RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN BIMA TAHUN 2011- 1015 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2004
Tentang
Pemerintahan Daerah telah ditetapkan proses pelaksanaan desentralisasi dimana Pemerintah Pusat memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk melakukan serangkaian proses, mekanisme dan tahapan perencanaan yang dapat menjamin keselarasan pembangunan antar-daerah, antar daerah dengan propinsi dan antar daerah dengan nasional tanpa mengurangi kewenangan yang diberikan. Untuk membangun kehidupan bernegara dengan tingkat keragaman masyarakat dan karakteristik geografis yang unik, pemerintah telah menyusun Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang bersifat terpadu, menyeluruh, sistematik yang tanggap terhadap perkembangan zaman. Menurut amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 pada Pasal 1 dinyatakan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencanarencana pembangunan dalam jangka panjang, menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Selanjutnya dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 dinyatakan pula bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan penjabaran visi, misi dan program Kepala Daerah yang berpedoman kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) serta
memperhatikan
RPJMD
Propinsi
dan
RPJM
Nasional.
Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah, adalah dokumen perencanaan yang bersifat indikatif yang memuat program program pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk kurun waktu 5 (lima) tahun. RPJMD tersebut antara lain memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
1
Adapun asas dan tujuan perencanaan tersebut dalam kerangka menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
evaluasi/pengawasan,
mengoptimalkan
partisipasi
masyarakat,
dan
menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah menjadi landasan dan Pedoman bagi semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lembaga –
lembaga vertikal di daerah, dunia usaha, dan lembaga non pemerintah, serta seluruh masyarakat luas Kabupaten Bima, maka dalam proses penyusunannya juga
telah mencerminkan
keterlibatan pihak- pihak terkait. Perumusan
Rancangan RPJMD Kabupaten Bima Tahun 2011-2015, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta amanat peraturan perundang-undangan dilakukan oleh Badan Perencananan Pembangunan Daerah (Bappeda) dengan memberikan masukan kepada Kepala Daerah terpilih serta mengakomodir kebutuhan masyarakat melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) RPJMD. RPJMD Kabupaten Bima Tahun 2011-2015 merupakan penjabaran lebih lanjut dari Visi, Misi dan Kebijakan Strategis Bupati dan Wakil Bupati Bima terpilih; RPJPD Kabupaten Bima Tahun 2006 – 2025; Arah Kebijakan Keuangan Daerah; Strategi Pembangunan Daerah; Kebijakan umum dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Oleh karenanya RPJMD Kabupaten Bima Tahun 2011-2015 merupakan bentuk komitmen Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam perencanaan pembangunan jangka menengah tahun 2011-2015.
B. Maksud, Asas, dan Tujuan 1. Maksud RPJMD ini disusun dengan maksud sebagai dokumen perencanaan pembangunan yang memberikan arah kebijakan dan strategi pembangunan daerah, yang dituangkan dalam bentuk program pembangunan daerah dan sasaran-sasaran strategis yang ingin dicapai selama 5 (lima) tahun kedepan. Dengan demikian RPJMD Kabupaten Bima Tahun 2011-2015 menjadi landasan bagi semua dokumen perencanaan baik Rencana Pembangunan Tahunan
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
2
Pemerintah Daerah maupun dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kabupaten Bima. 2. Asas RPJMD disusun berdasarkan asas kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas. 3. Tujuan Penyusunan RPJM Daerah Kabupaten Bima bertujuan dalam rangka mendesign output dan outcome yang diharapkan dalam 5 tahun kedepan secara bertahap
dalam
setiap
tahunnya.
Tahapan
tersebut
dapat
diukur
keberhasilannya secara kuantitatif sehingga sasarannya diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat Kabupaten Bima. C. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan RPJMD Kabupaten Bima Tahun 2011 – 2015 adalah sebagai berikut : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerahdaerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
3
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005 – 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tatacara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tatacara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perrengkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tatacara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107); 21. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2010 -2014;
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
4
22. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 56); 23. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2008 Nomor 32); 24. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 5 Tahun 2005 tentang Tatacara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2005 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 1); 25. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 11 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2007-2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2007 Nomor 11); 26. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pokok – Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2005 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 2); 27. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bima Tahun 2006 – 2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2005 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 3); 28. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 25); 29. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2008 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 26); 30. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Keuangan Nomor : 28 Tahun 2010 Nomor : 0199/MPPN/042010, Nomor : PMK 95/PMK 07/2010 Tentang Penyelarasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. D. Sistematika Penulisan Sistematika
penulisan
Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
Kabupaten Bima Tahun 2011-2015 adalah sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud, Asas dan Tujuan C. Dasar Hukum D. Sistematika Penulisan
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
5
BAB II KONDISI UMUM DAERAH KABUPATEN BIMA A. Kondisi Geografis B. Indikator Makro Pembangunan Daerah C. Sarana dan Prasarana Daerah D. Pengelolaan Lingkungan Hidup E. Pemerintahan Umum BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN A. Kebijakan Pendapatan Daerah B. Kebijakan Belanja Daerah BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Potensi dan Peluang Daerah B. Permasalahan dan Tantangan Daerah C. Analisis Strategi Pembangunan Daerah BAB V VISI DAN MISI A. Visi dan Misi B. Agenda Pembangunan BAB VI STRATEGI KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH DAN PENETAPAN INDIKATOR KINERJA A. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Kabupaten Bima B. Target Indikator Makro Pembangunan C. Penetapan Indikator Kinerja berdasarkan program dan kegiatan BAB VII PENUTUP A. Program Transisi B. Kaidah Pelaksanaan
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
6
BAB II. KONDISI UMUM DAERAH KABUPATEN BIMA A.
Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Bima terletak di Pulau Sumbawa bagian timur dan
merupakan Kabupaten yang letaknya paling timur dari delapan (8) Kabupaten dan dua (2) Kota yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis berkedudukan pada 1180 44’ – 1190 22’ BT dan 080 08’ – 08 057’ LS. Batas administrasi wilayahnya adalah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Laut Flores.
Sebelah Selatan
: Samudra Hindia.
Sebelah Timur
: Selat Sape
Sebelah Barat
: Kabupaten Dompu.
Luas Wilayah Kabupaten Bima lebih kurang 438.940 Ha atau 22 % dari luas wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat, dengan luas laut sebesar 297.900 Ha. Terbagi atas 18 kecamatan, 168 desa dan 750 dusun. Ketersediaan Lahan Penggunaan lahan dapat dibedakan atas penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian dan non-pertanian serta lahan kering. Penggunaan lahan untuk masing-masing kecamatan didominasi oleh fungsi lahan pertanian seperti tegalan, ladang, padang rumput, perkebunan maupun hutan rakyat. Adapun rincian penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Bima adalah sebagaimana tertuang dalam tabel 2.1. Tabel 2.1 Penggunaan Lahan Di Kabupaten Bima Tahun 2008 dan 2009 No I
II
Jenis Penggunaan Lahan Lahan Sawah
Lahan Bukan Sawah
Luas (Ha)/Tahun
2008
2009
a. Sawah Irigasi Teknis
1,262
1,262
b. Sawah Irigasi Setengah Teknis
13,619
13,748
c. Sawah Irigasi Sederhana P.U
1,566
1,511
d. Sawah Irigasi Sederhana Non P.U
6,613
6,930
e. Sawah Tadah Hujan
7,683
8,145
f. Sawah Pasang Surut
-
-
Luas Tanah Sawah
30,743
31,596
a. Tanah Bangunan dan Pekarangan
3,866
4,066
b. Tegal/Kebun
65,538
70,851
c. Ladang/Huma
7,570
9,047
d. Padang/Rumput Pengembalaan
15,326
10,126
e. Tanaman Kayu-Kayuan/Hutan
40,375
39,761
Rakyat
% Tahun 2009 0.29 3.13 0.34 1.58 1.86 7.20 0.93 16.14 2.06 2.31 9.06
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
7
No
Jenis Penggunaan Lahan
Luas (Ha)/Tahun
% Tahun 2009
2008
2009
f. Hutan Negara
227,981
227,479
g. Tanah Sementara Tidak Usahakan
22,108
21,579
h. Perkebunan
10,777
9,671
i. Tambak
2,148
2,110
8
8
180
180
l. Lain-lain
12,320
12,466
Luas Bukan Sawah
408,197
407,344
92.80
438,940
438,940
100.00
j. Kolam/Tebat/Empang k. Rawa-rawa yang tidak ditanami
Luas Total
51.82 4.92 2.20 0.48 0.00 0.04 2.84
Sumber : BPN Kab. Bima, 2009
Lahan di Kabupaten Bima terdiri dari lahan sawah seluas 27.937 Ha atau 5.86 %, sedangkan lahan bukan sawah seluas 448.494 (Ha) atau 94.14 % dari total lahan. Hal ini menunjukkan bahwa lahan di Kabupaten Bima sebagian besar adalah lahan bukan sawah. Topografi dan Kemiringan Tanah (Slope) Topografi wilayah Kabupaten Bima pada umumnya berbukit-bukit. Sebagian wilayahnya mempunyai topografi yang cukup bervariasi dari datar hingga bergunung dengan ketinggian antara 0-477,50 m di atas permukaan laut (m dpl). Berdasarkan kelompok kemiringan lahan, wilayahnya dapat dikelompokkan atas kelompok lereng 0-2 %, 3-15 %, 16-40 % dan > 40 %. Pengelompokkan kelas kemiringan pada setiap kecamatan disajikan dalam Tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2. Kemiringan Lahan setiap Kecamatan di Kabupaten Bima Kelompok Kemiringan Kecamatan 0-2 % 3-15 % 16 - 40% > 40 % Monta 4,016 6,100 29,054 9,711 Parado Madapangga Woha 4,593 784 2,364 2,716 Belo 4,409 4,108 7,698 2,169 Langgudu Wawo 68 8,080 14,480 22,851 Sape 5,760 11,792 4,272 41,813 Lambu Wera 2,832 11,700 26,696 23,592 Ambalawi Donggo 1,024 12,100 20,163 13,268 Sanggar 7500 37,448 32,405 33,023 Tambora Bolo 8,100 4,400 8,394 9,457 Soromandi Lambitu Palibelo Jumlah 38,302 96,512 145,526 158,600 % 8.73 21.99 33.15 36.13 Sumber Data : Data Pokok Pembangunan Kab. Bima, 1992 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Jumlah 48,881 10,457 18,384 45,479 63,637 64,820 46,555 110,376 30,351 438,940 100.00
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
8
Klimatologi Kabupaten Bima dipengaruhi tipe iklim D, E dan F (menurut Schmidth dan Ferguson, 1951). Musim hujan relatif pendek, curah hujan rata-rata tahunan sebesar 83 mm3 dengan hari hujan 6 hari/tahun. Suhu udara siang hari antara 28 – 32°C. Terjadi perbedaan suhu udara yang sangat besar antara siang dan malam hari. Selain curah hujan tahunan yang relative kecil, penyebarannyapun juga tidak merata, dimana bulam Mei-Oktober merupakan bulan yang jarang terjadi hujan. Keadaan dan distribusi curah hujan setiap wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Bima dapat dilihat pada Tabel 2.3. berikut : Tabel 2.3 Rata-rata Curah Hujan per Kecamatan di Kabupaten Bima Tahun 2009 No
Kecamatan
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Monta Parado Bolo Mada Pangga Woha Belo Palibelo Langgudu Wawo Lambitu Sape Lambu Wera Ambalawi Donggo Soromandi Sanggar Tambora Rata-rata Kabupaten Bima
223 245 182 151 141 231 206 165 232 458 240 210 207 607 199 235 31 220
84 167 138 96 137 78 84 72 198 198 106 99 114 301 57 86 108 132
84 167 138 96 136 78 84 72 188 198 106 99 114 12 57 86 108 132
140 166 28 36 30 48 28 15 13 12 49 11
48 118 64 49 35 109 107 57 61 125 35 29 18 10 17 25 10
107 2
6 16 15 0 5 2 5
6 15 2 3 -
16 3 36 1 16 17 0 4 5 5
7 22 57 31 1 0 1 5 20
19 25 36 98 12 29 25 22 90 115 2 3 10 6 12 22 27 25
327 168 155 139 207 168 137 55 296 250 92 82 62 519 50 75 28 91
Ratarata 79 90 64 55 56 58 57 43 93 121 49 45 46 132 32 44 32 54
232
125
109
32
51
6
3
1
6
8
32
161
63,87
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
9
Sumber : Bima Dalam Angka Tahun 2010
Geologi dan Jenis Tanah Struktur geologi di wilayah Kabupaten Bima terbagi dalam jenis batuan : 1. Batuan endapan permukaan terdiri dari kerikil, pasir, lempung utama bersusun endisit dengan penyebaran terdapat dari
daerah-daerah
pegunungan sampai ke pantai. 2. Batuan endapan hasil gunung api terdiri dari hasil gunung api tua. 3. Batuan endapan yaitu terumbu koral terangkat, yang terdapat di daerah pantai. 4. Batuan terobosan merupakan batuan terobosan yang mempunyai susunan batuan yang tidak dapat dibedakan dan menerobos batuan hasil endapan gunung api, penyebarannya terdapat di daerah Bolo dan Monta. Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Bima adalah endapan Aluvial coklat, Litosol, Regosol dan Mediteran Coklat. Tabel 2.4 Penyebaran Jenis Tanah di Kabupaten Bima Jenis Tanah
Luas (Ha)
%
Aluvial Regosol Litosol Mediteran Lain-lain Total
31,464 96,934 179,481 116,064 14,997 438,940
7.17 22.08 40.89 26.44 3.42 100.00
Sumber: BPS Kab. Bima, 2010
Dari tabel di atas terlihat bahwa penyebaran jenis tanah di wilayah Kabupaten Bima berturut-turut dari yang terluas adalah sebagai berikut: Litosol Jenis tanah ini dicirikan oleh kedalaman efektif tanah sangat dangkal dan langsung berada diatas batuan dan umumnya berada pada daerah pegunungan/perbukitan
dengan
kemiringan
yang
terjal.
Untuk
pengembangan, faktor penghambat jenis tanah ini adalah kedalaman efektif tanah yang dangkal dan lereng. Mediteran Jenis tanah ini terbentuk pada wilayah berombak sampai bergelombang, mempunyai kedalaman efektif relatif dalam, drainase baik dan terbentuk pada itilin mediteran tekstur halus untuk pengembangan pertanian jenis tanah ini potensial untuk dikembangkan tanaman perkebunan/tanaman keras.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
10
Regosol Tanah ini terbentuk dari batuan induk muda hasil letusan gunung berapi, dicirikan oleh adanya batuan yang menyebar baik dipermukaan tanah maupun pada lapisan tanah bagian atas. Tanah Regosol mempunyai drainase tanah sangat cepat sehingga tidak potensial untuk pengembangan pertanian. Tanah ini dapat meresapkan air cukup sehingga dapat difungsikan sebagai kawasan lindung untuk resapan air. Di wilayah Bima tanah Regosol merupakan hasil letusan gunung api Tambora, sehingga sebarannya sekitar Gunung Tambora. Aluvial Tanah Aluvial merupakan tanah muda hasil endapan. Tanah ini mempunyai sifat kimia dan fisik relatif baik dari pada ke 3 jenis di atas. Dalam pemanfaatan jenis tanah ini merupakan lahan potensial untuk pengembangan tanaman pangan. Morfologi Morfologi wilayah Kabupaten Bima terutama dibentuk oleh pengaruh letusan gunung berapi yang dicirikan dari struktur bantuan yang didominasi oleh batuan hasil letusan gunung api tua. Bentukan lainnya adalah bentukan tenaga eksogen yaitu erosi dan sedimentasi yang dicirikan dengan batuan endapan khususnya di wilayah pantai. Bentukan proses geomorfologi tersebut menghasilkan morfologi wilayah Daerah Bima dengan topografi berbukit dan bergunung dengan ketinggian tempat sampai 2.851 m yaitu pada puncak Gunung Tambora. Berdasarkan ketinggian wilayah dari permukaan laut, wilayah Kabupaten Bima sebagian besar berketinggian lebih dari 100 m dpl. Sedangkan berdasarkan kelerengannya wilayah Kabupaten Bima 68 % wilayahnya mempunyai kemiringan lebih besar dari 15 % bahkan untuk kecamatan Sape dan Wawo, Wera, Ambalawi, Lambu, Langgudu lebih dari 50% wilayahnya mempunyai kemiringan lebih dari 40%. Dilihat dari fisiografi makro wilayah, yang didasarkan pada ketinggian tempat dan kelerengan wilayah Kabupaten Bima dapat dibedakan dalam 3 satuan morfologi utama yaitu: 1. Morfologi Perbukitan dan Pegunungan Satuan morfologi ini menyebar pada bagian tengah wilayah membentang dari Timur ke Barat yang dicirikan dengan ketinggian tempat dari permukaan laut > 500 m dpl dengan kelerengan dominan > 40 %. Gunung-gunung yang relatif tinggi terdapat pada satuan morfologi diantaranya adalah Gunung Maria (1.479m), Gunung Lambitu (1.340m), Gunung Soromandi (1.181m), Gunung Tambora (2.851 m). luas wilayah yang tercakup pada satuan
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
11
morfologi ini adalah menempati wilayah sekitar 32 % dari luas wilayah Kabupaten Bima. 2. Morfologi Perbukitan Satuan morfologi ini dijumpai di wilayah bagian Selatan teluk Waworada dengan puncaknya mencapai ketinggian sampai 650m, topografi bergelombang sampai berbukitan (15-40%). Cakupan wilayahnya sekitar 46%. 3. Satuan Morfologi Dataran Satuan morfologi ini terutama menempati wilayah sekitar pantai khususnya pantai teluk Bima. Wilayah ini mempunyai ketinggian tempat antara 0 – 100 mdpl, dengan topografi datar sampai kemiringan 0 – 15%. Wilayah yang tercakup pada satuan morfologi ini menempati ± 22 % dari luas wilayah Kabupaten Bima. Hidrologi Kondisi hidrologi wilayah yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pembangunan Wilayah Kabupaten adalah kondisi genangan, sungai dan mata air. Pada sub bab diatas (tabel penggunaan lahan) telah disebutkan bahwa sebagian kecil dari wilayah Kabupaten Bima dipengaruhi pasang surut 7 Ha (0,002 %) dan rawa yang tergenang terus-menerus menempati areal seluas 287 Ha (0.066 %). Di wilayah Kabupaten Bima banyak mengalir sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil dengan panjang aliran antara 5 sampai 95 km. Dari sungaisungai yang ada tersebut sebagian besar yaitu 20 sungai sudah dimanfaatkan untuk irigasi. Adapun sungai-sungai yang sudah dimanfaatkan untuk irigasi adalah seperti disajikan dalam pada Tabel 2.5 berikut : Tabel 2.5 Sungai-Sungai Yang Mengairi Daerah Irigasi di Kabupaten Bima
No
Nama Sungai
1
S. Campa
2
S. Madapangga
3 4 5 6 7 8
S. Kerengo S. Pandede S. Mbawa S. Kala S. Manggi S. Boroloka S. Kampasi
9 10
S. Paradokanca
Daerah Irigasi
Lebo Ncangakai Brj. Bontokape Madapangga ori Rade Ncoha Rora Kecil Ndano Rangga Sori Monca Diwu Tangiri Oikawa Taloko Brj. Taloko Pela Parado Sie
Kecamatan
Bolo Madapangga Bolo Donggo Donggo Donggo Donggo Sanggar
Debit (M3)
Luas Baku (Ha)
2 2,5 2 2 1,6 1,5 2,5 0,8 0,5 2 0,5
1000 1375 703 454 307 522 601 520 300 500 300
2,6 1
337 181
Sanggar Monta
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
12
Daerah Irigasi Tenga Kalate S. Kawuwu Ncera Tongondoa 11 Ngali 12 S. Roka Embung Roi 13 S. Kuta Leka 14 S. Ntonggu K. Ntonggu 15 S. Kaleli Ngaro Rangga 16 S. Nunggi/Tawali Brj. NaE Wera 17 S. Karumbu Diwusadundu 18 S. Sambu Sambu S. Sumi Sari 19 Sape Brj. Wuwu 20 S. Diwu Moro Sumi Sumber : Dinas PU Kab. Bima, 2009
No
Nama Sungai
Kecamatan
Belo
Debit (M3) 1,5 1,7 2,4
Luas Baku (Ha) 569 968 750
1,5 1 1,5 2 1,2 0,5 2,4 1,5 1,5 2,5
350 530 150 600 900 100 1000 1000 306 860
Belo Belo Belo Wera Wera Wawo Wawo Sape Sape
Tabel 2.6 Luas Daerah Irigasi di Kabupaten Bima No
Uraian
Luas (Ha)
1
Daerah Irigasi Pela Cempaka (eksisting)
528
2
Daerah Irigasi Parado (eksisting)
936
3
Daerah Irigasi Pengembangan (baru)
4
1.379
Daerah Irigasi Kalate
991
Sumber :BPSDA Cabang Bima, 2009
Data mengenai daerah dan prasarana irigasi Bendungan Sumi dan Bendungan Pela Parado disajikan pada Tabel 2.7. berikut : Tabel 2.7 Prasarana Irigasi Bendungan Sumi dan Pelaparado Nama Saluran
Sumi H.C. Sumi Kanan H.C. Sumi Kiri Sec. Sumi Kanan Sec. Sumi Kiri Sec. Rato Sec. Lanta Sec. Bea Su Total 1 Sape H.C. Sape Sec. Sape Sec. Sape Kanan Sec. Sape Kiri Sec. Rasa Bou Sangia Sub Total 2 Total 1 dan 2
Panjang Sal (m)
Luas (Ha)
600 700 6583 15537 3887 5089 540 32936
-
540 500 1250 950 540 100 3880 36816
-
398 548,6 416 332 192,9 1887,5
239 121 180 114,8 654,8 2542,3
Blok Tersier -
-
8 16 8 7 4 43
3 2 3 2 10 53
Sumber : BPSDA Cabang Bima, 2009
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
13
Tabel 2.8 Luas Areal Irigasi Pekerjaan Umum dan Irigasi Desa Se Kabupaten Bima Tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Nama Daerah Irigasi (D.I)
Baku
Kec. Madapangga Kec. Bolo Kec. Donggo Kec. Sanggar Kec. Monta Kec. Woha Kec. Belo Kec. Wera Kec. Ambalawi Kec. Sape Kec. Lambu Kec. Wawo Kec. Langgudu Jumlah
5.140 2.910 2.241 1.216 6.041 3.671 5.131 3.338 595 3.167 1.568 1.114 2.136 38.268
Luas Areal (Ha) Potensial 4.608 2.661 1.051 958 3.719 3.539 4.700 1.375 595 2.639 1.389 1.019 1.874 30.127
Fungsional 4.608 2.661 1.051 958 3.719 3.539 4.700 1.375 595 2.639 1.389 1.019 1.874 30.127
Sumber : BPSDA Cabang Bima, 2009
Luas areal irigasi di Kabupaten Bima mencapai 98.522 Ha, yang terdiri dari irigasi baku seluas 38.268 Ha (38,84%), irigasi potensial seluas 30.127 Ha (30.58%), dan irigasi fungsional seluas 30.127 (30.58%). Dari luas areal irigasi yang ada, Kecamatan Monta memiliki irigasi baku yang terluas yaitu 6.041 Ha. Sedangkan irigasi potensial dan fungsional terluas terdapat di kecamatan Belo dan kecamatan Madapangga. Pemanfataan saluran irigasi, tidak hanya dengan air hujan tetapi juga menggunakan mata air permukaan tanah. Di Kabupaten Bima terdapat 41 mata air, dari jumlah itu tdak semuanya dipergunakan untuk kebutuhan lahan pertanian tetapi juga untuk kebutuhan air minum. Dari 41 mata air, mata air yang terdapat di Kecamatan Tambora dan Sanggar memiliki debit air yang besar, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan dan dimanfaaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air. Sebaran Sumber Air Sebaran sumber mata air dan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 2.9 berikut : Tabel 2.9 Sebaran Lokasi Sumber Mata Air, Debit Air dan Penggunaan Per Kecamatan Kabupaten Bima No 1 2 3 4 5
Nama Sumber Mata Air Mada Oi Soli Oi Tede Oi Beringin Oi Madapangga Oi Ntana
Lokasi Desa Tonda Campa Monggo Ndano Bajo
Kecamatan Madapangga Madapangga Madapangga Madapangga Donggo
Debit (L/dtk) 150 57 15 175 5
Keterangan Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian dan Air Minum Pertanian
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
14
No
Lokasi
Nama Sumber Mata Air
6 7 8 9 10 11
Oi O’o Mada Oi Rora Oi Mudu Oi Tampuro Oi Po’on Oi Nanga Na’E
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Sori Panihi Oi Wo’bo Oi Fanda Oi Ntoke Oi Pai Diwu Moro Oi Pela Oi So Wuwu Oi Rade Oi Kala Tembaju Oi Toloribo Oi Roko Oi Ngawu Oi Sori Kadi Oi Panas Oi Kambu’u Oi Karano Oi Mada Karumbu Oi Kalo Rupe Oi Labolo Oi Rora Kecil Oi Nanga Kai Oi Ncoha Oi Monca Oi Mada Masa Oi Witi Oi Ro’o Oi Wadukinda Oi Fo’o Oi Ncinggi
Desa
O’o Padende Mbawa Piong Piong Labuan Kananga Kawinda Nae Maria Talapiti Ntoke Pai Dalam Rato Pelaparado Tolo Uwi Rade
Tangga Sie Diha Parado
Padende Woro Kawinda Sangia Bala
Boke
Kecamatan Donggo Donggo Donggo Sanggar Sanggar Tambora Tambora Wawo Ambalawi Wera Wera Lambu Monta Monta Madapangga Woha Woha Monta Monta Monta Monta Monta Belo Langgudu Langgudu Donggo Donggo Bolo Madapangga Donggo Sape Sape Wera Wawo Wawo Sape
Debit (L/dtk)
Keterangan
1 15 17 200 25 2000
Air Minum Pertanian Pertanian Kelautan Pertanian Kelautan
350 10 37 55 65 1 1 7
Air Minum dan Kelautan Permandian/ Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian
30 20 2 1 4 4 30 3 20 20 75 50 15 5 5 15 25 15 20 20 10
Sumber : Dinas PU Kab. Bima, 2009
Kedalaman Efektif Tanah Salah satu sifat fisik tanah dalam mendukung pemanfaatan lahan adalah kedalaman efektif. Sesuai dengan kepentingan dalam mendukung budidaya tanaman, kedalaman efektif tanah wilayah perencanaan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas yaitu >90 cm, 60 – 90 cm, 30 – 60 cm dan < 30 cm. Gambaran penyebaran kelompok Kedalaman efektif tanah pada setiap kecamatan di Kabupaten Bima dapat dilihat pada Tabel 2.10 berikut :
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
15
Tabel 2.10 Pembagian Wilayah Menurut Kedalaman Efektif Tanah No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Monta Parado Madapangga Woha Belo Langgudu Wawo Sape Lambu Wera Ambalawi Donggo Sanggar Tambora Bolo Soromandi Lambitu Palibelo Jumlah/Total %
> 90 cm 1.535 0.32 2.752 0.224 5.780 2.832 0.642 11.600 8.100 33.617
Kedalaman Efektif (Ha) 60-90 cm 30 – 60 cm 38.588 2.240 3.537 4.692 9.799 2.760 16.542 11.040 28.418 28.259 10.700 40.315 14.400 39.082 84.714 12.038 18.415 2.818 225.113 138.886
Jumlah (Ha)
0 - 30 cm 8.540 1.040 2.810 17.773 3.200 10.750 1.625 2.219 1.120 49.077
48.881 10.557 18.118 45.572 63.837 64.597 46.594 110.571 30.451 428.994
Sumber : BPN Kab. Bima, 2009
Dari tabel di atas terlihat sebagian besar wilayah Kabupaten Bima memiliki kedalaman antara 60 – 90 cm dengan luas 225.091 Ha (50 %) dari luas wilayahnya. Sedangkan luas wilayah dengan kedalaman > 90 cm adalah yang paling kecil, yaitu seluas 33.604 Ha (8 %) dari luas wilayahnya. B. Indikator Makro Pembangunan Daerah 1. Indikator Ekonomi Pencapaian indikator ekonomi Kabupaten Bima tahun 2005-2010 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.11 Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi lokal, Tingkat Kemiskinan, Pendapatan Per Kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Bima Tahun 2005- 2010 Indikator Pertumbuhan ekonomi (%) Inflasi lokal (%) Tingkat kemiskinan (%) Pendapatan Per Kapita (juta rupiah) ADHK Tahun 2000 Indeks Pembangunan Manusia
2005 1,37 4,50 24,93 2,862
2006 4,26 6,60 27,40 2,965
2007 4.56 11,90 25,12 3,082
2008 5,96 9,09 21,79 3,357
2009 6,43 9,09 20,42 3,541
2010* 6.54 6.99 19,41 3.639
61,70
63,14
63,86
64,39
65,02
66.23
Sumber : BPS Kab. Bima dan hasil Proyeksi Bappeda, 2010 * Angka Proyeksi
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima selama periode 2005-2010 terus mengalami peningkatan, dari 1,37% tahun 2005 menjadi 6,43% tahun 2009, dan diproyeksikan naik menjadi sebesar 6,54% tahun 2010. Selama
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
16
periode tersebut, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bima rata-rata sebesar 4,56%. Demikian pula dengan pendapatan per kapita terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005, Pendapatan per kapita Kabupaten Bima sebesar Rp. 2,862 juta meningkat menjadi Rp. 3,541 juta pada tahun 2009 dan diproyeksikan naik menjadi Rp. 3,639 juta pada tahun 2010. Tingkat kemiskinan Kabupaten Bima tahun 2005 sebesar 24,93% meningkat menjadi 27,40% tahun 2006. Tetapi pada tahun 2007 tingkat kemiskinan kembali menurun menjadi 25,12% dan angka ini terus menurun sampai dengan tahun 2009 menjadi 20,42% dan diproyeksikan menurun menjadi 19,41% pada tahun 2010 Adapun fluktuasi Pertumbuhan Ekonomi Kab. Bima tahun 2001-2010 dapat dilihat pada grafik berikut : Pertumbuhan Ekonomi Kab. Bima Tahun 2001-2010
Pertumbuhan Ekonomi (%)
7 6 5 4 3 2 1 0
5.53 4.22
5.95 4.92
4.26
6.43
6.54
4.56
3.09 1.37 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Sumber : BPS Kab. Bima dan hasil olahan Bappeda Kab. Bima, 2010
Gambar 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bima Tahun 2001-2010
Tabel 2.5 berikut menunjukkan tingkat perkembangan PDRB dan laju inflasi tahun 2005-2010. Tabel 2.12 Perkembangan PDRB Nominal, PDRB Rill, serta Laju Pertumbuhan PDRB, Indeks Harga Implisit, dan Laju Inflasi PDRB Kabupaten Bima Tahun 2005- 2010 Uraian
TAHUN 2005
2006
2007
2008
2009
2010*
PDRB ADHB / PDRB NOMINAL (Juta Rp.)
1.670.150.353
1.856.380.803
2.064.067.599
2.385.747.763
2.721.152.000
2.911.360.525
PDRB ADHK / PDRB RIIL (Juta Rp.)
1.210.337.531
1.261.886.824
1.319.464.610
1.398.028.327
1.488.123.000
1.585.446.244
137.40
146.05
155.99
170,65
182,86
183.63
INFLASI (%)
7.53
6.29
11.9
9,09
7,64
6.99
PERTUMBUHAN PDRN (%)
9.00
4.22
4,68
5,89
6,30
6.99
PERTUMBUHAN PDRBR (%)
1.37
4.26
4.56
5,95
6,43
6.54
INDEKS HARGA IMPLISIT (IHI)
Sumber : BPS Kabupaten Bima dan hasil olahan Bappeda, 2010
* Angka Proyeksi
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
17
Tingkat pertumbuhan PDRB ADHK, ADHB serta laju inflasi PDRB Kabupaten Bima dapat di lihat pada Gambar 2.2 di bawah ini :
% Pertumbuhan
Tingkat Pertumbuhan PDRB Nominal, PDRB Riil, dan Laju Inflasi PDRB Kab. Bima 2005-2010 14 12 10 8 6 4 2 0
PERTUMBUHAN PDRN (%) PERTUMBUHAN PDRB (%) INFLASI (%) 2005
2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Sumber : BPS Kabupaten Bima dan hasil olahan Bappeda, 2010
Gambar 2.2. Tingkat Pertumbuhan PDRB ADHK dan ADHB serta Laju Inflasi PDRB Kabupaten Bima Tahun 2005-2010
Laju pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (PDRBN) Tahun 2005-2010, tertinggi pada tahun 2005 sebesar 9,0% dan terendah pada tahun 2006 yaitu sebesar 4,22%, sedangkan pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (PDRBR) tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 6,43% dan terendah pada tahun 2005 yaitu sebesar 1,37%. Adanya selisih pertumbuhan tersebut disebabkan pengaruh inflasi PDRB pada masingmasing sektor
sehingga ikut mempengaruhi perkembangan nilai tambah
dalam pembentukan PDRB masing-masing sektor.
Laju inflasi
tertinggi
terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 11,9% dan terendah pada tahun 2006 yaitu sebesar 6,29%. Namun demikian, percepatan pertumbuhan adalah suatu keharusan yang tetap harus diimbangi dengan pemerataan pembangunan di segala bidang. Pertumbuhan ekonomi ini juga diharapkan mampu memberikan perubahan berarti dalam struktur perekonomian lokal yaitu dari sektor pertanian ke sektor industri dan perubahan kelembagaan. Untuk itu, laju pertumbuhan ekonomi perlu didukung oleh dimensi pembangunan manusia yang difokuskan pada bagaimana membentuk manusia terampil dan profesional sebagai subyek pembangunan. Konsep pembangunan manusia adalah pada produktifitas, kesetaraan, keberlanjutan, dan pemberdayaan. Untuk mengaktualisasikan seluruh potensi sumberdaya manusia diperlukan integrasi dari keempat aspek ini agar penduduk dapat menjadi asset yang memungkinkan untuk mendorong pengembangan ekonomi dan promosi inovasi teknologi dan institusional untuk mendorong perbaikan kondisi sosial.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
18
% Pertumbuhan Ekonomi
Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Kab. Bima dengan Provinsi NTB 7 6 5 4 3 2 1 0
4.26
4.89 4.56
2006
6.54 6
6.43 4.89
Kab. Bima Prov. NTB
2.19
1.97 1.37 2005
5.95
1.37 2007
2008
2009
2010
Tahun
Sumber : Data PDRB Prov NTB Tahun 2008 dan hasil olahan
Gambar 2.3 Pertumbuhan ekonomi Kab. Bima dengan Provinsi NTB Tahun 2005 - 2010
2. Kependudukan Dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 438.522 jiwa dan luas wilayah 4.389,40 Km2 berarti tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bima rata-rata sebesar 100 jiwa per Km2 meningkat dari 97.12 jiwa per Km2 tahun 2007. Selain itu penyebaran penduduk juga belum merata di seluruh wilayah Kabupaten Bima, dengan luas wilayah Kecamatan antara 66,93 Km2 s/d 627,82 Km2 per Kecamatan, menyebabkan kepadatan penduduk di Kecamatan cukup bervariasi yaitu antara 10 jiwa/km2 s/d 704 jiwa per Km2. Tabel 2.13 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Dalam Kabupaten Bima Tahun 2010 (Hasil Sensus Penduduk 2010) Kecamatan Monta Parado Bolo Mada Pangga Woha Belo Palibelo Wawo Langgudu Lambitu Sape Lambu Wera Ambalawi Donggo Soromandi Sanggar Tambora Total
Luas Wilayah (Km2)
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)
227.43 261.29 62.93 237.58 375.57 44.76 71.58 241.29 322.94 65.4 232.12 404.25 465.32 180.65 130.41 335.08 477.89 627.82 4,389.40
16,868 4,298 22,113 13,481 21,865 12,312 12,212 7,745 13,042 2,548 26,518 16,882 13,891 9,103 8,243 7,736 5,961 3,462 218,280
16,502 4,373 22,163 13,974 22,034 12,645 12,531 8,407 13,241 2,508 26,579 16,946 14,086 9,031 8,496 7,736 5,877 3,113 220,242
33,370 8,671 44,276 27,455 43,899 24,957 24,743 16,152 26,283 5,056 53,097 33,828 27,977 18,134 16,739 15,472 11,838 6,575 438,522
147 33 704 116 117 558 346 67 81 77 229 84 60 100 128 46 25 10 100
Sumber : BPS Kab. Bima, 2010.
Penduduk
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
19
Pertumbuhan penduduk Kabupaten Bima tahun 2010 berdasarkan hasil sensus penduduk 2010 sebesar 1,04%. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bima tahun 2008 adalah sebanyak 93.597 jiwa atau 21,79% dari jumlah penduduk. Kemudian menurun pada tahun 2009 menjadi sebesar 88.624 jiwa atau 20,42%, dan diproyeksikan menurun menjadi 85.122 jiwa atau 19,41% pada tahun 2010 Tabel 2.14 Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bima Tahun 2005-2010
No
Tahun 2005 2006 2007 2008 Jumlah Penduduk 416.413 420.744 425.120 429.541 Jumlah Penduduk Miskin 103.812 115.284 106.790 93.597 % Penduduk Miskin 24,93 27,40 25,12 21,79 Sumber : BPS dan Hasil Olahan Bappeda Kab. Bima, 2010 Uraian
1 2 3
2009 434.008 88.624 20,42
2010* 438.522 85.122 19,41
* Angka Proyeksi
3. Peningkatan kualitas sumber daya manusia Kondisi sumberdaya manusia Kabupaten Bima dapat diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahun 2005, IPM Kabupaten Bima sebesar 61,70 dan meningkat menjadi 65,02 pada tahun 2009 dan diproyeksikan IPM Kabupaten Bima meningkat menjadi 66,23 pada tahun 2010 Tabel 2.15 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bima Tahun 2005-2010 No 1 2 3 4 5
Uraian
Tahun
2005
2006
2007
Angka Melek Huruf (%) 81,4 85,75 85,80 Rata-rata lama sekolah (Tahun) 7.20 7.20 7,20 Angka Harapan Hidup (Tahun) 60,9 61,70 62,01 Parietas Daya Beli (Rp. 000) 598,00 598,30 605,20 Indeks Pembangunan Manusia 61,70 63,14 63,86 Sumber: BPS dan Bappeda Kabupaten Bima, 2010
2008
2009
2010*
94,67 7,30 65,75 611,60 64,39
98,16 7,33 67,43 616,20 65,02
98,40 7,36 68,77 619,7 66,23
* Angka Proyeksi
Hasil pembangunan Kabupaten di bidang pendidikan (diukur dari Indeks Pendidikan), bidang kesehatan (diukur dari Indeks Harapan Hidup), dan bidang ekonomi (diukur dari Indeks Pendapatan) terus mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Bahkan untuk Indeks Harapan Hidup dan Indeks Pendidikan Kabupaten Bima lebih tinggi daripada Provinsi NTB. a. Pendidikan yang berkualitas Pendidikan adalah merupakan salah satu komponen yang memegang peranan penting dalam Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Bima.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
20
pencapaian dalam bidang pendidikan pada tahun 2008 terdiri dari : ratarata lama sekolah dan angka melek huruf. Angka melek huruf Kabupaten Bima terus meningkat dari tahun 2005 sebesar 81,4 menjadi 85,80 pada tahun 2007 dan 94,67 pada tahun 2008 atau rata-rata naik sebesar 2,7% setiap tahunnya, sedangkan ratarata lama sekolah mengalami peningkatan dari 7,2 tahun pada tahun 2007 menjadi 7,3 tahun pada tahun 2008. Hal ini menunjukan bahwa walaupun rata-rata lama sekolah mengalami peningkatan setiap tahunnya tapi rata-rata tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Bima masih belum sampai tamat SMP. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh beberapa hal antara lain : 1. Terbatasnya kemampuan masyarakat dari sisi biaya, terutama yang tergolong miskin untuk melanjutkan pendidikan. 2. Masih ada masyarakat yang mengalami kesulitan akses menuju ke sekolah sebagai akibat dari keterpencilan wilayah dan sebaran sarana pendidikan yang belum merata sehingga membutuhkan biaya transport yang cukup besar untuk menjangkau sarana pendidikan tersebut. 3. Masih adanya masyarakat pada daerah perdesaan yang beranggapan bahwa pendidikan tidak terlalu penting sehingga lebih memilih menyuruh anak-anak mereka membantu mencari nafkah daripada menyuruh mereka ke sekolah. Angka Partisipasi Murni (APM) yaitu angka yang menunjukan jumlah siswa usia sekolah yang sekolah formal dibandingkan dengan penduduk usia sekolah, sedangkan indikator Angka Partisipasi Kasar (APK) yaitu angka yang menunjukan jumlah siswa seluruhnya termasuk siswa yang mengikuti pendidikan non formal dibagi dengan penduduk usia sekolah. Tabel 2.16 Angka Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi Kasar NO 1
2
ANGKA PARTISIPASI Angka Partisipasi Murni SD SLTP SLTA Angka Partisipasi Kasar SD SLTP SLTA
2005
2006
TAHUN (%) 2007 2008
2009
2010*
97,44 81,77 61,25
97,49 82,33 61,75
97,98 83,21 62,67
99,04 84,04 63,26
98,06 85,54 64,05
99.00 86.02 64.46
104,01 83,72 62,34
104,04 85,27 63,31
104,01 85,15 63,92
103,9 80,05 66,28
105,03 92,61 67,31
105.36 93.42 68.35
Sumber : Dikpora dan Hasil olahan Bappeda Kab. Bima, 2010 * Angka Proyeksi
Angka Partisipasi Murni (APM) Kabupaten Bima untuk tingkat SD pada tahun 2005 sebesar 97,44% meningkat menjadi 98,06% pada tahun 2009, dan diproyeksikan menjadi 99,00% pada tahun 2010. Begitu juga R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
21
halnya APM tingkat SLTP dan SLTA mengalami kenaikan dari sebesar 81,77% dan 61,25% pada tahun 2005 menjadi 85,54% dan 64,05% pada tahun 2009, dan diproyeksikan sama-sama meningkat menjadi 86,02% dan 64,46% pada tahun 2010. Sementara Angka Partisipasi Kasar (APK) Kabupaten Bima untuk tingkat SD dalam 5 tahun terakhir (2005-2009) mencapai rata-rata lebih dari 100% dan diproyeksikan sebesar 105,36% pada tahun 2010. Untuk APK tingkat SLTP dan SLTA secara rata-rata cenderung mengalami peningkatan dari masing-masing sebesar 83,72% dan 62,34% pada tahun 2005 menjadi 92,61% dan 67,31% pada tahun 2009, dan diproyeksikan meningkat menjadi 93,42% dan 68,35% pada tahun 2010. Meningkatnya APM menunjukkan semakin banyaknya penduduk usia sekolah yang bersekolah di sekolah formal. Indikator-indikator keberhasilan pendidikan di Kabupaten Bima secara umum dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.17 Indikator-Indikator Pendidikan NO 1.
2.
3.
INDIKATOR SD - Drop Out - Angka Kelulusan - Tambahan Sekolah SLTP - Drop Out - Angka Kelulusan - Tambahan Sekolah SLTA - Drop Out - Angka Kelulusan - Tambahan Sekolah
2008
TAHUN
401 241 (0,37%) 10.033 6 68 197 (0,75%) 8.261 3 47 122 (0,79%) 5.546 9
2009 405 139 (0,21%) 9.988 5 77 99 (0,37%) 8.938 15 49 126 (0,81 %) 5.236 8
Sumber : Dikpora Kab. Bima, 2009 )
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, Pemerintah Kabupaten Bima telah membangun banyak sekolah pada berbagai jenjang pendidikan. jumlah sekolah pada tahun 2007-2009 dapat dilihat pada Tabel 2.8 berikut: Tabel 2.18 Jumlah Sekolah pada Tahun 2006-2009
No
Sarana Pendidikan
1
TK
2
SD
3
SMP
4
SMA
5
SMK
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
2006 1 168 395 49 10 16 14 5 -
Sumber: Dinas Dikpora Kabupaten Bima, 2009
2007 3 206 395 49 10 19 14 5 -
Jumlah
2008 11 225 399 2 52 10 28 14 5 -
2009 14 226 401 2 55 13 29 32 5 -
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
22
Rasio jumlah kelas dengan jumlah siswa di Kabupaten Bima sampai tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 2.19 di bawah ini : Tabel 2.19 Rasio Antara Jumlah Lokal/ Kelas dengan Jumlah Siswa Sekolah di Kabupaten Bima Tahun 2006 - 2009 SD
Tahun
2006 2007 2008
Jumlah Lokal 1,935 2,020 2,076
jumlah Siswa 70,900 64,162 64,820
Rasio
37 32 31
2009 2,126 62,988 30 Sumber : Dinas Dikpora Kab Bima, 2009
SLTP jumlah Lokal Siswa 579 29,315 675 25,674 703 26,254
Jumlah
710
25,365
Rasio 51 38 37 36
SMU Jumlah Jumlah Lokal Siswa 262 14,969 308 15,895 411 15,430 420
15,598
Rasio 57 52 38 37
b. Kesehatan masyarakat Indikator keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan antara lain dapat dilihat dari meningkatnya angka harapan hidup dari 60,90 tahun 2005 menjadi 67,43 tahun 2009, dan proyeksikan meningkat menjadi 68,77 pada tahun 2010. Angka kematian bayi menurun dari 54 orang tahun 2006 menjadi 35 orang tahun 2009. Begitu juga halnya angka kematian ibu melahirkan menurun dari 14 orang tahun 2006 menjadi 10 orang tahun 2009. Jumlah penderita gizi buruk dari 214 kasus tahun 2006 menjadi 60 kasus tahun 2009. Tabel 2.20 Indikator Peningkatan Kesehatan Ibu dan KB Tahun 2006-2009 No 1 2 3
Uraian Bayi Gizi buruk Angka Kematian Ibu Angka Kematian Bayi
2006 214 14 54
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bima, 2009
2007 114 10 43
Tahun 2008 67 10 38
2009 60 10 35
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, pemerintah Kabupaten Bima juga telah meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya tempat untuk berobat yang memadai bagi masyarakat di Kabupaten Bima. Pada tahun 2005, jumlah tempat berobat sebanyak 634 unit dan meningkat menjadi 736 unit pada tahun 2009.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
23
Tabel 2.21 Jumlah sarana dan prasarana kesehatan No 1 2 3 4 5
Jumlah Unit / Tahun
Jenis Tempat Berobat
2005 1 14 66 478 75 634
Rumah Sakit Puskesmas Puskesmas Pembantu Posyandu Polindes Jumlah
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bima, 2009
2006 1 14 71 478 78 642
2007 1 20 77 522 78 698
2008 1 20 81 522 95 719
2009 1 20 86 522 107 736
Disamping itu, juga ditunjang oleh ketersediaan tenaga medis maupun paramedis, baik paramedis perawat maupun non perawat yang tersebar di semua Pusat Kesehatan Masyarakat di seluruh Kecamatan di Kabupaten Bima, walaupun belum didukung oleh ketersediaan tenaga dokter spesialis. Untuk
meningkatkan
pelayanan
kesehatan
masyarakat,
pemerintah
kabupaten Bima terus menambah tenaga kesehatan secara signifikan. Hal ini dapat diketahui dari semakin meningkatnya jumlah tenaga kesehatan yang pada tahun 2005 berjumlah 181 orang, meningkat secara darastis menjadi 326 orang pada tahun 2009. Tabel 2.22 Jumlah Tenaga Medis dan Paramedis Kesehatan No 1 2 3 4 5
Tenaga Medis/Paramedis Dokter Umum Dokter Spesialis Apoteker Perawat Bidan Jumlah
Jumlah orang / Tahun 2005 20 0 5 49 107 181
2006 20 7 7 67 107 208
2007 22 7 7 120 116 272
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bima, 2009
2008 29 12 8 107 115 271
2009 39 12 15 110 150 326
c. Paritas Daya Beli Masyarakat Selain komponen pendidikan dan kesehatan, paritas daya beli masyarakat juga merupakan salah satu komponen penting dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Paritas daya beli masyarakat terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Paritas daya beli masyarakat Kabupaten Bima mengalami peningkatan sebesar Rp. 18.200 dari Rp. 598.000 tahun 2005 menjadi Rp. 616.200 pada tahun 2009, atau rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,05% setiap tahun. Dan diproyeksikan akan meningkat menjadi Rp. 619.700 pada tahun 2010. Namun demikian, walaupun daya beli masyarakat Kabupaten Bima yang diukur dengan Indeks Pendapatan terus mengalami peningkatan tetapi
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
24
peningkatan tersebut tidak signifikan, maka penyebab utama rendahnya IPM Kabupaten Bima adalah karena rendahnya paritas daya beli masyarakat. Rendahnya paritas daya beli masyarakat (Indeks Pendapatan masyarakat) Kabupaten Bima menjadi suatu isyarat penting bagi kita semua untuk lebih fokus lagi pada pembangunan ekonomi berbasis peningkatan pendapatan. d. Pengangguran Total Angkatan Kerja (2005) di Kabupaten Bima mencapai 243.352 orang yang terdiri dari 234.450 orang pekerja dan 8.902 orang pencari kerja/pengangguran (3,66%). Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, total angkatan kerja di Kabupaten Bima semakin meningkat, dimana pada tahun 2009 menjadi 287.018 orang yang terdiri dari pekerja sebanyak 279.920 orang dan pencari kerja sebanyak 7.098 orang (2,47%). Tingkat pengangguran di Kabupaten Bima dibandingkan dengan Kabupaten/Kota di NTB berada pada urutan terendah yang diikuti oleh kabupaten Sumbawa Barat yang mencapai 6,81%. Tingkat pengangguran tertinggi justru terjadi di Kota Mataram sebesar 13,58% dan Kota Bima sebesar 12,76%. Rendahnya tingkat pengangguran di Kabupaten Bima karena pada umumnya sebagian besar tenaga kerja bisa bekerja pada sektor pertanian yang masih menyediakan lapangan kerja yang relatif besar, perdagangan dan pegawai pemerintah. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja pada sub sektor jasa pemerintahan, terlaksananya beberapa program yang mengarah pada usaha ekonomi produktif, kemudahan akses kredit keuangan mikro, koperasi dan perbankan, serta banyaknya program padat karya menyebabkan rendahnya angka pengangguran di Kabupaten Bima. Tabel 2.23 Jumlah angkatan kerja yang terdaftar di Kabupaten Bima Tahun 2005-2009 Klasifikasi Jumlah pekerja Jumlah pencari kerja Jumlah angkatan kerja
Jumlah (Tahun)
2005
2006
2007
2008
2009
234.450
246.931
269.882
274.577
279.920
8.902
8.944
8.861
8.992
7.098
243.352
255.875
278.743
283.569
287.018
% Pencari Kerja 3,66 3,50 3,18 3,17 2,47 (Pengangguran) Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Hasil Olahan Bappeda Kabupaten Bima, 2010
C. Sarana dan Prasarana Daerah 1. Transportasi Penataan perhubungan darat di Kabupaten Bima dilaksanakan melalui pembangunan sarana jalan untuk menjangkau luas wilayah 4.389,40 km 2.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
25
Pada tahun 2008, panjang jalan di Kabupaten Bima 1.331,16 km dengan rincian Jalan Nasional sepanjang 90,63 km, Jalan Propinsi sepanjang 412.73 km dan Jalan Kabupaten sepanjang 827.80km. Kondisi Jalan di Kabupaten Bima dapat dilihat pada Tabel 2.24 berikut : Tabel 2.24 Kondisi Jalan di Kabupaten Bima NO
KEADAAN
I A B C D
JALAN NEGARA 2008
2009
JENIS PERMUKAAN Aspal Kerikil Tanah Tidak dirinci JUMLAH
90.63 0.00 0.00 0.00 90.63
II A B C D
KONDISI JALAN Baik Sedang Rusak Rusak Berat JUMLAH
III
KELAS JALAN Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IIIA Kelas IIIB Kelas IIIC Kelas tidak dirinci JUMLAH
JALAN PROPINSI
JALAN KABUPATEN
2008
2009
2008
90.63 0.00 0.00 0.00 90.63
280.97 49.23 5.00 77.53 412.73
280.97 49.23 5.00 77.53 412.73
462.10 80.07 285.63 0.00 827.80
462.10 80.07 285.63 0.00 827.80
30.48 25.51 27.93 6.71 90.63
46.41 25.51 12.00 6.71 90.63
29.55 25.51 112.00 245.67 412.73
69.77 12.50 92.69 237.77 412.73
111.14 153.83 195.12 367.71 827.80
298.38 131.05 139.59 258.78 827.80
90.63
90.63 233.58 179.15
233.58 179.15
269.22 558.58
269.22 558.58
412.73
412.73
827.80
827.80
90.63
90.63
2009
Sumber : BPS Kab. Bima,2010
Prasarana perhubungan di Kabupaten Bima terdiri dari perhubungan darat, laut dan udara. Data mengenai jenis sarana dan prasarana perhubungan di Kabupaten Bima dapat dilihat pada Tabel 2.25 berikut ini.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
26
Tabel 2.25 Jenis Sarana dan Prasarana Perhubungan di Kabupaten Bima Tahun 2006-2009
6
Jenis Sarana dan Prasarana Perhubungan Terminal angkutan darat Pelabuhan laut (lokal) Pelabuhan Khusus (Mangan dan Pasir Besi) Bandar Udara Kendaraan angkutan umum a. Bis trayek dalam kabupaten b. Bis AKAP c. Truk d. Bemo e. Kendaraan Roda 2 Angkutan penyeberangan rakyat
7
Angkutan Desa
No 1 2 3 4 5
Jumlah 2008 7 10 1
2006 6 10 1
2007 7 10 1
2009
1
1
1
1
90 25 102 60 3
90 25 102 60 3
90 25 130 60 3
90 25 130 61 3
10 2
70
Sumber : Dinas Perhubungan , Komunikasi, dan Informatika, 2009
2. Irigasi Daerah Irigasi di Kabupaten Bima berjumlah 127 Daerah Irigasi Pedesaan dan Irigasi Setengah Teknis dan Teknis 41 Daerah Irigasi dengan luas: a. Luas Areal Baku : 32.581,00 Ha b. Luas Areal Potensial : 25.328,00 Ha c. Luas Areal Fungsional : 7.785,00 Ha Sementara itu, kondisi Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tersier (JITUT) di Kabupaten Bima pada umumnya masih merupakan saluran irigasi tanah yang pengelolaanya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat tani, sehingga tingkat kehilangan air pada saluran masih cukup tinggi, dan belum mampu melayani air irigasi secara optimal, baik pada daerah hulu maupun pada daerah hilir. Total panjang JITUT sampai dengan pada saat sekarang adalah 66.000 meter, yang tersebar pada lima kecamatan dan enam DAM. Sampai dengan tahun 2009 telah ada saluran irigasi sepanjang 314.887 meter dan bangunan irigasi sebanyak 41 unit untuk mengairi 24.321 Ha (Luas Baku), Sawah Irigasi 18.079 Ha Daerah Irigasi yang ada di Kabupaten Bima. Kondisi jaringan irigasi di Kabupaten Bima sebagian besar berada pada kondisi baik.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
27
Tabel 2.26 Kondisi Jaringan Irigasi di Kabupaten Bima Tahun 2009 dan 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Nama Daerah Irigasi ( D. I. ) Kec. Madapangga Kec. Bolo Kec. Donggo Kec. Sanggar Kec. Monta Kec. Woha Kec. Belo Kec. Wera Kec. Ambalawi Kec. Sape Kec. Lambu Kec. Wawo Kec. Langgudu Kec. Tambora Kec. Palibelo Kec. Parado Kec. Lambitu Kec. Somandi Jumlah
Rusak 2009 2010 6.287 6.120 1.678 1.649 1.981 2.035 3.213 3.113 4.042 4.042 1.766 1.786 4.461 4.396 2.254 2.870 595 630 3.144 2.929 1.450 1.450 300 300 789 940 31.960 32.260
Sumber : Dinas Kimpraswil Kab. Bima, 2010
Kondisi Jaringan Irigasi Sedang Baik 2009 2010 2009 2010 9.123 9.123 19.891 19.844,5 10.548 10.548 9.501 9.753 4.600 4.600 6.770 6.716 4.050 4.050 8.450 8.550 15.360 15.360 16.970 15.970 7.000 7.000 9.080 9.223 4.761 4.746 13.954 23.140,5 4.100 4.300 6.160 6.044 1.657 1.657 648 613 9.208 4.208 6.738 5.733 28.015 28.015 3.168 3.168 500 500 400 400 2.171 2.270 14.104 4.093 101.093 96.377 115.834 113.248,0
Kondisi jaringan irigasi di Kabupaten Bima sebagian besar berada pada kondisi baik yaitu sebesar 46,82%, sedangkan kondisi rusak sebesar 13,34%, dan dalam kondisi sedang 39,84%. 3. Komunikasi Gambaran tentang jumlah media komunikasi masyarakat yang ada di Kabupaten Bima adalah media cetak lokal sebanyak 29 media, media elektronik lokal sebanyak 1, institusi pers sebanyak 4 buah, dan wartawan sebanyak 109 orang. Upaya pembangunan informasi yang dilakukan oleh Pemkab Bima pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai hal-hal berikut : 1. Tercapainya transparansi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, serta
menjaga
kepercayaan
masyarakat
terhadap
kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. 2. Membangun kesadaran demokrasi dalam pemerintahan. 3. Meningkatkan respon dan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan berbagai program pembangunan daerah.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
28
4. Energi Jumlah desa yang belum terlayani listrik 100% sebanyak 22 desa yang tersebar di 15 Kecamatan dengan total jumlah KK sebanyak 11.414 KK. Dari jumlah tersebut yang ditangani tahun 2009 dengan PLTS/PLTMH/PLT Bayu sejumlah 1.139 KK sehingga sisa yang belum tertangani sebanyak 10.275 KK. 5. Air bersih dan sanitasi Cakupan pelayanan air bersih perkotaan tahun 2006 sebesar 75,25%, meningkat menjadi 79,78% tahun 2009, dan diperkirakan meningkat menjadi 80,97%
pada tahun 2010. Sedangkan cakupan pelayanan air bersih
perdesaan, pada tahun 2006 sebesar 57,39%, meningkat menjadi 75,76% pada tahun 2009 dan diperkirakan meningkat lagi sebesar 81.50% tahun 2010. Peningkatan ini dipengaruhi oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya air bersih untuk kehidupan sehari-hari, serta didukung oleh adanya intervensi pemerintah melalui berbagai program antara lain : P2KP, PKPS-BBM, WSLIC II, UNICEFF,P2IPDT, dan PNPM PISEW, juga programprogram peningkatan pelayanan air bersih dan kesehatan lingkungan yang diinvestasikan melalui APBD Kabupaten Bima. Tabel 2.27 Cakupan Pelayanan Air Bersih dan Sanitasi
No 1 2 3 4
Cakupan Pelayanan Air Bersih dan Sanitasi Air Bersih Perkotaan Air Bersih Perdesaan Jamban Keluarga Perkotaan Jamban Keluarga Perdesaan
2006 75,25 57,39 69,69 51,53
2007 77,75 70,43 70,00 59,20
Tahun (%) 2008 78,62 70,43 75,16 64,46
2009 79,78 75,76 77,12 69,57
2010* 80,97 81,50 79,13 75,08
Sumber : Bappeda Kab. Bima, 2010
Meningkatnya cakupan pelayanan jamban keluarga karena bertambah luasnya pengetahuan masyarakat yang diperoleh dari berbagai media, serta telah dilakukan kegiatan Community Lead Total Sanitation (CLTS) yang merupakan salah satu metode yang digunakan pada kegiatan WSLIC II untuk memacu masyarakat agar mau membangun jamban sendiri tanpa mengharapkan bantuan atau biaya dari pemerintah. D. Pengelolaan Lingkungan Hidup Permasalahan utama sumberdaya air di Kabupaten Bima adalah berkurangnya jumlah sumber mata air dan penurunan debit air. Jumlah mata air yang tersisa mengalami penurunan yang signifikan jika dibandingkan dengan
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
29
tahun-tahun sebelumnya. Debit air sungai dan beberapa sumber air (seperti air tanah, dam dan embung) cenderung menurun. Penurunan kuantitas air di Kabupaten Bima disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Faktor utama adalah tingginya tingkat kerusakan hutan akibat dirambah oleh manusia. Kerusakan hutan mengakibatkan daerah tangkapan air (catchment area) berkurang. Faktor alam, yaitu iklim dan musim, juga turut berperan dalam penurunan kuantitas sumberdaya air. Penurunan kuantitas sumberdaya air juga diikuiti oleh penurunan kualitas air (debit air) akibat berkurangnya daerah resapan air. Hal ini diindikasikan oleh masih luasnya lahan kritis dalam kawasan hutan yang disebabkan oleh berbagai kasus perambahan hutan/pembalakan liar (illegal logging) dan perladangan liar yang marak terjadi di berbagai wilayah Kabupaten Bima beberapa tahun sebelumnya. Untuk mengembalikan kondisi kawasan hutan ke kondisi yang diharapkan diperlukan penanganan serius melalui kebijakan penanganan hutan yang ramah lingkungan. Walaupun pembalakan liar dan perladangan liar sudah tidak begitu banyak, namun kasus seperti ini tetap saja masih ada sehingga tetap menjadi permasalahan serius bagi kelangsungan pengelolaan hutan dan kelestarian lingkungan di Kabupaten Bima. Pada tahun 2008 terdapat 6 kasus perladangan liar yang terjadi di Kabupaten Bima dan meningkat menjadi 10 kasus pada tahun 2009, dan ilegal logging terdapat 24 kasus menurun menjadi 15 kasus pada tahun 2009.
no. 1 2
N 1 2
Tabel 2.28 Kasus Perladangan Liar dan Illegal Logging Tahun 2008-2009 Uraian
2008
Tahun 2009
Perladangan :Liar
6
10
Illegal Loging
24
15
LAKIP Kabupaten Bima, 2009
Secara keseluruhan, wilayah hutan di Kabupaten Bima saat ini meliputi 12 Kelompok Hutan (RTK) dengan total luas kawasan definitif 269.317,52 Ha. yang terbagi menurut beberapa fungsi kawasan sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
30
Tabel 2.29 Luas Kawasan Hutan di Kabupaten Bima Berdasarkan Kelompok Hutan dan Fungsinya No.
Kel. Hutan
RTK
Luas Definitif (Ha)
Kawasan Konserva si (Ha)
Hutan Lindung (Ha)
Hutan Produksi (Ha)
---
Terbatas 13 493,30 947,10
-2.120,00
--
9.949,40
5.273,20
1.275,00
--
1.275,00
53
92.604,76
58.812,86
Soromandi
55
16.200,00
7
Tofo-Rompu
65
8
10
Nipa-Pusu Kota Donggomasa NanganaEKapanta
11 12
1 1 2
2 Tolowata Tololai
3 23 24
4 497,30 3.067,10
---
3
Maria
25
16.382,00
4
Pamali
52
5
Tambora
6
9
12
Jumlah luas (Ha)
HPK
Tetap 14
15
---
16 493,30 3.067,10
1.159,40
650,00
17.032,00
--
--
--
1.275,00
6.611,20
15.482,27
11.698,43
3.500,00
96.104,76
--
14.351,36
1.846,64
--
2.650,00
18.848,00
63.060,37
232,00
24.884,67
23.604,44
14.339,26
--
63.060,37
66
14.219,90
--
3.171,88
6.292,30
4.755,72
--
14.219,90
67
42.631,50
3.333,80
22.946,40
9.248,30
7.103,00
--
42.631,50
68
3.864,20
--
--
1.920,00
1.944,20
--
3.864,20
P. Sangiang
86
12.621,25
7.492,75
--
5.128,50
--
--
12.621,25
Gilibanta Dsk
87
3.290,14
--
--
3.290,14
--
--
3.290,14 206.636,11
0,22
Jumlah Bima
269.709,52
83.189,91
73.526,19
43.120,01
Jumlah NTB % Bima dari NTB
1.066.493,49
454.594,23
298.806,96
142.964,76
6.800,00 28.395,0 0
0,25
0,18
0,25
0,30
0,24
Sumber : Sub-Balai Inventarisasi dan Perpetaan NTB (Sub-BIPHUT NTB), 2009.
924.760,95
Komparasi luas wilayah Kabupaten Bima dengan luas kawasan hutan menunjukkan bahwa persentase luas kawasan hutan ± 59 % dari luas wilayah. Sedangkan persentase luas hutan produksi yaitu ± 43 % dari luas kawasan hutan. Sementara dari aspek rehabilitasi lahan kritis/terlantar baik yang terdapat di dalam maupun di luar kawasan hutan, selama tahun 2009, telah mampu direhabilitasi lahan kritis seluas 800,125 Ha. Upaya rehabilitasi dilakukan melalui berbagai program, baik yang didukung oleh dana APBD Kabupaten Bima, APBD Provinsi NTB maupun APBN. Perkembangan penanganan lahan kritis tersebut dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 2.30 Perkembangan penanganan lahan kritis selama tahun 2009 DAS
SSWS
Kec/Sub/DAS
SARI
SARI
SARI PARADO NAE PARADO NAE SARI SARI
PARADO PARADO
1. Ambalawai/Nanga Kanda 2. Belo/lampe 3. Bolo/Campe Parado
PARADO SARI RIMBA
4. Donggo/Campa Parado 5. Lambu/Sari 6. Langgudu /nangga loa
Lahan kritis Lahan Kritis diluar Didalam kawasan(Ha) Kawasan (Ha)
Jlh Lahan Kritis yang ditangani Th,2009 (Ha)
Sisa Lahan Kritis (Ha )
5,75
833,93
123.62
866
2.536,23 385,72
1.437 -
9,375 21,875
3.614,21 113,85
4.940,17
1,459
26,875
6,299,41
3,921,56 7,058,70
3,085 3,341
6,375 32
6,906,18 10,250,11
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
31
DAS
SSWS
Kec/Sub/DAS
PARADO NAE PARADO NAE PARADO NAE SARI PARADO NAE SARI SARI PARADO NAE
PARADO
7.Madapangga/Campa Parado 8.Monta/Campa Parado 9.Sanggar/Pekat,Guwu Kilo 10. Sape/Sari 11.Tambora/Pekat,Guw u Kilo 12.Wawo/Lampe 13. Wera/Nanga Kanda 14. Woha/Campa Parado Jumlah
PARADO HODDO/BANG GO SARI HODDP/BANG GO PARADO SARI PARADO
Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Bima, 2009.
Lahan kritis Lahan Kritis diluar Didalam kawasan(Ha) Kawasan (Ha)
Jlh Lahan Kritis yang ditangani Th,2009 (Ha)
Sisa Lahan Kritis (Ha )
7,55
1,930,33
1,927,29
253
953,56
322
17,00
1,026,01
10,156,92
5,671
603,75
15.174,36
2,701,50 4,390,94
3,146 7,113
13,45 0
5.583,96 11,504,22
1,224,59 1,453,04 614,24
526 2,563 889
9.875 0,5 45,75
1.32,98 3.815,84 1.197,01
42.388,10
30,675
800,125
68.972,59
Lahan kritis adalah tanah yang mempunyai potensi kerusakan yang tinggi. Ciri umum lahan kritis adalah lapisan permukaan yang tipis dan kering. Lahan kritis dapat terjadi pada lahan yang subur kemudian mengalami degradasi struktur dan kualitasnya. Tingkat kekritisan suatu lahan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kepekaan tehadap erosi dan tingkat kemiringan lahan. Lahan kritis terjadi akibat adanya erosi atau soil creep (tanah merayap). Erosi menyebabkan lapisan tanah yang paling atas (top soil) terkelupas, sisanya menjadi tanah yang tandus bahkan sering merupakan batuan padas (keras). Hal ini sering terjadi di kawasan pegunungan dengan lereng terjal dan miskin tumbuhan penutup. Perambahan hutan juga menjadi penyebab meningkatnya lahan kritis di hutan. Peningkatan luas lahan kritis berdampak langsung pada penurunan produktivitas pertanian. Lahan yang berada dalam kondisi kritis menyebabkan produktivitas pertanian menjadi menurun karena lapisan permukaan yang tipis tidak dapat diusahakan untuk budidaya pertanian. Keadaan ini mempengaruhi perekonomian masyarakat. Perubahan lahan produktif menjadi lahan kritis mengakibatkan angka pengangguran meningkat karena usaha budidaya pertanian menjadi lesu. Keadaan ini dapat memicu masalah-masalah sosial (tingkat kejahatan tinggi). Nilai ekonomi yang tinggi dan pemanfaatan yang luas dari tanaman hutan merupakan ancaman tersendiri bagi kelestariannya. Pohon gaharu menghasikan gubal gaharu yang harganya sangat mahal, yaitu sekitar $ 10.000/kg untuk kualitas terbaik. Sehingga perburuan pohon gaharu di hutan-hutan terus dilakukan hingga kini. Kondisi tersebut menyebabkan populasi pohon gaharu terus menyusut, yaitu hanya sekitar 1 pohon/6 ha.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
32
Rusa timor adalah maskot fauna Provinsi NTB, kini jumlahnya terus berkurang. Pemantauan di kawasan Hutan Tambora diperkirakan jumlahnya tinggal 2.000 ekor. Potensi satwa liar di kawasan Cagar Alam Gunung Tambora Selatan cukup besar, umpamanya jenis burung. Berbagai jenis burung yang biasa diperdagangkan banyak terdapat di kawasan ini misalnya Kepodang, Beo, Kakatua Putih Kecil Jambul Kuning, Betet, Perkici dan berbagai burung Pipitpipitan. Jenis Mamalia yang terdapat antara lain : Babi Hutan, Rusa, Musang, Kera Abu-abu. Untuk jenis Reptil dijumpai berbagai : Jenis Ular, Biawak dan Kadal. Serangga penghasil madu putih banyak terdapat di kawasan Cagar Alam Gunung Tambora terutama di tebing/bebatuan lereng sungai. Permintaan flora dan fauna unik sampai saat ini masih tetap tinggi. Para kolektor berani membayar mahal untuk berbagai jenis satwa dan tumbuhan yang unik dan langka. Keadaan ini merupakan faktor utama yang menyebabkan perburuan gelap dan perdagangan ilegal masih tetap berlangsung sampai sekarang. Upaya penegakkan hukum masih rendah dan lemah karena masih terbatasnya personil untuk pengawasan, penyidikan dan penindakan. Sampai saait ini populasi berbagai jenis burung yang memiliki suara unik terus menyusut. Burung-burung di wilayah NTB yang terancam punah antara lain burung koak-kiau (Philemon buceroides) dan burung punglor (Zoothera spp.). Kedua jenis burung ini menjadi incaran para penggemar burung karena suaranya yang indah dan merdu. Harga yang mahal menyebabkan perburuan kedua jenis burung ini terus berlanjut hingga kini. Dari aspek perlindungan/pengawasan kawasan hutan juga terlihat perkembangan yang menunjukan adanya perubahan , dimana jumlah titik rawan kerusakan hutan akibat perladangan liar dan ilegal loging semakin menurun, hal ini dapat dilihat dari data perkembangan penanggulangan titik rawan tahun 2005/2009 sebagai berikut : Tabel 2.31 Penanggulangan Titik Rawan Hutan Tahun 2005-2009 No. 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Hutan Tololai Tolowata Maria Pamali Tofo-Rompo Donggomasa NangganaE-
2005 1 2 1 5 7 -
2006 5 1 3 1 7 10 -
Jumlah titik rawan 2007 4 1 7 10 -
2008 1 2 0 0 6 1 0
2009 1 4 -
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
33
8 9 10 11 12
Soromandi 1 Nipa-Pusu Gilibanta Tambora 4 Sanggiang Jumlah 21 Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Bima, 2009
1 1 1 29
1 1 1 25
1 0 0 0 0 11
1 6
Selama tahun 2009, melalui operasi pengamanan hutan telah berhasil disita/diamankan sebanyak 13,83 M3 kayu yang terdiri dari kayu log (bulat) sebanyak 1,845 M3, kayu olahan sebanyak 12,972 M3 dan hasil hutan sitaan berupa kayu kuning (Cira) sebanyak 520 Kg. kayu tersebut telah dimasukan sebagai barang sitaan yang akan dilelang oleh negara. Dilihat dari aspek kependudukan, laju pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat memberikan 2 dampak yang berbeda bagi daerah. Di satu sisi jumlah penduduk yang besar merupakan potensi daerah sebagai tenaga kerja dalam kegiatan pembangunan. Namun di sisi lain peningkatan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan pemukiman juga menjadi meningkat. Lahan-lahan untuk pemukiman penduduk terus bertambah setiap tahunnya. Sawah pertanian yang tergolong tanah kelas I banyak dikonversi menjadi komplek pemukiman, terutama di sekiitar wilayah woha sebagai ibukota Kabupaten Bima. Pada tahun 2007 saja konversi lahan pertanian untuk pemukiman, fasilitas umum, dan untuk perkatoran sekitar 2 % (dari lahan pertanian). Kondisi ini mengancam keberlangsungan produksi pangan karena lahan untuk pertanian berkurang. Perubahan
penggunaan
lahan
juga
akan
berdampak pada
penurunan
sumberdaya air. Alih fungsi lahan menyebabkan kemampuan tanah untuk menampung air hujan dan air permukaan menjadi berkurang. Dari aspek keanekaragaman hayati laut, keberadaan ekosistem terumbu karang saat ini sangat memprihatinkan. Kerusakan terumbu karang secara nasional diperkirakan sekitar 70 % sedangkan di wilayah perairan NTB lebih dari 45 %. Laju regenerasi pembentukan karang (recovery) tidak dapat mengimbangi laju kerusakan yang terjadi karena pertumbuhan karang yang sangat lambat, kurang dari 1 cm/tahun. Begitupun yang terjadi di Kabupaten Bima, kondisi terumbu karang sudah sangat memprihatinkan. Dari Luas terumbu karang 3.384 Ha. yang tersebar di sepanjang pesisir Kabupaten Bima, hanya tersisa 10% saja yang masih dalam kondisi baik. Sedangkan 19% atau 642,5 Ha. sudah rusak parah, dan sisanya 71% hampir rusak.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
34
Dengan kondisi ini dapat disimpulkan bahwa kondisi sumberdaya laut kita sudah dalam kondisi kritis. Penyebab utamanya adalah penggunaan alat penangkap ikan yang tidak ramah lingkungan, yang hanya mementingkan keuntungan sesaat tanpa mempedulikan keberlanjutan ekosistem laut. Oleh karena itu diperlukan penanganan serius terutama melalui penggunaan alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan peningkatan pengawasan dan pengamanan wilayah laut dan pesisir. Abrasi pantai yang terjadi di wilayah Kabupaten Bima juga terus meningkat setiap tahunnya. Garis pantai semakin mendekati daratan sehingga terjadi kecenderungan penurunan luas daratan. Abrasi pantai terjadi hampir di sepanjang pesisir pantai antara lain di Pantai Utara Tambora dan Wera. Penyebab abrasi pantai adalah penebangan pohon-pohon mangrove untuk diambil kayunya dan konversi untuk tambak garam dan lahan budidaya laut (misalnya tambak bandeng, udang, dan lain-lain). Selain permasalahan abrasi pantai, Kabupaten Bima juga menghadapi permasalahan
pemanasan
global
(global
Pemanasan
warming).
global
mengakibatkan semakin tingginya permukaan laut dan terjadi perubahan iklim dan musim di daerah. E. Pemerintahan Umum Aspek kelembagaan memegang peranan yang sama pentingnya dengan aspek-aspek pembangunan lainnya, baik aspek fisik, sosial, maupun ekonomi. Namun terkadang aspek kelembagaan dianggap sepele dan mendapatkan perhatian paling sedikit dalam perumusan kebijakan. Bila ditinjau dari peranan dan
fungsinya,
perencanaan,
aspek
kelembagaan
pemanfaatan,
maupun
sangat
menentukan
pengendalian
ruang.
baik
dalam
Kelembagaan
seharusnya dapat menjadi jaminan bahwa suatu produk kebijakan dapat berlaku sebagaimana yang telah ditetapkan. Menilik dari hal tersebut, perlu dilakukan analisis kelembagaan untuk memahami
kapasitas
pembangunan
yang
pemerintah mencakup
kabupaten struktur
dalam
organisasi
menyelenggarakan dan
tata
laksana
pemerintahan, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana kerja, produkproduk pengaturan serta organisasi non-pemerintah (NGO’s) dan perguruan tinggi.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
35
1. Struktur Organisasi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan, bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi diwadahi dalam lembaga sekretariat daerah, unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik adalah lembaga tehnis daerah, serta unsur pelaksana urusan daerah oleh dinas daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Dengan terminologi pembagian urusan pemerintah yang bersifat konkurent berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, maka dalam implementasi
kelembagaan
setidaknya
terwadahi
fungsi-fungsi
pemerintahan tersebut pada masing-masing tingkatan pemerintahan. Penyelenggaraan
urusan
pemerintahan
yang
bersifat
wajib,
diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, sedangkan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan hanya dapat diselenggarakan oleh daerah yang memiliki potensi unggulan kekhasan daerah, yang dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan otonomi daerah. Hal ini dimaksudkan untuk kepentingan efisiensi dan memunculkan sektor unggulan masing-masing daerah sebagai upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya daerah dalam rangka mempercepat proses peningkatan kesejahteraan masyarakat. Menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Pemerintah Kabupaten Bima telah menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bima, serta telah dijabarkan dalam Peraturan Bupati Bima Nomor 3 dan Nomor 4 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Bima.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
36
Peraturan Daerah
dan Peraturan Bupati ini pada prinsipnya
dimaksudkan memberikan arah dan pedoman yang jelas kepada daerah dalam menata organisasi secara efisien, efektif dan rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing, serta adanya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah. Besaran
organisasi
perangkat
daerah
sekurang-kurangnya
mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
Tabel 2.32 Data Struktur Organisasi Pemerintah Kabupaten Bima NO.
UNIT KERJA
A.
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH 1 2 3 4 4 4 5
B. C. D.
1 2 3 4 5 6 7 8
Sekretariat Daerah Sekretariat DPRD Badan Dinas Kantor Dinas Daerah Lembaga Teknis Daerah JUMLAH KECAMATAN KCD / UPT DINAS ESELONERING Eselon II a Eselon II b Eselon III a Eselon III b Eselon IV a Eselon IV b Eselon V a Eselon V b JUMLAH
Sumber Data : Bagian Organisasi Setda Kab. Bima (2006-2009)
JUMLAH (unit)/ TAHUN 2006
2007
2008
2009
1 1 9 18 3
1 1 9 18 3
1 1
1 1
32 18 7
32 18 7
17 12 31 18 13
17 12 31 18 13
1 32 172 0 756 5 65 0 1031
1 32 172 0 756 5 65 0 1031
1 34 64 108 636 325 65 0 1143
1 34 64 108 636 325 65 0 1143
Disamping perampingan struktur organisasi, pemerintah daerah juga telah melakukan pemekaran Kecamatan dan penambahan UPT berdasarkan pertimbangan geografis dan aspirasi masyarakat yang dimaksudkan untuk mendekatkan dan meningkatkan pelayanan publik. Pada tahun 2005 jumlah Kecamatan di Kabupaten Bima sebanyak 14 Kecamatan dengan 150 Desa, R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
37
dan sejak tahun 2006 jumlah kecamatan telah mencapai 18 Kecamatan dengan 168 Desa. Kecamatan Sape dan Woha merupakan Kecamatan dengan jumlah Desa terbanyak dibandingkan dengan Kecamatan lain. Kecamatan sanggar dan tambora merupakan Kecamatan terluas di Kabupaten Bima, dengan luas masing-masing 720 Km. dan 505 Km. Tabel 2.33 Jumlah Desa dan Dusun tiap Kecamatan NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
KECAMATAN MONTA BOLO PARADO MADAPANGGA WOHA BELO LANGGUDU WAWO SAPE LAMBU WERA AMBALAWI DONGGO SANGGAR TAMBORA SOROMANDI LAMBITU PALIBELO
IBUKOTA
JUMLAH
Tangga Sila Parado Dena Tente Cenggu Karumbu Maria Naru Lambu Tawali Nipa O'o Kore Labuan Kananga Sampungu Teta Teke
Sumber Data : BPMDes Kab. Bima (2010)
DESA 12 12 5 10 15 8 12 9 17 12 11 6 8 6 5 6 5 9 168
JUMLAH DUSUN 46 70 18 39 63 32 58 31 68 39 73 37 38 22 21 48 15 32 750
2. Kualitas dan kuantitas sumberdaya aparatur Jumlah pegawai di Kabupaten Bima pada tahun 2007 adalah 8.086 orang dan pada tahun 2008 mengalami peningkatan menjadi 9.096 orang, dan meningkat sebanyak 764 orang menjadi 9.860 orang pada tahun 2010. 3. Kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana kerja Keadaan topografi Kabupaten Bima yang berbukit-bukit dengan posisi sebagian besar wilayahnya berada jauh dipelosok desa dan dusun, bahkan ada beberapa wilayah yang berada di seberang lautan merupakan alasan utama bagi Pemerintah Kabupaten Bima untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kerja bagi aparaturnya. Oleh karena itu, dari tahun ke tahun Pemerintah Kabupaten Bima terus berupaya dengan segala kemampuan yang ada untuk meningkatkan jumlah sarana dan prasarana penunjang tugas kedinasan.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
38
Tabel. 2.34 Data Kendaraan Bermotor Milik Pemerintah Kab. Bima a. Sepeda Motor No.
Merk
Tipe
JUMLAH (Unit) 2006
2007
2008
Jumlah
1.
Honda
Supra Fit
8
150
124
282
2.
Honda
Win 100
42
-
-
42
3.
Honda
Mega Pro
-
-
10
10
4.
Yamaha
Serrow
1
-
-
1
Sumber : Bag. Umum dan Perlengkapan Setda Kab .Bima
b. Mobil No. 1
2
Merk
Tipe
JUMLAH (Unit) 2006
2007
2008
Jml
Dump truck 120 ps
4
-
-
4
Nhr ss micro bus
1
-
-
1
Tangki air 120 ps
2
-
-
2
Truck bak kayu 120 ps
1
-
-
1
Panther ( pick up turbo 2.5 )
-
22
-
22
Ligh truck amroll
-
1
-
1
Isuzu nkr huid
-
1
-
1
Nkr 71 hd (dumptruck)
-
2
-
2
Nrk 71 hd (tangki air)
-
2
-
2
Nrk 71 hd dalmas
-
1
-
1
Nkr 71 hd (bak kayu)
-
-
1
1
NISSAN
Terrano grand rood g.3
4
-
-
4
TOYOTA
Avanza
8
-
-
8
Camry
1
-
-
1
Corolla altis
1
-
-
1
Innova g 2.0
8
-
-
8
Dyna 120 ps
1
-
-
1
Hilux pick up
-
-
-
3
Isuzu
3
Ford
Ranger xlt
-
10
-
10
4
MITSUBISHI
Fuso 125 ps
-
-
-
-
Sumber : Bag. Umum dan Perlengkapan Setda Kab .Bima, 2009
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
39
No
Tabel. 2.35 Data Perlengkapan dan Peralatan Milik Pemerintah Kab. Bima Inventaris
. 1.
Merk
Ac
JUMLAH (Unit)
Jml
2006
2007
2008
LG
20
-
-
20
Panasonic
2
-
14
16
18
-
-
18
2
Ac Mobil
Nipón
3
FILLING KABINET
VIP
-
133
-
133
4
Komputer
LG
61
20
36
117
-
6
-
6
390
63
135
588
Citose
-
121
-
121
Forline
-
3
-
3
1580
669
475
2724
SAMSUNG LCD 5
Kursi Kerja
Jati
6 7
Kursi rapat
8
Kursi Putar
Isabel
58
17
50
125
9
Kursi Tamu / Sofa
Wool
73
22
25
120
10
Lampu Hias / taman
Shinyoku
-
56
-
56
11
Lampu penerangan Jalan
2300
1050
465
3815
12
Laptop
Toshiba
7
4
-
11
Hacer
-
-
5
5
Hacer
5
4
9
Benq
-
3
-
3
142
54
-
196
Jati
-
-
50
50
Jati
394
-
86
480
Olympic
-
85
-
85
13
14 15
LCD Proyektor
Lemari
Olympic
Meja kerja
-
16
Mesin Absensi
Nitgen
-
47
-
47
17
Mesin Ketik
Brother
-
57
24
81
Royal
-
90
90
18
Mesin pemotong Rumput
19
Rak
20
Tabung Pemadam
Olympic
-
5
-
5
-
40
-
40
-
9
-
9
Total
8.973
Sumber : Bag. Umum dan Perlengkapan Setda Kab .Bima, 2009
Tabel. 2.36 Aset Bangunan Milik Pemerintah Kab. Bima (1936-2008) NO.
DESKRIPSI / TIPE BANGUNAN
BANYAKNYA
1.
Bangunan Gedung Kantor Permanen
315 Unit
2.
Rumah Negara Golongan I Tipe A Permanen
409 Unit
3.
Rumah Negara Golongan I Tipe A Semi Permanen
15 Unit
4
Rumah Negara Golongan I Tipe A Darurat
2 Unit
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
40
NO.
DESKRIPSI / TIPE BANGUNAN
BANYAKNYA
5
Rumah Negara Golongan I Tipe B Permanen
3 Unit
6
Rumah Negara Golongan I Tipe B Semi Permanen
2 Unit
7
Rumah Negara Golongan I Tipe C Permanen
1 Unit
8
Rumah Negara Golongan II Tipe A Permanen
136 Unit
9
Rumah Negara Gol II Tipe B Permanen
31 Unit
10
Rumah Negara Golongan II Tipe C Permanen
2 Unit
11
Rumah Negara Golongan II Tipe D Permanen
1 Unit
12
Rumah Negara Golongan II Tipe E Permanen
1 Unit
13
Rumah Negara Golongan III Tipe C Permanen
6 Unit
14
Mess/ wisma/ bungalow/ tempat Peristirahatan Permanen
14 Unit
15
Rumah Adat
3 Unit
16
Bangunan Gedung Pertemuan Permanen
23 Unit
17
Bangunan Gedung Kantor Darurat
3 Unit
18
Bangunan Gedung Laboratorium Permanen
6 Unit
19
Gedung Pertokoan / Koperasi / Pasar Permanen
14 Unit
20
Bangunan Gedung Tempat Ibadah Permanen Sekolah
39 Unit
21
Bangunan Gedung Tertutup Permanen
19 Unit
22
Rumah Negara Golongan III Tipe A Permanen
58 Unit
23
Rumah Negara Golongan III Tipe A Semi Permanen
14 Unit
24
Bangunan Gedung Tempat Kerja Lainnya Permanen
12 Unit
25
Bangunan Olah Raga Tertutup Permanen
2 Unit
26
Gedung Pemotongan Hewan Permanen
3 Unit
27
Bangunan Kandang Hewan/Ternak Permanen
13 Unit
28
Bangunan Pengujian Kelaikan Permanen
1 Unit
29
Bangunan Rumah Sakit Hewan
13 Unit
30
Gedung Garasi / Pool Semi Permanen
2 Unit
31
Bangunan Sejarah Lainnya
1 Unit
32
Bangunan Klinik/Laboratorium/Puskesmas
33
Bangunan Gedung Instalasi Permanen
3 Unit
34
Asrama Permanen
3 Unit
35
Bangunan Bengkel Permanen
3 Unit
36
Bangunan Gedung Pendidikan Permanen
37
Gedung Pos Jaga Semi Permanen
5 Unit
38
Gedung Pos Jaga Permanen
4 Unit
39
Bangunan Museum
2 Unit
40
Bangunan Gudang Tertutup Permanen
1 Unit
41
Rumah Negara Golongan II Tipe B Semi Permanen
5 Unit
42
Bangunan Gedung Museum Semi Permanen
1 Unit
43
Bangunan Rumah Sakit Umum
32 Unit
44
Bangunan Rumah Sakit Kusta
1 Unit
45
Rumah Negara Golongan III Tipe D Permanen
3 Unit
103 Unit
507 Unit
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
41
NO.
DESKRIPSI / TIPE BANGUNAN
BANYAKNYA
46
Bangunan Gedung Perpustakaan Permanen
32 Unit
47
Rumah Negara Golongan III Tipe E Permanen
1 Unit
48
Bangunan ruang BP / BK
1 Unit
49
Bangunan Hotel/Losmen
2 Unit
50
Lain-lain bangunan
13 Unit Jumlah
1.886 Unit
Sumber : Bag. Umum dan Perlengkapan Setda Kab .Bima, 2009
Tabel. 2.37 Aset Tanah Milik Pemerintah Kab. Bima (1936-2008) NO.
DESKRIP/TIPE TANAH
BANYAKNYA LOKASI
1
Tanah Bangunan Kantor Pemerintah
236
2
Tanah Bangunan Tempat Kerja Lainnya
23
3
Tanah Untuk Bangunan Pasar
20
4
Tanah Bangunan Balai Sidang/pertemuan
5
5
Tanah Bangunan Tempat Ibadah
18
6
Tanah Untuk Bangunan Rumah Negara Golongan I
14
7
Tanah Untuk Bangunan Rumah Negara Golongan II
2
8
Tanah Bangunan Poliklinik
1
9
Tanah Bangunan Puskesmas/Posyandu
94
10
Tanah kosong yang tidak diusahakan
12
11
Tanah Lapangan Sepak Bola
12
12
Tanah Untuk Bangunan Gudang
2
13
Tanah Bangunan Balai Sidang/pertemuan
5
14
Tanah sawah untuk tanam Padi
15
Tanah Bangunan Olah Raga
8
16
Tanah Lapangan Parkir Tanah Keras
4
17
Tanah Sisa Lelang
7
18
Kolam Air Tawar
4
19
Tanah Kosong yang sudah diperuntukan
32
20
Tanah Lapangan Atletik
1
21
Tanah Sawah non produktif
6
22
Tambak
4
23
Tanah Bangunan Bangsal Pengolahan/pondok Kerja
1
24
Tanah Komplek Bendungan
22
25
Tanah kebun Jambu Mente
1
26
Tanah Kebun
4
27
Padang Rumput
1
28
Tanah Peternakan
1
29
Tanah Untuk Bangunan Gudang
2
30
Tanah Lapangan Pacuan Kuda
1
1911
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
42
NO.
DESKRIP/TIPE TANAH
BANYAKNYA LOKASI
31
Tanah Bangunan Diklat (Sekolah)
324
32
Tanah Bangunan Taman/Wisata/Rekreasi
2
33
Tanah Tegalan
1
34
Tanah Lapangan Badminton/bulutangkis
2
35
Tanah untuk Bangunan Pendidikan dan Latihan
37
36
Tanah untuk Bangunan Mess / Wisma Asrama
4
37
Tanah Lapangan Basket
1
38
Tanah Lapangan Bola Volley
1
39
Tanah Lapangan Parkir ( Sirtu )
1
40
Tanah Untuk Bangunan Pertokoan/ Rumah Toko
1
41
Tanah Untuk Bangunan Terminal Darat
2
42
Lain-lain
119 Total Lokasi Tanah
2.949
Sumber :Bag. Umum dan Perlengkapan Setda Kab .Bima, 2009
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
43
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KERANGKA PENDANAAN
KEUANGAN
DAERAH
SERTA
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, manajemen pengelolaan keuangan daerah yang lebih adil, rasional, transparan, partisipatif dan bertanggung jawab telah mengalami perubahan fundamental yang signifikan pada berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kebijakan keuangan daerah erat sekali kaitannya dengan keberhasilan program pembangunan daerah. Oleh karena itu kebijakan keuangan daerah harus sesuai dengan arah kebijakan pembangunan, untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan itu sendiri. Ketergantungan yang tinggi daerah terhadap pemerintah pusat, maka mulai tahun anggaran 2011 kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan penerimaan daerah, penajaman alokasi belanja serta upaya-upaya untuk mendapatkan sumber-sumber pembiayaan dari pemerintah pusat maupun propinsi. Oleh karena itu arah kebijakan yang harus ditempuh adalah melakukan intensifikasi pengembangan PAD secara optimal, sementara di sisi pengeluaran dilakukan efisiensi dan efektifitas pengunaan anggaran, baik pada komponen belanja tak langsung maupun pada belanja langsung. A. Kebijakan Pendapatan Daerah Dalam Pelaksanaan otonomi daerah dibutuhkan pengelolaan pendapatan daerah yang efektif dan efisien sesuai kondisi daerah maupun peraturan yang berlaku. Dengan tingginya kebutuhan belanja, Pemerintah Daerah mendorong untuk mengoptimalisasikan penerimaan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan pendapatan daerah lainnya yang sah, yaitu: A.1. Pendapatan Asli Daerah 1) Pajak Daerah 2) Retribusi Daerah 3) Hasil pengelolaan Kekayaan daerah yang dipisahkan 4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah A.2. Dana Perimbangan 1) Bagi hasil pajak dan bukan pajak 2) Dana Alokasi Umum 3) Dana Alokasi Khusus 4) Lain-lain Pendapatan yang sah A.3. Lain-lain Pendapatan daerah yang sah 1) Pendapatan Hibah 2) Dana Darurat 3) Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah daerah lainnya 4) Dana Penyesusaian dan Otonomi khusus 5) Bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
44
A.4. Arah kebijakan pengelolaan pendapatan daerah Kebijakan Pengelolaan Pendapatan daerah Tahun 2011-2015 diarahkan pada peningkatan dana perimbangan dan pendapatan asli daerah. Kebijakan peningkatan dana perimbangan di arahkan pada Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Provinsi dalam upaya peningkatan pendapatan khususnya yang bersumber dari dana perimbangan dan retribusi daerah maupun dari sumber lainnya. Dana Perimbangan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten Bima Tahun 2007-2009, menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan yang signifikan. Dari Rp. 374.364.000.000,00,- pada tahun 2007, menjadi Rp. 421.053.950.000,00,- pada tahun 2008 dan menjadi Rp. 440.308.060.000,00,- pada tahun 2009. Sedangkan Dana yang bersumber Dana Alokasi khusus (DAK), terlihat berfluktuasi. DAK tahun 2007 Rp. 61.051.000.000,00,- meningkat menjadi Rp. 72.807.000.000,00,- Tahun 2008. Tetapi di Tahun 2009 DAK Kabupaten Bima kembali menurun bahkan lebih lendah dari DAK Tahun 2007, yaitu sebesar Rp. 59.167.000.000,00,-. Perkembangan besaran dana perimbangan yang terdiri dari dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.1 Perkembangan Dana Perimbangan Kabupaten Bima Tahun 2007 - 2009
Uraian Dana Perimbangan - Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Khusus
Anggaran
2007 477.817.048.997,16 42.402.048.997,16 374.364.000.000,00 61.051.000.000,00
2008 540.890.062.306,16 47.029.112.306,16 421.053.950.000,00 72.807.000.000,00
2009 534.554.600.314,00 35.079.540.314,00 440.308.060.000,00 59.167.000.000,00
Sumber : Bagian Keuangan Setda Kab. Bima, 2009
Berkaitan dengan penerimaan daerah dari PAD, sesuai dengan pengalaman tahun-tahun sebelumnya atas kenaikan PAD, maka diharapkan kontribusi PAD terhadap APBD akan selalu mengalami peningkatan. Hal ini dimaksudkan agar kedepan Kabupaten Bima bisa lebih mandiri dan bisa secara bertahap mengurangi ketergantungannya pada sumber-sumber Penerimaan dari Pemerintah Pusat. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Tahun 2007-2009, dapat dilihat pada tabel berikut:
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
45
Tabel 3.2 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Tahun 2007 – 2010 Nomor Urut 1.1 1.1.1 1.1.2 1.1.3 1.1.4
Anggaran
Uraian Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
2007
2008
2009
2010
20.344.945.210,00
17.059.351.137,00
20.023.918.876,00
23.027.506.707,40
1.455.444.000,00
1.705.060.000,00
1.705.060.000,00
1.960.819.000,00
8.841.318.767,00
9.755.547.500,00
9.755.547.500,00
11.277.500.875,00
825.000.000,00
1.335.000.000,00
1.450.000.000,00
1.667.500.000,00
9.223.182.443,00
5.894.070.207,00
7.113.311.376,00
8.121.686.832,40
Sumber : APBD Kab. Bima, 2007-2010
Tren Realisasi pencapaian PAD dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan secara signifikan, sehingga secara realistis pemerintah daerah tidak menetapkan target PAD yang terlalu tinggi. Melihat kondisi tersebut perlu diupayakan langkah-langkah konkrit terutama melalui ekstensifikasi sumber-sumber PAD lainnya. Arah kebijakan peningkatan PAD dilakukan dengan meningkatkan kontribusi/bagian laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Untuk dapat meningkatkan laba usaha, BUMD harus melakukan upaya untuk meningkatkan pendapatannya dan melakukan efisiensi biaya. Untuk dapat mencapai hal tersebut perlu dilakukan revitalisasi terhadap BUMD dengan melakukan perbaikan terhadap manajemen kelembagaan maupun manajemen pengelolaan keuangan. Kemudian untuk PAD yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah, selain dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi juga perlu dilakukan kaji ulang terhadap dasar pengenaan pajak/retribusi daerah dan mekanisme pemungutan serta mekanisme pengawasannya. Adapun rincian kebijakan umum pengelolaan PAD adalah sebagai berikut : 1) Intensifikasi a. Melaksanakan pendaftaran dan pendataan subyek dan obyek pajak dan retribusi dalam rangka peremajaan data sesuai dengan potensi yang ada b. Meningkatkan kapasitas SDM pemungut PAD khususnya di bidang teknis operasional pemungutan pendapatan daerah untuk mengikuti kursus/pelatihan. c. Melakukan usaha-usaha di bidang tertib administrasi pemungutan, penyetoran dan pelaporan d. Melakukan sistim jemput bola dalam rangka percepatan pemasukan pendapatan daerah e. Melakukan penyederhanaan sistim pemungutan pendapatan f. Melakukan pengawasan melekat g. Melakukan peninjauan tarip pungutan dalam rangka peningkatan pendapatan daerah h. Meningkatkan koordinasi dengan dinas/instansi terkait i. Melakukan dan meningkatkan kerjasama dengan pihak ketiga
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
46
2) Ekstensifikasi a. Penggalian potensi yang sesuai dengan kewenangan yang akan dilakukan dengan membuat konsep peraturan daerah. b. Melakukan inventarisasi terhadap Investor yang ada di wilayah Kabupaten Bima, melalui cara ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah. c. Pengembangan potensi objek-objek baru melalui penciptaan iklim kondusif usaha swasta PMA/PMDN dengan peningkatan OSS (One Stop Service ) di daerah.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
47
Tabel 3.3 Ringkasan Pendapatan Daerah Kabupaten Bima Tahun 2007-2009 Nomor Urut
Uraian
Anggaran 2007
1.
PENDAPATAN DAERAH
1.1
20,344,945,210.00 Pendapatan Asli Daerah 1,455,444,000.00 Pajak Daerah 8,841,318,767.00 Retribusi Daerah 825,000,000.00 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 9,223,182,443.00 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 477,817,048,997.16 Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak/ Bagi Hasil Bukan Pajak 42,402,048,997.16 374,364,000,000.00 Dana Alokasi Umum 61,051,000,000.00 Dana Alokasi Khusus 42,046,023,832.90 Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah 6,000,000,000.00 Hibah 1,000,000,000.00 Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya5,046,023,832.90 30,000,000,000.00 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 0.00 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya Jumlah Pendapatan 540,208,018,040.06
1.2
1.3
1.1.1 1.1.2 1.1.3 1.1.4 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.3.1 1.3.2 1.3.3 1.3.4 1.3.5
Sumber : Bagian Keuangan Setda Kab. Bima, 2009
2008
17,059,351,137.00 1,455,294,000.00 8,374,986,930.00 1,335,000,000.00 5,894,070,207.00 540,890,062,306.16 47,029,112,306.16 421,053,950,000.00 72,807,000,000.00 12,346,023,832.90 0.00 0.00 7,346,023,832.90 0.00 5,000,000,000.00 570,295,437,276.06
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
Realisasi 2009
20,023,918,876.00 1,705,060,000.00 9,755,547,500.00 1,450,000,000.00 7,113,311,376.00 534,554,600,314.00 35,079,540,314.00 440,308,060,000.00 59,167,000,000.00 92,540,151,332.00 0.00 0.00 7,346,023,832.00 84,512,177,800.00 681,949,700.00 647,118,670,522.00
2007
22,047,568,328.54 1,579,697,462.00 8,841,956,313.00 1,030,972,004.00 10,594,942,549.54 464,740,286,911.00 29,325,286,911.00 374,364,000,000.00 61,051,000,000.00 17,981,091,405.25 6,000,000,000.00 1,000,000,000.00 4,718,379,105.25 6,262,712,300.00 0.00 504,768,946,644.79
2008
2009
18,859,351,137.00 1,455,294,000.00 10,174,986,930.00 1,335,000,000.00 5,894,070,207.00 530,890,062,306.16 47,029,112,306.16 421,053,950,000.00 62,807,000,000.00 30,304,561,632.90 0.00 4,500,000,000.00 7,346,023,832.90 13,458,537,800.00 5,000,000,000.00 580,053,975,076.06
20,023,918,876.00 1,705,060,000.00 9,755,547,500.00 1,450,000,000.00 7,113,311,376.00 534,554,600,314.00 35,079,540,314.00 440,308,060,000.00 59,167,000,000.00 92,540,151,332.00 0.00 0.00 7,346,023,832.00 84,512,177,800.00 681,949,700.00 647,118,670,522.00
48
B. Kebijakan Belanja Daerah Belanja Daerah diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah Kabupaten Bima dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial kemasyarakatan yang dialokasikan melalui Belanja tak langsung dan Belanja langsung. Belanja Daerah meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Orientasi Belanja Daerah lebih diarahkan pada prioritas pelayanan publik. Strategi belanja daerah dalam menyusun kegiatan baik yang bersifat belanja tak langsung maupun belanja langsung memiliki kriteria : 1). Berdampak luas pada penyelesaian permasalahan yang dihadapi daerah dan; 2). Bersifat penting dan mendesak untuk segera dilaksanakan 3). Mengutamakan kegiatan yang bersifat strategis dan mendesak sesuai dengan usulan prioritas dari masyarakat melalui Musrenbang. 4). Melaksanakan kegiatan yang bersifat mendesak dan menjadi tuntutan masyarakat, DPRD serta kebijakan pemerintah daerah dan; 5). Mencukupi kebutuhan penyelenggaraan pemerintah yang bersifat strategis dan mendesak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemampuan keuangan daerah yang terbatas mengakibatkan kegiatan yang dapat didanai menjadi terbatas. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kebutuhan terbesar untuk mencukupi kebutuhan belanja pegawai. Data jumlah pegawai tahun 2010 menunujukkan bahwa PNS di Kabupaten Bima berjumlah 9.860 orang dan sehingga dibutuhkan dana kurang lebih sebesar 56,09 persen dari total APBD TA 2010 untuk gaji PNS. Dengan demikian alokasi belanja tak langsung dengan belanja langsung relative tidak berimbang. Belanja langsung daerah diarahkan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, terutama pada pemenuhan fungsi pemerintahan yang meliputi: 1) Pelayanan umum 2) Ketertiban dan Ketentraman 3) Ekonomi 4) Lingkungan hidup 5) Perumahan dan fasilitas umum 6) Kesehatan 7) Pariwisata dan Budaya 8) Pendidikan
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
49
9) Perlindungan sosial Kemampuan keuangan daerah yang terbatas mengakibatkan kegiatan-kegiatan yang dapat didanai menjadi terbatas. Hal ini sangat mempengaruhi kegiatan pembangunan yang dapat diprogramkan, dan akhirnya berpengaruh terhadap percepatan pencapaian misi dan tujuan Kabupaten Bima. Pada tahun 2011-2015 diharapkan belanja daerah khususnya belanja langsung dapat ditingkatkan sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, terutama pada fungsi pendidikan, kesehatan, dan penanggulangan kemiskinan, serta peningkatan sarana dan prasarana umum. Peningkatan belanja tersebut diperlukan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
50
Tabel 3.4 Ringkasan Belanja Daerah Kabupaten Bima Tahun 2007-2009 Nomor Urut
Anggaran
Uraian 2
1 2.
BELANJA DAERAH
2.1 2.1.1 2.1.2 2.1.3 2.1.4 2.1.5 2.1.6
Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/ Kabupaten/ Kota Dan Pemerintah Desa
2.1.8
Belanja Tidak Terduga
2.2.1 2.2.2 2.2.3
Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal
2.2
2007
2008
2009
2007
2008
2009
6
7
8
12
13
14 371,676,780,402.00 329,631,665,902.00 0.00 0.00 3,404,110,000.00 16,851,900,000.00 20,789,104,500.00
247,475,103,106.50 Belanja Tidak Langsung 223,077,203,106.50 Belanja Pegawai 30,000,000.00 Belanja Bunga 0.00 Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial 22,047,900,000.00 Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/ Kabupaten/ Kota dan Pemerintahan Desa
2.1.7
Jumlah Belanja Surplus/ Defisit
Realisasi
304,972,500,403.06 263,974,040,403.06 0.00 0.00 400,000,000.00 23,035,900,000.00 600,000,000.00
371,676,780,402.00 329,631,665,902.00 0.00 0.00 3,404,110,000.00 16,851,900,000.00 20,789,104,500.00
254,219,531,342.00 221,847,408,529.00
21,358,926,264.00 592,148,549.00
324,912,557,807.62 285,089,097,807.62 0.00 0.00 400,000,000.00 23,860,900,000.00 600,000,000.00
600,000,000.00
14,962,560,000.00
0.00
9,320,233,000.00
13,962,560,000.00
0.00
1,720,000,000.00
2,000,000,000.00
1,000,000,000.00
1,100,815,000.00
1,000,000,000.00
1,000,000,000.00
280,905,314,935.40 31,735,183,915.00 87,118,573,109.40 162,051,557,911.00
272,114,936,873.00 38,139,738,425.00 92,807,722,841.00 141,167,475,607.00
286,866,890,120.00 36,097,030,337.00 80,890,995,082.00 169,878,864,701.00
235,868,793,302.00 28,465,660,758.00 76,440,364,000.00 130,962,768,544.00
273,745,212,559.00 38,877,918,600.00 89,480,174,955.00 145,387,119,004.00
286,866,890,120.00 36,097,030,337.00 80,890,995,082.00 169,878,864,701.00
528,380,418,041.90 11,827,599,998.16
577,087,437,276.06 (6,792,000,000.00)
658,543,670,522.00 (11,425,000,000.00)
490,088,324,644.00 14,680,622,000.79
598,657,770,366.62 (18,603,795,290.56)
658,543,670,522.00 (11,425,000,000.00)
0.00
Sumber : Bagian Keuangan Setda Kab. Bima, 2009
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
51
Komponen Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA) dan Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman. Perkembangan Penerimaan pembiayaan tahun 20072009 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.5 Penerimaan Pembiayaan Kabupaten Bima Tahun 2007-2009 Anggaran
Uraian
2007
2008
2009
14,098,173,289.77
13,117,000,000.00
13,300,000,000.00
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA) 14,098,173,289.77 Pencairan Dana Cadangan 0.00 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 0.00 Penerimaan Pinjaman Daerah 0.00 Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman 0.00 Penerimaan Piutang Daerah
8,117,000,000.00 0.00 0.00 0.00 5,000,000,000.00 0.00
9,800,000,000.00 0.00 0.00 0.00 3,500,000,000.00 0.00
Penerimaan Pembiayaan
Sumber : Bagian Keuangan Setda Bima, 2009
Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa, pada tahun 2009 penerimaan pembiayaan yang bersumber dari Sisa lebih perhitungan Anggaran Tahun Anggaran sebelumnya dibandingkan
tahun
2008,
dari
(SILPA) mengalami peningkatan
Rp.
8.117.000.000,00,-
menjadi
Rp. 9.800.000.000,00,-. Tetapi di sisi lain, penerimaan kembali pemberian pinjaman pada tahun 2009 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008. Dari Rp. 5.000.000.000,00,- menjadi Rp. 3.500.000.000,00,-. Sedangkan penerimaan pembiayaan yang bersumber dari Pencairan Dana Cadangan, pinjaman daerah, dan piutang daerah selama tahun 2007-2009 tidak ada atau nihil. Komponen pembiayaan daerah yang lain adalah pengeluaran pembiayaan. Pengeluaran pembiayaan Pemerintah Kabupaten Bima terdiri dari Penyertaan modal (Investasi) Pemerintah Daerah yang dilakukan pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang terdiri dari
PT Bank NTB,
PD. Wawo, PDAM, BPR-LKP, Bank Pesisir Akbar, LKP Nipa, Maria, dan Sanggar, serta KSO Merpati. Adapun rincian pengeluaran pembiayaan tahun 2007-2009 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
52
Tabel 3.6 Pengeluaran Pembiayaan Kabupaten Bima Tahun 2007 – 2009 Anggaran
Uraian
2007
Pengeluaran Pembiayaan
2008 6.325.000.000,00
1.875.000.000,00
0,00
0,00
14.075.000.000,00
6.325.000.000,00 1.000.000.000,00 300.000.000,00 175.000.000,00 1.000.000.000,00 200.000.000,00 150.000.000,00 3.500.000.000,00
1.875.000.000,00
0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
14.075.000.000,00
Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah
2009
- PT. Bank NTB - PD. Wawo -PDAM - BPR - LKP - BPR - Pesisir - LKP Nipa, Maria dan Sanggar - KSO Merpati
Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah
0,00
Sumber : Bagian Keuangan Setda Bima
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa pengeluaran pembiayaan dari tahun 2007-2009 mengalami penurunan dari Rp. 14.075.000.000,00,tahun 2007, menjadi 1.875.000.000,00,-
Rp. 6.325.000.000,00,- tahun 2008, dan
tahun
2009.
Penurunan
ini
disebabkan
menjadi karena
menurunnya penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah kepada BUMD dan KSO dengan Merpati.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
53
BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Potensi dan Peluang Daerah 1.
Potensi Daerah a. Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Potensi lahan untuk tanaman pangan dan hortikultura mencapai 88.192 Ha, dengan komoditas potensial yang dapat dikembangkan antara lain jagung, kacang tanah, kedelai, ubi jalar, bawang merah, srikaya (garoso), mangga, pisang, pepaya, sawo, dan nangka. Hingga saat ini industri pengolahan skala besar dan menengah untuk meningkatkan nilai tambah tanaman hortikultura belum tersedia. Yang ada hanya industri pengolahan skala rumah tangga yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari karena hanya terbatas pada komoditi tertentu untuk membuat bawang goreng, tahu/tempe, keripik atau dodol. Tabel 4.1 Produksi dan Produktivitas Padi dan Palawija Tahun 2006-2009
Produksi (ton) Produktivitas (Kw/Ha) 2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 Padi sawah 202,181 195,695 195,936 196,419 48.87 48.94 50.42 Padi ladang 49,546 41,935 55,354 90,780 27.33 27.33 28.25 Jagung 7,552 16,180 14,511 11,517 21.56 24.43 27.85 Kedelai 35,695 17,160 31,864 86,471 12.13 11.67 12.07 Kacang tanah 11,062 6,824 10,894 23,889 12.33 12.81 13.38 Kacang hijau 1,376 1,358 1,167 1,265 8.11 8.43 9.56 Ubi kayu 8,279 11,327 13,413 18,353 114.38 114.65 117.14 Ubi jalar 5,595 4,055 4,991 7,295 111.7 113.6 113.68 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Bima, 2009 Komoditi
2009 53.47 30.15 35.65 12.90 14.57 12.12 122.23 113.84
Produk tanaman pangan dan hortikultura dari Kabupaten Bima yang telah menembus pasar regional maupun nasional adalah kacang tanah, kedelai, dan bawang merah. Sementara komoditi lainnya hanya dikonsumsi oleh pasar lokal. Rantai pemasaran umumnya agak panjang. Dari produsen (petani) ke pengepul (pengumpul), kemudian ke agen (pedagang besar), dan baru ke pasar domestik, regional, maupun nasional. Dengan rantai pemasaran seperti tersebut, para petani menerima margin keuntungan (profit margin) terkecil diantara pelaku lainnya. Rantai pemasaran seperti ini terjadi pada hampir semua komoditi di semua sektor di wilayah Kabupaten Bima khususnya dan Provinsi Nusa Tenggara Barat umumnya. Dengan gambaran kondisi tersebut, peluang investasi untuk budidaya berbagai komoditi tanaman pangan dan perdagangan masih terbuka lebar.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
54
Tabel 4.2 Produksi Tanaman Hortikultura Tahun 2006-2009 Jenis Komoditi
2006
Produksi (ton) 2007 2008
Sayuran · Bawang merah · Bawang putih · Kubis · Wortel · Kacang panjang · Cabe besar · Cabe rawit · Tomat · Terung · Ketimun · Labu siam · Kangkung · Bayam · Petai Buah-buahan · Mangga · Jeruk · Durian · Pisang · Pepaya · Salak · Sawo · Jambu biji · Jambu air · Alpukat · Rambutan · Nangka · Srikaya
2009
76,021 757 1,786 0 1,076 365 0 598 255 432 58 274 205 129
87,868 35 956 19 972 291 288 653 184 420 84 467 217 203
86,316 37 41 21 975 100 424 766 184 430 85 470 220 205
90,292 26 22 22 945 71 491 834 167 429 98 581 225 245
1,068 61 19 2.1 563 4 33 72 360 16 7 1,900 740
1,122 43.15 35 1.352 166 0 37.45 74 220 11.7 10.6 1,634 758.4
9,001 67 15 5.402 1.222 1 29 75 859 18 36 5,846 1,565
30,222 73 16 10 1 1 28 76 1,579 20 71 10,596 2,133
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Bima, 2009
b. Perkebunan Pada sub sektor perkebunan, Kabupaten Bima memiliki beberapa komoditi unggulan, diantaranya jambu mete, kelapa, kemiri, asam, wijen, dan kopi. Dalam kurun waktu 2007-2009, komoditi jambu mete mengalami peningkatan produksi yang cukup signifikan dari 509,76 ton menjadi 574,00 ton. Peningkatan produksi ini terjadi karena perluasan areal tanam serta nilai jualnya yang semakin tinggi dibandingkan dengan jenis komoditi perkebunan lainnya. Khusus untuk tanaman kopi yang berada di kawasan Tambora, selama ini pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Dinas Perkebunan Kabupaten Bima).Produk tanaman perkebunan dari Kabupaten Bima yang telah menembus pasar regional maupun nasional berupa jambu mete, kopi, kemiri, asam, dan wijen.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
55
Tabel 4.3 Luas Areal Perkebunan Tahun 2007-2009 No. 1. 2. 3. 4.
Jenis Komoditi Jambu Mete Kelapa Kopi Kemiri Jumlah
Luas Areal Tanaman ( Ha) 2008 2007 2009
8.820,39 3.340,00 1.068,25 1.863,25 15.091,89
9.556,54 4.108,44 1.186,25 3.465,39 18.316,62
10.061.05 3.623.30 1.087.25 2.254.10 17.133.70
Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Bima, 2010
Tabel 4.4 Jumlah Produksi Perkebunan Tahun 2007-2009 No. 1 2 3 4
Produksi (Ton) 2007 2008 2009 Jambu Mete 542.00 595,80 599,41 Kelapa 1.520.09 1.214,07 1.302.22 Kopi 1.059.81 807,31 797.57 Kemiri 2.111.87 1.878,00 1.881.05 Jumlah 5.233.77 4.495,18 4.580.25 Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Bima, 2010 Jenis Komoditi
Kabupaten Bima memiliki potensi lahan yang cukup luas untuk pengembangan budidaya tanaman perkebunan. Dari potensi lahan seluas 78.615 Ha, yang telah dimanfaatkan baru sekitar 40%. Dengan potensi lahan yang masih tersedia untuk pengembangan tanaman perkebunan dan prospek pasar yang menjanjikan, peluang investasi untuk budidaya berbagai komoditi tanaman perkebunan dan perdagangan masih terbuka lebar. Disamping budidaya, peluang investasi juga terbuka untuk usaha pengolahan dan pemasaran. Selama ini, industri pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah tanaman perkebunan belum tersedia. c. Peternakan Sapi, jagung, dan rumput laut merupakan komoditi unggulan Kabupaten Bima sekaligus menjadi komoditi unggulan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam RTRW nasional menyebutkan bahwa Nusa Tenggara Barat, khususnya Pulau Sumbawa menjadi kawasan pemurnian dan pengembangan Sapi Bali. Merespon arahan tersebut, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat telah mencanangkan program Bumi Sejuta Sapi (BSS), dan Pulau Sumbawa, termasuk di dalamnya Kabupaten Bima menjadi target utama untuk mewujudkan program tersebut.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
56
Tabel 4.5 Perkembangan Populasi Ternak tahun 2007-2009 No.
Jenis Ternak
A. 1 2 3 4 5 B. 1 2 3 4
Ternak Besar Sapi Kerbau Kuda Kambing Domba UNGGAS Ayam Ras Ayam Kampung Itik Unggas lain-lain
2007
Jumlah Ternak (ekor) 2008
2009
62.398 30.857 9.735 87.451 10.119
65.988 31.628 9.307 131.399 15.033
74.671 32.923 9.703 137.989 15.175
42.960 383.805 68.915 136
40.179 391.485 76.082 240
222.922 411.038 79.465 79.732
Sumber : Dinas Peternakan Kab. Bima, 2010
Tabel 4.6 Perkembangan produksi daging dan telur tahun 2007-2009 No. A 1 2 3 4 5 1 2 3 1 B 1 2 3
Produksi
Daging ( ton ) Sapi Kerbau Kambing Domba Kuda
Sub Jumlah Ayam Ras Ayam Bukan Ras Itik Sub Jumlah Jeroan Semua jenis Total Prod Daging Telur Telur Ayam Ras Telur Ayam Kampung Telur Itik Total prod Telur
Sumber : Dinas Peternakan Kab. Bima, 2010
2007
Jumlah 2008
2009
261 67 33 4 59 424 135 398 62 594 234 1.253
191 88 2 0 74 355 28 406 68 502 195 1.052
131 64 35 5 63 396 163 426 71 661 228 1.237
148 320 468
155 335 490
145 290 135
Luas lahan di Kabupaten Bima yang berpotensi untuk pemanfaatan peternakan sekitar 42,78% atau 187.781 Ha, dengan daya tampung sebanyak 1.198.905 animal unit. Akan tetapi jumlah ternak yang ada pada saat ini baru mencapai 204.073 animal unit atau sebesar 17,02% dari daya tampung lahan. Khusus untuk sapi, jumlah yang ada sampai akhir tahun 2008 baru mencapai 62.926 ekor atau 5,25% dari daya tampung lahan sehingga prospek pengembangan sapi di Kabupaten Bima cukup menjanjikan. Saat ini permintaan pasar untuk sapi, baik pasar nasional maupun internasional belum mampu dipenuhi oleh peternak dari Kabupaten Bima maupun Provinsi Nusa Tenggara Barat. Disamping itu, belum adanya industri pengolahan juga
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
57
membuka peluang bagi investor untuk mendirikan pabrik pengolahan hasil peternakan. d. Kehutanan Kawasan hutan di Kabupaten Bima seluas 269.713 Ha, terdiri dari hutan lindung seluas 83.189 Ha, hutan konservasi seluas 69.871 Ha, hutan produksi terbatas seluas 70.532 Ha, hutan produksi seluas 116.646,20, dan HPK/IPK seluas 6.800 Ha. Disamping produksi berbagai jenis kayu, terdapat juga produk hasil hutan ikutan non kayu seperti madu, kemiri, rotan, dan bambu. Tabel 4.6 Luas Hutan Menurut Fungsinya di Kabupaten Bima Tahun
Hutan Lindung(Ha)
Hutan Produksi(Ha)
Hutan Lainnya(Ha)
% Tetap
%
Terbatas
%
Jumlah
Hutan Konservasi
%
HPK
%
2005
83,189.91
30.09
43,120.01
15.59
73,532.19
26.59
69,871.41
25.27
6,800
2.46
27,6513.52
2006
83,189.91
30.09
43,120.01
15.59
73,532.19
26.59
69,871.41
25.27
6,800
2.46
27,6513.52
2007
83,189.91
30.09
43,120.01
15.59
73,532.19
26.59
69,871.41
25.27
6,800
2.46
27,6513.52
2008
83,189.91
30.09
43,120.01
15.59
73,532.19
26.59
69,871.41
25.27
6,800
2.46
27,6513.52
83,189.91
30.09
43,120.01
15.59
73,532.19
26.59
69,871.41
25.27
6,800
2.46
27,6513.52
2009
Sumber : Bima Dalam Angka, 2010
Tabel 4.7 Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Status Fungsinya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kel. Hutan
Tolowata Tololai Maria Pamali Tambora Soromandi Tofo – Rompu Nipa – Pusu Kota Donggomasa NanganaE – Kapenta 11 P. Sangiang 12 Gilibanta Dsk Jumlah Bima Jumlah NTB % Bima dari NTB
Luas Definitif (Ha) 493,30 3.067,10 16.382,00 1.275,00 92.604,76 16.200,00 63.060,37 14.219,90 42.631,50 3.864,20 12.621,25 3.290,14 269.709,50 1.066.493,40 25,29
Hutan Konservasi (Ha)
Hutan Lindung (Ha)
58.812,86 232,00 3.333,8 -
9.949,40 1.275,00 6.611,20 14.351,36 24.884,67 3.171,88 22.946,40 -
7.492,7 69.871,36 171.533,5 40,73
83.189,91 454.594,2 18,30
-
-
Hutan Produksi (Ha) 493,90 3.067,10 6.432,60 27.180,70 37.943,70 11.048,02 16.351,30 3.864,20
650.00 3.500.00 2.650.00 -
116.646,20 441.771,72 26,40
6.800.00 28.395.0 24
HPK (Ha)
Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Bima, 2009
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
58
Tabel 4.8 Perkembangan Produksi Hasil Hutan Kayu dan Non-Kayu Kabupaten Bima No.
Jenis Komoditi
1 2
Kayu (m3) Madu (Liter)
3 4 5 6 7 8 9
Kemiri (Ton) Rotan (Btg) Bambu (Btg) Kayu bakar (sm) Liana (Btg) Arang (Kg) Jumlah Industri Pengolahan hasil Hutan kayu
10 Jumlah Industri Pengolahan hasil Hutan non kayu
2006 1,017,27 -
2007 36.662,96 22
62,000 159,593 13,200 172 4,000 3,100 -
Tahun
2008 53.641,29 100
2009 9.542,47 -
3.800 8.670 144,850 736 4.600 -
3.050 400 128.600 442 3.600 -
1.270 66 163.700 338 6.600 -
-
-
-
Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Bima, 2009
e. Perikanan dan Kelautan Potensi sumber daya laut di Kabupaten Bima meliputi lahan budidaya seluas 10.943,5 Ha, terdiri dari budidaya perairan umum seluas 5.821,00 Ha (baru dimanfaatkan 862 Ha atau 14,81%) dan perairan payau/tambak seluas 5.122,5 Ha (baru dimanfaatkan 1.294,96 Ha atau 25,28%), serta perairan laut untuk perikanan tangkap seluas 29.674.000 Ha (baru dimanfaatkan 284.704 Ha atau 9,6%). Sementara potensi areal pesisir mencakup pantai sepanjang ± 640 Km. Dengan potensi yang begitu besar, produksi ikan basah hasil tangkapan di perairan laut dan ikan basah hasil budidaya di perairan umum rata-rata mencapai 21.609,03 ton/tahun. Selain produksi perikanan tangkap dan budidaya di perairan laut dan perairan umum, terdapat juga potensi rumput laut, garam, mutiara, serta perikanan budidaya air payau dan air tawar. Kecuali garam, produksi komoditas unggulan sektor perikanan dan kelautan masih terbatas dan belum optimal, sementara potensi lahan masih cukup luas yang didukung oleh permintaan pasar lokal, regional, nasional, dan bahkan internasional masih cukup tinggi. Sementara untuk budidaya kerang mutiara, telah dilakukan oleh beberapa perusahaan dengan total produksi sebesar 94,981 Kg. Namun demikian masih tersedia lahan potensial untuk pengembangan budidaya mutiara seluas 2.904,5 Ha. Disamping kegiatan penangkapan dan budidaya, terbuka juga investasi industry pengolahan hasil perikanan yang hingga saat ini belum ada di Kabupaten Bima.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
59
Tabel 4.9 Perkembangan Produksi Perikanan Tahun 2006-2009 Uraian
Produksi (ton/tahun) 2007 2008 5.373,80 5.749,99
Rumput laut
2006 5.226,00
Budidaya tambak
6.621,00
6.952,05
7.438,70
Perikanan air tawar
185, 10
192,50
209,83
2009 5.938,37 7.736,25 218,92
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Bima,2009
Pada tahun 2009 produksi tangkapan dan nilai penjualan ikan basah di Kabupaten Bima dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.10 Jumlah Produksi Ikan Basah (Laut) serta Nilai Penjualan Di Kabupaten No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14 15. 16. 17. 18.
Resort Perikanan Sape Lambu Wawo Bolo Madapangga Sanggar Tambora Belo Monta Donggo Wera Langgudu Ambalawi Woha Palibelo Lambitu Parado Soromandi Jumlah Tahun 2009
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bima, 2010
Tahun 2009 Produksi ( Ton ) Nilai ( Rupiah ) 7.505 112.570.095.000 2.035 30.523.020.000 0 0 668 10.016.115.000 0 0 3.357 50.349.015.000 147 2.201.115.000 0 0 616 9.239.370.000 0 0 756 11.339.550.000 5.461 81.915.360.000 973 14.591.895.000 0 0 581 8.718.615.000 0 0 19 290.895.000 1.608 24.120.855.000 23.725 355.875.900.000
Salah satu komoditi yang memiliki keunggulan secara komparatif yaitu garam karena produksinya sangat berlimpah tetapi kebutuhan pasar masih relatif rendah. Luas lahan budidaya garam di Kabupaten Bima lebih kurang 869,15 Ha. Dari luas lahan tersebut, yang dapat dimanfaatkan baru sekitar 750,11 Ha, dengan produksi rata-rata 150 ton/Ha dan jumlah petani sekitar 1.160 orang. Kondisi ini menjadikan komoditi garam sangat memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut jika ditinjau dari luas lahan dan keberadaan tenaga kerjanya. Sampai saat ini, dari rata-rata produksi garam Kabupaten Bima yang mencapai 65.000 ton/tahun, baru sekitar 2.000-3.000 ton/tahun yang mampu diserap oleh industri pengolahan garam. Sementara sisanya dijual dalam bentuk aslinya untuk keperluan rumah tangga maupun industri, baik di pasar lokal maupun regional terutama untuk kebutuhan Indonesia Bagian Timur.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
60
f. Energi dan Sumberdaya Mineral Potensi sektor energi dan sumberdaya mineral di Kabupaten Bima yang telah diketahui jumlah cadangannya antara lain adalah marmer, pasir besi, emas, perak, mangan dan batu gamping. Cadangan sumber daya marmer tercatat sebesar 117.625.500 m3, cadangan pasir besi 14.038,83 ton, potensi emas 0,39 ton, potensi perak 3,9 ton, potensi mangan 11.248,25 Ha, dan cadangan sumber daya batu gamping sekitar 206.453.810 m 3. Potensi pertambangan yang ada di Kabupaten Bima adalah lahan galian B dan C berupa: Emas, Mangan, Pasir Besi, Batu Gamping, Batu Apung, Gipsum, Silikon, Lempung Kaolin dan Sirtu. Untuk lebih jelasnya sebaran potensi pertambangan dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 4.11 Potensi Sumber Pertambangan Di Kabupaten Bima NO 1
POTENSI SUMBER PERTAMBANGAN
Emas
LOKASI
CADANGAN M3
(Ha)
KELAS CADANGAN
a. Desa Simpasai, Pela Monta
Belum terdata
b. Desa Pesa Wawo
6.602
Hipotetik
c. Desa Donggomasa, Jia Sape
Mangan
12.00
Hipotetik
e. Desa Soromandi Donggo
2.000
Hipotetik
f. Desa Simpasai Pela Monta
18.000
Hipotetik
g. Desa Mangge- Lambu
13.000
Hipotetik
a. Desa Simpasai Pela Monta
832,7
Hipotetik
b. Desa Panda Belo
500
Hipotetik
c. Desa Maria Wawo
2.701
Hipotetik
3.376,4
Hipotetik
1.013
Hipotetik
d. Desa Campa –Madapangga e. Desa Kawuwu-Langgudu 3
Pasir Besi
a. Desa Parado Monta
2,025.38
0,04
Hipotetik
b. Desa Sowa Donggo
77.70
0,31
Hipotetik
4,817.40
1,4
Hipotetik
c. Desa Sangiang Darat Wera d. Desa Kawinda To’i-Tambora 4
Bt. Gamping (BG)
Belum terdata 2,000,000
20
Tereka
Prospek
b. Ds. Ncera Kecamatan Belo
2,300,000
23
Tereka
Prospek
c. Tanjung Doko Kecamatan sape
1,600,000
16
Tereka
Tidak Prospek
705,920
18.3
Tereka
Prospek
3,000,000
20.12
Tereka
Prospek
f. Doro Perangga Kecamatan Monta
442,572
5.28
Hipotetik
-
f. Dusun Sangiang Kecamatan Wera
825,000
12
-
Prospek
489.01
Terindikasi
Tidak Prospek
2
Terindikasi
Prospek
e. Doro sampelo Kecamatan Wera
5
Bt, Apung (PU)
Tanjung Parongge
6
Gipsum (CH)
a. Doro Rasa Kecamatan Wera
7
Silika (GS)
b. Doro Sampelo Kecamatan Wera
Lempung
Prospek
a. Boro Kecamatan Sanggar
d.Doro Ngoro Kecamatan Monta
8
Prospek Belum terdata
d. Desa Keli Woha
2
KETERANGAN
10,760,000 10,000
-
-
Prospek
a. Doro Panda Kecamatan Belo
3,000,000 9,350
5.35
Tereka
-
b. Doro Boke Kecamatan Sape
1,800
0.15
Hipotetik
Tidak Prospek
c. Doro Keri Kecamatan Sape
100
0.5
-
Prospek
d. Bukit Paja Kecamatan Sape
9,938
4.89
-
Prospek
10,000
5
-
Prospek
a. Doro Tangga Kecamatan Monta
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
61
NO
POTENSI SUMBER PERTAMBANGAN
Kaolin (KA)
9
CADANGAN
LOKASI
M3
KELAS CADANGAN
KETERANGAN
b. Doro Tente Kecamatan Woha
251,355
16.75
-
Prospek
c. Doro Tonggorisa Kecamatan Belo
760,000
38
Tereka
Prospek
d. Doro Nggambe Kecamatan Belo
435,000
29
Tereka
Prospek
e. Dsn Sai III Kecamatan Donggo
401,575
20.43
Tereka
-
f. Desa Ngali Kecamatan Belo
142,908
9.52
Tereka
Prospek
a. Desa Sari Kecamatan Sape
20,000
20
Tereka
Prospek
b. Desa Tonggoberi Kecamatan Sape 10 Sirtu
(Ha)
8,000
2.5
-
Prospek
175,560
20.9
Terindikasi
Tidak Prospek
29,400
5.6
Terindikasi
Tidak Prospek
c. Doro Sie Kecamatan Monta
212,625
28.35
Terindikasi
Tidak Prospek
d. Tonggodae Kecamatan Belo
150,000
15
Tereka
Tidak Prospek
e. S. Sondosia Kecamatan Belo
140,000
28
Tereka
Tidak Prospek
f. S. Rade Kecamatan Belo
110,000
22
Tereka
Tidak Prospek
g. S. Tente Kecamatan Woha
125,000
25
Tereka
Prospek
h. S. Nipa Kecamatan Wera
134,400
15
Tereka
Prospek
10.03
Tereka
Tidak Prospek
a. Doro sakuru Kecamatan Monta b. S. Wai Parado Kecamatan Monta
I. S. Parangina Kecamatan Sape
1,254,418
Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi, 2009
Data fasilitas listrik di Kabupaten Bima tahun 2009 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.12 Data Pemilik Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri di Kabupaten Bima tahun 2009 No
Nama Perusahaan
1
Cabang Bima PT. Bima Budidaya Mutiara
Lokasi
Desa Piong
PLTD
Diesel
Kapasi tas (KVA)
22
Thn Operasi
1993
Kondisi
Penerbitan Izin
Baik
Propinsi
Ket.
Sub Ranting Sape 2
PT. Bima sakti Mutiara
3
PT. Telkom
4 5 6 7 8
Bendungan Sumi PT. Telkom PDAM PDAM Pelabuhan sape
Ds. SumiSape Ds. Lambu Ds. SumiSape Pantai Paju Sangia Ds. Naru Pelabuhan
Diesel
125
1996
Baik
Distamben Bima
Diesel
50
1997
Baik
Propinsi
Diesel Diesel Diesel Diesel Diesel
110 100 25 40 25
1998 1992 1992 1992 1992
Baik Baik Baik Baik Baik
Propinsi Propinsi Propinsi Propinsi Propinsi
15-102003 s/d 15-102006
Sumber : Dinas Pertambangan Dan Energi Tahun 2009
g. Industri dan Perdagangan Industri yang berkembang di Kabupaten Bima masih terbatas dalam katagori industri kecil skala rumah tangga, yang bergerak pada pengolahan komoditi pertanian dan industri kerajinan lainnya. Sesuai dengan potensi yang dimiliki serta arahan RTRW Provinsi Nusa Tenggara Barat dan RTRW Kabupaten Bima, maka industri yang dapat dikembangkan di Kabupaten
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
62
Bima adalah agroindustri, termasuk di dalamnya industri maritim. Dalam bidang perdagangan, usaha skala kecil dan menengah juga masih mendominasi yakni mencapai 90%. Padahal sebagai daerah yang sedang tumbuh
dan
berkembang,
Kabupaten
Bima
sangat
potensial
untuk
pengembangan sektor perdagangan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan perdagangan yang rata-rata lebih dari 10% per tahun. Jumlah usaha perdagangan besar memang masih sangat kecil, tetapi sangat potensial untuk terus berkembang karena didukung oleh ketersediaan potensi wilayah dan potensi-potensi lainnya. Jenis komoditi yang umumnya diperdagangakan di sejumlah pasar lokal, regional maupun nasional meliputi komoditi pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan bahan kebutuhan pokok lainnya. Isu strategis lain di bidang perindustrian dan perdagangan adalah skala usaha industri pengolahan masih relatif kecil (skala rumah tangga), kualitas produk hasil industri belum dapat bersaing dengan produk industri daerah lain, pengembangan SDM belum terpadu sesuai potensi yang dimiliki, Investasi UMKM masih sangat minim. Tabel 4.13 Perkembangan Usaha Perdagangan Tahun 2007-2009 Jenis Usaha
2007
Perdagangan besar Perdagangan menengah Perdagangan kecil Jumlah
17 163 3.124 3.304
Jumlah Unit Usaha 2008 19 170 3.400 3.589
2009
20 173 3.998 4.191
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan, 2010
h. Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bima memiliki sejumlah obyek wisata yang cukup potensial untuk dikembangkan, terumata wisata alam dan wisata budayanya. Potensi tersebut didukung oleh berbagai usaha jasa dan produk wisata yang cukup baik seperti usaha perhotelan, biro perjalanan wisata, serta aneka souvenir berupa tenun ikat, songket, sarung dan lain-lain. Tabel 4.14 Potensi dan Peluang Investasi Obyek Wisata
Daya Tarik
Wisata alam Pantai Wane dan Rontu Pantai Kalaki
Pasirnya putih, ombaknya besar Pantai yang indah dan nyaman
Pantai Lamere (Toro Wamba) dan Ujung Kalate Karombo Wera
Pantai yang indah dan nyaman, pasirnya putih, dan airnya yang jernih Gua yang unik
Peluang Pengembangan Hotel, restoran, dan akomodasi lainnya Hotel, restoran, taman bermain yang dilengkapi berbagai akomodasi hiburannya Penginapan, rumah makan Penataan, pengemasan paket acara
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
63
Obyek Wisata Pulau Ular
Kawasan Tambora Oi Tampuro Wisata budaya Upacara Adat Hanta U’a Pua Kompleks Istana Bima (Museum Asi Mbojo) Komplex Wadu Pa’a I dan II Uma Leme (Rumah Adat) Wadu Tunti (Batu Bertulis) Desa Tradisional Masyarakat Wawo dan Sambori (Lengge) Kuburan Dana Taraha Pacuan kuda dengan joki belia tanpa pelana Kesenian tradisional Tari Soka Sari, Lenggo, Lengsara, Karaenta, Ere/Kanja, Katubu, Toja Permainan rakyat: Mpa’a Manca, Sila, Bango, Lepi Wei, Weha Ani dan Sampari.
Daya Tarik
Peluang Pengembangan
Terdapat ribuan ular yang tidak pernah mengganggu pengunjung (ramah dan bersahabat), tetapi akan berubah menjadi sangat ganas dan berbisa jika keluar dari pulau tersebut Air terjun, memiliki kawah terbesar dan unik Mata air yang sangat jernih dengan debit air yang sangat besar
secara profesional Penataan, pengemasan paket acara secara profesional
Penginapan, rumah makan, dan akomodasi lainnya
Keunikannya karena menjadi warisan sejarah yang tidak ternilai harganya Unik serta dilengkapi dengan atraksi kesenian adu kepala (Ntumbu) Kompleks pemakaman raja-raja dan Sultan Bima Unik karena berbeda dengan joki-joki pada umumnya
Promosi dan pengemasan paket acara/wisata secara profesional
Keunikannya karena menjadi warisan sejarah yang tidak ternilai harganya
Sumber Data : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2009
2. Peluang Daerah a. Pelaksanaan Otonomi Daerah Pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor 32 tahun 2004 pada prinsipnya memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri sesuai aspirasi masyarakat serta obyektif daerahnya.
Otonomi
keberpihakan pembangunan pelayanan kepada
daerah
kepada
masyarakat,
akan
dapat
meningkatkan
masyarakat,meningkatkan
meningkatkan
partisipasi
kondisi kualitas
masyarakat
dalam pembangunan, serta mendorong proses demokratisasi di daerah ke arah yang lebih berkembang. b. Kabupaten Bima sebagai daerah Agraris Sebagai daerah dengan persentase jumlah penduduk sebanyak 68% yang bekerja pada sektor pertanian dengan luas lahan pertanian sawah mencapai 30.526 Ha, maka sangatlah tidak berlebihan apabila potensi yang
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
64
ada ini terus dikembangkan menjadi andalan Kabupaten Bima ke depan. Hal ini menjadi sangat strategis mengingat latar belakang kultural masyarakat Kabupaten Bima sudah secara turun temurun mengandalkan mata pencaharian mereka pada sektor pertanian. Ditambah lagi dengan lahan kering yang belum termanfaatkan seluas 15.331 Ha. menjadi peluang yang cukup
menjanjikan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
Kabupaten Bima. Hanya saja yang perlu dilakukan adalah bagaimana agar potensi
yang
besar
ini
dapat
berkembang
sebagaimana
mestinya.
Pengembangan potensi ini memerlukan perencanaan dan strategi yang matang termasuk di dalamnya bagaimana penyediaan infrastruktur yang memadai sehingga potensi yang ada ini dapat diolah dan dimanfaatkan dengan baik. c. Kabupaten Bima sebagai Kota Budaya Kabupaten Bima memungkinkan
untuk
dikembangkan
menjadi
daerah tujuan wisata. Berbagai situs sejarah dan budaya yang menjadi ciri khas sebuah kerajaan adalah peluang yang sangat besar dalam upaya meningkatkan
pembangunan kepariwisataan. Potensi budaya sebagai
daya tarik kepariwisataan yang dimiliki daerah
Kabupaten Bima akan
dapat meningkatkan kunjungan wisatawan. d. Pemanfaatan Teknologi dan Informasi Perkembangan dan pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknolgi (IPTEK) termasuk telekomunikasi, media dan informatika (Telematika) pada
era
globalisasi membuka peluang dan membawa dampak pada
perubahan pola pikir dan cara pandang masyarakat dalam melakukan berbagi kegiatan yang berorientasi pada aspek kemudahan dan kecepatan dalam pertukaran akses informasi serta pelayanan. Teknolgi informasi merupakan faktor pendukung bagi pembangunan daerah yang mencakup aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan aspek hukum yang mampu meningkatkan daya saing dalam menghadapi tantangan globalisasi.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
65
B. Permasalahan dan Tantangan Daerah 1. Permasalahan Daerah a. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia 1) Pendidikan Dalam
pembangunan
bidang
pendidikan
terdapat
beberapa
permasalahan utama yang dihadapi antara lain : Sebaran tenaga pendidik masih belum merata. Rata-rata lama sekolah Kabupaten Bima baru mencapai 7,30 tahun Rasio lokal/kelas dengan jumlah murid untuk SLTP dan SLTA masih di bawah standar ideal serta sebaran dan jangkauan pelayanannya masih belum merata. Masih terdapat ± 5,33% penduduk yang tergolong buta huruf dan buta aksara. Masih terdapat desa-desa terpencil yang akses pendidikannya masih rendah. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan usia dini Terbatasnya sarana penunjang pendidikan seperti laboratorium dan perpustakaan. Belum akuratnya data dan informasi kependidikan. Kualitas tenaga pendidik relatif masih rendah Rasio lokal/kelas dengan jumlah murid untuk SD sudah dalam kondisi ideal namun terkait dengan kualitas fisik masih terdapat beberapa sekolah yang membutuhkan penanganan. Rendahnya minat baca siswa dan masyarakat. 2) Kesehatan masyarakat Beberapa permasalahan dalam pembangunan bidang kesehatan antara lain : Masih rendahnya akses masyarakat terhadap sarana dan prasarana pelayanan kesehatan Masih rendahnya kualitas kesehatan ibu dan anak. Terbatasnya sumberdaya manusia utamanya dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat dan bidan dimana rasio antara tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk masih rendah Masih adanya daerah endemis penyakit tidak menular (GAKY, KLB)
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
66
Kesadaran masyarakat akan kesehatan lingkungan, pola hidup bersih dan sehat masih relatif rendah Kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana kesehatan masih belum memadai, khususnya Rumah Sakit Umum, Puskesmas, Pustu, dan Polindes. Hal ini ditunjukan dengan masih rendahnya rasio antara sarana dan prasarana kesehatan dengan jumlah penduduk. Masih rendahnya kesadaran penduduk dalam mengikuti program KB. Belum terpenuhinya persyaratan untuk akreditasi Rumah Sakit Umum Daerah Terbatasnya perangkat dan Sistem Informasi Manajemen di bidang kesehatan masyarakat utamanya perangkat pengelolaan data-data rekam medis. Kurang tersedianya kebutuhan darah di Unit Transfusi Darah pada RSUD Bima. 3) Paritas Daya Beli Masyarakat Masih rendahnya paritas daya beli masyarakat. Masih rendahnya multiplier efect dari pendapatan masyarakat yang disebabkan oleh belum tersedianya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Masih rendahnya investasi masyarakat, baik investasi lokal maupun nasional dan Luar Negeri (PMDN dan PMA). Masih belum optimalnya pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang ada. Masih terbatasnya akses UMKM untuk mendapatkan modal produktif pada lembaga perbangkan maupun lembaga keuangan lainnya. b. Tingginya angka kemiskinan
Masih cukup tingginya angka kemiskinan Kabupaten Bima yaitu sebesar 19,14%.
Belum tersedianya data kemiskinan yang akurat dan up to date dan berkelanjutan.
Belum terpadunya program-program penanggulangan kemiskinan.
Alokasi anggaran pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan masih belum mencukupi (belum optimal);
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
67
Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengoptimalkan pemanfaatan setiap program yang diluncurkan;
Masih terbatasnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya yang tersedia.
Belum optimalnya keterpaduan antar program penanggulangan kemiskinan.
Masih terbatasnya kemampuan masyarakat dalam menciptakan lapangan kerja secara mandiri.
Tingginya
animo
masyarakat
untuk
mejadi
PNS
daripada
berwiraswasta.
Masih kurangnya pemahaman pencari kerja terhadap pasar kerja dan persyaratannya
Sistem informasi pasar kerja belum tertata dengan baik
. c. Kurangnya nilai tambah produk pertanian Kurangnya nilai tambah produk pertanian disebabkan oleh : Keterbatasan modal yang dimiliki oleh IKM Masih rendahnya kualitas SDM dalam bidang industri pengolahan hasil pertanian. Terbatasnya sarana dan prasarana perindustrian dan perdagangan. Masih terbatasnya industri pengolahan hasil pertanian. 1) Pertanian Tanaman Pangan Beberapa permasalahan dalam sub-bidang petanian tanaman pangan antara lain : Belum optimalnya usaha pengelolaan dan pengolahan pasca panen produk pertanian yang mendukung diversifikasi pangan menuju Bima sehat dan sejahtera. Belum optimalnya upaya peningkatan daya saing produk pertanian terutama menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk dalam memenuhi kebutuhan pasar. Cenderung
semakin
meningkatnya
konversi
lahan
pertanian
produktif ke non pertanian. Belum optimalnya pemanfaatan lahan kering dan marginal dengan sentuhan teknologi sistem usaha tani yang memadai.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
68
Masih belum optimal peran kelembagaan petani dalam menunjang berbagai program bidang pertanian. Masih lemahnya pemahaman petani tentang pengendalian hama. Masih tingginya kehilangan hasil akibat penanganan pasca panen yang kurang tepat. Tidak stabilnya harga komoditas hasil pertanian menyebabkan kerugian di tingkat petani. Belum optimalnya ketersediaan infrastruktur pendukung yang dapat memacu peningkatan produksi pertanian. Pengolahan lahan belum optimal dan membutuhkan waktu yang lama. Rendahnya kapasitas petani dan penyuluh terutama pengetahuan dan penguasaan teknologi sistem usaha tani yang memadai. Menurunnya kualitas SDA dan lingkungan hidup. Daya dukung lahan terutama kesuburan tanah cenderung menurun akibat
input
bahan
kimia
berenergi
tinggi
yang
tidak
mempertimbangkan aspek ekologis dan lingkungan Terbatasnya penyediaan dan akses saprodi berupa bibit unguul, pupuk dan obat-obatan yang memadai Rata-rata kepemilikan lahan petani yang terbatas. Belum optimalnya peran petani dalam kegiatan pertanian terkait dengan akses permodalan, teknologi, infromasi dan pengetahuan yang mendukung usaha pertanian. Belum adanya jaringan pasar lintas wilayah yang terorganisir dalam mendukung go public produk daerah. Masih kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana terutama jalan ekonomi,
irigasi,
mekanisasi
dan
tempat-tempat
sebagai
transit/terminal distribusi produk. Masih banyaknya petani yang belum dapat mengembangkan usaha pertanian dengan baik, akibat keterbatasan modal. Belum optimalnya pemahaman dan kesadaran aparatur maupun masyarakat terhadap arahan kebijakan dan peraturan pemerintah. Data dan informasi tentang pangan belum tersedia setiap saat. Integrasi program antar instansi terkait pembangunan bidang pertanian masih berjalan dengan baik.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
69
2) Perkebunan Beberapa permasalahan dalam subbidang perkebunan antara lain : Belum
terimplementasikannya
pembangunan
yang
paradigma
ramah
lingkungan
pelestarian
dan
mengharuskan
pengembangan perkebunan untuk memaksimalkan peran unsur alami dalam menjaga stabilitas ekosistem. Masih terbatas dan belum optimalnya penyediaan fungsi sarana
dan prasarana yang mendukung kegiatan pengembanngan perkebunan Belum optimalnya upaya peningkatan daya saing produk
perkebunan terutama menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk dalam memenuhi kebutuhan pasar. Belum optimalnya usaha pengelolaan dan pengolahan pasca
panen produk perkebunan dalam rangka menuju diversifikasi dan ketahanan pangan daerah. Masih banyak petani kebun yang belum dapat mengembangkan
usaha perkebunan dengan baik, akibat keterbatasan modal. Belum optimalnya pemahaman dan kesadaran aparatur maupun
masyarakat terhadap arah kebijakan dan peraturan pemerintah yang terkait. Belum adanya jaringan pasar lintas wilayah yang terorganisir
dalam mendukung go public produk daerah. Rendahnya kapasitas petani untuk memperoleh pengetahuan
dan penguasaan teknologi sistem usaha perkebunan yang memadai. Belum optimalnya pemanfaatan lahan kering dan marginal
dengan sentuhan teknologi usaha perkebunan yang memadai. 3) Peternakan Terdapat beberapa permasalahan dalam subbidang peternakan antara lain : Belum maksimalnya teknik penanganan penyakit ternak dan budidaya pakan ternak untuk disebarluaskan kepada masyarakat guna menciptakan iklim peternakan yang baik. Rendahnya produksi dan produkstivitas ternak sehingga belum mampu memenuhi permintaan pasar
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
70
Rendahnya produksi dan kualitas pakan ternak sehingga belum mampu menjamin ketersediaan pakan sepanjang tahun Sistem dan usaha agribisnis berbasis peternakan masih sangat terbatas, terutama sub sistem hulu, yaitu penyediaan pakan ternak, vaksin dan obat-obatan serta bibit ternak unggas yang berkualitas, sangat tergantung dari luar daerah. Pada sub sistem hilir pengelolaan hasil ternak terbatas dan bentuk produk yang diantarpulaukan masih terbatas pada ternak hidup Beberapa jenis penyakit hewan menular yang berpengaruh pada produksi, produktivitas, dan reproduksi belum dapat diatasi secara optimal Masih terbatasnya promosi dan kerjasama antar daerah dibidang peternakan Tata tertib lalu lintas ternak antar kabupaten/kota dan produk hasil ternak belum efisien dan belum berjalan efektif. Belum optimalnya sosialisasi peraturan perundang-undangan tentang distribusi hasil ternak. Masih rendahnya upaya pengelolaan dan pengolahan produk ternak. Terbatasnya investasi di bidang peternakan. Terbatasnya pemanfaatan teknologi di bidang peternakan. Belum optimalnya pemasaran produk peternakan lintas wilayah yang terorganisir. d. Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya yang ada (perikanan, pertambangan, dan pariwisata) 1) Perikanan Terdapat beberapa permasalahan dalam bidang perikanan dan kelautan antara lain : Belum adanya upaya untuk menggali lebih lanjut potensi sumber daya kelautan sebagai salah satu alternatif motor penggerak pengembangan ekonomi daerah. Pengelolaan
potensi
sumberdaya
kelautan
yang
masih
dilaksanakan secara tradisional dan tidak ramah lingkungan seperti pemboman ikan dengan produksi, pengelolaan mutiara, rumput
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
71
laut, udang windu, bandeng, dan lainnya sehingga belum memberikan nilai ekonomis yang menguntungkan masyarakat Terbatasnya sarana dan prasarana terutama peralatan tangkap, tempat penampungan, dan distribusi produksi perikanan. Masih terbatasnya industri pengolahan hasil-hasil perikanan. Pengelolaan perikanan tambak masih dilakukan secara tradisional. Masih rendahnya kualitas SDM pengelolaan perikanan. Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya perairan. Belum adanya jaringan pasar lintas wilayah yang terorganisir dalam mendukung produk perikanan. Belum optimalnya upaya daya saing produk perikanan terutama menjaga kuantitas, kualitas, dan kontinuitas produk dalam memenuhi kebutuhan pasar. Masih banyaknya nelayan yang belum dapat mengembangkan usaha perikanan dengan baik akibat keterbatasan modal. Terbatasnya penggunaan teknologi maju dalam bidang perikanan 2) Pariwisata dan budaya Terdapat beberapa permasalahan dalam bidang pariwisata antara lain: Adanya disorientasi dan melemahnya identitas sosial budaya masyarakat Bima akibat dampak globalisasi Cenderung semakin lemahnya budaya partisipatif dan gotong royong masyarakat dalam pembangunan daerah Cenderung semakin menurunnya kecintaan terhadap kesenian dan kebudayaan lokal Belum tersedianya Rencana Tata Ruang Kawasan Pariwisata Belum optimalnya promosi kepariwisataan Masih kurangnya kuantitas dan kualitas tenaga sumber daya manusia kepariwisataan. Belum maksimalnya pemanfaatan potensi pariwisata yang ada. Masih
terbatasnya
sarana
dan
prasarana
pendukung
kepariwisataan. Masih kurangnya pemeliharaan terhadap aset-aset pariwisata. Masih terbatasnya investor di bidang kepariwisataan Lemahnya jaminan keamanan bagi wisatawan yang berkunjung.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
72
Belum adanya kerjasama antar daerah dalam pengelolaan kepariwisataan. 3) Pertambangan Belum adanya upaya untuk mengelola sumber daya tambang dan mineral baik golongan B maupun golongan C seperti marmer, mangan, batu gamping, emas, besi, pasir besi dan lainnya, akibat tidak tersedianya peralatan, teknologi, dan investasi awal. Rendahnya pemahaman masyarakat tentang sistem eksploitasi sumber daya tambang yang ramah lingkungan. e. Kurang optimalnya pemanfaatan Koperasi dan LKM dalam akses permodalan bagi UMKM Berbagai permasalahan dalam bidang Koperasi, UKM, dan Investasi antara lain : Manajemen Koperasi dan lembaga keuangan mikro lainnya belum dilakukan secara profesional Unit-unit usaha koperasi cenderung statis, belum ada inovasi yang mengarah pada pengembangan kapasitas usaha Daya saing Koperasi dan Lembaga keuangan mikro lainnya relatif rendah Kelompok usaha ekonomi produktif pada tingkat desa belum secara optimal memanfaatkan koperasi dan lembaga keuangan mikro lainnya Koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro lainnya masih memiliki Ketergantungan yang tinggi kepada Pemerintah dalam memperkuat sturuktur permodalannya f. Terbatasnya sarana dan prasarana perindustrian dan perdagangan Masih terbatasnya sarana dan prasarana (peralatan, mesin, listrik, teknologi, dsb) serta kemampuan SDM IKM dalam peningkatan produksi dan kualitas produk, serta pengembangan IKM Belum optimlanya kelembagaan IKM pada sentra industri Masih
rendahnya
kualitas
produk
dan
daya
saing
produk
dibandingkan dengan produk-produk dari luar Kabupaten Bima. Belum terbentuknya Kawasan Industri di Kabupaten Bima Terbatasnya peran lembaga keuangan, perbankan, dan BUMN dalam pengembangan IKM Terbatasnya akses pasar
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
73
g. Rendahnya investasi masyarakat dalam pembangunan Masih kurang optimalnya fungsi media promosi dalam promosi investasi Masih belum up to date nya data potensi real invetasi di Kabupaten Bima h. Pusat Pemerintahan masih berada di wilayah Kota Bima Permasalahan dalam Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Bima, penataan ruang dan peningkatan kualitas lingkungan antara lain :
Ibu Kota Kabupaten Bima masih di wilayah Kota Bima disebabkan oleh: Belum tersedianya dokumen perencanaan tata ruang yang menjadi dasar dari pemindahan ibu kota tersebut dan masih terbatasnya sumber pendanaan untuk pembangan sarana dan prasarana di wilayah Ibu Kota Kabupaten Bima yang baru.
Belum tersusunnya dokumen Rencana Teknik Tata Ruang Ibukota Kabupaten
Belum tersusunnya Peraturan Bupati tentang Rencana Teknik Tata Ruang Ibukota.
Belum
terlaksananya
pengendalian
tata
ruang
melalui
Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB).
Masih rendahnya pemahaman masyarakat akan penataan ruang
Minimnya sosialisasi perundang-undangan dan Perda tentang penataan ruang
Masih ada sebagian kecamatan yang belum memiliki dokumen perencanaan tata ruang
Masih ada sebagian dokumen Rencana Tata Ruang Kecamatan yang belum di legalisasi
Belum ada tindakan hukum terkait pelanggaran penataan ruang
Dokumen Tata Ruang yang telah ada belum dijadikan pedoman dalam perencanaan pembangunan.
Belum tersedianya peta wilayah Kabupaten Bima yang akurat
Terbatasnya sarana dan prasarana penunjang dalam penyusunan rencana tata ruang
Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya manusia dalam penataan ruang
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
74
i. Terbatasnya infrastruktur penunjang Terdapat beberapa masalah dalam pembangunan di bidang sarana dan prasarana antara lain :
Masih terdapat wilayah-wilayah potensial yang terisolir disebabkan karena belum dibukanya jalan baru maupun kondisi jalan/jembatan yang ada dalam kondisi rusak bahkan rusak berat.
Tidak
lancarnya
pengangkutan
hasil
produksi
masyarakat
disebabkan karena masih minimnya sarana jalan ekonomi.
Sarana prasarana transportasi laut belum mencapai pada daerahdaerah potensial.
Belum optimalnya pemanfaatan terminal tipe C dan belum tersedianya terminal tipe A dan/atau B.
Masih rendahnya kualitas dan kuantitas
sarana dan prasarana
perhubungan udara.
Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas yang benar.
Kurangnya SDM aparatur yang profesional di bidang perhubungan (PPNS)
Belum tersedianya peraturan daerah dalam bidang perhubungan.
Ketersediaan infrastruktur irigasi masih belum memadai terutama jaringan irigasi sekunder dan tersier.
Komunikasi dan informasi belum dapat diakses oleh seluruh wilayah kecamatan.
Masih terdapatnya beberapa desa terpencil yang belum dijangkau oleh aliran listrik.
j. Menurunnya kualitas lingkungan Beberapa permasalahan dalam bidang lingkunngan hidup antara lain :
Masih terdapatnya lahan kritis dan praktek illegal logging serta perladangan liar yang mengakibatkan menurunnya kualitas dan kuantitas hutan. Hal ini diindikasikan dengan terjadinya degradasi kualitas lingkungan dan meluasnya lahan kritis dan rawan erosi
Belum terintegrasinya upaya-upaya pengendalian dan rehabilitasi lahan kritis dan kerusakan hutan yang menyebabkan
belum
tercapainya hasil yang optimal.
Semakin berkurangnya jumlah dan debit sumber-sumber mata air.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
75
Sungai-sungai mengalami pendangkalan dan tidak berair serta curah hujan rendah.
Belum tertatanya penggunaan lahan oleh masyarakat
Belum
optimalnya
pemanfaatan
SDA
untuk
peningkatan
kesejahteraan masyarakat
Rendahnya kesadaran masyarakat dan dalam ikut menjaga kelestarian sumber daya hutan.
Belum optimalnya pemantauan dan pengendalian terhadap kegiatan eksploitasi sumber daya alam dan pembangunan.
Belum tertata dan terkelolanya ruang terbuka hijau
Belum tersedianya kawasan peruntukan sawah abadi di Kabupaten Bima
Terbatasnya peraturan daerah tentang pengelolaan sumber daya hutan
Terbatasnya aparatur pengendali dan pengawas hutan.
Belum terdapatnya batas antara kawasan lindung dan budidaya
Masih belum jelasnya batas antara kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Kerusakan ekosistem pesisir dan laut, pengambilan terumbu karang, peangkapan ikan dan pemanfaatan sumber daya laut tanpa memperhatikan lingkungan
Penyusutan keanekaragaman hayati akibat perubahan fungsi hutan
Kerusakan lingkungan akibat pertambangan bahan galian C maupun lainnya
Belum tertibnya kegiatan usaha pertambangan
Meningkatnya
jumlah
penduduk
menyebabkan
meningkatnya
produksi sampah
Semakin berkurangnya luas hutan bakau
Masih luasnya kerusakan terumbu karang.
b. Tantangan Daerah 1. Penerapan produk Hukum Nasional. Sejumlah regulasi dari Pemerintah cenderung tidak konsisten yang berpotensi menghambat jalannya penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan seringkali tidak adanya kesamaan bahasa antara instansi di tingkat pusat dalam mengatur substansi yang sama. Produk-produk hukum pemerintah pusat yang semestinya menjadi pedoman dalam pembangunan daerah
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
76
masih belum sepenuhnya dapat diwujudkan sebagaimana diharapkan. Demikian pula perangkat peraturan yang pendukung pelaksanaan otonomi lainnya, belum lengkap dan belum konsisten. Keadaan ini memberikan dampak yang kurang kondusif terhadap pelaksanaan pembangunan daerah. 2. Kondisi Sosial Politik Pasang
surutnya kondisi politik dan keamanan secara nasional
mempengaruhi situasi perekonomian dan pembangunan di Kabupaten Bima, disamping itu
adanya konflik horizontal dan vertikal didalam dan diluar
daerah Kabupaten Bima termasuk eforia reformasi serta semakin meluasnya jaringan terorisme internasional sehingga menimbulkan dampak yang tidak kondusif dalam perkembangan perekonomian daerah . 3. Pengaruh Budaya Luar Globalisasi memberikan
yang
dampak
tidak
diikuti
berupa
oleh
pemahaman
pergeseran nilai
yang
orientasi
baik, dalam
masyarakat semakin terbuka dan meluas, terutama transformasi budaya yang bersifat negatif seperti komersialisasi, individualisme, materialisme dan konsumerisme yang membawa kedangkalan dan kerapuhan dasardasar moral, hal ini menjadi tantangan sendiri dalam menggerakkan perekonomian, pembangunan dan sosial kemasyarakatan didaerah. 4. Fluktuasi harga Bahan Bakar Minyak Bahan bakar minyak, merupakan salah satu hal penting yang berhubungan dengan kehidupan orang banyak. Terjadinya perubahan kebijakan pemerintah atas harga dan distribusi bahan bakar minyak dan fluktuasi harga minyak dunia akan
memberikan
dampak
yang
sangat
besar terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat karena masih tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kebutuhan bahan bakar minyak. 5. Kualitas lingkungan hidup Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup
adalah
tidak
adanya keterpaduan antara kegiatan
perlindungan fungsi lingkungan hidup dengan pemanfaatan sumber daya alam sehingga terjadi konflik kepentingan antara ekonomi sumber daya
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
77
alam (pertambangan, kehutanan) dengan lingkungan. Kebijakan ekonomi selama ini cenderung lebih berpihak terhadap kegiatan eksploitasi sumber daya alam sehingga mengakibatkan lemahnya kelembagaan pengelolaan dan penegakan hukum. menurun kualitas
Sementara itu, kualitas lingkungan juga terus
yang ditunjukkan dengan menurunnya persediaan air,
udara
dan
atmosfer.
Umumnya
pencemaran
air
dan
air
dari
kegiatan manusia disebabkan oleh kegiatan industri, rumah tangga, pertambangan dan pembukaan lahan pertanian. Di sisi lain pencemaran udara pada umumnya disebabkan oleh
industri dan kendaraan bermotor
yang menggunakan bahan bakar minyak, kebakaran hutan, dan lain-lain. Dari pencemaran air dan udara yang ditimbulkan dapat mengakibatkan terjadinya akumulasi berbagai unsur dan senyawa yang membahayakan bagi kelangsungan kehidupan ekosistem. Selain itu, penerapan prinsipprinsip
pembangunan berkelanjutan ke dalam sistem, organisasi maupun
program kerja pemerintahan baik di pusat maupun daerah masih belum berjalan dengan baik. C. Analisis Strategi Pembangunan Daerah 1. Ekonomi Faktor utama penyebab rendahnya angka IPM Kabupaten Bima adalah rendahnya kinerja sektor ekonomi yang disebabkan oleh masih rendahnya paritas daya beli masyarakat. Berbagai faktor yang diindikasikan menjadi penyebab rendahnya paritas daya beli masyarakat Kabupaten Bima adalah sebagai berikut: - Masih terbatasnya lapangan kerja produktif yang memberi pendapatan yang layak bagi masyarakat. Penyebabnya adalah masih rendahnya kapasitas sumber daya manusia dalam mengelola potensi yang ada. - Terhambatnya pertumbuhan investasi yang disebabkan oleh masih terbatasnya publikasi dan informasi tentang potensi wilayah kabupaten bima
serta
kondisi
infrastruktur
yang
belum
mendukung
bagi
berkembangnya investasi. - Sebagai daerah yang sebagian besar penduduknya bekerja pada sektor pertanian, tidak di imbangi dengan kepemilikan lahan yang layak oleh petani bahkan dari sebagian besar penduduk yang bekerja pada sektor pertanian tersebut bekerja sebagai buruh tani karena tidak memiliki lahan.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
78
- Belum
berkembangnya
pusat-pusat
pertumbuhan
wilayah
yang
menghambat percepatan pembangunan ekonomi wilayah - Terbatasnya
aksesibilitas
masyarakat
terhadap
sumber-sumber
permodalan untuk kegiatan usaha ekonomi produktif menjadi hambatan bagi tumbuh dan berkembangnya sektor riil. 2. Pendidikan dan kesehatan masyarakat Berdasarkan data kependidikan, angka rata-rata lama sekolah Kabupaten Bima masih sebesar 7,3 tahun, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Bima belum sampai tamat SMP. Rendahnya angka rata-rata lama sekolah ini sebagian besar disebabkan oleh masih rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat untuk membiayai pendidikannya,
hal
ini
sejalan
dengan
masih
rendahnya
tingkat
pendapatan perkapita Kabupaten Bima yang masih sebesar Rp. 3,541 juta/tahun. Disamping itu masih adanya wilayah terpencil yang belum terjangkau akses pelayanan pendidikan terutama pendidikan menengah sehingga memerlukan biaya yang relatif tinggi bagi masyarakat . Melihat permasalahan tersebut maka berbagai upaya perlu ditempuh Pemerintah Daerah diantaranya: - Peningkatan pelayanan pendidikan yang berkeadilan, terjangkau, dan berkualitas - Peningkatan bantuan operasional dan beasiswa terutama bagi siswa berprestasi dan yang kurang mampu. - Pemerataan sebaran sarana dan prasarana pendidikan terutama pendidikan menengah di seluruh wilayah - Peningkatan kualitas tenaga pendidik - Pemerataan sebaran tenaga pendidik di seluruh wilayah Di bidang kesehatan Kabupaten Bima masih dihadapkan pada berbagai permasalahan diantaranya: - Masih belum idealnya ratio antara sarana dan prasarana kesehatan dengan jumlah penduduk dan ratio antara tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk. - Masih rendahnya kesadaran masyarakat akan pola hidup yang bersih dan sehat.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
79
- Masih tingginya biaya kesehatan - Belum meratanya sebaran sarana dan prasarana kesehatan terutama di wilayah-wilayah terpencil 3. Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan antara lain tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan. Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau kelompok orang laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak
dasarnya
untuk
mempertahankan
dan
mengembangkan
kehidupannya yang bermartabat. Definisi ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang menyatakan bahwa masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau kelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Hak-hak
dasar
yang
diakui
secara
umum
adalah
terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan
atau
ancaman
tindak
kekerasan
dan
hal-hal
untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik baik perempuan maupun lakilaki. Penanggulangan kemiskinan merupakan upaya terus menerus terjadi karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi masyarakat miskin dan keterbatasan sumberdaya untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak dasar. Langkah-langkah penanggulangan kemiskinan tidak dapat ditangani sendiri oleh satu sektor tertentu, tetapi harus multi sektor dan lintas sektor dengan melibatkan stakeholder terkait untuk meningkatkan efektivitas pencapaian program yang dijalankan. Untuk itu upaya penanggulangan kemiskinan harus dikoordinasikan dengan baik dalam suatu wadah Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), dengan berbagai program dan kebijakan yang terencana dengan baik dalam Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD). Kemiskinan di Kabupaten Bima pada umumnya disebabkan oleh rendahnya
tingkat
pendapatan
masyarakat
dari
sumber
mata
pencahariannya.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
80
Sebagai daerah agraris sebagian besar masyarakat Kabupaten Bima menggantungkan
hidupnya
pada
sektor
pertanian,
tetapi
permasalahannya adalah sebagian besar tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian tersebut adalah sebagai buruh tani dengan kepemilikan aset yang sangat minim sehingga pendapatan yang mereka peroleh dari bekerja pada sektor ini sangat kecil. Disisi lain, masyarakat yang bekerja diluar sektor pertanian dihadapkan pada masih rendahnya kualitas sumber daya manusia yang berdampak pada rendahnya produktifitas kerja, serta kecenderungan masyarakat untuk mencari lapangan kerja dan bukan menciptakan lapangan kerja. Untuk mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Bima berbagai langkah harus ditempuh diantaranya adalah sebagai berikut: - Peningkatan kualitas sumber daya manusia angkatan kerja. - Mendorong peningkatan investasi yang akan menyerap tenaga kerja baik investasi pemerintah maupun investasi masyarakat. - Peningkatan akses permodalan bagi masyarakat. - Sinergisitas
antar
sektor
pembangunan
dalam
menanggulangi
kemiskinan 4. Pelestarian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa sumber daya alam dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Dengan demikian sumber daya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource based economy) dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan (life support system). Atas dasar fungsi ganda tersebut, sumber daya aplam senantiasa harus dikelola secara seimbang untuk menjamin
keberlanjutan
pembangunan.
Penerapan
prinsip-prinsip
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) di seluruh sektor dan wilayah menjadi prasyarat utama untuk diinternalisasikan ke dalam kebijakan dan peraturan perundangan, terutama dalam mendorong investasi pembangunan jangka menengah (2011-2015). Prinsip-prinsip tersebut saling sinergis dan melengkapi dengan pengembangan tata pemerintahan yang baik (good governance) yang mendasarkan pada asas partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas yang mendorong upaya
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
81
perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Namur demikian berbagai permasalahan muncul dan memicu terjadinya kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga dikhawatirkan akan berdampak besar bagi kehidupan makhluk di bumi, terutama
manusia
yang
populasinya
semakin
besar.
Beberapa
permasalahan pokok yang terkait dengan sumberdaya alam dan lingkungan hidup di Kabupaten Bima dapat digambarkan berikut ini: - Masih luasnya lahan kritis sebagai akibat adanya perladangan liar, pembalakan liar, dan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak bertanggungjawab. - Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai). - Habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak karena masih banyak masyarakat yang melakukan perusakan terhadap ekosistim ini, dengan melakukan pemanfaatan sumber daya dengan cara-cara yang hanya mempertimbangkan keuntungan sesaat saja. - Masih adanya ekspoitasi bidang pertambangan yang merusak lingkungan baik yang dilakukan oleh masyarakat secara perorangan maupun oleh perusahaan yang memiliki izin karena adanya proses ekploitasi yang keluar dari ketentuan yang berlaku. - Sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan belum optimal dilaksanakan. - Terbatasnya petugas pengawasan dan perlindungan hutan. - Belum berkembangnya pemanfaatan hasil hutan non-kayu. - Potensi kelautan belum didayagunakan secara optimal. - Merebaknya pola penangkapan ikan yang merusak lingkungan. - Pemanfaatan dan Pengelolaan pulau-pulau kecil belum optimal. - Masih
lemahnya
pengelolaan
sumber
daya
alam
di
bidang
pertambangan. - Masih
rendahnya
kesadaran
masyarakat
dalam
pemeliharaan
lingkungan. Dengan pembangunan
permasalahan-permasalahan yang
harus
ditempuh
adalah
di
atas,
memperbaiki
strategi sistem
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup agar tercipta
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
82
keseimbangan antara aspek pemanfaatan sumber daya alam sebagai modal pertumbuhan ekonomi (kontribusi sektor pertanian, perikanan, kehutanan, pertambangan dan mineral terhadap PDB) dengan aspek perlindungan terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai penopang sistem kehidupan secara berkelanjutan. Adanya keseimbangan tersebut akan menjamin keberlanjutan pembangunan, karenanya prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di seluruh sektor menjadi suatu keharusan. Yang
dimaksud
memenuhi
dengan
kebutuhan
sustainable
generasi
masa
development kini
tanpa
adalah
upaya
mengorbankan
kepentingan generasi yang akan datang. Seluruh kegiatannya harus dilandasi tiga pilar pembangunan secara seimbang, yaitu menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (socially acceptable) dan ramah lingkungan (environmentally sound). Prinsip tersebut harus dijabarkan dalam bentuk instrumen kebijakan dan peraturan perundangan lingkungan yang dapat menjadi acuan dalam proses pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan.
5. Tata Ruang dan Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Penataan ruang, seperti yang tercantum dalam Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang (UUPR) mencakup tiga proses yang saling berhubungan, yaitu perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Di dalam undang-undang tersebut secara eksplisit digariskan pelaksanaan pembangunan harus senantiasa sesuai dan tidak bertentangan dengan rencana tata ruang yang ada. Dengan demkian penataan ruang menjadi tolok ukur dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan sebagai pengikat untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beberapa permasalahan penataan ruang Kabupaten Bima adalah : - Masih
terjadinya
konflik
kepentingan
antar
sektor
seperti:
pertambangan, lingkungan hidup, kehutanan, prasarana wilayah, dan sebagainya; - Belum berfungsinya secara optimal penataan ruang dalam rangka menyelaraskan dan mensinkronkan berbagai rencana program sektor. Berbagai fenomena bencana seperti banjir dan kekeringan yang terjadi secara merata di berbagai wilayah Kabupaten Bima merupakan
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
83
indikasi yang kuat terjadinya ketidakselarasan dalam pemanfaatan ruang, antara manusia dengan alam maupun antara kepentingan ekonomi dengan upaya pelestarian lingkungan. - Tata ruang belum sepenuhnya dijadikan acuan bagi pembangunan daerah dan pengembangan wilayah. - Masih lemahnya kepastian hukum dan koordinasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Hal ini terjadi karena belum efektifnya upayaupaya
pengendalian
pemanfaatan
ruang
wilayah,
sehingga
penyimpangan pemanfaatan ruang dari ketentuan norma yang seharusnya
ditegakkan
masih
terus
berlangsung,
kenyataan
menunjukkan bahwa proses alih fungsi peruntukan lahan dari lahan pertanian maupun kehutanan menjadi permukiman maupun bentuk lainnya tanpa memperhatikan peruntukan lahan sesuai tata ruang masih terus berlangsung. - Masih lemahnya pemahaman masyarakat tentang berbagai regulasi dalam hal pemanfaatan ruang. Dengan memperhatikan uraian tersebut maka untuk mengatasi berbagai permasalahan aktual dalam pembangunan, maka prinsip-prinsip penataan ruang tidak dapat di abaikan lagi. Untuk itu maka upaya pengendalian
pembangunan
dan
berbagai
dampaknya
perlu
diselenggarakan secara terpadu dan lintas sektor melalui instrumen penataan ruang. Oleh karena itu strategi pembangunan jangka menengah daerah dalam bidang penataan ruang harus mampu menjadikan dokumen perencanaan tata ruang sebagai salah satu acuan bagi bagi pengendalian dan pemanfaatan ruang wilayah. Berbagai langkah dan strategi kongkrit yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : - Untuk meminimalisir terjadinya konflik kepentingan antara berbagai sektor yang memanfaatkan ruang, maka regulasi tentang prosedur pemanfatan ruang harus tegas dan jelas sehingga setiap pemanfaatan ruang wilayah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam dokumen rencana tata ruang. - Dalam rangka optimalisasi fungsi rencana tata ruang maka berbagai dokumen perencanaan sektor harus selaras, sinkron dan terpadu dengan dokumen rencana tata ruang, sehingga tidak ada pelaksanaan pemanfaatan ruang yang bertentangan dengan rencana tata ruang.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
84
- Agar
dokumen
tata
ruang
sepenuhnya
dijadikan
acuan
bagi
pembangunan daerah dan pengembangan wilayah, maka mulai dari tahapan perencanaan tata ruang sampai pada proses pengendalian pemanfaatan ruang harus dilaksanakan secara transparan dan partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholder yang ada, sehingga dokumen tata ruang yang dihasilkan di fahami dan dilaksanakan dengan baik. - Lemahnya kepastian hukum dan koordinasi dalam pemanfaatan ruang harus di atasi dengan penerapan sanksi yang tegas bagi yang melanggar dan pemberian insentif bagi yang taat terhadap ketentuan yang ada. Disamping itu frekuensi koordinasi antara pihak-pihak yang terkait dalam penataan ruang perlu lebih diintensifkan sehingga berbagai kendala dan permasalahan penataan ruang yang ada dapat segera di pecahkan secara bersama-sama. - Sosialisasi dan advokasi tentang rencana tata ruang perlu lebih diintensifkan
kepada
masyarakat
mengingat
sebagian
besar
pelanggaran terhadap tata ruang di Kabupaten Bima disebabkan oleh lemahnya pemahaman masyarakat terhadap ketentuan yang ada dalam rencana tata ruang. Dengan adanya pemekaran wilayah Kabupaten Bima dengan Kota Bima
sesuai
Undang-Undang
Nomor
13
tahun
2002
tentang
Pembentukan Pemerintah Kota Bima membawa konsekuensi terhadap Pemerintahan Kabupaten Bima untuk menyesuaikan Rencana Tata Ruang Wilayahnya termasuk didalamnya untuk melakukan Pemindahan Ibu Kota Kabupaten.Di samping itu, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Wilayah Nasional, maka setiap daerah di seluruh wilayah Republik Indonesia diharuskan untuk menyesuaikan Rencana Tata Ruang Wilayahnya (RTRW) sesuai dengan ketentuan dalam peraturan tersebut termasuk daerah Kabupaten Bima. Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Bima menjadi sangat strategis untuk segera dilakukan dalam kerangka untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu pemindahan ibu kota Kabupaten Bima akan berdampak positif bagi berkembangnya perekonomian Kabupaten Bima dengan berkembangnya pusat pertumbuhan baru karena akan terjadi pengalihan arus barang dan jasa yang selama ini mengalir ke kota
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
85
bima akan beralih ke wilayah Kabupaten Bima. Dengan terjadinya perputaran arus barang dan jasa di wilayah Kabupaten Bima, secara langsung akan menyebabkan terjadinya peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan indikator terjadinya peningkatan status perekonomian Kabupaten Bima. Peningkatan status perekonomian ini akan memberikan pengaruh yang positif bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah, karena berbagai aktifitas ekonomi yang berlangsung di wilayah Kabupaten Bima ini tentunya akan berimbas pada adanya transaksi barang dan jasa sehingga tentunya akan disertai dengan pembayaran pajak maupun retribusi kepada daerah. Begitu
penting dan
strategis
Pemindahan
lokasi
ibu
kota
Kabupaten Bima ini sehingga merupakan program yang sangat prioritas untuk dilaksanakan pada periode pembangunan jangka menengah kedua dari pembangunan jangka panjang Kabupaten Bima. Dalam rangka melakukan pemindahan ibu kota ini berbagai langkah dan tahapan sesuai peraturan perundang-undanga terkait sudah dilalui seperti keluarnya Peraturan Pemerintah tentang pemindahan lokasi Ibukota Kabupaten Bima ke wilayah Woha, maupun proses yang sedang berlangsung yaitu penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bima yang menjadi dasar hukum bagi dimulainya proses pembangunan di lokasi Ibu Kota yang baru. Namun demikian, secara umum proses pemindahan ibukota ini masih dihadapkan pada beberapa kendala dan permasalahan di antaranya : - Masih belum tuntasnya penyelesaian Rencana Tata Ruang, baik Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bima maupun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Ibu Kota Kabupaten Bima yang terhadang oleh berbelitnya aturan dan prosedur yang ditetapkan melalui Permendagri Nomor 28 tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah; - Terhadangnya proses pembangunan sebagai akibat dari alotnya proses pembebasan lahan. - Terbatasnya sumber pendanaan untuk pembangunan infrastruktur di lokasi Ibukota yang baru. Berbagai permasalahan tersebut akan di atasi dengan strategi sebagai berikut :
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
86
- Peningkatan frekwensi koordinasi baik dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat maupun dengan Pemerintah Pusat dalam hal ini Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi NTB dan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN). - Proses pembebasan lahan terus dilakukan melalui pendekatan, sosialisasi dan dialog secara intensif dengan masyarakat pemilik lahan; - Dalam
rangka
mengatasi
permasalahan
terbatasnya
sumber
pendanaan berbagai upaya strategis akan dilakukan diantaranya disamping dengan mengarahkan prioritas pembangunan yang sumber dananya berasal dari dana APBD Kabupaten pada lokasi Ibu Kota Kabupaten Bima yang baru, langkah lain yang ditempuh adalah dengan melakukan pendekatan kepada Pemerintah Provinsi dan Pusat untuk mendapatkan sumber pendanaan dari APBD Provinsi maupun APBN. 6. Keagamaan dan Sosial budaya Pembangunan bidang Keagamaan dan sosial budaya diarahkan pada upaya pencapaian sasaran pokok yaitu terwujudnya masyarakat Kabupaten Bima yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab, serta memiliki daya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera. Begitu pentingnya pembangunan dalam bidang ini sehingga memerlukan perhatian yang serius dalam penyusunan kerangka regulasi maupun pendanaan, karena kegagalan pembangunan dalam bidang keagamaan dan sosial budaya ini akan berakibat pada rusaknya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan sebaik apapun hasil pembangunan dalam bidang lain akan menjadi tidak bermakna ketika bidang ini tidak menunjukkan kinerja yang positif. Dalam kerangka pembangunan keagamaan dan sosial budaya, masyarakat Kabupaten Bima dihadapkan pada permasalahan semakin lemahnya ketahanan sosial budaya dan agama sebagai dampak dari kuatnya arus globalisasi. Hal ini tidak dapat kita hindari, sehingga satusatunya upaya yang dapat kita lakukan adalah membentengi diri terhadap transformasi arus globalisasi tersebut sehingga dapat dipilah mana yang bermanfaat dan mana yang merugikan bagi masyarakat kita.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
87
- Di bidang keagamaan, berbagai kegiatan pembangunan telah banyak kita laksanakan, diantaranya adalah semakin meningkatnya kuantitas dan kualitas tempat-tempat pendidikan al-qur’an (TPA), sarana dan prasarana peribadatan, diimplementasikannya program membumikan Al
Quran
sebagai
ekstrakurikuler
bagian
pendidikan
kegiatan
dasar,
imtaq
dalam
penggunaan
pelajaran
kalender
islam,
pelaksanaan hataman massal, jum’at khusu’, dan diharuskannya seluruh CPNS bisa membaca Al Quran, serta terjaganya harmonisasi hubungan antar umat beragama. Namun implementasi berbagai kegiatan dalam bidang agama tersebut, masih harus ditingkatkan demi tercapainya kualitas dou labo dana mbojo yang religius terutama dalam aspek pemahaman dan
pengamalan ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga dapat mengeliminir terjadinya kasuskasus yang bertentangan dengan ajaran agama seperti kasus amoral, tindak kekerasan dan berbagai kasus-kasus lainnya. - Dalam bidang sosial budaya kita dihadapkan pada permasalahan semakin
menurunnya
rasa
kesetiakawanan
sosial
masyarakat
Kabupaten Bima yang diindikasikan oleh semakin menurunnya kepedulian masyarakat kita terhadap sesama, semakin menurunnya kebiasaan gotong-royong, gejala meningkatnya berbagai penyakit sosial mengakibatkan meningkatnya penyandang masalah sosial yang dapat mengancam berlangsungnya suatu tata kehidupan sosial yang baik (good society), munculnya berbagai kasus kekerasan dan semakin mudahnya masyarakat terprovokasi dapat mengancam stabilitas keamanan daerah. - Dampak globalisasi telah mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat sehingga generasi muda kita lebih cenderung untuk mengadopsi budaya barat dibanding budaya dana mbojo yang religius. Hal ini diindikasikan oleh semakin jarangnya generasi muda kita terlibat dan berperan aktif dalam berbagai even budaya sehingga akan berdampak pada punahnya budaya asli dana mbojo. Memperhatikan berbagai keberhasilan, kendala, dan permasalahan yang dihadapi, strategi yang dapat ditempuh dalam rangka menyelesaikan dan mengatasinya adalah sebagai berikut : - Dalam bidang sosial budaya, menurunnya rasa kesetiakawanan dan semangat gotong-royong masyarakat, degradasi nilai-nilai budaya
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
88
lokal (Culture shock) serta berbagai permasalahan sosial budaya lainnya dapat diatasi dengan strategi sebagai berikut : Menggali kembali nilai-nilai sosial dou labo dana mbojo yang pernah berakar dalam masa – masa jaya Kesultanan Bima. Menggerakkan semangat gotong-royong melalui pelaksanaan berbagai program pembangunan daerah yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Peningkatan
prakarsa
penyelenggaraan
dan
peran
pembangunan
aktif
masyarakat
kesejahteraan
sosial
dalam secara
terpadu dan berkelanjutan; Peningkatan kualitas hidup bagi penyandang masalah sosial melalui peningkatan kualitas bantuan dasar pelayanan sosial dan jaminan kesejahteraan sosial. Pengembangan dan penyelarasan kebijakan penanganan masalah kesejahteraan sosial. Penguatan ketahanan sosial masyarakat berlandaskan prinsip kemitraan dan nilai-nilai sosial. Pemberdayaan fakir miskin, anak terlantar, penyandang cacat, komunitas adat terpencil dan kelompok rentan sosial lainnya. Pemberantasan
secara
penyalahgunaan
sistematis
narkotika,
obat
perdagangan
terlarang,
minuman
dan keras,
perjudian, pornografi dan pornoaksi. Peningkatan
kesejahteraan
mengembangkan
sistim
sosial
perlindungan
masyarakat sosial
dengan
masyarakat,
meningkatkan kualitas pelayanan dan bantuan dasar kesejahteraan sosial bagi penyandang masalah sosial dan pemberdayaan fakir miskin, penyandang cacat dan kelompok rentan sosial lainnya. Mengembangkan
berbagai
even-even
budaya
lokal
secara
kontinyu dan berkesinambungan. Menggalakkan dilaksanakannya berbagai tradisi budaya yang pernah ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kabupaten Bima. Mendorong berkembangnya aktifitas komuditas adat di Kabupaten Bima. Introduksi budaya dana mbojo dalam kegiatan ko kurikuler dan kurikulum pendidikan.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
89
Pengembangan kebebasan berkreasi dalam seni dan budaya; Peningkatan apresiasi nilai kesenian dan kebudayaan tradisional; Optimalisasi kesenian dan budaya tradisional daerah untuk pengembangan pariwisata daerah. - Dalam bidang agama, kecenderungan masih lemahnya kualitas kehidupan beragama masyarakat Kabupaten Bima harus diatasi dengan strategi : Peningkatan kualitas kehidupan beragama dengan kebijakan yang diarahkan untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalan agama serta peningkatan kerukunan intern dan antar umat beragama; Peningkatan ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana keagamaan yang dapat menunjang peningkatan pelaksanaan kegiataan keagamaan; Menanamkan ketaatan terhadap kehidupan beragama sejak usia dini kepada masyarakat Kabupaten Bima; Peningkatan materi pendidikan keagamaan untuk membentuk akhlak anak didik; Terus menggalakkan program membumikan Al-Qur’an dan Jumat Khusu’; Optimalisasi peranan tokoh agama dan penguatan kapasitas lembaga
keagaamaan
dalam
menata
dan
menjamin
terselenggaranya kehidupan beragama yang berkualitas sehingga mampu menunjang keberhasilan pembangunan daerah. 7. Penyelenggaraan Kepemerintahan yang Baik Kepemerintahan yang baik mengandung makna yaitu terwujudnya tata kepemerintahan yang baik antara lain dengan penyelenggaraan kepemerintahan berdasarkan prinsip-prinsip : keterbukaan, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, penegakan supremasi hukum, memiliki visi strategis,
profesionalisme,
meningkatnya
pengawasan
terhadap
penyelenggaran pemerintahan, dan membuka partisipasi masyarakat yang dapat menjamin kelancaran, keserasian, keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Penyelenggaraan Kepemerintahan yang baik masih dihadapkan pada beberapa permasalahan sebagai berikut :
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
90
- Belum jelasnya ruang dan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. - Belum maksimalnya penerapan transparansi arus informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan yang berkaitan dengan hasil-hasil pembangunan dan pelayanan pemerintah. - Belum berkembangnya replikasi sistem pengelolaan pengaduan masyarakat dari hasil pilot project program Support for Good Governance
(SfGG)
untuk
meningkatkan
pelayanan
kepada
masyarakat. - Belum optimalnya penerapan Standar Pelayanan Minimum (SPM) di setiap SKPD. - Belum optimalnya penerapan prinsip reward and punishment bagi aparatur. - Belum optimalnya pendapatan daerah yang bersumber dari PAD. Dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan tersebut, strategi yang akan ditempuh adalah sebagai berikut : - Peningkatan transparansi, partisipasi, dan mutu pelayanan melalui peningkatan akses informasi mengenai hukum dan penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan; - Mengembangkan dan mereplikasi sistem pengelolaan pengaduan masyarakat dalam menilai pelayanan publik; - Mengembangkan Standar Pelayanan Minimum di setiap SKPD - Penerapan sistem reward and punishment tanpa pandang bulu kepada setiap aparatur. - Peningkatan Pendapatan Asli Daerah terutama melalui program ekstensifikasi sumber penerimaan daerah.
8. Percepatan Pembangunan Kawasan Strategis dan Cepat Tumbuh Pada umumnya pembangunan yang kita laksanakan selama ini cenderung seragam antar kawasan yang satu dengan lainnya dan bersifat parsial atau sektoral tanpa memperhatikan potensi dari masing-masing kawasan. Ke depan, paradigma pembangunan yang bersifat uniform dan sektoral harus digeser menjadi paradigma pembangunan yang bersifat spasial yang berbasis pada potensi kawasan.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
91
Untuk memacu percepatan pembangunan, sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bima, berdasarkan potensi wilayahnya telah ditetapkan beberapa Kawasan Strategis dan Cepat Tumbuh. Percepatan Pembangunan Kawasan Strategis dan Cepat Tumbuh ini dilaksanakan dengan kebijakan dan strategi sebagai berikut : a. Pengembangan
wilayah-wilayah
yang
berbasis
pertanian
dan
perikanan. - Mengembangkan
wilayah-wilayah
dengan
potensi
unggulan
pertanian dan perikanan sebagai daerah produksi. - Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana penunjang produksi. b. Mendorong pertumbuhan dan pengembangan wilayah dengan konsep agroindustri dan agrobisnis. - Menetapkan wilayah agroindustri di Kecamatan Belo, Bolo, Sape, Tambora, Wera, dan Woha. - Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana penunjang kawasan agroindustri dan agrobisnis. - Meningkatkan kelembagaan pengelolaan kawasan agroindustri dan agrobisnis. c. Pengendalian pemanfaatan lahan pertanian 1. Menekan pengurangan luasan lahan sawah beririgasi teknis 2. Menetapkan lahan sawah abadi atau lahan sawah berkelanjutan dan menekan pengurangan luasan lahan sawah beririgasi teknis; 3. Mengembangkan sawah baru pada kawasan potensial; 4. Mengoptimalkan pemanfaatan kawasan pertanian lahan kering d. Penataan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan dan menunjang sistem pemasaran produksi pertanian, perikanan dan pariwisata 1. Menetapkan hierarki simpul-simpul pertumbuhan ekonomi wilayah; 2. Memantapkan fungsi simpul-simpul wilayah; 3. Memantapkan
keterkaitan
antar
simpul-simpul
wilayah
dan
interaksi antara simpul wilayah dengan kawasan perdesaan sebagai hinterlandnya; 4. Menjaga keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya;
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
92
5. Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani oleh pusat pertumbuhan; 6. Mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya; e. Pengembangan
sistem
prasarana
wilayah
yang
mendukung
pemasaran hasil pertanian, perikanan dan pariwisata. 1. Mengembangkan sistem jaringan infrastruktur dalam mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara; 2. Meningkatkan kualitas
dan kuantitas jaringan irigasi dan
mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air; 3. Mengembangkan akses jaringan jalan menuju kawasan pertanian, perikanan, priwisata, industri dan daerah terisolir; 4. Mengembangkan dan meningkatkan jalan lingkar perkotaan dan jalan lingkar utara-selatan wilayah Kabupaten Bima; 5. Mendorong
pengembangan
infrastruktur
telekomunikasi
dan
informasi terutama di kawasan terisolir; dan 6. Meningkatkan jaringan energi dengan memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik. f. Pengembangan
kawasan
budidaya
dengan
memperhatikan
aspek
keberlanjutan dan lingkungan hidup 1. Mendukung kebijakan moratorium logging dalam kawasan hutan serta mendorong berlangsungnya investasi bidang kehutanan yang diawali dengan kegiatan penanaman/rehabilitasi hutan; 2. Mengembangkan produksi hasil hutan kayu dari hasil kegiatan budidaya tanaman hutan dalam kawasan hutan produksi; 3. Mengembangkan produksi hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam, dari kegiatan penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan dengan ijin yang sah; 4. Mengelola pemanfaatan sumber daya alam agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan; 5. Mengelola dampak negatif kegiatan budi daya agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan;
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
93
6. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; dan 7. Mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. g. Pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis potensi alam dan budaya; 1. Mengembangkan kawasan pariwisata dengan obyek wisata unggulan 2. Mengelola,
mengembangkan
dan
melestarikan
peninggalan
sejarah purbakala; 3. Merevitalisasi nilai-nilai budaya serta situs/cagar budaya yang bernilai historis. 4. Mengembangkan
sarana
dan
prasarana
penunjang
kepariwsataan.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
94
BAB V. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN A. Visi dan Misi Pembangunan Visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Bima Tahun 2006-2025 adalah “Kabupaten Bima yang Maju, Sejahtera, Mandiri, Bermartabat, dan Religius melalui penyelenggaraan Kepemerintahan yang Baik,
Pembangunan
Pertanian
Berkelanjutan,
dan
Pembangunan
Berwawasan Lingkungan“ Visi pembangunan Kabupaten Bima sebagai rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan pembangunan 5 (lima) tahun pertama 2006-2010 adalah “Terwujudnya masyarakat dan daerah Kabupaten Bima yang maju, mandiri, dan bermartabat berdasarkan nilai Maja Labo Dahu yang religius “. Melihat pencapaian visi dan misi RPJMD Kabupaten Bima Tahap I tahun 2006-2010, dan masih perlunya penekanan kembali terhadap visi, misi, dan program tersebut, serta dengan tetap memperhatikan visi RPJMD Provinsi NTB Tahun 2008-2013 yaitu “Terwujudnya Masyarakat Nusa Tenggara Barat yang Beriman dan Berdayasaing (NTB Bersaing)”, maka visi RPJMD Kabupaten Bima
Tahap I masih akan terus dilanjutkan pada RPJMD Tahap II tahun 2011 – 2015 ini yaitu “Terwujudnya masyarakat dan daerah Kabupaten Bima yang maju, mandiri, dan bermartabat berdasarkan nilai Maja Labo Dahu yang religius tahap kedua“. Secara spesifik, penjabaran dari visi ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Masyarakat dan daerah Kabupaten Bima
adalah seluruh lapisan
masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Bima yang berada di wilayah Kabupaten Bima; 2. Kabupaten Bima yang maju ditandai dengan adanya kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan lahir dan batin. Aspek lahiriah, peningkatan pendapatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar. Aspek batiniah ditandai dengan meningkatnya penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan pembangunan daerah, semakin mantapnya keimanan dan ketaqwaan masyarakat, serta meningkatnya ketahahanan sosial budaya. Kedua kondisi tersebut diukur berdasarkan peningkatan dalam Pendapatan per Kapita; Angka Kemiskinan; Indeks Pemenuhan Kebutuhan Dasar dan Crime Index. Reaksi-reaksi sosial kemasyakatan perlu ditanggapi dan dijadikan sebagai
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
95
salah satu perwujudan rasa keadilan masyarakat. Pengukurannya dapat digunakan indikator seperti: tingkat layanan penyediaan sarana, prasarana dan fasilitas publik, tingkat layanan penyediaan modal usaha produktif bagi masyarakat; 3. Kabupaten Bima yang mandiri ditandai dengan peningkatan kapasitas penalaran dan fisik manusia yang diukur berdasarkan perubahan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index), yang mencakup: Tingkat Pendidikan Penduduk; Tingkat Partisipasi Sekolah; Daya Serap Lembaga Pendidikan Formal; Usia Harapan Hidup Penduduk; Lama Hari Sakit Penduduk; Status Gizi Balita; Tingkat Kematian Bayi dan Ibu Hamil dan Rasio Sarana Kesehatan per Penduduk. Berkaitan dengan derajat otonomi fiskal, yaitu kemampuan pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan otonominya berdasarkan penerimaan yang berasal dari sumber-sumber keuangan asli daerah, derajat otonomi fiskal diukur berdasarkan perubahan Indeks Kemampuan Rutin yaitu proporsi dan kontribusi penerimaan yang berasal dari sumber-sumber keuangan asli daerah terhadap penerimaan yang berasal dari pemerintah Propinsi dan Pusat; 4. Kabupaten Bima yang bermartabat ditandai dengan masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera, dan berkepribadian luhur dalam segala aspek kehidupan; 5. Nilai Maja Labo Dahu merupakan falsafah hidup masyarakat Bima dalam menerapkan norma-norma kemasyarakatan dan keagamaan dalam setiap tingkah laku dan perbuatan manusia, yaitu malu jika berbuat kesalahan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan norma yang ada dan takut kepada Allah sehingga selalu berusaha keras agar mampu menjadi manusia terbaik dalam hidup. Disamping itu, konsepsi Maja Labo Dahu mengandung 4 nilai luhur yaitu: Toho ra ndai sura dou labo dana, Toho ra ndai sura dou marimpa, Renta ba rera kapoda ba ade karawi ba weki, Nggahi rawi pahu; 6. Nilai Religius dimaknai sebagai adanya kemajuan dan peningkatan dalam kehidupan beragama, dimana Islam yang merupakan agama mayoritas di wilayah ini dijadikan landasan norma kemasyarakatan untuk diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dengan tetap memperhatikan dan menjaga kerukunan hidup dengan umat beragama lain. Peningkatan aspek batiniah dilaksanakan
dengan
penerapan
nilai-nilai
Islam
dalam
kehidupan
pembangunan daerah dan semakin mantapnya keimanan dan ketaqwaan masyarakat. Hal ini dapat diukur dengan berkurangnya tingkat kriminalitas
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
96
pada masyarakat dalam berbagai bentuk, terciptanya keamanan dan ketertiban, serta terciptanya
situasi kondusif
untuk penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat; Misi
pembangunan
sebagai
penjabaran
dari
upaya
yang
akan
dilaksanakan untuk mewujudkan visi pembangunan Kabupaten Bima dirumuskan sebagai berikut: 1. Meningkatkan pendapatan masyarakat melalui peningkatan produksi, nilai tambah, kesempatan kerja, dan sarana prasarana penunjang perekonomian. 2. Meningkatkan ketahanan pangan masyarakat melalui revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan. 3. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan kependudukan melalui peningkatan kualitas pelayanan dasar. 4. Meningkatkan kesadaran, pemahaman, pengamalan agama dan nilai-nilai sosial budaya bagi seluruh masyarakat. 5. Mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada dalam mendukung percepatan pembangunan dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah dan daya dukung lingkungan. 6. Menerapkan prinsip-prinsip Good Governance melalui pemberian Reward dan Punishment pada aparatur serta Pengelolaan Keuangan Daerah yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel. 7. Memantapkan dan meningkatkan ketentraman, keamanan dan ketertiban masyarakat serta menjamin tegaknya supremasi hukum. 8. Memacu percepatan pembangunan kawasan strategis dan cepat tumbuh; Mengingat
banyaknya
permasalahan
pokok
yang
terkait
dengan
penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah, visi dan misi pembangunan Kabupaten Bima untuk jangka menengah 2011-2015 dirumuskan berdasarkan beberapa pertimbangan penting terutama kemampuan keuangan dan potensi daerah. Namun demikian visi dan misi yang telah ditetapkan tetap mengarah kepada tercapainya tujuan pembangunan nasional yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur sesuai dengan amanat dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk
mengimplementasikan
tujuan
umum
pembangunan
yang
merupakan penjabaran arah pembangunan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan visi-misi pembangunan 5 tahunan Kabupaten
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
97
Bima, ditetapkan beberapa agenda pembangunan Kabupaten Bima sebagai berikut: 1. Agenda Peningkatan Pendapatan Masyarakat 2. Agenda Peningkatan Ketahanan Pangan 3. Agenda Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia dan Kependudukan 4. Agenda Peningkatan Kesadaran, Pemahaman, dan Pengamalan Agama, serta nilai-nilai sosial budaya 5. Agenda Pembangunan Berwawasan Lingkungan 6. Agenda Kepemerintahan Yang Baik 7. Agenda Peningkatan ketentraman, ketertiban masyarakat, dan penegakan supremasi hukum 8. Agenda percepatan pembangunan kawasan strategis dan cepat tumbuh B. Agenda dan Sasaran Pembangunan Prioritas pembangunan Kabupaten Bima dalam kurun 2011-2015 adalah sebagai berikut: 1. Agenda Peningkatan Pendapatan Masyarakat Agenda Peningkatan Pendapatan Masyarakat diarahkan pada pencapaian 7 (tujuh) sasaran pokok sebagai berikut : Sasaran Pertama, menurunnya jumlah penduduk miskin dari 20,42% pada tahun 2010 menjadi 16,86% pada tahun 2015. Sasaran Kedua, tersedianya data base kemiskinan yang up to date dan berkelanjutan. Sasaran Ketiga, terpadunya program-program penanggulangan kemiskinan di bawah koordinasi TKPKD. Sasaran Keempat, meningkatnya
paritas daya beli masyarakat dari
Rp. 622.200,- pada tahun 2010 menjadi Rp. 794.102,- tahun 2015. Sasaran Kelima, Berkembangnya investasi yang mendorong terciptanya lapangan kerja produktif yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi pengangguran yang didukung oleh stabilitas ekonomi yang tetap terjaga. Sasaran Keenam, Berkembangnya industri yang berbasis pada potensi sumber daya lokal Sasaran Ketujuh, Berkembangnya usaha perdagangan baik skala kecil, menengah, maupun besar
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
98
Sasaran Kedelapan Meningkatnya jumlah sarana dan prasarana penunjang perekonomian. Sasaran Kesembilan, Meningkatnya kemitraan antar pelaku ekonomi. 2. Agenda Peningkatan Ketahanan Pangan Agenda Peningkatan Ketahanan Pangan diarahkan pada pencapaian 19 (sembilan belas) sasaran pokok yaitu : Sasaran Pertama, Meningkatnya keragaman konsumsi pangan yang bergizi seimbang dan memadai. Sasaran Kedua, Tersedianya stok pangan masyarakat dan daerah setiap dibutuhkan. Sasaran Ketiga, Tersedianya penyediaan pangan di tingkat wilayah dan rumah tangga. Sasaran Keempat, Tersedianya informasi pasar yang up-to date. Sasaran Kelima, Meningkatnya frekuensi promosi dan kerjasama antar daerah disektor pertanian peternakan, dan perikanan Sasaran Keenam, Meningkatnya efisiensi dan efektivitas alur distribusi pangan melalui peningkatan kualitas sarana dan prasarana. Sasaran Ketujuh, Tertatanya lalulintas ternak intra-wilayah maupun antarwilayah dan proteksi terhadap pengusaha lokal serta pembinaan untuk meningkatkan daya saing dengan pengusaha dari luar. Sasaran Kedelapan, Meningkatnya kualitas, kuantitas, dan produktivitas produk pertanian, peternakan, dan perikanan. Sasaran Kesembilan, Penyediaan infrastruktur pendukung bidang pertanian. Sasaran Kesepuluh, Meningkatnya produksi dan kualitas pakan ternak untuk manjamin ketersediaan pakan sepanjang tahun. Sasaran Kesebelas, Meningkatnya kesehatan hewan dan masyarakat verniter. Sasaran Kedua belas, Terwujudnya peternakan integrasi dan populasi sapi 1
juta ekor pada tahun 2013, yang di awali dengan pemetaan wilayah
penggembalaan sapi bali dan sapi blasteran. Sasaran Ketiga belas, Berkembangnya usaha perikanan tangkap dan budidaya perikanan. Sasaran Keempat belas, Terlaksananya penyelenggaraan revitalisasi bidang pertanian dan perikanan. Sasaran Kelima belas, Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana perikanan.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
99
Sasaran Keenam belas, Meningkatnya nilai tambah (profit margin) produk pertanian dan perikanan. Sasaran Ketujuh belas, Meningkatnya akses pemasaran produk pertanian. Sasaran
Kedelapan
belas,
Meningkatnya
kualitas
kelembagaan
dan
kemandirian petani. Sasaran Kesembilan belas, Meningkatnya produksi pangan dalam Hutan Kemasyarakatan (HKm). 3. Agenda Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia dan Kependudukan Agenda
Peningkatan
Kualitas
Sumber
Daya
Manusia
(SDM)
Kependudukan diarahkan pada pencapaian 21 (dua puluh satu)
dan
sasaran
pokok yaitu sebagai berikut: Sasaran pertama, Pemerataan tenaga pendidik ke seluruh wilayah Kabupaten Bima. Sararan Kedua, Meningkatnya angka melek huruf (terutama pada usia 15-24 tahun), rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar dan angka partisipasi murni. Sasaran ketiga, Tercapainya rasio Idealnya antara lokal/kelas dengan jumlah murid untuk SMP dan SMA serta meratanya sebaran dan jangkauan pelayanannya. Sasaran keempat, Tersedianya sarana dan prasarana pendidikan di daerah terpencil. Sasaran kelima, Tersedianya sarana dan prasarana pendidikan usia dini secara bertahap. Sasaran keenam, Tersedianya sarana dan prasarana penunjang peningkatan mutu pendidikan (laboratorium, perpustakaan, olahraga, kesenian, dan lainlain untuk kebutuhan intra dan ekstrakurikuler). Sasaran ketujuh, Meningkatnya kualitas dan kompetensi tenaga pendidik baik ditingkat SD, SMP, maupun ditingkat SMA Sasaran kedelapan, Meningkatnya aksesibilitas masyarakat ke pusat-pusat pelayanan kesehatan. Sasaran kesembilan, menurunnya angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan, dan gizi buruk. Sasaran kesebelas, Menekan penyebaran penyakit menular dan endemis lainnya di Kabupaten Bima.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
100
Sasaran kedua belas, Meningkatnya angka cakupan air bersih, sanitasi dan penyehatan lingkungan. Sasaran kesepuluh, Tercapainya rasio yang Ideal antara tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk. Sasaran ketiga belas, Tercapainya ratio yang ideal antara sarana pelayanan kesehatan dengan jumlah penduduk. Sasaran keempat belas, Meningkatnya partisipasi masyarakat pada program Keluarga Berencana (KB) Sasaran
kedelapan
belas,
meningkatnya
persentase
remaja
yang
memperoleh informasi tentang kesehatan reproduksi. Sasaran kesembilan belas, Terciptanya tertib administrasi kependudukan. Sasaran kedua puluh, Meningkatnya jumlah dan kualitas aparat dalam pengelolaan Administrasi Kependudukan Sasaran kedua puluh satu, disempurnakannya kebijakan kependudukan serta terlaksananya sosialisasi dan advokasi data dan proyeksi penduduk yang up to date. 4. Agenda Peningkatan Kesadaran, Pemahaman, dan Pengamalan Agama, serta dan nilai-nilai sosial budaya Agenda Peningkatan Kesadaran, Pemahaman, dan Pengamalan Agama diarahkan untuk mencapai 21 (dua puluh satu) sasaran pokok yaitu : Sasaran Pertama, Meningkatnya kesadaran, pemahaman dan kualitas pengamalan ajaran agama bagi seluruh masyarakat yang ditandai dengan semakin meningkatnya kualitas penerapan nilai-nilai Islam dalam segala aktivitas kehidupan dan semakin mantapnya keimanan dan ketaqwaan masyarakat. Indikasi tercapainya sasaran ini terukur dari berkurangnya tingkat kejahatan pada masyarakat dalam berbagai bentuk, terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat, dan terciptanya situasi kondusif untuk penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat; Sasaran Kedua, Optimalnya peranan tokoh agama dan menguatnya kapasitas
lembaga
keagamaan
dalam
menata
dan
menjamin
terselenggaranya kehidupan beragama yang berkualitas; Sasaran
Ketiga,
Meningkatnya
akses
untuk
melaksanakan
kegiatan
keagamaan yang didukung oleh tersedianya sarana dan prasarana keagamaan yang memadai;
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
101
Sasaran
Keempat,
Menurunnya
kasus-kasus
amoral
dan
perbuatan
melanggar norma agama lainnya. Sasaran Kelima, Terjaminnya kerukunan hidup inter dan antar umat beragama; Sasaran Keenam Meningkatnya ketahanan sosial dan budaya masyarakat terhadap dampak negatif globalisasi Sasaran Ketujuh Meningkatnya prestasi generasi muda dalam berbagai bidang dan meningkatnya peran aktif generasi muda dalam setiap tahapan pembangunan daerah Sasaran
Meningkatnya
Kedelapan,
kapasitas
kelembagaan
Pengarusutamaan gender dan anak Sasaran Kesembilan, Meningkatnya kualitas hidup perempuan Sasaran Kesepuluh, meningkatnya peran perempuan dalam setiap tahapan pembangunan daerah. Sasaran Kesebelas Semakin tumbuh kembangnya budaya gotong-royong dalam masyarakat. Sasaran Kedua belas Meningkatnya even-even kesenian dan budaya lokal Sasaran Ketiga belas, Meningkatnya pemanfaatan dan pengembangan seni dan budaya lokal/daerah. Sasaran Keempat belas, Meningkatnya promosi kepariwisataan Kab. Bima Sasaran Kelima belas, Meningkatnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang kepariwisataan Sasaran Keenam belas, Meningkatnya pemanfaatan potensi pariwisata, meningkatnya PAD, dan meningkatnya pendapatan masyarakat Sasaran Ketujuh belas, Meningkatnya sarana prasarana infrastruktur pendukung kepariwisataan Sasaran Kedelapan belas, Terpeliharanya aset-aset pariwisata Sasaran
Kesembilan
belas,
Meningkatnya
jumlah
investor
bidang
kepariwisataan yang menanamkan modalnya di Kabupaten Bima Sasaran Kedua puluh, Meningkatnya jumlah kunjungan wisata dan lama hari menginapnya di Kab. Bima Sasaran Kedua puluh satu, Meningkatnya kerjasama antar daerah dalam pengelolaan kepariwisataan 5. Agenda Pembangunan Berwawasan Lingkungan Agenda Pembangunan Berwawasan Lingkungan diarahkan pada pencapaian 19 (sembilan belas) sasaran pokok sebagai berikut :
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
102
Sasaran Pertama, Menurunnya luas lahan kritis dan ilegal logging Sasaran Kedua, Terintegrasinya upaya-upaya pengendalian dan rehabilitasi lahan kritis Sasaran Ketiga,Meningkatnya jumlah dan debit sumber-sumber mata air Sasaran Keempat, Terselenggaranya pembangunan di Kabupaten Bima yang sesuai dengan Tata Ruang Wilayah Sasaran Kelima, optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan Sasaran Keenam,Antisipasi dini terhadap dampak pemanasan global dan perubahan iklim Sasaran Ketujuh, Lestarinya keaneragaman hayati hutan. Sasaran Kedelapan, menurunnya kasus-kasus kerusakan lingkungan yang di akibatkan oleh eksploitasi sumber daya alam yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan Sasaran Kesembilan, Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pelestarian sumber daya hutan Sasaran Kesepuluh, tersedianya Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebanyak 30% atau lebih dari luas kawasan. Sasaran Kesebelas,dipertahankannya kawasan peruntukan sawah abadi. Sasaran Kedua belas, Tersedianya aparatur yang cukup dalam pengendalian dan pengawasan hutan Sasaran Ketiga belas, Tersedianya peraturan daerah tentang pengelolaan hutan. Sasaran Keempat belas, Terdapatnya batas yang jelas antara kawasan lindung dan budidaya. Sasaran Kelima belas, Terlestarikannya keanekaragaman hayati ekosistem laut dan terumbu karang, seperti kawasan gilibanta dan sekitarnya. Sasaran Keenam belas, Dipertahankannya kawasan peruntukan hutan bakau Sasaran
Ketujuh
belas,
Menurunnya
kerusakan
lingkungan
akibat
pertambangan galian C. Sasaran Kedelapan belas, Tersedianya sarana dan prasarana pengelolaan sampah Sasaran Kesembilan belas, tersedianya regulasi tentang sistim penanganan bencana di Kabupaten Bima. 6. Agenda Kepemerintahan Yang Baik
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
103
Agenda Keperintahan yang Baik diarahkan pada pencapaian 6 (enam) sasaran pokok sebagai berikut : Sasaran Pertama, meningkatnya kualitas kinerja aparatur pemerintah Daerah. Sasaran Kedua, terselenggaranya pemerintahan yang akuntabel dan transparan. Sasaran Ketiga, menurunnya kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Sasaran Keempat, terlaksananya pengelolaan kuangan daerah yang efisen, efektif, transparan dan akuntabel. Sasaran Kelima, meningkatnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi pembangunan daerah. Sasaran Keenam, tersedianya unit pelayanan terpadu 7. Agenda Peningkatan ketentraman, ketertiban masyarakat, dan penegakan supremasi hukum. Agenda Peningkatan ketentraman, ketertiban masyarakat, dan penegakan supremasi hukum diarahkan pada pencapaian 3 (tiga) sasaran pokok sebagai berikut : Sasaran Pertama, Menurunnya angka kriminalitas, tindak kekerasan dan kejahatan Sasaran Kedua, Meningkatnya ketersediaan produk hukum daerah Sasaran Ketiga, Menurunnya angka kriminalitas, tindak kekerasan/kejahatan, kasus sosial masyarakat dan pelanggaran HAM 8. Agenda percepatan pembangunan kawasan strategis dan cepat tumbuh. Agenda percepatan pembangunan kawasan strategis dan cepat tumbuh diarahkan pada pencapaian 5 (lima) sasaran pokok sebagai berikut : Sasaran Pertama, terlaksananya percepatan pembangunan Ibu Kota Kabupaten Bima di wilayah Woha, antara lain dengan mempercepat Penetapan Perda RTRW dan RDTR Ibu Kota Kabupaten Bima. Sasaran Kedua, meningkatnya aksesibilitas ke kawasan-kawasan strategis melalui pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur transportasi. Sasaran Ketiga, Meningkatnya penyediaan perumahan yang layak huni bagi masyarakat Perkotaan dan Perdesaan. Sasaran Keempat, Meningkatnya derajat kesehatan lingkungan melalui penyehatan lingkungan perumahan pada Ibukota Kecamatan dan Perdesaan.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
104
meningkatnya jumlah dan volume infrastruktur irigasi dalam rangka peningkatan produksi pertanian. Sasaran Kelima, meningkatnya jumlah dan volume sarana air bersih dan sanitasi terutama pada wilayah-wilayah perdesaan. Sasaran Keenam, Meningkatnya jumlah dan volume infrastruktur irigasi dalam rangka peningkatan produksi pertanian Sasaran Ketujuh, Meningkatnya peran lembaga
pengelolaan irigasi dalam
peningkatan produksi pertanian. Sasaran Kedelepan, meningkatnya ketersediaan infrastruktur energi dan telekomunikasi dalam rangka menciptakan iklim investasi yang sehat dan berkesinambungan. Sasaran Kesembilan, Meningkatnya ketersediaan infrastruktur pada Desa Pusat Pertumbuhan melalui pembangunan pasar kecamatan dan desa.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
105
BAB VI STRATEGI KEBIJAKAN, PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH DAN PENETAPAN INDIKATOR KINERJA Strategi kebijakan, program pembangunan dan indikator untuk mengukur pencapaian kinerja dari setiap agenda, sasaran, kebijakan, dan program pembangunan Kabupaten Bima tahun 2011-2015 adalah sebagai berikut : 1. Agenda Peningkatan Pendapatan Masyarakat. Strategi Kebijakan : Kebijakan Pertama, Penyusunan Program dan kegiatan yang Pro-Poor. Kebijakan Kedua, Pengembangan data kemiskinan yang up-todate dan berkelanjutan. Kebijakan Ketiga, Pelaksanaan upaya penanggulangan kemiskinan melalui program yang terintegrasi dan berkelanjutan. Kebijakan Keempat, Pengembangan kegiatan usaha ekonomi produktif yang berbasis pada masyarakat miskin dan UMKM. Kebijakan Kelima, Penciptaan iklim investasi yang sehat, kondusif
dan
berkesinambungan. Kebijakan Keenam, Pengembangan sarana dan prasarana penunjang perekonomian
(pasar,
perbankan
dan
lembaga
keuangan
lainnya,
struktur
ekonomi
infrastruktur perhubungan, energi dan komunilkasi). Kebijakan
Ketujuh,
Penguatan
kelembagaan
dan
masyarakat melalui pengembangan kemitraan antara koperasi, swasta, dan BUMD, serta antara pengusaha besar, menengah, dan kecil. Program dan Kegiatan Utama : Kebijakan
Pertama,
diwujudkan
melalui
Program
Perencanaan
Pembangunan Ekonomi, dengan kegiatan utama berupa Penyusunan Masterplan Penanggulangan Kemiskinan Daerah. Kebijakan Kedua, diwujudkan melalui Program Pengembangan Data dan Informasi, dengan kegiatan utama berupa Penguatan Data Dasar Profil Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan Daerah. Kebijakan Ketiga, diwujudkan melalui Program Perencanaan Pembangunan Ekonomi, dengan kegiatan utama berupa : (1) Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah; (2) Koordinasi dan Integrasi program SPKD dalam perencanaan penanggulangan kemiskinan; dan (3) Monitoring,
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
106
Evaluasi dan Pelaporan Kinerja Program Penanggulagan Kemiskinan Daerah. Kebijakan Keempat, diwujudkan melalui Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Lainnya; Program Peningkatan kualitas SDM Aparatur, Koperasi, dan UMKM; Program Perkuatan dan Fasilitasi Sumber Permodalan bagi Koperasi dan UMKM; Program Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro; Program Pengembangan IKM; Program Peningkatan Mutu SDM Pengusaha/Pengrajin IKM; Program Perlindungan Konsumen dan Pengamanan
Perdagangan;
Program
Pengembangan
Kemetrologian;
Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja; Program Peningkatan Kesempatan Kerja; Program Perlindungan Pengembangan Lembaga Ketenagakerjaan; Kebijakan Kelima, diwujudkan melalui Program Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi; dan Program Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi; Kebijakan Keenam, diwujudkan melalui Program Pengembangan Usaha Perdagangan
Kecil
dan
Menengah;
dan
Program
Pengembangan
Infrastruktur Perhubungan, Energi dan Komunikasi; Kebijakan Ketujuh, diwujudkan melalui Program Kerjasama Pembangunan dengan
kegiatan
utama
berupa
Fasilitasi
kerjasama
dengan
dunia
usah/lembaga. Indikator Kinerja: Indikator utama pencapaian agenda peningkatan pendapatan masyarakat adalah : a. Menurunnya jumlah penduduk miskin dari 20,42% pada tahun 2010 menjadi 16,86% pada tahun 2015; b. Meningkatnya paritas daya beli masyarakat dari Rp. 622.200,- pada tahun 2010 menjadi Rp. 794.102,- tahun 2015; c. Berkembangnya industri yang berbasis pada potensi sumber daya lokal dari 1.035 Industri Kecil dan Menengah (IKM) pada tahun 2009 menjadi 1.061 IKM pada Tahun 2015 d. Berkembangnya usaha perdagangan baik skala kecil, menengah, maupun besar dari 4.191 unit usaha perdagangan menjadi 4,381 unit pada tahun 2015
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
107
e. Meningkatnya jumlah sarana dan prasarana penunjang perekonomian seperti pasar, terminal type B dan C, terminal agrobis, dan terpenuhinya kebutuhan listrik dan telekomunikasi bagi masyarakat; f. Meningkatnya kemitraan antar pelaku ekonomi; 2. Agenda Peningkatan Ketahanan Pangan. Strategi Kebijakan : Kebijakan Pertama, Meningkatkan ketersediaan, diversifikasi, distribusi dan konsumsi pangan masyarakat. Kebijakan Kedua, Mencegah dan mengurangi laju konversi lahan produktif. Kebijakan Ketiga, pemanfaatan setiap lahan untuk keanekaragaman pangan di tingkat rumah tangga. Kebijakan Keempat, Penyediaan informasi pasar yang uptodate bagi para petani pelaku pasar. Kebijakan Kelima, peningkatan kerjasama antar daerah di bidang pertanian. Kebijakan Keenam, Peningkatan sarana dan prasarana distribusi pangan. Kebijakan Ketujuh, Optimalisasi penataan lalulintas ternak. Kebijakan Kedelapan, Peningkatan kualitas, kuantitas dan produktivitas produk pertanian dan perikanan. Kebijakan
Kesembilan,
Peningkatan
infrastruktur
pendukung
bidang
pertanian. Kebijakan Kesepuluh, Peningkatan produksi dan kualitas pakan ternak lokal. Kebijakan Kesebelas, Peningkatan penanganan kesehatan hewan dan masyarakat verniter. Kebijakan Kedua belas, Optimalisasi pelaksanaan program Bumi Sejuta Sapi (BSS) Provinsi NTB di Kabupaten Bima. Kebijakan Ketiga belas, Optimalisasi usaha perikanan tangkap dan budidaya. Kebijakan Keempat belas, Peningkatan adopsi teknologi di bidang pertanian dan perikanan serta penguatan kelembagaan petani/nelayan. Kebijakan Kelima belas, Penyediaan sarana dan prasarana perikanan yang memadai. Kebijakan Keenam belas, Peningkatan nilai tambah (profit margin) produk pertanian dan perikanan. Kebijakan Ketujuh belas, Peningkatan akses pemasaran produk pertanian Kabupaten Bima.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
108
Kebijakan Kedelapan belas, Peningkatan permodalan usaha petani dan kuliatas serta fungsi kelembagaan petani. Kebijakan Kesembilan belas, Optimalisasi pemanfaatan HKm sebagai sumber pangan masyarakat. Program dan Kegiatan Utama : Kebijakan Pertama, diwujudkan melalui Program Peningkatan Ketahanan Pangan Pertanian, dengan kegiatan utama: Pengembangan intensifikasi tanaman pangan dan hortikultura; Pengembangan pertanian pada lahan kering;
Pengembangan
keanekaragaman
bahan
pangan;
Perluasan
jangkauan distribusi pangan; dan Penelitian dan pengembangan sumber daya pertanian. Kebijakan
Kedua diwujudkan
melalui Program
peningkatan produksi
pertanian/perkebunan, dengan kegiatan utama: Penyusunan kebijakan pencegahan alih fungsi lahan pertanian. Kebijakan Ketiga diwujudkan melalui Program Peningkatan Ketahanan Pangan pertanian/perkebunan, dengan kegiatan utama: Pemanfaatan perkarangan untuk pengembangan pangan. Kebijakan Keempat diwujudkan melalui Program peningkatan pemasaran hasil produksi pertanian/perkebunan, dengan kegiatan utama: Penelitian dan pengembangan pemasaran hasil produksi pertanian/perkebunan; Promosi atas hasil produksi pertanian/perkebunan unggul daerah; dan Penyuluhan pemasaran produksi pertanian/perkebunan guna menghindari tengkulak dan sistem ijon. Kebijakan Kelima diwujudkan melalui Program peningkatan pemasaran hasil produksi pertanian/perkebunan, dengan kegiatan utama: Fasilitasi kerjasama regioanal/nasioanal/internasional
penyediaan
hasil
produksi
pertanian/
perkebunan komplementer. Kebijakan Keenam diwujudkan melalui Program peningkatan pemasaran hasil produksi pertanian/perkebunan, dengan kegiatan utama: Pembangunan sarana
dan
prasarana
pasar
kecamatan/perdesaan
produksi
hasil
pertanian/perkebunan; Pembangunan pusat-pusat etalase/eksibi/promosi atas hasil produksi pertanian/perkebuanan; Pemeliharan rutin/berkala sarana dan prasarana pasar kecamatan/pedesaan produksi hasil pertanian/ perkebunan; dan Pemeliharan rutin/berkala pusat-pusat etalase/eksibi/ promosi atas hasil produksi pertanian/perkebuanan.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
109
Kebijakan Ketujuh diwujudkan melalui Program peningkatan pemasaran hasil produksi
peternakan,
dengan
kegiatan
utama:
Penyebaran
dan
pengembangan ternak. Kebijakan Kedelapan diwujudkan melalui Program peningkatan produksi pertanian dan perikanan, dengan kegiatan utama: Penyuluhan peningkatan produksi pertanian dan perikanan. Kebijakan Kesembilan diwujudkan melalui Program peningkatan produksi pertanian, dengan kegiatan utama: Penyediaan infrastruktur pendukung bidang pertanian. Kebijakan Kesepuluh diwujudkan melalui Program peningkatan produksi hasil peternakan, dengan kegiatan utama: Penelitian dan pengolahan gizi dan pakan ternak serta Penyuluhan kualitas gizi dan pakan ternak. Kebijakan
diwujudkan
Kesebelas
melalui
Program
pencegahan
dan
penanggulangan penyakit ternak, dengan kegiatan utama: Pendataan masalah peternakan; Pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit menular ternak, serta Pemusnahan ternak yang terjangkit penyakit endemik. Kebijakan Kedua belas diwujudkan melalui Program peningkatan produksi hasil peternakan, dengan kegiatan utama: Pembangunan sarana dan prasarana
pembibitan
Pendistribusian
bibit
ternak; ternak
Pembibitan
kepada
dan
masyarakat,
perawatan serta
ternak;
Optimalisasi
tatalaksana usaha peternakan unggas. Kebijakan Ketiga belas diwujudkan melalui Program pengembangan budidaya perikanan dan Program pengembangan perikanan tangkap, dengan kegiatan utama: Pengembangan bibit ikan unggul; Pendampingan pada kelompok nelayan perikanan tangkap; dan Pengembangan lembaga usaha perdagangan perikanan tangkap. Kebijakan
Keempat
penerapan
teknologi
belas
diwujudkan
melalui
pertanian/perikanan,
Program
dengan
peningkatan
kegiatan
utama:
Pengadaan sarana dan prasaranan teknologi pertanian/perikanan tepat guna, serta
pelatihan
dan
bimbingan
pengoperasian
teknologi
pertanian/perkebunan tepat guna. Kebijakan Kelima belas diwujudkan melalui Program pengembangan perikanan tangkap, dengan kegiatan utama: Pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan tempat pelelangan ikan.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
110
Kebijakan
Keenam
belas
diwujudkan
melalui
Program
Peningkatan
Ketahanan Pangan pertanian dan perikanan, dengan kegiatan utama: Penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian dan perikanan. Kebijakan Ketujuh belas diwujudkan melalui Program Pemasaran hasil pertanian, dengan kegiatan utama: Pengembangan sistem informasi pasar. Kebijakan Kedelapan belas diwujudkan melalui Program Peningkatan Kesejahteraan Petani, dengan kegiatan utama: Pelatihan petani dan pelaku agribisnis; Peningkatan kemampuan lembaga petani; dan Peningkatan sistem insentif dan disisentif bagi petani/kelompok tani. Kebijakan Kesembilan belas diwujudkan melalui Program Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan, dengan kegiatan utama: Pengembangan hasil hutan non-kayu; Perencanaan dan pengembangan hutan kemasyarakatan; dan Pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Indikator Kinerja: Indikator utama pencapaian agenda peningkatan Ketahanan Pangan adalah : a. Meningkatnya ketersediaan stok pangan terutama beras dari 66.045 ton tahun 2009 menjadi 70.282 ton tahun 2015. b. Meningkatnya keaneka ragaman konsumsi pangan bergizi
masyarakat kab.
Bima. c. Meningkatnya jumlah produksi pertanian (beras) dari sebesar 251.290 ton pada tahun 2009 menjadi 336.752 ton pada tahun 2015 d. Meningkatnya jumlah produksi perikanan tangkap dari 23.725,06 ton pada tahun 2009 menjadi 30.866,85 ton pada tahun 2015. e. Meningkatnya populasi ternak Kabupaten Bima terutama ternak Sapi dari 74.671 ekor pada tahun 2009 menjadi 99.496 ekor pada tahun 2015. f.
Menurunnya kasus penyakit ternak yang ditemukan dari 106 kasus yang terdiri dari 8 jenis penyakit antara lain Penyakit kudis, Demam Tiga hari, Demam Sapi, Kondisi lemah, Kudis sapi bali, cacingan, Orf, dan sakit tulang pada tahun 2009 menjadi 57 kasus pada tahun 2015
g. Meningkatnya produksi hasil hutan non kayu seperti Madu, Kemiri, dan Bambu dari 100 liter, 1.270 ton, dan 163.700 batang pada tahun 2009 menjadi 134 liter madu, 1.702 ton kemiri, dan 173.771 batang bambu pada tahun 2015
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
111
3. Agenda Peningkatan Kualitas SDM dan Kependudukan Strategi Kebijakan : Kebijakan Pertama, Pemberian insentif bagi tenaga pendidik di daerah terpencil dan
Penempatan
tenaga
pendidik
berdasarkan
asal
yang
bersangkutan. Kebijakan Kedua, Optimalisasi program-program strategis bidang pendidikan, termasuk cikal bakal pendidikan tinggi negeri di Kabupaten Bima. Kebijakan Ketiga, Peningkatan ketersediaan dan pemerataan sarana dan prasarana pendidikan tingkat SLTP dan SLTA Kebijakan Keempat, Pengembangan pendidikan non formal Kebijakan Kelima, Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan untuk daerah terpencil. Kebijakan Keenam, Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan usia dini secara bertahap. Kebijakan Ketujuh, Pengembangan Pendidikan Tinggi. Kebijakan Kedelapan, Penyediaan sarana dan prasarana penunjang mutu pendidikan Kebijakan Kesembilan, Pembebasan biaya pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin. Kebijakan Kesepuluh, Optimalisasi dan revitalisasi pelayanan kesehatan ibu dan anak. Kebijakan Kesebelas, Pengadaan tenaga medis, paramedis dan tenaga kesehatan lainnya Kebijakan Kedua belas, Penanganan penyakit endemis tidak menular secara preventif dan kuratif. Kebijakan Ketiga belas, Promosi hidup bersih dan sehat. Kebijakan Keempat belas, Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelayanan kesehatan. Kebijakan Kelima belas, Peningkatan Kualitas dan Kuantitas pelayanan KB. Kebijakan Keenam belas, Bantuan Pelayanan KB gratis bagi masyarakat miskin Kebijakan Ketujuh belas, Peningkatan pemahaman masyarakat tentang manfaat ber KB Kebijakan Kedelapan belas, Sosialisasi KB pria Kebijakan Kesembilan belas, KIE tentang kesehatan reproduksi pada remaja Kebijakan Kedua puluh, Pembenahan sistem administrasi kependudukan
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
112
Kebijakan Kedua puluh satu, Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM pengelola SIAK dan NIK Kebijakan Kedua puluh dua, Pembenahan kebijakan kependudukan dan penataan sistem data base kependudukan Program dan Kegiatan Utama : Kebijakan Pertama diwujudkan melalui program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, dengan kegiatan utama: Pengembangan sistim penghargaan&perlindungan pd profesi pendidik, dan Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga pendidik. Kebijakan kedua diwujudkan melalui program Peningkatan efektifitas dan kualitas pelayanan pendidikan, dengan kegiatan utama penyelenggaraan Pendidikan dasar dan menengah yang berkeadilan bagi masyarakat, serta dengan menyempurnakan kurikulum muatan lokal yakni mata pelajaran budi pekerti dan akhlak. Kebijakan ketiga diwujudkan melalui program pembangunan pendidikan dasar dan menengah dengan kegiatan utama pembangunan dan rehabilitasi ruang kelas SLTP dan SLTA. Kebijakan keempat diwujudkan melalui program pendidikan non formal, pemuda dan olah raga, dengan kegiatan utama Pelaksanaan Kejar Paket A, B, dan C yang dilaksanakan secara jujur, transparan dan akuntabel oleh SKPD terkait. Kebijakan kelima diwujudkan melalui Program pembangunan pendidikan dasar dan menengah di daerah terpencil, dengan kegiatan utama Pembangunan USB bagi daerah yang tergolong terpencil dan peningkatan aksesibilitas menuju daerah-daerah terpencil. Kebijakan keenam diwujudkan melalui Program pendidikan anak usia dini (PAUD) dengan kegiatan utama Pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana pendidikan usia dini. Kebijakan ketujuh diwujudkan melalui Pengembangan Program Pendidikan Tinggi Negeri di Kabupaten Bima. Kebijakan kedelapan diwujudkan melalui Program pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang peningkatan mutu pendidikan dengan kegiatan utama Pembangunan, pengadaan dan rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang mutu pendidikan.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
113
Kebijakan kedelapan diwujudkan melalui Program peningkatan pelayanan kesehatan dengan kegiatan utama Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan Penyediaan obat-obatan yang terjangkau (generik) bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Kebijakan kesembilan diwujudkan melalui Program pelayanan kesehatan ibu dan anak, dengan kegiatan utama : Pembebasan biaya persalinan bagi ibuibu yang melahirkan, Program peningkatan peran Posyandu dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, Program peningkatan akses pelayanan KIA terutama pada daerah terpencil dan terbelakang, serta Pengembangan program Sistim Kewaspadaan Pangan dan Gizi. Kebijakan kesepuluh diwujudkan melalui program peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan, dengan kegiatan utama Penyediaan tenaga dokter dan dokter spesialis di RSUD, dan Penempatan tenaga kesehatan yang berkualitas di setiap kecamatan dan desa secara merata. Kebijakan kesebelas diwujudkan melalui Program peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, dengan kegiatan utama Pencegahan dan pengobatan penyakit endemis tidak menular. Kebijakan kedua belas diwujudkan melalui Program peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, dengan kegiatan utama Penyuluhan pola hidup bersih dan sehat secara berkala dan terintegrasi, serta Pembangunan MCK, SPAL dan perluasan program jamban berbasis masyarakat. Kebijakan ketiga belas diwujudkan melalui Program pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, dengan kegiatan utama Pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana kesehatan. Kebijakan keempat belas diwujudkan melalui Program peningkatan Advokasi dan KIE tentang program KB, dengan kegiatan utama Pengadaan alat kontrasepsi gratis bagi akseptor, Penyuluhan tentang KB, dan Peningakatan peranserta masyarakat dalam pelayanan KB/KR yang mandiri. Kebijakan kelima belas diwujudkan melalui Program pelayanan Kontrasepsi, dengan kegiatan utama Pengadaan, Pembinaan dan pelayanan KB. Kebijakan keenam belas diwujudkan melalui Program peningkatan Advokasi dan KIE tentang program KB, dengan kegiatan utama Pelayanan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE).
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
114
Kebijakan ketujuh belas diwujudkan melalui program peningkatan partisipasi pria dalam ber-KB, dengan kegiatan utama peningkatan partisipasi pria dalam ber-KB. Kebijakan
kedelapan
belas
diwujudkan
melalui
Program
Kesehatan
Reproduksi Remaja (KRR) dengan kegiatan utama Penyuluhan Kesehatan Reproduksi pada Remaja. Kebijakan
kesembilan
belas
diwujudkan
melalui
Program
Penataan
Administrasi Kependudukan, dengan kegiatan utama Implementasi sistem administrasi kependudukan. Kebijakan kedua puluh diwujudkan melalui Program peningkatan kapasitas aparatur, dengan kegiatan utama Pengadaan dan peningkatan kualitas aparatur kependudukan. Kebijakan kedua puluh satu
diwujudkan melalui Program informasi
administrasi kependudukan, dengan kegiatan utama Pengembangan bank data kependudukan. Indikator Kinerja: Indikator utama pencapaian agenda Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia dan Kependudukan adalah : a. Meningkatnya Angka melek huruf terutama usia 15-24 tahun dari sebesar 98,16% tahun 2009 menjadi sebesar 100% pada tahun 2015 b. Meningkatnya Rata-rata lama sekolah dari sebesar 7,33 tahun pada tahun 2009 menjadi 12,00 tahun pada Tahun 2015 c. meningkatnya angka partisipasi kasar tingkat SD dari sebesar 105,03% tahun 2009 menjadi sebesar 105,63% Tahun 2015. d. Meningkatnya angka partisipasi kasar tingkat SMP dari sebesar 92,61% tahun 2009 menjadi sebesar 100% Tahun 2015 e. Meningkatnya angka partisipasi kasar tingkat SMA dari sebesar 67,31% tahun 2009 menjadi sebesar 69,53% Tahun 2015 f.
Meningkatnya angka partisipasi murni tingkat SD dari sebesar 98,06% tahun 2009 menjadi sebesar 100% Tahun 2015.
g. Meningkatnya angka partisipasi murni tingkat SMP dari sebesar 85,54% tahun 2009 menjadi sebesar 100% Tahun 2015 h. Meningkatnya angka partisipasi murni tingkat SMA dari sebesar 64,05% tahun 2009 menjadi sebesar 72,13% Tahun 2015 i.
Meningkatnya rasio lokal/kelas dengan jumlah murid SMP sebesar 31 s/d tahun 2015 dari sebesar 37 tahun 2008
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
115
j.
Meningkatnya rasio lokal/kelas dengan jumlah murid SMA sebesar 32 s/d tahun 2015 dari sebesar 38 tahun 2008
k. Meningkatnya jumlah ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan usia dini sebesar 50% s/d Tahun 2015 l.
Meningkatkan angka harapan hidup dari 67.43 tahun pada tahun 2009 menjadi 72,54 tahun sampai dengan tahun 2015.
m. Menurunnya kasus angka kematian kematian bayi dari sebanyak 35 kasus tahun 2009 menjadi 18 kasus tahun 2015. n. Menurunnya kasus gizi buruk dari 60 kasus pada tahun 2009 menjadi 30 kasus tahun 2015 o. Menurunnya kasus angka kematian ibu melahirkan dari 10 kasus tahun 2009 menjadi 5 kasus tahun 2015 p. meningkatkan jumlah Akseptor KB aktif dari 64.478 pada tahun 2009 menjadi 76.990 orang pada tahun 2015. q. Meningkatnya angka cakupan pelayanan air bersih dari 78,63% pada tahun 2009 menjadi 100% pada tahun 2015 r.
Meningkatnya angka cakupan pelayanan sanitasi dari 73,69% pada tahun 2009 menjadi 100% pada tahun 2015
s. Menurunnya tingkat pertumbuhan penduduk Kabupaten Bima tahun 2015 menjadi 1,00% dari sebesar 1,04% pada tahun 2010
4. Peningkatan Kesadaran, Pemahaman, dan Pengamalan Agama, serta nilai-nilai sosial budaya. Strategi Kebijakan : Kebijakan
Pertama,
Peningkatan
kualitas
dan
kuantitas
pembinaan
keagamaan bagi generasi muda Kebijakan Kedua, Peningkatan peran tokoh agama, petugas keagamaan, takmir mesjid dan lain-lain, serta peningkatan peran lembaga keagamaan dalam menata dan menjamin terselenggaranya kehidupan beragama yang berkualitas. Kebijakan Ketiga, Penerapan nilai-nilai keagamaan dalam aktifitas kehidupan sehari-hari Kebijakan Keempat, Pemberian bantuan bagi perbaikan sarana dan prasarana keagamaan Kebijakan Kelima, Mendorong terwujudnya hubungan yang harmonis antar dan inter umat beragama Kebijakan Keenam, Penguatan identitas sosial dan budaya mbojo dengan pembinaan dan pengembangan secara lebih intensif
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
116
Kebijakan Ketujuh, Peningkatan frekwensi pembinaan dan pemberdayaan generasi muda untuk turut serta dalam pembangunan daerah. Kebijakan Kedelapan, Pembinaan Kelembagaan Pengarusutamaan gender dan anak Kebijakan Kesembilan, Pengembangan regulasi yang pro gender dalam pembangunan daerah Kebijakan Kesepuluh, Pemberdayaan perempuan dalam setiap tahapan pembangunan daerah Kebijakan Kesebelas, Menciptkan iklim yang sehat bagi tumbuh kembangnya budaya partisipatif dan gotong-royong masyarakat Kebijakan Kedua belas, Mendorong tumbuh kembangnya berbagai kesenian dan kebudayaan lokal Kebijakan Ketiga belas, Mendorong pemanfaatan dan pengembangan seni dan budaya lokal/daerah Kebijakan
Keempat
belas,
Optimalisasi
promosi
potensi
pariwisata
Kabupaten Bima di tingkat lokal, regional, nasional dan iternasional. Kebijakan Kelima belas, Mendorong peningkatan SDM pariwisata dari segi kualitas dan kuantitasnya Kebijakan Keenam belas, Mendorong investasi dalam pemanfaatan potensi pariwisata Kebijakan Ketujuh belas, Mendorong dan mengembangkan sarana prasarana infrastruktur pendukung kepariwisataan Kebijakan Kedelapan belas, Mendorong pemanfaatan aset pariwisata dalam kegiatan/event budaya Kebijakan Kesembilan belas, Mendorong dan mengembangkan destinasi kepariwisataan Kebijakan
Kedua
puluh,
Mendorong
peningkatan
keamanan
dan
kenyamanan bagi wisatawan Kebijakan Kedua puluh satu, Mendorong pengembangan kerjasama antar daerah dalam pengelolaan kepariwisataan Program dan Kegiatan Utama : Kebijakan Pertama diwujudkan melalui Program peningkatan pemahaman dan
pengamalan ajaran agama,
dengan kegiatan utama Peningkatan
frekwensi penanaman nilai-nilai keagamaan sejak dini pada generasi muda.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
117
Kebijakan Kedua diwujudkan melalui Program penguatan kapasitas lembaga keagamaan, dengan kegiatan utama Peningkatan kapasitas sumber daya dan peran lembaga keagamaan. Kebijakan Ketiga diwujudkan melalui Program penguatan kapasitas lembaga keagamaan, dengan kegiatan utama peningkatan peran serta masyarakat dalam pembinaan kehidupan beragama dan bermasyarakat. Kebijakan Keempat diwujudkan melalui Program peningkatan sarana dan prasarana keagamaan, dengan kegiatan utama Pengembangan sarana dan prasarana keagamaan. Kebijakan Kelima diwujudkan melalui Program pemantapan kerukunan hidup inter dan antar umat beragama, dengan kegiatan utama Pengembangan forum komunikasi antar dan inter umat beragama. Kebijakan Keenam diwujudkan melalui Peningkatan ketahanan Sosial Budaya, dengan kegiatan utama Pembinaan dan pengembangan ketahanan sosial budaya. Kebijakan
Ketujuh
diwujudkan
melalui
Program
pembinaan
dan
pengembangan potensi generasi muda, dengan kegiatan utama Peningkatan prestasi dan peran pemuda dalam pembangunan daerah. Kebijakan Kedelapan diwujudkan melalui Program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak, dengan kegiatan utama: Advokasi dan fasilitasi PUG bagi perempuan. Kebijakan Kesembilan diwujudkan melalui Program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan, dengan kegiatan utama: Pelaksanaan kebijakan perlindungan perempuan di daerah. Kebijakan Kesepuluh diwujudkan melalui Program Peningkatan peran serta dan kesetaraan jender dalam pembangunan, dengan kegiatan utama: Kegiatan pendidikan dan pelatihan peningkatan peran serta dan kesetaraan jender. Kebijakan Kesebelas diwujudkan melalui program peningkatan partisipasi dan swadaya gotong-royong masyarakat dalam pembangunan, dengan kegiatan utama Pengembangan program bulan bakti gotong royong. Kebijakan Kedua belas diwujudkan melalui Program Peningkatan apresiasi nilai kesenian dan kebudayaan tradisional, dengan kegiatan utama Pembinaan dan pengembangan kesenian dan kebudayaan tradisional. Kebijakan Ketiga belas diwujudkan melalui program pengembangan nilai budaya, dengan kegiatan utama: Pengelolaan kekayaan budaya potensial,
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
118
Pengelolaaan
keragaman
budaya,
dan
Pengembangan
kerjasama
pengelolaan kekayaan budaya. Kebijakan Keempat belas diwujudkan melalui Program pengembangan promosi pariwisata, dengan kegiatan utama: Pengembangan kemitraan, seni dan budaya lokal serta Peningkatan promosi potensi pariwisata. Kebijakan Kelima belas diwujudkan melalui Program peningkatan kualitas dan kuantitas aparatur pariwisata dengan kegiatan utama: Peningkatan SDM pariwisata. Kebijakan Keenam belas diwujudkan melalui Program Pengembangan Kemitraan Pariwisata, dengan kegiatan utama: Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan kemitraan pariwisata Kebijakan Ketujuh belas diwujudkan melalui Program Pengembangan Destinasi Pariwisata, dengan kegiatan utama: peningkatan dan penyediaan infrastuktur pendukung pariwisata; Kebijakan Kedelapan belas diwujudkan melalui Program pemeliharaan asetaset kepariwisataan, dengan kegiatan utama: mendorong terbentuknya petugas /sdm aparatur pengawas aset-aset pariwisata; Kebijakan Kesembilan belas diwujudkan melalui Program pengembangan daerah tujuan wisata, dengan kegiatan utama: peningkatan dan penyediaan infrastuktur pariwisata; Kebijakan Kedua puluh diwujudkan melalui Program Peningkatan keamanan dan kenyamanan bagi wisatawan, dengan kegiatan utama: Pengamanan kawasan pariwisata Kebijakan Kedua puluh satu diwujudkan melalui Program pengembangan dan peningkatan kerjasama antar daerah dalam pengelolaan pariwisata, dengan kegiatan utama: Pengembangan dan peningkatan kerjasama antar daerah dalam pengelolaan pariwisata Indikator Kinerja: a. Meningkatnya
kemampuan
generasi
muda
dalam
memahami
isi
kandungan Al-Quran. b. Terciptanya suasana yang harmonis dan kerukunan hidup antar umat beragama yang di indikasikan oleh tidak adanya konflik horizontal antar umat beragama. c. Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana peribadatatan dari sejumlah 450 pada tahun 2009 menjadi 478 pada tahun 2015.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
119
d. Meningkatnya kualitas dan kuantitas da’i dan penyuluh agama. e. Meningkatnya jumlah lembaga da’wah/ Majlis ta’lim di Kabupaten Bima dari 58 majelis pada tahun 2009 menjadi 75 majelis pada tahun 2015. f. Meningkatnya jumlah jama’ah haji dari 646 orang pada tahun 2009 menjadi 686 orang pada tahun 2015. g. Menurunnya kasus-kasus amoral dan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan dan sosial kemasyarakatan. h. Meningkatnya jumlah wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke tempat-tempat wisata di Kabupaten Bima dari 4.707 orang pada tahun 2009 menjadi 6.308 orang pada tahun 2015. i.
Meningkatnya peran perempuan dalam pembangunan daerah.
j.
Menurunnya kasus tindak kekerasan terhadap perempun dan anak.
5. Pelaksanaan Agenda Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan Strategi Kebijakan : Kebijakan Pertama, Penanaman kembali lahan-lahan yang sudah kritis yang dilanjutkan dengan pemeliharaan terhadap bibit yang sudah ditanam Kebijakan Kedua, Penanganan lahan kritis secara terpadu guna pencegahan semakin meluasnya lahan kritis melalui peningkatan sosialisasi, pengawasan dan penindakan terhadap perusakan lingkungan, serta
Penggunaan bibit
yang tepat dan teknologi yang tepat dan waktu penanaman yang tepat (3 tepat) dalam penanganan lahan kritis. Kebijakan Ketiga, Penanganan kawasan resapan mata air. Kebijakan Keempat, Memanfaatkan SDA secara optimal sesuai dengan tata ruang wilayah dan memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan. Kebijakan Kelima, Identifikasi dan pengembangan potensi SDA daerah. Kebijakan Keenam, Peningkatan kualitas SDA dan LH Kebijakan Ketujuh, Pelestarian keanekaragaman hayati hutan melalui pengawasan yang lebih intensif Kebijakan Kedelapan, Optimalisasi pemantauan dan pengendalian eksploitasi SDA. Kebijakan
Kesembilan,
Peningkatan
partisipasi
masyarakat
dalam
pengawasan dan pengendalian sumber daya hutan. Kebijakan Kesepuluh, Penentapan dan pengelolaan ruang terbuka hijau Kebijakan Kesebelas, Penentapan dan pengelolaan kawasan peruntukan sawah abadi
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
120
Kebijakan Kedua belas, Peningkatan kuantitas dan kualitas aparatur pengendali dan pengawas hutan. Kebijakan Ketiga belas, Penyusunan Perda tentang Pengelolaan sumber daya Hutan Kebijakan Keempat belas, Pembuatan Pal Batas kawasan Lindung dan budidaya Kebijakan Kelima belas, Pelestarian ekosistem, pesisir dan laut Kebijakan Keenam belas, Pelestarian ekosistem hutan bakau Kebijakan Ketujuh belas, Pengawasan dan penertiban pertambangan galian golongan C Kebijakan Kedelapan belas, Penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah terutama di wilayah-wilayah pusat pertumbuhan seperti Sape, Tente, dan Bolo. Kebijakan Kesembilan belas, Penyusunan perencanaan tentang penanganan bencana. Program dan Kegiatan Utama : Kebijakan
Pertama,
diwujudkan
melalui
Program
perlindungan
dan
konservasi sumber daya alam, dengan kegiatan utama berupa: Pengendalian kerusakan hutan dan lahan, Pengendalian dan Pengawasan pemanfaatan SDA, serta kegiatan koordinasi pengelolaan konservasi SDA. Kebijakan Kedua, diwujudkan melalui : Program
perencanaan prasarana
wilayah dan sumber daya alam, dengan kegiatan utama berupa Koordinasi penyusunan masterplan pengendalian sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta Program rehabilitasi dan pemulihan cadangan sumber daya alam dengan kegiatan utama Rehabilitasi hutan dan lahan dan Pengembangan kelembagaan rehabilitasi hutan dan lahan. Kebijakan Ketiga, diwujudkan melalui Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam dengan kegiatan utama berupa : Konservasi Sumber Daya Air dan Pengendalian Kerusakan Sumber-Sumber Air, Peningkatan Konservasi Daerah Tangkapan Air dan Sumber-sumber Air, dan Koordinasi peningkatan pengelolaan kawasan konservasi. Kebijakan Keempat, diwujudkan melalui Program Perencanaan Tata Ruang, Program pemanfaatan ruang, dan Program Pengendalian Pemanfaatan Ruang dengan kegiatan utama berupa : Penetapan kebijakan tentang RDTRK, RTRK, dan RTBL, Sosialisasi peraturan perundang-undangan
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
121
tentang rencana tata ruang, Penyusunan rencana detail tata ruang kawasan, Penyusunan rencana teknis ruang kawasan, Penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan, Rapat koordinasi tentang rencana tata ruang, Revisi rencana tata ruang, Pelatihan aparat dalam perencanaan tata ruang, Monitoring, evaluasi dan pelaporan rencana tata ruang, Penyusunan kebijakan perizinan pemanfaatan ruang, Fasilitasi peningkatan peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang, Koordinasi dan fasilitasi penyusunan pemanfaatan ruang, Penyusunan kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang, Pengawasan pemanfaatan ruang, dan Koordinasi dan fasilitasi penyusunan pengendalian pemanfaatan ruang. Kebijakan Kelima, diwujudkan melalui Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan
Sumber
daya
Alam,
dengan
kegiatan
utama
berupa
:
Perencanaan dan penyusunan program pembangunan pengendalian sumber daya alam dan lingkungan hidup, Penyusunan pedoman standar dan prosedur rehabilitasi terumbu karang, mangrove, dan padang lamun, serta sosialisasi pedoman standar dan prosedur rehabilitasi terumbu karang, mangrove, dan padang lamun. Kebijakan
Keenam,
diwujudkan
melalui
Program
Perlindungan
dan
Konservasi Sumber Daya Alam, dengan kegiatan utama berupa : Pengendalian
Dampak
Pemantapan
Kawasan
Perubahan Konservasi
Iklim,
dan
Laut,
Pengembangan
Suaka
dan
Perikanan,
dan
Perlindungan
dan
Keanekaragaman Hayati Laut. Kebijakan
Ketujuh,
diwujudkan
melalui
Program
Konservasi Sumber Daya Alam, dengan kegiatan utama berupa : Pengembangan Ekowisata dan Jasa Lingkungan, Pengendalian dan Pengawasan pemanfaatan SDA, dan Pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistem. Kebijakan
Kedelapan,
diwujudkan
melalui
Program
pengendalian
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dengan kegiatan utama berupa: Pengawasan pelaksanaan kebijakan bidang lingkungan hidup, Koordinasi penertiban kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI), Pengkajian dampak lingkungan, Peningkatan pengelolaan lingkungan pertambangan, dan Koordinasi penyusunan AMDAL. Kebijakan
Kesembilan,
diwujudkan
melalui
Program
pemberdayaan
masyarakat dalam pengelolaan SDA dan LH dengan kegiatan utama Peningkatan peran serta masyarakat perlindungan dan konservasi SDA,
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
122
pemulihan
cadangan
SDA,
pengawan
dan
pengendalian
LH,
dan
pengelolaan RTH. Kebijakan Kesepuluh, diwujudkan melalui Program Pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH), dengan kegiatan utama : Penyusunan kebijakan, norma,standard
prosedur
dan
manual
pengelolaan
RTH;
Sosialisasi
kebijakan, norma, standard, prosedur dan manual pengelolaan RTH; Penyusunan dan analisis data/informasi pengelolaan RTH; Penyusunan program pengembahan RTH; Pengembangan taman rekreasi; Pemeliharaan RTH, Pengawasan dan pengendalian RTH, dan Monitoring, evaluasi dan pelaporan pengelolaan RTH. Kebijakan Kesebelas, diwujudkan melalui Program peningkatan produksi pertanian dengan kegiatan utama : Penyusunan kebijakan pencegahan alih fungsi lahan pertanian,
dan Koordinasi penuyusunan dan pengelolaan
kawasan sawah abadi. Kebijakan Kedua belas, diwujudkan melalui Program Pembinaan dan Pengembangan Aparatur pengendali dan pengawas hutan dengan kegiatan utama : Rekruitmen aparatur bidang pengendalian dan pengawasan hutan, dan Diklat aparatur bidang pengendalian dan pengawasan hutan. Kebijakan Ketiga belas, diwujudkan melalui Program pembinaan dan penertiban pengelolaan hasil hutan dengan kegiatan utama : Penyusunan peraturan daerah mengenai pengelolaan hasil hutan, Sosialisasi peraturan daerah mengenai pengelolaan industri hasil hutan, serta Pengawasan dan penertiban pelaksanaan peraturan daerah mengenai pengelolaan industri hasil hutan. Kebijakan Keempat belas, diwujudkan melalui Program perlindungan dan konservasi sumber daya hutan, dengan kegiatan utama : Pembuatan Pal Batas Kehutanan, dan Pengawasan Pal Batas Kehutanan. Kebijakan Kelima belas, diwujudkan melalui Program
Rehabilitasi dan
Pemulihan Cadangan Sumber daya Alam, dengan kegiatan utama : Pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang, mangrove, padang lamun, estuaria dan teluk. Kebijakan Keenam belas, diwujudkan melalui Program Pengelolaan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut, dengan kegiatan utama : Pengelolaan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut, dan Pengembangan sistem manajemen pengelolaan pesisir laut.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
123
Kebijakan Ketujuh belas, diwujudkan melalui Program pembinaan dan pengawasan
bidang
pertambangan,
dan
Program
pengawasan
dan
penertiban kegiatan rakyat yang berpotensi merusak lingkungan dengan kegiatan utama : Penyusunan regulasi mengenai kegiatan penambangan bahan galian C; Sosialisasi regulasi mengenai kegiatan penambangan bahan galian C; Monitoring dan pengendalian kegiatan penambangan bahan galian C; Koordinasi dan pendataan tentang hasil produksi dibidang pertambangan; Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penambangan galian C; Pengawasan penertiban kegiatan pertambangan rakyat; Monitoring, evaluasi dan pelaporan dampak kerusakan lingkungan akibat keglatan pertambangan rakyat, dan Penyebaran Peta Daerah Rawan Bencana Alam Geologi. Kebijakan Kedelapan belas, diwujudkan melalui Program Pengembangan Kinerja Pengelolaan Persampahan, dengan kegiatan utama : Penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan persampahan, Peningkatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan, dan Peningkatan kemampuan aparat pengelolaan persampahan. Kebijakan Kesembilan belas, diwujudkan melalui Program
perencanaan
pembangunan daerah rawan bencana, dan Program pencegahan dini dan penanggulangan
korban
bencana
alam,
dengan
kegiatan
utama
:
Penyusunan dan analisis data informasi perencanaan pembangunan kawasan rawan bencana; Pemantauan dan penyebarluasan informasi potensi bencana alam; dan Kegiatan tanggap darurat penanganan bencana alam. Indikator Kinerja: a. Menurunnya luas lahan kritis dari seluas
68.972,59 Ha. pada tahun 2009
menjadi 61.098,84 Ha pada tahun 2015. b. Menurunnya kasus perladangan liar dari 10 kasus pada tahun 2009 menjadi 0 kasus pada tahun 2015. c. Menurunnya kasus ilegal logging dari 15 kasus pada tahun 2009 menjadi 0 kasus pada tahun 2015. d. Dipertahankannya atau meningkatnya jumlah sumber-sumber mata air di Kabupaten Bima yang saat ini berjumlah 41 mata air. e. Menurunnya kasus-kasus kerusakan lingkungan yang di akibatkan oleh eksploitasi sumber daya alam yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan dari 25 kasus pada tahun 2009 menjadi 5 kasus pada tahun 2015. f.
Dipertahankannya luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebanyak 30% atau lebih dari luas Daerah Aliran Sungai (DAS).
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
124
g. Dipertahankannya kawasan peruntukan sawah abadi seluas 1.262 Ha atau lebih. h. Tersedianya perda tentang pengelolaan hutan i.
Dipertahankannya luas kawasan lindung seluas lebih kurang 78.171,96 Ha.
j.
Tersedianya sarana dan prasarana pengelolaan sampah.
k. Tertibnya kegiatan usaha pertambangan. l.
Dipertahankannya kawasan peruntukan hutan bakau seluas 621.22 Ha.
m. Tersedianya 1 unit TPA regional dan 10 unit TPS pada tahun 2015. n. Tersedianya dokumen perencanaan kawasan rawan bencana.
6. Agenda Kepemerintahan Yang Baik. Strategi Kebijakan : Kebijakan Pertama, Peningkatan Profesionalisme dan kinerja aparatur. Kebijakan Kedua, Mengintensifkan penanganan pengaduan masyarakat. Kebijakan Ketiga, Peningkatan pembinaan dan pengawasan aparatur. Kebijakan
Keempat,
perbaikan
sistem
dan
peningkatan
kapasitas
pengelolaan keuangan daerah. Kebijakan Kelima, Meningkatkan akses masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan daerah. Kebijakan Keenam, Mendorong penerapan sistem pelayanan satu atap. Program dan Kegiatan Utama : Kebijakan Pertama, diwujudkan melalui Program peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur, Program Pendidikan Kedinasan, dan Program Pembinaan dan Pengembangan Aparatur, dengan kegiatan utama : Pendidikan dan pelatihan teknis tugas dan fungsi bagi PNS daerah; Peningkatan
keterampilan
dan
profesionalisme;
Penyusunan
rencana
pembinaan karir PNS; Pembangunan/Pengembangan sistem informasi kepegawaian Pemberian
daerah;
Penyusunan
penghargaan
bagi
PNS
instrumen yang
analisis
jabatan
berprestasi;
dan
PNS; Proses
penanganan kasus-kasus pelanggaran disiplin PNS. Kebijakan Kedua, diwujudkan melalui Program Mengintensifkan penanganan pengaduan masyarakat, dengan kegiatan utama : Pengembangan Unit Pengaduan Masyarakat pada seluruh SKPD. Kebijakan Ketiga, diwujudkan melalui Program Peningkatan Profesionalism tenaga pemeriksa dan aparatur pengawasan, dan Program peningkatan sistem pengawasan internal dan pengendalian pelaksanaan kebijakan KDH, dengan kegiatan utama : Pelatihan pengembangan tenaga pemeriksa dan
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
125
aparatur pengawasan; serta Pelatihan teknis pengawasan dan penilaian akuntabilitas kinerja; Pelaksanaan pengawasan internal secara berkala; Penanganan
Kasus
pengaduan
di
lingkungan
pemerintah
daerah;
Inventarisasi temuan pengawasan; serta kegiatan tindak lanjut hasil temuan pengawasan. Kebijakan
Keempat,
diwujudkan
melalui
Program
peningkatan
dan
Pengembangan pengelolaan keuangan daerah, dengan kegiatan utama : Penyusunan Sistem informasi pengelolaan keuangan daerah; dan Bimbingan teknis implementasi paket regulasi tentang pengelolaan keuangan daerah. Kebijakan Kelima, diwujudkan melalui Program optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi, dengan kegiatan utama : Penyusunan sistem informasi terhadap layanan publik. Kebijakan Keenam, diwujudkan melalui Program penataan kelembagaan pemerintah daerah, dengan kegiatan utama : Pembentukan SKPD Pelayanan Terpadu. Indikator Kinerja: a. Meningkatnya jumlah aparatur yang telah mengikuti diklat dari 949 orang baik diklat gelar maupun non gelar dari total PNSD Kabupaten Bima sebanyak 9.505 orang pada tahun 2009 menjadi 4.650 orang telah mengikuti diklat pada tahun 2015 b. Meningkatnya jumlah unit/SKPD yang melakukan replikasi terhadap pelayanan penanganan pengaduan dari 1 unit/SKPD tahun 2009 menjadi 31 unit/SKPD tahun 2015 c. Meningkatnya jumlah SKPD yang menyusun dan mengimplementasikan Standar Pelayanan Minimum dari belum ada satupun SKPD yang memiliki SPM pada tahun 2009 menjadi 31 SKPD pada tahun 2015 d. Meningkatnya status hasil pemeriksaan keungan Kabupaten Bima. e. Diterapkan Sistim Informasi Perencanaan Pembangunan Daerah (SIPPD) dan Sistim Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) dalam menjalankan roda birokrasi.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
126
7. Agenda
Peningkatan
Ketentraman,
Ketertiban
Masyarakat
dan
Penegakan Supremasi Hukum. Strategi Kebijakan : Kebijakan
Peningkatan
Pertama,
pemahaman
masyarakat
terhadap
Perundang-undangan, melalui peningkatan frekuensi dan cakupan wilayah sosialisasi perundang-undangan. Kebijakan Kedua, Meningkatkan ketersediaan produk hukum daerah yang sesuai dengan kebutuhan daerah yang ditandai dengan meningkatnya kuantitas dan kelengkapan perangkat aturan yang diterapkan dalam menindak kasus kejahatan dan pelanggaran HAM. Kebijakan Ketiga, Penurunan angka kriminalitas, tindak kekerasan/kejahatan, kasus sosial masyarakat dan pelanggaran HAM yang ditandai dengan menurunnya
angka
kasus
kejahatan
dan
pelanggaran
HAM
serta
meningkatnya kuantitas operasi tertib di wilayah hukum Kabupaten Bima. Kebijakan Keempat, Peningkatan Efektifitas Penegakan Perda melalui pembinaan kadarkum dan menambah jumlah PPNS. Program dan Kegiatan Utama : Kebijakan Pertama, diwujudkan melalui Program Penataan Peraturan Perundang-undangan,
dengan kegiatan utama : Fasilitasi sosialisasi
peraturan perundang-undangan. Kebijakan
Kedua,
diwujudkan
melalui
Program
Penataan
Peraturan
Perundang-undangan, dengan kegiatan utama : Penyusunan rencana kerja rancangan peraturan perundang-undangan; Legislasi rancangan peraturan perundang-undangan; dan Publikasi peraturan perundang-undangan. Kebijakan Ketiga, diwujudkan melalui Program pemeliharaan kamtibmas dan pencegahan tindak kriminal, Program pemberdayaan masyarakat untuk menjaga ketertiban dan keamanan dan Program peningkatan pemberantasan penyakit masyarakat (pekat), dengan kegiatan utama : Peningkatan kerjasama dengan aparat keamanan dalam teknik pencegahan kejahatan; Peningkatan kapasitas aparat dalam rangka pelaksanaan siskamswakarsa di daerah;
Pembentukan
satuan
keamanan
lingkungan
di
masyarakat;
Penyuluhan pencegahan peredaran/ penggunaan minuman keras dan narkoba; serta kegiatan Penyuluhan pencegahan berkembangnya praktek prostitusi dan penyakit masyarakat lainnya.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
127
Kebijakan Keempat, diwujudkan melalui Program Pembinaan Kadarkum dan Penambahan jumlah PPNS. Indikator Kinerja: a. Meningkatnya frekuensi sosialisasi produk perundang-undangan yang dilakukan sebanyak 4 kali pada tahun 2009 menjadi 10 kali pada tahun 2015 b. Meningkatnya cakupan wilayah sosialisasi produk perundang-undangan dari 5 kecamatan pada tahun 2009 menjadi 18 kecamatan pada tahun 2015 c. Menurunnya
angka
kriminalitas,
tindak
gangguan kamtibmas lainnya dari sebanyak
kekerasan/kejahatan
dan
667 kasus tahun 2009
menjadi 490 kasus tahun 2015. d. Meningkatnya kuantitas operasi tertib di wilayah hukum Kabupaten Bima sebanyak 50% dalam lima tahun. 8. Agenda percepatan pembangunan kawasan strategis dan cepat tumbuh. Strategi Kebijakan : Kebijakan
Pertama,
Memacu
terlaksananya
pembangunan
Ibukota
Kabupaten Bima di Wilayah Woha. Kebijakan Kedua, Memberikan prioritas pada pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur ke kawasan-kawasan strategis Kebijakan Ketiga, Pengembangan infrastruktur irigasi berdasarkan potensi wilayah. Kebijakan Keempat, Peningkatan cakupan pelayanan air bersih dan sanitasi. Kebijakan Kelima, Menjalin kerjasama dengan penyedia jasa telekomunikasi dan energi untuk mengembangkan jaringannya serta mengembangkan energi alternatif untuk wilayah-wilayah yang sangat terpencil. Program dan Kegiatan Utama : Kebijakan Pertama, diwujudkan melalui Program pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh, dengan kegiatan utama : Perencanaan pengembangan infrastruktur; dan Pembangunan/peningkatan infrastruktur. Kebijakan Kedua, diwujudkan melalui Program pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh; Program Pembangunan Jalan dan Jembatan; dan Program rehabilitasi/pemeliharaan Jalan dan Jembatan, dengan kegiatan
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
128
utama:
Perencanaan
peningkatan
pengembangan
infrastruktur;
infrastruktur;
Pembangunan
jalan
Pembangunan/
dan
jembatan;
serta
Rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan. Kebijakan
Ketiga,
diwujudkan
melalui
Program
pengembangan
dan
pengelolaan jaringan irigasi, rawa dan jaringan pengairan lainnya, dengan kegiatan utama: Rehabilitasi/pemeliharaan jaringan irigasi. Kebijakan
Keempat,
diwujudkan
melalui
Program
penyediaan
dan
pengolahan air baku, dengan kegiatan utama: Peningkatan distribusi penyediaan air baku dan Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air. Kebijakan
Kelima,
diwujudkan
melalui
Program
pembinaan
dan
pengembangan bidang ketenagalistrikan; Program pengembangan sumber energi baru dan terbarukan; Program Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Media Massa; dan Program kerjasama informsi dan media massa, dengan kegiatan utama: Koordinasi pengembangan ketenaga listrikan; Pengembangan sumber energi baru dan terbarukan; Pembinaan dan pengembangan
jaringan
komunikasi
dan
informasi;
dan
kegiatan
Penyebarluasan informasi pembangunan daerah. Indikator Kinerja: a. Terlaksananya pembangunan infrastruktur perkantoran dan infrastruktur pendukung lainnya di wilayah woha. b. Meningkatnya kualitas dan kuantitas infrastruktur jalan dan jembatan ke kawasan-kawasan strategis. c. Meningkatnya jumlah pasar kecamatan dari 3 unit pada tahun 2009 menjadi 6 unit pada tahun 2015 d. Terlaksananya pembangunan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Tambora. e. Berkembangnya kawasan-kawasan strategis Kabupaten Bima sesuai tata ruang wilayah. f. Menurunnya jumlah rumah tangga yang belum terlayani listrik dari 10.275 KK pada tahun 2009 menjadi sekitar 2.055 KK pada tahun 2015. h. Meningkatnya jumlah dam dari 6 buah tahun 2009 menjadi 8 buah dam tahun 2015 i.
Meningkatnya panjang saluran irigasi dari 314,89 km tahun 2009 menjadi 421,98 km pada tahun 2015.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
129
BAB VII PENUTUP A. Program Transisi Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan daerah dan mengisi kekosongan rencana pembangunan daerah tahun 2015 (Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2015) yang diperlukan sebagai pedoman bagi penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2015, maka dalam rangka menjembatani kekosongan dokumen perencanaan jangka menengah pada akhir jabatan Kepala Daerah untuk masa bakti 2011 - 2015, perlu disusun rancangan program indikatif Tahun 2015 sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tahun 2015, sebelum Kepala Daerah masa bakti 2015 – 2020 terpilih. B. Kaidah Pelaksanaan Selanjutnya perlu diperhatikan koordinasi antar program, agar tercipta efisiensi dan efektifitas baik dalam pembiayaan maupun lama waktu pelaksanaan. Untuk itu, diperlukan kaidah pelaksanaan yang menjamin terciptanya tata pemerintahan yang baik, khususnya untuk mengurangi tumpang tindih pelaksanaan antar program. Selain itu, tujuan adanya kaidah ini adalah kelanjutan program yang dilakukan. Dengan tata pemerintahan yang baik, diharapkan implementasi program menjadi lebih terukur dampaknya. RPJM Daerah merupakan pedoman bagi SKPD dalam menyusun Renstra SKPD Dokumen RPJM Daerah ini, yang disusun mulai Tahun 20011 – 2015 merupakan penerjemahan visi dan misi bupati terpilih. Dengan demikian setelah dokumen ini tersusun dan dikeluarkan menjadi peraturan daerah, maka dokumen ini perlu diterjemahkan dalam kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah di lingkungan pemerintahan daerah. Walaupun demikian perlu ditegaskan disini, bahwa satuan kerja yang ada diharapkan bekerja dengan prinsip-prinsip efektifitas dan efisiensi. Dengan SKPD yang program dan kegiatannya selalu berpedoman pada RPJM Daerah maka tata pemerintahan yang baik (efisiensi dan efektifitas) akan mudah tercipta. RPJM Daerah akan digunakan dalam penyusunan RKPD
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
130
Sebagaimana dijelaskan diatas, RPJM Daerah sebagai pedoman untuk penyusunan program-program dan kegiatan tahunan. Untuk itu, kegiatan-kegiatan yang diusulkan didalam RKPD harus memiliki hubungan dan keterkaitan yang erat dengan RPJM Daerah, terutama dengan tahapan dan prioritas bidang pembangunan yang akan dilaksanakan setiap tahunnya. Tahapan dan Prioritas Pembangunan tersebut akan menjadi tema dalam penyusunan dokumen RKPD. Dengan kata lain, penetapan prioritas program dan kegiatan akan muncul dalam RKPD yang diusulkan baik oleh eksekutif maupun legislatif. Dalam RPJM Daerah, program-program yang ditawarkan memiliki dimensi umum dan masih perlu diterjemahkan dalam kegiatankegiatan riil. Setelah kegiatan riil dijadwalkan dalam RKPD, maka pembiayaan dapat disusun, Sumber pembiayaan yang ada saat ini masih
bersumber
pada
pemerintah
(APBD).
Dengan
sumber
pembiayaan hanya dari APBD yang terbatas, berdampak pada pilihanpilihan kegiatan yang diusulkan. Untuk itu, di masa mendatang pembiayaan dari pihak ketiga, yakni swasta maupun masyarakat, perlu digali dan dimanfaatkan. Dengan semakin banyaknya alternatif sumbersumber pembiayaan, maka kegiatan yang diusulkan akan semakin besar cakupan dan area/luasan programnya. Penguatan peran para pelaku pembangunan dalam pelaksanaan RPJMD Sebagaimana dijelaskan diatas, RPJM Daerah ini disusun dengan menggunakan proses partisipasi publik. Dimulai dengan pembentukan Tim kerja yang melibatkan perwakilan antar dinas di lingkungan pemerintah Kabupaten Bima dengan koordinasi oleh Bappeda. Setelah itu, hasil kerjanya ini disosialisasikan kepada stakeholers baik dari kalangan perguruan tinggi, LSM maupun masyarakat. Setelah adanya masukan dan kritik, perbaikan laporan dilakukan dengan menghadirkan beberapa pakar untuk penajaman konsep. Setelah itu, dokumen RPJM Daerah ini disosialisasikan kembali kepada masyarakat (stakeholders) dan masukan masyarakat di terjemahkan kembali dalam program-program yang diusulkan. Dengan melalui beberapa proses tersebut, diharapkan terjadi proses penguatan kapasitas masyarakat. Stakeholders yang kuat, akan mendorong proses penyusunan program
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
131
yang transparan dan akuntabel, munculnya kesadaran mengawasi proses penyusunan dan implementasi program dari mereka. Dengan demikian, stakeholders yang kuat akan mendorong demokratisasi dan tentunya hal ini akan menjamin efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pembangunan. Merupakan dasar evaluasi dan laporan pelaksanaan atas kinerja lima tahunan dan tahunan Dengan adanya dokumen RPJM Daerah ini, akan sangat membantu kepala daerah untuk melihat sejauh mana capaian dari kebijakan yang sudah dilakukan serta penerjemahan visi dan misi yang telah ditetapkan. Dengan adanya pandangan tersebut, diharapkan RPJM Daerah ini menunjukkan indikator-indikator yang jelas dan terukur agar diperoleh cara yang mudah untuk melihat keberhasilan pemimpin/Kepala Daerah. Sebagaimana dijelaskan diatas, RPJM Daerah ini juga akan menjadi acuan bagi RKPD yang merupakan kegiatan pokok tahunan. Dengan demikian kepala daerah nantinya akan mampu melihat tingkat keberhasilan yang dicapai dari indikator kinerja yang sudah ada dalam RPJMD ini.
R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H (R P J M D) K A B U P A T E N B I M A T A H U N 2 0 11 – 2 0 15
132