CATATAN ATAS RUU KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (VERSI DPR)
PENGANTAR Saat ini terdapat 2 (dua) versi RUU Perubahan UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE) yang telah disusun. Versi pertama adalah RUU yang disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Tim SK.495/Menlhk-Setjen/2015, yang berjudul RUU tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati. Sedangkan versi kedua adalah RUU yang disusun oleh Komisi IV DPR RI, yang berjudul RUU tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya. Selain RUU, baik KLHK maupun DPR juga telah menyusun Naskah Akademik. RUU dan NA yang disusun oleh KLHK dan DPR memiliki beberapa perbedaan yang cukup siginifikan. Perbedaan tersebut akan disampaikan secara deskriptif berikut ini.
PERBEDAAN MATERI RUU VERSI KLHK DAN DPR Setidaknya ada 2 (dua) poin utama yang menjadi perbedaan antara kedua versi RUU ini, yaitu mengenai ruang lingkup dan substansi RUU, yang akan dijelaskan berikut ini. 1. Perbedaan Ruang Lingkup Berikut adalah perbandingan ruang lingkup yang terdapat dalam draf RUU versi DPR dan draf RUU versi KLHK: Tabel 1 Perbedaan Ruang Lingkup RUU versi DPR
RUU versi KLHK
1
Perencanaan
Pelindungan Penyangga Kehidupan
Pelindungan
Pelestarian Keanekaragaman
Pemanfaatan
Hayati
Pemulihan Kewenangan Pemerintah Pusat dan
Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati
Pemerintah Daerah Masyarakat Hukum Adat
Pengamanan
Data dan Informasi
Penegakan Hukum
Pendanaan Peran Serta Masyarakat Kerjasama Internasional Pengawasan Penyelesaian Sengketa Penyidikan
RUU versi KLHK lebih menyederhanakan struktur RUU dalam ruang lingkup, berbeda dengan RUU versi DPR yang menguraikan seluruh tahapan (business process) dari RUU. Pada dasarnya seluruh uraian ruang lingkup yang ada dalam RUU versi DPR juga telah dimuat dalam RUU versi KLHK, sebagaimana yang akan disampaikan berikut ini. a) Perencanaan Ketentuan mengenai perencanaan dalam RUU versi DPR menjadi acuan bagi penyelenggaraan konservasi keanekaragaman hayati (pelindungan, pemanfaatan, pemulihan,
dst),
yaitu
dalam
bentuk
instrumen
perencanaan
konservasi
keanekaragaman hayati dan ekosistem. Hal ini berbeda dengan RUU versi KLHK yang tidak mengamanatkan instrumen perencanaan khusus, sehingga ketentuan mengenai perencanaan tidak diatur dalam “Bab” tersendiri. Dalam RUU versi KLHK, ketentuan mengenai perencanaan diatur dalam beberapa ketentuan seperti perencanaan pemulihan, rencana pengelolaan spesies yang dikendalikan yang diperdagangkan, rencana pemanfaatan kawasan, dst. b) Pelindungan
2
Ketentuan mengenai pelindungan pada RUU versi DPR juga telah diatur pada RUU versi KLHK dengan menggunakan terminologi “pelestarian”. Ketentuan mengenai pelestarian dalam RUU versi KLHK juga mencakup ketentuan mengenai pemulihan. Dalam RUU versi KLHK, terminologi “pelindungan” digunakan untuk ketentuan mengenai “pelindungan penyangga kehidupan”. c) Pemanfaatan Baik dalam RUU versi KLHK maupun versi DPR, telah memuat ketentuan mengenai pemanfaatan. d) Pemulihan Dalam RUU versi DPR, ketentuan mengenai pemulihan diatur dalam satu Bab tersendiri, sedangkan dalam RUU versi KLHK pemulihan digabung dalam Bab mengenai “Pelestarian Keanekaragaman Hayati”. Catatan:
Jika
ketentuan
mengenai
pemulihan
adalah
penting,
dapat
dipertimbangkan untuk dikembalikan agar berdiri dalam “Bab” sendiri. e) Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah RUU versi DPR menempatkan pembagian kewenangan antar instansi vertikal dalam satu “Bab” tersendiri, dimana dalam RUU versi KLHK pembagian kewenangan ini tidak diatur secara khusus. Catatan: Dikarenakan RUU ini akan menjadi UU yang lebih khusus dari UU lain yang mengatur mengenai keanekaragaman hayati, maka ketentuan mengenai pembagian kewenangan juga perlu diatur lebih khusus dari ketentuan pembagian kewenangan yang ada dalam UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. f)
Masyarakat Hukum Adat RUU versi DPR mengatur secara khusus mengenai “masyarakat hukum adat”. Dalam RUU versi KLHK ketentuan mengenai “masyarakat hukum adat” diatur secara terpisah dalam beberapa Bab seperti dalam hal pemanfaatan keanekaragaman
3
hayati untuk kepentingan adat istiadat, pelindungan pengetahuan tradisional, pemberdayaan masyarakat hukum adat, dll. g) Data dan Informasi Pengaturan mengenai data dan informasi dalam RUU versi DPR diatur secara komprehensif untuk kebutuhan seluruh tahapan proses (business process) RUU, mulai dari perencanaan sampai dengan pengawasan. Sedangkan RUU versi KLHK tidak secara khusus mengatur mengenai data dan informasi. Pengaturan akan data dan informasi dimuat dalam ketentuan mengenai inventarisasi keanekaragaman hayati, pelestarian keaneakaragaman hayati dan peran para pihak. Catatan: Diperlukan penelaahan lebih lanjut, apakah ketentuan mengenai sistem data dan informasi dalam RUU versi DPR sudah sesuai dengan sistem data dan informasi yang eksis di KLHK? Apakah sistem yang saat ini eksis membutuhkan pengembangan? Jika iya, maka pengaturan mengenai pengembangan yang dimuat dalam RUU. h) Pendanaan Baik dalam RUU versi KLHK maupun versi DPR, telah memuat ketentuan mengenai pendanaan. Catatan: Diperlukan adanya revisi pada ketentuan ruang lingkup dalam RUU versi KLHK dengan memasukan “pendanaan konservasi” sebagai salah satu tahapan. i)
Peran serta masyarakat Baik dalam RUU versi KLHK maupun versi DPR, telah memuat ketentuan mengenai peran serta masyarakat. Dalam RUU versi KLHK, ketentuan mengenai peran serta masyarakat lebih luas kepada peran para pihak dan juga mengatur aspek pemberdayaan masyarakat. Catatan: Diperlukan adanya revisi pada ketentuan ruang lingkup dalam RUU versi KLHK dengan memasukan “pemberdayaan masyarakat dan peran para pihak” sebagai salah satu tahapan.
4
j)
Kerja Sama Internasional Baik dalam RUU versi KLHK maupun versi DPR, telah memuat ketentuan mengenai kerjasama internasional. Catatan: Diperlukan adanya revisi pada ketentuan mengenai ruang lingkup dalam RUU versi KLHK dengan memasukan “kerjasama internasional” sebagai salah satu tahapan.
k) Pengawasan Baik dalam RUU versi KLHK maupun versi DPR, telah memuat ketentuan mengenai kerjasama internasional. Namun ada perbedaan substansi ketentuan mengenai pengawasan pada kedua versi RUU ini yang akan dijelaskan pada bagian ketiga. l)
Penyelesaian Sengketa Baik dalam RUU versi KLHK maupun versi DPR, telah memuat ketentuan mengenai penyelesaian sengketa.
m) Penyidikan Baik dalam RUU versi KLHK maupun versi DPR, telah memuat ketentuan mengenai penyidikan, hanya saja dalam RUU versi KLHK, dalam bagian judul ditambahkan “…., alat bukti dan barang rampasan”, sehingga judul Bab menjadi “penyidikan, alat bukti dan barang rampasan”. 2. Perbedaan substansi a) Tentang Ketentuan Umum-Definisi Terdapat beberapa perbedaan yang cukup berpengaruh terhadap keseluruhan materi RUU, seperti: Tabel 2 Perbedaan Definisi Istilah
RUU versi KLHK
RUU versi DPR
5
Menteri
Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang konservasi keanekaragaman hayati.
Menteri tidak didefinisikan dalam BAB Ketentuan Umum karena terdapat 3 pembagian penyelenggaraan konservasi yaitu: darat, perairan, dan kebijakan. (Lihat Pasal 7) Ket: Pembagian kewenangan sebagaimana dalam RUU versi DPR ini penting untuk dipertimbangkan karena memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan konservasi kehati.
Tumbuhan
Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan atau dipelihara yang masih mempunyai kemurnian jenisnya.
Tumbuhan adalah makhluk hidup yang berinti sel, mengandung klorofil, dan mampu melakukan fotosintesis untuk memenuhi kebutuhan dasarnya akan zat pakan.
Ket: tidak seluruh tumbuhan memiliki klorofil. Selain itu dalam RUU versi DPR, tumbuhan tidak lagi dikhususkan sebagai tumbuhan liar. Perlu untuk dipertimbangkan apakah pengaturan konservasi keanekaragaman hayati mengalami perubahan dari liar menjadi liar dan tidak liar? Satwa
Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan/atau di air dan/atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar baik hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.
Satwa adalah semua binatang yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di daratan, perairan, dan/atau udara, baik di dalam kawasan konservasi atau di luar kawasan konservasi.
Ket: Perlu untuk dipertimbangkan apakah pengaturan satwa pada draf RUU ini lebih luas, yaitu meliputi liar dan tidak liar?
Lihat Pasal 30: Dalam Pasal ini dapat ditafsirkan bahwa pelindungan spesies meliputi spesies liar dan tidan liar. Spesimen
Spesimen Tumbuhan atau Satwa adalah fisik tumbuhan atau satwa baik hidup maupun mati termasuk bagian-bagiannya atau turunannya yang masih dapat dikenali secara
Spesimen adalah fisik tumbuhan atau Satwa, baik yang hidup maupun mati, termasuk bagian atau turunan dari padanya yang masih dapat dikenali secara visual maupun dengan teknologi yang ada, termasuk Spesimen yang dinyatakan
6
visual maupun dengan teknologi.
di dalam label dari produk Spesies kategori I tanpa harus dibuktikan keberadaannya.
Catatan: Perlu ditelaah kembali definisi dari ketentuan umum yang ada dalam RUU versi DPR. Selain itu, pasca pelaksanaan konsultasi publik draf RUU versi KLHK juga terdapat beberapa perubahan definisi yang perlu untuk ditinjau kembali. b) Tentang materi perencanaan (Pasal 8 - 12) Instrumen perencanaan dalam RUU versi DPR merupakan instrumen baru yang memiliki implikasi yang sangat besar. Pertama, karena instrumen ini belum tersinergi dengan instrumen lain yang sudah eksis seperti KLHS dan RTRW (instrumen pencegahan) ataupun dengan instrumen perencanaan yang dimandatkan oleh UU lainnya seperti RPPLH (UU No. 32 Tahun 2009). Kedua, dengan adanya pengaturan tentang instrumen perencanaan, maka baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki kewajiban untuk menyusun instrumen ini secara top down. Secara teknis, seluruh perencanaan untuk penyelenggaraan keanekaragaman hayati harus disesuaikan dengan Pasal 11 RUU versi DPR. Sedangkan implikasi hukumnya, jika instrumen ini tidak disusun, maka pemerintah dapat digugat dengan dalil melakukan perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad) melalui mekanisme citizen lawsuit. c) Tentang penetapan status pelindungan spesies Penetapan status pelindungan spesies dilakukan melalui penetapan kategori pelindungan. RUU versi DPR menggunakan terminologi kategori I (dilindungi secara ketat), kategori II (pemanfaatannya dikendalikan), dan kategori III (pemanfaatanya dipantau). Sedangkan RUU versi KLHK menggunakan terminologi kategori dilindungi, dikendalikan dan dipantau. Adapun perbedaan kriteria dari ketiga kategori tersebut disampaikan pada tabel di bawah ini:
7
Tabel 3 Penetapan Status Pelindungan Spesies RUU versi DPR
RUU versi KLHK
Kriteria penetapan spesies kategori I (Pasal
Kriteria penetapan spesies dilindungi (Pasal
32 ayat 2)
12)
(1) merupakan spesies yang populasi di
(1) populasi di alamnya berada dalam
alamnya
berada
kepunahan
atau
dalam kritis
dari
bahaya
bahaya kepunahan atau kritis terhadap
bahaya
bahaya kepunahan;
kepunahan;
(2) populasi di habitat alamnya kecil atau
(2) secara alami mempunyai populasi yang kecil;
(3) merupakan
(3) penyebaran yang terbatas (endemik); dan/atau
spesies
endemik
yang
penyebarannya terbatas; (4) spesies yang termasuk dalam Appendix I
(4) spesies yang menurut konvensi tentang pengendalian perdagangan flora dan fauna
langka;
internasional
Convention on International Trade in Endangered Species (CITES); dan/atau
pelindungan
dan/atau perdagangannya diatur secara
(5) spesies
yang
secara biologis lebih
memenuhi kriteria spesies dikendalikan
ketat.
namun secara visual mirip dan sulit dibedakan dengan spesies dilindungi. Ket:
Poin
(4)
tidak
secara
eksplisit
disebutkan sebagai Appendix I CITES dalam versi DPR. Kriteria pada poin (5) juga tidak ada dalam Draft RUU versi DPR. Kriteria penetapan spesies kategori II (Pasal
Kriteria penetapan spesies dikendalikan
33 ayat 2)
(Pasal 14)
(1) merupakan spesies yang saat ini belum
(1) merupakan spesies yang saat ini belum
berada dalam bahaya kepunahan, namun
berada
akan
namun akan dapat berada dalam bahaya
dapat
kepunahan
berada apabila
dalam
bahaya
pemanfaatannya
dalam
kepunahan
bahaya
apabila
kepunahan,
pemanfaatannya
8
tidak dikendalikan; (2) spesies
yang
tidak dikendalikan;
secara
biologis
lebih
(2) jumlah
populasinya
masih
banyak
memenuhi kriteria spesies kategori III,
namun secara visual mirip atau sulit
namun yang secara visual mirip dan sulit
dibedakan
dibedakan dengan spesies sebagaimana
dikendalikan;
dimaksud pada huruf a; dan/atau
pengendalian perdagangan flora dan dan/atau
internasional
pelindungan
perdagangannya
kategori
spesies
(3) spesies yang termasuk dalam Appendix II
(3) spesies yang menurut konvensi tentang fauna
dengan
CITES; dan/atau (4) jumlah
sedikit
atau
terbatas.
termasuk
yang dilindungi.
populasinya
Ket: Kriteria pada poin (4) tidak ada dalam Draft RUU versi DPR
Kriteria penetapan spesies kategori III
Kriteria penetapan spesies dikendalikan
(Pasal 34 ayat 2)
(Pasal 15)
(1) merupakan Spesies yang populasinya
spesies yang populasi di habitat alamnya
saat ini melimpah namun pemantauan
dalam keadaan melimpah namun mendapat
pemanfaatannya
tekanan dari aktivitas pemanfaatan
rangka
dilakukan
mengetahui
dalam kapasitas
populasinya dalam menerima tekanan pemanfaatan; dan (2) spesies yang menurut konvensi tentang pengendalian perdagangan flora dan fauna dan/atau
internasional
pelindungan
perdagangannya
termasuk
yang dilindungi. Ket: Kriteria pada poin (2) tidak ada dalam Draft RUU versi KLHK
d) Tentang kewajiban pemegang hak atas tanah
9
Untuk mengurangi dampak atau ancaman bagi populasi spesies di luar kawasan konservasi, RUU versi DPR dan versi KLHK mengatur kewajiban bagi pemegang hak atas tanah. Namun kewajiban yang dimaksud memiliki perbedaan dalam kedua RUU tersebut.
Tabel 4 Kewajiban Pemegang Hak atas Tanah Untuk Mengurangi Dampak/Ancaman Bagi Populasi Spesies RUU versi DPR
RUU versi KLHK
Pasal 47
Pasal 43
Untuk mengurangi dampak atau ancaman
(2) Untuk
mengurangi
dampak
atau
bagi populasi Satwa liar kategori I yang
ancaman bagi populasi satwa dilindungi
terisolasi di luar Kawasan Konservasi dan
yang
berada di tanah hak, pemegang hak atas
konservasi dan berada di tanah hak,
tanah wajib:
pemegang hak atas tanah wajib:
a.
a.
menjaga habitat sesuai dengan kondisi
terisolasi
di
luar
kawasan
menjaga habitat; dan
alamiahnya; dan b. menyelamatkan populasi atau subb. melaporkan
kepada
pihak
yang
populasi
berwenang.
spesies
satwa
yang
terisolasi atau populasinya tidak dapat berkembang dalam jangka
Ket: Poin b tidak diatur dalam RUU versi
panjang.
KLHK Ket: Poin b tidak diatur dalam RUU versi DPR
e) Tentang Kawasan Konservasi Terdapat perbedaan yang cukup siginifikan mengenai kategori kawasan konservasi dalam RUU versi DPR dan versi KLHK, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.
10
Tabel 5 Perbedaan Kawasan Konservasi RUU versi DPR
RUU versi KLHK
Pasal 62
Pasal 25
(2) Sesuai dengan tujuan pengelolaannya sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1),
kategori
Kawasan
(1) Penetapan
kawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Konservasi terdiri atas:
24
a. Kawasan Suaka Alam;
pengukuhan:
b. Kawasan Pelestarian Alam;
a.
Cagar Alam
c.
Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau
b.
Taman Nasional
Kecil; dan
c.
Taman Wisata Alam
d. Wilayah
Perlindungan
Sistem
Penyangga
Kehidupan.
konservasi
huruf
a
dilakukan
d. Suaka Margasatwa e.
Taman Buru dan/atau
f.
Taman Hutan Raya
Pasal 63 (1) Kawasan Suaka Alam sebagaimana dimaksud pada Pasal 62 ayat (2) huruf a meliputi: a.
cagar alam;
b.
suaka margasatwa;
c.
suaka alam perairan;
d. suaka perikanan; dan e. cagar Biosfer. (2) Kawasan Pelestarian Alam sebagaimana dimaksud pada Pasal 62 ayat (2) huruf b meliputi: a.
taman nasional;
b.
taman wisata alam;
c.
taman hutan raya;
d. taman buru; e. taman nasional perairan; dan f.
taman wisata perairan.
(3) Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud pada Pasal 62 ayat (2) huruf c meliputi: a. suaka pesisir/suaka pulau kecil; dan b.
taman pesisir/taman pulau kecil.
11
melalui
Catatan: RUU versi KLHK tidak mengatur mengenai kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian alam (KPA) lagi, melainkan langsung membagi kawasan konservasi ke dalam 6 (enam) kategori (cagar alam sampai dengan Tahura). Namun dalam RUU versi DPR, selain tetap mengatur mengenai KSA dan KPA, juga menambahkan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta Wilayah Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan. Selain itu, baik dalam pengaturan mengenai KSA maupun KPA ditambahkan juga dengan beberapa kawasan seperti suaka alam perairan, suaka alam perikanan, taman nasional perairan, dst. Hal ini penting untuk dibahas dan diputuskan karena perbedaan dalam kedua versi RUU yang cukup besar. Selain itu, RUU versi DPR juga memberikan pengaturan baru dengan membagi kawasan konservasi menjadi kawasan Konservasi Nasional, Kawasan Konservasi Provinsi dan Kawasan Konservasi Kabupaten/Kota (lihat Pasal 68 ayat 2 RUU versi DPR). f)
Tentang Kawasan Ekosistem Esensial/Eksosistem Penting di luar KK Sama halnya dengan kawasan konservasi, pengaturan mengenai ekosistem esensial/ekosistem penting di luar kawasan konservasi juga memiliki perbedaan, yaitu: Tabel 6 Perbedaan Kawasan Ekosistem Esensial/Eksositem Penting di luar KK
Ekosistem
RUU versi DPR
RUU versi KLHK
Pasal 74
Pasal 27
penting
di
luar
Kawasan
Penetapan
kawasan
ekosistem
esensial
Konservasi sebagaimana dimaksud dalam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf
Pasal 70, berupa:
b dilakukan melalui penunjukan, meliputi
a.
daerah penyangga Kawasan Konservasi;
b.
koridor
ekologis
atau
Ekosistem
penetapan: a.
daerah penyangga kawasan konservasi;
12
penghubung; c.
b.
c.
atau
ekosistem
areal dengan nilai konservasi tinggi (NKT);
d. Areal Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM).
ekologis
penghubung;
areal dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT); dan/atau
koridor
d. areal
konservasi
kelola
masyarakat
(AKKM); e. taman keanekaragaman hayati; f.
kawasan ekosistem lainnya.
Ket: Poin e dan f tidak diatur dalam RUU versi DPR
g) Tentang Perizinan atas Akses terhadap SDG Dua hal yang menjadi perbedaan utama dalam perizinan atas akses SDG adalah mengenai alur perizinan (termasuk jenis izin) dan pihak yang mendapatkan izin. Untuk alur perizinan, dalam RUU versi KLHK melibatkan Dewan Sumber Daya Genetik yang antara lain memiliki tugas mengkoordinir K/L yang bertindak sebagai national competence authority dan focal point. Sedangkan dalam RUU versi DPR izin (akses dan angkut) merupakan kewenangan Menteri Kehutanan atau Menteri Kelautan dan Perikanan. Selain itu, jenis izin yang diatur juga berbeda, karena RUU versi DPR mengatur mengenai izin angkut materi genetik. Adapun pihak yang berhak mendapatkan izin dalam RUU versi DPR hanya lembaga/organisasi saja (lihat Pasal 89 ayat 3). Berbeda dengan RUU versi KLHK yang memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan izin. h) Tentang Pemanfaatan Spesies-Peragaan Keliling F1 Spesies Dilindungi Dalam RUU versi KLHK, tidak dapat dilakukan terhadap F1 Spesies Dilindungi (Lihat Pasal 114 ayat (5) versi DPR yang memperbolehkan F1 Spesies Dilindungi untuk dilakukan peragaan keliling).
Selain itu draf RUU versi DPR juga tidak
13
membatasi bahwa pemanfaatan Spesies Dilindungi hanya dapat dilakukan terhadap F2 Spesies Dilindungi dalam kondisi terkontrol. Catatan: Perlu untuk membatasi pemanfaatan Spesies Dilindungi hanya terhadap F2 Spesies Dilindungi dalam kondisi terkontrol. Batasan pengaturan ini sebelumnya juga terdapat dalam PP 8/1999. i)
Tentang Pemanfaatan Ekosistem Pemanfaatan Ekosistem dalam Draf RUU versi DPR memasukkan pemanfaatan untuk kepentingan strategis ke dalam kategori kepentingan khusus. Sebagai berikut: Tabel 7 Perbedaan Pemanfaatan Ekosistem RUU versi KLHK
RUU versi DPR
Pemanfaatan ekosistem pada kawasan Pemanfaatan Ekosistem sebagaimana konservasi sebagaimana dimaksud dalam dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) huruf c Pasal 87 ayat (1) huruf c berupa : berupa: a. b. c.
pemanfaatan untuk kepentingan a. penelitian dan/atau pendidikan; b. pemanfaatan jasa ekosistem;
pemanfaatan jasa Ekosistem;
pemanfaatan kawasan kepentingan strategis;
pemanfaatan kawasan untuk kepentingan khusus.
untuk c.
pemanfaatan untuk kepentingan penelitian dan atau pendidikan; dan
d. pemanfaatan ekosistem restorasi e.
pemanfaatan tradisional.
Ket: Tidak ada pemanfaatan ekosistem dan pemanfaatan tradisional dalam RUU versi DPR. Sebaiknya poin (d) dan poin (e) tidak menjadi bagian tersendiri. Pemanfaatan
jasa
ekosistem
adalah
pemanfaatan
jasa
lingkungan
dalam
kawasan konservasi antara lain berupa
Pemanfaatan jasa Ekosistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 huruf a, meliputi: a.
wisata alam;
14
wisata
alam,
penyimpanan
dan/atau
b.
penyerapan dan/atau penyimpanan karbon; dan/atau
c.
jasa massa air dan tenaga air.
penyerapan karbon, air, energi air, energi angin, energi panas matahari, dan panas bumi Kepentingan pembangunan yang bersifat strategis antara lain berupa:
a. jalan umum untuk membuka isolasi wilayah;
b. menara komunikasi; c. jaringan listrik atau air; d. pembangun sarana pertahanan Negara, sarana pendidikan umum sampai dengan tingkat sekolah dasar; atau
e. sarana
pengamatan pengendalian bencana alam.
dan/atau
Pemanfaatan kawasan untuk kepentingan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 huruf c, meliputi : a.
pemanfaatan massa air untuk air minum;
b.
pemanfaatan panas bumi;
c.
pemanfaatan untuk kepentingan pembangunan strategis;
d. pemanfaatan untuk kepentingan budaya dan religi; dan/atau e. pemanfaatan untuk penangkaran Tumbuhan dan Satwa liar.
Ket: Tidak terdapat jenis pemanfaatan poin (e) dalamRUU versi KLHK.
j)
Tentang Kerja Sama Internasional Dalam RUU versi DPR, terdapat tambahan materi mengenai: 1) subjek dan objek dalam penyelenggaraan kerja sama internasional (lihat Pasal 156 ayat (1) dan ayat (2). 2) pengaturan kerja sama SDG lintas batas dengan memperhatikan masyarakat hukum adat dan/atau kearifan lokal (lihat Pasal 158). Sementara itu, draf RUU versi KLHK tidak mengatur mengenai kedua poin di atas. Catatan: Tambahan kedua materi dalam RUU versi DPR perlu dipertimbangkan untuk dipertahankan.
k) Tentang Sanksi Administratif
15
Pengaturan sanksi administratif dalam RUU versi DPR berbeda dengan RUU versi KLHK. Dalam RUU versi DPR, terdapat beberapa pihak yang tidak memiliki hubungan administrasi dengan Pemerintah yang dikenakan sanksi administrasi. Misalnya Pasal 170 dan Pasal 171, dimana pihak yang membunuh, memusnahkan, memperdagangkan, dst tanpa izin dapat dikenakan sanksi administratif. Kemudian bagi pejabat yang mengeluarkan izin (Pasal 176) juga dapat dikenakan sanksi administratif. Perbedaan lainnya, dalam RUU versi DPR salah satu jenis sanksi administratif adalah ganti rugi yang umumnya digunakan dalam keperdataan. Perbeda-perbedaan tersebut yang tidak diatur dalam RUU versi KLHK. Catatan: Perlu pembahasan lebih lanjut mengenai sanksi administratif, terutama untuk perbaikan materi dalam RUU versi DPR. l)
Tentang Pengawasan Pengaturan mengenai pengawasan dalam RUU versi DPR dan versi KLHK memiliki perbedaan yang signifikan. Pengawasan dalam RUU versi DPR tidak diatur sebagai pengawasan untuk penegakan hukum. Tentunya berbeda dengan RUU versi DPR yang memungkinkan penegakan hukum dilakukan atas hasil pengawasan. Catatan: Perlu pembahasan lebih lanjut mengenai pengawasan, terutama untuk memperkuat materi dalam RUU versi DPR.
m) Tentang Kewenangan Terdapat beberapa perbedaan dalam pengaturan mengenai kewenangan pada RUU versi DPR dan versi KLHK. Tabel 8 Perbedaan Ketentuan Mengenai Kewenangan Aktor RUU versi
Otoritas Ilmiah: LIPI
Kewenangan Sebagai
otoritas
ilmiah,
LIPI
memberikan rekomendasi
16
DPR
Penyelenggara
Keanekaragaman
Hayati dibagi atas 3, yaitu
di
bidang
izin,
menetapkan
dan
menunjuk kawasan, menetapkan spesies
Menteri yang menyelenggarakan urusan
Menerbitkan
kategori I, II dan III, dst
Lingkungan
Hidup untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan SDAH, SDA non Hayati, KH, dan SDG. Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang dan Kehutanan untuk penyelenggaraan konservasi di darat. Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang Kelautan dan Perikanan untuk penyelengaraan konservasi di perairan. RUU versi
Otoritas
KLHK
Penelitian
Ilmiah:
Lembaga
Pemerintah
maupun
Non Pemerintah Penyelenggara Hayati:
Lembaga Penelitian Pemerintah maupun Non
Pemerintah
memberikan
rekomendasi Keanekaragaman
Menteri
Menerbitkan
izin,
menetapkan
dan
Lingkungan
menunjuk kawasan, menetapkan spesies
Hidup dan Kehutanan bersama
dilindungi, dikendalikan dan dipantau,
Dewan Sumber Daya Genetik dan
dst.
Komisi Keanekaragaman Hayati yang beranggota K/L terkait
n) Ketentuan Pidana Berikut adalah beberapa perbandingan materi ketentuan pidana yang diatur dalam draf RUU versi KLHK dan draf RUU versi DPR: Tabel 9 Perbedaan Ketentuan Pidana
17
Materi Tindak
Pidana
RUU versi KLHK
RUU versi DPR
Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Tidak Ada.
atas
Pernyataan di Kejahatan di Media Sosial Tindak Pidana atas Pihak di luar
masyarakat
hukum
adat yang memanfaatkan spesimen
tumbuhan
atau
satwa liar. Tindak yang
Pidana
terhadap
memelihara
spesies
satwa liar kecuali untuk tujuan rehabilitasi. Tindak
Pidana
terkait
penelitian (SDG) tanpa izin.
Catt: hanya ada pidana terkait
akses
dan
pengambilan SDG tanpa izin. Pertanggungjawaban
a) Pertanggungjawaban
Korporasi
pidana
dan
korporasi dikenakan terhadap
penjatuhan
hukuman
korporasi/personil pengendali
dilakukan
terhadap
korporasi.
pengurusnya.
b) Pidana pokok adalah pidana sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
b. Korporasi diwakilkan oleh pengurus. c. Pidana pokok untuk
ditambah dengan pidana untuk
korporasi
melakukan
pidana denda.
rehabilitasi
d. Pidana
kawasan dan kerja sosial. c)
a. Tuntutan
Pidana
tambahan
untuk
-
penutupan
seluruh
atau
tambahan
untuk korporasi adalah penutupan
korporasi adalah:
hanya
atau
seluruh sebagian
sebagian perusahaan;
perusahaan
pengumuman
pencabutan izin.
putusan
atau
hakim; -
pembekuan sebagian atau
Catt:
18
seluruh
kegiatan
usaha
korporasi; -
-
perampasan
Dalam draf RUU versi KLHK,
aset
pertanggungjawaban
korporasi untuk negara;
pidana
dan/atau
dijatuhkan
pengambilalihan
pengurusnya
korporasi oleh negara.
meliputi personil
tidak
hanya kepada
saja, tetapi
korporasi
dan
pengendali
Ket:
korporasi
(lihat
poin
Poin c yang kedua, keempat, dan
pada draf versi KLHK).
kelima juga tidak terdapat dalam draf RUU versi DPR.
Catatan: Baik dalam draf RUU versi DPR dan draf RUU versi KLHK, perlu untuk dilakukan telaah kembali terhadap pasal-pasal yang berpotensi over-kriminalisasi dan jenis pertanggungjawaban pidana korporasi yang akan diterapkan.
KESIMPULAN Baik RUU versi DPR maupun KLHK memiliki beberapa kekurangan dan kelebihan. Materi dari kedua versi RUU ini dapat saling melengkapi. Namun ada beberapa pengaturan yang harus segera dibahas dan diputuskan karena akan mempengaruhi RUU secara signifikan, seperti perbedaan kawasan konservasi dan kawasan ekosistem esensial/eksosistem penting di luar KK, ketentuan pidana, dll. Dibutuhkan adanya pembahasan lebih lanjut untuk mensinergikan kedua versi RUU ini sebelum dibahas dalam Panja.
19
a