dari verzekering dan assurantie. 19 Istilah “assurantie” di-Indonesiakan menjadi asuransi. Istilah asuransi lebih banyak dikenal dan dipakai dalam praktek perusahaan pertanggungan sehari-hari. Orang yang mengasuransikan disebut dalam bahasa aslinya bahasa Belanda “geassureerde”, bahasa Inggrisnya disebut “the assured”. Penerima asuransi dalam bahasa Belanda disebut “assuradeur”, bahasa Inggris disebut “the assurer”. Istilah asuransi dipakai terbatas pada nama jenis usaha dan nama perusahaan, misalnya asuransi kebakaran, asuransi jiwa, PT. Asuransi Jiwaraya, PT. Asuransi Bumiputera, PT. Asuransi Kredit Indonesia. Dalam UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, dipakai istilah “perasuransian”. 20 Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah asuransi untuk Pertanggungan, Penjamin untuk Penanggung dan Terjamin untuk Tertanggung. Walaupun istilah yang dimaksud itu ada persamaan pengertiannya, istilah Penjamin dan Terjamin lebih tepat dipakai dalam hukum Perdata yang membicarakan tentang Perjanjian Penjaminan (garantie), borgtocht dan hoofdelijkheid. Dengan demikian, dapat dibedakan antara
19 20
Ibid. Ibid, hal. 6.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
22 istilah khusus yang dipakai dalam hukum Dagang dan istilah umum yang dipakai dalam hukum Perdata. 21 J.E. Kaihatu menjelaskan penggunaan istilah bahasa Inggris “insurance” dan “assurance” dalam praktek pertanggungan di Inggris. Menurut beliau, istilah insurance dipakai untuk pertanggungan kerugian, sedangkan istilah assurance dipakai untuk pertanggungan jumlah (sommenverzekering). 22 Terjadinya perbedaan istilah dalam bahasa Indonesia adalah sebagai akibat dari pengalihan bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Sebagaimana telah diketahui, hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum tertulis yang sebagian besar berasal dari bahasa Belanda. Karena itu, untuk mencapai keseragaman penggunaan istilah hukum, sebaiknya berhati-hati menterjemahkan hukum yang tertulis dalam bahasa Belanda ke dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya definisi asuransi menurut ketentuan Pasal 246 KUHDagang dinyatakan bahwa : “Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana Penanggung mengikat diri kepada Tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen. Pentingnya mengapa transaksi bisnis melalui internet ini akan dibahas dalam bab selanjutnya dalam skripsi ini.
F.
Metode Penelitian
1. Sifat/Bentuk Penelitian
21 22
Ibid. Ibid, hal. 7.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
23 Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum skunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum perdata khususnya terhadap penerapan asuransi dalam perdagangan dan transaksi bisnis melalui internet (E-Commerce). Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum perdata khususnya yang terkait dengan masalah penerapan asuransi dalam perdagangan dan transaksi bisnis melalui internet (E-Commerce). 2. D a t a Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah melalui
penelitian kepustakaan (Library Research) untuk mendapatkan konsep-
konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik yang berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Sumber data kepustakaan diperoleh dari : 1. Bahan Hukum Primer, terdiri dari : a. Norma atau kaedah dasar ; b. Peraturan dasar ; c. Peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan
penerapan asuransi
dalam perdagangan dan transaksi bisnis melalui internet (E-Commerce). beserta peraturan-peraturan terkait lainnya. 2. Bahan Hukum Sekunder, seperti : hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel, majalah dan jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
24 3. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan-bahan primer, sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini.
23
Selanjutnya Situs Web
juga menjadi bahan bagi penulisan skripsi ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini. 3.
Tehnik Pengumpulan Data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka
penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (Library Research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. G. Sistematika Penulisan Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk lebih mengarahkan pembaca, maka berikut di bawah ini penulis membuat sistematika penulisan/gambaran isi skripsi ini sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Latar Belakang, Perumusan Masalah,
23
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitan Hukum, Ghalia Indonesia, Jakrta 1998, hal. 195, sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajawali Pers, 1990), hal. 41. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
25 Keaslian
Penulisan,
Tujuan
dan
Manfaat
Penulisan,
Tinjauan
Kepustakaan dan diakhiri dengan Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ASURANSI Pada bab ini akan dibahas terlebih dahulu mengenai Perjanjian Secara Umum yang meliputi, Pengertian Perjanjian, Jenis-Jenis Perjanjian, Asas-Asas Perjanjian, Syarat-Syarat Perjanjian dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian. Selanjutnya dibahas pula mengenai Perjanjian Asuransi Secara Umum yang meliputi, Istilah dan Definisi dan Prinsip-Prinsip Dasar Asuransi, Sejarah Asuransi, Peraturan dan Hukum Perasuransian, Jenis-Jenis Asuransi, Peralihan Resiko dalam Asuransi dan Polis Asuransi.
BAB III
PRINSIP-PRINSIP
UMUM
PERDAGANGAN
MELALUI
INTERNET (E – COMMERCE) MENURUT HUKUM PERDATA INDONESIA Pada bab ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan Prinsip-Prinsip KUHPerdata tentang Kontrak Melalui E-Commerce, Pelaksanaan Kontrak Melalui E-Commerce, Perlindungan Konsumen di
dalam
E-Commerce, Hubungan Hukum Para Pihak di dalam E-Commerce, Pembuktian Kontrak
dalam E-Commerce dan Pengakuan dan
Pemberitahuan E-mail sebagai Pemberitahuan Tertulis. BAB IV
TINJAUAN
YURIDIS
MENGENAI
ASURANSI
DALAM
TRANSAKSI BISNIS MELALUI INTERNET (E-COMMERCE) DALAM PERSFEKTIF HUKUM PERDATA INDONESIA Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
26 Pada bab ini akan dibahas mengenai Perlunya perdagangan melalui Internet diasuransikan, Kedudukan Asuransi perdagangan melalui Internet dalam KUHD, Prinsip-Prinsip dalam Asuransi Perdagangan melalui Internet
dan Resiko Perdagangan Melalui Internet sebagai
obyek Asuransi. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Pada Bab ini dibahas mengenai kesimpulan dan saran sebagai hasil dari pembahasan dan penguraian skripsi ini secara keseluruhan.
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ASURANSI
A. Perjanjian Secara Umum 1. Pengertian Perjanjian Menurut Black’s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian”. 24 Inti definisi yang tercantum dalam Black’s Law Dictionary adalah bahwa kontrak dilihat sebagai persetujuan dari para
24
Salim ,H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Cet. 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 16. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
27 pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian. Menurut R. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana ada seorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 25 Menurut Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi secara bersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka. 26 Hubungan kedua orang yang bersangkutan mengakibatkan timbulnya suatu ikatan yang berupa hak dan kewajiban kedua belah pihak atas suatu prestasi. Salim, H.S, perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan. Perlu diketahui bahwa subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban
untuk
melaksanakan
prestasinya
sesuai
dengan
yang
telah
disepakatinya. 27 Menurut M. Yahya Harahap, perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan harta beda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. Dari pengertian ini dapat dijumpai beberapa unsur antara lain hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara
25
Syahmin, Hukum Kontrak Internasional, Cet. 1, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.
26
Salim, H.S, Op.cit. Ibid, hal. 17.
1. 27
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
28 dua orang (persoon) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. 28 Unsur-unsur yang tercantum dua orang dalam definisi di atas adalah : a. Adanya hubungan hukum. Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. b. Adanya subjek hukum. Subjek hukum yang adalah pendukung hak dan kewajiban. c. Adanya prestasi. Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. d. Dibidang harta kekayaan.
2. Jenis-Jenis Perjanjian Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Pembedaan tersebut antara lain, adalah sebagai berikut :29 a. Perjanjian Timbal Balik Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak, misalnya perjanjian jual beli. b. Perjanjian Cuma-Cuma (Pasal 1314 KUHPerdata) Pasal 1314 KUHPerdata menyebutkan suatu persetujuan dengan cuma-Cuma adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima manfaat bagi dirinya sendiri. Perjanjian
28
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. II, Alumni, Bandung, 1986, hal. 6. Mariam Darus Badrulzaman, Komplikasi Hukum Perikatan, Cet I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 66. 29
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
29 dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberi keuntungan bagi salah satu pihak saja, misalnya hibah. c. Perjanjian atas beban Pasal 1314 KUHPerdata menyebutkan suatu persetujuan atas beban adalah suatu persetujuan yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak yang lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. d. Perjanjian Bernama (Benoemd) Perjanjian bernama (khusus) adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya bahwa perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari . Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai Bab XVIII KUHPerdata. e. Perjanjian Tidak Bernama (Obnenoemd Overenkomst) Di luar perjanjian bernama, tumbuh pula perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti leasing, joint venture, production sharing, franchise. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak mengadakan perjanjian atau pertij otonomie. f. Perjanjian Obligator. Perjanjian
obligator
adalah
perjanjian
dimana
pihak-pihak
sepakat
mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain. Menurut KUHPerdata perjanjian jual beli saja belum lagi mengakibatkan beralihnya hak milik atas suatu benda dari penjual kepada pembeli. Fase ini merupakan Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
30 kesepakatan (konsensual) dan harus diikuti dengan perjanjian penyerahan (perjanjian kebendaan). 3. Asas-Asas Perjanjian Dalam Pasal 1338 KUHPerdata disebutkan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selama dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Beberapa asas yang terdapat dalam perjanjian yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yaitu KUHPerdata, adalah antara lain, yaitu : 30 a. Asas kebebasan berkontrak. Sepakat mereka yang mengikatkan diri adalah asas esensial dari hukum perjanjian. Asas ini dinamakan juga asas otonomi konsensualisme, yang menentukan adanya perjanjian. b. Asas Konsensualisme Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan tegas, sedangkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata ditemukan dalam istilah “semua”. Katakata semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungan dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian. d. Asas Kepercayaan (Vertrouwensbeginsel) Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan di antara kedua piha kitu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa ada kepercayaan 30
Ibid, hal. 82-87
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
31 itu, maka perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang. e. Asas Kekuatan Mengikat (Pacta Sunt Servanda) Asas pacta sunt servanda (janji itu mengikat) ini mengajarkan bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh. KUHPerdata juga menganut asas ini dengan melukiskan bahwa suatu kontrak berlaku seperti undang-undang bagi para pihak (Pasal 1338 KUHPerdata). Selanjutnya dalam KUHPerdata dan menurut hukum perjanjian kita, hukum perjanjian bersifat obligatoir, maksudnya adalah setelah sahnya suatu kontrak, maka kontrak tersebut sudah mengikat, tetapi baru sebatas menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak. Tetapi pada taraf tersebut hak milik belum berpindah ke pihak lain. Untuk dapat memindahkan hak milik diperlukan perjanjian lain yang disebut dengan perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst). Perjanjian kebendaan inilah yangdisebut dengan penyerahan (levering). 31
4. Syarat-Syarat Perjanjian Agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka perjanjian tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut dapat digolongkan sebagai berikut : a. Syarat sah yang umum, yang terdiri dari : 1). Syarat sah yang umum, yang terdiri dari :
31
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Cet. II, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 31-32. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
32 a). Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. b). Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. c). Suatu hal tertentu. d). Suatu sebab yang halal. Keempat syarat tersebut selanjutnya dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang digolongkan ke dalam : (1) dua unsur pokok yang menyangkut subjek yang mengadakan perjanjian (unsur subjektif). (2) dua unsur lainnya yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian (unsur objektif). Unsur subjektif mencakup adanya kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji dan kecakapan dari para pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur objektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan objek yang diperjanjikan dan causa dari objek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum. 2). Syarat sah umum di luar Pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata, yang terdiri dari : a). Syarat itikad baik. b). Syarat sesuai dengan kebiasaan. c). Syarat sesuai dengan kepatutan. d). Syarat sesuai dengan kepentingan umum. b. Syarat sah yang khusus, yang terdiri dari : 1). Syarat tertulis untuk perjanjian-perjanjian tertentu. 2). Syarat akta notaries untuk perjanjian-perjanjian tertentu.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
33 3). Syarat akta pejabat tertentu yang bukan notaries untuk perjanjian-perjanjian tertentu. 4). Syarat izin dari yang berwenang. Merupakan konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih dari syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut bervariasi mengikuti syarat mana yang dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut adalah sebagai berikut : a). Batal demi hukum (nietig, null and void) Dilanggarnya syarat objektif dalam Pasal 1320 KUHPerdata Syarat objektif tersebut adalah suatu hal tertentu dan tentu sebab yang halal. b). Dapat dibatalkan (vernietigbaar, voidable) Dilanggarnya syarat subjektif dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat subjektif tersebut adalah kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan. c). Perjanjian tidak dapat dilaksanakan (unenforceable) Perjanjian yang tidak dapat dilaksanakan adalah perjanjian yang tidak begitu saja batal tetapi tidak dapat dilaksanakan, melainkan masih mempunyai status hukum tertentu. Bedanya dengan perjanjian yang batal demi hukum adalah bahwa perjanjian yang tidak dapat dilaksanakan masih mungkin dikonversi menjadi perjanjian yang sah. Sedangkan bedanya dengan perjanjian yang dapat dibatalkan (voidable) adalah bahwa dalam perjanjian yang dapat dibatalkan, perjanjian tersebut sudah sah, mengikat dan dapat dilaksanakan sampai dengan dibatalkan kontrak tersebut, sementara perjanjian yang tidak dilaksanakan belum mempunyai kekuatan hukum sebelum dikonversi menjadi perjanjian yang sah. Contoh perjanjian yang tidak dapat dilaksanakan adalah perjanjian yang Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
34 seharusnya dibuat secara tertulis, tetapi dibuat secara lisan, tetapi kemudian perjanjian tersebut ditulis oleh para pihak.
5. Pelaksanaan Suatu Perjanjian Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa, dimana para pihak saling berjanjia untuk melakukan atau melaksanakan sesuatu hal. Hal yang akan dilaksanakan itu disebut prestasi. Inti dari suatu perjanjian adalah bahwa para pihak harus melaksanakan apa yang telah disetujui atau dijanjikan dengan tepat dan sesempurna mungkin. Tindakan yang bertentangan yang dibuat oleh salah satu pihak mengakibatkan pihak yang lain berhak meminta ganti rugi. Sedangkan yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuan. Tujuan tidak akan tercapai tanpa adanya pelaksanaan perjanjian, dimana para pihak harus melaksanakan perjanjian dengan sempurna dan tepat seperti yang telah disepakati bersama. Abdulkadir Muhammad, menyatakan bahwa : “ jika salah satu pihak telah melanggar kewajibannya itu bukanlah kesalahannya. Ia telah berjanjian untuk melaksanakan perjanjiannya, dan ia akan
bertanggung jawab jika tidak
melaksanakannya. Hanya jika ada sebab dari luar yang membuat pelaksanaan itu secara fisik, hukum dan perdagangan tidak mungkin dilakukan, sehingga kepadanya dapat dimaafkan karena tidak melaksanakan perjanjian itu. Kenyataan bahwa ia telah
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
35 melakukan pemeliharaan secara layak, tidak dapat dijadikan alasan baginya untuk membela diri”. 32 Apa yang dikemukakan
Abdulkadir Muhammad menunjukkan bahwa
perjanjian antara pihak-pihak merupakan suatu hal yang tidak main-main atau dengan perkataan lain bahwa hak masing-masing pihak tetapi dijamin oleh undang-undang. Melihat macam-macam hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, maka perjanjian dibagi 3 (tiga), yaitu : a. Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang. Contoh : jual beli, hibah, sewa-menyewa. b. Perjanjian untuk berbuat sesuatu. Contoh : perjanjian perburuhan. c. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu. Contoh : perjanjian untuk tidak mendirikan tembok. Sebenarnya suatu perjanjian akan menjadi persoalan manakala salah satu pihak melanggar/tidak mematuhi isi dari perjanjian yang telah mereka perbuat. Tentu dilihat alasan tidak dilaksanakannya isi perjanjian, apakah karena keadaan memaksa (overmacht) atau tidak. Bila ini terjadi karena keadaan memaksa harus juga dilihat apakah keadaan itu memang betul-betul tidak dapat dielakkan atau bisa dilaksanakan namun dengan pengorbanan yang besar. Untuk melaksanakan suatu perjanjian, lebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa isinya, dengan perkataan lain apakah hak dan kewajiban masingmasing pihak. Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, bahwa : “persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala 32
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Cet. II, Alumni, Bandung, 1986, hal. 156.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
36 sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh keputusan, kebiasaan atau undang-undang”. Dengan demikian, maka setiap perjanjian dilengkapi dengan aturan yang terdapat di dalam undang-undang, adat kebiasaan, sedangkan kewajiban-kewajiban yang diharuskan oleh kepatutan harus juga diindahkan. Jadi adat istiadat (kebiasaan) juga sebagai sumber norma di samping undang-undang untuk ikut menentukan hakhak dan kewajiban-kewajiban dari kedua belah pihak dalam suatu persetujuan, tetapi kebiasaan ini tidak boleh menyimpang dari undang-undang.
B. Perjanjian Asuransi Secara Umum 1. Istilah dan Definisi Asuransi Istilah asuransi dalam bahasa Belanda adalah “verzekering” dan “assurantie”. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah “insurance”. Soekardono menterjemahkan verzekering itu dengan “pertanggungan”. Terjemahan ini banyak dikenal dan dipakai dalam literatur hukum dagang. 33 Dalam hukum pertanggungan, orang yang mempertanggungkan disebut Tertanggung sebagai terjemahan dari bahasa aslinya (Belanda) yaitu verzekerde, sedangkan dalam bahasa Inggris dipakai istilah “the insured”. Sedangkan orang yang menanggung disebut Penanggung sebagai terjemahan dari bahasa aslinya yaitu bahasa Belanda “verzekeraar”, sedangkan dalam bahasa Inggris dipakai “the insurer”. Istilah Pertanggungan dipakai dalam literature ilmu pengetahuan hukum, misalnya pertanggungan kerugian, pertanggungan jiwa, benda pertanggungan, jumlah pertanggungan. R. Subekti umumnya juga menggunakan istilah pertanggungan dalam terjemahan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan. 33
Abdul.kadir Muhammad, Op.cit, hal. 5.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
37 Supaya ada keseragaman istilah dalam ilmu hukum, sebaiknya digunakan istilah pertanggungan sebagai terjemahan dari verzekering dan assurantie. 34 Istilah “assurantie” di-Indonesiakan menjadi asuransi. Istilah asuransi lebih banyak dikenal dan dipakai dalam praktek perusahaan pertanggungan sehari-hari. Orang yang mengasuransikan disebut dalam bahasa aslinya bahasa Belanda “geassureerde”, bahasa Inggrisnya disebut “the assured”. Penerima asuransi dalam bahasa Belanda disebut “assuradeur”, bahasa Inggris disebut “the assurer”. Istilah asuransi dipakai terbatas pada nama jenis usaha dan nama perusahaan, misalnya asuransi kebakaran, asuransi jiwa, PT. Asuransi Jiwaraya, PT. Asuransi Bumiputera, PT. Asuransi Kredit Indonesia. Dalam UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, dipakai istilah “perasuransian”. 35 Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah asuransi untuk Pertanggungan, Penjamin untuk Penanggung dan Terjamin untuk Tertanggung. Walaupun istilah yang dimaksud itu ada persamaan pengertiannya, istilah Penjamin dan Terjamin lebih tepat dipakai dalam hukum Perdata yang membicarakan tentang Perjanjian Penjaminan (garantie), borgtocht dan hoofdelijkheid. Dengan demikian, dapat dibedakan antara istilah khusus yang dipakai dalam hukum Dagang dan istilah umum yang dipakai dalam hukum Perdata. 36 J.E. Kaihatu menjelaskan penggunaan istilah bahasa Inggris “insurance” dan “assurance” dalam praktek pertanggungan di Inggris. Menurut beliau, istilah insurance dipakai untuk pertanggungan kerugian, sedangkan istilah assurance dipakai untuk pertanggungan jumlah (sommenverzekering). 37
34
Ibid. Ibid, hal. 6, 36 Ibid. 37 Ibid, hal. 7. 35
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
38 Terjadinya perbedaan istilah dalam bahasa Indonesia adalah sebagai akibat dari pengalihan bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Sebagaimana telah diketahui, hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum tertulis yang sebagian besar berasal dari bahasa Belanda. Karena itu, untuk mencapai keseragaman penggunaan istilah hukum, sebaiknya berhati-hati menterjemahkan hukum yang tertulis dalam bahasa Belanda ke dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya definisi asuransi menurut ketentuan Pasal 246 KUHDagang dinyatakan bahwa : “Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana Penanggung mengikat diri kepada Tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen. Berdasarkan definisi tersebut dapat diuraikan unsur-unsur asuransi atau pertanggungan, sebagai berikut : 38 1). Pihak-pihak Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi yaitu Penanggung dan Tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi. Penanggung atau Tertanggung adalah pendukung hak dan kewajiban. Penanggung wajib memikul resiko yang dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran premi, sedangkan Tertanggung wajib membayar premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya yang diasuransikan. 2). Status pihak-pihak Penanggung harus berstatus perusahaan berbadan hukum, dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (Persero) atau Koperasi. Sedangkan
38
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999,
hal. 8-10. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
39 Tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan atau badan hukum, baik sebagai perusahaan atau bukan perusahaan. Tertanggung berstatus sebagai pemilik atau pihak berkepentingan atas harta yang diasuransikan. 3). Objek asuransi Objek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda, dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan resiko. Sedangkan Tertanggung bertujuan bebas dari resiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya. 4). Peristiwa asuransi Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum (legal act) berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara Penanggung atau Tertanggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti (evenemen) yang mengancam benda asuransi, dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis. Polis ini merupakan satu-satunya alat bukti yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi. 5). Hubungan asuransi Hubungan asuransi yang terjadi antara Penanggung dan Tertanggung adalah keterikatan (legally bound) yang timbul karena persetujuan atau kesepakatan bebas. Keterikatakan tersebut berupa kesedian secara sukarela dari Penanggung dan Tertanggung untuk memenuhi kewajiban dan hak masing-masing terhadap satu sama lain (secara timbal balik), artinya sejak tercapai kesepakatan asuransi, Tertanggung terikat dan wajib membayar premi asuransi kepada Penanggung, dan sejak itu pula Penanggung menerima pengalihan resiko. Jika terjadi evenemen yang menimbulkan Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
40 kerugian atas benda asuransi, Penanggung wajib membayar ganti kerugian sesuai dengan ketentuan polis asuransi. Tetapi jika tidak terjadi evenemen, premi yang sudah dibayar oleh Tertanggung tetap menjadi milik Penanggung. Salah satu unsur penting dalam peristiwa asuransi yang terdapat dalam rumusan Pasal 246 KUHDagang adalah ganti kerugian. Unsur tersebut hanya menunjuk kepada asuransi kerugian (loss insurance) yang objeknya adalah harta kekayaan. Asuransi jika (life insurance) tidak termasuk dalam rumusan Pasal 246 KUHDagang, karena jiwa manusia bukanlah harta kekayaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 246 KUHDagang hanya mencakup bidang asuransi kerugian, tidak asuransi jiwa. Berdasarkan uraian
yang
telah dikemukakan di atas,
maka
dapat
diidentifikasikan beberapa unsur yang harus ada pada asuransi kerugian sebagai berikut :39 a). Penanggung dan Tertanggung. b). Persetujuan bebas antara Penanggung dan Tertanggung. c). Benda asuransi dan kepentingan Tertanggung. d). Tujuan yang ingin dicapai. e). Risiko dan premi. f). Evenemen dan ganti kerugian. g). Syarat-syarat yang berlaku. h). Bentuk akta polis asuransi. Selanjutnya di dalam ketentuan Pasal 1 butir (1) UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, diatur bahwa : “asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak Penanggung mengikatkan 39
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
41 diri
kepada Tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan
penggantian kepada Tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita Tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupunya seseorang yang dipertanggungkan”. Rumusan Pasal 1 butir (1) UU No. 2 Tahun 1992 ternyata lebih luas jika dibandingkan dengan rumusan Pasal 246 KUHDagang karena tidak hanya melingkupi asuransi kerugian, melainkan juga asuransi jiwa. Hal ini dapat diketahui dari kata-kata bagian akhir rumusan, yaitu “untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. Dengan demikian, objek asuransi tidak hanya meliputi harta kekayaan melainkan juga jiwa/raga manusia. 40 Begitu pula pendapat para pakar tentang pengertian asuransi, antara lain adalah Williams, Jr dan Hens menyatakan bahwa :”Insurance is the protection agains financial loss provided by insurer” (Asuransi merupakan alat untuk melindungi kerugian yang mungkin dideritanya). 41 Selanjutnya disebutkan pula bahwa :”…Insurance is a device by means of which the risk of two or more persons or firm are combined through actual or promises contribution fund out of which claimens are paid” (Asuransi sebagai alat penerima resiko dialihkan kepadanya dengan sebelumnya menerima iuran berupa premi). 42
40
Ibid, hal. 11. Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Cetakan I, Alumni, Bandung, 1997, hal. 10. 42 Ibid. 41
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
42 Selanjutnya pendapat Crawford oleh Magee dan Bickelhaupt, menyatakan : Insurance is a contract by which the one party, in consideration of price paid to him adequate to the risk, becomes security to the other that he shall not suffer loss, damage, or prejudice by the happening of the perils specified to certain things may be exposed to them”
(Asuransi merupakan perjanjian antara satu pihak yang akan
mendapat imbalan pembayaran sesuai dengan resikonya dari kemungkinan menderita kehilangan, kerusakan atau kerugian dari suatu peristiwa yang menimbulkan bahaya baginya).
43
2. Sejarah Asuransi 1. Sebelum Masehi Pada zaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great (356-323 SM), seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan banyak uang guna membiayai pemerintahannya pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang tersebut Antimenes mengumumkan kepada para pemilik budak belian supaya mendaftarkan budak-budaknya, dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada Antimenes. Sebagai imbalannya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika ada budak yang melarikan diri, maka ia akan memerintahkan budak supaya budak itu ditangkap atau jika tidak dapat ditangkap dibayar dengan sejumlah uang sebagai gantinya. Apabila ditelaah dengan teliti, uang yang diterima oleh Antimenes dari pemilik budak itu adalah semacam premi yang diterima dari Tertanggung. Sedangkan kesanggupan Antimenes untuk menangkap budak yang melarikan diri atau membayar
43
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
43 ganti kerugian karena budak yang hilang adalah semacam resiko yang dipikul oleh Penanggung. Perjanjian itu mirip dengan asuransi kerugian. Pada zaman Yunani banyak orang yang meminjamkan sejumlah uang kepada Pemerintah kota dengan janji bahwa uang tersebut diberi bunga setiap bulan sampai wafatnya dan bahkan setelah wafat diberi bantuan biaya penguburan. Jadi, perjanjian ini mirip dengan asuransi jiwa. Perjanjian ini terus berkembang pada zaman Romawi sampai kira-kiran tahun 10 Masehi. Pada waktu itu dibentuk semacam perkumpulan (collegium). Setiap anggota perkumpulan harus membayar uang pangkal dan uang iuran bulanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang meninggal dunia, perkumpulan memberikan bantuan biaya penguburan yang disampaikan kepada ahli warisnya. Apabila ada anggota perkumpulan yang pindah ke tempat lain, perkumpulan memberikan bantuan biaya perjalanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang mengadakan upacara tertentu, perkumpulan memberikan bantuan biaya upacara. Apabila ditelaah dengan teliti, maka dapat dipahami bahwa perjanjian-perjanjian tersebut merupakan peristiwa hukum permulaan dari perkembangan asuransi kerugian dan asuransi jumlah. 44 2. Abad Pertengahan Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk satu perkumpulan yang disebut gilde. Perkumpulan ini mengurus kepentingan anggota-anggotanya dengan janji apabila ada anggota yang kebakaran rumah, gilda akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana gilde yang terkumpul dari anggota-anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada abad ke-9 dan mirip dengan asuransi kebakaran.
44
Abdulkadir Muhammad, Op.cit, hal. 1.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
44 Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjtu berkembang di Denmark, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya sampai pada abad ke-12. Pada abad ke-13 dan 14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Tetapi tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan perdagangan melalui laut. Keadaan ini mulai terpikir oleh para pedagang waktu itu untuk mencari upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik awal perkembangan asuransi laut. Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan bunga tertentu. Sedangkan kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan, apabila kapal dan barang muatannya rusak dan tenggelam, uang dan bunganya susah dibayar kembali. Tetapi apabila kapal dan barang muatannya tiba dengan selamat di tempat tujuan, uang yang dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan bunganya. Ini disebut bodemerij. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bunga yang dibayar itu seolah-olah berfungsi sebagai premi sedangkan pemilik uang berfungsi sebagai pihak yang menanggung risiko kehilangan uang dalam hal terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian. Jadi, uang hilang itu dianggap seolah-oleh sebagai ganti kerugian kepada pemilik kapal dan barang muatannya. 45 3. Sesudah Abad Pertengahan Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan asuransi kebakaran mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di negara-negara Eropa Barat, seperti di Inggris pada abad ke-17, kemudian di Prancis pada abad ke-18, dan terus ke negeri Belanda. Perkembangan asuransi laut di negara-negara tersebut dapat dimaklumi karena negara-negara tersebut banyak berlayar melalui laut dari dan ke 45
Ibid, hal. 2.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
45 negara-negara sebeerang laut (overeas countries) terutama daerah-daerah jajahan mereka. Pada waktu pembentukan Code de Commerce Prancis awal abad ke-19, asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek van Koophandel Nederland, di samping asuransi laut dimasukkan juga asuransi kebakaran, asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi Laut (Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahun 1906. Berdasarkan asas konkordansi, Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula di
Hindia
Belanda melalui Stb. No. 23 Tahun 1847. 4. Abad Ilmu dan Teknologi Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat pada abad ke-20 berdampak positif pada perkembangan usaha bidang perasuransian. Kegiatan usaha tidak hanya bidang asuransi melainkan juga bidang penunjang asuransi. Pembangunan bidang prasarana tranportasi sampai daerah pelosok mendorong perkembangan sarana transportasi darat, laut dan udara serta meningkatkan mobilitas penumpang dari suatu daerah ke daerah bahkan negara lain. Ancaman bahaya lalu lintas juga makin meningkat sehingga kebutuhan perlindungan terhadap barang muatan dan jiwa penumpang
juga
meningkat.
Dengan
demikian,
mendorong
perkembangan
perusahaan asuransi jiwa dan asuransi social (social securityh insurance). Pembangunan di bidang ekonomi ditandai oleh munculnya perusahaanperusahaan besar yang memerlukan banyak modal melalui kredit, bangunan kantor, tenaga kerja yang membutuhkan jaminan perlindungan dari ancaman bahaya kemacetan, kebakaran dan kecelakaan kerja. Hal ini mendorong perkembangan asuransi kredit, asuransi kebakaran, dan asuransi tenaga kerja. Perkembangan di bidang teknologi satelit komunikasi juga Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
46 memerlukan perlindungan dari ancaman kegagalan peluncuran dan berfungsinya satelit sehingga perlu diasuransikan. Hal ini pernah terjadi ketika Indonesia meluncurkan satelit Palapa B2 yang gagal masuk garis orbit. Karena kegagalan tersebut, Indonesia mengklaim dan mendapat ganti kerugian. Perkembangan usaha perasuransian mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat. Makin tinggi pendapatan perkapita masyarakat, makin mampu masyarakat memiliki harta kekayaan dan makin dibutuhkan pula perlindungan keselamatannya dari ancaman bahaya. Karena pendapatan masyarakat meningkat maka kemampuan membayar premi asuransi juga meningkat. Dengan demikian, usaha perasuransian juga berkembang dalam masyarakat yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa dan asuransi sosial yang diatur dalam berbagai undangundang, khusus mengenai asuransi sosial tidak didasarkan pada perjanjian melainkan diatur dengan undang-undang sebagai asuransi wajib (compulsary). 46
3. Peraturan Perundangan-undangan Perasuransian. 1. Pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Dalam KUHDagang ada dua cara pengaturan asuransi yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I Pasal 246-286 KUHDagang yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHDagang maupun yang diatur di luar KUHDagang, kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287-308 KUHDagang dan Buku II Bab 9 dan 10 Pasal 592-695 KUHDagang dengan rincian sebagai berikut :47
46 47
Ibid, hal. 4-5. Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
47 a). Asuransi kebakaran Pasal 287-298 KUHDagang. b). Asuransi hasil pertanian Pasal 299-301 KUHDagang. c). Asuransi jiwa Pasal 302-308 KUHDagang. d). Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan Pasal 592-685 KUHDagang. e). Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman Pasal 686-695 KUHDagang. Pengaturan asuransi dalam KUHDagang mengutamakan segi keperdataan yang didasarkan pada perjanjian antara Tertanggung dan Penanggung. Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak Tertanggung dan Penanggung secara timbal balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHDagang meliputi : a). Asas-asas asuransi. b). Perjanjian asuransi c). Unsur-unsur asuransi. d). Syarat-syarat (klausula) asuransi. e). Jenis-jenis asuransi.
2. Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Jika KUHDagang mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan, maka UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian LN. No. 13 Tahun 1992 tanggal 11 Februari 1992 mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administrasi, yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif. Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dari segi publik administrative artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
48 dirugikan. Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam dengan sanksi pidana
dan
sanksi
administrative
menurut
Undang-Undang
Perasuransian.
Pelaksanaan UU No. 2 Tahun 1992 diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian LN. No. 120 Tahun 1992. Pengaturan usaha perasuransian dalam UU No. 2 Tahun 1992 terdiri dari 13 bab dan 28 pasal dengan rincian substansi sebagai berikut : 48 1). Bidang usaha perasuransian meliputi : a). Usaha asuransi b). Usaha penunjang asuransi. 2). Jenis usaha perasuransian meliput : a). Usaha asuransi terdiri dari asuransi kerugian, asuransi jiwa dan reasuransi. b). Usaha penunjang asuransi terdiri dari pialang asuransi, pialang reasuransi, penilai kerugian asuransi, konsultan aktuaria dan agen asuransi. 3). Perusahaan perasuransian meliputi : a). Perusahaan asuransi kerugian. b). Perusahaan asuransi jiwa. c). Perusahaan reasuransi. d). Perusahaan pialang asuransi. e). Perusahaan pialang reasuransi. f). Perusahaan penilai kerugian asuransi. g). Perusahaan konsultan aktuaria h). Perusahaan agen asuransi. 4). Bentuk hukum usaha perasuransian terdiri dari : a). Perusahaan Perseroan (Persero). 48
Ibid, hal. 19.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
49 b). Koperasi c). Perseroan Terbatas (PT). d). Usaha Bersama (mutual) 5). Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh : a). Warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia b). Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing. 6). Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan. 7). Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan mengenai : a). Kesehatan keuangan perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa, dan perusahaan reasuransi. b). Penyelenggaraan usaha perusahaan dan modal usaha. 8). Kepailitan dan likuidasi perusahaan asuransi melalui keputusan Pengadilan Negeri. 9). Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administrasi meliputi : a). Sanksi pidana karena kejahatan : menjalankan usaha perasuransian tanpa izin, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan kekayaan perusahaan asuransi dan reasuransi, menerima/menadah/membeli kekayaan perusahaan hasil penggelapan, pemalsuan dokumen perusahaan asuransi dan reasuransi. b). Sanksi administratif berupa ganti kerugian, denda administratif, peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha perusahaan.
3. Undang-Undang Asuransi Sosial
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
50 Asuransi sosial di Indonesia pada umumnya meliputi bidang jaminan keselamatan angkutan umum, keselamatan kerja dan pemeliharaan kesehatan. Program asuransi sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992 . Perundangundangna yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai berikut : 1). Asuransi sosial kecelakaan penumpang (Jasa Raharja) : a). UU No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965. b). UU No. 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965. 2). Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) : a). UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). b). Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1990 tentang Penyelenggaraan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977). c). Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata RI (ASABRI). d). Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (ASPNS). 3). Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (ASKES), yaitu Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Kesehatan PNS, Penerimaan Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya. Dengan berlakunya UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan perundang-undangan asuransi sosial di samping ketentuan asuransi dalam
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
51 KUHDagang, maka dianggap cukup memadai aturan hukum yang mengatur tentang usaha perasuransian, baik dari segi keperdataan maupun dari segi publik administratif.
4. Jenis-Jenis Asuransi a. Perjanjian Asuransi Menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Jika dibandingkan dengan sistematika yang dianut secara umum, maka pembagian perjanjian asuransi dalam KUH Dagang tidak mengikuti aturan umum. Kesimpulan tersebut dapat diambil dengan melihat bahwa pada umumnya masyarakat membedakan secara tegas antara asuransi kerugian dengan asuransi jiwa, sedang KUH Dagang tidak. Hal tersebut dapat dilihat pada KUH Dagang yang mengatur pertanggungan terhadap bahaya kebakaran dalam satu buku dengan pertanggungan jiwa. Secara
singkat, sistematika
KUH Dagang dapat
dikemukakan sebagai
berikut :49 Buku I Bab IX
:
Tentang pertanggungan kerugian pada umumnya.
Buku I Bab X
:
Tentang pertanggungan terhadap bahaya kebakaran, bahaya yang mengancam hasil pertanian di sawah dan pertanggungan jiwa.
Buku II Bab IX
:
Tentang pertanggungan terhadap bahaya laut dan bahaya perbuakan.
Buku II Bab IX
:
Tentang pengangkutan di darat dan sungai, serta perairan pedalaman.
49
Agus Prawoto, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi, Cetakan II, BPFE, Yogyakarta, 1995, hal. 63-64. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
52 Jenis pertanggungan yang menjadi urutan pertama diatur oleh KUHDagang adalah pertanggungan terhadap bahaya kebakaran. Pertanggungan kebakaran ini oleh KUHDagang dibedakan berdasarkan objek yang ditutupnya. Dalam hubungan ini, pertanggungan kebakaran dibedakan ke dalam pertanggungan atas barang-barang tidak bergerak dan barang-barang bergerak. Dasar KUH Dagang membedakan kedua pertanggungan ini kurang jelas, namun pembedaan itu kemungkinan disebabkan oleh adanya persyaratan tambahan bagi pertanggungan kebakaran atas barang-barang tidak bergerak, perbedaan dalam melakukan penilaian ganti rugi dan perbeda an dala mmemberikan ganti rugi. Adapun jenis-jenis pertanggungan menurut KUH Dagang, adalah : 1). Pertanggungan Kebakaran Barang Tidak Bergerak Polis asuransi kebakaran menurut Pasal 287 KUH Dagang selain harus menyebutkan hal-hal yang diatur dalam Pasal 256 KUH Dagang
juga harus
memuat : 50 a). Letak barang-barang tetap yang dipertanggungkan beserta batas-batasnya. b). Pemakaiannya. c). Sifat dan pemakaian gedung-gedung
yang berbatasan, sekedar itu ada
pengaruhnya terhadap pertanggungan yang bersangkutan. d). Harga barang-barang yang dipertanggungkan. e). Letak dan batas gedung-gedung dan tempat-tempat dimana barang-barang bergerak yang dipertanggungkan itu disimpan/ditumpuk (dalam hal objek yang dipertanggungkan adalah barang bergerak). Khusus untuk pertanggungan kebakaran barang-barang tidak bergerak berupa bangunan, dalam polis harus diperjanjian bahwa kerugian yang menimpa persil yang 50
Ibid, hal. 64-65.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
53 bersangkutan akan diganti, dibangun kembali atau diperbaiki paling banyak sampai dengan jumlah uang pertanggungan. Dalam hal kerugian itu diberikan ganti rugi, maka besarnya ganti rugi dihitung dengan membandingkan antara harga persil sebelum terjadinya malapetaka dengan harga sisa-sisa/puing setelah terjadinya kebakaran, dan kerugian itu dibayar dengan harga tunai. Sedang dalam hal ganti rugi dilakukan dengan cara membangun kembali, maka Tertanggung wajib melakukan pembangunan kembali atau memperbaikinya, dan penanggung berhak mengadakan pengawasan seperlunya atas penggunaan uang ganti rugi yang diberikan, bahkan jika perlu dengan suatu penetapan dengan melalui keputusan hakim (Pasal 288 KUH Dagang). Apabila pembangunan kembali itu diperjanjian dalam polis asuransi kebakaran dengan harga penuh, maka biaya pembangunan kembali yang dapat diperjanjian dalam polis tidak boleh melebihi dari tiga perempat biaya-biaya tersebut (Pasal 289 KUH Dagang).
2). Pertanggungan kebakaran atas barang-barang bergerak Pada pertanggungan kebakaran untuk barang-barang bergerak, apabila harga barang itu tidak dicantumkan dalam polis, maka ganti rugi diberikan sesuai dengan kerugian yang diderita dengan catatan bahwa nilai barang dinilai pada saat kerugian itu
terjadi.
Bahkan
apabila
harga
barang
dicantumkan
dan
Penanggung
menganggapnya terlalu tinggi, maka hakim dapat meminta kepada Tertanggung untuk mengangkat sumpah mengenai harga barang tersebut (Pasal 295 KUH Dagang). Berbeda dengan pertanggungan kebakaran yang pertama, KUH Dagang tidak mengharuskan adanya persyaratan tambahan yang harus dicantumkan dalam polis.
51
51
Ibid, hal. 67.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
54 3). Pertanggungan terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum dipanen. Pertanggungan ini diatur dalam Pasal 299 KUH Dagang sampai dengan Pasal 301, dan macam asuransi jenis ini di masyarakat dikenal dengan nama Crops Insurance. Untuk sahnya pertanggungan KUH Dagang menentukan bahwa selain syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 256, maka dalam polis juga harus dicantumkan :
52
a). letak dan batas-batas tanah yang hasilnya dipertanggungkan. b). pemakaiannya. Pencantuman informasi semacam itu, selain dapat memberikan kepastian hukum tentang hasil dari suatu lahan yang dipertanggungkan, juga dapat membantu perusahaan asuransi dalam melakukan perhitungan risiko guna menetapkan premi asuransi yang harus dibayar. Pertanggungan dapat diadakan untuk waktu satu tahun atau lebih. Dan apabila waktu pertanggungan ini tidak ditentukan dalam polis, maka pertanggungan dianggap diadakan untuk jangka waktu satu tahun. Nilai kerugian yang harus diberikan ganti rugi adalah selisih antara nilai hasil pertanian atau nilai kenikmatan hasil tersebut, bila tidak terjadi bencana dengan harga barang yang sama setelah terjadi bencana.
4). Pertanggungan Jiwa Perjanjian ini dalam KUH Dagang diatur dalam Pasal 302 sampai dengan Pasal 308. Yang dipertanggungkan dalam perjanjian asuransi ini adalah jiwa seseorang, yang dipertanggungkan untuk keperluan seseorang yang berkepentingan, baik untuk suatu waktu tertentu yang diperjanjikan atau untuk seumur hidup 52
Ibid, hal. 68.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
55 tertanggung. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka polis pertanggungan jiwa harus memuat : a). hari ditutupnya pertanggungan. b). nama tertanggung. c). nama orang yang jiwanya dipertanggungkan. d). jangka waktu pertanggungan. e). jumlah uang pertanggungan. Yang
berbeda dengan pertanggungan lainnya adalah bahwa dalam
pertanggungan jiwa ini, yang berkepentingan dapat mengadakan pertanggungan tanpa sepengetahuan atau persetujuan orang yang jiwanya dipertanggungkan. Bahkan besarnya uang pertanggungan dan syarat-syarat perjanjian asuransi tersebut. Keleluasaan yang terlalu besar semacam inilah yang kemudian menimbulkan berbagai masalah di masyarakat karena banyaknya penyalahgunaan yang perlu diwaspadai masyarakat umum. Selain itu yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan objek yang dipertanggungkan prinsip-prinsip asuransi adalah apakah jiwa itu dapat dinilai atau tidak. Dan apakah kematian itu tidak bersifat pasti. Untuk menjawab pertanyaan ini, maka kita perlu melihat kembali bahwa KUH Dagang membolehkan yang berkepentingan untuk mengasuransikan jiwa seseorang tanpa pengetahuan dan atau seizini si tertanggung. Dengan diasuransikannya jiwa tertanggung, maka kerugian akibat kematian tertanggung sebagai dapat ditanggulangi. Dengan demikian, walaupun yang diasuransikan secara tertulis adalah kerugian yang timbul sebagai akibat dari matinya tertanggung yaitu terputusnya aliran pendapatan yang semula dihasilkan oleh tertanggung. Jadi bukanlah jiwanya, karena jiwa seseorang itu tidak dapat dinilai dengan uang. Sedangkan mengenai kematian tertanggung, yang belum Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
56 pasti di sini bukanlah kematian itu
sendiri,
melainkan waktu kematian
seseorang/tertanggung.
5). Pertanggungan terhadap segala bahaya laut dan bahaya perbudakan Tidak ada suatu ketentuan umum yang menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan bahaya laut. Dari ketentuan Pasal 637 KUH Dagang yang mengatur mengenai kerugian yang harus dipikul oleh tertanggung, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan bahaya laut meliputi, taufan, hujan lebat, pecahnya kapal, terdamparnya kapal, tergulingnya kapal, tabrakan, kapal dipaksa mengubah haluan/perjalanan, pembuangan barang-barang ke laut, kebakaran, paksaaan, perampasan,
bajak
laut/perompak,
penahanan,
pernyataan
perang,
tindakan
pembalasan, kelalaian atau kecurangan nakhoda atau anak buahnya, segala malapetaka yang datang dari luar, dan bahaya lain sepanjang tidak dikecualikan oleh undang-undang atau polis asuransi. 53
6). Pertanggungan terhadap bahaya dalam pengangkutan di darat, di sungai dan di perairan darat. KUH Dagang tidak memberikan pengaturan sama sekali tentang pengertian dari bahaya-bahaya tersebut. Dalam Pasal 693 KUH Dagang hanya disebutkan bahwa penanggung juga harus bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh kesalahan atau kecurangan orang-orang yang bertugas menerima, mengangkut dan menyerahkan barang dalam hal barang diangkut dengan pengangkutan darat.
53
Ibid, hal. 73-74.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
57 Mengenai isi polis, Pasal 686 KUH Dagang menentukan bahwa selain persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 256 KUH Dagang, maka polis untuk pertanggungan ini juga harus memuat : 54 a). waktu dalam hal perjalanan itu harus selesai, apabila perjalanan itu ditentukan dalam surat pengangkutannya. b). apakah perjalanan itu harus dilakukan secara tidak terputus-putus ataukah sebagian-sebagian. c). nama nakhoda, juru angkut atau ekspeditur yang telah menerima pengangkutan tersebut. a. Perjanjian Asuransi Yang diatur di luar KUH Dagang Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa KUH Dagang tidak mengatur secara lengkap mengenai macam pertanggungan yang ada dalam masyarakat. Jenis pertanggungan yang belum diatur oleh KUH Dagang adalah :
55
1). Asuransi Kecelakaan Objek dari asuransi kecelakaan adaah manusia. Asuransi ini memberikan jaminan terhadap kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan. Kerugian yang timbul dari kecelakaan dapat berupa meninggal, cacat sementara, cacat tetap, biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit. Asuransi kecelakaan biasanya tidka memberikan jaminan atas kerugian yang timbul dari perkelahian, tindak pidana, bunuh diri, mabuk, melahirkan, pembedahan, peperangan dan bencana alam. Demikian jgua kerugian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, dihukum mati, kecelakaan karena latihan olah raga bela diri, seperti silat,
54 55
Ibid, hal. 76-77. Ibid, hal. 77-93.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
58 karate dan sebagainya. Namun demikian, kecelakaan yang diakibatkan oleh olah rga keras dapat diasuransikan walaupun preminya sangat tinggi. Sebagai contoh adalah kecelakaan pada pemain olahraga American football. 2). Asuransi Kesehatan Asuransi kesehatan memberikan jaminan terhadap kerugian yang timbul dari hilangnya atau menurunnya kesehatan seseorang, sebenarnya dapat menjadi risiko yang lebih besar. Sakitnya seseorang tidak hanya dapat menyebabkan berkurangnya pendapatan secara tajam karena kemampuannya berkurang, namun juga dapat menimbulkan kerugian lain berupa diperlukannya dana tambahan guna pengobatan dan perawatan selama yang bersangkutan sakit. Apabila berkurangnya pengobatan dan perawatan selama yang bersangkutan sakit. Apabila berkurangna kemampuan untuk memperoleh pendapatan itu berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka kerugian yang dialami seseorang akan semakin bertambah besar. 3). Asuransi Penerbangan Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedirgantaraan, asuransi penerbangan juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Asuransi penerbangan saat ini memberikan jaminan terhadap kerugian yang timbul dari penerbangan secara luas. Yang dijamin tidak saja terhadap kerugian yang berkaitan dengan pesawat dan perlengkapannya, melainkan juga yang berkenaan dengan penumpang, bagasi, tanggung jawab hukum terhadap ketiga dan bahkan produknya itu sendiri. 4). Asuransi Gangguan Usaha Asuransi gangguan usaha ini membicarakan jaminan terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh terganggunya kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha. Kerugian yang dimaksud dalam asuransi jenis ini biasanya merupakan kerugian yang Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
59 merupakan konsekuensi langsung dari suatu evenemen tertentu seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, dan sebagainya. Misalnya akibat kebakaran yang menimpa suatu pabrik dapat menyebabkan laba yang diharapkan menjadi hilang, kemudian perusahaan juga harus tetap membayar gaji karyawannya, membayar kreditnya, kehilangan pangsa pasar atas produk yagn dijualnya, serta menunggu dibangunnya kembali pabrik yang terbakar apabila dimungkinkan demikian. 5). Asuransi Engineering Asuransi ini merupakan jenis asuransi yang baru di Indonesia, yang perkembangannya sesuai dengan laju pembangunan di tanah air kita. Asuransi Engineering bertujuan untuk memberikan proteksi terhadap kerugian yang timbul dalam kegiatan konstruksi (rekayasa). 6). Asuransi Tanggung Jawab Hukum Perikatan itu dapat timbul karena undang-undang yang berhubungan dengan perbuatan orang. Perbuatan orang dapat berupa perbuatan yang halal dan tidak halal. Asuransi tanggung jawab hukum adalah asuransi yang berkaitan dengan perbuatan orang yang tidak halal, yaitu perbuatan orang yang menimbulkan kerugian pada pihak lain. Sebagai contoh adalah kelalaian seorang pengemudi yang menabrak kendaraan di depannya. Perbuatan itu menimbulkan kerugian pada pihak yang ditabrak yang menyebabkan pihak tersebut dapat menuntut ganti rugi kepda yang menabraknya. 7). Asuransi Jaminan (Bond) Istilah “asuransi jaminan” ini sebenarnya kurang tepat karena “redundant” (berlebih-lebihan). Istilah itu bisa berarti “jaminan-jaminan”. Asuransi ini pada dasarnya ditujukan kepada Surety bond dan fidelity. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
60 Surety bond
adalah kontrak asuransi yang memberikan jaminan terhadap
obligee (pembeli surety bond) untuk memulihkan atau menyelesaikan pelaksanaan tugas pekerjaan yang sebagian atau seluruhnya gagal dilaksanakan oleh obligee kepada pemiliknya (obligor). Fidelity bond adalah asuransi yang menjamin kerugian yang timbul karena ketidakjujuran ataupun ketidakmampuan keuangan/kekayaan yang merusak atau melanggar kepercayaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada tertanggung (pembeli jaminan). 8). Asuransi Kredit Dalam melaksanakan suatu pembangunan atau investasi ataupun kegiatan usaha yang lain, seorang investor seringkali tidak saja menggunakan dana yang dimiliki sendiri, melainkan juga dengan menggunakan dana yang berasal dari pinjaman yang berasal dari lembaga pendidikan. Agar kredit yang diberikan oleh suatu bank itu mendapatkan jaminan pengembalian pokok dan bunganya, maka selain bank akan melakukan studi atas proposal yang diajukan peminjam juga sering menggunakan lembaga asuransi dalam transaksi tersebut karena terdapatnya bahaya/peril lain yang tidak dapat dijangkau dalam sistem pengawasan perbankan. Dalam hubungan seperti itu biasanya pihak bank (kreditur) akan minta agar pihak debitur (peminjam) menutup suatu asuransi, guna menjaga pengembalian kreditnya apabila debitur ternyata tidak mampu mengembalikan pinjaman (default). Karena debitur yang harus menutup asuransi, maka pembayaran premi juga harus dibebankan kepada pihak kreditur. 9). Asuransi Kecurian/Perampokan
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
61 Perjanjian asuransi ini memberikan jaminan terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana pencurian atau perampokan yang diderita oleh tertanggung. Objek yang diasuransikan adalah segala kerugian yang timbul baik karena rusaknya atau hilangnya harta benda maupun menurunnya kesehatan tertanggung karena tindak pidana pencurian (yang bisa terjadi dengan kekerasan) dan atau perampokan. Di Indonesia, kerugian semacam ini dapat ditutup pula dengan asuransi kebakaran. 10). Asuransi Surat Berharga Asuransi surat berharga juga merupakan asuransi yang lahir sebagai konsekuensi dari perkembangan kegiatan usaha, yang memberikan jaminan terhadap kerugian yang timbul karena kehilangan, pencurian, perampokan, pembongkaran, penggelapan dan tindakan lain yang dilakukan tertanggung ataupun yang dikuasakan melakukan pengelolaan terhadap surat-surat berharga, pada saat surat-surat itu ada pada lemari pengaman (vault). Asuransi juga dapat ditutup terhadap surat berharga yang dalam pengiriman, terhadap kerugian yang timbul karena hilang, dicuri, perampokan, penggelapan atau kerusakan. 11). Asuransi Malpraktik Asuransi ini sebenarnya termasuk ke dalam jenis asuransi tanggung jawab hukum, yaitu suatu asuransi yang memberikan jaminan terhadap kerugian yang timbul karena kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh kalangan profesi yang melakukan tugas seperti dokter, lawyer (penasehat hukum) dan sebagainya. Dalam menentukan apakah seorang profesi itu melakukan kelalaian atau tidak maka memerlukan keputusan hakim. Dalam memutuskan perkara semacam ini sering meminta keterangan ahli karena hakim seringkali tidak menguasai masalahnya. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
62
5. Perjanjian Asuransi Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Hubungan hukum adalah suatu hubungan yang akibatnya diatur oleh hukum. Setiap perjanjian asuransi harus mengandung unsur-unsur essensial seperti kata sepakat, pihak yang kompeten, objek yang sah dan imbalan. Prinsip-prinsip perjanjian asuransi :
56
a. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (Insurable Interest) Prinsip ini terkandung dalam Pasal 250 KUH Dagang yang pada intinya menentukan bahwa agar suatu perjanjian asuransi dapat dilaksanakan, maka objek yang diasuransikan haruslah merupakan suatu kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest) yakni kepentingan yang dapat dinilai dengan uang. Dengan kata lain, seseorang boleh mengasuransikan barang-barang apabila yang bersangkutan mempunyai kepentingan atas barang yang dipertanggungkan. b. Prinsip Keterbukaan Prinsip keterbukaan (ulmost good faith) terkandung dalam ketentuan Pasal 253 KUH Dagang yang pada intinya menyatakan bahwa penutupan asuransi baru sah apabila penutupannya didasari itikad baik. c. Prinsip Indemnity Prinsip ini terkandung dalam Pasal 253 KUH Dagang. Menurut prinisp Indemnity bahwa yang menjadi dasar penggantian kerugian dari penanggung kepada tertanggung adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung
56
Abdul R. Saliman dkk, Hukum Bisnis untuk Cetakan I, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 186-187.
Perusahaan (Teori dan Contoh Kasus),
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
63 dalam arti tidak dibenarkan mencari keuntungan dari ganti rugi asuransi atau pertanggungan. Inti dari prinsip ini adalah seimbang yakni seimbang antara kerugian yang betul-betul diderita oleh tertanggung dengan jumlah ganti kerugiannya. d. Prinsip Subrogasi untuk kepentingan penanggung Prinsip ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 KUH Dagang yang pada intinya menentukan bahwa apabila tertanggung sudah mendapatkan penggantian atas dasar prinsip indemnity, maka si tertanggung tak berhak lagi memperoleh penggantian dari pihak lain, walaupun jelas ada pihak lain yang bertanggung jawab pula atas kerugian yang dideritanya. Penggantian dari pihak lian harus diserahkan pada penanggung yang telah memberikan ganti rugi dimaksud. Di samping prinsip-prinsip, terdapat beberapa asas-asas lainnya yang memberikan ciri kepada perjanjian asuransi, yaitu :
57
1). Asas konsensual Perjanjian asuransi itu ada segera setelah tercapainya persesuaian kehendak antara kedua belah pihak, bahkan sebelum polis ditandatangani. 2). Asas conditional (perjanjian bersyarat) Perwujudan prestasi penanggung itu digantungkan kepada suatu peristiwa yang tidak pasti. Terjadinya peristiwa yang tidak pasti itu merupakan syarat perwujudan dari prestasi penanggung. 2). Asas Kepercayaan Dengan mengalihkan resiko kepada penanggung melalui pembayaran premi, maka si tertanggung percaya bahwa apabila resiko itu ternyata menjadi kenyataan, maka penanggung akan membayar kerugian yang dideritanya itu.
57
Agus Prawoto, Op.cit, hal. 45.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
64 Karena asuransi sebagai perjanjian untuk mengalihkan risiko, maka di dalam mengadakan perjanjian asuransi ada pihak-pihak yang berkaitan langsung yang disebut sebagai subjek perjanjian yaitu pihak tertanggung dan penanggung yang mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban, sedangkan objek asuransi adalah jiwa dan harta benda. a). Hak tertanggung (1). Menuntut agar polis ditandatangi oleh penanggung (2). Menuntut agar polis segera diserahkan oleh penanggung (3). Meminta ganti kerugian kepada penanggung karena pihak yang disebut terakhir ini lalai menandatangi dan menyerahkan polis sehingga menimbulkan kerugian kepada tertanggung. (4). Melalui pengadilan, tertanggung dapat membebaskan penanggung dari segala kewajibannya pada waktu yang akan datang. (5). Mengadakan “solvabiliteit verzekering” karena tertanggung ragu akan kemampuan penanggungnya. (6). Menuntut pengembalian premi baik seluruhnya maupun sebagian, apabila perjanjian asuransi batal atau gugur. (7). Menuntut ganti rugi kepada penanggung apabila peristiwa yang diperjanjian dalam polis terjadi. b). Kewajiban tertanggung (1). Membayar premi kepada penangung. (2). Memberikan keterangan yang benar kepada penanggung mengenai objek yang diasuransikan.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
65 (3). Mengusahakan atau mencegah agar peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian terhadap objek yang diasuransikan tidak terjadi atau dapat dihindari. (4). Memberitahukan kepada penanggung bahwa telah terjadi peristiwa yang menimpa objek yang diasuransikan, berikut usaha-usaha pencegahannya. c). Hak penanggung (1). Menuntut pembayaran premi kepada tertanggung sesuai dengan perjanjian. (2). Meminta keterangan yang benar dan lengkap kepada tertanggung yang berkaitan dengan dengan objek yang diasuransikan kepadanya. (3). Memiliki
premi,
bahkan
menuntutnya
dalam
hal
peristiwa
yang
diperjanjikan terjadi tetapi disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri. (4). Memiliki premi yang sudah diterima dalam hal asuransi batal atau gugur yang disebabkan oleh perbuatan curang dari tertanggung. (5). Melakukan asuransi kembali kepada penanggung yang lain, dengan maksud untuk membagi risiko yang dihadapinya. d). Kewajiban penanggung (1). Memberikan ganti kerugian atau sejumlah uang kepada tertanggung apabila peristiwa yang diperjanjikan terjadi, kecuali jika terdapt hal yang dapat menjadi alasan untuk membebaskan dari kewajiban tersebut. (2). Menandatangani dan menyerahkan polis kepada tertanggung. (3). Mengembalikan premi kepada tertanggung jika asuransi batal atau gugur dengan syarat tertanggung belum menanggung risiko sebagian atau seluruhnya.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
66 (4). Dalam asuransi kebakaran, penanggung harus mengganti biaya yang diperlukan untuk membangun kembali apabila dalam asuransi tersebut diperjanjikan demikian.
58
Perjanjian asuransi berakhir, karena : (1). Asuransi dianggap gugur, apabila : (a). seluruh barang tak diangkut, maka asuransi seluruhnya gugur. (b). Bila hanya sebagian barang-barang yang diangkut, maka hanya sebagian asuransi saja yang gugur. (2). Asuransi dianggap batal, apabila : (a). tertanggung tidak memberi tahu hal yang sebenarnya kepada penanggung tentang barang yang diasuransikan. (b). terjadi dubble verzekering atau a double insurance atau asuransi ganda. (c). tertanggung mengetahui ada kerugian terhadap mana asuransi diadakan. (3). Asuransi dianggap berakhir, apabila : (a). asuransi telah selesai dengan tibanya waktu yang telah diperjanjikan. (b). terjadi pemusnahan keseluruhan atau terjadi kerugian yang mencapai jumlah yang dipertanggungkan. (c). penanggung dibebaskan oleh tertanggung. (d). objek bahaya tidak lagi terancam bahaya / tertanggung tidak lagi memiliki kepentingan yang diasuransikan dan penambahan bahaya. (e). perjanjian asuransi diputuskan, sebab salah satu pihak telah melakukan wanprestasi.
6. Peralihan Resiko 58
Man Suparman Sastrawidjaja, Op.cit, hal. 20-23.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
67 Secara umum arti risiko dalam pengertian hukum adalah beban kerugian yang diakibatkan karena suatu peristiwa di luar kesalahannya. Dalam pengertian lain, bisa juga dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan risiko adalah suatu ketidaktentuan yang berarti kemungkinan terjadinya suatu kerugian dimasa yang akan datang. Jadi dalam pengertian ini asuransi atau pertanggungan adalah menjadikan suatu ketidakpastian menjadi kepastian, yaitu dalam hal terjadinya suatu kerugian, maka akan memperolah suatu ganti rugi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan risiko (risk) dalam hukum asuransi atau pertanggungan adalah suatu peristiwa yang terjadi di luar kehendak pihak tertanggung yang menimbulkan kerugian bagi tertanggung, risiko mana merupakan objek jaminan asuransi atau pertanggungan sehingga pihak terakhir ini (penanggung) akan memberikan ganti kerugian atau sejumlah uang apabila risiko dimaksud menjadi kenyataan. Sebagai kontra prestasinya, pihak yang menanggung risiko tersebut akan menerima premi dari pihak pertama. Mengenai risiko dalam asuransi beraneka ragam, antara lain, adalah :
59
a. Risiko murni Risiko murni (pure risk) adalah suatu peristiwa yang masih tidak pasti bahwa suatu kerugian akan timbul, dimana jika kejadian tersebut terjadi, maka keadaan sama sekali seperti sediakala (tidak untung atau tidak rugi). Melihat kepada objek yang terkena risiko murni tersebut terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu : (1). Risiko perorangan (personal risk) merupakan suatu risiko yang tertuju langsung kepada orang yang bersangkutan, yakni yang akan mempengaruhi secara langsung terhadap penghasilannya.
59
Abdul R. Saliman, dkk, Op.cit, hal. 189-191.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
68 (2). Risiko harta benda (property risk) adalah suatu risiko yang tertuju kepada harta benda milik orang tersebut, yakni risiko atas kemungkinan hilang atau rusaknya harta benda tersebut. (3). Risiko tanggung jawab (liability risk) adalah risiko yang mungkin akan timbul karena seseorang harus bertanggung jawab karena melakukan suatu perbuatan yang menimbulkan kerugian terhadap orang lain. b. Risiko spekulasi Risiko spekulasi merupakan kejadian yang akan terjadi yang menimbulkan dua kemungkinan, dimana kemungkinan pertama adalah akan memperoleh keuntungan, sedangkan kemungkinan kedua adalah akan menderia kerugian. c. Risiko khusus Risiko khusus adalah risiko yang terbit dari tindakan individu dengan dampak hanya terhadap seseorang tertentu saja. Misalnya risiko berupa kebakaran pada mobil seseorang yang tidak menyebabkan kebakaran pada mobil orang lain.
G. Polis Asuransi Menurut ketentuan Pasal 255 KUH Dagang, perjanjian pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang disebut polis (policy). Polis ini berfungsi sebagai alat bukti tertulis bahwa telah terjadi pertanggungan antara tertanggung dan penanggung. Dalam polis dicantumkan semua ketentuan dan syarat mengenai pertanggungan yang telah dibuat. Menurut ketentuan Pasal 256 KUH Dagang, dalam setiap polis, kecuali mengenai pertanggungan jiwa, harus memuat hal-hal sebagai berikut : a. hari pembuatan perjanjian pertanggungan. b. nama tertanggung, untuk diri sendiri atau untuk orang ketiga. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
69 c. uraian cukup jelas mengenai benda objek pertanggungan. d. jumlah yang dipertanggungkan. e. bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung. f. saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung. g. premi pertanggungan. h. umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala syarat yang diperjanjikan antara pihak-pihak. Di samping syarat-syarat umum tersebut, dalam polis harus dicantumkan juga isi polis dari berbagai pertanggungan yang diadakan lebih dulu (sebelumnya), dengan ancaman batal jika tidak dicantumkan. Berbagai pertanggungan yang dimaksud ialah seperti yang diatur dalam Pasal 271, 272, 280, 603, 606, 615 KUH Dagang. Bagi pertanggungan-pertanggungan tertentu, selain syarat-syarat yang telah dikemukakan tadi, di dalam polisnya harus dimuat juga ketentuan tambahan, yaitu ketentuan Pasal 299 KUH Dagang bagi pertanggungan hasil panen, Pasal 304 KUH Dagang bagi pertanggungan jiwa, Pasal 287 KUH Dagang bagi pertanggungan kebakaran. Pasal 592 KUH Dagang bagi pertanggungan bahaya di laut. Pasal 686 KUH Dagang bagi pertanggungan bahaya pengangkutan di darat, di sungai dan perairan pedalaman.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
70
BAB III PRINSIP-PRINSIP UMUM PERDAGANGAN MELALUI INTERNET (E – COMMERCE) MENURUT HUKUM PERDATA INDONESIA
A. Prinsip-Prinsip KUHPerdata tentang Kontrak Melalui E-Commerce Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi : “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia …” merupakan landasan hukum dalam upaya melindungi segenap bangsa Indonesia, tidak terkecuali bagi orang-orang yang melakukan perbuatan hukum tertentu seperti transaksi jual beli secara elektronik. Indonesia merupakan negara hukum sehingga setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
71 Menurut Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang dasar 1945, disebutkan bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada masih tetap berlaku sebelum diadakan yang beru menurut undang-undang dasar ini.
Ketentuan tersebut
mengandung arti bahwa peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia masih tetap berlaku seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan peraturan perundang-undangan lainnya apabila ketentuan termaksud memang belum diubah atau dibuat yang baru. Berbicara menganai transaksi jual beli secara elektronik, tidak terlepas dari konsep perjanjian secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menegaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku III KUH Perdata, yang memiliki sifat terbuka artinya ketentuan-ketentuannya dapat dikesampingkan, sehingga hanya berfungsi mengatur
saja.
Sifat terbuka dari KUH Perdata ini
tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengandung asas Kebebasan Berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatakan bahwa, syarat sahnya sebuah perjanjian adalah sebagai berikut : 1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian 2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
72 Kesepakatan berarti adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian, sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh ada pakasaan, kekhilapan dan penipuan (dwang, dwaling, bedrog). Kecakapan hukum sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian maksudnya bahwa para pihak yang melakukan perjanjian harus telah dewasa yaitu telah berusia 18 tahun atau telah menikah, sehat mentalnya serta diperkenankan oleh undang-undang. Apabila orang yang belum dewasa hendak melakukan sebuah perjanjian, maka dapat diwakili oleh orang tua atau walinya sedangkan orang yang cacat mental dapat diwakili oleh pengampu atau curatornya. 60 Suatu hal tertentu berhubungan dengan objek perjanjian, maksudnya bahwa objek perjanjian itu harus jelas, dapat ditentukan dan diperhitungkan jenis dan jumlahnya, diperkenankan oleh undang-undang serta mungkin untuk dilakukan para pihak. Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud harus dilakukan berdasarkan itikad baik. Berdasarkan Pasal 1335 KUH Perdata, suatu perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan. Sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya sebuah perjanjian. 61 Kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat subjektif. Apabila tidak tepenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan artinya selama dan sepanjang para pihak tidak membatalkan perjanjian, maka perjanjian masih tetap berlaku. Sedangkan suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal merupakan syarat sahnya perjanjian yang bersifat objektif. Apabila tidak
60
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung:Alumni, 1992,
61
Ibid, hlm.218
hlm.217. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
73 terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian. Pada kenyataannya, banyak perjanjian yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian secara keseluruhan, misalnya unsur kesepakatan sebagai persesuaian kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian pada saat ini telah mengalami pergeseran dalam pelaksanaannya. Pada saat ini muncul perjanjian-perjanjian yang dibuat dimana isinya hanya merupakan kehendak dari salah satu pihak saja. Perjanjian seperti itu dikenal dengan sebutan Perjanjian Baku (standard of contract). Pada dasarnya suatu perjanjian harus memuat beberapa unsur perjanjian yaitu : transaksi jual beli yaitu : 62 1. unsur esentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian, seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan dalam suatu perjanjian, termasuk perjanjian yang dilakukan jual beli secara elektronik 2. unsur naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik dari masingmasing pihak dalam perjanjian. 3. unsur accedentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam perjanjian, seperti klausula tambahan yang berbunyi “barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan” Dalam suatu perjanjian harus diperhatikan pula beberapa macam azas yang dapat diterapkan antara lain : 1. Azas Konsensualisme, yaitu azas kesepakatan, dimana suatu perjanjian dianggap ada seketika setelah ada kata sepakat. 62
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cet.VII, Bandung:Alumni, 1985, hlm. 20
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
74 2. Azas Kepercayaan, yang harus ditanamkan diantara para pihak yang membuat perjanjian. 3. Azas kekuatan mengikat, maksudnya bahwa para pihak yang membuat perjanjian terikat pada seluruh isi perjanjian dan kepatutan yang berlaku. 4. Azas Persamaan Hukum, yaitu bahwa setiap orang dalam hal ini para pihak mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum 5. Azas Keseimbangan, maksudnya bahwa dalam melaksanakan perjanjian harus ada keseimbangan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan apa yang diperjanjikan. 6. Azas Moral adalah sikap moral yang baik harus menjadi motivasi para pihak yang membuat dan melaksanakan perjanjian. 7. Azas Kepastian Hukum yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya. 8. Azas Kepatutan maksudnya bahwa isi perjanjian tidak hanya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi juga harus sesuai dengan kepatutan, sebagaimana ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. 9. Azas Kebiasaan, maksudnya bahwa perjanjian harus mengikuti kebiasaan yang lazim dilakukan, sesuai dengan isi pasal 1347 KUH Perdata yang berbunyi hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan ke dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan. Hal ini merupakan perwujudan dari unsur naturalia dalam perjanjian.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
75 Semua ketentuan perjanjian tersebut diatas dapat diterapkan pula pada perjanjian yang dilakukan melalui media internet, seperti perjanjian jual beli secara elektronik, sebagai akibat adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Jual beli tidak hanya dapat dilakukan secara berhadapan langsung antara penjual dengan pembeli, tetapi juga dapat dilakukan secara terpisah antara penjual dan pembeli, sehingga mereka tidak berhadapan langsung, melainkan transaksi dilakukan melalui media internet/secara elektronik. Dalam kontrak jual beli para pelaku yang terkait didalamnya yaitu penjual atau pelaku usaha dan pembeli yang berkedudukan sebagai konsumen memiliki hak dan kewajiban yang berbeda-beda. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, diatur mengenai kewajibankewajiban pelaku usaha, dalam hal ini penjual yang menawarkan dan menjual suatu produk, yaitu : 1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; 2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; 3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar, jujur dan tidak diskriminatif; 4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
76 5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; 6. memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian
dan
pemanfaatan
barang
dan/atau
jasa
yang
diperdagangkan;memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian. Pelaku usaha atau penjual
yang mengadakan hubungan hukum dengan
pembelinya melalui kontrak standar yang memuat klausula baku maka harus memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Selain kewajiban, penjual juga memiliki hak dalam proses jual beli antara lain : 1. Menentukan dan menerima harga permbayaran atas penjualan barang, yang kemudian harus disepakati oleh pembeli. 2. Penjual juga berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan pembeli yang beritikad tidak baik, kemudian haknya untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam suatu penyelesaian sengketa yang dikarenakan barang yang dijualnya, dalam hal ini tidak terbukti adanya kesalahan penjual., dan sebagainya. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6, pelaku usaha dalam hal ini termasuk penjual memiliki hak-hak sebagai berikut : 1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan; 2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
77 3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian sengketa; 4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan; 5. Hak-hak diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain hak dan kewajiban penjual, ada juga hak dan kewajiban pembeli sebagai pihak dalam perjanjian jual beli.
Kewajiban pembeli juga termuat dalam
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pembeli sebagai konsumen mempunyai kewajiban dalam proses jual beli sebagai berikut : 1. Membaca informasi dan mengikuti prosedur atau petunjuk tentang penggunaan barang dan atau jasa yang dibelinya. 2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi jual beli barang dan atau jasa tersebut. 3. Membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian sesuai nilai tukar yang telah disepakati. Harga termaksud berupa sejumlah uang meskipun hal ini tidak ditegaskan dalam undang-undang, tetapi dianggap telah terkandung dalam pengertian jual beli sebagaimana diatur dalam Pasal 1465 KUH Perdata, apabila pembayaran tersebut berupa barang, maka hal tersebut menggambarkan bahwa yang terjadi bukanlah suatu proses jual beli tapi tukar menukar, atau pembayaran yang dimaksud berupa jasa berarti mencerminkan perjanjian kerja. Pada dasarnya harga dalam suatu perjanjian jual beli ditentukan berdasarkan kesepakatan dua pihak, namun pada kenyataannya ada juga harga dalam jual beli
yang ditentukan oleh pihak ketiga, dengan
demikian, hal tersebut dianggap sebagai perjanjian jual beli dengan syarat tangguh, yang mana perjanjian dianggap ada pada saat pihak ketiga menentukan harga termaksud.
Berdasarkan Pasal 1465 KUH Perdata, segala biaya untuk
membuat akta jual beli dan biaya tambahan lainnya ditanggung oleh pembeli, Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
78 kecuali diperjanjikan sebaliknya. Selain harga pembayaran dalam suatu proses jual beli diatur pula mengenai waktu dan tempat dilakukannya
pembayaran,
biasanya pembayaran dilakukan di tempat dan pada saat diserahkannya barang yang diperjual belikan atau pada saat levering, sebagaimana diatur dalam Pasal 1514 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa apabila pada saat perjanjian jual beli dibuat tidak ditentukan waktu dan tempat pembayaran maka pembayaran ini harus dilakukan ditempat dan pada waktu penyerahan barang. 4. Biaya akta-akta jual beli serta biaya lainnya ditanggung oleh pembeli. 5. Mengikuti upaya penyelesaian hukum secara patut apabila timbul sengketa dari proses jual beli termaksud. Selain kewajiban yang harus dilakukannya, pembeli yang dianggap sebagai konsumen juga memiliki hak dalam proses jual beli sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, antara lain : 1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa. 2. Hak untuk memilih serta mendapatkan barang dan atau jasa dengan kondisi yang sesuai dengan yang diperjanjikan. 3. Hak untuk mendapatkan informasi secara benar, jujur, dan jelas mengenai barang dan atau jasa yang diperjualbelikan. 4. Hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlakuan secara benar dan tidak diskriminatif. 5. Hak untuk didengarkan pendapatnya atau keluhannya atas kondisi barang dan atau jasa yang dibelinya. 6. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum secara patut apabila dari proses jual beli tersebut timbul sengketa. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
79 7. Hak untuk mendapatkan kompensasi atau ganti rugi apabila barang dan atau jasa yang dibelinya tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Dengan demikian hak dan kewajiban penjual dan pembeli sebagai para pihak dalam perjanjian jual beli harus dilaksanakan dengan benar dan lancar, apabila para pihak memperhatikan dan melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing. Ketentuan mengenai hak dan kewajiban penjual dan pembeli tersebut diatas, berlaku juga dalam transaksi jual beli secara elektronik, walaupun antara penjual dan pembeli tidak bertemu langsung, namun tetap ketentuan mengenai hak dan kewajiban penjual dan pembeli ini harus tetap ditaati.
B. Pelaksanaan Transaksi Melalui E-Commerce Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Tahun 2008, disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan salah satu perwujudan ketentuan di atas. Pada transaksi jual beli secara elektronik ini, para pihak yang terkait didalamnya, melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai ketentuan Pasal 1 angka 18 RUU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), disebut sebagai kontrak elektronik yakni perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya. Pada transaksi jual beli secara elektronik, sama halnya dengan transaksi jual beli biasa yang dilakukan di dunia nyata, dilakukan oleh para pihak yang terkait, walaupun dalam jual beli secara elektronik ini pihak-pihaknya tidak bertemu secara Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
80 langsung satu sama lain, tetapi berhubungan melalui internet. Dalam transaksi jual beli secara elektronik, pihak-pihak yang terkait antara lain 63: 1. Penjual atau merchant atau pengusaha yang menawarkan sebuah produk melalui internet sebagai pelaku usaha; 2. Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undangundang, yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan berkeinginan untuk melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan oleh penjual/pelaku usaha/merchant. 3. Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual atau pelaku usaha/merchant, karena pada transaksi jual beli secara elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi yang berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini bank; 4. Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet. Pada dasarnya pihak-pihak dalam jual beli secara elektronik tersebut diatas, masing-masing memiliki hak dan kewajiban.
Penjual/pelaku usaha/merchant
merupakan pihak yang menawarkan produk melalui internet, oleh karena itu, seorang penjual wajib memberikan informasi
secara benar dan jujur atas produk yang
ditawarkannya kepada pembeli atau konsumen. Disamping itu, penjual juga harus menawarkan produk yang diperkenankan oleh undang-undang, maksudnya barang yang ditawarkan tersebut bukan barang yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak rusak ataupun mengandung cacat tersebunyi, sehingga barang yang ditawarkan adalah barang yang layak untuk diperjualbelikan. Dengan demikian transaksi jual beli termaksud tidak menimbulkan kerugian bagi siapapun 63
Edmon makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Jakarta :PT.Gravindo Persada, 2000, hlm.65
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
81 yang menjadi pembelinya. Di sisi lain, seorang penjual atau pelaku usaha memiliki hak untuk mendapatkan pembayaran dari pembeli/konsumen atas harga barang yang dijualnya,
juga
berhak
untuk
mendapatkan
perlindungan
atas
tindakan
pembeli/konsumen yang beritikad tidak baik dalam melaksanakan transaksi jual beli secara elektronik ini. Seorang pembeli/ konsumen memiliki kewajiban untuk membayar harga barang yang telah dibelinya dari penjual sesuai jenis barang dan harga yang telah disepakati antara penjual dengan pembeli tersebut. Selain itu, pembeli juga wajib mengisi data identitas diri yang sebenar-benarnya dalam formulir penerimaan. Di sisi lain, pembeli/konsumen berhak mendapatkan informasi secara lengkap atas barang yang akan dibelinya dari seoarng penjual, sehingga pembeli tidak dirugikan atas produk yang telah dibelinya itu. Pembeli juga berhak mendapatkan perlindungan hukum atas perbuatan penjual/pelaku usaha yang beritikad tidak baik. Bank sebagai perantara dalam transaksi jual beli secara elektronik, berfungsi sebagai penyalur dana atas pembayaran suatu produk dari pembeli kepada penjual produk itu, karena mungkin saja pembeli/konsumen yang berkeinginan membeli produk dari penjual melalui internet berada di lokasi yang letaknya saling berjauhan sehingga pembeli termaksud harus menggunakan fasilitas bank untuk melakukan pembayaran atas harga produk yang telah dibelinya dari penjual, misalnya dengan proses pentransferan dari rekening pembeli kepada rekening penjual (acount to acount). Provider merupakan pihak lain dalam transaksi jual beli secara elektronik, dalam hal ini provider memiliki kewajiban untuk menyediakan layanan akses 24 jam kepada calon pembeli untuk dapat melakukan transaksi jual beli secara elektronik melalui media internet dengan penjual yang menawarkan produk lewat internet Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
82 tersebut, dalam hal ini terdapat kerjasama antara penjual/pelaku usaha dengan provider dalam menjalankan usaha melalui internet ini. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan hubungan hukum yang dilakukan dengan memadukan jaringan (network) dari sistem informasi yang berbasis komputer dengan sistem komunikasi yang berdasarkan jaringan dan jasa telekomunikasi. Hubungan hukum yang terjadi dalam transaksi jual beli secara elektronik tidak hanya tejadi antara pengusaha dengan konsumen saja, tetapi juga terjadi antara pihak-pihak dibawah ini 64: 1. Business to Business,
merupakan transaksi yang terjadi antar perusahaan dalam
hal ini, baik
pembeli maupun penjual adalah sebuah perusahaan dan bukan
perorangan.
Biasanya transaksi ini dilakukan karena mereka telah saling
mengetahui satu sama lain dan transaksi jual beli tersebut dilakukan untuk menjalin kerjasama antara perusahaan itu. 2. Customer to Customer, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara individu dengan individu yang akan saling menjual barang 3. Customer to Business, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antara individu sebagai penjual dengan sebuah perusahaan sebagai pembelinya 4. Customer to Government, merupakan transaksi jual beli yang dilakukan antara individu dengan pemerintah, misalnya dalam pembayaran pajak. Dengan demikian pihak-pihak yang dapat terlibat dalam suatu transaksi jual beli secara elektronik, tidak hanya antara individu dengan individu saja tetapi dapat individu dengan sebuah perusahaan, perusahaan dengan perusahaan atau bahka antara individu dengan pemerintah, dengan syarat bahwa para pihak termaksud secara
64
Ibid, hal. 77.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
83 perdata telaha memenuhi persyaratan untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum dalam hal ini hubungan hukum jual beli. Pada dasarnya proses transaksi jual beli secara elektronik tidak jauh berbeda dengan proses transaksi jual beli biasa di dunia nyata. Pelaksanaan transaksi jual beli secara elektronik ini dilakukan dalam beberapa tahap, sebagai berikut
65
:
1. Penawaran, yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui websitepada internet. Penjual atau pelaku usaha menyediakan storefront yang berisi katalog produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website pelaku usaha tersebut dapat melihat-lihat barang yang ditawarkan oleh penjual. Salah satu keuntungan transaksi jual beli melalui di toko on line ini adalah bahwa pembeli dapat berbelanja kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu. Penawaran dalam sebuah website biasanya menampilkan barang-barang yang ditawarkan, harga, nilai rating atau poll otomatis tentang barang yang diisi oleh pembeli sebelumnya, spesifikasi barang termaksud dan menu produk lain yang berhubungan. Penawaran melalui internet terjadi apabila pihak lain yang menggunakan media internet memasuki situs milik penjual atau pelaku usaha yang melakukan penawaran, oleh karena itu, apabila seseorang tidak menggunakan media internet dan tmemasuki situs milik pelaku usaha yang menawarkan sebuah produk maka tidak dapat dikatakan ada penawaran. Dengan demikian penawaran melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang membuka situs yang menampilkan sebuah tawaran melalui internet tersebut. 2. Penerimaan, dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi.
Apabila
penawaran dilakukan melalui e-mail address, maka penerimaan dilakukan melalui e-mail, karena penawaran hanya ditujukan pada sebuah e-mail 65
yang dituju
Ibid, hal. 82.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
84 sehingga hanya pemegang e-mail tersebut yang dituju.
Penawaran melalui
website ditujukan untuk seluruh masyarakat yang membuka website tersebut, karena siapa saja dapat masuk ke dalam website yang berisikan penawaran atas suatu barang yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha. Setiap orang yang berminat untuk membeli baranga yang ditawarkan itu dapat membuat kesepakatan dengan penjual atau pelaku usaha yang menawarkan barang tersebut.
Pada
transaksi jual beli secara elektronik, khususnya melalui website, biasanya calon pembeli akan memilih barang tertentu yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha, dan jika calon pembeli atau konsumen itu tertarik untuk membeli salah satu barang yang ditawarkan, maka barang itu akan disimpan terlebih dahulu sampai calon
pembeli/konsumen
merasa
yakin
akan
pilihannya,
selanjutnya
pembeli/konsumen akan memasuki tahap pembayaran. 3. Pembayaran, dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui fasilitas internet, namun tetap bertumpun pada sistem keuangan nasional, yang mengacu pada sistem keuangan lokal. Klasifikasi cara pembayaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut 66: a. Transaksi model ATM, sebagai transaksi yang hanya melibatkan institusi finansial dan pemegang account yang akan melakukan pengambilan atau mendeposit uangnya dari account masing-masing; b. Pembayaran dua puhak tanpa perantara, yang dapat dilakukan langsung antara kedua pihak tanpa perantara dengan menggunakan uang nasionalnya; c. Pembayaran dengan perantaraan pihak ketiga, umumnya merupakan proses pembayaran yang menyangkut debet, kredit ataupun cek masuk. Metode
66
Ibid, hal. 90.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
85 pembayaran yang dapat digunakan antara lain : sistem pembayaran memalui kartu kredit on line serta sistem pembayaran check in line. Apabila kedudukan penjual dengan pembeli berbeda, maka pembayaran dapat dilakukan melalui cara account to account atau pengalihan dari rekening pembeli kepada rekening penjual.
Berdasarkan kemajuan teknologi,
pembayaran dapat dilakukan melaui kartu kredit dengan cara memasukkan nomor kartu kredit pada formulir yang disediakan oleh penjual dalam penawarannya. Pembayaran dalam transaksi jual beli secara elektronik ini sulit untuk dilakukan secara langsung, karena adanya perbedaan lokasi antara penjual dengan pembeli, walaupun dimungkinkan untuk dilakukan. 4. Pengiriman, merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas barang yang ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas penerimaan barang termaksud.
Pada kenyataannya, barang yang
dijadikan objek perjanjian dikirimkan oleh penjual kepada pembeli dengan biaya pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli. Berdasarkan proses transaksi jual beli secara elektronik yang telah diuraikan diatas menggambarkan bahwa ternyata jual beli tidak hanya dapat dilakukan secara konvensional, dimana antara penjual dengan pembeli saling betemu secara langsung, namun dapat juga hanya melalui media internet, sehingga orang yang saling berjauhan atau berada pada lokasi yang berbeda tetap dapat melakukan transaksi jual beli tanpa harus bersusah payah untuk saling bertemu secara langsung, sehingga meningkatkan efektifitas dan efisiensi waktu serta biaya baik bagi pihak penjual maupun pembeli.
C. Perlindungan Konsumen dalam E-Commerce 1. Pengertian konsumen Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
86 Konsumen sebagai peng-Indonesia-an istilah asing (Inggris) yaitu consumer, secara harfiah dalam kamus-kamus diartikan sebagai "seseorang atau sesuatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu"; atau "sesuatu atau seseorang yang mengunakan suatu persediaan atau sejumlah barang". ada juga yang mengartikan " setiap orang yang menggunakan barang atau jasa". 67 Dari pengertian diatas terlihat bahwa ada pembedaan antar konsumen sebagai orang alami atau pribadi kodrati dengan konsumen sebagai perusahan atau badan hukum pembedaan ini penting untuk membedakan apakah konsumen tersebut menggunakan barang tersebut untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan komersial (dijual, diproduks i lagi). Banyak negara secara tegas menetapkan siapa yang disebut sebagai konsumen dalam perundang-undangannya, konsumen dibatasi sebagai "setiap orang yang membeli
barang
yang
disepakati,
baik
menyangkut
harga
dan
cara-cara
pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial (Consumer protection Act No. 68 of 1986 Pasal 7 huruf C). Selain itu dalam rancangan akademik Undang-undang tentang Konsumen oleh Tim Peneliti UI dalam Ketentuan Umum Pasal 1; Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : “konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan”. Tim Peneliti UI tidak membatasi konsumen dalam hubungan dengan didapatkannya barang yaitu dalam hal ini tidak perlu ada hubungan jual beli. Misalnya seorang kepala keluarga yang membeli barang untuk dinikmati oleh seluruh
67
Dewi Lestari, Konsumen, E-Commerce dan Permasalahannya, diakses dari situs : eCommerce - http://www.lkht.net/artikel_lengkap.php?id=16, tanggal 12 Februari 2008. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
87 anggota keluarga, maka anggota keluarga yang memakai walau tidak membeli langsung juga merupakan kategori konsumen. Berdasarkan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mulai berlaku satu bulan sejak penggggundangannya, yaitu 20 April 1999. Pasal 1 butir 2 mendefinisikan konsumen sebagai … "Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingaan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan." Definisi ini sesuai dengan pengertian bahwa konsumen adalah end user / pengguna terakhir, tanpa si konsumen merupakan pembeli dari barannng dan/atau jasa tersebut. Hukum konsumen belum dikenal sebagaimana kita mengenal cabang hukum pidana, hukum perdata, hukum adaministrasi, hukum internasional, hukum adat dan berbagai cabang hukum lainnya. Dalam hal ini juga belum ada kesepakatan hukum konsumen terletak dalam cabang hukum yang mana.. Hal ini dikarenakan kajian masalah hukum konsumen tersebar dalam berbagai lingkungan hukum antara lain perdata, pidana, administrasi, dan konvensi internasional. Prof. Mochtar Kusumaatmadja, memberikan batasan hukum konsumen yaitu: “Keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan dan masalah anatara berbagai pihak berkaitan dengan dengan barang dan atau jasa konsumen satu sama lain, di dalam pergaulan hidup”. 68 Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen dan menemukan kaidah hukum konsumen dalam berbagai peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia tidaklah mudah, hal ini dikarenakan tidak dipakainya istilah 68
Redynal Saat, Electronic Commerce, Peluang dan Kendala, diakes dari situs : e-Commerce http://www.lkht.net/artikel_lengkap.php?id=16, tanggal 10 April 2008. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
88 konsumen dalam peraturan perundan-undangangan tersebut walaupun ditemukan sebagian dari subyek-subyek hukum yang memenuhi kriteria konsumen. Sebelum diberlakukannya UU No. 8 tahun 1999 terdapat berbagi peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perlindungan konsumen. Peraturan Prundang-undangan ini memang tidak secara langsung mengenai perlindungan konsumen, namun secara tidak langsung dimaksudkan juga untuk melindungi konsumen Peraturan yang dimaksud antara lain: 1. Keputusan Menteri Perindustrian No. 727/ M/ SK/ 12/ 1981 tentang Wajib Pemberian Tanda (Label) Pada Kain Batik Tulis, Kain Batik Kombinasi (Tulis dan Cap), dan Tekstil yang Dicetak (printed) dengan Motif (Disain) Batik. 2. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida (Lembaran Negara Republik Indonesia, selanjutnya disingkat dengan LN RI, No. 23 tahun 1973) tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida. 3. Keputusan Menteri Perindustrian No. 27/ M/ SK / 1/ 1984 tentang Syarat-syarat dan ijin Pengolahan Kembali Pelumas Bekas dan Pencabutan semua Ijin Usaha Industri Pengolahan Kembali Pelumas Bekas. 4. Peraturan Pemerintah No. 2/ 1985 (LN RI No. 4 tahun 1985 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3283.) tentang Wajib dan Pembebanan Untuk Ditera dan atau Ditera Ulang Serta Syarat-syarat Bagi Alat-alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya. 5. Undang-Undang tentang Pokok Kesehatan No. 9/ 1960 (LN RI No. 131 tahun 1960 dan TLN RI No. 2068). 6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 79/ 1978 tentang Label dan Perikllanan.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
89 7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 79/ 1978 tentang Produksi Dan Peredaran Makanan yang melarang periklanan yang menyesatkan, mengacaukan, atau menimbulkan penafsiran salah atas produk yang diklankan. Dengan diberlakukannya UU No 8 Tahun 1999 maka UU tersebut merupakan ketentuan positif yang khusus mengatur perlindungan konsumen.
2. Hak-Hak Konsumen Jika kita membicarakan tentang perlindungan konsumen hal itu tidak lain adalah juga membicarakan hak-hak konsumen. Presiden Merika Serikat J. F. Kennedy dalam pesannya kepada Congress pada tanggal 15 Maret 1962 dengan judul A Special Message of Protection the Consumer Interest, menjabarkan empat hak konsumen sebagai berikut : 69 1. the right to safety 2. the right to choose 3. the right to be informed 4. the right to be heard Di Indonesia Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merumuskan hak-hak konsumen sebagai berikut: 1. hak keamanan dan keselamatan 2. hak mendapatkan informasi yang jelas 3. hak memilih 4. hak untuk didengar pendapatnya dan keluhannya 5. hak atas lingkungan hidup
69
Dewi Lestari, Op.cit.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
90 Selanjutnya Tim Peneliti UI dalam rancangan akademiknya merumuskan hakhak konsumen sebagai berikut :70 1. hak atas keamanan 2. hak untuk memilih 3. hak atas informasi 4. hak untuk didengar 5. hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya 6. hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut. Hak-hak konsumen menurut UU No 8 tahun 1999 dalam Pasal 4 sebagai berikut : 1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. 2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. 3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. 4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. 5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut 6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. 7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
70
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
91 8. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan / atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. 9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Selain itu terdapat juga kewajiban dari konsumen yang tertera dalam pasal 5 UU no 8 tahun 1999. Penulis dalam hal ini lebih cenderung memakai kaedah "etis" P.A.P.A (Privacy, Accuracy, Property, Accessibility) dalam merumuskan hak-hak konsumen. Artinya hak-hak konsumen meliputi privacy, accuracy, property, dan accessibility. Perumusan hak-hak dari konsumen tiada lain adalah (juga) untuk merumuskan kewajiban dari produsen atau penyelenggara jasa. Khusus dalam penulisan ini kewajiban dari produsen adalah menjamin privacy, accuracy, property, dan accessibility konsumen di atas.
3. Aspek Perlindungan konsumen dalam Penggunaan Digital Signature Dalam pengguanaan Digital Signature kita mengenal adanya dua pihak, yaitu: 1. Certificate Authority (CA) 2. Subscriber Hubungan ini menunjukkan kaitan antara CA sebagai penyelenggara jasa dan subscriber sebagai konsumen. Sebagai penyelenggara jasa, CA harus menjamin hakhak subsscriber antara lain: 71 1. Privacy Termaktub dalam pasal 4 butir 1 UU NO 8 tahun 1999. Contoh: Ketika subscriber meng"apply" kepada CA, subs akan dimintai keterangan mengenai 71
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
92 identitasnya, besar kecilnya keakuratan dari identitas tersebut tergantung dari jenis tingkatan sertifikat tersebut. Semakin tinggi tingkat sertifikat maka semakin akurat pula identitas sebenarnya dari subscriber. Namun dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah CA sebagai penyi data berkewajiban
menjaga
kerahasiaan
identitas
subs
dari
pihak
yang
tidak
berkepentingan. CA hanya boleh mengkonfirm bahwa sertifikat yang dimiliki oleh subs adalah benar dan diakui oleh CA. Di beberapa negara maju data pribadi mendapat perlindungan dalam undangundang (data protection act). Di dalam Undang-Undang yang bersangkutan tercantum prinsip perlindungan data (Data Protection Principles) yang harus ditaati oleh orangorang yang menyimpan atau memproses informasi dengan mempergunakan komputer yang menyangkut kehidupan orang-orang. Biro-biro komputer yang menyediakan jasa pelayanan bagi mereka yang hendak memproses informasi juga sama dikontrol dan harus melakukan pendaftaran menurut undang-undang tersebut. Individu-individu, yang informasi dirinya disimpan pada komputer, diberi hak-hak untuk akses dan hak untuk memperoleh catatan-catatan pembetulan dan penghapusan informasi yang tidak benar. Mereka itu pun dapat mengajukan pengaduan kepada Data Protection Registre (yang diangkat berdasarkan undang-undang) aapabila mereka tidak merasa puas terhadap cara orang atau organisasi yang mengumpulkan informasi dan, menurut keadaan-keadaan tertentu, individu-individu memiliki hak atas ganti kerugian. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip perlindungan data dapat menyebabkan tanggung jawab pidana, adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain: 1. Informasi yang dimuat dalam data pribadi harus diperoleh, dan data pribadi itu harus diproses, secara jujur dan sah.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
93 2. Data pribadi harus dipegang hanya untuk satu tujuan atau lebih yang spesifik dan sah. 3. Data pribadi yang dikuasai untuk satu tujuan dan tujuan-tujuan tidak boleh digunakan atau disebarluaskan dengan melalui suatu cara yang tidak sesuai dengan tujuan atau tujuan-tujuan tersebut. 4. Data pribadi yang dikuasai untuk keperluan suatu tujuan atau tujuan-tujuan harus layak, relevan dan tidak terlalu luas dalam kaitannya dengan tujuan atau tujuantujuan tersebut 5. Data pribadi harus akurat dan, jika diperlukan, selalu up-to date. 6. Data pribadi yang dikuasai untuk keperluan suatu tujuan atau tujuan-tujuan tidak boleh dikuasai terlalu lama dari waktu yang diperlukan untuk kepentingan tujuan atau tujuan-tujuan tersebut. 7. Tindakan-tindakan pengamanan yang memadai harus diambil untuk menghadapi akses secara tidak sah, atau pengubahan, penyebarluasan atau pengrusakan data pribadi serta menghadapi kerugian tidak terduga atau data pribadi. 8. Seorang individu akan diberikan hak untuk: a. Dalam jangka waktu yang wajar dan tanpa kelambatan serta tanpa biaya: 1). Diberi penjelasan oleh pihak pengguna data tentang apakah pihaknya menguasai data pribadi di mana individu yang bersangkutan menjadi subyek data; dan 2). Untuk akses pada suatu data demikian yang dikuasai oleh pihak pengguana data. b. Jika dipandang perlu, melakukan perbaikan atau penghapusan data. Prinsip yang terakhir berkaitan dengan pengamanan dan ancaman terhadap hal ini ada dua jenis, yaitu : Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
94 (1) pengamanan dari akses tidak sah, dan (2) berkaitan dengan copy-copy back up. pusat-pusat data yang berisi data pribadi. Masih berkaitan dengan masalah jaminan privacy dalam kaitannya dengan kunci privat, adalah harus adanya jaminan bahwa CA tidak berusaha mencari pasangan kunci publik dari susbscriber. CA mempunyai peluang yang besar untuk bisa menemukan kunci pasangan dari subscriber karena CA mempunyai komputer yang lebih canggih untuk menemukannya. Selain itu harus ada jaminan bahwa pencipta kartu yang berisikan kunci privat juga tidak akan menyebarluaskan atau pun menggandakannya. Hal ini sangat logis sekali karena pembuat kartu selain mengetahui kunci publik juga mengetahui kunci privatnya karena ia adalah penciptanya. Untuk menjamin hal ini perlu adanya suatu notary sysrem yang menjamin hal tersebut. 2. Accuracy Termaktub dalam Pasal 4 butir 2,3, dan 8 UU No 8 tahun 1999. Dalam prinsip ini terkandung pengertian "ketepatan" antara apa yang diminta dengan apa yang didapatkan. Bahwa apa yang didapat oleh subscriber sesuai dengan apa yang ia minta berdasarkan informasi yang diterimanya. Ketepatan informasi (informasi yang benar tanpa tipuan) juga merupakan prinsip accuracy. Sebagai contoh: subs yang meminta level tertentu dari sertifikat sebaiknya tidak diberikan level yang lebih rendah atau lebih tinggi.
CA juga berkewajiban memberitahukan segala keterangan yang
berkaitan dengan penawaran maupun permintaan yang diajukan. Secara tidak langsung subs berhak untuk mendapatkan CA yang berlisensi artinya ketika subscriber mengakses ke CA, terdapat praduga bahwa CA adalah CA
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
95 yang sah dan berlisensi dan subs harus dilindungi dari penyimpangan CA yang gadungan. 3. Property Termaktub dalam pasal 4 butir 8 UU No 8 tahun 1999. subscriber harus dilindungi hak miliknya dari segala penyimpangan yang mungkin terjadi akibat masuknya subscriber ke dalam sistem ini. Artinya subs berhak dilindungi dari segala bentuk penyadapan, penggandaan, dan pencurian. Jika hal ini terjadi maka CA berkewajiban mengganti kerugian yang diderita. 3. Accessibility Termaktub dalam pasal 4 butir 4, 5, 6,dan 7 UU No 8 tahun 1999. Bahwa setiap pribadi berhak medapat perlakuan yang sama dalam hal untuk mengakses dan informasi. Artinya tiap subscriber bisa masuk ke dalam sistem ini jika memenuhi persyaratan, dan ia bisa mempergunakan sistem ini tanpa adanya hambatan. Dan subscriber juga berhak untuk didengar pendapat dan keluhannya. Hak-hak konsumen untuk tercapainya perlindungan konsumen sudah tercantum atau dituangkan dalam bentuk Undang-Undang, yaitu UU No 8 tahun 1999. Maka artinya hak-hak tersebut sudah diakui keberadaannya dan memiliki kepastian hukumnya yang diatur dalam Undang-Undang positif. Upaya hukum yang dilakukan oleh konsumen yang merasa dirugikan bisa menggunakan pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999 ini. Dalam kaitannya dengan penggunaan digital signature, CA dalam kedudukan yang lebih kuat harus bisa menjamin hak-hak konsumen. Terutama dalam perjanjian adhesi antara CA dan subscriber. Perjanjian diajukan sebaiknya tidak hanya berat sebelah, sehingga subscriber tidak mempunyai posisi penawaran (bargaining power). Untuk menutup resiko atas produk-produk yang cacat CA dapat mengasuransikan Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
96 resiko tersebut. Hal ini untuk mengurangi beban yang harus ditanggung oleh CA apabila suatu saat ada konsimen (subscriber) yang menuntut CA karena merasa dirugikan.
D. Hubungan Hukum Para Pihak di dalam E-Commerce Hukum harus dapat menegaskan secara pasti hubungan-hubungan hukum dari para pihak yang melakukan transaksi e-commerce. Dalam kaitan ini, hukum Indonesia belum sepenuhnya mengatur mengenai transasi e-commerce ini. Sebuah contoh yang dapt diambil adalah e-commerce dilaksanakan dengan menggunakan charge card atau credit card sebagai alat pembayaran. Misalnya bank yang menjadi penerbit kartu (card issuer) dari suatu charge cards atau credit cards diharapkan kepada suatu kasus dimana pemegang kartu (card holder) menolak bertanggung jawab atas pelaksanaan pembayaran atas beban charge card atau credit card miliknya dengan alasan barang yang dibeli mengandung cacat. Kasus ini menimbulkan masalah hukum mengenai : apakah pembayaran yang dilakukan suatu charge card atau credit card merupakan pembayaran mutlak, ataukah merupakan pembayaran bersyarat kepada penjual barang. Jelas peraturan perundangundangan di Indonesia belum sepenuhnya mengatur mengenai hal ini. Di Inggris, hal ini sudah diatur, yaitu berdasarkan putusan pengadilan dalam perkara In Re Charge Service Limited. Perkara tersebut berisi suatu analisis yuridis mengenai hubungan-hubungan hukum yang tercipta apabila suatu card digunakan untuk melakukan pembayaran. Dalam putusan ini, yang merupakan leading case di Inggris, Millet J, yaitu hakim yang memeriksa perkara ini, memutuskan b a hwa “payment by a charge card or a credit card was an absolue and not a conditional payment to the retailer”. Dari putusan pengadilan itu dapat diketahui bahwa menurut Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
97 hukum Inggris pembayaran yang dilakukan oleh suatu charge card atau credit card merupakan pembayaran mutlak dan bukan merupakan pembayaran bersyarat kepada penjual barang. 72 Selain asas yang telah dikemukakan di atas, Millet J, telah meletakkan pula asas lain dengan menggunakan pendapat bahwa pada penggunaan kartu, secara serentak bekerja 3 (tiga) perjanjian yang satu sama lain terpisah, yaitu : 73 1). Perjanjian penjual barang dan/atau jasa antara pedagang dan pemegang kartu. 2). Perjanjian antara pedagang dan perusahaan penerbit kartu, yang berdasarkan perjanjian itu pedagang yang bersangkutan setuju untuk menerima pembayaran yang menggunakan kartu itu. 3). Perjanjian antara perusahaan penerbit kartu dan pemegang kartu, atau pemegang rekening, yang berdasarkan perjanjian itu pemegang kartu menyetujui untuk melunasi pembayaran yang telah dilakukan oleh penerbit kartu kepada penjual barang dan/atau jasa berkenaan dengan penggunaan kartu oleh pemegang kartu yang bersangkutan. Masalah hukum lain sehubungan dengan pembayaran dengan menggunakan charge card atau credit card ialah yang menyangkut pertanyaan, apakah pemegang kartu (card holder) mempunyai hak untuk membatalkan pembayaran yang telah dilakukannya, dengan meminta agar supaya perusahaan penerbit kartu (card issuer) tidak melaksanakan pembayaran atas tagihan yang dilakukan oleh pedagang yang menerima pembayaran dengan kartu itu. Sekali lagi, apabila sengketa tersebut muncul di Indonesia, maka peraturan perundang-undangan yang mengaturnya tentu belum lengkap, mengingat Indonesia baru saja mengesahkan undang Informasi dan 72
Sutan Remy Sjahdeini, E-Commerce dalam Persfektif Hukum, Jurnal Keadilan, Vol. 1 No. 3 September 2001, hal. 22-23. 73 Ibid. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
98 Transaksi Elektronik tahun 2008, sehingga tentunya belum ada yurisprudensi yang dapat dijadikan pegangan.
E. Pembuktian Kontrak dalam E-Commerce Sebelum menapak lebih jauh, ada baiknya kalau kita meninjau terlebih dahulu hakikat dari pembuktian. Pada umumnya apabila kita menemui permasalahan dan harus mengambil keputusan yang tepat terhadap permasalahan tersebut kita selalu berusaha untuk mengumpulkan berbagai macam fakta yang berkenaan dengan permasalahan tersebut. Dengan fakta-fakta yang telah terkumpul kita gunakan untuk membuktikan permasalahan tersebut dan kita mencari pemecahannya. Dalam cabangcabang ilmu pasti fakta-fakta yang dikumpulkan guna menjadi bukti bagi suatu permasalahan sifatnya relatif pasti. Sebagai contoh, satu molekul air terdiri dari dua atom hidrogen dan satu atom oksigen. Apabila komposisi tersebut diubah maka akan menimbulkan suatu zat baru lagi. Tidak demikian halnya dengan ilmu hukum yang merupakan
salah
satu
cabang
dari
ilmu
sosial.
Pembuktiannya
bersifat
kemasyarakatan, karena walaupun sedikit, terdapat unsur ketidakpastian. Oleh karena itu kebenaran yang dicapai merupakan kebenaran yang relatif. Kita harus memberikan keyakinan terhadap fakta yang dikemukakan itu harus selaras dengan kebenaran.
74
Apabila untuk memutuskan suatu sengketa atau kasus mutlak hanya menyandarkan pada keyakinan hakim ini adalah hal yang sangat riskan karena dapat menimbulkan kekhawatiran bahwa keyakinan hakim tersebut akan bersifat subjektif, sehingga akan menimbulkan tindakan sewenang-wenang dari sang hakim yang justru tidak memberikan rasa keadilan bagi para pihak yang berperkara. Maka dari itu
74
Edmon Makarim, Apakah Transaksi Secara Elektronik Mempunyai Kekuatan Pembuktian, diakses dari situs : e-Commerce - http://www.lkht.net/artikel_lengkap.php?id=16 tanggal 4 April 2008. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
99 sewajarnyalah apabila dari dalil-dalil yang dikemukakan para pihak yang bersengketa menjadi pula dasar pertimbangan bagi hakim agar dapat dicapai suatu keputusan yang objektif. Dalam hubungannya dengan arti pembuktian, Prof.Subekti berpendapat: "membuktikan ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan."
75
Alat-alat bukti yang diakui dalam peradilan perdata Indonesia diatur dalam HIR (Herzien Indonesisch Reglement) pasal 164 dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) pada pasal 166 yang berbunyi: "Alat-alat bukti terdiri atas : 1. bukti tulisan; 2. bukti dengan saksi-saksi; 3. persangkaan-persangkaan; 4. pengakuan; 5. sumpah." Selain daripada apa yang telah disebutkan diatas HIR masih mengenal alat pembuktian lain yaitu hasil pemeriksaan setempat, seperti yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut ini: Pasal 153 (1) HIR yang berbunyi: "Jika ditimbang perlu atau ada faedahnya, maka ketua boleh mengangkat satu atau dua orang komisaris daripada dewan itu yang dengan bantuan panitera pengadilan akan melihat keadaan tempat atau menjalankan pemeriksaan di tempat itu, yang dapat menjadi keterangan kepada hakim." Pasal 154 HIR (hasil penyelidikan seorang ahli) yang berbunyi: "Jika pengadilan negeri menimbang, bahwa perkara itu dapat lebih terang, jika diperiksa atau dilihat oleh orang ahli, maka dapatlah ia mengangkat ahli itu, baik atas permintaan kedua pihak, maupun karena jabatannya." 75
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
100 Tanpa mengabaikan pentingnya alat-alat bukti lainnya, pembahasan akan difokuskan terlebih dahulu kepada alat bukti tulisan. Hal ini disebabkan karena permasalahan yang menjadi perhatian saat ini adalah, kita perlu menjawab apakah dalam acara peradilan, dokumen elektronik dapat dianggap sama surat yang telah kita kenal. Apakah kekuatan hukum dari dokumen elektronik tersebut sama dengan kekuatan hukum alat bukti surat dalam acara perdata? Selain itu juga pada asasnya di dalam persoalan perdata, alat bukti yang berbentuk tulisan itu merupakan alat bukti yang lebih diutamakan jika dibandingkan dengan alat bukti lainnya. Bahkan menurut definisi Prof. Mr. A. Pitlo, alat pembuktian adalah "Pembawa tanda tangan bacaan yang berarti, menerjemahkan suatu isi pikiran". Alat bukti tulisan ini menurut doktrin ilmu hukum dan undang-undang secara garis besar dibagi 2 macam :
76
1. Tulisan biasa 2. Tulisan yang berupa akta. Tulisan yang berupa akta ini dibagi menjadi 2 yaitu : 1. akta di bawah tangan 2. akta otentik Dari pembagian seperti di atas hal yang menjadi perhatian adalah bilamana suatu tulisan dikatakan sebagai tulisan biasa dan bilamana dikatakan sebagai tulisan yang berupa akta. Pengertian akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai alat bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat.
76
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
101 Selain itu yang termasuk dalam akta adalah: cek, tanda terima (kuitansi), surat perjanjian, atau surat apa pun yang dibuat dan ditandatangani oleh orang yang berwenang dan disepakati oleh para pihak menjadi alat bukti. Kemudian muncul permasalahan berikutnya, kapankah akta disebut sebagai akta di bawah tangan dan kapan akta tersebut disebut sebagai akta otentik. Sesuai dengan ketentuan pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang berbunyi: "Suatu akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuat." Maka untuk membedakan apakah akta tersebut akta otentik atau akta di bawah tangan yang harus kita perhatikan adalah dilihat dari terbentuknya akta tersebut, apabila akta tersebut dibuat di hadapan atau dibuatkan oleh pejabat yang berwenang (notaris) maka akta tersebut adalah akta otentik. Apabila akta tersebut tidak memenuhi hal di atas maka akta itu adalah akta di bawah tangan. Dalam hukum pidana yang ingin dicapai ialah kebenaran materil, menurut Menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa kebenaran itu biasanya hanya mengenai keadaan-keadaan tertentu pada masa lampau.
77
Membicarakan mengenai pembuktian dalam hukum acara pidana tentunya tidak dapat meninggalkan dari ketentuan hukum mengenai alat bukti dan barang bukti yang ada di dalam KUHAP, mengingat alat bukti dan barang bukti menjadi dasar untuk memutus perkara pidana (dari pasal 183-189 KUHAP), dan barang bukti dalam pasal 39 KUHAP. Menurut pasal 184 KUHAP alat bukti antara lain adalah:
77
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung, 1986, hal.
24. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
102 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Alat bukti surat, 4. Petunjuk, 5. Keterangan terdakwa. Pasal ini bersifat limitatif, artinya penggunaan alat bukti tersebut hanya yang disebutkan dalam pasal tersebut saja. Dalam pasal 183 KUHAP, seorang hakim dapat memutus perkara berdasarkan minimal dua alat bukti (syarat minimum pembuktian). Selanjutnya dengan berbekal alat bukti yang diketemukan itu, hakim tersebut akan memperoleh keyakinan bahwa memang telah terjadi suatu tindak pidana. Jika kita cermati rumusan pasal 183 KUHAP tersebut, dengan dua alat bukti tersebut belumlah cukup bagi hakim untuk menjatuhkan pidana kepada seseorang, karena masih diperlukan keyakinan hakim atas dua alat bukti yang dihadirkan di sidang pengadilan. Jika dengan minimal dua alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan, maka berdasarkan pasal 183 dan 184 KUHAP pelaku tindak pidana dapat dijatuhi hukuman sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
78
Sebenarnya dalam sistem hukum kita juga sudah dikenal suatu konsep keamanan untuk perdagangan yang agak mirip dengan konsep kriptografi kunci publik (penekanan pada konsep pasangan/pairs). Zaman dahulu, untuk keperluan otentikasi dengan mintra dagang, dipergunakan tongkat kayu yang dipatahkan menjadi dua. Jika orang hendak melakukan pencacahan atas suatu transaksi, orang menorehkan sebuah goresan yang menggores sambungan kedua tongkat (yang berpasangan) tersebut. Untuk mencocokkan, cukup dengan menyambungkan kedua
78
Ibid, hal. 26.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
103 tongkat tersebut dan melihat apakah goresan itu 'melintas' sambungan/patahan tongkat dengan baik. Hal ini dapat kita lihat pada bunyi pasal 1887 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang berbunyi: "Tongkat-tongkat berkelar yang sesuai dengan kembarnya, harus dipercaya, jika dipergunakan antara orang-orang yang biasa membuktikan penyerahan-penyerahan barang yang dilakukannya atau diterimanya dalam jumlah-jumlah kecil, dengan cara yang demikian itu." Alat bukti elektronik tidak dikenal di dalam KUHP. Namun demikian tidak berarti bila terjadi suatu perkara kejahatan dengan menggunakan komputer pelaku kejahatan tersebut lolos dari jeratan hukum. Dalam kejahatan komputer, ketentuan pasal 183 KUHAP dapat diterapkan meskipun perlu pembuktian lebih lanjut. Alat bukti yang mungkin ditemukan dalam suatu transaksi jika, berdasarkan pasal 184 KUHAP; keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Namun biasanya keterangan saksi sangat sulit untuk diperoleh, mengingat pelaku tindak pidana ini biasanya melakukan aksinya secara sendirian. Paling mungkin jika terjadi penyertaan, maka antara pelaku dapat menjadi saksi bagi yang lainnya.
79
Berawal dari penggunaan bukti petunjuk yang bersumber, sebuah petunjuk dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa (pasal 188(2) KUHAP). Bila keterangan saksi dan keterangan terdakwa tidak diketemukan, maka petunjuk dapat diperoleh dari surat atau dokumen yang yang diketemukan, yang tentunya harus diketemukan persesuaian satu dengan yang lainnya mengenai alat bukti tersebut. Jika terdapat kesamaan bentuk, metoda atau cara dalam melakukan suatu kejahatan komputer (contoh: hacking komputer) maka dari situ akan diperoleh
79
Edmon Makarim, Op.cit.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
104 petunjuk (bukti awal), yang nantinya tetap harus dibuktikan dengan bantuan seorang ahli untuk menjelaskan kasus tersebut. Unsur penegak hukum seringkali tertinggal dengan pesatnya perkembangan teknologi, jarak yang tercipta antara penegak hukum dengan teknologi juga kurang diantisipasi. Keadaan seperti ini terus berlanjut, sehingga menjadikan jalannya penegakan hukum atas kejahatan atau perselisihan yang berkaitan dengan pengunaan teknologi menjadi terhambat. Hal ini diperparah dengan kurang tanggapnya individu penegak hukum itu sendiri untuk memperkaya dirinya dengan pengetahuan baru yang terkait dengan teknologi. Fasilitas yang kurang memadai juga merupakan penghambat bagi para aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti perkara-perkara yang terkait dengan segala sesuatu yang berbau teknologi. Dalam memutuskan suatu perkara yang berkaitan dengan penggunaan teknologi sebagai basisnya, hakim terkadang masih meraba sampai sejauh mana hal tersebut dapat terbukti dan dapat diputus dengan adil. Hal ini nampak dari putusan yang dikeluarkan berkenaan dengan suatu perkara yang menyangkut masalah teknologi informasi belakangan ini, perkara yang dilihat oleh beberapa pakar teknologi informasi sebagai perkara yang berat hukumannya, namun setelah diputus ternyata pelaku dapat bebas tanpa syarat. Hal ini juga berlaku bagi jaksa dan pembela dalam kasus pidana. Keterbatasan fasilitas tersebut menjadikan putusan, tuntutan atau pembelaan yang diajukan menjadi terkesan seadanya. Begitu lebarnya jarak yang tercipta antara penegak hukum pada akhirnya mendorong diluncurkannya Rancangan Undang-undang Tanda Tangan Digital yang mempermudah aparat penegak hukum untuk memahami segala kasus dan permasalahan yang terkait dengan teknologi informasi.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
105 Walaupun belum adanya suatu bentuk perundangan khusus mengatur mengenai hubungan subyek hukum yang terlibat di dalam transaksi yang menggunakan media elektronik, pembuat KUHPerdata telah memberikan keleluasaan untuk para pembuat perjanjian dalam bentuk suatu kebiasaan. Hal ini diatur dalam Bagian Keempat Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang penafsiran suatu perjanjian. Pasal 1346 KUHPerdata memberikan keleluasaan lebih di mana suatu perjanjian mengikuti standar kebiasaan dalam negeri atau di tempat perjanjian telah dibuat (jika meragukan isinya), sehingga secara yuridis, walaupun tidak jelas ditekankan pengaturan mengenai tata cara pelaksanaan, jika hal tersebut sudah diakui sebagai suatu kebiasaan dalam perjanjian yang menggunakan media elektronik, maka kebiasaan tersebut mendapatkan pengakuan yuridis. Rancangan
Undang-undang
tersebut
pada dasarnya
bertujuan
untuk
memberikan kejelasan bagi para pelaku pengguna Teknologi Informasi yang dalam hal ini sangat berkaitan dengan penggunaan internet sebagai media untuk bertransaksi. Kelangsungan perdagangan yang menggunakan media elektronik tidak menutup adanya kemungkinan terjadinya perselisihan antara para pihak. Rancangan Undang-undang ini pada dasarnya bertujuan untuk mencari kerangka hukum untuk transaksi elektronik dan tanda tangan elektronik berdasarkan hukum Indonesia yang berlaku sekarang. Hal ini disebabkan karena asas pengadilan Indonesia mengharuskan hakim untuk tetap menerima suatu sengketa yang dibawa kehadapannya meskipun tidak ada hukum yang mengaturnya, dan sang hakim diharuskan menggali hukum yang hidup di masyarakat. 80
80
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
106 F. Pengakuan dan Pemberitahuan E-mail sebagai Pemberitahuan Tertulis Dalam berbagai undang-undang sering dimuat ketentuan yang mengharuskan adanya “pemberitahuan tertulis” sebagai syarat perjanjian atau sebagai ketentuan administratif yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak tertentu kepada pihak-pihak lain atau instansi-instansi tertentu. Sehubungan dengan munculnya kehidupan dunia maya dari internet, maka timbul pertanyaan : “apakah pemberitahuan e-mail” dapat menggantikan fungsi “pemberitahuan tertulis” sebagaimana yang dimaksud dalam suatu perjanjian atau dalam suatu peraturan perundang-undangan apabila dalam perjanjian atau peraturan perundang-undangan tersebut disebutkan tentang adanya keharusan menyampaikan “pemberitahuan tertulis”. Undang-undang memang harus mengatur mengenai hal ini. 81 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Tahun 2008, disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan salah satu perwujudan ketentuan di atas. Pada transaksi jual beli secara elektronik ini, para pihak yang terkait didalamnya, melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai ketentuan Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), disebut sebagai kontrak elektronik yakni perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya, hal ini termasuk juga e-mail yang digunakan sebagai “pemberitahuan tertulis” dalam transaksi elektronik.
81
A.Z. Nasution, Revolusi Teknologi Informasi dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet, Jurnal Keadilan, Vol. 1, No. 3 September 2001, hal. 28. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
107
BAB IV
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
108 TINJAUAN YURIDIS MENGENAI ASURANSI DALAM TRANSAKSI BISNIS MELALUI INTERNET (E-COMMERCE) DALAM PERSFEKTIF HUKUM PERDATA INDONESIA
A. Perlunya perdagangan melalui Internet diasuransikan Internet merupakan jaringan terbuka (open network) yang memungkinkan pihak lain baik yang berkepentingan maupun tidak berkepentingan ikut berpartisipasi di dalamnya. Terhubungnya jaringan komputer suatu perusahaan dengan dunia maya melalui internet membuka peluang terjadinya kerusakan, karena pihak luar saat ini sangat potensial untuk melakukan serangan maupun manipulasi database suatu perusahaan yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan. Kejahatan dalam dunia internet atau yang biasa disebut dengan cybercrime, seperti bentuk pencurian kartu kredit, hacking, cracking, penyadapan transmisi data merupakan suatu bentuk kejahatan yang sangat potensial yang mampu menimbulkan kerugian finansial. Namun, bentuk umum serangan yang terjadi dari jaringan internet adalah virus invasion, instrusi hackers, maupun upaya memacetkan website melalui serangkaian upaya membanjiri server dengan sejumlah informasi dalam skala besar. Berbagai bentuk tersebut berimplikasi pada kerugian yang tidak sedikit bagi perusahaan sasaran/obyek.
82
Faktor penunjang lain yang menimbulkan kerugian perusahaan tidak sepenuhnya ditentukan oleh faktor eksternal, namun juga bisa disebabkan faktor internal. Faktor internal ini diartikan dalam kapasitas kemampuan dan pengetahuan
82
Zulkifli Saad, Menuju Asuransi E-Commerce, diakses dari situs : oleh jsdhttp://www.jasindo.co.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=59&Itemid=1, tanggal 8 April 2008. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
109 seputar dunia komputasi bagi orang dalam (intern perusahaan). Pengetahuan dan kemampuan ini dalam lingkup yang mengerti seluk beluk komputasi (paham tekonologi) maupun yang sama sekali tidak mengerti komputasi. Berbagai bentuk proteksi yang diterapkan perusahaan-perusahaan yang terhubung dengan internet dewasa ini, cukup memberikan perlindungan atas propertinya, yaitu terhadap sistem komputasi dan data elektronik perusahaan. Namun sistem keamanan yang diterapkan tersebut tidak selamanya memberi perlindungan total. Seperti yang disebutkan sebelumnya, perusakan sistem keamanan (security breaches) dapat terjadi, antara lain dikarenakan faktor unauthorized access, maupun adanya penggunaan sistem komputasi dan data perusahaan oleh pihak luar atau pihak dalam (insider or outsider). Bila dinilai secara nominal, kerugian yang diderita perusahaan akibat kerusakan sistem jaringan komputer dan internet sangat tinggi dan kemungkinan mencapai jutaan dollar AS.
83
Risiko-risiko baru sebagaimana digambarkan di atas merupakan suatu bentuk peluang baru industri asuransi. Secara teoritis disebutkan atas apapun resiko yang muncul yang mampu menimbulkan kerugian dapat dijadikan obyek asuransi atau dengan kata lain dapat diasuransikan. Adapun yang dimaksud dengan obyek asuransi berdasar pasal 1 butir (2) Undang-undang No. 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, adalah: "benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya". Dari batasan tersebut, resiko-resiko seputar sistem keamanan jaringan komputer dan internet dapat dijadikan sebagai obyek asuransi atau dengan kata lain dapat diasuransikan. Hal ini yang menimbulkan apa yang kita kenal sebagai cyber insurance. 83
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
110 Cyber insurance sebagai suatu bentuk produk asuransi yang menutup resikoresiko yang terkait dengan sistem keamanan jaringan komputer. Jaringan komputer yang terhubung dengan jaringan internet berimplikasi mendatangkan kerugian baik dikarenakan serangan hackers maupun virus. Fenomena baru inilah yang menjadi persoalan cyber insurance dalam dunia perasuransian dewasa ini. Bila dilihat lebih jauh, cyber insurance yang mencakup lingkup komputasi dibagi menjadi 2 tipe, yaitu; tipe pertama berkaitan dengan first party or cyber property yang meliputi penutupan resiko kerugian akibat tindak kejahatan, pencurian, perusakan perangkat lunak (software) maupun database, rehabilitasi data, extortion, dan business interuption. Sedangkan, tipe kedua adalah berkaitan dengan third party or cyber liability yang meliputi pencemaran nama baik yang terkait dengan materi suatu website, pelanggaran hak cipta, hiperlinking liability, maupun contextual liability. 84 Saat ini, nilai premi yang dihasilkan cyber insurance memang tidak terlalu besar bila dibanding dengan sektor asuransi kerugian lain (tradisional). Namun diprediksikan laju pertumbuhan sektor cyber insurance akan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini dihubungkan dengan pertumbuhan usaha yang memanfaatkan teknologi informasi semakin meningkat. Meskipun memiliki pangsa pasar yang cukup menjanjikan, namun tidak mudah bagi perusahaan asuransi untuk menerjemahkan kerugian yang akan muncul dalam e-business. Dengan kata lain tidak semua perusahaan asuransi dapat bergerak dalam bisnis cyber insurance. Beberapa cyber insurance yang tersedia dan cukup terkenal saat ini antara lain AIG, Marsh, dan St. Paul. Ketiga perusahaan asuransi tersebut telah menawarkan 84
Dian Siska Herliana, Peluang Baru Industri Cyber Insurance dalam Era Teknologi Informasi, diakses dari situs : e-Commercehttp://www.lkht.net/artikel_lengkap.php?id=20, tanggal 20 Maret 2008. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
111 penutupan resiko pemanfaatan teknologi informasi. Misalnya AIG dengan polisnya yang disebut dnegan ProTech Technology Liability Insurance, St. Paul dengan polis Cybertech + liability. Selain itu ada pula perusahaan reasuransi terkemuka yang memberikan perlindungan terhadap resiko internet seperti Munich Re dan Swiss Re. Resiko asuransi yang harus ditanggung perusahaan asuransi tersebut tergolong tinggi, jadi wajar bila premi yang mesti dibayar tertanggung relatif besar. Selain itu juga adanya beberapa persyaratan yang harus dipenuhi tertanggung antara lain manajemen jaringan komputer yang harus dilengkapi dengan penerapan sistem keamanan seperti firewall, maupun penggunaan teknik enkripsi yang memadai. Perusahaan asuransi Lloyd of London, misalnya, dengan polis Computer Information and Data Security Insurance dan E-Comprehensive, mengenakan premi cyber insurance sebesar US$ 20.000 hingga US$ 75.000 untuk penutupan resiko US$ 1 juta hingga US$ 10 juta.
85
Di Indonesia sendiri belum menjadi suatu yang fenomenal bagi suatu perusahaan asuransi untuk mengembangkan usahanya dalam bentuk cyber insurance. Hal ini karena kurangnya dorongan kebutuhan masyarakat yang ditunjukkan rendah atau bahkan kurangnya tingkat permintaan masyarakat di bidang ini. Namun diprediksikan dalam rentang waktu yang relatif singkat permintaan untuk proteksi cyber insurance di Indonesia akan meningkat dan terdapat kecenderungan akan semakin berkembang. Transaksi bisnis melalui internet seperti dijelaskan sebelumnya memiliki banyak risiko. Risiko-risiko tersebut adalah: penyadapan, penipuan, penggandaan informasi transaksi, pencurian informasi rahasia, dan sebagainya. Dalam transaksi bisnis melalui internet yang memanfaatkan kriptografi, kejahatan tersebut dapat 85
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
112 dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah pembobolan kunci dan pencurian kunci. 86 Pembobolan kunci yaitu dimana si pembobol memakai berbagai cara untuk menemukan kunci yang sama dengan yang asli. Cara pembobolan yang paling umum digunakan adalah yang dikenal dengan istilah brute force attack, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, si pelaku mencoba berbagai kemungkinan hingga akhirnya ia menemukan kunci yang cocok.
Pencurian kunci, adalah dimana si pelaku
menemukan kunci yang asli dan menggunakannya, sehingga ia dapat bertindak sebagai pemilik yang asli. Pencurian seperti ini dikenal dengan istilah man in the middle attack. 87 Perdagangan melalui Internet merupakan salah satu kegiatan ekonomi. Para pelakunya tentu tidak ingin mengalami resiko kerugian di kemudian hari. Jika ia tidak ingin menanggung resiko tersebut, ia harus mengalihkannya kepada orang lain. Lembaga yang paling cocok dalam hal ini adalah asuransi sebagai alat pemindahan resiko. Karena itu jika para pelaku tidak ingin menanggung kerugian ia akan mengalihkan resiko tersebut kepada lembaga asuransi. Hal yang sama sebaiknya diterapkan pula dalam transaksi bisnis melalui internet. Dari hasil survey terlihat animo masyarakat untuk melakukan transaksi bisnis melalui internet meningkat dengan pesat dari waktu ke waktu. Kecenderungan masyarakat ini tentunya akan lebih tinggi apabila PMI didukung protokol-protokol transaksi elektronik yang aman.
86
Edmon Makarim, Kerangka Hukum Digital Signature dalam Electronic Commerce, Makalah dipresentasikan di hadapan Masyarakat Telekomunikasi Indonesia pada bulan Juni 1999 di Pusat Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, hal. 12. 87 Ibid. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
113 SET (Secure Electronic Transaction) yang menggunakan kriptografi dalam pengamanannya adalah sistem perdagangan Internet yang relatif paling aman dari serangan-serangan yang mungkin dilakukan dalam Internet, antara lain pembobolan kunci dan pencurian kunci. Pembobolan kunci mungkin saja terjadi. Besar kecilnya kemungkinan ini ditentukan oleh panjangnya kunci. Semakin panjang kunci makin semakin sulit pula untuk membobolnya. Hal ini digambarkan dalam tabel berikut: 88
Tabel Perkiraan Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Membobol Kunci Dengan Harga Tertentu Pada Tahun 1995 Panjang Kunci (bit) Asimetris
-
384
512
768
1792
2304
40
56
64
80
112
128
2 detik
35 jam
1 tahun
70 000
(RSA) Simetris (DES) $100,000
10^14 tahun 10^19 tahun
tahun $1,000,000
0,2 detik
3,5 jam
37 hari
7 000
10^13 tahun 10^18 tahun
tahun $10,000,000
0,02
21 menit
4 hari
700 tahun 10^12 tahun 10^17 tahun
detik
88
Ibid, hal. 15.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
114 $100,000,000
2 ms
2 menit
9 jam
70 tahun
10^11 tahun 10^16 tahun
Data tersebut merupakan penghitungan pada tahun 1995 dengan menggunakan hardware khusus untuk menjebol kunci simetris DES. Sedangkan kunci asimetris dalam kolom yang sama menunjukkan panjang kunci asimetris yang memiliki kekuatan yang sama dengan kunci simetrisnya. Jadi untuk membobol kunci asimetris 512-bit membutuhkan waktu komputasi yang kurang lebih sama untuk membobol kunci simetris sepanjang 64-bit. Dengan asumsi kemampuan komputer menjadi berlipat ganda setiap 18 bulan dengan harga yang sama, maka pada tahun 1999 estimasi tersebut akan menjadi : 89
Perkiraan Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Membobol Kunci Dengan Harga Tertentu Pada Tahun 1999
Panjang Kunci (bit) Asimetris
-
384
512
768
1792
2304
40
56
64
80
112
128
0,25
4,4 jam
1,5
10 000
10^13
10^18 tahun
bulan
tahun
tahun
4,5 hari
1 000
10^12
tahun
tahun
(RSA) Simetris (DES) $100,000
detik $1,000,000
25 ms
25 menit
89
10^17 tahun
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
115 $10,000,000
2,5 ms
2,6
12 jam 100 tahun
menit
10^11
10^16 tahun
tahun
$100,000,000 0,25 ms 2 menit 1,1 jam
10 tahun
10^10
10^15 tahun
tahun
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa resiko pembobolan kunci-kunci kriptografis, semakin tinggi sejalan dengan perjalanan waktu. Selain diperlukannya protokol-protokol transaksi yang aman dari pencurian dan pembobolan, lembaga asuransi diharapkan dapat mengantisipasi kerugian yang mungkin terjadi di kemudian hari. Titik rawan yang lain adalah munculnya teknologi komputer baru yang 'melanggar' Moore's Law, sehingga dengan teknologi komputer baru itu, kecepatan komputer meningkat berlipat-lipat secara signifikan. Akibatnya sertifikat digital yang harusnya berlaku lebih lama, akan kadaluarsa lebih cepat karena dapat dibobol dengan mudah.
B. Kedudukan Asuransi perdagangan melalui Internet dalam KUHD Dalam SET (Secure Electronic Transaction) para pihak yang terlibat antara lain: 90 1. Pembeli
(cardholder),
dalam
lingkup
perdagangan
elektronik,
Pembeli
berhubungan dengan Penjual lewat komputer pribadi (personal computer). Pembeli menggunakan pembayaran dengan kartu yang dikeluarkan oleh Issuer. Secure Electronic Transaction (SET) menjamin hubungan yang dilakukan antara
90
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
116 Pembeli dengan Penjual, menyangkut pula data nasabah, merupakan hal yang dirahasiakan. 2. Issuer, adalah lembaga keuangan dimana Pembeli menjadi nasabahnya, dan menerbitkan kartu pembayaran. Issuer menjamin pembayaran atas transaksi yang disetujui yang menggunakan kartu pembayaran sesuai dengan merek yang tertera pada kartu dan peraturan setempat. 3. Penjual (Merchant), adalah yang menawarkan barang untuk dijual atau menyelengarakan jasa dengan imbalan pembayaran. Di dalam SET (Secure Electronic Transaction), Penjual dapat menyarankan Pembeli untuk melakukan transaksi dengan aman. Penjual yang menerima pembayaran dengan kartu harus memiliki hubungan dengan Acquirer. 4. Acquirer, adalah lembaga keuangan dimana Merchant menjadi nasabahnya dan memproses atorisasi kartu pembayaran dan pembayaran-pembayaran. 5. Payment gateway, adalah sarana yang dioperasikan oleh Acquirer atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk memproses pesan-pesan pembayaran penjual, termasuk instruksi pembayaran penjual. 6. Otoritas Sertifikat (Certificate Authority), yaitu lembaga yang dipercaya, dan mengeluarkan sertifikat- sertifikat dan ditandatangani olehnya. Pembeli (cardholder) hanya memiliki sepasang kunci asimetrik yang dipergunakan untuk membuat/memeriksa tanda tangan, serta membuat/membuka amplop digital. Artinya kalau kunci privat pembeli tercuri atau dibobol orang lain, maka sang pencuri dapat meniru tanda tangan pembeli dan membuka amplop digital untuk pembeli. Penjual (merchant), gerbang pembayaran (payment gateway), issuer, aquirer dan otoritas sertifikat masing-masing memiliki dua pasang kunci asimetrik. Sepasang Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
117 kunci dipergunakan untuk melakukan pembuatan/pemeriksaan tanda tangan dan pasangan kunci asimetris yang lain dipergunakan untuk membuat/membuka amplop digital. Dari hal ini terlihat bahwa Pembeli memiliki resiko lebih tinggi daripada Penjual, karena kunci untuk menandatangani sama dengan kunci untuk membuka surat. Sehingga jika ada pihak yang dapat membobol atau mencuri kunci dapat bertidak untuk menandatangani surat sekaligus untuk membuka surat. Walaupun dalam hal ini tidak berarti bahwa Pembeli lebih besar "kepentingannya" dibandingkan Penjual. Menurut Pasal 246 KUHD asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Dari ketentuan pasal ini terlihat bahwa para pihak yang terlibat adalah Penanggung dan Tertanggung. Penanggung
adalah pihak
yang
menjamin.
Tertanggung adalah pihak yang mengalihkan resikonya dan membayar premi. Yang menjadi pertanyaan, adalah siapa yang akan menjadi pihak tertanggung dan bagaimana bentuk darui asuransinya. Dalam kaitannya dengan SET (Secure Electronic Transaction), maka para pihak yang berkepentingan dan membayar premi akan disebut sebagai Tertanggung dan pihak asuransi sebagai Penanggung. Dalam hal ini pula yang dikaji adalah pihak Penanggung dan Tertanggung, dengan kunci-kunci kriptografis sebagai obyek asuransi. Artinya tidak dikaji kedudukan para pihak apakah sebagai Penjual, Pembeli, Acquirer, dan sabagainya. Jika yang menjadi tertanggung adalah pihak-pihak yang Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
118 tertera pada poin 1-5 tentunya asuransi yang terjadi bisa menjadi tumpang tindih, dan melanggar prinsip indemnitas asuransi. Penulis berpendapat bahwa pihak yang menjadi tertanggung adalah CA (certificate authority / otoritas sertifikat) sebagai lembaga yang dipercaya. Dan bentuk asuransi yang dilakukan bisa berbentuk seperti asuransi sosial yang ditetapkan pemerintah. Sehingga tiap pihak yang menggunakan kunci-kunci kriptografis sudah diasuransikan kepentingannya tersebut. C. Prinsip-Prinsip dalam Asuransi Perdagangan melalui Internet Pada umumnya prinsip-prinsip asuransi perdagangan melalui internet sama dengan prinsip-prinsip asuransi secara umum. Prinsip-prinsip dalam asuransi tersebut antara lain, adalah : 91 1. Prinsip Indemnitas Ganti rugi yang dapat diterima oleh tertanggung hanya sebesar kerugian yang diderita. Artinya apabila tertanggung mengalami kebobolan kunci, maka yang diperhitungkan dan dibayarkan hanya sebesar kerugian yang diderita akibat kebobolan itu. Hal ini sesuai dengan tujuan asuransi untuk mendapatkan ganti kerugian, akibat suatu musibah yang tidak dapat ia tanggung sendiri, dan bukan untuk mendapat keuntungan darinya. 2. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan Si Tertanggung harus memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan. Seseorang hanya boleh dan berhak untuk mengasuransikan suatu obyek apabila ia mempunyai kepentingan terhadap barang termaksud. Dalam hal ini obyek yang dimaksud adalah kunci-kunci kriptografis, baik kunci simetrik atau kunci asimetrik dari kemungkinan dibobol. 91
Ibid, hal. 27.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
119 3. Prinsip Utmost Good Faith Bahwa adanya itikad baik dari pihak tertangung dalam mengasuransikan obyeknya. Maksud dari itikad baik dalam hal ini adalah kejujuran dari pihak Tertanggung dalam mengasuransikan obyeknya dan tidak menyembunyikan suatu hal yang sepatutnya diberitahukan pada Penanggung. Misalnya, kunci yang diasuransikan oleh tertanggung tidak diketahui sebelumnya bahwa kunci tersebut telah dibobol. 4. Prinsip subrogasi. Bahwa tertanggung yang telah menerima ganti rugi dari Penanggung tidak bisa menuntut pada pihak ketiga. Karena hak tersebut telah beralih pada Penanggung. Hal ini erat kaitannya dengan prinsip indemnitas yang diterangkan di atas. Misalnya Tertanggung yang kebobolan kuncinya sudah menerima pembayaran dari Penanggung, ia tidak bisa menuntut ganti rugi lagi dari orang yang membobol. karena yang berhak menuntut setelah itu adalah Penanggung.
D. Risiko Perdagangan Melalui Internet sebagai obyek Asuransi 1. Massal dan Homogen Kunci-kunci kriptografis yang akan diasuransikan tentunya tidak berjumlah satu unit saja. Karena perusahaan asuransi tidak mungkin hanya menanggung satu tertanggung saja. Harus terdapat sejumlah besar unit kriptografis yang akan diasuransikan. Bahkan memang dalam transaksi SET terdapat banyak pihak-pihak yang berkepentingan dan dapat mengasuransikan kepentingannya itu. 2. Kerugian tertentu Umumnya perusahaan asuransi berjanji akan membayar kerugian tertentu, yang disebabkan hal tertentu, pada waktu tertentu. Dalam hal ini jangka waktu Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
120 kadaluarsa dari sertifikat yang dikeluarkan CA (certificate authority/otoritas sertifikat) dapat dijadikan dasar jangka waktu asuransi. 3. Kerugian yang terjadi bersifat kebetulan Bahwa kerugian yang terjadi itu terjadi tanpa adanya unsur kesengajaan dari pihak yang berkepentingan. Misalnya pemegang kunci tidak secara sengaja menyebarluaskan kunci privatnya yang belum diproteksi dengan password. Idealnya Tertanggung tidak boleh memiliki kontrol atau pengaruh terhadap kejadian yang ingin diasuransikan itu. Kunci kriptografis memenuhi kriteria ini. Kecuali jika kunci privat tidak digenerate oleh pembeli namun sudah terdapat di dalam smartcard maka pembuat smartcard memiliki kontrol terhadap obyek tersebut apabila ia sebagai pihak Tertanggung. 4. Kelayakan ekonomis Untuk layaknya suatu asuransi secara ekonomis, maka kerugianyang mungkin terjadi haruslah cukup besar bagi tertanggung, sedangkan biaya asuransi tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan kemungkinan kerugian tersebut. Kebobolan yang terjadi tentunya akan mengakibatkan kerugian yang besar bagi Tertanggung baik secara finansial maupun privacy, namun resiko kunci itu untuk dibobol kecil maka preminya tentu sangat rendah. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, asuransi yang ideal adalah asuransi yang kemungkinan kerugian yang besar namun probabilitasnya rendah. hal yang sama juga terjadi dalam kriptografi yang bisa menimbulkan kerugian yang besar bagi tertanggung namun kemungkinan kunci kriptografis tersebut jebol relatif kecil. 5. Probabilitas dapat diperhitungkan Probabilitas dalam perdagangan melalui Internet dapat diperhitungkan melalui kemungkinan jebolnya dari panjang pendeknya kunci yang digunakan. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
121 Kemungkinan jebolnya kunci kriptografis bisa dijadikan acuan kemungkinan jebolnya kunci kriptografis dengan memperhitungkan perkembangan teknologi (hukum Moore). Jika yang menjadi pihak Tertanggung adalah Pembeli, Penjual, Acquirer atau pun Issuer, maka hal ini akan sangat merepotkan. Dimana masing-masing pihak mengasuransikan masing-masing kepentingannya itu. Menurut pemikiran penulis alangkah baiknya apabila yang menjadi pihak tertanggung adalah CA (certificate authority/otoritas sertifikat). Otoritas Sertifikat dalam hal ini adalah lembaga kepercayaan, sehingga sudah selayaknya pelayanan jasa yang diselenggarakannya juga dipercaya tidak mengandung kelemahan. Dengan diasuransikannya kunci-kunci maka pengguna jasa akan merasa aman apabila di kemudian hari ternyata terhadap kelemahan dari kunci, baik dikarenakan pembobolan maupun pencurian.
92
Seperti diketahui sertifikat yang dilkeluarkan oleh CA (certificate authority/ otoritas sertifikat) berbeda-beda, semakin tinggi level sertifikat, maka semakin pula kepentingan yang terdapat di dalamnya. Karena itu sudah sewajarnya pula premi yang akan dibayarkan juga lebih tinggi. Adapun bentuk dari asuransi yang akan dijalankan seperti halnya asuransi sosial, dimana adanya kewajiban yang ditetapkan pemerintah) untuk mengasuransikan. Root Otoritas Sertifikat sebagai tulang punggung dari pertahanan sertfikat digital yang berisi kunci publik, harus diaudit oleh lembaga audit independen untuk sistem komputernya. Hal ini penting, apakah Root CA (certificate authority / otoritas sertifikat) tersebut memenuhi standard operasi yang ditentukan (Standard Operating Procedures / SOP). Jika tidak, terdapat kemungkinan, ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan kelemahan ini untuk kepentingan dirinya. 92
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
122 Pada beberapa kasus tertentu, pasangan kunci publik dan privat tidak dibuat oleh subscriber/user, melainkan oleh key distribution center (KDC). Jadi selain user, KDC juga menyimpan kunci privat user tersebut. Alasannya adalah agar kalau user kehilangan kunci privatnya, maka key distribution center (KDC) tinggal mengirimkan kembali kunci privat kepada user melalui saluran yang aman (bukan lewat open network). Dalam kasus ini, sistem komputer dan SOP di key distribution center (KDC) harus benar-benar aman sekuritinya, karena merupakan titik rentan. Kebobolan pada KDC dapat merupakan bencana bagi seluruh subscribernya/user. Perlu diperhatikan bahwa KDC tidak harus merupakan CA (certificate authority / otoritas sertifikat). Dalam transaksi elektronik berbasis tanda tangan digital melalui Internet atau transaksi elektronik off-line, smartcard sangat membantu meningkatkan pengamanan transakasi. Dengan adanya smartcard dapat dijamin hanya pemegang kartu (smartcard) itu saja yang dapat melakukan transaksi. Hal ini disebabkan karena kunci privat dan seluruh komputasi kriptografis yang menggunakan kunci privat hanya dapat dilakukan di dalam smartcard tersebut. Tidak seperti umumnya dimana user membuat/mengenerate sendiri pasangan kunci publik-privatnya, ada jenis smartcard yang kunci publik-privatnya tidak dihasilkan/digenerate oleh user (cardholder). Kunci publik-privatnya sudah ada di dalam smartcard tersebut saat fabrikasi. Karena kunci privat yang disimpan dalam hard disk diproteksi dengan password, maka praktek penggunaan password yang baik, harus dilakukan oleh user. User tidak boleh menggunakan password yang mudah ditebak, tidak boleh meminjamkan password ke orang lain, serta tidak boleh menuliskan password sembarangan di atas kertas.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
123 Pada penggunakan smartcard, kunci privat diproteksi dengan PIN. Kalau user hendak menggunakan smartcard, user harus memasukkan PIN. Kalau user salah memasukkan PIN tiga kali, maka smartcard akan mengunci dirinya sendiri dan tidak bisa dipergunakan sebelum dibuka kembali dengan cara-cara tertentu oleh card center yang mengeluarkan smartcard tersebut. Saat user mengenerate pasangan kunci publik-privatnya sendiri, tentu user menggunakan software khusus. Ada kalanya user menggunakan program-program freeware dan shareware yang didownload lewat Internet. Bisa saja, saat program tersebut mengenerate kunci publik-privat, kunci privatnya dikirimkan pula oleh program 'malacious' (jahat) tersebut ke node Internet tertentu. Jadi sebenarnya dalam kasus ini terjadi pencurian kunci privat. Keterangan di atas merupakan penjelasan dari titik-titik rentan yang ada. Titik -titik rentan ini mennunjukkan resiko yang mungkin ada dan terjadi untuk kuncikunci kriptografis. Dikaitkan dengan prinsip-prinsip asuransi dan syarat dari obyek asuransi maka, terdapat
kesimpulan resiko-resiko
kunci kriptografis dapat
diasuransikan. Internet merupakan jaringan terbuka (open network) yang memungkinkan pihak lain baik yang berkepentingan maupun tidak berkepentingan ikut berpartisipasi di dalamnya. Terhubungnya jaringan komputer suatu perusahaan dengan dunia maya melalui internet membuka peluang terjadinya kerusakan, karena pihak luar saat ini sangat potensial untuk melakukan serangan maupun manipulasi database suatu perusahaan yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan. Kejahatan dalam dunia internet atau yang biasa disebut dengan cybercrime, seperti bentuk pencurian kartu kredit, hacking, cracking, penyadapan transmisi data merupakan suatu bentuk kejahatan yang sangat potensial yang mampu menimbulkan kerugian finansial. Namun, bentuk umum serangan yang terjadi dari jaringan internet adalah virus Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
124 invasion, instrusi hackers, maupun upaya memacetkan website melalui serangkaian upaya membanjiri server dengan sejumlah informasi dalam skala besar. Berbagai bentuk tersebut berimplikasi pada kerugian yang tidak sedikit bagi perusahaan/sasaran objek. Faktor penunjang lain yang menimbulkan kerugian peusahaan tidak sepenuhnya ditentukan oleh faktor eksternal, namun juga bisa disebabkan faktor internal. Faktor internal ini diartikan dalam kapasitas kemampuan dan pengetahuan seputar dunia komputasi bagi orang dalam (intern perusahaan). Pengetahuan dan kemampuan ini dalam lingkup yang mengerti seluk beluk komputasi (paham tekonologi) maupun yang sama sekali tidak mengerti komputasi. Berbagai bentuk proteksi yang diterapkan perusahaan-perusahaan yang terhubung dengan internet dewasa ini, cukup memberikan perlindungan atas propertinya, yaitu terhadap sistem komputasi dan data elektronik perusahaan. Namun sistem keamanan yang diterapkan tersebut tidak selamanya memberi perlindungan total. Seperti yang disebutkan sebelumnya, perusakan sistem keamanan (security breaches) dapat terjadi, antara lain dikarenakan faktor unauthorized access, maupun adanya penggunaan sistem komputasi dan data perusahaan oleh pihak luar atau pihak dalam (insider or outsider). Bila dinilai secara nominal, kerugian yang diderita perusahaan akibat kerusakan sistem jaringan komputer dan internet sangat tinggi dan kemungkinan mencapai jutaan dollar AS. Risiko-risiko baru sebagaimana digambarkan di atas merupakan suatu bentuk peluang baru industri asuransi. Secara teoritis disebutkan atas apapun resiko yang muncul yang mampu menimbulkan kerugian dapat dijadikan obyek asuransi atau dengan kata lain dapat diasuransikan. Adapun yang dimaksud dengan obyek asuransi berdasar pasal 1 butir (2) Undang-undang No. 2 tahun 1992 Tentang Usaha Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
125 Perasuransian, adalah: "benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan atau berkurang nilainya" Dari batasan tersebut, risiko-risiko seputar sistem keamanan jaringan komputer dan internet dapat dijadikan sebagai obyek asuransi atau dengan kata lain dapat diasuransikan. Hal ini yang menimbulkan apa yang kita kenal sebagai cyber insurance. Cyber insurance sebagai suatu bentuk produk asuransi yang menutup resikoresiko yang terkait dengan sistem keamanan jaringan komputer. Jaringan komputer yang terhubung dengan jaringan internet berimplikasi mendatangkan kerugian baik dikarenakan serangan hackers maupun virus. Fenomena baru inilah yang menjadi persoalan cyber insurance dalam dunia perasuransian dewasa ini. Bila kita lihat lebih jauh, cyber insurance yang mencakup lingkup komputasi dibagi menjadi 2 tipe, yaitu; tipe pertama berkaitan dengan first party or cyber property yang meliputi penutupan resiko kerugian akibat tindak kejahatan, pencurian, perusakan perangkat lunak (software) maupun database, rehabilitasi data, extortion, dan business interuption. Sedangkan, tipe kedua adalah berkaitan dengan third party or cyber liability yang meliputi pencemaran nama baik yang terkait dengan materi suatu website, pelanggaran hak cipta, hiperlinking liability, maupun contextual liability. 93 Saat ini, nilai premi yang dihasilkan cyber insurance memang tidak terlalu besar bila dibanding dengan sektor asuransi kerugian lain (tradisional). Namun diprediksikan laju pertumbuhan sektor cyber insurance akan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini dihubungkan dengan pertumbuhan usaha yang memanfaatkan 93
Dian Siska Herliana, Op.cit.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
126 teknologi informasi semakin meningkat. Meskipun memiliki pangsa pasar yang cukup menjanjikan, namun tidak mudah bagi perusahaan asuransi untuk menerjemahkan kerugian yang akan muncul dalam e-business. Dengan kata lain tidak semua perusahaan asuransi dapat bergerak dalam bisnis cyber insurance. Beberapa cyber insurance yang tersedia dan cukup terkenal saat ini antara lain AIG, Marsh, dan St. Paul. Ketiga perusahaan asuransi tersebut telah menawarkan penutupan resiko pemanfaatan teknologi informasi. Misalnya AIG dengan polisnya yang disebut dnegan ProTech Technology Liability Insurance, St. Paul dengan polis Cybertech + liability. Selain itu ada pula perusahaan reasuransi terkemuka yang memberikan perlindungan terhadap resiko internet seperti Munich Re dan Swiss Re. Resiko asuransi yang harus ditanggung perusahaan asuransi tersebut tergolong tinggi, jadi wajar bila premi yang mesti dibayar tertanggung relatif besar. Selain itu juga adanya beberapa persyaratan yang harus dipenuhi tertanggung antara lain manajemen jaringan komputer yang harus dilengkapi dengan penerapan sistem keamanan seperti firewall, maupun penggunaan teknik enkripsi yang memadai. Perusahaan asuransi Lloyd of London, misalnya, dengan polis Computer Information and Data Security Insurance dan E-Comprehensive, mengenakan premi cyber insurance sebesar US$ 20.000 hingga US$ 75.000 untuk penutupan resiko US$ 1 juta hingga US$ 10 juta.
94
Di Indonesia sendiri belum menjadi suatu yang fenomenal bagi suatu perusahaan asuransi untuk mengembangkan usahanya dalam bentuk cyber insurance. Hal ini karena kurangnya dorongan kebutuhan masyarakat yang ditunjukkan rendah atau bahkan kurangnya tingkat permintaan masyarakat di bidang ini. Namun diprediksikan dalam rentang waktu yang relatif singkat permintaan untuk proteksi 94
Ibid.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
127 cyber insurance di Indonesia akan meningkat dan terdapat kecenderungan akan semakin berkembang. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam skripsi ini, adalah
sebagai
berikut : 1. Alasan-alasan dan risiko-risiko perdagangan yang mungkin terjadi perdagangan melalui internet perlu
sehingga
diasuransikan, adalah : transaksi melalui
Internet memiliki banyak resiko. Resiko-resiko tersebut adalah: penyadapan, penipuan, penggandaan informasi transaksi, pencurian informasi rahasia, dan sebagainya. Dalam transaksi bisnis melalui internet yang memanfaatkan kriptografi, kejahatan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah pembobolan kunci dan pencurian kunci. Pembobolan kunci yaitu dimana si pembobol memakai berbagai cara untuk menemukan kunci yang sama dengan yang asli. Cara pembobolan yang paling umum digunakan adalah yang dikenal dengan istilah brute force attack, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, si pelaku mencoba berbagai kemungkinan hingga akhirnya ia menemukan kunci yang cocok. Pencurian kunci, adalah dimana si pelaku menemukan kunci yang asli dan menggunakannya, sehingga ia dapat bertindak sebagai pemilik yang asli. Pencurian seperti ini dikenal dengan istilah man in the middle attack. Transaksi melalui Internet merupakan salah satu kegiatan ekonomi. Para pelakunya tentu tidak ingin mengalami resiko kerugian di kemudian hari. Jika ia tidak ingin menanggung resiko tersebut, ia harus mengalihkannya kepada orang Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
128 lain. Lembaga yang paling cocok dalam hal ini adalah asuransi sebagai alat pemindahan resiko. Karena itu jika para pelaku tidak ingin menanggung kerugian ia akan mengalihkan resiko tersebut kepada lembaga asuransi. Hal yang sama sebaiknya diterapkan pula dalam transaksi bisnis melalui internet. Dari hasil survey terlihat animo masyarakat untuk melakukan transaksi bisnis melalui internet meningkat dengan pesat dari waktu ke waktu. Kecenderungan masyarakat ini tentunya akan lebih tinggi apabila transaksi bisnis melalui internet didukung protokol-protokol transaksi elektronik yang aman. SET (Secure Electronic Transaction) yang menggunakan kriptografi dalam pengamanannya adalah sistem perdagangan Internet yang relatif paling aman dari seranganserangan yang mungkin dilakukan dalam Internet, antara lain pembobolan kunci dan pencurian kunci. Pembobolan kunci mungkin saja terjadi. Besar kecilnya kemungkinan ini ditentukan oleh panjangnya kunci. Semakin panjang kunci makin semakin sulit pula untuk membobolnya. 2. Prinsip-prinsip asuransi perdagangan melalui internet, adalah : a). Prinsip Indemnitas Ganti rugi yang dapat diterima oleh tertanggung hanya sebesar kerugian yang diderita. Artinya apabila tertanggung mengalami kebobolan kunci, maka yang diperhitungkan dan dibayarkan hanya sebesar kerugian yang diderita akibat kebobolan itu. Hal ini sesuai dengan tujuan asuransi untuk mendapatkan ganti kerugian, akibat suatu musibah yang tidak dapat ia tanggung sendiri, dan bukan untuk mendapat keuntungan darinya. b). Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan Si Tertanggung harus memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan. Seseorang hanya boleh dan berhak untuk mengasuransikan suatu obyek Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
129 apabila ia mempunyai kepentingan terhadap barang termaksud. Dalam hal ini obyek yang dimaksud adalah kunci-kunci kriptografis, baik kunci simetrik atau kunci asimetrik dari kemungkinan dibobol. c). Prinsip Utmost Good Faith Bahwa adanya itikad baik dari pihak tertangung dalam mengasuransikan obyeknya. Maksud dari itikad baik dalam hal ini adalah kejujuran dari pihak Tertanggung dalam mengasuransikan obyeknya dan tidak menyembunyikan suatu hal yang sepatutnya diberitahukan pada Penanggung. Misalnya, kunci yang diasuransikan oleh tertanggung tidak diketahui sebelumnya bahwa kunci tersebut telah dibobol. d). Prinsip subrogasi. Bahwa tertanggung yang telah menerima ganti rugi dari Penanggung tidak bisa menuntut pada pihak ketiga. Karena hak tersebut telah beralih pada Penanggung. Hal ini erat kaitannya dengan prinsip indemnitas yang diterangkan di atas. Misalnya Tertanggung yang kebobolan kuncinya sudah menerima pembayaran dari Penanggung, ia tidak bisa menuntut ganti rugi lagi dari orang yang membobol. karena yang berhak menuntut setelah itu adalah Penanggung.
3. Kedudukan Asuransi perdagangan melalui Internet dalam KUHPerdata dan KUHD, bahwa menurut pasal 246 KUHD asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
130 Dari ketentuan pasal ini terlihat bahwa para pihak yang terlibat adalah Penanggung dan Tertanggung. Penanggung adalah pihak yang menjamin. Tertanggung adalah pihak yang mengalihkan resikonya dan membayar premi. Yang menjadi pertanyaan, adalah siapa yang akan menjadi pihak tertanggung dan bagaimana bentuk darui asuransinya. Dalam kaitannya dengan SET (Secure Electronic Transaction), maka para pihak yang berkepentingan dan membayar premi akan disebut sebagai Tertanggung dan pihak asuransi sebagai Penanggung. Dalam hal ini pula yang dikaji adalah pihak Penanggung dan Tertanggung, dengan kunci-kunci kriptografis sebagai obyek asuransi. Artinya tidak dikaji kedudukan para pihak apakah sebagai Penjual, Pembeli, Acquirer, dan sabagainya. Jika yang menjadi tertanggung adalah pihakpihak yang tertera pada poin 1-5 tentunya asuransi yang terjadi bisa menjadi tumpang tindih, dan melanggar prinsip indemnitas asuransi. Jadi pihak yang menjadi tertanggung adalah CA (certificate authority/otoritas sertifikat) sebagai lembaga yang dipercaya. Dan bentuk asuransi yang dilakukan bisa berbentuk seperti asuransi sosial yang ditetapkan pemerintah. Sehingga tiap pihak
yang
menggunakan
kunci-kunci
kriptografis
sudah
diasuransikan
kepentingannya tersebut.
B. Saran Saran-saran yang dapat dikemukakan dalam penulisan skripsi ini, adalah :
1. Dalam dunia perindustrian, sebagaimana yang telah diketahui bersama manajemen resiko cukup penting untuk dipertimbangkan dalam menjalankan sebuah usaha (bisnis). Resiko merupakan aspek mendasar dalam dunia usaha. Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
131 Resiko usaha dan ketidakpastian yang menimbulkan kerugian dapat terjadi tanpa dapat diprediksikan sebelumnya. Inilah alasan yang mendorong entrepeneur dan orang-orang yang bergerak dalam dunia usaha untuk mengasuransikan aset-aset yang berhubungan dengan kegiatan usahanya. Selain itu pula dengan tujuan mencegah kerugian yang terlalu besar bila resiko dan berbagai bentuk ketidakpastian yang merugikan menimpanya. Dengan kebutuhan-kebutuhan di atas dan juga untuk menghindari resiko kerugian yang mungkin terjadi maka hendaknya pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengansuransikan kegiatankegiatan yang berhubungan dengan transaksi bisnis mereka. berbagai produk asuransi kerugian saat ini telah banyak tersedia di pasaran guna mengurangi berbagai resiko seperti kebakaran, pencurian, gempa bumi, maupun banjir dan segala bentuk resiko lain.
2. Pertumbuhan e-commerce nampaknya akan berkembang terus seiring dengan makin memasyarakatnya jaringan global Internet. Bahkan beberapa pakar teknologi informasi memprediksi bahwa Internet akan menjadi bagian kehidupan sehari-hari masyarakat modern pada masa mendatang. Ini artinya mereka akan demikian kental berurusan dengan Internet dalam segala hal termasuk membeli atau menjual barang dan jasa. Begitu pula perusahaan-perusahaan akan mengupayakan pelebaran pangsa pasarnya melalui jaringan Internet sebagai strategi baru yang sangat global. Dengan kata lain, e-commerce akan menjelma menjadi infrastruktur bisnis alternatif yang mumpuni pada era informasi kini dan mendatang. Oleh karena itu pemerintah hendaknya merumuskan hukum yang mengatur mengenai e-commerce ini dengan
tegas termasuk didalamnya
pengaturan tentang asuransi untuk menghindari kerugian agar para pihak yang Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009
132 bergelut di bidang ini akan lebih mendapat jaminan kepastian hukum.
Oppon Siregar : Tinjauan Yuridis Mengenai Asuransi Dalam Transaksi Bisnis Melalui Internet (E-Commerce) Dalam Persfektif Hukum Perdata Indonesia, 2008. USU Repository © 2009