CATATAN TANGGAPAN TERHADAP RUU KAMNAS Prof. Dr. Farouk Muhammad
I.
Naskah Akademik 1.
Penyusunan norma (Bab II.A) didasarkan pada hakekat kepentingan nasional
dan
kesejahteraan
nasional
serta
kepentingan
hubungan
internasional. Kamnas mengalir dari kepentingan nasional sebagai turunan pertama pada strata kepentingan vital (mutlak). Di lain pihak (Bab II.B), konsep dasar Kamnas merujuk kepada kebutuhan individu manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan perlindungan dalam tataran yang lebih luas yaitu hidup berbangsa dan bernegara. Penyusunan norma yang merujuk pada 2 (dua) dasar tersebut tidak sejalan karena kebutuhan rasa aman individu belum tentu atau tidak selalu sejalan dengan kepentingan vital dalam kehidupan bernegara. 2.
Naskah Akademik (Bab II.B) mengembangkan ”konsep keamanan yang lebih luas dari konsep pertahanan negara”, tetapi tidak lalu berarti bahwa pengembangan
konsep
dimaksud
mencakup
aspek
keseluruhan
keamanan. Naskah Akademik (Bab II.C) juga menekankan bahwa ”penyelenggaraan Kamnas yang komprehensif” tetapi tidak lalu berarti mencakup ruang lingkup yang komprehensif. Artinya, penyelenggaraan (pengelolaan) nya yang komprehensif, bukan isi/substansi yang dikelola. 3.
Naskah Akademik mengutip pernyataan Presiden SBY (Bab II.C) bahwa cakupan Kamnas meliputi elemen human security, public security, internal security dan external defence. Dalam hal ini tidak ada kutipan pernyataan Presiden SBY bahwa kebijakan Kamnas yang akan dituangkan RUU Kamnas harus mengatur secara utuh segenap dimensi/aspek security.
4.
Di lain pihak, dengan menyikapi perkembangan situasi pengelolaan keamanan pada waktu itu, Presiden SBY di atas KRI Nusa Nive tanggal 1806-2005 (penanda tanganan MoU antara Panglima TNI dan Kapolri) menyatakan bahwa : “…kalau ada masalah-masalah yang belum klop di antara piranti lunak itu, maka menjadi kewajiban kita ke depan nanti untuk membikin klop sehingga tidak ada perbedaan tafsir, tidak ada daerah yang vakum, juga tidak ada yang overlap. Kalau overlap itu bagian dari koordinasi, sinkronisasi dan sinergi, saya kira wajar dalam organisasi yang 1
FAROUK MUHAMMAD.
mengemban tugas dalam hubungan yang besar tadi. Tetapi kalau overlap dan kevakuman itu karena absennya pengaturan di dalam piranti lunak, maka kita harus isi sehingga lebih pasti, tidak memberikan persoalan di lapangan. Mari kita pedomani itu sebagai rujukan berpikir kita”. 5.
Secara keseluruhan jalan pemikiran Tim Penyusun tidak membedakan pengertian Kamnas sebagai objek studi dari suatu cabang (baru) disiplin ilmu dan pengertian Kamnas untuk dituangkan dalam suatu kebijakan (undang-undang).
6.
Naskah Akademik (Bab II.G.3.h) cenderung mempertahankan istilah ”pertahanan keamanan” yang menjadi warisan UU No. 20/1982 dan dari segi semantik bahasa menimbulkan kerancuan (semantic confussion). Naskah Akademik dan RUU juga masih menggunakan istilah keamanan dalam 2 (dua) arti seperti halnya istilah security yaitu: a.
security sebagai keadaan (keamanan); dan
b.
security sebagai proses atau upaya (pengamanan).
Pengakomodasian pengertian tersebut tidak sesuai pengertian umum dalam bahasa Indonesia.
II.
Pasal Demi Pasal 1.
Pasal 1 butir 1 Kamnas diartikan sebagai ”kondisi dinamis bangsa dan negara yang aman secara fisik dan psikis.... dan seterusnya”. Dus, bukan suatu keadaan yang mencerminkan aman/tidak aman (sama dengan istilah kesehatan yang mencerminkan sehat/tidak sehat). Di lain pihak, dalam Pasal 11 status keadaan Kamnas meliputi: tertib sipil, darurat sipil, darurat militer dan perang. Ini berarti bahwa Kamnas tidak selalu berarti aman (fisik dan psikis) tetapi juga keadaan tidak aman. Pengertian Kamnas di sini juga rancu dengan rumusan Pasal 4 yang menyatakan bahwa Kamnas diselenggarakan dengan ”tujuan untuk mewujudkan kondisi dinamis bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.... dan seterusnya”, berarti sama dengan rumusan Pasal 1 butir 1, karena tujuan pada Pasal 4 sesungguhnya sudah melekat pada pengertian Pasal 1 butir 1.
2.
Pasal 21: Penyelenggaraan Kamnas melibatkan peran aktif penyelenggara intelijen nasional. Dapat dibayangkan betapa bahayanya jika persoalan 2
FAROUK MUHAMMAD.
terkait keamanan nasional, misalnya perlindungan atas pelanggaran HAM dan hak-hak sipil warga ikut dirasuki fungsi intelijen, sementara ancaman atas keamanan nasional umumnya justru bersumber dari penguasa/aktor keamanan negara. 3.
Apakah tepat bahwa perumusan kebijakan dan strategi politik luar negeri dan dalam negeri (Pasal 26 dan Pasal 27) dan lain-lain harus berdasarkan kebijakan dan strategi Kamnas atau hanya dalam hal-hal tertentu saja ?.
4.
Seperti halnya butir 3, Pasal 32: ”dalam memelihara dan menjaga keamanan umum dan ketertiban umum pada keadaan tertib sipil ditangani dengan membentuk forum koordinasi Kamnas di daerah provinsi”. Ini berarti terbuka peluang bahwa seluruh persoalan terkait tugas-tugas Polri (termasuk penegakan hukum) dibahas dalam forum koordinasi Kamnas di daerah provinsi (idem Pasal 33 pada tingkat kabupaten/kota).
5.
Pasal 44: ”Dalam hal menanggulangi ancaman yang menimbulkan luka dan lain-lain” memberi peluang kelibatan ”unsur TNI” (memberikan pengertian sebagai lembaga bukan personel TNI secara individu).
6.
Pasal 45: ”Dalam menanggulangi ancaman keamanan umum dan keamanan negara dan Kamdagri ”Perwakilan Republik Indonesia berperan sebagai unsur utama.
7.
Pasal 48: ”Dalam menanggulangi imigran ilegal” yang notabene pelanggar hukum harus ditangani oleh berbagai lembaga sehingga tidak jelas siapa yang bertanggung jawab dan memakai aturan hukum yang mana.
8.
Demikian pula halnya penanggulangan ancaman kejahatan dunia maya, ancaman keamanan di laut, konflik horizontal/vertikal dilakukan oleh berbagai instansi sehingga tidak jelas lembaga mana yang bertanggung jawab (Pasal 51 – 54).
9.
Dalam hal gangguan gerakan separatis bersenjata ditangani oleh Kemhan dan TNI (sebagai unsur utama) dan Polri sebagai unsur pendukung (Pasal 55).
10. Pasal 56: ”Penanggulangan terorisme bersenjata dilakukan oleh satuan tugas gabungan terpadu”. Pelaksanaannya dibedakan berdasarkan pada dampak Kamtibnas (Polri) dan berdampak pada keamanan wilayah (TNI).
3 FAROUK MUHAMMAD.
III. Ruang Lingkup 1.
Kerancuan rumusan-rumusan pasal-pasal sebagaimana dikemukakan di atas, menunjukan bahwa RUU Kamnas mencakup substansi yang melampaui kebutuhan. Sehingga memasuki bidang tugas yang sudah ada secara konvensional dilaksanakan oleh masing-masing instansi dan sudah diatur oleh undang-undang sektoral.
2.
Jika Tim Penyusun konsisten, maka konsideran mengingat naskah RUU (Pasal 5, Pasal 11, dan seterusnya), semestinya juga mencakup keseluruhan pasal lain UUD 1945 yang substansinya terkait RUU ini. Namun, jika hal tersebut dilaksanakan maka RUU ini bukan lagi suatu RUU tetapi “second constitution”.
3.
Pada rapat koordinasi pimpinan Polhukam di kantor Menko Polhukam pada tahun 2006 konsep RUU tersebut (versi lama) pernah dipaparkan oleh Dirjen Strategi Pertahanan Mayjen TNI Dady. Konsep tersebut telah dikritisi antara lain oleh Kepala BIN sebagai ”konsep yang terlalu luas, melampaui apa yang dibutuhkan”. Konsep yang dibutuhkan sebagaimana disetir oleh Presiden SBY cukup dibatasi pada ancaman (dari semua aspek kehidupan) yang dapat mengancam eksistensi, keutuhan dan kedaulatan negara sebagai kepentingan nasional yang vital serta upaya penanggulangannya secara terpadu tanpa mengesampingkan penentuan penanggung jawab utama secara profesional dan proporsional.
IV. Saran Perbaikan Secara umum perbaikan naskah RUU harus diarahkan kepada: 1.
Pembatasan ruang lingkup substansi sehingga hanya mencakup obyek keamanan yang terkait ancaman yang dapat merongrong kepentingan nasional (vital) yaitu kepentingan eksistensi, keutuhan dan kedaulatan negara serta kesatuan bangsa. Dalam hal ini, terkait keamaman umum hanya
mencakup
pemberontakan
(bersenjata),
gerakan
separatis
(bersenjata), konflik komunal yang anarkis dan menimbulkan kerusuhan massa dan terorisme internasional, termasuk jenis-jenis kejahatan yang disebutkan dalam Bab Kesatu Buku II KUHP. Terkait aspek keamanan insani bisa mencakup pelanggaran HAM berat, ancaman kronis virus penyakit dan kelaparan, dan lain-lain gangguan yang dapat mengancam kepentingan vital negara. 4 FAROUK MUHAMMAD.
2.
Pembatasan konsep pengelolaan sehingga hanya mencakup fungsi-fungsi manajemen nasional/regional yang menjamin harmonisasi dan sinergitas penanganan ancaman; artinya aktor keamanan nasional (negara) mulai ikut dan atau mengambil alih kendali ketika aktor keamanan sektor dipandang sudah tidak mampu mengambil tindakan secara efektif.
3.
Pelurusan materi UU sehingga benar-benar hanya berisi ketentuanketentuan yang mengikat publik serta tidak mengatur ketentuan-ketentuan yang sudah diatur dan atau semestinya menjadi porsi UU lain dan juga tidak berisi ketentuan-ketentuan yang semestinya menjadi porsi peraturan yang lebih rendah (UU Nomor 10 Tahun 2004 Pasal 5 huruf c).
4.
Perbaikan atas rumusan pengertian istilah sehingga tercermin pemahaman yang logik dan konsisten termasuk membedakan pengertian penegakan hukum dari istilah keamanan.
Saran lebih konkrit akan disampaikan dan sebaiknya didiskusikan dalam forum.
Jakarta,
September 2010
Hormat Saya,
Prof. Dr. Farouk Muhammad Ketua Timja RUU Kamnas Komite I DPD RI
5