RUU PROLEGNAS JANGKA MENENGAH TAHUN 2015-2019 USULAN PEMERINTAH Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) Residu Prolegnas 2010-2014 NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
1.
RUU Kitab UU Hukum Pidana
Kementerian Hukum dan HAM
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: KUHP (Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie), masih berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Materinya banyak yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan pengaturan pemidanaan. Perlu diwujudkan upaya pembaharuan hukum nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam rangka menghormati dan menjunjung tinggi HAM dan penataan kelembagaan penegak hukum.
1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 2. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI; 3. Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan; 4. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM; 5. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK; 6. Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang yang mengatur mengenai peradilan; 7. Beberapa UU tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) 8. Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Untuk menggantikan KUHP peninggalan pemerintah kolonial Belanda. Memperjelas interpretasi dalam sistem penegakan hukum c. Jangkauan dan arah pengaturan: Terbagi dalam 2 buku Buku kesatu : Ketentuan Umum Buku Kedua : Kejahatan Mendasarkan pada pemikiran Aliran Neo-Klasik yang menjaga keseimbangan antar faktor objektif (perbuatan/lahiriah) dan faktor subjektif (orang/batiniah/sikap batin); Karakter daad-dader strafrecht yang lebih manusiawi; Tidak membedakan lagi antara tindak pidana (starfbaarfeit) berupa kejahatan dan tindak pidana pelanggaran (overtredingen); Subjek hukum diperluas mencakup pula korporasi
KETERANGAN
Prioritas 2015 Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Ditargetkan selesai pada tahun 2017 Program RPJMN 2015-2019 Nawa cita No.4 (Melakukan reformasi system dan penegakan hokum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya) Pernah masuk pembahasan tk I di komisi III DPR
*) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
|1
NO
2.
JUDUL RUU
RUU tentang Merek
PEMRAKARSA
Kementerian Hukum dan HAM
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: -
-
UU No. 15/2001 tentang Merek tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan standar internasional, khususnya mengenai pendaftaran merek internasional (Protokol Madrid); Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi internasional di bidang HKI sehingga perlu diimplementasikan dalam hukum nasional.
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: -
Peningkatan Perlindungan terhadap Merek yang terdaftar; Terbentuknya UU tentang Merek yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan standar internasional.
KETERANGAN
or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia. 9. UU No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) 1. UU No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization); 2. UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek: 3. UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian; 4. UU No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.
Prioritas 2015 Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Nawa Cita No. 6 (meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar internasional) *) **)
1. UU No. 7 Tahun 1994 tentang Agreement
Prioritas 2015 Sudah ada NA
c. Jangkauan dan arah pengaturan: 3.
RUU tentang Paten
Kementerian Hukum dan
Pengaturan mengenai kemudahan pendaftaran merek dan memaksimalkan peningkatan perlindungan terhadap merek. a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: 1. Paten merupakan hak kekayaan intelektual yang diberikan oleh Negara
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
|2
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA HAM
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi yang mempunyai peranan strategis dalam meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara; 2. peningkatan perlindungan Paten bagi Inventor dan/atau Pemegang Hak; 3. Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi internasional di bidang HKI sehingga perlu diimplementasikan dalam hukum nasional. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: 1. perkembangan Paten dapat berdampak baik pada perkembangan teknologi, sehingga diharapkan lebih meningkatnya jumlah invensi yang dihasilkan oleh Inventor; 2. memberikan jaminan kepada Inventor dan/atau Pemegang Hak untuk berinvestasi dan menanamkan modalnya sehingga akan memacu perkembangan perekonomian Indonesia; 3. meningkatkan perlindungan hukum terhadap suatu Invensi yang telah diberi Paten; 4. terbentuknya UU tentang Paten yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan standar internasional. c. Jangkauan dan arah pengaturan: 1. Pengaturan mengenai kemudahan pendaftaran Paten dan memaksimalkan peningkatan perlindungan terhadap Paten; 2. Mengakomodasi ketentuan Article 31bis TRIPs Agreement mengenai pengadaan obat atau produk farmasi untuk kepentingan kesehatan masyarakat dalam ketentuan lisensi-wajib.
4.
Rancangan UndangUndang tentang Perubahan UndangUndang No. 11 Tahun 2008 tentang
Kementerian Komunikasi dan Informatika
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: Setidaknya ada 4 (empat) faktor yang melatar-belakangi dilakukannya amandemen terhadap UU ITE. Pertama, adanya keberatan sebagian masyarakat terhadap Pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran nama baik dan/atau penghinaan melalui internet yang berujung pada constitutional review Pasal 27 ayat (3). Kedua, adanya keberatan terhadap ancaman sanksi pidana pada Pasal 45 ayat (1) yang dinilai memberatkan dan tidak proporsional dengan KUHP. Ketiga, Pasal 43 ayat (3) dan ayat (6) UU ITE
Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia); 2. UU No. 16 Tahun 2001 tentang paten; 5. UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian; 6. UU No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan; 3. UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; 4. UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman; 5. UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sisitem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; 6. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 1. UU No 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi 2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
KETERANGAN Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Nawa Cita No. 6 (meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar internasional) *) **)
Prioritas 2015 Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi
*) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
|3
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
Informasi dan Transaksi Elektronik
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
dinilai menyulitkan aparat penegak hukum. Dan keempat, adanya pengujian konstitusional terhadap Pasal 31 ayat (4) tentang pengaturan penyadapan melalui peraturan pemerintah. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Memberikan perlindungan keamanan kepada penyelenggara, serta kualitas dan keamanan informasi kepada pengguna layanan; Memperkuat implementasi e-government dengan mengutamakan prinsip keamanan, interoperabilitas dan cost effective; Harmonisasi besaran sanksi pidana dan sinkronisasi hukum acara pada tindak pidana teknologi informasi (UU ITE) dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan peraturan perundang-undangan lain.
5.
RUU tentang Rahasia Negara
Kementerian Pertahanan
c. Jangkauan dan arah pengaturan: 1. Mengubah ketentuan Pasal 5 mengenai alat bukti elektronik; 2. Mengubah ketentuan Pasal 8 mengenai waktu pengiriman dan penerimaan Informasi Elektronik; 3. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (3) dan ayat (4) mengenai tata cara intersepsi; 4. Mengubah ketentuan Pasal 43 ayat (3) mengenai penggeledahan dan/atau penyitaan; 5. Mengubah ketentuan Pasal 43 ayat (5) dengan menambahkan kewenangan PPNS sesuai dengan procedural law yang diatur dalam Convention on Cybercrime Budapest 2001; 6. Mengubah ketentuan Pasal 43 ayat (6) mengenai permintaan penetapan ketua pengadilan negeri yang semula diatur dalam waktu 1 X 24 Jam, menjadi sesuai dengan ketentuan Hukum Acara Pidana; 7. Mengubah ketentuan Pasal 44, menyesuaikan dengan rujukan pada Pasal 5; dan 8. Mengubah ketentuan Pasal 45 mengenai besaran ancaman sanksi pidana, menyesuaikan dengan ketentuan Pidana pada KUHP dan peraturan perundang-undangan yang lain. a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: Dengan mempertimbangkan hak asasi setiap orang untuk memperoleh dan menyampaikan informasi, maka RUU tentang Rahasia Negara membatasi jenis rahasia negara dalam bidang-bidang tertentu, sehingga pejabat publik tidak dapat menetapkan sendiri rahasia tanpa berdasarkan ketentuan
1. UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara 2. UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Prioritas 2015 Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
|4
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
undang-undang. Pembatasan jenis rahasia negara dengan aturan yang lebih ketat dan penetapan jadwal retensi rahasia negara yang diselaraskan dengan ketentuan yang berlaku diberbagai negara dimaksudkan untuk mewujudkan efisiensi pengelolaan rahasia negara dan meringankan tugas dan tanggung jawab pejabat publik.
KETERANGAN
Informasi Publik 3. UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara
Harmonisasi *) **)
1. UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 3. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara 4. UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 5. UU Sektoral terkait Penerimaan Negara
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Tersusunnya pengaturan tentang Rahasia Negara yang komprehensif, jelas dan tegas, batasan antara mana yang menjadi domain publik dan mana yang harus dirahasiakan demi kepentingan bangsa. Kepastian hukum tersebut juga berarti memperkecil/mempersempit daerah abu-abu (grey area) antara informasi publik dan rahasia.
6.
RUU tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
Kementerian Keuangan
c. Jangkauan dan arah pengaturan: 1. Memberikan kepastian dan kejelasan dalam menentukan informasi yang rahasia atau informasi yang bukan rahasia; 2. Memberikan perlakuan dan tindakan yang sama atas suatu informasi berdasarkan kesepakatan antara negara dan masyarakat; 3. Pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan suatu kerahasiaan berfokus pada akibat yang ditimbulkan apabila Rahasia Negara tersebut bocor. a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: 1. Harmonisasi dengan UUD 1945 2. Menyesuaikan dengan Undang-undang di bidang Keuangan Negara 3. Menjawab tantangan permasalahan pengelolaan PNBP saat ini. 4. Mengantisipasi perkembangan pengelolaan PNBP ke depan. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: 1. Mempertegas dan memperjelas ruang lingkup PNBP 2. Mendukung optimalisasi pendapatan negara yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak 3. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, melalui peningkatan akuntabilitas dan tranparansi pengelolaan PNBP antara lain dengan meningkatkan fungsi pengawasan dan pemeriksaan PNBP. c. Jangkauan dan arah pengaturan: 1. Ketentuan umum yang mempertegas definisi PNBP yang membedakan
Prioritas 2015 Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Program RKP Tahun 2015 *) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
|5
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
dengan pendapatan negara yang bersumber dari perpajakan dan hibah. Tujuan pengaturan PNBP Objek dan kelompok objek PNBP. Subjek PNBP Tarif atas rincian jenis PNBP Kewenangan Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dalam mengelola PNBP 7. Kewenangan Pimpinan Instansi Pengelola PNBP dalam mengelola PNBP 8. Mitra Instansi Pengelola PNBP 9. Perencanaan PNBP 10. Pelaksanaan PNBP (termasuk didalamnya mengenai pengawasan PNBP) 11. Pertanggungjawaban PNBP 12. Pemeriksaan PNBP 13. Pengembalian PNBP 14. Keberatan PNBP 15. Keringanan PNBP 16. PNBP Badan Layanan Umum 17. Ketentuan pidana di bidang PNBP 18. Ketentuan Peralihan dan Penutup a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: Untuk membangun sistem keuangan yang lebih siap menghadapi krisis dan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya gangguan yang berpotensi mengancam stabilitas sistem keuangan nasional, diperlukan mekanisme koordinasi antar lembaga yang terlibat dalam pembinaan sistem keuangan nasional, yang akan diatur dalam bentuk UU JPSK.
Bukan Pajak pada Kementerian Negara/Lembaga
2. 3. 4. 5. 6.
7.
RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan
Kementerian Keuangan
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: 1. Membentuk suatu mekanisme koordinasi yang efisiensi dan efektif dalam menghadapi kondisi yang bersifat sistemik; 2. Menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi kepentingan pengguna jasa sektor keuangan di Indonesia. c. Jangkauan dan arah pengaturan: 1. Pengaturan dan pengawasan yang efektif terhadap lembaga, pasar, dan infrastruktur di sektor jasa keuangan 2. Fasilitas Lender of the Last Resort (LoLR) 3. Program penjamin nasabah bank
KETERANGAN
1.
2. 3. 4.
UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU No. 6 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia; UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Prioritas 2015 Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Program RKP Tahun 2015 Pernah masuk tahap pembahasan tk.I komisi XI DPR *) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
|6
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
4. Kebijakan dan prosedur manajemen krisis keuangan, termasuk exit policy. 5. Koordinasi yang efektif antar lembaga yang berkewenangan dalam rangka menciptakan dan memelihara stabilitas sistem keuangan yang diatur dalam bentuk Undang-Undang.
8.
RUU tentang Perubahan Harga Rupiah
Kementerian Keuangan
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: 1. Penyederhanaan jumlah digit pada denominasi atau pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli,harga atau nilai Rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa; 2. Dapat menjadi suatu cara untuk meningkatkan kepercayaan terhadap mata uang rupiah; 3. Dapat mencerminkan kesetaraan kredibilitas dengan negara maju lainnya di kawasan; 4. Dari sisi sistem pembayaran non tunai, redenominasi dapat mencegah terjadinya kendala teknis akibat jumlah digit yang besar; 5. Dapat menjadi kebijakan untuk mengantisipasi permasalahan akibat
Negara; UU No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara; 6. UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan; 7. UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; 8. UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian; 9. UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan; 10. UU No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun; 11. UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; 12. UU No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara; 13. UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara 1. UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No.6 Tahun 2009 2. UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang 3. UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 4. UU No.20 Tahun 2008
KETERANGAN
5.
Prioritas 2015 Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Pernah masuk dalam tahap pembahasan Tk.I di Pansus DPR. *)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
|7
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
nilai transaksi yang melampaui jumlah digit yang dapat ditolerir oleh infrastruktur sistem pembayaran dan sistem pencatatan transaksi, dan 6. Meningkatkan efisiensi transaksi perekonomian. UU ini perlu segera diajukan karena untuk pelaksanaannya membutuhkan waktu yang panjang, agar masyarakat terbiasa dengan perubahan nilai digit. UU ini bukan merupakan bentuk sanering (pemotongan nilai) sehingga daya beli masyarakat menjadi turun.
KETERANGAN
tentang Usaha Mikro,Kecil, dan Menengah 5. UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
**)
1. KUH Perdata 2. KUH Dagang 3. UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Prioritas 2015 Tindak lanjut putusan MK No. 28/PUU-XI/2013
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah akan menjangkau dan mengikat seluruh lapisan masyarakat terkait dengan penyederhanaan jumlah digit uang dan kewajiban atau larangan yang harus dipatuhi.Dengan dilakukannya Redenominasi Rupiah, maka setiap penggunaan atau penyebutan rupiah dalam harga atau nilai barang dan/atau jasa; pencatatan transaksi; peraturan perundang-undangan; keputusan pengadilan;perjanjian,surat berharga; akta; dokumen keuangan; bukti pembayaran dan dokumen lainnya,harus menggunakan atau dinyatakan dalam rupiah redenominasi.
9.
RUU tentang Perkoperasian
Kementerian Koperasi dan UKM
c. Jangkauan dan arah pengaturan: 1. Perkembangan perekonomian nasional yang menunjukkan kemajuan yang semakin signifikan memerlukan kebijakan yang mendukung efisiensi perekonomian untuk meningkatkan daya saing nasional dalam rangka mewujudkan cita-cita luhur bangsa menuju masyarakat adil dan makmur sesuai Pancasila dan UUD 1945. 2. Untuk memelihara kesinambungan perkembangan perekonomian nasional sebagaimana tersebut diatas, diperlukan jumlah uang rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat; 3. Pada saat ini rupiah memiliki jumlah digit yang dinilai terlalu banyak, sehingga efisiensi dalam transaksi ekonomi perlu diterapkan kebijakan perubahan harga mata uang melalui penyerdehanaan jumlah digit pada denominasi uang rupiah tanpa mengurangi daya beli , harga atau nilai tukarnya atau yang disebut redenominasi. a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 28/PUU-XI/2013 menyatakan UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian inkonstitusional secara keseluruhan. Akibatnya UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
|8
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
yang telah dicabut untuk sementara waktu diberlakukan kembali, sambil menunggu diterbitkannya UU Perkoperasian yang baru yang sesuai dengan filosofi Pasal 33 (1) UUD NRI Tahun 1945. b. Sasaran yang ingin diwujudkan Perlu diadakan pembaruan peraturan tentang perkoperasian karena UU Koperasi lama yang diberlakukan kembali tidak sesuai dengan kebutuhan perkembangan masyarakat. c. Jangkauan dan Arah Pengaturan - mengenai definisi koperasi tidak disamakan dengan badan hukum lainnya (PT., CV, dan Firma) - badan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan - adanya sistem penggajian pada pengurus tidak senafas dengan konsep koperasi - tidak lagi menggunakan Sertifikat Modal Koperasi yang menjadikan koperasi seperti saham seperti perseroan - setoran pokok apabila keluar dari keanggotaan koperasi tidak dapat ditarik kembali menunjukkan sistem badan usaha yang “kejam” - terjadi pertanggungjawaban terbatas bagi anggota koperasi - tidak lagi dibatasi mengenai jenis koperasi pada: koperasi produsen, koperasi konsumen, koperasi jasa, koperasi simpan pinjam. Karena eksis koperasi serba usaha - perlu diintegrasikan dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) 10. RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Kementerian Tenaga Kerja
Kecil dan Menengah 4. UUU No. 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang
a. Latar Belakang dan tujuan penyusunan RUU: Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dianggap kurang memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh maupun pengusaha. Oleh karena itu, perlu dilakukan perubahan dengan tujuan memenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pengusaha.
1.
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2015-2019: - Memperkuat daya saing tenaga kerja dalam memasuki pasar tenaga kerja global - Menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan memperbaiki
3.
2.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection In Industry And Commerce (Konvensi ILONomor 81
KETERANGAN
*) **)
Nawa Cita No. 7 (mewujudkan kemandirian ekonomi dan dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik)
Prioritas 2015 *) **) Catatan : Sudah 15 kali diajukan Ke MK dan sudah 13 kali diputus beberapa pasal tidak memiliki kekuatan hukum berlaku sehingga perlu diubah.
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
|9
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR -
UU TERKAIT
iklim ketenagakerjaan Peningkatan akses angkatan kerja kepada sumber daya produktif Mendorong pengembangan ekonomi pedesaan Memfungsikan pasar tenaga kerja Peningkatan akses angkatan kerja kepada sumber daya produktif
KETERANGAN
Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri Dan Perdagangan)
c. Jangkauan dan arah pengatuan: - Beberapa pengertian - Penempatan tenaga kerja. - Pengaturan tenaga kerja asing - Hubungan kerja. - Penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain. - Pengaturan mengenai waktu istirahat bagi pekerja/buruh. - Pengupahan dan perlindungan upah. - Mogok kerja. - Penutupan perusahaan (lock out), dan - Pemutusan hubungan kerja 11.
RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (pengganti UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah)
Kementerian Keuangan
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: 1. Beberapa kelemahan dalam implementasi desentralisasi fiskal seperti: a. Masih terdapat ketimpangan fiskal antar daerah; b. Kualitas pelayanan publik masih belum memadai; c. Terdapat ketimpangan pelayanan publik antar daerah; d. Kualitas belanja daerah masih rendah. 2. Beberapa ketentuan mengenai sumber-sumber keuangan daerah belum diatur dalam UU Perimbangan: a. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai mengatur Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau; b. UU No. 28 Tahun 2009 tentang PDRD, mengalihkan jenis pajak pusat yang sebelumnya dibagihasilkan yaitu BPHTB, PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi pajak daerah; c. UU APBN menetapkan berbagai jenis dana alokasi ke daerah (selain DBH, DAU, DAK), seperti Dana BOS, Tunjangan Guru, Dana Insentif Daerah; d. UU No. 21 Tahun 2001 dan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Otonomi Khusus yang mengatur dana otonomi khusus. 3. UU Pemda baru (UU No. 23/2014) telah diberlakukan yang mengatur
1. 2. 3.
4.
5. 6.
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Darussalam; UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua; UU No. 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan; UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak
Prioritas 2015 Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Perintah Pasal 18A UUD NRI Tahun 1945 Nawa Cita No. 3 (membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerahdaerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan) Mengganti UU No. 33 Tahun 2004 tentang
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 10
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
pembagian kewenangan pusat dan daerah, yang berimplikasi pada pembagian keuangan. Tujuan Penyusunan: 1. Aspek Ketepatan Waktu memudahkan sinkronisasi antara UU Pemerintahan Daerah dan UU Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah tersebut, mengingat substansi kedua UU tersebut sangat terkait erat. 2. Aspek Substansi a. Penyesuaian dengan porsi kewenangan Propinsi dengan Kabupaten/Kota dalam UU No 23 Tahun 2014. b. isu pokok yang memerlukan adanya perbaikan kebijakan melalui Revisi UU No. 33 Tahun 2004 adalah: 1) Pengendalian pemekaran daerah: 2) Perbaikan pengelolaan keuangan dan kontrol belanja daerah: 3) Peningkatan kualitas SDM pengelola keuangan dearah: 4) Reformulasi sumber pendanaan daerah: 5) Surveillance kinerja keuangan daerah 6) Kinerja daerah juga merupakan salah satu point penting yang harus selalu dimonitor dan dievaluasi oleh Pemerintah Pusat. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: - Tersusunnya peraturan perundang-undangan tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang lebih sederhana dan komprehensif (mengakomodir pengaturan dalam UU lain dan mengurangi PP yang sifatnya normatif). - Terwujudnya acuan hukum tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang jelas, tegas, dan aplikatif. - Terwujudnya kepastian hukum pendanaan bagi daerah. - Terlaksananya pengelolaan sumber daya penyelenggara pelayanan publik yang efektif, tepat guna dan tepat sasaran - Terwujudnya pengawasan dalam penyelenggaraan pelayanan publik - Terwujudnya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik
7. 8. 9. 10. 11.
12.
13.
14.
KETERANGAN
Dan Gas Bumi; Perimbangan UU No. 31 Tahun 2001 Keuangan Antara Tentang Perikanan; Pemerintah Pusat dan UU No. 17 Tahun 2003 Daerah Tentang Keuangan Pernah masuk tahap Negara; pembahasan tingkat I UU No. 27 Tahun 2003 di Pansus DPR Tentang Panas Bumi; *) UU No. 18 Tahun 2004 **) Tentang Perkebunan; UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana; UU No. 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 1995 Tentang Cukai; UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan; UU No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah.
c. Jangkauan dan arah pengaturan: - Pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintahan Daerah dalam RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 11
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
rangka pelaksanaan desentralisasi di dasarkan atas pembagian urusan (money follows function); - pemberian kewenangan yang lebih besar dalam pengenaan pajak dan retribusi dan melakukan pinjaman.; - Pengaturan mengenai dana perimbangan harus sesuai standar pelayanan minimum (SPM); - Pengaturan mengenai pengelolaan keuangan daerah harus mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang baik seperti transparan, akuntabel, efisien dan efektif dan sejalan dengan pengaturan keuangan negara. 12.
RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan
Kementerian Kesehatan
a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan RUU: • Kemajuan teknologi transportasi dan era perdagangan bebas, dapat beresiko menimbulkan gangguan kesehatan dan penyakit baru atau penyakit lama dengan penyebaran yang lebih cepat dan berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat, sehingga menuntut adanya upaya cegah tangkal penyakit dan aktor resiko kesehatan secara komprehensif dan terkoordinasi. • UU No. 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut dan UU No. 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara sudah tidak lagi dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan hukum masyarakat. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: • Untuk mencapai derajat kesehatan setinggi-tingginya yang besar artinya bagi pembangunan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia. • Melaksanakan kewajiban sebagai masyarakat dunia, dalam menccegah terjadinya kedaruratan kesehatan yang meresahkan/public health emergency o internasional concern sebagaimana diamanatkan dalam Internasional Health Regulation (IHR) 2005. c. Jangkauan dan arah pengaturan: • Pengaturan mencakup: • Asas pengaturan • Tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah • Kedaruratan kesehatan masyarakat • Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan
1. UU No.1 Tahun 196 tentang Karantina Laut 2. UU No. Tahun 96 tentang Karantina Udara 3. International Health Regualtioan (IHR) 2005 4. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 5. UU No. 4 Tahun 1984 tentang abah Penyakit Menular 6. UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan 7. UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian 8. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran 9. UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan 10. UU No. 10 Tahun 1995 diubah UU 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
• • • •
Prioritas 015 Ada NA Ada draf RUU Sudah selesai diharmonisasi *) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 12
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR • • • • • •
13.
RUU tentang Bahan Kimia
Kementerian Perindustrian
UU TERKAIT
Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di ilayah Dokumen karantina kesehatan Sumber daya kekarantinaan kesehatan Inormasi kekarantinaan kesehatan Pembinaan dan pengaasan Penyidikan
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: Latar Belakang: • Bahan kimia merupakan bahan strategis, memiliki nilai tambah dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. • Pengelolaan dan penggunaan bahan kimia yang salah (misuse) serta penyalahgunaan bahan kimia (abuse) berisiko terhadap keselamatan dan keamanan. • Pengaturan tentang pengelolaan bahan kimia selama ini tersebar dalam berbagai instrumen hukum. • Harmonisasi simbol/label dan pengelolaan bahan kimia pada setiap simpul daur hidup sesuai kaidah Internasional (GHS & SAICM). • Amanah DPR RI agar RUU Bahan Kimia masuk dalam “Prolegnas 20102014”. Tujuan Pembentukan: • Mewujudkan sistem klasifikasi dan komunikasi Bahan Kimia secara harmonis. • Mengoptimalkan nilai tambah Bahan Kimia. • Mencegah dan mereduksi risiko. • Mewujudkan industri kimia hijau, berdaya saing, dan berkesinambungan.
KETERANGAN
11. UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
1. 2. 3.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Undang-Undang No. 9 Tahun 2008 tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia Sebagai Senjata Kimia.
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi **) Perlu dikaji lagi untuk kematangan materi NA+RUU
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: 1. Pengaturan tentang Pengelolaan bahan kimia dimaksudkan pula untuk mendorong terciptanya program hilirisasi industri kimia baik bahan kimia yang bersumber terbarukan maupun tidak terbarukan, sebagaimana dituangkan dalam program MP3EI (Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia). 2. Mendorong penguasaan Riset dan Teknologi untuk meningkatkan nilai tambah produk kimia dan daya saing industri serta mewujudkan industri hijau yang berkelanjutan. RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 13
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
c. Jangkauan dan arah pengaturan: 1. Sistem klasifikasi, komunikasi bahaya dan risiko, serta kemasan bahan kimia. 2. Pengelolaan bahan kimia pada setiap simpul daur hidup. 3. Keselamatan dan keamanan kimia pada setiap simpul daur hidup. 4. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 5. Riset dan pengembangan. 14.
RUU tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
Kementerian BUMN
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: - Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3), menunjukan bahwa Negara masih mempunyai peranan dalam perekonomian. Peranan itu ada 2 (dua) macam yaitu sebagai gulator dan sebagai aktor yang berupa Badan Usaha Milik Negara (BUMN). - Sebagai actor, BUMN menyelenggarakan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. - Regulasi yang ada rentan menyeret tindakan BUMN ke ranah korupsi. - Pemahaman terhadap aset BUMN apakah merupakan keuangan negara atau bukan, masih menimbulkan perdebatan. Bila melihat karakteristik BUMN, khususnya yang berbentuk Persero, Pasal 11 UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) menyebutkan bahwa terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Hal ini berarti bahwa di dalam BUMN juga berlaku pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan pemilik dan pengurusnya. Dengan demikian penyertaan saham, yang mulanya dimilki negara, apabila kemudian disertakan dalam BUMN Persero secara demi hukum telah menjadi kekayaan Persero. - Dibutuhkan analisa dan penyelidikan yang cukup untuk menentukan terjadinya perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara atau hanya sekadar risiko bisnis.
1. Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 2. UU No. 40 tahun 2007 tentang PT 3. UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara 4. UU No. 20 Tahun 2001 tentagn Tipikor 5. UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 6. UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara 7. UU No. 15 tahun 2006 tentang BPK
Prioritas 2015 Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Nawa Cita No. 6 (mendorong BUMN menjadi agen pembangunan) *) **)
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: - Mendorong BUMN dalam meningkatkan pendapatan negara dan kesejahteraan rakyat; - keseimbangan antara kepentingan bisnis dan kepentingan penegakan hukum dalam BUMN; RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 14
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
- penguatan BUMN yang bersih dan tetap dalam tujuannya untuk menciptakan keuntungan bagi Negara. c. Arah dan jangkauan: Yang perlu direvisi terkait hal-hal sebagai berikut: 1. Maksud dan tujuan pendirian BUMN. 2. Perlakuan khusus terhadap BUMN dengan banyaknya peraturan perundang-undangan yang ikut mengatur BUMN. 3. Sumber penyertaan modal negara terhadap BUMN 4. Penegasan pemberlakukan sistem pengelolaan PT terhadap pengelolaan Persero 5. Penegasan menteri sebagai wakil negara selaku pemegang saham 6. Pengertian kekayaan negara yang dipisahkan 7. Modal perum tidak terbagi atas saham 8. Pengertian Menteri. Maksudnya, menimbulkan kerancuan karena secara prinsip kedudukan menteri dapat sebagai pemegang saham dan sekaligus sebagai pejabat publik 9. Rumusan pengertian persero 10. Istilah Privatisasi. Privatisasi diartikan sebagai penyerahan kepemilikan saham kepada masyarakat. Hal ini kurang sejalan dengan protokol pasar modal yang mengartikan go private sebagai pengembalian saham 11. Privatisasi, dan cabang-cabang produksi penting yang dikecualikan. 12. Restrukturisasi 13. Pemeriksaan 14. Aturan bagi BUMN yang saham pemerintahnya kurang dari 51% 15. Pelaporan Investasi Pemerintah dan pelaporan neraca BUMN, bahwa kedua hal tersebut merupakan dua hal yang berbeda, saling berhubungan dalam nilai, namun tidak saling berhubungan dalam hal pertanggungjawaban dan pengelolaan 16. Pertanggunjawaban direksi pra dan pasca jabatan. 17. Calon anggota direksi dan internal perusahaan. 18. Larangan jabatan rangkap dalam kampanye pemilu 19. Banyak ketidakjelasan dalam pengaturan perum. 20. Saham BUMN menajdi penyertaan modal pemerintah pusat dalam rangka pendirian BUMN. 21. Penetapan unit instansi pemerintah sebagai BUMN RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 15
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
22. 23. 24. 25.
Ketentuan PSO (Public Service Obligation). Pemeriksaan eksternal. Karyawan BUMN yang diangkat menjadi direksi Kedudukan direksi, dewan komisaris, Dewan pengawas dan karyawan bukan sebagai penyelenggara negara dan pemerintah. 26. Penegasan piutang BUMN bukan piutang negara. 27. Sinergi BUMN, dimana dalam UU BUMN belum mengatur masalah ini. 28. Permohonan pailit terhadap BUMN. 15.
RUU tentang Perubahan atas UndangUndang No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
Kementerian Keuangan
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: 1. Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai dana pensiun yang lebih jelas dan tegas. 2. Dinamika industri dana pensiun dan lembaga keuangan lainnya. 3. Berbagai tantangan untuk mengembangkan dana pensiun di Indonesia. 4. Sinkronisasi dengan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. b. Sasaran yang ingin di wujudkan: Meningkatkan fleksibilitas skema program dan aspek prudensial bagi dana pensiun untuk mempercepat perkembangan dana pensiun. c. Jangkauan dan arah pengaturan: Pengaturan mengenai dana pensiun dan jasa pihak ketiga yang terkait dengan penyelenggaraan dana pensiun.
1. UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. UU No. 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian. 3. UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan perubahannya. 4. UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 5. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan perubahannya. 6. UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan perubahannya. 7. UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 8. UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 9. UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Program RKP Tahun 2015 *) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 16
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
16.
RUU tentang Pengurusan Piutang Negara dan Daerah
Kementerian Keuangan
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: 1. Pengurusan Piutang Negara tidak hanya mencakup pengurusan piutang Pemerintah Pusat, tetapi juga piutang BUMN/BUMD yang dananya berasal dari instansi pemerintah dan disalurkan melalui pola channeling atau risk sharing. Pengurusan Piutang Pemerintah Daerah dapat diatur dalam RUU ini. 2. Memberikan landasan hukum dalam upaya optimalisasi hasil pengurusan Piutang Negara, yang ditempuh dengan cara yang lebih efektif dan efisien dengan memperhatikan hak asasi manusia, asas keadilan, kepastian hukum, pemulihan hak negara, asas transparansi, dan asas akuntabilitas. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: 1. Peningkatan hasil pengembalian piutang negara. 2. Harmonisasi dalam peraturan pengurusan piutang BUMN. 3. Efisiensi lembaga yang mengurus piutang negara.
Syariah. 1. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 2. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998. 3. UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. 4. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 5. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
KETERANGAN
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Program RKP Tahun 2015 Pernah masuk tahap pembicaraan tk. I di komisi XI DPR *) **)
c. Jangkauan dan arah pengaturan: Materi RUU Pengurusan Piutang Negara/Daerah memuat: 1. Ketentuan Umum 2. Ruang Lingkup Pengurusan Piutang Negara/Daerah 3. Kewenangan Pengurusan Piutang Negara/Daerah 4. Penatausahaan, Pelaporan, Penyerahan dan Penerimaan Pengurusan Piutang Negara/Daerah 5. Tata Cara Pengurusan Piutang Negara/Daerah 6. Hak Mendahulu 7. Sanksi 8. Ketentuan Lain-lain 9. Ketentuan Peralihan 10. Ketentuan Penutup 17.
RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang
Kementerian Keuangan
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: - Kebutuhan masyarakat akan ketentuan mengenai pasar modal yang lebih jelas dan tegas. - Kemandirian otoritas pengawas jasa keuangan, termasuk pasar modal sangat diperlukan agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan
1. UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 17
NO
JUDUL RUU Pasar Modal
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
efisien. - Lemahnya struktur organisasi bursa yang berlandaskan keanggotaan. - Adanya kecenderungan global dalam pengelolaan SRO menuju konsep demutualisasi lembaga bursa. - Sinkronisasi dengan Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: - Otoritas pengawas pasar modal (sebagai bagian dari sektor jasa keuangan) yang independen, baik dari sisi kemandirian dalam pelaksanaan tugas dan fungsi maupun kemandirian dari sisi struktur organisasi. - SRO dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik serta mampu mengatasi tantangan atau perkembangan saat ini. - Tidak terjadi conflict of interest antara Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek dan/atau perantara Pedagang Efek dengan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi. - Menumbuhkan market confidence melalui penegakan hukum yang tegas dan konsisten serta terkoordinasi dengan aparat penegak hukum. - Perusahaan memiliki alternatif pembiayaan perusahaan yang makin beragam dan investor memiliki lebih banyak pilihan dalam berinvestasi. - Pasar Modal Indonesia dapat segera menyerap perkembangan yang dicapai Negara lain dan mampu berdaya saing yang baik terhadap pasar modal Negara lain. c. Jangkauan dan arah pengaturan: - Ketentuan hukum yang secara khusus memberikan landasan bagi otoritas pasar modal untuk dapat melakukan tugas dan fungsinya secara independen. - Kepemilikan saham bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan serta lembaga penyimpanan dan penyelesaian. - Perubahan karakter perusahaan dari non profit oriented menjadi profit oriented. - Jenis saham. - Ketentuan terkait dengan akuntansi. - Jenis-jenis transaksi yang dilakukan oleh emiten atau Perusahaan Publik. - Kewenangan regulator.
3. 4.
5. 6. 7. 8. 9.
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU No. 6 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia; UU No. 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian; UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998; UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN; UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. UU No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun; UU No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara; UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
KETERANGAN Program RKP Tahun 2015 *) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 18
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR -
18.
RUU tentang Penilai
Kementerian Keuangan
UU TERKAIT
KETERANGAN
Penerapan prinsip syariah di pasar modal. Perusahaan efek. Koordinasi dengan aparat penegak hukum.
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: Latar belakang: Meningkatnya kegiatan perekonomian masyarakat telah mendorong kebutuhan akan jasa penilai baik di sektor pemerintahan maupun di sektor privat. Selain itu, perkembangan dalam bidang akuntansi saat ini juga menunjukkan arah yang menuntut entitas bisnis untuk melaporkan kekayaan perusahaannya dengan nilai wajar yang didasarkan pada opini penilaian. Kewajaran penyajian laporan keuangan akan sangat bergantung pada hasil kerja penilai. Dalam bidang pembiayaan properti oleh perbankan, profesi Penilai sangat berperan untuk menentukan tingkat pembiayaan yang dapat diberikan perbankan kepada nasabah. Saat ini pengaturan mengenai Penilai dan hasil penilaian yang dilakukan oleh Penilai Pemerintah dan Penilai Swasta masih bersifat sektoral dan belum dibentuk/ditunjuk institusi sebagai regulator yang menaungi Penilai Pemerintah dan Penilai Swasta. Peraturan yang bersifat sektoral ini tentunya tidak akan cukup kuat untuk menaungi semua kepentingan yang berkaitan dengan profesi Penilai. Tujuan: 1. Memberikan kepastian hukum kepada Penilai, hasil penilaian dan stakeholder. 2. Membantu mengantisipasi adanya ketentuan/peraturan di bidang lain yang semakin memerlukan peran Penilai. 3. Memberikan kesetaraan hukum pengaturan profesi Penilai. 4. Menguatkan fungsi kelembagaan terkait dengan pembinaan dan pengawasan Penilai 5. Membantu mencegah terjadinya krisis ekonomi. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan untuk mewujudkan Penilai yang profesional dalam rangka mendorong terselenggaranya tata perekonomian yang stabil, transparan dan akuntabel, serta memberikan kepastian hukum bagi Penilai, hasil penilaian, dan stakeholder. c. Jangkauan dan arah pengaturan: Pembinaan, pengaturan, dan/atau pengawasan atas:
1. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998. 2. UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 4. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. 5. UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. 6. UU No. 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi
*) **) judul: RUU ttg Penilaian
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 19
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
1. Jenis-jenis Penilai, yaitu Penilai Pemerintah Beregister, Penilai Publik Beregister, Penilai Pemerintah Bersertifikat, dan Penilai Publik Bersertifikat. 2. Pengangkatan Penilai Pemerintah Beregister dan Penilai Publik Beregister. 3. Pemberian izin dan pencabutan izin Penilai Pemerintah Bersertifikat dan Penilai Publik Bersertifikat. 4. Bidang jasa Penilai, yaitu bidang properti dan bidang bisnis. 5. Kantor Jasa Penilai Publik. 6. Kerjasama dengan Kantor Jasa Penilai Publik Asing. 7. Penggunaan Penilai Asing. 8. Imbalan jasa Penilai. 9. Kode etik dan standar penilaian. 10. Kewenangan Menteri Keuangan dalam pembinaan dan pengawasan Penilai. 11. Sanksi administrasi bagi Penilai. 12. Sanksi pidana bagi penilai, pengguna jasa, dan pihak lain yang terkait. 19.
RUU tentang Lelang
Kementerian Keuangan
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: Latar Belakang: - Dasar hukum Lelang di Indonesia adalah Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908 Staatsblad 1908:189 sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1941:3), sebagai produk peninggalan pemerintah kolonial Belanda yang sudah tidak sesuai lagi dengan tatanan hukum nasional bangsa Indonesia saat ini. - Lelang menjadi suatu bagian penting yang tidak terpisahkan dari sistem hukum nasional karena dalam beberapa peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, lelang merupakan salah satu sarana penegakan hukum untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan dalam kehidupan bermasyarakat. Tujuan: 1. Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan untuk mewujudkan lelang yang transparan, akuntabel, efisien, efektif, sehat, kompetitif, dan wajar, serta memberikan perlindungan hukum kepada Pembeli, jaminan dan kepastian hukum, dan sanksi yang tegas kepada pihak-pihak terkait yang melakukan pelanggaran.
1. Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Stbl1847 No.23). 2. RBG s.1927/227 dan RIB/HIR Stb. 1941 No.44. 3. UU No. 49 Tahun 1960 tentang PUPN. 4. UU No. 8 tahun 1981 tentang UndangUndang Hukum Acara Pidana. 5. UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. 6. UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi
*) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 20
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
2. mengatur mengenai lelang yang menggunakan teknologi informasi secara online. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Pengaturan ini bertujuan memberikan landasan hukum yang kuat untuk menjamin hak dan kewajiban para pihak yang menggunakan lelang, menjamin rasa keadilan dalam masyarakat, memberikan motivasi kepada masyarakat untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya melalui lelang, memelihara integritas Pejabat Lelang dan melindungi kepentingan profesi Pejabat Lelang sesuai standar dan kode etik profesi. Selain itu untuk memberikan landasan hukum Lelang sebagai penjualan barang yang terbuka untuk umum. c. Jangkauan dan arah pengaturan: 1. Ketentuan Umum. 2. Asas dan Tujuan. 3. Prinsip-prinsip Lelang. 4. Ruang Lingkup. 5. Penyelenggara Lelang. 6. Balai Lelang. 7. Penyelenggaraan Lelang. 8. Pejabat Lelang. 9. Imbalan Jasa. 10. Akta Lelang. 11. Bea Lelang, Meterai, dan Biaya Administrasi. 12. Pembinaan. 13. Sanksi Administrasi. 14. Ketentuan Pidana. 15. Ketentuan Peralihan. 16. Penutup. 20.
RUU tentang Bank Sentral/Bank Indonesia
Kementerian Keuangan
d. Latar belakang dan tujuan pengaturan Latar belakang: - Implikasi pembentukan OJK. Dengan terbentuknya OJK, fungsi pengawasan berada di Bank Indonesia beralih kepada penyesuaian pada UU BI. - Dalam konteks central bank governance,
disahkannya UU OJK dan dan pengaturan yang semula OJK, sehingga perlu dilakukan amandemen UU BI diperlukan
10 tahun 1998. 7. UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. 8. UU No. 19 Tahun 1997 jo Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. 9. UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 10. UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. 11. UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 12. UU No. 24 Tahun 2004 tentang LPS. 13. UU No. 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan. 14. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 1. UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No 10 Tahun 1998 2. UU No 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas
KETERANGAN
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU *) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 21
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
untuk memperkuat aspek legal dan akuntabilitas mandat tugas Bank Indonesia. Pemisahan kewenangan pengaturan & pengawasan mikroprudensial (OJK) dengan makroprudensial (BI) telah diamanatkan secara jelas dalam UU OJK. Sementara, UU BI belum mengakomodir penyesuaian kewenangan tersebut. Tujuan pengaturan: - Penguatan kelembagaan dan akuntabilitas Bank Indonesia sebagai lembaga negara (state organ) yang diberikan mandat oleh konstitusi untuk menajalankan fungsi negara di bidang moneter; - Menyempurnakan landasan hukum pelaksanaan tugas Bank Indonesia, termasuk fungsi dan perannya paska pengalihan pengaturan dan pengawasan bank ke OJK. Hasil Financial Stability Assesment Program (FSAP) menyimpulkan bahwa BI memerlukan mandat yang eksplisit untuk berperan dalam stabilitas sistem keuangan dan melaksanakan fungsi makroprudensial yang efektif. e. Sasaran yang ingin diwujudkan : - Mewujudkan penataan kelembagaan otoritas sistem keuangan (otoritas moneter, fiskal, dan jasa keuangan), sebagai prioritas awal dalam upaya membangun arsitektur sistem keuangan Indonesia. Penataan kelembagaan masing-masing otoritas perlu diprioritaskan sebelum dilakukan penataan terhadap industri keuangan. Kejelasan tujuan, ruang lingkup tugas, dan kewenangan masing-masing otoritas serta mekanisme koordinasi antar otoritas diperlukan sebagai acuan dalam mengatur industri keuangan Indonesia. - Harmonisasi dengan berbagai undang-undang yang memiliki keterkaitan erat dengan pelaksanaan tugas Bank Indonesia, antara lain UU Mata Uang (yang mengatur kewenangan BI dalam pengelolaan Rupiah), serta UU Transfer Dana (yang mengatur kewenangan BI terkait perizinan kegiatan transfer dana). f. Jangkauan dan Arah pengaturan dalam RUU ini: - Memperjelas tujuan BI, yaitu mencapai mencapai dan memelihara stabilitas harga serta ikut mendorong terpeliharanya Stabilitas Sistem Keuangan. Kestabilan harga merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun, upaya untuk mencapai stabilitas makroekonomi tidak cukup hanya mencapai inflasi yang rendah. Sejumlah krisis yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir, semakin meyakinkan bahwa
Devisa dan Sistem Nilai Tukar 3. UU No 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara 4. UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 5. UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 6. UU No 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara 7. UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah 8. UU No 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan 9. UU No 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana 10. UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang 11. UU No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
KETERANGAN
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 22
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
ketidakstabilan makroekonomi lebih banyak bersumber dari sektor sistem keuangan. Untuk itu, bank sentral perlu berperan dalam mendukung terwujudnya stabilitas sistem keuangan. Kejelasan tujuan Bank Indonesia akan meningkatkan akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia yang mencakup: a) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; b) menetapkan dan melaksanakan kebijakan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah; dan c) menetapkan dan melaksanakan kebijakan di bidang stabilitas sistem keuangan termasuk makroprudensial. - Tugas dan kewenangan di bidang moneter Untuk menunjang mandat sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia memerlukan kewenangan secara menyeluruh yakni menetapkan pengaturan/kebijakan, memberikan perizinan transaksi dan pelaku usaha, melakukan pengawasan dan pemeriksaan, serta mengenakan sanksi. Kebijakan moneter meliputi pengelolaan suku bunga, nilai tukar, likuiditas, dan lalu lintas devisa. Mengingat tugas pengelolaan nilai tukar ada di Bank Indonesia, maka pengelolaan cadangan devisa dan pengaturan dan pengembangan pasar uang dan pasar valas menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan moneter. - Tugas dan Kewenangan di Bidang Makroprudensial Krisis keuangan yang terjadi di berbagai negara membuktikan bahwa kebijakan makroprudensial diperlukan untuk mengidentifikasi dan memitigasi terjadinya krisis keuangan kedepan, guna mencegah dampak negatifnya terhadap perekonomian. Disamping itu, disahkannya UU No. 21 tahun 2011 tentang OJK, menegaskan peran Bank Indonesia sebagai systemic regulator. Selain mencegah terjadinya systemic risk, upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dilakukan dengan memperluas akses masyarakat termasuk UMKM terhadap jasa lembaga keuangan. Untuk itu, kebijakan makroprudensial mencakup pula kegiatan keuangan inklusif. - Tugas dan Kewenangan di Bidang Sistem Pembayaran Sistem pembayaran merupakan unsur pendukung penting bagi transmisi kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan. Sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan transaksi non tunai dan pesatnya perkembangan teknologi sistem pembayaran diperlukan pengelolaan sistem pembayaran yang semakin aman dan efisien. RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 23
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
Di sisi lain, UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang menegaskan kewenangan Bank Indonesia dalam pengelolaan uang Rupiah, yang meliputi kegiatan merencanakan, mencetak, mengeluarkan, mengedarkan mencabut dan menarik dari peredaran, serta memusnahkan uang Rupiah. Untuk menjaga keaslian dan kualitas uang Rupiah yang beredar, Bank Indonesia juga perlu mengatur dan mengawasi kegiatan pengolahan uang Rupiah. - Akses Data dan Informasi Saat ini Bank Indonesia tidak lagi memiliki payung hukum kewenangan untuk mendapatkan data, informasi, dan keterangan yang berasal dari perbankan karena pasal yang mengatur kewenangan tersebut (Pasal 28 UU BI) dicabut oleh UU OJK. Satu-satunya pasal yang memungkinkan Bank Indonesia untuk memperoleh data adalah melalui survei (pasal 14). Implikasi dari tidak diaturnya kewenangan memperoleh data, informasi, dan keterangan melalui sarana lain di luar survei, pada gilirannya dapat menimbulkan permasalahan dan menghambat proses perolehan data, informasi, dan keterangan yang diperlukan dalam rangka pengambilan kebijakan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia. - Modal Bank Indonesia Keunikan karakteristik bank sentral membedakan fungsi permodalan di bank sentral dengan permodalan di entitas komersial. Kinerja bank sentral utamanya ditentukan dari keberhasilan dalam pencapaian tujuannya, dan tidak dapat diukur dari seberapa baik bank sentral tersebut dapat mengembangkan usaha dengan modal yang dimilikinya. Dengan keunikan tersebut, batasan jumlah modal minimal dan pengaturan penambahan modal dalam UU bank sentral dipandang tidak terlalu relevan. - Hubungan dengan Pemerintah UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengamanatkan pengelolaan keuangan negara dikelola dalam suatu sistem pengelolaan yang dapat dipertanggung jawabkan dan ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Salah satunya, adalah mengamanatkan penempatan uang negara di bank sentral (Treasury Single Account). Pasal 27 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, mengamanatkan bahwa dalam rangka penyelenggaraan rekening Pemerintah Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah membuka Rekening Kas Umum Daerah pada bank yang ditentukan oleh RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 24
NO
21.
JUDUL RUU
RUU tentang Perubahan atas UU No 10 tahun 1998 tentang Perbankan
PEMRAKARSA
Kementerian Keuangan
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
gubernur/bupati/walikota. Yang dimaksudkan dengan pengertian bank dalam pasal 27 ayat (1) dapat diinterpretasikan sebagai bank sentral. Pengelolaan uang negara di bank sentral tidak hanya berdampak pada sisi fiskal semata seperti memperkuat akuntabilitas dan efisiensi penggunaan uang negara, namun juga berdampak pada sisi moneter yaitu pengelolaan likuiditas dan pengendalian suku bunga untuk mendukung kebijakan kestabilan moneter. Uang negara yang disimpan di bank sentral sebelum digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, akan mengurangi dampak ekspansif moneter, sehingga berdampak positif terhadap perekonomian, yang berujung pada kemakmuran rakyat. a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan RUU Di Indonesia peran lembaga perbankan mencapai sekitar 90% dari sistem keuangan nasional. Mengingat demikian penting peran dari lembaga tersebut, maka perlu ditopang dengan perangkat hukum dan perundangundangan yang kokoh, kuat dan kredibel (terpercaya), yang mana isi pasal-pasalnya tidak bertentangan satu sama lain, tidak sering direvisi/ diamandemen, tidak menimbulkan salah tafsir dan dapat diterapkan (aplikabel). b. Sasaran yang ingin diwujudkan - Terbentuknya UU perbankan yang jelas, transparan, tidak menimbulkan multitafsir dan dapat diterapkan, tidak menimbulkan tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan terkait, sehingga memberikan pemahaman yang sama terhadap konstruksi hukum perbankan. - terwujudnya perbankan yang sehat, tumbuh dengan wajar dan menopang pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. c. Jangkauan dan Arah pengaturan dalam RUU - fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan oleh OJK - pembinaan terhadap perbankan secara nasional - ketentuan pidana yang memberikan sanksi pengganti (subsider), yang selama ini tidak diatur dalam UU 10 Tahun 1998
22.
RUU tentang
Kementerian
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:
1. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia 2. UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah 3. UU No 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 4. UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 5. UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 6. UU No 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan 7. UU No 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana 8. UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang 1. UU No. 17 Tahun 2003
KETERANGAN
**)
Proses Penyusunan
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 25
NO
JUDUL RUU Pengelolaan Kekayaan Negara
PEMRAKARSA Keuangan
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
- Merupakan amanah dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 23 dan Pasal 33; - Perlunya pengaturan pengelolaan kekayaan negara potensial yang memberikan hak secara lebih proporsional kepada para stakeholders; - adanya permasalahan antar sektoral, antar pemerintah, atau antar pemerintah dengan pihak lain terkait dengan pengelolaan kekayaan negara. - penerimaan negara yang dihasilkan dari pengelolaan sumber daya alam belum optimal. - investasi pemerintah dan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah belum dapat memberikan sumbangan yang signifikan bagi penerimaan negara dan daerah. - keseimbangan antara utilisasi kekayaan negara dan perlindungan hak negara dan masyarakat belum terjamin. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: - Republik Indonesia memiliki satu undang-undang yang mengatur pengelolaan kekayaan negara secara komprehensif sebagai landasan bagi tercapainya pengelolaan kekayaan negara yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. - Adanya jaminan keseimbangan hak-hak negara, mitra investor dan masyarakat - Menciptakan kehidupan masyarakat makmur, sejahtera, bermartabat dan berkeadilan. c. Jangkauan dan arah pengaturan: - mengatur pengelolaan sumber daya alam yang dikuasai Negara - mengatur pengelolaan kekayaan yang dimiliki negara berupa Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) serta investasi pemerintah dalam bentuk kekayaan negara dipisahkan. - pengawasan dan pengendalian pengelolaan kekayaan negara, - penyusunan neraca kekayaan negara, - penguatan aspek fiskal penerimaan negara. - mengatur mekanisme penyelesaian permasalahan antar sektor pemerintahan, antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, atau antar pemerintah daerah, dan antar pemerintah dengan pihak lain terkait dengan pengelolaan kekayaan negara
tentang Keuangan Negara 2. UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan 3. UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN 4. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria 5. UU No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan 6. UU No.7 Tahun 2004 tentang sumber daya air 7. UU No.32 tahun 2009 tentang Pengelolaan lingkungan hidup 8. UU No.16 tahun 1992 tentang karantina hewan dan tumbuhan 9. UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba 10. UU No.1 tahun 1973 tentang landas kontinen 11. UU No.11 tahun 1974 tentang pengairan 12. UU No.12 tahun 1992 tentang budi daya tanaman 13. UU No.29 Tahun 2000 tentang varietas tanaman 14. UU No.5 tahun 1990 tentang sumber daya alam hayati dan
KETERANGAN NA Sudah ada Draft RUU *) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 26
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
ekosistem 23.
Revisi UU No.5 Tahun 1960 tentang PokokPokok Agraria.
Kement Agraria a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: dan Tata - Tap MPR Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaharuan Argaria dan Ruang Sumber Daya Alam, salah satunya mengamanatkan tentang perlunya mengadakan pembaharuan agraria dan sumber daya alam, dengan menginventarisir dan merevisi peraturan perundang-undangam bidang Pertanahan. - UUPA yang diterbitkan pada tahun 1960 perlu ditinjau ulang guna mengantisipasi perkembangan ilmu, teknologi, politik, sosial ekonomi,budaya serta perkembangan kebutuhan masyarakat terhadap tanah tanpa meninggalkan prinsip-prinsip yang ada. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: - Penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya agraria, guna tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia; - Adanya system pengelolaan pertanahan yang efisien dan efektif. c. Jangkauan dan arah pengaturan: - Mengubah pasal-pasal terkait system pendaftaran (mengubah dari stelsel negatif menjadi stelsel positif); - Penggabungan muatan RUU pertanahan yang terkait dengan penyederhanaan hak atas tanah, reforma agrarian, pembentukan pengadilan pertanahan
24.
RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004
Kementerian Tenaga Kerja
a. latar belakang penyusunan RUU: - Ketentuan yang mengatur tentang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri belum mampu memberikan perllindungan
1. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 2. UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. 3. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air 4. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 5. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 6. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 7. UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman 8. UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan 9. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 D ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 E ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28 G,
Nawa cita no. 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. *)
Nawa cita no. 1 (melindungi hak dan keselamatan warga Indonesia di luar negeri khususnya
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 27
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
tentang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri
MATERI YANG DIATUR -
UU TERKAIT
yang menyeluruh. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia mengandung ketidakpastian hukum, pembagian tugas dan wewenang yang tidak proporsional antara pemerintah dan swasta sehingga menimbulkan ketidakefektifan hukum, dan sistem perlindungan dan pengelolaan yang kurang berpihak kepada Pekerja Indonesia di Luar Negeri.
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: - Terlindunginya Pekerja Indonesia di luar negeri; - Memeprkuat daya saing tenaga kerja dalam memasuki pasar tenaga kerja global.
25.
RUU tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Kementerian Perdagangan
c. Arah dan jangkauan: - Ketentuan Umum - Asas, tujuan dan ruang lingkun - hak dan kewajiban Pekerja Indonesia di LN - Perlindungan terhadap Pekerja Indonesia di LN - Tugas dan wewenang Pemerintah dan Pemerintah Daerah - Pelaksana Penempatan Pekerja Indonesia di LN - Penyelesaian sengketa - Sanksi administratif - Penyidikan a. Latar belakang dan Tujuan Penyusunan: UU No 8 tahun 1999 masih menemukan kendala antara lain kekeliruan dan kelemahan pengaturan di dalam UU Perlindungan Konsumen itu sendiri, seperti aspek gramatika undang-undang, sistematika undang dsb. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Terlindunginya konsumen dari pengusaha c. Arah dan Jangkauan Pengaturan: - Sistematika undang-undang akan memisahkan secara jelas dan tegas antara tanggungjawab pelaku usaha barang dan tanggung jawab pelaku usaha jasa, karena secara hukum kedua jenis tanggungjawab tersebut memiliki perbedaan yang mencolok - Jenis tanggung jawab pelaku usaha akan terdiri dari dua jenis yaitu tanggungjawab kontraktual yaitu tanggung jawab pelaku usaha berdasarkan kontrak yang dibuatnya, dan tanggung jawab produk
Pasal 28 I ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 3. UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian 4. UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
KETERANGAN pekerja migrant) alam Residu 20102014 adalah inisiatif DPR, dan diperiode ini Siap diambil oleh Kementerian Tenaga Kerja ernah masuk tahap pembahasan Tk.I di Pansus DPR, RUU diprakarsai DPR *) **)
1. UUD 1945, Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 27 dan Pasal 33 2. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat 3. Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
*) **)
Nawa Cita No. 5 (menigkatkan kualitas hidup manusia Indonesia)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 28
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
(product liability) yaitu tanggung jawab pelaku usaha barang bergerak atas dasar tanggung jawab langsung(strict liability) - Penyelesaian sengketa konsumen akan dipisahkan secara tegas antara penyelesaian sengketa secara litigasi dan non litigasi dan penyelesaian secara non litigasi dibatasi dalam gugatan tertentu - Penyelesaian sengketa konsumen secara non litigasi yang dilakukan melalui BPSK dapat digambarkan sebagai berikut: 1) gugatan konsumen terhadap pelaku usaha harus diputuskan oleh BPSK dalam waktu 21 hari kerja; 2) Putusan BPSK bersifat final dan mengikat 3) Dalam 7 hari kerja setelah putusan BPSK, pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tsb 4) Baik pelaku usaha maupun konsumen dapat mengajukan keberatan ke pengadilan negeri dalam tenggang waktu 14 hari kerja terhitung sejak putusan BPSK dan pengadilan negeri harus memberikan putusan dalam waktu 21 hari kerja; 5) Terhadap putusan pengadilan negeri dapat diajukan ke MA dalam tenggang waktu 14 hari terhitung sejak putusan pengadilan negeri dan MA harus memutuskan dalam waktu 30 hari; 6) Apabila pelaku usaha maupun konsumen tidak mengajukan keberatan dan si pelaku usaha juga tidak melaksanakan putusan BPSK dalam tenggang waktu 7 hari terhitung sejak putusan BPSK, maka BPSK wajib menyerahkan kasus tersebut kepada penyidik - Kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang berbagai lembaga akan ditata kembali. 26. RUU tentang Ketentuan Umum Perpajakan
Kementerian Keuangan
a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan: - Pajak memiliki fungsi budgeter dan regulasi yang merupakan produk kebijakan pemerintah dibidang fiscal yang telah mengalami perubahan sejak Indonesia merdeka hingga saat ini. Sistem perpajakan senantiasa disesuaikan dengan perubahan kondisi sosial ekonomi Indonesia. - Reformasi System perpajakan mengarah pada system yang lebih sederhana, menunjang pemerataan, memberikan kepastian hukum dan keadilan - Upaya meningkatkan mutu pelayanan dan profesionalisme petugas perpajakan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap
KETERANGAN
Sengketa 4. UU Jaminan Produk Halal 5. Pasal 29-31 UU OJK 6. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen 7. SE Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 tentang Penanganan Pengaduan Konsumen yang ditujukan kepada seluruh dinas Indad Prop/Kab/Kota 8. Peraturan OJK1 tahun 9. SE Dirjen Perdagangan DN No. 795/DJPDN/SE/12/2 005 tentang Pedoman Pelayanan Konsumen 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan 3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan
Sudah ada NA *)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 29
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
pengelolaan administrasi perpajakan b. Sasaran yang ingin diwujudkan: - Menegakan kemandirian Indonesia dalam membiayai pembangunan nasional - Meningkatkan penerimaan pajak dari wajib pajak - Membuat beban pajak akan makin adil dan wajar - Menerapkan konsep good governance dan meningkatkan kinerja istansi pajak - Meningkatkan penegakan hukum pajak dalam pelaksanaan administrasi perpajakan baik bagi petugas pajak maupun wajib pajak - Memberikan dampak yang positif dalam bidang ekonomi.
27. RUU tentang Pajak Penghasilan
Kementerian Keuangan
c. Jangkauan dan arah pengaturan : - siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajak. - Objek apa saja yang menjadi objek pajak. - Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah. - Timbul dan hapusnya utang pajak. - Cara penagihan pajak. - Cara mengajukan keberatan dan banding. - Menyikapi kemajuan teknologi dan informasi saat ini perlu diatur tentang system pembayaran pajak secara online baik melalui internet banking ataupun via atm - Pengaturan kembali terkait self assessment yang lebih bijak sehingga tidak menimbulkan ketakutan bagi wajib pajak untuk melakukan penghitungan sendiri atas beban pajak yang harus dibayar - Pengaturan mengenai lembaga kasasi pada perkara sengketa pajak yang timbul. a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: Pertumbuhan perekonomian domestik dan ekonomi global telah memicu beberapa perubahan yang cukup signifikan dalam perekonomian Indonesia. Perubahan ekonomi domestik dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar yaitu perubahan yang disebabkan oleh pembentukan entitas baru berdasarkan undang-undang dan perubahan yang disebabkan oleh perkembangan transaksi ekonomi. Perubahan yang disebabkan oleh pembentukan badan/entitas baru yang dibentuk berdasarkan undang-undang misalnya adalah pembentukan Otoritas
KETERANGAN
Surat Paksa 4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 5. Undang-Undang nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan 6. Undang-Undang nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah 3. Undang-Undang
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU *) Catatan: Terhadap 4 RUU Paket Perpajakan ini (RUU tentang Pajak Penghasilan, Pajak Bumi
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 30
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
Jasa Keuangan, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Desa, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Perubahan yang disebabkan oleh perkembangan transaksi ekonomi misalnya on-line transaction, e-money, dan lainnya. Hal-hal tersebut merupakan hal baru yang selama ini belum diakomodasi dalam peraturan perpajakan Indonesia, khususnya instrumen pajak penghasilan. Kedua perubahan perekonomian domestik tersebut apabila tidak disikapi dengan perubahan peraturan, baik terkait subjek pajak akibat terbentuknya entitas-entitas baru maupun objek pajaknya terkait perkembangan transaksi baru, dapat menyebabkan loss penerimaan pajak yang pada akhirnya menyebabkan tax ratio Indonesia tetap rendah. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Dalam rangka menyesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi masyarakat serta untuk mewujudkan sistem perpajakan di bidang Pajak Penghasilan yang harmonis serta dapat lebih memberikan keadilan, kepastian hukum dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perlu dilakukan perubahan atau penyempurnaan terhadap Undang-Undang Pajak Penghasilan yang berlaku saat ini atau dengan membentuk UndangUndang Pajak Penghasilan baru.
28. RUU tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Kementerian Keuangan
c. Jangkauan dan Arah pengaturan Secara garis besar beberapa muatan pengaturan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan yang perlu diharmonisasikan antara lain mengenai definisi, subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, konsep biaya, dan hal-hal yang terkait dengan perpajakan internasional (khususnya terkait General Anti Avoidance Rules dan Specific Anti Avoidance Rules). a. Latar Belakang dan tujuan penyusunan RUU: - Pajak Bumi dan Bangunan dikenakan terhadap objek pajak berupa tanah dan atau bangunan yang didasarkan pada azas kenikmatan dan manfaat, dan dibayar setiap tahun. Pajak Bumi dan Bangunan pengenaannya didasarkan pada Undang-undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.12 tahun 1994. Namun demikian dalam perkembangannya Pajak Bumi dan Bangunan sektor pedesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)
Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara 4. 24. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 5. 29. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP)
1.Undang-undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara 2. Undang-undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. 3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
KETERANGAN dan Bangunan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah dan RUU tentang Bea Materai) dalam forum diusulkan untuk digabung. Akan tetapi ada penolakan dari Kementerian Keuangan dengan pertimbangan tidak bisa digabung karena jenisnya berbeda-beda dan kompleks. Disepakati untuk sementara simplifikasi 4 RUU ini diberi catatan dan akan dibawa pada pembahasan Tim Pengarah.
*)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 31
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR -
29. RUU tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah
Kementerian Keuangan
UU TERKAIT
Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek Pajak. Ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan undang-undang.
b. Sasaran yang ingin diwujudkan - Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, oleh sebab itu perlu peningkatan peran serta masyarakat, - Bahwa bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang/badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat darinya, oleh sebab itu wajar apabila kepada mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada negara melalui pajak. a. Latar Belakang Dalam rangka memenuhi target penerimaan PPN di masa yang akan datang, Pemerintah akan menghadapi tantangan-tantangan yang tidak ringan. Selain karena tingginya angka penerimaan yang hendak dicapai, pengenaan PPN juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan kegiatan bisnis baik regional maupun internasional. Perkembangan ekonomi global yang sangat pesat telah menghilangkan batas-batas yuridiksi yang sebelumnya menjadi penghambat dalam transaksi bisnis antar negara. Selain itu, penggunaan dan perkembangan e-commerce telah menciptakan jenis dan pola transaksi baru yang sama sekali berbeda dengan jenis dan pola yang ada sebelumnya. Lebih lanjut, hal lain yang juga harus mendapatkan perhatian yang besar adalah penerapan prinsip-prinsip pemungutan pajak yang baik yang mengedepankan keadilan, kepastian hukum, dan kesederhanaan. b. Sasaran yang ingin diwujudkan : - Terwujudnya VAT Efficiency Ratio yang optimal dalam rangka menunjang penerimaan negara dari sektor pajak. - Terwujudnya sistem administrasi PPN yang handal, terpercaya, efektif, dan efisien dengan menggunakan teknologi informasi terkini.
KETERANGAN
Pengadilan Pajak. 4. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 5. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan 6. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
1. UU No 6 Tahun 1983 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No 16 Tahun 2009 2. PP Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2ooo Tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah 3. PP Nomor 1 Tahun 2012 Tentang
*)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 32
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
- Terwujudnya peraturan PPN yang mengakomodasi perkembangan transaksi global, teknologi terkini, dan keadilan atas hak dan kewajiban Wajib Pajak. c. Jangkauan dan arah Pengaturan - Penyempurnaan dan perubahan terkait Pengusaha Kena Pajak. - Penyempurnaan dan perubahan terkait objek Pajak Pertambahan Nilai. Penyempurnaan dan perubahan terkait Objek PPN dilakukan dengan cara: - penyederhanaan objek PPN; - perluasan objek PPN: penegasan atas objek PPN terkait transaksi jasa keuangan; - penyempurnaan lainnya terkait dengan objek PPN - Penyempurnaan dan perubahan terkait tarif Pajak Pertambahan Nilai - Penyempurnaan dan perubahan terkait Faktur Pajak - Penyempurnaan dan perubahan terkait mekanisme Pajak Pertambahan Nilai lainnya
KETERANGAN
Pelaksanaan UndangUndang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah 4. PP Nomor 47 Tahun 2013 Tentang Pemberian Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing Dan Badan Internasional Serta Pejabatnya 5. PP Nomor 144 Tahun 2000 Tentang Jenis Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai 6. PP Nomor 71 Tahun
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 33
NO
30.
31.
JUDUL RUU
RUU tentang Bea Materai
RUU Perubahan atas UU 24 Tahun 2004
PEMRAKARSA
Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
2012 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Angkutan Udara Luar Negeri a. Latar Belakang 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang - Sumber Penerimaan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Ketentuan Umum dan sebagian berasal dari penerimaan Pajak, Pajak Penghasilan, Pajak Tata Cara Perpajakan. pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah, Pajak Bumi dan Bangunan serta pajak lainnya termasuk penerimaan dari Bea 2. Undang-undang Nomor Meterai. 6 Tahun 1984 tentang Pos. - Saat terutang Bea Meterai sangat perlu diketahui karena akan menentukan besarnya tarif Bea Meterai yang berlaku dan juga berguna 3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang untuk menentukan daluarsa pemenuhan Bea Meterai dan denda Keuangan Negara. admininistrasi yang terutang. - Aturan tentang Bea Materai (UU No. 13 Tahun 1985) perlu disesuaikan dengan kondisi perkembangan saat ini. b. Sasaran yang ingin diwujudkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai yang antara lain mengatur tariff pengenaan Bea Meterai yang berlaku, saat ini hanya ada 2 (dua) yaitu Rp.3.000,- dan Rp.6.000,- dan tariff tersebut merupakan tariff maksimum sebagaimana dalam Undang-undang nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai. Penerimaan pajak dari Bea Meterai sangat kecil sekali dibandingkan dengan jenis pajak lain mengingat objek yang dikenakan bea meterai terbatas pada dokumen tertentu dengan tarif yang berdasarkan Undang-undang No 13 Tahun 1985 sudah merupakan tariff yang tidak bisa ditingkatkan lagi, kondisi tersebut menunjukkan bahwa Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 dirasakan sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan keadaan sekarang. Selain itu juga perlu pengaturan sanksi secara tegas bagi penyalahgunaan selain meterai temple dan kertas meterai. a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan: Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) didirikan dalam rangka memberikan kepastian hukum terhadap para penyimpan dana pada bank, terkait
1. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan 2. UU No.23 Tahun 1999
KETERANGAN
*)
*) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 34
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
tentang Lembaga Penjamin Simpanan
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
adanya resiko yang dihadapi nasabah terhadap kemungkinan rush dan pembekuan izin usaha suatu bank. Dengan adanya penjamin, diharapkan nasabah dapat lebih mempercayai lembaga perbankan dalam menyimpan dananya yang dapat digunakan untuk pembayaran pembanggunan namun demikian dalam menjalankan tugas dan fungsinya, masih ada ketidakpastian hukum terkait pelaksanaan penjaminan dana nasabah serta pelaksanaan tugas pokok memelihara stabilitas sistem perbankan nasional oleh karena itu perlu ada perubahan atas UU No. 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Penegasan kewenangan LPS dalam penyelesaian dan penanganan bank gagal berdampak sistemik atau tidak berdampak sistemik . c. Jangkauan dan arah pengaturan: Pengaturan mengenai penyelesaian dan penanganan bank gagal berupa kewenangan penjualan saham Bank gagal Pengaturan mengenai dana yang terkumpul dari surat berharga yang diterbitkan Pemerintah Pengaturan mengenai kerahasiaan bank terkait penyelesaian dan penanganan bank gagal.
32.
RUU tentang Penjaminan Polis
Kementerian Keuangan
a. Latar Belakang: Perintah UU No 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, pasal 53. Perlu adanya kepastian hukum bagi pemegang polis, tertanggung maupun peserta bahwa dana yang telah diserahkan kepada perusahaan asuransi, dan perusahaan asuransi syariah bahwa dananya aman dan tidak menjadi objek sengketa dalam hal terjadi likuidasi terhadap perusahaan tersebut. b. Sasaran yang ingin diwujudkan : - Menciptakan sistem perasuransian yang sehat dan stabil - Memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pemegang polis, tertanggung dan peserta.
tentang Bank Indonesia 3. UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 4. Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan 5. UU No. 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang 6. UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan 1. UU No 40 tahun 2014 tentang Perasuransian 2. UU No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
KETERANGAN
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Menunggu Hasil Koordinasi BappenasKementerian Keuangan-BPHN **) judul: RUU Pemegang Jaminan
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 35
NO
33.
JUDUL RUU
RUU tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
PEMRAKARSA
Kementerian Keuangan
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
c. Jangkauan dan Arah pengaturan dalam RUU ini : - pelaksana program penjaminan polis dan keorganisasiannya - Kepesertaan, nilai jaminan, bentuk program penjaminan polis, prosedur/mekanisme penyelanggaran program penjaminan polis. - Pengaturan tentang keadaan likuidasi perusahaan asuransi/asuransi syariah, mekanisme penyelesaian dan penanganan - Mekanisme pelaporan dan akuntabilitas - Mekanisme pemberian sanksi a. Latar Belakang : - Ada ketidaksingkronan terkait PAD dan DAU daerah - Kurang nya pengawasan mengenai pajak dan retribusi daerah - Mendukung otonomi daerah. b. Sasaran Yang ingin diwujudkan : - Pemberian keleluasaan pemerintah daerah dalam memungut pajak daerah dan retribusi daerah - Optimalisasi Pengelolaan dan Pengawasan terhadapkebocoran Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah - Pengembalian kewenangan pembatalan perda kepada Mendagri - Pengelolaan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Sektor Perdesaan Dan Perkotaan (P2) dilakukan bagi hasil - Pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan disesuaikan dengan kondisi daerah. c. Jangkauan dan arah pengaturan : - Perbaikan Sistem Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (PDRD) - Pengawasan Pengadilan Pajak - Pencegahan dan pemberantasan korupsi pajak. - Pengawasan Pungutan Daerah - Kewenangan Pembatalan Perda - Pengelolaan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) Sektor Perdesaan Dan Perkotaan (P2) - Pengawasan Perda-Perda yang Berlaku di Daerah dan Bermasalah - Pengaturan mengenai kewenangan daerah dalam pemungutan pajak dan retribusi - inisatif atau prakasa kreatif daerah untuk memungut pajak dan retribusi
Perbendaharaan Negara
1. UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 2. UU No 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah 3. UU No 30 Tahun 2014 tentang Adminiistrasi Pemerintahan
KETERANGAN Polis
Sudah ada NA *) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 36
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
34.
RUU tentang Perubahan Atas UU No. 5 Tahun 1990 tentans Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem
Kementerian LH dan Kehutanan
MATERI YANG DIATUR a.
b. -
-
-
UU TERKAIT
Latar Belakang dan Tujuang Penyusunan RUU: 1. UU No. 5 Tahun 1983 Penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan tentang Zona Ekonomi untuk menjaga kawasan hutan dan lingkungannya agar fungsi lindung, Eksklusif fungsi konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari. 2. UU No. 5 Tahun 1994 Sebagai kawasan yang berperan sebagai pertahanan terakhir pelestarian tentang Pengesahan biodiversitas dan ekosistem di Indonesia, kawasan konservasi atau KPHKonvensi PBB tentang Konservasi merupakan kawasan dimana fungsi 3P (Perlindungan, Keanekaragaman Hayati Pemanfaatan dan Pengawetan) diprioritaskan. 3. UU No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Sasaran yang ingin diwujudkan: PERPU No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Meningkatkan kualitas fungsi dan kelestarian hutan konservasi serta Undang-Undang No. 41 keanekaragaman hayati di dalamnya. Tahun 1999 tentang Meningkatkan 10% jumlah populasi dari 25 species terancam punah dengan tahun dasar 2013. Kehutanan Menjadi Undang-Undang Terbentuknya KPHK sebanyak 50 unit. 4. UU No. 26 Tahun 2007 Meningkatkan kesadaran masyarakat akan nilai-nilai keekonomian tentang Penataan Ruang KEHATI. 5. UU No. 32 Tahun 2009 Menyempurnakan panduan mengenai langkah-langkah untuk tentang Perlindungan pengelolaan dan pemanfaatan KEHATI secara berkelanjutan. dan Pengelolaan Meningkatnya kapasitas sumber daya manusia dalam pemanfaatan Lingkungan Hidup keekonomian keanekaragaman hayati (KEHATI) dan jasa lingkungan 6. UU No. 18 Tahun 2013 secara berkelanjutan untuk sumber bahan baku dari sandang pangan, tentang Pencegahan dan papan, obat-obatan, kosmetik, energi alternatif, dan ekowisata. Pemberantasan Termanfaatkannya produk hasil keanekaragaman hayati dan jasa Perusakan Hutan lingkungan secara optimal, adil, dan lestari bagi kesejahteraan 7. UU No. 6 Tahun 2014 masyarakat. tentang Desa Terwujudnya peluang untuk pengembangan dan pemanfaatan teknologi 8. Undang-Undang No. 23 pada kegiatan konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati dan Tahun 2014 tentang jasa lingkungan secara berkelanjutan. Pemerintahan Daerah Meningkatnya jumlah kerja sama jasa lingkungan untuk meningkatkan nilai transaksi dan penerimaan negara dari pemanfaatan jasa lingkungan kawasan hutan khususnya dari jasa lingkungan air, karbon, pariwisata alam, dan bioprospecting untuk produksi obat-obatan, kosmetika dan bahan makanan Meningkatnya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari ekspor tanaman dan satwa liar serta bioprospecting.
KETERANGAN Nawa Cita No. 1 (mengamankan kepentingan dan keamanan maritim Indonesia, khususnya batas Negara, kedaulatan Negara dan sumber daya alam) *) **) judul: RUU ttg Keanekaragaman Hayati
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 37
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
c. Jangkauan dan Arah Pengaturan: - memberikan kewenangan dan keleluasan bagi pengelola kawasan Hutan Konservasi di tingkat tapak untuk melindungi kawasan Hutan Konservasi, meningkatkan kualitas habitat Hutan Konservasi, mengawetkan spesies serta sumber daya genetik dan mendorong terselenggaranya pemanfaatan jasa lingkungan Hutan Konservasi sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar dan di dalam kawasan Hutan Konservasi. - Selain itu disempurnakan dengan memasukkan beberapa aturan prinsip dimana kebijakan pengelolaan kawasan konservasi harus memberikan ruang pada keterlibatan Pemerintah Daerah secara lebih substantif, dan peran Pemerintah Pusat diarahkan sebagai fasilitator - peran serta masyarakat yang genuine, akses informasi, pengakuan dan jaminan atas hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal, pengakuan dan penghargaan terhadap institusi-institusi lokal dan pelibatan institusi tersebut di dalam pengelolaan kawasan konservasi, serta penegakan hukum. 35.
RUU tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik
Kementerian LH dan Kehutanan
a.
Latar belakang - Indonesia memilili beragam sumber daya genetic dan pengetahuan tradisional yang berkaitan dengan sumber daya genetic, yang berlimpah dan bernilai ekonomi, sehingga perlu dijaga kelestariannya dan keseimbangannya agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sebagai sumber daya pembangunan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana amanat pembukaan konstitusi. - Akses terhadap sumber daya genetic dan pengetahuan tradisional yang berkaitan dengan sumber daya genetic harus diberikan berdasarkan persetujuan dari penyedia sumber daya genetic dan pengetahuan tradisoonal yang berkaitan dengan sumber daya genetic. - Pemanfaatan sumber daya genetic dan pengetahuan tradisional yang berkaitan dengan sumber daya genetic harus memberikan keuntungan yang adil dan seimbang kepada penyedia sumber daya genetic dan pengetahuan tradisional yang berkaitan.
b. Sasaran yang ingin Diwujudkan: - terlindunginya Sumber daya genetic - menjamin pembagian keuntungan (financial maupun non finansiao) yang
1.
2.
ndang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Pelestarian Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; ndang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budi daya Tanaman;
3.
U • Sudah ada NA dan • Sudah ada RUU • Perlu komunikasi dengan direktorat sector di Bapenas, Karena tidak masuk dalam RPJMN, U koordinasi untuk penyelarasannya dengan RPJMN *) **) U
ndang-undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan danTumbuhan
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 38
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
adil dan seimbang atas pemanfaatan sumber daya genetic yang berkaitan dengan sumber daya genetic kepada penyedia sumber daya genetic berdasarkan kesepakatan bersama. c.
4.
Arah dan Jangkauan Pengaturan: - Lingkup Perlindungan - Permohonan Izin Akses Pemanfaatan - Tim Ahli Pengetahuan Tradisional dan - Ekspresi Budaya Tradisional - Perjanjian Pemanfaatan
ndang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention on Biological Diversity--UNCBD);
5.
6.
7.
KETERANGAN U
U ndang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; ndang-Undang Nomor 29 tahun 2000 mengenai Perlindungan Varietas Tanaman;
U
U
ndang-Undang Nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 8.
U Paten
U
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 39
NO
JUDUL RUU
36. RUU tentang Perubahan UU No. 25 Tahun 2004 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
37.
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
Kementerin Arah Perubahan yang akan diatur: Perencanaan 1. Memperjelas dan mensinergikan definisi beberapa peristilahan; Pembangunan 2. Penambahan tahapan dalam Perencanaan Pembangunan Nasional Nasional/ 3. Peningkatan Sinergi Pusat dan daerah dalam hal : Bappenas Perencanaan dan Penganggaran Pengendalian dan evaluasi Penataan Regulasi 4. Mensinergikan muatan materi antar dokumen perencanaan pembangunan nasional dan dokumen perencanaan yang lain, seperti RTRW 5. Mengatur kembali (Re-arrange)mengenai time line waktu penetapan dokumen perencanaanpembangunan nasional
RUU tentang Kementerian a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU; Perubahan atas Energi dan - Perlunya tata ulang kebijakan migas yang tertuang dalam UU No. 22 Undang-Undang Sumber Daya /2001, mengingat banyaknya kelemahan dari regulasi tersebut di hulu Nomor 22 Mineral (ESDM) maupun hilir. Tahun 2001 - Kebutuhan akan perubahan dan restorasi tata kelola migas nasional. tentang Minyak - Perlunya penyelarasan dengan beberapa Putusan MK yang membatalkan dan Gas Bumi beberapa pasal dalam UU 22 Tahun 2001 terutama terkait dengan kelembagaan Migas. - Adanya perubahan paradigma Migas bukan lagi sebagai sumber penerimaan negara tetap untuk ketahanan energi dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: - Mengembalikan kedaulatan Negara atas SDA migas - Tata kelola migas yang berpihak pada kepentingan nasional
UU TERKAIT
KETERANGAN
1. UU No. 17 Tahun 2007tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 4. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; 5. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa 6. UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Darussalam; 7. UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua; 1. Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 2. UU Nomor 4 Tahun 2009 tentangMinerba 3. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 4. UU No. 20 Tahun 2007 tentangPenerimaan Negara BukanPajak 5. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Nawacita : berdikari dalam bidang ekonomi (Penguatan Fiskal). Perlu ada sinergi antara perencanaan dan penganggaran sehingga UU ini perlu dirubah. *)
Sudah ada NA (sedang perbaikan Internal) Target prioritas: 2016 Nawa Cita No. 7 (mewujudkan kedaulatan energy melalui kebijakan pengurangan impor energy minyak dengan mningkatkan eksplorasi dan eksploitasi migas
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 40
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
-
Sinergi antara kepentingan nasional dan kebutuhkan investasi internasional, sehingga peran perusahaan nasional menjadi lebih jelas. Sehingga ada kejelasan peran dan tugas perusahaan nasional untuk menjalankan agenda nasional untuk mendorong terciptanya keadaan yang berpihak kepada nasional. - tata kelola kegiatan usaha, baik di hulu maupun hilir sehingga memperjelas pembagian peran, tugas, dan tanggung jawab dari masingmasing pihak. - Sinergi kepentingan nasional dan kebutuhan investasi internasional dengan tetap mengedepankan kedaulatan negara. - Pemberdayaan peran serta daerah dalam partisipasi pengusahaan Migas di wilayahnya. - Adanya peran daerah dalam pengelolaan migas. No. 22/2001 sebenarnya sudah mencoba menempatkan isu regional, antara bagi hasil dan ikut serta (partisipating interest), namun pemberian porsi dan keikutsertaan daerah dalam pengelolaan migas masih belum jelas. c. Jangkauan dan Arah Pengaturan: - Tata kelola migas nasional yang berpihak pada kepentingan nasional. - Mempertegas diversifikasi dan konversi BBM ke non BBM. - Larangan penggunaan asset Negara berupa cadangan migas di perus Bumi sebagai agunan oleh perushaan migas. - Menegaskan bahwa perusahaan asing/swasta hanya sebagai kontraktor atau sebatas penggarap, bukan sebagai pemilik cadangan. Hanya Negara (perusahaan Negara) yang boleh melakukan kolateral atas asset cadangan migas dan boleh mengagunkan cadangan migas untuk memperoleh pinjaman dari - Penguatan peran Migas untuk ketahan energi nasional termasuk pengaturan mengenai cadangan Migas nasional dan cadangan strategis bahan bakar. - Penataan kembali tata kelola Migas pada kegiatan usaha hulu dan hilir Migas yang berpihak pada kepentingan nasional, terutama penataan kelembagaan yang efektif dan efisien. - Memperkuat peran PT Pertamina (Persero) dalam mengelola Migas nasional. - Pemanfaatan dana dari hasil kegiatan hulu Migas (plowback) untuk upaya pencarian cadangan Migas untuk mendukung ketahanan energi
6.
7.
8. 9.
10. 11. 12.
13.
Pemerintahan Daerah UU No. 17 Tahun 2007tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UU No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KETERANGAN dalam dan luar negeri, peningkatan efisiensi BUMN penyedia energy Indonesia (Pertamina, PLN, PGN), pembangunan pipa gas dan pengembangan energy terbarukan) Catatan RPT : - Prakarsa sebelumnya DPR - Dikarenakan adanya putusan MK mengenai BHP MIgas, sehingga perlu ada perbaikan NA dan penyesuaian mengenai masalah kelembagaan *) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 41
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
nasional. Penerapan lex specialist dalam perpajakan dalam kegiatan usaha hulu Migas. - Penerapan insentif dalam kegiatan usaha hilir Migas - Memperkuat diversifikasi bahan bakar dan konversi BBM ke Gas dan Nabati - Penguatan pembangunan infrastruktur Migas. - Pemberdayaan potensi dalam negeri, termasuk jasa penunjang Migas. Penguatan kompetensi tenaga kerja nasional di bidang Migas. RUU tentang Kementerian a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU; Perubahan atas Energi dan - Penyesuaian pembagian kewenangan usaha pertambangan Minerba Undang-Undang Sumber Daya sehubungan dengan terbitnya UU N. 23 Tahun 2014 Tentang Nomor 4 Tahun Mineral (ESDM) Pemerintah Daerah, khususnya terhadap kewenangan. 2009 tentang - Tindak lanjut dari Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Pertambangan - Terdapat beberapa kendala dalam praktik/pelaksanaan UU No. 4 Mineral dan Tahun 2009 Tentang Minerba. Batubara - Evaluasi Tata Kelola Mineral dan Batubara - Beberapa pasal dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah dibatalkan MK, sehingga perlu perubahan
KETERANGAN
-
38.
b.
1. UU Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. UU Pengelolaan Keuangan Negara 3. UU Perpajakan 4. UU Perindustrian 5. UU Pemerintahan Daerah 6. UU Kehutanan 7. UU Penataan Ruang
Sasaran yang ingin diwujudkan; Meningkatnya nilai tambah komoditas mineral dan pertambangan di dalam negeri; dan - Terlaksananya kegiatan pertambangan yang memenuhi persyaratan teknis dan lingkungan (Sustainable Mining). -
c. Jangkauan dan arah pengaturan: - Jangkauan pengaturan dari perubahan UU Minerba ini adalah untuk mengubah ketentuan dalam UU Minerba yang memiliki pengaruh terhadap kewenangan daerah. - Arah pengaturan adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan sekaligus meningkatkan daya saing produk tambang. 39.
RUU tentang Perubahan atas Undang-
Kementerian a. Latar Belakang: Kebudayaan UU No 20 Tahun 2003 telah 7 (tujuh) kali diajukan permohonan judicial dan Pendidikan review ke Mahkamah Konstitusi dan mahkamah konstitusi dalam hal ini
1. UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Sudah ada Analisis dan Evaluasi Minerba Nawa Cita No. 7 (mewujudkan kedaulatan energy melalui kebijakan pengurangan impor energy minyak dengan meningkatkan eksplorasi dan eksploitasi migas dalam dan luar negeri, peningkatan efisiensi BUMN penyedia energy Indonesia (Pertamina, PLN, PGN), pembangunan pipa gas dan pengembangan energy terbarukan) **)
• Sudah ada NA • Nawa Cita No. 8 (merevolosi karakter
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 42
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Dasar dan Menengah
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
pada putusan-putusannya berpendapat bahwa ada beberapa pasal-pasal dalam UU ini yang muatannya bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam UUD NRI tahun 1945 khusunya yang berkaitan dengan Pasal 31 dan Pancasila. Masih terdapat pasal-pasal yang menjadi penyebab penyelenggaraan pendidikan di Indonesia cenderung bersifat komersial dan bersifat diskriminatif. Dengan adanya perubahan struktur organisasi Kemendikbud yang memisahkan Pendidikan Tinggi dibawah organisasi Rstek maka perlu penyesuaian dalam UU No. 20 Tahun 2003. b. Sasaran yang ingin diwujudkan Terciptanyanya pendidikan nasional yang mencerdaskan kehidupan bangsa, berkarakter sesuai dengan dasar falsafah negara. c. Jangkauan dan Arah pengaturan dalam RUU ini : Paradigma sistem pendidikan nasional dalam RUU Ini didasarkan pada masyarakat berbasis ilmu, teknologi dan/atau seni (knowledge based society) Penegasan peran dan Tanggung Jawab pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan warga negara yang didasarkan pada ketentuan Pasal 31 UUD NRI Tahun 1945. Penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah didasarkan pada falsafah negara, dan diarahkan untuk memperkuat karakter dan nation building, dan tidak boleh lepas dari akar budaya dan jiwa bangsa yaitu jatidiri nasional, identitas, dan kepribadian bangsa Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan Penggunaan standar pemberian beasiswa yang mampu merangsang prestasi dari peserta didik. Penegasan fungsi sosial dari setiap jenjang pendidikan.
40. RUU tentang perubahan UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan
Kementerian Ristek dan Dikti
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU; - Belum adanya koordinasi pada level perencanaan dan implementasi, yaitu: Jakstranas Iptek belum masuk dalam siklus tahunan anggaran budget policy dan belum masuk ke dalam RPJMN sehingga jakstranas belum diacu oleh lemlitbang. Selain itu, jakstrada sebagai acuan pembangunan iptek di daerah masing-masing, tidak mengacu pada jakstranas. Permasalahan lainnya adalah bahwa belum ada koordinasi
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan
1.
2.
UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional UU No 17 Tahun 2007 tentang RPJPN Tahun
KETERANGAN bangsa) **)
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Nawa Cita No. 8 (merevolusi karakter bangsa) *)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 43
NO
JUDUL RUU dan Penerapan Iptek.
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
pelaksanaan jakstranas. - Aspek pembinaan sistem litbangrap iptek, yaitu: 1) Belum ada mekanisme yang jelas dalam pembinaan kelembagaan iptek di Indonesia, termasuk perlunya pendaftaran lembaga litbang, dan akreditasi pranata litbang. 2) Belum adanya mekanisme pembinaan SDM iptek yang jelas (termasuk sertifikasi dan alokasi/distribusi SDM iptek ke badan usaha, sehingga terwujud SDM iptek yang unggul dan produktif dalam pelaksanaan kegiatan litbang untuk menghasilkan inovasi-inovasi yang mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan bangsa, mempercepat peertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. - Beberapa hal khusus dan strategis yang belum diatur dalam UU No. 18 Tahun 2002, dan memiliki dampak penting bagi pembangunan iptek nasional, yaitu: audit teknologi, Material Transfer Agreement (MTA), dan pembiayaan serta masih lemahnya pengaturan tentang sanksi administratif di UU No. 18/2002. b. Sasaran yang ingin diwujudkan; - Agar terjadi tumbuhkembang penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui sistem nasional penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengandung dan membentuk keterkaitan yang tidak terpisahkan dan saling memperkuat antara unsur-unsur kelembagaan, sumber daya, serta jaringan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam satu keseluruhan yang utuh di lingkungan Negara Republik Indonesia; - Sebagai landasan hukum untuk mewujudkan koordinasi, sinkronisasi, dan harmonisasi kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan kontribusi iptek dalam pembangunan nasional di Indonesia sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan secara efisien, efektif, terpadu, terorganisasikan dengan baik yang pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian dan pembangunan serta daya saing nasional. c. Jangkauan dan arah pengaturan - koordinasi, - pembinaan, dan pengaturan strategis lainnya antara lain pengaturan
KETERANGAN
2005-2025 UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara 4. UU No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak 5. UU No 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan 6. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional 7. UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan 8. UU No 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan 9. PP No 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Kegiatan Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan 10. PP No 41 Tahun 2006 tentang Perizinan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan bagi Perguruan Tinggi Asing, Lembaga 3.
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 44
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
mengenai MTA, audit teknologi, dan pembiayaan riset.
41.
RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
Kementerian Kesehatan
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU; - Indonesia mengalami transisi epidemiologi sekaligus menjadi beban ganda akibat terjadinya penyakit menular baru dan penyakit menular lama yang timbul kembali, karena penyakit menular lama (endemis) belum mampu ditekan prevalensi/ insidensinya timbul ancaman penyakit menular baru, seperti SARS, flu burung (H5N1), H1N1, MERS CoV, Ebola, dan mungkin penyakit-penyakit zoonosis lainnya. - Dinamika kependudukan dan perubahan lingkungan strategis serta perubahan iklim juga berdampak terhadap pola penyebaran penyakit menular, termasuk penyakit menular potensial wabah, yang diperkirakan semakin meningkat intensitasnya. - Dimungkinkan dilakukan rekayasa genetika dari agen penyakit untuk tujuan tertentu, seperti bioterorisme, yaitu penggunaan agen penyakit sebagai senjata biologi pemusnah massal. - Indonesia telah menyepakati penerapan regulasi kesehatan internasional (IHR) secara penuh
Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha dan Orang Asing. 11. PP No 35 Tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha Untuk Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi dan Difusi Teknologi. 12. Instruksi Presiden 4 Tahun 2003 tentang Pengkoordinasian Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 1. UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahaan International Covenant on Economic,Social and Cultural Rights. *) 2. UU No. 29 Tahun **) 2004 tentang Praktek Kedokteran, 3. UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 4. UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
KETERANGAN
Sudah ada NA Nawa Cita No. 5 (menigkatkan kualitas hidup manusia Indonesia)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 45
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR -
UU TERKAIT
lebih dari 50% materi UU Wabah Tahun 1984 tidak sesuai lagi dengan kondisi dan kebutuhan pengaturan tentang wabah; sistematika dan esensi dari UU Wabah Tahun 1984 juga harus disesuaikan dengan tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru sehingga UU yang lama perlu diganti bukan diubah.
b. Sasaran yang ingin diwujudkan; - Agar masyarakat Indonesia terlindungi dari ancaman penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan mencegah masuk dan keluarnya penyakit potensial wabah dari dan ke wilayah Indonesia. - Agar ada kepastian dan keadilan hukum dalam menangulangi wabah. - Adanya kekuatan hukum yang mengikat - memberikan kekuatan dan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam pencegahan, pengendalian dan pemberantasan/penanganan penyakit yang dapat menimbulkan wabah. c. Jangkauan dan arah pengaturan - Upaya penanggulangan wabah, yang meliputi upaya penanggulangan pada saat terjadinya ancaman, waktu kejadian, dan pasca kejadian wabah; - Agent penyebab wabah tidak hanya biologis melainkan juga kimia dan fisika. - penyebaran wabah yang disebabkan tidak hanya karena pergerakan manusia yang melalui pelabuhan tetapi juga oleh manusia yang melintasi daerah perbatasan di daratan. - Penyebaran wabah yang disebabkan tidak hanya karena pergerakan manusia yang melalui pelabuhan tetapi juga oleh manusia yang melintasi daerah perbatasan di daratan. - persoalan wabah tidak saja menjadi persoalan nasional tetapi juga dapat menjadi persoalan internasional sehingga terbuka kerjasama internasional dalam menanggulangi wabah. - persoalan wabah tidak saja menyangkut persoalan kesehatan tetapi juga menyangkut dengan persoalan hukum, politik, ekonomi, sosial dan budaya, agama, keamanan termasuk penyebarannya yang melalui daerah-daerah perbatasan dengan negara lain. - Penanggulangan wabah perlu secara komnprehensif termasuk dalam hal pembiayaan.
5.
6.
7. 8. 9. 10.
11.
12. 13. 14. 15.
KETERANGAN
UU No. 11 Tahun Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. UU No 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (RS). UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 46
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
16.
17.
18. 19. 20. 21. 22. 42.
RUU tentang Kesetaraan Gender
Kementerian a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: PP & Diskriminasi mewujud dalam berbagai wajah. Ada yang berupa tindakan, Perlindungan perilaku, hingga produk hukum. Diskriminasi yang terus menerus Anak berlangsung adalah pemicu dan faktor pendorong maraknya kekerasan terhadap perempuan. Diskriminasi gender menyebabkan perempuan terhalang untuk berkontribusi aktif dalam kehidupan publik, yang selanjutnya akan menyebabkan kurang maksimalnya pencapaian kehidupan yang berkualitas. Kondisi relasi yang tidak setara antara lakilaki dan perempuan adalah salah satu akar persoalan diskriminasi, disinilah negara berkewajiban untuk memastikan ketidaksetaraan itu diatasi, baik melalui langkah-langkah koreksi budaya atau penyusunan kebijakan yang selaras untuk mewujudkan kesetaraan. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Memberikan payung hukum kesetaraan gender yang sudah diatur dalam Undang-Undang yang sudah ada
KETERANGAN
Pengelolaan Lingkungan Hidup UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. UU No. 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut. UU No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara. UU Pangan UU Ketenaganukliran. UU Terorisme.
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) 2. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 3. UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
*) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 47
NO
43.
JUDUL RUU
Revisi UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
c. Jangkauan dan arah pengaturan: Ketentuan Umum Penjelasan mengenai gender dan kesetaraan gender Asas dan Tujuan Kewajiban Negara Mengatur kewajiban negara dalam memberikan perlindungan dan mendorong terwujudnya kesetaraan gender Hak dan Kewajiban Warga Negara Pengarustamaan Gender Pengaturan mengenai strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan perspektif gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penganggaran, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional, termasuk penghapusan segala bentuk diskriminasi dan perlindungan terhadap perempuan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Partisipasi Masyarakat Penghargaan dan Sanksi Kementerian Pengaturan mengenai rumusan definisi mengenai Penelantaran dalam PP & rumah tangga, kekerasan psikis, dll Perlindungan Pemberatan sanksi Anak Partisipasi masyarakat dalam Perlindungan korban KDRT
KETERANGAN
4. Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik
1. KUHP 2. UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) 4. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
*)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 48
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
44.
RUU tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Kementerian Hukum dan HAM
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: - Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP sudah tidak sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan dan perkembangan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti dengan yang baru; - Mewujudkan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjunjung tinggi HAM dan menjamin warga negara bersamaan kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tidak ada kecualinya.
1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan; 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM; 3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK; 4. Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang yang mengatur mengenai peradilan; 5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia; 6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik);
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Memberikan kepastian hukum, penegakan hukum, keadilan masyarakat dan perlindungan hukum bagi tersangka, terdakwa, saksi, maupun korban, serta ketertiban hukum demi terselenggaranya negara hukum. c. Jangkauan dan arah pengaturan: 1. Mempertegas asas legalitas demi terciptanya kepastian hukum dalam hukum acara pidana; 2. Ketentuan mengenai penyelidikan disesuaikan dengan perkembangan hukum; 3. Dibentuknya lembaga baru yaitu “Hakim Komisaris” sebagai pengganti lembaga pra-peradilan yang mempunyai kewenangan lebih luas untuk memutuskan perlunya penahanan dalam proses peradilan.
KETERANGAN
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Target: setelah Buku I RUU KUHP berjalan pembahasannya di DPR (2017) Nawa cita No. 4 (Melakukan reformasi system dan penegakan hokum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya) Pernah masuk pembahasan tk I di komisi III DPR *) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 49
NO
45.
JUDUL RUU
RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (pengganti UU No. 31 Tahun 1999)
PEMRAKARSA
Kementerian Hukum dan HAM
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: Tindak pidana korupsi sering dilakukan secara terencana dan Sistematis merupakan pelanggaran terhadap hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas dan endemik, merusak sendi-sendi ekonomi nasional, merendahkan martabat bangsa di forum internasional, telah digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa (extra ordinary crime), sehingga penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi harus diatur secara khusus. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Membangun hukum di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara komprehensif, konsisten dan sistematik agar dapat memberikan kepastian dan menjamin adanya perlindungan hukum bagi masyarakat. c. Jangkauan dan arah pengaturan: 1. Mengatur mengenai hukum pidana materiil dan formil serta pengaturan untuk mendukung adanya pencegahan dan memerangi tindak pidana korupsi; 2. Secara materiil sebagian besar ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tetap dicantumkan dengan perubahan dan penyesuaian rumusan untuk disesuaikan dengan Konvensi; 3. Diperkenalkan subjek tindak pidana bagi pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional publik yang melakukan tindak pidana korupsi sebagai perluasan subjek tindak pidana yang konvensional dan korporasi, demikian juga bagi pejabat publik ditentukan bahwa badan hukum publik tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana,
7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana; 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang pengesahan United Nations Convention Againts Corruption 2003 (Konvensi Perserikatan BangsaBangsa Anti Korupsi 2003).
KETERANGAN
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Target prioritas: tidak 2015 Nawa Cita No. 4 (Melakukan reformasi system dan penegakan hokum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya)
*) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 50
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
melainkan pejabat publik yang memimpin atau memerintahkan tindak pidana korupsi tersebut. 46.
RUU tentang Kitab Hukum Acara Perdata
Kementerian Hukum dan HAM
a. Latar Belakang dan tujuan penyusunan RUU: Peraturan perundang-undangan Hukum Acara Perdata yang ada dan berlaku sampai saat ini tersebar dalam berbagai peraturan perundangundangan, baik peraturan perundang-undangan peninggalan Pemerintah Hindia Belanda maupun peraturan perundang-undangan produk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun peraturan perundang-undangan produk Pemerintah Hindia Belanda masih bersifat dualistis atau mengandung dualisme hukum acara yang berlaku untuk Pengadilan di Jawa dan Madura dan hukum acara yang berlaku untuk pengadilan di luar Jawa dan Madura. b. Sasaran yang ingin diwujudkan : Mempertajam prinsip atau “asas persamaan hak di muka hukum, transparansi, dan kepastian hukum”, penataan kembali materi Hukum Acara Perdata yang tersebar diberbagai peraturan perundang-undangan berlaku. c. Jangkauan dan Arah pengaturan dalam RUU ini : Undang-Undang ini berlaku untuk memutus gugatan atau permohonan yang telah diajukan ke Pengadilan, sementara perkaranya belum diperiksa atau di putus pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku. Adapun Gugatan atau permohonan yang pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini sudah diperiksa dan tinggal diputus, maka gugatan atau permohonan tersebut tetap diputus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang lama Undang-Undang ini selain diatur materi-materi yang merupakan penegasan kembali dari materi yang sudah ada seperti tuntutan hak, wewenang pengadilan untuk mengadili, kewajiban mengundurkan diri, dan hak ingkar, upaya menjamin hak, pemeriksaan sidang Pengadilan, kesaksian, putusan dan upaya hukum terhadap putusan, juga diatur pula materi baru yang merupakan kebutuhan hukum yaitu antara lain upaya hukum luar biasa yang disebut dengan Peninjauan Kembali, lembaga prorogasi, pembuktian, permohonan kasasi yang hanya dapat diajukan oleh kuasa dari pihak-pihak yang berperkara dengan kuasa
1. HIR (Het Herziene Indonesich Reglement Atau Reglemen Indonesia Baru, Stb. 1848-16, Ingevolge Stb. 1848-57 I.W.G. 1 Mei 1848, Opnieuw Bekend Gemaakt Bij Stb. 1926559 En Stb. 1941-44) 2. RBG (Reglement Buitengewesten, Staatsblad 1927 Nomor: 227) 3. RV. (Rgelement Op De Burgerlijke Rechtsvordering Voorderaden Van Justitie Opa Java En Het Hoogerechtshof Van Indonesie, Alsmede Voor De Risidentiegerechten Op Java En Madura) 4. BW (Burgerlijk Wetboek 5. WVK (Wetboek Van Koophandel ) 6. Ordonansi Tahun 1867 Nomor 29 7. UU No 20 Tahun 1947 8. UU Darurat No1 Tahun 1951 9. UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 10. UU No 1 Tahun 1974
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Target prioritas: 2016 Masuk dalam draf RPJMN 2015-2019 Nawa Cita No. 4 (Melakukan reformasi system dan penegakan hokum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya)
*) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 51
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
khusus, diaturnya kembali lembaga pengadilan, dan pelaksanaan putusan arbitrase dan hukum acara cepat (small claims court)
tentang Perkawinan 11. UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 jis. UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung 12. UU No 2 Tahun 1986 Jo UU No. 8 Tahun 2004 jo. UU No. 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum 13. UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat 14. UU No: 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan sebagaimana diubah dengan UU No. 37 Tahun 2004 ( berkaitan dengan proses perkara di Pengadilan Niaga) 15. UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 16. UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 17. UU No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi 18. UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 19. UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik 20. UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan
KETERANGAN
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 52
NO
47.
JUDUL RUU
RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana
PEMRAKARSA
Kementerian Hukum dan HAM
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: - Kebutuhan adanya sistem yang memungkinkan dilakukannya penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen tindak pidana secara efektif dan efisien, yang memperhatikan nilai-nilai keadilan dengan tidak melanggar hak-hak perorangan. - Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini dinilai belum secara komprehensif dan rinci mengatur tentang perampasan aset yang terkait dengan tindak pidana, dan masih memiliki banyak kekurangan (loophole) jika dibandingkan dengan Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) yang direkomendasikan oleh PBB dan lembagalembaga internasional lainnya - Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme dan Konvensi Menentang Korupsi. Konvensi tersebut antara lain mengatur mengenai ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan upaya mengidentifikasi, mendeteksi, dan membekukan serta perampasan hasil dan instrumen tindak pidana. - Pemerintah Indonesia harus menyesuaikan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang ada dengan ketentuan-ketentuan di dalam konvensi tersebut. Tujuannya ialah: Untuk menekan tingkat kejahatan dan memenuhi kebutuhan hukum. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Menyita dan merampas hasil tindak pidana dari pelaku tindak pidana tidak saja memindahkan sejumlah harta kekayaan dari pelaku kejahatan kepada masyarakat, tetapi juga akan memperbesar kemungkinan masyarakat untuk mewujudkan tujuan bersama yaitu terbentuknya
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 21. UU No. 30 Tahun 1999 ttg Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa 22. UU Kepailitan 23. UU 16/2004 ttg Kejaksaan 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 3. UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana 5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang 6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsabangsa Anti Korupsi 7. UU 16/2004 ttg Kejaksaan
KETERANGAN
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Target prioritas: tidak 2015 (Ada catatan dari kemenkeu dan Kejaksaan) Nawa Cita No.4 (Melakukan reformasi system dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya) *) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 53
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
keadilan dan kesejahteraan bagi semua anggota masyarakat.
48. RUU tentang Pembatasan Transaksi Penggunaan Uang Kartal
Kementerian Hukum dan HAM
c. Jangkauan dan arah pengaturan: - Aset yang Diperoleh atau Diduga Berasal dari Tindak Pidana yang Dapat Dirampas - Aset yang Tidak Seimbang dengan Penghasilan - Penelusuran Aset - Ketentuan Pemblokiran dan Penyitaan Perampasan Aset - Permohonan Perampasan Aset - Tata Cara Pemanggilan - Wewenang Mengadili - Acara Pemeriksaan di Sidang Pengadilan - Pembuktian dan Putusan Pengadilan - Pengelolaan Aset - Tata Cara Pengelolaan Aset - Ganti Rugi dan/atau Kompensasi - Perlindungan Terhadap Pihak Ketiga - Kerjasama Internasional - Pendanaan - Ketentuan Peralihan - Ketentuan Penutup a. Latar Belakang Penyusunan Perkembangan transaksi modern menghendaki adanya transaksi lebih cepat, pengurangan penggunaan uang kartal, dan memudahkan pelacakan kembali atas suatu transaksi dengan akurat. b. Sasaran terwujudnya transaksi keuangan yang lebih efisien, aman, cepat, modern dan tercatat dalam sistem keuangan dan sistem pembayaran serta mendorong terwujudnya less cash society. Pengaturan tersebut juga akan bermanfaat untuk mempersempit ruang gerak penggunaan transaksi tunai untuk mencegah pencucian uang hasil tindak pidana, misalnya korupsi, narkoba dan lain sebagainya. c. Arah dan Jangkauan seluruh transaksi yang dilakukan setiap orang atau badan hukum di dalam dan dari wilayah Indonesia. Pengecualian diberikan terhadap transaksi
1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1946 tentang Kewa jiban Menyim pan Uang Dalam Bank 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali, tera khir dengan Undang-undang Nomor
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Target prioritas: 2016/2017 Pengaturan pembatasan transaksi uang kartal bermanfaat baik secara ekonomis maupun untuk membatasi transaksi tunai yang sering disalahgunakan oleh pelaku tindak pidana sebagai sarana
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 54
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
tunai yang berdasarkan APBN dan/atau APBD serta transaksi yang bersifat intensive cash. Adapun arah pengaturannya adalah penguatan kerangka hukum, peningkatan pengawasan di sektor keuangan, untuk mewujudkan efisiensi transaksi serta membangun rezim anti pencucian uang yang efektif
49.
RUU tentang
Kementerian
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:
KETERANGAN
6 Tahun 2009 4. Undang-Undang No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar 5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Peru bahan UU No.31 Thn 1999 tentang Pembe rantasan Tindak Pidana Korupsi 6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan 7. 8.Undang-Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang 8. 9.Undang-Undang No 3 Tahun 2011 ten tang Transfer Dana 9. Undang-Undang No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang 10. Undang-Undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan 11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Pena naman Modal.
pencucian uang (money laundering). Nawa Cita No. 4 (Melakukan reformasi system dan penegakan hokum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya)
1. Undang-Undang Nomor
*) **)
Sudah ada NA
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 55
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
Hukum dan HAM
MATERI YANG DIATUR -
UU TERKAIT
Menyesuaikan lebih lanjut terhadap perjanjian internasional yang telah diratifikasi dan perjanjian internasional lainnya yang akan diratifikasi (Hague Agreement); Menyesuaikan dengan perkembangan di tingkat internasional yang dapat diterapkan di Indonesia; Mengatasi kendala dalam pelaksanaan.
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: - untuk memajukan industri di Indonesia yang mampu bersaing baik dalam lingkup perdagangan nasional maupun internasional. Selanjutnya agar tujuan ini dapat tercapai, maka perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat di bidang Desain Industri sebagai bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual; - Peningkatan Perlindungan terhadap Pemegang Hak Desain Industri; - Terbentuknya UU tentang Desain Industri yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan standar internasional.
7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). 2. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun1997 tentang Pengesahan Konvensi Paris (Paris Convention for the Protection of Industrial Property).
KETERANGAN
Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Target prioritas 2016 Nawa Cita No. 6 (meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar internasional) *) **)
c. Jangkauan dan arah pengaturan: - pengaturan mengenai definisi Desain Industri agar lebih sederhana dan jelas; - penyempurnaan lingkup kreasi yang dapat dimintakan perlindungan; - penyempurnaan pengaturan pengertian sama atau mirip dengan pembanding yang sudah ada; - penyempurnaan pengaturan mengenai lingkup pemegang hak; - penambahan pengaturan mengenai kriteria pelanggaran hak; - penyempurnaan pengaturan pembatasan lingkup Desain Industri; - penambahan ketentuan yang mengakomodasikan mekanisme pengajuan permohonan pendaftaran Desain Industri di tingkat internasional; - penambahan ketentuan yang memungkinkan penambahan jangka waktu perlindungan; - pengaturan mengenai Pemeriksaan Pendahuluan Desain Industri yang mencakup pemeriksaaan yang berkaitan dengan ketertiban umum dan moralitas, fungsi teknis (engineering design), kemudahan kreasi, dan Desain Industri yang telah diajukan; - pengaturan mengenai mekanisme pengajuan keberatan terhadap penolakan atau pendaftaran hak Desain Industri melalui Majelis Banding; RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 56
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
- pengaturan mengenai pembatasan hak untuk mencegah kemungkinan timbulnya konflik antara pemegang hak Desain Industri dengan pemegang HKI lainnya; - penyempurnaan pengaturan mengenai penetapan sementara dengan memasukkan hukum acara. 50.
RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana
Kementerian Hukum dan HAM
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: - Penyelamatan asset hasil korupsi yang berada di luar negeri belum dapat berjalan secara maksimal. Perlu kerjasama Internasional bagi otoritas pusat (Kemenkumham) yang lebih intensif . - kerjasama internasional melalui mekanisme bantuan timbal balik dalam masalah pidana menunjukkan perkembangan yang semakin meningkat seiring meningkatnya upaya masyarakat internasional dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan lintas negara. - Penyusunan RUU bertujuan untuk menyesuaikan UU No. 1 Tahun 2006 dengan standar dan praktik internasional sehingga penanganan bantuan tersebut lebih efektif dan efisien.
1. KUHP 2. KUHAP 3. UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri 4. UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Target prioritas: 2016 Nawa Cita No. 4 (Melakukan reformasi system dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya) *) **)
1. Keterkaitan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 2. KUHP 3. Keterkaitan Undang-
Sudah ada Naskah Akademik RUU sedang dalam Perancangan Target prioritas: masih menunggu KUHAP (2016/2017)
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Memberikan pedoman dan dasar hukum kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan negara lain dalam bentuk bantuan timbal balik dalam masalah pidana. c. Jangkauan dan arah pengaturan: Beberapa ketentuan yang diubah dalam UU No. 1 Tahun 2006 antara lain penegasan mengenai syarat permintaan bantuan ditolak dan dapat ditolak; penambahan substansi mengenai pemblokiran; dan penegasan kedudukan Otoritas Pusat dan Otoritas yang Berwenang. 51.
RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan HAM
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU; - Adanya perluasan peran dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang sebelumnya peran dan tanggung jawabnya terbatas pada lembaga pemasyarakatan, kemudian bergeser mengelola lembaga-lembaga baru yang merupakan perintah dari KUHAP seperti Lembaga Rutan, lembaga Rupbasan dan Lembaga Bapas yang bergerak sejak tahap pra adjudikasi hingga purna adjudikasi, dimana lembagalembaga tersebut memiliki tujuan, daya kerja dan pengorganisasian
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 57
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
-
UU TERKAIT
sendiri yang berbeda dengan lembaga pemasyarakatan. Mengingat lembaga-lembaga baru ini tidak berada dibawah lembaga pemasyarakatan karena memiliki tujuan, daya kerja dan organisasi yang berbeda. Dengan adanya sub-sub system tersebut, yang sudah berperan mulai dari pra adjudikasi, adjudikasi dan purna adjudikasi, mengakibatkant perubahan atas definisi sistem pemasyaraktan.
b. Sasaran yang ingin diwujudkan; - Mewujudkan penegasan kewajiban negara dalam memenuhi,menghormati dan melindungi. - Menegaskan kedudukan pemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu/Criminal Justice System (Posisi pemasyarakatan tidak hanya diakhir, tetapi dimulai dari fase pra adjudikasi, adjudikasi dan purna adjudikasi) - Menegaskan pemasyarakatan sebagai satu kesatuan sistem. - Menjamin efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya. c. Jangkauan dan arah pengaturan: Dalam UU No. 12 Tahun 1995, pemasyaraktan hanya diartikan terbatas pada lembaga pemasyarakatan yang berada pada fase terakhir (post adjudikasi) dari proses penegakan hukum namun dengan kedudukan pemasyarakatan sebagai bagian yang integral dari sistem peradilan Pidana maka akan menemui perluasan peran dan tanggungjawab. Oleh karena itu subsistem pemasyarakatan sebagai salah satu subsistem dalam peradilan pidana dimulai dari Pra adjudikasi, adjudikasi dan purna adjudikasi. Pada awalnya hanya mengatur Lapas dan Bapas sekarang meluas hingga Rupbasan, Rutan.
4.
5. 6.
7.
8.
Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan Martabat Manusia) Keterkaitan dengan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Keterkaitan dengan Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Keterkaitan dengan UU No 11 Tahun 2005 Ratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Ekosob Keterkaitan dengan UU No 12 Tahun 2005 Ratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sosial dan
KETERANGAN Nawa Cita No. 4 (Melakukan reformasi system dan penegakan hokum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya) *) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 58
NO
52.
JUDUL RUU
RUU tentang Perkumpulan
PEMRAKARSA
Kementerian Hukum dan HAM
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU; - Perkumpulan merupakan salah satu bentuk hukum yang harus dilandaskan pada filsafah Pancasila sebagai pola pikir bangsa Indonesia. - Perkumpulan terus mengalami perkembangan di Indonesia, sedangkan aturan hukumnya masih merujuk pada Burgerlijk Wetboek (BW) untuk Indonesia atau KUHPerdata dan Staatblad, yang keduanya merupakan produk hukum Kolonial, yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat. b. Sasaran yang ingin diwujudkan; - Untuk mengganti peraturan Kolonial mengenai perkumpulan yang sudah tidak relevan lagi - Menjadi UU yang memberikan pengaturan yang jelas mengenai definisi dan batasan terhadap perkumpulan yang tidak berorientasi pada keuntungan. - Mengintegrasikan UU Perkumpulan dengan UU Ormas. c.
Politik 9. Keterkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Pengadilan Pidana Anak 10. Keterkaitan dengan PP 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP 11. Keterkaitan dengan PP 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Khusus 1. UU 28/2004 ttg Yayasan 2. UU 2/2008 ttg Parpol 3. UU 17 Tahun 2013 ttg Ormas
KETERANGAN
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Nawacita no. 4 (Melakukan reformasi system dan penegakan hokum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya) *) **)
Jangkauan dan arah pengaturan. - Mengatur Perkumpulan yang berbadan hukum - Mengatur tujuan pendirian perkumpulan tidak boleh bertentangan dengan dasar negara, konstitusi, ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan lainnya. - Mengatur mengenai pendiriannya, pembubarannya, peralihannya, RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 59
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
keanggotaan, modal, cara memperoleh status badan hukum dst. 53.
RUU tentang Pemindahan Narapidana Antarnegara
Kementerian Hukum dan HAM
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU; - Kementerian Luar Negeri RI mencatat terdapat sekitar 4415 orang WNI yang dipenjara di luar negeri, seperti Malaysia (terbanyak), Australia, Brunei, Filipina, dan Thailand. Sebaliknya, Warga Negara Asing (WNA) juga banyak yang terlibat kasus hukum di Indonesia (pertanggal 1 Maret 2013 adalah sejumlah 682 orang). - Kondisi di atas telah mendorong sejumlah negara mengajukan tawaran kerjasama pada Pemerintah Indonesia untuk memindahkan warga negaranya yang dihukum di Indonesia agar menjalani pidana di negara asalnya. - Kerjasama tersebut dalam hukum internasional dikenal dengan Transfer of Sentenced Person/TSP (transfer narapidana). - Namun dalam pelaksanaannya di temui kendala yaitu belum adanya dasar hukum untuk melakukan Pemindahan Narapidana Internasional ini. b. Sasaran yang ingin diwujudkan; - Adanya kepastian hukum atas pemindahan narapidana internasional sehingga usaha reintegrasi sosial yang merupakan salah satu pembinaan narapidana dapat dilaksanakan secara maksimal. - Adanya kepastian hukum atas pemindahan narapidana juga dapat meningkatkan kerjasama internasional yang baik dengan Negara lain. c. Jangkauan dan arah pengaturan. - jangkauan dan arah pengaturannya mengatur WNI yang menjalankan hukuman di Negara lain dan WNA yang menjalankan hukuman di Negara Indonesia. - Subjek yang diatur yaitu orang atau badan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban dalam RUU pemindahan narapidana internasional ini, seperti: narapidana, Pemasyarakatan, penegak hukum, polisi, dan kementerian luar negeri. - Obyek yang diatur: narapidana yang menjalankan hukuman di Negara lain.
54.
RUU tentang
Kementerian
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Dan Pembimbingan Warga Binaan Kemasyarakatan 3. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri 4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional. 5. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi 7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana
1. KUHP
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Nawacita no. 4 (Melakukan reformasi system dan penegakan hokum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya)
*)
Sudah ada NA yang
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 60
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
Ekstradisi (mengganti UU No. 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi)
Hukum dan HAM
MATERI YANG DIATUR -
-
55.
RUU tentang Perubahan Atas UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Kerjasama luar negeri baik bilateral maupun multilateral perlu dilakukan untuk mencegah peluang bagi pelaku tindak pidana untuk meloloskan dari negara tempat tindak pidana dilakukan. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan kerjasama penegakan hukum yang efektif antar negara dengan tujuan penyerahan pelaku tindak pidana dari Negara Diminta kepada Negara Peminta Penyusunan RUU Ekstradisi bertujuan untuk mengganti UU No. 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi, karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum kerja sama penyerahan pelaku tindak pidana antarnegara.
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: - Memberikan pedoman dan dasar hukum bagi Pemerintah Indonesia dalam menerima permohonan ekstradisi dari negara lain. - Memberikan pedoman bagi negara lain yang akan mengajukan permohonan ekstradisi kepada Pemerintah Indonesia. c. Jangkauan dan arah pengaturan: RUU ini mengatur ketentuan antara lain mengenai: - penyempurnaan hukum acara ekstradisi, baik ekstradisi yang diajukan dengan permintaan yang didasarkan perjanjian maupun ekstradisi tanpa perjanjian; - kelembagaan yang mempunyai tugas mengajukan, menerima, dan menangani pemenuhan persyaratan, serta menganalisis permintaan Ekstradisi yang diajukan oleh atau kepada Pemerintah Republik Indonesia; - daftar kejahatan (list of crime) yang menggunakan sistem gabungan, artinya dalam Undang-Undang ini ditetapkan daftar kejahatan dan juga Ekstradisi dapat juga dilakukan atas dasar kebijaksanaan Negara Diminta di luar daftar kejahatan yang telah ditentukan; - penyempurnaan substansi penyerahan Termohon Ekstradisi. Kementerian a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: Hukum dan - Untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan HAM kedaulatan politik dan ekonomi indonesia yaitu dengan peningkatan penanaman modal. - Berdasarkan hasil survei Ease of Doing Business oleh World Bank yang dilakukan sejak 2004 s/d 2013, Indonesia menempati peringkat 120 dari 189 negara di dunia.
UU TERKAIT
KETERANGAN
2. KUHAP 3. UU No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri 4. UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
perlu disesuaikan dengan sistematika UU No. 12 Tahun 2011 Sudah ada Draft RUU Target prioritas: 2016 Nawacita no. 4 (Melakukan reformasi system dan penegakan hokum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya) *) **)
1. UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN 2. UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. 3. UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
NA dalam Proses Masuk RPJMN Nawacita no. 4 (Melakukan reformasi system dan penegakan hokum yang bebas korupsi, bermartabat
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 61
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR -
UU TERKAIT
Salah satu indikator permasalahan tersebut di atas adalah starting a business. Starting a business ini terkait erat dengan aspek procedur, time, cost dan minimum capital.
b. Sasaran yang ingin diwujudkan; Untuk memperbaiki iklim berusaha dan berinvestasi dengan memberi keringanan -keringanan di segala aspek yang terkait dengan dunia usaha. c. Jangkauan dan arah pengaturan. - Jangkauan pengaturan dari perubahan UU PT ini adalah untuk mengubah ketentuan dalam UU PT yang memiliki pengaruh dalam peningkatan ease of doing business di Indonesia. Antara lain perubahan sistem pendaftaran PT, meringankan modal dasar, memberikan kewajiban yang sama kepada PT untuk melakukan CSR. - Arah pengaturan adalah mewujudkan pengaturan PT yang kondusif sehingga memenuhi ease of doing business di Indonesia yang berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
56.
RUU tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer
Kementerian Hukum dan HAM
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: - Dalam KUHPerdata dikenal bentuk usaha Persekutuan Perdata dan dalam KUHD dikenal bentuk usaha Firma dan CV yang sudah kurang sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia dewasa ini. - Rancangan Undang-undang bertujuan untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan materi yang sudah diatur dalam KUHP/KUHD atau juga dapat dibuat rancangan yang baru sama sekali. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: - Membentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai persekutuan perdata, persekutuan firma dan persekutuan komanditer. - Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan Kitab Undangundang Hukum Perdata (KUHPer) saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dan kebutuhan dunia usaha, sehingga perlu diatur kembali.
4. UU No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro. 5. UU No. 30 Tahun 2004 Tentang jabatan Notaris. 6. UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Hutang. 7. UU No. 5 Tahun 1986 Tentang PTUN. 8. UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 9. UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 10. UU No. 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan. 1. KUH Perdata 2. KUH Dagang 3. UU No. 40 Tahun 1999 tentang Perseroan Terbatas 4. UU No. 16 Tahun 2011 tentang Yayasan 5. UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
KETERANGAN dan terpercaya) *) **)
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU
*)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 62
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
c. Arah dan Jangkauan Pengaturan - Badan usaha yang tidak berbadan hukum meliputi: Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Komanditer. - RUU mencakup tatanan hukum yang mendorong, menggerakkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan di bidang ekonomi, dalam rangka menunjang pembangunan ekonomi adalah ketentuan di bidang Badan Usaha Bukan Badan Hukum 57.
RUU tentang Perubahan atas UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Kementerian Hukum dan HAM
a. Latar Belakang dan tujuan penyusunan RUU: - Peraturan yang ada saat ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang belum mengatur secara khusus serta tidak cukup memadai untuk memberantas Tindak Pidana Terorisme. - Di banyak negara kejahatan terorisme termasuk kejahatan yang perkembangannya sangat dinamis sehingga diatur secara khusus. - Delik pidana khusus yang diatur dalam UU No. 15 Tahun 2003 masih mengandung Kelemahan-kelemahannya ketika diterapkan dalam praktek di lapangan, karena ketentuan UU ini dibuat secara incidental ketika menghadapi kasus Bom Bali, sehingga perlu dilakukan penyesuaian. - Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam dunia kriminalpun mengikuti perkembangan hal ini dibuktikan dengan jenisjenis kejahatan terorisme yang semakin canggih. - Pergeseran dan perkembangan hukum pidana dan asas hukum pidana di Indonesia dari konvensional kearah modern perlu diakomodasi dalam menanggulangi kejahatan terorisme.
1. UU No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme 2. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian 3. UU No. 24/2006 ttg kejaksaan 4. Kitab UndangUndang Hukum Pidanan 5. Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi
*) **)
b. Sasaran Yang ingin diwujudkan : - Pembaruan dan Penyempurnaan UU 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme - Perluasan Ruang Lingkup Tindak Pidana Terorisme. c. Jangkauan dan arah pengaturan : - cyberterrorism - kriminalisasi penyebaran materi (dengan lingkup penyebaran rasa kebencian, penghasutan, pemuliaan atau pemujaan terhadap terorisme, penyebaran ideologi terorisme, dan - propaganda terorisme), yang memberikan dukungan bagi terorisme RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 63
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
Kementerian Hukum dan HAM
melalui penggunaan teknologi dan informasi; pemberatan hukuman bagi pelaku penghimpunan dana untuk terorisme melalui teknologi dan informasi; - pemberatan hukuman bagi pelaku perekrutan anggota terorisdengan menggunakan teknologi dan informasi; - kriminalisasi terhadap aktivitas pelatihan anggota teroris yang menggunakan teknologi dan informasi; - kriminalisasi terhadap tindak pidana terorisme yang menyerang infrastruktur atau jaringan teknologi dan informasi; dan - memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukumuntuk melakukan penyensoran atau memblokir situs atau website yang terkait dengan terorisme. - Kegiatan Pendahuluan (Precursor Activities) Terorisme sebagai suatu Tindak Pidana - Data Intelijen sebagai alat Bukti - Deradikalisasi - Pembuktian Unsur-unsur delik Terorisme a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU; - Sebagai amanat dalam Pasal 104 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia agar dibentuk suatu pengadilan HAM. Namun dalam kenyataannya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM tidak hanya mengatur mengenai kietentuan Pasal 104 saja akan tetapi lebih luas, tidak hanya mengatur mengenai tata cara atau prosedur saja melainkan juga muatan hokum pidana materiil yang isinya sangat berbeda dengan apa yang diamanatkan dalam Pasal 104 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM (disharmoni antara dua aturan perundangundangan yang pada dasarnya saling terkait) - Kejahatan HAM Berat yang tercantum dalam UU No. 26 Tahun 2000 yaitu genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, acuannya adalah Statuta Roma namun hanya sebagian saja. Akibatnya delik kejahatan internasional di luar dua jenis kejahatan tsb seperti kejahatan agresi dan kejahatan perang tidak masuk dalam yurisdiksi pengadilan HAM. - Tidak adanya hokum acara dan pembuktian secara khusus dalam kejahatan HAM. - Masalah kewenangan dan penyelidikan dan penyidikan yg berada di bawah dua lembaga yang berbeda yaitu Komnas HAM dan dan Jaksa Agung. Demikian pula masalah perlindungan saksi dan korban belum
KETERANGAN
-
58.
RUU tentang Perubahan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
1. UU No. 8 Tahun 1981 ttg KItab UU Hukum Acara Pidana 2. UU No. 4 Tahun 2004 ttg Kekuasaan Kehakiman 3. UU No. 39 Tahun 1999 ttg Hak Asasi Manusia 4. UU No. 13 Tahun 2006 ttg Perlindungan Saksi dan Korban 5. UU No. 5 Tahun 1958 ttg Ratifikasi KOnvensi Jnewa Tahun 1949 ttg ICRC 6. UU No. 2 Tahun 1986 ttg Pengadilan Umum jo UU No. 8 Tahun 2004 ttg Perubahan UU No. 2 Tahun 1986
Sudah memiliki hasil Penelitian dan Pengkajian Sudah memiliki Naskah Akademik Sudah memiliki Draft RUU Nawa Cita No. 4 (Melakukan reformasi system dan penegaka hokum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpecaya) *)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 64
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
dicakup dalam UU ini. Oleh karena berbagai kelemahan tsb diatas maka perlu dilakukan perubahan terhadap UU No. 26 Tahun 2000 ttg Pengadilan HAM. b. Sasaran yang ingin diwujudkan; Mengubah UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM menjadi UU tentang Pengadilan Kejahatan HAM Yang Paling Berat sesuai dengan amanat Pasal 104 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, kompetensi absolute pengadilan ini adalah mengadili kejahatan serius yang disebut sebagai “kejahatan HAM yang berat” yang meliputi pembunuhan massal (genoside), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitrary/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis, dimana definisi ini amat berbeda dengan apa yg dirumuskan dalam Pasal 7 , Pasal 8 dan Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 (lebih luas).
KETERANGAN
7. UU No. 12 Tahun 2005 ttg Pengesahan International on Civil and Political Rights (Kovenan Hak-hak Sipil dan Politi) 8. UU No. 7 Tahun 1984 ttg Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi thd Wanita (CEDAW)
c. Lingkup materi yang diatur dalam RUU: Perubahan UU No. 26 Tahun 2006 tentang Pengadilan HAM lebih pada ketentuan formil (acara) yang meliputi : Yurisdiksi Pengadilan HAM, Daluarsa, Ne bis in idem Kewenangan mengetahui perkembangan perkara, penangkapan, penahanan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan Hakim Pengadilan Kejahatan HAM pemeriksanaan persiapan Penyelesaian Perbedaan antara penyidik dan penuntut jangka waktu pemeriksaan pemeriksaan saksi dalam kondisi khusus alat bukti dan pembuktian pendapat korban dalam proses persidangan dokumentasi proses pemeriksaan, perlindungan saksi dan korban dan peran serta korban dalam proses persidangan RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 65
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR -
59.
RUU Konvergensi Telematika
UU TERKAIT
KETERANGAN
perlindungan terhadap penegak hukum pengadilan kejahatan HAM yang berat ad hoc lembaga KKR ketentuan pidana ketentuan penutup.
Cttn : untuk ketentuan hukum materiil diusulkan untuk melakukan perubahan terhadap Pasal 104 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia . Kementerian a. Latar Belakang dan tujuan pengaturan Komunikasi - Perkembangan teknologi yang demikian pesat telah melahirkan dan konvergensi jasa-jasa baru yang tidak hanya terbatas pada lingkup Informatika telekomuinikasi akan tetapi telah meluas kepada media (penyiaran) dan informatika untuk penopang seluruh layanan di semua sector termasuk jasa keuangan, perbankan, perdagangan, pendidikan, kesehatan, komunikasi, social, budaya dan politik; - Untuk meningkatkan alam demokrasi yang berkualitas dan tumbuh sehat, diperlukan kondisi keragaman kepemilikan dan keragaman isi penyiaran; - Jasa siaran radio dan televisi tidak lagi menjadi domain penyelenggara atau lembaga penyiaran, akan tetapi telah dapat disediakan oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan yang ada dan diakses menggunakan perangkat telekomunikasi. a. Sasaran yang ingin diwujudkan; - Mentransformasi kewajiban pelayanan universal (universal service obligation) menjadi broadband-ready; - Mengoptimalisasi pemanfaatan spectrum frekwensi radio dan orbit satelit sebagai sumber daya terbatas; - Mendorong alih teknologi penyiaran dari sistem analog ke sistem digital; - Merestrukturisasi sector penyiaran; - untuk meningkatkan keseimbangan isi media atau berita; - Menegaskan prinsip Keragaman isi dan keragaman kepemilikan; - Merevitalisasi fungsi KPI sebagai kontrol dan pengawas konten penyiaran; - Menghapus monopoli kepemilikan penyiaran; - Memberi pemahaman yang komprehensipbagi para pemilik hak siar bahwa frekuensi yang digunakan oleh lembaga penyiaran adalah milik
1. UU 40 tahun 1999 tentang Pers 2. KUHP 3. KUHPerdata 4. UU No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi 5. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektorinik 6. UU 32 Tahun 2002 ttg Penyiaran
Kajian sudah ada Belum ada NA Belum ada draf RUU Nawa Cita No. 6 (meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internsional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya)
*) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 66
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
60.
RUU Sistem Pengawasan Intern Pemerintah
UU TERKAIT
KETERANGAN
negara yang dipinjamkan sebagai hak pakai dan hak guna, untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat; mengembalikan penyiaran ke arah dan tujuan mencerdaskan bangsa yang sesuai bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kementerian a. Latar belakang dan Tujuan Penyusunan RUU: PAN & RB - Saat ini keberadaan aparatur pengawasan internal pemerintah (APIP) sepenuhnya berada di bawah pimpinan kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah (pemda) yang ruang lingkup pengawasannya dibatasi oleh pimpinan masing-masing, sehingga dipandang tidak efektif. - Kelembagaan APIP seharusnya merupakan eselon inspektur yang minimal harus sama dengan eselon pejabat yang diperiksa, bukan sebaliknya misalnya, eselon inspektur di bawah sekretaris daerah (Sekda). Padahal, Sekda adalah kuasa pengguna anggaran (KPA) yang harus diawasi. Kondisi serupa juga terjadi di kementerian dan lembaga di tingkat pusat, - Perlu sistem pengawasan intern yang efektif, efisien, dan sinergis - Optimalisasi kinerja pengawasan intern dalam rangka pelayanan publik yang prima menuju kesejahteraan masyarakat - Perlunya Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang profesional, independen, dan kompeten (Reformasi Kelembagaan / SDM APIP) b. Sasaran yang ingin diwujudkan: - Tercapainya efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah - Berkurangnya tingkat korupsi dan pentimpangan dalam rangka menuju kepemerintahan yang bersih dan bebas KKN - Meningkatkan profesionalisme dan independensi APIP melalui pemberdayaan SDM yang berkompeten dan berintegritas - Menjadi dasar hukum pengawasan di lingkungan Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Daerah. - menciptakan koordinasi, sinkronisasi, dan sinergitas antar lembaga pengawas internal pemerintah. Sistem pengawasan ini menitikberatkan pada aspek profesionalisme pengawas, pencegahan korupsi dan penyimpangan, tindak lanjut laporan, dan akuntabilitas.
1. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; 2. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 4. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara; 5. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
• • • •
Ada NA Ada Draf RUU Masuk dalam RPJMN dan RKP 2015 Nawa Cita no. 2 (tata kelola Pemerintahan yang perish, efektif, demokratis dan terpercaya)
*)
c. jangkauan dan Arah Pengaturan: RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 67
NO
61.
JUDUL RUU
RUU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPD
PEMRAKARSA
Kementerian Dalam Negeri
MATERI YANG DIATUR - keberadaan unit aparatur pengawasan internal pemerintah (APIP), - sistem pengawasan internal, - pola pertanggungjawabannya. a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UUMD3) telah dilakukan beberapa kali pengujian ke MK. Beberapa pasal terkait dengan keterwakilan perempuan telah dibatlkan oleh MK, dan terakhir disepakati oleh KMP dan KIH di DPR untuk mencabut dan menambah ketentuan yang terkait dengan perubahan komposisi pimpinan alat kelengkapan DPR. Karena pertimbangan politik tertentu dalam rangka mempercepat proses “rekonsiliasi” di DPR, maka usulan penyempurnaan UU MD3 dari DPD belum dibahas. Perubahan UU MD3 ini perlu dilakukan dalam rangka memperjelas sistem pemerintahan presidensial serta mensinkronkan UU MD3 dengan UU Pemda yang baru (UU No. 23 tahun 2014).
UU TERKAIT
KETERANGAN
1. UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,DPD,DPRD (MD3) 2. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 3. Perpu No. 1 Tahun 2014
Konsekuensi Putusan MK, memperjelas kedudukan DPRD, dan sinkronisasi dengan UU Pemda
UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3)
Konsekuensi putusan MK No. 39/PUUXI/2013 terkait dengan verifikasi Parpol lama dan baru. Antispasi anggaran pembentukan UU
*)
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Penataan kelembagaan parlemen Indonesia yang terdiri dari MPR, DPR, DPD. Pengaturan tentang DPRD sudah diakomodasi dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda. c. Jangkauan dan Arah Pengaturannya: Susunan dan kedudukan serta tugas dan kewenangan MPR, DPR dan DPD. 62.
Revisi UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik
Kementerian Dalam Negeri
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: Putusan MK atas perkara No. 39/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa Pasal 16 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Berdasarkan Putusan MK setiap Parpol lama dan baru harus dilakukan verifikasi ulang. Dengan cara demikian akan dapat dilakukan proses penyederhanaan partai. b. Sasaran yang ingin diwujudkan; Mendorong Penataan Partai Politik yang lebih Terbuka dan Berkualitas. c. Jangkauan dan arah pengaturan: - Mengubah materi anggota Partai Politik yang tidak dapat diberhentikan
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 68
NO
63.
JUDUL RUU
RUU Penyelenggara Pemilu
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
dari anggota DPR atau DPRD jika: a. partai politik yang mencalonkan anggota tersebut tidak lagi menjadi peserta Pemilu atau kepengurusan partai poitik tersebut sudah tidak ada lagi, b. anggota DPR atau DPRD tidak diberhentikan atau tidak ditarik oleh partai politik yang mencalonkannya, c. tidak lagi terdapat calon pengganti yang terdaftar dalam Daftar Calon Tetap dari partai yang mencalonkannya”; - partai politik wajib melakukan pendidikan politik secara sistematis, terprogram, dan berkesinambungan; - membangun sistem rekrutmen politik yang lebih transparan, partisipatif, selektif, kompetitif, dan akuntabel; - melakukan penyiapan secara serius terhadap kader-kadernya sebagai calon-calon pemimpin bangsa yang andal dan terpercaya di masa depan; - menciptakan etika politik partai yang santun dan bermartabat yang diinternalisasikan pada diri para anggotanya; - visi, misi, platform, dan program kerja yang senantiasa ditawarkan kepada publik; - Membentuk sistem pertanggungjawaban atas bentuk agregasi dan perjuangan atas tuntutan akan kebutuhan rakyat yang nyata dan sedapat mungkin mewujudkannya; - Mendorong komunikasi politik yang sehat antar partai politik sehingga terjadi koalisi ideologis secara permanen; - memisahkan antara kepengurusan struktural parpol dengan jabatan publik/pemerintahan (tidak rangkap jabatan); - pengaturan mengenai sistem pembiayaan partai politik, yang didanai dari sumber-sumber yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan; - Penyederhanaan Jumlah Partai Politik. Kementerian a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU Dalam Negeri UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, mengatur struktur penyelenggara pemilu mulai dari KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/kota, hingga tingkat bawah. Dengan diterbitkannya PERPU No. 23/2014 terjadi perubahan sistem pemilu di daerah yang semula akan dilakukan oleh DPRD dikembalikan menjadi Pilkada langsung. Selanjutnya Putusan MK No. 97/PUU/XI/2013 menyatakan bahwa Pilkada langsung merupakan bagian dari rezim pemda, bukan rezim pemilu. Dampak dari putusan ini, untuk pelaksanaan Pilkada langsung tentu tidak dapat serta merta
1. UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu 2. UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan
KETERANGAN
*)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 69
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
menggunakan organ/perangkat penyelenggara pemilu KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sebagai organ dalam rezim pemilu. Untuk itu perlu ada pengaturan terlebih dahulu. Selain itu perlu ada pengaturan kelembagaan penyelenggara pemilu tatkala pemilu dilakukan secara serentak (Pileg dan Pilpres).
Perwakilan Rakyat Daerah (Pileg) 3. UU No. tentang Pemilihan Presiden 4. UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana diubah dengan UU No. 2 Tahun 2011
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Penataan kelembagaan penyelenggara pemilu baik yang dalam konteks rezim pemilu maupun rezim pemda
KETERANGAN
c. Arah Pengaturannya Kelembagaan KPU, Bawaslu dan DKPP sebagai penyelenggara pemilu, proses pengisian jabatannya 64.
RUU Pemilihan Umum Anggota Legislatif
Kementerian Dalam Negeri
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU - Berdasarkan Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013, Pilpres dan Pileg dilakukan serentak mulai Pemilu 2019. UU Pileg dan UU Pilpres yang berlaku saat ini masih menggunakan paradigma pemilu yang dilakukan terpisah berurutan karena penentuan calon Presiden ditentukan oleh partai politik yang memenuhi Parliamentary Treshold (PT). Pengaturan Pemilu serentak merupakan pelaksanaan amanat UUD 1945 khususnya Pasal 22E ayat (1) yang berbunyi, “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali” dan Pasal 22E ayat (2) yang berbunyi, “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. - Pengaturan UU pemilu serentak untuk mendorong hak warga negara memilih secara cerdas karena warga negara dapat mempertimbangkan sendiri mengenai penggunaan pilihan untuk memilih anggota DPR dan DPRD yang berasal dari partai yang sama dengan calon presiden dan wakil presiden. - Selain itu, dengan pemilihan umum serentak dapat dilakukan proses yang efisien dengan tetap menjamin kualitas penyelenggaraannya, dan dapat membangun peta checks and balances pemerintahan presidensial.
1. UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu 2. UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Pileg) 3. UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 4. UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana diubah dengan UU No. 2 Tahun 2011
*)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 70
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
1. UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu 2. UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Pileg) 5. UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 3. UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana diubah dengan UU No. 2 Tahun 2011
Materi muatan UU Pileg dan UU Pilpres dapat diintegrasikan dalam satu UU tentang Pemilu Serentak yang di dalamnya mengatur Pemilihan Legislatif dan pemilihan presiden. Termasuk juga kaitannya dengan Pilkada langsung serentak tahun 2019.
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Terselenggaranya pemilu legislative yang dilakukan serentak dengan pemilu Presiden.
65.
RUU Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
c. Arah pengaturannya - Mekanisme penyelenggaraan pemilu serentak yang efisien. - Kerangka pengaturan pemilu serentak yang bersamaan dengan Pilkada langsung (serentak) 2019. - Pencegahan terhadap munculnya poilitik dinasti. - Persyaratan calon dan pencalonan - Mekanisme kampanye - Mekaninsme pencoblosan - Mekanisme penghitungan suara. - Mekanisme penetapan colan terpiliih. - Mekanisme penjatuhan sanksi. Kementerian a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU Dalam Negeri - Berdasarkan Putusan MK No. 14/PUU-XI/2013, Pilpres dan Pileg dilakukan serentak mulai Pemilu 2019. UU Pileg dan UU Pilpres yang berlaku saat ini masih menggunakan paradigma pemilu yang dilakukan terpisah berurutan karena penentuan calon Presiden ditentukan oleh partai politik yang memenuhi Parliamentary Treshold (PT). Pengaturan Pemilu serentak merupakan pelaksanaan amanat UUD 1945 khususnya Pasal 22E ayat (1) yang berbunyi, “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali” dan Pasal 22E ayat (2) yang berbunyi, “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. - Pengaturan UU pemilu serentak untuk mendorong hak warga negara untuk memilih secara cerdas karena warga negara dapat mempertimbangkan sendiri mengenai penggunaan pilihan untuk memilih anggota DPR dan DPRD yang berasal dari partai yang sama dengan calon presiden dan wakil presiden. Selain itu, dengan pemilihan umum serentak warga negara dapat menggunakan haknya untuk memilih secara cerdas dan efisien, dan dapat membangun peta checks and balances pemerintahan presidensial.
*) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 71
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Terselenggaranya pemilu legislative yang dilakukan serentak dengan pemilu Presiden.
66.
Revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
c. Arah pengaturannya - Mekanisme penyelenggaraan pemilu serentak yang efisien. - Kerangka pengaturan pemilu serentak yang bersamaan dengan Pilkada langsung (serentak) 2019. - Pencegahan terhadap munculnya poilitik dinasti. - Persyaratan calon dan pencalonan - Mekanisme kampanye - Mekaninsme pencoblosan - Mekanisme penghitungan suara. - Mekanisme penetapan colan terpiliih. - Mekanisme penjatuhan sanksi. Kementerian a. Latar Belakang penyusunan RUU: Hukum & HAM UU No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI yang saat ini berlaku sudah tidak sesuai lagi terkait dengan harapan dan tuntutan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam pelaksaan penegakan hukum, sehingga dibutuhkan penguatan posisi dan kedudukan Polri sebagai alat negara penegak hukum, pengutan lembaga pengawasan Polri, penguatan kewenangan pejabat polisi dalam menjalankan tugasnya dan penguatan perlindungan hukum dalam pelaksanaan tugas dan peningkatan kesejahteraan anggota Polri, serta penguatan hubungan hukum dan hubungan kerja Polri dengan sesama aparat penegak hukum lainnya dalam kerangka sistem peradilan pidana di Indonesia. b. Sasaran yang ingin diujudkan: - Penguatan kelembagaan Polri; - Pengutan lembaga pengawasan polri - Penguatan kedudukan Polri dalam ketatanegaraan RI; - Penguatan tugas fungsi dan kewenangan Polri dalam pelaksaaan tugasnya dibidang harkamtibmas dan penegakan hukum; - Penguatan perlindungan personel polri dalam pelaks tugasnya - Peningkatan kesejahteraan personel Polri; c. Jangkauan dan arah pengaturan:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
KUHP Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan; Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM; Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK; Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Masuk dalam RPJMN *) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 72
NO
67.
JUDUL RUU
RUU tentang Persandian
PEMRAKARSA
Kementerian Pertahanan
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
Pengaturan Polri sebagai lembaga dan alat Negara ditujukan untuk menguatkan kelembagaan dan personel Polri dalam pelaksaaan tugasnya dengan memperkuat lembaga pengawasan Polri dari internal maupun eksternal, penguatan tugas dan fungsi Polisi selaku alat Negara harkamtibmas dan gakkum sehingga dapat memenuhi tuntutan masyarakat akan Polri yang bersih berwibawa dan dipercaya oleh masyarakat. a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU; - Pembangunan Indonesia harus senantiasa tanggap terhadap dinamika masyarakat dan bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. - Dinamika masyarakat yang terjadi dalam era Informasi menunjukkan lingkup pemanfaatan teknologi Informasi berperan penting tidak hanya untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara saja, tetapi juga penting untuk kepentingan perekonomian, perdagangan, dan industri. - Setiap rakyat Indonesia berkepentingan untuk mendapat jaminan atas hak asasinya, termasuk hak asasi untuk mendapatkan jaminan keamanan dan privasi dalam menggunakan sumber daya internet, di antaranya „right against disclosure of concealed information‟ atau „right to limit access to the self‟, atau „control of information pertaining to one‟s self. - Pemanfaatan ilmu dan teknologi persandian dapat digunakan untuk menjamin keamanan privasi tersebut, namun jaminan terhadap pemanfaatan Persandian guna melindungi privasi tidak disebutkan secara tegas dalam Undang-Undang di Indonesia. - Belum adanya peraturan yang menyebutkan secara jelas kewenangan negara untuk mengawasi perkembangan sistem dan peralatan sandi yang termasuk dalam obyek yang bersifat sipil-militer atau dual-use goods. - Peraturan yang ada tidak dapat memberikan jaminan perlindungan yang jelas mengenai lingkup dan batasan legalitas dalam penggunaan Persandian untuk menjamin keamanan sumber daya internet. - Setiap korporasi yang mengelola sumber daya internet di Indonesia berkepentingan untuk mendapat jaminan perlindungan atas investasi dan bisnisnya. - Dalam konteks sistem elektronik, informasi yang berbentuk digital
1. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik 2. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 3. UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara 4. UU 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
KETERANGAN
• • • •
Ada NA Ada RUU Masuk dalam RPJMN Target prioritas: 2016/2017
*)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 73
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
-
-
-
-
UU TERKAIT
KETERANGAN
membutuhkan suatu pengamanan informasi yang pada esensinya adalah membutuhkan sistem persandian dalam hal ini teknik-teknik kriptografinya. Sistem elektronik pemerintahan dan swasta juga membutuhkan perlindungan persandian. Dalam skala yang lebih besar, fungsi dan peranannya tidak hanya dipersepsikan dalam konteks kepentingan pertahanan saja, melainkan juga dalam konteks pengamanan kepentingan individu, kelompok dan masyarakat informasi itu sendiri guna melindungi privasi dan keunggulan kompetitifnya secara organisasional. Persandian juga menjadi kunci pengamanan terhadap aplikasi informatika dalam konteks perdagangan dan industri serta jasa-jasa pelayanan publik. Sandi merupakan aspek yang penting untuk melindungi kerahasiaan, keamanan, keutuhan, keautentikan, ketersediaan, dan kebertanggungjawaban terhadap Informasi baik dalam pemanfaatan teknologi Informasi dalam lingkup negara maupun privat dengan tetap memperhatikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Negara bertugas mensejahterakan, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan dari ancaman kepada seluruh warganya pada ranah dunia siber (internet) yang salah satunya dapat dilakukan dengan pemanfaatan ilmu dan teknologi persandian. Tindakan penyalahgunaan teknologi Persandian dapat menimbulkan akibat yang membahayakan keselamatan masyarakat atau merugikan perekonomian, sehinggadiperlukan suatu aturan hukum nasional untuk melindungi segenap bangsa Indonesia. Pemerintah perlu mendukung pengembangan sistem Persandian Negara yang profesional dan mandiri dalam rangka mendukung pembangunan nasional.
b. Sasaran yang ingin diwujudkan; Tersedianya aturan hukum untuk melindungi penyelenggaraan pemerintahan dan aktivitas masyarakat dewasa ini yang telah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam melakukan interaksi, sehingga pemerintah dan masyarakat merasa nyaman dan aman melakukan transaksi secara elektornik. Tersedia aturan hukum untuk mengatur dan mengatasi segala permasalahan yang berkaitan dengan jaminan keamanan informasi, RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 74
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
-
c. -
-
-
-
-
UU TERKAIT
KETERANGAN
baik bagi penyelenggara pemerintahan, pelaku bisnis maupun masyarakat dalam melaksanakan aktivitasnya. Tersedianya aturan hukum di bidang persandian khususnya penggunaan kriptografi sebagai sarana perlindungan keamanan informasi dalam konteks pertahanan negara, e-government, e-public services dan nationale-identity management maupun penyelenggaraan ecommerce yang aman dan dapat dipercaya. Jangkauan dan arah pengaturan; Perlindungan privasi: Setiap orang memiliki hak untuk merahasiakan data pribadinya atau menentukan informasi apa saja yang merupakan rahasia pribadinya. Setiap orang memiliki hak untuk menggunakan produk penyandian untuk pengamanan informasi demi kepentingan perlindungan privasi dan/atau data pribadinya. Pelayanan publik: Setiap penyelenggara sistem elektronik untuk pelayanan publik wajib menggunakan produk penyandian untuk pengamanan informasi dan pengamanan sistem informasinya demi kepentingan kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik, serta menjamin keaslian dan ketersediaan informasi publik yang ada dalam lingkup pelayanannya. Penyelenggaraan pemerintahan: Persandian Negara berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan untuk melindungi Informasi berklasifikasi milik pemerintah dan mendukung kegiatan deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan nasional. Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi persandian: Setiap Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berhak melakukan penelitian dan pengembangan teknologi persandian, baik yang bersifat penelitian murni maupun terapan. Penegakan hukum : Setiap orang wajib untuk membuka informasi yang disandi apabila diminta oleh penyidik, jaksa, atau hakim, atas dasar kepentingan penegakan hukum. Setiap orang wajib untuk membuka informasi yang disandi untuk RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 75
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
-
-
68.
RUU tentang Balai Harta Peninggalan
Kementerian Hukum dan HAM
a.
UU TERKAIT
kepentingan perlindungan keamanan nasional dan/atau demi menjaga kepentingan ekonomi nasional. Setiap penyidik dapat membongkar perlindungan sandi terhadap perangkat keras, perangkat lunak, sistem informasi, sistem elektronik, atau data, untuk memperoleh informasi, demi kelancaran penegakan hukum. Kebijakan industri dan perdagangan produk persandian: Produk persandian negara dan produk persandian privat Setiap orang bebas untuk menggunakan produk persandian privat SDM Persandian: Dalam rangka menjalankan kewenangannya sebagai penyelenggara tunggal persandian negara, Lembaga Sandi Negara melakukan penataan dan pengawasan sumber daya manusia sandi agar memenuhi standar kompetensi bidang sandi. Sanksi: Sanksi administratif dan sanksi pidana Ketentuan Acara (di sidang peradilan) : Sesuai dengan hukum acara yang berlaku, dan diatur bahwa sidang pengadilan terhadap perkara tindak pidana pendekripsian informasi pemerintah yang berklasifikasi harus dilakukan secara tertutup. Latar Belakang Penyusunan RUU: Peraturan terkait dengan perwalian, pengampuan, ketidakhadiran, harta peninggalan tidak terurus, pendaftaran surat wasiat, surat keterangan waris, kepailitan, aset bank dalam likuidasi, dan Harta Tidak Terurus dari golongan masyarakat Timur Asing selain China, masih menggunakan produk colonial yaitu Institutie voor de Weeskamer in Indonesie (Ordanantie van 5 Oktober 1872, Stb. 1872 Nomor 166) dan Vereeniging toteene regeling van het de kassen der weeskamers en der boedelkamers en regelling van het beheer dier Kassen (Ordonantie van 9 September 1897, Stb. 1897 Nomor 231). Berdasarkan ordonantie tersebut diatur pengurusannya terutama bagi golongan yang telah ditentukan, bukan untuk golongan pribumi. Adanya pembedaan golongan ini merupakan sistem yang diberlakukan pada masa colonial. Balai Harta Peninggalan memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat dalam memberi kepastian dan perlindungan hukum terhadap perwalian, pengampuan, pengurusan harta kekayaan pihak
1. KUHPerdata 2. UU Kepailitan
KETERANGAN
**)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 76
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR -
a.
UU TERKAIT
KETERANGAN
ketiga, pewarisan, dan kepailitan; Peraturan Perundang-undangan yang mengatur Balai Harta Peninggalan yang berasal dari zaman kolonial sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat yang tidak mengenal penggolongan warga negara sehingga perlu diganti dengan produk hukum nasional yang dijiwai dan bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sasaran yang Ingin Diwujudkan: Mengganti produk hukum kolonial yang sesuai dengan cita hukum Pancasila dan konstitusi, yang sebelumnya masih diatur dengan Ordonantie.
b. Arah dan Jangkauan pengaturan: Jangkauan yang ingin diatur mengenai: Masalah perwalian dan pengampuan harta peninggalan; Pengurusan harta peninggaalan oleh pihak ketiga; Harta peninggalan yang tidak terurus; Harta titipan yang kadaluarsa; Pewarisan harta peninggalan. 69.
RUU tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Kementerian Hukum dan HAM
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU; Sebagai akibat putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan UU No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (Putusan MK No 006/PUU-IV/2006), dipandang perlu untuk tetap mengajukan kembali RUU baru. Dalam putusannya MK merekomendasikan pembentukan UU KKR baru, yang sejalan dengan UUD 1945, dan menjunjung tinggi prisipprinsip hukum humaniter dan hukum hak asasi manusia internasional. - Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), juga dimandatkan oleh UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, khususnya terkait dengan penyelesaian pelanggaran HAM yang berat, yang terjadi sebelum diundangkannya undang-undang ini. (Pasal 47 UU No. 26/2000). - TAP MPR No. VI Tahun 2000 tentang Persatuan dan kesatuan Nasional pada intinya memberikan arah penyelesaian pelanggaran HAM Berat masa lalu yang dapat dilakukan melalui Pengadilan HAM Ad Hoc atau
1. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 2. UU No. 26 Tahun 2006 tentang Pengadilan HAM 3. UU No. 13 Tahun 2006 ttg Perlindungan Saksi dan Korban
Selesai Harmonisasi Penyempurnaan draf RUU, tahun 2014 Nawa Cita No. 4 (Melakukan reformasi system dan penegaka hokum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpecaya)
*) **)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 77
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
melalui Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi. - UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang juga mengamantakan pembentukan Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh. Di dalam Pasal 229 ayat (1) UU Pemerintahan Aceh disebutkan, “Untuk mencari kebenaran dan rekonsiliasi dengan Undang-Undang ini dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh. - UU KKR dibentuk guna menyelesaikan pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa lalu sebelum berlakunya UU No. 26 Tahun 2000 ttg Pengadilan HAM, perlu ditelusuri kembali utk mengungkapkan kebenaran serta menegakan keadilan dan membentuk budaya menghargai HAM shg dapat diwujudkan rekonsiliasi guna persatuan nasional. Pengungkapan kebenaran juga demi kepentingan para korban dan/keluarga korban dan juga ahli warisnya untuk mendapatkan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi. b. Sasaran yang ingin diwujudkan; Terbentuknya UU KKR yang baru sehingga diperoleh keadilan dan kepastian hukum bagi penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu sebelum berlakunya UU No. 26 Tahun 2000 baik bagi pelaku maupun korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Dengan diungkapkannya kebenaran ttg pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum berlakunya UU Pengadilan HAM melalui komisi kebenaran dan rekonsiliasi diharapkan dapat diwujudkan rekonsiliasi nasional. c. Arah dan Jangkauan UU KKR ini adalah: terwujudnya rekonsiliasi nasional dengan pengungkapan penyelesaian pelanggaran HAM Berat masa lalu sebelum berlakunya UU No. 26 tahun 2000 ttg Pengadilan HAM.Dengan demikian baik pelaku, korban maupun keluarganya memperoleh keadilan dan kepastian hokum melalui upaya rekonsiliasi seperti kompensasi, restitusi dan rehabilitasi dan amnesty. Lingkup materi yang diatur dalam UU KKR ini adalah meliputi asas dan tugas pemebntukan komisi, temapat kedudukan, fungsi tugas dan wewenang komisi, alat kelengkapan, tata cara penyelesaian permohonan kompensasi, restitusi, rehabilitasi dan amnesty, keanggotaan komisi, pembiayaan, ketentuan lain-lain, ketentuan penutup. 70.
RUU tentang
Kementerian
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:
1.
Kitab Undang-Undang • Muatan RUU terkait
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 78
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
Perubahan atas UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Hukum dan HAM
MATERI YANG DIATUR -
-
UU TERKAIT
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan yang mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badanbadan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Ketentuan badan-badan lain tersebut dipertegas oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, salah satunya adalah Kejaksaan Republik Indonesia. Sejalan dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan beberapa undang-undang yang baru, serta berdasarkan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan maka Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu dilakukan perubahan secara komprehensif dengan membentuk undangundang yang baru. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakkan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan kembali terhadap Kejaksaan untuk menyesuaikan dengan perubahanperubahan tersebut di atas.
b. Sasaran yang ingin diwujudkan; Perubahan Undang-undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia tersebut dimaksudkan untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan yang bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. c. Arah dan Jangkauan pengaturan: Mengatur pengangkatan dan pemberhentian jaksa agung, dengan adanya ketegasan soal pengangkatan dan pemberhentian itu, maka tidak akan terulang lagi kesalahan administrasi. Penyempurnaan pengaturan mengenai Komisi Kejaksaan. Pengaturan mengenai pemberian keleluasaan dan wewenang Kejaksaan
2. 3. 4.
5. 6. 7. 8.
KETERANGAN
Hukum Pidana dengan perubahan Undang-Undang No. 8 RUU HAP Tahun 1981 tentang • Pernah masuk tahap Hukum Acara Pidana; pembahasan tk.I DPR, Undang-Undang No. 2 RUU diprakarsai oleh Tahun 2002 tentang DPR Kepolisian Negara RI; UU No. 14 Tahun 1985 *) sebagaimana telah **) diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004 dan UU No. 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung; Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM; Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK; Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 79
NO
71.
JUDUL RUU
RUU tentang Metrologi Legal
PEMRAKARSA
Kementerian Perdagangan
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
Agung dalam mengusut kasus Mengenai kelembagaan, terkait dengan SDM, mekanisme pengangkatan jaksa dan batas usia pensiun jaksa d. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan RUU: UU No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal sudah tidak sesuai dengan perkembangan pengaturan secara internasional dan nasional serta perkembangan ilmu pengetahuan. Pengaturan internasinal yang harus diakomodir salah satunya ialah diratifikasinya WTO oleh Indonesia pada tahun 1994 khususnya pengaturan mengenai Technical Barrier to Trade (WTO-TBT) yaitu kesepakatan mengenai komoditas negara peserta WTO untuk dapat diterima oleh negara peserta lainnya. Pengaturan nasional salah satunya terkait tumpang tindih kewenangan dalam UU No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Dari sisi perkembangan Ilmu pengetahuan lahirlah kategori Metrologi Ilmiah, yang berkaitan dengan pengembangan ilmu metrologi dan standarstandar pengukuran yang kebenaran dan kesetaraannya. Kategorisasi kegiatan kemetrologian yang diperkenalkan oleh EURAMET ini kemudian diterima secara internasional dalam pengelompokan aplikasi sistem metrologi. e. Sasaran yang Ingin diwujudkan: Mengganti UU No. 2 Tahun 1981 sesuai perkembangan yang ada serta mengangkat materi muatan yang ada dalam peraturan pelaksana UU terdahulu agar lebih menyempurnakan UU tersebut
1. UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian; 2. UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan; 3. UU No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian; 4. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 5. UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran; 6. UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian; 7. UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan
1. UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian;
RUU tentang Lembaga Pembiayaan
Ada NA Ada Draft RUU
*) **)
f.
72. RUU tentang Lembaga
Kementerian Perencanaan
Arah dan dan jangkauan pengaturan: memperluas ruang lingkup pengaturan mencakup metrologi legal, metrologi industri, dan metrologi ilmiah dan mengharmonisasikannya dengan pengaturan baik nasional dan internasional serta tertatanya praktik penyelenggaraan kemtrologian yang lebih efektif mengenai kelembagaan dan mekanismenya sehingga tercipta sistem yang lebih memberikan jaminan kepastian baik bagi kepentingan konsumen maupun kepentingan dunia industri terutama meningkatkan daya saing nasional dalam persaingan global a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan RUU: - Pengerjaan proyek-proyek infrastruktur dan non infrastruktur yang
KETERANGAN
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 80
NO
JUDUL RUU Pembiayaan Pembangunan Indonesia
73. RUU tentang Perubahan atas UU No. 12 Tahun 2011
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
Pembangunan Nasional/ Bappenas
berkaitan dengan investasi dan industry, semuanya membutuhkan dana yang sangat besar, tidak semua proyek tersebut mampu dibiayai oleh pemerintah akibat keterbatasan anggaran, oleh karena itu dikembangkan pula skema kerjasama pemerintah-swasta untuk pembiayaan infrastruktur atau skema lain yang dapat mendorong terlaksananya proyek. - Problem berikut terkait penjaminan. Investasi di sektor infrastruktur bersifat jangka panjang rata-rata antara 10-40 tahun sehingga investor ataupun financier akan mempertimbangkan keputusannya secara mendalam serta berbagai risiko yang muncul. - Lembaga pembiayaan yang selama ini selain bank yaitu PT SMI dan PT PIP belum mampu menjawab permasalahan pendanaan bagi pembangunan infrastruktur yang murah dan dalam jangka waktu panjang. - PT SMI yang berbentuk BUMN lebih bersifat profit oriented dimana bunga pinjamannya akan tinggi, disamping itu dikarenakan status BUMNnya tersebut menjadikan lembaga tersebut sangat ketergantungan dengan penyertaan modal dari Pemerintah yang sangat sedikit. - Sebaliknya PT PIP lebih cenderung beresiko merugikan keuangan negara b. Sasaran yang Ingin diwujudkan: Dasar hukum berbentuk Undang-undang yang mengatur mengenai lembaga pembiayaan semua sektor, baik infrastruktur maupun non infrastruktur c. Arah dan dan jangkauan pengaturan: Pengaturan mengenai lembaga pembiayaan yang 100% dimiliki oleh negara Seluruhnya memperoleh dukungan permodalan ataupun penghimpunan dana dalam berbagai bentuk antara lain jaminan kecukupan modal dan callable capital, obligasi negara yang diteruspinjamkan, utang yang dijamin oleh negara, jaminan solvency Semua memiliki fasilitas insentif pajak a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan RUU: Keputusan MK No. 92/PUU-X/2012 terkait pengujian UU MD3 dan UU No. 12 Tahun 2011 (P3) menyatakan beberapa ketentuan dalam UU P3 tidak memiliki kekuatan berlaku karena tidak memperjelas proses
Kementerian Hukum dan HAM
UU TERKAIT 2. UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan; 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 4. UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN; 5. UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; 6. UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
KETERANGAN Pembangunan Indonesia dan RUU tentang Lembaga Pembiayaan Industri direkomendasikan untuk dijadikan satu (simplifikasi). Untuk sementara waktu akan dikaji yang diprakarsai oleh Bappenas. Berdasarkan hasil kajian prakarsa pengajuan RUU dapat dialihkan ke misalnya Kemenkeu **) judul: RUU ttg Lembaga Pembiayaan
1. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daearah 2. UU No. 17 Tahun 2014
*)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 81
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan
74.
RUU tentang Perlindungan data dan informasi pribadi
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
keterlibatan DPD dalam proses pembentukan UU yang terkait dengan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22D UUDNRI Tahun 1945. Keterlibatan DPD dalam Pembentukan RUU dimulai sejak perencanaan, pembentukan, pembahasan, sampai penyebarluasan. Dengan demikian ada perubahan yang cukup signifikan terhadap konsep dan mekanisme pembahasan RUU di DPR yang harus mengubah UU No. 12 Tahun 2011. b. Sasaran yang Ingin diwujudkan: Mengubah UU 12 Tahun 2011 agar lebih komprehensip, pasti, dan harmonis dengan peraturan perundang-undangan lainnya baik secara vertikal maupun horizontal.
Kementerian Komunikasi dan Informatika
c. Arah dan dan jangkauan pengaturan: Mengubah pasal-pasal yang diuji materiil oleh MK, yaitu: Pasal 18 huruf g; Pasal 20 ayat (1); Pasal 21 ayat (1); . Pasal 22 ayat (1); Pasal 23 ayat (2); Pasal 43 ayat (1); Pasal 48 ayat (1); Pasal 49 ayat (1); Pasal 50 ayat (1); Pasal 68 ayat (2); Pasal 68 ayat (3); Pasal 70 ayat (1); . Pasal 70 ayat (2); Pasal 71 ayat (3); Pasal 88 ayat (1); Pasal 89 a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan RUU : - Data pribadi merupakan hak dasar manusia yang harus dilindungi keberadaannya (Pasal 28G ayat (1) UUD NRI Tahun 1945). Perlindungan data pribadi di sektor keuangan, sektor telekomunikasi, pendidikan, kesehatan, dan demografis yang memadai akan mampu memberikan kepercayaan masyarakat terkait pengelolaan data dan informasi pribadi tanpa takut disalahgunakan atau dilanggar haknya - Tidak adanya suatu UU yang secara komprehensif mengatur mengenai privasi atas data pribadi, sedangkan perlindungan privasi lainnya sudah tersebar dalam berbagai Peraturan perundang-undangan. - Kurangnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya melindungi privasi. b. Sasaran yang ingin diwujudkan : Memberikan dasar hukum bagi pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha terkait perlindungan data pribadi warga negara. c. Jangkauan dan Arah Pengaturan : - Definisi yang jelas mengenai data pribadi,
KETERANGAN
tentang MD3
1. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 2. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 3. UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi 4. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 5. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 6. UU No. 14 Tahun 2008 tentang
Masuk dalam RPJMN NA dlm proses
*)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 82
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR -
75.
RUU tentang Landas Kontinen Indonesia (pengganti UU No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia)
Semula Kementerian Hukum dan HAM, akan dialihkan menjadi prakarsa Kementerian Kelautan dan Perikanan
UU TERKAIT
Prinsip-prinsip Perlindungan Data dan Informasi Pribadi, Pengecualian Terhadap Perlindungan Data dan Informasi Pribadi, Hak-hak Pemilik Data dan Informasi Pribadi, Kewajiban Pengelola Data dan Informasi Pribadi, Komisi Perlindungan Data dan Informasi Pribadi, Perbuatan yang dilarang, Transfer data dan Informasi Pribadi, (Kerjasama Internasional), (Ketentuan denda dan pidana), (Ketentuan Penutup)
a. Latar Belakang Penyusunan RUU: Dasar hukum penyusunan UU Nomor 1 Tahun 1973 masih menggunakan ketentuan Konvensi Jenewa Tahun 1958, sedangkan rezim hukum laut internasional saat ini mengacu pada UNCLOS 1982, sehingga secara substansi ketentuan dalam UU Nomor 1 Tahun 1973 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan Hukum Laut Internasional. b. Sasarannya mewujudkan pengaturan: landas kontinen Indonesia yang lebih komprehensif dan terkait dengan peraturan perundang-undangan lain, sehingga pengelolaan dan penegakan hukum di landas kontinen lebih baik. c. jangkauan dan arah pengaturan: Pengaturan Landas Kontinen yang selaras dengan perkembangan peraturan perundang-undangan nasional dan hukum laut internasional. Sedangkan jangkauannya adalah mampu mengatur Landas Kontinen, baik didalam maupun diluar 200 mil laut (extended continental shelf). UU No.1 tahun 1973 hanya mengatur di dalam area 200 mil laut.
KETERANGAN
Keterbukaan Informasi Publik 7. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 8. UU 24 tahun 2014 tentang perubh UU 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 9. UU No.5 Tahun 2014 ASN (terkait NIP) 1. UU No 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif 2. UU N0.17 tahun 1985 tentangPengesahan UNCLOS 1982 (Hukum lautInternasional) 3. UU No 32 Tahun 2014 tentag Kelautan 4. UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Koservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 5. UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi 6. UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara 7. UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran 8. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah Selesai PAK Sedang Proses Harmonisasi Nawa Cita No. 1 (mengamankan kepentingan dan keamanan maritim Indonesia, khususnya batas Negara, kedaulatan Negara dan sumber daya alam) Catatan RPT : Pemerintah Aceh meminta kewenangan pengelolaan landas kontinen dan Zona Tambahan yang diatur dengan PP
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 83
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT Perlindungan dan Pengelolaan LingkunganHidup 9. UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang Minyak Bumi dan Gas Bumi 10. UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial 11. UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
KETERANGAN
-
-
76.
RUU Zona Tambahan Indonesia
Kementerian Kelautan dan Perikanan
a. Latar Belakang penyusunan RUU: Sampai saat ini belum ada pengaturan di Zona Tambahan. Padahal Zona Tambahan penting bagi Indonesia untuk melakukan pencegahan dan penindakan (pengejaran seketika (hot pursuit)) yang berkaitan dengan pelanggaran di bidang fiskal, kepabeanan, keimigrasian, kesehatan, dan perluaan pelanggaran dibidang narkoba, trafficking, terorisme , pengangkatan benda purbakala dan lain sebagainya. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Mengurangi pelanggaran dibidang tersebut di atas dengan memanfaatkan kewenangan yurisdiksi Indonesia di Zona Tambahan untuk kepentingan nasional. c. Jangkauan dan Arah Pengaturan: Pemanfaatan area Zona Tambahan sebagai sarana meningkatkatkan pengamanan dan penertiban diengan melakukan pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum nasional di area yurisdiksi nasional.
1. UU N0. 6/2011 Keimigrasian 2. UU Karantina Kesehatan (Karantina Udara N0.1 Tahun 1962 dan UU N0. 2/1962 tentang Karantina, laut), 3. UU No.12/1992 tentang KarantinaHewan, Ikan dan Tumbuhan 4. UU No.32/2009 Lingkungan Hidup 5. UU N017/2004 Keuangan Negara 6. UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
atas UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh KKP akan terlebih dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM sebagai pihak yang selama ini melaksanakan penyusunan NA dan RUU tentang Landas Kontinen Indonesia Keputusan tersebut akan dilaporkan paling lambat pada 2 Desember 2014
• Sudah ada NA • Sudah ada RUU • NawaCita No. 1 (mengamankan kepentingan dan keamanan maritim Indonesia, khususnya batas Negara, kedaulatan Negara dan sumber daya alam) **) Catatan RPT : Pemerintah Aceh meminta kewenangan pengelolaan landas kontinen dan Zona Tambahan yang diatur
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 84
NO
JUDUL RUU
77. RUU tentang Perubahan atas UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
PEMRAKARSA
Kementerian Luar Negeri
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: Ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Hubungan Luar Negeri sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini, mengingat banyak hal yang belum diatur, susunan ketentuan yang tidak teratur dan perlu penjelasan lebih lanjut. b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Menyempurnakan beberapa pasal dalam Undang-Undang Hubungan Luar Negeri yang seringkali menjadi persoalan dalam pelaksanaan, seperti: 1. Definisi “hubungan luar negeri” yang terlampau luas dan definisi “politik luar negeri” yang sempit; 2. Organisasi, tata kerja dan struktur Perwakilan Republik Indonesia; 3. Mekanisme keanggotaan Indonesia dalam organisasi internasional; 4. Pengaturan pengiriman pasukan pemeliharaan perdamaian; 5. Pengaturan pendirian lembaga kebudayaan, lembaga persahabatan, badan promosi dan lembaga atau badan Indonesia; 6. Ruang lingkup “kekebalan”, “hak istimewa” dan “pembebasan”; 7. Perlindungan Warga Negara Indonesia; 8. Pengaturan fungsi kekonsuleran; 9. Pengaturan mengenai pengangkatan Duta Besar; dan 10. Status Pejabat Dinas Luar Negeri dalam tataran sistem kepegawaian pemerintah.
1. UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional 2. UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD
KETERANGAN dengan PP atas UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Nawacita No. 1: Menghadirkan kembali Negara melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Indonesia melalui pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif.
c. Jangkauan dan Arah Pengaturan: 1. Redefinisi “hubungan luar negeri”; 2. Pengaturan yang jelas mengenai tugas, pokok dan fungsi perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; 3. Kewenangan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Dalam Negeri dalam pelaksanaan hubungan luar negeri oleh daerah; 4. Mekanisme keanggotaan Indonesia dalam organisasi internasional; 5. Mekanisme keanggotaan Indonesia dalam organisasi internasional; 6. Pengaturan pengiriman pasukan pemeliharaan perdamaian; 7. Pengaturan pendirian lembaga kebudayaan, lembaga persahabatan, badan promosi dan lembaga atau badan Indonesia; RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 85
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
KETERANGAN
1. UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri 2. UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
• Nawacita No. 1: Menghadirkan kembali Negara melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Indonesia melalui pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif. • Pernah masuk tahap pembahasan Tk I DPR, RUU diprakarsai oleh DPR.
8. 9. 10. 11. 12.
78. RUU tentang Perubahan atas UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
Kementerian Luar Negeri
Pengaturan mengenai “kekebalan”, “hak istimewa” dan “pembebasan”; Perlindungan Warga Negara Indonesia di luar negeri; Pengaturan fungsi kekonsuleran; Pengaturan mengenai pengangkatan Duta Besar; dan Status Pejabat Dinas Luar Negeri dalam tataran sistem kepegawaian pemerintah 13. Penanganan sengketa hukum yang melibatkan Pemerintah Indonesia di lembaga peradilan asing maupun internasional; dan 14. Peranan dan penyelenggaraan kerja sama teknis sebagai tool of foreign policy. a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: - Dengan adanya amandemen Undang-Undang Dasar 1945, UndangUndang Perjanjian Internasional yang ada saat ini sudah tidak sesuai, khususnya ketentuan yang berkaitan dengan status hukum perjanjian internasional dalam hukum nasional. - Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Piagam ASEAN menyebutkan bahwa persetujuan DPR lebih baik tidak dibuat dalam bentuk Undang-Undang. Sebaiknya persetujuan DPR tersebut hanya berbentuk lisan karena semata-mata merupakan persetujuan formal DPR sebagaimana tercantum dalam UUD 1945. - Terdapat beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Perjanjian Internasional yang kurang jelas sehingga berpotensi menimbulkan persoalan yuridis dan praktis. - Adanya Undang-Undang tentang Perdagangan menimbulkan persoalan praktis karena terdapat ketentuan yang tumpang tindih antara Undang-Undang Perjanjian Internasional dan Undang-Undang tentang Perdagangan.
UU TERKAIT
**)
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Menyempurnakan UU tentang Perjanjian Internasional yang sering menjadi persoalan dalam pelaksanaannya, serta mengharmoniskannya dengan UU lain dan putusan MK yang terkait masalah perjanjian internasional. c. Jangkauan dan arah pengaturan: - Mengubah ketentuan yang menimbulkan potensi persoalan dalam pelaksanaan RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 86
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR -
79.
80.
RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir serta PulauPulau Kecil (WP3K)
RUU tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
UU TERKAIT
Menambahkan ketentuan yang belum diatur dalam UU Perjanjian Internasional Mengharmoniskan ketentuan yang terkait dengan putusan MK terkait Piagam ASEAN dan UU lain terkait perjanjian internasional.
a. Latar Belakang dan tujuan Pengaturan: - Dengan telah ditetapkannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintaha Daerah, maka substansi pengaturan dalam UU ini perlu disesuaikan kembali, khususnya pengelolaan wilayah pesisir sampai dengan 12 mil; - Visi misi Pemerintahan untuk mendukung pembangunan ekonomi maritime. a. Sasaran yang ingn diwujudkan: Terwujudnya pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau Kecil yang lestari dan berkelanjutan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan
KETERANGAN
b. Jangkauan dan Arah Pengaturan: - Perencanaan WP3K; - Pemanfaatan WP3K; - Pengawasan WP3K; - Pengendalian WP3K. a. Latar Belakang dan tujuan Pengaturan: - UU tetnang Perikanan belum mampu mengantisipasi perkembangan teknologi dan kebutuhan hokum di bidang perikanan; - Visi misi Pemerintahan untuk mendukung pembangunan ekonomi maritime. a. Sasaran yang ingn diwujudkan: Terwujudnya pemanfaatan sumber daya perikanan yang mampu mendukung ekonomi maritime. b. Jangkauan dan Arah Pengaturan: - Pengelolaan sumber daya ikan berkelanjutan - Budidaya ikan berkelanjutan - Kelembagaan local dan internasional - Pungutan retribusi perikanan - Pelimpahan tugas dan keewenangan Pemda
1. UU No. 23 Tahun 2014 • NawaCita No. 1 tentang Pemerintahan (mengamankan Daerah kepentingan dan 2. UU No. 26 Tahun 2007 keamanan maritim tentang Penataan Ruang Indonesia, khususnya 3. UU No. 23 tahun 2014 batas Negara, tentang Kelautan kedaulatan Negara dan sumber daya alam)
1. UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia 2. UU No. 5 Tahun 1983 tentang ZEE 3. UU NO. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. 4. UU No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
•
NawaCita No. 1 (mengamankan kepentingan dan keamanan maritim Indonesia, khususnya batas Negara, kedaulatan Negara dan sumber daya alam)
*)
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 87
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR -
81.
RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
UU TERKAIT
KETERANGAN
Penegakan hokum Penguatan penegakan hokum di bidang perikanan Penguatan mekanisme pengawasan pemanfaatan perikanan yang jelas.
a. Latar Belakang dan tujuan Pengaturan: - Dengan masih adanya tantangan yang dihadapi nelayan dalam peningkatan kehidupan seperti: Minimnya pendapatan dan modal kerja Minimnya prasarana dan sarana nelayan Kurangnya perlindungan hak nelayan Keterbatan akses pasar - Negara mempunyai tanggung jawan untuk melindungai segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kesejahteraan umum dan keadilan social - Visi misi Pemerintahan untuk mendukung pembangunan ekonomi maritime. a. Sasaran yang ingn diwujudkan: - Terwujudnya kedaulatan dan kemandirian nelayan dalam meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan kehidupan yang lebih baik; - Tersedianya prasarana dan sarana perikanan yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha nelayan; - Terciptanya kepastian usaha nelayan; - Terlindunginya nelayan dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi dan gagal panen; - Pengingkatan kemampuan dan kapasitas nelayan serta kelembagaan nelayan yang produktif, maju, modern dan berkelanjutan
1. UU No. 31 tahun 2004 • NawaCita No. 1 ttg Perikanan jo UU No. (mengamankan 45 tahun 2009 kepentingan dan 2. UU No. 16 tahun 2006 keamanan maritim ttg Sistem Penyuluhan Indonesia, khususnya Pertanian, Perikanan batas Negara, dan Kehutanan kedaulatan Negara dan 3. UU No. 27 Tahun 2007 sumber daya alam) ttg Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil jo UU No. 1 Tahun 2014 4. UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan 5. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda
a. Jangkauan dan Arah Pengaturan: - Perencanaan; - Perlindungan nelayan; - Pemberdayaan nelayan; - Pembiayaan dan pendanaan - Pengawasan - Peran serta masyarakat
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 88
NO 82.
JUDUL RUU RUU tentang Keamanan Nasional
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
Kementerian Pertahanan
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU: Keamanan Nasional merupakan syarat mutlak untuk keberlangsungan eksistensi bangsa dan Negara Indonesia. Letak dan kondisi geografis Indonesia sebagai Negara kepulauan serta kemajemukan bangsa Indonesia yang tersebar di seluruh wilayah RI dihadapkan kepada lingkungan strategis dan arus globalisasi yang ditandakan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi yang dapat berdampak positif dan negatif terhadap kepentingan nasional. Untuk menciptakan keamanan nasional yang kondusif dan komprehensif bukan hanya merupakan tanggung jawab TNI dan Polri melainkan juga melibatkan seluruh instansi terkait dan peran serta masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Penyelenggaraan Keamanan Nasional bertujuan untuk mewujudkan kondisi aman bangsa dan Negara kesatuan Republik Indonesia secara fisik dan psikis setiap individu warga Negara masyarakat, pemerintah dan Negara, dalam rangka melindungi kepentingan nasional.
1. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI 2. UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara 3. UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
b. Sasaran yang ingin diwujudkan: Tersusunnya UU tentang Keamanan Nasional yang mengatur seluruh perangkat negara dan komponen masyarakat melalui suatu pola penanggulangan ancaman secara terpadu, cepat, tepat, tuntas dan terkoordinasi.
KETERANGAN
Sudah ada NA Sudah ada Draft RUU Sudah selesai PAK Sudah selesai Harmonisasi Nawacita no. 1 (menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga Negara) • Pernah masuk dalam tahap pembahasan Tk.I DPR *) **)
c. Jangkauan dan arah pengaturan: Membangun, memelihara, dan mengembangkan sistem keamanan nasional secara menyeluruh, terpadu, dan terarah Mewujudkan seluruh wilayah yurisdiksi nasional sebagai suatu keamanan nasional Memelihara dan meningkatkan stabilitas keamanan nasional melalui tahapan pencegahan dini, peringatan dini, penindakan dini, penanggulangan dan pemulihan. Menunjang dan mendukung terwujudnya perdamaian dan keamanan regional serta internasional 83.
RUU tentang Perlindungan Umat Beragama
Kementerian Agama
a. Latar belakang dan tujuan penyusunan RUU:
1. Penetapan Presiden UU No. 1 RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 89
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
Keragaman agama dan kepercayaan yang hidup di Indonesia, di satu titik merupakan kekayaan kultural yang patut disyukuri, namun di sisi lain, dari keragaman itu juga dapat muncul benturan, kekerasan dan bahkan konflik. beberapa faktor yang menjadi pemicu ketegangan bahkan konflik antar pemeluk agama di Indonesia. yaitu: (1) Pendirian rumah ibadah; (2) penyiaran agama; (3) Bantuan luar Negeri; (4) Perkawinan Beda Agama; (5) Perayaan Hari Besar Keagamaan; (6) Penodaan Agama, yakni perbuatan yang bersifat melecehkan atau menodai doktrin dan keyakinan suatu agama tertentu, baik yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok orang; (7) Kegiatan aliran sempalan, yakni aliran yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang yang didasarkan pada keyakinan terhadap agama tertentu secara menyimpang dari agama bersangkutan.
2.
b. Sasaran yang ingin diujudkan: • • • •
Meningkatnya Meningkatnya Meningkatnya Meningkatnya
kuaitas pemahaman ajaran agama; kerukunan umat beragama; kualitas pelayanan kehidupan beragama; kualitas tata kelola pembangunan bidang agama;
c. Jangkauan dan arah pengaturan Pengaturan mencakup: • Hak dan kewajiban • Penyelenggaraan kerukunan umat beragama • Kewajiban dan tanggung jaab pemerintah • Forum kerukunan umat beragama • Bantuan luar negeri • Peran serta masyarakat • Larangan dan ketentuan pidana
3.
4.
5.
KETERANGAN
/PNPS/1965, tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama yang dikukuhkan menjadi UndangUndang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang-Undang UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia UU No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Pengamalan dan Penghayatan Pancasila (P4). Penetapan Presiden Republik Indonesia
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 90
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
6. 7.
8.
9.
84. RUU tentang
Perubahan atas UU No. 38 Tahun 2009 tentang Pos
Kementerian a. Latar Belakang dan Tujuan Penyusunan RUU : Komunikasi Setidaknya ada 6 (enam) faktor yang melatar-belakangi dan dilakukannya amandemen terhadap UU Pos yaitu : Informatika - Dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e tentang Layanan Keagenan Pos yang pada dasarnya bukan merupakan suatu jenis layanan, melainkan bentuk kerjasama yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang memuat penyediaan sarana dan prasarana untuk layanan pos. - Pasal 14 tentang Interkoneksi dinilai cukup dilakukan dengan kerjasama antar penyelenggara pos.
KETERANGAN
Nomor 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik)
1. UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN 2. UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 3. UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara 4. UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 91
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
- Dalam Pasal 15 ayat (3) tentang kesempatan yang sama dalam menyelenggarakan Layanan Pos Universal harus dirubah, hal ini disebabkan adanya ratifikasi akta UPU yang mewajibkan Pemerintah untuk menjamin masayarakat untuk melakukam kiriman pos hingga seluruh pelosok dunia dan hal ini hanya dapat dilaksanakan oleh Designated Operator yang ditunjuk langsung oleh Pemerintah. - Adanya keberatan sebagian masyarakat terhadap Pasal 15 ayat (4) tentang kewajiban memberikan kontribusi yang besarannya dinilai memberatkan penyelenggara pos. - Pasal 51 tentang mempersiapkan BUMN dalam menghadapi pembukaan akses pasar melalui penyehatan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sudah tidak dapat tercapai mengingat batsa waktu paling lama jatuh pada tanggal 14 Oktober 2014. - Perlu menambah muatan materi baru yang diatur dalam batang tubuh RUU terkait dengan kesejahteraan untuk pensiunan PT. Pos Indonesia.
KETERANGAN
Pensiun 5. Seluruh Peraturan Pelaksanaan dari UU 38 Tahun 2009 tentang Pos
b. Sasaran yang ingin diwujudkan : 1) Pelaksanaan Layanan Pos Universal yang dilaksanakan oleh Peyelenggara Pos yang ditunjuk langsung oleh Pemerintah (Designated Operator) 2) RUU ini dapat diimplementasikan demi terwujudnya penyelenggaraan pos yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan tetap memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh penyelenggara pos untuk dapat melaksanakan jenis layanan pos. 3) Harmonisasi dalam hal mewujudkan kesejahteraan kepada pensiunan PT. Pos Indonesia dengan UU c. Jangkauan dan Arah Pengaturan : 1) Menghapus ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf e tentang layanan RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 92
NO
JUDUL RUU
PEMRAKARSA
MATERI YANG DIATUR
UU TERKAIT
KETERANGAN
keagenan pos. 2) Menghapus ketentuan Pasal 14 tentang Interkoneksi. 3) Menghapus ketentuan Pasal 15 ayat (3) dan (4) tentang kesempatan yang sama dalam penyelenggaraan LPU dan Kontribusi untuk pembiayaan LPU. 4) Menghapus ketentuan Pasal 51 tentang mempersiapkan BUMN dalam menghadapi pembukaan akses pasar. Menambah Materi Muatan dalam RUU terkait dengan kesejahteraan Pensiunan PT. Pos Indonesia. Keterangan: *) hasil Trilateral Meeting Bapenas **) Residu Prolegnas 2010-2014
RUU Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2015-2019 Usulan Pemerintah
| 93