CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA.
Disampaikan oleh Mendagri dalam Keterangan Pemerintah tentang RUU Desa, bahwa proses penyusunan rancangan Undang-undang tentang Desa telah berusaha mengakomodasi masukan-masukan yang disampaikan berbagai pihak berdasarkan permasalahan dan kebutuhan yang berkembang di desa, sehingga Undang-Undang tentang Desa tersebut nantinya diharapkan mampu mewadahi dan menyelesaikan berbagai permasalahan kemasyarakatan dan pemerintahan sesuai dengan perkembangan, dan dapat menguatkan identitas lokal yang berbasis pada nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat dengan semangat modernisasi, globalisasi dan demokratisasi yang terus berkembang. Beberapa hal menarik untuk dicermati adalah adalah Pertama : Disampaikan bahwa ada upaya penguatan kemandirian dan demokrasi desa yang akan dibingkai dalam Undang-Undang tentang Desa bukan sekedar kelembagaan semata, melainkan mempunyai dasar filosofis yang dalam untuk mewujudkan bangsa yang mandiri dan bermartabat dengan kondisi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamandemen, khususnya yang berkaitan dengan Pasal 18, ada dua norma dasar yang dapat dijadikan acuan dalam pengaturan desa yaitu norma dasar pemahaman konstitusi terhadap desa dalam konteks pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (7) dan norma dasar pemahaman konstitusi terhadap desa dalam konteks kesatuan masyarakat hukum adat sebagaimana diatur dalam Pasal 18B. Menjadi Penting diperhatikan bahwa Pasal 18 UUD 1945 diamandemen adalah bagian dari Bab VI Pemerintah Daerah, yang artinya ayat (7) yang berbunyi Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang undang dan pasal 18 B yang menyebutkan Negara mengakui dan menghormati satuan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang undang dan Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat serta hak hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang undang. Dari hal tersebut maka kurang tepat bila UU tentang desa disusun atas nama amanat UUD 1945. Amanat Pasal 18 dan 18B UUD 1945 adalah amanat tentang UU Pemerintah Daerah, UU Keistimewaan Daerah dan UU Masyarakat Adat. Kedua : Disampaikan bahwa dalam pandangan psikopolitik, sejak pasca kemerdekaan pengaturan terhadap desa telah berkali-kali mengalami bongkar pasang,
mulai dari Undang-Undang No.22 Tahun 1948 hingga Undang-Undang No.32 Tahun 2004, termasuk Undang-Undang No.5 Tahun 1979 yang bertahan lama dan UndangUndang No. 19 Tahun 1965 tentang Desapraja sebagai bentuk peralihan dalam pembentukan daerah otonom tingkat III yang belum sempat dilaksanakan. Ini menunjukkan sulitnya membangun kesepakatan politik dalam mendudukkan desa sebagai subyek pembangunan yang berbasis pada potensi dan kearifan lokal serta memperkuat komitmen politik terhadap desa agar desa tidak menjadi ajang politisasi. Catatan penting yang terlewatkan Bahwa telah terjadi pelanggaran kontitusi oleh UU 32 tahun 2004 yang jelas jelas tidak mengindahkan Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR-RI/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah, khususnya rekomendasi nomor 7 yang menekankan adanya otonomi bertingkat provinsi, kabupaten/kota serta desa atau dengan nama lain yang sejenis. Isi selengkapnya dari rekomendasi nomor 7 yaitu sebagai berikut : Sejalan dengan semangat desentralisasi, demokrasi, dan kesetaraan hubungan pusat dan daerah diperlukan upaya perintisan awal untuk melakukan revisi yang bersifat mendasar terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Revisi dimaksud dilakukan sebagai upaya penyesuaian terhadap Pasal 18 UUD 1945, termasuk pemberian otonomi bertingkat terhadap provinsi, kabupaten/kota, desa / nagari / marga, dan sebagainya. Oleh karenanya sangatlah layak dan menjadi sebuah keharusan konstitusi, bahwa UU Desa kedepan harus merupakan penjelasan tentang otonomi tingkat III, bukan sekedar menjadikan desa sebagai local-self community, atau pelaksana tugas pelayanan semata. Yang kemudian dalam UU Desa kedepan bukan sekedar mengakui keragaman desa-desa yang ada di seluruh nusantara dengan membuka ruang bagi daerah kabupaten/kota untuk mengatur hal-hal tentang desa-desa di wilayahnya berdasarkan asal usul, adat istiadat dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat. Ketiga: Disampaikan bahwa dalam pertimbangan diharapkan mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang selama ini ada di desa serta mengantisipasi situasi yang bersifat tak terduga serta dalam rangka mewujudkan desa yang lebih sejahtera dan mandiri, maka dalam UU Desa .pengaturan Kedudukan Desa, Penataan Desa, Kewenangan, Penyelenggara Pemerintah Desa, Keuangan Desa, dan pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan disusun sedemikian detail.Dan disamping itu, dengan adanya Undang-Undang tentang Desa diharapkan dapat meningkatkan peran aparat pemerintah desa dalam mendukung otonomi daerah, dan mewujudkan desa sebagai garda terdepan dalam pembangunan bangsa serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Menjadi sebuah Ambivalensi ketika dalam semangat mengakui keragaman desa-desa yang ada di seluruh nusantara dengan membuka ruang bagi daerah kabupaten/kota untuk mengatur hal-hal tentang desa-desa di wilayahnya berdasarkan asal usul, adat istiadat dan nilai-nilai sosial budaya
masyarakat setempat dan sekedar menjadikan desa sebagai local-self community, tetapi mengatur dan menata Desa demikian detail dalam sebuah UU Desa. Akan menjadi bijaksana apabila pengaturan desa tidak sangat detail sehingga benar benar mampu memberikan ruang untuk Kabupaten Kota atau Propinsi sebagai kepanjangan pemerintah Pusat untuk membuat perda tentang Desa yang benar benar mendasar pada asal usul, adat istiadat dan nilai nilai sosial budaya masyarkat setempat / lokal. Dari ketiga hal tersebut diatas yang merupakan catatan kecil atas penyampaian keterangan Pemerintah tentang RUU Desa, semoga menjadi pembahsaan secara mendalam antara DPR-RI dan Pemerintah sehingga tidak terjadi pelupaan sejarah dan pengingkaran konstitusi yang ada.
Jakarta, 24 Mei 2012 PENGURUS PUSAT RELAWAN PEMBEDAYAAN DESA NUSANTARA Sekretaris , Ketua,
Setyo Edi
Suryokoco Suryoputro
CATATAN Pasal Pasal
RANCANGAN UNDANG UNDANG DESA Berikut adalah catatan pasal pasal dalam RUU Desa yang perlu mendapat perhatian dan pertimbangan untuk dilakukan pendalaman lebih lanjut oleh DPR dan Pemerintah dalam Rapat Pembahasan Panitia Khusus Rancangan Undang Undang Desa
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 2 Di daerah kabupaten/kota dibentuk desa yang pengelolaannya berbasis masyarakat. Merujuk pada pembagian daerah dalam UUD 1945 pasal 18 ayat (1) ”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap - tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang –undang”, maka diusulkan untuk pasal 2 tersebut menjadi Daerah kabupaten/kota dibagi atas desa yang pengelolaannya berbasis masyarakat yang mempunyai pemerintahan desa .
BAB II
PENATAAN DESA
Pasal 5 ayat (4) Pembentukan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat : ... dst Merujuk pada perubahan status desa pasal 10 ayat (2) huruf e ”kondisi sosial budaya masyarakat yang beranekaragam dan sekurang-kurangnya 70% (tujuh puluh per seratus) penduduknya mempunyai mata pencaharian non pertanian; ” maka diusulkan untuk ditambah pada Pasal 5 ayat (4) huruf j ”kondisi sosial budaya masyarakat yang sekurang-kurangnya 50% (lima puluh per seratus) penduduknya mempunyai mata pencaharian pertanian; ” Pasal 13 ayat (2) Penyesuaian kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan berdasarkan prakarsa masyarakat dan memenuhi karakteristik persyaratan yang ditentukan. Merujuk pada penjelasan Pasal 13 Ayat (1) ”Penyesuaian kelurahan menjadi desa hanya dilakukan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka mewadahi banyaknya kelurahan yang masih berstruktur pedesaan”, maka dipandang
perlu untuk Pasal 13 ayat (2) diberi penjelasan tentang karakteristik dan struktur pedesaan . BAB V
PEMERINTAH DESA
Pasal 24 ayat (3) Kepala desa mempunyai hak sebagai berikut: huruf (a) ”mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa lainnya kepada camat;” Merujuk pada Pasal 34 ayat (1) ”Perangkat desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) bertugas membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.” dan ayat (2) ”Dalam melaksanakan tugasnya, perangkat desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada kepala desa.”, maka diusulkan Pasal 24 ayat (3) huruf (a) untuk diubah menjadi ”mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa kepada camat;” jadi ada hak kepala desa atas selurh pembantunya tidak terkecuali sekretaris desa. Pasal 35 ayat (1) Sekretaris desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) diisi dari pegawai negeri sipil ...dst serta Pasal Pasal 36 (1) Perangkat desa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) diangkat dan diberhentikan ... dst Merujuk pada Pasal 34 ayat (1) ”Perangkat desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) bertugas membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya”, serta ayat (2) ”Dalam melaksanakan tugasnya, perangkat desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada kepala desa.oleh camat atas usul kepala desa”, maka hal tersebut mengandung arti posisi sekretaris desa dan perangkat desa lainnya adalah sama, yaitu membantu Kepala Desa dan bertanggungjawab kepada Kepala desa. Memperhatikan pada UUD 1945 yaitu Pasal 28 D ayat (2) bahwa Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, dan ayat (3) bahwa Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. UUD Pasal 28 I ayat (2) bahwa Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Mengusulkan agar dihapuskan perlakuan diskriminatif antara sekretaris desa dengan perangkat desa lainnya, karena sebenarnya kedudukan mereka adalah sama, dan suasana yang tidak adil dan perbedaan imbalan yang sangat tidak layak berakibat pada rusaknya tatanan hubungan kerja yang harmonis yang pada akhirnya berakibat pada tidak dapat terwujud efektifitas penyelenggaraan pemerintah desa Pasal 46 ”Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.”
Merujuk pada periodisasi jabatan politik pimpinan wilayah dari presiden sampai bupati dan walikota yang 5 (lima) tahunan, dan melihat pada kondisi psikopolitik masyarakat desa, maka diusulkan untuk perubahan dengan dua alternatif yaitu (1) ”Masa jabatan kepala desa adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan dan dapat dipilih kembali” atau (2) ”Masa jabatan kepala desa adalah 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.”
BAB VI
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
Pasal 50 ayat (6) ”Masa keanggotaan BPD adalah 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal peresmian, dan dapat diangkat kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa keanggotaan”. Merujuk pada periodisasi jabatan politik pimpinan wilayah dari presiden sampai bupati dan walikota yang 5 (lima) tahunan, dan melihat pada kondisi psikopolitik masyarakat desa, maka diusulkan untuk perubahan ”Masa keanggotaan BPD adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal peresmian, dan dapat diangkat kembali”
BAB 1X
BADAN USAHA MILIK DESA
Pasal 63 ayat (3) ”Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan desa dan disesuaikan dengan kapasitas dan kebutuhan masyarakat desa.” Merujuk pada Pasal 57 ayat (1) huruf (a) ”Pendapatan desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 bersumber dari : pendapatan asli desa terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;” dimana salah satunya disebut hasil usaha desa yang bisa dimaknai dari Badan Usaha Milik, maka diusulkan untuk dibuka peluang untuk Badan Usaha Milik Desa berbentuk Badan Hukum Usaha menurut peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini menjadi sangat penting untuk adanya pengembangan usaha desa yang dikelola secara profesional melihat pada potensi yang dimiliki desa. Hal lain adalah adanya kejelasan pembinaan usaha yang menjadi lebih terbuka dilakukan oleh departemen atau disnas teknis pemerintah pusat dan daerah.
BAB XIII
PERATURAN DESA
Pasal 80 sampai 83.... Merujuk pada . Peraturan desa yang pernah diakui pada Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
namun kemudian dihilangkan pengakuan keberadaannya dalam UU nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka diusulkan untuk ditinjau kembali keberadaan BAB XIII Tentang peraturan Desa, karena apabila terdapat permasalahan atas perselisihan dan desa menggunakan dasar peraturan desa, maka dalam penyelesaian hukum keberadaan peraturan desa tidak akan memiliki landasan hukum / .payung hukum yang berarti. Dan juga tidak ada kekuatan yang memaksa secara hukum harus dipatuhi atau ditegakan . Demikian catatan ini disampaikan untuk menjadikan perhatian dan maklum adanya. Semoga catatan ini mampu menjadi sumbang saran dari Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara.
Jakarta, 24 Mei 2012 PENGURUS PUSAT RELAWAN PEMBEDAYAAN DESA NUSANTARA Sekretaris , Ketua,
Setyo Edi
Suryokoco Suryoputro