II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang
mencakup
semua
bentuk
kehidupan,
yang
secara
ilmiah
dapat
dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi, wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya. Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari miliaran tahun proses evolusi. Adapun jenis keanekaragaman hayati adalah : 1)
Keanekaragaman genetik (genetic diversity), yaitu jumlah total informasi genetik yang terkandung di dalam individu tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme yang ada di bumi.
2)
Keanekaragaman
spesies
(species
diversity),
yaitu
keanekaragaman
organisme yang hidup di bumi. 3)
Keanekaragaman ekosistem (ecosystem diversity), yaitu keanekaragaman habitat, komunitas biotik dan proses ekologi di dunia laut. Upaya pelestarian keanekaragaman hayati dapat dilakukan dengan
melakukan kegiatan konservasi. Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902), diacu dalam Widada (2001), yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Sedangkan menurut Rijksen (1981), diacu dalam Widada (2001), konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang. Menurut Widada (2001) tujuan utama dari pengelolaan kawasan pelestarian adalah :
10
1)
Penelitian ilmiah
2)
Perlindungan daerah liar/rimba
3)
Pelestarian keanekaragaman spesies dan genetik
4)
Pemeliharaan jasa-jasa lingkungan
5)
Perlindungan fenomena-fenomena alam dan budaya yang khusus
6)
Rekreasi dan wisata alam
7)
Pendidikan (lingkungan)
8)
Penggunaan lestari dari sumberdaya alam yang berasal dari ekosistem alami
9)
Pemeliharaan karakteristik budaya dan tradisi Adapun kriteria umum yang ditetapkan IUCN (1994) untuk berbagai
kawasan pelestarian adalah : 1)
Taman Nasional, yaitu kawasan luas yang relatif tidak terganggu yang mempunyai nilai alam yang menonjol dengan kepentingan pelestarian yang tinggi, potensi rekreasi besar, mudah dicapai oleh pengunjung dan terdapat manfaat yang jelas bagi wilayah tersebut.
2)
Cagar alam, umumnya kecil, dengan habitat rapuh yang tidak terganggu oleh kepentingan pelestarian yang tinggi, memiliki keunikan alam, habitat spesies langka tertentu, dan lain-lain. Kawasan ini memerlukan perlindungan mutlak.
3)
Suaka margasatwa, umumnya kawasan berukuran sedang atau luas dengan habitat stabil yang relatif utuh serta memiliki kepentingan pelestarian mulai sedang hingga tinggi.
4)
Taman wisata, kawasan alam atau lanskap yang kecil atau tempat yang menarik dan mudah dicapai pengunjung, dimana nilai pelestarian rendah atau tidak akan terganggu oleh kegiatan pengunjung dan pengelolaan yang berorientasi rekreasi.
5)
Taman buru, habitat alam atau semi alami berukuran sedang hingga besar, yang memiliki potensi satwa yang boleh diburu yaitu jenis satwa besar (babi hutan, rusa, sapi liar, ikan, dan lain-lain) yang populasinya cukup besar, dimana terdapat minat untuk berburu, tersedianya fasilitas buru yang memadai, dan lokasinya mudah dijangkau oleh pemburu. Cagar semacam ini
11
harus memiliki kepentingan dan nilai pelestarian yang rendah yang tidak akan terancam oleh kegiatan perburuan atau pemancingan. 6)
Hutan lindung, kawasan alami atau hutan tanaman berukuran sedang hingga besar, pada lokasi yang curam, tinggi, mudah tererosi, serta tanah yang mudah terbasuh hujan, dimana penutup tanah berupa hutan adalah mutlak perlu untuk melindungi kawasan tangkapan air, mencegah longsor dan erosi. Prioritas pelestarian tidak begitu tinggi untuk dapat diberi status cagar.
2.2. Pariwisata Menurut Association International Experts Scientific Du Tourisme pariwisata adalah gabungan dari gejala dan hubungan-hubungan yang muncul dari adanya perjalanan dan tinggal sementara dari orang-orang yang bukan penduduk setempat, sejauh mereka tidak menunjukkan keinginan untuk menetap dan sejauh mereka tidak berhubungan dengan kegiatan menghasilkan uang. Pariwisata juga dapat ditunjukkan dengan adanya perjalanan yang singkat dan sementara dari orang-orang menuju daerah tujuan wisata di luar tempat kebiasaan mereka hidup dan bekerja serta di luar kegiatan mereka selama tinggal sementara di daerah tujuan wisata (The Tourism Society Unites Kingdom). Dalam dunia pariwisata istilah Obyek Wisata mempunyai pengertian sebagai sesuatu yang menjadi daya tarik bagi seseorang atau calon wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Usaha Kepariwisataan adalah kegiatan usaha yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lainnya yang terkait di bidang tersebut. Pengusahaan obyek wisata terdiri dari: (i) Pengusahaan Obyek Wisata Alam yang terdiri dari Taman Hutan Raya (air terjun, wana wisata, dan ekowisata) dan Taman Wisata Alam, (ii) Pengusahaan Obyek dan Daya Tarik Wisata yang terdiri dari peninggalan sejarah, museum, sanggar seni, taman hiburan (bioskop, gedung pertemuan, gedung pertunjukan, taman satwa), dan taman rekreasi (gelanggang renang, pemandian alam, padang golf, kolam pancing, gelanggang permainan, diskotik, karaoke, sauna/spa, rumah bilyard, panti pijat dan refleksi, dan salon kecantikan), (iii) pengusahaan obyek dan daya tarik wisata
12
minat khusus yang terdiri dari wisata agro, wisata tirta, wisata petualangan alam, wisata gua, dan wisata kesehatan. 2.3. Penangkaran Buaya Buaya adalah semua jenis buaya Indonesia yang terdiri dari Buaya Muara (Crocodylus porosus), Buaya Air Tawar Irian (Crocodylus novaeguineae), Senyulong (Tomistoma schlegelii), Buaya Siam (Crocodylus siamensis) dan Buaya Raninus (Crocodylus raninus), baik hidup maupun mati serta bagianbagian
yang
berasal
dari
padanya.
Penangkaran
adalah
kegiatan
pengembangbiakan dan atau pembesaran buaya: 1)
Pengembangbiakan
(captive breeding) adalah kegiatan yang merupakan
proses menghasilkan telur dari induk yang dipelihara di dalam kandang, penetasan (alami maupun dengan mesin tetas), dan pembesaran anakan yang berhasil ditetaskan. Semua proses kegiatan tersebut dilakukan dengan campur tangan manusia untuk menghasilkan buaya dewasa yang mempunyai nilai komersial. 2)
Pembesaran (rearing/ranching) adalah kegiatan membesarkan anakan dan atau menetaskan telur yang diambil langsung dari alam untuk menghasilkan buaya dewasa yang mempunyai nilai komersial. Usaha perlindungan satwa termasuk buaya, baik jenis dan habitatnya telah
lama dituangkan dalam Undang-Undang Perlindungan Binatang Liar tahun 1931 dan masuk dalam Endangered Species Red Data Book. Selain itu Indonesia ikut menandatangani CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) bulan Desember 1978 dan dengan demikian mengikatkan diri pada ketentuan-ketentuannya. Oleh sebab itu pemanfaatan buaya hanya diperbolehkan dari hasil penangkaran dan tidak diperbolehkan pemanfaatan kulit buaya yang berasal dari perburuan di alam (Ditjen PHPA, 1996) Buaya merupakan salah satu kekayaan alam yang mempunyai manfaat besar, baik manfaat ekologis sebagai salah satu unsur yang berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem, maupun manfaat ekonomis yang tinggi sebagai salah satu komoditas ekspor non migas. Meningkatnya pembelian kulit buaya oleh orang Eropa pada tahun 1950-an, maka meningkat pula tingkat perburuan buaya. Pada tahun 1970-an, dengan meningkatnya pengetahuan dan teknologi 13
menyamakkan kulit buaya berakibat terjadinya perburuan buaya secara besarbesaran. Untuk mencegah kepunahan buaya tersebut, tahun 1978 pemerintah menetapkan jenis buaya air tawar (Crocodylus novaeguineae) sebagai satwa yang dilindungi
berdasarkan
Surat
Keputusan
Menteri
Pertanian
No.
327/Kpts/Um/5/1978 dan buaya muara (Crocodylus porosus) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 716/Kpts/Um/10/1980. Ranching merupakan metode yang paling efektif dan murah dalam produksi buaya. Budidaya dalam bentuk telur atau hatchling bisa membuat jumlah buaya di alam menjadi stabil dengan memaksakan jumlah populasi yang direstock ke alam bebas kepada perusahaan penangkaran (Departemen Kehutanan, 1992). 2.4. Hasil Penelitian Terdahulu Sebelum penelitian ini, sudah banyak penelitian terdahulu yang terkait dengan wisata, khususnya dalam hal strategi pengembangan. Hasil-hasil penelitian tersebut dijadikan acuan untuk menentukan strategi pengembangan Taman Buaya Indonesia Jaya. Penelitian yang dilakukan oleh Yugo Tri Aryanto (2006) dalam penelitiannya mengenai strategi pengembangan di Kebun Wisata Pasirmukti, yang menyimpulkan berdasarkan matriks IE bahwa perusahaan berada di posisi pemilihan alternatif strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Berdasarkan hasil QSPM strategi yang harus diutamakan perusahaan adalah strategi dengan skor tertinggi yaitu mempertahankan ciri khas sebagai wisata edutainment (hiburan sekaligus pendidikan) bidang pertanian dengan tetap berinovasi dalam produk-produk seluruh sub-sektor pertanian. Penelitian yang dilakukan Baiquni (2008) tentang “Perencanaan Strategi Pengembangan Usaha Melalui Pendekatan Arsitektur Strategik dengan Studi Kasus BANISI” di Kabupaten Bandung. Metode yang digunakan adalah IFE, EFE, IE, SWOT, dan arsitektur strategik. Menurut penelitian ini BANISI berada pada Kuadran V dalam matriks IE pada posisi pertahankan dan pelihara sehingga strategi yang dapat dilakukan adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk. Penelitian terdahulu digunakan sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini. Dari penelitian terdahulu dapat diketahui strategi-strategi pengembangan usaha berdasarkan analisis lingkungan eksternal dan internal perusahaan serta posisi perusahaan menurut matriks IE. Penelitian ini memiliki persamaan dengan 14
penelitian Lenny Siahaan (2009). Persamaan ini terdapat pada metode yang digunakan yaitu, analisis lingkungan internal, analisis lingkungan eksternal, matriks SWOT, dan Arsitektur Strategik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terdapat pada obyek penelitian.
15