PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN PETANI TERHADAP TINGKAT PRODUKTIVITAS TANAMAN KOPI DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN TAPANULI UTARA
TESIS
Oleh ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK 077003037/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN PETANI TERHADAP TINGKAT PRODUKTIVITAS TANAMAN KOPI DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN TAPANULI UTARA TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK 077003037/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN PETANI TERHADAP TINGKAT PRODUKTIVITAS TANAMAN KOPI DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN TAPANULI UTARA : Erwin Hasudungan Hutauruk : 077003037 : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D) Ketua
(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) Anggota
(Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA) Anggota
Ketua Program Studi,
Direktur,
(Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE)
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B,M.Sc)
Tanggal Lulus :
Juli 2009
Telah diuji pada Tanggal 21 Juli 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D
Anggota
: 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS 2. Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA 3. Prof. Dr. Badaruddin 4. Kasyful Mahalli, SE, M.Si
ABSTRAK ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK. NIM 077003037. “Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman Petani te rhadap Tingkat Produktivitas Tanaman Kopi dan Kontribusinya terhadap Penge mbangan Wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara”, di bawah bimbingan Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. Ph.D, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA. Pengetahuan petani sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengalaman petani maka diharapkan semakin tinggi pula produktivitas tanaman yang dihasilkan. Namun masalahnya adalah apakah pendidikan atau pengalaman petani kopi menentukan produktivitas tanaman kopi dan bagaimana kontrib usinya terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Atas dasar itu maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap tingkat produktivitas tanaman kopi dan mengetahui kontribusi produktivitas tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Populasi penelitian ini adalah petani kopi yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara. Penetapan sampel penelitian berdasarkan teknik Proporsional Random Sampling dengan mengambil tiga wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Siborongborong, Sipahutar dan Pangaribuan dengan total sampel berjumlah 95 orang. Teknik pengumpulan data melalui kuisioner dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendidikan (formal dan non formal) dan pengalaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tanaman kopi. Sedangkan faktor pendidikan formal berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produktivitas tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara. Kontribusi produktivitas tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara dapat dilihat dari pendapatan, penyerapan tenaga kerja, semakin berkembangnya toko - toko pertanian dan pedagang pengumpul serta berdirinya pabrik pengolahan biji kopi di Kecamatan Siborongborong.
Kata Kunci :
Produktivitas, pendidikan, pengalaman petani dan pengembangan wilayah.
ABSTRACT ERWIN HASUDUNGAN HUTAURUK. NIM 077003037. “The Effect of Education and Experience of Farmers on Productivity of Coffee Plants and The Contribution on Regional Development of North Tapanuli District”, under supervision of Mr. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc. Ph.D, Mrs. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS and Mr. Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA. The knowledge of farmer is highly affected by the education and experience they hold. The higher educational level and experience of the farmers, the greater productivity will be. However the problem is, whether education and experience can improve the productivity of coffee plants and what is the contribution to regional development of North Tapanuli district. To take it as background, thus the objective of this research would be to know the effect of education and experience on productivity of coffee plants, and it‘s contribution on regional development of North Tapanuli District through the coffee farming. The population of the research was coffee growers found in district of North Tapanuli. The determination of sample was made by technical of proportional random sampling taking three sub districts: sub district of Siborongborong, Sipahutar and Pangaribuan, total sample 95 peoples. The technical of data collection was accomplished by distributing the questionnaires and interview. The result of research indicated, that factors of education (formal and non formal) and experience have positive and significant effect on productivity of coffee plants. However the factor of formal education has positive, but insignificantly, effect on productivity of coffee plants in North Tapanuli District. The contribution of coffee farming on regional development of North Tapanuli District could be seen by income, accommodation of labors (workers), the improved agricultural shops and the collecting traders and the operation of coffee grain mill in sub district of Siborongborong.
Key words
: Productivity, education, the experience of farmers and regional development
KATA PENGANTAR Puji dan syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas izinNyalah penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap Tingkat Produktifitas Tanaman Kopi dan Kontribusinya terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara”, dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Atas rampungnya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut memberikan bantuan dan dukungan, baik sewaktu penulis mengikuti proses perkuliahan maupun pada saat penulis melakukan penelitian. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza, selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD). 4. Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing dalam penulisan tesis ini. 5. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini.
6. Bapak Prof. Dr. Drs. Marlon Sihombing, MA, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini. 7. Bapak Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirozujilam, SE, Prof. Dr. Badaruddin, dan Kasyful Mahalli, SE, M.Si, yang bersedia menjadi dosen penguji serta telah memberikan masukan dan arahan yang bermanfaat dalam penulisan tesis ini. 8. Seluruh civitas akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu penulis dalam proses administrasi maupun kelancaran kegiatan akademik, termasuk juga seluruh teman-teman di jurusan PWD USU Medan. 9. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan melalui Program Beasiswa Unggulan hingga penyelesaian tesis ini berdasarkan DIPA Sekretariat Jenderal DEPDIKNAS Tahun Anggaran 2007 sampai dengan 2009. 10. Khusus kepada istriku ’Meri’ dan putraku ’Kiel’ yang telah memberikan perhatian khusus, sehingga peneliti dapat merampungkan penulisan tesis ini. Akhirnya dengan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, tesis ini dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya dengan harapan dapat memberi koreksi konstruktif apabila terdapat kesalahan. Medan,
Juni 2009
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Erwin Hasudungan Hutauruk dilahirkan di Medan pada tanggal 20 Oktober 1978. Anak kedua dari Eliakim Hutauruk dan Luse Situmeang. Menyelesaikan pendidikan : SD Negeri 064012 Medan tahun 1991, SMP Negeri 6 Medan tahun 1994, SMA Negeri 9 Medan tahun 1997. Memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2002. Pada tahun 2007 mendapatkan beasiswa untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara Medan. Saat ini bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bagian Pengendalian Program Sekretariat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara.
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ...........................................................................................................
i
ABSTRACT ..........................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .........................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................
v
DAFTAR ISI ........................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1.2. Perumusan Masalah ........................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................................
1 7 8 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
9
2.1. Pengembangan Wilayah ................................................................. 2.2. Pendidikan ...................................................................................... 2.2.1. Pendidikan Formal .............................................................. 2.2.2. Pendidikan Non Formal ...................................................... 2.3. Pengalaman .................................................................................... 2.4. Komoditi Kopi ............................................................................... 2.5. Penelitian Sebelumnya ................................................................... 2.6. Kerangka Berpikir .......................................................................... 2.7. Hipotesis Penelitian .......................................................................
9 16 20 21 22 24 26 31 32
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................
33
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................................... 3.2. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian .....................................................
33 34 34
3.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 3.5. Teknik Analisis Data ...................................................................... 3.6. Defenisi Operasional ......................................................................
35 36 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................
39
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................. 4.1.1. Letak Geografis ................................................................... 4.1.2. Topografi ............................................................................. 4.1.3. Iklim .................................................................................... 4.1.4. Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan ................................ 4.1.5. Penduduk .............................................................................
39 39 39 40 40 42
4.2. Gambaran Umum Responden .......................................................
42
4.3. Gambaran Umum Usahatani Kopi di Kabupaten Tapanuli Utara 4.3.1. Luas Lahan Petani Kopi ....................................................... 4.3.2. Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi ......................... 4.3.3. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Usahatani Kopi ..
48 48 50 52
4.4. Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap Tingkat Produktifitas Tanaman Kopi .........................................................
54
4.5. Kontribusi Usahatani Tanaman Kopi terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara .......................................... 4.5.1. Pendapatan Petani Kopi ....................................................... 4.5.2. Penyerapan Tenaga Kerja .................................................... 4.5.3. Berkembangnya Toko-toko Pertanian ................................ 4.5.4. Berkembangnya Pedagang Pengumpul dan Berdirinya Pabrik Pengolahan Biji Kopi di Siborongborong ................
60 61 62 65 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
69
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 5.2. Saran ..............................................................................................
69 70
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
71
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
Halaman
Struktur Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 - 2006 (Persen) ..................................................
2
Distribusi Persentase Sektor Pertanian Terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 - 2004 (Persen) .....................
3
Luas Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 - 2006 (Ha) ......................................................................
3
Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 - 2006 (Ton) ....................................................................
4
Luas Tanam dan Produksi Tanaman Kopi Per Kecamatan Tahun 2002 - 2004 ..............................................................................
5
Luas Tanaman, Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi Menurut Kecamatan pada Tahun 2006 .........................................................................................
6
7.
Lokasi Penelitian .................................................................................
33
8.
Populasi dan Sampel Penelitian ...........................................................
35
9.
Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Kecamatan 2004 ..................................................................................
41
Rumah Tangga, Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2006 ........................................................
42
11.
Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur ...............................
43
12.
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin ...................................
44
13.
Distribusi Responden Menurut Status Perkawinan..............................
45
2.
3.
4.
5.
6.
10.
14.
Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan ...........................
46
15.
Distribusi Responden Menurut Lama Berkebun Kopi ........................
47
16.
Distribusi Responden Menurut Luas Lahan Kebun Kopi ....................
48
17.
Hasil Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap Produktivitas Tanaman Kopi ..............................................................
54
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1.
2.
Judul
Halaman
Hubungan antara Pengembangan Wilayah, Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia dan Teknologi.........................................................
12
Kerangka Pemikiran ..................................................................................
32
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
1.
Kuisioner Penelitian ............................................................................ 75
2.
Identitas Responden ............................................................................ 80
3.
Rekapitulasi Produktivitas Tanaman Kopi Responden (Ton/Ha/Tahun) ................................................................ 83
4.
Hasil Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap Produktivitas Tanaman Kopi ................................................ 86
5.
Data Input Penelitian ........................................................................... 89
6.
Surat Izin Penelitian dari Bappeda Kabupaten Tapanuli Utara .......... 92
7.
Surat Izin Penelitian dari Sekolah Pascasarjana USU Medan ............ 93
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pertanian dan perdesaan merupakan satu-kesatuan yang tak terpisahkan. Pertanian merupakan komponen utama yang menopang kehidupan perdesaan di Indonesia. Pertanian tidak hanya sebatas pertanian dalam artian sempit, namun dalam artian luas yaitu penghasil produk primer yang terbarukan, termasuk di dalamnya pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Pertanian
merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam
perekonomian. Peranan pertanian antara lain adalah (1) menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan, (2) menyediakan bahan baku industri, (3) sebagai pasar potensial bagi produk-produk yang dihasilkan oleh industri, (4) sumber tenaga kerja dan pembe ntukan modal yang diperlukan bagi pembangunan sektor lain, (5) sumber perolehan devisa, (6) mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan dan (7) menyumbang pembangunan perdesaan dan pelestarian lingkungan hidup. Kabupaten Tapanuli Utara yang terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah pertanian di Propinsi Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto sampai dengan tahun 2006 masih tetap dominan,
yakni mencapai lebih dari 55 persen dari total PDRB yang dihasilkan Kabupaten Tapanuli Utara. Struktur ekonomi menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2000 - 2006 (Persen) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Struktur Ekonomi Menurut Lapang an Us aha Atas Dasar Harg a Berlaku Tahun 2000 - 2006 (Persen) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa
2000 57.50
2001 57.11
2002 56.94
2003 56.46
2004 56.19
2005 56.08
2006 55.16
0.08
0.08
0.08
0.09
0.11
0.11
0.12
2.27
2.24
2.08
1.90
1.87
1.95
1.86
0.75
0.78
0.85
0.86
0.86
0.88
0.86
5.85
5.93
5.79
5.86
5.70
5.66
6.00
13.22
13.12
13.13
13.72
13.83
13.80
13.76
3.64
3.81
4.12
4.09
4.21
4.36
4.27
4.24
4.20
4.45
4.49
4.73
4.63
4.47
12.45
12.73
12.56
12.53
12.50
12.52
13.52
PDRB
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
Sumber. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2004 dan Tapanuli Utara Dalam Angka 2007
Tabel 1 menunjukkan bahwa sektor pertanian hingga saat ini masih menjadi tulang punggung perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara, baik ditinjau dari aspek penghasil nilai tambah dan devisa maupun sumber penghasilan ata u penyedia lapangan pekerjaan bagi sebagian besar penduduknya. Bila dilihat dari distribusi persentase sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga berlaku maka sub sektor perkebunan adalah penyumbang terbesar kedua terhadap sektor pertanian setelah sub sektor tanaman bahan makanan, yakni sebesar 19,10 persen pada tahun 2004. Distribusi persentase sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2000 - 2004 (Persen) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Persentase Sektor Pertanian Terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 - 2004 (Persen) No. I.
2000 57,50 32,82 18,91 4,23 0,80 0,74 42,50
2001 57,11 32,93 18,51 4,08 0,81 0,77 42,89
2002 56,94 32,08 19,12 4,10 0,91 0,73 43,06
2003 56,46 32,11 18,71 3,95 1,02 0,66 43,54
2004 56,19 31,59 19,10 3,75 1,09 0,65 43,81
PDRB 100 Sumber. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2004
100
100
100
100
II.
Sektor Pertanian 1. Tanaman Bahan M akanan 2. Tanaman Perkebunan 3. Peternakan 4. Kehutanan 5. Perikanan Bukan Pertanian
Kabupaten Tapanuli Utara memiliki beberapa komoditi perkebunan rakyat seperti tanaman kopi, kemenyan, karet, kulit manis, cengkeh, kelapa, coklat, jahe, kemiri, aren, pinang, vanili, nilam, andaliman dan lain - lain. Namun komoditi yang banyak dibudidayakan masyarakat adalah tanaman kopi. Hal ini dapat dilihat dari luas tanaman kopi lebih besar dari luas tanam komoditi perkebunan lainnya, yakni sebesar 14.806,75 Ha pada tahun 2006, kecuali tanaman kemenyan, tumbuh liar dalam jumlah yang besar di hutan. Luas tanaman perkebunan rakyat menurut jenis tanaman tahun 2005 - 2006 (Ha) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 - 2006 (Ha) No. Jenis Tanaman 1. Karet 2. Kemenyan 3. Kopi 4. Cengkeh 5. Kelapa 6. Tebu 7. Kulit M anis 8. Kemiri 9. Tembakau 10. Kelapa Sawit 11. Coklat 12. Jahe 13. Aren 14. Pinang 15. Vanili 16. Nilam 17. Andaliman Sumber. Tapanuli Utara Dalam Angka 2007
2005 8.031,25 16.282,50 14.693,25 242,00 349,00 172,00 680,50 451,50 10,35 69,00 2.458,30 90,25 371,60 184,75 2,50 53,00 21,00
2006 8.082,50 16.282,50 14.806,75 189,00 349,85 171,50 484,81 454,50 10,35 69,00 2.599,00 30,08 371,60 184,75 1,50 53,00 21,00
Begitu juga halnya dengan produksi tanaman kopi lebih besar dari produksi komoditi perkebunan lainnya, yakni masing- masing sebesar 8.249,68 ton pada tahun 2005 dan sebesar 8.935,74 ton pada tahun 2006.
Produksi tanaman perkebunan
rakyat menurut jenis tanaman tahun 2005 - 2006 (Ton) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi Tanaman Perkebunan Rak yat Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 - 2006 (Ton) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Jenis Tanaman Karet Kemenyan Kopi Cengkeh Kelapa Tebu Kulit Manis Kemiri Tembakau Kelapa Sawit Coklat Jahe Aren Pinang Vanili Nilam Andaliman
2005 4.565,99 3.508,53 8.249,68 15,86 244,57 109,50 1.189,51 181,49 4,25 0,00 530,71 1.725,87 81,73 39,25 0,22 7,31 5,64
2006 4.629,58 3.642,40 8.935,74 13,45 287,73 151,34 1.337,26 182,80 4,25 0,00 722,42 186,88 122,10 48,81 0,22 10,28 7,53
Sumber. Tapanuli Utara Dalam Angka 2007
Tingginya produksi kopi seiring dengan meningkatnya luas areal tanaman kopi. Pertumbuhan luas areal tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara selama 3 tahun (2002 - 2004) mencapai 2,76 persen per tahunnya, yakni dari seluas 13.834 Ha pada tahun 2002 meningkat menjadi 14.560 Ha pada tahun 2003 dan 14.600 Ha pada tahun 2004. Bila dilihat per kecamatan, maka kecamatan yang memiliki areal tanaman kopi yang terluas adalah Kecamatan Pangaribuan sebesar 2.747 Ha dengan produksi tertinggi sebesar 1.587,90 ton pada tahun 2004. Kemudian diikuti Kecamatan Siborongborong dan Sipahutar dengan luas tanam masing - masing
sebesar 1.632 Ha dan 1.495 Ha dengan produksi masing - masing sebesar 1.124,48 ton dan 1.005,43 ton. Luas tanam dan produksi tanaman kopi per kecamatan tahun 2002 - 2004 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas Tanam dan Produks i Tanaman Kopi Per Kecamatan Tahun 2002 - 2004 2002 No.
Kecamatan
1. 2. 3.
Parmonangan Adian Koting Sipoholon
4. 5. 6.
Luas Tanam (Ha)
2003
Produksi (Ton)
2004
Luas Tanam (Ha)
Produksi (Ton)
Luas Tanam (Ha)
Produksi (Ton)
1.480 311 582
723,06 128,11 242,07
1.520 335 608
990,10 220,05 320,15
1.520 335 612
999,87 221,24 412,20
Tarutung Siatas Barita Pahae Julu
522 422 352
229,50 205,00 198,51
552 432 372
240,08 210,00 200,00
559 432 372
260,78 249,94 256,70
7. 8. 9.
Pahae Jae Purbatua Simangu mban
233 187 197
75,00 70,00 70,84
260 226 242
128,00 110,00 125,00
260 226 242
172,00 136,01 168,28
10. 11. 12.
Pang ari buan Garoga Sipahutar
2.642 936 1.389
838,70 360,59 646,00
2.742 1.012 1.490
1.206,00 560,00 990,00
2.747 1.012 1.495
1.587,90 624,63 1.005,43
13. 14. 15.
Siborong borong Pagaran Muara
2.545 1.602 434
830,00 580,00 160,00
2.625 1.656 488
1.108,00 680,00 270,00
1.632 1.661 495
1.124,48 792,22 274,54
13.834
5.357,38
14.560
7.357,38
14.600
8.223,22
Juml ah
Sumber. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara
Tabel 5 menunjukkan bahwa areal pertanaman kopi terdapat di semua kecamatan Kabupaten Tapanuli Utara. Adapun jenis kopi yang banyak diusahakan oleh masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara adalah Kopi Lintong yang merupakan jenis spesies arabika. Kopi tersebut merupakan Natural Endowment Kabupaten Tapanuli Utara yang memiliki keunggulan dibandingkan jenis kopi lainnya karena memiliki keunggulan mutu dan cita rasa (aroma, taste dan flavour).
Besarnya minat masyarakat untuk bertanam kopi selain dikarenakan kondisi lahan dan iklim di semua kecamatan yang sangat sesuai dengan syarat tumbuh dan berkembangnya tanaman kopi, faktor lainnya yang mendukung adalah pemasaran produksi tanaman kopi yang relatif lancar karena tersedianya industri pengolahan kopi di Kecamatan Siborongborong. Ukuran keberhasilan petani di dalam bertani tercermin dari produktivitas yang dihasilkan. Salah satu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara yang memiliki produktivitas tanaman kopi yang tertinggi adalah Kecamatan Siborongborong, dimana pada tahun 2006 produktivitas tanaman kopi yang dihasilkan dari daerah ini sebesar 1.097,15 Kg/Ha, lebih tinggi dari kecamatan lainnya. Kemudian diikuti oleh Kecamatan Sipahutar dan Pangaribuan masing - masing sebesar 1.087,10 Kg/Ha dan 1.004,90 Kg/Ha. Luas Tanaman, Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi Menurut Kecamatan pada Tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6.
Luas Tanaman, Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi Menurut Kecamatan pada Tahun 2006
No.
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Parmonangan Adian Koting Sipoholon Tarutung Siatas Barita Pahae Julu Pahae Jae Purbatua Simangumban Pangaribuan Garoga Sipahutar Siborongborong Pagaran Muara Total
Sumber. Tapanuli Utara Dalam Angka 2007
Luas Tanaman (Ha) 1.526,75 343,25 620,00 563,50 440,50 372,00 260,00 226,00 242,00 2.821,00 1.012,00 1.495,00 2.637,75 1.663,25 583,75 14.806,75
Luas Tanaman Menghasilkan (Ha) 1.071,25 265,50 454,75 355,75 293,50 311,25 255,75 189,75 240,75 1.627,50 766,00 965,75 1.069,25 860,25 348,25 9.075,25
Produksi (Ton) 1.040,02 260,43 454,73 294,38 293,45 295,92 226,57 172,00 200,55 1.635,47 678,06 1.049,87 1.173,13 818,05 343,11 8.935,74
Produktivitas (Kg/Ha) 970,85 980,90 999,96 827,49 999,83 950,75 885,90 906,46 833,02 1.004,90 885,20 1.087,10 1.097,15 950,94 985,24 984,63
Produktivitas tanaman kopi yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan petani di dalam bertani. Pengetahuan petani tentunya juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya. Semakin tinggi pendidikan petani maka diharapkan semakin tinggi pula kemampuannya dalam mengadopsi teknologi pertanian dan hasil akhirnya tercermin dari produktivitas yang tinggi. Begitu juga halnya dengan tingkat pengalaman petani, bila semakin lama pengalaman petani maka diharapkan petani tersebut akan lebih mampu mengatasi berbagai permasalahan di dalam bertani. Namun yang menjadi permasalahannya adalah apakah pendidikan atau pengalaman yang menentukan meningkatnya produktivitas tanaman kopi dan bagaimana kontribusinya terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Atas dasar itu, maka peneliti tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap produktivitas tanaman kopi yang ada saat ini di Kabupaten Tapanuli Utara dan bagaimana kontribusinya terhadap pengembangan wilayah di daerah tersebut.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di bagian latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap tingkat produktivitas tanaman kopi ?
2. Bagaimana kontribusi usahatani tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara ?
1.3. Tujuan Penelitian Dari permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap tingkat produktivitas tanaman kopi 2. Untuk mengetahui kontribusi usahatani tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara
1.4. Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat yang dapat direkomendasikan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai sumber data dan informasi bagi pihak yang terkait dengan perencanaan pendidikan pertanian 2. Sebagai bahan masukan kepada Pemerintah daerah dalam rangka pengambilan kebijakan pengembangan budidaya tanaman kopi sebagai komoditi unggulan di Kabupaten Tapanuli Utara 3. Sebagai informasi bagi penelitian lanjutan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengembangan Wilayah Pada hakekatnya pengembangan (development) merupakan upaya untuk
memberi nilai tambah dari apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup. Menurut MT Zen dalam buku Tiga Pilar Pengembangan Wilayah (1999) pengembangan lebih merupakan motivasi dan pengetahuan daripada masalah kekayaan. Tetapi bukan berarti bahwa kekayaan itu tidak relevan. Pengembangan juga merupakan produk belajar, bukan hasil produksi; belajar memanfaatkan kemampuan yang dimiliki bersandar pada lingkungan sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya proses pengembangan itu juga merupakan proses belajar (learning process). Hasil yang diperoleh dari proses tersebut, yaitu kualitas hidup meningkat, akan dipengaruhi oleh instrument yang digunakan (Susilo, 2003). Mengacu pada filosofi dasar tersebut maka pengembangan wilayah merupakan
upaya
memberdayakan
stake
holders (masyarakat,
Pemerintah,
Pengusaha) di suatu wilayah, terutama dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah tersebut dengan instrument yang dimiliki atau dikuasai, yaitu teknologi. Dengan lebih tegas MT Zen menyebutkan bahwa pengembangan wilayah merupakan upaya mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam, manusia dan
teknologi, dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri (Susilo, 2003). Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi (2004) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Clif f dan Frey, 1977 dalam Rustiadi, 2004) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region). Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam Tarigan, 2005) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan region/wilayah menjadi : 1). fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik
yang seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik. 2). fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling berkaitan. 3). fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Pembangunan atau pengembangan, dalam arti development, bukanlah suatu kondisi atau suatu keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusianya, dalam hal ini penduduk setempat. Sebaliknya, pengembangan itu adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki, guna meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga kualitas hidup orang lain. Jadi, pengembangan harus diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh perbaikan, serta kemampuan untuk merealisasikannya. Disini, mulai kelihatan masalah dasarnya, yaitu motivasi. Ia lebih merupakan motivasi dan pengetahuan daripada masalah kekayaan (Zen, 2001). Jadi pengembangan wilayah itu tidak lain dari usaha mengkombinasikan sumberdaya
alam,
manusianya,
dan
teknologi
secara
harmonis
dengan
memperhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri. Kesemuanya itu disebut memberdayakan masyarakat (lihat Gambar 1).
Pengembangan Wilayah
Sumberdaya Alam
Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup
Sumberdaya Manusia
Teknologi Lingkungan Hidup
Gambar 1. Hubungan antara Pengembangan Wilayah, Su mberdaya Alam, Su mberdaya Manusia dan Teknologi (Zen, 2001)
Secara konseptual pengertian pengembangan wilayah dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI. Berpijak pada pengertian diatas maka pembangunan seyogyanya tidak hanya diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama pembentuk ruang (sumberdaya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas), yang didukung oleh sistem hukum dan sistem
kelembagaan yang melingkupinya (Dirjen Penataan Ruang Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003). Pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan dilakukan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan administratif dimana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada umumnya pengembangan wilayah dapat dikelompokkan menjadi usaha- usaha mencapai tujuan bagi kepentingan-kepentingan di dalam kerangka azas : a. Sosial Usaha-usaha mencapai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan peningkatan kualitas hidup serta peningkatan kesejahteraan individu, keluarga, dan selur uh masyarakat di dalam wilayah itu diantaranya dengan mengurangi pengangguran dan menyediakan lapangan kerja serta menyediakan prasarana-prasarana kehidupan yang baik seperti pemukiman, papan, fasilitas transportasi, kesehatan, sanitasi, air minum dan lainnya. b. Ekonomi Usaha-usaha mempertahankan dan memacu perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang memadai untuk mempertahankan kesinambungan dan perbaikan kondisi-kondisi ekonomis yang baik bagi kehidupan dan memungkinkan pertumbuhan kearah yang lebih baik.
c. Wawasan Lingkungan Pencegahan kerusakan dan pelestarian lingkungan terhadap kesetimbangan lingkungan. Aktivitas sekecil apapun dari manusia yang mengambil sesuatu dari, atau
memanfaatkan potensi alam,
sedikit banyak
akan
mempengaruhi
kesetimbangannya, yang apabila tidak diwaspadai dan dilakukan penyesuaian terhadap dampak-dampak yang terjadi akan menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia, khususnya akibat dampak yang dapat bersifat tak berubah lagi (irreversible changes). Untuk mencegah hal- hal ini maka di dalam melakukan pengembangan wilayah, program-programnya harus berwawasan lingkungan dengan tujuan mencegah kerusakan, menjaga kesetimbangan dan mempertahankan kelestarian alam (Mulyanto, 2008). Pembangunan ekonomi wilayah memberikan perhatian yang luas terhadap keunikan karakteristik wilayah (ruang). Pemahaman terhadap sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur dan kondisi kegiatan usaha dari masing- masing daerah di Indonesia serta interaksi antar daerah (termasuk diantara faktor- faktor produksi yang dimiliki) merupakan acuan dasar bagi perumusan upaya pembangunan ekonomi nasional ke depan (Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003). Menurut Jhon Glasson (1977), pertumbuhan wilayah dapat terjadi sebagai akibat dari penentu endogen atau eksogen, yaitu faktor- faktor yang terdapat di dalam wilayah yang bersangkutan ataupun faktor-faktor di luar wilayah, atau kombinasi dari
keduanya. Dalam model- model ekonomi makro disebutkan bahwa ekonomi penentu intern pertumbuhan wilayah adalah modal, tenaga kerja, tanah (sumberdaya alam), dan sistem sosio-politik, sedangkan menurut model ekspor pertumbuhan, industri ekspor dan kenaikan permintaan adalah penentu pokok pertumbuhan wilayah yang bersifat ekstern (Sirojuzilam, 2005). Sejarah mencatat bahwa negara yang menerapkan paradigma pembangunan berdimensi manusia telah mampu berkembang meskipun tidak memiliki kekayaan sumber daya alam yang berlimpah. Penekanan pada investasi manusia diyakini merupakan basis dalam meningkatkan produktivitas faktor produksi secara total. Tanah, tenaga kerja, modal fisik bisa saja mengalami diminishing returns, namun tidak dengan pengetahuan (Kuncoro, 2004). Dalam membangun suatu wilayah, minimal ada tiga pilar yang perlu diperhatikan, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan teknologi. Pilar sumberdaya manusia (SDM) memegang peranan sentral karena mempunyai peran ganda dalam sebuah proses pembangunan. Pertama, sebagai obyek pembangunan, SDM merupakan sasaran pembangunan untuk disejahterakan. Kedua, SDM berperan sebagai subyek (pelaku) pembangunan. Dengan demikian, pembangunan suatu wilayah sesungguhnya merupakan pembangunan yang berorientasi kepada manusia (people center development), dimana SDM dipandang sebagai sasaran sekaligus sebagai pelaku pembangunan (Suhandojo, 2002).
Salah satu pilar yang cukup penting adalah sumberdaya manusia (SDM), karena dengan kemampuan yang cukup akan mampu menggerakkan seluruh sumberdaya wilayah yang ada. Berbeda dengan sumberdaya alam yang mempunyai keterbatasan, semakin lama semakin berkurang dan habis. Disamping itu sumberdaya manusia mempunyai peran ganda dalam sebuah proses pembangunan, dapat sebagai obyek maupun subyek pembangunan. Sebagai obyek pembangunan, SDM merupakan sasaran pembangunan untuk disejahterakan, dan sebagai subyek pembangunan SDM berperan sebagai pelaku pembangunan. Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh pelaku-pelaku pembangunan itu sendiri. Dengan demikian konsep pembangunan itu sesungguhnya adalah pembangunan manusia (human development), dimana manusia dipandang sebagai sasaran sekaligus sebagai pelaku pembangunan (Nachrowi dan Suhandojo, 2001).
2.2. Pendidikan Pendidikan merupakan komponen penting dan vital terhadap pembangunan terutama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang keduanya merupakan input bagi total produksi (Todaro, 2003). Pendidikan juga berfungsi meningkatkan produktivitas. Selain dari itu kemampuan untuk menyerap teknologi memerlukan peningkatan kualitas sumber manusia (Sirojuzilam, 2008). Chaudhri 1979 (dalam Soekartawi, 1988), menyatakan bahwa pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya diperkirakan akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang
lebih modern. Dengan demikian hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi pertanian adalah berjalan secara tidak langsung, kecuali bagi mereka yang belajar secara spesifik tentang inovasi baru tersebut. Hal ini sesuai dengan Reksohadiprojo (1982) mengemukan bahwa dengan pendidikan akan menambah pengetahuan, mengembangkan sikap dan menumbuhkan kepentingan petani terutama dalam menghadapi perubahan. Di lain pihak Soetarjo, dkk 1973 (dalam Azwardi, 2001), menyatakan bahwa pendidikan seseorang pada umumnya mempengaruhi cara berpikirnya. Makin tinggi tingkat pendidikannya makin dinamis sikapnya terhadap hal-hal baru. Selanjutnya Efferson (dalam Soedjadmiko, 1990), bahwa tingkat pendidikan baik formal maupun non formal besar sekali pengaruhnya terhadap penyerapan ide- ide baru, sebab pengaruh pendidikan terhadap seseorang akan memberika n suatu wawasan yang luas, sehingga petani tidak mempunyai sifat yang tidak terlalu tradisional. Jadi tingkat pendidikan masyarakat merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi pola pikir seseorang dalam menentukan keputusan menerima inovasi baru, karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan dapat berpikir lebih baik dan mudah menyerap inovasi pertanian yang berkaitan dengan pengembangan usahataninya. Mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, agak sulit dan memakan waktu yang relatif lama untuk mengadakan perubahan.
Mosher, 1965 (dalam Hasan, 2000), mengatakan bahwa pendidikan membuat seseorang berpikir secara rasional terhadap apa yang dilakukan, membuat seseorang lebih mampu mengambil keputusan atas berbagai alternatif dalam mengelola usahataninya. Faktor pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara berpikir petani dalam mengelola usahataninya. Pendidikan membuat seseorang berpikir ilmiah sehingga mampu untuk membuat keputusan dari berbagai alternatif dalam mengelola usahataninya dan mengetahui kapan ia harus menjual hasil usahataninya sebanyak mungkin untuk memperoleh pendapatan. Petani yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memahami dan menerapkan teknologi produktif sehingga produktivitasnya menjadi tinggi. Selain itu juga dengan pendidikan maka akan memberikan atau menambah kemampuan dari petani untuk dapat mengambil keputusan, mengatasi masalah- masalah yang terjadi. Dalam hal ini adalah masalah-masalah yang terjadi dalam bidang pertanian seperti pengendalian hama penyakit, pengambilan keputusan dalam faktor produksi dan pemeliharaan (Mamboai, 2003). Menurut Mosher (1991), pendidikan membuat cara berpikir lebih baik (rasional) terhadap apa yang dilakukan dan mampu mengambil keputusan atas berbagai alternatif yang dihadapi. Petani yang berpendidikan tinggi mempunyai pola berpikir yang lebih luas, sehingga mudah menerapkan hal- hal yang sifatnya
menguntungkan seperti halnya mereka dapat menggunakan pupuk dan obat-obatan dalam mengelola usahataninya. Banyak kalangan berpendapat bahwa salah satu penyebab rendahnya produktivitas tenaga kerja sektor pertanian adalah rendahnya tingkat pe ndidikan para petaninya. Dengan tingkat pendidikan yang rendah maka adopsi teknologi tidak berjalan secara optimal, sehingga upaya peningkatan produksi per satuan luas (produktivitas) sulit dilakukan. Pernyataan tersebut benar adanya, namun perlu juga dipertimbangkan adanya keterbatasan sumberdaya, khususnya lahan dan biaya, yang dimiliki petani, sehingga petani lebih memilih melaksanakan kegiatan usahataninya dengan resiko yang paling rendah. Sikap seperti inilah yang oleh Scott (1994) disebut sebagai moral ekonomi petani, khususnya petani kecil, yang hakiki, yaitu rasionalitas yang didasarkan kepada kemampuan sumberdaya yang dimilikinya. Jadi yang hendak dikatakan disini adalah pendidikan memang dibutuhkan untuk
mendukung
kemampuan seseorang dalam bekerja, namun hal tersebut tidaklah mutlak karena masih ada faktor lain yang menentukan seorang individu harus bersikap dalam pekerjaan yang digelutinya (Mamboai, 2003). Dalam pelaksanaan usahatani banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha tani. Faktor-faktor tersebut baik yang berasal dari luar maupun dari dalam usahatani itu sendiri. Faktor- faktor dari dalam usahatani itu sendiri menurut Gitosudarmo (1990) adalah : 1. Pendidikan Formal
2. Pendidikan Non Formal 3. Umur Petani 4. Jumlah Tanggungan Keluarga Sedangkan faktor dari luar adalah : 1. Tersedianya sarana transportasi dan komunikasi 2. Aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dan lain- lain) 3. Fasilitas kredit 4. Sarana penyuluhan bagi petani 5. Iklim dan drainase
2.2.1. Pendidikan Formal Pendidikan dapat berasal dari dua sumber yaitu pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal sebagai suatu usaha mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh masyarakat lewat bangku sekolah dasar sampai perguruan tinggi (Wiratmadja, 1978 dalam Hole, 1988). Selain itu (Millikan dan Hapgood, 1972 dalam Kambuaya O, 1982) menerapkan bahwa dengan adanya pendidikan formal yang cukup matang bagi petani, maka kegiatan-kegiatan seperti penelitian lainnya, yang berhubungan dengan pembangunan pertanian akan lebih mudah, jika dibandingkan dengan masyarakat yang lebih rendah tingkat pendidikannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk berpikir dan
mengambil keputusan. Keputusan untuk memilih, mengatur dan menilai faktor-faktor produksi yang akan dipakai dalam usahataninya serta mengetahui kapan ia harus menjual usahataninya sebanyak-banyaknya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Petani yang memiliki tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengelola usahataninya, selain itu juga petani dapat mengambil keputusan-keputusan dan mengatasi masalah- masalah yang terjadi (Mamboai, 2003). Secara teoritis semakin tinggi tingkat pendidikan formal dan semakin banyak frekuensi mengikuti pendidikan non formal dari seseorang maka akan memberikan atau menambah kemampuan dari orang tersebut untuk dapat mengambil keputusan, mengatasi masalah- masalah yang diperoleh. Dalam hal ini masalah- masalah yang dimaksud adalah dalam bidang pertanian seperti pengendalian hama, mengambil keputusan dalam penggunaan faktor-faktor produksi dan pemeliharaan. Pendidikan formal merupakan salah satu usaha untuk mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu dan pengalaman yang diperoleh di bangku sekolah (Hasan, 2000). Karafir dalam Aditan (1994), menyatakan bahwa kemampuan petani sebagai pengelola erat hubungannya dengan pendidikan formal petani, frekuensi mengikuti penyuluhan dan pengalaman petani dimana semakin tinggi tingkat pendidikan petani semakin luas wawasan usaha. Menurut Roger dan Scoemaker dalam Fodjoe (1996), bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki berpengaruh terhadap adopsi teknologi. Ditambahkan pula bahwa petani yang berpendidikan tinggi lebih cepat dalam
mengadopsi teknologi jika dibandingkan dengan petani yang berpendidikan rendah (Hasan, 2000).
2.2.2. Pendidikan Non Formal Pendidikan non formal bagi petani biasanya diperoleh melalui pendidikan luar sekolah misalnya penyuluhan - penyuluhan, kursus - kursus dan pelatihan - pelatihan. Dinamika pendidikan yang didapat dari pengetahuan - pengetahuan praktis terutama yang mempengaruhi kemampuan petani dalam mengelola usahataninya, sehingga penguasaan dan penerapannya dapat dilaksanakan dengan baik (Anon, 1987 dalam Daryanto, 1987). Wiriatmadja (1987, dalam Wahono, 1995) mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan non formal adalah untuk menambah kesanggupan petani dalam mengelola usahataninya, dengan ini diharapkan ada perubahan perilaku petani sehingga dapat memperbaiki cara-cara dalam mengelola usahataninya. Dengan demikian semakin tinggi/ banyak petani mengikuti kegiatan - kegiatan seperti penyuluhan - penyuluhan, kursus - kursus serta pelatihan - pelatihan maka makin tinggi tingkat kemampuan petani dalam mengelola usahataninya sehingga produksi yang dihasilkan semakin tinggi, dimana pengalaman - pengalaman yang telah diperolehnya selama mengikuti kegiatan - kegiatan kursus dan penyuluhan dapat diterapkan dalam usahataninya terutama dalam mengambil keputusan untuk memilih, mengatur dan menilai faktor - faktor produksi yang akan dipakai dalam usahataninya serta mengetahui kapan ia harus menjual hasil usahataninya sebanyak - banyaknya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. (Mamboai, 2003).
2.3. Pengalaman Pengalaman petani merupakan suatu pengetahuan petani yang diperoleh melalui rutinitas kegiatannya sehari- hari atau peristiwa yang pernah dialaminya. Pengalaman yang dimiliki merupakan salah satu faktor yang dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi dalam usahataninya. Hal ini sesuai dengan pendapat Liliweri (1997), menyatakan bahwa pengalaman merupakan faktor personal yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Pengalaman seseorang seringkali disebut sebagai guru yang baik, dimana dalam
mempersepsi
terhadap
sesuatu
obyek
biasanya
didasarkan
atas
pengalamannya. Pengalaman berusahatani tidak terlepas dari pengalaman yang pernah dia alami. Jika petani mempunyai pengalaman yang relatif berhasil dalam mengusahakan
usahataninya,
keterampilan yang berpengalaman.
lebih
Namun
biasanya
baik, jika
mempunyai pengetahuan,
sikap
dan
dibandingkan dengan petani yang kurang petani
selalu
mengalami
kegagalan
dalam
mengusahakan usahatani tertentu, maka dapat menimbulkan rasa enggan untuk mengusahakan usahatani tersebut. Dan bila ia harus melaksanakan usahatani tersebut karena ada sesuatu tekanan, maka dalam mengusahakannya cenderung seadanya. Dengan demikian pengalaman petani dalam berusahatani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi inovasi pertanian (Syafruddin, 2003). Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam menerima suatu inovasi. Pengalaman berusahatani terjadi karena pengaruh
waktu yang telah dialami oleh para petani. Petani yang berpengalaman dalam menghadapi hambatan-hambatan usahataninya akan tahu cara mengatasinya, lain halnya dengan petani yang belum atau kurang berpengalaman, dimana akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan hambatan- hambatan tersebut. Semakin banyak pengalaman yang diperoleh petani maka diharapkan produktivitas petani akan semakin tinggi, sehingga dalam mengusahakannya usahatani akan semakin baik dan sebaliknya jika petani tersebut belum atau kurang berpengalaman akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan (Hasan, 2000). 2.4. Komoditi Kopi Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti sejak kapan tanaman kopi dikenal dan masuk ke peradaban manusia. Menurut catatan sejarah, tanaman ini mulai dikenal di benua Afrika, tepatnya di Etiopia. Pada mulanya, tanaman kopi belum dibudidayakan secara sempurna oleh penduduk, melainkan masih tumbuh liar di hutan-hutan dataran tinggi (Najiyati dan Danarti, 2006). Mula- mula penyebaran kopi ke berbagai wilayah cukup. Hal ini dikarenakan pada waktu itu minuman kopi hanya dikenal sebagai minuman berkhasiat menyegarkan badan, terbuat dari cairan daun dan buah segar yang diseduh air panas. Namun, sejak ditemukan cara pengolahan buah kopi yang lebih baik, selain berkhasiat, minuman kopi juga beraroma harum khas dan rasanya nikmat. Dengan demikian, kopi pun menjadi terkenal hingga tersebar ke berbagai negara di Eropa, Asia dan Amerika (Najiyati dan Danarti, 2006).
Di Indonesia, tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC antara tahun 1696 – 1699. Awalnya, penanaman kopi hanya bersifat coba-coba (penelitian). Namun, karena hasilnya memuaskan dan dipandang cukup menguntungkan sebagai komoditas perdagangan maka VOC menyebarkan bibit kopi ke berbagai daerah agar penduduk dapat menanamnya. Kemudian, perkebunan besar pun didirikan dan akhirnya tanaman kopi tersebar ke daerah Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan daerah lain di Indonesia (Najiyati dan Danarti, 2006). Walaupun jenis kopi itu banyak sekali jumlahnya, namun dalam garis besarnya ada tiga jenis besar, yakni : a. Kopi Arabika Yang berdaun kecil, halus mengkilat, panjang daun 12 – 15 cm x 6 cm, panjang buah 1,5 cm. b. Kopi Canephora Daun besar dan panjang daun lebih dari 20 cm x 10 cm bergelombang, sedangkan panjang buah ± 1,2 cm. c. Kopi Liberika Daun lebat, besar, mengkilat, buah besar sampai 2/3 cm, tetapi biji kecil. (AAK, 1991). Kopi Arabika berasal dari Etiopia dan Abessinia. Kopi ini merupakan jenis pertama yang dikenal dan dibudidayakan, bahkan termasuk kopi yang paling banyak diusahakan hingga akhir abad ke-19. Setelah abad ke-19, dominasi kopi arabika
menurun karena kopi ini sangat peka terhadap penyakit HIV, terutama di dataran rendah. Beberapa sifat penting kopi arabika sebagai berikut : 1. Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700 - 1.700 m dpl dengan suhu sekitar 16 - 20 0 C. 2. Menghendaki daerah beriklim kering atau bulan kering 3 bulan/tahun secara berturut-turut, tetapi sesekali mendapat hujan kiriman (hujan yang turun di musim kemarau). 3. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl. 4. Rata-rata produksi sedang (4,5 - 5 ku kopi beras/ha/tahun), tetapi mempunyai kualitas, cita rasa dan harga relatif lebih tinggi dibandingkan kopi lainnya. Bila dikelola secara intensif, produksinya bisa mencapai 15 - 20 ku/ha/tahun dengan rendemen sekitar 18 %. Kopi beras yang dimaksud adalah kopi kering siap digiling. 5. Umumnya berbuah sekali dalam satu tahun (Najiyati dan Danarti, 2006). Najiyati dan Danarti (1991), menyatakan bahwa dalam luasan 1 hektar tanaman kopi yang dikelola secara baik artinya petani kopi melakukan kegiatan pemeliharaan secara baik dan benar dari pemilihan bibit, penanaman, perawatan, pemangkasan dan panen seta iklim yang mendukung maka kopi yang mampu dihasilkan sebanyak 1,5 - 2 ton/ha/tahun.
2.5. Penelitian Sebelumnya Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Arsyad, dkk, (2002) yang berjudul “Analisis Berbagai Upaya Dalam Perbaikan Produktivitas dan Mutu Hasil Kakao di Sulawesi Selatan“ menunjukkan hubungan yang sangat nyata antara pendidikan formal dengan produktivitas kakao dimana hal ini terlihat dari nilai Chi-Square ( 2) = 9,25 lebih besar dari nilai tabel untuk
2 (0,05 ; 1)
semakin tinggi tingkat pendidikan
= 3,84 dan
2 (0,01 ; 1)
= 6,64. Umumnya
formal seseorang semakin besar pula
keterbukaannya untuk menerima inovasi baru yang dirasanya menguntungkan atau baik bagi dirinya. Selain itu petani yang berpendidikan formal tinggi biasanya memiliki wawasan pemikiran yang relatif lebih luas dalam mempertimbangkan segala sesuatunya dibandingkan dengan petani yang berpendidikan lebih rendah. Selanjutnya, hasil penelitian Arsyad, dkk, (2002) juga menunjukkan hubungan yang sangat nyata antara pengalaman berusahatani kakao dengan produktivitas kakao dimana hal ini terlihat dari nilai Chi-Square untuk
2 (0,05 ; 1)
= 3,84 dan
2 (0,01 ; 1)
2
= 42,57 lebih besar dari nilai tabel
= 6,64. Semakin lama petani memiliki
pengalaman mengusahakan tanaman kakao maka semakin tinggi juga produktivitas kakao yang dihasilkan. Hal ini mudah difahami, karena dengan pengalaman yang mereka miliki petani dapat mengembangkan usaha-usaha yang mengarah kepada peningkatan produksi persatuan luas. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Priyono, dkk, (2003) yang berjudul “Faktor-faktor Penentu Tingkat Adopsi Teknologi Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) dan Hubungannya terhadap Produktivitas Usahatani Padi “ menunjukkan hubungannya yang tidak nyata antara Pendidikan Formal dengan tingkat adopsi teknologi PHT dimana hal ini terlihat dari nilai t- hitung untuk Pendidikan Formal yakni - 0,25583 lebih kecil dari t (α/2 ;2) = ± 2,05953 pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05). Namun sebaliknya, penelitian itu menunjukkan hubungan yang nyata antara Pengalaman Berusahatani Padi dengan tingkat adopsi teknologi PHT dimana hal ini terlihat dari nilai t-hitung untuk Pengalaman Berusahatani Padi yakni 3,00362 lebih besar dari t (α/2 ;2) = ± 2,05953 pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05). Hasil penelitian Priyono, dkk, (2003) juga menunjukkan hubungan yang nyata antara tingkat adopsi teknologi PHT dengan produktivitas usahatani padi dimana melalui uji korelasi Rank Spearman didapat nilai korelasinya sebesar 0,96643 dengan t hitung = 18,03952 lebih besar dari t tabelnya = 2,05953 pada taraf kepercayaan 95 % (α = 0,05). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkat adopsi teknologi PHT maka semakin tinggi produktivitas usahatani padi, sebaliknya semakin rendah tingkat adopsi teknologi PHT maka semakin rendah pula produktivitas usahatani yang didapat oleh petani. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahaputra, (2006) yang berjudul “Kajian Irigasi Embung Terhadap Usahatani Jagung di Lahan Kering Kabupaten Buleleng“ menunjukkan tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung pada kedua musim tanam dimana hal ini terlihat dari nilai t-hitung tingkat
pendidikan pada musim tanam pertama (I) dan kedua (II) masing- masing sebesar 3,347 dan 4,982 lebih besar dari t-tabel sebesar 2,66 pada pada tingkat kesalahan 1%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahaputra, (2006), juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang meningkat 1% pada kedua musim tanam, maka menaikkan produktivitas jagung masing- masing sebesar 0,0061 % dan 0,0094 %. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh pada kualitas dan kemampuan kerja seseorang. tingkat pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan tugas, akan tetapi juga landasan untuk lebih mengembangkan diri serta memanfaatkan semua sarana yang ada disekitar lingkungan untuk kelancaran aktivitas usaha tani. Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin tinggi pula produktivitas yang dihasilkan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hafizah, dkk, (2003) yang berjudul “Aktivitas
Penyuluhan
Sebagai
Bentuk
Komunikasi
Untuk
Meningkatkan
Pengetahuan Petani“ (Studi Kasus di Desa Sambirejo Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong) menunjukkan pendidikan formal tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat partisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan dimana dari hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai t-hitung sebesar 0,1916 lebih kecil dari nilai t-tabel sebesar 0,24395 pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwoko dan Sumantri, (2007) yang berjudul “Faktor-Faktor Penentu Tingkat Adopsi Teknologi Pemeliharaan Sapi di PT. Agricinal Kabupaten Bengkulu Utara“ diperoleh koefisien regresi variabel
pendidikan formal nilainya sebesar -5.31E-02 dan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi teknologi pemeliharaan ternak sapi. Artinya tinggi rendahnya tingkat pendidikan formal pemanen tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat adopsi teknologi pemeliharaan teknak sapi. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan menyebabkan petani lebih responsif terhadap teknologi pertanian, dan sebaliknya tingkat pendidikan yang rendah akan menjadi kendala dalam proses adopsi teknologi pertanian (Rogers dan Shoemaker, 1987; Mardikanto1993; Prasmatiwi, 1997; 2000). Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil- hasil penelitian tersebut, karena pendidikan formal bukan merupakan salah satu kriteria dalam perekrutan tenaga pemanen dan pendistribusian ternak sapi kredit kepada pemanen oleh PT. Agricinal. Pada umumnya, semakin lama petani berusahatani maka petani akan mempunyai sikap yang lebih berani dalam menanggung resiko penerapan teknologi pertanian. Artinya semakin lama berusahatani, petani lebih respon dan cepat tanggap terhadap gejala yang mungkin akan terjadi dengan penerapan teknologi pertanian dan apabila terjadi kegagalan dalam penerapannya maka yang bersangkutan lebih siap untuk menanggulanginya. Penelitian Gultom et al. (1997) dan Zulfikri (2003), menyimpulkan bahwa pengalaman berusahatani berpengaruh nyata terhadap adopsi teknologi pertanian. Hasil estimasi variabel pengalaman beternak sapi menghasilkan koefisien regresi sebesar 9.882E-02, artinya jika pemanen makin berpengalaman dalam beternak maka akan semakin tinggi tingkat adopsi teknologi pemeliharaan
ternak sapinya. Uji statistik juga menunjukkan bahwa pengalaman beternak berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi teknologi pemeliharaan ternak sapi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa selain berasal dari petugas peternakan, maka pengetahuan dan ketrampilan pemanen yang belum berpengalaman dalam pemeliharaan sapi juga diperoleh dari pemanen yang sudah berpengalaman. Hal ini menyebabkan terjadinya transfer teknologi pemeliharaan sapi dari pemanen yang berpengalaman kepada pemanen yang belum berpengalaman.
2.6. Kerangka Berpikir Pengetahuan bertani adalah salah satu faktor produksi yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya petani di dalam bertani. Dengan pengetahuan bertani yang dimilikinya maka seorang petani dapat mempergunakan metode, teknik, dan cara bertani yang tepat untuk kondisi lahan dan iklim di daerahnya, agar diperoleh produktiftas yang tinggi. Pengetahuan bertani dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu pendidikan (pendidikan formal dan pendidikan non formal) dan pengalaman. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengalaman petani maka diharapkan semakin tinggi pula produktivitas tanaman kopi yang dihasilkan. Produktivitas tanaman kopi akan mempengaruhi pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja dan Industri hulu/hilir, yaitu kegiatan-kegiatan ekonomi pendukung produksi kopi (toko-toko pertanian) dan pemasarannya (pedagang pengumpul dan industri pengolahan biji kopi). Sehingga diharapkan nantinya, dengan
meningkatnya pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja dan Industri hulu/hilir, akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 2.
Pengetahuan Bertani
Pendi dikan
Pendi dikan Formal
Pengalaman
Pendi dikan Non Formal
Produkti vitas Tanaman Kopi
Kesempatan Kerja
Pendapatan Petani
Industri hulu/hilir
Pengembangan Wilayah
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
5.1. Hipotesis Penelitian Pendidikan formal dan pendidikan non formal serta pengalaman secara bersama-sama dan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap produktivitas tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara.
tingkat
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari 2009 sampai Mei 2009. Lokasi penelitian bertempat di 3 (tiga) kecamatan yakni Kecamatan Pangaribuan, Siborongborong dan Sipahutar. Ketiga kecamatan tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian karena kecamatan tersebut adalah penghasil kopi terbesar di Kabupaten Tapanuli Utara. Selanjutnya, untuk setiap kecamatan dipilih 2 (dua) desa yang memiliki produksi kopi tertinggi, yaitu untuk Kecamatan Pangaribuan dipilih Desa Silantom Tonga dan Batu Manumpak, Kecamatan Siborongborong dipilih Desa Pohan Julu dan Pohan Jae dan Kecamatan Sipahutar dipilih Desa Siabal-abal I dan Siabal-abal II. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.
No.
Kecamatan
1.
Pangaribuan
2.
Siborongborong
3.
Sipahutar
Tabel. 7. Lokasi Penelitian Produksi Kopi Desa (ton) 1.635,47 Silantom Tonga Batu Manumpak 1.173,13 Pohan Julu Pohan Jae 1.049,87 Siabal-abal I Siabal-abal II
Produksi Kopi (ton) 157,69 119,43 88,42 84,11 131,32 87,78
Sumber. Kecamatan Pangaribuan, Siborongborong dan Sipahutar dalam Angka 2007.
3.2. Ruang Lingkup Penelitian Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah umur tanaman kopi milik petani relatif sama sehingga pengaruh umur terhadap produktivitas tidak dianalisis.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian adalah seluruh rumah tangga usahatani kopi yang ada di 6 (enam) desa. Sedangkan Sampel penelitian adalah sebagian dari rumah tangga usahatani kopi yang ada di 6 (enam) desa yang dianggap dapat mewakili populasi penelitian. Populasi dan sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Pemilihan responden (sampel) dilakukan secara proporsional random sampling. Sedangkan penentuan total sampel digunakan melalui persamaan Taro Yamane sebagai berikut : ∑n =
∑N 2
∑N (d )
+
dimana : ∑n = total sampel ∑N = total populasi d = presisi (10%) maka : 2111 ∑n = 2111 (10%)2 + =
95.47715966
=
95 (dibulatkan)
1
1
Tabel 8. Populasi dan Sampel Penelitian No. 1 2 3 4 5 6
Desa Siabal-abal I Siabal-abal II Silantom Tonga Batu Manumpak Pohan Jae Pohan Julu
Populasi (N) 363 392 174 500 311 371 ∑N = 2111
Sampel (n) 363 / 2111 x 95 =16 392 / 2111 x 95 =18 174 / 2111 x 95 = 8 500 / 2111 x 95 = 22 311 / 2111 x 95 = 14 371 / 2111 x 95 = 17 ∑n = 95
Sumber. Kecamatan Sipahutar, Pangaribuan dan Siborongborong dalam Angka Tahun 2007.
3.4. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Teknik pengumpulan data primer dengan menggunakan instrumen (alat) antara lain : observasi, interview dan kuisioner. 2. Teknik pengumpulan data sekunder dari sumber - sumber yang dianggap relevan dengan tujuan penelitian yakni : a. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara b. Badan Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tapanuli Utara c. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara d. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tapanuli Utara e. Kantor Camat Siborongborong, Sipahutar, Pangaribuan dan Kepala Desa Tempat Penelitian.
3.5. Teknik Analisis Data Untuk menjawab permasalahan pertama yang dituangkan dalam hipotesis penelitian ini maka digunakan analisis statistik regresi linier berganda melalui bantuan perangkat lunak (software) Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 15 dengan formulasi sebagai berikut : Y = b0 + b1 X1 + b2 D2 + b3 X3 + e dimana : Y b0 b1 ,b2 ,b3 X1 D2 X3 e
= = = = = = =
Produktivitas Tanaman Kopi Intercept Koefisien regresi Variabel Pendidikan Formal Variabel Dummy Pendidikan Non Formal Variabel Pengalaman Erorr term
Untuk menguji signifikansi pengaruh pendidikan formal, pendidikan non formal dan pengalaman terhadap produktifitas tanaman kopi baik secara simultan dan parsial maka dilakukan uji F dan uji t sebagai berikut : Signifikansi Simultan (Uji F) a. Model hipotesis yang digunakan untuk menguji F adalah : Ho : b1 = b2 = b3 = 0, artinya pendidikan formal, pendidikan non formal dan pengalaman secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi.
Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya pendidikan formal, pendidikan non formal dan pengalaman secara bersama - sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi. b. Kriteria Pengambilan Keputusan : 1. Jika F-hitung < F-tabel maka Ho diterima, Ha ditolak 2. Jika F-hitung > F-tabel maka Ha diterima, Ho ditolak Signifikansi Parsial (Uji t) a. Model hipotesis yang digunakan untuk menguji t adalah : Ho : b1 = 0, artinya pendidikan formal tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat produktifitas tanaman kopi Ha : b1 ≠ 0, artinya pendidikan formal berpengaruh nyata terhadap tingkat produktifitas tanaman kopi Ho : b2 = 0, artinya pendidikan non formal tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat produktifitas tanaman kopi Ha : b2 ≠ 0, artinya pendidikan non formal berpengaruh nyata terhadap tingkat produktifitas tanaman kopi Ho : b3 = 0, artinya pengalaman tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat produktifitas tanaman kopi Ha :
b3 ≠ 0, artinya pengalaman berpengaruh nyata terhadap tingkat produktifitas tanaman kopi
b. Kriteria Pengambilan Keputusan : 1. Jika t- hitung < t-tabel maka Ho diterima, Ha ditolak 2. Jika t- hitung > t-tabel maka Ha diterima, Ho ditolak Sedangkan untuk menjawab permasalahan kedua pada penelitian ini, yaitu kontribusi usahatani tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah digunakan analisis deskriptif.
3.6. Defenisi Ope rasional Defenisi operasional dari variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Pendidikan Formal adalah pendidikan yang diperoleh dari bangku sekolah (Tahun) b. Pendidikan Non Formal adalah pendidikan yang diperoleh di luar bangku sekolah seperti petugas penyuluh pertanian, Sekolah Lapang dan lain sebagainya c. Pengalaman adalah lamanya petani berkebun kopi (tahun) d. Produktivitas Tanaman Kopi adalah produksi kopi yang dihasilkan oleh petani kopi responden per luas lahan dalam satuan ton/ha e. Petani yang diambil sebagai responden adalah petani yang berkebun tanaman kopi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu dari dua puluh lima daerah tingkat dua di Propinsi Sumatera Utara yang secara geografis terletak di bagian tengah Sumatera Utara tepatnya pada wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara dengan posisi astronomis pada 1 0 20’- 20 41’ Lintang Utara dan 980 05’ - 990 16’ Bujur Timur. Wilayah geografis Kabupaten Tapanuli Utara berbatasan dengan 5 (lima) kabupaten lainnya, yaitu : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
4.1.2. Topografi Kabupaten Tapanuli Utara berada di jajaran pegunungan Bukit Barisan dengan topografi dan kemiringan tanah yang beraneka ragam, berada pada ketinggian antara 300 - 1500 meter di atas permukaan laut dengan keadaan kontur tanah
dominan berbukit dan bergelombang, selingan dataran di tenggara dan selatan Danau Toba, dengan rincian sebagai berikut : terjal (44,35 persen), miring (25,63 persen), landai (26,86 persen) dan datar (3,16 persen).
4.1.3. Iklim Sebagian besar wilayah Kabupaten Tapanuli Utara berada pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut, kondisi tersebut berpeluang memperoleh curah hujan relatif besar. Pada tahun 2004, rata - rata curah hujan tahunan tercatat sebesar 2.134 mm dan lama hari hujan 149 hari atau rata - rata curah hujan bulanan sebesar 178 mm dan rata - rata lama hari hujan bulanan sebanyak 12 hari. Curah hujan terbesar terjadi pada Bulan April yaitu sebesar 284 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 16 hari, sedangkan curah hujan terkecil terjadi pada Bulan Juli sebesar 35 mm dengan hari hujan sebanyak 5 hari. Rata - rata kelembaban udara (relatif humadity) sebesar 85 persen.
4.1.4. Luas Wilayah dan Penggunan Lahan Luas wilayah daratan Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 3.793,71 Km2 atau 5,29 persen dari luas wilayah daratan Sumatera Utara seluas 71.680,68 Km2 . Selain itu Kabupaten Tapanuli Utara juga memiliki wilayah perairan (Danau Toba) seluas 6,60 Km2 . Luas lahan kehutanan merupakan pola penggunaan terluas (41,26 persen), pola penggunaan lahan pertanian 21,42 persen dan terdapat sekitar 17,59 persen lahan yang termasuk lahan kritis.
Dari 15 kecamatan yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara, Kecamatan Garoga merupakan kecamatan yang terluas yaitu dengan luas 567,58 Km2 atau 14,96 persen dari luas Kabupaten Tapanuli Utara, sedangkan kecamatan tersempit adalah Kecamatan Muara dengan luas 79,75 Km2 atau hanya 2,10 persen dari luas Kabupaten Tapanuli Utara. Selengkapnya luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara menurut kecamatan tahun 2004 tersaji pada Tabel 9. Tabel 9. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Kecamatan Tahun 2004 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Parmonangan Adian Koting Sipoholon Tarutung Siatas Barita Pahae Julu Pahae Jae Purba Tua Simangumban Pangaribuan Garoga Sipahutar Siborongborong Pagaran Muara
Luas Wilayah (Km2 ) 257,35 502,90 189,20 107,68 92,92 165,90 203,20 191,80 150,00 459,25 567,58 408,22 279,91 138,05 79,75
Rasio Terhadap Total (%) 6,78 13,26 4,99 2,84 2,45 4,37 5,36 5,06 3,95 12,11 14,96 10,76 7,38 3,64 2,10
Tapanuli Utara
3.793,71
100,00
Kecamatan
Sumber. Tapanuli Utara Dalam Angka 2007
4.1.5. Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2006 adalah 262.642 jiwa yang terdiri dari 130.429 jiwa laki- laki dan 132.213 jiwa perempuan. Banyaknya rumah tangga tahun 2006 sebesar 56.345 dengan rata-rata anggota rumah tangga sebesar 4,66 orang. Sedangkan tingkat kepadatan penduduk relatif rendah, yaitu 69,23 penduduk per kilometer persegi. Rumah tangga, penduduk dan kepadatan penduduk menurut kecamatan tahun 2006 tersaji pada Tabel 10. Tabel 10. Rumah Tangga, Penduduk dan Kecamatan Tahun 2006 No.
Kecamatan
Rumah Tangga (KK)
Kepadatan Penduduk Menurut Penduduk (Jiwa) Perempuan 6.231
Total 12.514
Kepadatan (Jiwa/Km2)
1.
Parmonangan
2.707
Laki-Laki 6.283
2. 3.
Adian Koting Sipoholon
2.872 4.383
6.519 10.304
6.488 10.105
13.007 20.409
25,86 107,87
4. 5. 6. 7.
Tarutung Siatas Barita Pahae Julu Pahae Jae
7.861 2.559 2.821 2.404
18.580 5.814 5.906 5.051
19.824 6.136 6.226 5.493
38.404 11.950 12.132 10.544
356,65 128,61 73,13 51,89
8. 9.
Purba Tua Simangumban
1.485 1.534
3.083 3.503
3.145 3.644
6.228 7.147
32,47 47,65
10. 11.
Pangaribuan Garoga
5.342 3.245
11.973 7.974
12.119 7.874
24.092 15.848
52,46 27,92
12. 13.
Sipahutar Siborongborong
4.836 7.987
11.152 19.758
10.969 19.428
22.121 39.186
54,19 139,99
14. 15.
Pagaran M uara
3.377 2.932
8.118 6.411
7.966 6.565
16.084 12.976
116,51 162,71
Tapanuli Utara
56.345
130.429
132.213
262.642
69,23
48,63
Sumber. Tapanuli Utara Dalam Angka 2008
4.2.
Gambaran Umum Responden Gambaran umum responden mencakup karakteristik individu sebagai
indikator dalam penelitian ini menurut kelompok umur, jenis kelamin, status
perkawinan, tingkat pendidikan, lama berkebun kopi dan luas lahan kebun kopi yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Karakteristik umur responden di masing- masing desa adalah berbeda. Karakteristik umur responden yang paling banyak adalah pada kelompok umur 40 50 tahun yaitu 66,32 %, selanjutnya rentang umur > 50 tahun sebanyak 17,89 % dan < 40 tahun sebanyak 15,79 %. Ini memberi makna bahwa responden yang terpilih berada pada kategori dewasa dan merupakan penduduk yang produktif yang representatif untuk memberi informasi tentang kondisi petani kopi yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara. Jika diamati, dari keenam desa lokasi penelitian tersebut, maka jumlah responden dengan kelompok umur 40 - 50 tahun terbanyak adalah Desa Batu Manumpak yakni sebesar 14,74 %. Sedangkan jumlah responden dengan kelompok umur 40 - 50 tahun yang terendah adalah Desa Silantom Tonga yakni sebesar 5,26 %. Distribusi responden menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur Umur Desa
< 40 tahun
40 - 50 tahun
> 50 tahun
Jumlah
n
%
n
%
n
%
N
%
Pohan Jae
2
2.11
10
10.53
2
2.11
14
14.74
Pohan Julu
4
4.21
11
11.58
2
2.11
17
17.89
Siabal-abal I
2
2.11
11
11.58
3
3.16
16
16.84
Siabal-abal II
3
3.16
12
12.63
3
3.16
18
18.95
Batu Manumpak
3
3.16
14
14.74
5
5.26
22
23.16
Silantom Tonga
1
1.05
5
5.26
2
2.11
8
8.42
Total
15
15.79
63
66.32
17
17.89
95
100.00
Sumber. Data Olahan
Karakteristik jenis kelamin responden di masing- masing desa adalah berbeda. Jenis kelamin responden yang paling banyak adalah laki- laki yaitu 88,42%, sedangkan perempuan sebanyak 11,58 %. Ini memberi makna bahwa responden yang berperan dalam budidaya tanaman kopi lebih didominasi oleh laki- laki. Jika diamati, dari keenam desa lokasi penelitian tersebut, jumlah responden dengan jenis kelamin laki- laki terbanyak adalah Desa Batu Manumpak yakni sebesar 21,05 %. Sedangkan jumlah responden dengan jenis kelamin laki- laki terendah adalah Desa Silantom Tonga yakni sebesar 8,42 %. Distribusi responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Desa
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
n
%
n
%
N
%
Pohan Jae
14
14.74
0
0
14
14.74
Pohan Julu
13
13.68
4
4.21
17
17.89
Siabal-abal I
14
14.74
2
2.11
16
16.84
Siabal-abal II
15
15.79
3
3.16
18
18.95
Batu Manumpak
20
21.05
2
2.11
22
23.16
Silantom Tonga
8
8.42
0
0
8
8.42
Total
84
88.42
11
11.58
95
100.00
Sumber. Data Olahan
Karakteristik status perkawinan responden di masing- masing desa adalah berbeda. Status perkawinan responden yang paling banyak adalah status kawin yaitu sebanyak 97,89 %, sedangkan status belum kawin sebanyak 2,11 %. Ini memberi makna bahwa responden yang berperan dalam budidaya tanaman kopi lebih didominasi olek penduduk yang telah mempunyai tanggung jawab untuk menafkahi
keluarganya, sehingga merasakan perlunya memberikan perhatian yang lebih serius dalam budidaya tanaman kopi. Jika diamati dari keenam desa lokasi penelitian tersebut, jumlah responden dengan status kawin terbanyak adalah Desa Batu Manumpak yakni sebesar 23,16 %. Sedangkan jumlah responden dengan status kawin terendah adalah Desa Silantom Tonga yakni sebesar 8,42 %. Distribusi responden menurut status perkawinan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Distribusi Responden Menurut Status Perkawinan Status Perkawinan Desa
Kawin
Belum Kawin
Jumlah
n
%
n
%
N
%
Pohan Jae
14
14.74
0
0
14
14.74
Pohan Julu
16
16.84
1
1.05
17
17.89
Siabal-abal I
16
16.84
0
0
16
16.84
Siabal-abal II
17
17.90
1
1.05
18
18.95
Batu Manumpak
22
23.16
0
0
22
23.16
Silantom Tonga
8
8.42
0
0
8
8.42
Total
93
97.89
2
2.11
95
100.00
Sumber. Data Olahan
Komposisi responden untuk
masing- masing desa sampel pendidikan
respondennya beragam sesuai dengan karakteristik pendidikan masyarakat di desa bersangkutan. Responden di Desa Pohan Jae adalah tamat SLTP dan SLTA masingmasing 6,32 %, Perguruan Tinggi (PT) 1,05 % sedangkan yang belum tamat dari SLTP sebanyak 1,05 %. Responden di Desa Pohan Julu tamat SLTP 10,52 %, SLTA 6,31 %, SD 1,05 %. Responden di Desa Siabal-abal I adalah tamat SLTP 11,58 %, SLTA 3,16 % dan Perguruan Tinggi (PT) 1,05 % sedangkan yang belum tamat SLTA sebanyak 1,05 %. Responden di Desa Siabal-abal II tamat SLTP 13,69 %, SLTA 4,21 % dan SD 1,05 %. Responden di Desa Batu Manumpak tamat SLTP 11,58 %, SLTA
9,47 % sedangkan yang belum tamat SLTP dan SLTA masing- masing 1,05 %. Responden di Desa Silantom Tonga tamat SLTP 4,21 %, SLTA 3,16 % dan SD 1,05 % sedangkan yang belum tamat SLTP dan SLTA masing- masing 1,05 %. Dari komposisi pendidikan ini terlihat bahwa tingkat pendidikan responden termasuk kategori menengah, ditandai dengan jumlah responden yang tamatan SLTP dan SLTA yang cukup banyak yakni masing- masing 57,89 % dan 32,63 %. Dengan demikian diperkirakan secara umum responden dapat memahami permasalahan yang sedang diteliti dan diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, guna mencari informasi tentang pengaruh tingkat pendidikan terhadap produktifitas tanaman kopi. Jika diamati dari keenam desa lokasi penelitian tersebut, maka jumlah responden dengan tingkat pendidikan tamat SLTP terbanyak adalah Desa Siabal-abal II yakni sebesar 13,69 %. Sedangkan jumlah responden dengan tingkat pendidikan tamat SLTP terendah adalah Desa Silantom Tonga yakni sebesar 4,21 %. Data distribusi responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Belum Tamat Tamat SLTP SLT A n % n %
Tamat SD n %
Belum Tamat SLTP n %
Pohan Jae
0
0
1
1.05
6
6.32
0
0
6
Pohan Julu
1
1.05
0
0
10
10.52
0
0
6
Siabal-abal I
0
0
0
0
11
11.58
1
1.05
Siabal-abal II
1
1.05
0
0
13
13.69
0
Batu Manumpak Silantom Tonga
0 1
0 1.05
1 0
1.05 0
11 4
11.58 4.21
Total
3
3.16
2
2.11
55
57.89
Desa
Sumber. Data Olahan
Tamat SLT A n %
Tamat PT n %
N
Jumlah %
6.32
1
1.05
14
14.74
6.31
0
0
17
17.89
3
3.16
1
1.05
16
16.84
0
4
4.21
0
0
18
18.95
1 0
1.05 0
9 3
9.47 3.16
0 0
0 0
22 8
23.16 8.42
2
2.11
31
32.63
2
2.11
95
100.00
Lama berkebun kopi responden di masing- masing desa adalah berbeda. Karakteristik lama berkebun kopi responden yang paling banyak adalah pada kelompok lama berkebun kopi 6-10 tahun yaitu sebesar 86,32 %, selanjutnya diikuti dengan lama berkebun kopi kurang dari 6 (enam) tahun (8,42 %) dan lebih dari 10 (sepuluh) tahun (5,26 %). Ini memberi makna bahwa sebagian besar responden adalah petani kopi yang sudah berpengalaman. Jika diamati, dari keenam desa lokasi penelitian tersebut, jumlah responden dengan lama berkebun kopi terbanyak adalah Desa Batu Manumpak yakni sebesar 23,16 %. Sedangkan jumlah responden dengan lama berkebun kopi terendah adalah Desa Silantom Tonga yakni sebesar 8,42 %. Distribusi responden menurut lama berkebun kopi dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Distribusi Responden Menurut Lama Berkebun Kopi Pengalaman Berkebun Kopi (tahun) Desa
6 – 10
<6
> 10
Jumlah
n
%
n
%
n
%
N
%
Pohan Jae
0
0
13
13.69
1
1.05
14
14.74
Pohan Julu
4
4.21
12
12.63
1
1.05
17
17.89
Siabal-abal I
1
1.05
14
14.74
1
1.05
16
16.84
Siabal-abal II
1
1.05
16
16.84
1
1.05
18
18.95
Batu Manumpak
1
1.05
20
21.06
1
1.05
22
23.16
Silantom Tonga Total
1 8
1.05 8.42
7 82
7.37 86.32
0 5
0 5.26
8 95
8.42 100.00
Sumber. Data Olahan
Karakteristik luas lahan kebun kopi responden di masing- masing desa adalah berbeda. Luas lahan kebun kopi responden yang paling banyak adalah dengan luas lahan kebun kopi seluas 0,3 Ha yaitu sebanyak 41,05 %, sedangkan luas lahan kebun kopi paling sedikit adalah dengan luas lahan kebun kopi seluas 0,08 Ha yaitu
sebanyak 1,05 %. Ini memberi makna bahwa sebagian besar responden hanya mampu mengusahakan kebun kopi dengan luas lahan yang kecil. Mengingat, bila semakin luas lahan yang diusahakan maka semakin besar pula biaya dan tenaga yang dibutuhkan. Sedangkan petani kopi yang ada saat ini adalah petani kopi yang hanya fokus dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari- hari bukan orientasi bisnis. Jika diamati, dari keenam desa lokasi penelitian tersebut, jumlah responden dengan luas lahan kebun kopi tertinggi adalah Desa Batu Manumpak sebesar 23,16 %. Sedangkan jumlah responden dengan luas lahan kebun kopi terendah adalah Desa Silantom Tonga yakni sebesar 8,42 %. Distribusi responden menurut luas lahan kebun kopi dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Distribusi Responden Menurut Luas Lahan Kebun Kopi Luas Lahan Kebun Kopi (Ha) Desa
0.08
0.12
n
%
n
Pohan Jae
1
1.05
Pohan Julu
0
0
Siabal-abal I
0
Siabal-abal II
0.25
%
n
0
0
1
1.05
0
1
0
0
Batu Manumpak
0
Silantom Tonga Total
0.3
0.4
0.5
1
Jumlah
%
n
%
n
%
n
%
n
%
N
%
0
0
8
8.42
2
2.11
1
1.05
2
2.11
14
14.74
2
2.10
7
7.37
6
6.31
1
1.05
0
0
17
17.89
1.05
2
2.11
7
7.37
3
3.16
2
2.11
1
1.05
16
16.84
1
1.05
1
1.05
9
9.48
7
7.37
0
0
0
0
18
18.95
0
2
2.11
3
3.16
8
8.42
5
5.26
4
4.21
0
0
22
23.16
0
0
0
0
0
0
0
0
5
5.26
2
2.11
1
1.05
8
8.42
1
1.05
5
5.26
8
8.42
39
41.05
10 10.53
4
4.21
95
100.00
28 29.47
Sumber. Data Olahan
4.3.
Gambaran Umum Usahatani Kopi di Kabupaten Tapanuli Utara
4.3.1. Luas Lahan Petani Kopi Bila pertumbuhan luas areal tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara selama 6 tahun (2002 - 2007) mencapai 1,56 persen per tahunnya, yakni dari seluas
13.834 Ha pada tahun 2002 menjadi 14.560 Ha pada tahun 2003, 14.600 Ha pada tahun 2004, 14.693 Ha pada tahun 2005, 14.806 Ha pada tahun 2006 dan 14.934 Ha pada tahun 2007. Maka dapat diproyeksikan untuk tahun 2008 luas areal tanaman kopi akan meningkat menjadi seluas 15.167,48 Ha dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 15.400,46 Ha. Berdasarkan distribusi responden menurut luas lahan kebun kopi pada Tabel 17 maka untuk luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara pada saat ini yakni seluas 15.400,46 Ha dapat dirinci sebagai berikut. Untuk luas lahan kebun kopi seluas 0,08 Ha terdistribusi seluas 161,70 Ha (1,05 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini). Untuk luas lahan kebun kopi seluas 0,12 Ha terdistribusi seluas 810,06 Ha (5,26 % dari adalah total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini). Untuk luas lahan seluas 0,25 Ha terdistribusi seluas 1.296,72 Ha (8,42 % dari adalah total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini). Untuk luas lahan seluas 0,3 Ha terdistribusi seluas 6.321,89 Ha (41,05 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini). Untuk luas lahan seluas 0,4 Ha terdistribusi seluas 4.538,52 Ha (29,47 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini). Untuk luas lahan seluas 0,5 Ha terdistribusi seluas 1.621,67 Ha (10,53 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini) dan untuk luas lahan seluas 1 Ha terdistribusi seluas 648,36 Ha (4,21 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini). Sehingga untuk luas lahan kurang 0,5 Ha terdistribusi seluas
13.128,89 Ha (85,25 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini) dan untuk luas lahan 0,5 - 1 Ha terdistribusi seluas 2.270,03 Ha (14,74 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini). Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani kopi di Kabupaten Tapanuli Utara memiliki luas areal tanaman kopi kurang dari 0,5 Ha yakni seluas 13.128,89 Ha atau 85,25 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini. Sedangkan sebagian kecil lagi hanya memiliki luas lahan 0,5 - 1 Ha yakni seluas 2.270,03 Ha atau 14,74 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara saat ini.
4.3.2. Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi Apabila dipelihara dengan baik, tanaman kopi telah dapat berproduksi pada umur 2,5 - 3 tahun walaupun biji kopi yang dihasilkan masih sedikit. Produksi tanaman kopi akan terus meningkat seiring dengan dengan bertambahnya umur tanaman kopi. Namun apabila masa produktifnya telah habis maka tanaman kopi itu akan terus mengalami penurunan produksi sampai pada akhirnya tanaman kopi itu mati. Tanaman kopi yang sudah menghasilkan, umumnya akan terus berproduksi sepanjang tahun walaupun mengalami turun naik produksi. Hal ini dapat dilihat pada lampiran 3, dimana pada bulan Februari, Maret, September da n Oktober produksi tanaman kopi mengalami masa puncaknya selanjutnya kemudian mengalami masa
penurunan produksi (masa panceklik) pada bulan Januari, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, Nopember dan Desember. Pada dasarnya, semakin luas areal tanaman kopi maka semakin tinggi pula produksi biji kopi yang dihasilkan. Dari hasil analisis yang dilakukan pada lampiran 3, untuk luas areal tanaman kopi seluas 0,08 Ha produksi rata - rata biji kopi basah yang dihasilkan adalah sebesar 0,216 ton/tahun. Selanjutnya, produksi rata - rata biji kopi basah yang dihasilkan terus meningkat seiring dengan bertambahnya luas areal tanaman kopi, yakni 0,286 ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi seluas 0,12 Ha, 0,336 ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi seluas 0,25 Ha, 0,437 ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi seluas 0,3 Ha, 0,567 ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi seluas 0,4 Ha, 0,821 ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi seluas 0,5 Ha dan 1,392 ton/tahun untuk luas areal tanaman kopi seluas 1 Ha. Dari hasil analisis yang dilakukan pada lampiran 3, diperoleh rata-rata produktivitas tanaman kopi sebesar 1,5 ton/ha/tahun. Ini artinya bahwa untuk 1 (satu) hektar luas areal tanaman kopi dapat dihasilkan 1,5 ton biji kopi basah dalam 1 (satu) tahun. Produktivitas tanaman kopi ini termasuk baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Najiyati dan Danarti (1991), bahwa dalam luasan 1 hektar tanaman kopi yang dikelola secara baik artinya petani kopi melakukan kegiatan pemeliharaan secara baik dan benar dari pemilihan bibit, penanaman, perawatan, pemangkasan dan panen seta iklim yang mendukung maka kopi yang mampu dihasilkan sebanyak 1,5 2 ton/ha/tahun.
4.3.3. Peran Pemerintah dalam Penge mbangan Usahatani Kopi Sebagaimana visi pembangunan Kabupaten Tapanuli Utara, yakni ” Mewujudkan Kemakmuran Masyarakat Berbasis Pertanian ” maka Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara telah mengambil beberapa kebijakan dalam rangka membangun pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara termasuk pengembangan usahatani kopi. Beberapa kebijakan itu antara lain adalah menempatkan petugas penyuluh pertanian lapangan untuk melakukan penyuluhan, bimbingan teknis dan pelatihan budidaya tanaman kopi yang baik, melaksanakan program bantuan penyediaan bibit unggul tanaman kopi, subsidi biaya pengolahan lahan dan bantuan penyediaan mesin pengupas kulit biji kopi. Dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman kopi, diharapkan petugas penyuluhan
pertanian
lapangan
mampu
menguasai,
memperkenalkan
dan
menerapkan teknologi budidaya tanaman kopi terbaru saat ini kepada masyarakat sehingga teknik budidaya tanaman kopi yang telah dimiliki oleh petani kopi dapat berkembang. Untuk itu, diperlukan peningkatan kualitas sumberdaya manusia petugas penyuluhan pertanian lapangan melalui pendidikan formal seperti S2 dan S3 dan pendidikan non formal seperti studi banding ke negara atau daerah yang telah berhasil mengembangkan usahatani kopi sebagai suatu komoditi unggulan di negara atau daerah itu. Program bantuan penyediaan bibit unggul tanaman kopi hingga saat ini terus dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi penggunaan bibit yang tidak unggul
oleh petani kopi. Mengingat keterbatasan dana pemerintah maka penyaluran bibit tersebut dilakukan secara bertahap dari tahun ke tahun untuk setiap kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara. Sehingga diharapkan nantinya, bantuan penyediaan bibit unggul tanaman kopi dapat tersebar merata di setiap kecamatan Kabupaten Tapanuli Utara. Program bantuan subsidi biaya pengolahan lahan juga telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara untuk mengatasi terlantarnya lahan- lahan pertanian yang tidak dapat dikelola (lahan tidur) oleh petani karena keterbatasan tenaga dan biaya untuk mengolah lahan- lahan tidur yang masih terbentang luas. Bantuan subsidi biaya pengolahan lahan yang diberikan untuk lahan seluas 1 Ha yakni sebesar 50 % dari total biaya pengolahan lahan. Sedangkan sisanya 50 % lagi ditanggung oleh pemilik lahan. Bila total biaya pengolahan lahan sebesar Rp. 1.500.000 untuk lahan seluas 1 Ha, maka bantuan subsidi biaya pengolahan yang diberikan oleh pemerintah daerah adalah sebesar Rp. 750.000 dan sisanya sebesar Rp. 750.000 lagi menjadi tanggungan petani sebagai pemilik lahan. Selain itu, program bantuan penyediaan mesin pengupas kulit biji kopi juga telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara untuk membantu mempermudah para petani kopi dalam mengupas biji-biji kopi yang telah dipanen sehingga pekerjaan pengupasan biji-biji kopi dalam jumlah yang banyak dapat lebih cepat dilakukan bila dibandingkan dengan secara manual atau menggunakan ta ngan manusia.
4.4.
Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap Tingkat Produktivitas Tanaman Kopi Untuk melihat pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap produktifitas
tanaman kopi maka digunakan analisis linier berganda dengan α = 5 %. Hasil analisis pengaruh pendidikan dan pengalaman terhadap produktifitas tanaman kopi dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17.
Hasil Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman terhadap Produktifitas Tanaman Kopi Koefisien Regresi
t-hitung
.278 .011 .186 .151
1.707 0.627 2.675 9.929
Konstanta Pendidikan Formal Pendidikan Non Formal Pengalaman t-tabel F-tabel R R2 Adj R Square F-hitung Sumber. Data Olahan
Signifikansi (p) 0.91 0.533 0.009 .000
1,66 2,72 0.911 0.830 0.824 147,979
Untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel produktifitas tanaman kopi maka dapat dilihat dari nilai koefisien determinasinya (R2 ). Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien determinasi untuk model ini adalah 0,830. Artinya bahwa 83 % produktifitas tanaman kopi dipengaruhi oleh faktor pengalaman, pendidikan formal dan pendidikan non formal. Sedangkan 17 % (100 % - 83 %) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dapat dijelaskan dalam model ini.
Koefisien determinasi (R2 ) di atas termasuk tinggi karena mendekati nilai 1 namun untuk melihat seberapa jauh signifikan pengaruh faktor pengalaman, pendidikan formal dan pendidikan non formal secara bersama-sama terhadap produktifitas tanaman kopi maka perlu dilakukan Uji Signifikansi Simultan (Uji F). Tabel 17, menunjukkan bahwa model regresi ini memiliki nilai F-hitung 147,979 sedangkan nilai F-tabel 0.05 (3 : 91) 2,72. Berdasarkan kriteria keputusan, maka Ha diterima karena F-hitung lebih besar dari F-tabel. Itu artinya variabel pendidikan formal, pendidikan non formal dan pengalaman secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Karafir dalam Aditan (1994), menyatakan bahwa kemampuan petani sebagai pengelola erat hubungannya dengan pendidikan formal petani. Frekuensi mengikuti penyuluhan (pendidikan non formal) dan pengalaman petani dimana semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin luas pula wawasan usahanya termasuk dalam hal peningkatan produktifitas tanaman budidayanya. Dengan pengujian simultan di atas telah diketahui, bahwa seluruh variabel bebas secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Namun perlu diketahui pula variabel bebas mana yang memiliki pengaruh yang lebih signifikan
terhadap produktifitas tanaman kopi, apakah variabel
pendidikan formal, pendidikan non formal atau pengalaman. Untuk melihat itu, maka perlu dilakukan pengujian parsial (Uji t).
Tabel 17, menunjukkan bahwa variabel pendidikan formal memiliki nilai thitung 0,627 sedangkan nilai t-tabel (0.05 ; 91) 1,66. Berdasarkan kriteria keputusan, maka Ho diterima karena t- hitung lebih kecil dari t-tabel. Itu artinya variabel pendidikan formal tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Priyono, dkk, (2003)
yang
berjudul
“Faktor-faktor
Penentu
Tingkat
Adopsi
Teknologi
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Hubungannya terhadap Produktivitas Usahatani Padi“ menunjukkan hubungannya yang tidak nyata antara Pendidikan Formal dengan tingkat adopsi teknologi PHT dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwoko dan Sumantri, (2007) yang berjudul “Faktor-Faktor Penentu Tingkat Adopsi Teknologi Pemeliharaan Sapi di PT. Agricinal Kabupaten Bengkulu Utara“ menunjukkan variabel pendidikan formal tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat adopsi teknologi pemeliharaan ternak sapi. Artinya tinggi rendahnya tingkat pendidikan formal tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap tingkat adopsi teknologi pemeliharaan teknak sapi. Variabel pendidikan non formal memiliki nilai t- hitung 2,675 sedangkan nilai t-tabel (0.05 ; 91) 1,66. Berdasarkan kriteria keputusan, maka Ha diterima karena thitung lebih besar dari t-tabel. Itu artinya variabel pendidikan non formal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiriatmadja (1987, dalam Wahono, 1995) mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan non formal adalah untuk menambah kesanggupan petani dalam mengelola usahataninya, dengan ini diharapkan ada perubahan perilaku petani sehingga dapat memperbaiki cara-cara dalam mengelola usahataninya. Dengan demikian semakin tinggi/ banyak petani mengikuti kegiatan kegiatan seperti penyuluhan - penyuluhan, kursus-kursus serta pelatihan-pelatihan maka makin tinggi tingkat kemampuan petani dalam mengelola usahataninya sehingga produksi yang dihasilkan semakin tinggi, dimana pengalaman - pengalaman yang telah diperolehnya selama mengikuti kegiatan - kegiatan kursus dan penyuluhan dapat diterapkan dalam usahataninya terutama dalam mengambil keputusan untuk memilih, mengatur dan menilai faktor - faktor produksi yang akan dipakai dalam usahataninya serta mengetahui kapan ia harus menjual hasil usahataninya sebanyakbanyaknya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Variabel pengalaman memiliki nilai t-hitung 9,929 sedangkan nilai t-tabel (0.05 ; 91) 1,66. Berdasarkan kriteria keputusan, maka Ha diterima karena t-hitung lebih besar dari t-tabel. Itu artinya variabel pengalaman mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi. Pengalaman petani itu dapat dilihat dari penggunaan bibit tanaman yang bersumber dari tanaman induk sebelumnya yang tidak memiliki sifat-sifat unggul, penanaman dilakukan tanpa memperhatikan jarak tanam yang ideal sehingga di satu sisi dijumpai pertanaman kopi yang rapat dan sisi yang lain dijumpai pertanaman kopi yang sangat jarang, pemberian pupuk kimia
seadanya tanpa memperhitungkan dosis pupuk yang tepat. Umumnya, petani hanya mengandalkan pupuk kandang seperti kotoran babi atau kerbau sebagai sumber hara bagi tanaman kopi. Bahkan gulma seperti lalang dan rumput-rumput yang tumbuh di sekitar tanaman setelah dipotong dapat juga dijadikan sebagai pupuk bagi tanaman kopi. Begitu juga halnya dengan penyemprotan pestisida dilakukan seadanya tanpa memperhatikan dosis yang tepat. Pemanenan tidak memperhatikan kemasakan biji sehingga banyak dijumpai biji-biji kopi yang belum masak dan sebaliknya adapula biji kopi yang sudah terlalu masak karena terlambat dipetik. Kesalahan pemanenan berakibat terhadap rendahnya kualitas biji kopi yang dipanen. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arsyad, dkk, (2002) yang menunjukkan hubungan yang sangat nyata antara pengalaman berusahatani kakao dengan produktivitas kakao dimana hal ini terlihat dari nilai Chi-Square 42,57 lebih besar dari nilai tabel untuk
2 (0,05 ; 1)
= 3,84 dan
2 (0,01 ; 1)
2
=
= 6,64. Semakin
lama petani memiliki pengalaman mengusahakan tanaman kakao maka semakin tinggi juga produktivitas kakao yang dihasilkan. Hal ini mudah difahami, karena dengan pengalaman yang mereka miliki petani dapat mengembangkan usaha-usaha yang mengarah kepada peningkatan produksi persatuan luas. Dari hasil pengujian parsial (Uji t), dapat diketahui bahwa variabel bebas yang memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi adalah variabel pengalaman dimana nilai t- hitung variabel pengalaman lebih besar dari nilai t-hitung variabel pendidikan formal dan pendidikan non formal. Hal ini sesuai dengan
pendapat Scott (1994) bahwa pendidikan (pendidikan formal dan pendidikan non formal) memang dibutuhkan untuk mendukung kemampuan seseorang dalam bekerja, namun hal tersebut tidaklah mutlak karena adanya keterbatasan sumberdaya yang dimiliki petani, sehingga petani lebih memilih melaksanakan kegiatan usahataninya dengan resiko yang paling rendah berdasarkan pengalamannya selama berusaha tani. Sikap seperti inilah yang oleh Scott disebut sebagai moral ekonomi petani, khususnya petani kecil, yang hakiki, yaitu rasionalitas yang didasarkan kepada kemampuan sumberdaya yang dimilikinya. Dari Tabel 17 dapat dibentuk persamaan regresi linier berganda seperti di bawah ini : Y = 0,278 + 0,011 X1 + 0,186 D2 + 0,151 X3 Persamaan regresi linier berganda di atas dapat diuraikan sebagai berikut : a. Konstanta (b0 ) sebesar 0,278, artinya jika tidak terdapat pengaruh dari pendidikan formal, pendidikan non formal dan pengalaman maka produktifitas tanaman kopi akan tetap sebesar 0,278 ton/ha. b. Koefisien regresi D2 (b2 ) = 0,186 menunjukkan bahwa pendidikan non formal berpengaruh positif terhadap produktifitas tanaman kopi. Jika setiap petani kopi mendapat pendidikan non formal maka produktifitas tanaman kopi akan bertambah sebesar 0,186 ton/ha. c. Koefisien regresi X3 (b3 ) = 0,151 menunjukkan bahwa pengalaman berpengaruh positif terhadap produktifitas tanaman kopi. Jika pengalaman petani kopi
meningkat 1 (satu) tahun maka produktifitas tanaman kopi bertambah sebesar 0,151 ton/ha. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal, pendidikan non formal dan pengalaman menunjukkan pengaruh yang positif terhadap produktifitas tanaman kopi. Hal itu berarti bahwa semakin tinggi pendidikan non formal dan pengalaman petani maka semakin tinggi produktivitas tanaman kopi.
4.5.
Kontribusi Usahatani Tanaman Kopi terhadap Pengembangan Wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara Sampai saat ini, sektor pertanian adalah sektor yang memberikan kontribusi
yang besar terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara. Ini dapat dilihat dari penggunaan lahan di Kabupaten Tapanuli Utara sebagian besar untuk sektor pertanian (Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan). Sedangkan, penggunaan lahan di sektor non pertanian seperti pertambangan, industri, perdagangan, hotel, restoran dan jasa masih sedikit. Khusus sub sektor perkebunan, tanaman kopi adalah tanaman yang paling banyak ditanam oleh masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara. Ini dapat dilihat dari tabel 3, bahwa luas tanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2006 sebesar 14.806,75 Ha lebih besar dari luas tanam komoditi perkebunan lainnya. Atas dasar itulah, perlu dilihat seberapa besar kontribusi usahatani tanaman kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara melalui beberapa indikator seperti pendapatan petani kopi, penyerapan tenaga kerja, kegiatan-kegiatan ekonomi pendukung produksi kopi (toko-
toko pertanian) dan pemasarannya (pedagang pengumpul dan industri pengolahan biji kopi), dengan uraian sebagai berikut :
4.5.1. Pendapatan Petani Kopi Dari hasil analisis yang dilakukan pada lampiran 3, diperoleh bahwa pendapatan petani kopi rata-rata di Kabupaten Tapanuli Utara adalah Rp. 5.012.526 per tahun atau Rp. 417.710 per bulan dengan asumsi harga jual biji kopi basah di pasar adalah Rp. 110.000 setiap kalengnya (1 kaleng = 12 Kg). Bila pendapatan petani kopi rata-rata ini dibandingkan dengan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
perkapita
Kabupaten
Tapanuli
Utara
tahun
2007,
yakni sebesar
Rp. 10.348.813. Maka dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani kopi di Kabupaten Tapanuli Utara adalah rendah. Pendapatan petani tentunya sangat dipengaruhi oleh produksi tanaman. Produksi tanaman dipengaruhi oleh luas areal tanaman kopi. Semakin luas areal tanaman kopi maka semakin banyak pula jumlah tanaman kopi yang dapat ditanam. Bila seluruh jumlah tanaman kopi yang ditanam dapat menghasilkan maka semakin tinggi pula produksi tanaman kopi. Semakin tinggi produksi tanaman kopi maka semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari uraian berikut ini. Untuk luas lahan seluas 0,12 Ha diperoleh produksi rata-rata sebanyak 24 kaleng per tahun sehingga diperoleh pendapatan petani kopi rata-rata setahun sebesar Rp. 2.618.000. Untuk untuk luas lahan seluas 0,25 Ha diperoleh
produksi rata-rata sebanyak 28 kaleng per tahun sehingga diperoleh pendapatan petani kopi rata-rata setahun sebesar Rp. 3.080.000. Untuk luas lahan seluas 0,3 Ha diperoleh produksi rata-rata sebanyak 36 kaleng per tahun sehingga diperoleh pendapatan petani kopi rata-rata setahun sebesar Rp. 4.005.128. Untuk luas lahan seluas 0,4 Ha diperoleh produksi rata-rata sebanyak 47 kaleng per tahun sehingga diperoleh pendapatan petani kopi rata-rata setahun sebesar Rp. 5.193.571. Untuk luas lahan seluas 0,5 Ha diperoleh produksi rata-rata sebanyak 76 kaleng per tahun sehingga diperoleh pendapatan petani kopi rata-rata setahun sebesar Rp. 8.382.000. Untuk luas lahan seluas 1 Ha diperoleh produksi rata-rata sebanyak 116 kaleng per tahun sehingga diperoleh pendapatan petani kopi rata-rata setahun sebesar Rp. 12.760.000. Produksi petani kopi yang tinggi tidak selamanya memberikan pendapatan yang tinggi. Karena apabila harga kopi di pasar internasional mengalami penurunan maka hal ini tentunya juga akan berdampak pada menurunnya pendapatan petani kopi sebagai akibat rendahnya harga jual kopi di pasar dalam negeri.
4.5.2. Penyerapan Te naga Kerja Pada umumnya, usahatani kopi di Kabupaten Tapanuli Utara adalah usahatani keluarga dimana ayah, ibu dan anak adalah tenaga kerja inti usahatani kopi itu. Jadi, kebutuhan tenaga kerja mulai dari pengolahan tanah sampai panen baik panen panceklik maupun panen raya diusahakan sedapat mungkin menggunakan tenaga
kerja dari anggota keluarga guna menghemat biaya pengeluaran. Karena tenaga kerja dari anggota keluarga adalah tenaga kerja yang tidak dibayar (tidak mendapat upah). Namun demikian, pada masa panen raya khususnya untuk luas lahan 0,5 - 1 Ha penggunaan tenaga kerja dari anggota keluarga saja tidak mampu memanen seluruh biji-biji kopi yang memang sudah saatnya untuk dipanen. Oleh karena itu, untuk membantu tenaga kerja keluarga yang sudah ada maka dibutuhkan tenaga kerja dari luar keluarga (tenaga kerja upahan). Untuk mengetahui seberapa besar kebutuhan tenaga kerja untuk luas lahan seluas 1 Ha dapat diuraikan sebagai berikut. Dari data pada lampiran 3, untuk luas lahan 1 Ha dengan jumlah tanaman kopi 1100 - 1200 batang diperoleh produksi ratarata pada masa panceklik yaitu Bulan Januari, April - Agustus dan Nopember Desember yaitu 6 kaleng. Bila dilakukan pemanenan 2 kali dalam sebulan, yaitu panen pertama untuk minggu kedua dan panen kedua untuk minggu keempat maka biji kopi basah yang dapat diperoleh untuk sekali panen adalah sebanyak 3 kaleng. Bila seorang tenaga pemanen hanya mampu memanen sebanyak 1 kaleng atau setara dengan 12 kg dalam sehari maka dibutuhkan tenaga kerja hanya 3 orang saja. Namun pada masa panen raya yaitu Bulan Februari - Maret dan September - Oktober diperoleh produksi rata-rata masing- masing sebesar 19 dan 16 kaleng. Bila dilakukan pemanenan 2 kali dalam sebulan, yaitu panen pertama untuk minggu kedua dan panen kedua untuk minggu keempat maka biji kopi basah yang dapat diperoleh untuk sekali panen adalah masing- masing sebanyak 10 dan 8 kaleng. Bila seorang tenaga
pemanen hanya mampu memanen sebanyak 1 kaleng atau setara dengan 12 kg dalam sehari maka dibutuhkan tenaga kerja antara 8 - 10 orang tenaga kerja. Itu menunjukkan bahwa untuk luas lahan seluas 1 Ha pada masa panceklik dibutuhkan hanya 3 orang tenaga kerja namun pada masa panen raya kebutuhan tenaga kerja meningkat menjadi 8 - 10 orang tenaga kerja seiring dengan meningkatnya produksi tanaman kopi. Bila diasumsikan untuk luas lahan seluas 1 Ha dibutuhkan 3 orang tenaga kerja pada masa panceklik dan 8 - 10 orang tenaga kerja pada masa panen raya maka untuk luas lahan kurang 0,5 Ha seluas 13.128,89 Ha dibutuhkan sebanyak 39.386,68 orang tenaga kerja pada masa panceklik atau dengan keterserapan tenaga kerja sebesar 15 % dari jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006 dan meningkat menjadi 105.031,14 - 131.288,92 orang tenaga kerja pada masa panen raya atau dengan keterserapan tenaga kerja sebesar 39,99 % - 49,99 % dari jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006. Sedangkan kebutuhan tenaga kerja pada usahatani kopi untuk luas lahan 0,5 - 1 Ha seluas 2.270,03 Ha dibutuhkan 6.810,08 orang tenaga kerja pada masa panceklik atau dengan keterserapan tenaga kerja sebesar 2,59 % dari jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006 dan meningkat menjadi 18.160,22 - 22.700,28 orang tenaga kerja pada masa panen raya atau dengan keterserapan tenaga kerja sebesar 6,91 % - 8,64 % dari jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006. Ini menunjukkan bahwa keterserapan tenaga kerja dari usahatani kopi di Kabupaten Tapanuli Utara untuk luas
lahan kurang 0,5 Ha seluas 13.128,89 Ha masih sangat rendah yakni hanya sebesar 15 % pada masa panceklik dan meningkat menjadi 39,99 % - 49,99 % pada masa panen raya dari jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2006. Sampai saat ini, potensi perluasan lahan pertanaman kopi di Kabupaten Tapanuli Utara masih cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari masih luasnya ketersediaan lahan- lahan kosong yang tidak dikelola. Berdasarkan pendataan lahan kosong yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara (Bappeda Kab. Tapanuli Utara) tahun 2008 diperoleh luas lahan kering/kosong dengan kemiringan lereng 0 - 2 % (datar) dan 2 - 15 % (landai) adalah 15.290 Ha. Bila luas lahan ini dikelola menjadi areal pertanaman kopi, maka akan diperoleh pertambahan kebutuhan tenaga kerja sebanyak 45.870 orang tenaga kerja pada masa panceklik dan meningkat menjadi sebanyak 122.320 - 152.900 orang tenaga kerja pada masa panen raya.
4.5.3. Berkembangnya Toko-toko Pertanian Munculnya toko-toko pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara tentunya dipengaruhi oleh perkembangan usahatani yang semakin pesat. Kebutuhan terhadap alat-alat pertanian, pupuk dan pestisida alat-alat pertanian memang sangat dibutuhkan oleh petani untuk membantu meringankan pekerjaan mereka. Tanpa adanya alat-alat pertanian maka pekerjaan yang dilakukan tidak akan dapat berjalan dengan lancar, efisien dan efektif.
Kebutuhan petani terhadap pupuk khususnya pupuk anorganik seperti Urea, KCl, TSP, SP 36 dan lain sebagainya, juga semakin sangat dibutuhkan untuk menjaga agar ketersediaan unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman tetap dalam keadaan yang cukup dan seimbang. Indikator tersedianya unsur- unsur hara di dalam tanah dapat terlihat dari tumbuh dan berkembangnya dengan baik tanaman yang dibudidayakan. Hasil akhirnya tercermin dari produktivitas tanaman yang tinggi. Kebutuhan petani terhadap pestisida sama halnya kebutuhan petani terhadap pupuk, yakni juga sangat dibutuhkan oleh petani. Seperti tanaman budidaya lainnya, tanaman kopi juga sangat rentan terhadap serangan hama, penyakit dan gulma. Oleh karena itu, agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang de ngan baik tanpa adanya gangguan dan serangan hama, penyakit dan gulma maka tanaman kopi perlu disemprot dengan pestisida secara periodik. Kenyataannya, kebutuhan petani terhadap alat-alat pertanian, pupuk dan pestisida sangat terbatas. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan alat-alat pertanian yang masih sederhana dan dapat dibuat sendiri. Pemakaian pupuk kurang dari dosis/takaran yang sudah ditentukan. Sehingga untuk menutupi kekurangan akan pupuk, banyak petani menambahkan kompos dari kotoran hewan seperti kotoran babi dan kerbau. Begitu juga halnya dengan penggunaan pestisida dilakukan dengan dosis yang kurang dari yang ditentukan untuk menghemat biaya. Keterbatasan itu tidak terlepas dari pendapatan petani yang rendah, yang mana hanya sebagian kecil dar i pendapatannya dipergunakan untuk membeli alat-alat pertanian, pupuk dan pestisida
sedangkan sebagian besar dari pendapatannya dipergunakan untuk membeli barangbarang kebutuhan hidup sehari- hari. Untuk mendapatkan alat-alat pertanian, pupuk dan pestisida maka petani dapat membelinya di toko-toko pertanian di tiap pekan/pasar ibukota kecamatan. Untuk Kecamatan Siborongborong saat ini terdapat 12 (dua belas) toko pertanian yang berada di Pasar Siborongborong. Untuk Kecamatan Sipahutar dan Pangaribuan saat ini masing- masing terdapat 5 (lima) toko pertanian yang berada di Pasar Sipahutar dan Pangaribuan.
4.5.4. Berkembangnya Pedagang Pengumpul Pengolahan Biji Kopi di Siborongborong
dan
Berdirinya
Pabrik
Munculnya pedagang pengumpul di setiap desa dan kecamatan tentunya tidak terlepas dari petani kopi sebagai penghasil kopi (produsen) dan pedagang besar atau pengusaha sebagai pembeli kopi yang telah mereka kumpulkan dari beberapa petani kopi. Pedagang pengumpul tidak akan ada apabila salah satu dari petani kopi atau pedagang besar atau pengusaha tidak ada. Biasanya, yang menjadi pedagang pengumpul adalah orang-orang yang memiliki kemampuan modal untuk membeli produksi kopi petani dalam jumlah yang cukup besar dari suatu desa atau kecamatan. Selain memiliki kemampuan modal, pedagang pengumpul juga harus mempunyai hubungan yang cukup baik dengan pedagang besar atau pengusaha pengolahan biji kopi kering. Sebab tanpa adanya
hubungan yang baik maka tentu saja biji-biji kopi yang telah mereka beli dan kumpulkan dari petani tidak akan dibeli oleh pengusaha pengolahan biji kopi kering. Dalam hal pemasaran produksi, petani kopi sangat membutuhkan pedagang pengumpul untuk membeli biji-biji kopi mereka secara langsung ke desa atau kecamatan mereka. Karena selain mempermudah penjualan kopi juga dapat menghemat biaya pengeluaran untuk biaya transportasi pengangkutan dari desa ke lokasi pengusaha pengolahan biji kopi.
Sebaliknya,
pedagang pengumpul
mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual kopi dari petani kopi ke pedagang besar atau pengusaha pengolahan biji kopi kering. Harga komoditi kopi dari pedagang pengumpul, pedagang besar atau pengusaha pengolahan biji kopi kering sewaktu-waktu dapat berubah- ubah seiring dengan perubahan harga komoditi kopi di pasar dunia. Bila harga kopi di pasar dunia mengalami kenaikan maka tentunya akan berdampak pada meningkatnya pendapatan pedagang besar/pengusaha, pedagang pengumpul dan petani kopi. Namun sebaliknya, bila harga kopi di pasar dunia mengalami penurunan maka tentunya juga akan berdampak pada menurunnya pendapatan pedagang besar/pengusaha, pedagang pengumpul dan petani kopi. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa tanpa adanya pengusaha pengolahan biji kopi kering maka keberadaan dari pedagang pengumpul pun juga tidak akan ada. Oleh karena itu agar tetap selalu eksis sebagai pengusaha pengolahan biji kopi kering di Kabupaten Tapanuli Utara maka sangat diharapkan kepada seluruh
pedagang pengumpul yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara agar pasakon biji-biji kopi basah dapat selalu tetap terjaga baik dari jumlah maupun kualitasnya. Sehingga selain sebagai pengusaha pengolahan biji kopi kering juga sekaligus sebagai eksportir yang tetap dapat memenuhi permintaan kebutuhan akan biji-biji kopi kering di pasar internasional. Hingga saat ini, satu-satunya pengusaha pengolahan biji kopi kering di Kabupaten Tapanuli Utara adalah PT. Tapanuli Investasi Agro, yang ada di Silangit Kecamatan Siborongborong. Dimana industri pengolahan biji kopi kering tersebut mempunyai kapasitas produksi pabrik sebesar 36 ton biji kopi kering per hari.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 1. Dari hasil analisis regresi, dapat diketahui bahwa variabel bebas yang memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap produktifitas tanaman kopi adalah variabel pengalaman dimana nilai t-hitung variabel pengalaman lebih besar dari nilai t-hitung variabel pendidikan formal dan pendidikan non formal. 2. Kontribusi usahatani kopi terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara masih sangat rendah. Ini dapat dilihat dari pendapatan petani kopi rata-rata di Kabupaten Tapanuli Utara adalah Rp. 5.012.526 per tahun lebih rendah bila dibandingkan dengan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) perkapita Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2007, yakni sebesar Rp. 10.348.813. Keterserapan tenaga kerja dari usahatani kopi di Kabupaten Tapanuli Utara untuk luas lahan kurang 0,5 Ha seluas 13.128,89 Ha (85,25 % dari total luas areal tanaman kopi Kabupaten Tapanuli Utara) juga masih sangat rendah yakni dengan keterserapan sebesar 15 % dari jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2006 pada masa panceklik dan meningkat menjadi 39,99 % - 49,99 % pada masa panen raya.
5.2. Saran 1. Untuk meningkatkan pendidikan non formal petani kopi di Kabupaten Tapanuli Utara baik dari segi kualitas dan kuantitas maka Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara melalui petugas penyuluh pertanian lapangan agar lebih gencar mengadakan penyuluhan, bimbingan dan pelatihan/kursus budidaya tanaman kopi yang baik. Selain itu, perlu juga dibentuk kelompokkelompok tani sebagai wadah saling berbagi pengalaman antara petani yang telah berpengalaman dengan petani yang belum berpengalaman. 2. Mengingat luasnya lahan kering/lahan kosong yang ada saat ini di Kabupaten Tapanuli Utara maka dibutuhkan kebijakan pemerinta h daerah untuk mengusahakan agar lahan- lahan kosong itu dapat dikelola menjadi lahan pertanaman kopi sehingga selain dapat meningkatkan produksi tanaman kopi juga berdampak terhadap peningkatan pendapatan petani dan penyerapan kerja di Kabupaten Tapanuli Utara.
DAFTAR PUSTAKA
AAK, 1991. Budidaya Tanaman Kopi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Arsyad, Hajrah., 2002. Analisis Berbagai Upaya dalam Perbaikan Produktifitas dan Mutu Hasil Kakao di Sulawesi Selatan. Yayasan Santigi Makassar Azwardi, D., 2001. Kajian Tingkat Teknologi Pembenihan Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Pada Sentra Benih Ikan Di Sumatera Barat. Thesis, Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2004. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2004. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tarutung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2007. Tapanuli Utara Dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tarutung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2007. Kecamatan Pangaribuan dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tarutung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2007. Kecamatan Siborongborong dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tarutung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2007. Kecamatan Sipahutar dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tarutung. Dirjen Penataan Ruang Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003. Pengembangan Wilayah dan Penataan Ruang di Indonesia : Tinjauan Teoritis dan Praktis. Diakses dari http://www.penataanruang.net/taru/Makalah/DirjenPR STTNASYogya.pdf pada tanggal 02-06-2009. Gitosudarmo, I.M., 1990. Prinsip Dasar Manajemen. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Gultom, D.T., Nurmayasari, Sumaryo dan Efendi, 1997. Persepsi dan Penerapan Teknologi pada Proyek Pembangunan Pertanian Rakyat Terpadu (P2RT) di Dusun Kedawung, Kelurahan Sukadanaham. Kecamatan Tanjung Karang Barat. Kotamadya Bandar Lampung. Hafizah, dkk., 2003. Aktivitas Penyuluhan Sebagai Bentuk Komunikasi Untuk Meningkatkan Pengetahuan Petani (Studi Kasus di Desa Sambirejo Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong). Diakses dari www.geocities.com/ejurnal/files/agrisep/edisi2/109.pdf pada tanggal 05-122008. Hasan, Iswandhie., 2000. Analisis Produksi Kopi di Desa Mbenti Kecamatan Minyambow Kabupaten Manokwari. Program Studi Agrobisnis. Diakses dari www.papuaweb.org/unipa/dlib-s123/hasan/s1.pdf pada tanggal 05-12-2008. Hole, Y., 1988. Perbedaan Efektifitas Komunikasi dalam Penyuluhan Pertanian antara Petani Transmigrasi Nasional dan Petani Transmigrasi APPDT di Daerah Transmigrasi Prafi - Manokwari. Fakultas Pertanian Universitas Negeri Cenderawasih Manokwari. Kuncoro, Mudrajad., 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Erlangga. Jakarta. Kambuaya, O., 1982. Analisa Produksi dan Tataniaga Ikan Teri (Stolephorus comersionil anchovies) di Wilayah Kecamatan Sorong dan Raja Ampat Kabupaten Sorong Irian Jaya. Fakultas Pertanian Peternakan dan Kehutanan. Universitas Negeri Cenderawasih. Liliweri, A., 1997. Sosiologi Organisasi. Citra Aditya Bakti. Bandung. Mahaputra, IK, Rubiyo., 2006. Kajian Irigasi Embung Terhadap Usahatani Jagung di Lahan Kering Kabupaten Buleleng. Diakses dari bbp2tp.litbang.deptan.go.id/FileUpload/files/publikasi/JPPTP%209106(7).pdf pada tanggal 05-12-2008. Mamboai, Hans., 2003. Sistem Pengelolaan Usahatani Komoditi Kopi (Coffea sp) di Kampung Ambaidiru Distrik Angkaisera Kabupaten Yapen Waropen. Diakses dari www.papuaweb.org/unipa/dlib-s123/mamboai/s1.PDF pada tanggal 05-122008. Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003. Strategi Pengembangan Wilayah dalam Kerangka Pembangunan Ekonomi Nasional Yang Lebih Merata dan
Lebih Adil. Diakses dari www.penataanruang.pu.go.id.pdf. pada tanggal 02-062009. Mosher, A.T., 1991. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV. Yasaguna. Jakarta. Mulyanto, H.R., 2008. Prinsip-Prinsip Pengembangan Wilayah. Graha Ilmu. Yogyakarta. Nachrowi dan Suhandojo, 2001. Analisis Sumberdaya Manusia, Otonomi Daerah dan Pengembangan Wilayah. BPPT. Jakarta. Najiyati, S dan Danarti, 2006. Kopi, Budidaya dan Penanganan Pasca Panen. Penebar Swadaya. Jakarta. Priyono, dkk., 2003. Faktor-Faktor Penentu Tingkat Adopsi Teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Hubungannya Terhadap Produktivitas Usahatani Padi (Studi Kasus di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu). Diakses dari www.geocities.com/ejurnal/files/agrisep/edisi2/96.pdf pada tanggal 05-122008. Purwoko dan Sumantri, 2007. Faktor-Faktor Penentu Tingkat Adopsi Teknologi Pemeliharaan Sapi di PT. Agricinal Kabupaten Bengkulu Utara. Diakses dari bdpunib.org/jipi/artikeljipi/edkhus1/78.PDF pada tanggal 05-12-2008. Reksohadiprojo, S., 1982. Teori dan Rerilaku Organisasi Perusahaan. BFEE. UGM. Yogyakarta. Rustiadi, E., 2004. Pemantapan Kebijakan dalam Mendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan. Makalah pada lokakarya Nasional Agropolitan. Proyek Pengembangan prasarana dan sarana Desa Agropolitan. Gorontalo. Scott, J.C., 1994. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. LP3ES. Sirojuzilam, 2005. Beberapa Aspek Pembangunan Regional. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Bandung. Sirojuzilam, 2008. Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional. Ketimpangan Ekonomi Wilayah Barat dan Wilayah Timur Provinsi Sumatera Utara. Pustaka Bangsa Press. Medan.
Soedjadmiko, A., 1990. Kajian Terhadap Teknologi Dalam Rangka Program Intensifikasi Kedelai (Suatu Kasus di Kec. Gumuk Mas Jember). Thesis. Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. Soekartawi, 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Suhandojo, 2002. Pengembangan Sumberdaya Manusia dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah. BPPT. Jakarta. Sulistiono, 2008. Model Pengembangan Wilayah dengan Pendekatan Agropolitan (Studi Kasus Kabupaten Banyumas). Tesis Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Diakses dari http://www.damandiri.or.id/file/sulistionoipbbab2.pdf pada tanggal 04-06-2009. Susilo, Kasru., 2003. Kebijaksanaan Pengembangan Wilayah Di Masa Yang Akan Datang dan Implikasinya terhadap Kebutuhan Analisa dengan Memanfaatkan Sistem Informasi Geografis. Diakses dari http://www.penataanruang.net/taru/ Makalah/Prospek%20GIS-ITB.pdf pada tanggal 04-06-2009. Syafruddin, 2003. Pengaruh Media Cetak Brosur dalam Proses Adopsi dan Difusi Inovasi Beternak Ayam Broiler di Kota Kendari. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Diakses dari www.damandiri.or.id/detail.php?id=240 pada tanggal 05-12-2008. Tarigan, R., 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. PT Bumi Aksara. Jakarta Zen, M.T., 2001. Falsafah Dasar Pengembangan Wilayah : Memberdayakan Manusia. BPPT. Jakarta. Zulfikri, 2003. Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Pertanian Organik (Studi Kasus di Desa Air Bang Kecamatan Curup dan Desa Air Duku Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong. Jurusan Sosek. Pertanian. Fakultas Pertanian UNIB.
Lampiran 1.
A.
B.
Kuisione r Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman Petani terhadap Tingkat Produktivitas Tanaman Kopi dan Kontribusinya terhadap Penge mbanga n Wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara
IDENTITAS RESPONDEN 1.
Nama
:
2.
Alamat
: Desa
:
Kecamatan
:
Kabupaten
: Tapanuli Utara
3.
Jenis Kelamin
: a. Pria
b. Wanita
4.
Umur
:
5.
Status
: a. Menikah
b. Belum Menikah
PENDIDIKAN FORMAL Apa Pendidikan Terakhir ? I.
SD (TAHUN)
: 1
2
3
II.
SMP (TAHUN)
: 7
8
9
III.
SMA (TAHUN)
: 10
11
12
IV.
PERGURUAN TINGGI
: 13/ D 1
(TAHUN)
C.
4
14/ D 2
5
6
15 / D 3
17 / S2
16 / D 4/ S1
PENDIDIKAN NON FORMAL PERTANYAAN 1.
JAWABAN
PERNAHKAH MENGIKUTI PELATIHAN/ KURSUS/ PENYULUHAN ?
A. YA, PERNAH
B. BELUM PERNAH 75
76
2.
BILA PERNAH, PELATIHAN/ KURSUS/ PENYULUHAN APA?
3.
BERAPA LAMA ?
4.
SIAPA PENYELENGGARA PELATIHAN/ KURSUS/ PENYULUHAN ITU ?
5.
APAKAH DENGAN PELATIHAN/ KURSUS/ PENYULUHAN
ITU
PENGETAHUAN
MENINGKATKAN
A. YA
B. TIDAK
BAPAK/IBU/SAUDARA
DALAM BERTANI KOPI ? D.
PENGALAMAN 1.
SUDAH BERAPA LAMA BERTANI KOPI (TAHUN) ?
2.
DARIMANA TAHU BERTANI KOPI ?
3.
BILA
ADA
BERTANI,
MASALAH
KEPADA
DI
DALAM
SIAPA MEMINTA
PEMECAHANNYA ? E.
PRODUKTIFITAS TANAMAN KOPI 1.
BERAPA LUAS TANAMAN KOPI YANG BAPAK/IBU/SAUDARA USAHAKAN ?
2.
BERAPA
BATANG
TANAMAN
KOPI
YANG DIUSAHAKAN ? 3.
APAKAH
SETIAP
BULAN
BISA A. YA, BISA
B. TIDAK, BISA
DILAKUKAN PANEN ? 4.
BILA BISA, BERAPA KALI ?
5.
SETIAP KALI PANEN, BERAPA PRODUKSI RATA-RATA KOPI YANG DIHASILKAN ? (KALENG) (1 KALENG = 12 KG)
A. 1 X SEBULAN
B. 2X SEBULAN
77
PRODUKSI TANAMAN KOPI RESPONDEN (KALENG / BULAN) JAN
F.
FEB
MAR
APR
MEI JUN JUL AGUS
SEP
OKT NOP
A. PASAR
B. PEDAGANG
DES
TOTAL
PENGEMBANGAN WILAYAH PENDAPATAN PETANI 1.
PRODUKSI KOPI YANG DIPEROLEH
PENGUMPUL
KEMANA DIJUAL ? 2.
SETIAP
KG
ATAU
C. KOPERASI
SETIAP
KALENG A. KG
B. KALENG
PRODUKSI KOPI DIHARGAI PEMBELI ? 3.
1 KG BERAPA RUPIAH ? ATAU 1 KALENG BERAPA RUPIAH ?
INDUSTRI HILIR 1.
APAKAH BAPAK/IBU/SAUDARA TAHU
A. PENGUMPUL BESAR
KEMANA PEDAGANG
DIJUAL
KEMBALI
PENGUMPUL
BIJI
OLEH
B...PABRIK PENGOLAHAN KOPI
KOPI
YANG ANDA JUAL ? 2.
APAKAH BAPAK/IBU/SAUDARA TAHU A. YA, TA HU
B. TIDAK, TAHU
ADA PABRIK ATAU HOME INDUSTRI PENGOLAHAN KOPI DI KECAMATAN INI ATAU DI TAPANULI UTARA INI ? 3.
BILA TAHU, DIMANA ?
4.
APAKAH BAPAK/IBU/SAUDARA TAHU, UNTUK DIOLAH MENJADI APA BIJI KOPI ITU?
5.
BILA TAHU, MENJADI PRODUK APA ?
A. YA, TA HU
B. TIDAK, TAHU
C. DLL
78
INDUSTRI HULU 1.
A. M EM BUAT
APAKAH BAPAK/IBU/SAUDARA
B. M EM BELI
SENDIRI
MEMBUAT BIBIT SENDIRI ATAU MEMBELI ? 2.
BILA MEMBELI, DIMANA TEMPATNYA ?
3.
DARIMANA BAPAK/IBU/SAUDARA MEMBELI PUPUK, HERBISIDA DAN PESTISIDA ?
4.
DARIMANA BAPAK/IBU/SAUDARA MEMBELI ALAT-ALAT PERTANIAN ?
TENAGA KERJA 1.
APAKAH
DALAM
BERKEBUN
KOPI A. YA
B. TIDAK
BAPAK/IBU/SAUDARA MEMPERGUNAKAN TENAGA KERJA ? 2.
BILA
MEMPERGUNAKAN
KERJA,
BERAPA
KERJA
YANG
TENAGA
JUMLAH
TENAGA
BAPAK/IBU/SAUDARA
KERJAKAN ? 3.
APAKAH
TENAGA
BAPAK/IBU/SAUDARA
KERJA
YANG
KERJAKAN
A. KELUARGA
B. ORANG LAIN
SENDIRI
BERASAL DARI KELUARGA SENDIRI ATAU ORANG LAIN ? 4.
APAKAH MEREKA DIPAKAI MULAI DARI A. YA
B. TIDAK
SAAT PENANAMAN SAMPAI PANEN DAN PENANGANAN HASIL ? 5.
BILA
TIDAK,
PADA
SAAT
KAPAN
TENAGA MEREKA DIBUTUHKAN ?
A. PENGOLA HAN TANAH (........... orang) B. PENA NAMAN (..................orang)
79
C. PEM ELIHA RAAN (PEM UPUKA N ..........orang, PENYIANGA N .........orang, PEMANGKASAN...........orang, PENYEMPROTAN PESTISIDA.........orang, HERBISIDA..........o rang, DLL) D. PEMA NENA N (....................orang) E. PENA NGA NAN HASIL PERTA NIAN (PENYORTIRA N................orang, PENGUPASAN KULIT..............orang, PENGERINGA N.............orang, DLL)
6.
BIASANYA
BERAPA
LAMA
TENAGA
A.
SATU MINGGU
B.
SATU BULAN
C.
LAIN – LAIN .....................
A.
UPAH HARIAN
B.
UPAH MINGGUAN
C.
UPAH BULANAN
MEREKA DIBUTUHKAN ?
7.
APAKAH MEREKA MENERIMA UPAH HARIAN, MINGGUAN ATAU BULANAN ?
8.
BILA
UPAH
MEREKA
DIBERIKAN
HARIAN, BERAPA UPAH YANG MEREKA TERIMA ?
Lampiran 2. Identi tas Res ponden Kecamatan Desa No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Desa No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
: Si borong borong : Pohan Jae Nama Responden Mariden Simanjuntak Usdiman Sianipar Wasinton Simanjuntak Parasian Pardede Maidin Simanjuntak Jonner Aruan Edi Siahaan Sukardi Hutabarat Sahat T ambunan Nopen Simanjuntak Robet Siagian Paian Simanjuntak Pariaman Tambunan Parlin Hutagalung
Jenis Kelamin Laki-laki √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Perempuan -
Status Perkawinan Kawin √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Belum Kawin -
Umur (Tahun) 44 47 47 43 45 39 46 45 52 47 43 45 54 38
Pendidikan Formal (Tahun) 12 12 9 9 12 7 16 9 12 12 9 9 12 9
Pengalaman Non Formal 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0
(Tahun) 6 8 6 6 7 6 8 7 12 9 6 6 9 6
: Pohan Julu Nama Responden Mula Simanjuntak Betani Pardede Junus Simanjuntak Risma Panjaitan Bistok Simangunsong Benri Pasaribu Sabar Simanjuntak Efendi Simanjuntak Nelson Simanjuntak Dapot Simanjuntak Manguntor Sihombing Robinson Purba Hormat Marpaung Asima Tampubolon Ramses Simanjuntak Damaris Simanjuntak Kalpin Marpaung
Jenis Kelamin Laki-Laki √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Perempuan √ √ √ √ -
Status Perkawinan Kawin √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Belum Kawin √ -
Umur (Tahun) 47 37 46 40 55 43 42 35 53 49 37 43 43 46 44 45 39
Pendidikan Formal (Tahun) 12 9 12 9 12 9 9 9 12 12 9 6 9 9 9 12 9
Pengalaman Non Formal 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0
(Tahun) 8 6 8 6 10 5 5 5 9 11 6 5 6 6 6 7 6
80
81 Kecamatan Desa No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Desa
: Si pahutar : Siabal-abal I Nama Responden Retni Panjaitan Rizal Simanjuntak Sampe T ua Simanjuntak Chandra Silitonga Potlen Silitonga Denni Simanjuntak Sabar Panjaitan Timbul Simanjuntak Hotmel Simanjuntak Glomber Simanjuntak Marudut Gultom Monang Marbun Lamhot Panjaitan Tiurma Pardede Madden Simanjuntak Marganda Simanjuntak
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ -
Kawin √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Status Perkawinan Belum Kawin -
Umur (Tahun) 44 52 41 43 36 43 54 51 46 42 47 41 45 42 39 48
Pendidikan Formal (Tahun) Non Formal 9 0 12 1 9 0 9 0 9 0 9 0 16 1 12 1 9 0 10 0 9 0 9 0 9 0 9 0 9 0 12 0
Pengalaman (Tahun) 7 10 6 6 5 6 12 9 7 6 8 7 8 7 7 7
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan √ √ √ -
Kawin √ √ √
Status Perkawinan Belum Kawin -
Umur (Tahun) 43 41 45
Pendidikan Formal (Tahun) Non Formal 9 0 9 0 12 1
Pengalaman (Tahun) 7 7 8
: Siabal-abal II
No.
Nama Responden
1 2 3
Rospita Silitonga Kasih Panjaitan Sintong Simanjuntak
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Fernando Panjaitan Halomoan Simanjuntak Sanyo Simanjuntak Herbet Simanjuntak Hiras Simatupang Riko Simanjuntak Jimmy Simanjuntak Tonggor Sihombing Sanggam Simanjuntak Charles Nainggolan Suparto Simanjuntak Edi Simanjuntak Modi Simatupang Jiman Simanjuntak Saur Simanjuntak
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ -
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ -
42 38 43 55 40 40 44 44 38 39 50 47 45 48 54
12 9 9 12 9 9 9 9 6 9 9 9 9 9 12
1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
8 6 7 11 6 8 5 7 6 7 8 8 7 6 8
82 Kecamatan Desa No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Desa No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
: Pang ari buan : Silantom Tonga Nama Responden Marganti Sitinjak Manuntun Nainggolan Wakner Pakpahan Asel Nainggolan Norman Nainggolan Josen Nainggolan Aman Nainggolan Hotman Sibarani
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan √ √ √ √ √ √ √ √ -
Status Perkawinan Belum Kawin -
Umur (Tahun) 36 51 44 54 47 43 42 44
Pendidikan Formal (Tahun) Non Formal 6 0 12 1 12 1 12 1 9 0 9 0 9 0 9 0
Pengalaman (Tahun) 5 8 7 8 6 6 6 7
Pendidikan
Pengalaman
: Batu Manumpak Jenis Kelamin
Nama Responden Pukka Nainggolan Elman Nainggolan Radot Nainggolan Mangantar Nainggolan Sihol Nainggolan Bempi Nainggolan Pendi Nainggolan Butler Nainggolan Lamrata Pakpahan Balongsu Pakpahan Guliper Purba Jusen Pakpahan Kepler Nainggolan Badia Nainggolan Bilpon Aritonang Jintar Nainggolan Marlis Nainggolan Jonson Nainggolan Wosmen Nainggolan Rindu Pakpahan Sahala Nainggolan Cyrus Nainggolan
Laki-Laki √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keterangan : 0= 1=
Kawin √ √ √ √ √ √ √ √
Tidak Mendapatkan Pendidikan Formal Penyuluhan Pertanian
Perempuan √ √ -
Status Perkawinan Kawin √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Belum Kawin -
Umur (Tahun) 44 43 36 44 52 48 49 47 35 45 41 54 44 45 42 56 45 37 42 53 45 52
Formal (Tahun) 9 10 9 9 12 12 9 9 8 9 9 9 9 12 9 12 12 9 12 12 12 12
Non Formal 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1
(Tahun) 7 6 6 7 10 11 7 7 6 6 6 8 7 8 7 10 8 5 8 9 8 9
83 Lampiran 3. Rekapitulasi Produkti vitas Tanaman Kopi Responden (Ton/ Ha/Tahun) Kecamatan Desa No.
: Siborongborong : Pohan Jae
Nama Responden
Luas La han
Jarak Ta nam
Jlh Tana ma n
(Ha)
(Meter x Meter)
(Batang)
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Produksi Ko pi (Kaleng/Bula n) Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
(Kaleng)
Total Produksi Kopi (Kg)
(ton)
Produktivitas Tan. Kopi (ton/ha/tahun)
1
Mariden Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
2
4
6
4
3
3
1
2
3
5
2
2
37
444
0.444
1.480
2
Usdiman Sianipar
0.30
2 X 2 1/2
500
3
5
6
5
3
3
3
3
4
6
3
2
46
552
0.552
1.840
3
Wasinton Simanjuntak
0.40
2 X 2 1/2
700
3
5
7
5
4
3
3
3
4
6
3
2
48
576
0.576
1.440
4
Parasian Pardede
0.30
2 X 2 1/2
500
2
4
5
3
3
2
1
2
3
4
2
2
33
396
0.396
1.320
5
Maidin Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
3
7
5
4
4
2
2
3
4
6
3
3
46
552
0.552
1.840
6
Jonner Aruan
0.40
2 X 2 1/2
700
3
6
5
4
3
2
3
3
4
6
3
3
45
540
0.540
1.350
7
Edi Siahaan
0.30
2 X 2 1/2
500
3
8
6
4
4
2
2
3
5
7
3
2
49
588
0.588
1.960
8
Sukardi Hutabarat
1.00
3 X 2 1/2
1200
5
15
18
6
3
3
2
6
16
22
8
6
110
1320
1.320
1.320
9
Sahat Tambunan
0.08
2X2
200
2
3
3
1
1
1
1
1
2
1
1
1
18
216
0.216
2.700
10
Nopen Simanjuntak
0.50
2 X 2 1/2
800
5
16
12
8
6
3
3
3
7
10
6
4
83
996
0.996
1.992
11
Robet Siagian
0.30
2 X 2 1/2
500
3
3
6
3
3
2
2
2
3
5
3
2
37
444
0.444
1.480
12
Paian Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
2
3
5
4
2
2
2
2
3
4
2
2
33
396
0.396
1.320
13
Pariaman Tambunan
0.30
2 X 2 1/2
500
3
7
5
4
3
3
3
3
5
7
4
2
49
588
0.588
1.960
14
Parlin Hutagalung
1.00
3 X 2 1/2
1200
6
17
20
8
5
5
5
9
12
20
8
5
120
1440
1.440
1.440
Luas La han
Jarak Ta nam
Jlh Tana ma n
(Ha)
(Meter x Meter)
(Batang)
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
(Kaleng)
(Kg)
(ton)
(ton/ha/tahun)
Desa
: Pohan Julu
No.
Nama Responden
Produksi Ko pi (Kaleng/Bula n)
Total Produksi Kopi
Produktivitas Tan. Kopi
1
Mula Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
3
8
6
4
3
2
2
3
4
6
3
2
46
552
0.552
1.840
2
Betani Pardede
0.30
2 X 2 1/2
500
3
5
4
4
2
1
1
2
3
4
2
2
33
396
0.396
1.320
3
Junus Simanjuntak
0.50
2 X 2 1/2
800
4
16
12
7
4
3
2
3
8
14
6
3
82
984
0.984
1.968
4
Risma Panjaitan
0.30
2 X 2 1/2
500
3
5
4
4
3
1
1
2
3
4
2
2
34
408
0.408
1.360
5
Bisto k Simangunsong
0.40
2 X 2 1/2
700
4
15
13
8
4
2
2
3
9
13
7
3
83
996
0.996
2.490
6
Benri Pasaribu
0.40
2 X 2 1/2
700
2
5
7
4
3
3
2
2
4
6
2
2
42
504
0.504
1.260
7
Sabar Simanjuntak
0.25
2 X 2 1/2
400
2
4
3
2
2
1
1
2
2
3
2
1
25
300
0.300
1.200
8
Efendi Simanjuntak
0.40
2 X 2 1/2
700
2
6
4
3
2
2
2
2
4
5
2
2
36
432
0.432
1.080
9
Nelson Simanjuntak
0.12
2X2
250
2
3
2
2
2
1
1
1
2
3
2
1
22
264
0.264
2.200
10
Dapot Simanjuntak
0.40
2 X 2 1/2
700
4
16
14
10
6
3
3
4
7
10
6
5
88
1056
1.056
2.640
11
Manguntor Sihombing
0.40
2 X 2 1/2
700
3
5
8
6
4
2
2
3
4
5
3
2
47
564
0.564
1.410
12
Robinson Purba
0.40
2 X 2 1/2
700
2
4
6
4
3
2
2
2
3
4
3
2
37
444
0.444
1.110
13
Hormat Marpaung
0.30
2 X 2 1/2
500
3
3
5
3
3
2
2
2
3
4
2
2
34
408
0.408
1.360
14
Asima Tampubolon
0.25
2 X 2 1/2
400
2
3
4
3
2
1
2
2
2
3
2
2
28
336
0.336
1.344
15
Ramses Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
3
4
6
4
2
2
2
3
3
4
2
2
37
444
0.444
1.480
16
Damaris Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
2
4
6
4
4
2
2
2
3
5
3
2
39
468
0.468
1.560
17
Kalpin Marpaung
0.30
2 X 2 1/2
500
3
5
4
3
2
2
2
2
3
4
2
2
34
408
0.408
1.360
Catatan :
0.00 1 Bulan = 2 x Panen 1 Kaleng = 12 Kg
0.00
84 Kecamatan Desa No.
: Sipahutar : Siabal-abal I
Nama Responden
Luas La han
Jarak Ta nam
Jlh Tana ma n
(Ha)
(Meter x Meter)
(Batang)
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Produksi Ko pi (Kaleng/Bula n) Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
(Kaleng)
Total Produksi Kopi (Kg)
(ton)
Produktivitas Tan. Kopi (ton/ha/tahun)
1
Retni Panjaitan
0.30
2 X 2 1/2
500
3
4
6
3
3
2
2
2
3
4
2
2
36
432
0.432
1.440
2
Rizal Simanj untak
0.50
2 X 2 1/2
800
4
11
15
8
4
2
2
3
9
12
5
3
78
936
0.936
1.872
3
Sampe Tua Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
2
6
4
3
2
1
1
2
3
4
2
2
32
384
0.384
1.280
4
Chandra Silitonga
0.40
2 X 2 1/2
700
2
8
5
4
3
2
2
2
3
6
3
2
42
504
0.504
1.260
5
Potlen Silitonga
0.40
2 X 2 1/2
700
2
7
4
3
3
2
2
3
3
5
3
3
40
480
0.480
1.200
6
Denni Simanjuntak
0.40
2 X 2 1/2
700
2
7
5
3
3
2
2
2
4
6
3
3
42
504
0.504
1.260
7
Sabar Panjaitan
0.12
2X2
250
2
3
3
2
2
1
1
2
2
3
2
1
24
288
0.288
2.400
8
Timbul Simanjuntak
0.50
2 X 2 1/2
800
3
8
11
7
4
3
3
4
7
9
4
3
66
792
0.792
1.584
9
Hotmel Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
2
6
4
3
2
2
2
2
3
4
2
2
34
408
0.408
1.360
10
Glomber Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
2
5
4
3
2
2
2
2
3
3
2
2
32
384
0.384
1.280
11
Marudut Gultom
1.00
3 X 2 1/2
1100
6
25
20
14
8
4
4
6
10
15
6
4
122
1464
1.464
1.464
12
Monang Marbun
0.30
2 X 2 1/2
500
2
4
5
3
2
2
2
2
3
4
3
2
34
408
0.408
1.360
13
Lamhot Panjaitan
0.25
2 X 2 1/2
400
2
4
3
3
2
2
2
2
2
3
2
2
29
348
0.348
1.392
14
Tiurma Pardede
0.25
2 X 2 1/2
400
2
3
5
3
2
1
1
2
2
4
2
2
29
348
0.348
1.392
15
Madden Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
2
5
4
3
2
2
2
2
3
4
2
2
33
396
0.396
1.320
16
Marganda Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
2
3
5
4
3
2
2
2
3
4
2
2
34
408
0.408
1.360
Luas La han
Jarak Ta nam
Jlh Tana ma n
(Ha)
(Meter x Meter)
(Batang)
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
(Kaleng)
(Kg)
(ton)
(ton/ha/tahun)
Desa
No.
: Siabal-abal II
Nama Responden
Produksi Ko pi (Kaleng/Bula n)
Total Produksi Kopi
Produktivitas Tan. Kopi
1
Rospita Silitonga
0.30
2 X 2 1/2
500
2
4
5
4
3
2
2
2
3
4
2
2
35
420
0.420
1.400
2
Kasih Panjaitan
0.30
2 X 2 1/2
500
2
3
5
4
3
2
2
2
3
4
2
2
34
408
0.408
1.360
3
Sintong Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
2
6
4
3
3
2
2
2
4
5
3
2
38
456
0.456
1.520
4
Fernando Panjaitan
0.40
2 X 2 1/2
700
3
5
8
7
5
2
2
3
4
6
3
2
50
600
0.600
1.500
5
Halomoan Simanjuntak
0.40
2 X 2 1/2
700
2
4
6
5
4
2
2
2
4
5
3
2
41
492
0.492
1.230
6
Sany o Simanjuntak
0.40
2 X 2 1/2
700
3
4
7
5
3
2
2
3
4
6
3
2
44
528
0.528
1.320
7
Herbet Simanjuntak
0.12
2X2
250
2
3
3
2
2
1
1
2
2
3
1
1
23
276
0.276
2.300
8
Hiras Simatupang
0.30
2 X 2 1/2
500
2
5
4
3
2
2
2
2
3
4
2
2
33
396
0.396
1.320
9
Riko Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
2
4
5
3
3
2
2
2
4
5
2
2
36
432
0.432
1.440
10
Jimmy Simanjuntak
0.40
2 X 2 1/2
700
2
7
5
4
3
2
2
2
4
5
2
2
40
480
0.480
1.200
11
Tonggor Sihombing
0.25
2 X 2 1/2
400
2
3
5
2
2
2
2
2
2
3
2
2
29
348
0.348
1.392
12
Sanggam Simanjuntak
0.40
2 X 2 1/2
700
2
5
8
4
4
2
2
2
4
6
3
2
44
528
0.528
1.320
13
Charles Nainggolan
0.30
2 X 2 1/2
500
2
5
4
3
2
2
2
2
3
4
2
2
33
396
0.396
1.320
14
Suparto Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
2
4
5
4
3
2
2
2
3
4
2
2
35
420
0.420
1.400
15
Edi Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
2
4
6
3
3
2
2
2
4
5
2
2
37
444
0.444
1.480
16
Modi Simatupang
0.40
2 X 2 1/2
700
2
4
7
5
4
2
2
3
4
6
3
2
44
528
0.528
1.320
17
Jiman Simanjuntak
0.40
2 X 2 1/2
700
2
7
5
5
3
2
2
2
3
5
2
2
40
480
0.480
1.200
18
Saur Simanjuntak
0.30
2 X 2 1/2
500
2
6
4
3
3
2
2
2
4
5
3
2
38
456
0.456
1.520
Catatan : 1 Bulan = 2 x Panen 1 Kaleng = 12 Kg
85 Kecamatan Desa No.
: Pangaribuan : Silantom Tonga
Nama Responden
Luas Lahan
Jarak Tanam
Jlh Tanaman
(Ha)
(Meter x Meter)
(Batang)
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Produksi Kopi (Kaleng/Bulan) Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
(Kaleng)
Total Produksi Kopi (Kg)
(ton)
Produktivitas Tan. Kopi (ton/ha/tahun)
1
Marganti Sitinjak
0.40
2 X 2 1/2
700
2
4
6
4
3
2
2
2
3
4
3
2
37
444
0.444
1.110
2
Manuntun Nainggolan
0.50
2 X 2 1/2
800
4
10
15
8
5
2
2
4
9
13
7
4
83
996
0.996
1.992
3
Wakner Pakpahan
0.50
2 X 2 1/2
800
4
13
9
7
4
3
3
3
8
10
7
4
75
900
0.900
1.800
4
Asel Nainggolan
0.40
2 X 2 1/2
700
3
5
9
6
4
3
3
4
5
7
3
3
55
660
0.660
1.650
5
Norman Nainggolan
0.40
2 X 2 1/2
700
2
5
7
5
4
2
2
3
4
5
3
2
44
528
0.528
1.320
6
Josen Nainggolan
0.40
2 X 2 1/2
700
3
4
8
5
4
2
2
3
4
6
3
2
46
552
0.552
1.380
7
Aman Nainggolan
0.40
2 X 2 1/2
700
2
5
7
4
3
2
2
2
4
5
3
2
41
492
0.492
1.230
8
Hotman Sibarani
1.00
3 X 2 1/2
1200
7
14
20
7
6
3
3
8
14
15
9
6
112
1344
1.344
1.344
Luas Lahan
Jarak Tanam
Jlh Tanaman
(Ha)
(Meter x Meter)
(Batang)
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
(Kaleng)
(Kg)
(ton)
(ton/ha/tahun)
De sa
: Batu Manumpak
No.
Nama Responden
Produksi Kopi (Kaleng/Bulan)
Total Produksi Kopi
Produktivitas Tan. Kopi
1
Pukka Nainggolan
0.30
2 X 2 1/2
500
2
5
4
3
3
2
2
3
3
4
3
2
36
432
0.432
1.440
2
Elman Nainggolan
0.30
2 X 2 1/2
500
2
5
4
3
2
2
2
2
3
3
2
2
32
384
0.384
1.280
3
Radot Nainggolan
0.30
2 X 2 1/2
500
2
3
5
4
3
2
2
2
3
4
3
2
35
420
0.420
1.400
4
Mangantar Nainggolan
0.30
2 X 2 1/2
500
2
4
6
3
2
2
2
2
4
5
3
2
37
444
0.444
1.480
5
Sihol Nainggolan
0.12
2X2
250
2
3
4
2
2
1
1
2
2
3
1
1
24
288
0.288
2.400
6
Bempi Nainggolan
0.12
2X2
250
2
3
4
3
2
1
1
1
2
3
2
2
26
312
0.312
2.600
7
Pendi Nainggolan
0.30
2 X 2 1/2
500
2
4
6
3
2
2
2
2
4
5
2
2
36
432
0.432
1.440
8
Butler Nainggolan
0.30
2 X 2 1/2
500
2
5
4
3
2
2
2
2
3
4
2
2
33
396
0.396
1.320
9
Lamrata Pakpahan
0.25
2 X 2 1/2
400
2
4
3
2
2
1
1
2
2
3
2
2
26
312
0.312
1.248
10
Balongsu Pakpahan
0.40
2 X 2 1/2
700
2
6
8
4
3
2
2
2
4
6
3
2
44
528
0.528
1.320
11
Guliper Purba
0.30
2 X 2 1/2
500
2
5
4
3
2
2
2
2
3
5
2
2
34
408
0.408
1.360
12
Jusen Pakpahan
0.25
2 X 2 1/2
400
2
3
5
3
2
2
2
2
2
3
2
2
30
360
0.360
1.440
13
Kepler Nainggolan
0.25
2 X 2 1/2
400
2
5
3
3
2
1
1
2
2
3
2
2
28
336
0.336
1.344
14
Badia Nainggolan
0.40
2 X 2 1/2
700
3
8
7
5
4
3
3
3
4
7
3
2
52
624
0.624
1.560
15
Bilpon Aritonang
0.30
2 X 2 1/2
500
2
4
5
3
3
2
2
2
4
5
2
2
36
432
0.432
1.440
16
Jintar Nainggolan
0.50
2 X 2 1/2
800
3
14
12
10
6
4
3
3
7
12
4
3
81
972
0.972
1.944
17
Marlis Nainggolan
0.50
2 X 2 1/2
800
3
10
12
8
6
2
2
3
6
10
4
3
69
828
0.828
1.656
18
Jonson Nainggolan
0.40
2 X 2 1/2
700
2
4
6
3
2
2
2
2
4
6
3
2
38
456
0.456
1.140
19
Wosmen Nainggolan
0.50
2 X 2 1/2
800
3
12
8
8
6
2
2
4
7
9
4
3
68
816
0.816
1.632
20
Rindu Pakpahan
0.50
2 X 2 1/2
800
3
14
10
9
6
3
3
4
7
10
5
3
77
924
0.924
1.848
21
Sahala Nainggolan
0.40
2 X 2 1/2
700
3
8
6
5
4
2
2
3
5
8
5
3
54
648
0.648
1.620
22
Cy rus Nainggolan
0.40
2 X 2 1/2
700
3
8
10
5
4
2
2
4
5
7
5
3
58
696
0.696
1.740
Catatan : 1 Bulan = 2 x Panen 1 Kaleng = 12 Kg
0
Lampiran 4. Hasil Analisis Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman Terhadap Tingkat Produktifitas Tanaman Kopi Variables Entered/Removed(b)
M odel 1
Variables Entered
Variables Removed
Pengalaman , Pendidikan Formal , Pendidikan Non Formal(a)
M ethod .
Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi
Model S ummary(b)
M odel 1
R .911(a)
R Square .830
Adjusted R Square .824
Std. Error of the Estimate .149998
a Predictors: (Constant), Pengalaman , Pendidikan Formal , Pendidikan Non Formal b Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi
ANOVA(b) M odel 1
Regression
Sum of Squares 9.988
df 3
M ean Square 3.329
2.047 12.036
91 94
.022
Residual Total
F 147.979
Sig. .000(a)
a Predictors: (Constant), Pengalaman , Pendidikan Formal , Pendidikan Non Formal b Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients
M odel
1
(Constant) Pendidikan Formal Pendidikan Non Formal Pengalaman
Standardized Coefficients
t
Sig.
B .278
Std. Error .163
Beta
B 1.707
Std. Error .091
.011 .186
.017 .069
.054 .245
.627 2.675
.533 .009
.015
.668
9.929
.000
.151 a Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi
86
87
Residuals S tatistics(a)
N
Predicted Value
M inimum 1.09755
M aximum 2.44734
M ean 1.53335
Std. Deviation .325973
95
Residual Std. Predicted Value
-.367490 -1.337
.387410 2.804
.000000 .000
.147585 1.000
95 95
.000
.984
95
Std. Residual
-2.450 2.583 a Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi
Charts
Partial Regression Plot
Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi
Produktifitas Tanaman Kopi
0.400
0.200
0.000
-0.200
-0.400 -2
0
Pendidikan Formal
2
4
88
Partial Regression Plot
Dependent Variable: Produktifitas Tanaman Kopi
Produktifitas Tanaman Kopi
0.600
0.400
0.200
0.000
-0.200
-0.400 -0.75
-0.5
-0.25
0
0.25
0.5
Pendidikan Non Formal
Partial Regression Plot Produktifitas Tanaman Kopi
Dependent Variable: Produktifitas Tanam an Kopi 0.750
0.500
0.250
0.000
-0.250
-0.500
-2
-1
0
1
Pengalaman
2
3
4
89
Lampiran 5. Data Input Penelitian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Nama Mariden Simanjuntak Usdiman Sianipar Wasinton Simanjuntak Parasian Pardede Maidin Simanjuntak Jonner Aruan Edi Siahaan Sukardi Hutabarat Sahat Tambunan Nopen Simanjuntak Robet Siagian Paian Simanjuntak Pariaman Tambunan Parlin Hutagalung Mula Simanjuntak Betani Pardede Junus Simanjuntak Risma Panjaitan Bistok Simangunsong Benri Pasaribu Sabar Simanjuntak Efendi Simanjuntak Nelson Simanjuntak Dapot Simanjuntak Manguntor Sihombing Robinson Purba Hormat Marpaung Asima Tampubolon Ramses Simanjuntak Damaris Simanjuntak Kalpin Marpaung Retni Panjaitan Rizal Simanjuntak Sampe Tua Simanjuntak Chandra Silitonga Potlen Silitonga Denni Simanjuntak Sabar Panjaitan Timbul Simanjuntak Hotmel Simanjuntak
Formal 12 12 9 9 12 7 16 9 12 12 9 9 12 9 12 9 12 9 12 9 9 9 12 12 9 6 9 9 9 12 9 9 12 9 9 9 9 16 12 9
Nonformal 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0
Pengalaman 6 8 6 6 7 6 8 7 12 9 6 6 9 6 8 6 8 6 10 5 5 5 9 11 6 5 6 6 6 7 6 7 10 6 6 5 6 12 9 7
Produktivitas 1.480 1.840 1.440 1.320 1.840 1.350 1.960 1.320 2.700 1.992 1.480 1.320 1.960 1.440 1.840 1.320 1.968 1.360 2.490 1.260 1.200 1.080 2.200 2.640 1.410 1.110 1.360 1.344 1.480 1.560 1.360 1.440 1.872 1.280 1.260 1.200 1.260 2.400 1.584 1.360
90
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Glomber Simanjuntak Marudut Gultom Monang Marbun Lamhot Panjaitan Tiurma Pardede Madden Simanjuntak Marganda Simanjuntak Rospita Silitonga Kasih Panjaitan Sintong Simanjuntak Fernando Panjaitan Halomoan Simanjuntak Sanyo Simanjuntak Herbet Simanjuntak Hiras Simatupang Riko Simanjuntak Jimmy Simanjuntak Tonggor Sihombing Sanggam Simanjuntak Charles Nainggolan Suparto Simanjuntak Edi Simanjuntak Modi Simatupang Jiman Simanjuntak Saur Simanjuntak Marganti Sitinjak Manuntun Nainggolan Wakner Pakpahan Asel Nainggolan Norman Nainggolan Josen Nainggolan Aman Nainggolan Hotman Sibarani Pukka Nainggolan Elman Nainggolan Radot Nainggolan Mangantar Nainggolan Sihol Nainggolan Bempi Nainggolan Pendi Nainggolan
10 9 9 9 9 9 12 9 9 12 12 9 9 12 9 9 9 9 6 9 9 9 9 9 12 6 12 12 12 9 9 9 9 9 10 9 9 12 12 9
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0
6 8 7 8 7 7 7 7 7 8 8 6 7 11 6 8 5 7 6 7 8 8 7 6 8 5 8 7 8 6 6 6 7 7 6 6 7 10 11 7
1.280 1.464 1.360 1.392 1.392 1.320 1.360 1.400 1.360 1.520 1.500 1.230 1.320 2.300 1.320 1.440 1.200 1.392 1.320 1.320 1.400 1.480 1.320 1.200 1.520 1.110 1.992 1.800 1.650 1.320 1.380 1.230 1.344 1.440 1.280 1.400 1.480 2.400 2.600 1.440
91
81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95
Butler Nainggolan Lamrata Pakpahan Balongsu Pakpahan Guliper Purba Jusen Pakpahan Kepler Nainggolan Badia Nainggolan Bilpon Aritonang Jintar Nainggolan Marlis Nainggolan Jonson Nainggolan Wosmen Nainggolan Rindu Pakpahan Sahala Nainggolan Cyrus Nainggolan
9 8 9 9 9 9 12 9 12 12 9 12 12 12 12
0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1
7 6 6 6 8 7 8 7 10 8 5 8 9 8 9
1.320 1.248 1.320 1.360 1.440 1.344 1.560 1.440 1.944 1.656 1.140 1.632 1.848 1.620 1.740