PENENTUAN RATING KABUPATEN-KOTA DENGAN AHP UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH BERDASARKAN NILAI INFRASTRUKTUR DI WILAYAH SUMATERA UTARA
DISERTASI Untuk Memperoleh Gelar Doktor Dalam Ilmu Perencanaan Wilayah Pada Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara Dengan Wibawa Rektor Universitas Sumatera Utara Prof.Chairuddin P.Lubis DTM&H, Sp. A(K) Dipertahankan pada tanggal 01 Pebruari 2008 di Medan Sumatera Utara
IRYANTO
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
PENENTUAN RATING KABUPATEN-KOTA DENGAN AHP UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH BERDASARKAN NILAI INFRASTRUKTUR DI WILAYAH SUMATERA UTARA
DISERTASI Untuk Memperoleh Gelar Doktor Dalam Ilmu Perencanaan Wilayah Pada Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara Telah dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Doktor Terbuka Pada Hari : jum’at Tanggal : 01 Pebruari 2008 Pukul : 9.00 WIB
Oleh : IRYANTO N I M. 058105005
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
HASIL PENELITIAN DISERTASI INI TELAH DISETUJUI UNTUK SIDANG TERBUKA TANGGAL, JANUARI 2008
Oleh Promotor
Prof. Dr. Herman Mewengkang NIP : 130 422 447 Ko -promotor
Prof. Bachtiar Hassan Miraza MSIE NIP : 130 215 130
Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, NIP : 130 810 780
Mengetahui Ketua Program Doktor Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Prof. Bachtiar Hassan Miraza NIP : 130 215 130
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
Telah diuji pada Ujian Tertutup Tanggal 27 Desember 2008 _______________________________________________________
PANITIA PENGUJI DISERTASI Ketua
: Prof. Dr. Herman Mewengkang
Anggota
: 1. Prof. Bachtiar Hassan Miraza 2. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE 3. Prof. Dr. Ir. Sumono, MS 4. Prof. Dr. Abdullah Bin Embong, MS 5. Dr. Sutarman, MSc
Dengan Surat Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor : 1770/J05/SK/KP/2007 Tanggal : 18 Desember 2007
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
Diuji Pada Ujian Disertasi (Promosi) Tanggal: 01 Pebruari 2008
PANITIA PENGUJI DISERTASI Ketua
: Prof. Dr. Herman Mewengkang
Anggota
: 1. Prof. Bachtiar Hassan Miraza 2. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE 3. Prof. Dr. Ir. Sumono, MS 4. Prof. Dr. Abdullah Bin Embong, MS 5. Dr. Sutarman, MSc
Dengan Surat Keputusan Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor : 151/ : Tanggal
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
TIM PROMOTOR
Prof. Dr. Herman Mewengkang
Prof. Bachtiar Hassan Miraza
Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
TIM PENGUJI LUAR KOMISI
Prof. Dr. Ir. Sumono, MS
Prof. Dr. Abdullah Bin Embong, MS
Dr. Sutarman, MSc
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
PRAKATA Pertama dan yang utama penulis ingin memanjatkan Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan Disertasi yang berjudul : “Penentuan Rating Kabupaten-Kota Untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur Di Wilayah Sumatera Utara”. Disertasi ini merupakan tugas akhir penulis pada Program Studi S3 Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya pada kesempatan yang baik ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih setulus-tulusnya dan penghargaan setinggitingginya kepada : 1.
Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan kesempatan serta bantuan biaya bagi penulis untuk mengikuti Program Doktor Ilmu Perencanaan Wilayah di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga atas kesediaan beliau sebagai Ketua Tim Penguji Ujian Disertasi bagi penulis.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan dan fasilitas bagi penulis untuk mengikuti pendidikan pada Sekolah Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza, selaku Ketua Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah dan juga sebagai Ko-Promotor penulis yang selalu
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
memberikan arahan, petunjuk dan waktu beliau untuk berkonsultasi dan berdiskusi demi kelancaran penelitian yang penulis lakukan. 4. Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang, selaku Promotor penulis yang dengan penuh kesabaran mendorong, memotivasi dan mengarahkan penulis sehingga Disertasi ini dapat penulis selesaikan. 5.
Bapak Prof. Dr.Ir. A. Rahim Matondang,
MSIE, selaku Ko-Promotor
penulis yang telah menyediakan waktu beliau untuk berdiskusi serta banyak memberikan asupan bagi penulis dalam menyelesaikan Disertasi ini. 6. Bapak Dr. Ramli, SE, MS selaku seketaris maupun sebagai Staf Pengajar Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah, yang banyak memberikan petunjuk kepada penulis dan rekan-rekan Angkatan II Mahassiswa Program Studi S3 Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dalam persiapan penelitian. 7. Bapak Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Eddy Marlianto, MSc yang memberikan rekomendasi dan dorongan bagi penulis untuk mengikuti Program Doktor. 8. Bapak dan Ibu Staf pengajar Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof Chairuddin P Lubis DTM&H Sp.A(K), Prof. Bachtiar Hassan Miraza, Prof. Dr. Ir. A.Rahim Matondang, MSIE, Prof. Dr. Ir. Sumono, MS, Prof. Dr. Sukaria Sinulingga, M.Eng, Dr. Ramli, SE, MS, Dr. Polin Pospos, Dr. Ir Chairul Muluk, M.Sc, Dr. Ir.. Moh. Sofyan Asmirza Silalahi, Prof Dr. Affandi Anwar (IPB), Prof. Dr. Sutyastie Soemitro Remi, SE, MS (UNPAD), Dr. Ir Teti Armiati Argo (ITB), Dr. Ir. Ibnu
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
Syabri, M.Eng (ITB), Ir. Tata Wiranto, MURP (BAPPENAS) yang telah memberikan bekal yang sangat berharga berupa Ilmu pengetahuan baik teori maupun pengalaman beliau serta
motivasi penulis selama mengikuti
perkuliahan pada Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 9. Bapak Ir. Syarifuddin Siregar, M.Si selaku Kepala Dinas Tarukim Provinsi Sumatera Utara beserta Staf yang telah menerima penulis untuk In-depth Interviu, pelaksanaan Focused Group Discusion, pengisian kuesioner, dan izin beliau untuk menggunakan ruang rapat Kadis Tarukim dalam pelaksanaan Focused Group Discusion yang penulis lakukan. 10. Bapak IR. RE. Nainggolan, MM selaku Kepala BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara beserta staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan Focused Group Discusion
dan pengisian kuesioner serta
penggunaan ruangan rapat untuk Focused Group Discusion berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan. 11. Bapak Dr. Ir. Gindo , M.Si selaku Wakadis Pengairan Provinsi Sumatera Utara beserta Staf, Bapak Kasubdis Jalan dan Jembatan Provinsi Sumatera Utara dan Staf, Bapak Pimpinan Badan Investasi Dan Promosi Provinsi Sumatera Utara beserta staf, dan pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu disini, yang telah bersedia memberikan data yang penulis butuhkan baik dalam In-depth Interviu maupun dalam pengisian kuesioner. 12. Rekan-rekan penulis khususnya Angkatan II mahasiswa Program Doktor (S3) Perencanaan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
Wilayah, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah menunjukkan rasa kebersamaannya dan dorongan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan Disertasi ini. 13. Kepada Sdr. M.Yusuf dan seluruh staf Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah yang telah melayani penulis selama studi di Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 14. Secara khusus pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan tarima kasih dan sayang yang mendalam kepada yang amat mulia kedua orangtua penulis, papa Alm. Lisannuddin Harahap gelar Baginda Bandaharo Harahap dan mama Mindamora yang telah bersusah payah membesarkan, menyekolahkan, membiayai dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan do’a yang tiada hentinya. Demikian juga kepada kedua almarhum mertua saya
yang
semasa hidup mereka sangat menyayangi kami. Terima kasih yang tak terhingga kepada Isteri tercinta Diana Novalyta atas pengorbanan, kerelaannya memberikan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan studi dan dengan penuh pengertian tetap setia mendampingi penulis dalam mengatasi berbagai masalah dalam penyelesaian Disertasi ini. Kepada anak-anakku yang kusayangi dan amat kubanggakan, ananda Valentino, SE, Silviana Realyta, S.Psi, Kriswandy Putra, SKG, dan Rizaldy Putra atas pengertian dan kerelaan kalian kurang mendapatkan perhatian selama papa menyelesaikan studi. Kepada kakaku Liany, Smh dan adik-adikku Dra. Yanita, Apt, Ir. Hendrianto, MSIE, Ir. Erwin, Ir. Lindawaty, Drs. Eddyanto,
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
Ak, MBA, Ir. Lanita, Dra. Lianty, SH, dan Ir. Erliyanto, Ak yang selalu memberikan dorongan dan do’a demi keberhasilan penulis. Akhirnya, sekali lagi penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada mereka yang penulis sebutkan sebelumnya, semoga Tuhan Yang maha Esa selalu memberikan perlindungan, kesehatan dan limpahan rahmadNya kepada mereka atas kebaikan-kebaikan tersebut. Penulis menyadari bahwa Disertasi ini tidak mungkin terlepas dari kesalahan yang ada diluar kemampuan penulis. Oleh sebab itu penulis dengan senang hati akan menerima kritik dan saran demi kesempurnaannya. Medan, 01 Pebruari 2008.-
Hormat Penulis
Iryanto
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang Sidimpuan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara pada tanggal
4 April 1946, sebagai anak ketiga dari pasangan Lisanuddin
Harahap gelar Baginda Bandaharo Harahap (almarhum) dengan Mindamora. Pendidikan dasar diselesaikan di SR Negeri 10 pada tahun 1959, pendidikan Menegah Pertama di SMP Negeri III Padang Sidimpuan selesai pada tahun 1962, pendidikan Menegah Atas (SMA) jurusan IPA juga di Padang Sidimpuan dan selesai pada tahun 1965. Penulis masuk ke Perguruan Tinggi pada tahun 1965 di Fakultas FIPIA jurusan Matematika Universitas Sumatera Utara dan memperoleh gelar BSc pada tahun 1969 dan Sarjana lengkap pada tahun 1973 dengan gelar Drs. Pada tahun 2002 Penulis melanjutkan pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, program studi Matematika dan selesai dengan kelulusan Cumlaude pada tahun 2004 dengan gelar M.Si. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada program studi S3 Perencanaan Wilayah di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara penulis peroleh pada tahun 2005. Penulis mulai bekerja sebagai Assisten dosen pada tahun 1968 dan diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun pada tahun 1971 sebagai Assisten Muda Gol. II/b di Departemen Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara. Pada tahun 1973 sebagai Assisten Ahli Madya, Gol.III/a, tahun 1975 sebagai Penata Muda Gol.III/b, tahun 1977 sebagai lektor Muda Gol.III/c, pada tahun 1979 sebagai Lektor Madya Gol.III/d, tahun 1981 sebagai Lektor Gol. IV/a, tahun 1984 sebagai Lektor Kepala Gol.IV/b dan sebagai Lektor Kepala Gol. IV/c mulai tahun 1987 sampai sekarang. Penulis pernah menjadi Guru SMP di Perguruan Sutomo Medan pada tahun 1968-1978 dan guru SMA/ Wakil Kepala Sekolah di SMA Tribukit Medan pada tahun 1970-1980. Pada tahun 1980-1984 menjadi Kepala Sekolah SMA di Perguruan Husni Thamrin Medan. Selain tugas sebagai dosen di FMIPA Universitas Sumatera Utara, penulis juga diperbantukan di Biro Rektor USU sebagai Asisten Rektor dibidang kemahasiswaan dari tahun 1978-1986 dan sebagai Staf Ahli Rektor USU pada tahun 1987 sampai sekarang. Pernah menjadi Kepala UPT Percetakan dan Penerbitan Universitas Sumatera
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
1998-2002 dan Kepala Unit Usaha Penunjang Akademis Universitas Sumatera Utara pada tahun 2007 sampai sekarang. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dikegiatan organisasi mahasiswa dan kegiatan olahraga dan seni mahasiswa dan sebagai mahasiswa pernah menjadi King University pada tahun 1970. Penulis juga aktif di organisasi kemasyarakatan diantaranya sebagai Ketua Umum Shidoka Sumatera Utara (1980-sekarang), Ketua Komite Olahraga Nasional/KONI Kota Medan selama 3 priode, Pengurus KONI Sumatera Utara sejak tahun 1992-sekarang (3 priode), pernah menjadi Ketua BAKOM PKB Sumatera Utara selama 2 priode, Seketaris BAKOR USU, Sekjen BAPOMI Sumatera Utara, Ketua harian Pengda PERBASI Sumatera Utara, Wanhat Golkar Kotamadya Medan, BAPEDA Golkar Sumatera Utara dan organisasi lainnya. Selama menjadi staf pengajar penulis menjadi anggota Himpunan Matematikawan Indonesia, Himpunan Statistikawan Indonesia, Sout East Asian Mathematical Assosiation, Ikatan Alumni dan keluarga FMIPA USU, Asosiasi Dosen Indonesia, Dewan Pakar Ikatan Guru Matematika Sumatera Utara dan organisasi ilmiah lainnya. Penulis pernah menerima penghargaan Satyalancana Karya Satya 20 Tahun dan Satyalancana Karya Satya 30 Tahun dari Presiden Republik Indonesia pada tahun 1999 dan pada tahun 2003 Dalam kegiatan ilmiah penulis aktif manulis baik di forum nasional maupun internasional, diantaranya : 1.
Two Types of Rectanggular Formula Combination For Getting The Better Numerical Integration Method, International Conference On Mathematics And Applications, Yogyakarta, 1999
2.
Application of Numeric Integration In Determining The Width Limited By Sun Intensity And Time Coordination System, Jurnal Discovering Mathematics,Malaysian Mathematical Sciences Society, Vol.24 No.1, 2002.
3.
Modefication of Simpson’s 1/3-Rule, Jurnal Matematika Murni Dan Terapan, Vol. 1 No.1, 2003
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
4.
Model Keputusan Investasi Ventura Dengan Mnggunakan Analitik Hirarkhi Proses, Jurnal Metematika Murni Dan Terapan, Vol. 2, 2004.
5.
Perbandingan berpasangan dalam Proses Analirik Hirarki, EPSILON, Jurnal Matematika Dan Terapannya, Vol. 5, No.2, November 2004.
6.
Pengembangan Model Penentuan Urutan Prioritas Mesin Dengan Metode Analytic Hierarchy Process(AHP), Jurnal Ilmiah SAINTEK, Vol. 21 No. 1, 2005.
7.
Minimasi Fungsi Boolean Pada Suatu Rangkaian Sirkuit Dengan K-Map, Proceding Seminar Nasional Teknologi Informasi Dan Multi Media, Medan, 2004.
8.
Prosedur Memperthankan Urutan Prioritas Dalam Penembahan Alternatif Pada Analytic Hierarchy Process, Prosiding Konfrensi Nasional Matematika XII, Bali, 2004
9. Model menentukan Pilihan Investasi Modal Dengan mengggunakan Analytic Hierarchy Process, Jurnal Ilmiah SAINTEK, Vol. 22 No. 2, 2005. 10. Penentuan Distribusi Perjalanan Angkutan Udara Dari Medan Ke-Jakarta, Banda Aceh, Padang, Dan Pekan Baru Menggunakan Gravitasi Voohees, Prosiding SeminarNsional Matematika Dan Statiska, Padang, 2005 11. Generalized Distance Approach Of A Multiobjective Programming,, Proceedings Of The 1 st IMT-GT Regional Conference On Mathematics, Statistics And Their Applications, Parapat, 2005 12. Optimization Models For Communication Network Design, Proceedings Of The 1 st IMT-GT Regional Conference On Mathematics, Statistics And Their Applications, Parapat, 2005. 13. Menentukan Pilihan Kota Tempat Berobat Warga Provinsi Suamtera Utara Dengan Menggunakan Analitik Hierarkhi Proses, Proceeding Of National Seminar On Operations Research/ Management Sciences, Jakarta, 2005. 14. Portofolio Optimasi Dengan Vektor Target - Shortfall Probability, Journal Of Computer Science “Al-Khawarizmi”, Vol. 1 Issue, March 2005.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
15. Perencanaan Pembangunan Kabupaten-Kota Melalui Pendekatan Wilayah Dan Kerjasama Antar Daerah, Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah “WAHANA HIJAU”, Volume 1 No. 3, 2006. 17.
Peran Infrastruktur Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat, Prosiding Perencanaan Dan Perubahan Bangsa di Masa Yang Akan Datang, 2007.
18. Dan kegiatan ilmiah lainnya.
Dimana sebagian dari karya ilmiah Penulis tersebut berkaitan dengan penulisan Disertasi ini.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
ABSTRAK Secara konseptual, tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari suatu wilayah. Terdapat berbagai sektor yang perlu dikembangkan untuk memenuhi tujuan pengembangan wilayah ini, salah satunya adalah infrastruktur. Berbagai literatur telah menunjukkan bahwa negara-negara seperti Cina, Bangladesh, Afrika Selatan, dan sebagainya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi mereka dengan mengembangkan infrastruktur. Namun untuk dapat mencapai tujuan tersebut, harus disusun suatu rencana yang tepat, berguna dan terarah dengan baik. Ketersediaan infrastruktur yang baik dalam hal kualitas dan kuantitas di suatu wilayah sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam melaksanakan aktivitasnya dan merupakan daya tarik bagi investor untuk berinvestasi di wilayah tersebut. Akan tetapi untuk membangun dan memelihara infrastruktur diperlukan dana yang sangat besar, dipihak lain dana yang dimiliki pemerintah terbatas. Kasus ini menjadi masalah dan beban bagi pemerintah, sehingga pemerintah memerlukan urutan prioritas dalam perencanaan pembangunan infrastruktur di wilayahnya. Karena masyarakat lokal adalah pengguna sekaligus penerima dampak kebijakan pembangunan, maka dalam otonomi daerah preferensi mereka harus diikut sertakan dalam perencanaan pembangunan. Di Provinsi Sumatera Utara terdapat dua pemerintahan lokal yang bertanggung jawab terhadap pembangunan infrastruktur di wilayah masing-masing, yaitu pemerintah kabupaten (sebanyak 18 kabupaten) dan pemerintah kota (sebanyak 7 kota) yang akan menjadi fokus dari disertasi ini. Sesuai dengan uraian yang telah disampaikan, maka disertasi ini akan menentukan rating (urutan prioritas) dari 18 kabupaten dan rating dari 7 kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara secara terpisah, dengan mempertimbangkan kondisi infrastruktur antar wilayah secara simultan. Salah satu metode yang sangat dikenal, yang dapat digunakan untuk menangani masalah ini adalah Analytic Hierarchy Process(AHP). Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah suatu metode yang banyak digunakan dalam me-rating (memeringkat) berbagai masalah dan telah menunjukan hasil yang mengagumkan. Metode ini menyelesaikan permasalahan dengan memecah masalah sampai kebagian yang paling kecil. Metode ini juga memiliki banyak keistimewaan, seperti dapat digunakan tanpa data statistik dan dalam analisisnya mengunakan preferensi dari ahli. Namun demikian, metode AHP membutuhkan responden yang benar-benar ahli dalam bidang yang dianalisis. Dipihak lain dalam otonomi daerah preferensi masyarakat lokal harus diikutsertakan dalam perencanaan pembangunan, hal ini menjadi masalah dalam menggunakan metode AHP. Disertasi ini akan menunjukkan bagaimana metode Analytic Hierarchy Process(AHP) dapat dikembangkan sehingga preferensi masyarakat dalam menentukan urutan prioritas dapat diikutsertakan. Hasil disertasi ini memberikan peringkat (rating) kabupaten dan rating kota di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan nilai infrastrukturnya. Untuk melihat validasi hasil disertasi, dilakukan pengukuran korelasi antara rating yang diperoleh dengan PDRB dan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh investor lokaldan investor luar negeri di kabupaten dan kota berkaitan. Kata Kunci : Pengembangan Wilayah, infrastruktur, otonomi, AHP.
i
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
ABSTRACT Conceptually, the main objective of regional development is to increase society welfare of a region. There are various sectors need to be develop to fullfil this regional development objective, one of them is infrastructure. Various literature show that countries such as China, Bangladesh, South Africa, etc can increase their economic growth by developing infrasructure. However, to achieve such goal, an appropiate, useful and welldirected plan should be developed. Availability of well-managed infrastructure, in both quality and quantity, in a region is extremely needed by the society to accomplish their activities and can attract investors, to invest in the region. However, building and maintaining infrastructures need a large amount of fund. In the other side, our government has limited fund. This case become government’s problem and burden, so government needs priority order in infrasructure development planning of the region. Since local society is the user and one who receives the effect of development policy, therefore, in regional autonomy, their preference should be involved in development planning. In North Sumatera Province, there are two local governments which are responsible for infrastructure development in each region, that are regencies government (18 regencies) and municipalities government (7 municipalities), which will be the focus of this dissertation. According to the description mentioned above, this dissertation will determine rating of 18 regencies and of 7 municipalities in North Sumatera Province separately, considering inter-region infrastructure condition simulataneously. One well-known method that can be use to solve this problem is Analytic Hierarchy Process (AHP). Analytic Hierarchy Process (AHP) is a widely used method in rating various problems and have point out astonishing result. This method solves problem by splitting it into the smallest part. This method also has a lot of features, such as it can be used without statistical data and its analysis used experts preference. Nevertheless, AHP method requires respondents, who are really expert in the analyzed field. While in regional autonomy, local society preferences should be involved in development planning, this has become a problem in using AHP method. This dissertation will show that Analytic Hierarchy Process (AHP) can develope so that society preferences can be involve in determining infrastructure development priority ranking of their region. The result of this dissertation gives regencies and municipalities rating in North Sumatera Province based on their infrastructure value To validate the result, the corelation between rating is measured, which is obtained Gross Regional Domestic Product (GRDP), manpower absorbed by local and foreign investors in the acccording regencies and municipalities. Key Words : Regional development, infrastructure, autonomy, AHP.
ii
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
KATA PENGANTAR Pertama dan yang utama penulis ingin memanjatkan Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan Disertasi yang berjudul
: “Penentuan Rating Kabupaten-Kota Untuk Mendukung Pengembangan
Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur Di Wilayah Sumatera Utara”. Disertasi ini merupakan tugas akhir penulis pada Program Studi S3 Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya pada kesempatan yang baik ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih setulus-tulusnya dan penghargaan setinggitingginya kepada : 1.
Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan kesempatan serta bantuan biaya bagi penulis untuk mengikuti Program Doktor Ilmu Perencanaan Wilayah di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga atas kesediaan beliau sebagai Ketua Tim Penguji Ujian Disertasi bagi penulis.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan dan fasilitas bagi penulis untuk mengikuti pendidikan pada Sekolah Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza, selaku Ketua Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah dan juga sebagai Ko-Promotor penulis yang selalu memberikan arahan, petunjuk dan waktu beliau untuk berkonsultasi dan berdiskusi demi kelancaran penelitian yang penulis lakukan.
iii
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
4. Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang, selaku Promotor penulis yang dengan penuh kesabaran mendorong, memotivasi dan mengarahkan penulis sehingga Disertasi ini dapat penulis selesaikan. 5. Bapak Prof. Dr.Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Ko-Promotor penulis yang telah menyediakan waktu beliau untuk berdiskusi serta banyak memberikan asupan bagi penulis dalam menyelesaikan Disertasi ini. 6. Bapak Dr. Ramli, SE, MS selaku seketaris maupun sebagai Staf Pengajar Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah, yang banyak memberikan petunjuk kepada penulis dan rekanrekan Angkatan II Mahassiswa Program Studi Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dalam persiapan penelitian. 7. Bapak Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Eddy Marlianto, MSc yang memberikan rekomendasi dan dorongan bagi penulis untuk mengikuti Program Doktor. 8. Bapak dan Ibu Staf pengajar Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof Chairuddin P Lubis DTM&H Sp.A(K), Prof. Bachtiar Hassan Miraza, Prof. Dr. Ir. A.Rahim Matondang, MSIE, Prof. Dr. Ir. Sumono, MS, Prof. Dr. Sukaria Sinulingga, M.Eng, Dr. Ramli, SE, MS, Dr. Polin Pospos, Dr. Ir Chairul Muluk, M.Sc, Dr. Ir.. Moh. Sofyan Asmirza Silalahi, Prof Dr. Affandi Anwar (IPB), Prof. Dr. Sutyastie Soemitro Remi, SE, MS (UNPAD), Dr. Ir Teti Armiati Argo (ITB), Dr. Ir. Ibnu Syabri, M.Eng (ITB), Ir. Tata Wiranto, MURP (BAPPENAS) yang telah memberikan bekal yang sangat berharga berupa Ilmu pengetahuan baik teori maupun pengalaman beliau serta motivasi penulis selama mengikuti perkuliahan pada Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 9. Bapak Ir. Syarifuddin Siregar, M.Si selaku Kepala Dinas Tarukim Provinsi
iv
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
Sumatera Utara beserta Staf yang telah menerima penulis untuk Indeph Interviu, pelaksanaan Focused Group Discusion, pengisian kuesioner, dan izin beliau untuk menggunakan ruang rapat Kadis Tarukim dalam pelaksanaan Focused Group Discusion yang penulis lakukan. 10. Bapak IR. RE. Nainggolan, MM selaku Kepala BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara beserta staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan Focused Group Discusion dan pengisian kuesioner serta
penggunaan ruangan
rapat untuk Focused Group Discusion berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan. 11. Bapak Dr. Ir. Gindo , M.Si selaku Wakadis Pengairan Provinsi Sumatera Utara beserta Staf, Bapak Kasubdis Jalan dan Jembatan Provinsi Sumatera Utara dan Staf, Bapak Pimpinan Badan Investasi Dan Promosi Provinsi Sumatera Utara beserta staf, dan pihak-pihak lain yang tuidak dapat penulis sebutkan satu persatu disini, yang telah bersedia memberikan data yang penulis butuhkan baik dalam Indeph Interviu maupun dalam pengisian kuesioner. 12. Rekan-rekan penulis khususnya Angkatan II mahasiswa Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah menunjukkan rasa kebersamaannya dan dorongan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan Disertasi ini. 13. Kepada Sdr. M.Yusuf dan seluruh staf Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah yang telah melayani penulis selama studi di Program Doktor (S3) Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 14. Secara khusus pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan tarima kasih dan sayang yang mendalam kepada yang amat mulia kedua orangtua penulis, papa Alm. Lisannuddin Harahap gelar Baginda Bandaharo Harahap dan mama Mindamora yang telah bersusah payah menyekolahkan, membiayai dan
v
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
mendidik penulis dengan penuh kasih sayang yang tiada hentinya. Terima kasih yang tak terhingga kepada Isteri tercinta Diana Novalyta atas pengorbanan, kerelaannya memberikan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan studi dan dengan penuh pengertian tetap setia mendampingi penulis dalam mengatasi berbagai masalah dalam penyelesaian Disertasi ini. Dan kepada anak-anakku yang kusayangi dan amat kubanggakan, ananda Valentino, SE, Silviana Realyta, S.Psi, Kriswandy Putra, SKG, dan Rizaldy Putra atas pengertian dan kerelaan kalian kurang mendapatkan perhatian papa selama papa menyelesaikan studi. Kakak Liany dan adik-adikku yang selalu memberikan dorongan dan do’a demi keberhasilan penulis. Akhirnya, sekali lagi penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada mereka yang penulis sebutkan sebelumnya, semoga Tuhan Yang maha Esa selalu memberikan perlindungan, kesehatan dan limpahan rahmadNya kepada mereka atas kebaikan-kebaikan tersebut. Penulis menyadari bahwa Disertasi ini tidak mungkin terlepas dari kesalahan yang ada diluar kemampuan penulis. Oleh sebab itu penulis dengan senang hati akan menerima kritik dan saran demi kesempurnaannya. Medan, Januari 2008.-
Hormat Penulis
Iryanto
vi
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
DAFTAR ISI Halaman ABASTRAK .............................................................................................................. ABSTRACT............................................................................................................... KATA PENGANTAR................................................................................................ DAFTAR ISI.............................................................................................................. DAFTAR SINGKATAN............................................................................................ DAFTAR TABEL...................................................................................................... DAFTAR GAMBAR.................................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................... BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................. ........ 1.1 Latar Belakang ........................................................................... ........ 1.2 Perumusan Masalah ................................................................... ........ 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... ........ 1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... ........
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 2.1 Pengembangan Wilayah....................................................................... 2.1.1 Sejarah Pengembangan Wilayah di Indonesia ................. .......... 2.1.2 Pengertian Pengembangan Wilayah........................................... 2.1.3 Perkembangan Konsep Perencanaan Pengembangan Wilayah... 2.1.4 Permasalahan Praktek Perencanaan Pengembangan Wilayah..... 2.1.5 Konsep Pengembangan Alternatif..............................................……. 2.2 Infrastruktur ........................................................................................ 2.2.1 Infrastruktur Sebagai Katalis Pembangunan………………....... 2.2.2 Peran Infrastruktur Dalam PengembanganWilayah di Indonesia……………………………………………………..... 2.3 Peran Infrastruktur Dalam Pertumbuhan Ekonomi Dunia................... 2.4 Pembangunan Infrastruktur Di Indonesia............................................. 2.5 Infrastruktur asebagai Daya Tarik Investor.......................................... 2.6 Preferensi.............................................................................................. 2.7 Perencanaan Partisipatif........................................................................ 2.7.1 Pengertian Perencanaan................................................................ 2.7.2 Pengertian Partisipasi.................................................................... 2.8 Analytic Hierarchy Process(AHP)......................................................... 2.8.1 Pengertian Analytic Hierarchy Process.......................................... 2.8.2 Landasan Aksiomatik dan Metode Dasar AHP.............................. 2.8.3 Langkah-Langkah Dalam Metode AHP......................................... 2.8.4 Penyusunan Struktur Hierarchy...................................................... 2.8.5 Perhitungan Bobot Elemen Pada Metode AHP.............................. 2.8.6 Pengujian Konsistensi Hierarkhi................................................... 2.8.7 Perhitungan Matematik Pada AHP................................................. 2.9 Penelitian Terdahulu................................................................................
vii
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
i ii iii vii x xii xv xvi 1 1 15 16 17 20 20 20 29 33 38 44 47 47 51 55 66 69 74 83 83 87 89 89 91 103 105 106 110 112 116
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL........................................................ ........ 3.1 Konseptual Penelitian ............................................................... ........ 3.2 Hipotesis Penelitian.................................................................... ........ 3.3 Kerangka Konseptual ................................................................. ........
118 118 121 123
BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................................... 4.1 Studi Pendahuluan.............................................................................. 4.2 Penggabungan Preferensi untuk memperoleh Kesepakatan Infrastruktur Yang diukur................................................................... 4.3 Penggabungan Preferensi untuk memperoleh Kesepakatan Indikator Infrastruktur Dalam merangking Daerah Otonom Kabupaten-Kota ........................................................................ ........ 4.4 Perancangan Dan Penyepakatan Kuesioner Uji Coba Pengukuran Kinerja Infrastruktur.................................................................. ........ 4.5 Uji Coba Pengukuran Infrastruktur Wilayah untuk rating daerah Otonom Kabupaten-Kota .................................................................... 4.6 Penyempurnaan Indeks Infrastruktur……………………………....... 4.7 Lokasi, populasi, sampel dan Asumsi Penelitian................................. 4.8 Penetapan Jenis Infrastruktur............................................................... 4.9 Menentukan Nilai Koefisien Infrastruktur dan Indikatrornya.............. 4.10 Penetapan rating Kabupaten-Kota......................................................... 4.11 Uji Hipotesis..........................................................................................
124 124
129 130 131 132 134 134 135
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... ............
130
125
126 129
5.1 H a s i l 5.1 .1 Gambaran Umum Lokasi dan Keadaan Geografis Penelitian.............. 5.1.2. I k l i m ...................................................................................... .......... 5.1.3. Pemerintahan ....................................................................................... 5.1.4. Ketenagakerjaan........................................................................ .......... 5.1.5. Jumlah Penduduk.................................................................................. 5.1.6. Gambaran Umum FGD......................................................................... 5.1.7. Pendapatan Daerah Kabupaten-Kota Provinsi Sumatera Utara............
136 139 139 140 141 147 149
5.2. Analisis Data Infrastruktur Kota di Provinsi Sumatera Utara dengan AHP. 5.2.1 Analisis Kriteria Infrastruktur Kota di Sumatera Utara.......................... 5.2.2 Analisis Kriteria Infrastruktur Air Bersih Kota di Sumatera Utara........ 5.2.3 Analisis Kriteria Infrastruktur Jalan Dan Jembatan di Sumatera Utara.. 5.2.4 Analisis Kriteria Infrastruktur Sanitasi Kota di Sumatera Utara............ 5.2.5 Analisis Kriteria Infrastruktur Terminal Kota di Sumatera Utara.......... 5.2.6 Analisis Kriteria Infrastruktur Listrik Kota di Sumatera Utara.............
viii
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
151 152 153 154 155 156
5.2.7 Analisis Kriteria Infrastruktur Telepon Kota di Sumatera Utara............. 5.2.8 Analisis Kriteria Infrastruktur Kesehatan Kota di Sumatera Utara.......
157 158
5.3. Analisis Data Infrastruktur Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara ........... dengan AHP
160
5.3.1 Analisis Kriteria Infrastruktur Kabupaten di Sumatera Utara................. 5.3.2 Analisis Infrastruktur Air Bersih Kabupaten di Sumatera Utara............ 5.3.3 Analisis Infrastruktur Jalan Dan Jembatan Kabupaten di Sumatera Utara................................................................................. .. 5.3.4 Analisis Infrastruktur Irigasi Kabupaten di Sumatera Utara................... 5.3.5 Analisis Infrastruktur Terminal Kabupaten di Sumatera Utara.............. 5.3.6 Analisis Infrastruktur Listrik Kabupaten di Sumatera Utara................ 5.3.7 Analisis Infrastruktur Telepon Kabupaten di Sumatera Utara............... 5.3.8 Analisis Infrastruktur Kesehatan Kabupaten di Sumatera Utara..........
160 161 163 165 167 169 171 173
5.4 Pengujian Hipotesis..............................................................................................
176
5.4.1 5.4.2 5.4.3 5.4.4 5.4.5
Uji korelasi antara rating kota dengan PDRB Atas Harga konstan........ Uji korelasi antara rating kota dengan PDRB Atas Harga Berlaku........ Uji korelasi antara rating kota dengan Jumlah Tenaga Kerja................. Uji korelasi antara rating kota dengan PAD Kota bersangkutan........... Uji korelasi antara rating kabupaten dengan PDRB Atas Harga Konstanta dan untuk PDRB Atas Harga Berlaku................................... 5.4.6 Uji korelasi antara rating kabupaten dengan Jumlah tenaga Kerja........ 5.4.7 Uji korelasi antara rating kabupaten dengan besar PAD-nya...............
182 185 187
. BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...................................................
194
6.1 Kesimpulan................................................................................................... ....... 6.2 Rekomendasi.........................................................................................................
194 197
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
200
LAMPIRAN.................................................................................................................. DAFTAR RIWAYAT HIDUP.....................................................................................
208 214
ix
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
176 177 179 180
DAFTAR SINGKATAN AHP
: Analytic Hierarchy Process
AWR
: Algemeene Water Reglement
BPS
: Badan Pengelolah Statistik
BAPPEDA
: Badan Perencana Pembangunan Daerah
BPU-PLN
: Badan Pemimpin Umum Perusahaan Listrik Negara
CI
: Consitency Index
CR
: Consistency Rasio
DPS
: Daerah Pengairan Sungai
DPR
: Dewan Perwakilan Rakyat
FGD
: Focused Group Discusion
HAM
: Hak Asasi Manusia
IDC
: Interegional Development Centre
LSC
: Local Service Centre
LSM
: Lembaga Sosial Masyarakat
LP
: Lingkungan Pergaulan
KS
: Kehidupan Sekolah
KPPOD
: Komisi Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah
NJOKP
: Nilai Jual Objek Kena Pajak
x
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
NJOPTKP
: Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
NDC
: National Development Centre
PAD
: Pendapatan Asli Daerah
PP
: Peraturan Pemerintah
P3KT
: Program –Program Pengembangan Prasarana Kota Terpadu
PMDN
: Penanaman Modal Dalam Negeri
PMA
; Penanaman Modal Asing
PBB
: Pajak Bumi dan Bangunan
PDB
: Produk Domentik Bruto
PDRB
: Produk Domestik Regional Bruto
PBM
: Proses Belajar Mengajar
PK
: Pendidikan Keguruan
RDC
: Regional Development Centre
RPJM
: Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RPJP
: Rencana Pembangunan Jangka Panjang
RI
: Rasio Indeks
SWS
: Satuan Wilayah Sungai
SDA
: Sumber Daya Alam
SDM
: Sumber Daya Manusia
xi
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
DAFTAR TABEL Tabel Judul Tabel 2.1 : Perkembangan Lalu Lintas Di Bangladesh Annual Everage Daily Traffic On FRB Road………………………………….. Tabel 2.2: Skala penilaian perbandingan berpasangan.............................
Halaman
Tabel 2.3: Matriks perbandingan berpasangan..........................................
106
Tabel 2.4: Matriks perbandingan berpasangan dengan nilai intensitas.....
107
Tabel 2.5: Nilai Indeks Acak/ Random Indeks (RI)..................................
110
Tabel 2.6: Perebandingan Kepentingan Level 2........................................
113
Tabel 2.7: Matriks Yang Dinormalkan.....................................................
114
Tabel 2.8: Penelitian terdahulu....................................................................
117
60 104
Tabel 5.1 : Letak Geografis menurut Kabupaten- Kota (Geographical Location Of Regency/City) 2005………………..
137
Tabel 5.2 : Luas Daerah Menurut Kabupaten-Kota (Area Of Regency/City) 2005.....................................................
138
Tabel 5.3 : Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten-Kota.........................................................
142
Tabel 5.4 : Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara, 2001-2005(Juta Rupiah)...........................................................
144
Tabel 5.5 : Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku 2000 menurut Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara, 2001-2005(Juta Rupiah).............................................................
145
Tabel 5.6 : Realisasi Pendapatan Asli Daerah menurut Jenis dan Kabupaten/Kota 2005 (Milyard Rupiah)....................................
146
Tabel 5.7 : Hasil Focused Group Discusion (FGD)………………………… Tabel 5.8 : Jumlah Tenaga Kerja Yang Diserap Investor PMDN dan PMA menurut Kabupaten-Kota di provinsi Sumatera Utara 2005 (Milyard Rupiah)......................................
150
Tabel 5.9 : Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Kriteria Infrastruktur
151
Tabel 5.10 : Matriks Perbandingan Berpasangan Air Bersih........................... .
152
Tabel 5.11 : Matriks Perbandingan Berpasangan Jalan dan Jembatan.............
153
xii
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
Tabel
Judul
Halaman
Tabel 5.12 : Matriks Perbandingan Berpasangan Irigasi................................. .
154
Tabel 5.13 : Matriks Perbandingan Berpasangan Terminal..............................
155
Tabel 5.14 : Matriks Perbandingan Berpasangan Listrik.................................
156
Tabel 5.15 : Matriks Perbandingan Berpasangan Telepon...............................
157
Tabel 5.16 : Matriks Perbandingan Berpasangan Kesehatan................. ..........
158
Tabel 5.17 : Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Kriteria Infrastruktur..
160
Tabel 5.18 : Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria Air Bersih............
161
Tabel 5.19 : Matriks Yang Dinormalkan Dan Eigen Vektor Utamanya Untuk Air Bersih ....................................................................... .
162
Tabel 5.20 : Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria Jalan dan Jembatan .....................................................................................
163
Tabel 5.21 : Matriks Yang Dinormalkan Dan Eigen Vektor Utamanya Untuk Jalan dan Jembatan............................................................
164
Tabel 5.22 : Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria Irigasi....................
165
Tabel 5.23 : Matriks Yang Dinormalkan Dan Eigen Vektor Utamanya Untuk Irigasi................................................................................
166
Tabel 5.24 : Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria Terminal..............
167
Tabel 5.25 Matriks Yang Dinormalkan Dan Eigen Vektor Utamanya Untuk Terminal ............................................................................
168
Tabel 5.26 : Matriks Yang Dinormalkan Dan Eigen Vektor Utamanya Untuk Terminal............................................................................
169
Tabel 5.27 : Matriks Yang Dinormalkan Dan Eigen Vektor Utamanya Untuk Listrik.................................................................................
170
Tabel 5.28 : Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria Telepon .................
171
Tabel 5.29 : Matriks Yang Dinormalkan Dan Eigen Vektor Utamanya Untuk Telepon ............................................................................
172
Tabel 5.30: : Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria Kesehatan..........
173
Tabel 5.31 : Matriks Yang Dinormalkan Dan Eigen Vektor Utamanya Untuk Kesehatan.........................................................................
xiii
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
174
Tabel
Judul
Halaman
Tabel 5.32 : Bobot rating kota di Provinsi Sumatera Utara dan PDRB Atas Harga Konstan...................................................................
176
Tabel 5.33 : Rank Spearman untuk rating kota dan PDRB Atas Harga Konstan...................................................................................
176
Tabel 5.34 : Bobot rating kota di Provinsi Sumatera Utara dan PDRB Atas Harga Berlaku.................................................................
177
Tabel 5.35 : Rank Spearman untuk rating kota dan PDRB Atas Harga Berlaku ...................................................................................
178
Tabel 5.36 : Bobot rating kota di Provinsi Sumatera Utara dan Jumlah Tenaga Kerja.............................................................................
179
Tabel 5.37 : Rank Spearman untuk rating kota dan Jumlah tenaga kerja.....
179
Tabel 5.38 : Bobot rating kota di Provinsi Sumatera Utara dan Besar PAD-nya................................................................................. Tabel 5.39 : Rank Spearman untuk rating kota dan rank PAD-nya............
180 181
Tabel 5.40 : Bobot rating kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan............................................
182
Tabel 5.41 : Bobot rating kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku ............................................
183
Tabel 5.42 : Correlation (Hasil Analisis dengan SPSS-15)..........................
184
Tabel 5.43 : Bobot rating kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dan Jumlah tenaga Kerja..................................................................
185
Tabel 5.44 : Rank Spearman untuk rating kabupaten dan rank Jumlah Tenaga Kerja............................................................................
186
Tabel 5.45 : Bobot rating kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dan Besar PAD-nya.......................................................................
187
Tabel 5.46 : Rank Spearman untuk rating kabupaten dan rank besar PAD-nya.................................................................................
xiv
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
188
DAFTAR GAMBAR Gambar
Judul
Halaman
Gambar - 1 : Latar Belakang Permasalahan Infrastruktu.........................
17
Gambar - 2 : Struktur Hirarki yang incomplete ........................................
93
Gambar - 3 : Struktur hirarki yang completel.............................................
93
Gambar - 4 : Struktur hirarki dalam pemilihan sekolah.............................
112
Gambar - 5 : Kerangka Konseptual.............................................................
123
Gambar - 6 : Suasana FGD dengan Dinas Tarukim Provinsi Sumatera Utara.......................................................................
148
Gambar - 6 : Suasana FGD dengan BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara.......................................................................................
xv
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
149
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paradigma baru dalam kehidupan bernegara dewasa ini, dimana sebelum tahun 1997 sangat sentralistik, telah berubah menjadi kehidupan yang lebih bernuansa demokratik dan desentralistik. Diawali dengan hadirnya Undang-Undang No. 22 dan No. 25 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang penerapannya telah dimulai pada tahun 2001. Kemudian
dengan revitalisasi Otonomi Daerah dan kebijakan
desentralisasi yang diformatkan pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, memberi peluang sebesar-besarnya kepada pemerintah daerah untuk menggali potensi ekonomi daerah. Pemberian peluang sebesar-besarnya ini sebenarnya bukanlah hal yang baru, karena pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan bahwa pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi. Agar daerah otonomi mampu menjalankan peran tersebut, daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya disertai pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pertimbangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tentang pemerintahan Daerah dinyatakan : bahwa dalam rangka penyelenggaraan
1 Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
2
pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas perbantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem negara kesatuan Republik Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan proses pengaturan sumber daya daerah
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
dimana
kepentingan
masyarakat merupakan inti dari penyelenggaraan pembangunan daerah. Masyarakat harus terlibat dalam kegiatan pengawasan pembangunan dan menuntut tersedianya informasi seluas-luasnya. Untuk itu seluruh potensi yang ada di daerah harus tercermin dalam pengembangan wilayah. Proses pengembangan wilayah pada periode tahun dua ribuan mengalami penyesuaian dan penyempurnaan dalam penerapannya sampai lahirnya pradigma baru dalam pengembangan wilayah, yaitu dalam era otonomi saat ini. Agar pendekatan wilayah lebih realistik dan mudah diterapkan, maka pada awal tahun dua ribuan lebih disempurnakan dengan mengakomodasi paradigma baru sehingga lebih diperluas lagi wawasannya dan diselaraskan dengan jiwa otonomi. Dengan demikian pendekatan wilayah sebagai basis perencanaan pengembangan wilayah harus diorientasikan kepada : kemampuan bertindak lokal dalam kerangka berfikir global/makro, kemampuan memperhitungkan kelayakan masa kini dalam mempertimbangkan masa depan, lebih lues atau dinamis dalam
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
3
kerangka kerja yang pasti, dan kemampuan memfokuskan pada masyarakat setempat dengan memanfaatkan keterlibatan masyarakat luas (investor, akademis, bisnis, dll). Dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam Pengembangan wilayah, sesuai dengan tujuan otonomi daerah maka setiap daerah otonomi baik kota maupun kabupaten harus mampu meningkatkan pembangunan di daerahnya. Salah satu cara untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan di suatu daerah adalah dengan mengusahakan masuknya pemodal sebanyak-banyaknya ke daerah untuk melakukan investasi, baik itu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Masuknya investor akan membuka kesempatan kerja dan meningkatkan ekonomi masyarakat di daerah tersebut. Dalam konteks pembangunan regional, investasi memegang peranan penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara umum investasi atau penanaman modal, baik dalam bentuk PMDN maupun PMA membutuhkan adanya iklim yang sehat, kemudahan serta kejelasan prosedur penanaman modal. Iklim investasi juga dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi suatu negara atau daerah. Kondisi inilah yang mampu mendorong sektor swasta untuk ikut serta dalam menggerakkan roda ekonomi. Masuknya investasi ke suatu daerah juga sangat tergantung pada daya tarik daerah tersebut terutama iklim investasi yang kondusif serta kemudahan-kemudahan (Rating of 200 Districts/Municipalities in Indonesia, A Survey of Bussiness Perception, 2003) Berdasarkan identifikasi tingkat dan elemen-elemen untuk tujuan me-rating daya tarik daerah kabupaten-kota terhadap investasi, dari pemahaman studi literatur, opini
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
4
para pelaku usaha, masukan para ahli dan hasil pemeringkatan yang dilakukan Komisi Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) sebelumnya dapat disimpulkan bahwa infrastruktur mempengaruhi ketertarikan
investor untuk
melakukan investasi. Ketersediaan infrastruktur fisik di suatu daerah yakni instalasi dan kemudahan dasar yang terdapat di daerah menjadi daya tarik bagi investor untuk berinvestasi di daerah tersebut. Untuk kelancaran investasi, investor perlu didukung oleh ketersediaan infrastruktur fisik dalam kondisi yang baik (kualitas yang layak) seperti jalan raya, kereta api, pelabuhan laut dan udara, sarana komunikasi, perbankan, rumah sakit, sumber energi listrik, pelayanan Infokom dan lain-lainnya. Para pakar infrastruktur dari berbagai negara di Asia Pasifik, pada pertemuan bulan Agustus 2005 di Jakarta, memiliki kesamaan persepsi mengenai masalah mendasar dalam pembiayaan infrastruktur dengan menyetujui lima sub-tema sebagai fokus pembahasan yang mereka jadwalkan. Salah satu sub-tema yang diangkat pada pertemuan para pakar infrastruktur dari berbagai negara di Asia Pasifik adalah peran infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari pertukaran pemikiran para pakar mengenai peranan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di negara masingmasing baik secara kualitatif maupun kuantitatif, keseluruhannya terlihat bahwa infrastruktur memiliki peranan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk jangka pendek akan menciptakan lapangan kerja sektor konstruksi. Untuk jangka menengah dan panjang akan mendukung peningkatan efisiensi dan produktivitas sektor-sektor terkait (Rating of 200 Districts/Municipalities in Indonesia, A Survey of Bussiness Perception, 2003).
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
5
Peranan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi ditemukan juga di negaranegara Afrika, Bangladesh, China dan beberapa negara lainnya. Sebuah studi menemukan bahwa negara-negara Afrika (tahun 1980 sampai 1990-an) yang melakukan pembangunan infrastruktur pada bidang telekomunikasi dan energi mengalami kenaikan tingkat pertumbuhan tahunan sekitar 1, 3 persen lebih tinggi dibandingkan negara-negara di Asia Timur. Sedangkan suatu studi di Amerika Latin memperkirakan bahwa minimnya investasi infrastruktur sepanjang 1990-an telah mengurangi pertumbuhan jangka panjang sekitar 1-3 persen. Ditingkatkan proyekproyek pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan oleh Bank Dunia rata-rata memberikan return terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara sekitar 20-35 persen (World Bank, 2004). Penelitian yang dilakukan Calderon dan Serven (2004) menunjukkan adanya dampak pengembangan infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan. Studi ini menggunakan sampel data dari 121 negara pada periode 19602000. Hasilnya menyimpulkan bahwa: pertama, pembangunan infrastruktur yang sesuai memberikan pengaruh positif kepada pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kedua, kualitas dan kuantitas infrastruktur yang buruk berdampak negatif pada pemerataan (equality) pendapatan. Studi lain yang dilakukan Querioz dan Guatam digunakan untuk menganalisis hubungan antara pembangunan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi yang mengkombinasikan sebuah analisis cross-section dari data 98 negara dengan sebuah
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
6
analisis time series dari data nasional AS tahun 1950 sampai 1988. Hasil studi ini memperlihatkan bahwa kepadatan jalan (km jalan per kapita) memberikan efek yang positif terhadap pendapatan nasional (Felloni,dkk, 2001). Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Antle digunakan untuk menganalisis hubungan antara infrastruktur dan pertanian melalui pendekatan fungsi produksi dengan menggunakan data dari 66 negara pada tahun 1965. Variabel terikat yang digunakan adalah pendapatan nasional bruto dari produk pertanian, sementara variabel penjelasannya adalah lahan pertanian, masyarakat pertanian aktif, konsumsi pupuk kimia dan jumlah (stok) hewan, rasio pendaftaran sekolah menengah, serta produk nasional bruto dari industri transportasi dan komunikasi per unit lahan (sebagai ukuran bagi infrastruktur). Hasilnya menunjukkan bahwa semua variabel, kecuali tingkat pendidikan, menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (Felloni,dkk, 2001). Musjeri (2002) dalam studinya mengenai lapangan kerja dan kemiskinan di Bangladesh mengulas tentang pentingnya program pembangunan infrastruktur pedesaan dalam upaya pengurangan kemiskinan di Bangladesh. Bangladesh merupakan negara dengan pendapatan per kapita rendah (sekitar $370 pada tahun 2001), dimana satu dari tiga orang penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan ($1 per hari). Bangladesh juga merupakan negara yang surplus tenaga kerja yang besar. Tingkat pertumbuhan negaranya tidak mampu menyerap kelebihan tenaga kerja yang ada. Bertahun-tahun lamanya pemerintah Bangladesh berupaya menciptakan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
7
lapangan kerja untuk menyerap kelebihan tenaga kerja tersebut melalui programprogram pekerjaan publik maupun program pembangunan infrastruktur berbasis tenaga kerja. Program-program ini terbukti mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin, dan bahkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Bangladesh melalui infrastruktur-infrastruktur yang dibangun tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmed dan Hossain (1990), yang dilakukan pada 129 desa di Bangladesh, menunjukkan bahwa desa-desa yang infrastruktur transportasinya berkembang, memperoleh keuntungan yang signifikan dibandingkan dengan desa-desa yang infrastruktur transportasinya belum berkembang. Hasil penelitian yang dilakukan World Bank (1994) menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur jalan telah mempengaruhi arus lalu lintas di Bangladesh. Jumlah kendaraan di desa meningkat dengan signifikan. Kondisi ini telah menciptakan lapangan kerja pada bidang jasa tranportasi desa. Seiring dengan itu, investasi pada bidang alat-alat transportasi desa menjadi hal yang menarik. Sejalan dengan perkembangan kondisi jalan desa menjadi jalan beraspal, jenis transportasi juga berkembang menjadi jenis transportasi mekanik. Perkembangan pembangunan infrastruktur jalan tersebut meningkatkan aktivitas sosial masyarakat, yang kemudian meningkatkan aktivitas ekonomi, komunikasi, dan akhirnya dapat meciptakan berbagai lapangan kerja baru. Sejak tahun 1985, pembangunan infrastruktur mulai menjadi perhatian pemerintah China. Bahkan mulai tahun 1990, pembangunan infrastruktur menjadi
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
8
prioritas nasional. Sejak itu, pembangunan infrastruktur di China meningkat pesat. Pada akhir tahun 1995, panjang jalan raya mencapai 1157x 10 6 juta km, jalur kereta api mencapai 62600 km. Dan lebih dari 100 bandara dibuka untuk lalu lintas penerbangan sipil, sementara rute pelayanan udara mencapai 1,13x 10 6 km. Pipa-pipa saluan air mencapai lebih dari 430x 109 ton per tahun. Jumlah saluran telepon mencapai 59,993x 10 6 saluran. Dan sembilan puluh enam persen desa memperoleh pelayanan pos, akibatnya petumbuhan ekonomi China maju dengan pesat (China Development Gateway, 2000). Dari uraian ini, infrastruktur sepertinya menjadi jawaban dari kebutuhan negaranegara maupun daerah yang ingin mendorong pertumbuhan ekonominya. Daerah yang memiliki infrastruktur yang baik dalam kuantitas dan kualitasnya akan menjadi daya tarik bagi investor untuk berinvestasi di daerah tersebut. Menyadari pentingnya infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi dan masuknya investor, maka pemerintah daerah baik kabupaten maupun kota sebagai pemain utama dalam sektor infrastruktur selayaknya menjaga kesinambungan investasi pembangunan infrastruktur dan memprioritaskan infrastruktur dalam rencana pembangunan daerahnya. Karena itu bagi daerah otonom, Kabupaten-kota tidak ada pilihan lain kecuali meningkatkan pembangunan infrastruktur daerahnya agar mampu bersaing dengan daerah lainnya dalam usaha menarik masuknya investor. Dari uraian yang telah disampaikan jelaslah bahwa pembangunan infrastruktur dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, sebagaimana
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
9
yang terjadi di Bangladesh, China, Afrika Selatan dan diberbagai negara lainnya. Pengalaman telah menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur yang padat karya dengan basiskan masyarakat lokal di negara-negara tersebut mampu mengurangi kemiskinan, jumlah pengangguran, dan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Dalam era otonomi daerah-daerah otonom kabupaten-kota di wilayah Sumatera Utara, ditempatkan sebagai ujung tombak dalam pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan. Selain dari pada itu dalam kerangka AFTA, adanya pembebasan atau pengurangan tarif perdagangan barang dan jasa antar negara, menempatkan daerah otonom kabupaten-kota pada posisi strategis dalam persaingan antar negara karena persaingan menjadi bergeser pada level daerah otonom kabupaten-kota. Untuk menarik investor masuk ke Provinsi Sumatera Utara, diperlukan kemudahan informasi tentang rating daerah otonom kabupaten-kota di wilayah Sumatera Utara ditinjau dari ketersediaan Infrastrukturnya. Mengingat kondisi infrastruktur kabupaten dan kota sangat jauh berbeda, maka untuk merating kabupaten-kota di wilayah Sumatera Utara perlu membedakannya kedalam dua kelompok, yaitu : kelompok kabupaten dan kelompok kota. Untuk memperoleh kesepakatan tentang infrastruktur mana saja yang dijadikan sebagai kriteria penilaian diperlukan penggabungan preferensi semua lapisan masyarakat. Hal ini sejalan dengan perubahan paradigma, dimana sebelumnya sarat dengan sentralisasi telah berubah ke desentralisasi, dari arah top-down ke arah bottom-up, maka posisi partisipasi publik dalam proses penyusunan perencanaan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
10
menjadi semakin penting. Partisipasi publik ditempatkan sebagai means untuk mencapai esensi perencanaan itu sendiri yaitu collective agreement. Partisipasi publik merupakan salah satu cara atau metode pengambilan keputusan yang diharapkan dapat meminimalisasi konflik antar stakeholder. Pada perencanaan partisipatif, kapasitas masyarakat, pemerintah dan fasilitator meningkat karena terlibat proses belajar timbal balik. Sejalan dengan yang dinyatakan oleh Jhon Clynton Thomas (1995, 2) bahwa partisipasi publik dapat memberikan efek dukungan masyarakat yang lebih luas terhadap program yang dihasilkan melalui proses partisipasi . Dalam tataran implementasi program, partisipasi publik akan mendorong social mobilization yang diwujudkan dalam bentuk mobilisasi sumber daya yang dimiliki masyarakat secara lebih luas. Dengan demikian diharapkan keputusan yang diambil merupakan gabungan preferensi yang dapat mewakili seluruh masyarakat dan dapat diterima semua pihak sehingga dalam implementasinya akan mendapat dukungan masyarakat. Dalam perencanaan partisipatif seperti ini metode analisis yang diperlukan harus mempunyai kriteria antara lain : mudah dikonstruksi, dapat diadaptasikan pada kelompok maupun individu, mudah diterima intuisi dan pemikiran umum, mendorong kompromi dan pembangunan konsensus, dan tidak membutuhkan spesialisasi yang tinggi untuk menguasainya. Kebutuhan seperti itu dapat dipenuhi oleh suatu metode yang dikenal dengan nama Analytic Hierarchy Process (AHP). Kelebihan metode AHP dibandingkan dengan yang lainnya adalah (Suryadi & Ramdhani, 1998):
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
11
1. Struktur yang berhierarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada sub-subkriteria yang paling dalam. 2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan. 4. Metode AHP memiliki keunggulan dari segi proses pengambilan keputusan dan akomodasi untuk atribut-atribut baik kuantitatif dan kualitatif (Gualda et. Al.,2003). 5. Metode
AHP
juga
mampu
menghasilkan
hasil
yang
lebih
konsisten
dibandingkan dengan metode-metode lainnya (Minutulo, 2003). 6. Metode pengambilan keputusan AHP memiliki sistem yang mudah dipahami dan digunakan (Shihan & Kabir, 2003). Selain kelebihan-kelebihan tersebut, metode AHP juga memiliki beberapa kelemahan penggunaan, antara lain: 1. Responden yang dilibatkan harus para pakar dan memahami permasalan dengan baik. 2. AHP tidak dapat diterapkan pada suatu perbedaan sudut pandang yang sangat tajam/ ekstrim di kalangan responden. Dalam merating dengan menggunakan AHP didasarkan pada preferensi para pakar, Namun dalam hal ini belum mengakomodasi pendapat/preferensi masyarakat. Untuk
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
12
itu perlu pengembangan metode AHP yang dapat menyerap preferensi seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan prinsip otonomi daerah. Preferensi semua lapisan masyarakat baik itu pemerintah, stakeholder, LSM, DPRD, calon responden, ahli dari Perguruan Tinggi dan lain-lainnya diperoleh melalui Focused Group Discusion (FGD). Dari FGD akan diperoleh kesepakatan tentang infrastruktur mana saja yang perlu dinilai dan kriteria apa saja yang harus ditetapkan untuk penilaian infrastruktur di kabupaten-kota. FGD juga digunakan untuk memperoleh kesepakatan tentang materi kuesioner yang akan digunakan untuk memperoleh preferensi semua lapisan masyarakat. Melalui FGD akan diperoleh kriteria-kriteria, alternatif-alternatif, indikatorindikator yang diperlukan yang merupakan kesepakatan semua pihak yang merupakan dasar bagi penyusunan kuesioner. Kuesioner yang telah diuji coba, dibagikan kepada responden yaitu para pakar dan praktisi di bidang infrastruktur untuk memperoleh preferensi mereka dalam membandingkan secara berpasangan kriteria maupun alternatif yang ada. Selanjutnya hasil kuesioner yang diperoleh akan dianalisis dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP), untuk memperoleh rating dari kabupaten–kota di wilayah Sumatera Utara. Pentingnya rating di berbagai bidang kegiatan ditunjukkan oleh banyaknya penelitian yang dilakukan baik secara nasional maupun internasional oleh para pakar dalam menentukan rating di berbagai bidang. Beberapa diantaranya dapat dilihat pada:
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
13
Sutarman (2005), ”Memeringkat Kawasan Dati-II di beberapa Dati-I Pulau Sumatera Indonesia berdasarkan kwaliti Sekolah Dasar dan Menengah”. Penelitian dilakukan sebagai Desertasi Doktor di University Kebangsaan Malaysia, Kuala Lumpur. KPPOD (2003), ”Regional Investment Attractiveness, A Survey of Business Perception”, yakni penelitian yang dilakukan atas kerjasama dengan The Asian Fundation dalam menentukan rating dari 200 daerah kabupaten-kota di Indonesia dengan menggunakan metode AHP. Muhammad Ali Ramdhani (1997), ”Penerapan Prioritas Lokasi Perumahan Berdasarkan Penggabungan metode AHP dan Promethee”, suatu penelitian untuk menentukan rating lokasi yang sesuai untuk perumahan. Word Economic Focused (1997), melakukan penelitian untuk menentukan rating dari 52 negara menurut daya saing internasionalnya, penelitian ini menggunakan 8 indikator yang salah satu diantaranya adalah infrastruktur. Widodo (2005), melakukan penelitian untuk menentukan pemilihan Bentuk Peran Serta Swasta dalam pengelolaan terminal di pelabuhan : “Kasus PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok”. Penelitian ini berhasil menentukan rating bentuk peran swasta dalam pengelolaan Terminal Cabang Tanjung Priok dengan, menggunakan AHP. Haryono Sukarto (2006), ”Pemilihan Model Transportasi di DKI Jakarta dengan Analisis Kebijakan AHP”, yang berhasil menentukan rating model transportasi yang sesuai untuk DKI Jakarta.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
14
Heru Purboyo, dan Ridwan Sutriadi (2004), ”Penelitian Tentang Kajian Pengembangan Sistem Penilaian dan penentuan peringkat kota dan kabupaten berdasarkan nilai infrastruktur wilayah di Jawa Barat”. Penelitian yang dilakukan berhasil menentukan rating kota dan kabupaten di wilayah Jawa Barat dengan menggunakan metode AHP, dan berbagai penelitian lainnya. Dengan diperolehnya rating daerah kabupaten-kota di wilayah Sumatera Utara ini akan memudahkan bagi investor untuk memilih dan memutuskan daerah tempatnya berinvestasi. Peringkat ini juga diperlukan untuk memotivasi daerah untuk bersaing dalam meningkatkan daya tarik daerahnya dengan jalan membenahi infrastruktur di daerah masing-masing. Rating daerah otonom kabupaten-kota wilayah Sumatera Utara ini bukan saja bermanfaat bagi para investor dan memotivasi persaingan antar daerah otonom kabupaten–kota. Namun juga diperlukan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah pusat dalam pengelolaan dan bantuan pengelolaan infrastruktur antara wilayah kabupaten-kota dalam hal menentukan urutan prioritas yang dilatarbelakangi masalah yang konvensional yakni masalah keterbatasan dana pembangunan yang dimiliki pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat. Rating daerah otonom kabupaten–kota yang diperoleh akan bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Perencanaan Wilayah. Dari uraian yang telah disampaikan dapat dirasakan betapa pentingnya pembangunan infrastruktur dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat baik di Bangladesh, China, Afrika Selatan, maupun di beberapa negara lainnya. Sejarah telah menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur yang padat karya di negara-negara
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
15
bersangkutan
telah
berhasil
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi
dan
mensejahterakan rakyatnya. Karena itu pemerintah provinsi Sumatera Utara harus segera mencari strategi pembangunan infrasrtuktur di daerah Sumatera Utara dan menentukan urutan prioritas pembangunannya. Hal ini perlu mengingat bahwa pembangunan infrastruktur memerlukan dana yang cukup besar sedangkan kemampuan pemerintah terbatas. Pembangunan infrastruktur yang dipilih haruslah pembangunan infrastruktur yang padat karya, adil dan melibatkan masyarakat lokal sebagai basis pembangunan dan tidak bias perkotaan
1.2 Perumusan Masalah Dari keseluruhan uraian sebelumnya dapatlah dirumuskan bahwa permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana mengembangkan metode AHP untuk menentukan rating Kabupaten Kota
berdasarkan
nilai
infrastruktur
yang
mampu
menyerap
preferensimasyarakat. 2. Bagaimana memperoleh rating daerah otonom kabupaten–kota di wilayah provinsi Sumatera Utara yang sesuai dengan perencanaan partisipatif. 3. Apakah ada korelasi positif antara rating kabupaten-kota dengan PDRB kabupaten-kota berkaitan? 4. Apakah ada korelasi positif antara rating kabupaten-kota dengan PAD kabupaten-kota berkaitan? 5. Apakah ada korelasi positif antara rating kabupaten-kota dengan jumlah tenaga
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
16
kerja yang diserap investor yang masuk ke kabupaten-kota bersangkutan. 1.3 Tujuan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari beberapa tujuan yang ingin dicapai, di antaranya: 1. Diperolehnya pengembangan metode AHP yang mampu menyerap preferensi masyarakat, sesuai dengan prinsip pelaksanaan otonomi daerah. 2. Diperolehnya rating kabupaten – kota di wilayah Sumatera Utara. 3. Diperolehnya informasi tentang hubungan antara rating kabupaten-kota dengan besarnya PDRB, PAD dan jumlah tenaga kerja yang diserap PMDN dan PMA di kabupaten-kota bersangkutan. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan mempunyai tingkat objektivitas yang cukup baik tidak hanya dalam menghasilkan rating kabupaten-kota di wilayah Sumatera Utara, tetapi juga memberikan semacam preskripsi bagi daerah yang dikaji dalam peringkat tersebut, karena peneliti independen dalam melakukan penelitian. 2. Hasil pengembangan metode AHP dapat digunakan sebagai model analisis pada perencanaan partisipatif, sesuai prinsip pelaksanaan otonomi daerah dimana perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi harus mengikutsertakan masyarakat.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
17
3. Hasil penelitian dapat menjadi embrio dari sebuah sistem tolok ukur penilaian infrastruktur yang bersifat regional maupun nasional, yang selanjutnya akan sangat dibutuhkan dalam menciptakan suatu iklim parsaingan sehat, dalam penyediaan infrastruktur wilayah. 4. Aspek yang lebih penting dari penelitian ini adalah tindakan dari hasil pengurutan (rating) tersebut. Atau dalam dunia perencanaan wilayah dan kota lebih mengarah kepada suatu preskripsi. Preskripsi ini diarahkan sebagai rancangan yang berupa rencana-rencana tindak bagi daerah sesuai dengan urutan tersebut. Isi preskripsi dari program tindak tersebut dapat berupa arahan pengembangan infrastruktur, serta arahan pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur wilayah yang ada. 5. Penelitian ini tidak hanya menerapkan teori pada suatu kasus tertentu, melainkan para aktor (stakeholder) yang terkait dengan studi kasus ini turut memberikan pengaruh terhadap identifikasi, analisis, serta kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Begitu pula dalam membuat rating daerah otonom Kabupaten – Kota tidak semata-mata berdasarkan kelengkapan infrastruktur wilayahnya saja, melainkan jenis infrastruktur serta kriteria dan indikatornya pun ditentukan oleh para stakeholder. 6. Hasil penelitian ini juga diharapkan bermanfaat sebagai arahan pada daerah otonom baik kota maupun kabupaten untuk membangun basis data infrastruktur wilayah yang lengkap dan terpadu. Sehingga tiap jenis data yang berkaitan dengan infrastruktur dapat tersedia dan memiliki keseragaman yang standar antar daerah otonom kabupaten – kota sehingga dapat dikomparasikan.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
18
7. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah provinsi dalam menentukan urutan prioritas pengelolaan dan bantuan pengelolaan infrastruktur kepada daerah otonom kabupaten-kota di wilayah Sumatera Utara dengan keterbatasan dana pembangunan yang tersedia. 8. Rating kabupaten–kota dari penelitian ini dapat digunakan para investor sebagai informasi dalam menentukan daerah tempatnya berinvestasi, dan akan menjadi pendorong bagi daerah otonom kabuapten–kota di wilayah provinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan daya saing daerahnya masing- masing. Latar belakang yang telah diuraikan seblumnya dapat dilihat dalam bentuk diagram pada Gbr-1 berikut ini :
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
19 Potensi Kab-Kota Lahan dan Infrastruktur Wilayah
Penduduk dan Kegiatan Usaha
Supply
Demand
Sistem Perencanaan
Kab-Kota
Sistem Sosial-Masyarakat
Permasalahan Kab-Kota Pengoperasian dan Pemeliharaan Infrastruktur Pengembangan Infrastruktur
Pengelolaan Infrastruktur Wilayah
Pembiayaan Pembangunan
Sistem Politik
Pusat
Desentralisasi Kemampuan Kab-Kota Provinsi
Kab-Kota
Pengelolaan Infrastruktur Antar Wilayah Kota-Kabupaten dan bantuan Pengelolaan Infrastruktur Kota-Kabupaten yang Strategis Di Tingkat provinsi
Prioritas Penanganan Infrastruktur Wilayah yang Strategis di Tingkat Provinsi
Kebutuhan Akan Rating Kab-Kota
Prioritas Penanganan Infrastruktur Wilayahyang Strategis di Tingkat Nasional
Mampukah Menyelesaikan Permasalahan?
Tidak
Pedoman Pengelolaan Infrastruktur Antar Wilayah Kota-Kabupaten Serta Bantuan Pengelolaan Infrastruktur Kota-kabupaten yang Strategis Di Tingkat Nasional
Investor Masuk
Ya
Keterbatasan Anggaran
Pengembangan Wilayah
LSM ?
Kab-Kota Yang Maju
Lembaga Donor?
Kab-Kota Yang Terbelakang dan tertinggal
Beban Bagi Sektor Publik
Gbr –1: Latar Belakang Permasalahan Infrastruktur
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
20
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Pengembangan Wilayah 2.1.1 Sejarah pengembangan wilayah di Indonesia
Pengembangan Wilayah (Regional Development) merupakan usaha peningkatan kinerja wilayah, dalam rangka mencapai kesejahteraan sosial dan ekonomi serta kelestarian lingkungan wilayah. Permasalahan wilayah telah berubah dan berkembang seiring dengan perubahan dan perkembangan penduduk beserta kegiatannya. Dalam menanggapi perubahan dan perkembangan masalah wilayah, pemikiran pada pendekatan pengembangan wilayah juga telah berubah dan berkembang. Untuk memahami dengan baik perubahan dan perkembangan tentang pengembangan wilayah di Indonesia, maka dicoba untuk menelusuri keadaan pengembangan wilayah mulai periode 60-an. Kebijakan Pembangunan Nasional pada periode 60-an merupakan awal bagi pembangunan terencana di Indonesia, pembangunan pada era ini dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi; perencanaan lebih diwarnai oleh pendekatanpendekatan sektoral dan parsial, serta nampak jelas adanya garis pemisah antara kota dan desa dan lebih terfokus pada perencanaan perkotaan, sementara di pedesaan sering ditemui stagnasi dan kemiskinan. Adanya dikotomi antara perencanaan kota dan perencanaan daerah/ desa dan lebih terfokus pada perencanaan kota telah memberi dampak pembangunan yang
20 Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
21
kurang
menguntungkan
secara
regional.
Pendekatan
yang
mengutamakan
pertumbuhan tanpa memberi perhatian pada pemerataan ternyata lambat laun menyebabkan
dampak
negatif
terhadap
lingkungan
bahkan
menghambat
pertumbuhan itu sendiri. Sehingga hubungan keterkaitan atau sering disebut interdependency antara kota dan desa/kawasan produksi tidak mungkin dapat terjadi dengan pola tersebut. Selayaknya kota dan hinterland-nya harus dipandang sebagai satu mekanisme pengembangan wilayah. Karena itu diperlukan suatu pengembangan pemikiran untuk menjembatani kesenjangan antara kota dengan desa/ kawasan produksi, serta
bagaimana
mengoptimalkan
pemamfaatan
ruang/lahan dan
sumberdaya lokal. Dalam hal ini diperlukan suatu pendekatan yang dapat menggabungkan kota, desa, kawasan produksi dan sarana prasarana pendukungnya sebagai satu kesatuan wilayah/ kawasan. Pada awal priode 70-an perencanaan secara kewilayahan sudah mulai diminati meskipun konsepnya baru sebatas untuk kepentingan (ego) sektoral dan diantara sektor masih berjalan sendiri-sendiri. Pada sektor pertahanan misalnya dilakukan perencanaan tata guna tanah dengan mendasarkan kepada penilaian kondisi dan potensi lahan yang ada sehingga diperoleh rencana peruntukan/ penggunaan lahan (zoning plan). Di sektor kehutanan diintroduksikan cara-cara penatapan fungsi/ status hutan melalui kriteria jenis tanah, kemiringan lahan dan curah hujan. Di sektor pengairan
dikembangkan
perencanaan
pengembangan
wilayah
berdasarkan
pengamatan potensi dan kapasitas sumber air baku demikian juga pada sektor-sektor lainnya.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
22
Perencanaan-perencanaan yang bersifat sektoral ini sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan optimasi penggunaan ruang dan sumber daya wilayah dalam hubungannnya dengan pemamfaatan, produktivitas dan konservasi bagi kelestarian lingkungan, yang masih menitik beratkan kepada kepentingan sektornya, kurang mempertimbangkan visi misi daerah. Sehingga terjadi duplikasi pendanaan pembangunan, konflik kepentingan sektoral, sentralisasi, normative dan supplydriven oriented. Untuk menghilangkan kelemahan tersebut diperlukan suatu pendekatan “kewilayahan” yang bersifat sektoral atau parsial yakni, suatu pendekatan menyeluruh dan terpadu yang dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak sehingga diperoleh keterpaduan rencana, sinkronisasi program, dan koordinasi pelaksanaan pembangunan sektoral dan daerah. Pada pertengahan 70-an teori-teori perencanaan pengembangan wilayah semakin berkembang khususnya yang terkait dengan aspek-aspek pembangunan ekonomi, demografi dan geografi. Pada masa ini banyak model-model pembangunan yang mendukung teori pusat pertumbuhan selain itu muncul pula berbagai reaksi terhadap kelemahan teori pertumbuhan tersebut. Teori-teori yang tidak setuju dengan teori pertumbuhan mengetengahkan bahwa kemajuan di suatu kawasan/ lokasi jangan menyebabkan kemunduran di kawasan/ lokasi lainnya. Untuk itu perlu didukung oleh suatu pendekatan komperatif agar pembangunan saling sinergi, agar di suatu wilayah tercipta kondisi yang secara totalitas menunjukkan resultante perkembangan optimum.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
23
Di negara-negara maju dan berkembang pada tahun 70-an para ahli mencoba terus mencari pendekatan-pendekatan yang lebih komprehensif. Proses terebut akhirnya melahirkan pendekatan pengembangan wilayah yang menekankan pada keterpaduan analisis-analisis wilayah (regional analysis) dan dinamakan Ilmu Wilayah (regional science). Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah berpendapat bahwa pendekatan pengembangan wilayah merupakan kajian-kajian terhadap hubungan sebab akibat (causal effects) dari faktor-faktor utama pembentuk wilayah yang meliputi fisik, sosial, budaya dan ekonomi. Perencanaan
pengembangan
wilayah
lebih
lanjut
dikembangkan
oleh
Poernomosidi Hadjisarosa (1976) melalui pendekatan satuan-satuan wilayah ekonomi yang bertumpu pada teori Losch, yang juga mengadopsi teori interdependency bahwa antara wilayah satu dengan yang lainnya akan terjadi saling ketergantungan melalui mekanisme pasar (hubungan supply-demand). Pengembangan wilayah melalui koordinasi antar daerah administrasi juga berkembang pada pertengahan 70-an tersebut, dimana Hariri Hady (1974, Bappenas) berdasarkan pengalamannya dalam bidang perencanaan pembangunan nasional mengintruksikan sistem perwilayahan nasional, yakni pengelompokan beberapa daerah administrasi menjadi suatu wilayah/subwilayah pembangunan berdasarkan kekuatan keterkaitan antar daerah adiministrasi yang ada, antara lain dalam hal perdagangan, keuangan, jasa, kegiatan peroduksi, hubungan sosial, sistem prasarana (infrastruktur) wilayah dsb. Perwilayahan seperti ini sangat perlu sebagai suatu pendekatan untuk menjamin tercapainya pembanguan yang serasi, selaras dan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
24
seimbang baik antar sektor di dalam suatu wilayah pembangunan maupun antar wilayah pembangunan. Pengembangan
wilayah
selanjutnya
lebih
disempurnakan
dengan
lebih
memperjelas mekanisme penyusunan program pembangunan. Mengingat bahwa penyusunan pogram terkait dengan kegiatan pemerintah, maka dikembangkanlah pemikiran untuk menghubungkan pendekatan wilayah dengan sistem administrasi pembangunan. Hal ini menumbuhkan pendekatan perencanaan yang disebut dengan perencanaan dari atas kebawah (top-down approach) dan dari bawah keatas (bottomup approach). Namun pada masa terebut dalam prakteknya, perumusan program masih didominasi oleh program-program pusat dan belum mencerminkan kehendak aspirasi masyarakat. Pendekatan perencanaan pengembangan wilayah pada 80-an lebih terfokus pada program pembangunan perkotaan. Agar kota-kota berkembang sesuai dengan fungsi dan hirarkhinya maka pada awal delapan puluhan dirumuskan strategi nasional pembangunan perkotaan (NUDS, 1985). Berdasarkan jumlah penduduk suatu kota, kota diklasifikasikan atas kota metropolitan, kota sedang dan kota kecil, sedangkan berdasarkan fungsi pelayanannya diklasifikasikan ke dalam National Development Center (NDC), Interregional Development Center (IDC), Regional Development Center (RDC) dan Local Service Center (LSC). Untuk mengimplementasikan strategi tersebut maka disusunlah rencana-rencana (tata ruang) kota serta program-program Pengembangan Prasarana Kota Terpadu (P3KT), dan pengembangan sistem jaringan transportasi yang menunjang sistem koleksi dan distribusi, melalui pendekatan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
25
keterpaduan. Kebijakan pembangunan pada awal
80-an ini adalah pemerataan
pembangunan ekonomi dengan dominasi struktur ekonomi pada sektor industri yang saling menguatkan dengan sektor pertanian. Sementara berbagai kegiatan di sektor ekonomi digalakkan seperti kehutanan, perkebunan, pertambangan, industri, prawisata dan transportasi, mengakibatkan munculnya kecaman dari para ahli ekologi dan environmentalist sedunia tentang permasalahan lingkungan. Menanggapi kecaman ini pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang No.4 Tahun 1982 tentang ketentuan pokok pengelolahan lingkungan hidup, Keppres No. 32 tahun 1990 tetang kriteria dan pola pengelolahan kawasan lindung. Selanjutnya Suryono Sostrodarsono mengembangkan pendekatan wilayah fungsional yang merupakan satu ke satuan eko-sistem berupa pengembangan Satuan Wilayah Sungai (SWS) dan Daerah Pengairan Sungai (DPS) sebagai wilayah unit pengembangan dan manajemen sumber daya alam khususnya sumberdaya air. Menurut
Suryono,
prasarana
pengairan,
prasarana
transportasi,
prasarana
pengelolahan lingkungan dan prasarana wilayah lainnya, harus direncanakan dan dibangun secara terpadu didalam satu kesatuan wilayah fungsional. Menjelang akhir tahun delapan puluhan ini banyak pemikir dan ahli menyadari bahwa mekanisme pembangunan yang terlalu sentralistis telah menciptakan banyak permasalahan dalam pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu dilakukan perbaikan mekanisme pembangunan dari sentralistis ke desentralistis, dengan dikeluarkannya PP No. 14/1987 tentang penyerahan sebagian urusan pemerintah di bidang ke PU-an kepada daerah.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
26
Selanjutnta pendekatan perencanaan priode 90-an dimana arus globalisasi yang melanda dunia menciptakan kebutuhan akan transformasi disegala aspek kehidupan. Di Indonesia keadaan ini memberi dampak pada, meningkatnya kepekaan masyarakat dalam pembangunan sehingga lebih dituntut “transparency”
dan pranserta
masyarakat, serta desentralisasi. Munculnya tuntutan efisiensi pembangunan dan pembangunan yang ramah lingkungan dan perkembangan ekonomi nasional dan global telah berhasil menjalin kerjasama regional seperti IMTGT, AFTA, NAFTA, AIDA, dsb. Operational dari kebijakan tersebut antara lain PP No. 45/1992 tentang penyelenggaraan otonomi daerah dimana urusan yang diserahkan ke daerah ditetapkan berdasarkan kriteria yang duraikan didalam penjelasan PP tersebut. Lahirnya PP ini semakin memperkuat adanya penyerahan urusan ke daerah tingkat II yang kemudian lebih disempurnakan dalam UU No.22 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam perkembangan selanjutnya, sebagai kristalisasi proses perkembangan pendekatan wilayah di Indonesia adalah lahirnya UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang (UUPR) dan termuatnya rencana tata ruang sebagai dasar perencanaan pembangunan dalam GBHN 1993 serta diikuti dalam Tap. MPR No IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999 dan UU PROPENAS (2000-2004). Dalam GBHN 1999 ini dijelaskan, bahwa dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan dan manusia, dikembangkan pola tataruang yang menyerasikan tata guna tanah, tata guna hutan serta tata guna sumberdaya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis
dan
dinamis,
serta
ditunjang
oleh
pengelolahan
perkembangan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
27
kependudukan yang serasi. Tata ruang yang disusun berdasarkan pola terpadu melalui pendekatan wilayah. Pendekatan wilayah dimaksud adalah suatu cara pandang untuk memahami kondisi, ciri, fenomena dan hubungan sebab akibat dari unsur-unsur pembentuk wilayah, seperti penduduk, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial ekonomi, budaya, fisik lingkungan, serta merumuskan tujuan, sasaran, target pengembangan wilayah. Dampak globalisasi yang paling terasa menjelang akhir sembilan puluhan adalah munculnya blok-blok ekonomi untuk memperkuat blok-blok politik atau sebaliknya. Saat itu Asia dalam proses memengang peranan dalam perekonomian dunia (John Naisbitt, 1996), karena revolusi 3T (telekomunikasi, transportasi, dan tourism). Di Indonesia dengan keikutsertaan dalam revolusi 3T, berkembanglah tuntutan masyarakat
akan:
transparansi,
keterlibatan/
pranserta
masyarakat
dalam
pembangunan, desentralisasi/otda, penghargaan terhadap HAM. Sistem dan mekanisme pembangunan dengan pola lama sudah tidak sesuai lagi diterapkan dalam paradigma baru. Beberapa ahli berpendapat bahwa pembangunan yang terlalu sentralistis, supply driven, normatif, proses tertutup hanya menampung visi perencanaan saja, top-down, dominasi publik, restriktif, birokratis mekanistis, telah menciptakan permasalahan baru dalam pembangunan itu sendiri. Antara lain kurangnya kesadaran masyarakat bahwa sebenarnya mereka harus mempunyai andil di dalam setiap kegiatan pembangunan di daerahnya; menurunnya gairah swasta/ dunia usaha untuk melakukan investasi; sementara kemampuan pemerintah dalam pendanaan pembangunan semakin menurun. Upaya peningkatan peran serta
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
28
masyarakat dan swasta/dunia usaha tertuang dalam PP No. 20/1994 tentang perubahan pemilikan saham dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) serta paket-paket yang berkaitan dengan deregulasi dan debirokratisasi. Periode sembilan puluhan ini diakhiri dengan terjadinya turbulensi ekonomi yang dipicu oleh krisis moneter. Karena fondasi dan struktur ekonomi nasional yang kurang kokoh dan rapuh maka krisis tersebut berlanjut kepada krisis ekonomi yang berkepanjangan. Hal ini menyadarkan masyarakat akan perlunya reformasi hukum dan perundang-undangan, reformasi ekonomi, dan reformasi sistem pemerintahan, yang akhirnya melahirkan Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan dan telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004. Pengembangan Wilayah pada periode dua ribuan mengalami penyesuaian dan penyempurnaan dalam penerapannya sampai lahirnya pradigma baru dalam pengembangan wilayah, yaitu dalam era otonomi saat ini. Agar pendekatam wilayah lebih realistis dan mudah diterapkan, maka pada awal tahun dua ribuan lebih disempurnakan dengan mengakomodasikan paradigma baru sehingga lebih diperluas lagi wawasannya dan diselaraskan dengan jiwa otonomi. Dari keseluruhan uaraian tentang sejarah pendekatan pengembangan wilayah di Indonesia dapatlah direkomendasi bahwa dalam proses perencanaan harus sudah ditumbuhkan kesadaran akan aspek pelaksanaan (perencanaan yang berwawasan pelaksanaan) dengan kata lain suatu rencana yang baik harus dapat dijabarkan ke
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
29
dalam penyusunan program-program pembangunan. Untuk itu perlu didukung oleh sistem pengaturan yang komperhensif serta diperlukan pengaturan yang lebih operasional yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Dalam kaitannya dengan aspek lingkungan, kegiatan amdal yang bersifat parsial dan sektoral, perlu disempurnakan menjadi amdal terpadu. Dengan menganggap tahun 1970 sebagai awal pengembangan teori-teori perencanaan pengembangan wilayah dan model-model analisis yang mendukungnya, dapatlah dikatakan bahwa pendekatan wilayah (sebagai pendekatan menyeluruh/ konferhensif
dan
terpadu)
dalam
perencanaan
wilayah
telah
mengalami
perkembangan. Dalam perkembangannya selanjutnya, dimasukannya pendekatan wilayah sebagai konsep dasar dalam perencanaan tata ruang wilayah dan merubah pengertian mengenai pendekatan wilayah, yakni: 1. Pendekatan wilayah adalah suatu cara pandang untuk memahami kondisi, ciri dan hubungan sebab akibat dari unsur-unsur pembentuk wilayah seperti penduduk, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial ekonomi,
budaya, fisik dan
lingkungan; serta merumuskan tujuan, sasaran, dan target pengembangan wilayah. 2. Pendekatan wilayah didasarkan pada suatu pandangan bahwa keseluruhan unsur manusia, makluk hidup lainnya dan kegiatannya beserta lingkungan berada dalam suatu sistem wilayah. Dengan demikian perencanaan tata ruang wilayah dengan pendekatan wilayah adalah suatu upaya perencanaan agar interaksi manusia/ makluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimban
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
30
untuk
mengupayakan
kesejahteraan
manusia/makluk
hidup
dan
kelestarian
lingkungan. 2.1.2. Pengertian pengembangan wilayah Hadjisaroso, dalam Prihatin (1999:9), pengembangan wilayah adalah suatu tindakkan merencanakan, melaksanakan dan mengembangkan atau membangun wilayah atau kawasan didasarkan pertimbangan kondisi dan potensi fisik, ekonomi dan sosial budaya pada wilayah bersangkutan dengan tujuan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat. Sanusi (2000:5) mengemukakan pengembangan wilayah adalah pembangunan sektoral pada suatu wilayah dengan tujuan tidak hanya memacu dan menumbuhkan wilayah tersebut, tetapi juga wilayah sekitarnya ditinjau dari sosial ekonomi. Anonimous (1990:15) mengemukakan bahwa: pengembangan Wilayah harus memberi manfaat ganda yaitu mendorong usaha pemerataan pembangunan dan dapat meningkatkan optimalisasi penggunaan sumber daya (resourcer) terbesar di wilayah dalam rangka pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan dalam mewujudkan stabilitas wilayah. Dengan demikian pengembangan wilayah (regional development) merupakan bagian dari satu pembangunan secara keseluruhan, baik menyangkut pembangunan fisik, politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Pengembangan wilayah tidak dapat dipisahkan dari ruang (spatial) yang mencakup alam dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya, termasuk manusia sebagai makluk hidup dengan berbagai aktivitasnya.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
31
Stanley dalam Koswara (1999:35), mengemukakan bahwa kata wilayah berkaitan dengan pembangunan atau pengembangan wilayah, setidak-tidaknya mempunyai dua makna, yaitu wilayah objektif dan wilayah subjektif. 1. Wilayah objektif adalah suatu wilayah
yang habis dibagi ke wilayah
pembangunan, dan 2. Wilayah subjektif adalah perwilayahan untuk mengenal masalah suatu wilayah dan terdiri dari dua jenis: a. wilayah homogen, yaitu wilayah yang mempunyai karakteristik yang sama secara fisik dan sosial ekonomi; b. wilayah fungsional, yaitu wilayah yang didasarkan atas adanya hubungan fungsional antar unsur - unsur tertentu yang terdapat dalam wilayah tersebut. Kadariah
dalam
Prihatin
(1999:8),
mengemukakan
bahwa
tujuan
pengembangan wilayah pada umumnya adalah untuk: 1. peningkatan pertumbuhan pendapatan perkapita 2. pendapatan perkapita dan distribusi pendapatan 3. tingkat kemiskinan 4. kosumsi sarana pelayanan umum, dan 5. kualitas lingkungan. Pengembangan wilayah menyangkut proses pengaturan sumber daya daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mengisyaratkan bahwa kepentingan masyarakat merupakan inti dari penyelenggaraan pembangunan daerah.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
32
Karena itu masyarakat harus terlibat dalam kegiatan pengawasan pembangunan yang menuntut tersedianya informasi seluas-luasnya. Soegijoko dkk, (1997: 90) berpendapat bahwa, pengembangan wilayah pedesaan sebagai upaya pemerataan pembangunan, mempertimbangkan kegiatan sektoral secara terpadu, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi desa secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan demikian tujuan pengembangan wilayah berarti kondisi wilayah menjadi lebih baik di segala sektor, meliputi sektor jasa, industri maupun pertanian. Pengembangan wilayah pedesaan juga harus melingkupi pengembangan wilayah perkotaan sehingga berdampak positif bagi daerah belakangnya. Tambun (1992:12), mengemukakan bahwa pengembangan wilayah pada dasarnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut dengan menghormati peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengembangan wilayah merupakan prnggunaan dana yang dialokasikan pada suatu wilayah oleh pemerintah maupun swasta untuk berbagai kegiatan yang langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat ataupun memperluas lapangan kerja. Wibowo dkk. (1999:55) menekankan, pengembangan wilayah merupakan usaha mengembangkan dan meningkatkan hubungan saling ketergantungan dan interaksi antar system ekonomi, manusia atau masyarakat, lingkungan hidup dan sumberdaya alam.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
33
Prinsip transparansi dalam program pengembangan wilayah bertujuan untuk memastikan bahwa setiap orang dapat mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat dalam program pembangunan daerah. Pemahaman bahwa proses pengembangan wilayah menyangkut pengaturan sumber daya daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengisyaratkan bahwa kepentingan masyarakat merupakan inti dari penyelenggaraan pembangunan daerah. Agar kepentingan masyarakat ini dapat terlindungi, maka masyarakat harus terlibat dalam kegiatan pengawasan pembangunan yang menuntut tersedianya informasi seluasluasnya. Penerapan prinsip transparansi ini merupakan upaya untuk menwujudkan good government dan menjadikan pemerintahan yang menjadi milik masyarakat. Dengan demikian masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi suatu pembangunan turut berpartisipasi aktif. Soedjito (2002:13) mengemukakan bahwa: penerapan prinsip transparansi dalam pengembangan wilayah memerlukan masukkan, antara lain: 1. Infrastruktur serta teknologi informasi dan komunikasi yang memadai. 2. Sistem Informasi dan manajemen yang terintegrasi dalam pembangunan daerah. 3. Tenaga pengelolah informasi yang cukup. 4. Jaringan komunikasi antara pelaku pembangunan dan masyarakat yang berkepentingan.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
34
2.1.3 Perkembangan konsep perencanaan pengembangan wilayah Perkembangan Konsep Pengembangan Wilayah (Regional Development) merupakan usaha peningkatan kinerja wilayah, dalam rangka mencapai kesejahteraan sosial dan ekonomi serta kelestarian lingkungan wilayah. Permasalahan wilayah telah berubah dan berkembang seiring dengan perubahan dan perkembangan penduduk beserta kegiatannya. Dalam menanggapi perubahan dan masalah wilayah, pemikiran pada pendekatan pengembangan wilayah juga telah berubah dan berkembang. Hingga saat ini, konsep-konsep perencanaan pengembangan wilayah yang ada belum mampu menjawab
permasalahan
wilayah,
yang
ditandai
dengan
tetap
ada
dan
berkembangnya masalah wilayah, meskipun konsep-konsep pengembangan wilayah telah berkembang dari waktu ke waktu dan sebagian telah diterapkan di dalam praktek perencanaan pengembangan wilayah. Akhir-akhir ini telah berkembang paradigma baru dalam perencanaan pengembangan wilayah, yang menekankan pada Pengembangan Lokal (Local Development), melalui pengembangan endogen (Endogenous Development), dengan lebih mengandalkan perilaku manusia lokal sebagai elemen kunci pengembangan wilayah. Evolusi pemikiran Pendekatan Perencanaan Wilayah mulai dilihat sejak tahun 1920 an, pada saat pemikiran Pendekatan Perencanaan Wilayah dinyatakan secara formal (Friedmann, 1979). Konsep Pendekatan Pengembangan Wilayah terus berkembang mengikuti perkembangan permasalahan wilayah, yang dimaksudkan untuk memberikan konsep yang lebih bermanfaat bagi pengembangan wilayah.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
35
Perubahan - perubahan tersebut menuntut berubahnya konsep perencanaan pengembangan wilayah. Terdapat empat konsep Perencanaan wilayah selama perkembangannya, yakni: Konsep perencanaan Utopia (Utopia Planning), Konsep Perencanaan Idealisme Praktis (Pratical Idealism), Konsep Sistem Perencanaan Ruang (Spacial Planning System), dan Konsep Selective Regional Closure. a. Konsep perencanaan utopia (utopia planing) Pemikiran ini mucul pada tahun 1925, yang dipelopori oleh 3 pemikir, yaitu Lewis Munford, Howard Odum, dan Thomas Adam. Inti dari konsep yang diajukan oleh ketiga pemikir ini secara umum adalah ingin menciptakan keadaan yang akan membentuk suatu hubungan yang harmonis antara mahkluk hidup dan alam, dalam rangka menyesuaikan diri dan menghadapi perkembangan yang luar biasa dari suatu peradaban industri. Pemikiran ini dilatarbelakangi oleh keadaan-keadaan yang semakin mengkhawatirkan pada suatu saat itu, yaitu : - Industrialisasi yang semakin tidak terkendali, - Pertumbuhan kota-kota yang semakin tidak terkendali, sehingga menimbulkan dampak sosial yang negatif, - Pengabaian dan penganiayaan budaya setempat - Eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan, sehingga merusak lingkungan. Meskipun konsep ini baik untuk menangani dan mengantisipasi permasalahan wilayah yang mulai berkembang, akan tetapi ini dinilai sangat utopia dan tidak mudah dilanjutkan ke penerapannya di dalam perencanaan wilayah secara nyata,
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
36
sehingga jarang dijadikan acuan dalam praktek perencanaan pengembangan wilayah. b. Konsep perencanaan idealisme praktis practical idealism) Kebutuhan suatu pendekatan perencanaan pengembangan wilayah yang dapat diterapkan telah mendesak untuk ditemukannya konsep baru yang lebih berorientasi praktek, oleh karena itu keberhasilan yang telah dicapai oleh pengembangan sumberdaya otorita lembah Tennesse memberikan inspirasi pada pengembangan konsep perencanaan pengembangan wilayah yang lebih berorientasi praktek tersebut. Konsep perencanaan Pengembangan Wilayah yang berorientasi praktek muncul pada tahun 1935. Konsep ini bertumpu pada pengembangan sumberdaya alam yang terintegrasi untuk kepentingan Manusia dengan melihat lembah sungai sebagai unit wilayah yang sesuai untuk tujuan tersebut. Mengingat sifatnya yang berorientasi praktek, maka konsep mudah diterapan dalam perencanaan wilayah nyata, akan tetapi dalam penerapannya , ternyata konsep ini menghasilkan suatu perluasan monopoli kapitalis pada suatu wilayah terpencil dan pra-industri. c. Konsep sistem perencanaan ruang (spatial planning system) Konsep ini muncul dan berkembang dari kontribusi beberapa pemikir, yaitu Perroux, Boudeville dan Rondinelli, sejak tahun 1950. Konsep ini dapat dikategorikan ke dalam dua pemikiran, yaitu:
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
37
-
Pengembangan ruang dalam negara-negara industri baru : perencanaan wilayah dikaitkan dengan pengembangan nasional, perencanaan pusat -pusat dan integrasi ruang dalam perekonomian nasional. Pusat-pusat pertumbuhan (Growth Centers) dimunculkan sebagai instrumen utama bagi kebijaksanaan ruang.
-
Wilayah terbelakang dalam negara-negara industri maju: sorotan utama tetap diberikan pada wilayah-wilayah inti dalam perekonomian nasional, dimana secara bertahap wilayah bergabung dengan perencanaan metropolitan. Kemunculan konsep ini didasarkan pada ketidakpuasan terhadap konsep
sebelumnya, yang tidak mampu menyelesaikan persoalan pengembangan wilayah dan diperberat dengan semakin timpangnya perkembangan antar wilayah. Berdasarkan hal ini, pengembangan wilayah dengan membentuk sistem pusat- pusat yang terintegrasi dianggap penting, karena setiap bagian sistem mempunyai fungsi dan saling berinteraksi secara saling menguntungkan, sehingga wilayah
akan
berkembang secara bersama-sama. Konsep ini secara rasional mudah diterima dan juga mudah diterjemahkan ke dalam praktek perencanaan secara nyata. Namun demikian dalam penerapannya, kemiskinan semakin terakumulasi di kota-kota, ketimpangan semakin mendalam.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
38
d. Konsep selective regional closure Konsep yang menganggap bahwa pengembangan wilayah dapat dijalarkan melalui sistem pusat-pusat yang terintegrasi mendapat penolakan yang cukup luas, mengingat pada kenyataannya pusat-pusat besar telah menghisap sumberdaya wilayah yang lebih kecil, sehingga pusat-pusat besar semakin kuat dan pusat-pusat kecil semakin lemah. Oleh karena itu perbaikan interaksi antara keduanya dan pemberdayaan pihak yang lemah menjadi penting. Friedman dan Douglass, Stohr dan Toding menganjurkan konsep pengembangan dari bawah (Development From Below) yang merupakan kebaikan dari pendekatan sebelumnya. Konsep ini mulai berkembang di tahun 1975-an dapat dipisahkan dalam dua kategori sebagai berikut: -
Selective Spacial Closure. Perencanaan wilayah diarahkan untuk mengendalikan kekuatan sentrifugal dan perekonomian internasional, sehingga kekuatan perusahaan tunduk pada keinginan wilayah. Dalam arti usaha untuk mengambil alih kendali perekonomian oleh kekuatan wilayah/lokal, agar dapat bermanfaat bagi kesejahteraan wilayah secara luas.
-
Agropolitan, suatu usaha untuk mengatur keadaan masa depan menuju pada kehidupan yang lebih baik bagi petani dan pekerja perkotaan dalam perekonomian dunia. Konsep ini lebih ditujukan pada negara pertanian miskin. Dalam arti usaha pemberdayaan masyarakat yang kurang beruntung, khususnya petani dan penduduk miskin kota, yang tersisihkan oleh perkembangan perekonomian yang sedang terjadi.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
39
Meskipun konsep ini mempunyai kekuatan pada sifatnya yang sangat ideal untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh konsep sebelumnya, agar pihak yang lemah tidak semakin dirugikan dan semakin menjadi lemah, namun konsep ini hanya kuat dalam analisis, tetapi lemah dalam pengarahan untuk pengembangan wilayah, sehingga belum mampu menggantikan kedudukan konsep sebelumnya sebagai pendekatan perencanaan pengembangan wilayah yang dapat diterapkan. Dari empat konsep yang telah berkembang selama itu, Konsep Sistem Perencaan Ruang (Spatial Planning System) merupakan konsep pengembangan wilayah yang paling sering dan secara luas dijadikan acuan praktek perencanaan wilayah didunia, termasuk di Indonesia, mengingat konsepnya yang bersifat rasional dan dapat diterapkan dalam praktek perencanaan pengembangan wilayah.
2.1.4 Permasalahan praktek perencanaan pengembangan wilayah. Praktek perencanaan pengembangan wilayah memerlukan konsep pemikiran sebagai acuan, dengan pertimbangan dapat diterima secara rasional sebagai konsep yang efektif dan dapat diterapkan dalam praktek pengembangan wilayah secara nyata. Dari keempat konsep di atas, Konsep spatial planning system merupakan konsep yang secara luas diterima sebagai konsep yang paling memenuhi kriteria tersebut, oleh karena itu merupakan konsep pengembangan wilayah yang menjadi acuan pengembangan wilayah secara luas, sementara konsep yang lebih baik belum ada.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
40
Sesuai dengan pemikiran yang diajukan, konsep ini mempunyai sifat perencanaan pengembangan wilayah yang terpusat dengan menitikberatkan pada sasaran pertumbuhan perekonomian nasional. Dalam negara industri baru perencanaan wilayah dikaitkan dengan pembangunan nasional, Perencanaan pusat-pusat dan integrasi ruang dalam perekonomian nasional. Dalam negara-negara industri maju sorotan utama diberikan pada wilayah-wilayah inti dalam perekonomian nasional, dimana secara bertahap wilayah bergabung dengan perencanaan metropolitan. Menurut konsep ini, pengembangan wilayah dititik beratkan pada pengembangan nasional dan mampu menjalankan pertumbuhan ke wilayah belakangnya. Dalam prakteknya, pusat-pusat yang dianggap potensial untuk merangsang pertumbuhan wilayah dikembangkan dengan mengerahkan tenaga dan biaya dalam menyiapkan lahan dan infrastruktur dan didukung oleh pengembangan perangkat lunak yang berkaitan dengan isentif pajak, untuk menumbuh-kembangkan kegiatan ekonomi, melalui peningkatan minat investasi di pusat-pusat tersebut. Dalam rangka mengejar sasaran utama pengembangan wilayah untuk maksimasi pertumbuhan perekonomian, karakteristik pendekatan yang dilakukan adalah: 1. Pembangunan fisik mendapat prioritas utama guna menunjang pertumbuhan perekonomian wilayah yang maksimal melalui pengerahan investasi masuk yang padat modal, berteknologi tinggi, nilai tambah besar dan berorientasi ekspor,
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
41
2. pengembangan wilayah dikaitkan dengan pembangunan nasional dengan menggunakan pusat–pusat pertumbuhan sebagai instrumen utamanya, 3. manusia diletakkan sebagai elemen pendukung, dengan peran sebagai obyek pembangunan. Praktek perencanaan pengembangan wilayah yang mengacu pada pemikiran konsep Spatial Planning System telah memberikan hasil yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, baik di negara maju maupun di negara industri baru. Pusat–pusat pertumbuhan tidak tumbuh dan pusat–pusat kecil semakin lemah, kota – kota pusat perekonomian nasional berkembang melebihi batas kapasitasnya dan kemiskinan serta kekacauan atau bencana semakin terakumulasi di dalamnya, wilayah belakang tidak berkembang, ketimpangan ekonomi, sosial dan wilayah semakin membesar. Pendekatan perencanaan pembangunan terpusat lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi dan telah gagal mengatasi persoalan kesenjangan. Pendekatan pengelolaan
perekonomian
yang
terpusat
telah
menghasilkan
pertumbuhan
perekonomian yang cukup berarti, tetapi tidak dapat dinikmati oleh masyarakat secara merata (Malizia dan Feser, 1999), Pendekatan pembangunan terpusat jarang mengembangkan program untuk menyelesaikan kebutuhan lokal, tetapi menuangkan kembali persoalan tersebut untuk dicocokkan dengan model nasional. Dengan demikian persoalan lokal semakin berkembang, khususnya berkaitan dengan krisis pekerjaan (Blakely, 1989) Perencanaan pembangunan terpusat cenderung kurang memberikan tempat untuk peran atau partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Strategi maksimisasi
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
42
Pertumbuhan telah mengisolasikan orang-orang miskin dalam banyak hal telah membuat nasib mereka semakin memburuk. Meskipun dalam ukuran kriteria yang sempit hasil kebijaksanaan yang tidak mengikut sertakan orang-orang miskin tersebut telah memberikan hasil yang terbatas (Friedmann, 1992) Pengembangan pusat-pusat perekonomian nasional yang menjadi andalan perencanaan pengembangan wilayah terpusat, telah menghasilkan pertumbuhan kota kota metropolitan yang melebihi kapasitasnya, baik secara fisik maupun sosial. Pengembangan metropolitan sangat kurang memperhatikan attention (kepedulian), yang akibatnya adalah perusakan lingkungan, pengabaian sosial bagi kelompok yang paling tidak beruntung dan kemungkinan-kemungkinan terjadinya keterbatasan untuk semuanya (Bellah, 1991). Pengembangan
wilayah
yang
dikaitkan
untuk
mengejar
pertumbuhan
perekonomian nasional yang maksimal, telah membawa pada pemikiran eksploitasi sumberdaya yang ada. Pembangunan yang mendorong logika exploitation (pemanfaatan), telah menghasilkan kegagalan. Tekanan pada hasil jangka pendek dalam bisnis dan pemerintahan telah merusak kapasitas berpikir ke depan, baik dalam negara atau kota, maupun kerusakan pribadi dan keluarga dalam kehidupan warga (Bellah, 1991). Seperti halnya negara-negara lain di dunia, dalam jangka panjang, Indonesia juga telah mengambil Konsep Spatial Planning System sebagai acuan praktek perencanaan pengembangan wilayah. Pusat-pusat pertumbuhan yang merupakan instrumen utama bagi kebijaksanaan ruang dikembangkan. Perkembangan kegiatan ekonomi di pusat-
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
43
pusat yang dikembangkan diharapkan akan menularkan perkembangannya ke pusatpusat yang lebih kecil atau wilayah belakangnya, sehingga terjadi perkembangan secara merata di seluruh wilayah. Melalui pendekatan yang digunakan selama ini pembangunan di Indonesia cenderung berhasil dalam pembangunan fisik dan ekonomi makro yaitu : -
Tumbuhnya kota - kota besar sebagai pusat-puat perekonomian nasional yang mampu berinteraksi secara global.
-
Meningkatnya daya tarik Indonesia sebagai tempat kegiatan investasi, baik investasi asing (PMA) maupun domestik (PMDN), yang menggunakan teknologi tinggi dan mempunyai pasar luas, maupun domestik yang menggunakan teknologi tinggi dan mempunyai pasar luas,
-
Meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional
-
Meningkatnya lapangan pekerjaan baru Namun demikian pendekatan pengembangan wilayah yang bersifat terpusat ini
telah gagal mempertahankan keberlanjutan keadaan diatas, serta gagal dalam pengembangan sosial dan ekonomi masyarakat secara luas dan mempertahankan kelestarian lingkungan, yang hal ini dapat dilihat dari: -
Menurunnya kualitas fisik, sosial dan ekonomi kota-kota pusat perekonomian nasional, sebagai akibat pertumbuhannya yang tidak terkendali.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
44
-
Meningkatnya ketergantungan pada investasi masuk, yang mempunyai mobilitas tinggi sehingga penurunan investasi masuk, akibat krisis multidimensi, telah menghasilkan kemandekkan perekonomian yang berkepanjangan.
-
Pusat-pusat perekonomian nasional tidak mampu berfungsi sebagai pusat-pusat pertumbuhan yang menjalarkan pertumbuhannya ke wilayah belakang, bahkan yang terjadi adalah eksploitasi sumberdaya wilayah belakang, sehingga ketimpangan wilayah semakin lebar.
-
Kegiatan ekonomi yang berkembang kurang mampu menyerap tenaga kerja lokal dan tidak mampu membangkitkan kegiatan ekonomi yang baru atau merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi yang ada khususnya kegiatan ekonomi tradisional, bahkan menjadi pesaing yang membinasakan, sehingga mengurangi kesempatan kerja yang ada dan ketimpangan antar golongan menjadi semakin lebar.
-
Kualitas lingkugan semakin menurun sebagai akibat eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan untuk mendukung kegiatan ekonomi dan ketidakpedulian pada lingkungan. Kegagalan menghasilkan pemerataan hasil pembangunan dalam segala aspek,
disebabkan oleh kegagalan untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan yang mempu menjalarkan pertumbuhan sebagai akibat tidak terciptanya keterkaitan antar sektor dan antar wilayah. Keterkaitan yang terjadi sangat lemah karena tidak adanya kesesuaian antara kegiatan ekonomi yang berkembang di pusat-pusat perekonomian
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
45
dengan kegiatan ekonomi lokal dan wilayah belakang, yang secara langsung maupun tidak langsung sebagai akibat kelemahan sumber daya manusia lokal dan wilayah belakang (Kusumaningsih, 1995, Arifin, 1997, Immanuel, 1998, Nugroho, 2001) Praktek perencanaan pengembangan wilayah yang mengacu pada konsep Spatial Planning System, yang bersifat terpusat dan mengejar pertumbuhan perekonomian nasional, telah gagal mencapai tujuan utamanya, yaitu mengatasi ketimpangan wilayah. Praktek perencanaan wilayah ini lebih mengutamakan pembangunan fisik pada pusat-pusat perekonomian nasional, untuk mendukung perkembangan kegiatan ekonomi, melalui pengerahan investasi masuk, baik domestik maupun asing, mempunyai sifat eksploitatif dan telah mengabaikan pemberdayaan sumberdaya manusia dan pelestarian lingkungan sehingga dengan sendirinya potensi untuk menurunkan kualitas ekonomi, sosial dan lingkungan alam.
2.1.5 Konsep pengembangan alternatif (alternative development) Konsep ini bukan suatu alternatif lengkap, tetapi harus dipandang sebagai perjuangan berlanjut, dalam sejarah yang panjang dan berat untuk tuntutan moral orang miskin yang tidak berdaya terhadap kekuasaan tertinggi yang ada (Friedmann, 1992). Suatu
Alternative
Development
dipusatkan
pada
rakyat
(people)
dan
lingkungannya, yaitu pendekatan untuk menjawab pertanyaan tentang peningkatan kondisi kehidupan dan penghidupan dari pandangan rumah tangga. Rumah tangga
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
46
diperlakukan sebagai pusat produksi dan anggota masyarakat, yang dalam meningkatkan kehidupan dan penghidupannya mengatur tiga jenis kekuasaan (power), yaitu: Social Power, Political Power, Psychological Power. Proses Alternative Development merupakan proses pemberdayaan rumah tangga dan anggota–anggotanya secara individu dalam ketiga power tersebut, melalui pelibatan mereka dalam tindakan–tindakan yang sesuai secara sosial dan politik. Konsep–konsep tersebut masih terus berkembang, dengan mencari bentuk yang sesuai
dengan
permasalahan
yang
dihadapi.
Konsep
pembangunan
berbasis sumberdaya lokal pada dasarnya mempunyai arah yang sama, yaitu merupakan usaha pemberdayaan lokal, melalui pengembangan potensi endogen, khususnya potensi sumberdaya manusia lokal. Pelibatan dan partisipasi manusia lokal secara sosial, ekonomi dan politik merupakan kunci untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat, untuk menolong diri sendiri dan mendukung pengembangan lokal. Konsep – konsep tersebut hanya mempunyai perbedaan dalam penekanan sasaran sosial, ekonomi dan lingkungan yang hendak dicapai. Dalam rangka mengejar sasaran utama pengembangan wilayah untuk keselarasan pertumbuhan perekonomian, maka karakteristik pendekatan ini adalah: a. Pengembangan potensi manusia merupakan prioritas utama untuk menggerakkan pengembangan perekonomian wilayah, melalui pengembangan keunggulan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
47
wilayah yang didukung oleh
kualitas manusia yang baik, mampu dan mau
berpartisipasi dan bekerjasama aktif dalam pembangunan. b. Dalam pengembangannya, wilayah berinteraksi timbal balik dengan wilayah lain dalam tingkat yang sama maupun tingkat yang lebih tinggi, sehingga saling menguntungkan, dengan kekuatan utama pada kemampuan dan kemauan manusia. c. Pengembangan fisik merupakan faktor pendukung kegiatan manusia dalam pembangunan. Dalam meletakkan manusia sebagai inti pengembangan wilayah, diharapkan manusia secara aktif mengelola dan menggambarkan potensi wilayah secara optimal, sehingga tercapai tujuan pengembangan wilayah. Keberhasilan praktek perencanaan pengembangan wilayah melalui pendekatan ini adalah perannya dalam pembangunan. Oleh karena itu, dalam pengembangan konsep ini, agar menjadi pendekatan yang dapat menjadi acuan di dalam praktek perencanaan yang efektif, pengelolaan dan pengembangan potensi manusia yang sesuai dengan perannya dalam pembangunan merupakan masalah utama.
Secara bersama konsep-konsep tersebut mendukung
pendekatan pengembangan wilayah dari bawah (bottom-up), dan sesuai dengan asas otonomi daerah. Konsep–konsep pembangunan berbasis sumberdaya lokal telah secara luas diakui manfaatnya dan mulai dipertimbangkan untuk menggantikan konsep pembangunan yang terpusat dalam pengembangan wilayah. Konsep – konsep tersebut telah mulai
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
48
banyak diterapkan di dunia, termasuk di Indonesia, khususnya untuk menjawab tantangan desentralisasi politik dan keuangan yang telah dicanangkan sejak tahun 1999 dengan terbitnya Undang-Undang No.22 dan Undang-Undang No.25 Tahun 1999 yang pelaksanaannya pada tahun 2001. Dilanjutkan dengan revitalisasi Otonomi daerah dan kebijaksanaan desentralisasi yang diformatkan pada Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Lahirnya Undang-Undang tersebut merubah paradigma pengembangan wilayah dari yang sarat dengan sentralisasi ke arah desentralisasi dan dari top-down ke bottom-up. Dengan demikian semua kegiatan dalam pengembangan wilayah harus mengikut sertakan masyarakat (partisipatory). Perubahan paradigma ini mempengaruhi metode-metode analisis yang digunakan, dimana masyarakat harus diikut sertakan, dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah Analytic Hierarchy Process (AHP). Metode AHP menuntut responden harus para pakar dan orang yang benar-benar memahami AHP dan permasalahan yang akan dianalisis, sedangkan konsep pengembangan wilayah yang berbasiskan
manusia
lokal
menghendaki
keterlibatan
masyarakat.
Dalam
memecahkan masalah tersebut, penelitian ini akan melakukan pengembangan metode AHP agar dapat melibatkan masyarakat.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
49
2.2 Infrastruktur 2.2.1 Infrastruktur sebagai katalis pembangunan Pembangunan infrastruktur adalah bagian integral dari pembangunan nasional. Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Kegiatan sektror transportasi merupakan tulang punggung pola distribusi baik barang maupun penumpang. Infrastruktur lainnya seperti kelistrikan dan telekomunikasi terkait dengan upaya modernisasi bangsa dan penyediaannya merupakan salah satu aspek terpenting untuk meningkatkan produktivitas sektor produksi. Ketersediaan perumahan dan pemukiman, antara lain air minum dan sanitasi, secara luas dan merata, serta pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan akan menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat. Peran infrastruktur yang tak kalah pentingnya adalah untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Jaringan transportasi dan telekomunkasi dari Sabang sampai Marauke serta Sangir Talaut ke Rote merupakan salah satu perekat utama Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak lama infrastruktur diyakini merupakan pemicu
pembangunan
kesejahteraan
antar
antar kawasan
kawasan. juga
Dapat
dapat
dikatakan
diidentifikasi
bahwa dari
disparitas
kesenjangan
infrastrukturnya yang terjadi diantaranya . Dalam kontek ini, ke depan pendekatan pembangunan infrastruktur berbasis wilayah semakin penting untuk diperhatikan. Pengalaman menunjukkan bahwa infrastruktur transportasi berperan besar untuk membuka isolasi wilayah, serta ketersediaan pengairan merupakan prasyarat
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
50
kesuksesan pembangunan pertanian dan sektor-sektor lainnya. (Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2005 Tentang RPJMN Tahun 2004-2009). Meningkatnya dukungan infrastruktur merupakan salah satu di antara lima sasaran pokok Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Pembangunan infrastruktur difokuskan pada upaya penaganan isu-isu penting yang sedang dihadapi secara nasional saat ini, yaitu: 1. Masih rendahnya aksesibilitas terhadap pelayanan infrastruktur 2. Masih terbatasnya kapasitas, kualitas dan jangkauan pelayanan infrastruktur. 3. Masih belum optimalnya pengaturan tarif, subsidi, dan kewajiban pelayanan umum di bidang infrastruktur. 4. Masih belum optimalnya dukungan kebijakan, regulasi dan kelembagaan bagi pembangunan infrastruktur. (Berjuang Membangun Kembali Indonesia: Laporan kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK, 2006). Dengan demikian peran infrastruktur sangat besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini diyakini mengingat bahwa pertumbuhan ekonomi akan mendorong penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan. Tentu saja pertumbuhan ekonomi ini juga sangat tergantung pada pola dan sumber pertumbuhannya. Namun, kondisi makroekonomi yang stabil dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja tidak cukup. Kondisi makroekonomi Indonesia cukup stabil dan pertumbuhan ekonomi terus meningkat pada periode setelah krisis. Tetapi kondisi ini ternyata belum mampu
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
51
menciptakan lapangan kerja yang memadai untuk menyerap tambahan angkatan kerja yang muncul setiap tahunnya. Lambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya jumlah pengangguran mengakibatkan jumlah penduduk miskin masih belum dapat diturunkan pada tingkat sebelum krisis. Menurut data BPS (2004) jumlah penduduk miskin 36,1 jiwa yang jumlahnya lebih besar dari jumlah penduduk miskin sebelum krisis.
Berdasarkan
data
tersebut
terlihat
bahwa
stabilitas
pertumbuhan
makroekonomi dan ekonomi Indonesia ternyata belum mampu mendorong perkembangan sektor riil dalam upaya mengatasi masalah sosial seperti pengangguran dan kemiskinan. Agar sektor riil dapat berkembang dan mampu menyerap tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi tidak boleh tergantung hanya pada sektor kosumsi saja. Harus ada peningkatan investasi agar lapangan kerja yang baru dapat tercipta. Salah satu bentuk investasi yang paling penting untuk dapat menggerakkan sektor riil adalah investasi infrastruktur. Hampir semua literatur pembangunan mengakui bahwa infrastruktur merupakan katalis bagi pembangunan. Ketersediaan infrastruktur dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber daya sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan Infrastruktur juga dapat mempercepat proses pengurangan kemiskinan melalui peningkatan akses terhadap infrastruktur yang lebih baik. Keberadaan infrastruktur memang penting dalam aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Hampir di setiap aktivitas masyarakat dan pemerintah, keberadaan infrastruktur seperti energi, transportasi, informasi dan teknologi komunikasi, air,
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
52
rumah sakit, Bank dan lain-lainnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan sudah menjadi kebutuhan dasar. Melihat pentingnya peranan infrastruktur, sudah seharusnya pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia. Dengan infrastruktur yang memadai, diharapkan pertumbuhan sektor riil juga dapat meningkat sehingga masalah pengangguran dan kemiskinan dapat teratasi. Namun pembangunan dan pembiayaan infrastruktur tentu memerlukan dana yang cukup besar. Sampai saat ini pembangunan dan pemeliharaan sebagian besar infrastruktur di Indonesia masih dibiayai oleh pemerintah. Sementara kemampuan fiskal pemerintah semenjak krisis semakin terbatas. Sebagian besar dana pemerintah di alokasikan untuk pembayaran utang. Akibatnya, kondisi infrastruktur Indonesia semakin memburuk karena selain tidak adanya pembangunan infrastruktur baru, infrastruktur lama juga banyak yang rusak karena pemeliharaan yang kurang (Bappenas-2005). Dengan kondisi keterbatasan dana, pemerintah perlu memperhatikan aspek prioritas dalam pembangunan infrastruktur. Selama ini pembangunan infrastruktur masih terbatas dan terpusat
pada infrastruktur perkotaan. Akibatnya, selain
menghambat pembangunan ekonomi pedesaan, masalah kemiskinan juga tidak dapat diatasi karena sebagian besar masyarakat miskin tinggal di pedesaan. Oleh sebab itu, pemerintah perlu segera membenahi arah kebijakan pembangunan infrastruktur, agar pembangunan infrastruktur benar-benar dapat bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
53
2.2.2 Peranan infrastruktur dalam pengembangan wilayah di Indonesia Dalam
penyediaan
Infrastruktur,
Indonesia
mengalami
berbagai
permasalahan, diantaranya: keterbatasan dana, teknologi, dan sumber daya manusia, kurangnya
pemeliharaan
infrastruktur,
serta
ketidakmerataan
penyebaran
infrastruktur. Dalam kaitannya dengan keterbatasan dana, sejak krisis ekonomi tahun 1998, kondisi infrastruktur di Indonesia semakin memburuk akibat keterbatasan anggaran untuk pembangunan maupun pemeliharaan infrastruktur. Keadaan ini menjadi salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi. Sementara dalam kaitannya dengan keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia, sama seperti permasalahan negara berkembang lainnya, Indonesia perlu bekerjasama dengan negara lain untuk menyerap teknologi modern dan meningkatkan kemampuan pengelolaan infrastruktur yang lebih baik. Sedangkan untuk masalah ketidakmerataan penyebaran infrastruktur, ini merupakan permasalahan lama yang harus segera diatasi agar pemerataan pembangunan dan kesejahteraan dapat tercipta. Selama ini pembangunan infrastruktur Indonesia selalu difokuskan pada infrastruktur perkotaan dan infrastruktur di kawasan barat Indonesia. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat pedesaan dan juga pembangunan di kawasan timur Indonesia menjadi tertinggal. Jika hal ini dibiarkan terus, maka persoalan kemiskinan struktural tidak akan pernah teratasi karena jumlah penduduk miskin terbesar terdapat di pedesaan.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
54
Salah satu infrastruktur yang penting adalah infrastruktur jalan. Jalan merupakan prasarana transportasi yang penting untuk memperlancar distribusi barang antar daerah serta meningkatkan mobilitas penduduk. Dalam konteks pembangunan pertanian dan pedesaan., jaringan jalan sangat dibutuhkan untuk kelancaran arus faktor produksi maupun arus pemasaran hasil. Secara umum, kondisi jaringan jalan nasional beberapa tahun terakhir juga terus mengalami penurunan. Pada tahun 2004, kondisi jaringan jalan yang layak hanya tinggal 54 persen. Perkembangan kondisi baik dan sedang jalan kabupaten dan provinsi juga cenderung mengalami penurunan, sementara perkembangan kondisi jalan nasional relatif baik dan terus mengalami peningkatan. Penyebab penurunan kondisi jalan ini, antara lain: kualitas kontruksi jalan yang belum optimal, pembenahan berlebih, bencana alam seperti longsor, banjir, dan gempa bumi, serta menurunnya
kemampuan
pembiayaan
setelah
masa
krisis
ekonomi
yang
menyebabkan berkurangnya secara drastis biaya pemeliharaan jalan pemerintah (Bappenas, 2005). Infrastruktur lainnya seperti air dan irigasi adalah nerupakan sumber kehidupan yang penting bagi masyarakat. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 disebutkan bahwa pembangunan di bidang sumber daya air pada dasarnya adalah upaya untuk memberikan akses secara adil kepada seluruh masyarakat untuk mendapatkan air bersih agar mampu berperikehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. Pembangunan di bidang sumber daya air juga bertujuan untuk mengendalikan daya rusak air agar tercipta kehidupan masyarakat yang aman.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
55
Sementara jaringan irigasi merupakan prasarana penting dalam mendukung pembangunan pertanian untuk mencapai ketahanan pangan. Sampai saat ini, pelayanan air minum perpipaan di Indonesia baru menjangkau 56,6 juta penduduk, sementara kebutuhan akan air rumah tangga meningkat secara terus menerus dengan kenaikan rata-rata 10 persen setiap tahunnya . Disamping itu, untuk kebutuhan irigasi, indonesia membutuhkan pertumbuhan air lebih dari 10 persen per tahun pada periode yang sama (Bappenas, 2005). Dalam hal Infrastruktur energi, Indonesia yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah dan memiliki potensi sumber energi yang cukup banyak dan beragam. Namun penggunaan energi selama ini masih bertumpu pada energi yang tidak terbarukan, seperti minyak bumi, padahal cadangan minyak bumi Indonesia semakin menipis. Untuk mengatasi hal ini perlu dimulai pemamfaatan energi alternatif secara bertahap,
dengan,
mengembangkan
infrastruktur
untuk
memproduksi
dan
menyalurkan energi fossil selain minyak bumi, yaitu batu bara, gas alam, dan panas bumi, serta energi alternatif lainnya (Bappenas, 2005). Di bidang Infrastruktur telekomunikasi dan informasi merupakan sarana untuk mempercepat penyebaran informasi sehingga dapat mendukung kelancaran kegiatan ekonomi dan pembangunan. Sayangnya pertumbuhan infrastruktur telekomunikasi dan informasi di Indonesia masih lambat serta lebih terpusat di kawasan barat Indonesia, khususnya Jawa dan Bali. Sampai dengan tahun 2003, sebagian besar (86 persen) infrastruktur telekomunikasi terkonsentrasi di Sumatera, Jawa dan Bali. Dengan demikian hanya 14 persen dari infrastruktur telekomunikasi terdapat di
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
56
wilayah Indonesia Timur. Kesenjangan infrastruktur ini juga terjadi antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Hingga tahun 2003 masih terdapat 43 ribu desa (64 persen) dari total desa yang tidak memiliki fasilitas telekomunikasi. Selama tahun 1999-2003 diperkirakan jumlah pelanggan internet meningkat lebih dari 238 persen, yaitu dari 256 ribu orang menjadi 865 ribu orang, sedangkan pengguna internet meningkat dari 1 juta orang menjadi 8 juta orang, meningkat sebesar 700 persen (Bappenas, 2005). Berdasarkan kondisi pembangunan beberapa jenis infrastruktur tersebut diatas, dapat dilihat bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia selain masih berjalan lambat, juga belum terdistribusi secara merata. Kesenjangan pembangunan infrastruktur ini bukan hanya terjadi antar desa dan kota tetapi juga dalam dimensi yang lebih luas yaitu antar wilayah. Jika sasaran pembangunan infrastruktur adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan mengurangi kemiskinan, maka pemerintah perlu menetapkan prioritas yang tepat dalam pembangunan infrastrukturnya. Sebagai negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya bekerja di sektor pertanian dan tinggal di pedesaan, serta dengan jumlah kemiskinan terbesar terdapat di pedesaan, maka seharusnya pemerintah menaruh prioritas pada pembangunan infrastruktur pertanian dan pedesaan.
2.3 Peranan Infrastruktur Dalam Pertumbuhan Ekonomi Dunia Keberadaan infrastruktur mempunyai kaitan penting terhadap pertumbuhan ekonomi, baik dinegara maju maupun di negara miskin. Sejak akhir abad ke-18, masyarakat Barat sudah mengenal pentingnya sarana transportasi dan jalan sebagai
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
57
tenaga penggerak perekonomian. Sarana-sarana publik seperti jalan, saluran air, dan jembatan dinilai penting dalam mengurangi biaya transportasi. Dan pada abad ke–20, pembangunan infrastruktur dianggap sebagai syarat penting bagi akumulasi modal serta peningkatan produksi dan produktivitas di negara-negara Dunia Ketiga (Felloni dkk,2001). Berbagai studi telah dilakukan dan memang membuktikan pentingnya peranan infrastruktur dalam pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan bahkan secara spesifik terhadap perkembangan sektor pertanian. Kemudian studi lainnya juga menunjukkan bahwa investasi infrastruktur berpengaruh secara signifikan kepada pembangunan, terutama pada tahap awal pembangunan suatu negara. Peranan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi ditemukan juga di negaranegara Afrika, Bangladesh, China dan beberapa negara lainnya. Sebuah studi menemukan bahwa negara-negara Afrika (tahun 1980 sampai 1990-an) yang melakukan pembangunan infrastruktur di bidang telekomunikasi dan energi mengalami kenaikan tingkat pertumbuhan tahunan sekitar 1,3 persen lebih tinggi dibandingkan negara-negara di Asia Timur. Sedangkan suatu studi di Amerika Latin memperkirakan bahwa minimnya investasi infrastruktur sepanjang 1990-an telah mengurangi pertumbuhan jangka panjang sekitar 1-3 persen. Peningkatan proyekproyek pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh World Bank rata-rata memberikan return terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara sekitar 20-35 persen
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
58
(Worldbank, 2004). Melihat besarnya dampak positif yang ditimbulkan dari pembangunan infrastruktur ini, Bank Dunia menyatakan bahwa investasi di bidang infrastruktur memiliki peranan yang jauh lebih besar daripada investasi dalam bentuk kapital lainnya (Mujeri, 2002). Studi yang dilakukan Calderon dan Serven (2004) menunjukkan adanya dampak pengembangan infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan. Studi ini menggunakan sampel data dari 121 negara-negara pada periode 1960-2000. Hasilnya menyimpulkan bahwa: pertama, pembangunan infrastruktur yang sesuai memberikan pengaruh positif kepada pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kedua, kualitas dan kuantitas infrastruktur yang buruk berdampak negatif pada pemerataan (equality) pendapatan. Hasil ini signifikan tidak hanya secara statistik tapi juga secara ekonomi. Contohnya hampir semua negara Amerika Latin yang memperbaiki infrastruktur dengan mempertimbangkan kualitas dan kuantitas dalam jangka panjang mengalami pertumbuhan antara 1,1 sampai 4,8 persen per tahun. Studi lain yang dilakukan untuk menganalisis hubungan antara pembangunan infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi adalah studi Querioz dan Guatam yang mengkombinasikan sebuah analisis cross-section dari data 98 negara dengan sebuah analisis time series dari data nasional AS tahun 1950 sampai 1988. Hasil studi ini memperlihatkan bahwa kepadatan jalan (km jalan per kapita) memberikan efek yang positif terhadap pendapatan nasional.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
59
Sementara itu, studi yang menganalisis hubungan antara infrastruktur dengan pertanian dilakukan oleh Antle. Antle melakukan pendekatan fungsi produksi dengan menggunakan data dari 66 negara pada tahun 1965. Variabel terikat yang digunakan adalah pendapatan nasional bruto dari produk pertanian, sementara variabel penjelasannya adalah lahan pertanian, masyarakat pertanian aktif, konsumsi pupuk kimia dan jumlah (stok) hewan, rasio pendaftaran sekolah menengah, serta produk nasional bruto dari industri transportasi dan komunikasi per unit lahan (sebagai ukuran bagi infrastruktur). Hasilnya menunjukkan bahwa semua variabel, kecuali tingkat pendidikan, menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Penelitian-penelitian sejenis terus dilakukan, dan semakin banyak bukti menunjukkan bahwa peran infrastruktur memang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Di bawah ini akan diuraikan pengalaman
beberapa negara dalam pembangunan infrastruktur, dan kita akan melihat peranan infrastruktur dalam masing-masing negara tersebut. Bangladesh merupakan negara dengan pendapatan per kapita rendah (sekitar $370 pada tahun 2001), dimana satu dari tiga orang penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan ($1 per hari). Bangladesh juga merupakan negara dengan surplus tenaga kerja yang besar. Tingkat pertumbuhan negaranya tidak mampu menyerap kelebihan tenaga kerja yang ada. Bertahun-tahun lamanya pemerintah Bangladesh berupaya menciptakan lapangan kerja untuk menyerap kelebihan tenaga kerja tersebut melalui program-program pekerjaan publik maupun program pembangunan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
60
infrastruktur berbasis tenaga kerja.
Program-program ini terbukti mampu
menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin, dan bahkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Bangladesh melalui infrastruktur-infrastruktur yang dibangun tersebut. Jadi jelas, pembangunan infrastruktur tidak hanya memberikan dampak positif bagi para pekerja yang terlibat langsung dalam kegiatan pembangunan infrastruktur tersebut, tetapi juga berdampak luas pada perekonomian desa keseluruhan. Karena itu, pembangunan infrastruktur merupakan kunci penting penunjang pembangunan ekonomi dan sosial pedesaan. Program-program yang dicanangkan pemerintah Bangladesh dalam upaya pembangunan infrastruktur dan penciptaan lapangan kerja antara lain programprogram pekerjaan publik dan program pembangunan infrastruktur berbasis tenaga kerja. Dari program-program tersebut berhasil dibangun berbagai infrastruktur seperti jalan, sekolah, sumber air dan irigasi, serta infrastruktur-infrastruktur desa lainnya. Pada tahun 1971, Bangladesh hanya memiliki jaringan jalan raya primer dan skunder sepanjang 4000 km. Tetapi pada tahun 2002, jaringan jalan raya di Bangladesh sudah hampir mencapai 223.000 km, mencakup jalan-jalan besar dan kecil, serta jalan desa. Program Infrastruktur berbasis tenaga kerja ini menghasilkan infrastruktur dengan kualitas yang lebih baik karena diiringi dengan sistem perencanaan, monitoring dan pemeliharaan yang memadai. Infrastruktur yang dihasilkan juga dapat bertahan lama dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Di samping itu, program
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
61
ini juga merupakan investasi yang efektif dalam hal pembiayaan, antara lain: ekonomis dalam pemanfaatan sumber-sumber yang langka, manajemen yang lebih baik, pemanfaatan sumber daya lokal, dan penyerapan tenaga kerja dari segmen masyarakat yang paling miskin di daerah pedesaan. Karena berbagai keunggulannya, program infrastruktur berbasis tenaga kerja ini telah bertahun-tahun menjadi program penting dalam penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat miskin, di samping menciptakan infrastruktur pedesaan yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi. Beberapa studi telah mencatat hubungan yang erat antara pengeluaran infrastruktur pedesaan (atau stok infrastruktur) dengan perubahan pendapatan dan kualitas hidup di pedesaan. Diantaranya adalah studi yang dilakukan oleh Ahmed dan Hossain (1990), dengan survey yang dilakukan pada 129 desa. Hasilnya menunjukkan bahwa desa-desa yang infrastruktur transportasinya berkembang, memperoleh keuntungan yang signifikan dibandingkan dengan desa-desa yang infrastruktur transportasinya belum berkembang. Sementara itu, hasil penelitian yang dilakukan World Bank (2004) menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur jalan telah mempengaruhi arus lalu lintas di Bangladesh. Jumlah kendaraan di desa meningkat dengan signifikan. Kondisi ini telah menciptakan lapangan kerja di bidang jasa transportasi desa. Seiring dengan itu, investasi di bidang alat - alat transportasi desa menjadi hal yang menarik. Sejalan dengan perkembangan kondisi jalanan desa menjadi jalan beraspal, jenis transportasi juga berkembang menjadi jenis transportasi mekanik. Pada Tabel 2-1 dapat dilihat
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
62
rata-rata jumlah jenis kendraan sebelum dan sesudah pengembangan jalan dari jalan tanah menjadi jalan beraspal (dengan sampel pada 12 proyek jalan) di Bangladesh Tabel 2-1 : Perkembangan Lalu Lintas di Bangladesh Annual averange daily traffic on FRB road Type of Vihicle
A.Motorized -Auto Rickshow -Jeep -Motorcycle -Pickup-Van -Bus -Truck B.Non-Motorized -Bicycle -Bullacksaw -Rickshaw -Rickshaw-Van C.On-Foot -Pedestrian with Head-load -Pedestrian Without head-load
Before Development (Earth Road)
After Development (Paved Road)
% Change
4 2 32 2 0 14
9 3 84 5 15 18
125 50 163 150 … 73
404 92 48 124
1046 33 226 314
159 -64 362 176
410
582
44
736
1530
106
Source: World Bank 1998
Dari tabel tersebut terlihat bahwa pertumbuhan jumlah kendaraan, baik yang bermotor maupun yang tidak bermotor cukup signifikan, namun pertumbuhan yang lebih besar terlihat pada jenis kendaraan bermotor. Pengembangan jalan ternyata juga berpengaruh pada peningkatan jumlah pejalan kaki. Dengan melihat peningkatan arus lalu lintas akibat pembangunan infrastruktur jalan, dapat disimpulkan bahwa pembangunan infrastruktur jalan dapat meningkatkan aktivitas sosial masyarakat,
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
63
yang kemudian dapat meningkatkan aktivitas ekonomi, komunikasi, dan akhirnya dapat meciptakan berbagai lapangan kerja baru. Selanjutnya bagaimana peranan infrastruktur terhadap perkembangan ekonomi di China, dapat dikemukakan sebagai berikut: Sejarah perkembangan perekonomian di China dapat dibagi dalam dua periode besar yaitu: periode ekonomi terpusat (tahun 1949 - 1978) dan periode reformasi yang berorientasi pasar (mulai tahun 1978 sampai sekarang). Sebelum periode reformasi, China masih merupakan negara miskin dengan infrastruktur yang minim. Pertumbuhan ekonomi dari tahun 1952 sampai 1977 ratarata 5, 43 persen per tahun. Namun sejak pemerintahan China menerapkan kebijakan pintu terbuka, perekonomian China tumbuh dengan pesat. Dari tahun 1978 sampai tahun 1983 pertumbuhan ekonomi China mencapai rata-rata 7, 83 persen per tahun. Kemudian dari tahun 1984 sampai 1991 pertumbuhan ekonomi naik mencapai 8, 59 persen per tahun. Dan dari tahun 1992 sampai 2002, pertumbuhan ekonomi China mencapai 9, 02 persen per tahun. Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia dan negara-negara Asia lainnya, perekonomian China tetap tumbuh pada tingkat 7 - 9 persen per tahun antara tahun 1998 sampai 2002 (Fan dan Kang, 2004) Pertumbuhan ekonomi yang pesat di China tidak terlepas dari peran pembangunan infrastrukturnya. Sebelum periode reformasi, infrastruktur di China masih sangat minim. Memasuki awal periode reformasi, pemerintah mulai memperhatikan pembangunan infrastrukturnya, meskipun masih terbatas karena kebijakan fiskal dan moneter lebih diarahkan untuk mengatasi inflasi dan pertumbuhan sektor industri. Pertumbuhan ekonomi yang tidak diikuti oleh
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
64
pembangunan infrastruktur yang memadai ini akhirnya menimbulkan berbagai masalah, diantaranya hambatan transportasi dan kemacetan lalu lintas yang luar biasa (Fan dan Kang, 2004) Sejak tahun 1985, pembangunan infrastruktur mulai menjadi perhatian pemerintah China. Bahkan mulai tahun 1990, pembangunan infrastruktur menjadi prioritas nasional. Sejak itu, pembangunan infrastruktur di China meningkat pesat. Pada akhir tahun 1995, panjang jalan raya mencapai 11, 57 x 108 km, jalur kereta api mencapai 6,26 x 10 4 km. Dan lebih dari 100 bandara dibuka untuk lalu lintas penerbangan sipil, sementara rute pelayanan udara mencapai 1, 13 x 10 6 km. Pipapipa saluran air mencapai lebih dari 43 x 1010 ton per tahun. Jumlah saluran telepon mencapai 59, 993x 10 6 saluran. Dan sembilan puluh enam persen desa memperoleh pelayanan pos (China Development Gateway, 2000). Pada pertengahan tahun 1980-an, strategi pembangunan China diorientasikan untuk mengurangi kemiskinan. Pada saat bersamaan, pemerintah juga mendorong program pengembangan China bagian barat yang ditujukan untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah dan meningkatkan pemerataan pembangunan. Untuk mengimplementasikan strategi ini, pemerintah mengeluarkan kebijakan pembangunan infrastruktur transportasi di pedesaan. Peningkatan investasi di bidang transportasi dilakukan antara lain melalui program Food-for-Work dan sistem tranfer keuangan (Dong Y, dan Fan Hua, 2004).
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
65
Pada tahun 1984, pemerintah China membangun irigasi, proyek konservasi air, dan jalan raya melalui program Food-for-Work. Tetapi program ini lebih diorientasikan untuk pembangunan transportasi, terutama jalan raya yang lebih mudah diakses oleh masyarakat pedesaan dibandingkan dengan sarana transportasi lainnya. Seperti halnya di Bangladesh, program ini membangun infrastruktur di pedesaan dan memberikan pekerjaan jangka pendek bagi masyarakat miskin. Pemerintah menyediakan makanan, kapas, dan produk-produk industri sebagai upah bagi pekerja-pekerja proyek. Mulai tahun 1994, dalam rangka program pengurangan kemiskinan nasional (yang menargetkan untuk mengangkat 80 juta penduduk keluar dari kemiskinan dalam jangka waktu 7 tahun dari tahun 1994 sampai tahun 2000), pemerintah China mengeluarkan dana sekitar 0, 7 miliar yuan per tahun dari tahun 1994 sampai 2000 untuk program Food-for-Work. Program ini berhasil dijalankan di 529 kabupaten, di 21 provinsi di China. China merupakan negara yang luas dengan keadaan geografis yang beragam. Wilayah pesisir Timur merupakan wilayah yang memiliki kekayaan alam dan kondisi geografis yang lebih baik dibanding wilayah lainnya. Akibatnya, wilayah ini lebih berkembang dibandingkan wilayah lainnya. Kebijakan pemerintah China di masa lalu yang cenderung bias perkotaan dan pesisir juga turut mempengaruhi kesenjangan perkembangan antar wilayah serta antar desa dan kota. Investasi publik yang selama ini lebih besar di wilayah pesisir dan perkotaan telah memperparah kesenjangan pertumbuhan perekonomian di China (Fan dan Kang, 2004)
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
66
Kesenjangan perekonomian ini juga terlihat dari PDBR China, dimana PDBR tahun 2002 di China Timur dan Utara mencapai 10.000 - 12.000 yuan, dua kali lebih besar dari PDBR di China bagian Barat (Barat Daya dan Barat Laut) yang hanya mencapai 5000 - 6000 yuan. Ini menunjukkan sumber perekonomian utama di wilayah China bagian barat masih berasal dari sektor pertanian. Sementara itu, akibat dari kebijakan pemerintah yang bias perkotaan, kesenjangan pendapatan dan produktivitas antara perkotaan dengan pedesaan terus meningkat. Pada tahun 2002, pendapatan per kapita pedesaan hanya sepertiga dari pendapatan per kapita di perkotaan (Fan dan Kang, 2004) Selain kesenjangan pertumbuhan ekonomi, penyebaran kemiskinan antar wilayah di China juga tidak merata. Angka kemiskinan tertinggi terdapat di China bagian Barat. Pada tahun 1996, persentase penduduk miskin di China bagian Barat mencapai masing-masing 19 persen dan 11 persen di Barat Laut dan Barat Daya. Sementara persentase kemiskinan di China bagian Timur hanya sekitar 1, 2 persen sampai 2, 6 persen (Fan dan Kang, 2004). Karena kesenjangan pertumbuhan perekonomian antara desa dan kota, sebagian besar penduduk desa masih hidup di bawah garis kemiskinan. Sejak tahun 1990-an pemerintah mulai menggalakkan program pembangunan infrastruktur untuk mengurangi kemiskinan di pedesaan dan mengurangi kesenjangan antar wilayah. Penduduk di China bagian Barat kebanyakan bekerja di sektor pertanian, sementara kondisi pertanian dan infrastruktur pertanian di wilayah ini masih sangat buruk. Salah satu infrastruktur yang mendapat perhatian penting untuk dikembangkan adalah infrastruktur transportasi. Infrastruktur transportasi meliputi
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
67
jalan raya, jalur kereta api, pelabuhan, dan bandar udara. Tetapi karena jalan raya lebih mudah diakses oleh seluruh masyarakat China, maka jalan raya memegang peranan yang lebih besar dalam pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di pedesaan. Persentase kota praja dan perkampungan yang memiliki jalan raya pedesaan juga meningkat dari masing-masing 98 persen dan 80 persen pada tahun 1995 menjadi 99, 5, persen dan 92, 3 persen pada tahun 2001 (Dong Y dan Gan Hua, 2004). Banyak penelitian dilakukan untuk melihat dampak pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di China. Di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Felloni, dkk pada tahun 2001 dengan menggunakan data dari 83 negara dan memakai model ekonometrik yang berdasarkan pada fungsi produksi Cobb - Douglas. Hasil penelitian ini menunjukkan bukti empiris pentingnya infrastruktur bagi pertanian, dimana produk nasional bruto dari sektor transportasi dan energi memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai agregat produksi pertanian. Dalam penelitian ini, data dan indikator cross-country dari infrastruktur fisik juga dimasukkan untuk menganalis produktivitas lahan dan tenaga kerja. Hasilnya menunjukkan bahwa infrastruktur jalan dan listrik berpengaruh nyata terhadap produktivitas lahan. Dalam penelitian ini, Felloni, dkk juga mengumpulkan data cross-sectional dari provinsi-provinsi di China untuk melihat pengaruh infrastruktur terhadap produksi pertanian dan produktivitas lahan serta tenaga kerja di China.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
68
Penelitian lain dilakukan oleh Fan dan Kang (2004). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur jalan berkualitas rendah (banyak terdapat di pedesaan) menunjukkan rasio benefit/cost empat kali lebih besar dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur jalan berkualitas tinggi (terdapat di perkotaan), dimana pembangunan jalan berkualitas tinggi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan PDBR pertanian. Sementara pembangunan jalan berkualitas rendah atau jalan pedesaan memberikan pengaruh yang signifikan dimana setiap satu yuan yang diinvestasikan dapat menghasilkan peningkatan PDBR pertanian sebesar 1, 57 yuan. Investasi di jalan pedesaan ini juga meningkatkan PDBR sektor non pertanian di pedesaan. Setiap satu yuan yang diinvestasikan dapat meningkatkan lebih 5 yuan PDBR non pertanian di pedesaan.
2.4 Pembangunan Infrastruktur di Indonesia Kebijakan pembangunan infrastruktur di Indonesia sudah dimulai sejak zaman Hindia Belanda, khususnya pada bidang pengairan dengan diterbitkannya Algemeene Water Reglement (AWR) tahun 1936 dan disusul dengan Algemeene Waterbeheer sverordening tahun 1937 dan Provinciale Water Reglement (Jawa Timur dan Jawa Barat) tahun 1940. Pada periode pasca kemerdekaan, ketentuan-ketentuan perundangundangan tersebut masih diberlakukan sesuai dengan aturan peralihan UUD 1945. Untuk pembangunan ketenagalistrikan, setelah kemerdekaan dibentuk Djawatan Listrik dan Gas pada tanggal 27 Oktober 1945. Pembangunan ketenagalistrikan mulai berkembang sejak dasawarsa 1950 - an, yaitu ketika pusat-pusat pembangkit listrik
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
69
pemerintah dan swasta pada masa penjajahan dinasionalisasikan dan dikuasai oleh negara. Pembangunan tenaga listrik semakin berkembang sejak dibentuknya Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU-PLN), yang merupakan cikal bakal lahirnya PT.PLN berdasarkan UU No.19 Prp/1960 tanggal 30 April 1960 Jo PP No.67/1961 tanggal 29 Maret 1961 yang mencakup hampir seluruh usaha ketenagalistrikan nasional (Depnakertrans, 2002) Pembangunan menyeluruh pada bidang infrastruktur selanjutnya dimulai dengan disusunnya Rencana Pembangunan Lima Tahun I (Repelita I) periode tahun 1968/691973/74, meliputi: pengairan, transportasi, dan listrik. Pembangunan perumahan, khususnya untuk masyarakat berpendapatan menengah ke bawah, yang dipelopori oleh Perumnas yang baru dimulai pada pertengahan tahun 1970-an. Pada awal Repelita, pembangunan infrastruktur berjalan cukup baik. Pembangunan pengairan berhasil mendorong peningkatan produksi pangan hingga mencapai swasembada pangan pada pertengahan tahun 1980-an. Pembangunan transportasi berhasil meningkatkan akses ke berbagai daerah, terutama yang tadinya terisolir, hingga dapat mendorong kegiatan ekonomi masyarakat. Distribusi barang juga mengalami perbaikan seperti tercermin pada relatif terkendalinya laju inflasi. Sejalan dengan makin bertambahnya jumlah penduduk, pembangunan fasilitas air minum dan penyehatan lingkungan juga terus ditingkatkan, terutama sejak pelaksanaan Repelita III
(1978/79-1983/84).
Namun
demikian,
pembangunannya
belum
dapat
mengimbangi laju pertambahan penduduk sehingga hanya mampu melayani sekitar 55 persen masyarakat (Depnakertrans, 2002)
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
70
Pembangunan infrastrukur memburuk sejak terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Kebutuhan pembangunan infrastruktur yang terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk tidak dapat diimbangi oleh kemampuan penyediaannya. Kondisi infrastruktur yang ada tidak dapat dipelihara dengan baik sehingga banyak terjadi kerusakan. Tingkat kerusakan jaringan pengairan dan transportasi cukup parah. Penyediaan perumahan serta air minum dan penyehatan lingkungan menjadi terhambat. Ketersediaan tenaga listrik menjadi mengkhawatirkan, dimana hal tersebut mengganggu daya dukung pembangunan sosial ekonomi. Sejalan
dengan
mulai
pulihnya
perekonomian
nasional,
pembangunan
infrastruktur mulai dapat dilakukan lagi meskipun masih berjalan lambat. Salah satu hambatannya adalah masalah keterbatasan pendanaan. Sampai saat ini, sebagian besar anggaran pemerintah masih dialokasikan untuk pembayaran utang. Akibatnya, kemampuan fiskal pemerintah menjadi terbatas, termasuk dalam pendanaan infrastruktur. Lambatnya pembangunan infrastruktur ini tentu akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan sektor riil. Selain masalah lambatnya pembangunan infrastruktur, persoalan lain yang dihadapi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah masalah kesenjangan pembangunan infrastruktur antar desa-kota dan antar wilayah. Kesenjangan pembangunan ini merupakan akibat dari kebijakan pemerintahan di masa lalu yang cenderung bias perkotaan dan bias kawasan barat Indonesia. Minimnya ketersediaan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
71
infrastruktur yang memadai di pedesaan dan kawasan timur Indonesia, baik secara kualitas maupun kuantitas, telah mengakibatkan ketertinggalan pembangunan di wilayah tersebut. Terbatasnya akses infrastruktur di pedesaan, seperti infrastruktur irigasi sumber air, jalan, pasar, sekolah, dan fasilitas publik lainnya telah mengakibatkan penurunan produktivitas masyarakat desa, yang aktivitasnya kebanyakan di sektor pertanian. Penurunan produktivitas ini pun akhirnya menghambat pembangunan pertanian dan pedesaan. Pada akhirnya, masalah kemiskinan pun tidak teratasi, karena itu sebagian besar insiden kemiskinan terjadi di pedesaan. 2.5 Infrastruktur Sebagai Daya Tarik Investor Infrastruktur merupakan sebuah elemen penting dari sebuah iklim investasi. Ketiadaan atau kurang memadainya infrastruktur akan menjadi penghalang, baik terhadap laju pertumbuhan sektor riil maupun masuknya (minat) investasi swasta (World Bank, 2004). Karena itu, untuk menunjang laju pertumbuhan sektor riil di Indonesia, diperlukan infrastruktur yang kuantitas, kualitas, jenis, dan distribusinya memadai. Pertumbuhan sektor riil diharapkan mampu menyerap kelebihan tenaga kerja yang ada, sehingga tingkat pengangguran dapat ditekan. Dengan menurunnya pengangguran, dan meningkatnya akses masyarakat terhadap fasilitas publik, maka angka kemiskinan pun dapat diturunkan. Untuk itu, program pembangunan infrastruktur ke depan, yang perlu dilakukan pemerintah harus mencakup program-program pembangunan infrastruktur yang
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
72
mendukung upaya revitalisasi pertanian dan agroindustri pedesaan, antara lain: sumber daya air dan irigasi, prasarana jalan (terutama jalan ke dan di dalam kawasan pedesaan), prasarana angkutan, energi, dan ketenagalistrikan. Disamping itu, untuk meningkatkan
kualitas
SDM
dan
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat,
pemerintah perlu melakukan pembangunan infrastruktur di bidang kesehatan dan pendidikan, pos dan telematika, perumahan, air minum dan air limbah, serta persampahan dan drainase. Dalam pembangunan infrastruktur, pemerintah juga harus memperhatikan prinsip keadilan dan pemerataan, dengan menfokuskan pembangunan pada daerah-daerah tertinggal dan daerah-daerah dengan infrastruktur yang minim. Dengan demikian, kesenjangan pembangunan antar wilayah di Indonesia dapat dikurangi. Beberapa studi membuktikan bahwa pembangunan infrastruktur pedesaan akan memberikan dampak positif yang lebih besar, tidak hanya terhadap pertanian tetapi juga non-pertanian. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Fan dan Kang (2004) seperti yang diuraikan sebelumnya, dimana pembangunan jalan pedesaan memberikan dampak positif lebih besar daripada pembangunan infrastruktur jalan perkotaan.
Dan dampak positif
yang dihasilkan dari
pembangunan infrastruktur jalan pedesaan tidak hanya signifikan bagi pembangunan pertanian tetapi juga non-pertanian. Menurut Lipton dan Ravallion (dalam JBIC, 2002), untuk meningkatkan produktivitas masyarakat miskin, diperlukan investasi yang berkelanjutan dalam pembangunan
infrastruktur,
terutama
infrastruktur
pedesaan,
yang
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
dapat
73
meningkatkan produksi pertanian sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat miskin di pedesaan. Dengan demikian, dalam jangka panjang, angka kemiskinan kronis dapat dikurangi.
Dalam paper penelitian JBIC juga dirujuk
penelitian Jimenez (1995) yang memperlihatkan bahwa pembangunan irigasi, jalan beraspal, atau peningkatan kepadatan jalan-jalan daerah, memiliki dampak langsung terhadap pengurangan kemiskinan, yaitu melalui peningkatan produktivitas pertanian. Hasil penelitian JBIC (2002) sendiri memberikan bukti empiris yang kuat akan peran infrastruktur irigasi terhadap pengurangan kemiskinan. Penemuan penelitian ini memperlihatkan bahwa insiden dan kedalaman kemiskinan, yang diukur dari indikator penerimaan/pengeluaran, paling banyak terjadi di daerah tanpa infrastruktur irigasi. Namun sebaliknya, insiden kemiskinan kronis atau struktural sedikit sekali di daerah yang memiliki infrastruktur irigasi, dan sumber air yang cukup. Karena itu, infrastruktur
irigasi dan sumber air
perlu dipelihara dengan baik agar dapat
memberikan manfaat yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Selama ini, jangkauan pembangunan infrastruktur masih sangat terbatas dan lebih banyak terkonsentrasi di Kawasan Barat Indonesia dan wilayah perkotaan. Pada tahun 2005, pemerintah menawarkan 91 proyek utama senilai 22, 5 miliar dolar AS. Proyek-proyek tersebut masih didominasi proyek jalan tol yaitu 38% proyek air bersih (24%), proyek bidang gas (6%), proyek ketenagalistrikan (12%), proyek bandara (5%), proyek pelabuhan (4%), proyek telekomunikasi (1%), dan proyek pembangunan rel KA (10%).
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
74
Pembangunan pertanian dan pedesaan juga akan berdampak luas pada pembangunan sektor-sektor di luar pertanian dan pedesaan. Studi pemasaran pertanian membuktikan bahwa tidak sempurnanya infrastruktur pertanian mendorong perbedaan yang nyata antara harga pada pusat pasar dengan farm-gate (Timmer et.al, 1983). Sementara menurut Bolt (2004), ekspansi pasar tergantung pada ketersediaan akses fisik untuk input dan pasar produk membutuhkan konektivitas infrastruktur. Ketersediaan infrastruktur pertanian/pedesaan yang memadai diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas ekonomi, baik di sektor pertanian maupun non-pertanian.
Menurut Ali dan Pernia (2003), selain faktor
rendahnya penyerapan tenagakerja non-farm dan produktivitas tenagakerja, faktor utama yang mendasari kemiskinan pedesaan adalah rendahnya produktivitas terutama di sektor pertanian. Dengan dukungan infrastruktur, produktivitas dan efisiensi pertanian dapat ditingkatkan. Dengan demikian dapat diperoleh upah dan penghasilan yang lebih tinggi. Peningkatan ini akan mendorong pertumbuhan aktivitas ekonomi di sektor lainnya, dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Proses pertumbuhan yang didukung oleh pembangunan infrastruktur dan difasilitasi oleh ekspansi pasar ini pada gilirannya akan menjadi faktor pull-up yang penting untuk mainstreaming the rural poor, dan masyarakat memperoleh keuntungan dari pertumbuhan dan diversifikasi pertanian serta oportunitas dari non-farm (Yao,2003). Ketersediaan infrastruktur
pertanian/pedesaan dipercaya mampu memberikan
pengaruh positif terhadap produktivitas masyarakat, baik di sektor pertanian maupun non-pertanian, serta mengurangi kesenjangan ekonomi. Permasalahannya, strategi
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
75
pembangunan infrastruktur di masa lalu yang bersifat top down telah mematikan daya kreativitas masyarakat pedesaan. Pemerintah di level bawah lebih banyak menjadi pelaksana proyek daripada sebagai pencetus dan penggagas pembangunan. Strategi pertama adalah pembangunan infrastruktur yang melibatkan rakyat. Ini berarti, pembangunan infrastruktur dilakukan dengan program padat karya, dan melibatkan rakyat dalam pemeliharaan infrastruktur. Perencanaan infrastruktur dilakukan oleh pemerintah daerah dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat. Melalui
pembangunan
berpartisipasi aktif
infrastruktur
program
padat
karya
ini,
masyarakat
dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur. Lewat
partisipasi tersebut lapangan kerja produktif akan terbuka. Strategi kedua dalam pembangunan infrastruktur adalah pembangunan yang meningkatkan peran serta dan tanggung jawab pemerintah daerah. dalam pembangunan infrastruktur, peran serta dan tanggung jawab pemerintah daerah harus meningkat karena setelah kebijakan desentralisasi fiskal, dana yang disediakan relatif memadai di daerah.
Hendaknya pemerintah daerah menggunakan dana tersebut
secara optimal untuk mempercepat pertumbuhan sektor riil melalui pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur. Perencanaan infrastruktur daerah juga dilakukan oleh pemerintah daerah dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat. Strategi ketiga dalam pembangunan infrastruktur adalah pembangunan yang melibatkan partisipasi pihak swasta. Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur memerlukan dana yang cukup besar. Dengan mempertimbangkan keterbatasan dana pemerintah, maka pemerintah harus melibatkan pihak swasta dalam pembangunan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
76
infrastruktur yang tidak menyangkut hajat hidup orang banyak. Melalui partisipasi swasta, beban keuangan pemerintah dapat dikurangi sehingga pemerintah dapat mengalokasikan anggarannya pada infrastruktur dasar lainnya yang tidak melibatkan swasta. Partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur juga dapat memberikan manfaat transfer teknologi dan pengelolaan yang lebih baik. Disamping itu, swasta juga tetap dilibatkan secara aktif dalam menyusun kerangka pembangunannya, terutama dalam hal pemeliharaan sehingga setiap sarana yang menunjang kelancaran usaha dapat berkelanjutan. Beberapa
modalitas
untuk
berpartisipasinya
swasta
dalam
pembiayaan
infrastruktur adalah kontrak pengelolaan (management contracts), leasing, joint venture, konsensi dan Build Operate-Transfer (BOT), rehabilitate-operate-transfer, transfer-operate-transfer, serta merger dan akuisisi (Wei, 2001). 2.6 Preferensi Preferensi diartikan sebagai pengambilan keputusan yang mempunyai esensi rasional dengan perilaku maksud tertentu (Paul Slovic, 1995). Tinjauan Edward (1954) mengenai teori preferensi dan pengambilan keputusan meliputi 2 aliran paralel, yaitu: Pertama, Theory of riskless choice mengenai dugaan maksimalisasi utility (kegunaan) yang diajukan oleh Jeremy Bentham dan James Hill. Teori ini didasarkan pada dugaan tertentu bahwa pengambil keputusan adalah: a) Secara
penuh
menginformasikan
mengenai
kemungkinan
tindakan
akibatnya.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
dan
77
b) Memiliki kepekaan tak terhingga untuk membedakan alternatif-alternatif yang ada. c) Rasional, dalam arti mereka dapat menyusun preferensi yang memungkinkan dalam membuat keputusan dalam memaksimalkan ukuran nilai subjektifitas yang ditunjukkan oleh bentuk utility. Kedua, Theory of risky choice, berkenaan dengan keputusan yang dibuat dalam pandangan ketidakpastian mengenai peristiwa yang menetapkan income sebagai satusatunya tindakan. Maksimalisasi memainkan peran kunci dalam teori ini tetapi kuantitas menjadi maksimal karena keterlibatan ketidakpastian, expected utility. Hirshleifer dan Glazer (1992) menyajikan gambaran yang ideal dari preferensi individu atas alternatif barang konsumsi dalam dua aksioma atau revealed preference, yaitu: a. Aksioma Perbandingan Setiap dua barang yang berbeda antara A dan B dapat dibandingkan menurut preferensi individu. Setiap perbandingan pasti mengarah pada salah satu diantara ketiga hal berikut: (i) Barang A lebih disukai dari barang B (ii) Barang B lebih disukai dari barang A (iii) Barang A dan B sama-sama disukai
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
78
b. Aksioma transitivitas Apabila ada 3 barang A, B dan C. Barang A lebih disukai daripada barang B dan barang B lebih disukai daripada barang C, maka tentu barang A lebih disukai daripada barang C. Aksioma perbandingan dan aksioma transitivitas merupakan gambaran preferensi yang lebih disukai yang sebenarnya, karena pelanggaran atas kedua hukum tersebut mungkin terjadi. Kedua aksioma tersebut apabila digabungkan akan berbentuk proporsi pengurutan preferensi, yaitu seluruh barang yang ada secara konsisten dapat diurutkan menurut urutan preferensi seseorang. Pengurutan ini disebut fungsi preferensi. Penggabungan preferensi individu dalam pengambilan keputusan kelompok perlu mendapat perhatian jika dalam kelompok terjadi konflik dimana tidak mungkin dicapai kesepakatan atau konsensus bersama dalam menentukan preferensi kelompok. Penentuan preferensi kelompok untuk memperoleh keputusan yang baik menjadi fokus penelitian selama hampir satu dekade. Suatu kontribusi yang penting dari sistem dukungan kelompok ini adalah kemampuannya membentuk model matematik proses pengambilan keputusan (Nunamaker et.al, 1991); Sambamurthy dan Poole, (1992). Umumnya dalam situasi pengambilan keputusan kelompok, sebagian besar informasi diketahui oleh semua anggota kelompok dan sebagian kecil informasi lainnya yang unik hanya diketahui oleh beberapa atau seorang anggota kelompok saja.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
79
Diskusi kelompok memungkinkan para anggota kelompok saling berbagi informasi sehingga kelompok secara keseluruhan dapat mengakses kumpulan informasi yang lebih besar dan dapat menentukan preferensinya secara lebih tepat untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Namun diskusi kelompok ini sering dilakukan dengan kurang baik, dimana anggota kelompok cenderung mengabaikan informasi unik yang diterimanya dalam diskusi bahkan mencoba mempengaruhi anggota kelompoknya untuk menerima preferensinya (Stasser, 1992). Informasi unik tersebut dapat saja penting dan jika tidak dipertimbangkan akan menghasilkan keputusan yang buruk (Gigone dan Hastie, 1993). Proses pengambilan keputusan kelompok yang lebih berstruktur dapat mengurangi pengabaian informasi yang unik dan proses seperti ini dipenuhi oleh Analysis Hierarchy Process (AHP) (Saaty, 1980). Pada AHP, pentingnya kriteria dinilai melalui preferensi individu atau preferensi kelompok dengan perbandingan berpasangan dari tingkat kriteria yang paling tinggi ke tingkat kriteria yang paling rendah, dan membandingkan setiap alternatif secara berpasangan serta diakhiri dengan mensintesa informasi preferensi yang telah ditentukan. Penentuan preferensi yang konsisten akan mendukung penggunaan AHP untuk memperoleh keputusan yang baik (Saaty, 1994). Penelitian tentang perbandingan keputusan kelompok dan keputusan pradiskusi individu dalam penentuan preferensi kelompok dilakukan pertama kali oleh Stoner (1961). Hasil penelitiannya menemukan bahwa keputusan kelompok cenderung lebih ekstrim daripada keputusan pradiskusi individu. Beberapa penelitian berikutnya
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
80
dilakukan oleh Moscovici dan Zavalloni (1969); Meyers dan Lamm (1976) menemukan hasil yang konsisten dengan penelitian Stoner (1961). Hasil penelitian tersebut menunjukkan terjadinya pergeseran keputusan pradiskusi individu dengan keputusan kelompok. Pergeseran keputusan individu-kelompok dikenal dengan the risk-shift phenomena. Fenomena risk-shift terjadi karena adanya pergeseran dalam pengambilan resiko antara keputusan individu dan kelompok atau ketika posisi pradiskusi anggota kelompok dapat mempengaruhi pengambilan keputusan diskusi kelompok (Isenberg, 1986). Dalam Diffusion of responsibility theory (Wallach at.al, 1964) menyatakan bahwa pergeseran keputusan terjadi karena tidak ada seorangpun yang bertanggung jawab atas keputusan kelompok. Hasil penelitian Brown (1965) menunjukkan bahwa individu secara kultural hanya ingin menanggung resiko setidak-tidaknya sama dengan resiko yang ditanggung oleh individu lainnya dalam kelompok. Individu sebagai anggota kelompok harus secara terus-menerus memproses informasi tentang bagaimana orang lain merepresentasikan diri sendiri dan menyesuaikan presentasi diri mereka sendiri berdasarkan hal itu. Interaksi kelompok mengkondisikan anggotanya untuk membandingkan posisi mereka dengan anggota lainnya dalam kelompok (Isenberg, 1986). Analytic Hierarchy Process (AHP) kerapkali digunakan di lingkungan kelompok dimana individu dalam kelompok berembuk dalam diskusi untuk mencapai konsensus atau untuk menyatakan preferensi mereka masing-masing. Preferensi individu dapat digabungkan dengan cara yang berbeda-beda.
Dua metode yang
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
81
terbukti paling berguna adalah metode penggabungan preferensi individu dimana kelompok dianggap sebagai individu-individu terpisah dan metode yang memandang individu dalam kelompok bertindak secara bersama-sama sebagai satu unit dengan hasil akhir, tercapainya suatu konsensus dalam menentukan preferensi kelompoknya. Ramanathan dan L. S. Ganes (1994), dalam hasil penelitian mereka, telah menunjukkan bahwa penggabungan preferensi kelompok dengan menggunakan ratarata ukur melanggar aksioma preferensi sosial optimalitas Pareto.
Kemudian
dijelaskan juga bahwa pelanggaran tersebut dapat mempengaruhi pemodelan proses pengambilan keputusan kelompok. Ramanathan dan Ganesh (1994), menilai bahwa pelanggaran tersebut diakibatkan kelemahan dalam teknik metode rata-rata ukur dan metode rata-rata hitung yang digunakan dan menyimpulkan bahwa metode rata-rata ukur tidak tepat digunakan untuk situasi penggabungan preferensi kelompok. R. C. Van Den Honert, F. A. Lootsma (1995) menyatakan bahwa pelanggaran terhadap aksioma optimalitas Pareto tidak begitu terkait dengan kekurangan teknik metode rata-rata ukur, tetapi terkait dengan gambaran model matematika untuk menentukan bobot preferensi kelompok atas alternatif-alternatif yang dinilai. Arzel dan Saaty (1983) mengemukakan bahwa jika
dalam kelompok para
individu dapat mencapai suatu konsensus dalam menentukan preferensi kelompoknya maka akan muncul “individu baru” yang mewakili preferensi kelompok tersebut, yang harus memenuhi syarat timbal balik atas preferensi yang dilakukan.
Lebih
lanjut Aczel dan Roberts (1989) dalam tulisan mereka yang lebih umum, menunjukkan bahwa bila menggabungkan preferensi-preferensi dari n individu dalam
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
82
suatu kelompok dimana sifat timbal balik diasumsikan bahkan untuk rangkap-n (ntuple), hanya rata-rata ukurlah yang memenuhi aksioma optimalitas Pareto. Sifat timbal balik (R) sangat penting dalam preferensi rasio. Ini berarti bahwa nilai hasil sintesa timbal - balik preferensi individu akan menjadi timbal-balik nilai hasil sintesa preferensi - preferensi semula. Hal ini dibuktikan oleh Aczel dan Saaty (1990 dan 1994) melalui pembuktian teorema berikut: Fungsi sintesa umum yang dapat dipisahkan (S) yang memenuhi syarat kebulatan suara (U) dan homogenitas (H) adalah rata - rata hitung dan akar rata - rata pangkat. Tambahan lagi, jika sifat timbal-balik (R) diasumsikan untuk preferensi n individu, dimana tidak semua x i sama, maka hanya rata-rata hitung yang memenuhi semua syarat di atas. Karena itu, dengan konsensus yang rasional, orang yang dikenal akan memiliki pengaruh konsensus yang lebih kuat daripada orang yang kurang dikenal. Sebagian orang jelas lebih bijak dan lebih banyak tahu dalam suatu masalah daripada yang lainnya, sebahagian lainnya mungkin lebih berkuasa dan opini mereka harus mendapat bobot yang lebih besar. Proses penggabungan preferensi dalam kelompok diharapkan mematuhi aksioma - aksioma tertentu, yang diajukan pertama kali oleh Arrow (1950) dalam konteks teori preferensi sosial.
Setelah pengajuan Arrow ini, banyak sekali diajukan aksioma-
aksioma yang mengatur proses penggabungan preferensi kelompok.
Namun
bagaimanapun, aksioma preferensi sosial yang paling umum menurut Sen (1969),
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
83
French (1986), Keeney (1976) dan Mirkin (1979) adalah aksioma yang diperkirakan berlaku pada setiap proses pengurutan preferensi kelompok, yaitu : 1.
Bersifat menentukan : Prosedurnya harus selalu menghasilkan urutan kelompok.
2.
Sesuai dengan aksioma optimalitas Pareto: Jika setiap individu dalam kelompok lebih menyukai alternatif A daripada alternatif B, maka kelompok harus lebih menyukai A dari pada B.
3.
Tidak ada kediktatoran: Prosedur tidak boleh secara otomatis memaksakan preferensi individu atas kelompok untuk menjadi preferensi kelompoknya.
4.
Independensi alternatif - alternatif yang tidak relevan: Pengurutan kelompok atas setiap dua alternatif hanya boleh bergantung pada preferensi-preferensi individu yang diberikan pada alternatif tersebut. Jika alternatif lain dihapus, pengurutan sebelumnya atas kedua alternatif harus tetap sama. Saaty (1996) dan Peniwati (1996), melakukan penelitian tentang aplikasi
AHP pada keputusan kelompok, yang dilakukan dalam konteks kemustahilan Arrow (1963) dalam teorema kemustahilannya yang menyatakan bahwa jika jumlah alternatif lebih dari dua, maka mustahil menciptakan pengurutan preferensi kelompok. Hasil penelitian Fisburn (1973, 1987), Cook dan Kress (1985) yang mencoba mengembangkan model untuk menggabungkan preferensi kelompok, hasilnya hanyalah suatu ketidak pastian dan berakhir dengan tidak memuaskan. Alasan akan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
84
hal tersebut adalah bahwa akar kemustahilan terletak pada penggunaan preferensi ordinal. Penelitian yang dilakukan oleh Saaty (1996) dan Peniwati (1996) menunjukkan bahwa pernyataan kemustahilan Arrow dari preferensi ordinal menjadi suatu kemungkinan untuk preferensi kardinal AHP. Saaty dan Shang (1996) juga mempertanyakan mekanisme pemungutan suara mayoritas ya - tidak (1-0) tradisional, karena akan mendorong sikap bahwa ”pemenang memperoleh segalanya”. Karena itu Saaty dan Shang (1996) menekankan beberapa kelemahan lain dari sistem pemungutan suara yang didasarkan pada preferensi ordinal ya -tidak dan mengajukan sistem penggunaan mekanisme penggabungan preferensi kelompok AHP, yang merupakan pendekatan demokrasi baru. Dan Zahir (1997) mengajukan perspektif kelompok dalam rangka rumus ruang vector AHP yang didasarkan pada penambahan vektor preferensi yang memenuhi sebagaian besar aksioma teori preferensi. Penelitian mengenai preferensi dikaitkan dengan perolehan deviden di Bursa Efek Jakarta yang dilakukan Suasono (1998) menyimpulkan bahwa investor tidak lebih menyukai perusahaan yang membayar deviden dengan deviden payout ratio tinggi sehingga tidak ada perbedaan preferensi investor terhadap deviden. Karena tidak ada preferensi tersebut, maka perusahaan tidak akan berpengaruh atas besarnya deviden yang
dibayarkan,
sehingga
perusahaan
dapat
memperhatikan
kepentingan
pembelanjaan perusahaan atau aspek keuangan lain yang dirasa lebih penting.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
85
2.7 Perencanaan Partisipatif 2.7.1 Pengertian perencanaan Pengertian perencanaan didefinisikan oleh beberapa ahli antara lain: Lawton, Aidan.G, Alan dan Rose, (1994: 119), dalam bukunya yang berjudul Organization and Management in the Public Sector, menyatakan bahwa “planning can be seen as a process where by aims, factual evidence and assumptions are translated by a process of logical argumen into appropriate policies which are intended to achieve aims”. Artinya, perencanaan dapat dilihat sebagai suatu proses di mana tujuan - tujuan, bukti - bukti faktual dan asumsi - asumsi diterjemahkan sebagai suatu proses argumen logis ke dalam penerapan kebijaksanaan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan tujuan. Harloold Koontz dan Cyril O’Donnel menyatakan “Planning is the function of a manager which involves the selection from alternatives of objectives, policies, procedures, and programmes”. Artinya, perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan pemilihan tujuan-tujuan, kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur dan program-program dari beberapa alternatif yang ada. George R. Terry menyatakan: “Planning is the selecting and relating of facts and the making and using of assumption regarding the future in the visualization and formulation of proposed activities believed necessary to achieve desired result.” Artinya, perencanaan adalah upaya untuk memilih dan menghubungkan fakta - fakta dan membuat serta menggunakan asumsi - asumsi mengenai masa yang akan datang
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
86
dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan - kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Ginanjar
Kartasasmita
dalam
bukunya
Administrasi
Pembangunan:
Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia, menyatakan, “Pada dasarnya perencanaan sebagai fungsi manajemen adalah proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki (1997: 48). Jawaharlal Nehru mendefinisikan,”Planning is the exercise of inteligence to deal with facts and situations as they are and find a way to solve problems.” Artinya, perencanaan merupakan penetapan inteligensia untuk mengelola fakta-fakta dan stuasi apa adanya dan menemukan suatu cara untuk memecahkan masalah-masalah. Davies, L (1981) mengemukakan bahwa kritik sosial yang menjadi pokok bahasan dalam bidang perencanaan adalah “perlunya legitimasi dalam proses perencanaan agar tidak melupakan pola sebaran yang berimbang sehingga menuju pada konsep partisipasi masyarakat di dalam perencanaan dan pembangunan wilayah dan kota” Batty (1979) cenderung menyimpulkan bahwa sains dan desain sebagai problemsolving process yang kemudian diterapkan di dalam perencanaan sebagai proses teknik. Sejalan dengan hal tersebut, yang menjadi isu kemudian adalah apakah proses teknik itu harus bersifat netral terhadap kondisi politik dan terhadap masyarakat sekitarnya. Dalam proses perencanaan, Batty (1979) juga menekankan adanya proses Social Learning yang perlu dilakukan untuk melengkapi produk perencanaan.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
87
Diana Conyers dan Peter Hills mengemukakan,”Planning is a continous process which involves decisions, or choices, about alternative ways of using available resources, with the aim of achieving particulars, goal at some time in the future.”. Artinya, perencanaan adalah suatu proses yang terus menerus yang melibatkan keputusan - keputusan atau pilihan - pilihan penggunaan sumber daya yang ada dengan sasaran untuk mencapai tujuan - tujuan tertentu di masa yang akan datang (LAN-DSE, 1999). Selanjutnya menurut LAN-DSE dalam
Buku Perencanaan
Pembangunan Daerah (Ryadi, 2002) unsur-unsur perencanaan adalah: a. Perencanaan berarti memilih atau membuat pilihan: - Memilih prioritas - Memilih cara atau alternatif yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan. b. Perencanaan berarti pengalokasian sumber daya: - Optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam, manusia, dan anggaran. - Pengumpulan dan analisis data sumber daya yang tersedia. c. Perencanaan berorientasi atau alat untuk mencapai tujuan : - Tujuan harus jelas (ekonomi, politik, sosial, ideologi atau kombinasi dari semuanya). d. Perencanaan berhubungan dengan masa yang akan datang e. Perencanaan merupakan kegiatan yang terus-menerus (kontinu): - Dalam proses perencanaan dan pelaksanaan sering diperlukan reformulasi rencana.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
88
McConnel (1981), mengemukakan bahwa perencana tidak perlu terlalu terpaku pada proses survey analysis-plan akan tetapi segera dengan memformulasikan gagasan dan asumsinya terhadap situasi yang dihadapinya. Formulasi tersebut harus dapat dengan mudah diuji sebagai suatu hipotesa. Kemudian lakukanlah penelitian empirik untuk membuktikan validifikasi hipotesa tersebut melalui 4 asas yaitu : falsifiability, responsiveness, justice dan potential effectiveness. Moekijat (1980), dalam ”Kamus Manajemen” merumuskan arti perencanaan yang 4 diantaranya adalah: 1.
“Perencanaan adalah memilih dan menghubungkan fakta - fakta serta hal membuat dan menggunakan dugaan - dugaan mengenai masa yang akan datang dalam hal menggambarkan dan merumuskan kegiatan - kegiatan yang diusulkan, yang dianggap perlu untuk mencapai hasil - hasil yang diinginkan.”
2.
”Perencanaan adalah suatu usaha untuk membuat suatu rencana tindakan artinya menentukan apa yang dilakukan, siapa yang melakukan, dan dimana hal itu dilakukan”.
3.
”Perencanaan adalah penentuan suatu arah tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan .”
4.
”Perencanaan adalah suatu penentuan sebelumnya dari tujuan - tujuan yang diinginkan dan bagaimana tujuan tersebut harus dicapai.
Sudut pandang yang berbeda tentang perencanaan diajukan oleh Friedman. Menurut Friedman dalam Glasson (1974:5): ”Planning is primarily a way of thinking
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
89
about social and economic problems, planning is oriented predominantly toward the future, is deeply concerned with the relation of goal to collective decisions and strives for comprehensiveness in policy and program.” Menurut Friedman, perencanaan adalah cara berpikir mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi, untuk menghasilkan sesuatu di masa depan. Sasaran yang dituju adalah keinginan kolektif dan mengusahakan keterpaduan dalam kebijakan dan program. Sedangkan menurut Conyers & Hills (dalam Arsyad, 1999:19), “perencanaan adalah suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan - keputusan atau pilihan - pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan - tujuan tertentu pada masa yang akan datang.”
2.7.2 Pengertian Partisipasi Hingga saat ini belum terdapat definisi yang diterima oleh semua pihak tentang pengertian partisipasi. OED sebagaimana dikutip oleh UNDP (1999: 3) menjelaskan bahwa: “Participatory development stands for partnership which is built upon the basis of dialogue among the various actors, during which the agenda is jointly set, and lokal views and indigenous knowledge are deliberately sought and respected. This implies negotiation rather than the dominance of an externally set project agenda. Thus people become actors instead of being beneficiaries”. Dalam laporan UNDP (1999,3), yang sama Worlds Bank mendefinisikan partisipasi sebagai: “A Process through which stakeholders influence and share control over development initiative and the decisions and resources which effect them”. Sedangkan Abbot (1996, 34) mendefinifikannya sebagai partisipasi masyarakat dalam
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
90
proses pengambilan keputusan sektor publik. Dalam konteks ini, masyarakat dapat diterjemahkan secara luas sebagai masyarakat secara keseluruhan yang menyangkut seluruh individu dalam suatu komunitas tertentu, atau perwakilan masyarakat yang merepresentasikan berbagai kelompok kepentingan (stakeholder). Friedman (1987), dalam konteks perencanaan publik, collective agreement dicapai melalui proses negosiasi politik ketimbang melalui pendekatan teknokratis. Konflik-konflik kepentingan yang dapat menghalangi pencapaian collective agreement yang solusinya dapat diselesaikan melalui proses negosiasi politik antar berbagai kelompok. Bila makna planning diperluas sebagai mana dinyatakan oleh Friedman( 1987) maka partisipasi publik dapat ditempatkan sebagai instrumen social learning dan social mobilization. Terdapat proses belajar masyarakat secara kolektif yang dilakukan melalui serangkaian interaksi baik antar masyarakat, maupun antar masyarakat dengan pemerintah dan pihak fasilitator. Daniel Selener (1997, 207) menyampaikan pertanyaan mendasar yakni apakah partisipasi publik secara otomatis akan menghasilkan proses demokrasi, distribusi kekuasaan, dan pemberdayaan masyarakat, maka dalam konteks planning dapat mempertanyakan apakah partisipasi publik dapat dengan sendirinya
melahirkan
collective agreement, social mobilization?
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
91
2.8 Analytic Hierarchy Process (AHP) 2.8.1 Pengertian analytic hierarchy process Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman, pengetahuan, emosi, dan rasa untuk dioptimasi dalam suatu proses yang sistematis. Metode AHP ini mulai dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika yang bekerja pada University of Pittsburgh di Amerika Serikat, pada awal tahun 1970-an. Pada perkembangannya, AHP dapat memecahkan masalah yang kompleks atau tidak berkerangka dengan aspek atau kriteria yang cukup banyak. Kompleksitas ini disebabkan oleh struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian persepsi pengambilan keputusan, serta ketidakpastian tersedianya atau bahkan tidak ada sama sekali data statistik yang akurat. Adakalanya timbul masalah keputusan yang dirasakan dan diamati perlu diambil secepatnya, tetapi variasinya rumit sehingga datanya tidak mungkin dapat dicatat secara numerik, hanya secara kualitatif saja yang dapat diukur, yaitu berdasarkan persepsi pengalaman dan intuisi, Namun, tidak menutup kemungkinan, bahwa model-model lainnya ikut dipertimbangkan pada saat proses pengambilan keputusan dengan pendekatan AHP, khususnya dalam memahami para pengambil keputusan individual pada saat proses penerapan pendekatan ini (Yahya, 1995).
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
92
2.8.2 Landasan aksiomatik dan metode dasar AHP
Analytic Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari: 1. Reciprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting daripada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A. 2. Homogenity,
yang
mengandung
arti
kesamaan
dalam
melakukan
perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat. 3. Dependence, yang berarti setiap jenjang (level) mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy) 4. Expectation, yang artinya menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan persepsi dari pengambil keputusan. Jadi yang diutamakan bukanlah rasionalitas, tetapi dapat juga yang bersifat irrasional. Selain hal tersebut AHP juga memiliki metode-metode dasar, yakni: a. Decomposition
c. Synthesis Of Priority
b. Comparative Judgement
d. Logical Consistency
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
93
a. Decomposition Pengertian decomposition adalah memecah atau membagi problema ke dalam bentuk hierarki proses pengambilan keputusan, di mana setiap unsur/elemen saling berhubungan. Struktur hierarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hierarki keputusan disebut complete jika semua unsur saling berhubungan, sementara itu hierarki keputusan yang incomplete mempunyai arti tidak semua unsur pada masing-masing jenjang mempunyai hubungan (lihat gambar-2 dan gambar-3.). Pada umumnya problema nyata mempunyai karakteristik struktur yang incomplete. b. Comparative judgement Comparative judgement dilakukan dengan mengumpulkan data serta membuat pair-wise
comparisons
dari
unsur-unsur
pengambilan
keputusan
dengan
menggunakan skala, dimulai dari sekala 1 yang menunjukkan tingkatan yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (extreme importance). c. Synthesis of priority Hal ini dilakukan dengan menggunakan eigenvector method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan sedangkan metode yang dipakai adalah right eigenvector, bukan left eigenvector. d. Logical consistency Logical consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagregasikan seluruh eigenvector yang diperoleh dari berbagai tingkatan hierarki
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
94
dan selanjutnya diperoleh suatu vector composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan. I. Fofus/Goal/General Aim
II. Attribute
III. Actor
IV. Sub - Actor
Gambar-2: Struktur Hierarki yang incomplete
I. Fofus/Goal/General Aim
II. Attribute
III. Actor
Gambar-3: Struktur Hierarki yang complete Pengambilan keputusan dalam metodologi AHP didasarkan pada tiga prinsip pokok, yaitu:
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
95
1. Penyusunan Hierarki Penyusunan hierarki permasalahan merupakan langkah pendefinisian masalah yang rumit dan kompleks sehingga menjadi lebih jelas dan detail. Hierarki keputusan disusun berdasarkan pandangan pihak-pihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan di bidang yang bersangkutan. Keputusan yang akan diambil dijadikan sebagai tujuan dan dijabarkan menjadi elemen-elemen yang lebih rinci hingga tercapai suatu tahapan yang terukur. Hierarki permasalahan akan mempermudah pengambilan keputusan untuk menganalisis dan menarik kesimpulan terhadap permasalahan tersebut. 2. Penentuan prioritas Prioritas elemen-elemen kriteria dapat dipandang sebagai bobot/kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan. AHP melakukan analisis prioritas elemen dengan metode perbandingan berpasangan antar dua elemen sehingga seluruh elemen yang ada tercakup. Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. Konsistensi logis Konsistensi jawaban responden dalam menentukan prioritas elemen merupakan prinsip pokok yang akan menentukan validitas data dan hasil pengambilan keputusan. Secara umum, responden harus memiliki konsistensi dalam melakukan perbandingan elemen. Jika A > B dan B > C maka secara logis responden harus menyatakan bahwa A > C, berdasarkan nilai numerik yang telah disediakan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
96
Penggunaan AHP ini di berbagai bidang sangat luas dan berhasil memberika manfaat yang luar biasa, beberapa diantaranya dapat dikemukakan sebagai berikut: Xerox Corporation menggunakan AHP pada lebih dari lima puluh situasi keputusan besar. Ini meliputi: keputusan R&D tentang manajemen portofolio, implementasi teknologi dan pemilihan rancangan teknik. AHP juga digunakan untuk membantu mengambil keputusan marketing perihal prioritisasi segmen pasar, pencocokan produk-pasar dan pembentukan struktur persyaratan pelanggan (Ernest dan Saul, 2002). Canadian British Columbia Ferry Corporation menggunakan AHP dalam pemilihan produk, pemasok dan konsultan. Manager pembelian, perencanaan dan layanan teknik menggunakan AHP untuk banyak aplikasi yang berbeda yang meliputi: menentukan sumber bahan bakar terbaik, mengontrak jasa profesional dibidang hukum, perbankan, pialang asuransi dan perancang kapal; menilai sistem komputer utama; memilih penyedia jasa seperti pemasok, merekrut konsultan, dan menilai berbagai tawaran produk (Ernest dan Saul, 2002). U.S. Army Chemical and Biological Defense Agency dan Edgewood Reseacrch Development and Engineering Center (ERDEC) di Maryland menggunakan AHP untuk memilih struktur manajemen baru untuk Direktorat Penelitian dan Teknologi ERDEC. Pusat Ruang Angkasa Lyndon T. Johnson NASA menggunakan AHP dalam sebuah studi untuk memilih sistem daya dorong Lunar Lander. Dibandingkan tiga belas konfigurasi pesawat alternatif dengan pesawat rujukan, Lunar Outpost Lander
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
97
Pertama, untuk mengkaji dampak berbagai kombinasi bahan bakar, sistem isian bahan bakar dan pilihan perancah pada pesawat (John H. dan Miles C,1998). University of Santiago di Chili, pada tahun 1991, tak satupun dari 10 proposal yang diajukan University of Santiago untuk mendapat dukungan pemerintah mendapat kucuran dana. Selanjutnya, pada tahun 1993, Wakil Rektor menggunakan AHP untuk membantu mengembangkan proposal penelitian Universitas. Model AHP digunakan untuk menentukan peringkat proyek-proyek berdasarkan kemungkinan keberhasilannya, yang akhirnya mendapat kucuran dana, didasarkan pada apa yang dianggap merupakan kriteria penting pemerintah. Dengan menggunakan rating yang dihasilkan, terpilihlah sekumpulan proposal teratas. Kemudian seorang konsultan membantu menguatkan proposal terpilih atas kriteria di mana proposal tersebut paling lemah. Dari hasil rating Diajukanlah tiga proyek dan ketiga proyek mendapat kucuran dana hampir tiga juta dollar. University of Santiago adalah satu-satunya universitas yang mencapai tingkat keberhasilan 100% tahun itu (Ernest dan Saul, 2002). Divisi Sistem Angkasa Luar Rockwell International menggunakan AHP di lingkungan Computer Aided Sistems Engineering Tool Set (CASETS)-nya. CASETS memberikan kerangka pengembangan produk umum dengan dukungan perangkat software terpadu. Di dalam CASETS, AHP digunakan untuk pembobotan kriteria, fungsi kegunaan dan analisa sensitivitas. CASETS digunakan untuk proyek-proyek NASA dan Departemen Pertahanan, seperti pengembangan kendaraan peluncuran
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
98
angkasa luar baru, satelit pengawasan dan studi arsitektur SDI (Ernest dan Saul, 2002). Fulcrum Ingenieria Ltd., Chili menggunakan AHP untuk penilaian dampak lingkungan atas proyek-proyek jalan raya dan untuk pengklasifikasian dan pemilihan proyek berdasarkan rencana pengurangan pencemaran untuk pelabuhan-pelabuhan di Chili (Ernest dan Saul, 2002). Apex Environmental, Inc., AHP digunakan untuk menilai efektivitas rancangan Undang-Undang Superfund HR2500 House of Representatives (majelis rendah). Penelitian dilaksanakan Apex Environmental, Inc., dalam kemitraan dengan sebuah asosiasi dagang industri besar, untuk menyodorkan landasan bagi pengambilan keputusan kepada House of Representative (Ernest dan Saul, 2002). Alaska Fish and Game Departement: Ikan pelangi bukanlah ikan asli Alaska pedalaman, utara atau timur laut. Namun demikian, ikan ini populer di kalangan pemancing dan sebagian anggota masyarakat menganjurkan agar Alaska Fish and Game Department menjaga persediaan ikan pelangi di sungai-sungai Alaska. Sebagai jawaban atas permintaan ini, Departement melakukan studi di sungai-sungai yang dipilih dekat Fairbanks dan menerapkan AHP untuk menilai kelayakan sungai sebagai habitat bagi ikan pelangi (Margaret F,1994). Martin Marietta Air Traffic Sistems menggunakan AHP untuk menilai arsitektur alternatif sistem komunikasi untuk Administrasi Penerbangan Federal (Ernest dan Saul, 2002).
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
99
Scarborough Public Utilities Commission, Ontario, Canada: Analis manfaatbiaya konvensional menyisakan bagian paling penting yaitu nilai perusahaan dan pelanggannya. Metode yang lebih modern dalam menilai proyek, program dan alternatif, analisa berdasarkan-nilai, digunakan Scarborough Public Utilities Commission di Ontario, Canada. Tugas pertama adalah test “pembenaran-biaya” yang memeriksa kelayakan ekonomis dari proyek-proyek yang berbeda yang sedang dipertimbangkan. Studi manfaat-biaya konvensionallah yang digunakan menyaring proyek yang tidak cocok dan memberikan perbandingan tingkat pendapatan kepada pengambil keputusan. Tugas kedua adalah menggunakan “test penilaian berdasarkannilai” yang menyatukan maksud dan tujuan perusahaan, dan juga nilai pelanggan ke dalam penilaian AHP. Tugas terakhir, dengan menggunakan bobot skala-ratio yang diperoleh melalui AHP, adalah solusi model optimisasi yang memaksimalkan manfaat yang ditawarkan proyek-proyek, program-program dan alternatif-alternatif yang bersaing (Ernest dan Saul, 2002).. Air products and Chemicals Inc, mengalokasikan sumber daya langka di antara proyek-proyek yang beraneka ragam tetap menjadi masalah berkepanjangan yang dihadapi manajemen R&D. Dengan menggunakan AHP, Air Products and Chemicals, Inc. menggunakan proses seleksi proyek sistematik untuk: (1) mengidentifikasi dan membangun
konsensus
seputar
isu-isu
utama
atas
keberhasilan,
(2)
mengkomunikasikan faktor-faktor ini untuk membenahi proposal proyek, dan (3) membantu memperluas pembiayaan yang terbatas untuk memaksimalkan kemajuan dan penyelesaian proyek (Merrill ,1994).
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
100
Doe/Savannah River Site, manajemen portofolio perbaikan multi-lokasi disederhanakan dan dioptimalkan dengan model komputer dukungan keputusan berdasarkan AHP yang dikembangkan dengan bantuan inisiatif DOE Enhanced Work Planning (EWP) di Savannah River Site (Deschaine,dkk, 1998). IBM Rochester, Minnesota, tim proses produksi terpadu komputer (CIM) menggunakan AHP untuk menentukan patokan proses produksi terpadu komputer IBM terhadap perusahaan terbaik di kelas lainnya di seluruh dunia. Usaha ini membantu menjadikan proyek AS400 IBM mencetak laba yang sangat besar, dan juga membantu IBM meraih Malcolm Baldridge Award (Ernest dan Saul, 2002). Latrobe Steel Company menggunakan AHP dalam program peningkatan kualitas kontinunya. Dengan berdasarkan informasi dari para ahli Latrobe Steel, dikembangkanlah model AHP sebab-akibat hierarki
dengan fokus pada bidang-
bidang yang perlu dikendalikan guna meningkatkan proses. Tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil selama tahap pengolahan batang menjadi bongkah (ingot-tobillet). Model AHP membantu menghubungkan variabel-variabel utama satu sama lain dalam bentuk efeknya pada hasil. Hasilnya menunjukkan peningkatan hasil yang signifikan (Ernest dan Saul, 2002). Environment and Policy Institute, East-West Center, Honolulu, Hawaii menggunakan AHP dalam pengelolaan perairan regional. Perumusan kebijakan perairan laut biasanya sulit karena jurisdiksi yang saling tumpang tindih dan banyak sektor ekonomi yang saling bersaing. Model AHP yang dikembangkan East-West Center berfungsi sebagai kerangka yang berguna dalam mendiskusikan masalah-
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
101
masalah pengelolaan perairan regional oleh para ahli dan pengambil keputusan dari negara-negara yang terlibat Environment and Policy Institute (Ernest dan Saul, 2002). Alaska Department of Fish and Game menerapkan AHP pada manajemen perikanan rekreasi untuk ikan Chinook Salmon di Kenai River. Manajemen perikanan ini dirumitkan oleh tujuan-tujuan banyak pemegang saham yang saling bertentangan. Permintaan atas sungai mendorong pengembangan peraturan dan alokasi terpisah antar-pemakai rekreasi. Selain pemakai ini, banyak pemilik tanah–swasta, penduduk stempat, komersial dan pemerintah–bertaruh atas tanah dekat Kenai River. Dikembangkanlah model AHP melalui proses wawancara dengan orang-orang yang mewakili perspektif 15 pemegang saham yang berbeda pada 10 kategori kepentingan yang berbeda. Meskipun dengan adanya perbedaan antar-pemegang saham, namun studi mengidentifikasi beberapa pilihan manajemen yang mendapat dukungan luas (Ernest dan Saul, 2002). Madigan Army Medical Center of Tacoma, Washington menggunakan AHP untuk penentuan tipe personil medis (tim respon spesialisasi sipil atau militer) dengan cepat untuk diaktifkan atau dikirim dalam kasus bencana alam. Gempa bumi, misalnya merupakan penyebab utama gedung runtuh, tetapi bisa juga dikomplikasi oleh kebakaran. Dengan demikian tim luka bakar, dan juga tim bedah ortopedik (bedah tulang) dan bedah umum, perlu dikirimkan dengan cepat (Ernest dan Saul, 2002). University of Pittsburgh Anesthesiology & Critical Medicine Foundation menggunakan AHP untuk keputusan kompensasi perbaikan. Model AHP memadukan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
102
maksud dan tujuan bagian yang meliputi: (1) kepemimpinan dalam pelayanan klinik, (2) program residensi (tugas sebagai dokter jaga) yang kuat dan kompetitif, (3) pengakuan sebagai bagian akademis yang besar dan produktif, baik di dalam Universitas maupun tingkat nasional, dan (4) stabilitas di tingkat organisasi dan keuangan (Tkach,dkk, 1991). Rochester General Hospital, Rochester, NY, menggunakan AHP untuk mengembangkan dan menyebarkan petunjuk-petunjuk praktis medis. Diantara banyak masalah yang dituntaskan dengan petunjuk-petunjuk praktis, ada satu yang mendasar: Petunjuk-petunjuk praktis yang ditujukan kepada sekelompok besar pasien mempunyai fokus yang berbeda dari praktek klinik, yang ditujukan kepada satu pasien sekali menangani. Pendekatan AHP dilaksanakan untuk merekonsiliasi sudutsudut pandang yang berbeda ini dan untuk mengembangkan petunjuk-petunjuk praktis perawatan medis yang lebih baik dan efektif (James G,dkk,1993). National Park Service dan USDA Forest Service, University of Washington, Seattle menggunakan AHP dalam perencanaan strategis untuk memadukan banyak tujuan pengembangan persediaan sumber daya mereka dan program pemonitoran atas taman-taman nasional di Pacific Northwest. Tujuan program persediaan dan pemonitoran dan kriteria keputusan disusun dalam hierarki AHP yang kemudian digunakan untuk menentukan peringkat proyek persediaan dan pemonitoran yang mungkin. Kemudian bobot yang dihasilkan skala-ratio AHP proyek, bersama-sama dengan batasan anggaran dan personil disatukan ke dalam model integer-
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
103
programming 0/1 yang solusinya mengindikasikan kumpulan proyek Managing (Ernest dan Saul, 2002).. Departemen of Defense (depatemen pertahanan), megembangkan model AHP untuk memilih landasan bagi penyetelan kembali atau penutupan landasan. Kriteria utama dalam model ini adalah nilai, dalam bentuk persyaratan terbaik dalam menghasilkan total manfaat maksimum. Misi saat ini dan masa mendatang, pendapatan atas investasi berkenaan dengan tingkat dan ketepatan waktu biaya dan penghematan potensial, dan dampak ekonomi pada masyarakat. Kriteria, yang diadopsi departemen pertahanan pada tahun 1991, didasarkan pada penelitian Komisi penyetelan kembali dan penutupan pangkalan tahun 1988 (Daniel K dan Donald J, 1993). Sutarman ( 2003), menggunakan AHP dalam memeringkat kawasan Dati-II di beberapa Dati-I Pulau Sumatera, Indonesia berdasarkan kwaliti Sekolah Dasar dan Menengah. Sumanto dan Ahmad Munawar (1996), menggunakan AHP dalam meneliti kriteria penetapan pelayanan lintas penyeberangan dengan lintas laut antar pulau di Indonesia. Zone Ching Lin dan Chu Been Yang (1996), menggunakan AHP untuk mengevaluasi seleksi mesin (Evaluation of machine selection by AHP method). Domique Monette(1996), menggunakan AHP untuk mengevaluasi goal dari dua route Metro dalam perencanaan jalur Metro di Sa’o Paulo.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
104
J.P.Brans.Ph.Vincke dan B. Mareschal (1986), menggunakan AHP untuk menyeleksi dan merangking proyek (How to select and how to rating projects). Ramanathan.R
dan
Ganesh.L.S
(1994),
menunjukkan
bahwa
dalam
menggabungkan penilaian-penilaian individu dapat terjadi pelanggaran akan prinsip Pareto. Aziz I.J (1990) menggunakan AHP untuk mengevaluasi Trans-Sumatera Highway (A post evaluation of the Trans-Sumatera Highway project).
2.8.3
Langkah-langkah dalam metode AHP
Metode AHP meliputi langkah-langkah sebagai berikut (Suryadi & Ramadhani, 1998): 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan tujuan yang diinginkan. Bila AHP digunakan untuk memilih alternatif atau menyusun prioritas alternatif, maka pada tahap ini dilakukan pengembangan alternatif. 2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan, kriteria, dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan konstribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan penilaian dari
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
105
pengambilan keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak
n x [(n-1)/2] buah, dengan
n
adalah banyaknya elemen yang
dibandingkan. 5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistennya. Jika tidak konsisten maka pengambilan data kembali diulangi. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hierarki. 7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis penilaian dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hierarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari sepuluh persen maka data penilaian harus diperbaiki (diulangi). Secara naluriah, manusia dapat mengestimasi besaran sederhana melalui inderanya. Proses yang paling mudah adalah membandingkan dua hal dengan ke akuratan perbandingan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu, Saaty (1980) menetapkan skala kuantitatif 1 sampai 9 untuk menilai secara perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen dengan elemen lain.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
106
Tabel 2.2 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Intensitas Kepentingan 1 3
Keterangan Kedua elemen sama pentingnya Elemen baris sedikit lebih penting dari pada elemen kolom
5
Elemen baris lebih penting daripada elemen kolom
7
Elemen baris sangat lebih penting daripada elemen kolom
9
Elemen baris mutlak lebih penting daripada elemen kolom
2, 4, 6, 8
Penjelasan Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan atas elemen lainnya Satu elemen yang kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
Nilai-nilai antara dua nilai Nilai ini diberikan bila ada pertimbangan yang kompromi diantara dua pilihan berdekatan Jika untuk aktivitas aij mendapat suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas aji maka aji mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan aij (aji = 1/ aij )
(Saaty, 1980)
2.8.4 Penyusunan struktur hierarki Hierarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa melihat masalah tersebut sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu. Suatu hierarki dalam AHP merupakan kumpulan elemen- elemen yang tersusun
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
107
dalam beberapa tingkat, dimana tiap tingkat mencakup beberapa elemen yang homogen. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan pembentukan elemen-elemen. Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, perlu dilihat sifat-sifat berikut ini: 1. Minimum, maksudnya jumlah kriteria diusahakan optimal untuk mempermudah analisis. 2. Independen, maksudnya setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama. 3. Lengkap, maksudnya kriteria harus dapat mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan. 4. Operasional, maksudnya kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, dan dapat dikomunikasikan. Dalam menyusun suatu hierarki, tidak terdapat pedoman tertentu yang harus diikuti, semuanya tergantung pada kemampuan penyusun dalam memahami masalah. Tetapi ada beberapa patokan yang dapat dijadikan pegangan dalam menyusun hierarki, yaitu: •
Walaupun suatu hierarki tidak dibatasi jumlah level, tetapi sebaiknya dalam setiap sub-sistem hierarki tidak terdapat terlalu banyak elemen (sekitar lima sampai sembilan elemen)
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
108
•
Karena setiap elemen akan dibandingkan dengan elemen lain dalam suatu subsistem hierarki yang sama, maka elemen-elemen tersebut haruslah setara dalam kualitas.
2.8.5 Penghitungan bobot elemen dalam metode AHP Pada dasarnya formulasi matematis pada model AHP dilakukan dengan menggunakan suatu matriks. Misalnya dalam suatu subsistem operasi terdapat n elemen operasi, yaitu elemen-elemen operasi A1, A2, ……, An maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen-elemen operasi tersebut akan membentuk matriks perbandingan. Perbandingan berpasangan dimulai dari hierarki yang paling tinggi, dengan suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Selanjutnya perhatikan elemen yang akan dibandingkan. Tabel 2.3 : Matriks perbandingan berpasangan A1
A2
…
An
A1 A2
a11 a21
a12 a22
a1n a2n
.
.
.
.
.
.
.
.
.
An
an1
an2
… … … … … …
. . .
ann
Matriks A ( n x n ) merupakan matriks resiprokal. Dan diasumsikan terdapat n elemen yaitu w1 , w2 , …, wn
yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
109
(judgement) perbandingan secara berpasangan antara ( wi , wj ) dapat dipresentasikan seperti matriks tersebut.
wi = a (i, j ); i, j = 1, 2,...n wj
(2-1)
Dalam hal ini matriks perbandingan adalah matriks A dengan unsur-unsurnya adalah aij dengan i , j = 1, 2 , …, n. Unsur-unsur matriks tersebut diperoleh dengan membandingkan satu elemen operasi terhadap elemen operasi lainnya untuk tingkat hierarki yang sama. Matriks ini dikenal dengan sebutan Pairwise Comparison Judgement Matrices(PCJM ). →
Bila vektor pembobotan elemen-elemen operasi dinyatakan sebagai vektor W , →
dengan W = ( W1 , W2 , ….Wn ), maka intensitas kepentingan elemen operasi A1 terhadap A2 yakni W1 / W2 yang sama dengan a12 sehingga matriks perbandingan dapat dinyatakan sebagai berikut : Tabel 2.4 Matriks perbandingan berpasangan dengan nilai intensitas. A1
A2
…
An
A1
W1/W1
W1/W2
…
W1/Wn
A2
W2/W1
W2/W2
…
W2/W1
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
An
Wn/W1
Wn/W2
…
Wn/Wn
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
110
Nilai-nilai wi / wj dengan i, j = 1, 2, …, n diperoleh dari partisipan (responden) yang dipilih yaitu orang-orang yang berkompeten dalam permasalahan yang dianalisis. Bila matriks ini dikalikan dengan vektor kolom, →
W = ( W1 , W2 , ….Wn ) maka diperoleh hubungan: →
→
AW =nW
(2-2) →
Dalam teori matriks, formula tersebut menyatakan bahwa W adalah eigen vector dari matriks A dengan eigen value n . Bila ditulis secara lengkap maka persamaan tersebut akan terlihat seperti pada Matriks berikut :
⎛ w1 ⎜ ⎜ w1 ⎜ w2 ⎜w ⎜ 1 ⎜ ... ⎜ wn ⎜w ⎝ 1
w1 w2 w2 w2 ... wn w2
w1 ⎞ ⎟ wn ⎟ ⎛ w1 ⎞ ⎛ w1 ⎞ ⎜ ⎟ w2 ⎟ ⎜ w ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ w2 ⎟ ... 2 wn ⎟⎟ . ⎜ ⎟ = n . ⎜ ⎟ ... ... ⎜ ⎟ ... ... ⎟ ⎜⎜ ⎟⎟ ⎜ ⎟ wn ⎟ ⎝ wn ⎠ ⎝ wn ⎠ ... wn ⎟⎠ ...
Variabel n pada persamaan di atas dapat digantikan secara umum dengan sebuah vektor λ sebagai berikut: →
→
AW =λW
(2-3)
Dimana λ = ( λ 1, λ 2, …. λ n ) Setiap λ i yang memenuhi persamaan (2-3) disebut sebagai eigen value, sedangkan →
vektor W yang memenuhi persamaan (2-3) tersebut dinamakan eigen vector.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
111
Karena matriks A adalah suatu matriks resiprokal dengan nilai aij =
n
i , maka
∑
i =1
1 untuk semua a ji
λ1 = n
(2-4)
Apabila matriks A adalah matriks yang konsisten maka semua eigen value bernilai nol kecuali satu yang bernilai sama dengan n . Bila matriks A adalah matriks yang tak konsisten, variasi kecil atas aij akan membuat nilai eigen value terbesar, λmax tetap dekat dengan n, dan eigen value lainnya mendekati nol. Nilai λmax dapat dicari dengan persamaan berikut : →
A W = λmax
(2-5)
atau [ A - λmax I ] = 0
(2-6)
dengan I adalah matriks identitas. →
Nilai vektor bobot W dapat dicari dengan mensubtitusikan nilai λmax ke dalam persamaan (2-5) Dalam prakteknya, konsistensi tidak mungkin didapat. Nilai aij akan menyimpang dari rasio wi / wj dan dengan demikian persamaan (2-2) tidak akan terpenuhi. Deviasi max dari n merupakan suatu parameter Consistency Index (CI) sebagai berikut: CI =
λmax − n n −1
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
(2-7)
112
Nilai CI tidak akan berarti bila tidak terdapat acuan untuk menyatakan apakah CI menunjukkan suatu matriks yang konsisten. Saaty memberikan acuan dengan melakukan perbandingan acak terhadap 500 buah sampel. Saaty berpendapat bahwa suatu matriks yang dihasilkan dari perbandingan yang dilakukan secara acak merupakan suatu matriks yang mutlak tak konsisten. Dari matriks acak tersebut didapatkan pula nilai Consistency Index, yang disebut dengan Random Index (RI). Dengan membandingkan CI dengan RI maka didapatkan acuan untuk menentukan tingkat konsistensi suatu matriks, yang disebut dengan Consistency Ratio (CR), dengan persamaan :
CR =
CI RI
(2-8)
Dari 500 buah sampel matriks acak dengan skala perbandingan 1-9, untuk beberapa orde matriks Thomas L. Saaty mendapatkan nilai rata-rata RI sebagai berikut :
Tabel 2.5 : Nilai Indeks Acak /Random Index (RI) Orde Matriks RI
1,2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
0
0,25
0,89
1,11
1,25
1,35
1,4
1,45
1,49
1,51
1,54
1,56
(Saaty, 1980) Untuk Matriks perbandingan berpasangan yang berukuran cukup besar hubungan antara indeks RI dengan n, untuk menentukan RI dapat digunakan rumus: RI = 1,98
n−2 n
= 1,98 [ 1 −
n −1 ] n(n − 1) / 2
Saaty menetapkan bahwa suatu matriks perbandingan adalah konsisten bila nilai CR tidak lebih dari 0,1 (10%).
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
113
2.8.6 Pengujian konsistensi hierarki Pengujian di atas dilakukan untuk matriks perbandingan yang didapatkan dari partisipan. Pengujian harus dilakukan pula untuk hierarki. Prinsipnya adalah mengalikan semua nilai Consistency Index (CI) dengan bobot suatu kriteria yang menjadi acuan pada suatu matriks perbandingan berpasangan dan kemudian menjumlahkannya. Jumlah tersebut kemudian dibandingkan dengan suatu nilai yang didapat dengan cara sama tetapi untuk suatu matriks random. Hasil akhirnya berupa suatu parameter yang disebut sebagai Consistency Ratio of Hierarchy (CRH), yang dirumuskan sebagai berikut : CRH =
CIH RIH
(2-9)
dengan CIH = Consistency Index of Hierarchy, RIH = Random Index of Hierarchy Secara rinci, prosedur perhitungan diuraikan dengan langkah-langkah berikut : 1. Perbandingan antar kriteria yang dilakukan untuk seluruh hierarki akan menghasilkan beberapa matriks perbandingan berpasangan. Setiap matriks akan mempunyai beberapa hal berikut : •
Satu kriteria yang menjadi acuan perbandingan antar kriteria pada tingkat hierarki dibawahnya.
•
Nilai bobot untuk kriteria acuan tersebut, relatif terhadap kriteria yang berada di tingkat yang lebih tinggi.
•
Nilai Consistency Index (CI) untuk matriks perbandingan berpasangan.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
114
•
Nilai Random Index (RI) untuk matriks perbandingan berpasangan tersebut.
2. Untuk setiap matriks perbandingan, kalikan nilai CI dengan bobot kriteria acuan. Jumlahkan semua hasil perkalian tersebut, maka didapatkan Consistency Index of Hierarchy (CIH). Untuk setiap matriks perbandingan , kalikan nilai RI dengan bobot acuan. Jumlahkan semua hasil perkalian tersebut, maka didapatkan Random Index of Hierarchy (RIH) 4. Nilai CRH didapatkan dengan pembagian nilai CIH dengan nilai RIH. Sama halnya dengan konsistensi matriks perbandingan berpasangan, suatu hierarki disebut konsisten bila nilai CRH tidak lebih dari 0, 1 (10%).
2.8.7 Perhitungan matematis dalam AHP 2.8.7.1 Perhitungan nilai tingkat kepentingan (prioritas vektor) Berikut ini akan dijelaskan mengenai perhitungan matematis dalam AHP disertai dengan contoh kasus pengambilan keputusan, yaitu penentuan(memilih) Perguruan Tinggi. Masalah pemilihan sekolah dilakukan oleh Prof.T.L. Saaty untuk membantu anaknya dalam menentukan Perguruan Tinggi apa yang akan dimasukinya setelah lulus dari sekolah. Anaknya menemui kesukaran dalam memilih satu dari tiga Perguruan Tinggi yang menerimanya sebagai mahasiswa. Prof. Saaty memutuskan untuk membuat suatu hierarki yang dapat dilihat pada Gambar 4 :
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
115
Memilih Sekolah
Tujuan
Kriteria
PB
LP
KS
KU
Sekolah B
Sekolah A
Alternatif
PK
KM
Sekolah C
Gambar 4: Struktur hierarki dalam pemilihan sekolah Keterangan :
PBM = Proses belajar mengajar
PK
= Pendidikan kejuruan
LP
= Lingkungan pergaulan
KUA = Kualifikasi yang diminta sekolah
KS
= Kehidupan sekolah
KM = Mutu pendidikan musik.
Setelah penyusunan hierarki selesai maka langkah selanjutnya adalah melakukan perbandingan antara elemen-elemen dengan memperhatikan pengaruh elemen pada level di atasnya. Perbandingan dilakukan dengan skala satu sampai sembilan. Matriks perbandingan berpasangan level dua dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut ini: Tabel 2.6 Perbandingan kepentingan level dua
PBM
LP
KS
PK
KUA
KM
PBM
1
4
3
1
3
4
LP
1/4
1
7
3
1/5
1
KS
1/3
1/7
1
1/5
1/5
1/6
PK
1
1/3
5
1
1
1/3
KUA
1/3
5
5
1
1
3
KM
1/4
1
6
3
1/3
1
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
116
Nilai pada Tabel 2.6 dapat disintesiskan dengan jalan menjumlahkan angka-angka yang terdapat pada setiap kolom. Setelah itu angka dalam setiap sel dibagi dengan jumlah pada kolom dan menghasilkan matriks yang telah dinormalkan (tabel 2.7): Tabel 2.7 : Matriks yang dinormalkan
PBM
LP
KS
PK
KUA
KM
Rata-rata
PBM
6/19
23/66
1/9
5/46
45/86
8/19
0,30
LP
3/38
2/23
7/27
15/46
3/86
2/19
0,15
KS
2/19
1/80
1/27
1/46
3/86
1/57
0,04
PK
6/19
2/69
5/27
5/46
15/86
2/57
0,14
KUA
2/19
17/39
5/27
5/46
15/86
6/19
0,22
KM
3/38
2/23
2/9
15/46
5/86
2/19
0,15
Dari nilai rata–rata dari setiap baris diperoleh bahwa tingkat kepentingan faktor untuk masing-masing kriteria yaitu 30%, 15%, 4%, 14%, 22%, dan 15%. Setelah matriks level dua selesai diisi dan dihitung bobot prioritasnya, langkah selanjutnya, membuat matriks perbandingan antar elemen level tiga dengan memperhatikan keterkaitannya dengan level dua. Setelah diperoleh nilai perbandingan (PCJM), langkah berikutnya adalah menghitung konsistensi. Langkah pertama untuk menghitung konsistensi adalah dengan melakukan perkalian matriks antara matriks perbandingan pada Tabel 2.6 dan vektor prioritas yang didapat pada Tabel 2.6.
Hasil perhitungan ini dapat dilihat
sebagai berikut:
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
117
⎛ 1 ⎜ ⎜1 / 4 ⎜1/ 3 ⎜1 ⎜ ⎜1 / 3 ⎜1 / 4 ⎝
4 1 1/ 7 1/ 3 5 1
3 1 7 3 1 1/ 5 5 1 5 1 6 3
3 1/ 5 1/ 5 1 1 1/ 3
⎛ 2.40 ⎞ 4 ⎞ ⎛⎜ 0.30 ⎞⎟ ⎜ ⎟ ⎟ ⎜1.11 ⎟ 1 ⎟ ⎜ 0.15 ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ 1 / 6 ⎟ . ⎜ 0.04 ⎟ = ⎜ 0.26 ⎟ ⎟ 1/ 3 ⎜ 0.96 ⎟ ⎟ ⎜ 0.14 ⎟ ⎜1.84 ⎟ ⎜ ⎟ 3 ⎟ 0.22 ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎜1.10 ⎟ 1 ⎟⎠ ⎜ 0.15 ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠
Selanjutnya nilai masing-masing sel pada vektor hasil perkalian tersebut dibagi dengan nilai masing - masing sel pada vektor prioritas sehingga diperoleh hasil sebagai berikut : ⎛ 7.88 ⎞ ⎛ 0.30 ⎞ ⎛ 2.40 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ 7.45 ⎟ ⎜ 0.15 ⎟ ⎜1.11 ⎟ ⎜ 6.75 ⎟ ⎜ 0.04 ⎟ ⎜ 0.26 ⎟ ⎟ ⎟ = ⎜ ⎜ ⎟ : ⎜ ⎜ 6.76 ⎟ ⎜ 0.14 ⎟ ⎜ 0.96 ⎟ ⎜ 8.31 ⎟ ⎜ 0.22 ⎟ ⎜1.84 ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ 7.50 ⎟ ⎜ 0.15 ⎟ ⎜1.10 ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ Nilai λmax dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut :
λ max =
7.88 + 7.45 + 6.75 + 6.76 + 8.31 + 7.50 = 7.44 6
Nilai Consistency Index (CI) didapat dengan perhitungan :
CI =
λ max − n n −1
=
7.44 − 6 6 −1
= 0.29
Berdasarkan Tabel 2.5, nilai Random Index (RI) untuk jumlah elemen 6 adalah 1, 24 maka nilai Consistency Ratio (CR) adalah CR =
CI 0.29 = = 0, 23 RI 1.24
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
118
Nilai 0, 23 ini menyatakan bahwa rasio konsitensi dari hasil penilaian pembandingan di atas mempunyai rasio sebesar 23%. Sehingga penilaian diatas tidak dapat diterima dan harus diulang kembali karena lebih besar dari 10% seperti dikemukakan oleh Saaty. 2.8.7.2 Penilaian multi partisipan (responden) Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain. AHP hanya membutuhkan satu jawaban untuk satu matriks perbandingan. Jadi semua jawaban dari partisipan harus dirata-ratakan. Untuk saat ini Saaty memberikan metode perataan Geometric Mean. Geometric Mean Theory menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban/nilai numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan suatu nilai tertentu dari semua nilai tersebut, masingmasing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil perkalian dipangkatkan dengan 1/n. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : −
aij = (z1.z2.....zn )
1/ n
dengan aij adalah nilai rata-rata perbandingan antar kriteria ai dengan aj untuk n partisipan. zi adalah nilai perbandingan antara kriteria ai
dengan aj
partispan ke-i dengan i = 1,2,….,n dan n adalah jumlah partisipan.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
untuk
119
2.9 Asumsi
Agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terfokus, maka dalam penelitian ini diambil beberapa asumsi : 1.
Penentuan rating kabupaten–kota di provinsi Sumatera Utara di dasarkan pada penilaian infrastrukturnya.
2.
Infrastruktur dan indikatornya yang di nilai ditentukan oleh peserta FGD dengan acuan infrastruktur tersebut dapat meningkatkan daya saing daerah dalam menarik investor.
3.
Metode analisis yang digunakan adalah hasil dari pengembangan metode Analytic Hierarchy Process dan uji hipotesis dengan rumus korelasi Spearman dan Pearson.
4.
Faktor keamanan, birokrasi perizinan usaha, sosial budaya masyarakat di kabupaten kota di Provinsi Sumatera Utara dalam penelitian ini disumsikan tetap.
5.
Daerah penelitian adalah semua kota dan kabupaten yang ada di provinsi Sumatera Utara kecuali kabupaten Batubara.
6.
Responden dalam penelitian ini adalah stakeholder dibidang infrastruktur yang memahami masalah infrastruktur.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
120
2.10 Penelitian Terdahulu
Untuk megetahui penelitian-penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, maka dilakukan pemetaan (mapping) terhadap penelitian terdahulu yang diperoleh dari berbagai sumber disajikan pada suatu tabel yang menjelaskan nama peneliti, lokasi penelitian, permasalahan, metode penelitian yang digunakan dan kesimpulan dari penelitian sebagaimana yang disajikan pada Tabel 2.8 pada halaman berikut :
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
121 Tabel 2.8 : Peneliti Terdahulu Data Statist ik
FGD
Metode
Respond en
Keputus an
1.Jln&Jembatan 2.Air Bersih 3.Persampahan 4. Listrik 5.Telepon 6.Terminal 7.Irigasi
ya
ya
AHP
Pakar,pr aktisi
Kelomp ok
Individu
1.Nilai UN Mat. 2.Nilai UN B.Indonesia 3.Nilai UN B.Inggris 4. Ekonomi
ya
tidak
AHP& Promet hee
Peneliti
Individu
Kelompok
1. Biaya 2. Pelayanan 3. Kepakaran Dokter 4. Fasilitas
Tidak
tidak
AHP
Pakar, praktisi
Individu
Kelompok
1. Keamanan 2. Kepastian Hukum 3. Birokrasi Perizinan 4. Jalan &Jembatan 5. Kesehatan 6. Listrik 7.Telepon
Tidak
tidak
AHP
Paksr,pr aktisi
Kelomp ok
ya
Kelompok
1. Keamanan 2. Kenyamanan 3. Waktu Tempuh 4. Ongkos
ya
tidak
AHP
Pakar, praktisi
Kelomp ok
ya
Kelompok
1. Keamanan 2. Kepastian Hukum 3. Sosial Budaya 4. Kebersihan 5. Pendidikan 6. Kesehatan
tidak
ya
AHP
Pakar,pa raktisi
Kelomp ok
Hir ark hi
Preferensi
Kriteria
Bagaimana memeringkat Kota dan Kabupaten di Jawa Barat dalam meingkatkan daya saing berdasarkan nilai infrastruktur
ya
Kelompok
Memeringkat Kawasan Dati-II di beberapa Dati-I Pulau Sumatera Indonesia. Berdasarkan kwaliti Sekolah Dasar dan Menengah
Bagaimana mendapatkan kaedahkaedah yang sederhana bagi memeringkat subjek dan kumpulan subjek.
ya
Iryanto
Menentukan Pilihan Kota tempat Berobat Warga Propinsi Sumatera Utara dengan menggunakan AHP
ya
4.
Regional Autonom y Watch
Regional Investment Attractiveness, A Survey of Business Perception
Bagaimana menentukan urutan prioritas kota tempat berobat warga Propinsi Sumatera Utara 200 Kabupaten-Kota di Indonesia
5.
Haryono Sukarto
Pemilihan Model Transportasi di DKI Jakarta dengan Analisis Kebijakan “AHP”
Merangking cara penanganan transportasi yang sesuai di DKI Jakarta
6.
Mercer Consultin g,New York
World’s best Place to Live
Merangking Kota ternikmat ditinggali di Dunia
N o.
Peneilti
Judul
Masalah
1.
Heru.P& Ridwan.S
Penentuan Peringkat Kota dan Kabupaten berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Jawa Barat
2.
Sutarman
3.
ya
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
122
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Konseptual Penelitian
Revitalisasi otonomi daerah dan kebijakan desentralisasi yang diformatkan pada Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang No.33 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah memberikan peluang sebesar-besarnya kepada pemerintah daerah untuk menggali potensi ekonomi yang dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peluang otonomi daerah ini diperkuat lagi dengan kerangka AFTA dimana adanya pemberian dan pengurangan tarif perdagangan barang dan jasa antar negara yang menjadikan daerah otonom kabupaten-kota pada posisi yang strategis. Dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan dari otonomi daerah tersebut, maka daerah otonom baik itu kota maupun kabupaten harus mampu meningkatkan kemampuan ekonomi daerahnya. Pembangunan ekonomi daerah dapat ditingkatkan jika daerah mampu menciptakan daya tarik daerahnya terhadap masuknya investor baik berbentuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun bentuk Penanaman Modal Asing (PMA). Masuknya investor kesuatu daerah akan membuka kesempatan kerja, sekaligus akan meningkatkan ekonomi masyarakat dan mempengaruhi terhadap berkurangnya pengangguran dan kemiskinan di daerah tersebut. Investor dalam menanam modalnya memerlukan iklim
122 Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
123
yang sehat dan kondusif serta kemudahan-kemudahan (ketersediaan infrastruktur) di daerah tempatnya akan melakukan investasi. Secara umum masuknya investor ke suatu daerah tergantung daya tarik daerah tersebut yaitu iklim yang sehat dan kondusif dan kemudahan-kemudahan yang terdapat di daerah tersebut baik transportasi, jalan raya, jaringan air bersih, pelabuhan laut, pelabuhan udara, sarana komunikasi, perbankan, rumah sakit serta infrastruktur lainnya. Dari pemahaman studi literatur dan pendapat para pakar dalam berbagai pertemuan menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi masuknya investor ke suatu daerah atau negara adalah ketersediaan infrastruktur fisik. Infrastruktur yang baik secara kualitas maupun kuantitas di suatu daerah, merupakan salah satu daya tarik bagi investor untuk berinvestasi di daerah tersebut. Berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli baik di China, Bangladesh, Indonesia, dan di negara-negara lainnya menunjukkan bahwa peningkatkan pembangunan infrastruktur akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di negaranegara tersebut. Pembangunan infrastruktur menunjukkan bahwa dalam jangka pendek akan mengurangi pengangguran, dan dalam jangka menengah dan panjang akan mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut daerah kabupaten dan kota harus berusaha meningkatkan pembangunan infrastruktur di daerahnya agar dapat mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat serta menarik para investor untuk berinvestasi di daerahnya.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
124
Untuk memudahkan investor memilih daerah tempatnya berinvestasi diperlukan informasi tentang rangking (rating) suatu daerah berdasarkan nilai infrastruktur yang tersedia di daerah tersebut. Provinsi Sumatera Utara sampai saat ini belum mempunyai rating daerah kabupaten-kota yang didasarkan pada nilai infrastruktur yang ada di daerahnya. Rating ini sangat dibutuhkan oleh investor maupun pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam merencanakan bantuan pengelolahan infrastruktur ke daerah kabupaten -kota di wilayah Sumatera Utara. Bagi daerah kabupaten-kota rating ini diperlukan untuk menentukan urutan prioritas hal ini dilakukan karena masalah klasik yakni terbatasnya dana kabupaten-kota dalam pembangunan infrastruktur. Untuk
menentukan rating kabupaten-kota
di
wilayah
Sumatera
Utara
berdasarkan nilai infrastrukturnya diperlukan alat analisis yang baik. Pada penelitian ini akan digunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang banyak digunakan di berbagai bidang dalam menentukan rating. Untuk menggunakan metode AHP diperlukan preferensi dari para pakar dan praktisi yang benar-benar memahami secara baik masalah infrastruktur. Dengan demikian preferensi masyarakat tidak dapat diserap melalui metode AHP ini, sedangkan dalam era desentralisasi dan otonomi daerah
perencanaan harus
menyertakan masyarakat mulai dari perencanaan awal, perumusan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi setiap pembangunan yang dilakukan pemerintah. Oleh sebab itu diperlukan suatu metode yang mampu menyerap preferensi masyarakat selain preferensi pakar. Pada penelitian ini dicoba untuk mengembangkan metode AHP
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
125
dalam usaha mengikut sertakan preferensi masyarakat antara lain preferensi LSM, Pemerintah, Pakar dari Perguruan Tinggi, praktisi dan Stakeholder lainnya.
Dari
penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi berupa model pengambilan keputusan dalam perencanaan wilayah dan diperolehnya rating kabupaten-kota di wilayah Sumatera Utara berdasarkan nilai infrastruktur. Dengan rating kabupaten-kota yang diperoleh, maka secara teori kabupaten-kota yang memiliki rating yang tinggi tentu akan mempunyai kuantitas dan kualitas infrastruktur yang baik , dan akan memperlancar aktivitas kegiatan penduduk dan perekonomian. Hal ini akan menjadi daya tarik untuk masuknya PMDN dan PMA ke kabupaten-kota tersebut. Masuknya investasi ke kabupaten-kota dimaksud tentu akan membuka lapangan kerja dan mengurangi pengangguran dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dengan demikian secara teori akan meningkatkan PDRB, PAD, dan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh masuknya PMDN dan PMA ke kabupaten-kota bersangkutan. Penelitian akan memperlihatkan apakah benar terdapat hubungan antara posisi rating kabupaten-kota berdasarkan nilai infrastruktur di wilayah Sumatera Utara dengan besarnya PDRB, PAD dan jumlah tenaga kerja yang diserap PMDN dan PMA di kabupaten-kota bersangkutan. Kerangka konseptual dari keseluruhan kegiatan penelitian diperlihatkan pada Gambar-5 berikut :
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
126
3.2 Kerangka Konseptual
Pembangunan Daerah Otonomi Kabupaten-kota
Preferensi Masyarakat
Terbatasnya Dana
Infrastruktur Preferensi Pakar (AHP) Pengembangan AHP
Rating / Urutan Prioritas
HUBU Hubungan? NGAN?
Tdk
Tinggi? Investor tidak Masuk ya
Meningkatnya
PDRB
Daya Tarik Bagi Investor PAD
Investor Masuk Pertumbuhan Ekonomi
Jumlah Tenaga Kerja
Gambar-5 : Kerangka Konseptual
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
127
3.3 Hipotesis Penelitian
Analisis kooefisien korelasi yang digunakan adalah koefisien korelasi umum, dimana kelompok rating yang dinyatakan dengan bobot (X),
kelompok Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB), PAD dan jumlah tenaga kerja yang terserap Investor di daerah kabupaten-kota dengan(Y). Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Terdapat korelasi positif antara variabel bobot rating kota di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan nilai infrastruktur terhadap PDRB atas harga konstan kota bersangkutan. 2. Terdapat korelasi positif antara variabel bobot rating kota di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan nilai infrastruktur terhadap PDRB atas harga berlaku Kota bersangkutan. 3. Terdapat korelasi positif antara variabel bobot rating kota di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan nilai infrastruktur terhadap jumlah tenaga kerja yang diserap investor melalui PMDN dan PMA kota bersangkutan. 4. Terdapat korelasi positif antara variabel bobot rating kabupaten di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan nilai infrastruktur terhadap PDRB atas harga konstan kabupaten bersangkutan. 5. Terdapat korelasi positif antara variabel bobot rating kabupaten di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan nilai infrastruktur terhadap PDRB atas harga berlaku kabupaten bersangkutan.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
128
6. Terdapat korelasi positif antara variabel bobot rating kabupaten di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan nilai infrastruktur terhadap jumlah tenaga kerja yang diserap investor melalui PMDN dan PMA kabupaten bersangkutan. 7. Terdapat korelasi positif antara variabel bobot rating kota di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan nilai infrastruktur terhadap PAD kota bersangkutan. 8. Terdapat korelasi positif antara variabel bobot rating kabupaten di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan nilai infrastruktur terhadap PAD kabupaten bersangkutan.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
129
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini meliputi beberapa tahapan kegiatan studi, setidaknya ada sepuluh tahapan pengerjaan, mulai dari studi pendahuluan sampai dengan penyebarluasan hasil studi. Secara lebih rinci tahapan-tahapan penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 4.1 Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan dilakukan melalui desk-study dan survey instansional. Dalam desk-study dilakukan kajian ilmiah, legal dan empiris mengenai model pengukuran kinerja yang sudah ada dan/atau pernah diimplementasikan berdasarkan literaturliteratur. Kajian tersebut bertujuan memberi wawasan dalam merumuskan konsepsi awal model merangking daerah otonom kabupaten-kota, yang mencakup: a. Identifikasi jenis infrastruktur yang akan diukur, dalam hal ini yang diukur terbatas pada infrastruktur wilayah yang menjadi kewenangan masing-masing kabupaten-kota sebagai daerah otonom, bukan infrastruktur yang berupa jaringan dengan kewenangan yang berada di tingkat provinsi ataupun pusat. b. Variabel dan indikator pengukuran untuk masing-masing jenis infrastruktur wilayah tadi. Untuk mempertajam kajian, dilakukan pula in-depth interview dengan para pakar dari instansi-intansi yang pernah berpengalaman dalam mengembangkan indikator-
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
129
130
indikator pengukuran kinerja infrastruktur, yaitu provinsi Sumatera Utara oleh Bappeda Sumatera Utara yang diwakili Sub Bidang Infrastruktur wilayah, pemerintah kabupaten-kota di Sumatera Utara, masing-masing diambil satu orang didasarkan pada fungsi kabupaten-kota tersebut , yaitu pusat kegiatan wilayah dan pusat kegiatan lokal.
Selain dari unsur pemerintah diambil pula para stakeholder lain di luar
pemerintah, seperti LSM pada bidang pembangunan kabupaten-kota, calon responden dan para pakar dari Perguruan Tinggi. Hasil kajian dalam studi pendahuluan yang dilakukan merupakan rumusan awal indikator kinerja infrastruktur daerah otonom kabupaten-kota. Rumusan awal yang diperoleh masih bersifat umum. Untuk merincinya menurut jenis infrastruktur, dilakukan penyepakatan jenis infrastruktur yang akan diukur pada tahap selanjutnya.
4.2. Penggabungan Preferensi untuk Memperoleh Kesepakatan Infrastruktur Yang Akan Diukur
Untuk menentukan infrastruktur yang akan diteliti dilakukan melalui Focused Group Discusion (FGD) para stakeholder yang berkaitan, mulai dari pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten-kota serta stakeholder lainnya termasuk para pakar dari Perguruan Tinggi. FGD dilakukan untuk identifikasi jenis-jenis infrastruktur yang wajib diselenggarakan di suatu kabupaten-kota selaku daerah otonom. Pada FGD ini setiap peserta dengan bebas mengutarakan preferensinya masing-masing tentang infrastruktur mana saja yang akan diukur. Hasil identifikasi tersebut kemudian diolah kembali untuk memperoleh pembobotan dan menghasilkan skala prioritas. Pada dasarnya, dengan menggunakan hasil FGD ini, rumusan awal
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
131
yang dihasilkan pada tahap pertama dimatangkan sehingga menghasilkan rumusan tentang variabel
dan indikator untuk masing-masing jenis infrastruktur yang
diprioritaskan. Variasi lain dari kegiatan yang dapat dilakukan untuk tahap ini adalah melalui cara menjemput bola ke stakeholder pembangunan untuk memperoleh gambaran jenis infrastruktur wilayah yang diukur tanpa melalui FGD. Tahapan ini akan
sampai kepada kegiatan yang berupa penyepakatan indikator infrastruktur
untuk merating kabupaten-kota, yang penyempurnaannya dapat diperoleh pada saat FGD pertama yang berisi tentang kalibrasi kuesioner.
4.3. Penggabungan Preferensi Untuk Memperoleh Kesepakatan Indikator Infrastruktur
Konsepsi awal pengukuran kinerja yang dihasilkan pada langkah (2) tersebut, kemudian diproses untuk memperoleh kesepakatan variabel dan indikator serta penentuan bobot masing-masing pada acara yang sama dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L Saaty, seorang ahli matematika, pada tahun 1970. Metode ini sering digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas dalam mengambil keputusan. Metode AHP memberikan suatu ajaran melihat pokok permasalahan sebagai suatu sistem yang menyeluruh dari pandangan yang bersifat umum.
Dari sistem yang menyeluruh tersebut, dibuat struktur dari bagian yang
saling berkaitan, kemudian mensintesis setiap bagian dengan mengukur dan membuat peringkat pengaruh bagian terhadap keseluruhan sistem. Penstrukturan yang
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
132
dimaksud di sini adalah memecah-mecah suatu masalah ke dalam bagian-bagian komponennya, menata setiap bagian atau variabel ke dalam susunan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya setiap variabel.
Selain itu, metode AHP dalam kerangka pemikirannya juga
mempertimbangkan analitik dan non analitik. Kombinasi dua pertimbangan ini minimal memberikan suatu kemudahan untuk menentukan alternatif terbaik dari beberapa alternatif yang ada. Dalam studi ini, metode AHP digunakan untuk menerjemahkan persoalan infrastruktur ke dalam indikator-indikator dan menata indikator-indikator tersebut ke dalam susunan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan suryektif para pakar tentang pentingnya indikator indikator tersebut. Dengan demikian, diharapkan dapat diidentifikasikan indikator yang paling relevan dengan kondisi saat ini. Selebihnya, dapat menjadi materi pengembangan set indikator yang organik dalam arti berkembang dalam dimensi ruang dan waktu. Dalam memecahkan persoalan pengambilan keputusan dengan menggunakan metode AHP, ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami, yaitu: a. Prinsip pemecahan (dekomposisi) Prinsip ini dimaksudkan untuk menyederhanakan permasalahan yang kompleks menjadi bentuk permasalahan yang lebih terstruktur berupa elemen-elemen pokok secara hierarkis. b. Prinsip perbandingan berpasangan (comparative judgement )
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
133
Prinsip ini digunakan untuk menyusun nilai perbandingan relatif dari faktorfaktor yang berada pada suatu level dalam hierarki dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Pengisian dilakukan oleh para responden dengan metode kuesioner dalam kelompok kerja. Pengisian kuesioner ini pada dasarnya berupa pengisian matriks perbandingan berpasangan dengan menggunakan skala tertentu seperti antara skala 1 sampai 9, sesuai dengan kesepakatan atau kebutuhan penelitian. Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, seseorang yang akan memberikan jawaban sesuai dengan preferensinya masing-masing perlu memiliki pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari. Syarat untuk melakukan prinsip ini adalah pendefinisian responden harus baik, yaitu pada responden benar-benar mengerti permasalahannya. c. Prinsip sintesis prioritas dan penilaian konsistensi Prinsip ini dimaksudkan untuk mengetahui bobot atau nilai prioritas dari setiap elemen dalam hierarki. Dari setiap matriks perbandingan berpasangan dicari eigen vector-nya untuk mendapatkan local priority dari setiap elemen. Nilai ini merupakan nilai yang menggambarkan prioritas suatu kriteria atau sub-kriteria (dalam studi ini disebut sebagai variabel dan indikator) dalam matriks. Rata-rata nilai eigen vector dalam sebuah matriks disebut eigen value. Oleh karena matriksmatriks perbandingan berpasangan terdapat pada tiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara local priority. Prosedur untuk melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hierarki, diperlukan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
134
perhitungan Consistency Ratio (CR). Apabila CR<10%, dapat dianggap bahwa konsistensi responden dalam memberikan penilaian bersifat valid. 4.4. Perancangan Kuesioner
Variabel dan indikator yang berhasil disepakati dari proses tahap (3), kemudian disusun dalam bentuk kuesioner pengukuran kinerja yang akan digunakan dalam uji coba pengukuran infrastruktur yang akan digunakan dalam model rating daerah otonom kabupaten-kota pada tahap (5). Sebelum masuk ke tahap (4) rancangan kuesioner diuji kelayakannya melalui Indepth Interview dengan cara menjemput bola kepada para stakeholder, dengan format yang sama yang dilakukan pada tahap (2).
4.5 Uji Coba Pengukuran Infrastruktur
Distribusi kuesioner dilakukan setelah uji coba dan perbaikan kuesioner, dengan tujuan untuk mengevaluasi hasil kesepakatan terutama dari segi ketersediaan data di lapangan dan untuk mengidentifikasi kondisi kinerja infrastruktur.(karena terdapat standar penyediaan data di institusi penyedia data publik seperti kantor statistik). Proses pengisian kuesioner dilengkapi pula dengan melakukan komunikasi melalui alat komunikasi jarak jauh, seperti telepon, e-mail, faksimili. Komunikasi dilakukan sesuai keperluan dengan tujuan untuk mengontrol kualitas data yang diperoleh. 4.6. Penyempurnaan Indeks Infrastruktur
Data yang terkumpul pada tahap (4) diolah untuk memperoleh gambaran rating kota/kabupaten di seluruh Sumatera Utara. Hasil pengolahan data tersebut dibawa ke
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
135
Focused Group Discussion (FGD) masih dengan format yang sama seperti di tahap (2) dan (3). Tujuan FGD II ini adalah untuk merumuskan skala tolok ukur masingmasing indikator. Hasil FGD II ini disusun menjadi rumusan rating daerah otonom kabupaten-kota berdasarkan infrastruktur wilayah di Sumatera Utara. Sistem penilaian yang dikembangkan tidak terlalu berorientasi kepada hasil pemotretan terhadap kondisi infrastruktur daerah kabupaten-kota melainkan kepada perumusan kriteria yang dihasilkan dari FGD dengan para stakeholder pembangunan dan penelitian ini lebih memberikan arahan ke depan dari hasil formulasi model sistem penilaian dan penentuan peringkat kabupaten–kota berdasarkan infrastruktur wilayah tersebut. Dalam penelitian ini urutan (rating) yang dihasilkan dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu urutan daerah kabupaten dan urutan daerah kota. Hal ini dilakukan mengingat perbedaan karakteristik antara daerah kota dan kabupaten terutama dalam intensitas kegiatan yang bersifat non-pertanian, persentase lahan terbangun terhadap luas wilayah, serta fungsi dan peran daerah kabupaten dan kota itu sendiri. Model sistem penelitian dimaksud adalah model sistem penilaian dan penentuan peringkat kota dan kabupaten berdasarkan nilai infrastruktur wilayah di provinsi Sumatera Utara. 4.7. Lokasi, Populasi, Sampel dan Asumsi Model Penelitian
a. Lokasi penelitian Penelitian akan dilaksanakan pada daerah otonomi baik kabupaten maupun kota di wilayah Sumatera Utara.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
136
b. Populasi Pada penelitian ini, populasi yakni objek penelitian terdiri atas infrastruktur di seluruh kabupaten dan kota di wilayah Sumatera Utara. Sedangkan nara sumber dan responden untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah masyarakat, pemerintahan kota-kabupaten dan provinsi, para pakar, calon responden dan satakeholder dibidang infrastruktur lainnya.. Teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data dan imnformasi pada penelitian ini melalui in-deph interviu, studi literatur, Focused Group Discusión (FGD), dan dari data yang ada di BPS (Badan Pengelolah Statistik) provinsi Sumatera Utara. Peserta FGD adalah, seluruh pihak yang berkompetensi dalam bidang infrastruktur yakni dari unsur pakar, praktisi, calon responden, aparat pemerintah yang menagani Infrastruktur dan pihak-pihak yang berkaitan dengan infrastruktur yang ada di provinsi Sumatera Utara. c. Sampel Objek penelitian infrastruktur di Sumatera Utara sangat banyak dan beragamragam jenisnya. Oleh karena itu, penelitian ini hanya mengambil sampel beberapa infrastruktur fisik yang dianggap dapat merepresentasikan seluruh infrastruktur yang utama yang ada di provinsi Sumatera Utara. Hal yang sama juga berlaku untuk narasumber. Oleh karena itu, hanya dipilih beberapa pihak kunci yang akan menjadi peserta FGD sebagai sampel yang diharapkan merepresentasikan kompetensi akan infrastruktur tersebut.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
137
4.8. Penetapan Jenis Infrastruktur
Penetapan jenis infrastruktur dan indikatornya dilakukan melalui proses Focused Gruop Discussion (FGD) atau dapat dikatakan juga sebagai tahap ”penjaringan aspirasi” para expert dan pihak-pihak yang berkompeten terhadap kebijakan infrastruktur di Sumatera Utara. Tahapan ini terdiri dari: a. Pra FGD Pertama Dilakukan survey dan observasi lapangan sebagai inisiasi awal dengan melakukan wawancara terhadap pihak-pihak di beberapa instansi yang terkait dengan infrastruktur dan observasi dilapangan. Wawancara tersebut dilakukan dengan tujuan, untuk mendapatkan gambaran infrastruktur apa saja yang akan dijadikan landasan dalam melakukan pemeringkatan kabupaten dan kota di provinsi Sumatera Utara serta untuk mendapatkan gambaran mengenai perbedaan kondisi infrastruktur dari beberapa kabupaten dan kota di Sumatera Utara, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam melakukan pemilihan infrastruktur yang akan disepakati melalui proses FGD. b. Pra FGD kedua Pada tahap ini responden diminta untuk mengisi kuesioner yang dimaksudkan untuk memperoleh gambaran awal mengenai: -
Jenis
infrastruktur
yang
akan
dijadikan
acuan
untuk
melakukan
pemeringkatan kabupaten dan kota di Sumatera Utara. -
Indikator-indikator yang akan digunakan untuk setiap infrastruktur sebagai dasar penilaian kinerja setiap infrastruktur tersebut.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
138
Hasil FGD kedua ini adalah disepakatinya jenis infrastruktur dan indikator penilaian.
4.9. Menentukan Nilai koefisien Setiap Infrastruktur dan Indikatornya
Penentuan nilai koefisien setiap infrastruktur dan indikatornya yang disepakati dilakukan melalui proses AHP dengan menggunakan perangkat lunak Expert Choice. Tahapan ini terdiri dari langkah - langkah sebagai berikut: a. Melakukan perbandingan relatif untuk setiap infrastruktur secara konsisten yang dilakukan oleh para responden dari kalangan expert. b. Perbandingan relatif tersebut akan menghasilkan indeks konsistensi yang dapat dipertanggungjawabkan yakni < 0, 10 c. Nilai koefisien dari setiap infrastruktur akan muncul sesuai dengan perbandingan relatif antar infrastruktur tersebut dilakukan oleh expert. d. Setiap indikator pada masing-masing infrastruktur diperbandingkan satu sama lain secara berpasangan dengan konsisten. e. Perbandingan relatif tersebut akan menghasilkan indeks konsistensi, dengan angka yang dapat dipertanggungjawabkan yakni CR < 0, 10 f. Hasil perbandingan relatif yang dilakukan oleh expert tersebut akan menghasilkan koefisien untuk masing-masing indikator. Berdasarkan analisis dengan menggunakan program Expert Choice, maka diperoleh koefisien untuk setiap infrastruktur yang dinilai.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
139
4.10. Penetapan Rating Kabupaten-kota
Penyusunan rating kabupaten-kota dilakukan berdasarkan Indeks Pelayanan Infrastruktur yang dihitung dari nilai indikator dan koefisien yang berasal dari penyepakatan infrastruktur dan indikator infrastruktur pada tahap sebelumnya. Mengingat perbedaan yang sangat nyata antara karateristik kota dan kabupaten, maka dalam penyusunan rating ini dibedakan menjadi rating untuk kota dan rating untuk kabupaten. Penyusunan rating kota dan rating kabupaten ini diperoleh melalui analisis dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process yang telah dikembangkan.
4.11. Uji Hipotesis
Analisis kooefisien korelasi yang digunakan adalah rumus Product Moment Coeficient Of Correlation yang dikenal dengan Korelasi Pearson untuk data yang relatif jumlahnya besar dan rumus Koefisien Korelasi Rank Spearman untuk jumlah data yang relatif kecil. Rumus Koefisien Korelasi yang digunakan adalah :
a. Rumus koefisien korelasi Pearson: rXY =
n X dan Y rXY i
= = = =
n∑ X iYi − (∑ X i )(∑ Yi ) n∑ X i − (∑ X i ) 2 n∑ Yi − (∑ Yi ) 2 2
2
jumlah pasangan observasi variabel –variabel yang akan dihitung korelasinya besarnya korelasi X dengan Y 1,2,3,…,n
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
140
b. Rumus koefisien korelasi rank Spearman:
6(∑ d i ) 2
rrank = 1 −
n ( n 2 − 1) = jumlah pasangan obsevasi
n
di
2
= selisih rank pasangan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
141
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Gambaran Umum Lokasi dan Keadaan Geografis Penelitian
Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 10 − 4 0 Lintang Utara dan 98 0 - 100 0 Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebelah Timur dengan Negara Malaysia di selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas daratan provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km 2 , sebagaian besar berada di daratan pulau Sumatera, dan sebagian kecil berada di pulau Nias, Pulaupulau Batu serta beberapa pulau kecil, baik di bagian Barat maupun di bagian Timur pantai pulau Sumatera. Berdasarkan luas menurut kabupaten–kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah kabupaten Tapanuli Selatan dengan luas 12.138, 30 km2 atau 16, 93% diikuti kabupaten Labuhan Batu dengan luas 9.223, 18 km2 atau 12, 87% kemudian kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.618,79 km2 atau sekitar 9, 23%. Sedangkan luas daerah terkecil adalah kota Sibolga dengan luas 10, 77 km2 atau sekitar 0, 02% dari luas total wilayah Sumatera Utara. Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara dibagi dalam 3 kelompok wilayah yaitu pantai Barat, dataran Tinggi dan pantai Timur. Letak geografis dan luas wilayah Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.2 berikut:
141 Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
142
Tabel 5.1: Letak Geografis menurut Kabupaten-kota (Geographical Location of Regency/City) 2005 No. 1.
Kabupaten-kota Regency/City Nias
2.
Lintang Utara North Latitude
Bujur Timur East longitude
00 12, 00,, - 10 32, 00,,
97 0 00, − 980 00,
Mandailing Natal
00 10, 00,, - 10 50, 00,,
980 50, − 1000 10,
3.
Tapanuli Selatan
00 02, 00,, - 20 03, 00,,
980 49, − 1000 22,
4.
Tapanuli tengah
10 11, 00,, - 20 22, 00,,
980 07, − 980 12,
5.
Tapanuli Utara
10 20, 00,, - 20 41, 00,,
980 05, − 990 16,
6.
Toba Samosir
20 03, 00,, - 20 40, 00,,
980 56, − 990 40,
7.
Labuhan Batu
10 26, 00,, - 20 06, 11,,
980 07, − 980 53,
8.
Asahan
20 03, 00,, - 30 26, 00,,
990 01, − 100,, 00,
9.
Simalungun
20 36, 00,, - 30 18, 00,,
980 32, − 990 35,
10.
Dairi
20 15, 00,, - 30 00, 00,,
980 00, − 980 30,
11.
Karo
20 50, 00,, - 30 19, 00,,
97 0 55, − 980 38,
12.
Deli Serdang
20 57, 00,, - 30 16, 00,,
980 33, − 990 27,
13.
L a n g kat
30 14, 00,, - 40 13, 00,,
97 0 52, − 980 45,
14.
Nias Selatan
00 12, 00,, - 10 32, 00,,
97 0 00, − 980 00,
15.
Humbang Hasudutan
20 01, 00,, - 20 20, 00,,
9780 10, − 980 58,
16.
Pak-Pak Barat
20 15, 00,, - 30 32, 00,,
900 00, − 980 31,
17.
Samosir
20 24, 00,, - 20 48, 00,,
980 30, − 990 01,
18.
Serdang Bedagai
20 57, 00,, - 30 16, 00,,
980 33, − 990 27,
71.
Sibolga
10 44, 00,, -
980 47 ,
72.
Tanjung Balai
20 58, , 00,, -
99 0 48,
73.
Pematang Siantar
30 01, 09,, - 20 54, 00,,
990 06, − 990 01,
74.
Tebing Tinggi
20 01, 00,, - 30 21, 00,,
980 11, − 980 21,
75.
Medan
20 27, 00,, - 20 47 , 00,,
980 35, − 980 44,
76.
Binjei
30 31, 40,, - 30 40, 22,,
980 27, − 980 32,
77.
Padang. Sidempuan
10 18, 00,, - 10 29, 00,,
990 13, − 990 21,
Sumber/Source : BPS Provinsi Sumatera Utara/BPS-Statistic of Sumatera Utara Province
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
143
Tabel 5.2 : Luas wilayah menurut Kabupaten-kota Tahun 2005 No.
Kabupaten-kota Regency/City
Rasio Terhadap Total Ratio on Total (%)
Luas / Area (Km
2
)
1.
Nias
3.495,39
4,88
2.
Mandailing Natal
6.618,79
9,23
3.
Tapanuli Selatan
12.138,30
16,93
4.
Tapanuli tengah
2.188,00
3,05
5.
Tapanuli Utara
3.726,52
5,20
6.
Toba Samosir
2.474,40
3,45
7.
Labuhan Batu
9.223,18
12,87
8.
Asahan
4.580,75
6,39
9.
Simalungun
4.386,60
6,12
10.
Dairi
1.927,80
2,69
11.
Karo
2.127,29
2,97
12.
Deli Serdang
2.407,96
3,36
13.
L a n g kat
6.263,30
8,74
14.
Nias Selatan
1.825,20
15.
Humbang Hasudutan
2.335,33
3,25
16.
Pak-Pak Barat
1.218,30
1,70
17.
Samosir
2.069,05
2,88
18.
Serdang Bedagai
1.989,98
2,77
71.
Sibolga
10,77
0.02
72.
Tanjung Balai
60,52
0,09
73.
Pematang Siantar
79,99
0,11
74.
Tebing Tinggi
37,99
0,05
75.
Medan
265,10
0,37
76.
Binjei
90,33
0,13
77.
Padang. Sidempuan
140,00
0,20
71.680,84
100
Jumlah/Total
2,55
Sumber/Source : BPS Provinsi Sumatera Utara/BPS-Statistic of Sumatera Utara Provinc
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
144
5.1.2 Iklim
Karena terletak dekat garis khatulistiwa, provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter diatas permukaan laut, beriklim cukup panas dapat mencapai 35, 8 0 C, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya dapat mencapai 13, 0 0 C. Sebagaimana Provinsi lainnya di Indonesia, provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai dengan September dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan bulan Maret, diantara kedua musim itu diselingi oleh musim Pancaroba.
5.1.3 Pemerintahan
Administrasi pemerintahan provinsi Sumatera Utara pada bulan Juni 2006 terdiri atas 18 kabupaten dan 7 kota. Selanjutnya kabupaten-kota tersebut terdiri atas 357 kecamatan. Pada administrasi yang paling bawah, kecamatan terdiri atas kelurahan untuk daerah perkotaan (urban) dan desa untuk daerah pedesaan (rural). Secara keseluruhan provinsi Sumatera Utara mempunyai 5.616 kelurahan/ desa. Anggota DPRD provinsi Sumatera Utara hasil Pemilu tahun 2004 berjumlah 85 orang yang terdiri dari 19 orang Fraksi Partai Golkar, 13 orang Partai Demokrasi
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
145
Indonesia Perjuangan (PDIP), 11 orang Fraksi PPP, 9 orang Partai Amanat Nasional (PAN), 9 orang Partai Demokrat, 8 orang PKS, 6 orang dari PDS, 5 orang dari PBR, serta Fraksi Gabungan 5 orang. Anggota DPRD Sumatera Utara terdiri dari 80 orang laki-laki dan 5 orang perempuan. Sedangkan DPRD Kabupaten-kota di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 924 orang dengan rincian 850 orang laki-laki dan 74 orang perempuan. 5.1.4 Ketenagakerjaan
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sumatera Utara setiap tahunnya tampak berfluktuasi. Pada tahun 2000, TPAK di Sumatera Utara sebesar 57, 34 %, tahun 2004 naik menjadi 68, 95%, dan tahun 2005 menjadi 71, 94%. Angkatan kerja di Sumatera Utara sebagian besar masih berpendidikan SD ke bawah. Persentase angkatan kerja golongan ini mencapai 41, 96 %, angkatan kerja yang berpendidikan setingkat SMTP dan SMTA masing-masing sekitar 26, 42% dan 26, 49% sedangkan sisanya 5, 14% berpendidikkan diatas SMTA. Dengan masih rendahnya pendidikan angkatan kerja memungkinkan produktivitasnya juga masih belum optimal. Jika dilihat dari status pekerjaannya, sepertiga (24, 44%) penduduk yang bekerja di Sumatera Utara adalah buruh atau karyawan. Penduduk yang berusaha dengan dibantu anggota keluarga mencapai sekitar 17, 67%, sedangkan penduduk yang bekerja sebagai pekerja keluarga mencapai 23, 24%. Hanya 2, 08% penduduk Sumatera Utara yang menjadi pengusaha yang mempekerjakan buruh/bukan anggota keluarganya.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
146
Jumlah penduduk Sumatera Utara yang merupakan angkatan kerja adalah sebanyak l5, 80 juta jiwa yang terdiri dari 5, 17 juta jiwa terkategori bekerja dan sebesar 635 ribu jiwa terkategori mencari kerja dan tidak bekerja (pengangguran terbuka). Penduduk Sumatera Utara yang bekerja tersebut sebagian besar bekerja pada sektor pertanian yaitu 52, 68%. Sektor kedua terbesar dalam menyerap tenaga kerja di Sumatera Utara adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 17, 67 %. Sektror lain yang cukup besar perananya dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor jasa, baik jasa perorangan, jasa perusahaan, dan jasa pemerintahan yaitu sebesar 10, 55%, sementara yang bekerja di sektor industri hanya sekitar 6, 1%.
5.1.5 Jumlah Penduduk
Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk Sumatera Utara keadaan tanggal 31 Oktober 1990 berjumlah 10, 26 juta jiwa, dan dari hasil SP- 2000 jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11, 512 juta jiwa. Pada bulan April 2003 dilakukan Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B). Dari hasil pendaftaran tersebut diperoleh jumlah penduduk sebesar 11.890.399 jiwa. Selanjutnya dari hasil estimasi jumlah penduduk keadaan Juni 2005 diperkirakan sebesar 12.326.678 jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km 2 dan tahun 2005 meningkat menjadi 172 jiwa per km 2 .
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
147
Tabel 5.3 : Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten-kota No.
Kabupaten-kota Regency/City
Luas Wilayah
Penduduk*) Population Density
Kepadatan Penduduk
1.
Nias
) 3.495,39
2.
Mandailing Natal
6.618,79
386.150
58
3.
Tapanuli Selatan
12.138,30
626.702
52
4.
Tapanuli tengah
2.188,00
283.035
129
5.
Tapanuli Utara
3.726,52
256.201
69
6.
Toba Samosir
2.474,40
158.677
64
7.
Labuhan Batu
9.223,18
951.773
103
8.
Asahan
4.580,75
1.024.369
224
9.
Simalungun
4.386,60
826.101
188
10.
Dairi
1.927,80
261.287
136
11.
Karo
2.127,29
316.207
149
12.
Deli Serdang
2.407,96
1.569.638
652
13.
L a n g kat
6.263,30
970.433
155
14.
Nias Selatan
1.825,20
288.233
158
15.
Humbang Hasudutan
2.335,33
152.997
66
16.
Pak-Pak Barat
1.218,30
34.542
28
17.
Samosir
2.069,05
131.073
63
18.
Serdang Bedagai
1.989,98
588.176
296
71.
Sibolga
10,77
88.717
8.237
72.
Tanjung Balai
60,52
152.814
2.525
73.
Pematang Siantar
79,99
230.487
2.881
74.
Tebing Tinggi
37,99
135.671
3.571
75.
Medan
265,10
2.036.185
7.681
76.
Binjei
90,33
237.904
2.634
77.
Padang. Sidempuan
140,00
177.499
1.268
71.680,84
12.326.678
172
Jumlah/Total
(Km
2
441.807
Population Density(per Km 126
Sumber/Source : BPS Provinsi Sumatera Utara/BPS-Statistic of Sumatera Utara Province
Keterangan/ Note :*) Angka proyeksi penduduk pertengahan tahun 2005/ Projection Figures of Population Middle of The Year.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
2
)
148
Laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 19902000 adalah 1, 20% per tahun, dan pada tahun 2000-2005 menjadi 1, 37% per tahun. Penduduk perempuan di Sumatera Utara sedikit lebih banyak dari laki-laki. Pada tahun 2005 penduduk Sumatera Utara berjenis kelamin perempuan berjumlah sekitar 6.161.607 jiwa, dan penduduk laki-laki sebesar 6.165.071 jiwa. Dengan demikian sex ratio penduduk Sumatera Utara sebesar 100,06 persen. Penduduk Sumatera Utara masih lebih banyak tinggal di daerah pedesaan dari pada daerah perkotaan. Jumlah penduduk Sumatera Utara yang tinggal di pedesaan adalah 6, 99 juta jiwa ( 56, 76%) dan yang tinggal di daerah perkotaan sebesar 5, 33 juta jiwa (43, 24%). Sampai dengan tahun 1996 jumlah penduduk miskin masih terlihat menurun di Sumatera Utara. Hal ini menggambarkan bahwa pembangunan di Sumatera Utara menghasilkan peningkatan taraf hidup masyarakat Sumatera Utara secara keseluruhan. Jumlah penduduk miskin tahun 1993 sebesar 1, 33 juta jiwa atau sebesar 12, 31% dari total seluruh penduduk Sumatera Utara. Tahun 1996 jumlah penduduk Sumatera Utara yang tergolong miskin hanya 1, 23 juta jiwa dengan persentase sebesar 10, 92 %. Namun karena terjadinya krisis moneter secara maksimal termasuk Sumatera Utara , penduduk miskin di Sumatera Utara pada tahun 1999 meningkat menjadi 16, 74 % dari total penduduk Sumatera Utara yaitu 1, 97 juta jiwa.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
149
Tabel 5.4: Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara, 2001-2005 (Juta Rupiah) No.
2002 2.320.612
Tahun 2003 1.532.219
Kabupaten Kota.
1.
Nias
2001 2.128.656
2.
Mandailing Natal
1.199.558
1.251.079
1.336.444
1.409.579
1.492.091
3.
Tapanuli Selatan
2.695.279
2.850.147
2.423.839
2.500.235
2.584.566
4.
Tapanuli Tengah
709.115
743.632
800.260
845.860
889.371
5.
TapanuliUtara
1.633.704
1.706.302
1.120.090
1.173.212
1.232.292
6.
Toba Samosir
1.431.408
1.534.093
2.299.129
1.289.294
1.354.439
7.
Labuhan Batu
5.936.474
6.195.833
6.485.545
6.731.969
7.010.748
8.
Asahan
8.220.039
8.426.608
9.037.635
9.484.024
9.768.117
9.
Simalungun
3.925.061
4.022.402
4.127.974
4.240.245
4.370.075
10.
Dairi
1.367.404
1.441.765
1.465.781
1.551.234
1.634.143
11.
Karo
2.218.295
2.284.602
2.403.876
2.483.643
2.600.529
12.
Deli Serdang
11.641.067
12.303.920
12.928.258
10.478.375
11.018.272
13.
Langkat
5.161.330
5.319.844
5.476.892
5.532.161
5.724.011
14.
Nias Selatan
1)
1)
953.882
1.022.159
1.000.490
15.
Humbang Hasudutan
1)
1)
683.642
722.696
763.535
16.
Pakpak Barat
1)
1)
108.969
117.529
126.684
17.
Samosir
1)
1)
1)
810.426
843.736
18.
Serdang Bedagai
1)
1)
1)
3.191.040
3.379.772
19.
Sibolga
460.000
488.083
515.559
540.093
561.749
20.
Tanjung Balai
912.886
962.539
1.034.661
1.096.234
1.142.134
21.
Pematang Siantar
1.361.757
1.389.814
1.503.888
1.561.475
1.649.967
22.
Tebing Tinggi
718.147
760.465
795.663
839.641
876.389
23.
Medan
19.828.076
20.819.429
22.017.775
23.623.135
25.271.631
24.
Binjai
1.156.613
1.233.404
1.345.309
1.466.450
1.540.906
25.
Padangsidimpuan
1)
1)
640.844
679.540
702.102
71.908.359
75.189.140
78.805.608
83.328.948
87.897.791
Jumlah
2004 1.610.824
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2006.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
2005 1.552.602
150
Pada tahun 2003 terjadi penurunan penduduk miskin baik secara absolut maupun secara persentase, yaitu menjadi 1, 89 juta jiwa atau sekitar 15, 89 %, sedangkan tahun 2004 jumlah dan persentase turun menjadi sebanyak 1,80 juta jiwa atau sekitar 14, 93%. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000 jumlah penduduk Sumatera Utara yang menganut agama Islam pada tahun 2000 sebesar 65, 45%, Kristen Katolik 4, 78%, Kristen lainnya sebesar 26,62%, Hindu sebesar 0, 19 % dan Budha sebesar 2, 82% dan agama lainnya 0, 14%. Dari Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 menurut kabupaten-kota di provinsi Sumatera Utara terlihat kenaikan PDRB dari tahun 2004 ke tahun 2005 sangat kecil dan tidak berarti. Untuk kota Medan menunjukkan PDRB yang tertinggi sebesar 25.271.631 juta rupiah dan yang terendah adalah kota Sibolga sebesar 561.749 juta rupiah.. Sedangkan untuk kabupaten Deli Serdang merupakan kabupaten yang mempunyai PDRB tertinggi yakni sebesar 11.018.272 juta rupiah dan yang terendah adalah Pakpak Bharat yaitu sebesar 126.684 juta rupiah. Untuk Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku 2000 menurut kabupaten-kota provinsi Sumatera Utara, dapat dilihat pada Tabel 5.5 bahwa kota tertinggi PDRB-nya tetap kota Medan sebesar 42.675.986 juta rupiah dan yang terendah adalah kota Sibolga yakni sebesar 825.480 juta rupiah. Untuk kabupaten Deli Serdang tetap menduduki posisi pertama dengan besar PDRB 19.840.586 juta rupiah, dan yang terendah adalah kabupaten Pakpak Bharat dengan jumlah 216.191 juta rupiah.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
151
Tabel 5.5 : Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku 2000 menurut Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara, 2001-2005 (Juta Rupiah) No.
Tahun Kabupaten Kota
2001
2002
2003
2004
2005
1.
Nias
2.277.889
2.684.306
1.852.518
2.106.529
2.159.952
2.
Mandailing Natal
1.282.033
1.433.478
1.621.153
1.791.803
2.004.424
3.
Tapanuli Selatan
2.972.281
3.428.908
3.104.882
3.420.344
3.678.201
4.
Tapanuli Tengah
797.504
911.582
1.020.810
1.153.712
1.296.693
5.
TapanuliUtara
1.794.391
2.091.933
1.523.401
1.746.626
2.155.279
6.
Toba Samosir
1.560.956
1.805.964
2.955.498
1.748.167
1.977.269
7.
Labuhan Batu
6.405.502
7.331.083
8.325.972
9.433.928
10.918.368
8.
Asahan
9.546.056
10.701.617
12.735.433
14.157.677
15.527.794
9.
Simalungun
4.210.761
4.643.830
5.091.035
5.578.939
6.185.608
10.
Dairi
1.593.734
1.808.027
1.829.862
2.054.745
2.303.591
11.
Karo
2.468.688
2.712.081
2.998.969
3.272.922
3.685.778
12.
Deli Serdang
12.583.603
15.822.864
18.188.675
15.872.389
19.840.586
13.
Langkat
5.606.951
6.001.491
6.625.844
7.361.459
8.461.166
14.
Nias Selatan
1)
1)
1.163.491
1.341.982
1.458.639
15.
Humbang Hasudutan
1)
1)
947.453
1.118.868
1.387.607
16.
Pakpak Barat
1)
1)
144.293
175.688
216.191
17.
Samosir
1)
1)
1)
1.014.136
1.111.859
18.
Serdang Bedagai
1)
1)
1)
4.508.354
5.059.769
19.
Sibolga
718.599
825.480
20.
506.290
570.760
640.713
Tanjung Balai
1.024.044
1.164.066
1.352.281
1.574.157
1.765.169
21.
Pematang Siantar
1.434.698
1.626.328
1.894.142
2.515.280
2.662.898
22.
Tebing Tinggi
798.661
892.577
981.116
1.091.217
1.253.172
23.
Medan
22.200.779
25.222.514
28.670.902
33.115.347
42.675.986
24.
Binjai
1.323.689
1.510.009
1.772.617
2.100.117
2.437.041
25.
Padangsidimpuan
989.796
1.138.939
118.100.511
136.903.270
Jumlah
1)
79.331.335
1)
89.670.147
868.501 103.401.370
Sumber : Badan Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2006.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
152
Tabel 5.6 :Realisasi Pendapatan Asli Daerah menurut Jenis dan Kabupaten/Kota 2005 (Milyar/Rp)
No.
Kabupaten Kota.
Retribusi Daerah 2.79
Jenis Pendapatan Bgn. Laba Penerimaan Badan Lain-Lain 0.00 1.12
6.70
1.
Nias
Pajak Daerah 2.79
2.
Mandailing Natal
2.38
1.62
0.00
1.80
5.80
3.
Tapanuli Selatan
3.17
3.76
0.12
0.50
7.55
4.
Tapanuli Tengah
1.76
1.29
0.00
2.64
5.70
5.
Tapanuli Utara
1.57
1.34
0.12
6.26
9.29
6.
Toba Samosir
1.33
0.92
0.03
4.00
6.28
7.
Labuhan Batu
9.51
9.95
0.08
5.92
25.45
8.
Asahan
13.97
5.77
0.00
3.36
23.10
9.
Simalungun
10.09
5.15
0.00
3.59
18.82
10.
Dairi
1.69
2.13
0.00
1.42
5.24
11.
Karo
5.33
5.76
0.11
1.56
12.75
12.
Deli Serdang
46.00
12.29
0.00
0.86
59.15
13.
Langkat
10.18
4.49
0.00
2.16
16.83
14.
Nias Selatan
15.
Humbang Hasudutan
0.53
1.08
0.00
1.48
3.09
16.
Pakpak Barat
0.15
1.02
0.00
0.20
1.38
17.
Samosir
0.65
0.86
0.00
3.70
5.21
18.
Serdang Bedagai
10.65
2.25
0.00
0.00
12.90
19.
Sibolga
1.60
3.60
0.30
0.56
6.06
20.
Tanjung Balai
4.22
3.32
0.08
1.95
9.57
21.
Pematang Siantar
6.20
6.25
0.53
1.94
14.92
22.
Tebing Tinggi
2.84
2.47
0.00
1.54
6.85
23.
Medan
170.18
109.53
1.45
1.07
282.23
24.
Binjai
5.82
4.11
0.16
2.92
13.00
25.
Padangsidimpuan
2.10
2.34
0.06
0.18
4.68
1)
1)
1)
Jumlah
1)
1)
Sumber : Badan Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2006.
Dari Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa penerima PAD terbesar untuk kota adalah Medan sebesar 282.23 Milyar/Rp, dan kabupaten adalah D.Serdang 59.15 Milyar/Rp
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
153
5.1.6 Gambaran umum peserta FGD
FGD
dilakukan secara bertahap,
FGD-I ditujukan untuk memperoleh
kesepakatan Stakeholder tentang Infrastruktur mana saja yang diikutsertakan untuk dinilai dan menetapkan Indikator penilaiannya dalam rangka menentukan rating Kabupaten-kota di provinsi Sumatera Utara. Pada FGD–II ditujukan untuk mematangkan hasil rumusan dan kesepakatan yang diperoleh pada FGD-I dan menyamakan persepsi tentang fokus penelitian yang akan dilakukan dengan harapan dalam pengisian kuesioner
tidak terdapat persepsi responden yang bertentangan
terhadap isi pertanyaan. Dalam pelaksanaan FGD-I peneliti menjelaskan secara detail kepada peserta FGD tentang penelitian yang akan dilakukan, data yang diperlukan dan metode yang digunakan, dengan tujuan seluruh peserta dapat memberikan kontribusi positif dalam FGD. Pada FGD-I ini peserta diskusi diarahkan untuk mengidentifikasi jenis-jenis infrastruktur yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten-kota. Hasil indentifikasi tersebut kemudian didiskusikan untuk memperoleh kesepakatan tentang jenis infrastruktur yang dinilai dalam penelitian dan dan disepakati indikator penilaiannya. Hasil kesepakatan ini merupakan preferensi kelompok FGD. Seluruh pelaksanaan FGD berlangsung dengan lancar diikuti Stakeholder dibidang infrastruktur yang berasal dari unsur pemerintahan yang menangani Infrastruktur seperti Dinas Tarukim Sumatera Utara, BAPPEDA Sumatera Utara, BAPPEDA kabupaten-kota se Sumatera Utara, calon responden, peneliti dan Stakeholder infrastruktur lainnya.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
154
Diikut sertakannya calon responden pada FGD ini dimaksudkan agar calon responden dapat memahami preferensi yang disampaikan oleh peserta FGD yang diantaranya terdapat peserta yang mewakili masyarakat. Dengan demikian responden mampu memberikan penilaian yang tepat dan sesuai dengan preferensi masyarakat. Hal ini sangat penting, mengingat masyarakatlah yang menerima segala akibat kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Dengan demikian FGD yang dilaksanakan bukan saja menghasilkan kesepakatan dalam menentukan jenis-jenis infrastruktur yang akan dinilai dan kesepakatan penilaian indikatornya, namun juga memberikan masukkan bagi calon responden nantinya dalam memberikan preferensinya dalam mengisi kuesioner. Kuesioner disusun dengan sistimatik agar responden mudah memahami dan mengisi skalanya. Skala yang digunakan adalah skala Saaty, dengan demikian angka yang terdapat dalam kuesioner perbandingan berpasangan hanya angka 1,2,3,...,9. Hasil kuesioner dikumpulkan dan untuk masing-masing perbandingan berpasangan dari responden ditentukan rata-ratanya dengan menggunakan nrata-rata hitung dan diadakan pembulatan, sehingga diperoleh angka skala yang bulat antara 1 s/d 9.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
155
FGD-I dilaksanakan di Ruang Rapat Dinas Tarukim Sumatera Utara, Jalan Willieam Iskandar Medan, sedangkan FGD-II di Ruang Rapat BAPPEDA Sumatera Utarta, Jalan Diponegoro No.26 Medan. Peserta FGD dalam menentukan jenis-jenis infrastruktur yang akan dinilai dan disepakati. Hasil FGD dapat dilihat pada Tabel 5-7 berikut:
Tabel 5-7 : Hasil Focused Discusion(FGD)
NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 5.1.7
Kriteria Infrastruktur yang disepakati Jalan dan Jembatan Air Bersih Irigasi/Sanitasi Jaringan Listrik Terminal Telepon Kesehatan
Pengembangan metode analytic hierarchy process (AHP)
Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai metode analisis dalam pengambilan keputusan telah banyak digunakan dalam berbagai bidang sebagai mana telah diuraikan sebelumnya, hal ini disebabkan metode ini fleksibel dan mampu memberikan hasil yang lebih baik dari hasil yang diberikan oleh metode-metode lainnya bahkan dalam keadaan tidak terdapat data statistik sekalipun metode Analitic Hierarchy Process dapat menyelesaikan permasalahan. Metode Analytic Hierarchy Process juga digunakan untuk gabungan data kualitatif dan data kuantitatif. Namun metode AHP mempunyai kelemahan, dimana metode AHP mengharuskan responden
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
156
harus berpengalaman dan berpengetahuan yang baik (pakar) pada bidang yang diteliti, dan jumlah responden tidak harus besar jumlahnya tetapi penguasaannya dibidang yang diteliti adalah mutlak, atau dengan perkataan lain AHP menuntut kualiti responden bukan kuantitinya. Dipihak lain pembangunan dalam era otonomi daerah menuntut keterlibatan masyarakat dalam pembangunan tersebut, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasinya. Hal ini tidak dapat dipenuhi oleh metode Analytic Hierarchy Process yang mengharuskan pengambilan preferensi dari pakar dan orang-orang yang memahami secara baik tentang bidang yang diteliti. Untuk mengatasi masalah ini penelitian ini mencoba mengembangkan metode Analytic Hierarchy Process agar preferensi masyarakat dapat disertakan dalam proses penelitian ini. Dalam penelitian ini peneliti mencoba mengembangkan metode Analytic Hierarchy Process dengan menyertakan calon responden dalam suatu Focus Group Discusion bersama unsur pemerintah yang menangani infrastruktur dan perencana dibidang infrastruktur, praktisi infrastruktur, perwakilan masyarakat, calon responden dan stakeholder infrastruktur lainnya. Melalui FGD ini seluruh peserta(diluar calon responden) dapat memberikan preferensinya dalam menentukan jenis-jenis infrastruktur yang akan dinilai dalam menentukan rating kabupaten-kota di wilayah Sumatera Utara. Dan pada FGD ini disepakati jenis-jenis infrastruktur dan indikator yang akan digunakan dalam penyusunan kuesioner. Dalam metode Analytic Hierarchy Process yang belum dikembangkan penentuan jenis-jenis infrastruktur dan indikator ditentukan oleh sipeneliti saja. Dan dasar penentuan jenis infrastruktur dan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
157
indikator penilaian sipeneliti ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan informasi yang dimiliki sipeneliti. Selain itu dalam mengisi kuesioner mutlak oleh responden dengan tidak memahami preferensi yang ada pada masyarakat, yang mengakibatkan rencana pembangunan infrastruktur yang dihasilkan belum tentu sesuai dengan nyang dibutuhkan masyarakat dan tidak mendapat dukungan masyarakat. Struktur dari metode Analytic Hierarchy Proocess sebelum dikembangkan dapat dilihat pada Gambar-7
dan
metode Analytic Hierarchy Process yang telah
dikembangkan dapat dilihat pada Gambar - 8 berikut :
METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS(AHP)
Goal
Kriteria 1
Kriteria 2
Alternatif 1
Kriteria 3
Alternatif 2
Kriteria 4
ooo
Kriteria ooo
N
Alternatif M
Gambar -6 : Diagram Metode Analytic Hierarchy Process
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
158
PENGEMBANGAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS
Goal
FGD
Kriteria 1
Kriteria 2
Alternatif 1
Kriteria 3
Alternatif 2
Kriteria 4
ooo
Kriteria ooo
N
Alternatif M
Gambar-7 : Diagram hasil Pengembangan Metode Analytic HierarchyProces
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
159
5.1.8 Usulan strategi pembangunan infrastruktur di Sumatera Utara
Berbagai kesalahan dalam pembangunan infrastruktur dimasa lalu di provinsi Sumatera Utara meyebabkan mamfaat infrastruktur belum dapat dinikmati oleh masyarakat Sumatera Utara secara optimal. Pembangunan infrastruktur yang bias perkotaan menyebabkan banyak daerah pedesaan menjadi daerah tertinggal. Untuk tidak mengulanggi kesalahan masa lalu, pemerintah kabupaten-kota dan pemerintah provinsi Sumatera Utara harus menetapkan prioritas yang tepat dan menggunakan masyarakat lokal sebagai basis dalam pembangunan infrastruktur. Dengan demikian pembangunan infrastruktur yang dilakuan lebih tepat dan efektif dalam mengatasi permasalahan pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan ekonomi.
Untuk itu
pembangunan infrastruktur yang akan dilakukan kedepan harus mencakup programprogram pembangunan infrastruktur yang mendukung upaya revitalisasi pertanian dan argoindustri pedesaan, antara lain : sumber daya air dan irigasi, infrastruktur jalan dan jembatan terutama jalan dan jembatan ke dan di dalam kawasan pedesaan, infrastruktur listrik, infrastruktur kesehatan, prasarana angkutan dan infrastruktur lainnya yang benar-benar dibutuhkankan oleh masyarakat pedesaan. Dalam pembangunan infrastruktur kabupaten-kota, pemerintah juga harus memperhatikan prinsip keadilan dan pemerataan, dengan memfokuskan pembangunan pada daerah pedesaan tertinggal dengan infrastruktur yang minim. Hal ini diperlukan dalam usaha mengatasi kesenjangan pembangunan antar pedesaan. Dengan melihat kondisi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi di provinsi Sumatera Utara, serta mempertimbangkan masalah klasik yakni keterbatasan dana untuk
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
160
pembangunan infrastruktur, maka pemeritah kabupaten-kota dan pemerintah provinsi Sumatera Utara harus meletakkan prioritas pembagunan infrastrukturnya pada sektor yang benar-benar dapat memberikan dampak yang besar bagi pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan, serta mencakup hal-hal yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Sektor yang paling tepat untuk tujuan itu adalah sektor pertanian di pedesaan. Karena itu pembangunan infrastruktur di pedesaan harus menjadi prioritas dan disesuaikan dengan kebutuhan yang mendasar serta melibatkan masyarakat lokal sebagai basis pembangunan. Infrastruktur pedesaan yang baik dan lengkap merupakan peranan kunci dalam memperluas pasar faktor produksi dan pasar produksi akan menekan resiko biaya pemasaran produk pertanian, serta memperluas penyebaran informasi pasar/harga. Pembangunan pertanian dan pedesaan juga akan berdampak luas pada pembangunan sektor-sektor diluar pertanian di pedesaan. Studi pemasaran pertanian membuktikan bahwa tidak sempurnanya infrastruktur pertanian mendorong perbedaan yang nyata antara harga pada pusat pasar dengan farm-gate (Timmer et.al, 1983). Menurut Ali dan Pernia(2003), rendahnya penyerapan tenaga kerja non-farm dan produktivitas tenaga kerja, faktor utama yang mendasari kemiskinan pedesaan dan rendahnya produktivitas terutama di sektor pertanian. Oleh karena itu, pemerintah kabupatenkota dan pemerintah provinsi Sumatera Utara perlu merancang strategi baru dalam pembangunan infrastrukturnya, startegi yang diusulkan antara lain :
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
161
c. Menentukan urutan prioritas pembangunan infrastruktur yang benar-benar merupakan kebutuhan dasar masyarakat pedesaan dan disesuaikan dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki wilayah bersangkutan. d. Melibatkan masyarakat lokal sebagai basis pembangunan infrastruktur pedesaan (pembangunan padat karya). e. Meningkatkan peran serta dan tanggung jawab pemerintah sebagai fasilitator, regulator, motivator, dan koordinator pembangunan infrastruktur pedesaan. f. Melibatkan partisipasi pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur di pedesaan. 5.1.9 Pendapatan daerah kabupaten-kota di Provinsi Sumatera Utara
Pada penelitian ini diadakan analisis korelasi antara bobot rating kabupaten – kota di provinsi Sumatera Utara dengan pendapatan daerah baik PDRB maupun PAD. Khusus besarnya jumlah tenaga kerja yang diserap oleh investor tidak termasuk tenaga kerja asing. Jumlah tenaga kerja yang terserap akibat Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) menurut kabupatenkota di wilayah Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.8. Pada penelitian ini juga dilakukan analisis
korelasi antara bobot rating
kabupaten–kota di provinsi Sumatera Utara dengan jumlah tenaga kerja yang terserap akibat Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) di kabupaten-kota bersangkutan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
162
Tabel 5.8 : Jumlah Tenaga Kerja Yang Diserap Investor PMDN dan PMA menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara 2005 (Milyar Rp) Penanaman Modal No.
Kabupaten Kota. Dalam Negeri
Asing
Jumlah
0
0
0
1.
Nias
2.
Mandailing Natal
551
0
551
3.
Tapanuli Selatan
0
0
0
4.
Tapanuli Tengah
1951
0
1951
5.
Tapanuli Utara
110
0
110
6.
Toba Samosir
0
0
0
7.
Labuhan Batu
17885
6080
23965
8.
Asahan
13236
4158
17394
9.
Simalungun
4692
11228
15920
10.
Dairi
0
0
0
11.
Karo
1300
645
1945
12.
Deli Serdang
56963
22193
79156
13.
Langkat
22313
716
23029
14.
Nias Selatan
0
0
0
15.
Humbang Hasudutan
0
0
0
16.
Pakpak Barat
0
0
0
17.
Samosir
0
0
0
18.
Serdang Bedagai
2576
225
2801
19.
Sibolga
53
0
53
20.
Tanjung Balai
1786
0
1786
21.
Pematang Siantar
2510
0
2510
22.
Tebing Tinggi
620
194
814
23.
Medan
33702
13284
46986
24.
Binjai
152
0
152
25.
Padangsidimpuan
0
2261
2261
JUMLAH
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
163
5.2 Analisis Data Infrastruktur Kota di Provinsi Sumatera Utara Dengan AHP
Analisis infrastruktur di provinsi Sumatera Utara menggunakan metode pengembangan Analytic Hierarchy Process. Masing-masing
infrastruktur yang
diteliti yaitu :Air Bersih, Jalan dan Jembatan, Sanitasi, Terminal, Listrik, Telepon, dan Kesehatan dianalisis satu persatu untuk mendapatkan rating-nya. Hasil rating masing-masing infrastruktur tersebut dijadikan sebagai faktor evaluasi total. Demikian juga diantara infrastruktur ditentukan rating-nya untuk memperoleh faktor bobot dengan metode analisis yang sama. Selanjutnya untuk memperoleh hasil akhir, yakni rating kota-kabupaten dilakukan pengalian faktor evaluasi total dengan faktor bobot. Proses perhitungan untuk memperoleh rating kota pada wilayah provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada analisis dan perhitungan pada Tabel 5.9 sampai dengan Tabel 5.16 berikut :
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
164
5.2.1 Analisis kriteria infrastruktur kota di Provinsi Sumatera Utara Tabel 5.9
Hasil analisis dengan metode AHP menunjukkan bahwa penilaiaan responden konsisten(CR<0,1) dan urutan rating yang dihasilkan berturut-turut: listrik, air bersih, jalan dan jembatan, sanitasi, kesehatan, telepon dan yang terakhir adalah terminal.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
165
5.2.2 Analisis kriteria infrastruktur air bersih kota di Sumatera Utara Tabel 5.10
Hasil analisis dengan metode AHP menunjukkan bahwa penilaiaan responden konsisten(CR<0,1) dan urutan rating kota untuk air besih berturut-turut adalah: Medan, P.Siantar, Binjai, T.Tinggi, P.Sidimpuan, T.Balai,dan yang terakhir adalah Sibolga.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
166
5.2.3 Analisis kriteria infrastruktur jalan dan jembatan kota di Sumatera Utara Tabel : 5-11
Hasil analisis dengan metode AHP menunjukkan bahwa penilaiaan responden konsisten(CR<0,1) dan urutan rating kota untuk Jalan & Jembatan berturut-turut adalah: Sibolga, P.Siantar, Medan, T.Tinggi, Binjai, T.Balai,dan yang terakhir adalah Padang Sidimpuan.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
167
5.2.4 Analisis kriteria infrastruktur sanitasi kota di SumateraUtara Tabel 5.12
Hasil analisis dengan metode AHP menunjukkan bahwa penilaiaan responden konsisten(CR<0,1) dan urutan rating kota untuk Sanitasi berturut-turut adalah:Medan, Pematang Siantar, Binjai, Tebing Tinggi, Tanjung Balai, Padang Sidimpuan dan yang terakhir adalah Sibolga.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
168
5.2.5 Analisis kriteria infrastruktur terminal kota di Sumatera Utara Tabel 5.13
Hasil analisis dengan metode AHP menunjukkan bahwa penilaiaan responden konsisten(CR<0,1) dan urutan rating kota untuk Terminal berturut-turut adalah: Medan,Tebing Tinggi, P.Siantar, Binjai, Padang Sidimpuan, T.Balai,dan yang terakhir adalah Sibolga.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
169
5.2.6 Analisis kriteria infrastruktur listrik kota di Sumatera Utara Tabel 5.14
Hasil analisis dengan metode AHP menunjukkan bahwa penilaiaan responden konsisten(CR<0,1) dan urutan rating kota untuk Listrik berturut-turut adalah: P.Siantar, Medan, Binjai, T.Balai, T.Tinggi, Sibolga, dan yang terakhir adalah Padang Sidimpuan.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
170
5.2.7 Analisis kriteria infrastruktur telepon kota di Sumatera Utara Tabel 5-15
Hasil analisis dengan metode AHP menunjukkan bahwa penilaiaan responden konsisten(CR<0,1) dan urutan rating kota untuk Telepon berturut-turut adalah: Medan, Binjai, T.Tinggi, P.Siantar, T.Balai, Sibolga dan yang terakhir adalah Padang Sidimpuan.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
171
5.2.8 Analisis kriteria infrastruktur kesehatan kota di Sumatera Utara Tabel 5-16
Hasil analisis dengan metode AHP menunjukkan bahwa penilaiaan responden konsisten(CR<0,1) dan urutan rating kota untuk Kesehatan berturut-turut adalah: Medan , P.Siantar, Binjai, T.Tinggi, Padang Sidimpuan, Sibolga,dan yang terakhir adalah T.Balai.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
172
Dari masing-masing Faktor Evaluasi masing-masing Matriks Perbandingan Berpasangan yang diperoleh Matriks Faktor Evaluasi Total A, dan dari Faktor Evaluasi Kriteria diperoleh Matriks Bobot B, yaitu :
A=
0.0250
0.2670
0.0250 0.0280
0.0380
0.0390
0.0380
0.2540
0.0640
0.0610
0.0720 0.0470
0.1090
0.0600
0.0250
0.1620
0.2310
0.2670
0.2380 0.1680
0.3250
0.0900
0.2440
0.1090
0.1080
0.0990
0.1070 0.1750
0.0550
0.1390
0.0980
0.3460
0.1650
0.3480 0.4490
0.2880
0.3680
0.3910
0.3520
0.1610
0.0990
0.1600 0.0860
0.1600
0.2690
0.1450
0.0410
0.0650
0.0410
0.0510 0.0470
0.0250
0.0350
0.0590
0.0600
;B=
0.0220
Dengan mengalikan Matriks Faktor Evaluasi Total A Dengan Matriks bobot B diperoleh Matriks hasil akhir sebagai berikut:
0.0250
0.2670
0.0250 0.0280
0.0380
0.0390
0.0380
0.2540
0.0702
0.0640
0.0610
0.0720 0.0470
0.1090
0.0600
0.0250
0.1620
0.0773
0.2310
0.2670
0.2380 0.1680
0.3250
0.0900
0.2440
0.1090
0.2643
0.1080
0.0990
0.1070 0.1750
0.0550
0.1390
0.0980
0.3460
0.1650
0.3480 0.4490
0.2880
0.3680
0.3910
0.3520
0.3023
0.1610
0.0990
0.1600 0.0860
0.1600
0.2690
0.1450
0.0410
0.1523
0.0650
0.0410
0.0510 0.0470
0.0250
0.0350
0.0590
0.0600
0.0435
*
0.0220
=
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
0.0899
173
Dengan demikian diperoleh rating Kota di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan nilai infrastruktur , yakni : Medan, Pematang Siantar, Binjai, Tebing Tinggi, Tanjung Balai, Sibolga, dan Padangsidimpuan.
Selanjutnya dilakukan analisis untuk menentukan rating 18 kabupaten yang ada di provinsi Sumatera Utara dengan menggunakan metode analisis Analytic Hierarchy Process yang telah dikembangkan. Hasil analisis dan uji konsistensinya dan rating yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 5.17 untuk rating infrastrukturnya, Tabel 5.19 untuk rating infrastruktur Air Bersihnya, Tabel 5.21 untuk rating infrastruktur Jalan&Jembatannya, Tabel 5.23 untuk rating infrastruktur Irigasinya, Tabel 5.25 untuk rating infrastruktur Terminalnya, Tabel 5.27 untuk rating infrastruktur Listriknya, Tabel 5.29 untuk rating infrastruktur Teleponnya dan Tabel 5.31 untuk rating infrastruktur Kesehatannya.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
174
5.3 Analisis Data Infrastruktur Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dengan AHP 5.3.1 Analisis kriteria infrastruktur kabupaten di Sumatera Utara Tabel 5-17
Hasil analisis dengan metode AHP menunjukkan bahwa penilaiaan responden konsisten(CR<0,1) dan urutan rating yang dihasilkan berturut-turut: Irigasi, JalanJembatan, Air Bersih, Listrik, Kesehatan, Telepon dan yang terakhir adalah terminal.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
175
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
176
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
177
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
178
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
179
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
180
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
181
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
182
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
183
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
184
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
185
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
186
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
187
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
188
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
189
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
190
5.4 Pengujian Hipotesis 5.4.1 Uji korelasi antara rating Kota dengan PDRB- Atas Harga Konstannya. Tabel 5-32 : Bobot rating Kota di Provinsi Sumatera Utara dan PDRB atas dasar harga konstan.
NO.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
KOTA
Bobot Rating Kota
Sibolga Tanjung Balai P.Siantar T.Tinggi Medan Binjai P.Sidempuan
0,0702 0,0773 0,2643 0,0899 0,3023 0,1523 0,0435
PDRB-Konstan (Juta Rupiah)
561.749 1.142.134 1.649.967 876.389 25.271.631 1.540.906 702.102
Untuk analisis koefisien korelasi ini digunakan uji koefisien korelasi Spearman, untuk itu disusun tabel rank sebagai berikut : Tabel 5-33 : Rank Spearman untuk rating kota dan PDRB atas harga konstan No. Urut 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kota
Sibolga Tanjung Balai Pematang Siantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padangsidimpuan
Nilai Bobot
Rank
0,0702 0,0773 0,2643 0,0899 0,3023 0,1523 0,0435
6 5 2 4 1 3 7
PDRB Konstan
561.749 1.142.134 1.649.967 876.389 25.271.631 1.540.906 702.102
n =7
Rank
d
d2
7 4 2 5 1 3 6
-1 1 0 -1 0 0 1
1 1 0 1 0 0 1
∑d
2
i
Dengan menggunakan rumus Koefisien Korelasi Rank Spearman :
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
4
191
r =1-
6∑ d i
2
, diperoleh r = 1 -
n(n −1) 24 = 0, 9285. r = 1336 2
6(4) 7(7 2 −1)
Jadi terdapat korelasi positif yang sangat kuat antara bobot rating Kota berdasarkan nilai infrastruktur dengan PDRB Atas Dasar Harga Konstan. r = 0, 9285 menunjukkan bahwa
meningkatnta rating kota berdasarkan nilai
infrastruktur akan meningkatkan PDRB Atas Harga Konstan Kota tersebut.
5.4.2 Uji korelasi antara rating kota dengan PDRB- atas harga berlakunya Tabel : 5-34 Bobot rating Kota di Provinsi Sumatera Utara dan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
KOTA
Bobot Rating Kota
Sibolga Tanjung Balai P.Siantar T.Tinggi Medan Binjai P.Sidempuan
0,0702 0,0773 0,2643 0,0899 0,3023 0,1523 0,0435
PDRB-Berlaku (Juta Rupiah)
825.480 1.765.169 2.662.898 1.253.172 42.675.986 2.437.041 1.138.939
Untuk analisis koefisien korelasi ini digunakan uji koefisien korelasi Spearman, untuk itu disusun tabel rank sebagai berikut :
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
192
Tabel 5-35 Rank Spearman untuk rating kota dan PDRB atas harga berlaku No. Urut 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kota
Sibolga Tanjung Balai Pematang Siantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padangsidimpuan
Nilai Bobot
Rank
0,0702 0,0773 0,2643 0,0899 0,3023 0,1523 0,0435
6 5 2 4 1 3 7
PDRB Konstan
Rank
d
d2
7 4 2 5 1 3 6
-1 1 0 -1 0 0 1
1 1 0 1 0 0 1
825.480 1.765.169 2.662.898 1.253.172 42.675.986 2.437.041 1.138.939
∑d
n=7
2
4
i
Dengan menggunakan rumus koefisien korelasi rank Spearman : r =1-
dengan demikian,
r =1-
6∑ d i
2
n(n 2 −1) 6(4) 24 = 1= 0, 9285. 2 7(7 −1) 336
Jadi diperoleh nilai r = 0, 9285. Nilai r = 0, 9285 menunjukkan bahwa, terdapat korelasi positif yang sangat kuat. antara bobot rating kota berdasarkan nilai infrastruktur dengan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku. Berarti, meningkatnya rating kota berdasarkan nilai infrastruktur akan meningkatkan PDRB Atas Harga Berlaku di kota tersebut.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
193
5.4.3 Uji korelasi antara rating kota dengan jumlah tenaga Kerja Tabel : 5-36 Bobot rating Kota di Provinsi Sumatera Utara dan Jumlah Tenaga kerja
NO.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
KOTA
Bobot Rating Kota
Jlh. Tenaga Kerja (orang)
0,0702 0,0773 0,2643 0,0899 0,3023 0,1523 0,0435
Sibolga Tanjung Balai P.Siantar T.Tinggi Medan Binjai P.Sidempuan
53 1.786 2.510 620 33.702 152 *)
*) Jumlah Tenaga Kerja Terserap Datanya Bergabung dengan Daerah Kab. Tapsel. Untuk analisis koefisien korelasi ini digunakan uji koefisien korelasi Spearman, untuk itu disusun tabel rank sebagai berikut : Tabel 5.37 :Rank Spearman Untuk Rating kota dan Jumlah Tenaga Kerja No. Urut
Kota
Nilai Bobot
Rank
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sibolga Tanjung Balai Pematang Siantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padangsidimpuan
0,0702 0,0773 0,2643 0,0899 0,3023 0,1523 0,0435
6 5 2 4 1 3 7
n=7
Jlh. Tenaga Kerja
53 1.786 2.510 620 33.702 152 --
Rank
d
d2
6 3 2 4 1 5 -
0 2 0 0 0 -2 -
0 4 0 0 0 4 -
∑d
2
i
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
8
194
Dengan menggunakan rumus koefisien korelasi rank Spearman : 2 6∑ d i r =1; diperoleh : n(n 2 −1) 6(8) 48 = 1r=12 6(6 −1) 210 Jadi : r = 0, 7714. Nilai r = 0, 7714 ini, menunjukkan korelasi positif yang kuat. antara bobot rating kota berdasarkan nilai infrastruktur dengan jumlah tenaga kerja yang diserap akibat PMDN dan PMA di kota bersangkutan. Nilai r = 0, 7714 menunjukkan bahwa meningkatnya rating kota berdasarkan nilai infrastruktur akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang diserap PMDN dan PMA di kota bersangkutan. 5.4.4 Uji korelasi antara rating kota dengan PAD kota bersangkutan
Besarnya PAD menurut kota dapat diperoleh dari Tabel 5-6 sedangkan bobot rating kota diperoleh dari hasil pembobotan seperti pada tabel berikut : Tabel : 5-38 Bobot rating Kota di Provinsi Sumatera Utara dan Besar PAD-nya NO.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
KOTA
Sibolga Tanjung Balai P.Siantar T.Tinggi Medan Binjai P.Sidempuan
Bobot Rating Kota
0,0702 0,0773 0,2643 0,0899 0,3023 0,1523 0,0435
PAD (Milyard)
6,06 9,57 14,92 6,85 282,23 13,00 4,68
Untuk analisis koefisien korelasi ini digunakan rumus uji koefisien korelasi Spearman, untuk itu disusun tabel rank sebagai berikut :
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
195
Tabel: 5-39 :Rank Spearman Untuk Rating kota dan rank PAD-nya No. Urut 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kota
Sibolga Tanjung Balai Pematang Siantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padangsidimpuan
Nilai Bobot
Rank
0,0702 0,0773 0,2643 0,0899 0,3023 0,1523 0,0435
6 5 2 4 1 3 7
PAD (Milyard)
6,06 9,57 14,92 6,85 282,23 13,00 4,68
n =7
Rank
d
d2
6 4 2 5 1 3 7
0 1 0 -1 0 0 0
0 1 0 1 0 0 0
∑d
2
2
i
Dengan menggunakan rumus koefisien korelasi rank Spearman : 2 6∑ d i r =1; diperoleh : n(n 2 −1) 12 6( 2) = 1r=12 336 7(7 −1) Jadi : r = 0, 9643. Nilai r = 0, 9643 menunjukkan bahwa, terdapat korelasi positif yang sangat kuat. antara bobot rating kota berdasarkan nilai infrastruktur dengan PAD kota tersebut. Ini berarti, meningkatnya rating kota berdasarkan nilai infrastruktur akan meningkatkan PAD kota bersangkutan.
Nilai r = 0, 7714 ini, menunjukkan korelasi positif yang kuat. antara bobot rating kota berdasarkan nilai infrastruktur dengan jumlah tenaga kerja yang diserap akibat PMDN dan PMA di kota bersangkutan. Nilai r = 0, 7714 menunjukkan bahwa
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
196
meningkatnya rating kota berdasarkan nilai infrastruktur akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang diserap PMDN dan PMA di kota bersangkutan. 5.4.5 Uji korelasi antara rating kabupaten dengan PDRB - atas harga konstannya dan untuk PDRB atas harga berlaku Tabel 5- 40 : Bobot rating kabupaten di provinsi Sumatera Utara dan PDRB atas dasar harga konstan
NO.
Kabupaten
Bobot Rating Kabupaten
PDRB-Konstan (Juta Rupiah)
1.
Nias
0,03379
1.552.602
2.
Madina
0,02648
1.492.091
3.
T.Selatan
0,05460
2.584.566
4.
T.Tengah
0,01406
889.371
5.
T.Utara
0,02550
1.232.292
6.
Toba Samosir
0,03082
1.354.439
7.
Labuan Batu
0,11094
7.010.748
8.
Asahan
0,13254
9.768.117
9.
Simalungun
0,09670
4.370.075
10.
Dairi
0,04344
1.634.143
11.
Karo
0,05244
2.600.529
12.
Deli Serdang
0,15695
11.018.272
13.
Langkat
0,09837
5.724.011
14.
Nias Selatan
0,01496
1.000.490
15.
H.Hasudutan
0,01498
763.535
16.
Pak-Pak Brt.
0,00835
126.684
17.
Samosir
0,00940
843.736
18.
Serdang Bedagai
0,07488
3.379.772
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
197
Untuk menghitung koefisien korelasi antara bobot rating kabupaten dengan PDRB baik untuik PDRB atas dasar harga konstan maupun atas dasar harga berlaku pada Tabel : 5-40 dan Tabel: 5-41 digunakan rumus koefisien korelasi Pearson dengan bantuan software SPSS. Tabel : 5-41 : Bobot rating kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dan PDRB atas dasar harga berlaku.
NO.
Kabupaten
Bobot Rating Kabupaten
PDRB-Berlaku (Juta Rupiah)
1.
Nias
0,03379
2.159.952
2.
Madina
0,02648
2.004.424
3.
Tapanuli Selatan
0,05460
3.678.201
4.
Tapanuli Tengah
0,01406
1.296.693
5.
Tapanuli Utara
0,02550
2.155.279
6.
Toba Samosir
0,03082
1.977.269
7.
Labuan Batu
0,11094
10.918.368
8.
Asahan
0,13254
15.527.794
9.
Simalungun
0,09670
6.185.608
10.
Dairi
0,04344
2.303.591
11.
Karo
0,05244
3.685.778
12.
Deli Serdang
0,15695
19.840.586
13.
Langkat
0,09837
8.461.166
14.
Nias Selatan
0,01496
1.458.639
15.
H.Hasudutan
0,01498
1.387.607
16.
Pak-Pak Brt.
0,00835
216.191
17.
Samosir
0,00940
1.111.859
18.
Serdang Bedagai
0,07488
5.059.769
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
198
Hasil yang diperoleh dengan menggunakan software SPSS dimaksud dapat dilihat pada Tabel : 5-42 berikut ini : Tabel : 5-42 : Correlation (Hasil Analisis dengan SPSS-15)
Bobot rating Kabupaten Bobot rating Kabupaten
PDRB-Konstan (juta rupiah)-1
PDRB-Berlaku (juta rupiah)-1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
PDRB-Konstan (juta rupiah)-1
PDRB-Berlaku (juta rupiah)-1
1
,973(**)
,956(**)
18
,000 18
,000 18
,973(**)
1
,994(**)
,000 18
18
,000 18
,956(**)
,994(**)
1
,000
,000
18
18
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tabel hasil perhitungan koefisien korelasi dengan menggunakan rumus koefisien korelasi Pearson diatas diperoleh r = 0, 973 hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang sangat kuat antara bobot rating kabupaten dengan besarnya
PDRB atas dasar harga konstan di kabupaten dimaksud. Demikian juga antara antara bobot rating kabupaten dengan besarnya PDRB atas dasar harga berlaku diperoleh r = 0, 956, yang hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang sangat kuat antara bobot rating kabupaten dengan besarnya PDRB atas dasar harga berlaku. Karena jumlah data untuk jumlah tenaga kerja yang diserap PMDN dan PMA Kabupaten relatif kecil maka untuk menganalisis koefisien korelasi antara bobot
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
18
199
rating kabupaten dengan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh PMDN dan PMA kabupaten di provinsi Sumatera Utara, digunakan rumus koefisien korelasi Spearman. Dengan memperhatikan tabel bobot rating kabupaten dan jumlah tenaga kerja yang diserap PMDN dan PMA
kabupaten di provinsi Sumatera Utara berikut, dapat
diperoleh koefisien korelasi diantara keduanya. 5.4.6 Uji korelasi antara rating kabupaten dengan jumlah tenaga kerja
Untukmengetahui hubungan antara bobot rating kabuapten-kota dengan jumlah tenaga kerja yang diserap PMDN dan PMA, dilakukan uji korelasi dengan uji korelasi Spearman. Tabel : 5-43 : Bobot rating kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dan jumlah tenaga kerja
NO
K abupaten
Bobot Rating Kabupaten
Jlh. Tenaga Kerja(orang)
1.
Madina
0,02648
551
2.
Tapanuli Tengah
0,01406
1.951
3.
Tapanuli Utara
0,02550
110
4.
Labuan Batu
0,11094
17.885
5.
Asahan
0,13254
13.236
6.
Simalungun
0,09670
4.692
7.
Karo
0,05244
1.300
8.
Deli Serdang
0,15695
56.963
9.
Langkat
0,09837
22.313
10.
Serdang Bedagai
0,07488
2.576
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
200
Karena uji yang digunakan adalah uji koefisien korelasi Spearman, maka disusun tabel rank sebagai berikut : Tabel: 5-44 :Rank Spearman rating kabupaten dan jumlah tenaga kerja No. Urut 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Kabupaten
Madina Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Labuan Batu Asahan Simalungun Karo Deli Serdang Langkat Serdang Bedagai
Nilai Bobot
Rank
Jumlah T.Kerja
Rank
d
d2
0,02648 0,01406 0,02550 0,11094 0,13254 0,09670 0,05244 0,15695 0,09837 0,07488
8 9 10 3 2 5 7 1 4 6
551 1.951 110 17.885 13.236 4.692 1.300 56.963 22.313 2.576
9 8 10 3 4 5 7 1 2 6
-1 1 0 0 -2 0 0 0 2 0
1 1 0 0 4 0 0 0 4 0
n =10
∑d
2
10
i
Dengan menggunakan rumus Koefisien Korelasi rank Spearman : 2 6∑ d i r =1; diperoleh : n(n 2 −1) 60 6(10) = 1r=12 990 10(10 −1) Jadi : r = 0, 9393. Dapat dilihat bahwa koefisien korelasi r = 0, 9393. menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat antara bobot rating kabupaten dengan jumlah tenaga
kerja yang diserap PMDN dan PMA kabupaten di provinsi Sumatera Utara. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa jika bobot rating berdasarkan nilai infrastruktur
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
201
kabupaten meningkat maka jumlah tenaga kerja yang diserap PMDN dan PMA juga akan meningkat. 5.4.7 Uji korelasi antara rating kabupaten dengan besar PAD-nya Tabel : 5-45 : Bobot rating Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dan Besar PAD-nya
NO.
Kabupaten
Bobot Rating Kabupaten 0,03379
PAD (Milyard) 6,70
1.
Nias
2.
Madina
0,02648
5,80
3.
Tapanuli Selatan
0,05460
7,55
4.
Tapanuli Tengah
0,01406
5,70
5.
Tapanuli Utara
0,02550
9,29
6.
Toba Samosir
0,03082
6,28
7.
Labuan Batu
0,11094
25,45
8.
Asahan
0,13254
23,10
9.
Simalungun
0,09670
18,82
10.
Dairi
0,04344
5,24
11.
Karo
0,05244
12,75
12.
Deli Serdang
0,15695
59,15
13.
Langkat
0,09837
16,83
14.
H.Hasudutan
0,01498
3,09
15.
Pak-Pak Brt.
0,00835
1,38
16.
Samosir
0,00940
5,21
17.
Serdang Bedagai
0,07488
12,90
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
202
Untuk analisis koefisien korelasi ini digunakan uji koefisien korelasi Spearman, untuk itu disusun tabel rank sebagai berikut : Tabel: 5-46 : Rank Spearman untuk rating kabupaten dan rank besar PAD-nya Rank
d
d2
10
PAD (Milyard) 6,70
10
0
0
0,02648
12
5,80
12
0
0
Tapanuli Selatan
0,05460
7
7,55
9
-2
4
4.
Tapanuli Tengah
0,01406
15
5,70
13
2
4
5.
Tapanuli Utara
0,02550
13
9,29
8
5
25
6.
Toba Samosir
0,03082
11
6,28
11
0
0
7.
Labuan Batu
0,11094
3
25,45
2
1
1
8.
Asahan
0,13254
2
23,10
3
-1
1
9.
Simalungun
0,09670
5
18,82
4
1
1
10.
Dairi
0,04344
9
5,24
14
-5
25
11.
Karo
0,05244
8
12,75
7
1
1
12
Deli Serdang
0,15695
1
59,15
1
0
0
13.
Langkat
0,09837
4
16,83
5
-1
1
14.
H.Hasudutan
0,01498
14
3,09
16
-2
4
15.
Pak-Pak Brt.
0,00835
17
1,38
17
0
0
16.
Samosir
0,00940
16
5,21
15
1
1
17.
Serdang Bedagai
0,07488
6
12,90
6
0
0
No. Urut 1.
Kabupaten
Rank
Nias
Nilai Bobot 0,03379
2.
Madina
3.
n =17
∑d
2
i
Dengan menggunakan rumus koefisien korelasi rank Spearman : 2 6∑ d i r =1n(n 2 −1)
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
68
203
6(68) 408 = 12 17(17 −1) 4896 Jadi diperoleh : r = 0, 9167 Hasil analisis r = 0, 9167, menunjukkan bahwa korelasi antara
r=1-
bobot rating
kabupaten di provinsi Sumatera Utara berdasarkan nilai infrastruktur dengan besar PAD-nya mempunyai hubungan yang
sangat kuat. Artinya jika bobot rating
kabupaten di provinsi Sumatera Utara meningkat, maka PAD kabupaten di provinsi Sumatera Utara juga akan meningkat. Dari keseluruhan analisis yang dilakukan diperoleh beberapa hasil, antara lain : 1.
Hasil rating infrastruktur pada penelitian ini menunjukkan bahwa urutan kepentingan di daerah kabupaten, irigasi menempati urutan pertama, jalan dan jembatan pada posisi kedua, ketiga air bersih, disusul berturut–turut listrik, kesehatan, telepon, dan yang menempati posisi terakhir adalah terminal. Berbeda dengan daerah kabupaten,
maka daerah perkotaan di provinsi
Sumatera Utara menempatkan urutan kepentingan, pertama adalah listrik, kedua air bersih, disusul jalan dan jembatan pada posisi ketiga, diikuti oleh sanitasi, kesehatan, telepon dan pada urutan terakhir adalah terminal. 2.
Untuk Infrastruktur air bersih, daerah kabupaten Deli Serdang menempati urutan pertama, disusul kabupaten Asahan pada urutan kedua, dan dua posisi terakhir adalah kabupaten Samosir dan kabupaten Pakpak Barat. Di daerah kota, Medan menempati posisi pertama disusul oleh kota Pematang Siantar dan pada posisi terakhir adalah kota Sibolga. Kabupaten Deli Serdang menempati urutan
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
204
pertama dapat dipahami mengingat sumber air bersih pada umumnya berada di daerah kabupaten Deli Serdang, termasuk untuk kota Medan. 3.
Dari 18 kabupaten di provinsi Sumatera Utara untuk infrastruktur jalan dan jembatan, kabupaten Simalungun menempati urutan pertama, tempat kedua adalah kabupaten Deli Serdang dan dua kabupaten pada posisi terakhir adalah kabupaten Samosir dan kabupaten Pakpak Barat. Sedangkan untuk daerah perkotaan kota Sibolga menempati posisi pertama dan diposisi kedua adalah kota Tanjung Balai dan posisi terakhir adalah kota Padang Sidimpuan. Keberadaan kota Sibolga pada urutan pertama untuk infrastruktur jalan dan jembatan dapat diterima, karena kota Sibolga mempunyai luas wilayah yang terkecil di provinsi Sumatera Utara, yaitu hanya 10,77 km 2 ( 2% dari seluruh luas provinsi Sumatera Utara) dan mempunyai panjang jalan yang terpendek. Dengan demikian baik perawatan maupun pembangunan jalan dan jembatan di kota Sibolga dapat dilakukan pemerintah lebih mudah dan baik.
4.
Untuk infrastruktur irigasi di daerah kabupaten, kabupaten Deli Serdang dan Asahan berturut-turut menempati posisi pertama dan kedua, sedangkan kabupaten Pakpak Bharat menempati posisi terakhir. Untuk infrastruktur Sanitasi di daerah perkotaan,
kota Medan menempati urutan pertama dan
Pematang Siantar pada urutan kedua, dan Sibolga menempati posisi terakhir. 5.
Infrastruktur terminal untuk kabupaten di provinsi Sumatera Utara kabupaten Deli Serdang menempati peringkat pertama, Labuhan Batu pada urutan kedua
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
205
dan Pakpak Bharat pada urutan terakhir. Sedangkan untuk perkotaan
kota
infrastruktur terminal terbaik adalah kota Medan pada urutan pertama disusul oleh kota Tebing Tinggi dan pada posisi terakhir adalah kota Sibolga. 6.
Rating infrastruktur Listrik untuk kabupaten di provinsi Sumatera Utara, kabupaten Asahan menempati posisi pertama, hal ini dapat diterima karena kabupaten Asahan mendapat bantuan listrik dari Proyek Asahan/ PT.Inalum, sedangkan yang menempati urutan terakhir adalah kabupaten Pakpak Bharat. Untuk perkotaan dalam hal infrastruktur Listrik kota Pematang Siantar menempati urutan pertama dan terakhir adalah kota Padang Sidimpuan.
7.
Infrastruktur telepon kabupaten Deli Serdang berada pada urutan pertama, disusul oleh Langkat dan Serdang Bedagai, ini dapat dimengerti mengingat posisi Tower untuk Telepon terpusat disekitar kota Medan, sehingga daerah disekitar kota Medan lebih baik signalnya. Untuk daerah perkotaan kota Medan menempati posisi pertama disusul olek kota Binjai dan Tebing Tinggi, sedangkan kota Sibolga dan Padang Sidimpuan menempati posisi terakhir.
8.
Dalam bidang infrastruktur kesehatan menduduki posisi pertama dan kedua masing-masing kabupaten Deli Serdang dan Labuhan Batu, diposisi terakhir ditempati oleh kabupaten Pakpak Bharat. Untuk perkotaan, kota Medan menempati posisi pertama, kota Pematang Siantar pada posisi kedua dan posisi terakhir adalah kota Tanjung Balai.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
206
9. Penelitian memberikan Rating Kabupaten di provinsi Sumatera Utara, yaitu berturutturut : Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu, Langkat, Simalungun, Serdang Bedagai, Tapanuli Selatan, Karo, Dairi, Nias, Toba Samosir, Mandailing Natal, Tapanuli Utara, Humbang Hasudutan, Nias Selatan, Tapanuli tengah, Samosir, dan Pakpak Bharat pada posisi terakhir.
Dari data statistik yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2006 dan Laporan Perkembangan PMDN/PMA di Sumatera Utara Triwulan II Tahun 2007 dapat dilihat hubungan (korelasi) antara hasil rating seluruh kabupaten
pada wilayah Sumatera Utara berdasarkan nilai infrastruktur dengan
PDRB, PAD, dan jumlah tenaga kerja yang diserap melalui PMDN dan PMA di kabupaten tersebut. Hubungan rating kabupaten-kota dengan besarnya PDRB, PAD, dan jumlah tenaga kerja yang diserap PMDN dan PMA sebagai mana telah diuraikan sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 5.47 .
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
207
Tabel 5.47 Hasil Rating, PDRB, PAD Dan Jumlah Tenaga Kerja/PMDN&PMA Kabupaten di Wilayah Sumatera Utara N O.
KABUPATEN
RATING
1.
Nias
10
PDRB ATAS HARGA KONSTAN/ BERLAKU/ JUTA RUPIAH JUTA RUPIAH 1.552.602 2.159.952
2.
Mandailing Natal
12
1.492.091
2.004.424
5.80
551
3.
Tapanuli Selatan
7
2.584.566
3.678.201
7.55
0
4.
Tapanuli Tengah
16
889.371
1.296.693
5.70
1951
5.
Tapanuli Utara
13
1.232.292
2.155.279
9.29
110
6.
Toba Samosir
11
1.354.439
1.977.269
6.28
0
7.
Labuhan Batu
3
7.010.748
10.918.368
25.45
23965
8.
Asahan
2
9.768.117
15.527.794
23.10
17394
9.
Simalungun
5
4.370.075
6.185.608
18.82
15920
10.
Dairi
9
1.634.143
2.303.591
5.24
0
11.
Karo
8
2.600.529
3.685.778
12.75
1945
12.
Deli Serdang
1
11.018.272
19.840.586
59.15
79156
13.
Langkat
4
5.724.011
8.461.166
16.83
23029
14.
Nias Selatan
15
1.000.490
1.458.639
15.
Humbang Hasudutan
14
763.535
1.387.607
3.09
0
16.
Pakpak Barat
18
126.684
216.191
1.38
0
17.
Samosir
17
843.736
1.111.859
5.21
0
18.
Serdang Bedagai
6
3.379.772
5.059.769
12.90
2801
PAD/ MILYAR RUPIAH 6.70
1)
JLH.TENAGA KERJA PMA&PMDN 0
0
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2006.&Laporan Perkembangan Proyek PMA/PMDN/di Sumatera Utara Triwulan II Thn.2007
Kabupaten Deli Serdang berada pada urutan rating pertama dari 18 kabupaten yang ada di Sumatera Utara adalah wajar dan tepat, mengingat kabupaten ini adalah kabupaten yang berada dekat dengan ibu kota provinsi Sumatera Utara dan tempattempat pusat kegiatan penting lainnya. Dengan demikian kabupaten Deli Serdang
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
208
dapat memamfaatkan fasilitas infrastruktur yang ada di kota Medan. Kabupaten Deli Serdang juga adalah penyerap tenaga kerja dari PMDN dan PMA terbesar diantara kabupaten yang ada di provinsi Sumatera Utara. Jumlah tenaga kerja di kabupaten Deli Serdang yang diserap melalui PMDN dan PMA berjumlah 79.394 orang. PDRB Atas Dasar Harga Konstan dan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku kabupaten Deli Serdang masing-masing sebesar 10.785,18 dan19.509,89 Milyar/Rp dengan GDP tertinggi diantara kabupaten yang ada di Sumatera Utara. Dengan posisinya yang dekat dengan kota Medan, kabupaten Deli Serdang banyak memamfaatkan SDM dari kota Medan. Kabupaten Deli Serdang merupakan satu-satunya kabupaten di provinsi Sumatera Utara yang memiliki Perguruan Tinggi Negeri yaitu UNIMED dan IAIN. Kabupaten Deli Sedang juga merupakan kabupaten yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di Sumatera Utara yakni 12.429.546 orang. Dengan demikian adalah sangat wajar jika kabupaten Deli Serdang menempati rating pertama diantara kabupaten yang ada di wilayah provinsi Sumatera Utara. Sedangkan Pakpak Bharat sebagai kabupaten baru dalam pemekaran kabupaten Dair yang minim SDM hanya 79 orang yang berpendidikan S1 dan 69 SMA, dengan infrastruktur yang memperihatinkan, tidak mempunyai terminal serta dengan jumlah PDRB Atas Dasar Harga Konstan dan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku masingmasing 126,68 dan 216,19 serta mempunyai GNP yang rendah adalah wajar berada pada rating terendah.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
209
10. Penelitian menunjukkan pada umumnya kabupaten baru dari hasil pemekaran selalu menempati rating yang rendah dibandingkan dengan rating kabupaten induknya, kecuali kabupaten Serdang Bedagai. Kabupaten Serdang Bedagai mampu menempati posisi ke-6 dari 18 kabupaten di provinsi Sumatera Utara dan mengatasi beberapa kabupaten yang lebih tua seperti kabupaten Tapanuli Selatan, Karo, Dairi, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan kabupaten Nias. Hal ini dapat diterima, karena kabupaten Serdang Bedagai mempunyai induk kabupaten Deli Serdang yang merupakan kabupaten yang mempunyai Infrastruktur relatif lengkap dan pada waktu pemekaran sebagian infrastruktur tersebut berada di daerah kabupaten Serdang Bedagai. 11. Rating untuk kota di provinsi Sumatera Utara yang diperoleh dari penelitian ini adalah, kota Medan menempati rating pertama disusul berturut-turut kota Pematang Siantar, Binjai, Tebing Tinggi, Tanjung Balai, Sibolga dan terakhir Padang Sidimpuan.
Dari data statistik yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, 2006 dan Laporan Perkembangan PMDN/PMA di Sumatera Utara Triwulan II Tahun 2007 dapat dilihat hubungan (korelasi) antara hasil rating seluruh kota pada wilayah Sumatera Utara berdasarkan nilai infrastruktur dengan PDRB, PAD, dan jumlah tenaga kerja yang diserap melalui PMDN dan PMA di kota bersangkutan. Hubungan rating kabupaten-kota dengan besarnya PDRB, PAD, dan jumlah tenaga kerja yang diserap PMDN dan PMA sebagai mana telah diuraikan sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 5.48 berikut ini:
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
210
Tabel 5.48: Hasil Rating, PDRB, PAD Dan Jumlah Tenaga Kerja Yang diserap PMDN&PMA KOTA NO.
KOTA
RATING
PDRB ATAS HARGA KONSTAN
PAD/ MILYAR
JLH.TENAGA KERJA
RUPIAH
PMA&PMDN
BERLAKU
1.
Sibolga
6
561.749
825.480
6.06
53
2.
Tanjung Balai
5
1.142.134
1.765.169
9.57
1 786
3.
P. Siantar
2
1.649.967
2.662.898
1.4.92
2.510
4.
Tebing Tinggi
4
876.389
1.253.172
6.85
814
5.
Medan
1
25.271.631
42.675.986
282.23
46.986
6.
Binjai
3
1.540.906
2.437.041
13.00
152
7.
Padangsidimpuan
7
702.102
1.138.939
4.68
2261
Sumber : Badan Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2006.&Laporan Perkembangan Proyek PMA/PMDN/di Sumatera Utara Triwulan II Thn.2007
Hasil penelitian menempatkan kota Medan sebagai rating pertama adalah benar dan dapat diterima mengingat kota Medan mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Sumatera Utara. Beberapa kelebihan kota Medan yang tidak dimiliki kota lainnya di Sumatera Utara antara lain kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara dan merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia dengan luas wilayah 265,10 Km 2 dan dengan jumlah penduduk 2.036.185 orang.(Sumatera Utara Dalam Angka 2006). Kota Medan merupakan pusat pemerintahan provinsi Sumatera Utara, pusat distribusi dan kolektor barang dan jasa
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
211
regional, pusat pelayanan jasa prawisata, pusat Per-Bankan, pusat pendidikan, pusat transportasi darat, laut dan udara regional. Kota Medan juga merupakan gerbang keluar masuknya orang maupun barang baik melalui Lapangan Terbang(Bandara) Polonia, Pelabuhan Belawan dan melalui pintu-pintu gerbang jalan darat. Bandara Polonia merupakan Bandara terbesar yang ada di Sumatera Utara yang dapat didarati pesawat berbadan besar. Kantor-kantor pusat pelayanan perusahaan transportasi seperti perkretaapian, bus penumpang, truk antar provinsi berada di kota Medan. Kota Medan juga memiliki pelabuhan Belawan yang hanya berjarak lebih kurang 27 Km 2 dari kota Medan dan merupakan gerbang transportasi laut di Sumatera Utara yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan eksport-inport komoditi dari ke Sumatera Utara. Pelabuhan Belawan satu-satunya pelabuhan laut dengan status pelabuhan laut utama di Sumatera Utara. Pelabuhan Belawan selain menjadi pintu utama juga merupakan tulang punggung perekonomian Sumatera Utara dengan luas area pelabuhan 12.000 Ha. Selain daripada itu kota Medan adalah kota yang mempunyai PDRB Atas Harga Konstan maupun PDRB Atas Harga Berlaku di Sumatera Utara, yakni masing-masing 25.271,63 dan 42.654,26 Milyar/Rp dan kota Medan juga mempunyai PAD dan GNP tertinggi di Sumatera Utara. Sumber Daya Manusia(SDM) yang berkualitas di Sumatera Utara pada umumnya bertempat tinggal di kota Medan, demikian pula Perguruan Tinggi yang besar baik negeri maupun swasta, seperti Universitas Sumatera Utara berada di kota Medan. Pusat-pusat pelayanan kesehatan, pusat-pusat perdagangan, plaza-plaza
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
212
tebesar dan terbaik di Sumatera Utara berada di kota Medan. Dengan demikian wajarlah kota Medan dalam rating kota di provinsi Sumatera Utara menempati rating pertama. Selanjutnya kota Padang Sidimpuan menempati urutan terendah, dapat diterima mengingat kota Padang Sidimpuan adalah kota yang relatif masih baru dengan luas wilayah hanya 140.00 Km 2 (0,03%) dari luas seluruh wilayah Sumatera Utara dan berada relatif jauh dari ibu kota provinsi Sumatera Utara. Kota Padang Sidimpuan juga hanya mempunyai PDRB Atas Dasar Harga Konstan dan Atas Dasar Harga Berlaku masing-masing sebesar 702,10 dan 1.138,94 Milyar/Rp. Kota Padang Sidimpuan tidak memiliki perusahaan-perusahaan besar seperti perkebunan setelah kabupaten Tapanuli Selatan di mekarkan, karena perusahaan-perusahaan tersebut tetap berada di kabupaten Tapanuli Selatan, sehingga posisi kabupaten Tapanuli Selatan relatif lebih baik di Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari PDRB Tapanuli Selatan yang jauh berada diatas kota Padang Sidempuan yaitu masing-masing 2.584,57 dan 3.678,20 Milyar/Rp(Sumatera Utara Dalam Angka 2006). 12. Uji Hipotesis menunjukkan bahwa besarnya pendapatan PDRB atas harga konstan, PDRB atas harga berlaku, Pendapatan Asli daerah (PAD), dan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh investor dari PMDN dan PMA mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan bobot rating kabupaten maupun bobot rating kota di provinsi Sumatera Utara.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
213
13. Hasil pengembangan metode Analytic Hierarchy Process dalam penelitian ini sangat tepat digunakan untuk menentukan rating dalam perencanaan partisipatif karena disemua tahap perencanaan aspirasi masyarakat dapat di tampung. 14. Semua stakeholder yang dilibatkan pada penelitian ini turut memberikan pengaruh terhadap identifikasi, analisis serta kesimpulan dari penelitian, dan sesuai dengan harapan perencanaan di era otonomi daerah. 15. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah–daerah yang berada di bagian Wilayah Timur provinsi Sumatera Utara, menempati rating teratas berdasarkan nilai infrastrukturnya seperti kota Medan, kabupaten Deli Serdang, kabupaten Asahan, kabupaten Labuhan Batu, kota Binjai dan lainnya, sedangkan daerah – daerah Wilayah Barat seperti Tapanuli Selatan, kota Sibolga, kabupaten Nias, dan lainnya mempunyai rating yang rendah. Keadaan ini sesuai dengan fakta bahwa daerah–daerah di Wilayah Timur Sumatera Utara yang infrastrukturnya relatif baik, menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik daripada daerah–daerah di wilayah Barat Sumatera Utara yang infrastrukturnya kurang baik. Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata dan tidak adil ini disebabkan berbagai kesalahan dalam pembangunan infrastruktur dimasa lalu di Provinsi Sumatera Utara yang meyebabkan mamfaat infrastruktur belum dapat dinikmati oleh masyarakat Sumatera Utara secara optimal. Pembangunan infrastruktur yang bias perkotaan menyebabkan banyak daerah pedesaan menjadi daerah tertinggal. Untuk tidak mengulanggi kesalahan masa lalu, pemerintah kabupaten-kota dan pemerintah
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
214
provinsi Sumatera Utara harus menetapkan prioritas yang tepat dan menggunakan masyarakat lokal sebagai basis dalam pembangunan infrastruktur. Dengan demikian pembangunan infrastruktur yang dilakuan lebih tepat dan efektif dalam mengatasi permasalahan pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan ekonomi.
Untuk itu
pembangunan infrastruktur yang akan dilakukan kedepan harus mencakup programprogram pembangunan infrastruktur yang mendukung upaya revitalisasi pertanian dan argoindustri pedesaan, antara lain : sumber daya air dan irigasi, infrastruktur jalan dan jembatan terutama jalan dan jembatan ke dan di dalam kawasan pedesaan, infrastruktur listrik, infrastruktur kesehatan, prasarana angkutan dan infrastruktur lainnya yang benar-benar dibutuhkankan oleh masyarakat pedesaan. Dalam pembangunan infrastruktur kabupaten-kota, pemerintah juga harus memperhatikan prinsip keadilan dan pemerataan, dengan memfokuskan pembangunan pada daerah pedesaan tertinggal dengan infrastrktur yang minim. Hal ini diperlukan dalam usaha mengatasi kesenjangan pembangunan antar pedesaan. Jadi, jika melihat kondisi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi di provinsi Sumatera Utara, serta mempertimbangkan masalah klasik yakni keterbatasan dana untuk pembangunan infrastruktur, maka pemeritah kabupaten-kota dan pemerintah provinsi Sumatera Utara harus mletakkan prioritas pembagunan infrastrukturnya pada sektor yang benar-benar dapat memberikan dampak yang besar bagi pembangunan ekonomi dan pengurangan kemiskinan, serta mencakup hal-hal yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Sektor yang paling tepat untuk tujuan itu adalah sektor pertanian di pedesaan. Karena itu pembangunan infrastruktur di pedesaan harus
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
215
menjadi prioritas dan disesuaikan dengan kebutuhan yang mendasar serta melibatkan masyarakat lokal sebagai basis pembangunan. Infrastruktur pedesaan yang baik dan lengkap merupakan peranan kunci dalam memperluas pasar faktor produksi dan pasar produksi akan menekan resiko biaya pemasaran produk pertanian, serta memperluas penyebaran informasi pasar/harga. Pembangunan pertanian dan pedesaan juga akan berdampak luas pada pembangunan sektor-sektor diluar pertanian dan pedesaan. Studi pemasaran pertanian membuktikan bahwa tidak sempurnanya infrastruktur pertanian mendorong perbedaan yang nyata antara harga pada pusat pasar dengan farm-gate (Timmer et.al, 1983). Menurut Ali dan Pernia(2003), rendahnya penyerapan tenaga kerja non-farm dan produktivitas tenaga kerja, faktor utama yang mendasari kemiskinan pedesaan dan rendahnya produktivitas terutama di sektor pertanian. Karena itu pemerintah kabupaten-kota maupun pemerintah provinsi perlu menentukan urutan prioritas pembangunan infrastruktur yang benar-benar merupakan kebutuhan dasar masyarakat pedesaan dan disesuaikan dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki wilayah bersangkutan. Pemerintah juga perlu melibatkan masyarakat setempat sebagai basis pembangunan dan melaksanakan peranannya baik sebagai fasilitator, motivator, dan fungsi pemerintah lainnya agar dapat meningkatkan partisipatif masyarakat . Oleh karena itu, pemerintah kabupaten-kota dan pemerintah provinsi Sumatera Utara perlu merancang strategi baru dalam pembangunan infrastrukturnya di daerahnya.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
216
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rating infrastruktur suatu daerah mempunyai korelasi positif yang sangat kuat dengan PDRB, PAD, maupun jumlah tenaga kerja yang diserap PMDN dan PMA di daerah tersebut. Artinya apabila suatu daerah meningkat nilai infrastrukturnya maka PDRB, PAD, dan jumlah tenaga kerja yang terserap di daerah tersebut
akan meningkat. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa infrastruktur sangat berperan dalam Pengembangan Wilayah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Urutan prioritas (rating) hasil penelitian kabupaten berdasarkan nilai infrastruktur di wilayah provinsi Sumatera Utara meletakkan kabupaten Deli Serdang di posisi pertama, disusul oleh kabupaten Asahan, Labuhan Batu, Langkat, Simalungun, Serdang Bedagai, Tapanuli Selatan, Karo, Nias, Toba Samosir, Mandailing Natal, Tapanuli Utara, Humbang Hasudutan, Nias Selatan, Tapanuli Tengah, Samosir dan pada urutan terendah adalah kabupaten Pakpak Bharat. Selanjutnya diperoleh pula urutan prioritas (rating) kota di wilayah provinsi Sumatera Utara dimana kota Medan berada di urutan pertama diikuti oleh kota Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Binjai, Tanjung Balai, Sibolga, dan pada urutan terakhir adalah kota Padang Sidimpuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
216 Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
217
daerah-daerah yang menempati urutan (rating) atas berdasarkan nilai infrastrukturnya adalah daerah-daerah yang berada di wilayah Timur Sumatera Utara. Hasil penelitian tidak hanya untuk memperoleh urutan prioritas (rating) dari kabupaten-kota berdasarkan nilai infrastrukturnya sebagai suatu hasil yang final dan tidak dapat dirobah, akan tetapi hasil tersebut bersifat fleksibel karena sangat dipengaruhi selain sudut pandang stakeholder juga oleh ketersediaan data dan informasi dari masing-masing infrastruktur wilayah yang dianalisis. Aspek dari hasil penelitian ini adalah tindakan dari hasil rating yang diperoleh tersebut, yang dalam dunia perencanaan wilayah kabupaten dan kota lebih mengarah kepada suatu preskripsi. Preskripsi disini diarahkan berupa resep berupa rencanarencana tindak (action plan) bagi daerah kabupaten-kota sesuai dengan urutan prioritas (rating), terutama kabupaten-kota yang menempati posisi ekstrim baik yang berada pada posisi tertinggi maupun yang berada pada posisi terendah pada rating tersebut. Isi preskripsi dari program tindak tersebut dapat berupa arahan pengembangan infrastruktur, arahan pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur wilayah yang ada. Indikator penilaian infrastruktur yang disepakati untuk jalan dan jembatan adalah rasio antara panjang jalan dengan luas wilayah dan rasio antara panjang jalan yang rusak terhadap total panjang jalan. Sedangkan untuk terminal, indikator penilaian ditetapkan oleh jumlah angkutan umum yang keluar masuk terminal. Untuk air bersih, indikator yang disepakati adalah rasio kehilangan air dengan air yang terdistribusi dan rasio antara air yang terdistribusi dengan jumlah penduduk. Untuk
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
218
irigasi indikatornya adalah luas areal irigasi, sedangkan untuk jaringan listrik indikatornya adalah laju pertumbuhan sektor listrik di PDRB 3 tahun terakhir atas dasar harga konstan. Dan untuk sanitasi, indikatornya adalah volume sampah padat dan volume limbah cair. Untuk kesehatan indikatornya adalah rasio jumlah rumah sakit/puskesmas dan pusat pelayanan kesehatan lainnya terhadap jumlah penduduk dan kemampuan daerah menagani penyakit menular.
6.2 Saran
Dari hasil analisis yang dilakukan terdapat beberapa pokok pikiran yang berkaitan dengan rekomendasi dari penelitian yang dilakukan. pokok-pokok pikiran tersebut antara lain dapat disampaikan sebagai berikut: 1. Pemerintah kabupaten-kota maupun provinsi perlu menentukan urutan prioritas pembangunan infrastruktur yang benar-benar merupakan kebutuhan dasar masyarakat pedesaan dan disesuaikan dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki wilayah bersangkutan 2. Pemerintah kabupaten-kota maupun provinsi harus melibatkan masyarakat lokal sebagai basis pembangunan infrastruktur pedesaan(pembangunan padat karya). untuk itu disarankan dalam analisis digunakan Pengembangan Metode Analytic Hierarchy Process. 3. Pemerintah harus meningkatkan peran serta dan tanggung jawabnya sebagai fasilitator, regulator, motivator, dan koordinator pembangunan infrastruktur di Sumatera Utara.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
219
4. Rating kabupaten-kota di wilayah Sumatera Utara yang dihasilkan pada penelitian ini terbatas hanya berdasarkan nilai infrastruktur. Dengan demikian disarankan agar peneliti lainnya dapat melanjutkan penelitian rating kabupaten kota berdasarkan nilai sosial budaya ataupun berdasarkan sumber daya manusia yang ada di kabupaten-kota di wilayah Sumatera Utara 5. Untuk masa yang mendatang dirasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai infrastruktur oleh peneliti lain menyangkut pada penyempurnaan penelitian yang lebih lengkap berkaitan dengan proses pertumbuhan infrastruktur itu sendiri.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
220
DAFTAR PUSTAKA A. Buku
Abbot, 1996, “Sharing the City, Community Participation in Urban Manajement”, London: Earthscan Publication Limited. Ali, I. and E Pernia, 2003, ”Infrastructure and Poverty Reduction: What is the Conection?” ERD Policy Brief No. 13, Economics and Research Departement, Asian Development Bank. Antony J.Catanece, James C. Snyder, 1979,” Introduction to Urban Planning”, New York, McGraw-Hill Book Company. Annonimous. 1990. “Rencana Pengembangan Wilayah Terpadu Sumatera Bagian Utara”. Jakarta: Direktorat Ciptakarya DPU. Asoka Mody,1996,” Infrastructure Delivery”. Washington, The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank. Arsyad, Lincolin, 1999, “Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah”, Yogyakarta : BPEE. Ashraf W. Labib, 1988, ”An Effective Maintenance Sistem Using the Analytic Hierarchy Process, Integrated Manufacturing Sistems,” 9/2: 87-98, MCB University Press. --------, 2006,”Berjuang membangun Kembali Indonesia”, Laporan Kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK, Jakarta: Kementerian Negara PPN/BAPPENAS. Bungin dan Burhan, 2007, “ Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya”, Cetakan ke-1, Kencana, Jakarta. Bolt, R.2004, ” Accelerating Agriulture and Rural Development for Inclusive Growth: Policy Implications for Developing Asia”. ERD Poliy Brief No. 29, Eocomics and Research Departement, Asian Development Bank. Bazeman, Max H., 1988, ”Managerial Decision Making,” New York: Jhon Wiley & Sons. Batty, M., 1979, ”On Planning Process,”dalam Goodal G. and A. Kirby, eds., Resources & Planning,. Cheema, G. Shabbir and Dennis A. Rondinelli, 1983, “Decentralization and Development, Policy Implementation in Developing Countries” California: Sage Publications, Inc. 220 Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
221
C & Fuller, R, 1996, “Fuzzy Multiple Criteria Decision Making: Recent Development, Fuzzy Stand Sistem“ 78 :139-153. Ernest H. Forman, Saul I. Gass, 2002, “The Analytic Hierarchy Process – An Exposition,” Washington DC: George Washington University. .Friedman, 1987,”Planning in the Public Domain, From Knowledge to Action.” New Jersey: Princeton University Press. Glasson, J., 1974, “An Introduction to Regional Planning”, London: Hutchinson Educational. Gaspersz Vincent, 1990,” Analisis Kualitatif Untuk Perencanaan”, Bandung, Tarsito. Heinritz, S. Farrel, P. V. Guinipera L, and Kolchim, M, 1992, “Purchasing Principles and Application,” 8th ed, Englewood, New Jersey: Prentice Hall Inc. Hady, H. 1974 Sistem Perwilayahan Pembangunan Nasional”, Jakarta :Bappenas. Hadjisaroso, P. 1976 “Konsepsi Dasar Pengembangan Wilayah di Indonesia”, Dep.PU. Jakarta Hadjisaroso, P. 1994.”Konsep Dasar Pembangunan Wilayah di Indonesia”, dalam Prisma No. 8 Agustus Tahun XXIII. Jakarta. LP3ES. Hlm. 47-63. Hasibuan S. P., Malayu, 1988, “Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Manajemen,” Jakarta: PT. Gunung Agung. Hoogerwerf, A, 1985, ”Politikologi”, Jakarta: Erlangga. Heru
Purboyo,H.P.,Ridwan Sutriadi(2004),” Penelitian tentang Kajian Pengembangan Sistem Penilaian dan Penentuan Pringkat Kota dan Kabupaten Berdasar Nilai Infrastruktur Wilayah di Jawa Barat”, Proseding Perencanaan Kontektual [77-94], Malang.
Intriligator, M. D., 1980,”Mathematical Optimization and Economic Theory,” Englewood: Cliff Prentice-Hall. Iryanto, 2004, ”Studi Penentuan Prioritas Dengan Adanya Penambahan Alternatif pada Analityc Hierarchy Process”, Thesis, USU Medan,. Iryanto, 2005, ”Menentukan Pilihan Kota Tempat Berobat Warga Provinsi Sumatera Utara Dengan Menggunakan AHP”, Proceeding of National Seminar On Operations Research/Manajement Sciences [23-32], Jakarta,. Johan Waltjer, 2000, “Consensus Planning: The Relevance of Communicative Planning Theory in Dutch Infrastructure Development”, Burlington, Ashgate Publising Company.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
222
Jay. E. Aronson, Alan R. Dennis, Kelly M. Hilner, Antonie Stan, 2002,”Analytic Hierarchy Process in Group Version Making Much Add About Nothing”, Georgia: University of Georgia. J. P. Brans, Ph. Vincke and B. Mareschal, 1986, “How to Select and How to Rating Projects: The Promithee Method”, Brussel: Vrije Universitet. Kamal M. Al-Subdi Al-Arbi, 2000, “Application of the AHP in Project Manajement,” Saudi Arabia: Departement of Construction Engineering and Manajement, King Fahd University of Petroleum & Minerals. Koswara, E. 1999. “Otonomi Daerah Yang Berorientasi Kepada Kepentingan Rakyat”. Jakarta : Departemen Dalam Negeri RI. Lawton, Alan dan Rose, Aidan.G, 1994, Organization and Manajement in the Public Sector, Second Edition Editor, London: Pitman Publishing. McConnel, 1981, “Theories for Planning: an Introduction,” London: Hienemann. Moekijat, 1980, ”Kamus Manajement”, Bandung: Penerbit ALUMNI. Miraza, Bachtiar Hassan, 2004, ”Perencanaan dan Pengembangan Wilayah”, Bandung, Penerbit ISEI. Nijkemp, P & Van Delft, 1977, ”A Multi-Criteria Analysis and Regional Decision Making”, Leiden: Martius Nijhoff Social Science Division. Osborne, David and Ted Aebler, 1995, “Reinventing Government, How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector”, California, Adidson-Wesley Publishing Company Inc. Philip Allmendinger A P, 2000, Jeremy R, “Introduction to Planning Practice”, London, Bookeraft (Bath) Ltd. Prthatin, Sugih. 1999. “Analisis Dampak APBD Tk.I Terhadap Struktur Perekonomian Wilayah Sumatera Utara”. Medan: BAPEDA Provinsi Sumatera Utara. Permadi, Bambang, 1999,”Analytic Hierarchy Process”, Jakarta: PAU-EK-UI. Riyadi, 2002, “ Perencanaan Pembangunan Daerah”,Jakarta, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Rao, C. R. & Rao M. B, 1988, ”Matrix Algebra and Its Applications to Statistics and Econometrics”, Singapore: World Scientific. Sujanto, 1992, “Otonomi, Birokrasi, Partisipasi”, Jakarta, Penerbit Ghalia Indonesia,. Sumaryadi, Nyoman, 2005, ”Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat”, Jakarta, Penerbit Citra Utama.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
223
Sitimson, Roger.Stough, Brian H. Roberts, 2006,”Regional Economic Development Analysis and Planning Strategy”, Second Edition, Spinger Heidelberg, New York. Saaty, Thomas L., 1994, ”Fundamentals of Decision Making and Priority Theory With the Analytic Hierarchy Process”, Vol.VI, Pittsburgh: RWS Publications. Saaty, Thomas L., 1980,”The Analytic Hierarchy Process”, New York: McGrawHill Book Company. Saaty, Thomas L. and Luis G. Vargas, 1994, ”Decision Making in Economic, Political, Social and Technological Environments with Analytic Hierarchy Process”, Pittsburgh: RWS Publications. Saaty, Thomas L., 2002 ”The Seven Pillars of the Analytic Hierarchy Process”, Pittsburgh, USA: University of Pittsburgh. Saaty, Thomas L., 1988,”Decision Making for Leaders: The Analytical Hierarchy Process for Decision in Complex World”, 1st ed., Pittsburgh: RWS Publication. Sutarman, 2003, “Memeringkat Kawasan Dati–II di Beberapa Dati-I Pulau Sumatera, Indonesia, Berdasarkan Kwaliti Sekolah Dasar dan Menengah”, Disertasi Doctor, Kuala Lumpur: University Kebangsaan Malaysia. Sharma S, 1996, “Applied Multivariate Techniques”, New York: John Wiley & Sons. Suryadi, Kadarsa, Ramdani dan M. Ali, 1998, “Sistem Pendukung Keputusan,” Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Selener Daniel, 1997, ”Participatory Action Research and Social Change.” New York: The Corenell Participatory Ation Researh Network. Sanusi, Bachrawi, 2000. Pengantar Perencanaan Pembangunan. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Soegijoko, S.dkk. 1997. “Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan Indonesia”. Jakarta : Grasindo. Soedjito, Bambang Bintoro,dkk. 2002.”Safeguarding(penguatan Program Pembangunan Daerah)”. Jakarta: Badan Pembangunan Nasional dan Departemen Dalam Negeri RI.
Pengamanan Perencanaan
Timmer, P, W.P, falcon, and S.R Pearson, 1983. ”Food Policy Analysis”, Baltimore: Johns Hopkin University Press. Tambun, Mangara, dkk. .2002.”Inisiatif Lokal, Desentralisasi dan Pembangunan Daerah”. Jakarta : Center for Economic and Social Studies (CESS).
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
224
Thomas Dye, 1995, “Understanding Public Policy”, Prentice Hall, Englewood Cliffs N.J USA. Wei, H. 2001, ”Private Sector Finance for Infrastructure”, Asian Development Bank Resident Mission, Beijing. William N. Duun, 1994, “Public Policy Analysis: An Introduction,” New Jersey: Prentice-Hall Inc. Wibowo R. dkk..1999. “Refleksi Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Nusantara”. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Yao, X, 2003, ”Infrastructure and Poverty Reduction-Making Markets Work for the Poor” ERD Policy Brief No.14, Eonomics and Research Departement, Asian Development Bank. Yustika, 2005, “Politik Perencanaan Pembangunan: teori, Kebijaksanaan dan Prospek”, PT. Gamedia, Jakarta. Yuli Sri Budi Candika, 2005, ” Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Mandar Maju”, Bandung. Zeleny, M, 1992, “Multiple Criteria Decision Making”, New York: McGraw-Hill. B. Jurnal
Aczel, J & Saaty, Thomas L, 1983, ”Procedures for Synthesizing Ratio Judgements”, Journal of Mathematical Psychology, 27:93-102. Arbel, A, 1989,”Approximate articulation of preference and priority derivation”, European Journal of Operational Research, 43:317-326. Aziz, I. J, 1990, ”Analytic Hierarchy Process in the Benefit Cost Framework: A PostEvaluation the Trans-Sumatera Highway Project, European Journal of Operational Research, 48:38-48. Ahmad Munawar, 1999, “Penggunaan Metoda Analytical Hierarchy Process untuk Kriteria Penetapan Pelayanan Lintas Penyeberangan Dengan Lintas Laut,” Jurnal Media Teknik No.1 Tahun XXI Edisi Februari hal.34-38, Yokyakarta. Celik Parkan, Lian-Fen Wang and Ming-Lu Wu, 1999,”Theory and Methodology Decision Making under Partial Probability Inform Carlsoation Using PairWise Comparisons”, European Journal of Operational Research, 112: 220235. Chang-Kyo Suh, Eui-Ho Suh and Kwang-Churn Baek, 1994, “Prioritizing Telecommunications Technologies for Long Range R&D Planning to the Year 2006”, IEEE Transactions on Engineering Management, Volume 41, No.3, P264-274.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
225
Dominique Mouette, Jurandir F. R. Fernandes, 1996, ”Evaluating Goals And Impacts of Two Metro Alternatives by the AHP,” Jurnal of Advanced Transportation, Vol.30, No.1:23-35. Deschaine,dkk.,1998, ”Decision Support Software to Optimize Resource AllocationTheory and case History.”, The Society for Computer Simulation-Simulator International XV,pp.139-144). Daniel K.Carpemter and Donald J. Ebner, 1993, “Using Software Applications to Facilitate and Enhance Strategic Planning”, Naval Postgraduate School, Monterey, CA. Davies, L. 1981, “The Future of Practice”, Jurnal Planner, Vol. 67 No, 1, Jan/Feb 6. Ernest Forman and Kirti Peniwati, 1988, ”Theory and Methodology Aggregating Individual Judgements and Priorities with the Analytic Hierarchy Process,” European Journal Operational Research, 108: 165-169. Fan, S and C. C. Kang 2004, ”Road Development Eonomic Growth, and Poverty Reduction in China”. DSGD Discussion Paper No.12 Development Strategy and Govermane Division International Food Policy Research Institute. Goenawan, A, 1999, ”Memutuskan Dengan: Analytic Hierarchy Process,” Jurnal Manajemen Operasi, 38-43. H. Wang & M Xie, T. N. Goh, 1988, ”A Comparative Study of the Priority Matrix Method and the Analytic Hierarchy Process Techniques in Quality Function Deployment,” Total Quality Manajement, Vol. 9, 421-430. Hung dan Hwang, 2007, “ Assesing Knowledge Management System Succes : An Empirical Study in Taiwan’s High-Tech Industry, Journal of Amaerican Academy of Business”, Cambrige, ABI/INFORM Global. Iryanto, 2006, ”Perencanaan Pembangunan Kabupaten-kota Melalui Pendekatan Wilayah dan Kerjasama Antar Daerah”, Jurnal Perencanaan & Pengembangan Wilayah, Volume 1, No. 3 [95-102]. Japan Bank for International Cooperation. 2002, ”Impact Assessment of Irrigation Infrastructure Development on Poverty Alleviation: A Case Study from Sri Lanka. International Water Manajement Institute JBICI Research Paper No.19 November 2002.JBIC Institute. J. S. Finan and W. J. Hurley, 1999, ”Transitive Calibration of the AHP Verbal Scale,” European Journal Operational Research, 112: 367-372. James G. Dolan and Donald R. Bordley, 1992, ”Using the Analytic Hierarchy Process (AHP) to Develop and Dissminate Guidelines”, QRB Journal.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
226
James G. Dolan and Donald R. Bordley, 1992, “Diagnostic Strategies in the Management of Acute Upper Gastrointestinal Bleeding”, J. of General Internal Medicine, Volume 8. Jhon H. Heitz and Miles C. Miller, 1998, “Selection of Best Reorganizational Arrangement for the Research and Tecnology Directorate using the Expert Choice Decision Program”, Report ERDEC-SP-005, Aberdeen Proving Ground, Maryland 21010. Kwak, N, K & Lee, C., 1988, ”A Multicriteria Decision Making Approach to University Resource Allocations and Information Infrastructure Planning”, European Journal of Operational Research, 110: 234-242. Peniwati Kirti and Werner Brenner, 2007. “Multi-decisions rating model: Establishing rescue policies for Regional Drinking Water Companies (PDAMs) Indonesia”, European Journal of Operational Research,186:1127-1136. Mujeri, M. K, 2002, “Bangladesh, Bringing Poverty Focus in Rural Infrastructure Development”. Discussion Paper November 2002 : Issues ini Employment and Poverty Recovery and Reconstrution Departemen International Labour Office, Genewa. Merril S. Benner, 1994, “ Air products and Chemical, Inc, Tactical R & D Project Prioritization”, Research Technology Management. Minutulo, M. 2003, “ Use of Analytic Hierarchy Process Modeling In Military Decision Making Process for Course of Action Evaluation and Unit Cohesion, ISAHP 2003 : 349-357. Margaret F. Merritt, 1994, “ Ranking Selected Streams in Interior Alaska on the Basis of Suitability for Sustaining an Introduced Rainbow Trout Population”, TIMS XXXII Conference, Anchorage, Alaska. Pernia dan Salas, 2006, “ Investment Climate, Productivity, and Regional Development in a Developing Country, Asian Development Review”, ABI/INFORM Global. Rozann Whitaker, 2007, “Criticism of the Analytic Hierarchy Process: Why they often make no sense”, Mathematical And Computer Modelling, 46 : 948-961. Ramanathan, R & Ganesh, L. S., 1994, ”Group Preference Aggregation Method Employed in AHP: An Evaluation and Intrinsic Process for Deriving Member’s Weightages”, European Journal of Operational Research 79: 249265.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
227
R. C. Van Den Honert and F. A. Lootsma, 1996, ”Group Preference Aggretion in the Mutiplicative AHP the Model of Group Decision Process and Pareto Optimality”, European Journal Operational Research, 96: 363-370. Robert J. Moreland & Jerry B. Sanders, 1993, “ Lunar Lander and Return Propulsion System Trade Study: Methodology with Results”, Amarican Institute of Aeronautics and Astronautics 93-2606, AIAA/SAER/ASME/ASEE, 29th Joiunt Propulsion Conference. Saaty, Thomas L., 1990, ”How to Make a Decision: The Analytic Hierarchy Process”, European Journal of Operational Reasearch, 48: 9 - 26, North Holland. Saaty, Thomas L., 1987, ”The Analytic Hierarchy Process: What It Is and How It Is Used” , Jurnal Mathematic Modeling, Vol.9, No.3-5, 161-176. Shihan, SMA & Kabir, Z. 2003,”Selection of Renewable Energy Sources Using Analytic Hierarchy Process.ISAHP 2003 : 265-276. Sajjad Zahir, 1999, ”Theory and Methodologiy Geometry of Decision Making and the Vector Space Formulation of the Analytic Hierarchy Process”, European Journal of Operational Research, 112: 373-396. Soemanto, 1998, ”Penelitian Kriteria Angkutan Penyeberangan Menggunakan Model The Analytical Hierarchy Process (AHP)”, Jurnal Warta Penelitian No.5, 6: 3-17, Jakarta. Vachnadze, R. G. & Markozashvili, N. I, 1987, “Some Application of AHP”, Mathematic Modeling, Vol. 9. No.3-5. Yuh-Yuan Guh, 1997, ”Theory and Methodology Introduction to A New Weighting Method Hierarchy Consistency Analysis”, European Journal of Operational Research, 102: 215-226. Zone-Ching Lin and Chu-Been Yang, 1966, ”Evaluation of Machine Selection by the AHP Method”, Journal of Materials Processing Technology, 57: 253-258. Zahir, S, 1999, ”Geometry of Decision Making and the Vector Space Formulation of the Analytic Hierarchy Process”, European Journal of Operational Research, 112: 373- 396. Wing Linda S., 2005, “ Leadership in high-performance teams: a model for superior team Performance Management”, Vol. 11, No,1/2,2005 pp.4-11 C. Internet
Calderon,and L Serven, 2004,”The Effects Of Infrastructure Development on Growth and Income Distribution”. www.bcentral.cl/eng/stdpub/studies/workingpapaer/htm /270.htm.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
228
China Development Gateway, 2000,” Infrastructure Development of People’s Republic of China”. http://www.chinagate.om.cn/english/62.htm Ernest H. Forman and Saul I.Gass, ”The Analytic Hierarchy Process: An Exposition,” http://mdm gwu.edu/Formangass.pdf. Felloni F.T.Wahl, P.Wandschneider, and J.Gilbert. 2001. ”Infrastructure and Agricultural Production: Cross-country Evidence and Implications for China”,http://impact.wsu.edu/report/teh-papers/pdf/01-103.pdf. World Bank, 2004, ” Infrastructure : One of the key pillars of economic growth”, MDK: http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/NEWS/0;content 2012796, menuPK : 34480 page PK : 34370-the SitePK: 4607,00.html. Yan, D. and F. Hua, 2004, ” Infrastructure, Growth, and Poverty Reduction, http://www.worldbank.org/wbi/reducingpoverty/docs/FullCases/China %2OPDF/China%20 Infrastruture.pdf D. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Prp/1960 tanggal 30 April 1960 Jo PP No.67/1961 tanggal 29 Maret 1961 tentang BPU-PLN. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 Tentang Perubahan Pemilikan Saham dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) serta paket-paket yang berkaitan dengan deregulasi dan debirokrasi. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 Tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah di Bidang Ke-PU-an kepada Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tatacara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang.
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
229
LAMPIRAN A. HASIL ANALISIS DATA DENGAN SPSS-15 GET FILE='D:\klencot\sray\PROYEK \.sav'. DATASET NAME DataSet1 WINDOW=FRONT. SAVE OUTFILE='D:\klencot\sray\PROYEK \.sav' /COMPRESSED. SAVE OUTFILE='D:\klencot\sray\PROYEK \.sav' /COMPRESSED. CORRELATIONS /VARIABLES=x y y1 y2 /PRINT=TWOTAIL NOSIG /MISSING=PAIRWISE .
Correlations Notes Output Created
13-NOV-2007 15:25:44
Comments Input
Data
D:\klencot\sray\PROYEK DESERTASI\ iryanto.sav
Active Dataset
DataSet1
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data File Missing Value Handling
Definition of Missing
User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used
Statistics for each pair of variables are based on all the cases with valid data for that pair. CORRELATIONS /VARIABLES=x2 y3 y4 /PRINT=TWOTAIL NOSIG /MISSING=PAIRWISE .
Syntax
Resources
18
Elapsed Time 0:00:00,05 Processor Time
0:00:00,03
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
230
Correlations
Bobot rating Kabupaten
Pearson Correlation
Bobot rating Kabupaten 1
Sig. (2-tailed) N
PDRB-Konstan (juta rupiah)-1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
PDRB-Berlaku (juta rupiah)-1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
PDRB-Konstan (juta rupiah)-1 ,973(**)
PDRB-Berlaku (juta rupiah)-1 ,956(**)
,000
,000
18
18
18
,973(**)
1
,994(**)
,000
,000
18
18
18
,956(**)
,994(**)
1
,000
,000
18
18
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
18
231
LAMPIRAN B SUASANA FGD Suasana pelaksanaan FGD di ruang Rapat Kepala Dinas Tarukim Medan Sumatera Utara
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
232
Suasana FGD Di Ruang Rapat BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.
233
SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama N I M
: IRYANTO : 058105005
Mahasiswa Program doctor (S3) Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa segala pernyataan dalam Disertasi saya yang berjudul :
“Penentuan Rating Kabupaten-Kota Dengan Metode AHP Untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur Di Wilayah Sumatera Utara”
Adalah merupakan gagasan atau hasil penelitian Disertasi saya, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas di tunjukkan rujukkannya. Disertasi ini Belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada Program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Demikian surat pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya..
Medan, Januari 2008 Yang menyatakan,
IRYANTO
Iryanto : Penentuan Rating Kabupaten-Kota dengan AHP untuk Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara. USU e-Repository © 2008.