2014
BEBERAPA CATATAN TENTANG NASKAH AKADEMIK RUU HAK ATAS TANAH DAN RUU PENGADILAN AGRARIA
MARHAENDRA WIJA ATMAJA
FGD “PENYUSUNAN RUU DARI DPD RI TENTANG HAK ATAS TANAH DAN PENGADILAN AGRARIA” DISELENGGARAKAN OLEH DEWAN PERWAKILAN DAERAH RI DAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 11 DESEMBER 2014 04-Dec-14
FOKUS BAHASAN
Pendahuluan________ []
Anotasi Naskah Akademik RUU DPD-RI Tentang Hak Atas Tanah ______
[]
Anotasi Naskah Akademik RUU DPD-RI Tentang Pengadilan Agraria ______
Penutup
______ []
_____[]
1. PENDAHULUAN Dua Naskah Akademik saya terima dari Panitia, yakni (1) Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Hak atas Tanah dan (2) Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pengadilan Agraria. Keduanya tidak memuat lampiran RUU-nya. Mengingat keterbatasan ruang dan waktu, beberapa catatan berikut diberikan terhadap Bab Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Ruang Lingkup Materi Muatan, Khususnya catatan diberkan terhadap Ruang Lingkup Materi Muatan, yang dalam praktik perancangan peraturan perundang-undangan lazimnya ditransformasikan ke dalam RUU. Beberapa catatan diberikan dari sudut pandang konstitusionalitasnya (kesesuaiannya dengan UUD 1945) dan perancangan peraturan perundang-undangan. 2. ANOTASI NASKAH AKADEMIK RUU DPD-RI TENTANG HAK ATAS TANAH NO. KATEGORI/SUBSTANSI 1 Hak Menguasai dari Negara, yang dinyatakan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bukan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, melainkan merupakan pelimpahan Hak Bangsa yang termasuk bidang publik. Penugasan kepada Negara untuk menguasai tanah itu baru diberikan kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu pada hari dibentuknya Negara Republik Indonesia (hlm. 62).
ANOTASI 1. Konstruksi baru tentang, sikap DPR sebelumnya yang dituangkan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA: “Atas dasar ketentuan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan halhal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat” 2. Konstruksi baru itu ahistoris, mengingat yang sebelumnya yang ada ialah hak ulayat dan domienverklaring. 3. RUU yang dirancang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 50 UUPA, maka seyogyanya tidak mengadakan perubahan landasan pemikiran atau ketentuan dalam UUPA, kecuali memang bermaksud membentuk UU dan mencabut UUPA, atau membentuk UU perubahan atas UUPA.
hlm. 1|Marhaendra Wija Atmaja|2014
2
Asas Desentralisasi. Asas ini berarti penegasan kewenangan daerah dalam urusan hak atas tanah. Dengan adanya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyerahan kewenangan pemerintahan dalam otonomi kepada kabupaten dan kota meliputi pertanahan. Kebijakan pemberian otonomi di bidang pertanahan tersebut merupakan suatu perubahan kebijakan yang hakiki. Dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (4) UUPA menyatakan bahwa “Ketentuan dalam ayat 4 adalah bersangkutan dengan asas otonomi dan medebewind. Soal agraria menurut sifatnya dan pada asasnya merupakan tugas Pemerintah Pusat (Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar). Dengan demikian maka pelimpahan wewenang untuk melaksanakan hak penguasaan dari Negara atas tanah merupakan medebewind” (hlm. 68)
1. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyerahkan kewenangan pertanahan tidak hanya kepada kabupaten dan kota saja, tapi juga kepada provinsi. Ini diatur dalam Pasal 13 ayat (1) huruf k (untuk provinsi): “pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupate/kota”, dan Pasal 14 ayat (1) huruf k (untuk kabupate/kota): “pelayanan pertanahan”. 2. Tidak tepat “Soal agraria menurut sifatnya dan pada asasnya merupakan tugas Pemerintah Pusat (Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar).” Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menentukan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat.” Kata “negara” dalam pasal ini bukan berarti pemerintah pusat. Merujuk PUMK No. 007/PUU-III/2005 prihal Pengujian UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN, bahwa terminologi Negara dalam Pasal 34 ayat (2) UUD 1945, dalam hubungannya dengan paham Negara Kesejahteraan, lebih menunjuk pada pelaksanaan fungsi pelayanan sosial negara bagi rakyat atau warga negaranya, yang merupakan bagian dari fungsi-fungsi pemegang kekuasaan pemerintahan negara menurut UUD 1945. Kekuasaan pemerintahan negara ini dilaksanakan oleh {Pemerintah (Pusat) dan Pemerintahan Daerah. Jadi, terminologi Negara dalam UUD 1945 mencakup Pemerintah (Pusat) dan Pemerintahan Daerah. Hal ini merupakan konsekuensi logis pula dari ketentuan Pasal 18 UUD 1945. Dengan demikian, soal agraria pada asasnya merupakan tugas Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. 3. Pelimpahan wewenang untuk melaksanakan hak penguasaan dari Negara atas tanah merupakan medebewind”, tidak begitu tepat, mengingat etentuan dalam Pasal 2 ayat (4) ditentukan dengan asas otonomi dan medebewind, atau otonomi dan tugas
hlm. 2|Marhaendra Wija Atmaja|2014
pembantuan, merujuk Pasal 18 ayat (2) UUD 1945. Sebaiknya merujuk pada UU 23/2014, Bab IV Urusan Pemerintahan, dan Lampiran “Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota”, anka I, huruf J. Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pertanahan.
3
Sebagaimana diusulkan oleh Hutagalung (2005:75), kewenangan pemerintahan daerah dalam urusan terkait dengan hak atas tanah meliputi: .... (hlm. 68).
4
Jenis-jenis hak atas tanah untuk perorangan dan badan hukum terdiri atas: hak milik; hak guna usaha; hak guna bangunan; hak pakai; hak sewa untuk bangunan; (hlm. 76 dan 77). Tanah ulayat kesatuan masyarakat hukum adat dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi dan, apabila memungkinkan, menggambarkan batasbatasnya serta mencatatnya dalam daftar tanah (hlm. 77).
Semestinya jelas posisi perorangan asing dan badan hukum asing berkenaan dengan hak milik.
Ketentuan Pidana. Ketentuan pidana yang diatur dalam undangundang ini adalah pelanggaran. Secara khusus perlu diatur pula ketentuan pidana terhadap pejabat berwenang yang dengan sengaja menerbitkan sertifikat hak atas tanah yang tidak sesuai dengan prosedur (hlm. 78). Ketentuan lain-lain. Pemberian hak guna
Sebaiknya diperjelas ancaman pidananya dan rancangan norma primer yang dilanggarnya.
5
6
7
Dilanjutkan dengan ketentuan, memberikan Sertifikat Pengakuan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. Penormaan ini diturunkan dari Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.
Semestinya diatur dalam (r)uu ini, mengingat materi bersangkutan menyangkut wilayah
hlm. 3|Marhaendra Wija Atmaja|2014
8
usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atas sebidang tanah yang seluruhnya merupakan pulau atau yang berbatasan dengan pantai diatur tersendiri dengan peraturan pemerintah (hlm. 78).
negara.
Ketentuan Peralihan. Selama ketentuan mengenai pelaksanaan Rancangan UndangUndang tentang Hak Atas Tanah belum diterbitkan, maka peraturan perundang-undangan mengenai hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa untuk bangunan, dan hak pengelolaan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undangundang ini (hlm. 78).
Pejabat atau lembaga manakah yang berwenang menentukan atau menilai ketentuan bersangkutan “tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini”?
Selama ketentuan mengenai pelaksanaan undang-undang ini belum diterbitkan, maka peraturan perundangundangan mengenai hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, Hak Pakai Pemerintah, dan hak pengelolaan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undangundang ini.
3. ANOTASI NASKAH AKADEMIK RUU DPD-RI TENTANG PENGADILAN AGRARIA
hlm. 4|Marhaendra Wija Atmaja|2014
NO. KATEGORI/SUBSTANSI 1 Sengketa Sumber Daya Agraria adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antarsubyek hukum ... (hlm. 77). 2 Lingkup Kewenangan. Pengadilan Agraria bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan memutus di tingkat pertama, tingkat anding dan tingkat kasasi mengenai sengketa hak yang menyangkut penguasaan, kepemilikan, dan pemanfaatan sumber daya agraria; di tingkat pertama dan kasasi mengenai sengketa kepentingan yang terkait dengan penguasaan, kepemilikan, dan pemanfaatan sumber daya agraria (hlm. 80). 3
Pengadilan Agraria Tingkat Pertama dibentuk dengan Keputusan Presiden. Pengadilan Agraria Tingkat Banding dibentuk dengan Undang-Undang (hlm. 80).
ANOTASI Tidak jelas yang dimaksud dengan “antarsubyek hukum”.
Tidak sesuai dengan pengertian Pengadilan Agraria pada hlm. 77. Pengadilan Agraria adalah pengadilan khusus yang dibentuk di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di lingkungan peradilan umum yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara/sengketa sumber daya agraria.
Pasal 24A ayat (5) UUD 1945 menentukan: Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. Pasal Pasal 25 UUD 1945 menentukan: Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang. Soal pembentukan pengadilan tidak termasuk dalam kedua ketentuan tersebut, oleh karena itu dalam pengaturan ini (RUU Pengadilan Agraria) lebih tepat, penormaan pembentukan pengadilan ditentukan “Pengadilan Agraria Tingkat Pertama dan Pengadilan Agraria Tingkat Banding dibentuk dengan Keputusan Presiden”.
4
Berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain dan berpengalaman di bidang
hlm. 5|Marhaendra Wija Atmaja|2014
Untuk syarat pendidikan hakim ad hoc ini sebaiknya diberikan kekhususan, yakni berpendidikan sarjana hukum dan
hukum agraria paling sedikit 5 (lima) tahun untuk hakim ad hoc pada Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding, ....
4. PENUTUP
magister, atau sarjana lain dan magister hukum.
Beberapa catatan yang disampaikan tersebut di atas menunjukkan perlunya pencermatan kembali, terutama menyangkut landasan pemikiran yang tidak koheren dengan UUD 1945.
hlm. 6|Marhaendra Wija Atmaja|2014