TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN KUASA MUTLAK DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH OLEH NOTARIS / PPAT (PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH)
TESIS
Oleh NELLY SRIWAHYUNI SIREGAR 067011059/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN KUASA MUTLAK DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH OLEH NOTARIS / PPAT (PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH)
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Magister Kenotariatan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh NELLY SRIWAHYUNI SIREGAR 067011059/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Induk Program Studi
: TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN KUASA MUTLAK DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH OLEH NOTARIS / PPAT (PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH) : Nelly Sriwahyuni Siregar : 067011059 : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua
(Chairani Bustami, SH, SpN, MKn) Anggota
(Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum) Anggota
Ketua Program Studi
Direktur,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B.MSc)
Tanggal Lulus : 23 Agustus 2008
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
Telah Diuji Pada tanggal : 23 Agustus 2008
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin SH, MS, CN. Anggota : Chairani Bustami, SH, SpN, MKn. Notaris/PPAT Syafnil Gani, SH, MHum. Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA Notaris/PPAT Syahril Sofyan, SH, MKn.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
ABSTRAK Dalam hal melakukan perbuatan hukum untuk mengalihkan suatu hak atas tanah haruslah dilakukan di hadapan seorang Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bertujuan untuk memperoleh kekuatan pembuktian yang sah dan dibuatkan dengan akta otentik. Khusus untuk tanah-tanah yang bersertipikat jual beli atau pengalihan hak ini dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, tetapi ada kalanya pelaksanaan jual beli ini dilakukan dihadapan notaris, yang dinamakan dengan Perjanjian Jual Beli/Perikatan Jual Beli. Perjanjian jual beli yang diikuti dengan kuasa mutlak merupakan perjanjian pendahuluan yang lazim ditemukan dalam praktek Notaris. Sehingga dengan demikian perjanjian jual beli dengan kuasa mutlak ini dilaksanakan mengawali jual belinya itu sendiri dihadapan PPAT. Berdasarkan uraian di atas, akan dikaji mengenai mengapa kuasa mutlak sebagai tindak lanjut dari perjanjian pendahuluan dalam peralihan hak atas tanah masih dapat diberlakukan dan bagaimana secara yuridis kedudukan kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah yang dibuat dihadapan Notaris/PPAT serta bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak yang telah melakukan peralihan hak atas tanah dengan memakai kuasa mutlak. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan cara meneliti bahan hukum pustaka, dilengkapi dengan pendekatan deskriptif dan analisis dilapangan dengan cara wawancara kepada narasumber, yang kemudian fakta-fakta tersebut dianalisis dan digambarkan sesuai dengan fakta yang ada (deskriptif dan analitis). Dari hasil penelitian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kedudukan kuasa mutlak dalam perjanjian jual beli masih sering digunakan di kalangan masyarakat. Kuasa mutlak yang seharusnya digunakan adalah kuasa mutlak yang sesuai dengan isi Surat Direktur Jenderal Agraria Nomor 594/1492/AGR tanggal 31 Maret 1982. Dalam praktek sering dijumpai Akta Perjanjian Jual Beli tidak memakai klausula tidak dapat dicabut kembali, sehingga mengakibatkan kuasa tersebut menjadi tidak mutlak. Dalam hal pemakaian kuasa mutlak dalam perjanjian jual beli diperuntukkan demi kepentingan khususnya pihak pembeli. Kuasa mutlak ini diberlakukan kembali disebabkan terdapat kemacetan dalam pengurusan surat-surat tanah sejak dikeluarkannya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982, sehingga kemudian dikeluarkan kembali Surat Direktur Jenderal Agraria Nomor 594/1492/AGR untuk melancarkan hal tersebut. Perlindungan hukum untuk pihak penjual yang tanahnya dialihkan dengan kuasa mutlak diperlukan apabila pihak pembeli membeli objek/tanah tersebut tidak dengan cara tunai. Dari kesimpulan tersebut, maka disarankan agar Notaris tidak begitu saja melayani permintaan para pihak untuk membuat suatu perjanjian jual beli yang disertai dengan kuasa mutlak, dan agar lebih berhati-hati dalam pemakaian kuasa mutlak sehingga kuasa mutlak yang digunakan adalah kuasa mutlak yang tepat sesuai dengan IMDN No.14/1982 dan SDJA No. 594/1492/AGR. Disarankan pula, agar diberikan penyuluhan untuk para Notaris/PPAT yang lebih akurat mengenai kuasa mutlak ini oleh pemerintah. Kata Kunci : Kuasa Mutlak, Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris/PPAT
i
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Kenotariatan (M.Kn) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., M.S., C.N., Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn, dan Bapak Notaris/PPAT Syafnil Gani, S.H., M.Hum., selaku Komisi Pembimbing yang dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini. Kemudian juga, kepada Dosen Penguji yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA., dan Bapak Notaris/PPAT Syahril Sofyan, SH, MKn, yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.
Selanjutnya ucapan terima kasihiiipenulis yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktris Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para Asisten Direktris serta seluruh Staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan (M.Kn) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Pada Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan. 5. Bapak Rustam Effendi Rasyid, SH, Bapak Andreas, SH, Bapak Soeparno, SH, Bapak Syamsurizul A. Bispo, SH, Bapak Yulhamdi, SH, Ibu Lolita Pulungan, SH, Ibu Irma Yolanda Handayani, SH, Ibu Sri Rambah, SH, selaku Notaris/PPAT di Medan juga kepada Ibu Khairunnisah, SH, Ibu Herlina Ginting, SH, Ibu Irdhanila Hasibuan, SH, selaku Notaris/PPAT di Binjai yang seluruhnya telah banyak membantu memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan
tesis ini.
6. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara diantaranya Ibu Fatimah, SH, Sari, Lisa, iv Bang Aldi, dan lain-lain, yang selalu membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
7. Para sahabat juga rekan yang berbaik hati yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan support kepada penulis selama masa pendidikan. Sungguh rasanya suatu kebanggaan tersendiri dalam kesempatan ini penulis juga turut menghaturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibunda Nurliana dan Ayahanda Baharuddin Siregar (Alm), serta kakak-kakak dan adik penulis yang telah memberikan doa dan perhatian yang cukup besar selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada suami tercinta Amran, S.Sos, serta ananda tersayang Sunelta Indira Ferdina dan Arnelita Dwi Cahya yang selama ini telah memberikan semangat dan doa restu serta kesempatan untuk menimba ilmu di Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama kepada penulis dan kalangan yang mengembangan ilmu hukum, v khususnya dalam bidang ilmu kenotariatan.
Medan,
Agustus 2008 Penulis,
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
Nelly Sriwahyuni Siregar
vi
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI Nama Lengkap
: Nelly Sriwahyuni Siregar
Tempat/Tanggal Lahir
: Medan / 06 April 1973
Status
: Menikah
Alamat
: Jl. Bejomuna No. K 7 Binjai – Sumatera Utara
II. KELUARGA Nama Suami
: Amran S.Sos
Nama Anak
: 1. Sunelta Indira Ferdina 2. Arnelita Dwi Cahya
Nama Ayah
: Baharuddin Siregar (Alm)
Nama Ibu
: Nurliana
III. PENDIDIKAN -
SD
: Tahun 1979 s/d 1985 SD Negeri 024772 – Binjai
-
SMP
: Tahun 1985 s/d 1988 SMP Tunas Pelita – Binjai
-
SMA
: Tahun 1988 s/d 1991 SMA Negeri 2 – Binjai
-
Perguruan Tinggi / S1
: Tahun 1991 s/d 1997 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Darussalam – Banda Aceh
-
Perguruan Tinggi / S2
: Tahun 2006 s/d 2008 Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara – Medan
vii
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
DAFTAR ISI Halaman ASBTRAK......................................................................................................
i
ABSTRACT....................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
vii
DAFTAR ISI...................................................................................................
viii
BAB I : PENDAHULUAN...........................................................................
1
A. Latar Belakang ..........................................................................
1
B. Perumusan Masalah...................................................................
14
C. Tujuan Penelitian.......................................................................
14
D. Manfaat Penelitian.....................................................................
15
E. Keaslian Penelitian ....................................................................
15
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ...................................................
16
G. Metode Penelitian......................................................................
45
HAL YANG MENYEBABKAN KUASA MUTLAK SEBAGAI TINDAK LANJUT DARI PERJANJIAN PENDAHULUAN DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH MASIH DAPAT DIBERLAKUKAN..........................................................
49
A. Perjanjian Jual Beli Tanah.........................................................
49
B. Hal-hal yang Menyebabkan Dilaksanakannya Perjanjian Jual Beli.....................................................................................
55
C. Faktor Penyebab Kuasa Mutlak Sebagai Tindak Lanjut Dari Perjanjian Pendahuluan Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Masih Dapat Diberlakukan........................................................
60
BAB III TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN KUASA MUTLAK DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DIBUAT viii DIHADAPAN NOTARIS/PPAT ....................................................
73
BAB II
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
A. Lembaga Pemberian Kuasa .......................................................
73
B. Ketentuan Jual Beli Hak Atas Tanah ........................................
80
C. Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah yang Dibuat Dihadapan Notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) ..........................
86
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK YANG TELAH MELAKUKAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH DENGAN MEMAKAI KUASA MUTLAK...................................
97
A. Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli ............................
97
A. Penggunaan Akta Notaris..........................................................
104
B. Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Yang Telah Melakukan Peralihan Hak Atas Tanah Dengan Memakai Kuasa Mutlak...............................................
109
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................
116
A. Kesimpulan................................................................................
116
B. Saran..........................................................................................
118
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
120
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pembangunan Jangka Panjang peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Berkaitan dengan itu meningkat pula kebutuhan dukungan berupa jaminan hukum di bidang pertanahan. Pemberian jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, pertama-tama memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya. Mengingat kebutuhan akan tanah bagi masyarakat Indonesia maupun masyarakat asing yang ada di Indonesia masih sangat tinggi, maka harus ditingkatkan jaminan kepastian hukum dalam penguasaan tanah. Dengan kata lain meningkat pula kebutuhan dukungan berupa jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan. Berkaitan dengan itu Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tercantum dalam
Undang-Undang
Nomor
5
Tahun
1960
telah
memerintahkan
diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. Menurut Peraturan Pemerintahan Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Pasal 1 butir 1 : Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
1 Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
2
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. 1 Sebagai konsistensi dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka peranan Pejabat Pembuat Akta Tanah sangat diperlukan, baik dalam penyediaan tanah maupun dalam pemutakhiran data penguasaan tanah, hal ini disesuaikan dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksaan Tanah. Adapun pengertian dari PPAT menurut Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Pasal 1 butir 1 : Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. 2 Pejabat Pembuat Akta Tanah diangkat oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional dengan tugas dan kewenangan tertentu dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat akan akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa pembebanan hak tanggungan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3 1
Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Pendaftaran Tanah, PP No.24 Tahun 1997, LN No.59 Tahun 1997, TLN No.3696, Ps. 1 ayat 1. 2 Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PP No. 37 tahun 1998, LN No. 52 Tahun 1998, TLN 3746, Ps 1 ayat 1. 3 Jimly Asshiddigie, “Independensi Dan Akuntabilitas Pejabat Pembuat Akta Tanah,” Renvoi (3 Juni 2003) : 31.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
3
Dalam hal melakukan perbuatan hukum untuk mengalihkan suatu hak atas tanah haruslah dilakukan dihadapan seorang Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bertujuan untuk memperoleh kekuatan pembuktian yang sah dan dibuatkan dengan akta otentik. Khusus untuk tanah-tanah yang bersertipikat jual beli atau pengalihan hak ini dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, tetapi ada kalanya pelaksanaan jual beli ini dilakukan dihadapan notaris, yang dinamakan dengan Perjanjian Jual Beli/Perikatan Jual Beli. Sehubungan dengan akta yang dibuat oleh notaris ini, di dalam Pasal 1868 KUH Perdata disebutkan : “Suatu akta autentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akte dibuatnya” 4 Akta yang dimaksudkan di atas dibuat oleh notaris, dimana pengertian notaris itu sendiri terdapat dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang selanjutnya disebut UUJN, menyebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Pasal 15 UUJN mengatur tentang kewenangan Notaris tersebut, yaitu : Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada 4
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, Cet-XIV, Tahun 1981, Hal. 419.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
4
pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Notaris berwenang pula mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau membuat akta risalah lelang. Selain kewenangan tersebut, Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 5 Sesuai dengan perkembangan zaman, Notaris tidak hanya membuat akta-akta otentik yang ditugaskan kepadanya, tapi juga memberikan nasehat hukum (legal advisor) ataupun pendapat hukum (legal opinion), penjelasan mengenai peraturan perundang-undangan kepada pihak-pihak yang bersangkutan, serta melakukan legalisasi dan waarmerking atas surat-surat atau dokumen di bawah tangan berdasarkan ketentuan Pasal 1874 KUH Perdata. Oleh karena perkembangan sosial yang cepat, mengakibatkan pula perkembangan hubungan-hubungan hukum di dalam masyarakat, maka peranan Notaris menjadi sangat kompleks dan seringkali sangat berbeda dengan ketentuan yang berlaku. Tugas dan peranan Notaris dalam praktek di masyarakat makin luas dari pada tugas Notaris yang dibebankan dalam undangundang tersebut. Bahkan terkadang dianggap sebagai profesi yang dapat menyelesaikan segala masalah hukum. 6 Peranan Notaris yang semakin kompleks ini, menurut G.H.S. Lumban Tobing, hendaknya para Notaris lebih waspada agar tidak tertinggal. Apabila para 5
Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang UUJN, Bp. Pustaka Candra, Jakarta,
2004. 6
Habib Adjie, Penegakan Etika Profesi Notaris dari Perspektif Pendekatan Sistem”, Media Notariat, Edisi April – Juni, INI, Jakarta, 2002, Hal. 6-7.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
5
Notaris tidak ingin pihak lain membicarakan hal-hal yang berkaitan dengannya, tanpa keterlibatan para Notaris itu sendiri, maka para Notaris harus dituntut untuk membekali dirinya mulai dari sekarang ini. Hendaknya diingat bahwa para Notaris tidak akan dapat membekali dirinya, apabila para Notaris disamping perhatiannya terhadap pekerjaannya sehari-hari dan tidak mempunyai perhatian terhadap semakin lajunya pembangunan yang kini sedang giat-giatnya dilaksanakan di segala bidang, terutama di bidang hukum. 7 Notaris adalah seorang pejabat hukum yang bergelut dalam dunia hukum yang terlibat dalam dunia aturan-aturan yuridis yang serba kait mengkait dan juga Notaris adalah sebagai individu yang hidup dalam masyarakat yang juga terikat pada tatanan-tatanan sosial. Notaris juga memiliki kebebasan dalam membentuk dunia sendiri, lewat pemikiran-pemikiran dan keputusan yang diambilnya, selama tidak melanggar ketentuan-ketentuan umum. 8 Jika dilihat pengertian jual beli yang dihubungkan dengan kekuatan akte yang dibuat oleh notaris, maka dapat dilihat dalam Pasal 1457 KUH Perdata yang berbunyi: “Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. 9 Objek dari jual beli disini adalah hak atas tanah yang akan dijual. Dalam praktek disebut jual beli tanah. Hak atas tanah yang dijual, bukan tanahnya. Memang benar dengan tujuan membeli hak atas tanah ialah supaya pembeli dapat secara sah menguasai dan mempergunakan tanah tersebut, tetapi yang dibeli (dijual) bukan tanahnya, tetapi hak atas tanahnya. 10
7
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga Ciracas, Jakarta, 1983,
Hal. 30. 8
Chairani Bustami, Aspek-aspek Hukum Yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli Yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, Tesis pada Program Pasca Sarjana USU Medan, 2002, Hal. 66. 9 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, op.cit. Hal. 327. 10 Effendi Perangin, Praktek Jual Beli Tanah, Manajemen PT. Raja Grafindo Persada, 1994, Hal. 8.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
6
Berdasarkan pada ketentuan di atas dapat dilihat bahwa jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual. Dalam jual beli senantiasa terdapat dua sisi hukum perdata yaitu hukum kebendaan dan hukum perikatan. Dikatakan demikian karena pada sisi hukum kebendaan, jual beli melahirkan hak bagi kedua belah pihak atas tagihan, yang berupa penyerahan kebendaan pada satu pihak, dan pembayaran harga jual pada pihak lainnya. Sedangkan pada sisi perikatan, jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual. 11 Hal itu dipertegas lagi dengan bunyi Pasal 1458 KUH Perdata yang menyatakan bahwa : “Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.” Ini berarti bahwa perjanjian yang telah ada diantara para pihak yaitu kesepakatan yang telah ada, akan menjadi pengikat dan menjadi dasar untuk tindakan selanjutnya di dalam pembuatan suatu perjanjian terutama sekali dalam hal perjanjian jual beli yang akan dilaksanakan oleh para pihak.
11
Gunawan Widjaja, Kartini Muljadi, Seri Hukum Perikatan Jual Beli, PT. Radja Grafindo, Jakarta, 2003, Hal. 7.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
7
Bahwa jual beli yang dimaksud adalah jual beli dalam arti untuk tanah-tanah yang sudah bersertipikat yang meliputi segala sesuatu yang ada/berada atau ditempatkan di atas tanah tersebut dan jual beli ini dilaksanakan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), namun untuk hal-hal tertentu pelaksanaan jual beli ini dapat juga dilakukan di hadapan Notaris, dimana dalam hal ini ada yang disebut dengan perikatan jual beli dan ada pula yang disebut dengan perjanjian jual beli yang melibatkan dua pihak yaitu pihak penjual dan pihak pembeli. Sehubungan dengan hal tersebut, Notaris dalam hal ini akan sangat berperan untuk mencarikan upaya agar perjanjian jual beli ini dapat dilaksanakan dengan tidak mengurangi nilai atau harkat dari akta yang dimaksud, yang artinya tetap bernilai jual beli yang berarti terjadi penyerahan dari penjual kepada pembeli dengan transaksi tunai. 12 Timbulnya perjanjian jual beli ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah keengganan dari para pihak untuk membayar pajak, baik berupa Pajak Penghasilan (PPH) maupun Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan juga sebab-sebab lain diantaranya adalah belum dilakukannya cek bersih sertipikat dimaksud di Kantor Pertanahan, serta belum dilakukan roya atas sertipikat tersebut yang masih dibebani Hak Tanggungan. 13 Sebagian dari hal-hal tersebut di atas menyebabkan para pihak melakukan perjanjian jual beli dan peranan notaris di dalam membuat akta perjanjian jual beli yang diinginkan oleh para pihak diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi
12 13
Chairani Bustami, Op.cit, Hal. 12 Ibid, Hal. 42
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
8
para pihak dan disamping itu notaris diharapkan untuk mengingatkan para pihak terhadap hak dan kewajiban mereka yang timbul dari perjanjian jual beli yang telah dibuat. Hal penting yang harus diperhatikan di dalam suatu akta perjanjian jual beli yang dibuat oleh notaris adalah bahwa setelah akta itu dibuat harus diikuti dengan diterbitkannya suatu Surat Kuasa, dengan kata lain akta perjanjian jual beli tidak dapat dipisahkan dari surat kuasa. Surat pemberian kuasa pada umumnya merupakan suatu perjanjian sepihak, dimana kewajiban untuk melaksanakan prestasi hanya terdapat pada satu pihak saja yaitu pada penerima kuasa. Pasal 1792 KUH Perdata berbunyi sebagai berikut : “Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberi kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”. Yang dimaksudkan pemberian kuasa disini adalah para pihak mempunyai kebebasan untuk membuat kesepakatan, salah satunya mengenai kuasa apa saja yang diterima oleh pihak pembeli dari pihak penjual. Disinilah sering pihak penjual memberikan apa yang disebut dengan kuasa mutlak. Sebelumnya perlu diketahui bahwa pemberian kuasa mutlak tidak diatur di dalam KUH Perdata, namun diakui di dalam lalu lintas bisnis di masyarakat yang oleh beberapa putusan hakim dipandang sebagai penemuan hukum. Pemberian kuasa mutlak adalah merupakan suatu perikatan yang muncul dari perjanjian, yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang mengakui adanya kebebasan berkontrak,
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
9
dengan pembatasan bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan harus dilandasi dengan itikad baik. Sahnya Kuasa Mutlak disyaratkan bahwa Pemberi Kuasa harus mempunyai kepentingan terhadap pelaksanaan Kuasa Mutlak tersebut dengan memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. Kuasa mutlak tersebut harus diterima baik oleh Penerima kuasa, agar mempunyai kekuatan tidak dapat dibatalkan atau dicabut kembali. b. Pemberi kuasa harus bekwaam (mampu). c. Objek pemberi Kuasa Mutlak harus terbatas dan tertentu. d. Harus ada dasar hukum yang sah, artinya perjanjian yang menjadi dasar terbitnya Kuasa Mutlak tersebut haruslah sah menurut hukum. 14 Kuasa mutlak disini dapat dijabarkan sebagai kuasa yang diberikan disertai hak dan kekuasaan yang luas sekali terhadap objek tertentu, pada perbuatan mana pemberi kuasa tidak dapat menarik kembali kuasanya serta tidak akan gugur kapan atau dengan alasan apapun. Si kuasa dibebaskan dari kewajiban memberikan pertanggung jawaban selaku kuasa kepada pemberi kuasa dan bertindak seolah-olah objek tersebut adalah kepunyaannya. Hal tersebut tidak dapat dijumpai dalam pemberian kuasa dan merupakan penyimpangan dari ketentuan tentang berakhirnya suatu kuasa dan tentang pertanggung jawaban penerima kuasa terhadap pemberi kuasa sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata. 14
Chairani Bustami, Op.cit, Hal.31
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
10
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1813 KUH Perdata dinyatakan bahwa kuasa akan berakhir apabila : 1. Kuasa ditarik kembali 2. Pemberitahuan penghentian kuasa 3. Meninggalnya pengampu atau pailitnya pemberi kuasa atau yang menerima kuasa. 4. Perkawinan perempuan yang sudah memberikan kuasa atau yang menerima kuasa (untuk ketentuan terakhir ini sudah tidak berlaku lagi). Maka pemberian kuasa yang dimaksud dalam Pasal 1792 KUH Perdata tidaklah dapat dilepaskan dari isi Pasal 1813 KUH Perdata tersebut. Artinya bahwa apabila unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1813 KUH Perdata tersebut terpenuhi maka perjanjian pemberian kuasa yang dibuat berakibat tidak berkekuatan hukum lagi. Namun demikian perlu diperhatikan, bahwa pemberian kuasa tersebut hanya meliputi tindakan pengurusan saja. Dan hal ini tersirat pada Pasal 1792 KUH Perdata dan ditegaskan pada Pasal 1797 KUH Perdata bahwa si penerima kuasa tidak boleh melakukan sesuatu apapun yang melampaui batas kuasanya. Maksudnya disini adalah bahwa penerima kuasa tidak diperbolehkan melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh si pemberi kuasa dalam hal ini adalah pemilik/pemegang haknya. Terdapat larangan terhadap kuasa mutlak sebagaimana yang disebutkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
11
Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah. Isi Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tersebut antara lain adalah menginstruksikan kepada semua Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I dan para Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat II untuk melarang a. Camat dan Kepala Desa atau pejabat yang setingkat dengan itu untuk membuat/menguatkan pembuatan surat kuasa mutlak yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah. b. Pejabat-pejabat agraria untuk melayani penyelesaian status hak atas tanah yang merupakan surat kuasa mutlak sebagai bahan pembuktian pemindahan hak atas tanah. Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri tersebut dapat disimpulkan bahwa kuasa mutlak mempunyai 3 (tiga) unsur, yaitu : 1. Obyek dari kuasa tersebut adalah tanah 2. Kuasa tersebut mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa, dan 3. Kuasa tersebut memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanah serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya, dan pada hakekatnya merupakan suatu pemindahan hak atas tanah.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
12
Dalam pemberian suatu kuasa mutlak dapat menimbulkan konflik diantaranya: 1. Adanya ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban dari para pihak. Hal ini disebabkan karena bahwa pemberian kuasa mutlak ditujukan untuk kepentingan pihak penerima kuasa/pembeli. 2. Penyalahgunaan klausul kuasa mutlak yang tidak dapat dicabut kembali. Karena dengan kekuatan pemberian kuasa walaupun penerima kuasa belum melunasi pembayaran atas jual beli tersebut dapat melakukan tindakan pemilikan dan tindakan pengurusan tanpa persetujuan dari pemberi kuasa/penjual dan ini sangat merugikan pihak penjual karena tidak bisa berbuat apa-apa. Hal ini juga merupakan perbuatan melanggar hukum dari penerima kuasa karena telah melampaui batas-batas kuasanya. Hal yang perlu diperhatikan lagi bahwa, larangan penggunaan kuasa mutlak sebagai pemindahan hak atas tanah yang dimaksud, adalah perjanjian pemberian kuasa “ yang tidak mengikuti” perjanjian pokoknya. Dimana hal ini telah tersirat dalam Surat Dirjen Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 594/493/AGR, tanggal 31 Maret 1982. Sebagai contoh, bahwa dalam Surat Kuasa Memasang Hipotik yang sekarang disebut dengan Surat Kuasa membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang
merupakan bagian dan sebagai tindakan awal
pengamanan/perlindungan bagi kreditur terhadap Surat Pengakuan Hutang yang dibuat, dicantumkan klausul tidak dapat dicabut dan tidak akan berakhir karena sebab apapun juga, yang mana hal ini hanya bersifat sementara sampai hutangnya lunas.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
13
Demikian juga dalam Perjanjian Jual Beli, dimana perjanjian pemberian kuasa di dalamnya harus diberikan dengan ketentuan bahwa kuasa tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokoknya yaitu pengikatan jual belinya itu sendiri. Dengan demikian perjanjian pemberian kuasa yang demikian tidak termasuk dalam surat kuasa mutlak yang dilarang. Dengan catatan bahwa kuasa yang diberikan didalam perjanjian jual beli yang dibuat secara notaril dimana hak-hak pemberi kuasa sudah terpenuhi dan pelaksanaan jual beli kepada pembeli belum dapat dilaksanakan karena misalnya sertifikat belum selesai dibalik nama atau karena letak tanah diluar wilayah kerja notaris, dengan ketentuan kuasa demikian diberikan hanya untuk pelaksanaan jual beli kepada pembeli sendiri, bukan kepada pihak lain dan jangan diberikan dengan hak substansi untuk menjaga peluang yang menyimpang. Dalam hal sahnya suatu perjanjian, maka syarat mutlak yang harus ada dalam perjanjian pemberian kuasa adalah persetujuan para pihak untuk melakukan perjanjian pemberian kuasa, maka dalam hal ini peranan Notaris/PPAT dalam melaksanakan tugas jabatannya berkewajiban untuk memberikan peneranganpenerangan yang lengkap dan jelas mengenai akibat-akibat hukum dari tiap-tiap perjanjian yang dibuatnya, serta dalam hal memberikan pelayanan dan jasa kepada pihak-pihak sejauh mungkin menghindarkan terjadinya sengketa dikemudian hari agar terciptanya suatu kepastian hukum khususnya dibidang pertanahan sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku. Hal ini yang mendorong penulis tertarik untuk mengangkat topik penulisan ini dengan judul “Tinjauan Yuridis Kedudukan
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
14
Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)”.
B. Perumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut : 1. Mengapa kuasa mutlak sebagai tindak lanjut dari perjanjian pendahuluan dalam peralihan hak atas tanah masih dapat diberlakukan ? 2. Bagaimana secara yuridis kedudukan kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah yang dibuat dihadapan notaris/PPAT ? 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak yang telah melakukan peralihan hak atas tanah dengan memakai kuasa mutlak ?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang menyebabkan kuasa mutlak sebagai tindak lanjut dari perjanjian pendahuluan dalam peralihan hak atas tanah masih dapat diberlakukan. 2. Untuk mengetahui secara yuridis kedudukan kuasa mutlak dalam peralihak hak atas tanah yang dibuat dihadapan Notaris/PPAT. 3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap para pihak yang telah melakukan peralihan hak atas tanah dengan memakai kuasa mutlak.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
15
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa sumbang dan saran, dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk memberikan andil bagi perkembangan ilmu hukum khususnya hukum perjanjian. 2. Secara praktis, bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi praktisi hukum, Notaris dan PPAT selaku Pejabat Negara yang ditunjuk oleh Undang-Undang selaku Pembuat Akta Otentik dalam hal pengaturan mengenai kuasa mutlak dalam kaitannya dengan perjanjian jual beli. Demikian halnya bagi masyarakat pemilik tanah, penelitian ini dapat berguna sebagai informasi tentang adanya kuasa mutlak yang terdapat dalam perjanjian jual beli hak atas tanah.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan khususnya dilingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)” belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
16
Namun ada penelitian yang menyangkut masalah aspek hukum perikatan jual beli yang dilakukan oleh : 1. Notaris Chairani Bustami, SH., Program Pascasarjana, Studi Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara Medan Tahun 2002, dengan judul “Aspek-aspek Hukum yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan” 2. Husna,
mahasiswa
Program
Pascasarjana,
Studi
Magister
Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara Medan Tahun 2003, dengan judul “Analisis Hukum Terhadap Sengketa Akibat Peralihan Hak Atas Tanah (Studi Mengenai Akta yang Dibuat PPAT di Kota Banda Aceh).” 3. Zulfahmy, mahasiswa Program Pascasarjana, Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan Tahun 2004, dengan judul “Kekuatan dan Kelemahan Akta Perjanjian Jual Beli yang Dibuat Notaris (Studi Kasus di Kota Padang) Akan tetapi materi, substansi dan permasalahan serta pengkajian dan penelitiannya berbeda sama sekali. Jadi dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Dalam penelitian hukum, adanya kerangka teoritis dan kerangka konsepsional menjadi syarat penting. Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
17
konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. Menyangkut soal teori, dalam dunia keilmuwan dikenal adanya teori panjang (grandtheory), teori tengah (middle-range theory), lalu yang terendah adalah teori biasa yang dihasilkan oleh suatu ilmu. Sedang teori hukum merupakan suatu hasil karya para pakar hukum tanpa mengacu pada mutu filsafat. 15 Perbuatan jual beli dalam pengertian sehari-hari dapat diartikan sebagai suatu perbuatan dimana seseorang menyerahkan uang untuk mendapatkan barang yang dikehendaki secara sukarela. 16 Adapun pengertian jual beli yang dimaksud dalam Pasal 1457 KUHPerdata apabila dikaitkan dengan jual beli tanah adalah bahwa jual beli tanah merupakan sesuatu perjanjian dengan mana penjual mengikat dirinya untuk menyerahkan hak atas tanah yang bersangkutan kepada pembeli dan pembeli mengikatkan dirinya untuk membayar kepada penjual sesuai dengan harga yang telah disetujui.17 Jual beli dalam pengertian ini baru suatu kewajiban-kewajiban tertentu yang harus dilakukan, maka pengertian jual beli tersebut masih bersifat “obligatoir” saja. Bersifat obligatoir artinya jual beli tersebut belum memindahkan hak milik. Penyerahan (levering) adalah perbuatan hukum yang memindahkan hak milik itu, selanjutnya mengenai pemindahan hak milik (levering) ini KUHPerdata menganut sistem causal, artinya pemindahan hak milik secara juridis (levering) adalah sah 15
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001, Hal. 12. 16 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1981, Hal. 25. 17 R. Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1974, Hal.13.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
18
apabila ia berdasarkan suatu titel yang sah dan dilakukan oleh orang yang berhak memindahkan milik yang pada umumnya si pemilik sendiri. Dianutnya sistem causal ini oleh KUHPerdata disimpulkan dari kata-kata Pasal 584 KUHPerdata. Yang dimaksud dengan “titel” adalah perjanjian obligatoir-nya, yaitu jual belinya, tukarmenukarnya, hibahnya dan sebagainya. Dengan demikian maka apabila perjanjian obligatoir tersebut batal atau dibatalkan, atau apabila orang yang menyerahkan barangnya tidak berhak memindah-tangankan barang tersebut, maka pemindahan hak milik menjadi batal. 18 Perjanjian jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang lazim ditemukan dalam praktek Notaris. Dalam KUHPerdata sendiri sebenarnya tidak pernah mengenal bentuk perjanjian ini akan tetapi perjanjian ini timbul dalam praktek para Notaris sebagai salah satu bentuk dari perjanjian tak bernama. Pada umumnya suatu perjanjian jual beli mengandung janji-janji yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh salah satu pihak atau para pihak sebelum dapat dilakukannya perjanjian pokok yang merupakan tujuan akhir dari para pihak. Dengan demikian perjanjian jual beli dilaksanakan mengawali jual belinya itu sendiri dihadapan PPAT. 1. Perikatan Jual Beli Perikatan jual beli merupakan perjanjian pendahuluan (Pactum de contrahendo), yaitu suatu perjanjian dimana para pihak saling mengikatkan diri untuk
18
R. Subekti, Perbandingan Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, Hal. 34.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
19
terjadinya suatu perjanjian baru atau perjanjian pokok yang merupakan tujuan dari para pihak tersebut. 19 Menurut Djoko Supadmo bahwa di dalam ilmu pengetahuan dan dalam beberapa perundang-undangan negara-negara asing khususnya di Perancis dan Negeri Belanda diakui adanya suatu janji untuk akan mengadakan suatu persetujuan yaitu apa yang disebut Pacta de Contrahendo. 20 Jadi Pacta de Contrahendo itu ialah suatu persetujuan untuk akan menjual dan untuk membeli. Dalam prakteknya di kantor-kantor Notaris itu sering disebut dengan akta perikatan jual beli atau perjanjian jual beli. Syarat-syarat dalam Pacta de Contrahendo tersebut adalah sesudah akta perjanjian jual beli itu akan disusul dengan akta kedua yaitu akta jual beli yang bersifat definitif yang akan dilakukan dihadapan PPAT setelah syarat-syarat untuk itu dipenuhi antara lain sertifikat sudah dicek bersih di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat atau pembayaran pajak telah dilakukan baik itu Pajak Penghasilan (PPh) ataupun Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan disamping itu juga harus memenuhi syarat-syarat administrasi lainnya untuk pembuatan akta jual beli dihadapan PPAT. Menurut EW Chance yang dikutip oleh Tirtaamidjaja dalam bukunya : Bahwa disebut jual beli jika obyek yang diperjanjikan sudah dialihkan dari penjual kepada pembeli. Sedangkan perjanjian jual beli adalah jika obyek yang diperjanjikan belum dialihkan/akan beralih pada waktu yang akan datang ketika syarat-syarat telah terpenuhi. Perjanjian jual beli ini akan menjadi jual 19
Herlien Budiono, Larangan Kuasa Mutlak, Majalah Projustitia, Nomor 17 Maret 1982. Djoko Supadmo, Seri-B Bagian Pertama Ketentuan-ketentuan dan Komentar Mengenai Jual Beli, Tukar Menukar, Sewa Menyewa, Dalam Praktek Teknik Pembuatan Akta, Bina Ilmu, Surabaya, 1995, Hal. 12-13. 20
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
20
beli jika syarat-syarat telah terpenuhi atau obyek yang diperjanjikan telah beralih kepada pembeli. 21
2. Jual Beli Salim H.S mendefinisikan perjanjian jual beli secara lengkap, yaitu : “Perjanjian jual beli adalah perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli, di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar dan berhak menerima objek tersebut.” 22
Menurut ketentuan Pasal 1457 KUHPerdata yang isinya bahwa “Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan”. Dari batasan tersebut dapat disimpulkan mengenai kewajiban penjual untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli, sebaliknya pembeli berkewajiban membayar harga yang disepakati. 23 Penyerahan barang oleh penjual kepada pembeli tidak hanya sekedar kekuasaan atas barang tersebut, akan tetapi adalah penyerahan hak milik atas
21
Tirtaamidjaja, Pokok-pokok Hukum Perniagaan, Djambatan, Jakarta, 1970, Hal. 24. Salim H.S., Hukum Kontrak, Sinar Grafika, 2003, Hal. 49 23 Yahya Harahap M, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni, 1986, Hal. 10. 22
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
21
barangnya, jadi ada penyerahan secara yuridis yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyerahan nyata. Salah satu sifat jual beli adalah bahwa perjanjian jual beli itu hanya obligatoir saja yang artinya jual beli belum memindahkan hak milik. Perjanjian baru memberikan hak kepada pembeli untuk menuntut penyerahan hak milik atas barang. Hak milik atas barang tersebut baru pindah bila dilakukan penyerahan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 612, 613, 616 dan 1459 KUHPerdata. Menurut ketentuan Pasal 612 KUHPerdata yang isinya adalah sebagai berikut: (1) Penyerahan kebendaan bergerak terkecuali yang tak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata atas kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada. (2) Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau secara tertulis disetujui dan diakuinya. (3) Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bahwa dilakukan dengan penyerahan surat itu; penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen. Menurut ketentuan Pasal 616 KUHPerdata yang isinya adalah sebagai berikut: Penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan.
Beberapa ketentuan pasal di atas tersebut dikuatkan kembali dalam Pasal 1459 KUHPerdata, yang isinya adalah ‘Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan 616”.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
22
Khusus untuk jual beli tanah dianut sistem hukum adat, yaitu bukan merupakan perjanjian obligatoir, akan tetapi merupakan pemindahan hak yang harus memenuhi tiga syarat yaitu : 1. Bersifat tunai, yaitu harga yang disetujui bersama dibayar penuh saat dilakukannya jual beli tersebut. 2. Bersifat terang, yaitu pemindahan hak dilakukan dihadapan PPAT yang berwenang. 3. Bersifat riil atau nyata, yaitu setelah penandatangan akta pemindahan hak, maka akta tersebut menunjukkan secara nyata dan bukti adanya perbuatan hukum tersebut. 24 Menurut hukum adat, pemindahan hak atas tanah terjadi pada saat adanya kesepakatan jual beli, tanpa memperhatikan bukti riil yakni dengan balik nama pada sertifikat. Hal tersebut berbeda dengan yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 616 KUHPerdata juncto Pasal 620 KUHPerdata, bahwa untuk penyerahan atau penunjukan benda tak bergerak dilakukan dengan pengumuman dengan salinan otentik yang lengkap.
3. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat kata dasar janji dalam kata perjanjian yaitu suatu tindakan antara dua orang untuk melakukan sesuatu yang mengakibatkan hubungan sebab akibat atau bertimbal balik.
24
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Djambatan, 1999, Hal. 317.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
23
Menurut Prof. Subekti, bahwa : “Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain/dua orang lain itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal. 25 Menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata dinyatakan bahwa : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Menurut
Wirjono
Prodjodikoro,
bahwa
:
“Perjanjian
adalah
suatu
perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji/dianggap berjanji melakukan sesuatu hak, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”. 26 Perjanjian antara dua orang atau lebih tersebut mengakibatkan terjadinya perikatan diantara mereka, berdasarkan perikatan tersebut berarti masing-masing pihak saling terikat untuk memenuhi kewajibannya masing-masing dan saling berhak atas haknya masing-masing pula, dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan secara lisan ataupun tertulis oleh kedua belah pihak. Berdasarkan pengertian perjanjian diatas, maka dapat ditarik unsur dari perjanjian, yaitu : 1. Sedikitnya ada dua orang 2. Adanya persetujuan antar para pihak
25 26
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Internusa, 1985. Hal. 1 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung, 1973, Hal. 19.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
24
3. Adanya tujuan yang ingin dicapai 4. Adanya prestasi yang akan dilakukan 5. Adanya bentuk tertentu Unsur pertama dari perjanjian adalah sedikitnya dua pihak, dalam suatu perjanjian pihak-pihak yang terikat disebut dengan subyek perjanjian. Unsur kedua dari perjanjian adalah persetujuan antara para pihak, dimana persetujuan itu bersifat tetap dengan maksud tidak dalam keadaan berunding. Karena perundingan merupakan tindakan pendahuluan untuk menuju suatu persetujuan. Unsur ketiga dari perjanjian adalah tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Unsur keempat adalah adanya prestasi yang akan dilaksanakan. Terjadinya suatu perjanjian menimbulkan prestasi yang wajib dilaksanakan oleh para pihak. Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata yang isinya adalah : “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”.
Dengan demikian bahwa pelaksanaan prestasi dapat berupa memberikan sesuatu, mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu untuk kepentingan masing-masing. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan maka terjadilah wanprestasi atau ingkar janji.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
25
Unsur kelima adalah adanya bentuk tertentu. Pada dasarnya bentuk dari perjanjian itu ada 2 (dua) macam yaitu lisan dan tertulis, akan tetapi dewasa ini perjanjian lebih sering terjadi secara tertulis.
4. Bentuk Perjanjian Berdasarkan bentuknya perjanjian dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu perjanjian dalam bentuk lisan dan perjanjian dalam bentuk tertulis. Bila suatu perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis maka perjanjian tersebut bersifat sebagai alat pembuktian bila nantinya terjadi perselisihan diantara para pihak yang mengadakan perjanjian. Terhadap perjanjian tertentu, undang-undang menentukan suatu bentuk khusus dan tertulis dengan konsekuensi logis bahwa bila bentuk tersebut tidak dituruti oleh para pihak maka perjanjian tersebut menjadi tidak sah. Dengan demikian dalam hal ini bentuk tertulis tadi disamping sebagai alat pembuktian ia juga merupakan syarat adanya perjanjian, misalnya perjanjian perdamaian. Hukum perjanjian dikuasai oleh asas-asas hukum perjanjian yang dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1313, Pasal 1338 dan Pasal 1340 KUHPerdata, yaitu: asas konsensualitas (the principle of consensualism) dan asas kekuatan mengikatnya kontrak (the principle of the binding force of contract) dan asas kebebasan berkontrak (principle of freedom of contract). 27
27
Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, FH UI Pasca Sarjana, 2003,
Hal. 27.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
26
Pasal 1340 KUHPerdata menyatakan bahwa : Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat membawa rugi kepada pihak ketiga, tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata.
5. Asas-asas dalam Perjanjian Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa asas. 1. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak sangat terkenal dalam hukum perjanjian. Asas ini disimpulkan dari ketentuan Pasal 1320 juncto Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) yang isinya adalah “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Hal ini berarti bahwa orang bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapa saja, menetapkan isi, memberlakukan syarat-syarat sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang perjanjian itu dibuat secara sah dan beritikad baik serta tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Sehingga perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak. Menurut Mariam Darus bahwa : Asas kebebasan berkontrak tidak mempunyai arti tidak terbatas, tetapi terbatas oleh tanggung jawab para pihak, sehingga kebebasan berkontrak sebagai asas diberi sifat yaitu asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab. Asas ini
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
27
mendukung kedudukan yang seimbang diantara para pihak, sehingga sebuah kontrak akan bersifat stabil dan memberikan keuntungan bagi kedua pihak. 28 2. Asas Konsensualisme Berdasarkan asas ini, maka suatu perjanjian dan/atau perikatan sudah dilahirkan sejak tercapainya kata sepakat diantara para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Hal tersebut dapat kita simpulkan dari ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata yang menjelaskan mengenai syarat-syarat yang diperlukan agar perjanjian menjadi sah, akan tetapi ada beberapa macam perjanjian yang selain terdapat kata sepakat, oleh undang-undang ditetapkan persyaratan atau formalitas tertentu, misalnya hak tanggungan yang harus dibuat secara tertulis dengan suatu Akta Notaris. 3. Asas Kekuatan Mengikat Perjanjian mempunyai sifat mengikat. Mengikat dalam hal ini adalah mengikat kedua belah pihak mengadakan perjanjian dan/atau perikatan seperti undangundang bagi keduanya sebagaimana menurut ketentuan Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata, yang isinya “Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena adanya alasan-alasan yang oleh undangundang dinyatakan cukup untuk itu”. Sehingga timbul jaminan bagi kedua belah pihak bahwa pembatalan tidak mungkin dilakukan oleh satu pihak saja, tapi harus dengan kesepakatan kedua belah pihak atau oleh karena undang-undang.
28
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, Hal. 45.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
28
4. Asas Itikad Baik Untuk asas ini dapat kita lihat ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, yang isinya adalah “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. 5. Asas Kepercayaan Dalam mengadakan perjanjian harus tumbuh rasa saling percaya diantara para pihak bahwa mereka akan memenuhi prestasinya dikemudian hari. Melalui kepercayaan tersebut para pihak mengikatkan dirinya pada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang diantara mereka. 6. Asas Persamaan Hak Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, sekalipun ada perbedaan warna kulit, bangsa, kepercayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain, sehingga dengan demikian harus ada rasa saling menghormati diantara kedua belah pihak dalam mengadakan perjanjian. 7. Asas Keseimbangan Asas ini merupakan lanjutan dari asas persamaan hak, yaitu menghendaki kedua belah pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian tersebut. Pada dasarnya para pihak dalam suatu perjanjian diberi dan mempunyai kedudukan yang sama, hak yang sama, kewajiban yang sama pula sesuai dengan yang telah diperjanjikan sebelumnya. Jadi bila salah satu pihak diberikan hak untuk melakukan pemutusan perjanjian maka sudah seharusnya pihak lainpun diberikan hak untuk dapat melakukan pemutusan perjanjian.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
29
8. Asas Moral Asas ini terdapat dalam ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata yang isinya adalah : “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang”. Hal ini dapat dilihat dari zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan secara suka rela (moral) maka yang bersangkutan wajib meneruskan dan menyelesaikan perbuatan hukum itu berdasarkan kesusilaan (moral) sebagai panggilan dari hati nuraninya. 9. Asas Kepatutan Asas ini terdapat dalam ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata. Kepatutan merupakan itikad baik dalam tahap pelaksanaan perjanjian yaitu suatu penilaian baik terhadap tindak tanduk suatu pihak dalam hal melaksanakan apa yang telah diperjanjikan. Penilaian baik itu bersifat obyektif yaitu selalu ditentukan atau diukur oleh rasa keadilan yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat. 10. Asas Kebiasaan Asas ini terdapat dalam ketentuan Pasal 1339 Juncto Pasal 1347 KUH Perdata. Menurut ketentuan Pasal 1347 KUH Perdata yang isinya adalah : “Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara diamdiam dimasukkan dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan”.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
30
Sehingga perjanjian yang dibuat itu selain terikat pada hal-hal yang diatur secara tegas, ia juga terikat pada hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan diikuti. Perbuatan hukum untuk melepaskan hubungan hukum pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya, tergantung kepada ada tidaknya kesepakatan atau persetujuan diantara kedua belah pihak. Hal ini berarti bahwa kesepakatan hukum tersebut harus memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Berdasarkan
Pasal
1320
KUH
Perdata
untuk
sahnya
suatu
perjanjian/persetujuan harus dipenuhi 4 syarat yaitu : 1. Adanya kesepakatan atau persetujuan antara pihak yang membuat perjanjian (konsensus). Pasal ini menyebutkan bahwa sahnya suatu perjanjian/perikatan yang dibuat apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Adanya kesepakatan mereka yang mengikat dirinya; Syarat ini merupakan awal dari terbentuknya perjanjian yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu, timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan dan kekeliruan (Pasal 1322 KUH Perdata). 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (capacity) Pada saat penyusunan kontrak, para pihak secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
31
disebut sebagai pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah : orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada di bawah pengampuan. 3. Suatu hal tertentu (a certain subject matter); Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah suatu objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas dan tegas. 4. Suatu sebab yang halal (illegal cause) Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 1337 KUH Perdata). Dua syarat yang pertama dinamakan sebagai syarat subjektif, karena mengenai orang atau subjek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat yang objektif karena mengenai perjanjian itu sendiri dan mengenai objek perbuatan hukum yang dilakukan. Dalam praktek jual beli hak atas tanah dihadapan PPAT kewajiban atas penjaminan obyek tersebut dituangkan dalam suatu klausula pada akta jual beli yaitu : Pihak pertama (dalam hal ini Penjual) menjamin bahwa objek jual beli tersebut di atas tidak tersangkut dalam suatu sengketa dari sitaan, tidak terikat sebagai jaminan untuk sesuatu utang yang tidak mencatat dalam sertifikat dan bebas dari beban-beban lainnya yang berupa apapun.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
32
6. Lembaga Kuasa 1. Surat Kuasa Satu hal penting yang harus diperhatikan di dalam suatu akta perjanjian jual beli yang dibuat oleh notaris adalah bahwa setelah akta itu dibuat harus diikuti dengan diterbitkannya suatu Surat Kuasa, dengan kata lain akta perjanjian jual beli tidak dapat dipisahkan dari surat kuasa. Pemberian kuasa (lastgeving) diatur di dalam Buku III Bab XVI mulai dari Pasal 1792 sampai Pasal 1819 KUH Perdata, sedangkan kuasa (volmacht) tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata maupun di dalam perundang-undangan lainnya, akan tetapi diuraikan sebagai salah satu bagian dari pemberian kuasa. Pasal 1792 KUH Perdata berbunyi sebagai berikut : “Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberi kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”. Dari hal tersebut dapat dilihat, bahwa unsur-unsur dari pemberian kuasa adalah: 1. Persetujuan 2. Memberi kekuasaan kepada penerima kuasa 3. Atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan Penerima kuasa diberi wewenang untuk mewakili pemberi kuasa, Akibatnya bahwa tindakan yang dilakukan oleh penerima kuasa adalah merupakan tindakan hukum dari pemberi kuasa, dan di dalam kuasa itu jangan sampai lupa disebutkannya kata-kata bawah sejak ditanda tanganinya akta ini pihak kesatu/pihak calon penjual
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
33
tidak mempunyai hak lagi untuk melakukan suatu tindakan hukum mengenai segala apa yang diperjanjikan dengan kata tersebut, kecuali apabila ada persetujuan dari pihak kedua/calon pembeli. Jadi dengan adanya tambahan kata-kata tersebut kuasa telah dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan yang diambil dalam hukum perjanjian. Artinya pemberian kuasa bertitik tolak kepada perjanjian yang telah dibuat sebelumnya. Dan apabila perjanjian itu bertentangan dengan hukum atau melanggar ketertiban umum dan kesusilaan maka pemberian kuasa itu harus dianggap batal dan tidak berlaku.
2. Kuasa Mutlak Adapun yang dimaksud dengan kuasa mutlak disini adalah apa yang disebutkan dalam Diktum Kedua huruf a dari Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 yaitu : “Kuasa Mutlak yang dimaksud dalam Diktum Pertama adalah kuasa yang di dalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa”. Di dalam praktek klausul kuasa mutlak itu sering dicantumkan dalam bentuk akta notaris, yang memakai judul “Perjanjian Jual Beli”. Demikian ini dilakukan berdasarkan Surat Dirjend. Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri RI No. 594/493/AGR, tanggal 31 Maret 1982, yang melarang pengesahan “Akta Kuasa Mutlak” yang menyangkut tanah dengan beberapa pengecualian, seperti antara lain : 1. Penggunaan kuasa penuh sebagai dicantumkan dalam Perjanjian Jual Beli yang aktanya dibuat oleh seorang notaris.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
34
2. Penggunaan kuasa dalam jual beli yang aktanya dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). 3. Kuasa dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan dan akta hipotik. Sebelumnya perlu diketahui bahwa pemberian kuasa mutlak tidak diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), namun diakui di dalam lalu lintas bisnis di masyarakat yang oleh beberapa putusan hakim dipandang sebagai penemuan hukum. Pemberian kuasa mutlak adalah merupakan suatu perikatan yang muncul dari perjanjian, yang diatur Pasal 1338 KUH Perdata, yang mengakui adanya kebebasan berkontrak, dengan pembatasan bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan harus dilandasi dengan itikad baik. Peraturan perundangan dimaksud adalah Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian, Pasal 1138 KUH Perdata tentang pembatasan dari asas kebebasan berkontrak, Pasal 1813 KUH Perdata tentang berakhirnya pemberian kuasa, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah khususnya Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, serta Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak atas nama Menteri Dalam Negeri RI Nomor : 594/493/AGR, tanggal 31 Maret 1982. Dalam hal mengenai klausul pemberian kuasa mutlak, seperti dinyatakan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982, yang dimaksud dengan “Kuasa Mutlak” adalah kuasa yang didalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
35
Namun dalam hal ini, kuasa mutlak itu sendiri tidak ada peraturan khusus yang mengaturnya. Akan tetapi timbul akibat dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal ini lebih dikenal sebagai dasar dari kebebasan membuat perjanjian/kebebasan berkontrak. Berdasarkan ketentuan Pasal 1813 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa pemberian kuasa berakhir dengan ditariknya kembali kuasa si penerima kuasa, jika dikaitkan dengan klausul pemberian kuasa pada perjanjian jual beli yang merupakan kuasa mutlak atau kuasa yang tidak dapat dicabut kembali, maka jelas bahwa klausul tersebut bertentangan dengan undang-undang yang ada. Hal ini juga dijelaskan pada Pasal 1814 KUH Perdata tentang adanya hak dari pemberi kuasa untuk dapat menarik kembali kuasanya manakala dikehendaki. Namun demikian jika Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah, apabila dikembalikan pada undang-undang yaitu Pasal 1792 KUH Perdata tentang pemberian kuasa (last geving), khususnya pada Pasal 1813 KUH Perdata serta Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1982 juga berdasarkan PP 24 Tahun 1997, tentang berakhirnya suatu pemberian kuasa, apabila dikaitkan dengan Pasal 1338 KUH Perdata tentunya” para pihak dapat memperjanjikan”. Berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia antara lain dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa :
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
36
“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dalam pasal ini tersirat adanya bahwa antara para pihak harus ada suatu kesepakatan. Dengan demikian bahwa kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan asas konsensualisme atau sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian. Tanpa adanya sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian itu yang dibuat adalah tidak sah. Namun demikian, kebebasan berkontrak atau kebebasan membuat perjanjian tidaklah sebebas-bebasnya dibuat oleh para pihak. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat (4) jo Pasal 1337 jo. Pasal 1338 ayat (3). Pasal 1339 KUH Perdata bahwa asalkan mengenai kuasa yang dilarang oleh Undang-Undang atau bertentangan dengan kesusilaan baik, kepatutan atau ketertiban umum dan undang-undang. Artinya bahwa bila dilihat dari pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) ternyata asas kebebasan berkontrak itu bukannya bebas mutlak. Ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas yang tidak tak terbatas atau perjanjian yang berat sebelah atau timpang. Pasal 1320 ayat (4) KUH Perdata menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut causa yang dilarang oleh undangundang atau bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
37
Pasal 1337 KUH Perdata yang dengan tegas menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata memberikan arah mengenai kebebasan pihak untuk membuat perjanjian sepanjang dilakukan dengan itikad baik. Pasal 1339 KUH Perdata menerangkan salah satu batasan bagaimana perjanjian itu dapat mengikat kedua belah pihak walaupun telah dinyatakan dengan tegas didalamnya apa-apa yang diperjanjikan, yaitu mengenai dan untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh keputusan, kebiasaan atau undang-undang. Sejalan dengan apa yang telah dijelaskan dan diterangkan diatas, jika dikaitkan dengan perbuatan hukum jual beli yang merupakan tindak lanjut dari perbuatan hukum perjanjian jual beli, disini dapatlah ditegaskan lagi bahwa antara yang dimaksud dengan jual beli menurut hukum tanah nasional dengan jual beli menurut Pasal 1457 KUH Perdata sudah jelas berbeda, dimana jual beli menurut hukum tanah nasional merupakan perbuatan hukum pemindahan hak yang bersifat tunai, bersifat terang dan bersifat riil, serta dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah. Adapun jual beli menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) hanya bersifat obligatoir saja. Hal ini yang membedakan antara penjualan yang dilakukan dengan membuat perjanjian jual beli dengan sistem penjualan menurut hukum tanah nasional, sehingga dengan demikian praktek jual beli secara pengikatan jual beli tidak dapat dikatakan
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
38
bertentangan atau melanggar hukum tanah nasional, karena memang bukan perbuatan hukum jual beli yang dimaksud oleh hukum tanah nasional yang berlaku, melainkan hanyalah masih dalam bentuk “perjanjian jual beli”. Dimana hal itu merupakan perjanjian pendahuluan untuk dapat dilakukan perbuatan hukum jual beli dihadapan pejabat yang berwenang. Dalam masalah ini klausul kuasa mutlak yang terdapat pada akta perjanjian jual beli tersebut adalah bukan yang dimaksud dalam Diktum Kedua huruf (a) dari Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah. Sedangkan yang dimaksud dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri tersebut merupakan suatu bentuk khusus pemberian kuasa, yang hal ini jika dikaitkan dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 37 dan Pasal 1813 KUH Perdata jelas merupakan penyimpangan dan bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Namun perlu diperhatikan, bahwa hal ini tidak dapat dilepaskan dari Diktum Kedua huruf b dari Instruksi Menteri Dalam Negeri tersebut, yang intinya adalah menyatakan bahwa larangan tersebut bagi kuasa mutlak yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya. Dan juga perlu diperhatikan lagi bahwa, larangan penggunaan kuasa mutlak sebagai pemindahan hak atas tanah yang dimaksud, adalah perjanjian pemberian
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
39
kuasa “yang tidak mengikuti” perjanjian pokoknya. Dimana hal ini telah tersirat dalam Surat Dirjend. Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 594/493/AGR, tanggal 31 Maret 1982. Sebagai contoh, bahwa dalam Surat Kuasa Memasang Hipotik yang sekarang disebut dengan Surat Kuasa membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang merupakan bagian dan sebagai tindakan awal pengamanan/perlindungan bagi kreditur terhadap Surat Pengakuan Hutang yang dibuat, dicantumkan klausul tidak dapat dicabut dan tidak akan berakhir karena sebab apapun juga, yang mana hal ini hanya bersifat sementara sampai hutangnya lunas. Demikian juga dalam Perjanjian Jual Beli, dimana perjanjian pemberian kuasa di dalamnya harus diberikan dengan ketentuan bahwa kuasa tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokoknya yaitu pengikatan jual belinya itu sendiri. Dengan demikian perjanjian pemberian kuasa yang demikian tidak termasuk dalam surat kuasa mutlak yang dilarang. Dengan catatan bahwa kuasa yang diberikan didalam perjanjian jual beli yang dibuat secara notaril dimana hak-hak pemberi kuasa sudah terpenuhi dan pelaksanaan jual beli kepada pembeli belum dapat dilaksanakan karena misalnya sertifikat belum selesai dibalik nama atau karena letak tanah diluar wilayah kerja notaris, dengan ketentuan kuasa demikian diberikan hanya untuk pelaksanaan jual beli kepada pembeli sendiri, bukan kepada pihak lain dan jangan diberikan dengan hak substansi untuk menjaga peluang yang menyimpang. Namun demikian perjanjian pemberian kuasa dalam perjanjian jual beli tersebut bukan berarti tidak dapat ditarik kembali. Artinya para pihak dapat
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
40
mencabut/menarik kembali kuasanya apabila para pihak sepakat untuk itu atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, maka perjanjian yang telah dibuatnya, dengan adanya kesepakatan sekarang menjadi tidak berlaku lagi atau tidak mempunyai kekuatan hukum. Hal ini ditegaskan pada Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata. Demikian pula apabila syarat sahnya suatu perjanjian khususnya Pasal 1320 ayat (3) KUH Perdata mengenai suatu hal tertentu, dalam hal pembuatan akta perjanjian jual beli yang dilakukan dengan angsuran sedangkan sertifikat atas tanah sudah ada dan sudah atas nama pihak penjual, apabila prestasi dari pihak pembeli tidak dapat terpenuhi sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dalam akta perjanjian jual beli tersebut, maka dengan sendirinya perjanjian pemberian kuasa dalam perjanjian jual beli ini batal menurut hukum seperti apa yang telah diperjanjikan dalam akta tersebut. Jadi berdasarkan hal yang telah diuraikan di atas yaitu Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982, tanggal 6 Maret 1982 tentang larangan penggunaan kuasa mutlak sebagai pemindahan hak atas tanah, kuasa mutlak itu harus mempunyai 3 unsur yaitu : 1. Objek dari kuasa itu adalah tanah. 2. Kuasa tersebut mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa. 3. Kuasa tersebut memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanah serta melakukan perbuatan hukum yang
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
41
menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya, dan pada hakekatnya merupakan suatu hak atas tanah. Dengan kata lain si penerima kuasa seakan-akan bertindak sebagai pemilik. Namun berdasarkan IMDN Nomor 14 Tahun 1982 tersebut menegaskan kuasa mutlak diperbolehkan terhadap : 1. Penggunaan kuasa penuh yang dimaksud dalam pasal 3 blanko Akta Jual Beli yang bentuk aktanya ditetapkan oleh Menteri Agraria Nomor 11 tahun 1961. 2. Penggunaan kuasa penuh sebagai yang dicantumkan dalam Perjanjian Ikatan Jual Beli yang aktanya dibuat oleh seorang Notaris. 3. Penggunaan Kuasa Memasang Hipotik yang aktanya dibuat oleh seorang Notaris dan penggunaan kuasa-kuasa lainnya yang bukan dimaksud sebagai pemindahan hak atas tanah. Dalam hal kuasa mutlak yang tidak dilarang itu harus ada beberapa syarat yang harus dipenuhi : 29 1. Tidak bertentangan dengan peraturan hukum, ketertiban masyarakat dan kesusilaan. 2. Harus mempunyai causa yang sah. 3. Harus terkandung di dalamnya kepentingan yang diberi kuasa.
29
Chairani Bustami, Op.cit, Hal. 83
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
42
3. Blanco Volmacht Sebagai pengganti dari Kuasa Mutlak yang diberikan dengan akta tersendiri kepada calon pembeli dapat juga dengan adanya blanko volmacht, artinya di dalam akta perjanjian jual beli yang telah dibuat dihadapan Notaris, di dalam pasalnya ada beberapa baris yang dikosongkan dan hanya diisi dengan titik-titik dimana fungsi titik-titiknya ini dapat diisikan nama orang yang akan ditunjuk sebagai penerima kuasa. Orang yang akan diisikan namanya di dalam blanko volmacht tersebut bisa saja pegawai notaris atau penerima kuasa itu sendiri. Pengaturan mengenai hal ini terdapat di dalam Pasal 5 perjanjian jual beli, dan kuasa yang dimaksud tersebut merupakan bagian yang terpenting yang gunanya adalah : 1. Untuk mewakili sipemberi kuasa dalam hal mengurus dan menyelesaikan segala sesuatu yang berhubungan dengan akan dilakukannya jual beli. 2. Serta melakukan segala sesuatu yang dianggap perlu dan berguna oleh pihak kedua (penerima kuasa) untuk memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan terutama sekali Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
43
2. Konsepsi Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition. 30 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. 31 Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu : a. Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 32 b. Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dari pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. 33 c. Perikatan jual beli adalah perjanjian pendahuluan yaitu suatu perjanjian dimana para pihak saling mengikatkan diri untuk terjadinya suatu perjanjian baru atau perjanjian pokok yang merupakan tujuan dari para pihak tersebut.
30
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, Hal. 10. 31 Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan PPs-USU, 2002, Hal.35. 32 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Penerbit PT. Internusa, 1996, Hal. 1 33 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, Cet.-XIV, Tahun 1981, Hal. 419.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
44
d. Jual beli tanah adalah perbuatan hukum yang berupa penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah itu berpindah kepada yang menerima penyerahan). 34 e. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa, dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 35 f. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi : pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. 36 g. Sertifikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. 37 h. Kantor Pertanahan adalah unit kerja badan pertanahan nasional di wilayah kabupaten dan kotamadya, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah. 38
34
Effendi Perangin-angin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah Dari Pandang Praktis Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1986, Hal. 1. 35 R. Subekti, Hukum Perjanjian,, Intermasa, Jakarta, Hal. 1 36 Pasal 1 angka 1 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 37 Pasal 1 angka 20 PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Lihat juga Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA. 38 Pasal 1 angka 23 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
45
i. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. j. Pemberian Kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberi kekuasaan kepada seseorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
satu
atau
beberapa
gejala
hukum
tertentu
dengan
jalan
menganalisisnya. 39 Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam tesis ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, 40 yaitu dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas.
39
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1984, Hal. 43. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, Hal. 13. 40
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
46
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka sifat penelitian dalam penulisan tesis ini adalah bersifat deskriptif 41 , yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat mengenai kedudukan kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah.
2. Sumber Data Pada penelitian hukum normatif ini, bahan pustaka merupakan dasar yang digolongkan sebagai data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier. 1. Bahan Hukum Primer, yaitu : a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria c. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Kuasa Mutlak. d. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah e. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksaan Tanah.
41
Kata deskriptif diarahkan pada bentuk penelitian deskriptif. Pernyataan ini sesuai dengan apa yang telah dipaparkan oleh Bambang Sunggono, “bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian pada umumnya yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, factual dan akurat, terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik, atau faktor-faktor tertentu”; dalam buku : Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, Hal. 35.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
47
f. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Bangunan (BPHTB). g. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum, makalah, majalah dan lain sebagainya, serta dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan kuasa mutlak. 3. Bahan Hukum Tertier Bahan yang bisa memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti ensiklopedia, majalah, artikel-artikel, surat kabar dan jurnal-jurnal hukum. Untuk mendukung kelengkapan penelitian ini tidak tertutup kemungkinan dilakukannya penelitian data primer yaitu dengan melakukan wawancara dengan beberapa Notaris/PPAT yang mengetahui tentang kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah sebagai data pendukung dalam penulisan tesis ini.
3. Alat Pengumpulan Data Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan, maka alat pengumpulan data dilakukan dengan : 1. Studi
Dokumen,
yaitu
membaca,
mempelajari
dan
menganalisis
literatur/buku-buku, peraturan Perundang-Undangan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penulisan tesis;
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
48
2. Studi Lapangan, yang dilakukan dengan pedoman wawancara terhadap informan yaitu 11 (sebelas) orang notaris/PPAT di Medan juga di Kota Binjai yang dilakukan secara bebas dan terpimpin, agar mendapat informasi yang lebih fokus sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
4. Analisis Data Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 42 Analisis data terhadap data primer dan data sekunder dilakukan setelah diadakannya terlebih dahulu pemeriksaan, pengelompokkan, pengolahan dan dievaluasi sehingga diketahui validitasnya. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yakni pemaparan kembali dengan kalimat yang sistematis secara deduktif untuk dapat memberikan gambaran secara jelas jawaban atas permasalahan yang ada dan akhirnya dinyatakan dalam bentuk deskriptif.
42
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, Hal. 103.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
49
BAB II HAL YANG MENYEBABKAN KUASA MUTLAK SEBAGAI TINDAK LANJUT DARI PERJANJIAN PENDAHULUAN DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH MASIH DAPAT DIBERLAKUKAN A. Perjanjian Jual Beli Tanah Diantara berbagai perbuatan hukum yang menyangkut hak atas tanah, maka jual beli menduduki peringkat utama dari segi frekuensinya. Semenjak tanggal 24 September 1960 unifikasi dalam bidang hukum tanah telah tercapai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang berarti bahwa untuk hal-hal yang berkenaan dengan tanah, dualisme hukum telah berakhir. 43 Dalam UUPA untuk mengakhiri dualisme hak atas tanah dilakukan konversi terhadap tanah-tanah barat menjadi tanah-tanah menurut ketentuan UUPA. Misalnya; hak eigendom kepunyaan orang asing dikonversi menjadi hak guna bangunan, hak eigendom kepunyaan warga negara Indonesia dikonversi menjadi hak milik, hak milik adat kepunyaan orang asing dikonversi menjadi hak guna bangunan atau hak guna usaha. Konversi dari hak-hak bekas hak barat (KUH Perdata) telah berakhir semenjak tanggal 24 September 1980, maka dengan demikian seluruh tanah-tanah
43
Maria S. Sumardjono, Aspek Teoritis Peralihan Hak Atas Tanah Menurut UUPA, disampaikan pada pelatihan Teknik Yustisial Peningkatan Pengetahuan Hukum Pada Wakil Ketua/Hakim Tinggi Peradilan Umum 21 Juli 1995 di Semarang.
49 Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
50
tersebut menjadi tanah yang dikuasai kembali oleh negara. Tanah-tanah tersebut harus diselesaikan menurut ketentuan Keppres nomor 32 tahun 1979 dan peraturanperaturan pelaksanaannya. Jual beli tanah adalah perbuatan hukum yang berupa penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah itu berpindah kepada yang menerima penyerahan). 44 UUPA tidak memberi penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan jual beli tanah, tetapi biarpun demikian mengingat bahwa hukum agraria kita sekarang ini memakai sistem dan asas-asas hukum adat, maka pengertian jual beli tanah sekarang harus pula diartikan sebagai perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik (penyerahan tanah untuk selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada saat itu juga menyerahkan harganya kepada penjual, yaitu menurut pengertian hukum adat. 45 Disamping itu dapat dilihat pendapat dari Subekti tentang jual beli yang menyatakan bahwa : “Jual Beli adalah suatu perjanjian dengan perjanjian itu pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan”. 46 Dari pengertian jual beli tersebut di atas dapat diambil beberapa unsur dalam suatu perjanjian jual beli yaitu :
44
Effendi Perangin-angin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah Dari Pandang Praktisi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1986, Hal. 1 45 Ibid. Hal. 13 46 R. Subekti, Op.Cit. Hal. 79
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
51
1. Adanya pihak-pihak sedikitnya dua orang 2. Adanya persetujuan pihak-pihak 3. Penyerahan hak milik atas suatu barang dan 4. Pembayaran harga yang diperjanjikan. Namun ada kalanya suatu akta jual beli yang akan dibuat oleh para pihak tanpa melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah dan jual beli itu dilakukan secara tunai. Maka sehubungan dengan itu dibuatlah suatu akta yang dinamakan dengan akta perjanjian jual beli. Akta perjanjian jual beli ini merupakan akta yang dibuat oleh notaris, dan akta ini merupakan akta awal dari suatu akta jual beli yang nantinya akan dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang. Akta perjanjian jual beli ini diperbuat oleh pihak-pihak dikarenakan oleh beberapa sebab antara lain : 1. Adanya syarat yang belum dipenuhi untuk melangsungkan jual beli dengan akte Pejabat Pembuat Akta Tanah. 2. Tidak ada syarat yang menghalangi dibuatnya akta Pejabat Pembuat Akta Tanah namun pihak-pihak senantiasa meminta dibuatkan akta Perikatan jual beli. 47 Di dalam Pasal 1868 KUH Perdata sehubungan dengan akta otentik dinyatakan bahwa : “Suatu akta di dalam bentuk yang ditentukan oleh undangundang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya”.
47
Chairani Bustami, Op.Cit. Hal. 28
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
52
Berdasarkan bunyi pasal tersebut dapat dikatakan bahwa akta-akta lainnya yang bukan otentik dinamakan dengan akta dibawah tangan dan akta otentik yang dibuat oleh notaris itu ada dua macam yaitu : 1. Akta relaas, atau akta pejabat, yaitu akta yang dibuat oleh notaris yang menguraikan secara otentik suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh notaris sendiri, dibuat catatannya (aktanya) dan dalam hal ini notaris membuat akta ditekankan pada jabatannya. Contohnya adalah dalam pembuatan berita acara rapat PT. 2. Akta Partij, yaitu akta yang dibuat dihadapan notaris, notaris hanya menuangkan apa yang diceritakan dan dikehendaki oleh para pihak ke dalam akta dan titik beratnya di sini adalah para pihak. Contohnya adalah akta perjanjian jual beli, akta perdamaian dan sebagainya. Pertimbangan perlunya dituangkan dalam bentuk akta otentik adalah untuk menjamin kepastian hukum guna melindungi pihak-pihak. 48 Suatu akta akan memiliki karakter yang otentik, jika akta itu mempunyai daya bukti antara para pihak dan terhadap pihak ketiga, sehingga hal itu merupakan jaminan bagi para pihak bahwa
perbuatan-perbuatan
atau
keterangan-keterangan
yang
dikemukakan
memberikan suatu bukti yang tidak dapat dihilangkan. Akta yang dibuat notaris adalah akta otentik dan otensitasnya itu bertahan terus, bahkan sampai sesudah ia meninggal dunia. Tanda tangannya pada waktu akta itu tetap mempunyai kekuatan. Walaupun ia tidak dapat lagi menyampaikan keterangan mengenai kejadian-kejadian pada saat pembuatan 48
Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center for Documentation Studies of Business Law (CDSBL), Yogyakarta, 2003, Hal. 49.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
53
akta itu. Apabila notaris untuk sementara waktu diberhentikan atau dipecat dari jabatannya, maka akta-akta tersebut tetap memiliki kekuatan sebagai akta otentik, tetapi akta-akta itu haruslah telah dibuat sebelum pemberhentian atau pemecatan sementara waktu itu dijatuhkan. 49 Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat terlihat juga arti penting dari profesi notaris yaitu bahwa notaris karena undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang mutlak dalam pembuktian bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik pada pokoknya dianggap benar. Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk suatu keperluan, baik untuk pribadi maupun untuk kepentingan usaha dan pihak ketiga. Notaris sebagai satu-satnya pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan, sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Hal inilah yang menyebabkan apabila dalam suatu perundang-undangan untuk sesuatu perbuatan hukum diharuskan adanya akta otentik. Mengenai pengertian akta itu sendiri Prof. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak dan perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. 50
49 50
Ibid. Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1980,
Hal. 110
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
54
Menurut G.H.S. Lumban Tobing, seorang ahli hukum Notariat, menyatakan bahwa apabila suatu akta hendak memperoleh stempel otentisitas, harus dipenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 1868 KUH Perdata yakni : a. Akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum; Pejabat umum yang dimaksud adalah pejabat diberi wewenang berdasarkan undang-undang dalam batas wewenang yang telah ditetapkan secara tegas, seperti Notaris, Panitera, Juru Sita, hakim, pegawai catatan sipil, kepala daerah dan lain-lain. Suatu akta adalah otentik bukan karena penetapan undang-undang akan tetapi karena dibuat dihadapan seorang pejabat umum. b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. Mengenai bentuk dari akta otentik itu sebenarnya tidak ditentukan secara tegas dalam undang-undang, namun yang ditentukan secara tegas adalah isi dari akta otentik itu yaitu mengenai isi dan cara-cara penulisannya telah ditentukan secara tegas dalam pasal 25 sampai dengan pasal 28 Peraturan Jabatan Notaris (Stbl 1860 Nomor 3), dengan ancaman kehilangan keotentikannya atau denda. c. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. 51 Namun disamping notaris berwenang untuk membuat suatu akta otentik, dalam hal-hal tertentu notaris dapat menolak pembuatan suatu akta yang dimintakan kepadanya yaitu : 1. Jika diminta kepada notaris dibuatkan Berita Acara untuk keperluan/maksud reklame. 2. Jika notaris mengetahui bahwa akta yang dikehendaki oleh para pihak itu bertentangan dengan kenyataan atau hal-hal yang sebenarnya. 52 Dalam pembuatan suatu akta perjanjian jual beli tidak ada suatu pengaturan yang mengatur secara khusus, namun perbuatan pembuatan akta perjanjian jual beli 51 52
G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit. Hal. 48. Chairani Bustami, Op.cit. Hal. 60.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
55
itu sudah umum dan dipakai oleh para notaris yang dihadapkan pada pembuatan akta perjanjian jual beli. Dengan demikian pembuatan akta yang dimaksud adalah diperbolehkan dengan kata lain tidak ada larangan yang atau aturan yang melarang seorang Notaris untuk membuat suatu akta perjanjian jual beli.
B. Hal-hal yang Menyebabkan Dilaksanakannya Perjanjian Jual Beli Perjanjian Jual Beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan dan bentuknya bebas. Pada umumnya suatu perjanjian jual beli mengandung janji-janji yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh salah satu pihak atau para pihak sebelum dilakukannya perjanjian pokok yang merupakan tujuan akhir dari para pihak. Persyaratan tersebut tentunya dapat bersifat macam-macam. Sebagai mana diketahui untuk terjadinya jual beli tanah hak dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus telah dilunasi harganya. Mungkin pula adanya keadaan dimana penjual yang sertipikat tanah haknya sedang dalam balik nama pada kantor Badan Pertanahan Nasional, akan tetapi penjual bermaksud untuk menjual hak tersebut. Guna mengatasi hal itu maka dibuatlah perjanjian jual beli. Sebagai suatu perjanjian pendahuluan untuk sementara menantikan dipenuhinya syarat untuk perjanjian pokoknya yaitu jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang membuatnya. Oleh karena perjanjian jual beli ini merupakan perjanjian pendahuluan, maka biasanya di dalam perjanjian tersebut memuat janji-janji yang mengandung ketentuan-ketentuan mana kala syarat-syarat untuk jual beli di hadapan Pejabat
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
56
Pembuat Akta Tanah (PPAT) telah terpenuhi. Tentu saja para pihak setelah syarat untuk jual beli telah dipenuhi dapat datang lagi untuk melaksanakan jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akan tetapi ada kemungkinan, bahwa calon penjualnya berhalangan untuk datang kembali, untuk pelaksanaan penandatangan akta jual belinya sendiri baik mewakili calon penjual maupun dirinya sendiri selaku calon pembeli. Maka dalam hal ini diperlukan kuasa, selain kuasa tersebut biasanya calon penjual memberikan secara umum hak-hak kepengurusan (daden van beheer) atas tanah hak tersebut selama belum dilakukan jual beli dihadapan pejabat yang dimaksud. Hal ini diperlukan mengingat, bahwa adanya kemungkinan calon penjual tidak berada ditempat untuk melakukan tindakan hukum yang masih merupakan kewajiban tersebut. Apabila perjanjian jual beli dibuat dihadapan notaris, notaris seyogyanya telah mengantisipasi keadaan itu dengan mencantumkan kuasa-kuasa (blanco volmacht) yang dimaksud di dalam aktanya agar calon pembeli tidak dirugikan haknya mengingat telah dipenuhi semua persyaratan untuk jual beli dihadapan pejabat yang berwenang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dalam hal apabila seseorang ingin menjual atas sebidang tanah dan pihak yang satu lagi berkeinginan untuk membelinya maka mereka akan datang ke hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, untuk dimintakan pembuatan akta jual beli atas tanah tersebut. Namun karena suatu sebab tertentu jual beli tersebut tidak dapat dilaksanakan, misalnya karena jual beli tersebut tidak lunas. Namun seandainya para
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
57
pihak tersebut tetap berkeinginan untuk dimintakan pembuatan akta jual beli, untuk mengantisipasi hal itu PPAT yang juga berprofesi sebagai seorang Notaris akan menyarankan kepada para pihak untuk membuat akta persetujuan jual beli. Tujuan dari dibuatnya akta persetujuan jual beli tersebut salah satunya adalah agar pihak yang satu (calon penjual) dapat memperoleh sebagian atau seluruhnya dari harga jual beli tersebut dan pihak yang satu (calon pembeli) dapat memperoleh hak atas tanah tersebut walaupun secara riel belum terjadi. Menurut keterangan dari Notaris Herlina Ginting, SH., sebab pihak-pihak mengadakan persetujuan jual beli ini adalah antara lain : 1. Apabila sertipikat tanah tersebut masih dalam proses penerbitan di Kantor Badan Pertanahan nasional. 2. Apabila transaksi jual beli dibayar secara bertahap atau secara mencicil. 3. Apabila objek sedang ditempati atau sedang disewa oleh pihak lain. 4. Apabila objek sedang dalam proses roya Ditambahkan lagi oleh responden hal yang tak kalah penting dan sering terjadi adalah dalam hal pembayaran pajak. Kalau sekiranya pihak-pihak ingin menghindari pembayaran pajak terhadap suatu transaksi jual beli baik itu Pajak Penghasilan (PPH) maupun Bea perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) maka mereka biasanya melakukan transaksi dengan memakai akta perjanjian jual beli.53 Akan tetapi menurut keterangan dari Notaris Lolita Pulungan, SH., timbulnya perjanjian jual beli ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain yaitu karena jual 53
Hasil Wawancara Penulis dengan Notaris Herlina Ginting, tanggal 14 April 2008
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
58
beli belum lunas serta sertipikat induk belum di pecah dan sertipikat belum dilakukan pengecekan di Kantor Pertanahan. Kemungkinan lain yang menyebabkan dilakukannya atau dilaksanakannya pembuatan akta perjanjian jual beli menurut responden adalah kalau sertipikat atas tanah tersebut masih atas nama pewaris atau pemilik awal, sedangkan para ahli waris akan menjual cepat tanah tersebut karena membutuhkan uang. Untuk itu agar mereka mendapatkan uang dalam jangka waktu yang cepat maka mereka melakukan transaksi dengan membuat akta perjanjian jual beli dihadapan notaris. 54 Hal serupa dikemukakan oleh Bapak Abdul Khalik sebagai seorang penjual yang dengan memakai akta perjanjian jual beli, menurut responden, dia melakukan transaksi perjanjian jual beli karena prosesnya cepat sebab dia membutuhkan uang sesegera mungkin dan dia juga terhindar dari membayar pajak, karena transaksi tersebut tidak sampai dilakukan pendaftaran di Kantor Pertanahan. 55 Keterangan dari responden Abdul Khalik tersebut di atas juga dibenarkan oleh responden Herman. Herman adalah sebagai pembeli dari tanah yang dijual oleh bapak Abdul Khalik tersebut di atas, menurut responden Herman, dia mau memakai transaksi jual beli dengan memakai perjanjian karena dia berencana akan menjual kembali tanah tersebut dengan harapan akan mendapat untung yang lebih, karena responden merasa beberapa tahun mendatang harga tanah itu pasti akan naik. 56
54
Hasil Wawancara Penulis Dengan Notaris Lolita Pulungan, tanggal 14 April 2008. Hasil Wawancara Penulis Dengan Abdul Khalik, tanggal 14 April 2008. 56 Hasil Wawancara Penulis Dengan Herman, tanggal 14 April 2008. 55
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
59
Menurut analisis penulis faktor utama yang menyebabkan orang melakukan perjanjian jual beli adalah karena jual beli itu belum lunas (secara cicilan) dan untuk menghindari pajak, karena dengan melakukan transaksi perjanjian jual beli, pajak tidak akan timbul karena tidak ada pendaftaran peralihan hak sebagaimana yang diwajibkan di dalam peraturan mengenai Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dengan kata lain dapat dikatakan hal itu untuk sementara menunda pelaksanaan pembayaran pajak. Dalam hal tindakan yang harus diambil notaris berupa pembuatan akta perjanjian jual beli, harus memperhatikan antara hak dan kewajiban antara kedua belah pihak (calon pembeli dan calon penjual), peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta memenuhi syarat-syarat dan pertimbangan-pertimbangan lain. Dengan telah selesainya para pihak membuat akta perjanjian jual beli dihadapan notaris, seorang notaris disamping sebagai pejabat umum juga berfungsi sebagai penasehat hukum bagi pihak-pihak yang datang menghadap kepadanya, sepanjang hal itu berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Maka sebagai penasehat hukum notaris dapat memberikan alternatif-alternatif tindakan yang dapat ditempuh sebagai berikut : 1. Agar segera melunasi pembayarannya atau melunasi utangnya yang nantinya diperhitungkan sebagai harga jual tanah tersebut. Setelah sertipikat diperoleh, keduanya datang menghadap kepada PPAT untuk melakukan transaksi jual beli.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
60
2. Agar menunggu sertipikat keluar atas nama pihak penjual kemudian keduanya menghadap ke PPAT untuk melakukan transaksi jual beli. Peranan notaris dalam pembuatan akta perjanjian jual beli yang dimaksudkan di atas sangat besar sekali, karena notaris harus mengakomodir kepentingan pihakpihak, sehingga secara hukum adanya kepastian, khususnya pihak pembeli (calon pembeli) sampai dengan terealisasinya jual beli secara defenitif.
C. Faktor Penyebab Kuasa Mutlak Sebagai Tindak Lanjut Dari Perjanjian Pendahuluan Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Masih Dapat Diberlakukan Tanah merupakan faktor yang paling penting di dalam kehidupan sehari-hari bagi manusia. Namun hal tersebut saat ini sudah langka sekali masyarakat menyebut tanah sebagai faktor produksi, hal ini disebabkan karena saat ini masyarakat lebih mengandalkan teknologi sebagai faktor produksi. Walaupun demikian, tak jarang pula ditemukan dalam kehidupan masyarakat berusaha untuk menguasai tanah, yaitu dengan cara jual beli dengan melakukan perjanjian jual beli dihadapan notaris. Dalam kaitannya dengan peralihan hak atas tanah, pasal 19 UUPA mengenai Pendaftaran Tanah Pasal 19 ayat (1) mengatakan, “Untuk menjamin kepastian Hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah.” 57
57
J. Kartini Soedjendro, Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Tafsir Sosial Hukum PPAT-Notaris Ketika Menangani Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Kanisius, Yogyakarta, 2001, Hal. 68.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
61
Untuk memenuhi perintah Pasal 19 ayat (1) tersebut dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang mulai berlaku tanggal 23 Maret 1961. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tersebut dalam Pasal 19 yang mengatur mengenai peralihan hak atas tanah menyebutkan : “setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Penjabat).” 58 Jadi, jelaslah disini bahwa jual beli hak atas tanah sah apabila dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang, yaitu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Para pihak melaksanakan perjanjian jual beli dengan memenuhi persyaratan untuk terjadinya perjanjian sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata. 1. Kata sepakat para pihak 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3. Suatu hak yang tertentu 4. Suatu sebab yang halal
58
Ibid
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
62
Menurut Ibu Chairani Bustami, SH, dalam tesisnya, mengatakan bahwa perikatan jual beli yang diikuti dengan kuasa mutlak masih sering dipakai dikarenakan alasan : 1. Pihak penjual hendak menunda kewajiban untuk mem bayar PPh (Pajak Penghasilan) kepada negara sebanyak 5% NJOP apabila NJOP-nya melebihi nilai Rp. 60.000.000 keatas sebelum akta jual beli ditandatangani, UndangUndang Nomor 27 Tahun 1996. 2. Menunda kewajiban Pihak pembeli untuk membayar lebih dahulu BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan) kepada negara sebesar 5% x NJOP Rp. 30.000.000,-. Apabila NJOP melebihi harga Rp. 30.000.000,Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997. 59 Aspek lain yang menentukan menjadi alasan perikatan jual beli masih digunakan (selalu diikuti dengan kuasa mutlak tentunya).60 1. Pengecekan bersih sertifikat di Kantor Pertanahan memakan waktu lama tidak ada efisiensi waktu. 2. Pihak penjual sangat membutuhkan uang tunai segera, pembeli sangat membutuhkan objek jual beli segera menjadi miliknya. 3. Pembeli membeli objek jual beli tidak dipakai untuk diri sendiri tetapi dijadikan sebagai investasi untuk dijual kembali dengan mendapat keuntungan besar yang diharapkan. 59
Chairani Bustami, 2002, Aspek-aspek Hukum yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, Tesis, Pasca Sarjana, USU, Medan, Hal. 96. 60 Ibid
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
63
4. Pembayaran jual beli tersebut dilakukan tidak lunas dan sekaligus, tetapi secara bertahap sesuai perjanjian awal yang telah mereka sepakati. 5. Masyarakat sangat keberatan khususnya pihak penjual/pembeli menaruh keberatan atas nilai jual objek pajak yang tertera di SPPT PBB karena nilainya jauh di atas rata-rata harga pasar. 6. Karena pembeli tidak berani membayar kepada penjual harga tanah/bangunan sebelum penjual menandatangani akta jual beli PPAT. 7. Penjual tidak diperkenankan menandatangani akta jual beli yang definitif sebelum kewajiban pajak yang terhutang yaitu PPh dibayar lebih dulu. 8. Notaris/PPAT dilarang untuk menandatangani Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah sebelum PPh dan BPHTB dibayar lebih dulu. Jika ini dilanggar maka Notaris/PPAT terkena sanksi denda Rp. 5.000.000,perkasus. Sebelum membahas lebih dalam, terlebih dahulu akan diuraikan tentang perjanjian pokok dan perjanjian bantuan yang lazim disebut dengan perjanjian pendahuluan. Hal ini dilakukan karena perikatan jual beli disertai kuasa mutlak dapat dikatakan sebagai perjanjian pendahuluan sebelum perjanjian yang sesungguhnya (perjanjian jual beli) dilakukan. Perjanjian pada hukum perdata materi dapat dibagi berdasarkan pada sifat hak dan mencakup perjanjian dalam bidang hukum keluarga, perjanjian dalam bidang hukum kebendaan, perjanjian obligatoir, perjanjian dalam bidang hukum pembuktian dan perjanjian dalam bidang hukum publik.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
64
Mengenai perjanjian pokok dan perjanjian bantuan ini merupakan salah satu jenis dari perjanjian obligatoir. Dimana yang dimaksud dengan perjanjian pokok adalah perjanjian yang mempunyai alasan sendiri untuk adanya perjanjian tersebut, sedangkan perjanjian bantuan adalah perjanjian yang alasan dilakukan tergantung pada adanya perjanjian lain. Perjanjian bantuan berfungsi dan mempunyai tujuan untuk mempersiapkan, menegaskan, memperkuat, mengatur mengubah atau menyelesaikan suatu hubungan hukum. Sebagai perjanjian bantuan, maka perjanjian tersebut adalah berupa perjanjian pendahuluan (pactum de contrahendo) yaitu suatu perjanjian dimana para pihak saling mengikatkan diri untuk terjadinya suatu perjanjian baru/pokok yang merupakan tujuan dari para pihak, misalnya perjanjian pengikatan jual beli. 61 Perjanjian pengikatan jual beli atau perikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan dan bentuknya bebas. Pada umumnya suatu perjanjian pengikatan jual beli atas perikatan jual beli mengandung janji-janji yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh salah satu pihak atau para pihak sebelum dapat dilakukannya perjanjian pokok yang merupakan tujuan akhir dari para pihak. Sebagaimana diketahui untuk terjadinya jual beli hak atas tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus telah dilunasinya harga jual beli hak atas tanah tersebut. Dalam praktek dan kenyataannya di masyarakat, tidak jarang terjadi 61
Herlien Budiono, Larangan, Kuasa Mutlak, Majalah Projustitia, Nomor 17 Maret 1982.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
65
suatu keadaan dimana si pemilik hak atas tanah (calon penjual) yang sertifikat tanah haknya belum terbit atau belum terdaftar atas namanya yang mungkin disebabkan oleh karena : 1. Masih dalam proses permohonan hak (persertifikatan). 2. Masih dalam proses balik nama menjadi ke atas namanya yang timbul sehubungan dengan adanya pemindahan/peralihan hal, atau 3. Masih terikat sebagai jaminan atas suatu hutang. Akan tetapi yang bersangkutan bermaksud untuk menjual tanah hak tersebut dan ada orang (calon pembeli) yang mungkin berkeinginan untuk membeli tanah hak tersebut dari calon penjual meskipun (calon) pembeli mengetahui bahwa sertifikat tanah hak yang bersangkutan masih terkendala sebagaimana yang disebutkan di atas sehingga tidak memungkinkan dibuat dan ditandatanganinya akta jual belinya. Guna mengatasi hal tersebut, maka dibuatlah suatu perjanjian pengikatan jual beli sebagai suatu perjanjian pendahuluan untuk sementara, menantikan dipenuhinya syarat untuk perjanjian pokok yaitu jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang untuk membuatnya. Oleh
karena
perjanjian
pengikatan
jual
beli
merupakan
perjanjian
pendahuluan, maka biasanya dalam perjanjian tersebut memuat janji-janji dari para pihak yang mengandung ketentuan-ketentuan manakala syarat-syarat untuk jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) telah dipenuhi. Tentu saja para pihak setelah syarat untuk jual beli telah dipenuhi dapat datang kembali untuk melaksanakan jual belinya dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akan
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
66
tetapi ada kemungkinan bahwa calon penjualnya berhalangan untuk datang kembali melaksanakan penandatanganan akta jual belinya. Menurut Notaris Sri Rambah, SH, sesuai dengan hasil wawancara dengan penulis, dikatakan bahwa banyak orang yang hendak datang untuk membuat perjanjian pengikatan jual beli sebelum terjadinya jual beli itu, dikarenakan dikemudian harinya pihak penjual dikhawatirkan tidak dapat datang untuk membuat jual belinya sendiri dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 62 Guna mengatasi hal tersebut, maka pembeli diberi kuasa untuk dapat melakukan jual belinya sendiri baik mewakili calon penjual maupun dirinya sendiri selaku calon pembeli untuk dapat mewakili secara umum hak-hak kepengurusan atas tanah tersebut selama belum dilakukan jual beli dihadapan pejabat yang dimaksud. Hal mana perlu diingat, bahwa adanya kemungkinan calon penjual tidak berada di tempat untuk melakukan tindakan hukum yang masih merupakan kewajiban tersebut. Apabila perjanjian pengikatan jual belinya dilakukan dihadapan Notaris, maka Notaris seyogyanya telah mengantisipasi keadaan itu dengan mencantumkan kuasakuasa yang dimaksud untuk itu dengan mencantumkan kuasa-kuasa yang dimaksud agar calon pembeli tidak dirugikan haknya, mengingat telah dipenuhi semua persyaratan untuk jual belinya dihadapan Pejabat yang berwenang.
62
Hasil Wawancara dengan Notaris Sri Rambah, tanggal 14 April 2008
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
67
Kuasa-kuasa demikian diberikan dengan ketentuan bahwa kuasa mana tidak dapat ditarik kembali dan kuasa mana baru berlaku apabila syarat tangguh atas jual belinya tidak dipenuhi. Suatu perjanjian pemberi kuasa pada umumnya merupakan suatu perjanjian sepihak, dimana kewajiban untuk melaksanakan prestasi hanya terdapat pada satu pihak saja yaitu pada penerima kuasa. Suatu pemberian kuasa tidak selalu memberikan kewenangan untuk mewakili pemberi kuasa. Ada kemungkinan dimana kuasa tidak merupakan bagian dari pemberi kuasa, tetapi dapat pula dalam pemberian kuasa tersebut diberikan pula wewenang untuk mewakili. Apabila wewenang tersebut diberikan berdasarkan perjanjian pemberian kuasa, terjadilah perwakilan yang bersumberkan pada perjanjian. Pada umumnya penerima kuasa dalam melakukan suatu tindakan hukum adalah untuk kepentingan pemberi kuasa, disamping melakukannya atas nama pemberi kuasa. Menurut Pasal 1814 KUH Perdata, pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya. Jika hal ini yang terjadi maka akan mengakibatkan hak-hak dari penerima kuasa dalam hal ini calon pembeli dalam pengikatan jual beli hak atas tanah sangat dirugikan. Pemberi kuasa yang diberikan dalam rangka suatu perjanjian maka pemberian kuasa tersebut merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari isi perjanjian tersebut yang tanpa adanya kuasa tersebut maka kepentingan penerima kuasa akan sangat dirugikan. Oleh karena itu
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
68
pemberian kuasa dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut harus diberikan beding atau syarat yang tidak dapat ditarik kembali. Menurut Asser-Scholten-Bregstein : “Hal tidak boleh dicabut (karena itu perwakilan yang jika perlu bahkan berlawanan dengan kehendak yang diwakili) adalah mungkin jika perwakilan tersebut merupakan bahagian dari suatu perjanjian lain yang lebih luas rangkumannya, perwakilan itu dapat berlangsung terus selama perjanjian tersebut masih berjalan.” 63 Maka dapatlah dipertanyakan disini dasar hukum mengenai syarat tidak dapat ditarik kembali dalam kuasa mutlak dapat diperjanjikan kembali oleh para pihak atau dicabut kembali. Pemberian surat kuasa mutlak tidak diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata, namun diakui keberadaannya di dalam lalu lintas bisnis dimasyarakat yang oleh beberapa putusan Hakim dipandang sebagai “bestending en gebruikekijding”. 64 Sebagaimana
diketahui
bahwa
ketentuan
Undang-Undang
mengenai
perjanjian menganut sistem terbuka dan asas kebebasan berkontrak. Berarti, bahwa setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian mengenai apa saja, dengan siapa saja serta memakai syarat dan bentuk yang bebas ditentukan oleh para pihak sepanjang tidak ditentukan lain oleh Undang-Undang dan hal tersebut akan mengikat pihakpihak yang membuat sebagai Undang-Undang. Selain bersifat terbuka, ketentuan
63
Ali Sofyan Husein, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1995, Hal. 92. 64 Harifin A. Tumpa, Surat Kuasa Mutlak, Varia Peradilan Nomor 142, Juli, 1997, Tahun XII.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
69
Undang-Undang dalam bidang hukum perjanjian juga bersifat mengatur dan tidak memaksa. Pemberian kuasa mutlak adalah merupakan suatu perikatan yang muncul dari perjanjian, yang diatur dalam pasal 1338 KUH Perdata, yang mengakui adanya kebebasan berkontrak, dengan pembatasan bahwa perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan harus dilandasi dengan itikad baik. Dengan demikian pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali adalah sah apabila : 1. Beding atau syarat kuasa tidak dapat ditarik kembali diperjanjikan dengan tegas. 2. Kuasa diberikan untuk kepentingan penerima kuasa dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu perjanjian. 3. Pemberian beding tersebut tidak dilarang oleh Undang-Undang dan Yurisprudensi. 4. dan beding kuasa tersebut dilandasi dengan itikad baik. Di samping adanya beding tidak dapat ditarik kembali, perlu ditambahkan pula adanya beding tidak akan berakhir karena dasar/sebab yang tercantum dalam Undang-Undang untuk mengakhiri suatu kuasa. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa beding tersebut bersifat sangat penting mengingat adanya pailissemen atau kematian dari pemberi kuasa atau penerima kuasa, maka kekuasaan tersebut akan berakhir. Dengan adanya beding
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
70
tersebut pada pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali, maka dengan kejadian tersebut adanya pailissemen, kekuasaan akan tetap berlaku. Demikian pula mengingat bahwa kuasa sedemikian itu merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu perjanjian dan adalah tujuan dari pihak-pihak bahwa pemberian kuasa akan terus berlangsung selama perjanjian itu berlaku tidak dapatlah kuasa tersebut ditarik kembali atau berakhir karena meninggalnya si pemberi kuasa. Pemberian kuasa dengan beding (yang tidak dapat ditarik kembali) sering disalahartikan dan dianggap identik dengan kuasa mutlak. Sebelum membahas lebih lanjut tentang kuasa mutlak ini, terlebih dahulu akan dibahas mengenai perjanjian dengan asas kebebasan berkontrak. Seringkali masyarakat banyak salah mengartikan tentang apa itu kebebasan berkontrak, padahal kebebasan berkontrak itu bukanlah kebebasan tanpa batas. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ridwan Khairandy, yang menyatakan bahwa terdapat banyak kritikan atau keberatan terhadap kebebasan berkontrak dan dalam perkembangannya kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan tanpa batas. Ada sejumlah point penting yang harus diperhatikan sebagai pembatasan terhadap kebebasan berkontrak dalam sejumlah sistem hukum. Pembatasan kebebasan berkontrak tersebut dilakukan baik melalui peraturan perundang-undangan maupun putusan pengadilan. 65
65
Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, FH UI Pasca Sarjana, 2003, Hal. 27.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
71
Maka kuasa mutlak memang menganut sistem kebebasan berkontrak dan bersifat terbuka, tetapi terdapat batasan-batasan yang dianut yang tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban dan kepatutan serta peraturan hukum yaitu perundangundangan dan Yurisprudensi yang membatasi kuasa mutlak tersebut. Pada tanggal 8 Maret 1982 keluar Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah, yang ditujukan ke semua Gubernur, Bupati, agar melarang Camat dan Kepala Desa atau pejabat yang setingkat dengan itu membuat/menguatkan pembuatan surat kuasa mutlak yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah. Instruksi tersebut juga melarang pejabat-pejabat Agraria untuk melayani status hak tanah yang menggunakan surat kuasa mutlak sebagai bahan pembuktian pemindahan hak atas tanah. Meskipun Instruksi tersebut bersifat intern departemental namun efeknya dirasakan sangat meluas keluar. Timbul semacam dilema pada pihak-pihak yang tugasnya
sehari-hari
melibatkan
dirinya
dalam
masalah
tanah,
termasuk
Notaris/PPAT. Dikhawatirkan akan menimbulkan kemacetan dalam pengurusan dokumen-dokumen tanah. Maka kemudian keluar kembali Surat Direktur Jendral Agraria Nomor 594/1492/AGR Tanggal 31 Maret 1982 yang memuat ketentuan sebagai berikut : “Penggunaan kuasa yang tidak termasuk sebagai Kuasa Mutlak yang dilarang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tersebut adalah: 1. Penggunaan kuasa penuh yang dimaksud dalam Pasal 3 blanko akta jual beli yang bentuk aktanya ditetapkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 1961. 2. Penggunaan kuasa penuh sebagai dicantumkan dalam perjanjian Ikatan Jual Beli yang aktanya dibuat oleh seorang Notaris.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
72
3. Penggunaan kuasa untuk memasang hipotek yang aktanya dibuat oleh seorang Notaris. Dan penggunaan kuasa-kuasa lain yang bukan dimaksudkan sebagai pemindahan hak atas tanah”. Perjanjian pengikatan jual beli harus dibuat dihadapan seorang Notaris dengan akta Notaris untuk memberikan kepastian bahwa kuasa tersebut benar diberikan dalam rangka suatu perjanjian untuk melangsungkan jual beli dan bukan perjanjian mengenai pemindahan hak yang terselubung. Jadi, yang dilarang untuk kuasa mutlak ini adalah penggunaan kuasa mutlak yang dimaksudkan sebagai upaya pemindahan hak milik atas tanah dengan maksudmaksud terselubung. Dalam hal kuasa disini masih diperlukan untuk perjanjian pengikatan jual beli, hanya saja bentuknya dalam praktek Notaris/PPAT belum tentu bersifat mutlak. Kuasa mutlak masih dapat diberlakukan sepanjang kuasa mutlak tersebut bukanlah untuk pemindahan hak dan hak atas tanah. Hal ini disampaikan oleh Notaris Soeparno, SH., mengatakan bahwa kuasa mutlak masih dapat diberlakukan sepanjang kuasa mutlak tersebut tidak untuk pemindahan hak atas tanah, beliau melihat kuasa mutlak ini dari sudut pandang yang sempit. Jadi menurut beliau segala kuasa mutlak yang berkenaan dengan tanah adalah dilarang. 66 Dapat terlihat bahwa sepanjang kuasa mutlak bukan bersifat pemindahan hak atas tanah yang mempunyai maksud-maksud terselubung, kuasa mutlak ini masih dapat diberlakukan.
66
Hasil Wawancara Dengan Notaris Soeparno, pada tanggal 14 April 2008
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
73
BAB III TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN KUASA MUTLAK DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS/PPAT A. Lembaga Pemberian Kuasa Pemberian kuasa (last geving) diatur dalam Buku III Bab XVI Pasal 1792 – 1819 KUHPerdata. Kuasa atau Volimacht merupakan tindakan hukum sepihak yang memberi wewenang kepada penerima kuasa mutlak untuk mewakili pemberi kuasa guna kepentingan pemberi kuasa dalam melakukan suatu tindakan hukum tertentu (HR 24 Juni 1983 N7 1939-337). 67 Menurut ketentuan Pasal 1792 KUHP, yang isinya adalah “Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang yang lain, menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.” Berdasarkan pasal di atas dapat dilihat bahwa unsur-unsur dari pemberian kuasa adalah sebagai berikut : 1. Adanya persetujuan 2. Memberikan kuasa kepada penerima kuasa 3. Atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan. Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dimana seseorang memberi kekuasaan atau wewenang (lastgeving) kepada orang lain yang menerimanya (velimacht Lasthebber) untuk 67
Herlien Budiono, op.cit.
73 Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
74
dan atas namanya (lastgever) menyelenggarakan suatu urusan (pasal 1792 KUHPerdata). 68 Pada umumnya seseorang dapat menyuruh orang lain melakukan suatu tindakan hukum. Dengan mendapatkan kekuasaan ini seseorang mendapat wewenang untuk mewakili orang yang menyuruhnya. Tetapi tidak selamanya orang dapat menyuruh orang lain melakukan tindakan-tindakan hukum apa saja. Ada beberapa tindakan hukum yang demikian rupa pribadinya, sehingga terpaksa ia sendiri yang harus melakukannya, misalnya dalam hal membuat surat wasiat. Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kuasa kepada pihak yang lain (penerima kuasa /lasthebber), yang menerimanya untuk dan atas namanya sendiri atau tidak menyelenggarakan satu perbuatan hukum atau lebih untuk yang memberi kuasa”. 69 Ciri-ciri dari pemberian kuasa adalah sebagai berikut : a. Bebas bentuk artinya dapat dibuat dalam bentuk lisan ataupun tulisan. b. Persetujuan timbal balik para pihak telah mencukupi. 70 Dengan demikian jika dilihat dari unsur-unsur di atas, maka unsur pertama adalah harus adanya suatu persetujuan dan memenuhi syarat untuk sahnya perjanjian. Unsur kedua yaitu memberikan kekuasaan kepada penerima kuasa, hal ini menunjukkan bahwa adanya pihak pemberi kuasa dan pihak penerima kuasa yang telah saling menyetujui. Unsur ketiga yaitu penerima kuasa melakukan tindakan 68
I.G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, Megapoin, Jakarta, 2003, hal. 85. Salim H.S., op.cit, Hal. 84 70 Ibid 69
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
75
hukum tersebut demi kepentingan serta untuk dan atas nama pemberi kuasa baik yang dirumuskan secara umum maupun dinyatakan dengan kata-kata tegas. Dengan adanya pemberian kuasa berdasarkan perjanjian yang diperoleh seseorang, maka terjadilah hubungan hukum antara memberi kuasa (last gever) dengan penerima kuasa (last hebber), yang selanjutnya penerima kuasa tidak bertindak untuk dirinya sendiri, akan tetapi bertindak untuk kepentingan pemberi kuasa. Menurut Salim, HS, jika dilihat dari cara terjadinya, perjanjian pemberian kuasa dibedakan menjadi enam macam, 71 yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Akta umum Surat di bawah tangan Lisan Diam-diam Cuma-Cuma Kata khusus Umum Pemberian kuasa dengan akta umum adalah suatu pemberian kuasa yang
dilakukan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan menggunakan akta Notaris atau Notariil. Hal ini berarti pemberian kuasa itu dilakukan dihadapan Notaris. Dengan demikian pemberian kuasa tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Pemberian kuasa dengan surat dibawah tangan adalah suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa, artinya surat pemberian
71
Ibid
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
76
kuasa itu hanya dibuat oleh para pihak saja tanpa ada pejabat yang berwenang (dalam hal ini Notaris) yang menyaksikannya. Pemberian kuasa secara lisan adalah suatu kuasa yang dilakukan atau diberikan secara lisan oleh si pemberi kuasa kepada penerima kuasa. Pemberian kuasa secara diam-diam adalah suatu kuasa yang dilakukan secasra diam-diam oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa. Pemberian kuasa secara cuma-cuma adalah suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa dengan mana penerima kuasa tidak menerima biaya apapun dari pemberi kuasa. Pemberian kuasa khusus yaitu suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa untuk kepentingan tertentu saja dari pemberi kuasa. Pemberian kuasa umum yaitu pemberian kuasa yang dilakukan pemberi kuasa dengan penerima kuasa yang isinya kuasa yang bersifat umum dan untuk segala kepentingan si pemberi kuasa tersebut. Suatu perjanjian pemberian kuasa atau lastgeving pada umumnya merupakan suatu perjanjian sepihak, dimana kewajiban untuk melaksanakan prestasi hanya terdapat pada satu pihak saja, yaitu pada penerima kuasa. Menurut ketentuan Pasal 1793
KUHPerdata yang isinya adalah sebagai
berikut : (1) Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan dibawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
77
(2) Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si kuasa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian pemberian kuasa dapat dilakukan dengan akta otentik, dalam bentuk tulisan di bawah tangan, ataupun dengan lisan, akan tetapi disamping itu untuk penerimaan kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam. Isi pemberian kuasa ditentukan oleh pihak pemberi kuasa. Pemberi kuasa biasanya memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk mewakilinya baik diluar pengadilan maupun dimuka pengadilan. Misalnya, penerima kuasa dikuasakan untuk menandatangani suatu perjanjian kredit disebabkan karena pemberi kuasa berhalangan hadir, maka penerima kuasalah yang pada saat itu mewakili pemberi kuasa menandatangani akta kredit tersebut dan apabila terjadi sesuatu hal yang menyangkut hukum dari perjanjian kredit tersebut, penerima kuasa juga harus mempertanggung jawabkan perbuatannya mewakili pemberi kuasa dimuka pengadilan. Dalam hal pemberian suatu kuasa akan berakhir apabila pemberi kuasa atau penerima kuasa tersebut meninggal dunia atau pemberi kuasa menarik kembali kuasanya atau pemberi kuasa menghentikan kuasa tersebut dengan ketentuan asalkan pemberi kuasa memberitahukan terlebih dahulu penghentian tersebut kepada penerima kuasa dengan memperhatikan waktu yang cukup. Jika penerima kuasa
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
78
menolak atau tidak mau menyerahkan kembali kuasanya secara sukarela, maka dapat dipaksa melalui pengadilan. 72 Dalam praktek penarikan kembali tersebut diumumkan dibeberapa surat kabar dan diberitahukan dengan surat kepada pihak ketiga atau relasi yang berkepentingan. Pengangkatan seorang penerima kuasa baru untuk menjalankan suatu urusan yang sama, menyebabkan ditariknya kembali kuasa yang pertama terhitung mulai diberitahukannya pengangkatan itu. Penerima kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya dengan pemberitahuan kepada pemberi kuasa. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 1814-1817 KUHPerdata, yaitu : Pasal 1814 KUHPerdata menyatakan bahwa : Si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya, dan jika ada alasan untuk itu, memaksa si kuasa untuk mengembalikan kuasa yang dipegangnya. Pasal 1815 KUHPerdata menyatakan bahwa : Penarikan kembali yang hanya diberitahukan kepada si kuasa, tidak dapat dimajukan terhadap orang-orang pihak ketiga, yang karena mereka tidak mengetahui tentang penarikan kembali itu, telah mengadakan suatu perjanjian dengan si kuasa, ini tidak mengurangi tuntutan si pemberi kuasa kepada si kuasa. Pasal 1816 KUHPerdata menyatakan bahwa : Pengangkatan seorang kuasa baru, untuk menjalankan suatu urusan yang sama, menyebabkan ditariknya kembali kuasa yang pertama, terhitung mulai hari diberitahukannya kepada orang yang belakangan ini tentang pengangkatan tersebut.
72
I.G. Rai Widjaya, op.cit, Hal. 94
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
79
Pasal 1817 KUHPerdata menyatakan bahwa : (1) Si kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya dengan pemberitahuan penghentian kepada si pemberi kuasa. (2) Jika namun itu pemberitahuan penghentian ini baik karena ia dilakukan dengan tidak mengindahkan waktu maupun karena sesuatu hal lain karena salahnya si kuasa, membawa rugi bagi si pemberi kuasa, maka orang ini harus diberikan ganti rugi oleh si kuasa, kecuali apabila si kuasa berada dalam keadaan tidak mampu meneruskan kuasanya dengan tidak membawa rugi yang tidak sedikit bagi dirinya sendiri.
Apabila penerima kuasa tidak sadar bahwa pemberi kuasa meninggal atau sebab lainnya mengakhiri kuasanya, 73 maka : 1. Apa yang diperbuat penerima kuasa dalam ketidaksadarannya tersebut adalah sah. 2. Sama halnya dengan perikatan yang diperbuat penerima kuasa harus dipenuhi terhadap pihak ketiga yang beritikad baik. Apabila penerima kuasa meninggal dunia, ahli waris : 1. Harus memberitahukan kepada pemberi kuasa 2. Wajib mengamankan kepentingan-kepentingan pemberi kuasa dan mengambil tindakan-tindakan seperlunya untuk pemberi kuasa.
73
Ibid
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
80
B. Ketentuan Jual Beli Hak Atas Tanah Menurut Subekti dalam Soimin Soedharyo menyatakan bahwa dalam Pasal 1458 KUH Perdata, persetujuan jual beli merupakan persetujuan kehendak antara penjual dan pembeli mengenai suatu barang atau harga. 74 Karena tanpa barang yang akan dijual dan tanpa harga yang dapat disetujui antara dua belah pihak, maka tidak mungkin ada jual beli, atau jual beli tidak pernah terjadi. Atau dengan perkataan lain jual beli yang dianut di dalam hukum perdata belum memindahkan hak milik sebelum dilakukan penyerahan atau levering. Sedangkan di dalam hukum adat, jual beli sudah terjadi sejak pembayaran panjar diikuti dengan pencicilan. Pada peristiwa jual beli tanah ada kemungkinan pihak ketiga (dengan atau tanpa tanda bukti hak yang dapat diterima atau ditolak) bahwa tanah tersebut adalah miliknya dan akan lebih merepotkan lagi jika tanah yang sudah dibeli sudah ada bangunan yang telah ditempati atau dibeli oleh pihak lain. Untuk menghindari hal itu perlu dipastikan bahwa transaksi jual beli harus jelas kepemilikannya, subjek pemegang haknya harus jelas kewewenangannya, misalnya untuk anak yang masih berumur 12 tahun tentunya tidak berwewenang menjual atau membeli tanah, hal ini juga harus diteliti benar jika penjual melakukan jual beli tersebut melalui kuasa, jelas dan objek tanah yang akan dibeli juga harus jelas data fisik dan data yuridisnya. Perbuatan jual beli dan penyerahan hak atas tanah tersebut dilakukan di hadapan
74
Soimin Soedharyo, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2001,
Hal. 86.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
81
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Namun demikian terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kendala-kendala dalam pembuatan akta jual beli oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Adapun faktor-faktor tersebut adalah : 75 1. Sertipikat tanah yang menjadi objek jual beli, yang masih terikat dalam jaminan pembebanan hak tanggungan ataupun hipotik, harus diroya (dihapus) lebih dahulu hak tanggungan atau hipotik yang membebani tanah tersebut di kantor pertanahan. 2. Sertipikat yang masih terdaftar atas nama orang lain atau pewaris, harus terlebih dahulu dibalik nama ke atas nama pemegang hak atau ke atas nama para ahli waris. 3. Sertipikat induk belum dipecah-pecah, sedangkan yang dibeli hanya sebagian kecil dari luas tanah tersebut. Umpamanya luas tanah disertipikat 1000-M2 yang dibeli hanya 250-M2. 4. Pembeli atas tanah hak milik adalah perseroan terbatas yang tidak dibenarkan oleh undang-undang untuk memiliki hak milik atas tanah, oleh karena itu hak milik tersebut harus diturunkan lebih dahulu keatas hak yang lebih rendah yaitu hak guna bangunan atau hak pakai.
75
Chairani Bustami, Op.Cit. Hal. 98.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
82
5. Pembeli tanah hak milik adalah orang asing yang tidak berhak mempunyai hak milik atas tanah di Indonesia kecuali hak pakai (ada pengecualian terhadap tanah yang bersifat perwakilan asing di Indonesia). 6. Pembeli telah mempunyai tanah-tanah bersertipikat melebihi dari jumlah yang diizinkan oleh undang-undang, jadi harus lebih dahulu mendapatkan izin dari instansi terkait. 7. Pajak Penghasilan (PPH) yang merupakan kewajiban penjual belum dibayar (undang-undang nomor 27 tahun 1996). 8. Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang merupakan kewajiban pembeli belum dilunasi (undang-undang nomor 21 tahun 1997). 9. Sertipikat tanah belum di cek bersih di Kantor Pertanahan tetapi telah diyakini penjual dan pembeli bahwa tanah tersebut tidak boleh menimbulkan masalah. 10. Nilai Jual Objek Pajak yang tidak sesuai dengan harga pasar, dapat diturunkan di Kantor Pajak dan Bangunan (PBB) bagi yang dibenarkan oleh undangundang. Misalnya pensiunan Pegawai Negeri, Veteran, ABRI, dan sebagainya (menunggu penurunan PBB). 11. Sertipikat belum terbit atau masih dalam proses pengurusan di Kantor Badan Pertanahan Nasional. 12. Sertipikat masih terdaftar atas nama pemilik awal walau berulang kali terjadi pemindahan hak atas tanah masih terus menggunakan akta Perikatan Jual Beli, yang disempurnakan dengan akta pendamping yaitu Surat Kuasa Menjual.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
83
Jadi pemindahan hak atas tanah tersebut walau telah berlapis-lapis (berkali-kali) namun belum sekalipun dibalik nama keatas nama pembeli. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam membuat akta jual beli menggunakan blanko jual beli Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang telah disediakan dan dijual di Kantor Pos. Sebelum membuat akta ini biasanya para Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terlebih dahulu membuat akta persetujuan jual beli atau perikatan jual beli. 76 Selanjutnya Chairani Bustami dalam tesis Aspek-Aspek Hukum Yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli Yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan menyatakan bahwa : Dalam praktek kerja sehari-hari ditemukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebelum membuat akta jual beli ada dua hal aspek hukum yang dilakukan mereka, yaitu : a. Membuat Akta Persetujuan Jual Beli Akta persetujuan jual beli dibuat dalam jual beli tanah bersertifikat maupun tanah yang tidak bersertifikat yang cara pembayarannya tidak dibayar lunas sekaligus tetapi melalui cicilan, hal ini terjadi karena ada syarat yang belum terpenuhi misalnya rumahnya belum kosong. Persetujuan jual beli yang dimaksud tersebut di atas dibuat untuk menghindari sengketa jika para pihak mengingkari persetujuan yang telah dibuat dengan tidak memenuhi prestasi yang telah ditentukan dan disepakati dalam perjanjian tersebut. 76
Ibid, Hal. 12
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
84
b. Membuat Akta Perikatan Jual Beli Akta perikatan jual beli dibuat oleh notaris dalam jual beli tanah yang sudah bersertifikat yang telah dibayar lunas atau kontan, hal ini dengan alasan adanya syarta-syarat yang belum terpenuhi untuk melangsungkan jual beli dengan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan tidak adanya syarat-syarat yang menghalangi dibuatnya Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) namun pihak-pihak senantiasa minta dibuatkan Akta Perikatan Jual Beli. Syarat-syarat yang belum terpenuhi itu antara lain seperti : a. Kewajiban pengecekan bersih sertifikat yang akan dialihkan tersebut di kantor Pertanahan. b. Kewajiban lebih dulu untuk pembayaran pajak-pajak yang menyangkut pertanahan tersebut. 77 Dalam konsepsi Hukum Adat Tanah Nasional terdapat syarat untuk sahnya jual beli yaitu terpenuhinya “tunai, riil, terang”. Yang dimaksud dengan “tunai” adalah bahwa penyerahan hak oleh penjual dilakukan bersamaan dengan pembayaran oleh pembeli dan seketika itu juga hak sudah beralih. Harga yang dibayarkan itu tidak harus sekaligus lunas, selisih harga dianggap sebagai utang pembeli kepada penjual yang termasuk dalam lingkup hukum utang-piutang. “Riil” dimaksudkan bahwa kehendak yang diucapkan harus diikuti dengan perbuatan nyata, misalnya dengan telah diterimanya uang oleh penjual, dan dibuatnya perjanjian dihadapan kepala desa. Dimaksud “terang” bahwa perbuatan hukum jual-beli tanah tersebut dilakukan 77
Ibid, Hal. 114
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
85
di hadapan kepala desa untuk memastikan bahwa perbuatan itu tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Jadi dapat dirumuskan bahwa tunai/kontan, riil dan terang tersebut dimaksudkan jika jual beli dilakukan tanpa dihadapan Kepala Desa/Camat atau tanpa akta otentik dari Pejabat Pembuat Akta Tanah maupun dari Notaris jual beli tetap dianggap sah sepanjang syarat materialnya yang berupa uang dari harga jual beli tersebut dibayar lunas oleh pembeli sudah terpenuhi, hal ini sejalan dengan konsepsi hukum agraria yang berlandaskan kepada hukum adat. Untuk tanah warisan yang berhak menjualnya adalah salah seorang yang telah ditunjuk sebagai ahli waris, atau para ahli warisnya jika mereka ditunjuk bersamasama sebagai ahli waris maka secara bersama-sama mereka bertindak sebagai penjual. Apabila salah seorang tidak turut menjual maka jual beli tersebut dianggap batal demi hukum. Untuk tanah yang masih merupakan boedel warisan maka harus ada surat keterangan ahli waris menurut ketentuannya masing-masing. Supaya tanah yang sudah dibeli mendapatkan kekuatan hukum dan kekuatan pembuktian jika terjadi sengketa dikemudian hari maka jual beli harus dilakukan dihadapan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), hal ini sejalan dengan fungsi dari akta autentik yang diatur di dalam Pasal 1874 KUH Perdata bahwa fungsi akta jual beli sebagai salinan yang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditanda tangani. Dengan unsurnya untuk menciptakan bukti tertulis dan penandatanganan tertulis.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
86
C. Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah yang Dibuat Dihadapan Notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) Larangan kuasa mutlak yang tercantum didalam instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah, dimana dinyatakan bahwa kuasa mutlak adalah kuasa yang didalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali dan yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya. Latar
belakang
dikeluarkannya
Instruksi
tersebut
adalah
adanya
penyalahgunaan Kuasa Mutlak diantaranya terhadap ketentuan mengenai penetapan luas tanah pertanian yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, pemilikan atas tanah hak oleh subjek hukum tertentu menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria atau ketentuan mengenai pengenaan pajak atas tanah. Namun apabila kita hubungkan dengan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya dan ditilik dari rasa keadilan dan asas keseimbangan dalam berkontrak serta kebutuhan masyarakat dalam praktek, maka kuasa mutlak pada hakikatnya dapat dilaksanakan aslkan merupakan suatu kesatuan dengan perjanjian pengikatan jual beli. Kuasa mutlak ini memberikan keuntungan bagi pihak pembeli dimana pembeli akan merasa aman dengan adanya pengikatan
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
87
jual beli dan kuasa mutlak ini karena pihak pembeli telah membayar lunas semua pembayaran namun belum mendapatkan bukti pemilikan hak (sertipikat) yang dapat dibalik nama ke atas namanya. Jika dilihat, hal ini merupakan suatu fenomena yang sering terjadi dalam setiap jual beli atas tanah. Dan masyarakat pun terutama para pihak yang akan melakukan perjanjian jual beli hak atas tanah mempunyai alasan yang kuat untuk tetap melakukan pengikatan jual beli dan kuasa mutlak. Hal ini disebabkan karena telah terjadi penyimpangan mengenai terhadap apa instruksi tersebut ditujukan. Dimana sebelumnya instruksi tersebut ditujukan kepada lahan pertanian. Akan tetapi saat ini telah terjadi penyimpangan dan mulai merambah pada tanah-tanah yang bukan dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Instruksi tersebut pun mungkin merupakan reaksi terhadap sinyalemen dari berbagai kalangan hukum bahwa dewasa ini dalam bidang agraria banyak terjadi penghindaran hukum (law evasion) dengan melakukan perbuatan terselubung antara lain dalam bentuk-bentuk sebagai berikut : 1. Untuk menghindari larangan pemilikan tanah melewati maksimum tertentu, maka orang yang telah memiliki tanah dalam batas maksimal masih menambah luas tanahnya dengan penggunaan kuasa mutlak. Akta yang dibuat bukanlah Akta Jual Beli Tanah, melainkan dengan Akta Kuasa Mutlak yang mana segala wewenang yang ada pada pemilik diserahkan kepada penerima kuasa. Secara formil ornag tersebut hanya penerima kuasa, tetapi secara materil ia adalah pemilik tanah. Atas
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
88
nama siapa tanah tersebut terdaftar bukanlah menjadi soal, yang penting adalah wewenang atau kekuasaan ada pada penerima kuasa. 2. Orang atau Badan yang berdasarkan peraturan yang berlaku tidak diperbolehkan mempunyai hak milik atas tanah dengan meminjam nama orang lain yang tidak terkena larangan tersebut. Biaya pembelian tanah disediakan oleh orang tersebut. Akta jual beli dan sertifikat tanah hak milik terdaftar atas nama orang yang dimintai tolong tersebut, kemudian orang yang dimintai tolong tersebut barulah membuat surat kuasa mutlak dengan akta notaris untuk pemilik sebenarnya ini agar ia dapat melakukan segala hak dan kewajiban yang umumnya hanya ada pada pemilik tanah. Menurut Notaris Sri Rambah, bila kuasa mutlak sudah dihubungkan dengan tanah maka kuasa mutlak tersebut adalah dilarang. 78 Hal ini disebabkan beliau memandang kuasa mutlak tersebut dengan sudut pandang yang sempit, karena beliau tidak mau mengambil resiko yang tinggi untuk penggunaan kuasa mutlak tersebut. Menurut Notaris Khairunisah, kuasa mutlak adalah tidak boleh lagi dipakai dalam akta-akta jual beli tanah dikarenakan hal tersebut sudah dilarang dalam Undang-Undang. 79 Menurut Notaris Irdhanila Hasibuan, kuasa mutlak masih dapat dipergunakan mengikuti perikatan jual beli sepanjang kuasa mutlak tersebut tidak menjadi satu akta
78 79
Hasil Wawancara dengan Notaris Sri Rambah, tanggal 14 April 2008. Hasil Wawancara dengan Notaris Khairunisah, tanggal 14 April 2008.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
89
yang berdiri sendiri dan hanya klausula kuasa mutlak itu saja yang terdapat dalam perikatan jual beli tersebut. 80 Menurut Notaris Herlina Ginting, kuasa mutlak dapat saja dipakai jika masih diperlukan dalam perjanjian pengikatan jual beli, hanya saja akan disarankan untuk memakai alternatif yang lain terlebih dahulu jika memungkinkan, karena ditakutkan akan menimbulkan masalah dikemudian harinya. 81 Menurut Notaris Soeparno, eksistensi kuasa mutlak masih ada, hanya saja kuasa mutlak tersebut haruslah dibuat didalam atau mengikuti akta perjanjian pengikatan jual beli dan tidak dapat berdiri sendiri. Surat kuasa mutlak adalah surat kuasa yang biasanya dibuat oleh pemilik sebidang tanah untuk mendapatkan sejumlah uang dengan segera, sehingga dapat dikatakan bahwa surat kuasa mutlak itu pada hakekatnya adalah merupakan salah satu bentuk pelepasan hak. 82 Di dalam praktek, surat kuasa mutlak itu dituangkan di dalam bentuk Akta Notaris sebagai partai akta, dengan memakai judul “Perjanjian/Ikatan Jual Beli ataupun Kuasa untuk menjual”. Pertimbangan lain yang perlu diperhatikan terutama dari sisi pembeli tanah adalah berhubungan dengan proses jual beli tanah sampai pendaftarannya yang tidak dapat dilaksanakan dengan cepat. Karena hanya untuk perubahan sertipikat saja sudah membutuhkan waktu yang cukup lama lebih dari 2 (dua) bulan, apalagi bagi tanahtanah yang belum dibukukan. Dengan diberikannya kuasa mutlak ini berarti pihak 80
Hasil wawancara dengan Notaris Irdhanila Hasibuan, tanggal 14 April 2008. Hasil wawancara dengan Notaris Herlina Ginting, tanggal 14 April 2008. 82 Hasil wawancara dengan Notaris Soeparno, tanggal 14 April 2008. 81
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
90
pembeli akan terlindungi dari kemungkinan penyalahgunaan keadaan oleh pihak penjual. Pihak pembeli dapat sewaktu-waktu menjual tanah tersebut kepada pihak lain tanpa harus melibatkan pemilik formal (dalam hal ini penjual). Dalam prakteknya ternyata pemberian kuasa mutlak ini bukanlah dengan maksud menunggu dikukuhkannya ke dalam sertipikat, melainkan pemegang surat kuasa tersebut dapat menguasai segala-galanya atas tanah tersebut. Hanya saja secara teknis yuridis pihak pembeli tersebut belum dikatakan sebagai pemilik dalam sertipikat. Eksistensi kuasa mutlak saat ini jika dihubungkan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak, kuasa mutlak masih diakui oleh masyarakat terutama para pihak yang akan melakukan perjanjian jual-beli hak atas tanah, tetapi dikarenakan keadaannya yang rancu, yang berada pada grey area, maka tidak sedikit para Notaris/PPAT yang tidak memakai kuasa mutlak tersebut dan menganjurkan untuk memakai cara lain selain kuasa mutlak dalam jual beli hak atas tanah. Sehubungan dengan adanya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah tersebut, maka didalam praktek Notaris dalam membuat suatu akta perjanjian pembuatan pengikatan jual beli yang merupakan perjanjian pendahuluan menunggu dipenuhinya syarat untuk sampai pada perjanjian pokok selalu mencantumkan klausul kuasa yang tidak dapat ditarik kembali oleh calon penjual kepada calon pembeli untuk melaksanakan jual belinya dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
91
Pemberian kuasa sedemikian perlu dicantumkan secara eksplisit, bahwa calon pembeli berhak mewakili calon penjual maupun dirinya sendiri dalam akta jual belinya mengingat bahwa pada umumnya tidak diperbolehkan penerima kuas menjadi pembeli dari pemberi kuasa (Pasal 1470 KUHPerdata). Pasal 1470 isinya adalah sebagai berikut : “Begitu pula tidak diperbolehkan menjadi pembeli pada penjualan dibawah tangan, atau ancaman yang sama, baik pembelian itu dilakukan oleh mereka sendiri maupun oleh orang-orang perantara, kuasa-kuasa mengenai barangbarang yang mereka dikuasakan menjualnya : pengurusan-pengurusan mengenai benda-benda milik negara dan milik badan-badan umum yang dipercayakan kepada pemeliharaan dan pengurusan mereka. Namun itu adalah dsierahkan kepada Presiden untuk memberikan kebebasan dari larangan itu kepada pengurus-pengurus umum. Segala wali dapat membeli benda-benda tak bergerak kepunyaan anak-anak yang berada dibawah perwalian mereka dengan cara yang ditetapkan dalam pasal 399.” Dari uraian pasal 1470 KUHPerdata diatas dapat dikatakan bahwa pasal 1470 KUHPerdata ini melarang pembeli melakukan jual beli dibawah tangan barangbarang yang penjualannya dikuasakan kepadanya. Penerima kuasa tadi tidak boleh menjadikan dirinya sebagai pihak lawan dari pemberi kuasa dalam suatu perjanjian yang pelaksanaannya dikuasakan kepadanya oleh pemberi kuasa. Dalam kepustakaan hukum
dikenalnya
dengan
sebutan
Selbseintritt
yakni
penerima
kuasa
mengikutsertakan dirinya sendiri (bukan pihak ketiga) sebagai pihak perjanjian. Kuasa mutlak dipandang oleh penerima kuasa sebagai hak sendiri (eigen zelfstanding rech). Oleh karena diluar pasal 1470 KUHPerdata tidak ada pasal yang melarang Selbseintritt maka dapat dikatakan bahwa larangan tersebut hanya berlaku bagi jual
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
92
beli dibawah tangan. Diluar itu penerima kuas boleh menjadikan dirinya sebagai pihak lawan dari pemberi kuasa. Sebaiknya selbseintritt hanya diperbolehkan jika kuasa yang bersangkutan memuat rincian jelas tentang syarat-syarat perjanjian, misalnya dalam kuasa disebutkan bahwa penerima setelah menerima kuasa (mutlak) tersebut hendak menyewakan tanah tersebut untuk jangka waktu dan harga dicantumkan. Jika surat kuasa tersebut tidak dirinci seperti itu, lebih baik selbseintritt ditolak saja. Dasar penolakannya adalah pasal 1470 KUHPerdata tadi, dengan jalan analogi. Oleh karena penyimpangan terhadap ketentuan tersebut tidak merupakan pelanggaran terhadap kepentingan umum, maka para pihak dapat memperjanjikan adanya kuasa semacam itu. Pencantuman kuasa dengan beding “menjual kepada diri sendiri” tersebut tidak dapat pula digolongkan ke dalam kuasa mutlak, karena tidak mengandung muatan yang dilarang oleh instruksi tersebut, meskipun kuasanya tidak dapat ditarik kembali. Dan didalam praktek pembuatan akta pengikatan jual beli, Notaris mencantumkan : 1. Alasan yang jelas didalam premisse mengenai dibuatnya akta pengikatan jual beli tersebut. 2. Objek perjanjian dan harga dari objek tersebut yang akan dijual belikan serta pembayaran.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
93
3. Jaminan dari calon penjual terhadap kepemilikan atas persil dan tidak adanya cacat yang tampak dan tidak tampak. 4. Janji penyerahan persil dalam keadaan pada hari pengikatan jual beli. 5. Janji calon penjual belum pernah memberikan kuasa kepada orang lain mengenai persil yang akan dijual selain kepada calon pembeli. 6. Janji calon penjual (pemberi kuasa) tidak akan sendiri melakukan tindakan hukum yang telah dikuasakan kepada calon pembeli (penerima kuasa) tersebut. 7. Janji lain yang khusus, misalnya kewajiban pembayaran rekening listrik, air, telepon, PBB hingga tanggal pengosongan, tata cara pengosongan dan sebagainya. 8. Pemberian kuasa secara umum yang tidak dapat ditarik kembali oleh calon penjual kepada calon pembeli untuk pengurusan persil selama belum dilaksanakan jual beli. 9. Pemberian kuasa dari calon penjual kepada calon pembeli yang tidak dapat ditarik kembali untuk pelaksanaan jual belinya dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), apabila syarat jual beli telah dipenuhi. Dalam praktek, sesuai dengan penelitian yang dilakukan, kuasa mutlak masih sering digunakan oleh Notaris/PPAT. Hanya saja banyak Notaris/PPAT yang masih rancu untuk menggunakan kuasa mutlak tersebut. Sehingga seringkali kuasa yang dipergunakan adalah kuasa biasa. Hal tersebut dapat terlihat dari akta pengikatan jual
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
94
beli yang disertai kuasa, tetapi tidak terdapat klausula “kuasa tidak dapat ditarik kembali”. Klausula kuasa mutlak yang seharusnya dicantumkan adalah “….surat kuasa ini tidak dapat dicabut kembali atau dibatalkan oleh pemberi kuasa atas dasar atau alasan apa pun juga dengan mengesampingkan segala ketentuan tentang berakhirnya suatu kuasa”. Dapat pula klausula kuasa mutlak berbunyi “…penerima kuasa dibebaskan dari segala tanggung jawab kepada pemberi kuasa….” Hal tersebut tidak menjadi masalah dikarenakan ketidaktahuan masyarakat terhadap kuasa mutlak, sehingga pihak penjual tidak berbuat sesuatu yang merugikan pihak pembeli. Jadi kuasa yang dipakai disini hanya sebatas kuasa biasa, bukan kuasa mutlak. Jika dilihat dari pendapat Ali Boediarto yang pada intinya memberi pertimbangan sebagai berikut : Menurut pendirian Mahkamah Agung RI : adalah merupakan perbuatan yang sah menurut hukum, bahwa seseorang pemilik tanah yang mengalihkan haknya/kekuasaannya atas tanah yang dimilikinya itu kepada pihak lain, melalui cara pembuatan “Akta Kuasa Mutlak” dimana pihak “penerima kuasa” menjadi berhak dan berkuasa penuh atas tanah tersebut, seperti halnya “seorang pemilik” dan ia dapat menuntut pihak ketiga yang dinilai mengganggu haknya itu. 83 Pembuatan “akta Kuasa Mutlak” seperti yang diuraikan di atas mengandung materi, bahwa pemilik tanah selaku “Pemberi Kuasa” memberi kuasa penuh kepada “Penerima Kuasa” untuk menguasai dalam arti luas, yaitu mengasingkan
83
Ali Boediarto, Putusan Badan Peradilan, Majalah Varia Peradilan, Edisi Oktober 1990,
Hal. 11.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
95
(vervreenden) dan/atau melakukan perbuatan hukum macam apapun juga terhadap tanah yang bersangkutan, seperti halnya seorang yang berstatus sebagai “pemilik tanah”. Kuasa mutlak ini tidak dapat dicabut kembali, sehingga merupakan penyimpangan, ex pasal 1813 BW. 84 Untuk pernyataan di atas, meskipun larangan ini dituangkan dalam bentuk instruksi, dalam konstalasi per Undang-Undangan dan tergolong pada salah satu bentuk hukum positif yang mengandung aturan hukum publik yang bertujuan mengatur ketertiban umum dalam kegiatan transaksi jual beli tanah. Sehingga dapat dikatakan bahwa kuasa mutlak masih dipergunakan dalam Praktek Notaris PPAT yang bentuknya terkadang bukan mutlak walaupun telah dikeluarkannya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Dalam Hal Peralihan Hak Atas Tanah dan dalam Praktek Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat akta jual beli hak atas tanah tersebut dan Kantor Pertanahan yang akan mencatatkan pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut masih menerima pemberlakuan kuasa mutlak yang tercantum dalam akta pengikatan jual beli tersebut. Dalam praktek Notaris pun masih sering kita jumpai Akta Perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat terpisah dengan Akta kuasanya. Hal tersebut
84
Ibid
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
96
dikarenakan keadaan-keadaan yang memaksa sehingga Notaris menggunakan akta terpisah demi kepentingan masyarakat. Tetapi meskipun terpisah, Notaris tersebut haruslah mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan untuk timbulnya persoalan dengan cara meneliti secara mendalam bahwa hak penjual maupun pembeli dalam hal ini tidaklah dirugikan.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
97
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK YANG TELAH MELAKUKAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH DENGAN MEMAKAI KUASA MUTLAK
A. Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli 1. Pengertian Hak Atas Tanah Hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. 85 Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA, adalah untuk digunakan atau dimanfaatkan. Diberikannya dan dipunyainya tanah dengan hak-hak tersebut tidak akan bermakna jika penggunaannya berbatas hanya pada tanah sebagai permukaan bumi saja. Untuk keperluan apapun tidak bisa tidak, pasti diperlukan juga penggunaan sebagian tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA yang menyatakan : (2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi. 86
85
Boedi Harsono, Op.cit. Hal. 18 Indonesia, Undang-undang Tentang Rumah Susun, UU No. 16, LN No. 75 tahun 1985, TLN No. 3317, Pasal 10 ayat (2). 86
97 Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
98
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut diatas, maka hak-hak atas tanah bukan hanya memberikan wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu permukaan bumi yang bersangkutan, yang disebut “tanah”, tetapi juga tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya. Dengan demikian maka yang dipunyai dengan hak atas tanah itu adalah tanahnya, dalam arti sebagian tertentu dari permukaan bumi. Tetapi wewenang menggunakan yang bersumber pada hak tersebut diperluas hingga meliputi juga penggunaan “sebagian tubuh bumi yang ada dibawah tanah dan air serta ruang yang ada diatasnya”. 87 Hak-hak atas tanah memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. 88 Dengan diberikannya hak atas tanah tersebut, maka antara orang atau badan hukum itu telah terjalin suatu hubungan hukum dengan tanah yang bersangkutan. Dengan adanya hubungan hukum itu, dapatlah dilakukan perbuatan hukum oleh yang mempunyai hak itu terhadap tanah dengan pihak lain seperti jual beli, tukar menukar dan sebagainya. Seseorang atau badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah, oleh UUPA dibebani kewajiban untuk mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif serta wajib pula untuk memelihara, termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakan tanah tersebut. 87
Boedi Harsono, Op.cit, Hal. 18 Effendi Perangin-Angin, 401 Pertanyaan dan Jawaban Tentang Hukum Agraria, Cet. 3, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1994, Hal. 40. 88
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
99
UUPA menghendaki supaya hak atas tanah yang dipunyai oleh seseorang atau badan hukum tidak boleh dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi dengan sewenang-wenang tanpa menghiraukan kepentingan masyarakat ataupun dengan menelantarkan tanah tersebut sehingga tidak ada manfaatnya. UUPA telah menentukan beberapa macam hak-hak atas tanah yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak atas air dan ruang angkasa yaitu hak guna air, hak pemeliharaan dan penangkapan ikan dan hak guna ruang angkasa. 89
2. Pengertian Jual Beli a. Pengertian Jual Beli Menurut KUH Perdata Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dengan kata lain jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaaan yang dijual oleh penjual, dan
89
Indonesia, Op.cit, Pasal 16 ayat (1) dan (2).
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
100
penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual. 90 Dengan demikian perkataan jual beli ini menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak lain dinamakan membeli, jadi dalam hal ini terdapat dua pihak yaitu penjual dan pembeli yang bertimbal balik.91 Dari ketentuan di atas, barang yang menjadi obyek perjanjian jual beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli.92 Unsur-unsur pokok perjanjian jual beli adalah adanya barang dan harga yang sesuai dengan asas konsensualisme dalam hukum perjanjian bahwa perjanjian jual beli tersebut lahir sejak terjadinya kata sepakat mengenai barang dan harga. Begitu kedua belah pihak setuju mengenai barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 KUH Perdata yang menyatakan bahwa jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar. 93 Di dalam perjanjian jual beli yang terdapat penjual dan pembeli memiliki hak dan kewajiban yang bertimbal balik dimana bagi si penjual berkewajiban untuk menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan serta menjamin kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacad-cacad yang 90
Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003, Hal. 7. 91 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cet. 10, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1995, Hal. 1. 92 Ibid., Hal. 2. 93 Ibid.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
101
tersembunyi dan terhadapnya berhak untuk menerima pembayaran harga barang sedangkan kewajiban si pembeli yang utama adalah membayar harga yang berupa sejumlah uang pada saat pembelian pada waktu dan ditempatkan sebagaimana yang ditetapkan menurut perjanjian, sedangkan haknya adalah menerima barang yang diperjualbelikan dari penjual tersebut. 94
b. Pengertian Jual Beli Menurut Hukum Adat Jual beli tanah menurut Hukum Adat adalah sesuatu perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti, bahwa perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang serta disaksikan oleh beberapa orang saksi. 95 Pejabat yang berwenang pada saat itu adalah Kepala Desa/Kepala Adat, yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut, sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh umum. Sedangkan bersifat tunai maksudnya, bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan secara serentak. Dalam hal ini pembeli dianggap telah membayar harga tanah secara kontan atau tunai walaupun baru dibayar sebagian, dan sisa pembayaran harga tanah tersebut dianggap sebagai hutang piutang. 96
94
Subekti, Op.cit. Hal. 9 Kartini Soedjendro, Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Cet. 1, Yogyakarta : Kanisius, 2001, Hal. 49. 96 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Cet. 2 , Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1983, Hal. 188. 95
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
102
c. Pengertian Jual Beli Menurut Hukum Tanah Nasional Jual beli menurut Hukum Tanah Nasional dapat diartikan suatu perbuatan hukum yang berupa penyerahan tanah yang bersangkutan oleh penjual kepada pembeli untuk selama-lamanya pada saat mana pihak pembeli menyerahkan harganya kepada penjual. Sehingga pada saat jual beli hak atas tanah itu langsung beralih dari penjual kepada pembeli. Jual beli menurut Hukum Tanah Nasional adalah perbuatan hukum pemindahan hak yang mempunyai 3 (tiga) sifat, yaitu 97 : 1) Bersifat terang, maksudnya perbuatan hukum tersebut dilakukan dihadapan PPAT sehingga bukan perbuatan hukum yang gelap atau yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. 2) Bersifat tunai, maksudnya bahwa dengan dilakukannya perbuatan hukum tersebut, hak atas tanah yang bersangkutan berpindah kepada pihak lain yang disertai dengan pembayarannya. 3) Bersifat riil, maksudnya bahwa akta jual beli tersebut telah ditandatangani oleh para pihak yang menunjukkan secara nyata atau riil telah dilakukannya perbuatan hukum jual beli. Akta tersebut membuktikan, bahwa benar telah dilakukannya perbuatan hukum pemindahan.
97
Boedi Harsono, Op.cit., Hal. 330.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
103
3. Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli Peralihan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari pemegangnya semula dan menjadi hak pihak lain. 98 Dengan berlakunya UUPA, peralihan hak atas tanah dapat dilakukan melalui jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik. 99 Menurut Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997, peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan data perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembuktian bahwa hak atas tanah tersebut dialihkan, maka harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT yaitu Akta Jual Beli yang kemudian akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) huruf a Permenag/Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksaan Tanah. Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT tersebut bertujuan
98 99
K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1977, Hal. 15-18. Indonesia, Op.cit, Pasal 26 ayat (1)
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
104
untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah (pembeli tanah). 100
B. Penggunaan Akta Notaris Pada prinsipnya pihak-pihak dalam suatu perjanjian sering mengadakannya secara tertulis atau dalam bentuk akta otentik. Tapi bukan tidak sering pula, bahwa pihak-pihak mengadakannya secara lisan saja. Perjanjian seperti dimaksud lazimnya terjadi dalam suatu perjanjian yang tidak mempunyai akibat yang begitu penting bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Sedangkan sebagai gambaran dapat diperhatikan bahwa perjanjian yang dilakukan secara tertulis atau dengan akta otentik pada hakikatnya dilakukan adalah dengan tujuan demi terciptanya suatu kepastian hukum serta untuk lebih menjamin pihak-pihak dalam merealisasikan perjanjiannya, kecuali undang-undang telah menentukan bahwa perjanjian yang diadakan harus menurut bentuk yang telah ditentukan. Sebenarnya pihak-pihak tidaklah terikat untuk mengadakan perjanjian dalam bentuk yang tertentu. Dengan pengertian lain, bahwa kepada pihak yang diberikan kebebasan untuk mengadakan perjanjian apakah akan dilakukan secara tertulis ataukah hanya cukup dengan lisan saja. Namun demikian kebebasan yang dimaksudkan bukanlah dalam pengertian yang mutlak. Karena kenyataannya bila ditelaah perundang-undangan, akan dijumpai
100
Saleh Adiwinata, Pengertian Hukum Adat Menurut Undang-Undang Pokok Agraria, Cet. 2 Bandung, Alumni, 1980, Hal. 21.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
105
suatu ketentuan yang menyatakan bahwa para pihak harus menuruti tata cara atau harus diadakan dalam bentuk tertentu. Misalnya dalam perjanjian penghibahan, bahwa hibah haruslah dilakukan dengan akta notaris (kalau tanah belum bersertipikat) namun bila tanahnya sudah bersertipikat haruslah dibuat dihadapan PPAT, yang aslinya atau minuta aktanya akan disimpan oleh notaris yang bersangkutan. Hal ini untuk jelasnya dapat dilihat dalam Pasal 1682 KUH Perdata. Demikian pula dalam pendirian suatu perseroan terbatas (PT) haruslah dilakukan dengan akta notaris untuk keabsahannya. Kekuatan akta sebagai alat bukti adalah merupakan suatu alat bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya. Untuk jelasnya dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1870 KUH Perdata. Dan mengenai kekuatan dari akta yang dibuat oleh notaris itu, berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Notaris Andreas, SH., Notaris di Medan, responden menyatakan bahwa kekuatan akta notaris itu dapat dilihat dalam hal 101 : 1. Bahwa akta yang dibuat oleh notaris sebagai pejabat umum merupakan suatu akta yang otentik. Dalam hal ini notaris sebagai pejabat umum diangkat dan diberhentikan oleh suatu institusi yang berwenang yang dalam hal ini adalah Departemen Kehakiman Republik Indonesia melalui Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Dengan demikian dapat terlihat kekuatan hukum dari akta yang dibuat oleh notaris itu juga diakui oleh institusi tersebut di atas. 101
Hasil Wawancara Penulis dengan Notaris Andreas, tanggal 17 April 2008
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
106
2. Bahwa notaris menjamin kepastian tanggal dari akta yang telah dibuatnya tersebut. Dalam suatu akta notaris, dibuat tanggal kapan akta itu ditanda tangani oleh para pihak. Dengan demikian kalau nanti sekiranya timbul pemasalahan, maka tanggal dari akta yang telah ditanda tangani oleh para pihak itu merupakan suatu pembuktian waktu. 3. Bahwa di samping hal tersebut di atas notaris juga berkewajiban untuk menyimpan akta yang telah dibuatnya, memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain” Disamping itu, Notaris juga melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut dalam melaksanakan tugasnya : 4. Melakukan legalisasi dan pencatatan akta; 5. Memberikan nasehat hukum mengenai isi dan ketentuan dari akta kepada para pihak secara adil. Berdasarkan pada Pasal 1870 KUH Perdata disebutkan, seandainya terjadi persengketaan antara pihak-pihak yang bersangkutan, maka apa yang ditentukan dalam akta otentik tersebut dapat atau berlaku sebagai alat bukti yang sempurna, sehingga tidak perlu lagi dibuktikan dengan alat-alat bukti yang lainnya. Disinilah letak keistimewaan serta pentingnya arti sebuah akta otentik, yang dalam praktek sehari-hari memudahkan pembuktian dan memberikan kepastian hukum yang lebih kuat bagi pihak-pihak.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
107
Sehubungan dengan pembuktian akta otentik sebagaimana telah diuraikan di atas, kiranya perlu penulis singgung tentang apa yang dimaksud dengan pejabat umum. Secara umum dapat disebutkan bahwa pejabat umum adalah pejabat yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, yang diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu. Namun harus dibedakan antara pejabat umum dalam hal ini dengan Pegawai Negeri. “Meskipun Pegawai Negeri sebagai pejabat juga mempunyai tugas melayani kepentingan umum, tapi mereka itu bukan pejabat umum dalam arti Pasal 1868 KUH Perdata. Jadi hanya pejabat umum dalam arti yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUH Perdata itulah yang berhak membuat akta notaris”. 102 Berdasarkan kutipan di atas mungkin sekali pejabat umum juga merupakan pegawai negeri menurut undang-undang pegawai negeri, misalnya pegawai Catatan Sipil atau wakilnya, yang berhak membuat akte kelahiran, akta perkawinan, akta kematian. Biasanya mereka yang disebutkan belakangan ini adalah sebagai Pegawai Pemerintah Daerah disamping tugas-tugasnya sebagai Pegawai Negeri/Pemerintah juga sebagai pejabat umum dalam arti Pasal 1868 KUH Perdata. Mengenai Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) meskipun mereka adalah pejabat umum tapi sebenarnya mereka bukanlah merupakan pegawai negeri dalam arti perundang-undangan pegawai negeri. Namun demikian ada juga pegawai negeri yang berfungsi sebagai pejabat sebagaimana yang dimaksud yakni sama
102
Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Edisi I, Jakarta, Rajawali, 1982, Hal. 45.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
108
dengan PPAT yaitu Camat, di satu sisi Camat adalah pegawai negeri namun disisi lain Camat dapat juga bertindak sebagai PPAT, selagi di tempat wilayah kerja Camat tersebut belum ada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dari uraian di atas nampak dengan jelas bahwa akta otentik itu adalah suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum, yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Berdasarkan hal itu pula, secara a-contrario dapat pula digambarkan bahwa bila suatu akta, misalnya untuk suatu perjanjian yang diadakan bukanlah dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang sebagaimana yang dimaksudkan, maka akta tersebut bukanlah sebagai akta otentik tetapi hanya sebagai akta dibawah tangan. Akta dibawah tangan karena tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, jelas tidak mempunyai kekuatan pembuktian. Mengenai kekuatan formal, maka dapat dikatakan bahwa itu adalah akta dibawah tangan, jika itu diakui oleh para pihak terhadap siapa akta itu dipergunakan dan ini berlaku juga bagi tiap orang. Tentang kekuatan pembuktian materil ini juga ada pada akta dibawah tangan, jika akta itu diakui oleh para pihak terhadap siapa akta itu dipergunakan, tapi sebagaimana halnya dengan akta otentik, maka kekuatan pembuktian materil ini juga hanya berlaku terhadap pihak-pihak yang bersangkutan, oleh ahli warisnya dan orang-orang yang mendapat hak dari padanya. Berarti bahwa akta di bawah tangan juga dapat berkedudukan sebagai akta otentik, yaitu apabila diakui oleh pihak-pihak yang bersangkutan, atau dikuatkan lagi oleh alat bukti yang lainnya. Oleh karena itu selalu dikatakan bahwa akta di bawah tangan itu merupakan permulaan bukti tertulis.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
109
Sebagai tulisan di bawah tangan, dianggap akta-akta yang ditanda tangani di bawah tangan, surat-surat register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain yang dibuat tanpa perantaraan pegawai umum dan tidaklah memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya, kecuali dibubuhi pernyataan sebagaimana maksud Pasal 1874 (2) dan Pasal 1874 (1) KUH Perdata.
C. Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak yang Telah Melakukan Peralihan Hak Atas Tanah dengan Memakai Kuasa Mutlak Kuasa mutlak merupakan kuasa yang diberikan bagi dan untuk kepentingan penerima kuasa sehingga yang menjadi permasalahan adalah bagaimana dengan kepentingan pemberi kuasanya itu sendiri. Karena dalam praktek pemberian kuasa yang bersifat mutlak tersebut selalu dihubungkan dengan hak pembeli untuk mengambil hak atas tanah atau objek dalam perjanjian. Pemberian kuasa mutlak dilakukan oleh pihak penjual kepada pihak pembeli. Pemberian kuasa mutlak disini ditujukan untuk kepentingan penerima kuasa dan harus sudah dilaksanakan, sedangkan hak dari pihak penjual selaku pemberi kuasa segera dapat dipenuhi. Artinya pihak penjual sekarang hanya mempunyai kewajiban dan pihak pembeli hanya menunggu haknya cepat dilaksanakan atau terpenuhi. Namun demikian harus tetap diperhatikan khususnya mengenai tindakan apa yang boleh ataupun tidak boleh untuk dilakukan oleh pihak pembeli yaitu : 1. Bahwa kuasa mutlak tersebut hanya meliputi tindakan pengurusan. 2. Bahwa tindakan pemilikannya (kuasa mutlak) hanya kepada pihak pembeli, tidak boleh ada substitusi ataupun perpindahan pada pihak lain.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
110
Pihak pembeli dapat bertindak selaku pemegang kuasa mutlak dalam 2 (dua) kapasitas : 1. Sebagai penjual berdasarkan akta perjanjian pengikatan jual beli 2. Sebagai pembeli sendiri, dalam hal ini tindakan kepemilikannya yang dimaksud adalah diberi hak substitusi untuk memindahkan/mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pembeli itu sendiri. Jadi, dapat dikatakan disini bahwa sebenarnya pihak penjual (pemegang hak atas tanah) yang tanahnya dialihkan berdasarkan kuasa mutlak sebenarnya bukanlah pihak yang harus dilindungi, dikarenakan pihak penjual sudah memperoleh/menerima haknya secara penuh. Pihak pembelilah disini yang sebenarnya perlu perlindungan hukum dikarenakan haknya dalam memperoleh tanah tersebut belumlah penuh, sementara kewajibannya untuk membayar penuh telah ia laksanakan. Jika penjual (pemberi kuasa) dalam hal telah menerima haknya secara penuh, artinya pihak pembeli (penerima kuasa) telah membayar secara penuh atau lunas seluruh harga dari hak atas tanah, terdapat kemungkinan bahwa penjual (pemberi kuasa) dapat dirugikan apabila ternyata dalam kesepakatan kedua belah pihak disepakati pembayaran dengan angsuran. Dalam hal ini pihak Notaris haruslah mengambil tindakan yang tepat dalam menangani keadaan seperti yang disebut. Tindakan yang dapat diambil untuk menengahi hal tersebut adalah dengan jalan Notaris membuat akta kuasa mutlak yang mengikuti akta pengikatan jual beli, tetapi akta tersebut masih dipegang oleh pihak Notaris sampai pihak pembeli melunasi sisa hutangnya tersebut.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
111
Contoh tindakan yang dapat diambil Notaris/PPAT dalam menangani kasus di atas : 103 1. Jual beli dengan angsuran berdasarkan kesepakatan para pihak. Seseorang menjual tanah kepada pembeli, namun pembeli tidak menginginkan pembayaran secara lunas (dengan cara angsuran). Atas kesepakatan kedua belah pihak, mereka menghadap kepada PPAT-Notaris. Apabila mereka menghadap kepada PPAT bukan Notaris yang berpedoman pada ketentuan per Undang-Undangan yang berlaku, maka PPAT tersebut menolak untuk membuatkan aktanya. Akan tetapi, karena PPAT tersebut juga seorang Notaris maka permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Penyelesaian oleh PPAT-Notaris sebagai berikut : Atas kesepakatan kedua belah pihak, dimana penjual merelakan harga tanah diangsur oleh pembeli, PPAT-Notaris akan membuatkan akta notariil, yaitu Akta Jual Beli dengan angsuran, dan diikuti dengan akta kuasa. Karena harga belum lunas dan diangsur, maka akta kuasa dapat ditahan dan disimpan Notaris sebagai titipan, tidak diberikan kepada pembeli sebelum harga tanah tersebut lunas. Hal ini dikarenakan,
apabila
akta
kuasa
diterima
pembeli
sebelum
lunas,
dikhawatirkan akan dipergunakan untuk membuat akta jual beli oleh pembeli berdasarkan kuasa tersebut sebagai penjual dan untuk dirinya sendiri selaku pembeli.
103
J. Kartini Soedjendro, Op.cit, Hal. 119.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
112
2. Jual Beli dengan Pembayaran Angsuran dimana Sertifikat Disimpan di Kantor PPAT sebagai Jaminan. A akan menjual tanahnya kepada B. B bersedia membeli, tetapi tidak dilunasi saat itu sehingga hanya dibayar sebagian. Namun demikian, ada sesuatu permasalahan yang mengganggu antara pembeli dan penjual, yaitu pembeli ragu-ragu tentang sertifikat tanahnya, karena sudah membayar lebih dari 50%, berkeinginan memegang sertifikat tersebut. Demikian pula penjual merasa bingung mau menyerahkan sertifikat, tetapi merasa harga belum lunas. Apabila tidak ada jalan keluar akan berakibat gagalnya jual beli, sementara sangat membutuhkan uang untuk suatu urusan. Atas kesepakatan kedua belah pihak,
mereka
sama-sama
menghadap
kepada
PPAT-Notaris
untuk
menyampaikan permasalahan tersebut. Sebagai seorang PPAT-Notaris, yang bersangkutan dapat memberikan jalan keluarnya dan menempuh tindakan-tindakan sebagai berikut : Karena pembayaran belum lunas, maka dibuatkan akta opsi atau pengikatan jual beli dan kuasa. Kedua akta tersebut dibuat oleh Notaris. Selanjutnya penjual menyerahkan sertifikat kepada PPAT-Notaris, sertifikat tersebut tidak disimpan atau dibawa pembeli, tetapi disimpan di Kantor Notaris dengan perjanjian apabila harga sudah dibayar lunas, penjual segera memberitahu kepada PPAT-Notaris pembeli telah melunasi harganya, menerima sertifikat langsung hari itu juga berdasarkan akta kuasa yang telah dibuat, melakukan jual beli selaku penjual sekaligus untuk dirinya selaku pembeli.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
113
Menurut Notaris Yulhamdi, SH, dalam tindakannya sehari-hari, untuk Akta Perjanjian Jual Beli, biasanya beliau memegang akta kuasa dan juga sertifikat sampai pihak pembeli melunasi harga tanah, dan barulah pihak pembeli dapat menerima akta kuasa dan sertifikat tanahnya. 104 Dalam hal perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah yang haknya dialihkan berdasarkan kuasa mutlak, pihak pembeli adalah pihak yang harus dilindungi haknya oleh hukum. Hal ini disampaikan oleh Notaris Irma Yolanda, SH., mengatakan bahwa pihak pembeli adalah pihak yang dilindungi haknya dengan adanya kuasa mutlak tersebut. Hal tersebut dikarenakan apabila telah terjadi perjanjian tersebut, dapat saja pihak penjual tidak dapat hadir untuk perjanjian yang sebenarnya (perjanjian jual beli) sehingga disini pihak pembeli dapat dirugikan. Dan apabila tidak dicantumkan kuasa mutlak pihak penjual dapat saja menarik kembali dengan misalnya menyatakan menarik kembali kuasanya tersebut. Karena kuasa dapat saja dicabut oleh pemberi kuasa. 105 Juga dalam hal pihak penjual memerlukan perlindungan hukum untuk kasuskasu tertentu dalam akta perjanjian jual beli dengan kuasa mutlak, menurut Notaris Syamsurizul A. Bispo, SH., dikatakan bahwa kedudukan pihak penjual untuk kasuskasus tertentu haruslah dilindungi. Kasus-kasus tertentu tersebut misalnya apabila pihak pembeli pada saat perjanjian disepakati dan dibuat belum membayar secara
104 105
Hasil Wawancara dengan Notaris Yulhamdi, tanggal 17 April 2008 Hasil Wawancara dengan Notaris Irma Yolanda, tanggal 17 April 2008
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
114
lunas kepada pihak penjual harga yang disepakati. Hal tersebut dapat diantisipasi dengan cara menahan akta perjanjian tersebut oleh Notaris dan akan diberikan apabila pelunasan telah dilakukan oleh pihak pembeli. 106 Jadi seharusnya kedudukan dari pihak yang tanahnya dialihkan (pihak penjual) berdasarkan kuasa mutlak saja adalah sama dengan kedudukan pihak pembeli. Karena kuasa mutlak tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum maka perjanjian mereka batal demi hukum. Sedangkan kedudukan pihak yang tanahnya dialihkan (pihak penjual) pada perjanjian jual beli yang memakai klausula kuasa mutlak adalah sangat kuat. Karena sebenarnya pihak penjual sudah tidak mempunyai kepentingan lagi. Hal tersebut dikarenakan haknya sudah terpenuhi. Sehingga pihak pembelilah yang sebenarnya dilindungi dengan kuasa mutlak ini. Dilindungi disini dalam arti karena pihak pembeli telah membayar lunas harga yang telah disepakati. Hal ini sesuai dengan ketentuan isi Pasal 1457 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa “Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan”. Akan tetapi hal tersebut tidak berlaku apabila pembayaran untuk harga tanah dibayar secara angsuran. Kedudukan pihak penjual (pemberi kuasa) dapat terancam haknya. Maka peran Notaris/PPAT dalam hal ini sangatlah berperan. Notaris/PPAT haruslah dapat memberikan solusi yang tepat. Misalnya dengan menahan akta kuasanya sampai pihak pembeli melunasi harga tanah yang disepakati bersama. Penggunaan kuasa penuh sebagaimana yang dimaksudkan dalam 106
Hasil wawancara dengan Notaris Syamsurizul A. Bispo, tanggal 17 April 2008.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
115
blanko akta jual beli tanah yang aktanya telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Agraria (PMA) Nomor 11 tahun 1961, atau penggunaan kuasa mutlak sebagai yang dicantumkan dalam perjanjian jual beli yang aktanya dibuat oleh seorang Notaris, ataupun penggunaan kuasa untuk memasang hak tanggungan yang aktanya dibuat oleh seorang Notaris adalah diperbolehkan. Hal tersebut dapat dikatakan bukanlah dimaksudkan untuk mengadakan pemindahan hak atas tanah. 107 Sekali lagi yang ditekankan disini adalah penggunaan kuasa mutlak yang bermaksud memindahkan hak atas tanah haruslah diselidiki sejauh mana terdapat unsur kesengajaan penggunaan kuasa mutlak ini dimaksudkan untuk mengadakan pemindahan hak atas tanah, ataukah sebaliknya berguna untuk melindungi pihak pembeli.
107
Djaja S. Meliala, Pemberian Kuasa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Tarsito, Bandung, 1982, Hal. 48.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
116
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Kuasa mutlak sebagai tindak lanjut dari perjanjian pendahuluan dalam peralihan hak atas tanah masih dapat diberlakukan karena belum terpenuhinya syarat-syarat untuk melangsungkan jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Para pihak yaitu pihak penjual dan pembeli untuk sementara dapat menunda pembayaran pajak sampai batas yang dikehendaki mereka atas pajak penghasilan (PPh) yang diwajibkan oleh penjual berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 bagi pihak pembeli yaitu pajak atas bea perolehan hak atas tanah dan bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001. Dengan dikeluarkannya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14/1982, terdapat kemacetan dalam pengurusan surat-surat tanah yang memakan waktu cukup lama, sehingga pemakaian kuasa mutlak sangat diperlukan, hanya saja harus disesuaikan dengan isi Surat Direktur Jenderal Agraria Nomor 594/1492/AGR tanggal 31 Maret 1982 dan isi Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14/1982. Hal tersebut menyebabkan terdapat banyak macam akta mengenai kuasa mutlak dalam perjanjian jual beli seperti misalnya akta kuasa dibuat terpisah dari akta perjanjian jual belinya.
116 Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
117
2. Kedudukan kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah yang dibuat dihadapan Notaris tidak pernah dilarang oleh Undang-Undang dan masih sangat dibutuhkan di kalangan masyarakat. Klausula “…tidak dapat dicabut kembali…” haruslah tercantum secara jelas dalam suatu akta kuasa mutlak dan menjadi satu kesatuan dengan akta perjanjian jual beli untuk menghindari terjadinya masalah dikemudian hari. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14/1982 menyebutkan tentang kuasa mutlak yang dibenarkan dan kuasa mutlak yang tidak dibenarkan. Kuasa mutlak yang dibenarkan adalah kuasa mutlak yang tertera dalam akta yang dibuat dihadapan notaris Pasal 3 Akta Perikatan Jual Beli, kuasa mutlak yang tertera dalam akta yang dibuat dihadapan PPAT Akta Jual Beli, kuasa mutlak yang tercantum dalam APHT dan hipotik. Kuasa mutlak yang tidak dibenarkan adalah surat kuasa yang objek kuasa adalah tanah, surat kuasa tidak boleh dicabut atau dibatalkan walaupun oleh Pasal 1813 KUHPerdata, penerima kuasa sudah bertindak seakan-akan pemilik. 3. Perlindungan hukum yang diberikan bagi pemegang hak atas tanah yang tanahnya dialihkan memakai kuasa mutlak dalam hal ini si penjual boleh pergi kemana saja dan tidak perlu hadir untuk menandatangani akta jual beli yang defenitif dihadapan PPAT. Hal tersebut terjadi apabila kewajiban pihak pembeli untuk membayar harga tanah telah dilakukan. Maksudnya disini pihak pembeli telah membayar harga yang disepakati dengan cara lunas. Apabila harga pembayaran belum semuanya dipenuhi oleh pihak pembeli (belum lunas), maka jika akta perjanjian jual beli hak atas tanah disertai klausula kuasa mutlak dibuat, dapatlah merugikan pihak penjual. Disini diperlukan kejelian dari Notaris/PPAT dalam menghadapi kasus-kasus tersebut Notaris dapat membuat Akta Kuasa Mutlak
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
118
terpisah dari Akta Perikatan Jual Beli itu sendiri tetapi harus menyimpan Akta Kuasa Mutlak tersebut apabila pihak pembeli telah melunasi sisa harga pembayaran, maka Notaris baru dapat memberikan Akta Kuasa tersebut pada pihak pembeli.
B. Saran 1. Disarankan agar Notaris/PPAT diberi pengetahuan yang benar tata cara dalam pemakaian kuasa mutlak yang mengikuti perjanjian jual beli. Karena masih sangat dibutuhkan sebaiknya klausula “kuasa tidak dapat dicabut kembali” haruslah tetap dipakai dalam pemakaian kuasa mutlak. Hal tersebut untuk menjaga kepentingan pihak pembeli dan ketertiban hukum tetap terjaga. Dan alangkah baiknya eksistensi kuasa mutlak sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1982 diatur tersendiri dan secara rinci. 2. Kepada Notaris dalam membuat akta perjanjian yang menggunakan kuasa mutlak harus lebih berhati-hati dan harus lebih jeli dalam melihat kepentingan pihak penjual maupun pembeli. Notaris/PPAT dalam melaksanakan tugas jabatannya berkewajiban untuk memberikan penerangan-penerangan yang lengkap dan jelas mengenai akibat-akibat hukum dari tiap-tiap perjanjian yang dibuatnya, serta dalam hal memberikan pelayanan dan jasa kepada pihakpihak sejauh mungkin menghindarkan terjadinya sengketa dikemudian hari agar terciptanya suatu kepastian hukum khususnya dibidang pertanahan sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku. Maka disarankan kepada
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
119
Notaris/PPAT haruslah dengan tegas dan hanya memakai klausula kuasa mutlak yang bermaksud yang diperbolehkan oleh Surat Direktur Jenderal Agraria Nomor 594/1492/AGR tanggal 31 Maret 1982 tersebut. 3. Sebaiknya Notaris/PPAT terlebih dahulu memeriksa kebenaran sebelum membuat akta perjanjian pengikatan jual beli dan sebaiknya menyarankan agar penjual dan pembeli terlebih dahulu memenuhi persyaratan jual beli sehingga kepentingan pihak penjual dan pihak pembeli dapat bersama-sama terpenuhi. Untuk lebih baik lagi disarankan kepada Notaris/PPAT tetap memakai aturan yang ada dan berusaha untuk dapat memegang aturan sehingga penggelapan pajak yang dikhawatirkan tidak akan terjadi dan kepentingan pembeli yang dilindungi dengan adanya kuasa mutlak tersebut tetapi dapat terjaga.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
120
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU Adiwinata, Saleh, Pengertian Hukum Adat Menurut Undang-Undang Pokok Agraria, Cet. 2 Bandung, Alumni, 1980. Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran Tanah, Jakarta, 1988. Badrulzaman Darus, Mariam, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1981. Boediarto, Ali, Putusan Badan Peradilan, Majalah Varia Peradilan, Edisi Oktober, 1990. Budiono, Herlien, Larangan Kuasa Mutlak, Majalah Projustitia, Nomor 17 Maret 1982. Bustami, Chairani, Aspek-aspek Hukum Yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli Yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, Tesis pada Program Pasca Sarjana USU Medan, 2002. Ediwarman, Victimologi (Kaitannya Dengan Pelaksanaan Ganti Rugi), Mandar Madju-Bandung, 1999. Harahap Yahya M, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni, 1986. Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Djambatan, 1999. H.S. Salim, Hukum Kontrak, Sinar Grafika, 2003. Husein, Ali Sofyan, Ekonomi Politik Penguasaan Tanah, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1995. Kamelo, Tan, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan PPs-USU, 2002. Khairandy, Ridwan, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, FH UI Pasca Sarjana, 2003.
120 Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
121
Lumban, Tobing. G.H.S., Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga Ciracas, Jakarta, 1983. Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994. Meliala, Djaja S., Pemberian Kuasa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Tarsito, Bandung, 1982. Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1980. Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002. Murad, Rusmadi, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Alumni Bandung, 1991. Nico, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center for Documentation Studies of Business Law (CDSBL), Yogyakarta, 2003. Notodisoerjo, Soegondo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Edisi I, Jakarta, Rajawali, 1982. Perangin-angin, Effendi, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah Dari Pandang Praktis Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1986. ______________, Praktek Jual Beli Tanah, Manajemen PT. Raja Grafindo Persada, 1994. ______________, 401 Pertanyaan dan Jawaban Tentang Hukum Agraria, Cet. 3, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1994. Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung, 1973. Rasjidi, Lili dan Rasjidi, Ira, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001. Saleh, K. Wantjik, Hak Anda Atas Tanah, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1977. Sjahdeini, Remy Sutan, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993. Soedharyo, Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2001.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
122
Soedjendro, J. Kartini, Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Tafsir Sosial Hukum PPAT-Notaris Ketika Menangani Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Kanisius, Yogyakarta, 2001. Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia, Cet. 2 , Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1983. Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995. ___________, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1984. Subekti. R. dan Tjitrosudibio. R., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, Cet-XIV, Tahun 1981. Subekti R., Perbandingan Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985. ___________, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT. Internusa, 1985. ___________, Aneka Perjanjian, Cet. 10, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1995. ___________, Hukum Perjanjian, Jakarta, Penerbit PT. Internusa, 1996. Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001. Supadmo, Djoko, Seri-B Bagian Pertama Ketentuan-ketentuan dan Komentar Mengenai Jual Beli, Tukar Menukar, Sewa Menyewa, Dalam Praktek Teknik Pembuatan Akta, Bina Ilmu, Surabaya, 1995. Tirtaamidjaja, Pokok-pokok Hukum Perniagaan, Djambatan, Jakarta, 1970. Widjaja, Gunawan dan Muljadi, Kartini, Jual Beli, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Widjaya, Rai I.G., Merancang Suatu Kontrak, Megapoin, Jakarta, 2003. __________, Seri Hukum Perikatan Jual Beli, PT. Radja Grafindo, Jakarta, 2003. Wiryono, Prodjodikoro R., Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1974.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.
123
B. ARTIKEL, MAJALAH DAN DIKTAT
Adjie, Habib, Penegakan Etika Profesi Notaris dari Perspektif Pendekatan Sistem”, Media Notariat, Edisi April – Juni, INI, Jakarta, 2002. Asshiddigie, Jimly, “Independensi Dan Akuntabilitas Pejabat Pembuat Akta Tanah,” Renvoi 3 Juni 2003. Sumardjono Maria S., Aspek Teoritis Peralihan Hak Atas Tanah Menurut UUPA, disampaikan pada pelatihan Teknik Yustisial Peningkatan Pengetahuan Hukum Pada Wakil Ketua/Hakim Tinggi Peradilan Umum 21 Juli 1995 di Semarang. Sutjipto, “Kemandirian PPAT Selaku Pejabat Umum Dalam Pembuatan Akta-Akta Yang Berkaitan Dengan Tanah,” (Makalah Program Pengenalan Kampus Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 29 Agustus 2003). Tumpa, Harifin A., Surat Kuasa Mutlak, Varia Peradilan Nomor 142, Juli, 1997, Tahun XII. C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-undang Tentang Rumah Susun, UU No. 16, LN No. 75 tahun 1985, TLN No. 3317, Pasal 10 ayat (2). Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang UUJN, Bp. Pustaka Candra, Jakarta, 2004. Peraturan Pemerintah Tentang Pendaftaran Tanah, PP No.24 Tahun 1997, LN No.59 Tahun 1997, TLN No.3696, Ps. 1 ayat 1. Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PP No. 37 tahun 1998, LN No. 52 Tahun 1998, TLN 3746, Ps 1 ayat 1. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Lihat juga Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Nelly Sriwahyuni Siregar :Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris / PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). USU e-Repository © 2008.