RENCANA KERJA 2015
PEMERINTAH KABUPATEN TASIKMALAYA DINAS PENDIDIKAN TAHUN 2015
38
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i DAFTAR ISI……………………………………………………………….. ……. ii BAB. I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………………….. 1 B. Pengertian…………………………..………………………………... 1 C. Maksud dan Tujuan..…………………………………………………
1
D. Landasan dasar Hukum………………………………………………
3
E. Ruang Lingkup……………………………………………………….
3
F. Sistimatika Penulisan………………………………………………… 3 BAB. II
KONDISI OBYEKTIF PEMBANGUNAN PENDIDIKAN
A. Kondisi Umum Pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya……………… 4 a. Kondisi Pemerataan Pendidikan………………………………….. 4 b. Kondisi Mutu dan Relevansi Pendidikan………………………… 15 c. Manajemen Pendidikan…………………………………………... 15 d. Peran serta dan Dukungan Masyarakat…………………………... 20 B. Identifikasi Permasalahan Pemerataan Pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya…………………………………..……………………… 21 C. Identifikasi Permasalahan Peningkatan Mutu Pendidikan di KabupatenTasikmalaya………………………..……………………… 21 BAB. III
ISU ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA
A. Strategis Pemerataan Pendidikan...…………………………………… 26 B. Strategis Peningkatan Mutu Pendidikan………………………………. 28 C. Strategis Peningkatan Relevansi Pendidikan…………………………. 28 D. Strategis Peningkatan efisiensi dan Pengelolaan Pendidikan………… 30 BAB.IV
RENCANA BIAYA DALAM RENCANA KERJA TAHUN 2014
BAB.V
PENUTUP
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Rencana
Implementasi
pembangunan
dan
pencapaian visi
Kabupaten
Tasikmalaya sebagaimana yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 12 Tahun 2006 tentang RJPMD Kabupaten Tasikmalaya, yang di dalamnya memuat Visi Kabupaten Tasikmalaya yaitu “TASIKMALAYA YANG RELIGIUS/ISLAMI, SEBAGAI KABUPATEN TASIKMALAYA YANG MAJU DAN SEJAHTERA, SERTA KOMPETITIF DALAM BIDANG AGRIBISNIS DI JAWA BARAT” maka Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya sebagai salah satu satuan kerja perangkat daerah, telah menyusun Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Pendidikan
Kabupaten
Tasikmalaya
Tahun
2011-2015.
Dalam
implementasi
pembangunan bidang pendidikan RENSTRA memiliki fungsi sebagai suatu dokumen perencanaan pembangunan yang didalamnya memuat visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan dan strategi pembangunan bidang pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya dalam kurun waktu lima tahun. Ketercapaian pembangunan dalam bidang pendidikan sebagimana yang telah ditetapkan, Satuan Kerja Perangkat Daerah di wajibkan untuk menyusun sustu rencana kerja yang disebut dengan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disingkat Renja-SKPD 2014. Renja-SKPD ini berisi tentang berbagai program dan kegiatan yang hendak dicapai dan dilaksanakan dalam tahun 2014. Dalam tataran pembangunan di daerah Renja-SKPD akan berfungsi pula sebagai masukan dalam penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) tahunan.
B. Pengertian Rencana Kerja Satuan Perangkat daerah (Renja-SKPD) Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya adalah rencana Kerja tahunan sebagimana yang tertuang dalam RENSTRA dalam hal ini adalah Renja 2015. Renja 2015 ini akan menjadi tolak ukur keberhasilan/kinerja dan pertanggungjawaban tahun anggaran dinas maupun pimpinan dinas atas penyelenggaraan pemerintah yang menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya dalam kurun waktu tahun 2015. Renja-SKPD 2015 Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya merupakan dokumen perencanaan praktis strategi yang menggambarkan potret permasalahan pembangunan pendidikan serta indikasi program yang akan dilaksanakan secara
3
terrencana dan bertahap melalui sumber pembiayaan APBD kabupaten/APBD Propinsi/APBN dalam kurun waktu satu tahun 2015.
C. Maksud dan Tujuan Renja-SKPD 2015 Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya dimaksudkan untuk memberikan masukan, pedoman dan acuan bagi seluruh jajaran pengelola pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya serta instansi lainnya dalam melaksanakan dan merumuskan kegiatan pembangunan pendidikan.
D. Landasan Dasar Hukum Penyusunan Renja-SKPD 2015 Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya disusun berdasarkan landasan dasar hukum sebagai berikut : 1. Landasan Idiil yaitu Pancasila; 2. Landasan Konstitusional, yaitu Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Landasan Operasional, Yaitu : a. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi dan Nepotisme; b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia; c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintah Daerah; e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintah Daerah; f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1988 tentang Pendidikan Dasar; g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa; h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah; i. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional; j. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pembagian Kewenangan Pemerintah dan Propinsi;
4
k. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Instansi Pemerintah; l. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah Presiden Republik Indonesia; m. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Negara/Lembaga Presiden Republik Indonesia; n. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah; o. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar di Jawa Barat.
E. Ruang Lingkup Ruang lingkup Renja-SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2015 mengacu pada berbagai kebijakan dalam pembangunan pendidikan baik pada tingkat Pusat, Propinsi, maupun tingkat Kabupaten, mencakup isu-isu strategi Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya, Program, kegiatan, tujuan dan sasasarn serta strategi dan tolak ukur kinerja.
F. Sitematika Penulisan Sistematika penulisan Renja-SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2015 terdiri atas : Bab I
Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, pengertian, maksud dan tujuan, landasan dasar hokum penyusunan, ruang lingkup dan sistematika penulisan.
Bab II
Kondisi Objektif Pembangunan Pendidikan Tahun 2014-2015
Bab III
Isu-Isu Strategis dan Arah Kebijakan Pembagunan Penddikan
Bab IV
Rencana Kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya Tahun Anggaran 2015
Bab V
Penutup
5
BAB II KONDISI OBJEKTIF PEMBANGUNAN PENDIDIKAN
A. Kondisi Umum Pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya 1. Pemerataan Pendidikan Pemerataan Pendidikan dimaksudkan sebagai upaya memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh komponen masyarakat – educations for all – untuk memperoleh pendidikan sebagimana diamanatkan dalam konstitusi, sehingga tidak ada seorangpun masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan pendidikan. Dalam upaya pemberian pelayanan penddikan, pemerataan pendidikan merupakan salah satu unsur yang ditetapkan dan dijadikan sebagai suatu kebajikan yang strategis dalam pembangunan pendidikan. Untuk sampai pada hal dimaksud penyelenggaraan pendidikan dan sistem rekruitmen peserta didik harus mampu menyentuh seluruh lapisan masyarakat bagi setiap jenjang dan jalur pendidikan serta tidak mempersulit dan memberatkan masyarakat. Keberhasilan pemerataan pendidikan ini dapat diukur dengan capaian APM atau APK, makin besar capaian APM dan APK menunjukan pemerataan pendidikan yang semakin baik/merata. Konsekuensi logis dari upaya meningkatkan APM dan APK ini, yaitu perlu ditunjang dengan keterssediaan tenaga pengajar/guru dan ketersediaan ruang kelas pada semua jalur pendidikan. Secara umum kondisi pemerataan pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya dihadapkan pada permasalahan-permasalahan sebagai berikut ; 1)
Kondisi letak geografis
2)
Kapasitas daya tamping yang tidak sebanding dengan jumlah lulusan
3)
Terkonsentrasinya sekolah-sekolah di daerah perkotaan
4)
Pemerataan guru yang tidak seimbang
5)
Kondisi ekonomi masyarakat yang kurang mampu untuk membiayai pendidikan
6)
Sosial budaya dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan.
Berbagai permasalahan tersebut baik langsung maupun tidak langsung secara signifikan mempengaruhi terhadap keberhasilan pembangunan pendidikan. Untuk memberikan gambaran tentang pembangunan pendidikan pada aspek pemerataan pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya, berikut diuraikan berdasarkan jenjang/tingkat pendidikan sebagai berikut :
6
a)
Pendidikan Dasar Satuan Pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtida’iyah (MI) Pemerataan pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar di Kabupaten Tasikmalaya
pada tahun 2014 diperoleh data jumlah sekolah SD dan MI di Kabupaten Tasikmalaya adalah sebanyak 1.289 Sekolah. Dari jumlah tersebut terdiri dari 1.083 Sekolah Dasar dan 206 Madrasah Ibtida’iyah yang tersebar relatif merata di setiap Kecamatan dan Desa. Dari jumlah penduduk usia 7 s/d 12 tahun yang berjumlah 199.938 jiwa pada tahun 2014, yang bersekolah pada tahun pelajaran 2014/2015 di jalur persekolahan SD/MI tercatat 200.470 orang. Dari data tersebut dapat dihitung Angka Partisipasi Murni (APM) jalur persekolahan dan APM pada jalur luar sekolah sebesar 100.04 % hal ini memberikan gambaran bahwa anak yang berusia antara 7 s/d 12 tahun yang bersekolah baik melalui jalur persekolahan maupun luar sekolah adalah pendidikan pada tataran usia 7 s/d 12 tahun di Kabupaten Tasikmalaya dapat dikatakan tidak lagi menjadi suatu prioritas. Pencapaian APM pada tahun 2014 sebesar 100.04 % Hal ini dikarenakan terdapatnya kecenderungan masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya yang menyekolahkan anaknya dibawah usia 7 tahun (penduduk usia 5 s/d….< tahun), juga terdapat sebagian anak yang berusia antara 10 s/d 12 tahun yang sudah bersekolah di SMP/MTs. Indikator lain yang menunjukan pemerataan pendidikan SD/MI adalah pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK). Dari data tabel 01 diperoleh 200.010 orang usia 7-12 tahun yang bersekolah, diantaranya 200.470 orang bersekolah di SD/MI dan yang bersekolah melalui kelompok belajar Paket A. dari data tersebut dapat dihitung Angka Partisipasi Kasar (APK) jalur persekolahan adalah sebesar 100.27%. Hal ini memberikan gambaran bahwa anak bersekolah baik melalui jalur persekolahan maupun luar sekolah adalah sebesar 100.27%, artinya bahwa tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan sangat baik. Dari indicator pencapaian APK dan APM tahun 2014 menunjukan pemerataan pendidikan di jenjang sekolah dasar sudah berhasil. Keadaan tentang berbagai indicator dari aspek pemerataan pendidikan dasar satuan pendidikan SD/MI di Kabupaten Tasikmalaya dalam kurun waktu dua tahun dapat dilihat pada tabel 01 sebagai berikut :
7
Tabel 01 Indikator Perluasan dan Pemerataan Pendidikan Dasar Satuan Pendidikan SD/MI Tahun 2014
Indikator
Pencapaian Indikator 2014
1. Jumlah Penduduk Usia 7-12 Tahun
199.938
2. Jumlah Siswa SD/MI dan paket A a. Siswa Seluruh
200.470
b. Siswa Usia 7 - 12 Tahun
200.010
3. Jumlah Sekolah a. SD
1.083
b. MI
206
4. Jumlah Ruang Kelas a. SD/MI
8.738
5. Pencapaian APK SD + Paket A
100.27%
6. Pencapaian APM SD + Paket A
100.04%
Keberadaan guru sebagaimana tercantum dalam tabel 02 adalah salah satu unsur penting dalam pemerataan pendidikan di SD/MI di Kabupaten Tasikmalaya yang mana pada tahun 2014 menunjukan sebanyak 9.459 orang guru mengajar di SD dan MI. Dari jumlah guru tersebut bila dibandingkan dengan jumlah kelas/rombongan belajar SD/MI yang berjumlah 8.566 rombel Tabel 03, maka dapat dihitung rasio kelas per guru adalah sebesar 1.10. Angka rasio ini menunjukan jumlah kelas lebih kecil disbanding jumlah guru, artinya belum meratanya penyeberan guru. Untuk daerahdaerah tertentu “terpencil” kekurangan guru menunjukan keadaan yang sangat memperhatinkan, dimana terdapat beberapa sekolah yang hanya memiliki tiga orang guru. Kekurangan dan kelebihan guru tersebut tidak memperhitungkan kualifikasi dari guru yang ada baik di SD maupun di MI, bila kualifikasi ini diukur maka kekurangan guru akan lebih banyak lagi. Dengan mengunakan dasar perhitungan kebutuhan guru yang berpatokan kepada pemenuhan guru yang berkualitasi layak mengajar, maka kekurangan guru kelas di SD dan MI adalah sejumlah 893 orang. Untuk meningkatkan mutu pembelajaran SD dan MI sekaligus mengatasi kekurangan guru yang terjadi di SD dan MI adalah melalui berbagai pelatihan dan upaya peningkatan penjenjangan pendidikan guru.
8
Tabel 02 Jumlah Guru Pendidikan Dasar Satuan Pendidikan SD/MI Tahun 2014
Indikator
Pencapaian Indikator 2014
1. Jumlah Guru a. SD
7.430
b. MI
2.029
2. Kualifikasi Guru SD a. Layak Mengajar
73.04%
b. Semi Layak
27.06%
c. Tidak Layak
-
3. Kualifikasi Guru MI a. Layak Mengajar
80.09%
b. Semi Layak
19.91%
c. Tidak Layak
-
Dilihat dari jumlah ruang kelas, dengan membandingkan jumlah ruang kelas dan kelas/Rombel sebagaimana tercantum dalam tabel 03, maka dapat dihitung rasio ruang kelas per kelas/robel adalah 1.02. Angka rasio ini menunjukan terdapat ruang kelas yang digunakan oleh lebih dari satu kelas/rombel (double Shift/satu ruang kelas dipakai bersama dengan kelas yang lainya). Dengan perhitungan norma ideal rasio ruang kelas per kelas/rombel 1,0 di SD/MI terdapat kekurangan ruang kelas 1.692 ruang, antara lain di SD kekurangan ruang kelas sebanyak 1.470 ruang dan di kurang ruang kelas di MI sebanyak 221 ruang. Dari jumlah ruang kelas yang ada di SD/MI tersebut, diantaranya terdapat 6.426 ruang kelas dalam kondisi baik, 1.459 ruang kelas dalam kondisi rusak ringan dan 853 ruang kelas dalam kondisi rusak berat.
9
Tabel 03 Keadaan dan Kondisi Ruang Kelas Pendidikan Dasar Satuan Pendidikan SD/MI Tahun 2014
Indikator
Pencapaian Indikator 2014
1. Jumlah Ruang Kelas a. SD
6.604
b. MI
2.134
2. Jumlah Rombongan Belajar a. SD
7.288
b. MI
1.278
3. Kondisi Ruang Kelas SD a. Baik
4981
b. Rusak Ringan
1004
c. Rusak Berat
619
4. Kondisi Ruang Kelas MI a. Baik
b)
1445
b. Rusak Ringan
455
c. Rusak Berat
234
Pendidikan Dasar Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Pemerataan pendidikan dasar pada satuan pendidikan SMP/MTs. Di Kabupaten
Tasikmalaya pada tahun 2014 diperoleh data jumlah sekolah SMP dan MTs sebanyak 436 sekolah baik negeri maupun swasta. Penambahan sekolah SMP/MTs secara langsung memberikan pengaruh yang cukup signifikan pencapaian APM maupun APK di Kabupaten Tasikmalaya. Pada tahun 2014 diperoleh data penduduk usia 13 - 15 di Kabupaten Tasikmalaya 101.881 Jiwa. Sementara itu jumlah anak yang berusia antara 13 - 15 tahun yang bersekolah pada jalur persekolahan maupun melalui jalur luar sekolah (satuan pendidikan SMP dan MTs serta kelompok belajar paket B) sebanyak 99.136 siswa. Dari data tersebut dapat dihitung angka partisipasi murni (APM) pada tahun 2014 sebesar 97.31%. Pencapaian APM ini menunjukan bahwa anak yang berusia antara 13 s/d 15 tahun yang bersekolah baik melalui jalur persekolahan maupun luar sekolah telah mencapai 97.31 %. Artinya bahwa aspek pemerataan pendidikan usia 13 s/d 15 tahun di Kabupaten Tasikmalaya dapat dikatakan belum mencapai dengan target APM 100% 10
karena masih terdapat anak usia 13 s/d 15 tahun yang belum dan atau tidak bersekolah pada jenjang SMP/MTs maupun program pakat B, sebesar kurang lebih 3,69 %. Indikator lain yang dapat dijadikan sebagai pengukuran pemerataan pada SMP/MTs adalah pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK). Pada tahun 2014 diperoleh data anak yang bersekolah di SMP/MTs serta program paket B sebanyak 100.236 orang. Dari data ini dapat dihitung perolehan APK pada pendidikan dasar satuan pendidikan SMP/MTs sebesar 98.39%. Perolehan APK baik pada jalur persekolahan maupun luar persekolahan di Kabupaten Tasikmalaya ini mengandung arti bahwa tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan khususnya dalam penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun di Kabupaten Tasikmalaya dapat dikatakan masih perlu perhatian yang serius karena masih ada selisih target capaian ke 100%, yaitu 2.61%. Gambaran tentang perkembangan perluasan dan pemerataan pendidikan dasar pada satuan pendidikan SMP/MTs pada tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 04 sebagai berikut : Tabel 04 Indikator Perluasan dan Pemerataan Pendidikan Dasar Satuan Pendidikan SMP/MTs Tahun 2014
Indikator
Pencapaian Indikator 2014
1. Jumlah Penduduk Usia 13-15 tahun
101.881
2. Jumlah Siswa SMP/MTs dan Paket B a. Siswa Seluruh
100.236
b. Siswa Usia 13-15 Tahun
99.136
3. Jumlah Sekolah a. SMP
254
b. MTs
182
4. Jumlah Ruang Kelas a. SMP
1.884
b. MTs
585
5. Pencapaian APK
98.39%
6. Pencapaian APM
97.31%
Dilihat dari sisi keberadaan Guru SMP/MTs berdasarkan data tahun 2014 diperoleh data jumlah guru yang ada di Kabupaten Tasikmalaya dengan berbagai status, jabatan, sertifikasi dan kulilifikasi pendidikan sebanyak 7.157 orang. Jumlah guru yang
11
mengajar di SMP sebanyak 3.917 dan 3.240 orang guru mengajar di MTs. Gambaran dari keadaan guru dapat dilihat tabel 05 sebagai berikut :
Tabel 05 Jumlah Guru Pendidikan Dasar Satuan Pendidikan SMP/MTs Tahun 2014
Indikator
Pencapaian Indikator 2014
1. Jumlah Guru a. SMP
4.008
b. MTs
3.058
2. Kualifikasi Guru SMP a. Layak Mengajar
89.97%
b. Semi Layak
10.03%
c. Tidak Layak
-
3. Kualifikasi Guru MTs a. Layak Mengajar
79.89%
b. Semi Layak
20.11%
c. Tidak Layak
-
Hal yang perlu diperhatikan dari keadaan guru ini khususnya dalam upaya percepatan Program Wajar Dikdas 9 tahun adalah pemenuhan kekurangan guru bagi SMP maupun MTs. Berdasarkan perhitungan kebutuhan guru dengan rumus jumlah Rombongan Belajar (rombel/kelas) x 42 jam (jumlah jam dalam satu minggu) : 18 jam (jumlah jam wajib guru mengajar), maka kebutuhan guru SMP/MTs adalah {(2.174 + 590) x 42 : 18 = 6.449} dengan perhitungan ini terdapat kelebihan guru 7.157-6.449 = 708 orang. Kelebihan guru ini disebabkan karena terdapat beberapa guru terutama guru honorer yang mengajar pada beberapa sekolah baik negeri maupun swasta, sementara itu guru yang mengajar di sekolah-sekolah swasta kurang memperhitungkan jumlah jam wajib mengajar atau tidak mengacu pada norma standar sebagaimana yang diberlakukan di sekolah-sekolah swasta. Kondisi ini sebenarnya harus berdampak positif pada proses KBM di sekolah, namun pada kenyataannya keberadaan guru honorer yang ada di sekolah-sekolah
swasta
ini,
bila
dilihat
pada
aspek
kualifikasinya
terdapat
kecenderungan antara semi layak dan kurang layak mengajar. Sebagaimana digambarkan pada tabel 05 sebesar 10,03 % dari jumlah guru SMP serta sebesar 20,11 % guru yang ada di MTs berkelayakan tidak layak.
12
Dilihat dari jumlah ruang kelas SMP/MTs yang ada sebanyak 2.469 ruang yang terdiri dari 1884 ruang kelas berada di SMP dan sebanyak 585 ruang kelas berada di MTs, sementara jumlah rombongan belajar atau jumlah kelas SMP/MTs adalah sebanyak 2.764 kelas, terdiri dari 2.174 rombongan belajar di SMP dan sebanyak 590 rombongan belajar berada di MTs. Ketersedianya ruang kelas memberikan pengaruh yang sangat signifikan dalam upaya percepatan sebagaimana yang di tampilkan dalam tabel 04 dimana terdapat suatu kecenderungan dengan bertambahnya ruang kelas atau daya tamping sekolah, maka jumlah siswa yang dapat bertampung di sekolah pula. Ini mengindikasikan bahwa dalam percepatan Wajar Diknas 9 Tahun, penambahan daya tamping merupakan salah satu solusi. Tabel 06 Keadaan dan Kondisi Ruang Kelas Pendidikan Dasar Satuan Pendidikan SMP/MTs Tahun 2014
Indikator
Pencapaian Indikator 2014
1. Jumlah Ruang Kelas a. SMP
1884
b. MTs
585
2. Jumlah Rombongan Belajar a. SMP
2.174
b. MTs
590
3. Kondisi Ruang Kelas SMP a. Baik
1.492
b. Rusak Ringan
298
c. Rusak Berat
94
4. Kondisi Ruang Kelas MTs a. Baik
456
b. Rusak Ringan
109
c. Rusak Berat
20
Dengan membandingkan jumlah kelas (rombongan belajar) dan ruang kelas tersebut dapat dihitung Rasio kelas ruang kelas pada SMP dan MTs yaitu 1,12 artinya terdapat jumlah ruang kelas yang digunakan oleh beberapa rombongan belajar atau double shift, hal ini menunjukan terdapat kekurangan ruang kelas sebanyak 566 ruang 13
kelas pada SMP, sementara rasio kelas per ruang kelas pada MTs 0,99 artinya terdapat jumlah ruang kelas yang tidak digunakan, hal ini menunjukan terdapat kelebihan ruang kelas sebanyak 7 ruang kelas. Dari jumlah ruang kelas yang ada yaitu sebanyak 2469 ruang, diantaranya terdapat sebanyak 1.948 ruang dalam keadaan kondisi baik, sebanyak 407 ruang dalam keadaan kondisi rusak ringan dan sebanyak 114 ruang dalam keadaan kondisi rusak berat. Untuk tercapainya target perolehan APK dan APM sangat perlu kiranya ditunjang dengan ketersediaan ruang kelas yang kondusif sehingga dapat meningkatkan daya tamping yang selama ini masih menjadi suatu permasalahan dalam pemerataan pendidikan.
c)
Pendidikan Menengah Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA) Pemerataan pendidikan jenjang pendidikan menengah SMA/SMK/MA pada tahun
2014 ditunjukan dengan bertambahnya jumlah sekolah pada jenjang menengah yaitu 218 sekolah. Penambahan sekolah ini memberikan dampak positip terhadap peningkatan pelayanan masyarakat dimana terdapat kenaikan daya tamping pada jenjang pendidikan ini. Dengan meningkatnya daya tamping sebagaimana ditunjukan dalam tabel 07 diperoleh data dari jumlah penduduk yang berusia antara 16-18 tahun sebanyak 86.505 jiwa yang bersekolah pada pendidikan menengah SMA/SMK/MA sebanyak 51.755 siswa. Dari data ini dapat dihitung Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan menengah SMA/SMK/MA adalah 57,77%. Melihat perolehan APM ini mengandung makna bahwa masyarakat/anak yang berusia 16-18 Tahun yang berpendidikan SMA relative masih rendah. Berdasarkan data tersebut di atas, hal ini disebabkan terdapatnya beberapa siswa yang berusia antara 16-18 tahun masih banyak belum bersekolah pada jenjang menengah atas, disamping itu juga akibat dibukanya program akselerasi, sehingga terdapat usia kurang dari 16 tahun sudah bersekolah pada jenjang menengah atas. Hal ini lain yang menyebabkan penurunan APM ini adalah siswa yang putus sekolah dengan alas an bekerja dan juga siswa lulusan SMP/MTs yang tidak melanjutkan karena berbagai paktor dari kondisi budaya dan ekonomi masyarakat. Pada aspek lain dengan melihat jumlah siswa seluruh usia yang bersekolah pada pendidikan menegah SMA/SMK/MA sebanyak 49.975 orang, maka dari data ini dapat dihitung Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah SMA/SMK/MA adalah 59.83%. Perolehan APK pada jenjang pendidikan menengah atas menunjukan secara
14
kualitatif terjadinya perbedaan dengan target yang seharusnya dicapai, hal ini berdampak terhadap tingkat partisipasi masyarakat terhadap jenjang pendidikan SMA/SMK/MA, yang diakibatkan oleh berbagai sebab dab factor antara lain geografis, social ekonomi, budaya dll, sebagaimana telah dikemukakan pada bagian sebelumnya. Gambaran tentang keadaan dan kondisi peluang dan pemerataan pendidikan pada jenjang SMA/SMK/MA dapat dilihat pada tabel 07 sebagai berikut :
Tabel 07 Indikator Perluasan dan Pemerataan Pendidikan Menengah Satuan Pendidikan SMA/SMK/MA Tahun 2014
Indikator
Pencapaian Indikator 2014
1. Jumlah Penduduk Usia 16 - 18 Tahun
86.505
2. Jumlah Siswa SMA/SMK/MA a. Siswa Seluruh
51.755
b. Siswa Usia 16 - 18 Tahun
49.975
3. Jumlah Sekolah a. SMA
48
b. SMK
97
c. MA
73
4. Jumlah Ruang Kelas a. SMA
348
b. SMK
529
c. MA
389
5. Pencapaian APK
59,83%
6. Pencapaian APM
57,77%
Pada tahun 2014 diketahui jumlah guru yang mengajar di jenjang pendidikan menegah SMA/SMK/MA adalah 3.775 orang guru, terdiri dari sebanyak 907 orang guru mengajar SMA, sebnayak 992 orang guru mengajar di MA dan sebanyak 1.876 orang guru mengajar di SMK.
15
Mengenai keberadaan guru SMA/SMK/MA dari berbagai kualifikasi dapat dilihat pada tabel 08 sebagai berikut :
Tabel 08 Jumlah Guru Pendidikan Menengah Satuan Pendidikan SMA/SMK/MA Tahun 2014
Indikator
Pencapaian Indikator 2014
1. Jumlah Guru a. SMA
907
b. SMK
1.876
c. MA
992
2. Kualifikasi Guru SMA a. Layak Mengajar
95.70%
b. Semi Layak
4.30%
c. Tidak Layak
-
3. Kualifikasi Guru SMK a. Layak Mengajar
76.65%
b. Semi Layak
23.35%
c. Tidak Layak
-
4. Kualifikasi Guru MA a. Layak Mengajar
89.62%
b. Semi Layak
10.38%
c. Tidak Layak
-
Dari sisi jumlah ruang kelas SMA/SMK/MA yang ada di Kabupaten Tasikmalaya adalah sebanyak 1.266 ruang kelas, diantaranya sebanyak 348 ruang di SMA, sebanyak 389 ruang di MA dan sebanyak 529 ruang di SMK. Dari jumlah ruang tersebut terdapat sebanyak 1.125 ruang dalam keadaan kondisi baik, sebanyak 152 ruang dalam keadaan kondisi rusak ringan dan sebanyak 80 ruang dalam kondisi keadaan rusak berat. Dengan membandingkan jumlah rombongan belajar dan ruang kelas yang mendapat di Sekolah Menengah Atas dan sederajat menandakan terdapatnya kelebihan atau kekurangan ruang kelas. Perbandingan antara rombongan belajar dan ruang kelas adalah sebesar 1,05 pada tingkat SMA artinya terdapat kekurangan ruang kelas, yaitu sebanyak 19 ruang kelas untuk SMA, sementara rasio rombongan belajar dan ruang kelas pada SMK adalah 1,15 artinya masih terdapat kekurangan ruang kelas sebanyak 34 16
ruang kelas untuk SMK, serta rasio rombongan belajar dengan ruang kelas pa tingkat MA sebesar 8,87 artinya pada tingkat MA terdapat kelebihan ruang kelas sebanyak 33. Mengenai keberadaan rombongan belajar dan ruang kelas SMA/SMK/MA dapat dilihat pada tabel 09 sebagai berikut :
Tabel 09 Keadaan dan Kondisi Ruang Kelas Pendidikan Menengah Satuan Pendidikan SMA/SMK/MA Tahun 2014
Indikator
Pencapaian Indikator 2014
1. Jumlah Ruang Kelas a. SMA
348
b. SMK
529
c. MA
389
2. Jumlah Rombongan Belajar a. SMA
414
b. SMK
719
c. MA
411
3. Kondisi Ruang Kelas SMA a. Baik
261
b. Rusak Ringan
62
c. Rusak Berat
25
4. Kondisi Ruang Kelas SMK a. Baik
479
b. Rusak Ringan
24
c. Rusak Berat
26
5. Kondisi Ruang Kelas MA a. Baik
291
b. Rusak Ringan
68
c. Rusak Berat
30
Atas dasar kondisi objektif tersebut perlu diciptakan dan penataan system pengelolaan pendidikan yang mengarah pada efesiensi dan efektifitas dalam pengelolaan pendidikan sehingga pemerataan pendidikan tepat sasaran dan betul-betul dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat education for all. 17
2.
Peningkatan Mutu dan Relevansi Pendidikan Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan menjadi suatu unsure yang patut
mendapatkan perhatian dari semua elemen, terlebih lagi dalam kerangka ekonomi daerah yang memberikan kebebasan-tanpa terlepas dari norma-norma yang disyaratkan secara nasional-terhadap daerah untuk menyesuaikan dengan situasi lingkungan dan potensipotensi yang dimiliki. Daerah diberikan kewenangan untuk berapresiasi, memodifikasi dan mengembangkan kurikulum dengan innovasi-innovasi sehingga out put dari pendidikan itu yang berkaitan dengan kuantitas, kualitas dan relevansi tercapai sesuai dengan tujuan. Tuntutan dalam menghadapi era globalisasi yang memungkinkan terjadinya persaingan bebas yang multi dimensi, peningkatan mutu dan relevansi ini hendaknya menjadi sentral dalam pembangunan pendidikan. Dengan terlupakannya mutu pendidikan dimungkinkan sumber daya manusia Kabupaten Tasikmalaya ke depan tidak akan mampu untuk bersaing, membangun dan menggali potensi wilayahnya sendiri. Bila hal ini terjadi masyarakat Kabupaten Tasikmalaya akan menjadi penonton pelaku pembangunan yang pada akhirnya akan menjadi masyarakat yang tertinggal. Oleh sebab itu pembangunan pendidikan terhadap aspek mutu perlu diperhatikan dan ditingkatkan. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan diukur dengan indicator antara lain : capaian angka partisipasi masyarakat terhadap pendidikan pada berbagai jenjang, tingkat kelulusan, angka mengulang, angka putus sekolah, kelayakan guru, kondisi ruang kelas dan sarana prasarana. Kondisi umum mengenai mutu dan relevansi pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya dihadapkan pada beberapa permasalahan sebagai berikut: 1)
Belum meratnya mutu pelayanan pendidikan di setiap sekolah
2)
Kesenjangan antara lulusan dengan kebutuhan pasar/stakeholders
3)
Kompetensi, kualifikasi dan profesionalisme guru yang relative masih rendah
4)
Tingkat kesejahteraan guru yang relatif rendah
5)
Keterbatasan sarana dan prasarana penunjang yang mengarah pada mutu relative sangat kurang. Kondisi tentang berbagai indicator peningkatan mutu dan relevansi pendidikan di
Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2014 diuraikan secara sistematis berdasarkan jenjang dan satuan pendidikan sebagai berikut :
18
a.
Mutu dan Relevansi Pendidikan Dasar SD/MI Melihat keberhasilan perluasan dan pemerataan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar satuan pendidikan SD/MI dengan indicator perolehan APM dan APK di Kabupaten Tasikmalaya yang sudah tertuntaskan sejak digulirkannya Program Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun pada tahun 1984, pembangunan pendidikan pada aspek peningkatan mutu perkembangan dari perolehan rata-rata NEM lulusan, kualifikasi guru, kondisi ruang kelas, keberadaan sarana penunjang yang belum dapat memenuhi dan meningkatkan mutu. Untuk memberikan gambaran tentang mutu dan relevansi pendidikan dasar SD/MI disajikan dalam tabel 10 sebagai berikut:
Tabel 10 Indikator Mutu dan Relevansi Pendidikan Dasar Satuan Pendidikan SD/MI Tahun 2014 Indikator Mutu dan Relevansi SD/MI
Pencapaian Indikator 2014
1. Rata-rata NEM lulusan a. SD
7,75
b. MI
7,67
2. Angka mengulang a. SD b. MI 3. Angka putus sekolah a. SD b. MI 4. Angka lulusan a. SD
29.880
b. MI
4.235
5. Guru layak mengajar a. SD
73,04 %
b. MI
80,09 %
6. Guru semi layak mengajar a. SD
27, 06 %
b. MI
19,91 %
7. Guru tidak layak mengajar a. SD
-
19
b. MI
-
8. Aktivitas guru dalam MGMP
Cukup
9. Kondisi RK SD a. Baik
4.981
b. Rusak ringan
1.004
c. Rusak berat
619
10. Kondisi RK MI a. Baik
1.445
b. Rusak ringan
455
c. Rusak berat
234
11. % SD memiliki a. Perpustakaan
17 %
b. Lap Olah Raga c. UKS 12. % MI memiliki a. Perpustakaan
48 %
b. Lap Olah Raga c. UKS 13. Frekuensi Pendayagunaan Sarana
Cukup
14. Partisipasi Orang Tua
-
15. Biaya Satuan (Rp/Th)
Rp. 800.000/Tahun
Dari tabel 10 data tersebut memberikan gambaran kondisi mutu dan relevansi pendidikan SD/MI di Kabupaten Tasikmalaya dapat dikatagorikan baik. Hal ini yang perlu diperhatikan adalah keadaan guru dimana berdasarkan katagori kelayakan mengajar masih terdapat guru kelayakan semi layak mencapai 27,06 % dan tidak layak mengajar yaitu mencapai 0 % Tingginya persentase guru yang berkelayakan semi layak dan tidak layak menandakan bahwa pembangunan ke depan dalam upaya mengikatkan mutu pendidikan pada jenjang pendidikan dasar SD dan MI adalah upaya meningkatkan kualifikasi guru, sehingga guru yang berkelayakan semi layak dan tidak layak menjadi guru yang berkelayakan yaitu memiliki akta keguruan dan kompetensi yang relevan dengan minimal kependidikan D-2. Sementara dilihat dari keadaan sarana dan prasarana pendidikan SD/MI cukup memprihatinkan dimana perbandingan ruang kelas baik, rusak ringan dan rusak berat relative seimbang, normatifnya adalah untuk meningkatkan mutu keadaan ruang kelas harus dalam keadaan yang baik. Untuk sampai pada peningkatan mutu pendidikan, 20
ketersediaan ruang kelas yang kondusip sangat mempengaruhi proses belajar mengajar dan pada akhirnya akan berpengaruh pada mutu pendidikan. Indicator lain yang mempengaruhi mutu pendidikan adalah ketersediaan sarana dan prasarana penunjang. Dalam tabel data diketahui keadaan sarana penunjang seperti perpustakaan hanya 55,00% sekolah yang memiliki perpustakaan, sekoilah memiliki UKS sebesar 0,41%. Kondisi ini sangat minim bila arah yang ingin dicapai adalah peningkatan mutu. Untuk menjawab kebutuhan sarana penunjang pendidikan yang relatif sangat kurang, maka kebijakan yang tepat ditempuh adalah pengembangan sekolah SD/MI inti atau sentral yang berbasis pada kesehatan, olahraga, kesenian yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan. Keberadaan sekolah inti atau sentral ini di harapkan dapat berfungsi sebagai sekolah percontohan/rujukan bagi sekolah-sekolah lainnya.
b. Mutu dan Relevansi Pendidikan Dasar SMP/MTs Pembangunan pendidikan jenjang pendidikan dasar pada satuan pendidikan SMP/MTs. Aspek peningkatan mutu belum merupakan perhatian yang utama, hal ini masih terpancarnya konsentrasi pembangunan pendidikan pada upaya percepatan penuntasan program Wajar Dikdas 9 tahun. Pembangunan pendidikan terhadap aspek mutu pada satuan pendidikan SMP/MTs dilakukan secara sinergis dengan upaya percepatan penuntasan program Wajar Dikdas 9 Tahun. Kondisi dari pembangunan aspek mutu dan relevansi satuan pendidikan SMP,MTs dapat dilihat pada tabel 11 dalam tabel tersebut tergambar kondisi mutu dan relevansi pendidikan SMP/MTs, di Kabupaten Tasikmalaya dapat dikatagorikan kurang, hal ini terlihat dari perolehan rata-rata NEM lulusan, kualifikasi guru, kondisi ruang kelas, keberadaan sarana penunjang yang belum mencerminkan pemenuhan dan peningkatan mutu. Hal yang perlu diperhatikan pada upaya peningkatan mutu dan relevansi pendidikan dalam jangka pendek adalah meningkatkan kualifikasi dan sertifikasi guru, dimana berdasarkan katagori kelayakan mengajar masih terdapat guru berkelayakan semi layak mencapai 15,48% dan tidak layak mengajar yaitu mencapai 19,86%. Tingginya persentase guru yang berkelayakan semi layak dan tidak layak menandakan bahwa pembangunan ke depan dalam
upaya meningkatkan mutu
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar SMP dan MTs adalah upaya mengikatkan kualifikasi pendidikan guru, sehingga guru yang berkelayakan semi layak dan tidak layak menjadi guru yang berkelayakan yaitu memiliki akta keguruan dan kompetensi yang relevan dengan minimal kependidikan D-3.
21
Sementara dilihat dari keadaan sarana dan prasarana penunjang seperti perpustakaan, UKS dan laboratorium relative belum memenuhi standar pelayanan minimal. Dalam data tabel 11 terdapat 73,61% SMP yang memiliki ruang perpustakaan, sementara itu terdapat 221,53% SMP memiliki ruang laboratorium. Sedangkan di MTs terdapat 46,25% yang memiliki ruang perpustakaan. Sementara itu terdapat 41,88% MTs yang memiliki ruang laboratorium dan 90,70% MTs. Kondisi ini sangat minim bila arah yang ingin di capai adalah peningkatan mutu. Kuantifikasi mutu dan relevansi pendidikan dasar
pada jenjang SMP/MTS. Dapat dilihat dalam tabel sebagai
berikut :
Tabel 11 Indikator Mutu dan Relevansi Pendidikan Dasar Satuan Pendidikan SMP/MTs Tahun 2014 Indikator Mutu dan Relevansi
Pencapaian Indikator 2014
SMP/MTs 1. Rata-rata NEM siswa baru a. SMP
7.75
b. MTs
7.67
2. Rata-rata NEM lulusan a. SMP
6.93
b. MTs
6.40
3. Angka mengulang a. SMP b. MTs 4. Angka putus sekolah a. SMP
-
b. MTs
3
5. Angka Lulusan a. SMP
17.594
b. MTs
10.167
6. Guru layak mengajar a. SMP
89.97 %
b. MTs
79.89 %
7. Guru semi layak mengajar
22
a. SMP
10.03 %
b. MTs
20.11 %
8. Guru tidak layak mengajar a. SMP
-
b. MTs
-
9. Aktivitas guru dalam MGMP a. SMP
Tinggi
b. MTs
Tinggi
10. Kondisi RK SMP a. Baik
1.492
b. Rusak ringan
298
c. Rusak berat
94
11. Kondisi RK MTs a. Baik
456
b. Rusak ringan
109
c. Rusak berat
20
12. SMP meliki a. Perpustakaan
129
b. Lap Olah Raga
-
c. UKS
-
d. Laboratorium
177
13. MTs memilki a. Perpustakaan
-
b. Lap Olah raga
-
c. UKS
-
d. Laboratorium
116
14. Frekuensi Pendayagunaan sarana a. SMP
Tinggi
b. MTs
Tinggi
15. Partisipasi Orang Tua Biaya Satuan (Rp/TH)
Rp. 1.000.000/Tahun
Dari tabel 11 tersebut memberikan gambaran kondisi mutu dan relevansi pendidikan SMP/MTs di Kabupaten Tasikmalaya dapat dikatagorikan kurang.
23
Untuk merangsang sekolah-sekolah swasta dalam menyediakan kelengkapan sarana dan prasarana penunjang pendidikan yang sangat diperlukan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada jenjang SMP dan MTs ini, kebijakan yang tepat adalah melalui pemberian dana dengan pola imbal swadaya untuk pembangunan maupun untuk melengkapi alat-lat penunjang dari sarana penunjang pembelajaran baik perpustakaan, laboratorium maupun ruang keterampilan lainnya yang relevan.
c.
Mutu dan Relevansi Pendidikan Menengah SMA/SMK.MA Pembangunan pendidikan jenjang menengah SMA/SMK/MA aspek peningkatan
mutu belum menunjukan pada hasil yang mengembirakan. Dari tabel 12 memberikan gambaran kondisi mutu dan relevansi pendidikan menengah SMA/SMK/MA di Kabupaten Tasikmalaya secara umum dapat dikatagorikan kurang. Hal uyang perlu diperhatikan adalah keadaan guru dimana berdasarkan katagori kelayakan mengajar masih terdapat guru dengan angka relatif berkelayakan semi layak mencapai 27,13% dan tidak layak mengajar yaitu mencapai 19,59 % dari kedua parameter ini menunjukan pada rata-ratanya 23,36% dari guru yang ada tidak memiliki kelayakan. Kelayakan guru pada jenjang menengah atas dengan memperhatikan perkembangan yang ada adalah minimal kependidikan S-1 atau D-3 keguruan dengan kompetensi yang sesuai tuntutan KBM. Kuantifikasi mutu dan relevansi pendidikan pada jenjang sekolah menengah atas dapat dilihat dalam tabel 12 sebagai berikut : Tabel 12 Indikator Mutu dan Relevansi Pendidikan Menengah Satuan Pendidikan SMA/SMK/MA Tahun 2014 Indikator Mutu dan Relevansi SMA/SMK/MA
Pencapaian Indikator 2014
1. Rata-rata NEM siswa baru a. SMA
6.93
b. SMK
6.93
c. MA
6.40
2. Rata-rata NEM lulusan a. SMA
5.10
b. SMK
5.49
c. MA
5.33
3. Angka mengulang a. SMA
24
b. SMK c. MA 4. Angka putus sekolah a. SMA
-
b. SMK
-
c. MA
6
5. Angka Lulusan a. SMA
3.487
b. SMK
6.976
c. MA
3.530
6. Guru layak mengajar a. SMA
95.70 %
b. SMK
76.65 %
c. MA
89.62 %
7. Guru semi layak mengajar a. SMA
4.30 %
b. SMK
23.35 %
c. MA
10.38 %
8. Guru tidak layak mengajar a. SMA
-
b. SMK
-
c. MA
-
9. Aktivitas guru dalam MGMP a. SMA
Tinggi
b. SMK
Tinggi
c. MA
Tinggi
10. Kondisi RK SMA a. Baik
261
b. Rusak ringan
62
c. Rusak berat
25
11. Kondisi RK SMK a. Baik
479
b. Rusak ringan
24
c. Rusak berat
26
12. Kondisi RK MA
25
a. Baik
291
b. Rusak ringan
68
c. Rusak berat
30
13. SMA meliki a. Perpustakaan
19
b. Lap Olah Raga
-
c. UKS
-
d. Laboratorium
56
14. SMK memilki a. Perpustakaan
18
b. Lap Olah raga
-
c. UKS
-
d. Laboratorium
74
15. MA memilki a. Perpustakaan
29
b. Lap Olah raga
-
c. UKS
-
d. Laboratorium
70
16. Frek Pendayagunaan Sarana a. SMA
Tinggi
b. SMK
Tinggi
c. MA
Tinggi
17. Partisipasi Orang Tua dalam pembiayaan a. SMA
-
b. SMK
-
c. MA
-
18. Biaya satuan (Rp/TH) a. SMA
Rp. 1.200.000/Tahun
b. SMK
Rp. 1.200.000/Tahun
c. MA
Rp. 1.200.000/Tahun
Sementara dilihat dari keadaan sarana dan prasarana pendidikan SMA/SMK/MA rata-rata dalam keadaan baik, sementara perbandingan ruang kelas baik cukup tinggi dengan kondisi rusak berat relative kecil. Dilihat dari aspek ketersediaan sekolah memiliki ruang penunjang KBM masih memerlukan perhatian yang cukup serius. Dalam
26
tabel
12
diketahui
keadaan
sarana
penunjang
seperti
perpustakaan,ruang
laboratorium,UKS dan penunjang lainnya relative masih kurang.
3.
Manajemen Pendidikan Paradigma baru dalam era otonomi daerah dan sejalan dengan reformasi
Pendidikan ,hak dan kewenangan pengelolaan pendidikan tidak lagi bertumpu pada tataran pusat tetapi bergulir pada tataran daerah bahkan sampai di tingkat sekolah melalui penerapan konsep manajemen berbasis Sekolah (school based management). Melalui konsep School based management Sekolah memiliki otonomi atau kemandirian dalam pemberdayaan sumber daya sekolah dengan pola partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah yang terhimpun dalam kelembagaan Dewan Sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat,Propinsi maupun Kabupaten. Penerapan konsep school based management ini diharapkan sekolah sebagai lini terdepan yang mengetahui
kekuatan,kelemahan, peluang dan ancaman yang
mengitarinya- mampun meningkatkan mutu pendidikan, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat,dan mampu meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah. Secara umum keberhasilan manajemen pendidikan melalui MBS ini di kabupaten Tasikmalaya belum pada sasaran yang diharapkan,namun melalui percontohan dengan pola pilot project kita patut berbagga dimana sekolah-sekolah yang dipilih sebagai pilot project dalam implementasi MBS ini telah menunjukan hasil yang menggembirakan ;mampu meningkatkan mutu pendidikan,meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat,dan mampu meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah.Hal yang lebih menggembirakan dengan penunjukan sekolah ini memberikan imbas yang siginipikan terhadap sekolah-sekolah yang lainya. Beberapa permasalahan dan kendala dalam manajemen pendidikan ini,antara lain : 1.
Persepsi masyarakat terhadap kelembagaan Dewan Sekolah yang belum searah dan sejalan dengan konsep MBS;
2.
Kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat lingkungan sekolola yang kurang menunjang;
3.
Kualitas sumber daya pengelola pendidikan yang kurang dan tidak merata pada semua jenjang.
27
4.
Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat dalam bidang pendidikan diindikasikan oleh dua
variable,yaitu pertama peningkatan partisipasi masyarakat dan kedua peningkatan kemampuan masyarakat.Kedua variable ini menunjukan hubungan korelasional yang sangat signifikan. Peningkatan partisipasi masyarakat terhadap pendidikan diindikasikan oleh dua bentuk,yaitu 1) dalam Kontribusi pembiayaan yang diwujudkan dalam berbagai ragam pembiayaan untuk kelangsungan kelancaran penyelenggaraan pendidikan, 2) dalam bentuk pemikiran dan tenaga, berpartisipasi
aktif dalam perencanaan,pengawasan
maupun pengendalian penyelenggaraan pendidikan sehingga sesuai tuntunan dan kebutuhan masyarakat. Peningkatan kemampuan masyarakat terhadap pendidikan yang diwujudkan dalam kemauan bertindak untuk kepentingan pendidikan. Hal yang melandasi kemampuan ini adalah terbentuknya pengetahuan dan pemahaman tentang arti pendidikan sebagai human investmen. Secara umum kondisi pemberdayaan masyarakat
di Kabupaten Tasikmalaya
belum optimal. Hal ini diindikasikan terdafatnya beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Kecendrungan masyarakat untuk menyekolahkan pada sekolah-sekolah negeri. 2. Peran aktif masyarakat dalam komite sekolah/dewan sekolah sebagai formalitas. 3. Rendahnya partisifasi orang tua terhadap kelangsungan penyelenggaraanmasalahan pendidikan.
B.
Idetifikasi Permasalahan Pemerataan Pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya Berbagai Kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan pemerataan
yang diukur oleh capaian APK dan APM di kabupaten Tasikmalaya antara lain : 1.
Letak geografis Kondisi letak geografis Kabupaten Tasikmalaya yang berbukit dan tingkat kemiringan menjadikan penyebaran pemukiman penduduk yang terpencarpencar,hal ini menjadi suatu permasalahan tersendiri bagi pendidikan terutama dalam pemetaan sekolah.Secara ekonomis kondisi ini menjadikan jarak tempuh antarasatu kampong dengan kampong lainya demikian juga dengan sekolah memerlukan jarak tempuh yang memerlukan sarana transportasi ,juga perhitungan pada aspek tingkat kerawanan.Kondisi ini Nampak jelas bahwa letak geografis berpengaruh cukup signifikan pada partisipasi sekolah dan tingkat melanjutkan.
28
2.
Ekonomi Kondisi ekonomi masyarakat Kabupaten Tasikmalaya dimana tingkat dan kemampuan daya beli masyarakat yang rendah menjadikan orang tua
yang
kondisi ekonominya kurang beruntung menghadapi kesulitan dalam membiayai pendidikan anaknya. Kondisi lain dari kemampuan ekonomi masyarakat, anak menjadi tumpuan dalam menopang ekonomi/kebutuhan keluarga sehingga kesempatan untuk memperoleh pendidikan menjadi berkurang dan cenderung tidak sekolah, perhatian anak terpusat pada pekerjaan. Dampak dari Kondisi ini yang lebih parah adalah minat anak untuk sekolah menjadi tidak ada.
3.
Sosiali budaya masyarakat Sosial budaya masyarakat yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan antara lain masih dianutnya budaya negeri maindid. Pada beberapa tempat masyarakat yang masukan anaknya untuk bersekolah pada sekolah swasta dipandang sebagai sekolah mahal. Sementara untuk meneruskan sekolah pada jalur non formal seperti setara paket A dan setara paket B, Kurang dimanfatkan oleh masyarakat secara optimal. Pandangan sebagai masyarakat (Orang Tua Siswa) masih ada yang beranggapan cukup dengan dapat membaca dan berhitung, terlebihlagi bagi perempuan yang kawin di bawah usia sehingga tidak perlu berpendidikan tinggi-tinggi. Kawin muda ini dipandang dari segi ekonomi oleh sebagai masyarakat sebagai alternative jalan keluar yang dapat meringankan beban ekonomi keluarga. Disamping ketiga factor tersebut yang dapat dikatagorikan sebagai factor eksternal internal. Faktor-faktor lain yang merupakan factor internal juga akan sangat mempengaruhi terhadap akselerasi wajar dikdas 9 tahun, Yaitu meliputi daya,tamping,Ketersediaan guru ,tenaga pengelola pendidikan,dan ketersediaan dana.Faktor-faktor ini juga memerlukan perhatian yang serius,agar terjalin keselarasan dan keseimbangan antara factor ekternal dan factor internal yang pada akhirnya pelaksanaan program akselerasi wajar dikdas 9 tahun ini akan terlaksana sesuai dengan harapan dan tujuan.
C.
Identifikasi Permasalahan Mutu Pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya. Berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan mutu
pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya secara umum antara lain : 1.
Kapasitas daya Tampung,
29
Keterbatasan daya tamping pada sisi lainnya berpengaruh terhadap mutu pendidikan Umumnya kapasitas daya tamping di berbagai jenjang pendidikan menerapkan rasio antara 40 sampai 48 orang per kelas. Dengan rasio ini suasana belajar menjadi kurang nyaman,daya serap siswa kurang optimal dan focus guru menjadi terpencar 40 sampai 48.Dengan jumlah siswa tersebut menjadikan satu bangku digunakan oleh dua orang siswa,belum lagi perbandingan ruang kelas dengan jumlah siswa yang rata-ratanya per orang menempati 1 M2 sementara secara fisik siswa tumbuh dan berkembang.
2.
Kompetensi dan sertifikasi Guru, Terdapatnya guru yang mengajar pada berbagai jenjang yang berkualipikasi semi layak dan bahkan tidak layak mengajar menyebabkan permasalahan dalam upaya meningkatkan mutu. Ketersediaan guru ini menjadikan kompetensi guru dalam memberikan materi tidak optimal. Keterbatasan dalam mengkreasikan metode pembelajaran.Hal lain yang cukup mengganggu terhadap mutu adalah pemerataan guru, yang tidak/kurang merata,terhadap sekolah-sekolah yanag kekurangan guru ,menjadikan guru tersebut mengajar berbagai mata pelajaran yang memungkinkan tidak sesuai dengan kemampuan dan latar belakang pendidikanya.
3.
Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang Ketersediaan
sarana
dan
prasarana
penunjang
seperti
perpustakaan,
Laboratorium,alat-alat peraktek di kabupaten Tasikmalaya yang berdasarkan data menunjukan kondisi menunjukan kurang ideal. Dengan ketersediaan dari variable ini baik
guru maupun siswa akan mampu menunjukan kreatipitasnya,dan
memberikan pengalaman yang sangat positif dalam mendalami berbagai materi yang di peroleh dari guru yang di sebabkan karena keterbatasan kemampuan. Cakrawala berpikir menjadi luas karena banyaknya pengalaman yang diperoleh dari sumber lain yang tersedia. Dan banyak lagi factor-faktor lain di luar yang telah di sebutkan ,yang berdasarkan analisis ke tiga variable ini lah yang secara signifikan berpengaruh terhadap peningkatan mutu.
30
BAB III ISU ISU STRATEGIS DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN
Sebagaimana telah dikemukakan di muka dalam bab-bab sebelumnya, dalam upaya
peningkatan
pelayanan
pendidikan
melalui
pembangunan
bidang
pendidikan,secara umum menunjukan adanya peningkatan perolehan APK pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Peningkatan tersebut memang belum mencapai target sebagai mana ditetapkan semula yaitu minimal kenaikan 5 % per tahun. Dari Hasil evaluasi dan analisis terhadap hasil yang telah diperoleh dari berbagai kegiatan yang telah di laksanakan pada tahun sebelumnya, dalam hal ini dapat di kemukakan tiga kebijakan pokok dalam pembangunan pendidikan, antara lain : A.
B.
Perluasan dan Pemerataan Pendidikan 1.
Peningkatan dan pemerataan Pendidikan Anak Dini Usia;
2.
Peningkatan daya tampung TK/RA;
3.
Peningkatan daya tampung Dikdas;
4.
Percepatan Wajar Dikdas 9 Tahun;
5.
Peningkatan daya tampung Dikmen;
6.
Peningkatan Akses Pelayanan Pendidikan Luar Sekolah (PLS);
7.
Pembinaan Lembaga Kursus dan PKBM;
8.
Peningkatan dan Pemerataan Pendidikan Menengah.
Peningkatan Mutu dan Relevensi Pendidikan 1.
Peningkatan mutu Pendidikan a. Peningkatan Mutu pembelajaran TK/RA b. Peningkatan Kualitas Sarana Prasarana TK/RA c. Peningkatan Mutu Pembelajaran Dikdas d. Peningkatan Kualitas Sarana Prasarana Dikdas e. Pembangunan sarana dan prasarana Penunjang f. Peningkatan Mutu Pembelajaran Dikmen g. Peningkatan Kualitas Sarana Prasarana Dikmen h. Peningkatan Mutu Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah i. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
31
2.
Peningkatan Relevansi Pendidikan a. Peningkatan Pola kemitraan dengan Dunia Usaha dan Industri b. Pengembangan Pembelajaran yang berorientasi kecakapan hidup c. Pengembangan pembelajaran dan pembiasaan d. Peningkatan pembelajaran berbasis IMTAQ melalui kegiatan-kegiatan keagamaan dan Mata Pelajaran Agama di Sekolah
C.
Peningkatan Efisiensi dan Efektifitas Pengelolaan Pendidikan 1.
Peningkatan Mutu Perencanaan, Evaluasi, Pengendalian dan Koordinasi Pembangunan Pendidikan.
2.
Konsolidasi Perencanaan Pendidikan.
3.
Peningkatan Pembinaan Perguruan Tinggi.
32
PROGRAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2015
1. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran Tujuan : a. Penyediaan jasa komunikasi, sumber daya air dan listrik untuk lembaga satuan pendidikan, UPTD dan Dinas Pendidikan. b. Penyediaan alat tulis kantor, barang cetakan, peralatan, perlengkapan kantor dan jasa pendukung administrasi perkantoran.
Sasaran : a. Meningkatkan kualitas dan kualitas layanan administrasi perkantoran b. Meningkatkan kinerja pelaksana administrasi perkantoran.
Indikator Kinerja Program : a. Meningkatnya penyediaan jasa layanan administrasi perkantoran b. Meningkatnya profesionalisme layanan jasa administrasi perkantoran
2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Tujuan : a. Penyediaan fasilitas pemeliharaan rutin gedung/kantor, lembaga satuan pendidikan, UPTD dan Dinas Pendidikan. b. Penyediaan fasilitas pemeliharaan rutin peralatan gedung/kantor dan kendaraan operasional kantor.
Sasaran : a. Meningkatnya kualitas pemeliharaan kondisi gedung/kantor, lembaga satuan pendidikan, UPTD dan Dinas Pendidikan. b. Meningkatnya kualitas pemeliharaan kendaraan operasional kantor.
Indikator Kinerja Program a. Terselenggaranya penyediaan pemeliharaan rutin gedung/kantor, lembaga satuan pendidikan, UPTD dan Dinas Pendidikan. b. Terselenggaranya penyediaan pemeliharaan rutin kendaraan operasional kantor.
33
3. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Tujuan : a. Memperluas jangkauan dan daya tampung SD/MI dan SMP/MTs sehingga dapat menjangkau anak-anak dari seluruh lapisan masyarakat; b. Meningkatkan kesamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi kelompok yang kurang beruntung, penduduk di daerah terpencil, daerah bermasalah, masyarakat miskin dan terlantar serta anak berkelainan. c. Meningkatkan
kualitas
pendidikan
dasar
menyelengarakan
manajemen
pendidikan yang berbasis sekolah dan masyarakat (School/Community based management).
Sasaran : a. Meningkatnya APK dan APM pada sasaran pendidikan SD/MI dan SMP/MTs. b. Meningkatnya kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan satuan pendidikan SD/MI dan SMP/MTs. c. Terwujudnya organisasi sekolah yang lebih demokratis melalui manajemen pendidikan berbasis sekolah dan masyarakat.
Indikator Kinerja Program a. Terselenggaranya penyediaan sarana dan prasarana satuan pendidikan SD/MI dan SMP/MTs. b. Meningkatnya kesamaan dan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat. c. Meningkatnya prestasi belajar siswa.
4. Program Pendidikan Menengah Tujuan : a) Memperluas jangkauan dan daya tampung SMA, SMK dan MA sehingga dapat menjangkau anak-anak dari seluruh lapisan masyarakat; b) Meningkatkan kesamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi kelompok yang kurang beruntung, penduduk di daerah terpencil, daerah bermasalah, masyarakat miskin dan terlantar serta anak berkelainan. c) Meningkatkan kualitas pendidikan menengah menyelengarakan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah dan masyarakat (School/Community based management).
34
Sasaran : a. Meningkatnya APK dan APM pada sasaran pendidikan SMA, SMK dan MA. b. Meningkatnya kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan satuan pendidikan SMA, SMK dan MA. c. Terwujudnya organisasi sekolah yang lebih demokratis melalui manajemen pendidikan berbasis sekolah dan masyarakat.
Indikator Kinerja Program a. Terselenggaranya penyediaan sarana dan prasarana satuan pendidikan SMA, SMK dan MA. b. Meningkatnya kesamaan dan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat. c. Meningkatnya prestasi belajar siswa.
5. Program Pendidikan Non Formal Tujuan : a) Memperluas jangkauan dan menampung anak-anak atau masyarakat yang tidak melanjutkan sekolahnya ke jenjang pendidikan formal (SD/MI, SMP/MTs, SMA, SMK dan MA). b) Meningkatkan kesamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi kelompok yang kurang beruntung, penduduk di daerah terpencil, daerah bermasalah, masyarakat miskin dan terlantar serta anak berkelainan. c) Meningkatkan kualitas pendidikan non formal menyelengarakan manajemen pendidikan yang berbasis kelompok masyarakat.
Sasaran : a. Meningkatnya APK dan APM pada sasaran pendidikan sederajat SD/MI, sederajat SMP/MTs, sederajat SMA, SMK dan MA. b. Meningkatnya kuantitas dan kualitas layanan pendidikan luar sekolah. c. Meningkatnya partisifasi masyarakat dalam pendidikan melalui lembaga non formal.
Indikator Kinerja Program a. Terselenggaranya pendidikan luar sekolah bagi masyarakat/anak didik yang tidak bias melanjutkan ke pendidikan formal melalui Paket A, Paket B dan Paket C.
35
b. Meningkatnya kesamaan dan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat.
6. Program Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Tujuan : a) Meningkatkan kompetensi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan untuk setiap jenjang pendidikan. b) Meningkatkan kualifikasi tenaga pendidik untuk setiap jenjang pendidikan.
Sasaran : a. Meningkatnya kualitas pembelajaran oleh tenaga pendidik pada setiap jenjang pendidikan. b. Meningkatnya profesionalisme guru dalam pembelajaran.
Indikator Kinerja Program a. Terselenggaranya pembelajaran yang kreatif, inovatif dan rekreatif sehingga anak didik memiliki prestasi seperti yang diharapkan. b. Meningkatnya lulusan tiap jenjang pendidikan dengan nilai yang optimal. c. Meningkatnya prestasi belajar siswa untuk setiap jenjang pendidikan.
7.
Program Manajemen Pelayanan Pendidikan Tujuan : a) Meningkatknya manajemen pengelolaan pendidikan di setiap satuan pendidikan, UPTD dan Dinas Pendidikan. b) Meningkatnya pengelolaan pendidikan berdasarkan database yang akurat dan terukur. c) Meningkatnya pengelolaan database sekolah berdasarkan kebijakan data pokok pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan non formal.
Sasaran : a. Meningkatnya kualitas pengelolaan lembaga satuan pendidikan, UPTD dan Dinas Pendidikan. b. Meningkatnya sistem informasi pendataan pendidikan yang memiliki validitas tinggi. c. Meningkatnya sistem informasi berbasis online/web.
36
Indikator Kinerja Program a. Terselenggaranya pelaporan hasil evaluasi penyelenggaraan pendidikan untuk setiap jenjang pendidikan. b. Meningkatnya validitas data yang akurat dan up to date hasil penyelenggaraan pendidikan. c. Meningkatnya layanan akses terhadap informasi pendidikan.
8.
Program Pelayanan Pendidikan Bidang Seni dan Olahraga Tujuan : a) Meningkatknya layanan pendidikan bidang seni dan olahraga untuk setiap jenjang pendidikan. b) Meningkatnya peran serta pemuda pada bidang seni dan olahraga. c) Meningkatnya apresiasi tenaga pendidik atau kependidikan terhadap seni dan olahraga. d) Meningkatnya apresiasi siswa terhadap seni daerah.
Sasaran : a. Meningkatnya prestasi olahraga siswa tingkat kabupaten, tingakat provinsi dan tingkat nasional. b. Meningkatnya prestasi seni siswa tingkat kabupaten, tingakat provinsi dan tingkat nasional. c. Meningkatnya kualitas pembelajaran mata ajar pendidikan seni dan olahraga.
Indikator Kinerja Program a. Meningkatnya apresiasi seni dan olahraga bagi peserta didik untuk setiap jenjang pendidikan. b. Meningkatnya prestasi siswa pada bidang seni dan olahraga yang menjadi wakil tingkat provinsi atau tingkat nasional. c. Meningkatnya apresiasi siswa terhadap bahasa, sastra dan seni daerah.
37