ANALISIS HUKUM TERHADAP PENATAAN TATA RUANG KOTA MEDAN DALAM PERSFEKTIF PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
TESIS
Oleh
RINSOFAT NAIBAHO 067005061 / HK
S
C
N
PA
A
S
K O L A
H
E
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: ANALISIS HUKUM TERHADAP PENATAAN TATA RUANG KOTA MEDAN DALAM PERSFEKTIF PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN : Rinsofat Naibaho : 067005061 : Ilmu Hukum
Menyetujui : Komisi Pembimbing
Prof. Syamsul Arifin, SH.MH Ketua
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH,MH. Anggota
Dr. Pendastaren Tarigan, SH,MS. Anggota
Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Direktur
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH,MH
Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B.,MSc
Tanggal Lulus : 22 Nopember 2008 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
Telah diuji pada Tanggal 22 Nopember 2008
PANITIA UJIAN TESIS KETUA ANGGOTA
Prof. Syamsul Arifin, SH,MH : 1. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH,MH 2. Dr. Pendastaren Tarigan, SH.MS 3. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH,MS 4. Dr. Sunarmi, SH,M.Hum
:
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
ABSTRAK Dalam rangka penataan tata ruang, pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan untuk itu. Perencanaan tata ruang yang efektif,efesien dan berkelanjutan merupakan salah satu cirri penataan ruang yang baik. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Medan, yang dilaksanakan dilingkungan Kantor Walikota Medan. Penelitian ini bersifat juridis normative dengan pendekatan juridis sosiologis. Alat pengumpulan data melalui bahan-bahan kepustakaan dan wawancara. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis dan penelitian menunjukkan bahwa perencanaan penataan tata ruang merupakan tugas dan kewenangan pemerintah khususnya pemerintah daerah Kota Medan. Perencanaan penataan tata ruang Kota Medan telah diatur dalam peraturan daerah Kotamadya Medan Nomor 4 tahun 1995 belum berjalan dengan semestinya. Peraturan Kotamadya Medan belum bias melindungi perencanaan penataan tata ruang, perizinan dan lingkungan hidup dan banyaknya pelanggaran yang terjadi, misalnya membangun tanpa surat izin mendirikan bangunan, akibatnya merusak perencanaan tata ruang dan merusak lingkungan hidup. Analisis penataan tata ruang sesuai dengan peraturan daerah belum dapat dilaksanakan secara optimal. Disarankan dalam perlindungan perencanaan penataan tata ruang di Kota Medan diperlukan peran serta seluruh masyarakat dan aparatur Negara dalam mengawasi setiap perkembangan penataan tata ruang , perizinan dan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat, untuk itu diharapkan kepada khususnya aparatur Negara untuk bekerjasama dalam melakukan penataan tata ruang. Karena menata tata ruang merupakan hasil kreatif yang sangat berguna untuk masa sekarang dan yang akan datang di Indonesia khususnya bagi pembangunan berkelanjutan di Kota Medan. Disamping itu pemerintah Kota Medan, memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang perlunya penataan tata ruang dan mensosialisasikan penataan tata ruang kepada masyarakat secara kontiniu dalam bentuk penyuluhan, media massa, media elektronik maupun media lainnya. Kata Kunci : Analisis hukum,penataan tata ruang dan pembangunan berkelanjutan.
i Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
ABSTRACT In order to arrange the city space lay-out, since long the authority has issued variously regulations to have it orderly. The planning of lay-out space effectively, efficiently and continuously is recognized a properly arrangement to hold. The location of this study is Medan City, took place and completely done around office of Walikota medan. This study adopted a normative juridical research with a sociological approach. For collecting the data perhaps got material in library and with interview, and the data taken to analyze it later qualitatively. The result of analysis and research showed that the planning for arrange the city space lay-out perhaps the authority shall hold the duties and take the responsibility of Medan to handle it. The planning for laying out the city space of Medan order has been ruled within a city regulations of Medan under the regulation of number 4 in 1995 has not run properly yet. The city regulations of Medan may not protect the planning of lay-out the city space, city permits and the environmental yet and there are found many violation occurred, for instance to construct the buildings without having permit, and it may cause damage to the city planning for arrangement and damage too the environment. The analysis of city space lay-out accorder to the city rules may not run conducted optimal yet as required. It’s suggestible to cover the planning for the city space lay-out required perhaps mainly the public role with their take part maximally and with the authority as agents in controlling each the development lay-out in city space, permits and environment, and it should be done by public. In connecting with it, it is urged city authority encourage the city people and public authority hand in hand in conducting arrangement for space lay out. For arranging the city space is acknowledged a creative result and uses perhaps for today and future reasonable in Indonesian particularly of having a continuation development for medan city. In addition, the city authority of Medan is urged to guide those people of this city how importance to hold and keep the space lay out and then always socialize the arrangement for the city space lay-out for people continuation, it should be taken with a guidance, by mass media, with electronic media or other media. Keywords : Legal analysis, arrangement for space, continuation development.
ii Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunianya sehingga tesis ini dapat diselesaikan yang berjudul : “ANALISIS HUKUM TERHADAP PENATAAN TATA
RUANG
KOTA
MEDAN
DALAM
PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN”. Tesis ini diajukan guna memenuhi persyaratan yang harus dilengkapi dalam rangkaian pembelajaran pada Program Studi Magister Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Administrasi Negara Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Saya menyadari bahwa tesis ini bisa diselesaikan karena banyaknya bantuan dari berbagai pihak, baik yang sifatnya bantuan material maupun bantuan moril. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih yang tulus kepada : 1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengkuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister; 2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara; 3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, atas segala pelayanan, pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada kami selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
iii Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
4. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya ucapkan kepada Bapak Prof. H. Syamsul Arifin, SH. MH. Selaku Pembimbing Utama. 5. Bapak Prof. Dr.Bismar Nasution, SH. MH. Selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan,koreksi dan motivasi, seingga Tesis ini dapat diselesaikan 6. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH. MS. Selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan, koreksi dan motivasi dengan penuh perhatian telah memberikan pikiran dan waktu yang tidak mengenal lelah; 7. Bapak Kepala Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan beserta bawahannya, serta bawahannya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penelitian ini. 8. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan pada Program Magister Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara; Akhirnya ucapan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada Bapak penulis U.E. Naibaho dan Ibu (Alm). M. Br. Sitanggang, yang melahirkan saya, Abang R. Naibaho dan Keluarga, Kakak Adek saya yang saya cintai, juga tidak terlepas dari Mertua saya yang sudah tiada Alm.V. Tampubolon dan Alm. F. Sitorus serta Kakak M. Br. Tampubolon/ Ir. D. Sianipar, (Pak Petrus dan Anak-anak), Dra. E. Br. Tampubolon/ Drs. F. Simanjuntak (Pak Valdo) dan Anak Ipar T.Tampubolon dan Keluarga Ir. E. Tampubolon dan Keluarga Iptu. Pol. A. Tampubolon dan Keluarga M. Br. Tampubolon dan Eduard Tampubolon.
iv Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
Selanjutnya ucapan terima kasih dan rasa cinta yang mendalam penulis sampaikan kepada istri tercinta St. M. Br. Tampubolon, SH yang penuh kesetiaan, kesabaran, pengertian dan kasih sayang memberikan semangat, motivasi dan doa restu kepada penulis. Demikian juga anak-anak penulis Pdt. Lambok Naibaho STh, Harris Naibaho, Elita Naibaho, dan Erwin Naibaho, yang memberikan inspirasi dan dorongan bagi penulis. Khususnya juga tidak terlupakan teman saya seperjuangan Kasman Siburian, SH.MH dan Pdt. M. Simanjuntak, STh. dan Keluarga. Penulis telah berusaha untukmenyelesaikan Tesis ini dengan sebaik-baiknya, namun demikian penulis menyadari adanya kekurangan-kekurangan dari Tesis ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat produktif dari semua pihak. Medan, Nopember 2008 Penulis
Rinsofat Naibaho
v Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Nama
:
RINSOFAT NAIBAHO
Tempat/ Tgl.lahir :
BINJAI LANGKAT / 20 JANUARI 1957
Jenis Kelamin
:
LAKI-LAKI
Agama
:
KRISTEN PROTESTAN
Pendidikan
:
SD tahun 1962 s/d 1969 di Perdagangan SMP tahun 1969 s/d 1972 di Perdagangan SMA tahun 1972 s/d 1975 di Perdagangan USU tahun 1975 s/d 1985 di Medan Sekolah Pascasarjana USU tahun 2006 s/d 2008 Dosen Tetap di Universitas HKBP Nomensen mulai tahun 1989 sampai sekarang.
vi Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK………………………………………………………………..
i
ABSTRACT………………………………………………………………
ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………
iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………..
vii
DAFTAR TABEL………………………………………………………..
x
DAFTAR ISTILAH……………………………………………………...
xi
BAB I
: PENDAHULUAN……………………………………...
1
A. Latar Belakang……………………………………..
1
B. Permasalahan………………………………………
14
C. Tujuan Penilitian…………………………………...
14
D. Manfaat Penilitian…………………………………
14
E. Keaslian Penelitian………………………………...
15
F. Kerangka Teori dan Konsepsi……………………..
16
1. Kerangka Teori………………………………
16
2. Kerangka Konsepsi………………………….
21
G. Metode Penilitian………………………………….
30
1. Lokasi Penilitian…………………………….
30
2. Spesifikasi Penilitian………………………..
30
3. Sumber Data………………………………...
32
4. Alat Pengumpulan Data…………………….
34
5. Analisis Data……………………………….
34
vii Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
BAB II
: PENGATURAN ANALISIS HUKUM TERHADAP PENATAAN TATA RUANG KOTA MEDAN DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN…..
36
A. Analisis Hukum…………………………………….
36
1. Pengertian Tentang Hukum……………………..
36
2. Tujuan Hukum………………………………….
44
3. Fungsi Hukum………………………………….
45
B. Penataan Ruang……………………………………
49
1. Pengertian Tata Ruang…………………………
49
2. Perencanaan Tata Ruang……………………….
60
3. Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan……..
67
C. Pembangunan Berkelanjutan……………………..
87
1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan………
87
2. Pengertian dan Prinsip-Prinsip Pembangunan Yang Berwawasan Lingkungan……………….
95
D. Hubungan Antara Hukum Administrasi Negara Dengan UU No.4 Tahun 1982/ UU No.23 Tahun 1997………………………………………
101
1. Dari Segi Wewenang Kelembagaan…………..
101
2. Pelaksanaan dari Segi Penetapan Sarana Kebijakan Lingkungan………………………..
107
3. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) merupakan suatu Instrumen Dalam Pembangunan Berwawasan Lingkungan……..
110
viii Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
BAB III.
: UPAYA- UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH KOTA MEDAN TERHADAP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN……….
114
A. Gambaran Umum Kota Medan Keadaan Daearah……………………………………….
114
1. Kota Medan Secara Geografis……………..
114
2. Kota Medan Secara Demografis…………...
115
viii B. Upaya-Upaya yang Dilakukan Pemerintah Kota Medan Terhadap Tata Ruang Yang Berwawasan Lingkungan……………………………………
121
: KESIMPULAN DAN SARAN…………………
130
A. Kesimpulan ……………………………………
130
B. Saran…………………………………………...
130
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….
132
BAB IV.
ix Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Jumlah Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Kota Medan Tahun 2001-2005……………………………………………………….115
Tabel 2.
Persentase Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Kelompok Umur Tahun 2001-2005……………………………………………………….117
Tabel 3.
Indikator Utama Ekonomi Kota Medan ……………………………….120
x Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR ISTILAH UUD 1945
: Undang-Undang Dasar 1945
UU
: Undang-Undang
UUPLH
: Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup
UULH
: Undang-undang Lingkungan Hidup
DPRD
: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
RTRWN
: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
RTRW
: Rencana Tata Ruang Wilayah
RUTRK
: Rencana Umum Tata Ruang Kota
RTRWP
: Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
PKN
: Pusat Kegiatan Nasional
PKW
: Pusat Kegiatan Wilayah
IMB
: Izin Mendirikan Bangunan
KSB
: Keterangan Situasi Bangunan
KRP
: Keterangan Rencana Peruntukan
KIM
: Kawasan Industri Medan
KIB
: Kawasan Industri Baru
KKN
: Korupsi Kolusi Nepotisme
WPP
: Wilayah Pengembangan Pembangunan
Ha
: Hektar
KRP
: Keterangan Rencana Peruntukan
KSB
: Keterangan Situasi Bangunan
IMP
: Izin Membangun Prasarana
ILH
: Izin Layak Huni
IPRO
: Izin Promosi
IMP
: Izin Pemanfaatan Prasarana
RTBL
: Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
SIP
: Surat Izin Perumahan
xi
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
UUPA
: Undang-undang Pokok Agraria
UUPTUN
: Undang-undang Peradilan Tata Usaha Neara
UUPLH
: Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup
AMDAL
: Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Perda
: Peraturan Daerah
xii Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pejelasan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang disebutkan Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada Bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945, serta makna yang terkandung dalam falsafah dan Dasar Negara Pancasila. Untuk mewujudkan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tersebut, Undang-undang tentang Penataan Ruang ini menyatakan bahwa negara menyelenggarakan
penataan ruang, yang melaksanakan wewenangnya
dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan tetap menghormati hak yang dimiliki oleh setiap orang 1 Lebih lanjut dikatakan ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah. Namun untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandasakan Wawasan Nusantara dan Kesatuan Nasional, serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas
1
Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 Tentang penataan Ruang.
1 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
2 dan bertanggungjawab, penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antar daerah, antara pusat dan daerah, antar sektor dan antar pemangku kepentingan. Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut, wewenang penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah dan pemerintahan daerah, yang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan wilayah administratif. Pasal 1 ayat (2) UUPA No.5 Tahun 1960, yang menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dalam wilayah Republik Indonesia merupakan sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, bagi bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Selanjutnya pengertian tanah menurut UUPA No. 5 Tahun 1960, dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi ; “Tanah adalah permukaan bumi atau kulit bumi”. Selanjutnya Pasal 4 ayat (2) menjelaskan tentang pengertian hak atas tanah yang berbunyi: Hak atas tanah adalah hak untuk menggunakan tanah sampai batas-batas tertentu meliputi tubuh bumi, air, dan ruang angkasa di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
3 Dalam Pasal 16 UUPA mewajibkan pemerintah untuk menyusun rancangan umum mengenai persediaan, peruntukan, dan pengawasan tanah untuk berbagai macam keperluan pembangunan Berdasarkan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan umum, maka dapat dirumuskan , yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan pengadaan tanah dalam kontek ini adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Dalam kaitan antara pengadaan tanah bagi kepentingan umum dengan rencana tata ruang disebutkan, bahwa pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum tersebut sesuai dengan dan berdasarkan kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah ditetapkan terlebih dahulu Peran serta masyarakat merupakan salah satu faktor terpenting dalam melaksanakan pembangunan, karena melalui masyarakat inilah berbagai kegiatan pembangunan dapat dilaksanakan serta terlaksana dengan baik. Salah satu wujud peran serta masyarakat dalam pembangunan adalah dengan adanya hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat terambil, yang salah satu contohnya adalah penggunaan
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
4 lahan atau tanah masyarakat yang terkena garis rencana kota untuk melaksanakan pembangunan kota terhadap tata ruang. Namun yang harus menjadi perhatian masyarakat adalah bahwa lahan-lahan yang telah dikuasainya atau yang telah menjadi hak milik tidak serta merta dikuasai secara mutlak, oleh karena menurut UUPA, khususnya Pasal 6 menerangkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, dan Pasal 14 UUPA yang menerangkan tentang pemanfaatan lahan atau peruntukan tanah, sehingga memungkinkan apabila lahan tersebut terkena garis rencana kota, yaitu untuk pembangunan, maka masyarakatpun harus rela melepaskan kepemilikan tersebut, dapat melalui proses hibah atau ganti rugi Konsolidasi tanah menurut Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1991 adalah Kebijakan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Konsolidasi tanah merupakan suatu instrumen atau cara pembangunan di wilayah perkotaan dan pedesaan yang secara konprehensif sekaligus menata kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk pembangunan sehingga akan dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya dengan melibatkan peran serta masyarakat.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
5 Selanjutnya Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997, menegaskan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah : Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia Sedangkan menurut undang-undang yang sama , yang dimaksud dengan ekosistem adalah Tatanan unsur lingkungan yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam bentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktifitas lingkungan. Hal tersebut sejalan dengan penegasan yang diuraikan dalam Pasal 1 ayat (6) UU No. 23 Tahun 1997, yakni : Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Kerusakan alam yang berakibat pada menurunnya daya dukung lingkungan , salah satunya disebabkan oleh adanya pencemaran lingkungan hidup. Menurut Pasal 1 ayat (12) UU No. 23 tahun 1997 yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan adalah: “Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya menurun sampai kepada tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya”
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
6 Oleh karena itu, dengan mencermati uraian diatas , pengelolaan lingkungan hidup secara terintegrasi yang melibatkan berbagai instrumen hukum, pemerintah, dan masyarakat
dimaksudkan
untuk
mencapai
ketertiban
dan
keteraturan
dalam
pemanfaatannya. Ketiga instrumen merupakan implementasi dari konsep pembangunan yang berkelanjutan yang bermuara pada optimalisasi fungsi sumber daya alam, kemampuan, kesejahteraan, demi kepentingan generasi kini dan generasi yang akan datang, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UU No. 23 Tahun 1997, yaitu : Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan , kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Hal tersebut lebih lanjut ditegaskan dalam Pasal 3 UU No. 23 Tahun 1997, yaitu : Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggungjawab negara, asas berkelanjutan dan asas manfaat, bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Iandonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkaitan dengan pemanfaatan lingkungan hidup untuk berbagai keperluan, Pasal 9 UU No. 23 Tahun 1997 menegaskan :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
7 (1)
Kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang mempunyai hubungan erat dan merupakan kesatuan yang saling mempengaruhi.
(2)
Pengelolaan lingkungan dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah, sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing. Maksud dari uraian pasal tersebut di atas adalah bahwa konsep pengelolaan
lingkungan hidup erat kaitannya dengan konsep penataan ruang, Artinya setiap penataan ruang harus selalu memperhatikan konsep dan kebijakan lingkungan hidup, sehingga melalui penataan ruang , konsep pembangunan akan tercapai dengan sebaik mungkin tanpa merusak kondisi lingkungan sekitar. Setelah Indonesia mempunyai
cita-cita
dan
diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus1945 adalah tujuan
nasional
buat
seluruh
rakyat
dan
bangsa
Indonesia,sebagaimana tercantum dalam Alinea ke Empat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : “…Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”. Dalam rangka mewujudkan tujuan Nasional tersebut maka harus dilaksanakan serangkaian program pembangunan dalam berbagai sektor diseluruh penjuru tanah air. Tujuan akhir dari rangkaian pembangunan itu adalah guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, dalam artian sejahtera secara lahiriah dan batiniah. Didalam UUD 1945 pada pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik dengan sistem Demokrasi
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
8 Pancasila,berarti bahwa Negara Indonesia berbentuk Negara kesatuan. Maka segenap kekuasaan atau kewenangan serta tanggung jawab terhadap kesejahteraan dan kelangsungan hidup bangsa Indonesia berada dibawah kendali atau pemegang kekuasaan terpusat, yang terdapat pada Pemerintahan pusat. Dengan demikian,corak sistem pemerintahan tersebut adalah bersifat Sentralisasi. Namun karena Wilayah Negara Republik Indonesia sedemikian luasnya, dan didiami berbagai suku bangsa yang beraneka ragam,maka corak pemerintahan sentralis bukanlah menunjukkan tipe ideal sistem pemerintahan yang cocok untuk mengatur wilayah dan penduduk yang demikian banyak dan beragam itu. Untuk itu diaturlah corak pemerintahan di Indonesia berdasarkan sistem pembagian kekuasaan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah berdasarkan corak Desentralisasi sebagaimana tercermin dalam pasal 18 UUD.1945.Sesudah Amandemen 2 Berdasarkan ketentuan pasal 18 UUD 1945.yang membagi wilayah Indonesia didalam daerah-daerah provinsi dan daerah daerah propinsi dibagi atas daerah kabupaten dan daerah kota.Dengan adanya pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten,dan daerah kota diharapkan dapat mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) 3 yang berarti juga adanya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
2
Faisal Akbar, Dimensi Hukum Dalam Pemerintahan Daerah, Cetakan pertama (Medan: Pustaka Bangsa Press 2003). hlm. 43 3 Good Governance yang dimaksudkan adalah merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan publik goods and service.disebut Governance (pemerintahan atau Kepemerintahan yang baik) Agar Good Governance dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik, maka ditentukan komitmen dan ketertiban semua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat Good Governance yang baik menuntut adanya” elignment” (koordinasi) yang baik dan integras, profesionalisme serta etos kerja dan moral yang tinggi. Dengan demikian konsep Good Governence dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara merupakan tantangan tersendiri. Sedermayanti, Good Governence (kepemerintahan yang baik) dalam rangka otonomi daerah. Upaya membangun organisasi efektif dan efisien melalui rekomendasi dan pemberdayaan (Bandung Mandar Maju, 2003.h.2 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
9 Dalam penjelasan umum UU RI No.26 tahun 2007 tentang penataan Tata Ruang dalam angka (1) disebutkan “Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ,baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat,ruang laut,dan ruang angkasa termasuk ruang didalam bumi, maupun sebagai sumber daya adalah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disukuri, dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat yang terkandung dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945.Republik Indonesia, serta makna yang terkandung dalam falsafah dan dasar Negara Pancasila. Untuk mewujudkan amanat pasal 33 ayat (3) UUD 1945 Negara Republik Indonesia, pemerintah perlu mengambil dan menggunakan strategi yang tepat dengan luasnya cakupan, kompleksitas masalah, serta keterbatasan sumber daya dan kapasitas yang mengharuskan pemerintah mengambil pilihan atau tindakan yang strategis untuk pengembangan terhadap penentuan penataan Tata Ruang kota. Pemerintahan yang baik (good Governance) hanya akan tercapai didaerah jikalau pemerintahan pusat membuat rambu-rambu ditingkat pusat yang bisa menekan pemerintahan daerah untuk melakukan perubahan.Contohnya masyarakat boleh berpatisipasi kalau ada aturan atau Peraturan Daerah memerintah daerah yang
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
10 mengatur partisipasi.Tetapi Per-Da itu boleh berbentuk kalau pemerintah pusat membuat aturan yang mewajibkan pemerintah daerah membuat Per-Da yang memberikan akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Jadi harus ada Intervensi pemerintah pusat itu melalui perundang-undangan yang mewajibkan pemerintah daerah melakukan sejumlah hal dalam rangka menerapkan tata kelola tata ruang dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Akhir tahun 2004 tepatnya tanggal 15 Oktober 2004, pemerintah memberlakukan UU No. 32 tahun 2004 Amandemen UU No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah. Dalam penjelasan umum pada point 1 Dasar pemikiran huruf (b) UU. No. 32 tahun 2004 memuat prinsip otonomi Daerah. Menggunakan prinsip Otonomi seluas-luasnya dalam 9 arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut. Karena daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan, prakarsa,dan memberdayakan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Dari penjelasan umum UU No. 32 tahun 2004 tersebut dapat terbaca dengan jelas bahwa salah satu tujuan pemberian Otonomi Daerah adalah untuk meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan mensejahterakan rakyat. Berdasarkan ketentuan pasal 14 ayat (2) UU No.32 tahun 2004 Perubahan dengan keluarnya undang-undang No.12 Tahun 2008 tentang pemerintahan daerah merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
11 kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi Perencanaan dan pengendalian pembangunan; a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan ; b. Perencanaan, pemamfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. Penyediaan sarana dan prasarana umum; e. Penanganan bidang Kesehatan; f. Penyelenggaraan Pendidikan; g. Penanggulangan Masalah Sosial; h. Penyelenggaraan Bidang Ketenagakerjaan; i. Fasilitas Pengembangan koperasi, Usaha Kecil dan Menengah; j. Pengendalian lingkungan hidup; k. Pelayanan Pertahanan; l. Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil; m. Pelayanan Umum Administrasi Pemerintahan; n. Pelayanan Administrasi Penanaman Modal; o. Penyelenggaraan Pelayanan Dasar lainnya, dan ; p. Urusan Wajib lainnya yang diamanatkan oleh Peraturan perundang Undangan. Dari uraian diatas Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah untuk Kabupaten/kota yang secara keseluruhan bertujuan untuk mencapai tujuan pembangunan Nasional,yaitu masyarakat adil dan makmur.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
12 Dengan
demikian
dapat
dikatakan
pemerintah
telah
berupaya
dalam
penyelenggaraan pemerintahan kearah pemerintahan terwujudnya Pembangunan
yang
berkelanjutan. Pemerintah Daerah kota Medan sebagai salah satu pemerintahan daerah kota yang berada diprovinsi Sumatera Utara. Pemerintah Kota Medan telah berupaya dalam penentuan Penataan Tata Ruang Kota Medan untuk mewujudkan pembangunan yang Berkelanjutan. Ini menunjukkan upaya yang serius
termasuk dalam peningkatan
Pembangunan Ekonomi, demi terwujudnya kesejahteraan rakyat, meskipun dalam pelaksanaannya dilapangan masih banyak warga masyarakat masih termasuk peta kemiskinan, keadaan seperi ini terjadi karena kurangnya pemahaman aparat pemerintah daerah akan tujuan Otonomi Daerah serta ketidak tahuan masyarakat akan pentingnya Penataan Tata Ruang. Keberadaan kota Medan sebagai sentral Ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Kondisi ini membuat pembangunan fisik Kota Medan mengalami perkembangan yang pesat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi (Sosial,Budaya, Politik,dan Lingkungan). Pembangunan pertokoan maupun perumahan penduduk juga berkembang dengan pesat. Sehingga setiap pendirian bangunan, baik itu bangunan untuk dunia usaha maupun pendirian Rumah penduduk adalah harus memiliki ijin yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Medan yang bertujuan untuk Penataan Tata Ruang kota medan dalam mewujudkan ekonomi yang berkesinambungan. Yang tidak terlepas dari ketentuan sebagaimana pasal 22 ayat (2) dan (3) UUPP jo Keppres No.5 Tahun 1993
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
13 ditegaskan bahwa pelepasan Hak atas tanh dikawasan siap bangun dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan pemilik hak atas tanah” 4 ,Sehingga pengaturan mengenai Penataan tata ruang di Kota Medan diatur dalam Peraturan Daerah Kota Medan No. 4 Tahun 1995. Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota
( RUTRK ) Kota Madya
Daerah Tingka II. Medan tahun 2005”.Maka peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi,dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan meningkatkan kualiatas kehidupan manusia Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.” 5 Dengan penelitian ini maka dapat diketahui bagaimana Analisis Hukum terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Bagaimana Faktor-faktor Penghambat terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Upaya-upaya apa yang dilakukan oleh pemeritah kota Medan dalam Analisis Hukum Penataan Tata Ruang kota Medan dalam perspektif Pembangunan Berkelanjutan.Sehingga penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan pertimbanganan bagi pemerintah Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan.
4
Syahrin Alvi, 2003, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan permukiman Berkelanjutan, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003). hlm. 42 5 Ibid, h.lm 43 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
14 B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas. Maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan. 2. Bagaimana Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Pembangunan Berkelanjutan. C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan di Kota Medan . 2. Untuk mengetahui Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan di Kota Medan.
D. Manfaat Penelitian Dengan terjawabnya permasalahan dalam penelitian Tesis ini, yang
disertai
dengan tercapainya tujuan penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam tataran akademis maupun dalam tataran praktis, sehingga diharapkan penelitian ini nantinya bermanfaat untuk : 1. Manfaat Teoritis a. Dapat memberikan cakrawala berfikir akademis sebagai bahan informasi tentang data Empiris yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
15 bagi penelitian selanjutnya, terutama dibidang Analisis Hukum Penataan Tata Ruang dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan dan secara khusus berkaitan dibidang Hukum Administrasi Negara. b. Dapat dipergunakan untuk bahan perbandingan bagi penelitian lanjutan dan menambah khasanah perpustakaan. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat,khususnya masyarakat yang bertempat tinggal di kota Medan untuk lebih mengetahui pentingnya Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Yang dapat dipergunakan sebagai bahan acuan untuk meningkatkan SDM aparat Pemerintah Daerah dalam penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan. Sehingga terwujud” Good Governance” yang dicita-citakan. b. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Kota Medan dalam hal mengambil kebijakan yang berhubungan dalam upaya penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan
Berkelanjutan dan dalam hal penyelenggaraan pemerintahan
daerah untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran di perpustakaan terhadap hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan atau penelitian yang sedang dilakukan, berkaitan dengan Analisis Hukum
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
16 Terhadap penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan. Dan dalam hal belum pernah diteliti sebelumnya. Oleh karena itu penelitian ini masih asli baik dari segi materi maupun lokasi penelitian. Dengan demikian keaslian penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara keilmuan. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Menentukan suatu teori dalam penelitian adalah penting, sedemikian pentingnya sehingga menurut David Madsen sebagaimana dikutip oleh Lintong O.Siahaan mengatakan “The basic purposes of scientific research is theory he adds that a good theory properly seen present a systematic view of phenomene by specifying realitions among cariables, with the purpose of exploring and prediction the phenomena” 6 . Kerangka teori untuk menganalisis tentang Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan (studi dan penelitian di kota Medan adalah menggunakan teori Penataan Tata Ruang dan teori Pembangunan Berkelanjutan ). Sebagai pelayanan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah sarana menuju masyarakat negara yang sejahtera ( Walfare State ). Pelayanan yang dimaksud pada dasarnya merupakan cerminan dari perbuatan pemerintah( Overheidshandeling ) yang tidak saja berdasarkan Undang-undang dan peraturan
6
Lintong O. Siahaan, Prospek PTUN sebagai penyelesaian Sengketa Administrasi Indonesia Cetakan Pertama (Jakarta : Perum Percetakan Negara RI. 2005) hlm.. 5 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
17 yang berlaku (Wetmatigheid dan Rechmatigheid ) akan tetapi lebih itu bahwa administrasi Negara dalam menyelenggarakan pemerintahan harus juga berdasarkan kepatutan (Billijkheid ) serta kesusilaan 7 . Maka secara teoritis, dari tujuan penentuan dan penataan ruang pada dasarnya adalah untuk menentukan Pembangunan Berkelanjutan dituntut dengan cara bagaimana penyelenggaraan pemerintahan itu bisa menganalisis menata ruang agar Pembangunan Berkelanjutan bisa terus berlanjut. Kemudian konsep Negara kesejahteraan ini tercermin dalam pasal 22 ayat (3) dari UUD. 1945. Menjelaskan “Bumi, Air, dan Kekayaan Alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.Konsep Walfare state tersebut didalam perundang-undangan kita untuk pertama kali dikenal dengan istilah “Negara pengurus” 8 Sebagaimana dikenal Negara Indonesia menganut paham Negara Kesejahteraan yang berarti terdapatnya tanggung jawab Negara untuk menyelenggarakan dan mengembangkan kebijakan Negara diberbagai sector bidang dari kesejahteraan dan serta meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan yang baik melalui penentuan penataan ruang yang diperlukan oleh masyarakat.
7
Muhammad Abduh , Propil Hukum Administrasi Negara Indonesia (HANI). Dikaitkan dengan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) (Medan Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Mata Pelajaran Hukum Administrasi Negara Pada fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 1988) hlm. 9. 8 Jimly Asshiddiqie, Undang-undang Dasar 1945. Konstitusi Negara Kesejahteraan dan Realitas Masa Depan, sebagaimana dikutif Siahaan, Op.Cit, hlm. 18.Hal ini tercantum dalam perumusan UUD 1945 yaitu Bab XIV tentang perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, Selain itu UUD 1945 disamping sebagai Konstitusi Politik, juga dapat dikatakan konstitusi ekonomi karena UUD 1945 mengandung ide negara kesejahteraan (Walfare State) Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
18 Konsep Negara kesejahteraan disektor bidang pembangunan yang berkelanjutan ,landasan konstitusinya adalah pada pasal 33 ayat (3) dari UUD 1945. Penelitian ini juga menggunakan “ Stufentheorie” Hans Kelsen sebagai to wer theory yang menyebutkan bahwa norma yang ada dalam masyarakat suatu Negara telah merupakan susunan yang bertingkat, seperti suatu piramide. Setiap tata kaidah hukum yang merupakan suatu susunan daripada Kaidah-kaidah (stufenbau des rechts ) 9 Kemudian oleh Bagir Manan disebut dengan Asas “Peningkatan Peraturan Perundang-undangan ( Lex Superior Derogate Lex Inferior ). Bahwa penetapan hukum positip harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh sistem pertingkatan atau tata urutan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan bertingkat lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang tingkatnya lebih rendah. Kecuali apabila substansi peraturan perundang-undangan lebih tinggi mengatur hal-hal yang oleh Undang-undang ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundang-undangan tingkat yang lebih rendah. Asas Pertingkatan hanya berlaku untuk hukum perundang-undangan dan aturan kebijakan 10 .
Didalam pasal 2 Ketetapan MPR. No.III/MPR/2000 tentang sumber Hukum Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan yang disebut bahwa Tata Urutan Perundangundangan yang berlaku secara hierarki di Indonesia adalah :
9
Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia, Cetakan Pertama (Bandung : Mandar Maju, 1998) hlm. 26 10 Bagir Manan Hukum Positif di Indonesia (Suatu Kajian Teoritik). Cetakan Pertama (Yogyakarta, UII Press) hlm. 56-57. Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
19 1. UUD. 1945 2. TAP. MPR 3. Undang-Undang 4. Per Pu 5. PP 6. KEPRES 7. PER-DA Kemudian,UU No.10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundangperundangan. Dalam pasal 7 ayat (1) disebutkan jenis-jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Undang Undang /atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang c. Peraturan Pemerintah d. Peraturan Presiden e. Peraturan Daerah. Kemudian pasal 7 ayat (4) disebutkan jenis Peraturan Perundang Undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan Hukum mengikat sepanjang dipertahankan oleh peraturan perudang-undangan yang lebih tinggi. Kemudian pada ayat (5) disebutkan kekuatan Hukum
peraturan perundang-
undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana yang dimaksud dari ayat (1). Selanjutnya dalam Lampiran Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 mengenai sistematika teknik penyusunan
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
20 peraturan perundang-undangan angka 173 menyatakan :”Pendelegasian kewenangan mengatur dari Undang-Undang kepada Menteri atau Pejabat yang setingkat dengan Menteri dibatasi untuk peraturan yang bersifat teknis administratif. Maka dapat disimpulkan bahwa peraturan yang mengatur teknis adminstratif dibidang pertanahan merupakan jenis peraturan perundang-undangan Pemerintah Pusat. Dalam kaitannya dengan Otonomi Daerah sebagaimana disebut dalam UU No.32 Tahun 2004. Tentang Pemerintah Daerah (UUPD). Mengenai pengertian Otonomi, menurut Surundajang adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu Auto berarti sendiri dan Nomous berarti Hukum dan Peraturan. Menurut Encyclopedia of social science, otonomi dalam pengeritian orosinal adalah the legal self suffcienty of social body and in actual independence, Joko Christanto, “ Otonomi Daerah dan Skenario Indonesia 2010 dalam konteks Pembangunan Daerah dengan Pendekatan Kewilayahan 11 Sedangkan menurut pasal 1 angka (5) UUPD. No. 32 Tahun 2004 Bahwa Otonomi Daerah diartikan sebagai Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Kemudian berdasarkan pasal 14 UUPD No.32 Tahun 2004 menjelaskan pengertian Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan administrasi penanaman modal. Dalam pasal 136 ayat (3) yang menyatakan : “Peraturan Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih
11
(Regional Development Approach) “, http/rudyct 25x Com/sem 1-012/Joko Cristanto Htm, juli 2004, h. 2 (Akses tanggal 10 April 2007 ) 22) Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
21 tinggi”. Kemudian pasal 136 ayat (4) menyatakan “Peraturan Daerah…dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”. Oleh sebab itu Peraturan Daerah mengatur pelaksanaan kewenangan dibidang penentuan penataan tata ruang kota Medan yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten/kota tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan ng lebih tinggi. Dalam penelitian ini peneliti mengacu kepada hierarki perundang-undangan berdasarkan ketentuan UU. No, 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. 2. Kerangka Konsepsi Didalam rangka konsepsi akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan atau berkaitan dengan konsepsi yang digunakan dalam penelitian tesis ini.Maka Konsep adalah suatu bahagian yang terpenting dari perumusan suatu teori, kemudian peranan konsep pada dasarnya dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi (generalisasi) dan realitas. Juga konsep itu diartikan sebagai kata menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus yang disebut dengan definisi operasional. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian antara penafsiran yang mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai, selain itu dipergunakan sebagai landasan pada proses penelitian tesis.Adalah Penelitian dengan judul “Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan” yang memiliki 3 (tiga) variable antara lain :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
22 1. Hukum Pengertian Hukum adalah “ Suatu Tata Perbuatan manusia”. Tata Perbuatan adalah mengandung arti suatu sistem aturan.Jadi Hukum bukan suatu peraturan semata, seperti kadang-kadang dikatakan demikian. “Hukum adalah seperangkat peraturan yang kita pahami dalam satu kesatuan yang sistematik, karena tidak mungkin untuk memahami hakekat hukum hanya dengan memperhatikan satu peraturan saja. Hubungan yang mampersatukan berbagai peraturan khusus dari suatu tata hukum itu perlu dimaknai agar hakekat hukum dapat dipahami”. Hanya atas dasar pemahaman yang jelas tentang hubungan-hubungan yang membentuk tata hukum tersebut bahwa hakekat hukum dapat dipahami dengan sempurna. 12 Kemudian disebutkan bahwa setiap usaha untuk mendefinisikan sebuah konsep harus diawali dengan telah terhadap pemakaiannya yang umum. Dalam mendefinisikan konsep Hukum, kita harus memulai dengan mengkaji pertanyaan “Apakah fenomena sosial yang lazim disebut Hukum yang menampilkan suatu karakteristik umum yang membedakannya dari fenomena sosial lain? Kemudian apakah karakteristik ini dikatakan penting dalam kehidupan sosial manusia sehingga dapat menjadi landasan bagi pembentukan suatu konsep yang berguna bagi pengetahuan tentang kehidupan social ? Maka sebagai prinsip penghematan untuk
12
Hans Kelsen, Teori Umum Hukum Dan Negara, Alih Bahasa H. Somardi Diterbitkan Oleh ( Jakarta : BEE Media Indonesia, 2007), hlm. 3. Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
23 berfikir, telah harus di mulai dengan kemungkinan pemakain istilah “Hukum” yang paling luas 13 . 14 Sebagai suatu teori, terutama dimaksudkan adalah untuk mengetahui dan menjelaskan tujuannya; Teori ini berupaya untuk menjawab pertanyaan apa itu Hukum dan bagaimana ia ada, dan bukan bagaimana ia semestinya ada. Ia merupakan Ilmu Hukum (Yurisprudensi) jadi bukan politik Hukum. 15 2. Penataan Ruang Dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) No. 26 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat (1) menyebutkan bahwa : Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan, mememihara kelangsungan hidupnya. Pasal 1 Ayat (2) menyebutkan yang dimaksud dengan Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Pasal 1 Ayat (3) menyebutkan Penataan Ruang adalah suatu sistim proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
13
Ibid, hlm. 4 Ibid ,hlm.4. 15 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Penerjemah; Raisul Muttaqien, (Bandung : Nusamedia & Nuansa, 2007), hlm..1 14
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
24 Pasal 1 Ayat (32) Menyebutkan tentang izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 16 Kemudian menurut UUPA. No. 5 Tahun 1960 Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa : Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya didalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa asdalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Pasal 1 ayat (3) Bahwa hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air dan ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi. Pasal 1Ayat (6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut ayat (4) dan pasal 3 dari UUPA. No. 5 Tahun 1960. 17 Juga menurut UUPA No. 5 Tahun 1960 penggunaan Ruang sebagaimana Pasal 33 ayat (3) UUD.1945. Maka menurut pasal 2 ayat (1) UUPA. No. 5 Tahun 1960 adalah tentang pengertian…” pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”. Pasal 33 ayat (2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :
16 17
Baca UUPR No. 26 Tahun 2007 ( Pasal 1 dan seterusnya) Baca UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
25 a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan , persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah Nasional yang aman, nyaman, produktif, dan Pembangunan
Berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional yang berlandaskan : a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. 18 Wewenang Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 1. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi : a. Pengaturan, pembinaan, pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kotan dan kawasan strategis kabupaten/kota;
18
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentan Penataan Tata Ruang Pasal
3 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
26 b. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; d. Kerjasama penataan ruang kabupaten/kota. 2. Wewenang poemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten sebaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) meliputi : a. Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota; b. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan c.
Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota
3. Dalam
pelaksanaan
penataan
ruang
kawasan
strategis
kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. Pemerintah Daerah kabupaten/kota melaksanakan : a. Penetapan kawasan strategis kabupaten/kota; b. Perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota; c. Pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan d. Pengendalian dan pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. 4. Dalam melaksanakan kewenangan sebaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Pemerintah Daerah kabupaten/kota mengacu pada pedoman bidang penataan ruang dan petunjuk pelaksanaannya. 5. Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Ayat (3) dan serta ayat (4) Pemerintah Daerah kabupaten/kota adalah :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
27 a. Menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan b. Melaksanakan standard pelayanan minimal bidang penataan ruang. 6. Dalam hal Pemerintah Daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi standard pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah Daerah Provinsi dapat mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan 19 .
3. Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan , kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan, dapat memiliki makna ganda.Tipe Pembangunan yang pertama diprioritaskan pada orientasi Sosial dimana pada fokusnya adalah pada masalah kehidupan masyarakat (manusia) terhadap sumber daya kualitatif. Tipe Pembangunan yang kedua adalah lebih memperhatikan secara politik karena lebih memperhatikan pada perubahan sistem pemerintahan terhadap kaitannya dengan hubungan Sosial. Kemudian Tipe Pembangunan Ketiga adalah berfokus pada Pembangunan Berwawasan Lingkungan Berkelanjutan. Sebagaimana disebutkan bahwa tipe-tipe pembangunan itu memiliki makna ganda, yang dikenal seperti Tipe Pertama lebih berorientasi kepada pertumbuhan
19
Ibid hlm, 11
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
28 ekonomi dimana fokusnya adalah pada masalah kuantitatief dari produksi dan penggunaan sumber daya. Pada Tipe Kedua, bahwa pembangunan yang lebih memperhatikan pada perubahan dan pendistribusian barang-barang dan peningkatan hubungan sosial. Tipe ketiga lebih berorientasi pada Pembangunan sosial dimana fokusnya pada kualitatif dan pendistribusian perubahan dalam struktur dari masyarakat yang diukur dari berkurangnya diskriminasi dan eksploitasi dan meningkatnya kesempatan yang sama dan distribusi yang seimbang dari keuntungan dari pembangunan pada seluruh masyarakat. 20 Tujuan Pembangunan Nasional Indonesia sebagai Berkelanjutan ditetapkan pada Alinea keempat Pembukaan UUD. 1945, yang berbunyi : “Untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Untuk mencapai tujuan itu, dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila. Karena Pancasila merupakan landasan idiil (ideology) hidup bernegara di Indonesia, termasuk landasan idiil bagi Pembangunan Nasional” 21 yang berwawasan dan Berkelanjutan. Dasar
Hukum
Pembangunan
Berkelanjutan
(Sosial,Politik,Budaya,dan
Lingkungan) dicantumkan didalam pasal 27 dan pasal 33 UUD 1945.
20
Sudharto P. Hadi, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, (Penerbit : Yogyakarta 2005 Gajah Mada University Press, 2005), hlm. 21 21 Janus Sidabalok, Pengantar Hukum Ekonomi, Medan : penerbit Bina Media Medan, 2000. hlm. 49 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
29 Pasal 27 UUD. 1945 berbunyi : Ayat (1). Segala warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya; Ayat (2). Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak dan penghidupan yang bagi kemanusiaan. Pasal 33 UUD. 1945 berbunyi : Ayat (1). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas kekeluargaan; Ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajad hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Ayat (3) Bumi. Air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bahwa Ketentuan diatas adalah mengandung makna bahwa Pembangunan, termasuk pembangunan ekonomi yang harus dapat membentuk manusia sebagai manusia. Berarti Pembangunan yang dilaksanakan adalah pembangunan yang berperi kemanusiaan dan berkelanjutan. Rakyat dan pemerintah wajib melaksanakan pembangunan ekonomi dengan baik, untuk menjamin terlaksananya pembangunan. Berkelanjutan.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
30 G.Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Sesuai dengan judul tesis penelitian yaitu :” Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektif Pembangunan Berkelanjutan” maka lokasi penelitian dilakukan di kota Medan. Penelitian lokasi ini didasarkan kepada keberadaan Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara yang memiliki laju perkembangan pembangunan yang pesat terutama terhadap pembangunan berkelanjutan. 2. Spesifikasi Penelitian Yang dimaksud dengan spesifikasi dalam penelitian adalah untuk menjelaskan jenis penelitian, sifat penelitian, dan pendekatan penelitian yang digunakan :
a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum Normatif. Penelitian hukum Normatif artinya melihat dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berhubungan dengan penelitian seperti Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD. RI. 1945), Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang RI. No. 26 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang. Peraturan Pemerintah RI. No. 47 Tahun 1997. Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Permendagri. No. 1 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. UU. RI.No. 28 Tahun 2002. Tentang Bangunan Gedung. Keputusan Presiden RI. No. 63 Tahun 2003. Tentang Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian
Pembangunan
Perumahan
dan
Permukiman
Nasional.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
31 Peraturan Daerah Kota Madya Daerah Tingkat II Medan No. 4 Tahun 1995 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK). Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Tahun 2005. UULH. No. 4 Tahun 1982 Tentang Lingkungan Hidup. UUPLH. No. 23 Tahun 1997 Tentang Pegelolaan Lingkungan. Lingkungan Hidup dan UUPA. No. 5 Tahun 1960 dengan pejelasan Pokok Agraria. Dengan harapan Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Kemudian pendapat dari Ronald Dworkin menyatakan penelitian hukum Normatif disebut juga dengan Penelitian Doktrinal (Doctrinal Research), yaitu:”Suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis didalam buku (Law as it written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh Hakim melalui proses Pengadilan (Law as it is decided by the judge trough judicial proses) 22 .artinya bagaimana Hukum itu didayagunakan sebagai instrument untuk meningkatkan kepercayaan. b. Sifat Penelitian Penelitian tentang Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, maka sifat penelitian adalah diskriptif Analisis. Bersifat diskriptif karena akan menggambarkan dan menerangkan
22
Ronald Dworkin, dalam kutipan Bismar Nasution, Metode Penelitian Normatif dan Perbandingan Hukum, makalah disampaikan pada dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan hasil penulisan penelitian hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU. Tanggal 18 Februari 2003, hlm. 1. Bandingkan dengan Bagir Manan, yang mengatakan penelitian hukum normatif adalah penelitian terhadap kaidah/hukumnya itu sendiri (peraturan perundang-undangan, Yurisprudensi, hukum adat dan hukum tidak tertulis lainnya) dan asas-asas hukum. Bagir Manan, “Penelitian dibidang Hukum” dalam jurnal hukum Puslitbangkum, diterbitkan oleh pusat Penelitian perkembangan Hukum Lembaga Penelitian Universitas Pejajaran, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ( Bandung, Nomor Perdana : 1-1999), h. h. 4 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
32 permasalahan Hukum yang berkaitan dengan : “Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Persfektip Pembangunan Berkelanjutan. Pendekatan Hukum Normatif (yuridis Normatif). Menurut pendapat Soerjono Soekanto terdiri dari 16). Penelitian
terhadap
asas
hukum, penelitian terhadap
sistematik hukum dan,penelitian perbandingan hukum.. Sedang menurut Bambang Sunggono membagi penelitian Yuridis Normatif yang terdiri dari : Inventarisasi Hukum Positip, menemukan asas Hukum dan Doktrin Hukum, menemukan hukum untuk suatu perkara inconcrito,penelitian terhadap sistimatika hukum , penelitian terhadap taraf sinkronisi, penelitian terhadap taraf sinkronisasi, penelitian perbandingan hukum dan penelitian sejarah hukum. c. Pendekatan Penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat Sosiologis Yuridis yaitu Hukum Normatif yang terdapat pada UU. RI. No. 26 Tahun 2007, PP. No. 47 Tahun 1997, Permendagri. No.1 Tahun 2007, UU. RI. No. 28 Tahun 2002, PERDA Kotamadya Daerah Tingkat II Medan No.4 Tahun 1995, diharapkan Dalam Analisis Hukum Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan dan upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Kota Medan untuk meningkatkan Pembangunan Berkelanjutan. 3. Sumber Data Mengenai Sumber Data pada penelitian ini berupa Data Primer dan Data Sekunder.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
33 a. Sumber Data Primer adalah bersumber dari penelitian lapangan, yang diperoleh
dari melalui Observasi, hasil jawaban kuesioner di Instansi
pemerintah kota Medan. b. Sumber Data Sekunder adalah meliputi bahan-bahan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti,seperti halnya ketentuan perundang-undangan antara lain : UUD 1945, UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Tata Ruang, PP No.47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Permendagri No.1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, UU RI. No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, Keputusan Presiden RI.No.63 Tahun 2003 Tentang Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional, Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Medan No.4 Tahun 1995 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Tahun 2005, UULH No.4 Tahun 1982 Tentang Lingkungan Hidup,UUPLH No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UUPA No.5 Tahun 1960 Tentang Agraria atau Pertanahan dan serta Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan bahan Tesis Penelitian.Disamping itu data sekunder berupa; buku-buku referensi, hasil-hasil penelitian,Kamus Hukum, Majalah, Artikel, Journal dan lain-lain yang berhubungan dengan Tesis ini.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
34 4. Alat Pengumpulan Data Adapun alat pengumpulan data yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian ini adalah dengan menggunakan daftar kuesioner (pertanyaan) dan wawancara. Penggunaan teknik kuesioner untuk memperoleh data dari responden. Untuk memperoleh data yang diinginkan dibuat daftar pertanyaan dan kemudian diserahkan dan/dikirim kepada responden untuk mempelajari sekaligus dijawab oleh responden. Bentuk kuesioner yang dibuat adalah dalam bentuk terbuka dan tertutup agar pembicaraan atau pencakupannya tidak kaku dan dapat menampung keinginan dari responden yang tidak tercantum dalam kuesoner. Kegiatan wawancara dilakukan terhadap nara sumber atau informan untuk mengetahui lebih mendalam dan rinci tentang hal-hal yang tidak mungkin dapat dijelaskan responden dalam kuesioner, sehingga dengan adanya wawancara diharapkan dapat diperoleh data yang lebih luas dan akurat tentang masalah yang diteliti.
5. Analisa Data Setelah data primer diperoleh, maka dilakukan pengeditan data, sehingga keakuratan data dapat diperiksa dan bila ada kesalahan dapat diperbaiki dengan jalan menjajaki kembali kesumber datanya Kemudian setelah dilakukan dan diproses pengeditan data selesai dilaksanakan, maka proses selanjutnya pengolahan data yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
35 A. Untuk data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner, maka akan dikelompokkan atau diklasifikasikan sesuai dengan kelompok atau unit analisis yang telah ditentukan. B. Untuk data yang diperoleh dari hasil wawancara dilakukan penyederhanaan yaitu dengan cara mengklasifikasikan hasil wawancara kedalam kelompokkelompok tertentu sesuai dengan unit analisis variable penelitian yang telah ditetapkan, Cross Chek kebenaran data yang diperoleh dari responden. C. Dalam melakukan penafsiran data dilakukan penyilangan-penyilangan antara unit analisis yang satu dengan unit analisis yang lain, apakah data tersebut saling mendukung atau saling bertentangan dan ditarik kesimpulan. Kemudian keseluruhan data dilakukan,baik data primer maupun data sekunder dianalisis dengan mempergunakan metode Induktif dan Deduktif melalui pendekatan kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban yang ada dalam penelitian ini. Bahasa cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkrit yang dihadapi. Selanjutnya bahan hukum yang ada dianalisis terhadap penataan tata ruang yang lebih efektif, sehingga dapat disusun secara terpadu untuk menyeluruh atau konprenshif integral dalam rangka perencanaan tata ruang dimasa-masa yang akan datang demi terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
BAB II PENGATURAN ANALISIS HUKUM TERHADAP PENATAAN RUANG KOTA MEDAN DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN A. Analisis Hukum 1. Pengertian Tentang Hukum Beberapa sarjana telah memberikan batasan tentang hukum menurut pendapatnya masing-masing dan kenyataannya batasan mereka yang kemukakan satu sama lain saling berbeda. Batasan-batasan yang mereka kemukakan mengenai pengertian hukum adalah sebagai berikut 23 : a. Menurut pendapat Prof. Mr.E.M. Meyers, hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya. b. Menurut Leon Duguit, hukum ialah aturan tingkah laku anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu. c. Menurut Immanuel Kant, hukum ialah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain menuruti asas tentang kemerdekaan
23
J.B. Dallyo, dkk, Pengantara Ilmu Hukum Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta : Bekerja sama dengan APTIK Penerbit PT. Gramedia, 1989) hlm. 29 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
37 Dari berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur yaitu 24 : a. Peraturan tingkah laku manusia. b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib. c. Peraturan itu bersifat memaksa. d. Sanksi bagi pelanggaran terhadap peraturan itu adalah tegas ( pasti dan dapat dirasakan nyata bagi yang bersangkutan). Setiap anggota masyarakat harus bertingkah laku sedemikian rupa sehingga tata tertib masyarakat tetap terpelihara baik. Hukum merupakan peraturan-peraturan yang beraneka ragam dan mengatur hubungan orang dalam masyarakat. Hukum mewajibkan diri dalam peraturan hidup bermasyarakat dinamakan kaidah hukum. Setiap orang yang melanggar suatu kaidah hukum akan mendapat sanksi berupa akibat hukum tertentu yang nyata. Dengan dikenakannya sanksi bagi mereka yang melanggar kaidah hukum, maka hukum itu bersifat mengatur dan memaksa. Sanksi di sini adalah berfungsi sebagai pemaksa
seseorang tidak mau patuh dan taat pada hukum. Jika dalam kehidupan
bermasyarakat sanksi benar-benar dikenakan secara adil kepada siapa saja yang melanggar hukum, maka akan tercipta ketertiban dan keadilan dalam masyarakat. Hukum tidak hanya dibelakang dan menunggu serta mengikuti perubahan, akan tetapi secara aktif mendorong terjadinya perubahan. Meskipun terjadinya perubahan sosial bukanlah hanya semata-mata ditimbulkan oleh hukum saja tetapi
24
Ibid, hlm. 30
36 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
38 faktor-faktor lain juga turut berperan, namun paling tidak, hukum memiliki kemampuan sebagai landasan, petunjuk arah serta sebagai bingkainya. Dikatakan oleh Satjipto Rahardjo, bahwa penggunaan perundang-undangan dengan secara dasar oleh pemerintah sebagai suatu sarana untuk melakukan suatu tindakan sosial yang terorganisasi telah merupakan ciri khas negara modern 25 . Demikian pula Marc Galenter
mengatakan,
bahwa dalam sistem hukum modern terdapat kecendurungan yang tetap dan kuat ke arah penggantian perundang-undangan rakyat yang lokal sifatnya oleh perundang-undangan resmi yang dibuat oleh Pemerintah. 26 Melalui berbagai peraturan perundang-undangan tersebut, maka hukum diberlakukan secara uniform dan bersifat nasional serta tidak lagi bersifat lokal dan tradisional. Penggunaan hukum sebagai sarana perubahan sosial dimaksudkan untuk menggerakkan masyarakat agar bertingkah laku yang sesuai dengan irama dan tuntutan pembangunan, seraya meninggalkan segala sesuatu yang sudah tak perlu lagi dipertahankan. Bertalian dengan masalah tersebut menarik apa yang dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmaja, bahwa : Di Indonesia, fungsi hukum dalam pembangunan adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. 27 Hal ini didasarkan pada anggapan, bahwa adanya ketertiban (stabilitas) dalam pembangunan merupakan suatu yang dipandang penting dan diperlukan. Suatu ketertiban hukum merupakan suatu ketertiban yang dipaksa (dwangorde); apabila oleh hukum suatu tindakan-tindakan
25
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, (Bandung; Angkasa, 1991), h. 113 Marc Galenter, Modernisasi Sistem Hukum, dalam Myron Weiner (ed), Modernisasi Dinamika Pertumbuhan, Cet. III, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993), h. 110 27 Mochtar Kusumaatmaja, Hubungan Antara Hukum Dengan Masyarakat, Landasan Pikiran Pola dan Mekanisme pelaksana Pembaharuan Hukum, (Jakarta : BPHN-LIPI, 1996), hlm. l.9 26
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
39 tertentu tak diperkenankan, maka jika tindakan itu dilakukan, yang melakukan tindakan tersebut akan dikenakan sanksi. Menurut Kelsen prinsip dari aturan hukum adalah : jika dilakukan tindakan yang berlawanan dengan hukum, maka akan dikenakan sanksi sebagai akibat dari tindakan yang berlawanan dengan hukum tersebut. 28 Hubungan antar akibat dari tindakan yang berlawanan dengan hukum dengan tindakannya itu sendiri adalah tidak sama dengan hubungan antara pemanasan sebatang besi dan akibatnya bahwa besi tersebut menjadi lebih panjang, sehingga hal tersebut bukan merupakan hukum casualitas, menurut Kelsen “het onrechsgevolg wordt het onrecht toegerekend”. Seberapa jauh hukum pidana dan sanksi pidana masih diperlukan untuk menanggulangi kejahatan ? Kiranya terdapat beberapa pendapat mengenai hal ini. Beberapa pakar hukum pidana menolak penggunaan hukum pidana dan sanksi pidana untuk menanggulangi kejahatan, sementara beberapa pakar yang lain justru berpendapat sebaliknya. Herbert L. Packer termasuk pakar yang menolak penggunaan hukum pidana dan sanksi pidana dengan alasan bahwa sanksi pidana merupakan peninggalan kebiadaban masa lampau
29
.
Bahkan munculnya aliran positivisme dalam kriminologi yang menganggap pelaku adalah golongan manusia yang abnormal menjadikan semakin kuatlah kehendak untuk menghapuskan pidana ( punishmen ) dan menggantikannya dengan treatment.
28 29
Lihat, Lili Rasida, Op.cit,hal.38 Herbert L, The Limits of the Criminal sanction. (Stanford : Stanford University Press, 1968),
hlm. 17 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
40 Pakar hukum pidana yang mempunyai pandangan sebaliknya adalah pakar hukum pidana Indonesia, Roeslan Saleh dengan mengemukakan tiga alasan30 Alasan Pertama, diperlukan tidaknya hukum pidana dengan sanksi hukum pidana tidak terletak pada tujuan yang hendak dicapai, melainkan pada persoalan seberapa jauh untuk mencapai tujuan itu hukum pidana dapat mempergunakan paksaan-paksaan. Alasan Kedua, bahwa masih banyak pelaku kejahatan yang tidak memerlukan perawatan atau perbaikan, meski demikian masih tetap diperlukan suatu reaksi atas pelanggaran-pelanggaran norma yang telah dilakukannya itu dan tidaklah dapat dibiarkan begitu saja. Alasan Ketiga, ialah bahwa pengaruh pidana bukan saja akan dirasakan oleh si penjahat, tetapi juga oleh orang lain yang tidak melakukan kejahatan. Disamping itu, hukum sebagai kaidah berfungsi sebagai sarana untuk menyalurkan arah kegiatan-kegitan warga masyarakat ke tujuan yang dikehendaki oleh perubahan terencana itu. Dari uraian tersebut tampak bahwa dalam kaitannya dalam pembangunan, maka hukum dapat memainkan yang amat penting, yaitu sebagai sarana perubahan sosial dalam perjalanannya, pembangunan menimbulkan perubahan-perubahan besar yang tidak saja menyangkut nilai-nilai, sikap dan pola prilaku masyarakat. Dengan perkataan yang berbeda, sasaran dan akibat yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan benar-benar bersifat total dan simultan. Terjadinya perubahan dalam masyarakat merupakan gejala yang wajar.
30
Roeslan Saleh, Suatu Roerientasi dalam Hukum Pidana. (Jakarta : Aksara Baru, 1973), hlm.48
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
41 Pengaruh menjalar dengan cepat ke berbagai bagian dalam masyarakat. Lebih-lebih pengaruh perilaku sosialnya, termasuk nilai-nilai sikap, pola prilaku secara hubungan antar kelompoknya 31 . Salah satu tujuan Negara Indonesia yang terkandung dalam Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga salah satu tugas konstitusional pemerintah Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia melalui kegiatan pembangunan ekonomi yang secara rinci diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 amandemen keempat. Sehubungan dengan pembangunan ekonomi, Sunaryati Hartono 32 menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi sangat memerlukan sarana dan prasarana hukum agar supaya benar-benar dapat mencapai tujuan yang sesuai dengan yang direncanakan yakni ketertiban (stabilitas) dan kepastian disamping kemanfaatan hukum. Sunaryati Hartono lebih lanjut menyebutkan bahwa hukum mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan dan keserasian dan keselarasan antara berbagai kepentingan dalam masyarakat. 33 Dengan selalu menjaga keseimbangan dan keserasian antara berbagai pihak tersebut, maka dinamika kegiatan ekonomi nasional dapat diarahkan kepada kegiatan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dengan
31
Selo Sumardjan, Social Change in jogjakarta, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), hal.3 32 Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung: Alumni, 1991), hal.30 33 Ibid. Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
42 memperhatikan stabilitas sebagai salah satu tujuan hukum. 34 Untuk mencapai hal-hal tersebut, hukum diarahkan harus berubah lebih dahulu melalui pembangunan hukum yang mencakup: (a) membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada menjadi ada, (b) membuat sesuatu yang ada menjadi lebih baik dan lebih modern, atau (c) meniadakan sistem yang lama karena tidak diperlukan lagi dan tidak sesuai lagi dengan sistem yang baru. Hukum sangat berperan di dalam pembangunan ekonomi, artinya hukum dapat menjaga keseimbangan dan keselarasan serta mengakomodasikan antara para pihak yang berkepentingan. Oleh karenanya rule of law merupakan hal penting bagi pertumbuhan ekonomi dan membawa dampak yang luas bagi reformasi sistem ekonomi (rule of law in economic development), hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh David M. trubek bahwa jika masalah hukum sudah jelas maka
Indonesia akan mudah menjawab
pertanyaan, karena hukum adalah suatu ilmu yang praktis. Tidak perlu menggali kepada hal-hal yang fundamental dari fungsi-fungsi sosial, ekonomi dan politik dari tatanan hukum. 35 Selanjutnya,
Pembangunan
hukum
yang
mengarah
pada
pertumbuhan
pembangunan ekonomi melalui kegitan investasi ditujukan untuk menciptakan stabilitas (ketertiban) disamping kepastian hukum. Hal ini sesuai dengan ajaran bahwa hukum merupakan alat pembaharuan masyarakat yang berasal dari Roscue Pound (1954)
34
Gunarto Suhardi, Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya, 2002), hlm.12 35 David M. Trubek, Toward a Social Theory of Law: An Essay on the Study of Law and Development, dalam Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Op. cit, hal.9 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
43 yang menyatakan: Law as a tool of social engineering 36 .Konsepsi tersebut yang asalnya merupakan inti pemikiran dari Pragmatic Legal Realism kemudian dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja setelah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia37 . Mochtar Kusumaatmadja lebih lanjut menyatakan bahwa pembaharuan masyarakat didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembahuruan itu merupakan sesuatu yang diinginkan dan bahkan dipandang perlu
38
.
Menurut Konsep law as a tool of social engineering tersebut, hukum tidak berada dibelakang proses pembagunan, tetapi selalu berjalan didepan proses pembangunan. Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja menyebutkan bahwa konsepsi hukum sebagai sarana pembahuruan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauannya dan ruang lingkupnya dari pada di Amerika Serikat tempat kelahiran teori tersebut, karena antara lain lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia 39 . Sedangkan menurut Bismar Nasution, dalam pembangunan ekonomi, hukum ekonomi harus berlandaskan hukum yang rasional. Karena dengan hukum modern atau rasional tersebut akan dapat dilakukan pengorganisasian pembangunan ekonomi. Adapun yang menjadi ciri dari hukum modern ini adalah penggunaan hukum secara aktif dan sadar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dengan cara pendekatan ini,
36
Muchtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional ( Bandung: Bina Cipta,1976), hal.9 37 Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum dan Teori Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2001), hal 78 38 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Op. Cit., hal 13 39 Ibid. Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
44 diharapkan akan tercipta penerapan keadilan dan kewajaran, serta secara proporsional dapat memberikan manfaat pada masyarakat. Aturan hukum tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek saja, akan tetapi harus berdasarkan kepentingan jangka panjang 40 2. Tujuan Hukum Menurut pendapat L.J. Van Aveldoorn, tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup secara damai. Jadi hukum menghendaki perdamaian dalam masyarakat. Keadaan damai dalam masyarakat dapat terwujud apabila keseimbangan kepentingan masingmasing anggota masyarakat benar-benar dijamin oleh hukum, sehingga terciptanya masyarakat yang damai dan adil merupakan perwujudan terciptanya tujuan hukum. Sedangkan menurut Soebekti berpendapat bahwa tujuan hukum adalah mengabdi kepada tujuan negara. Berangkat dari berbagai pendapat tentang tujuan hukum tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan hukum itu sebenarnya menghendaki adanya keseimbangan kepentingan, ketertiban, keadilan, ketenteraman, kebahagian setiap manusia. Dengan demikian jelas bahwa yang dikehendaki oleh hukum adalah agar kepentingan setiap orang baik secara individual maupun kelompok tidak diganggu oleh orang kelompok lain yang selalu menonjolkan kepentingan pribadinya
atau
atau kepentingan
kelompoknya.
40
Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato disampaikan pada Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 17 April 2004, hlm. 4-5. Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
45 Supaya hukum dapat berlaku secara langgeng dan ditaati oleh anggota masyarakat, hendaknya hukum itu berisi keadilan , tidak sekedar peraturan belaka. Setiap anggota masyarakat harus dapat merasakan manfaat kalau menjalankan peraturan itu, dan sebaliknya merasakan keganjilan manakala peraturan tidak dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian, hukum dapat mencapai tujuannya, yaitu untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Melalui ketertiban itu, warga masyarakat menemukan perlindungan atas kepentingan hukumnya. Hukum harus dapat membagi hak dan kewajiban dari setiap anggota masyarakat secara adil dan seimbang, mengatur cara-cara memecahkan permasalahan hukum serta memberikan batasan kewenangan kepada penegak hukum untuk mempertahankan berlakunya hukum. 3. Fungsi Hukum Tujuan hukum sebagaimana diketengahkan di muka adalah menghendaki adanya keseimbangan kepentingan, ketertiban, keadilan, ketenteraman, dan kebahagiaan setiap manusia, maka dapat diketahui apa sebenarnya fungsi hukum itu. Dengan mengingat tujuan hukum maka dapat dirinci secara garis besar fungsi sebagai berikut : a. Hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Fungsi ini memungkinkan untuk diperankan oleh hakim karena hukum memberikan petunjuk kepada masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku. Mana yang diperbolehkan oleh hukum dan mana yang dilarang olehnya sehingga masing-masing anggota masyarakat tahu apa yang menjadi hak dan
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
46 kewajibannya. Kalau mereka menyadari dan melaksanakan baik perintah maupun larangan yang tercantum dalam hukum,
yakin bahwa fungsi hukum sebagai alat
ketertiban masyarakat dapat direalisir. b. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin. Hukum yang bersifat mengikat dan memaksa serta dapat dipaksakan oleh alat negara yang berwenang, berpengaruh besar terhadap orang yang akan melakukan pelanggaran sehingga mereka takut dan segan untuk melakukan hal itu karena takut akan ancaman hukumannya. Hukum yang bersifat memaksa dapat diterapkan kepada siapa saja yang bersalah. Mereka yang melakukan kesalahan mungkin dihukum penjara, didenda,diminta membayar ganti rugi,disuruh membayar ganti rugi,disuruh membayar hutangnya, maka dengan demikian keadilan dicapai. c. Hukum berfungsi sebagai alat penggerak pembangunan karena ia mempunyai daya mengikat dan memaksa dapat dimanfaatkan sebagai alat otoritas untuk mengarahkan masyarakat ke arah yang lebih maju. Fungsi demikian adalah fungsi hukum sebagai alat penggerak pembangunan. d. Hukum berfungsi sebagai alat kritik (fungsi kritis). Fungsi ini berarti bahwa hukum tidak hanya mengawasi masyarakat semata-mata tetapi berperan juga untuk mengawasi para pejabat pemerintah, para penegak hukum, para penegak hukum maupun aparatur pengawasan sendiri. Dengan demikian semuanya harus bertingkah laku menurut ketentuan yang berlaku.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
47 Jika demikian halnya maka, ketertiban, perdamaian, dan keadilan dalam masyarakat dapat diwujudkan dan fungsi kritis hukum dapat berjalan baik. e. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk menyelesaikan pertikaian. Hukum merupakan pencerminan
kehendak manusia tentang bagaimana
seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Untuk itu hukum menghendaki agar warga masyarakat bertingkah laku sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah, dilain pihak hukum berfungsi sebagai sarana memperlancar proses interaksi sosial 41 Dengan demikian, pada saat ini hukum digunakan tidak hanya sebagai instrumen atau sarana untuk melakukan perubahan-perubahan, tetapi juga dipakai untuk mewujudkan tujuan kebijaksanaan pemerintah. Penggunaan hukum secara demikian itu, nampak dengan dikeluarkannya seperangkat peraturan perundang-undangan lingkungan hidup yang hendak menimbulkan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat yang menyangkut berbagai sektor pembangunan. Setelah beberapa tahun berlakunya ketentuan itu, ternyata pada tahap pelaksanaan dan penerapan serta penegakan hukumnya masih dirasakan kurangnya keefektipan dan fungsi hukum untuk perubahan-perubahan yang dikehendaki Pemerintah selaku pelopor pembangunan 42
41
Syamsul Arifin, Upaya Penegakan Hukum Lingkungan dalam Mewujudkan Pembangunan yang berwawasan Lingkunmgan di Sumatera Utara, (Penerbit ; Medan : Pustaka Bangsa Press, 2004), hlm. 12 42 Ibid. hlm. 12 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
48 Menurut Robert B. Seidman (1978 : 311-339), suatu peraturan dapat berfungsi dengan baik apabila diperhatikan adanya 4 faktor, yaitu 43 (1) Peraturan itu sendiri, artinya perundang-undangan harus direncanakan dengan baik yaitu kaidah-kaidah yang bekerja mematuhi tingkah laku harus ditulis dengan jelas dan dapat dipahami dengan kepastian, sehingga suatu ketaatan atau tidak taatnya warga negara kepada hukum itu dapat disidik dan dilihat dengan mudah. (2) Petugas yang menerapkan peraturan hukum harus menunaikan tugasnya dengan baik dan mengumumkan sescara luas. (3) Pasilitas yang ada diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan hukum. (4) Warga masyarakat yang menjadi sasaran peraturan tersebut akan bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku bagi aktivitasnya tergantung kepada tiga variabel, yaitu apakah normanya telah disampaikan , apakah normanya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan bagi posisi itu dan apakah warga masyarakat yang terkena peraturan digerakkan oleh motifasi yang menyimpang. Selanjutnya Lon Fuller mengemukakan 8 (delapan) prinsip tolak ukur hukum utamanya adalah sosok sebagai peraturan perundang-undangan, yakni: 44 (1) Undang-undang yang bersifat umum memerlukan peraturan pelaksanaan (2) Undang-undang agar dapat memenuhi fungsi mengatur harus diumumkan.
43 44
Ibid. hlm. 12 Ibid. hlm. 12
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
49 (3) Undang-undang tidak boleh berlaku surut apabila ia dilihat sebagai alat pemandu tingkah laku (dimasa yang akan datang). (4) Undang-undang harus jelas , tidak boleh mempunyai arti ganda , dalam konteks hermenetika atau metode penafsiran undang-undang. (5) Undang-undang tidak boleh bertentangan secara bathiniah, dalam arti undangundang tidak boleh melarang dan membolehkan suatu perbuatan pada waktu yang bersamaan. (6) Undang-undang tidak boleh menuntut hal yang tidak mungkin. (7) Undang-undang harus menjaga konsistensi, dalam arti undang-undang tidak boleh sering berubah, dan, (8) Undang-undang tidak hanya berlaku untuk rakyat, tetapi juga mengikat penguasa. (NR. Segra, et.al, 1983 : 122-128) B. Penataan Ruang 1. Pengertian Tata Ruang Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang , yang dimaksud dengan ruang adalah “Wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya” Selanjutnya, dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No. 327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
50 “Wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.” Adapun yang dimaksud dengan wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan buatan yang secara hirarkhis berhubungan satu dengan yang lainnya
Sedang yang
dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang meliputi pola lokasi, sebaran permukiman, tempat kerja, industri, pertanian, serta pola penggunaan tanah perkotaan dan pedesaan, dimana tata ruang tersebut adalah tata ruang yang direncanakan, sedang tata ruang yang tidak direncanakan adalah tata ruang yang terbentuk secara alami, seperti aliran sungai, gua, gunung dan lain-lain 45 Selanjunya Pasal 1 angka 5 menyebutkan yang dimaksud dengan penataan ruang adalah “suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang”. Tata ruang berarti susunan ruang yang teratur. Dalam kata teratur tercakup pengertian serasi dan sederhana sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan. Karena itu pada tata ruang, yang ditata adalah tempat berbagai kegiatan serta sarana dan prasaranya . Suatu tata ruang yang baik dapat dihasilkan dari kegiatan menata ruang yang baik disebut penataan ruang. Dalam pengertian ini , penataan ruang terdiri dari
45
Juniarso Ridwan & Ahmad Sodik Sudrajat, Hukum Tata Ruang dalam konsep kebijakan otonomi daerah Cetakan I, (Bandung: Pewnerbit NUANSA 2007) hlm. 24 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
51 tiga kegiatan utama yaitu perencanaan tata ruang, perwujudan tata ruang dan pengendalian tata ruang 46 Perencanaan tata ruang merupakan kegiatan merumuskan dan menetapkan manfaat ruang dan kaitannya atau hubungan antara berbagai manfaat ruang, berdasarkan kegiatan-kegiatan yang perlu dan dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan manusia di masa yang akan datang. Tingkat manfaat ruang ini juga akan sangat bergantung kepada pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia atau dapat disediakan secara optimal. Dengan demikian perencanaan tata ruang akan menghasilkan rencanarencana tata ruang untuk memberikan gambaran tentang ruang mana, untuk kegiatan apa dan kapan 47 Perencanaan atau plenning merupakan suatu proses, sedangkan hasilnya berupa rencana, dapat dipandang sebagai suatu bagian dari setiap kegiatan yang lebih sekedar refleks yang berdasarkan perasaan semata. Tetapi yang penting perencanaan merupakan suatu komponen yang penting dalam setiap keputusan sosial, setiap unit keluarga, kelompok, masyarakat, maupun pemerintah terlibat dalam perencanaan pada saat membuat keputusan atau kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk mengubah sesuatu dalam dirinya atau lingkungannya. Pada negara hukum dewasa ini, suatu rencana tidak dapat dihilangkan dari hukum administrasi. Rencana dapat dijumpai pada berbagai bidang kegiatan pemerintahan, misalnya dalam pengaturan tata ruang. Rencana merupakan
46
M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia (Bandung: Penerbit PT. Alumni, 2001), hlm.80. 47 Ibid. hlm. 81 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
52 keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari tata usaha negara yang mengupayakan terlaksananya keadaan tertentu yang tertib. Rencana yang demikian itu dapat dihubungkan dengan stelsel perizinan, misalkan suatu perizinan pembangunan akan ditolak oleh karena tidak sesuai dengan rencana peruntukan. Selanjutnya dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No. 327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang yang dimaksud dengan Rencana Tata Ruang adalah “hasil perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang” Maksud diadakannya perencanaan tata ruang adalah untuk menyerasikan lahan dan ruang dapat dilakukan secara optimal, efisien, dan serasi. Sedangkan tujuan diadakannya adanya suatu perencanaan tata ruang adalah untuk mengarahkan sturuktur dan lokasi beserta hubungan fungsionalnya yang serasi dan seimbang dalam rangka pemanfaatan sumber daya manusia, sehingga tercapainya hasil pembangunan yang optimal dan efisien bagi peningkatan kualitas manusia dan kualitas lingkungan hidup secara berkelanjutan. Penataan ruang sebagai suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan sistem yang tidak dapat terpisahkan satu sama lainnya. Untuk menciptakan suatu penataan ruang yang serasi harus memerlukan suatu peraturan perundang-undangan yang serasi pula diantara peraturan pada tingkat tinggi sampai pada peraturan pada tingkat bawah, sehingga terjadinya suatu koordinasi dalam penataan ruang.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
53 Dalam pejelasan umum nomor 4 dari UU No. 26 tahun 2007 menyebutkan Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah. Namun untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman , nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggung jawab, penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaanya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antar daerah, antar pusat dan daerah, antarsektor dan antar pemangku kepentingan. Dalam undang-undang ini, penataan ruang didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Salah satu konsep dasar pemikiran tata ruang menurut UUPA No. 5 Tahun 1960 dapat kita temukan dalam Pasal 2, 14 dan 15. Sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, tentang pengertian hak menguasai dari negara terhadap konsep tata ruang, Pasal 2 UUPA memuat wewenang untuk 48 : (1)
mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
(2)
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa
(3)
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.
48
Ibid. hlm. 79
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
54 Konsep tata ruang dalam tiga dimensi tersebut di atas terkait dengan mekanisme kelembagaan dan untuk perencanaannya diatur dalam Pasal 14 yang mengatakan: (1)
pemerintah dalam rangka membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa; dan
(2)
berdasarkan rencana umum tersebut Pemda mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa.
Selanjutnya Pasal 15 mengatur tentang pemeliharaan tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya yang merupakan kewajiban setiap orang, badan hukum, atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu dengan memperhatikan pihak ekonomi lemah. Tanah adalah ruang daratan yang merupakan bagian/subsistem dari ruang secara keseluruhan 49 Pasal 16 UUPA mewajibkan pemerintah untuk menyusun rancangan umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan tanah untuk berbagai macam keperluan pembangunan. Dalam UUPA sendiri tidak ada penegasan arti dari ketiga istilah tersebut. Namun nampak tujuan dari setiap rencana ini tidak lain adalah untuk mewujudkan cita-cita yang terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945 yakni untuk kemakmuran rakyat
49
Mieke Komar Kantaatmadja, Hukum Angkasa dan Hukum Tata Ruang, (Bandung, Penerbit CV. Mandar Maju, 1994), hlm.116 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
55 Rencana umum persediaan tanah adalah suatu pemenuhan kebutuhan tanah untuk berbagai pembangunan, yang dikaitkan dengan rencana umum peruntukan tanah. Persediaan tanah untuk pembangunan yang baik adalah persediaan tanah yang didasarkan pada kondisi obyektif fisik tanah. Rencana umum peruntukan tanah harus sepenuhnya didasarkan kepada kondisi obyektif fisik tanah dan keadaan lingkungan, oleh karena itu rencana umum peruntukan tanah di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/kota seharusnya memiliki kesamaan. Rencana umum penggunaan tanah adalah usaha pemenuhan tanah untuk rencana pembangunan atau program-program yang sudah ada. Dengan demikian rencana umum penggunaan tanah baru dapat disusun setelah adanya program pembangunan, sedangkan penyusunan rencana umum mengenai peruntukan tanah maupun persediaan tanah tidak perlu menunggu program-program pembangunan. Pada negara hukum kemasyarakatan hukum modern, rencana selaku figur hukum dari hubungan hukum administrasi tidak dapat lagi dihilangkan dari pemikiran. Rencanarencana dijumpai pada pelbagai bidang kegiatan pemerintahan, misalnya pengaturan tata ruang, pengurusan kesehatan, dan pendidikan 50
50
Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the Indonesian Administrative Law) (Yogyakarta, 1995 dicetak oleh : Gajah Mada University Press). Hlm. 156. Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
56 Suatu rencana peruntukan terdiri dari bagian-bagian berikut ini: 51 a. Peta Perencanaan Di sini terdapat peruntukan dari tanah dimaksud. Peta perencanaan itu dapat dipandang sebagai suatu himpunan (bundel) keputusan yang saling berkaitan b. Peraturan Berkenaan dengan Penggunaan (Pemanfaatan). Peraturam berkenaan dengan penggunaan (pemanfaatan) ini dapat dipandang sebagai peraturan perundang-undangan. Bagi wilayah dari rencana itu dapat diberlakukan secara berulang kali. Perencanaan kiranya juga berperan pada upaya pembebasan hak atas tanah. Pada Pasal 4 ayat (3) dari Peraturan Menteri Dalam Negeri, Nomor 5 Tahun 1975 tentang ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah di kemukakan bahwa permohonan pembebasan tanah untuk keperluan pemerintah harus disertai dengan keterangan-keterangan tentang: a. Status tanahnya (jenis/macam haknya, luas dan letaknya); b. Gambar situasi tanah; c. Maksud dan tujuan pembebasan tanah dan penggunaan selanjunya; d. Kesediaan untuk memberikan ganti rugi atau fasilitas-fasilitas lain kepada yang berhak atas tanah. Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah tersebut, wewenang penyelenggaraan penataan ruang oleh pemerintah dan pemerintah daerah,
51
Ibid. hlm. 157
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
yang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang, didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan wilayah administratif tersebut, penataan ruang seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas wilayah nasional, wilayah provinsi, wilayah kabupaten, dan wilayah kota, yang setiap wilayah tersebut merupakan subsistem ruang menurut batasan administratif. Di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan, dan dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, yang apabila tidak ditata dengan baik dapat mendorong ke arah adanya ketidakseimbangan pembangunan antarwilayah serta ketidak sinambungan pemanfaatan ruang. Berkaitan dengan penataan ruang wilayah kota, undang-undang ini secara khusus mengamanatkan perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang proporsi luasnya ditetapkan paling sedikit 30% dari luas wilayah kota, yang diisi oleh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan yang melimpahkan 9 kewenangan kepada Pemerintah Daerah diatur dalam Pasal 2 ayat (2), yaitu: 1. pemberian izin lokasi; 2. penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan; 3. penyelesaian tanah garapan; 4. penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
58 5. penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum serta tanah absentee; 6. penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat; 7. pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong; 8. pemberian izin membuka tanah; 9. perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten/kota. Dengan adanya pelimpahan kewenangan tersebut, berarti kewenangan di bidang pertanahan masih dipegang oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah hanya punya kewenangan apabila ada pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat. Dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan, mengatur tentang urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dan kabupaten/kota, sebagai berikut: Pasal 13 ayat (1) berbunyi : Urusan wajib yang menjadi kewenangan kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan skala provinsi yang meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan f. penyelenggaraanpendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
59 g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; i. fasilitasipengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk termasuk lintas kabupaten/kota; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kabupaten; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penananaman modal termasuk lintas kabupaten/ kota o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 14 ayat (1) huruf k juga menyebut salah satu urusan wajib pemerintah daerah kabupaten/kota adalah pelayanan pertanahan. Bunyi selengkapnya Pasal 14 ayat (1) adalah sebagai berikut: Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan dalam skala kabupaten/kota yang meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan ; b. perencanaan dan pemanfaatan dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
60 f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Menurut kedua pasal tersebut, salah satu urusan wajib pemerintahan daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota adalah pelayanan pertanahan. 2. Perencanaan Tata Ruang Perencanaan tata ruang sering dipandang sebagai titik signifikansi bagi pencapaian keberhasilan pembangunan. Dikatakan signifikan karena dengan adanya suatu perencanaan akan membawa pada suatu perencanaan akan membawa pada suatu pilihan berhasil atau tidaknya kegiatan dalam mencapai suatu tujuan pembangunan. Rencana merupakan suatu keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari tata usaha negara yang mengupayakan terlaksananya suatu keadaan tertentu yang tertib, dan rencana semacam itu dapat dikaitkan dengan stelsel perizinan misalnya
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
61 suatu permohonan izin bangunan harus ditolak manakala hal ini bertentangan dengan rencana peruntukan. Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka daerah provinsi, kabupaten/kota berhak melakukan suatu perencanaan tata ruang sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh masingmasing pemerintah daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjelaskan mengenai kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh setiap tingkatan pemerintahan sebagai berikut: a. Kewenangan Pemerintah dalam penataan ruang terdapat dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) sampai dengan ayat (6) UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 1. Wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi : a. pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional, provinsi dan kabupaten/kota. b. Pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional; c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional dan, d. Kerjasama penataan ruang antar negara dan pemfasilitasan kerjasama penataan ruang antar provinsi
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
62 2. Wewenang pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang nasional meliputi : a. perencanaan tata ruang wilayah nasional; b. pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional. 3. Wewenang pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional meliputi : a. penataan kawasan strategis nasional; b. perencanaan tata ruang kawasan strategis nasional; c. pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strtegis nasional. 4. Pelaksanaan pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan kawasan
strategis nasional sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf c dan huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah melalui dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan. 5. Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang pemerintah berwenang menyusun dan menetapkan pedoman bidang penataan ruang. 6. Dalam rangka pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) pemerintah: a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan: 1. rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
63 2. arahan peraturan zonasi untuk sistem nasional yang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional; 3. menetapkan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang. b. Kewenangan pemerintah provinsi dalam penataan ruang terdapat dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) sampai dengan ayat (7) UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 1. Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: a. pengaturan , pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota; b. pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi. c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan d. kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerjasama penataan ruang antarkabupaten/ kota. 2. Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : a. perencanaan tata ruang wilayah provinsi; b. pemanfaatan ruang wilayah provinsi ; dan c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
64 3. Dalam penataan ruang kawasan stategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah provinsi melaksanakan : a. penataan kawasan strategis provinsi ; b. perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi; c. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi. 4. Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kota melalui tugas pembantuan. 5. dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi, pemerintah daerah provinsi dapat menyusun petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota. 6. dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5), pemerintah daerah provinsi : a. menyebarluaskan rencana informasi yang berkaitan dengan : 1. rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi; 2. arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi yang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan 3. petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang. b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
65 7. Dalam hal pemerintah daerah provinsi tidak dapat memenuhui standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, pemerintah mengambil kerangka penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam penataan ruang terdapat dalam ketentuan pasal 11 ayat (1) sampai dengan ayat (6) Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang: 1. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi : a. pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten / kota ; b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan d. kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota. 2. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : a. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota; b. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
66 3. Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
huruf
c
pemerintah
daerah
kabupaten/kota melaksanakan: a. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota; b. perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota; c. pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. 4. dalam melaksanakan kewenangan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pemerintah daerah kabupaten/kota mengacu kepada pedoman bidang penataan ruang dan petunjuk pelaksanaannya. 5. dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), pemerintah daerah kabupaten/kota; a. menyebar luaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dengan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; b. melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang. 6. Dalam hal pemerintahan daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang pemerintahan daerah provinsi dapat mengambil langkah menyelesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan undang-undang penataan ruang diatas tesebut dijelaskan kembali dalam Pasal 13 dan 14 Undang-undang No.32 Tahun 2004
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
67 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwasanya urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota dalam skala provinsi dan kabupaten/kota meliputi perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang. Selanjutnya, pemerintah daerah dalam melaksanakan kewajibannya tersebut haruslah melakukan suatu langkah yang konkret yang disesuaikan dengan kewenangan yang dimilikinya. Kewenangan yang melekat pada pemerintah kabupaten/kota dalam administrasi negara disebut dengan sikap dan tindak administrasi negara. Sikap dan tindak yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat diwujudkan dalam suatu bentuk kebijakan. Bila dilihat dari sudut hukum administrasi negara, kebijakan pemerintah daerah terdiri dari dua bentuk, yaitu: 1. Ketetapan atau keputusan (beschiking) 2. Peraturan daerah (beleid) Ketetapan atau keputusan yang dibuat oleh pejabat tata usaha negara yang dalam hal ini sering disebut sebagai keputusan bupati/walikota, biasanya sering dilihat dalam bentuk izin. Sementara peraturan daerah merupakan suatu produk hukum yang merupakan hasil penetapan dari DPRD. Peraturan daerah dibuat sebagai instrumen untuk melaksanakan pengaturan atau pengurusan rumah tangga daerah. Sehubungan dengan penataan ruang, maka perencanaan tata ruang yang dibuat oleh daerah, baik itu kabupaten/kota, harus sesuai peraturan daerah yang telah
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
68 dibuat sebelumnya, bahkan untuk lebih memberikan kekuatan hukum, perencanaan tata ruang wilayah yang akan dibuat harus disahkan melalui peraturan daerah. 3. Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan Bahwa menurut Pasal 8 Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2003 – 2018 menyebutkan Kebijakan pengembangan tata ruang yang ditetapkan pada tingkat nasional dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), dipertimbangkan dalam RTRWP Sumatera Utara yang meliputi : a. menetapkan Medan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN); b. menetapkan Pematangsiantar, Rantau Prapat, Kisaran, dan Sibolga sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW); c. menetapkan kawasan andalan di sekitar PKW untuk pengembangan sektor unggulan; d. menetapkan kawasan perkotaan Medan-Binjai-Deli Serdang (MEBIDANG) sebagai kawasan
tertentu
yang
mempunyai
nilai
strategis
untuk
diprioritaskan
pengembangannya dalam konstelasi Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) e. menetapkan Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan utama sekunder, pelabuhan Sibolga dan Kuala Tanjung sebagai pelabuhan pengumpan regional, serta pelabuhan Gunung Sitoli dan Teluk Nibung sebagai pelabuhan pengumpan lokal; f. bandar udara polonia di Medan diarahkan sebagai pusat penyebaran primer.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
69 Bahwa sesuai dengan tujuan dan sasaran Rencana Umum Tata Ruang Kota( RUTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Medan maka wujud akhir Rencana Umum Tata Ruang Kota yang ingin dicapai adalah usaha menata bentuk pemanfaatan dan fungsi ruang kota sehingga mencapai struktur yang berdaya guna serta terjaga kelangsungan dan kelestariannya. Wujud Kota Medan yang di lihat sekarang ini merupakan hasil dari suatu proses pengambilan keputusan yang telah diambil oleh banyak pihak dalam suatu kurun waktu. Dalam proses pembentukannya, sejak dari lingkungan kecil hingga menjadi sebuah kota saat ini, Kota Medan memiliki suatu rangkaian proses yang tumbuh berdasarkan kecendurungan yang paling menguntungkan penduduk pada masa itu juga berdasarkan antisipasi terhadap kebutuhannya di masa berikutnya. Dari wujud fisik Kota Medan yang kita lihat, dapat diamati adanya pola dan bentukan fisik yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang pernah dihadapi pada saat pembentukannya, baik berupa intervensi teknologi, sosial politik, budaya dan ekonomi maupun keadaan alam sekitarnya. Seiring dengan perkembangan waktu dan jaman, wujud Kota Medan mengalami perubahan-perubahan. Dalam perubahan tersebut, selain aspek fisik (berupa elemen-elemen pembentuk lingkungan), aspek non fisik juga ikut mengalami perubahan secara timbal balik, yaitu yang menyangkut pola perilaku sosial, politik, pandangan-pandangan hidup dan sebagainya.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
70 Pendekatan penyusunan RUTRK Kotamadya Medan adalah 52 a. Kebijaksanaan (policies) dasar pengembangan seluruh Kota Medan berisi tentang tujuan pengembangan tiap WPP dan arah kebijaksanaan pokok yang diambil. Kebijaksanaan pokok tersebut menguraikan arahan-arahan pengembangan WPP pada masa yang akan datang. Arahan tersebut berpedoman pada kebijaksanaankebijaksanaan pokok, antara lain, seperti yang telah dan akan digariskan dalam pola dasar pembangunan daerah, RIK Medan tahun 1974-2000, MUDP-II, dan Strategi Mebidang (RUDS-MMA) b. Rencana Tata Ruang hingga tahun 2005 dengan skala 1:20.000. rencana ini berisi rencana umum tata ruang kota yang meliputi rencana struktur kawasan, rencana pengembangan kawasan komersial, perdagangan, perkantoran, perumahan dan kawasan terbuka, rencana integrasi (fokus kegiatan peruntukan), rencana ketinggian bangunan, rencana kepadatan bangunan, pola tapak kota, pola transportasi dan perpakiran. c. Pedoman Pelaksanaan (implementasi) rencana pembangunan di setiap WPP. Pedoman ini berisikan tentang cara penerapan rencana tersebut di lapangan. d. Indikasi Program dan sumber daya pembangunan. Indikasi program meliputi program jangka panjang, program berdasarkan tahapan pelita dan program tahunan. Sumber dana pembangunan meliputi perkiraan besarnya investasi, dan sumber dana.
52
Baca RUTRK Kodya Medan, tanpa tahun penerbitan, hlm. I-5
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
71 e. Institusi Pengawasan pelaksanaan rencana, meliputi pembahasan tentang lembaga yang akan melaksanakan rencana, sistem dan struktur organisasi pengelolaan, serta badan yang mengawasi pelaksanaan tersebut. Lingkup materi perencanaan adalah aspek kependudukan, perekonomian, fisik dasar, penggunaan lahan kota, aspek fasilitas pelayanan dan prasarana, serta aspek administrasi/pengelolaan pembangunan kota yang dituangkan dalam suatu formulasi umum tata ruang kota. Pendekatan perencanaan RUTRK Kotamadya Medan adalah : 1. Menghimpun serta mengkaji informasi yang relevan dengan masalah wilayah perencanaan, baik yang bersumber dari pemerintah (Pemda Kotamadya Medan), swasta, masyarakat setempat serta literatur pada umumnya. 2. Melakukan survei berupa survei instansi, survei lapangan, survei objek khusus maupun interview. Interview dilakukan untuk melengkapi ketiga survei tersebut bila dianggap sangat diperlukan guna memperoleh keterangan yang lebih rinci. Bahkan dibentuk kelompok kerja (Pokja) yang anggotanya terdiri dari aparat Pemda dan Bappeda, Dinas otonom serta instansi vertikal. 3. Melakukan kompilasi data dan analisis berupa penilaian berbagai keadaan. Hal ini dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip, pendekatan dan metode, serta teknik analisis perencanaan kota yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun secara praktis. Penyusunan RUTRK Kodya Medan Tahap I telah berlangsung hingga tahap analisis. Tahap II merupakan penyusunan alternatif rancangan rencana dan rencana. (kerangka pemikiran penyusunan RUTRK Kodya Medan).
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
72 4. Menyusun alternatif rancangan rencana yang berisi tentang rumusan kebijaksanaan dasar pengembangan tata ruang kota, tujuan pembangunan dan pengendalian tata ruang kota, rancangan rencana fisik kota, serta pokok-pokok pelaksanaan pembangunan. 5. Menyusun rencana yang merupakan penyempurnaan rancangan rencana. Materinya sama dengan rancangan rencana, hanya disusun dengan uraian dan gambar-gambar yang lebih lengkap. Dalam Pasal 1 Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Medan No. 4 Tahun 1995 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Tahun 2005 disebutkan: Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) pada prinsipnya diarahkan untuk memperoleh gambaran perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian serta fungsi ruang atau lahan Kotamadya Daerah Tingkat II Medan saat ini dan untuk masa mendatang, guna menentukan aspek strategis dan struktur kota yang berdaya guna, tepat guna serta mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan Kota sehingga dapat terjaga kelangsungan dan kelestariannya. Selanjutnya dalam Pasal 3 Keputusan Walikota Medan Nomor 66 Tahun 2002 Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan disebutkan :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
73 Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang tata kota dan tata bangunan, antara lain menyusun, mengembangkan dan mengendalikan rencana tata ruang kota, pengurusan perizinan dan pembinaan terhadap pembangunan fisik kota yang sehat dan terarah sesuai dengan rencana tata ruang kota dan pola kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota serta melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya. Selanjutnya disebutkan dalam Pasal 4 Surat Keputusan Walikota Medan No. 66 Tahun 2002 menyebutkan : Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan mempunyai fungsi : a. merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis dibidang tata kota dan tata bangunan; b. mengadakan
kegiatan-kegiatan
penelitian
dalam
rangka
perumusan,
pengembangan dan penerapan rencana tata ruang kota dan kebijaksanaan penataan ruang kota dan penataan bangunan; c. mengevaluasi dan merevisi rencana tata ruang kota dan kebijaksanaan penataan ruang kota dan penataan bangunan yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta norma-norma penataan kota dan bangunan yang berlaku;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
74 d. menghimpun data dan informasi, mengadakan pengukuran dan pemetaan dalam rangka penyusunan dan evaluasi rencana tata ruang kota dan kebijaksanaan penataan ruang kota dan penataan bangunan. e. perumusan kebijaksanaan teknis, pemberian bimbingan, penyuluhan dan pembinaan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan Kepala Daerah dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; f. melaksanakan pola dan pengembangan rencana tata ruang kota dan kebijaksanaan penataan ruang dan penataan bangunan yang telah ditetapkan; g. memberikan pelayanan terhadap permohonan Keterangan Rencana Peruntukan (KRP), Keterangan Situasi Bangunan (KSB) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta memungut retribusi atas pemberian KRP, KSB dan IMB tersebut sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku; h. mengadakan pengawasan dan penindakan penertiban terhadap pelestarian dan kebijaksanaan penataan ruang kota dan penataan bangunan serta teknis konstruksi yang telah ditetapkan , bekerjasama dengan instansi terkait; i. merumuskan kebijaksanaan dan pengawasan terhadap pelestarian dan konservasi; j. mengarahkan partisifasi masyarakat dalam pembangunan kota; k. melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya; l. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah. Dalam Pasal 4 Perda No. 4 Tahun 1995 disebutkan; Struktur Pemanfaatan Ruang Kota
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
75 (1) Konsep Struktur Tata Ruang Kotamadya Medan adalah : a. Membatasi perkembangan secara linier yang mengikuti jalan-jalan Arteri Primer yang ada sekarang (arah Utara-Selatan). b. Mengembangkan kota ke arah Barat, Timur dan Utara c. Pengembangan utama ke arah Utara dengan penekanan pada kegiatan komersial industri berskala luas (kawasan Industri Medan/KIM, Kawasan Industri Belawan/KIB, Kawasan Berikat dan Pelabuhan Laut). (2) Rencana Pemanfaatan Ruang Kotamadya Daerah Tingkat II Medan pada Tahun 2005, adalah : a. Perumahan terletak menyebar di Kotamadya Medan, seluas 14.311,36 Ha. b. Fasilitas lingkungan terletak menyebar di Kotamadya Medan seluas 2.247,48 Ha, berupa : i. Fasilitas Pendidikan, seluas 767,65 Ha ii. Fasilitas kesehatan, seluas 71,66 Ha iii. Fasilitas peribadatan, seluas 68,62 Ha iv. Fasilitas sosial, seluas 4.757 Ha v. Fasilitas olah raga dan rekreasi seluas 619,65 Ha vi. Fasilitas pelayanan pemerintah, seluas 58,16 Ha vii. Fasilitas perdagangan, seluas 588,31 Ha viii. Fasilitas transportasi, seluas 68,86 Ha c. Ruang terbuka hijau terletak menyebar di Kotamadya Medan, seluas 2651 Ha. d. Lahan pemakaman terletak menyebar di Kotamadya Medan, seluas 59,16 Ha.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
76 e. Kawasan Industri terdiri dari : i. Kawasan Industri Medan (KIM) terletak di Kecamatan Medan Deli, seluas 370 Ha. ii. Kawasan Industri Baru (KIB) terletak di Kecamatan Medan Belawan dan Medan Labuhan, seluas 1345 Ha. f. Prasarana jalan terletak menyebar di Kotamadya Medan, seluas 3353,81 Ha. g. Penggunaan lain-lain berupa Pelabuhan, Pusat Perdagangan dan Bisnis/Central Bussines District (CBD) dan Gudang terletak di Kecamatan Medan Belawan, Medan Polonia dan Medan Deli, seluas 2.172,19 Ha.
Pasal 5 Struktur Utama Tingkat Pelayanan Kota Tingkat Pelayanan di Kotamadya Medan terdiri dari : a. Pusat
Kota
yang
melayani
seluruh
Kotamadya
Medan
dan
Wilayah
Pengembangan Pembangunan (WPP) D mencakup 4 kecamatan yaitu Kecamatan Medan Baru, Medan Maimoon, Medan Polonia, Medan Kota dan Medan Johor. b. Sub Pusat Belawan yang melayani Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) A mencakup 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Medan Belawan, Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Labuhan. c. Sub Pusat Tanjung Mulia yang melayani Wilayah Pengambangan Pembangunan (WPP) B mencakup Kecamatan Medan Deli.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
77 d. Sub Pusat Aksara yang melayani Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) C mencakup 6 Kecamatan yaitu Kecamatan Medan Timur, Medan Perjuangan, Medan Area, Medan Denai, Medan Tembung dan Medan Amplas. e. Sub Pusat Sei Sikambing yang melayani Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) E mencakup 6 Kecamatan yaitu Kecamatan Medan Barat, Medan Petisah, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Tuntungan dan Medan Selayang. Pasal 6 Sistem Utama Transportasi (1) Konsep Pengembangan jaringan jalan di Kota Medan : a. Pengembangan Jaringan Jalan Jalan lingkar Dalam yaitu Jalan Halat, Jalan Ir. H. Juandal, Jalan Mongonsidi, Jalan Dr. Mansyur, Jalan Setia Budi, Jalan Sunggal, Jalan Kapten Muslim, Jalan Pembangunan, Jalan Sukaramai, Jalan Bambu II, Jalan Pelita II, Jalan Pancing, Jalan AR. Rahman Hakim. b. Pengembangan Jaringan Jalan Lingkar Luar yaitu Jalan Karya Jasa, Jalan Ngubah Surbakti, Jalan Industri, Jalan Pondok Kelapa, Jalan Asrama, Jalan Helvetia By Pass, Jalan Pertempuran dan Jalan Cemara. c. Pengembangan Jaringan Jalan Radial yaitu Jalan Sisingamangaraja, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Letjen Jamin Ginting, Jalan Jen. Gatot Subroto, Jalan Yos Sudarso, Jalan Letda Sujono. d. Pengembangan Jaringan Jalan dengan Pola “Grid” untuk jalan lokal.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
78 e. Pengembangan Jaringan Jalan Lingkar Paling luar yaitu Jalan Pinang Baris (2). Kebijaksanaan pokok pengembangan jaringan kereta api di Kotamadya Medan adalah mengaktifkan kembali angkutan umum kereta api yang melayani angkutan lokal untuk mengurangi beban angkutan jalan raya yaitu jaringan Pusat Kota-Belawan, Pusat Kota-Tembung, Pusat Kota-Delitua, Pusat Kota-Pancur Batu, dan Pusat KotaBinjai Pasal 7 Sistem Utama Jaringan Utilitas (1). Pelayanan sistem jaringan air bersih tahun 2005 akan melayani suluruh Kotamadya Medan. (2). Pelayanan air limbah di Kotamadya Medan dilayani dengan: a. Sistem perpipaan air limbah yang melayani penduduk dengan kepadatan tinggi yaitu di Kecamatan Medan Kota dan Medan Area. b. Sistem individu ( Septik Tank ) pada daerah dengan kepadatan penduduk sedang dan rendah (3). Pelayanan listrik pada tahun 2005 akan melayani seluruh Kotamadya Medan dan sistem penyaluran melalui transmisi untuk Kota Medan dan sekitarnya adalah: a. Sistem Ring 150 KV : Paya Pasir-Sei Rotan-Titi Kuning-Paya Geli-Pasar Pasir. b. Sistem Radial terhubung ke Gardu Induk (GI) : Mabar, Labuhan, Glugur dan suplai dari pembangkit Belawan, penambahan Gardu Induk Lamhotma, Kim, Pancing, Perbaungan dan Perluasan Gardu Induk yang telah ada.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
79 c. Penambahan alternatif penyaluran dari pembangkit Belawan ke Binjai dan Sei Rotan. d. Peningkatan Gardu hubung menjadi Gardu Induk di Selayang, Sunggal, Helvetia dan Tanjung Morawa. (4) Program pembangunan sarana telepon di Kotamadya Medan direncanakan berbentuk Sentral Telepon Otomat (STO) yang terdiri dari beberapa sentral. (5) Pelayanan persampahan tahun 2005 akan melayani seluruh Kotamadya Medan dan direncanakan dapat dilayani oleh 2 (Dua) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yaitu di Namo Bintang dan Kelurahan Terjun. (6) Pelayanan gas di Kotamadya Medan akan Melayani rumah tangga di sekitar pusat kota, daerah perdagangan (komersil) dan industri. Pasal 8 Pengembangan Pemanfaatan Air Baku Sungai-sungai yang melalui Kota Medan digunakan sebagai saluran drainase primer dan sumber air bersih seperti Sungai Deli dan Sungai Belawan. Pasal 9 Indikasi Unit Pelayanan Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan penduduk, maka pembagian unit-unit pelayanan di Kotamadya Medan terdiri dari : a. Pusat Kota b. Sub Pusat Kota, terdiri dari : 1. Sub Pusat Belawan 2. Sub Pusat Tanjung Mulia
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
80 3. Sub Pusat Aksara 4. Sub Pusat Sei Sikambing Pasal 10 Rencana Pengelolaan Pembangunan Kota (1) Arahan tahapan pelaksanaan pembangunan dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTK) Kotamadya Medan Tahun 2005 ini dituangkan dalam indikasi menilai Program Pembangunan yang meliputi komponen utama kota dan akan merupakan kelengkapan dan mengisi Pola Dasar Pembangunan Daerah Kotamadya Medan dan Repelitada VI dan VII Kotamadya Medan. (2) Arahan Penangan I Lingkungan perumahan melalui : a. Pengembangan sistem pengadaan perumahan dan tanah untuk perumahan, terutama bagi lapisan masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemudahankemudahan yang terjangkau yaitu pembangunan Rumah Sederhana (RS), Rumah Sangat Sederhana (RRS) dan pembangunan desa nelayan. b. Meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman padat melalui perbaikan lingkungan (kampung)/KIP secara terpadu. c. Pembangunan perumahan baru terutama diarahkan ke Bagian Utara, Timur, dan Barat Kota Medan dan disekitar kegiatan-kegiatan tertentu. d. Terlaksananya usaha pemenuhan kebutuhan satu rumah untuk satu rumah tangga sesuai dengan tingkat kemampuan dan aspirasi tiap golongan penghasilan masyarakat.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
81 e. Terbentuknya lingkungan perumahan yang layak dan nyaman bagi hunian, serta memiliki tingkat kemudahan yang memadai. f. Terwujudnya fungsi pembangunan perumahan sebagai faktor penentu dalam mewujudkan pola kepadatan penduduk, pola penyebaran lokasi lapangan kerja dan faktor perangsang bagi terlaksananya perkembangan kota yang diharapkan. g. Preservasi dan konservasi bangunan bersejarah di Kotamadya Medan. (3) Sumber pembiayaan pembangunan Kota Medan diarahkan berasal dari APBN, APBD Tingkat I Sumatera Utara, APBD Tingkat II Medan, Penanaman Modal Swasta Asing (PMA) dan Dalam Negeri (PMDN), Swadaya Masyarakat, dan Bantuan Lembaga atau Negara Asing (Bantuan Luar Negeri/BLN) (4) Pengorganisasian aparatur pelaksana pembangunan kota di Kotamadya Medan secara struktural : a. Membentuk atau mengoptimalkan satuan-satuan organisasi dan memperluas lingkup tugas pekerjaannya. b. Menjalin hubungan menyeluruh dengan segenap tugas pekerjaan antara satu instansi dengan instansi lain. c. Mempertegas hubungan kerja antara petugas satu dengan lainnya. (5) Peningkatan kuantitas dan kualitas penyelenggaraan Rapat Koordinasi Pembangunan (RAKORBANG) Pasal 11 Kebijaksanaan Dasar Pengembangan Tata Ruang Kotamadya Medan adalah :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
82 a. Meningkatkan kemampuan lahan kawasan kota sesuai dengan potensi nilai ekonomi yang dimiliki, dengan prinsip : 1. Mengupayakan pertumbuhan Kota Medan sesuai dengan kebutuhan. 2. Mengupayakan penyediaan sarana dan prasarana dan menjadikan kota mandiri. 3. Mengupayakan perkembangan Kota Medan dengan Orientasi kecenderungan kebutuhan dan perkembangan di masa depan. b. Berlandaskan pada batasan-batasan fisik alami dan kelestarian lingkungan. c. Mengembangkan sistem pengendalian tanah perkotaan. d. Mengembangkan ketentuan-ketentuan lingkungan dan bangunan yang serasi dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.. 4. Kegiatan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Metropolitan Mebidang Dalam pengendalian pemanfaatan ruang selain m,emperhatikan adanya pola penggunaan lahan juga memperhatikan pola penggunaan lahan juga memperhatikan pola kegiatan / aktifitas yang terjadi di dalam penggunaan lahan tersebut. Pemanfaatan ruang ini mengacu pada sistem kegiatan yang berkembang dalam sebuah penggunaan lahan. Kegiatan pemanfaatan ruang adalah semua aktifitas
dan atau fungsi yang mungkin
terjadi dalam sebuah zona. Kegiatan pemanfaatan ini di dapatkan dari survey lapangan semua penggunaan yang ada di kawasan perencanaan pada khususnya dan Kawasan Metropolitan Mebidang pada umumnya. Guna menunjukkan ketentuan pemanfaatan ruang untuk penggunaan setiap lahan yang menunjukkan boleh tidaknya sebuah sistem kegiatan dikembangkan
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
83 dalam sebuah klasifikasi penggunaan lahan maka boleh tidaknya pemanfaatan ruang untuk sebuah hirarki peruntukan tanah ditunjukkan dengan 4 indicator yaitu; 1. Pemanfaatan diizinkan, karena sesuai dengan peruntukan tanahnya, yang berarti tudak akan ada peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain dari pemerintah kabupaten. 2. Pemanfaatan diizinkan secara terbatas atau dibatasi. Pembatasan dapat dengan standar pembangunan minimum, pembatasan pengoperasian, atau peraturan tambahan lainnya baik yang tercakup dalam ketentuan ini manapun ditentukan kemudian oleh pemerintah kabupaten. 3. Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat. Izin ini diperlukan untuk penggunaan-penggunaan yang memiliki potensi dampak penting pembangunan di sekitarnya pada area yang luas. Izin penggunaan bersyarat ini berupa AMDAL, RKL, dan RPL. 4. Pemanfaatan yang tidak diizinkan. Peraturan tentang penggunaan-penggunaan ditetapkan dalam suatu matriks yang dinamakan Matriks pemanfaatan ruang yang disusun kelompok dan sub-kelompok penggunaan pada baris-barisnya dan zona teknis pada kolom-kolomnya. Kegiatan perkotaan tidak dapat dikontrol hanya dengan pengaturan pemanfaatan lahan. Untuk itu akan mengatur intensitas pembangunan di Kawasan Metropolitan Mebidang sebagai pengendali pembangunan. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengaturan kepadatan, termasuk mengatur rasio kepadatan pembangunan kegiatan pada setiap zona di Kawasan Metropolitan Mebidang.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
84 Secara umum, aturan umum memuat ketentuan pengendalian untuk fisik lahan, kegiatan yang berkembang, prasarana, dan sarana yang didalamnya masing-masing memuat beberapa poin ketentuan. Fisik lahan, yang meliputi ketentuan pengaturan yang terkait dengan fisik lahan, antara lain KWT, KPU, dan KDH. a. KWT (Koefisien Wilayah Terbangun), merupakan prosentase yang menunjukkan alokasi lahan minimum untuk dibangun pada suatu zona. KWT ini ditetapkan dengan mempertimbangkan : 1. Tingkat pengisian/peresapan air (water recharge) 2. Jenis penggunaan lahan 3. Kebutuhan akan buffer zone b. KPU (Koefisien Sarana dan Prasarana Umum), merupakan prosentase yang menunjukkan alokasi lahan minimumuntuk penyediaan sarana dan prasarana umum. Angka prosentase yang ditunjukkan oleh KPU ini merupakan bagian dari KWT. Jadi dengan kata lain KPU menunjukkan prosentase alokasi lahan untuk penyediaan sarana dan prasarana umum dari alokasi lahan untuk kawasan terbangun. Adapun sarana dan prasarana umum yang dimaksud meliputi jalan, drainase, jaringan telepon dan listrik, ruang publik seperti taman, dan sebagainya. Dalam penentuan angka KPU mempertimbangkan : 1. hirarki jaringan sarana dan prasarana umum yang disediakan 2. jenis sarana dan prasarana umum yang disediakan c. KDH, merupakan angka prosentase berdasarkan perbandingan antara luas lahan terbuka untuk penanaman tanaman dan atau peresapan air terhadap luas persil
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
85 yang dikuasai (Konsep Dasar Panduan Penyusunan Peraturan Zonasi Wilayah Perkotaan, 2006). KDH ini ditetapkan dengan pertimbangan : 1. Tingkat pengisian/peresapan air 2. Besar pengaliran air 3. Rencana tata ruang Dalam perencanaan kawasan lindung ditetapkan kawasan lindung prioritas dengan kriteria sebagai ruang terbuka
hijau regional, kawasan konservasi dan/atau daerah
resapan air. a. Kawasan lindung prioritas meliputi; 1. kawasan pantai hutan bakau dan rawa di pantai utara; 2. situ-situ 3. waduk 4. kawasan rawa 5. kawasan hutan lindung 6. kawasan resapan air dan/atau retensi air. b. Penetapan lokasi kawasan lindung prioritas yang mencakup 2 (dua) atau lebih daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan keputusan bersama antar daerah; c. Proporsi ruang terbuka hijau public kota/perkotaan di kawasan MEBIDANG minimal 20% (dua puluh persen) dari luas wilayah masing-masing kota/perkotaan. Pemanfaatan pada kawasan hutan lindung dilarang menyelenggarakan :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
86 a. pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam , menggangu kesuburan serta keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian fungsi lingkungan hidup b. kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan dan perusakan terhadap kebutuhan kawasan dan ekosistemnya sehingga mengurangi/menghilangkan fungsi dan luas kawasan seperti perambahan hutan, pembukaan lahan, penebangan pohon dan perburuan satwa yang dilindungi c. kegiatan budi daya termasuk mendirikan bangunan kecuali bangunan yang diperlukan untuk menunjang fungsi hutan lindung dan/atau bangunan yang merupakan bagian dari suatu jaringan
atau transmisi bagi kepentingan umum antara lain pos
pengamatan kebakaran, pos penjagaan, papan petunjuk/penerangan, patok triangulasi, Tugu, menara kereta kabel, tiang listril, dan menara televise. Pemanfaatan pada kawasan resapan air dilarang menyelenggarakan: a. pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam, menggangu kesuburan serta keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarianflora dan fauna, serta kelestarian fungsi lingkungan hidup. b. kegiatan budi daya yang dapat menutup potensi resapan air sehingga mengurangi persediaan air c. melakukan penebangan hutan atau perusakan pemanfaatan resapan air. Pemanfaatan pada kawasan sempadan sungai dilarang menyelenggarakan :
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
87 a. Pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam, mengganggu kesuburan serta keawetan tanah, fungsi hidrologi dan hidraulis, kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian fungsi lingkungan hidup; b. pemanfaatan hasil tegakan; c. kegiatan yang merusak kualitas air sungai, kondisi fisik tepi sungai dan dasar sungai serta mengganggu aliran air. C. Pembangunan Berkelanjutan 1. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan Jika kita mengadopsi defenisi pembangunan berkelanjutan dari WCED (World Comission on Environment and Development) yang menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri maka ada empat prinsip dalam mencapai pembangunan yang harus dipenuhi yang meliputi: 53 a. pemenuhan kebutuhan manusia (fulfillment of human needs) b. memelihara integritas ekologi (maintenance of ecological integrity) c. keadilan social (social equity) d. kesempatan menentukan nasib sendiri (self determination) Beberapa usaha awal untuk memberikan batasan terhadap pembangunan berkelanjutan telah dibuat oleh Komisi Dunia untuk lingkungan hidup dan
53
Sudharto P. Hadi, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan ; (Diterbitkan dan Oleh Gajah Mada University Press, Juli 2005) h. 43-44. Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
88 pembangunan (WCED) pada tahun 1987, yang dikenal dengan Brundtland Commission. Menurut komisi ini pembangunan berkelanjutan merupakan suatu bentuk pembangunan yang memperhatikan kepentingan generasi kini dan generasi yang akan datang 54 Dalam proses pembentukan pemikiran pembangunan berkelanjutan , terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan yaitu: 55 1. Konsep pembangunan berkelanjutan berkaitan dengan jaminan kepentingan generasi yang akan datang Generasi kini harus menerima paksaan tertentu dalam penggunaan sumber daya alam untuk kepentingan/keuntungan generasi yang akan datang. Hal ini di kembangkan sejak Proposal Maltase mengenai warisan manusia dilindungi oleh masyarakat Internasional saat sidang umum PBB tahun 1967. Ide warisan ini berasal dari dugaan bahwa sumber daya alam seperti kekayaan dasar laut bukan hasil kerja generasi saat ini namun juga merupakan hak atas generasi yang akan datang. Dalil ini muncul lagi pada prinsip kedua dan Deklasi Stockholm 1972 yang memuat tentang lingkungan hidup. Dan memperluasnya pada semua jenis sumber daya alam. Kemudian, prinsip 3 dan 5 Deklarasi Stockholm yang memuat tipe khas manusia yang berwawasan lingkungan dengan memperhatikan sumber-sumber ekonomi dalam hukum nasional (domestik), kemampuan sumber daya alam untuk mendaur ulang harus dilindungi, diperbaiki atau ditingkatkannya kemampuan lingkungan.
54
Alvi Syahri, Pengaturan Hukum Dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan ; ( Cetakan Pertama : Pustaka Bangsa Press, 2003.) h. 77. 55 Ibid. hlm. 78 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
89 Sumber daya alam yang tidak terbaharui harus dicegah dari penggunaannya secara (pemakaian yang hati-hati). 2. Deklarasi Stockholm 1972 memuat beberapa hal yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam secara ekonomis dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang dengan lingkungan hidup. Hal ini berkaitan dengan hak atas pembangunan yang sedang giat-giatnya dilaksanakan oleh negara-berkembang serta pertimbangan dalam konteks New Ekonomic World Order. Berdasarkan hal tersebut dalam preambul ke empat Deklarasi Stockholm dan prinsip 8-12 menekankan kepada hubungan yang erat antara perlindungan lingkungan dan pembangunan, yang merujuk pada suatu kondisi bahwa kerusakan lingkungan terjadi karena percepatan pembangunan. Pemindahan sarana finansial dan teknologi, serta kebijaksanaan pembangunan yang memperhatikan lingkungan hidup. 4.Pengaruh yang dikemukakan oleh Laporan Komisi Bruntland pada tahun 1987 dalam pembentukan dan pengembangan gagasan dari pembangunan berkelanjutan yang didasarkan pada persamaan hak antar generasi. Elemen-elemen yang penting dari pembangunan berkelanjutan yang di dasarkan pada persamaan hak antar generasi.Elemen-elemen yang penting dari pembangunan berkelanjutan dapat di lihat pada Deklarasi Rio dan beberapa diantaranya dalam Agenda 21, misalnya dalam pembangunan ekonomi dan pengajuan perubahan-perubahan yang berkualitas dengan penggunaan energi yang kecil guna memenuhi kebutuhan pokok manusia, pelestarian dan perlindungan sumber daya alam,
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
90 penyesuaian dalam kebijaksanaan teknologi risiko keterkaitan anatara lingkungan dan kebutuhan ekonomi dalam proses pemgambilan keputusan.Dalam proses pembentukan pemikiran pembangunan berkelanjutan, terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu: 56 1. Konsep pembangunan berkelanjutan berkaitan dengan jaminan kepentingan generasi yang akan datang. Generasi kini harus menerima paksaan tertentu dalam penggunaan sumber daya alam untuk kepentingan/keuntungan generasi yang akan datang. Hal ini dikembangkan sejak Proposal Maltase mengfenai warisan manusia dilindungi oleh masyarakat Internasional saat sidang umum PBB tahun 1967. Ide warisan ini berasal dari dugaan bahwa sumber daya alam seperti kekayaan dasar laut bukan hasil kerja generasi saat ini namun juga merupakan hak atas generasi yang akan datang. Dalil ini muncul lagi pada prinsip kedua Deklarasi Stockholm 1972 yang memuat tentang lingkungan hidup dan memperluasnya pada semua jenis sumber daya alam. Kemudian, prinsip 3 dan 5 Deklarasi Stockholm yang memuat tipe khas manusia yang berwawasan lingkungan dengan memperhatikan sumber-sumber ekonomi dalam hukum nasional (domestik), kemampuan sumber daya alam untuk mendaur ulang harus dilindungi, diperbaiki atau ditingkatkannya kemampuan lingkungan, sumber daya alam yang tidak terbaharui harus dicegah dari penggunaannya secara (pemakaian yang hatihati).
56
Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan kebijakan Pembangunan perumahan dan Permukiman Berkelanjutan ( Medan : Pustaka Bangsa Press 2003), hlm. 78. Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
91 2. Deklarasi Stockholm 1972 memuat beberapa hal yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam secara ekonomis dengan mempertim-bangkan aspek-aspek yang dengan lingkungan hidup. Hal ini berkaitan dengan Hak atas pembangunan yang sedang giat-giatnya dilaksanakan oleh negara-berkembang serta pertimbangan dalam konteks New Economic World Order. Berdasarkan hal tersebut dalam preambul ke empat Deklarasi Stockholm dan prinsip 8 – 12 menekankan kepada hubungan yang erat antara perlindungan lingkungan dan pembangunan yang merujuk pada suatu kondisi bahwa kerusakan lingkungan terjadi karena percepatan pembangunan- pemindahan sarana finansial dan teknologi, serta kebijaksanaan pembangunan yang memperhatikan lingkungan hidup. 3. Pengaruh yang dikemukakan oleh Laporan Komisi Brundtland pada tahun 1987 dalam pembentukan dan pengembangan gagasan dari pembangunan berkelanjutan yang didasarkan pada persamaan hak antar generasi. Elemen-elemen yang penting dari pembangunan yang berkelanjutan dapat dilihat pada Deklarasi Rio dan beberapa diantaranya dalam agenda 21, misalnya dalam pembangunan ekonomi
dan
pengajuan
perubahan-perubahan
yang
berkualitas
dengan
penggunaan energi yang kecil guna memenuhi kebutuhan pokok manusia, pelestarian
dan
perlindungan
sumber
daya
alam,
penyesuaian
dalam
kebijaksanaan teknologi dan penanganan risiko keterkaitan antara lingkungan dan kebutuhan ekonomi dalam proses pengambilan keputusan.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
92 Lingkungan hidup terdiri dari komponen- komponen yang saling membutuhkan dan terkait satu sama lain. Salah satu dari komponen lingkungan hidup yaitu manusia. Hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup di mulai dari kapasitas manusia untuk mempertanggung jawabkan tingkah lakunya terhadap alam. Keberadaan alam dirangkul oleh keberadaan manusia. Orientasi ekonomi dan pembangunan sosial membawa kapasitas untuk memanfaatkan lingkungan hidup. Untuk itu perlu dipertimbangkan upaya perlindungan lingkungan hidup dengan berpusat pada etika lingkungan. 57 Selanjutnya di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup, arah kebijakan GBHN 1999-2004, antara lain adalah 58 mengelola sumber daya alam dan memelihara sesuai daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi. Selain itu, dalam arah kebijakan pembangunan bidang ekonomi yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup diarahkan untuk mengembangkan Perekonomian yang beriorintasi global sesuai dengan kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan kompratif sebagai negara maritim dan agraris sesuai dengan kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah, terutama pertanian dalam arti luas, kehutanan, pertambangan, parawisata, serta industri kecil dan kerajinan rakyat
57
Ibid, hlm. 83 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004, ( Jakarta : Penerbit, CV. Eko Jaya, 2001), hlm. 37-38 58
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
93 Dengan memperhatikan arahan tersebut, sasaran kebijakan di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan berkeadilan seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang hidup dalam lingkungan yang lebih baik dan sehat. Dalam prioritas pembangunan mempercepat pemulihan ekonomi yang bersumber pada sistem ekonomi kerakyatan serta memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan, dapat diidentifikasikan isu lintas bidang yang meliputi empat hal sebagai berikut: 59 a. Penanggulangan Kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda
dengan dalih apa pun. Dalam
menjawab isu tersebut, upaya-upaya lintas bidang yang diperlukan meliputi peningkatan keamanan dan ketertiban yang dapat mendukung kegiatan pelaku usaha kecil, pengendalian pertumbuhan penduduk, pembangunan ekonomi yang dapat menjangkau mayoritas penduduk miskin (pro-poor growth), peningkatan pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk meningkatkan produktivitas dan martabat, pengembangan sistem jaminan sosial, peningkatan akses usaha kecil dan koperasi terhadap sumber pembiayaan, serta pembangunan pertanian dan perdesaan. b. Pengembangan Sistem Ekonomi Kerakyatan. Sistem ekonomi kerakyatan yang akan dibangun adalah sistem yang memungkinkan seluruh potensi masyarakat, baik sebagai konsumen, sebagai pengusaha, maupun sebagai
59
Ibid. hlm. 38-39
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
94 tenaga kerja, secara indiskriminatif tanpa membedakan suku, agama dan Gender mendapatkan kesempatan yang sama berpartisipasi aktif dan meningkatkan taraf hidupnya dalam berbagai kegiatan ekonomi. Upaya lintas Bidang yang perlu dilakukan meliputi penegakan hukum dan prinsip keadilan, penciptaan iklim usaha yang sehat, pemihakan dan pemberdayaan masyarakat, peningkatan sumber daya manusia, dan peningkatan akses atas sumber daya pembangunan. c. Pembangunan Stabilitas Ekonomi Nasional. Dalam upaya mengatasi krisis dan mempercepat pemulihan ekonomi serta untuk meletakkan landasan ekonomi bagi pembangunan selanjutnya diperlukan upaya lintas bidang untuk mewujudkan stabilitas ekonomi nasional yang meliputi, antara lain, upaya untuk menjaga stabilitas politik agar stabilitas ekonomi dapat tercapai, meningkatkan dukungan internasional dalam upaya meningkatkan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), menyempurnakan dan memperbaharui peraturan perundangan, menegakkan hukum dan memberdayakan peradilan, meningkatkan pengawasan masyarakat, dan meningkatkan pembangunan daerah. d. Pelestarian Lingkungan. Untuk dapat menjaga kelestarian lingkungan, upaya lintas bidang yang perlu dilakukan meliputi pengembangan dan penerapan teknologi yang ramah lingkungan, penumbuhan tanggung jawab sosial melalui pendidikan, peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, penataan
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
95 kelembagaan dan penegakan hukum lingkungan, peningkatan partisipasi masyarakat, dan pembangunan budaya yang berwawasan lingkungan. Agar suatu peraturan /hukum dapat menjadi alat pemacu pembangunan ekonomi, perlu dipahami teori yang dikemukakan Burg’s. Menurut studi yang dilakukan Burg’s mengenai hukum dan pembangunan terdapat lima unsur yang harus dikembangkan agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi, yaitu : stability, predictability, fairnees, education dan the special development obilities of the lawyer. Selanjutnya Burg’s mengemukakan bahwa unsur pertama dan kedua tersebut merupakan persyaratan agar sistem ekonomi berfungsi 60 Penegakan hukum pembangunan yang berkelanjutan juga terkait erat dengan peran penguasa, aparat hukum dan masyarakat. Hukum dan kekuasaan harus berjalan seimbang. Kekuasaan harus menjadi penjamin agar hukum dapat ditegakkan dan sebaliknya hukum harus bisa menjadi alat kontrol agar kekuasaan tidak disalahgunakan. 2. Pengertian dan Prinsip-Prinsip Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan Sesuai dengan Pasal 1 butir 13 Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka yang dimaksud dengan:
60
Leonard J. Theberge, Law and Economic development, dalam Makalah Bismar Nasution, “Reformasi Hukum dalam Rangka Era Globalisasi Ekonomi”: (disampaikan pada Diskusi Pembangunan Hukum dalam Rangka Era Globalisasi Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 25 September 1999, ) hlm. 4 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
96 “Pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan mengelola sumber daya alam secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup” Berdasarkan defenisi diatas, maka terdapatlah tiga unsur penting dalam pembangunan berwawasan lingkungan yaitu : 1. Penggunaan sumber daya secara bijaksana; 2. Menunjang pembangunan yang berkesinambungan; dan 3. Meningkatkan mutu hidup. Dalam
Garis-garis
Besar
Haluan
Negara
tahun
1988,
prinsip-prinsip
pembangunan berwawasan lingkungan ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam rangka pembangunan, sumber-sumber alam harus digunakan secara rasional; 2. Pemanfaatan sumber daya harus diusahakan untuk tidak merusak lingkungan hidup; 3. Harus
dilaksanakan
dengan
kebijaksanaan
menyeluruh
dengan
memperhitungkan generasi yang akan datang 4. Memperhitungkan hubungan kait-mengkait serta ketergantungan antara berbagai masalah. Selanjutnya dalam Pasal 12 Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Nomor : 4 Tahun 1982 disebutkan : Strategi Pengembangan Perekonomian, Struktur Ekonomi dan Sektor Strategis
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
97 (3)
Strategi pengembangan perekonomian Kotamadya Medan : a. Mengintegrasikan semua sistem ekonomi dengan memberi akses seluasluasnya bagi pertumbuhan perekonomian Kodati II Medan. b. Mendesentralisasikan dan mengkonsentrasikan investasi pada pusat-pusat pelayanan /pertumbuhan c. Meningkatkan pengadaan sarana dan parasarana pada kawasan pariwisata dan promosi keparawisataan d. Pengembangan sektor parawisata yang mempunyai potensi cukup besar e. Peningkatan aksesbilitas antar pusat pengembangan.
(4)
Struktur Ekonomi Kotamadya Medan : Diarahkan pada industri yang mendukung pertanian daerah belakangnya di Propinsi Sumatera Utara.
(5)
Sektor Strategis Kotamadya Medan : a. Sektor Industri b. Sektor Bank, Asuransi dan Jasa Perusahaan c. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.
Titik temu antara Hukum Administrasi negara dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup terletak pada kaidah hukum yang memungkinkan keduanya bertindak menjadaikan lingkungan berguna bagi umat manusia pada umumnya maupun bangsa Indonesia khususnya.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
98 Pengelolaan lingkungan hidup yang berkesinambungan, terpelihara, dan bersih merupakan kebutuhan para warga serta diusahakan terwujudnya oleh administrasi negara dalam pengelolaan lingkungan hidup mutlak diperlukan. Sejak negara turut serta secara aktif dalam pergaulan hidup masyarakat,maka lapangan pekerjaan atau tugas pemerintah semakin luas. Ikut campurnya pemerintah secara aktif dalam segala segi kehidupan masyarakat, membawa suatu pembentukan peraturan undang-undang di bidang sosial (enorme uitbouw van dew sociale wetgeving) dan menumbuh kembangkan Hukum Administrasi (enorme groei van het Administratieve Recht). 61 Dalam hubungan ini, Administrasi Negara, diserahi apa yang oleh
Lemaire
disebut dengan Bestuurzorg atau Servic Public. Bestuurzorg itu menjadi tugas Pemerintah dalam suatu negara hukum modern yang memeprhatikan kepentingan seluruh rakyat, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan adanya Bestuurzorg itu menjadi suatu tanda yang menyatakan adanya suatu Walfare State. 62 Agar Administrasi Negara dapat menyelenggarakan bestuurzorg, kepadanya diberikan kekuasaan istimewa. Diperlukan kekuasaan istimewa itu oleh administrasi negara, karena tidak semua penduduk wilayah negara akan tunduk pada perintahnya jika diberlakukan atau dijalankannya hukum biasa. Hal ini karena adanya kecendurungan tidak semua penduduk dengan sukarela mau tunduk pada peraturan-peraturan hukum biasa.
61
Stellinga, Grondtrekken van het Nederlands Administratieffrecht, terpetik dalam Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara, (Bandung, Alumni, 1981), hlm. 28. 62 Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, tanpa Penerbit, 1960, hlm. 23 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
99 Karena itu pemberian kekuasaan istimewa itu bermaksud untuk : Pertama, agar administrasi negara dapat menjalankan tugas bestuurzorg itu dengan sebaik-baiknya, dan Kedua, agar semua penduduk wilayah negara mau tunduk pada perintah-perintah administrasi negara dalam rangka menunaikan tugas bestuurzorg. Hukum yang memberikan kekuasaan istimewa ini oleh Logemann (dan disetujui oleh Utrecht) disebut dengan Hukum Administrasi Negara 63 . Dengan perkataan lain, wewenang Administrasi Negara menjadi semakin luas, sejalan dengan semakin intensifnya negara ikut campur dalam segala segi kehidupan masyarakat yang merupakan akibat langsung dari dilaksanakanya bestuurzorg. Kenyataan ini menimbulkan gejala makin besarnya lapangan Hukum Administrasi Negara dan makin kecilnya lapangan hukum privat. Gejala makin besarnya lapangan Hukum Administrasi Negara ini berkenaan dengan semakin banyaknya tindakan atau kebijaksanaan yang dilakukan oleh Administrasi Negara dalam rangka bestuurzorg, termasuk masalah lingkungan hidup, sebagaimana dinyatakan oleh Siti Sundari Rangkuti: 64 “Semula hukum lingkungan dikenal sebagai hukum gangguan (hiderrecht) yang bersifat sederhana dan mengandung aspek keperdataan. Lambat laun perkembangannya bergeser ke arah bidang Hukum Administrasi Negara, sesuai dengan peningkatan peranan penguasa dalam bentuk campur tangan terhadap
63
Utrecht, ibid, hlm. 48 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Dalam Proses Pembangunan Hukum Nasional Indonesia, Disertasi, Unair, 1987, hlm. 4 64
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
100 berbagai segi kehidupan dalam masyarakat yang semakin kompleks. Segi hukum lingkungan administrasi terutama muncul apabila keputusan penguasa yang bersifat kebijaksanaan yang dituangkan dalam bentuk penetapan (beshikking) penguasa”. Sehubungan dengan itu, masalah lingkungan hidup di Indonesia yang semula kurang mendapat perhatian pemerintah, lambat laun sejalan dengan semakin meningkatnya pelaksanaan pembangunan, maka masalah lingkungan pun menjadi bagian dari
kebijaksanaan
pembangunan. 65 .
Lebih-lebih
dengan
diintrodusir
konsep
”Pembangunan Berwawasan Lingkungan”. Dengan masuknya masalah lingkungan sebagai bagian dari kebijaksanaan pembangunan, maka pemerintah berwewenang untuk mencampurinya. Artinya , Pemerintah mempunyai wewenang untuk mengatur, mengelola dan menanggulangi lingkungan. UUD 1945 menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945). Disini terkandung asas hak menguasai negara dan wujudnya dalam tiga bentuk aktivitas yakni: 1. Mengatur
dan
menyelenggarakan
peruntukan,
penggunaan,
persediaan
dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa. 2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
65
Lihat Tap.MPR. No. IV/MPR/1978 Tentang GBHN, jo. Tap. MPR. No. II/MPR/1983 jo. Tap. MPR No. II/MPR/1988. Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
101 3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Di bidang lingkungan, pemerintah telah menetapkan Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 sebagai ketentuan payung (umbrella provision). Artinya undang-undang tersebut hanya memuat ketentuan pokok di bidang pengelolaan lingkungan hidup, namun pengaturan yang bersifat sektoral tetap mengacu pada ketentuan-ketentuan yang telah dirumuskan dalam undang-undang tersebut. 66 Implikasi pembangunan berwawasan lingkungan ini terkandung dalam ketentuan Pasal 3, 4, 5, 6 ,7, 8 , 9, 10, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, serta Pasal 23 Undang-undang No. 4 tahun 1982 . Dengan demikian berdasarkan kepada ketiga unsur dan empat prinsip di atas. Untuk dapat mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan ini, maka Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah merupakan sarana yang ampuh yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 29/1986. D. Hubungan Antara Hukum Administrasi Negara dengan UU No. 4 Tahun 1982/UU No. 23 Tahun 1997 1. Dari Segi Wewenang Kelembagaan Lembaga yang mempunyai wewenang menangani pengelolaan lingkungan hidup secara keseluruhan, ada dua tingkatan yaitu: a. Lembaga yang mengelola lingkungan hidup di tingkat nasional, dan b. Lembaga yang mengelola lingkungan hidup ditingkat daerah.
66
Lihat St. Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan Buku I, (Bandung : Binacipta, 1980), hlm.
180 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
102 Wewenang kelembagaan ditingkat Nasional ini diatur dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) UULH yang berbunyi : “Pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat nasional dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dipimpin seorang Menteri dan yang diatur dengan peraturan perundang-undangan”. Ketentuan ini mengandung arti bahwa wewenang pengelolaan lingkungan hidup ditingkat nasional, berada ditangan Menteri. Dalam hal ini, berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 25 Tahun 1983, adalah Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (MENKLH), yang menurut ketentuan Pasal 1 ayat (4) Kepres ini mempunyai tugas pokok, menmgenai hal-hal yang berhubungan dengan kependudukan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 2 Kepres tersebut ditentukan, bahwa dalam melaksanakan tugas-tugas pokok sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 di atas, MENKLH mempunyai fungsi merumuskan kebijaksanaan, membuat perencanaan dan mengkordinasikan segala kegiatan di bidang kependudukan dan lingkungan hidup 67 . Dari tugas dan fungsi yang harus dijalankan oleh MENKLH itu nyata terlihat demikian luas lingkup tugas koordinasi yang menjadi tanggungjawab MENKLH. Hal mana memerlukan kerjasama yang serasi dan terpadu dengan berbagai Departemen dan lembaga pemerinta Non Departemen, terutama dalam kaitan dengan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup secara sektoral sebagaimana di atur dalam Pasal 18 ayat (2) UULH.
67
Isi selengkapnya fungsi MENKLH, lihat Pasal 2 Kepres No. 25 Tahun 1983
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
103 Adanya ketentuan ini jelas mengakui wewenang pengelolaan lingkungan hidup tersebar pada berbagai Departeman dan lembaga pemerintah Non Departemen. Untuk mewujudkan kerjasama tersebut di atas, jelas diperlukan keterpaduan (integration), yaitu penyatuan dari wewenang (fusion of competences). Masing-masing Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait, yang dipimpin oleh MENKLH seperti yang dikehendaki oleh ketentuan Pasal 18 ayat (1) UULH di atas. Sementara fungsi MENKLH berdasarkan Kepres tersebut di atas, lebih bersifat koordinatif, yaitu kerjasama dalam pelaksanaan wewenang yang bersifat mandiri (working together in the ezertion of autonomous competences) 68 . Dengan demikian dari segi Hukum Administrasi Negara, maka wewenang kelembagaan yang mengelola lingkungan hidup di Indonesia dewasa ini, lebih bersifat koordinatif dari pada keterpaduan sebagaimana disyaratkan oleh UULH. Sebagai contoh koordinatifnya wewenang MENKLH dapat kita lihat Teknis Kawasan Industri. Dalam Kepres itu ditegaskan kewajiban dari Perusahaan Kawasan Industri, yang antara lain ditentukan keharusan membuat analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan membangun fasilitas pengolahan limbah industri. Sehubungan dengan itu, meskipun izin pendirian perusahaan kawasan industri berada ditangan Menteri Perindustrian, namun dengan adanya kewajiban seperti yang disebutkan diatas, paling tidakMenteri Perindustrian mengadakan koordinasi dengan MENKLH.
68
A.V. van den berg, Untregeted Licensing System and Procedures, terpetik dalam Siti Sundari Rangkuti, Hukum…….., op. cit, hlm. 59 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
104 Demikian pula dalam hal perusahaan kawasan industri yang berlakasi di daerah, membutuhkan tanah/lahan yang luas maka penetapan letak kawasan industri, menjadi wewenang Gubernur (setelah berkonsultasi dengan Bappeda) selaku pengelola di daerah berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (3) UULH dan Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan MENKLH. 23 tahun 1979 Nomor ----------------------------------------- seperti diuraikan dibawah ini Kep.00/MNPPLH/2/1979 Wewenang Kelembagaan di Tingkat Daerah Menurut ketentuan Pasal 18 ayat (3) UULH : “Pengelolaan lingkungan hidup, dalam kaitan dengan keterpaduan pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang pengolahan lingkungan hidup di Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan perkataan lain pengelolaan lingkungan hidup di daerah dilakukan oleh Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan pengertian Pemerintah Daerah menurut ketentuan Pasal 13 ayat (1) UU No. 5 tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, yang berbunyi: “Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah” Ketentuan di atas bila dikaitkan dengan bunyi Penjelasan ketentuan Pasal 18 ayat (2)
UULH
ternyata
bahwa
pengelolaan
lingkungan
hidup
di
daerah
tidak
mengikutsertakan DPRD, karena dilakukan dibawah koordinasi Kepala Wilayah.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
105 “Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup sektoral di Daerah dilakukan di bawah koordinasi Kepala Wilayah dalam kaitan dengan keterpaduan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup”. Maksud dari ketentuan itu tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan dianutnya Asas Dekonsetrasi di Undangundang No. 5 tahun 1974, khususnya ketentuan Pasal 79 dan 80. Pasal 79 ayat (1) : “Kepala Daerah Tingkat I karena jabatannya adalah Penguasa Tunggal di bidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan dan membina kehidupan masyarakat di segala bidang”. Dengan demikian, Gubernur sebagai Kepala Daerah Tingkat I merupakan pula Kepala Wilayah Propinsi yang mempunyai wewenang di bidang pengelolaan lingkungan hidup secara sektoral di daerah. Dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup di daerah, (sebelum ditetapkannya UU No. 4 Tahun 1982, telah dikeluarkan berturut-turut: Pertama, Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan Lingkungan Hidup 22 tahun 1978 Nomor ________________________ Tentang Pemeliharaan 002/PPLH/1978
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
106 Keserasian Dalam Penanggulangan Masalah Lingkungan Hidup di Daerah dengan Kebijaksanaan di Tingkat Nasional;
Kedua
Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan Lingkungan Hidup 23 tahun 1979 Nomor ________________________ Tentang Instansi Pengelola KEP-002/MNPPLH/2/1979 Sumber Alam dan Lingkungan Hidup di Daerah. Berbeda dengan Instruksi Bersama yang pertama, Instruksi Bersama yang kedua
itu lebih memberikan penegasan wewenang pengelolaan lingkungan hidup di Daerah, sebagaimana isinya antara lain sebagai berikut : Pasal 1:
Para Gubernur, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah bertanggungjawab atas pengelolaan sumber-sumber alam dan lingkungan hidup di daerah masingmasing;
Pasal 2 :
Pengelolaan sumber-sumber alam dan lingkungan hidup yang dimaksudkan dalam Pasal 1 meliputi tugas pengaturan, perencanaan dan pelaksanaan pendayagunaan sumber-sumber alam bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, dalam hubungan dengan pemeliharaan kelestarian, pengembangan dan peningkatan mutu lingkungan di daerah yang bersangkutan.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
107 Pasal 4:
Dalam pelaksanaan tugas pengelolaan yang dimaksud dalam Pasal 2 dan 3 Gubernur Kepala Daerah dibantu : a. Dalam bidang staf oleh Asisten Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat I Bidang Ekonomi, Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat; b. Dalam bidang perencanaan, oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I; c. Dalam bidang operasional pelaksanaan oleh Dinas-dinas Daerah dan Instansi-instansi vertikal yang bersangkutan; d. Dalam bidang koordinasi dan pengawasan oleh Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah untuk daerahnya masing-masing.
2. Pelaksanaan Dari Segi Penetapan Sarana Kebijaksanaan Lingkungan Sebagaimana telah disinggung di muka, bahwa sejak pemerintah turut campur secara aktif dalam berbagai segi kehidupan masyarakat, masalah lingkungan hidup tidak lagi merupakan urusan orang perorangan, melainkan sudah menjadi bagian dari kebijaksanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah. Karena sudah merupakan bagian dari kebjaksanaan pembangunan, maka pemerintah mempunyai wewenang untuk mengatur, menata, mengelola, memelihara dan mengendalikan dan terutama mencegah terjadinya kerusakan atau pencemaran lingkungan. Untuk mencegah atau mengendalikan tingkah laku seseorang, badan atau lembaga agar tetap berada dalam batas-batas yang sesuai dengan daya dukung lingkungan yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, maka Pemerintah memerlukan sarana kebijaksanaan lingkungan.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
108 Dalam hal ini, Hukum Administrasi Negara telah menyediakan berbagai sarana untuk maksud tersebut di atas. Sarana-sarana yang dimaksud dan yang terpenting adalah: a. Perizinan, dan b. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) a. Perizinan Pengelolaan lingkungan hidup hanya dapat berhasil menunjang pembangunan yang berkesinmambungan, jika administrasi pemerintahan berfungsi secara efektif dan terpadu. Salah satu sarana yuridis administratif untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan adalah sistem perizinan. Jenis perizinan yang erat hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup dewasa ini adalah izin usaha yang diatur dalam Ordonansi Gangguan (Hinder Ordonnantie) Stb. 1926 No. 226 yang kemudian diubah/ditambah, terakhir dengan Stb. 1940 No. 450. Mengingat begitu banyaknya hal-hal yang menyangkut perizinan itu diatur dalam HO (yang tak mungkin seluruhnya dibahas disini), maka yang akan dikemukakan hanya terbatas pada hal-hal sebagai berikut: Dalam Pasal 1 ayat (1) H.O. ditetapkan larangan mendirikan tempat usaha tanpa izin yang jenisnya secara enunsiatif disebutkan sebanyak 20 (dua puluh) macam. 69 . Kemudian dalam hal wewenang memberi izin, menurut Pasal 1 ayat (3) H.O. berada ditangan Gemeenten dan Burgemeester, yang berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 berarti wewenang Bupati dan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
69
Lihat Irawan Soejito, Undang-undang Gangguan (H.O), (Jakarta : Noordhoff-Kolff NV, 1955), hlm. 18-19. Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
109 Dengan demikian peranan Kepala Daerah Tingkat II di bidang pengelolaan lingkungan hidup dewasa ini terutama terletak pada pemberian izin H.O. yang didasarkan pada pertimbangan lingkungan hidup, sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) UULH.. Dalam Pasal 5 H.O. terdapat pengaturan sederhana mengenai peran serta masyarakat dalam bentuk pernyataan pendapat atau keberatan (inspraak) sebelum permohonan izin diputuskan.. Akhirnya sarana administratif yang cukup penting dalam rangka peran serta masyarakat adalah Banding terhadap penetapan (beschikking) penguasa, seperti misalnya pemberian izin untuk tempat usaha yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Prosedur banding diatur dalam Pasal 10 ayat (2), (3), dan (4) H.O. yang pada intinya menentukan bahwa banding kepada Gubernur KDH Tingkat I diajukan dalam 14 (empat belas) hari setelah izin ditetapkan. Dengan ditetapkannya UndangUndang No. 4 Tahun 1982, maka H.O. perlu disesuaikan. Penyesuaian itu disebabkan banyaknya kelemahan yang terdapat di dalamnya maupun dalam praktek pelaksanaanya seperti : a. H.O. sifatnya semacam hukum tetangga (Burenrecht), karena jangkauan teritorialnya terbatas pada jarak 200 meter dari suatu tempat usaha serta dalam batas DT II. b. H.O. dilaksanakan terbatas pada Pemda Tingkat II Kotamadya atau Kabupaten, sedangkan pencemaran lingkungan tidak mengenal batas daerah;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
110 c. H.O. hanya ditujukan kepada bahaya , kerusakan, dan gangguan yang timbul dari tempat usaha dan tidak meliputi pencemaran yang diakibatkan oleh kenderaan bermotor, pesawat terbang dan lain sebagainya, d. H.O. merupakan ordonansi yang bersifat individual, artinya diajukan kepada bahaya atau gangguan yang ditimbulkan oleh perusahaan secara mandiri dan tidak terhadap beban derita yang dibuatoleh pencemar secara kolektif, sehingga pada saat pertimbangan izin tidak diperhitungkan hubungan antara pencemaran yang diakibatkan oleh perusahaan yang satu terhadap pencemaran dari perusahaanperusahaan yang lain. 70 3. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Merupakan Suatu Instrumen Dalam Pembangunan Berwawasan Lingkungan Keterkaitan AMDAL dengan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan adalah merupakan suatu sistem analisis tentang sejauh mana dampak atau pengaruh yang timbul terhadap suatu kegiatan yang akan direncanakan dan sistem itu didasarkan pada Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) 71 Pasal 16 Undang-undang No. 4 Tahun 1982 menyatakan bahwa setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan AMDAL adalah hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan terhdap lingkungan hidup yang dipergunakan bagi proses pengambilan keputusan.
70 71
Siti Sundari Rangkuti, Hukum ….., op.cit, hlm. 96 Emil Salim, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1985)
hlm.175 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
111 Jadi pejabat yang bertanggungjawab untuk memberi keputusan, boleh tidaknya suatu kegiatan dilaksanakan berkaitan dengan pelestarian kemampuan lingkungan di dasarkan atas hasil studi AMDAL. Oleh karena ini merupakan dokumen yang sangat strategis dalam mencegah terjadinya perusakan atau pencemaran lingkungan hidup disebabkan oleh perbuatan manusia. AMDAL terdiri dari beberapa proses yang merupakan satu kesatuan yaitu: Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) adalah telaahan secara garis besar tentang rencana kegiatan, rona lingkungan, kemungkinan timbulnya dampak dan rencana tindakan pengendalian dampak negatifnya. Kerangka Acuan ANDAL (KA ANDAL) adalah pedoman kerja yang disepakati bersama antara pemrakarsa, konsultan, dan pemerintah dalam penyusunan Analisis Dampak Lingkungan. Di dalam AMDAL ini terkandung beberapa prinsip yang harus mendapatkan perhatian, yaitu 72 : a. Suatu rencana kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, baru dapat dilaksanakan setelah dipertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Kegiatan ini baru diijinkan untuk dapat dilaksanakan setelah adanya persetujuan atas RKL dan RPL oleh instansi-instansi bertanggungjawab.
72
Gunawan Susanto, Analisis Dampak Lingkungan, (Yogyakarta : Gadjahmada University, 1987),
hlm. 31-32 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
112 b. Amdal merupakan bagian dari proses perencanaan dan adalah bagian dari studi kelayakan yang meliputi analisis teknis, analisis ekonomi dan analisis lingkungan. c. Kriteria dan prosedur untuk menentukan apakah suatu kegiatan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup harus secara jelas dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan. d. Prosedur AMDAL harus mencakup tata cara penilaian yang tidak memihak (tercermin dalam susunan Komisi AMDAL) e. AMDAL bersifat terbuka kecuali yang menyangkut rahasia negara oleh karena itu masyarakat secara luasd harus diberitahukan mengenai hasil AMDAL ini f. Keputusan tentang AMDAL harus tertulis dengan mengemukakan dasar pertimbangan pengambilan keputusan (Dokumen RKL dan RPL serta keputusan mengenai hal ini merupakan hal yang penting dalam hal penegakan hukum). g. Pelaksanaan AMDAL yang telah disetujuai harus dipantau secara terus menerus. h. Penempatan AMDAL dilaksanakan dalam rangka kebijaksanaan nasional lingkungan hidup yang telah digariskan dalam GBHN dan Repelita. i. Untuk penerapan AMDAL dibutuhkan aparat yang memadai.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
113 Dokumen AMDAL disusunoleh pemrakarsa/konsultan berdasarkan peraturan yang berlaku sesuai dengan Keputusan Nomor 50/MENKLH/6/1987 tersebut diatas dan ketentuan lainnya, diajukan kepada instansi yang bertanggungjawab melalui Komisi. Untuk kegiatan-kegiatan yang menjadi wewenang daerah diajukan kepada gubernur melalui Komisi AMDAL Daerah. Untuk kegiatan yang berdasarkan Surat Keputusan Menteri yang bersangkutan perlu membuat PIL, maka keputusan dari instansi yang bertanggungjawab melalui Komisi AMDAL, mempunyai dua kemungkinan : a. Tidak ada dampak penting sehingga tidak perlu membuat AMDAL maka proses selanjutnya harus dilengkapi dengan pembuatan RKL dan RPL. b. Apabila ada dampak penting , maka proses selanjutnya harus dilengkapi dengan pembuatan KA-ANDAL- RKL dan RPL. Kegiatan baru diijinkan apabila RKL dan RPL mendapat persetujuan dari instansi yang bertanggungjawab. Dengan demikian, maka dalam merencanakan pembangunan sudah seharusnya disadari bahwa penetapan instansi di masa yang akan datang . Berdasarkan uraian diatas patut di sadari akan penting AMDAL dan ANDAL sebagai proses pengambilan keputusan pemberian izin dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan termasuk industri dengan fasilitas PMA dan PMDN.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
BAB III UPAYA UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH KOTA MEDAN TERHADAP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN A. Gambaran Umum Kota Medan, Keadaan Umum Daerah 1. Kota Medan Secara Geografis Kota Medan memiliki 26.510 Hektar (265,10 Km2) atau 3, 6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya, Kota Medan memiliki luas yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3o 30’ Lintang Utara dan 98o35 – 98o-44’ Bujur Timur. Untuk itu topografi Kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5-7,5 meter diatas permukaan laut. Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah utaranya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terdapat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), khusunya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis Kota Medan di dukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam seperti Deli Serdang, Langkat, Asahan, Labuhan Batu, Simalungun,
Tapanuli Utara, Tobasa, Samosir, Humbahas, Tapanuli
Tengah, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Dairi, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi
114 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
115 mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar. Disamping itu sebagai daerah yang pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 (dua) kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini 2. Kota Medan Secara Demografis Jumlah, laju pertumbuhan dan kepadatan penduduk di Kota Medan tahun 2001 – 2005, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini : Tabel 1 Jumlah Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk di Kota Medan Tahun 2001-2005 Tahun
Jumlah Penduduk
(!) 2001 2002 2003 2004 2005
(2) 1.926.052 1.963.086 1.993.060 2.006.014 2.06.018
Laju Pertumbuhan Penduduk (3) 1,17 1,94 1,51 0,6 1,50
Luas Wilayah Kepadatan (Km2) Penduduk (Jiwa/Km2) (4) (5) 265,10 7.267 265,10 7.408 265,10 7.520 265,10 7.567 265,10 7.681
Sumber data : BPS Kota Medan 2005 Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa selama tahun 2001-2005 jumlah penduduk Kota Medan cenderung mengalami peningkatan yaitu dari 1, 92 juta jiwa pada tahun 2001 menjadi 2, 03 juta jiwa pada tahun 2005. demikian juga kepadatan penduduk Kota Medan, meningkat dari 7.267/Km2 pada tahun 2001 menjadi 7.681 Km2 tahun 2005.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
116 Peningkatan laju pertumbuhan penduduk ini dipengaruhi oleh meningkatnya derajat kehidupan sosial masyarakat khususnya di bidang pendidikan , kesehatan dan lain-lain. Faktor lain yang juga sangat berarti mempengaruhi peningkatan laju pertumbuhan penduduk adalah meningkatnya arus urbanisasi dan commuters serta kaum pencari kerja Kota Medan. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, faktor utama yang menyebabkan komunitas ke Kota Medan adalah adanya pandangan bahwa : (1) bekerja di kota lebih bergengsi, (2) di kota lebih gampang mencari pekerjaan, (3) tidak ada lagi yang dapat diolah (dikerjakan) di daerah asalnya, dan (4) upaya mencari nafkah yang lebih baik. Walaupun selama periode 2001-2005, pertumbuhan penduduk Kota Medan cenderung meningkat, tetapi pertambahannya relatif sedikit yaitu rata-rata 1,35% pertahun. Pertambahan penduduk yang relatif kecil, tidak terlepas dari upaya dan kebijakan pengendalian kelahiran, melalu program Keluarga Berencana (KB) sehingga cenderung menjadikan angka kelahiran menurun. Ciri lain kepedudukan Kota Medan adalah besarnya arus commuters di Kota Medan. jumlah penduduk di Kota Medan pada siang hari diperkirakan mencapai 2, 5 juta jiwa, sedangkan pada malam hari diperkirakan 2.036.180 jiwa. Hal ini berpengaruh terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan pelayanan umum yang harus disediakan secara keseluruhan. Bila arus commuters cendurung mendorong terjadinya peningkatan jumlah penduduk, maka peningkatan derajat pendidikan masyarakat secara umum menyebabkan angka pertumbuhan penduduk selama periode 2001-2005 berada pada persentase yang relatif kecil. Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
117 Peningkatan derajat pendidikan masyarakat secara langsung meningkatkan rata-rata pendidikan “calon orang tua” yang akan memasuki kehidupan rumah tangga. Melalui tingkat pendidikan semakin memadai, apresiasi, dan pandangan masyarakat terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan keluarga yang tidak terlalu besar akan memudahkan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, karena beban ekonomi yang harus dipikul menjadi lebih ringan, telah mendorong Pasangan Usia Subur (PUS) cendurung mengikuti konsep untuk menjadi Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Sebagai PUS baru, bahkan memilih untuk menunda kelahiran dan berbagai alasan ekonomi (bekerja) ataupun alasan sosial dan physikologis lainnya. Tabel 2 Persentase Jumlah Penduduk Kota Medan Menurut Kelompok Umur Tahun 2001-2005 Kelompok T A H U N Umur 2001 2002 0-19 41,00 40,74 20-39 7,79 35,40 40-59 16,25 17,89 60+ 4,95 5,97 D.Jumlah 100 100 Sumber : BPS Kota Medan 2005
2003*) 40,48 35,40 17,89 5,97 100
2004*) 38,00 37,31 17,89 6,80 100
2005**) 41,00 37,80 16,25 4,95 100
Keterangan : *) angka perbaikan **) angka Sementara Berdasarkan tabel diatas , diketahui komposisi kelompok umur anak (0-19 tahun) pada tahun 2005 diperkirakan sebanyak 41.00%, proporsi penduduk usia 20-39 tahun sebesar 37,80%, untuk kelompok dewasa sebesar 16,25%, dan penduduk lansia sebesar 4,95%.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
118 Proporsi anak-anak dalam kelompok penduduk Kota Medan cendurung mengalami peningkatan yaitu 41,00% dari jumlah total penduduk, besarnya proporsi dan jumlah penduduk anak-anak ini berimplikasi meningkatnya kebutuhan prasarana dan sarana pendidikan yang harus disediakan, baik kwalitas maupun kuantitas. 3. Kota Medan Secara Kultural Sebagai pusat perdagangan regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki beragam suku (Etnis), dan agama.Oleh karenanya, budaya masyarakat yang telah ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai-nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (Modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik , tata ruang dan sebagainya justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan industri parawisata di Kota Medan. Adanya Pluralisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu-isu primordillisme yang dapat menggangu sendi-sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya tujuan, sasaran, strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai Visi, dan Misi kebudayaan yang harus dipelihara secara harmonis.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
119 4. Kota Medan Secara Ekonomis Kota Medan mengemban fungsi regional yang luas, baik sebagai pusat pemerintahan maupun kegiatan ekonomi dan sosial yang mencakup bukan hanya Propinsi Sumatera Utara tetapi juga wilayah propinsi (Sumbagut). Adanya fungsi regional yang luas tersebut, ternyata telah menjadikan Kota Medan dapat menyelenggarakan aktifitas ekonomi yang dicapai Kota medan, yang selalu berada diatas pertumbuhan ekonomi daerah-daerah sekitarnya, termasuk dibandingkan dengan dicapai oleh Propinsi Sumatera Utara maupun Nasional. Walaupun Kota Medan sempat mengalami pertumbuhan ekonomi negatif tahun 1998 (-20%) namun selama
tahun 200-2004, ekonomi Kota Medan dapat tumbuh
kembali rata-rata sebesar 5,19%. Ini merupakan indikasi bahwa betapapun beratnya (dalamnya) krisis ekonomi yang melanda ekonomi Indonesia dan Kota Medan khususnya, namun secara bertahap pada dasarnya Indonesia dan Kota Medan memiliki kemampuan untuk sembuh dan keluar dari krisis yang sangat berat tersebut. Kapasitas ekonomi yang relatif besar tersebut juga ditunjukkan oleh nilai (uang).PDRB Kota Medan yang saat ini telah mencapai Rp. 24,5 triliun, dengan pendapatan perkapita Rp.12,5 juta, sehingga terlihat merupakan sektor tertier (66,76%) sektor sekunder (29,06%), dan sektor primer (4,18%). Jumlah volume kegiatan ekonomi ini sekaligus memberikan kontribusi lebih kurang sebesar 21% bagi pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara. Dilihat dari capaian pertumbuhan ekonominya, pertumbuhan ekonomi Kota Medan juga memperlihatkan elastisitas yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara,
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
120 artinya, pertumbuhan ekonomi Kota Medan selalu menunjukkan angka positif yang lebih besar dari pertumbuhan ekonomi propinsinya. Ini menunjukkan bahwa di Kota Medan masih merupakan mesin pembangunan bagi daerah-daerah lainnya di Sumatera Utara, Indikator utama Kota Medan dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: Indikator Utama Ekonomi Kota Medan Tabel 3 No. Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tahun 2004
Penduduk PDRB Pertumbuhan Ekonomi Income perkapita Tingkat Inflasi Jumlah tenaga kerja produktif Tingkat pengangguran Total of export (FOB,000 US$ Total of Import (CIF,000 US$
2.006.142 Jiwa 24,5 trilyun 4,49 % Rp.12,500,000 6,64 % 682.826 Jiwa 13,01 % 2,229,125 679,000,000
Mayor export :
Lemak dan minyak nabati/hewani, udang, kerang, kayu lapis, aluminium, barang kesenian, cokelat, kopi, mineral mentah dll. Impor barang modal (suku cadang/asesoris kenderaan bermotor, mesin/peralatan industri khusus, alat elektronik, dll) impor barang konsumsi, (makanan ternak, beras, aluminium, sayur segar, tembakau, dll) Malaysia, Jerman, Inggris, Singapura, RRC, Belanda, Taiwan, Hongkong, dll)
Mayor import :
Partners :
Sumber : BPS Kota Medan 2005
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
121 B. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Pemerintah Kota Medan Terhadap Tata Ruang Yang Berwawasan Lingkungan Pada hakekatnya perencanaan (Tata Ruang) kota adalah proses untuk menentukan tindakan di masa depan yang sesuai melalui suatu urutan (tahapan) pilihan-pilihan. Dengan demikian perencanaan (planning) mempunyai dua pengertian yang tidak terpisahkan, yaitu sebagai produk (keadaan akhir yang dikehendaki) dan sebagai manajemen (pola pengarahan dalam pencapaian pembangunan). Saat ini Kotamadya Medan sedang dan akan berkembang dalam rangka mengimbangi percepatan pembangunan industri di daerah Kotamadya Medan sebagai zona industri. Oleh sebab itu , Pemda kotamadya Medan tengah mengupayakan peningkatan kemampuan lahan (land capability) yang saat ini kurang produktif menjadi lebih produktif. Caranya adalah dengan menata kembali kawasan tersebut agar didapatkan nilai tambah yang lebih memadai dan sesuai dengan potensi serta nilai ekonomi yang dimilikinya. Dengan kata lain, upaya peningkatan kemampuan lahan tersebut dimaksudkan agar lahan dapat dimanfaatkan sesuai dengan The Highest Use dari potensi yang dimiliki. Dengan demikian, cukup jelas bahwa upaya penataan kembali Kota Medan ini memiliki konotasi ekonomi, yaitu pemanfaatan lahan dengan cara memberikan vitalitas baru kepada kawasan yang hendak dikembangkan. Atas dasar pengertian diatas, maka yang berkepentingan terhadap Kota Medan diharapkan turut memikirkan cara meningkatkan potensi pengembangan Kota Medan. Untuk itu, RIK Kodya Medan
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
122 yang hampir 20 tahun tidak pernah dievaluasi perlu ditinjau kembali dan mempersiapkan RUTRK tahun 2005 sehingga dapat diajukan rekomendasi tentang : a. Jenis kegunaan lahan yang diinginkan b. Ambang intensitas pembangunan kota yang layak c. Skala pembangunan baru yang diantisipasi. Hal ini tentunya harus sesuai dengan tujuan pokok yang tercakup dalam upaya pembangunan Kota Medan di lingkungan lama dan di lingkungan baru yaitu : a. Kemampuan untuk merangsang kehidupan ekonomi. b. Kemampuan menciptakan lapangan kerja baru. c. Kemampuan untuk menciptakan lingkungan hunian yang layak sesuai dengan kemampuan sumberdaya yang ada d. Memberi sumbangan kepada kestabilan nasional. Oleh karena itu, intervensi perencanaan yang dimaksud haruslah juga menjawab semua tingkat perencanaan kota yang berlaku, mulai dari RTRW/RSTRP (Rencana Struktur Tata Ruang Provinsi), (Rencana Umum Tata Ruang Kota), RDTRK (Rencana Detil Tata Ruang Kota), RTRK (Rencana Teknik Ruang Kota) dan RUK (Rencana Unsur Kota), sehingga wilayah-wilayah yang dinyatakan sebagai wilayah pengembangan, satu dengan lainnya (dilihat dari fungsi dan peran yang dibawanya) saling menunjang dan bukan saling bertentangan (bersaing atau saling mematikan). Dengan demikian, investasi yang telah dan akan ditanamkan serta diadakan dari sumber daya yang terbatas tidak akan menjadi sia-sia.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
123 Begitu juga dengan investasi pengembangan diwilayah kawasan pusat Kota Medan dan area pengaruhnya di luar Kotamadya Medan Menurut hasil wawancara dari Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan, bulan Juni 2008, Penataan Kota Medan telah dilakukan sejak zaman Belanda yaitu melalui Stablad Kota Medan, kemudian disusun Rencana Induk Kota Medan (RIK) sebagai Masterplan pada tahun 1975 yang ditetapkan dalam Surat Keputusan DPRD Kotamadya Medan No. 7/DPRD/1974 tanggal 24 Juli 1974, kemudian disusun penjabaran RIK dalam Rencana Sub-Sub Wilayah (RSSW) yang dilegalisasi melalui Surat Keputusan DPRD Kotamadya Dati II Medan No. 12/DPRD/1979 tanggal 27 Desember 1979. Pada tahun 1995 disusun Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kota Medan sebagai penyesuaian terhadap UU No. 24 tahun 1992 tentang penataan ruang . RUTR ini ditetapkan berdasarkan Perda Kotamadya Dati II Medan No. 4 Tahun 1995. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang untuk menjabarkan RUTR dan menyesuaikan RSSW telah dilakukan 2 (dua) kali tetapi tidak selesai sampai tahap legalisasi Perda. Atas hal tersebut Penataan Ruang Kota Medan saat ini mengacu pada : a. RUTR Kota Medan skala peta 1 : 20.000 b. Rencana Sub-Sub Wilayah Kota Medan skala peta 1 : 5000 c. Peta-peta Blad perencanaan sebelum RIK skala peta 1 : 1000 yang meliputi pusat kota d. Ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan dalam SK Walikota Medan
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
124 Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan adalah: 1. Aspek Perencanaan Ruang: a. Membangun sistem informasi yang diawali dengan pembuatan peta foto udara pada tahun 2005 dan peta garis pada tahun 2006. b. Menyusun Revisi RUTR menjadi RTRW tahun 2006 tetapi belum diperdakan karena harus terlebih dahulu tahun ini dilakukan penyempurnaan/penyesuaian dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. c. Menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Medan yang direncanakan dengan cara bertahap di 21 kecamatan mulai tahun 2008 (9 kecamatan) d. Menyusun Rencana Teknis Ruang Kota dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
serta Zoning Regulation yang dijadwalkan mulai tahun
2009/2010. e. Memperbaharui berbagai Perda tentang Penataan Ruang dan Bangunan serta berbagai standar. 2. Aspek Penataan Ruang : a. PenyusunanRencana Pembangunan sesuai RUTR b. Pembangunan kerangka utama transportasi dan komponen tata ruang untuk mewujudkan RTR c. Pembentukan/Badan koordinasi Penataan Ruang Daerah
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
125 3. Aspek Pengendalian: a. Pengendalian perizinan b. Pengawasan c. Koordinasi antar instansi d. Penertiban. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 Keputusan Walikota Medan Nomor 66 Tahun 2002 Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan Kota Medan, Pasal 14 menyebutkan; Sub Dinas Bina Program mempunyai fungsi: a. menyusun rencana kegiatan kerja; b. mempersiapkan penyusunan rencana kerja dinas c. melaksanakan
kegiatan
penelitian
/
survei
dalam
rangka
perumusan
pengembangan dan tata ruang kota; d. menyusun dan mengkordinasikan rencana tata ruang kota dan penataan bangunan dengan instansi terkait; e. mengarahkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kota; f. melaksanakan kegiatan penyuluhan yang berkenaan dengan kebijakan dibidang rencana tata ruang kota; g. melaksanakan kegiatan evaluasi atas kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan rencana kerja yang ada;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
126 h. memberikan saran-saran atau pertimbangan-pertimbangan kepada Kepala Dinas tentang langkah-langkah atau tindakan-tindakan yang diambil dalam hal-hal yang menyangkut tugasnya; i. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya. Selanjutnya dalam Pasal 17 Surat Keputusan Walikota Medan No. 66 Tahun 2002 disebutkan : (1) Seksi penelitian mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penelitian dibidang penataan ruang kota dan bangunan termasuk penelitian rencana tata ruang kota dan penataan bangunan serta menyusun konsep revisi pengembangan rencana tata ruang kota dan penataan bangunan (2) Seksi Evaluasi/Pengembangan mempunyai tugas melaksanakan evaluasi atas kegiatan yang telah dilaksanakan dibidang rencana tata ruang kota dan penataan bangunan; (3) Seksi Penyuluhan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penyuluhan dibidang penerapan rencana tata ruang kota dan penataan bangunan serta meningkatkan peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kota. Selanjutnya Pasal 20 Surat Keputusan Walikota Medan Nomor 66 Tahun 2002 menyebutkan, untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 19, Sub Dinas Data dan Pemetaan mempunyai fungsi : a. menyusun rencana kegiatan kerja;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
127 b. menghimpun / mengumpulkan data dan informasi yang berhubungan dengan tugas dibidang data dan pemetaan untuk penyusunan konsep dan evaluasi tata ruang kota dan bangunan; c. melaksanakan pengukuran pemetaan dan fotogrametri rencana kota. d. melaksanakan pengukuran tanah dan ketinggian bangunan untuk rencana pengembangan dan tata ruang kota; e. melaksanakan pemeliharaan / perawatan dan pembaruan peta dasar, foto udara dan dokumentasi lapangan serta penerapan GIS dalam pemetaan f. memberikan saran-saran atau pertimbangan-pertimbangan kepada Kepala Dinas tentang langkah-langkah yang perlu diambil dalam hal-hal yang menyangkut, bidang tugasnya; g. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya. Selanjutnya Pasal 23 dari Surat Walikota tersebut menyebutkan: (1) Seksi Pengumpulan Data mempunyai tugas melaksanakan pengumpulan / penghimpunan data dan informasi untuk penyusunan dan evaluasi rencana tata ruang kota serta kebijaksanaan teknis penataan ruang kota dan bangunan (2) Seksi pengukuran mempunyai tugas melaksanakan pengukuran untuk bahan penetapan rencana kota dan untuk menyerapkan ketinggian (feil), melaksanakan pengukuran tanah untuk mendirikan letak tanah / lokasi secara tepat sesuai permohonan untuk mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
128 (3) Seksi Pemetaan dan Geographi Information System (GIS) mempunyai tugas melaksanakan pemetaan fotografis, membuat peta-peta iktiar dan memetakan hasil evaluasi yang telah terwujud dilapangan serta melaksanakan pemeliharaan / perawatan dan pembaharuan peta dasar, foto udara dan dokumentasi lapangan serta penerapan GIS dalam pemetaan. Selanjutnya dalam Pasal 26 Keputusan Walikota Medan Nomor 66 Tahun 2002 mengatakan, untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 25, Sub Dinas Tata Kota mempunyai fungsi : a. menyusun rencana kegiatan kerja; b. melaksanakan pengendalian rencana tata ruang kota dan bangunan melalui mekanisme advis plan; c. melaksanakan penelitian terhadap lokasi permohonan IMB agar sesuai dengan rencana tata ruang kota; d. merencanakan site plan (tata letak) permohonan IMB sesuai dengan penataan ruang dan bangunan; e. merencanakan kebutuhan fasilitas sosial dan umum pada suatu kawasan atau lingkungan; f. mempersiapkan advis dan plan yang akan diajukan kepada atasan; g. menyusun rencana peremajaan kota dan mengkoordinasikannya dengan unit terkait;
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
129 h. memberikan saran-saran atau pertimbangan-pertimbangan kepada Kepala Dinas tentang langkah-langkah atau tindakan-tindakan yang perlu diambil dalam hal-hal yang menyangkut bidang tugasnya; i. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya. Kemudian Pasal 29 dari Surat Keputusan Walikota medan Nomor 66 Tahun 2002 menyebutkan: (1) Seksi Rencana Tata Ruang Kota mempunyai tugas melaksanakan penelitian terhadap lokasi permohonan IMB yang meliputi peruntukan tanah, rencana jalan, garus sempadan bangunan, ketinggian bangunan, koefisiensi dasar bangunan (KDB) dan kebutuhan fasilitas parkir, memplotkan setiap advis plan dan IMB yang telah diterbitkan pada peta kerja Rencana Tata Ruang Kota serta memberikan saran evaluasi Rencana Tata Ruang Kota dengan pertimbangan teknis perencanaan kota, antara lain menyangkut peremajaan kota; (2) Seksi Perencanaan Tata Letak mempunyai tugas merencanakan site plan (tata letak) permohonan IMB sesuai dengan hasil penelitian Seksi Rencana Tata Ruang dan merencanakan kebutuhan fasilitas sosial dan umum serta mempersiapkan advis plan; (3) Seksi Perencanaan Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum mempunyai tugas meneliti dan merencanakan kebutuhan fasilitas sosial dan fasilitas umum pada suatu kawasan atau lingkungan.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
BAB IV Kesimpulan dan Saran A.
Kesimpulan 1. Berdsarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap Analisi Penataan Tata Ruang terhadap Pembangunan Berkelanjutan di Kota Medan diketahui bahwa Peraturan Daerah Kotamadya
No. 4 tahun 1995 belum berjalan dengan
semestinya. Peraturan Daerah Kota Medan belum bisa melindungi perencanaan Tata Ruang Kota Medan. Hal ini di dukung dengan masih kurangnya pengharagaan masyarakat maupun pemerintah terhadap tata ruang , perizinan dan lingkungan hidup dan masih banyaknya pelanggaran yang terjadi, misalnya membangun tanpa Surat Izin Mendirikan Bangunan, akibatnya merusak Perencanaan tata ruang dan merusak lingkungan. 2. Upaya-upaya yang dilakukan untuk memulihkan keadaan tata ruang , perizinan dan lingkungan agar tidak dirusak atau tidak tercemar belum berjalan dengan baik, karena penyuluhan-penyuluhan tentang perlunya menjaga penataan tata ruang dan lingkungan hidup belum tersosialisasi dengan benar. B.
Saran 1.
Dalam perlindungan perencanaan tata ruang di Kota Medan diperlukan peran serta seluruh masyarakat dan aparatur negara dalam mengawasi setiap perkembangan tata ruang, perizinan dan lingkungan yang dilakukan masyarakat, untuk itu diharapkan kepada pemerintah khususnya pemerintah Kota Medan untuk menghimbau kepada seluruh masyarakat dan aparatur
130 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
131 negara untk bekerja sama dalam melakukan pengawasan terhadap izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Medan 2. Penataan tata ruang merupakan hasil kreatif yang sangat berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang di Indonesia khususnya bagi perkembangan Kota Medan. untuk itu kepada pemerintah diharapkan untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi perkembangan tata ruang misalnya
dengan membuat
peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas setiap pelanggaran tata ruang, perizinan dan lingkungan, selain itu mengatur aparatur negara untuk berperan aktif dalam mengawasi setiap kegiatan mebangun fisik bangunan dan melindungi setuap pemegang izin. 3. Kepada aparatur Penegak Hukum seperti Polisi, Jaksa, Hakim dan yang berwewenang yang melakukan penyidikan terhadap orang-orang yang melakukan pelanggaran untuk segera diproses sesuai dengan hukum yang berlaku dan kepada Hakim yang menangani perkara tersebut agar menjatuhkan putusan yang berat kepada pelanggar tata ruang , perizinan dan lingkungan, sehingga tidak mengulangi perbuatannya lagi dan juga kepada orang-orang yang mencoba untuk berbuat perusakan lingkungan dan tata ruang berpikir ulang untuk melakukannya.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA A. Buku. Abduh Muhammad, Profil Hukum Administrasi Negara Indonesia (HANI) Dikaitkan dengan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun) (Medan, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru besar Tetap Dalam Mata Pelajaran Hukum Administrasi Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tahun 1988) Akbar Faisal, Dimensi Hukum Dalam Pemerintahan Daerah : Cetakan Pertama; Medan Pustaka Bangsa Press 2003 Arifin, Syamsul. Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia, Medan : Universitas Sumatera Utara Press, 1993 Arifin
Syamsul, Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Dalam Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan di Sumatera Utara (Medan, Penerbit Pustaka Bangsa Press 2004)
Bakri Muhammad, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria) Cet. 1, Yogyakarta : Citra Media, 2007 Danu Saputro Munadjad, st, Hukum Lingkungan, Bandung :Bina Cipta 1980 (Buku I) Dellyo JB Dkk, Pengantar Ilmu Hukum , Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta : PT. Gramedia 1989. Dwarkin Ronald, Dalam Kutipan Bismar Nasution Metode Penelitian Normatif dan Perbandingan Hukum. Galenter Marc, Modernisasi Sistem Hukum Dalam Myron Weiner (ed) Modernisasi Dinamika Pertumbuhan Cetakan I ; Yogyakarta Gajah Mada University, Press 1993, Cetakan III. Hadi P. Sudharto; Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, Yogyakarta : Oleh Gajah Mada University, Press, 2005 Hadjon M. Philipus Dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to Indonesia Administrative law, Yogyakarta ; Dicetak oleh : Gajah Mada University Press, 1995
132 Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
133 Hartono Sumaryati; Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung: Alumni 1991. Hardjasoemantri Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi kedelapan Cetakan Kedelapan belas Gajah Mada University Press, 16 Juni 2005. Herbet L, The Limits of the criminal (Stanford : Stanford University, Press 1968) Kantaatmadja Komar Mieke, Hukum Angkasa dan hukum Tata Ruang (Bandung, Penerbit Cv. Mandar Maju, 1994) Kelsen Hans, Teori Umum Hukum dan Negara, Alih Bahasa H. Somardi. Diterbitkan oleh : Jakarta BEE. Media Indonesia 2007 --------------- , Teori Hukum Murni, Penerjemah Raisal Muttaqien, Bandung : Nusamedia & Nuansa, 2007. Kusumaat Maja Muchtar; Hubungan antara Hukum dengan Masyarakat, Landasan Pikiran Pola dan Mekanisme Pelaksanaan Pembaharuan Hukum Jakarta : BPHN Lipi. 1996. -------------------, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bandung : Bina Cipta. 1976 Manan Bagir, Hukum Positif di Indonesia Suatu Kajian Teoritik, cetakan ketiga , Yogjakarta : UII Press April 2004. Mayanti Seder; Good Governance (Kepemerintahaan yang baik) dalam rangka otonomi daerah, upaya membangun organisasi efektif dan efisien melalui rekomendasi dan pemeberdayaan Bandung, Mandar Maju 2007. Nasution Bismar, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Pidato Disampaikan pada Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Hukum Ekonomi Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 12 April 2004. Saleh Ruslan, Suatu Reorientasi Dalam Hukum Pidana, Jakarta; Aksara Baru 1973 Salim Emil, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta : Mutiara Sumber Widya, 1985 Siahaan Lintong O, Prospek PTUN Sebagai Penyelesaian Sengketa Administrasi Indonesia cetakan pertama ; Jakarta : Perum Percetakan Negara RI. 2005.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
134 Sidabalok Janus, Pengantar Hukum Ekonomi Medan, Penerbit Bina Media Medan, 2000 Silalahi Daud M. Hukum Lingkungan Dalam Sistim Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, (Bandung : Penerbit PT. Alumni, 2001 Soegito Irawan, Undang-Undang Gangguan (HO) Jakarta : Noor Dhoff-Kolf NV. 1995 Soemardjan Selo, Social Change In Yogjakarta ( Yogjakarta Gajah Mada University Press 1991) Stellinga, Grondtriekken van het Nederland Administratif Recht (Bandung Alumni 1981, Terpetik Dalam Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara. Sudrajad Sodik Ahmad & Ridwan Juniarso, Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah, (Bandung : Penerbit Nuansa, 2007) Cetakan I Suhardi Gunarto, Peranan Hakim Dalam Pembangunan Ekonomi; (Yogjakarta : University Atmajaya, 2002) Susanto Gunawan, Analisis Dampak Lingkungan Yogjakarta : Gajah Mada University 1987 Rahardjo Satjipto, Hukum dan Masyarakat Bandung: Angkasa 1991 Rangkuti Sundari Siti; Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Dalam Proses Pembangunan Hukum Nasional Indonesia, Disertasi. Unair Pada 1987. Rasyidi Ira dan Rasyidi Lili, Dasar-Dasar Filsafat Hukum dan Teori Hukum, Bandung, Citra Aditya Bhakti 2001 Ridwan H. Juniarso dan Sodik Achmad, Hukum Tata Ruang dalam konsep kebijakan otonomi daerah, Bandung ; Penerbit Nuansa 2007 Siahaan, Lintong O. Prospek PTUN sebagai Penyelesaian Sengketa Administrasi di Indonesia, Cetakan Pertama, Perum Percetakan Negara RI, Jakarta, 2005 Silalahi M. Daud, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Bandung Penerbit ; Alumni 2001
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
135 Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga ; Jakarta : Universitas Indonesia (UI- Press), 1986. Supriadi, Hukum Lingkungan di Indonesia sebuah Pengantar, Diterbitkan oleh Sinar Grafika, Jakarta 2006. Syahrin, Alvi, Pengantar Hukum dan Kebijakan Pembangunan dan Permukiman Berkelanjutan, Medan, Pustaka Bangsa, 2003. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Tanpa Penerbit, 1980. Widjaya Rangga Rosjidi, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia; Mandar Maju 1998.
Bandung :
B. Perundang-Undangan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok-Pokok Agraria Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan undangan
perundang-
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah Pengganti UndangUndang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008
136 Peraturan Pemerintah RI No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Permendagri. No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Pertokoan
Hijau Kawasan
Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Nomor 4 Tahun 1995 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Kotamadya Daerah Tingkat II Medan Tahun 2005
C. Jurnal Ilmiah, Majalah dan Makalah Nasution, Bismar, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato disampaikan pada Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 17 April 2004 -----------------“Reformasi Hukum dalam Rangka Era Globalisasi Ekonomi”, disampaikan pada Diskusi Pembangunan Hukum dalam Rangka Era Globalisasi Ekonomi, fakultas Hukum USU, Medan, 25 September 1999.
Rinsofat Naibaho : Analisis Hukum Terhadap Penataan Tata Ruang Kota Medan Dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan, 2008 USU Repository © 2008