1
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PROSEDUR KEPABEANAN DALAM KEGIATAN EKSPORT IMPORT BARANG DI PELABUHAN BERDASARKAN UU NO. 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
DISUSUN OLEH :
RENDRO MASETIO NIM : 030 – 200 - 246
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
2
TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PROSEDUR KEPABEANAN DALAM KEGIATAN EKSPORT IMPORT BARANG DI PELABUHAN BERDASARKAN UU NO. 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
DISUSUN OLEH :
RENDRO MASETIO NIM : 030 – 200 - 246
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
DISETUJUI OLEH : KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS NIP. 131 764 556
Dosen Pembimbing I
Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MS NIP.131 764 556
Dosen Pembimbing II
Hermansyah, SH.M.Hum NIP. 131 460 767
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
3
KATA PENGANTAR
Syukur Penulis ucapkan ke Hadirat Allah SWT yang telah mengkaruniai kesehatan dan kelapangan berpikir kepada Penulis sehingga akhirnya tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi
ini
berjudul
:“TINJAUAN
YURIDIS
MENGENAI
PROSEDUR KEPABEANAN DALAM KEGIATAN EKSPORT IMPORT BARANG DI PELABUHAN BERDASARKAN UU NO. 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN”.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk
memenuhi persyaratan dalam rangka mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Keperdataan. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2.
Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.MH selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU.
3.
Bapak Syafruddin, SH.MH selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.
4.
Bapak M. Husni, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.
5.
Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH.MH selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi ini.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
4 6.
Bapak Hermansyah, SH.M.Hum sebagai Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama proses penulisan skripsi ini.
7.
Bapak/Ibu para dosen dan seluruh staf administrasi Fakultas Hukum USU dimana penulis menimba ilmu selama ini.
8.
Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum USU yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu. Semoga persahabatan kita tetap abadi. Demikian Penulis sampaikan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk
menambah dan memperluas cakrawala berpikir kita semua.
Medan, Penulis,
April 2008
Rendro Masetio
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
5 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam era perdagangan global sekarang ini arus barang masuk dan keluar sangatlah cepat. Untuk memperlancar urusan bisnisnya para pengusaha dituntut untuk memiliki pengetahuan yang cukup mengenai prosedur ekspor dan impor. Prosedur ekspor-impor adalah tata cara yang harus ditempuh dalam memenuhi ketentuan peraturan pemerintah serta kelaziman yang berlaku dalam pelaksanaan suatu transaksi ekspor impor. Pemahaman yang baik mengenai tata cara ekspor atau impor ini sangat penting dan akan semakin memperlancar proses pelaksanaan ekspor impor. Disamping kerumitan yang terjadi dalam prosedur ekspor impor, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) juga membuat beberapa kebijakan berkenaan dengan fasilitas dan kemudahan dalam transaksi ekspor impor. Kebijakan tersebut diberikan kepada para pelaku bisnis yang tertib pelaksanaan dan administrasi dalam melakukan transaksi ekspor impor.1 Dewasa ini terjadi indikasi bahwa prosedur eksport import Indonesia masih jauh tertinggal dari Negara-negara lain. Pemerintah mengakui Indonesia masih kalah dibandingkan negara tetangga, khususnya dalam hal kemudahan prosedur ekspor impor. Hal ini tercantum dalam Laporan Bank Dunia dan International Finance Company (IFC) bertajuk "Doing Business 2008" untuk Asia Timur yang dirilis pekan lalu. Tiga indikator prosedur yang dinilai Bank Dunia menghambat perdagangan ini meliputi: banyaknya dokumen, waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk tiap kegiatan 1
Upaya Peningkatan Laju Eksport http://www.apreisindo.org/ Kamis/08 Maret 2007.
Import
Indonesia,
diakses
dari
situs
:
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
6 ekspor impor. Dan dari tiga indikator itu, Indonesia berada di peringkat ketiga, hanya unggul
sekali dari Malaysia yang berada di peringkat 7 di bidang kebutuhan
dokumen ekspor. Sedangkan Singapura selalu berada di peringkat atas. 2 Menurut Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, problem utama dalam kegiatan ekspor impor Indonesia adalah di bidang logistik dan belum efisiennya infrastruktur. Dalam hal ini pemerintah sudah mempunyai
program untuk
prioritaskan infrastruktur untuk dua tahun kedepan. Diantaranya, adalah pertimbangan pemerintah terhadap usul pengadaan kontainer pelabuhan kering (dryport container). Dengan adanya fasilitas itu, segala kegiatan dokumentasi tidak harus beres di pelabuhan, tapi bisa dimulai di kawasan industri. Cara lain, dengan pemberlakuan National Single Window (NSW) yang targetnya dimulai akhir tahun ini.Bank Dunia dalam laporannya menyebutkan dokumen yang dikumpulkan meliputi: dokumen pelabuhan, pernyataan kepabeanan, dokumen kliring, dan dokumen resmi yang dimiliki pihak terkait. Sedangkan waktu yang dicatat adalah hari kalender dari awal hingga akhir tiap prosedur. 3 Adapun penilaian terhadap komponen biaya adalah seluruh biaya yang terkait dengan penyelesaian prosedur ekspor impor, seperti biaya dokumen, biaya administratif untuk kepabeanan dan pengawasan teknis, biaya bongkar muat (Terminal Handling Charges). Bank Dunia menilai, negara pemilik sistem kepabenan yang efisien, jaringan transportasi yang baik, dan sedikitnya kebutuhan dokumen akan membuat prosedur ekspor impor makin cepat dan murah sehingga sangat kompetitif secara global. Dengan kegiatan ini diharapkan agar volume ekspor akan naik dan
2
Prosedur Eksport Import Indonesia tidak Efisien, diakses dari situs: http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2007/10/01/brk,20071001-108761,id.html, Senin, 1 Oktober 2007. 3 Ibid. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
7 terkait dengan tren pertumbuhan yang makin cepat dan makin luasnya pembukaan lapangan kerja. Sebaliknya, semakin banyak dokumen yang dibutuhkan berkorelasi dengan makin banyaknya korupsi di kepebeanan dan menyebabkan penundaan pengiriman barang serta banyak penyuapan. Akibatnya banyak pihak yang menghindari membayar kewajibannya, dan penyelundupan barang di perbatasan antar negara pun terjadi. Kepala Badan Pengembangan Ekspor Nasional Bachrul Chaeri menilai, penerapan NSW akan menghilangkan biaya di bawah meja yang selama ini angkanya cukup besar. Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Luar Negeri Herry Soetanto optimistis arus ekspor impor bakal tumbuh seiring dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015. Terutama karena tarif perdagangan antar negara ASEAN akan dihapuskan pada saat itu Departemen Perdagangan mengaku kesulitan mengakses data ekspor dan impor secara cepat setelah program pertukaran data elektronik (electronic data interchange/EDI) dihentikan.
4
Selanjutnya Salah satu hal yang juga harus diperhatikan dalam kegiatan eksport import lainnya adalah mengenai akses data. Departemen Perdagangan mengaku kesulitan mengakses data ekspor dan impor secara cepat setelah program pertukaran data elektronik (electronic data interchange/EDI) dihentikan. Padahal, kebutuhan data ini sangat penting untuk menganalisis hasil implementasi kebijakan perdagangan. Dengan keluarnya Undang Undang Kepabeanan No. 17 Tahun 2006, ada pasal yang menyebabkan pertukaran data elektronik dihentikan. Alasannya, data tersebut menyangkut kerahasiaan perusahaan yang hanya bea cukai yang tahu. Pada dasarnya kebutuhan data ini sangat tinggi khususnya dalam evaluasi berbagai kebijakan terkait perdagangan. Misalnya, kebijakan Pungutan Ekspor (PE) bagi 4
Ibid.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
8 produk-produk tertentu. Dengan adanya data perdagangan secara cepat maka tindak lanjut bagi kebijakan baik berupa insentif ataupun lainnya bisa segera dilakukan. Untuk itu,
Departemen Keuangan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bisa
mengharapkan dapat membuka akses datanya. Bila terdapat data yang bersifat rahasia, Departemen Perdagangan hanya akan mengakses data yang bebas. Tujuannya untuk memetakan berbagai komoditas ekspor maupun impor yang ada. Dengan pengetahuan ini nantinya akan memudahkan pembuatan langkah kebijakan atau insentif yang diperlukan. 5 Pengetahuan data ini juga sangat besar pengaruhnya pada stabilisasi harga di dalam negeri, misalnya untuk pengamanan pasokan domestik pemerintah menetapkan PE untuk komoditas tertentu. Efektifitas kebijakan ini hanya bisa dilakukan dengan melihat data ekspor komoditas tersebut. Saat ini Departemen Perdagangan hanya mengandalkan data harga yang dimilikinya. Padahal, tujuan dari PE ialah menekan arus keluarnya barang. Meski harga bisa menjadi salah satu indikator, tapi perubahan pada pola eksporlah yang bisa menjadi dasar tindak lanjut kebijakan tersebut. Seiring terbitnya Undang Undang Kepabeanan selain semakin tertutupnya data kepabeanan, rencananya pemerintah akan mengubah PE menjadi bea keluar. Dengan bentuk baru ini, keputusan penetapan PE maupun Harga Patokan Ekspor (HPE) akan diputuskan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Sebelum ini keputusan penetapan HPE selalu melalui Permendag. Salah satu sektor yang sangat penting lainnya dalam kegiatan ekspor impor adalah sektor pelabuhan. Pelabuhan adalah sektor yang sangat strategis dalam usaha pembangunan ekonomi nasional karena menentukan kelancaran perdagangan barang
5
Asep Toha, Depperdag Kesulitan Akses Data Ekspor Impor, diakses dari situs : http://www.customs.go.id/news/readNews.php?Ch=02&ID=1261 Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
9 yang menghasilkan devisa. Letak geografis Indonesia yang jauh dari negara eksportir dan importir dunia, menuntut kinerja pelabuhan yang baik dan mampu berfungsi sebagai infrastruktrur yang membantu meningkatkan daya saing di pasaran internasional serta menghasilkan devisa yang lebih banyak.
Salah satu fungsi
pelabuhan adalah sebagai area penghubung (interface) wilayah daratan dan lautan dalam rantai proses perdagangan yang memiliki fungsi vital khususnya bagi Indonesia yang tingkat dependensi perdagangan lewat laut relatif dominan khususnya untuk orientasi volume dan nilai perdagangan barang. Eksistensi pelabuhan sebagai penghubung moda transportasi sangat mempengaruhi tingginya biaya pungutan liar (pungli) yang tidak logis dan riil pada seluruh institusi pengelola dan penyedia jasa di pelabuhan baik secara langsung dan tidak langsung yang menyebabkan high cost economy. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk membahas masalah ini dalam sebuah skripsi, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan prosedur kepabeanan dalam kegiatan ekspor impor barang di Pelabuhan berdasarkan UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Sebagaimana diketahui, Pengetahuan mengenai prosedur ekspor impor Indonesia atau tata cara pelaksanaan perdagangan bebas internasional maupun berbagai peraturan yang ditetapkan Departemen Keuangan Republik Indonesia yang membawahi Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak, dan atau Departemen Perdagangan menjadi hal yang sangat penting, oleh karena instansi pemerintah tersebut berurusan langsung dengan ketentuan maupun prosedur ekspor impor Indonesia. Oleh karenanya, Kemampuan kita sebagai para pelaku perdagangan internasional Indonesia/pelaku ekspor impor Indonesia dan bisnis internasional Indonesia dituntut untuk menjadikan berbagai informasi tentang kemudahaan perdagangan bebas internasional dapat memberikan keuntungan yang Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
10 maksimal terhadap aktifitas perdagangan bebas internasional. Beberapa peraturan baru yang sudah atau akan ditetapkan dan diberlakukan di Indonesia atau negara lainnya, menuntut kita untuk selalu mengikuti perkembangan dan perubahan perubahan peraturan dibidang perdagangan ekspor impor Indonesia dan bisnis dalam perdagangan bebas internasional.
B. Rumusan Permasalahan Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang akan saya bahas di dalam skripsi ini adalah, sebagai berikut : 1. Bagaimana Prosedur Ekspor dan Impor barang di Pabean berdasarkan UU No. 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan. 2. Apa saja yang menjadi hambatan dan upaya penanggulangannya dalam rangka meningkatkan kegiatan ekpor impor di Indonesia
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini secara singkat, adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui Prosedur Ekspor dan Impor barang di Pabean berdasarkan UU No. 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan. 2. Untuk
mengetahui
hal-hal
saja
yang
menjadi
hambatan
dan
upaya
penanggulangannya dalam rangka meningkatkan kegiatan ekpor impor di Indonesia Selanjutnya, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk : 1. Manfaat secara teoretis.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
11 Penulis berharap kiranya penulisan skripsi ini dapat bermanfaat untuk dapat memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya
tentang hal-hal yang berhubungan dengan
Prosedur Ekspor dan Impor barang di Pabean berdasarkan UU No. 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan.
2. Manfaat secara praktis Secara praktis penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberi pengetahuan tentang tindak pidana asuransi yang dilakukan oleh para pelaku ekspor impor di Indonesia. Seperti diketahui bersama pengetahuan mengenai proses ekspor impor bagi pelaku perdagangan internasional sangat penting. Dengan mengetahui prosedur perdagangan bebas internasional yang baru dan aktual dapat membuat perbedaan signifikan dalam cara berdagang . Semua kemudahan dari pembuatan dokumen ekspor impor, kemudahan dalam proses pengiriman / trasportasi barang dagangan, bekerja sama dengan asuransi untuk melindungi aset perdagangan sampai peran serta lembaga perbankan dalam dukungannya terhadap kegiatan ekspor impor Indonesia menjadi hal yang sangat penting. Dalam perdagangan bebas internasional, pengetahuan dibidang bisnis ekspor impor dan perdagangan bebas internasional sangat menentukan daya saing kita . Dengan menggunakan kemudahan atau fasilitas yang ada peraturan perdangan ekspor impor, konsep, cara atau prosedur ekspor impor dapat meningkatkan kepercayaan dan kemampuan aktivitas ekspor impor Indonesia, serta menghapus keraguan untuk melakukan bisnis internasional dalam kerangka perdagangan bebas internasional.
D. Keaslian Penulisan. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
12 Pembahasan skripsi ini dengan judul: “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PROSEDUR KEPABEANAN DALAM KEGIATAN EKSPOR IMPOR BARANG DI PELABUHAN BERDASARKAN UU No. 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN”, adalah masalah yang sebenarnya sudah sering kita dengar, dimana setiap kegiatan ekspor impor harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di suatu Negara. Permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran dari penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun dengan doktrin-doktrin yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan apabila ternyata di kemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.
E. Tinjauan Kepustakaan Di dalam UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
memberikan
penegasan pengertian Impor secara yuridis, yaitu pada saat barang memasuki Daerah Pabean dan menetapkan saat barang tersebut wajib Bea Masuk serta merupakan dasar yuridis bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan. 6 Selanjutnya undang-undang
ini
juga
memberikan penegasan tentang
pengertian Ekspor. Secara nyata Ekspor terjadi pada saat barang melintasi Daerah Pabean, namun mengingat dari segi pelayanan dan pengamanan tidak mungkin menempatkan Pejabat Bea dan Cukai di sepanjang garis perbatasan untuk memberikan pelayanan dan melakukan pengawasan ekspor barang, maka secara yuridis ekspor dianggap telah terjadi pada saat barang tersebut sudah dimuat atau akan 6
Penjelasan Pasal 1 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
13 dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar Daerah Pabean. Yang dimaksud dengan sarana pengangkut adalah setiap kendaraan, pesawat udara, kapal laut, atau sarana lain yang digunakan untuk mengangkut barang atau orang. Akan dimuat dalam ayat ini mengandung pengertian bahwa barang ekspor tersebut telah dapat diketahui untuk tujuan dikirim ke luar Daerah Pabeabn (ekspor), karena telah diserahkannya Pemberitahuan Pabean kepada Pejabat Bea dan Cukai. Dapat saja barang tersebut masih berada di Tempat Penimbunan Sementara atau di tempattempat yang disediakan khusus untuk itu, termasuk di gudang atau pabrik eksportir yang bersangkutan. 7 Di dalam UU No. 17 Tahun 2006 sebagai pengganti UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dirumuskan Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean sedangkan pengertian Ekspor sebagai kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean sedangkan
8
Di dalam Penjelalasan UU No. 17 Tahun 2006 tentang kepabeanan diberikan memberikan penegasan pengertian impor secara yuridis, yaitu pada saat barang memasuki daerah pabean dan menetapkan saat barang tersebut terutang bea masuk serta merupakan dasar yuridis bagi pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan. Selanjutnya undang-undang ini juga memberikan penegasan tentang pengertian ekspor. Secara nyata ekspor terjadi pada saat barang melintasi daerah pabean, namun mengingat dari segi pelayanan dan pengamanan tidak mungkin menempatkan pejabat bea dan cukai di sepanjang garis perbatasan untuk memberikan pelayanan dan melakukan pengawasan barang ekspor, maka secara yuridis ekspor
7 8
Penjelasan Pasal 1 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan Pasal 1 ayat (13) dan (14) UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
14 dianggap telah terjadi pada saat barang tersebut telah dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar daerah pabean. 9 Berbicara mengenai kepabeanan, kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar dengan daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang ini. 10 Sedangkan Kawasan pabean adalah kawasan dengan batasbatas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 11 Pada dasarnya Custom (Instansi Kepabeanan) di mana pun di dunia ini adalah suatu organisasi yang keberadaannya amat essensial bagi suatu negara, demikian pula dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Instansi Kepabeanan Indonesia) adalah suatu instansi yang memiliki peran yang cukup penting bagi negara dalam melakukan tugas dan fungsinya untuk : 1. melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang berbahaya 2. melindungi industri tertentu di dalam negeri dari persaingan yang tidak sehat dengan industri sejenis dari luar negeri. 3. memberantas penyelundupan. 4. melaksanakan tugas titipan dari instansi-instansi lain yang berkepentingan dengan lalu lintas barang yang melampaui batas-batas negara. 9
Penjelasan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan Pasal 1 ayat (1) dan (2) UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan 11 Pasal 1 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan 10
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
15 Kepabeanan dan pelabuhan adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Pelabuhan memiliki beberapa pengertian, sebagai berikut : 1). Pengertian Pelabuhan Secara Umum “Pelabuhan adalah suatu tempat (daerah perairan dan daratan) dimana kapal dapat berlabuh dengan aman dan dapat melakukan bongkar / muat barang dan turun / naik penumpang dari / ke kapal”. 2). Pengertian Pelabuhan Menurut PP No. 11 tahun 1983 “Pelabuhan adalah daerah tempat berlabuh dan / atau bertambatnya kapal laut untuk menaikkan dan menurunkan penumpang”. Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian pelabuhan
mencakup
pengertian
sebagai prasarana dari sistem
transportasi. 12 Jadi pelabuhan adalah : “suatu lingkungan kerja yang terdiri dari daratan dan perairan yang dilengkapi dengan fasilitas yang memungkinkan berlabuh dan bertambatnya kapal, untuk terselengaranya bongkar / muat barang serta turun / naikknya penumpang dari suatu moda transportasi laut (kapal) ke moda transportasi lainnya atau sebaliknya”. 13 Selanjutnya menurut Indische Scheepvartswet (Stb. 1936 No. 700)pelabuhan terbagi atas : 14 1. Pelabuhan Laut Yaitu : pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan dengan luar negeri, yang dapat dimasuki oleh kapal-kapal dari negara-negara sahabat. 2. Pelabuhan Pantai
12
Pasal 1 PP No. 11 tahun 1983 tentang Prosedur Kepelabuhanan Manual on Freight Forwarding, United Nation, INFA INSTITUTE, Basic Freight Forwarding Course, Module Port Procedures, 2007. 14 Ibid 13
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
16 Pelabuhan pantai pelabuhan yang tidak terbuka bagi perdagangan dengan luar negeri dan hanya dapat dimasuki oleh kapal-kapal berbendera Indonesia. Menurut PP No. 11 tahun 1983, Pelabuhan terbagi atas : 1. Pelabuhan Umum Pelabuhan umum adalah pelabuhan-pelabuhan yang terbuka untuk umum dan berada di bawah pengelolaan Perum Pelabuhan. 2. Pelabuhan Khusus Pelabuhan khusus adalah pelabuhan yang penggunaannya khusus untuk kegiatan sektor perindustrian, pertambangan atau pertanian, yang pembangunannya dilakukan oleh instansi yang bersangkutan untuk bongkar / muat bahan baku / hasil produksinya. Pelabuhan dibagi lagi atas pembagian :
15
1. Letak Geografis terbagi atas : a. pelabuhan pantai yang terletak di pantai laut. b. pelabuhan sungai yang terletak di dalam sungai. 2. Lengkapnya pelabuhan terbagi atas : a. Pelabuhan Internasional b. Pelabuhan Regional c. Pelabuhan Lokal 3. Volume Kegiatan terbagi atas : a. Pelabuhan Import b. Pelabuhan Eksport 4. Pengawasan Bea Cukai terbagi atas : a. Custom Port 15
Ibid.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
17 b. Free Port 5. Jenis Pelayaran terbagi atas a. Pelabuhan Samudera b. Pelabuhan Nusantara c. Pelabuhan Pelayaran Rakyat Secara umum, fungsi pelabuhan adalah : 1. Interface Yaitu : pelabuhan selain sebagai tempat pertemuan dua moda transportasi (darat dan laut), juga sebagai tempat pertemuan berbagai kepentingan (interest) yang saling terkait satu sama lainnya, yang harus terkoordinasi dengan baik. 2. Link Yaitu : pelabuhan sebagai mata rantai dari dua sistem transportasi (darat dan laut). Sebagai mata rantai, pelabuhan akan sangat mempengaruhi kegiatan transportasi secara keseluruhan. 3. Gateway Yaitu : sebagai pintu gerbang dari suatu negara/derah dan memegang peranan yang sangat penting bagi perekonomian negara/daerah tersebut. 4. Industry Entity Yaitu : pelabuhan berfungsi bagi industri khususnya yang berada di lingkungan pelabuhan dan harus mampu menyiapkan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan bai perkembangan industri. Sesuai dengan fungsinya, maka kegiatan pelabuhan (Port Activities) meliputi kegiatan di kapal dan penanganan muatan dari kapal ke dermaga masuk gudang langsung keluar pelabuhan, yang termasuk dalam lingkungan Port Operation.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
18 F. Metode Penelitian 1. Bentuk Penelitian Pengumpulan data untuk mendukung dan melengkapi penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara Library Research (penelitian kepustakaan). Selanjutnya penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Langkah pertama dilakukan penelitian hukum normatif yang didasarkan pada bahan hukum sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan prosedur kepabeanan dalam kegiatan ekspor impor Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan persoalan ini. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum perdata khususnya yang berkaitan dengan prosedur kepabeanan dalam kegiatan ekspor impor. 2. Data Selanjutnya data yang diteliti adalah data sekunder yang terdiri dari : a. Bahanh hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, buku. b. Bahan hukum skunder berupa bahan acuan lainnya yang berisikan informasi yang mendukung penulisan skripsi ini, seperti tulisan-tulisan, surat kabar, internet dan sebagainya. 3. Analisis Data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan
dan bahan-bahan lain yang berhubungan
dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. Analisis data yang digunakan dalam Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
19 skripsi ini adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.
G. Sistematika Penulisan Untuk lebih mempertegas penguraian isi dari skripsi ini, serta untuk lebih mengarahkan pembaca, maka berikut di bawah ini penulis membuat sistematika penulisan/gambaran isi skripsi ini sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Latar Belakang, Perumusan Masalah, Keaslian
Penulisan,
Tujuan
dan
Manfaat
Penulisan,
Tinjauan
Kepustakaan yang diakhiri dengan Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II
KEPABEANAN DALAM UU NO. 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN Pada bab ini dibahas mengenai Pengertian dan Struktur Kepabeanan, Tugas dan Wewenang Kepabeanan dan Sekilas mengenai Standar Kepabeanan ASEAN
BAB III
PRINSIP PROSEDUR KEGIATAN EKSPOR IMPORT Pada bab ini dibahas mengenai Pengertian dan Prosedur Kegiatan Eksport Import, Dokumen kegiatan Ekspor Impor dan Proses Pembayaran dalam Kegiatan Ekspor Impor
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
20 BAB IV
PROSEDUR KEPABEANAN DALAM KEGIATAN EKSPORT IMPORT BARANG
DI PELABUHAN BERDASARKAN
UU
NO. 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN Pada bab ini dibahas mengenai Prosedur Kepabeanan untuk kegiatan Ekspor Barang, Prosedur Kepabeanan untuk kegiatan Impor Barang dan Hal-hal
yang
menjadi
Hambatan
dan
Penanggulangan
dalam
Peningkatan Kegiatan Ekspor Impor Barang BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Pada Bab ini dibahas mengenai kesimpulan dan saran sebagai hasil dari pembahasan dan penguraian skripsi ini secara keseluruhan. BAB II
PRINSIP-PRINSIP KEPABEANAN DALAM UU NO. 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN
A.
Pengertian dan Struktur Kepabeanan. Bea dan Cukai adalah suatu lembaga pemerintah di bawah Departemen
Keuangan yang mengurusi pungutan Bea dan Cukai yang dikenakan terhadap barangbarang yang keluar ataupun masuk daerah pabean agar pelaksanaan, pengawasan, pelarangan dan pembatasan menjadi efektif dan terkoordinasi. Berdasarkan Undang-Undang No.17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan tugas pokok Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah Menyelenggarakan sebagian tugas pokok Departemen Keuangan di bidang Kepabeanan dan Cukai berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri, yaitu: 1. Pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean 2. Pemungutan Bea Masuk Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
21 3. Pemungutan cukai terhadap barang kena cukai 4. Pemungutan pajak lainnya yang ditugaskan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan 5. Penyelenggaraan praktik Kepabeanan Internasional (Persetujuan Perdagangan Internasional). Visi dan misi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sejajar dengan institusi Kepabeanan dan Cukai dunia dibidang kinerja dan citra. Misi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah Pelayanan yang terbaik kepada industri perdagangan dan masyarakat. Untuk mencapai Visi dan Misi tersebut strategi yang dipilih adalah Profesionalisme, Efisiensi dan Pelayanan dengan melalui 5 komitmen harian yaitu: 1. Tingkatkan pelayanan 2. Tingkatkan Transparansi, keadilan dan konsistensi 3. Pastikan pengguna jasa bekerja sesuai ketentuan 4. Hentikan perdagangan illegal 5. Tingkatkan integritas 16 Bea cukai memiliki beberapa direktorat, yaitu : 1). Direktorat Teknis Kepabeanan Direktorat Teknis Kepabeanan mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan standardisasi dan bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan dibidang impor dan ekspor, identifikasi dan klasifikasi barang, tarif bea masuk dan nilai
16
Diakses dari situs : http://www.beacukai.go.id tanggal 10 April 2008.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
22 pabean. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Pabean menyelenggarakan fungsi :
17
1. penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan dibidang impor dan ekspor; 2. penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan dibidang identifikasi dan klasifikasi barang dan tarif bea masuk; 3. penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan dibidang nilai pabean, profil komoditi dan data harga; 4. pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
2). Direktorat Fasilitas Kepabeanan Direktorat Fasilitas Kepabeanan mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan standardisasi dan bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan dibidang keringanan pembebasan dan pengembalian bea masuk, kemudahan tata niaga impor, serta tempat penimbunan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Fasilitas Kepabeanan menyelenggarakan fungsi, sebagai berikut :18 a). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan
evaluasi
pelaksanaan
dibidang
pembebasan
relatif
dalam
rangka
pembangunan dan pengembangan industri serta pencegahan pencemaran lingkungan, dan keringanan pembebasan bea masuk serta kemudahan tata niaga atas impor dalam rangka proyek pemerintah;
17 18
Ibid. Ibid.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
23 b). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan dibidang pertambangan; c). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan dibidang penimbunan, pembebasan dan pengembalian bea masuk serta kemudahan tata niaga atas impor barang dan atau bahan baku dalam rangka pengembangan ekspor; d). pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
3). Direktorat Cukai Direktorat Cukai mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan standardisasi dan bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan dibidang cukai, serta pelaksanaan pemberian perizinan dan fasilitas dibidang cukai, dan urusan pita cukai, . Untuk melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Cukai menyelenggarakan fungsi : a). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan dibidang cukai hasil tembakau, b). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan dibidang cukai etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol dan barang kena cukai lainnya; c). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan pengkajian tarif cuka, harga dasar, produksi, ekspor, impor, perkembangan harga pasar, dalam rangka intensifikasi cukai, penambahan dan pengurangan jenis Barang Kena Cukai; d). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan dibidang pita cukai e). pelaksanaan pemberian perizinan dan fasilitas dibidang cukai; Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
24 f). pelaksanaan urusan penyediaan, penyimpanan, pendistribusian, penukaran dan perusakan pita cukai; g). pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
4). Direktorat Penindakan dan Penyelidikan Direktorat Penindakan dan Penyidikan mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan standardisasi dan bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan dibidang intelijen, penindakan peraturan perundang-undangan dan penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai, serta pelaksanaan intelijen dalam rangka pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai.
Untuk
melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Penindakan dan Penyidikan Penyelundupan menyelenggarakan fungsi :
19
a) penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan intelijen dalam rangka pencegahan pelanggaran peraturan peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai; b) penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan dibidang patroli dan opersi dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai; c) penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan dibidang penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai; d) penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis evaluasi dan pelaksanaan penyediaan dan pemeliharaan sarana operasi; 19
Ibid.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
25 e) pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat. Untuk tugas di bidang penindakan dan penyidikan ini diatur di dalam UU No. 17 Tahun 2006, yang menyatakan bahwa : : “pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik. Karena kewajibannya tersebut, penyidik pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berwenang untuk melakukan penangkapan, penahanan dan menghentikan penyidikan”.
20
Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana di bidang kepabeanan dan cukai yang menyatakan bahwa :”penyidikan terhadap tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai”. 21 Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana di bidang kepabeanan dan cukai dinyatakan bahwa : “barangsiapa selain Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dirjen Bea dan Cukai yang mengetahui atau menerima laporan tentang adanya tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai, wajib melaporkan kepada penyidik pengawai negeri sipil Dirjen Bea dan Cukai. Jadi, apabila ada indikasi terjadinya tindak pidana kepabeanan yang diketahui oleh siapa saja termasuk oleh kepolisian, hal tersebut wajib dilaporkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dirjen Bea dan Cukai.
22
5). Direktorat Audit
20
Pasal 112 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana di bidang kepabeanan dan cukai. 22 Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana di bidang kepabeanan dan cukai. 21
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
26 Direktorat Audit mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan standardisasi dan bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan dibidang audit kepabeanan dan cukai.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Audit
menyelenggarakan fungsi : a). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis evaluasi dan pelaksanaan dibidang perencanaan audit kepabeanan dan cukai. b). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan dibidang pelaksanaan audit kepabeanan dan cukai; c). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan evaluasi hasil pelaksanaan audit kepabeanan dan cukai; d). pelaksanaan registrasi kepabeanan; e). pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
6). Direktorat Kepabeanan Internasional Direktorat
Kepabeanan
Internasional
mempunyai
tugas
menyiapkan
perumusan kebijakan standardisasi dan bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan kerjasama internasional dibidang kepabeanan Untuk melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Kepabeanan Internasional menyelenggarakan fungsi : a). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis evaluasi dan pelaksanaan kerjasama internasional dibidang kepabeanan yang berhubungan dengan World Customs organization (WCO) dan World Trade Organization (WTO);
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
27 b). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis evaluasi dan pelaksanaan kerjasama internasional dibidang kepabeanan yang berhubungan dengan lembaga bilateral; c). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis evaluasi dan pelaksanaan kerjasama internasional dibidang kepabeanan yang berhubungan dengan forum regional dan multilateral lainnya; d). pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
7). Direktorat Perencanaan Dan Peraturan Kepabeanan Dan Cukai Direktorat Perencanaan Penerimaan Bea dan Cukai mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan standardisasi dan bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan dibidang penerimaan, penelaahan dan publikasi peraturan perundangundangan kepabeanan dan cukai, bantuan hukum, keberatan dan banding, serta pelaksanaan publikasi, bantuan hukum, penelitian atas keberatan terhadap penetapan dibidang kepabeanan dan cukai, dan urusan banding. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Perencanaan Penerimaan Bea dan Cukai menyelenggarakan fungsi : a). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis dan evaluasi
pelaksanaan
dibidang
pelaporan
penerimaan,
penagihan
serta
pengembalian atas pungutan bea masuk, cukai dan pungutan negara lainnya yang dipungut Direktorat Jenderal. b). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis evaluasi dan pelaksanaan dibidang penelaahan, evaluasi dan rekomendasi penyempurnaan rancangan dan/atau pelaksanaan kebijakan dan peraturan
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
28 perundang-undangan dibidang kepabeanan dan cukai Direktorat Jenderal serta pengembalian bea masuk dan cukai; c). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis evaluasi dan pelaksanaan dibidang penyuluhan dan publikasi peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai; d). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis evaluasi dan pelaksanaan penelitian atas keberatan terhadap penetapan dibidang kepabeanan dan cukai, dan urusan banding; e). penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis evaluasi dan pelaksanaan pemberian bantuan hukum dibidang kepabeanan dan cukai; f). pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
8). Direktorat Informasi Kepabeanan Dan Cukai Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan standardisasi dan bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan dibidang manajemen resiko, pengembangan teknologi informasi, otomasi sistem dan prosedur, pengolahan data serta pelaporan kepabeanan dan cukai Untuk melaksanakan tugas tersebut, Pirektorat Informasi Kepabeanan dan Cukai menyelenggarakan fungsi : a) penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis evaluasi dan pelaksanaan dibidang manajemen resiko kepabeanan dan cukai; b) penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis evaluasi dan pelaksanaan pengembangan teknologi informasi dalam rangka otomasi sistem dan prosedur kepabeanan, cukai, dan administrasi lainnya; Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
29 c) penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis evaluasi dan pelaksanaan perencanaan, penyediaan, pemeliharaan, pengendalian dan pengoperasian sarana otomasi Direktorat Jenderal; d) penyiapan penyusunan rumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis evaluasi dan pelaksanaan pengolahan data kepabeanan dan cukai dalam rangka pelayanan informasi dan pelaporan kepabeanan dan cukai; e) pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat.
B.
Tugas dan Wewenang Kepabeanan Tugas dan wewenang Kantor Bea dan Cukai dalam Pengawasan Ekspor dan
Impor barang di Pelabuhan akan dibahas lebih lanjut. Tugas adalah sesuatu yang wajib dikerjakan atau ditentukan dan untuk dilakukan. 23 Wewenang adalah hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu; Pengawasan adalah penilikan penjagaan atas ekspor dan impor; dan Kantor Bea dan Cukai adalah salah satu instansi pemerintah yang melaksanakan kegiatan operasional dalam hal pemungutan bea masuk maupun cukai terhadap barang ekspor atau impor.24 Tugas Direktorat Bea dan Cukai yang utama adalah melaksanakan sebagian tugas pokok Departemen Keuangan di bidang kepabeanan dan cukai, berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan mengamankan kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan pemungutan Bea Masuk dan Cukai serta pungutan negara lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
23
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, Hal. 964. 24 Majalah Warta Bea dan Cukai, Tahun 1990, dapat juga diakses dari situs : http: //www.legalitas.org. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
30 Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai fungsi :
25
1). perumusan kebijaksanaan teknis di bidang kepabeanan dan cukai, sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; 2). perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan pengamanan teknis operasional kebijaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean, sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3). perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan pengamanan teknis operasional di bidang pemungutan bea masuk dan cukai serta pungutan lainnya yang pemungutannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; 4). perencanaan, pembinaan dan bimbingan di bidang pemberian pelayanan, perijinan, kemudahan, ketatalaksanaan dan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku 5). pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai dan penindakan di bidang kepabeanan dan cukai serta penyidikan tindak pidana kepabeanan dan cukai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai daerah kegiatan ekonomi maka sektor Bea dan Cukai merupakan suatu instansi dari pemerintah yang sangat menunjang dalam kelancaran arus lalu lintas ekspor dan impor barang di daerah pabean. Adapun tujuan pemerintah dalam
25
Amis MS, Ekspor Impor Teori dan Penerapannya, Seri Umum No. 3, PPM, Jakarta, 1986,
hal. 9-12. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
31 mengadakan pengawasan adalah untuk menambah pendapatan atau devisa negara; sebagai alat untuk melindungi produk-produk dalam negeri (proteksi); dan sebagai alat pengawasan agar tidak semua barang dapat keluar masuk dengan bebas di pasaran Indonesia atau daerah pabean (penyelundupan). Untuk menghindari hal tersebut, maka untuk keluar masuknya barang melalui suatu pelabuhan harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang sah melalui kerjasama antara Bea dan Cukai dengan instansi lain pengelola pelabuhan untuk mengelola, memelihara, menjaga keamanan dan kelancaran arus lalu lintas barang yang masuk maupun keluar daerah pabean dengan maksud untuk mencegah tindakan penyelundupan yang merugikan negara. 26 Terhadap barang-barang ekspor dan impor dilakukan pemeriksaan pabean untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan pabean yang diajukan, terhadap barang ekspor dan impor dilakukan pemeriksaan atas fisik barang dilakukan secara cermat dan terinci dalam arti pemeriksaan barang hanya dilakukan atas importasi yang beresiko tinggi, barang berbahaya bagi masyarakat dan negara serta impor yang dilakukan importir yang mempunyai reputasi atau catatan yang kurang baik. 27 Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen dalam hal tertentu dapat dilakukan pemeriksaan fisik. Dalam rangka usaha meningkatkan daya saing barang ekspor Indonesia di pasar dunia diperlukan suatu kecepatan dan kepastian bagi eksportir, dengan demikian pemeriksaan pabean dalam bentuk pemeriksaan fisik diusahakan seminimal mungkin, sehingga terdapat barang ekspor pada dasarnya hanya dilakukan penelitian dokumen. Namun dalam keadaan tertentu atas Intruksi
26 27
Ibid. Amir MS, Letter Of Credit : Dalam Bisnis Ekspor Impor, Seri ke -9, PPM, Jakarta, 2001,
hal. 33-42 Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
32 Menteri Keuangan dapat menetapkan ketentuan tentang pemeriksaan fisik atas barang ekspor. Pembayaran bea masuk terhutang diterapkan sistem menghitung sendiri. Pejabat Bea dan Cukai tidak ada kewenangan untuk hal ini. Penetapan tarip dan nilai pabean diberikan sebelum atau sesudah pemberitahuan pabean atas impor diserahkan. Sedangkan penetapan nilai pabean untuk bea masuk hanya dapat diberikan setelah pabean diserahkan. Pemberitahuan penyerahan pemberitahuan melalu media elektronik atau sistim Electronic Data Interchange (selanjutnya EDI), Pembukuan dilakukan untuk pihak eksportir dan importir barang yang wajib diserahkan pada pabean. Setelah itu dilaksanakan pemeriksaan fisik barang yang dilakukan hanya untuk importir beresiko tinggi melalui sistim random atau acak jalur merah dan hijau. Sering terjadi hal-hal yang merugikan negara antara lain :
28
a) Penyelundupan illegal yang dilakukan di luar pelabuhan tanpa memenuhi formalitas pelabuhan, misalnya saja; menurunkan barang di tengah laut dengan tujuan menghindari pungutan pabean; b) Penyelundupan illegal yang dilakukan melalui pelabuhan dengan atau tanpa bantuan instansi-instansi pelabuhan dengan permainan kualitas atau kuantitas dengan tujuan mengurangi bea masuk dengan cara; merendahkan harga barang; mengurangi jumlah barang; mengisi macam-macam barang dalam satu atau dua peti; menggunakan dokumen palsu atau dengan merk yang sama untuk barang yang mahal dan murah. Untuk menghindari terjadinya penyelundupan maka Bea dan Cukai dalam tempat dan kedudukannya menetapkan wewenang untuk : 29
28
Amir MS, Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri, Seri Bisnis Internasional No. 4, PPM, Jakarta, 2000, hal. 7-13. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
33 a) Memeriksa segala macam kendaraan serta barang yang dimuatnya yang sekiranya mencurigakan; b) Memerintahkan kapal-kapal yang dicurigai untuk berhenti berlabuh, mengadakan pemeriksaan guna mencegah penyelundupan kecuali kapal perang dan kapal pemerintah; c) Membongkar kendaraan yang mencurigakan atas biaya bersalah; d) Memeriksa barang-barang larangan dan pembatasannya; e) Pegawai-pegawai yang ditunjuk oleh Kepala Inspektorat Direktorat Bea dan Cukai berwenang memeriksa bangunan yang dicurigai untuk menyimpan barangbarang yang bertentangan melanggar peraturan-peraturan lapangan. Tindakan dari pihak Bea Cukai terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan di atas adalah; a). Menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut barang yang ada di atasnya; b). Memerintahkan agar sarana pengangkut dibawa ke kantor pabean atau ketempat lain yang sesuai untuk pemeriksaan; c). Melakukan penyegelan, penguncian dan pelengketan tanda pengaman yang diperlukan terhadap yang ada di atasnya yang belum sesuai kewajiban pabeannya dan barang lainnya yang harus diawali menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila hal tersebut dilanggar maka terkena Pasal 102 sampai Pasal 105 UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Instansi-instansi yang terkait dalam pengawasan dan pemeriksaan bea dan cukai terhadap barang-barang adalah :
30
1). Polisi Airud;
29 30
Amir MS, Kontrak Dagang Ekspor, Seri ke-2, PPM, Jakarta, 2002, hal 13-16. Herry Gianto, Pengoperasian Pelabuhan, Pelabuhan Indonesia, Jakarta, 1999, hal. 56.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
34 2). GAMAT (Penjagaan dan Penyelamatan); 3). Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3); 4). Kantor Kesehatan Pelabuhan; 5). Kantor Imigrasi; 6). Karantina Hewan dan; 7). Karantina Tumbuhan. Keseluruhan pemaparan di atas adalah prosedur yang harus dipenuhi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Instansi-instansi dan unit kerja dimaksud antara lain disebutkan : a). Administrator Pelabuhan di pelabuhan-pelabuhan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan; b). Unit Organik pelabuhan di pelabuhan-pelabuhan yang tidak diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan; c). Unit-unit pelaksana Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan; d). Instansi-instansi Pemerintah lainnya seperti : a) Bea dan Cukai; b) Imigrasi; c) Pelayanan Kesehatan Pelabuhan; d) Karantina Hewan; e) Karantina Tumbuh-tumbuhan; f) Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3); g) Instansi Pemerintah Daerah Melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang diamanatkan oleh undang-undang dalam kaitan pelabuhan sebagai tempat transit. Mengawasi keluar masuknya barang Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
35 apakah telah dilengkapi dokumen-dokumen resmi dan membawa barang-barang yang illegal sesuai dengan yang tertera dalam dokumen barang. Tuntutan globalisasi menuntut pelaksanaan yang cepat, tepat, teratur, efisien dan efektif, karena pelabuhan sebagai tempat transit tidak boleh barang lama menumpuk atau ditimbun, sehingga tuntutan kerja di atas sangat diharapkan dari instansi ini, karena bila tidak akan mengakibatkan kongesti pelabuhan. Untuk mengantisipasi kegiatannya agar cepat, tepat, efektif dan efisien maka Bea dan Cukai dalam melaksanakan tugasnya menggunakan sistim EDI (Electronic Data Interchange). Sistim komputerisasi ini telah dilakukan sejak tahun 1990, yaitu sistim CFRS atau system pengeluaran barang cepat (Custom Fast Realease System). Efektif dilaksanakan pada 1 April 1997, sejak berlakunya UU 17 Tahun 2006 maka pengajuan barang impor menjadi kewenangan Bea dan Cukai yang tidak perlu lagi dilakukan pengurusan pra pengapalan di luar negeri. Pelaksanaan komputerisasi sebelum EDI berlaku menggunakan sistim disket. Namun ada kelemahannya karena dinilai belum terlalu efisien dan efektif. Walaupun keunggulannya pihak peimpor bisa mencetak langsung Formulir Pengajuan Impor Barang (PIB) tanpa mengetik secara manual yang dahulu biasa dilakukan. Pihak Bea dan Cukai hanya mendownload. Pelaksanaan hal di atas ada 2 (dua ) fakta, bahwa secara teori EDI yang pelaksanaannya awal tahun 1999 lebih cepat tapi kenyataannya kalau menyerahkan disket menunggu penetapan selanjutnya apakah kena jalur hijau atau merah. Bila ada kesalahan bisa komunikasi langsung untuk dokumennya dan diperbaiki. Sedangkan
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
36 EDI, dari kantor Importir ke Bea dan Cukai hanya penyampaian data tapi tidak tahu sudah sampai atau belum data tersebut.31 Pemakaian EDI banyak keluhan dari pihak pengguna jasa, tapi menurut Bea dan Cukai hal itu merupakan taraf penyesuaian. Untuk memajukan sistim percepatan lalu lintas barang di pelabuhan Bea dan Cukai mengeluarkan Keputusan No. 81 Tahun 1999 yang terus berjalan sampai dengan berlakunya ketentuan baru yaitu Keputusan No. 7 Tahun 2003 yang berlaku 1 April 2003 tentang Sistim dan Prosedur Pelaksanaan Komputerisasi melalui EDI yang harus sudah dilakukan. Pelaksanaan EDI ini merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak Bea dan Cukai untuk menghindari adanya tatap muka antara pihak pengguna jasa dan pejabat Bea Cukai, untuk menjaga tidak terjadinya suap-menyuap atau KKN.
C.
Standar Kepabeanan ASEAN Dewasa ini telah dicanangkan standar kepabeanan Asean yang tercakup di
dalam ASW (Asean Single Window). Asean Single Window yang ditandatangani 9 Desember 2005 di Kualalumpur, Malaysia dimana Indonesia dan 5 Negara Lainnya (Malaysia, Singapore, Thailand, Phillipina, Brunei) harus sudah menerapkan ASW pada tahun 2008. Sedangkan 4 negara Asean lainnya (CMV) pada tahun 2012. Sesuai ASW (Asean Single Window) action plan setiap negara membentuk kelembagaan untuk membentuk NSW. NSW didesain sebagai sistem yang menerapkan single admission, single synchronize and processing document, dan single decision. Maksudnya, NSW akan mengatur sendiri izin mana yang dibutuhkan oleh tiap instansi. Sistem ini juga sekaligus menyinkronisasi semua prosedur dari masingmasing instansi. Sinkronisasi ini perlu untuk membuat single decision yang 31
Ibid.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
37 menyangkut cargo clearance dan custom clearance. Jadi, tak diperlukan lagi keputusan dari beberapa instansi.
32
Latar Belakang Penerapan Sistem NSW dan ASW di Indonesia :
33
1). Komitmen RI dengan Internasional/ Regional Asean. 2). Kesepakatan pemimpin negara Asean dalam The Declaration of Asean Concord II (Bali Concord II) pada 7 Oktober 2003; 3). Kesepakatan Menteri-menteri Ekonomi dalam Asean Agreement to Establish and Implement The Asean Single Window, Kuala Lumpur 9 Desember 2005; 4). Kesepakatan Menteri Keuangan Asean dalam Asean Protocol to Establish and Implement The Asean Single Window, Desember 2006. 5). Kondisi kinerja pelayanan lalulintas barang ekspor-impor 6). Lead Time waktu penanganan barang impor yang masih terlalu lama (berdasarkan Studi JICA tahun 2005 memakan waktu 5,5 hari); 7). Masih adanya biaya-biaya dalam penanganan lalu lintas barang ekspor-impor, sehingga mengakibatkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy); 8). Tingkat validitas dan akurasi data atas transaksi dan kegiatan ekspor-impor yang belum memadai, terutama terkait dengan data perijinan ekspor-impor; 9). Kepentingan nasional yang menghendaki adanya kontrol thd lalulintas barang eksporimpor secara lebih baik, terkait isu terorisme, trans-national crime, drug trafficking, illegal activity, IPR dan perlindungan konsumen. Dasar Hukum Penerapan Sistem NSW/ ASW adalah :
34
32
National Single Window: Satu Pintu untuk Semua, diakses dari situs : http://www.wartaekonomi.com/detail.asp?aid=8676&cid=27 kormonev.menpan.go.id, Senin, 2 April 2007. 33 Ibid. 34 Penerapan Asean Single Window (ASW) dan National Single Window (NSW), diakses dari situs : http://www.ekon.go.id/v3/content/view/394/1/ http://www.indonesia.go.id/id - REPUBLIK INDONESIA Powered by Mambo Generated: 23 February, 2008, 18:35 Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
38 1). Keppres No. 54 Tahun 2002 jo. Keppres No. 24 Tahun 2005 Tentang Tim Koordinasi Peningkatan Kelancaran Arus Barang Ekspor dan Impor : Tim Keppres 54 tahun 2002 akan lebih berfokus pada perumusan konsep tata ruang di pelabuhan dan tata kerja antar kelembagaan di pelabuhan untuk meningkatkan kelancaran arus barang, sedangkan Tim Persiapan NSW harus berfokus pada perumusan tata laksana penanganan barang ekspor-impor (melalui harmonisasi bisnis proses) dan tata kelola sistem pelayanan antar entitas di pelabuhan. 2). Inpres No.3 Tahun 2006 dan Inpres No. 6 Tahun 2007 : Penerapan sistem NSW telah menjadi salah satu program kebijakan nasional yang harus diterapkan di Indonesia, dengan target penyelesaian Blue print pada Juli 2007 dan piloting NSW pada akhir Desember 2007. 3). Keputusan Menko Perekonomian No. 22/M.Ekon/03/2006 : Menko Perekonomian membentuk Tim Persiapan NSW, dengan menunjuk Menteri Keuangan selaku Ketua dan Menteri Perdagangan bersama Menteri Perhubungan selaku Wakil Ketua, sekaligus menetapkan 5 Satuan Tugas yang meliputi bidang Legal, Kesesuaian Prosedur, Teknologi Informasi, Kepelabuhanan dan Kebandarudaraan. Secara umum hal-hal yang ingin dicapai melalui NSW, adalah : a). menghilangkan interaksi langsung antar-orang-orang yang terlibat langsung dengan proses ekspor-impor. Jadi, tak ada lagi deal-deal dengan uang yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. b). mempercepat proses ekspor-impor. c). persiapan menuju integrasi ekonomi Asean. Di Indonesia, telah diuupayakan untuk membentuk National Single Window (NSW). Dasar Pembentukan NSW adalah Agreement to Establish and Implement the Indonesia melalui Keputusan Menko Perekonomian No. Kep-22/M.EKON/03/2006 Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
39 tanggal 7 Maret 2006 membentuk Tim Persiapan National Single Window (NSW). Tugas Utama Tim NSW adalah membangun NSW sebagai sistem elektronik yang mampu melayani proses pengajuan dan pengolahan data dan informasi; pengambilan keputusan penyelesaian dokumen kepabeanan, kepelabuhanan dan kebandarudaraan secara terpadu dengan prinsip kesatuan, kecepatan pelayanan, konsisten, sederhana, transparan, efisien dan berkelanjutan. Perkembangan NSW di negara Asean lainnya, kecuali Singapore, adalah seperti di Filipina yang telah memiliki Executive Order untuk penerapan NSW, sedangkan Thailand memiliki pilot project yang focus pada pertukaran informasi dan proses penerbitan dokumen kepabeanan yang didasarkan pada Asean Custom Declaration, sedangkan Malaysia telah mempunyai design NSW tetapi sedang mempertimbangkan pilot project-nya. 35 Selanjutnya NSW sesungguhnya merupakan turunan dari ide pembentukan pasar bersama Asean yang diharapkan terealisasi pada 2020. Namun, pada KTT Asean di Kuala Lumpur, Malaysia, 9 Desember 2005, rencana pasar bebas bersama dimajukan menjadi tahun 2015. Untuk mendukung rencana itu, negara-negara Asean sepakat membuat rancangan Asean Single Window (ASW). Dalam action Plan-nya, enam negara Asean (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand), hingga Septembern2008, sudah harus mengintegrasikan semua NSW. Empat negara lainnya (Myanmar, Kamboja, Laos, dan Vietnam) menyusul pada 2012. NSW sebenarnya dirancang sebagai portal khusus yang menyediakan jasa layanan ekspor-impor secara elektronik. Kelak, dengan portal ini, pengurusan izin eksporimpor hanya lewat satu pintu. Memang tujuan NSW untuk meningkatkan efisiensi dalam ekspor-impor.
35
Ibid.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
40 Untuk
Indonesia,
pemerintah
berencana
menerapkan
NSW
untuk
memperlancar urusan ekspor-impor. Kelak, NSW menyatu dengan Asean Single Window. Jadi, mengurus izin ekspor ke seluruh negara Asean cukup lewat satu negara. Seperti terjadi beberapa waktu yang lalu, sebanyak 2.500 pekerja Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang tergabung dalam Aliansi Pekerja Pelabuhan Indonesia (APPI), menggelar aksi unjuk rasa. Mereka berjalan kaki dari depan gedung Jakarta International Container Terminal menuju Plumpang. Para pekerja itu menuntut dihapuskannya pungli di pelabuhan. Sekjen APPI, Agus Barlianto mengajak semua komponen untuk memberantas pungli di pelabuhan. Aksi itu sekaligus ingin mendeklarasikan 20 Mei sebagai Gerakan Anti Pungli di Pelabuhan (GAPP). Sebelum tanggal itu, APPI akan memaparkan titik-titik pungli sekaligus besarannya di pelabuhan. Dimana menurut sejumlah pengusaha, pungli dalam pengurusan dokumen di bea cukai dan syahbandar memang menempati urutan teratas. Salah satu penyebab pungli, adalah karena pengurusan surat-surat masih memungkinkan adanya tatap muka langsung. Pengurusan dokumen secara tatap muka, yang membuka kemungkinan terjadinya pungli, inilah yang bakal diberantas lewat penerapan National Single Window (NSW). Kelak, setelah proyek NSW rampung, semua pengurusan dokumen dilakukan secara elektronik, tidak ada tatap muka, dan hanya lewat satu pintu. Carut-marut proses ekspor-impor memang sejak lama menjadi keluhan kalangan pengusaha. Mulai dari rumitnya prosedur perizinan, lamanya waktu
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
41
clearance, mahalnya biaya pengurusan, dan banyaknya pungli justru dilakukan oleh oknum-oknum bea cukai sendiri. Masalah lainnya, selama ini kebijakan izin eksporimpor belum terstandarisasi dan tak ada sinkronisasi antar instansi. Dan juga, belum terotomatisasi. Semua dokumen masih hard copy. Ini menyebabkan pengurusan
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
42 dokumen menjadi lama dan kerap kali harus tatap muka. Maka, tak heran jika pungli pun marak. Kalangan pengusaha pun sejak lama jengah. Thomas Darmawan, ketua umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), mengeluh selama ini pengusaha sering mendapat hambatan sewaktu di pelabuhan. Sebelum suatu barang mendapat izin keluar dari pelabuhan oleh bea cukai, barang tersebut harus terlebih dahulu mendapat izin dari Departemen Perdagangan, dinas karantina, Badan POM, Kementerian Lingkungan Hidup, dan instansi-instansi lainnya. Untuk mengurus semua izin itu dibutuhkan waktu 5 - 8 hari, padahal makanan punya masa kedaluwarsa yang tidak dapat dijual kembali kalau ditahan terlalu lama. 36 Masalah ini juga terungkap dari riset Japan International Corporation Agency (JICA) di beberapa pintu masuk utama, seperti Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara Soekarno-Hatta. Menurut JICA, penyebab keterlambatan ekspor-impor di Indonesia adalah lamanya proses pengurusan dokumen. Penyebab lainnya, lambatnya pergerakan kontainer. Oleh karena itu, NSW merupakan portal satu jendela yang menggunakan dua tirai: trade net dan port net. Trade net khusus untuk melayani proses perizinan ekspor-impor. Adapun port net untuk mengawasi lalu lintas barang. Melalui trade net, semua ketentuan dan syarat ekspor-impor, yang sudah ditentukan oleh masing-masing instansi, dikoordinasikan dalam satu sistem NSW. BAB III PRINSIP PROSEDUR KEGIATAN EKSPOR IMPORT
A. Pengertian dan Prosedur Kegiatan Eksport Import 36
Ibid.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
43 a. Perdagangan Ekspor. Ekspor adalah prosedur perdagangan antar negara di mana negara yang satu mengirimkan barang kepada negara lainnya dengan menggunakan sarana laut, darat, maupun udara. 37 Dalam perdagangan ekspor berlaku dua ketentuan hukum yang berbeda, yaitu antara wilayah pabean negara yang satu dengan wilayah pabean negara lainnya. Namun pada dasarnya ekspor dapat dilaksanakan oleh setiap perusahaan yang telah memiliki lisensi sebagai eksportir dan mendapat ijin teknis usaha dari lembaga pemerintah non departemen. Eksportir adalah pengusaha yang dapat melakukan ekspor yang telah memiliki SIUP atau Ijin Usaha dari Departemen Teknis/Lembaga Pemerintah Nondepartemen berdasarkan ketentuan umum yang berlaku. Disamping kriteria tersebut, juga dikenal istilah Eksportir Terdaftar (ET), yaitu perusahaan yang telah mendapat pengakuan Menteri Perdagangan menurut persyaratan yang ditetapkan untuk mengekspor barang-barang tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengakuan Eksportir Terbatas berlaku tanpa batas waktu. b. Perdagangan Impor. Impor adalah proses memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah pabean dalam negeri dengan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 38 Proses pemasukan barang impor dapat melalui udara, darat dan laut yang kesemuanya harus menyertakan dokumen-dokumen impor yang lengkap dan jelas dari negara tempat asal barang tersebut.
37
Ruddy Tri Santoso, Pembiayaan Transaksi Luar Negeri, Andi Offset, Yogyakarta, 1994,
38
Ibid., hal. 57.
Hal.109. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
44 Importir adalah pengusaha yang melakukan kegiatan transaksi pemasukan barang dari luar negeri ke dalam negeri dengan memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku. Di Indonesia, untuk menjadi importir, perusahaan harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang dikeluarkan oleh Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) maupun Departemen Perdagangan melalui kantor wilayah masing-masing atas nama Menteri Perdagangan. Salah satu syarat tersebut adalah Angka Pengenal Impor (API). Angka pengenal impor ini harus dimiliki sebelum melakukan impor barang.
Angka pengenalan impor bersifat nasional sehingga importir dapat
memasukkan barang ke seluruh pabean di Indonesia dengan menaati ketentuanketentuan di bidang penyetoran pajak impor di wilayah setempat.
B. Dokumen kegiatan Ekspor Impor Dokumen yang digunakan dalam transaksi ekspor dan impor adalah : 39 a. Dokumen Utama 1) Dokumen Pengangkutan : Dokumen pengangkutan diterbitkan sebagai bukti bahwa barang yang telah dimuat dan diangkut, tiba dengan selamat di tempat tujuan, sesuai dengan yang dinyatakan dalam L/C. Sarana pengangkutan komoditas ekspor tersebut dapat melalui laut, darat dan udara. a). Bill Of Lading. Bill of Lading (B/L) adalah bukti tanda penerimaan barang-barang yang diterima oleh pengangkutan lewat laut (Carrier) dari pengirim barang
39
Departemen Perdagangan RI, Buku Panduan Peraturan dan Prosedur Ekspor Indonesia, Departemen Perdagangan RI bekerjasama dengan Dewan Penunjang Ekspor, Edisi 1990, Jakarta, 1990, hal. 45. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
45 (Shipper/Eksportir) ke suatu tempat tujuan dan selanjutnya menyerahkan barang-barang tersebut kepada pihak penerima (Consignee/Importir). B/L merupakan bukti kontrak pengangkutan dan penyerahan barang-barang antara pihak pengangkut dengan pengirim. B/L juga merupakan bukti kepemilikan atau dokumen pemillikan barang (Document of Title) yang menyatakan bahwa orang yang memegang B/L tersebut merupakan pemilik dari barang-barang yang tercantum pada B/L. b). Airway Bill. Airway Bill merupakan kontrak pengangkutan dan tanda terima barang yang dikirim dengan udara untuk orang dan alamat tertentu. Berbeda dengan B/L, Airway Bill bukan merupakan dokumen kepemilikan, oleh karena itu untuk mengawasi barang tersebut, Airway Bill akan ditujukan kepada penerima tertentu atau kepada “order” dari advising bank yang telah dijanjikan terlebih dahulu untuk melepaskan barang tersebut sesuai instruksi. c). Railway Consignment Note. Railway Consignment Note adalah dokumen pengiriman barang-barang ekspor dengan pengangkutan kereta api dari suatu negara ke negara lain (misal negara Eropa).
Eksportir memperoleh tanda terima yang
dinamakan Consignment Note (Surat angkutan Kereta Api). Dokumen ini mencantumkan nama stasiun pemberangkatan, tujuan, nama eksportir dan alamat yang dituju serta harus dicap dengan nama perusahaan kereta api yang
bersangkutan.
Barang-barang
akan
diserahkan
kepada
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
46 “consignee”/importir dengan bukti dari pejabat-pejabat perusahaan kereta api di tempat tujuan. 2) Invoice/Faktur : Invoice/Faktur adalah dokumen yang diterbitkan oleh penjual (eksportir) kepada pembeli (importir) yang mencantumkan tanggal pengeluaran invoice, tanggal pengiriman barang, uraian barang (berat, ukuran), harga, biaya-biaya lain, jumlah total yang harus dibayar pembeli, syarat penyerahan barang dan syarat pembayaran, nama kapal laut/kapal udara/kereta api dan nama pelabuhan/bandara/stasiun muat serta pelabuhan/bandara/stasiun bongkar. a) Proforma Invoice. Proforma Invoice adalah penawaran dalam bentuk invoice biasa dari penjual (eksportir) kepada pembeli (importir). b) Commercial Invoice. Commercial Invoice adalah nota perincian tentang keterangan barangbarang yang dijual dan harga dari barang-barang tersebut. c) Consular Invoice. Consular Invoice adalah invoice yang dikeluarkan oleh instansi resmi yakni kedutaan kedutaan (konsulat). 3) Dokumen Asuransi : Dokumen asuransi adalah dokumen yang berisi persetujuan dimana pihak penggung berjanji akan mengganti kerugian sehubungan dengan kerusakankerusakan, kerugian atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh pihak tertanggung yang diakibatkan oleh suatu kejadian yang tidak disangka. Atas Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
47 persetujuan atau perjanjian ini pihak tertanggung harus membayar uang premi kepada penanggung. a) Insurance Policy. Insurance Policy menyatakan bukti kontrak asuransi barang-barang yang akan diangkut dengan kapal atas mana sitertanggung membayar premi. b) Insurance Certificate. Insurance Certificate merupakan surat keterangan yang menjelaskan bahwa terhadap barang-barang tertentu telah dilakukan penutupan asuransinya dalam bentuk Open Policy.
Open Policy ini tidak dapat
diberikan oleh si tertanggung sebagai bukti penutupan asuransi barangbarang tertentu oleh karena Open Policy tersebut diperlukannya untuk pengapalan-pengapalan berikutnya. c) Cover Note. Cover Note merupakan pemberitahuan dari perusahaan asuransi yang menyatakan bahwa sebuah asuransi telah ditutup sementara menunggu polis atau sertifikat asuransi dikeluarkan. b. Dokumen tambahan : 40 1) Draft/Bill of Exchange (Wesel). Draft/Bill of Exchange (Wesel) adalah surat perintah bayar tanpa syarat yang diterbitkan oleh suatu pihak ditujukan kepada pihak lain.
Surat ini
ditandatangani oleh orang yang menariknya (drawer) dan mengharuskan orang yang dialamatkan atau si tertarik (Drawee) untuk membayar pada saat diminta atau pada suatu waktu tertentu dikemudian hari, sejumlah uang 40
Ibid, hal. 60.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
48 kepada orang tertentu atau yang ditunjuk oleh orang tertentu tersebut (Order) atau kepada pemegang wesel tersebut. 2) Packing List. Packing List adalah dokumen yang menerangkan uraian dari barang-barang yang dipak/dibungkus/diikat dalam peti, dan sebagainya. Dokumen ini biasanya dibutuhkan pejabat-pejabat
Bea Cukai untuk
memudahkan
pemeriksaan seketika dan pemeriksaan yang mendalam atas isi dari suatu pengepakan. 3) Certificate of Origin. Certificate of Origin adalah dokumen yang menyatakan daerah atau negara asal barang sehingga negara pengimpor dapat menetapkan bea masuk yang tepat untuk barang yang tersebut. 4) Certificate of Inspection. Certificate of Inspection adalah dokumen yang memberi keterangan tentang keadaan barang yang dibuat oleh Independent Surveyor/juru pemeriksa barang/badan resmi yang disahkan oleh pemerintah dan dikenal oleh dunia perdagangan internasional. 5) Certificate of Quality. Certificate of Quality adalah dokumen yang dibuat oleh badan penelitian dan pengembangan industri atau sejenisnya yang disahkan oleh pemerintah suatu negara untuk memeriksa mutu barang-barang dagangan ekspor. 6) Manufacturer’s Quality Certificate.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
49 Manufacturer’s Quality Certificate adalah dokumen yang dibuat oleh pabrik pembuat barang yang diekspor atau supplier yang menguraikan tentang mutu barang dagangan ekspor. 7) Certificate of Analysis. Certificate of analysis adalah dokumen yang menjelaskan bahan-bahan dan proporsi bahan yang terdapat dalam barang-barang tertentu yang diharuskan pemeriksaannya. Penelitian ini dilakukan oleh badan analisa bahan-bahan kimia atau obat-obatan yang independen. 8) Weight Certificate (Note/List). Weight Certificate adalah dokumen yang menjelaskan ukuran/berat barang secara tepat. 9) Measurement List. Measurement List adalah dokumen yang menerangkan tentang ukuran panjang, tebal, garis tengah dan isi dari barang yang bersangkutan. 10) Sanitary, Health dan Veterinary Certificate. Sanitary, Health dan Veterinary Certificate adalah dokumen yang menyatakan bahwa bahan baku ekspor telah bebas dari hama penyakit. C. Proses Pembayaran dalam Kegiatan Ekspor Impor Di dalam perdagangan internasional dikenal beberapa cara pembayaran ekspor impor yang saat ini masih dipergunakan. Cara pembayaran tersebut dapat dilakukan dengan cara tunai atau kredit yang diwujudkan dalam berbagai bentuk, antara lain :
41
41
Jhon Sinyal, Shipping, Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepabeanan, Jakarta, 2005, hal.
67-70. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
50 a. Advace Payment (Pembayaran di muka). Pembayaran yang dilakukan oleh importir (pembeli) kepada eksportir (penjual) sebelum barang/jasa diterima baik seluruh nilai maupun sebagian. Pembayaran cara ini menguntungkan pihak ekportir.
Sedangkan pihak importir harus
menyediakan dana terlebih dahulu yang sebenarnya dapat dipergunakan untuk keperluan lain. b. Open Account (Pembayaran kemudian). Pembayaran yang dilakukan oleh importir kepada eksportir setelah barang/jasa dikirim dan diterima oleh eksportir. Pembayaran cara ini menguntungkan pihak importir.
Pihak eksportir harus benar-benar yakin bahwa importir akan
melaksanakan pembayaran pada waktu yang telah ditentukan. c. Collection Draft / Dokumen (Wesel Inkaso). Pembayaran yang penagihan pembayarannya melalui jasa perbankan. Dokumendokumen pendukung yang digunakan dalam transaksi jeal beli ini disalurkan melalui bank. Pemilikan atas dokumen-dokumen yang diperlukan oleh importir untuk mengeluarkan barang-barang yang dikirim ekportir tidak dilepaskan sampai persyaratan-persyaratan penagihan wesel tersebut telah dipenuhi. d. Consignment (Konsinyasi). Konsinyasi merupakan cara pembayaran yang dilakukan oleh importir setelah barang yang dititipkan ekportir terjual, dalam hal ini kepemilikannya tetap pada eksportir. e. Letter of Credit (L/C). L/C adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh bank devisa atas permintaan importir dan ditujukan kepada eksportir.
Isi surat ini menyatakan bahwa
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
51 eksportir penerima L/C diberi hak oleh importir untuk menarik wesel (surat perintah untuk melunasi hutang) atas importir. Bank penerbit L/C menjamin untuk mengaksep wesel yang ditarik asalkan ekportir telah memenuhi semua syarat yang tercantum dalam L/C. Dari 5 macam cara pembayaran yang diuraikan di atas, sistem pembayaran dengan L/C merupakan cara yang paling aman bagi eksportir untuk memperoleh pembayaran hasil penjualan barangnya dari importir, asalkan eksportir tersebut dapat menyerahkan dokumen-dokumen sesuai dengan syarat L/C. Dengan penerbitan L/C ini sebuah bank bertindak sebagai pengganti importir yakni pihak yang memberikan kepercayaan dan kepastian kepada eksportir bahwa pembayaran akan dilakukan oleh bank tersebut sesuai dengan persyaratan L/C. Sebaliknya, pembukaan L/C merupakan jaminan pula bagi importir untuk memperoleh pengapalan barang secara utuh sesuai perjanjian dan dana L/C tidak akan dicairkan tanpa penyerahan dokumen pengapalan yang lengkap. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa L/C adalah satu instrumen perbankan yang sangat penting sebagai sarana untuk penyelesaian masalah utangpiutang dalam perdagangan internasional.
Untuk selanjutnya, penulis membatasi
pembahasan pada transaksi L/C dalam perdagangan ekspor/impor. 42 1). Definisi Letter Of Credit (L/C). Dasar hukum dari Letter of Credit (L/C) adalah Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP 500) tahun 1993. Di dalamnya terdapat satu pasal yang menerangkan pengertian L/C, yaitu : Article 2 Meaning of Credit. 42
Ibid, hal. 71.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
52 For the proporses of these articles, the expressions “Documentary Credit(s)” and “Standby Letter(s) od Credit” (hereinafter referred to as “Credit(s)”), mean any arrangement, however named or described, whereby a bank (the “Inssuing Bank”) acting at the request and on the instructions of a customer (the “Applicant”) or on its own behalf, i. is to make a payment to or to the order of a third party (the “Beneficiary”), or is to accept and pay bills of exchange (Draft(s)) drawn by the beneficiary,or ii. authorises another bank to effect such payment, or to accept and pay such bills of exchange (Draft(s)), or iii. authorises another bank to negotiate, against stipulated document(s), provided that the term and conditions of the credit are complied with. For the proporses of these articles, branches of a bank in different countries are considered another bank. Dari pengertian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pada L/C terdapat unsur-unsur sebagai berikut :43 a. Credit Substitutions. Inssuing Bank mengambil alih tanggung jawab dari pembeli/importir. b. Promise to Pay. Inssuing Bank berjanji untuk membayar kepada penjual/eksportir. c. Terms and Conditions. L/C memuat syarat-syarat jual beli yang telah disetujui pada sales contract. d. Parties/Related Parties.
43
BII, Perdagangan Internasional, Pelatihan Dasar Kredit Berdokumen, 1998.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
53 L/C menyebutkan pihak-pihak yang terkait dalam penerbitan L/C tersebut, misalnya : Applicant, Beneficiary, Issuing Bank, Negotiating Bank, dll. e. Time. L/C harus menyatakan secara jelas jangka waktu berlakunya, yaitu tanggal penerbitannya dan tanggal jatuh temponya.
2). Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Transaksi L/C. Banyak pihak yang terlibat dan menunjang terlaksananya transaksi ekspor/impor, yaitu : .44 a. Pihak Langsung. 1) Pembeli. Disebut juga Applicant/Account Party/Accountee/Importir/Buyer adalah pihak yang memohon pembukaan L/C kepada bank. 2) Penjual. Disebut juga Beneficiary/Party To Be Paid/Exporter/Seller/Shipper adalah pihak kepada siapa L/C diterbitkan/diperuntukkan. Pihak inilah yang harus memenuhi syarat L/C yang diterima dan menyerahkan dokumen-dokumen kepada bank pembayar. 3) Bank Pembuka/Penerbit L/C. Disebut juga Opening Bank/Issuing Bank/Importer’s Bank yaitu bank yang membuka/menerbitkan L/C kepada beneficiery, biasanya melalui perantaraan bank di negara beneficiary. Bank yang akan memeriksa
44
F.S. Sutarno dan Achmad Anwari, Peranan Bank Dalam Transaksi Impor, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984, hal. 14. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
54 dokumen-dokumen untuk memastikan kecocokannya dengan syaratsyarat L/C. Jika diminta, bank ini akan mengatur pembiayaan transaksitransaksi. Bertindak sebagai pihak yang melepaskan dokumen-dokumen L/C kepada pembeli dan meminta pembayaran dari/mendebit rekening pembeli. 4) Bank Penerus L/C. Disebut juga Advising Bank/Seller’s Bank/Foreign Correspondent Bank. Bank
yang
memberitahukan/mengadviskan/meneruskan
L/C
dan
menegaskan kebenaran/otentikasi dari L/C tersebut kepada eksportir tanpa disertai kewajiban lain. Bank ini dapat juga dimungkinkan sebagai paying bank atau confirming bank, bahkan sebagai issuing bank dalam hal berbeda dengan opening bank. 5) Bank Yang Menegaskan/Menjamin Pembayaran L/C. Disebut juga Confirming Bank/Foreign Correspondent Bank. Biasanya advising bank yang bertindak sebagai confirming bank. Sebagai pihak yang menegaskan kepada beneficiary/eksportir bahwa L/C tersebut otentik dan bilamana importir atau opening bank tidak melakukan pembayaran maka bank kedua ini akan membayar. 6) Bank Pembayar. Disebut juga Paying Bank. Bank yang namanya disebutkan dalam L/C sebagai pihak yang melakukan pembayaran kepada beneficiary/eksportir asalkan dokumen-dokumen sesuai dengan syarat-syarat L/C. 7) Bank Yang Menegosiasi.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
55 Disebut juga sebagai Negotiating Bank. Bank yang biasanya namanya tidak disebutkan dalam L/C yang menyetujui untuk membeli wesel (draft)
dari
beneficiary/eksportir.
(Beneficiary/eksportir
dapat
menegosier weselnya kepada bank lain yang berbeda dari paying bank yang tercantum dalam L/C walaupun kekuatan hukum dari bank lain tersebut agak berbeda bilamana kelak ada masalah dipengadilan). Bank yang membayar beneficiary/eksportir dengan segera dan biasanya dengan “resource” (hak regres/dapat meminta ganti pembayaran kembali
bilamana
ada
masalah).
Atas
pembayaran
kepada
beneficiary/eksportir maka negotiating bank selanjutnya meminta pembayaran dari opening bank. 8) Bank Yang Diminta Mengganti Pembayaran (Me-reimburse). Disebut juga Reimbursing Bank, bilamana antar bank eksportir dan bank importir tidak ada hubungan rekening maka untuk penyelesaian pembayarannya
biasanya
ditunjuk
bank
ketiga
yang
disebut
“Reimbursing Bank”. b. Pihak–Pihak Tidak Langsung 45 1) Perusahaan Pelayaran/Perkapalan. Pihak yang menerima barang-barang dagang dari shipper/eksportir/ freight forwarder dan mengatur pengangkutan barang-barang tersebut, yang menerbitkn Bill of Lading ( B/L ) atau surat bukti muat barang. 2) Bea dan Cukai/Pabean.
45
Huala Adolf, 1994, Masalah-Masalah Hukum dalam Perdagangan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 22 Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
56 Bagi importir bertindak sebagai agen dan akan memberikan izin untuk pelepasan barang-barang bilamana dokumen B/L, atau di Indonesia ditambah PIB menunjukkan telah dilakukan pembayaran. Bagi eksportir pihak yang meneliti dokumen serta pembayaran pajak ekspor dan memberikan izin barang untuk dimuat dikapal. 3) Perusahaan Asuransi. Pihak yang mengasuransikan barang-barang nilai yang disyaratkan,
yang dikapalkan sesuai
pihak yang mengeluarkan sertifikat/polis
asuransi untuk menutup resiko yang dikehendaki, yang menyelesaikan tagihan/tuntutan kerugian-kerugian, bila ada. 4) Perusahaan Superintending Untuk menjaga agar importir dilindungi atas kebenaran barang yang diimpor, dapat meminta jasa kepada perusahaan superintending untuk meneliti barang yang diimpor.
Objek penelitian didasarkan atas
permintaan importir, dapat berupa penelitian atas keaslian barang, kelengkapan barang dan lain sebagainya. 46
3). Mekanisme Transaksi Letter of Credit Dalam Perdagangan Impor. Untuk menerangkan bagaimana mekanisme pelaksanaan transaksi L/C dalam perdagangan ekspor/impor, penulis mengambil contoh transaksi impor.
Artinya,
mekanisme dilihat dari sisi importir, dengan demikian proses aplikasi pembuatan L/C
46
Ibid.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
57 yang menjadi kewajiban importir akan terlihat jelas sebagai bagian dari urutan mekanisme pelaksanaan transaksi. Urutan mekanisme pelaksanaan transaksi impor yang menggunakan Letter of Credit sebagai metode pembayaran adalah sebagai berikut : 47 a). Importir dan eksportir menandatangani kontrak jual/beli (sales contract). b). Importir mengajukan aplikasi permohonan pembukaan L/C kepada bank devisa (rangkap tiga). Untuk selanjutnya, bank devisa ini bertindak sebagai bank penerbit L/C yang disebut opening bank/issuing bank.
Selanjutnya, opening bank
mempelajari aplikasi permohonan pembukaan L/C dari importir.
Jika tidak
menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku, maka opening bank menerbitkan L/C yang ditujukan kepada eksportir melalui bank penerus L/C yang ditunjuk oleh eksportir atau disebut juga advising bank atau foreign correspondent bank. c). Importir menerima satu copy surat L/C yang diterbitkan opening bank. d). Advising bank menerima dan mempelajari L/C yang diterbitkan opening bank atas permintaan importir. Jika keaslian L/C dapat dipastikan dan tidak ada syaratsyarat dalam L/C yang melanggar ketentuan hukum yang berlaku di negara mereka, maka selanjutnya advising bank meneruskan L/C kepada eksportir. e). Eksportir menerima L/C dari advising bank. Eksportir harus meneliti apakah isi L/C sesuai dengan sales contract yang telah disetujui sebelumnya. f). Jika tidak ada penyimpangan pada isi L/C, eksportir menyiapkan barang-barang untuk kemudian dikirim ke importir di Indonesia lewat jasa angkutan laut atau udara. Selanjutnya eksportir akan menerima dokumen transportasi berupa bill of lading (dari maskapai laut), air waybill (dari maskapai udara) atau railway 47
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 20. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
58 consignment note (dari perusahaan angkutan kereta api) sebagai bukti bahwa barang telah dikirim. g). Selain itu, importir juga harus mengurus surat lainnya yang diperlukan (misalnya asuransi,dan lain-lain). h). Eksportir mengirim dokumen transportasi dan dokumen-dokumen lainnya yang disyaratkan dalam L/C kepada advising bank. i). Advising bank meneliti kelengkapan seluruh dokumen yang disyaratkan dalam L/C. Jika sudah dapat diyakinkan kelengkapan dan kebenarannya, maka advising bank membayar eksportir sejumlah dana yang tercantum dalam L/C. j). Advising bank mengirimkan semua dokumen asli kepada opening bank. k). Opening bank meneliti kelengkapan seluruh dokumen yang diterima dari advising bank untuk diteruskan kepada importir. l). Opening bank me-reimburse advising bank dengan mengkredit rekening advising bank pada opening bank. m). Importir mengurus proses pembayaran kepada opening bank. n). Importir menghubungi perusahaan angkutan untuk mengurus pengambilan barang. Pada mekanisme transaksi L/C dalam perdagangan impor di atas, diasumsikan bahwa :
48
a. Advising bank atau yang disebut juga Seller’s Bank atau Foreign Correspondent Bank juga bertindak sebagai Confirming Bank, Paying Bank dan Negotiating Bank.
48
Ibid.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
59 b. Antara Opening Bank atau yang disebut juga Issuing Bank atau Importer’s Bank dengan Advising Bank terdapat hubungan rekening sehingga tidak diperlukan lagi adanya Reimbursing Bank. c. Importir adalah nasabah Opening Bank dan Eksportir adalah nasabah Avising Bank.
BAB IV PROSEDUR KEPABEANAN DALAM KEGIATAN EKSPORT IMPORT BARANG DI PELABUHAN BERDASARKAN UU NO. 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN
A. Prosedur Kepabeanan untuk kegiatan Ekspor Barang Dokumen-dokumen yang harus dipersiapkan dalam kegiatan eksport barang, adalah :
49
1). Sale Contract ( Kontrak penjualan ) 2). Commercial invoice ( Faktur Perdagangan ) 3). Letter of Credit ( L/C ) 4). Pemberitahuan Ekspor Barang ( PEB ) 49
Jhon Sinyal, Op.cit, hal. 101.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
60 5). Bill of Lading ( B/L ) / Air Way Bill ( AWB ) 6). Polis Assuransi 7). Packing List 8). Certificate of Origin/ Surat Keterangan Asal ( SKA ) 9). Quality Statement/ Surat Pernyataan Mutu 10). Bill of Exchange / Wessel ekspor for Eksportir Prosedur Ekspor, adalah langkah-langkah yang harus dilakukan oleh eksportir apabila melakukan ekspor. Dalam melakukan ekspor langkah-langkah yang harus dilalui adalah sebagai berikut : 50 1. Korespondensi/Contack person. Eksportir mengadakan korespondensi dengan importir di luar negeri untuk menawarkan dan negosiasi komoditi, dalam hal ini harus dicantumkan jenis barang, kualitas, kuantitas, syaratsyarat pengiriman dll. 2. Pembuatan kontrak dagang Apabila importir menyetujui penawaran yangdiajukan oleh eksportir, maka importir dan eksportir membuat dan menandatangani kontrak dagang dengan dicantumkannya hal-hal yang disepakati bersama. 3. Penerbitan letter of credit ( L/C ) Setelah ditandatangani kontrak dagang maka importir membuka L/C melalui bank koresponden di negaranya dan mengirimkan L/C tersebut ke Bank Devisa yang ditunjuk, kemudian Bank Devisa di negara eksportir kemudian Bank Devisa yang ditunjuk memberitahu diterimanya L/C tersebut kepada eksportir 4. Mempersiapkan Barang ekspor
50
Ibid.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
61 Dengan diterimanya L/C tersbut maka eksportir mempersiapkan barang-barang yang dipesan importir. Keadaan barangbarang yang dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam kontrak dagang dan L/C. 5. Eksportir dapat melakukan sendiri pengiriman barang atau dapat menggunakan jasa perusahaan pengiriman barang ( Perusahaan Freigh forwarder atau perusahaan Expedisi muatan kapal laut ( EMKL ) dengan disertakan dokumendokumen ekspor. 6. Pemeriksaan Bea Cukai Dipelabuhan dilakukan pemeriksaan dokumen dengan barangbarang yang akan diekspor. 7. Surat Keterangan Asal ( SKA). Jika diperlukan Eksportir mengajukan permintaan SKA. Kepada Dinas Perindustrian Perdagangan. 8. Pencairan L/C Apabila barang sudah dikapalkan Eksportir dapat mencairkan L/C ke Bank dengan menyerahkan bukti dokumendokumen. 9. Proses pengiriman barang ke Importir. . 10. Mempersiapkan dokumen barang a). Packing list b). Commercial invoice c). Sertifikat mutu barang / standar mutu 11).Mendaftarkan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
62 Selanjutnya eksportir mendaftarkan Pemberitahuan Ekspor Barang ( PEB) ke Bank Devisa dengan melampirkan surat sanggup bayar apabila ekspornya terkena pajak ekspor. 12). Pemesanan ruang kapal Eksportir memesan ruang kapal ke perusahaan pelayaran samudera atau perusahaan penerbangan. Agar diperhatikan perusahaan angkutan mana yang memberikan jaminan dalam pengiriman. Khusus mengenai PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang), eksportir yang akan mengekspor hasil produksinya atau barang dagangannya harus mengisi formulir PEB. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 1012/KMK.00/1991 tertanggal 26 September 1991, maka telah diterbitkan bentuk PEB baru dan berlaku sejak tanggal 1 Nopember 1991. Ukurannya adalah dalam kertas A4 dibuat rangkap 7 (tujuh) : 51 a). Lembar asli berwarna putih digunakan untuk Bank Devisa. b). Lembar kedua berwarna biru muda untuk Biro Pusat Statistik. c). Lembar ketiga berwarna kuning untuk Bank Indonesia bagian Pengelolaan Data. d). Lembar keempat berwarna merah muda untuk Kantor Wilayah Departemen Perdagangan setempat. e). Tiga lembar copy dari lembar asli, yang ditandatangani oleh eksportir dan diberi cap perusahaan dan diperuntukkan bagi : (1). Satu lembar sebagai lembar kelima untuk BAPEKSTA Keuangan. (2). Satu copy sebagai lembar keenam untuk Direktorat Jenderal Moneter sepanjang barang ekspor dikenakan PE/PET.
51
United Nations, Economic and Social Commission for Asia and the Pacific, INFA Institute, Mancual on Freight Forwarding, Customs Procedures, 1990, hal. 2. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
63 (3). Satu lembar copy sebagai lembar ketujuh untuk Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Apabila diperlukan, eksportir dapat membuat lembar copy tambahan PEB sesuai dengan kebutuhannya. Ekspor barang yang tidak diwajibkan menggunakan PEB adalah :
52
a). barang pindahan. b). barang penumpang (personal effect). c). barang kiriman yang nilainya tidak lebih dari Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah). d). barang kerajinan rakyat, sepanjang barang tersebut bukan merupakan barang dagangan. e). barang-barang lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Selanjutnya eksportir wajib mengisi PEB dengan lengkap dan benar dalam bahasa Indonesia, serta bertanggung jawab atas hal-hal yang diberitahukan dalam PEB, yang diserahkan oleh eksportir atau kuasanya, diteliti kelengkapan dan kebenarannya sebelum diberikan nomor pendaftaran oleh Bank Devisa yang bersangkutan. PEB yang telah mendapat nomor Daftar dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan Dokumen Pemberitahuan Pabean Resmi berdasarkan ketentuanketentuan Ordonansi Bea Stb. 1931 No. 471 beserta lampirannya dan peraturan perundang-undangan lainnya berlaku dalam bidang ekspor. PEB rangkap 7 (tujuh) yang didaftarkan eksportir dan diajukan ke Bank devisa setelah diteliti kebenarannya lalu oleh bank tersebut diserahkan ke eksportir untuk kemudian disampaikan ke Direktorat Bea dan Cukai di pelabuhan muat, untuk mendapatkan tanda tangan dan persetujuan muat sesuai dengan ketentuan 52
Ibid, hal. 3.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
64 sebagaimana
yang
diatur
dalam
Keputusan
Menteri
Keuangan
No.
738/KMK.000/1991. Kecuali lembar untuk arsip Bea dan Cukai, maka PEB dikembalikan pada Bank Devisa oleh :
53
a. Eksportir dalam hal eksportir dengan L/C. b. Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam ekspor tanpa L/C selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan muat. Sedangkan PEB lembar kedua, ketiga, keempat dan tiga lembar copy dari lembar asli disampikan oleh Bank Devisa kepada instansi terkait. Selanjutnya untuk pemeriksaan barang-barang ekspor tidak merupakan masalah pokok bagi pemeriksaan Bea dan Cukai. Pengecualian dari keterangan di atas hanya dapat dilakukan oleh keputusan Dirjen Bea dan Cukai melalui perintah tertulis kepada pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan dalam kasus yang mencurigakan, karena : a. barang itu di bawah pengawasan atau dilarang untuk diekspor. b. barang-barang itu tidak dibebaskan dari pajak ekspor/pajak ekspor tambahan, dimana pajak itu harus dibayar. Untuk barang-barang yang memperoleh pembebasan bea masuk atau bea masuknya dapat ditarik kembali, ditentukan atau tergantung dari hasil pemeriksaan surveyor yang ditunjuk Pemerintah. Dalam hal bea/pajak ekspor atau pajak ekspor tambahan maka pembayarannya dilakukan oleh eksportir pada saat menyerahkannya di Bank Devisa. Prosedur kepabeanan terhadap barang ekspor dapat dilihat dalam Pasal 2A UU No. 17 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa terhadap barang ekspor dapat dikenakan bea keluar. Bea keluar yang dikenakan tersebut bertujuan untuk : 53
Ibid.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
65 a. menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri. b. melindungi kelestarian sumber daya alam. c. mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasaran internasional. d. menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri.
B. Prosedur Kepabeanan untuk kegiatan Impor Barang Dokumen-dokumen yang diperlukan untuk dilengkapi berkaitan dengan kegiatan import barang, adalah :
54
1. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) 2. Dokumen Pelengkap PIB, antara lain :
55
a. Invoice yaitu dokumen untuk memeriksa apakah jumlah tuntutannya sesuai dengan harga faktur tersebut. b. Packing List yaitu untuk mengetahui lebih mendalam tentang perincian barang, ukuran, isi, harga dan lain-lain yang tidak tercantum di dalam faktur. c. Bill of Lading (untuk pengangkutan laut)/Airway Bill(untuk pengangkutan udara) adalah dokumen untuk memudahkan Perusahaan Pelayaran memeriksa apakah barangnya dimuat di atas dek atau tidak serta catatan-catatan lain, karena Bill of Lading merupakan kontrak pengangkutan antara Perusahaan Pelayaran dengan eksportir/importer. d. Asuransi dalam hal ini adalah polis asuransi (insurance policy) sebagai pelengkap atas pembayaran suatu klaim (jika barangnya diasuransikan). 54
Departemen Perdagangan RI, Op.cit, hal. 52. Hasnil Basri Siregar, Kapita Selekta Hukum Laut Dagang, Penerbit Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1993, hal. 22. 55
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
66 Beberapa dokumen lain yang diperlukan dalam kegiatan ekspor impor barang adalah : 1. Pemberitahun Impor Barang (PIB) Pemberitahuan Impor Barang (BC 2.0) adalah pemberitahuan atas barang yang akan diimpor, yang dibuat sendiri oleh pemberitahu berdasarkan dokumen pelengkap pabean yang dimiliki sesuai dengan prinsip self assessment. PIB dibuat berdasarkan format (bentuk dan diisi) yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 101/KM.05/1997 tanggal 10 Maret 1997, yang dibuat dalam ukuran A4 (210 X 297 mm). Format PIB pada dasarnya sebagai berikut : 56 a). Terdiri atas 7 (tujuh) kolom yaitu dari kolom A sampai dengan G. 1). Kolom A berisi informasi tentang Jenis Impor, yang meliputi: (a). Impor untuk dipakai (b). Impor sementara (c). lainnya. b). Kolom B berisi pilihan antara lain: (a). Impor untuk dipakai (b). Impor sementara (c). Re-impor (d). Tempat Penimbunan Berikat c). Kolom C merupakan pilihan Cara Pembayaran: (a). Biasa (b). Berkala (c). Dengan jaminan
56
Ibid.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
67 d). Kolom D:berisi data Pemberitahuan: Pada kolom D ini terdiri atas kolom yang harus diisi secara lengkap dan benar oleh pemberitahu, dimulai dari nomor 1 sampai dengan 24. Data yang tertulis pada D inilah yang sangat menentukan jumlah pungutan negara yang harus dibayar oleh importir, terutama untuk nomor urut 15 sampai dengan 42. e). Kolom E, kolom yang diisi oleh si Pemberitahu yang menyatakan bahwa pemberitahu bertanggung jawab atas kebenaran hal-hal yang diberitahukan dalam dokumen PIB. f). Kolom F, diisi oleh Pejabat Bea dan Cukai, yaitu tentang nomor dan tanggal pendaftaran PIB maksud adalah bahwa PIB yang diisi oleh lengkap oleh pemberitahu berdasarkan dokumen pelengkap pabean yang harus dilampirkan pada PIB tersebut, serta telah dibayar bea masuk dan pungutan negara dalam rangka impor, diajukan kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran. Sejak PIB mendapat nomor dan tanggal pendaftaran inilah PIB resmi menjadi dokumen Pabean yang mempunyai kekuatan hukum sampai dengan jangka waktu tertentu, dimana PIB harus disimpan. g). Kolom G, untuk Pejabat Bea dan Cukai, diisi catatan yang dianggap perlu oleh Pejabat Bea dan Cukai. h). Kolom H, untuk pembayaran / jaminan. Disini terdapat dua pilihan yaitu: a. Pembayaran melalui : Bank Devisa Persepsi dan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. b. Jaminan, berupa: 1. Tunai 2. Bank Garansi 3. Customs Bond 4. Lainnya Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
68 PIB dibuat sendiri oleh pemberitahu, artinya bahwa pengadaan PIB dapat dilakukan oleh pemberitahu, dengan ketentuan bahwa format dan ukuran formulir BC 2.0 sesuai dengan Kep. Mentri Keuangan RI nomor 101/KMK.05/1997 tanggal 10 Maret 1997.
PIB diisi berdasarkan dokumen lengkap pabean, artinya apa yang
tercantum pada PIB pada hakikatnya merupakan manifestasi dari apa yang ada di dalam dokumen pelengkap pabean tersebut. Oleh karena itu, maka benar atau tidaknya isi dokumen pabean akan sangat tergantung pada benar atau tidaknya dokumen pelengkap pabean.
2. Dokumen Pelengkap PIB, antara lain:
57
a. Invoice Invoice adalah suatu dokumen yang penting dalam perdagangan, sebab dengan data dalam invoice ini dapat diketahui berupa jumlah wesel yang akan ditarik, jumlah pembayaran asuransi dan penyelesaian pembayaran lain yang harus dibayar, termasuk bea masuk. Invoice dapat dibedakan dalam : a). Proforma Invoice merupakan penawaran dari penjual kepada calon pembeli atas barang yang dimilikinya. b). Commercial Invoice biasa disebut faktur degang yaitu merupakan nota rincian tentang keterangan barang-barang yang dijual dan harga barang-barang tersebut. c). Consular Invoice adalah invoice yang dikeluarkan oleh instansi resmi, yakni kedutaan (konsulat). b. Packing List
57
Ibid, hal. 55.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
69 Dokumen ini dibuat oleh eksportir yang menerangkan uraian dari barangbarang yang dipak, dibungkus/diikat dalam peti dan sebagainya dan biasanya diperlakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk memudahkan pemeriksaan barang atas isi dari suatu pengepakan. Termasuk dalam uraian barang-barang tersebut adalah jenis bahan pembungkus/pengepakan dan cara
mengepakannya. Dengan adanya
packing list dari setiap peti yang berisikan barang-barang tertentu maka importir atau pemeriksa barang (Pejabat Bea dan Cukai) tidak akan keliru untuk memastikan isinya. Nama dan uraian barang tersebut haruslah sama dengan yang tersebut dalam Commercial Invoice. c. Bill of Lading Adalah dokumen yang menunjukkan adanya suatu kontrak pengangkutan barang antara Shipper sebagai pemilik barang-barang dengan Carrier sebagai pihak yang menyewakan ruangan kapal untuk pengangkutan barang. Air Way Bill adalah kontrak pengangkutan barang antara Shipper dengan Carrier (yang dalam hal ini adalah maskapai penerbangan) dari Bandar udara pemuatan ke tempat tujuan. d. Asuransi Asuransi adalah persetujuan dimana pihak penanggung berjanji akan mengganti kerugian sehubungan dengan kerusakan-kerusakan, kerugian atau kehilangan laba yang diharapkan oleh pihak tertanggung yang diakibatkan oleh suatu kejadian yang tidak disangka. Atas persetujuan atau perjanjian ini, pihak tertanggun harus membayar uang premi kepada penanggung. e. Dokumen lain yang diperlukan Termasuk dalam kelompok ini adalah dokumen pelengkap pabean lain yang diperlukan sehubungan dengan jenis dari PIB tersebut. Jenis PIB bayar mempunyai dokumen pelengkap pabean yang berbeda dengan PIB yang memperoleh keringanan Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
70 pembayaran bea masuk dan pungutan dalam rangka impor. Demikian juga untuk PIB yang memperoleh pembebasan. Perbedaan tersebut terletak pada perlu adanya lampiran berupa surat keputusan dari intansi teknis yang terkait sehubungan dengan fasilitas yang diperoleh importir tersebut. Prosedur umum kepabeanan terhadap barang-barang impor adalah pada saat sebuah kapal niaga tiba dari luar daerah pabean, maka nakhoda atau agennya (atas namanya), diwajibkan untuk menandatangani Pemberitahuan Umum (PU). atas semua muatan yang berada di atas kapalnya termasuk supply yang ada. Daftar itu harus dibuat untuk semua kapal yang berlayar dengan sertifikat Indonesia/termasuk pass tahunan, paling lambat pada hari kedua sesudah kedatangan kapal (Minggu dan hari libur tidak dihitung). Perpanjangan batas waktu dapat diberikan oleh Kepala Bea dan Cukai. Pemberitahuan umum yang dimaksud di atas harus berisi :
58
a. Nama dan bendera kapal, dan nama nakhodanya. b. Negara asal b arang/muatan dan waktu pemuatan dan pemberangkatan kapal. c. Jumlah, jenis dan merek barang, jumlah koli, termasuk berat dan volumenya. d. Banyaknya atau jumlah barang yang tidak dipak, jumlahnya dinyatakan dalam angka dan huruf. e. Semua Cargo Manifest harus dilampirkan pada Pemberitahuan Umum. Barang-barang yang diimpor ke Indonesia harus dilindungi oleh LPS (Laporan Pemeriksaan Surveyor) yang dilakukan oleh PT. Surveyor Indonesia yang ditunjuk oleh Pemerintah di negara-negara pengekspor sebelum barang itu dikapalkan (preshipment inspections). inspections) diberikan pada :
58 59
Pengecualian terhadap peraturan di atas (on arrival 59
Ibid, hal. 4. Ibid, hal. 5.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
71 a. barang-barang yang nilai yang Free on Board (FOB) – nya kurang dari US $ 5000. b. barang-barang bawaan (personal effect). c. barang-barang diplomatik. d. minyak mentah. e. senjata dan barang keperluan militer. Selanjutnya terhadap barang-barang impor ini berdasarkan Pasal 3 UU No. 17 Tahun 2006 dilakukan beberapa pemeriksaan oleh pabean yang meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang yang dilakukan dengan sangat selektif. Selanjutnya barang-barang impor ini dikenakan bea masuk. Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2006 mengatur bahwa barang yang dimasukkan ke dalma daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk.
60
Besarnya bea masuk
yang terutang atas suatu barang impor tergantung pada dua elemen, yaitu prosentase tarif bea masuk dan nilai pabean. Prosentase dari tarif biasa bea masuk untuk masingmasing jenis barang diatur secara terinci dalam Harmanized. System (HS) yang besar kecilnya
disesuaikan
dengan
kepentingan
nasional
dengan
memperhatikan
kesepakatan internasional ( World Trade Organization = WTO) maupun kesepakatan regional (ASEAN, APEC). 1). Klasifikasi Barang. Dalam Pasal 14 UU No.17 Tahun 2006 tentang kepabeanan ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan Sistem Klasifikasi Barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara
sistematis dengan tujuan untuk
mempermudah pentarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik. Sistem klasifikasi barang dipergunakan secara luas pada dewasa ini adalah The 60
Pasal 2 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
72 Internasional Convention on The Hamonized Commodity Desciption and Coding System atau lebih dikenal dengan Harminized System (HS). Selanjutnya Pasal 14 tersebut juga mengatur bahwa untuk penetapan tarif bea masuk dan bea keluar, barang dikelompokkan berdasarkan sistem klassifikasi barang tersebut. 2). Nilai Pabean Nilai Pabean merupakan elemen dasar untuk penghitungan bea masuk. Sistem penetapan nilai pabean dewasa ini telah menggunakan ketentuan The World Trade Organization Valuation Agreement (WTO Valuation Agreement). Secara garis besar UU No. 17 Tahun
2006 mengatur bahwa penetapan nilai pabean
menggunakan enam metode yang diterapkan sesuai hirarki penggunaannya yaitu: Metode 1 : Nilai Pabean yang ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang yang bersangkutan. Metode 2 : Nilai Pabean yang ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang identik Metode 3 : Nilai Pabean yang ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang serupa Metode 4 : Nilai Pabean yang ditetapkan berdasarkan metode deduksi Metode 5 : Nilai Pabean yang ditetapkan berdasarkan metode komputasi Metode 6 : Nilai Pabean yang ditetapkan berdasarkan data yang tersedia di Daerah Pabean Untuk mendapatkan harga impor, dapat dilakukan dengan yaitu :
beberapa cara
61
a). FOB (Free On Board) yaitu harga barang impor yang didasarkan pada harga penyerahan barang di atas kapal ( di pelabuhan muat). 61
Departemen Perdagangan RI, Op.cit, hal. 10.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
73 b). C & F (Coast and Freight) yaitu harga barang impor didasarkan harga barang setelah barang tiba di pelabuhan tujuan. c). CIF (Cost Insurance and Freight) yaitu harga barang impor didasarkan pada harga barang setelah tiba di pelabuhan tujuan ditambah dengan biaya asuransi. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam menghitung Bea Masuk didasarkan pada harga CIF, sehingga rumusnya menjadi :
62
BM = prosentase tarif ( %) X CIF Apabila importir akan mengeluarkan barang impor, dari kawasan pabean dengan tujuan untuk dipakai, maka importir diwajibkan untuk menyerahkan Pemberitahu Pabean dan melunasi Bea Masuk. Pemberitahuan Pabean yang dimaksud adalah PIB (BC.2.0) dengan dokumen pelengkap pabeannya. Cara menghitung Bea Masuk adalah: BM = prosentase tarif ( %) X CIF C = Coast = FOB=harga barang=hal ini dapat dilihat pada invoice I = Insurance=asuransi, hal ini dapat dilihat pada polis asuransi F = Freight (ongkos angkut/muat) oleh karena itu dibutuhkan dokumen Bill of Lading (B/L) untuk barang impor yang diangkut melalui laut atau Air Way Bill (AWB) untuk barang impor yang diangkut melalui udara. Bea masuk dipungut berdasarkan harga barang, dimana harga barang sangat tergantung pada kualitas barang impor. Berkaitan dengan itu maka semakin tinggi kulitas barang semakin tinggi pula harga barang tersebut. Dengan demikian bea masuknya pun akan semakin tinggi pula. Faktor-faktor yang memperngaruhi tinggi rendahnya harga barang antara lain :
62
Departemen Perdagangan RI, Op.cit, hal. 20.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
74 a). Bahan yang dipergunakan b). Cara membuat c). Type barang d). Nomor seri e). Negara asal f). Merek barang g). Dan lain-lain Perbedaan menghitung Bea Masuk berdasarkan Bea Harga dengan Bea Spesifik, sebagai berikut: Bea Harga Keuntungan : a). Jumlah Bea masuk yang harus dibayar sebanding dengan kualitas barang (semakin tinggi kualitas barang, semakin tinggi pula harga/bea masuknya) b). Terasa lebih adil Kerugian : a). Penentuan harga memakan waktu lebih lama b). Memerlukan data lengkap c). Memerlukan SDM dengan kualifikasi khusus Bea Spesifik Keuntungan : a). Bea masuk sama dengan untuk seluruh Indonesia b). Cara menghitung lebih mudah Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
75 c). Tidak memerlukan pegawai dengan pengetahuan yang khusus Kerugian : a). Barang impor berkualitas maupun tidak dikenakan bea masuk yang sama b). Terasa kurang adil Pengangkutan baik untuk barang ekspor maupun barang impor dikenai beberapa kewajiban kepabeanan, seperti yang diatur di dalam UU No. 17 Tahun 2006, antar lain : 63 1). pengangkutan yang sarana pengangkutnya datang dari luar daerah pabean atau dalam daerah pabean yang mengangkut baik barang ekspor maupun barang impor wajib memberitahukan rencana kedatangan sarana pengangkut ke kantor pabean tujuan sebelum kedatangan sarana pengangkut, kecuali sarana pengangkut darat. 2). Pengangkut yang sarana pengangkutnya memasuki daerah pabean wajib mencantumkan barang dalam manifesnya. 3). Pengangkut yang sarana pengangkutnya datang dari luar daerah pabean atau datang dari dalam daerah pabean wajib menyerahkan pemberitahuan pabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukan pembongkaran. 4). Apabila tidak segera dilakukan pembongkaran, kewajiban tersebut dapat dilaksanakan : a). paling lambat 24 (dua puluh empat) jam sejak kedatangna sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut melalui laut. b). paling lambat 8 (delapan) jam sejak kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut melalui udara.
63
Pasal 7 A UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
76 c). pada saat kedatangan sarana pengangkut, untuk sarana pengangkut melalui darat. Kewajiban ini dikecualikan bagi pengangkut yang berlabuh paling lama 24 (dua puluh empat) jam dan tidak melakukan pembongkaran barang. 5). Dalam hal sarana pengangkut
dalam keadaan darurat, pengangkut dapat
membongkar barang impor terlebih dahulu wajib : a). melaporkan
keadaan darurat tersebut ke kantor pabean terdekat pada
kesempatan pertama. b). menyerahkan pemberitahuan pabean paling lambat 72 (tujuh puluh dua) jam sesudah pembongkaran. Apabila pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Selanjutnya khusus untuk pengangkutan barang
impor dari tempat
penimbunan sementara atau tempat penimbuanan berikat dengan tujuan tempat penimbunan sementara atau tempat penimbuanan berikat wajib diberitahukan ke kantor pabean.
64
Pengusaha atau importir yang telah memenuhi kewajiban tersebut
tetapi jumlah barang impor yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak dapat membuktikan kesalahannya tersebut terjadi di luar kemampuannya, wajib membayar bea masuk atas barang impor yang kurang dibongkar dan dikenai sanksi
administrasi berupa denda paling sedikit Rp. 25.
000.000 (dua puluh lima juta) dan paling banyak Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta) rupiah. Sedangkan pengusaha atau importir yang telah memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud di atas, tetapi jumlah barang impor yang dibongkar lebih dari 64
Pasal 8A UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
77 yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta) rupiah. Di dalam Penjelasan UU No. 17 Tahun 2006 dinyatakan bahwa ketentuan meengenai kewajiban bagi pengangkut untuk memberitahukan rencana kedatangan sarana pengangkutnya sebelum sarana pengangkut tiba di kawasan pabean, baik terhadap sarana pengangkut yang melakukan kegiatannya secara reguler (liner) maupun sarana pengangkut
yang tidak secara teratur berada di kawasan pabean
(tramper). Hal ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan pengawasan pabean atas barang ekspor dan impor. Yang dimaksud dengan saat kedatangan sarana pengangkut, yaitu :
65
a). saat lego jangkar di perairan pelabuhan untuk sarana pengangkutan melalui laut. b). saat mendarat di landasan bandar udara untuk sarana pengangkut melalui udara. Pemberitahuan pabean ini adalah informasi mengenai semua barang niaga yang diangkut dengan sarana pengangkut, baik barang impor, barang ekspor, maupun barang asal daerah pabean yang diangkut ke tempat lain dalam daerah pabean melalui luar daerah pabean. Pada dasarnya barang impor/ekspor hanya dapat dibongkar setelah diajukan pemberitahuan pabean tentang kedatangan sarana pengangkut. Akan tetapi, jika sarana pengangkut mengalami keadaan darurat seperti mengalami kebakaran, kerusakan mesin yang tidak dapat diperbaiki, terjebak dalam cuaca buruk, atau hal lain yang terjadi di luar kemampuan manusia dapat diadakan pengecualian dengn
65
Penjelasan Pasal 7A ayat (1) UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
78 melakukan pembongkaran tanpa memberitahukan terlebih dahulu tentang kedatangan sarana pengangkut. Berdasarkan Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2006 diatur bahwa pemenuhan segala kewajiban pabean hanya dilakukan di kantor pabean. Karena secara kondisi geografis negara RI yang
demikian luas dan merupakan daerah
kepulauan, maka tidak mungkin menempatkan pejabat bea dan cukai di sepanjang pantai untuk menjaga agar semua barnag yang dimasukkan ke atau yang dikeluarkan dari daerah pabean memnuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, ditetapkan bahwa pemenuhan kewajiban pabean hanya dapat dilakukan di kantor pabean, maksudnya yaitu jika kedapatan barang dibongkar atau dimuat di suatu tempat yang tidak ditunjuk sebagai kantor pabean berarti terjadi pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang kepabeanan. Dengan demikian, pengawasan lebih mudah dilakukan, sebab tempat untuk memenuhi kewajiban pabean seperti
penyerahan pemberitahuan
pabean atau
pelunasan bea masuk telah dibatasi
dengan penunjukan kantor pabean yang
disesuaikan dengan kebutuhan perdagangan. Pemenuhan kewajiban pabean di tempat selain di kantor pabean dapat diizinkan dengan pemenuhan persyaratan tertentu yang akan
ditetapkan oleh Menteri, sesuai dengan kepentingan perdagangan
dan
perekonomian, atau apabila dengan cara tersebut kewajiban pabean dapat dipenuhi dengan lebih mudah, aman dan murah. Sehingga, pemberian kemudahan berupa pemenuhan kewajiban pabean di tempat selain di kantor pabean tersebut hanya bersifat sementara. 66
66
Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional, Cetakan I, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 57.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
79 Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran arus lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, undangundang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean. Penunjukkan pos pengawasan pabean dimaksud untuk tempat pejabat bea dan cukai melakukan pengawasan. Pos tersebut merupakan bagian dari kantor pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi kewajiban pabean.
C. Hal-hal yang menjadi Hambatan dan Penanggulangan dalam Peningkatan Kegiatan Ekspor Impor Barang di Pelabuhan Fungsi Pelabuhan yang stategis memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung dan memantapkan pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sekarang ini, khususnya dalam upaya meningkatkan kegiatan ekspor impor barang. Pelabuhan laut merupakan salah satu mata rantai di sub sektor pelabuhan laut yang telah berperan bukan saja sebagai prasarana dan sarana untuk memperlancar arus lalu lintas kapal, barang, hewan dan penumpang baik antar pulau maupun ke luar negeri tetapi juga berperan untuk memajukan pertumbuhan perekonomian Indonesia (Gate way Port). Seperti yang ditegaskan dalam UU tentang Pelayaran; Pelabuhan adalah suatu lingkungan kerja yang dilengkapi dengan berlabuh dan bertambat kapal-kapal untuk terselenggaranya bongkar atau muat barang serta turun naik penumpang dari suatu moda tranportasi laut ke moda transportasi lainnya atau sebaliknya.
67
67
Pasal 26 UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
80 Masalah biaya ekonomi di pelabuhan-pelabuhan Indonesia perlu dicari solusinya, yang disebabkan faktor-faktor, sebagai berikut: 68 a. Produktivitas dan kualitas tenaga kerja relatif rendah. Bila dihitung biaya per kepala tampaknya murah, tetapi dilihat dari sisi output perkepala, maka biayanya akan tinggi sehingga secara total biaya relatif mahal; b.
Struktur industri dan teknis produksi yang tidak efisien dan rapuh;
c. Struktur dan prosedur birokrasi yang sering menimbulkan biaya tambahan karena adanya penyogokan; d. Sistim transportasi dan jalur distribusi laut dan darat yang lamban dan kurang memadai, dan lemahnya sistim integrasi antarmodal dari hampir semua jenis angkutan dan distribusi sehingga mengganggu ketetapan waktu penyampaian barang dan efisiensi barang; e. Mekanisme keterkaitan industri hulu (substitusi impor) dan hilir (ekspor) yang tidak efisien; f. Banyaknya industri yang terkait, dengan monopoli, oligopoly dan konsentrasi rasio yang tinggi pada kelompok tertentu serta kolusi yang samar-samar yang mengkonsentrasikan diri pada pasar domestik; g. Krisis moneter yang terlalu peka dan labil; h. Ketergantungan terhadap kandungan impor yang tinggi dari industri hulu dan industri strategis; i.
Kawasan Berikat Nusantara (KBN) yang sarat dengan biaya-biaya tambahan dan birokratis;
j.
Proteksi yang berlebihan dan berkepanjangan pada industri hulu;
68
Ibid.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
81 k. Kesalahan struktural dalam kebijakan pemerintah, serta kurangnya kemampuan dalam bidang rekayasa dan rancang bangun; Berikut ini akan dilihat beberapa hal yang berkaitan dengan kendala-kendala yang terjadi di pelabuhan, yaitu :
69
1. Tata niaga perdagangan dan jasa dalam negeri yang berlingkar pada kelompok tertentu. Dalam
memberi pelayanan jasa kepada
masyarakat
pengguna
jasa
kepelabuhanan, dihadapkan pada beberapa kendala yang sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran pelayanannya. Adapun masalah-masalah yang dihadapi antara lain :
70
a. Rendahnya produktivitas dan Daya Saing, hal ini disebabkan; 1). Fasilitas sebagai prasarana untuk melaksanakan kegiatan di pelabuhan; 2). Terbatasnya sarana alat bongkar muat dan peralatan pendukung kegiatan– kegiatan di pelabuhan; 3). Sumber Daya Manusia kurang; (a) Kesiapan TKBM dan PBM belum memadai dalam menggunakan peralatan bongkar muat; (b) Kinerja Pihak pengelola jasa pelabuhan dari segi instansi pemerintahan dan Pelindo; b. Peraturan sebagai pendukung pelaksana kegiatan pelabuhan tidak kondusif; c. Pihak-pihak pelaksana Fungsi Pelabuhan;
69
Herry Gianto, Pengoperasian Pelabuhan, Pelabuhan…….., Op.cit, hal. 60. Suyono R.P., Pengangkutan Intermodal Eksport Import Melalui Laut, Edisi ke-2, Cetakan I, Penerbit PPM, Jakarta, 2003, hal.19. 70
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
82 d. Budaya atau kebiasaan-kebiasaan perilaku buruk yang dilakukan oleh pihak penyelenggara kegiatan fungsi pelabuhan. Tidak disiplinnya pengguna jasa pelabuhan. Kadangkala pengguna jasa tidak mau memahami sistim dan prosedur yang berlaku. Sebenarnya semua importir baik produsen maupun umum dapat mengurus sendiri dokumennya tanpa melalui jalurjalur yang tidak resmi yang selama ini terjadi di dalam prakteknya; 2. Faktor penduduk atau masyarakat setempat yang tidak taat terhadap peraturan yang berlaku dan sering melakukan penyimpangan-penyimpangan yang dapat menghambat kelancaran-kelancaran proses pemeriksaan di lapangan; 3. Faktor geograpis daerah pabean di pelabuhan yang kurang pengawasan dari intansiinstansi pengamanan yang seharusnya lebih cermat dan jeli untuk melihat penyimpangan-penyimpangan seperti penyelundupan-penyelundupan barang yang sering terjadi dan marak akhir-akhir ini; 4. Tata kerja pegawai pabean yang tidak tahan uji, dan kurang selektif dalam mengantisipasi
penyelundupan-penyelundupan
maupun
penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi di pelabuhan; 5.
Peraturan
yang
tegas
dan
jelas
diperlukan
untuk
menindak
pelaku
penyelundupanpenyelundupan maupun penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di pelabuhan. 6. Upaya-upaya yang dilakukan pihak Bea Cukai agar barang-barang tidak tertimbun di pelabuhan adalah melakukan penimbunan barang tidak di lokasi pelabuhan namun di lokasi importir atas barang-barang tertentu misalnya saja sembako, karena lokasi penimbunan di pelabuhan tidak memadai dan dapat menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
83 Jadi walaupun
belum diperiksa dokumennya,
namun
barang
dapat
dikeluarkan, tapi disegel dan akan diperiksa di gudang importir yang mana petugas Bea dan Cukai sudah siaga disana untuk mngawasi pembongkaran barang. Selama barang masih dalam pengawasan Bea dan Cukai tidak dapat diperdagangkan atau diproduksi. Untuk ekspor barang Bea dan Cukai memberi kemudahan, yang saat ini pelaksanaan EDI juga dilakukan dengan penyesuaian sebelumnya melalui sistim disket atau manual. Untuk memajukan investasi suatu perusahaan diberi insentif oleh Pemerintah, diberi fasilitas pembebasan atau pengembalian bea masuk atas barang impor di mana tujuan barangnya diekspor. Pihak Bea dan Cukai juga mengantisipasi pegawaipegawainya agar tidak melakukan kerjasama dengan pihak pengguna jasa untuk melakukan penyimpanganpenyimpangan, antara lain dengan memberikan insentifinsentif dan ada pajak yang dikenakan pada para pengguna jasa yaitu pengenaan custom fee yaitu penerimaan negara bukan pajak, yang diharapkan kembali kepada pegawai pajak untuk kesejahteraan dan upaya antisipasi pihak bea dan cukai agar para pegawainya tidak melakukan penyimpangan. 71 Berikut ini akan dilihat beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai solusi untuk meningkatkan kinerja di pelabuhan dalam rangka meningkatkan kegiatan ekspor impor, yaitu :
72
1. Pembagian Kerja Para Pihak Pelaksana Kegiatan di Pelabuhan Untuk dapat tercapainya kesamaan pengertian dan penerapan terhadap formulaformula indikator performansi atau kinerja pelabuhan diperlukan tahapan 71
Arifuddin, 1997, Praktek Pengangkutan Multimoda dan Pengangkutan Intersuler di Indonesia, disampaikan pada Seminar Nasional tentang Kesiapan Hukum Nasional dalam Menghadapi Perkembangan Pengangkutan Multimoda, BPHN, Depkeh, Jakarta, hal. 5. 72 Elfrida Gultom, Bea Cukai Sebagai Akselator Pelabuhan Untuk Meningkatkan Devisa Negara, diakses dari situs : http//www.legalitas.org, tanggal 5 Maret 2008. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
84 pelatihan atau penyuluhan terhadap semua petugas operasional, secara konsisten dan berkesinambungan. Untuk tercapainya prestasi yang diinginkan, maka terhadap semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan kepelabuhanan perlu ditentukan besarnya tolok ukur kinerja pelabuhan yang menjadi tanggung jawabnya, sebagai indikasi baik dan buruknya prestasi kerja dari masing-masing pihak yang terlibat sebagaimana yang di sebut diatas. Mengingat banyaknya pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan kepelabuhanan pada dasarnya mempunyai tanggung jawab kinerja sendiri-sendiri, sebaiknya tolok ukur ini disepakati bersama, agar semua pihak yang benar-benar terkait dapat mencapai apa yang telah disepakati bersama. Adapun dimensi waktu dari masing-masing tolok ukur kinerja pelabuhan yang perlu disepakati tersebut, bisa dalam bentuk setiap aktivitas, rata-rata hari, minggu, dan sebagainya. Data dan informasi yang akurat melalui bantuan komputerisasi diperlukan mengingat lancarnya barang melebihi kelancaran informasi komputer karena data yang tidak akurat. Tanpa kejelasan siapa yang bertanggung jawab untuk melaksanakan fungsi pengendalian atas penerapan tolok ukur kinerja pelabuhan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka sulit untuk dapat tercapainya kinerja pelabuhan secara keseluruhan yang membaik dari waktu ke waktu. Sebaliknya, pihak yang diberikan tanggung jawab untuk melaksanakan pengendalian harus secara aktif melaksanakan pengawasan atas semua kegiatan operasional di lapangan setiap saat.
2. Pelaksanaan Good Corporate Governance Terhadap Fungsi Pemerintahan dan Fungsi Pengusahaan dalam Mengelola Pelabuhan Birokrasi pada awalnya dibuat untuk mempermudah urusan dan bukan menghambat, namun apa yang terjadi jika birokrasi justru berputar-putar tanpa Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
85 kendali dan profesionalisme tidak dijadikan indikator utama untuk melihat efisiensi dan efektivitas suatu organisasi.
73
Hal inilah yang merupakan fakta yang menjadi kendala majunya pelabuhanpelabuhan Indonesia, terlalu banyaknya meja yang harus dilalui untuk bersandarnya kapal dan melakukan kegiatan bongkar muat dan lain sebagainya, padahal yang sangat diperlukan oleh suatu kapal terhadap kinerja suatu pelabuhan adalah efektif dan efisiensi. Namun yang menjadi hambatan bukan saja dari segi fasilitas, sumber daya manusia yang tidak optimal dari hampir di seluruh pelabuhan Indonesia yang mempunyai masalah yang sama, ketidakoptimalan kinerja juga dipicu oleh birokrasi yang berlarutlarut dari segi pelayanan baik oleh fungsi pemerintahan yang terdiri dari beberapa instansi terkait dan fungsi usaha yang dikelola oleh BUMN dalam hal ini PT. Pelindo. Sehingga untuk menikmati suatu pelayanan yang baik dari pelabuhan Indonesia adalah sesuatu yang mahal dan menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Hal ini karena begitu melekatnya birokrasi yang menyebabkan tumbuhnya praktek KKN yaitu Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di tubuh instansi penyelenggara kegiatan fungsi kepelabuhanan di Indonesia. Birokrasi di badan pelabuhan dilakukan oleh instansi pemerintahan maupun pengusaha jasa pelabuhan sendiri, seperti misalnya keluhan dari GINSI (Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia) yang menghimbau pemerintah untuk memangkas sejumlah departemen teknis yang menangani impor di pelabuhan, dan meminta agar Ditjen Bea dan Cukai saja yang menangani agar lebih efektif dan optimal dalam menjalankan pengawasannya. Akibat dari semua itu adalah beban yang harus ditanggung kalangan importir yang mencapai 10 % dari nilai impor. Pungutan 73
Ibid.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
86 itu diluar yang telah diatur seperti bea masuk, dan PPh. Karena nilai impor Indonesia sudah mencapai US$ 35 miliar, maka pemborosan akibat pungutan tersebut sedikitnya US$ 3,5 miliar per tahun, yang kemudian ditanggung konsumen dalam negeri melalui harga produk impor yang tinggi.
74
Selain itu untuk impor mesin bekas misalnya, yang telah disertifikasi oleh surveyor di negara asalnya tapi tetap harus mengajukan izin lagi di dalam negeri, yang secara teknis, tidak perlu lagi karena telah diperiksa oleh surveyor negara asalnya. Berbelit-belitnya izin di Departemen Kesehatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan untuk melakukan impor aneka obat-obatan dan produk kesehatan. Contohnya impor alat suntik, yang jelas-jelas sudah diatur berbagai persyaratannya di BC, tapi masih juga harus mengajukan izin ke BPOM dan Depkes, padahal barang yang diimpor spesifikasinya sama. Hal ini sangat merugikan negara dan citra pelabuhan Indonesia, perlu segera disikapi dengan memberikan hukuman atas pelanggaran yang tidak seharusnya menurut peraturan karena merugikan pihak pengguna jasa pelabuhan, dan hal inipun dialami oleh pihak-pihak kapal asing yang akan masuk untuk bersandar di pelabuhan Indonesia, dimana apabila tidak membayar upeti atau biaya lebih, akan dipersulit dan menghadapi beberapa meja pegawai untuk dapat dengan waktu tepat sandar dan melakukan kegiatannya di pelabuhan, dan tentu saja pihak kapal menyetujui aksi para aparat ini, karena bila tidak akan banyak merugikan. Bukan uang yang dipermasalahkan tapi mengapa keadaan pelabuhan di Indonesia demikian. 75
74 75
“Pangkas Departemen di Pelabuhan”, Bisnis Indonesia, Rabu, 3 November 2004, hal.6. MS, Subagya, 1994, Manajemen Logistik, Haji Masagung, Cetakan Keempat, Jakarta, hal.
91. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
87 Apabila dibandingkan dengan kinerja dari pelabuhan-pelabuhan negara tetangga, misalnya saja Singapura dan Malaysia, yang sangat efektif dan efisien dalam melayani kapal sebagai pelanggannya, bila pelayanan kapal memerlukan waktu hanya satu jam maka di Indonesia bisa memakan waktu 1 sampai 2 hari, dapat dibayangkan berapa biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh kapal yang akan bersandar di pelabuhan Indonesia daripada bersandar di pelabuhan negara tetangga tersebut. Penerapan hukum dan sanksi yang berat yaitu pengeluaran aparat yang melanggar harus diwujudkan untuk penertiban dan menjaga citra pelabuhan Indonesia dimata internasional. Seluruh departemen teknis yang berhubungan dan berkaitan dengan setiap kegiatan di pelabuhan lebih baik berkoordinasi, dengan demikian pihak pengguna jasa kepelabuhanan dapat menjalankan kegiatan bisnisnya tanpa harus dibebani birokrasi yang berbelit-belit dan melelahkan apabila tidak memberikan uang tip bagi aparat yang melayani jasa kepelabuhanan. Sehingga efisiensi dapat tercipta, dan harga-harga barang dapat dijual di pasaran dengan murah. Mekanisme administratif dan fisik hendaknya dilakukan melalui pengawasan yang optimal dari masing-masing departemen. Salah satu harapan untuk memperbaiki perekonomian Indonesia adalah meningkatkan pelayanan kinerja pihak terkait penyelenggara kegiatan pelabuhan, yaitu fungsi pemerintahan dan fungsi usaha. Proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and services disebut governance (pemerintahan atau kepemerintahan), sedang praktek terbaiknya disebut good governance (kepemerintahan yang baik). Agar Good Governance menjadi kenyataan dan sukses, dibutuhkan komitmen dari semua pihak, pemerintah dan masyarakat. Good Governance yang efektif menuntut
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
88 adanya koordinasi yang baik dan integritas, profesionalisme serta etos kerja dan moral yang tinggi. Dengan
demikian
penerapan
konsep
Good
Governance
dalam
penyelenggaraan kekuasaan pemerintah negara merupakan tantangan tersendiri. 76
Belum dikelolanya sektor pelabuhan secara maksimal antara lain disebabkan karena
tidak adanya pengelolaan tata laksana dan kepemerintahan yang baik yang sebenarnya merupakan cermin dan manifestasi dari aturan hukum, aturan main, dan etika. Kondisi semacam ini dikatakan sebagai ketiadaan Good Governance. 77
3. Hukum Progresif Sebagai Sarana Refungsionalisasi Pelabuhan Saat ini dunia menuju perdagangan bebas, efisiensi dan daya saing menjadi topik utama, siapa yang bisa berkompetitif dapat tetap bertahan. Menoleh pada fungsi pelabuhan Indonesia, banyak yang harus ditata, dan hukum yang dapat ditegakkan di tengah-tengah pelaksanaan fungsi pelabuhan diharapkan dapat
memberikan
pemecahan dan menata kembali fungsi pelabuhan Indonesia yang baik sehingga mempunyai nilai positif dalam pengembangan fungsi kepelabuhanan Indonesia. Hukum Progresif digunakan untuk membahas dan menganalisis apa yang menjadi faktor penghambat di pelabuhan dan bagaimana mengatasinya. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa permasalahan pokok kepelabuhanan adalah kurang optimalnya peralatan penunjang kegiatan kepelabuhanan; tidak sinergis dan kondusifnya pembagian tugas dan wewenang antara pelaksana fungsi pemerintahan dan fungsi pengusahaan di pelabuhan sehingga berdampak pada tanggung jawab dari masing-masing pihak. 76
Ibid. Susilo Bambang Yodhoyono, Revitalisasi Ekonomi Indonesia: Bisnis, Politik dan Good Governance, Brighten Press, Jakarta, 2004, hal:17 77
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
89 Di samping itu permasalahan yang sangat penting adalah perilaku dari pihakpihak terkait dalam pelaksanaan kegiatan fungsi kepelabuhanan, yaitu adanya perilaku yang menyimpang dengan melakukan pungutan bersifat tidak resmi bagi para pengguna jasa kepelabuhanan dan terjadi kebocoran-kebocoran di tubuh lembaga pengusahaan jasa kepelabuhanan yaitu korupsi dana sehingga menyebabkan kerugian bagi negara. Keadaan ini menyebabkan tidak kondusifnya kegiatan di pelabuhan dan tidak tercapainya tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan memakmurkan rakyat Indonesia. 78 Apabila
dicerna
lebih
mendalam,
pelaksana
dari
kegiatan
fungsi
kepelabuhanan adalah manusia, aparat penegakan hukum di pelabuhan adalah manusia. Oleh karena itu digunakanlah teori Hukum Progresif dari Satjipto Rahardjo untuk menganalisis permasalahan di pelabuhan. Diharapkan Refungsionalisasi pelabuhan dapat diperbaiki melalui pendekatan hukum Progresif. 79 Permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam kegiatan kepelabuhanan di Indonesia dianalisis dengan melihat kembali pada ide hukum Progresif yang digunakan sebagai pisau untuk menganalisis suatu masalah di pelabuhan dalam rangka reformasi pelabuhan, dimana hukum akan didayagunakan. Konsep hukum menurut hukum Progresif adalah tidak ditekankan hanya pada peraturan-peraturan saja tetapi lebih kepada tingkah laku. Dihubungkan dengan kegiatan kepelabuhanan, jelas tidak hanya menganalisis peraturan-peraturan positif dalam pelaksanaan kegiatan kepelabuhanan tetapi juga kepada perilaku (behaviour) dari para pihak pelaksana kegiatan kepelabuhanan dan pihak-pihak berkepentingan yang terkait.
78 79
Departemen Perdagangan RI, Op.cit, hal. 22. Ibid.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
90 Sejarah timbulnya ide hukum progresif adalah berdasar pengamatan yang dilakukan terhadap bagaimana penggunaan atau fungsi hukum di Indonesia sangat buruk
performancenya.
Sehingga,
apabila
dibingkaikan
pada
permasalahan
kepelabuhanan Indonesia sangat pas. Kebocoran-kebocoran di pelabuhan Indonesia, kemerosotankemerosotan di pelabuhan banyak diakibatkan oleh pihak pelaksana kegiatan kepelabuhanan itu sendiri, yaitu pelaksana fungsi pemerintahan dan fungsi pengusahaan serta pemakai jasa kepelabuhanan, seperti terjadinya korupsi di PT (Persero) Pelabuhan Indonesia, terjadinya pungutan tidak resmi. Kesemuanya itu dilakukan oleh para pihak penyelenggara kegiatan kepelabuhanan, padahal seharusnya justru ditangan para pihak tersebutlah kinerja kepelabuhanan harus ditingkatkan bukan malah menurun. Padahal terdapat lembaga-lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, untuk mengadili perbuatan pihak-pihak yang menyelewengkan dana negara, tapi tidak berjalan. Mengapa, karena yang ditekankan dalam pelaksanaannya selalu kepada peraturan itu sendiri bukan ditekankan kepada insan manusianya yang sebagai pelaksana. Jadi hal yang sangat penting yang ditekankan oleh hukum progresif adalah lebih kepada perilakuperilaku
manusia yang ditugasi untuk
melaksanakan
enforcement. Ide hukum Progresif yang penting adalah bahwa paradigma harus berubah bahwa hukum itu adalah untuk manusia bukan manusia untuk hukum, sehingga ada keterkaitan dengan perilaku manusia. Jadi yang bisa merealisasikan paradigma bahwa hukum adalah untuk manusia, terutama perilaku-perilaku manusia di lapangan, karena pihak-pihak tersebut yang bertugas menegakkan hukum. Jadi tidak bisa menyalahkan peraturan-peraturan positif saja, karena harus bersandar pada perilaku manusia itu sendiri, karena manusia yang melaksanakan hukum. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
91 Faktor penekanan manusia dalam penegakan hukum sangat penting sehingga harus dijiwai oleh semangat empati, kejujuran yang pada akhirnya bermuara kepada perilaku manusia itu sendiri, inilah yang menjadi garis besar ide dari hukum progresif. Seperti dalam kegiatan kepelabuhanan, semuanya dijalankan oleh manusia, dan hukum Progresif memberikan ruang kepada faktor manusia. Hukum Progresif ingin memasukkan perilaku sebagai unsur penting dalam hukum dan lebih khusus lagi dalam penegakan hukum, dalam hal ini penerapan hukum di setiap kegiatan kepelabuhanan. Apabila hukum itu bertumpu pada peraturan dan perilaku, maka hukum Progresif lebih menempatkan faktor perilaku di atas peraturan. Dengan demikian faktor dan kontribusi manusia dianggap lebih menentukan daripada peraturan yang ada. Faktor manusia ini adalah symbol daripada unsur-unsur greget (compassion, empathy, sincerety, edication, commitment, dare dan determination). Refungsionalisasi kepelabuhanan dilakukan dengan menerapkan ide hukum Progresif, yaitu menekankan segi perilaku manusia pelaksana kegiatan kepelabuhanan itu sendiri yang justru menjadi salah satu penyebab kemerosotan pelayanan jasa kepelabuhanan, dan penyebab biaya tinggi di pelabuhan karena menerapkan hal yang menyimpang dari peraturan yang ada yaitu mengenakan pungutan tidak tidak resmi kepada para pengguna jasa kepelabuhanan. Penerapan hukum Progresif dalam kegiatan kepelabuhanan sangat membantu untuk menegakkan hukum, melalui para pelaksana kegiatan kepelabuhanan dan para pengguna jasa kepelabuhanan itu sendiri. Melalui pihak-pihak inilah refungsionalisasi pelabuhan sangat diharapkan dapat ditegakkan. Diharapkan dengan Progresivisme dapat menekan permasalahan-permasalahan yang selama ini terjadi di pelabuhan.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dikemukakan di dalam skripsi ini, adalah : 1. Prosedur Ekspor dan Impor barang di Pabean berdasarkan UU No. 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan : 1). Melengkapi dokumen-dokumen ekspor impor, seperti Dokumen Utama, yiatu dokumen Pengangkutan, yaitu : Bill Of Lading, Airway Bill, Railway Consignment Note, Invoice/Faktur, Dokumen Asuransi dan Dokumen tambahan, seperti : Draft/Bill of Exchange (Wesel), Packing List., Certificate of Origin, Certificate of Inspection,Certificate of Quality, Manufacturer’s Quality
Certificate,
Certificate
of
Analysis,
Weight
Certificate
(Note/List),Measurement List, Sanitary, Health dan Veterinary Certificate. 2). Pemberitahuan Umum terhadap barang masuk dan barang ke luar kepada Dirjen Bea dan Cukai. 3). Pemeriksaan barang-barang termasuk klassifikasi barang dilakukan Dirjen Bea dan Cukai. Instansi-instansi yang terkait dalam pengawasan dan Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
93 pemeriksaan bea dan cukai terhadap barang-barang adalah : Polisi Airud, GAMAT (Penjagaan dan Penyelamatan), Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3), Kantor Kesehatan Pelabuhan, Kantor Imigrasi, Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan. 4). Pembayaran Bea dan Cukai
2. Hal-hal yang menjadi hambatan dan upaya penanggulangannya dalam rangka meningkatkan kegiatan ekpor impor di Indonesia, adalah masalah biaya ekonomi di pelabuhan-pelabuhan Indonesia perlu dicari solusinya, yang disebabkan faktorfaktor, sebagai berikut: a). Produktivitas dan kualitas tenaga kerja relatif rendah. Bila dihitung biaya per kepala tampaknya murah, tetapi dilihat dari sisi output perkepala, maka biayanya akan tinggi sehingga secara total biaya relatif mahal; b). Struktur industri dan teknis produksi yang tidak efisien dan rapuh; c). Struktur dan prosedur birokrasi yang sering menimbulkan biaya tambahan karena adanya penyogokan; d). Sistim transportasi dan jalur distribusi laut dan darat yang lamban dan kurang memadai, dan lemahnya sistim integrasi antarmodal dari hampir semua jenis angkutan dan distribusi sehingga mengganggu ketetapan waktu penyampaian barang dan efisiensi barang; e). Mekanisme keterkaitan industri hulu (substitusi impor) dan hilir (ekspor) yang tidak efisien; f). Banyaknya industri yang terkait, dengan monopoli, oligopoly dan konsentrasi rasio yang tinggi pada kelompok tertentu serta kolusi yang samar-samar yang mengkonsentrasikan diri pada pasar domestik; Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
94 g). Krisis moneter yang terlalu peka dan labil; h). Ketergantungan terhadap kandungan impor yang tinggi dari industri hulu dan industri strategis; i). Kawasan Berikat Nusantara (KBN) yang sarat dengan biaya-biaya tambahan dan birokratis; j). Proteksi yang berlebihan dan berkepanjangan pada industri hulu; k). Kesalahan
struktural
dalam
kebijakan
pemerintah,
serta
kurangnya
kemampuan dalam bidang rekayasa dan rancang bangun; Beberapa hal yang berkaitan dengan kendala-kendala yang terjadi di pelabuhan, yaitu : 1).
Tata niaga perdagangan dan jasa dalam negeri yang berlingkar pada kelompok tertentu. Dalam memberi pelayanan jasa kepada masyarakat pengguna jasa kepelabuhanan, dihadapkan pada beberapa kendala yang sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran pelayanannya. Adapun masalah-masalah yang dihadapi antara lain : a). Rendahnya produktivitas dan Daya Saing, hal ini disebabkan oleh fasilitas sebagai prasarana untuk melaksanakan kegiatan di pelabuhan, terbatasnya sarana alat bongkar muat dan peralatan pendukung kegiatan– kegiatan di pelabuhan dan Sumber Daya Manusia yang kurang terutama dalam hal kesiapan TKBM dan PBM belum memadai dalam menggunakan peralatan bongkar muat dan kinerja Pihak pengelola jasa pelabuhan dari segi instansi pemerintahan dan Pelindo; b). Peraturan sebagai pendukung pelaksana kegiatan pelabuhan tidak kondusif; c). Pihak-pihak pelaksana Fungsi Pelabuhan;
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
95 d). Budaya atau kebiasaan-kebiasaan perilaku buruk yang dilakukan oleh pihak penyelenggara kegiatan fungsi pelabuhan. Tidak disiplinnya pengguna jasa pelabuhan. Kadangkala pengguna jasa tidak mau memahami sistim dan prosedur yang berlaku. Sebenarnya semua importir baik produsen maupun umum dapat mengurus sendiri dokumennya tanpa melalui jalurjalur yang tidak resmi yang selama ini terjadi di dalam prakteknya; 2)
Faktor penduduk atau masyarakat setempat yang tidak taat terhadap peraturan yang berlaku dan sering melakukan penyimpangan-penyimpangan yang dapat menghambat kelancaran-kelancaran proses pemeriksaan di lapangan;
3).
Faktor geograpis daerah pabean di pelabuhan yang kurang pengawasan dari intansiinstansi pengamanan yang seharusnya lebih cermat dan jeli untuk melihat
penyimpangan-penyimpangan
seperti
penyelundupan-
penyelundupan barang yang sering terjadi dan marak akhir-akhir ini; 4).
Tata kerja pegawai pabean yang tidak tahan uji, dan kurang selektif dalam mengantisipasi penyelundupan-penyelundupan maupun penyimpanganpenyimpangan yang terjadi di pelabuhan;
5). Peraturan yang tegas dan jelas diperlukan untuk menindak pelaku penyelundupanpenyelundupan maupun penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di pelabuhan. Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai solusi untuk meningkatkan kinerja di pelabuhan dalam rangka meningkatkan kegiatan ekspor impor, yaitu : 1) Pembagian Kerja Para Pihak Pelaksana Kegiatan di Pelabuhan, seperti agar barang-barang tidak tertimbun di pelabuhan bea cukai dapat melakukan Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
96 penimbunan barang tidak di lokasi pelabuhan namun di lokasi importir atas barang-barang tertentu misalnya saja sembako, karena lokasi penimbunan di pelabuhan tidak memadai dan dapat menimbulkan efek samping yang tidak diharapkan. 2) Pelaksanaan Good Corporate Governance Terhadap Fungsi Pemerintahan dan Fungsi Pengusahaan dalam Mengelola Pelabuhan 3) Hukum Progresif Sebagai Sarana Refungsionalisasi Pelabuhan B. Saran – Saran Saran-saran yang dapat dikemukakan di dalam skripsi ini, adalah : 1.
Para pihak yang terlibat dalam kegiatan ekspor impor barang, seperti pemilik barang, pengangkut maupun komponen lainnya seperti Freight Forwarder, Perusahaan Bongkar Muat dan sebagainya harus benar-benar memahami prosedur kepabeanan yang telah ditetapkan oleh Bea dan Cukai berdasarkan UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, sehingga akan memperlancar dan meningkatkan kegiatan ekspor impor di Indonesia.
2.
Saat ini dunia menuju perdagangan bebas, efisiensi dan daya saing menjadi topik utama, siapa yang bisa berkompetitif dapat tetap bertahan. Menoleh pada fungsi pelabuhan Indonesia, banyak yang harus ditata, dan hukum yang dapat ditegakkan di tengah-tengah pelaksanaan fungsi pelabuhan diharapkan dapat memberikan pemecahan dan menata kembali fungsi pelabuhan Indonesia yang baik sehingga mempunyai nilai positif dalam pengembangan fungsi kepelabuhanan Indonesia. Oleh karena itu, Penerapan hukum Progresif dalam kegiatan kepelabuhanan sangat membantu untuk menegakkan hukum, melalui para
pelaksana
kegiatan
kepelabuhanan
dan
para
pengguna
jasa
kepelabuhanan itu sendiri. Melalui pihak-pihak inilah refungsionalisasi Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
97 pelabuhan
sangat
diharapkan
dapat
ditegakkan.
Diharapkan
dengan
Progresivisme dapat menekan permasalahan-permasalahan yang selama ini terjadi di pelabuhan.
DAFTAR PUSTAKA
1. BUKU / MAKALAH Adolf, Huala, 1994, Masalah-Masalah Hukum dalam Perdagangan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Arifuddin, 1997, Praktek Pengangkutan Multimoda dan Pengangkutan Intersuler di Indonesia, disampaikan pada Seminar Nasional tentang Kesiapan Hukum Nasional dalam Menghadapi Perkembangan Pengangkutan Multimoda, BPHN, Depkeh, Jakarta. Bambang, Susilo Yodhoyono, Revitalisasi Ekonomi Indonesia: Bisnis, Politik dan Good Governance, Brighten Press, Jakarta, 2004. Bank Internasional Indonesia, Perdagangan Internasional, Pelatihan Dasar Kredit Berdokumen, 1998. Departemen Perdagangan RI, Buku Panduan Peraturan dan Prosedur Ekspor Indonesia, Departemen Perdagangan RI bekerjasama dengan Dewan Penunjang Ekspor, Edisi 1990, Jakarta, 1990. Fuady, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999. Gianto, Herry, Pengoperasian Pelabuhan, Pelabuhan Indonesia, Jakarta, 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Balai Pustaka, Jakarta, 1990. MS, Amir, Ekspor Impor Teori dan Penerapannya, Seri Umum No. 3, PPM, Jakarta, 1986. --------------, Letter Of Credit : Dalam Bisnis Ekspor Impor, Seri ke -9, PPM, Jakarta, 2001. --------------, Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri, Seri Bisnis Internasional No. 4, PPM, Jakarta, 2000. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
98 --------------, Kontrak Dagang Ekspor, Seri ke-2, PPM, Jakarta, 2002.
MS, Subagya, 1994, Manajemen Logistik, Haji Masagung, Cetakan Keempat, Jakarta. R.P., Suyono, Pengangkutan Intermodal Eksport Import Melalui Laut, Edisi ke-2, Cetakan I, Penerbit PPM, Jakarta, 2003. Siregar, Hasnil Basri, Kapita Selekta Hukum Laut Dagang, Penerbit Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1993. Sinyal, Jhon, Shipping, Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepabeanan, Jakarta, 2005. Sutarno, F.S. dan Achmad Anwari, Peranan Bank Dalam Transaksi Impor, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984. Tri, Ruddy, Santoso, Pembiayaan Transaksi Luar Negeri, Andi Offset, Yogyakarta, 1994. United Nations, Economic and Social Commission for Asia and the Pacific, INFA INSTITUTE, Manual on Freight Forwarding, Basic Freight Forwarding Course, Module Port Procedures, 2007. Wiradipradja, Saefullah, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional, Cetakan I, Liberty, Yogyakarta, 1998.
2. INTERNET Asep Toha, Depperdag Kesulitan Akses Data Ekspor Impor, diakses dari situs : http://www.customs.go.id/news/readNews.php?Ch=02&ID=1261 Diakses dari situs : http://www.beacukai.go.id tanggal 10 April 2008. Elfrida Gultom, Bea Cukai Sebagai Akselator Pelabuhan Untuk Meningkatkan Devisa Negara, diakses dari situs : http//www.legalitas.org, tanggal 5 Maret 2008. Upaya Peningkatan Laju Eksport Import Indonesia, diakses dari situs : http://www.apreisindo.org/ Kamis/08 Maret 2007. Majalah Warta Bea dan Cukai, Tahun 1990, dapat juga diakses dari situs : http: //www.legalitas.org. National Single Window: Satu Pintu untuk Semua, diakses dari situs : http://www.wartaekonomi.com/detail.asp?aid=8676&cid=27 kormonev.menpan.go.id, Senin, 2 April 2007. Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009
99
Penerapan Asean Single Window (ASW) dan National Single Window (NSW), diakses http://www.ekon.go.id/v3/content/view/394/1/ dari situs : http://www.indonesia.go.id/id - REPUBLIK INDONESIA Powered by Mambo Generated: 23 February, 2008, 18:35 Prosedur Eksport Import Indonesia tidak Efisien, diakses dari http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2007/10/01/brk,20071001108761,id.html, Senin, 1 Oktober 2007.
situs:
3. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan PP No. 11 tahun 1983 tentang Prosedur Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana di bidang kepabeanan dan cukai.
4. SURAT KABAR Pangkas Departemen di Pelabuhan,
Harian Bisnis Indonesia, Edisi Rabu, 3
November 2004.
Rendro Masetio : Tinjauan Yuridis Mengenai Prosedur Kepabeanan Dalam Kegiatan Eksport Import Barang Di Pelabuhan Berdasarkan UU NO. 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan, 2008. USU Repository © 2009