www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
1102.
(1).
Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), maka Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi Peraturan Daerah dan Keputusan Bupati/Walikota.
1103.
(2).
Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), Gubernur menyampaikan pemberitahuan disertai dengan alasanalasannya.
1104.
(3).
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Bupati/Walikota bersama DPRD menyempurnakannya.
1105.
(4).
Bupati/Walikota berdasarkan hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mengesahkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD, menetapkan Keputusan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD dan Keputus an Bupati/walikota tentang Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
TANGGAPAN PEMERINTAH
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
1106.
(5).
Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Gubernur belum menyampaikan hasil evaluasi, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD disahkan menjadi Peraturan Daerah dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APED ditetapkan menjadi Keputusan Bupati/Walikota.
1107.
(6).
Gubernur menyampaikan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD dan Keputusan Bupati/Walikota mengenai Penjabaran APBD kepada Pemerintah.
TANGGAPAN PEMERINTAH
Pasal 114 1108.
(1).
DPRD apabila sampai Batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) tidak mengambil keputusan menyetujui Rancangan. Peraturan Daerah tentang APBD, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggitingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan yang dituangkan dalam Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD.
1109.
(2).
Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan Gubernur bagi Kabupaten/Kota.
1110.
(3).
Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
lampirannya untuk memperoleh persetujuan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan selambat -lambatnya 15 (lima belas) hari setelah Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD tidak disetujui DPRD. 1111.
(4).
Apabila dalam batas waktu 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya Rancangan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD, Menteri Dalam Negeri/Gubernur belum memberikan pengesahan, Rancangan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD dapat ditetapkan menjadi Keputusan Kepala Daerah.
1112.
(5).
Keputusan Kepala Daerah mengenai penjabaran APBD pada ayat (4) dijadikan dasar penetapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran satuan kerja perangkat daerah.
1113.
Paragraf Keempat Belanja DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 115
1114.
(1).
Belanja DPRD terdiri dari belanja Pimpinan dan anggota DPRD serta belanja Sekretariat DPRD.
1115.
(2).
Belanja Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud Pada ayat (1) digunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas, wewenang, dan kewajiban DPRD.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
1116.
(3).
Belanja DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekretariat DPRD berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD.
1117.
(4).
Belanja DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
TANGGAPAN PEMERINTAH
Pasal 116 1118.
(1).
Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah digunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas, wewenang, dan kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi.
1119.
(2).
Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekretariat Daerah berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.
1120.
(3).
Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 117
1121. 1122.
(1).
Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi: a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
1123.
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antarjenis belanja; dan
1124.
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
1125.
(2).
Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APB D, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.
1126.
(3).
Pengambilan keputusan mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APB D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh DPRD dilakukan pada waktu yang menurut ukuran rasional dapat dilaksanakan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
1127.
(4).
Peraturan Daerah mengenai Perubahan APBD dan Keputusan Kepala Daerah mengenai Penjabaran Perubahan APBD sebelum dilaksanakan, dievaluasi yang tata caranya mengikuti ketentuan proses penetapan Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD.
1128.
(5).
Pemerintah Daerah sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dapat melakukan pengeluaran belanja untuk penanggulangan keadaan darurat yang terjadi setelah tanggal penetapan Peraturan
TANGGAPAN PEMERINTAH
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
Daerah tentang Perubahan APB D dan melaporkannya dalam Laporan Realisasi APBD. 1129.
Paragraf Keenam Penata-usahaan Keuangan Daerah Pasal 118
1130.
(1).
Semua penerimaan dan pengeluaran APBD dilakukan melalui rekening Kas Daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah.
1131.
(2).
Untuk setiap pengeluaran atas beban APBD, diterbitkan surat Keputusan Otorisasi oleh Kepala Daerah atau Surat Keputusan lain yang berlaku sebagai Surat Keputusan Otorisasi.
1132.
(3).
Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam anggaran Daerah.
1133.
(4).
Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD, dan Pejabat Daerah lainnya, dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja Daerah untuk tujuan-tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD. Pasal 119
1134.
(1).
Kepala Daerah atas persetujuan DPRD dapat melakukan suatu tindakan pengeluaran mendahului pengesahan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD untuk pengeluaran yang tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD sehingga diperlukan perubahan anggaran, kecuali pengeluaran untuk penanggulangan keadaan darurat. 1135.
(2).
Tindakan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah dengan menyatakan alasan-alasannya yang kuat apabila penundaan atas pengeluaranpengeluaran tersebut akan merugikan kepentingan Daerah. Pasal 120
1136.
(1).
Uang milik Daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan Daerah.
1137.
(2).
Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan Keputusan tentang:
1138.
a. penghapusan tagihan Daerah, sebagian atau seluruhnya; dan
1139.
b. penyelesaian perkara perdata
1140.
1141.
(3).
Bunga Deposito, bunga atas pertempatan uang di Bank, jasa giro, dan/ atau bunga atas investasi jangka pendek merupakan pendapatan Daerah. Paragraf Ketujuh Pertanggungjawaban APBD
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
Pasal 121 1142.
(1).
Kepala Daerah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK dan /atau aparat pengawas fungsional pemerintah secara berjenjang.
1143.
(2).
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan badan usaha milik daerah.
1144.
(3).
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 122
1145.
(1).
Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) disampaikan kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan untuk dievaluasi dalam rangka meningkatkan kinerja pemerintah daerah.
1146.
(2).
Bahan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) berasal dari pelaksanaan anggaran Pemerintah
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
Daerah dan DPRD yang tata cara penyediaannya diatur berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah. 1147.
(3).
Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan kepada Gubernur bagi Kabupaten/Kota.
1148.
(4).
Ringkasan Laporan Penanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) dipublikasikan kepada masyarakat.
1149.
Paragraf Kedelapan Pengelolaan Barang Milik Daerah Pasal 123
1150.
(1).
Tata cara pengadaan barang dan jasa Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada ketentuan perundang-undangan.
1151.
(2).
Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan keputusan tentang tindakan hukum mengenai barang milik atau hak Daerah.
1152.
(3).
Barang milik Daerah yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat dijual, diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan atau digadaikan, kecuali dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
1153.
(4).
Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan pelelangan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
kecuali dalam hal-hal tertentu. 1154.
(5).
Pelepasan barang milik Daerah dalam bentuk hibah, penyertaan modal, kemitraan atau dijual dilakukan setelah dihapuskan dari inventaris kekayaan Daerah.
1155.
(6).
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara tindakan hukum mengenai barang milik atau hak Daerah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 124
1156.
(1).
Barang milik Daerah yang tidak memiliki nilai ekonomis dapat dihapuskan dari daftar inventaris Daerah untuk dijual, dihibahkan dan/atau dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
1157.
(2).
Pengelolaan barang milik Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada peraturan perundanq-undangan.
1158.
Paragraf Kesembilan Dana Cadangan Pasal 125
1159.
(1).
Pemerintah Daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu.
1160.
(2).
Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari penerimaan Daerah, kecuali Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Darurat. dan Pinjaman.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
1161.
(3).
Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.
1162.
(4).
Sumber penerimaan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengeluaran atas beban dana cadangan diadministrasikan dalam APBD.
1163.
TANGGAPAN PEMERINTAH
Paragraf Kesepuluh Pengaturan tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 126
1164.
(1).
Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan perundanq-undangan.
1165.
(2).
Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
1166.
Bagian Kesembilan Kerja sama Daerah Pasal 127
1167.
(1).
Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama antar Daerah yang diatur dengan keputusan bersama Kepala Daerah.
Bahwa salah satu tujuan dari kebijakan desentralisasi dan Otonomi Daerah adalah dalam rangka mengembangkan daya saing daerah Mengingat Core Competency masingmasing daerah saling berbeda maka mutlak
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH diperlukan adanya kerja sama Disamping itu bahwa penyelenggaraan Otonomi Daerah juga harus mempertimbangkan efisiensi dalam pengelolaan urusan yang cakupan layanannya berdampak lebih dari satu daerah.
1168.
(2).
Selain kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama dengan badan lain yang diatur dengan keputusan bersama.
1169.
(3).
Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) yang membebani APBD dan masyarakat harus mendapatkan persetujuan DPRD.
1170.
(4).
Pedoman pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 128
1171.
(1).
Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga/badan di luar negeri setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah sesuai peraturan perundangundangan.
1172.
(2).
Tata cara kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
1173.
Bagian Kesepuluh Penyelesaian Perselisihan Pasal 129
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
1174.
(1).
Perselisihan antar Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi diselesaikan oleh Gubernur selaku Wakil Pemerintah.
1175.
(2).
Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian kepada Pemerintah
1176.
(3).
Keputusan Pemerintah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan keputusan yang bersifat final.
TANGGAPAN PEMERINTAH Dalam rangka merevitalisasi peran Pemerintah dalam memfasilitasi daerah otonom. maka untuk penyelesaian perselisihan antar daerah diselesaikan pada tingkat pemerintah, tidak perlu sampai kepada MA.
Pasal 130 1177.
(1).
Perselisihan antara Daerah Provinsi dengan Daerah Kabupaten/Kota di wilayahnya, antar Provinsi, maupun antara Daerah Provinsi dengan Daerah Kabupaten/Kota di luar wilayahnya diselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri.
1178.
(2).
Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian kepada Presiden.
1179.
Bagian Kesebelas Kawasan Perkotaan Pasal 131
1180.
Kawasan perkotaan dibentuk dan diakui dalam
Dalam rangka efektivitas penanganan kawasan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
rangka menyediakan fasilitas pusat pelayanan dan distribusi pelayanan masyarakat dengan mempertimbangkan proses akulturasi masyarakat perkotaan serta mengakui, menghormati, melindungi adat istiadat, warisan budaya, dan modal sosial sesuai perkembangan masyarakat setempat.
perkotaan, pemerintah berpendapat untuk pengaturan kawasan perkotaan perlu dibuat pengelompokan kawasan perkotaan dalam rangka pembinaan dan fasilitasi pengembangan.
Pasal 132 1181.
(1).
Kawasan Perkotaan dikelompokkan dalam Kawasan perkotaan yang merupakan:
1182.
a. Kota;
1183.
b. bagian Daerah Kabupaten;
1184.
c. perubahan dari kawasan Perdesaan menjadi Kawasan Perkotaan;
1185.
d. bagian dari dua atau lebih Daerah yang berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi, dan fisik perkotaan.
1186.
(2).
Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelola oleh Pemerintah Kota.
1187.
(3).
Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dikelola oleh Pemerintah Kabupaten atau lembaga pengelola yang dibentuk dan bertanggung jawab pada Bupati.
1188.
(4).
Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dalam hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola bersama
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
oleh Daerah terkait. 1189.
(5).
Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikelola oleh lembaga metropolitan yang dibentuk oleh Kabupaten/Kota di kawasan metropolitan. Pasal 133
1190.
Urusan pemerintahan di kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 dilaksanakan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten, perangkat Kecamatan, Pemerintah Desa/perangkat Kelurahan di kawasan tersebut. Pasal 134
1191.
Kawasan perkotaan diklasifikasikan berdasarkan kriteria tertentu ke dalam bentuk kawasan perkotaan besar, sedang, dan kecil. Pasal 135
1192.
(1).
Pemerintah mengembangkan mengikutsertakan swasta.
Daerah dalam Kawasan Perkotaan, masyarakat termasuk
1193.
(2).
Pemerintah Daerah memfasilitasi proses akulturasi masyarakat perkotaan dengan tetap mengakui, menghormati, melindungi adat istiadat dan warisan budaya, serta modal sosial sesuai perkembangan masyarakat setempat.
1194.
(3).
Masyarakat sebagai unsur pelaku pembangunan , perkotaan berperan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan,
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
pengendalian, dan pertanggungjawaban. Pasal 136 1195.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 131, Pasal 132, Pasal 133, Pasal 134 dan Pasal 135, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
1196.
Bagian Kedua belas Pemerintahan Desa
1197.
Paragraf Kesatu Pembentukan, Penghapusan, dan/atau Penggabungan Desa Pasal 137
1198.
(1).
Desa dapat dibentuk, dihapus dan/atau digabung berdasarkan kriteria tertentu dengan memperhatikan asal usulnya dan atas prakarsa masyarakat.
1199.
(2).
Desa dibentuk dan diakui dalam rangka pelayanan masyarakat dengan menyelenggarakan urusan pemerintahan dan mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan urusan yang sudah ada Dada kesatuan masyarakat hukum adat
Pengaturan tentang desa perlu dilakukan dengan sesuai dengan perkembangan masyarakat setempat. Oleh karena itu dalam hal pengangkatan kepala desa dapat diberlakukan ketentuan yang bersifat spesifik untuk beberapa daerah. Di samping itu perubahan dari desa menjadi kelurahan dan sebaliknya harus betul-betul mempertimbangkan kondisi masyarakat adat dan nilai-nilai tradisional yang masih hidup Pemerintah mereformulasi dari ketentuan yang sudah diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
dan hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup sesuai perkembangan masyarakat setempat. 1200.
(3).
Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa induk.
1201.
(4).
Penghapusan Desa sebagaimana dimaksud Pada ayat (2) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa.
1202.
(5).
Penggabungan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa masing-masing.
1203.
(6).
Pembentukan, penghapusan dan/atau penggabungan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 138
1204.
(1).
Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) di Kabupaten/Kota dapat dirubah statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan Perwakilan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
1205.
(2).
Pendanaan yang diakibatkan dari perubahan status Desa menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada APBD Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
1206.
TANGGAPAN PEMERINTAH
Paragraf Kedua Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa Pasal 139
1207.
(1).
Di Desa dibentuk Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa yang merupakan lembaga pemerintahan desa.
1208.
(2).
Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Kepala Desa dan perangkat Desa.
1209.
(3).
Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat.
1210.
(4).
Calon Kepala Desa yang terpilih dengan mendapatkan dukungan suara terbanyak, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dan disahkan oleh Bupati/Walikota.
1211.
(5).
Masa jabatan Kepala Desa adalah 5 (lima) tahun.
1212.
(6).
Kepala Desa dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Pasal 140
1213.
Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat-syarat:
1214.
a.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
1215.
b.
setia dan taat kepada Pancasila Undang-Undang Dasar 1945;
dan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
1216.
c.
tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan yang mengkhianati Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, G30S/PKI dan/atau kegiatan organisasi terlarang lainnya:
1217.
d.
berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau berpengetahuan yang sederajat :
1218.
e.
berumur sekurang-kurangnya 25 tahun;
1219.
f.
sehat jasmani dan rohani;
1220.
g.
berkelakuan baik, jujur, dan adil;
1221.
h.
tidak pernah dihukum penjara melakukan tindak pidana;
1222.
i.
tidak dalam status terdakwa dan atau terpidana dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun:
1223.
j.
tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap:
1224.
k.
Tidak sedang politik;
1225.
l.
Belum pernah menjabat sebagai Kepala Desa selama dua kali;
1226.
m.
mengenai desanya dan dikenal masyarakat di Desa setempat;
1227.
n.
bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa; dan
menjadi
anggota
karena
partai
oleh
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO 1228.
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH o.
TANGGAPAN PEMERINTAH
memenuhi syarat-syarat lain yang sesuai dengan ada istiadat yang diatur dalam Peraturan Daerah. Pasal 141
1229.
(1).
Kepala Desa dilantik oleh Bupati/Walikota atau pejabat lain yang ditunjuk.
1230.
(2).
Sebelum memangku jabatannya Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji.
1231.
(3).
Susunan kata-kata sebagaimana dimaksud sebagai berikut :
1232.
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya, bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Desa, Daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
sumpah/janji pada ayat (2)
Pasal 142 1233.
Kewenangan Desa mencakup:
1234.
a.
kewenangan yang sudah melekat pada desa:
1235.
b.
Kewenangan sesuai peraturan perundang-
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
perundangan. 1236.
c.
tugas pembantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
1237.
d.
penyelenggaraan urusan pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Pasal 143
1238.
Tugas dan kewajiban Kepala Desa adalah:
1239.
a.
memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa:
1240.
b.
memberdayakan masyarakat desa;
1241.
c.
membina perekonomian desa:
1242.
d.
memelihara ketenteraman dan ketertiban serta kerukunan masyarakat Desa;
1243.
e.
mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;
1244.
f.
menyusun dan membahas Peraturan Desa bersama Badan Perwakilan Desa, dan mensahkan Peraturan Desa;
1245.
g.
membuat Keputusan Kepala Desa untuk melaksanakan Peraturan Desa;
1246.
h.
menggali dan mengembangkan serta melestarikan adat istiadat yang beradab; dan
1247.
i.
mewakili Desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
Pasal 144 1248.
Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 Kepala Desa:
1249.
a.
Menyampaikan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa kepada B upati/walikota melalui Camat dan
1250.
b.
menyampaikan keterangan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Badan Perwakilan Desa. Pasal 145
1251.
Kepala Desa dilarang:
1252.
a.
membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain;
1253.
b.
melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan jabatannya;
1254.
c.
melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
yang akan dilakukannya; 1255.
d.
merangkap jabatan sebagai anggota Badan Perwakilan Desa dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
1256.
e.
menjadi anggota partai politik; dan
1257.
f.
melakukan kegiatan lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Pasal 146
1258.
(1).
Kepala Desa berhenti karena :
1259.
a. meninggal dunia;
1260.
b. mengajukan permohonan berhenti atas permintaan sendiri: atau
1261.
c. diberhentikan.
1262.
(2).
Kepala desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
1263.
a. berakhir masa jabatan dan telah dilantik Kepala Desa yang baru;
1264.
b. tidak lagi memenuhi syarat dan/atau melanggar sumpah/janji;
1265.
c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap;
1266.
d. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana serendah-rendahnya 5 (lima) tahun;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO 1267.
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH (3).
TANGGAPAN PEMERINTAH
Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), oleh Bupati/Walikota atas usul Badan Perwakilan Desa. Pasal 147
1268.
(1).
Dalam hal Kepala Desa berhenti sementara Sekretaris Desa ditunjuk oleh Bupati/Walikota untuk melaksanakan tunas sehari-hari.
1269.
(2).
Dalam hal Kepala Desa berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dan/atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d, Sekretaris Desa ditunjuk oleh Bupati/Walikota sebagai pelaksana tugas Kepala Desa selama-lamanya 1 (satu) tahun.
1270.
(3).
Badan Perwakilan Desa melaksanakan pemilihan Kepala Desa selambatlambatnya dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
1271.
(4).
6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Kepala Desa, Badan Perwakilan Desa menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa. Pasal 148
1272.
(1).
Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang memenuhi persyaratan.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
1273.
(2).
Pimpinan Badan Perwakilan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota.
1274.
(3).
Badan Perwakilan Desa bersama Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa.
1275.
(4).
Badan Perwakilan Desa melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.
1276.
(5).
Masa jabatan Anggota Badan Perwakilan Desa adalah 5 (lima) tahun.
1277.
(6).
Anggota BPD dilarang:
1278.
a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan , keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain:
1279.
b. melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
1280.
c. merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan
1281.
d. menjadi anggota partai politik.
TANGGAPAN PEMERINTAH
Pasal 149
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
1282.
(1).
Dalam penetapan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (3), Badan Perwakilan Desa dan Kepala Desa memperhatikan aspirasi masyarakat dan mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan kesatuankesatuan masyarakat hukum adat dan hakhak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
1283.
(2).
Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang sederajat dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi.
1284.
(3).
Peraturan Desa sebelum ditetapkan, disosialisasikan kepada masyarakat.
1285.
TANGGAPAN PEMERINTAH
Paragraf Ketiga Pemberdayaan Masyarakat Desa Pasal150
1286.
(1).
Pemberdayaan masyarakat desa dilaksanakan melalui pendekatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat, kapasitas sumber daya manusia, kelembagaan, dan kesisteman.
1287.
(2).
Pendekatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara
Dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 belum diatur pemberdayaan masyarakat desa, padahal otonomi daerah dilaksanakan dalam rangka untuk mencapai salah satu tujuan yakni pemberdayaan masyarakat. Oleh karenanya Pemerintah memandang dalam perubahan Undang-Undang Pemerintahan Daerah perlu tambahan pengaturan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
meningkatkan ketahanan dan peran serta aktif masyarakat dalam mewujudkan kemandirian. 1288.
(3).
Pendekatan kapasitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pelatihan, pendidikan keterampilan, peningkatan kualitas hidup dan lingkungan masyarakat, pemberian stimulan dan sarana penunjang.
1289.
(4).
Pendekatan kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan membentuk lembaga masyarakat sesuai dengan kebutuhan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.
1290.
(5).
Pendekatan kesisteman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengaturan yang berpihak dan melindungi masyarakat serta peningkatan kemampuan manajemen.
1291.
Paragraf Keempat Keuangan Desa Pasal 151
1292.
(1).
Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
1293.
(2).
Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan,
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
belanja dan pengelolaan keuangan Desa. 1294.
(3).
Sumber pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas :
1295.
a. pendapatan asli Desa;
1296.
b. bagi hasil pajak dan Pemerintah Kabupaten/Kota
1297.
c. bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota;
1298.
d. sumbangan dari pihak ketiga;
1299.
e. pinjaman Desa.
retribusi
1300.
(4).
Dalam pengelolaan keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Desa bersama Badan Perwakilan Desa setiap tahun menetapkan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
1301.
(5).
Pedoman penyusunan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Bupati/Walikota berpedoman pada peraturan perundangundangan.
1302.
(6).
Pemerintah Desa dapat membentuk badan usaha milik Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
1303.
(7).
Pemerintah
Desa
dapat
melakukan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
pungutan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa. Pasal 152 1304.
(1).
Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulannya dan/atau tunjangan lainnya sesuai kemampuan Keuangan Desa.
1305.
(2).
Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
1306.
(3).
Anggota Badan Perwakilan Desa diberikan tunjangan sesuai kemampuan Keuangan Desa. Tunjangan yang diterima Anggota Badan Perwakilan Desa ditetapkan setiap tahun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
1307.
Paragraf Kelima Pembinaan dan Pengawasan Desa Pasal 153
1308.
(1).
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa.
1309.
(2).
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara fasilitasi berupa pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, arahan, konsultasi, monitoring, evaluasi, pendidikan, pelatihan, dan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
dukungan pendanaan. 1310.
(3).
1311.
Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa. Paragraf Keenam Kerja sama dan Perselisihan Desa Pasal 154
1312.
(1).
Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan Desa yang diatur dengan keputusan bersama.
1313.
(2).
Dalam pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk Badan Kerja sama. Pasal 155
1314.
(1).
Perselisihan antar Desa dan/atau antar masyarakat Desa diselesaikan oleh Camat.
1315.
(2).
Dalam hal penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diterima, selanjutnya diselesaikan oleh Bupati/Walikota yang Keputusannya bersifat final.
1316.
Paragraf Ketujuh Kawasan Perdesaan Pasal 156
1317.
(1).
Kawasan perdesaan dapat dibentuk di wilayah Kabupaten dan/atau antar Kabupaten dan Kota.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
1318.
(2).
Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Pemerintah Kabupaten atau lembaga pengelola bersama yang dibentuk oleh Kabupaten dan Kota terkait.
1319.
(3).
Urusan pemerintahan di kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, perangkat Kecamatan, Pemerintah Desa/perangkat kelurahan di kawasan tersebut.
1320.
(4).
Pemerintah Daerah dalam mengembangkan kawasan perdesaan mengikutsertakan masyarakat dan swasta
1321.
(5).
Masyarakat sebagai unsur pelaku pembangunan perdesaan berperan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban.
1322.
(6).
Pengaturan lebih lanjut kawasan perdesaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah
TANGGAPAN PEMERINTAH
Pasal 157 1323.
(1).
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 sampai dengan Pasal 156 diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
1324.
(2).
Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan hak-hak tradisional masyarakat desa sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan. 1325.
(3).
1326.
Peraturan Daerah mengenai Desa sebelum ditetapkan disosialisasikan kepada masyarakat Bagian Ketiga belas Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pasal 158
1327.
(1).
Gubernur dan atau kepala instansi vertikal menyelenggarakan urusan dekonsentrasi.
1328.
(2).
Pendanaan tugas-tugas dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disalurkan kepada Gubernur dan atau instansi vertikal, dan dipertanggungjawabkan oleh Gubernur dan atau kepala instansi vertikal kepada Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri.
1329.
(3).
Administrasi keuangan dalam pendanaan pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara terpisah dari administrasi keuangan dalam rangka pendanaan pelaksanaan Desentralisasi.
1330.
(4).
Penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadministrasikan menurut ketentuan pengelolaan APBN.
1331.
(5).
Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dari
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
penerimaan terhadap pengeluaran dana Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disetor ke Kas Negara. 1332.
(6).
Pemeriksaan pendanaan pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh aparat pengawas fungsional pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan.
1333.
(7).
Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 159
1334.
(1).
Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota dan Desa menyelenggarakan urusan tunas pembantuan.
1335.
(2).
Pendanaan dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen disalurkan kepada dan dipertanggungjawabkan oleh Daerah dan/atau Desa melalui Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang menugaskannya.
1336.
(3).
Administrasi keuangan dalam pendanaan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara terpisah dari administrasi keuangan dalam rangka pendanaan pelaksanaan Desentralisasi.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
1337.
(4).
Penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadministrasikan menurut ketentuan pengelolaan APBN.
1338.
(5).
Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dari penerimaan terhadap pengeluaran dana Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetor ke Kas Negara.
1339.
(6).
Pemeriksaan pendanaan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh aparat pengawas fungsional pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan.
1340.
(7).
Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
TANGGAPAN PEMERINTAH
Pasal 160 1341.
(1).
Pemerintah Provinsi dapat menugaskan pemerintah kabupaten/kota dan desa untuk menangani urusan pemerintah provinsi menurut asas tugas pembantuan.
1342.
(2).
Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kabupaten, Kota, atau Desa wajib disertai dengan pendanaan melalui APBD Provinsi.
1343.
(3).
Dalam hal-hal tertentu, penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Kabupaten/Kota atau Desa
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
dapat menyediakan peralatan dan bantuan sumber daya manusia. 1344.
1345.
(4).
(5).
Kabupaten/Kota atau Desa melaksanakan tugas pembantuan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada menugaskannya.
yang wajib yang
Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi yang bersangkutan. Pasal 161
1346.
(1).
Pemerintah Kabupaten/Kota menugaskan pemerintah desa menangani urusan pemerintah menurut asas tunas pembantuan.
dapat untuk desa
1347.
(2).
Pendanaan Tugas Pembantuan dan Kabupaten/Kota kepada pemerintah desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disalurkan kepada, dan dipertanggungjawabkan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota.
1348.
(3).
Administrasi keuangan dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terpisah dari administrasi pengelolaan APPKD.
1349.
(4).
Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dan penerimaan terhadap pengeluaran dana Tugas Pembantuan sebagaimana
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas Daerah Kabupaten atau Kota yang menugaskan. 1350.
(5).
Pemeriksaan pendanaan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh aparat pengawas fungsional Pemerintah Kabupaten atau Kota yang menugaskan.
1351.
(6).
Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota yang bersangkutan.
1352.
Bagian Keempat belas Pelaporan dan Informasi Pemerintahan Daerah Pasal 162
1353.
(1).
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah di dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah Daerah wajib menyusun laporan daerah yang dikelola dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah.
1354.
(2).
Sistem Informasi Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
1355.
Bagian Kelima belas Pembinaan dan Pengawasan Pasal 163
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
1356.
(1).
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
1357.
(2).
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian fasilitasi dalam bentuk pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, konsultasi, monitoring, evaluasi, pendidikan dan pelatihan.
1358.
(3).
Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan terhadap penyelenggara pemerintahan daerah.
1359.
(4).
Ruang lingkup pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi bidang pemerintahan dalam negeri, pembangunan daerah, kepemimpinan daerah, dan bidang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
1360.
(5).
Pemerintah dalam rangka pembinaan dapat memberikan penghargaan kepada Daerah.
TANGGAPAN PEMERINTAH Dalam rangka efektivitas penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan maka diatur adanya penghargaan dan sanksi. Disamping itu mengingat pengembangan kapasitas daerah memiliki urgensi yang tinggi dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah aspek pendidikan dan pelatihan dimasukkan dalam bagian pembinaan kepada daerah. Hal lain yang bersifat baru terkait dengan pelaksanaan pengawasan yakni penyelesaian terhadap perbedaan kepentingan terkait dengan pembatalan peraturan daerah keputusan finalnya berada pada Presiden, tidak sampai Mahkamah Agung.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
1361.
(6).
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara preventif dan represif.
1362.
(7).
Dalam rangka pengawasan, apabila Pemerintah Daerah melakukan pelanggaran administrasi maka Pemerintah dapat memberikan sanksi administrasi.
TANGGAPAN PEMERINTAH
Pasal 164 1363.
(1).
Dalam rangka pengawasan represif, Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah disampaikan kepada Pemerintah untuk Provinsi dan kepada Gubernur untuk Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah diundangkan.
1364.
(2).
Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan perundanq-undangan lainnya dibatalkan oleh Pemerintah.
1365.
(3).
Pemerintah dapat melimpahkan kewenangan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah Kabupaten/Kota kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah.
1366.
(4).
Keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberitahukan kepada Daerah yang
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH bersangkutan dengan alasan-alasannya.
TANGGAPAN PEMERINTAH menyebutkan
1367.
(5).
Selambat-lambatnya satu bulan setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPRD bersama Kepala Daerah membatalkan pelaksanaan Peraturan Daerah, Kepala Daerah membatalkan pelaksanaan Keputusan Kepala Daerah.
1368.
(6).
Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur dan telah dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihapus dari Lembaran Daerah dan diumumkan kepada masyarakat oleh Pemerintah Daerah.
1369.
(7).
Kabupaten/Kota yang tidak dapat menerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah, dan Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur untuk selanjutnya ditetapkan keputusan final oleh Menteri Dalam Negeri.
1370.
(8).
Provinsi yang tidak dapat menerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat mengajukan keberatan kepada Menteri Dalam Negeri untuk selanjutnya ditetapkan keputusan final oleh Presiden.
1371.
(9).
Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri Dalam Negeri terhadap Daerah yang tidak -dapat menerima keputusan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final. Pasal 165 1372.
(1).
Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD dan tata ruang sebelum ditetapkan oleh Kepala Daerah disampaikan terlebih dahulu untuk dievaluasi kepada Pemerintah bagi Provinsi dan kepada Gubernur bagi Kabupaten/Kota.
1373.
(2).
Rancangan Peraturan Daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah sebelum ditetapkan oleh Kepala Daerah disampaikan terlebih dahulu kepada Pemerintah untuk dievaluasi.
1374.
(3).
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kembali kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah diterimanya Rancangan Peraturan Daerah.
1375.
(4).
Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyatakan sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (2) Pemerintah/Gubernur menyampaikan pemberitahuan bahwa Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disahkan.
1376.
(5).
Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyatakan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH diatur dalam Pasal Pemerintah/Gubernur pemberitahuan disertai alasannya.
TANGGAPAN PEMERINTAH
85 ayat (2), menyampaikan dengan alasan-
1377.
(6).
Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Pemerintah Daerah bersama DPRD menyempurnakannya.
1378.
(7).
Kepala Daerah berdasarkan hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menetapkan Rancangan Peraturan Daerah menjadi P eraturan Daerah selambat -lambatnya dalam waktu 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
1379.
(8).
Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pemerintah/Gubernur belum menyampaikan hasil evaluasi, Rancangan Peraturan daerah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Pasal 166
1380.
Pemerintah melakukan klarifikasi, penyelidikan, pemeriksaan, dan pengusutan, terhadap permasalahan yang timbul dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pasal 167
1381.
Pelaksanaan ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163, Pasal 164, Pasal 165, dan Pasal 166 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
1382.
TANGGAPAN PEMERINTAH
BAB VI DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH Pasal 168
1383.
(1).
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, yang selanjutnya disebut DPOD mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka penyelenggaraan kebijakan desentralisasi.
1384.
(2).
Saran dan pertimbangan dalam penyelenggaraan kebijakan desentralisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
1385.
a. penataan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
1386.
b. pembentukan, penghapusan, penggabungan daerah;
1387.
c. rancangan khusus;
1388.
d. rancangan perimbangan keuangan yang terdiri dari:
1389.
1) Perhitungan bagian masing-masing Daerah atas dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundangundangan;
1390.
2) Formula dan Perhitungan dana alokasi umum masing-masing Daerah berdasarkan besaran pagu
pembentukan
dan
kawasan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
dana alokasi umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 1391.
3) Dana alokasi khusus masing-masing Daerah untuk tahun anggaran yang akan datang berdasarkan besaran pagu dana alokasi khusus dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;
1392.
e. kemampuan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan atau menjadi kewajibannya.
1393.
f. sinkronisasi kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
1394.
g. pengelolaan sumber daya manusia; dan
1395.
h. keserasian pembangunan antar daerah.
1396.
(3).
DPOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden. Pasal 169
1397.
1398.
(1).
DPOD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 ayat (1) mempunyai susunan keanggotaan yang terdiri dari: a. Menteri yang membidangi urusan: pemerintahan dalam negeri, keuangan, kehakiman, pertahanan, aparatur negara, sekretariat negara, permukiman dan prasarana wilayah, perencanaan pembangunan nasional; dan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
1399.
TANGGAPAN PEMERINTAH
b. 3 (tiga) wakil Pemerintah Provinsi, 3 (tiga) wakil Pemerintah Kota, dan 5 (lima) wakil Pemerintah Kabupaten.
1400.
(2).
Menteri yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri dan Menteri yang membidangi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing sebagai Ketua dan Wakil Ketua.
1401.
(3).
Keanggotaan DPOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 170
1402.
(1).
DPOD mengadakan sidang sekurangkurangnya 4 (empat) kali setahun.
1403.
(2).
Dalam sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua DPOD dapat mengundang Menteri tertentu dan/ atau wakil Daerah tertentu selain Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat (1) sebagai narasumber. Pasal 171
1404.
(1).
DPOD dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Sekretariat Jenderal DPOD.
1405.
a.
Sekretariat Jenderal DPOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal.
1406.
b.
Sekretariat Jenderal DPOD mempunyai tugas memberikan dukungan staf dan administrasi kepada DPOD di bidang
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
otonomi daerah dan bidang perimbangan keuangan, serta tugas lain yang diberikan DPOD. 1407.
c.
Sekretaris Jenderal DPOD bertanggung jawab kepada Ketua DPOD. Pasal 172
1408.
Dalam melaksanakan mengangkat sejumlah membentuk kelompok kebutuhan.
tugas, DPOD dapat tenaga ahli dan/atau kerja sesuai dengan
Pasal 173 1409.
1410.
1411.
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, persidangan, anggaran DPOD dan Sekretariat Jenderal DPOD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169, Pasal 170, dan Pasal 171 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. (3).
Menambah pasal baru pada Ketentuan Lainlain sehingga berbunyi :
BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 123 A
Pasal 174
Masa jabatan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah sebelum berlakunya undang-undang ini dihitung sebagai masa jabatan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah menurut undang-undang ini.
Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan undang-undang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain.
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah diakui keberadaan daerah-daerah yang bersifat istimewa maupun daerah khusus dan daerah yang diberi otonomi khusus. Oleh karena itu dalam UU ini perlu dimuat pengaturan terhadap keberadaan daerah-daerah tersebut.
Pasal 175 1412.
(1).
Ketentuan mengenai pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
undang-undang ini berlaku juga bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi di Papua. 1413.
(2).
Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur. Pasal 176
1414.
(1).
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, diatur dengan undang-undang tersendiri.
1415.
(2).
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara berstatus sebagai daerah otonom Provinsi dan wilayah administrasi.
1416.
(3).
Dalam wilayah ibukota Jakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dibentuk daerah-daerah yang berstatus otonom.
1417.
(4).
Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pengaturan:
1418.
a. Kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab sebagai ibukota Negara.
1419.
b. Tempat kedudukan perwakilan negaranegara sahabat.
1420.
c. Keterpaduan Rencana Umum Tata Ruang Jakarta dengan Rencana Umum
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
Tata Ruang Daerah sekitar. 1421.
d. Kawasan khusus untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi Pemerintah tertentu yang dikelola langsung oleh Pemerintah.
1422.
e. Perangkat Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan persetujuan Pemerintah dimungkinkan berbeda dengan Daerah lain.
1423.
f. Jenis-jenis kegiatan pelaksanaan fungsi Pemerintah t ertentu di Jakarta dengan ketetapan Pemerintah ditangani dan/atau bersama Pemerintah DKI Jakarta.
1424.
g. Keterpaduan pengelolaan pelayanan umum tertentu Jakarta dengan pelayanan umum Daerah sekitar.
1425.
(4).
1426.
Antara Bab XIV dan Bab XV ditambah bab baru yaitu Bab XIV A tentang Ketentuan Pidana yang berbunyi sebagai berikut: Bab XIV A Ketentuan Pidana Pasal 123 B
1427.
(1).
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau
Materi pengaturan sebagaimana dimuat dalam BAB XIV A mengenai Ketentuan Pidana RUU Inisiatif sudah dimuat dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Sepanjang materinya sama dan/atau tidak bertentangan dengan undang-undang lain, Pemerintah tidak
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR denda paling sedikit Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
1428.
(2).
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya tersebut berkeberatan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
1429.
(3).
Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalam undang-undang ini diperlukan untuk menjalankan suatu perbuatan dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dengan maksud untuk digunakan sendiri atau orang lain sebagai seolah-olah surat sah atau tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).
1430.
(4).
Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tidak sah atau dipalsukan, menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai surat sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH keberatan untuk dimuat kembali mengingat pentingnya materi pengaturan ini.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah). 1431.
(5).
Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekuasaan yang ada padanya saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah menurut undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00(enam juta rupiah).
1432.
(6).
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Pasangan Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah). Pasal 123C
1433.
(1).
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPUD untuk Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
masing-masing Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah). 1434.
(2).
Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan mengenai larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44C huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).
1435.
(3).
Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan mengenai larangan pelaksanaan kampanye Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44C huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
1436.
(4).
Setiap pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
dimaksud dalam Pasal 441 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah); 1437.
(5).
Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000.00 (enam juta rupiah),
1438.
(6).
Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44E ayat (3) dan ayat (5) , dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).
1439.
(7).
Setiap orang yang dengan sengaja menerima atau memberi dana kampanye dari atau kepada pihak-pihak yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44G ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 1440.
(8).
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 dua bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Pasal 123D
1441.
(1).
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
1442.
(2).
Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih Pasangan Calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, dipidana m dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp: 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 1443.
(3).
Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja mengaku dirinya sebagai orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) had dan paling lama 60 (enam puluh) hari dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
1444.
(4).
Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000,00 ( dua ratus ribu rupiah) dan paling banyak RD. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
1445.
(5).
Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
1446.
(6).
Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 1447.
(7).
Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara mendampingi seorang pemilih selain yang diatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45D, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
1448.
(8).
Setiap orang yang bertugas membantu pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45D ayat (1) dengan sengaja memberitahukan pilihan si pemilih kepada orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Pasal 123E
1449.
(1).
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkan Pasangan Calon tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suaranya berkurang, Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 1450.
(2).
Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
1451.
(3).
Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya hasil pemungutan suara yang sudah disegel, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 2 (dua) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
1452.
(4).
Setiap orang yang dengan sengaja mengubah hasil penghitungan suara dan/atau berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
Pasal 123F 1453.
Jika tindak pidana dilakukan dengan sengaja oleh penyelenggara atau Pasangan Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah , ancaman pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang tersebut dalam pasal yang bersangkutan.
1454.
Pasal 123G
1455.
Pada saat berlakunya undang-undang ini:
1456.
(1).
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang masa jabatannya berakhir sebelum pemilu DPRD 2004 diadakan sampai dengan pelantikan anggota DPRD hasil pemilihan umum tahun 2004, ditangguhkan pemilihannya dan Pemerintah menunjuk seorang pejabat sementara, selanjutnya diadakan pemilihan Kepala Daerah selambat -lambatnya 3 (tiga) bulan setelah pelantikan anggota DPRD.
1457.
(2).
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang telah menjabat selama 30 (tiga puluh) bulan masa jabatannya atau lebih, dinyatakan berakhir masa jabatan dan segera dilakukan pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah berdasarkan Undang-Undang ini paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Kepala Daerah tersebut dinyatakan berakhir masa jabatannya.
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 177 Pada saat berlakunya undang-undang ini, nama, batas, dan ibukota Provinsi, Daerah Khusus, Daerah Istimewa, Daerah Otonomi Khusus, Kabupaten, dan Kota, tetap berlaku kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundangundangan.
Pada saat ini sudah tidak ada lagi kabupaten dan kota administratif (kecuali di Provinsi DKI Jakarta), oleh karena itu ketentuan yang ada dalam UU 22/1999 perlu disesuaikan dengan perkembangan keadaan.
Pasal 178
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
1458.
(1).
Kecamatan, Kelurahan, dan Desa yang ada pada saat diundangkannya undang-undang ini tetap berlaku sebagai Kecamatan, Kelurahan, dan Desa atau yang disebut dengan nama lain, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
1459.
(2).
Desa-desa yang ada di Kota pada saat dimulai berlakunya undang-undang ini secara bertahap disesuaikan menjadi Kelurahan. Pasal 179
1460.
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih sebelum diberlakukannya undang-undang ini tetap menjalankan tugas sampai masa jabatannya berakhir. Pasal 180
1461.
Camat, Lurah, dan Kepala Desa beserta perangkat daerah tetap menjalankan tugas kecuali ditentukan lain berdasarkan undangundang ini. Pasal 181
1462.
Evaluasi terhadap kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah menurut kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) akan diberlakukan bagi seluruh daerah otonom baru termasuk yang dibentuk sebelum undang-undang ini diberlakukan. Pasal 182
1463.
(1).
Selama
belum
ditetapkan
peraturan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
pelaksanaan undang-undang ini, semua peraturan perundangan atau ketentuan yang berkaitan dengan Pemerintahan Daerah sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku. 1464.
1465.
(2).
Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah diundangkannya undangundang ini BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 183
1466.
Pada saat berlakunya undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839) dinyatakan tidak berlaku;
Pemerintah memandang bahwa RUU yang disusun ini sudah mengakomodasi seluruh pengaturan yang dimuat dalam UU 2211999, namun disesuaikan dengan kondisi saat ini dan perkiraan keadaan kedepan dalam kaitan dengan penyelenggaraan otonomi daerah. Oleh karena itu ketentuan penutup harus menyatakan tidak berlakunya UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah untuk diganti dengan UU yang baru,
Pasal 184 1467.
Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut undang-undang ini sudah selesai selambatlambatnya 2 (dua) tahun sejak undang-undang ini ditetapkan. Pasal 184
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
RUU INISIATIF DPR
1468.
1469.
1470.
RUU PEMERINTAH
TANGGAPAN PEMERINTAH
Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut undang-undang ini sudah selesai selambatlambatny a 2 (dua) tahun sejak undang-undang ini ditetapkan. Pasal II
Pasal 185
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta
pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Ttd
pada tanggal PRESIDEN ...... REPUBLIK INDONESIA Ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta Pada tanggal ........ SEKRETARIS NEGARA
Diundangkan di Jakarta Pada tanggal ............ SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA ttd BAMBANG KESOWO
REPUBLIK INDONESIA ttd BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ........ NOMOR .........
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN .......NOMOR ............
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net